pengaruh perubahan iklim terhadap ekosistem terumbu karang
TRANSCRIPT
TUGAS ZOOLOGI
PENGARUH PERUBAHAN IKLIM
TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Disusun oleh :
Lucky Kristi C.
K2E009061
PRODI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
Pendahuluan
Laut Indonesia memiliki luas 5.176.800 km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2 perairan Nusantara
dan 2,7 juta km2 Perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) ataubsekitar 70% dari luas
Indonesia dimana luas daratan yang kita miliki adalah 1.919.440 km2. Disamping itu kita memiliki
lebih dari 17.000 pulau yang sebagian besar belum bernama, dan panjang pantai 95.181 km. Jadi
sangatlah tepat apabila Indonesia disebut sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State), salah satu
dari 46 negara kepulauan di dunia. Oleh karena itu, sangatlah mudah dipahami jika laut beserta
isinya mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat
Indonesia. Data menunjukan bahwa dari sekitar 348 kabupaten/kota Indonesia, sejumlah 42 kota
dan 181 kabupaten terletak di wilayah pesisir.
Hutan bakau, padang lamun dan terumbu karang merupakan tiga ekosistem penting di daerah
pesisir. Hutan bakau memiliki peran penting dalam melindungi pantai dari abrasi oleh gelombang
laut, sebagai peredam gelombang, penahan lumpur dan perangkap sedimaen. Padang lamun
memiliki peran sebagai tempat pemijahan (spawning), dan tempat menyari makan (feeding ground).
Telah diidentifikasi lebih dari 93.000 spesies hidup di terumbu karang, namun diperkirakan lebih
dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini.
Namun saat ini kondisi sumberdaya hayati laut semakin memprihatinkan. Banyak permasalahan
yang dihadapi seperti pemanfaatan yang berlebih, pencemaran, perusakan ekosistem terumbu
karang, bakau dan lamun, merupakan penyebab utama dari semakin berkurangnya populasi alam
dari banyak organisme laut.
Berkurangnya keanekaragaman hayati ini disebabkan oleh antropogenik (aktivitas manusia)
seperti eksploitasi sumberdaya hayati laut yang berlebihan, dan perusakan habitat, maupun yang
non antropogenik (perubahan ekologis, faktor alam) seperti polusi yang tinggi dan pemanasan
global.
Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang pengaruh perubahan iklim terhadap ekosistem
terumbu karang.
Gambar 1. Luas wilayah Indonesia
Pengertian
Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Binatang karang yang
berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam jumlah ribuan membentuk koloni yang dikenal
sebagai karang (karang batu atau karang lunak). Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang”
yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan
kapur sebagai pembentuk utama terumbu, sedangkan erumbu karang adalah karang yang terbentuk
dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme
miskroskopis yang bernama zooxanthellae. Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis
ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan
ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Biasanya
tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan temperatur sekitar 21-300C.
Terumbu karang memberikan perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk
sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, bintang laut, udang-
udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita, termasuk juga burung-burung laut
yang sumber makanannya berada di sekitar ekosistem terumbu karang.
Ada dua jenis terumbu karang yaitu terumbu karang keras (hard coral) dan terumbu karang
lunak (soft coral). Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang
batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Terumbu karang lunak (seperti sea fingers
dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu
karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing
reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan
oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai
cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll.
Tipe-tipe terumbu karang
Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land
masses) terdapat tiga klasifikasi tipe terumbu karang. Ketiga tipe tersebut adalah (gambar 2):
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus, berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-
pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas
dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang
mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut
lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon
(kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang
penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang
yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan),
Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang
tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang
cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45
meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT),
Mapia (Papua).
Gambar 2. Tipe-tipe terumbu karang, yaitu terumbu karang tepi (kiri), terumbu karang penghalang (tengah), dan
terumbu karang cincin (kanan)
Sumber : web.ipb.ac.id
Spesies Terumbu Karang di Indonesia
Tabel 1. Jenis terumbu karang di Indonesia
No. Nama Distibusi
1Acropora cervicorni
(Gambar 3)Perairan Indonesia
2Acropora acuminata
(Gambar 4)Perairan Indonesia
3 Acropora micropthalma Perairan Indonesia
(Gambar 5)
4Acropora millepora
(Gambar 6)Perairan Indonesia
5Acropora palmate
(Gambar 7)Perairan Indonesia
6Acropora hyacinthus
(Gambar 8)Perairan Indonesia
7Acropora echinata
(Gambar 9)Indo-Pasifik barat
8Acropora humilis
(Gambar 10)Perairan Indonesia
9Acropora cytherea
(Gambar 11)Indo-Pasifik barat
10Siderastrea sidereal
(Gambar 12)Perairan Indonesia
Gambar 3. Acropora cervicorni Gambar 4. Acropora acuminata Gambar 5. Acropora micropthalma
Gambar 6. Acropora millepora Gambar 7. Acropora palmate Gambar 8. Acropora hyacinthus
Gambar 9. Acropora echinata Gambar 10. Acropora humilis Gambar 11. Acropora cytherea
Gambar 11. Siderastrea sidereal
Sumber : http://dhamadharma.wordpress.com
Faktor- faktor yang Merusak Terumbu Karang
Indonesia memang kaya akan keanekaragaman hayatinya, termasuk di laut. Saat ini salah satu
ekosistem laut yang memiliki peranan penting yaitu terumbu karang, mulai rusak. Hal ini
disebabkan oleh :
a. Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan
tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh
karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.
b. Aliran air tawar
Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal
dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke
wilayah terumbu karang.
c. Berbagai jenis limbah dan sampah
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian,
perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.
d. Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar
CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu
air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthellae dari
jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan
akan mati.
e. Uji coba senjata militer
Pengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran dan buangan reaktor nuklir
menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut dapat bertahan hingga ribuan tahun yang
berpotensi meningkatkan jumlah kerusakan dan perubahan genetis (mutasi) biota laut.
f. Cara tangkap yang merusak
Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan peledak.
g. Penambangan dan pengambilan karang
Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan.
Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah
terumbu menjadi gurun pasir bawah air.
h. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar
yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak
koloni karang.
i. Serangan bintang laut berduri
Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang permukaanya
dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni karang,
untuk kemudian mencerna dan membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.
Efek Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Terumbu Karang
Pemanasan global merupakan salah satu isu yang sangat banyak diperbincangkan hingga saat ini.
Pemanasan global diketahui telah menyebabkan berbagai perubahan lingkungan hampir di semua
macam ekosistem. Uraian selanjutnya akan lebih difokuskan pada pengaruh pemanasan global
terhadap ekosistem yang berada di perairan laut, yaitu terumbu karang.
Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan
temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang
disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4),
dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.
Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi
pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik
(seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan
banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb).
Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap
fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti
jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d)
pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit,
dsb).
Para ilmuwan mulai menyelidiki pemanasan global yang terjadi sejak akhir abad 18. Sebagian
besar ahli berkesimpulan bahwa kegiatan manusialah yang menjadi penyebab utama meningkatnya
pemanasan global yang seringkali dikenal dengan efek rumah kaca. Efek rumah kaca memanaskan
bumi melalui suatu proses yang kompleks yang berhubungan dengan sinar matahari, gas, dan
partikel-partikel yang ada di atmosfer. Gas-gas yang menahan panas di atmosfer disebut gas rumah
kaca.
Kegiatan manusia yang menimbulkan pemanasan global adalah pembakaran minyak bumi, batu
bara, dan gas alam dan pembukaan lahan. Sebagian besar pembakaran berasal dari asap mobil,
pabrik, dan pembangkit tenaga listrik. Pembakaran minyak fosil ini menghasilkan carbon dioxide
(CO2), yakni gas rumah kaca yang menghambat radiasi panas ke angkasa ruang. Pohon-pohon dan
berbagai tanaman menyerap CO2 cari udara selama proses fotosintesis untuk menghasilkan
makanan. Pembukaan lahan dengan menebangi pohon-pohon ikut meningkatkan jumlah CO2 karena
menurunkan penyerapan CO2, dan dekomposisi dari tumbuhan yang telah mati juga meningkatkan
jumlah CO2.
Pemanasan global yang terus menerus dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan. Tanaman dan
binatang yang hidup di dalam laut menjadi terganggu. Pemanasan global menyebabkan perubahan
iklim serta mencairnya es di kutub mengakibatkan peningkatan tinggi permukaan air laut.
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a)
meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut, (c) meluasnya intrusi air laut,
(d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas
daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.
Spesies yang paling rentan terhadap perubahan iklim memiliki habitat yang khusus, toleransi
lingkungan yang terbatas dan besar kemungkinannya untuk dikalahkan oleh perubahan ikim dan
memiliki ketergantungan akan pemicu atau interaksi lingkungan khusus yang kemungkinannya
besar untuk dihancurkan oleh perubahan iklim.
Perubahan iklim akan mengakibatkan kenaikan suhu air laut sekitar 0,2 hingga 2,5 derajat
Celsius. Sedikit saja suhu berubah dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap vitalitas,
pertumbuhan dan laju reproduksi organisme laut. Ada beberapa hal berkaitan yang ditimbulkan
dengan naiknya suhu bumi terhadap ekosistem terumbu karang, yaitu :
1. Pemutihan Karang
Sebagian besar karang adalah binatang-binatang kecil (polip) yang hidup berkoloni dan
membentuk terumbu. Mereka mendapatkan makanannya melalui dua cara, yaitu (1) dengan
menggunakan tentakel mereka untuk menangkap plankton dan (2) melalui alga kecil
(zooxanthellae) yang hidup di jaringan karang. Beberapa jenis zooxanthellae dapat hidup di
satu jenis karang. Biasanya mereka ditemukan dalam jumlah besar dalam setiap polip, hidup
bersimbiosis, memberikan : warna pada polip energi dari fotosintesis dan 90% kebutuhan
karbon polip. Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting dari karang dan memberikan
sebanyak 95% dari hasil fotosintesisnya (energi dan nutrisi) kepada karang.
Dalam karang pembentuk terumbu, kombinasi fotosintesis dari alga dan proses fisiologi
lainnya dalam karang membentuk kerangka batu kapur (kalsium karbonat). pembentukan
kerangka yang lambat ini, diawali dengan pembentukan koloni dan kemudian membentuk
kerangka kerja tiga dimensi yang rumit menjadikan terumbu karang sebagai tempat berlabuh
bagi banyak jenis biota, yang banyak di antaranya penting untuk kehidupan masyarakat dan
komunitas pesisir.
Pemutihan karang terjadi akibat berbagai asidifikasi laut dan kenaikan suhu air laut, yang
menyebabkan degenerasi atau hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang. Dalam
keadaan normal, jumlah zooxanthellae berubah sesuai dengan musim sebagaimana
penyesuaian karang terhadap lingkungannya.
Kenaikan suhu mengganggu kemampuan zooxanthellae untuk berfotosisntesis, dan dapat
memicu produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Pemutihan dapat pula
terjadi pada organisme-organisme bukan pembentuk terumbu karang seperti karang lunak
(soft coral), anemone dan beberapa jenis kima raksasa tertentu (Tridacna spp.), yang juga
mempunyai alga simbiosis dalam jaringannya.
Selain kenaikan suhu, penyebab terjadinya pemutihan karang adalah tingginya tingkat
sinar ultraviolet, kurangnya cahaya, tingginya tingkat kekeruhan, sedimentasi, penyakit, kadar
garam yang tidak normal dan polusi.
2. Perubahan Distribusi Ekosistem
Terumbu karang dapat tumbuh dengan maksimal pada daerah dengan suhu tahunan rata-
rata 1800C. Suhu tersebut merupakan suhu paling optimal sekaligus suhu pembatas, di mana
rentang temperatur tidak boleh terlalu jauh. Kenaikan antara 1,1 hingga 6,40C akan
menyebabkan pergeseran pada distribusi ekosistem terumbu karang. Pergeseran tersebut
akan menyebabkan area yang lebih sempit dibandingkan keadaan semula dan diperkirakan
bahwa kemampuan organisme ekosistem terumbu karang di daerah baru sangatlah kecil.
Akibatnya, luas ekosistem akan menjadi berkurang atau bisa dikatakan bahwa ekosistem
akan menuju ke arah penurunan menjadi ekosistem yang minor atau kecil.
3. Penurunan Potensi Klasifikasi
Organisme di ekosistem terumbu karang menggunakan ion kalsium dan ion karbonat dari
air laut untuk menyekresikan rangka kalsium karbonat. Penurunan konsentrasi ion dapat
mempengaruhi laju pembentukan rangka, tetapi karbonat lebih sedikit bila dibandingkan
dengan kalsium, dan diketahui juga berperan penting dalam kalsifikasi di koral.
Konsentrasi ion karbonat akan menurun seiring dengan kenaikan kadar karbondioksida di
laut, sehingga proses kalsifikasi akan menjadi lebih lambat. Koral dan alga calcareous adalah
dua komponen ekosistem terumbu karang yang terpengaruh. Hal tersebut tentunya akan
mengganggu laju pembentukan koral dan juga densitas rangka koral. Laju yang rendah akan
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mendapatkan ruang hidup dan densitas yang
rendah menyebabkan rangka yang terbentuk rapuh serta mudah rusak oleh faktor fisik serta
bioerosi. Pengaruh lain pemanasan global adalah perubahan kondisi kimiawi air laut yang
akan menyebabkan dissolusi dari CaCO3 yang menyebabkan hilangnya struktur rangka koral.
Ketiga hal di atas menunjukkan bahwa kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang
dipengaruhi oleh pemanasan global. Selain itu, ada satu hal yang penting berkaitan dengan
pangaruh pemanasan global terhadap ekosistem terumbu karang, yaitu pemanasan global
diperkirakan akan menyebabkan gangguan ekosistem terumbu karang yang sifatnya kronis
dan akut apabila berinteraksi dengan faktor selain kenaikan suhu, antara lain adanya El-Nino,
perubahan sirkulasi air laut, dan pengambilan berlebihan oleh manusia.
Gambar 12. Kenaikan permukaan air laut
Sumber : www.sciencenews.org
Upaya Rehabilitasi Terumbu Karang
Belajar dari kerusakan hutan Indonesia, maka untuk menyelamatkan kelestariannya dibuatlah
hutan lindung. Demikian pula di laut, sudah saatnya dibuat “Daerah Perlindungan Laut (DPL)”
untuk menyelamatkan ekosistem terumbu karang yang masih tersisa.
Ternyata banyak DPL yang masih tetap dijarah dan terjadi kegiatan pengerusakan terhadap
ekosistem terumbu karang. Karenanya, terbukti di Indonesia hutan adat jauh lebih terjaga
kelestariannya dibandingkan hutan lindung. Karena hutan adat dimiliki oleh masyarakat dan dijaga
oleh masyarakat. Demikian pula dengan di laut, Daerah perlindungan Laut Berbasis Masyarakat
(DPL-BM) jauh lebih banyak yang memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Faktor utama yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang di Indonesia karena
kurangnya kepedulian masyarakat untuk menjaga dan melestarikan ekosistem ini. DPL-BM
merupakan program dengan kegiatan utama memberikan wawasan kepada masyarakat dan
menanamkan kepedulian untuk bersama-sama menjaga ekosistem pesisir yang ada disekitarnya
yang dijadikan DPL-BM. Dengan program DPL-BM, masyarakat akan dirangsang untuk
mengembangkan kearifan lokal, peningkatan rasa memiliki terhadap ekosistem terumbu karang
sehingga akan berkembangnya metode penangkapan yang ramah lingkungan dan lestari.
DPL-BM merupakan program konservasi laut yang berdasarkan aspirasi masyarakat,
dilaksanakan oleh masyarakat dan untuk kesejahteraan masyarakat. Program ini melibatkan
masyarakat sekitar sebagai pengawas yang akan terus menjalankan program dalam menjaga
kelestarian ekosistem terumbu karang. Salah satu cara melestarikan terumbu karang yang patut
dipertimbangkan ialah membuat sebanyak-banyaknya Daerah Perlindungan Laut (Marine Protected
Area) seperti Taman Nasional Laut, Cagar Alam Laut, dan Suaka Margasatwa Laut. Sebab,
terumbu karang merupakan biota yang dapat memperbaiki dirinya sendiri setelah kerusakan, namun
perlu didukung dengan strategi pemulihannya.
Kesimpulan
Indonesia memiliki luas laut sebesar 5.176.800 km2. Sungguh sangat disayangkan jika banyak
sumber hayati laut yang kita punya rusak dan punah begitu saja apalagi dikarenakan ulah manusia
itu sendiri.
Seperti halnya terumbu karang yang keberadaannya semakin hari semakin terancam. Indonesia
memiliki banyak jenis terumbu karang, namun keberadaannya sangat memprihatinkan. Banyak dari
jenis terumbu karang di Indonesia yang rusak.
Banyak faktor-faktor penyebab rusaknya terumbu karang, seperti:
1. Pengendapan kapur
2. Aliran air tawar
3. Limbah
4. Pemanasan suhu bumi
5. Uji coba militer
6. Cara tangkap yang salah
7. Penambangan dan pengambilan karang
8. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu
9. Serangan bintang laut berduri
Faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kerusakan terumbu karang adalah pemanasan
suhu bumi (Global Warming). Global warming disebabkan oleh meningkatnya gas efek rumah
kaca.
Pemanasan global menyebabkan perubahan iklim serta mencairnya es di kutub mengakibatkan
peningkatan tinggi permukaan air laut. Perubahan iklim akan mengakibatkan kenaikan suhu air laut
sekitar 0,2 hingga 2,5 derajat Celsius. Sedikit saja suhu berubah dapat menyebabkan dampak yang
besar terhadap vitalitas, pertumbuhan dan laju reproduksi organisme laut.
Perubahan iklim ini juga berpengaruh pada ekosistem terumbu karang. Ada beberapa dampak
yang ditimbulkan dengan naiknya suhu bumi terhadap ekosistem terumbu karang, yaitu :
1. Pemutihan karang
2. Perubahan distribusi ekosistem
3. Penurunan potensi klasifikasi
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk rehabilitasi terumbu karang, salah satunya adalah
dengan diadakannya program Daerah perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM). Program
ini merupakan program konservasi laut yang berdasarkan aspirasi masyarakat, dilaksanakan oleh
masyarakat dan untuk kesejahteraan masyarakat. Program ini melibatkan masyarakat sekitar
sebagai pengawas yang akan terus menjalankan program dalam menjaga kelestarian ekosistem
terumbu karang.
Daftar Pustaka
Ambalika, Indra. Upaya Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Merintis Daerah
Perlindungan Laut (Marine Protect Area) Berbasis Masyarakat. www.ubb.ac.id.
Akses 6 Juli 2010
Anonim. Ekosistem Terumbu Karang. web.ipb.ac.id. Akses 6 Juli 2010
Anonim. Pemanasan Global. www.geo.ugm.ac.id/archives. Akses 6 Juli 2010
Anonim. Pengaruh (Efek) Pemanasan Global (Global Warming) Terhadap Ekosistem Terumbu
Karang dan Lamun. www.wendyachmmad.com. Akses 6 Juli 2010
Anonim. Terumbu Karang. www.id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang. Akses 6 Juli 2010
Anonim. Terumbu Karang. www.oseanografi.blogspot.com. Akses 6 Juli 2010
Darmadi. Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia. www.dhamadharma.wordpress.com.
Akses 6 Juli 2010
Dwi. Global Warming. www.nonuwie.multiply.com. Akses 6 Juli 2010
Maulidia, Martha. Dampak Terhadap Keanekaragaman Hayati, Habitat, dan spesies Langka.
www.iklimkarbon.com. Akses6 Juli 2010