pengaruh struktur mikro dan kandungan karbon pada kekerasan
TRANSCRIPT
PENGARUH STRUKTUR MIKRO DAN KANDUNGAN KARBON PADA KEKERASAN CORAN KUNINGAN UNTUNG NUGROHO. Fakultas Industri, Jurusan Teknik Mesin. [email protected]
ABSTRAKSI
Dalam peleburan kuningan ditambahkan bahan karbon berupa arang sebagai pencegah oksidasi dan kehilangan seng. Pada penelitian ini kuningan yang digunakan sebagai sampel adalah kuningan yang digunakan sebagai bahan baku impeller pompa sanyo yaitu pada PT. Pascal Component Intaranusa. Sampel diambil dengan selang waktu penuangan 5 menit untuk tiap sampelnya dengan suhu penuangan 1100oC, kemudian sampel dibagi empat dan tiap bagiannya dikenakan pengujian metalografi dan kekerasan. Dari hasil pengujian metalografi didapatlah setruktur fasa kuningan yaitu fasa proeutektik α dan fasa β. Fasa proeutektik α mempunyai struktur fcc sedangkan fasa β mempunyai struktur bcc.Terdapat juga titik-titik hitam yang merupakan karbonnya dengan persentase yang berbeda untuk tiap sampelnya. Karbon cenderung berada pada bagian samping berbentuk partikel. Kekerasan cenderung meningkat pada bagian samping dikarenakan kandungan karbonnya lebih banyak. Terjadi perubahan fasa proeutektik α dari bentuk memanjang menjadi cenderung berbentuk bulat. Fasa proeutektik α lebih dominan pada setiap sampel. Fasa proeutektik α meningkat dan fasa β menurun dengan meningkatnya waktu pengambilan. Selain meningkatnya jumlah karbon, meningkatnya fasa proeutektik α dan menurunnya fasa β juga mempengaruhi meningkatnya nilai kekerasan coran kuningan. Kata Kunci : Mikrostruktur, Kekerasan, Coran Kuningan
1. Pendahuluan
Dalam rangka menghadapi pasar bebas, industri komponen seperti pipa kondensor, inti radoator, impller pompa, baling-baling kapal, keran, katup, roda gigi dan lain-lain, perlu meningkatkan kualitas produknya. Seiring dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian-penelitian agar kualitasnya dapat dioptimalkan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Salah satu bahan yang paling banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen seperti diatas adalah coran kuningan, maka dari itu hingga saat ini masih terus dikembangkan dan dilakukan penelitian oleh para ahli.
Sifat coran kuningan sangat dipengaruhi oleh unsur paduannya. Mangan, Silikon, Nikel, Alumanium, Timah Putih merupakan unsur pemadu utama dan memiliki sifat-sifat yang baik.
Dalam peleburan kuningan rentan terhadap oksidasi dan kehilangan seng, untuk mencegah hal tersebut digunakan karbon dari bahan arang. karbon tersebut berfungsi untuk mencegah oksidasi dan kehilangan seng.
2. Dasar Teori 2.1 Kuningan
Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng. Biasanya kandungan seng sampai kira-kira 40%. Paduan yang merah kekuning-kuningan adalah paduan dengan seng 40% sedangkan yang kuning kemerah-merahan adalah paduan dengan seng 30%. Dalam ketahanan terhadap korosi dan aus, kurang baik dibanding dengan perunggu. Tetapi kuningan lebih murah dari pada perunggu dan mampu cornya lebih baik dari perunggu. Coran kuningan dipakai untuk bagian-bagian pompa, bantalan, bumbung, roda gigi dan sebagainya, dimana tidak dibutuhkan sifat-sifat yang begitu baik. Kuningan dengan kadar tin 1,0-1,5% disebut kuningan kapal mempunyai ketahanan tinggi terhadap korosi air garam [1].
Gambar 2.1 Diagram fasa Tembaga- Seng [2].
2.1.1 Pengaruh Unsur Paduan
Pada Kuningan
Adanya unsur selain dengan proses-proses perlakuan panas, untuk
memperbaiki sifat mekanisnya. Pada logam kuningan biasanya dipadukan dengan unsur-unsur lain untuk membentuk kuningan kekuatan tinggi.
• NIKEL (Ni) Nikel dengan jumlah yang
cukup akan menyebabkan peningkatan sifat mekanis dan karakteristik fabrikasi. Nikel sangat efektif didalam mempromosikan pasivasi, khususnya dialam lingkungan yang merugikan. Unsur ini biasanya digunakan dalam lingkungan yang banyak menganung mineral asam.
• SILIKON (Si) Penambahan sedikit kadar
silikon akan meningkatkan kekuatan kuningan dan ketahanan korosi, tetapi kadar silikon yang tinggi akan mengakibatkan kegetasan dan menyebabkan reaksi dengan oksigen [8].
• MANGAN (Mn) Mangan dengan jumlah yang
cukup dan tergabung dengan penambahan nikel akan berperan dalam memainkan fungsi unsur nikel. Akan tetapi penggantian keseluruhan nikel oleh mangan akan menimbulkan ke tidak praktisan. Mangan dapat meningkatkan kekuatan, machinability, dan surface finish yang cukup baik. Mangan juga berfungsi sebagai deoksidator menghilangkan atau mengusir oksigen yang larut. [8]. Mangan mempunyai titik cair 1260oC [6].
• ALUMANIUM (Al) Al adalah efektif untuk
memperhalus butir kristal dan memperbaiki ketahanan korosi terhadap air laut, jadi paduan ditambah 1,5 sampai 2,5%Al dapat dipergunakan untuk pipa kondensor dsb [8].
• TIMAH PUTIH (Sn) Timah putih (Sn) memperbaiki
ketahanan korosi dan sifat-sifat mekaniknya kalau ditambah dalam daerah larut padat[8]. Selain itu Sn juga memperbaiki fluiditas. Sn adalah logam berwarna putih mengkilap, sangat lembek dengan titik cair yang rendah yakni 232oC [6].
• TIMAH HITAM (Pb) Timah hitam (Pb) larut dalam
kuningan hanya sampai 0,4% dan kelebihanya mengendap dalam batas butir dan didalam butir terdispersikan secara halus yang hal ini memperbaiki machinability dan surface finish dan ketahanan terhaap korosi [8].
• BESI (Fe) Unsur paduan besi (Fe) dapat
meningkatkan machinability, surface finish, menghaluskan butir, meningkatkan kekerasan dan kuat tarik. Namun unsur ini menurunkan ketahanan korosi pada kuningan.
• TEMBAGA (Cu) Tembaga (Cu) membentuk
larutan padat dengan unsur-unsur logam lain dalam daerah yang luas dan dipergunakan untuk berbagai keperluan. Dalam logam kuningan unsur tembaga merupakan unsur utama yang harus ada. Semakin banyak kandungan tembaga dalam kuningan semakin ulet kuningan dan semakin tinggi ketahanan korosinya. Tembaga rentan terhadap oksidasi namun dapat lebur, tidak membasahi permukaan, mempunyai tegangan permukaan yang kuat. Dan tembaga tidak larut dalam air [6].
• SENG (Zn) Unsur paduan seng (Zn) dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, machinability, dan surface finish.
Namun unsur ini dapat menurunkan keuletan dan ketahanan korosi. Seng (Zn) adalah logam yang berwarna putih kebiruan memiliki titik cair yang rendah yaitu 419oC [6]. 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
3.2 Persiapan Bahan Pengujian
Bahan yang dipakai yaitu
kuningan dengan komposisi seperti pada tabel 3. 1. Bahan tersebut diambil dari proses pengecoran yang dilakukan pada PT. PASCAL COMPONENT INTRANUSA yaitu untuk membuat komponen Impeller Pompa Sanyo.
Tabel 3.1 Komposisi kimia kuningan Impeller pompa Sanyo PT. Pascal Component Intranusa [7].
� Proses Peleburan Kuningan Sampel Dalam peleburan kuningan
yang digunakan untuk sampel menggunakan tanur krus. Adapun proses peleburanya adalah masukan skrap balik, garam dan besi pada tanur krus tunggu sampai mencair, kemudian masukan arang tunggu sampai mencair setelah mencair pada suhu 1080oC buang abu dan kotoran. Kemudian masukan alumanium dan seng aduk-aduk cairan dan tunggu cairan sampai tua dan siap tuang yaitu pada suhu 1100oC. Berikut ini komposisi bahan baku coran kuningan
Tabel 3.2 Komposisi bahan
baku coran kuningan pada PT. Pascal Component Intranusa [7].
� Proses Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan
dengan selang waktu 5 menit untuk tiap sampelnya yaitu pada saat kuningan cair pada tunggku dengan suhu cair 1080 oC kemudian dituang pada cetakan pasir dengan suhu penuangan 1100oC. Jumlah sampel 5 buah dan tiap 1 buah dipotong menjadi empat untuk mendapatkan bagian samping kanan, tengah kanan, tengah kiri dan samping kiri.
a : Sampel bagian samping kanan b : Sampel bagian tengah kanan c : Sampel bagian tengah kiri d : Sampel bagian samping kiri
Gambar 3.2 Sampel penelitian
Tiap sampel berukuran panjang 50 mm, lebar 10 mm dan tinggi 20 mm. Sampel dipotong menjadi empat sehingga didapat potongan sampel bagian samping kanan, tengah kanan, tengah kiri dan samping kiri dengan panjang 12,5 mm, lebar 10 mm dan tinggi 20 mm.
3.3 Diagram Alir Proses Metalografi
Gambar 3.3 Diagram alir
proses Metalografi
3.4 Pengamatan Pengujian Metalografi
Pengamatan struktur mikro dilaku- kan di Laboratorium Material Teknik dan Pengecoran Logam Universitas Gunadarma. Tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui fasa-fasa dan Ada tidaknya kandungan arang pada coran kuningan.
Tahap proses untuk mendapatkan foto mikrostruktur sebagai berikut : 1. Pemotongan
Untuk pengamatan struktur mikro, dilakukan pemotongan terhadap sampel hasil dari proses pengecoran, karena pengujian struktur mikro tidak membutuhkan dimensi sampel besar. Dalam pemotongan harus dipilih lokasi yang bersih dan tidak terkena proses deformasi akibat pemotongan sebelum nya. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gergaji pemotong dengan pendingin air. 2. Mounting
Sampel hasil pemotongan dibuat kan mounting dari bubuk bakelit yang dilakukan dengan proses penekanan kondisi vakum. Tujuan mounting adalah untuk memuahkan pengamp lasan. 3. Pengamplasan
Pengamplasan dilakukan secara kasar dan halus. Preparasi awal dengan mengamplas sampel yang dimulai dengan amplas yang paling kasar sampai paling halus, yaitu imulai dari amplas bernomor 400, 600, 800, 100, 1200, 1500, 2000. Untuk setiap perubahan nomor amplas dilakukan perubahan arah pengamplasan hingga arah sebelumnya hilang. Pada pengamplasan dialirkan air untuk menghindari panas akibat gesekan permukaan sampel dengan amplas dan untuk menghilangkan gram agar tidak tergores sampel.
4. Pemolesan Ada dua tahap pemolesan yaitu
poles kasar dan halus. Poles kasar dilakukan dengan menggunakan kain poles berukuran 0,9µ dengan penamba- han cairan alumina. Sedangkan poles halus dilakukan dengan cairan alumina 0,3µ yang dipoleskan ke permukaan kain poles berukuran 0,3µ kemudian dikerjakan seperti paa pemolesan kasar. 5. Proses etsa
Sampel dietsa dengan menggunakan zat etsa Nital yang diperoleh dengan mereaksikan HN03 + Alkohol dengan perbandingan 5% HN03 + 95% Alkohol. Proses etsa dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
� Pencelupan sampel pada wadah yang berisi zat etsa yang dilakukan secara kontinyu selama 20 menit.
� Pncelupan sampel kedalam cairan Alkohol 95%.
� Pembilasan sampel dengan air mengalir.
� Pengeringan sampel dengan steem kompresor.
� Prosedur yang sama dilakukan untuk semua sampel uji metalografi.
6. Pengambilan Foto Struktur mikro elanjutnya dilakukan pemotretan dengan mikroscop optic dengan pembesaran 150X menggunakan kamera digital. Gambar 3.3 menunjukan gambar mikroskop metalurgi yang digunakan.
3.5 Diagram Alir Proses Pengujian Rockwell
Gambar 3.5 Diagram alir proses pengujian Rockwell
3.6 Pengujian Kekerasan Rockwell
Pada pengujian kekerasan Rockwell didasarkan kepada cara penekanan (Indentation) suatu benda yang tidak terdeformasi kedalam permukaan logam yang diuji (Specimen) kekerasan, sehingga akan terjadi suatu bekas penekanan (lekukan) yang kemudian dijadikan dasar untuk penilaian kekerasanya. Penekanan dilakukan sampai lekukan yang bersifat tetap. Logam yang diuji akan lebih keras bila bekas lekukan yang terjadi lebih kecil.
• Cara Uji Kekerasan Rockwell Cara Rockwell ini juga didasarkan
kepada penekanan sebuah indentor dengan suatu gaya tekan tertentu kepermukaan yang rata dan bersih dari
suatu logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor maka yang dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter ataupun diagonal bekas lekukan tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah kelainan cara Rockwell dibandingkan dengan cara pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya biasa dipakai ada tiga jenis yaitu HRA, HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan dari kekerasan Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja. • Rockwell A dan C adalah jenis alat
uji kekerasan yang digunakan untuk pengujian kekerasan logam ferrous seperti besi, baja, dengan indentor kerucut diamond 1200 dengan pembebanan 60 Kp untuk Rockwell A dan 150 Kp untuk Rockwell C.
• Rockwell B digunakan untuk pengujian kekerasan logam non ferrous seperti aluminium, tembaga dan lain-lain.
Bahan-bahan atau perlengkanpan yang dipakai untuk pengujian kekerasan Rockwell adalah sebagai berikut :
1. Mesin pengujian kekerasan. 2. Indentor (penetrator) berupa
bola baja berukuran Ø 1/16 dan 3. kerucut diamond 120º. 4. Mesin gerinda . 5. Ampelas kasar dan halus 6. benda uji (test specimen)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Struktur Mikro 4.1.1 Struktur Mikro Kuningan Sampel Pertama
Pengamatan struktur mikro dilaku kan pada sampel pertama yaitu sampel diambil (dicetak) setelah kuningan
mencair yaitu pada suhu 1080oC dalam tanur dan suhu penuangan 1100oC. Untuk sampel berikutnya diambil dengan selang waktu 5 menit untuk tiap sampelnya.
Gambar 4.1 Struktur mikro kuningan sampel pertama untuk bagian samping
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.2 Struktur mikro kuningan sampel pertama untuk bagian tengah
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.3 Struktur mikro kuningan sampel pertama untuk bagian tengah
kiri dengan pembesaran 150X
Gambar 4.4 Struktur mikro kuningan
sampel pertama untuk bagian samping kiri dengan pembesaran 150X
Pada pengamatan struktur mikro
Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 didapatlah struktur fasa proetektik α (bagian putih) dan fasa β (bagian gelap). Fasa α preotektik mempunyai striktur fcc sedangkan fasa β mempunyai struktur bcc. Fasa β mempengaruhi nilai keuletan dari kuningan, jika fasa β menurun jumlahnya maka keuletan kuningan akan meningkat. Pada foto Struktur mikro tersebut terlihat dengan jelas fasa proeutektik α berbentuk memanjang. Titik-titik hitam merupakan karbon yaitu sebesar 5,9% untuk gambar 4.1, 2,3% untuk gambar 4.2, 6,8% untuk gambar 4.3 dan 5,0% untuk gambar 4.4. 4.1.2 Struktur Mikro Kuningan Sampel Kedua
Sampel kedua diambil (dicetak) selang waktu 5 menit dari sampel pertama.
Gambar 4.5 Struktur mikro kuningan sampel kedua untuk bagian samping
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.6 Struktur mikro kuningan sampel kedua untuk bagian tengah kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.7 Struktur mikro kuningan
sampel kedua untuk bagian tengah kiri dengan pembesaran 150X
Gambar 4.8 Struktur mikro kuningan sampel kedua untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X
Pada pengamatan struktur mikro pada sampel kedua terdapat perubahan fasa proeutektik α menjadi semakin kecil dan membulat tidak begitu memanjang namun jumlahnya cenderung meningkat dan fasa β cenderung menurun, dengan kadar karbon sebesar 4,43% untuk gambar 4.5, 3,91% untuk gambar 4.6, 5,40% untuk gambar 4.7 dan 5,16% untuk gambar 4.8.
4.1.3 Struktur Mikro Kuningan Sampel Ketiga
Pengambilan sampel ketiga dilakukan selang waktu 10 menit dari sampel pertama.
Gambar 4.9 Struktur mikro kuningan sampel ketiga untuk bagian samping
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.10 Struktur mikro kuningan
sampel ketiga untuk bagian tengah kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.11 Struktur mikro kuningan sampel ketiga untuk bagian tengah kiri
dengan pembesaran 150X
Gambar 4.12 Struktur mikro kuningan sampel ketiga untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X
Pada foto struktur mikro untuk sampel ketiga terlihat dengan jelas perubahan fasa proeutektik α menjadi lebih membulat dan semakin meningkat sedangkan fasa β cenderung menurun dengan kandungan karbon sebesar 8,90% untuk gambar 4.9, 4,48% untuk gambar 4.10, 4,32% untuk gambar 4.11 dan 6,19% untuk gambar 4.12.
. 4.1.4 Struktur Mikro Kuningan Sampel Keempat
Sampel keempat diambil (dicetak) selang waktu 15 menit dari sampel pertama.
Gambar 4.13 Struktur mikro kuningan sampel keempat untuk bagian samping
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.14 Struktur mikro kuningan sampel keempat untuk bagian tengah
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.15 Struktur mikro kuningan sampel keempat untuk bagian tengah
kiri dengan pembesaran 150X
Gambar 4.16 Struktur mikro kuningan sampel keempat untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X
Pada pengamatan struktur mikro sampel keempat didapat fasa proeutektik α yang lebih terlihat membulat dari pada yang terlihat pada sampel ketiga. Dengan kandungan karbon sebesar 5,47% untuk gambar 4.13, 1,25% untuk gambar 4.14, 6,35% untuk gambar 4.15 dan 6,56% untuk gambar 4.16.
.
4.1.5 Struktur Mikro Kuningan Sampel Kelima
Sampel kelima diambil (dicetak) selang waktu 20 menit dari pengambilan sampel pertama.
Gambar 4.17 Struktur mikro kuningan sampel kelima untuk bagian samping
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.18 Struktur mikro kuningan sampel kelima untuk bagian tengah
kanan dengan pembesaran 150X
Gambar 4.19 Struktur mikro kuningan
sampel kelima untuk bagian tengah kiri dengan pembesaran 150X
Gambar 4.20 Struktur mikro kuningan sampel kelima untuk bagian samping
kiri dengan pembesaran 150X
Dari foto struktur mikro sampel ke lima didapatlah perubahan fasa preotektik α yang terlihat cenderung bulat dengan dikelilingi fasa β yang makin menurun jumlahnya dibandingkan pada sampel keempat, terlihat juga titik-titik hitam yang merupakan karbon dengan presentasenya sebesar 5,42% untuk gambar 4.17, 4,22% untuk gambar 4.18, 5,05% untuk gambar 4.19 dan 5,73% untuk gambar 4.20.
Tabel 4.1 Distribusi karbon pada sampel
Dari tabel 4.1 distribusi karbon
diketahui bahwa karbon cenderung berada pada bagian samping dan kekerasan akan meningkat pada bagian samping dikarenakan karbon lebih banyak.
Peningkatan waktu pengambilan fasa β menurun dan fasa α proeutektik cenderung bulat.
4.2 Kekerasan 4.2.1 Kekerasan Kuningan Sampel Pertama
Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan sampel pertama
Gambar 4.21 Grafik kekerasan sampel
pertama
Dari tabel 4.2 hasil pengujian kekerasan diatas yaitu pada sampel pertama didapat nilai kekerasan rata-rata 58,87 HRB untuk sampel bagian samping kanan, 57,43 HRB untuk sampel bagian tengah kanan, 59,98 HRB untuk sampel bagian tengah kiri dan 57,56 HRB untuk sampel bagian samping kiri .
Dari gambar 4.21 pada grafik kekerasan terlihat dengan jelas bahwa untuk sampel bagian samping kanan nilai kekerasannya lebih tinggi dibandingkan sampel bagian tengah kanan ini dikarenakan pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonya lebih sedikit dari pada sampel bagian tengah kanan, pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya 5,90% sedangkan sampel bagian tengah kanan 2,30%.
Begitu juga pada sampel bagian tengah kanan nilai kekerasanya rendah dibandingkan bagian tengah kiri ini dikarenakan pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonya lebih sedikit dari pada sampel tengah kiri, pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya 2,3% sedangkan sampel bagian tengah kiri 6,8%. Pada sampel bagian samping kiri lebih rendah nilai kekerasanya dibanding sampel bagian tengah kiri ini juga dikarenakan pada sampel samping kiri kandungan karbonnya lebih rendah dari pada sampel bagian tengah kiri yaitu 5,0% untuk sampel samping kiri dan 6,8% untuk sampel bagian tengah kiri. Semakin besar kandungan karbon maka semakin tinggi nilai kekerasanya.
4.2.2 Kekerasan Kuningan Sampel Kedua
Tabel 4.3 Hasil uji kekerasan sampel kedua
Gambar 4.22 Grafik kekerasan sampel
kedua Dari tabel 4.3 hasil pengujian
pada sampel kedua diapat nilai rata-rata kekerasannya adalah 55,58 HRB untuk sampel bagian samping kanan , 55,14
HRB untuk sampel bagian tengah kanan, 56,22 HRB untuk sampel bagian tengah kiri dan 59,0 HRB untuk sampel bagian samping kiri.
Dari gambar 4.22 pada grafik kekerasan terlihat dengan jelas bahwa untuk sampel bagian samping kanan nilai kekerasannya lebih tinggi dibandingkan sampel bagian tengah kanan ini dikarenakan pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel bagian tengah kanan, pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya 4,43% sedangkan sampel bagian tengah kanan 3,91%.
Begitu juga pada sampel bagian tengah kanan nilai kekerasanya rendah dibandingkan bagian tengah kiri ini dikarenakan pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel tengah kiri, pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya 3,91% sedangkan sampel bagian tengah kiri 5,40%.
Nilai kekerasan pada sampel bagian samping kiri lebih tinggi dari pada sampel bagian tengah kiri ini disebabkan karena fasa α proeutektik pada sampel bagian samping kiri lebih banyak dari pada pada sampel bagian tengah kiri. Selain kandungan karbon menurunya jumlah fasa β dan meningkatnya jumlah fasa α proeutektik juga menaikan nilai kekerasanya.
4.2.2 Kekerasan Kuningan Sampel Ketiga
Tabel 4.4 Hasil uji kekerasan sampel ketiga
Gambar 4.23 Grafik kekerasan sampel
ketiga
Dari tabel 4.4 uji kekerasan pada sampel ketiga dapat diketahui nilai rata-rata kekerasanya sebesar 57,42HRB untuk sampel bagian samping kanan, 57,10 HRB untuk sampel bagian tengah kanan, 56,58 HRB untuk sampel bagian tengah kiri dan 58,60 HRB untuk sampel bagian samping kiri.
Dari gambar 4.23 pada grafik kekerasan terlihat dengan jelas bahwa untuk sampel bagian samping kanan nilai kekerasannya lebih tinggi dibandingkan sampel bagian tengah kanan ini dikarenakan pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel bagian tengah kanan, pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya 8,90% sedangkan sampel bagian tengah kanan 4,48%.
Begitu juga puda sampel bagian tengah kanan nilai kekerasanya tinggi dibandingkan bagian tengah kiri ini dikarenakan pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel bagian tengah kiri, pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnnya 4,48% sedangkan sampel bagian tengah kiri 4,32%. Pada sampel bagian samping kiri lebih tinggi nilai kekerasanya dibanding sampel bagian tengah kiri ini juga dikarenakan pada sampel samping kiri kandungan karbonnya lebih tinggi dari pada sampel bagian tengah kiri yaitu 6,19% untuk sampel bagian samping kiri dan 4,32% untuk sampel bagian tengah kiri. Semakin besar kandungan karbon maka semakin tinggi nilai kekerasanya.
4.2.3 Kekerasan Kuningan Sampel Keempat
Tabel 4.5 Hasil uji kekerasan sampel keempat
Gambar 4.24 Grafik kekerasan sampel
keempat
Dari tabel 4.5 hasil uji kekersan untuk sampel keempat didapatlah nilai
rata-rata kekerasanya sebesar 58,20 HRB untuk sampel bagian samping kanan, 57,62 HRB untuk sampel bagian tengah kanan, 57,7 HRB untuk sampel bagian tengah kiri dan 57,90 HRB untuk sampel bagian samping kiri.
Dari gambar 4.24 pada grafik kekerasan terlihat dengan jelas bahwa untuk sampel bagian samping kanan nilai kekerasannya lebih tinggi dibandingkan sampel bagian tengah kanan ini dikarenakan pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel bagian tengah kanan, pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya 5,47% sedangkan sampel bagian tengah kanan 1,25%.
Begitu juga pada sampel bagian tengah kanan nilai kekerasanya rendah dibandingkan bagian tengah kiri ini dikarenakan pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel tengah kiri, pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya 1,25% sedangkan sampel bagian tengah kiri 6,35%. Pada sampel bagian samping kiri lebih tinggi nilai kekerasanya dibanding sampel bagian tengah kiri ini juga dikarenakan pada sampel samping kiri kandungan karbonnya lebih tinggi dari pada sampel bagian tengah kiri yaitu 6,35% untuk sampel samping kiri dan 6,56% untuk sampel bagian tengah kiri. Semakin besar kandungan karbon maka semakin tinggi nilai kekerasanya.
4.2.3 Kekerasan Kuningan Sampel Kelima
Tabel 4.6 Hasil uji kekerasan sampel kelima
Gambar 4.25 Grafik kekerasan sampel
kelima
Dari tabel 4.6 hasil uji kekersan untuk sampel kelima didapat nilai rata-rata kekerasan sebesar 58,24 HRB untuk sampel bagian samping kanan, 57,40 HRB untuk sampel bagian tengah kanan, 57,70 HRB untuk sampel bagian tengah kiri dan 58,20 HRB untuk sampel bagian samping kiri.
Dari gambar 4.24 pada grafik kekerasan terlihat dengan jelas bahwa untuk sampel bagian samping kanan nilai kekerasannya lebih tinggi dibandingkan sampel bagian tengah kanan ini dikarenakan pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel bagian tengah kanan, pada sampel bagian samping kanan kandungan karbonnya 5,42% sedangkan sampel bagian tengah kanan 4,22%.
Begitu juga pada sampel bagian tengah kanan nilai kekerasanya rendah dibandingkan bagian tengah kiri ini dikarenakan pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya lebih sedikit dari pada sampel tengah kiri, pada sampel bagian tengah kanan kandungan karbonnya 4,22% sedangkan sampel bagian tengah kiri 5,05%. Pada sampel bagian samping kiri lebih tinggi nilai kekerasanya dibanding sampel bagian tengah kiri ini juga dikarenakan pada sampel samping kiri kandungan karbonnya lebih tinggi dari pada sampel bagian tengah kiri yaitu 5,73% untuk sampel samping kiri dan 5,05% untuk sampel bagian tengah kiri. Semakin besar kandungan karbon maka semakin tinggi nilai kekerasanya.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Struktur mikro coran kuningan terdiri dari fasa proeutektik α, fasa β dan karbon. Fasa proeutektik α mempunyai struktur fcc dan fasa β mempunyai struktur bcc. Fasa proeutektik α ditunjukan dengan warna putih dan fasa β ditunjukan dengan warna gelap, sedangkan karbonnya ditunjukan dengan titik-titik warna hitam kelam. Fasa proeutektik α lebih dominan pada setiap sampelnya diikuti fasa β dan karbon dalam bentuk partikel.
2. Dengan selang waktu penuangan 5 menit sebanyak 5 kali penuangan (pengambilan sampel) didapatlah kuningan dengan struktur mikro yang berbeda untuk tiap sampelnya. Dari struktur fasa proeutektik α yang besar dan memanjang hingga halus dan
membentuk bulat walaupun belum sempurna.
3. Fasa proeutektik α meningkat dengan meningkatnya waktu pengambilan (penuangan sampel) diikuti fasa β yang menurun. Meningkatnya waktu pengambilan (penuangan sampel) tidak berpengaruh terhadap kandungan karbon.
4. Kandungan karbon pada kuningan tidak merata untuk tiap bagiannya, karbon cenderung berada pada bagian samping ini membuktikan bahwa karbon tidak dapat larut padat ke dalam fasa proeutektik α dan β pada coran kuningan.
5. Nilai kekerasan pada bagian samping jauh lebih tinggi dari bagian tengah. ini dikarenakan karena bagian samping kandungan karbonnya jauh lebih tinggi dari bagian tengah. � Kekerasan pada sampel pertama
bagian samping kanan 58,87 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,90%, untuk tengah kanan 57,43 HRB dengan presentase karbon sebesar 2,30%, untuk tengah kiri 59,98 HRB dengan presentase karbon sebesar 6,80% dan untuk bagian samping kiri 57,56 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,0%.
� Kekerasan pada sampel kedua bagian samping kanan 55,58 HRB dengan presentase karbon sebesar 4,43%, untuk tengah kanan 55,14 HRB dengan presentase karbon sebesar 3,91%, untuk tengah kiri 56,22 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,40% dan untuk bagian samping kiri 59,0 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,16%.
� Kekerasan pada sampel ketiga bagian samping kanan 57,42 HRB dengan presentase karbon sebesar 8,90%, untuk tengah kanan 57,10 HRB dengan presentase karbon sebesar 4,48%, untuk tengah kiri 56,58 HRB dengan presentase karbon sebesar 4,32% dan untuk bagian samping kiri 58,60 HRB dengan presentase karbon sebesar 6,19%.
� Kekerasan pada sampel keempat bagian samping kanan 58,20 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,47%, untuk tengah kanan 57,62 HRB dengan presentase karbon sebesar 1,25%, untuk tengah kiri 57,7HRB dengan presentase karbon sebesar 6,35% dan untuk bagian samping kiri 57,90 HRB dengan presentase karbon sebesar 6,56%.
� Kekerasan pada sampel kelima bagian samping kanan 58,24 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,42%, untuk tengah kanan 57,40 HRB dengan presentase karbon sebesar 4,22%, untuk tengah kiri 57,70 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,05% dan untuk bagian samping kiri 58,20 HRB dengan presentase karbon sebesar 5,73%.
6. Selain meningkatnya kandungan karbon, meningkatnya jumlah fasa proeutektik α dan menurunya fasa β juga mempengaruhi meningkatnya nilai kekerasan pada coran kuningan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Surdia Tata dan Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.
2. Surdia Tata dan Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.
3. …., ASM Handbook, Materials Slection And Design, Volume 20, ASM International, 1997.
4. Harris and Marsall, The Control Of Corrosion In Industrial Cooling water System, 1980.
5. Metal Handbook, Corrosion Handbook, Vol9thed, ASM International.
6. Sudjana Hadi, Teknik Pengecoran Logam, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta 2008.
7. ……, Composisi Casting, PT. Pascal Component Intaranusa, Bekasi 2009.
8. http://diglib.petra.ac.id/viewer.php =7submit.x=167submit.y=23&sub Mit=next&qual=higt&submitval= Next&fname=%Fjiunkpe%2Fsl% 2Fmesn%2F2005%2Fjiunkpe-sn
sl2005-24400030-6919-pompa sirkulasi-chapter4.pdf, 2009
9. http://hening27.wordpress.com/te ori-fractal,2009.