pengaruh struktur vegetasi terhadap iklim...
TRANSCRIPT
PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM
MIKRO DI BERBAGAI LAND USE
DI KOTA JAKARTA
NEFALIANTI DESTRIANA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh
Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Berbagai Land use di Kota Jakarta” ini
adalah karya saya dengan petunjuk dan arahan dari pembimbing serta belum
pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Adapun semua sumber yang tercantum dalam skripsi ini baik berupa data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan tercantum pada daftar pustaka di bagian akhir
dari skripsi ini.
Bogor, Maret 2013
Nefalianti Destriana
NRP A44080050
RINGKASAN
NEFALIANTI DESTRIANA. Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim
Mikro di Berbagai Land use di Kawasan Kota Jakarta. Dibimbing oleh
ALINDA F. M. ZAIN.
Jakarta merupakan ibukota dari negara Indonesia. Jumlah penduduk
Jakarta semakin lama semakin meningkat menyebabkan perubahan fisik kota
Jakarta yang semakin lama semakin berkembang pula. Seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk maka persaingan kebutuhan manusia terhadap
lahan pun semakin tinggi. Namun, kondisi tersebut tidak diimbangi oleh
penyedian lahan yang memadai sehingga menyebabkan sebagian besar area
terbuka hijau di kota Jakarta sudah banyak berubah menjadi area komersil seperti
CBD, industri, pemukiman dan lain sebagainya. Padahal fungsi RTH diperkotaan
salah satunya dapat merekayasa iklim mikro disekitarnya. Berbagai permasalahan
timbul sebagai dampak dari adanya hal tersebut. Salah satunya adalah penurunan
kualitas lingkungan kota karena pembangunan yang dilakukan pada kawasan kota
lebih menekankan pada dimensi ekonomi daripada dimensi ekologi. Dengan
keadaan seperti itu, kondisi Jakarta saat ini tidak begitu nyaman untuk dihuni
sehingga perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan pada
setiap struktur RTH (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda di
kota Jakarta untuk mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan RTH
diperkotaan.
Penelitian ini dilakukan di kota Jakarta dari bulan April hingga Oktober
2012. Pada penelitian ini terlebih dahulu mengidentifikasi keadaan penutupan
lahan kota Jakarta. Penutupan lahan itu sendiri diperoleh dari data citra satelit
landsat 7 +ETM akuisisi tanggal 28 Agustus dan 13 September 2011 yang telah di
olah dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG) dengan bantuan
software Arc GIS dan ERDAS Imagine 9.1 sehingga dihasilkan peta penutupan
lahan. Setelah mengambil GCP (Ground Control Point) yang diambil menyebar
menggunakan GPS di beberapa titik di seluruh wilayah Jakarta didapatkan hasil
akurasi peta penutupan lahan DKI Jakarta tahun 2011 sebesar 87,10 %, Akurasi
sudah > 70 % artinya peta dapat digunakan dalam penelitian. Pada peta penutupan
lahan terlihat luas ruang terbangun di kota Jakarta sebesar 88,63 % dari total
seluruh wilayah Jakarta, luas ruang terbuka hijau sebesar 10,03 % dan sisanya
berupa badan air dengan luas 1,34 % saja. Kemudian, peta penutupan lahan
tersebut di overlay dengan peta penggunaan lahan yang di dapatkan dari Bappeda
DKI Jakarta sehingga didapatkan empat kawasan yang cocok dilakukan
pengukuran iklim mikro. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada kawasan taman
kota, CBD, Perumahan dan kawasan industri. Pengukuran dilakukan pada saat
cuaca cerah yaitu pada pukul 12.30-13.00 WIB dengan menggunakan alat
pengukur iklim mikro Heavy Weather yaitu di saat suhu udara memilki nilai
paling tinggi. Pada masing-masing land use dilakukan pengukuran struktur RTH
pohon, semak dan rumput dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali pada hari yang
berbeda. Setelah didapatkan hasil data pengukuran masing-masing selama 3 hari
pada setiap land use baik CBD, industri, perumahan dan taman kota, data iklim
mikro dianalisis untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro
serta menghitung kenyamanan iklim mikro menggunakan THI (Temperature
Humidity Indeks). Suatu tempat termasuk kategori nyaman jika memilki nilai THI
< 27. Tahapan penelitian terdiri dari pengolahan data citra, penentuan lokasi
pengambilan data, pengambilan data dilapangan, pengolahan data dan analisis dan
hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi RTH pada setiap land use secara
deskriptif berdasarkan hasil analisis statistik dan analisis THI.
Berdasarkan analisis pengaruh struktur RTH pada masing-masing land use
diketahui bahwa setiap struktur RTH pohon, semak dan rumput mempunyai
pengaruh yang berbeda-beda terhadap iklim mikro disekitarnya sesuai dengan
hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata suhu dan
kelembaban udara pohon, semak dan rumput. Hal ini didukung pula oleh hasil uji
statistik menggunakan uji T one way yang menyatakan suhu dan kelembaban
udara pada struktur vegetasi RTH berbeda secara nyata pada taraf 5 %. Hal ini
disebabkan kondisi masing-masing land use yang berbeda, jenis vegetasi dan
karakteristiknya yang berbeda pula. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan
pada setiap land use, struktur vegetasi yang paling efektif dalam memberikan
kenyamanan pada setiap land use adalah pohon. Pohon memiliki suhu udara
paling rendah dan kelembaban paling tinggi bila dibandingkan dengan semak dan
rumput. Sedangkan berdasarkan nilai THI, keempat land use berada pada kategori
tidak nyaman karena suhu udara pada semua land use berkisar antara 30,3 ºC-
37,9 ºC, sedangkan untuk kelembaban udara berkisar antara 51,0 – 61,0 %. Nilai
THI tertinggi terdapat pada kawasan industri dengan nilai THI berkisar antara
31,1-34,2 dan nilai THI terendah berada pada kawasan taman kota dengan nilai
berkisar antara 27,9-32,0. Hal ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang
menyebabkan perbedaan iklim mikro pada setiap land use berbeda.
Setelah dilakukan analisis, dapat diketahui struktur vegetasi pohon yang
paling efektif mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada setiap
land use. Maka berdasarkan hal tersebut, disusun rekomendasi yang dapat
membantu meningkatkan kualitas iklim mikro pada setiap land use berbeda
sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna kawasan. Rekomendasi
berupa saran mengenai RTH yang sesuai dan dapat diterapkan sebagai upaya
dalam memperbaiki kualitas iklim mikro setiap land use.
Kata Kunci : Kota, Sistem Informasi Geografi (SIG), Land Use, Ruang Terbuka
Hijau, Struktur Ruang Terbuka Hijau, Iklim Mikro
® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizikan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP IKLIM MIKRO DI
BERBAGAI LAND USE DI KOTA JAKARTA
NEFALIANTI DESTRIANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPERTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di
Berbagai Land use di Kota Jakarta
Nama : Nefalianti Destriana
NRP : A44080050
Departemen : Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi 19660126 199103 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karuniaNya skripsi yang berjudul “Pengaruh struktur vegetasi
terhadap ikim mikro di berbagai land use di kota Jakarta” ini dapat selesai tepat
pada waktunya. Skripsi ini disusun dari hasil penelitian yang dilakukan penulis
sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, Msi selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga selesainya
skripsi ini;
2. Ir. Qodarian Pramukanto, MSi dan Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr
selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya;
3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr sebagai dosen pembimbing akademik
yang membantu penulis dalam kegiatan perkuliahan;
4. kedua orang tua, M. Fathoni dan Nurhayati, serta kakak Adelina
Melinda dan adik Aditya Nugraha atas dukungan moral dan doa yang
telah diberikan kepada penulis;
5. kak Nana, kak Reza, kak Irham dan ka Mahdi dari himpunan
Departemen KSHE (Konservasi Hutan dan Ekowisata) yang telah
membantu belajar software pendukung penelitian;
6. teman-teman sebimbingan Desti Firza M, Cherish N Ainy, Anggi AF,
Salwa Edi serta Grace Mutiara Lauren dan Dodo Aprilianda atas
motivasi dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian;
7. teman-teman Arsitektur Lanskap 45 yang telah menjadi teman penulis
selama ini.
Bogor, Maret 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nefalianti Destriana dilahirkan di Kuningan pada tanggal 19 September
1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan M. Fathoni dan
Nurhayati. Pada tahun 1994, penulis mengawali pendidikan formal di TK
Bhayangkari, Ciawigebang, Kuningan. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan
pendidikan di SDN 1 Ciawigebang, Kuningan. Pada tahun 2002, penulis
melanjutkan ke jenjang pendidikan di SMPN 1 Ciawigebang, Kuningan,
kemudian pada tahun 2004 pindah sekolah dan meneruskan jenjang pendidikan
menengah pertama di SMPN 1 Tanjungsari, Sumedang. Pada tahun 2005, penulis
melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Tanjungsari, Sumedang dan lulus pada tahun
2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap
Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk
Institut Pertanian Bogor (USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) dan penulis pernah mengikuti
beberapa kepanitian yang berhubungan dengan organisasi tersebut, penulis juga
sebagai anggota klub fotografi di HIMASKAP Photography Club (HPC) pada
tahun 2009-2011. Selain organisasi, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Teknik Penulisan Ilmiah (ARL398), Analisis Tapak (ARL310) dan asisten
pembantu praktikum Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya (ARL311) di
Departemen Arsitektur Lanskap.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 3
1.5 Hipotesis............................................................................................ 3
1.6 Kerangka Pikir Penelitian.................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
2.1 Perkotaan........................................................................................... 6
2.2 Ruang Terbuka Hijau......................................................................... 7
2.2.1 Hubungan Vegetasi dengan Suhu Udara............................. 9
2.3 Penutupan dan Penggunaan Lahan.................................................... 10
2.3.1 Taman Kota......................................................................... 10
2.3.2 Permukiman........................................................................ 11
2.3.3 CBD (Central Business Distric).......................................... 12
2.3.4 Industri................................................................................ 12
2.4 SIG (Sistem Informasi Geografi)...................................................... 13
2.5 Iklim Mikro........................................................................................ 14
2.5.1 Suhu Udara.......................................................................... 15
2.5.2 Kelembaban Udara.............................................................. 16
BAB 3 METODOLOGI................................................................................ 17
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 17
3.2 Batasan Penelitian.............................................................................. 18
3.3 Alat dan Bahan Penelitian................................................................. 18
3.4 Data Penelitian................................................................................... 19
3.5 Tahapan Penelitian............................................................................ 20
3.5.1 Persiapan Penelitian............................................................ 20
3.5.2 Pengumpulan Data.............................................................. 21
3.5.3 Pengolahan Citra................................................................. 21
3.5.4 Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data..................... 22
3.5.5 Lokasi dan titik Pengambilan Data..................................... 23
3.5.5.1 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data
Perumahan.......................................................... 25
3.5.5.2 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data
CBD.................................................................... 25
3.5.5.3 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data
Industri................................................................ 26
3.5.5.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Taman
Kota.................................................................... 26
3.5.6 Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur
Vegetasi............................................................................... 27
3.5.7 Variabel yang di Ukur......................................................... 30
3.5.8 Metode Pengukuran............................................................ 30
3.5.9 Pengolahan Data dan Analisis............................................. 33
3.5.10 Rekomendasi....................................................................... 35
BAB 4 KONDISI UMUM KOTA JAKARTA............................................ 36
4.1 Profil Wilayah Kota Jakarta.............................................................. 36
4.2 Kondisi Fisik Lingkungan................................................................. 37
4.2.1 Topografi............................................................................. 37
4.2.2 Iklim.................................................................................... 37
4.2.3 Geologi................................................................................ 38
4.2.4 Penduduk............................................................................. 39
4.2.5 Penutupan Lahan................................................................. 39
4.2.6 Perekonomian...................................................................... 40
4.2.7 Pola Sebaran Kegiatan........................................................ 40
4.3 Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta....................................... 41
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 42
5.1 Penutupan Lahan DKI Jakarta Tahun 2011....................................... 42
5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land Use................................... 45
5.2.1 Iklim Mikro Kawasan Taman kota..................................... 45
5.2.2 Iklim Mikro Kawasan Central Bussiness Distrit (CBD).... 49
5.2.3 Iklim Mikro Kawasan Perumahan...................................... 52
5.2.4 Iklim Mikro Kawasan Industri............................................ 54
5.3 Analisis Iklim Mikro Berdasarkan Struktur Vegetasi pada
Berbagai Land Use............................................................................ 58
5.3.1 Analisis Iklim Mikro Pohon pada Berbagai Land Use....... 58
5.3.2 Analisis Iklim Mikro Semak pada Berbagai Land Use....... 62
5.3.3 Analisis Iklim Mikro Rumput pada Berbagai Land Use..... 65
5.4 Analisis Kenyamanan........................................................................ 68
BAB 6 PENUTUP......................................................................................... 71
6.1 Kesimpulan........................................................................................ 71
6.2 Saran.................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 73
LAMPIRAN................................................................................................... 75
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian.......................................................... 18
Tabel 2 Data yang Digunakan................................................................. 20
Tabel 3 Pemilihan Lokasi Perumahan..................................................... 25
Tabel 4 Pemilihan Lokasi CBD............................................................... 26
Tabel 5 Pemilihan Lokasi Industri.......................................................... 26
Tabel 6 Pemilihan Lokasi Taman Kota................................................... 27
Tabel 7 Hari Pengambilan Data.............................................................. 30
Tabel 8 Luas Wilayah Administratif DKI Jakarta................................... 36
Tabel 9 Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2011.......................................... 39
Tabel 10 Penggunaan Lahan DKI Jakarta 2008........................................ 40
Tabel 11 Proporsi Luas RTH di Empat Lokasi Pengambilan Data........... 60
Tabel 12 Hasil Pengukuran THI (Temperature Humidity Indeks)............ 68
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian....................................................... 5
Gambar 2 Peta Administrasi DKI Jakarta............................................... 17
Gambar 3 Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy
Weather.................................................................................. 19
Gambar 4 Tahapan Pengolahan Data Citra............................................. 22
Gambar 5 Tahapan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data....................... 23
Gambar 6 Peta Pemilihan Lokasi Pengambilan Data.............................. 24
Gambar 7 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Perumahan........ 28
Gambar 8 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan CBD................. 28
Gambar 9 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Industri............. 29
Gambar 10 Jenis Vegetasi yang di Ukur pada Kawasan Taman Kota...... 29
Gambar 11 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota dan
CBD........................................................................................ 31
Gambar 12 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Perumahan dan
Industri.................................................................................... 32
Gambar 13 Hasil Tabel Anova dalam Uji-T............................................. 34
Gambar 14 Kondisi Topografis DKI Jakarta............................................ 37
Gambar 15 Grafik Suhu Udara DKI Jakarta Tahun 2011......................... 38
Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara DKI Jakarta Tahun 2011............. 38
Gambar 17 Contoh Lokasi Penutupan Kategori RTH.............................. 42
Gambar 18 Contoh Lokasi Penutupan Lahan Terbangun......................... 43
Gambar 19 Contoh Lokasi Penutupan Kategori Badan Air...................... 43
Gambar 20 Luas Penutupan Lahan DKI Jakarta Tahun 2011................... 44
Gambar 21 Peta Penutupan Lahan Kota Jakarta....................................... 46
Gambar 22 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Taman Kota.................... 47
Gambar 23 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Taman Kota........ 48
Gambar 24 Grafik Suhu Udara pada Kawasan CBD................................ 50
Gambar 25 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan CBD.................... 51
Gambar 26 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Perumahan...................... 53
xv
Gambar 27 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Perumahan.......... 54
Gambar 28 Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri............................ 55
Gambar 29 Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri................ 56
Gambar 30 Grafik Suhu Udara Dibawah Naungan Pohon....................... 59
Gambar 31 Grafik Kelembaban Udara Dibawah Naungan Pohon........... 61
Gambar 32 Grafik Suhu Udara Dibawah Naungan Semak....................... 62
Gambar 33 Grafik Kelembaban Udara Dibawah Naungan Semak........... 64
Gambar 34 Grafik Suhu Udara pada Rumput........................................... 66
Gambar 35 Grafik Kelembaban Udara pada Rumput............................... 67
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM................................... 76
Lampiran 2 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Taman Kota.......... 77
Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan CBD...... 78
Lampiran 4 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Perumahan............ 79
Lampiran 5 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan
Industri................................................................................. 80
Lampiran 6 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi
Kawasan Taman Suropati.................................................... 81
Lampiran 7 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi
Kawasan CBD Cempaka Putih............................................ 82
Lampiran 8 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi
Kawasan Perumahan Metland Menteng.............................. 83
Lampiran 9 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Struktur Vegetasi
Kawasan JIEP...................................................................... 84
Lampiran 10 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Pohon............................ 85
Lampiran 11 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Semak............................ 86
Lampiran 12 Hasil Uji Anova Hubungan Antar Rumput.......................... 87
Lampiran 13 Peta Sebaran RTH di DKI Jakarta....................................... 88
Lampiran 14 Peta Sebaran CBD di DKI Jakarta...................................... 89
Lampiran 15 Peta Sebaran Perumahan di DKI Jakarta............................. 90
Lampiran 16 Peta Sebaran Industri di DKI Jakarta.................................. 91
Lampiran 17 Peta Lokasi Taman Suropati................................................ 92
Lampiran 18 Peta Lokasi Kawasan CBD Cempaka Putih........................ 93
Lampiran 19 Peta Lokasi Perumahan Metland Menteng.......................... 94
Lampiran 20 Peta Lokasi Jakarta Industrial Estate Pulogadung............. 95
Lampiran 21 RTRW Kotamadya Jakarta Pusat........................................ 96
Lampiran 22 RTRW Kotamadya Jakarta Utara........................................ 97
Lampiran 23 RTRW Kotamadya Jakarta Barat........................................ 98
Lampiran 24 RTRW Kotamadya Jakarta Selatan..................................... 99
Lampiran 25 RTRW Kotamadya Jakarta Timur....................................... 100
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hampir setiap kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan jumlah
penduduk yang cukup signifikan. Salah satu kota yang mengalami hal tersebut
adalah kota Jakarta. Jakarta merupakan ibukota dari negara Indonesia, luas
wilayahnya sekitar 66.152 𝑘𝑚2. Jumlah penduduk DKI Jakarta sesuai data
kependudukan berjumlah 7,55 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 130-150
jiwa/ha hingga 200-300 jiwa/ha (BPS 2007).
Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi, mendorong kota
Jakarta mengalami perkembangan secara fisik. Peningkatan kebutuhan akan lahan
menyebabkan pembangunan perkotaan yang bertentangan dengan prinsip ekologis
kota sehingga pembangunan fasilitas menyebabkan perubahan lanskap yang
sangat cepat. Konversi lahan yang semula merupakan area hijau kini berubah
menjadi kawasan terbangun seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan,
industri dan fasilitas umum lainnya. Pola penggunaan lahan tersebut
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan kota sebagai dampak dari adanya
pemanasan global. Salah satu solusi untuk mengurangi permasalahan lingkungan
tersebut adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang pada hakekatnya
dapat memudahkan proses penguapan (evaporasi) sehingga akan menurunkan
suhu udara dan membentuk iklim mikro di daerah perkotaan (Fandeli dan
Muhammad 2009).
Menurut Joga dan Ismaun (2011), ruang terbuka hijau merupakan kawasan
yang mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam
rencana tata ruang kota, tata ruang wilayah dan rencana ruang regional sebagai
satu kesatuan sistem karena RTH memiliki fungsi ekologis. Fungsi ekologis RTH
yaitu menciptakan iklim mikro yang nyaman, menyerap air hujan dan memelihara
ekosistem serta menciptakan kota yang sehat, layak huni dan berkelanjutan.
Semakin banyak jumlah tanaman yang terdapat dalam suatu RTH, maka semakin
meningkat kemampuan RTH dalam menanggulangi permasalahan lingkungan
yang terkait dengan konversi lahan. Selain itu, keberadaan vegetasi dalam
2
kawasan RTH dapat mempengaruhi perubahan iklim mikro seperti suhu udara,
kelembaban udara, curah hujan, radiasi dan angin pada masing-masing
peruntukan lahan di perkotaan sehingga keberadaan RTH perlu dipertahankan.
Peruntukan lahan (Land use) merupakan ketetapan guna fungsi ruang
dalam lahan/ lingkungan tertentu yang ditetapkan dalam rencana kota yang
berhubungan dengan aktivitas manusia. Seiring dengan meningkatnya persaingan
kebutuhan manusia dalam pemanfaatan lahan menyebabkan konversi ruang
terbuka hijau semakin tidak terkendali. Maraknya pembangunan seperti
perumahan, industri, CBD (Central Business Distric) sangat berpengaruh terhadap
iklim mikro perkotaan. Keberadaan area hijau yang tersisa pada masing-masing
land use memberikan pengaruh yang berbeda dalam ameliorasi iklim dan
memberikan kenyamanan pada warga kota sesuai dengan aktivitas yang
ditimbulkan dari masing-masing land use tersebut sehingga perlu dilakukan
pengukuran dan analisis iklim mikro agar dapat menciptakan RTH yang lebih
baik pada land use diperkotaan.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan iklim mikro pada
struktur vegetasi berbeda (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda
baik perumahan, CBD, industri maupun taman kota di Jakarta. Pada penelitian ini,
digunakan sistem informasi geografi (SIG) untuk mengidentifikasi penutupan
lahan dan menggunakan alat pengukur iklim Heavy Weather untuk mendapatkan
data iklim mikro pada struktur vegetasi berbeda di setiap land use yang berbeda.
Selain itu, digunakan analisis Temperature Humidity Indeks (THI) untuk
mengetahui pengaruh dari perbedaan iklim mikro tersebut terhadap kenyamanan
warga kota.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikankan sebelumnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. bagaimana kondisi penutupan dan peruntukan lahan Kota Jakarta saat ini?
2. apakah struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) dari setiap land use
yang berbeda menghasilkan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara)
yang berbeda?
3
3. bagaimana pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada
struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda
terhadap kenyamanan warga kota?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. mengidentifikasi penutupan dan peruntukan lahan di kawasan kota Jakarta
dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG),
2. menganalisis perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) struktur
vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada setiap land use
(perumahan, CBD, industri dan taman kota).
3. menganalisis pengaruh iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada
struktur vegetasi berbeda (pohon, semak, rumput) di setiap land use
(perumahan, CBD, industri dan taman kota) terhadap kenyamanan warga
kota.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan untuk pemerintah daerah setempat mengenai pentingnya memperbaiki
kualitas iklim mikro kota sehingga dapat mengurangi tingkat penurunan kualitas
lingkungan dan meningkatkan kenyamanan warga kota.
1.5. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada
struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) di setiap land use
(perumahan, CBD, industri, taman kota).
2. terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara)
struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak,
dan rumput dengan rumput) pada land use yang berbeda (perumahan,
CBD, industri, taman kota).
4
1.6. Kerangka Pikir Penelitian
Perkembangan kota Jakarta mempengaruhi fungsi ruang diperkotaan. Data
citra kota Jakarta dianalisis dengan menggunakan sistem informasi geografi
(SIGi) sehingga dapat dilihat penutupan lahan dan penggunaan lahannya. Lokasi
pengambilan data pada penelitian ini ditentukan empat land use yaitu kawasan
perumahan, CBD, industri dan taman kota. Empat kawasan ini dipilih berdasarkan
penggunaan lahan yang mendominasi keseluruhan area kota Jakarta dan aktivitas
terpadat dari warga kota Jakarta. Masing-masing land use tersebut terdapat RTH
yang terdiri dari tiga struktur vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput.
Ketiga struktur vegetasi pada RTH dimasing-masing land use tersebut dilakukan
pengukuran suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan alat Heavy
Weather Mini Microclimate karena kedua unsur tersebut merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kenyamanan. Hasil pengukuran dilapangan
menghasilkan data iklim mikro yang kemudian dianalisis dengan menggunakan
analisis statistik dan THI (Temperature Humidity Indeks) sehingga dapat
diketahui faktor penyebab perbedaan iklim mikro pada setiap landuse yang
berbeda dan dihasilkan rekomendasi RTH yang ideal (Gambar 1).
5
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
Kota Jakarta
Landuse
Analisis Data Citra
menggunakan SIG (Sistem
Informasi Geografi)
Landcover
Perumahan CBD Industri Taman Kota
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Pohon
Semak
Rumput
Pengukuran iklim mikro RTH
(Suhu Udara dan Kelembaban
Udara)
Data
analisis
Faktor-faktor penyebab perbedaan iklim mikro
tiap Land use pada struktur vegetasi yang berbeda
Rekomendasi RTH
Alat Heavy
Weather
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkotaan
Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas
didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintah setempat. Selain itu,
kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi serta terdapat
berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Kota bersifat dinamis artinya
didalam perkembangannya, kota sukar untuk dikontrol dan sewaktu-waktu dapat
menjadi tidak beraturan. Semakin lama, kota berkembang terus dan menyebar ke
arah tanah pertanian yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah lingkungan
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dengan semakin majunya semua
aspek pembangunan juga menimbulkan implikasi khususnya di kota-kota besar,
yang menyebabkan ekosistem kota juga berubah. Berbagai implikasi tersebut pada
garis besarnya menyangkut industrialisasi, mobilitas manusia yang terus
meningkat, diskonkurensi masalah kependudukan terhadap daya dukung yang
makin melebar.
Bangunan perkotaan membentuk permukaan yang tidak teratur sehingga
memperlambat aliran massa udara bebas (memperlambat angin). Dalam hal ini,
kota akan menyimpan atau melepaskan panas pada siang hari sehingga akan
mengurangi efek aliran udara dan menyebabkan terjadinya penumpukan panas.
Kota akan menjadi lebih panas dan juga terdapat pencemaran udara lebih banyak
dari daerah sekitarnya karena adanya aliran udara ke pusat kota. Kota mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap lingkungan fisik (Irwan 2005).
Menurut Fandeli dan Muhammad (2009), beberapa permasalahan yang
sering timbul dari perkembangan suatu kota biasanya bermula dari proses
urbanisasi. Proses urbanisasi selain menyebabkan sempitnya lahan diperkotaan
khususnya pada ruang terbuka hijau juga menyebabkan padatnya lalu lintas kota.
Kepadatan lalu lintas yang meningkat, menyebabkan pencemaran udara yang
ditimbulkan dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Hal ini berpengaruh
terhadap lanskap kawasan dan menurunnya kualitas lingkungan hidup yang
mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem alami yang berpengaruh langsung
7
terhadap sifat-sifat radioaktif termal, aerodinamik dan hidrologi sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan iklim mikro setempat.
Pada saat ini, hampir disetiap kota besar telah ditemukan pulau panas (heat
island) dengan suhu yang tinggi yang terdapat di beberapa wilayah kota. Dampak
lain akibat pembangunan adalah tata lanskap tidak teratur sehingga mengganggu
tingkat kenyamanan seseorang. Keberadaan vegetasi pada ruang terbuka hijau
kota dapat mempengaruhi kondisi atmosfer setempat, karena vegetasi pohon dapat
menurunkan suhu, menaikkan kelembaban dan mengurangi kecepatan angin.
2.2 Ruang Terbuka Hijau (Green Open Space)
Ruang terbuka hijau merupakan kawasan atau areal permukaan tanah yang
didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu,
sarana lingkungan/ kota, pengamanan jaringan pra sarana dan budidaya pertanian.
Selain itu, fungsi lainnya untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang
kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau ditengah-tengah ekosistem
perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota (Dahlan
2004).
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30% dari luas wilayah. Hampir
disemua kota besar di Indonesia, ketersediaan ruang terbuka hijaunya saat ini baru
mencapai 10% dari luas keseluruhan kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan
untuk kesehatan, arena bermain, olahraga dan komunikasi publik. Pembinaan
ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-
standar yang ada (Joga dan Ismaun 2011).
Menurut Karyono (2010), sejumlah kota-kota besar menjadi miskin
vegetasi, kota dipenuhi oleh hamparan aspal dan beton, sehingga suhu udara
menjadi panas. Padahal, vegetasi pada ruang terbuka hijau kota memiliki fungsi
sebagai penyerap CO2 di udara. Selain itu, ruang terbuka hijau (RTH) sebagai
penyeimbang kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati,
maupun sistem ekologi lainnya, dan bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan
hidup, estetika kota, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun
2011).
8
Menurut Irwan (2005), fungsi kebutuhan ruang terbuka hijau
diklasifikasikan menjadi beberapa pendekatan. Pendekatan ini didasarkan pada
bentuk-bentuk fungsi yang dapat diberikan oleh ruang terbuka hijau terhadap
perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan atau dalam upaya
mempertahankan kualitas yang baik. Pendekatan-pendekatan tersebut, antara lain:
1. Daya dukung ekosistem
Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya
dukung terhadap keberlangsungan lingkungannya.
2. Pengendalian gas berbahaya dari kendaraan bermotor
Sifat vegetasi dari ruang terbuka hijau diunggulkan dalam kemampuannya
melakukan aktivitas fotosintesis untuk mengatasi gas karbon dioksida dari
sejumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan dikawasan perkotaan.
3. Pengamanan lingkungan hidrologis
Dengan semakin meningkatnya kemampuan vegetasi dalam meningkatkan
ketersediaan air tanah maka secara tidak langsung dapat mencegah
terjadinya peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem hidrologis yang ada.
4. Pengendalian suhu udara perkotaan
Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan
bergantung pada suatu nilai indeks, yang merupakan fungsi regresi linier
dari presentase luas penutupan ruang terbuka hijau terhadap penurunan
suhu udara.
5. Pengendalian thermoscape di kawasan perkotaan
Keadaan panas suatu lanskap dapat dijadikan sebagai suatu model untuk
perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau yang bergantung pada
komposisi-komposisi penyusunnya.
6. Pengendalian bahaya-bahaya lingkungan
Fungsi ruang terbuka hijau dalam mengendalikan bahaya lingkungan
terutama difokuskan pada dua aspek penting yaitu pencegahan bahaya
kebakaran dan perlindungan dari keadaan darurat terutama dikawasan
pemukiman.
9
Menurut Irwan (2005), karakteristik kesesuaian fisik RTH yang
dikelompokkan menjadi tiga bentuk dan dua struktur, antara lain :
1. bergerombol atau menumpuk, yaitu RTH dengan komunitas vegetasi yang
terkonsentrasi pada suatu area
2. menyebar, yaitu RTH yang tidak mempunyai pola tertentu dengan
komunitas vegetasi yang tumbuh menyebar dalam bentuk rumpun atau
gerombol-gerombol kecil.
3. berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasi yang tumbuh pada lahan yang
berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan,
pantai, saluran, dsb.
4. berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi yang hanya terdiri dari pepohonan
dan rumput atau penutup tanah lainnya.
5. Berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi yang terdiri dari pepohonan,
rumput, semak dan penutup tanah dengan jarak tanam rapat dan tidak
beraturan.
2.2.1 Hubungan Vegetasi dengan suhu udara
Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu
mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur
iklim yang ada disekitarnya misalnya suhu, kelembaban, angin dan curah hujan,
serta menentukan kondisi iklim setempat dan iklim mikro (Indriyanto 2006). Suhu
vegetasi pada siang hari di atas permukaan tanah terbuka akan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan suhu dibawah naungan karena radiasi matahari yang
diterima oleh tanaman tidak dapat dipantulkan kembali (Lakitan 2004).
2.3 Penutupan dan Penggunaan Lahan
Menurut Budiharjo (2005), Penutupan lahan (Land Cover) merupakan
perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam dan unsur-unsur
budaya yang ada dipermukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia
terhadap obyek tersebut. Sedangkan penggunan lahan (Land Use) merupakan
kenampakan yang ada dipermukaan bumi yang terdiri dari kenampakan alamiah
dan sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia.
10
2.3.1. Taman Kota
Taman kota merupakan ruang terbuka diberbagai tempat di suatu wilayah
kota yang secara optimal digunakan sebagai areal penghijauan dan berfungsi baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk kehidupan dan kesejahteraan warga
kotanya. Ruang terbuka hijau berfungsi untuk mempertahankan karakter kota
dengan fungsi sebagai hutan kota dan taman kota. Taman kota dapat dikatakan
sebagai wahana keanekaragaman hayati yang harus diupayakan semaksimal
mungkin menjadi suatu komunitas vegetasi yang tumbuh dilahan kota dengan
struktur menyerupai hutan alam dan membentuk habitat yang memungkinkan
kehidupan bagi satwa (Irwan 2005).
Fungsi dan manfaat taman kota sangat bergantung kepada komposisi dan
keanekaragaman jenis dari komunitas vegetasi yang menyusunnya dan kepada
tujuan perencana dan penggunanya (Irwan 2005). Menurut Sukawi (2008), secara
garis besar fungsi dan manfaat taman kota dapat dikelompokkan dalam 3 fungsi
yaitu :
1. Fungsi lanskap, meliputi perlindungan terhadap kondisi fisik alami
sekitarnya terhadap angin, sinar matahari, bau dan sebagainya; taman kota
dapat memberi interaksi sosial warga dan sarana pendidikan dan
penelitian.
2. Fungsi pelestarian lingkungan, sebagai pengendali kualitas lingkungan
seperti, menyegarkan udara sebagai paru-paru kota, menurunkan suhu
kota, ruang hidup satwa, perlindungan erosi permukaan tanah, peredam
kebisingan, dapat mengurangi polusi.
3. Fungsi estetika, terlihat dari ukuran, warna, bentuk dan tekstur dari
vegetasi dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya merupakan
faktor yang mempengaruhi kualitas estetika.
Fungsi taman kota dan tanaman sangat penting keberadaannya dalam
memperbaiki kualitas lingkungan kota. Kehadiran tumbuhan sangat diperlukan
diperkotaan mengingat proses fotosintesis tumbuhan dapat menyaring Co2 dan
melepaskan O2 kembali ke udara. Selain itu, taman kota berfungsi sebagai
pengendali suhu lingkungan. Ada empat faktor iklim yang berpengaruh terhadap
kenyamanan manusia tropis, yaitu panas matahari, suhu udara, kecepatan angin
11
dan kelembaban. Dimana kontribusi keempatnya saling terkait untuk menciptakan
kenyamanan lingkungan.
Tanaman dapat berfungsi sebagai pengontrol iklim. Dalam mengontrol
iklim, tanaman mempunyai fungsi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti,
panas atau radiasi matahari, kontrol temperatur (suhu), kontrol gerakan udara
(angin), kontrol kelembaban dan kontrol presipitasi. Fungsi tanaman sebagai
pengendali kelembaban dan suhu lingkungan terkait langsung dengan siklus
hidrologi yang dialami oleh tumbuhan. Karena tumbuhan dapat berperan sebagai
absorban radiasi matahari dan untuk proses evapotranspirasi tersebut memerlukan
panas maka tanaman dapat menurunkan suhu lingkungannya. Pada daerah yang
banyak ditumbuhi tanaman, maka kecepatan turbulensi angin akan lebih kecil
karena itu masa udara yang mengandung uap air tidak dapat bergerak secara cepat
sehingga kelembabannya lebih tinggi.
2.3.2 Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No.4 Tahun 1992 tentang
perumahan dan pemukiman, Bab I Pasal 1(5)).
Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan
pemukiman, ada beberapa pengertian mengenai rumah dan perumahan,
diantaranya :
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga.
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan.
3. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan.
12
2.3.3 CBD (Central Business Distric)
Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di
tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, politik dan merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi
dalam suatu kota. Dengan kata lain, CBD merupakan pusat segala aktivitas kota
dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.
CBD terbagi atas dua bagian, yaitu : pertama, bagian paling inti atau RBD
(Retail Bussiness District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan
jasa. Kedua, bagian diluarnya WBD (Wholesale Bussiness District) yang
ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar seperti
pasar, pergudangan (warehouse) dan gedung penyimpanan barang supaya tahan
lama (storage buildings).
Asteriani (2005) menyatakan bahwa, struktur CBD kota memiliki tiga
kelas, yaitu:
1. Terpusat, yaitu pertokoan yang menyediakan kebutuhan hidup yang
berkumpul pada satu lokasi tertentu
2. Pita, berorientasi pada jalan raya karena jalan mempunyai aksesibilitas
tinggi
3. Daerah khusus, terdapat pembagian dari daerah-daerah seperti pusat
perkantoran, pusat perbelanjaan dan lain-lain.
2.3.4 Industri
Kawasan industri merupakan suatu kawasan atau tempat pemusatan
pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana. Adapun tujuannya
dibentuk suatu kawasan industri adalah untuk mempercepat pertumbuhan industri,
memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri agar
terpusat dan berlokasi dikawasan tersebut serta menyediakan fasilitas lokasi
industri yang berwawasan lingkungan.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 pasal 1 tentang
kawasan industri, pengertian kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan
13
fasilitas penunjang lain yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan
industri.
Pada umumnya pusat kota lebih berpolusi dibanding bagian pinggir kota,
hal tersebut bergantung pada sebaran lokasi industri dan intensitas penggunaan
jalan-jalan. Penetapan suatu lokasi menjadi suatu kawasan industri inilah yang
akan menyebabkan berbagai konsekuensi terhadap kondisi atmosfer diatasnya.
Kondisi atmosfer menjadi berpolusi yang mengakibatkan kualitas udara semakin
menurun.
Berkurangnya lahan hijau daerah perkotaan terjadi karena konversi RTH
dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang mengakibatkan terjadi
pencemaran udara. Konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu ditambah dengan
adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan
terjadinya heat island.
2.4 SIG (Sistem Informasi Geografi)
Menurut pengertian sistem informasi geografi (SIG) terdiri dari: sistem,
informasi dan geografi. Sistem terdiri dari sub sistem (komponen) yang bersifat
spesifik dan saling terkait dan terdapat berbagai sistem. Informasi merupakan
turunan dari data yang sudah dilalui oleh proses tertentu sedangkan geografis
adalah unsur ruang dan semua unsur bumi terkait dengan spasial serta dikenal
dengan peta sebagai media penyajiannya sehingga bila digabungkan pengertian
sistem informasi geografi (SIG) adalah variasi semua komponen yang ada dalam
definisi membuat kelompok yang terlibat mulai dari pengolahan data spasial
dikomputer yang akan menghasilkan aplikasi tertentu.
Komponen SIG secara singkat terdiri dari 4 komponen yaitu, input,
manajemen data base, analisis dan output sedangkan secara luas SIG terdiri atas 6
komponen utama yaitu perangkat lunak, perangkat keras, data, pengguna,
prosedur dan organisasi/jaringan.
SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif.
Beberapa sumber data tersebut antara lain adalah:
1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dsb.). Peta analog
adalah peta dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat
dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial
14
seperti koordinat, skala, arah mata angin dsb. Peta analog dikonversi
menjadi peta digital dengan berbagai cara. Referensi spasial dari peta
analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta
digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam
format vektor.
2. Data dari sistem penginderaan jauh (antara lain citra satelit, foto-udara,
dsb.) Data pengindraan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang
terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya
bermacam-macam satelit diruang angkasa dengan spesifikasinya masing-
masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam
tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format
raster.
3. Data hasil pengukuran lapangan. Contoh data hasil pengukuran lapang
adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas
hak pengusahaan hutan, dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik
perhitungan tersendiri. Pada umumnya data ini merupakan sumber data
atribut.
4. Data GPS. Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam
menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi
dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan
dalam format vektor (Rustiadi dkk 2009).
2.5 Iklim Mikro
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan
pengaruh langsung terhadap kenyamanan disuatu bangunan sedangkan iklim
makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang
lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim mikro dipengaruhi oleh lintasan
matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya
matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya
radiasi panas, pergerakan udara, curah hujan, kelembaban udara dan temperatur
udara.
15
Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, orientasi bangunan,
ventilasi, sun shading, pengendalian kelembaban udara, pengunaan bahan-bahan
bangunan, bentuk dan ukuran ruang serta pengaturan vegetasi. Unsur-unsur iklim
seperti suhu dan kelembaban udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kenyamanan dan aktivitas manusia (Chiara dan Koppelman 1975).
2.5.1 Suhu Udara
Suhu udara mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-
molekul atau dapat diartikan gambaran umum keadaan energi suatu benda. Satuan
suhu yang umum dikenal ada empat macam yaitu celsius (ºC), Fahrenheit (ºF),
reamur (ºR) dan kelvin (ºK). Namun, satuan yang sering digunakan adalah celcius
(ºC).
Suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan
antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan bumi tersebut merupakan
pemasok panas untuk terjadinya pemanasan udara. Lautan mempunyai luas dan
kapasitas panas yang lebih buruk tetapi karena udara bercampur secara dinamis,
maka pengaruh permukaan lautan secara vertikal akan lebih dominan. Akibatnya,
suhu akan turun menurut ketinggian baik diatas lautan maupun daratan. Rata-rata
penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia sekitar 5-6ºC tiap
kenaikan 1000 m.
Suhu dipermukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang.
Perbedaannya, pada penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan
sumber pemanasan sehingga semakin tinggi tempat maka akan semakin rendah
suhunya. Selain itu, suhu udara dipengaruhi oleh topografi, pengaruh arus laut dan
pengaruh arah pergerakan angin (Kartasapoetra 2004).
Di daerah tropika fluktuasi suhu rata-rata harian relatif konstan sepanjang
tahun sedangkan fluktuasi suhu diurnal (variasi antara siang dan malam hari) lebih
besar daripada fluktuasi suhu rata-rata harian (Handoko 1995). Menurut Lakitan
(2002), pada malam hari tanaman berperan sebagai penahan panas, sehingga suhu
udara dibawah tajuk pohon lebih hangat dibandingkan suhu udara diatas
permukaan tanah terbuka tanpa vegetasi. Suhu udara pada naungan pohon pada
siang hari dapat lebih rendah 14ºC daripada daerah terbuka tanpa naungan pohon.
16
Pada setiap pohon, kelembaban akan berbeda-beda menurut ketinggian. Semakin
mendekati tanah maka kelembaban akan semakin tinggi dan jika terdapat angin
yang berhembus diatas pepohonan, maka kelembaban dapat meningkat hingga
mendekati jenuh atau antara 95 persen sampai 100 persen (Sukawi 2008).
2.5.2 Kelembaban Udara
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air diudara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit
tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan
dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi
membandingkan antara kandungan atau tekanan uap air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara
untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya suhu udara, maka pada
tekanan uap aktual yang relatif tetap pada siang hari dan malam hari yang
mengakibatkan kelembaban udara (RH) akan lebih rendah pada siang hari tetapi
lebih tinggi pada malam hari (Handoko 1995).
Di daerah tropika basah seperti Indonesia, kelembaban rata-rata harian
atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun, umumnya kelembaban udara (RH)
lebih dari 60%. Kelembaban udara dikawasan kota lebih kecil jika dibandingkan
dengan daerah sekitarnya, karena terdapat banyak perkerasan, kurangnya pori-
pori permukaan dan kurangnya transpirasi tanaman. Bangunan yang tinggi
merupakan pemicu udara menjadi naik sehingga memungkinkam meningkatnya
hujan. Kelembaban udara juga berhubungan dengan keseimbangan energi.
Kelembaban merupakan ukuran banyaknya energi radiasi berupa panas laten yang
dipakai untuk menguapkan air permukaan yang menerima radiasi (Irwan 2005).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan kota Jakarta. Kota Jakarta dipilih
sebagai lokasi penelitian karena Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia dan
pembangunan di kota ini sudah semakin berkembang pesat sehingga keberadaan
RTH yang dimungkinkan sebagai penyeimbang ekositem kota sudah mulai
berkurang (Gambar 2).
Gambar 2 Peta administrasi DKI Jakarta
(sumber : http://maps.google.co.id)
18
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai dengan Oktober
2012, dimulai dari pembuatan peta landuse dan peta lokasi pengambilan titik,
pengambilan data di lapang, pengolahan data dan penyusunan skripsi.
3.2 Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada:
1. interpretasi terhadap citra penutupan lahan kota Jakarta yang dibuat
menggunakan citra Landsat 7 ETM yang diolah menggunakan aplikasi
sistem informasi geografi (SIG),
2. pengukuran iklim mikro pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput)
pada RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang telah di pilih sebagai perwakilan
dari satu kawasan land use terpilih (taman kota, CBD, perumahan,
industri).
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan seperti disebutkan
pada (Tabel 1). Alat terpenting yang digunakan selama penelitian ini yaitu Heavy
Weather, yang merupakan alat pengukur iklim mikro.
Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian
No. Alat/Bahan Fungsi
1. Heavy Weather Tipe WS2355 Mengukur iklim mikro
2. Tripod kamera Meletakkan alat pengukur iklim mikro
Heavy Weather
3. Kamera Digital Merekam kondisi lokasi pengambilan data
di lapangan
4. GPS Penitikan sampel
5. Laptop Mengolah data dan menulis 6. Software ArcGIS 93 Mengolah data citra Landsat 7 ETM
7. Software ERDAS IMAGINE 9.1 Mengolah data citra Landsat 7 ETM
8. Software Garmin Mengolah data GPS
9. Software IDL 7.0 Memperbaiki data citra
10. Software SPSS Statistic 17.0.1 Mengolah data hasil penelitian
11. Software Microsoft office (word, excel) Mengolah data dan membuat laporan
12. Software Google Earth Merekam tampak atas lokasi pengambilan
data
19
Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan terdiri dari beberapa
bagian seperti terlihat pada (Gambar 3).
Gambar 3 Seperangkat Mini Microclimate Station Heavy Weather
Alat ukur iklim mikro Heavy Weather ini, ketelitiannya sudah dibuktikan
dari rangkaian penelitian sebelumnya bahwa tingkat ketelitian alat ini sama
dengan alat ukur hygrometer yaitu untuk suhu udara 1⁰C dan kelembaban udara
sebesar 6% sehingga keakuratan dari alat ini sudah teruji ketelitiannya.
3.4 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder maupun
data primer. Pengumpulan data sekunder dimaksudkan sebagai acuan peneliti
mengenai kondisi awal sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut. Data sekunder
dikumpulkan melalui kepustakaan dan literatur ataupun data dari instansi terkait
Layar untuk
menampilkan data
Tripod untuk
meletakkan alat
Alat pengukur suhu dan kelembaban udara
20
yang ada di Jakarta sedangkan data primer diperoleh dari hasil survei dan
pengukuran dilokasi penelitian.
Tabel 2 Data yang Digunakan
No Data Jenis Data Sumber Data
1. Kondisi Umum Kota
Jakarta
Sejarah, penduduk
Sekunder Bappeda DKI
Jakarta
Letak, luas, aksesibilitas
Klimatologi
Topografi
Tata guna lahan
2. Data Citra Jakarta
(Landsat 7 ETM) Sekunder Data Satelit
3. RTRW Kota Jakarta
Sekunder Bappeda DKI
Jakarta
4. Peta Administrasi
Kota Jakarta Sekunder
Bappeda DKI
Jakarta
5. Vegetasi
Nama spesies
Primer Survey Lapang Bentuk tajuk
Tinggi Tanaman
Foto
6. Iklim
Suhu Udara Primer Survey Lapang
Kelembaban Udara Sekunder
BMKG
Kemayoran,
Jakarta Pusat
3.5 Tahapan Penelitian
3.5.1 Persiapan Penelitian
Pada tahapan ini hal yang dilakukan adalah persiapan admisnistrasi dan
keperluan penelitian seperti surat perizinan kepada Bappeda dan Dinas
Pertamanan DKI Jakarta untuk mendapatkan batas administrasi wilayah kota
Jakarta, peta RTRW serta kondisi umum kota Jakarta. Setelah itu, kemudian
mempersiapkan citra Landsat 7 ETM yang akan digunakan dalam proses
pembuatan peta penutupan lahan kota Jakarta. Peta penutupan lahan ini akan
dioverlay dengan peta RTRW DKI Jakarta, sehingga akan menghasilkan peta
penentuan lokasi yang digunakan dalam penentuan titik pengambilan data.
21
3.5.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan setelah groundcheck dan pengurusan
izin pengambilan data pada lokasi terpilih kemudian dilakukan pengukuran iklim
mikro (suhu dan kelembaban udara) pada setiap struktur RTH seperti pohon,
semak dan rumput pada masing-masing land use baik pada taman kota, CBD,
perumahan maupun industri sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari
instansi-instansi terkait.
3.5.3 Pengolahan Data Citra
Data citra diolah menjadi peta land cover terlebih dahulu untuk digunakan
dalam menentukan titik pengambilan data. Data citra tersebut diolah
menggunakan software SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu ArcGis 9.3 dan
ERDAS Imagine 9.1. Analisis citra secara agenda dapat dikelompokkan atas
(Lillesand and Kiefer 1990):
1. Pemulihan Citra (Image Restoration)
Pemulihan citra merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke
dalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi
koreksi radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli.
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data citra LANDSAT 7
ETM tanggal 28 Agustus 2011 dan 13 September 2011. Kedua data citra tersebut
memiliki gap (data yang hilang) yang dikarenakan adanya kerusakan pada satelit
LANDSAT 7 ETM. Gap ini dapat diperbaiki dengan menggunakan software IDL
7.0. Software tersebut dapat memperbaiki data citra dengan cara menambal atau
menggabungkan dua buah data citra menjadi satu kesatuan (gap fiil). Data citra
LANDSAT 7 ETM 13 September 2011 digunakan sebagai penambal citra
sebelumnya yaitu data citra tanggal 28 Agustus 2011, sehingga gap (data yang
hilang) dapat terbaca setelah dua data citra tersebut digabung.
22
2. Penajaman Citra (Image Enhancement)
Kegiatan ini dilakukan sebelum abstracts citra digunakan teknik
penajaman dan dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara
penampakan dalam adegan. Jadi, setelah dilakukan proses pemulihan citra, data
citra tersebut di subset (dipotong) sesuai dengan batas kota Jakarta yang telah
dibuat menggunakan software ArcGis 9.3. Kemudian setelah di subset, dilakukan
penajaman citra menggunakan software ERDAS Imagine 9.1.
3. Klasifikasi Citra (Image Classification)
Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi
terbimbing (supervised classification). Klasifikasi terbimbing dilakukan sebelum
melakukan cek lapangan. Setelah melakukan pemulihan dan penajaman citra, data
sudah dapat diklasifikasikan berdasarkan penutupan lahannya dan dilakukan
akurasi peta dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1.
Gambar 4 Tahapan Pengolahan Data Citra
3.5.4 Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada empat lokasi berbeda yaitu, pada land
use taman kota, perumahan, industri dan Central Bussines District (CBD). Pada
penelitian ini, pemilihan lokasi pengambilan data ditentukan dengan mengambil
tiga kawasan terbesar dari setiap land use dengan melihat peta sebaran land use
dari seluruh kota Jakarta yang didapatkan dari hasil digitasi peta rencana tata
ruang wilayah (RTRW) DKI Jakarta tahun 2010 (Lampiran 13). Semakin besar
kawasan maka pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi iklim
23
mikro setempat dapat diminimalisir, sehingga data yang diambil merupakan data
representatif iklim mikro pada setiap land use yang berbeda.
Tahap selanjutnya yaitu, overlay dengan peta penutupan lahan (Land
Cover) yang didapatkan dari hasil pengolahan data citra Landsat 7 ETM sehingga
diketahui luasan RTH pada masing-masing kawasan. Luasan RTH pada tiga
kawasan terbesar pada masing-masing land use tersebut kemudian dirata-ratakan
dan luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati rata-rata itulah yang dipilih
sebagai lokasi pengambilan data karena memilki luasan yang dianggap dapat
mewakili untuk setiap land use yang berbeda. Untuk lebih jelas, bagan tahapan
penelitian dalam menentukan lokasi pengambilan data terlihat pada gambar 5.
Ket : dilihat dari
Gambar 5 Tahapan Pemilihan Lokasi Pengambilan Data
3.5.5 Lokasi dan Titik Pengambilan Data
Pemilihan lokasi pengambilan data iklim mikro berdasarkan land use yang
merupakan tiga kawasan terbesar di kota Jakarta dan berdasarkan perhitungan
luasan RTH. Pemilihan titik pengukuran iklim mikro, berdasarkan ketersediaan
tiga struktur vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput yang memilki
kesamaan karakteristik umum pada semua land use sehingga didapatkan lokasi
pengambilan data iklim mikro pada empat land use yang berbeda yaitu pada
kawasan taman kota, CBD, perumahan dan industri. Peta pemilihan tiga kawasan
terbesar pada masing-masing land use dapat dilihat pada gambar 6.
Tiga Kawasan
Terbesar
RTRW Jakarta
Luas RTH
Kawasan
Peta Land cover
Luas RTH
Paling mendekati
rata-rata
Empat lokasi
terpilih setiap
land use
berbeda
25
3.5.5.1 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Perumahan
Menurut hasil digitasi dari RTRW DKI Jakarta tahun 2010, kawasan
perumahan terbesar dari keseluruhan Jakarta terdapat pada tiga kecamatan ini,
yaitu kecamatan Cakung, Duren Sawit dan Cilandak. Ketersedian RTH di ketiga
kawasan perumahan ini sangat minim, dengan rata-rata 4,83 Ha. Dilihat dari tabel,
kecamatan yang memiliki luas RTH yang mendekati rata-rata adalah kecamatan
Cakung dengan luas RTH sebesar 3,42 Ha. Pada kecamatan Cakung, perumahan
terbesar adalah perumahan Metland Menteng. Perumahan ini cukup luas dan
banyak ditanami berbagai macam vegetasi peneduh, semak maupun groundcover,
sehingga lokasi ini cocok dijadikan sebagai lokasi pengambilan data iklim mikro.
Tabel 3 Pemilihan Lokasi Perumahan
No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka
Hijau (Ha)
Luas Lahan
Terbangun (Ha)
1. Cakung 3,42 143,28
2. Duren sawit 7,83 183,96
3. Cilandak 3,24 379,26
Rata- rata 4,83
3.5.5.2 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Central Business
Distric (CBD)
Pemilihan tiga kawasan CBD dilihat dari peta RTRW didapatkan
kecamatan Cempaka Putih, Menteng dan Senen sebagai kawasan terbesar. Rata-
rata yang diperoleh dari ketiga kawasan terbesar adalah 3,6 Ha sehingga dilihat
dari nilai rata-rata tersebut, kawasan yang memiliki luas Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang mendekati rata-rata adalah kawasan CBD Menteng yang memiliki
luas 3,6 Ha. Namun, pengukuran iklim mikro menggunakan Heavy Weather
dilakukan pada kawasan CBD dilakukan di kawasan cempaka putih, yaitu
tepatnya di depan ruko cempaka mas karena dilokasi CBD menteng tidak
ditemukan struktur vegetasi yang sesuai kriteria umum pemilihan vegetasi untuk
dilakukan pengukuran iklim mikro. Di depan ruko cempaka mas terdapat
kumpulan RTH yang terdiri dari pohon, semak dan rumput.
26
Tabel 4 Pemilihan Lokasi CBD
No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka
Hijau (Ha)
Luas Lahan
Terbangun (Ha)
1. Cempaka Putih 3,87 138,34
2. Menteng 3,6 113,04
3. Senen 3,33 119,79
Rata- rata 3,6
3.5.5.3 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada kawasan Industri
Kawasan industri terbesar terdapat di kecamatan Cakung, Kalideres dan
Cilincing dengan rata-rata RTH dari ketiga kawasan adalah 20,94. Jumlah RTH
ini masih tidak terlalu banyak karena luas lahan terbangun di kawasan industri
masih jauh lebih besar jumlahnya. Kawasan yang memiliki luas ruang terbuka
hijau yang mendekati rata-rata adalah kawasan industri di kecamatan Cilincing.
Namun, tidak ditemukan struktur vegetasi yang sesuai dengan kriteria secara
umum pada semua land use, maka diambil luas ruang terbuka hijau yang
mendekati rata-rata kedua yaitu kecamatan Cakung. Di kecamatan ini, kawasan
industri terbesar terdapat di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP)
letaknya berbatasan dengan kecamatan Pulogadung. Namun, kawasan ini masih
masih bagian dari kecamatan Cakung. Pengukuran iklim mikro dilakukan di
kawasan industri ini karena kawasan ini merupakan salah satu industri besar yang
terdapat di Pulogadung sehingga dapat terlihat secara nyata besarnya pengaruh
yang dirasakan di kawasan ini.
Tabel 5 Pemilihan Lokasi Industri
No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka
Hijau (Ha)
Luas Lahan
Terbangun (Ha)
1. Cakung 10,44 174,69
2. Kalideres 38,97 225,72
3. Cilincing 13,41 275,58
Rata- rata 20,94
3.5.5.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota
Jakarta memiliki banyak taman kota, berdasarkan peta RTRW tiga
kawasan taman kota yang memiliki luasan rata-rata terbesar dari seluruh taman
kota yang ada terdapat di kecamatan Gambir dan Menteng. Rata-rata luas ruang
terbuka hijau dari ketiga taman kota diatas sebesar 24,3 Ha sehingga taman kota
yang dipilih adalah taman kota yang memiliki luas mendekati rata-rata dengan
27
luas sebesar 1,8 Ha. Pengambilan data iklim mikro dilakukan pada kawasan
Taman Suropati. Pada taman tersebut, terdapat pohon, semak dan rumput
sehingga dapat dilakukan pengukuran iklim mikro.
Tabel 6 Pemilihan Lokasi Taman Kota
No. Nama Kecamatan Luas Ruang Terbuka
Hijau (Ha)
Luas Lahan
Terbangun (Ha)
1. Gambir 70,29 21,59
2. Menteng (taman menteng) 0,81 2,34
3. Menteng (taman suropati) 1,8 0,9
Rata- rata 24,3
3.5.6. Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur Vegetasi
Pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) dilakukan pada
struktur vegetasi pohon, semak, dan rumput. Ketiga struktur vegetasi tersebut
memiliki karakteristik struktural yang berbeda. Penentuan titik pengambilan data
dipilih pada saat turun lapang dengan menggunakan teknik purposive dimana titik
yang diambil merupakan tempat yang terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut.
Pemilihan vegetasi pada setiap kawasan berdasarkan kesamaan
karakteristik strukturalnya secara umum karena pada setiap kawasan tidak
memilki jenis pohon dan semak yang sama. Pohon yang dipilih pada setiap
kawasan berkarakteristik sama yaitu memiliki tinggi sedang (6-15 meter),
memiliki tajuk berbentuk bulat, dome atau irreguler dan berfungsi sebagai
penaung sedangkan untuk semak dipilih berdasarkan karakteristik daun lebar serta
mempunyai tinggi sedang (1-2 meter). Berbeda halnya dengan pemilihan rumput,
rumput yang dipilih pada semua kawasan berjenis sama yaitu rumput gajah/paetan
(Axonopus compressus) karena jenis rumput ini mudah ditemui pada semua land
use.
Titik pengambilan data yang dipilih pada kawasan perumahan adalah RTH
berbentuk areal dan berada ditengah-tengah kawasan. Pengukuran iklim mikro
(suhu dan kelembaban udara) diukur dibawah naungan pohon sawo kecik
(Manilkara kauki) setinggi ± 8 m dengan tajuk bulat dan berfungsi sebagai
penaung. Pengambilan data semak dilakukan pada tanaman bunga sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L) setinggi ± 2 m sedangkan untuk rumput dilakukan
pengukuran iklim mikro pada rumput gajah (Axonopus compressus).
28
Gambar 7 Vegetasi pengambilan data kawasan Perumahan (dari kiri Manilkara
kauki., Hibiscus rosa-sinensis L, Axonopus compressus).
Titik pengambilan data iklim mikro pada kawasan CBD, dipilih areal hijau
di depan ruko Cempaka Mas. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada vegetasi
pohon tanjung (Mimusoph elengi L) setinggi ± 8m dengan tajuk bundar seperti
bola sedangkan untuk semak dilakukan pengukuran iklim mikro pada tanaman
gardenia (Gardenia jasminoides) setinggi ± 1,8 m dan pengukuran pada rumput,
dilakukan di atas permukaan rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 8 Vegetasi pengambilan data kawasan CBD (dari kiri Mimusoph elengi
L., Gardenia jasminoides, Axonopus compressus).
Pengukuran iklim mikro pada kawasan industri dilakukan pada kawasan
hutan kota JIEP (Jakarta Industrial Estate Pulogadung). Iklim mikro diukur di
bawah naungan pohon asam (Tamarindus indica L.) setinggi ± 10 m dengan
bentuk tajuk irreguler dan pada semak dilakukan pengukuran pada naungan
29
tanaman bunga kertas (Bougainvillea sp.) setinggi ± 1,5 m, sedangkan pengukuran
iklim mikro pada vegetasi rumput dilakukan diatas rumput gajah (Axonopus
compressus).
Gambar 9 Vegetasi pengambilan data kawasan Industri (dari kiri Tamarindus
indica L, Bougainvillea sp. , Axonopus compressus).
Lokasi pengambilan data pada kawasan taman kota dilakukan pada
kawasan Taman Suropati. Suhu dan kelembaban udara di ukur dibawah naungan
pohon mahoni (Sweitenia mahogani) setinggi ± 8 meter dengan kepadatan tajuk
yang cukup rapat sedangkan untuk struktur vegetasi semak, pengukuran dilakukan
dibawah naungan palem wregu (Rhapis excelsa) setinggi ± 1,5 meter dan
pengukuran diatas rumput, dilakukan pada rumput gajah (Axonopus compressus).
Gambar 10 Vegetasi pengambilan data kawasan Taman Kota (dari kiri Sweitenia
mahogani, Rhapis excelsa, Axonopus compressus)
30
3.5.7 Variabel yang diukur
Variabel yang diukur pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak, rumput)
pada masing-masing land use meliputi unsur-unsur iklim mikro yaitu suhu udara
(ºC) dan kelembaban udara (Relative Humidity).
3.5.8 Metode Pengukuran
Pengambilan data pada penelitian ini dilihat dari peta lokasi pengambilan
data. Setelah didapatkan lokasi pengambilan data, setiap kawasan diambil tiga
titik pengambilan data pada struktur vegetasi pohon, semak, dan rumput untuk
dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara). Struktur
vegetasi tersebut dipilih karena memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda
sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro. Penentuan titik
pengambilan data dipilih saat turun lapang dimana titik yang diambil merupakan
tempat yang terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut.
Pengambilan data diambil selama 30 menit pada setiap struktur vegetasi
pada rentang pukul 12.30-13.30 WIB, dilakukan hanya pada saat cuaca cerah.
Waktu tersebut dipilih karena merupakan waktu ketika radiasi matahari paling
terik dan suhu udara paling tinggi. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari
pada setiap land use (industri, permukiman, CBD, dan taman kota) sebagai
ulangan karena yang dibandingkan adalah iklim mikro antar struktur vegetasi
yang berbeda. Tabel hari pengambilan data dapat dilihat pada (Tabel 7).
Tabel 7 Hari Pengambilan Data
Hari
ke-
Tanggal
Pengambilan Data Kawasan Lokasi
Ulangan
ke-
1 28 Juli 2012 Taman Kota Menteng 1
2 29 Juli 2012 Taman Kota Menteng 2
3 30 Juli 2012 Taman Kota Menteng 3 4 31 Juli 2012 CBD Cempaka Putih 1
5 1 Agustus 2012 CBD Cempaka Putih 2
6 2 Agustus 2012 CBD Cempaka Putih 3
7 14 September 2012 Perumahan Cakung 1
8 15 September 2012 Perumahan Cakung 2
9 16 September 2012 Perumahan Cakung 3
10 3 Oktober 2012 Industri Cakung 1
11 4 Oktober 2012 Industri Cakung 2
12 5 Oktober 2012 Industri Cakung 3
31
Pengambilan data dilakukan pada empat land use berbeda yaitu taman
kota, CBD, perumahan dan industri. Bagan pengambilan data pada masing-
masing land use dapat dilihat pada gambar 11 dan 12.
Gambar 11 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Taman Kota dan CBD
Land Use
CBD
Taman Kota
Hari ke-1
Hari ke- 2
Hari ke- 3
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Hari ke- 4
Hari ke- 5
Hari ke- 6
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
32
Gambar 12 Bagan Pengambilan Data pada Kawasan Perumahan dan Industri
Satu hari pengambilan data di satu land use menggunakan tiga alat ukur
iklim mikro digital heavy weather yang ditempatkan pada tiga struktur vegetasi
berbeda yaitu pohon, semak dan rumput. Masing-masing alat mewakili satu
struktur vegetasi dan menghasilkan 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban
udara. Jumlah ini dihasilkan dari pengukuran selama 30 menit yaitu pada pukul
12.30-13.00 WIB, dimana setiap pengambilan data dicatat per menitnya hingga
menghasilkan 30 data. Dalam satu hari pengambilan data, dihasilkan 180 data,
Land Use
Industri
Perumahan
Hari ke-7
Hari ke- 8
Hari ke- 9
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Hari ke- 10
Hari ke- 11
Hari ke- 12
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
Alat 1 Pohon 30 Data
Alat 2
Alat 3
Semak 30 Data
Rumput 30 Data
33
yang terdiri dari 30 data suhu udara pohon, 30 data kelembaban udara pohon, 30
data suhu udara semak, 30 data kelembaban udara semak, 30 data suhu udara
rumput dan 30 data kelembaban udara rumput.
3.5.9 Pengolahan data dan Analisis
Data iklim mikro yang sudah diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan
dengan menggunakan alat ukur iklim mikro digital heavy weather, diolah dengan
menggunakan microsoft office excel untuk mendapatkan hasil tabulasi dan grafik
perbandingan, tujuannya adalah untuk membedakan kondisi iklim mikro pada
setiap struktur vegetasi berbeda di masing-masing land use. Setelah didapatkan
nilai tabulasi data dilakukan analisis secara statistik dengan menggunakan teknik
uji-T. Teknik ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan suhu udara dan
kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda tiap land use berbeda
secara nyata atau tidak.
Berdasarkan hal tersebut didalam melakukan uji-T digunakan hipotesis
statistik, yaitu:
Kasus 1 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak,
dan rumput. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak,
dan rumput
H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak, dan
rumput
Kasus 2 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon,
semak, dan rumput. Sehingga dihasilkan hipotesis sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon,
semak, dan rumput
H1 : ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak
dan rumput
Kasus 3 : mengetahui perbedaan nilai rata-rata struktur vegetasi yang sama
(contoh: pohon dengan pohon) pada semua land use. Sehingga dihasilkan
hipotesis sebagai berikut:
34
H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi
yang sama pada semua land use
H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi
yang sama pada semua land use
Kriteria keputusan, jika :
Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H0 diterima
Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak
T tabel < T hitung maka H0 diterima
T tabel > T hitung maka H0 ditolak
Uji-T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan suhu dan
kelembaban udara pada struktur vegetasi dan land use yang ada sehingga dapat
diketahui struktur vegetasi mana yang lebih efektif mereduksi suhu dan
meningkatkan kelembaban udara. Uji-T ini dilakukan menggunakan software
SPSS dengan menggunakan One-Way ANOVA, kegunaan utama teknik ini ialah
untuk menguji hipotesis yang membuktikan rata-rata sama atau tidak (Sarwono
2009).
Gambar 13 Hasil Tabel Anova dalam Uji-T
Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah analisis kenyamanan iklim
mikro pada setiap struktur vegetasi pada semua kawasan. Tingkat kenyamanan
secara kuantitatif biasanya diperoleh dengan menggunakan angka Temperature
35
Humidity Index (THI). Satu diantara rumus yang dipakai untuk mengetahui
tingkat kenyamanan yang dipakai oleh Nieuwolt sebagai berikut:
THI = 0,8T + (RH x T)
500
THI adalah Temperature Humidity Index atau angka ketidaknyamanan, T
adalah suhu udara (°C), RH adalah kelembaban relatif (%). Daerah tropis seperti
Indonesia, nilai THI di atas 27 orang sudah merasakan tidak nyaman (Fandeli dan
Muhammad 2009).
3.5.10 Rekomendasi
Penyusunan rekomendasi dilakukan berdasarkan pengolahan dan analisis
data iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada setiap land use berbeda
(taman kota, CBD, perumahan dan industri) yang didapatkan selama pengukuran
di lapangan. Berdasarkan hasil analisis statistik maupun analisis kenyamanan
digunakan sebagai bahan rekomendasi sehingga dapat dihasilkan suatu
rekomendasi untuk menciptakan RTH yang lebih baik pada setiap land use untuk
meningkatkan kenyamanan kota.
BAB IV
KONDISI UMUM KOTA JAKARTA
4.1 Profil Wilayah Kota Jakarta
Kota Jakarta secara geografis merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6º12’LS
dan 106º48’BT. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa daratan seluas 661,52
km2 dan lautan seluas 6.997,5 km2.
Provinsi DKI Jakarta terbagi atas 5 wilayah kota yaitu Jakarta Utara,
Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan 1 kabupaten
Kepulauan Seribu, terdiri atas 44 kecamatan (2 kecamatan berada di Kabupaten
Kepulauan Seribu) serta 267 kelurahan. Terdapat sekitar 110 buah pulau yang
tersebar di Kepulauan Seribu dan sekitar 27 buah sungai, saluran dan kanal.
Secara administratif, kota Jakarta berbatasan langsung dengan:
Utara: Laut Jawa
Selatan dan Timur: wilayah Provinsi Jawa Barat (Kota Depok,
Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan kabupaten Bekasi)
Barat: wilayah Provinsi Banten (Kota Tangerang dan kabupaten
Tangerang)
Wilayah administrasi provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima kota
administrasi dan satu kabupaten administrasi, dengan luas wilayah masing-
masing:
Tabel 8 Luas wilayah administratif DKI Jakarta
No. Wilayah Luas (Km2)
1. Jakarta Utara 142,20
2. Jakarta Selatan 145,73
3. Jakarta Pusat 47
4. Jakarta Barat 126,15
5. Jakarta Timur 187,73
6. Kepulauan Seribu 11,81
Sumber : Bappeda DKI Jakarta, Tahun 2010
Di sebelah selatan dan timur Jakarta terdapat sejumlah rawa/situ sebagai daerah
resapan air dengan total luas mencapai 100,52 Ha.
37
4.2 Kondisi Fisik Lingkungan
4.2.1 Topografi
Sebagian dari luas Provinsi DKI Jakarta kurang lebih 24.000 Ha atau
sekitar 40% dari luas total merupakan dataran rendah. Dataran rendah di DKI
Jakarta berada terutama di daerah Jakarta Utara seperti di daerah sungai bambu,
Papanggo, Warkas dan lain-lain yang ketinggiannya berada di bawah muka air
laut pasang sehingga secara hidro-geologis, Jakarta berada pada cekungan artois.
Akan tetapi, daerah-daerah dataran rendah tersebut sudah ditanggulangi baru
sekitar 9000 Ha.
Ketinggian tanah dari pantai sampai ke banjir kanal berkisar antara 0 m
sampai 10 m di atas permukaan laut diukur dari titik nol Tanjung Priok.
Gambar 14 Kondisi Topografis DKI Jakarta
4.2.2 Iklim
Jakarta berada di daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata
sepanjang tahun 28º Celsius, suhu udara maksimum 34,5º C dan suhu udara
minimum 24,5º C. Kelembaban udara berkisar antara 67-81% dengan rata-rata
kelembaban 75%. Pada tahun 2011, suhu rata-rata kota Jakarta dalam satu tahun
mencapai 28,7º C. Sedangkan kelembaban udara dalam satu tahun rata-ratanya
mencapai 73,5%. Berikut grafik data suhu dan kelembaban udara DKI Jakarta
dalam setiap bulan selama tahun 2011.
40%
38
Gambar 15 Grafik Suhu Udara DKI Jakarta pada Tahun 2011
(Sumber: BMKG PUSAT, Kemayoran)
Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara DKI Jakarta pada Tahun 2011
(Sumber: BMKG PUSAT, Kemayoran)
4.2.3 Geologi
Secara geologis, seluruh daratan Jakarta terdiri dari endapan aluvial,
sedangkan Kepulauan Seribu terdiri atas terumbu karang dan dataran pantai.
Bagian selatan terdiri dari lapisan aluvial yang memanjang dari timur ke barat
pada jarak 10 km sebelah selatan pantai. Dibawahnya terdapat lapisan endapan
yang lebih tua . Kekuatan tanah di wilayah DKI Jakarta mengikuti pola yang sama
dengan pencapaian lapisan keras di wilayah bagian utara pada kedalaman 10 m-
25 m , makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m-15 m.
Daratan Jakarta berkedudukan pada morfologi endapan aluvium sungai dan
pantai, endapan pematang pantai, endapan sungai lama, endapan kipas vulkanik
dan satuan tufa. Kondisi fisik Jakarta dipengaruhi kondisi geomorfologi wilayah
26
26,5
27
27,5
28
28,5
29
29,5
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Me
i
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
No
v
Des
Suh
u U
dar
a (◦C
)Suhu Rata-rata
60
65
70
75
80
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Me
i
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
No
vD
es
Ke
lem
bab
an U
dar
a (%
)
Kelembaban Rata-rata
39
lebih luas yang meliputi Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung Salak di
wilayah Bogor.
Secara geohidrologi, Jakarta terletak pada cekungan artois. Terdapat
sekitar 27 buah aliran air berupa sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai
sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Namun, kondisi sungai
sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah
yang tinggi. Akibatnya, jika hujan dengan intensitas tinggi terjadi di hulu,
permukaan air sungai cepat meluap.
4.2.4 Penduduk
Jumlah penduduk DKI Jakarta sesuai data kependudukan berjumlah 7,55
juta jiwa. Jakarta dengan wilayah sekitarnya Bodetabek (Bogor, Depok,
Tangerang dan Bekasi) berpenduduk 20 juta jiwa. Namun, fakta di lapangan
jumlah penduduk yang beraktivitas kurang lebih 8,9 juta jiwa pada malam hari
dan 11 juta jiwa pada siang hari, dengan kepadatan penduduk 130-150 jiwa/ha
hingga 200-300 jiwa/ha. Sedangkan prediksi jumlah penduduk tahun 2030
mencapai 12,5 juta jiwa (BPS, 2007).
Tabel 9 Jumlah Penduduk DKI Jakarta November 2011
No Wilayah WNI WNA
Total LK PR JML LK PR JML
1. Jakarta
Pusat 575.220 547.754 1.122.974 342 354 696 1.123.670
2. Jakarta
Utara 887.059 828.479 1.715.538 433 374 807 1.716.345
3. Jakarta
Barat 1.165.463 1.094.143 2.259.606 389 346 735 2.260.341
4. Jakarta
Selatan 1.099.752 1.035.078 2.134.830 401 340 741 2.135.571
5. Jakarta
Timur 1.510.461 1.415.161 2.925.622 574 536 1110 2.926.732
6. Kep.Seribu 12.667 12.261 24.928 6 2 8 24.936
Total 5.250.622 4.932.876 10.183.498 2145 1952 4097 10.187.595
Sumber: Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta
4.2.5 Penutupan Lahan (Land Cover)
Berdasarkan citra satelit 2008, daratan seluas 42.941,38 ha (66,62%)
sudah terbangun permukaan lahan tertutup bangunan, jalan, perkerasan lain) dan
21.515,81 ha (33,38%) merupakan ruang terbuka dengan rincian RTH publik
9,79% dan ruang terbuka lainnya berupa berbagai unsur dan struktur alami yang
40
berpotensi sebagai RTH 23,59%. Hasil citra satelit tersebut menunjukkan bahwa
Jakarta telah didominasi lahan terbangun, jalan, jembatan dan berbagai jenis
perkerasan lainnya (Joga 2011). Untuk lebih jelasnya, luas dan presentase lahan
terbangun dan potensi RTH di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 10 Penggunaan Lahan DKI Jakarta tahun 2008
No. Guna Lahan Luas (Ha) Presentase (%) Keterangan
1. Lahan Terbangun 42.941,38 66,62 Bangunan, jalan, jembatan
n dan berbagai perkerasan
2. RTH Publik 6.309,89 9,79
Dimiliki Pemprov
DKI Jakarta dan
Pemerintah Pusat
3. RTH Privat 15.205,92 23,59 Dimiliki oleh masyarakat
dan swasta/pengembang
Luas DKI Jakarta 64.457,19 100 Tidak termasuk kabupaten
Kepulauan Seribu
Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2008 dalam Joga (2011)
4.2.6 Perekonomian
Perekonomian Jakarta tahun 2002-2006 menunjukkan prestasi yang cukup
menggembirakan. Jakarta dalam kurun 5 tahun terakhir telah memberikan
kontribusi terhadap PDB sebesar 16-17%. Angka ini merupakan paling besar
dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Kondisi perekonomian nasional
sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Jakarta. Pertumbuhan
perekonomian Jakarta selama 5 tahun terakhir tumbuh rata-rata 6 persen. Angka
ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada sebelum
saat krisis moneter.
4.2.7 Pola Sebaran Kegiatan
Kegiatan utama penduduk DKI Jakarta adalah dibidang perdagangan
besar, kecil dan jasa-jasa, kemudian kegiatan dibidang industri termasuk listrik,
gas dan air, hanya sebagian kecil yang bekerja pada sektor pertanian.
Industri yang ada terutama ialah industri manufacturing yang bergerak di
bidang bahan makanan dan minuman, tekstil, percetakan dan penerbitan, kayu dan
alat rumah tangga, barang-barang dari karet, kimia, barang logam dan industri
asembling. Sebagian industri berat berlokasi di Pulogadung, industri ringan di
Pluit, Ancol dan Cengkareng, industri pertanian di Gandaria Selatan serta jasa dan
perdagangan di Tanjung Priok.
41
Sektor pertanian terutama sektor perikanan laut/darat terdapat di teluk
Jakarta dan empang dekat pantai, peternakan dan holtikultura di daerah pinggiran
kota terutama di kecamatan Kebon Jeruk, Kebayoran Lama, Pasar Minggu,
Mampang Prapatan, Pasar Rebo, Kramat Jati. Sektor pertanian ini diusahakan
dengan cara lama yang semakin lama semakin terdesak dengan perkembangan-
perkembangan industri dan perumahan. Namun demikian, bila diusahakan secara
intensif akan dapat memenuhi sebagian kebutuhan DKI Jakarta. Selain kegiatan di
bidang perekonomian, Jakarta merupakan pusat kegiatan pemerintah, kegiatan
diplomatik dan pusat kegiatan kebudayaan.
4.3 Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta
Perkembangan fisik di kota-kota Jakarta dalam 10 tahun terakhir berjalan
dengan cepat dan dinamis. Pada beberapa bagian kota Jakarta pemanfaatan ruang
tidak sesuai dengan peruntukkannya seperti kawasan pemukiman berkembang
menjadi kawasan jasa dan perdagangan, berkembangnya kawasan pemukiman
sekitar daerah aliran sungai, waduk dan situ, belum efektifnya relokasi industri
dan alih fungsi RTH menjadi kawasan lain. Kondisi saat ini RTH baru mencapai
11%, sementara target yang ditetapkan 13,04% dari luas Jakarta.
Pemanfaatan ruang di kota Jakarta untuk kawasan pemukiman,
perkantoran, perdagangan dan jasa, semakin meningkat. Luas lahan kota yang
statis, tidak memungkinkan pemanfaatan lahan secara horizontal di beberapa
kawasan. Pembangunan fisik kota selama 10 tahun terakhir didominasi oleh
bangunan bertingkat untuk mengefisienkan penggunaan lahan. Pada saat ini di
beberapa kawasan prospektif, mengusulkan ketinggian bangunan lebih tinggi dari
kondisi yang ada agar biaya pembangunannya lebih efisien.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penutupan Lahan D.K.I Jakarta Tahun 2011
Citra satelit yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Landsat 7
ETM 122/64 akuisisi tanggal 28 Agustus 2011 dan 13 September 2011. Kedua
data citra tersebut digabung kemudian dipotong dengan batas wilayah
administrasi D.K.I Jakarta. Setelah dipotong, dilakukan klasifikasi citra satelit
sehingga terlihat penutupan lahan kota Jakarta. Klasifikasi citra yang digunakan
dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification).
Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi dengan pemilihan kategori
informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup
lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Klasifikasi terbimbing dilakukan
sebelum melakukan cek lapangan setelah melakukan pemulihan dan penajaman
citra. Tujuan dilakukan klasifikasi citra adalah untuk pengelompokan atau
melakukan segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan
menggunakan teknik kuantitatif. Hasil dari klasifikasi citra tersebut didapatkan
kategori penutupan lahan. Klasifikasi penutupan lahan pada penelitian ini dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu:
1. RTH (Ruang Terbuka Hijau)
Interpretasi hasil citra Landsat 7 ETM 122/64 tanggal akuisisi 28 Agustus
2011 dan 13 September 2011 tersebut, dicirikan dengan warna hijau dalam proses
pengklasifikasiannya. Hasil yang terlihat bahwa terdapat tipe penutupan lahan
pada kategori RTH di wilayah DKI Jakarta yaitu berupa hutan kota, taman kota,
pemakaman, lapangan bola, lapangan golf dan jalur hijau jalan. Berikut gambar
tipe penutupan lahan kategori RTH di DKI Jakarta dapat di lihat pada gambar 17.
Gambar 17 Contoh Lokasi Penutupan Kategori RTH
43
2. Lahan Terbangun
Lahan terbangun meliputi bangunan perumahan, gedung-gedung tinggi,
kawasan industri, jalan, dll. Pada gambar 18, dapat di lihat tipe penutupan lahan
kategori lahan terbangun di DKI Jakarta. Berdasarkan interpretasi hasil citra
landsat 7 ETM, pengklasifikasian kategori ini ditandai dengan warna merah.
Gambar 18 Contoh Lokasi Penutupan Kategori Lahan Terbangun
3. Badan air
Hasil dari intrepetasi citra Landsat 7 ETM pada peta penutupan lahan,
badan air dalam pengklasifikasiannya ditandai dengan warna biru. Badan air
merupakan suatu area seperti sungai dan danau. Tipe penutupan lahan kategori ini
dapat dilihat pada gambar 19.
Gambar 19 Contoh Lokasi Penutupan Kategori Badan Air
Pengolahan data citra satelit sangat perlu dilakukan uji akurasi data.
Akurasi yang dimaksud di sini adalah kecocokan antara suatu informasi standar
yang dianggap benar, dengan citra terklasifikasi yang belum diketahui kualitas
informasinya. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan accuracy assesment
pada software ERDAS IMAGINE 9.1 setelah mengambil GCP (Ground Control
Point) yang diambil menyebar menggunakan GPS dibeberapa titik di seluruh
wilayah Jakarta. Hasil akurasi peta penutupan lahan DKI Jakarta 2011 adalah
sebesar 87,10 persen sehingga peta ini sudah dapat digunakan karena nilai
ketelitian dari peta harus memenuhi syarat lebih besar dari 70 persen, nilai
44
tersebut dapat menjadi sebuah pembuktian terhadap nilai kevalidan data citra
satelit (Purwadhi 2001).
Peta penutupan lahan DKI Jakarta yang dihasilkan dari citra satelit
mengandung informasi mengenai luas penutupan lahan yang ada di Jakarta.
Presentase luasan tersebut dapat dilihat pada gambar 20.
Gambar 20 Luas Penutupan Lahan DKI Jakarta Tahun 2011
Diagram di atas menunjukkan bahwa luas ruang terbangun di Jakarta
berdasarkan peta tutupan lahan sudah mencapai angka lebih dari 70 persen atau
lebih tepatnya sebesar 88,63 persen dari luas total keseluruhan. Lahan terbangun
mendominasi perkembangan keseluruhan kota. Hal ini dapat dilihat dari kondisi
eksisting kota Jakarta yang sebagian besar tutupan lahannya terdiri dari kawasan
perkantoran, pemukiman, industri dan perdagangan. Padatnya bangunan di
sebagian besar wilayah Jakarta dengan berbagai perkerasan lainnya berdampak
pada berkurangnya lahan alami dan menurunnya kualitas kota.
Ketersediaan ruang terbuka hijau di Jakarta sangat minim. Saat ini luas
ruang terbuka hijau yang ada hanya 10,03 persen dari luas keseluruhan Jakarta.
Angka tersebut masih sangat kurang dari ketetapan yang disebutkan di dalam
undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang menyebutkan
bahwa proporsi luas RTH minimal adalah 30 persen dari luas kota yang terdiri
atas RTH publik 20 persen yang di kelola pemerintah daerah dan RTH privat
sebesar 10 persen yang di kelola masyarakat dan swasta. Berdasarkan undang-
undang tersebut, proporsi luas RTH yang ada saat ini akan berimplikasi pada
keadaan iklim kota Jakarta. Jakarta menjadi lebih panas dan berdampak pada
1,34%
88,63%
10,03%
Penutupan Lahan DKI Jakarta
Badan Air (844,92 Ha)
Ruang Terbangun (55775,9 Ha)
Ruang Terbuka Hijau (6310,8 Ha)
45
keseimbangan ekosistem kota dengan indikasi penurunan kualitas lingkungan
seperti banjir pada musim hujan, fenomena heat island pada musim kemarau dan
meningkatnya pencemaran kota.
Ketersedian badan air di Jakarta menurut peta penutupan lahan tersebut,
hanya 1,34 persen atau sekitar 844,92 Ha. Wilayah Jakarta masih banyak
memiliki aliran sungai (alami maupun buatan), situ maupun waduk yang
berfungsi sebagai tata air kota Jakarta. Kondisi alam kota Jakarta sebagai dataran
rendah yang banyak dialiri aliran air dengan 13 sungai utama dan adanya 14 situ
atau waduk sebagai karakter kota Jakarta. Peta penutupan lahan kota Jakarta ini
dapat dilihat pada (Gambar 21)
5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land use
5.2.1 Iklim Mikro Kawasan Taman Kota
Luas ruang terbuka hijau di Jakarta semakin lama semakin berkurang
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan lahan.
Adanya batasan wilayah kota mendorong pembangunan cenderung memanfaatkan
lahan-lahan alami yang masih ada, padahal lahan tersebut mempunyai fungsi-
fungsi ekologis kota. Berkurangnya ruang terbuka hijau dan bertambahnya
dominasi lahan terbangun (hutan beton) di Jakarta, berdampak pada
keseimbangan ekosistem kota dengan indikasi kualitas lingkungan perkotaan.
Taman kota, taman lingkungan dan taman rekreasi di Jakarta pada
umumnya berbentuk area hijau dengan luasan tertentu karena banyak digunakan
masyarakat untuk berbagai kegiatan sedangkan ruang terbuka hijau berada di tepi
jalan, sempadan sungai dan tepian pantai berbentuk koridor jalur hijau (green
coridor). Jakarta memiliki banyak taman kota, salah satu taman kota yang cukup
besar di Jakarta adalah taman Suropati, Menteng. Taman Suropati sudah ada sejak
tahun 1920 di pusat kota Jakarta.
47
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di taman Suropati selama
3 hari mulai dari tanggal 28, 29, 30 Juli 2012. Kawasan taman Suropati
didominasi vegetasi yang memilki jarak tanam yang rapat. Pengukuran suhu udara
dan kelembaban udara dilakukan pada siang hari saat cuaca cerah yaitu pada
pukul 12.30-13.00 WIB. Suhu dan kelembaban udara diukur di bawah naungan
pohon mahoni (Sweitenia mahogani) setinggi ± 8 meter dengan kepadatan tajuk
yang cukup rapat, untuk struktur vegetasi semak, pengukuran dilakukan di bawah
naungan palem wregu (Rhapis excelsa) yang memiliki daun lebar dan memiliki
tinggi ± 1,5 meter sedangkan pengukuran di atas rumput, dilakukan pada rumput
gajah (Axonopus compressus). Data suhu udara dan kelembaban udara yang
didapatkan dari hasil pengukuran selama tiga hari dapat dilihat pada tabel yang
tersaji pada tabel (Lampiran 2).
Data rata-rata ulangan pengukuran iklim mikro selama tiga hari tersebut
menunjukkan perbedaan setiap menit pengukuran baik pada pohon, semak
maupun rumput. Perbandingan laju perubahan suhu maupun kelembaban udara
lebih jelas dapat terlihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 22 Grafik Suhu Udara di Kawasan Taman Kota
Gambar di atas merupakan grafik rata-rata suhu udara pada struktur
vegetasi pohon, semak dan rumput yang ada pada taman kota. Grafik tersebut
menunjukkan bahwa keadaan suhu udara pada struktur vegetasi pohon tidak
begitu mengalami perubahan tiap menitnya, hanya saat menit ke 9 sampai menit
ke 23 rumput dan semak mengalami perubahan suhu menjadi lebih rendah jika
dibandingkan dengan keadaan awalnya, kemudian setelah menit ke 23 suhu
30,0
32,0
34,0
36,0
38,0
40,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Su
hu
Ud
ara
(◦C
)
Suhu Udara Taman Kota
Pohon
Semak
Rumput
48
kembali ke kondisi semula. Hal ini dikarenakan perubahan cuaca kota saat
dilakukan pengukuran yaitu adanya tutupan awan yang mempengaruhi penyinaran
matahari tetapi perubahan ini tidak cukup berarti karena saat berikutnya suhu
kembali ke awal pengukuran. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova
dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari
0,05 maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon,
semak dan rumput. Rata-rata suhu udara pada pohon adalah 30,3⁰C, suhu udara
pada semak adalah 34,2⁰C dan suhu udara pada rumput adalah 35,2⁰C.
Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu udara di bawah naungan pohon
lebih rendah bila dibandingkan dengan dua vegetasi lainnya yaitu semak dan
rumput. Selisih suhu udara pohon dengan semak 3,9⁰C, selisih suhu udara semak
dan rumput mencapai 1,0⁰C, dan selisih suhu udara pohon dengan rumput 4,9⁰C.
Suhu udara paling tinggi adalah suhu udara diatas rumput, hal ini dikarenakan
rumput mendapatkan sinar matahari secara langsung tanpa terlindungi oleh
apapun sedangkan pohon dan semak masih memiliki naungan. Naungan secara
langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang sampai dipermukaan tajuk
tanaman. Keberadaan pohon dalam taman kota sangat erat kaitannya dengan
pengaruh iklim mikro suatu kota. Bentuk tajuk pohon yang rapat menyebabkan
suhu di bawah naungan pohon lebih sejuk jika dibandingkan dengan dua vegetasi
lainnya.
Gambar 23 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan Taman Kota
Grafik di atas menunjukkan bahwa kelembaban udara pada setiap vegetasi
di kawasan taman kota. Kelembaban udara paling tinggi dimiliki oleh vegetasi
46,0
48,0
50,0
52,0
54,0
56,0
58,0
60,0
62,0
64,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Kele
mb
ab
an
Ud
ara
(%)
Kelembaban Udara Taman Kota
Pohon
Semak
Rumput
49
pohon. Di bawah naungan pohon, suhu udaranya lebih rendah dibandingkan
dengan semak dan rumput. Namun, untuk kelembaban udara, pohon lebih tinggi
dengan angka rata-rata mencapai 61 persen. Dari hasil uji statistik melalui uji T
One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai
probabilitas < dari 0,05 maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai
kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput. Nilai rata-rata kelembaban
udara pada pohon, semak dan rumput berturut-turut sebesar 61,0 persen, 55,7
persen dan 55,0 persen.
Selisih kelembaban udara pohon dan semak 5,3 persen, selisih kelembaban
udara semak dan rumput 0,7 persen dan selisih antara kelembaban udara pohon
dengan rumput sebesar 6,0 persen. Pohon memiliki kelembaban udara yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan semak dan rumput, hal ini disebabkan karena
pohon yang satu dengan yang lainnya yang ada di taman Suropati letaknya
berdekatan dan cukup rindang. Faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut yaitu
kemampuan evapotranspirasi lebih baik karena tajuk pepohonan yang rapat
sehingga kandungan uap air di bawah pohon lebih banyak sedangkan semak
memiliki kelembaban udara yang lebih tinggi dari pada rumput karena semak
masih memiliki naungan dan ukuran semak lebih tinggi dari pada rumput.
5.2.2 Iklim Mikro Kawasan CBD
Kawasan pusat kota Jakarta secara besar-besaran mengalami pergeseran
fungsi lahan. Ruang terbuka hijau kota beralih fungsi menjadi kawasan bisnis,
supermall, pekantoran dan sebagainya. Kawasan CBD (Central Business Distric)
terdiri dari banyak bangunan dan perkerasan sehingga memiliki sedikit RTH.
Keberadaan RTH pada kawasan ini, semakin lama semakin berkurang, proporsi
antara bangunan dan RTH tidak seimbang sehingga memicu naiknya suhu udara.
Salah satu kawasan CBD terbesar di kota Jakarta adalah kawasan CBD cempaka
putih. Kawasan ini banyak terdapat gedung-gedung perbelanjaan, ruko, maupun
gedung perkantoran. Akan tetapi, tepat di depan ruko Cempaka Mas masih
terdapat RTH yang cukup luas sehingga dilakukan pengukuran di lokasi ini
karena area ini diasumsikan dapat mewakili seluruh kawasan CBD Cempaka
Putih.
50
Pengambilan data iklim mikro di kawasan CBD dilakukan selama tiga hari
mulai dari tanggal 31 Juli 2012 sampai dengan 2 Agustus 2012. Pengukuran
menggunakan alat Heavy Weather dilakukan pada pukul 12.30-13.00 WIB pada
saat cuaca cerah. Suhu dan kelembaban udara di ukur di bawah naungan pohon
tanjung (Mimusoph elengi L) setinggi ± 8m dengan tajuk bundar seperti bola
,untuk semak dilakukan pengukuran iklim mikro pada tanaman gardenia
(Gardenia jasminoides) setinggi ± 1,8 m, dan pengukuran pada rumput, dilakukan
di atas permukaan rumput gajah (Axonopus compressus). Data hasil pengukuran
iklim mikro pada kawasan CBD Cempaka Putih yang dilakukan selama tiga hari
terlampir pada tabel (Lampiran 3). Perbandingan laju perubahan suhu maupun
kelembaban udara dari hasil pengulangan selama dilapangan lebih jelas dapat
telihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 24 Grafik Suhu Udara di Kawasan CBD
Grafik di atas menunjukkan perbandingan laju suhu udara setiap menitnya
pada kawasan CBD Cempaka Putih. Pada grafik terlihat bahwa rumput memiliki
suhu tertinggi jika dibandingkan dengan pohon dan semak. Namun, untuk
kenaikkan suhu hanya semak yang terlihat mengalami peningkatan sedangkan
untuk pohon dan rumput tidak begitu mengalami kenaikan ataupun penurunan
suhu. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05
terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0 ditolak
sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan rumput.
Suhu rata-rata pohon pada kawasan ini 31,9⁰C, sedangkan semak dan rumput
memiliki suhu rata-rata masing-masing sebesar 34,3⁰C dan 35,7⁰C.
30,0
32,0
34,0
36,0
38,0
40,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Su
hu
Ud
ara
(◦)
Suhu Udara Kawasan CBD
Pohon
Semak
Rumput
51
Selisih suhu udara antara pohon dan semak pada kawasan CBD sebesar
2,4⁰C, selisih suhu udara antara semak dan rumput sebesar 1,4⁰C sedangkan
selisih suhu udara antara pohon dengan rumput sebesar 3,8⁰C. Suhu udara
dibawah naungan pohon cenderung lebih kecil bila dibandingkan dengan suhu
udara semak dan rumput. Hal ini disebabkan karena pohon memiliki tajuk yang
dapat menyebarkan sinar matahari sehingga suhu area disekitarnya dapat
direduksi dengan baik sedangkan semak memiliki area tajuk yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan pohon, sehingga kemampuan mereduksi suhu udaranya juga
lebih rendah. Struktur vegetasi rumput memiliki suhu udara yang paling tinggi
karena rumput menerima langsung sinar matahari tanpa terhalangi oleh apapun
sehingga dipantulkan ke area sekitarnya.
Gambar 25 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan CBD
Grafik kelembaban udara di atas menunjukkan perbandingan kelembaban
masing-masing vegetasi pada RTH di kawasan CBD. Dari hasil uji statistik
melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi
dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan
nilai kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput. Dari hasil pengukuran
dilapangan, pohon memiliki kelembaban suhu paling tinggi, hal ini dikarenakan
suhu berbanding terbalik dengan kelembaban udara, semakin rendah suhu,
semakin tinggi pula kelembaban udara. Rata-rata kelembaban udara pada pohon di
kawasan CBD sebesar 58,7 persen, sedangkan untuk semak dan rumput masing-
masing memiliki kelembaban udara sebesar 52,8 persen dan 51,7 persen.
46,048,050,052,054,056,058,060,062,064,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Kele
mb
ab
an
Ud
ara
(%
)
Menit ke-
Kelembaban Udara Kawasan CBD
Pohon
Semak
Rumput
52
Selisih kelembaban udara pohon dengan semak pada kawasan CBD
sebesar 5,9 persen. Selisih kelembaban udara semak dengan rumput sebesar 1,1
persen sedangkan selisih antara kelembaban udara pohon dengan rumput adalah
sebesar 7,0 persen. Hal ini dikarenakan pohon dapat menghalangi masuknya sinar
matahari, inilah yang menyebabkan area dibawah naungan pohon memiliki massa
udara yang lembab.
5.2.3 Iklim Mikro Kawasan Perumahan
Kawasan pusat kota dan daerah pinggiran kota Jakarta telah banyak
mengalami konversi lahan. Lahan pertanian yang subur menjadi area komersil dan
area pemukiman baru. Hal ini terjadi karena rencana tata ruang daerah yang telah
di susun tidak begitu diperhatikan oleh developer. Peningkatan jumlah penduduk
di kota Jakarta yang semakin lama semakin meningkat menyebabkan warga
Jakarta berburu lahan untuk dijadikan kawasan bermukim. Salah satu area yang
dijadikan sebagai kawasan pemukiman baru adalah kawasan Perumahan Metland
Menteng di kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Kawasan perumahan ini
merupakan lahan pertanian yang di ubah oleh para developer menjadi kawasan
pemukiman elit.
Pengukuran iklim mikro pada kawasan perumahan Metland Menteng,
Cakung, dilakukan pada pukul 12.30-13.00 WIB. Sampel suhu dan kelembaban
udara di ukur pada vegetasi di taman lingkungan perumahan ini. Pengukuran
iklim mikro dilakukan di bawah naungan pohon sawo kecik (Manilkara kauki)
setinggi ± 8 m dengan tajuk bulat. Untuk pengambilan data semak dilakukan
tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) setinggi ± 2 m, sedangkan untuk
rumput dilakukan pengukuran iklim mikro pada rumput gajah (Axonopus
compressus). Pengukuran di kawasan ini dilakukan selama 3 hari mulai dari
tanggal 14 September sampai dengan 16 September 2012 menggunakan tiga alat
Heavy Weather yang digunakan secara bersamaan. Data hasil pengukuran selama
di lapangan terlampir pada tabel (Lampiran 4). Berikut grafik hubungan antara
waktu pengambilan iklim mikro dengan suhu dan kelembaban udara di kawasan
perumahan.
53
Gambar 26 Grafik Suhu Udara di Kawasan Perumahan
Grafik di atas menunjukkan suhu udara yang didapatkan di kawasan
perumahan Metland Menteng, Cakung. Dari hasil yang diperoleh, suhu pada
kawasan ini cenderung stabil dari awal sampai menit ke 30 hanya sedikit terlihat
peningkatan maupun penurunan suhu. Rumput memiliki suhu tertinggi jika
dibandingkan dengan pohon dan semak sedangkan pohon memiliki suhu terendah.
Hal ini membuktikan bahwa kondisi iklim di bawah naungan tajuk berbeda
dengan vegetasi yang tidak memiliki tajuk. Penyinaran radiasi matahari pada
vegetasi dapat dikurangi dengan adanya tajuk pada tanaman sehingga tanaman
yang memiliki tajuk akan mempunyai suhu udara yang lebih rendah dan sejuk.
Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05
terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0 ditolak
sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan rumput.
Suhu rata-rata pohon pada kawasan perumahan Metland Menteng sebesar 34,0 ⁰C
sedangkan untuk semak dan rumput berturut-turut memiliki suhu udara rata-rata
sebesar 34,7 ⁰C dan 37,7 ⁰C. Dari data tersebut terlihat bahwa antar ketiga
struktur vegetasi tersebut terdapat selisih suhu udara. Selisih suhu udara antara
pohon dan semak sebesar 0,7⁰C, selisih suhu udara antara semak dan rumput
sebesar 3,0⁰C sedangkan selisih antara suhu udara pohon dengan rumput sebesar
3,7⁰C.
30,0
32,0
34,0
36,0
38,0
40,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Su
hu
Ud
ara (
ºC)
Suhu Udara Kawasan Perumahan
Pohon
Semak
Rumput
54
Gambar 27 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan Perumahan
Gambar di atas menunjukkan grafik kelembaban udara di kawasan
perumahan. Pada grafik terlihat vegetasi yang memiliki kelembaban tertinggi
adalah pohon. Suhu dibawah naungan pohon lebih rendah sehingga memiliki
massa udara yang lembab. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova
dengan taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari
0,05 maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada
pohon, semak dan rumput. Kelembaban udara rata-rata pada vegetasi pohon
sebesar 58,1 persen, pada semak kelembaban udara rata-rata sebesar 57 persen
dan rumput memilki kelembaban udara rata-rata sebesar 51 persen.
Selisih kelembaban udara antara pohon dengan semak yaitu 1,1 persen,
selisih kelembaban udara antara semak dan rumput mencapai 8 persen sedangkan
selisih kelembaban udara antara pohon dengan rumput sebesar 7,1 persen. Hal ini
membuktikan bahwa kemampuan setiap vegetasi dalam hal meningkatkan
kelembaban udara berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dari vegetasi itu
sendiri. Luasan tajuk, lebar daun dan tinggi vegetasi berpengaruh secara nyata
terhadap kenaikkan kelembaban udara.
5.2.4 Iklim Mikro Kawasan Industri
Jakarta mempunyai status sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,
industri, kebudayaan dan pariwisata. Sebagai pusat industri, Jakarta memiliki
tingkat polusi yang cukup tinggi. Aktivitas industri menimbulkan gas buang dan
debu yang menjadi pencemar utama. Keberadaan RTH pada kawasan industri
46,0
48,0
50,0
52,0
54,0
56,0
58,0
60,0
62,0
64,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Kele
mb
ab
an
Ud
ara (
%)
Kelembaban Udara Kawasan Perumahan
Pohon
Semak
Rumput
55
masih tergolong cukup minim, hanya beberapa kawasan industri saja yang
memiliki hutan kota. Salah satu kawasan industri yang memiliki hutan kota yang
cukup luas adalah kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Pada
kawasan ini masih terdapat banyak vegetasi seperti pohon, semak maupun
rumput.
Pengukuran di kawasan industri Jakarta Industrial Estate Pulogadung
(JIEP) dilakukan selama 3 hari mulai dari tanggal 3 Oktober 2012 sampai dengan
5 Oktober 2012. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada saat cuaca cerah yaitu
sekitar pukul 12.30-13.00 WIB yaitu pada vegetasi pohon, semak dan rumput.
Pada vegetasi pohon, iklim mikro diukur di bawah naungan pohon asam
(Tamarindus indica L.) setinggi ± 10 m dengan tajuk irreguler dan memilki
fungsi penaung. Pada semak, dilakukan pengukuran pada naungan tanaman bunga
kertas (Bougainvillea sp.) setinggi ± 1,5 m sedangkan pengukuran iklim mikro
pada vegetasi rumput dilakukan di atas rumput gajah (Axonopus compressus).
Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada kawasan industri
terlampir pada tabel (Lampiran 5). Berikut grafik hubungan antara suhu dan
kelembaban udara dengan waktu pengambilan pada masing-masing vegetasi di
kawasan JIEP.
Gambar 28 Grafik Suhu Udara di Kawasan Industri
Gambar di atas menunjukkan grafik suhu udara pada kawasan industri
Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Pada grafik terlihat bahwa suhu
pada vegetasi rumput cenderung mengalami kenaikan yang cukup drastis. Rata-
rata suhu udara rumput pada kawasan ini mencapai 37,9 ºC. Hal ini dikarenakan,
30,0
32,0
34,0
36,0
38,0
40,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Su
hu
Ud
ara
(ºC
)
Suhu Udara Kawasan Industri
Pohon
Semak
Rumput
56
tingkat penerimaan cahaya matahari pada vegetasi tanpa naungan cukup tinggi
bila dibandingkan dengan vegetasi dengan naungan. Suhu vegetasi pada siang hari
di atas permukaan tanah terbuka akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu
di bawah naungan karena radiasi matahari yang diterima oleh tanaman tidak dapat
dipantulkan kembali. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan
taraf nyata 0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05
maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak
dan rumput. Nilai rata-rata suhu udara pohon, semak dan rumput berturut-turut
33,9 ºC, 34,6 ºC dan 37,9 ºC.
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, terdapat selisih suhu udara antar
struktur vegetasi. Selisih suhu udara antara pohon dan semak sebesar 0,7ºC,
selisih suhu udara antara semak dan rumput sebesar 3,3ºC dan selisih antara
vegetasi pohon dengan rumput sebesar 4ºC.
Gambar 29 Grafik Kelembaban Udara di Kawasan Industri
Keadaan kelembaban udara pada setiap land use berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengukuran pada kawasan industri pada vegetasi pohon, semak
dan rumput masing-masing memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi seperti
yang terlihat pada grafik di atas. Vegetasi yang memilki kelembaban udara
terendah adalah vegetasi rumput rata-ratanya hanya mencapai angka 51,0 persen
sedangkan untuk vegetasi pohon dan semak berturut-turut sebesar 58,4 dan 57,2
persen. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata
0,05 terhadap ketiga vegetasi dimana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0
46,0
48,0
50,0
52,0
54,0
56,0
58,0
60,0
62,0
64,0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Kele
mb
ab
an
Ud
ara
(%
)
Menit ke-
Kelembaban Udara Kawasan Industri
Pohon
Semak
Rumput
57
ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada pohon, semak dan
rumput.
Selisih kelembaban udara pada pohon dan semak sebesar 1,2 persen,
selisih kelembaban udara antara semak dan rumput sebesar 6,2 persen, sedangkan
selisih kelembaban udara pohon dengan rumput sebesar 7,4 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa vegetasi yang memiliki naungan cenderung memiliki
kelembaban udara yang lebih tinggi karena proses evapotranspirasi tanaman dapat
berjalan dengan baik.
Hasil interpretasi grafik iklim mikro dari hasil pengukuran pada vegetasi
pohon, semak dan rumput di masing-masing land use (Taman Kota, CBD,
Perumahan dan Industri) berbeda. Berdasarkan uji statistik menggunakan uji T
one way, perbedaan suhu antar vegetasi baik pohon, semak dan rumput berbeda
secara nyata dengan taraf 5 persen. Begitu pula dengan kelembaban udara,
menurut uji statistik perbedaan kelembaban udara antar vegetasi (pohon, semak
dan rumput) pada masing-masing land use berbeda secara nyata pada taraf 5
persen.
Kelembaban udara (RH) dipengaruhi oleh adanya pepohonan pelindung
terutama bila jarak antar pohon cukup rapat. Kelembaban udara menunjukkan
kandungan uap air diatmosfer pada suatu saat dan waktu tertentu. Semakin banyak
air yang diuapkan, semakin banyak energi yang berbentuk panas laten dan makin
lembab udaranya. Uap air dapat menyerap energi radiasi matahari, apabila
tanaman tinggi akan memilki laju evapotranspirasi yang lebih besar karena
kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi akan menyebabkan suhu
disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Selain itu, sekelompok pepohonan yang
ditanam dengan kerapatan tinggi dapat mengurangi suhu udara yang tinggi pada
siang hari.
Pada grafik-grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada masing-masing land
use, suhu pada naungan pohon lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada
semak dan rumput sehingga dapat disimpulkan bahwa pohon lebih efektif
mereduksi suhu udara bila dibandingkan dengan semak dan rumput. Hal ini
dikarenakan, pohon mampu mengabsorbsi energi radiasi matahari dan dapat
dipantulkan atau dipencarkan ke tajuk pohon sehingga akan memberikan teduhan
58
pada area disekelilingnya. Untuk itu, diperlukan penanaman pohon dengan jenis
pohon yang sesuai yaitu memiliki karakteristik tajuk menaungi dalam jumlah
yang banyak untuk menurunkan suhu udara kota yang panas agar tercipta
kenyamanan pada setiap kawasan.
5.3. Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada Berbagai Landuse
5.3.1. Analisis Iklim Mikro Pohon pada berbagai Landuse
Pohon sangat erat kaitannya dengan iklim mikro suatu daerah. Mekanisme
hubungan pohon dan iklim mikro adalah ketika radiasi matahari diperkotaan
mengakibatkan tanah dan benda lainya menjadi panas. Tumbuhan yang tinggi dan
luasan yang cukup akan mengurangi efek pemanasan tersebut. Suhu udara pada
daerah pepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi pohon.
Hal ini disebabkan, daun-daun pada pohon dapat mengintersepsi, refleksi,
mengabsorbsi dan mentransmisikan sinar matahari. Efektivitasnya tergantung
kepada spesiesnya, misalnya rindang, berdaun, bercabang dan beranting banyak.
Setiap spesies mempunyai bentuk, karakteristik, warna, tekstur dan ukuran
berbeda-beda.
Pohon secara ekologis dapat membantu meningkatkan kualitas udara
dengan menurunkan iklim mikro, menyerap air dan polutan udara. Pohon juga
dapat menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Keberadaan pohon
sangat diperlukan dalam ruang terbuka hijau pada setiap land use di perkotaan.
Namun, kebutuhan setiap land use berbeda-beda sehingga jenis pohon yang
dibutuhkan pun akan berbeda-beda. Pada taman kota dan perumahan dibutuhkan
pohon dengan fungsi pelindung dan pohon yang memiliki naungan yang cukup,
karena pada kedua kawasan ini adalah area yang biasa digunakan untuk kegiatan
bersosialisasi sehingga diperlukan kondisi sejuk dan nyaman. Untuk kawasan
industri, dibutuhkan pohon yang dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan dan
dapat meredam kebisingan karena pada kawasan industri tingkat pencemaran
udara cukup tinggi dihasilkan dari gas buang dan debu sebagai pencemar utama
sedangkan untuk kawasan CBD, dibutuhkan pohon yang dapat berfungsi sebagai
peneduh, peredam kebisingan dan perlu diperhatikan bentuk dan karakteristiknya
karena kawasan CBD sebagian besar berada dipinggir jalan.
59
Pengukuran iklim mikro menggunakan alat Heavy Weather dilakukan
pada empat kawasan berbeda yaitu taman kota, CBD, perumahan dan industri.
Pengukuran pada kawasan taman kota dilakukan pada pohon mahoni (Sweitenia
mahogani), kawasan CBD pada pohon tanjung (Mimusoph elengi L), kawasan
perumahan pada pohon sawo kecik (Manilkara kauki) dan kawasan industri
dilakukan pengukuran pada pohon asam (Tamarindus indica L). Berikut grafik
suhu dan kelembaban udara pohon pada empat kawasan berbeda di Jakarta.
Gambar 30 Grafik Suhu Udara di Bawah Naungan Pohon
Pada grafik di atas terlihat, pohon sawo kecik (Manilkara kauki) pada
kawasan perumahan dan pohon asam (Tamarindus indica L) pada kawasan
industri memiliki suhu udara paling tinggi bila dibandingkan dengan dua kawasan
lain. Suhu udara pohon pada kawasan perumahan dan industri hanya berbeda 0,1
ºC saja, maka dapat diasumsikan suhu udara pohon pada kawasan industri dan
perumahan tidak jauh berbeda sedangkan pohon yang memiliki suhu paling
rendah adalah pohon mahoni (Sweitenia mahogani) yang berada pada kawasan
taman kota. Rata-rata suhu udara dibawah naungan pohon pada kawasan taman
kota, CBD, perumahan dan industri berturut-turut adalah 30,3 ºC; 31,9 ºC; 34,0 ºC
dan 33,9 ºC. Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf
nyata 0,05 terhadap vegetasi pohon pada masing-masing land use dimana nilai
probabilitas < dari 0,05 maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu
udara pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi pohon pada semua land
use.
30,3
31,9
34,0 33,9
28,0
29,0
30,0
31,0
32,0
33,0
34,0
35,0
36,0
37,0
38,0
Su
hu
Ud
ara
(ºC
)
Kawasan
Suhu Udara Pohon
Taman Kota
CBD
Perumahan
Industri
60
Kemampuan mereduksi suhu udara dari masing-masing pohon dapat
berbeda-beda sehingga didapatkan hasil pengukuran seperti pada grafik di atas.
Selain itu, faktor lingkungan dari lokasi pengukuran pada pohon di setiap land use
berbeda dapat mempengaruhi suhu udara. Kawasan industri banyak menghasilkan
panas dari berbagai kegiatan produksi, asap pabrik dan kendaraan sehingga
memiliki suhu udara yang panas sedangkan kawasan perumahan memiliki suhu
yang relatif tinggi disebabkan karena lokasi perumahan dekat dengan kawasan
industri sehingga suhu udara pada kawasan ini cenderung tidak jauh berbeda
dengan industri. Selain itu, kawasan perumahan minim keberadaan RTH. Berikut
tabel proporsi luasan RTH setiap lokasi pengambilan data.
Tabel 11 Proporsi luas RTH di 4 lokasi pengambilan data
No. Land use RTH
(Ha)
Ruang Terbangun
(Ha)
Presentase luasan
RTH
1. Perumahan 3,42 143,28 2,33%
2. CBD 3,87 174,69 2,72%
3. Industri 5,63 138,34 5,63%
4. Taman Kota 1,8 0,9 66,67%
Berbeda halnya dengan taman kota yang memilki suhu paling rendah
dibandingkan dengan kawasan perumahan, industri maupun CBD. Hal ini
dikarenakan pada taman kota didominasi oleh vegetasi yang memilki kerapatan
yang tinggi sehingga dapat menurunkan suhu udara disekitarnya. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kerapatan pohon maka akan dapat
mengurangi energi radiasi matahari sehingga dapat mereduksi suhu udara di
sekitarnya dan iklim fisis atau keadaan udara pada suatu daerah akan berbeda
karena dipengaruhi oleh tutupan lahan (vegetasi) dan pengaruh angin.
Faktor lain adalah kemampuan pohon dalam mereduksi suhu berbeda-
beda. Pohon tanjung (Mimusoph elengi L) pada kawasan CBD memilki suhu yang
lebih rendah bila dibandingkan dengan pohon sawo kecik (Manilkara kauki) pada
kawasan perumahan. Selisih suhu udara pada kedua kawasan tersebut sebesar 2ºC.
Hal ini disebabkan karena kemampuan pohon dalam mereduksi suhu tergantung
pada jenis kepadatan tajuknya, bentuk daun, dan pola percabangannya. Pohon
tanjung pada kawasan CBD cenderung memilki bentuk tajuk yang lebih bulat dan
lebih rapat bila dibandingkan dengan pola percabangan pohon sawo kecik pada
61
kawasan perumahan sehingga jangkauan naungan pohon tanjung lebih efektif
mereduksi suhu udara karena kemampuan menaungi yang tinggi.
Gambar 31 Grafik Kelembaban Udara di Bawah Naungan Pohon
Gambar 31 menggambarkan grafik kelembaban udara di bawah naungan
pohon pada empat land use yang berbeda. Berdasarkan grafik diatas, pohon yang
memiliki kelembaban udara paling tinggi adalah pohon mahoni pada kawasan
taman kota, dan kelembaban udara terendah pada pohon sawo kecik di kawasan
perumahan. Rata-rata kelembaban udara pohon sebesar 61,0 persen untuk
kawasan taman kota; 58,7 persen untuk kawasan CBD; 58,1 persen untuk
kawasan perumahan dan 58,4 persen untuk kawasan industri. Dari hasil uji
statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi
pohon pada masing-masing land use di mana nilai probabilitas < dari 0,05 maka
H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada struktur
vegetasi yang sama yaitu vegetasi pohon pada semua land use.
Kelembaban udara pohon pada kawasan industri dan perumahan tidak jauh
berbeda hanya terdapat selisih 0,3 persen saja. Hal ini dapat disebabkan karena
keadaan lingkungan yang tidak jauh berbeda di mana lokasi perumahan tidak
begitu jauh dari kawasan industri. Berbeda halnya dengan kawasan taman kota
yang memiliki kelembaban udara pohon tertinggi, kawasan taman kota di
dominasi oleh pepohonan dengan tingkat kerapatan yang cukup rapat. Pepohonan
cenderung memiliki kelembaban udara yang tinggi karena aktivitas
evapotranspirasi tanaman pada gerombolan pohon dapat meningkatkan
kelembaban udara disekitarnya.
61,0
58,758,1 58,4
48,049,050,051,052,053,054,055,056,057,058,059,060,061,062,0
Kele
mb
ab
an
Ud
ara (
%)
Kawasan
Kelembaban Udara Pohon
Taman Kota
CBD
Perumahan
Industri
62
Kelembaban udara akan semakin tinggi jika suhu makin rendah, namun
bergantung pada kemampuan vegetasi dalam menaikkan kelembaban udara
karena kemampuan setiap vegetasi berbeda-beda dalam meningkatkan
kelembaban udara sehingga dapat disimpulkan bahwa kelembaban udara dibawah
naungan tajuk akan relatif lebih tinggi karena adanya pengurangan penerimaan
sinar matahari ke tajuk pepohonan.
5.3.2. Analisis Iklim Mikro Semak pada berbagai Landuse
Semak adalah suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan
pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah biasanya
kurang dari 5-6 meter tergantung kondisi pertumbuhannya. Tanaman semak selain
mempunyai nilai estetika, juga merupakan suatu softscape element yang
mempunyai fungsi lingkungan yang tinggi. Salah satu dari fungsi tanaman yang
terkait dengan perbaikan kondisi lingkungan yang selanjutnya juga terkait dengan
ameliorasi iklim.
Pengukuran iklim mikro pada naungan semak dilakukan pada empat
kawasan berbeda. Pada kawasan taman kota pengukuran dilakukan pada tanaman
palem wregu (Rhapis excelsa), pada kawasan CBD dilakukan dibawah naungan
semak gardenia (Gardenia Jasminoides), pada kawasan perumahan pada tanaman
bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan pada kawasan industri pada semak
bougenvil (Bougainvillea sp.). Berikut grafik keadaan suhu dan kelembaban udara
pada naungan semak di empat land use yang berbeda.
Gambar 32 Grafik Suhu Udara di Bawah Naungan Semak
34,2 34,334,7 34,6
28,0
29,0
30,0
31,0
32,0
33,0
34,0
35,0
36,0
37,0
38,0
Su
hu
Ud
ara (
ºC)
Kawasan
Suhu Udara Semak
Taman Kota
CBD
Perumahan
Industri
63
Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu udara di bawah naungan semak
pada empat land use yang berbeda. Terlihat pada grafik suhu udara semak pada
setiap kawasan tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan, karakteristik dari semak di
semua kawasan secara umum memiliki tinggi yang hampir sama yaitu 1-2 meter
sehingga kemampuan semak dalam hal mereduksi suhu udara pun tidak jauh
berbeda.
Berdasarkan grafik, Suhu udara di bawah naungan semak paling tinggi
terdapat pada kawasan perumahan dan industri sedangkan kawasan yang memiliki
suhu udara semak paling rendah adalah kawasan taman kota dan CBD. Rata-rata
suhu udara semak pada kawasan taman kota sebesar 34,2ºC, pada kawasan CBD
34,3ºC, pada kawasan perumahan 34,7ºC dan pada kawasan industri 34,6ºC. Dari
hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap
vegetasi semak pada masing-masing land use dimana nilai probabilitas < dari 0,05
maka H0 ditolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada struktur
vegetasi yang sama yaitu vegetasi semak pada semua land use. Suhu udara semak
pada kawasan perumahan dan industri lebih tinggi dibandingkan dengan dua
kawasan lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor lingkungan yang
menyebabkan tingginya suhu udara pada naungan semak di dua kawasan tersebut
yaitu kawasan perumahan dan industri serta kemampuan masing-masing vegetasi
dalam mereduksi suhu udara.
Pada kawasan industri banyak menghasilkan panas dan polusi udara yang
berasal dari aktivitas kegiatan produksi dan kendaraan sehingga suhu pada
kawasan ini cenderung lebih panas bila dibandingkan dengan kawasan CBD dan
taman kota. Semak pada kawasan perumahan memilki suhu udara yang tidak jauh
berbeda dengan industri, hal ini disebabkan oleh lokasi perumahan yang tidak
terlalu jauh dari kawasan industri dan kawasan ini masih minim dengan
ketersedian ruang terbuka hijau ataupun vegetasi penaung seperti terlihat pada
proporsi luasan RTH pada (Tabel 11) di atas. Selain itu, pada kawasan perumahan
didominasi oleh bangunan, perkerasan dan jalan sehingga suhu udara pada
kawasan ini cenderung memilki suhu udara yang lebih tinggi. Semakin luas
keberadaan ruang terbuka hijau maka kualitas udara pada kawasan tersebut akan
lebih baik bila dibandingkan dengan kawasan yang minim RTH karena
64
pepohonan, semak, dan rerumputan dapat mengubah dan menyeimbangkan suhu
udara kota.
Berbeda halnya dengan semak pada kawasan taman kota, semak pada
kawasan ini cenderung memiliki suhu udara yang rendah bila dibandingkan
dengan kawasan perumahan dan industri. Hal ini dikarenakan pada taman kota
didominasi oleh vegetasi dengan jarak tanam yang cukup rapat dan mampu
menyebarkan sinar matahari yang datang sehingga sinar matahari tidak sampai
sepenuhnya dipermukaan tanah, akibatnya suhu disekitar taman dapat direduksi
dengan baik. Sedangkan pada kawasan CBD, faktor iklim yang secara tidak
langsung mempengaruhi keadaan suhu udara pada kawasan ini adalah pengaruh
angin. Dimana angin berhembus dengan kencang pada relief atau topografi yang
datar sehingga mampu mereduksi suhu udara di sekitarnya.
Gambar 33 Grafik Kelembaban Udara di Bawah Naungan Semak
Gambar 33 di atas menunjukkan grafik kelembaban udara pada naungan
semak di empat kawasan baik taman kota, CBD, perumahan dan industri. Pada
grafik terlihat bahwa kelembaban udara pada naungan semak paling tinggi
terdapat pada naungan semak di kawasan industri dan perumahan sedangkan
paling rendah pada kawasan CBD. Rata-rata kelembaban udara semak pada
kawasan taman kota adalah 55,7 persen, pada kawasan CBD 52,8 persen, pada
kawasan perumahan 57,0 persen dan pada kawasan industri sebesar 57,2 persen.
Dari hasil uji statistik melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05
terhadap vegetasi semak pada masing-masing land use di mana nilai probabilitas
< dari 0,05 maka H0 di tolak sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara
55,7
52,8
57,0 57,2
48,049,050,051,052,053,054,055,056,057,058,059,060,061,062,0
Kele
mb
ab
an
Ud
ara
(%
)
Kawasan
Kelembaban Udara Semak
Taman Kota
CBD
Perumahan
Industri
65
pada struktur vegetasi yang sama yaitu vegetasi semak pada semua land use. Hal
ini disebabkan oleh keberadaan hutan kota pada kawasan industri yang membantu
dalam peningkatan kelembaban udara. Selain itu, kemampuan vegetasi dalam
upaya meningkatkan kelembaban udara berbeda-beda dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi perbedaan kelembaban udara pada masing-masing land use.
Kawasan industri dan perumahan cenderung memiliki kelembaban udara
yang tinggi, hal ini disebabkan pada kawasan industri terdapat hutan kota yang
membuat aktivitas penghasil evapotranspirasi menjadi lebih banyak sehingga
kelembaban udara menjadi tinggi sedangkan pada kawasan perumahan, walaupun
minim keberadaan RTH, namun jarak bangunan rumah satu dengan bangunan
rumah yang lain masih cenderung tidak terlalu dekat dan dipisahkan oleh taman
sudut (Pocket park) sehingga walaupun suhu udaranya tinggi namun kemampuan
semak dalam meningkatkan kelembaban udara pada kawasan perumahan cukup
tinggi. Berbeda pada kawasan CBD dengan tingkat kelembaban semak paling
rendah, disebabkan karena pada kawasan CBD didominasi oleh bangunan dan
jalan sehingga menyebabkan aktivitas penghasil evapotranspirasi menjadi sedikit
terganggu sehingga kelembaban udaranya menjadi rendah. Selain faktor
lingkungan, perbedaan kelembaban udara pada empat kawasan disebabkan karena
kemampuan semak dalam meningkatkan kelembaban udara berbeda-beda.
5.3.3. Analisis Iklim Mikro Rumput pada berbagai Landuse
Pada penelitian ini, rumput yang diukur iklim mikro (suhu dan
kelembaban udara) menggunakan alat Heavy Weather adalah rumput paetan/gajah
(Axonopus compressus). Rumput paetan merupakan rumput yang tumbuh di
daerah tropis yang dapat beradaptasi dengan kekeringan yang memilki daun lebar,
berstolon dan membentuk lapisan rumput yang padat. Rumput paetan juga
memiliki toleransi rendah terhadap suhu dingin dan sangat cocok untuk area
dengan pemeliharaan minimum dan basah serta drainase yang buruk sehingga
rumput ini biasanya digunakan dipinggir jalan atau di daerah yang miring sebagai
tanaman pengontrol erosi dapat tumbuh di area dengan tingkat pemeliharaan
rendah dan sedikit tekanan. Berikut grafik hasil pengukuran iklim mikro pada
rumput paetan/gajah pada empat kawasan berbeda.
66
Gambar 34 Grafik Suhu Udara pada Rumput
Gambar di atas merupakan grafik suhu udara rumput pada empat kawasan
berbeda yaitu taman kota, CBD, perumahan dan industri. Pada grafik terlihat
bahwa suhu udara rumput tertinggi terdapat pada kawasan industri dan perumahan
sedangkan suhu udara rumput terendah terdapat pada kawasan CBD. Hal ini
terjadi karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan rumput
dalam mereduksi suhu udara disekitarnya. Rata-rata suhu udara rumput pada
kawasan taman kota adalah 35,2º C, pada kawasan CBD 35,7 ºC, pada kawasan
perumahan 37,7 ºC dan pada kawasan industri 37,9 ºC. Dari hasil uji statistik
melalui uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi rumput
pada masing-masing land use di mana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0 di
tolak sehingga terdapat perbedaan nilai suhu udara pada struktur vegetasi yang
sama yaitu vegetasi rumput pada semua land use.
Suhu udara rumput pada kawasan industri dan kawasan perumahan tidak
jauh berbeda, selisih suhu udara antara kedua kawasan ini hanya 0,2 ºC saja. Hal
ini disebabkan oleh faktor lingkungan dimana lokasi pengukuran iklim mikro di
kawasan perumahan dekat dengan kawasan industri. Selain itu, pada kedua
kawasan ini dipengaruhi aktivitas industri yang menimbulkan panas sedangkan
suhu udara rumput pada kawasan taman kota memiliki suhu udara terkecil karena
pada kawasan taman kota cenderung didominasi oleh pepohonan dengan tingkat
kerapatan yang tinggi.
35,235,7
37,7 37,9
28,0
29,0
30,0
31,0
32,0
33,0
34,0
35,0
36,0
37,0
38,0
Su
hu
Ud
ara (
ºC)
Kawasan
Suhu Udara Rumput
Taman Kota
CBD
Perumahan
Industri
67
Gambar 35 Grafik Kelembaban Udara pada Rumput
Gambar 35 di atas menunjukkan grafik kelembaban udara rumput pada
empat kawasan berbeda (taman kota, CBD, perumahan dan industri). Kelembaban
udara rumput paling tinggi terdapat pada kawasan taman kota sedangkan kawasan
yang memilki kelembaban paling rendah adalah kawasan industri dan perumahan
karena kedua kawasan ini memilki nilai rata-rata kelembaban udara yang sama.
Rata-rata kelembaban udara rumput pada kawasan taman kota adalah 55 persen,
pada kawasan CBD 51,7 persen pada kawasan industri dan perumahan memilki
nilai rata-rata yang sama yaitu sebesar 51,0 persen. Dari hasil uji statistik melalui
uji T One way anova dengan taraf nyata 0,05 terhadap vegetasi rumput pada
masing-masing land use di mana nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0 di tolak
sehingga terdapat perbedaan nilai kelembaban udara pada struktur vegetasi yang
sama yaitu vegetasi rumput pada semua land use.
Kelembaban udara rumput pada kawasan CBD, industri dan perumahan
hampir tidak jauh berbeda dan bahkan kelembaban udara pada kawasan industri
dan kawasan perumahan sama. Sedangkan untuk kawasan taman kota,
kelembaban udara rumput cenderung jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena
pada kawasan taman kota terdapat banyak vegetasi dengan jarak tanam yang rapat
sehingga penerimaan sinar matahari oleh rumput pada kawasan ini tidak se
ekstrim pada kawasan lain sehingga rumput dapat dengan mudah menaikkan
kelembaban udara.
55,0
51,751,0 51,0
48,049,050,051,052,053,054,055,056,057,058,059,060,061,062,0
Kele
mb
ab
an
Ud
ara (
%)
Kawasan
Kelembaban Udara Rumput
Taman Kota
CBD
Perumahan
Industri
68
5.4 Analisis Kenyamanan
Hasil penelitian ini selain mengetahui perbedaan ikim mikro antar struktur
vegetasi RTH (pohon, semak dan rumput) pada empat kawasan berbeda, di
analisis pula tingkat kenyamanan yang ditentukan dari hasil pengukuran iklim
mikro pada keempat kawasan tersebut. Suhu udara dan kelembaban udara sangat
berpengaruh terhadap aktivitas pengguna kawasan. Lingkungan yang nyaman
dapat dirasakan pengguna untuk memenuhi kebutuhan fisik pengguna. Untuk
menyatakan rasa nyaman tersebut secara kuantitatif maka diperlukan pengukuran
THI (Temperature Humidity Indeks). Berikut adalah tabel pengukuran kenyaman
struktur vegetasi pada empat kawasan yang berbeda.
Tabel 12 Hasil Pengukuran THI (Temperature Humidity Indeks)
No. Kawasan Struktur
Vegetasi
Faktor THI
Kategori Suhu
Udara
(ºC)
RH (%) THI
1. Taman Kota
Pohon 30,3 61,0 27,9 Tidak Nyaman
Semak 34,2 55,7 31,2 Tidak Nyaman Rumput 35,2 55,0 32,0 Tidak Nyaman
2. CBD
Pohon 31,9 58,7 29,3 Tidak Nyaman
Semak 34,3 52,8 31,1 Tidak Nyaman Rumput 35,7 51,7 32,2 Tidak Nyaman
3. Perumahan
Pohon 34,0 58,1 31,2 Tidak Nyaman
Semak 34,7 57,0 31,7 Tidak Nyaman Rumput 37,7 51,0 34,0 Tidak Nyaman
4. Industri
Pohon 33,9 58,4 31,1 Tidak Nyaman
Semak 34,6 57,2 31,6 Tidak Nyaman Rumput 37,9 51,0 34,2 Tidak Nyaman
Tabel di atas menunjukkan nilai Temperature Humidity Indeks (THI) dari
struktur vegetasi RTH (pohon, semak dan rumput) di empat kawasan berbeda
yaitu kawasan taman kota, CBD, perumahan dan industri. Pada tabel di atas
terlihat bahwa semua struktur RTH pada empat kawasan tergolong kategori tidak
nyaman. Hal ini disebabkan karena suhu udara pada semua kawasan berkisar
antara 30,3 ºC- 37,9 ºC, sedangkan untuk kelembaban udara disemua kawasan
berkisar antara 51,0 – 61,0 persen. Selain itu, pengukuran iklim mikro dilakukan
pada saat tengah hari yaitu pada pukul 12.30-13.00 WIB sehingga tidak nyaman
bagi pengunjung. Suatu tempat dikategorikan nyaman bila memilki nilai THI 21
sampai 27, jika > 27 maka dikategorikan tidak nyaman. Pada tabel, struktur
69
vegetasi yang memilki nilai THI paling rendah adalah pohon mahoni pada
kawasan taman kota.
Nilai THI pohon mahoni pada kawasan taman kota adalah 27,9 mendekati
kategori nyaman. Hal ini dikarenakan pada kawasan taman kota masih di
dominasi oleh vegetasi sehingga menyebabkan pohon mahoni pada kawasan ini
mampu mereduksi suhu dan merendahkan nilai THI. Nilai THI tertinggi terdapat
pada kawasan industri di atas rumput dengan nilai 34,2. Hal ini disebabkan karena
pada kawasan industri, aktivitas yang dilakukan cenderung menimbulkan panas
dan polutan, vegetasi rumput pada kawasan ini pun tidak dapat mereduksi suhu
udara dengan baik sehingga tingkat kenyamanan pada vegetasi rumput cenderung
sangat rendah bila dibandingkan dengan THI pada vegetasi pohon dan semak
yang sedikit lebih tinggi. Tingkat kenyamanan paling baik secara keseluruhan di
setiap kawasan rata-rata berada pada struktur vegetasi pohon. Pohon dapat
meningkatkan aktivitas evapotranspirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara
dan menaikkan kelembaban udara disekitarnya. Selain itu, pohon memiliki tajuk
yang berfungsi menyebarkan sinar matahari yang masuk sehingga suhu udara di
bawah naungan pohon lebih rendah bila dibandingkan dengan vegetasi yang lain.
Berbeda halnya dengan semak yang memilki nilai THI lebih rendah bila
dibandingkan dengan nilai THI pada rumput. Pada semak, masih terdapat
naungan, sehingga kemampuan evapotransipirasinya masih cenderung tinggi bila
dibandingkan dengan rumput. Pada rumput tidak terdapat naungan, sehingga sinar
matahari yang masuk tidak dapat disebarkan yang dapat mengakibatkan
penyerapan sinar tersebut cenderung lebih cepat sehingga suhu udara pada rumput
cenderung lebih panas dan tidak nyaman. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa vegetasi semak masih lebih nyaman bila dibandingkan dengan vegetasi
rumput yang tanpa naungan.
Kawasan taman kota memilki nilai THI paling rendah yaitu berkisar 29,7-
32,0. Hal ini karena pada taman kota masih didominasi oleh vegetasi sehingga
memiliki nilai THI yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kawasan lainnya.
Kawasan CBD memiliki nilai THI masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
kawasan perumahan yaitu berkisar antara 29,3-32,2, hal ini disebabkan karena
kemampuan vegetasi dalam hal mereduksi suhu udara lebih tinggi dibandingkan
70
kawasan perumahan dan industri. Selain itu, pada kawasan CBD, dipengaruhi
arah pergerakan angin yang berhembus 180º yang menyebabkan kawasan ini
menjadi lebih sejuk. Kawasan perumahan memilki nilai THI berkisar antara 31,2
– 34,0. Hal ini dikarenakan lokasi perumahan dekat dengan kawasan industri dan
minim RTH sehingga kenyamanan pada perumahan ini masih tergolong rendah
dan bahkan memilki nilai THI yang tidak jauh berbeda dengan kawasan industri.
Nilai THI tertinggi terdapat pada kawasan industri dengan nilai THI
berkisar antara 31,1 – 34,2. Hal ini dikarenakan pada kawasan industri aktivitas
produksi cenderung menimbulkan panas dan polusi sehingga menyebabkan rasa
tidak nyaman pengguna bila berada terlalu lama pada kawasan ini. Selain itu,
bangunan dan pabrik yang mendominasi lingkungan industri menyebabkan
semakin panasnya kawasan industri artinya kawasan industri paling tidak nyaman
dibandingkan dengan tiga kawasan lain yaitu taman kota, CBD dan perumahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya nilai THI selain dari faktor
lingkungan seperti arah pergerakan udara dan lokasi pengambilan data, juga
disebabkan oleh kemampuan tiap jenis struktur vegetasi (pohon, semak dan
rumput) dalam mereduksi suhu dan meningkatkan kelembaban udara berbeda-
beda, maka dari itu perlu diperhatikan jenis pemilihan struktur jenis vegetasi pada
masing-masing kawasan tersebut. Sebagai contoh, kawasan industri yang
termasuk kedalam kategori paling tidak nyaman membutuhkan vegetasi penyerap
polutan, peredam bising dan vegetasi peneduh agar kualitas udara dan tingkat
kenyaman pada kawasan ini sedikit lebih baik.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian maka dapat di ambil beberapa
kesimpulan antara lain :
1. hasil interpretasi dan klasifikasi citra landsat 7 +ETM path/row 122/64
akuisisi tanggal 28 Agustus dan 13 September 2011 menyatakan bahwa
penutupan lahan kota Jakarta berdasarkan tiga klasifikasi penutupan lahan
yaitu untuk ruang terbangun sebesar 88,63 persen, untuk ruang terbuka
hijau sebesar 10,03 persen yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan
privat, dan sisanya merupakan badan air dengan luasan sebesar 1,34
persen dari seluruh luas wilayah kota Jakarta, sedangkan menurut UU No.
26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 tentang ruang terbuka hijau menyatakan
bahwa proporsi ruang terbuka hijau ideal adalah minimal 30 persen dari
total keseluruhan kota, sehingga dapat disimpulkan di kota Jakarta
keberadaan ruang terbuka hijau masih sangat kurang bagi kawasan kota
apalagi dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi.
2. berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro yang dilakukan pada empat
land use yang berbeda yaitu pada taman kota, CBD, perumahan dan
industri, hasil penelitian ini membuktikan hipotesis yang menyatakan
bahwa ada perbedaan nilai rata-rata suhu dan kelembaban udara pada
pohon, semak dan rumput. Struktur vegetasi pohon lebih efektif mereduksi
suhu udara 0,7ºC-4,9ºC lebih tinggi dibandingkan dengan struktur vegetasi
semak dan rumput. Struktur vegetasi pohon yang memiliki tajuk bulat dan
pola percabangannya lebih rapat, tinggi pohon sedang antara 6-10 m serta
berfungsi menaungi terbukti lebih efektif meningkatkan kenyamanan di
daerah sekitarnya. Oleh karena itu, disusunlah suatu rekomendasi RTH
berupa pemilihan struktur jenis dan karakteristik vegetasi yang sesuai pada
masing-masing kawasan untuk meningkatkan kenyamanan dan
menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik.
72
3. berdasarkan nilai THI (Temperature Humidity Indeks), semua land use
baik taman kota, CBD, perumahan dan industri dikategorikan tidak
nyaman karena rata-rata berada pada nilai > 27. Pada taman Suropati,
taman dikelilingi oleh bangunan sehingga pergerakan udara yang masuk
menjadi terhambat. Oleh karena itu, direkomendasikan penambahan
vegetasi pada bangunan dengan cara membuat vertical garden agar
kondisi iklim mikro pada taman Suropati dapat diperbaiki sehingga
menjadi nyaman. Pada kawasan CBD, minimnya RTH dan polusi dari
kendaraan bermotor menyebabkan nilai THI yang tinggi sehingga
direkomendasikan penyediaan RTH berbentuk linier sepanjang jalan untuk
mengefektifkan pemanfaatan lahan yang sempit.
4. kawasan perumahan memiliki RTH yang sangat minim. Salah satu upaya
memperbaiki kualitas iklim mikro pada kawasan perumahan guna
meningkatkan kenyamanan pengguna adalah dengan menyediakan taman
lingkungan yang baik dengan penanaman vegetasi pohon paling
mendominasi yang dikombinasikan dengan semak dan rerumputan untuk
menyeimbangkan dan menyelaraskan antara bangunan dan lingkungan
juga memiliki nilai estetika. Pada kawasan industri, tingginya tingkat
pencemaran udara yang dihasilkan dari proses produksi sehingga
direkomendasikan suatu penataan lanskap yang baik, dengan memperluas
area hutan kota yang sudah ada dan menanam vegetasi pohon penyerap
pencemar dalam jumlah yang banyak untuk mendapakan udara kawasan
yang sehat.
6.2 Saran
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan untuk penelitian lebih
lanjut mengenai analisis kemampuan RTH bergerombol maupun RTH berbentuk
linier dalam mengurangi permasalahan lingkungan dengan metode yang lebih
baik lagi sehingga dapat tercipta suatu kawasan kota yang nyaman.
73
DAFTAR PUSTAKA
[BAPEDA] Badan Pemerintah Daerah. 2010. Revisi Rencana Tata Ruang dan
Wilayah DKI Jakarta. Jakarta : Bapeda DKI Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. DKI Jakarta dalam Angka. Jakarta :BPS.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatn Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. [5 September
2012].
Anonim.2011. Peta Jakarta. dalam www.google.com/images. Diakses pada 25
Juli 2012.
Anonim.2010. Central Business Distric.http://en.wikipedia.org/wiki/central
business distric. Diakses pada [15 September 2012]
Asteriani, Febby.2005. Analisis Peringkat Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi Ruko
Pandang Pengguna dan Pengembang Ruko di Kota Pekanbaru [Tesis]
MPKD. UGM. Yogyakarta.
Budiharjo, E. 2005.Tata Ruang Perkotaan. Bandung : PT Alumni.
Dahlan E.N. 2004.Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan
Kota.Bogor: IPN Press.
Dirdjojuwono R.W. 2004. Kawasan Industri Indonesia. Bogor: Pustaka
Wirausaha Muda.
Fandheli C., Muhammad. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Menkonservasi
Lanskap. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Handoko.1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : Pustaka Jaya
Indriyanto.2006. Ekologi Hutan. Cetakan I. Jakarta : Bumi Aksara
Irwan Z. D.2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Joga, N. ,Ismaun, I.2011.RTH 30% Resolusi (kota) Hijau. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Kartasapoetra A.G. 2004. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Karyono, T. H. 2010. Green Architecture Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau
di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
74
Chiara JD, Koppelman LE. 1975. Kriteria Perencanaan dan Perancangan Kota.
Newyork : Regional Plan Association, Inc.
Lakitan B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Lillesand T, Kiefer R. 1990. Remote Sensing and Image Interpretation.US
America: John Wiley & Sons.
Purwadhi S. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Grasindo.
Rustiadi E. dkk. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta:
Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Sarwono J. 2009. Statistik itu Mudah. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Sukawi. 2008. Taman Kota dan Upaya Penguranagan Suhu Lingkungan
Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang) [Skripsi]. Universitas Diponegoro.
76
Lampiran 1 Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM
CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT -----------------------------------------
Image File : d:/penelitian/erdas hasil penelitian/yang 2 peta/recode.img
User Name : AXIOO
Date : Sat Jun 16 00:51:14 2012
ACCURACY TOTALS
----------------
Class Reference Classified Number Producers Users
Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy
---------- ---------- ---------- ------- --------- -----
0 0 0 0 --- ---
Lahan Terbuka 9 7 7 77.78% 100.00%
Lahan Terbangun 15 13 13 86.67% 100.00%
Badan Air 7 11 7 100.00% 63.64%
Totals 31 31 27
Overall Classification Accuracy = 87.10%
----- End of Accuracy Totals -----
KAPPA (K^) STATISTICS
---------------------
Overall Kappa Statistics = 0.8019
Conditional Kappa for each Category.
------------------------------------
Class Name Kappa
---------- -----
0.0000
Lahan Terbuka 0.5303
Lahan Terbangun 2.0000 Badan Air 0.0000
----- End of Kappa Statistics -----
77
Lampiran 2 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Taman Kota
Menit
ke-
Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%)
Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput
1. 30,1 34,5 35,3 61,3 56,3 56,3
2. 30,1 34,6 35,4 62,0 56,3 56,0
3. 30,1 34,5 35,4 61,7 56,0 56,0
4. 30,1 34,5 35,5 61,7 55,7 55,3
5. 30,1 34,4 35,5 61,7 55,7 55,3
6. 30,2 34,4 35,5 61,7 55,3 55,3
7. 30,2 34,3 35,5 61,7 55,7 55,3
8. 30,3 34,3 35,5 61,7 55,3 55,0
9. 30,3 34,3 35,5 61,3 55,3 55,0
10. 30,3 34,2 35,4 61,0 55,7 55,0
11. 30,3 34,2 35,4 61,3 55,7 55,0
12. 30,3 34,1 35,3 61,0 56,0 54,7
13. 30,3 34,0 35,2 61,0 56,0 55,3
14. 30,3 34,1 35,2 61,0 56,0 55,3
15. 30,3 34,1 35,1 61,0 56,0 55,3
16. 30,3 34,0 35,0 60,7 55,3 55,0
17. 30,4 34,0 35,0 60,7 55,7 55,0
18. 30,4 33,8 34,9 60,7 56,0 55,0
19. 30,4 33,8 35,0 60,7 55,7 54,7
20. 30,3 33,8 34,9 60,7 55,7 54,7
21. 30,3 33,9 35,1 61,0 56,0 54,7
22. 30,4 33,9 35,0 60,3 56,0 54,7
23. 30,4 34,1 35,0 60,3 56,0 54,7
24. 30,3 34,2 35,1 60,0 56,0 54,7
25. 30,3 34,3 35,1 60,3 55,7 54,7
26. 30,2 34,4 35,3 60,7 55,3 54,3
27. 30,2 34,5 35,2 60,7 55,3 54,7
28. 30,3 34,5 35,4 60,7 55,7 54,0
29. 30,3 34,5 35,4 61,3 55,3 54,7
30. 30,2 34,5 35,5 61,3 55,3 54,3
Rata-
rata 30,3 34,2 35,2 61,0 55,7 55,0
78
Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan CBD
Menit
ke-
Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%)
Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput
1. 31,6 33,9 35,5 59,0 54,0 52,7
2. 31,7 34,0 35,5 59,3 53,3 52,7
3. 31,7 34,1 35,6 59,3 53,3 52,3
4. 31,8 34,2 35,6 59,0 53,3 52,0
5. 31,8 34,3 35,7 59,0 53,3 51,3
6. 31,8 34,4 35,7 59,0 53,0 51,7
7. 31,9 34,4 35,7 58,7 53,0 51,7
8. 31,9 34,4 35,7 58,7 52,3 51,3
9. 31,9 34,4 35,8 58,3 52,3 51,3
10. 31,9 34,4 35,7 58,3 53,0 51,7
11. 32,0 34,3 35,7 58,7 53,0 51,7
12. 32,0 34,3 35,7 58,7 53,0 51,7
13. 32,0 34,6 35,8 58,7 52,0 51,3
14. 32,0 34,6 35,8 58,3 52,3 51,3
15. 32,0 34,6 35,8 58,3 52,3 51,0
16. 31,9 34,6 35,8 58,3 52,3 51,3
17. 32,1 34,5 35,8 58,3 52,3 51,7
18. 32,1 34,5 35,8 59,0 52,3 51,7
19. 32,1 34,4 35,9 59,0 52,3 52,0
20. 32,1 34,4 35,9 58,7 52,3 52,0
21. 32,1 34,3 35,8 58,3 52,7 51,3
22. 32,1 34,3 35,8 58,3 52,7 51,3
23. 32,1 34,4 35,8 58,3 52,3 51,7
24. 32,0 34,3 35,8 58,7 52,7 51,7
25. 32,0 34,3 35,8 58,7 52,7 51,3
26. 32,0 34,2 35,8 58,7 53,0 51,3
27. 32,0 34,1 35,8 59,0 53,0 51,3
28. 31,9 34,0 35,7 59,0 53,0 52,0
29. 31,9 34,0 35,7 58,7 53,0 52,0
30. 31,8 33,8 35,7 59,3 54,0 52,7
Rata-
rata 31,9 34,3 35,7 58,7 52,8 51,7
79
Lampiran 4 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Perumahan
Menit
ke-
Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%)
Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput
1. 34,0 35,0 37,3 58,0 56,3 52,3
2. 34,0 35,0 37,4 58,3 56,3 52,0
3. 34,0 35,0 37,5 57,7 56,7 51,7
4. 34,0 35,0 37,5 58,0 56,7 51,7
5. 34,0 34,9 37,6 58,3 56,7 51,7
6. 34,0 34,9 37,6 58,3 57,0 51,7
7. 34,0 34,9 37,6 58,3 57,0 51,3
8. 34,0 34,8 37,6 58,3 57,0 51,3
9. 34,0 34,8 37,6 58,3 57,0 51,0
10. 34,0 34,8 37,6 58,3 57,0 51,3
11. 34,0 34,8 37,7 58,3 57,3 51,3
12. 33,9 34,6 37,6 58,3 57,7 51,7
13. 33,9 34,6 37,7 58,3 57,7 51,3
14. 34,0 34,6 37,7 58,3 57,7 51,0
15. 33,9 34,6 37,7 58,3 57,3 51,0
16. 33,9 34,5 37,7 58,3 57,0 51,0
17. 33,9 34,6 37,7 58,3 57,0 51,0
18. 34,0 34,6 37,8 58,0 57,3 51,0
19. 34,0 34,6 37,8 58,0 57,0 51,0
20. 33,9 34,6 37,9 58,0 56,7 50,7
21. 33,9 34,6 37,8 58,0 57,0 50,7
22. 33,9 34,6 37,9 58,0 57,0 50,7
23. 33,9 34,7 37,8 58,0 57,3 50,3
24. 33,9 34,7 37,9 58,0 57,3 50,3
25. 34,0 34,6 37,9 57,7 57,0 50,7
26. 34,0 34,6 37,9 57,7 57,0 50,3
27. 33,9 34,6 37,9 58,0 57,0 50,3
28. 34,0 34,6 37,9 58,0 57,3 50,3
29. 34,0 34,5 37,8 58,0 57,0 50,0
30. 34,0 34,4 37,8 58,0 56,7 50,0
Rata-
rata 34,0 34,7 37,7 58,1 57,0 51,0
80
Lampiran 5 Data Hasil Pengukuran Iklim Mikro di Kawasan Industri
Menit
ke-
Suhu Udara (ºC) Kelembaban Udara (%)
Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput
1. 33,2 33,6 35,7 59,3 60,3 55,7
2. 33,2 33,6 35,7 59,3 60,3 55,7
3. 33,3 33,7 36,1 59,3 60,3 55,3
4. 33,3 33,9 36,3 59,7 60,3 55,0
5. 33,4 34,0 36,4 59,7 59,7 54,7
6. 33,5 34,1 36,6 60,0 59,0 54,0
7. 33,5 34,2 36,7 60,0 58,7 54,0
8. 33,6 34,2 36,9 59,7 58,7 53,3
9. 33,8 34,2 37,1 59,0 58,7 53,0
10. 33,9 34,3 37,3 58,7 58,0 52,0
11. 33,9 34,4 37,3 58,7 57,7 52,0
12. 33,8 34,4 37,5 58,7 57,7 52,0
13. 33,8 34,5 37,5 58,7 57,7 52,0
14. 33,9 34,6 37,7 58,0 58,0 51,7
15. 33,9 34,6 37,7 58,0 57,7 51,7
16. 33,9 34,6 38,3 58,0 57,3 50,7
17. 34,0 34,7 38,4 58,3 56,7 50,0
18. 34,0 34,7 38,6 58,3 56,7 49,7
19. 34,0 34,8 38,7 58,3 56,7 49,7
20. 34,0 35,0 38,7 58,0 56,3 49,3
21. 34,1 35,0 38,9 57,7 56,0 49,3
22. 34,1 35,1 38,9 57,7 55,3 49,0
23. 34,2 35,1 39,1 57,3 55,3 48,7
24. 34,2 35,2 39,1 57,3 55,0 48,3
25. 34,3 35,2 39,3 57,0 54,7 48,0
26. 34,3 35,1 39,3 57,0 54,3 48,0
27. 34,2 35,1 39,4 57,3 54,3 47,3
28. 34,1 35,1 39,4 57,3 54,7 47,3
29. 34,2 35,1 39,5 57,3 54,7 47,0
30. 34,2 35,2 39,5 57,3 54,7 47,0
Rata-
rata 33,9 34,6 37,9 58,4 57,2 51,0
81
Lampiran 6 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi
pada Kawasan Taman Suropati
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Suhu Pohon 30 30.2600 .09685 .01768 30.2238 30.2962 30.10 30.40
Semak 30 34.2233 .24591 .04490 34.1315 34.3152 33.80 34.60
Rumput 30 35.2533 .20634 .03767 35.1763 35.3304 34.90 35.50
Total 90 33.2456 2.17308 .22906 32.7904 33.7007 30.10 35.50
RH Pohon 30 61.0400 .50963 .09305 60.8497 61.2303 60.00 62.00
Semak 30 55.7333 .31441 .05740 55.6159 55.8507 55.30 56.30
Rumput 30 55.0000 .49827 .09097 54.8139 55.1861 54.00 56.30
Total 90 57.2578 2.74251 .28909 56.6834 57.8322 54.00 62.00
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Suhu Between Groups 417.023 2 208.511 5564.000 .000
Within Groups 3.260 87 .037
Total 420.283 89
RH Between Groups 651.801 2 325.900 1611.107 .000
Within Groups 17.599 87 .202
Total 669.400 89
82
Lampiran 7 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi
pada Kawasan CBD Cempaka Putih
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Suhu Pohon 30 31.9400 .13544 .02473 31.8894 31.9906 31.60 32.10
Semak 30 34.3000 .21173 .03866 34.2209 34.3791 33.80 34.60
Rumput 30 35.4367 .50820 .09278 35.2469 35.6264 34.50 35.90
Total 90 33.8922 1.49983 .15810 33.5781 34.2064 31.60 35.90
RH Pohon 30 58.7200 .33363 .06091 58.5954 58.8446 58.30 59.30
Semak 30 52.8000 .50583 .09235 52.6111 52.9889 52.00 54.00
Rumput 30 51.7000 .45713 .08346 51.5293 51.8707 51.00 52.70
Total 90 54.4067 3.13027 .32996 53.7510 55.0623 51.00 59.30
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Suhu Between Groups 190.883 2 95.441 890.764 .000
Within Groups 9.322 87 .107
Total 200.205 89
RH Between Groups 855.368 2 427.684 2226.988 .000
Within Groups 16.708 87 .192
Total 872.076 89
83
Lampiran 8 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi
pada Kawasan Perumahan Metland Menteng
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Suhu Between Groups 235.802 2 117.901 6262.129 .000
Within Groups 1.638 87 .019
Total 237.440 89
RH Between Groups 875.875 2 437.937 2546.545 .000
Within Groups 14.962 87 .172
Total 890.837 89
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Suhu Pohon 30 33.9633 .04901 .00895 33.9450 33.9816 33.90 34.00
Semak 30 34.7033 .16914 .03088 34.6402 34.7665 34.40 35.00
Rumput 30 37.7067 .15960 .02914 37.6471 37.7663 37.30 37.90
Total 90 35.4578 1.63336 .17217 35.1157 35.7999 33.90 37.90
RH Pohon 30 58.1100 .20060 .03662 58.0351 58.1849 57.70 58.30
Semak 30 57.0333 .34274 .06258 56.9054 57.1613 56.30 57.70
Rumput 30 51.0200 .59850 .10927 50.7965 51.2435 50.00 52.30
Total 90 55.3878 3.16376 .33349 54.7251 56.0504 50.00 58.30
84
Lampiran 9 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Struktur Vegetasi
pada Kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP)
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Suhu Pohon 30 33.8600 .33590 .06133 33.7346 33.9854 33.20 34.30
Semak 30 34.5767 .50901 .09293 34.3866 34.7667 33.60 35.20
Rumput 30 37.9200 1.23467 .22542 37.4590 38.3810 35.70 39.50
Total 90 35.4522 1.94516 .20504 35.0448 35.8596 33.20 39.50
RH Pohon 30 58.3633 .94922 .17330 58.0089 58.7178 57.00 60.00
Semak 30 57.1833 1.98131 .36174 56.4435 57.9232 54.30 60.30
Rumput 30 51.0467 2.80870 .51280 49.9979 52.0955 47.00 55.70
Total 90 55.5311 3.81392 .40202 54.7323 56.3299 47.00 60.30
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Suhu Between Groups 281.751 2 140.875 222.865 .000
Within Groups 54.994 87 .632
Total 336.745 89
RH Between Groups 925.847 2 462.923 109.220 .000
Within Groups 368.746 87 4.238
Total 1294.593 89
85
Lampiran10 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Pohon pada Empat
Kawasan
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum
Maximu
m
Lower Bound Upper Bound
Suhu Taman Kota 30 30.260 .0968 .0177 30.224 30.296 30.1 30.4
CBD 30 31.940 .1354 .0247 31.889 31.991 31.6 32.1
Perumahan 30 33.963 .0490 .0089 33.945 33.982 33.9 34.0
Industri 30 33.860 .3359 .0613 33.735 33.985 33.2 34.3
Total 120 32.506 1.5443 .1410 32.227 32.785 30.1 34.3
RH Taman Kota 30 61.040 .5096 .0930 60.850 61.230 60.0 62.0
CBD 30 58.720 .3336 .0609 58.595 58.845 58.3 59.3
Perumahan 30 58.110 .2006 .0366 58.035 58.185 57.7 58.3
Industri 30 58.363 .9492 .1733 58.009 58.718 57.0 60.0
Total 120 59.058 1.2989 .1186 58.824 59.293 57.0 62.0
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Suhu Between Groups 279.660 3 93.220 2608.393 .000
Within Groups 4.146 116 .036
Total 283.806 119
RH Between Groups 162.715 3 54.238 165.323 .000
Within Groups 38.057 116 .328
Total 200.772 119
86
Lampiran11 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Semak pada Empat
Kawasan
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Suhu Taman Kota 30 34.2233 .24591 .04490 34.1315 34.3152 33.80 34.60
CBD 30 34.3000 .21173 .03866 34.2209 34.3791 33.80 34.60
Perumahan 30 34.7033 .16914 .03088 34.6402 34.7665 34.40 35.00
Industri 30 34.5767 .50901 .09293 34.3866 34.7667 33.60 35.20
Total 120 34.4508 .36691 .03349 34.3845 34.5172 33.60 35.20
RH Taman Kota 30 55.7333 .31441 .05740 55.6159 55.8507 55.30 56.30
CBD 30 52.8000 .50583 .09235 52.6111 52.9889 52.00 54.00
Perumahan 30 57.0333 .34274 .06258 56.9054 57.1613 56.30 57.70
Industri 30 57.1833 1.98131 .36174 56.4435 57.9232 54.30 60.30
Total 120 55.6875 2.04814 .18697 55.3173 56.0577 52.00 60.30
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Suhu Between Groups 4.623 3 1.541 15.684 .000
Within Groups 11.397 116 .098
Total 16.020 119
RH Between Groups 371.656 3 123.885 112.681 .000
Within Groups 127.535 116 1.099
Total 499.191 119
87
Lampiran12 Hasil Uji Anova-One Way Hubungan Antar Rumput pada Empat
Kawasan
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Suhu Taman Kota 30 35.2533 .20634 .03767 35.1763 35.3304 34.90 35.50
CBD 30 35.7400 .09685 .01768 35.7038 35.7762 35.50 35.90
Perumahan 30 37.7067 .15960 .02914 37.6471 37.7663 37.30 37.90
Industri 30 37.9200 1.23467 .22542 37.4590 38.3810 35.70 39.50
Total 120 36.6550 1.33378 .12176 36.4139 36.8961 34.90 39.50
RH Taman Kota 30 55.0000 .49827 .09097 54.8139 55.1861 54.00 56.30
CBD 30 51.7000 .45713 .08346 51.5293 51.8707 51.00 52.70
Perumahan 30 51.0200 .59850 .10927 50.7965 51.2435 50.00 52.30
Industri 30 51.0467 2.80870 .51280 49.9979 52.0955 47.00 55.70
Total 120 52.1917 2.20159 .20098 51.7937 52.5896 47.00 56.30
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Suhu Between Groups 165.244 3 55.081 137.545 .000
Within Groups 46.453 116 .400
Total 211.697 119
RH Between Groups 324.369 3 108.123 49.688 .000
Within Groups 252.423 116 2.176
Total 576.792 119