pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung daphnia
DESCRIPTION
Fisiologi HewanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makhluk hidup memiliki suhu tertentu untuk dapat tumbuh dengan optimal.
Seperti pada manusia memiliki suhu inti normal yang dipertahankan oleh tubuh
sekitar 36,5 ̊ C -37,5 ̊ C. Begitu pula dengan hewan, ada dua jenis hewan berdasarkan
pengaruh suhu lingkungan. Poikiloterm adalah hewan yang suhu tubuhnya dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dapat juga disebut dengan hewan berdarah dingin
contohnya adalah reptil, amphibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata. Kedua adalah
homoiterm, yaitu hewan-hewan yang dapat mempertahankan suhu tubuhnya dari
pengaruh suhu lingkungan, antara lain adalah mamalia dan burung.
Perubahan suhu yang terjadi pada lingkungan mempengaruhi kondisi fisiologi
makhluk hidup, salah satunya adalah kecepatan denyut jantung. Menurut (Tobin,
2005) suhu berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Semakin tinggi suhu maka
aktivitas molekul juga akan semakin tinggi akibat dari tingginya energi kinetik yang
ditimbulkan oleh panas (Chang, 1996). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
oleh (Ariana, 2013) tentang pengaruh lingkungan terhadap denyut jantung Daphnia
sp. menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
denyut jantung Daphnia sp. salah satunya adalah suhu lingkungan. Semakin tinggi
suhu lingkungan, maka denyut jantung Daphnia sp. akan semakin cepat. Sebaliknya,
jika suhu lingkungan rendah, maka kecepatan denyut jantung akan semakin lambat.
Daphnia sp. adalah salah satu contoh hewan avertebrata yang termasuk ke dalam
subfilum crustacea. Hewan ini secara umum hidup di perairan tawar misalkan kolam
kecil hingga danau yang luas. Secara morfologi, tubuh Daphnia terlihat transparan
jika dilihat menggunakan mikroskop. Hewan ini sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan sehingga sangat mudah untuk diamati dan digunakan sebagai hewan uji
hayati.Oleh karena itu, kami melakukan percobaan untuk mengetahui bagaimana cara
mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan bagaimana pengaruh suhu
terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada percobaan ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. ?
2. Bagaimana frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan pengaruh suhu terhadap
frekuensi denyut jantung Daphnia sp.?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diperoleh tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. ?
2. Bagaimana frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan pengaruh suhu terhadap
frekuensi denyut jantung Daphnia sp.?
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Daphnia sp.
Konduksi dan konveksi pada hewan poikiloterm yang hidup bergantung pada
keseimbangan suhu tubuhnya dengan kondisi air di sekelilingnya. Kenaikan suhu
tubuh akan mempengaruhi laju metabolisme dan meningkatkan laju respirasi,
sebaliknya penurunan suhu tubuh dapat juga menurunkan laju respirasi (Mukoginta,
2003). Hewan poikiloterm yang hidup di akuatik salah satunya adalah Daphnia sp
yang merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga
sangat mudah untuk diamati dan digunakan sebagai hewan uji hayati. Hewan ini
merupakan sejenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam atau
danau. Daphnia sp. merupakan hewan poikiloterm atau ektoterm, maka pada suhu
yang semakin meningkat, Daphnia sp. juga akan melakukan adaptasi morfologis
yang serupa dengan hewan ektoterm pada umumnya yaitu dengan mempertinggi
konduktan dan mempercepat aliran darah agar panas mudah terlepas dari tubuh,
karena afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen turun.
Daphnia sp membutuhkan pH sedikit alkalin yaitu antara 6,7 sampai 9,2. Seperti
halnya makhluk akuatik lainnya, pH tinggi dan kandungan amonia yang tinggi dapat
bersifat mematikan bagi Daphnia sp (Mukoginta, 2003). Daphnia sp. hidup pada
suhu antara 18-24°C. Selang suhu ini merupakan selang suhu optimal bagi
pertumbuhan dan perkembangan Daphnia sp. Diluar selang suhu tersebut Daphnia
sp akan cenderung dorman. Daphnia sp merupakan filter feeder, artinya mereka
"memfilter" air untuk medapatkan pakannya berupa mahluk-mahluk bersel tunggal
seperti alga dan jenis protozoa lain serta detritus organic (Mukoginta, 2003). Selain
itu, mereka juga membutuhkan vitamin dan mineral dari dalam air. Mineral yang
harus ada dalam air adalah kalsium.
Gambar 1. (Sumber: Pangkey, 2009)
B. Mekanisme Pengeluaran Panas
Eksoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap
panas lingkungan). Suhu tubuh hewan eksoterm cenderung berfluktuasi, tergantung
pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan,
amphibia, dan reptilia. Suhu tubuh hewan poikiloterm atau eksoterm ditentukan oleh
keseimbangan kondisi suhu lingkungan dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya
kondisi suhu lingkungan. Pada hewan poikiloterm air, suhu tubuhnya sangat
ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konfektif dengan air mediumnya dan
suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara
metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas memiliki insulasi
sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil (Goenarso, 2005).
Hewan poikiloterm merupakan hewan yang menyesuaikan suhu tubuhnya
dengan fluktuasi suhu lingkungan. Anggapan bahwa hewan poikiloterm tidak
melakukan usaha untuk mempertahankan suhu tubuhnya ternyata kurang tepat, hal ini
dikarenakan dalam hidupnya banyak usaha yang dilakukan oleh hewan poikiloterm
untuk mempertahankan suhu tubuhnya (Goenarso, 2005).
Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh yang membuat sel-sel mampu
berfungsi secara efisien. Mekanisme pengeluaran panas terdapat empat proses fisik
yang bertanggung jawab atas perolehan panas dan kehilangan panas yaitu:
a. Konduksi
Konduksi yaitu perpindahan langsung gerakan termal (panas) antara molekul-
molekul lingkungan dengan molekul-molekul permukaan tubuh misalnya seekor
hewan duduk dalam koam air dingin atau diatas batu yang panas akan selalu
dihantarkan dari benda bersuhu lebih tinggi ke benda bersuhu lebih rendah.
b. Konveksi
Konveksi yaitu perpindahn panas melalui pergerakan udara atau cairan
melewati permukaan tubuh seperti ketika tiupan angin turut menghilangkan panas
dari permukaan tubuh hewan yang berkuit kering.
c. Radiasi
Radiasi yaitu pancaran gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh
semua benda yang lebih hangat dari suhu yang absolute nol termasuk tubuh
hewan dan matahari contohnya hewan menyerap panas radiasi dari matahari.
d. Evaporasi
Evaporasi atau penguapan adalah kehilangan panas dari permukaan cairan
yang hilang berupa molekulnya yang berubah menjadi gas evaporasi air dari
seekor hewan memberi efek pendinginan yang signifikan pada permukaan hewan
itu. Konveksi dan evaporasi merupakan penyebab kehilangan panas yang paling
bervariasi. (Campbell, 2004).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Denyut Jantung Daphnia
sp.
Denyut jantung Daphnia sp. akan semakin cepat ketika suhu semakin tinggi dan
akan semakin lambat ketika suhu semakin rendah. Penambahan zat kimia (alkohol)
akan mengakibatkan denyut jantung Daphnia sp. cepat dan lama kelamaan akan
menurun (Ariana, 2013).
Soetrisno (1987) berpendapat bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
fisiologi atau denyut jantung, diantaranya adalah :
a. Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta pengaruh
zat kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik frekuensi
denyut jantungnya.
b. Temperatur dimana akan mempengaruhi denyut jantung, dimana denyut
jantung akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh
c. Hewan kecil mempunyai denyut cepat daripada hewan besar
d. Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan
hewan tua. Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil dan
pengaruh hambatan berkurang.
Menurut Pangkey (2009) beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan
denyut jantung Daphnia sp. adalah:
a. Aktivitas
Dalam keadaan tenang dan tidak banyak bergerak akan mempengaruhi denyut
jantung pada Daphnia sp. yaitu menjadi semakin lambat.
b. Ukuran dan umur
Daphnia sp. yang memiliki ukuran tubuh lebih besar cenderung mempunyai
denyut jantung yang lebih lambat.
c. Cahaya
Pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. akan mengalami penurunan
sedangkan pada daerah yang cukup cahaya denyut jantung Daphnia sp. akan
mengalami peningkatan.
d. Temperatur
Denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu meningkat.
e. Obat-obat (senyawa kimia)
Zat kimia akan menyebabkan aktivitas denyut jantung Daphnia sp. menjadi
tinggi atau meningkat.
D. Faktor-Fktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Menurut Goenarso (2005) faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah:
a. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak
coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan
saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan
produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
b. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda. Hal ini memberi dampak
jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula.
c. Hormon tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia
dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
d. Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormon) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh
juga meningkat.
e. Demam (peradangan)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
f. Hormon kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-
kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas.
Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena
pengeluaran hormon progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu
tubuh sekitar 0,3 - 0,6°C di atas suhu basal.
g. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20-
30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang
dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang
mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia).
Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah
mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik,
dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan
jaringan yang lain.
h. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, juga
mengakibatkan gesekan antar komponen otot/organ yang menghasilkan energi
termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 - 40,0
°C.
i. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai
zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang
peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang
sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh
terganggu.
j. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin.
Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia.
Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar
melalui kulit. Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena
panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke
fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung
banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi
(kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi
panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit
merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh
(Goenarso, 2005).
E. Pusat Termoregulasi
Pusat termoregulasi terdapat di hipotalamus yaitu:
a. Hipotalamus anterior yang berfungsi sebagai regulator terhadap suhu panas,
situasi pada hipotalamus anterior akan menyebabkan hipotermia.
b. Hipotalamus posterior yang berfungsi sebagai regulator terhadap suhu dingin
stimulasi pada hipotalamus postteriaor akan menyebabkan hipertermia ,
peningkatan termogenesis seperti menggigil, rasa lapar, peningkatan TSH,
penurunan termolisis yaitu : vasokontriksi perifer, curling up, memakai baju
tebal (Ernawati, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen, karena pada penelitian ini
terdapat variabel-variabel yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah.
B. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Selasa, 15 Desember 2015
Pukul : 13.00-selesai
Tempat : Laboratorium fisiologi hewan gedung C10 Universtas Negeri
Surabaya
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Mikroskop 1 buah
b. Gelas obyek 1 buah
c. Gelas piala 1 buah
d. Gelas arloji 1 buah
e. Pipet tetes 1 buah
f. Termometer 1 buah
g. Statif 1 buah
h. Klem 1 buah
2. Bahan
a. Kultur Daphnia sp.
b. Es batu
c. Air hangat
D. Variabel
1. Variabel manipulasi : suhu
2. Variabel Kontrol : jenis Daphnia , jenis air, dan jenis es batu, waktu
3. Variabel respon : frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan
koefisien aktivitas (Q)
E. Langkah Kerja
1. Menyiapkan kultur Daphnia pada suhu awal (10ºC, 15ºC, 20ºC, 25ºC ).
2. Meletakkan Daphnia pada gelas arloji yang berada pada suhu yang telah
ditentukan (diletakkan di atas es batu atau air dengan suhu yang dikehendaki).
3. Dengan pipet, memindahkanlah secara hati-hati seekor Daphnia pada gelas
arloji lain sambil melihat bagian bawah mikroskop.
4. Menambahkanlah air secukupnya pada kaca arloji agar Daphnia tidak
kekeringan. mengatur letak Daphnia dengan posisi tubuh miring hingga
jantungnya tampak jelas dan mudah diikuti denyutnya.
5. Setelah tampak denyutan jantung, menghitung jumlah denyut setiap 15 detik [
dengan menggunakan penunjuk detik pada stopwatch].
6. Membuat tiga kali pengukuran dan hasilnya dirata-rata. Pada setiap kali
pengukuran suhu tetap pada suhu yang dikehendaki. setiap selesai satu kali
pengukuran Daphnia dikembalikan pada air dengan suhu yang telah
ditentukan.
7. Daphnia dipindahkan ke tempat baru [10ºC lebih tinggi daripada suhu awal]
8. Mengukur denyut jantung Daphnia pada suhu yang baru. Pengukuran
dilakukan seperti cara/ langkah pada urutan 4.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil dalam bentuk
tabel dan grafik sebagai berikut:
Tabel 4.1 Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Frekuensi Denyut Jantung Daphnia
sp.
Suhu
Awal
(OC)
Frekuensi Denyut
Jantung (kali/15 s)Rerata
Suhu
Akhir
(OC)
Frekuensi Denyut
Jantung (kali/15 s)Rerata
10 38 36 28 34 20 32 28 24 28
15 28 27 26 27 25 23 26 25 24,3
20 15 14 22 17 30 19 17 18 18
25 24 19 24 22,3 35 26 24 32 27,3
Grafik 4.1 Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Frekuensi Denyut Jantung Daphnia sp.
10 15 20 2505
10152025303540
Suhu (oC)
Frek
uens
i Den
yut J
antu
ng
(kal
i/15
s)
B.
Analisis
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui pengaruh suhu lingkungan terhadap frekuensi
denyut jantung Daphnia sp. Pada suhu awal 10OC frekuensi denyut jantung per 15
detik yaitu 38, 36, 28 dengan rata-rata 34 kali/15 detik, 15OC frekuensi denyut jantung
per 15 detik yaitu 28, 27, 26 dengan rata-rata 27 kali/15 detik, 20OC frekuensi denyut
jantung per 15 detik yaitu 15, 14, 22 dengan rata-rata 17 kali/15 detik, 25OC frekuensi
denyut jantung per 15 detik yaitu 24, 19, 24 dengan rata-rata 22,3 kali/15 detik. Pada
suhu akhir 20OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 32, 28, 24 dengan rata-
rata 28 kali/15 detik, 25OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 23, 26, 25
dengan rata-rata 24,3 kali/15 detik, 30OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu
19, 17, 18 dengan rata-rata 18 kali/15 detik, 35OC frekuensi denyut jantung per 15
detik yaitu 26, 24, 32 dengan rata-rata 27,3 kali/15 detik. Hasil tersebut kemudian
diolah dalam grafik 4.1 yakni grafik pengaruh lingkungan terhadap frekuensi denyut
Daphnia sp. Sumbu X merupakan suhu awal dengan satuan OC dan sumbu Y
merupakan frekuensi denyut jantung dengan satuan kali/15 detik. Pada suhu awal
10OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 34 kali/15 detik, 15OC frekuensi
denyut jantung per 15 detik yaitu 27 kali/15 detik, 20OC frekuensi denyut jantung per
15 detik 17 kali/15 detik, 25OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 22,3
kali/15 detik sedangkan grafik 4.2 tentang pengaruh suhu lingkungan terhadap
koefisien aktivitas atau Q10. Sumbu X merupakan suhu awal dan sumbu Y merupakan
Q10. Pada suhu awal 10OC Q10 yaitu 2,067, suhu 15OC Q10 yaitu 1,710, suhu 20OC Q10
yaitu 1,167 dan suhu 25OC Q10 yaitu 1,653.
Grafik 4.2 Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Q10 Daphnia sp.10 15 20 25
0
1
2
3
Suhu (oC)
Q10
C. Pembahasan
Menurut hasil analisis percobaan diatas menunjukkan bahwa pada suhu tertentu
denyut jantung Daphnia sp.mengalami kenaikan dan penurunan. Pada rentangan suhu
awal 10OC hingga 20OC denyut jantung mengalami penurunan namun pada suhu
25OC mengalami kenaikan sehingga suhu 20OC merupakan titik balik grafik pengaruh
suhu lingkungan terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan dengan demikian
semakin besar suhu maka semakin lambat frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan
pada suhu tertentu mengalami kenaikan kembali. Hal ini kurang sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa kenaikan suhu berbanding lurus dengan frekuensi denyut
jantung Daphnia sp. Semakin besar suhu lingkungan maka semakin cepat frekuensi
denyut jantung Daphnia sp. Mekanisme kerja jantung Daphnia sp. berbanding lurus
dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya pada hewan-hewan dewasa.
Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 220C – 310C dan
pH 6,5 – 7,4 sehingga jika temperatur turun maka laju metabolisme turun dan
menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen. (Pennak 1853).
Menurut Waterman (1960) mengemukakan bahwa hewan kecil memiliki
frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa baik itu pada suhu
atau temperatur panas, sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya
kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut.
Selain itu teori menyatakan bahwa denyut jantung Daphnia sp. pada keadaan
normal sebanyak 120 denyut per menit sedangkan pada percobaansuhu normal yakni
25OC jantung Daphnia sp. berdenyut 89.2 kali per menit. Hal ini kurang sesuai
dengan karena pada kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp.
ini dapat berubah-ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung
lebih cepat pada waktu sore hari, pada saat densitas populasi rendah, pada saat betina
mengerami telur. dalam keadaan ini mungkin pada saat melakukan pengamatan
organisme mengalami stress atau kondisi yang kurang optimal (Barness, 1966).
Menurut Waterman (1960) pada lingkungan dengan suhu tinggi akan
meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan
berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp. namun pada percobaan
kami semakin tinggi suhu, frekuensi denyut jantung menurun kecuali pada suhu
25OC. Koefisien aktivitas atau Q10 Daphnia sp. mengalami penurunan dari suhu 10OC
sampai 20OC namun dari suhu20OC sampai 25OC mengalami kenaikan. Hal ini tidak
sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang menyatakan bahwa dari setiap peningkatan
suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju konsumsi oksigen atau dalam hal ini
adalah denyut jantung sebesar 2 sampai 3 kali kenaikan sehingga koefisien aktivitas
Daphnia sp. juga meningkat. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor internal
seperti usia, ukuran, jenis kelamin, serta kondisi Daphnia sp. yang stress atau tidak.
Selain itu lingkungan eksternal juga dapat mempengaruhi seperti lama penyinaran
menggunakan mikroskop sehingga mempengaruhi suhu dan kondisi lingkungan luar
yang tidak dapat terkontrol.
Beberapa faktor yang mempengaruhi fisiologi atau denyut jantung, diantaranya
adalah :
a. Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta pengaruh zat
kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik frekuensi denyut
jantungnya.
b. Temperatur dimana akan mempengaruhi denyut jantung, dimana denyut jantung
akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh
c. Hewan kecil mempunyai denyut cepat daripada hewan besar
d. Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan tua.
Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil dan pengaruh hambatan
berkurang (Soetrisno, 1989)
Berbagai macam faktor yang mempengaruhi kerja denyut jantung Daphnia sp.
adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp. bertambah
lambat setelah dalam keadaan tenang.
b. Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai denyut
jantung yang lebih lambat.
c. Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. mengalami penurunan
sedangkan pada keadaan terang denyut jantung Daphnia sp. mengalami
peningkatan.
d. Temperatur, denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu
meningkat.
e. Obat-obat (senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung
Daphnia sp. menjadi tinggi atau meningkat (Dhahiyat, 2004).
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan percobaan diatas maka dapat disimpulkan:
1. Cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. yakni dengan
mengamati serta menghitung denyut banyaknya jantung berdenyut selama
15 detik dengan mikroskop cahaya.
2. Frekuensi denyut jantung Daphnia sp. mengalami penurunan dari suhu 10OC
– 20OC dan meningkat dari 20OC – 25OC hal ini kurang sesuai dengan teori
dikarenakan beberapa faktor internal dan eksternal Daphnia sp.
3. Koefisien aktivitas (Q10) Daphnia sp. mengalami penurunan dari suhu 10OC
– 20OC dan meningkat dari 20OC – 25OC hal ini kurang sesuai dengan hukum
Van’t Hoff dikarenakan beberapa faktor internal dan eksternal Daphnia sp.
B. Saran
Dalam melakukan percobaan ini sebaiknya kondisi eksternal dan internal
Daphnia sp. dikontrol agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Misalkan suhu, karena
es batu cepat mencair, selain itu juga umur Daphnia sp.karena akan berpengaruh pada
kecepatan denyut jantung Daphnia sp. itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ariana, Desi. 2013. Pengaruh Lingkungan Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp. Unsoed. Purwokerto.
Barness, R.D. 1966. Invertebrata Zoology. Philadelphia, London: W.B Sanders
Company.
Campbell, Reece, Micchell. 2004. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc, USA.
Dhahiyat, Y. 2004. The Effect of Different Kinds of Food and Media on Life History of Daphnia magna Straus. Jurnal hayati Desember, hlm : 103 – 108.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami Ikan. Kanisius, Yogyakarta.Pennak, R.W. 1953. Fresh Water Invertebrata. New York: The Ronal Company.
Ernawati, D. 2009. Hubungan Rasio Induk Jantan dan Betina Daphnia sp.Terhadap Efisiensi Perkawinan dan Produksi Ephipia. (online) (http://www.adln.lib.unair.ac.id) diakses pada 21 Desember 2015.
Goenarso, Darmaji. 2005. Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mokoginta, Ing. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar, Modul: Budidaya Daphnia. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan-Dikdasmen Depdiknas.
Pengky, Henneke.2009.”Daphnia dan penggunaannya.”Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 5. Halaman 33-36.
Soetrisno. 1987. Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan Unsoed. Purwokerto.
Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada.
Wahyuningsih. 2002. Budidaya Pakan Alami untuk Ikan.Panebar.Swadaya. Jakarta
Watterman, T.H. 1960. The Physiology of Crustacea Volume I. New York: Academic Press.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.
LAMPIRAN
Hasil pengamatan Daphnia pada suhu awal 10 ºC
Hasil pengamatan Daphnia pada suhu 15ºC.
Hasil pengamatan Daphnia pada suhu 25ºC
Penggunaan stopwatch Pengamatan Daphnia menggunakan mikroskop
Perhitungan Q10 :
1. Q10 : X 1+X 2
215
= 34+28
215
= 2,067
2. Q10 : X 1+X 2
215
= 27+24
215
= 1,710
3. Q10 : X 1+X 2
215
= 17+18
215
= 1,167
4. Q10 : X 1+X 2
215
= 22,3+27,3
215
= 1,653