pengaruh tiga cara pengolahan tanah...

64
PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: vuongdung

Post on 19-Apr-2018

231 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME

Litopenaeus vannamei

REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

REZQI VELYAN SURYA KUSUMA C 14104044

Page 3: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

RINGKASAN

REZQI VELYAN SURYA KUSUMA. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh ENANG HARRIS dan TATAG BUDIARDI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengolahan tanah tambak yang efektif dalam memperbaiki kualitas tanah tambak yang mendukung kehidupan udang vaname melalui kajian pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian pendahuluan dilakukan di Tambak Pandu Karawang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat sedangkan penelitian lanjutan bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Sistem dan Teknologi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian terdiri dari 3 perlakuan cara pengolahan tanah tambak yaitu, pengangkatan lapisan lumpur, pembakaran sekam, dan pencucian dengan air tawar. Udang vaname yang digunakan berumur 40 hari dengan bobot awal 5,68±0,46 gram dan panjang awal 9,76±0,21 cm. Pemeliharaan udang vaname berlangsung selama 30 hari, Padat penebaran udang vaname pada penelitian ini adalah 3 ekor/10 liter. Pemberian pakan berdasarkan FR yang telah ditentukan dan dilakukan pergantian air sebesar 30% per 3 hari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 5 kali sehari (pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00 dan 22.00) WIB. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan. Parameter yang digunakan dalam mengevaluasi percobaan adalah total sulfur, NH3, tingkat kelangsungan hidup, biomassa, laju pertumbuhan bobot harian, laju pertumbuhan panjang harian, efisiensi pakan, frekuensi molting, serta kualitas air yang meliputi pH, suhu, dan kadar oksigen terlarut. Analisis data menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur).

Dari hasil penelitian disimpulkan, bahwa pengolahan tanah tambak dengan cara membakar sekam di atas permukaan tanah cenderung menghasilkan nilai amoniak terlarut paling kecil (p<0,05) selama 30 hari masa pemeliharaan dibanding dengan dua cara pengolahan tanah lainnya. Demikian juga terhadap kadar total sulfur hingga 20 hari masa pemeliharaan (p<0,05). Kadar total sufur pada ketiga cara pengolahan tanah tambak cenderung naik setelah 30 hari masa pemeliharaan. Ketiga cara pengolahan tanah tambak memberikan frekuensi molting yang sama yaitu 10 hari sekali. Cara pengolahan tanah dengan bakar sekam menghasilkan tingkat kelangsungan hidup, biomassa (p<0,05) yang tertinggi sampai 30 hari pemeliharaan, sedangkan laju pertumbuhan bobot harian (p<0,05) dan efisiensi pakan (p<0,05) yang lebih baik daripada cara pengolahan tanah tambak dengan pengangkatan lapisan lumpur dan pencucian air tawar sampai 20 hari pemeliharaan.

Page 4: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME

Litopenaeus vannamei

REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 5: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

Judul : Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei

Nama : REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

Nomor Pokok : C14104044

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Enang Harris Dr. Tatag Budiardi NIP. 194908211975031001 NIP. 196310021997021001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Indra Jaya NIP. 196104101986011002

Tanggal Lulus : ……………….

Page 6: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati, 19 Septemser 1986, adalah anak pertama dari

lima bersaudara dari pasangan Bapak Sri Udi Puspa Yuda dan Ibu Sumarsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Kayen pada tahun 1998.

Pada tahun 2001 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SLTPN 1 Kayen

dan menyelesaikan pendidikan di SMUN 2 Pati pada tahun 2004.

Tahun 2004 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan

tinggi ke Intitut Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada

Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah, Penulis pernah mengikuti organisasi

HIMAKUA sebagai anggota 2006/2007, dan wakil ketua Ikatan Keluarga

Mahasiswa Pati (IKMP) tahun 2005/2006

Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis

menjalani Praktek Kerja Lapang di PT. Tirta Mutiara Makmur dengan komoditas

udang vaname dan UD. Sumber Kerapu Sejati, Situbondo, Jawa Timur dengan

komoditas kerapu macan pada bulan Juli-Agustus 2007. Sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang perikanan penulis

melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul ”Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei”.

Page 7: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillaahirabbil’aalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena

atas karunia-Nya Skripsi yang berjudul ”Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus

vannamei” ini dapat diselesaikan. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-

tulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Enang Harris selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Tatag

Budiardi selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan

segenap ide, pemikiran, arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Odang Carman selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan dan arahan selama studi.

3. Bapak Dr. Eddy Supriyono selaku Dosen Penguji Tamu yang telah

memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Sri Udi Puspa Yuda dan Ibu Sumarsih, Danu Kusuma, Bayu

Kusuma, Vennandho Kusuma, dan Dhindha Kusuma serta keluarga yang

senantiasa memberikan do’a, dukungan, semangat dan kasih sayang.

5. Bapak Dr. Sulaeman Martasuganda dan keluarga atas perhatian dan

dukungan moral

6. Seluruh staf BDP atas bantuan yang diberikan.

7. Rekan-rekan BDP 41 dan Pondok Angsa kru, atas dukungan, bantuan

dan kerja sama

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga

bagi semua pihak yang memerlukan informasi yang berhubungan dengan tulisan

ini. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Juli 2009

Rezqi Velyan Surya Kusuma

Page 8: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.................................................................................................. i

DAFTAR TABEL........................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... v

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3

2.1 Biologi Udang Vaname...................................................................... 3

2.2 Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan............................................ 3

2.3 Tanah Tambak .................................................................................. 5

2.4 Sulfur ................................................................................................. 5

2.4.1 Sulfat..................................................................................... 6

2.4.2 Hidrogen Sulfida (H S).......................................................... 6 2

2.5 Arang Sekam..................................................................................... 7

2.5.1 Sekam Padi........................................................................... 7

2.5.2 Pembuatan Arang Sekam..................................................... 8

2.6 Pencucian Tanah Tambak Menggunakan Air Tawar ........................ 8

2.7 Kapur................................................................................................. 9

2.8 Kualitas Air ........................................................................................ 9

III. BAHAN DAN METODE ............................................................................. 11

3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 11

3.2 Alat dan Bahan.................................................................................. 11

3.3 Rancangan Percobaan...................................................................... 11

3.4 Prosedur Percobaan ......................................................................... 12

3.4.1 Percobaan Pendahuluan ...................................................... 12

3.4.2 Percobaan Lanjutan.............................................................. 14

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................................ 15

3.6 Analisis Data ..................................................................................... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 18

4.1 Hasil .................................................................................................. 18

4.1.1 Indikasi Keberadaan Hidrogen Sulfida (H2S) ........................ 18

i

Page 9: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

4.1.2 Frekuensi Pencucian Menggunakan Air Tawar .................... 18

4.1.3 Total Sulfur............................................................................ 19

4.1.4 Amoniak (NH ) ...................................................................... 20 3

4.1.5 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ....................................... 20

4.1.6 Biomassa .............................................................................. 21

4.1.7 Laju Pertumbuhan Bobot Harian........................................... 21

4.1.8 Laju Pertumbuhan Panjang Harian....................................... 22

4.1.9 Efisiensi Pakan ..................................................................... 23

4.1.10 Frekuensi Molting.................................................................. 23

4.1.11 Kualitas Air............................................................................ 24

4.2 Pembahasan ..................................................................................... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 34

5.1 Kesimpulan........................................................................................ 34

5.2 Saran................................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35

LAMPIRAN ................................................................................................... 37

ii

Page 10: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimiawi sekam........................................................................ 8

2 Komposisi kimia arang sekam................................................................. 8

3 Jenis kapur yang dapat digunakan di tambak ......................................... 9

4 Indikasi keberadaan hidrogen sulfida (H2S) dan warna tanah................. 18

5 Frekuensi pencucian tanah menggunakan air tawar dengan berbagai frekuensi pengadukan

.............................................................. 19

6 Konsentrasi total sulfur selama penelitian ............................................... 19

7 Konsentrasi amoniak (NH ) selama penelitian ....................................... 20 3

8 Tingkat kelangsungan hidup (SR) selama penelitian .............................. 21

9 Biomassa udang vaname selama penelitian .......................................... 21

10 Laju pertumbuhan bobot harian selama penelitian.................................. 22

11 Laju pertumbuhan panjang harian selama penelitian.............................. 23

12 Efisiensi pakan selama penelitian ........................................................... 23

13 Jumlah molting udang vaname selama penelitian................................... 24

14 Kisaran kualitas air selama penelitian ..................................................... 24

15 Interval molting dan penambahan bobot udang vaname ........................ 33

iii

Page 11: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bobot rata-rata udang vaname selama penelitian...................................... 21

2 Panjang rata-rata udang vaname selama penelitian.................................. 22

iv

Page 12: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Panjang dan bobot awal udang vaname................................................. 38

2 Hasil pengukuran panjang dan bobot ..................................................... 39

3 Kualitas air .............................................................................................. 42

4 Hubungan tingkat pertumbuhan dengan konsentrasi total sulfur dan amoniak pada perlakuan tanah jemur .............................................. 43

5 Hubungan tingkat pertumbuhan dengan konsentrasi total sulfur dan amoniak pada perlakuan bakar sekam............................................. 44

6 Hubungan tingkat pertumbuhan dengan konsentrasi total sulfur dan amoniak pada perlakuan cuci air tawar ............................................ 45

7 Analisis ragam dan uji lanjut Tukey terhadap konsentrasi total sulfur........................................................................................................ 46

8 Analisis ragam dan uji lanjut Tukey terhadap konsentrasi amoniak................................................................................................... 47

9 Analisis ragam dan uji lanjut Tukey terhadap biomassa ......................... 49

10 Analisis ragam dan uji lanjut Tukey terhadap laju pertumbuhan bobot harian............................................................................................. 50

11 Analisis ragam terhadap laju pertumbuhan panjang harian .................... 51

12 Analisis ragam dan uji lanjut Tukey terhadap efisiensi pakan ................. 52

v

Page 13: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Udang merupakan komoditas ekspor terbesar hasil perikanan. Volume

ekspor udang Indonesia pada tahun 2007 sebesar 154.717 ton dengan nilai

ekspor sebesar $ 1,022 milyar. Selanjutnya Ditjen Perikanan Budidaya

mencanangkan program percepatan peningkatan produksi perikanan budidaya

untuk ekspor dengan menargetkan produksi udang pada tahun 2009 sebesar

540.000 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009a). Namun terdapat

salah satu kendala dalam usaha peningkatan produksi yaitu semakin

menurunnya kualitas sumberdaya lingkungan perairan (Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya, 2009b). Lumpur hitam pada dasar tambak bekas budidaya

merupakan salah satu parameter dari menurunnya kualitas lingkungan. Lumpur

hitam ini dapat menyebabkan timbulnya bau busuk (hidrogen sulfida) (Manalo,

1978) dan gas beracun seperti amoniak (Haliman dan Adijaya, 2004).

Persiapan tambak merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga

kondisi lingkungan tambak untuk menjamin kelayakan hidup udang. Persiapan

tambak yang sering dilakukan oleh petambak ialah mengolah tanah tambak

dengan cara menjemur, mengangkat lapisan lumpur dan pemberian kapur

(CaCO3). Akan tetapi, cara pengolahan tanah tambak tersebut dinilai kurang

maksimal dalam mengurangi konsentrasi hidrogen sulfida dan amoniak. Oleh

karena itu, diperlukan cara pengolahan tanah tambak lain yang lebih maksimal

dalam mengurangi konsentrasi hidrogen sulfida dan amoniak. Pada percobaan

ini dikaji cara pengolahan tanah tambak dengan pengangkatan lapisan lumpur

yang selanjutnya disertai pembakaran sekam dan pengangkatan lapisan lumpur

yang selanjutnya disertai pencucian air tawar.

Pada percobaan pendahuluan dilakukan pengujian dengan metode HCl

dan Zn asetat terhadap tanah dari beberapa cara pengolahan tanah tambak.

Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa dengan cara pengangkatan lapisan

lumpur yang selanjutnya disertai pembakaran sekam di atas tanah merupakan

cara yang mampu menghilangkan hidrogen sulfida paling maksimal. Pada

percobaan pendahuluan dengan metode pengangkatan lapisan lumpur yang

selanjutnya disertai pencucian air tawar didapatkan hasil bahwa pengurangan

konsentrasi H2S secara maksimal terdapat pada pergantian air ke tiga dan

masing-masing dua kali pengadukan. Percobaan lanjutan perlu dilakukan untuk

mengetahui cara pengolahan tanah tambak yang efektif dalam memperbaiki

Page 14: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

2

kualitas tanah tambak yang mendukung kehidupan udang vaname melalui kajian

pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan cara pengolahan tanah tambak

yang paling efektif diantara cara pengolahan tanah dengan penjemuran tanah,

pembakaran sekam, dan pencucian air tawar dalam memperbaiki kualitas tanah

tambak yang mendukung kehidupan udang vaname melalui kajian pertumbuhan

dan kelangsungan hidup.

Page 15: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Vaname

Udang vaname adalah salah satu spesies udang yang potensial untuk

dikembangkan secara komersial. Pada tahun 2008 rata-rata produksi udang

mencapai 11,6 % dari seluruh hasil budidaya (Direktorat Jenderal Perikanan

Budidaya, 2009a). Menurut Boone (1931), udang vaname mempunyai klasifikasi dan tata

nama sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Species : Litopenaeus vannamei

Menurut Haliman dan Adijaya (2004), secara morfologi udang vaname

memiliki tubuh yang dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu exopodite dan

endopodite. Udang vaname memiliki tubuh yang berbuku-buku dan aktivitas

berganti kulit luar atau eksosekeleton secara periodik/molting.

2.2 Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Udang vaname merupakan varietas udang yang memiliki sejumlah

keunggulan, antara lain lebih resisten atau tahan terhadap penyakit dan kualitas

lingkungan yang rendah, padat tebar cukup tinggi, dan waktu pemeliharaan lebih

pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus. Pada umumnya, budidaya vaname di

tambak menggunakan teknologi intensif dengan padat tebar yang tinggi

mencapai 100-300 ekor/m2. Resistensi terhadap penyakit dan kualitas

lingkungan hidup yang rendah terkait dengan kelangsungan hidup udang (Arifin

et al., 2005).

Page 16: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

4

Kelangsungan hidup suatu populasi ikan merupakan nilai persentase

jumlah ikan yang hidup dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan tertentu

(Effendie, 1997). Kelangsungan hidup akan menentukan produksi ikan yang akan

didapat dan berhubungan dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan

hidup udang bergantung antara lain pada lingkungan hidup udang meliputi tanah

dan air tempat (habitat) hidup udang. Kelayakan hidup udang ditentukan oleh

derajat keasaman (pH), kadar garam (salinitas), kandungan oksigen terlarut,

kandungan amoniak, H2S, kecerahan air, kandungan plankton, dan lain-lain

(Hudi dan Shahab, 2005).

Selain mempengaruhi kelangsungan hidup, kualitas lingkungan juga

dapat mempengaruhi pertumbuhan. Menurut Effendie (1997), pertumbuhan

didefinisikan sebagai perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam

suatu periode waktu tertentu. Hal yang membedakan dekapoda dengan

organisme lain dalam proses pertumbuhan adalah adanya proses molting. Ada 2

hal terpenting dalam proses molting yaitu;

1. Melunaknnya lapisan kutikula yang lama yang terlepas dari epidermisnya

2. Pertumbuhan kutikula baru yang menggantikan kutikula lama dan diawali

dengan pembentukan lapisan tipis dan elastis yang memungkinkan

pemanjangan tubuh sebagai tanda pertumbuhan (Wickins dan Lee, 2002).

Genus Penaeid, termasuk udang vaname mengalami pergantian kulit

atau molting secara periodik untuk tumbuh. Proses molting berlangsung dalam 5

tahap yang bersifat kompleks, yaitu fase intermolt akhir, fase pre-molt, fase molt,

fase post-molt, fase intermolt (Wickins dan Lee, 2002).

Menurut Haliman dan Adijaya (2004), waktu yang dibutuhkan untuk

melakukan molting bergantung pada jenis dan umur udang. Nafsu makan udang

mulai menurun pada 1-2 hari sebelum molting dan aktivitas makannya berhenti

total sesaat akan molting. Persiapan yang dilakukan udang sebelum molting yaitu

menyimpan cadangan makanan berupa lemak di dalam kelenjar pencernaan

(hepatopankreas).

Molting pada udang ditandai dengan seringnya udang muncul ke

permukaan air sambil meloncat-loncat. Gerakan ini bertujuan untuk membantu

melonggarkan kulit luar udang dari tubuhnya. Gerakan tersebut merupakan salah

satu cara mempertahankan diri karena cairan molting yang dihasilkan dapat

merangsang udang lain untuk mendekat dan memangsa (kanibalisme). Pada

saat molting berlangsung, otot perut melentur, kepala membengkak, dan kulit

Page 17: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

5

luar bagian perut melunak. Dengan sekali hentakan, kulit luar udang dapat

terlepas (Haliman dan Adijaya, 2004).

2.3 Tanah Tambak

Tanah yang digunakan untuk tambak udang sebaiknya jenis tanah liat

berpasir untuk menghindari kebocoran air (Haliman dan Adijaya, 2004). Kondisi

dasar tambak dapat berubah setiap waktu yang dipengaruhi oleh akumulasi

residu bahan organik yang semakin meningkat seperti, ganggang yang mati,

feses dan residu makanan yang menyebabkan tingginya konsumsi oksigen dan

kurangnya tingkat pertumbuhan (Boyd, 1995 dalam Avnimelech et al., 2003).

Menurut Avnimelech et al. (2003), di kolam dengan kontruksi dasar tanah

akan terjadi sedimentasi dari plankton dan residu makanan yang akan

menyebabkan kondisi dasar tanah memburuk karena terjadi perubahan bahan di

dasar tanah. Akumulasi yang berlebihan dari residu bahan organik akan

menyebabkan perkembangan lingkungan anaerob, penurunan perkembangan

biota, peningkatan kebutuhan oksigen, penghambatan pertumbuhan biota dan

pembusukan dasar kolam. Residu bahan organik dan nutrien yang ada di dalam

kolam cenderung terakumulasi di dalam tanah sehingga beberapa bahan dapat

hilang dari dalam air.

Kondisi substrat merupakan faktor kritis untuk udang jika dibandingkan

dengan budidaya ikan lainnya sebab udang hidup di dasar perairan (Boyd, 1989;

Chien, 1989 dalam Ritvo et al., 1996). Pembentukan kondisi anaerob juga

dipengaruhi oleh faktor produksi dan tingkat intensifikasi budidaya (Avnimelech et

al., 2003).

2.4 Sulfur

Sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S

dan nomor atom 16. Bentuk sulfur adalah non-metal yang tak berasa, tak berbau

dan multivalent. Sulfur dalam bentuk aslinya merupakan sebuah zat padat

kristalin kuning. Di alam belerang atau sulfur ini dapat ditemukan sebagai unsur

murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat (http://id.wikipedia.org. 2008).

Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik

terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO42-), yang merupakan bentuk sulfur

utama di perairan dan tanah (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Di perairan, sulfur

berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Hasil akhir dari oksidasi sulfur

Page 18: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

6

adalah sulfat (SO42-), sedangkan hasil akhir dari reduksi sulfat adalah H2S

(Madigan et al., 1996). Beberapa bentuk sulfur di perairan adalah sulfida (S2),

hidrogen sulfida (H2S), ferro sulfida (FeS), sulfur dioksida (SO2), sulfit (SO32), dan

sulfat (SO42-) (Effendi, 2003).

2.4.1 Sulfat

Ion sulfat yang bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur

adalah salah satu anion utama di perairan (Effendi, 2003). Sulfat yang berikatan

dengan hidrogen membentuk asam sulfat dan sulfat yang berikatan dengan

logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau

dan sungai (Cole, 1988 dalam Effendi, 2003).

Pada umumnya bentuk sulfur di air permukaan adalah sulfat (SO42-)

(Boyd, 1988). Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak

ditemukan adanya H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat (Effendi, 2003).

Sulfat merupakan sulfur yang paling banyak dioksidasi, dan menjadi salah satu

anion utama dalam air laut (Madigan et al., 1996). Kadar sulfat pada perairan

tawar alami berkisar antara 2-80 mg/liter (Effendi, 2003).

2.4.2 Hidrogen Sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang tidak berwarna, toksik

dengan bau yang sangat busuk. Menurut Wyk dan Scarpa (1999), H2S terjadi

karena dekomposisi bahan organik dalam keadaan anaerob. Reduksi anion

sulfat menjadi hidrogen sulfida dalam proses dekomposisi bahan organik

(persamaan 1.1 dan 1.2) menimbulkan bau yang kurang sedap dan

meningkatkan korosivitas logam. bakteri SO4

2- + bahan organik S2- + H2O + CO2 (1.1)

anaerob S2- + 2H+ H2S (1.2)

Sumber utama H2S adalah dekomposisi bahan organik oleh bakteri

heterotrof tanah (Desulfovibrio spp) dalam kondisi anaerob. Bakteri heterotrof

juga dapat mereduksi sulfit (SO32-), tiosulfat (S2O3

2-), dan hiposulfat (S2O42-) serta

unsur sulfur menjadi hidrogen sulfida (H2S) (Effendi, 2003). Mikroorganisme

tersebut melakukan respirasi secara anaerob dengan mengunakan sulfat (SO42-)

sebagai elektron aseptor pengganti oksigen (Hanggono, 2005).

Page 19: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

7

Pada kondisi aerob, hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri

Thiobacillus menjadi sulfat. Beberapa bakteri, misalnya Chlorobactriaceae dan

Thiorhordaceae dapat mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur. Perubahan

hidrogen sulfida menjadi sulfur juga dapat terjadi dalam proses sintesis

karbohidrat. Dalam reaksi tersebut (persamaan 1.3), hidrogen sulfida digunakan

sebagai sumber hidrogen donor untuk membentuk kembali unsur sulfur, sebagai

hasil samping dari sintesis karbohidrat (Effendi, 2003). Cahaya CO2 + 2H2S (CH2O) + H2O + 2S (1.3)

Karbohidrat

Toksisitas H2S akan meningkat seiring dengan penurunan kadar oksigen

terlarut. Selain itu, H2S juga berdisosiasi ke dalam suatu kesetimbangan

campuran dari HS- dan H+, proporsinya ditentukan oleh pH, suhu, dan salinitas.

Kadar sulfida total kurang dari 0,002 mg/liter dianggap tidak membahayakan

kelangsungan hidup organisme akuatik (Wyk dan Scarpa, 1999). Hidrogen

sulfida sangat beracun bagi udang vaname meskipun pada konsentrasi rendah ±

0,05 mg/liter (Hanggono, 2005).

2.5 Arang Sekam

2.5.1 Sekam Padi

Salah satu bentuk limbah pertanian adalah sekam yang merupakan

buangan pengolahan padi. Sekam padi merupakan lapisan keras yang

membungkus kariopsis butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma

dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan

terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari

proses penggilingan gabah akan dihasilkan 16,3-28% sekam (Nugraha dan

Setyawati, 2001).

Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk

berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi

(Nugraha dan Setyawati, 2001). Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam

mengandung beberapa unsur penting seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Page 20: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

8

Tabel 1. Komposisi kimiawi sekam Komponen Kandungan (%)Kadar air 9,02Protein kasar 3,03Lemak 1,18Serat kasar 35,68Abu 17,71Karbohidrat kasar 33,71Sumber : Suharno (1979) dalam Nugraha dan Setyawati (2001) 2.5.2 Pembuatan Arang Sekam

Pembuatan arang sekam dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik

sekam agar lebih mudah ditangani dan dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satu

kelemahan sekam bila digunakan langsung sebagai sumber energi panas adalah

menimbulkan asap dan warna bahan berubah sehingga menurunkan kualitas

bahan di samping menimbulkan polusi udara (Nugraha dan Setyawati, 2001).

Tabel 2. Komposisi kimia arang sekam

Komponen Kandungan (%)

Karbon (zat arang) 1,33Hidrogen 1,54Oksigen 33,64Silika (SiO2) 16,98Sumber : DTC-IPB dalam Nugraha dan Setyawati (2001)

Pembuatan arang sekam dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah

satunya adalah pembakaran dengan sistem cerobong asap. Cerobong

mempunyai diameter 10 cm, tinggi 1 m dan di sepanjang silinder dibuat lubang.

Pada bagian bawah cerobong dibuat rumah cerobong berbentuk segi empat.

Pembuatan arang sekam dilakukan dengan cara meletakkan bara api di lantai

kemudian ditutup dengan sekam (Nugraha dan Setyawati, 2001).

2.6 Pencucian Tanah Tambak Menggunakan Air Tawar

Prinsip dari pencucian tanah tambak dengan menggunakan air tawar ini

hampir sama dengan prinsip pergantian air di kolam. Penggunaan air tawar ini

bertujuan untuk melarutkan kandungan H2S yang konsentrasinya sangat tinggi

yang terdapat pada tanah tambak pascapanen.

Air tawar digunakan sebagai media pencucian karena air tawar

mempunyai kandungan sulfur yang sangat kecil (5 mg/liter) jika dibandingkan

dengan air laut yang kandungan sulfurnya sangat tinggi hingga 900 mg/liter

(Boyd, 1990).

Page 21: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

9

2.7 Kapur

Kapur yang digunakan di tambak (Tabel 3) berfungsi untuk meningkatkan

kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat,

meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik,

mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang

pertumbuhan plankton serta benthos (Chanratchakool, 1995). Bentuk kapur yang

paling tepat digunakan pada air payau atau salin (air laut) adalah kapur bakar

CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena kalsium karbonat CaCO3 kurang larut

dalam air laut.

Tabel 3. Jenis kapur yang dapat digunakan di tambak

No Jenis kapur Formula Kadar Ca2+

1 Kalsium karbonat atau kapur kalsit atau kapur pertanian (Kaptan)

CaCO3 40%

2 Kapur Oksida atau quicklime atau kapur bakar CaO 71 %

3 Kapur Hidrat atau slaked lime atau kalsium hidroksida

Ca(OH)2 54 %

4 Kapur Dolomit CaMg(CO3)2 Tidak ada info Sumber : Chanratchakool, 1995

2.8 Kualitas air

Air sebagai media tempat hidup organisme perairan perlu dijaga kualitas

maupun kuantitasnya karena mempengaruhi kehidupan organisme tersebut.

Kualitas air meliputi fisika dan kimia perairan, diantaranya adalah amoniak, suhu,

pH, dan oksigen terlarut (DO) yang semuanya berkaitan dengan hasil produksi

ikan. Lingkungan yang buruk atau perubahan secara tiba-tiba memicu ikan

mengalami stres sehingga mudah terserang penyakit parasiter dan non-parasiter,

bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kematian.

Amoniak (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.

Toksisitas amoniak terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi

penurunan kadar DO, serta peningkatan pH dan suhu. Persentase amoniak

bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Pada pH ≤ 7,

sebagian besar amoniak akan mengalami ionisasi. Sebaliknya, pada pH > 7,

amoniak tak terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah lebih banyak

(Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Amoniak sangat beracun bagi

udang vaname meskipun pada konsentrasi rendah ± 0,1 mg/liter (Wyk dan

Scarpa, 1999).

Page 22: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

10

Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan

laju konsumsi hewan air. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan

terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali

lipat (Boyd, 1982). Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia,

dan biologi badan air (Effendi, 2003). Suhu optimal untuk pertumbuhan udang

antara 26-32°C (Haliman dan Adijaya, 2004).

Derajat keasaman (pH) merupakan gambaran konsentrasi ion hidrogen

(Boyd, 1982). Nilai pH merupakan parameter lingkungan yang bersifat

mengontrol laju metabolisme melalui pengendaliannya terhadap aktifitas enzim,

kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah 6,5-9,0 (Boyd, 1982).

Udang vaname sensitif terhadap perubahan pH dan hidup optimum udang

vaname pada nilai pH sekitar 7-8,3 (Wyk dan Scarpa, 1999).

Oksigen yang terdapat dalam air laut terdiri dari dua bentuk senyawa

yaitu terikat dengan unsur lain seperti NO3-, NO2-, PO43-, H2O, CO2, dan CO3

2-

maupun sebagai molekul bebas (O2). Di tambak, oksigen terlarut merupakan

faktor pembatas. Oksigen dibutuhkan udang untuk respirasi, proses fisiologi

ketika sel mengoksidasi karbohidrat dan melepas energi yang dibutuhkan untuk

metabolisme nutrient dari pakan. Konsentrasi oksigen terlarut optimum untuk

hidup udang vaname 5-9 mg/liter (Wyk dan Scarpa, 1999).

Page 23: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan

Februari 2009. Penelitian pendahuluan dilakukan di Tambak Pandu Karawang,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sedangkan penelitian lanjutan bertempat di

Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Sistem dan Teknologi,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Dalam percobaan pendahuluan, alat yang digunakan adalah gelas ukur,

tabung reaksi, pipet, pengaduk, timbangan digital, korek api, cerobong, dan

loyang penjemuran, sedangkan untuk percobaan lanjutan, alat yang digunakan

adalah bak fiber berukuran (200x100x50) cm3, 15 akuarium berukuran

(30x25x25) cm3, blower, termometer, salinometer, pemanas air (water heater),

pipa paralon, selang aerasi, batu aerasi, pompa air, jangka sorong, timbangan

digital, saringan, DO-meter, pH-meter, spektrofotometer dan bak tandon

berdiameter 150 cm dengan tinggi 100 cm.

Bahan yang digunakan dalam percobaan pendahuluan adalah air tawar,

sekam, kapur CaCO3, HCl 6 N, NaOH 6 N, Zn Asetat 2 N, kertas saring, dan

pewarna baju, sedangkan untuk percobaan lanjutan, bahan yang digunakan

adalah udang vaname dengan bobot rata-rata 5,68±0,46 gram dan panjang rata-

rata 9,76±0,21 cm, tanah tambak, kapur CaCO3, air laut, dan air tawar

3.3 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan masing-masing menggunakan lima ulangan, yaitu : tanah tambak

bekas budidaya dijemur matahari selama 2 hingga 3 minggu kemudian lapisan

lumpur yang sudah kering diangkat. Setelah lumpur diangkat, tanah dibawahnya

diberi perlakuan sebagai berikut :

1) Perlakuan A : dikapur CaCO3

2) Perlakuan B : dibakar sekam diatas permukaan tanah dan dikapur CaCO3

3) Perlakuan C : dicuci dengan air tawar, dijemur, dan dikapur CaCO3

Page 24: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

12

Selanjutnya akuarium diisi air, diisi udang, dan tiap 3 hari sekali diganti air

sebanyak 30%.

Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Yij = μ + σi + εij (Steel dan Torrie, 1982)

Keterangan :

Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Nilai tengah dari pengamatan

σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan

ke-j

3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Percobaan Pendahuluan

3.4.1.1 Prosedur Indikasi Keberadaan Hidrogen Sulfida (H2S)

Indikasi keberadaan hidrogen sulfida (H2S) dapat dilakukan dengan

beberapa metode pengukuran. Pada percobaan ini, metode yang digunakan

yaitu metode uji HCl dan metode uji NaOH dan Zn Asetat. Metode uji HCl

dilakukan dengan cara mengambil tanah sampel dari tambak dengan masing-

masing diberi air dan diaduk dengan menggunakan pengaduk sampai merata.

Setelah diaduk sampai merata, masing-masing larutan yang terbentuk dari

masing-masing perlakuan diberi 10 tetes HCl 6 N dan dilakukan uji bau.

Metode uji NaOH dan Zn Asetat dilakukan dengan cara mengambil 100

ml supernatan dari larutan yang terbentuk dari hasil pengadukan masing-masing

perlakuan. Kemudian, sampel diberi 10 tetes HCl 6 N dan ditutup dengan

menggunakan kertas saring yang sudah diberi pewarna baju dengan warna

merah atau hijau yang sebelumnya sudah dioleskan NaOH 6 N sebanyak 10

tetes, 3 tetes Zn asetat 6 N. Selanjutnya, dilakukan penimbangan terhadap

kertas saring yang terdapat endapan putih dikurangi dengan bobot kertas saring

sebelum pengujian.

3.4.1.2 Prosedur Penentuan Bobot Tanah

Penentuan bobot tanah ini digunakan sebagai estimasi bobot tanah di

tambak yang mempengaruhi kualitas air di atasnya. Di tambak, kedalaman

lapisan tanah terluar yang mampu mempengaruhi kualitas air yaitu 10-15 cm

Page 25: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

13

(Boyd, 1989) sedangkan ketinggian air rata-rata di tambak adalah 0,76-1,00

meter (Boyd, 1989). Apabila dihitung per satu meter persegi maka akan

didapatkan perhitungan sebagai berikut:

(1x1x0.1) m3 tanah : (1x1x1) m3 air

0.1 m3 tanah : 1 m3 air

0.1 x (1000000 cc/m3) tanah : 1 x (1000000cc/m3) air

0.1 cc tanah : 1 cc air

1 cc tanah : 10 cc air (2.1)

Prosedur yang dilakukan yaitu dengan menimbang bobot tanah dengan

menggunakan timbangan digital, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur

yang sudah terisi air. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kenaikan

tinggi air di gelas ukur dan dilakukan perhitungan bobot jenis tanah

menggunakan rumus sebagai berikut:

(cc) air tinggi Kenaikan(g) tanah Bobot

(g/cc) tanah jenis Bobot = (2.2)

Setelah mendapatkan hasil bobot jenis tanah dari penghitungan dengan rumus

pada persamaan (2.2), untuk selanjutnya bobot jenis tanah dimasukkan ke dalam

penghitungan bobot tanah yang akan digunakan dalam penelitian dengan

persamaan (2.1). Atas dasar itu maka untuk setiap akuarium diperlukan tanah

sebanyak 2 kg.

3.4.1.3 Prosedur Pembakaran Tanah dengan Sekam

Pembakaran tanah dengan sekam dilakukan dengan cara menimbang

tanah sebanyak 2 kg yang selanjutnya akan digunakan sebagai media yang akan

dibakar. Pada penelitian ini, sekam yang digunakan yaitu dengan perbandingan

4 ton/Ha. Dengan luasan akuarium yang berukuran (30x25) cm2 maka sekam

yang dibutuhkan yaitu 30 gram/akuarium.

Pembakaran dilakukan dengan cara meletakkan tanah yang sudah

ditimbang sebagai alas kemudian dibakar menggunakan sekam. Sekam secara

perlahan akan terbakar menjadi arang setelah 8 sampai 12 jam pembakaran.

Setelah sekam sudah menjadi arang, dilakukan pengambilan tanah. Tanah

tersebutlah yang akan digunakan dalam penelitian.

Page 26: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

14

3.4.1.4 Prosedur Pencucian Tanah Tambak Menggunakan Air Tawar

Prosedur pencucian tanah dengan air tawar ini diawali dengan

menimbang tanah yang akan digunakan sebagai media yang akan dicuci. Tanah

dimasukkan ke dalam ember, kemudian diisi dengan perbandingan antara tanah

dan air yang telah ditentukan pada persamaan (2.1). Tanah yang bercampur air

di dalam ember kemudian diaduk dengan pengaduk sampai merata dan

dipindahkan ke dalam akuarium.

Berdasarkan penelitian pendahuluan, hasil terbaik pencucian tanah

dengan air tawar yaitu dengan dua kali pengadukan dan tiga kali pergantian air.

Maka, tanah yang sudah dipindahkan ke dalam akuarium didiamkan hingga

terbentuk supernatan. Apabila sudah terbentuk supernatan, tanah diaduk lagi

hinga merata kemudian didiamkan lagi sampai terbentuk supernatan lagi.

Langkah berikutnya, supernatan yang terbentuk dari pengadukan yang

ke-dua dibuang dan diganti dengan air yang baru dengan volume yang sama

pada pengisian air yang pertama. Langkah tersebut diulangi sampai tiga kali

pencucian air tawar. Tanah yang dicuci akan mengalami pengembangan dan

sulit disaring dengan saringan untuk mengambil tanah hasil pencucian, maka

dilakukan proses penjemuran.

Proses penjemuran ini dilakukan dengan cara menyiapkan loyang

berbentuk persegi panjang berukuran (100x50x10) cm3 yang dilapisi dengan

plastik, lalu tanah hasil pencucian dituang ke dalam loyang tersebut. Setelah

loyang terisi dengan tanah hasil pencucian, loyang dijemur di bawah terik

matahari sampai kering. Penjemuran tanah ini membutuhkan waktu 12 sampai

14 hari hingga tanah benar-benar kering.

3.4.2 Percobaan Lanjutan

Prosedur pemeliharaan di laboratorium dilakukan dengan menyiapkan

bak fiber berukuran (200x100x50) cm3 yang sudah dibersihkan, kemudian diisi

dengan 15 akuarium berukuran (30x25x25) cm3 yang sudah terisi dengan tanah

sesuai dengan masing-masing perlakuan. Langkah selanjutnya, masing-masing

akuarium diisi dengan 10 liter air laut yang bersalinitas 30 ppt. Masing-masing

akuarium diberi aerasi dan ditutup dengan kain kasa.

Bak fiber diisi dengan air tawar dengan ketinggian air 10 cm. Pompa

udara (air lift pump) dipasang pada salah satu sudut dari bak fiber untuk

mengalirkan air sehingga air dapat terus berputar. Setelah sirkulasi air dipastikan

Page 27: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

15

berputar dengan tepat, kemudian pemanas air (water heater) dipasang pada

kedua sisi berlawanan pada bak fiber. Kedua pemanas air diatur pada suhu

30°C.

Selanjutnya, udang vaname dimasukkan ke dalam masing-masing

akuarium dengan kepadatan 3 ekor/10 liter yang sebelumnya sudah ditimbang

bobot dan panjangnya. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 5 kali (pukul 06.00,

10.00, 14.00, 18.00 dan 22.00 WIB) sesuai dengan tingkat pemberian pakan

(feeding rate) yang telah ditentukan yaitu 5% biomassa untuk hari ke-0 sampai

ke-10 hari pemeliharaan, 4% biomassa untuk hari ke-10 sampai hari ke-20

pemeliharaan serta 3% biomassa untuk hari ke-20 sampai hari ke-30

pemeliharaan.

Pemeliharaan udang vaname ini berlangsung selama 30 hari, dan setiap

10 hari sekali dilakukan pengamatan pertumbuhan dan kualitas air. Pengamatan

pertumbuhan dilakukan pada 100 % populasi udang. Pengamatan ini dilakukan

dengan menimbang bobot udang, mengukur panjang total udang, menghitung

kematian udang setiap hari dan menghitung udang yang molting setiap hari.

Pengamatan fisika-kimia air meliputi parameter H2S, amoniak, suhu, pH, dan

oksigen terlarut (DO).

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data meliputi: hasil pengukuran bobot dan panjang udang

setiap 10 hari, kematian udang setiap hari, molting udang setiap hari, serta

pengukuran kualitas air setiap 10 hari dengan parameter amoniak, total sulfur,

suhu, pH, dan oksigen terlarut. Parameter fisika-kimia air ini diukur menggunakan

metode dan alat sebagai berikut:

1) Metoda Phenate untuk mengukur amoniak (Hariyadi et al., 1992)

2) Metoda spektofotometri untuk mengukur total sulfur ( Hidayat, 1978)

3) Termometer untuk mengukur suhu,

4) pH-meter untuk mengukur pH,dan

5) DO-meter untuk mengukur oksigen terlarut.

Pengolahan data terhadap hasil pengamatan pertumbuhan dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Page 28: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

16

1) Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Data kematian udang digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan

hidup (SR) dengan menggunakan rumus:

x100%NN

SRo

t=

Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan hidup pada saat t (ekor)

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

2) Biomassa

Pada penelitian ini perhitungan biomassa menggunakan rumus:

tt w N W ×= Keterangan: W = Biomassa (gram)

Nt = Jumlah ikan hidup pada saat t (ekor)

wt = Bobot rata-rata ikan pada saat t (gram/ekor)

3) Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Bobot udang diukur dengan menggunakan timbangan digital dengan

ketelitian 0.01 gram. Laju pertumbuhan bobot harian (α) dihitung menggunakan

rumus dari Zonneveld et al. (1991):

( ) 100%1tww

αo

t×−=

Keterangan: α = Laju pertumbuhan bobot harian (%)

wt = Bobot rata-rata ikan pada saat t (gram/ekor)

wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram/ekor)

t = Lama pemeliharaan (hari)

4) Laju Pertumbuhan Panjang Harian

Panjang udang diukur dengan pengambilan contoh sebanyak 3

ekor/akuarium menggunakan jangka sorong. Laju pertumbuhan panjang harian

(α) dihitung menggunakan rumus dari Zonneveld et al. (1991):

( ) 100%1tLL

αo

t×−=

Keterangan: α = Laju pertumbuhan panjang harian (%)

Lt = Panjang rata-rata ikan pada saat t (cm/ekor)

Lo = Panjang rata-rata ikan pada saat awal (cm/ekor)

t = Lama pemeliharaan (hari)

Page 29: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

17

5) Efisiensi Pakan

Pada penelitian ini perhitungan efisiensi pakan menggunakan rumus

menurut Zonneveld et al. (1991):

( )

100%F

WWW= EP

odt×

−+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%)

Wt = Biomassa ikan akhir (gram)

Wo = Biomassa ikan awal (gram)

Wd = Biomassa ikan mati (gram)

F = Jumlah pakan yang diberikan (gram)

6) Frekuensi Molting

Frekuensi molting bertujuan untuk mengetahui periode molting udang per

satuan waktu. Penghitungan frekuensi molting ini dilakukan dengan cara

mengamati banyaknya udang yang molting per satuan waktu.

3.6 Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan

menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan

95 %. Apabila berpengaruh nyata (P<0,05), untuk melihat perbedaan antar

perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan BNJ (Beda Nyata Jujur) pada

selang kepercayaan 95%. Analisis data dilakukan dengan menggunakan

program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS ver.15.

Analisis deskripsi kuantitatif, digunakan untuk tingkat kelangsungan hidup

dan menentukan kelayakan media pemeliharaan bagi kehidupan udang vaname

selama penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel.

Page 30: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Indikasi Keberadaan Hidrogen Sulfida (H2S)

Pada Tabel 4 disajikan data keberadaan H2S beserta warna tanah yang

ditimbulkan oleh masing-masing perlakuan. Perlakuan pengangkatan lumpur

yang disertai dengan pembakaran sekam mempunyai hasil yang terbaik daripada

perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari keberadaan H2S hasil uji HCl yang paling

rendah yang disertai dengan warna tanah yang coklat.

Tabel 4. Indikasi keberadaan hidrogen sulfida (H2S) dan warna tanah No Perlakuan Warna tanah H2S * Hasil Uji

HCl 1 Penjemuran lumpur Hitam +++ 2 Pembakaran sekam diatas lumpur jemur Hitam kecoklatan +++ 3 Pemberian kapur CaCO3 lumpur jemur Hitam keputihan +++ 4 Pengangkatan lumpur Coklat ++ 5 Pengangkatan lumpur dan pembakaran

sekam Coklat +

*Keterangan : tidak bau (-), sedikit bau (+), bau (++), sangat bau (+++)

4.1.2 Frekuensi Pencucian Tanah Menggunakan Air Tawar

Pada Tabel 5, disajikan data frekuensi pencucian tanah menggunakan air

tawar dengan berbagai frekuensi pengadukan yang berbeda. Pada frekuensi

pencucian tanah menggunakan air tawar dengan frekuensi pengadukan satu kali

terdapat kecenderungan peningkatan konsentrasi H2S seiring dengan

meningkatnya frekuensi pencucian. Oleh karena itu dilakukan percobaan

berikutnya yaitu frekuensi pencucian tanah menggunakan air tawar dengan

frekuensi pengadukan dua kali, empat kali dan enam kali.

Frekuensi pencucian tanah menggunakan air tawar dengan frekuensi

pengadukan dua kali dengan frekuensi pencucian tiga kali mempunyai hasil yang

sama dengan pencucian tanah menggunakan air tawar dengan frekuensi

pengadukan empat kali dengan frekuensi pencucian tiga kali dan pencucian

tanah menggunakan air tawar dengan frekuensi pengadukan enam kali dengan

frekuensi pencucian tiga kali. Berdasarkan hal tersebut, frekuensi pencucian

tanah menggunakan air tawar dengan frekuensi pengadukan dua kali dengan

frekuensi pencucian tiga kali digunakan pada percobaan lanjutan karena dinilai

paling efisien.

Page 31: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

19

Tabel 5. Frekuensi pencucian tanah menggunakan air tawar dengan berbagai frekuensi pengadukan

Frekuensi pencucian

Frekuensi Pengadukan

H2S Hasil Uji HCl*

H2S Hasil Uji NaOH dan Zn Asetat

1 1 + Endapan putih 2 1 + Endapan putih 3 1 ++ Endapan putih tebal 4 1 ++ Endapan putih tebal 5 1 +++ Endapan putih pekat 1 2 + Endapan putih 2 2 + Endapan putih 3 2 - Endapan putih transparan 4 2 - Endapan putih transparan 1 4 + Endapan putih 2 4 + Endapan putih 3 4 - Endapan putih transparan 4 4 - Endapan putih transparan 1 6 + Endapan putih 2 6 + Endapan putih 3 6 - Endapan putih transparan 4 6 - Endapan putih transparan *Keterangan: tidak bau (-), sedikit bau (+), bau (++), sangat bau (+++)

4.1.3 Total Sulfur

Pada Tabel 6 disajikan data konsentrasi total sulfur pada setiap perlakuan

dari hari ke-0 sampai hari ke-30. Terdapat kecenderungan penurunan total sulfur

dari hari ke-0 hingga hari ke-10 dan kecenderungan peningkatan kadar total

sulfur dari hari ke-10 hingga hari ke-30.

Tabel 6. Konsentrasi total sulfur selama penelitian Konsentrasi total sulfur dalam (mg/liter) pada perlakuan Hari

Tanah Jemur Bakar Sekam Cuci Air Tawar 0 3,65-6,33 2,97-4,75 2,49-4,58 10 2,21-5,12b 0,59-1,44a 0,47-1,73a

20 3,50-5,80b 1,07-2,42a 1,13-2,42a

30 5,69-8,23 3,44-6,47 5,50-5,69 Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris

menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Berdasarkan analisis statistik, total sulfur pada awal penelitian (hari ke-0)

dan akhir penelitian (hari ke-30) tidak menunjukkan pengaruh yang nyata antar

perlakuan (p>0,05) (Lampiran 7a dan 7d). Namun pada hari ke-10 dan hari ke-20

terjadi perbedaan nyata (p<0,05) yaitu total sulfur pada tanah jemur lebih tinggi

Page 32: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

20

daripada perlakuan bakar sekam dan perlakuan cuci air tawar (Lampiran 7b dan

7c).

4.1.4 Amoniak (NH3)

Pada Tabel 7 disajikan data konsentrasi NH3 pada setiap perlakuan dari

hari ke-0 sampai hari ke-30. Kecenderungan peningkatan kadar NH3 terjadi dari

hari ke-0 hingga hari ke-30.

Tabel 7. Konsentrasi amoniak (NH3) selama penelitian

Konsentrasi amoniak (NH3) dalam (mg/liter) pada perlakuan Hari Tanah Jemur Bakar Sekam Cuci Air Tawar

0 0,0126-0,0290a 0,0036-0,0074a 0,0459-0,0831b

10 0,0330-0,0889b 0,0053-0,0336a 0,0225-0,0756b

20 0,0537-0,0952b 0,0085-0,0447a 0,0327-0,0788b

30 0,0732-0,0937b 0,0216-0,0376a 0,0400-0,0803b

Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Berdasarkan analisis statistik, dapat dilihat bahwa pada awal penelitian

(hari ke-0) konsentrasi NH3 pada perlakuan cuci air tawar lebih tinggi dari pada

perlakuan tanah jemur dan bakar sekam (p<0,05) (Lampiran 8a). Hari ke-10

hingga hari ke-30, perlakuan tanah jemur dan perlakuan cuci air tawar

mempunyai nilai konsentrasi amoniak lebih tinggi daripada perlakuan bakar

sekam (p<0,05) (Lampiran 8b, 8c, dan 8d).

4.1.5 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Berdasarkan jumlah individu yang hidup selama masa pemeliharaan,

dilakukan perhitungan terhadap tingkat kelangsungan hidup udang vaname pada

masing-masing perlakuan (Lampiran 4, 5, dan 6). Tingkat kelangsungan hidup

yang diperoleh pada semua perlakuan berkisar antara 60±54,77% hingga

100±0,00 % (Tabel 8). Sampai dengan hari ke-10 belum terjadi kematian udang

dari semua perlakuan. Kematian baru terjadi setelah hari ke-10 yaitu pada

perlakuan tanah jemur sehingga nilai tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan

tanah jemur menjadi 80±44,72% pada hari ke-20.

Kematian juga terjadi setelah hari ke-20, yaitu pada perlakuan tanah

jemur dan perlakuan cuci air tawar yang masing-masing SR-nya menjadi

60±54,77% dan 66,67±47,14%. Namun, pada perlakuan bakar sekam tidak

terjadi kematian hingga akhir masa pemeliharaan sehingga SR-nya sebesar 100

±0,00%.

Page 33: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

21

Tabel 8. Tingkat kelangsungan hidup (SR) selama penelitian Tingkat kelangsungan hidup (SR) dalam (%) pada perlakuan Hari

Tanah Jemur Bakar Sekam Cuci Air Tawar10 100,00±0,00 100,00±0,00 100,00±0,00 20 80,00±44,72 100,00±0,00 100,00±0,00 30 60,00±54,77 100,00±0,00 66,67±47,14

4.1.6 Biomassa

Berdasarkan jumlah individu yang hidup dan bobot rata-rata udang

selama masa pemeliharaan, dilakukan perhitungan terhadap biomassa (gram)

udang vaname pada masing-masing perlakuan (Lampiran 2). Pada Tabel 9 dapat

dilihat bahwa biomassa akhir tertinggi (p<0,05) diperoleh perlakuan bakar sekam

sebesar 150,65 gram sedangkan biomassa terendah didapat oleh perlakuan

tanah jemur sebesar 88,25 gram (Lampiran 9).

Tabel 9. Biomassa udang vaname selama penelitian

Biomassa udang vaname dalam (gram) pada perlakuan Hari Tanah Jemur Bakar Sekam Cuci Air Tawar

0 85,2 85,2 85,2 10 103,13 104,09 107,10 20 100,73 130,02 127,16 30 88,25a 150,65b 99,08ab

Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

4.1.7 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1 dan 2), bobot rata-rata udang

mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bobot rata-rata udang vaname selama pemeliharaan

Page 34: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

22

Hasil pengamatan pertumbuhan bobot harian selama masa pemeliharaan

(Tabel 10), bernilai antara 1,92±0,32% sampai 2,27±0,69% pada hari ke-10,

sedangkan pada hari ke-20 bernilai antara 1,77±0,20% hingga 2,25±0,21%, dan

hari ke-30 bernilai antara 1,36±0,22% hingga 1,61±0,17%. Bobot akhir yang

diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 9,81±0,60 gram sampai 10,04±0,55

gram (Gambar 1). Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa perlakuan

bakar sekam memberikan laju pertumbuhan bobot harian tertinggi pada hari ke-

20 (Lampiran 10b). Pada hari ke-10 dan hari ke-30, perlakuan tidak menunjukkan

pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian (p>0,05) (Lampiran 10a

dan 10c).

Tabel 10. Laju pertumbuhan bobot harian selama penelitian Laju pertumbuhan bobot harian dalam (%) pada perlakuan Hari

Tanah Jemur Bakar Sekam Cuci Air Tawar 10 1,92±0,32 2,02±0,20 2,27±0,69 20 1,93±0,26ab 2,25±0,21a 1,77±0,20b

30 1,61±0,17 1,49±0,25 1,36±0,22 Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris

menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

4.1.8 Laju Pertumbuhan Panjang Harian

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1 dan 2), panjang rata-rata udang

mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Panjang rata-rata udang vaname selama pemeliharaan

Hasil pengamatan pertumbuhan panjang harian selama masa

pemeliharaan berlangsung, bernilai antara 0,31±0,22% sampai 0,37±0,19% pada

hari ke-10, hari ke-20 bernilai antara 0,34±0,11% hingga 0,37±0,11%, dan hari

ke-30 bernilai antara 0,42±0,10% hingga 0,53±0,06% (Tabel 11). Panjang akhir

Page 35: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

23

yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 10,89±0,50 cm sampai

11,18±0,46 cm (Gambar 2). Sampai hari ke-30, diketahui bahwa perlakuan tanah

tambak tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang

harian (p>0,05) (Lampiran 11a, 11b, dan 11c).

Tabel 11. Laju pertumbuhan panjang harian selama penelitian Laju pertumbuhan panjang harian dalam (%) pada perlakuan Hari

Tanah Jemur Bakar Sekam Cuci Air Tawar 10 0,36±0,17 0,31±0,22 0,37±0,19 20 0,36±0,08 0,34±0,11 0,37±0,11 30 0,43±0,08 0,42±0,10 0,53±0,06

4.1.9 Efisiensi Pakan

Berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi udang vaname selama masa

pemeliharaan, nilai efisiensi pakan yang didapat pada setiap perlakuan berkisar

antara 42,14±7,65% sampai 50,76±16,81% pada hari ke-10, hari ke-20 bernilai

antara 47,89±5,94% hingga 62,26±6,54%, dan hari ke-30 bernilai antara

48,10±8,13% hingga 57,76±6,56% (Tabel 12). Berdasarkan analisis statistik,

diketahui bahwa perlakuan bakar sekam memberikan efisiensi pakan tertinggi

pada hari ke-20 (Lampiran 12b). Pada hari ke-10 dan hari ke-30, perlakuan tidak

menunjukkan pengaruh nyata terhadap efisiensi pakan (p>0,05) (Lampiran 12a

dan 12c).

Tabel 12. Efisiensi pakan selama penelitian

Efisiensi pakan dalam (%) pada perlakuan Hari Tanah jemur Bakar sekam Cuci air tawar

10 42,14±7,65 44,39±4,74 50,76±16,81 20 52,58±7,53ab 62,26±6,54a 47,89±5,94b

30 57,76±6,56 53,06±9,53 48,10±8,13 Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris

menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

4.1.10 Frekuensi Molting

Berdasarkan hasil pencatatan data udang yang molting setiap hari

selama masa pemeliharaan 30 hari diperoleh frekuensi molting (Tabel 13).

Udang vaname pada perlakuan tanah jemur mengalami molting sebanyak 19

kali, sedangkan perlakuan bakar sekam dan perlakuan cuci air tawar masing-

masing sebanyak 26 kali. Namun, siklus molting udang vaname pada ketiga

perlakuan relatif bersamaan yaitu tiap 10 hari sekali.

Page 36: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

24

Tabel 13. Jumlah molting udang vaname selama penelitian

Jumlah molting udang vaname pada hari ke- Perlakuan Ulangan

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Total Molting

1 1

2 1 1 1

3 1 1 2

4 1 1 1 1 1

Tanah Jemur

5 1 2 1 1 1

Jumlah 2 3 1 1 1 0 2 1 0 3 0 0 1 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1

2 1 1 2 1

3 2 1 1 1

4 1 1 1 1 1

Bakar Sekam

5 1 1 1 1 1

Jumlah 2 2 2 1 2 3 1 1 3 2 1 1 1 3 1 26 1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1

3 2 1 1 2 1

4 1 1 1 1

Cuci Air Tawar

5 1 1 1 1 1 1

Jumlah 4 3 2 2 1 0 2 2 0 3 0 1 0 4 2 26

4.1.11 Kualitas Air

Nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan selama masa

pemeliharaan berlangsung tercantum dalam Tabel 14, sedangkan data terinci

terdapat dalam Lampiran 3.

Tabel 14. Kisaran kualitas air selama penelitian Kisaran kualitas air pada perlakuan Parameter Hari

Tanah Jemur Bakar Sekam Cuci Air Tawar 0 5,1-6,0 5,5-6,0 5,2-5,6 10 5,2-6,1 5,2-5,3 5,8-6,3 20 5,2-5,8 5,6-5,8 5,6-6,0

DO (mg/liter)

30 6,2-6,6 5,5-6,3 5,2-5,8 0 28,2-28,3 28,1-28,5 28,0-28,1 10 28,8-29,1 28,6-29,0 28,5-28,9 20 28,2-28,4 28,0-28,4 28,1-28,5

Suhu (°C)

30 28,3-28,8 28,3-28,6 28,1-28,3 0 7,5-7,8 7,4-7,6 7,8-7,9 10 7,7-7,9 7,3-7,5 7,4-7,9 20 7,8-7,9 7,7-7,8 7,8-8,1

pH

30 8,2-8,4 8,0-8,2 8,2-8,4

Page 37: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

25

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi total sulfur di dalam air

pemeliharaan cenderung menurun dari hari ke-0 hingga hari ke-10 dan

cenderung meningkat setelah hari ke-10 hingga hari ke-30 (Tabel 6).

Kecenderungan penurunan kadar total sulfur dari hari ke-0 hingga hari ke-10

pada masing-masing perlakuan ini disebabkan oleh adanya proses pengeringan

tanah tambak dengan penjemuran sinar matahari pada setiap perlakuan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Hanggono (2005) bahwa pengeringan tanah dasar

tambak secara periodik akan meningkatkan proses oksidasi sulfida dalam tanah

serta meningkatkan dekomposisi bahan organik. Sulfur dalam tanah merupakan

akibat dari akumulasi sulfur di air sehingga konsentrasi total sulfur air dapat

berkurang. Hal ini terjadi karena tanah masih dalam keadaan aerob dan

akumulasi bahan organik masih sedikit sehingga sulfur di air terakumulasi di

tanah pada batas tertentu dan hal ini yang menyebabkan kandungan sulfur dapat

hilang dari air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Avnimelech et al. (2003), bahwa

residu bahan organik dan nutrien yang ada di dalam kolam cenderung

terakumulasi di dalam tanah sampai taraf tertentu sehingga beberapa bahan

dapat hilang dari dalam air.

Peningkatan konsentrasi total sulfur setelah hari ke-10 hingga hari ke-30

pada ketiga perlakuan karena adanya akumulasi sulfur di tanah yang sudah

melebihi ambang batas kemampuan tanah. Adanya pergantian air sebanyak 30%

tiap 3 hari sekali akan menyebabkan terjadinya akumulasi sulfur di tanah secara

terus-menerus. Boyd (1988) menyatakan bahwa di daerah perairan dengan

salinitas yang rendah, konsentrasi sulfat berada pada selang 1-5 mg/liter sebagai

S dan konsentrasi ini akan meningkat dengan meningkatnya salinitas. Selain itu

sudah terbentuknya bahan organik di dalam media pemeliharaan juga diduga

sebagai penyebab peningkatan kadar total sulfur. Hal ini terjadi karena bahan

organik yang berasal dari residu pakan yang mengandung sulfur. Menurut

Lender (1992) dalam Nurbani (1998), sulfur dalam pakan terdapat pada asam

amino ber-S (methionin dan sistein).

Meskipun konsentrasi total sulfur di air selama pemeliharaan meningkat

diduga sulfur yang terdeteksi dalam bentuk sulfat dan sangat sedikit dalam

bentuk H2S. Ini dikarenakan selama masa pemeliharaan, oksigen terlarut dalam

air sebesar 5,2-5,3 hingga 6,2-6,6 mg/liter sehingga mampu menjaga kondisi air

pemeliharaan dalam keadaan aerob. Menurut Wyk dan Scarpa (1999), H2S

Page 38: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

26

terjadi karena dekomposisi bahan organik dalam keadaan anaerob. Namun, nilai

pH dan suhu juga berperan penting dalam proses pembentukan H2S. Bentuk

sulfida di alam tergantung pada pH (Madigan et al., 1996). Proporsi antara HS-

dan H2S akan berubah seiring dengan perubahan suhu dan pH (Boyd, 1988). pH

dan suhu pada media pemeliharaan yang masing-masing berkisar antara 28,0-

28,1°C hingga 28,8-29,1°C dan 7,3-7,5 hingga 8,2-8,4 juga diduga sebagai

penyebab tidak terbentuknya H2S dan meskipun terbentuk H2S, jumlahnya

sangat kecil. Pada pH yang tinggi, bentuk dominan adalah sulfida (S2), pada pH

netral S- yang mendominasi dan pH < 6, H2S yang mendominasi (Madigan et al.,

1996). Hidrogen sulfida kebanyakan terdapat pada pH rendah (Boyd, 1988).

Hidrogen sulfida yang tidak terionisasi bersifat racun pada ikan, namun ion hasil

dissosiasi ini tidak selalu toksik karena hidrogen sulfida mungkin berada pada

zona aman di perairan (Boyd, 1988).

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar amoniak di dalam air

semakin meningkat seiring dengan waktu pemeliharaan (Tabel 7). Meskipun

kadar amoniak cenderung meningkat, konsentrasi amoniak masih dalam

toleransi kehidupan udang vaname. Konsentrasi amoniak selama penelitian

cenderung rendah karena adanya pergantian air sebanyak 30% tiap 3 hari sekali,

dan adanya penerapan aerasi diharapkan dapat membantu terciptanya suasana

aerob di dalam air sehingga terjadi proses oksidasi amoniak menjadi nitrat.

Persentase amoniak bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan

suhu perairan (Boyd, 1989). Meningkatnya pH dan suhu pada media

pemeliharaan yang masing-masing berkisar antara 28,0-28,1°C hingga 28,8-

29,1°C dan 7,3-7,5 hingga 8,2-8,4 akan menyebabkan meningkatnya kadar

amoniak dalam air pemeliharaan. Pada pH ≤ 7, sebagian besar amoniak akan

mengalami ionisasi, sehingga yang banyak berada dalam perairan adalah dalam

bentuk ion amonium (NH4+). Amonium dalam perairan tidak bersifat racun bagi

ikan. Sebaliknya, pada pH > 7 maka amoniak tak terionisasi yang bersifat toksik

terdapat dalam jumlah lebih banyak (Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendi,

2003).

Parameter kualitas air lainnya yaitu suhu, pH, dan DO selama penelitian

masih dalam kisaran yang baik bagi kehidupan organisme. Suhu air selama

penelitian berkisar antara 28,0-28,1°C hingga 28,8-29,1°C masih dalam batas

kisaran suhu optimum udang vaname untuk hidup. Suhu optimal untuk

pertumbuhan udang antara 26°C - 32°C (Haliman dan Adijaya, 2004). Fluktuasi

Page 39: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

27

suhu yang terjadi tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup ikan karena

menurut Stickney (1979), secara umum fluktuasi suhu yang membahayakan ikan

adalah 5°C dalam waktu 1 jam. Hal ini tidak terjadi selama penelitian

berlangsung. Kandungan H2S menurun dengan meningkatnya pH dan suhu

(Boyd, 1988). Proporsi antara HS- dan H2S akan berubah seiring dengan

perubahan suhu dan pH (Boyd, 1988). Persentase amoniak bebas meningkat

dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan (Boyd, 1989).

Nilai pH media pemeliharaan pada ketiga perlakuan berkisar antara

7,3-7,5 hingga 8,2-8,4 sehingga masih dalam batas kisaran suhu optimum udang

vaname untuk hidup. Sebagian besar biota akuatik termasuk udang vaname,

sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,3 (Wyk dan

Scarpa, 1999). Persentase amoniak bebas meningkat dengan meningkatnya nilai

pH dan suhu perairan (Boyd, 1989). Akan tetapi persentase H2S akan meningkat

dengan menurunnya pH. Pada pH yang tinggi, bentuk dominan adalah sulfida

(S2- ), pada pH netral S- yang mendominasi dan pH < 6, H2S yang mendominasi

(Madigan et al., 1996). Fluktuasi nilai pH pada media air pemeliharaan selama

penelitian tidak berbahaya bagi kelangsungan hidup udang vaname.

Konsentrasi DO dalam media air pemeliharaan semua perlakuan berkisar

antara 5,2-5,3 hingga 6,2-6,6 mg/liter masih dalam batas kisaran DO optimum

udang vaname untuk hidup. Konsentrasi oksigen terlarut optimum untuk hidup

udang vaname 5 - 9 ppm (Wyk dan Scarpa, 1999). Toksisitas H2S akan menurun

seiring dengan peningkatan kadar oksigen terlarut (Effendi, 2003). Dari

pembahasan kualitas air (suhu, pH, dan DO) dapat disimpulkan bahwa selama

penelitian, kualitas air tersebut masih layak untuk kehidupan udang vaname.

Hasil yang diperoleh selama masa pemeliharaan menunjukkan bahwa

tingkat kelangsungan hidup berkisar antara 60±54,77% hingga 100±0,00%.

Kematian udang vaname selama masa pemeliharaan terjadi pada perlakuan

tanah jemur dan perlakuan cuci air tawar. Tingkat kelangsungan hidup yang

didapat hingga masa pemeliharaan hari ke-10 yaitu 100% pada ketiga perlakuan.

Hal ini diduga karena udang sudah dapat beradaptasi dengan kondisi

lingkungan. Udang sudah mampu beradaptasi dengan baik pada masa

pemeliharaan 10 hari karena udang sudah diaklimatisasi dengan baik pada saat

penebaran berlangsung. Hal ini terjadi karena udang sudah diadaptasikan

selama 3 hari pada perlakuan sebelum diberi pakan. Meskipun kadar amoniak

Page 40: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

28

dan total sulfur sudah dalam berada pada konsentrasi yang cukup tinggi, udang

masih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Pada hari ke-10 sampai hari ke-20 masa pemeliharaan, tingkat

kelangsungan hidup pada perlakuan bakar sekam dan perlakuan cuci air tawar

masih 100%, namun pada perlakuan tanah jemur tingkat kelangsungan hidup

sudah mengalami penurunan yaitu dengan adanya kematian sebanyak satu ekor

pada ulangan satu pada hari ke-13 dan dua ekor pada hari ke-15. Konsentrasi

amoniak yang meningkat secara signifikan, berkisar 0,0330-0,0889 mg/liter -

0,0537-0,0952 mg/liter dan konsentrasi total sulfur berkisar 2,21-5,12 mg/liter -

3,50-5,80 mg/liter diduga sebagai penyebab terjadinya kematian udang. Udang

pada perlakuan tanah jemur ulangan satu mengalami tekanan lingkungan akibat

secara terus menerus terpapar oleh peningkatan konsentrasi amoniak dan total

sulfur sehingga tidak mampu bertoleransi lagi yang akhirnya menyebabkan

udang menjadi lemah dan akhirnya mati.

Pada perlakuan bakar sekam dan perlakuan cuci air tawar tidak terdapat

adanya kematian. Konsentrasi amoniak meningkat pada perlakuan bakar sekam

dan perlakuan cuci air tawar masing-masing berkisar antara 0,0053-0,0336

mg/liter sampai 0,0085-0,0447 mg/liter dan 0,0225-0,0756 mg/liter sampai

0,0327-0,0788 mg/liter. Tidak terjadinya mortalitas selama 20 hari disebabkan

oleh masih kecilnya peningkatan kadar amoniak dan total sulfur. Peningkatan

kadar amoniak dan total sulfur terjadi secara perlahan tidak berlangsung secara

signifikan sehingga udang masih mampu untuk bertoleransi.

Pada hari ke-20 sampai hari ke-30 masa pemeliharaan, tingkat

kelangsungan hidup pada perlakuan bakar sekam masih 100%, perlakuan cuci

air tawar sebesar 66,67±47,14%, dan perlakuan tanah jemur sebesar

60,00±54,77%. Mortalitas terjadi pada perlakuan tanah jemur ulangan tiga pada

hari ke-24 sebanyak dua ekor dan pada hari ke-27 sebanyak satu ekor.

Perlakuan cuci air tawar, mortalitas terjadi pada hari ke-22 sebanyak dua ekor

pada ulangan dua, dan sebanyak satu ekor pada ulangan empat. Hari ke-25 dan

hari ke-26 masa pemeliharaan, terjadi juga kematian pada perlakuan cuci air

tawar ulangan empat masing-masing sebanyak satu ekor.

Kematian udang diduga karena konsentrasi amoniak yang semakin

meningkat, sebesar 0,0537-0,0952 mg/liter hingga 0,0732-0,0937 mg/liter dan

konsentrasi total sulfur sebesar 3,50-5,80 mg/liter hingga 5,69-8,23 mg/liter pada

perlakuan tanah jemur serta konsentrasi amoniak sebesar 0,0327-0,0788 mg/liter

Page 41: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

29

hingga 0,0400-0,0803 mg/liter dan konsentrasi total sulfur sebesar 1,13-2,42

mg/liter hingga 5,50-5,69 mg/liter pada perlakuan cuci air tawar. Udang

mengalami tekanan lingkungan dan tidak mampu bertoleransi dengan tingginya

konsentrasi amoniak dan total sulfur secara terus menerus yang kadarnya

semakin meningkat mendekati nilai toksik sehingga udang mati.

McCarty dalam Effendi (2003) mengemukakan bahwa, kadar NH3 pada

perairan sebaiknya tidak melebihi 0,1 mg/liter, karena bersifat toksik bagi

beberapa jenis ikan. Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amoniak bebas

yang terlalu tinggi karena dapat menggangu proses pengikatan oksigen oleh

darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi (Effendi, 2003).

Semakin besar konsentrasi total sulfur maka semakin besar juga potensi untuk

mereduksi sulfur dalam bentuk H2S. Apabila H2S dalam perairan dalam jumlah

yang tinggi maka akan sangat berbahaya untuk pertumbuhan dan kelangsungan

hidup ikan.

Hidrogen sulfida sangat beracun bagi udang vaname meskipun pada

konsentrasi rendah + 0,05 mg/liter (Hanggono, 2005). Menurut Hariyadi et al.

(1992), keberadaan H2S sebesar 0,025-0,25 µg/liter dalam air bersih sudah

menimbulkan bau telur busuk. Chamberlain (1988) dalam Nurbani (1998)

menyatakan bahwa H2S yang dapat dideteksi dalam jumlah apapun dianggap

merusak terhadap produksi budidaya air. Keberadaan H2S ini sangat berbahaya

karena dapat meenghambat oksigen yang akan masuk ke tubuh. H2S masuk ke

dalam lapisan epithelium insang dan menghalangi kemampuan sel untuk

transportasi oksigen. Akibatnya oksigen tidak dapat masuk ke dalam darah,

udang menjadi lemah karena kekurangan oksigen (hypoxia) dan selanjutnya

dapat mengakibatkan kematian.

Selain tingkat kelangsungan hidup, dilakukan juga penghitungan

biomassa udang selama 30 hari. Biomassa akhir udang tertinggi sebesar 150,65

gram terjadi pada perlakuan bakar sekam. Pada perlakuan tanah jemur

mempunyai nilai biomassa yang paling kecil yaitu sebesar 88,25 gram. Hal ini

terjadi karena udang pada perlakuan bakar sekam mempunyai tingkat

kelangsungan hidup sebesar 100±0,00% dan bobot rata-rata akhir yang paling

tinggi yaitu 10,04 gram/ekor sedangkan pada perlakuan tanah jemur mempunyai

tingkat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata akhir yang paling rendah yang

masing-masing sebesar 60,00±54,77% dan 9,81±0,60 gram/ekor.

Page 42: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

30

Laju pertumbuhan bobot harian pada hari ke-0 sampai hari ke-10 masa

pemeliharaan, pada masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05)

(Lampiran 10a). Laju pertumbuhan bobot harian pada hari ke-0 sampai hari ke-

10 sebesar 1,92±0,32% pada perlakuan tanah jemur, 2,02±0,20% pada

perlakuan bakar sekam, serta 2,27±0,69% pada perlakuan cuci air tawar. Hal ini

disebabkan karena udang pada setiap perlakuan sudah mampu beradaptasi

dengan baik pada lingkungannya masing-masing sehingga udang dapat

mengoptimalkan pakan yang diberikan untuk pertumbuhan bobotnya. Hadie et al.

(2002) menyatakan bahwa pertumbuhan terjadi pada makhluk hidup apabila

jumlah makanan yang dimakan melebihi kebutuhan untuk mempertahankan

hidupnya.

Pertumbuhan akan terjadi jika jumlah energi dari pakan yang dikonsumsi

ikan lebih besar daripada yang dibutuhkan ikan untuk pemeliharaan tubuh harian.

Pemanfaatan energi untuk pertumbuhan akan terjadi apabila energi untuk

pemeliharaan, aktifitas fisik dan pengaturan suhu tubuh telah terpenuhi.

Pertumbuhan ikan terjadi apabila ada perubahan dalam bobot tubuh ikan atau

terdapat sejumlah hasil metabolisme yang disimpan dalam tubuh (anabolisme)

(Nurbani, 1998).

Laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, Effendie (1997)

menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu

berhubungan dengan keadaan ikan itu sendiri, seperti genetik dan keadaan

fisiologi (kesehatan dan kematangan gonad) dan oleh faktor eksternal yaitu

lingkungan tempat ikan hidup, seperti sifat kimia air, kimia tanah, suhu air, sisa

metabolisme, ketersediaan oksigen dan ketersediaan pakan. Kualitas air yang

masih baik membuat udang pada masing-masing perlakuan tersebut dapat

mengoptimalkan pakan untuk pertumbuhan bobotnya.

Pada hari ke-10 sampai hari ke-20 masa pemeliharaan, perlakuan bakar

sekam berbeda nyata dengan perlakuan cuci air tawar (p<0,05), namun tidak

berbeda nyata perlakuan tanah jemur terhadap laju pertumbuhan bobot harian

(p>0,05) (Lampiran 10b). Laju pertumbuhan bobot harian pada hari ke-10 sampai

hari ke-20 sebesar 1,93±0,26% pada perlakuan tanah jemur, 2,25±0,21% pada

perlakuan bakar sekam, serta 1,77±0,20% pada perlakuan cuci air tawar.

Tingginya laju pertumbuhan bobot harian pada perlakuan bakar sekam terjadi

karena udang pada perlakuan bakar sekam lebih mengoptimalkan pakan yang

diberikan untuk pertumbuhan bobotnya daripada kedua perlakuan lainnya. Hal ini

Page 43: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

31

terjadi karena masih baiknya kualitas air pada perlakuan bakar sekam daripada

kedua perlakuan yang lain. Daya serap oksigen oleh darah akan berjalan dengan

lancar sehingga energi dari metabolisme pakan yang dimakan udang digunakan

untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan.

Pada hari ke-20 sampai hari ke-30, laju pertumbuhan bobot harian udang

cenderung mengalami penurunan. Meskipun demikian, pada masing-masing

perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) (Lampiran 10c). Penurunan laju

pertumbuhan bobot ini diduga udang mengalami tekanan lingkungan dan

direspon oleh udang dengan melakukan molting. Udang akan mengalami stres

akibat dari peningkatan kadar amoniak, peningkatan kadar total sulfur, dan

peningkatan pH.

Salah satu faktor yang mempengaruhi molting adalah stres. Penyebab

stres pada udang apabila terjadi perubahan lingkungan (suhu, kepadatan,

salinitas, pH, polusi, penyakit, tekanan air, arus air, DO, dan ketersediaan

makanan), penanganan (handling) (pemindahan ikan dengan serok,

transportasi), serta penangkapan (capture) (pukat, gill net) (Fingerman et al.,

1997 dalam Aziz, 2008). Udang yang stres dan sering melakukan molting akan

berdampak pada pertumbuhan yang tidak sempurna. Hal ini menyebabkan

udang mengalihkan pertumbuhan bobotnya menjadi pertumbuhan panjang.

Dapat dilihat pada laju pertumbuhan panjang harian pada hari ke-20 hingga ke-

30 yang mengalami peningkatan.

Meskipun masih dalam kondisi optimal, kualitas air yang semakin

memburuk pada media pemeliharaan (Tabel 14), apabila terpapar dalam waktu

lama juga akan mengakibatkan udang tidak mampu memaksimalkan energi yang

didapatnya untuk pertumbuhan melainkan untuk memenuhi kebutuhan

mempertahankan hidupnya. Penurunan kualitas air yang ditandai dengan

peningkatan kadar amoniak, membuat daya serap oksigen oleh darah menurun

sehingga metabolisme udang juga menurun.

Laju pertumbuhan panjang harian selama masa pemeliharaan, pada

masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) (Lampiran 11a, 11b

dan 11c). Laju pertumbuhan panjang harian pada hari ke-0 sampai hari ke-10

sebesar 0,31±0,22% sampai 0,37±0,19%, laju pertumbuhan panjang harian pada

hari ke-10 sampai hari ke-20 sebesar 0,34±0,11% hingga 0,37±0,11%, dan laju

pertumbuhan panjang harian pada hari ke-20 sampai hari ke-30 sebesar

0,42±0,10% hingga 0,53±0,06%.

Page 44: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

32

Nilai laju pertumbuhan panjang harian meningkat seiring dengan

bertambahnya waktu. Akan tetapi, pada hari ke-30 laju pertumbuhan panjang ini

lebih dominan daripada laju pertumbuhan bobot pada hari ke-30. Hal ini diduga

udang mengalami stres dan direspon oleh udang dengan melakukan molting.

Udang stres akibat dari peningkatan kadar amoniak, peningkatan kadar total

sulfur, dan peningkatan pH. Energi udang digunakan untuk mengadaptasikan diri

dengan lingkungan yang semakin memburuk, sehingga udang meresponnya

dengan molting akibat dari adanya tekanan dari lingkungan. Hal ini sesuai

dengan Fingerman et al., 1997 dalam Aziz, 2008 bahwab penyebab stres pada

udang apabila terjadi perubahan lingkungan (suhu, kepadatan, salinitas, pH,

polusi, penyakit, tekanan air, arus air, DO, dan ketersediaan makanan),

penanganan (handling) (pemindahan ikan dengan serok, transportasi), serta

penangkapan (capture) (pukat, gill net).

Efisiensi pakan sangat dipengaruhi oleh nafsu makan udang dan jumlah

pakan yang dimakan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hanya pada hari

ke-20 perlakuan bakar sekam bernilai lebih tinggi dan berbeda nyata dengan

perlakuan cuci air tawar (p<0,05) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan

tanah jemur terhadap efisiensi pakan (p>0,05) (Lampiran 12b). Hal ini

menyebabkan pertumbuhan bobot pada perlakuan bakar sekam meningkat

seiring dengan meningkatnya efisiensi pakan.

Kualitas air yang masih baik pada perlakuan bakar sekam, mendukung

pertumbuhan udang untuk mengoptimalkan energi yang didapatkan dari pakan

untuk pertumbuhan. Udang pada perlakuan bakar sekam tidak perlu

menghabiskan energi untuk beradaptasi lagi dengan lingkungan, sehingga udang

pada perlakuan bakar sekam lebih dominan untuk pertumbuhan. Pada kedua

perlakuan lainnya, udang mengoptimalkan energinya untuk bertahan hidup

dengan melakukan molting sebagai akibat dari kualitas air yang semakin

memburuk yang menjadi stresor lingkungan. Akibatnya, pada kedua perlakuan ini

udang yang diperoleh cenderung kurus dan panjang.

Secara alami udang vaname mengalami pergantian kulit atau molting

secara periodik untuk tumbuh jika kondisi lingkungan dan nutrisi mencukupi.

Pertumbuhan bergantung pada efisiensi penggunaan energi, yaitu rasio antara

energi untuk tumbuh dan metabolisme termasuk energi yang dipergunakan untuk

adaptasi (Aziz, 2008). Molting sering terjadi pada perlakuan bakar sekam dan

perlakuan cuci air tawar dengan total molting sebanyak 26. Dari Tabel 13, dapat

Page 45: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

33

diketahui bahwa siklus molting udang vaname semua perlakuan relatif

bersamaan yaitu tiap 10 hari sekali. Chanratcakool (1995) dalam Haliman dan

Adijaya (2004) menyatakan bahwa udang vaname dengan bobot 6-9 gram

interval moltingnya terjadi setiap 8-9 hari seperti yang tertera pada Tabel 15 yang

menyatakan interval molting dan penambahan bobot udang vaname.

Tabel 15. Interval molting dan penambahan bobot udang vaname

Bobot (gram) Interval molting (hari)2 - 5 7 – 86 - 9 8 – 910 - 15 9 – 1216 - 22 12 – 1323 - 40 14 – 16Sumber : Chanratcakool, 1995 dalam Haliman dan Adijaya, 2004

Fingerman et al. (1997) dalam Aziz (2008) menyatakan bahwa frekuensi

molting pada udang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti stresor, suhu,

fotoperiod, nutrisi, dan faktor internal yaitu produksi moult accelerating hormon

(MAH) berupa hormon ekdisis dan moult inhibiting hormon (MIH).

Page 46: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengolahan tanah tambak dengan cara membakar sekam di atas

permukaan tanah cenderung menghasilkan nilai amoniak terlarut paling kecil

(p<0,05) selama 30 hari masa pemeliharaan dibanding dengan dua cara

pengolahan tanah lainnya. Demikian juga terhadap kadar total sulfur hingga 20

hari masa pemeliharaan (p<0,05). Kadar total sufur pada ketiga cara pengolahan

tanah tambak cenderung naik setelah 30 hari masa pemeliharaan. Ketiga cara

pengolahan tanah tambak memberikan frekuensi molting yang sama yaitu 10 hari

sekali.

Cara pengolahan tanah dengan bakar sekam menghasilkan tingkat

kelangsungan hidup, biomassa (p<0,05) yang tertinggi sampai 30 hari

pemeliharaan, sedangkan laju pertumbuhan bobot harian (p<0,05) dan efisiensi

pakan (p<0,05) yang lebih baik daripada cara pengolahan tanah tambak dengan

pengangkatan lapisan lumpur dan pencucian air tawar sampai 20 hari

pemeliharaan.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini, pengolahan tanah tambak yang disarankan

untuk budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei adalah pengolahan tanah

tambak bakar sekam. Selain itu juga disarankan penelitian lebih lanjut tentang

pengolahan tanah tambak dengan pembakaran sekam yang berdosis sekam

berbeda.

Page 47: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Z, Andrat K, Subiyanto. 2005. Teknik Produksi Udang Vaname Litopenaeus vannamei Secara Sederhana. Jepara: BBPBAP Jepara, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Avnimelech Y, Ritvo G, Kochva M. 2003. Evaluating the active redox and organic fractions in pond bottom soils: EOM, easily oxidized material. Aquaculture, 233: 283-292.

Aziz. 2008. Perangsangan molting pascalarva lobster air tawar jenis capit merah (Cherax quadricarinatus, Von Martens) dengan perlakuan suhu. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Boone. 1931. Litopenaeus vannamei. http://www.itis.gov (12 Agustus 2008).

Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. New York: Elsevier Scientific Publising Company.

_______. 1988. Water Quality in Warmwater Fish. Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University.

_______. 1989. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University.

_______. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University.

Chanratchakool. 1995. Health Management in Shrimp Ponds. Bangkok: Department of Fisheries, Kasetsart University Campus. Aquatic Animal Health Research Institute.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2009a. Kinerja Pembangunan dan Tantangan ke Depan Perikanan Budidaya. Temu Koordinasi Pemantapan Pelaksanaan Pembangunan Perikanan Budidaya. Bogor.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Direktur Produksi. 2009b. Kinerja 2008 dan Rencana 2009 Perikanan Budidaya. Bahan Diskusi Satgas Perikanan Budidaya. Bogor.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Hadie W, Sumantadinata K, Carman O, Hadie LE. 2002. Pendugaan jarak genetik populasi udang galah Macrobrachium rosenbergii dari sungai Musi, sungai Kapuas, sungai Citanduy, dengan truss morphometric untuk mendukung program pemuliaan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 8 (2): 1-5.

Page 48: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

36

Haliman RW, Adijaya DS. 2004. Udang Vannamei. Jakarta: Panebar Swadaya.

Hanggono B. 2005. Parameter Kualitas Air Dalam Akuakultur. BBAP Situbondo. Direktoral Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Hariyadi S, Suryadiputra INN, Widigdo B. 1992. Limnologi. Bogor: Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Hidayat A. 1978. Methods of Soil Chemical Analysis. Bogor: Japan International Coorporation Agency (JICA) in the Frame Work of the Indonesia-Japan. Joint Food Crop Research Program.

Hudi L, Shahab A. 2005. Optimasi Produktifitas Budidaya Udang Vaname Litopenaeus vannamei dengan Menggunakan Metode Respon Surface dan Non Linier Programming. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

http://id.wikipedia.org/wiki/Belerang (16 juni 2008)

Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 1996. Brock Biology of Microorganisms. USA: Pearson US Import and Phipes.

Manalo RG. 1978. Manual on Pond Culture of Penaid Shrimp. Manila: ASEAN National Coordinating Agency of The Philippines.

Nugraha S, Setiawati J. 2001. Peluang Agribisnis Arang Sekam. Jakarta: Balai Penelitian Pascapanen Pertanian.

Nurbani Y. 1998. Evaluasi beberapa pakan komersial berdasarkan pertumbuhan, retensi nutrien, dan limbah yang dihasilkan pada pemeliharaan ikan mas Cyprinus carpio. Skripsi. Bogor: Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Ritvo G, Samocha TM, Lawrence AL, Neill WH. 1996. Growth of Penaeus vannamei on soils from various Texas shrimp farms, under laboratory conditions. Aquaculture, 163: 101-110.

Steel RGD, Torrie JH. 1982. Principle and Procedures of Statistics a Biometrical Aproach. 2nd edition. Florida: CRC Press.

Wickins J, Lee DOC. 2002. Crustacean Farming Ranching and Culture. 2nd edition. London: Blackweel Science.

Wyk PV, Scarpa J. 1999. Water Quality Requirements and Management. Florida: Harbor Branch Oceanographic Institution.

Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 49: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

37

LAMPIRAN

Page 50: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

38

Lampiran 1. Panjang dan bobot awal udang vaname Panjang (Cm) Bobot (gram) 9,90 6,12 9,90 5,97 9,90 5,95 9,70 5,05 9,60 5,66 9,70 5,73 9,60 5,02 9,70 5,68 9,60 5,36 9,50 4,73 9,90 5,10 9,90 5,83 9,80 5,80 10,00 6,42 9,70 5,50 9,90 5,72 9,90 5,76 9,70 5,82 10,40 6,48 9,60 5,86 9,40 4,91 9,50 6,26 9,50 5,27 10,10 5,92 9,60 5,14 9,80 5,39 9,50 5,82 9,80 5,95 9,80 6,36

rataan 9,76 5,68 SD 0,21 0,46

Page 51: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

39

Lampiran 2. Hasil pengukuran panjang dan bobot

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Hari Ke-10

Panjang (Cm) Bobot (gr) Panjang (Cm) Bobot (gr) Panjang (Cm) Bobot (gr) Ulangan 1 9,90 6,58 Ulangan 1 9,9 6,82 Ulangan 1 10,10 6,89

9,90 6,31 9,5 6,48 10,20 7,62 10,20 7,04 10,2 7,46 10,00 6,58

Ulangan 2 10,20 6,83 Ulangan 2 9,4 6,57 Ulangan 2 10,30 7,16 9,90 6,43 10,4 6,98 10,10 6,73 9,90 7,16 9,7 6,64 10,20 6,65

Ulangan 3 10,20 6,87 Ulangan 3 10,1 6,75 Ulangan 3 10,40 6,98 9,80 6,41 10,4 7,53 10,60 8,48 10,40 7,52 9,8 6,84 10,20 7,13

Ulangan 4 10,00 6,76 Ulangan 4 10,2 6,95 Ulangan 4 10,10 6,78 10,10 6,85 9,9 6,76 10,00 6,67 10,00 6,72 10,6 7,51 9,50 6,42

Ulangan 5 10,50 7,62 Ulangan 5 10,5 7,16 Ulangan 5 10,40 8,72 10,30 6,95 10,3 6,86 10,30 6,63 10,40 7,08 10,2 6,78 9,60 7,66

Rataan 10,11 6,88 Rataan 10,07 6,94 Rataan 10,13 7,14 SD

Biomassa 0,22

0,38

103,13 SD

Biomassa 0,36

0,33

104,09 SD

Biomassa 0,29

0,69

107,10

39

Page 52: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

40

Lanjutan Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Hari Ke-20 Panjang (Cm) Bobot (gr) Panjang (Cm) Bobot (gr) Panjang (Cm) Bobot (gr)

Ulangan 1 Ulangan 1 10,20 8,03 Ulangan 1 10,60 7,91 9,80 7,74 10,70 9,03 10,80 9,58 10,20 7,85

Ulangan 2 10,50 8,41 Ulangan 2 9,60 7,83 Ulangan 2 10,70 8,58 10,20 7,38 10,90 9,36 10,50 8,16 10,30 8,02 10,00 8,20 10,50 8,38

Ulangan 3 10,50 8,36 Ulangan 3 10,50 8,55 Ulangan 3 10,70 8,43 10,20 7,92 10,90 9,82 11,30 10,14 10,70 9,25 10,10 8,82 10,50 8,26

Ulangan 4 10,40 8,21 Ulangan 4 10,50 8,66 Ulangan 4 10,40 8,05 10,50 8,47 10,20 8,56 10,40 7,87 10,30 8,06 11,00 9,31 9,80 7,71

Ulangan 5 10,80 9,05 Ulangan 5 11,00 8,94 Ulangan 5 10,80 10,58 10,70 8,68 10,70 8,44 10,70 7,94 10,70 8,92 10,50 8,18 9,90 8,27

Rataan 10,48 8,39 Rataan 10,45 8,70 Rataan 10,51 8,48 SD

Biomassa 0,21

0,53

100,73 SD

Biomassa 0,45

0,64

130,02 SD

Biomassa 0,36

0,84

127,16

40

Page 53: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

41

Lanjutan Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Hari Ke-30

Panjang (Cm) Bobot (gr) Panjang (Cm) Bobot (gr) Panjang (Cm) Bobot (gr) Ulangan 1 Ulangan 1 10,6 9,69 Ulangan 1 11,2 8,97

10,3 9,59 11,3 10,57 11,6 11,09 10,5 8,78

Ulangan 2 10,9 9,47 Ulangan 2 10,1 9,32 Ulangan 2 11,2 9,35 10,6 9,28 11,6 10,55 10,8 9,39 10,4 9,22

Ulangan 3 Ulangan 3 10,8 10,02 Ulangan 3 11,4 9,72 11,3 10,74 11,8 12,55 10,4 10,18 11,1 9,11

Ulangan 4 10,9 9,78 Ulangan 4 10,9 9,75 Ulangan 4 10,9 9,56 10,5 9,81 10,6 9,13 11,5 10,51

Ulangan 5 11,4 10,38 Ulangan 5 11,4 10,48 Ulangan 5 11,6 11,43 11,2 10,83 11,1 10,23 11,4 9,67 11,3 10,43 10,9 9,47 10,3 8,93

Rataan 10,95 9,81 Rataan 10,89 10,04 Rataan 11,18 9,91 SD

Biomassa 0,29

0,60

88,25 SD

Biomassa 0,50

0,55

150,65 SD

Biomassa 0,46

1,24

99,08

41

Page 54: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

42

Lampiran 3. Kualitas air

Hari ke-0 Hari ke-10 Hari ke-20 Hari ke-30 Perlakuan DO SUHU PH Perlakuan DO SUHU PH Perlakuan DO SUHU PH Perlakuan DO SUHU PH

P1U1 5,59 28,3 7,6 P1U1 5,20 28,80 7,7 P1U1 P1U1 P1U2 5,57 28,3 7,5 P1U2 6,10 28,80 7,9 P1U2 5,80 28,30 7,9 P1U2 6,61 28,8 8,2 P1U3 5,09 28,2 7,6 P1U3 5,30 29,10 7,8 P1U3 5,20 28,20 7,9 P1U3 P1U4 5,73 28,2 7,8 P1U4 5,80 28,90 7,8 P1U4 5,60 28,30 7,8 P1U4 6,13 28,3 8,3 P1U5 5,97 28,3 7,8 P1U5 5,80 28,90 7,7 P1U5 5,80 28,40 7,9 P1U5 6,21 28,4 8,4 P2U1 5,95 28,1 7,6 P2U1 5,20 29,00 7,3 P2U1 5,60 28,00 7,7 P2U1 6,3 28,6 8,2 P2U2 5,79 28,2 7,5 P2U2 5,20 28,70 7,4 P2U2 5,80 28,10 7,8 P2U2 6,13 28,5 8,2 P2U3 5,67 28,1 7,5 P2U3 5,20 28,60 7,3 P2U3 5,80 28,10 7,8 P2U3 5,47 28,3 8,0 P2U4 5,53 28,2 7,4 P2U4 5,30 28,80 7,5 P2U4 5,70 28,20 7,8 P2U4 5,77 28,5 8,0 P2U5 5,50 28,5 7,5 P2U5 5,30 28,90 7,4 P2U5 5,60 28,40 7,7 P2U5 5,73 28,3 8,1 P3U1 5,41 28 7,8 P3U1 6,30 28,50 7,8 P3U1 6,00 28,10 8,0 P3U1 5,79 28,2 8,5 P3U2 5,31 28,1 7,8 P3U2 6,20 28,60 7,9 P3U2 5,80 28,20 7,8 P3U2 P3U3 5,58 28,1 7,8 P3U3 6,30 28,50 7,8 P3U3 5,80 28,40 8,1 P3U3 5,45 28,1 8,4 P3U4 5,51 28 7,8 P3U4 6,00 28,80 7,7 P3U4 5,60 28,30 8,0 P3U4 P3U5 5,24 28,1 7,8 P3U5 5,80 28,90 7,4 P3U5 5,80 28,50 8,0 P3U5 5,14 28,3 8,2

42 42

Page 55: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

43

Lampiran 4. Hubungan tingkat petumbuhan dengan konsentrasi total sulfur dan amoniak pada perlakuan tanah jemur

Parameter Perlakuan Ulangan Hari Amoniak

(mg/l) Total S (mg/l)

SR (%)

SGR Bobot (%)

SGR Panjang (%)

EP (%)

0 0,0239 3,6525 100 10 0,0418 4,0085 100 1,58 0,24 33,96 20 0

1

30 0 0 0,0193 3,2627 100 10 0,0482 4,6695 100 1,83 0,24 39,72 20 0,0658 3,5000 100 1,55 0,29 41,50

2

30 0,0732 5,6864 100 1,68 0,40 60,62 0 0,0126 4,8644 100 10 0,0820 5,1186 100 2,01 0,38 44,18 20 0,0952 5,7966 100 2,07 0,35 56,85

3

30 0 0 0,0290 5,3559 100 10 0,0889 2,5085 100 1,78 0,28 38,66 20 0,0537 4,6525 100 1,98 0,32 54,23

4

30 0,0928 6,0678 100 1,41 0,37 50,26 0 0,0207 6,3305 100 10 0,0330 2,2119 100 2,42 0,64 54,17 20 0,0742 5,2203 100 2,10 0,48 57,74

Tanah Jemur

5

30 0,0937 8,2288 100 1,73 0,52 62,41

Page 56: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

44

Lampiran 5. Hubungan tingkat petumbuhan dengan konsentrasi total sulfur dan amoniak pada perlakuan bakar sekam

Parameter Perlakuan Ulangan Hari Amoniak

(mg/l) Total S (mg/l)

SR (%)

SGR Bobot (%)

SGR Panjang (%)

EP (%)

0 0,0049 4,4237 100 10 0,0053 1,0254 100 1,99 0,11 43,71 20 0,0085 1,8644 100 2,02 0,25 55,27

1

30 0,0376 5,7034 100 1,82 0,54 66,01 0 0,0074 4,7458 100 10 0,0009 1,4237 100 1,71 0,07 37,02 20 0,0040 2,2288 100 2,32 0,20 64,39

2

30 0,0376 3,4407 100 1,37 0,51 48,58 0 0,0036 2,9746 100 10 0,0173 1,4407 100 2,17 0,34 47,94 20 0,0287 2,4153 100 2,56 0,37 71,85

3

30 0,0258 6,4661 100 1,30 0,31 45,97 0 0,0072 4,4322 100 10 0,0270 0,5932 100 2,22 0,47 49,12 20 0,0342 1,2458 100 2,26 0,40 62,56

4

30 0,0216 5,3475 100 1,26 0,37 44,48 0 0,0300 3,5000 100 10 0,0336 0,8136 100 2,01 0,57 44,18 20 0,0447 1,0678 100 2,08 0,48 57,21

Bakar sekam

5

30 0,0253 3,6780 100 1,68 0,37 60,25

Page 57: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

45

Lampiran 6. Hubungan tingkat petumbuhan dengan konsentrasi total sulfur dan amoniak pada perlakuan cuci air tawar

Parameter Perlakuan Ulangan Hari Amoniak

(mg/l) Total S (mg/l)

SR (%)

SGR Bobot (%)

SGR Panjang (%)

EP (%)

0 0,0570 4,5763 100 10 0,0693 0,4746 100 2,16 0,34 47,59 20 0,0575 1,1271 100 1,63 0,37 43,86

1

30 0,0803 5,5000 100 1,34 0,47 47,47 0 0,0083 2,4915 100 10 0,0721 0,6271 100 1,89 0,44 41,13 20 0,0735 1,2373 100 2,03 0,40 55,74

2

30 33,33 0 0,0831 4,2627 100 10 0,0325 1,1017 100 2,86 0,64 65,22 20 0,0438 1,4153 100 1,74 0,52 46,92

3

30 0,0782 5,6525 100 1,58 0,54 56,53 0 0,0705 4,3644 100 10 0,0756 1,7288 100 1,39 0,11 29,73 20 0,0788 2,4237 100 1,90 0,22 51,87

4

30 0 0 0,0459 3,1102 100 10 0,0225 0,8559 100 3,05 0,34 70,15 20 0,0327 1,3390 100 1,53 0,35 41,07

Cuci air Tawar

5

30 0,0400 5,6949 100 1,15 0,59 40,31

Page 58: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

46

Lampiran 7. Analisa ragam dan uji lanjut Tukey terhadap konsentrasi total sulfur selama penelitian a. Hari Ke-0 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 2,322129656 2 1,161064828 1,179042 0,340807 3,885294

Galat 11,81703533 12 0,984752945

Total 14,13916499 14

b. Hari Ke-10 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 24,2344154 2 12,1172077 17,7168 0,000262 3,885294

Galat 8,207268026 12 0,683939002

Total 32,44168342 14

Hasil uji lanjut Tukey Jenis variabel: Total Sulfur 10 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) Perlakuan (J) Perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan

baku P Batas atas Batas bawah

Bakar sekam 2,6440800(*) 0,5230354 0,001 1,248693 4,039467 Tanah jemur

Cuci air tawar 2,7457800(*) 0,5230354 0,001 1,350393 4,141167 Tanah jemur -2,6440800(*) 0,5230354 0,001 -4,039467 -1,248693

Bakar sekam Cuci air tawar 0,1017000 0,5230354 0,979 -1,293687 1,497087 Tanah jemur -2,7457800(*) 0,5230354 0,001 -4,141167 -1,350393 Cuci air tawar Bakar sekam -0,1017000 0,5230354 0,979 -1,497087 1,293687

*. Perbedaan nyata pada level 0,05 c. Hari Ke-20 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 28,62063344 2 14,31031672 29,26422 3,94E-05 3,982298

Galat 5,379043378 11 0,489003943

Total 33,99967682 13

Hasil uji lanjut Tukey Jenis variabel: Total Sulfur 20 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) Perlakuan (J) Perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan baku P

Batas atas Batas bawah Bakar sekam 3,0279300(*) 0,4690924 0,000 1,760978 4,294882

Tanah jemur Cuci air tawar 3,2838700(*) 0,4690924 0,000 2,016918 4,550822 Tanah jemur -3,0279300(*) 0,4690924 0,000 -4,294882 -1,760978

Bakar sekam Cuci air tawar 0,2559400 0,4422646 0,834 -0,938553 1,450433 Tanah jemur -3,2838700(*) 0,4690924 0,000 -4,550822 -2,016918

Cuci air tawar Bakar sekam -0,2559400 0,4422646 0,834 -1,450433 0,938553

*. Perbedaan nyata pada level 0,05 d. Hari Ke-30 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 5,64023835 2 2,820119175 2,108825 0,183827 4,45897

Galat 10,69835296 8 1,33729412

Total 16,33859131 10

Page 59: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

47

Lampiran 8. Analisa ragam dan uji lanjut Tukey terhadap konsentrasi amoniak a. Hari Ke-0 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,004861263 2 0,002430632 7,473704 0,007798 3,885294

Galat 0,003902694 12 0,000325225 Total 0,008763957 14

b. Hari Ke-10 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,005318738 2 0,002659369 5,531767 0,01984 3,885294

Galat 0,005768939 12 0,000480745 Total 0,011087677 14

c. Hari Ke-20 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,005615559 2 0,002807779 8,534417 0,005787 3,982298

Galat 0,003618944 11 0,000328995

Total 0,009234502 13

Hasil uji lanjut Tukey Jenis variabel: NH3_0 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) perlakuan (J) perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan baku P

Batas atas Batas bawah Bakar sekam 0,0104800 0,0114051 0,639 -0,019947 0,040907

Tanah jemur Cuci air tawar -,0318600(*) 0,0114051 0,040 -0,062287 -0,001433 Tanah jemur -0,0104800 0,0114051 0,639 -0,040907 0,019947

Bakar sekam Cuci air tawar -,0423400(*) 0,0114051 0,008 -0,072767 -0,011913 Tanah jemur ,0318600(*) 0,0114051 0,040 0,001433 0,062287 Cuci air tawar Bakar sekam ,0423400(*) 0,0114051 0,008 0,011913 0,072767

*. Perbedaan nyata pada level 0,05

Hasil uji lanjut Tukey Jenis variabel: NH3_10 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) perlakuan (J) perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan

baku P Batas atas Batas bawah

Bakar sekam ,0419600(*) 0,0138622 0,026 0,004978 0,078942 Tanah jemur

Cuci air tawar 0,0043800 0,0138622 0,947 -0,032602 0,041362 Tanah jemur -,0419600(*) 0,0138622 0,026 -0,078942 -0,004978

Bakar sekam Cuci air tawar -,0375800(*) 0,0138622 0,046 -0,074562 -0,000598 Tanah jemur -0,0043800 0,0138622 0,947 -0,041362 0,032602

Cuci air tawar Bakar sekam ,0375800(*) 0,0138622 0,046 0,000598 0,074562

*. Perbedaan nyata pada level 0,05

Page 60: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

48

Hasil uji lanjut Tukey

Jenis variabel: NH3_20 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) perlakuan (J) perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan baku P

Batas atas Batas bawah Bakar sekam ,0482050(*) 0,0121747 0,006 0,015323 0,081087

Tanah jemur Cuci air tawar 0,0149650 0,0121747 0,461 -0,017917 0,047847 Tanah jemur -,0482050(*) 0,0121747 0,006 -0,081087 -0,015323

Bakar sekam Cuci air tawar -,0332400(*) 0,0114784 0,036 -0,064241 -0,002239 Tanah jemur -0,0149650 0,0121747 0,461 -0,047847 0,017917 Cuci air tawar Bakar sekam ,0332400(*) 0,0114784 0,036 0,002239 0,064241

*. Perbedaan nyata pada level 0,05

d. Hari Ke-30 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,006589264 2 0,003294632 17,3002 0,001244 4,45897

Galat 0,001523511 8 0,000190439 Total 0,008112775 10

Hasil uji lanjut Tukey Jenis variabel: NH3_30 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) perlakuan (J) perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan baku P Batas atas Batas bawah

Bakar sekam ,0569729(*) 0,0100781 0,001 0,028175 0,085770 Tanah jemur

Cuci air tawar 0,0204217 0,0112676 0,226 -0,011775 0,052618 Tanah jemur -,0569729(*) 0,0100781 0,001 -0,085770 -0,028175

Bakar sekam Cuci air tawar -,0365512(*) 0,0100781 0,016 -0,065349 -0,007754 Tanah jemur -0,0204217 0,0112676 0,226 -0,052618 0,011775

Cuci air tawar Bakar sekam ,0365512(*) 0,0100781 0,016 0,007754 0,065349

*. Perbedaan nyata pada level 0,05

Page 61: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

49

Lampiran 9. Analisa ragam dan uji lanjut Tukey terhadap biomassa a. Hari Ke-10 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,897122 2 0,448561 0,887158 0,441897 4,102821

Galat 5,056155 10 0,505616 Total 5,953277 12

b. Hari Ke-20 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 1,637275 2 0,818637 0,617024 0,557216 3,982298

Galat 14,59428 11 1,326752

Total 16,23155 13

c. Hari Ke-30 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 6,2019 2 3,10095 7,886846 0,028421 5,786135

Galat 1,9659 5 0,39318

Total 8,1678 7 Hasil uji lanjut Tukey

Jenis variabel: Biomassa_30 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) perlakuan (J) perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan baku P

Batas atas Batas bawah Bakar sekam -1,82500(*) 0,62216 0,059 -3,7340 0,0840

Tanah jemur Cuci air tawar -0,87000 0,74363 0,511 -3,1517 1,4117 Tanah jemur 1,82500(*) 0,62216 0,059 -0,0840 3,7340

Bakar sekam Cuci air tawar 0,95500 0,62216 0,341 -0,9540 2,8640 Tanah jemur 0,87000 0,74363 0,511 -1,4117 3,1517 Cuci air tawar Bakar sekam -0,95500 0,62216 0,341 -2,8640 0,9540

*. Perbedaan nyata pada level 0,05

Page 62: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

50

Lampiran 10. Analisa ragam dan uji lanjut Tukey terhadap laju pertumbuhan bobot harian a. Hari Ke-10 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,314928419 2 0,157464209 0,772018 0,483725 3,885294

Galat 2,447573169 12 0,203964431 Total 2,762501588 14 b. Hari Ke-20

Hasil uji lanjut Tukey Jenis variabel: SGR_20 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) Perlakuan (J) Perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan

baku P Batas atas Batas bawah

Bakar sekam -0,32300 0,14873 0,121 -0,7247 0,0787 Tanah jemur

Cuci air tawar 0,15900 0,14873 0,551 -0,2427 0,5607 Tanah jemur 0,32300 0,14873 0,121 -0,0787 0,7247

Bakar sekam Cuci air tawar ,48200(*) 0,14022 0,014 0,1033 0,8607 Tanah jemur -0,15900 0,14873 0,551 -0,5607 0,2427 Cuci air tawar Bakar sekam -,48200(*) 0,14022 0,014 -0,8607 -0,1033

*. Perbedaan nyata pada level 0,05 c. Hari Ke-30 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,097052867 2 0,048526433 0,970191 0,419515 4,45897

Galat 0,400139389 8 0,050017424 Total 0,497192256 10

Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,595707628 2 0,297853814 6,028707 0,017069 3,982298

Galat 0,54346512 11 0,04940592 Total 1,139172748 13

Page 63: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

51

Lampiran 11. Analisa ragam terhadap laju pertumbuhan panjang harian a. Hari Ke-10 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,00937 2 0,004685 0,124903938 0,883714156 3,885294

Galat 0,450096 12 0,037508 Total 0,459465 14 b. Hari Ke-20 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,002564013 2 0,001282006 0,121225 0,887001 3,982298

Galat 0,116329292 11 0,01057539

Total 0,118893305 13

c. Hari Ke-30 Sumber Keragaman JK db KT F hit Nilai P F tab

Perlakuan 0,025849 2 0,012925 1,7539 0,233556 4,45897

Galat 0,058952 8 0,007369 Total 0,084802 10

Page 64: PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdfUntuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, ... Situbondo, Jawa Timur

52

Lampiran 12. Analisa ragam dan uji lanjut Tukey terhadap efisiensi pakan a. Hari Ke-10 Sumber Keragaman JK db KT F Nilai P F tab

Perlakuan 200,0788915 2 100,0394458 0,825704 0,461342 3,885294

Galat 1453,878136 12 121,1565113 Total 1653,957028 14 b. Hari Ke-20 Sumber Keragaman JK db KT F Nilai P F tab

Perlakuan 533,6236151 2 266,8118076 6,084703 0,01662 3,982298

Galat 482,3456077 11 43,8496007 Total 1015,969223 13

Hasil uji lanjut Tukey Jenis variabel: EP_20 Tukey HSD

Selang kepercayaan 95% (I) Perlakuan (J) Perlakuan Perbedaan rata-rata(I-J) Kesalahan baku P

Batas atas Batas bawah Bakar sekam -9,67600 4,44264 0,119 -21,6749 2,3229

Tanah jemur Cuci air tawar 4,68800 4,44264 0,560 -7,3109 16,6869 Tanah jemur 9,67600 4,44264 0,119 -2,3229 21,6749

Bakar sekam Cuci air tawar 14,36400(*) 4,18856 0,014 3,0513 25,6767 Tanah jemur -4,68800 4,44264 0,560 -16,6869 7,3109

Cuci air tawar Bakar sekam -14,36400(*) 4,18856 0,014 -25,6767 -3,0513

*. Perbedaan nyata pada level 0,05

c. Hari Ke-30 Sumber Keragaman JK db KT F Nilai P F tab

Perlakuan 140,0263013 2 70,01315066 0,963055 0,421933 4,45897

Galat 581,5921237 8 72,69901546 Total 721,618425 10