pengaruh variasi nilai kapasitor terhadap …
TRANSCRIPT
PENGARUH VARIASI NILAI KAPASITOR TERHADAP
KARAKTERISTIK TEGANGAN PADA PEMBEBANAN MESIN
INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
O
L
E
H
NAMA : JUAN KHAN TAMBUNAN
NIM : 0 4 0 4 0 2 0 1 2
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
KATA PENGANTAR
Penulis bersyukur kepada Tuhan atas segala tuntunan dan pengajaran yang
diberikan-Nya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir ini
bertujuan memenuhi syarat kurikulum Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan program studi strata satu (S1).
Adapun judul Tugas Akhir ini adalah: “Pengaruh Variasi Nilai Kapasitor Terhadap
Karakteristik Tegangan Pada Pembebanan Mesin Induksi Tiga Fasa Sebagai
Generator”.
Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan banyak bantuan baik
berupa bimbingan dan kritikan sehingga dengan rasa syukur, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Eddy Warman, selaku dosen pembimbing Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Panusur SML Tobing, selaku dosen wali penulis yang telah
membantu dari awal perkuliahan sampai penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Elektro.
4. Bapak Rahmad Fauzi, ST. MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik
Elektro.
5. Keluarga Tercinta yang mengasihi saya, Opung, Bapak, Ibu, Abang dan
Adik yang telah memberikan semua kemampuan mereka dalam
menyediakan segala kebutuhan saya selama perkuliahan.
6. Seluruh teman-teman Departemen Teknik Elektro stambuk 2003, 2004,
2005 serta seluruh saudara-saudariku yang namanya tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, atas bantuan yang diberikan kepada saya.
7. Seluruh teman-teman di JG411 yang telah banyak menberikan dukungan
dan bantuan selama penulisan tugas akhir ini.
Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas
Akhir ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran yang membangun demi
penyempurnaan Tugas Akhir ini. Kiranya Tugas Akhir ini berguna bagi pembaca
terutama yang ingin mendalami mesin induksi sebagai generator.
Terima kasih.
Medan, Maret 2009
( Juan Khan Tambunan)
DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................... i
Abstrak ................................................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................................ iv
Daftar Gambar ...................................................................................................... vii
Daftar Tabel ........................................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan ...........................................................................2
1.4 Batasan Masalah .............................................................................2
1.5 Metode Penulisan ............................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan .....................................................................3
BAB II: MOTOR INDUKSI
2.1 Umum .............................................................................................5
2.2 Konstruksi Motor Induksi ...............................................................5
2.3 Medan Putar ....................................................................................7
2.4 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa .......................................11
2.5 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi .............................................13
2.6 Aliran Daya Pada Motor Induksi Tiga Fasa .................................18
2.7 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa .....................................................20
2.8 Torsi Maksimum Motor Induksi ...................................................26
2.9 Effisiensi Motor Induksi Tiga Fasa...............................................27
2.10 Disain Motor Induksi Tiga Fasa .................................................28
BAB III : MESIN INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
3.1 Umum 30
3.1.1 Slip .....................................................................................32
3.1.2 Frekuensi Rotor ..................................................................33
3.1.3 Efisiensi ..............................................................................33
3.2 Syarat-Syarat Mesin Induksi Sebagai Generator ................................34
3.3 Kapasitor Pada Mesin Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator.............35
3.3.1 Kapasitor Secara Umum ....................................................35
3.3.2 Pemasangan Kapasitor .......................................................36
3.3.3 Peranan Kapasitor Terhadap Proses Pembangkitan
Tegangan Pada Mesin Induksi Tiga Fasa Sebagai
Generator ............................................................................37
3.4 Prinsip Kerja Mesin Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator................40
3.5 Keuntungan Mesin Induksi Sebagai Generator..................................42
BAB IV : PENGARUH VARIASI NILAI KAPASITOR TERHADAP
KARAKTERISTIK TEGANGAN PADA PEMBEBANAN MESIN
INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
4.1. Umum ................................................................................................44
4.2 Peralatan Yang Digunakan.................................................................44
4.3 Penentuan Besar Nilai Kapasitor .......................................................45
4.4 Rangkaian Percobaan..........................................................................47
4.5 Prosedur Percobaan.............................................................................47
4.6 Hasil Data Percobaan..........................................................................48
4.7 Analisa Grafik Hasil Data Percobaan.................................................49
BAB V : PENUTUP
5.1. Kesimpulan.........................................................................................54
5.2. Saran...................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................56
LAMPIRAN...........................................................................................................57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: a) penampang inti stator 6
Gambar 2.1: b) Stator motor induksi 6
Gambar 2.2: a) Rotor Sangkar 6
Gambar 2.2: b) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar 6
Gambar 2.3: a) Rotor belitan 7
Gambar 2.3: b) motor induksi rotor belitan 7
Gambar 2.4: Arus tiga fasa seimbang 8
Gambar 2.5: diagram fasor fluksi tiga fasa seimbang 8
Gambar 2.6: Medan putar pada motor induksi tiga fasa 8
Gambar 2.7 Rangkaian pengganti motor induksi 13
Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen stator 15
Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen pada rotor 17
Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator 18
Gambar 2.11 Aliran daya pada motor induksi 21
Gambar 2.12 Tegangan ekivalen Thevenin pada sisi rangkaian input 20
Gambar 2.13 Impedansi ekivalen Thevenin pada sisi rangkaian input 22
Gambar 2.14 rangkaian ekivalen Thevenin motor induksi 23
Gambar 2.15 Karakteristik torsi – slip pada motor induksi 24
Gambar 2.16 Karakteristik torsi – putaran pada motor induksi pada berbagai
daerah operasi 24
Gambar 2.17 Karakteristik torsi kecepatan motor induksi pada berbagai disain 28
Gambar 3.1 a) Kurva pengisian kapasitor 35
Gambar 3.1 b) Kurva pelucutan kapasitor 35
Gambar 3.2 Kapasitor terhubung bintang 36
Gambar 3.3 Kapasitor terhubung delta 36
Gambar 3.4. Skema Generator Induksi 38
Gambar 3.5. Rangkaian Ekivalen perfasa generator induksi 38
Gambar 3.6. Proses Pembangkitan Tegangan 39
Gambar 3.7. Tegangan Fungsi Kapasitor Eksitasi 40
Gambar 3.8. Prinsip kerja Mesin Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator 40
Gambar 3.9. Karakteristik torsi-kecepatan mesin induksi 41
Gambar 4.1. Rangkaian Percobaan Mesin Induksi Sebagai Generator 47
Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Harga Kapasitor Eksitasi Terhadap Tegangan
Keluaran Mesin Induksi Sebagai Generator Tanpa Beban 50
Gambar 4.3. Grafik Pengaruh Harga Kapasitor Eksitasi Terhadap Frekuensi
Keluaran Mesin Induksi Sebagai Generator Tanpa beban 51
Gambar 4.4. Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Tegangan Keluaran
Mesin Induksi Sebagai Generator Pada Beberapa Harga Kapasitor 52
Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Frekuensi Keluaran
Mesin Induksi Sebagai Generator Pada Beberapa Harga Kapasitor 52
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Tanpa Beban 48
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Berbeban 49
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pada saat sekarang ini listrik sudah menjadi kebutuhan yang sangat pokok.
Seluruh peralatan dari rumah tangga sampai industri hampir seluruhnya menggunakan
listrik. Salah satu cara untuk menghasilkan energi listrik adalah mengubah energi
mekanik menjadi energi listrik. Contohnya pada PLTMh yang menggunakan air sungai
untuk memutar turbin, putaran turbin tersebut dimanfaatkan untuk memutar generator.
Pada umumnya pembangkit listrik menggunakan generator sinkron, hal ini
dikarenakan tegangan keluaran generator sinkron lebih stabil jika dibandingkan dengan
tegangan keluaran generator induksi. Akan tetapi generator induksi lebih murah dan
mudah perawatannya dibandingkan dengan generator sinkron. Sehingga sangat cocok
diterapkan pada pambangkit listrik berskala kecil seperti pembangkit listrik tenaga
mikrohidro dan pembangkit listrik tenaga angin.
Mesin induksi tiga fasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara
memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan putaran sinkronnya dan atau mesin
bekerja pada slip negatip (s<0).
s =
Dimana s: slip
ns: Kecepatan medan putar, rpm
nr: Kecepatan putar rotor, rpm
s
rsn
nn −
Agar mesin induksi sebagai generator dapat bekerja untuk menyuplai beban
maka dibutuhkan kapasitor untuk membangkitkan arus eksitasi. Untuk itu perlu
diketahui sejauh mana pengaruh nilai kapasitor terhadap tegangan keluaran mesin
induksi sebagai generator.
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi
nilai kapasitor terhadap karakteristik tegangan pada pembebanan mesin induksi tiga
fasa sebagai generator.
I.3 Manfaat Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan bemanfaat untuk :
1. Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca tentang karakteristik
tegangan pada pembebanan mesin induksi sebagai generator.
2. Mengetahui besar nilai kapasitor minimun yang akan digunakan pada generator
induksi.
3. Bagi para pembaca, diharapkan semoga tugas akhir ini menjadi sumbangan
dalam memperkaya pengetahuan sehingga dapat memunculkan pemikiran-
pemikiran yang baru dalam memaksimalkan penggunaan mesin induksi sebagai
generator.
I.4 Batasan Masalah
Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta
terarah pada judul dan bidang yang telah disebutkan diatas, maka penulis membatasi
permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Membahas karakteristik tegangan keluaran mesin induksi tiga fasa sebagai
generator.
2. Membahas karakteristik tegangan keluaran terhadap perubahan beban dengan
variasi nilai kapasitor.
3. Beban yang digunakan adalah beban resistif, dan tidak membahas pembebanan
induktif dan kapasitif.
4. Penggerak mula yang digunakan untuk mesin induksi tiga fasa sebagai
generator adalah motor DC.
5. Tidak membahas interkoneksi dengan jaringan/ sistem.
6. Analisa data berdasarkan peralatan yang tersedia di laboratorium konversi
energi listrik.
I.5 Metode Penulisan
Langkah-langkah yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Membaca dan mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir
ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau
diperpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.
2. Melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan Dosen pembimbing
yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro FT-USU, dengan
Dosen-dosen bidang Konversi Energi Listrik, asisten Laboratorium Konversi
Energi Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa.
3. Melakukan pengujian di Laboratorium Konversi Energi Listrik, Departemen
Teknik Elektro FT-USU untuk mendapatkan data-data yang diperlukan.
4. Hasil yang diperoleh didiskusikan dengan Dosen pembimbing untuk kemudian
diperbaiki.
I.6 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah,
manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan
BAB II MOTOR INDUKSI
Bab ini memberikan penjelasan mengenai motor induksi secara umum,
konstruksi, prinsip kerja, rangkaian ekivalen, aliran daya, torsi,
effisiensi, serta desain motor induksi tiga fasa.
BAB III MESIN INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
Bab ini menjelaskan tentang mesin induksi tiga fasa sebagai generator
secara umum, syarat-syarat, prinsip kerja, dan keuntungan mesin
induksi sebagai generator
BAB IV PENGARUH VARIASI NILAI KAPASITOR TERHADAP
KARAKTERISTIK TEGANGAN PADA PEMBEBANAN MESIN
INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
Bab ini berisi tentang pengujian-pengujian pada mesin induksi sebagai
generator, peralatan yang digunakan, rangkaian pengujian, prosedur
pengujian, data hasil pengujian, dan analisa data hasil pengujian .
BAB V PENUTUP
Bagian ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil pengujian.
BAB II
MOTOR INDUKSI 2.1 UMUM
Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas
digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga.
Terdapat dua jenis motor induksi secara umum jika diklasifikasikan berdasarkan dari
fasa tegangan sumber yang digunakan yaitu motor induksi satu fasa (single phase
induction motor) dan motor induksi fasa banyak (polyphase induction motor). Motor
induksi fasa banyak yang paling umum penggunaannya adalah motor induksi tiga fasa.
Dalam tugas akhir ini pembahasan yang dilakukan adalah pada motor induksi
tiga fasa. Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya
murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban
penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika dibandingkan
dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan
kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk
dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak dijumpai.
2.2 KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA
Motor induksi tiga fasa pada dasarnya memiliki konstruksi stator yang sama
dengan motor sinkron, dan hanya terdapat perbedaan pada konstuksi rotor. Stator
dibentuk dari laminasi – laminasi tipis yang terbuat dari aluminium ataupun besi
tuang, dan kemudian dipasak bersama – sama untuk membentuk inti stator dengan slot
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1. Kumparan ( coil ) dari konduktor – konduktor
yang terisolasi ini kemudian disisipkan ke dalam slot – slot tersebut. Sehingga grup
dari kumparan ini beserta dengan inti yang mengelilinginya membentuk rangkaian
elektromagnetik. Banyaknya jumlah kutub dari motor induksi tergantung pada
hubungan internal dari belitan stator, yang mana bila belitan ini disuplai dengan
sumber tegangan tiga fasa maka akan membangkitkan medan putar.
Gambar 2.1: a) penampang inti stator b) Stator motor induksi
Rotor motor induksi tiga fasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor
sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari
susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat pada
permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan
shorting rings.
Gambar 2.2: a) Rotor Sangkar b) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar
Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga
fasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga fasa dari
rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap - tiap ujung dari tiga kawat rotor tersebut
diikatkan pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor belitan,
rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan eksternal, yang
mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi –
kecepatan dari motor.
Gambar 2.3: a) Rotor belitan b) motor induksi rotor belitan
2.3 MEDAN PUTAR
Ketika belitan tiga fasa dari motor induksi diberi suplai maka medan magnet
yang berputar akan dihasilkan. Medan magnet ini dibentuk oleh kutub – kutubnya yang
berada pada posisi yang tidak tetap pada stator tetapi berubah – ubah mengelilingi
stator. Adapun magnitud dari medan putar ini selalu tetap yaitu sebesar 1.5 Φm
dimana Φm adalah fluks yang disebabkan suatu fasa.
Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil
contoh pada motor induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Dimana ke-tiga fasanya
R,S,T disuplai dengan sumber tegangan tiga fasa, dan arus pada fasa ini ditunjukkan
sebagai IR, IS, dan IT, maka fluks yang dihasilkan oleh arus – arus ini adalah :
ΦR = Φm sin ωt .....................................................................................( 2.1a )
ΦS = Φm sin (ωt – 120o )..............................................................................( 2.1b )
ΦT = Φm sin (ωt – 240o )..............................................................................( 2.1c )
Gambar 2.4: Gambar 2.5: Arus tiga fasa seimbang diagram fasor fluksi tiga fasa seimbang i ii iii iv Gambar 2.6: Medan putar pada motor induksi tiga fasa
( i ) Pada keadaan 1 ( Gambar 2.6 ), ωt = 0 ; aru s d alam fasa R bernilai nol
sedangkan besarnya arus pada fasa S dan fasa T memiliki nilai yang sama dan arahnya
berlawanan. Dalam keadaan seperti ini arus sedang mengalir ke luar dari konduktor
sebelah atas dan memasuki konduktor sebelah bawah. Sementara resultan fluks yang
dihasilkan memiliki besar yang konstan yaitu sebesar 1,5 Φm dan dibuktikan sebagai
berikut :
ΦR = 0 ; ΦS = Φm sin ( -120o ) = 23
− Φm ;
ΦT = Φm sin ( -240o ) = 23 Φm
Oleh karena itu resultan fluks, Φr adalah jumlah phasor dari ΦT dan – ΦS
Sehinngga resultan fluks, Φr = 2 x 23 Φm cos 30o = 1,5 Φm
( ii ) Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan pada
R dan fasa T bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T, dan pada saat ini ωt = 30o,
oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing – masing fasa :
ΦR = Φm sin ( -120o ) = 0,5 Φm ΦS = Φm sin ( -90o ) = - Φm ΦT = Φm sin (-210o) = 0,5 Φm
Maka jumlah phasor ΦR dan - ΦT adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5 Φm.
Sehingga resultan fluks Φr = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.
Dari Gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah
sejauh 30o dari posisi pertama.
( iii ) Pada keadaan ini ωt = 60o, arus pada fasa R dan fasa S memiliki besar yang
sama dan arahnya berlawanan ( 0,866 Φm ), oleh karena itu fluks yang diberikan oleh
masing – masing fasa :
ΦR = Φm sin ( 60o ) = 23 Φm
ΦS = Φm sin ( -60o ) = 23
− Φm
ΦT = Φm sin ( -180o ) = 0
Maka magnitud dari fluks resultan : Φr = 2 x 23 Φm cos 30o = 1,5 Φm
Dari Gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah
sejauh 60o dari posisi pertama.
( iv ) Pada keadaan ini ωt = 90o, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus
pada fasa S dan fasa T = 0,5 Φm , oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing –
masing fasa
ΦR = Φm sin ( 90o ) = Φm ΦS = Φm sin ( -30o ) = - 0,5 Φm ΦT = Φm sin (-150o) = - 0,5 Φm Maka jumlah phasor - ΦT dan – ΦS adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5 Φm.
Sehingga resultan fluks Φr = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.
Dari Gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah
sejauh 90o dari posisi pertama.
2.4 PRINSIP KERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA
Pada motor induksi tidak terdapat hubungan listrik antara stator dengan rotor,
karena arus pada rotor merupakan arus induksi. Jika belitan stator diberi tegangan tiga
fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini kemudian akan
menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron.
Ketika medan magnetik memotong konduktor rotor, di dalam konduktor
tersebut akan diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam lilitan
sekunder transformator oleh fluksi primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian
tertutup, baik melalui cincin ujung maupun tahanan luar. Ggl induksi menyebabkan
arus mengalir di dalam konduktor rotor. Sehingga dengan adanya aliran arus pada
konduktor rotor di dalam meda magnet yang dihasilkan stator, maka akan dibangkitkan
gaya (F) yang bekerja pada motor.
Untuk mempelajari prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan
dalam beberapa langkah berikut:
1. Pada keadaan beban nol ketiga fasa stator yang terhubung dengan sumber
tegangan tiga fasa yang seimbang akan menghasilkan arus pada setiap belitan
fasa, arus pada tiap belitan fasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-
ubah.
2. amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak
lurus terhadap belitan fasa.
3. akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya :
E1 = - N1 dtdΦ (volt) ...................................................................................( 2.2 )
Atau E1 = - 4,44f N1Φ (volt) ......................................................................( 2.3 )
4. resultan dari ketiga fluksi bolak-balik tersebut menghasilkan medan putar yang
bergerak dengan kecepatan sinkron ns yang besarnya ditentukan oleh jumlah
kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan :
ns = p
f120 (rpm).........................................................................................( 2.4 )
5. fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor.
Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi sebesar E2 yang
besarnya :
E2 = 4,44f N2Φm (volt) ...............................................................................( 2.5 )
Dimana :
E2 = tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (volt)
N2 = jumlah lilitan rotor
Φm = fluksi maksimum (Wb)
6. karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan
menghasilkan arus I2
7. adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor
8. bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel
beban, maka rotor akan berputar searah dengan medan putar stator.
9. perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron.
Perbedaan kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan rotor (nr)
disebut dengan slip (s) dan dinyatakan dengan :
s = nr
nrns − x 100%.....................................................................................( 2.6 )
10. pada rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada
kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini
dinyatakan dengan E2s yang besarnya :
E2s = 4,44sf N2Φm (volt) ............................................................................( 2.7 )
Dimana :
E2s = tegangan induksi rotor dalam keadaan berputar (volt)
sf = frekuensi rotor ( frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam
keadaan berputar )
11. bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada
kumparan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel. Kopel akan dihasilkan
jika ns < nr.
2.5 RANGKAIAN EKIVALEN MOTOR INDUKSI
Kerja motor induksi seperti juga kerja transformator adalah berdasarkan prinsip
induksi-elektromagnetik. Oleh karena itu, motor induksi dapat dianggap sebagai
transformator dengan rangkaian sekunder yang berputar. Rangkaian pengganti motor
induksi dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Rangkaian pengganti motor induksi
Untuk menentukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga fasa, pertama-
tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara yang berputar
sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang di dalam fasa-fasa stator.
Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan
pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan
1V = 1E + 1I ( 11 jXR + ) Volt …….……..........................................................….(2.8)
1V
1R1X
1I
cR mX
ΦI
cI mI
2I
1E
2sX
2I
2R2Es
Di mana:
1V = tegangan terminal stator (Volt)
1E = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan(Volt)
1I = arus stator (Ampere)
1R = resistansi efektif stator (Ohm)
1X = reaktansi bocor stator (Ohm)
Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua komponen,
komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban 2I menghasilkan suatu
fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor. Komponen peneralan ΦI ,
merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah
udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah menjadi komponen rugi – rugi inti cI
yang sefasa dengan 1E dan komponen magnetisasi mI yang tertinggal dari 1E sebesar
°90 . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti Gambar 2.8 berikut
ini.
1V
1R1X
1I
cR mX
ΦI
cI mI
2I
1E
Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen stator
Pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah
kutub dan fasa stator. Jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator banyaknya a kali
jumlah lilitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada
rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah lilitan yang sama seperti stator.
Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan rotorE yang
diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan sE 2 yang diimbaskan pada rotor
ekivalen adalah:
sE 2 = a rotorE ………………..............................................................……....……..(2.9)
Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, lilitan – ampere masing –
masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya rotorI dan arus sI 2
pada rotor ekivalen haruslah
sI 2 = a
I rotor …………………………................................................................….(2.10)
Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip SZ 2 dari rotor
ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip rotorZ dari rotor yang sebenarnya haruslah
sebagai berikut:
SZ 2 = =S
S
IE
2
2 =rotor
rotor
IEa 2
rotorZa 2 ……............................................................…....(2.11)
Karena rotor terhubung singkat, hubungan fasor antara ggl frekuensi slip sE 2
yang dibangkitkan pada fasa patokan dari rotor patokan dan arus sI 2 pada fasa tersebut
adalah:
=S
S
IE
2
2SZ 2 = 2R + 2jsX ………………............................................................….(2.12)
Dimana:
SZ 2 = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa berpatokan pada stator (Ohm)
2R = tahanan rotor (Ohm)
2sX = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip (Ohm)
Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.12) dinyatakan dalam cara yang
demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi 2X didefinisikan
sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada
frekuensi stator.
Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron.
Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip
sebesar sE 2 dan ggl lawan stator 1E . Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor
akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator.
Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan
terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:
sE 2 = 1Es …………………………............................................................……..(2.13)
Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang
dihasilkan komponen beban 2I dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif
sI 2 = 2I ..................................................................................................................(2.14)
Dengan membagi persamaan (2.13) dengan persamaan (2.14) didapatkan:
=S
S
IE
2
2
2
1
IEs ………………………….......................................................…..……(2.15)
Didapat hubungan antara persamaan (2.12) dengan persamaan (2.15), yaitu
=S
S
IE
2
2
2
1
IEs = 2R + 2jsX ……..........……......................................................…....(2.16)
Dengan membagi persamaan (2.16) dengan s, maka didapat
2
1
IE =
sR2 + 2jX …………….….....................................................……...………..(2.17)
Dari persamaan (2.17) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.
Dari persamaan (2.12) , (2.13) dan (2.17) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen
pada rotor sebagai berikut :
sE2 1E
2R
2sX
2X
sR2
2R
)11(2 −s
R2I 2I
2X
2I1E
Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen pada rotor
sR2 =
sR2 + 2R - 2R
sR2 = 2R + )11(2 −
sR ……………….............................................................…….(2.18)
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat
dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing-masing fasanya dan
untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator.
Perhatikan Gambar 2.10.
1V
1R 1X
cRmX
2'R'
2X
)11('2 −s
R1E
1I 0I
cImI
2'I
Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator
Dimana:
2'X = 2
2 Xa
2'R = 2
2 Ra
2.6 ALIRAN DAYA PADA MOTOR INDUKSI TIGA FASA
Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik
pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi
listrik antara lain :
1. rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari :
rugi – rugi inti stator (PCORE)
PCORE = 3 E12GC...................................................................................(2.19)
rugi – rugi gesek dan angin
2. rugi – rugi variabel, terdiri dari :
rugi – rugi tembaga stator (PSCL)
PSCL = 3 I12 R1.......................................................................................(2.20)
rugi – rugi tembaga rotor ( PRCL)
PRCL = 3 I22 R2.................................................................................(2.21)
Daya pada celah udara (PAG)dapat dirumuskan dengan :
PAG = Pin – PSCL - PCORE..........................................................................................(2.22)
Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang
mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2/s. Oleh karena itu daya pada
celah udara dapat juga ditulis dengan :
sRI3P 22
2AG = ........................................................................................................(2.23)
Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor,
maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik.
Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah:
Pconv = 3 I22 R2
−
ss1 ............................................................................................(2.24)
Dari persamaan 2.21 dan 2.24 dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan
daya pada celah udara :
PRCL = s PAG ...........................................................................................................(2.25)
Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada
celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga
ditulis dengan :
Pconv = (1 – s ) PAG..................................................................................................(2.26)
Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya
mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin. Gambar 2.11 menunjukkan
aliran daya pada motor induksi tiga fasa :
Gambar 2.11 Aliran daya pada motor induksi
2.7 TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA
Dari rangkaian ekivalen dan diagram aliran daya motor induksi tiga fasa yang
telah diperoleh sebelumnya dapat diturunkan suatu rumusan umum untuk torsi induksi
sebagai fungsi dari kecepatan. Torsi motor induksi diberikan oleh persamaan:
τind = m
convPω
..............................................................................................................(2.27)
τind = sync
AGPω
..............................................................................................................(2.28)
Persamaan yang terakhir di atas sangat berguna, karena kecepatan sinkron
selalu bernilai konstan untuk tiap – tiap frekuensi dan jumlah kutub yang diberikan
motor. Karena kecepatan sinkron selalu tetap, maka daya pada celah udara akan
menentukan besar torsi induksi pada motor.
Meskipun terdapat berbagai cara menyelesaikan rangkaian seperti Gambar
2.10, untuk menentukan besarnya arus I2, kemungkinan penyelesaian yang paling
mudah dapat dilakukan dengan menentukan rangkaian ekivalen Thevenin dari Gambar
2.10 tersebut.
Agar dapat menghitung ekivalen Thevenin dari sisi input rangkaian ekivalen
motor induksi, pertama – tama terminal X’s dihubung buka (open - circuit ), kemudian
tegangan open circuit di terminal tersebut ditentukan. Untuk menentukan impedansi
Thevenin, maka tegangan fasa dihubung singkat ( short – circuit ) dan Zeq ditentukan
dengan melihat ke dalam sisi terminal.
Gambar 2.12 Tegangan ekivalen Thevenin pada sisi rangkaian input
Dari Gambar 2.12 ditunjukkan bahwa terminal di open – circuit untuk
mendapatkan tegangan ekivalen Thevenin. Oleh karena itu dengan aturan pembagi
tegangan diperoleh :
( )21
21 M
M
XXR
X
++
VTH = VΦ 1M
M
ZZZ+
= VΦ M11
M
jXjXRjX
++
Magnitud dari tegangan Thevenin VTH adalah :
VTH = VΦ ...................................................................(2.29) Karena reaktansi magnetisasi XM >> X1 dan XM >> R1, harga pendekatan dari
magnitud tegangan ekivalen Thevenin :
VTH ≈ VΦ . M
M
XXX+1
..........................................................................................(2.30)
Gambar 2.13 menunjukkan tegangan input dihubung singkat. Impedansi
ekivalen Thevenin dibentuk oleh impedansi paralel yang terdapat pada rangkaian.
Gambar 2.13 Impedansi ekivalen Thevenin pada sisi rangkaian input
Impedansi Thevenin ZTH diberikan oleh :
ZTH = M1
M1
ZZZZ+
ZTH = RTH + jXTH = ( )( )M11
11M
XXjRjXRjX
+++ ...................................................................(2.31)
Karena XM >> X1 dan XM + X1 >> R1, tahanan dan reaktansi Thevenin secara
pendekatan diberikan oleh :
RTH ≈ R1
XTH ≈ X1
Gambar 2.14 berikut menunjukkan rangkaian ekivalen Thevenin :
Gambar 2.14 rangkaian ekivalen Thevenin motor induksi
Dari Gambar 2.14 di atas arus I2 diberikan oleh :
I2 = 2TH
TH
ZZV+
; I2 = 2TH2TH
TH
jXjXs/RRV
+++
Magnitud dari arus
I2 = ( ) ( )2
1TH2
2TH
TH
XXs/RR
V
+++.....................................................................(2.32)
Daya pada celah udara diberikan oleh :
PAG = 3 I22
sR 2 ; PAG = ( ) ( )[ ]2
22
2
22 /3
XXRRsRV
THTH
TH
+++...........................................(2.33)
Sedangkan torsi induksi pada rotor
τind = sync
AGPω
; τind = ( ) ( )[ ]22TH
22THsync
2TH2
XXRRs/RV3
+++ω......................................(2.34)
Gambar kurva torsi kecepatan (slip) pada motor induksi ditunjukkan pada
Gambar 2.15
Gambar 2.15 Karakteristik torsi – slip pada motor induksi
Sedangkan kurva torsi - kecepatan motor induksi yang menunjukkan kecepatan
di luar daerah operasi normal ditunjukkan pada Gambar 2.16
Gambar 2.16 Karakteristik torsi – putaran pada motor induksi pada berbagai daerah operasi
Dari kedua kurva karakteristik torsi motor induksi di atas dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Torsi motor induksi akan bernilai nol pada saat kecepatan sinkron
2. kurva torsi – kecepatan mendekati linear di antara beban nol dan beban penuh.
Dalam daerah ini, tahanan rotor jauh lebih besar dari reaktansi rotor, oleh
karena itu arus rotor, medan magnet rotor, dan torsi induksi meningkat secara
linear dengan peningkatan slip.
3. Akan terdapat torsi maksimum yang tak mungkin akan dapat dilampaui. Torsi
ini disebut juga dengan pull – out torque atau break down torque, yang
besarnya 2 – 3 kali torsi beban penuh dari motor.
4. Torsi start pada motor sedikit lebih besar daripada torsi beban penuhnya, oleh
karena itu motor ini akan start dengan suatu beban tertentu yang dapat disuplai
pada daya penuh.
5. torsi pada motor akan memberikan harga slip yang bervariasi sebagai harga
kuadrat dari tegangan yang diberikan. Hal ini sangat penting dalam membentuk
pengaturan kecepatan dari motor.
6. jika rotor motor induksi digerakkan lebih cepat dari kecepatan sinkron,
kemudian arah dari torsi induksi di dalam mesin menjadi terbalik dan mesin
akan bekerja sebagai generator, yang mengkonversikan daya mekanik menjadi
daya elektrik.
7. jika motor induksi bergerak mundur relatif arah dari medan magnet, torsi
induksi mesin akan menghentikan mesin dengan sangat cepat dan akan
mencoba untuk berputar pada arah yang lain. Karena pembalikan arah medan
putar merupakan suatu aksi penyaklaran dua buah fasa stator, maka cara seperti
( )2222 XXR
sR
THTH ++=
( )
+++
=2
22
2
max2
3
XXRR
V
THTHTHsync
TH
ωτ
( )222
2
XXR
R
THTH ++
ini dapat digunakan sebagai suatu cara yang sangat cepat untuk menghentikan
motor induksi. Cara menghentikan motor seperti ini disebut juga dengan
plugging.
2.8 TORSI MAKSIMUM MOTOR INDUKSI
Karena torsi induksi bernilai τind = PAG/ωsync, maka torsi maksimum yang
mungkin terbentuk jika daya pada celah udara maksimum. Karena daya pada celah
udara sama dengan daya yang dikonsumsi oleh resistor R2/s, torsi induksi akan
maksimum ketika daya yang dikonsumsi oleh resistor maksimum.
Transfer daya terhadap resistor R2/s akan maksimum jika magnitud dari
impedansi sama dengan magnitud dari impedansi sumber. Dari rangkaian ekivalen
Thevenin impedansi sumber dari rangkaian :
Zsource = RTH + jXTH + jX2.......................................................................................(2.35)
Oleh karena itu transfer daya maksimum adalah :
.................................................................................(2.36)
atau slip pada saat torsi maksimum ;
smaks = ............................................................................(2.37)
Oleh karena itu slip dari rotor saat torsi maksimum secara langsung sebanding dengan
tahanan rotor. Sedangkan torsi maksimum dapat ditentukan sebagai berikut :
........................................................(2.38)
2.9 EFFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA
Effisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keeffektifan
motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan
sebagai perbandingan / rasio daya output ( keluaran ) dengan daya input ( masukan ),
atau dapat juga dirumuskan dengan :
.................................................................(2.39)
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa effisiensi motor tergantung pada
besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan
effisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani
secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.
Effisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian
beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh rugi
– rugi rotasi yang terdiri dari rugi – rugi mekanik dan rugi – rugi inti. Rugi – rugi
tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan ataupun tanpa
beban. Persamaan yang dapat digunakan untuk motor tiga fasa ini adalah :
1
211 3cos3 RIIVP lrot −= θ ....................................................................................(2.40)
Dari ke dua rumus di atas dapat dinyatakan bahwa rugi – rugi daya = total
daya input – rugi tembaga stator. Situasi ini tepat karena rotor tidak dibebani sewaktu
sedang beroperasi sehingga slipnya sangat kecil oleh karena itu arus, dan rugi – rugi
tembaga rotor diabaikan.
Dari pengujian hubung singkat akan dihasilkan parameter rotor. Daya total
yang dialirkan ke motor sewaktu tegangan dikurangi selama pengujian ini,
didissipasikan dalam rugi – rugi tembaga stator dan rugi – rugi tembaga rotor.
%100xPlossesP
PPP
ROTout
out
in
out
++==η
2.10 DISAIN MOTOR INDUKSI TIGA FASA
Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam
empat kelas yakni disain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat
pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Karakteristik torsi kecepatan motor induksi
Pada berbagai disain
Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai
ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang
paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban
lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5%
Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini
memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi
motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik
untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip
motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh
tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat
dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin.
Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua
disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti
konveyor, mesin penghancur (crusher ), komperessor,dll. Operasi dari motor ini
mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya
rendah, slipnya < = 5 %
Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan
beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi ( 5 -13 % ), sehingga
motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan
kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane,
dan ekstraktor.
BAB III
MESIN INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
3.1 UMUM
Mesin induksi tiga fasa merupakan motor yang banyak digunakan baik di
industri rumah tangga maupun industri skala besar. Hal ini dikarenakan konstruksi
mesin induksi yang kuat, murah, sederhana serta tidak membutuhkan perawatan yang
banyak.
Prinsip kerja generator induksi secara sederhana akan lebih mudah dipahami
dari prinsip kerja motor induksi. Apabila mesin induksi dihubungkan dengan tegangan
tiga fasa, pada kumparan statornya akan timbul medan magnet putar. Kecepatan medan
magnet putar disebut juga sebagai kecepatan sinkron tergantung dari frekuensi
tegangan listrik yang dihubungkan dan jumlah kutub statornya. Medan magnet putar
pada kumparan stator akan memotong batang konduktor pada kumparan rotor,
akibatnya pada kumparan akan dibangkitkan tegangan induksi. Pada kumparan rotor,
karena batang konduktor (umumnya berupa slot alumunium yang dihubungsingkatkan
pada kedua ujungnya) merupakan rangkaian yang tertutup, tegangan induksi pada rotor
yang disebabkan oleh medan magnet putar stator akan menghasilkan arus listrik.
Interaksi antara medan magnet putar pada stator dan arus rotor akan menimbulkan
kopel yang akan memutar rotor searah dengan medan magnet putar pada stator.
Seperti yang telah diterangkan diatas, tegangan induksi pada rotor timbul
karena terpotongnya batang konduktor pada rotor oleh medan magnet putar, agar
tegangan induksi selalu dapat dibangkitkan pada rotor, diperlukan perbedaan relatif
antara kecepatan medan magnet putar dengan kecepatan rotor yang biasa disebut
sebagai slip. Pada saat beroperasi sebagai motor, mesin induksi akan mempunyai slip
positif, artinya kecepatan medan magnet putar (kec. Sinkron) akan selalu lebih besar
daripada kecepatan rotor. Proses yang sebaliknya akan terjadi apabila mesin induksi
digunakan sebagai generator. Kopel pada rotor digerakan oleh turbin, adanya
magnetisasi sisa (remannent magnetism) pada rotor umumnya cukup untuk
membangkitkan tegangan awal, seperti halnya prinsip kerja sebagai motor. Agar pada
kumparan stator dapat dibangkitkan tegangan listrik diperlukan daya reaktif untuk
membangkitkan medan magnet putar. Pada kasus generator induksi beroperasi sendiri
(Isolated Grid) daya reaktif tersebut harus disuplai lewat kapasitor eksitasi. Pada kasus
generator induksi dikoneksikan dengan jaringan listrik lain (Grid Connected) daya
reaktif disuplai lewat jaringan tersebut, kapasitor umumnya hanya dipakai sebagai
kompensator. Kebalikan dari proses sebagai motor, sebagai generator slip yang terjadi
haruslah negatif, artinya kecepatan rotor harus selalu lebih besar dari kecepatan medan
magnet putarnya. Tidak semua mesin induksi cocok digunakan sebagai generator
induksi. Jenis mesin yang cocok digunakan untuk generator adalah jenis sangkar tupai
(Squirel Cage).
Mesin induksi sebagai generator banyak diterapkan pada Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro yang bekerja secara sendiri (stand alone operating). Mesin ini
dipilih sebagai alternatif pembangkit tenaga listrik karena tidak banyak membutuhkan
perawatan seperti mesin sinkron dan tidak membutuhkan bahan bakar pada saat
diaplikasikan di lapangan, tapi cukup bergantung pada sumber energi terbarukan
seperti air, angin, dan lain-lain sebagai prime mover.
3.1.1 SLIP
Slip adalah suatu nilai dari perbedaan antara frekuensi listrik rotasi dari medan
magnet internal dengan frekuensi gerak (rotasi dari rotor) pada mesin listrik. Selisih
antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan
dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari
kecepatan sinkron.
Slip (s) = %100×−
s
rs
nnn ………………………………….…….(3.1)
dimana: =rn kecepatan rotor
=sn kecepatan sinkron
Apabila nr < ns, (0<s<1), kecepatan dibawah sinkron akan menghasilkan kopel,
rotor dijalankan dengan mempercepat rotasi medan magnet, tenaga listrik diubah ke
tenaga gerak (daerah motor).
bila nr = ns, (s = 0), tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada
kumparan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel.
Bila nr > ns, (s < 0), kecepatan di atas sinkron, rotor dipaksa berputar lebih cepat
daripada medan magnet. Tenaga gerak diubah ke tenaga listrik (daerah generator).
s = 1, rotor ditahan, tidak ada transfer tenaga.
s > 1, kecepatan terbalik, rotor dipaksa bekerja melawan medan magnet (daerah
pengereman)
3.1.2 Frekuensi Rotor
Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama
seperti frekuensi masukan (sumber). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi
rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip.
Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar 'f yaitu:
rs nn − =P
f '120 , diketahui bahwa n s = p
f120
Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan :
sn
nnff
s
rs =−
='
Maka 'f = sf ( Hz )……………………......……….…………………………….(3.2)
Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor 'f = sf
dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing fasa di belitan rotor, akan
memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan
menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif
terhadap putaran rotor sebesar ssn .
Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan
magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnitud yang konstan
dan kecepatan medan putar sn yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan
magnetik yang berputar secara sinkron. Kenyataannya tidak seperti ini karena pada
stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.
3.1.3 EFISIENSI
Sama halnya dengan mesin-mesin listrik yang lain, pada mesin induksi sebagai
generator rugi-rugi terdiri dari rugi-rugi tetap dan rugi-rugi variabel. Pada kondisi
beban nol daya outputnya sama dengan nol, sehingga effisiensi bernilai nol. Apabila
mesin induksi berbeban ringan, maka rugi-rugi tetap akan lebih besar jika
dibandingkan terhadap outputnya, sehingga effisiensinya rendah. Jika beban
meningkat, maka effisiensinya juga akan meningkat dan akan menjadi maksimum
sewaktu rugi-rugi variabel sama dengan rugi-rugi inti. Effisiensi maksimum terjadi saat
80 hingga 95 persen dari rated output. Jika beban ditingkatkan secara terus-menerus
hingga melampaui effesiensi maksimumnya rugi-rugi beban akan meningkat dengan
sangat cepat daripada outputnya, sehingga effisiensi menurun.
3.2 SYARAT-SYARAT MESIN INDUKSI SEBAGAI GENERATOR
Mesin induksi tiga fasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara
memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan medan putar (nr>ns) dan atau mesin
bekerja pada slip negatip (s<0).
ns = p
f120 …………..............................................................……………(3.3)
Dengan ns: Kecepatan medan putar,rpm
f : Frekuensi sumber daya,Hz
p : Jumlah kutub mesin induksi.
Sehingga ;
s = , nr>ns…….........................................…............…………..(3.4)
Dengan s: slip
ns: Kecepatan medan putar, rpm
nr: Kecepatan putar rotor, rpm
Karena Mesin Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator ini bekerja stand alone
maka mesin ini memerlukan kapasitor untuk membangkitkan arus eksitasi. Fungsi
s
rsn
nn −
pemasangan kapasitor pada mesin induksi tiga fasa sebagai generator yang beroperasi
sendiri ini adalah untuk menyediakan daya reaktif.
3.3 KAPASITOR PADA MESIN INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI
GENERATOR
3.3.1 Kapasitor Secara Umum
Kapasitor adalah suatu peralatan listrik untuk menyimpan muatan listrik dalam
medan listrik. Konstruksi kapasitor pada umumnya terdiri dari dua buah konduktor
yang berdekatan namun dipisahkan oleh bahan dielektrik.
Kapasitansi kapasitor (C) adalah suatu kemampuan kapasitor untuk menyimpan
muatan.
Q = V.I………………………………………………..……...........................……(3.5)
= V.cX
V
= XcV 2
……, Xc =fCπ21
Q = V2.2 Л f C………………………………...………....................…...…….......(3.6)
C = fV
Qπ22 ………………………....………………………………….……….…(3.7)
a b Gambar 3.1 a) kurva pengisian kapasitor b) kurva pelucutan kapasitor
Gambar 3.1a menunjukkan kurva pengisian (charge) pada kapasitor dimana
dalam hal ini mula-mula tegangan kapasitor bernilai nol dan kemudian terus naik
hingga suatu harga yang tetap. Gambar 3.1b menunjukkan kurva pelucutan kapasitor
(discharge) pada kapasitor terlihat bahwa mula-mula kapasitor memiliki tegangan
tertentu dan dilucuti tagangannya misalnya dengan diberi beban resistor sehingga
tegangannya berkurang hingga nol.
3.3.2 Pemasangan Kapasitor
Untuk sistem 3 fase, kapasitor dapat dihubung bintang dan dihubung delta. Lihat
Gambar (3.2) dan Gambar (3.3) berikut :
• • ••
•
••
•
CSV csI
Gambar 3.2 Kapasitor terhubung bintang
••
•
•∆cV
∆CI
Gambar 3.3 Kapasitor terhubung delta
Kapasitor terhubung bintang dan delta memiliki persamaan sebagai berikut :
3
3 S
S
CCCC
IIdanVV ==
∆∆.............................................................................(3.8)
S
S
S
S
SC
C
C
C
C
C
CC X
IV
IV
IV
X 33
3
3====
∆
∆
∆......................................................................(3.9)
Untuk kapasitor yang terhubung bintang, kapasitor yang dibutuhkan tiga kali
kapasitor yang terhubung delta.
Kapasitor Hubungan Delta (∆)
Apabila dihubungkan dengan hubungan delta (∆) maka besar kapasitansi
kapasitor adalah:
C∆ perfasa = fv
Qπ23 2 ………………………………………………………(3.10)
Kapasitor Hubungan Wye (Y)
Apabila dihubungkan dengan hubungan bintang (Υ) maka besar kapasitansi
kapasitor adalah:
CY perfasa = fV
Qπ22 ……………………………………………..…………..(3.11)
3.3.3 Peranan Kapasitor Terhadap Proses Pembangkitan Tegangan Pada Mesin
Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator
Generator induksi penguatan sendiri dapat membangkitkan tegangannya sendiri
dengan prinsip seperti halnya generator searah berpenguatan sendiri dengan syarat
utama adanya remanensi ( fluks sisa ) di rotor atau kapasitor eksitasi yang digunakan
harus sudah mempunyai muatan listrik terlebuh dahulu. Remanensi atau muatan
kapasitor merupakan tegangan awal yang diperlukan untuk proses pembangkitan
tegangan selanjutnya. Proses pembangkitan tegangan akan terjadi bila salah satu syarat
di atas dipenuhi.
Gambar 3.4. Skema Generator Induksi
Dari Gambar 3.4 di atas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen perfasa generator
induksi penguatan sendiri seperti pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Rangkaian Ekivalen perfasa generator induksi Dimana :
R1 = tahanan stator Xm = reaktansi magnetisasi
R2 = tahanan rotor Xc = reaktansi kapasitansi
X1 = reaktansi bocor stator I1 = arus stator
X2 = reaktansi bocor rotor Ic = arus magnetisasi
V = tegangan keluaran (fasa - netral)
Dengan menghubungkan kapasitor di terminal stator, maka akan terbentuk
suatu rangkaian tertutup. Dengan adanya tegangan awal tadi, dirangkaian akan
mengalir arus. Arus tersebut akan menghasilkan fluksi di celah udara, sehingga di
stator akan terbangkit tegangan induksi sebesar E1. Tegangan E1 ini akan
mengakibatkan arus mengalir ke kapasitor sebesar I1. Dengan adanya arus sebesar I1,
akan menambah jumlah fluksi di celah udara, sehingga tegangan di stator menjadi E2.
Tegangan E2 akan mengalirkan arus di kapasitor sebesar I2 yang menyebabkan fluksi
bertambah dan tegangan yeng dibangkitkan juga akan meningkat. Proses ini terjadi
sampai mencapai titik kesetimbangan E = Vc seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
3.6. Dalam kondisi ini tidak terjadi lagi penambahan fluksi ataupun tegangan yang
dibangkitkan.
Gambar 3.6. Proses Pembangkitan Tegangan
Nilai kapasitor yang dipasang sangat menentukan terbangkitnya tegangan atau
tidak. Untuk terbangkitnya tegangan generator induksi, nilai kapasitor yang dipasang
harus lebih besar dari nilai kapasitor minimum yang diperlukan untuk proses eksitasi.
Jika kapasitor yang dipasang lebih kecil dari kapasitor minimum yang diperlukan,
maka proses pembangkitan tegangan tidak akan berhasil, seperti yang diperlihatkan
dalam Gambar 3.7
Gambar 3.7. Tegangan Fungsi Kapasitor Eksitasi
3.4 PRINSIP KERJA MESIN INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI
GENERATOR
G indM dc
PTDC
Pengaman-MCB
-Sekering
SumberTegangan
DariPLN
Saklar
nr > ns
C
P T A C
BEBAN
Saklar
SaklarSaklar
R
R
R
Gambar 3.8. Prinsip kerja Mesin Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator
Pada mesin induksi tidak terdapat hubungan listrik antara stator dengan rotor,
karena arus pada rotor merupakan arus induksi. Jika belitan stator diberi tegangan tiga
fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini kemudian akan
menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron (ns) dan
kemudian akan melakukan pengisian muatan ke kapasitor (C) yang dipasang parallel
dengan stator yang tujuannya untuk mensuplai tegangan ke stator nanti untuk
mempertahankan kecepatan sinkron (ns) mesin induksi pada saat dilakukan pelepasan
sumber tegangan tiga fasa pada stator .
Mesin dc sebagai prime mover yang dikopel dengan mesin induksi diputar
secara perlahan memutar rotor mesin induksi hingga mencapai putaran sinkronnya
(nr=ns). Saklar sumber tegangan tiga fasa untuk stator dilepas, dan kapasitor yang
sudah dicharge akan bekerja dan akan mempertahankan besar ns.
Motor dc diputar hingga melewati kecepatan putaran sinkron mesin induksi
(nr>ns). Sehingga slip yang timbul antara putaran rotor dan putaran medan magnet
menghasilkan slip negatip (s<0) dan akan menghasilkan tegangan sehingga mesin
induksi akan berubah fungsi menjadi generator induksi.
Torsi
speed
Breakingregion Motor region Generator
region
0 ns 2ns
Gambar 3.9. Karakteristik torsi-kecepatan mesin induksi.
Dari kurva karakteristik antara kecepatan dan kopel mesin induksi dapat dilihat,
jika sebuah mesin induksi dikendalikan agar kecepatannya lebih besar daripada
kecepatan sinkron oleh penggerak mula, maka arah kopel yang terinduksi akan terbalik
dan akan beroperasi sebagai generator. Semakin besar kopel pada penggerak mula,
maka akan membesar pula daya listrik yang dihasilkan.
Pada mesin induksi yang dioperasikan sebagai generator tidak terdapat
pengatur tegangan seperti governor pada generator sinkron. Oleh karena itu tegangan
keluaran sangat dipengaruhi oleh beban dan nilai kapasitor.
3.5 KEUNTUNGAN MESIN INDUKSI SEBAGAI GENERATOR
Dalam kenyataan aplikasinya di lapangan, mesin induksi tiga fasa sebagai
generator memiliki beberapa keuntungan dan juga beberapa ketidakuntungan. Dalam
masa yang akan datang diperkirakan mesin induksi sebagai generator ini akan segera
dihubungkan ke sistem jaringan untuk menyuplai beban konsumen. Disamping karena
kebutuhan konsumen akan listrik yang semakin lama semakin meningkat, ada beberapa
alasan lain yang mengakibatkan hal ini akan segera terwujud.
Beberapa Keuntungan Mesin Induksi Sebagai Generator
1. Konstruksinya simpel dan kokoh
2. Harganya relatif lebih murah daripada generator sinkron dan mudah
perawatannya.
3. Dapat digunakan dalam semua kategori daya.
4. Tidak membutuhkan penguatan dc.
5. Tidak membutuhkan sinkronisasi ketika diparalel dengan sistem.
6. Tidak mengkonsumsi bahan bakar untuk pembangkitan listrik tetapi
memerlukan sumber energi terbarukan seperti angin dan air.
Beberapa ketidakuntungan Mesin Induksi Sebagai Generator
1. Membutuhkan peralatan luar yaitu kapasitor untuk membangkitkan arus
eksitasi.
2. Kehilangan magnetisasi sisa dalam hubung singkat atau beban lebih akan
mengakibatkan kehilangan kapasitas start sendiri
3. Perubahan beban sangat sensitif terhadap tegangan, sehingga bisa mengganggu
kontinutas pelayanan generator induksi tersebut.
BAB IV
PENGARUH VARIASI NILAI KAPASITOR TERHADAP KARAKTERISTIK
TEGANGAN PADA PEMBEBANAN MESIN INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI
GENERATOR
4.1 Umum
Untuk melihat bagaimana pengaruh kapasitor terhadap karakteristik tegangan
pada pembebanan mesin induksi tiga fasa sebagai generator, maka diperlukan suatu
percobaan dan pengambilan data mesin induksi tiga fasa sebagai generator yang
dilakukan di Laboratorium Konversi Energi listrik.
Percobaan ini dilakukan pada saat seimbang, dimana beban yang dihubung wye
(Y) pada masing-masing fasa seimbang sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan
mudah. Beban yang digunakan adalah beban resistif yaitu lampu pijar, karena
generator induksi tidak dapat menghasilkan daya reaktif.
4.2 Peralatan Yang Digunakan
1 Mesin induksi 3 fasa.
Tipe : Rotor sangkar tupai
Spesifikasi : - AEG Typ B AL 90 LA - 4
- Δ / Y 220/ 380 V ; 6,3 / 3,6 A
- 1,5 Kw, cos φ 0,82
- 1415 rpm, 50 Hz
- Kelas isolasi : B
2. Mesin DC.
Spesifikasi : - G-GEN Typ G1 110/ 140
- 220V
- 2Kw
- 1500 rpm
- Kelas Isolasi B
3. Kapasitor 8 μF, 16 μF, 20 μF masing-masing 3 buah
4. Beban : 12 buah lampu pijar masing-masing 40 Watt
5. Power Supply (PTAC dan PTDC)
6. Pengaman MCB
7. Alat ukur :
- amperemeter
- voltmeter
- frekuensimeter
- tachometer
4.3 Penentuan Besar Nilai Kapasitor
Apabila kapasitor yang dirangkai pada mesin induksi sebagai generator adalah
hubungan delta (∆), maka :
P Nom = 1,5 Kw
ηm = 0,8
Cos Ø=0,8, Ø=36,8o
P Input = 8,0
5,1 Kw
= 1,9 Kw
Daya reaktif yang dibutuhkan untuk mesin adalah :
Pada saat menjadi motor ;
Qm = P1 tan Ø
= 1.9 tan 36,8o
= 1,5 Kvar
Pada saat menjadi generator ;
Qg = P2 tan Ø
= 1,5 tan 36,8
= 1,12 Kvar
Maka Qt = Qm + Qg
= 1,5 Kvar + 1,12 Kvar = 2,62 Kvar
C∆ /fasa = fv
Qπ23 2
C ∆ /fasa = 314.380.3var62,2
2
K
= 19,3 μF
Jadi kapasitor per-fasa terhubung ∆ yang di butuhkan generator untuk dapat
membangkitkan ggl adalah sebesar 20 μF. Untuk kapasitor yang terhubung secara Y,
kapasitor per-fasa yang dibutuhkan tiga kali kapasitor yang terhubung secara ∆, yaitu
60 μF.
4.4 Rangkaian Percobaan
Rangkaian percobaan mesin induksi sebagai generator
G indM dc
PTDC
Pengaman-MCB
-Sekering
SumberTegangan
DariPLN
nr > ns
C
P T A C
Saklar 1
Saklar 3Saklar 2
Beban
AV
Saklar 4
f
Gambar 4.1. Rangkaian Percobaan Mesin Induksi Sebagai Generator
4.5 Prosedur Percobaan
a. Mesin induksi dikopel dengan motor DC, kemudian rangkaian percobaan
dirangkai seperti gambar 4.1.
b. Seluruh saklar dalam keadaan terbuka dan pengatur tegangan dalam posisi
minimum.
c. Saklar 1 , Saklar 2 dan Saklar 4 ditutup.
d. Pengatur PTAC dinaikkan sampai dengan tegangan 380 Volt begitu juga
pengatur PTDC dinaikkan hingga putaran motor dc sama dengan putaran
sinkron mesin induksi (nr = ns).
e. Tunggu beberapa menit untuk pengisian kapasitor.
f. Pengatur PTAC diturunkan secara perlahan hingga berada pada posisi
minimum, sementara itu pengatur PTDC dinaikkan hingga putaran motor dc
melewati putaran sinkron mesin induksi ( nr>ns ).
g. Kemudian Saklar1 dilepas, sehingga yang bekerja menyuplai daya ke mesin
induksi adalah kapasitor.
h. Catat tegangan keluaran dan frekuensi.
i. Tutup Saklar 3, catat tegangan, arus dan frekuensi.
j. Buka Saklar 3 ganti dengan beban berikutnya
k. Ulangi prosedur percobaan i.
l. Turunkan pengatur PTDC sampai posisi minimum, kemudian Saklar 4 dilepas.
m. Ulangi semua prosedur diatas untuk nilai kapasitor berikutnya.
4.6 Hasil Data Percobaan
PERCOBAAN TANPA BEBAN
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Tanpa Beban
nr = 1540 rpm; ns = 1500 rpm %667,2%1001500
15401500−=Χ
−=s
C ∆ / fasa ( μF ) Vout (L-L) (volt) f (Hz) 16 370 47
20 381 47 28 392 47 36 410 47
PERCOBAAN BERBEBAN
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Berbeban
nr = 1540 rpm; ns = 1500 rpm %667,2%1001500
15401500−=Χ
−=s
C ∆ / fasa = 16 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 353 0.18 46 80 337 0.35 45 120 325 0.52 45 160 312 0.66 44
C ∆ / fasa = 20 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 366 0.18 47 80 356 0.35 45 120 338 0.51 45 160 325 0.67 44
C ∆ / fasa = 28 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 370 0.17 46 80 359 0.34 46 120 340 0.50 44 160 329 0.65 44
C ∆ / fasa = 36 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 397 0.17 47 80 386 0.34 46 120 363 0.49 44 160 350 0.66 44
4.7 Analisa Grafik Hasil Data Percobaan
Dari data percobaan beban nol dapat dibuat grafik pengaruh nilai kapasitor
terhadap tegangan keluaran mesin induksi tiga fasa sebagai generator
Grafik Pengaruh Nilai Kapasitor Terhadap Tegangan Keluaran
0
100
200
300
400
500
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Nilai Kapasitor Eksitasi (μF)
Teg
anga
n K
elua
ran
(V)
Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Nilai Kapasitor Eksitasi Terhadap Tegangan Keluaran Mesin Induksi
Sebagai Generator Tanpa Beban
Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa nilai kapasitor eksitasi mempengaruhi besar
tegangan keluaran mesin induksi tiga fasa sebagai generator. Dimana semakin besar
nilai kapasitor eksitasi maka tegangan keluaran dari mesin induksi sebagai generator
akan semakin besar pula.
Grafik Pengaruh Nilai Kapasitor Eksitasi Terhadap Frekuensi
0
10
20
30
40
50
60
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Nilai Kapasitor Eksitasi (μF)
Fre
kuensi (
Hz)
Gambar 4.3. Grafik Pengaruh Nilai Kapasitor Eksitasi Terhadap Frekuensi Keluaran Mesin Induksi
Sebagai Generator Tanpa beban
Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa nilai kapasitor eksitasi tidak mempengaruhi
frekuensi keluaran mesin induksi tiga fasa sebagai generator.
Dari percobaan berbeban dapat dibuat grafik yang menunjukkan pengaruh
pembebanan terhadap tegangan keluaran dan frekuensi dari mesin induksi tiga fasa
sebagai generator.
Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Tegangan Keluaran
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Beban (watt)
Tega
ngan
(V) 16 μF
20 μF28 μF36 μF
Gambar 4.4. Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Tegangan Keluaran Mesin Induksi
Sebagai Generator Pada Beberapa Nilai Kapasitor
Pengaruh Pembebanan Terhadap Frekuensi
30
32
34
36
38
40
42
44
46
48
50
0 50 100 150 200
Beban (watt)
Freku
ensi
(Hz) 16 μF
20 μF28 μF
36 μF
Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Frekuensi Keluaran Mesin Induksi
Sebagai Generator Pada Beberapa Nilai Kapasitor
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat pengaruh dari pembebanan mesin induksi sebagai
generator pada beberapa nilai kapasitor, yaitu semakin dibebani tegangan keluaran dari mesin
induksi sebagai generator akan semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa beban dan nilai
kapasitor sangat mempengaruhi tegangan keluaran dari mesin induksi sebagai generator.
Pengaruh kapasior minimum juga terlihat dimana jika kapasitor yang dipasang
dibawah nilai minimum maka tegangan keluarannya tidak mencapai tegangan nominal. Dari
perhitungan didapat bahwa kapasitor minimum yang dibutuhkan adalah 20μF, jika kapasitor
yang dipasang dibawahnya yaitu 16μF maka tegangan keluaran mesin induksi sebagai
generator dibawah tegangan nominal yaitu 370V. Demikian pula bila tegangan kapasitor
dipasang diatas nilai minimun maka tegangan keluaran mesin induksi sebagai generator akan
berada diatas tegangan nominal.
Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa mesin induksi sebagai generator jika semakin di
bebani maka frekuensi dari tegangan keluarannya akan semakin menurun. Namun penurunan
tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya nilai kapasitor, tetapi dipengaruhi oleh beban yang
diberikan terhadap mesin induksi sebagai generator.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dari perhitungan didapat nilai kapasitor minimum perfasa hubungan delta (∆)
yang diperlukan mesin induksi sebagai generator pada percobaan ini adalah
20μF. Dari percobaan dengan menggunakan kapasitor 20μF pada beban nol
dihasilkan tegangan keluaran 381Volt, sedangkan jika diberikan kapasitor
dibawah nilai minimum yaitu 16μF tegangan keluarannya hanya 370 Volt.
2. Nilai kapasitor mempengaruhi besarnya tegangan keluaran dari mesin induksi
sebagai generator. Dari percobaan tanpa beban dengan kapasitor 16μF, 20μF,
28μF dan 36μF dihasilkan tegangan keluaran berturut-turut 370Volt, 381Volt,
392Volt dan 410Volt. Terlihat bahwa semakin besar nilai kapasitor yang
dipasang maka semakin besar pula tegangan keluaran yang dihasilkan mesin
induksi sebagai generator pada kecepatan putar yang sama.
3. Tegangan keluaran mesin induksi yang dioperasikan sebagai generator sangat
dipengaruhi oleh besarnya beban. Dari percobaan berbeban dengan kapasitor
20μF dengan beban 40W, 80W, 120W dan 160W dihasilkan tegangan keluaran
berturut-turut 366Volt, 356Volt, 338Volt, dan 325Volt. Terlihat bahwa
semakin dibebani, maka tegangan keluaran yang dihasilkan mesin induksi
sebagai generator akan semakin berkurang.
4. Frekuensi yang dihasilkan mesin induksi sebagai generator dipengaruhi beban,
terlihat dari data percobaan dengan kapasitor 20μF dengan beban 40W, 80W,
120W dan 160W frekuensi yang dihasilkan berturut-turut 47Hz, 45Hz, 45Hz,
dan 44Hz. Terlihat bahwa semakin dibebani maka frekuensi dari mesin induksi
sebagai generator akan cenderung semakin berkurang.
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pengaturan tegangan
keluaran mesin induksi sebagai generator dengan kapasitor yang dapat diatur
secara otomatis.
2. Untuk penyempurnaan penelitian ini sebaiknya dilakukan penelitian pengaruh
nilai kapasitor terhadap pembebanan pada mesin induksi sebagai generator
untuk jenis beban yang sifatnya berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Bimbra,P.S, “Electrical Machinery”, Khanna Publisher, India,1979
Boldea, I., and Nasar, S.A., “Induction Machines Handbook”, CRC Press LLC, Boca
Raton, Florida, 2002.
Chapman S.J, “Electric Machinery Fundamental”, McGaw-Hill Book Company, 1985
Eugene C Lister, “Mesin Dan Rangkaian Listrik”, Edisi Keenam, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 1993
Fitzgerald Kingslay JR, ”Mesin-mesin Listrik”, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 1997.
Johnson, Gary L, ”Wind Energy Systems”, Electronic Edition, 2006.
T.F.Chan, “Capacitance Requirement of Self-exicited Induction Generators”, IEEE
Trans. On Energy Conversion, Vol 8, No.2, June 1993.
Zuhal, “ Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya “, Edisi Kelima , Penerbit
Gramedia, Jakarta, 1995 .
LAMPIRAN
DATA HASIL PERCOBAAN LABORATORIUM FT-USU
PENGARUH VARIASI NILAI KAPASITOR TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBEBANAN MESIN INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
PERCOBAAN TANPA BEBAN nr = 1540 rpm ns = 1500 rpm
C ∆ / fasa ( μF ) Vout (L-L) (volt) f (Hz) 16 370 47 20 381 47 28 392 47 36 410 47
PERCOBAAN BERBEBAN nr = 1540 rpm ns = 1500 rpm C ∆ / fasa = 16 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 353 0.18 46 80 337 0.35 45 120 325 0.52 45 160 312 0.66 44
C ∆ / fasa = 20 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 366 0.18 47 80 356 0.35 45 120 338 0.51 45 160 325 0.67 44
C ∆ / fasa = 28 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 370 0.17 46 80 359 0.34 46 120 340 0.50 44 160 329 0.65 44
C ∆ / fasa = 36 μF Beban perfasa (watt) Vout (L-L) (volt) IL (L-L) (A) f (Hz)
40 397 0.17 47 80 386 0.34 46 120 363 0.49 44 160 350 0.66 44
Medan, 2 Februari 2009 Asisten yang bertugas,
Eko Prasetyo