pengelolaan b3 solidifikasi

8
PENGELOLAAN B3 (BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN) STABILISASI DAN SOLIDIFIKASI LIMBAH B3 Disusun Oleh: Syarifah Auliya Firda 1009035007 Ima Shalihah 1009035022 Rindi Antika 1009035038 Sumber Arif F. 1009035047 Nur Azizah 1009035060 TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

Upload: chikanatsu

Post on 12-Aug-2015

296 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGELOLAAN B3 solidifikasi

PENGELOLAAN B3 (BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN)

STABILISASI DAN SOLIDIFIKASI LIMBAH B3

Disusun Oleh:

Syarifah Auliya Firda 1009035007

Ima Shalihah 1009035022

Rindi Antika 1009035038

Sumber Arif F. 1009035047

Nur Azizah 1009035060

TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2012

Page 2: PENGELOLAAN B3 solidifikasi

1. Limbah B3

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu

kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat

(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang secara

langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau

membahayakan kesehatan manusia.

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal

dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap

Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi

Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn

lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil

proses tersebut

Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested

aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan

banyak mengandung padatan organik.

2. Pengolahan LB3

Hal mendasar yang spesifik dalam pengolahan LB3 adalah kemungkinan konversi sifat

berbahaya dan beracun sehingga diperoleh limbah olahan yang tidak lagi bersifat B3 atau telah

berkurang sifat B3-nya. Pengolahan dimulai dengan klasifikasi berdasarkan sifat fisik limbah

dan sifat kimia-fisik. Pengolahan LB3 pada prinsipnya adalah menetralisir sifat-sifat berbahaya

komponen limbah; merubah kedalam bentuk/wujud yang lebih aman; mengisolasi secara

fisik/kimia potensi bahaya limbah tersebut. Tujuan itu dapat dicapai melalui metode pengolahan

secara kimia, fisika maupun biokimia ataupun kombinasi dari ketiga metode tersebut.

3. Solidification/Stabilization (S/S)

Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencampuran limbah dengan bahan

tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta

untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai

proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut

seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.

Page 3: PENGELOLAAN B3 solidifikasi

Proses S/S berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:

1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus

dalam matriks struktur yang besar

2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan

pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik

3. Precipitation

4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan

pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan

padat

6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain

yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan

termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing,

dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan

Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

Hasil percobaan menyimpulkan bahwa untuk stabilisasi-solidifikasi logam berat mutlak

diperlukan fiksasi kimia yang membentuknya menjadi senyawa tak larut untuk meningkatkan

ketahanan terhadap pelindihan. Produk dari proses S/S merupakan produk yang aman dan dapat

diarahkan untuk pembuatan produk yang bermanfaat, misalnya paving block, batako, dan tiang

listrik berbahan dasar limbah.

Menurut Sugeng Purnomo, Imobilisasi adalah proses stabilisasi/fiksasi yang dapat difahami

sebagai teknik dimana LB3 ditempatkan dalam bentuk yang aman untuk pembuangan jangka

panjang. Solidifikasi (pemadatan) adalah proses dimana limbah cairan atau sludge semi padat

diubah menjadi bentuk padatan monolitik atau material padat granular. Sifat fisika limbah

meningkat melalui proses imobilisasi, sehingga memudahkan penanganan, dan memperkecil

kecenderungan terlindih. Hal ini dapat dipenuhi dengan isolasi fisik limbah, mengurangi

kelarutan, dan mengurangi luas permukaan. Proses imobilisasi yang utama terdiri dari fiksasi

kimia serta fiksasi fisika melalui solidifikasi dengan bahan matriks. Beberapa jenis bahan

matriks adalah: semen portland, material silikat, termoplastik, polimer organik, material gelas

(proses vitrifikasi).

Page 4: PENGELOLAAN B3 solidifikasi

Enkapsulasi permukaan, juga merupakan proses imobilisasi. Stabilisasi adalah upaya merubah

limbah menjadi material yang lebih stabil secara fisika dan kimia. Termasuk di dalamnya reaksi

kimia yang menghasilkan produk dimana volatilitas, kelarutan, dan reaktivitas menjadi

menurun. Pembentukan endapan dengan reaksi kimia dapat dipandang sebagai proses

solidifikasi, demikian pula evaporasi kandungan air dari limbah cair atau sludge, kedua proses

tersebut termasuk stabilisasi. Stabilisasi diperlukan sebelum pembuangan limbah. Solidifikasi

meliputi reaksi kimia antara limbah dengan bahan solidifikasi, isolasi mekanik dalam matrik

pengikat dan pelindung, atau kombinasi proses kimia dan fisika. Contoh solidifikasi: evaporasi

kandungan air dari sludge besi III hidroksida yang mengandung kontaminan logam berat,

dilanjutkan dengan pengabuan menjadi ferri oksida; pemadatan sludge dengan semen portland

atau pemadatan dengan material pozzolan (silikat higroskopik) seperti produk abu terbang

sebagai bahan pengering yang efektif).

Enkapsulasi berarti menutup limbah dengan material tertentu sehingga tidak terjadi kontak

dengan lingkungannya. Berdasarkan ukuran limbah yang ditangani, maka dikenal

mikroenkapsulasi dan makroenkapsulasi. Proses enkapsulasi umumnya menggunakan

pemanasan, pelelehan material yang akan memadat saat kembali dingin atau mencapai suhu

ruang. Material enkapsulasi di antaranya adalah: aspal, wax, dan termoplastik. Penggunaan resin

polimer memberikan hasil yang lebih baik karena bahan polimer dapat masuk ke material

limbah sehingga pengikatan dalam matriks polimer menjadi lebih kuat. Proses imobilisasi

limbah secara umum melibatkan adanya fiksasi secara kimia dan/atau fiksasi secara fisika.

4. Metodologi

Penelitian menurut Dewi Rosani (2012), proses S/S dilaksanakan dalam empat tahapan:

1. Persiapan sampel limbah lumpur berminyak. Sampel dikeringkan dalam oven pada 105ºC

selama dua hari kemudian dilakukan pengujian TCLP (Toxicity Characteristic Leaching

Procedure) dan Atom Adsorpsi Spectrometer (AAS) untuk mengetahui kandungan logam

berat sebelum dilakukan (S/S).

2. Penentuan komposisi campuran. Dalam penelitian ini, beton telah dirancang sebagai kelas

40 yaitu seharusnya mencapai setidaknya 40 MPa setelah 28 hari pengeringan

menggunakan dua agregat (PFA dan Lime) dan Ordinary Portland Cement (OPC).

Page 5: PENGELOLAAN B3 solidifikasi

3. Uji kuat tekan. Perbandingan kinerja kekuatan beton diteliti dengan mengukur

perkembangan kuat tekan dengan waktu pengeringan 7, 28 dan 56. Kuat tekan bebas

ditentukan berdasarkan pada tiga sampel identik disiapkan dengan ukuran kubus 100 mm ×

100 mm × 100 mm.

4. Pengujian TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) dan Atom Adsorpsi

Spectrometer (AAS) sesudah S/S.

.

5. Aplikasi dalam Pembuatan Beton

1. Percobaan Pengolahan LB3 Cair Organik, Kerosene Mengandung D2EHPA dan TOPO

Metode Pembuatan Blok Beton

a. Dibuat campuran beton kering (300 g pasir dan 400 g semen).

b. Diaduk menggunakan mixer beton, tambahkan akuades 250 ml sampai campuran

merata.

c. Tuangkan dalam pot polietilen (diameter 5 cm, tinggi 5 cm), sisipkan vial plastik

(dilapisi aluminium foil) pada bagian tengah. Biarkan mengeras 28 hari, pot dan vial

plastik dilepaskan sehingga diperoleh blok beton (berbentuk silinder berongga)

d. Ukur tebal dinding dan dimensi silinder.

2. Pembakaran Limbah Kerosene Dan Stabilsasi-Solidifikasi Arang Sisa Pembakaran Dalam

Shell Beton

a. Timbang 1 gram potongan kertas serap dalam cawan porselin.

b. Tuangkan 5 ml limbah pada kertas serap sampai membasahi merata.

c. Tuangkan sedikit etanol, kemudian dibakar dalam fumehood sampai terbentuk arang.

d. Haluskan arang dengan menggerus dalam lumpang porselen.

e. Masukkan 3 g arang dalam blok beton, tambahkan timbal dan kromium bervariasi 1; 2;

3 g, dan 1 g campurann beton kering , aduk merata.

f. Tutup dengan campuran beton slurry.

g. Biarkan mengeras 28 hari.

h. Lakukan uji lindih.

Dengan pembakaran LB3 menggunakan media kertas serap diperoleh faktor reduksi massa rata

rata 5,82. Ini berarti bahwa massa yang tersisa dari sisa pembakaran kurang lebih sebesar 17%

dari massa semula (LB3 dan media kertas serap). Dengan demikian faktor efisiensi pada tahap

Page 6: PENGELOLAAN B3 solidifikasi

stabilisasi-solidifikasi yang diperoleh kirakira sebesar nilai reduksi massa tersebut. Keuntungan

lain adalah bahwa arang sisa pembakaran secara umum lebih bersifat kompatibel terhadap

campuran beton dibandingkan limbah asli berupa kerosene yang mengandung D2EHPA dan

TOPO dimana bersifat tak larut dalam air sehingga akan mengganggu proses hidrasi semen.