pengelolaan daya tarik wisata pura taman ayun sebagai bagian dari
TRANSCRIPT
1
TESIS
PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA
PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN
DARI WARISAN BUDAYA DUNIA
I NYOMAN WIDIARTA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
2
TESIS
PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA
PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN
DARI WARISAN BUDAYA DUNIA
I NYOMAN WIDIARTA
NIM 1391061020
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
3
PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA
PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN
DARI WARISAN BUDAYA DUNIA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN WIDIARTA
NIM 1391061020
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
4
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 13 JULI 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc.
NIP 195202181980031002 NIP 195302111982031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Kajian Pariwisata Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K).
NIP 196112051986031004 NIP 195902151985102001
iii
5
Tesis Ini telah diuji pada
Tanggal 8 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No: 199/UN14.4/HK/2015, Tanggal 1 Juli 2015
Ketua : Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.
Sekretaris : Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc.
Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
2. Dr. Drs. Ida Bagus Gde Pujaastawa, M.A.
3. Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE.,MM.
iv
6
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan dibawah ini saya :
1. Nama : I Nyoman Widiarta, SS
2. NIM : 1391061020
3. Program Studi : Kajian Pariwisata Universitas Udayana
4 Judul Tesis : Pengelolaan Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun
sebagai Bagian dari Warisan Budaya Dunia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang Undangan yang berlaku.
Denpasar, Juli 2015
Pembuat Pernyataan
I Nyoman Widiarta, SS
NIM 1391061020
v
7
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara nugraha-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A selaku Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam rangka penyempurnaan
penyusunan tesis ini. Terima kasih yang sebesar besarnya pula penulis sampaikan
kepada Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc selaku pembimbing II yang selain memberikan
bimbingan juga telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis hingga
terwujudnya karya tulis ini.
Ucapan yang sama juga ditujukkan kepada Rektor Universitas Udayana,
Prof. Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga
ditujukkan kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana yang
dijabat oleh Prof.Dr.dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt,
Ketua Jurusan Program Studi Fakultas Kajian Pariwisata Universitas Udayana
yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan petunjuk kepada
penulis. Ungkapan terima kasih juga diungkapkan kepada para dosen penguji
vi
8
tesis, yakni Prof. Dr. I Nyoman Dharma Putra, M.Litt, Dr. Drs. Ida Bagus Gde
Pujaastawa, M.A dan Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE.,MM yang telah
memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat
terwujud. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf administrasi
Universitas Udayana, teman-teman se angkatan, serta mendiang Ivan dengan
slogannya bersama kita bisa 2015 yang telah memberikan dorongan motivasi
kepada penulis. Terima kasih juga ditunjukkan kepada Pemerintah Provinsi Bali
yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk program beasiswa
sehingga dapat meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini.
Akhirnya, tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
keluarga, yakni ibu dan mendiang ayah yang telah mengasuh dan membesarkan
penulis yang memberikan dasar-dasar pengetahuan dan pemikiran yang logis
sehingga mewujudkan perkembangan kreativitas. Rasa terima kasih juga kepada
istri tercinta Luh Darmini dan anak-anak tersayang, Athena dan Krishna atas doa
dan dorongan serta dengan penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan
untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Denpasar, Juli 2015
Penulis
vii
9
PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN
SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA
ABSTRAK
Pura Taman Ayun merupakan bagian dari Lansekap Budaya Provinsi Bali
yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia tahun 2012.
Dengan penobatan tersebut manajemen pengelolaan seharusnya semakin baik.
Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, kualitas manajemen pengelolaan
masih belum maksimal, baik dari segi fasilitas, aksesibilitas hingga kualitas
sumber daya manusia yang masih kurang. Penelitian ini akan membahas
bagaimana pengelolaan Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya
dunia. Pembahasan akan difokuskan pada tiga hal yakni : sistem pengelolaan,
partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan, serta persepsi
wisatawan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pengelolaan
daya tarik wisata warisan budaya dunia, khususnya Pura Taman Ayun. Penelitian
dilakukan pada bulan Maret 2015. Teori yang digunakan adalah Teori Partisipasi,
Teori Persepsi, dan Teori Komponen Daerah Tujuan Wisata. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Informan dipilih
berdasarkan teknik purposive sampling, sedangkan pengambilan sampel
responden dilakukan dengan teknik accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tarik wisata Pura Taman Ayun
pascapenobatan oleh UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya dunia hanya
mengalami peningkatan dari segi revitalisasi fisik, sedangkan secara manajemen
sumber daya manusia belum mengalami peningkatan. Revitalisasi fisik terlihat
dari adanya perbaikan fasilitas seperti wantilan, toilet, senderan kolam dan
penataan jalan di depan lokasi yang difungsikan sebagai pedestrian. Selain itu
juga adanya penataan para pedagang yang direlokasi ke pasar Tenten sebagai
kantin Pura Taman Ayun. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan terlihat
dalam kegiatan seremonial, penjagaan peninggalan purbakala, dan pelestarian seni
budaya. Partisipasi pemerintah adalah dalam penetapan kebijakan, pembangunan,
pelestarian lingkungan alam dan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
Persepsi wisatawan yang mengunjungi Pura Taman Ayun ditinjau dari
variabel atraksi menunjukkan bahwa indikator yang memperoleh penilaian Sangat
Baik (SB) adalah indikator keunikan arsitektur dengan skor 4,44 dan indikator
fotografi dengan skor 4,22. Selanjutnya indikator kondisi jalan di depan lokasi
yang memperoleh penilaian Sangat Baik (SB) dengan skor 4,24 pada variabel
aksesibilitas. Dalam variabel fasilitas, indikator Wantilan mendapatkan penilaian
persepsi Sangat Baik (SB) dengan skor 4,28. Dan dari variabel organisasi
kepariwisataan, seluruh indikator memperoleh penilaian persepsi baik (B) dengan
indikator harga tiket dan indikator kesejukan dengan skor tertinggi yakni 4,08.
Kata Kunci : Pengelolaan, Daya Tarik Wisata, Pura Taman Ayun, Warisan
Budaya Dunia.
vii
10
THE MANAGEMENT OF TAMAN AYUN TEMPLE TOURIST
ATTRACTION AS A PART OF WORLD CULTURAL HERITAGE
ABSTRACT
Taman Ayun Temple is part of Culural Landscape of Bali Province that
has been designated as world cultural heritage by UNESCO in 2012. Thus should
have better management after the coronation. However, based on observations in
the field, the quality of management is still not optimal, both in terms of facilities,
accessibility to quality human resources are still lacking. This research will be
discussed how the management of Taman Ayun Temple tourist attraction as a
world cultural heritage. The discussion will be focused on three things: the
management systems, the community and government participation in the
management, as well as tourists perception.
The purpose of this research is generally to determine the management
system of tourist attraction in world cultural heritage, especially Taman Ayun
Temple. The study was conducted in March 2015. The theory used is
Participation, Perception and Component of Tourist Destination Theory. The data
used in this research is quantitative and qualitative. Informants were selected
based on purposive sampling technique, while sampling of the respondents were
conducted by accidental sampling technique.
The results showed that after the designation of UNESCO, the tourist
attraction management of Taman Ayun Temple has been increased only in
phisical restoration, on the other hand the management of human esources has yet
to be increased. This phisycal restoration can be seen from the improvement of
facilities such as wantilan, toilet, lean reservoirs and structuring road in front of
the location which functioned as pedestrian. There was also the arrangement of
the traders who relocated to Tenten Market as a special canteen for Taman Ayun
Temple visitor. Community participation in the management of Taman Ayun
Temple tourist attraction can be seen from their participation in ceremonial
activities, preservation of ancient relics, and the preservation of cultural arts.
While government participation is in setting policy, development, preservation of
the natural environment and in conducting monitoring and evaluation.
The perception of tourists who visit Taman Ayun Temple in terms of
variables attractions shows that the uniqueness of the architecture indicators
obtain a Very Good assessment with a score of 4.44 and photography indicator
with a score of 4.22. While the condition of the road in front of the location gain
Very Good ratings (SB) with a score of 4.24 in accessibility variable. In facilities,
Wantilan get a Very Good assessement with a score of 4.28. While from variable
of management organization, all indicators obtain a good perception assessment
with the highest score is an indicator of ticket’s price and coolness indicator with
the same score is 4.08.
Keywords: Management, Tourist Attraction, Taman Ayun Temple, World
Cultural Heritage.
viii
11
RINGKASAN
Warisan budaya merupakan salah satu daya tarik wisata yang dimiliki Bali
dalam mendatangkan wisatawan. Hal ini terlihat pada pura, yang selain berfungsi
primer sebagai tempat persembahyangan juga berfungsi sekunder sebagai daya
tarik wisata. Salah satunya adalah Pura Taman Ayun yang memiliki arti sejarah
penting dalam kehidupan masyarakat setempat. Kolam yang mengelilingi pura
tidak hanya berfungsi estetika, namun juga berperan penting sebagai sumber
irigasi bagi subak-subak yang berada di sekitarnya. Ini tidak terlepas dari adanya
filosofi Tri Hita Karana yang melandasi sistem pengairan subak yang mendasari
UNESCO dalam menetapkan Pura Taman Ayun sebagai bagian dari Warisan
Budaya Dunia. Setelah penobatan tersebut, pengelolaan daya tarik wisata Pura
Taman Ayun seharusnya mengalami peningkatan. Namun berdasarkan
pengamatan di lapangan, manajemen pengelolaan sumber daya manusia masih
belum maksimal. Selain itu diperlukan suatu tolok ukur untuk mengetahui sampai
sejauh mana kesuksesan dari pengelolaan daya tarik wisata tersebut. Tolok ukur
ini dapat digali melalui melalui persepsi wisatawan yang berkunjung ke Pura
Taman Ayun. Karena pada umumnya para wisatawan memiliki pengalaman yang
berbeda terhadap daya tarik wisata yang mereka kunjungi.
Pura Taman Ayun berhubungan erat dengan sejarah perkembangan
kerajaan Mengwi. Menurut Babad Mengwi, sejarah pembangunan Pura Taman
Ayun terkait dengan seorang tokoh yang bernama I Gusti Agung Putu sebagai
pendiri Kerajaan Mengwi. Setelah sukses mengembangkan wilayah kerajaannya,
Beliau berkeinginan membuat taman yang megah dengan mendatangkan seorang
ix
12
arsitek China yang sangat terkenal saat itu yang bernama Ing Khang Choew.
Setelah melalui survey lokasi, maka dipilih suatu lahan dengan gundukan yang
dikelilingi sungai dan terletak strategis dekat dengan pemukiman masyarakat
(Mengwi saat ini). Pertamanan ini sangat strategis dan indah yang dilengkapi
dengan parhyangan sebagai tempat pemujaan leluhur raja. Karena sesuai dengan
keinginan (ahiun) sang raja, maka taman ini kemudian disebut Taman Ahiun yang
kemudian dikenal menjadi Taman Ayun.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015, dengan teknik pengumpulan
data melalui observasi, wawancara, penyebaran kuesioner serta dikombinasikan
dengan studi dokumentasi. Penentuan informan dilakukan dengan teknik
purposive sampling, sedangkan pengambilan sampel kuesioner adalah 50 orang
responden dari wisatawan yang dilakukan dengan teknik accidental sampling.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori partisipasi, teori persepsi
dan teori komponen daerah tujuan wisata. Teori partisipasi dari Jules Pretty
dipergunakan untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya
tarik wisata Pura Taman Ayun. Untuk menganalisis persepsi wisatawan
digunakan teori persepsi terhadap variabel-variabel produk wisata yang termasuk
dalam teori komponen daerah tujuan wisata. Adapun variabel-variabel tersebut
adalah atraksi (attraction), aksesibilitas (sccessibility), fasilitas (amenities), serta
organisasi kepariwisataan (ancillary). Variabel-variabel persepsi ini kemudian
diolah dengan menggunakan Skala Likert untuk memperoleh skor masing-masing.
Manajemen pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun setelah
ditetapkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia tetap dipegang oleh Puri
x
13
Mengwi selaku pemilik, dengan bantuan dari pihak pemerintah dari segi
pengelolaan retribusi. Secara fisik pengelolaan mengalami peningkatan jika
dibandingkan pada periode sebelum ditetapkan oleh UNESCO. Peningkatan yang
dimaksud adalah adanya revitalisasi kawasan luar Pura Taman Ayun seperti
fasilitas jalan yang ditata sebagai kawasan pedestrian, penataan parkir, serta
penataan para pedagang yang direlokasi ke Pasar Tenten sebagai kantin khusus
Pura Taman Ayun. Kawasan dalam Pura Taman Ayun juga mengalami renovasi
fisik seperti wantilan, fasilitas toilet, candi bentar, dan lain-lain.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan terlihat dalam hal 1) kegiatan
seremonial. 2) penjagaan peninggalan purbakala, dan 3) melestarikan seni budaya.
Partisipasi pemerintah dalam pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun
adalah : 1) dalam penetapan kebijakan, 2) dalam pembangunan 3) dalam
pelestarian lingkungan alam, dan 3) dalam melakukan monitoring dan evaluasi.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya Tarik wisata Pura Taman Ayun
jika dikaitkan dengan teori partisipasi menurut Julles Pretty adalah partisipasi
insentif dan partisipasi fungsional. Partisipasi insentif terlihat dari masyarakat
yang menyumbangkan tenaga dan jasa untuk mendapatkan imbalan. Puri Mengwi
menunjuk 22 orang yang dipercaya yang didudukkan dalam struktur pengelolaan
dan mereka memperoleh imbalan sesuai dengan pekerjaannya. Partisipasi
Fungsional terlihat dari peran masyarakat diawasi oleh pihak luar (UNESCO)
guna mencapai tujuan. Hal ini dikaitkan dengan status Pura Taman Ayun yang
telah dinobatkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia.
xi
14
Persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman
Ayun sesuai dengan teori komponen daerah wisata yang terbagi menjadi empat
variabel, yakni 1) variabel atraksi, dengan hasil penelitian bahwa indikator
keunikan infrastruktur bangunan memperoleh penilaian tertinggi dengan skor 4,44
(persepsi sangat baik), sedangkan indikator dengan skor terendah (3,60) dengan
persepsi baik adalah indikator aktivitas seremonial. 2) Variabel aksesibilitas,
dengan hasil penelitian bahwa indikator kondisi jalan di depan lokasi
mendapatkan penilaian tertinggi dengan persepsi sangat baik dengan skor 4,24.
Sedangkan indikator transportasi menuju lokasi memperoleh skor terendah 3,10
dengan persepsi cukup. 3) Selanjutnya variabel fasilitas, dengan hasil penelitian
bahwa indikator wantilan mendapatkan penilaian tertinggi yakni persepsi sangat
baik dengan skor 4,20, dan indikator payung memperoleh skor terendah 3,34. 4)
Dalam variabel organisasi kepariwisataan, secara keseluruhan indikator
mendapatkan persepsi baik dari wisatawan. Indikator kesejukan dan harga tiket
memperoleh skor yang sama dan tertinggi yakni 4,08 dan informasi terhadap
wisatawan memperoleh skor terendah yakni 3,76 walaupun dengan persepsi baik.
Dari hasil penelitian terhadap persepsi wisatawan secara keseluruhan
mendapatkan persepsi yang baik, terutama dari variabel atraksi dan organisasi
pariwisata. Namun terdapat dua indikator yang memperoleh persepsi cukup,
sehingga masih perlu ditingkatkan lagi, yakni rute menuju tempat wisata lain dan
transportasi menuju lokasi. Kedua indikator ini terkait dengan transportasi
pariwisata yang minim menuju lokasi. Maka dari itu disarankan terhadap
pemerintah agar membantu dalam dalam penyediaan transportasi pariwisata yang
xii
15
melewati Pura Taman Ayun. Terhadap pihak pengelola disarankan agar
memberikan pelatihan terhadap tenaga kerja, terutama dari segi bahasa asing,
serta adanya penempatan tenaga kerja sesuai dengan bidang keahliannya.
xiii
16
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ......................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
RINGKASAN .................................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN ........................................................... 10
2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 10
2.2 Konsep ............................................................................................... 16
2.2.1 Pengelolaan Daya Tarik Wisata ............................................... 17
2.2.2 Warisan Budaya Dunia ........................................................... 19
2.2.3 Partisipasi Masyarakat ............................................................ 23
2.2.4 Persepsi ................................................................................... 26
2.3 Landasan Teori .................................................................................. 27
xiv
17
2.3.1 Teori Partisipasi ...................................................................... 27
2.3.2 Teori Persepsi ......................................................................... 30
2.2.3 Teori Komponen Daerah Tujuan Wisata ................................ 32
2.4 Model Penelitian ............................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 38
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 38
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................... 38
3.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 39
3.4 Instrumen Penelitian ......................................................................... 40
3.5 Teknik Penentuan Informan dan Responden .................................... 42
3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................ 44
3.7 Identifikasi Variabel ........................................................................... 47
3.8 Metode dan Teknik Analisis Data ..................................................... 48
3.9 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data .......................... 50
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................. 52
4.1 Profil Wilayah .................................................................................... 52
4.2 Sejarah dan Profil Pura Taman Ayun ................................................. 56
4.3 Pura Taman Ayun sebagai Daya Tarik Wisata .................................. 63
BAB V PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN
SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA ............ 66
5.1 Revitalisasi Fisik Kawasan Pura Taman Ayun……………………... 66
5.2 Struktur Pengelolaan Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun….. ........ 74
BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM
PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN ......... 78
6.1 Partisipasi Masyarakat ........................................................................ 78
6.1.1 Partisipasi dalam Kegiatan Seremonial ..................................... 78
6.1.2 Partisipasi dalam Menjaga Peninggalan Purbakala ................... 82
xv
18
6.1.3 Partisipasi dalam Melestarikan Seni Budaya ............................ 85
6.2 Partisipasi Pemerintah ...................................................................... 88
6.2.1 Partisipasi dalam Penetapan Kebijakan ................................. 89
6.2.2 Partisipasi dalam Pembangunan ............................................. 93
6.2.3 Partisipasi dalam Pelestarian Lingkungan Alam .................... 95
6.2.4 Partisipasi dalam Melakukan Monitoring dan Evaluasi ......... 98
BAB VII PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGELOLAAN
DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN
DARI WARISAN BUDAYA DUNIA ............................................................ 101
7.1 Karakteristik Responden .................................................................. 101
7.2 Persepsi Wisatawan terhadap Atraksi Wisata ................................. 109
7.3 Persepsi Wisatawan terhadap Aksesibilitas .................................... 115
7.4 Persepsi Wisatawan terhadap Fasilitas ........................................... 118
7.5 Persepsi Wisatawan terhadap Organisasi Kepariwisataan .............. 124
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 130
8.1 Simpulan ........................................................................................... 130
8.2 Saran ................................................................................................. 131
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 134
LAMPIRAN ..................................................................................................... 138
xvi
19
DAFTAR TABEL
Halaman
3.1 Variabel Persepsi Wisatawan ................................................................ 48
3.2 Skala Likert ........................................................................................... 50
4.1 Penduduk Desa Mengwi menurut tingkat Pendidikan tahun 2014 ........ 53
4.2 Penduduk Desa Mengwi menurut mata pencaharian tahun 2014........... 54
4.3 Kunjungan Wisatawan ke Pura Taman Ayun Sebelum Ditetapkan
sebagai Warisan Budaya Dunia .............................................................. 64
4.4 Kunjungan Wisatawan ke Pura Taman Ayun Setelah Ditetapkan
sebagai Warisan Budaya Dunia .............................................................. 65
5.1 Daftar nama dan Daerah Asal Tenaga Kerja pada Daya Tarik
Wisata Pura Taman Ayun ....................................................................... 76
7.1 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 102
7.2 Karakteristik Responden berdasarkan Daerah Asal ............................... 103
7.3 Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Usia .............................. 104
7.4 Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan ................................... 105
7.5 Karakteristik Responden berdasarkan Sumber Informasi ...................... 106
7.6 Karakteristik Responden berdasarkan Frekuensi Kunjungan ................. 107
7.7 Karakteristik Responden berdasarkan Minat untuk Berkunjung
Kembali .................................................................................................. 107
7.8 Karakteristik Responden berdasarkan Lama Tinggal ............................. 108
7.9 Karakteristik Responden berdasarkan Lokasi Tinggal ........................... 109
7.10 Persepsi Wisatawan terhadap atraksi wisata di Pura Taman Ayun ........ 110
7.11 Persepsi Wisatawan terhadap aksesibilitas ke Pura Taman Ayun .......... 115
7.12 Persepsi Wisatawan terhadap fasilitas di Pura Taman Ayun ................. 119
7.13 Persepsi Wisatawan terhadap Organisasi Kepariwisataan
di Pura Taman Ayun ............................................................................... 125
xvii
20
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Model Penelitian .................................................................................... 37
4.1 palinggih meru tumpeng solas sebagai keunikan arsitektur
yang menjadi salah satu daya tarik wisata Pura Taman Ayun ............... 63
5.1 Pembangunan anak tangga yang disediakan bagi wisatawan ................. 67
5.2 Kantin Pura Taman Ayun yang seringkali tak terlihat oleh
para wisatawan ....................................................................................... 69
5.3 Papan larangan yang ditempatkan di pedestrian Pura Taman Ayun ...... 70
5.4 Candi kurung yang pembangunannya pernah menjadi kontroversi ....... 71
5.5 Tampak papan petunjuk jalur kursi roda atau kereta bayi ...................... 73
5.6 Petunjuk yang terdapat di bale panjang ................................................. 73
5.7 Struktur Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun.......... 75
6.1 Pos jaga keamanan di kawasan Pura Taman Ayun ................................ 85
6.2 Penataan parkir oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kabupaten Badung ................................................................................. 94
6.3 Pudak (Pandanus Tectorius), salah satu tanaman di Kebun Botanical
di Pura Taman Ayun ............................................................................... 97
6.4 Penataan kebun botanical sebagai daya tarik wisata
di Pura Taman Ayun ............................................................................... 98
6.5 Forum dalam acara Monitoring dan Evaluasi perwakilan UNESCO ..... 100
7.1 Tampak petugas sedang membersihkan candi bentar di pintu masuk
menuju Wantilan .................................................................................... 121
7.2 Toilet Pura Taman Ayun yang mendapat persepsi baik dari wisatawan 122
7.3 Tampak urinoir di dalam toilet Pura Taman Ayun ................................. 123
7.4 Salah satu papan informasi yang bersifat peringatan agar mengenakan
pakaian yang sopan dan rapi saat memasuki daya tarik wisata
Pura Taman Ayun ................................................................................... 127
7.5 Tampak spanduk di loket khusus sebagai media penyampaian
informasi tertulis yang efektif................................................................. 129
xviii
21
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Pedoman Wawancara ...................................................................................... 138
Form Kuesioner .............................................................................................. 140
Daftar Informan................................................................................................ 148
Daftar Responden ............................................................................................. 149
Foto-foto wawancara ....................................................................................... 151
xix
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali dikenal sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia. Hal ini terlihat
dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegaranya yang cukup tinggi.
Berdasarkan data kunjungan wisman pada tahun 2013 menunjukkan angka
3.278.598 orang.1 Jumlah yang tinggi tersebut menandakan bahwa Bali dianggap
sebagai salah satu destinasi yang menarik. Ketertarikan wisatawan disebabkan
oleh Bali yang memiliki geografi pariwisata yang baik, menyangkut atraksi,
akses, fasilitas pendukung dan organisasi kepariwisataan. Di antara faktor
tersebut, atraksi merupakan motivasi yang paling dominan dalam mempengaruhi
kedatangan wisatawan. Selain memiliki atraksi alam yang menarik, Bali juga
memiliki budaya sebagai atraksi unggulan. Atraksi budaya maupun living culture
adalah suatu hal tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari hari masyarakat
Bali. Kebiasaan ini membentuk suatu warisan budaya yang tetap dilestarikan
secara turun-temurun oleh masyarakatnya. Warisan budaya yang masih mengakar
kuat merupakan nilai tambah dalam menarik minat para wisatawan baik domestik
maupun mancanegara.
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 2
tahun 2012 tentang kepariwisataan budaya Bali, bahwa secara legal-formal
pariwisata Bali diarahkan pada pariwisata budaya. Pariwisata budaya yang
1 http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2 diakses tanggal 22 Nopember 2014.
2
dimaksud adalah pariwisata yang berbasis pada kebudayaan Bali yang dijiwai
Agama Hindu sebagai daya tarik dominan (Geriya, 2012:65). Lebih lanjut
menurut Borley (dalam Ardika, 2007:32) pariwisata budaya merupakan aktivitas
yang memungkinkan wisatawan untuk mengetahui dan memperoleh pengalaman
tentang perbedaan cara hidup orang lain, merefleksikan adat istiadatnya, tradisi
religiusnya, dan ide-ide intelektual yang terkandung dalam warisan budaya yang
belum dikenalnya. Dari batasan ini tersirat bahwa segala bentuk warisan budaya
mempunyai daya tarik yang berpotensi sebagai daya tarik wisata.
Salah satu warisan Budaya tangible di Bali adalah pura. Selain memiliki
fungsi religius sebagai tempat persembahyangan oleh umat Hindu yang
merupakan agama mayoritas di Bali, keberadaan pura juga menjadi daya tarik
wisata. Struktur bangunan, sejarah, nilai religius melalui bentuk upacara ritual
yang diselenggarakan di pura tersebut merupakan hal yang menarik bagi
wisatawan untuk datang berkunjung. Hal ini terlihat dari berkembangnya
pengelolaan pura sebagai daya tarik wisata budaya di Bali. Beberapa pengelolaan
pura yang popular sebagai daya tarik wisata di antaranya adalah Pura Tanah Lot,
Pura Uluwatu, Pura Goa Gajah, Pura Tirtha Empul, Pura Besakih, Pura Taman
Ayun, dan lain-lain. Keberadaan pura-pura ini senantiasa ramai dikunjungi oleh
wisatawan karena masing-masing memiliki kekhasan dan daya tarik tersendiri.
Namun perlu digaris bawahi bahwa prinsip pengelolaan daya tarik wisata pura di
Bali adalah mengutamakan kesucian atau kesakralan dari kawasan suci pura itu
sendiri.
3
Kabupaten Badung dikenal sebagai daerah dengan pengembangan
pariwisata tertinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Bali, di mana
90 persen lebih pendapatan daerah diperoleh melalui sektor pariwisata sebagai
sektor unggulan (Dinas Pariwisata Kabupaten Badung 2013:5). Kabupaten ini
memiliki luas 7, 43 persen dari luas pulau Bali yang terbagi atas enam wilayah
kecamatan, yakni Kecamatan Kuta, Kuta Utara, Kuta Selatan, Mengwi,
Abiansemal, dan Petang. Berdasarkan Peraturan Bupati Badung Nomor 7 tahun
2005 tentang Daya Tarik Wisata di Kabupaten Badung, hingga tahun 2012
Kabupaten Badung memiliki tujuh daya tarik wisata budaya, yakni : Kawasan luar
Pura Uluwatu, Garuda Wisnu Kencana, Pura Sada Kapal, Kawasan Luar Pura
Taman Ayun, Kawasan Luar Pura Pucak Tedung, Kawasan Pura Keraban Langit
dan Monumen Tragedi Kemanusiaan. Daya tarik wisata tersebut cenderung
dijadikan alternatif oleh wisatawan yang memiliki motivasi budaya.
Pura Taman Ayun merupakan salah satu pengembangan daya tarik wisata
budaya yang terletak di Desa Mengwi, Badung Tengah. Pura ini adalah warisan
budaya Bali, yang memiliki arti sejarah penting dalam kehidupan masyarakat di
sekitarnya. Kolam yang mengelilingi pura tidak hanya berfungsi estetika, namun
berperan penting sebagai sumber irigasi bagi subak-subak yang berada di
sekitarnya. Ini tidak terlepas dari adanya filosofi Tri Hita Karana (keharmonisan
hubungan antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesamanya serta
manusia dengan lingkungannya) yang melandasi sistem pengairan subak. Filosofi
inilah yang mendasari UNESCO dalam menetapkan Lanskap Budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia, di mana Pura Taman Ayun merupakan salah satu
4
bagiannya. Penetapan tersebut terhitung sejak tanggal 29 Juni 2012, melalui
sidang UNESCO di Saint Petersburg, Rusia. Selain Pura Taman Ayun, Cultural
Landscape of Bali Province:Subak as Manifestation of Tri Hita Karana
Philosophy mencakup kawasan – kawasan lainnya, yakni: Catur Angga Batukaru,
DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan, Danau Batur dan Pura Ulun Danu Batur,
serta Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Kawasan tersebut terletak di lima
kabupaten, yakni Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Bangli,
Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Buleleng.
Dewasa ini pengelolaan daya tarik wisata budaya, khususnya pura telah
mengalami perkembangan. Menurut WTO (dalam Ardika, 2007:49), terdapat
beberapa ketentuan terkait dengan kegiatan pariwisata budaya, antara lain : 1)
menjadi tuan rumah yang baik dalam kegiatan pariwisata budaya, 2) lestari atau
berlanjutnya aset budaya, 3) partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata, 4)
daya dukung, dan 5) pembatasan jumlah wisatawan. Dari jabaran tersebut dapat
diketahui bahwa pariwisata budaya khususnya daya tarik wisata pura tidak hanya
mementingkan tingginya jumlah kunjungan wisatawan, namun aspek kelestarian
dari aset budaya harus diutamakan. Wisatawan yang berkunjung harus diwajibkan
untuk turut mendukung prinsip pelestarian nilai budaya serta nilai kesakralan dari
pura sebagai tempat suci. Sebagai contoh adalah sistem pengelolaan daya tarik
wisata Pura Taman Ayun, di mana pihak pengelola mewajibkan wisatawan untuk
mematuhi aturan-aturan untuk tujuan kelestarian. Salah satunya adalah
pemberlakuan larangan masuk bagi wisatawan ke halaman jeroan yang
merupakan kawasan suci sebagai tempat untuk persembahyangan. Selain itu
5
aturan juga memberlakukan larangan bagi wisatawan yang sedang datang bulan
untuk tidak memasuki areal pura dimulai dari jaba tengah. Penerapan larangan ini
adalah demi tetap menjaga kesucian dan kesakralan pura. Hal ini adalah prinsip
yang penting diterapkan dalam pengelolaan mengingat status Pura Taman Ayun
sebagai warisan budaya dunia yang tentunya akan menjadi sorotan dunia, dan
memegang citra Bali yang terkenal sangat kuat dalam mempertahankan kearifan
lokalnya. Di samping pelestarian dalam suatu pengelolaan daya tarik wisata pura,
konsep pariwisata berkelanjutan sebagai layaknya wisata konvensional juga perlu
diperhatikan.
Persepsi dari suatu daya tarik wisata warisan dunia adalah pengelolaan
yang baik dan bertaraf internasional baik dari segi fisik maupun dari segi
manajemen. Dari segi fisik, pihak pengelola dan pemerintah telah melakukan
langkah revitalisasi terhadap kawasan Pura Taman Ayun. Berdasarkan
pengamatan empiris di lapangan, jika dibandingkan dengan periode sebelumnya,
terlihat bahwa kawasan Pura Taman Ayun kini semakin berbenah dan tertata.
Adanya penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pembangunan Candi Kurung
di sisi timur dan barat untuk kepentingan estetika, penataan parkir, penertiban
pedagang, dan lain-lain. Usaha pengelolaan tersebut mencerminkan keseriusan
pihak pengelola dalam upaya mencitrakan pengelolaan daya tarik wisata yang
baik sebagai warisan budaya dunia. Selain untuk tujuan pencitraan, hal tersebut
dilakukan dalam upaya lebih memberikan daya tarik tambahan bagi wisatawan.
Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, adanya peningkatan
perbaikan fisik kawasan Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya
6
dunia ternyata tidak disertai dengan peningkatan kualitas manajemen sumber daya
manusia. Berdasarkan data dari pengelola, dari 22 orang tenaga kerja, hanya 2
orang yang merupakan lulusan Sarjana, 12 orang lulusan Sekolah Menengah Atas,
7 orang lulusan Sekolah Menengah Pertama, dan 1 orang lulusan Sekolah Dasar.
Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi mereka masih belum sesuai
dengan tuntutan kriteria tenaga kerja saat ini, yang setidaknya minimal adalah
lulusan Sekolah Menengah Atas, atau bahkan minimal adalah lulusan Sarjana
(Sumber:Pengelola Pura Taman Ayun, 2015).
Kelemahan sumber daya manusia ini sangat tampak dari penguasaan
bahasa asing, terutama pada bagian yang berhadapan langsung dengan para
wisatawan. Tampak dari beberapa petugas loket karcis yang bertugas secara
bergiliran, hanya terdapat satu dari empat orang saja yang memiliki kemampuan
berbahasa yang baik. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan status Pura
Taman Ayun yang telah dinobatkan sebagai salah satu warisan budaya dunia.
Sehingga diharapkan adaya sistem manajemen pengelolaan yang baik dan
modern. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap citra Pura Taman Ayun
di mata dunia serta menurunnya kunjungan wisatawan justru disaat daya tarik
wisata ini ditetapkan sebagai oleh UNESCO. Terlebih lagi berdasarkan data
kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun pada tahun 2013 adalah 281.091
orang yang 75 persen di antaranya adalah wisatawan mancanegara.2
Selain dari lemahnya kualitas sumber daya manusia, beberapa produk daya
tarik wisata di Pura Taman Ayun juga memerlukan pengembangan. Dari segi
2 http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2 diakses tanggal 22 Nopember 2014.
7
aksesibilitas yaitu kurangnya transportasi pariwisata menuju lokasi ini.
Transportasi yang dimaksud adalah bus-bus yang dapat disediakan oleh
pemerintah sebagai fasilitas umum untuk dimanfaatkan oleh wisatawan menuju
Pura Taman Ayun. Fasilitas ini sangat berguna khususnya bagi wisatawan yang
tidak merencanakan perjalanannya melalui travel agent. Kendala-kendala dalam
pengelolaan di atas memerlukan penanganan lebih lanjut, di mana seharusnya hal
tersebut dipersepsikan dengan baik oleh wisatawan, karena berkaitan dengan
kesan yang didapat selama berada di daerah tujuan wisata. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suwantoro (1997:48) yang menyatakan bahwa citra wisata dan kesan
(image) perjalanan seorang wisatawan di suatu daerah pada hakikatnya tergantung
pada produk wisata yang tersedia.
Pengelolaan yang telah berjalan masih perlu ditingkatkan lagi tidak hanya
dari segi revitalisasi fisik, namun juga dari segi manajemen pengelolaan, baik dari
segi atraksi, aksesibilitas, fasilitas maupun organisasi kepariwisataan itu sendiri.
Karena pada umumnya wisatawan memiliki pengalaman yang berbeda terhadap
daya tarik wisata yang mereka kunjungi. Penggalian persepsi wisatawan sangatlah
penting untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu program pengelolaan telah
dapat diterima oleh wisatawan. Dalam hal ini persepsi wisatawan dapat dikatakan
sebagai barometer dalam rangka untuk memperoleh masukan terhadap program
yang telah berjalan maupun yang akan dirumuskan untuk masa yang akan datang.
Untuk itu, terkait dengan pentingnya lokasi ini serta dari alasan yang telah
dipaparkan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di
8
lokasi ini dengan mendeskripsikan sistem pengelolaan dan menggali persepsi
wisatawan.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini terfokus pada tiga rumusan masalah, yaitu :
1) Bagaimanakah pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai
bagian dari warisan budaya dunia ?
2) Bagaimanakah partisipasi masyarakat dan pemerintah terhadap
pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari
warisan budaya dunia ?
3) Bagaimanakah persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata
Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan
daya tarik wisata di kawasan warisan budaya dunia, khususnya di Pura Taman
Ayun, Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan :
1) Untuk mengetahui sistem pengelolaan daya tarik wisata Pura taman Ayun
sebagai bagian dari warisan budaya dunia
9
2) Untuk mengetahui partisipasi masyarakat dan pemerintah terhadap
pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari
warisan budaya dunia.
3) Untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik
wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
gambaran mengenai pengelolaan daya tarik wisata di salah satu
kawasan Warrisan Budaya Dunia, sehingga dapat digunakan
sebagai sumber informasi bagi kalangan akademisi maupun
pemerhati pariwisata untuk melakukan penelitian lanjutan secara
lebih mendalam di waktu yang akan datang. Selain itu penelitian
ini juga diharapkan mampu memberi tambahan pengetahuan selain
dalam bidang pariwisata juga dalam bidang budaya dan ekonomi
(Ecoculturaltourism).
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kajian,
bahan pertimbangan, serta rekomendasi bagi pihak pengelola
maupun pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan yang tepat
dalam pengelolaan daya tarik wisata warisan budaya ke depannya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka merupakan salah satu dari rangkaian penelitian yang
berguna untuk mengetahui sejauh mana penelitian yang telah dilakukan oleh para
peneliti atau penulis sebelumnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan penelitian terdahulu sebagai pembanding
dengan penelitian ini, yakni sebagai berikut.
Irina (2012) melakukan penelitian di salah satu bagian Lansekap Budaya
Provinsi Bali sebagai warisan budaya dunia, yakni Subak Jatiluwih. Secara umum
ruang lingkup penelitian yang telah dilakukan adalah proses penetapan Lansekap
Budaya Bali pada sistem subak Jatiluwih sebagai bagian dari warisan budaya
dunia oleh UNESCO. Dengan hasil penelitian bahwa Jatiluwih dengan panorama
sawah bertingkat serta filosofi Tri Hita Karana nya telah mampu memenuhi
kriteria UNESCO. Hasil penelitian juga menegaskan bahwa pemerintah berperan
aktif dalam perencanaan dan pengajuan tersebut. Masyarakat Jatiluwih
mendukung usulan ini dan pengembangan pariwisata berkelanjutan di situs,
dengan membawa harapan bahwa hal ini akan membawa sesuatu yang positif ke
wilayah tersebut, terutama dalam bidang pariwisata. Penelitian ini memiliki
relevansi terhadap penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis. Di mana
Jatiluwih juga merupakan salah satu kawasan warisan budaya dunia Lansekap
10
11
Budaya Provinsi Bali yang memiliki keterkaitan terhadap partisipasi masyarakat
dan pemeintah dalam pengelolaannya
Baiquni (2009) memiliki penelitian yang relevan terkait situs warisan
budaya dunia, yakni Borobudur. Penelitian ini menjelaskan Borobudur sebagai
magnet pariwisata yang berperan besar sebagai lokomotif bagi masyarakat dan
pembangunan daerah. Maka dari itu diperlukan adanya strategi untuk membantu
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam hal pengelolaan Borobudur,
terutama dari segi pariwisata. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Borobudur
memiliki masalah yang berhubungan dengan jumlah wisatawan yang mengganggu
relief batu dan patung ketika mereka memanjat candi. Selain itu wisatawan
kecewa karena kurangnya keramahan dan rendahnya kualitas layanan yang
diberikan oleh manajemen dan pedagang. Masalah lainnya adalah konservasi yang
berkaitan dengan perubahan lingkungan. Rekomendasi yang dapat diberikan
adalah pemantapan program "Rethinking Borobudur" untuk mendapatkan
alternatif dan strategi baru untuk mengelola warisan dunia ini. Keterkaitan
penelitian ini dengan penelitian oleh penulis adalah bahwa pengelolaan warisan
budaya dunia berupa situs purbakala yang memiliki kemiripan dengan Pura
Taman Ayun. Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengelolaan tersebut, di
mana salah satunya adalah manajemen perawatan dan pemeliharaan situs.
Madiasworo, et all (2014) mengadakan penelitian di Pura Taman Ayun.
Dalam penelitiannya ia membuktikan bahwa tidak semua warisan cagar budaya
mengalami kondisi pelestarian yang buruk. Pura Taman Ayun merupakan salah
satunya. Walaupun difungsikan sebagai daya tarik wisata, pura ini tetap terjaga
12
kelestariannnya baik dari segi tinggalan fisik, lingkungan maupun sosial budaya.
Lebih lanjut dalam penelitiannya menggambarkan faktor lingkungan sangat
berperan dalam pelestarian ini. Hal ini sesuai dengan sistem religius umat Hindu
yakni filosofi Tri Hita Karana, yang diartikan sebagai tiga penyebab kebahagiaan,
yakni : Parahyangan (hubungan harmonis antara manusia dengan Sang Hyang
Widhi), Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya),
dan Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya). Aspek
Parahyangan tercermin dari adanya pelaksanaan upacara atau ritual seperti :
upacara mendak tirtha, upacara piodalan setiap anggarakasih medangsia, upacara
saat purnama kapat, ritual nampeh rare, ritual nampeh nyungsung, dan ritual
nangluk merana. Dari aspek Palemahan tercermin dari hubungan antara Pura
Taman Ayun dengan subak. Kolam yang mengelilingi pura ini berperan sebagai
pengairan terhadap tiga subak di sekitarnya, yakni Subak Batan Badung, Subak
Batan Asem, dan Subak Beringkit. Selanjutnya adalah aspek Pawongan yang
terlihat dari adanya aktivitas di pura dalam rangka persiapan piodalan yang
dilakukan oleh masyarakat setempat. Aktivitas ini dikenal dengan nama ngayah.
Selain konsep Tri Hita Karana, masyarakat setempat juga menggunakan awig-
awig (peraturan adat) dalam usaha pengelolaan dan pelestarian Pura Taman Ayun.
Chheang (2011) mengadakan penelitian yang relevan di salah satu situs
warisan budaya dunia, Angkor Watt, Kamboja. Penelitiannya mengkaji persepsi
dan pengalaman wisatawan melalui survei kuesioner standar. Dengan hasil
penelitian bahwa persepsi wisatawan adalah positif dan pengalaman mereka
sangat baik berdasarkan dengan keragaman budaya serta keramahan masyarakat
13
lokal. Jenis wisatawan yang berkunjung ke Angkor Watt secara umum dapat
dikategorikan sebagai wisatawan budaya. Motif dan pengalaman mereka saling
terkait. Meskipun wisatawan puas dengan kunjungan mereka, ada beberapa
kekhawatiran terutama masalah pencemaran lingkungan, sanitasi dan kebersihan,
kemiskinan penduduk lokal, dan kendala bahasa, yang menyebabkan kurangnya
komunikasi antara wisatawan dan masyarakat setempat. Penelitian ini sangat
relevan dengan penelitian oleh penulis yang membahas tentang persepsi
wisatawan terhadap salah satu warisan budaya dunia yang terkenal. Selain juga
mendeskripsikan hasil persepsi wisatawan tersebut menjadi suatu saran dan
rekomendasi terhadap pengelolaan daya tarik wisata tersebut.
Putra (2009), mengadakan penelitian di salah satu kawasan Lansekap
Budaya Provinsi Bali yang mengkaji partisipasi masyarakat terhadap daya tarik
wisata Jatiluwih berbasis Tri Hita Karana di Kabupaten Tabanan. Penelitannya
menyimpulkan bahwa masyarakat ikut berpartisipasi aktif. Partisipasi tersebut
yaitu melakukan pujawali/piodalan di Pura Luhur Petali, mengadakan pengaci di
hutan, mengadakan pengaci di Danau Tamblingan, mengadakan pengaci
kebersihan desa setiap bulan, mengadakan penghijauan, dan membuka jalur-jalur
trekking dan agrowisata. Pengembangan berbasis Tri Hita Karana sebagai daya
tarik wisata di Desa Jatiluwih yaitu: mengintensifkan pelatihan kepariwisataan
untuk mengatasi kendala Sumber Daya Manusia (SDM), membentuk badan
pengelola dan membentuk Pokdarwis untuk mengatasi kendala pengelolaan lokal,
mengintensifkan promosi untuk mengatasi kendala promosi, mengaktifkan budaya
lokal masyarakat, mengaktifkan aktivitas wisatawan, dan mengaktifkan industri
14
rumah tangga (bidang pawongan), pengadaan fasilitas kepariwisataan untuk
mengatasi kendala fasilitas kepariwisataan, dan perbaikan prasarana jalan untuk
mengatasi kendala aksesibilitas (bidang palemahan), menyusun buku purana pura
Luhur Petali, melaksanakan isi purana berkaitan dengan upakara dan upacara,
penentuan pemangku, melestarikan mitos-mitos, dan menentukan radius kesucian
Pura Luhur Petali (bidang parhyangan). Penelitian ini memiliki relevansi dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang membahas partisipasi masyarakat
dan pemerintah pada suatu daya tarik wisata di kawasan warisan budaya dunia.
Sujana (2009) mengadakan penelitian tentang persepsi wisatawan
terhadap daya tarik wisata Pura Tanah Lot. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa dari 155 sampel persepsi diperoleh hasil persepsi wisatawan terhadap
objek wisata Tanah Lot secara umum adalah baik. Artinya bahwa baik wisatawan
mancanegara maupun nusantara yang berkunjung ke Tanah Lot memiliki persepsi
rata -rata yang sama yaitu baik. Hal ini dibuktikan dengan skor rata -rata variabel
4,03 yang masuk dalam kategori baik pada Skala Likert. Kajian mengenai
persepsi wisatawan menemukan adanya perbedaan persepsi antara wisatawan
nusantara dan wisatawan mancanegara yang terletak pada urutan penilaian
variabel ekstrim atas dan ekstrim bawah. Variabel yang dimaksud adalah :a.
Variabel persepsi ekstrim atas pada wisatawan nusantara secara berurutan yaitu;
(1) pemandangan sunset, (2) tirtayatra, (3) keindahan, (4) fotografi, (5) keunikan
pura, (6) keunikan arsitektur. Variabel persepsi ekstrim atas pada wisatawan
mancanegara secara berurutan yaitu; (1) tebing pantai, (2) pemandangan sunset,
(3) ombak pantai, (4) fotografi, (5) tirtayatra, (6) keindahan. b. Variabel ekstrim
15
bawah pada wisatawan nusantara secara berurutan yaitu; (26) kebersihan, (27)
pertunjukan kesenian, (28) kue klepon, (29) jarak tempuh dari bandara, (30) toilet,
(31) harga tiket. Sedangkan variabel persepsi ekstrim bawah pada wisatawan
mancanegara secara berurutan yaitu, (26) kesejukan, (27) ular suci, (28) jarak
tempuh dari bandara, (29) pasar seni, (30) harga tiket, (31) toilet. Penelitian ini
memiliki relevansi yang sama-sama membahas tentang persepsi wisatawan
tehadap daya tarik wisata pura, meskipun menggunakan variabel dengan indikator
yang berbeda. Namun secara umum persepsi wisatawan dianalisis dengan teknik
yang sama yaitu Skala Likert yang kemudian dideskripsikan secara kualitatif.
Pratnyawati (2013) melakukan penelitian tentang pengelolaan daya tarik
wisata Pura Goa Gajah dalam implementasi Tri Hita Karana. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan daya tarik
wisata Goa Gajah secara keseluruhan menunjukkan hasil baik. Selain itu pihak-
pihak yang secara langsung mengelola daya tarik wisata Goa Gajah adalah Kepala
Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, pemangku Pura Goa Gajah, Bendesa Adat
Pakraman Bedulu dan petugas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali.
Dinas Pariwisata berperan sebagai fasilitator dan pengambil kebijakan, pemangku
Pura Goa Gajah berperan sebagai penyelenggara kegiatan keagamaan, Desa
Pakraman Bedulu berperan sebagai pewaris dan sekaligus pemilik tinggalan
arkeologi, sedangkan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala berperan dalam
kegiatan pelestarian dan pemeliharaan benda cagar budaya yang ada di daya tarik
wisata Goa Gajah. Persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata
Goa Gajah juga menunjukkan hasil baik, namun ada beberapa indikator yang
16
dinilai agak lemah perlu ditindak lanjuti seperti kebersihan toilet serta kurangnya
jumlah tempat sampah yang tersedia. Relevansi penelitian ini dengan yang
dilaksanakan oleh penulis adalah sama-sama membahas topik pengelolaan daya
tarik wisata pura. Bagaimana partisipasi masyarakat melalui desa adat setempat
dan pemerintah. Selain itu persepsi wisatawan juga digali meskipun dengan
menggunakan jumlah indikator yang minim.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama
meneliti tentang pengelolaan maupun persepsi terhadap daya tarik wisata di
kawasan warisan budaya dengan perkembangan pariwisatanya. Namun
perbedaannya terletak pada ruang lingkup objek penelitiannya. Pada penelitian ini
objek difokuskan ke pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai
bagian dari Lanskap Budaya Bali yang telah dinobatkan sebagai warisan budaya
dunia, dari segi partisipasi masyarakat dan pemerintah yang terlibat. Selain itu,
pada penelitian ini juga mengkaji persepsi wisatawan yang berkunjung terhadap
pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun. Hal inilah yang
mengindikasikan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya dengan menyajikan hal dan permasalahan yang berbeda, sehingga
menjadikan penelitian ini merupakan novelty ataupun kelanjutan dari penelitian
sebelumnya.
2.2 Konsep
Dalam suatu penelitian perlu penegasan batasan pengertian operasional
dari setiap istilah atau konsep yang terdapat baik dalam judul penelitian maupun
17
rumusan masalah penelitian. Pemberian definisi atau batasan operasional suatu
istilah berguna sebagai sarana komunikasi agar tidak terjadi salah tafsir dan juga
mempermudah dalam proses penelitian. Beberapa deskripsi konsep yang terkait
dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.2.1 Pengelolaan Daya Tarik Wisata
Secara umum pengelolaan adalah rangkaian kegiatan yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan di mana kegiatan
tersebut diatur oleh pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan yang dapat memenuhi
kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini, tanpa mengorbankan potensi pemenuhan
kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang. Pengelolaan yang baik
adalah pengelolaan yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tapi juga
melibatkan masyarakat dan swasta, karena keterpaduan kerjasama akan
menghasilkan tujuan bersama bagi masa depan suatu pariwisata.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan Bab I, pasal 5 menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah
segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Segala keunikan tersebut dapat
dijabarkan sebagai suatu potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke
suatu daerah tujuan wisata (Suwena, 2010:85). Potensi yang dimaksud adalah
faktor – faktor ketertarikan terhadap destinasi, di antaranya panorama alam,
18
budaya, infrastruktur bangunan, dan lain - lain. Daya tarik wisata umumnya terdiri
atas hayati dan non hayati, di mana masing-masing memerlukan pengelolaan
sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya. Pengelolaan daya tarik wisata harus
memperhitungkan berbagai sumber daya wisatanya secara berdaya guna agar
tercapainya sasaran yang diinginkan. Dalam menunjang pengelolaan berbagai
kegiatan kepariwisataan, teknologi manajeman perlu diterapkan agar sumber daya
wisata yang murni alami dapat dikelola secara berhasil guna.
Program pengelolaan memegang peranan penting dalam perkembangan
suatu daya tarik wisata. Semakin baik program dan implementasi pengelolaannya
maka suatu daya tarik wisata tersebut dapat berkembang secara pesat. Pengelolaan
daya tarik wisata dapat dikategorikan menjadi dua, yakni :
1. Pengelolaan daya tarik wisata alam.
Pengusahaan daya tarik wisata alam meliputi empat hal yaitu:
a. Pembangunan sarana dan prasarana pelengkap beserta fasilitas
pelayanan lain bagi wisatawan.
b. Pengelolaan daya tarik wisata alam termasuk sarana dan prasarana
yang ada.
c. Penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat di sekitarnya
untuk berperan serta dalam kegiatan pengusahaan daya tarik wisata
alam yang bersangkutan
d. Penyelenggaraan pertunjukkan seni budaya yang dapat memberi
nilai tambah terhadap daya tarik wisata alam yang bersangkutan.
19
2. Pengelolaan daya tarik wisata budaya.
Kegiatan – kegiatan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan daya tarik wisata
budaya adalah :
a. Pembangunan dan daya tarik wisata budaya, termasuk penyediaan
prasarana, sarana, fasilitas pelayanan bagi wisatawan.
b. Pengelolaan daya tarik wisata budaya termasuk sarana dan
prasarana yang tersedia.
c. Penyelenggaraan pertunjukkan seni budaya yang dapat memberi
nilai tambah terhadap daya tarik wisata budaya beserta masyarakat
sekitarnya. (Wiyasa, 2001:158).
2.2.2 Warisan Budaya Dunia
Secara teoritis Warisan adalah peninggalan atau sesuatu yang diwariskan
dari generasi yang satu kepada generasi yang lain. Warisan dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu yang bersifat kebendaan dan dapat diraba (tangible),
maupun yang tidak dapat diraba (intangible) (Ardika, 2007:19). Benda warisan
budaya yang dapat diraba adalah berbagai benda hasil karya manusia baik yang
dapat dipindahkan maupun yang tidak dapat dipindahkan termasuk benda cagar
budaya. Warisan budaya yang bersifat abstrak (intangible) di antaranya adalah
konsep-konsep budaya dan nilai budaya contohnya: ilmu pengetahuan, bahasa dan
sastra.
20
Timothy mengemukakan konsep warisan budaya adalah sebagai berikut :
Cultural heritage is the past created by humankind and its various
manifestations. The cultural heritage we use today includes both tangible
and intangible elements. It comes in the form of material objects such as
building, landscape and village, cities, art collections, artifacts in
museums, historic gardens, handycrafts and antiques, but it also
encompasses non material elements of culture inclusing music, dance,
beliefs, ceremonies, rituals and folklore. All of these are important
components of heritage that are used for tourism and other purpose.
(Timothy, 2011:3).
Warisan budaya merupakan masa lalu yang diciptakan oleh manusia
dengan berbagai bentuknya. Warisan budaya yang kita gunakan saat ini
mencakup unsur-unsur berwujud dan tidak berwujud. Contoh benda-benda
berwujud adalah bangunan, desa dan lansekap, kota, koleksi seni, artefak
di museum-museum, tempat bersejarah, kerajinan dan barang antik, serta
mencakup unsur-unsur budaya tidak berwujud termasuk musik, tari,
kepercayaan, upacara, ritual dan cerita rakyat. Semua ini merupakan
komponen penting dari warisan yang digunakan untuk kepentingan
pariwisata dan tujuan lainnya.
Dari konsep tersebut diungkapkan bahwa warisan budaya sebagai
ciptaan manusia di masa lalu dengan berbagai bentuk, yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia masa kini, yang salah satunya adalah untuk kepariwisataan.
Pasal 1 The World Heritage Convention mengklasifikasikan warisan budaya
menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Monumen
Yang dimaksud dengan monumen adalah hasil karya arsitektur, patung
dan lukisan yang monumental, elemen atau struktur tinggalan arkeologis, prasasti,
gua tempat tinggal, dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang mempunyai nilai
penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan.
21
2. Kelompok bangunan
Yang dimaksud dengan kelompok bangunan adalah kelompok bangunan
yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya, homogenitasnya
atau posisinya dalam bentang lahan mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya
dan ilmu pengetahuan.
3. Situs
Yang dmaksud dengan situs adalah hasil karya manusia atau gabungan
karya manusia dan alam, wilayah yang mencakup lokasi yang mengandung
tinggalan arkeologis yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, estetika,
etnografi atau antropologi (World Heritage Unit, 1985:45).
Indonesia banyak memiliki warisan budaya seperti tersebut di atas,
sebagian telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional. Warisan budaya ini
kemudian dapat diusulkan sebagai warisan budaya dunia jika memenuhi kriteria–
kriteria yang ditentukan oleh UNESCO. Salah satu kriteria terpenting adalah
bahwa setiap situs/kawasan cagar budaya yang akan dinominasikan sebagai
Warisan Dunia harus mempunyai outstanding universal value (nilai penting yang
luar biasa). Ini tersirat dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai nilai penting yang
melandasi dalam pengairan subak di Bali yang merupakan dasar utama dalam
penetapan Lansekap Budaya Provinsi Bali sebagai warisan dunia dengan kategori
gabungan antara alam dan budaya. Situs Lanskap Budaya Provinsi Bali ini
mencakup empat kawasan, yakni :
22
1. Kawasan Catur Angga Batukaru
Merupakan daerah/area suci dengan luas 17.336 ha mencakup Danau
Buyan–Tamblingan di sisi paling utara, hutan lindung di sekitar gunung tertinggi
kedua di Bali yaitu Gunung Batukaru (2276 m), kawasan hutan dan kebun di
lereng selatan hingga hamparan sawah bertingkat – tingkat. Yang termasuk dalam
kawasan ini adalah Subak Jatiluwih hingga Subak Rejasa dengan jumlah
keseluruhan 14 subak (Subak Bedugul, Jatiluwih, Kedampal, Keloncing,
Penatahan, Pesagi, Piak, Piling, Puakan, Rejasa, Sangketan, Tegallinggah,
Tengkudak dan Wongaya Betan) dan 5 pura (Pura Batukaru, Pura Muncak Sari,
Pura Tamba Waras, Pura Besi Kalung, Pura Puncak Petali), serta Danau Buyan
dan Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng yang merupakan sumber air irigasi
untuk sawah – sawah di daerah Tabanan.
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan
Situs ini mempunyai luas 531.471 ha mencakup dataran dan sistem
pengairan dari tiga subak serta empat buah pura kuno (Pura Pegulingan, Pura
Mangening, Pura tirtha Empul dan Pura Gunung Kawi). Mata air yang berada di
situs ini terhubung dengan mata air yang terdapat di Pura Tirtha Empul dan
merupakan sumber utama yang membentuk aliran Sungai Pakerisan.
3. Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur
Kawasan ini terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Situs
Pura Ulun Danu Batur dipercaya oleh seluruh anggota subak di Bali, sebagai
tempat berstananya Dewi Danu sebagai Dewi Kesuburan. Terkait dengan hal
tersebut, maka setiap tahun sekali hampir seluruh anggota subak di Bali akan
23
melakukan persembahyangan di Pura ini sebagai wujud rasa terima kasih mereka
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah memberikan hasil pertanian
yang baik dan terhindar dari kekurangan pangan. Hal tersebut merupakan salah
satu bentuk implementasi Tri Hita Karana dalam konteks Parahyangan, yaitu
menjaga keselarasan hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Kemudian Danau Batur merupakan salah satu wujud fisik dari kesuburan
karena sebagai sumber daya air yang dipercaya oleh masyarakat Bali sebagai
sumber kehidupan.
4. Pura Taman Ayun
Pura Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung. Pura ini mencerminkan sejarah perluasan sistem subak.
Hampir setiap anggota subak yang berada di kawasan Kabupaten Badung bagian
barat dan Kabupaten Tabanan bagian timur harus mendapatkan air suci untuk
digunakan di kawasan ekosistem subak (sawah). Oleh karena itu setiap menjelang
tanam seluruh anggota subak di kawasan tersebut melalui ketua subak (pekaseh)
akan memohon air suci yang dipercaya berasal dari kawasan bagian hulu Pura
Taman Ayun yang merupakan kawasan hutan dan danau. Hal inilah yang
merupakan cerminan implementasi dari Tri Hita Karana (Windia, 2013:207-213).
2.2.3 Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata sangatlah
penting. Partisipasi masyarakat digambarkan sebagai pemberian wewenang
kepada masyarakat setempat untuk memobilisasi kemampuan mereka sendiri,
24
menjadi pemeran sosial di dalam mengeluarkan kemampuan sumber daya,
membuat keputusan, serta melakukan kontrol terhadap kegiatan. Partisipasi tidak
hanya merupakan sebuah kontribusi tenaga, waktu, dan materi lokal secara cuma-
cuma untuk mendukung berbagai program dan proyek pembangunan, melainkan
suatu keterlibatan secara aktif dalam setiap proses (Pitana, 2002:56). Peran
masyarakat dikenal sebagai genuine participation atau dengan kata lain rakyat
sebagai pelaku pariwisata. Terdapat beberapa proses peran serta aktif masyarakat
dalam pembangunan kepariwisataan yakni :
1. Pada Tahap Perencanaan
Keterlibatan masyarakat lokal terutama berkaitan dengan
identifikasi masalah atau persoalan, identifikasi potensi pengembangan,
analisis dan peramalan terhadap kondisi lingkungan di masa mendatang,
pengembangan rencana, fasilitas, dan sebagainya.
2. Pada Tahap Implementasi
Bentuk keterlibatan masyarakat terutama terkait dengan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan/pembangunan,
pengelolaan daya tarik wisata atau usaha yang terkait dengan
kepariwisataan.
3. Aspek Monitoring dan Evaluasi
Bentuk partisipasi masyarakat terwujud dalam peran dan posisi
masyarakat dalam tahap monitoring/evaluasi serta memperoleh nilai
manfaat secara ekonomi maupun sosial budaya, yang berdampak pada
25
peningkatan kesejahteraan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal
(Sunaryo, 2013:223).
Berdasarkan Pretty’s Typology of Participation (Scheyvens, 2002
:55), yang secara umum mengemukakan tentang dua jenis partisipasi
yaitu:
1. Partisipasi pasif (passive participation)
Dalam partisipasi ini, biasanya masyarakat dilibatkan
dalam tindakan yang telah dipikirkan, dirancang dan dikontrol oleh
orang lain atau pihak lain. Apabila dikaitkan dengan masyarakat
dalam konteks pariwisata, partisipasi ini ditandai dengan minimnya
keterlibatan masyarakat dalam proses dari semua kegiatan
pariwisata di daerah pengembangan pariwisata. Di mana
masyarakat hanya terlibat sebatas hanya sebagai pelaku suatu
kegiatan tanpa sebagai perancang dan pengawas atau pengontrol.
2. Partisipasi aktif (active participation)
Yaitu masyarakat terlibat dalam melakukan perencanaan,
pengelolaan sampai pada tahap pengawasan. Dalam aspek
pariwisata ditujukkan dengan mudahnya masyarakat lokal
mendapatkan informasi tentang pembangunan pariwisata di
daerahnya. Mereka terlibat secara langsung dalam perencanaan dan
pengelolaan pariwisata dengan memanfaatkan sumber daya yang
mereka miliki.
26
2.2.4 Persepsi
Salah satu upaya untuk mengetahui pandangan atau tingkat kepuasan
terhadap suatu kegiatan adalah dengan menggali persepsi dari para penikmat jasa.
Persepsi adalah suatu proses yang mendahulukan penginderaan, yang mana
diwujudkan melalui rangsangan yang diterima oleh individu yang berasal dari alat
inderanya (Walgito, 1990:53). Proses ini tidak hanya selesai pada tahap tersebut,
tetapi meneruskan rangsangan yang diterima ke pusat susunan saraf, yaitu otak
sehingga menghasilkan suatu proses psikologi. Berdasarkan hal tersebut, maka
seseorang atau individu dapat menyadari mengenai apa yang ia lihat, apa yang ia
dengar, dan apa yang ia rasa.
Persepsi merupakan proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk
menafsirkan dan memahami dunia di sekitarnya. Hal ini juga merupakan “lensa
konseptual” (conceptual lens) yang pada diri individu berfungsi sebagai kerangka
analisis untuk memahami suatu masalah. Oleh karena itu, pemahaman dan
perumusan atas suatu isu sesungguhnya amat bersifat subjektif. Dengan adanya
persepsi akan mempengaruhi status peringkat yang terkait isu dan pengambilan
sebuah keputusan maupun bersikap. Dengan kata lain, persepsi mencakup
penerimaan stimulus, pengorganisasian dan penerjemahan atau penafsiran
stimulus yang akhirnya mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.
27
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Partisipasi
Saat ini semakin banyak tata kelola daya tarik wisata melalui sistem
pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan partisipatoris. Menurut Pretty dan
Guitj dalam Mikkelsen (2001:63) pendekatan ini harus dimulai dari orang-orang
yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Munculnya
paradigma pembangunan pariwisata partisipatoris mengindikasikan adanya dua
perspektif, yaitu: 1) pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan,
perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan program atau proyek yang akan
mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa
persepsi masyarakat setempat, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan
pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh ; dan 2) membuat umpan
balik (feedback) yang pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kegiatan pembangunan (Jamieson, dalam Mikkelsen, 2001:63). Sementara itu
menurut Pretty (dalam Mowforth & Munt, 2000:245) terdapat tujuh karakteristik
(tipologi) partisipasi yakni sebagai berkut :
1. Partisipasi manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling
lemah. Karakteristiknya yang mana masyarakat seolah-olah dilibatkan dan
diberi kedudukan dalam organisasi resmi, namun mereka tidak dipilih dan
tidak memiliki kekuatan.
2. Partisipasi pasif. Masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang
terjadi dan yang telah terjadi. Pemberitahuan ini sifatnya hanya sepihak,
28
tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat dan hanya terbatas di
kalangan tertentu saja.
3. Partisipasi konsultatif. Di mana masyarakat berpartisipasi dengan cara
berkonsultasi, melakukan dengar pendapat, sedangkan orang luar hanya
mendengarkan, menganalisis masalah dan pemecahannya. Namun, belum
ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Para professional tidak
berkewajiban untuk memasukkan pandangan masyarakat untuk
ditindaklanjuti.
4. Partisipasi insentif. Masyarakat berpartisipasi dengan menyumbangkan
tenaga dan jasa untuk mendapatkan imbalan, baik berupa uang maupun
bentuk materi lainnya. Mereka tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran
atau eksperimen yang dilakukan, sehingga masyarakat tidak menguasai
teknologinya dan tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-
kegiatan tersebut setelah insentif dihentikan.
5. Partisipasi fungsional. Partisipasi yang diawasi oleh kelompok luar
sebagai sarana untuk mencapai tujuan, terutama untuk mengurangi
pembiayaan. Masyarakat dapat berpartisipasi dengan membentuk
kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan proyek. Keterlibatan
masyarakat dalam partisipasi ini dapat secara interaktif dan terlibat dalam
pengambilan keputusan, namun cenderung setelah keputusan utama dibuat
oleh kelompok luar. Secara kasar dapat dikatakan, masyarakat masih
berpartisipasi hanya untuk melayani kepentingan orang luar.
29
6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk
perencanaan kegiatan, pembentukan dan penguatan lembaga setempat.
Partisipasi dipandang sebagai hak, bukan sebagai cara untuk mencapai
tujuan semata. Proses partisipasi ini melibatkan Metode Interdisipliner
yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur
dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol keputusan-
keputusan mereka dan menentukan seberapa besar sumber daya yang
tersedia dapat digunakan, sehingga mereka memiliki andil dalam
keseluruhan proses kegiatan.
7. Partisipasi mandiri. Masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil
inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar) untuk mengubah
sistem. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga sumber
daya yang diperlukan. Masyarakat masih memegang kendali atas
pemanfaatan sumber daya yang ada atau digunakan. Kemandirian ini akan
berkembang jika pemerintah dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
memberikan dukungan.
Dalam penelitian ini, teori partisipasi yang diuraikan berdasarkan
karakteristik atau tipologinya, digunakan untuk membedah rumusan
masalah mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya tarik
wisata Pura Taman Ayun.
30
2.3.2 Teori Persepsi
Definisi persepsi menurut Assael (dalam Suradnya, et all 2002:2),
diartikan sebagai :
The process by which people select, organize, and interpret sensory
stimuli into a meaningful and coherent picture” atau dengan kata lain “the
way consumers view an object (e.g., their mental picture of a brand or the
traits they attribute to the brand.
Dengan demikian, persepsi seseorang akan sangat tergantung kepada masing-
masing individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan
stimulus yang mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Atau
dengan kata lain persepsi bersifat subjektif, dalam arti bahwa wisatawan yang
berbeda dihadapkan kepada stimulus yang sama, besar kemungkinan keputusan
yang diambilnya akan berbeda pula. Pendapat yang sama mendefinisikan persepsi
sebagai proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka (Robbins and
Judge, 2008:175). Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa
berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan
tersebut sering timbul. Sejumlah faktor berperan dalam membentuk bahkan
terkadang mengubah persepsi, antara lain adalah; (a) faktor yang terletak dalam
diri pembentuk persepsi, (b) faktor dalam diri objek atau target yang diartikan,
dan (c) faktor situasi di mana persepsi tersebut dibuat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Rangkuti (2003) di
antaranya sebagai berikut:
31
1. Faktor Eksternal
1. Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit
dipersepsikan dibandingkan secara objektif.
2. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk
dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama.
3. Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk
menstimulasi munculnya persepsi lebih effektif dibandingkan dengan
gerakan yang lambat.
4. Conditional stimuli, stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu,
deringan telpon dan lain lain.
2. Faktor Internal
1. Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon
terhadap istirahat.
2. Interest, hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak
menarik.
3. Needs, kebutuhan akan hal-hal tertentu akan menjadi pusat perhatian.
4. Assumptions juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman
melihat, merasakan dan lain-lain.
Jadi persepsi dapat diartikan sebagai proses individu untuk
menginterpretasikan stimulus yang diterima oleh indera untuk diberi makna atau
arti secara subjektif di mana proses ini dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan
dari luar individu tersebut. Dalam konteks ini, persepsi wisatawan terhadap
32
pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun berdasarkan hasil penginderaan
dijadikan sebagai alat analisis untuk menjawab rumusan masalah ketiga dalam
penelitian ini.
2.3.3 Teori Komponen Daerah Tujuan Wisata
Wisatawan yang melakukan perjalanan ke daerah tujuan wisata
memerlukan berbagai kebutuhan dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai
kembali lagi ke tempat asalnya. Menurut Cooper, et all 1993 (dalam Suwena,
2010:88), untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan tersebut, daerah tujuan
wisata harus didukung oleh empat komponen utama atau yang dikenal dengan
istilah 4A, yaitu sebagai berikut :
a. Atraksi (Attraction)
Atraksi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang yang terdapat di daerah
wisata yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. Sesuatu yang menarik
wisatawan meliputi benda-benda yang tersedia di alam, hasil ciptaan manusia
dan tata cara hidup masyarakat. Menurut Trihatmodjo dalam Yoeti (1996:5),
atraksi dapat dibedakan menjadi :
1. Site attraction (tempat yang menarik, tempat dengan iklim yang
nyaman, pemandangan yang indah dan tempat bersejarah).
2. Event Attraction (tempat yang berkaitan dengan pariwisata, misalnya
konfrensi, pameran, peristiwa olahraga, festival dan lain-lain).
Menurut Marioti dalam Yoeti (1996:172) atraksi wisata adalah segala sesuatu
yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang
33
ingin datang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Jenis-jenis atraksi wisata
di antaranya adalah :
a. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang
termasuk di dalam kelompok ini adalah iklim, pemandangan, hutan,
fauna dan flora, pusat-pusat kesehatan (misalnya: sumber air mineral,
mandi lumpur, sumber air panas, dan lain-lain),
b. Hasil ciptaan manusia (misalnya: benda-benda yang bersejarah, tata
cara hidup, kebudayaan, dan keagamaan).
b. Aksesibilitas (Accessibility)
Aksesibilitas dalam pariwisata berkenaan dengan tingkat kemudahan
seorang wisatawan mencapai suatu objek wisata. Aksesibilitas penting
diperhatikan, mengingat aspek tersebut bisa memberikan pengaruh yang besar
bagi para wisatawan. Fasilitas transportasi dalam bidang kepariwisataan sangat
erat hubungannya dengan aksesibilitas. Frekuensi kendaraan yang dimiliki dapat
mengakibatkan jarak yang jauh seolah olah menjadi lebih dekat. Hal ini dapat
mempersingkat waktu dan tenaga serta lebih meringankan biaya perjalanan.
Menurut Trihatmodjo (dalam Yoeti, 1996:5) bahwa aksesibilitas adalah
kemudahan dalam mencapai tujuan wisata baik secara jarak geografis atau
kecepatan teknis, serta tersedianya sarana transportasi ke tempat tujuan tersebut.
Beberapa hal yang mempengaruhi aksesibilitas suatu tempat adalah
kondisi jalan, tarif angkutan, jenis kendaraan, jaringan transportasi, jarak tempuh
dan waktu tempuh. Semakin baik aksesibilitas suatu objek wisata, wisatawan yang
berkunjung dapat semakin banyak jumlahnya. Sebaliknya, jika aksesibilitasnya
34
kurang baik, wisatawan akan merasakan hambatan dalam melakukan kunjungan
wisatanya.
c. Fasilitas (Amenities)
Fasilitas wisata dapat diartikan suatu sarana dan prasarana yang harus
disediakan oleh pengelola untuk kebutuhan wisatawan. Kebutuhan wisatawan
tidak hanya menikmati keindahan alam atau keunikan objek wisata melainkan
memerlukan sarana dan prasarana wisata. Sarana dan prasarana yang dimaksud
seperti :
1. Usaha penginapan (Accomodation)
Akomodasi adalah tempat di mana wisatawan bermalam untuk
sementara di suatu daerah wisata. Jenis-jenis akomodasi bedasarkan
bentuk bangunan, fasilitas, dan pelayanan yang disediakan adalah hotel,
guest house, homestay, losmen, perkemahan, dan villa.
2. Usaha makanan dan minuman
Usaha makanan dan minuman di daerah tujuan wisata merupakan
salah satu komponen pendukung yang penting. Usaha ini termasuk di
antaranya restoran, warung, cafe atau kantin. Wisatawan akan kesulitan
apabila tidak menemui fasilitas ini pada daerah yang mereka kunjungi.
3. Infrastruktur lainnya
Di daerah tujuan wisata, infrastruktur merupakan bagian penting
dalam menarik minat wisatawan. Infrastruktur tersebut mencakup
ketersediaan air, listrik, telepon, jaringan komunikasi, tempat pelayanan
35
kesehatan, bank, tempat pembuangan sampah, dan lain-lain (Suwena,
210:90-96).
d. Organisasi Kepariwisataan (Ancillary)
Ancillary services adalah penyedia kepada wisatawan atau penyedia
layanan kepada wisatawan (Holloway, 1998: 251-262). Ini termasuk pemandu
wisata dan pelayanan kurir, organisasi pengelola, agen periklanan/promosi,
konsultan, pendidikan dan penyedia pelatihan dan koordinasi kegiatan oleh
dewan kepariwisataan lokal. Disamping itu pengetahuan/pemahaman mengenai
daerah tujuan wisata serta keramahan staf merupakan bagian dari Ancillary yang
sangat berpengaruh dalam mendatangkan wisatawan.
2.4 Model Penelitian
Model Penelitian merupakan hubungan antara variabel-variabel yang ada
untuk menjawab dan memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas.
Penelitian ini berangkat dari adanya suatu fenomena daya tarik wisata Pura
Taman Ayun yang telah dinobatkan sebagai salah satu bagian dari warisan
budaya dunia. Pasca penetapan tersebut terjadi peningkatan pengelolaan daya
tarik wisata di lokasi. Namun diperlukan adanya tolok ukur terhadap pengelolaan
yang telah berjalan yang dapat digali melalui hasil persepsi wisatawan.
Penelitian diawali dengan mengidentifikasi keadaan lingkungan di sekitar
kawasan Pura Taman Ayun, terdiri dari sistem pengelolaan yang telah dilakukan
sebagai warisan budaya dunia. Baik dari segi pengelolaan secara primer maupun
secara sekunder. Pengelolaan primer adalah menyangkut fungsi Pura Taman Ayun
36
secara religius sebagai tempat persembahyangan, sedangkan secara sekunder
adalah menyangkut fungsinya sebagai daya tarik wisata. Setelah menjabarkan
sistem dan struktur pengelolaannya, kemudian dilakukan obeservasi dan
wawancara terhadap tokoh-tokoh masyarakat untuk mengetahui partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata. Kemudian para pejabat dari
instansi yang terkait dengan pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun juga
diwawancarai. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana
keterlibatan pemerintah terhadap pengelolaan yang dimaksud di atas.
Teknik yang dipergunakan dalam penentuan informan ini adalah purposive
sampling, yakni teknik penentuan responden secara sengaja yang benar-benar
berkompeten dan terkait dengan penelitian ini. Selanjutnya dilakukan
pengumpulan data persepsi dari wisatawan yang berkunjung pada saat penelitian
dilaksanakan, yaitu pada bulan Maret 2015. Penggalian persepsi wisatawan
dilakukan dengan teknik kuesioner dan sebagian di antaranya diwawancara secara
mendalam untuk mengetahui alasan, saran dan masukan mereka terhadap
pengelolaan yang telah ada saat ini. Teknik penentuan responden wisatawan
adalah accidental sampling, yakni teknik atau metode penarikan sampel secara
kebetulan, dalam hal ini adalah para wisatawan yang kebetulan berada di lokasi
saat penelitian dilaksanakan. Hasil pengumpulan data akan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif.
Selanjutnya untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian
didasarkan pada beberapa konsep penelitian, yakni konsep pengelolaan daya tarik
wisata, konsep warisan budaya dunia, konsep partisipasi masyarakat, konsep
37
persepsi serta dengan memadukan teori-teori yang dipergunakan yakni teori
partisipasi, teori persepsi, dan teori komponen daerah tujuan wisata. Maka dapat
dirumuskan rekomendasi terhadap para pihak yang terkait dengan pengelolaan
daya tarik wisata Pura Taman Ayun. Beranjak dari konsep pemikiran tersebut,
maka secara skematis dapat digambarkan alur pikir penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1 Model Penelitian
Keterangan :
Hubungan searah
Industri pariwisata Pura Taman Ayun UNESCO
Pura Taman Ayun sebagai
bagian dari warisan budaya
dunia
Konsep :
1. Konsep
Pengelolaan
Daya Tarik
Wisata
2. Konsep
Warisan
Budaya Dunia
3. Konsep
Partisipasi
masyarakat
4. Konsep
Persepsi
Partisipasi masyarakat
dan pemerintah
Sistem
pengelolaan
Persepsi
wisatawan
Teori :
1. Teori
Partisipasi
2. Teori
Persepsi
3. Teori
komponen
Daerah
Tujuan
Wisata
Hasil Penelitian
Rekomendasi
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif
dengan tujuan mengetahui pengelolaan daya tarik wisata kawasan warisan budaya
dunia, khususnya Pura Taman Ayun. Studi ini menjabarkan partisipasi
masyarakat dan pemerintah serta menggali persepsi wisatawan terhadap
pengelolaan tersebut. Tahapan penyiapan data awal dilakukan dengan melakukan
identifikasi terhadap sistem pengelolaan yang sedang berjalan maupun
implikasinya. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas masyarakat, pengelola
maupun program-program instansi yang terkait dengan pengelolaan Pura Taman
Ayun. Selain itu, dilakukan juga pengumpulan informasi yang dianggap penting
dan relevan terhadap penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang dibahas.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Pura Taman Ayun, Desa Mengwi, Kecamatan
Mengwi, Kabupaten Badung. Lokasi ini dipilih karena Pura Taman Ayun
merupakan bagian dari Lansekap Budaya Provinsi Bali yang telah ditetapkan
sebagai warisan budaya dunia, sehingga adanya peningkatan pengelolaan baik
secara fisik maupun manajemen adalah hal yang penting yang harus dperhatikan
oleh pengelola.
38
39
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Terdapat dua jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu
terdiri dari :
1. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan
gambar (Sugiyono, 2010:15). Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi/pengamatan secara langsung oleh peneliti sendiri di
lapangan. Selain itu, juga berupa fakta-fakta serta komentar yang dipaparkan
langsung oleh para responden yang memiliki relevansi terhadap permasalahan
yang dibahas. Data tersebut antara lain mengenai sistem pengelolaan yang
telah berjalan, bentuk partisipasi masyarakat serta pihak pemerintah melalui
instansi terkait. Data hasil wawancara tersebut kemudian dipadukan dengan
data yang diperoleh melalui hasil observasi langsung.
2. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang
diangkakan (Sugiyono, 2010:15). Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah
jumlah penduduk, serta data jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman
Ayun dalam rentang waktu lima tahun terakhir. Di samping itu, data
kuantitatif adalah sajian hasil analisis data Skala Likert di pembahasan
permasalahan persepsi wisatawan.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut :
40
1) Sumber data primer, diperoleh secara langsung melalui hasil observasi/
pengamatan langsung di lapangan. Selain itu data juga diperoleh dari hasil
wawancara atau interview dengan informan yang terkait dengan
pengelolaan Pura Taman Ayun, di antaranya pihak pengelola, pemerintah
maupun tokoh masyarakat.
2) Sumber data sekunder, berupa data yang dipilih melalui sumber tidak
langsung di mana data diperoleh melalui survey ke instansi terkait serta
kelembagaan formal maupun informal. Adapun sumber data sekunder
yang dipergunakan dari penelitian ini adalah dari buku, jurnal, serta
dokumen-dokumen warisan budaya.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang dipergunakan dalam
melakukan penelitian (Sugiyono, 2010:118). Instrumen utama dalam penelitian ini
adalah peneliti sendiri dengan alat bantu berupa interview guide, daftar pertanyaan
(kuesioner), tape recorder, alat tulis, laptop dan kamera digital.
Peneliti menggunakan interview guide (pedoman wawancara) untuk
menggali informasi dari informan. Menurut Kerlinger (dalam Gunawan,
2014:169), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun pertanyaan
adalah :
a. Pertanyaan harus berkaitan dengan masalah penelitian
b. Ketepatan/kepantasan jenis pertanyaan yang dipilih
c. Pertanyaan jelas dan tidak mengundang tafsir majemuk
41
Berdasarkan kriteria jenis pertanyaan seperti tersebut di atas, maka peneliti
kemudian menyusun pertanyaan yang menghasilkan kredibilitas yang tinggi,
sehingga jawaban yang diperoleh dapat terarah dan terfokus terhadap penelitian
serta dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam penelitian ini, kuesioner yang dipergunakan adalah dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang sifatnya gabungan antara tertutup dan
terbuka. Bersifat tertutup dengan maksud bahwa jawaban kuesioner telah tersedia
dan responden tinggal memilih beberapa alternatif jawaban yang telah disediakan.
Disamping itu bersifat terbuka dalam artian responden diberikan kebebasan dalam
mengungkapkan uraian pendapatnya terkait pengelolaan maupun persepsi
terhadap daya tarik wisata di Pura Taman Ayun.
Selain kuesioner, instrumen penelitian lainnya adalah tape recorder. Alat
ini dipergunakan untuk merekam hasil wawancara terkait komentar mengenai
pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun. Hasil rekaman kemudian
ditranskripsikan melalui pencatatan dengan menggunakan alat tulis dan laptop
untuk memudahkan dalam mengelompokkan data. Untuk data mengenai persepsi
wisatan diolah dengan menggunakan program SPSS 13. Terakhir adalah
instrumen kamera digital yang berfungsi untuk mendokumentasikan gambar di
lapangan.
42
3.5 Teknik Penentuan Informan dan Responden
3.5.1 Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya pemilihan terhadap
informan. Menurut Neuman (2000:374), bahwa informan yang baik memiliki
empat karakteristik sebagai berikut :
1) Informan yang memahami dan menjalani kultur di lokasi penelitian. Selain
itu juga menyaksikan kejadian-kejadian penting dan terlibat dengan
kegiatan rutin di tempat itu.
2) Informan harus terlibat di lapangan pada saat itu. Dia juga bisa
memberikan pandangan-pandangan yang bermanfaat, tetapi semakin lama
dia tidak terlibat secara langsung, maka semakin kecil keakuratan
informasi yang diterima.
3) Informan bersedia meluangkan waktu bersama peneliti, terlebih pada
wawancara yang bersifat lama.
4) Orang non analitis bisa menjadi informan yang lebih baik. Informan ini
lebih memahami dan menggunakan teori masyarakat asli setempat atau
lebih pragmatis. Ini berbeda dengan informan analitis yang menggunakan
peranan latar belakang dari media atau pendidikan.
Penentuan informan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu teknik penentuan informan dengan pertimbangan
tertentu. Misalnya melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel
sumber datanya adalah orang yang ahli ataupun berhubungan langsung dengan
makanan (Sugiyono, 2010). Dari salah satu informan kemudian diketahui
43
informan lainnya secara snow-ball, yaitu cara penentuan dengan berdasarkan atas
tujuan tertentu dan atas rekomendasi informan. Berdasarkan teori tersebut maka
sampel dalam penelitian ini dipilih yang benar-benar mengetahui kondisi internal
dan eksternal terkait pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun, yakni
perwakilan dari pihak pengelola, beberapa tokoh masyarakat, seperti prebekel
Desa Mengwi, bendesa Mengwi. Selain itu informasi juga digali dari instansi
pemerintahan yang terkait, seperti dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung,
Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Badung.
3.5.2 Teknik Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini adalah dari kalangan wisatawan untuk
mengetahui persepsi mereka terhadap daya tarik wisata Pura Taman Ayun, serta
memperoleh masukan- masukan terkait pengelolaan. Penentuan sampel dari
wisatawan menggunakan teknik accidental sampling, artinya peneliti
mendapatkan informasi dari 50 orang wisatawan yang secara kebetulan
berkunjung ke Pura Taman Ayun pada periode penelitian dilaksanakan. Menurut
Harini dan Kusumawati (2007:100), sebenarnya tidak ada aturan yang tegas
mengenai berapa besarnya anggota sampel yang disyaratkan suatu penelitian.
Demikian pula batasannya bahwa sampel itu besar atau kecil.
Mutu suatu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel
yang digunakan, sesungguhnya tidak ada anggota sampel yang 100 persen
representative, kecuali anggota sampelnya sama dengan anggota populasinya
(total sampling). Dengan pertimbangan keterbatasan waktu, biaya dan tingkat
kesulitan pencarian responden, maka penelitian ini menggunakan jumlah sampel
44
sebanyak 50 wisatawan. Para responden diberikan wewenang untuk memberikan
jawaban berdasarkan pengalaman mereka saat berkunjung ke Pura Taman Ayun.
Beberapa dari responden yang dipilih, juga diwawancarai secara mendalam untuk
mendapatkan informasi yang lebih terinci.
3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan di dalam penelitian ini dikumpulkan dengan
mempergunakan prosedur pengumpulan data sebagai berikut :
3.6.1 Observasi
Objek observasi dalam penelitian ini adalah di Pura Taman Ayun yang
dilaksanakan pada bulan Maret 2015. Observasi dilakukan bersifat non-
partisipatif, di mana peneliti tidak terlibat secara langsung dan hanya sebagai
pengamat independen (Sugiyono, 2010:167). Peneliti mengamati interaksi antara
kegiatan-kegiatan atau program pengelolaan yang sedang dilakukan. Hal ini
dimaksudkan agar peneliti mengetahui berbagai bentuk partisipasi pihak terkait
dalam pengelolaan yang telah berjalan. Selain itu juga mengidentifikasi pelaku
atau orang yang memainkan peran atau kegiatan tertentu yang berhubungan
dengan pengelolaan. Dengan harapan dapat memperoleh informasi terkait
permasalahan yang diteliti.
3.6.2 Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode
wawancara. Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan di mana dua orang atau
45
lebih berhadapan secara fisik (Setyadin, 2005:22). Hal ini menandakan
wawancara sebagai suatu hubungan komunikasi dua arah antara pewawancara dan
narasumber.
Metode wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan
secara mendalam. Wawancara mendalam dipergunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal–hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2010:157).
Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak yang dinilai berkompeten serta
memiliki informasi yang terkait dengan topik penelitian, yaitu pihak pengelola,
masyarakat, serta instansi pemerintah terkait.
Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan di mana mula-mula
pewawancara menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah tersusun kemudian
satu persatu diperdalam untuk memperoleh keterangan yang lebih detail. Dengan
demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel dengan keterangan
yang rinci dan mendalam.
3.6.3 Penyebaran Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara menyodorkan seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawab (Sugiyono, 2010:162). Pengumpulan data dengan metode ini dilakukan
dengan penyebaran kuesioner yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang
ditunjukkan kepada responden yang menyangkut hal-hal yang terkait dengan
46
rumusan masalah. Dengan harapan bahwa data yang diperoleh adalah bervariasi
dan saling melengkapi antara responden satu dengan responden lainnya.
3.6.4 Dokumentasi
Dokumen merupakan pelengkap dari penggunan metode observasi dan
wawancara. Hasil penelitian akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh
adanya dokumen. Studi dokumen merupakan metode pengumpulan data baik dari
bahan tertulis, arsip–arsip, brosur, grafik maupun dalam bentuk gambar yang
dapat dipergunakan untuk memperluas dan memperkaya data yang telah dimiliki.
Moleong (2007:217) memberikan alasan-alasan mengapa studi dokumen berguna
bagi penelitian kualitatif, yaitu :
1. Karena merupakan sumber yang stabil dan kaya
2. Berguna sebagai evident (bukti) untuk suatu pengujian
3. Berguna dan sesuai karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks.
4. Relatif murah dan tidak sukar ditemukan, hanya membutuhkan waktu
5. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
Dalam penelitian ini, dokumen-dokumen diperoleh dari instansi terkait.
Dokumen tersebut meliputi artikel, jurnal, tulisan ilmiah yang berkaitan dengan
pengelolaan Pura Taman Ayun. Selain itu, pendokumentasian juga dilakukan
dalam bentuk foto – foto yang diambil langsung di lokasi penelitian. Hal tersebut
terkait aktivitas dalam pengelolaan maupun temuan penting yang terkait dengan
topik permasalahan.
47
3.7 Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yang relevan dengan
teori-teori yang dipergunakan. Dalam rumusan masalah pengelolaan daya tarik
wisata Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia menggunakan variabel
revitalisasi fisik dan struktur pengelolaan. Selanjutnya dalam pembahasan
partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan menggunakan variabel
kegiatan seremonial, pelestarian seni budaya, penjagaan peninggalan purbakala,
penetapan kebijakan, pembangunan, pelestarian lingkungan alam, dan
pelaksanaan monitoring evaluasi. Selanjutnya pada pembahasan analisis persepsi
wisatawan terhadap daya tarik wisata Pura Taman Ayun menggunakan variabel-
variabel yang disesuaikan dengan teori komponen daerah tujuan wisata yang
terbagi ke dalam empat kelompok, yakni dari segi atraksi, aksesibilitas, fasilitas,
dan organisasi kepariwisataan seperti Tabel 3.1.
48
Tabel 3.1
Variabel Persepsi Wisatawan
No. Variabel Persepsi Indikator
1. Atraksi 1. Keunikan arsitektur
2. Lansekap taman
3. Kolam
4. Fotografi
5. Pameran lukisan
6. Kebun botanical
7. Aktivitas Seremonial
2. Aksesibilitas 1. Lokasi yang strategis
2. Rute ke tempat wisata lain
3. Jarak tempuh dari bandara
4. Kondisi jalan menuju lokasi
5. Kondisi jalan di depan lokasi
6. Transportasi menuju lokasi
3. Amenitas/Fasilitas 1. Wantilan
2. Toilet
3. Parkir
4. Kantin
5. Gazebo
6. Payung
4. Organisasi Pengelola 1. Promosi
2. Keamanan
3. Kebersihan
4. Kesejukan
5. Pelayanan staf
6. Informasi untuk wisatawan
7. Harga tiket
(Sumber: Hasil pengolahan data)
3.8 Metode dan Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif
eksploratif, yaitu menekankan pada penggalian informasi lebih mendalam dan
terfokus pada tujuan analisis yang ingin dicapai. Analisis ini dipergunakan untuk
49
mengetahui bagaimana sistem pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun
sebagai warisan budaya dunia dan partisipasi masyarakat dan pemerintah terhadap
pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun.
Pada pembahasan mengenai persepsi wisatawan terhadap pengelolaan
daya tarik wisata Pura Taman Ayun menggunakan analisis Skala Likert. Sugiyono
(1997:73) mengemukakan bahwa Skala Likert merupakan skala pengukuran yang
diberikan pembobotan secara gradasi dari nilai yang positif hingga negatif. Skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi sekumpulan atau
seseorang tentang fenomena sosial yang selanjutnya disebut sebagai variabel
penelitian. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi
dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi
indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur
ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa
pertanyaan atau pernyataan terhadap para responden. Setiap jawaban dihubungkan
dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-
kata sebagai berikut:
Sangat Baik/ Very Good (SB) = 5
Baik/ Good (B) = 4
Cukup / Fair (C) = 3
Kurang / Poor (K) = 2
Sangat Kurang / Very Poor (SK) = 1
50
Dalam mengklasifikasikan dan membantu interpretasi hasil penelitian,
maka digunakan Skala Likert yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Nilai interval
kelas diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
I = Skor Tertinggi - Skor Terendah
Jumlah Kelas
I = 5 - 1
5
I = 4 = 0,80
5
Nilai rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan akan dikonfirmasikan oleh Tabel
3.2 sehingga dapat diklasifikasikan pada suatu kategori persepsi.
Tabel 3.2
Skala Likert
No. Skala Persepsi Wisatawan
Persepsi Skor Rentang
1. Sangat Baik 5 4,20 < 5,00
2. Baik 4 3,40 < 4,19
3. Cukup 3 2,60 < 3,39
4. Kurang 2 1,80 < 2,59
5. Sangat Kurang 1 1,00 < 1,79
(Sumber: Hasil Modifikasi Skala Likert)
3.9 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian analisis data adalah secara deskriptif, tabulasi dan gambar yang
diurut per masing-masing bab. Bab 1 menguraikan tentang latar belakang dan
rumusan masalah penelitian, Bab 2 melukiskan konsep dan teori yang
51
dipergunakan, Bab 3 mendeskripsikan tentang metode penelitian, selanjutnya Bab
4 menyajikan gambaran umum lokasi penelitian berupa sejarah, demografi, profil,
dan lain-lain, Bab 5 menganalisis hasil pembahasan pengelolaan daya tarik wisata
di Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia disertai hasil
pembahasan dari tabel, foto dan gambar. Kemudian Bab 6 memberikan gambaran
hasil penelitian partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan yang
disajikan dalam bentuk narasi dan foto. Selanjutnya Bab 7 menyusun hasil
persepsi wisatawan terhadap pengelolaan dalam bentuk tabel dan foto yang
dideskripsikan, dan akhirnya Bab 8 menyimpulkan hasil pembahasan serta
menyuguhkan saran penelitian.
52
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Profil Wilayah
4.1.1 Keadaan Geografis
Pura Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung. Secara geografis, bagian barat Desa Mengwi berbatasan
dengan sungai Sungi yang menjadi perbatasan antara Kabupaten Badung dengan
Kabupaten Tabanan. Di sebelah utara Desa Mengwi adalah Desa Werdhi
Bhuwana. Di sebelah utara adalah arah menuju hulu (gunung) dengan puncak-
puncak barisan perbukitan seperti Puncak Bukit Mangu/Bukit Pengelengan,
Puncak Bon, Bukit Catur, Bukit Bon Tiing dan yang lain sebagai perbatasan
antara Kabupaten Badung dengan Kabupaten Buleleng. Pada bagian timur
berbatasan dengan Desa Gulingan. Kemudian di sebelah selatan Desa Mengwi
berbatasan dengan Desa Mengwitani dan di bagian barat berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Tabanan.
4.1.2 Keadaan Demografis
Luas wilayah Desa Mengwi adalah 378 ha, dengan pembagian wilayah
yang mengikuti aturan di Bali pada umumnya, yakni dua wilayah yaitu banjar
dinas dan banjar adat. Jumlah penduduk Desa Mengwi adalah 7574 jiwa (2144
KK) dengan sex ratio, yaitu laki-laki berjumlah 3794 jiwa (50, 1 %) sedangkan
perempuan berjumlah 3780 jiwa (49,9 %) serta kepadatan per km2 adalah 1994
52
53
(Mengwi dalam angka, 2014:11). Kondisi ini menunjukkan perbandingan sex
ratio yang seimbang.
Menurut perbandingan jumlah penduduk, warga Desa Mengwi memiliki
latar belakang pendidikan yang bervariasi, dengan jumlah tertinggi adalah lulusan
SMA (Sekolah Menengah Atas) sebanyak 2347 orang atau sebesar 30,99 persen.
Hingga saat ini, jumlah lulusan pendidikan umum warga Desa Mengwi terlihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Penduduk Desa Mengwi menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2014
No. Tingkat Pendidikan
Orang %
1 Belum Sekolah Lulus SMA 2347 30,99
2 Lulus SD 2274 30,02
3. Lulus Diploma / Sarjana 1137 15,01
4. Lulus SMP 1126 14,87
5. Belum Sekolah 690 9,11
Jumlah 7574 100
(Sumber : Kantor Prebekel Desa Mengwi, 2014)
54
Tabel 4.2
Penduduk Mengwi menurut Mata Pencaharian Tahun 2014
No. Jenis pekerjaan Orang %
1. Tidak/belum bekerja
(anak-anak,pelajar,manula)
2726 35,98
2. Tukang/Buruh 1402 18,51
3. Karyawan Swasta 1239 16,36
4. Wiraswasta 1007 13,30
5. Pegawai Negeri Sipil 620 8,20
6. Petani 407 5.37
7. Pensiunan 135 1,78
8. Sopir 38 0,50
Jumlah 7574 100
(Sumber : Kantor Prebekel Desa Mengwi, 2014)
Berdasarkan data dalam tabel di atas menunjukkan bahwa mata
pencaharian utama penduduk Desa Mengwi adalah bekerja pada sektor jasa
pembangunan rumah (18,51 persen), baik sebagai tukang batu maupun tukang
kayu. Mata pencaharian utama kedua adalah sebagai karyawan swasta (16,36
persen) yang bekerja pada perusahaan retail, travel agent, dan lain-lain.
Selanjutnya wiraswasta juga merupakan mata pencaharian yang cukup dominan
(13,30 persen). Jumlah yang menonjol terlihat dari presentase penduduk yang
tidak/belum bekerja. Mereka yang digolongkan tidak/belum bekerja pada
umumnya terdiri dari anak-anak/pelajar/mahasiswa yang sedang bersekolah serta
penduduk usia lanjut.
55
4.1.3 Keadaan Sosial Budaya
Masyarakat Desa Mengwi hidup dalam kelompok-kelompok sosial yang
disebut desa adat. Definisi desa adat menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 adalah:
Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masing-masing desa adat terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang lebih kecil
yang disebut banjar, yang terdiri dari krama (masyarakat desa) yang sudah
berkeluarga. Pada masing-masing banjar terdapat kelompok sosial yang disebut
sekehe teruna teruni. Sekehe ini berfungsi untuk membantu kegiatan sosial di
suatu banjar yang anggotanya adalah para pemuda pemudi yang belum menikah
dari banjar tersebut.
Di Desa Mengwi juga dikenal adanya kelompok-kelompok sosial yang
bergerak dalam bidang pertanian yang disebut subak. Ini merupakan sistem irigasi
dalam pertanian masyarakat Bali yang diorganisir oleh ketuanya yang disebut
dengan pekaseh yang bertugas mengkoordinir pembagian air dalam sistem irigasi.
Kelompok sosial subak ini berkaitan dengan waduk Pura Taman Ayun yang
berfungsi untuk mengairi pertanian di sekitarnya, yakni Subak Batan Badung,
Subak Batan Asem dan Subak Beringkit.
Selain subak, terdapat kelompok sosial yang bergerak di bidang seni.
Kelompok tersebut di antaranya adalah kelompok musik/gamelan yang disebut
sekehe gong, dan sekehe igel atau pregina sebagai kelompok seni tari. Selain itu
56
di Desa Mengwi terdapat beberapa jenis kesenian, yaitu seni musik yang terdiri
dari tektekan, gong baleganjur, dan angklung. Selain itu juga terdapat seni tari
yang terdiri dari tari legong, janger, joged, wayang, topeng calonnarang, dan
lain-lain.
4.2 Sejarah dan Profil Pura Taman Ayun
4.2.1 Sejarah
Pendirian Pura Taman Ayun berhubungan erat dengan sejarah
perkembangan kerajaan Mengwi. Menurut Babad Mengwi, pendirian Pura Taman
Ayun terkait dengan seorang tokoh yang bernama I Gusti Agung Putu sebagai
pendiri Kerajaan Mengwi. Beliau merupakan keturunan I Gusti Agung Maruti (I
Gusti Agung Dimade). I Gusti Agung Maruti sendiri termasuk keturunan dari
Kerajaan Gelgel-Klungkung. Karena suatu masalah politik yang bersifat intern, I
Gusti Agung Maruti beserta keluarga meninggalkan Keraton Klungkung menuju
ke arah barat hingga ke Bukit Jimbaran, kemudian ke Desa Kapal. Dalam
perkembangannya, I Gusti Agung Putu sebagai salah satu keturunan (cucu) dari I
Gusti Agung Maruti berhasil mendirikan Kerajaan Mengwi.
Menurut sumber Babad Mengwi, pendirian Kerajaan Mengwi diawali
dengan pengabdian I Gusti Agung Putu kepada I Gusti Gede Belalang dari Puri
Marga (sekarang menjadi daerah Tabanan). Berkat pengabdian dan kesetiaannya
kepada I Gusti Gede Belalang selaku Anglurahan Marga, akhirnya I Gusti Agung
Putu diberikan sebidang wilayah yang berhutan lebat di Belayu. Di daerah ini
kemudian I Gusti Agung Putu menggalang kekuatan dan berhasil menaklukkan
57
daerah Kaba-Kaba, Penarungan, Beringkit, dan Daerah Kapal. Dalam
perkembangannya, atas seijin penguasa Puri Marga, maka pada tahun 1627 M, I
Gusti Agung Putu pindah dari Belayu dan mendirikan Puri di Bekak yang disebut
Puri Kaleran. Di sebelah Puri Bekak ini, I Gusti Agung Putu beserta pengikutnya
berhasil membangun sebuah pertamanan yang disebut Taman Ganter.
Dari Puri Bekak sebagai istananya, I Gusti Agung Putu berusaha untuk
terus melakukan ekspansinya guna menaklukkan daerah lainnya. Salah satunya
adalah Desa Buduk, yang kala itu dipimpin oleh seorang tokoh dari soroh pasek,
yaitu Ki Pasek Badak. Karena cinta terhadap rakyat dan tanah tumpah darahnya,
Ki Pasek Badak yang terkenal memiliki kesaktian dan kekebalan ini tidak mau
begitu saja menyerahkan diri kepada I Gusti Agung Putu selaku penguasa
Mengwi.
Setelah melalui pertempuran sengit, kedua pihak ternyata memiliki
kekuatan berimbang. Namun karena menyadari dirinya yang berasal dari
keturunan pasek atau bukan dari golongan Ksatria yang tidak mungkin menjadi
seorang raja, Ki Pasek Badak akhirnya menyerah dengan syarat. Persyaratan yang
dimohon adalah kelak setelah beliau (Ki Pasek Badak) wafat rohnya yang telah
disucikan (diaben) agar dibuatkan sebuah palinggih di tempat pemujaan leluhur
raja Mengwi dan disembah (disungsung) oleh keturunan Raja Mengwi.
Permohonan Ki Pasek Badak kemudian disepakati oleh I Gusti Agung Putu,
namun untuk permintaan penyembahan rohnya oleh keturunan atau putra asli raja
ditolak. Akhirnya ditawarkan alternatif lain, yaitu roh Ki Pasek Badak kelak
disembah (disungsung) oleh putra-putra angkat yang jumlahnya 40 orang yang
58
mewarisi ilmu Ki Pasek Badak. Mereka diambil dari seluruh lapisan masyarakat
(Catur Wangsa) yang ada di Mengwi dan disebut soroh Ki Baladika Batabatu
yang kelak menjadi pasukan/prajurit khusus Kerajaan Mengwi. Kini palinggih
Pasek Badak ada di Pura Taman Ayun dan disungsung oleh Soroh Batabatu.
Setelah wilayah kekuasaan raja I Gusti Agung Putu yang telah
berkembang cukup luas, maka atas saran atau nasehat dari para bhagawanta
(Pendeta Istana), Keraton Puri Kaleran kemudian dipindahkan sedikit ke sebelah
selatan. Alasan pemindahan itu, karena Puri Kaleran pernah dipergunakan sebagai
tempat ajang pertarungan ketika menghadapi Pasek Badak. Tempat bekas
pertumpahan darah tersebut dipercaya tidak baik atau berbahaya bagi
penghuninya. Keraton ini kemudian dinamakan Mangapura yang sekarang
menjadi Mengwi.
Karena Kerajaan Mengwi telah mengalami masa kejayaaan, maka
kemudian muncul inspirasi pada diri raja untuk memindahkan Taman Ganter ysng
semulanya bertempat di Bekak ke tempat yang lebih luas dan dekat dengan istana
yang terbaru. Untuk kepentingan pembangunan taman ini, didatangkan seorang
arsitek China yang ahli pertamanan dan sangat terkenal saat itu yang bernama Ing
Khang Choew yang bertempat tinggal di Banyuwangi. Lahan di sekitar istana
disurvei oleh Ing Khang Choew untuk menentukan tempat yang paling layak dan
strategis untuk sebuah pertamanan yang megah. Berdasarkan penilaiannya,
akhirnya setting geografisnya ditetapkan pada lahan yang terletak di sebelah timur
Istana Mangapura (sekarang bernama kota Mengwi).
59
Setelah melakukan survey, diputuskan areal yang dipilih adalah lahan
berupa bukit kecil (tanah gundukan) yang dikelilingi oleh sungai pada sisi kanan,
kiri, dan bagian selatan. Tempat yang baru ini dianggap paling strategis untuk
pertamanan, selain karena cukup luas juga karena letaknya dekat dengan istana
dan berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat. Selain itu lokasi ini juga
didukung oleh faktor sumber daya alam, seperti tanah yang subur dan suplai air
yang melimpah. Faktor sumber daya air merupakan salah satu persyaratan yang
sangat penting bagi sebuah pertamanan. Karena tempatnya sangat strategis dan
indah, maka pemilihan tempat yang baru ini mendapat perkenan raja atau sesuai
dengan keinginan (ahyun) Paduka Raja I Gusti Agung Putu.
Berdasarkan petunjuk dari arsitek China tersebut, akhirnya kebun raja
dibangun dengan hiasan aneka warna bunga dan kolam yang berisikan teratai.
Keindahan pertamanan ini juga dipersembahkan kepada leluhur raja. Maka dari
itu dibangunlah palinggih-palinggih yang dikelilingi oleh tembok penyengker
pada pada kontur tanah yang tertinggi yang terletak di hulu. Pada awalnya hanya
dibangun dua palinggih, yaitu palinggih paibon sebagai tempat stana dan memuja
arwah leluhur raja dan palinggih gedong sari untuk stana dan pemujaan roh Pasek
Badak yang telah suci. Karena pertamanan ini sangat strategis dan indah serta
sesuai dengan keinginan (ahyun) sang raja, maka taman yang dilengkapi dengan
parhyangan sebagai tempat pemujaan arwah leluhur raja ini kemudian disebut
Taman Ahiun yang kemudian menjadi Taman Ayun (Babad Mengwi, 2007:149).
Seiring dengan waktu Pura Taman Ayun kemudian diperbesar dengan
adanya penambahan pembangunan palinggih-palinggih untuk pemujaan terhadap
60
Bhatara Khayangan Jagat seperti untuk Bhatara Gunung Agung, Bhatara
Gunung Batur, Bhatara Gunung Batukaru, dan lain-lain. Selain itu, Pura Taman
Ayun yang dulunya hanya sebagai tempat pemujaan leluhur raja kemudian
dibangun juga palinggih-palinggih bhatara yang dianggap memberikan berkah
kemakmuran dan ketentraman bagi rakyat dan Kerajaan Mengwi. Tujuan dari
pembangunan atau penambahan palinggih-palinggih di Taman Ayun selain untuk
alasan religius, juga untuk kepentingan politis. Untuk kepentingan religius, yaitu
memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat Mengwi untuk bersembahyang
memohon restu atau anugerah kehadapan Bhatara/Bhatari Khayangan Jagat
termasuk kepada leluhur demi keselamatan dan ketentraman Kerajaan Mengwi
beserta rakyatnya. Tujuan politisnya adalah untuk mengikat keutuhan persatuan
dan kesatuan antara rakyat dan Kerajaan Mengwi yang cukup luas dengan
rakyatnya. Pendirian Taman Raja dan puranya (Pura Taman Ayun) kemudian
diupacarai dengan pemlaspasan agung.
Raja Mengwi gugur dalam menghadapi serangan dari Kerajaan Badung
pada Perang Puputan yang berlangsung pada tanggal 20 Juni 1891. Dalam
pertempuran itu putra mahkota dan keluarga raja berhasil melarikan diri serta
mengungsi dan meminta suaka politik ke penguasa Ubud yaitu Cokorde Gede
Sukawati. Pada saat itu kerajaan Mengwi dikuasai oleh Kerajaan Badung dan
Kerajaan lainnya. Keruntuhan ini mengakhiri kerajaan Mengwi dan mengubah
percaturan politik kerajaan di Bali. Disamping itu pula berdampak terhadap
terbengkelainya Pura Taman Ayun yang menjadi tidak terurus. Keluarga Puri
61
Mengwi baru kembali dari Ubud pada tahun 1911, dan mulai menata atau
memperbaiki kembali Puri dan Pura Taman Ayun yang telah rusak.
4.2.2 Profil
Pura Taman Ayun yang terletak di Desa Mengwi, Kabupaten Badung,
sekitar 18 km dari kota Denpasar. Selain indah, Pura Taman Ayun juga dinilai
memiliki nilai sejarah, sehingga pada tahun 2002 Pemda Bali mengusulkan
kepada UNESCO agar pura ini dimasukkan dalam world heritage list. Pura
Taman Ayun telah mengalami beberapa kali perbaikan. Diantaranya adalah
perbaikan secara besar-besaran yang dilaksanakan pada tahun 1937. Pada tahun
1949 dilaksanakan perbaikan terhadap kori agung, gapura bentar, dan pembuatan
wantilan yang besar. Perbaikan ketiga tahun 1972 dan yang terakhir tahun 1976.3
Kompleks Pura Taman Ayun menempati lahan seluas 100 x 250 m2,
tersusun atas pelataran luar dan tiga pelataran dalam, yang makin ke dalam makin
tinggi letaknya. Pelataran luar yang disebut jaba, terletak di sisi luar kolam. Dari
pelataran luar terdapat sebuah jembatan melintasi kolam, menuju ke sebuah pintu
gerbang berupa gapura bentar. Gapura tersebut merupakan jalan masuk ke
pelataran dalam yang dikelilingi oleh pagar batu. Di jalan masuk menuju jembatan
dan di depan gapura terdapat sepasang arca raksasa. Di sebelah kiri jalan masuk,
tidak jauh dari gerbang, terdapat bangunan semacam gardu kecil untuk penjaga.
Di halaman pertama ini tersebut terdapat sebuah wantilan yang dulu digunakan
3 http://candi.pnri.go.id/temples/deskripsi-bali-pura_taman_ayun diakses tanggal 7 Juni 2015.
62
untuk pelaksanaan upacara dan juga sebagai tempat penyabungan ayam yang
dilaksanakan dalam kaitan dengan penyelenggaraan upacara di pura.
Pelataran dalam pertama seolah dibelah oleh jalan menuju gapura yang
merupakan pintu masuk ke pelataran dalam kedua. Di sisi barat daya terdapat bale
bundar, yang merupakan tempat beristrirahat sambil menikmati keindahan pura.
Di sebelah bale bundar terdapat sebuah kolam yang dipenuhi dengan teratai dan di
tengahnya berdiri sebuah tugu yang memancarkan air ke sembilan arah mata
angin. Di timur terdapat sekumpulan pura kecil yang disebut Pura Luhuring
Purnama.
Di ujung jalan yang membelah pelataran pertama terdapat gerbang ke
pelataran kedua. Pelataran ini posisinya lebih tinggi dari pelataran pertama. Tepat
berseberangan dengan gerbang terdapat sebuah bangunan pembatas, yang dihiasi
dengan relief menggambarkan sembilan dewa penjaga arah mata angin. Di
sebelah timur terdapat sebuah pura kecil yang disebut Pura Dalem Bekak. Di
sudut barat terdapat bale kulkul yang atapnya menjulang tinggi.
Pelataran dalam ketiga atau yang terdalam merupakan pelataran yang
paling tinggi letaknya dan dianggap paling suci. Pintu utama yang disebut pintu
gelung terletak di tengah dan hanya dibuka pada saat diselenggarakannya upacara.
Di kiri dan kanan pintu utama terdapat gerbang yang digunakan untuk keluar
masuk dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari di pura tersebut. Di pelataran ini
terdapat sejumlah meru, candi, gedong, padmasana, padma rong telu, dan
bangunan-bangunan keagamaan lainnya.
63
4.3 Pura Taman Ayun sebagai Daya Tarik Wisata
Pura Taman Ayun telah dikenal oleh masyarakat, baik masyarakat Bali
bahkan dunia, terlebih setelah penetapan oleh UNESCO. Selain alasan penetapan
tersebut, pura ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Keunikan
arsitektur palinggih meru tumpang solas merupakan daya tarik utama. Candi-
candi kuno sebagai peninggalan kerajaan Mengwi dibiarkan sedemikian rupa
dengan upaya perawatan tanpa menghilangkan unsur kekhasan dari bangunan
tersebut. Daya tarik lainnya adalah kolam besar dengan kedalaman sekitar 4
meter, lebar sekitar 15-20 meter dan melingkari areal candi sehingga Pura Taman
Ayun yang tampak seperti terapung di atas air. Selain itu, lansekap taman yang
luas dan indah yang dipadukan dengan adanya kebun botanical yang berada di
belakang areal pura merupakan daya tarik tambahan.
Gambar 4.1
Palinggih meru tumpang solas sebagai keunikan arsitektur
yang menjadi salah satu daya tarik wisata Pura Taman Ayun
(Foto: peneliti, 2015)
64
Adanya berbagai jenis daya tarik wisata yang ada di Pura Taman Ayun
juga dapat menjadi faktor yang menarik bagi sebagian wisatawan ataupun yang
sekedar ingin menikmati suasana ataupun dengan mengabadikan moment melalui
foto. Seperti daya tarik wisata pura lainnya, Pura Taman Ayun juga memiliki daya
tarik budaya yang memotivasi wisatawan untuk datang berkunjung. Baik aktivitas
masyarakat setempat yang melakukan persiapan piodalan maupun pada saat
upacara piodalan itu sendiri.
Akses jalan menuju Pura Taman Ayun merupakan satu rute menuju
beberapa daya tarik wisata lainnya, di antaranya adalah Sangeh, Danau Beratan,
Pura Tanah Lot dan lain-lain. Bagi sebagian wisatawan memilih stop by ke Pura
Taman Ayun sebelum melanjutkan ke daerah tujuan wisata lainnya. Hal tersebut
menjadikan Pura Taman Ayun sebagai salah satu daya tarik wisata di Kabupaten
Badung yang ramai dikunjungi oleh wisatawan, terutama oleh wisatawan
mancanegara seperti terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Kunjungan Wisatawan ke Pura Taman Ayun
sebelum Ditetapkan sebagai Bagian dari Warisan Budaya Dunia
No. Tahun Jumlah Wisatawan Total
Wisnus % Wisman %
1. 2011 101.580 47,82 110.838 52,18 212.418
2. 2012 62.058 35,74 111.574 64,26 173.632
Jumlah 163.638 222.412 386.050
(Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2015)
65
Tabel 4.4
Kunjungan Wisatawan ke Pura Taman Ayun
setelah Ditetapkan sebagai Bagian dari Warisan Budaya Dunia
No. Tahun Jumlah wisatawan Total
Wisnus % Wisman %
1. 2013 76.376 27,09 205.525 72,91 281.901
2. 2014 83.751 25,40 245.940 74,60 329.691
Jumlah 160.127 451.465 611.592
(Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2015)
Pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 membandingkan jumlah kunjungan wisatawan
ke Pura Taman Ayun pada periode sebelum dan setelah ditetapkan sebagai bagian
dari warisan budaya dunia. Dari perbandingan kedua tabel di atas terlihat bahwa
jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun secara umum adalah
meningkat pasca ditetapkan oleh UNESCO, meskipun sempat mengalami
penurunan pada tahun 2012. Menurut pihak pengelola, adanya proyek renovasi
serta penataan jalan di depan kawasan Pura Taman Ayun merupakan salah satu
faktor penyebab dari penurunan tersebut. Dari tabel tersebut juga menunjukkan
bahwa pasca penetapan oleh UNESCO, jumlah kunjungan wisatawan mengalami
peningkatan hamper dua kali lipat, khususnya wisatawan mancanegara yang
terlihat semakin mendominasi kunjungan.
66
BAB V
PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN
SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA
5.1 Revitalisasi Fisik Kawasan Pura Taman Ayun sebagai Bagian dari
Warisan Budaya Dunia
Pura Taman Ayun merupakan bagian dari Cultural Landscape of Bali
Province: Implementation of Tri Hita Karana Philosophy yang telah ditetapkan
sebagai warisan budaya dunia terhitung sejak 29 Juni 2012. Pasca penetapan
tersebut, pengelolaan secara manajemen masih tetap dipegang oleh Puri Mengwi
selaku pemilik yang bekerjasama dengan pemerintah dalam hal pengelolaan
retribusi. Beberapa prinsip penting pengelolaan masih tetap dari sebelumnya. Di
antaranya adalah kawasan jeroan yang tidak diperbolehkan untuk dimasuki oleh
wisatawan. Mereka hanya diperbolehkan melihat dan mengambil foto dari luar
penyengker jeroan. Peningkatan pengelolaan terlihat signifikan dari segi fisik.
Salah satunya adalah adanya jalan setapak yang melingkari pura semakin
diperhalus dengan adanya perbaikan pemavingan. Pihak pengelola juga
membangun anak tangga, dengan tujuan untuk keperluan fotografi bagi wisatawan
ataupun yang sekedar ingin melihat areal jeroan pura.
66
67
Gambar 5.1
Pembangunan anak tangga yang disediakan
bagi wisatawan (Foto: peneliti, 2015)
Revitalisasi fisik lainnya terlihat dari adanya penataan kawasan luar Pura
Taman Ayun. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari I Made Suandi, selaku
bendahara yang merangkap sebagai pelaksana harian daya tarik wisata Pura
Taman Ayun:
Jalan di depan Taman Ayun ditata untuk lebih mencerminkan suasana
pura, dimana aura kesakralan yang perlu lebih dimunculkan. Para
pemedek maupun wisatawan untuk memarkirkan kendaraannya diluar
candi kurung dan disilahkan berjalan menuju pura (Wawancara, 7/3/2015).
Selain melakukan penataan kawasan luar, upaya lain adalah dengan
melakukan penertiban terhadap para pedagang. Sebelumnya mereka beraktivitas
tepat di depan Pura Taman Ayun, bahkan ada yang berjualan hingga di depan
pintu masuk pura. Hal ini tentunya menimbulkan kesan kumuh, apalagi sebagai
salah satu kawasan yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Atas
himbauan dari Bapak Bupati Badung sekaligus sebagai pemilik Pura Taman
Ayun, mereka kemudian direlokasi dan dibuatkan tempat khusus “Pasar Tenten”
68
atau “Kantin Pura Taman Ayun” yang berlokasi tepat di seberang Pura. Di areal
kantin ini terdapat 24 bangunan kios yang dikontrakkan. Menurut Men Gara,
salah satu pedagang di Kantin Pura Taman Ayun, bahwa satu kios disewakan oleh
pihak desa adat dengan sistem harian, yakni sebesar Rp 11.000,- per hari
(Wawancara, 6/3/2015). Kios-kios tersebut sebagian besar disewa oleh pedagang
makanan dan minuman tradisional. Mulai dari bubur, nasi campur, bakso, tipat
cantok, es kelapa muda dan aneka makanan dan minuman lainnya. Konsumen dari
para pedagang ini adalah para wisatawan baik wisatawan nusantara maupun
wisatawan mancanegara, selain itu juga masyarakat setempat.
Men Gara merupakan salah satu penjual makanan yang sudah sejak 30
tahun yang lalu merintis usaha makanan di kawasan Pura Taman Ayun. Bubur
lindung khasnya sudah dikenal sebagai salah satu kuliner khas Pura Taman Ayun.
Bahkan bagi sebagian wisatawan, berkunjung ke Pura Taman Ayun terasa kurang
puas tanpa mampir ke bubur lindung (bubur belut) khas dari Warung Men Gara.
Puspawati, salah satu pelanggan bubur Men Gara yang ditemui saat melakukan
penelitian di lokasi berkomentar :
Saya sering mampir ke Kantin Pura Taman Ayun, terutama saat pulang
kampung dari Denpasar ke Mengwi, khusus untuk menikmati bubur belut
khas Men Gara (Wawancara, 6/3/2015)
Namun adanya langkah penertiban oleh pihak pengelola dan pemerintah
terhadap para pedagang ternyata menimbulkan dampak. Pasca direlokasi, para
pedagang rata-rata mengeluhkan tentang omzet penjualannya yang menurun. Hal
ini disebabkan oleh letaknya yang terhalang oleh tembok penyengker tebing serta
69
agak menurun dan tak mudah terlihat bagi wisatawan yang turun dari
kendaraannya.
Gambar 5.2
Kantin Pura Taman Ayun yang seringkali tak terlihat oleh
wisatawan (Foto: peneliti, 2015)
Men Gara, sebagai salah satu pedagang yang paling merasakan dampak
dari perelokasian pedagang mengalami penurunan omzet penjualannya
berpendapat :
Dumun sedurung dipindah meriki tiyang ngaryanin bubuh 5 kilo biasane
sedereng siang sampun telas, nanging mangkin ngaryanin bubuh 3 kilo
manten nganti sore wawu telas (Wawancara, 6/3/2015).
Sebelum dipindah kesini saya memasak bubur 5 kg biasanya sebelum
siang sudah habis terjual, namun sekarang memasak bubur 3 kg saja
sampai sore baru habis terjual.
Keluhan tersebut bukan tanpa alasan, sebab sebelumnya bubur lindung
Men Gara adalah berada di depan pintu masuk Pura Taman Ayun. Walaupun
berada di seberang Pura, namun lokasinya yang berada di atas (tidak berada di
bawah dan tak terlihat seperti sekarang). Wisatawan yang berkunjung ke Pura
70
Taman Ayun pun ramai berbelanja karena lokasinya yang strategis, yang
berdampak pada omzet penjualan. Keluhan dari masyarakat ini menunjukkan
bahwa upaya penataan yang dilakukan pengelola maupun pemerintah tidak hanya
berdampak positif, namun juga berimplikasi negatif. Kendatipun usaha penataan
tersebut secara umum berdampak positif bagi daya tarik wisata Pura Taman Ayun
itu sendiri yang memiliki pencitraan yang baik sebagai salah satu bagian dari
warisan budaya dunia.
Gambar 5.3
Papan larangan yang ditempatkan di pedestrian Pura Taman Ayun
(Foto: peneliti, 2015)
Langkah penertiban juga dilakukan pihak pengelola terhadap para
pedagang acung (asongan) yang berkeliaran. Upaya ini merupakan kerjasama
pemerintah dengan pengerahan Satpol PP beserta desa adat setempat yang
mengerahkan pecalang (satuan pengamanan desa). Guna lebih memantapkan
program ini, pemerintah juga telah melakukan sosialisasi melalui desa setempat
yang menghimbau agar setiap masyarakat agar tidak melakukan aktivitas
berjualan asongan di kawasan Pura Taman Ayun. Selain hal tersebut di atas,
71
adanya penegasan larangan juga tampak dari papan larangan yang ditempatkan di
sudut pura, baik di depan pintu masuk, maupun di area pedestrian (pejalan kaki)
di depan areal Pura Taman Ayun. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan
tidak terlihat adanya pedagang asongan yang berkeliaran, baik di kawasan luar
apalagi kawasan dalam pura. Tentunya hal ini menjadi suatu nilai tambah bagi
daya tarik wisata Pura Taman Ayun. Mengingat pedagang asongan merupakan
salah satu komunitas yang sulit untuk ditertibkan, terlebih di suatu kawasan daya
tarik wisata. Pura Besakih contohnya, sampai saat ini pihak pengelola dan desa
adat sangat sulit untuk menertibkan mereka. Bahkan yang sangat disayangkan
adalah aktivitas mereka yang sering mengganggu kenyamanan para wisatawan.
Gambar 5.4
Candi Kurung yang pembangunannya pernah menjadi kontroversi
(Foto: peneliti, 2015)
Terobosan lain dari penataan lingkungan Pura Taman Ayun juga terlihat
dari dibangunnya dua candi kurung di arah timur dan barat. Menurut I Gusti
Ngurah Prana sebagai tokoh interpreneur dari desa setempat berkomentar bahwa :
72
Pembangunan candi ini adalah dalam rangka menata Desa Mengwi
sebagai daya tarik wisata. Khususnya untuk memberikan exterior penataan
ulang kawasan Pura Taman Ayun yang pada awalnya sebagai pusat
budaya dan ritual kemudian menjadi kawasan pariwisata yang memiliki
selling point yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Salah satu
manfaatnya adalah untuk mendorong peningkatan perekonomian
masyarakat setempat melalui pariwisata (Wawancara, 27/3/2015).
Berdarakan keteranga diatas, konsep penataan ini pada dasarnya menjadikan jalan
depan Pura Taman Ayun sebagai pedestrian (areal pejalan kaki) untuk
menciptakan aura pura yang penuh kesakralan seperti yang telah disebutkan di
atas. Hal ini terlihat pada pembangunan awal di mana di masing-masing candi
tersebut dibangun anak tangga untuk mencegah kendaraan lewat. Pada awalnya,
parkir kendaraan dan pengunjung direncanakan di bagian luar masing-masing
candi tersebut dan pengunjung dipersilahkan untuk berjalan kaki menuju pura.
Namun terdapat adanya aspirasi dari masyarakat setempat, terutama dari
Desa Mengwi dan Desa Gulingan untuk membongkar anak tangga tersebut.
Mereka beralasan bahwa akses jalan di depan Pura Taman Ayun merupakan jalan
pintas menuju tempat-tempat umum, seperti Pasar Desa Mengwi, Beringkit, dan
lain-lain. Jika jalur tersebut ditutup, maka akses jalan mereka semakin jauh karena
harus melalui rute memutar. Atas adanya aspirasi dari masyarakat tersebut, anak
tangga pada Candi Kurung dibongkar dan kembali dapat dilalui oleh kendaraan.
Penataan jalan pedestrian juga semakin baik dengan adanya pemavingan jalan
depan Pura Taman Ayun dengan dana yang dibantu oleh Pemerintah Kabupaten
Badung melalui Dinas Bina Marga dan Pengairan.
Selain penataan kawasan luar, kawasan dalam pura juga mengalami
pembenahan pasca ditetapkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia. Dengan
73
bantuan dari pihak pemerintah, perbaikan-perbaikan infrastruktur kerap
dilakukan, di antaranya adalah pada wantilan, candi bentar, toilet, dan lain-lain.
Selain perbaikan tersebut, secara pengelolaan dari Puri Mengwi juga mengalami
berbagai peningkatan. Salah satunya adalah penambahan papan informasi pada
jalur-jalur yang dilalui oleh wisatawan.
Gambar 5.5
Tampak papan petunjuk jalur kursi roda atau kereta bayi
(Foto: peneliti, 2015)
Gambar 5.6
Petunjuk yang terdapat di bale panjang
(Foto: peneliti, 2015)
74
Adanya petunjuk-petunjuk tersebut merupakan hal penting untuk menjaga
kenyamanan bagi para wisatawan. Khususnya daya tarik Pura Taman Ayun yang
kini telah dinobatkan sebagai warisan budaya dunia. Seperti halnya pada foto 5.4
dan gambar 5.5 di mana para wisatawan dapat menggunakan jalur yang
disediakan khusus bagi wisatawan yang menggunakan kursi roda maupun
membawa kereta bayi. Adanya papan petunjuk tersebut tentu memudahkan
mereka dalam mengeksplorasi kawasan Pura Taman Ayun. Selain papan
petunjuk, juga terdapat adanya papan peringatan bagi wisatawan untuk berhati-
hati dalam melangkah. Papan informasi ini biasa ditempatkan pada bangunan bale
panjang yang terdapat di halaman tengah areal Pura Taman Ayun. Hal ini
disebabkan struktur tangga pada bale panjang yang licin terutama setelah hujan
ataupun setelah lantai dipel oleh petugas kebersihan. Terlebih bangunan ini sering
dipergunakan oleh wisatawan sebagai tempat berteduh di jaba tengah, sehingga
papan ini sering ditempatkan tepat disebelah tangga bangunan.
5.2 Struktur Pengelolaan Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun sebagai
Bagian dari Warisan Budaya Dunia.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pengelola daya tarik
wisata Pura Taman Ayun adalah Puri Mengwi selaku pemilik yang bekerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten Badung. Namun secara teknis di lapangan, pihak
puri sendiri tidak mengelola secara langsung. Mereka menyerahkan tugas
terhadap pelaksana harian sebagai koordinator pengelolaan di lapangan.
Disamping itu, juga menunjuk beberapa anggota masyarakat setempat (berjumlah
75
22 orang) yang dipercaya untuk duduk dalam struktur manajemen pengelolaan
dan digaji secara profesional.
Gambar 5.7
Struktur Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun
(Sumber: Pengelola Pura Taman Ayun, 2014)
Sesuai gambar 5.7 di atas bahwa Puri Ageng Mengwi membawahi suatu
organisasi pengelola yang bernama Mangun Kertha Mandala. Organisasi yang
beranggotakan 36 perwakilan Desa Adat se Kecamatan Mengwi yang merupakan
pemedek yang datang bersembahyang ke Pura Taman Ayun pada saat piodalan.
Organisasi ini mengadakan rapat setiap hari minggu dua hari menjelang piodalan
yang jatuhnya pada hari selasa Anggarakasih Medangsia Dalam rapat tersebut,
hal utama yang diagendakan adalah jadwal rangkaian upacara serta persiapan
upacara.
PENGELOLA
PURI AGENG MENGWI
MENGWIMENGWI
PENYANGGRA
MANGU KERTHA
MANDALA
BENDAHARA
BIDANG
ADMINISTRASI
BIDANG
PEMUGARAN/
PEMBANGUNAN
BIDANG
UPAKARA
BIDANG
KEBERSIHAN/
PERTAMANAN
BIDANG
KEAMANAN
76
I Made Suandi berkomentar terkait Mangun Kertha Mandala:
Organisasi ini tidak terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
pengelolaan. Secara teknis pengelolaan tetap diserahkan kepada 22 orang
sebagai tenaga kerja (Wawancara, 14/3/2015).
Dalam operasional pengelolaan, pihak Puri telah mempekerjakan
masyarakat setempat yang dianggap berkompeten dan dipercaya. Daftar nama
tenaga kerja di Pura Taman Ayun seperti terlihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Daftar Nama dan Daerah Asal Tenaga Kerja
pada Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun
No. Nama Bagian Asal
1. I Made Suandi Bendahara
merangkap sebagai
pelaksana harian
Desa Kapal
2. Ida Bagus Mangku
Dunia
Pemangku Desa Gulingan
3. I Gede Suarta Pengayah mangku Banjar Pengiasan, Mengwi
4. Mangku Bulit Pengayah mangku Banjar Gambang, Mengwi
5. I Nyoman Tirta Pengayah mangku Banjar Pupuan, Mengwi
6. Sumarini Petugas loket Banjar Serangan, Mengwi
7. Gitarini Petugas loket Banjar Pengiasan, Mengwi
8. Arya Petugas loket Banjar Batu, Mengwi
9. Eka Petugas loket Banjar Batu, Mengwi
10. Ardana Tukang kebun Banjar Pregae, Mengwi
11. Astawa Tukang kebun Banjar Pregae, Mengwi
12. Suanda Tukang kebun Banjar Pande, Mengwi
13. Ketut Sudharma Tukang kebun Banjar Pande, Mengwi
14. Yulaksana Tukang kebun Banjar Pande, Mengwi
15. Lanus Tukang kebun Banjar Pande, Mengwi
16. Ketut Sujaya Tukang kebun Banjar Pande, Mengwi
17. Nyoman Artawan Tukang kebun Banjar Serangan, Mengwi
18. Sumarya Tukang kebun Banjar Pande, Mengwi
19. I Made Suda Keamanan Banjar Lebah Pangkung,
Mengwi
20. I Putu Sentanu Keamanan Banjar Serangan, Mengwi
21. Ayu Mariati Cleaning Service Banjar Serangan, Mengwi
22. I Ketut Erawati Cleaning Service Banjar Pande, Mengwi
(Sumber: Pengelola Pura Taman Ayun, 2015)
77
Dari 22 orang tenaga kerja tersebut, 20 orang (91 persen) diantaranya berasal dari
Desa setempat, sedangkan dua orang lainnya berasal dari desa di sekitarnya.
Terkait upah para tenaga kerja, I Made Suandi berkomentar bahwa:
Mereka mendapat gaji pokok terendah berdasar UMK, insentif, tunjangan
kesejahteraan dan asuransi BPJS. Tunjangan insentif diberikan rutin setiap
bulan berdasarkan jumlah pemasukan dari tiket serta didasarkan pada
kinerja masing-masing karyawan. Tunjangan kesejahteraan tidak diberikan
secara rutin setiap bulan, hanya bersifat bantuan yang diberikan jika
karyawan mengalami kecelakaan atau sakit (Wawancara, 14/6/2015).
Dari keterangan tersebut, para tenaga kerja memperoleh gaji terendah berdasarkan
UMK Kabupaten Badung yang pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 1.905.000,-.
Narasumber juga menambahkan bahwa besarnya gaji sesuai dengan kompetensi
dan masa kerja.
Dalam sistem manajemen modern, bidang dan staf memiliki tugas pokok
masing-masing. Namun berdasarkan pengamatan di lapangan, meskipun terdapat
pembagian bidang dengan tugas pokok masing-masing, namun dalam
operasionalnya di lapangan berprinsip kebersamaan dan kekeluargaan. Misalnya,
para petugas jaga loket juga diwajibkan untuk melakukan kegiatan kebersihan
bersama staf lainnya setiap hari pada pukul 6 pagi, sebelum wisatawan datang.
Jika dilihat dari struktur organisasi dan tugas pokoknya, seharusnya kegiatan
tersebut dilakukan oleh bidang kebersihan dan pertamanan namun dalam
pengelolaan Pura Taman Ayun dilakukan dengan prinsip gotong royong.
Walaupun hal ini bertolak belakang dengan manajemen pengelolaan yang
modern, namun ini mencirikan sebagai suatu hal yang bersifat positif. Hal ini
disebabkan oleh gotong-royong sebagai dasar dalam penyelenggaraan aktivitas
masyarakat Desa Mengwi yang masih dilestarikan dan dijalankan hingga saat ini.
78
BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PEMERINTAH
DALAM PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN
SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA
6.1 Partisipasi Masyarakat
Suatu daerah tujuan wisata yang berkembang memerlukan adanya
dukungan dan partisipasi dari masyarakat setempat. Hal ini sangat penting dalam
menunjang keberlanjutan daya tarik wisata tersebut, baik dari segi ekonomi, sosial
budaya maupun lingkungan alamnya. Sama halnya dengan daya tarik wisata Pura
Taman Ayun, partisipasi masyarakat terlihat dari beberapa hal sebagai berikut.
6.1.1 Partisipasi dalam Kegiatan Seremonial
Keterlibatan masyarakat terlihat menonjol terutama dari segi aspek sosial
religius. Hal ini disebabkan oleh Pura Taman Ayun sebagai living monument yang
masih aktif difungsikan sebagai tempat persembahyangan oleh masyarakat Desa
Mengwi dan sekitarnya. Pura Taman Ayun pada awalnya merupakan tempat suci
yang bersifat genealogis (tempat pemujaan leluhur raja-raja Mengwi). Namun
sejalan dengan perkembangan waktu, pura ini juga merupakan pemujaan terhadap
Dewa-Dewa Sad Khayangan (Khayangan Jagat) serta dewa-dewa alam seperti
Dewa Gunung, Dewa Laut, Dewa Danau, Dewa/Dewi peguasa hama tanaman.
Saat ini Pura Taman Ayun disungsung oleh 36 Desa Adat se kecamatan Mengwi
yang wakil-wakilnya tergabung dalam kelompok masyarakat penyungsung yang
disebut Mangun Kertha Mandala.
78
78
79
Selain disungsung oleh desa-desa sdat tersebut, Pura Taman Ayun juga
disungsung oleh kelompok masyarakat luar yang berasal dari Desa Kapal,
Jimbaran, Buleleng, Tabanan, Negara, Karangasem, bahkan dari Lombok. Mereka
biasanya melakukan persembahyangan ke Pura Taman Ayun pada saat-saat ada
upacara atau karya agung seperti hari piodalan agung. Piodalan ini jatuh setiap
enam bulan kalender Bali (210 hari) yaitu tepatnya pada hari anggara kasih
(selasa kliwon) wuku medangsia. Mereka datang lengkap dengan sarana upacara
termasuk sesajen atau banten dengan tujuan untuk memohon keselamatan,
kesuburan, kemakmuran serta ketentraman hidup. Upacara tersebut berlangsung
nyejer selama tiga hari.
Peran serta masyarakat terlihat pada persiapan piodalan di Pura Taman
Ayun. Lembaga Mangun Kertha Mandala yang memiliki tugas mengkoordinir
pelaksanaan piodalan. Puri Mengwi dalam melaksanakan piodalan juga dibantu
oleh masyarakat setempat sesuai dengan ideologi patron client. Pengaruh ideologi
ini sangat kuat di masyarakat Bali pada era kerajaan-kerajaan di masa lampau.
Ideologi patron client sendiri menempatkan dua pihak, satu pihak sebagai patron
dan pihak lain sebagai client. Hubungan ini melibatkan persahabatan instrumental
dimana seorang individu dengan status sosio-ekonomi yang lebih tinggi (patron)
mempergunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan
dan/atau keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang lebih rendah
(client). Pada gilirannya, client membalasnya dengan menawarkan dukungan
80
umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patron.4 Hubungan inilah yang
terjadi antara Puri Mengwi dan masyarakat desa setempat. Masyarakat merasa
terpanggil untuk ikut serta untuk melakukan ngayah pada setiap upacara piodalan
di Pura Taman Ayun. Meskipun terdapat pergeseran mengenai ideologi patron
client pada masa sekarang, namun ikatan antara masyarakat dan Puri masih
terjalin kuat. Hal ini sesuai dengan komentar I Made Suandi yang menyatakan
bahwa :
Masyarakat ikut membantu dalam memasang penjor dan menghias pura.
Mereka ngayah persiapan piodalan yang dilakukan seminggu sebelumnya.
Secara teknis, seluruh bidang pengelola Pura Taman Ayun juga terlibat
dalam persiapan upacara piodalan secara gotong royong (Wawancara,
14/3/2015).
Selain sebagai tempat persembahyangan biasa, Pura Taman Ayun juga
digunakan oleh masyarakat untuk melangsungkan upacara Nyegara Gunung.
Upacara ini merupakan rangkaian dari upacara Ngaben yang bersifat mensucikan
roh leluhur atau tingkat upacara penyucian roh yang terakhir sebelum distanakan
pada bangunan suci keluarga yang disebut Sanggah Kemulan. Penyelenggaraan
upacara ini dimungkinkan karena di Pura Taman Ayun terdapat palinggih-
palinggih untuk Bhatara/Dewa Gunung dan Dewa Segara (Dewa Laut). Pemujaan
juga dilakukan pada palinggih di halaman luar kolam. Palinggih ini dikenal
dengan nama Bedugul Carik Batu Lumbung. Pura Bedugul ini merupakan tempat
pemujaan terhadap Dewi Sri (Dewi Kesuburan). Pemujaan tersebut dimaksudkan
untuk memohon kesuburan atas pertanian warga. Penempatan Palinggih Bedugul
4 http://kritisfrombali.blogspot.com/2011/08/ideologi-patron-klien-cokorda.html diakses pada
tanggal 27 Juni 2015.
81
sebagai palinggih/pura bagi krama subak disebabkan karena kolam Pura Taman
Ayun juga berfungsi sebagai bendungan yang mengairi sawah-sawah pertanian
masyarakat petani khususnya Subak Batan Badung, Subak Batan Asem, dan
Subak Beringkit.
Pemujaan secara khusus oleh Krama Subak sekecamatan Mengwi juga
dilakukan pada Bhatara Batungaus yang melinggih pada bangunan Palinggih
meru tumpang lima dan ke hadapan Bhatara Pasurungan yang berstana pada
palinggih meru tumpang telu di halaman jeroan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Ida Bagus Mnagku Dunia, selaku pemangku Pura Taman Ayun bahwa:
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Bhatara Batungaus sebagai
roh pengusir hama tikus yang mengancam pertanian warga. Pengusiran
hama ini dilaksanakan dengan melakukan ritual mendak tirtha.
(Wawancara, 21/3/2015).
Lebih lanjut narasumber menambahkan bahwa mendak tirtha adalah
upacara menjemput air suci dengan upacara tertentu ke pura pusat Bhatara
Batungaus dan Bhatara Pasurungan yang terletak di Kabupaten Tabanan.
Pemendakan air suci ini dilakukan oleh para pekaseh, para kelihan subak, dan
krama subak Selain upacara yang berkaitan dengan pengusiran hama tanaman
pertanian, para krama subak sekecamatan Mengwi juga melakukan pemujaan dan
upacara secara khusus untuk memohon limpahan air untuk pertanian kehadapan
Bhatara Ulun Danu Beratan. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Bhatara
Ulun Danu Beratan adalah penguasa Danau Beratan sebagai sumber air bagi
pertanian se kecamatan Mengwi. Upacara ini dilakukan pada saat musim kemarau
panjang dengan cara memendak tirtha di Pura Ulun Danu Beratan.
82
6.1.2 Partisipasi dalam Menjaga Peninggalan Purbakala
Sebelum ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, tepatnya pada saat
periode kerajaan, pemeliharaan atau perawatan bangunan Pura Taman Ayun
dilakukan oleh masyarakat secara gotong-royong. Mereka merasa terpanggil
untuk ikut membangun dan memelihara Pura Taman Ayun. Tugas - tugas mereka
telah dibagi sesuai dengan tanggung jawab yang telah disepakati bersama antara
desa adat penyungsung. Salah satu tugas dari desa adat penyungsung itu adalah
untuk mengurus, memelihara termasuk memugar bangunan (palinggih-palinggih)
tertentu di Pura Taman Ayun. Tugas-tugas tersebut tentunya dikoordinir oleh
pihak Puri Mengwi. Prinsip gotong royong masih sangat kental terlihat baik untuk
pelaksanaan kegiatan sebelum maupun setelah piodalan. Masyarakat tetap
berduyun–duyun untuk melakukan kegiatan ngayah (kegiatan yang dilakukan
secara tulus ikhlas tanpa adanya imbalan tertentu). Masyarakat dari masing-
masing desa adat dikumpulkan dan diberikan mandat tugas melalui ketua
pelaksana yang telah ditunjuk oleh Puri.
Dalam perkembangannya setelah fungsi Pura Taman Ayun sebagai daya
tarik wisata dan dikelola secara intensif, maka tanggung jawab dalam
pembangunan (pemugaran) dilimpahkan ke organisasi pengelola, khususnya
menjadi wewenang dan tanggung jawab seksi pembangunan dan pemugaran yang
terdiri dari para tenaga kerja dari desa setempat. Partisipasi pemerintah
(kabupaten, provinsi, maupun pusat) juga semakin terlihat dengan memberikan
bantuan dana, namun pihak Puri dan masyarakat tetap dominan sebagai
pengambil keputusan dan masyarakat sebagai pelaksana. Kini, social value (nilai-
83
nilai sosial kemayarakatan) yang sejak dulu diterapkan dari zaman kerajaan mulai
memudar seiring dengan perkembangan zaman. Pemeliharaan maupun renovasi
terhadap bangunan pura kini telah didominasi oleh pihak pemerintah. Tenaga
kerja yang dipergunakan juga tidak lagi menerapkan prinsip ngayah.
Pemangku pura pada umumnya memiliki tugas pokok memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang melakukan persembahyangan atau
menghaturkan sesajen (banten). Menurut Ida Bagus Mangku Dunia menyatakan
bahwa:
Di Pura Taman Ayun, para pemangku punya tugas lain untuk merawat
jeroan pura dibantu oleh tiga pengayah mangku bergilir. Perawatan
dengan menyapu, membersihkan lumut dan tumbuhan liar yang tumbuh di
bangunan pura (Wawancara, 21/3/2015).
Perawatan tradisional ini sangat bermanfaat untuk menghindari kerusakan
artefak karena faktor alam. Selain tugas pokoknya serta menjaga kebersihan areal
jeroan, para pemangku juga merangkap sebagai pengawas dan penjaga keamanan
halaman jeroan agar wisatawan atau orang yang berkepentingan tidak masuk ke
halaman jeroan. Tindakan ini bermanfaat untuk mencegah kerusakan artefak
karena faktor ulah manusia (wisatawan), dan sekaligus untuk menjaga kelestarian
lingkungan pura (jeroan).
Selain perawatan secara fisik, Pura Taman Ayun juga dilakukan perawatan
secara niskala. Menurut pemangku Ida Bagus Mangku Dunia berkomentar bahwa:
Untuk menetralisir nilai-nilai kesucian pura dari segala pencemaran, yang
mungkin disebabkan oleh pengunjung (wisatawan), maka pihak pengelola
melakukan upacara pembersihan niskala dengan upacara nyepuh
(ngerapuh) dan upacara guru piduka (Wawancara, 21/3/2015).
84
Lebih lanjut narasumber menjelaskan bahwa upacara ngerapuh bersifat
menetralisir kesucian pura secara simbolis agar kesucian dapat kembali stabil,
sedangkan upacara guru piduka adalah upacara permohonan maaf kehadapan
Bhatara Hyang Guru atau leluhur yang berstana di Pura Taman Ayun. Upacara
ini dilangsungkan bertepatan dengan upacara piodalan yakni dilaksanakan pada
tengah malam. Upacara ini mulai dilakukan sekitar tahun 1990-an hasil konsultasi
dari Cokorda Mengwi dengan para ulama (pedanda dan pemangku) yang ada di
Desa Mengwi.
Masyarakat setempat juga berperan aktif dalam melakukan pengamanan di
lingkungan Pura Taman Ayun. Menurut I Ketut Umbara, prebekel Desa Mengwi
menyatakan bahwa :
Masyarakat Desa mengwi diwajibkan untuk ikut berpartisipasi dalam
menjaga keamanan bersama. Yakni untuk mencegah adanya pencurian
pretima yang sering terjadi di Bali (Wawancara, 13/3/2015).
Selain partisipasi dari masyarakat, pihak pengelola sendiri juga mengerahkan
petugas keamanan yang duduk dalam pengelolaan Pura Taman Ayun. Mereka
adalah para pecalang yang bertugas dua shift siang dan malam. Selain itu,
pengamanan kawasan Pura Taman Ayun sebagai salah satu warisan budaya dunia
tampak pada pos keamanan yang terletak di dekat pintu masuk gerbang bagian
selatan. Disini setiap harinya terdapat satu orang petugas kepolisian yang berjaga.
85
Gambar 6.1
Pos jaga keamanan di kawasan Pura Taman Ayun (Foto: peneliti, 2015)
6.1.3 Partisipasi Masyarakat dalam Melestarikan Seni Budaya
Pura Taman Ayun yang kini sudah terkenal sebagai daya tarik wisata,
ternyata membuka peluang bagi tumbuhnya kreativitas budaya bagi masyarakat
setempat. Hal ini ditandai oleh munculnya sekaa-sekaa kesenian antara lain
seperti: legong, barong, calonnarang, cak, joged, dan lain-lain. Sekaa-sekaa
kesenian ini pada mulanya hanya memusatkan kegiatannya untuk upacara ritual di
Pura Taman Ayun. Namun berkembangnya pariwisata di daerah ini menyebabkan
kini sekaa-sekaa kesenian itu ikut ambil bagian dalam acara dinner yang sering
diselenggarakan di Pura Taman Ayun.
Gala Dinner merupakan salah satu event pariwisata yang digelar di jaba
tengah Pura Taman Ayun. Penyelenggaraan event ini berdampak positif terhadap
perekonomian masyarakat setempat. Acara yang telah diselenggarakan sejak
tahun 1980 ini bekerja sama dengan travel agent disertai dengan paket sajian
86
pertunjukkan kesenian bagi para wisatawan. Namun sajian pertunjukkan yang
ditampilkan berbeda dengan sajian seni pertunjukkan di hotel-hotel sebagaimana
biasanya. Berbagai seni pertunjukkan yang memeriahkan acara Gala Dinner
dirancang khusus untuk disajikan dalam konteks pariwisata yang berlatar
bangunan suci pura. Menurut Ida Bagus Anom, bendesa Desa Mengwi
menyatakan bahwa :
Event Gala Dinner melibatkan partisipasi dari masyarakat setempat, yaitu
pembuat dan pembawa gebogan buah dan bunga, sebagai pagar ayu,
pembawa tombak, pembawa umbul-umbul, pembawa obor, maupun
penabuh dan penari yang berasal dari sanggar setempat, yakni Sanggar
Bajra Geni yang diketuai oleh Ida Bagus Putra (Wawancara, 1/3/2015).
Menurut informasi, penyelenggaran Gala Dinner kini mulai jarang
dilaksanakan. Belum diketahui kendalanya, namun hal ini tentunya merupakan hal
yang mengherankan. Status Pura Taman Ayun yang telah ditetapkan sebagai
Warisan Budaya seharusnya mampu lebih mendorong munculnya event ini.
Semakin jarangnya pemesanan event ini terkait dengan kebijakan penataan
kawasan di Pura Taman Ayun. Sebelumnya kendaraan dapat bebas parkir di tepat
di depan lokasi, namun kini harus diparkir di luar gerbang candi kurung. Hal ini
tentu sangat menyulitkan dalam pengangkutan barang-barang untuk keperluan
event seperti gamelan, sound dan sebagainya. Kendati dari pihak pengelola sendiri
yang diwakili oleh bendaharanya menyatakan tidak strict dengan aturan kebijakan
tersebut.
Pihak pengelola siap untuk membantu memfasilitasi dengan untuk
memberikan ijin kendaraan pengangkut alat-alat untuk berhenti tepat di depan
lokasi, untuk memudahkan efisiensi pengangkutan, dengan catatan setelah selesai
87
kendaraan tetap diparkir ditempat yang telah ditentukan yakni diluar Candi
Kurung. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, kendaraan yang turun tepat
di depan pura merupakan pemandangan biasa, terutama dari travel agent yang
menurunkan wisatawannya, namun tetap memarkirkan kendaraannya di tempat
yang telah ditentukan. Dapat disimpulkan bahwa adanya event Gala Dinner
merupakan hal yang positif, tidak hanya membantu meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat, namun juga mampu menstimulus pelestarian budaya lokal
melalui sanggar-sanggar kesenian yang aktif dalam kegiatannya.
Dari ketiga poin partisipasi masyarakat di atas, jika disesuaikan menurut
teori partisipasi oleh Julles Pretty, maka dapat dianalisis bahwa tingkat partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun adalah
dikategorikan dalam dua jenis partisipasi, yaitu partisipasi insentif dan partisipasi
fungsional. Partisipasi insentif terlihat dari masyarakat yang menyumbangkan
tenaga dan jasa untuk mendapatkan imbalan. Hal ini terbukti dari pihak Puri
Mengwi yang menunjuk 22 orang karyawan yang dipercaya untuk didudukkan
dalam struktur pengelolaan dan mereka memperoleh imbalan sesuai dengan
bidang pekerjaannya.
Hal ini juga terlihat dalam penyelenggaraan event Gala Dinner. Di mana
mereka hanya terlibat sebagai tenaga (pembawa gebogan, pagar ayu, penari,
penabuh, dan lain-lain) dan mereka secara professional memperoleh imbalan dari
jasa tersebut. Mereka tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen
yang dilakukan, sehingga masyarakat tidak menguasai teknologinya dan tidak
88
memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan tersebut setelah insentif
dihentikan.
Partisipasi fungsional dikaitkan dengan status Pura Taman Ayun yang
telah dinobatkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia. Setiap program
kegiatan pengelolaan yang dilakukan harus sesuai dengan persetujuan dan prinsip
dasar pengelolaan oleh UNESCO. Contohnya adalah pembatasan terhadap kriteria
renovasi terhadap bangunan, dengan tujuan tanpa menghilangkan autentitas dan
originalitas dari struktur bangunan sebagai warisan budaya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya tekanan terhadap alih
fungsi lahan di sekitar situs. Ini mengindikasikan bahwa situs warisan budaya
dunia telah dimiliki dan diawasi oleh dunia, sehingga merupakan tanggung jawab
dunia dalam hal pelestariannya. Dapat dikatakan bahwa selain masyarakat, pihak
luar juga bertanggung jawab dan mengawasi Pura Taman Ayun sebagai situs
milik masyarakat dunia. Jika dikaitkan dengan jenis partisipasi menurut Julles
Pretty, hal ini sesuai dengan jenis partisipasi fungsional, di mana diawasi oleh
pihak luar guna mencapai tujuan dan masyarakat membentuk kelompok tertentu
untuk membantu, yang dalam hal ini adalah Mangun Kertha Mandala dan subak
yang terdapat di Desa Mengwi.
6.2 Partisipasi Pemerintah dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Pura
Taman Ayun
Dukungan pemerintah terhadap suatu daya tarik wisata adalah sangat
penting. Karena daya tarik wisata khususnya yang menyangkut artifak
89
peninggalan sejarah memerlukan adanya perawatan yang baik. Hal ini untuk
mencegah adanya kerusakan terhadap bangunan sejarah tersebut. Pura Taman
Ayun adalah salah satunya. Meskipun Pura adalah milik pribadi Puri Mengwi,
namun statusnya yang telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia,
menjadikan partisipasi pemerintah terhadap pelestariannya adalah sangat
signifikan terlihat. Berikut beberapa partisipasi penting pemerintah terhadap
pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun.
6.2.1 Partisipasi Pemerintah dalam Penetapan Kebijakan
Penetapan kebijakan berkaitan dengan penetapan aturan-aturan dalam
suatu kegiatan yang bersifat praktis. Penetapan kebijakan pemerintah Kabupaten
Badung dalam pengelolaan daya tarik wisata dapat terlihat dalam Perda
Kabupaten Badung No. 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan
Olahraga yang ditanda tangani oleh Bupati Badung, Anak Agung Gede Agung.
Obyek retribusi yang dimaksud adalah tempat rekreasi, pariwisata , dan olahraga
yang disediakan atau dikelola oleh pemerintah. Berdasarkan sistem retribusi,
pengunjung daya tarik wisata Pura Taman Ayun digolongkan menjadi dua, yakni
dewasa (domestik dan mancanegara) dan anak-anak (domestik dan mancanegara).
Hal ini sesuai dengan Pasal 8 Perda No. 25 Tahun 2011 yang menyebutkan :
Tarif retribusi Daya tarik wisata Pura Taman Ayun :
a) Dewasa:
Domestik sebesar Rp. 10.000,- per orang
Manca Negara sebesar Rp. 15.000,- per orang
b) Anak-anak :
Domestik sebesar Rp. 5.000,- per orang
Manca Negara sebesar Rp. 10.000,- per orang
90
Dalam ketentuan di atas telah disebutkan adanya perbedaan tarif tiket antara
wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik, baik untuk tingkat anak-anak
maupun orang dewasa. Berdasarkan pengamatan di lapangan, perbedaan juga
terlihat pada saat hari-hari libur bahwa wisatawan domestik tidak dikenakan tiket
masuk, sedangkan wisatawan mancanegara tetap dikenakan seperti hari biasa.
Disamping itu, bebas tiket juga diberlakukan terhadap para pemedek yang tangkil
untuk bersembahyang, terutama pada saat upacara piodalan.
Kendati Pura Taman Ayun memiliki keunggulan sebagai daya tarik wisata
yang telah memiliki status penetapan oleh UNESCO yang dapat dijadikan sebagai
media promosi gratis untuk mendatangkan wisatawan. Namun penetapan tersebut
ternyata tidak berpengaruh terhadap nilai jual. Tiket masuk ke daya tarik wisata
Pura Taman Ayun tergolong relatif murah jika dibandingkan dengan daya tarik
wisata sejenis seperti Pura Tanah Lot. Tiket masuk bagi wisatawan mancanegara
(dewasa) ke Pura Tanah Lot adalah sebesar Rp. 30.000,- per orang, sedangkan
Rp. 15.000,- bagi anak-anak. Untuk wisatawan nusantara (dewasa) adalah sebesar
Rp. 15.000,- per orang, sedangkan anak-anak adalah sebesar Rp. 7.500,- per
orang. Terdapat banyak faktor penyebab perbedaan harga tiket antara Pura Taman
Ayun dan Pura Tanah Lot, salah satunya adalah atraksi wisata. Pura Tanah Lot
menawarkan atraksi alam yang lebih menarik daripada Pura Taman Ayun itu
sendiri, seperti panorama sunset, keindahan pantai, adanya pertunjukkan kesenian,
dan lain-lain..
91
Besarnya tiket masuk ke suatu daya tarik wisata dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Menurut Helinawati, SH selaku Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten
Badung menyatakan bahwa:
Besarnya tarif retribusi ke Pura Taman Ayun ditentukan oleh perwakilan
daerah terkait, yakni DPRD Komisi B Kabupaten Badung melalui rapat
dewan (Wawancara 18/3/2015).
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa retribusi masuk ke objek
wisata tidak hanya ditentukan dari faktor atraksi, fasilitas maupun aksesibilitas
yang tersedia, namun juga ditentukan oleh perwakilan daerah setempat. Lebih
lanjut narasumber menambahkan bahwa mulai tahun 2016, Pemkab Badung
merencanakan kenaikan tiket masuk bagi wisatawan mancanegara dari Rp.
15.000,- menjadi Rp 20.000,- untuk dewasa, sedangkan untuk anak-anak dari
Rp.10.000,- menjadi Rp. 15.000,-.
Seperti telah diketahui bahwa pengelolaan secara manajemen atau
penyelenggaraan kegiatan wisata sehari-hari di Taman Ayun sepenuhnya berada
di tangan pemilik yaitu Puri Mengwi. Namun Pemerintah Kabupaten Badung
membantu dalam hal pengelolaan secara retribusi. Hal ini secara tertulis tertuang
dalam kerjasama pengelolaan antara pihak pemerintah dan Puri Ageng Mengwi
dengan Nomor 404 Tahun 2012 dan Nomor 14/PAM/VII/2012 tentang
Pengelolaan Tempat Rekreasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Kawasan Luar Pura
Taman Ayun, Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Perjanjian
memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan kerjasama terkait pengelolaan dan
pembagian hasil retribusi.
92
Sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian bahwa pembagian hasil
retribusi adalah sebesar 75 persen untuk Puri Mengwi selaku pemilik, sedangkan
25 persen adalah untuk pemerintah. Besarnya pembagian hasil tersebut seperti
tertera dalam pasal 4 poin 2 tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak, di
mana Pihak pemerintah selaku pihak pertama dan Puri Ageng Mengwi selaku
pihak kedua yaitu :
Pihak PERTAMA wajib mendistribusikan sebesar 75 persen dana hasil
pungutan retribusi yang disetor ke kas daerah setiap awal bulan berikutnya
kepada PIHAK KEDUA.
Pembagian retribusi seperti tersebut di atas adalah bervariasi sesuai dengan
jumlah kunjungan wisatawan. Sebagai contoh, jumlah setoran penjualan tiket
bruto pada bulan Oktober 2014 yang disetorkan pihak pengelola ke Kas Umum
Daerah adalah sebesar Rp. 430.220.000,-. Selanjutnya hak bagi hasil untuk
pengelola kemudian ditransfer langsung ke rekening Desa Adat/Pengemong Pura
Taman Ayun oleh bagian keuangan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung sebesar
75 persen yakni Rp.322.665.000,-, sedangkan sisanya sebesar 25 persen adalah
sebesar Rp. 107.555.000,- adalah bagi hasil untuk pemerintah.
Dari kesepakatan kerjasama pengelolaan antara pemerintah dan pengelola
tersebut juga mengatur kewajiban dari kedua belah pihak. Pemerintah selaku
pihak pertama adalah mengarahkan sistem pungutajn, penyetoran, pengelolaan,
pemanfaatan dan pertanggung jawaban retribusi. Salah satu kewajiban dari pihak
kedua selaku pemilik adalah bertanggung jawab atas pengelolaan secara
keseluruhan termasuk pemeliharaan dan mencegah terjadinya pengrusakan dan
93
atau pencemaran lingkungan oleh pengunjung dan masyarakat di lokasi daya tarik
wisata kawasan Pura Taman Ayun.
6.2.2 Partisipasi Pemerintah dalam Pembangunan
Seperti diketahui bahwa Pura Taman Ayun selain memiliki arti penting
sebagai warisan budaya, juga merupakan sebagai daya tarik wisata yang ramai
dikunjungi oleh wisatawan. Kini, setelah ditetapkan sebagai warisan budaya
dunia, peran pemerintah semakin signifikan terlihat melalui program-program
yang membantu dalam pembangunan dan pengelolaan Pura Taman Ayun.
Menurut informasi, program tersebut didominasi dari Dinas Cipta Karya
Pemerintah Kabupaten Badung yang pada tahun 2013 melakukan renovasi fisik
terhadap kawasan Pura Taman Ayun yang mencakup penataan halaman, renovasi
toilet, perbaikan tembok pagar, pembangunan dua buah candi kurung di sebelah
barat dan timur, pembangunan dua buah candi bentar, pembangunan pasar
kuliner, perbaikan ayunan jantra, dan pembangunan jalan setapak di kebun
botanical (Sumber: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2014).
Pada tahun anggaran yang sama, Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kabupaten Badung juga berperan dalam menormalisasi kolam yang mengelilingi
Pura Taman Ayun. Normalisasi yang dimaksud adalah mengeringkan/menguras
kolam untuk melakukan pembersihan secara maksimal baik dari sampah maupun
lumut dan enceng gondok. Menurut I Made Suandi menyatakan bahwa:
94
Sebelum melakukan normalisasi, pihak pengelola akan berkoordinasi
sebelumnya dengan para pekaseh dari subak-subak sekitarnya. Karena
kolam Pura Taman Ayun adalah sumber irigasi Subak Batan Badung,
Subak Beringkit dan Subak Batan Asem. Koordinasi ini untuk
menyesuaikan waktu pelaksanaan normalisasi kolam dengan jenis tanam
subak tersebut. Saat normalisasi, tanaman yang ditanam adalah tanaman
lahan kering seperti tanaman palawija yang tidak terlalu banyak
membutuhkan air (Wawancara, 21/3/2015).
Selain itu, program lainnya yang dilaksanakan pada tahun 2013 adalah melakukan
penataan jalan pedestrian di depan kawasan Pura Taman Ayun. Pasca penataan
tersebut, jalan di depan kawasan Pura Taman Ayun terlihat semakin rapi dan
tertata dengan pemavingan dan pembuatan trotoar pada pinggir jalan. Lahan
parkir mobil juga digeser ke bagian luar candi kurung. Hal ini tidak terlihat
memberatkan para pengunjung. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan,
para tour operator cenderung menurunkan tamunya tepat di depan pura, baru
kemudian memarkirkan kendaraannya ke luar candi kurung. Selain itu pada
sepanjang areal depan pura juga dipasang besi pembatas untuk mencegah adanya
parkir kendaraan bermotor di sepanjang jalan tersebut.
Gambar 6.2
Penataan parkir oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kabupaten Badung (Foto: peneliti, 2015)
95
Disamping program tersebut, pada tahun 2014 Dinas Bina Marga dan
Pengairan juga telah merealisasikan anggaran dalam membantu penataan Pura
Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia. Ida Bagus Surya Suamba, ST.,MT
selaku Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Badung dalam forum
kunjungan UNESCO ke Pura Taman Ayun menyatakan bahwa :
Kawasan kolam Pura Taman Ayun yang berfungsi sebagai waduk akan
dilestarikan secara berkesinambungan. Pada tahun 2013, Pemkab Badung
mulai melakukan upaya pelestarian sistem waduk ini. Program tersebut
yakni melakukan penyenderan kolam di sekeliling Pura Taman Ayun
(Forum Kunjungan UNESCO, 15/1/2015).
Menurut data rekapitulasi dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, program ini
menelan biaya kurang lebih sebesar Rp. 6.817.000.000,- (Enam miliar delapan
ratus tujuh belas juta rupiah). Tujuan dari adanya program penyenderan ini adalah
untuk memelihara kondisi kolam sehingga memiliki daya tampung yang
maksimal untuk mengairi tiga subak ini. Kemudian pada tahun 2015 direncanakan
perbaikan/rehabilitasi di kolam saluran irigasi dari hulu ke hilir dengan total
anggaran sebesar 13 miliar rupiah (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2014).
6.2.3 Partisipasi Pemerintah dalam Pelestarian Lingkungan Alam
Peran pemerintah dalam pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun
terlihat sangat sifgnifikan. Disamping membantu dalam pengelolaan retribusi tiket
maupun dalam pemberian bantuan dana dalam pemeliharaan fisik kawasan Pura
Taman Ayun, pemerintah juga aktif dalam mengembangkan lingkungan di
sekitarnya sebagai salah satu atraksi wisata yang potensial. Daya tarik tersebut
96
adalah berupa pemanfaatan lahan dibelakang Pura Taman Ayun sebagai kebun
botanical.
Langkah ini tentunya selain menjadi atraksi wisata tambahan, tentunya
juga menjadi salah satu usaha dalam melestarikan lingkungan alam yang
berkelanjutan. Bentuk pelestarian ini sebelumnya adalah diawali dengan
pengelolaan lahan kritis yang terletak di sebelah utara, timur, dan barat halaman
jeroan. Lahan yang luasnya 1,5 ha ini diperkirakan dulunya adalah sebuah hutan
yang kritis dan terbelengkai yang hanya ditumbuhi oleh semak belukar. Namun
saat pemerintahan Bupati I Gusti Bagus Alit Putra kemudian menyulap lahan ini
menjadi kebun botanical. Hal ini terwujud melalui kerjasama lintas sektor antara
Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Dinas Cipta Karya Kabupaten
Badung.
Saat ini kebun botanical di Pura Taman Ayun ditumbuhi pohon-pohon
yang memiliki fungsi yang bervariasi. Jenis-jenis tanaman tersebut adalah pohon
hias, pohon kembang, maupun tanaman lokal yang sudah tergolong langka.
Fungsi utama dari tumbuhan ini pada umumnya adalah dipergunakan sebagai
sarana upacara dan obat-obatan. Pohon-pohon tersebut berjumlah ratusan jenis, di
antaranya adalah : pohon asem (Tamarindus Indica), beringin (Picus Benyamina),
belimbing buluh (Averhoa Bilimbi), bunut (Ficus Glabella), cabai bun (Piper
Rectofractum), canging (Erithrina sp), cempaka (Michelia Camphaka), dadap
(Erithrina samburbans), jambu air (Psidum Aquatica), jangan ulam (Syzygium
polyanthum), tibah (Morinda Citrifolia), mahoni (Sweithenia Macrophilla),
mangga (Mangifera Indica), pandan (Pandanus sp), pudak, sandat (Cananga
97
Adorata), dan masih banyak lagi (Hasil observasi lapangan, 2015). Pada masing-
masing pohon tersebut terdapat papan berisikan keterangan nama ilmiahnya.
Gambar 6.3
Pudak (Pandanus Tectorius), salah satu tanaman
di kebun botanical Pura Taman Ayun. (Foto: peneliti, 2015)
Pemerintah berupaya membantu dalam perawatan kebun botanical ini agar
tetap berjalan secara berkelanjutan. Hal ini terbukti dari adanya program penataan
yang dibiayai dari Anggaran Pemerintah Kabupaten Badung. Dinas Pertanian
Kabupaten Badung telah mengucurkan dana sebesar Rp. 50.047.850,- (lima puluh
juta empat puluh tujuh juta delapan ratus lima puluh rupiah) pada tahun 2013
untuk melakukan revitalisasi terhadap kebun ini (Sumber: Dinas Kebudayaan
Provinsi Bali, 2014). Revitalisasi tersebut mencakup upaya perawatan dan
pemeliharaan, seperti melakukan penggemburan tanah, pemupukan, dan lain-lain.
Pengembangan dan penataan kawasan belakang Pura Taman Ayun sebagai kebun
botanical ini merupakan daya tarik tambahan dari kawasan warisan budaya dunia
ini. Penataan yang terlihat untuk menunjang bagi kenyamanan wisatawan tampak
terlihat dari adanya beberepa gazebo di sudutnya. Selain itu jalan setapak yang
98
melingkar juga menambah keindahan dalam penataannya dalam rangka untuk
meningkatkan minat dan kunjungan wisatawan.
Gambar 6.4
Penataan kebun botanical sebagai daya tarik wisata
di Pura Taman Ayun. (Foto: peneliti, 2015)
6.2.4 Partisipasi Pemerintah dalam Melakukan Monitoring dan Evaluasi.
Selain menganggarkan untuk program-program kegiatan tersebut di atas,
pemerintah juga berperan sebagai pengawas (controlling) dengan melakukan
kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan di situs warisan budaya
dunia, di mana Pura Taman Ayun sebagai salah satunya. Monitoring dilakukan
dalam rangka mengawasi dan menemukan permasalahan-permasalahan di
lapangan untuk menemukan pemecahannya secara bersama-sama antar
pemerintah, masyarakat maupun pihak pengelola.
Selain itu kegiatan monitoring juga dilakukan untuk mengawasi
pengelolaan Pura Taman Ayun agar sesuai dengan prinsip pengelolaan oleh
UNESCO, yang salah satunya adalah pariwisata berkelanjutan. Isu utama yang
sering ditemui dalam pengelolaan situs warisan budaya dunia adalah adanya
99
tekanan alih fungsi lahan. Hal ini disebabkan karena masuknya kegiatan
pariwisata yang begitu gencar terhadap kawasan ini yang tentunya berdampak
terhadap tingginya peralihan lahan pertanian menjadi bangunan.
Pada awal tahun 2015, perwakilan UNESCO dengan difasilitasi oleh
Pemerintah Provinsi Bali melakukan monitoring ke lima kawasan warisan budaya
dunia “Lansekap Budaya Provinsi Bali.” Selain memantau situs Pura Taman
Ayun oleh perwakilan UNESCO, juga diselenggarakan acara diskusi yang
dihadiri oleh instansi terkait dari pemerintah daerah Kabupaten Badung,
Pemerintah Provinsi Bali, serta menghadirkan para tokoh masyarakat, petani
maupun para pekaseh. Dalam diskusi tersebut dibahas tentang pengelolaan yang
telah berjalan di Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia, baik dari segi
fungsi sebagai aktivitas seremonial maupun sebagai daya tarik wisata. Perwakilan
UNESCO mengadakan dialog dengan Nyoman Renda, ketua pekaseh se
Kabupaten Badung. Dalam dialog tersebut pekaseh menjelaskan bagaimana
fungsi Pura Taman Ayun yang sangat sentral terhadap pertanian warga di
sekitarnya. Waduk yang ada di Pura Taman Ayun merupakan sumber irigasi bagi
tiga subak di sekitarnya, yakni Subak Batan Badung, Subak Batan Asem dan
Subak Beringkit.
100
Gambar 6.5
Forum dalam acara monitoring dan evaluasi
perwakilan UNESCO (Foto: peneliti, 2015)
Dalam acara monitoring dan evaluasi ini, perwakilan UNESCO merasa
terkesan dengan pengelolaan yang telah berjalan di Pura Taman Ayun hingga saat
ini, bagaimana pihak pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten mampu
bekerjasama dengan baik dengan masyarakat lokal. Perwakilan tersebut
menambahkan bahwa adanya isu tentang alih fungsi lahan dapat ditangani dengan
menciptakan pariwisata berkelanjutan demi generasi yang akan datang.
101
BAB VII
PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGELOLAAN
DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN
SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA
Persepsi wisatawan dalam penelitian ini dirangkum dari hasil pengolahan
data dari 50 orang responden. Mereka merupakan wisatawan yang dipergunakan
sebagai sampel penelitian selama periode penelitian yakni pada bulan Maret 2015.
Hal yang diteliti adalah persepsi para responden terhadap produk-produk wisata
yang dihubungkan dengan teori komponen daerah tujuan wisata yang
dikategorikan menjadi empat variabel yaitu atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan
organisasi kepariwisataan. Dalam bab ini pembahasan akan dibagi menjadi
beberapa sub bab sebagai berikut:
7.1 Karakteristik Responden
Responden yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah 50
orang wisatawan yang mengunjungi Pura Taman Ayun selama durasi penelitian.
Sampel penelitian ditentukan dengan metode accidental sampling. Karakteristik
mereka dipaparkan berdasarkan jenis kelamin, daerah asal, tingkat usia,
pekerjaan, lama tinggal, frekuensi kunjungan, dan lokasi tinggal selama berada di
Bali.
101
102
7.1.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 50 orang wisatawan baik
mancanegara maupun wisatawan domestik, diperoleh data bahwa jumlah
wisatawan yang yang berjenis kelamin laki-laki adalah lebih dominan. Mereka
pada umumnya dikoordinir oleh agen perjalanan wisata baik rombongan dari
keluarga maupun dari satu perusahaan tertentu. Perbandingan jumlah wisatawan
sebagai responden yang mengunjungi Pura Taman Ayun dari jenis kelamin dapat
dilihat pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
Laki-laki 29 58
Perempuan 21 42
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.1.2 Daerah Asal
Berdasarkan hasil penelitian terhadap wisatawan yang dipergunakan sebagai
responden diketahui bahwa mereka sebagian besar berasal dari negara-negara di
Benua Asia. Hal ini menandakan bahwa wisatawan dari Asia tertarik terhadap
pariwisata budaya. Terlebih daya tarik wisata Pura Taman Ayun juga satu rute
menuju daya tarik wisata Pura Tanah Lot yang juga merupakan pariwisata budaya.
Selain itu, Hari Raya Nyepi merupakan salah satu tujuan dari kedatangan mereka ke
Bali pada bulan Maret. Mereka pada umumnya ingin menikmati liburan di Bali dalam
103
suasana hari raya Nyepi sebagai salah satu paket wisata. Adapun perbandingan daerah
asal wisatawan dapat dilihat pada Tabel 7.2.
Tabel 7.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Daerah Asal
Daerah Asal Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
Malaysia 11 22
Filipina 7 14
Denpasar 6 12
Turki 5 10
Jakarta 4 8
Australia 3 6
Italia 3 6
Thailand 2 4
India 2 4
Inggris 2 4
Nusa dua 1 2
Tabanan 1 2
Bandung 1 2
Solo 1 2
Ketapang 1 2
Jumlah 50 orang 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.1.3 Tingkat Usia
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun sebagian besar adalah
wisatawan berusia dewasa dengan rentang usia di atas 30-44 tahun. Masing-
masing daerah wisata memiliki daya tarik tersendiri dengan pangsa pasar usia
tertentu. Pura Taman Ayun merupakan wisata budaya yang pada umumnya
104
memang diminati oleh usia dewasa. Lain halnya dengan wisata pendakian
misalnya, di mana wisatawan yang tertarik biasanya adalah kalangan usia remaja.
Perbandingan jumlah wisatawan sebagai responden yang ditinjau dari tingkat usia
dapat dilihat pada Tabel 7.3
Tabel 7.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia
Tingkat Usia
(tahun)
Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
30-44 22 44
45-59 14 28
15-29 14 28
60 tahun ke atas 0 0
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.1.4 Pekerjaan
Karakteristik responden yang mengunjungi Pura Taman Ayun berdasarkan
pekerjaan menghasilkan sebagian besar adalah para pengusaha. Menurut para
guide, selain melakukan perjalanan wisata, sebagian dari wisatawan juga
melakukan aktivitas bisnis atau mencari peluang usaha yang dapat dikembangkan
di Bali. Aktivitas ini terkait dengan usaha yang mereka miliki di daerah asalnya.
Disamping itu, sebagian besar wisatawan yang berkunjung adalah rombongan
karyawan yang berasal dari satu perusahaan atau lembaga tertentu. Perbandingan
responden yang mengunjungi Pura Taman Ayun ditinjau dari jenis pekerjaan
dapat dilihat pada Tabel 7.4.
105
Tabel 7.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
Pengusaha 13 26
Karyawan swasta 6 12
Pedagang 6 12
Pelajar/mahasiswa 5 10
Guru/Dosen 4 8
Staf administrasi 3 6
Ibu Rumah Tangga 3 6
PNS 2 4
Paramedis 2 4
Wiraswasta 2 4
Dokter 1 2
Kontraktor 1 2
Manager IT 1 2
Guide 1 2
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.1.5 Sumber informasi
Berdasarkan karakteristik responden dari sumber informasi yang mereka
peroleh terhadap keberadaan Pura Taman Ayun menghasilkan bahwa agen
perjalanan wisata sangat dominan. Mereka biasa mempromosikan paket-paket
perjalanan kepada wisatawan dalam bentuk tour di mana Pura Taman Ayun
merupakan salah satu rute yang dilewati. Rute-rute tersebut mencakup ke Sangeh,
Pura Taman Ayun dan terakhir menikmati sunset di Pura Tanah Lot. Adanya
status Pura Taman Ayun yang telah dinobatkan sebagai bagian dari warisan
106
budaya dunia merupakan suatu promosi bagi wisatawan. Mereka yang pada
awalnya mungkin lebih mengenal dan tertarik ke Pura Tanah Lot menjadi
semakin antusias untuk mengikuti paket tour yang ditawarkan. Perbandingan
jumlah wisatawan sebagai responden yang mengunjungi Pura Taman Ayun
ditinjau dari sumber informasi keberadaan Pura Taman Ayun dapat dilihat pada
Tabel 7.5
Tabel 7.5
Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi
Sumber Informasi Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
Agen perjalanan wisata 21 42
Internet 19 38
Mulut ke mulut 9 18
Televisi 1 2
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.1.6 Frekuensi Kunjungan
Salah satu indikator penting dalam suatu pengelolaan daya tarik wisata
adalah frekuensi kunjungan wisatawan. Hal ini untuk mengetahui hingga sejauh
mana pengelolaan maupun daya tarik wisata ini benar-benar menarik untuk dapat
dikunjungi kembali baik dari segi pengelolaan maupun keseluruhan atraksi yang
ditemui di suatu daerah tujuan wisata. Dalam penelitian terhadap 50 orang
responden yang berkunjung di Pura Taman Ayun pada periode bulan Maret 2015
dapat diketahui perbandingan frekuensi wisatawan pada Tabel 7.6.
107
Tabel 7.6
Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Kunjungan
Frekuensi Kunjungan Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
Pertama kali 40 80
Kedua kali 4 8
Ketiga kali 1 2
Lebih dari tiga kali 5 10
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.1.7 Minat untuk Berkunjung Kembali
Wisatawan yang dipergunakan sebagai responden di Pura Taman Ayun
sebagian besar menyatakan keinginannya untuk datang kembali berkunjung.
Mereka memiliki berbagai alasan, sebagian beranggapan bahwa Pura Taman
Ayun memiliki keunikan dan keindahan tersendiri, disamping penobatan oleh
UNESCO. Perbandingan pendapat para wisatawan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 7.7.
Tabel 7.7
Karakteristik Responden Berdasarkan Minat untuk Berkunjung Kembali
Minat untuk
Berkunjung Kembali
Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
Ya 28 56
Tidak 22 44
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
108
7.1.8 Lama tinggal (Length of Stay)
Jika ditinjau dari frekuensi lama tinggal para wisatawan yang berkunjung
ke Pura Taman Ayun, diketahui bahwa sebagian besar tinggal di Bali selama
kurang dari seminggu. Mereka adalah para wisatawan mancanegara yang
memiliki waktu liburan relatif singkat, karena diluar liburan panjang musim panas
yang berlangsung pada bulan Juli. Wisatawan yang memiliki jumlah tinggal yang
relatif lama disini adalah wisatawan nusantara, khususnya masyarakat Bali sendiri
yang secara kebetulan berkunjung pada periode penelitian ini dilaksanakan.
Adapun perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 7.8.
Tabel 7.8
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal (Length of Stay)
Lama Tinggal Jumlah Responden
(orang)
Persentase
(%)
Kurang dari 1 minggu 35 70
Lebih dari 1 minggu 15 30
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.1.9 Lokasi Tinggal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pura Taman Ayun pada
bulan periode penelitian, dari 50 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan
nusantara sebagai responden, diperoleh data responden sebagian besar adalah
tinggal di daerah Kuta. Hal ini tidak mengherankan, karena Kuta sebagai salah
satu central kegiatan pariwisata di Bali. Berbagai atraksi malam juga merupakan
daya tarik utama di lokasi ini. Hal inilah yang menyebabkan para wisatawan
mancanegara lebih memilih daerah yang terletak di bagian selatan Kabupaten
109
Badung ini sebagai lokasi untuk menginap. Bagi wisatawan nusantara yang
kebetulan melakukan kunjungan ke Pura Taman Ayun pada bulan Maret juga
memiliki lokasi tinggal yang bervariasi. Perbandingan responden yang
mengunjungi Pura Taman Ayun ditinjau dari lokasi tinggal dapat dilihat pada
Tabel 7.9.
Tabel 7.9
Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Tinggal
Tempat Tinggal Jumlah Responden
(orang)
Presentase
(%)
Kuta 18 36
Seminyak 9 18
Legian 8 16
Nusa Dua 8 16
Denpasar 5 10
Sanur 1 2
Tabanan 1 2
Jumlah 50 100
(Sumber: Hasil penelitian, 2015)
7.2. Persepsi Wisatawan terhadap Atraksi Wisata
Data-data yang diperoleh mengenai persepsi wisatawan terhadap atraksi-
atraksi yang terdapat di Pura Taman Ayun dapat dilihat pada Tabel 7.10
110
Tabel 7.10
Persepsi Wisatawan terhadap Atraksi Wisata di Pura Taman Ayun
Atraksi-
atraksi
Sangat baik Baik Cukup Buruk Sangat
buruk
Total
Skor
Nilai
Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor
Keunikan
arsitektur
24 120 24 96 2 6 - - - - 222/50
= 4,44
Sangat
Baik
Lansekap
taman
24 120 22 88 4 12 - - - - 220/50
=4,40
Sangat
Baik
Kolam
10 50 35 140 5 15 - - - - 205/50
=4,10
Baik
Fotografi
15 75 31 124 4 12 - - - - 211/50
=4,22
Sangat
Baik
Pameran
lukisan
2 10 35 140 11 33 2 4 - - 187/50
=3,74
Baik
Kebun
botanical
16 80 27 108 7 21 - - - - 209/50
=4,18
Baik
Aktivitas
seremonial
3 15 30 120 12 36 4 8 1 1 180/50
=3,60
Baik
(Sumber: Hasil pengolahan data, 2015)
Hasil penelitian yang dipaparkan di atas diolah menggunakan konversi
Skala Likert. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa indikator Keunikan
Infrastruktur bangunan memperoleh penilaian tertinggi dalam variabel atraksi
wisata di Pura Taman Ayun. Selanjutnya jika diurutkan berdasarkan skor tertinggi
ke terendah adalah indikator lansekap taman, fotografi, kebun botanical, kolam,
pameran lukisan, dan aktivitas seremonial.
Persepsi wisatawan terhadap atraksi wisata di Pura Taman Ayun
menandakan bahwa wisatawan yang berkunjung sangat mengagumi artistik seni
Bali, yang salah satunya adalah fotografi dan infratruktur bangunan. Hal ini terlihat
111
dari hasil persepsi yang sangat baik terhadap kedua indikator ini. Yang dimaksud
dengan indikator fotografi dalam penelitian ini adalah bagaimana sudut pandang
foto yang dihasilkan di suatu daya tarik wisata dapat menghasilkan suatu sudut
pandang gambar yang bagus baik dilakukan secara profesional maupun untuk
sekedar untuk kenang-kenangan oleh wisatawan sendiri. Namun untuk
pengambilan gambar secara profesional mendapat batasan, misalnya foto untuk
keperluan prewedding adalah tidak diperkenankan. Menurut pihak pengelola, hal
ini merupakan implikasi dari prinsip pengelolaan yang tetap mempertahankan
kesakralan dan kesucian pura.
Persepsi sangat baik juga dihasilkan terhadap seni keunikan arsitektur Bali.
Vicman Batirzal, salah satu responden wisatawan yang berasal dari Filipina
menyatakan pendapatnya terhadap bangunan di Pura Taman Ayun secara
keseluruhan :
This building is unique and reflects natural Balinese architecture. I
imagine a sacred atmosphere if I glare at it. Love to take picture here with
all my family (Wawancara, 21/3/2015).
Menurutnya arsitektur bangunan di Pura Taman Ayun sangat mempesona,
mencerminkan seni arsitektur Bali secara alami. Dia membayangkan suasana Bali
setiap kali memandang arsitektur bangunan tersebut dan ingin mengabadikan
kenangan di Pura Taman Ayun bersama keluarganya berupa foto dengan berlatar
belakang bangunan tersebut.
Lain halnya dengan pendapat dari Ketut Sukadana, pengunjung asal kota
Denpasar ini memberikan persepsi cukup terhadap infrastruktur bangunan di Pura
Taman Ayun. Dia berpendapat bahwa :
112
Saya udah sering melihat arsitektur Bali, menurut saya terlihat biasa saja,
mungkin bagi wisatawan asing hal ini dianggap menarik karena tidak ada
di negaranya (Wawancara, 22/3/2015).
Dari dua pendapat di atas menunjukkan bagaimana adanya perbedaan asal
responden berpengaruh terhadap persepsi yang terbentuk. Hal ini mempengaruhi
pengalaman yang mereka alami saat sebelum mengungkapkan suatu persepsi.
Bagaimana wisatawan mancanegara cenderung lebih mengagumi infrastruktur
bangunan yang diianggap unik, Sedangkan bagi wisatawan lokal dapat
beranggapan bahwa infratruktur tersebut cenderung biasa saja. Namun secara
umum dari hasil penelitian ini menunjukkan dari keseluruhan wisatawan yang
berkunjung pada saat penelitian dilakukan baik terhadap wisatawan mancanegara
maupun wisatawan domestik bahwa mereka memiliki persepsi sangat baik
terhadap keunikan infratruktur bangunan di Pura Taman Ayun. tersebut.
Selanjutnya pada indikator kebun botanical, Arix Yusika, responden yang
berasal dari Solo berpendapat bahwa :
Taman yang dibelakang sudah baik, namun perlu divariasikan dengan
tanaman bunga-bungaan agar terkesan lebih indah sehingga wisatawan
yang suka berfoto akan lebih banyak obyek yang bisa difoto selain obyek
utama tentunya (Wawancara, 22/3/2015).
Dari pendapat oleh wisatawan di atas, dapat dikatakan bahwa mereka juga
mengharapkan adanya suatu added value dari kebun botanical yang telah ada.
Seperti diketahui dan telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa konsep kebun
botanical di Pura Taman Ayun adalah taman yang ditumbuhi berbagai jenis
tanaman langka maupun tanaman obat yang juga dapat dimanfaatkan sebagai
sarana upakara. Namun mendengar masukan dari wisatawan seperti tersebut di
atas, bukan tidak mungkin bahwa saran tersebut dapat dipertimbangkan oleh
113
pihak pengelola untuk menambahkan varian bunga-bungaan, mengingat konsep
taman pada umumnya adalah untuk keindahan, dan tanaman bunga adalah salah
satunya. Ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam
rangka meningkatkan tingkat kepuasan wisatawan.
Indikator dengan nilai terendah dalam variabel atraksi di Pura Taman
Ayun adalah aktivitas seremonial. Hal ini sangat ironis mengingat Pura Taman
Ayun merupakan pariwisata budaya, di mana seharusnya aktivitas seremonial
sebagai salah satu atraksi unggulan. Namun skor terendah dari indikator ini
disebabkan karena atraksi ini tidak senantiasa tersedia setiap waktu ketika
wisatawan tersebut berkunjung. Seperti diketahui bahwa aktivitas seremonial
yang sedianya memberikan suatu daya tarik adalah pada saat upacara piodalan
yang jatuhnya pada anggarakasih medangsia.
Upacara yang dilangsungkan nyejer selama tiga hari ini merupakan atraksi
yang cukup menarik bagi wisatawan. Meskipun mereka tidak diperbolehkan untuk
memasuki area jeroan sebagai pemusatan upacara, namun berbagai prosesi dapat
mereka ikuti dari luar tembok penyengker yang hanya memiliki ketinggian kurang
lebih satu meter. Karena faktor daya tarik yang tidak sewaktu waktu dapat
dinikmati inilah yang menjadi alasan mengapa indikator ini memiliki persepsi
yang terendah. Hal ini sejalan dengan pendapat Ardianti, salah seorang responden
wisatawan asal Denpasar yang menyatakan bahwa:
Aktivitas seremonial di Pura Taman Ayun tentunya tidak tiap hari, namun
perlu ada performace-permormance adat Bali secara khusus untuk
pertunjukkan agar lebih menarik perhatian wisatawan, seperti tari-tarian,
gamelan, dan lain-lain (Wawancara, 29/3/2015).
114
Pendapat dari Ardianti bisa merupakan hal yang realistis terutama dalam menarik
minat wisatawan. Faktanya paket khusus untuk wisatawan telah dilakukan oleh
pihak pengelola melalui Gala Dinner. Event yang diselenggarakan hanya melalui
pemesanan khusus oleh wisatawan ini biasanya memiliki paket kesenian sesuai
dengan request dari wisatawan yang memesannya. Jenis kesenian yang biasa
dipertunjukkan adalah Calonnarang, Barong, Legong, Tektekan, Cak, dan lain-
lain. Dalam permintaan adanya pertunjukkan kesenian disamping kegiatan
seremonial juga diungkapkan oleh Nilufer Gunhan, salah satu turis mancanegara
asal Turki :
The seremonial presentation are needed for tourists. How the local
activities, habits, or their culture. And that will be great things to know
(Wawancara, 28/3/2015).
Dari pendapat di atas mengindikasikan bahwa wisatawan yang berkunjung
memiliki tipikal atau motivasi yang berbeda beda. Jika dilihat dari komentarnya
Nilufer merupakan wisatawan yang memiliki motivasi budaya. Pura Taman Ayun
merupakan daya tarik wisata budaya, jadi tidak heran bila dikunjungi oleh
wisatawan yang memang benar-benar ingin mengetahui latar belakang budaya.
Indikator aktivitas seremonial merupakan hal penting dalam variabel
atraksi itu sendiri. Faktanya, menurut pihak pengelola telah mengantisipasi
permasalahan ini dengan mewujudkan aktivitas seremonial tajen (sabung ayam)
secara simbolis. Aktivitas ini dulu sering diadakan sebagai bagian dari upacara
piodalan di Pura Taman Ayun. Namun seiring dengan dilarangnya tajen yang
dianggap sebagai bagian dari aktivitas perjudian, maka prosesi ini
disimbolisasikan dalam bentuk replika patung. Replika tersebut berwujud patung
115
beberapa orang yang berpakaian adat yang sedang memegang ayam dan bersiap-
siap memulai prosesi tersebut. Di samping wujud simbolis tersebut, aktivitas
seremonial kecil sebenarnya telah dilakukan setiap hari oleh para pemangku
dengan menghaturkan canang maupun sesajen keliling areal Pura Taman Ayun.
7.3 Persepsi Wisatawan terhadap Aksesibilitas
Variabel berikutnya menurut teori komponen daerah tujuan wisata, adalah
aksesibilitas. Aksesibilitas yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kemudahan
transportasi untuk menjangkau lokasi. Adapun persepsi para responden terhadap
aksesibilitas Pura Taman Ayun dapat kita lihat pada Tabel 7.11.
Tabel 7.11
Persepsi Wisatawan terhadap Aksesibilitas ke Pura Taman Ayun
Aksesibilitas
Sangat baik Baik Cukup Buruk Sangat
buruk
Total
Skor
Nilai
Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor
Lokasi yang
strategis
13 65 27 108 9 27 1 2 - - 202/50
=4,04
Baik
Rute ke
tempat wisata
lain
5 25 15 60 23 69 6 12 1 1 167/50
=3,34
Cukup
Jarak tempuh
dari bandara
8 40 23 92 16 48 3 9 - - 189/50
=3,78
Baik
Kondisi jalan
menuju lokasi
8 40 32 128 7 21 3 6 - - 195/50
=3,90
Baik
Kondisi jalan
di depan
lokasi
17 85 28 112 5 15 - - - - 212/50
=4,24
Sangat
Baik
Transportasi
menuju lokasi
- - 15 60 28 84 4 8 3 3 155/50
=3,10
Cukup
(Sumber: Hasil pengolahan data, 2015)
116
Dari hasil pengolahan data yang telah dikonversi melalui Skala Likert
terhadap variabel aksesibilitas, maka dapat diketahui bahwa indikator kondisi
jalan di depan lokasi mendapatkan penilaian tertinggi. Dilanjutkan dengan lokasi
yang strategis, kondisi jalan menuju lokasi, jarak tempuh dari bandara, rute ke
tempat wisata lainnya, dan indikator dengan skor terendah adalah transportasi
menuju lokasi.
Penataan akses jalan di depan Pura Taman Ayun sebagai kawasan
pedestrian merupakan salah satu upaya peningkatan aksesibilitas yang dilakukan
pihak pemerintah pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun sebagai bagian dari
warisan budaya dunia. Tidak heran indikator jalan di depan lokasi mendapat
persepsi sangat baik dengan skor tertinggi dari para wisatawan. Hal ini juga sesuai
dengan pengamatan oleh peneliti di lokasi yang menunjukkan bahwa penataan
jalan terlihat sangat jauh lebih baik jika dibandingkan pada periode sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Adnyana Adhi, pengunjung asal Sanur :
Jalan di depan Pura Taman Ayun sudah bagus, dipaving dan para
pedagang telah ditata. Kondisi ini sangat berbeda ketika pertama kali saya
kesini sekitar lima tahun yang lalu (Wawancara, 28/3/2015).
Dari pendapat tersebut responden membandingkan pengalamannya terhadap
kondisi jalan di depan Pura Taman Ayun pada kunjungan pertama dan kunjungan
keduanya. Pada kunjungan pertamanya dia memiliki pengalaman yang kurang
puas terhadap kondisi jalan yang belum dipaving pada saat itu. Selain itu para
pedagang juga masih semrawut dan belum tertata seperti saat ini. Penataan jalan
pedestrian dilakukan oleh Pemda setempat pada tahun 2012 setelah Pura Taman
117
Ayun dinobatkan oleh UNESCO. Hal ini sesuai dengan hasil persepsi dari para
wisatawan adalah sangat baik untuk indikator kondisi jalan di depan lokasi.
Persepsi wisatawan dengan skor terendah dalam variabel aksesibilitas
adalah transportasi menunju lokasi. Melis Boliku, wisatawan asal Turki
memberikan persepsi yang sangat kurang terhadap indikator ini, yang memiliki
pengalaman yang buruk terhadap transportasi menuju Pura Taman Ayun, dia
berpendapat bahwa :
It is very difficult to find tourism transportation to this location. I found a
cab to take me here, but the air condition is not working (Wawancara,
28/3/2015).
Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Shinta Anggraini, wisatawan asal Jakarta,
yang memiliki persepsi cukup terhadap transportasi menuju Pura Taman Ayun ini
berpendapat :
Rute menuju lokasi harus ditempuh dengan kendaraan pribadi. Diharapkan
ada kendaraan umum / pariwisata menuju lokasi Pura Taman Ayun
(Wawancara, 28/3/2015).
Dari dua pendapat tersebut dan berdasarkan hasil persepsi dari wisatawan
menyatakan cukup dan masih kurang puas terhadap indikator ini. Hal ini
disebabkan karena letak lokasi yang memang agak jauh dari perkotaan terutama
dari kota Denpasar, kemudian yang hanya memungkinkan dilalui oleh kendaraan
pribadi atau wisatawan yang merencanakan perjalanannya dengan agen perjalanan
yang telah menyiapkan kendaraan khusus. Namun bagi sebagian wisatawan yang
merencanakan perjalanannya sendiri, transportasi merupakan salah satu kendala
menuju ke lokasi, terutama bagi para backpacker.
118
7.3.5 Persepsi Wisatawan terhadap Fasilitas (Amenities)
Variabel selanjutnya menurut teori Komponen Daerah Tujuan Wisata
adalah amenitas/fasilitas. Amenitas yang dimaksudkan adalah fasilitas-fasilitas
yang disediakan di suatu daya tarik wisata, misalnya toilet, parkir, akomodasi dan
lain-lain. Keberadaan akomodasi wisata di kawasan Pura Taman Ayun tidak
terlihat menjamur seperti daya tarik wisata lainnya yang sedang mengalami
perkembangan di Bali. Hal ini disebabkan karena Pura Taman Ayun merupakan
lokasi persinggahan saja. Artinya, wisatawan hanya berkunjung dalam hitungan
jam saja untuk lanjut bertolak ke daya tarik wisata lain dalam satu rute paket
wisata, misalnya Danau Beratan, Bedugul, Pura Tanah Lot dan lain-lain. Hal
inilah sebab utama usaha akomodasi wisata tidak mengalami perkembangan di
kawasan ini.
Fasilitas-fasilitas yang memadai mampu memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perkembangan suatu usaha daya tarik wisata. Suatu daya tarik
wisata tidak akan mengalami perkembangan apabila tidak dilengkapi dengan
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan. Data yang berhasil
dikumpulkan dari para responden tentang persepsi mereka terhadap amenitas/
fasilitas yang terdapat di Pura Taman Ayun dapat terlihat pada Tabel 7.12.
119
Tabel 7.12
Persepsi Wisatawan terhadap Fasilitas di Pura Taman Ayun
Fasilitas
Sangat baik Baik Cukup Buruk Sangat
buruk
Total
Skor
Nilai
Jml
(org)
Skor Jml
(or
g)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor
Wantilan
8 40 42 168 2 6 - - - - 214/50
=4,28
Sangat
Baik
Toilet
11 55 32 128 7 21 - - - - 204/50
=4,08
Baik
Parkir
5 25 30 120 12 36 2 4 1 1 186/50
=3,72
Baik
Kantin
2 10 24 96 20 60 4 8 - - 174/50
=3,48
Baik
Gazebo
6 30 36 144 8 24 - - - - 198/50
=3,96
Baik
Payung
2
10 23 92 21 63 4 8 - - 173/50
=3,46
Baik
(Sumber: Hasil pengolahan data, 2015)
Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa indikator wantilan
mendapatkan skor teringgi yang disusul oleh indikator lainnya, yakni toilet,
gazebo, parkir, kantin, dan skor terendah adalah indikator payung. Wantilan
sebagai salah satu fasilitas di Pura Taman Ayun yang dimanfaatkan oleh
pengunjung untuk beristirahat setelah melalui rute perjalanan. Bangunan ini
memiliki arsitektur khas Bali yang baru-baru ini telah mengalami tahap renovasi
oleh Pemda setempat. Bangunan yang berdekatan dengan fasilitas toilet ini
tampak terlihat lebih anyar pasca direnovasi, terutama pada bagian atapnya.
Namun perbaikan yang dilakukan tanpa menghilangkan konsep arsitektur aslinya.
Di dalam wantilan terdapat diorama dengan konsep patung manusia yang sedang
melaksanakan tajen (penyabungan ayam). Para wisatawan yang berkunjung dapat
120
mengambil kesempatan ini untuk dapat berfoto di diorama tersebut. Menurut Nita
Awidyasari, salah satu pengunjung sekaligus seorang mahasiswi dari STP Bali
berpendapat bahwa :
Bangunan ini bagus, ada diorama tajen yang cukup menarik. Tapi perlu
ditambahkan penjelasan di diorama tersebut, agar wisatawan dapat
memahaminya (Wawancara, 21/3/2015).
Pendapat Nita merupakan saran yang baik terhadap pihak pengelola daya tarik
wisata Pura Taman Ayun, sebab adanya diorama tersebut akan lebih tepat jika
ditambahkan informasi dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris) agar wisatawan
nusantara maupun mancanegara dapat mengerti dan memahami maksud diorama
tersebut. Persepsi positif dari wisatawan terhadap wantilan ini juga tidak terlepas
dari keaktifan pihak pengelola dalam menjaga kebersihannya. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, petugas kebersihan secara rutin melakukan kegiatan
kebersihan di halaman wantilan, termasuk pada bagian candi bentar. Petugas tidak
hanya membersihkan dedaunan pada candi tersebut, namun juga membersihkan
lumut-lumut liar yang tumbuh.
121
Gambar 7.1
Tampak petugas sedang membersihkan candi bentar
di pintu masuk menuju wantilan (Foto: peneliti, 2015)
Selanjutnya, salah satu fasilitas utama yang menjadi sorotan di suatu daya
tarik wisata adalah toilet. Keadaan toilet berpengaruh terhadap persepsi wisatawan
secara keseluruhan terhadap suatu daya tarik wisata. Di Pura Taman Ayun,
fasilitas ini memperoleh persepsi yang baik dengan perolehan skor tertinggi kedua
setelah indikator wantilan. Salah satu wisatawan yang berasal dari Malaysia
bernama Paul Raymond Kemat memberikan tanggapan positif terhadap fasilitas
ini :
Toiletnya bagus dan wangi. Fasilitasnya lengkap ada sabun, tissue dan
tempat sampah. (Wawancara , 28/3/2015).
Pendapat dari wisatawan tersebut memang tepat, sebab berdasarkan pengamatan
langsung di lapangan, kondisi toilet saat ini di Pura Taman Ayun adalah baik dan
bersih. Selain itu fasilitas toilet juga berstandar internasional, seperti toilet duduk,
urinoir, wastafel dan cermin. Berbagai perlengkapan bagi wisatawan juga
disediakan, seperti sabun, tissue dan tempat sampah di setiap sudutnya.
122
Kebersihan toilet juga terjaga dengan baik, sebab pengelola menempatkan petugas
khusus di depan toilet, yang berugas untuk menjaga kebersihan dan mengisi
perlengkapan yang habis.
.
Gambar 7.2
Toilet di Pura Taman Ayun yang mendapat persepsi baik
oleh wisatawan (Foto: peneliti, 2015)
Menurut pihak pengelola, setelah ditetapkan sebagai bagian dari warisan
budaya dunia, toilet merupakan salah satu fasilitas yang mendapat prioritas untuk
ditingkatkan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas dalam artian
terdapat penambahan satu toilet di jaba tengah, sedangkan kualitas adalah dari
segi standar alat dan perlengkapan toilet yang lebih ditingkatkan ke taraf
internasional.
123
Gambar 7.3
Tampak urinoir di dalam toilet Pura Taman Ayun (Foto: peneliti, 2015)
Lebih lanjut, persepsi wisatawan terhadap fasilitas di Pura Taman Ayun
menghasilkan payung sebagai indikator dengan nilai terendah meskipun dengan
persepsi baik. Payung merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pihak
pengelola dalam rangka meningkatkan kenyamanan bagi para pengunjung.
Wisatawan dapat mempergunakan fasilitas ini secara free untuk berkeliling di
kawasan Pura Taman Ayun yang sangat luas (mencapai 4 hektar). Adanya payung
akan mempermudah wisatawan untuk berkeliling baik di saat cuaca hujan maupun
panas yang menyengat. Fasilitas ini ditempatkan di depan counter ticket meskipun
dengan jumlah yang terbatas. Gregory Robert, wisatawan asal Australia
memberikan persepsi buruk terhadap fasilitas payung dengan alasan:
The condition of umbrella is poor, and my sister don’t get her. It supposed
to be more umbrella were prepared for the visitor (Wawancara,
28/3/2015).
Selanjutnya Ratna Dewi, wisatawan Malaysia yang memberikan persepsi baik
terhadap fasilitas payung berpendapat bahwa :
124
This umbrella facility were good, it come in handy especially during this
heat summer, we need it very much (Wawancara, 22/3/2015).
Dari pendapat dua orang wisatawan tersebut menunjukkan adanya perbedaan
persepsi dari para responden. Adanya fasilitas payung menambah kenyamanan
dan meningkatkan tingkat kepuasan wisatawan yang berkunjung merupakan hal
yang sangat penting dalam pengembangan pengelolaan daya tarik wisata. Hal ini
senada dengan pendapat dari Ratna Dewi yang merasa puas dan merasa didukung
dengan adanya fasilitas payung untuk berkeliling Pura Taman Ayun, dimana
cuaca sangat panas pada saat dia melakukan kunjungan.
Pendapat dari George yang mengkehendaki adanya perbaikan atau
peningkatan kualitas (kondisi yang baik) maupun kuantitas (jumlah) dari payung
yang ada adalah sangat logis. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan,
jumlah payung yang ada masih terbatas, sehingga para wisatawan sebagian besar
tidak dapat memanfaatkan fasilitas ini. Adanya persepsi ini merupakan masukan
bagi pihak pengelola daya tarik wisata Pura Taman Ayun untuk melakukan
peningkatan dari segi kondisi maupun jumlah dari payung itu sendiri. Sebab
pengalaman wisatawan terhadap fasilitas di salah satu daya tarik wisata sangat
berpengaruh terhadap pencitraan destinasi itu sendiri, terlebih Pura Taman Ayun
yang telah dikenal sebagai bagian dari warisan budaya dunia.
7.3.6 Persepsi Wisatawan terhadap Organisasi Kepariwisataan
Variabel keempat adalah Organisasi Kepariwisataan, yang dalam hal ini
adalah Puri Mengwi selaku pemilik sekaligus pihak pengelola. Pihak Puri
125
Mengwi memiliki andil yang sangat besar terhadap pengelolaan Pura Taman
Ayun., terutama secara manajemen. Adapun persepsi para responden terhadap
organisasi kepariwisataan/ pengelola terlihat pada Tabel 7.13.
Tabel 7.13
Persepsi Wisatawan terhadap Organisasi Kepariwisataan
di Pura Taman Ayun
Sangat baik Baik Cukup Buruk Sangat
buruk
Total
Skor
Nilai
Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor Jml
(org)
Skor
Promosi
5 25 34 136 9 27 2 4 - - 192/50
=3,84
Baik
Keamanan
5 25 33 132 9 27 2 4 1 1 189/50
=3,78
Baik
Kebersihan
16 80 29 116 2 6 - - - - 202/50
=4,04
Baik
Kesejukan 12 60 32 128 4 12 2 4 - - 204/50
=4,08
Baik
Pelayanan
staf
9 45 33 132 8 24 - - - - 201/50
=4,02
Baik
Informasi
terhadap
wisatawan
6 30 28 112 14 42 2 4 - - 188/50
=3,76
Baik
Harga tiket
10 50 34 136 6 18 - - - - 204/50
=4,08
Baik
(Sumber: Hasil pengolahan data, 2015)
Secara umum, persepsi wisatawan terhadap organisasi pengelola daya
tarik wisata Pura Taman Ayun adalah baik. Harga tiket merupakan salah satu
indikator dengan nilai tertinggi dari wisatawan. Sebagian besar wisatawan,
khususnya wisatawan mancanegara beranggapan bahwa harga tersebut termasuk
layak dan murah jika dikurskan ke mata uang mereka. Harga tiket yang mereka
126
bayarkan baik melalui guide (wisatawan yang merencanakan perjalanannya
menggunakan travel agent) atau secara langsung (bagi wisatawan yang
merencanakan perjalanannya secara individu) adalah sebanding dengan daya tarik
atau pengalaman yang mereka terima. Hal ini senada dengan tanggapan dari
wisatawan yang memberikan persepsi sangat baik terhadap indikator harga tiket,
Norsaidatina Mohamad Said asal India memberikan komentar positifnya :
The price is good,it is enough for us if we consider of what experience
we’ve get. A beautifull place in a holy surrounding atmosphere
(Wawancara, 21/3/2015).
Selain pendapat di atas, wisatawan lokal juga berpersepsi sangat baik terhadap
harga tiket di Pura Taman Ayun. Mereka senang karena tidak dikenakan tiket
pada hari-hari libur termasuk pada hari minggu. Hal ini sesuai dengan
kesepakatan pengelolaan Puri Mengwi dan pihak pemerintah yang tidak
mengenakan retribusi terhadap wisatawan nusantara khususnya pada hari-hari
libur.
Dari keseluruhan indikator dalam variabel organisasi pengelola,
penyampaian informasi merupakan indikator dengan skor terendah meskipun
dengan persepsi yang rata-rata baik. Terdapat dua jenis media penyampaian
informasi di daya tarik wisata Pura Taman Ayun. Media tersebut adalah
penyampaian secara lisan dan penyampaian secara tertulis. Penyampaian secara
lisan dapat dilakukan oleh staf pengelola terhadap wisatawan, sedangkan secara
tertulis dapat berupa penyampaian informasi terhadap wisatawan melalui papan
informasi yang dipasang di areal Pura Taman Ayun. Salah satu wisatawan
127
nusantara yang bernama Dwitia asal Jakarta berkomentar tentang indikator
informasi terhadap wisatawan melalui media tertulis :
Ya bagus, ada papan informasi di setiap sudut Pura Taman Ayun, seperti
larangan, tanda exit, peringatan berhati-hati di lantai yang licin. Hal ini
cukup membantu. (Wawancara, 22/3/2015).
Pendapat Dwitia menandakan bahwa penempatan papan informasi adalah sangat
bermanfaat sebagai media penyampaian informasi terhadap wisatawan. Dari
pengamatan penulis di lapangan, terdapat berbagai jenis papan informasi di areal
Pura Taman Ayun. Papan tersebut tidak hanya bersifat membantu dalam
memberikan petunjuk jalan, melainkan juga yang isinya bersifat menyampaikan
aturan yang harus diikuti oleh pengunjung.
Gambar 7.4
Salah satu papan informasi yang bersifat peringatan,
agar mengenakan pakaian yang sopan dan rapi saat memasuki
daya tarik wisata Pura Taman Ayun (Foto: peneliti, 2015)
Namun penyampaian informasi terhadap wisatawan juga dapat dilakukan secara
verbal yang seharusnya dilakukan oleh staf yang bertugas. Namun penyampaian
informasi secara langsung ini jarang dilakukan oleh petugas. Menurut Nawapat
128
Sapha, salah satu wisatawan asal Thailand, yang memberikan persepsi cukup
terkait penyampaian informasi yang dia terima :
The weather is hot, I don’t know if we can borrow an umbrella for free at
the ticket counter. Nobody tell us. The information should be given by the
staff there (Wawancara, 29/3/2015).
Lemahnya kompetensi bahasa dari sumber daya manusia yang bekerja di Pura
Taman Ayun merupakan kendala klasik sehingga memunculkan pendapat dari
Nawapat Sanpha seperti tersebut di atas. Kelemahan faktor penguasaan bahasa
merupakan masalah mendasar. Bahasa Inggris sebagai bahasa universal ternyata
tidak sepenuhnya dikuasai oleh para petugas loket. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, hanya satu dari lima petugas loket yang memiliki kompetensi
penguasaan bahasa yang baik. Hal ini terlihat signifikan jika terjadi rolling jadwal
jaga, staf-staf lainnya tidak memiliki kompetensi tersebut. Inilah yang
mengakibatkan kurangnya terjadi penyampaian informasi secara lisan terhadap
wisatawan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pihak pengelola telah berusaha
mengantisipasi permasalahan ini dengan menambah papan-papan informasi dalam
dua bahasa (bahasa inggris dan bahasa Indonesia) termasuk pada loket tiket. Hal
ini selain untuk mengantisipasi kelemahan faktor bahasa, namun juga untuk
tujuan membangun komunikasi yang efektif dan lugas, terutama pada saat
ramainya kunjungan.
129
Gambar 7.5
Tampak spanduk di loket karcis sebagai media penyampaian
informasi secara tertulis yang efektif (Foto: peneliti, 2015)
130
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab awal dan
berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam Bab pembahasan, maka
dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, pasca ditetapkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia, Puri
Mengwi tetap mempertahankan prinsip pengelolaan yang mengutamakan
kesakralan Pura Taman Ayun yang berfungsi utama sebagai tempat suci. Untuk
memenuhi pelaksanaan dari prinsip ini, maka pengelola melarang wisatawan
untuk memasuki areal jeroan sebagai tempat berlangsungnya upacara keagamaan.
Pemerintah juga melakukan revitalisasi fisik terhadap Pura Taman Ayun pasca
penetapan oleh UNESCO. Revitalisasi tersebut adalah penataan lingkungan
kawasan luar Pura Taman Ayun. Jalan di depan lokasi ditata dan difungsikan
sebagai pedestrian. Para pedagang yang pada awalnya melakukan aktivitasnya
tepat di depan Pura juga mengalami penataan dan direlokasi ke Pasar Tenten.
Lingkungan dalam Pura Taman Ayun juga mengalami perbaikan fasilitas,
diantaranya adalah wantilan dan toilet.
Kedua, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya Tarik wisata Pura
Taman Ayun jika dikaitkan dengan teori partisipasi menurut Julles Pretty adalah
partispasi insentif dan partisipasi fungsional. Disebut partisipasi fungsional karena
Puri Mengwi menempatkan 22 orang tenaga kerja dalam pengelolaan yang digaji
130
131
sesuai dengan masa kerja serta kompetensinya. Partisipasi fungsional karena
peran masyarakat dalam pengelolaan diawasi oleh kelompok luar, yang dalam hal
ini adalah UNESCO. Partisipasi masyarakat terlihat dalam kegiatan seremonial,
dalam penjagaan peninggalan purbakala, dalam melestarikan seni budaya.
Partisipasi pemerintah dalam pengelolaan adalah dalam penetapan kebijakan,
dalam pelestarian lingkungan alam, dan dalam melakukan monitoring dan
evaluasi.
Ketiga, persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura
Taman Ayun secara umum menghasilkan penilaian baik. Beberapa indikator
bahkan menghasilkan persepsi sangat baik, yakni : indikator keunikan
infrastruktur bangunan, fotografi, kondisi jalan di depan lokasi, dan wantilan.
Sebaliknya, dua variabel aksesibilitas memperoleh nilai terendah dengan persepsi
cukup yakni indikator rute menuju tempat wisata lainnya dan indikator
transportasi menuju lokasi.
8.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.
Pertama, disarankan terhadap pengelola agar tidak hanya meningkatkan
kualitas pengelolaan secara fisik, namun juga memperhatikan kualitas
manajemen. Manajemen yang telah berjalan cenderung masih bersifat tradisional
dengan prinsip kegotong-royongan. Perlu dikembangkan suatu manajemen
modern dengan sumber daya manusia yang lebih berkualitas/berkompeten dalam
masing-masing penempatannya, misalnya tenaga kerja yang minimal memiliki
132
kompetensi berbahasa asing yang baik yang ditempatkan di bagian yang
bersentuhan langsung dengan wisatawan, seperti di bagian locket counter.
Kedua, pemerintah hendaknya menambah kuantitas maupun kualitas
transportasi pariwisata menuju lokasi. Hal ini sangat diperlukan bagi wisatawan
yang merencanakan perjalanannya bukan melalui travel atau secara individual.
Hal ini sesuai dengan persepsi wisatawan terhadap indikator transportasi yang
menghasilkan persepsi cukup dengan skor lebih rendah dibandingkan dengan
indikator lainnya.
Ketiga, agar pihak pengelola lebih sering mengadakan pagelaran di Pura
Taman Ayun, seperti tari-tarian dan lain-lain. Hal ini sebenarnya telah terlaksana
melalui konsep event Gala Dinner yang diselenggarakan di areal jaba tengah Pura
Taman Ayun. Namun event tersebut kini jarang diselenggarakan. Pada
kesempatan ini disarankan terhadap pengelola agar event ini lebih sering
diselenggarakan karena selain mendorong pelestarian kesenian tradisonal desa
setempat, juga dapat memberdayakan perekonomian masyarakat setempat dengan
ikut terlibat dalam pengelolaan. Upaya yang dapat dilakukan pihak pengelola
diantaranya adalah dengan lebih meningkatkan promosi baik melalui media
internet maupun melalui brosur dengan bekerjasama dengan travel agent.
Keempat, disarankan kepada seluruh stakeholder yang terkait terhadap
pengelolaan Pura Taman Ayun baik Puri Mengwi, masyarakat, maupun
pemerintah (kabupaten, provinsi maupun pusat) untuk turut serta menjaga
kelestarian situs ini. Terlebih pasca penetapan tersebut akan menimbulkan
tantangan-tantangan baru terutama dalam menjaga pelestariannya, baik dalam
133
fungsinya secara religius maupun sebagai daya tarik wisata. Sebab penobatan oleh
UNESCO tidak bersifat kekal, suatu saat dapat dicabut kembali jika tidak sesuai
dengan prinsip pengelolaan pariwisata berkelanjutan, yang merupakan konsep
pariwisata yang tidak hanya mementingkan generasi sekarang, namun juga untuk
keberlanjutan generasi yang akan datang.
134
DAFTAR PUSTAKA
Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka Budaya & Pariwisata. Denpasar: Pustaka
Larasan.
Baiquni. 2009. Belajar dari Pasang Surut Peradaban Borobudur dan Konsep
Pengembangan Pariwisata Borobudur. Jurnal Forum Geografi. Vol. 23
No. 1: 25-40.
Chheang, Vannarith. 2011. Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions.
International Multidicilinary Journal of Tourism. Volume 6, No. 2: 213-
240.
Dalem, Anak Agung Gede Raka. (et al). 2001. Taman Ayun Temple &
Surrounding Destination in Bali. Bali Government Cultural Office.
Dinas Pariwisata Kabupaten Badung. 2013. Profil Dinas Pariwisata Kabupaten
Badung.
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. 2013. Cultural Landscape of Bali World
Heritage Site.
Floretta, Irina. 2012. “Makna Pengajuan Jatiluwih (Bali Cultural Landscape) di
Kabupaten Tabanan Bali sebagai World Heritage UNESCO” (tesis).
Denpasar: Universitas Udayana.
Geriya, I Wayan. 2012. Konservasi Pusaka Budaya Kabupaten Badung.
Denpasar: DEVA Communications.
Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara.
Harini, Sri. Dan Kusumawati, Ririen. 2007. Metode Statistika. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Holloway, J.Christopher. 1998. The Business of Tourism. London: Pearson
Education.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2010. Cultural
Landscape of Bali Province.
135
Madiasworo Taufan, Tjahjono Gunawan, Tjahjati Budhy, Budhisantoso Subur.
2014. Sustainable Heritage Area Management Model Study on
Enviromental Wisdom in Taman Ayun area, Badung Regency, Bali
Province. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. ISSN: 1991-
8178 pp. 219-225.
Mikkelsen, Britha. 2001. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosda
Karya.
Mowforth and Munt. 2000. Managing Sustainable Tourism Development: ESCAP
Tourism Review No. 22. New York: UN.
Neumann, W.L.2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches. Boston: Allyn and Bacon.
Paturusi, Syamsul Alam.2008. Perencanaan Kawasan Pariwisata. Denpasar:
Press Universitas Udayana.
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung. 2005. Peraturan Bupati Badung Nomor 7
tahun 2005 tentang Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Badung.
Pemerintah Provinsi Bali. 2010. CULTURAL LANDSCAPE OF BALI PROVINCE: The
Subak System as a Manifestation of Tri Hita Karana Filosofi.
Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 tahun
2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa.
Pitana, I Gde. 2002. Apresiasi Kritis terhadap Kepariwisataan Bali. Denpasar:PT
The Works.
Pitana, I Gde. 2002. Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika
Masyarakat Bali. Orasi Ilmiah Dalam Pengukuhan Guru Besar Unud.
Denpasar: Universitas Udayana.
Pratnyawati, Tjok Sri Bulan. 2013. “Pengelolaan Daya Tarik Wisata Goa Gajah
dalam Perspektif Tri Hita Karana” (tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
136
Putra, Agus Muriawan. 2009. “Pengembangan Daya Tarik Wisata Jatiluwih
berbasis Tri Hita Karana di Kabupaten Tabanan” (tesis). Denpasar:
Universitas Udayana.
Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer
Relationship Strategy. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Riduan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12.
Jakarta: Salemba Empat.
Scheyvens, Regina. 2002. Tourism for Development (Empowering Communities).
England: Pearson Education Asia Pte Ltd.
Setyadin, Bambang. 2005. Reduksi Data melalui Analisis Faktor Eksploratori.
Malang: Pusat Penelitian Universitas Negeri Malang.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta.
Sujana, I Made. 2009. “Persepsi Wisatawan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan ke Daya Tarik Wisata Tanah Lot
Tabanan Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Sunaryo, Bambang.2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Suradnya, I Made. 2002. Analisis Persepsi Wisatawan Eropa, Australia/ New
Zealand dan Jepang serta Implikasinya terhadap Strategi Pemasarannya.
Jurnal Kepariwisataan. Vol. I/ No. I. Bali: STP Nusa Dua Bali.
Suwena, I Ketut. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana
Press.
Timothy, Dallen. 2011. Cultural Heritage Tourism: An Introduction. UK:
Channel View Publications.
Walgito, 1991. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: ANDI Offset.
Widjaja, Bernard T. 2009. Lifestyle Marketing, SERVLIST: Paradigma Baru
Pemasaran Bisnis Jasa dan Lifestyle. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
137
Windia, I Wayan, Wiguna, dan Alit Artha I Wayan. 2013. Subak Warisan Budaya
Dunia. Denpasar: Universitas Udayana.
Wyasa Putra, Ida Bagus. 2001. Hukum Bisnis Pariwisata. Bandung: PT. Reflika
Aditama.
World Heritage Unit. 1985. Australia’s World Heritage. Canberra: Department of
Environment, Sports and Territories.
Yoeti, Oka. A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
Website :
http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2 diakses tanggal 22 Nopember
2014.
https://mirabiela.wordpress.com/2008/10/23/kawasan-lingkungan diakses tanggal
25 Januari 2015.
http://www.slideshare.net/dkarhita/konsep-perlindungan-kawasan-budaya diakses
tanggal 25 Januari 2015.
138
LAMPIRAN 1 : PEDOMAN WAWANCARA
Kelompok A : Pihak Pengelola
(Daftar Pertanyaan yang digunakan untuk menjawab permasalahan pengelolaan
daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia)
1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Pura Taman Ayun?
2. Bagaimanakah struktur badan pengelola daya tarik wisata Pura Taman
Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?
3. Apakah tugas pokok dan fungsi dari masing-masing seksi tersebut ?
4. Berapakah jumlah tenaga operasional yang terlibat ?
5. Apakah ada tenaga kerja dari masyarakat lokal yang bekerja disini ?
6. Selain sebagai tenaga kerja, sejauh mana peran serta masyarakat dalam
pengelolaan ?
7. Apa sajakah program pengelolaan yang telah berjalan selama ini ?
8. Bagaimanakah peningkatan pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman
Ayun setelah ditetapkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?
9. Apakah kendala yang dihadapi dalam usaha pengelolaan saat ini ?
10. Apa sajakah fasilitas yang disediakan bagi wisatawan ?
11. Apakah ada larangan atau aturan tertentu bagi wisatawan yang
berkunjung?
Kelompok B : Tokoh Masyarakat
(Daftar pertanyaan yang digunakan untuk menjawab partisipasi masyarakat
terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun).
1. Bagaimanakah wujud partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya tarik
wisata Pura Taman Ayun ?
2. Aapakah jenis kegiatan seremonial yang dilaksanakan ?
3. Bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam kegiatan seremonial tersebut?
4. Bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata
Pura Taman Ayun ?
139
Kelompok C : Pemerintah
(Daftar pertanyaan yang digunakan untuk menjawab partisipasi pemerintah
terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun)
1. Bagaimanakah peran pemerintah kabupaten dalam pengelolaan daya
tarik wisata Pura Taman sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?
2. Program-program apa yang diluncurkan oleh pemerintah setelah Pura
Taman Ayun ditetapkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?
3. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam hal pelestarian pura
sebagai daya tarik wisata warisan budaya dunia ?
4. Apakah rencana program pengelolaan untuk masa yang akan datang ?
140
LAMPIRAN 2 : KUESIONER
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
==========================================================
Pengunjung Yang Terhormat,
Selamat datang di Pura Taman Ayun, dan terima kasih atas kunjungan anda.
Kuisioner penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan para pengunjung
terhadap daya tarik wisata Pura Taman Ayun. Kami mohon kesediaan anda untuk
meluangkan waktu dalam mengisi kuisioner ini. Jawaban anda sangat dihargai
serta bermanfaat sebagai tolok ukur dan masukan terhadap pengelolaan ke
depannya. Semoga kunjungan anda yang berikutnya lebih menyenangkan.
Hormat saya,
I Nyoman Widiarta
KUESIONER
Silahkan isi tanda (V) pada salah satu kotak
Identitas Responden
1. Nama : …………………………………………..
2. Daerah asal : …………………………………….
3. Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
4. Umur
15 – 29 tahun 30 – 44 tahun
45 – 59 tahun > 60 tahun
5. Pekerjaan
Pengusaha Dokter
Guru/ Dosen Sopir
Pengacara Pelajar / Mahasiswa
Seniman Lainnya……………....(jelaskan)
141
6. Darimanakah sumber informasi tentang keberadaan Pura Taman Ayun?
Mulut ke mulut Internet
Surat kabar Agen perjalanan (travel)
Televisi Lainnya………...............(sebutkan)
7. Berapa kali anda pernah mengunjungi Pura Taman Ayun sebelumnya?
Pertama kali Tiga kali
Dua kali Lebih dari tiga kali
8. Apakah anda akan berkunjung kembali ke Pura Taman Ayun ?
Ya Tidak
9. Selain mengunjungi Pura Taman Ayun, apakah anda akan mengunjungi daerah
tujuan wisata lainnya dalam satu rute perjalanan sekarang ?
Ya Tidak
Jika, kemanakah tujuan anda selanjutnya ?
Danau Beratan Pura Tanah Lot
Bedugul Lainnya……....................(sebutkan)
10. Berapa lama anda tinggal di Bali ?
Kurang dari 1 minggu
Lebih dari 1 minggu
Lainnya………………….. (sebutkan)
11. Di mana anda tinggal selama berada di Bali ?
Kuta Sanur
Legian Nusa Dua
Seminyak Ubud
Canggu Lainnya, ………………(sebutkan)
12. Silahkan centang (V) pada salah satu kotak dibawah ini terkait tentang
persepsi anda tentang Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun.
142
a. Atraksi-atraksi
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Keunikan arsitektur
Lansekap taman
Kolam
Fotografi
Pameran lukisan
Kebun botanical
Aktivitas Seremonial
b. Aksesibilitas
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Lokasi yang strategis
Rute ke tempat wisata
lain
Jarak tempuh dari
bandara
Kondisi jalan menuju
lokasi
Kondisi jalan di depan
lokasi
Transportasi menuju
lokasi
143
c. Fasilitas
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Wantilan
Toilet
Parkir
Kantin
Gazebo
Payung
d. Organisasi Kepariwisataan
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Promosi
Keamanan
Kebersihan
Kesejukan
Pelayanan Staf
Informasi untuk
wisatawan
Harga tiket
12. Saran anda terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun (baik dari
segi pelayanan, fasilitas, dan lain-lain )
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA
144
POST GRADUATE OF TOURISM STUDIES
UDAYANA UNIVERSITY
DENPASAR – BALI
==========================================================
Dear guests,
Welcome to Taman Ayun Temple, and thank you very much for visiting us.
This is a research questionnaire to analyze Taman Ayun Temple Tourist
Attraction through the guest’s perspective. Comments from our guests help us to
identify and develop our products. Please kindly take a few minutes to fill this
questionnaire and give us your advice. Your answer will be highly appreciated
and very useful as a scale to improve our future management. Hopefully your next
visit will be more enjoyable.
Yours faithfully,
I Nyoman Widiarta.
QUESIONAIRE
Please put a (V) in one of the box.
Responden Identity
1. Name : …………………………………………….
2. Nationality : ……………………………………….
3. Sex
Male Female
4. Age
15 – 29 years old 30 – 44 years old
45 – 59 years old More than 60 years old
5. Occupation
Businessman/woman Doctor
Teacher Driver
Lawyer Student
Artist Others……………..............(specify
6. Where is the information source about the existence of Taman Ayun Temple ?
Words of mouth Internet
Newspaper Travel Agent
Television Others……………………....(Specify)
145
7. How many times that you have ever been to visit Taman Ayun Temple ?
First time Third times
Second times More than three times
8. Will you come to visit Taman Ayun Temple again in the future ?
Yes, I will No, I won’t
9. Beside visiting Taman Ayun Temple, are you gonna visit another tourism object on
your routes now ?
Yes No
If yes, where it will be?
Beratan Lake Tanah Lot Temple
Bedugul Others………………………(Specify)
10. How long do you stay in Bali ?
Less then 1 week
More than 1 week
Others…………………………………(Specify)
11. Where did you stay during your visit in Bali ?
Kuta Sanur
Legian Nusa Dua
Seminyak Ubud
Canggu Others ……………………(specify)
146
12. Please put (V) inside one of the box regards your perception about Taman
Ayun Temple tourist attraction below :
a. Attractions
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
The uniqueness of
architecture
Garden Landscape
Pond
Photography
Paintings exhibition
Botanical Garden
Seremonial activities
b. Accessibilities
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Strategic location
Route to other tourist
attractions
Distance from the
airport
The condition of the
road to the location
The condition of the
road infront of location
Transportation to the
location
147
c. Facilities
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Wantilan
Toilet
Parking area
Canteen
Gazebo
Umbrella
d. Tourist Organization / Management
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Promotion
Security
Cleanliness
Coolness
Staff Service
Tourist Information
Ticket’s price
12. Please we need your advise related to the management of tourist attraction of
Taman Ayun Temple (regarding services, facilities or others)
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
THANK YOU FOR YOUR PARTICIPATION
148
LAMPIRAN 3 : DAFTAR INFORMAN
1. Nama : I Made Suandi
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Koodinator pengelolaan daya tarik wisata
Pura Taman Ayun
2. Nama : I Ketut Sudarma
Umur : 62 tahun
Pekerjaan : Staf administrasi daya tarik wisata Pura Taman Ayun
3. Nama : Ida Bagus Gede Dwi Punia
Umur : 61 tahun
Pekerjaan : Pemangku Pura Taman Ayun
4. Nama : Ida Bagus Anom
Umur : 62 tahun
Pekerjaan : Bendesa Adat Desa Mengwi
5. Nama : I Gusti Ngurah Prana
Umur : 67 tahun
Pekerjaan : Tourism Entrepeneur di Desa Mengwi
6. Nama : I Ketut Umbara
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Prebekel Desa Mengwi
7. Nama : Helinawati, SH
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
8. Nama : Men Gara
Umur : 70 tahun
Pekerjaan : Pedagang di Kantin Pura Taman Ayun
149
LAMPIRAN 4: DAFTAR NAMA RESPONDEN
NO.
NAMA
JENIS KELAMIN
NEGARA/
DAERAH ASAL LAKI-
LAKI
PEREM
PUAN
1. Lukhman Hakim L Malaysia
2. Putri Handayani P Jakarta Barat
3. Hendra Suwito L Jakarta
4. Wiwin P Denpasar
5. Adnyana Adhi L Denpasar
6. Ratna Dewi P Malaysia
7. Melis Boliku P Turki
8. Vicman Batirzal L Filipina
9. Norsaidatina Mohamad Said P Malaysia
10. Paul Ale Raymond Kemat L Malaysia
11. I Ketut Sukadana L Denpasar
12. Zefik Alter L Turki
13. Monica Jeva P Australia
14. Darvan L Inggris
15. Lario L Italia
16. Dexter S. Gascon L Filipina
17. Julmar B. Mendiola L Filipina
18. Elza P Italia
19. Ashwani Kumar L India
20. Devi Sutei P India
21. Hendra Putra L Bandung
22. Kasturi P Malaysia
23. Nilufer Gunhan P Turki
24. Peeranam Namtang P Thailand
25. Alex A. L Filipina
150
NO.
NAMA
JENIS KELAMIN
NEGARA/
DAERAH ASAL
LAKI-
LAKI
PEREM
PUAN
26. Shandyka L Tabanan
27. Angela George P Malaysia
28. Ryan L Australia
29. Justine Pasang L Malaysia
30, Arix Yusika P Solo
31. Farhan Sateli L Turki
32. Norsaid Mohamad Said L Malaysia
33. Ranul Rebucas L Filipina
34. Davids L Italia
35. Fadna D. L Filipina
36. Gorhan Olmez L Turki
37. Marshal E. Downing L Inggris
38. Mohamad Nor Said L Malaysia
39. Ananda Rajah P Malaysia
40. Gregory Robert L Australia
41. Narciso R. Santiago L Filipina
42. I Gusti Ayu Puspawati P Denpasar
43. Virrisya Dewi A. P Ketapang, Kalbar
44. Ardhianti P Denpasar
45. Shinta Anggraeni P Jakarta
46. Dian P Denpasar
47. Ni Putu Nita Awidyasari P Nusa Dua
48. Nawapat Sanpha P Thailand
49. Dwitia K. Noviani P Jakarta
50. Namrata P India
151
LAMPIRAN 5: FOTO-FOTO WAWANCARA
Wawancara dengan I Made Suandi, koordinator pengelola
daya tarik wisata Pura Taman Ayun
Wawancara dengan I Ketut Umbara,
Prebekel Desa Mengwi
152
Wawancara dengan Helinawati,
Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
Wawancara dengan Men Gara,
salah satu pedagang di Kantin Pura Taman Ayun