pengelolaan hutan rakyat
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
1/9
Pengelolaan Hutan Rakyat Wonosadi
Dusun Duren Desa Beji Kecamatan
Ngawen Kabupaten Gunung Kidul
Hutan rakyat adalah istilah yang
popular diberikan oleh ahli-ahli kehutanan sejak dua atau tiga dasa warsa terakhir. Nama
hutan rakyat muncul sebagai sisi lain dari hutan negara yang tumbuh di atas lahan milik
negara. Di dalam UUPK no 5/67 dikenal dua istilah hutan yaitu hutan negara dan hutan
milik. Rupanya hutan rakyat diperuntukan sebagai sinonim dari kata hutan milik tersebut.Sedikit berbeda bahwa dalam UUPK 41/99 istilah hutan milik tidak dijumpai lagi, diganti
dengan hutan hak sebagai sisi yang lain dari hutan negara. Pada dasarnya hutan rakyat
adalah hutan yang tumbuh di lahan milik dikelola dan dikuasai sepenuhnya oleh
pemiliknya atau oleh rakyat.
Kawasan hutan Wonosidi ditunjuk sebagai
lokasi Praktek Lapangan Praktikum Pengelolaan Hutan Rakyat tahun ini. Kawasan hutan
ini berada di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul.
Jarak kawasan ini kurang lebih 35 km dari kota Wonosari ke arah utara. Hingga sekarang,
hutan ini masih terjaga kelestariannya. Berbagai flora dan fauna serta batu-batu alam
berukuran besar hasil letusan Gunung Merapi terdapat di sini. Musim kemarau tidak
http://ndarurice.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-hutan-rakyat-wonosadi-dusun.htmlhttp://ndarurice.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-hutan-rakyat-wonosadi-dusun.htmlhttp://ndarurice.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-hutan-rakyat-wonosadi-dusun.htmlhttp://2.bp.blogspot.com/-ziidV7xqj0w/T-MSp8rmN7I/AAAAAAAAAFA/i-niLUVEHdQ/s1600/2012-06-02+14.40.10.jpghttp://3.bp.blogspot.com/-jezuo3zBR6k/T-MRqJLtJII/AAAAAAAAAE4/czrod1Pzhf8/s1600/2012-06-02+14.40.46.jpghttp://2.bp.blogspot.com/-ziidV7xqj0w/T-MSp8rmN7I/AAAAAAAAAFA/i-niLUVEHdQ/s1600/2012-06-02+14.40.10.jpghttp://3.bp.blogspot.com/-jezuo3zBR6k/T-MRqJLtJII/AAAAAAAAAE4/czrod1Pzhf8/s1600/2012-06-02+14.40.46.jpghttp://ndarurice.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-hutan-rakyat-wonosadi-dusun.htmlhttp://ndarurice.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-hutan-rakyat-wonosadi-dusun.htmlhttp://ndarurice.blogspot.com/2012/06/pengelolaan-hutan-rakyat-wonosadi-dusun.html -
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
2/9
membawa masalah bagi masyarakat Desa Wonosadi karena jaminan air bersih tetap ada.
Predikat Zamrud di Gunung Kidul pun diberikan kepada kawasan ini.
Pemilihan kawasan ini sebagai tempat Praktek Pengelolaan Hutan Rakyat karena
tingginya kepedulian masyarakat local terhadap kelestarian hutannya. Menurut cerita
yang beredar hal ini disebabkan masih kuatnya kearifan lokal masyrakatnya. Masih ada
beberapa upacara adat yang menjunjung tinggi nilai kelestarian alam yang kemudian
menimbulkan hukum adat masyarakat. Hukum adat itu misalnya jika seseorang
mengambil/ menebang pohon di kawasan hutan Wonosadi maka orang tersebut akan
mendapatkan celaka.
Ketekunan masyarakat dalam pelestarian lingkungan telah menjadikan Hutan
Adat Wonosadi sebagai kenyamanan bagi aneka flora dan fauna. Hutan seluas 25 hektar
di Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul. Ini menarik dijadikan
laboratorium alam, setelah sebelumnya kawasan ini diresmikan sebagai desa wisata,
karena di sana ada puluhan jenis tumbuhan dan hewan langka. Mereka hidup nyaman
dalam rimbunnya pepohonan yang di antaranya telah berusia ratusan tahun.
Menelusuri hingga puncak Hutan Wonosadi akan mendapati sejumlah pohon tua
berusia lebih dari 200 tahun. Di sekitar hutan, bebatuan vulkanik dari gunung api purba
menjadi daya tarik kawasan ini sebagai desa wisata. Kita juga dapat menikmati
pegunungan pandang di sisi kanan saat hendak turun dari puncak. Selain itu, rangkaian
bukit-bukit karst yang terlihat saat melangkah semakin turun menambah bervariasinya
nilai estetika di sana.
Hingga sekarang, masyarakat masih memercayai bahwa Hutan Wonosadi
mempunyai nilai keramat. Hal itu ditandai dengan masih beredarnya cerita masa lalu
yang turun-temurun hingga sekarang. Cerita berawal dari Onggoloco, yaitu putra salah
seorang selir Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri dari kejaran
pasukan Kerajaan Demak, pernah bertapa di kawasan Hutan Wonosadi. Onggoloco
dikenal memiliki ilmu kebatinan tinggi. Dalam pertapaannya, Onggoloco membuat hutan
supaya penduduk setempat tak kekurangan air lagi. Cerita itu memunculkan penamaan
hutan ini, di mana Wonosadi berasal dari kata "wono" yang berarti alas/Hutan dan
"sadi" yang mengandung arti sandi/rahasia. Ceritanya hingga saat ini rahasia sandi
tersebut belum terungkap.
Cerita sejarah masa lalu tersebut telah mewariskan sebuah kawasan hutan dengan
tingkat biodiversitas tinggi. Sayangnya ada tahun 1965 hutan ini sempat mengalami
penebangan besar-besaran oleh kalangan tak dikenal. Pengrusakan tersebut hingga kini
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
3/9
masih menjadi misteri entah siapa yang sudah melakukannya dan dengan misi apa mereka
melakukan pengrusakan. Ternyata kejadian tersebut tidak membawa masyarakat dalam
suasana duka berkepanjangan. Masyarakat beramai-ramai kembali menanami pohon
setahun kemudian atau tepatnya tahun 1966. Hasilnya, Hutan Adat Wonosadi kembali
rimbun.
Mengetahui cerita tersebut, pemerintah tidak tinggal diam. Pemeriantah saat itu
ikut takut jika Hutan Wonosadi kembali rusak akibat ulah orang-orang yang serakah.
Akhirnya pada tahun1977 pemerintah mengambil sikap berawal dari pemikiran
bagaimana caranya agar masyarakat tidak menebang hutan Wonosadi itu, karena
pemerintah sadar bahwa masyarakat pastinya akan membutuhkan kayu. Pemikiran
tersebut melahirkan ide pembebasan tanah milik negara yang dialihtangakan kepada
masyarakat. Masyarakat diijinkan menebang kayu dengan syarat masyarakat menanam
pohon di kawasan alih tangan tadi. Jadi masyarakat menebang kayu di luar kawasan 25
hektar Hutan Inti Wonosadi yang sekarang sudah menjadi kawasan milik mereka sendiri.
Hutan seluas 25 hektar sebagai hutan kawasan inti oleh masyarakat dinamakan
hutan konservasi. Penanaman tahun 1966 murni penanaman dari masyarakat, sedangkan
yang tahun 1977 adalah buah karya dengan pemerintah. Kawasan di luar 25 hektar
tersebut oleh masyrakat dinamakan kawasan penyangga. Kawasan peyangga juga
dinamakan kawasan oro-oro yang berarti kawasan pemberian dari pemerintah sebagai
penghargaan untuk masyarakat agar tetap melestarikan lingkungan.
Hingga tahun 1998 kondisi kepemilikan dan kondisi pengelolaan tidak berubah.
Kawasan juga masih terbagi menjadi dua yaitu hutan konservasi dan hutan peyangga.
Tahun 1997 juga tidak ada perubahan pada hal penentuan kawasan. Tahun 1997 yang
berubah adalah semakin berkembangnya pengelolaan hutan. Tahun tersebut bisa dibilang
sebagai awal mula kesadaran masyarakat untuk melakukan pengorganisiran sebagai
upaya untuk mengamankan hutan.
Tahun 1997 pemerintah membantu masyarakat dengan membagikan bibit gratis.
Saat itu program ini dinamakan program penghijauan. Mulai memasuki tahun 2000
pengelolaan hutan semakin berkembang. Pembentukan kelompok tani dan jagawana pun
mengikuti perkembangan pengelolaan hutan rakyat tersebut.
Ceritanya yang pertama terbentuk adalah jagawana Ngudi Lestari, berlanjut
kelompok tani Sumber Rejeki dan yang terakhir pengurus hutan rakyat tingkat desa yang
dinamai Bala Dewi. Ketiganya mempunya peran dan tugasnya masing-masing. Jagawana
menjaga hutan dari gangguan langsung. Kelompok tani sebagi sebuah wadah penyaluran
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
4/9
aspirasi dan sebagai media pembelajaran bersama dalam pengelolaan hutan, sedangkan
Bala Dewi sebagai penentu kebijakan dan membuka jaringan dengan pihak luar.
Tahun 2012, Balai Dewi mendapatkan bantuan dari pemerintah sebesar 500 juta
sebagai wujud kepedulian pemerintah untuk mendukung Hutan Wonosadi dijadikan
ekowisata dan hutan laboratorium. Hal itu ditinjau dari kayanya nilai keaneragam hayati
di Hutan Wonosadi. Buktinya masih ada pohon yang berusia lebih dari 500 tahun dan
berkeliaran hewan-hewan seperti monyet serta kijang. Selain itu, daya tarik yang lain
yaitu dari factor kebudayaan daerah. Masyarakat lokal hingga sekarang tetap
mempertahankan dan melaksanakan upacara adat setiap tahunnya sebagai ucapan rasa
syukur atas kelestarian hutan sehingga sawah dan ladang hingga keperluan sehari-hari
dari air tidak kurang.
Penyaluran bantuan dari pemerintah tersebut tidak turun dalam satu waktu, tetapi
aka nada tiga termin. Saat ini masyarakat sudah ada bayangan uang 500 juta akan
dimanfaatkan untuk apa, diantaranya untuk mebeli kambing, pembuatan posko, perbaikan
jalan, dan pembuatan gardu pandang. Semua itu merupakan bentuk pembangunan untuk
mendukung fasilitas kenyamanan bagi pengunjung wilayah ekowisata.
Saat ini masyarakat mengharapkan pendampingan dan penyuluan dari semua
pihak yang bersedia membantu demi suksesnya ekowisata Hutan Wonosadi. Masyarakat
menyadari bahwa mereka masih minim pengetahuan tentang ekowisata dan strategi
pengembangannya.
Sumber daya Hutan Wonosadi memiliki berbagai aspek yang menguntungkan
bagi masyarakat. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek ekologi yang mendukung aspek
ekonomi dan aspek psychology bagi masyarakatnya. Kawasan hutan konservasi dan
penyangga telah berperan dengan baik dimana aspek ekologi, ekonim dan pshycology
saling berkaitan.
Aspek ekologi yaitu bahwa Hutan Wonosadi memiliki nilai biodiversity yang
tinggi dan kaya baik flora maupun fauna yang berada di sana. Salah satu manfaat yang
dirasakan hingga kini oleh masyarakat adalah sebagai sumber air bersih maupun sumber
irigasi sawah. Dari kawasan konservasi ini ternyata efek sumber air tidak hanya diraskan
oleh Desa Beji, melainkan dirasakan oleh desa tetangga yang kemudian ikut
memanfaatkan air yang bersumber dari kawasan konservasi ini.
Air yang tidak pernah surut semakin memudahkan masyrakat untuk
mengembangkan pertaniannya karena didukung dengan irigasi yang baik. Kawasan
penyanngga tentunya yang juga masih terpengaruh oleh kawasan konservasi yang
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
5/9
letaknya berdampingan , ternyata selama ini menjadi andalan ekonomi masyarakat di
mana ditanami tegakan Mahoni, Jati, dan Akasia.
Tegakan-tegakan tersebut menjadi andalan perekonomian masyarakat. Di kala
membutuhkan uang maka masyarakat tinggal mengambil uang di bank alamiah dengan
cara menjual kayu yang berasal dari tegakan tersebut.
Dari aspek pshycology yaitu, indahnya hutan dan terjaganya kelestarian
meningkatkan mental masyrakat karena mereka merasa bangga telah berhasil mengubah
daerah yang tandus menjadi bentangan kawasan hijau yang memiliki nilai estetika tinggi.
Masyarakat semakin percaya diri untuk berkomunikasi dengan pihak luar. Keuntungan
dari hal ini adalah sumber daya manusia akan semakin meningkat karena informasi
masuk dan keluar dengan baik.
Pendapatan masyarakat Dusun Duren sangat tergantung dari hutan. Terbukti dari
wawancara kuosioner Analisis Livelihood sebagian besar masyrakat berpekerjaan pokok
petani. Pak Wardi mempunyai pekerjaan harian sebagai Kepala Kadus Dusun Duren Desa
Beji. Gaji sebagai kadus sebesar Rp 750.00,-/ bulan. Gaji sebesar itu tidak seberapa kalau
dibandingkan dengan pendapatnnya dari peternakan dan pertanian. Dari pertanian, Pak
Wardi setiap bulannya mendapatkan Rp 3.100.000,-/ bulan kalau tegakannya diuangkan,
sedangkan dari peternakan Rp 1.000.000/ bulan.
Hampir setiap kepala keluarga (KK) memiliki kepemilikan lahan hutan. Lahan
hutan tersebut telah menjadi andalan bagi masyarakat. Dalam pengakuannya masyarakat
tidak memegang uang cast , tetapi kalau diuangkan tegakan dari masyarakat memiliki
harga yang tinggi.
Masyarakat sudah menyatu dengan alam. Hutan Rakyat Wonosadi ruask, maka
bisa dijamin masyarakat akan kehilangan sumber pendapatan utamanya. Alasan tersebut
sudah disadari oleh masyarakat. Dampak positifnya secara tidak langsung masyarakat
ikut mlestarikan alam.
Tipe klasifikasi agroforestry di wilayah ini adalah agrosilvopastura. Hutan juga
menyumbangkan kebutuhan pangan peternakan warga. Hampir setiap warga mempunyai
hewan ternak. Hewan ternak ini telah menyumbangkan pendapatan masyarakat yang
tidak sedikit.
Selain hasil dari hutan berupa kayu yang bercirikan pada penjualan hasil
produksinya untuk memenuhi kebutuhan akan uang tunai, ternyata hutan rakyat ini juga
untuk pemenuhan pangan keluarga dimana ada tanaman pangan di antara tegakan pohon
kayu. Tipe agroforestry ini berdasarkan social-ekonomi termasuk dalam sistem semi
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
6/9
komersial. Hal inilah yang menguatkan masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian
hutan. Apabila hutan rusak, maka masyarakat kehilangan segalanya.
Sorot mata kebahagian tergambar dari masyarakat di saat hutannya lestari. Mereka
dengan bangga menceritakan apa yang alam berikan kepada mereka. Sesaat kemudian
muka mereka berubah lesu ketika bercerita tentang bayangan Hutan Wonosadi rusak. Hal
ini yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Kebahagian mereka hanyalah memiliki hutan
yang lestari, ketika hal itu diambil oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab habis
sudah kebahagiaan mereka.
Antara tahun 1966-1997 pengelolaan kelembagaan di Hutan Rakyat Wonosadi
belum terbentuk kelembagaan yang modern. Waktu itu masyarakat sudah kompak
bersama-sama membangun hutan, tetapi belum terstruktur dengan baik. Sampai dengan
tahun 1997 koordinasi kegiatan dipegang oleh pak kadus dan orang yang dituakan.
Peran pak kadus jelas sebagai penyalur aspirasi dan penyalur informasi dari desa.
Peran orang yang dituakan lebih kepada peran spiritual. Pemimpin dalam upacara adat
dan orang yang paling mengetahui tentang seluk-beluk Hutan Wonosadi adalah orang
yang dituakan ini. Posisinya sangat dihargai ketika membicarakan mau disepertiapakan
Hutan Wonosadi ini.
Pada saat menginjak tahun 1997, ada sedikit perubahan dalam hal organisir masa.
Saat itu masyarakat menginginkan sebuah bentuk/ wadah bersama untuk pengelolaan
Hutan Wonosadi. Hal itu dipicu oleh adanya Jagawana Ngudi Lestari, dimana para
jagawana mendapatkan penyuluhan dan bantuan dari pemerintah, sedangkan masyarakat
di luar jagawana tidak. Masyarakat di luar keanggotaan jagawana iri atas pengetahuan
pengelolaan hutan yang jagawana dapatkan. Inilah awal mula keinginan untuk
membentuk lembaga sebagai wadah berbagi informasi pengelolaan hutan.
Akhirnya masyarakat bersepakat membentuk Kelompok Tani Hutan Rakyat
(KTHR) Sumber Rejeki. Dari namanya mengandung arti tempat sumbernya rejeki, tidak
lain tidak bukan rejeki yang datang dari pemanfaatan sumberdaya hutan. Munculnya
nama ini belum terdeteksi atas usulan siapa.
Sebelum pembenetukan KTHR Sumber Rejeki ini sebenarnya masyarakat sudah
cukup tahu mengenai pengelolaan hutan rakyat. Masyarakat mandiri mencari informasi
mengenai ilmu pengelolaan hutan dari mulut ke mulut. Dengan adanya KTHR ini
masyarakat banyak berharap akan mendapatkan keuntungan.
Perkembangan pengelolaan hutan rakyat sejak 1966-2012 di kawasan ini menurut
saya mengalami kemajuan yang signifikan dan kemajuan yang bertahap. Dari sekedar
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
7/9
asal menanam dengan prinsip konservatif, menanam pohon kayu agar hasilnya dapat
dijual, dan sekrang beranjak pemikiran ekowisata. Semuanya ini karena adanya
semangat dan kesadaran masyarakat untuk mempertahankan hidup yang berdampingan
dengan alam.
Setelah terbentuknya KTHR Sumber Rejeki pelan-pelan masyarakat membuka
diri kepada pihak luar. Penyuluhan dan bantuan perlahan-lahan didaptakan oleh
masyarakat. Tentunya ini menguntungkan bagi masyarakat. KTHR Sumber Rejeki juga
semakin berkembang dan dikenal oleh masyarakat luar.
KTHR ini memiliki asset traktor 1 buah, pupuk 3 ton, alat penyemprot hama 4
buah, dan 2 buah penggilingan padi manual. Monografi dan aturan kelompok pun sudah
ada. Semuanya ini berkat lancarnya pertemuan rutin kelompok yang diselenggarakan 35
hari sekali.
Meningkat ke hal yang lebih modern, kelompok ini sudah mempunyai AD/ ART
kelompok. Sayangnya pengurusan surat akta organisasi belum selesai. Pengurus sudah
mengusahakan, tetapi mereka mengalami kebuntuan. Kurangnya informasi dan
pengetahuan mengenai pengurusan akta menjadi penyebab utamanya. Hal ini yang
menyebabkan kelompok ini belum tersertifikasi.
Tahun 2012 ini, masyarakat mendapatkan bantuan sebesar 500 juta rupiah dari
pemerintah guna pengelolan ekowisata. Bantuan ini diterima atas nama kelompok tani
tingkat desa yaitu Bala Dewi, sedangkan Bala Dewi sendiri orang-orangnya juga berasal
dari KTHR Sumber Rejeki. Dengan demikian penyaluran dana itu disalurkan juga ke
KTHR Sumber Rejeki. Sebenarnya dana tersebut memang ditujuakan kepada KTHR
Sumber Rejeki, tetapi karena permasalahan akta hal itu yang menyebabkan dana diterima
atas nama KTHR Bala Dewi.
Sususan struktur organisasi KTHR Sumber Rejeki sudah cukup lengkap. Divisi
jagawana dan konservasi juga sudah masuk ke dalam struktur organisasi. Pelindung juga
mengikutkan dari struktur administrasi desa. Permasalahannya adalah program kerja
belum terbentuk secara tersetruktur.
Pertemuan rutin menjadi media yang paling efektif dalam mengambil kebijakan
dan pembuatan program kerja. Melalui pertemuan ini anggota dan pengurus berbagi
aspirasi dan informasi. Pertemuan rutin inilah yang menghidupi jalannya roda organisasi.
Konflik belum terlihat karena kami tidak inten mencari informasi mengenai konflik.
Kelembagaan dan pengelolaan Hutan Rakyat Wonosadi sudah berjalan dengan
baik. Masyarakat Dusun Duren kehidupannya sangat bergantung kepada Hutan Rakyat
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
8/9
Wonosadi baik hutan konservasi maupun hutan penyangganya. Hutan telah memberikan
manfaat yang banyak dan tak terhitung jumlahnya. Kesadaran masyarakat akan
pentingnya fungsi hutan juga sudah dipahami oleh masyarakat, sehingga upaya
kelestarian hutan di sana berjalan dengan baik.
Sarannya yaitu ada pihak luar yang membantu mengatasi permasalahan
administrasi dalam hal ini akta organisasi dan membantu menyusun program kerja.
Seperti program kerja dalam waktu dekat ini mengenai ekowisata bisa berjalan dengan
baik dan optimal. Dana sebesar itu seandainya dalam penyusunan program tidak tepat
maka yang terjadi dana akan terbuang dengan sia-sia dan hasil yang didaptkan minim.
Referensi
Djuwadi, 2002. Pengusahaan Hutan Rakyat. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada
Widayanti, Wahyu Tri, 2011/2012. Panduan Praktikum Pengelolaan Hutan Rakyat.
Bagian Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Hutan Pendidikan Gunung Betung
Pengembangan Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rahman merupakan
kerjasama antara Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan Dinas Kehutanan
Propinsi Lampung. Tujuan dari kegiatan kerjasama pengembangan hutan pendidikan
dirancang untuk mencapai beberapa tujuan strategis berikut (Anonim, 2010):
1. Membangun model pengelolaan hutan konservasi terpadu secara berlanjutan,
2. Membangun sumber belajar untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia melalui
program pendidikan informal dan formal (S1, S2, dan S3) dalam disiplin ilmu yang
terkait dengan aspek pengelolaan dan pembangunan kehutanan berkelanjutan,
3. Mengembangkan iptek tepat guna yang terkait dan bermanfaat untuk pembangunan
kehutanan berkelanjutan dan membangun pusat keunggulan manajemen hutan,
-
7/28/2019 Pengelolaan Hutan Rakyat
9/9
4. Mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan secara berkelanjutan untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, peningkatan mutu aparat pemerintah
daerah, dan peningkatan mutu pengelolaan perguruan tinggi.
Untuk mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan secara efektif, dirumuskan strategi
dan arah kebijakan sbb.
1. Mengembangkan kerjasama kelembagaan Pengembangan Hutan Pendidikan
Konservasi Terpadu Unila antara Unila melalui Fakultas Pertanian dengan pihak
Departemen Kehutanan RI dan Dinas Kehutanan Propinsi Lampung.
2. Mengembangkan program pengelolaan hutan pendidikan konservasi terpadu yang
sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan (dalam jangka pendek, menengah, dan
panjang), dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan stakeholderterkait.
3. Mengembangkan kerjasama partnership dengan mitra eksternal (termasuk masyarakat
sekitar) untuk implementasi program pengembangan hutan pendidikan konservasi
terpadu Unila.
(Tinjauan Pustaka Penelitian Agung Wahyudi : Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan
Pendidikan Konservaasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman. tahun 2012)