pengembangan bahan ajar pembelajaran matematika kelas …
TRANSCRIPT
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 31
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII SEMESTER GENAP UNTUK SMP BERDASARKAN MODEL ELABORASI
Oleh:
Rendi H.A. Tamagola Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tompotika Luwuk
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini berupaya untuk mengatasi kesulitan belajar peserta didik akibat dari keterbatasan bahan ajar yang tersedia sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik yang cukup rendah.Bahan ajar adalah segala bentuk bahan baik itu berupa informasi, alat maupun teks yang disusun secara sistematis dengan tujuan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas.Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan bahan ajar pembelajaran matematika semester genap yang baik untuk peserta didik Kelas VIII SMP.Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang difokuskan pada pengembangan bahan ajar pembelajaran matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interpretasi rata-rata penilaian panelis/validator cukup jelas, indeks validitas isi cukup tinggi yaitu dengan reliabilitas kekonsistenan penilaian panelis/validator sebesar 0,91. Hasil uji coba pun menunjukkan bahwa secara umum respon peserta didik dan guru terhadap penggunaan bahan ajar pembelajaran matematika itu sangat positif.Namun, masih perlu dilakukan revisi-revisi sesuai dengan komentar dan saran dari hasil validasi dan uji coba untuk penyempurnaan bahan ajar pembelajaran.Dari tahapan-tahapan pengembangan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahan ajar pembelajaran matematika kelas VIII semester genap untuk dinyatakan layak sebagai bahan ajar karena dinilai telah memenuhi aspek/indikator dari pengembangan bahan ajar pembelajaran.
Kata Kunci:Bahan Ajar Pembelajaran, PembelajaranMatematika, Model Elaborasi
PENDAHULUAN Menggunakan Model Pembelajaran bertujuan untuk
mengefektifkan dan mengefisiensikan pencapaian tujuan pembelajaran. Indikatornya adalah Guru dan Siswa fokus pada materi pembelajaran, Guru mudah mentransfer isi pelajaran kepada Siswa, Siswa juga mudah menangkap isi pelajaran tersebut. Waktu yang tersedia untuk satu materi secara efesien dan efektif dapat dimanfaatkan secara maksimal.Ketertarikan dan Minat Siswa dalam mengikuti Pembelajaran cenderung tinggi. Guru dan Siswa tidak mudah bosan membahas isi materi pelajaran.
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20 menyatakan bahwa rencana pembelajaran mencakup silabus dan RPP yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Implementasi Kurilukum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan ruang gerak yang luas kepada guru pada setiap satuan pendidikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran.Salah satu komponen rencana pembelajaran yang memegang peranan penting dari keseluruhan isi kurikulum adalah materi ajar.Pendidik harus mampu memilih dan menyiapkan materi ajar sesuai prinsip pengembangannya agar peserta didik dapat mencapai kompetensi yang diharapkan.
Selain itu juga, mata pelajaran matematika masih dianggap sebagai momok, ilmu teoritis yang penuh dengan rumus-rumus sulit dan membingungkan oleh sebagian besar peserta didik, apalagi ketersediaan sumber belajar khususnya bahan ajar matematika masih sangat terbatas.
Untuk mengatasi hal itu, maka diperlukan pengembangan sarana pembelajaran dalam hal ini berupa bahan ajar dalam bentuk modul pembelajaran.Kusrianto Adi (2012) Bahan ajar adalah bahan pegangan untuk suatu mata pelajaran yg ditulis dan disusun oleh guru bidang studi terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan.
Tujuan dari seorang guru mengikuti pelatihan agar mampu membuat bahan ajar secara mandiri tapi
kenyataannya dilapangan jauh dari harapan karena masih kurang guru yang membuat bahan ajar sendiri, gruru lebih sering menggunakan bahan ajar yang sudah di buat oleh pemerintah, itulah yang membuat peneliti tertarik mengambil penelitian ini.
Berdasarkan pengalaman PPL waktu kuliah S1 kemarin bertempat dilokasi yg sama, peneliti melihat bahwa guru-guru lebih sering menggunakan bahan ajar buatan pemerintah dan pihak sekolah kekurangan buku ajar. Masalah yg ditemukan oleh penulis dilapangan adalah pihak sekolah kekurangan bahan ajar sehingga siswa tidak lebih maksimal dalam belajar, itulah kenapa siswa mengalami kesulitan belajar dan juga guru bidang studi lebih sering menggunakan bahan ajar dari pemerintah atau jarang sekali guru bidang studi menggunakan bahan ajar yang di buatan sendiri. Berbeda dengan sekolah yg ada di kota-kota besar Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika antara lain penerapan model pembelajaran yang kurang bervariasi. Dalam pembelajaran matematika lebih dominan menggunakan model pembelajaran kovensional. Dalam proses pembelajaran guru menjelaskan materi, menjelaskan rumus, memberi contoh soal dan memberikan PR, sehingga siswa dalam pembelajaran menjadi penerima informasi pasif dengan kata lain keterlibatan dan keaktifan siswa masih rendah. Siswa lebih banyak belajar dengan menerima, mencatat dan menghafal pelajaran.Hal inilah yang membuat siswa kurang berminat belajar matematika, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa tidak maksimal.
Strategi pembelajaran model Elaborasi merupakan strategi yang mengorganisasi isi pembelajaran. Dukungan teori belajar yang bersumber pada psikologi kognitif, yang pada akhirnya juga melahirkan model pembelajaran kognitif, tampak begitu jelas. Dua bidang yang mendukung kesahihan teori Elaborasi, yaitu (1) teori tentang struktur representasi kognitif, dan (2) proses ingatan (memory), yakni mekanisme penyandian, penyimpanan, dan pengungkapan kembali apa yang telah disampaikan, dan pengungkapan kembali apa yang telah disimpan dalam
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 32
ingatan. Ciri model pembelajaran model Elaborasi adalah memulai pembelajaran dari peyajian isi pada tingkat umum bergerak ke tingkat rinci (urutan elaboratif). (Uno, ,2011:142).
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika antara lain penerapan model pembelajaran yang kurang bervariasi. Dalam pembelajaran matematika lebih dominan menggunakan model pembelajaran kovensional. Dalam proses pembelajaran guru menjelaskan materi, menjelaskan rumus, memberi contoh soal dan memberikan PR, sehingga siswa dalam pembelajaran menjadi penerima informasi pasif dengan kata lain keterlibatan dan keaktifan siswa masih rendah. Siswa lebih banyak belajar dengan menerima, mencatat dan menghafal pelajaran.Hal inilah yang membuat siswa kurang berminat belajar matematika, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa tidak maksimal.
Dengan pembelajaran menggunakan bahan ajar diharapkan dapat mengatasi kesulitan belajar matematika peserta didik, karena bahasa yang digunakan dalam bahan ajar pembelajaran sangat sederhana, mudah dimengerti dan sistematis disesuaikan dengan tingkat berfikir peserta didik yang akan menggunakannya.
Beberapa faktor di atas yang kemudian melatarbelakangi peneliti untuk mengambil tema penelitian ini berupa pengembangan perangkat pembelajaran matematika. Dengan penelitian ini diharapkan akan diperoleh suatu bahan ajar pembelajaran matematika yang baik sehingga layak digunakan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesuai dengan prosedur-prosedur pengembangan bahan ajar yang telah ditetapkan. Karena itu, judul penelitian ini adalah“Pengembangan Bahan Ajar Pembelajaran Matematika Kelas VIII Semester Genap untuk SMP Berdasarkan Model Elaborasi”.
Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka
dapat di rumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimanakah mengembangkan bahan ajar pembelajaran matematika yang baik sehingga layak digunakan dalam pembelajaran Matematika kelas VIII semester genap untuk SMP?”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan bahan ajar pembelajaran matematika materi semester genap yang baik untuk peserta didik Kelas VIII SMP.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis yang berdasarkan berbagai pertimbangan-pertimbangan kontekstual dan konseptual dan manfaat praktis yang tentunya digunakan untuk perbaikan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang bersangkutan. Manfaat penelitian dijelaskan sebagai berikut:
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi
khasanah pada proses pembelajaran matematika serta sebagai sumber ide dan referensi dalam menyusun bahan ajar matematika khususnya dalam bentuk modul Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis diharapkan dapat memiliki kemanfaatan sebagai berikut: a. Melalui penelitian ini diharapkan peserta didik dapat
lebih mudah memahami mata pelajaran Matematika khususnya pada materi semester genap Kelas VIII SMP.
b. Peserta didik lebih mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri melalui pembelajaran modul dengan bimbingan pendidik.
c. Bagi guru dapat dijadikan salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan agar proses pembelajaran lebih efektif, efisien dan relevan dengan kondisi saat ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Disiplin Mengajar BAHAN AJAR
Depdiknas (2009: 9), mendefinisikan bahwa “bahan
ajar atau materi pembelajaran (instructional materials)
merupakan segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di kelas.” Suprawoto (2009: 1)
mengemukakan bahwa “bahan ajar adalah seperangkat
materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun
tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar.” Dari dua pendapat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah
segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis dan
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 33
menampilkan sosol utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai peserta didik serta digunakan dalam proses
pembelajaran di kelas.
Prastowo (2012: 17), yang mengemukakan bahwa
“bahan ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat
maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang
menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran. misalnya, buku pelajaran,
modul, handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio,
bahan ajar interaktif dan sebagainya.”
Menurut Paulina (2005: 14), bahan ajar yang baik
meliputi karakteristik tertentu, yaitu (1) menimbulkan
minat baca, (2) ditulis dan dirancang untuk siswa, (3)
menjelaskan tujuan instruksional, (3) disusun berdasarkan
pola belajar yang fleksibel, (4) struktur bedasarkan
kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan dicapai,
(5) memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih, (6)
memberi rangkuman, (7) gaya penulisan komunikatif dan
semi formal, (8) kepadatan berdasarkan kebutuhan siswa,
(9) kepadatan berdasarkan kebutuhan siswa, (10) dikemas
untuk proses instruksional, (11) mempunyai mekanisme
untuk mengumpulkan umpan balik dari siswa, dan (12)
menjelaskan cara mempelajari bahan ajar.
Jasmadi dan Widodo (2008: 42), Bahan ajar harus
dikembangakan sesuai dengan kaidah-kaidah
pengemabangan bahan ajar. Rambu-rambu yang harus
dipenuhi dalam pembuatan bahan ajar adalah:
Bahan ajar harus disesuaikan dengan peserta didik
yang sedang mengikuti proses belajar-mengajar
Bahan ajar diharapkan mampu mengubah tingkah laku
peserta didik
Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik diri
Program belajar-mengajar yang dialangsungkan
Di dalam bahan ajar telah mencakup tujuan kegiatan
pembelajaran yang spesifik
Guna mendukung ketercapaian tujuan, bahan ajar
harus memuat materi pembelajaran secara rinci, baik
untuk kegiatan dan latihan
Terdapat evaluasi sebagai umpan balik dan alat untuk
mengukur tingkat keberhasilan peserta didik.
Dedek Saiful Bachri (2012) mengatakan bahwa bahan
ajar informasi, alat dan teks yang diperlukan
guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran dan segala bentuk bahan yang
digunakan untuk membantu guru/ instrukur dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan
yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan
tidak tertulis.
Pengembangan bahan ajar bagi peserta didik
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dipersyaratkan untuk menguatkan suatu kompetensi.
Sangat disarankan agar satu kompetensi dapat
dikembangkan menjadi satu modul. Akan tetapi,
mengingat karakteristik khusus, keluasan, dan
kompleksitas kompetensi, dimungkinkan satu kompetensi
dikembangkan menjadi lebih dari satu modul.
Berdasarkan uraian dari para ahli diatas, peneliti
mengambil kesimpulan bahwa bahan ajar adalah segala
bentuk bahan baik itu berupa informasi, alat maupun teks
yang disusun secara sistematis dengan tujuan untuk
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Bahan ajar yang memenuhi karakteristik di atas, dapat
menjadi jembatan komunikasi antara guru dan siswa.
Modul Modul terkadang tidak digolongkan sebagai buku,
tetapi sebagai kumpulan bahan-bahan pelajaran yang
disusun secara sistematis lengkap dengan tes/uji indikator
kemampuan siswa/mahasiswa menyerap bahan pelajaran.
Modul berisi uraian ringkas atas suatu bahasan dalam
bidang tertentu dan digunakan untuk satu bidang tertentu
yang sangat spesifik.
Setiap kegiatan pembelajaran pastilah membutuhkan
bahan belajar. Bahan belajar yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran bentuknya bermacam-macam, baik
itu bahan belajar yang dikemas dalam bentuk tercetak
maupun non cetak. Salah satu bahan belajar yang disusun
secara sistematis dalam bentuk tercetak adalah modul.
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 34
Rahayu (2009: 88) menjelaskan bahwa “modul merupakan
program pembelajaran yang utuh, disusun secara
sistematis, mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas
dan terukur.” Sehingga dengan pembelajaran
menggunakan modul ini, peserta didik diharapkan dapat
belajar lebih terarah dan sistematis.
Zaman (2010: 10) menguraikan bahwa “Modul adalah
salah satu sarana pembelajaran yang berisikan materi,
definisi, batasan-batasan dan cara mengevaluasi. Bahasa
yang digunakan sederhana, komunikatif, sistematis dan
menarik disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa yang
akan menggunakannya.” Sejalan dengan pendapat
tersebut, Suprawoto (2009: 2) menjelaskan bahwa modul
adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi,
metode, batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk
kegiatan belajar, latihan dan cara mengevaluasi yang
dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara
mandiri.
Dengan memperhatikan beberapa pengertian tentang
modul di atas dapat disimpulkan bahwa modul adalah
sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis/cetak yang
disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran,
metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi
dasar atau indicator pencapaian kompetensi, petunjuk
kegiatan mandiri (self instructional), dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menguji diri
sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul
tersebut. Serta Modul dapat diartikan sebagai materi
pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian
rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri
materi tersebut. Dengan kata lain sebuah modul adalah sebagai
bahan belajar dimana pembacanya dapat belajar mandiri.
Sedangkan modul dikelompokkan menjadi 3, antara lain;
(1) Modul Mandiri, (2) Modul Bermedia dan (3) Modul
Penyerta.
Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran disebut
oleh Reigeluth, Bunderson, dan Merrill (1977)
sebagai structural strategy, yang mengacu kepada cara
untuk membuat urutan (sequencing ) dan
mensintesis (synthesizing) fakta-fakta, konsep-konsep,
prosedur, atau prinsip-prinsip yang
berkaitan. Sequencing mengacu kepada pembuatan
urutan penyajian isi bidang studi
dan synthesiizing mengacu kepada upaya untuk
menunjukkan kepada si-pembelajar keterkaitan antar isi
bidang studi itu.
Pengorganisasian pembelajaran secara khusus,
merupakan fase yang amat penting dalam rancangan
pembelajaran. Synthesizing akan membuat topik-topik
dalam suatu bidang studi menjadi lebih bermakna bagi si-
belajar (Ausubel,1968) yaitu dengan menunjukkan
bagaimana topic-topik itu terkait dengan keseluruhan isi
bidang studi.Sequencing atau penataan urutan, amat
diperlukan dalam pembuatan sintesis.
Dalam stategi pengorganisasian isi pembelajaran
tebagi atat 2 strategi yaitu strategi makro dan mikro.
Strategi pengorganisasian makro diacukan untuk menata
keseluruhan isi bidang studi, strategi pengorganisasian
mikro diacukan untuk menata sajian suatu konsep, atau
prinsip, atau prosedur.
Strategi pengorganisasian mikro terdiri atas (1) Teori
Gagne dan Briggs,(2) Model Taba : Pembentukan Konsep,
dan (3) Model Bruner: Pemahaman Konsep. Sedangkan
Strategi pengorganisasian makro terdiri atas (1) Teori
Skema, (2) Teori Elaborasi.
Strategi Pengorganisasian Pembelajaran Elaborasi
Kegiatan pembelajaran pendidikan agama sebagai
proses merupakan suatu sistem yang tidak bias terlepas
dari komponenkomponen lainnya. Salah satu komponen
dalam proses tersebut adalah strategi pembelajaran.
Menurut Michael Pressley strategi belajar adalah
operator-operator kognitif meliputi proses-proses secara
langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas belajar,
strategi-strategi tersebut merupakan strategi-strategi yang
digunakan siswa untuk memecahkan masalah dalam
belajarnya.
Berdasarkan teori belajar Ausubel menjelaskan
bahwa belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna
merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 35
kognitif seseorang. Faktor yang paling penting yang
mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui
siswa. Agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau
informasi baru akan dipelajari harus dikaitkan dengan
konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif
siswa.
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian
sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna,
oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan
lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu
pemindahan informasi dari jarak memori jangka pendek ke
memori jangka panjang dengan menciptakan gabungan
dan hubungan antara informasi baru dengan apa yang
telah diketahui. Strategi ini menggunakan skemata yang
telah ada di otak untuk membuat informasi.
Oleh karena itu, psikologi kognitif menjadi pijakan
teoritis dari strategi elaborasi. Dua bidang kajian psikologi
kognitif yang secara langsung mendukung strategi
elaborasi yaitu teori tentang struktur representasi kognitif
dan proses ingatan berpikir (memory), yakni mekanisme
penyandian, penyimpanan dan pegungkapan kembali apa
yang telah disimpan dalam ingatan.
Karakteristik Strategi Pembelajaran Elaborasi
Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, strategi
pembelajaran elaborasi memiliki karakteristik yaitu
sebagai berikut :
a) Proses pembelajaran melalui strategi elaborasi
menekankan kepada proses mental siswa secara
maksimal. Strategi pembelajaran elaborasi bukan
model pembelajaran yang hanya menuntut siswa
sekedar mendengar dan mencatat, tetapi
menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir,
mensintesis dan mengasosiasikan hal-hal yang akan
dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia.
Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam
proses implementasi strategi elaborasi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi
diproses secara mental, maka proses kognitif
siswa harus menjadi kepedulian utama para guru.
Artinya, guru harus menyadari bahwa proses
pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya
apa yang dipelajari, tetapi bagaimana cara mereka
mempelajarinya. Oleh karena itu guru perlu
mempertimbangkan kognitif siswa ketika
merencanakan topik yang harus dipelajari,
berangkat dari hal yang umum ke khusus.
2. Siswa mengorganisasi yang mereka pelajari.
Dalam hal ini guru membantu siswa belajar untuk
melihat hubungan antarbagian yang dipelajari.
3. Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah
oleh siswa, manakala siswa dapat
mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang
telah mereka miliki. Dengan demikian guru dapat
membantu siswa belajar dengan memperlihatkan
bagaimana gagasan baru berhubungan dengan
pengetahuan yang telah mereka miliki.
b) Strategi pembelajaran elaborasi dibangun dalam
nuansa dialogis dan tanya jawab. Hal ini diarahkan
untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, dimana kemampuan tersebut dapat
membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan
yang mereka konstruk sendiri.
Strategi pembelajaran elaborasi adalah model
pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang
sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses
belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
mengingat dan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar
diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau
penguasaan materi pembelajaran baru.
Prinsip Dalam Strategi Pembelajaran Elaborasi
Strategi elaborasi mendeskripsikan cara-cara
pengorganisasian isi pembelajaran dengan mengikuti
urutan umum ke rinci. Pengurutan isi pembelajaran dari
yang bersifat umum ke rinci dimulai dengan menampilkan
epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari),
selanjutnya mengelaborasi bagian-bagaian yang ada dalam
epitome secara lebih rinci. Menurut Degeng (1989) ada
enam prinsip yang menjadi yang menjadi dasar dalam
melakukan pengorganisasian isi pembelajaran, yaitu :
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 36
a. Prinsip pertama adalah penyajian kerangka isi
(epitome). Dalam model elaborasi, penyajian kerangka
isi ditempatkan pada fase yang paling awal dari
keseluruhan proses pembelajaran.
b. Prinsip kedua adalah berkaitan dengan tahapan dalam
melakukan elaborasi isi pembelajaran. Elaborasi tahap
pertama akan mengelaborasi bagian-bagian yang
tercakup dalam kerangka isi, elaborasi tahap kedua
akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup
dalam elaborasi tahap pertama, dan begitu
seterusnya.
c. Prinsip ketiga adalah berkaitan dengan penekanan
bahwa bagian yang terpentinglah yang harus disajikan
pertama kali. Guna menentukan penting atau tidaknya
suatu bagian ditentukan oleh sumbangannya untuk
memahami keseluruhan isi bidang studi.
d. Prinsip keempat berkaitan dengan tingkat kedalaman
dan keluasan elaborasi. Setiap elaborasi hendaknya
dilakukan cukup singkat agar konstruk (fakta, konsep,
prinsip atau prosedur) dapat diterima dengan baik
oleh siswa. Namun demikian, elaborasi juga perlu
dilakukan dengan cukup panjang agar tingkat
kedalaman dan keluasan elaborasi memadai.
e. Prinsip kelima berhubungan dengan penyajian
pensintesis. Penyajian pensintesis dilakukan secara
bertahap, yaitu setelah setiap kali melakukan
elaborasi, secara khusus dimaksudkan untuk
menunjukkan hubungan di antara konstruk-konstruk
yang lebih rinci yang baru diajarkan, dan untuk
menunjukkan konteks elaborasi dalam epitome.
f. Prinsip keenam pemberian rangkuman. Rangkuman
yang dimaksud untuk mengadakan tinjauan ulang
mengenai isi bidang studi yang sudah dipelajari, dan
hendaknya diberikan sebelum penyajian pensintesis.
Model Elaborasi
Model pembelajaran Elaborasi menurut Uno (2012:142) merupakan pembelajaran yang mengorganisasikan isi pembelajaran atau penyajian materi dari tingkat umum bergerak ke tingkat rinci. Dalam arti kata pembelajaran dengan model Elaborasi ini pembelajar dimulai dengan memberikan kerangka umum yang akan
dipelajari oleh siswa. Dengan gambaran umum ini siswa dituntut untuk menggali potensi yang mereka miliki dengan menggunakan bahan ajar berbasis elaborasi yang telah disusun dengan baik. Bahan ajar ini disusun sedemikian rupa agar menarik bagi siswa sehingga siswa termotivasi untuk mempelajari matematika. Menurut Kanifatul (2013:20) “Model Elaborasi merupakan model pembelajaran yang menekankan proses penambahan rincian informasi sehingga informasi baru yang diterima lebih bermakna”. Pengorganisasian urutan isi materi ajar berdasarkan teori Elaborasi, dimulai dengan disajikannya gambaran tentang hal yang paling umum, paling penting, dan paling sederhana dari isi pengetahuan yang akan disampaikan.
Sajian pertama disebut Epitome (sari). Epitome ini berbeda dengan rangkuman, ia hanya mencakup sebagian kecil isi pembelajaran yang paling umum dan paling penting, sedangkan rangkuman umumnya merangkum hampir semua bagian yang penting. Setelah penyajian epitome, isi ajaran disajikan lapis demi lapis. Dimulai dari lapis paling umum menuju lapis yang lebih rinci. Menata isi ajaran dalam lapisan-lapisan disebut mengelaborasi isi ajaran.
Pada lapisan pertama disajikan uraian bagian yang tersebut dalam epitome. Disajikan pula uraian dari sub-sub bagian meskipun belum secara rinci. Pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan memperjelas dan menguaraikan sub-sub bagian lainnya. Saat tahap penguraian siswa dilibatkan untuk mencari tahu bagian-bagian yang belum dijelaskan secara rinci. Demikian seterusnya hingga pembelajaran usai. Pergantian uraian dari satu bagian ke bagian yang lain selalu diperkuat dengan rangkuman dan sintesis. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat pemahaman.
Sajian kedua disebut elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama, kedua dan ketiga (akhir) sama saja, karena sama-sama mengelaborasi isi bahan ajar mulai dari umum sampai yang lebih rinci. Dimana bagian-bagian atau unsur-unsur penting dalam isi bahan ajar dibuat serinci mungkin.
Sajian ketiga disebut rangkuman dan sintesis antar bagian serta rangkuman dan sintesis diakhir sama. Hanya saja rangkuman dan sintesis antar bagian dan diakhir berbeda dengan rangkuman yang ada selama ini dalam buku. Karena rangkuman yang ada dalam buku selama ini selalu berada diakhir pokok bahasan sedangkan rangkuman dan sintesis yang ada dalam bahan ajar berada disetiap bagian dalam kompetensi dasar yang ada dalam
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 37
bahan ajar yang dibuat, nanti diakhir standar kompetensi diberikan sintesis. Serta diakhir pokok bahasan diberikan sintesis.
Selanjutnya Reigeluth menyarankan langkah-langkah kegiatan dalam model pembelajaran Elaborasi (dalam Uno. 2012:144) adalah: 1. Penyajian epitome, yaitu menyajikan struktur isi
pelajaran berupa gambaran umum yang paling
pokok, paling penting tentang isi pembelajaran yang
akan disampaikan.
2. Elaborasi tahap pertama, yaitu menguraikan tiap
bagian dari epitome. Dimulai dari bagian yang
terpenting menuju bagian lain secara berurutan.
3. Pemberian rangkuman dan sintesis antar bagian,
yaitu berupa kegiatan akhir dari elaborasi tahap
pertama. Diberikan rangkuman dari seluruh bagian
yang telah dielaborasikan. Sintesis yang menunjukan
hubungan antar bagian yang telah dielaborasi.
4. Elaborasi tahap kedua, yaitu mengelaborasi sub-
bagian pada elaborasi tahap pertama sesuai
kedalaman materi yang telah ditentukan oleh tujuan
pembelajaran.
5. Rangkuman dan sintesis akhir, yaitu menyajikan
rangkuman dan sintesis keseluruhan struktur isi
dalam struktur pembelajaran yang telah diberikan.
Menurut Uno (2012:143), sedikitnya terdapat tujuh prinsip dalam pembelajaran model Elaborasi yakni sebagai berikut: a. Penyajian kerangka isi, yakni menunjukkan bagian-
bagian utama bidang studi dan hubungan utama di
antara bagian-bagian tersebut.
b. Elaborasi secara bertahap, yakni bagian-bagian yang
yang tercakup dalam kerangka isi yang akan
dielaborasi secara bertahap.
c. Bagian terpenting disajikan pertama kali, yaitu pada
satu tahap elaborasi apapun pertimbangan yang
dipakai, bagian terpenting akan dielaborasi pertama
kali.
d. Cakupan optimal elaborasi, maksudnya kedalaman
dan keluasan tiap-tiap epitome akan dilakukan secar
optimal.
e. Penyajian pensintesis secara bertahap, maksudnya
pensintesis akan disesusikan dengan tipe isi bidang
studi.
f. Penyajian jenis pensintesis, artinya jenis pensintesis
akan disesuaikan dengan tipe isi bidang studi.
g. Tahapan pemberian rangkuman, artinya rangkuman
akan diberikan sebelum setiap kali menyajikan
pensintesis.
Teori pembelajaran Elaborasi berdasarkan kepada teori psikologi kognitif. Dua kajian psikolagi kognitif yang secara langsung mendukung kesahihan teori elaborasi, yaitu teaori tentang struktur kognitif, dan teori tentang proses ingatan.
Teori yang pertama yaitu teori struktur kognitif yang dimiliki seseorang menurut Ausubel (dalam Uno, 2012:146) merupakan: Kemampuan yang sangat berhubungan dengan perolehan pengetahuan baru yang dipelajarinya. Pernyataan ini dikuatkan oleh mayer yang menyatakan bahwa struktur kognitif yang dimiliki siswa mempengaruhi kebermaknaan dan perolehan pengetahuan baru. Bahkan, Andreson menyatakan struktur kognitif sebagai faktor utama keberhasilan perolehan pengetahuan.
Urutan elaborasi dari umum ke rinci akan sejalan dengan karakteristik kemampuan kognitif siswa, dengan penyajian epitome pada pembelajaran Elaborasi. Epitome menyajikan kerangka pokok pengetahuan yang akan di pelajari, kemudian dielaborasi secara lebih rinci dan saling terkait. Proses ini akan mendukung jaringan informasi yang saling terkait dan tersusun.
Teori elaborasi kedua adalah proses ingatan. Teori ingatan menyatakan bahwa (dalam Uno. 2012:147) “informasi verbal yang diterima seseorang diperkuat, baik dalam bentuk gambar fisik maupun dalam arti makna”. Selanjutnya informasi tersebut tersimpan sebagai bagian dari bangunan struktur ingatan. Kesesuaian urutan elaborasi dengan proses urutan pembentukan ingatan, tidak saja meningkatkan daya ingat, tetapi juga menjadikan belajar lebih efisien.
Kognitivisme memiliki beberapa cabang ilmu, di antaranya teori asimilasi, atribusi, pertunjukkan komponen, elaborasi, mental model, dan pengembangan kognitif. Reigeluth dan rekannya di Indiana University pada tahun 1970-an memperkenalkan teori elaborasi. Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 38
harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Konsep ini memiliki tiga kata kunci yang fokus pada urutan Elaborasi Konsep, Elaborasi Teori, dan Penyederhanaan Kondisi.
Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.
Pembelajaran Matematika
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Budiningsih (2004: 43) menjelaskan bahwa “Pembelajaran akan bermakna jika informasi yang dipelajari bisa dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran adalah suatu upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadi interaksi yang oprtimal antara pebelajar (siswa) dengan sumber belajar, sehingga terjadi perubahan kemampuan, keterampilan dan sikap.
James and James (dalam Suherman, 2001: 16) mengatakan “bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.”
Menurut Saiful Bachri (2013) bahwa pembelajaran matematika adalah proses kerjasama antara guru dan peserta didik yang diciptakan secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan pembelajaran melalui kegiatan penalaran. Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Didalam penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran elaborasi terdiri dari 6 langkah dalam
prosedur pengembangan bahan ajar, antara lain: 1) penyajian epitome (kerangka isi), 2) elaborasi tahap pertama, 3) pemberian rangkuman dan sintesis di awal, 4) penyajian elaborasi yang lain dalam epirome, 5) elaborasi tahap kedua, dan 6) pemberian rangkuman dan sintesis di akhir. 1. Penyajian Epitome (Kerangka Isi)
Penyajian kerangka isi. Proses awal belajar-mengajar disajikan dengan kerangka isi, yaitu struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari bidang studi.
2. Elaborasi Tahap Pertama
Elaborasi tahap pertama.Dalam teori elaborasi, elaborasi tahap pertama dimulai dengan mengurutkan tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi, dari bagian-bagian terpenting.Di akhir tiap elaborasi diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan.
3. Pemberian Rangkuman dan Sintesis Antar Bagian
Pemberian Rangkuman dan Sintesis antar Bagian.Tahap ini adalah tahap pemberian rangkuman, berisi pengertian-pengertian singkat mengenai konstruk yang diajarkan dalam elaborasi.
4. Penyajian Elaborasi yang lain dalam Epitome
Dilakukan tahap-tahap seperti tahap pertama dan kedua, hingga pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan serta Kerangka isi disajikan kembali untuk mensintesiskan keseluruhan isi mata pelajaran atau terminal epitome yang telah diajarkan.
5. Elaborasi Tahap Kedua
Elaborasi tahap kedua.Pada elaborasi tahap kedua, siswa dibawa pada tingkat kedalaman seperti yang dituntut dalam tujuan pembelajaran. Elaborasi tahap kedua ini dilakukan seperti pada elaborasi tahap pertama (diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis internal) yang disebut juga sebagai expended epitome.
6. Pemberian Rangkuman dan Sintesis Akhir
Pemberian rangkuman dan sintesis akhir.Pada akhir elaborasi tahap kedua, diberikan rangkuman dan sintesis eksternal, seperti pada elaborasi tahap pertama. (Hamzah B Uno, 2003: 51). Terkait dengan prosedur pengembangan bahan ajar
pembelajaran matematika, Jasmadi dan Widodo (2008:
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 39
44-49) Langkah-langkah dalam penyusunan bahan ajar adalah sebagai berikut: 1) Penentuan standar kompetensi dan rencana kegiatan belajar-mengajar, 2) Analisis kebutuhan modul, 3) Penyusunan Draft Modul, 4) Validasi, 5) Uji coba, 6) Revisi, 7) Produksi. Sedangkan Menurut Daryanto (2013: 16-23) menguraikan langkah-langkah pengembangan modul yaitu: (1) Analisis Kebutuhan Modul, (2) Penyusunan Draft modul, (3) Validasi, (4) Uji Coba dan (5) Revisi.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis berkesimpulan untuk menyusun atau mengembangkan bahan ajar yaitu: (1) Analisis Kebutuhan Modul, (2) Penysunan Draft Modul, (3) Validasi, Uji Coba, dan (5) Revisi. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan
(Research and Development/R&D). Menurut Sugiyono
(2007: 407), “R&D adalah metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan
menguji keefektifan produk tersebut.”Pada penelitian ini,
peneliti mengembangkan bahan ajar pembelajaran
matematika Kelas VIII SMP Semester Genap untuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Pengembangan Assure. Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan bahan ajar pembelajaran matematika Kelas VIII Semester Genap di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan 5 tahapan yakni: analisis kebutuhan modul, penyusunan draft, validasi ahli, uji coba dan revisi.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 6 Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah yang dilaksanakan pada semester Genap tahun pelajaran 2014/2015, tepatnya pada bulan April s/d Juni 2015.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah lembar validasi yang diberikan kepada para ahli dan praktisi yaitu dosen pendidikan matematika dan guru-guru matematika SMP, angket yang diberikan kepada peserta didik dan guru setelah uji coba serta pedoman wawancara.
Teknik Analisis Data
Analisis data hasil validasi ahli menggunakan rumus indeks validitas isi Aiken dalam Abbas, 2006: 98) yaitu sebagai berikut.
V = ∑ 𝑛𝑖|𝑖−𝑖𝑜|
𝑁(𝑐−1)
dimana, V : Validitas isi
𝑛𝑖 : Jumlah panelis/validator yang memilih i
i : Skor pilihan setiap butir instrument,
dimana i = 1, 2, 3, 4, 5
io : Skor paling rendah yaitu 1
N : Jumlah panelis/validator
c : Banyaknya skor pilihan panelis yaitu ada 5.
dan koefisien reliabilitas kekonsistenan penilaian
panelis, (Guilford dalam Abbas, 2006: 98) yaitu sebagai berikut.
rkk = Vp − Ve
Vp
dimana, rkk : reliabilitas kekonsistenan panelis Vp : Varian Butir, yang diperoleh dari jumlah
kuadrat butir – dbbutir atau ditulis Vp = JKbutir – db, db = n – 1
(n adalah jumlah butir) Ve : Varian Sisa, yang diperoleh dari jumlah
kuadrat sisa – dbsisa atau ditulis Ve = JKsisa – db, dbsisa =
dbbutir x dbpanelis.
sedangkan untuk data yang diperoleh dari angket dan pedoman wawancara dianalisis menggunakan analisis deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penilaian Validator/Panelis Tabel analisis hasil penilaian panelis
NO. PANELIS (k) Jumlah
BUTIR 1 2 3 4 5 6 7 8
1 3 5 4 5 4 4 5 4 34
2 3 4 3 5 5 5 5 5 35
3 5 3 5 4 4 5 5 5 36
4 5 4 4 5 4 5 4 5 36
5 4 5 5 4 5 4 5 5 37
6 4 5 5 4 4 5 4 4 35
7 5 4 5 5 5 4 3 5 36
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 40
8 4 5 4 4 5 5 4 4 35
9 5 5 5 5 5 5 5 5 40
10 4 4 4 4 4 4 5 5 34
11 4 4 4 5 5 5 4 5 36
12 4 5 5 4 5 5 4 5 37
13 5 4 4 4 5 4 4 5 35
14 5 5 5 5 4 5 5 3 37
15 5 5 4 4 5 5 5 5 38
16 5 4 4 5 4 5 4 4 35
Jumlah 70 71 70 72 73 75 71 74 576
(Jumlah)2 4900 5041 4900 5184 5329 5625 5041 5476 41586
(Jumlah)2/N 306,25 315,06 306,25 324,00 333,06 351,56 315,06 342,25 2599,125
Dimana
k = 8
N = 16
∑ 𝑋 = 576
∑ 𝑋2= 2636
(∑ 𝑋𝑝)2 = 20882
∑(∑ 𝑋𝑝)2
𝑘 = 2610,25
∑ 𝑋𝑟2= 41586
∑(∑ 𝑋𝑟)2
𝑁 = 2599.13
∑(∑ 𝑋)2
𝑘𝑁 = 2592
Sedangkan, untuk menghitung reliabilitas kekonsistenan penilaian panelis (validator) dapat menggunakan rumus rumus reliabilitas kekonsistenan panelis (Guilford dalam Abbas, 2006: 98) yaitu sebagai berikut.
rkk = Vp − Ve
Vp
dimana, rkk : reliabilitas kekonsistenan panelis Vp : Varian Butir, yang diperoleh dari jumlah
kuadrat butir – dbbutir atau ditulis Vp = JK(p)/db, db = n – 1 (n adalah jumlah butir)
Ve : Varian Sisa, yang diperoleh dari jumlah kuadrat sisa – dbsisa atau ditulis Vr = JK(e)/db, dbsisa = dbbutir x dbpanelis
Selanjutnya, kita menghitung Jumlah Kuadrat (JK) masing-
masing:
a. Jumlah Kuadrat Butir (p)
JK(p) = ∑(∑ 𝑋𝑝)2
𝑘− ∑
(∑ 𝑋)2
𝑘𝑁
= 2610,25- 2592 = 18,25
b. Jumlah Kuadrat Panelis (r)
JK(r) = ∑(∑ 𝑋𝑟)2
𝑁− ∑
(∑ 𝑋)2
𝑘𝑁
= 2599.13-2592 = 7,13 c. Jumlah Kuadrat Total (t)
JK(t) = ∑ 𝑋2 − ∑(∑ 𝑋)2
𝑘𝑁
= 2636 - 2592 = 44
d. Jumlah Kuadrat Sisa (e)
JK(e) = JK(t) - JK(r) - JK(p) = 44 – 7,13– 18,25
= 18,62
Kemudian, langkah berikutnya adalah menghitung varians
masing-masing:
a. Varians Butir
Vp = JK(p) / dbp, dbp = 16 – 1 = 15 = 18,25 / 15 = 1,216
b. Varians Sisa
Ve = JK(e) / db, dbr = 8 – 1 = 7, maka dbsisa = dbp x dbr = 15 x 7 = 105
= 1,216/ 105 = 0,115
Maka, reliabilitas kekonsistenan penilaian panelis
(validator) adalah:
rkk = Vp − Ve
Vp
= 1,216 – 0,115
1,216
= 0,905 atau 0,91
Jadi, reliabilitas kekonsistenan panelis adalah 0,91
sehingga dapat disimpulkan bahwa penilaian panelis
terhadap modul pembelajaran adalah Reliable.
Pembahasan
Berdasarkan Hasil penilaian dari 8 validator/panelis
diperoleh bahwa rerata penilaian panelis terhadap 16
aspek penilaian kelayakan modul adalah antara 2,13-2,50
yang diinterpretasikan cukup jelas. Sementara data hasil
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 41
perhitungan indeks validitas isi diperoleh nilai indeks
validitas isi cukup tinggi yaitu antara 0,75 sampai dengan
1,00 dengan reliabilitas kekonsistenan penilaian panelis
sebesar 0,91.
Berdasarkan hasil uji coba, diperoleh data bahwa 95%
peserta didik menganggap suasana belajar dengan
menggunakan bahan ajar cukup menarik, 80% dari 50
orang dapat memahami bahasa/kalimat-kalimat yang
terdapat pada modul pembelajaran, sedangkan terdapat
100% peserta didik yang tertarik dengan ilustrasi/tampilan
yang terdapat dalam bahan ajar pembelajaran. Namun
secara umum, peserta didik senang dan berniat untuk
mengikuti pembelajaran kembali dengan menggunakan
bahan ajar.
Hal tersebut diperkuat juga oleh hasil wawancara setelah
proses pembelajaran. Dari hasil wawancara tersebut,
diperoleh bahwa rata-rata mereka sudah memahami
kalimat-kalimat yang terdapat dalam bahan ajar
pembelajaran. Itu dikarenakan pendekatan yang
digunakan dalam penyusunan/perumusan uraian-uraian
materi pada setiap kegiatan pembelajaran adalah
pendekatan belajar mandiri. Materi-materi yang terdapat
dalam bahan ajar tersebut disajikan dengan bahasa-
bahasa komunikator sehingga terlihat seperti guru yang
sedang berbicara atau menjelaskan materi tersebut.
Selain itu, salah satu yang sangat nampak dari
pengembangan modul pembelajaran ini yakni adanya peta
konsep materi pada setiap kegiatan pembelajaran
sehingga dapat menuntun peserta didik untuk belajar
secara mandiri sesuai dengan alur-alur materi yang
terdapat pada peta konsep materi tersebut. Jasmadi dan
Widodo (2008: 40), Bahan ajar adalah seperangkat sarana
atau alat pembelajaran yang berisikan materi
pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara
mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik
dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu
mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala
kompleksitasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan
ajar pembelajaran matematika yang telah disusun tersebut
telah memenuhi indicator-indikator dalam suatu bahan
ajar sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran
matematika di kelas VIII semester genap pada tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam mengembangkan bahan ajar pembelajaran matematika kelas VIII semster genap, harus melalui beberapa tahapan pengembangan sehingga menghasilkan draf awal dari bahan ajar.Draf awal tersebut kemudian diuji pada ahli, hasil masukan dari para ahli dijadikan dasar untuk merevisi bahan ajar tersebut.Setelah dilakukan perbaikan maka dilakukan uji coba tahap kedua yaitu uji coba pada kelompok kecil, hasil uji coba dari kelompok kecil tersebut untuk kemudian dianalisis sehingga dapat bahan ajar tersebut layak untuk diuji coba lapangan.Sehingga hasil validasi dam uji coba lapangan tersebut dapat dijadikan dasar sebagai pedoman untuk menyempurnakan bahan ajar tersebut. Dari tahapan-tahapan validasi dan uji coba tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan ajar tersebut layak untuk digunakan karena memenuhi unsur-unsur bahan ajar dengan interpretasi penilaian validator/panelis “Cukup Jelas” dengan indeks validitas 0,75 sampai dengan 1,00, dan diperoleh reliabilitas kekonsistenan 0,91. Hasil uji coba lapangan menunjukkan peserta didik memberikan respon positif terhadap pembelajaran menggunakan Bahan Ajar dan benar-benar dapat digunakan sebagai bahan ajar matematika semester genap untuk kelas VIII SMP.
Saran Sesuai dengan kesimpulan di atas, disarankan hal-hal sebagai berikut, (1) Karena modul pembelajaran ini telah divalidasi dan diujicobakan hingga diperoleh kesimpulan bahwa bahan ajar pembelajaran ini layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran ke depan, bahan ajar ini dapat dijadikan sebagai referensi atau untuk menarik perhatian peserta didik dalam belajar matematika. (2) Untuk keterpakaian bahan ajar ini, maka diharapkan bahan ajar ini dapat divalidasi kembali oleh para ahli atau pakar matematika kemudian diujicobakan secara luas pada sekolah-sekolah yang lain sehingga bahan ajar ini benar-benar layak digunakan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). REFERENSI
JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657 VOLUME 02 NO. 03 MARET 2018
Halaman 42
Abbas, Nurhayati. 2006. Hubungan antara Minat terhadap Profesi Guru, Keinovatifan Guru dan Pengalaman Diklat dengan Kompetensi Profesional Guru Matematika SMP Negeri di Provinsi Gorontalo. Desertasi: Universitas Negeri Jakarta.
Bachri.Dedek Saiful. 2012. Pengembangan bahan ajar.
Jambi: Universitas jambi. http://dedeksaifulbahri.blogspot.com/2013/01/pengembangan-bahan-ajar.html. Diakses tanggal 23 februari 2015.
Bachri. Saiful. (2013). Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika.Tesis : Universitas Negeri Gorontalo. Tidak dterbitkan.
Depdiknas, 2008.Petunjuk Penulisan Bahan Ajar. Jakarta. Bachri. Dedek Saiful. 2012. Pengembangan bahan ajar.
Jambi: Universitas jambi. http://dedeksaifulbahri.blogspot.com/2013/01/pengembangan-bahan-ajar.html. Diakses tanggal 23 februari 2015.
Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Kusrianto Adi, Arifin Syamsul, (2012). “Sukses Menulis
Buku Ajar dan Referensi” Tehnik dan Strategi Menjadikan Tulisan Anda Layak Diterbitkan. Untuk Guru, Dosen, dan Widya Iswara Serta Umum. Surabaya: Grasindo.
Paulina, 2005.Pokok-pokok Pikiran Tentang Penulisan
Modul Bahan Ajar dan Diklat.Jakarta : Universitas Pendidikan Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendknas)
No. 41 Tahun Tentang Standar Proses. Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 19 tahun 2005 Tentang
Rencana Pembelajaran yang mencakup Silabus dan RPP.
Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan
Ajar Inovatif.Yogyakarta.Diva Press. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Suprawoto, 2009.Pedoman Penyusunan Modul. Surakarta:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Uno B Hamzah. 2011. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara. Uno B Hamzah. 2012. Model Pembelajaran Menciptakan
Proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Uno B Hamzah. 2003 Pengaruh Strategi Pembelajaran
Berdasarkan Model Elaborasi dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Umum (SMU). Desertasi: Universitas Negeri Jakarta.
Uno B Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara. Widodo, S Chomsin dan Jasmadi, (2008).“Panduan
Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi”. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.
Zaman, B. 2010. Petunjuk Praktis Menulis Modul. Jakarta:
Program TeknologiPendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, UPI.
JURNAL LINEAR VOLUME 01 NO.02 OKTOBER 2017
43