pengembangan didactical design research (ddr) dalam

49
LAPORAN PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA PADA MATERI PROGRAM LINIER Tim Pengusul Ketua Peneliti: Ayu Faradillah, M.Pd/ NIDN. 0305019101 Anggota Peneliti: Syafika Ulfah, S.Pd., M.Sc/ NIDN. 0315079001 Windia Hadi, M.Pd/ NIDN. 0325049202 Nomor Surat Kontrak Penelitian: 523/ F.03.07/ 2017 Nilai Kontrak : Rp 10.250.000,- PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

i

LAPORAN

PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS

PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS MAHASISWA

CALON GURU MATEMATIKA PADA

MATERI PROGRAM LINIER

Tim Pengusul

Ketua Peneliti:

Ayu Faradillah, M.Pd/ NIDN. 0305019101

Anggota Peneliti:

Syafika Ulfah, S.Pd., M.Sc/ NIDN. 0315079001

Windia Hadi, M.Pd/ NIDN. 0325049202

Nomor Surat Kontrak Penelitian: 523/ F.03.07/ 2017

Nilai Kontrak : Rp 10.250.000,-

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2018

Page 2: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

ii

Page 3: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

iii

SURAT KONTRAK PENELITIAN

Page 4: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

iv

Page 5: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

v

RINGKASAN

Hasil penelitian ini merupakan tahap pertama pada Didactical Design Research (DDR) yaitu analisis situasi didaktis

dengan melihat learning obstacle kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika pada mata

kuliah program linier. Pengumpulan data untuk menemukan learning obstacle tersebut diperoleh dari beberapa sumber

yaitu dengan memberikan soal kemampuan berpikir kreatif matematis, wawancara tentang soal kemampuan berpikir

kreatif matematis, soal UTS dan UAS, Rencana Pembelajaran Semester (RPS), dan sumber ajar pada mata kuliah

program linier. Peneliti memilih dua mahasiswa semester lima pada program studi pendidikan matematika UHAMKA

sebagai subjek penelitian. Pemilihan subjek didasari oleh tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis tingkat 3 dan

1. Subjek yang memiliki tingkat 3 lebih percaya diri dalam menyelesaikan soal tes yang diberikan dibandingkan

dengan subjek yang memiliki tingkat 1. Peneliti berusaha untuk menganalisis soal UTS dan UAS pada empat tahun

ajaran terakhir dan peneliti memperoleh bahwa hanya pada tahun 2016-2017 soal UTS dan UAS yang mengandung

indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. Sedangkan pada RPS maupun sumber ajar yang digunakan

pada mata kuliah program linier, peneliti tidak menemukan adanya indikator-indikator yang terkandung di dalamnya.

Kata Kunci : Didactical Design Research (DDR); Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis; Mahasiswa Calon

Guru Matematika

Page 6: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………………….. i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………….. ii

SURAT KONTRAK PENELITIAN ………………………………………………………. iii

RINGKASAN …………………………………………………………………………….. v

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. vi

DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………. vii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………. viii

BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………………… 5

BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………………………………… 11

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………. 16

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………. 31

BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI ………………………………………………………. 33

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 34

LAMPIRAN ………………………………………………………………………………… 36

Page 7: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rencana Target Capaian ……………………………………………………… 4

Tabel 2.1 Rubrik Pemberian Skor Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik ……… 7

Tabel 4.1 Daftar Subjek Penelitian ……………………………………………………... 17

Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Penelitian …………………………………………………… 17

Page 8: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Road Map: Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ……………………… 10

Gambar 3.1 Didactical Design Research pada Penelitian ini ……………………………. 15

Gambar 4.1 Contoh Soal UAS 2016/2017 yang berkaitan dengan indikator

Fluency dan Elaboration ……………………………………………………. 29

Gambar 4.2 Contoh Soal UAS 2016/2017 yang berkaitan dengan indikator

Flexibility, Elaboration dan Originality …………………………………….. 29

Page 9: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir matematis merupakan suatu kemampuan yang wajib dimiliki oleh pendidik, baik

pendidik yang ada di tingkat dasar maupun pendidik di tingkat perguruan tinggi. Sebagai calon

guru professional yang akan mengajarkan matematika di sekolah, mahasiswa pendidikan

matematika sudah seharusnya memiliki kemampuan berpikir matematis tersebut, salah satunya

adalah kemampuan berpikir kreatif matematis. Berdasarkan hasil penelitian Murtafiah

(2017:79) menunjukan bahwa masih rendahnya kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki

mahasiswa calon guru matematika. Seorang guru berperan penting dalam melatih kemampuan

berpikir kreatif matematis siswanya. Oleh karena itu, mahasiswa calon guru matematika

dituntut untuk terus melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya.

Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru menyebabkan

ketidakmampuan mahasiswa untuk menyelesaikan soal dengan cara lain yang dosennya

berikan. Hal ini diungkapkan pula oleh Hendriana (2009:15) yang mengatakan bahwa

mahasiswa hanya mencontoh daan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah

dikerjakan oleh guru. Sehingga mereka akan merasa kesulitan ketika diberikan soal berbeda

dengan contoh tersebut.

Pada perguruan tinggi terdapat beberapa bidang materi yang dipelajari, salah satunya

adalah aljabar. Berdasarkan deskripsi yang dilakukan oleh Suzana (2013:92) pada

pembelajaran aljabar khususnya struktur aljabar ditemukan beberapa kesulitan yang dialami

mahasiswa, yaitu ketidaktahuan metode pembuktian, ketidakpahaman konsep, ketidaktahuan

tentang logika, dan penyelesaian pembuktian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlunya

penganalisisan lebih dalam terkait kesulitan-kesulitan yang menyebabkan rendahnya

kemampuan berpikir kreatif matematis terutama pada materi aljabar.

Menurut Supriatna dalam Sulistiawati, Suryadi, dan Fatimah (2015:136) pengembangan

desain didaktis mempunyai peranan dalam belajar matematika dan pembelajaran matematika.

Pengembangan tersebut diharapkan mampu menjawab hambatan-hambatan pembelajaran,

lintasan belajar, dan karakteristik mahasiswa. Menurut Kansanen, terdapat dua aspek dasar

dalam pembelajaran matematika, yaitu hubungan antara siswa dengan materi dan hubungan

antara siswa dengan guru (Suryadi, 2010). Hubungan guru dengan siswa disebut pedagogical

relation (hubungan pedagogis/HP) sedangkan hubungan antara siswa dengan materi disebut

Page 10: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

2

dengan didactical relation (hubungan didaktis/HD), yang biasa disajikan dalam segitiga

didaktis. Lebih lanjut Suryadi (2010) menyatakan bahwa hubungan guru dengan materi tidak

dapat diabaikan. Dalam segitiga didaktis guru berperan untuk menciptaan situasi didaktis

sehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa.

Pada didactical design research (DDR), pengembangan situasi didaktis, analisis kesulitan

belajar, dan pengambilan keputusan selama proses pembelajaran berlangsung dapat

mendorong terjadinya situasi belajar yang optimal diperlukan upaya maksimal yang harus

dilakukan sebelum proses belajar pembelajaran dilaksanakan. Upaya tersebut dikenal dengan

istilah Antisipasi Didaktis Pedagogis (ADP). Dalam penelitian desain didaktis terdiri dari tiga

tahapan, yaitu: (1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa

Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP, (2) analisis metapedadidaktik, dan (3) analisis

restrifektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil

analisis metapedadidaktik (Suryadi,2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti

tertarik untuk meneliti tentang “Pengembangan Desain Didaktis Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Mahasiswa Calon Guru pada Materi Program Linier”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah pada penelitian

ini sebagai berikut.

1. Bagaimana desain didaktis kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru

pada materi program linier?

2. Bagaimana tanggapan mahasiswa calon guru matematika terhadap desain didaktis yang

dikembangkan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) bagaimana desain didaktis kemampuan

berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika pada materi aljabar berdasarkan

tiga tahapan yang ada pada desain didaktis, yaitu analisis situasi didaktis, analisis

metapedadidaktis dan analisis retrosfektif; dan (2) bagaimana tanggapan atau persepsi

mahasiswa calon guru matematika terhadap penerapan desain didaktis kemampuan berpikir

kreatif matematis pada materi aljabar.

D. Urgensi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai latar

belakang atau acuan. Penelitian ini disajikan secara komprehensif tentang apa yang diperoleh,

Page 11: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

3

bagaimana kemungkinan tanggapan siswa, dan bagaimana cara mengantisipasinya. Proses

berpikir ini dilakukan dalam tiga fase pembelajaran yaitu sebelum pembelajaran, pada saat

pembelajaran, dan setelah pembelajaran. Proses berpikir pada tiga fase tersebut beserta hasil

analisisnya berpotensi untuk menghasilkan desain didaktis inovatif.

Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika

harusnya menjadi permasalah serius yang memerlukan solusi yang sesuai. Pada penelitian-

penelitian terdahulu, hanyalah sekedar menganalisis atau mendeskripsikan bagaimana level

kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru saja tanpa memberikan solusi

inovatif yang sesuai dengan analisis yang telah dilakukan. Atau bahkan hanya sekedar

memberikan metode atau model pembelajaran saja tanpa mengkaji lebih dalam penyebab

rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru.

Oleh karena itu, urgensi penelitian ini memfokuskan pada tiga fase yang telah disebutkan

di atas dengan menggunakan desain didaktis sebagai metode penelitiannya. Pada tahapan

pertama, peneliti akan melalukan analisis situasi didaktis dimana peneliti akan mencoba

menemukan learning obstacle kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru

matematika pada materi aljabar. Learning obstacle ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Ontogenical, yaitu kesulitan belajar berdasarkan psikologis, dimana mahasiswa

mengalami kesulitan belajar karena faktor kesiapan mental,

2. Didactical, yaitu kesulitan belajar mahasiswa terjadi karena kekeliruan penyajian, dalam

hal ini bahan ajar yang digunakan oleh mahasiswa, dan

3. Epistemological, yaitu kesulitan belajar mahasiswa karena pemahaman mahasiswa tentang

sebuah konsep yang tidak lengkap, hanya dilihat dari asal-usulnya saja.

Pada tahapan kedua, peneliti akan melakukan analisis metapedadidaktik. Analisis ini

terbagi menjadi tiga komponen, yaitu kesatuan, flesibilitas, dan koherensi. Kesatuan yang

dimaksud adalah mampu memandang sisi-sisi pada segitiga didaktis yang dimodifikasi sebagai

sesuatu yang utuh. Fleksibilitas adalah antisipasi yang sudah disiapkan sesuai dengan didaktis

dan pedagogis. Dan koherensi merupakan situasi didaktis yang berkembang sehingga muncul

situasi yang berbeda-beda selama proses pembelajaran. Pada tahapan terakhir atau tahapan

ketiga, yaitu analisis retrospektif yakni menghubungkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis

dengan hasil analisis metapedadidaktik.

Setelah melakukan ketiga tahapan tersebut, peneliti akan memberikan angket untuk

mengetahui tanggapan mahasiswa calon guru matematika terhadap penelitian yang telah

dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penelitian pada

kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru. Selain itu juga, tanggapan

Page 12: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

4

tersebut bisa digunakan untuk mengembangkan lagi kekurangan-kekurangan yang mungkin

terjadi.

E. Target Luaran

Adapun rencana target luaran yang ingin dicapai sebagai kontribusi terhadap ilmu

pengetahuan, sebagai berikut:

Tabel 1.1 Rencana Target Capaian

No Jenis Luaran Indikator Capaian

1. Publikasi ilmiah di Jurnal Nasional (ber ISSN) Belum

2. Pemakalah dalam temu ilmiah Nasional

Internasional Belum

3. Bahan Ajar Buku Ajar Hasil

Penelitian

Page 13: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

5

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

A. Design Didactic Research

Didactical Design Research merupakan educational design research. Plomp dkk

(2010:15) menyatakan educational design research adalah sistematika pembelajaran dalam

merangcang (designing), mengembangkan (developing), dan mengevaluasi (evaluating)

intervensi pendidikan (seperti program, strategi belajar mengajar dan materi, produk dan

system) sebagai solusi untuk masalah yang kompleks dalam praktek pendidikan, yang juga

bertujuan untuk memajukan pengetahuan kita tentang karakateristik intervensi dan proses

perancangan dan pengembangannya. Menurut Lidinillah (dikutip dalam Mardiana, 2013)

design research sering digunakan dalam penelitian untuk mengembangkan teori-teori didaktis

dari pembelajaran bidang studi tertentu mulai dari tingkat dasar maupun perguruan tinggi.

Istilah lain yang digunakan yang relevan sebagai model khusu dari design research adalah

didactical design research.

Suryadi (2010) menyatakan bahwa penelitian Desain Didaktis terdiri atas tiga tahapan

yaitu (1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa Desain Didaktis

Hipotesis termasuk ADP, (2) analisis metapedadidaktik, dan (3) analisis retrospektif yakni

analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis

metapedadidaktik. Dari ketiga tahapan ini akan diperoleh Desain Didaktis Empirik yang tidak

tertutup kemungkinan untuk terus disempurnakan dan dikembangkan melaluti tiga tahapan

DDR tersebut.

Sulistiawati, Suryadi, dan Fatimah (2015) telah melakukan penelitian desain didaktis

penalaran matematis untuk mengatasi kesulitan belajar siswa SMP pada luas dan volume limas.

Rata-rata kesulitan belajar pada studi pendahuluan sebesar 75.63% dan setelah dilakukan uji

coba rata-rata kesulitan menjadi 51.78%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan matematis

siswa meningkat. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desain didaktis yang

dikembangkan dapat memperkecil gap yang dihadapi siswa.

Aisah, Kusnandi, dan Yulianti (2016) juga mempelajari desain didaktis konsep luas

permukaan dan volume prisma dalam pembelajaran matematika SMP dan hasil implementasi

menunjukkan bahwa pada bagian desain didaktis pengembangan pemahaman konsep luas

permukaan dan volume prisma, siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna

sehingga siswa mampu memahami konsep luas permukaan dan volume prisma dengan baik.

Page 14: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

6

Suryana, Pranata, dan Apriani (2012) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul

desain didaktis pengenalan konsep pecahan sederhana pada pembelajaran matematika untuk

siswa kelas III Sekolah Dasar bahwa desain didaktis dapat memperkaya variasi pembelajaran

dan mengantisipasi munculnya hambatan belajar (learning obstacle) siswa.

Roeroe (2011) dalam penelitiannya didactical design research (DDR) dalam

pengembangan pembelajaran kependidikan, menyimpulkan bahwa tiga fase dalam DDR dapat

diformulasikan sebagai rangkaian langkah untuk menghasilkan suatu disain didaktis empiric.

Seperti yang dilakukan oleh Nindiasari, Novaliyosi, dan Subhan (2016), desain didaktis

dikembangkan melalui bahan ajar yang dapat memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa

(auditori, kinestetik, dan visual) dan menunjukkan bahwa siswa lebih senang mengikuti

pembelajaran dengan bahan ajar yang interaktif.

B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Kreativitas merupakan ciri penting yang dapat digunakan dalam menghadapi permasalahan

kehidupan sehari-hari (real-life problems). Menurut McGregor (2007), berpikir kreatif adalah

berpikir yang mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru

atau cara baru dalam memahami sesuatu. Sedangkan menurut sebuah lembaga di Inggirs,

Department for Children, Schools, and Families, UK (2008) menyatakan bahwa berpikir

kreatif adalah bagaimana menemukan sebuah aplikasi baru dari pengetahuan dan pemahaman

yang ada, menghubungkan gagasan yang ada bersama-sama membentuk ide baru.

Tidak semua manusia dapat berpikir kreatif dan satu dari tujuan pendidikan matematika di

sekolah adalah untuk mendorong mahasiswa agar dapat berpikir kreatif sehingga mampu

menyelesaikan real-life problems. Matematika merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam

kehidupan, tidak hanya pada aktivitas sehari-hari tetapi juga berbagai situasi kerja. Karena

itulah perlu untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan matematika yang diperoleh di

sekolah ke kehidupan nyata. Laycock menyatakan kreativitas matematis sebagai kemampuan

untuk menganalisis masalah tertentu dari perspektif yang berbeda, melihat pola, perbedaan dan

persamaan, menghasilkan banyak gagasan dan memilih metode yang tepat untuk menghadapi

situasi matematika yang tidak biasa (dikutip dalam Svecova et.al., 2014).

Kang Sup, Dong-jou, dan Jong Jin (2003) melakukan sebuah penelitian pengembangan uji

kemampuan memecahkan masalah matematika kreatif. Pengujian diberikan kepada mahasiswa

regular dimana tes disusun dalam tiga faktor kreativitas: kelancaran (jumlah tanggapan),

fleksibilitas (jumlah berbagai jenis tanggapan) dan orisinalitas (tingkat keunikan tanggapan).

Sedangkan Maharani (2014) didalam penelitiannya Creative Thinking in Mathematics: Are we

Page 15: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

7

able to solve Mathematical Problems in A Variety of Way? menyimpulkan bahwa ada empat

kompetensi dalam menilai kemampuan berpikir kreatif yaitu (1) fluency, kemampuan dalam

menyelesaikan dan memberikan banyak solusi terhadap persoalan yang dihadapi atau

kemampuan memberikan banyak contoh atau pernyataan yang terkait situasi matematis, (2)

flexibility, kemampuan dalam menggunakan berbagai macam strategi dalam pemecahan

masalah, (3) originality, penggunaan strategi baru, unik, atau tidak biasa dalam menyelesaikan

permasalahan, dan (4) elaboration, kemampuan dalam memberikan penjelasan secara detail.

Dalam menganalisis karakteristik tes matematika, perlu disusun terlebih dahulu rubric

pemberian skor tiap butir tes secara proporsional sehingga tiap butir tes mendapat skor yang

dapat dipertanggung jawabkan. Sumarmo (2016) membuat tabel penskoran dalam kemampuan

berpikir kreatif matematik sebagai berikut.

Tabel 2.1. Rubrik Pemberian Skor Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik

Indikator Berpikir

Kreatif Jawaban Skor

Kelancaran Tidak ada jawaban 0

Mengidentifikasi beberapa cara menyelesaikan masalah

yang berbeda 0-2

Menetapkan cara menyelesaikan masalah yang dipilih

disertai alas an 0-2

Menyelesaikan masalah dengan cara yang telah

ditetapkan 0-2

Menyelesaikan masalah dengan alternative lain 0-2

Sub-total (satu butir tes) 0-8

Kelenturan Tidak ada jawaban 0

Mengidentifikasi data/informasi yang diberikan dan

yang ditanyakan 0-2

Mengkaitkan data/informasi yang diberikan dan yang

ditanyakan dan menyusun model matematika masalah 0-3

Mengidentifikasi beberapa cara berbeda untuk

menyelesaikan masalah 0-2

Menyelesaikan model matematika masalah dengan cara

berbeda yang telah ditetapkan 0-3

Membandingkan dan menjelaskan cara terbaik dari

beberapa alternative jawaban disertai dengan alasan

yang relevan

0-2

Sub-total (satu butir tes) 0-12

Keaslian/originalitas Tidak ada jawaban 0

Mengubah bentuk masalah ke dalam bentuk masalah lain

yang lebih sederhana / Memodifikasi masalah 0-2

Page 16: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

8

Indikator Berpikir

Kreatif Jawaban Skor

Menyusun model matematika masalah yang sudah

dimodifikasi dalam bentuk gambar dan atau ekspresi

matematik

0-2

Mengidentifikasi strategi (yang tidak baku) untuk

menyelesaikan masalah 0-3

Menyelesaikan model matematika dengan strategi tidak

baku yang dipilih 0-3

Menetapkan solusi yang relevan 0-2

Sub-total (satu butir tes) 0-12

Keterincian/Elaborasi Tidak ada jawaban 0

Mengidentifikasi unsur/data yang diketahui dan yang

ditanyakan dari suatu masalah 0-2

Mengidentifikasi kecukupan unsur/data dana tau

melengkapinya 0-2

Mengkaitkan unsur/data dan yang ditanyakan serta

menyusun model matematika masalah utama (bentuk

gambar dana tau ekspresi matematika)

0-3

Merinci masalah/model matematika ke dalam sub-

masalah/sub-model matematika 0-3

Menyelesaikan model matematika masalah utama

disertai alasan/penjelasan konsep/proses yang digunakan

pada tiap langkah

0-3

Memeriksa kebenaran solusi disertai alasan 0-2

Sub-total (satu butir tes) 0-15

C. Program Linear

Program linear (linear programming) merupakan model optimasi persamaan linear yang

berkenaan dengan masalah-masalah pertidaksamaan linear. Masalah program linear berarti

masalah nilai optimum (maksimum atau minimum) sebuah fungsi linear pada suatu system

pertidaksamaan linear yang harus memenuhi optimasi fungsi objektif.

Dalam banyak situasi sering dijumpai masalah-masalah yang berhubungan dengan

program linear. Agar masalah optimasinya dapat diselesaikan dengan program linear, maka

masalah tersebut harus diterjemahkan dalam bentuk model matematika. Sebagai contoh

andaikan seorang tukang roti merencanakan membuat dua jenis roti, yaitu roti jenis I (x) dan

roti jenis II (y), menggunakan dua macam bahan baku, yaitu tepung dan mentega. Setiap roti

jenis I memerlukan 200 gram tepung dan 25 gram mentega. Setiap roti jenis II memerlukan

100 gram tepung dan 50 gram mentega. Harga jual roti jeni I dan II masing-masing adalah Rp

Page 17: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

9

1.500,00 dan Rp 2.000,00. Jumlah persediaan bahan ialah 4 kg tepung dan 1,2 kg mentega.

Berapa banyak masing-masing jenis roti yang harus diproduksi agar tukang roti memperoleh

keuntungan maksimum?

Program linear adalah suatu cara yang bertujuan untuk menentukan himpunan

penyelesaian bagi suatu system pertidaksamaan. Noormandiri (2004) mengatakan beberapa

prinsip-prinsip program linear:

Prinsip 1. Dalam program linear, setiap pernyataan yang harus dipenuhi oleh variable-

variabel seperti 𝑥 dan 𝑦 dinyatakan dalam bentuk pertidaksamaan.

Prinsip 2. Dari setiap pertidaksamaan akan dibentuk suatu persamaan yang berkaitan.

Prinsip 3. Persamaan yang dibentuk digunakakn untuk melukis garis bagi penyelesaian

pertidaksamaan.

Prinsip 4. Mengarsir daerah yang memenuhi pertidaksamaan.

Prinsip 5. Koordinat-koordinat setiap titik dalam daerah arsiran mewakili suatu system

pertidaksamaan.

Bentuk umum program linear:

𝑍 = 𝐶1𝑥1 + 𝐶2𝑥2 +⋯+ 𝐶𝑛𝑥𝑛.

dengan 𝑍 adalah nilai maksimum/minimum; 𝐶1, 𝐶2,… , 𝐶𝑛 adalah konstanta; dan 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛

adalah variable.

Masalah program linear adalah masalah menentukan nilai maksimum atau nilai minimum

suatu fungsi objektif. Penyelesaian masalah program linear dapat dilakukan dengan metode

grafis dan metode simpleks. Adapun materi-materi mata kuliah Program Linier pada Program

Studi Pendidikan Matematika UHAMKA mencakup model matematika, pendekatan

geometris, analisis kompleks, metode simpleks I dan metode simpleks II. Pada materi model

matematika dijelaskan tentang dasar-dasar program linear dari definisi, ide dasar, karakteristik,

formulasi masalah dan bentuk umum model program linear. Sedangkan pada materi

selanjtunya lebih membahas tentang metode penyelesaian program linear baik dengan metode

grafis maupun metode simpleks.

Page 18: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

10

KEMAMPUAN

BERPIKIR

KREATIF

MATEMATIS

Murtafiah

(2017)

menunjukan

bahwa masih

rendahnya

kemampuan

berpikir kreatif

yang dimiliki

mahasiswa calon

guru matematika.

Suzana (2013)

pembelajaran aljabar

khususnya struktur aljabar

ditemukan beberapa

kesulitan yang dialami

mahasiswa, yaitu

ketidaktahuan metode

pembuktian, ketidakpahaman

konsep, ketidaktahuan

tentang logika, dan

penyelesaian pembuktian

Department for Children,

Schools, and Families,

UK (2008):

menyatakan bahwa berpikir

kreatif adalah bagaimana

menemukan sebuah aplikasi

baru dari pengetahuan dan

pemahaman yang ada,

menghubungkan gagasan

yang ada bersama-sama

membentuk ide baru.

McGregor(2007)

berpikir kreatif

adalah berpikir yang

mengarah pada

pemerolehan

wawasan baru,

pendekatan baru,

perspektif baru atau

cara baru dalam

memahami sesuatu.

Hendriana (2009)

yang mengatakan

bahwa mahasiswa

hanya mencontoh

daan mencatat

bagaimana cara

menyelesaikan soal

yang telah dikerjakan

oleh guru. Sehingga

mereka akan merasa

kesulitan ketika

diberikan soal

berbeda dengan

contoh tersebut.

ROAD MAP: KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS

Sumarmo (2006)

menyimpulkan bahwa ada empat kompetensi

dalam menilai kemampuan berpikir kreatif

yaitu (1) fluency, kemampuan dalam

menyelesaikan dan memberikan banyak solusi

terhadap persoalan yang dihadapi atau

kemampuan memberikan banyak contoh atau

pernyataan yang terkait situasi matematis, (2)

flexibility, kemampuan dalam menggunakan

berbagai macam strategi dalam pemecahan

masalah, (3) originality, penggunaan strategi

baru, unik, atau tidak biasa dalam

menyelesaikan permasalahan, dan (4)

elaboration, kemampuan dalam memberikan

penjelasan secara detail.

Maharani

(2014)

didalam

penelitiann

ya Creative

Thinking in

Mathematic

s: Are we

able to

solve

Mathematic

al Problems

in A Variety

of Way?

Laycock dalam

Svecova (2014)

menyatakan

kreativitas matematis

sebagai kemampuan

untuk menganalisis

masalah tertentu dari

perspektif yang

berbeda, melihat pola,

perbedaan dan

persamaan,

menghasilkan banyak

gagasan dan memilih

metode yang tepat

untuk menghadapi

situasi matematika

yang tidak biasa

Kang Sup, Dong-jou, dan

Jong Jin (2003)

melakukan sebuah penelitian

pengembangan uji

kemampuan memecahkan

masalah matematika kreatif.

Pengujian diberikan kepada

mahasiswa regular dimana tes

disusun dalam tiga faktor

kreativitas: kelancaran

(jumlah tanggapan),

fleksibilitas (jumlah berbagai

jenis tanggapan) dan

orisinalitas (tingkat keunikan

tanggapan).

Page 19: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

11

BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Tahapan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan didactical design

research. Tujuan utama dari design research adalah untuk mengembangkan teori mengenai

bagaimana proses belajar mahasiswa dan bagaimana cara untuk mendukung proses belajar

tersebut. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dalam penelitian ini sehingga design research

dipilih sebagai metodologi dalam penelitian ini. Wanty Widjaja (2010) pada workshop

design research memperinci tujuan design research yakni :

1. Untuk memahami inovasi pembelajaran dan bagaimana cara mewujudkan inovasi

(Gravemeijer & Cobb, 2006) “if you want to change something, you have to understand

it, and if you want to understand something, you have to change it.”

2. Untuk membangun pengetahuan bagaimana merancang alur belajar untuk topik atau

sub-topik matematika tertentu

a. Untuk membangun norma kelas yang mendukung proses belajar

b. Untuk menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mengkontruksi

pengetahuan matematika.

Poin pertama dan kedua merupakan penjabaran tujuan utama yaitu mengembangkan

teori mengenai bagaimana proses belajar mahasiswa sedangkan poin ketiga dan keempat

merupakan penjabaran tujuan utama bagaimana cara untuk mendukung proses belajar.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Program Studi Pendidikan Matematika.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan pada penelitian ini dilaksakan dengan mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan.

Tahap persiapan meliputi menyusun dan menyempurnakan proposal dan menyusun

instrument penelitian.

Page 20: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

12

2. Pemilihan subjek.

Pemilihan subjek pada tahap pertama yaitu Analisis Situasi Didaktis, peneliti akan

memilih Mahasiswa/I Program Studi Pendidikan Matematika UHAMKA yang telah

mengambil atau mempelajari mata kuliah program linier. Sedangkan pemilihan subjek

pada tahap kedua dan ketiga yaitu analisis metapedadidaktik dan retrospektif, peneliti

akan memilih mahasiswa/I Program Studi Pendidikan Matematika UHAMKA yang

akan mengambil atau mempelajari mata kuliah program linier.

3. Pengumpulan data.

Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan tiga tahapan yang terdapat

pada Didactical Design Research, yaitu analisis situasi didaktis, metapedadidaktis,

dan restrospetif. Pada analisis situasi didaktis, pengumpulan data berupa observasi

perangkat pembelajaran dilihat dari RPS, soal UTS dan UAS, dan bahan ajar. Selain

itu, peneliti juga akan mengumpulkan data melalui pemberian tes kemampuan berpikir

kreatif matematis dan wawancara pada subjek. Hal ini dilakukan untuk menemukan

learning obstacle dari kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru

pada mata kuliah program linier. Tahap kedua adalah analisis metapedidaktik,

pengumpulan data pada tahap ini dilakukan setelah peneliti menemukan solusi yang

diperkirakan sesuai untuk mengatasi learning obstacle yang telah ditemukan pada

tahap pertama. Peneliti akan mengaplikasikan solusi tersebut di kelas dan

mengumpulkan data pada akhir pengaplikasian. Dan tahap ketiga adalah analisis

retrospektif, dimana peneliti akan mengevaluasi hasil dari analisis metapedidaktik

yang telah dilakukan. Dan juga peneliti akan memberikan angket kepada subjek untuk

mengetahui respon atau tanggapan subjek terhadap solusi yang diberikan.

4. Melakukan analisis data

Analisis data pada penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap berdasarkan tahapan yang

ada pada DDR. Penelitian ini akan dibagi menjadi dua tahun pelaksanaan, pada tahun

pertama peneliti akan menganalisis situasi didaktis yaitu melakukan analisis pada

perangkat pembelajaran dan bahan ajar mata kuliah program linier dan tes kemampuan

berpikir kreatif matematis dan wawancara untuk menemukan learning obstacle

kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika pada mata

kuliah program linier. Pada tahun kedua, peneliti akan menganalisis metapedadidaktik

dan retrospektif.

5. Menyusun laporan akhir penelitian pengembangan ipteks tahun pertama.

Page 21: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

13

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini dimulai dari penentuan

subjek. Setelah subjek ditentukan, kemudian subjek diminta untuk menyelesaikan tes

kemampuan berpikir kreatif matematis dan diwawancara secara semi terstruktur.

Selanjutnya peneliti akan menganalisis hasil tersebut untuk menemukan learning obstacle.

Selain itu, peneliti juga melakukan analisis perangkat pembelajaran dan bahan ajar mata

kuliah program linier untuk mengkaji learning obstacle lebih dalam.

E. Analisis Data

Analisis data yang digunakan berdasarkan tahapan yang ada pada Didactical Design

Research. Ada tiga tahap dalam analisis data didactical Design Research yaitu tahap

pertama yaitu analisis situasi didaktis merupakan tahap persiapan dan desain penelitian.

Teori dan penelitian yang terkait dengan penelitian ini dikaji selama tahap pertama ini.

Teori-teori tersebut kemudian menjadi landasan pengembangan local instruction theory

atau teori instruksi lokal. Teori instruksi lokal merupakan teori tentang rangkaian aktivitas

pembelajaran maupun alat-alat yang dapat digunakan untuk pembelajaran matematika pada

suatu topik yang spesifik (Zulkardi, 2002). Teori instruksi lokal kemudian menjadi

kerangka dalam mengembangkan Hipotesis Lintasan Belajar (HLB). Hipotesis Lintasan

Belajar (HLB) merupakan dugaan mengenai lintasan belajar yang dilalui siswa pada suatu

topik matematika tertentu. Hipotesis Lintasan Belajar (HLB) terdiri dari tiga komponen,

yakni tujuan pembelajaran, aktivitas pembelajaran dan hipotesis proses belajar.

Tahap kedua yaitu analisis metapedadidaktik dan analisis retrospektif. Analisis

metapedadidaktik merupakan tahap eksperimen mengajar. Hipotesis Lintasan Belajar

(HLB) yang telah dibuat pada tahap pertama kemudian digunakan sebagai panduan dalam

melaksanakan pembelajaran matematika di kelas dan sekaligus diterapkan relevansinya

terhadap proses pembelajaran dikelas. Analisis retrospektif, data-data yang terkumpul

selama tahap pertama yaitu eksperimen mengajar akan dianalisis. Hasil analisis kemudian

menjadi dasar untuk menjawab pertanyaan pada penelitian ini. Hal penting yang harus

diingat ialah dalam design research batasan antara ketiga tahap yang telah dijelaskan

sebelumnya tidaklah tetap. Contohnya ketika peneliti merancang aktivitas makan peneliti

dapat berada pada tahap pertama atau mungkin juga sebenarnya peneliti berada pada tahap

kedua namun karena satu dan lain hal sehingga aktivitas perlu dirancang kembali agar

tujuan dari peneliti tersebut tercapai. Untuk penelitian yang akan dilakukan sekarang

analisis data pada tahap pertama selama 1 tahun, selanjutnya untuk penelitian selanjutnya

Page 22: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

14

maka dilanjutkan tahap kedua dan tahap ketiga. Untuk lebih jelasnya, peneliti mencoba

membuat diagram Didactical Design Research pada penelitian ini yang dapat di lihat pada

gambar 3.1 di bawah ini :

Page 23: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

15

Didactical Design Research

(DDR)

1. Analisis Situasi Didaktis 2. Analisis

Metapedadidaktik

3. Analisis

Retrospektif

Learning Obstacles

Guru Siswa

Observasi Perangkat

Pembelajaran

RPS Bahan Ajar

(Modul)

LKS

Soal Wawancara Angket

Metode

Belajar LKS

HASIL

Bahan Ajar (Buku)

HASIL

(Analisis Deskriptif) TAHAP 1

TAHAP 2

Gambar 3.1. Didactical Design Research

pada Penelitian ini

Page 24: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

16

BAB 4

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Anggaran Biaya

Anggaran biaya yang diajukan pada penelitian ini dilampirkan pada Lampiran 1 sesuai

dengan format yang telah ditentukan. Biaya penelitian yang diajukan peneliti pada setiap

komponennya seperti pada table berikut.

Tabel 4.1 Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan

(Rp)

1 Honorarium Pelaksana (20%) 2.050.000

2 Bahan habis pakai dan peralatan (40%) 4.100.000

3 Perjalanan (10%) 1.250.000

4 Pengolahan data, laporan, publikasi seminar,

pendaftaran HKI, dan lain-lain (30%)

3.075.000

Jumlah 10.250.000

B. Jadwal Penelitian

Adapun jadwal pada pene1itian ini sebagai berikut.

Tabel 4.2 Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan Ke-

8 9 10 11 12 1

1 Penyusun Proposal √

2 Penyusunan instrumen kemampuan

berpikir kreatif matematis √

3 Penyusunan angket wawancara √

4 Validasi Instrumen √

5 Revisi Instrumen dan angket wawancara √

6 Pemberian instrumen kemampuan

berpikir kreatif matematis √

7 Wawancara subjek penelitian √

8

Analisis hasil instrumen dan angket

wawancara kemampuan berpikir kreatif

matematis

√ √

9 Analisis Rencana Pembelajaran

Semester Mata Kuliah Program Linier √

10 Analisis Bahan Ajar (Modul) Mata

Kuliah Program Linier √

11 Penyusunan Laporan Penelitian Tahun

ke-1 √ √ √

12 Publikasi Jurnal dan Forum Ilmiah

lainnya √ √

Page 25: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

17

Page 26: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

18

Page 27: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

19

Page 28: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

17

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan tentang hasil analisis terhadap beberapa kajian,

yaitu (a) instrumen soal kemampuan berpikir kreatif matematis; (b) wawancara

instrumen soal kemampuan berpikir kreatif matematis; dan (c) perangkat

pembelajaran mata kuliah program linier. Dari analisis ini diperoleh pembahasan

tentang learning obstacle mahasiswa calon guru matematika terhadap kemampuan

berpikir kreatif matematis.

5.1 Instrumen Pendukung Penelitian

Instrumen pendukung penelitian ini berupa soal instrumen

kemampuan berpikir kreatif matematis, pedoman wawancara semi terstruktur

tentang soal instrumen yang diujikan, soal Ujian Tengah Semester (UTS) dan

Ujian Akhir Semester (UAS), dan perangkat pembelajaran mata kuliah

program linier. Tujuan pemberian soal instrumen kemampuan berpikir kreatif

matematis adalah untuk mengetahui atau menganalisis proses berpikir kreatif

mahasiswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan baik dari segi fluency,

flexibility, originality, dan elaboration. Sedangkan tujuan wawancara ini

adalah untuk mengetahui lebih detail dan terperinci tentang proses mahasiswa

calon guru dalam menyelesaikan instrumen kemampuan berpikir kreatif

matematis.

Sebelum diujikan ke subjek, instrumen pendukung seperti soal

kemampuan berpikir kreatif matematis dan pedoman wawancara terlebih

dahulu divalidasi. Peneliti meminta Bapak Dr. Ishaq Nuriadin, M.Pd untuk

Page 29: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

18

memvalidasi kedua instrumen pendukung tersebut. Berdasarkan hasil

konsultasi, kedua instrumen tersebut telah divalidasi dan validator menyatakan

layak digunakan dengan perbaikan. Secara umum, validator menyimpulkan

pedoman wawancara tersebut layak digunakan namun dengan perbaikan kata-

kata baik dari soal kemampuan berpikir kreatif matematis maupun dari

pertanyaan-pertanyaan pada pedoman wawancara yang diajukan. Hasil

validasi kedua instrumen tersebut terlampir pada Lampiran 2 dan 3.

5.2 Pemilihan Subjek Penelitian

Pemilihan subjek penelitian dimulai dengan pemberian soal instrumen

kemampuan berpikir kreatif matematis yang dilaksanakan pada tanggal 8

Desember 2017. Daftar hasil uji instrumen dapat dilihat pada Lampiran 1.

Peneliti melakukan uji instrumen pada kelas 5F mahasiswa Program Studi

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

(UHAMKA), dimana jumlah mahasiswa pada kelas tersebut adalah 14

mahasiswa/i.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen kelas 5F mahasiswa program

studi pendidikan matematika UHAMKA, peneliti mengambil dua mahasiswa

sebagai subjek untuk penelitian ini.

Tabel 5.1 Daftar Subjek Penelitian

Subjek L/P Nilai Mata Kuliah

Program Linier

Nilai Instrumen

Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis

AAS L A 90

MC L B 60

Page 30: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

19

5.3 Jadwal Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan peneliti selama proses pengambilan data di

lapangan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 5.2 Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Jenis Kegiatan Waktu Tempat

1 Validasi Instrumen Pendukung 25 November

2017

Universitas

Muhammadiyah

Prof. DR.

HAMKA 2 Pemberian soal instrumen

kemampuan berpikir kreatif

matematis

8 Desember 2017

3 Wawancara subjek terpilih 25 Januari 2018

4 Menganalisis learning obstacle

dari seluruh instrumen

pendukung

8 Desember

2017-14 Februari

2018

5.4 Analisis Learning Obstacle Mahasiswa Calon Guru terhadap Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis pada Mata Kuliah Program Linier

Penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan untuk mendapatkan data

tentang kesulitan mahasiswa calon guru dalam menyelesaikan soal

kemampuan berpikir kreatif matematis. Subjek penelitian ini berjumlah 14

mahasiswa calon guru yang telah mendapatkan atau menyelesaikan mata

kuliah program linier. Persentase kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan

soal kemampuan berpikir kreatif matematis yang muncul ternyata cukup besar.

Hal ini terbukti dari 14 mahasiswa tersebut hanya 2 mahasiswa atau 14% yang

mampu mencapai tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis 3 (kreatif)

yaitu Psubjek dapat membuat masalah yang berbeda dengan fasih meskipun

cata penyelesaiannya masih tunggal atau dapat membuat masalah yang baru

dengan cara penyelesaian yang baru dengan berbeda-beda. Sedangkan 12

Page 31: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

20

mahasiswa lainnya (dalam persentase 86%) hanya memiliki tingkat

kemampuan berpikir kreatif matematis 1 (kurang kreatif) dan 0 (tidak kreatif).

Hal ini dikarenakan mahasiswa tidak mampu membuat masalah yang berbeda

meskipun salah satu kondisi terpenuhi, misalnya fleksibel (cara penyelesaian

yang dibuat berbeda-beda). Atau bahkan mahasiswa tidak mampu membuat

masalah maupun tidak mampu membuat masalah yang berbeda dengan lancar

(fluent). Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk mengkaji lebih dalam tentang

kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan berpikir

kreatif matematis dengan cara mewawancara secara langsung yang terlampir

pada Lampiran 2. mahasiswa yang termasuk dalam kategori kreatif dan

kurang/tidak kreatif. Peneliti memberikan kode pada percakapan wawancara,

yaitu peneliti (P), subjek kreatif (S1), dan subjek kurang/tidak kreatif (S2).

Adapun hasil observasi pada proses wawancara tersebut, sebagai berikut.

1. Paparan Hasil Observasi Wawancara Terhadap Instrumen

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (S1)

Adapun percakapan wawancara yang peneliti lakukan bersama S1

dimana peneliti mencoba untuk mengelompokkannya sesuai dengan

indikator kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai berikut.

a. Originality

Peneliti mengawali proses wawancara dengan menanyakan tentang

tingkat kesukaran instrumen yang diberikan.

P : Bagaimana soal tes kemarin yang ibu berikan?

S1 : lumayan susah bu

P : Berapa soal yang dapat kamu kerjakan?

S1 : tiga soal bu

Page 32: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

21

P : Untuk soal nomor 1, apakah kamu bisa menjawabnya?

S1 : tidak bisa bu,

P : kenapa tidak bisa?

S1 : rada rumit soalnya bu. Saya bingung untuk membuat model

matematika dan fungsi kendalanya bu.

Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S1 kesulitan dalam

mengubah atau memodifikasi masalah matematika yang tertuang pada

soal no.1 ke dalam bentuk lain, yaitu model matematika. Hal ini terlihat

pada pernyataan S1 yang mengungkapkan bahwa S1 bingung dalam

membuat model matematika dan menentukan fungsi kendala pada soal

tersebut. Sehingga S1 pun memilih untuk tidak mengerjakan atau bahkan

tidak mencoba untuk menganalisis soal yang diberikan.

b. Elaboration

Peneliti mencoba menanyakan keterincian dari soal yang tidak mampu

S1 selesaikan dengan beberapa percakapan berikut.

P : Informasi apa saja yang diberikan pada soal no 1? Dan apa yang

ditanyakan dalam soal nomor 1?

S1 : diketahui maintenance per bulan untuk micro bus seharga 7.500

dan bus 10.000, sedangkan pemakaian bensinnya untuk micro bus

adalah 10 liter dan bus 30 liter yang ditanya model mtk jika micro

bus memiliki life time yang relatif panjang dari bus.

P : Dari informasi yang ada, dapatkah kamu membuat model

matematikanya?

S1 : bisa bu membuat modelnya

P : Menurut kamu, ada berapa cara yang bisa diselesaikan pada soal

nomor 1?

S1 : tidak tahu bu

P : Penyelesaian mana yang kamu kerjakan?

S1 : saya ga bisa menyelesaikannya bu

Page 33: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

22

Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S1 mampu

memahami keterincian informasi dan hal yang ditanyakan pada soal.

Akan tetapi, S1 kesulitan dalam mengkaitkan unsur/data dan hal yang

ditanyakan. Sehingga S1 tidak mampu menyelesaikan soal yang

diberikan bahkan S1 tidak mempunyai ide untuk mengerjakan soal

tersebut.

c. Fluency

Peneliti mencoba menanyakan cara S1 dalam menyelesaikan soal

selanjutnya. S1 pun mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal

tersebut dengan menggunakan dua cara yaitu cara substitusi dan

eliminasi Gauss Jordan. Berikut hasil percakapannya.

P : Untuk soal nomor 2, apakah kamu bisa menjawabnya?

S1 : Bisa bu,

P : informasi apa saja yang kamu dapatkan dari soal no 2? Dan

informasi apa yang ditanyakan?

S1 : diketahui 4 buah pertidaksamaan, 𝑥 + 𝑦 ≥ 20; 2𝑥 + 𝑦 ≤ 48; 0 ≤

𝑥 ≤ 20; 0 ≤ 𝑦 ≤ 48. Yang ditanya nilai maksimum 𝑧 = 20𝑥 + 8

P : dapatkah kamu menyusun model matematika dari informasi yang

ada?

S1 : bisa bu,

P : Menurut kamu, ada berapa cara yang dapat kamu selesaikan untuk

soal no 2?

S1 : ada subtitusi eliminasi, gauss jordan

P : Apakah kamu menyelesaikan soal no 2 dengan cara yang sudah

ditetapkan?

S1 : menggunakan cara subtitusi eliminasi

P : Apakah ada cara lain menurut kamu selain cara yang sudah kamu

kerjakan?

S1 : ada

P : Menurut kamu, cara mana yang terbaik dari alternative jawaban

yang telah kamu kerjakan? Disertai alasan kamu?

Page 34: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

23

S1 : Mungkin gauss jordan bu karena tinggal dimainkan angkanya bu.

Berdasarkan kutipan percakapan di atas, S1 terlihat lebih percaya diri

dengan jawaban yang disampaikannya. S1 mengatakan bahwa ia

mengetahui keterincian soal no.2 secara detail dengan menyebutkan

data/unsur yang diketahui dan hal yang ditanyakan pada soal. S1 pun

mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal tersebut dengan dua

cara yaitu subtitusi dan eliminasi Gauss Jordan. Ketika peneliti meminta

S1 menyelesaikan soal yang diberikan dengan cara lain seperti yang telah

ia kerjakan, S1 hanya mengatakan bisa mengerjakannya dengan

menggunakan cara Gauss Jordan dengan mengubah angka-angka pada

soal. Hal ini mengindikasikan bahwa S1 tidak mempunyai cara lain untuk

mengerjakan soal tersebut, karena ia hanya mengulang dari apa yang

telah ia kerjakan sebelumnya.

d. Flexibility

Pada indikator ini, peneliti mencoba menanyakan kepada S1 tentang soal

instrumen kemampuan berpikir kreatif matematika yang meminta S1

untuk menyelesaikannya dengan menghasilkan beberapa jawaban.

Berikut kutipan percakapan wawancara dengan S1.

P : Untuk soal nomor 4, apakah kamu bisa menjawabnya?

M : bisa bu

P : Dapatkah kamu mengidentifikasi informasi apa saja yang terdapat

dalam soal no 4 dan apa yang ditanyakan ?

S1 : bisa bu, ditanyakan z minimum

P : Setelah kamu rinci informasi, apakah kamu bisa menyusun model

matematika dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika dari

informasi data tersebut?

S1 : bisa bu, dalam bentuk ekspresi matematika

P : coba kamu tulis cara penyelesaian model matematika yang telah

kamu buat dalam soal no 4?

S1 : 𝑥 =8

5 dan 𝑦 =

13

5

Page 35: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

24

P : coba di cek kembali apakah jawaban yang kamu buat sudah benar/

belum?

S1 : benar bu

P : dapatkah kamu membuat modifikasi masalah dari soal no 4?

S1 : bisa bu,

P : bisakah kamu menyusun model matematika yang telah kamu

modifikasi masalah tersebut kedalam bentuk gambar atau ekspresi

matematika?

S1 : bisa bu, tentukan nilai minimum dari 𝑍 = 𝑥 + 2𝑦 dan fungsi

kendala 𝑎𝑥 + 3𝑦 < 𝑏 dan 4𝑥 + 𝑐𝑦 < 𝑑 dimana a adalah bilangan

bulat negative antara −2 𝑑𝑎𝑛 2 dan b adalah bilangan bulat positif

antara 0 − 4, nilai c adalah antara 2 − 8dan nilai d antara 0 − 3

P : coba selesaikan model matematika yang telah kamu modifikasi

dengan cara kamu sendiri?

S1 : 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑎 = 2 , 𝑏 = 4, 𝑐 = 3, 𝑑 = 2 dan 𝑥 = 1 dan 𝑦 = 2

P : coba di cek kembali sudah benar atau belum?

S1 : sudah benar bu,

P : terima kasih

S1 : sama-sama bu.

Pada awal pembahasan soal No.4, S1 mampu menjelaskan secara terinci

unsur/data yang diketahui dan ditanyakan pada soal. Serupa dengan soal

sebelumnya, S1 pun merasa percaya diri dalam menjawab setiap

pertanyaan yang peneliti ajukan pada proses wawancara. S1 mampu

menyelesaikan masalah yang diberikan dengan menghasilkan beberapa

jawaban. Bahkan ketika peneliti mencoba memintanya untuk

menghasilkan jawaban lain S1 pun mampu menjawabnya. Akan tetapi,

kesimpulan jawaban yang ia berikan masih kurang tepat pada bagian

perhitungannya. S1 masih kurang teliti dalam melakukan operasi

perhitungan soal instrumen yang diberikan.

Page 36: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

25

2. Paparan Hasil Observasi Wawancara Terhadap Instrumen

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (S2)

Adapun percakapan wawancara yang peneliti lakukan bersama S1

dimana peneliti mencoba untuk mengelompokkannya sesuai dengan

indikator kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai berikut.

a. Originality

Peneliti mengawali proses wawancara dengan menanyakan tentang

tingkat kesukaran instrumen yang diberikan.

P : Bagaimana soal tes kemarin yang ibu berikan?

S2 : Lumayan susah bu, materinya lupa-lupa ingat

P : Berapa soal yang dapat kamu kerjakan?

S2 : Cuma dua soal bu

P : Untuk soal nomor 1, apakah kamu bisa menjawabnya?

S2 : tidak bisa bu,

P : kenapa tidak bisa?

S2 : bingung bu apa yang ditanyakan, rada rumit soalnya bu.

P : Informasi apa saja yang diberikan pada soal no 1? Apa yang

ditanyakan dalam soal nomor 1?

S2 : (diam)

P : Dari informasi yang ada,dapatkah kamu membuat model

matematikanya?

S2 :bisa bu membuat modelnya

P : Menurut kamu, ada berapa cara yang bisa diselesaikan pada soal

nomor 1?

S2 : (diam)

Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S2 mengatakan

bahwa ia tidak mampu menyelesaikan soal No.1. Ketika ditanyakan lagi

untuk membuat model matematika dari soal tersebut S2 mengatakan bisa.

Tetapi, saat peneliti memberikan kertas kosong untuk S2 mencoba

Page 37: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

26

membuat model matematika, ia terlihat kebingungan dan akhirnya hanya

menggelengkan kepalanya. Oleh karena itu, ia pun hanya terdiam dan

tidak menjawab pertanyaan peneliti tentang cara menyelesaikannya.

b. Elaboration

Peneliti mencoba menanyakan keterincian dari soal yang tidak mampu

S2 selesaikan kesimpulan jawabannya.

P : Untuk soal nomor 4, apakah kamu bisa menjawabnya?

S2 : tidak bisa bu

P : Dapatkah kamu mengidentifikasi informasi apa saja yang terdapat

dalam soal no 4 dan apa yang ditanyakan ?

S2 : bisa bu,

P : Setelah kamu rinci informasi, apakah kamu bisa menyusun model

matematika dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika dari

informasi data tersebut?

S2 : bisa bu,

P : coba kamu tulis cara penyelesaian model matematika yang telah

kamu buat dalam soal no 4?

S2 : tidak bisa bu

P : coba di cek kembali apakah jawaban yang kamu buat sudah benar/

belum?

S2 : (diam)

P : dapatkah kamu membuat modifikasi masalah dari soal no 4?

S2 : tidak bisa bu,

Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S2 mengatakan

mampu membuat model matematika untuk soal tersebut. Hal itu pun

terbukti dengan diberikannya kertas kosong pada S2 dan ia pun langsung

menuliskan model matematikanya. Akan tetapi, ketika diminta untuk

menyelesaikan soal No.4, ia mengatakan tidak bisa mengerjakannya.

Sehingga ia pun tidak mampu untuk memodifikasi masalah yang tertuang

pada soal no.4.

Page 38: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

27

c. Fluency

Peneliti mencoba menanyakan cara S2 dalam menyelesaikan soal

selanjutnya. S2 pun mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal

yang diberikan dengan cara coba-coba dan grafik. Berikut kutipan

wawancara S2.

P : Untuk soal nomor 2, apakah kamu bisa menjawabnya?

S2 : Bisa bu,

P : informasi apa saja yang kamu dapatkan dari soal no 2? Dan

informasi apa yang ditanyakan?

S2 : diketahui 4 buah pertidaksamaan, 𝑥 + 𝑦 ≥ 20; 2𝑥 + 𝑦 ≤ 48; 0 ≤

𝑥 ≤ 20; 0 ≤ 𝑦 ≤ 48Yang ditanya nilai maksimum 𝑧 = 20𝑥 + 8

P : dapatkah kamu menyusun model matematika dari informasi yang

ada?

S2 : bisa bu,

P : Menurut kamu, ada berapa cara yang dapat kamu selesaikan untuk

soal no 2?

S2 : coba-coba dan grafik

P : Apakah kamu menyelesaikan soal no 2 dengan cara yang sudah

ditetapkan?

S2 : menggunakan cara coba-coba

P : Apakah ada cara lain menurut kamu selain cara yang sudah kamu

kerjakan?

S2 : bisa bu pakai grafik, dilihat dari titik-titik berpotongan dari garis

kendala.

P : Menurut kamu, cara mana yang terbaik dari alternative jawaban

yang telah kamu kerjakan? Disertai alasan kamu?

S2 : Mungkin subtitusi eliminasi bu karena lebih mudah tinggal

disubtitusi nilainya saja.

Berdasarkan kutipan percakapan di atas, S2 terlihat percaya diri ketika

ditanyakan tentang keterincian unsur/data yang diketahui dan ditanyakan

pada soal. Tetapi, pada saat peneliti menanyakan tentang cara atau metode

Page 39: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

28

apa yang ia gunakan untuk menyelesaikan soal yang diberikan, ia terlihat

mulai ragu dan menjawab menggunakan metode coba-coba. Setelah

ditanyakan kembali cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut, S2

menjawab bisa menggunakan cara grafik dan menemukan titik potong dari

garis kendala. Dan ketika peneliti mencoba menanyakan cara lainnya, S2

mengatakan cara substitusi eliminasi mungkin bisa digunakan karena lebih

mudah.

d. Flexibility

Pada indikator ini, peneliti mencoba menanyakan kepada S2 tentang soal

instrumen kemampuan berpikir kreatif matematika yang meminta S2 untuk

menyelesaikannya dengan menghasilkan beberapa jawaban. Berikut

kutipan percakapan wawancara dengan S2.

P : Dapatkah kamu mengidentifikasi informasi apa saja yang terdapat

dalam soal no 3 dan apa yang ditanyakan ?

S2 : bisa bu, diketahui 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 ≥ 𝑐; 2𝑥 + 3𝑦 ≥ 6; 4𝑥 + 3𝑦 ≤ 12 Yang

ditanya adalah 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 jika a bilangan positif antara 1-4 dan

b bilangan genap antara 1-10

P : Setelah kamu rinci informasi, apakah kamu bisa menyusun model

matematika dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika dari

informasi data tersebut?

S2 : bisa bu,

P : coba kamu tulis cara penyelesaian model matematika yang telah

kamu buat dalam soal no 3?

S2 : 𝑥 =6

5 dan 𝑦 =

72

30

P : coba di cek kembali apakah jawaban yang kamu buat sudah benar/

belum?

S2 : tidak benar, hasilnya desimal

P : dapatkah kamu membuat modifikasi masalah dari soal no 3?

S2 : bisa bu, diketahui fungsi tujuan 𝑓(𝑥, 𝑦) = 2𝑥 + 𝑦 Fungsi kendala

𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 ≥ 𝑐; 𝑥 + 2𝑦 ≥ 4; 3𝑥 + 2𝑦 ≤ 10 dimana 1 ≤ 𝑎 ≤ 3; 1 ≤

𝑏 ≤ 8

Page 40: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

29

P : bisakah kamu menyusun model matematika yang telah kamu

modifikasi masalah tersebut kedalam bentuk gambar atau ekspresi

matematika?

S2 : bisa bu,

P : coba selesaikan model matematika yang telah kamu modifikasi

dengan cara kamu sendiri?

S2 : didapat 𝑥 =6

4 dan 𝑦 =

10

4

P : menurut pendapat kamu, mana solusi yang benar?

S2 : (diam)

Berdasarkan kutipan wawancara di atas, S2 masih terlihat percaya diri

dengan menjelaskan keterincian pada soal. S2 pun secara lantang

mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal yang diberikan. Tetapi

peneliti meminta S2 untuk memeriksa kembali solusi yang diperolehnya, S2

mengatakan bahwa ia keliru dalam memberikan kesimpulan jawaban untuk

soal tersebut. Selanjutnya peneliti meminta S2 untuk memodifikasi soal

tersebut kebentuk lain, ia mengatakan bahwa ia berhasil mendapatkan nilai

x dan y. Walaupun, S2 kebingungan ketika ditanyakan kembali mana solusi

yang benar.

3. Paparan Hasil Observasi Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah

Program Linier

Pengamatan dilakukan pada perangkat pembelajaran program

linier pada semester sebelumnya. Perangkat pembelajaran yang diamati ada

dua jenis, yaitu Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan Modul

Pembelajaran Program Linier. Berikut hasil observasi pada kedua perangkat

pembelajaran tersebut.

Page 41: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

30

a. Observasi RPS

Berdasarkan Capaian Pembelajaran (CP) yang tercantum pada RPS

program linier, peneliti belum menemukan adanya pengerucutan pada

indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. CP tersebut masih

bersifat pemahaman konsep secara umum, seperti memahami,

menyelesaikan dan mengaplikasikan. Hal tersebut pun terlihat pada

metode pembelajaran yang akan digunakan dan tugas/latihan yang akan

diberikan. Tugas-tugas yang diberikan hanya mengarah pada latihan soal

untuk dapat memahami materi yang disampaikan. Tugas tersebut belum

mampu memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa

calon guru agar lebih terasah. Hal tersebut membuat mahasiswa calon

guru berpikir bahwa satu soal hanya dapat diselesaikan dengan satu

metode dan menghasilkan satu jawaban.

b. Observasi Modul

Hasil observasi peneliti terhadap modul yang digunakan pada mata

kuliah program linier hampir serupa dengan yang tertuang pada RPS.

Mahasiswa calon guru tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Ia hanya diharapkan mampu

memahami materi yang disampaikan. Hal ini terlihat dari banyaknya

titik-titik atau kotak kosong agar mahasiswa secara mandiri melatih

pemahamannya terhadap materi yang disampaikan.

Page 42: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

31

4. Paparan Hasil Observasi Soal Evaluasi Mata Kuliah Program Linier

Pada tahap ini, peneliti mencoba mengobservasi variasi soal

evaluasi pada mata kuliah program linier selama tiga tahun ajaran. Adapun

soal evaluasi yang peneliti observasi, yaitu soal Ujian Tengah Semester

(UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Berdasarkan hasil observasi, soal

UTS dan UAS pada tahun ajaran 2014/15 dan 2015/16 tidak terdapat soal

yang mengarah pada indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif

matematis. Akan tetapi, pada tahun ajaran 2016/17 terdapat soal UTS yang

diberikan pun masih tidak mengarah pada indikator-inikator kemampuan

berpikir kreatif matematis tetapi pada soal UAS telah berkembang sehingga

terlihat indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif matematis di

dalamnya. Berikut salah satu soal yang mengacu pada indikator kemampuan

berpikir kreatif matematis.

Gambar 5.1 Contoh Soal UAS 2016/17 yang berkaitan dengan

indikator fluency dan elaboration

Sebuah rumah sakit mengharuskan seorang pasiennya untul

meminum dua buah jenis obat. Obat jenis pertama mengandung 10

unit vitamin A dan 6 unit vitamin B. Sedangkan obat jenis kedua

mengandung 20 unit vitamin A dan 2 unit vitamin B. Dalam satu

hari pasien tesebut memerlukan 40 unit vitamin A dan 10 unit

vitamin B. Jika harga obat jenis pertama adalah Rp 800 perbiji dan

obat jenis kedua adalah Rp 1.600 perbiji. Tentukan model

matematikanya dan fungsi sasarannya agar pengeluaran sekecil

mungkin! (Gunakan minimal 2 cara dalam menyelesaikan soal ini).

Page 43: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

32

Pada Gambar 5.1, mahasiswa diminta untuk menyelesaikan soal yang

diberikan dengan menggunakan minimal dua cara. Hal ini serupa dengan

pengertian fluency pada indikator kemampuan berpikir kreatif matematis

yaitu kemampuan dalam menyelesaikan dan memberikan banyak solusi

terhadap persoalan yang dihadapi atau kemampuan memberikan banyak

contoh atau pernyataan yang terkait situasi matematis. Sedangkan

elaboration yaitu kemampuan dalam memberikan penjelasan secara detail.

Gambar 5.2 Contoh Soal UAS 2016/17 yang berkaitan dengan

indikator flexibility, elaboration dan originality

Pada Gambar 5.2, mahasiswa diminta untuk menyelesaikan soal yang

diberikan dengan menggunakan minimal dua cara. Hal ini serupa dengan

pengertian flexibility pada indikator kemampuan berpikir kreatif matematis

yaitu kemampuan dalam menggunakan berbagai macam strategi dalam

pemecahan masalah. Sedangkan originality yaitu penggunaan strategi baru,

unik, atau tidak biasa dalam menyelesaikan permasalahan.

Zmaks = 2x + 3y – 5z

Pembatas: x + … y + … z = 7

… x – 5y + … z ≥ 10

x, y, z ≥ 0

Selesaikanlah permasalahan di atas! (Isilah titik-titik di atas

dengan angka bulat positif)

Page 44: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

BAB 6

PENUTUP

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan untuk mendapatkan learning

obstacle kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru pada mata kuliah

program linier, hanya ada dua mahasiswa calon guru yang mampu mencapai tingkat 3 pada

kemampuan berpikir kreatif matematis atau dengan kata lain kedua mahasiswa tersebut

dikategorikan kreatif dalam menyelesaikan soal instrumen. Sedangkan dua belas

mahasiswa lainnya hanya mampu mencapai tingkat 1 dan 2 atau dengan kata lain kedua

belas mahasiswa dikategorikan kurang dan tidak kreatif dalam menyelesaikan soal

intrumen yang diberikan.

Pada tahap wawancara, peneliti mencoba menelaah lebih dalam untuk menemukan

learning obstacle tersebut. Peneliti pun mewawancarai salah satu mahasiswa yang

dikategorikan kreatif (S1) dan satu mahasiswa yang dikategorikan kurang kreatif (S2).

Mahasiswa calon guru yang dikategorikan kreatif atau dikodekan dengan S1 terlihat lebih

percaya diri dalam mengerjakan beberapa soal yang diberikan. Ia pun mampu

menyelesaikan soal dengan beberapa cara (fluency), menghasilkan beberapa jawaban

(flexibility), mendeskripsikan keterincian unsur/data yang diketahui dan ditanyakan

(elaboration) walaupun hanya pada soal tertentu pada instrumen yang diberikan, dan

memodifikasi soal serta memberikan kesimpulan pada soal yang ia modifikasi tersebut

(originality).

Sedangkan mahasiswa calon guru yang dikategorikan kurang kreatif atau

dikodekan dengan S2, ia merasa kesulitan dalam mendeskripsikan keterincian unsur/data

yang diketahui dan ditanyakan (elaboration) pada beberapa soal instumen yang diberikan.

Hal ini menyebabkan S2 hanya mampu menyelesaikan dua dari empat soal yang diberikan.

Page 45: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

Pada dua soal yang mampu S2 selesaikan, ia hanya mampu menyelesaikan dengan satu

cara yaitu cara coba-coba. Oleh karena itu, S2 tidak sesuai dengan indikator kemampuan

berpikir kreatif matematis yaitu fluency. S2 pun mencoba memodifikasi soal (originality)

yang diberikan tetapi ia tetap menggunakan cara coba-coba sehingga ia terlihat tidak yakin

dengan jawaban yang dihasilkannya. S2 pun mengatakan bahwa ia kesulitan dalam

memahami soal yang diberikan dan lupa dengan konsep-konsep yang telah diberikan. Akan

tetapi, S2 bisa memberikan beberapa jawaban (flexibility) pada soal terakhir yang

diberikan. Walaupun ketika diminta untuk memeriksa kesimpulan jawaban yang diberikan,

S2 menyadari bahwa kesimpulan jawaban tersebut keliru pada bagian operasi perhitungan

soal tersebut.

Peneliti pun mengobservasi perangkat pembelajaran dan soal evaluasi pada mata

kuliah program linier. Berdasarkan hasil observasi perangkat pembelajaran dan soal

evaluasi tersebut kurang memfasilitasi mahasiswa calon guru dalam mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Akan tetapi, soal evaluasi pada tahun ajaran

2016/17 mengalami perkembangan yang mampu mengarahkan kemampuan berpikir kreatif

matematis mahasiswa calon guru pada mata kuliah program linier.

6.2 Saran

Adapun beberapa saran yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Observasi yang peneliti lakukan untuk menemukan learning obstacle kemampuan

berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru pada mata kuliah program linier

mengindikasikan bahwa perangkat pembelajaran serta soal evaluasi kurang memfasilitasi

kemampuan berpikir kreatif matematis. Oleh karena itu, peneliti berharap bisa

melanjutkan penelitian ini dan menemukan solusi sesuai sehingga mampu

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru.

Page 46: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

2. Penelitian ini hanya melihat kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon

guru. Sehingga diharapkan penelitian selanjutnya untuk dapat mengetahui bagaimana

kemampuan-kemampuan matematis lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aisah, A. S., Kusnandi, dan Yulianti. K. 2016. Desain Didaktis Konsep Luas Permukaan dan

Volume Prisma dalam Pembelajaran Matematika SMP. Jurnal Matematika dan

Pendidikan Matematika 1(1): 14-22.

Department for Children, Schools and Families. 2008. Developing Critical and Creative

Thinking: in Science. DCSF. Annesley.

Gravemeijer, Koeno dan Paul Cobb. 2006. Design Research from a Learning Design Perspective-

Educational Design Research. ONLINE. Tersedia: http://www.fi.uu.nl/publicaties/.

Hendriana, H. 2009. Pembelajaran Dengan Pendekatan Metaphorical Thinking Untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik Dan Kepercayaan Diri Siswa

Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung : Tidak

diterbitkan.

Kang Sup, L., Dong-jou, H., and Jong Jin, S. 2003. A Development of the Test for

Mathematical Creative Problem Solving Ability. Journal of the Korea Society of

Mathematical Education Series D: Research in Mathematical Education 7(3): 163-189.

McGregor, D. 2007. Developing Thinking Developing Learning A Guide to Thinking Skills in

Education. 1st ed. McGraw-Hill. England.

Page 47: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

Maharani, H. R. 2014. Creative Thinking In Mathematics: Are We Able To Solve

Mathematical Problems In A Variety of Way?. International Conference on

Mathematics, Science, and Education.

Mardiana, H. 2013. Pengembangan Desain Pmebelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme

Tentang Gaya Magnet Di Sekolah Dasar.

Murtafiah, Wasilatul. 2017. Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa dalam

Mengajukan Masalah Persamaan Diferensial. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika

Vol. 5 No.2, Maret 2017, hlm 73-81.

Nindiasari, H., Novaliyosi, dan Subhan, A. 2016. Desain Didaktis Tahapan Kemampuan dan

Disposisi Berpikir Reflektif Matematis Berdasarkan Gaya Belajar. Jurnal

Kependidikan 46(2): 219-232.

Noormandiri, B. K. 2004. Matematika SMA Jilid 3A Program Ilmu Alam. Erlangga, Jakarta.

Plomp, T., Nieveen, N., Kelly, A. E., Bannan, B., dan Akker, J. 2010. An Introduction to

Educational Design Research. Netzodruk, Enschede.

Roeroe, M. B. 2011. Didactical Design Research (DDR) Dalam Pengembangan Pembelajaran

Kependidikan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 2(2): 139-144.

Sulistiawati, Suryadi, D., dan Fatimah, S. 2015. Desain Didaktis Penalaran Matematis untuk

Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa SMP pada Luas dan Volume Limas. Jurnal

Matematika Kreatif-Inovatif 6(2): 135-146.

Sumarmo, U. 2016. Pedoman Pemberian Skor pada Beragam Tes Kemampuan Matematik.

http://utari-sumarmo.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/files/2016/05/Pedoman-Pemberian-

Skor-Tes-Kemampuan-Berpikir-Matematik-dan-MPP-2016-1.pdf. 4 Agustus 2017

(09:20).

Suryadi, D. 2010. Didactical Design Research (DDR) dalam Pengembangan Pembelajaran

Matematika. Seminar Nasional Pembelajaran MIPA di UM Malang. 13 November.

. 2010. Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian ari Sudut Pandang Teori

Belajar dan Teori Didaktik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan

Matematika di UN, 9 Oktober 2010.

Suryana, Y., Pranata. O. H., dan Apriani, I. F. 2012. Desain Didaktis Pengenalan Konsep

Pecahan Sederhana pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas III Sekolah

Dasar. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY. 10

November: 413-426.

Suzana, Yenni. 2013. Deskripsi Kesulitan Mahasiswa Prodi PMA Membuktikan Teorema

Struktur Aljabar. Logaritma Vol.1 No.2 Juli 2013. 81-93.

Svecova, V., Rumanova, L., and Pavlovicova, G. 2014. Support of Pupil’s Creative Thinking

in Mathematical Education. Procedia – Social and Behavioral Sciences

116(2014):1715-1719.

Page 48: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

Widjaja, Wanti. 2010. Design Research Workshop. Workshop Pendidikan Matematika

Realistik Indonesia (PMRI) Universitas Negeri Jakarta an Universitas Islam Negeri

Jakarta.

Zulkardi. 2002. Developibf a Learning Environmen on Realistic Mathematics Education For

Indonesian Student and Teacher. Thesis. University of Twente, Enschede.

Page 49: PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM

33