pengembangan edible coating pada ... -...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI
LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)
IIS ROSTINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2011
Iis Rostini
ABSTRACT
IIS ROSTINI. The improvement of cooked shrimp’s surimi based edible coating from red snapper fillet waste (Lutjanus sp.). Under direction of BUSTAMI IBRAHIM and WINI TRILAKSANI
Cooked shrimp is a value added product with high protein content, specific taste, ready to eat, and have an interested colour for consumers. Cooked shrimp must be protected from quality deterioration during storage. The purpose of this study was to determined physical characteristics of edible coating made from meat of red snapper fillet waste; examined the effectivity of surimi edible coating protection towards physic, chemistry and microbiology damage indicators; learned surimi edible coating application to inhibit the quality deterioration of cooked shrimp during storage at 1-5 oC. Surimi concentration that used as edible coating were 2, 6, 10, and 14% (w/v), each edible coating treated with two treatments, which were without and added by secang extract. Peeled undevined (PUD) vannamei (Litopenaeus vannamei) with size 60-70 was used as object. Application of surimi edible coating on cooked shrimp was comprised boiled then coated and coated then boiled. Quality of cooked shrimp alteration was determined everyday, including total plate count (TPC), total volatile base (TVB), pH, water content, aw, water holding capacity (WHC), and colour exchange. The treatments giving best result were edible coating with 14% surimi concentration, added by secang extract, and processed with boiling then coating. Surimi edible coating combined with secang extract effectively protect cooked shrimp towards physic, chemistry, and microbiology damage, improved cooked shrimp appearance, stabilized colour during storage, and extended the shelf life until 6 days.
Keywords: cooked shrimp, surimi edible coating, secang extract, shelf life.
RINGKASAN
IIS ROSTINI. Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan WINI TRILAKSANI.
Udang rebus menjadi produk yang memiliki nilai tambah karena memiliki
citarasa yang khas, warna yang menarik, dan praktis untuk disajikan. Hal tersebut menyebabkan permintaan terhadap udang rebus menjadi tinggi. Warna udang rebus merupakan karakteristik utama yang menarik minat konsumen. Hal yang menjadi permasalahan pada udang rebus adalah terjadinya perubahan warna, denaturasi protein, peningkatan volatile base nitrogen, perubahan tekstur, penurunan daya ikat air, dan keluarnya cairan yang mengandung padatan daging udang. Bertolak dari hal tersebut maka udang rebus perlu dilindungi dengan kemasan edible coating. Surimi dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat edible coating berbasis protein, dan untuk mempertahankan warna udang rebus maka edible coating juga dapat dikombinasikan dengan pewarna alami dari ekstrak secang (Caesalpinia sappan L). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik edible coating berbahan dasar surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah, menguji efektivitas perlindungan surimi sebagai edible coating terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis, dan mempelajari aplikasi surimi dari limbah filet ikan kakap merah sebagai edible coating yang dikombinasikan dengan ekstrak secang (Caesalpinia sappan L.) untuk menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC.
Penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahap pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.), pembuatan dan karakterisasi edible coating, ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.), dan aplikasi edible coating terhadap udang rebus. Edible coating surimi terdiri dari dua perlakuan, yaitu tanpa ekstrak secang dan ditambah ekstrak secang. Aplikasi edible coating surimi terhadap udang meliputi dua tahap perlakuan, yaitu pelapisan terlebih dahulu kemudian pemasakan dan pemasakan terlebih dahulu kemudian pelapisan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali pengulangan.
Edible coating dibuat dari surimi dengan berbagai konsentrasi yaitu 2, 6, 10, dan 14%. Edible coating yang terbentuk berwarna bening, semakin tinggi konsentrasinya maka kenampakannya menjadi semakin keruh. Penambahan secang ke dalam edible coating menghasilkan warna merah tua, warna tersebut dihasilkan karena coating memiliki pH mendekati basa yaitu 7,8±0,04. Semakin besar konsentrasi surimi juga menyebabkan nilai viskositas edible coating menjadi meningkat.
Aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus, berdasarkan hasil uji hedonik dan uji warna, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi 14% pada edible coating paling banyak disukai oleh panelis dan menghasilkan warna udang yang paling tinggi. Dengan demikian, tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang digunakan adalah 14%.
Nilai total plate count (TPC), total volatile base (TVB), dan pH udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Udang rebus yang dilapisi oleh edible coating surimi dengan penambahan ekstrak secang, menunjukkan tingkat pertumbuhan bakteri, peningkatan nilai TVB dan nilai pH yang paling lambat, sedangkan nilai warna, kadar air, aktivitas air, dan water holding capacity (WHC) udang rebus cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Penurunan nilai tersebut terjadi pada setiap perlakuan, tetapi pada perlakuan pelapisan edible coating surimi setelah proses pemasakan mengalami laju penurunan yang lebih lambat dibandingkan dengan yang lainnya terutama pada edible coating surimi yang dikombinasikan dengan ekstrak secang.
Edible coating surimi memiliki kemampuan perlindungan pada udang rebus secara efektif terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis. Tahapan aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus yang memberikan hasil yang baik adalah proses pemasakan terlebih dahulu kemudian pelapisan. Edible coating surimi yang dikombinasikan dengan ekstrak secang, ketika diaplikasikan pada udang rebus dapat memperbaiki kenampakan dan warna udang rebus relatif stabil selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC, serta dapat memperpanjang umur simpan hingga 6 hari.
Kata kunci: udang rebus, edible coating surimi, ekstrak secang, masa simpan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI
LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)
IIS ROSTINI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si.
Judul Tesis : Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Nama : Iis Rostini
NRP : C351080081
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui
Komisi Pembimbing Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 23 Agustus 2011 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 ini ialah edible coating, dengan judul Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc. selaku pembimbing yang telah membimbing, memberi arahan dan masukan dalam menyelesaikan tesis ini, Bapak Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si. sebagai dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran, serta Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan atas dukungan dan kemudahan yang diberikan selama studi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si. dan Ibu Ir. Evi Liviawaty, M.Si. selaku Kepala Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Universitas Padjadjaran yang telah memberikan saran, arahan, dan motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamah, suami (Waldi Gumilar), dan seluruh keluarga, serta rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana IPB atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011
Iis Rostini
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 7 Juli 1980 dari ayah Dadang Koswara dan Ibu Nunung Rukmini. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 11 Bandung dan pada tahun yang sama lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Universitas Padjadjaran. Penulis memilih jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana IPB pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS).
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran sejak tahun 2006 di Bandung.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................... 3
1.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 4
1.4 Hipotesis ....................................................................................... 7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) .................................................. 9
2.2 Limbah Filet Ikan Kakap Merah ................................................... 11
2.3 Protein Ikan .................................................................................. 12
2.3.1 Protein miofibril ................................................................... 12 2.3.2 Protein sarkoplasma .............................................................. 13 2.3.2 Protein stroma ....................................................................... 14
2.4 Surimi ........................................................................................... 14
2.4.1 Mutu surimi .......................................................................... 15 2.4.2 Pembentukan gel surimi ....................................................... 16 2.4.3 Cryoprotectant....................................................................... 18
2.5 Edible Coating .............................................................................. 18
2.6 Udang dan Komponen Udang ....................................................... 20
2.7 Udang Rebus (Cooked Shrimp) ...................................................... 24
2.8 Secang (Caesalpinia sappan L) ..................................................... 25
3 METODE
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................ 27
3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 27
3.3 Metode Penelitian .......................................................................... 27
3.3.1 Pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah . 28 3.3.2 Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L) ............................... 30 3.3.3 Pembuatan edible coating surimi ........................................... 31 3.3.4 Proses pembuatan udang rebus .............................................. 31 3.3.5 Aplikasi edible coating terhadap udang rebus ....................... 31
3.3.6 Pengemasan udang rebus yang telah dilapisi edible coating ... . 32 3.3.7 Penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating .. . 32 3.4 Prosedur Analisis ........................................................................... 34
3.5 Rancangan Percobaan .................................................................... 40
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan .................................................................. 43
4.1.1 Pengujian bahan baku (limbah filet ikan kakap merah) .......... 43 4.1.2 Bahan pewarna alami dari secang .......................................... 44
4.2 Penelitian Utama .......................................................................... 45
4.2.1 Mutu surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah ......... 45 4.2.2 Pembuatan dan karakterisasi edible coating dari surimi ......... 46 4.2.3 Aplikasi edible coating pada udang rebus .............................. 48 4.2.4 Visualisasi aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus ..................................................................................... 57 4.2.5 Kemunduran mutu udang rebus yang diberi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ....................... 61
5 SIMPULAN
5.1 Simpulan ...................................................................................... 79
5.2 Saran ............................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 81
LAMPIRAN ........................................................................................ 91
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ................................. 10
2 Produksi ikan kakap merah Indonesia Tahun 2001-2005 ........................ 10
3 Volume ekspor filet ikan laut Indonesia tahun 2004-2007 ...................... 11
4 Syarat mutu dan keamanan pangan surimi beku ..................................... 16
5 Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) segar ........... 21
6 Komposisi asam amino udang vannamei (Litopenaeus vannamei) .......... 22
7 Komposisi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) rebus ..................... 49
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ............................................................. 7
2 Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ........................................................... 10
3 Struktur anatomi udang ........................................................................ 20
4 Secang (Caesalpinia sappan Linn.) ...................................................... 25
5 Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah ................................................................................................... 29
6 Skema proses ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) ....................... 30
7 Diagram alir pembuatan dan aplikasi edible coating surimi ikan kakap merah ......................................................................................... 33
8 Daging limbah filet ikan kakap merah beku .......................................... 43
9 Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) ............................................ 44
10 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi ........................................................................................... 46
11 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi dengan penambahan secang sebanyak 2,5 mg/ml ............... 46
12 Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah ................................................................................. 47
13 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ................................................................................................... 48
14 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ditambah secang sebanyak 2,5 mg/ml ........................................ 48
15 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ................................................................................ 54
16 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ................................................................................ 55
17 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ................................................................................ 57
18 Penampang melintang udang rebus pada berbagai perlakuan edible coating surimi ..................................................................................... 59
19 Permukaan udang rebus yang diberi edible coating surimi diamati secara mikroskopis ................................................................................ 60
20 Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ................................................. 61
21 Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ................................................. 65
22 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ............................................................. 67
23 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ................................................ 68
24 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ............................................................. 69
25 Nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ................................................. 72
26 Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ................................................. 74
27 Nilai aktivitas air (aw) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ....................................... 76
28 Nilai WHC (%) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ................................................. 77
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lembar penilaian uji hedonik ............................................................... 91
2 Analisis ragam viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah .......................................................................... 92
3 Analisis ragam uji hedonik terhadap udang rebus ................................. 94
4 Analisis ragam nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ...................................................... 104
5 Analisis ragam nilai log TPC udang rebus yang dilapisi edible coating ................................................................................................. 110
6 Analisis ragam nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating ...... 115
7 Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating ......... 119
8 Analisis ragam nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating .......... 123
9 Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating ......... 127
10 Analisis ragam nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating ......... 131
11 Analisis ragam kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating ........ 135
12 Analisis ragam nilai aw udang rebus yang dilapisi edible coating .......... 139
13 Analisis ragam nilai water holding capacity (WHC) udang rebus yang dilapisi edible coating .......................................................................... 142
14 Ekstraksi kayu secang (Caesalpinia sappan L.) ................................... 146
15 Pembuatan surimi dari limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) .... 147
16 Edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ........................................................................................ 148
17 Proses pelapisan udang dengan edible coating surimi ........................... 149
18 Pengemasan dan penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible
coating surimi ....................................................................................... 151
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak
digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber
protein hewani. Kandungan protein udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
yang dimasak melalui proses perebusan adalah 23,25%. Udang telah diolah dalam
berbagai variasi, diantaranya adalah dikeringkan, dibekukan dalam bentuk whole
fresh (utuh), head-off tail on (tanpa kepala tetapi terdapat ekor), peeled (udang
kupas) dan udang rebus.
Udang rebus menjadi produk yang mempunyai nilai tambah karena memiliki
beberapa kelebihan diantaranya yaitu warna yang menarik, citarasa yang khas,
serta praktis untuk disajikan. Citarasa udang rebus yang khas menyebabkan
permintaan terhadap udang rebus menjadi tinggi. Udang rebus merupakan seafood
yang digemari oleh masyarakat Amerika, karena dapat disajikan secara cepat
(Siamcanadian 2004) dan sangat disukai di negara-negara maju lainnya khususnya
Eropa dan Jepang (Globefish 2005). Warna udang rebus merupakan karakteristik
utama yang menarik minat konsumen. Warna daging udang akan mengalami
perubahan selama proses pemasakan, daging menjadi berwarna merah atau
orange, warna tersebut timbul akibat terjadinya perubahan pigmen karotenoid
astaxanthin. Protein terdenaturasi dan mengakibatkan astaxanthin merah
dilepaskan selama proses pemasakan udang, sehingga warna udang menjadi
merah (Alvarez et al. 2009).
Udang rebus pada umumnya dijual di supermarket dengan dikemas dan
disajikan pada display makanan berpendingin yang dilengkapi dengan lampu.
Kondisi tersebut menyebabkan suhu ruang display menjadi naik sebesar 10 oC
dari suhu awal ruang display (-1,6) oC, dengan demikian produk yang disajikan
mengalami kemunduran mutu (Promolux Lighting International 2000). Hal yang
menjadi permasalahan pada udang rebus juga adalah terjadinya perubahan warna,
denaturasi protein, peningkatan volatile base nitrogen, perubahan tekstur,
penurunan daya ikat air, dan keluarnya cairan yang mengandung padatan daging
udang yang dikenal dengan istilah drip (Erdogdu et al. 2004). Mikroorganisme
2
akan mengubah struktur protein daging selama penyimpanan dan akan
menghasilkan bau yang tidak menyenangkan (Serdaroglu dan Felekoglu 2001).
Upaya yang dilakukan untuk melindungi udang dari kerusakan selama
penyimpanan, pada umumnya dilakukan glazing atau pemberian lapisan tipis air
(Bottino et al. 1979). Glazing ini dapat menyebabkan terjadinya kristalisasi air
yang terdapat pada produk saat penyimpanan, kemudian beberapa komponen
termasuk warna akan larut ketika dilakukan thawing. Menurut Kilincceker et al.
(2009), untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas produk dapat
digunakan edible coating. Edible coating ini penting untuk produk makanan yang
mudah mengalami kerusakan contohnya seafood. Edible coating juga dapat
digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada permukaan produk
olahan segar (Cagri et al. 2004).
Edible coating dapat berbasis hidrokoloid (protein, polisakarida), lipid (asam
lemak, acil gliserol, wax atau lilin) dan komposit (campuran hidrokoloid dan
lipid) (Donhowe dan Fennema 1994). Surimi dalam industri pangan dapat
digunakan sebagai bahan untuk membuat kemasan edible atau lebih dikenal dalam
bentuk edible film dan edible coating berbasis protein (Shiku et al. 2004). Edible
film dan coating potensial digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat
mempengaruhi kualitas makanan, keamanan pangan, dan masa simpan produk.
Edible film dan coating selain berperan sebagai penghambat difusi massa
(kelembaban, gas, volatile), juga berperan sebagai carrier bahan makanan dan
aditif termasuk flavor, antioksidan, vitamin dan pewarna (Cagri et al. 2004), serta
untuk meningkatkan penanganan pangan (Krochta dan Johnston 1997).
Edible film dan coating yang berbahan dasar protein (protein-based film and
coating) memiliki daya hambat dan mekanis lebih unggul dibandingkan dengan
yang berbahan dasar polisakarida. Keunggulan ini disebabkan protein
mengandung 20 jenis asam amino yang berbeda dan mempunyai ciri-ciri khusus
sehingga menghasilkan karakteristik fungsional lebih bervariasi jika dibandingkan
dengan polisakarida yang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan edible film
dan coating yang kebanyakan homopolimer (Iwata et al. 2003).
Warna udang rebus merupakan salah satu atribut sensori utama yang
mempengaruhi kualitas dan penerimaan produk. Kemampuan edible coating
3
dalam mempertahankan warna udang rebus dapat diaplikasikan dengan bahan
pewarna alami secang (Caesalpinia sappan L) yang bersifat antioksidan dan
antimikroba, sehingga dapat menghasilkan produk dengan warna dan kualitas
yang lebih baik. Edible coating dan zat antimikroba dapat digabungkan selama
proses pembuatan film untuk meningkatkan keamanan dan masa simpan makanan
ready-to-eat (Cagri et al. 2004).
Daging ikan yang tersisa di tulang dari limbah filet selama ini kurang
termanfaatkan, biasanya dikumpulkan dan dijual ke pasar tradisional untuk
dikonsumsi atau digiling menjadi tepung ikan. Peningkatan nilai tambah dapat
dilakukan terhadap daging sisa filet ikan yaitu sebagai bahan baku dalam
pembuatan surimi. Upaya untuk memproduksi surimi dengan kualitas yang baik
telah dilakukan melalui berbagai penelitian, namun penelitian mengenai edible
film atau edible coating yang berbahan dasar surimi dan aplikasinya di bidang
industri perikanan baru sedikit dilakukan. Penelitian tersebut diantaranya adalah
edible coating dari surimi ikan alaska pollack (Shiku et al. 2004), edible film
berbahan dasar surimi ikan rucah (Neviana 2007), dan edible film dari surimi ikan
tuna (Chinabhark et al. 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka studi tentang
metode pembuatan larutan surimi yang dapat digunakan sebagai edible coating,
karakterisasi, dan aplikasinya untuk melindungi udang rebus selama penyimpanan
menjadi penting untuk dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mempelajari karakteristik fisik dan kimia edible coating berbahan dasar
surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah.
2. Menguji efektivitas perlindungan surimi sebagai edible coating terhadap
indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis.
3. Mempelajari aplikasi surimi dari limbah filet ikan kakap merah sebagai
edible coating untuk menghambat kemunduran mutu udang rebus selama
penyimpanan pada suhu rendah.
4
1.3 Kerangka Pemikiran
Industri filet ikan kakap merah memiliki prospek yang cukup baik, hal ini
ditunjukkan dengan permintaan pasar lokal maupun ekspor terhadap produk filet
ikan kakap merah filet beku maupun filet segar. Adanya permintaan filet yang
cukup banyak tersebut akan dihasilkan limbah yang cukup tinggi. Salah satu
limbah dari industri filet yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai
tambahnya adalah daging yang masih menempel pada tulang dari limbah filet.
Daging ikan kakap merah yang diperoleh dari limbah industri filet memiliki
kandungan protein yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan surimi yang selanjutnya digunakan untuk bahan edible coating.
Hampir semua sektor industri makanan dapat menggunakan formulasi edible
coating pada produknya. Penggunaan edible coating tersebut memiliki banyak
manfaat. Menurut Gennadios et al. (1997), manfaat yang potensial dari
penggunaan edible coating adalah :
1. mengurangi masalah kehilangan kadar air selama penyimpanan
2. mencegah terjadinya dripping (keluarnya cairan dari produk)
3. mengurangi oksidasi lipid dan oksidasi mioglobin
4. mengurangi jumlah kerusakan dan mikroorganisme patogenik dan sebagian
besar dapat menghentikan aktivitas enzim proteolitik pada permukaan
produk yang dilapisi
5. melindungi permukaan produk sehingga dapat memperbaiki nilai nutrisi
produk.
Protein surimi ikan kakap merah dapat dimanfaatkan sebagai pelapis
edible, dalam peranannya tersebut protein surimi ikan kakap harus memiliki
kemampuan membentuk gel yang baik dan memiliki warna yang cerah, hal
tersebut merupakan kriteria dasar dari suatu pelapis. Tingkat keyakinan yang
dapat digunakan adalah dengan mengamati produk yang dilapisi edible coating.
Hal ini berhubungan dengan tertutupnya produk secara keseluruhan dan ketebalan
lapisan yang menutupi produk tersebut. Ketebalan lapisan dipengaruhi oleh teknik
pelapisan dan tingkat kekentalan larutan yang digunakan, sehingga analisis
terhadap karakteristik protein surimi sangat penting untuk diketahui.
5
Efektivitas aplikasi edible coating dapat didefinisikan sebagai tingkat
kemampuan dalam memenuhi fungsinya sebagai artificial barrier untuk
menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk. Pengukuran
efektivitas edible coating dapat dilihat dari berbagai perubahan pada berbagai
parameter mutu produk. Perubahan mutu udang rebus dapat ditentukan dengan
mengamati perubahan kimia, mikrobiologi, dan sifat fisik.
Indikator mutu produk merupakan petunjuk yang sangat penting dalam
menilai tingkat keberhasilan penelitian yang dilakukan. Indikator tersebut dapat
berupa penilaian organoleptik terhadap kenampakan, warna, bau, dan rasa.
Indikator-indikator yang lebih penting lagi adalah perubahan kimia, mikrobiologi
dan fisik yang menunjukkan suatu tingkat kecepatan terjadinya perubahan mutu.
Indikator perubahan kimia hasil perikanan segar, termasuk udang segar umumnya
dapat berupa perubahan kandungan protein, lemak dan air. Indikator perubahan
komposisi protein dapat dilihat dari semakin tingginya nilai Total Volatile Base
(TVB) dan pH, yang menunjukkan telah terjadinya perubahan pada protein
menjadi komponen-komponen penyusun dan produk lanjutan. Indikator
perubahan kimia lainnya adalah semakin menurunnya kadar air dan nilai aw
produk.
Indikator mikrobiologis dapat diketahui dengan semakin meningkatnya nilai
total koloni bakteri yang diuji dengan metode total plate count (TPC) pada
produk. Perubahan fisik dapat ditunjukkan dengan hilangnya kekerasan dari
produk atau terjadinya drip (keluarnya cairan dari produk dan biasanya disertai
dengan kandungan komponen lainnya). Hal ini dapat diukur dengan melihat
kecenderungan penurunan daya ikat air atau water holding capacity (WHC) serta
terjadinya perubahan warna, yang diukur secara objektif dengan sistem notasi
Hunter (L*a*b*). Mikroorganisme mengubah struktur protein daging selama
proses penyimpanan atau tahap pengolahan, yang dapat menghasilkan bau yang
tidak diharapkan. Hal tersebut akan mempengaruhi terhadap persepsi dan
kepuasan konsumen (Serdaroglu dan Felekoglu 2001).
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah ruang penyimpanan produk.
Indikasi yang digunakan yaitu suhu dan kelembaban (Relative Humidity). Faktor
lingkungan lain yang dapat mempengaruhi produk adalah kemasan yang
6
digunakan. Kemasan ini dapat berupa bahan kemasan beserta karakteristik dan
ketebalannya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa edible coating yang
dibuat dari bahan dasar protein dapat menolong untuk memperpanjang masa
simpan dan menjaga kualitas dari edible coating sangat penting untuk makanan
yang mudah mengalami kerusakan (Osman et al. 2009).
Tingkat kemampuan edible coating sebagai artificial barrier untuk
menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk dapat
dikombinasikan dengan bahan antibakteri dan antioksidan. Bahan edible yang
dicampurkan dengan zat antibakteri dapat meningkatkan keamanan pangan dan
masa simpan produk makanan (Cagri et al. 2004). Zat antioksidan juga penting
pada udang rebus untuk mencegah terjadinya oksidasi sehingga dapat
mempertahankan warnanya. Warna merah pada udang rebus merupakan atribut
sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan.
Dengan demikian untuk meningkatkan fungsi edible coating pada udang rebus
dikombinasikan dengan pewarna alami yang memiliki sifat antibakteri dan
antioksidan.
Pewarna alami selain berfungsi untuk mewarnai produk juga memiliki
fungsi sebagai flavor, antioksidan, antimikroba dan fungsi-fungsi lainnya
(Winarno 2008). Sumber pewarna merah alami diantaranya dapat diperoleh dari
tanaman yaitu kayu secang (Caesalpinia sappan L). Secang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber zat warna alami karena mengandung pigmen brazilin yang
berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Ekstrak secang
selain memiliki pigmen merah, telah terbukti memiliki efek fungsional sebagai
antimikroba. Secang juga memiliki aktivitas antioksidan, menurut Yingming et al.
(2004), minuman berbasis secang yang mengandung brazilin memiliki aktivitas
antioksidan yang cukup tinggi. Aplikasi edible coating dan secang pada udang
rebus diharapkan dapat melindungi produk dari perubahan mutu dan mampu
memperpanjang masa simpan. Edible coating yang dibuat dari surimi limbah filet
ikan kakap merah dalam penelitian ini, diharapkan dapat melindungi udang rebus
dari perubahan mutu sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian yang
ditunjukkan pada Gambar 1.
7
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
1.4 Hipotesis
1. Surimi pada konsentrasi yang tepat dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan edible coating dengan karakteristik dan mutu yang baik.
2. Aplikasi surimi sebagai edible coating dapat menghambat kemunduran
mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu rendah.
3. Kombinasi surimi sebagai edible coating dengan secang dapat
meningkatkan fungsi perlindungan terhadap udang rebus dari perubahan
warna dan mutu selama penyimpanan.
Surimi dari limbah
filet ikan kakap merah untuk
meningkatkan nilai tambah produk
Komposisi kimia surimi ikan
kakap merah
Edible coating surimi
ikan kakap merah
Konsentrasi surimi dalam edible coating
Kombinasi edible coating surimi dengan pewarna alami
Viskositas edible
coating surimi
Teknik pelapisan (pencelupan)
Aplikasi edible coating terhadap
udang rebus
Fungsi edible coating surimi
terhadap udang rebus (indikator fisik, kimia, dan
mikrobiologi)
Tingkat efektivitas edible coating surimi dalam melindungi udang rebus dari berbagai perubahan
mutu selama penyimpanan pada suhu rendah
8
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Ikan kakap adalah salah satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai potensi
cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi. Di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan kakap, diantaranya adalah ikan
kakap merah (red snapper, Lutjanus sanguine) dan ikan kakap kehijauan gelap
yang dikenal dengan sebutan ikan kakap saja (giant seaperch atau seabass, Lates
calcarifer). Kakap merah berasal dari suku Lutjanidae, sedangkan ikan kakap dari
suku Centropomidae (Saanin 1984).
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan kakap merah adalah sebagai
berikut :
kingdom : Animalia filum : Chordata sub filum : Vertebrata kelas : Pisces sub kelas : Teleostei ordo : Percomorphi sub ordo : Percoidea famili : Lutjanidae genus : Lutjanus spesies : Lutjanus sp. Ikan kakap merah mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai
panjang 200 cm, umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut
lebar, sedikit serong dan gigi-gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang
berduri-duri kuat. Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Ikan
kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea.
Terdapat di perairan pantai, muara-muara sungai, teluk-teluk dan air payau.
Daerah penyebaran ikan kakap yaitu pantai utara Jawa, sepanjang pantai
Sumatera, bagian timur Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, Teluk
Benggala, pantai India dan Teluk Siam (Ditjen Perikanan 1990). Gambar ikan
kakap merah (Lutjanus sp.) disajikan pada Gambar 2.
10
Gambar 2 Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Sumber: http://fishworld. trademarket.co.htm.).
Ikan kakap merah tergolong ikan demersal yang penangkapannya
menggunakan pancing, encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl
(Ditjen Perikanan 1990). Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Komposisi Kimia Berat (%) Air Protein Lemak Karbohidrat Abu
80,3 18,2 0,4 0
1,1 Sumber: Ditjen Perikanan (1990)
Produksi ikan kakap di Indonesia pada tahun 2001 sampai dengan tahun
2005 mengalami rata-rata peningkatan sebesar 11,41%. Produksi ikan kakap
merah Indonesia tahun 2002-2005 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005
Tahun Jumlah (ton) 2001 2002 2003 2004 2005
Kenaikan rata-rata 2001-2005
63,485 66,642 74,233 91,339 97,044 11,41
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2007)
11
2.2 Limbah Filet Ikan Kakap Merah
Ikan merupakan sumber protein yang baik jika dibandingkan dengan hasil-
hasil hewani lainnya. Ikan dan hasil perikanan lainnya pada umumnya
mengandung protein yang tinggi dan jumlahnya tidak terlalu bervariasi, tetapi
kandungan lemaknya dapat bervariasi besar sekali. Komposisi kimia daging ikan
bervariasi tergantung kepada spesies, jenis kelamin, habitat, musim dan jenis
makanan (Hadiwiyoto 1993).
Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan yang megandung protein
tinggi. Ikan kakap merah lebih banyak dimanfaatkan dalam bentuk filet dan
bagian kepala. Filet diproduksi untuk diekspor dan dijual ke supermarket atau
pasar semi modern, sedangkan kepala ikan kakap merah biasanya dijual ke rumah
makan padang yang menyediakan masakan gulai kepala kakap, atau dijual ke
pelelangan dan pasar tradisional (Haetami 2008). Volume ekspor filet ikan laut
segar atau dingin dan dibekukan berfluktuasi dari tahun 2004-2007, seperti
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Volume ekspor filet ikan laut Indonesia tahun 2004-2007
Tahun Jumlah (Kg) Filet beku Filet segar
2004 33.658.152 2.301.714 2005 37.759.020 2.407.866 2006 33.220.595 3.313.445 2007 35.073.673 7.883.452
Sumber : Kementrian Kelautan Perikanan (KKP) (2009)
Proses pembuatan filet pada industri dihasilkan limbah berupa tulang,
daging sisa yang masih menempel di tulang, kepala, dan isi perut. Industri filet
juga menghasilkan limbah daging ikan hasil sortir yang tidak memenuhi standar
karena rusak, memiliki celah atau rongga diantara otot daging sehingga otot
daging ikan menjadi terpisah, kondisi tersebut dikenal dengan istilah gapping.
Berbagai limbah yang diperoleh dari industri filet ikan kakap merah
sebenarnya dapat dimanfaatkan sehingga memiliki nilai tambah produk.
Pemanfaatan daging ikan kakap dari limbah filet biasanya digunakan oleh para
pengusaha industri rumah tangga sebagai bahan baku untuk nugget, baso, otak-
otak, pempek, dan siomay. Pemanfaatan daging limbah industri filet ikan kakap
12
merah dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya, salah satunya adalah dijadikan
sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai edible coating ataupun produk olahan lainnya.
2.3 Protein Ikan
Protein ikan bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah
(denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan. Larutan protein tersebut
apabila diasamkan hingga mencapai pH 4,5-5 akan terjadi pengendapan.
Sebaliknya apabila dipanaskan (pemasakan, penggorengan) proteinnya akan
menggumpal (koagulasi). Protein juga dapat mengalami denaturasi apabila
dilakukan pengurangan air, baik selama pengeringan maupun pembekuan (Zaitsev
et al. 1969).
Protein ikan secara umum dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya
dalam air, lokasi terdapatnya, dan fungsinya. Berdasarkan kelarutannya dalam
air, protein ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu protein mudah larut
dalam air, protein yang tidak larut dalam air dan protein yang sukar larut dalam air
setelah diberi garam dalam konsentrasi tertentu (Hadiwiyoto 1993).
Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging ikan, Protein ikan dapat
diklasifikasikan menjadi protein miofibril, protein sarkoplasma, dan protein
stroma (protein jaringan ikat) dengan komposisi kandungan miofibril 65-75%,
sarkoplasma 20-30%, dan stroma 1-3% (Suzuki 1981).
2.3.1 Protein miofibril
Protein miofibril merupakan bagian yang terbesar dan merupakan jenis
protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, dan
protein regulasi yang merupakan gabungan antara aktin dan miosin yang
membentuk aktomiosin. Golongan protein yang menyusun miofibril pada otot
daging merupakan 50% lebih dari seluruh protein daging ikan (Zaitsev et al.
1969). Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses
koagulasi, terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki 1981).
Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak
dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (> 0,5 M). Penampakan
protein miofibril ikan mirip dengan otot hewan mamalia, tetapi lebih mudah
13
kehilangan aktivitas ATP-asenya dan laju agregasinya lebih cepat. Protein yang
larut dalam larutan garam umumnya efisien sebagai pengemulsi dibandingkan
dengan protein yang larut dalam air (Wilson et al. 1981).
Aktin dan miosin merupakan anggota utama yang termasuk ke dalam
golongan protein yang larut dalam larutan garam dengan konsentrasi 0,05 – 0,5%.
Jumlah aktin dalam daging ikan kurang lebih 15-25%, miosin kurang lebih
50-60%, dan tropomiosin kira-kira 3-5% dari seluruh protein golongan ini. Aktin
dan miosin merupakan protein yang labil sifatnya dan dapat membentuk
aktomiosin yang lebih kompleks.
Miosin merupakan komponen protein miofibril terbesar di dalam daging
ikan, yaitu sekitar 80% dari total protein miofibril (Shahidi dan Botta 1994).
Menurut Chen (1995), miosin merupakan protein terpenting pada gelasi daging
selama pemanasan dimana sisi aktifnya mengembang dan tidak menggulung
setelah “setting”. Miosin juga merupakan protein yang paling penting dari semua
protein otot, selain karena jumlahnya yang besar, miosin juga mempunyai sifat
biologi khusus yaitu adanya aktivitas enzim ATP-ase dan kemampuannya pada
beberapa kondisi dapat bergabung dengan aktin membentuk kompleks
aktomiosin.
2.3.2 Protein sarkoplasma
Protein sarkoplasma sebagai protein terbesar kedua mengandung
bermacam-macam protein yang larut dalam air yang disebut miogen. Kandungan
sarkoplasma dalam daging ikan bervariasi, selain tergantung jenis ikannya juga
tergantung habitat ikan tersebut. Ikan pelagis pada umumnya mempunyai
kandungan sarkoplasma lebih besar daripada ikan demersal (Suzuki 1981).
Jumlah protein ini tidak banyak, kira-kira 20-25% dari kandungan protein ikan
(Lanier 2000). Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan
kemungkinan akan merusaknya, sebagai contoh misalnya beberapa protease yang
merusak miofibril (Hall dan Ahmad 1992). Protein sarkoplasma dapat dikurangi
atau bahkan dihilangkan dengan cara mengekstrak daging ikan dengan
menggunakan air dingin. Pencucian dengan menggunakan suhu dingin ini
14
bertujuan untuk mempertahankan protein khususnya protein miofibril agar tidak
mengalami kerusakan seperti denaturasi (Santoso et al. 1997).
2.3.3 Protein stroma
Protein stroma merupakan bagian terkecil yang membentuk jaringan ikat
dan tidak dapat diekstrak dengan air, larut asam, larut alkali atau larutan garam
pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma ini terdiri dari kolagen dan elastin
dan merupakan protein yang terdapat pada bagian luar sel otot. Daging merah
ikan pada umumnya mengandung lebih banyak protein stroma tapi lebih sedikit
mengandung protein sarkoplasma jika dibandingkan dengan daging putih ikan.
Daging merah ini terdapat di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit,
sedangkan daging putih terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh (Suzuki 1981).
Protein ini disusun dari kolagen dan elastin dengan jumlah sekitar 3% dari
total protein otot ikan teleostei dan sekitar 10% dalam ikan elasmobranchii,
sedangkan pada mamalia sekitar 17%. Protein stroma ini tidak dapat diekstrak
oleh larutan asam, alkali atau garam berkekuatan ion tinggi. Selain protein
stroma, protein kontraktil seperti konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak
(Hultin 1985). Protein stroma dalam pengolahan surimi tidak dihilangkan karena
mudah dilarutkan oleh panas (kolagen) dan merupakan komponen netral pada
produk akhir (Hall dan Ahmad 1992).
2.4 Surimi
Surimi dapat didefinisikan sebagai bentuk cincang dari daging ikan yang
telah mengalami proses penghilangan tulang (deboning), pencucian dan
penghilangan sebagian air (dewatering) sehingga dikenal sebagai protein
konsentrat basah (wet concentrate protein) dari daging ikan (Okada 1992).
Surimi merupakan protein miofibril yang telah distabilkan dan dicampur dengan
cryoprotectant bila disimpan dalam keadaan beku (Park dan Lin 2005). Surimi
digunakan sebagai bahan dasar pengolahan produk tradisional Jepang
“kamabako”. Saat ini surimi dikenal sebagai daging lumat yang telah mengalami
proses pencucian. Salah satu keunggulan surimi adalah kemampuannya untuk
diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan.
15
2.4.1 Mutu surimi
Surimi dengan mutu yang paling bagus adalah surimi dengan derajat putih
yang paling tinggi, paling bersih dan kekuatan gelnya paling tinggi (Mitchell
1986). Martin et al. (1982) menambahkan bahwa kriteria penting yang dapat
menentukan kualitas surimi adalah kekuatan gel yang dapat dibentuk oleh surimi
tersebut. Komponen yang berperan dalam pembentukan gel adalah protein
miofibril yang dapat diekstrak dengan larutan garam netral.
Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gelnya dan warna yang
sangat tergantung dari faktor-faktor seperti spesies ikan, kesegaran ikan, metode
dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan
penyimpanan serta kondisi penanganan dan distribusi. Penentuan mutunya
dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik, uji lipat dan
uji gigit (Tan et al. 1987).
Persyaratan bahan baku surimi menurut Badan Standardisasi Nasional
(BSN) (2006) yaitu bahan baku surimi beku berasal dari ikan demersal dan ikan
pelagis segar yang sudah atau belum disiangi serta berasal dari perairan yang tidak
tercemar. Mutu bahan baku surimi adalah sebagai berikut :
1. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-
sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan
kesehatan.
2. Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran
seperti berikut :
- Kenampakan : mata cerah, cemerlang
- Bau : segar
- Tekstur : elastis, padat dan kompak.
16
Tabel 4 Syarat mutu dan keamanan pangan surimi beku
Jenis uji Satuan Persyaratan a Organoleptik angka (1-10) minimal 7 b Cemaran mikroba: - ALT koloni/gram - Escherichia coli APM/g maksimal 5,0x105 - Salmonella APM/g negatif - Vibrio cholera APM/g negatif - Vibrio parahaemolyticus* APM/g maksimal<3 (kanagawa positif) c Cemaran kimia - Raksa (Hg)* mg/kg maksimal 1 - Timbal (Pb)* mg/kg maksimal 0,4
- Histamin* mg/kg maksimal 100
- Cadmium (Cd)* mg/kg maksimal 0,1
d Kadar air % 80-82 e Fisika: - Suhu pusat oC maksimal -18 f Filth potong 80-82
Catatan* Bila diperlukan APM = Angka paling memungkinkan Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006).
Kriteria yang paling penting dalam menentukan mutu surimi adalah
elastisitas produk yang dihasilkan karena hasil pembentukan gel ikan. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap elastisitas produk surimi diantaranya jenis ikan,
kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian, suhu dan waktu pemasakan dan jumlah
zat penambah, seperti garam, gula, polipospat, monosodium glutamat, pati dan
putih telur. Perlakuan pencincangan dan penggilingan juga menentukan tekstur
(Heruwati et al. 1995).
2.4.2 Pembentukan gel surimi
Pembentukan gel protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama
adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua
adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa 1992).
Mackie (1992) menyimpulkan bahwa ada dua hal yang diperlukan untuk
menghasilkan produk gel, yaitu: (1) protein miofibril harus dilarutkan dalam
larutan garam, dan (2) pemanasan untuk membentuk gel, protein harus
terdenaturasi sehingga membentuk struktur jala yang teratur dan mampu menahan
17
air yang terdapat dalam surimi. Menurut Venugopal et al. (1994) selain garam,
asam lemah (asam asetat dan asam laktat) juga dapat menyebabkan denaturasi
protein yang memudahkan proses pembentukan gel yang ditunjukkan dengan
meningkatnya viskositas. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya jika yang
ditambahkan adalah asam kuat seperti HCl, asam sitrat dan asam tartrat.
Penambahan garam dalam pembuatan surimi dapat memperbaiki sifat gel,
dan kekuatan gel optimum tercapai pada konsentrasi garam 2-3%. Konsentrasi
garam minimum yang ditambahkan untuk mengekstrak protein miofibril dan
jaringan ikan adalah ±2% dari berat daging pada pH 7. Konsentrasi garam yang
digunakan menjadi lebih besar jika pH diturunkan (Suzuki 1981).
Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah
dengan penambahan garam. Aktomiosin (miosin dan aktin) sebagai komponen
yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam,
membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair) yang sangat adhesif.
Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan
memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau
suwari. Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan misalnya
kamaboko yang kekuatannya berbeda-beda menurut jenis dan kesegaran ikan
(Tanikawa 1985).
Menurut Lee (1984), gel suwari terbentuk tidak hanya melalui hidrasi
molekul protein saja, tetapi juga pembentukan struktur jaringan oleh ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik dan molekul protein miofibril. Setting pada suhu
rendah akan membentuk ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik
akan mendominasi gel yang dibentuk dengan setting pada suhu tinggi.
Konstruksi jala dapat terbentuk dan konjugasi molekul-molekul protein
yang diikat oleh suatu jembatan seperti garam, atau ikatan antara karbonil dengan
radikal amino pada peptida oleh hidrogen atau oleh radikal disulfida yang
terbentuk dan radikal sulfhidril. Pasta daging ikan apabila dibiarkan pada suhu
kamar dalam waktu lama, maka sifat elastis akan hilang dan daging menjadi
mudah patah, fenomena ini dikenal dengan modori. Fenomena modori ini juga
dapat terjadi apabila daging dipanaskan pada suhu rendah dalam jangka waktu
yang lama (Tanikawa 1985). Fenomena modori terjadi pada suhu sekitar 60 oC,
18
karena pada suhu tersebut protease akan lebih aktif terhadap aktomiosin yang
menyebabkan lemahnya gel yang dihasilkan (Haard et al. 1994). Fenomena
perubahan elastisitas dapat dijelaskan dengan dispersi molekul-molekul protein
(Tanikawa 1985).
2.4.3 Cryoprotectant
Cryoprotectant adalah bahan yang biasa ditambahkan dalam pembuatan
surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan
disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama. Fungsi
cryoprotectant adalah untuk menghambat proses denaturasi protein selama
pembekuan dan penyimpanan beku.
Penambahan zat ini penting untuk menjamin sifat fungsional surimi beku
mengingat pembekuan dapat berpengaruh menyebabkan denaturasi dan agregasi.
Jumlah yang ditambahkan sekitar 3-5%. Bahan yang sering digunakan sebagai
cryoprotectant adalah dari golongan karbohidrat dengan bobot molekul rendah
seperti sukrosa. Sorbitol juga umum digunakan dan merupakan cryoprotectant
terkuat. Penambahan sukrosa tanpa sorbitol akan mengakibatkan surimi menjadi
manis dan warnanya berubah selama pembekuan (Park dan Morrissey 2000).
Cryoprotectant juga dapat meningkatkan kekuatan gel. Sering pula ke
dalam surimi ditambahkan bahan lain dengan maksud untuk memperbaiki sifat
surimi terutama sifat elastisitas dan kelembutannya, seperti dengan penambahan
0,2-0,3% polifosfat dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau campurannya
dengan tetrasodium pyrofosfat (1:1) yang akan bersifat sinergis dengan
karbohidrat (Peranginangin et al. 1999).
2.5 Edible Coating
Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung
dengan mencelupkan (dipping), penyemprotan (spraying), atau panning ke
permukaan dari produk makanan dengan maksud untuk melindungi serta
meningkatkan nilai tambah produk (Krochta 2002). Fungsi edible coating adalah
untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis, fisik, kimia, dan aktivitas
mikrobiologi. Edible coating menghasilkan suatu kondisi atmosfir termodifikasi
pasif, yang dapat mempengaruhi berbagai perubahan pada produk segar dan bahan
19
pangan terolah minimal dalam beberapa hal seperti sifat antioksidan, warna
firmness, kualitas sensori, menghambat pertumbuhan mikroba, komponen volatil
yang dihasilkam dari proses anaerobik (Falguera et al. 2011).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Riyanto (2006) menunjukkan bahwa
dengan pemberian coating dengan isinglass pada produk udang masak mampu
mencegah perubahan kimia akibat oksidasi, sehingga mampu mempertahankan
perubahan warna produk. Pelapis edible dari isinglass juga mampu melindungi
udang masak dari kontaminasi mikroba. Hasil yang sama juga diperoleh pada
proses coating yang telah diteliti oleh Ismudiyati (2003) pada filet ikan patin
menggunakan coating kappa karagenan semi refine dapat menghambat
pertumbuhan mikroba hingga hari ke-10 pada produk yang diberi coating terdapat
bakteri sebanyak 1,5 x 106 koloni/g, sedangkan pada produk tanpa coating
terdapat bakteri sebanyak 2 x 107 koloni/g. Hasil penelitian Julikartika (2003)
melaporkan bahwa udang kupas rebus yang dilapisi edible coating dari natrium
alginat mampu menghambat susut bobot sebesar 36%. Selanjutnya, Mastromatteo
et al. (2010) menemukan bahwa coating aktif dari minyak thymol pada udang
peeled ready to use efektif mengurangi kerusakan kualitas sensori selama
penyimpanan refrigerasi dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba terutama
pada awal penyimpanan.
Edible film dan coating dalam perkembangannya telah lama digunakan
sebagai pelindung produk pangan. Contohnya adalah aplikasi gula dan coklat
sebagai coating pada permen, coating lilin pada buah-buahan, lemak cair atau
minyak juga sering kali digunakan sebagai coating pada produk pangan. Edible
film juga sangat menarik dan seringkali digunakan sebagai parameter terhadap
kualitas dan stabilitas beberapa produk pangan (Gontard dan Guilbert 1994).
Menurut Donhowe dan Fennema (1994), terdapat beberapa metode dalam
pembuatan edible film dan coating, yaitu :
1. Pencelupan (dipping)
Metode ini merupakan metode aplikasi dari coating, produk yang akan
dilapisi dicelupkan dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan
coating. Metode ini sudah diaplikasikan sebagai pengemas atau pelapis pada
produk daging, ikan, produk ternak, sayur, dan buah-buahan.
20
2. Penyemprotan (spraying)
Pada metode ini, larutan bahan yang akan digunakan sebagai coating
disemprot, kemudian dikeringkan sehingga lapisan dapat menempel pada
produk dengan baik.
3. Pembungkusan (casting)
Pembungkusan atau casting, merupakan metode yang digunakan dalam
pembuatan edible film. Metode ini diawali dengan pembuatan larutan bahan
pembentuk film, kemudian dituangkan dalam cetakan dengan ketebalan
tertentu, dilanjutkan dengan pengeringan. Film yang telah kering diangkat
dari cetakan dan siap untuk diaplikasikan. Ketebalan film dapat dikontrol
sehingga dihasilkan film dengan ketebalan yang lebih rata.
2.7 Udang dan Komponen Udang
Udang termasuk ke dalam kelompok krustasea. Bagian tubuh udang terdiri
dari dua bagian yaitu gabungan antara kepala,dengan dada (chepalothorax) dan
perut (abdomen). Udang mempunyai kerangka luar yang keras, sehingga untuk
tumbuh menjadi besar udang perlu membuang kulit lama, dan menggantinya
dengan kulit baru. Peristiwa dikenal sebagai pergantian kulit (moulting). Struktur
anatomi udang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur anatomi udang (Sumber: http://www.cixer.co.cc).
21
Udang vannamei merupakan organisme akuatik asli pantai Meksiko,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Udang vannamei memiliki nama umum
pacific white shrimp, camaron blanco, dan longostino. Udang vannamei juga
mempunyai nama FAO yaitu whiteleg shrimp, crevette pattes blanches, dan
camaron patiblanco. Komposisi kimia udang tergantung kepada spesies, umur,
jenis kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan
kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging udang relatif konstan,
tetapi kadar air dan kadar lemak berfluktuasi. Kandungan lemak pada daging
semakin besar, maka kandungan air akan semakin kecil dan begitu juga
sebaliknya (Simson et al. 1998). Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) segar
Komposisi % Berat Basah Kadar air 77,21±0,18 Abu 1,47±0,10 Protein 18,8±0,23 Lemak 1,30±0,09
Sumber: Sriket et al. (2007)
Udang segar memiliki ciri-ciri rupa dan warna bening, spesifik jenis,
cemerlang, sambungan antar ruas kokoh, kulit melekat kuat pada daging. Bau
segar spesifik menurut jenisnya, jika diamati bentuk dagingnya kompak, elastis,
dan rasanya manis. Pembentukan rasa dalam produk hasil perikanan merupakan
peranan dari asam amino-asam amino yang dikandungnya. Asam amino-asam
amino yang berperan pada umumnya adalah asam glutamat, glisin, alanin, arginin,
metionin, valin, dan prolin (Yamaguchi dan Watanabe 1988). Glisin dan alanin
berperan pada munculnya rasa manis, prolin pada rasa manis dan pahit, selain itu
lisin dan alanin memiliki efek sinergis pada campuran senyawa yang mengandung
asam glutamat (Kato et al. 1989). Hidrolisis trypsin dan chymotrypsin pada
udang segar dan beku keduanya menghasilkan hidrolisat dengan kandungan asam
amino yang tinggi, alanin, prolin, glisin, dan arginin, yang penting dalam flavor
krustasea. (Simson et al. 1998). Komposisi asam amino udang segar disajikan
pada Tabel 6.
22
Tabel 6 Komposisi asam amino udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Asam amino mg/100 g daging Asam aspartat+aspargin 1704 Hidroksiprolin 215 Treonin 1129 Serin 1027 Asam glutamat+glutamin 1504 Prolin 3862 Glisin 871 Alanin 1601 Sistein 547 Valin 1078 Metionin 1298 Isoleusin 2411 Leusin 3153 Tirosin 1967 Penilalanin 1967 Lisin 630 Histidin 666 Arginin 3494 Sumber: Sriket et al. (2007)
Udang termasuk komoditas yang cepat rusak dan bahkan lebih cepat
dibandingkan dengan komoditas daging hewan lainnya. Kecepatan pembusukan
udang setelah ditangkap atau dipanen sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan
dan pemanenan, kondisi biologis udang, dan teknik penanganannya. Sehingga
setelah udang ditangkap atau dipanen harus segera dilakukan pendinginan atau
pembekuan.
Bentuk-bentuk olahan udang yang akan dibekukan tergantung dari jenis
udang, mutu bahan baku, dan pesanan dari pihak konsumen. Menurut
Purwaningsih (1995), bentuk olahan dari udang beku adalah sebagai berikut:
1. Head On yaitu produk udang beku yang utuh lengkap dengan kepala, badan,
kulit, dan ekor.
2. Headless (HL) yaitu produk udang beku yang diproses dalam bentuk kepala
sudah dipotong, tetapi masih memiliki kulit, kaki, dan ekor.
3. Peeled yaitu produk udang beku tanpa kepala, kulit, dan tanpa atau dengan
ekor. Peeled terdiri dari:
23
a. Peeled tail on (PTO) yaitu produk udang beku tanpa kepala dan kulit
dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas
terakhir dan ekor disisakan.
b. Peeled deveined tail on (PDTO) yaitu produk udang kupas (hampir sama
dengan PTO), tetapi pada bagian punggung udang diambil vein (kotoran
perutnya).
c. Peeled and deveined (PD) yaitu produk udang yang dikupas seluruh kulit
serta ekornya dan bagian punggungnya dibelah untuk mengambil kotoran
perut.
d. Peeled undeveined (PUD) yaitu produk udang beku yang dikupas seluruh
kulit dan ekor seperti pada produk PD, tetapi tanpa mengambil kotoran
ekor.
e. Butterfly yaitu produk udang beku hampir sama dengan produk PDTO
dimana kulit udang dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima,
sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan. Kemudian bagian punggung
dibelah sampai pada bagian perut bawahnya, tetapi tidak sampai putus dan
kotoran perutnya dibuang.
4. Value Added Product (VAP) yaitu produk udang beku yang mendapat
perlakuan tambahan. Udang yang diproduksi sebagai produk VAP adalah
udang ukuran 21 dan 31. Produk VAP ada 2 jenis, yaitu:
a. VAP belly cut (BC) yaitu produk udang beku yang dikupas dan disisakan
satu ruas di dekat ekor kemudian dipijit dan diluruskan.
b. VAP non belly cut (NBC) yaitu produk udang beku yang dikupas, tetapi
tidak dipijit dan diluruskan, hanya dibuang ususnya.
Bahan pigmen utama udang adalah astaxanthin, satu dari pigmen utama
karotenoid. Memberikan warna merah-orange pada jaringan (Yamaguchi 1994
dalam Yanar et al. 2004). Kandungan karotenoid pada udang berbeda-beda,
tergantung habitat, pakan, dan musim. Kandungan karotenoid pada udang spesifik
pada setiap spesies dan sangat bervariasi dengan daerah geografis walaupun pada
spesies yang sama (Yanar et al. 2004). Astaxanthin disusun oleh tiga stereoisomer
dalam suatu campuran rasemik membentuk kompleks dengan protein yang
terakumulasi dalam eksoskeleton krustasea (Schiedt et al. 1993) Kompleks ini
24
dapat berwarna hijau, atau biru dalam hewan hidup, menjadi berwarna merah jika
dipanaskan (Britton 1996).
2.8 Udang Rebus (Cooked Shrimp)
Udang sebagai produk perikanan yang mudah mengalami kerusakan,
biasanya memiliki nilai komersial yang lebih tinggi jika dijual dalam bentuk
udang masak. Udang masak merupakan produk udang yang telah mengalami
proses pemasakan baik melalui perebusan maupun pengukusan. Industri
pengolahan udang masak pada umumnya dilakukan pada skala besar dalam wadah
dengan kuantitas air yang banyak. Ketika udang dimasukkan ke dalam wadah,
suhu air akan menurun kemudian akan meningkat kembali sampai suhu 100 oC.
Udang selanjutnya direbus dalam air mendidih sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan untuk memastikan aman dari bakteri dan diperoleh kualitas daging
yang optimum (Alvarez et al. 2009).
Udang rebus seperti produk perikanan lainnya, selama proses penanganan,
pengolahan, dan penyimpanan akan mengalami kemunduran mutu. Kemunduran
mutu ini terjadi karena adanya proses dekomposisi dalam produk. Menurut Food
and Drug Administration (FDA) (1998), dekomposisi adalah suatu penguraian
oleh bakteri atau akibat perubahan kimia enzimatis pada jaringan produk.
Perubahan ini selanjutnya diperlihatkan dengan timbulnya penyimpangan pada
kenampakan, warna, rasa, tekstur, dan penyimpangan yang lainnya pada produk.
Udang umumnya mengandung lemak sebesar 1,2%, dimana komponen
utama yang paling banyak adalah phospholipid. Adanya cahaya dan oksigen akan
menyebabkan asam lemak menjadi teroksidasi. Oksidasi lemak tersebut
selanjutnya akan menghasilkan bau seiring dengan semakin lamanya proses
penyimpanan produk (Johnston et al. 1983). Oksidasi lemak cenderung terjadi
pada saat penyimpanan beku dibandingkan dengan penyimpanan dingin, dan
dapat berkaitan dengan enzim maupun non enzim. Enzim-enzim seperti
lipoksigenase, peroksidase, dan enzim-enzim mikrosomal dari jaringan otot
hewan kemungkinan besar dapat memulai peroksidasi lemak yang menghasilkan
hidroperoksida. Terpisahnya hidroperoksida menjadi aldehid, keton, dan alkohol
menyebabkan terjadinya perubahan rasa (Departemen Kelautan dan Perikanan
2008).
25
Proses pemasakan pada udang menyebabkan terjadinya denaturasi protein
miofibril dan penyusutan kolagen, sehingga akhirnya mengakibatkan
mengerasnya daging udang (Erdogdu et al. 2004). Perubahan tersebut akhirnya
akan menyebabkan keluarnya cairan yang mengandung protein yang dikenal
dengan istilah drip selama pemasakan yang mengakibatkan timbulnya
kekosongan antar serabut otot udang. Dengan demikian faktor tersebut akan
mempengaruhi terhadap keseluruhan volume dan kepadatan setelah pemasakan
udang.
2.9 Secang (Caesalpinia sappan Linn)
Secang (Caesalpinia sappan Linn.) merupakan salah satu jenis tanaman
sumber tanin berupa tanaman perdu yang memanjat atau berupa pohon kecil dan
duri banyak, yang tingginya dapat mencapai 5-10 meter. Tanaman ini biasanya
tumbuh baik di daerah pegunungan yang tidak terlalu dingin (Heyne 1987). Kayu
secang ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada berbagai macam
tanah pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini
diperbanyak dengan biji dan tersebar di India, Malaysia, dan Indonesia
(Departemen Kesehatan 1998). Tanaman secang (Caesalpinia sappan Linn.)
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Secang (Caesalpinia sappan Linn.) Sumber : http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php.
Kayu secang menghasilkan pigmen, tanin, brazilin dan asam galat
(Lemmens 1992). Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami
karena mengandung brazilein yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air
panas (Sanusi 1993). Selain sebagai pewarna, brazilin kayu secang mempunyai
aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri. Menurut Weningtyas (2009),
aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak secang yaitu pada konsentrasi
26
2,5 mg/ml. Menurut Lim et al. (2007), ekstrak secang mengandung komponen
antimikroba dengan jenis 5-hydroxi-1,4-naptakuinon. Menurut Kristie (2008),
konsentrasi secang sebesar 37,5 mg/ml memiliki aktivitas antimikroba yang
paling kuat.
Nama senyawa yang mampu diisolasi dari kayu secang (Caesalpinia sappan
Linn.) adalah brazilin (C16H14O5) (Sanusi 1989). Brazilin termasuk ke dalam
golongan flavonoid sebagai isoflavonoid (Oliveira et al. 2002). Brazilin
merupakan kristal berwarna kuning, akan cepat membentuk warna merah jika
terkena sinar matahari, dan jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein
(C16H12O5) yang berwarna merah kecoklatan dan dapat larut dalam air (Kim et al.
1997). Titik leleh dari senyawa brazilein adalah 150 oC, dan suhu penguraiannya
lebih besar dari 130 oC (Goodwin 1976).
Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kondisi pH, suhu, pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta
metal. Kondisi keasaman atau pH larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna
pigmen brazilein. Pada pH 2-5 pigmen brazilein berwarna kuning, pada pH 6-7
berwarna merah, dan pada pH 8 ke atas berwarna merah keunguan (Adawiyah dan
Indriati 2003).
27
3 METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Januari 2011 di
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia
Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging limbah filet ikan
kakap merah yang diperoleh dari salah satu industri pengolahan filet kakap merah
yang ada di wilayah Muara Angke, Jakarta Utara. Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevined) dengan ukuran 60-70 (dalam
1 kg terdapat udang PUD sebanyak 60-70 ekor), secang (Caesalpinia sappan L.),
air, garam, es, cryoprotectant (gula), kertas saring, bahan pengemas berupa cling
film, styrofoam serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia,
fisika, dan mikrobiologis.
Alat yang digunakan antara lain berupa peralatan untuk pembuatan surimi
berupa pisau, timbangan, nampan plastik, grinder, kain kasa, talenan, cool box,
lemari es untuk tempat penyimpanan, wadah untuk pelapisan, serta peralatan
untuk analisis proksimat, asam amino, TVB, pH meter, aw meter, TPC, dan
viscometer.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap meliputi penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pengujian bahan baku yang
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible coating dan karakterisasi bahan
pewarna alami dari secang pada larutan edible coating. Penelitian utama meliputi
pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah, ekstraksi secang
(Caesalpinia sappan L), pembuatan edible coating pada berbagai konsentrasi
surimi (2, 6, 10, dan 14%), aplikasi edible coating terhadap udang rebus, serta
28
pengamatan kemunduran mutu udang rebus yang dilapisi edible coating surimi
selama penyimpanan 8 hari pada suhu 1-5 oC dengan lama pencelupan 30 menit.
3.3.1 Pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Analisis Total Volatile Base (TVB) dan pH untuk mengetahui tingkat
kesegaran daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan dalam
pembuatan surimi, sebelum diproses dilakukan. Metode pembuatan surimi dari
daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan merupakan modifikasi dari
penelitian Suzuki (1981). Daging ikan yang telah dipisahkan dari sisa filet digiling
menggunakan grinder agar dihasilkan daging ikan yang halus dan lumat tanpa
tulang, duri, dan kotoran. Setelah itu daging ikan dicuci dua kali menggunakan air
dingin bersuhu (15±1) oC dan larutan garam 0,3% (b/b). Perendaman dengan air
dingin (perbandingan air : daging adalah 3:1) dilakukan selama 10 menit untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada daging lumat dan
untuk melarutkan protein sarkoplasma. Daging ikan tersebut kemudian diperas
dengan menggunakan kain blacu untuk mengeluarkan air.
Perendaman kedua dengan larutan garam 0,3% (b/b) (perbandingan volume
larutan garam : daging adalah 3:1) selama 10 menit, selanjutnya disaring kembali
dengan menggunakan kain blacu sambil dilakukan pemerasan. Cryprotectant
sebanyak 2% (b/b) ditambahkan dan dicampur menggunakan food processor
sampai homogen. Penambahan cryoprotectant dilakukan untuk mencegah
terjadinya denaturasi protein pada surimi. Surimi yang dihasilkan dimasukkan ke
dalam plastik polyethylene dan disimpan dalam freezer pada suhu -15 oC,
selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating. Surimi yang
dihasilkan dihitung rendemennya sebelum dilakukan penyimpanan. Surimi beku
yang digunakan untuk bahan edible coating dianalisis pH dan TVB untuk
mengetahui tingkat kesegarannya. Diagram alir pembuatan surimi dari daging
limbah filet ikan kakap merah selengkapnya disajikan pada Gambar 5.
29
Gambar 5 Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan
kakap merah (Modifikasi* dari Suzuki 1981).
Limbah filet ikan kakap merah*
Pemisahan daging dari limbah filet
Analisis TVB, pH Daging ikan kakap*
Penggilingan
Daging lumat
Pencucian dan perendaman dalam air dingin (15±1) oC selama 10 menit (ikan : air = 1:3)
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu
Pencucian dan perendaman dalam air garam dingin (garam 0,3% (b/b)) (15±1) oC selama 10 menit (ikan : air garam = 1:3)
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu
Rendemen Cryoprotectant (sorbitol 2%)*
Surimi
pencampuran
Pencetakan dan pengemasan
Penyimpanan dalam freezer (suhu -15 oC) selama 1 minggu
Analisis TVB dan pH Surimi beku
30
3.3.2 Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.)
Kayu secang kering digiling untuk memperkecil ukuran dengan
menggunakan Hammer Mill disaring dengan saringan 40 mesh. Serutan kayu
secang digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap ekstraksi.
Ekstraksi pigmen kayu secang dilakukan menggunakan metode Ye Min
et al. (2006) dengan pelarut air. Bahan (100 g) diekstrak dengan 1 liter air dan
dilakukan berulang sebanyak 3 kali selama 30 menit pada suhu 80 oC. Setelah itu
disaring dengan penyaring vakum menggunakan kertas Whatman No.1 dan pH
filtrat diukur. Ekstrak dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 oC
untuk menghilangkan sisa pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak berupa bubuk
kering. Serbuk ekstrak secang selanjutnya dicampurkan ke dalam edible coating
sebagai pewarna alami untuk udang masak sebanyak 2,5 mg/ml. Ekstrak secang
pada konsentrasi tersebut memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (Weningtyas
2009), sehingga diharapkan dapat mempertahankan warna udang rebus selama
penyimpanan. Skema proses ekstraksi ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Skema proses ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) (Metode Ye Min et al. 2006).
100 g bubuk kayu secang
Diekstrak dengan 1 L air (80 oC selama 30 menit) diluang 3 kali
Disaring kasar dengan kain saring Ampas
Filtrat
Disaring dengan penyaring vakum menggunakan Kertas Whatman No.1
Dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 oC
Ekstrak secang (serbuk)
Larutan ekstrak Analisis pH
31
3.3.3 Pembuatan edible coating surimi
Metode pembuatan edible coating berbahan dasar protein surimi dari
daging limbah filet ikan kakap merah ini adalah modifikasi dari metode penelitian
Shiku et al. (2004), yang menemukan bahwa edible film yang stabil telah berhasil
terbentuk dari protein ikan alaska pollack dengan konsentrasi 2%. Hasil penelitian
Neviana (2007) menunjukkan bahwa edible film terpilih dari surimi ikan rucah
adalah edible dengan penambahan konsentrasi surimi 10%. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan kisaran penambahan
surimi untuk larutan edible coating adalah 2, 6, 10, dan 14% (b/v). Surimi yang
dalam keadaan beku dilakukan thawing terlebih dahulu selama 20 menit.
Konsentrasi surimi terpilih diaplikasikan pada udang rebus yang disimpan pada
suhu 1-5 oC. Edible coating surimi yang dihasilkan kemudian dianalisis
viskositasnya.
3.3.4 Proses pembuatan udang rebus
Udang yang digunakan dalam penelitian adalah jenis udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevine) dengan ukuran
60-70 (dalam 1 kg terdapat udang PUD sebanyak 60-70 ekor). Udang segar
dikupas kemudian dicuci dengan menggunakan air dingin. Udang direbus dalam
air mendidih selama 5 menit. Penentuan lama perebusan berdasarkan penelitian
Julikartika (2003). Setelah masak, udang ditiriskan untuk selanjutnya dicelupkan
ke dalam larutan edible coating, dikemas dan disimpan pada suhu rendah.
3.3.5 Aplikasi edible coating terhadap udang rebus
Edible coating berbahan dasar surimi yang telah terbentuk, selanjutnya
diaplikasikan sebagai pelapis udang rebus dengan metode celup (30 menit).
Penentuan lama pencelupan mengacu pada hasil penelitian Riyanto (2006), yang
menyatakan bahwa pencelupan udang rebus selama 30 menit dalam larutan edible
coating dapat mempertahankan masa simpan udang rebus. Tahapan aplikasi
terdiri dari dua jenis:
(1) udang kupas, direbus, dan dicelupkan ke dalam edible coating
(2) udang dikupas, dicelupkan ke dalam edible coating, dan direbus.
32
Udang rebus yang telah dilapisi edible coating diamati ketebalan
lapisannya menggunakan mikroskop elektron dengan perbesaran 10 kali.
Permukaan udang rebus juga diamati menggunakan mikroskop elektron untuk
mengetahui kecerahan dan warna permukaannya. Diagram alir pembuatan dan
aplikasi edible coating disajikan pada Gambar 7.
3.3.6 Pengemasan udang rebus yang telah dilapisi edible coating
Udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi selanjutnya disusun
dalam wadah styrofoam berukuran 12 x 12 cm. Posisi susunan udang tidak saling
menempel untuk menjaga keutuhan edible coating pada permukaan udang. Wadah
kemudian ditutup menggunakan kemasan plastik wrap hingga menutupi seluruh
permukaannya. Plastik wrap merupakan lapisan film plastik yang tipis, berbahan
dasar Low Density Polyethilene (LDPE).
3.3.7 Penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating
Udang rebus yang telah dikemas disusun dalam wadah plastik berukuran
28 x 35 cm. Susunan kemasan udang terdiri dari satu lapis, tidak ditumpuk pada
wadah untuk menghindari terjadinya kerusakan fisik pada udang rebus.
Udang rebus disimpan pada lemari pendingin dengan suhu penyimpanan
1-5 oC selama 8 hari. Lemari pendingin sebelum digunakan sudah di set dan
diukur suhunya. Wadah plastik disusun dalam lemari pendingin dan tidak
ditumpuk, hal ini ditujukan supaya semua wadah memperoleh distribusi suhu
yang sama selama proses penyimpanan. Perubahan kualitas udang rebus diamati
setiap hari selama 8 hari penyimpanan. Analisis meliputi TVB, pH, kadar air, aw,
TPC, WHC, dan perubahan warna udang rebus.
33
Gambar 7 Diagram alir penelitian dan aplikasi edible coating surimi ikan kakap
merah (Modifikasi Shiku et al. 2004*; Julikartika 2003**; Riyanto 2006***; dan Neviana 2007****).
Surimi beku
Pelelehan (thawing) (20 menit)
Penambahan akuades sampai
150 ml dan NaOH 1 M
sampai pH 11
Pelarutan surimi (2%*, 6%, 10%****, dan14%)
Pengadukan dan pemanasan (30 menit) suhu 55 oC
Larutan surimi
Penyaringan (nilon 150 mesh)
Penambahan secang Tanpa secang Edible coating
Udang kupas
Penyiangan Pelapisan udang dengan
pencelupan udang segar ke dalam edible coating surimi
selama 30 menit
Perebusan selama 5 menit**
Pelapisan udang dengan pencelupan udang masak ke dalam edible coating surimi
selama 30 menit*** Perebusan selama 5 menit**
Pengemasan dan penyimpanan pada suhu 1-5 oC selama 8 hari
-Lapisan edible coating diamati di bawah mikroskop. -Perubahan kualitas udang masak diamati setiap hari selama 8 hari, meliputi analisis TVB, pH, kadar air, aw, TPC, WHC, dan perubahan warna.
Filtrat
34
3.4 Prosedur Analisis
Prosedur analisis dari masing-masing parameter pengamatan adalah sebagai
berikut :
1) Kadar air metode oven (AOAC 2005)
Sebanyak 2 g sampel uji dikeringkan pada suhu 95-100 oC hingga berat
konstan di bawah tekanan ≤ 100 mm Hg selama kurang lebih 5 jam. Wadah yang
digunakan adalah piringan alumunium diameter tutup ≥ 50 mm dan kedalaman
40 mm. Kehilangan dalam pengeringan dilaporkan sebagai perkiraan kandungan
kelembaban. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Kadar air %(b/b) =berat hilang selama pengeringan (g)
berat sampel uji (g) x 100%
2) Kadar abu (AOAC 2005)
Sampel kering sebanyak 2 gram dipanaskan dalam piringan logam
50-100 mL pada suhu 100 oC hingga kandungan air keluar. Piringan ditempatkan
pada tanur dengan suhu kurang dari 550 oC dan tunggu hingga abu berwarna putih
terbentuk. Abu didinginkan lalu lembabkan dengan air, kemudian dikeringkan
dalam steam bath dan dalam hot plate. Sampel diabukan kembali pada suhu
525 oC hingga mencapai berat konstan. Jika bahan yang diuji mengandung lemak
dalam jumlah banyak maka pengabuan awal perlu dilakukan pada suhu yang
serendah mungkin untuk menguapkan lemak tanpa membakarnya. Penentuan
kadar abu menggunakan rumus :
Kadar abu (%) =berat abu (g)
berat sampel (g) x 100%
3) Kadar protein (AOAC 2005)
Penentuan kadar protein menggunakan metode semi mikro Kjeldahl.
Sampel sebanyak 0,75 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan
6,25 g K2SO4 dan 0,6225 g CuSO4 sebagai katalisator. Sebanyak 15 ml H2SO4.
Jika sampel uji yang digunakan kurang dari 2,2 g, maka jumlah H2SO4 pekat dan
3 ml H2O2 secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam labu dan didiamkan
35
selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap selanjutnya adalah proses destruksi
pada suhu 410oC selama ±2 jam atau hingga diperoleh larutan jernih. Hasil
destruksi didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan
50-75 ml akuades. Erlenmeyer disiapkan dan diisi dengan 25 ml larutan H3BO3
4% yang mengandung indikator (Bromchresol green 0,1% dan methyl red 0,1%
(2:1)) sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat
destilata uap dan titambahkan 50 ml NaOH 40% (alkali). Kemudian hasil destilat
ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml
(hasil destilat berwarna hijau).
Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N dan dilakukan hingga warna berubah
menjadi abu-abu. Blanko diberi perlakuan yang sama seperti tahapan sampel.
Pengujian dilakukan secara duplo. Kadar protein dihitung dengan rumus:
N (%) =(ml HCl – blanko) x N HCl x 14,007
berat sampel (mg)x k x 100%
Kadar Protein (%) = N (%) x 6,25
4) Kadar lemak (AOAC 2005)
Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven (105 oC) ditimbang
hingga diperoleh berat konstan. Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas
saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak.
Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Sebanyak 150 ml
kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama 8 jam
dimana pelarut sudah terlihat jernih yang menandakan lemak telah terekstrak
semua. Pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut
dan lemak lalu labu lemak dikeringkan dengan oven 105 oC selama 30 menit.
Labu ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Kadar lemak ditentukan dengan
menggunakan rumus:
Kadar lemak (%) = (Berat labu akhir − berat labu awal)
Berat sampel x 100%
36
5) Kadar karbohidrat (BeMiller 2003)
Kandungan karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode analisis
karbohidrat by difference. Kadar karbohidrat ditentukan dengan rumus :
Kadar karbohidrat (%) = 100% _ (% air + % abu + % protein + % lemak)
6) Total Volatile Base (TVB)
Prinsip dari pengujian terhadap kadar TVB adalah senyawa-senyawa basa
volatil (amonia, mono-, di-, trimetilamin, dan senyawa basa lainnya) yang
terdapat di dalam sampel yang bersifat basa diuapkan. Senyawa-senyawa tersebut
diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N.
Penentuan TVB dilakukan dengan metode Conway. Sebanyak 25 g sampel
diblender selama satu menit dicampur dengan 75 ml larutan TCA 7%, lalu
disaring untuk mendapatkan filtrate yang bening. Sebanyak 2 ml H3BO3 2%
dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway dan 1 ml filtrat ke outer
chamber sehingga kedua macam larutan bercampur di outer chamber. Sebelum
cawan ditutup, pinggir cawan diolesi vaselin supaya penutupan sempurna. Pada
posisi hamper menutup ditambahkan K2CO3 1:1 (b/v) ke dalam outer chamber
sebanyak 1 ml kemudian cawan Conway segera ditutup.
Blanko dikerjakan dengan mengganti filtrat dengan 7% TCA. Prosedur yang
dikerjakan sama seperti di atas, kemudian diinkubasi pada suhu 35 oC selama 48
jam. Larutan asam borat yang mengandung sampel atau tidak (blanko) ditetesi 2
tetes indikator (methyl red 0,1% dan bromthymol blue 0,1% (2:1)), kemudian
dititrasi dengan larutan HCl sambil diaduk sehingga warnanya berubah menjadi
merah muda. Kadar TVB kemudian dihitung menggunakan rumus:
Kadar TVB (mg N/100 g) = (i − j)x N HCl x 14,007 x FP
Berat sampel (g) x 100
Keterangan: i=volume titrasi sampel (ml); j= volume titrasi blanko (ml); FP= faktor pengenceran.
37
7) Nilai pH (AOAC 1995)
Penetapan pH dilakukan setelah pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan
pH 4 dan pH 7. Sampel disiapkan dan suhunya diukur, kemudian pengatur suhu
pH meter ditetapkan pada suhu tersebut. Stabilisasi pH meter dilakukan selama
15-30 menit. Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan.
Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan pengukuran pH dapat di set.
Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang
stabil, kemudian pH sampel dapat dicatat.
8) Nilai aw
Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air adalah aw meter.
Prosedur penggunaan alat tersebut adalah alat dihidupkan dengan cara tombol
start ditekan sampai terbaca ready push to start. Penetapan nilai aw dilakukan
setelah aw meter dilakibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan cara
cawan sampel diisi dengan 2-3 tetes larutan standar (NaCl). Tombol start ditekan
dan terbaca under test, lalu ditunggu beberapa saat sampai terbaca completed,
nilai aw dan suhu disesuaikan dengan yang tertulis dalam standar. Jika tidak
sesuai maka dilakukan kalibrasi dengan cara menekan start kedua kali lalu
memutar sekrup sampai nilai aw sesuai.
Selanjutnya dilakukan pengukuran sampel dengan cara satu gram sampel
dimasukkan ke dalam wadah. Tombol start ditekan dan ditunggu sampai terbaca
comlpeted, maka akan terbaca nilai aw yang akan diukur.
9) Penentuan total plate count (TPC) (Fardiaz 1992)
Prinsip dari penentuan total plate count adalah menentukan besarnya
populasi bakteri yang terdapat pada udang sehingga dapat memberikan gambaran
mengenai tingkat kesegaran udang tersebut, karena bakteri merupakan faktor
utama penyebab pembusukan yang sedang berlangsung.
Prosedur kerjanya meliputi empat tahap yang saling berhubungan yaitu
tahap persiapan, inokulasi, inkubasi, dan perhitungan jumlah koloni bakteri.
Sampel daging udang ditimbang sebanyak 20 gram secara aseptis, dimasukkan ke
dalam blender jars steril dan ditambahkan 180 ml NaCl fisiologis steril, kemudian
diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan
38
kecepatan tinggi selama 2 menit. Larutan yang diperoleh adalah pengenceran
1:10, selanjutnya dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri steril
dan 1 ml lagi sebagai duplo. Kemudian disiapkan larutan contoh 1:100 dengan
dipipet 1 ml larutan 1:10 dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl fisiologis,
lalu divortex sampai homogen sehingga diperoleh larutan contoh 1:100, dipipet
larutan contoh 1:100 dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril kedua dan
dilakukan secara duplo. Selanjutnya dengan cara yang sama dikerjakan inokulasi
contoh sampai dengan pengenceran 1:1000.000. Seluruh kegiatan dilakukan
secara aseptis. Ke dalam semua cawan petri yang telah berisi larutan contoh di
atas, dituangkan secara aseptis media tumbuh plate count agar (PCA) steril
bersuhu 45 oC sebanyak 10-20 ml, dan dibiarkan sampai agar dingin dan
memadat. Setelah itu semua cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC
dengan posisi terbalik selama 48 jam. Disamping itu dibuat blanko, yaitu ke
dalam cawan petri steril hanya dituangkan media tumbuh PCA 10-20 ml dan 1 ml
larutan pepton 1% steril. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah bakteri
dengan menggunakan colony counter. Perhitungan dilakukan disesuaikan dengan
standard plate count (SPC).
10) Water holding capacity (Hamm 1972 diacu dalam Wahyuni 1992)
Daya mengikat air (Water holding capacity/ WHC) ditentukan dengan alat
carver press. Sebanyak 0,3 gram sampel diletakkan pada kertas saring kemudian
dijepit dengan carver press berukuran 35 kg/cm2 selama 5 menit yaitu diantara
dua plat jepitan. Luas area basah (wetted area) adalah luas air yang diserap kertas
saring akibat penjepitan, yaitu selisih luas lingkaran luar dan dalam kertas saring.
Pengukuran lingkaran dilakukan dengan planimeter merk Hruden. Kertas saring
yang digunakan adalah whatman 1 No. 40. Bobot air bebas (air produk yang
terlepas karena penekanan) dapat dihitung dengan rumus berikut :
Berat air (mg) =luas daerah basah − 8,0
0.0948
Air bebas (%) =berat air
30 mg x 100%
39
Dengan mengetahui kadar air total daging, maka air terikat atau WHC
dapat ditentukan dengan :
WHC (%) = kadar air total (%) – kadar air bebas (%)
11) Uji warna
Pengukuran warna secara objektif menggunakan alat Chromometer CR200
dengan sistem notasi Hunter (L*a*b). Tingkat pewarnaan udang ditunjukkan
dengan notasi (Soekarto 1990 dan Berrang et al. 1990) :
L : parameter kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan
warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L berkisar dari 0 (hitam)
hingga 100 (putih).
a : warna kromatik gradasi merah hijau dengan nilai plus (+) dari 0 hingga 100
untuk warna merah dan minus (-) a dari nilai 0 hingga- 80 untuk warna
hijau.
b : warna kromatik gradasi biru kuning dengan nilai plus (+) b dari 0
hingga 70 untuk warna kuning dan minus (-) b dari nilai 0 hingga -80
untuk warna biru.
12) Viskositas
Pengukuran viskositas digunakan Viscometer Brookfield spindle no.2
dengan kecepatan putar 30 rpm. Sampel terlarut (larutan surimi yang telah dibuat
sampai tahap penyaringan) dimasukkan ke dalam tabung viscometer, kemudian
viscometer dinyalakan. Viskositas dipengaruhi oleh jumlah zat terlarut yang ada
dalam larutan tersebut. Viskositas dihitung dengan mengalikan hasil pembacaan
pada viscometer (dial reading) dengan faktor kali sesuai dengan nomor spindle
dan rpm yang digunakan pada viscometer. Nilai viskositas dinyatakan dalam
satuan centipoises (cP).
13) Uji organoleptik (Soekarto 1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap penampakan, warna, aroma, dan rasa udang masak yang dilapisi edible
coating. Cara penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik (Soekarto
1985), yaitu digunakan panelis agak terlatih sebanyak 30 orang. Bahan disajikan
40
secara acak dengan diberi nomor kode, kemudian panelis diminta untuk
memberikan penilaian pada salah satu kriteria skala hedonik. Hasil pengamatan
dinyatakan dengan angka dari 1-7, dengan urutan sebagai berikut : 1 (sangat tidak
suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 ( agak suka), 6 (suka), dan 7
(sangat suka).
14) Metode irisan (Suntoro 1983)
Pengukuran ketebalan edible coating pada udang masak, dilakukan dengan
cara membuat preparat dengan gelas objek untuk dilakukan pemotretan di bawah
mikroskop. Metode irisan yang digunakan adalah metode irisan dengan tangan.
Metode irisan adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan jalan membuat
suatu irisan dengan tebal tertentu, sehingga dapat diamati di bawah mikroskop.
Cara metode irisan dengan tangan adalah sebagai berikut: sepotong
jaringan dipegang diantara ibu jari penunjuk, kemudian jaringan ini dipotong
melintang menggunakan pisau tajam beberapa kali secara cepat, paralel dan
sedekat mungkin dengan permukaan atas jaringan yang akan dipotong, agar
diperoleh irisan yang setipis mungkin. Selanjutnya irisan yang tipis ini dapat
diamati di bawah mikroskop.
3.5 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan.
Rancangan percobaan ini terdiri dari :
1. Pengamatan viskositas terdiri dari dua faktor:
(a) Perlakuan secang yang terdiri dari edible coating surimi tanpa secang dan
edible coating surimi ditambah secang.
(b) Konsentrasi surimi yang terdiri dari 2%, 6%, 10%, dan 14%.
Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial sebagai berikut:
Y = µ + A + B + (AB) + ε
Keterangan: i = 1,2 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3
41
Yijk = Respon pengaruh perlakuan secang pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j ulangan ke-k µ = Rata-rata sebenarnya Ai = Pengaruh perlakuan secang pada proses ke-i Bj = Pengaruh perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j (AB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan secang pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j εijk = Pengaruh galat percobaan
2. Pengamatan perubahan mutu udang rebus terdiri dari dua faktor:
(a) Proses aplikasi edible coating yang terdiri dari:
- pencelupan udang dengan edible coating tanpa secang kemudian
pemasakan (RM tanpa secang)
- pencelupan udang dengan edible coating ditambah secang kemudian
pemasakan (RM ditambah secang)
- pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating tanpa
secang (MR tanpa secang)
- pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating ditambah
secang (MR ditambah secang).
(b) Faktor kedua yaitu lama penyimpanan selama 8 hari dengan analisis setiap
hari, mulai hari ke-0 sampai hari ke-8.
Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial adalah sebagai
berikut (Steel dan Torrie 1993) :
푌 = 휇 + 퐴 + 퐵 + (퐴퐵) + 휀
Keterangan : i = 1,2,3,4 j = 0,1,2,3,4,5,6,7,8 k = 1,2,3 Yijk = Respon pengaruh proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak pada hari ke-j ulangan ke-k µ = Rata-rata sebenarnya Ai = Pengaruh perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i Bj = Pengaruh perlakuan penyimpanan udang masak pada hari ke-j (AB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak hari ke-j εijk = Pengaruh galat percobaan
42
3. Hasil uji organoleptik diolah dengan uji statistik nonparametrik, yaitu Kruskal
Wallis yang bertujuan untuk menegtahui apakah antara perlakuan berbeda
nyata. Model matematika uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut :
H =12
n(n + 1) Rn − 3(n + 1)
T = (t – 1) t (t + 1)
Pembagi = 1 −T
(n − 1)n(n + 1) , H′ =H
pembagi
Keterangan : n = total pengamatan ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Rj = jumlah rangking dalam perlakuan ke-j.
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam (analysis variance).
Untuk melihat tingkat validitas analisis yang ada dilakukan pengujian
kenormalan, kehomogenan dan keaditifan data. Bila hasil dari analisis ragam
memperlihatkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut
berupa nilai tengah dengan Multiple Comparison Tukey-HSD (Steel dan Torrie,
1993).
43
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengujian terhadap bahan baku
yaitu limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan bahan pewarna alami dari
secang (Caesalpinia sappan L). Penelitian pendahuluan dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesegaran bahan baku dan karakteristik secang sebagai bahan
pewarna alami.
4.1.1 Pengujian bahan baku (daging limbah filet ikan kakap merah)
Daging limbah filet ikan kakap merah yang diperoleh berupa serpihan
daging dan sisa-sisa daging ikan kakap merah yang masih menempel pada tulang,
sirip dan bagian kepala. Serpihan digunakan sebagai bahan baku surimi dan
selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan edible coating
surimi. Daging limbah filet kakap merah yang digunakan dalam penelitian adalah
daging limbah filet beku seperti yang disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Daging limbah filet ikan kakap merah beku.
Daging limbah filet sebelum digunakan dipisahkan dari sisik, tulang, dan
duri yang masih tercampur. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku meliputi
Total Volatile Base (TVB) diperoleh hasil 8,58±0,01 mgN/100g dan nilai pH
6,8±0,05. Nilai TVB dan pH menunjukkan bahwa daging limbah filet ikan kakap
merah tersebut telah mengalami penurunan mutu, tetapi masih pada tahap awal.
Nilai TVB kurang dari 10 mgN/100g menunjukkan ikan masih sangat segar
(Farber 1965). Nilai pH dapat mempengaruhi kekuatan gel. Kekuatan gel akan
tinggi jika pH daging berkisar antara 6,0-7,0, hal ini disebabkan miosin mudah
44
larut pada kisaran pH tersebut (Shimizu 1992). Daging limbah filet ikan yang
digunakan dalam penelitian menunjukkan daging yang sangat segar, sehingga
apabila digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi dapat
menghasilkan kekuatan gel yang tinggi.
4.1.2 Bahan pewarna alami dari secang Pewarna alami dari secang diperoleh melalui proses ekstraksi berdasarkan
metode Ye Min et al. (2006) dengan menggunakan pelarut air. Secang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilein yang
berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Senyawa
brazilein termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid.
Pengamatan dilakukan untuk melihat jumlah rendemen ekstrak secang yang baik
sebagai pewarna alami untuk dicampurkan pada edible coating.
(a) (b) (c) Gambar 9 Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L). (a) kayu secang, (b) larutan secang, (c) serbuk ekstrak secang.
Berdasarkan hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, diperoleh
rendemen cukup tinggi yaitu 5,7% (±0,03). Pelarut air menghasilkan rendemen
paling besar untuk mengekstrak secang dibandingkan dengan pelarut etanol
(Weningtyas 2009). Nilai pH larutan secang sebelum dipekatkan menjadi serbuk
6,4±0,05 dengan warna merah. Kondisi keasaman atau pH larutan sangat
mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein. Pada pH 6-7 secang berwarna
merah (Adawiyah dan Indriati 2003). Ekstrak kayu secang yang dihasilkan setelah
dipekatkan berupa serbuk berwarna kemerahan.
45
4.2 Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu pembuatan
surimi, pembuatan dan karakterisasi edible coating, aplikasi edible coating pada
berbagai konsentrasi surimi terhadap udang rebus serta pengamatan terhadap
kemunduran mutu udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama
penyimpanan pada suhu 1-5 oC.
4.2.1 Mutu surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan surimi adalah daging
limbah filet ikan kakap merah. Berdasarkan hasil uji pendahuluan menunjukkan
bahwa daging limbah filet kakap merah tersebut layak digunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan surimi karena memiliki tingkat kesegaran yang sangat
tinggi. Daging limbah filet kakap merah beku yang diperoleh dari industri,
seringkali masih mengandung sisik, duri dan tulang ikan. Oleh karena itu,
sebelum dilakukan pembuatan surimi daging limbah filet dibersihkan terlebih
dahulu dari kemungkinan adanya duri-duri atau kotoran yang lain.
Rendemen daging lumat dari daging limbah filet diperoleh 92,31% (±0,34)
sedangkan rendemen surimi yang diperoleh dari hasil pencucian sebanyak dua
kali adalah 72,36% (±0,18). Proses pembuatan surimi dilakukan pencucian
terhadap daging limbah filet ikan kakap merah dengan menggunakan air dingin.
Pencucian dengan air dingin merupakan tahap yang paling penting dalam proses
pembuatan surimi (Peranginangin et al. 1999). Pencucian yang secara berulang-
ulang maksimal sebanyak tiga kali akan meningkatkan gel surimi dan mencegah
terjadinya denaturasi protein miofibril selama penyimpanan beku (Matsumoto dan
Noguchi 1992).
Analisis yang dilakukan terhadap surimi beku meliputi nilai pH dan TVB.
Nilai pH surimi beku adalah 7,06±0,05 dan TVB sebesar 9,17 mgN/100g (±0,11).
Berdasarkan nilai pH dan TVB tersebut terlihat bahwa telah terjadi penguraian
protein selama penyimpanan beku, tetapi proses penguraian masih berjalan
dengan lambat. Penyimpanan yang lebih lama dapat menyebabkan terbentuknya
senyawa volatil yang dapat meningkatkan nilai pH dan TVBN. Nilai TVBN
kurang dari 10 mgN/100g termasuk ke dalam kategori ikan sangat segar (Farber
1965).
46
4.2.2 Pembuatan dan karakterisasi edible coating dari surimi
Edible coating dibuat dari surimi dengan berbagai konsentrasi, yaitu 2%,
6%, 10%, dan 14%. Edible coating yang terbentuk berwarna bening dan semakin
tinggi konsentrasinya kenampakannya menjadi semakin keruh. Penambahan
secang 2,5 mg/ml ke dalam edible coating menghasilkan warna merah tua, warna
tersebut dihasilkan karena coating memiliki pH mendekati basa yaitu 7,8±0,04.
Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi
disajikan pada Gambar 10 dan untuk edible coating dengan pemberian ekstrak
secang disajikan pada Gambar 11.
2% 6% 10% 14%
Gambar 10 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi surimi.
2% 6% 10% 14% Gambar 11 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai
konsentrasi surimi dengan penambahan secang sebanyak 2,5 mg/ml.
Edible coating yang dicampur dengan ekstrak secang memiliki nilai
viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan edible coating yang tidak
diberi ekstrak secang. Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi limbah
filet kakap merah disajikan pada Gambar 12. Pemberian ekstrak secang dilakukan
setelah edible coating terbentuk.
47
Gambar 12 Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet Ikan kakap merah. tanpa secang, ditambah secang.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan secang, konsentrasi
surimi, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap nilai viskositas edible coating seperti pada Lampiran 2. Secara
keseluruhan semakin besar konsentrasi surimi yang ditambahkan, maka nilai
viskositas edible coating menjadi meningkat. Hal ini disebabkan oleh jumlah
protein surimi yang ditambahkan ke dalam larutan mengalami denaturasi oleh
basa yang ditambahkan dalam proses pembuatan edible coating. Ikatan-ikatan
molekul yang mengalami kerusakan, maka molekul tersebut akan mengembang
dan pengembangan molekul ini mengakibatkan viskositas bertambah (Winarno
2008). Semakin banyaknya surimi sebagai zat terlarut yang ditambahkan juga
akan meningkatkan jumlah padatan terlarut dalam edible coating. Viskositas
dipengaruhi oleh zat yang terlarut dalam larutan tersebut, jika zat yang terlarut
semakin banyak dan larutan semakin kental maka nilai viskositas yang dihasilkan
akan semakin tinggi. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara
mengentalkan cairan. Pengembangan molekul zat terlarut mengakibatkan
viskositas bertambah (Winarno 2008).
Edible coating dengan penambahan ekstrak secang terdapat sedikit
gumpalan di dasar wadah edible coating. Hal ini terjadi karena ekstrak secang
memiliki kandungan tanin. Tanin yang terdapat dalam kayu secang ikut terekstrak
selama proses ekstraksi, karena tanin merupakan senyawa polar yang larut dalam
air dan etanol (Holinesti 2007). Kadar tanin ekstrak kayu secang yang diperoleh
02468
101214
2 6 10 14
Visk
osita
s (C
p)
Konsentrasi surimi (%)
e
b f
c g
d h
a
48
melalui ekstraksi dengan air adalah 0,137% (Winarti dan Sembiring 1998). Tanin
yang terdapat pada ekstrak secang bereaksi dengan surimi yang terdapat dalam
edible coating, hal ini disebabkan surimi yang merupakan protein memiliki
muatan positif dan tanin bermuatan negatif sehingga terjadi mekanisme
pengikatan tanin oleh protein melalui muatan listrik. Menurut Siebert (1996),
protein akan mengendap bersama tanin membentuk kompleks yang tidak larut.
Interaksi tanin dengan protein akan membentuk ikatan hidrogen yang
mengakibatkan berat kedua molekul yang berikatan meningkat sehingga terjadi
pengendapan. Berdasarkan hal tersebut juga, sebagian surimi yang terdapat dalam
edible coating akan berikatan dengan tanin yang terdapat dalam ekstrak secang.
Penambahan secang yang mengandung tanin bermuatan negatif menyebabkan
jumlah ion negatif dalam larutan berlebih sehingga terjadi efek salting out. Salting
out dapat dideskripsikan sebagai fenomena dimana air tidak dapat melarutkan
akibat ion-ion terlarut dalam kondisi jenuh (Hasseine et al. 2008). Hal ini
menyebabkan jumlah zat terlarut dalam edible coating menjadi berkurang, dengan
demikian viskositasnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan edible coating
yang tidak diberi ekstrak secang.
4.2.3 Aplikasi edible coating pada udang rebus
Udang rebus yang digunakan dalam penelitian adalah udang vannamei
(Litopenaeus vannamei). Kandungan Total Volatile Base (TVB) udang vannamei
rebus diperoleh hasil sebesar 4,32 mgN/100g dengan nilai pH adalah 7,36.
Analisis kimia udang vannamei rebus meliputi analisis proksimat yaitu kadar air,
kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Hasil analisis disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) rebus
No Parameter Analisis Udang Rebus 1 Kadar air (%) 68,824±0,19 2 Kadar abu (%) 0,714±0,03 3 Kadar protein (%) 23,257±1,06 4 Kadar lemak (%) 1,634±0,06
49
Berdasarkan Tabel 7, maka udang vannamei rebus merupakan produk
olahan yang memiliki kandungan protein tinggi dan berlemak rendah, karena
kadar proteinnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemaknya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Jacoeb et al. (2008) udang memiliki kadar protein yang
tinggi dengan protein yang mudah untuk dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh.
Udang vannamei yang telah direbus selama 5 menit, ditiriskan dan
selanjutnya dilapisi oleh edible coating dari daging limbah filet ikan kakap merah
(Lutjanus sp.) dengan metode pencelupan selama 30 menit. Seluruh permukaan
udang rebus terselimuti coating secara merata dan berwarna transparan sehingga
udang rebus tampak mengkilat. Secara visual warna merah pada udang yang
dilapisi edible coating yang ditambah secang relatif lebih merah dibandingkan
dengan udang yang dilapisi tanpa secang.
Penentuan konsentrasi surimi yang akan digunakan untuk penelitian
kemunduran mutu udang rebus dilakukan dengan uji hedonik dan uji warna
terhadap udang masak yang telah dilapisi edible coating. Konsentrasi surimi yang
terpilih selanjutnya diaplikasikan terhadap udang rebus untuk tahap penelitian
selanjutnya.
1. Penilaian organoleptik dengan uji hedonik
Uji organoleptik adalah menilai suatu produk menggunakan alat indera
penglihatan, pencicip, pembau dan indera pendengar. Uji ini dilakukan supaya
dapat diketahui penerimaan panelis atau konsumen terhadap suatu produk
(Soekarto 1985). Uji hedonik dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap udang rebus yang dilapisi
edible coating. Edible coating terdiri dari dua jenis yaitu tanpa secang dan
ditambah dengan secang sebanyak 2,5 mg/ml. Karakteristik yang diuji meliputi
kenampakan, warna, aroma dan rasa. Hasil uji hedonik udang rebus yang dilapisi
edible coating surimi disajikan pada Gambar 13 dan hasil uji hedonik udang rebus
yang dilapisi edible coating surimi dengan penambahan ekstrak secang disajikan
pada Gambar 14.
50
Gambar 13 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi. Konsentrasi surimi 2%, 6%, 10%, 14%.
Gambar 14 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ditambah secang 2,5 mg/ml. Konsentrasi surimi 2%, 6%, 10%, 14%. a. Kenampakan
Kenampakan merupakan parameter organoleptik yang penting, karena
merupakan sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Bila kesan
kenampakan produk baik atau disukai, maka konsumen baru akan melihat sifat
sensoris lainnya (aroma, rasa, tekstur). Kenampakan tidak menentukan tingkat
kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi kenampakan juga mempengaruhi
0
1
2
3
4
5
6
7
Kenampakan Warna Aroma Rasa
Skor
uji
hedo
nik
Karakteristik organoleptik
aa a
ab
b b
c
d d d de e e
e
0
1
2
3
4
5
6
Kenampakan Warna Aroma Rasa
Skor
uji
hedo
nik
Karakteristik organoleptik
b
cc
cd
e e e e
f f ff
a
51
penerimaan konsumen. Umumnya konsumen memilih dan menerima makanan
yang memiliki kenampakan yang menarik (Soekarto 1985).
Kisaran nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating
surimi adalah 4,7 sampai 6,03. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi
edible coating surimi sebesar 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang
rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Kisaran nilai
rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi
ekstrak secang adalah 3,7 sampai 5,1. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2%
dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3a diperoleh hasil bahwa
konsentrasi surimi pada edible coating surimi tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kenampakan udang rebus, sedangkan edible coating surimi dengan
pemberian secang memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenampakan udang
rebus.
Nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi
dan udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan secang
memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Hal tersebut terjadi karena
konsentrasi surimi 14% dapat membentuk edible coating dengan baik. Edible
coating dapat menutupi permukaan udang rebus dengan sempurna pada saat
diaplikasikan, sehingga mampu membuat permukaan udang rebus terlihat jernih,
transparan, mengkilap dan cerah. Menurut Krochta (1992), penggunaan edible
coating dapat mereduksi laju kerusakan selama proses, memperbaiki tekstur dan
penampakan produk.
b. Warna
Warna merupakan atribut sensori yang sangat penting dan harus selalu
dipertimbangkan, karena mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kualitas
suatu produk (Niamnuy 2008). Pigmentasi yang bagus dan homogen dalam suatu
bahan pangan adalah karakteristik kualitas yang menentukan terhadap penerimaan
konsumen. Produk dengan warna yang menarik akan lebih diterima oleh
konsumen walaupun dengan harga yang lebih mahal (Delgado et al. 2003).
Kisaran nilai rataan warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi
adalah 4,5 sampai 6. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible
52
coating surimi 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang
dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Kisaran nilai rataan
kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak
secang adalah 3,5 sampai 5,03. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan
nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3b diperoleh hasil bahwa
konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan
pemberian secang memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna udang rebus.
Nilai rataan warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dan
udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan secang memiliki
nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Konsentrasi surimi 14% terhadap
edible coating yang diaplikasikan pada udang rebus mampu memperbaiki warna
udang rebus, udang rebus menjadi memiliki warna yang lebih cerah dan
mengkilap sehingga banyak disukai oleh panelis. Edible coating efektif dalam
mengurangi penurunan kualitas sensori produk yang meliputi warna, bau, dan
firmness (Mastromatteo 2010).
c. Aroma
Enak atau tidaknya suatu produk makanan ditentukan oleh aroma, bahkan
aroma lebih kompleks daripada cicip atau rasa, dan kepekaan indera pembauan
lebih tinggi daripada indera pencicipan. Industri pangan menganggap sangat
penting melakukan uji bau karena dapat memberikan hasil penilaian produksinya
disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985).
Nilai rataan aroma udang rebus yang dilapisi edible coating surimi
berkisar antara 5,06 sampai 5,13. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang
diberi edible coating surimi sebesar 2%%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada
udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Nilai
rataan aroma udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak
secang berkisar antara 4,50 sampai 4,73. Nilai terendah pada konsentrasi surimi
6% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis
dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3c diperoleh hasil bahwa
konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan
pemberian secang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma udang
53
rebus. Hal ini terjadi karena edible coating surimi memiliki aroma yang netral,
sehingga ketika diaplikasikan pada udang rebus tidak menimbulkan aroma yang
menyimpang dari aroma udang rebus.
d. Rasa
Rasa merupakan faktor penting yang menjadi dasar diambilnya keputusan
oleh konsumen terhadap diterimanya suatu produk. Apabila sebuah produk
mempunyai rasa yang tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh
konsumen walaupun warna dan aromanya baik (Winarno 2008).
Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap rasa udang rebus yang dilapisi
edible coating surimi berkisar antara 4,16 sampai 4,66. Nilai terendah adalah pada
udang rebus yang diberi edible coating surimi 6%, sedangkan nilai tertinggi
terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi
14%. Hasil rataan penilaian panelis terhadap rasa udang rebus yang dilapisi
edible coating surimi yang diberi ekstrak secang berkisar antara 3,83 sampai 4,56.
Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan nilai tertinggi pada konsentrasi
surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis
pada Lampiran 3d diperoleh hasil konsentrasi surimi pada edible coating surimi
dan edible coating surimi dengan pemberian secang tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap rasa udang rebus.
Berdasarkan hasil uji hedonik, aplikasi edible coating terhadap udang
rebus menunjukkan bahwa konsentrasi surimi pada edible coating yang
diaplikasikan pada udang rebus, yang paling disukai oleh panelis adalah 14%.
Konsentrasi tersebut paling disukai baik pada edible coating tanpa secang maupun
pada edible coating yang ditambah dengan secang.
2. Uji warna udang pada berbagai konsentrasi surimi dalam edible coating
Warna bahan pangan merupakan atribut sensori yang mempengaruhi
kualitas dan penerimaan produk pangan. Produk pangan dengan nilai gizi yang
tinggi belum tentu dapat dipilih konsumen jika warnanya tidak menarik atau tidak
sesuai dengan standarnya. Hasil uji warna udang rebus yang dilapisi edible
coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah, disajikan pada Gambar 15, 16,
dan 17.
54
Gambar 15 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa secang, ditambah secang. Berdasarkan Gambar 15 nilai rata-rata L* udang rebus yang dilapisi edible
coating surimi berkisar antara 72,25-78,07 nilai tertinggi pada konsentrasi surimi
14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan L* udang rebus yang
dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak secang berkisar antara
69,76-77,53, nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada
konsentrasi surimi 6%.
Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L* berkisar dari 0
(hitam) hingga 100 (putih). Berdasarkan Gambar 15, nilai L* udang rebus
cenderung mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi
surimi yang ditambahkan ke dalam edible coating. Nilai L* pada udang rebus
yang diberi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% paling tinggi
dibandingkan dengan yang lainnya. Hasil tersebut ditunjukkan baik pada
perlakuan yang diberi secang maupun yang tidak diberi secang. Hal ini
disebabkan pada konsentrasi 14% edible coating yang terbentuk memiliki sifat gel
yang stabil, pada saat diaplikasikan pada udang rebus edible coating mampu
menyelimuti permukaan dengan sempurna, sehingga udang rebus menjadi
mengkilap dan cerah.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 4a menunjukkan bahwa konsentrasi
surimi, perlakuan secang dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang
60
65
70
75
80
Kontrol 2 6 10 14
Nila
i L*
Konsentrasi surimi (%)
ab
cd
ef
g
h
55
nyata (p<0,05) terhadap nilai L* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan
pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan secang pada konsentrasi surimi
2%, 6%, 10% dan 14%.
Gambar 16 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa secang, ditambah secang.
Berdasarkan Gambar 16 menunjukkan nilai rataan a* udang rebus yang
dilapisi edible coating surimi berkisar antara 13,21-16,06, nilai tertinggi pada
konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan a*
udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak secang
berkisar antara 17,09-20,22 nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan
terendah pada konsentrasi surimi 2%.
Nilai a* merupakan nilai yang menerangkan warna kromatik yang
terkandung di dalam sampel. Nilai a* menentukan warna kromatik campuran
merah-hijau. Nilai a+ (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah, dan –a
(negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Berdasarkan data nilai a* pada
Gambar 16 menunjukkan bahwa udang rebus yang dilapisi edible coating surimi
tanpa secang dengan konsentrasi surimi sebesar 2% memiliki nilai kromatik
merah paling kecil tetapi bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa warna
kromatik yang terkandung masih berada pada kisaran warna merah. Nilai
kromatik merah paling tinggi ditunjukkan pada udang rebus yang dilapisi edible
0
5
10
15
20
25
Kontrol 2 6 10 14
Nila
i a*
Konsentrasi surimi (%)
a b cde f
g h
56
coating dengan konsentrasi surimi 14% yang diberi ekstrak secang. Edible coating
yang diberi ekstrak secang menghasilkan nilai kromatik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan edible coating tanpa ekstrak secang. Hal ini menunjukkan
bahwa edible coating yang dikombinasikan dengan pewarna alami secang dapat
memberikan warna merah yang lebih tajam pada udang rebus, sehingga warna
udang rebus tersebut menjadi lebih menarik konsumen.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 4b menunjukkan bahwa konsentrasi
surimi, perlakuan secang, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang
nyata (p<0,05) terhadap nilai a* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan
pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan secang pada konsentrasi surimi
2%, 6%, 10% dan 14%.
Gambar 17 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa secang, ditambah secang.
Nilai rataan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar
antara 48,46-53,74. Nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada
konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan b* udang rebus yang dilapisi edible coating
surimi dengan pemberian ekstrak secang berkisar antara 49,73-54,28, nilai
tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%.
Nilai b* menentukan warna kromatik gradasi kuning-biru dengan nilai b+
(positif) dari 0 hingga +70 untuk warna kuning dan –b (negatif) dari 0 hingga -80
untuk warna biru. Berdasarkan Gambar 17 nilai b* cenderung mengalami
peningkatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi surimi yang ditambahkan
40
45
50
55
Kontrol 2 6 10 14
Nila
i b*
Konsentrasi surimi (%)
a bc
d
e
f gh
57
ke dalam edible coating. Nilai b* pada udang rebus yang diberi edible coating
dengan konsentrasi surimi 14% paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
Hasil tersebut ditunjukkan baik pada perlakuan yang diberi secang maupun yang
tidak diberi secang.
Nilai kromatik kuning paling tinggi ditunjukkan pada udang rebus yang
dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% yang diberi ekstrak secang.
Edible coating yang diberi ekstrak secang menghasilkan nilai kromatik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan edible coating tanpa ekstrak secang. Hal ini
menunjukkan bahwa edible coating yang dikombinasikan dengan pewarna alami
secang dapat memberikan warna kuning pada udang rebus, sehingga dapat
memperbaiki warna udang rebus tersebut.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 4c menunjukkan bahwa konsentrasi
surimi, perlakuan secang, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang
nyata (p<0,05) terhadap nilai b* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan
pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan secang pada konsentrasi surimi
2%, 6%, 10% dan 14%..
Berdasarkan hasil uji hedonik, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi
pada edible coating yang paling banyak disukai oleh panelis adalah 14%. Hasil
uji warna juga menunjukkan bahwa konsentrasi surimi 14% pada edible coating
menghasilkan nilai L*, a* dan b* yang paling tinggi. Dengan demikian, untuk
tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang
digunakan adalah 14%.
4.2.4 Visualisasi aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus
Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung
dengan mencelupkan (dipping), menyemprotkan (spraying), atau panning ke
permukaan dari produk makanan dengan maksud untuk melindungi serta
meningkatkan nilai tambah produk. Edible coating juga berfungsi sebagai
penghalang terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, dan zat
terlarut) dan atau sebagai pembawa bahan makanan dan aditif, serta untuk
meningkatkan kemudahan penanganan makanan (Krochta 1992).
Metode coating yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pencelupan (dipping). Metode ini merupakan metode aplikasi dari coating,
58
dimana produk yang akan dilapisi dicelupkan dalam edible coating surimi yang
digunakan sebagai pengemas atau pelapis pada udang rebus. Seluruh permukaan
udang rebus akan tertutup oleh edible coating setelah dilakukan proses
pencelupan. Ketebalan edible coating dapat mempengaruhi kenampakan produk
yang dikemas. Ketebalan terbentuk karena adanya pemekaran atau pengembangan
molekul protein yang terdenaturasi pada surimi limbah filet ikan kakap merah
sehingga membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Ikatan antar
gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, maka akan
terbentuklah gel (Winarno 2008).
Berdasarkan hasil foto mikroskopis (Gambar 18), terlihat adanya
perbedaan pada semua perlakuan. Secara visual perbedaan tahap pemberian edible
coating pada udang rebus memberikan pengaruh yang berbeda terhadap ketebalan
edible coating. Kontrol yang tidak diberi edible coating tampak permukaan udang
dengan garis permukaan yang jelas. Udang yang diberi edible coating sebelum
proses pemasakan, tidak terlihat jelas lapisan edible coating pada permukaan
udang rebus setelah melalui proses pemasakan. Hal ini terjadi karena pada saat
proses pemasakan udang, edible coating mengalami denaturasi akibat suhu yang
sangat tinggi yaitu 100 oC dan adanya tekanan fisik dari gerakan air yang
mendidih, sehingga edible coating yang menutupi udang menjadi terlepas sebagai
akibat dari ketidaksabilan lapisan (Gambar 18 A dan B). Struktur gel yang
terdapat pada edible coating surimi juga menjadi hancur pada suhu di atas 50 oC.
Ketika pemanasan gel ditingkatkan hingga di atas 50 oC, maka struktur gel
tersebut akan hancur, enzim akan mengurai kembali struktur jaringan tiga dimensi
gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan rapuh dan hilang elastisitasnya
(Suzuki 1981). Hasil visualisasi ketebalan edible coating di bawah mikroskop
disajikan pada Gambar 18.
59
K A B
lapisan daging C edible coating D udang rebus
Gambar 18 Penampang melintang udang rebus pada berbagai perlakuan edible
coating surimi (perbesaran 10 kali). K = tidak diberi edible coating; A = pencelupan, pemasakan- tanpa secang; B = pencelupan, pemasakan-
ditambah secang; C= pemasakan, pencelupan-tanpa secang; D = pemasakan, pencelupan- ditambah secang.
Tahap pemberian edible coating terhadap udang setelah proses pemasakan,
lapisan edible coating pada permukaan udang dapat terlihat dengan jelas (Gambar
18 C dan D). Hal ini terjadi karena seluruh permukaan udang terselimuti coating
yang menempel secara merata. Edible coating surimi yang terbentuk memiliki
kekuatan gel yang stabil sehingga pada saat diaplikasikan pada udang rebus
mampu menempel dan menutupi permukaan udang. Protein miofibril ikan
memiliki kemampuan untuk membentuk jaringan tiga dimensi gel yang stabil
(Yoon et al. 2004). Edible coating juga setelah diaplikasikan pada udang rebus
tidak diberi perlakuan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap stabilitas
edible coating. Edible coating yang ditambah secang menunjukkan hasil lapisan
berwarna merah cerah pada permukaan udang rebus. Edible coating tanpa secang
menunjukkan hasil lapisan yang transparan, cerah dan mengkilap. Pemberian
edible coating setelah proses pemasakan memperlihatkan tekstur daging yang
60
lebih halus dan kompak. Penggunaan edible coating mereduksi laju kerusakan
selama proses, memperbaiki tekstur dan penampakan produk (Krochta 1992).
Permukaan udang rebus yang dilapisi oleh edible coating memiliki
kenampakan yang cerah dan mengkilap. Udang rebus yang dilapisi edible coating
dengan penambahan secang memiliki warna yang lebih merah. Warna merah pada
udang rebus merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan
penerimaan produk pangan. Hasil pengamatan mikroskopis terhadap permukaan
udang rebus disajikan pada Gambar 19.
K A B
C D
Gambar 19 Permukaan udang rebus dengan berbagai perlakuan edible coating surimi diamati secara mikroskopis (perbesaran 10 kali).
Hasil pengamatan secara mikroskopis permukaan udang rebus yang tidak
dilapisi edible coating memliki kenampakan yang lebih kusam dibandingkan
dengan semua perlakuan. Udang rebus yang diberi edible coating semua
permukaannya memiliki kenampakan yang transparan, cerah dan mengkilap.
Edible coating yang ditambah dengan ekstrak secang memberikan warna yang
lebih merah terhadap udang rebus.
61
4.2.5 Kemunduran mutu udang rebus yang diberi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC
4.2.5.1 Nilai total plate count (TPC)
Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba,
aktivitas enzim dan perubahan kimia. Mikroba merupakan penyebab utama
kerusakan bahan pangan. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan akan
menyebabkan kerusakan dan kemunduran mutu. Kerusakan bahan pangan oleh
mikroba menyebabkan bahan pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan
berbahaya bagi kesehatan. Kandungan TPC dalam udang rebus merupakan salah
satu parameter mikrobiologis untuk menentukan tingkat kemunduran mutu udang
rebus tersebut. Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama
penyimpanan disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20 Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan,
pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan,
pencelupan-ditambah secang, batasan SNI TPC. Kandungan mikroorganisme pada udang rebus yang dilapisi edible coating
surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC berkisar antara 3,1 x 102 – 2,9 x 109
unit koloni/gram. Nilai TPC terendah untuk semua perlakuan terjadi pada hari
ke-0 yaitu masing-masing sebesar 1,7 x 103 unit koloni/g, 3,1 x 102 unit koloni/g,
2,1 x 103 unit koloni/g, dan 4,6 x 102 unit koloni/g. Kandungan TPC pada hari
ke-0 tergolong sudah cukup tinggi. Hal ini menunjukkan telah adanya aktivitas
mikrobiologi pada udang rebus sejak awal penyimpanan. Berdasarkan Gambar 20
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
TPC
(Log
kol
oni/g
ram
)
Waktu penyimpanan (Hari)
62
nilai TPC udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya
penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami
peningkatan mikroba yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang
diberi edible coating surimi.
Hasil analisis ragam log TPC pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TPC
udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan
edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan
pencelupan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan
pada suhu 1-5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki
kemampuan untuk melindungi udang rebus dari kontaminasi mikroba, terutama
pada edible coating yang ditambah dengan ekstrak kayu secang.
Pelapisan edible coating surimi pada udang rebus memberikan pengaruh
yang berbeda-beda pada tiap perlakuan terhadap pertumbuhan mikrobanya. Udang
yang dilapisi edible coating surimi sebelum proses pemasakan mengalami
peningkatan jumlah mikroba lebih cepat dibandingkan dengan udang yang
mengalami proses pemasakan terlebih dahulu kemudian dilapisi oleh edible
coating surimi, baik yang ditambah ekstrak secang maupun yang tidak diberi
ekstrak secang. Hal ini disebabkan edible coating yang telah menyelimuti udang
segar sebelum pemasakan, pada proses pemasakan edible coating surimi tersebut
mengalami pengikisan dari daging udang karena adanya suhu pemasakan yang
tinggi. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan gel yang terbentuk pada edible
coating surimi menjadi rusak sehingga stabilitas edible coating surimi yang
menyelimuti udang rebus menjadi rusak. Pemanasan yang ditingkatkan hingga di
atas suhu 50 oC menyebabkan struktur gel akan hancur (Suzuki 1981). Adanya
kerusakan struktur gel pada edible coating surimi, maka udang rebus menjadi
tidak terlindungi dengan sempurna oleh edible coating surimi. Hal ini
mengakibatkan mikroba menjadi lebih mudah mengkontaminasi udang rebus.
Semakin lama penyimpanan nilai TPC semakin tinggi, nilai TPC yang
semakin tinggi tersebut karena pada saat awal penyimpanan terdapat bakteri yang
63
telah mengkontaminasi udang rebus. Penyimpanan menyebabkan terjadi berbagai
perubahan kondisi lingkungan yang dapat menciptakan kondisi yang sesuai
dengan pertumbuhan bakteri. Bakteri anaerobik dapat tetap tumbuh walaupun
udang rebus dilapisi dengan edible coating, sehingga walaupun udang rebus
dilapisi edible coating pertumbuhan bakteri tetap terjadi tetapi berjalan dengan
lambat. Aktivitas enzim yang terdapat pada udang rebus selama penyimpanan
juga dapat menyebabkan terjadinya penguraian protein menjadi senyawa yang
lebih sederhana yang bersifat basa volatil. Senyawa tersebut merupakan media
yang baik untuk tempat tumbuhnya bakteri.
Pelapisan edible coating setelah udang mengalami proses pemasakan
terlebih dahulu, menunjukkan pertumbuhan mikroba yang relatif lambat selama
proses penyimpanan. Edible coating yang melindungi udang rebus, dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, karena selain untuk melindungi produk, edible
coating juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Riyanto (2006), pelapis edible dari isinglass mampu melindungi
udang masak dari kontaminasi mikroba. Hasil yang sama juga diperoleh pada
proses coating yang telah diteliti oleh Ouattara et al. (2002) pada precooked
shrimp dengan menggunakan edible coating base solution Longevitas (Bio-
Envelop Technologies Inc.) yang dikombinasikan dengan irradiasi sinar gamma
dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan pathogen, serta dapat
memperpanjang umur simpan dari 3 hari menjadi 10 hari.
Udang rebus yang dilapisi oleh edible coating surimi dengan penambahan
ekstrak secang, menunjukkan tingkat pertumbuhan bakteri yang paling lambat.
Hal ini disebabkan ekstrak secang mengandung zat anti mikroba. Ekstrak secang
selain memiliki pigmen merah, telah terbukti memiliki efek fungsional sebagai
anti mikroba. Ekstrak kayu secang mengandung komponen antimikroba dengan
jenis 5- hydroxi-1,4-naptakuinon (Lim et al. 2007). Penggunaan edible coating
yang dikombinasikan dengan komponen bioaktif menghasilkan fungsi bahan
tambahan pangan dan dapat memperpanjang masa simpan produk yang mudah
mengalami kerusakan (highly perishable product) (Falguera et al. 2011).
Standar nilai TPC untuk batas maksimum bakteri pada udang segar adalah
sebesar 105 unit koloni/gram (BSN 1992). Berdasarkan hal tersebut, maka udang
64
rebus yang tidak diberi edible coating (kontrol) masih memenuhi batas maksimum
hingga hari ke-2. Udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses
pemasakan udang, baik yang ditambah ekstrak secang maupun tanpa ekstrak
secang dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-3. Udang rebus yang dilapisi
edible coating surimi tanpa ekstrak secang dapat bertahan hingga penyimpanan
hari ke-5 dan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan ditambah
ekstrak secang dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-6. Berdasarkan hasil
TPC tersebut, maka edible coating surimi dapat memperpanjang masa simpan
udang rebus yang disimpan pada suhu 1-5 oC.
4.2.5.2 Nilai total volatile base (TVB)
Tingkat kesegaran ikan dapat ditentukan dengan pengukuran nilai Total
Volatile Base (TVB). Prinsipnya adalah menguapkan senyawa-senyawa basa
volatil seperti amonia, dimetilamin, trimetil amin yang terdapat dalam sampel.
Senyawa-senyawa basa volatil tersebut terbentuk karena adanya degradasi atau
deaminasi protein, peptida dan asam-asam amino oleh aktivitas bakteri (Food and
Agriculture Organization 1995).
Nilai TVB udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin
lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami
peningkatan nilai TVB yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang
diberi edible coating surimi. Nilai TVB udang rebus pada perlakuan pencelupan,
pemasakan-tanpa secang berkisar antara 5,39-51,32 mg N/100g, perlakuan
pencelupan, pemasakan-ditambah secang berkisar antara 5,29-46,48 mg N/100g,
perlakuan pemasakan, pencelupan-tanpa secang berkisar antara 5,43-19,45 mg
N/100g, dan perlakuan pemasakan, pencelupan-ditambah secang berkisar antara
5,36-16,83 mg N/100g. Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating
surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 21.
65
Gambar 21 Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan
ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang, batasan nilai TVB
udang rebus yang dapat dikonsumsi. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai TVB menjadi
semakin meningkat. Peningkatan nilai TVB selama penyimpanan akibat dari
degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan
sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, trimetilamin dan senyawa
biogenik amin lainnya. Kenaikan nilai TVB disebabkan oleh aktivitas bakteri dan
aktivitas enzimatis (Ozogul F dan Ozogul Y 2000). Awal penyimpanan, nilai TVB
dapat terdeteksi walaupun jumlah mikroorganisme masih sedikit. Hal ini terjadi
karena produksi amonia oleh enzim dalam jaringan lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh bakteri (Alvarez 2009). Menjelang hari terakhir
penyimpanan nilai TVB mengalami peningkatan yang lebih cepat, hal ini terjadi
sebagai akibat dari pertumbuhan mikroba yang semakin cepat yang terlibat dalam
produksi basa volatil (Caballero et al. 2000).
Hasil analisis ragam nilai TVB pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TVB
udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6 7 8
TV
B (m
g N
/100
g)
Waktu penyimpanan (Hari)
66
edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan
pencelupan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan
pada suhu 1-5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki
kemampuan untuk mempertahankan mutu udang rebus selama penyimpanan.
Laju kenaikan TVB dapat ditekan pada udang rebus yang diberi edible
coating surimi setelah melalui proses pemasakan udang terlebih dahulu.
Peningkatan nilai TVB berlangsung dengan lambat pada perlakuan pemasakan
pencelupan dibandingkan pada perlakuan pencelupan pemasakan. Hal ini terjadi
karena edible coating surimi mampu melindungi udang rebus dengan sempurna.
Terlindunginya udang rebus oleh edible coating surimi menyebabkan kontaminasi
mikroba dapat dikurangi, dengan demikian edible coating surimi mampu
menghambat proses perombakan protein baik secara autolisis maupun secara
mikrobiologis yang akan menghasilkan senyawa-senyawa nitrogen yang lebih
sederhana, diantaranya yaitu asam amino bebas dan basa nitrogen yang menguap.
Nilai TVB dapat dibagi menjadi empat kriteria. Nilai TVB kurang dari
10 mg N/100g dapat dikatakan sangat segar, 10-20 mg N/100g dikatakan segar,
20-30 mg N/100g dikatakan masih dapat dikonsumsi, dan lebih dari 30 mg
N/100g dikatakan tidak dapat dikonsumsi (Farber 1965). Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka udang rebus tanpa edible coating (kontrol) hanya dapat bertahan
hingga hari ke-3, untuk udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum proses
pemasakan, mampu bertahan hingga hari ke-5, sedangkan udang rebus yang diberi
edible coating surimi baik dengan penambahan secang maupun tanpa secang
mampu bertahan hingga akhir penyimpanan. Edible coating mampu menghambat
pertumbuhan mikroba, kemampuan tersebut secara langsung akan mempengaruhi
produksi TVB sehingga berkurang dan mampu mempertahankan mutu udang
rebus selama penyimpanan.
4.2.5.3 Warna
Pengukuran warna dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat
chromometer CR200 dengan sistem notasi Hunter (L*a*b*). Tingkat pewarnaan
ditunjukkan dengan notasi L*, a* dan b*. Notasi L* merupakan parameter
kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih,
67
abu-abu dan hitam. Nilai L* berkisar antara 0 hingga 100 (hitam-putih). Notasi a*
merupakan warna kromatik gradasi merah hijau dengan nilai positif (+) dari 0
hingga 80 untuk warna merah dan negatif (-) dari niali 0 hingga -80 untuk warna
hijau. Notasi b* merupakan kromatik grdasi kuning biru, dengan nilai positif (+)
dari 0 hingga 70 untuk warna kuning dan negatif (-) dari niali 0 hingga -80 untuk
warna biru. Pengamatan terhadap stabilitas warna udang rebus yang dilapisi edible
coating surimi dilakukan setiap hari. Proses penyimpanan mengakibatkan
terjadinya perubahan warna udang rebus. Warna udang rebus yang dilapisi edible
coating surimi dengan tahapan proses pemasakan pencelupan (MR) relatif lebih
stabil dibandingkan dengan udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum
pemasakan (RM). Nilai L*, a* dan b* udang rebus yang dilapisi edible coating
surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 22, 23, dan 24.
Gambar 22 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan.
Berdasarkan Gambar 22 nilai L* udang rebus cenderung semakin menurun
dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible
coating surimi mengalami penurunan nilai L* yang sangat pesat dibandingkan
dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai L* udang rebus pada
perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 61,71 hingga
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Nila
i L*
Waktu penyimpanan (Hari)
68
76,65, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara 62,26
hingga 76,28, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara
72,13 hingga 77,86, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang
berkisar antara 70,04 hingga 77,24. Seiring dengan lama penyimpanan
menyebabkan nilai L* menjadi semakin menurun.
Hasil analisis ragam nilai L* pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai L* udang
rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible
coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh
yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan
(MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal
ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk
mempertahankan kecerahan udang rebus selama penyimpanan.
Gambar 23 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang.
Nilai a* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin
lamanya penyimpanan pada Gambar 23. Udang rebus yang tidak diberi edible
coating mengalami penurunan nilai a* yang sangat pesat dibandingkan dengan
udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai a* udang rebus pada
0
5
10
15
20
25
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Nila
i a*
Waktu penyimpanan (Hari)
69
perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 9,36 hingga 14,79,
perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara 10,31 hingga
15,45, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 14,85
hingga 18,36, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang berkisar
antara 17,74 hingga 19,62. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai
a* menjadi semakin menurun.
Hasil analisis ragam nilai a* pada Lampiran 8 menunjukkan pemberian
edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan
memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai a* udang rebus. Uji
lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang
ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata.
Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) juga
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal ini
menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk
mempertahankan warna merah udang rebus selama penyimpanan.
Gambar 24 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang.
Nilai b* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin
lamanya penyimpanan berdasarkan Gambar 24 di atas. Udang rebus yang tidak
diberi edible coating mengalami penurunan nilai b* yang sangat pesat
0
10
20
30
40
50
60
70
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Nila
i b*
Waktu penyimpanan (Hari)
70
dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai b*
udang rebus pada perlakuan pencelupan pemakasakan-tanpa secang berkisar
antara 42,85 hingga 51,56, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang
berkisar antara 39,17 hingga 47,84, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa
secang berkisar antara 52,16 hingga 57,58, dan perlakuan pemasakan pencelupan-
ditambah secang berkisar antara 53,63 hingga 56,74. Seiring dengan lama
penyimpanan menyebabkan nilai b* menjadi semakin menurun.
Hasil analisis ragam nilai b* pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai b* udang
rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible
coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh
yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan
(MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal
ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk
mempertahankan warna kuning udang rebus selama penyimpanan.
Berdasarkan nilai L*, a*, dan b* udang rebus yang dilapisi edible coating
surimi selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Nilai L*, a* dan b*
mengalami penurunan karena selama proses penyimpanan udang rebus terjadi
oksidasi lemak yang menyebabkan warna semakin menurun. Oksidasi astaxanthin
selama penyimpanan udang menyebabkan memudarnya warna astaxanthin merah
dan kuning. Perubahan warna pada udang rebus juga terjadi karena isomerasi
astaxanthin yang terjadi secara simultan dengan oksidasi astaxanthin, sehingga
menyebabkan hilangnya warna yang dominan (merah dan kuning) yang terdapat
dalam karotenoid. Penurunan warna merah dan kuning udang rebus berhubungan
dengan hilangnya astaxanthin selama penyimpanan (Niamnuy et al. 2008).
Nilai L*, a*, dan b* pada perlakuan pencelupan sebelum pemasakan
memiliki nilai di bawah perlakuan pencelupan setelah pemasakan. Udang rebus
yang tidak diberi edible coating surimi (kontrol) memiliki nilai yang terendah
dibandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
oksidasi lemak dan astaxanthin yang berlangsung lebih cepat sebagai akibat dari
tidak terlindunginya permukaan udang rebus. Pelapisan udang rebus oleh edible
71
coating surimi dapat mempengaruhi terhadap kandungan oksigen yang terdapat
pada produk. Udang rebus yang terlindungi oleh edible coating surimi dengan
sempurna dapat mengurangi kontak dengan oksigen sehingga proses oksidasi
menjadi terhambat. Edible coating surimi mampu menghambat terjadinya oksidasi
lemak dan astaxanthin, sehingga perubahan warna berlangsung dengan lambat.
Terutama pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan
ekstrak secang, mampu menghambat terjadinya oksidasi karena selain berperan
sebagai pewarna alami secang juga berperan sebagai antioksidan. Pewarna alami
selain berfungsi untuk mewarnai produk juga memiliki fungsi flavor, antioksidan,
anti mikroba dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno 2008).
Warna merah pada udang merupakan atribut sensori yang mempengaruhi
terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Ekstrak secang yang
ditambahkan pada edible coating mampu mempertahankan warna udang rebus
dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna yang terjadi pada
perlakuan pemasakan, pencelupan-ditambah secang yang berlangsung dengan
lambat. Pengukuran nilai warna merah yang dilakukan dengan menggunakan
chromameter, menunjukkan hasil plot nilai a* berada pada kisaran warna merah
yaitu dilihat dari nilai a* positif yang menunjukkan kecenderungan warna merah.
Berdasarkan pengamatan warna merah pada udang rebus, terlihat jelas
bahwa udang rebus yang diberi edible coating surimi dengan ekstrak secang,
dengan tahapan proses pemasakan pencelupan memiliki warna merah yang paling
tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Warna merah ini kemungkinan besar
merupakan peran dari brazilein. Terjadinya warna merah disebabkan oleh
terbentuknya brazilein (Kim et al. 1997). Brazilein juga memiliki aktivitas
antioksidan selain dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami,. Minuman berbasis
kayu secang yang mengandung brazilein memiliki aktivitas antioksidan yang
cukup tinggi Yingming (2004). Aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak
secang yaitu pada konsentrasi 25 mg/10 ml (Weningtyas 2009). Kondisi keasaman
atau pH sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein, pada pH 6-7
berwarna merah (Adawiyah dan Indriati 2003). Suhu dan pemanasan, sinar
ultraviolet, adanya oksidator dan reduktor serta penambahan metal mempengaruhi
stabilitas dan mengakibatkan terjadinya degradasi pada pigmen brazilein. Aplikasi
72
edible coating dan secang pada udang rebus dapat melindungi produk dari
perubahan mutu dan mampu memperpanjang masa simpan udang rebus
4.2.5.4 Nilai pH
Derajat keasaman atau pH merupakan suatu kondisi lingkungan pada
setiap mikroorganisme dimana masih memungkinkan untuk tumbuh. Umumnya
setiap mikroorganisme memiliki kisaran pH optimum untuk pertumbuhannya. pH
optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri berkisar antara 6,5 dan 7,5
(Winarno 2008). Nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama
penyimpanan disajikan pada Gambar 25.
Gambar 25 Nilai pH udang masak yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang.
Nilai pH udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin
lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami
peningkatan nilai pH yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang
diberi edible coating surimi. Nilai pH udang rebus pada perlakuan pencelupan
pemasakan-tanpa secang berkisar antara 7,1-7,39, perlakuan pencelupan
pemasakan-ditambah secang berkisar antara 7,08-7,35, perlakuan pemasakan
pencelupan-tanpa secang berkisar antara 7,02-7,23, dan perlakuan pemasakan
6,8
6,9
7
7,1
7,2
7,3
7,4
7,5
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Nila
i pH
Waktu penyimpanan (Hari)
73
pencelupan-ditambah secang berkisar antara7,03-7,20. Seiring dengan lama
penyimpanan menyebabkan nilai pH menjadi semakin meningkat. Peningkatan
nilai pH selama penyimpanan akibat dari degradasi protein dan derivatnya oleh
mikroorganisme yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti
amoniak, trimetilamin dan senyawa biogenik amin lainnya.
Hasil analisis ragam nilai pH pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai pH udang
rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible
coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh
yang nyata. Tahapan pelapisan pemasakan (RM) dengan pemasakan pelapisan
(MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan pada suhu
1-5 oC. Uji lanjut Tukey untuk penyimpanan, menunjukkan bahwa penyimpanan
hari ke-0 dan ke-1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH,
sedangkan pada penyimpanan hari ke-2 hingga akhir penyimpanan menunjukkan
adanya pengaruh yang nyata. Selama proses penyimpanan udang rebus, nilai pH
mengalami peningkatan. Peningkatan nilai pH pada udang rebus yang dilapisi
edible coating setelah proses pemasakan menunjukkan peningkatan nilai pH yang
lebih lambat dibandingkan dengan udang rebus yang dilapisi edible coating
sebelum proses pemasakan.
Derajat keasaman atau pH mempengaruhi kekuatan gel surimi yang
membentuk edible coating. Kekuatan gel tinggi apabila pH berkisar antara 6-7
karena protein miosin mudah larut pada pH tersebut. Diluar kisaran pH tersebut
baik asam atau basa, kekuatan gel akan lebih rendah atau turun. Nilai pH lebih
dari 7 dapat melemahkan gel karena terjadi hidrasi protein, sedangkan pH kurang
dari 6 menyebabkan ketidakstabilan protein miofibril dalam daging dan
mengindikasikan penurunan kemampuan pembentukan gel (Suzuki 1981).
Berdasarkan hal tersebut, udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses
pemasakan menunjukkan peningkatan nilai pH yang lebih lambat karena udang
rebus terlindungi edible coating surimi dengan gel yang stabil, sehingga proses
degradasi protein menjadi lambat. Degradasi protein akan menghasilkan senyawa-
74
senyawa nitrogen yang lebih sederhana, diantaranya adalah basa-basa nitrogen
yang menguap, yaitu trimetilamin, dimetilamin, dan amonia (Howgate 2010).
4.2.5.5 Kadar air Air merupakan komponen utama dalam bahan pangan. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability , kesegaran dan daya tahan
bahan makanan tersebut (Winarno 2008). Kadar air produk berhubungan erat
dengan kelembaban ruang penyimpanan. Transfer kelembaban menjadi suatu
faktor yang sangat penting yang secara serius mempengaruhi terhadap kualitas,
stabilitas, dan keamanan selama penyimpanan pada udang (Kanatt et al. 2006).
Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan
disajikan pada Gambar 26.
Gambar 26 Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang.
Kadar air udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin
lamanya penyimpanan, hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 26. Udang
rebus yang tidak diberi edible coating mengalami penurunan kadar air yang cukup
tajam dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Kadar
air udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar
antara 65,48% hingga 68,56%, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang
63
64
65
66
67
68
69
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Kad
ar a
ir (%
)
Waktu penyimpanan (Hari)
75
berkisar antara 65,56% hingga 68,35, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa
secang berkisar antara 66,32% hingga 68,47%, dan perlakuan pemasakan
pencelupan-ditambah secang berkisar antara66,47% hingga 68,32%.
Hasil analisis ragam kadar air pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kadar air
udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan
edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata.
Kadar air udang rebus cenderung menurun pada setiap perlakuan selama
penyimpanan. Penurunan kadar air pada udang rebus selama penyimpanan
disebabkan oleh hilangnya sebagian air produk karena dehidrasi pada suhu ruang
penyimpanan. Penurunan kadar air pada udang rebus yang dilapisi edible coating
setelah proses pemasakan memiliki kandungan air yang lebih tinggi selama
penyimpanan dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
edible coating surimi yang menyelimuti permukaan udang rebus mampu
menghambat hilangnya uap air dari udang rebus selama proses penyimpanan.
Relatif tingginya kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating disebabkan
oleh kemampuan edible coating dalam menghambat laju transmisi uap air
(Julikartika 2003). Edible coating berfungsi sebagai pembatas (barrier)
kelembaban, oksigen, flavor, aroma dan atau minyak untuk memperbaiki kualitas
pangan, selain itu dapat memberikan perlindungan mekanis pada pangan,
mengurangi kerusakan dan memperbaiki keutuhan pangan (Krochta 2002).
4.2.5.6 Nilai aktivitas air (aw)
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan nilai aw yaitu
jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya (Winarno 2008). Nilai aw udang rebus yang dilapisi edible
coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 27.
76
Gambar 27 Nilai aktivitas air (aw) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC.
kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang.
Berdasarkan Gambar 27 nilai aw udang rebus cenderung semakin menurun
dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible
coating dan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan
mengalami penurunan nilai aw yang cukup tajam dibandingkan dengan udang
rebus yang diberi edible coating surimi setelah proses pemasakan. Nilai aw udang
rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 0,877
hingga 0,957, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara
0,892 hingga 0,956, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar
antara 0,921 hingga 0,942, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang
berkisar antara 0,927 hingga 0,940.
Hasil analisis ragam nilai aw pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai aw udang
rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible
coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh
yang nyata.
0,8
0,82
0,84
0,86
0,88
0,9
0,92
0,94
0,96
0,98
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Nila
i aw
Waktu penyimpanan (Hari)
77
Proses penyimpanan udang rebus menyebabkan nilai aw menjadi semakin
menurun. Hal ini disebabkan oleh hilangnya sebagaian air produk karena
terjadinya dehidrasi selama penyimpanan. Nilai aw udang rebus yang dilapisi
edible coating setelah proses pemasakan mengalami penurunan yang sangat
lambat, bahkan cenderung stagnan hingga akhir penyimpanan. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan melindungi
udang rebus dari dehidrasi selama penyimpanan. Selama penyimpanan,
kandungan air dalam bahan pangan dapat berubah akibat perbedaan kelembaban
dengan lingkungan. Apabila bahan pangan disimpan pada tempat yang lebih
lembab, maka bahan pangan tersebut akan menyerap air. Sebaliknya, bila
disimpan pada ruang yang lebih kering, maka akan menguapkan sebagian airnya
(Syarief dan Halid 1992).
4.2.5.7 Nilai water holding capacity (WHC) Water Holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah kemampuan
daging untuk mengikat air, baik yang berasal dari daging itu sendiri maupun yang
berasal dari luar. Prinsip penghitungan WHC adalah dengan menghitung luasan
air bebas yang berbanding terbalik dengan WHC (Faridah et al. 2006). Nilai
WHC udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan
disajikan pada Gambar 28.
Gambar 28 Nilai WHC (%) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang.
60
62
64
66
68
70
72
74
0 1 2 3 4 5 6 7 8
WH
C (%
)
Waktu penyimpanan (Hari)
78
Nilai WHC udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin
lamanya penyimpanan, seperti ditunjukkan pada Gambar 28. Udang rebus yang
tidak diberi edible coating dan udang rebus yang diberi edible coating sebelum
proses pemasakan mengalami penurunan nilai WHC yang cukup tajam
dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi setelah proses
pemasakan. Nilai WHC udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa
secang berkisar antara 65,35% hingga 72,08%, perlakuan pencelupan pemasakan-
ditambah secang berkisar antara 66,56% hingga 72,45%, perlakuan pemasakan
pencelupan-tanpa secang berkisar antara 68,28% hingga 72,98%, dan perlakuan
pemasakan pencelupan-ditambah secang berkisar antara 69,53% hingga 73,18%.
Hasil analisis ragam nilai WHC pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa
pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama
penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai WHC udang rebus. Uji
lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang
ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata.
Interaksi antara penyimpanan juga menunjukkan pengaruh yang nyata.
Penyimpanan udang rebus menyebabkan kadar WHC menjadi semakin
turun. Penurunan kadar WHC sebagai akibat dari berkurangnya kemampuan
protein untuk mengikat air pada bahan, sehingga air tersebut menjadi bebas.
Perlakuan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan
menunjukkan penurunan yang cukup cepat, hal ini terjadi sebagai akibat telah
terjadinya kerusakan yang cepat dalam udang rebus, sehingga menyebabkan
menurunnya kemampuan protein udang rebus dalam mengikat air. Lemak akan
mengalami kerusakan selama penyimpanan berupa hidrolisis sehingga
menghasilkan asam-asam lemak dan pH daging menurun mencapai kisaran pH
isoelektrik aktomiosin dan menyebabkan daya ikat air menurun (Wahyuni 1992).
Udang rebus yang diberi edible coating setelah proses pemasakan memperlihatkan
penurunan nilai WHC yang lambat, terutama pada udang rebus yang dilapisi
edible coating dengan penambahan ekstrak secang. Hal ini menunjukkan bahwa
edible coating surimi mampu menghambat perubahan proses kimia pada udang
rebus selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC, sehingga daya ikat air dapat
dipertahankan dengan baik.
79
5 SIMPULAN 5.1 Simpulan
Edible coating dapat terbentuk dari surimi yang dibuat dari daging limbah
filet ikan kakap merah. Edible coating yang terbentuk dapat melarutkan ekstrak
secang yang berfungsi sebagai pewarna alami pada tahap aplikasi terhadap udang
rebus. Semakin tinggi konsentrasi surimi, maka semakin tinggi juga nilai
viskositas, kecerahan serta warna udang rebus menjadi lebih baik. Berdasarkan
uji hedonik dan uji warna, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible
coating yang paling banyak disukai oleh panelis dan menghasilkan tingkat
kecerahan dan warna yang paling tinggi adalah sebesar 14%. Dengan demikian,
untuk tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi
yang digunakan adalah 14%.
Tahapan aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus yang
memberikan hasil yang baik adalah proses pemasakan terlebih dahulu kemudian
proses pelapisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang rebus yang dilapisi
edible coating yang ditambah dengan ekstrak secang, dengan tahapan proses
pemasakan-pencelupan dapat mempertahankan masa simpan udang rebus dari
2 hari menjadi 6 hari selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Kriteria mutu udang
rebus dengan masa simpan selama 6 hari tersebut adalah TPC 4,1 x 105 unit
koloni/gram, nilai TVB 10,79 mg N/100g, nilai L* 73,04, nilai a* 18,14, nilai b*
54,31, nilai pH 7,17, kadar air 67,12%, aktivitas air 0,931, dan WHC sebesar
70,86. Ekstrak kayu secang yang dikombinasikan dengan edible coating surimi
ketika diaplikasikan pada udang rebus dapat memperbaiki kenampakan dan warna
produk dan relatif stabil selama penyimpanan serta dapat memperpanjang umur
simpan.
80
5.2 Saran
Pencampuran ekstrak secang ke dalam edible coating surimi disarankan
setelah edible coating surimi terbentuk dan masih dalam keadaan hangat (suhu 50-
55 oC) supaya dapat larut dengan baik. Aktivitas antioksidan dan antibakteri yang
terkandung dalam edible coating surimi yang diberi ekstrak secang disarankan
penelitian lebih lanjut, untuk meningkatkan fungsi edible coating surimi terhadap
mutu udang rebus selama penyimpanan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez OM, Caballero MEL, Guillen MC, Montero P. 2009. The effect of several cooking treatments on subsequent chilled storage of thawed deepwater pink shrimp (Parapenaeus longirostris) treated with different melanosis-inhibiting formulas. LWT-Food Sci Tech. 42: 1335-1344.
[AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist 18th Edition. Gaithersburg, USA: AOAC International.
Adawiyah DR dan Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from secang woods (Caesalpinia sappan L.). Proceeding of The 8th Asean Food Conference; Hanoi: 8-11 Okt 2003.
Bottino NR, Lilly ML, Finne G. 1979. Fatty acid stability of Gulf of Mexico
brown shrimp (Penaues aztecus) held on ice in frozen storage. J Food Sci. 44: 1778-1779.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Udang Beku. SNI 01-2705-1992.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Surimi Beku-Bagian 1: Spesifikasi. SNI 01-2694.1-2006. Diunduh dari www.bsn.go.id. Tanggal akses 19 Mei 2010.
Caballero L, Mateos MEP, Borderıas JA, dan Montero P. 2000. Extension of
shelf-life of prawns (Penaeus japonicus) by vacuum/high-pressure treatment. J Food Protect. 63: 1381–1388.
Cagri A, Zeynep U, dan Elliot T R. 2004. Antimicrobial edible films and coatings.
J Food Protect. 67 : 833-848.
Chen HH. 1995. Thermal stability and gel forming ability of shark muscle as related to ionic strength. J Food Sci. 60: 1237-1240.
Chinabhark K, Benjakul S, Prodpran T. 2007. Effect of pH on the properties of protein-based film from bigeye snapper (Priacanthus tayenus) surimi. Bioresource Tech. 98: 221-225
Delgado F, Paredes VO, dan Lopez. 2003. Natural Colorant for Food and
Nutraceutical Uses. Boca Raton: CRC Press LLC.
Departemen Kesehatan. 1998. Materi medika Indonesia I. J Wrt Tumb Indonesia 4: 17-18.
Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal perikanan.
82
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Bantuan Teknis untuk Industri Ikan dan Udang Skala Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: DKP-JICA.
Donhowe IG, Fennema OR. 1994. Edible Films and Coatings : Characteristics Formation, Definitions and Testing Methods. Di dalam: Krochta JM, Baldwin EA, dan Carriedo M MON, editor . Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Lancaster, Pensylvania: Technomic Publishing Company, Inc.
Erdogdu F, Balaban MO, Otwell WS, Garrido L. 2004. Cook-related yield loss for pasific white (Penaeus vannamei) shrimp previously treated with phosphates: effects of shrimp size and internal temperature distribution. J Food Eng. 64 : 297-300.
Falguera A, Quintero JP, Jimenez A, Munoz JA, dan Ibarz A. 2011. Edible films and coatings: structures, active functions and trends in their use. Article in Press. J Trends in Food Sci Tech. 20: 1-12.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Quality and Quality Changes in Fresh Fish. Rome: FAO Fisheries Technical.
Farber L. 1965. Freshness Test. Di dalam Borgstorm G, editor. Fish As Food. New York: Academic Press.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasari D. 2006. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gennadios A, Hanna MA, dan Kurth LB. 1997. Application of edible coating on meats, poultry and seafoods: A Review. LWT 30: 337-350.
Globefish. 2005. Shrimp Market Report: May 2005. http://www.globefish.org. Tanggal akses 12 April 2009.
Gontard N, Guilbert S. 1994. Bio-Packaging: Technology and Properties of Edible
Film and/or Biodegradable Material of Agricultureal Orgin. Di dalam: Mathlouthi, editor. Food Packaging and Preservation. Glasgow, UK: Blackie Academic and Profesional.
Goodwin TW. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigment II. London:
Academic Press. Haard NF, Simpson BK and Pan BS. 1994. Sarcoplasmic Proteins and Other
Nitrogenous Compounds. Di dalam: Sikorski ZE, editor. Seafood Proteins. New York: Chapman and Hall.
83
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Yogyakarta: Liberty.
Haetami RR. 2008. Karakteristik surimi hasil pengkomposisian tetelan ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan ikan layang (Decapterus sp.) pada penyimpanan beku [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimi and fish mince products. Di dalam: Hall GM, editor. Fish Processing and Technology. New York: Blackie Academic and Professional.
Hasseine A, Meniai AH, Korichi M. 2009. Salting-out effect of single salts NaCl
and KCl on the LLE of the system (water + toluene + acetone), (water + cyclohexane + 2-propanol) and (water + xylene + methanol). J Desalination 242: 264-276.
Heruwati ES, Murtini JT, Rahayu S dan Suherman. 1995. Pengaruh jenis ikan dan
zat penambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. J Penltn Perik Indonesia 1: 12-17.
Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Terjemahan Badan Litbang
Kehutanan Jakarta. Di dalam : J Wrt Tumb Obat Indonesia 1998. 4: 3, 17-18. Holinesti R. 2007. Studi pemanfaatan pigmen brazilein kayu secang (Caesalpinia
sappan L.) sebagai pewarna alami serta stabilitasnya pada model pangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Howgate P. 2010. A critical review of total volatile bases and trimethylamine as
indices of freshness of fish, part 2, formation of the bases and application in quality assurance. Electrn J Envirnmt Agric Food Chem. 9: 58-88.
Hultin HO. 1985. Characteristic of muscle tissue. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc.
Ismudiyati N. 2003. Studi awal pengaruh penggunaan kappa karagenan semi refine sebagai edible coating terhadap laju kemunduran mutu filet ikan patin [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Iwata K, Khizaki S, Handa A, Tanaka M. 2003. Effect of surimi quality on
properties of edible films based on alaska pollack. J Food Sci. 86 : 493-499.
Jacoeb AM, Hamdani M, dan Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi kimia dan vitamin daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Bul Tek Hsl Perik. 11: 76-88.
Julikartika EP. 2003. Karakterisasi edible coating dari alginat hasil ekstraksi rumput laut Sargassum sp. untuk pelapis udang [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
84
Kanatt SR, Chawla SP, Chander R, Sharma A. 2006. Development of shelf-stable, Ready-to-eat (RTE) shrimps (Penaeus indicus) using gradiation as one of the hurdles. J LWT 39: 621-626.
Kato H, Rhue MR, Nishimura T. 1989. Role of free amino acids and peptides in food test. Di dalam: Teranishi R, editor. Flavor chemistry; trends and developments. Di dalam: Wongso S, Yamanaka H. 1998. Extractive components of the adductor muscle of Japanese baking scallop and changes during refrigerated storage. J Food Sci. 63: 772-776.
Kilincceker O, Dodan IS, dan Kucukoner E. 2009. Effect of edible coating on quality of frozen fish fillets. Food Sci Tech. 42 : 868-873.
Kim DS, Baek NI, Oh SR, Jun KY, Lee IS, Lee HK. 1997. NMR assignment of brazilin. J Phytochem. 46: 177-178
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2008. Jakarta : Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Kristie A. 2008. Efek encampuran ekstrak zat warna kayu secang dengan beberapa sumber antosianin terhadap kualitas warna merah dan sifat antimikrobanya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Krochta JM. 1992. Control of Mass Transfer in Food with Edible Coating and Film. Dalam: Singh RP (Ed) Advance Food Engineering. Boca Raton: CRC Press.
Krochta JM, Johnston CDM. 1997. Edible and biodegradable polymer films: challenges and opportunisties. J Food Tech. 51: 61-74.
Krochta JM. 2002. Protein as Raw Material for Films and Coatings : Definitions Current Status, and Opportunities. Di dalam: Gennadios A, editor. Protein-Based Films and Coating. Washington DC: CRC Press.
Lanier T.C. 2000. Surimi Gelation Chemistry. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcel Dekker, Inc.
Lee CM. 1984. Surimi process technology. J Food Tech. 38: 69-80.
Lemmens RHMJ, Soetjipto NW. 1992. Plant resources of South East Asia, dye and tannin producing plants. Netherlands: Prosea.
Lim MY, Ju HJ, Eun YJ, Chi HL, Hoi SL. 2007. Antimicrobial activity of 5-hydroxy-1,4-naphtoquinone isolated from Caesalpinia sappan toward intestinal bacteria. J Food Chem. 100: 1254-1258.
Liu X, Gong J, Pan K, Benjakul S, Zhou A. 2005. Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi during frozen storage. J Food Chem. 96 :96-103.
85
Mackie IM. 1992. Surimi from fish. Di dalam: Johnston DE, Knight MK, Ledward DA, editor. The Chemistry of Muscle-based Food. United Kingdom: Royal Society of Chemistry.
Mastromatteo M, Danza A, Conte A, Muratore G, Matteo Nobile MAD. 2010. Shelf life of ready to use peeled shrimps as affected by thymol essential oil and modified atmosphere packaging. Int J Food Microbiol. 144: 250–256
Matsumoto JJ, Noguchi SF. 1992. Cryostabilization of protein in surimi. Di dalam: Lanier TC dan Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc.
Micthell, C. 1986. Surimi The American Experience. Technology of Surimi Manufacturing . Info Fish Marketing Digest: 20-24
Neviana Y. 2007. Edible film berbahan dasar protein surimi ikan rucah [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Niamnuy C, Devahastin S, Soponronnarit S, Raghavan GSV. 2008. Kinetics of astaxanthin degradation and color changes of dried shrimp during storage. J Food Eng. 87: 591–600.
Niwa E. 1992. Chemistry of surimi gelation. Di dalam: Lanier TC dan Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc.
Okada M. 1992. History of surimi technology in Japan. Di dalam: Lanier TC danLee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc.
Oliveira LFC, Edwads HGM, Velozo ES, dan Nesbitt M. 2002. Vibrational spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main constituent of brazilwood from brazil. J Vibrational Sperctroscopy 28: 243-249.
Ouattara B, Sabato SF, dan Lacroix M. 2002. Use of gamma-irradiation technology in combination with edible coating to produce shelf-stable foods. J Radiation Phys Chem. 63: 305–310.
Ozogul F dan Ozogul Y. 2000. Comparison of methods used for determination of total volatile base nitrogen (TVB-N) in rainbow trout (Onchorhynchus mykiss). Turk J Zoo. 24: 113-120.
Park JW dan Morissey, T. 2000. Manufacturing of Surimi from Light Muscle Fish. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcel Dekker, Inc. p. 23-58.
Park JW dan Lin TMJ. 2005. Surimi : Manufacturing and Evaluation. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. Second Edition. New York: Taylor and Francis Group.
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi.
86
[PLI] Promolux Lighting International. 2000. Temperature of Seafood Displays in Commercial Merchandisers. http://www.promolux.com. Tanggal akses 12 April 2009.
Purwaningsih, Sri. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Riyanto B. 2006. Pengembangan pelapis edible dari isinglass dan aplikasinya untuk mempertahankan mutu udang masak [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta.
Santoso J, Trilaksani W, Nurjana, Nurhayati T. 1997. Perbaikan mutu gel ikan mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sanusi M. 1989. Isolasi dan Identifikasi Zat Warna Kayu Sappang. Ujung Pandang: Balai Industri Ujung Pandang.
Sanusi M. 1993. Isolasi dan identifikasi zat warna dari Caesalpinia lignum. Majalah Kimia 49 : 57-68. Di dalam: J Wrt Tumb Obat Indonesia 1998, 4(3) : 17-18.
Schiedt K, Bischof S, Glinz E. 1993. Metabolism of carotenoids and in vivo racemization of (3S, 3’S)-astaxanthin in the crustacean Penaeus. Meth Enzymol 214:148-168.
Serdaroglu M & Felekog˘lu E. (2001). The packaging under modified atmosphere of seafood. Du¨nya Gıda 4 : 73–77.
Siamcanadian. 2004. Cooked Shrimp. Siamcanadian Foods Co., Ltd. Diunduh dari www.siamcanadian.com/cooked-shrimp/. 15 April 2010.
Siebert KJ, Troukhanova NV, Lynn PY. 1996. Nature of polyphenol-protein interaction. J Agric Food Chem. 44: 80-85.
Simson BK., Nayeri G, Yaylayan V, dan Ashie INA. 1998. Enzymatic hydrolysis of shrimp meat. J Food Chem. 61: 131-138.
Shiku Y, Hamaguchi PY, Benjakul S, Visessanguan W, Tanaka M. 2004. Effect
of surimi quality on properties of edible film based on Alaska pollack. J Food Chem. 86 : 493-499.
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. 1992. Surimi production from fatty and dark-fleshed fish species. Di dalam: Surimi Technology. Lanier TC dan Lee CM, editor. New York : Marcel Dekker.
Sobral PJA, Garcia FT. 2002. Effect of thermal treatment of the filmogenic solution on the mechanical properties, color and opacity of film based on muscle protein of two varieties of tilapia, J Food Sci. 38 : 289-296.
87
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta: Bina Aksara.
Sriket P, Benjakul S, Visessanguan W, Kijroongrojana K. 2007. Comparative studies on composition and thermal properties of black tiger shrimp (Penaeus monodon) and white shrimp (Penaeus vannamei) meats. J Food chem. 103: 1199-1207.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Soemantri B, Penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suntoro SH. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein, Processing Technology. London: Applied Science Publ.Ltd.
Syarief R dan Halid H. 1992. Teknologi penyimpanan pangan. Jakarta: Penerbit Arcan.
Tan SM, Chung NM, Fujiwara T, Kuang HK, dan Hasegawa. 1987. Handbook on The Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Product in Southeast Asia. Singapore: MFRD-SEAFDEC.
Tanikawa E. 1985. Marine Product in Japan. Tokyo: Koseisha Koseikaku Co. Ltd.
Venugopal V, Doke SN, Nair PM. 1994. Gelation of Shark Myofibrillar Protein by Weak Organic Acids. Food Chem. 50: 185-190.
Wahyuni M. 1992. Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam (Charcarinus limbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Weningtyas H. 2009. Efek pencampuran pigmen kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan beberapa sumber antosianin terhadap kualitas warna merah dan sifat antioksidannya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jonas CRV. 1981. Meat and Meat Products. London: Applied Science Publishing. Ltd.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Winarti C dan Sembiring BS. 1998. Pengaruh cara dan lama ekstraksi terhadap kadar tanin ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) J Wrt Tumb Obat Indonesia 4: 17-18.
Yanar, Yasemen., Mehmet C. Elik., dan Mahmut Yanar. 2004. Seasonal changes in total carotenoid contents of wild marine shrimps (Penaeus semisulcatus and Metapenaeus monoceros) inhabiting the eastern Mediterranean. J Food Chem. 88,267–269.
88
Ye Min, Xie W, Lei F, Meng Z, Zhao Y, Su H, Du L. 2006. Brazilin, an important immunosuppressive component from Caesalpinia sappan L. J Int Immunopharmacol 6: 426-432.
Yingming P, Ying L, Hengshan W, Min L. 2004. Antioxidant activities of several Chinese medicine herbs. J Food Chem. 88: 347-350.
Yoon WB, Gunasekaran S, Park JW. 2004. Evaluating viscosity of surimi paste at different moisture content. Applied Rheology: 133-139.
Zaitsev VP, Kizevetter I, Lagunov L, Marakova T, Minder L dan Podsevalov V. 1969. Fish Curing and Processing. Moskow: MIR Publishing.
91
Lampiran 1 Lembar penilaian uji hedonik
Lembar Penilaian Uji Hedonik Udang Masak yang Dilapisi Edible Coating Surimi
Nama Panelis : ………………………….. Tanggal : ……………
Berikan tanda √ pada nilai yang disukai dari contoh udang rebus yang disajikan
Spesifikasi Nilai Kenampakan 256 472 736 168 554 395 693 821
Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1
Spesifikasi Nilai Warna 256 472 736 168 554 395 693 821
Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1
Spesifikasi Nilai Aroma 256 472 736 168 554 395 693 821
Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1
Spesifikasi Nilai Rasa 256 472 736 168 554 395 693 821
Sangat suka 7 Suka 6 Agak suka 5 Netral 4 Agak tidak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1
92
Lampiran 2 Analisis ragam viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah
Rekapitulasi data viskositas edible coating surimi
Konsentrasi Surimi (%)
Viskositas (Cp) Tanpa Pemberian
Secang Rataan Ditambah
Secang Rataan
2 3,4 3,46 3 3 3,5 3 3,5 3
6 7,1 7,16 6,3 6.53 7,2 6,5 7,2 6,8
10 9 9,40 7,9 7,90 9,4 7,9 9,8 7,9
14 12,4 12,53 11,2 11,50 12,6 11,6 12,6 11,7
Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 tanpa secang 12 2 ditambah secang 12 Konsentrasi surimi 1 2% 6 2 6% 6 3 10% 6 4 14% 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: Viskositas Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 247,160a 7 35,309 901,494 0,000 Intercept 1418,344 1 1418,344 36213,032 0,000 Perlakuan 4,950 1 4,950 126,394 0,000 KonsentrasiSurimi 241,255 3 80,418 2053,230 0,000 Perlakuan * KonsentrasiSurimi
0,955 3 0,318 8,124 0,002
Error 0,627 16 0,039 Total 1666,130 24 Corrected Total 247,786 23 a. R kuadrat = 0,997 (Adjusted R kuadrat = 0,996)
93
Perlakuan * KonsentrasiSurimi Variabel terikat:Viskositas
Perlakuan Konsentrasi surimi
Mean Std. Error 95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
tanpa secang 2% 3,467 0,114 3,224 3,709 6% 7,167 0,114 6,924 7,409 10% 9,400 0,114 9,158 9,642 14% 12,533 0,114 12,291 12,776 ditambah secang
2% 3,000 0,114 2,758 3,242
6% 6,533 0,114 6,291 6,776 10% 7,900 0,114 7,658 8,142 14% 11,500 0,114 11,258 11,742 Multiple Comparisons Viskositas Tukey HSD
(I) Konsentrasi Surimi
(J) Konsentrasi Surimi
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
2% 6% -3,6167* 0,11426 0,000 -3,9436 -3,2898 10% -5,4167* 0,11426 0,000 -5,7436 -5,0898 14% -8,7833* 0,11426 0,000 -9,1102 -8,4564 6% 2% 3,6167* 0,11426 0,000 3,2898 3,9436 10% -1,8000* 0,11426 0,000 -2,1269 -1,4731 14% -5,1667* 0,11426 0,000 -5,4936 -4,8398 10% 2% 5,4167* 0,11426 0,000 5,0898 5,7436 6% 1,8000* 0,11426 0,000 1,4731 2,1269 14% -3,3667* 0,11426 0,000 -3,6936 -3,0398 14% 2% 8,7833* 0,11426 0,000 8,4564 9,1102 6% 5,1667* 0,11426 0,000 4,8398 5,4936 10% 3,3667* 0,11426 0,000 3,0398 3,6936
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,039. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. Viskositas Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset
1 2 3 4 2% 6 3,2333 6% 6 6,8500 10% 6 8,6500 14% 6 12,0167 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,039.
94
Lampiran 3 Analisis ragam uji hedonik terhadap udang rebus
Konsentrasi Surimi (%) Karakteristik Organoleptik Kenampakan Warna Aroma Rasa
Tanpa Secang
2 5,2 5,2 5,06 4,36 6 4,7 4,5 5,06 4,16
10 4,9 4,96 5,2 4,23 14 6,03 6 5,13 4,66
Penambahan Secang
2 3,7 3,5 4,53 3,9 6 4,06 4,1 4,50 3,83
10 4,5 4,56 4,73 4,1 14 5,1 5,03 4,73 4,56
1. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap udang masak yang diberi edible coating dengan penambahan secang a. Kruskal-Wallis Test terhadap Kenampakan
Ranks
Kenampakan N Mean Rank
Perlakuan 1 1 15,50
2 12 30,50 3 25 45,50 4 22 64,59 5 36 75,50 6 21 68,36 7 3 55,50 Total 120
Statistik ujia,b
Perlakuan Chi-Square 24,937 df 6 Asymp. Sig. 0,000 a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Kenampakan
95
b. Kruskal-Wallis test terhadap warna (penambahan secang)
Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan 1 1 15,50 2 13 24,73 3 22 41,41 4 26 76,65 5 30 67,50 6 26 74,35 7 2 30,50 Total 120
Uji statistika,b Perlakuan Chi-Square 36,771 df 6 Asymp. Sig. 0,000 a. Uji Kruskal Wallis
b. variabel kelompok: Warna
ANOVA Perlakuan Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 46,350 6 7,725 8,422 0,000 Within Groups 103,650 113 0,917 Total 150,000 119
c. Kruskal-Wallis test terhadap aroma (penambahan secang)
Ranks Aroma N Mean Rank Perlakuan 2 7 66,93 3 26 59,35 4 20 47,00 5 21 64,07 6 44 64,59 7 2 60,50 Total 120
Statistik ujia,b Perlakuan Chi-Square 4,384 df 5 Asymp. Sig. 0,496 a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Aroma
96
ANOVA Perlakuan Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5,526 5 1,105 0,872 0,502
Within Groups 144,474 114 1,267
Total 150,000 119
Multiple Comparisons (I)
Aroma (J) Aroma
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tukey HSD 2 3 0,25275 0,47936 0,995 -1,1368 1,6423 4 0,66429 0,49438 0,760 -0,7688 2,0974 5 0,09524 0,49132 1,000 -1,3290 1,5195 6 0,07792 0,45809 1,000 -1,2500 1,4058 7 0,21429 0,90261 1,000 -2,4022 2,8308 3 2 -0,25275 0,47936 0,995 -1,6423 1,1368 4 0,41154 0,33483 0,822 -0,5590 1,3821 5 -0,15751 0,33029 0,997 -1,1149 0,7999 6 -0,17483 0,27847 0,989 -0,9820 0,6324 7 -0,03846 0,82608 1,000 -2,4331 2,3561 4 2 -0,66429 0,49438 0,760 -2,0974 0,7688 3 -0,41154 0,33483 0,822 -1,3821 0,5590 5 -0,56905 0,35173 0,589 -1,5886 0,4505 6 -0,58636 0,30359 0,389 -1,4664 0,2937 7 -0,45000 0,83488 0,994 -2,8701 1,9701 5 2 -0,09524 0,49132 1,000 -1,5195 1,3290 3 0,15751 0,33029 0,997 -0,7999 1,1149 4 0,56905 0,35173 0,589 -0,4505 1,5886 6 -0,01732 0,29858 1,000 -0,8828 0,8482 7 0,11905 0,83307 1,000 -2,2958 2,5339 6 2 -0,07792 0,45809 1,000 -1,4058 1,2500 3 0,17483 0,27847 0,989 -0,6324 0,9820 4 0,58636 0,30359 0,389 -0,2937 1,4664 5 0,01732 0,29858 1,000 -0,8482 0,8828 7 0,13636 0,81392 1,000 -2,2230 2,4957 7 2 -0,21429 0,90261 1,000 -2,8308 2,4022 3 0,03846 0,82608 1,000 -2,3561 2,4331 4 0,45000 0,83488 0,994 -1,9701 2,8701 5 -0,11905 0,83307 1,000 -2,5339 2,2958 6 -0,13636 0,81392 1,000 -2,4957 2,2230
97
Homogeneous Subsets Perlakuan Aroma N Subset for alpha =
0.05 1
Tukey HSDa 4 20 2,0500 3 26 2,4615 7 2 2,5000 5 21 2,6190 6 44 2,6364 2 7 2,7143 Sig. 0,863 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7,484.
d. Kruskal-Wallis test terhadap rasa (penambahan secang)
Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan 2 9 52,17 3 16 49,25 4 59 56,18 5 27 74,39 6 8 71,75 7 1 105,50 Total 120
Statistik ujia,b Perlakuan Chi-Square 10,576 df 5 Asymp. Sig. 0,060 a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel keompok: Rasa ANOVA Perlakuan Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 13,331 5 2,666 2,224 0,057 Within Groups 136,669 114 1,199 Total 150,000 119
98
2. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap udang masak yang diberi edible coating tanpa penambahan secang
a. Kruskal-Wallis test terhadap kenampakan (tanpa secang) Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan 2 4 45,50 3 13 52,42 4 15 43,50 5 32 60,50 6 41 67,45 7 15 69,50 Total 120 Statistik ujia,b Perlakuan Chi-Square 8,179 df 5 Asymp. Sig. 0,147 a.Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Kenampakan
ANOVA Perlakuan Sum of
Squares df Mean
Square F Sig.
Between Groups 10,310 5 2,062 1,683 0,144 Within Groups 139,690 114 1,225 Total 150,000 119 Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan (I)
Kenampakan (J) Kenampakan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tukey HSD
2 3 -,23077 0,63293 0,999 -2,0655 1,6039
4 0,06667 0,62292 1,000 -1,7390 1,8724 5 -,50000 0,58705 0,957 -2,2017 1,2017 6 -,73171 0,57985 0,805 -2,4126 0,9491 7 -,80000 0,62292 0,793 -2,6057 1,0057 3 2 0,23077 0,63293 0,999 -1,6039 2,0655 4 0,29744 0,41946 0,981 -,9185 1,5134 5 -,26923 0,36407 0,977 -1,3246 0,7861 6 -,50094 0,35234 0,714 -1,5223 0,5204 7 -,56923 0,41946 0,752 -1,7852 0,6467 4 2 -0,06667 0,62292 1,000 -1,8724 1,7390 3 -0,29744 0,41946 0,981 -1,5134 0,9185 5 -0,56667 0,34638 0,577 -1,5708 0,4374
99
6 -0,79837 0,33403 0,168 -1,7667 0,1699 7 -0,86667 0,40420 0,273 -2,0384 0,3050 5 2 0,50000 0,58705 0,957 -1,2017 2,2017 3 0,26923 0,36407 0,977 -0,7861 1,3246 4 0,56667 0,34638 0,577 -0,4374 1,5708 6 -0,23171 0,26111 0,949 -0,9886 0,5252 7 -0,30000 0,34638 0,954 -1,3041 0,7041 6 2 0,73171 0,57985 0,805 -0,9491 2,4126 3 0,50094 0,35234 0,714 -0,5204 1,5223 4 0,79837 0,33403 0,168 -0,1699 1,7667 5 0,23171 0,26111 0,949 -0,5252 0,9886 7 -0,06829 0,33403 1,000 -1,0366 0,9000 7 2 0,80000 0,62292 0,793 -1,0057 2,6057 3 0,56923 0,41946 0,752 -0,6467 1,7852 4 0,86667 0,40420 0,273 -0,3050 2,0384 5 0,30000 0,34638 0,954 -0,7041 1,3041 6 0,06829 0,33403 1,000 -0,9000 1,0366 *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Homogeneous Subsets
Perlakuan
Kenampakan
N
Subset for alpha = 0,05
1 Tukey HSDa 4 15 1,9333 2 4 2,0000 3 13 2,2308 5 32 2,5000 6 41 2,7317 7 15 2,8000 Sig. 0,415 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 11,630.
b. Kruskal-Wallis test terhadap warna (tanpa secang)
Ranks Warna N Mean Rank Perlakuan 2 2 60,50 3 10 51,50 4 21 38,36 5 32 67,06 6 41 63,79 7 14 75,50 Total 120
100
Statistik ujia,b Perlakuan Chi-Square 14,173 df 5 Asymp. Sig. 0,015 a. Uji Kruskal Wallis Test b. Variabel kelompok: Warna
ANOVA Perlakuan Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 17,866 5 3,573 3,083 0,012 Within Groups 132,134 114 1,159 Total 150,000 119
Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan (I) Warna (J) Warna Mean
Difference (I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tukey HSD
2 3 0,30000 0,83393 0,999 -2,1174 2,7174
4 0,73810 0,79670 0,939 -1,5714 3,0476 5 -0,21875 0,78470 1,000 -2,4934 2,0559 6 -0,10976 0,77962 1,000 -2,3697 2,1502 7 -0,50000 0,81384 0,990 -2,8591 1,8591 3 2 -0,30000 0,83393 0,999 -2,7174 2,1174 4 0,43810 0,41364 0,896 -0,7610 1,6372 5 -0,51875 0,39004 0,768 -1,6494 0,6119 6 -0,40976 0,37971 0,889 -1,5104 0,6909 7 -0,80000 0,44576 0,473 -2,0921 0,4921 4 2 -0,73810 0,79670 0,939 -3,0476 1,5714 3 -0,43810 0,41364 0,896 -1,6372 0,7610 5 -,095685* 0,30235 0,024 -1,8333 -0,0804 6 -0,84785* 0,28890 0,045 -1,6853 -0,0104 7 -1,23810* 0,37146 0,014 -2,3149 -0,1613 5 2 0,21875 0,78470 1,000 -2,0559 2,4934 3 0,51875 0,39004 0,768 -0,6119 1,6494 4 0,95685* 0,30235 0,024 0,0804 1,8333 6 0,10899 0,25395 0,998 -0,6272 0,8451 7 -0,28125 0,34498 0,964 -1,2813 0,7188 6 2 0,10976 0,77962 1,000 -2,1502 2,3697 3 0,40976 0,37971 0,889 -0,6909 1,5104 4 0,84785* 0,28890 0,045 0,0104 1,6853 5 -0,10899 0,25395 0,998 -0,8451 0,6272 7 -0,39024 0,33326 0,850 -1,3563 0,5758 7 2 0,50000 0,81384 0,990 -1,8591 2,8591 3 0,80000 0,44576 0,473 -0,4921 2,0921 4 1,23810* 0,37146 0,014 0,1613 2,3149 5 0,28125 0,34498 0,964 -0,7188 1,2813 6 0,39024 0,33326 0,850 -0,5758 1,3563 *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
101
Homogeneous Subsets
Perlakuan
Warna
N
Subset for alpha = 0,05
1 Tukey HSDa 4 21 1,7619 3 10 2,2000 2 2 2,5000 6 41 2,6098 5 32 2,7188 7 14 3,0000 Sig. 0,218 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7,745.
c. Kruskal-Wallis Test terhadap Aroma (tanpa secang)
Ranks Aroma N Mean Rank Perlakuan 2 1 75,50 3 6 70,50 4 35 56,64 5 24 63,00 6 44 56,41 7 10 78,50 Total 120
Statistik ujia,b Perlakuan Chi-Square 4,824 df 5 Asymp. Sig. 0,438 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Aroma
ANOVA Perlakuan Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6,080 5 1,216 0,963 0,443
Within Groups 143,920 114 1,262
Total 150,000 119
102
d. Kruskal-Wallis Test terhadap rasa (tanpa secang)
Ranks Rasa N Mean Rank Perlakuan 2 5 69,50 3 11 61,86 4 60 55,50 5 27 63,28 6 14 62,64 7 3 105,50 Total 120
Statistik ujia,b Perlakuan Chi-Square 7,293 df 5 Asymp. Sig. 0,200 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Rasa ANOVA Perlakuan Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9,192 5 1,838 1,488 0,199
Within Groups 140,808 114 1,235
Total 150,000 119
Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan (I) Rasa (J) Rasa Mean
Difference (I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tukey HSD
2 3 0,25455 0,59943 0,998 -1,4831 1,9922
4 0,46667 0,51732 0,945 -1,0329 1,9663 5 0,20741 0,54109 0,999 -1,3611 1,7759 6 0,22857 0,57901 0,999 -1,4499 1,9070 7 -1,20000 0,81163 0,679 -3,5527 1,1527 3 2 -0,25455 0,59943 0,998 -1,9922 1,4831 4 0,21212 0,36452 0,992 -0,8445 1,2688 5 -0,04714 0,39753 1,000 -1,1995 1,1052 6 -0,02597 0,44779 1,000 -1,3240 1,2721 7 -1,45455 0,72388 0,344 -3,5529 0,6438 4 2 -0,46667 0,51732 0,945 -1,9663 1,0329 3 -0,21212 0,36452 0,992 -1,2688 0,8445 5 -0,25926 0,25755 0,915 -1,0058 0,4873 6 -0,23810 0,32987 0,979 -1,1943 0,7181
103
7 -1,66667 0,65750 0,123 -3,5726 0,2393 5 2 -0,20741 0,54109 0,999 -1,7759 1,3611 3 0,04714 0,39753 1,000 -1,1052 1,1995 4 0,25926 0,25755 0,915 -0,4873 1,0058 6 0,02116 0,36602 1,000 -1,0399 1,0822 7 -1,40741 0,67636 0,305 -3,3680 0,5532 6 2 -0,22857 0,57901 0,999 -1,9070 1,4499 3 0,02597 0,44779 1,000 -1,2721 1,3240 4 0,23810 0,32987 0,979 -0,7181 1,1943 5 -0,02116 0,36602 1,000 -1,0822 1,0399 7 -1,42857 0,70707 0,337 -3,4782 0,6211 7 2 1,20000 0,81163 0,679 -1,1527 3,5527 3 1,45455 0,72388 0,344 -0,6438 3,5529 4 1,66667 0,65750 0,123 -0,2393 3,5726 5 1,40741 0,67636 0,305 -0,5532 3,3680 6 1,42857 0,70707 0,337 -0,6211 3,4782 *. The mean difference is significant at the 0,05 level. Homogeneous Subsets Perlakuan
Rasa
N
Subset for alpha = 0.05 1 2
Tukey HSDa 4 60 2,3333 3 11 2,5455 2,5455 6 14 2,5714 2,5714 5 27 2,5926 2,5926 2 5 2,8000 2,8000 7 3 4,0000 Sig. 0,959 0,101 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,007.
104
Lampiran 4 Analisis ragam nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi
Rataan nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi
Perlakuan Konsentrasi Surimi (%)
Warna Udang Rebus L* a* b*
Kontrol 68,57 12,17 47,41 Tanpa secang 2 72,25 13,21 48,46 6 73,61 13,24 48,72 10 75,82 14,47 50,24 14 78,07 16,06 53,74 Ditambah secang 2 71,54 17,09 49,73 6 69,76 17,5 52,2 10 74,65 19,48 52,68 14 77,53 20,22 54,28
a. Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 Tanpa secang 12 2 Ditambah secang 12 Konsentrasi surimi 1 2% 6 2 6% 6 3 10% 6 4 14% 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: L Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 179,527a 7 25,647 91868,657 0,000 Intercept 131969,204 1 131969,204 4,7278 0,000 Perlakuan 14,789 1 14,789 52976,955 0,000 KonsentrasiSurimi 154,026 3 51,342 183912,040 0,000 Perlakuan * KonsentrasiSurimi
10,711 3 3,570 12789,174 0,000
Error 0,004 16 0,000 Total 132148,735 24 Corrected Total 179,531 23 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
105
Multiple Comparisons L Tukey HSD
(I) Konsentrasi surimi
(J) Konsentrasi surimi
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
2% 6% 0,2067* 0,00965 0,000 0,1791 0,2343 10% -3,3467* 0,00965 0,000 -3,3743 -3,3191 14% -5,9067* 0,00965 0,000 -5,9343 -5,8791 6% 2% -0,2067* 0,00965 0,000 -0,2343 -0,1791 10% -3,5533* 0,00965 0,000 -3,5809 -3,5257 14% -6,1133* 0,00965 0,000 -6,1409 -6,0857 10% 2% 3,3467* 0,00965 0,000 3,3191 3,3743 6% 3,5533* 0,00965 0,000 3,5257 3,5809 14% -2,5600* 0,00965 0,000 -2,5876 -2,5324 14% 2% 5,9067* 0,00965 0,000 5,8791 5,9343 6% 6,1133* 0,00965 0,000 6,0857 6,1409 10% 2,5600* 0,00965 0,000 2,5324 2,5876
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. L Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset
1 2 3 4 6% 6 71,6850
2% 6 71,8917
10% 6 75,2383
14% 6 77,7983 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
106
b. Analisis Ragam Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 Tanpa secang 12 2 Ditambah secang 12 KonsentrasiSurimi 1 2% 6 2 6% 6 3 10% 6 4 14% 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: a Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 149,299a 7 21,328 74186,068 0,000 Intercept 6461,930 1 6461,930 2,248E7 0,000 Perlakuan 112,364 1 112,364 390829,696 0,000 KonsentrasiSurimi 35,888 3 11,963 41609,174 0,000 Perlakuan * KonsentrasiSurimi 1,048 3 0,349 1215,087 0,000
Error 0,005 16 0,000 Total 6611,234 24 Corrected Total 149,304 23 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Perlakuan * KonsentrasiSurimi Dependent Variable: a Perlakuan KonsentrasiSurimi Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tanpa 2% 13,210 0,010 13,189 13,231 secang 6% 13,240 0,010 13,219 13,261 10% 14,470 0,010 14,449 14,491 14% 16,060 0,010 16,039 16,081 Ditambah 2% 17,090 0,010 17,069 17,111 secang 6% 17,500 0,010 17,479 17,521 10% 19,480 0,010 19,459 19,501 14% 20,220 0,010 20,199 20,241
107
Multiple Comparisons a Tukey HSD (I) KonsentrasiSurimi
(J) KonsentrasiSurimi
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
2% 6% -0,2200* 0,00979 0,000 -0,2480 -0,1920 10% -1,8250* 0,00979 0,000 -1,8530 -1,7970 14% -2,9900* 0,00979 0,000 -3,0180 -2,9620 6% 2% 0,2200* 0,00979 0,000 0,1920 0,2480 10% -1,6050* 0,00979 0,000 -1,6330 -1,5770 14% -2,7700* 0,00979 0,000 -2,7980 -2,7420 10% 2% 1,8250* 0,00979 0,000 1,7970 1,8530 6% 1,6050* 0,00979 0,000 1,5770 1,6330 14% -1,1650* 0,00979 0,000 -1,1930 -1,1370 14% 2% 2,9900* 0,00979 0,000 2,9620 3,0180 6% 2,7700* 0,00979 0,000 2,7420 2,7980 10% 1,1650* 0,00979 0,000 1,1370 1,1930 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
a Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset
1 2 3 4 2% 6 15,1500 6% 6 15,3700 10% 6 16,9750 14% 6 18,1400 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
108
c. Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 Tanpa secang 12 2 Ditambah secang 12 KonsentrasiSurimi 1 2% 6 2 6% 6 3 10% 6 4 14% 6 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: b Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 107,531a 7 15,362 72289,588 0,000 Intercept 63052,876 1 63052,876 2,967E8 0,000 Perlakuan 22,407 1 22,407 105446,294 0,000 KonsentrasiSurimi 77,578 3 25,859 121691,000 0,000 Perlakuan * KonsentrasiSurimi 7,545 3 2,515 11835,941 0,000
Error 0,003 16 0,000 Total 63160,410 24 Corrected Total 107,534 23 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000) Perlakuan * Konsentrasi surimi Variabel terikat: b Perlakuan KonsentrasiSurimi Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Tanpa secang
2% 48,460 0,008 48,442 48,478
6% 48,720 0,008 48,702 48,738 10% 50,240 0,008 50,222 50,258 14% 53,740 0,008 53,722 53,758 Ditambah secang
2% 49,730 0,008 49,712 49,748
6% 52,200 0,008 52,182 52,218 10% 52,680 0,008 52,662 52,698 14% 54,280 0,008 54,262 54,298
109
Multiple Comparisons b
Tukey HSD (I) KonsentrasiSurimi
(J) KonsentrasiSurimi
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
2% 6% -1,3650* 0,00842 0,000 -1,3891 -1,3409 10% -2,3650* 0,00842 0,000 -2,3891 -2,3409 14% -4,9150* 0,00842 0,000 -4,9391 -4,8909 6% 2% 1,3650* 0,00842 0,000 1,3409 1,3891 10% -1,0000* 0,00842 0,000 -1,0241 -0,9759 14% -3,5500* 0,00842 0,000 -3,5741 -3,5259 10% 2% 2,3650* 0,00842 0,000 2,3409 2,3891 6% 1,0000* 0,00842 0,000 0,9759 1,0241 14% -2,5500* 0,00842 0,000 -2,5741 -2,5259 14% 2% 4,9150* 0,00842 0,000 4,8909 4,9391 6% 3,5500* 0,00842 0,000 3,5259 3,5741 10% 2,5500* 0,00842 0,000 2,5259 2,5741 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
b
Tukey HSD KonsentrasiSurimi N Subset
1 2 3 4 2% 6 49,0950 6% 6 50,4600 10% 6 51,4600 14% 6 54,0100 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
110
Lampiran 5 Analisis ragam nilai log TPC udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai log TPC
Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 0 1 2 3 4 5 6 7 8
K 3,778 4,146 5,690 6,771 7,643 8,919 9,531 9,813 9,964 A 3,230 4,845 4,826 5,612 6,690 7,462 7,748 8,531 9,415 B 2,491 3,881 4,301 5,230 6,580 7,531 7,792 8,362 8,924 C 3,322 3,602 4,380 4,785 4,914 5,623 6,663 7,799 8,813 D 2,663 2,919 3,756 4,531 4,833 5,431 5,613 6,398 7,672 Keterangan : K : kontrol A : pencelupan_pemasakan, tanpa secang B : pencelupan_pemasakan, ditambah secang C : pemasakan_pencelupan, tanpa secang D : pemasakan_pencelupan, ditambah secang Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Keterangan : RM = pencelupan ke dalam edible coating surimi kemudian pemasakan udang MR = Pemasakan udang kemudian pencelupan ke dalam edible coating surimi
111
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: TPC Source Type III Sum
of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model
404,921a 35 11,569 5967,021 0,000
Intercept 3574,822 1 3574,822 1843783,039 0,000 Perlakuan 40,391 3 13,464 6944,126 0,000 Penyimpanan 349,892 8 43,736 22557,937 0,000 Perlakuan * Penyimpanan
14,638 24 0,610 314,578 0,000
Error 0,140 72 0,002 Total 3979,883 108 Corrected Total
405,061 107
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 0,999) Multiple Comparisons
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM tanpa secang
RM ditambah secang
0,36426* 0,011984 0,000 0,33274 0,39578
MR tanpa secang
0,94000* 0,011984 0,000 0,90848 0,97152
MR ditambah secang
1,61611* 0,011984 0,000 1,58459 1,64763
RM ditambah secang
RM tanpa secang
-0,36426* 0,011984 0,000 -0,39578 -0,33274
MR tanpa secang
0,57574* 0,011984 0,000 0,54422 0,60726
MR ditambah secang
1,25185* 0,011984 0,000 1,22033 1,28337
MR tanpa secang
RM tanpa secang
-0,94000* 0,011984 0,000 -0,97152 -0,90848
RM ditambah secang
-0,57574* 0,011984 0,000 -0,60726 -0,54422
MR ditambah secang
0,67611* 0,011984 0,000 0,64459 0,70763
MR ditambah secang
RM tanpa secang
-1,61611* 0,011984 0,000 -1,64763 -1,58459
RM ditambah secang
-1,25185* 0,011984 0,000 -1,28337 -1,22033
MR tanpa secang
-0,67611* 0,011984 0,000 -0,70763 -0,64459
TPC Tukey HSD
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
112
TPC Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang
27 4,86726
MR tanpa secang
27 5,54337
RM ditambah secang
27 6,11911
RM tanpa secang
27 6,48337
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. Multiple Comparisons TPC Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 -0,88933* 0,017976 0,000 -0,94682 -0,83184 hari ke 2 -1,39300* 0,017976 0,000 -1,45049 -1,33551 hari ke 3 -2,11692* 0,017976 0,000 -2,17441 -2,05943 hari ke 4 -2,83050* 0,017976 0,000 -2,88799 -2,77301 hari ke 5 -3,58892* 0,017976 0,000 -3,64641 -3,53143 hari ke 6 -4,03033* 0,017976 0,000 -4,08782 -3,97284 hari ke 7 -4,84808* 0,017976 0,000 -4,90557 -4,79059 hari ke 8 -5,78292* 0,017976 0,000 -5,84041 -5,72543 hari ke 1 hari ke 0 0,88933* 0,017976 0,000 0,83184 0,94682 hari ke 2 -0,50367* 0,017976 0,000 -0,56116 -0,44618 hari ke 3 -1,22758* 0,017976 0,000 -1,28507 -1,17009 hari ke 4 -1,94117* 0,017976 0,000 -1,99866 -1,88368 hari ke 5 -2,69958* 0,017976 0,000 -2,75707 -2,64209 hari ke 6 -3,14100* 0,017976 0,000 -3,19849 -3,08351 hari ke 7 -3,95875* 0,017976 0,000 -4,01624 -3,90126 hari ke 8 -4,89358* 0,017976 0,000 -4,95107 -4,83609 hari ke 2 hari ke 0 1,39300* 0,017976 0,000 1,33551 1,45049 hari ke 1 0,50367* 0,017976 0,000 0,44618 0,56116 hari ke 3 -0,72392* 0,017976 0,000 -0,78141 -0,66643 hari ke 4 -1,43750* 0,017976 0,000 -1,49499 -1,38001 hari ke 5 -2,19592* 0,017976 0,000 -2,25341 -2,13843 hari ke 6 -2,63733* 0,017976 0,000 -2,69482 -2,57984 hari ke 7 -3,45508* 0,017976 0,000 -3,51257 -3,39759 hari ke 8 -4,38992* 0,017976 0,000 -4,44741 -4,33243 hari ke 3 hari ke 0 2,11692* 0,017976 0,000 2,05943 2,17441 hari ke 1 1,22758* 0,017976 0,000 1,17009 1,28507 hari ke 2 0,72392* 0,017976 0,000 0,66643 0,78141 hari ke 4 -0,71358* 0,017976 0,000 -0,77107 -0,65609 hari ke 5 -1,47200* 0,017976 0,000 -1,52949 -1,41451 hari ke 6 -1,91342* 0,017976 0,000 -1,97091 -1,85593 hari ke 7 -2,73117* 0,017976 0,000 -2,78866 -2,67368
113
hari ke 8 -3,66600* 0,017976 0,000 -3,72349 -3,60851 hari ke 4 hari ke 0 2,83050* 0,017976 0,000 2,77301 2,88799 hari ke 1 1,94117* 0,017976 0,000 1,88368 1,99866 hari ke 2 1,43750* 0,017976 0,000 1,38001 1,49499 hari ke 3 0,71358* 0,017976 0,000 0,65609 0,77107 hari ke 5 -0,75842* 0,017976 0,000 -0,81591 -0,70093 hari ke 6 -1,19983* 0,017976 0,000 -1,25732 -1,14234 hari ke 7 -2,01758* 0,017976 0,000 -2,07507 -1,96009 hari ke 8 -2,95242* 0,017976 0,000 -3,00991 -2,89493 hari ke 5 hari ke 0 3,58892* 0,017976 0,000 3,53143 3,64641 hari ke 1 2,69958* 0,017976 0,000 2,64209 2,75707 hari ke 2 2,19592* 0,017976 0,000 2,13843 2,25341 hari ke 3 1,47200* 0,017976 0,000 1,41451 1,52949 hari ke 4 0,75842* 0,017976 0,000 0,70093 0,81591 hari ke 6 -0,44142* 0,017976 0,000 -0,49891 -0,38393 hari ke 7 -1,25917* 0,017976 0,000 -1,31666 -1,20168 hari ke 8 -2,19400* 0,017976 0,000 -2,25149 -2,13651 hari ke 6 hari ke 0 4,03033* 0,017976 0,000 3,97284 4,08782 hari ke 1 3,14100* 0,017976 0,000 3,08351 3,19849 hari ke 2 2,63733* 0,017976 0,000 2,57984 2,69482 hari ke 3 1,91342* 0,017976 0,000 1,85593 1,97091 hari ke 4 1,19983* 0,017976 0,000 1,14234 1,25732 hari ke 5 0,44142* 0,017976 0,000 0,38393 0,49891 hari ke 7 -0,81775* 0,017976 0,000 -0,87524 -0,76026 hari ke 8 -1,75258* 0,017976 0,000 -1,81007 -1,69509 hari ke 7 hari ke 0 4,84808* 0,017976 0,000 4,79059 4,90557 hari ke 1 3,95875* 0,017976 0,000 3,90126 4,01624 hari ke 2 3,45508* 0,017976 0,000 3,39759 3,51257 hari ke 3 2,73117* 0,017976 0,000 2,67368 2,78866 hari ke 4 2,01758* 0,017976 0,000 1,96009 2,07507 hari ke 5 1,25917* 0,017976 0,000 1,20168 1,31666 hari ke 6 0,81775* 0,017976 0,000 0,76026 0,87524 hari ke 8 -0,93483* 0,017976 0,000 -0,99232 -0,87734 hari ke 8 hari ke 0 5,78292* 0,017976 0,000 5,72543 5,84041 hari ke 1 4,89358* 0,017976 0,000 4,83609 4,95107 hari ke 2 4,38992* 0,017976 0,000 4,33243 4,44741 hari ke 3 3,66600* 0,017976 0,000 3,60851 3,72349 hari ke 4 2,95242* 0,017976 0,000 2,89493 3,00991 hari ke 5 2,19400* 0,017976 0,000 2,13651 2,25149 hari ke 6 1,75258* 0,017976 0,000 1,69509 1,81007 hari ke 7 0,93483* 0,017976 0,000 0,87734 0,99232
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
114
TPC Tukey HSD
Penyimpanan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9
hari ke 0 12 2,9221 hari ke 1 12 3,8115 hari ke 2 12 4,3151 hari ke 3 12 5,0390 hari ke 4 12 5,7526 hari ke 5 12 6,5110 hari ke 6 12 6,9525 hari ke 7 12 7,7702 hari ke 8 12 8,7050 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
115
Lampiran 6 Analisis ragam nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai TVB
Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 0 1 2 3 4 5 6 7 8
K 4,3 10,06 15,12 28,99 43,77 50,68 56,26 62,37 70,55 A 5,39 8,05 10,81 16,28 26,21 27,56 35,28 42,16 51,32 B 5,29 7,78 8,9 13,58 20,9 22,87 30,16 36,33 46,48 C 5,43 6,91 7,69 8,91 10,69 11,98 13,14 15,56 19,45 D 5,36 5,79 6,3 7,64 8,92 9,59 10,79 11,25 16,83 Keterangan : K : kontrol A : pencelupan_pemasakan, tanpa secang B : pencelupan_pemasakan, ditambah secang C : pemasakan_pencelupan, tanpa secang D : pemasakan_pencelupan, ditambah secang Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat:TVB Source Type III Sum
of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 16451,693a 35 470,048 205944,113 0,000
Intercept 29762,804 1 29762,804 1,304E7 0,000 Perlakuan 4734,746 3 1578,249 691484,263 0,000 Penyimpanan 8678,189 8 1084,774 475276,082 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 3038,757 24 126,615 55474,271 0,000
Error 0,164 72 0,002 Total 46214,661 108 Corrected Total 16451,857 107
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1,000)
116
Multiple Comparisons
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM tanpa secang
RM ditambah secang 3,4219* 0,01300 0,000 3,3877 3,4560
MR tanpa secang 13,7011* 0,01300 0,000 13,6669 13,7353
MR ditambah secang 15,6181* 0,01300 0,000 15,5840 15,6523
RM ditambah secang
RM tanpa secang -3,4219* 0,01300 0,000 -3,4560 -3,3877
MR tanpa secang 10,2793* 0,01300 0,000 10,2451 10,3135
MR ditambah secang 12,1963* 0,01300 0,000 12,1621 12,2305
MR tanpa secang
RM tanpa secang -13,7011* 0,01300 0,000 -13,7353 -13,6669
RM ditambah secang -10,2793* 0,01300 0,000 -10,3135 -10,2451
MR ditambah secang 1,9170* 0,01300 0,000 1,8828 1,9512
MR ditambah secang
RM tanpa secang -15,6181* 0,01300 0,000 -15,6523 -15,5840
RM ditambah secang -12,1963* 0,01300 0,000 -12,2305 -12,1621
MR tanpa secang -1,9170* 0,01300 0,000 -1,9512 -1,8828
TVB Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 9,1678
MR tanpa secang 27 11,0848
RM ditambah secang 27 21,3641
RM tanpa secang 27 24,7859
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 . Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
TVB Tukey HSD
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,002. *. The mean difference is significant at the ,05 level.
117
Multiple Comparisons TVB Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 -1,7650* 0,01950 0,000 -1,8274 -1,7026 hari ke 2 -3,0667* 0,01950 0,000 -3,1290 -3,0043 hari ke 3 -6,2358* 0,01950 0,000 -6,2982 -6,1735 hari ke 4 -11,3142* 0,01950 0,000 -11,3765 -11,2518 hari ke 5 -12,6333* 0,01950 0,000 -12,6957 -12,5710 hari ke 6 -16,9758* 0,01950 0,000 -17,0382 -16,9135 hari ke 7 -20,9575* 0,01950 0,000 -21,0199 -20,8951 hari ke 8 -28,1500* 0,01950 0,000 -28,2124 -28,0876 hari ke 1 hari ke 0 1,7650* 0,01950 0,000 1,7026 1,8274 hari ke 2 -1,3017* 0,01950 0,000 -1,3640 -1,2393 hari ke 3 -4,4708* 0,01950 0,000 -4,5332 -4,4085 hari ke 4 -9,5492* 0,01950 0,000 -9,6115 -9,4868 hari ke 5 -10,8683* 0,01950 0,000 -10,9307 -10,8060 hari ke 6 -15,2108* 0,01950 0,000 -15,2732 -15,1485 hari ke 7 -19,1925* 0,01950 0,000 -19,2549 -19,1301 hari ke 8 -26,3850* 0,01950 0,000 -26,4474 -26,3226 hari ke 2 hari ke 0 3,0667* 0,01950 0,000 3,0043 3,1290 hari ke 1 1,3017* 0,01950 0,000 1,2393 1,3640 hari ke 3 -3,1692* 0,01950 0,000 -3,2315 -3,1068 hari ke 4 -8,2475* 0,01950 0,000 -8,3099 -8,1851 hari ke 5 -9,5667* 0,01950 0,000 -9,6290 -9,5043 hari ke 6 -13,9092* 0,01950 0,000 -13,9715 -13,8468 hari ke 7 -17,8908* 0,01950 0,000 -17,9532 -17,8285 hari ke 8 -25,0833* 0,01950 0,000 -25,1457 -25,0210 hari ke 3 hari ke 0 6,2358* 0,01950 0,000 6,1735 6,2982 hari ke 1 4,4708* 0,01950 0,000 4,4085 4,5332 hari ke 2 3,1692* 0,01950 0,000 3,1068 3,2315 hari ke 4 -5,0783* 0,01950 0,000 -5,1407 -5,0160 hari ke 5 -6,3975* 0,01950 0,000 -6,4599 -6,3351 hari ke 6 -10,7400* 0,01950 0,000 -10,8024 -10,6776 hari ke 7 -14,7217* 0,01950 0,000 -14,7840 -14,6593 hari ke 8 -21,9142* 0,01950 0,000 -21,9765 -21,8518 hari ke 4 hari ke 0 11,3142* 0,01950 0,000 11,2518 11,3765 hari ke 1 9,5492* 0,01950 0,000 9,4868 9,6115 hari ke 2 8,2475* 0,01950 0,000 8,1851 8,3099 hari ke 3 5,0783* 0,01950 0,000 5,0160 5,1407 hari ke 5 -1,3192* 0,01950 0,000 -1,3815 -1,2568 hari ke 6 -5,6617* 0,01950 0,000 -5,7240 -5,5993 hari ke 7 -9,6433* 0,01950 0,000 -9,7057 -9,5810 hari ke 8 -16,8358* 0,01950 0,000 -16,8982 -16,7735 hari ke 5 hari ke 0 12,6333* 0,01950 0,000 12,5710 12,6957 hari ke 1 10,8683* 0,01950 0,000 10,8060 10,9307 hari ke 2 9,5667* 0,01950 0,000 9,5043 9,6290 hari ke 3 6,3975* 0,01950 0,000 6,3351 6,4599 hari ke 4 1,3192* 0,01950 0,000 1,2568 1,3815 hari ke 6 -4,3425* 0,01950 0,000 -4,4049 -4,2801 hari ke 7 -8,3242* 0,01950 0,000 -8,3865 -8,2618 hari ke 8 -15,5167* 0,01950 0,000 -15,5790 -15,4543 hari ke 6 hari ke 0 16,9758* 0,01950 0,000 16,9135 17,0382
118
hari ke 1 15,2108* 0,01950 0,000 15,1485 15,2732 hari ke 2 13,9092* 0,01950 0,000 13,8468 13,9715 hari ke 3 10,7400* 0,01950 0,000 10,6776 10,8024 hari ke 4 5,6617* 0,01950 0,000 5,5993 5,7240 hari ke 5 4,3425* 0,01950 0,000 4,2801 4,4049 hari ke 7 -3,9817* 0,01950 0,000 -4,0440 -3,9193 hari ke 8 -11,1742* 0,01950 0,000 -11,2365 -11,1118 hari ke 7 hari ke 0 20,9575* 0,01950 0,000 20,8951 21,0199 hari ke 1 19,1925* 0,01950 0,000 19,1301 19,2549 hari ke 2 17,8908* 0,01950 0,000 17,8285 17,9532 hari ke 3 14,7217* 0,01950 0,000 14,6593 14,7840 hari ke 4 9,6433* 0,01950 0,000 9,5810 9,7057 hari ke 5 8,3242* 0,01950 0,000 8,2618 8,3865 hari ke 6 3,9817* 0,01950 0,000 3,9193 4,0440 hari ke 8 -7,1925* 0,01950 0,000 -7,2549 -7,1301 hari ke 8 hari ke 0 28,1500* 0,01950 0,000 28,0876 28,2124 hari ke 1 26,3850* 0,01950 0,000 26,3226 26,4474 hari ke 2 25,0833* 0,01950 0,000 25,0210 25,1457 hari ke 3 21,9142* 0,01950 0,000 21,8518 21,9765 hari ke 4 16,8358* 0,01950 0,000 16,7735 16,8982 hari ke 5 15,5167* 0,01950 0,000 15,4543 15,5790 hari ke 6 11,1742* 0,01950 0,000 11,1118 11,2365 hari ke 7 7,1925* 0,01950 0,000 7,1301 7,2549
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level. TVB Tukey HSD Penyimpanan
N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9
hari ke 0 12 5,367 hari ke 1 12 7,132 hari ke 2 12 8,434 hari ke 3 12 11,603 hari ke 4 12 16,681 hari ke 5 12 18,000 hari ke 6 12 22,343 hari ke 7 12 26,325 hari ke 8 12 33,517 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
119
Lampiran 7 Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai L* Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 K 68,83 67,72 66,11 63,31 62,26 60,72 60,39 60,28 60,05 A 76,65 75,85 74,21 72,23 70,31 67,98 64,35 63,11 61,71 B 76,28 75,24 74,89 73,11 72,95 66,86 65,61 63,67 62,26 C 77,86 76,94 76,56 76,32 75,82 74,66 74,85 73,79 72,13 D 77,24 77,15 76,47 75,45 75,27 74,05 73,04 72,22 70,04 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: L Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 2465,643a 35 70,447 150,460 0,000
Intercept 565406,571 1 565406,571 1207593,740 0,000 Perlakuan 699,363 3 233,121 497,899 0,000 Penyimpanan 1456,994 8 182,124 388,980 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 309,286 24 12,887 27,524 0,000
Error 33,711 72 0,468 Total 567905,925 108 Corrected Total 2499,354 107
a. R Squared = 0,987 (Adjusted R Squared = 0,980)
120
Multiple Comparisons L
Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM tanpa secang
RM ditambah secang -0,4963* 0,18623 0,046 -0,9861 -0,0065
MR tanpa secang -5,8359* 0,18623 0,000 -6,3257 -5,3461
MR ditambah secang -4,6833* 0,18623 0,000 -5,1731 -4,1935
RM ditambah secang
RM tanpa secang 0,4963* 0,18623 0,046 0,0065 0,9861
MR tanpa secang -5,3396* 0,18623 0,000 -5,8294 -4,8498
MR ditambah secang -4,1870* 0,18623 0,000 -4,6768 -3,6972
MR tanpa secang
RM tanpa secang 5,8359* 0,18623 0,000 5,3461 6,3257
RM ditambah secang 5,3396* 0,18623 0,000 4,8498 5,8294
MR ditambah secang 1,1526* 0,18623 0,000 0,6628 1,6424
MR ditambah secang
RM tanpa secang 4,6833* 0,18623 0,000 4,1935 5,1731
RM ditambah secang 4,1870* 0,18623 0,000 3,6972 4,6768
MR tanpa secang -1,1526* 0,18623 0,000 -1,6424 -0,6628
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,468. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
L
Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 69,6011
MR tanpa secang 27 70,0974 RM ditambah secang 27 74,2844
RM tanpa secang 27 75,4370 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,468.
121
Multiple Comparisons L Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 0,7133* 0,00473 0,000 0,6982 0,7285 hari ke 2 1,4750* 0,00473 0,000 1,4599 1,4901 hari ke 3 2,7308* 0,00473 0,000 2,7157 27460 hari ke 4 3,4192* 0,00473 0,000 3,4040 3.4343 hari ke 5 6,1192* 0,00473 0,000 6,1040 6,1343 hari ke 6 7,5467* 0,00473 0,000 7,5315 7,5618 hari ke 7 8,8100* 0,00473 0,000 8,7949 8,8251 hari ke 8 10,4733* 0,00473 0,000 10,4582 10,4885 hari ke 1 hari ke 0 -0,7133* 0,00473 0,000 -0,7285 -0,6982 hari ke 2 0,7617* 0,00473 0,000 0,7465 0,7768 hari ke 3 2,0175* 0,00473 0,000 2,0024 2,0326 hari ke 4 2,7058* 0,00473 0,000 2,6907 2,7210 hari ke 5 5,4058* 0,00473 0,000 5,3907 5,4210 hari ke 6 6,8333* 0,00473 0,000 6,8182 6,8485 hari ke 7 8,0967* 0,00473 0,000 8,0815 8,1118 hari ke 8 9,7600* 0,00473 0,000 9,7449 9,7751 hari ke 2 hari ke 0 -1,4750* 0,00473 0,000 -1,4901 -1,4599 hari ke 1 -0,7617* 0,00473 0,000 -0,7768 -,7465 hari ke 3 1,2558* 0,00473 0,000 1,2407 1,2710 hari ke 4 1,9442* 0,00473 0,000 1,9290 1,9593 hari ke 5 4,6442* 0,00473 0,000 4,6290 4,6593 hari ke 6 6,0717* 0,00473 0,000 6,0565 6,0868 hari ke 7 7,3350* 0,00473 0,000 7,3199 7,3501 hari ke 8 8,9983* 0,00473 0,000 8,9832 9,0135 hari ke 3 hari ke 0 -2,7308* 0,00473 0,000 -2,7460 -2,7157 hari ke 1 -2,0175* 0,00473 0,000 -2,0326 -2,0024 hari ke 2 -1,2558* 0,00473 0,000 -1,2710 -1,2407 hari ke 4 0,6883* 0,00473 0,000 0,6732 0,7035 hari ke 5 3,3883* 0,00473 0,000 3,3732 3,4035 hari ke 6 4,8158* 0,00473 0,000 4,8007 4,8310 hari ke 7 6,0792* 0,00473 0,000 6,0640 6,0943 hari ke 8 7,7425* 0,00473 0,000 7,7274 7,7576 hari ke 4 hari ke 0 -3,4192* 0,00473 0,000 -3,4343 -3,4040 hari ke 1 -2,7058* 0,00473 0,000 -2,7210 -2,6907 hari ke 2 -1,9442* 0,00473 0,000 -1,9593 -1,9290 hari ke 3 -0,6883* 0,00473 0,000 -0,7035 -0,6732 hari ke 5 2,7000* 0,00473 0,000 2,6849 2,7151 hari ke 6 4,1275* 0,00473 0,000 4,1124 4,1426 hari ke 7 5,3908* 0,00473 0,000 5,3757 5,4060 hari ke 8 7,0542* 0,00473 0,000 7,0390 7,0693 hari ke 5 hari ke 0 -6,1192* 0,00473 0,000 -6,1343 -6,1040 hari ke 1 -5,4058* 0,00473 0,000 -5,4210 -5,3907 hari ke 2 -4,6442* 0,00473 0,000 -4,6593 -4,6290 hari ke 3 -3,3883* 0,00473 0,000 -3,4035 -3,3732 hari ke 4 -2,7000* 0,00473 0,000 -2,7151 -2,6849 hari ke 6 1,4275* 0,00473 0,000 1,4124 1,4426 hari ke 7 2,6908* 0,00473 0,000 2,6757 2,7060 hari ke 8 4,3542* 0,00473 0,000 4,3390 4,3693 hari ke 6 hari ke 0 -7,5467* 0,00473 0,000 -7,5618 -7,5315 hari ke 1 -6,8333* 0,00473 0,000 -6,8485 -6,8182
122
hari ke 2 -6,0717* 0,00473 0,000 -6,0868 -6,0565 hari ke 3 -4,8158* 0,00473 0,000 -4,8310 -4,8007 hari ke 4 -4,1275* 0,00473 0,000 -4,1426 -4,1124 hari ke 5 -1,4275* 0,00473 0,000 -1,4426 -1,4124 hari ke 7 1,2633* 0,00473 0,000 1,2482 1,2785 hari ke 8 2,9267* 0,00473 0,000 2,9115 2,9418 hari ke 7 hari ke 0 -8,8100* 0,00473 0,000 -8,8251 -8,7949 hari ke 1 -8,0967* 0,00473 0,000 -8,1118 -8,0815 hari ke 2 -7,3350* 0,00473 0,000 -7,3501 -7,3199 hari ke 3 -6,0792* 0,00473 0,000 -6,0943 -6,0640 hari ke 4 -5,3908* 0,00473 0,000 -5,4060 -5,3757 hari ke 5 -2,6908* 0,00473 0,000 -2,7060 -2,6757 hari ke 6 -1,2633* 0,00473 0,000 -1,2785 -1,2482 hari ke 8 1,6633* 0,00473 0,000 1,6482 1,6785 hari ke 8 hari ke 0 -10,4733* 0,00473 0,000 -10,4885 -10,4582 hari ke 1 -9,7600* 0,00473 0,000 -9,7751 -9,7449 hari ke 2 -8,9983* 0,00473 0,000 -9,0135 -8,9832 hari ke 3 -7,7425* 0,00473 0,000 -7,7576 -7,7274 hari ke 4 -7,0542* 0,00473 0,000 -7,0693 -7,0390 hari ke 5 -4,3542* 0,00473 0,000 -4,3693 -4,3390 hari ke 6 -2,9267* 0,00473 0,000 -2,9418 -2,9115 hari ke 7 -1,6633* 0,00473 0,000 -1,6785 -1,6482
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level. L Tukey HSD
Penyimpanan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9
hari ke 0 12 66,535 hari ke 1 12 68,198 hari ke 2 12 69,461 hari ke 3 12 70,889 hari ke 4 12 73,589 hari ke 5 12 74,277 hari ke 6 12 75,533 hari ke 7 12 76,295 hari ke 8 12 77,008 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
123
Lampiran 8 Analisis ragam nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai a* Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 K 13,64 12,84 11,41 10,35 9,55 8,43 8,12 7,43 7,25 A 14,79 14,28 13,45 12,78 10,82 10,34 9,92 9,42 9,36 B 15,45 15,17 14,36 13,24 12,18 11,76 11,28 10,62 10,31 C 18,36 17,96 17,73 17,23 16,72 16,14 15,96 15,68 14,85 D 19,62 19,41 19,28 19,03 18,85 18,33 18,14 18,02 17,74
Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: a Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 1136,406a 35 32,469 259749,929 0,000
Intercept 24172,966 1 24172,966 1,934E8 0,000 Perlakuan 892,046 3 297,349 2378789,590 0,000 Penyimpanan 207,911 8 25,989 207910,674 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 36,449 24 1,519 12149,723 0,000
Error 0,009 72 0,000 Total 25309,381 108 Corrected Total 1136,415 107
a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
124
Multiple Comparisons a Tukey HSD
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM tanpa secang
RM ditambah secang -1,0237* 0,00304 0,000 -1,0317 -1,0157
MR tanpa secang -5,0515* 0,00304 0,000 -5,0595 -5,0435
MR ditambah secang -7,0285* 0,00304 0,000 -7,0365 -7,0205
RM ditambah secang
RM tanpa secang 1,0237* 0,00304 0,000 1,0157 1,0317
MR tanpa secang -4,0278* 0,00304 0,000 -4,0358 -4,0198
MR ditambah secang -6,0048* 0,00304 0,000 -6,0128 -5,9968
MR tanpa secang
RM tanpa secang 5,0515* 0,00304 0,000 5,0435 5,0595
RM ditambah secang 4,0278* 0,00304 0,000 4,0198 4,0358
MR ditambah secang -1,9770* 0,00304 0,000 -1,9850 -1,9690
MR ditambah secang
RM tanpa secang 7,0285* 0,00304 0,000 7,0205 7,0365
RM ditambah secang 6,0048* 0,00304 0,000 5,9968 6,0128
MR tanpa secang 1,9770* 0,00304 0,000 1,9690 1,9850
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
a
Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 11,6848
MR tanpa secang 27 12,7085 RM ditambah secang 27 16,7363
RM tanpa secang 27 18,7133 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
125
Multiple Comparisons a Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 0,3483* 0,00456 0,000 0,3337 0,3629 hari ke 2 0,8492* 0,00456 0,000 0,8346 0,8638 hari ke 3 1,4842* 0,00456 0,000 1,4696 1,4988 hari ke 4 2,4108* 0,00456 0,000 2,3962 2,4254 hari ke 5 2,9117* 0,00456 0,000 2,8971 2,9263 hari ke 6 3,2292* 0,00456 0,000 3,2146 3,2438 hari ke 7 3,6192* 0,00456 0,000 3,6046 3,6338 hari ke 8 3,9883* 0,00456 0,000 3,9737 4,0029 hari ke 1 hari ke 0 -0,3483* 0,00456 0,000 -0,3629 -0,3337 hari ke 2 0,5008* 0,00456 0,000 0,4862 0,5154 hari ke 3 1,1358* 0,00456 0,000 1,1212 1,1504 hari ke 4 2,0625* 0,00456 0,000 2,0479 2,0771 hari ke 5 2,5633* 0,00456 0,000 2,5487 2,5779 hari ke 6 2,8808* 0,00456 0,000 2,8662 2,8954 hari ke 7 3,2708* 0,00456 0,000 3,2562 3,2854 hari ke 8 3,6400* 0,00456 0,000 3,6254 3,6546 hari ke 2 hari ke 0 -0,8492* 0,00456 0,000 -0,8638 -0,8346 hari ke 1 -0,5008* 0,00456 0,000 -0,5154 -0,4862 hari ke 3 0,6350* 0,00456 0,000 0,6204 0,6496 hari ke 4 1,5617* 0,00456 0,000 1,5471 1,5763 hari ke 5 2,0625* 0,00456 0,000 2,0479 2.,0771 hari ke 6 2,3800* 0,00456 0,000 2,3654 2,3946 hari ke 7 2,7700* 0,00456 0,000 2,7554 2,7846 hari ke 8 3,1392* 0,00456 0,000 3,1246 3,1538 hari ke 3 hari ke 0 -1,4842* 0,00456 0,000 -1,4988 -1,4696 hari ke 1 -1,1358* 0,00456 0,000 -1,1504 -1,1212 hari ke 2 -0,6350* 0,00456 0,000 -0,6496 -0,6204 hari ke 4 0,9267* 0,00456 0,000 0,9121 0,9413 hari ke 5 1,4275* 0,00456 0,000 1,4129 1,4421 hari ke 6 1,7450* 0,00456 0,000 1,7304 1,7596 hari ke 7 2,1350* 0,00456 0,000 2,1204 2,1496 hari ke 8 2,5042* 0,00456 0,000 2,4896 2,5188 hari ke 4 hari ke 0 -2,4108* 0,00456 0,000 -2,4254 -2,3962 hari ke 1 -2,0625* 0,00456 0,000 -2,0771 -2,0479 hari ke 2 -1,5617* 0,00456 0,000 -1,5763 -1,5471 hari ke 3 -0,9267* 0,00456 0,000 -0,9413 -0,9121 hari ke 5 0,5008* 0,00456 0,000 0,4862 0,5154 hari ke 6 0,8183* 0,00456 0,000 0,8037 0,8329 hari ke 7 1,2083* 0,00456 0,000 1,1937 1,2229 hari ke 8 1,5775* 0,00456 0,000 1,5629 1,5921 hari ke 5 hari ke 0 -2,9117* 0,00456 0,000 -2,9263 -2,8971 hari ke 1 -2,5633* 0,00456 0,000 -2,5779 -2,5487 hari ke 2 -2,0625* 0,00456 0,000 -2,0771 -2,0479 hari ke 3 -1,4275* 0,00456 0,000 -1,4421 -1,4129 hari ke 4 -0,5008* 0,00456 0,000 -0,5154 -0,4862 hari ke 6 0,3175* 0,00456 0,000 0,3029 0,3321 hari ke 7 0,7075* 0,00456 0,000 0,6929 0,7221 hari ke 8 1,0767* 0,00456 0,000 1,0621 1,0913 hari ke 6 hari ke 0 -3,2292* 0,00456 0,000 -3,2438 -3,2146 hari ke 1 -2,8808* 0,00456 0,000 -2,8954 -2,8662
126
hari ke 2 -2,3800* 0,00456 0,000 -2,3946 -2,3654 hari ke 3 -1,7450* 0,00456 0,000 -1,7596 -1,7304 hari ke 4 -0,8183* 0,00456 0,000 -0,8329 -0,8037 hari ke 5 -0,3175* 0,00456 0,000 -0,3321 -0,3029 hari ke 7 0,3900* 0,00456 0,000 0,3754 0,4046 hari ke 8 0,7592* 0,00456 0,000 0,7446 0,7738 hari ke 7 hari ke 0 -3,6192* 0,00456 0,000 -3,6338 -3,6046 hari ke 1 -3,2708* 0,00456 0,000 -3,2854 -3,2562 hari ke 2 -2,7700* 0,00456 0,000 -2,7846 -2,7554 hari ke 3 -2,1350* 0,00456 0,000 -2,1496 -2,1204 hari ke 4 -1,2083* 0,00456 0,000 -1,2229 -1,1937 hari ke 5 -0,7075* 0,00456 0,000 -0,7221 -0,6929 hari ke 6 -0,3900* 0,00456 0,000 -0,4046 -0,3754 hari ke 8 0,3692* 0,00456 0,000 0,3546 0,3838 hari ke 8 hari ke 0 -39883* 0,00456 0,000 -4,0029 -3,9737 hari ke 1 -3,6400* 0,00456 0,000 -3,6546 -3,6254 hari ke 2 -3,1392* 0,00456 0,000 -3,1538 -3,1246 hari ke 3 -2,5042* 0,00456 0,000 -2,5188 -2,4896 hari ke 4 -1,5775* 0,00456 0,000 -1,5921 -1,5629 hari ke 5 -1,0767* 0,00456 0,000 -1,0913 -1,0621 hari ke 6 -0,7592* 0,00456 0,000 -0,7738 -0,7446 hari ke 7 -0,3692* 0,00456 0,000 -0,3838 -0,3546
Based on observed means The error term is Mean Square(Error) =0 ,000.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
a Tukey HSD
Penyimpanan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9
hari ke 0 12 13,066 hari ke 1 12 13,435 hari ke 2 12 13,825 hari ke 3 12 14,142 hari ke 4 12 14,643 hari ke 5 12 15,570 hari ke 6 12 16,205 hari ke 7 12 16,706 hari ke 8 12 17,054 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
127
Lampiran 9 Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai b* Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 K 50,41 49,76 48,61 46,86 45,75 44,12 42,84 42,69 42,08 A 51,56 50,32 49,58 47,22 46,66 45,38 44,11 43,21 42,85 B 47,84 46,73 45,52 42,47 42,18 41,46 40,15 39,54 39,17 C 57,58 57,19 56,35 55,71 55,43 54,14 53,87 52,34 52,16 D 56,74 56,15 55,87 55,44 55,12 54,86 54,31 53,93 53,63
Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: b Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3668,070a 35 104,802 417661,121 0,000 Intercept 269032,868 1 269032,868 1,072E9 0,000 Perlakuan 3062,418 3 1020,806 4068157,314 0,000 Penyimpanan 519,944 8 64,993 259012,852 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 85,707 24 3,571 14231,852 0,000
Error 0,018 72 0,000 Total 272700,956 108 Corrected Total 3668,088 107 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
128
Multiple Comparisons b Tukey HSD
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM tanpa secang
RM ditambah secang 3,9811* ,00431 0,000 3,9698 3,9925
MR tanpa secang -8,2089* ,00431 0,000 -8,2202 -8,1975
MR ditambah secang -8,3515* ,00431 0,000 -8,3628 -8,3401
RM ditambah secang
RM tanpa secang -3,9811* ,00431 0,000 -3,9925 -3,9698
MR tanpa secang -12,1900* ,00431 0,000 -12,2013 -12,1787
MR ditambah secang -12,3326* ,00431 0,000 -12,3439 -12,3213
MR tanpa secang
RM tanpa secang 8,2089* ,00431 0,000 8,1975 8,2202
RM ditambah secang 12,1900* ,00431 0,000 12,1787 12,2013
MR ditambah secang -0,1426* ,00431 0,000 -0,1539 -0,1313
MR ditambah secang
RM tanpa secang 8,3515* ,00431 0,000 8,3401 8,3628
RM ditambah secang 12,3326* ,00431 0,000 12,3213 12,3439
MR tanpa secang 0,1426* ,00431 0,000 0,1313 0,1539
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
b
Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 42,7844
MR tanpa secang 27 46,7656 RM ditambah secang 27 54,9744
RM tanpa secang 27 55,1170 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
129
Multiple Comparisons b Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 0,8325* 0,00647 0,000 0,8118 0,8532 hari ke 2 1,6000* 0,00647 0,000 1,5793 1,6207 hari ke 3 3,2200* 0,00647 0,000 3,1993 3,2407 hari ke 4 3,5825* 0,00647 0,000 3,5618 3,6032 hari ke 5 4,4700* 0,00647 0,000 4,4493 4,4907 hari ke 6 5,3192* 0,00647 0,000 5,2985 5,3398 hari ke 7 6,1750* 0,00647 0,000 6,1543 6,1957 hari ke 8 6,4775* 0,00647 0,000 6,4568 6,4982 hari ke 1 hari ke 0 -0,8325* 0,00647 0,000 -0,8532 -0,8118 hari ke 2 0,7675* 0,00647 0,000 0,7468 0,7882 hari ke 3 2,3875* 0,00647 0,000 2,3668 2,4082 hari ke 4 2,7500* 0,00647 0,000 2,7293 2,7707 hari ke 5 3,6375* 0,00647 0,000 3,6168 3,6582 hari ke 6 4,4867* 0,00647 0,000 4,4660 4,5073 hari ke 7 5,3425* 0,00647 0,000 5,3218 5,3632 hari ke 8 5,6450* 0,00647 0,000 5,6243 5,6657 hari ke 2 hari ke 0 -1,6000* 0,00647 0,000 -1,6207 -1,5793 hari ke 1 -0,7675* 0,00647 0,000 -,7882 -0,7468 hari ke 3 1,6200* 0,00647 0,000 1,5993 1,6407 hari ke 4 1,9825* 0,00647 0,000 1,9618 2,0032 hari ke 5 2,8700* 0,00647 0,000 2,8493 2,8907 hari ke 6 3,7192* 0,00647 0,000 3,6985 3,7398 hari ke 7 4,5750* 0,00647 0,000 4,5543 4,5957 hari ke 8 4,8775* 0,00647 0,000 4,8568 4,8982 hari ke 3 hari ke 0 -3,2200* 0,00647 0,000 -3,2407 -3,1993 hari ke 1 -2,3875* 0,00647 0,000 -2,4082 -2,3668 hari ke 2 -1,6200* 0,00647 0,000 -1,6407 -1,5993 hari ke 4 0,3625* 0,00647 0,000 0,3418 0,3832 hari ke 5 1,2500* 0,00647 0,000 1,2293 1,2707 hari ke 6 2,0992* 0,00647 0,000 2,0785 2,1198 hari ke 7 2,9550* 0,00647 0,000 2,9343 2,9757 hari ke 8 3,2575* 0,00647 0,000 3,2368 3,2782 hari ke 4 hari ke 0 -3,5825* 0,00647 0,000 -3,6032 -3,5618 hari ke 1 -2,7500* 0,00647 0,000 -2,7707 -2,7293 hari ke 2 -1,9825* 0,00647 0,000 -2,0032 -1,9618 hari ke 3 -0,3625* 0,00647 0,000 -0,3832 -0,3418 hari ke 5 0,8875* 0,00647 0,000 0,8668 0,9082 hari ke 6 1,7367* 0,00647 0,000 1,7160 1,7573 hari ke 7 2,5925* 0,00647 0,000 2,5718 2,6132 hari ke 8 2,8950* 0,00647 0,000 2,8743 2,9157 hari ke 5 hari ke 0 -4,4700* 0,00647 0,000 -4,4907 -4,4493 hari ke 1 -3,6375* 0,00647 0,000 -3,6582 -3,6168 hari ke 2 -2,8700* 0,00647 0,000 -2,8907 -2,8493 hari ke 3 -1,2500* 0,00647 0,000 -1,2707 -1,2293 hari ke 4 -0,8875* 0,00647 0,000 -0,9082 -0,8668 hari ke 6 0,8492* 0,00647 0,000 0,8285 0,8698 hari ke 7 1,7050* 0,00647 0,000 1,6843 1,7257 hari ke 8 2,0075* 0,00647 0,000 1,9868 2,0282 hari ke 6 hari ke 0 -5,3192* 0,00647 0,000 -5,3398 -5,2985
130
hari ke 1 -4,4867* 0,00647 0,000 -4,5073 -4,4660 hari ke 2 -3,7192* 0,00647 0,000 -3,7398 -3,6985 hari ke 3 -2,0992* 0,00647 0,000 -2,1198 -2,0785 hari ke 4 -1,7367* 0,00647 0,000 -1,7573 -1,7160 hari ke 5 -0,8492* 0,00647 0,000 -0,8698 -0,8285 hari ke 7 0,8558* 0,00647 0,000 0,8352 0,8765 hari ke 8 1,1583* 0,00647 0,000 1,1377 1,1790 hari ke 7 hari ke 0 -6,1750* 0,00647 0,000 -6,1957 -6,1543 hari ke 1 -5,3425* 0,00647 0,000 -5,3632 -5,3218 hari ke 2 -4,5750* 0,00647 0,000 -4,5957 -4,5543 hari ke 3 -2,9550* 0,00647 0,000 -2,9757 -2,9343 hari ke 4 -2,5925* 0,00647 0,000 -2,6132 -2,5718 hari ke 5 -1,7050* 0,00647 0,000 -1,7257 -1,6843 hari ke 6 -0,8558* 0,00647 0,000 -0,8765 -0,8352 hari ke 8 0,3025* 0,00647 0,000 0,2818 0,3232 hari ke 8 hari ke 0 -6,4775* 0,00647 0,000 -6,4982 -6,4568 hari ke 1 -5,6450* 0,00647 0,000 -5,6657 -5,6243 hari ke 2 -48775* 0,00647 0,000 -4,8982 -4,8568 hari ke 3 -3,2575* 0,00647 0,000 -3,2782 -3,2368 hari ke 4 -2,8950* 0,00647 0,000 -2,9157 -2,8743 hari ke 5 -2,0075* 0,00647 0,000 -2,0282 -1,9868 hari ke 6 -1,1583* 0,00647 0,000 -1,1790 -1,1377 hari ke 7 -0,3025* 0,00647 0,000 -0,3232 -0,2818
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
* The mean difference is significant at the 0,05 level. b Tukey HSD Penyimpanan
N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9
hari ke 0 12 46,952 hari ke 1 12 47,255 hari ke 2 12 48,110 hari ke 3 12 48,960 hari ke 4 12 49,847 hari ke 5 12 50,210 hari ke 6 12 51,830 hari ke 7 12 52,597 hari ke 8 12 53,430 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
131
Lampiran 10 Analisis ragam nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai pH udang rebus
Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 0 1 2 3 4 5 6 7 8
K 7,15 7,13 7,16 7,19 7,26 7,32 7,36 7,39 7,42 A 7,13 7,1 7,15 7,17 7,23 7,27 7,31 7,36 7,39 B 7,10 7,08 7,12 7,16 7,2 7,25 7,29 7,33 7,35 C 7,02 7,03 7,08 7,10 7,14 7,16 7,19 7,21 7,23 D 7,03 7,05 7,07 7,08 7,12 7,13 7,17 7,18 7,20 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: pH Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 1,023a 35 0,029 399,697 0,000
Intercept 5554,886 1 5554,886 7,594E7 0,000 Perlakuan 0,283 3 0,094 1290,241 0,000 Penyimpanan 0,701 8 0,088 1197,098 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 0,040 24 0,002 22,579 0,000
Error 0,005 72 7,315E-5 Total 5555,915 108 Corrected Total 1,029 107
a. R Squared = 0,995 (Adjusted R Squared = 0,992)
132
Multiple Comparisons pH Tukey HSD
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM tanpa secang
RM ditambah secang 0,0267* 0,00233 0,000 0,0205 0,0328
MR tanpa secang 0,1067* 0,00233 0,000 0,1005 0,1128
MR ditambah secang 0,1204* 0,00233 0,000 0,1142 0,1265
RM ditambah secang
RM tanpa secang -0,0267* 0,00233 0,000 -0,0328 -0,0205
MR tanpa secang 0,0800* 0,00233 0,000 0,0739 0,0861
MR ditambah secang 0,0937* 0,00233 0,000 0,0876 0,0998
MR tanpa secang
RM tanpa secang -0,1067* 0,00233 0,000 -0,1128 -0,1005
RM ditambah secang -0,0800* 0,00233 0,000 -0,0861 -0,0739
MR ditambah secang 0,0137* 0,00233 0,000 0,0076 0,0198
MR ditambah secang
RM tanpa secang -0,1204* 0,00233 0,000 -0,1265 -0,1142
RM ditambah secang -0,0937* 0,00233 0,000 -0,0998 -0,0876
MR tanpa secang -0,0137* 0,00233 0,000 -0,0198 -0,0076
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
pH
Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 7,1148
MR tanpa secang 27 7,1285 RM ditambah secang 27 7,2085
RM tanpa secang 27 7,2352 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005.
133
Multiple Comparisons pH Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 0,0067 0,00349 0,610 -0,0045 0,0178 hari ke 2 -0,0333* 0,00349 0,000 -0,0445 -0,0222 hari ke 3 -0,0567* 0,00349 0,000 -0,0678 -0,0455 hari ke 4 -0,1025* 0,00349 0,000 -0,1137 -0,0913 hari ke 5 -0,1317* 0,00349 0,000 -0,1428 -0,1205 hari ke 6 -0,1683* 0,00349 0,000 -0,1795 -0,1572 hari ke 7 -0,2000* 0,00349 0,000 -0,2112 -0,1888 hari ke 8 -0,2225* 0,00349 0,000 -0,2337 -0,2113 hari ke 1 hari ke 0 -0,0067 0,00349 0,610 -0,0178 0,0045 hari ke 2 -0,0400* 0,00349 0,000 -0,0512 -0,0288 hari ke 3 -0,0633* 0,00349 0,000 -0,0745 -0,0522 hari ke 4 -0,1092* 0,00349 0,000 -0,1203 -0,0980 hari ke 5 -0,1383* 0,00349 0,000 -0,1495 -0,1272 hari ke 6 -0,1750* 0,00349 0,000 -0,1862 -0,1638 hari ke 7 -0,2067* 0,00349 0,000 -0,2178 -0,1955 hari ke 8 -0,2292* 0,00349 0,000 -0,2403 -0,2180 hari ke 2 hari ke 0 0,0333* 0,00349 0,000 0,0222 0,0445 hari ke 1 0,0400* 0,00349 0,000 0,0288 0,0512 hari ke 3 -0,0233* 0,00349 0,000 -0,0345 -0,0122 hari ke 4 -0,0692* 0,00349 0,000 -0,0803 -0,0580 hari ke 5 -0,0983* 0,00349 0,000 -0,1095 -0,0872 hari ke 6 -0,1350* 0,00349 0,000 -0,1462 -0,1238 hari ke 7 -0,1667* 0,00349 0,000 -0,1778 -0,1555 hari ke 8 -0,1892* 0,00349 0,000 -0,2003 -0,1780 hari ke 3 hari ke 0 0,0567* 0,00349 0,000 0,0455 0,0678 hari ke 1 0,0633* 0,00349 0,000 0,0522 0,0745 hari ke 2 0,0233* 0,00349 0,000 0,0122 0,0345 hari ke 4 -0,0458* 0,00349 0,000 -0,0570 -0,0347 hari ke 5 -0,0750* 0,00349 0,000 -0,0862 -0,0638 hari ke 6 -0,1117* 0,00349 0,000 -0,1228 -0,1005 hari ke 7 -0,1433* 0,00349 0,000 -0,1545 -0,1322 hari ke 8 -0,1658* 0,00349 0,000 -0,1770 -0,1547 hari ke 4 hari ke 0 0,1025* 0,00349 0,000 0,0913 0,1137 hari ke 1 0,1092* 0,00349 0,000 0,0980 0,1203 hari ke 2 0,0692* 0,00349 0,000 0,0580 0,0803 hari ke 3 0,0458* 0,00349 0,000 0,0347 0,0570 hari ke 5 -0,0292* 0,00349 0,000 -0,0403 -0,0180 hari ke 6 -0,0658* 0,00349 0,000 -0,0770 -0,0547 hari ke 7 -0,0975* 0,00349 0,000 -0,1087 -0,0863 hari ke 8 -0,1200* 0,00349 0,000 -0,1312 -0,1088 hari ke 5 hari ke 0 0,1317* 0,00349 0,000 0,1205 0,1428 hari ke 1 0,1383* 0,00349 0,000 0,1272 0,1495 hari ke 2 0,0983* 0,00349 0,000 0,0872 0,1095 hari ke 3 0,0750* 0,00349 0,000 0,0638 0,0862 hari ke 4 0,0292* 0,00349 0,000 0,0180 0,0403 hari ke 6 -0,0367* 0,00349 0,000 -0,0478 -0,0255 hari ke 7 -0,0683* 0,00349 0,000 -0,0795 -0,0572 hari ke 8 -0,0908* 0,00349 0,000 -0,1020 -0,0797 hari ke 6 hari ke 0 0,1683* 0,00349 0,000 0,1572 0,1795
134
hari ke 1 0,1750* 0,00349 0,000 0,1638 0,1862 hari ke 2 0,1350* 0,00349 0,000 0,1238 0,1462 hari ke 3 0,1117* 0,00349 0,000 0,1005 0,1228 hari ke 4 0,0658* 0,00349 0,000 0,0547 0,0770 hari ke 5 0,0367* 0,00349 0,000 0,0255 0,0478 hari ke 7 -0,0317* 0,00349 0,000 -0,0428 -0,0205 hari ke 8 -0,0542* 0,00349 0,000 -0,0653 -0,0430 hari ke 7 hari ke 0 0,2000* 0,00349 0,000 0,1888 0,2112 hari ke 1 0,2067* 0,00349 0,000 0,1955 0,2178 hari ke 2 0,1667* 0,00349 0,000 0,1555 0,1778 hari ke 3 0,1433* 0,00349 0,000 0,1322 0,1545 hari ke 4 0,0975* 0,00349 0,000 0,0863 0,1087 hari ke 5 0,0683* 0,00349 0,000 0,0572 0,0795 hari ke 6 0,0317* 0,00349 0,000 0,0205 0,0428 hari ke 8 -0,0225* 0,00349 0,000 -0,0337 -0,0113 hari ke 8 hari ke 0 0,2225* 0,00349 0,000 0,2113 0,2337 hari ke 1 0,2292* 0,00349 0,000 0,2180 0,2403 hari ke 2 0,1892* 0,00349 0,000 0,1780 0,2003 hari ke 3 0,1658* 0,00349 0,000 0,1547 0,1770 hari ke 4 0,1200* 0,00349 0,000 0,1088 0,1312 hari ke 5 0,0908* 0,00349 0,000 0,0797 0,1020 hari ke 6 0,0542* 0,00349 0,000 0,0430 0,0653 hari ke 7 0,0225* 0,00349 0,000 0,0113 0,0337
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.31E-005.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level. pH Tukey HSD
Penyimpanan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8
hari ke 0 12 7,0642 hari ke 1 12 7,0708 hari ke 2 12 7,1042 hari ke 3 12 7,1275 hari ke 4 12 7,1733 hari ke 5 12 7,2025 hari ke 6 12 7,2392 hari ke 7 12 7,2708 hari ke 8 12 7,2933 Sig. 0,610 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005
135
Lampiran 11 Analisis ragam kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai kadar air udang rebus Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 K 68,64 68,02 67,48 66,95 66,45 65,95 65,77 65,38 65,16 A 68,56 68,04 67,66 67,14 66,59 66,28 66,12 65,68 65,48 B 68,35 68,11 67,56 67,21 66,72 66,32 66,29 65,82 65,56 C 68,47 68,14 67,85 67,51 67,24 67,12 66,95 66,53 66,32 D 68,32 68,16 67,97 67,65 67,51 67,37 67,12 66,74 66,47 Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: Kadar air Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 80,855a 35 2,310 5447,485 0,000 Intercept 486705,926 1 486705,926 1,148E9 0,000 Perlakuan 8,934 3 2,978 7022,492 0,000 Penyimpanan 68,230 8 8,529 20111,406 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 3,691 24 0,154 362,636 0,000
Error 0,031 72 0,000 Total 486786,811 108 Corrected Total 80,885 107 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 0,999)
136
Multiple Comparisons KadarAir Tukey HSD
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM tanpa secang
RM ditambah secang -0,0693* 0,00560 0,000 -0,0840 -0,0545
MR tanpa secang -0,5344* 0,00560 0,000 -0,5492 -0,5197
MR ditambah secang -0,6659* 0,00560 0,000 -0,6807 -0,6512
RM ditambah secang
RM tanpa secang 0,0693* 0,00560 0,000 0,0545 0,0840
MR tanpa secang -0,4652* 0,00560 0,000 -0,4799 -0,4504
MR ditambah secang -0,5967* 0,00560 0,000 -0,6114 -0,5819
MR tanpa secang
RM tanpa secang 0,5344* 0,00560 0,000 0,5197 0,5492
RM ditambah secang 0,4652* 0,00560 0,000 0,4504 0,4799
MR ditambah secang -0,1315* 0,00560 0,000 -0,1462 -0,1167
MR ditambah secang
RM tanpa secang 0,6659* 0,00560 0,000 0,6512 0,6807
RM ditambah secang 0,5967* 0,00560 0,000 0,5819 0,6114
MR tanpa secang 0,1315* 0,00560 0,000 0,1167 0,1462
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Kadar air
Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 66,8133
MR tanpa secang 27 66,8826 RM ditambah secang 27 67,3478
RM tanpa secang 27 67,4793 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
137
Multiple Comparisons Kadar air Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 0,3117* 0,00841 0,000 0,2848 0,3386 hari ke 2 0,7225* 0,00841 0,000 0,6956 0,7494 hari ke 3 1,0475* 0,00841 0,000 1,0206 1,0744 hari ke 4 1,4100* 0,00841 0,000 1,3831 1,4369 hari ke 5 1,6525* 0,00841 0,000 1,6256 1,6794 hari ke 6 1,8050* 0,00841 0,000 1,7781 1,8319 hari ke 7 2,2325* 0,00841 0,000 2,2056 2,2594 hari ke 8 2,4667* 0,00841 0,000 2,4398 2,4936 hari ke 1 hari ke 0 -0,3117* 0,00841 0,000 -0,3386 -0,2848 hari ke 2 0,4108* 0,00841 0,000 0,3839 0,4377 hari ke 3 0,7358* 0,00841 0,000 0,7089 0,7627 hari ke 4 1,0983* 0,00841 0,000 1,0714 1,1252 hari ke 5 1,3408* 0,00841 0,000 1,3139 1,3677 hari ke 6 1,4933* 0,00841 0,000 1,4664 1,5202 hari ke 7 1,9208* 0,00841 0,000 1,8939 1,9477 hari ke 8 2,1550* 0,00841 0,000 2,1281 2,1819 hari ke 2 hari ke 0 -0,7225* 0,00841 0,000 -0,7494 -0,6956 hari ke 1 -0,4108* 0,00841 0,000 -0,4377 -0,3839 hari ke 3 0,3250* 0,00841 0,000 0,2981 0,3519 hari ke 4 0,6875* 0,00841 0,000 0,6606 0,7144 hari ke 5 0,9300* 0,00841 0,000 0,9031 0,9569 hari ke 6 1,0825* 0,00841 0,000 1,0556 1,1094 hari ke 7 1,5100* 0,00841 0,000 1,4831 1,5369 hari ke 8 1,7442* 0,00841 0,000 1,7173 1,7711 hari ke 3 hari ke 0 -1,0475* 0,00841 0,000 -1,0744 -1,0206 hari ke 1 -0,7358* 0,00841 0,000 -0,7627 -0,7089 hari ke 2 -0,3250* 0,00841 0,000 -0,3519 -0,2981 hari ke 4 0,3625* 0,00841 0,000 0,3356 0,3894 hari ke 5 0,6050* 0,00841 0,000 0,5781 0,6319 hari ke 6 0,7575* 0,00841 0,000 0,7306 0,7844 hari ke 7 1,1850* 0,00841 0,000 1,1581 1,2119 hari ke 8 1,4192* 0,00841 0,000 1,3923 1,4461 hari ke 4 hari ke 0 -1,4100* 0,00841 0,000 -1,4369 -1,3831 hari ke 1 -1,0983* 0,00841 0,000 -1,1252 -1,0714 hari ke 2 -0,6875* 0,00841 0,000 -0,7144 -0,6606 hari ke 3 -0,3625* 0,00841 0,000 -0,3894 -0,3356 hari ke 5 0,2425* 0,00841 0,000 0,2156 0,2694 hari ke 6 0,3950* 0,00841 0,000 0,3681 0,4219 hari ke 7 0,8225* 0,00841 0,000 0,7956 0,8494 hari ke 8 1,0567* 0,00841 0,000 1,0298 1,0836 hari ke 5 hari ke 0 -1,6525* 0,00841 0,000 -1,6794 -1,6256 hari ke 1 -1,3408* 0,00841 0,000 -1,3677 -1,3139 hari ke 2 -0,9300* 0,00841 0,000 -0,9569 -0,9031 hari ke 3 -0,6050* 0,00841 0,000 -0,6319 -0,5781 hari ke 4 -0,2425* 0,00841 0,000 -0,2694 -0,2156 hari ke 6 0,1525* 0,00841 0,000 0,1256 0,1794 hari ke 7 0,5800* 0,00841 0,000 0,5531 0,6069 hari ke 8 0,8142* 0,00841 0,000 0,7873 0,8411
138
hari ke 6 hari ke 0 -1,8050* 0,00841 0,000 -1,8319 -1,7781 hari ke 1 -1,4933* 0,00841 0,000 -1,5202 -1,4664 hari ke 2 -1,0825* 0,00841 0,000 -1,1094 -1,0556 hari ke 3 -0,7575* 0,00841 0,000 -0,7844 -0,7306 hari ke 4 -0,3950* 0,00841 0,000 -0,4219 -0,3681 hari ke 5 -0,1525* 0,00841 0,000 -0,1794 -0,1256 hari ke 7 0,4275* 0,00841 0,000 0,4006 0,4544 hari ke 8 0,6617* 0,00841 0,000 0,6348 0,6886 hari ke 7 hari ke 0 -2,2325* 0,00841 0,000 -2,2594 -2,2056 hari ke 1 -1,9208* 0,00841 0,000 -1,9477 -1,8939 hari ke 2 -1,5100* 0,00841 0,000 -1,5369 -1,4831 hari ke 3 -1,1850* 0,00841 0,000 -1,2119 -1,1581 hari ke 4 -0,8225* 0,00841 0,000 -0,8494 -0,7956 hari ke 5 -0,5800* 0,00841 0,000 -0,6069 -0,5531 hari ke 6 -0,4275* 0,00841 0,000 -0,4544 -0,4006 hari ke 8 0,2342* 0,00841 0,000 0,2073 0,2611 hari ke 8 hari ke 0 -2,4667* 0,00841 0,000 -2,4936 -2,4398 hari ke 1 -2,1550* 0,00841 0,000 -2,1819 -2,1281 hari ke 2 -1,7442* 0,00841 0,000 -1,7711 -1,7173 hari ke 3 -1,4192* 0,00841 0,000 -1,4461 -1,3923 hari ke 4 -1,0567* 0,00841 0,000 -1,0836 -1,0298 hari ke 5 -0,8142* 0,00841 0,000 -0,8411 -0,7873 hari ke 6 -0,6617* 0,00841 0,000 -0,6886 -0,6348 hari ke 7 -0,2342* 0,00841 0,000 -0,2611 -0,2073
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
*The mean difference is significant at the 0,05 level.
Kadar air
Tukey HSD Penyimpanan N Subset
1 2 3 4 5 6 7 8 9 hari ke 0 12 65,958 hari ke 1 12 66,192 hari ke 2 12 66,620 hari ke 3 12 66,772 hari ke 4 12 67,015 hari ke 5 12 67,377 hari ke 6 12 67,702 hari ke 7 12 68,113 hari ke 8 12 68,425 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
139
Lampiran 12 Analisis ragam nilai aw udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai aw udang rebus Perlakuan Hari Penyimpanan Udang Rebus
0 1 2 3 4 5 6 7 8 K 0,959 0,955 0,944 0,936 0,928 0,916 0,904 0,891 0,864 A 0,957 0,952 0,942 0,934 0,931 0,927 0,915 0,901 0,877 B 0,956 0,949 0,946 0,939 0,935 0,923 0,916 0,911 0,892 C 0,942 0,939 0,937 0,934 0,932 0,93 0,928 0,925 0,921 D 0,94 0,938 0,936 0,935 0,934 0,932 0,931 0,929 0,927
Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: aw Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 0,028a 35 0,001 361,118 0,000 Intercept 93,482 1 93,482 4,207E7 0,000 Perlakuan 0,001 3 0,000 123,538 0,000 Penyimpanan 0,019 8 0,002 1087,097 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 0,008 24 0,000 148,822 0,000
Error 0,000 72 2,222E-6 Total 93,510 108 Corrected Total 0,028 107 a. R Squared = 0,994 (Adjusted R Squared = 0,992)
140
aw Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 0,92622
MR tanpa secang 27 0,92967 RM ditambah secang 27 0,93200
RM tanpa secang 27 0,93356 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006 Multiple Comparisons aw Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 0,00425* 0,000609 0,000 0,00230 0,00620 hari ke 2 0,00850* 0,000609 0,000 0,00655 0,01045 hari ke 3 0,01325* 0,000609 0,000 0,01130 0,01520 hari ke 4 0,01575* 0,000609 0,000 0,01380 0,01770 hari ke 5 0,02075* 0,000609 0,000 0,01880 0,02270 hari ke 6 0,02625* 0,000609 0,000 0,02430 0,02820 hari ke 7 0,03225* 0,000609 0,000 0,03030 0,03420 hari ke 8 0,04450* 0,000609 0,000 0,04255 0,04645 hari ke 1 hari ke 0 -0,00425* 0,000609 0,000 -0,00620 -0,00230 hari ke 2 0,00425* 0,000609 0,000 0,00230 0,00620 hari ke 3 0,00900* 0,000609 0,000 0,00705 0,01095 hari ke 4 0,01150* 0,000609 0,000 0,00955 0,01345 hari ke 5 0,01650* 0,000609 0,000 0,01455 0,01845 hari ke 6 0,02200* 0,000609 0,000 0,02005 0,02395 hari ke 7 0,02800* 0,000609 0,000 0,02605 0,02995 hari ke 8 0,04025* 0,000609 0,000 0,03830 0,04220 hari ke 2 hari ke 0 -0,00850* 0,000609 0,000 -0,01045 -0,00655 hari ke 1 -0,00425* 0,000609 0,000 -0,00620 -0,00230 hari ke 3 0,00475* 0,000609 0,000 0,00280 0,00670 hari ke 4 0,00725* 0,000609 0,000 0,00530 0,00920 hari ke 5 0,01225* 0,000609 0,000 0,01030 0,01420 hari ke 6 0,01775* 0,000609 0,000 0,01580 0,01970 hari ke 7 0,02375* 0,000609 0,000 0,02180 0,02570 hari ke 8 0,03600* 0,000609 0,000 0,03405 0,03795 hari ke 3 hari ke 0 -0,01325* 0,000609 0,000 -0,01520 -0,01130 hari ke 1 -0,00900* 0,000609 0,000 -0,01095 -0,00705 hari ke 2 -0,00475* 0,000609 0,000 -0,00670 -0,00280 hari ke 4 0,00250* 0,000609 0,003 0,00055 0,00445 hari ke 5 0,00750* 0,000609 0,000 0,00555 0,00945 hari ke 6 0,01300* 0,000609 0,000 0,01105 0,01495 hari ke 7 0,01900* 0,000609 0,000 0,01705 0,02095 hari ke 8 0,03125* 0,000609 0,000 0,02930 0,03320 hari ke 4 hari ke 0 -0,01575* 0,000609 0,000 -0,01770 -0,01380 hari ke 1 -0,01150* 0,000609 0,000 -0,01345 -0,00955 hari ke 2 -0,00725* 0,000609 0,000 -0,00920 -0,00530
141
hari ke 3 -0,00250* 0,000609 0,003 -0,00445 -0,00055 hari ke 5 0,00500* 0,000609 0,000 0,00305 0,00695 hari ke 6 0,01050* 0,000609 0,000 0,00855 0,01245 hari ke 7 0,01650* 0,000609 0,000 0,01455 0,01845 hari ke 8 0,02875* 0,000609 0,000 0,02680 0,03070 hari ke 5 hari ke 0 -0,02075* 0,000609 0,000 -0,02270 -0,01880 hari ke 1 -0,01650* 0,000609 0,000 -0,01845 -0,01455 hari ke 2 -0,01225* 0,000609 0,000 -0,01420 -0,01030 hari ke 3 -0,00750* 0,000609 0,000 -0,00945 -0,00555 hari ke 4 -0,00500* 0,000609 0,000 -0,00695 -0,00305 hari ke 6 0,00550* 0,000609 0,000 0,00355 0,00745 hari ke 7 0,01150* 0,000609 0,000 0,00955 0,01345 hari ke 8 0,02375* 0,000609 0,000 0,02180 0,02570 hari ke 6 hari ke 0 -0,02625* 0,000609 0,000 -0,02820 -0,02430 hari ke 1 -0,02200* 0,000609 0,000 -0,02395 -0,02005 hari ke 2 -0,01775* 0,000609 0,000 -0,01970 -0,01580 hari ke 3 -0,01300* 0,000609 0,000 -0,01495 -0,01105 hari ke 4 -0,01050* 0,000609 0,000 -0,01245 -0,00855 hari ke 5 -0,00550* 0,000609 0,000 -0,00745 -0,00355 hari ke 7 0,00600* 0,000609 0,000 0,00405 0,00795 hari ke 8 0,01825* 0,000609 0,000 0,01630 0,02020 hari ke 7 hari ke 0 -0,03225* 0,000609 0,000 -0,03420 -0,03030 hari ke 1 -0,02800* 0,000609 0,000 -0,02995 -0,02605 hari ke 2 -0,02375* 0,000609 0,000 -0,02570 -0,02180 hari ke 3 -0,01900* 0,000609 0,000 -0,02095 -0,01705 hari ke 4 -0,01650* 0,000609 0,000 -0,01845 -0,01455 hari ke 5 -0,01150* 0,000609 0,000 -0,01345 -0,00955 hari ke 6 -0,00600* 0,000609 0,000 -0,00795 -0,00405 hari ke 8 0,01225* 0,000609 0,000 0,01030 0,01420 hari ke 8 hari ke 0 -0,04450* 0,000609 0,000 -0,04645 -0,04255 hari ke 1 -0,04025* 0,000609 0,000 -0,04220 -0,03830 hari ke 2 -0,03600* 0,000609 0,000 -0,03795 -0,03405 hari ke 3 -0,03125* 0,000609 0,000 -0,03320 -0,02930 hari ke 4 -0,02875* 0,000609 0,000 -0,03070 -0,02680 hari ke 5 -0,02375* 0,000609 0,000 -0,02570 -0,02180 hari ke 6 -0,01825* 0,000609 0,000 -0,02020 -0,01630 hari ke 7 -0,01225* 0,000609 0,000 -0,01420 -0,01030
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level. aw Tukey HSD
Penyimpanan N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9
hari ke 0 12 0,90425 hari ke 1 12 0,91650 hari ke 2 12 0,92250 hari ke 3 12 0,92800 hari ke 4 12 0,93300 hari ke 5 12 0,93550 hari ke 6 12 0,94025 hari ke 7 12 0,94450 hari ke 8 12 0,94875 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006.
142
Lampiran 13 Analisis ragam nilai water holding capacity (WHC) udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai water holding capacity (WHC) udang rebus Perlakuan Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 K 72,17 71,94 69,86 68,56 67,76 66,78 65,14 64,61 64,51 A 72,08 71,65 70,45 69,65 68,86 67,67 66,54 66,14 65,35 B 72,45 72,28 71,28 69,86 69,34 68,09 67,58 66,86 66,56 C 72,98 72,88 72,14 71,82 71,33 70,68 70,24 68,96 68,28 D 73,18 73,03 72,55 72,15 71,82 71,32 70,86 70,45 69,53
Diantara faktor subyek Value Label N Perlakuan 1 RM tanpa secang 27 2 RM ditambah secang 27 3 MR tanpa secang 27 4 MR ditambah secang 27 Penyimpanan 0 hari ke 0 12 1 hari ke 1 12 2 hari ke 2 12 3 hari ke 3 12 4 hari ke 4 12 5 hari ke 5 12 6 hari ke 6 12 7 hari ke 7 12 8 hari ke 8 12 Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: WHC Source Type III
Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model 525,890a 35 15,025 661,616 0,000
Intercept 532212,876 1 532212,876 2,343E7 0,000 Perlakuan 145,394 3 48,465 2134,051 0,000 Penyimpanan 351,841 8 43,980 1936,583 0,000 Perlakuan * Penyimpanan 28,654 24 1,194 52,572 0,000
Error 1,635 72 0,023 Total 532740,401 108 Corrected Total 527,525 107
a. R Squared = 0,997 (Adjusted R Squared = 0,995)
143
Multiple Comparisons WHC Tukey HSD
(I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
RM_tanpa secang
RM_ditambah secang -0,5830* 0,04102 0,000 -0,6908 -0,4751
MR_tanpa secang -2,2496* 0,04102 0,000 -2,3575 -2,1418
MR_ditambah secang -2,8270* 0,04102 0,000 -2,9349 -2,7192
RM_ditambah secang
RM_tanpa secang 0,5830* 0,04102 0,000 0,4751 0,6908
MR_tanpa secang -1,6667* 0,04102 0,000 -1,7745 -1,5588
MR_ditambah secang -2,2441* 0,04102 0,000 -2,3519 -2,1362
MR_tanpa secang
RM_tanpa secang 2,2496* 0,04102 0,000 2,1418 2,3575
RM_ditambah secang 1,6667* 0,04102 0,000 1,5588 1,7745
MR_ditambah secang -0,5774* 0,04102 0,000 -0,6853 -0,4695
MR_ditambah secang
RM_tanpa secang 2,8270* 0,04102 0,000 2,7192 2,9349
RM_ditambah secang 2,2441* 0,04102 0,000 2,1362 2,3519
MR_tanpa secang 0,5774* 0,04102 0,000 0,4695 0,6853
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
WHC
Tukey HSD Perlakuan N Subset
1 2 3 4 MR ditambah secang 27 68,7841
MR tanpa secang 27 69,3670 RM ditambah secang 27 71,0337
RM tanpa secang 27 71,6111 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023.
144
Multiple Comparisons WHC Tukey HSD
(I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
hari ke 0 hari ke 1 0,2100* 0,06152 0,028 0,0132 0,4068 hari ke 2 0,9025* 0,06152 0,000 0,7057 1,0993 hari ke 3 1,8025* 0,06152 0,000 1,6057 1,9993 hari ke 4 2,3350* 0,06152 0,000 2,1382 2,5318 hari ke 5 3,2325* 0,06152 0,000 3,0357 3,4293 hari ke 6 3,8675* 0,06152 0,000 3,6707 4,0643 hari ke 7 4,5700* 0,06152 0,000 4,3732 4,7668 hari ke 8 5,3417* 0,06152 0,000 5,1449 5,5384 hari ke 1 hari ke 0 -0,2100* 0,06152 0,028 -0,4068 -0,0132 hari ke 2 0,6925* 0,06152 0,000 0,4957 0,8893 hari ke 3 1,5925* 0,06152 0,000 1,3957 1,7893 hari ke 4 2,1250* 0,06152 0,000 1,9282 2,3218 hari ke 5 3,0225* 0,06152 0,000 2,8257 3,2193 hari ke 6 3,6575* 0,06152 0,000 3,4607 3,8543 hari ke 7 4,3600* 0,06152 0,000 4,1632 4,5568 hari ke 8 5,1317* 0,06152 0,000 4,9349 5,3284 hari ke 2 hari ke 0 -0,9025* 0,06152 0,000 -1,0993 -0,7057 hari ke 1 -0,6925* 0,06152 0,000 -0,8893 -0,4957 hari ke 3 0,9000* 0,06152 0,000 0,7032 1,0968 hari ke 4 1,4325* 0,06152 0,000 1,2357 1,6293 hari ke 5 2,3300* 0,06152 0,000 2,1332 2,5268 hari ke 6 2,9650* 0,06152 0,000 2,7682 3,1618 hari ke 7 3,6675* 0,06152 0,000 3,4707 3,8643 hari ke 8 4,4392* 0,06152 0,000 4,2424 4,6359 hari ke 3 hari ke 0 -1,8025* 0,06152 0,000 -1,9993 -1,6057 hari ke 1 -1,5925* 0,06152 0,000 -1,7893 -1,3957 hari ke 2 -0,9000* 0,06152 0,000 -1,0968 -0,7032 hari ke 4 0,5325* 0,06152 0,000 0,3357 0,7293 hari ke 5 1,4300* 0,06152 0,000 1,2332 1,6268 hari ke 6 2,0650* 0,06152 0,000 1,8682 2,2618 hari ke 7 2,7675* 0,06152 0,000 2,5707 2,9643 hari ke 8 3,5392* 0,06152 0,000 3,3424 3,7359 hari ke 4 hari ke 0 -2,3350* 0,06152 0,000 -2,5318 -2,1382 hari ke 1 -2,1250* 0,06152 0,000 -2,3218 -1,9282 hari ke 2 -1,4325* 0,06152 0,000 -1,6293 -1,2357 hari ke 3 -0,5325* 0,06152 0,000 -0,7293 -0,3357 hari ke 5 0,8975* 0,06152 0,000 0,7007 1,0943 hari ke 6 1,5325* 0,06152 0,000 1,3357 1,7293 hari ke 7 2,2350* 0,06152 0,000 2,0382 2,4318 hari ke 8 3,0067* 0,06152 0,000 2,8099 3,2034 hari ke 5 hari ke 0 -3,2325* 0,06152 0,000 -3,4293 -3,0357 hari ke 1 -3,0225* 0,06152 0,000 -3,2193 -2,8257 hari ke 2 -2,3300* 0,06152 0,000 -2,5268 -2,1332 hari ke 3 -1,4300* 0,06152 0,000 -1,6268 -1,2332 hari ke 4 -0,8975* 0,06152 0,000 -1,0943 -0,7007 hari ke 6 0,6350* 0,06152 0,000 0,4382 0,8318 hari ke 7 1,3375* 0,06152 0,000 1,1407 1,5343 hari ke 8 2,1092* 0,06152 0,000 1,9124 2,3059 hari ke 6 hari ke 0 -3,8675* 0,06152 0,000 -4,0643 -3,6707
145
hari ke 1 -3,6575* 0,06152 0,000 -3,8543 -3,4607 hari ke 2 -2,9650* 0,06152 0,000 -3,1618 -2,7682 hari ke 3 -2,0650* 0,06152 0,000 -2,2618 -1,8682 hari ke 4 -1,5325* 0,06152 0,000 -1,7293 -1,3357 hari ke 5 -0,6350* 0,06152 0,000 -0,8318 -0,4382 hari ke 7 0,7025* 0,06152 0,000 0,5057 0,8993 hari ke 8 1,4742* 0,06152 0,000 1,2774 1,6709 hari ke 7 hari ke 0 -4,5700* 0,06152 0,000 -4,7668 -4,3732 hari ke 1 -4,3600* 0,06152 0,000 -4,5568 -4,1632 hari ke 2 -3,6675* 0,06152 0,000 -3,8643 -3,4707 hari ke 3 -2,7675* 0,06152 0,000 -2,9643 -2,5707 hari ke 4 -2,2350* 0,06152 0,000 -2,4318 -2,0382 hari ke 5 -1,3375* 0,06152 0,000 -1,5343 -1,1407 hari ke 6 -0,7025* 0,06152 0,000 -0,8993 -0,5057 hari ke 8 0,7717* 0,06152 0,000 0,5749 0,9684 hari ke 8 hari ke 0 -5,3417* 0,06152 0,000 -5,5384 -5,1449 hari ke 1 -5,1317* 0,06152 0,000 -5,3284 -4,9349 hari ke 2 -4,4392* 0,06152 0,000 -4,6359 -4,2424 hari ke 3 -3,5392* 0,06152 0,000 -3,7359 -3,3424 hari ke 4 -3,0067* 0,06152 0,000 -3,2034 -2,8099 hari ke 5 -2,1092* 0,06152 0,000 -2,3059 -1,9124 hari ke 6 -1,4742* 0,06152 0,000 -1,6709 -1,2774 hari ke 7 -0,7717* 0,06152 0,000 -0,9684 -0,5749
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
WHC
Tukey HSD Penyimpanan
N Subset 1 2 3 4 5 6 7 8 9
hari ke 0 12 67,331 hari ke 1 12 68,102 hari ke 2 12 68,805 hari ke 3 12 69,440 hari ke 4 12 70,338 hari ke 5 12 70,870 hari ke 6 12 71,770 hari ke 7 12 72,462 hari ke 8 12 72,675 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023.
146
Lampiran 14 Eksktraksi kayu secang (Caesalpinia sappan L.)
digiling disaring
Kayu secang serbuk kasar serbuk halus
(diulang sebanyak tiga kali)
disaring dan dipekatkan
diekstrak dengan air disaring kasar ampas
147
Lampiran 15 Pembuatan surimi dari limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Daging limbah filet proses penggilingan daging lumat ikan kakap merah
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu Pencucian dan perendaman (diulang sebanyak 2 kali)
Surimi pencampuran dengan cryoprotectant pencetakan pengemasan
Surimi beku Penyimpanan dalam freezer
148
Lampiran 16 Edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi
Edible coating ditambah ekstrak secang dengan berbagai konsentrasi surimi
Proses pencelupan udang rebus pada edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi
149
Lampiran 17 Proses pelapisan udang dengan edible coating surimi
Pencelupan_pemasakan
Edible coating surimi Edible coating surimi+ekstrak secang
Pencelupan udang ke dalam edible coating
Penirisan udang Proses pemasakan udang pada suhu 100 oC selama 5 menit
Udang rebus berlapis udang rebus berlapis edible coating surimi edible coating surimi + ekstrak secang
150
Pemasakan_pencelupan
Udang kupas segar
Proses pemasakan udang pada suhu 100 oC selama 5 menit
Proses pencelupan udang rebus
Udang rebus berlapis udang rebus berlapis
edible coating surimi edible coating surimi + ekstrak secang
151
Lampiran 18 Pengemasan dan penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi
Bahan pengemas udang rebus Udang rebus yang telah dikemas
Ruang penyimpanan udang rebus dengan kisaran suhu 1-5 oC