pengembangan land based mariculture

7

Upload: rier

Post on 27-Nov-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Aquacultura Indonesiana (2004) 5(1): 1–6ISSN 0216–0749

Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2005 1

Pendahuluan

Pemerintah telah mencanangkan programintensifikasi budidaya ikan (INBUDKAN) dengan4 komoditas unggulan yaitu ikan kerapu, udang,rumput laut dan ikan nila. Program INBUDKANkerapu pada umumnya dilakukan di perairan pantaimenggunakan keramba jaring apung. Target

pemerintah pada tahun 2003 adalahmengembangkan 22.470 unit KJA ikan kerapudengan target produksi sebesar 38.579 ton(Direktorat Pembudidayaan, 2003) dan kebutuhan/pasok benih ikan kerapu sebanyak 65.000.000 ekordan (Direktorat Perbenihan, 2002).

Keberhasilan usaha budidaya ikan kerapudalam keramba jaring apung sangat ditentukan oleh

Pengembangan Land Based Mariculture

Edward Danakusumah dan Urip Rahmani

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Satya Negara Indonesia,Jalan Sultan Iskandar Muda No 11, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

E_mail : [email protected]

Abstract

Edward Danakusumah and Urip Rahmani. 2005. Land based mariculture development. AquaculturaIndonesiana, 5(1): 1–6. One of the main problems of net cage culture in Indonesia is security. Establishment ofmariculture facilities in a limited coastal land is an alternative to secure the mariculture activities. A conception ofland-based mariculture for finfish is being developed. The objective of the study is to investigate the possibility ofestuary grouper Epinephelus coioides culture using pumped seawater and red snapper Lutjanus argentimaculatusculture the unprocessed aquaculture waste water. Each fish was cultured in separate 1 m3 fiberglasstank. Initialstocking densities of grouper and snapper were 76 fish with average body weight of 85 g and 74 fish with averagebody weight of 131 g, respenctively. The fish was fed daily with trash fish at a rate of 4–8% of total weight. Rateof water flow was ranged between 600 and 1000% volume per day. The culture tanks were well aerated. The studywas conducted within one year. Result showed that carrying capacity of the grouper tank was 73.6 kg/m3 and thesnapper tank was 82.5 kg/m3. Survival rates were 91 and 99% for estuary grouper and red snapper, respectively.

Keywords: Mariculture; Land based; Establishment

Abstrak

Salah satu faktor utama dalam menjamin keberhasilan usaha budidaya laut adalah keamanan yang baik. Salahsatu cara pengamanan yang efisien adalah dengan menempatkan fasilitas budidaya laut dalam lokasi yang sangataman. Penempatan usaha budidaya laut di sebuah lingkungan tertutup (dilindungi pagar) merupakan salah satualternatif terbaik karena keamanan sudah pasti dapat terjamin. Konsep land based mariculture sedang dikembangkanuntuk menjamin keamanan usaha budidaya laut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan melakukanusaha budidaya laut di darat dan menggunakan air limbahnya (tanpa diolah terlebih dulu) untuk budidaya ikan. Ikanyang diuji adalah ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides dan ikan kakap merah Lutjanus argentimaculatus. Ikankerapu lumpur dibudidayakan dalam tangki air laut mengalir dan air limbahnya digunakan untuk budidaya ikankakap merah. Tangki yang digunakan masing–masing berkapasitas 1 m3 dengan volume yang terisi air 800 L. Debitair yang digunakan berkisar 600–1000% volume per hari. Setiap tangki budidaya dilengkapi dengan aerasi. Untukmenjaga agar ikan tidak mengalami stress tangki-tangki tersebut diberi tutup yang tidak tembus cahaya. Pakan yangdiberikan adalah ikan rucah dengan dosis 4–8% berat total ikan per hari. Hasil penelitian selama 12 bulan menunjukkanbahwa carrying capacity dapat mencapai 73,6 kg/m3 dan 82,5 kg/m3 masing–masing pada tangki ikan kerapulumpur dan tangki ikan kakap merah. Sintasan pada tangki budidaya ikan kerapu lumpur adalah 91% sedangkanpada tangki ikan kakap merah 99%. Secara ekonomis usaha ini terlihat belum menguntungkan akan tetapi bila ikanyang dibudidayakan adalah ikan kerapu yang lebih tinggi nilai ekonomisnya seperti ikan kerapu tikus/bebekCromileptes altivelis dan ikan kerapu lodi Plectropomus leopardus atau Plectropomus maculatus sunuk makausaha ini pasti sangat menguntungkan.

Kata kunci: Budidaya Laut; Land based; Pengamanan

Aquacultura Indonesiana, Vol. 5, No. 1, April 2004 : 1–6

beberapa faktor yaitu pemilihan lokasi KJA yangtepat, penggunaan benih yang sehat, teknologibudidaya laut yang tepat, pengendalian hama danpenyakit, serta adanya pasar yang terjamin. Faktor-faktor teknis dalam budidaya laut mudah dilakukantetapi faktor-faktor non-teknis (sosial, ekonomi,budaya dan keamanan) harus benar-benar dicermati.Oleh karena itu segala kemungkinan timbulnyamasalah-masalah non-teknis harus dapat diantisipasidengan baik. Keamanan merupakan salah satufaktor yang mutlak harus dijamin karena kegagalanpengamanan menyebabkan gagal–panen. Pencuriandan perampokan sering terjadi di KJA budidayakerapu yang letaknya terpencil. Salah satu solusidalam mengatasi masalah pencurian danperampokan adalah menempatkan tim pengamanyang tangguh (biasanya tenaga pensiunan aparatkeamanan), namun upaya ini memerlukankonsekuensi biaya yang tidak sedikit. Cara inikadang-kadang juga belum dapat menjaminkeamanan 100%. Tindakan pencurian masih dapatterjadi dengan modus operandi yang sedikit berbedayaitu dengan kerjasama antara tim pengamandengan pencuri (pagar makan tanaman).Pengamanan yang lebih ketat tetapi dengan biayakeamanan yang lebih kecil dapat dilakukan denganmemindahkan lokasi usaha dari laut ke darat danmelakukan budidaya laut di lahan darat. Konsepland based mariculture dikembangkan untukmengantisipasi pencurian. Kegiatan budidaya ikanlaut dilakukan di dalam tangki budidaya dengan airmengalir dalam lokasi tertutup (dikelilingi olehpagar/tembok) sehingga biaya keamanan dapatditekan.

Teknologi budidaya ikan laut dalam tangkidengan sistem air mengalir ini relatif masih baru.Konsep ini berawal dari teknologi budidaya ikanmas Cyprimus carpio dalam kolam running water(Danakusumah, 1998). Dengan mengalirkan airyang relatif banyak kedalam kolam tersebut ikanpeliharaan akan cepat besar karena kondisi kolamtetap prima. Ikan peliharaan dapat hidup nyamandalam kepadatan yang sangat tinggi dan dapattumbuh normal. Dengan air mengalir supplyoksigen tetap terjamin dan kotoran ikan terbawake luar kolam. Budidaya ikan kerapu dalam tangkiair laut mengalir mulai diperkenalkan oleh Abdullahet al. (1987). Teknologi ini kemudian diadopsi olehDanakusumah (1998). Dalam sistem air mengalir,air limbah budidaya relatif sangat banyak.

Pemanfaatan air limbah yang sangat kotor untukbudidaya ikan merupakan hal yang sangatbermanfaat. Air limbah akuakultur yang seharusnyadibuang masih dapat digunakan untuk memproduksiikan yang mempunyai nilai ekonomi. Dalampenelitian ini dikaji kemungkinan budidaya ikankerapu lumpur yang air limbahnya digunakan untukbudidaya ikan kakap merah. Makalah ini membahasaspek teknis dan aspek ekonomisnya.

Materi dan Metode

Penelitian ini dilakukan di LaboratoriumPerikanan Bojonegara Serang selama 1 (satu) tahun.Ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides dan kakapmerah Lutjanus argentimaculatus yang digunakanberasal dari hasil penangkapan di perairan pantaiTeluk Banten. Ikan-ikan tersebut diadaptasikanselama lebih kurang 2 bulan. Wadah yang digunakandalam penelitian ini adalah 2 buah tangki fiberglassberkapasitas 1 m3; masing–masing tangki diisi airlaut sebanyak 800 L. Tangki pertama (A) dialiridengan air laut bersih dengan debit 600–1000%volume per hari. Tangki kedua (B) dialiri denganair buangan dari tangki A. Tangki A dan Bdilengkapi dengan aerasi dengan aliran udara yangcukup. Di dalam tangki A dipelihara ikan kerapulumpur sebanyak 76 ekor dengan ukuran rata–rata85 g/ekor dan di dalam tangki B dipelihara ikankakap merah sebanyak 74 ekor dengan ukuran rata–rata 131 g/ekor. Skema fasilitas penelitian disajikandalam Gambar 1. Ikan–ikan tersebut setiap haridiberi pakan potongan ikan rucah sebanyak 4–8%dari berat total ikan (Danakusumah dan Imanishi,1984). Pengamatan terhadap pertumbuhan ikandilakukan setiap bulan dengan cara menimbangmereka satu per satu.

Hasil dan Pembahasan

Kolam atau tangki dengan sistem airmengalir seperti pada kolam air deras dalambudidaya ikan mas C. carpio terbukti dapat jugaditerapkan pada budidaya ikan laut seperti ikankerapu lumpur E. coioides dan ikan kakap merahL. argentimaculatus. Dalam penelitian ini terungkapbahwa air limbah budidaya ikan kerapu lumpuryang kondisinya sudah sangat kotor sekali masihdapat digunakan untuk budidaya ikan kakap merah.Ikan kakap merah termasuk kelompok ikaneuryhaline yaitu kelompok ikan yang dapat hidup

Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2005 2

Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2005

Pengembangan land based mariculture (Edward Danakusumah dan Urip Rahmani)

3

normal pada kisaran salinitas 0 sampai 40 ppt.Dalam sistem budidaya ini, penggunaan air limbahbudidaya dapat menghasilkan nilai tambah berupapendapatan yang relatif besar yaitu sekitar 61% daripendapatan yang berasal dari penjualan ikan kerapulumpur.

Data pertumbuhan, kelulushidupan, pakandan estimasi carrying capacity disajikan dalamTabel 1, 2 dan 3. Tinkat kelulushidupan pada ikankerapu lumpur dan kakap merah yang

dibudidayakan selama 12 bulan masing–masingmencapai 91% dan 99%. Nilai kelulushidupan inirelatif tinggi dari sudut pandang akuakultur.Danakusumah (1998) mendapatkan nilaikelulushidupan sebesar 100% pada budidaya ikankerapu lumpur Epinephelus suil lus yangdibudidayakan dengan sistem air deras selama 14bulan. Budidaya ikan laut dengan sistem air lautmengalir tampaknya cukup baik dalam hal tingginyanilai kelulushidupan.

Tabel 1. Kelulushidupan dan pertumbuhan ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides yang dipelihara dalamtangki fiberglass berkapasitas 1 m3 yang diisi air sebanyak 800 L. Laju pergantian air 600–1000% volumetangki per hari

Bulan Jumlah ikan Kelulushidupan Berat ikan Pertumbuhan populasi

(ekor) (%) (g/ekor) (kg) (%/hari)

0 76 100 85 6.478 –1 74 97 132 9.932 1.402 74 97 196 14.529 1.303 74 97 238 17.632 0.604 74 97 318 23.550 1.005 73 96 400 29.236 0.706 73 96 467 34.064 0.507 72 95 568 40.926 0.608 70 92 665 46.516 0.439 69 91 840 58.068 0.7010 69 91 844 58.218 0.0111 69 91 846 58.374 0.0112 69 91 847 58.844 0.01

Tabel 2. Kelulushidupan dan pertumbuhan ikan kakap merah L. argentimaculatus yang dibudidayakan dalamtangki fiberglass berkapasitas 1 m3 yang diisi sebanyak 800 L. Laju pergantian air 600–1000% volumetangki per hari. Air yang digunakan adalah air limbah budidaya ikan kerapu lumpur

Bulan Jumlah ikan Kelulushidupan Berat ikan Pertumbuhan populasi

(ekor) (%) (g/ekor) (kg) (%/hari)

0 74 100 131 9.694 – 1 74 100 205 15.170 1.5 2 74 100 326 24.124 1.6 3 74 100 422 31.228 0.9 4 74 100 477 35.298 0.4 5 74 100 550 40.700 0.5 6 74 100 654 48.496 0.6 7 74 100 679 50.246 0.1 8 74 100 714 52.836 0.2 9 74 100 768 56.832 0.210 74 100 811 60.014 0.211 74 100 858 63.492 0.212 73 99 890 65.860 0.1

Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2005

Aquacultura Indonesiana, Vol. 5, No. 1, April 2004 : 1–6

4

Pada Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwapertumbuhan populasi ikan kerapu lumpur dan ikankakap merah masing-masing mencapai 58,8 kg/800L (73,6 kg/m3) dan 65,9 kg/800 L (82,5 kg/m3).Pada percobaan sebelumnya Danakusumah (1998)mendapatkan bahwa ikan kerapu lumpur yangdibudidayakan dengan sistem air mengalir dengandebit air 9600% volume per hari hanya mencapai55 kg/m3. Di tempat lain Abdullah et al. (1987)mendapatkan bahwa dengan sistem race way, ikankerapu lumpur Epinephelus tauvina yangdibudidayakan dapat mencapai 23–25 kg/m3.

Pertumbuhan populasi ikan kerapu lumpurdan ikan kakap merah keduanya mengalamiperlambatan laju per tumbuhan. Ikan yangukurannya lebih kecil menunjukkan lajupertumbuhan yang lebih cepat. Nilai lajupertumbuhan harian di atas 1,0 dicapai oleh ikankerapu lumpur yang ukurannya di bawah 318 g/ekor dan ikan kakap merah yang ukurannya dibawah 326 g/ekor. Menurut pandanganakuakulturis nilai laju pertumbuhan populasi yangmasih dianggap baik adalah >0,6% per hari.Berdasarkan kriteria ini maka ukuran maksimumikan kerapu lumpur dan kakap merah yang layakdibudidayakan masing-masing adalah 840 g/ekordan 654 g/ekor. Estimasi waktu yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan individu ikan kerapu lumpurdan ikan kakap merah disajikan dalam Tabel 4 dan5. Secara teknis konsep land based maricultureuntuk ikan kerapu lumpur dan ikan kakap merahdapat diterapkan, akan tetapi secara ekonomisbelum menguntungkan. Nilai R/C–ratio hanyamencapai 1,70 dan nilai B/C–ratio hanya mencapai0,7 (Tabel 6). Padahal nilai B/C–ratio minimal harussama dengan satu. Kecilnya nilai B/C–ratiodisebabkan karena rendahnya harga jual ikan kerapulumpur. Untuk mendapatkan nilai B/C–ratio yanglebih tinggi atau dengan kata lain agar usaha ini lebihmenguntungkan, maka jenis kerapu yangdibudidayakan harus diganti dengan jenis ikankerapu yang lebih tinggi nilainya. Ikan kerapu yangharganya lebih mahal dari pada ikan kerapu lumpuradalah kerapu lodi dan sunuk yang harganyamencapai Rp 130.000,-/kg hidup dan ikan keraputikus/bebek yang harganya Rp 250.000,-/kg hidup.

Dalam penelitian ini hanya digunakan 2buah tangki dengan kapasitas masing–masing 1 m3.Untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerjasebaiknya dioperasikan 20 tangki yang terdiri dari10 tangki untuk ikan kerapu dan 10 tangki untukikan kakap merah. Dua puluh bauh tangki budidayaini dapat dioperasikan oleh 2 orang. Selanjutnya

Tabel 3. Data budidaya ikan kerapu lumpur E. coioides dalam tangki air mengalir dan ikan kakap merah L.argentimaculatus dalam tangki air limbah mengalir. Kapasitas tangki masing–masing 800 L dengan lajupergantian air 600–1000% volume per hari

No Uraian Unit Kerapu lumpur Kakap merah

1 Waktu Budidaya Bulan 12 12 2 Berat Awal g/ekor 85 131

kg 6.5 9.7 3 Jumlah Awal ekor 76 74 4 Berat Akhir g/ekor 847 890

kg 58.8 65.9 5 Jumlah Akhir Ekor 69 73 6 Kenaikan Berat g/ekor 762 759

kg 52.3 56.3 7 Pertumbuhan Harian % 0.64 0.53 8 Sintasan % 91 99 9 Pakan kg 367 38310 Konversi Pakan – 7.0 6.811 Estimasi Carrying capacity kg/m3 73.6 82.5

(berat akhir x 1,25)

Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2005 5

pemberian pakan, sebaiknya jenis pakan yangdigunakan adalah pelet bukan ikan rucah. Peletsangat mudah disimpan karena memiliki kelebihanantara lain:a) tidak memerlukan lemari pendingin;b) tidak cepat membusuk;

d) tidak bersifat musiman;c) volumenya lebih kecil dibandingkan ikan rucah;d) tidak bersifat musiman;e) kualitas dapat diatur sesuai dengan kebutuhan;f) fluktuasi harga relatif kecil

Pengembangan land based mariculture (Edward Danakusumah dan Urip Rahmani)

Tabel 4. Estimasi waktu (bulan) yang dibutuhkan untuk membesarkan ikan kerapu lumpur E. coioides (beratawal 5 g/ekor) dalam tangki air mengalir

Berat awal Berat akhir (g/ekor)(g/ekor)

10 50 90 150 210 300 350 400 470 560 750 8505 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1210 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1150 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1090 1 2 3 4 5 6 7 8 9150 1 2 3 4 5 6 7 8210 1 2 3 4 5 6 7300 1 2 3 4 5 6350 1 2 3 4 5400 1 2 3 4470 1 2 3500 1 2750 1

Tabel 5. Estimasi waktu (bulan) yang dibutuhkan untuk membesarkan ikan kakap merah L. argentimaculatus(berat awal 130 g/ekor) dalam tangki air limbah mengalir

Berat awal Berat akhir (g/ekor)g/ekor)

200 320 420 480 560 650 680 710 770 810 860 900

130 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11320 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10420 1 2 3 4 5 6 7 8 9480 1 2 3 4 5 6 7 8560 1 2 3 4 5 6 7650 1 2 3 4 5 6680 1 2 3 4 5710 1 2 3 4770 1 2 3810 1 2860 1

Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2005

Aquacultura Indonesiana, Vol. 5, No. 1, April 2004 : 1–6

6

Tabel 6. Analisa biaya budidaya ikan kerapu lumpur dan kakap merah dengan sistem air mengalir

No. Uraian Biaya (Rp.)

A. Pengeluaran :Benih ikan - kerapu lumpur 80 ekor @ Rp 2.000,-/ekor 160.000,- - kakap merah 80 ekor @ Rp 1.000,-/ekor 80.000,-Pakan 882 kg @ Rp 2.000,-/kg 1.764.000,-Sewa sarana 12 bulan @ Rp 25.000,-/bulan 300.000,-Listrik 12 bulan @ Rp 25.000,-/bulan/2 tangki 600.000,-

3.204.000,-B. Hasil

Kerapu lumpur 58 kg @ Rp 60.000,-/kg 3.480.000,-Kakap merah 68 kg @ Rp 30.000,-/kg 2.040.000,-

5.440.000,-C. Keuntungan (B – A)

Rp 5.440.000,- – Rp 3.204.000,- 2.236.000,-

Keterangan:1. R/C ratio = Rp 5.440.000,- / Rp 3.204.000,- = 1,70.

Artinya untuk setiap Rp 1.000,- yang dikeluarkan pada awal kegiatan akan menghasilkan uang sebesarRp 1.700,- pada akhir kegiatan usaha.

2. B/C ratio = Rp 2.236.000,- / Rp 3.204.000,- = 0,70 nilai B/C ratio < 1,0 berarti Rugi.

Daftar Pustaka

Abdullah, M.S., O.W. Thong. and S. Kawahara.1987. Preliminary studies on stocking density andproduction of hammor Epinephelus tauvina inPVC–lined receways. J. World. Aquacult. Soc.,18(4): 237–241.

Bose, A.N., S.N. Ghosh, C.T. Yang and A. Mitra.1991. Coastal Aquaculture Engineering. EdwardArnold., London, 365 pp.

Chou, R. and F.J. Wong. 1985. Preliminaryobservations on the growth and dietaryperformance of grouper Epinephelus tauvina(Forskal) in floating net–cages and fed drypelleted diet from autofeeders Singapore. IFRJ,13(2): 84–91.

Chua, E. and S.K. Teng. 1982. Effect of food ration ofestuary grouper, Epinephelus salmoides.Maxwell. Aquaculture, 27: 273–283.

Danakusumah, E., E.K. Imanishi and K. Sugama.1987. A preliminary study of rearing grouperEpinephelus tauvina in the floating net–cages. J.Penelitian Budidaya Pantai, 3(1): 62–68.

Danakusumah, E. 1987. Teknologi budidaya ikan

kerapu. Makalah yang dipresentasikan dalamApresiasi Teknologi Budidaya Ikan Kerapu diPantai Barat Sumatera Utara, Tanggal 13-15 Juli1997, Sibolga, BPTP Gedong Johor, 26 hlm.

Danakusumah, E. 1998. Studi pendahuluan budidayaikan kerapu dengan sistem air deras. Pros. Simp.Perikanan Ind. II di Ujung Pandang, 2–3 Des.1997. Kerjasama Puslitbang Perikanan, JICA,UNHAS, Diskan Sulsel, ISPIKANI danHIMAPIKANI, hlm: 170–173.

Danakusumah, E. and K. Imanishi. 1984. On thesatiation of grouper Epinephelus tauvina. Lap.Penelit. Perikanan Laut, Jakarta.

Direktorat Perbenihan. 2002. Program KerjaPembangunan Perbenihan Tahun 2002–2004. Dit.Jen. Budidaya Perikanan, Dep. Kelautan danPerikanan, 17 hlm.

Direktorat Pembudidayaan. 2003. Peran UPDTsebagai pembina teknis dalam menunjang programINBUDKAN. Makalah Temu Teknis dan Koord.UPDT Prov., 26–28 Mei 2003 di Malang, DitjenPerik. Budidaya DKP, 16 hlm.

Shepherd, J. and N. Bromage. 1988. Intensive FishFarming BSP Profesional Books, Oxford, 404 pp.