pengembangan modul berbasis problem based …digilib.unila.ac.id/55303/3/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PROBLEM BASED LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
(Tesis)
Oleh
FARIDA ROSIANA SUWARI
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDARLAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PROBLEM BASED LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
Oleh
FARIDA ROSIANA SUWARI
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk
mengembangkan modul berbasis problem based learning, serta mengetahui
efektifitasnya terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Yayasan Pendidikan Islam (YPI) 3
Way Jepara Lampung Timur tahun ajaran 2018/2019. Data penelitian diperoleh
melalui tes kemampuan komunikasi matematis siswa. Teknik analisis data terdiri
dari data kualitatif dan data kuantitatif. Uji efektivitas dilakukan untuk
mengetahui pengaruh modul berbasis problem based learning terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa (1)
studi pendahuluan menunjukkan kebutuhan dikembangkannya modul berbasis
problem based learning, (2) hasil validasi modul berbasis problem based learning
menunjukkan bahwa modul termasuk dalam kategori valid, (3) hasil uji efektivitas
terhadap modul berbasis problem based learning menunjukkan terjadinya
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang efektif dengan rata-
rata N-gain 0,62. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan
modul berbasis problem based learning lebih tinggi dibanding dengan
kemampuan komunikasi matematis siswa tanpa menggunakan modul berbasis
problem based learning.
Kata kunci: modul berbasis problem based learning, komunikasi matematis.
ABSTRACT
MODULE DEVELOPMENT BASED ON PROBLEM BASED LEARNINGTO IMPROVE STUDENTS' CAPABILITY OF MATHEMATICAL
COMMUNICATION SKILLS
By
FARIDA ROSIANA SUWARI
This research was development research that aims to develop problem based
learning-based module, as well as to know effectiveness on students'
mathematical communication skills. The subject of this study was the eighth-
grade students of Yayasan Pendidikan Islam (YPI) 3 Islamic Middle School Way
Jepara East Lampung 2018/2019 academic year. Research data obtained through
tests of students' mathematical communication skills. The data analysis technique
consist of qualitative data and quantitative data. The effectiveness test was
conducted to determine the effect of problem based learning-based module on
students' mathematical communication skills. In summary, these results show that,
first, the preliminary study indicate the need to develop problem-based module.
Second, the results of problem based learning-based module validation indicate
that the module was included in the valid category. Lastly, the results of the
effectiveness test on problem based learning-based module show an increase in
effective mathematical communication skills of students with an average N-gain
of 0.62. Mathematical communication skills of students who use problem-based
module are higher than students' mathematical communication skills without
using problem based learning-based module.
Keywords: problem based learning-based module, mathematical communication.
PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PROBLEM BASED LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA
Oleh
FARIDA ROSIANA SUWARI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
Pada
Program Studi Magister Pendidikan MatematikaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDARLAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Kabupaten Bandar Lampung pada tanggal
28 Maret 1991 sebagai anak ketiga dari Bapak Drs. Waluyo, MM dan Ibu
Dra.Ratnaningrum, M.Pd. Pendidikan formal diawali di TK Assalaam Sukarame
Bandar Lampung tahun 1996 hingga tahun 1997. Sekolah Dasar (SD) diselesaikan
di SDS Al-Kautsar pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada
tahun 2009 dan Sarjana (S1) diselesaikan di Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada tahun 2013.
Tahun 2016 terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan
Matematika Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung.
MOTTO
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu‘’.
(QS. Al-Baqarah: 45)
Persembahan
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada :
Bapak (Waluyo) dan Ibuku tercinta (Ratnaningrum) yang telahmembesarkan, mendidik, mencurahkan kasih sayang, dan selalu mendoakan
kebahagiaan serta keberhasilanku.
Ayah (Suhadi) dan Emak (Ruwaida) yang telah mendoakan kebahagiaandan keberhasilanku.
Odo Yovan, partner terbaik sepanjang masa yang selalu memberikaninspirasi dan kebersamaan penuh makna.
Mas Kiki dan Mas Koko yang memberikan banyak bantuan dan inspirasiterbaiknya
Rayhan, Mbak Santi, Mbak A’la, Nika, Yoga dan Yoshayang selalu memberi motivasi terbaiknya.
Mbak Indri dan sahabat-sahabat seangkatan selama menempuh pendidikanyang telah memberikan warna setiap harinya.
dan
Almamater Universitas Lampung tercinta.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga dapat diselesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Modul
Berbasis Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister
pendidikan matematika. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, seorang suri tauladan yang sangat luar biasa
dalam kesederhanaannya, keluarga, sahabat serta umat-Nya yang senantiasa
menjalankan kewajiban-Nya dengan istiqomah.
Banyak pihak yang mendukung atas terselesaikannya tesis ini, maka pada
kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA dan
pembahas atas keikhlasan dan kesediannya dalam memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan;
2. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Matematika dan pembimbing kedua atas motivasi dan
kesediaannya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan
kepada penulis selama penyusunan tesis ini;
3. Bapak Dr. Budi Koestoro, M.Pd., selaku pembimbing utama atas kesediaan,
keikhlasan, dan kesabarannya memberikan bimbingan, pengarahan dan
masukan dalam proses perbaikan serta penyelesaian tesisi ini;
4. Ibu Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd. selaku pembahas atas keikhlasan dan
kesediannya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukan;
5. Ibu Dr. Fardarita, M.Pd. selaku validator media atas masukan, kritik dan saran
serta motivasi untuk produk yang dihasilkan;
6. Bapak Drs. Suharsono., M.S., M.Sc., Ph.D selaku validator materi atas
masukan, kritik dan saran serta motivasi untuk produk yang dihasilkan;
7. Bapak Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd. selaku validator materi atas
masukan, kritik dan saran serta motivasi untuk produk yang dihasilkan;
8. Bapak/Ibu guru SMP Islam YPI 3 Way Jepara Lampung Timur;
9. Sahabat-sahabat atas dukungan, keikhlasan, kebersamaan, persahabatan, dan
semangat yang telah diberikan;
10. Sahabat-sahabat Magister Pendidikan Matematika 2016.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi sedikit
banyaknya semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan
umumnya bagi pembaca. Aamiin.
Bandar Lampung, Januari 2019
Penulis,
Farida Rosiana Suwari
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Modul ...................................................................................... 9
B. Model Problem Based Learning ............................................. 15
C. Kemampuan Komunikasi Matematis ...................................... 19
D. Efektivitas Pembelajaran ......................................................... 22
E. Penelitian yang Relevan .......................................................... 23
F. Definisi Operasional ................................................................ 25
G. Kerangka Pikir ......................................................................... 26
H. Hipotesis Penelitian ................................................................. 28
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 30
B. Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian ................................... 30
C. Prosedur Penelitian .................................................................. 32
D. Instrumen Penelitian ................................................................ 37
E. Teknik Analisis Data ............................................................... 44
vi
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pengembangan ...............................................
78
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .................................................................................. 94
B. Saran ........................................................................................ 95
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 96
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... 101
A. Perangkat Pembelajaran ................................................................... 101
B. Instrument Penelitian ....................................................................... 175
C. Analisis Data .................................................................................... 181
D. Angket, Skala, dan Lembar Wawancara .......................................... 215
53
B. Pembahasan .............................................................................
vii
DAFTAR TABEL
Gambar Halaman
3.1 Rancangan Uji Coba Lapangan ..................................................... 36
3.2 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Ahli Media ...................................... 38
3.3 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Ahli Materi ...................................... 39
3.4 Kisi-Kisi Angket Respon Siswa Terhadap Modul .......................... 40
3.5 Aspek Pemberian Skor Komunikasi Matematis ............................ 41
3.6 Validitas Instrumen Tes Komunikasi Matematis .......................... 43
3.7 Kriteria Tingkat Kevalidan dan Revisi Produk ............................. 46
3.8 Kriteria Kepraktisan Analisis Nilai Rata-Rata................................ 47
3.9 Uji Normalitas Skor Awal Komunikasi Matematis ...................... 48
3.10 Uji Normalitas Skor Akhir Komunikasi Matematis ...................... 49
3.11 Uji Homogenitas Skor Akhir Komunikasi Matematis .................. 50
4.1 Modul Berbasis Problem Based Learning ...................................... 56
4.2 Hasil Perolehan Skor dan Kategori Silabus .................................... 58
4.3 Hasil Perolehan Skor dan Kategori RPP ........................................ 59
4.4 Hasil Perolehan Skor dan Kategori Materi (Modul) ....................... 60
4.5 Hasil Perolehan Skor dan Kategori Media ..................................... 61
4.6 Kisi-Kisi Angket Respon Siswa ..................................................... 69
4.7 Hasil Penskoran Angket Siswa ....................................................... 69
4.8 Kisi-Kisi Angket Tanggapan Guru ................................................. 70
4.9 Rekapitulasi Angket Tanggapan Guru ............................................ 71
4.10.Data Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis .................. 73
4.11 Hasil Mann-Whitney Skor Kemampuan Awal Komunikasi
Matematis ...................................................................................... 74
4.11 Data Skor Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis ................. 75
4.12 Hasil Uji-T Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ...... 76
4.13 Hasil Indeks N-Gain ...................................................................... 77
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Isi Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ....................................... 63
4.2 Isi Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ....................................... 63
4.3 Isi Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ....................................... 64
4.4 Isi Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ....................................... 64
4.5 Isi Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ....................................... 65
4.6 Cover Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ................................... 65
4.7 Format Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ................................ 66
4.8 Isi Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ........................................ 66
4.9 Referensi Modul Sebelum dan Sesudah Revisi ............................ 67
4.10. Uji Coba Lapangan Awal ............................................................. 84
4.11.Tahap Awal Pembelajaran .............................................................. 86
4.12 Tahap Penyelidikan Individu dan Kelompok ................................ 88
4.13 Tahap Menyelesaikan Masalah ....................................................... 89
4.14 Tahap Analisis dan Evaluasi .......................................................... 90
4.15 Pelaksanaan Post-Test ................................................................... 91
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Perangkat Pembelajaran
A.1 Silabus ......................................................................................... 101
A.2 RPP .............................................................................................. 112
A.3 Modul Berbasis Problem Based Learning .................................. 138
B. Instrumen Penelitian
B.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ................... 175
B.2 Soal Kemampuan Komunikasi Matematis .................................. 177
B.3 Kunci Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis ................. 178
C. Analisis Data
C.1 Analisis Validitas Kemampuan Komunikasi Matematis .............. 181
C.2 Analisis Reliabilitas Kemampuan Komunikasi Matematis .......... 183
C.5 Data Kemampuan Komunikasi Matematis ................................... 185
C. 5 Mann-Whitney Data Komunikasi Matematis .............................. 187
C.6 Normalitas Data Komunikasi Matematis ...................................... 188
C.7 Homogenitas Data Komunikasi Matematis .................................. 190
C.9 Uji-t Data Komunikasi Matematis ................................................ 191
C.10 Uji N-Gane ................................................................................... 192
C.11 Analisis Angket Validasi Silabus Ahli Materi.............................. 193
C.12 Analisis Angket Validasi RPP Ahli Materi .................................. 196
C.13 Analisis Angket Validasi Modul Ahli Materi ............................... 200
C.14 Analisis Angket Validasi Modul Ahli Media ............................... 204
C.15 Analisis Angket Respon Siswa ..................................................... 207
C.16 Analisis Lembar Tanggapan Guru ................................................ 211
D. Angket, Skala, dan Lembar Wawancara
D.1 Lembar Observasi ........................................................................ 215
D.2 Lembar Wawancara ...................................................................... 216
x
D.3 Lembar Respon Siswa ................................................................. 218
D.4 Lembar Ahli Materi ..................................................................... 223
D.5 Lembar Ahli Media ..................................................................... 226
D.6 Lembar Validasi RPP .................................................................. 229
D.7 Lembar Validasi Isi Instrumen Tes Komunikasi Matematis ....... 232
D.8 Lembar Tanggapan Guru .............................................................. 234
D.9 Surat Izin Penelitian .................................................................... 235
D.10 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ...................... 236
D.11 Hasil Ujian Nasional .................................................................... 237
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah kunci perbaikan kualitas sumber daya manusia sehingga upaya
peningkatan mutu pendidikan senantiasa terus dilakukan. Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, diantaranya dengan
melakukan pembaharuan kurikulum dan penyediaan perangkat pendukungnya,
penyediaan alat peraga, serta memberikan pelatihan bagi guru-guru. Salah satu
kegiatan dalam meningkatkan kualitas pendidikan yaitu melalui kegiatan belajar
mengajar yang diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan dari tingkat dasar,
menengah sampai perguruan tinggi. Dalam kegiatan belajar mengajar di tingkat
dasar maupun menengah, siswa dituntut tidak hanya menguasai konsep-konsep
setiap mata pelajaran namun dapat pula mengomunikasikannya, salah satu mata
pelajaran yang dipelajari di tingkat dasar maupun menengah adalah matematika.
Matematika merupakan pelajaran yang wajib diberikan pada semua siswa mulai
dari tingkat dasar, menengah sampai perguruan tinggi. Hal tersebut bukan tanpa
alasan, matematika merupakan mata pelajaran yang berjenjang, artinya antara
materi yang satu dengan materi yang lainnya saling berkaitan. Selain itu,
matematika merupakan suatu mata pelajaran yang terstruktur, terorganisasi secara
sistematik, berkaitan dengan logika-logika, lambang-lambang dan simbol-simbol.
2
Jadi, matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berjenjang dan sistematik,
berkaitan dengan logika, lambang-lambang, serta simbol-simbol.
Pada pembelajaran matematika, seorang siswa yang sudah mempunyai
pemahaman matematis dituntut juga untuk mengomunikasikannya, agar
pemahamannya tersebut bisa dimengerti oleh orang lain yaitu dengan
mengomunikasikan ide-ide, strategi maupun solusi matematika baik secara tertulis
maupun lisan. Kemampuan dalam berkomunikasi juga menjadi salah satu standar
proses yang tercantum dalam prinsip-prinsip pembelajaran matematika yang
dinyatakan oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000).
Indikator kemampuan komunikasi secara tertulis disusun berdasarkan tiga
kemampuan antara lain: menulis (written text), yaitu menjelaskan ide atau solusi
dari suatu permasalahan atau gambar dengan menggunakan bahasa sendiri;
menggambar (drawing) yaitu menjelaskan ide atau solusi dari permasalahan
matematika dalam bentuk gambar; dan ekspresi matematika (mathematical
exspression) yaitu menyatakan masalah atau peristiwa sehari-hari dalam bahasa
model matematika. Dengan kata lain, kemampuan komunikasi matematis
diperlukan untuk menyampaikan ide-ide matematika secara benar.
Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya kemampuan-
kemampuan matematika yang lain. Siswa yang mempunyai kemampuan
komunikasi yang baik akan bisa membuat representasi yang beragam, hal ini akan
lebih memudahkan dalam menemukan alternatif-alternatif penyelesaian yang
berakibat akan meningkatnya kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika.
3
Berdasarkan uraian mengenai kemampuan komunikasi matematis di atas dapat
dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis sangat diperlukan bagi siswa
yaitu menumbuhkan keterampilan atau kemampuan matematis lainnya yang
berguna untuk mempelajari ilmu pengetahuan maupun dalam penerapan
matematika di kehidupan sehari-hari. Namun kenyataannya dalam pembelajaran
matematika masih banyak guru yang belum memperhatikan pentingnya
kemampuan komunikasi matematis tersebut yang berdampak pada rendahnya
hasil belajar siswa. Data evaluasi keberhasilan belajar siswa melalui ujian nasional
pada tahun ajaran 2016/2017 menunjukkan bahwa nilai rerata matematika di
Indonesia tergolong rendah, salah satunya di Propinsi Lampung yaitu 46,91. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa tergolong
rendah.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan komunikasi
matematis siswa yaitu siswa kesulitan dalam menerjemahkan soal cerita ke dalam
model matematika. Soal-soal ujian nasional tahun ajaran 2016/2017 banyak yang
disajikan dalam bentuk soal cerita. Selain itu, siswa juga kurang mampu
menerjemahkan soal-soal yang memuat gambar, diagram maupun tabel. Siswa
juga belum terbiasa menuangkan pemikiran dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Mereka kesulitan dalam menentukan masalah, tahapan yang harus dipilih untuk
mencari solusi serta menentukan pola yang dapat digunakan. Kurangnya
kemampuan ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan matematis lainnya.
Kendala yang sama juga terjadi di SMP Islam YPI 3 Way Jepara Lampung Timur,
rerata hasil ujian nasional matematika paling rendah dibandingkan Bahasa
4
Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA yaitu 34,89 (Puspendik: 2017). Hasil
wawancara dengan guru matematika didapatkan informasi bahwa kurangnya
kemampuan komunikasi matematis yang dialami disebabkan karena kurang
efektifnya penggunaan bahan ajar di sekolah. Buku teks Kurikulum 2013 yang
diperoleh dari Pemerintah menggunakan bahasa yang terlalu sulit dipahami bagi
siswa dan contoh soal diawali dengan penggunaan matematika formal, tidak
dengan masalah atau situasi yang timbul dalam kehidupan sehari-hari, yang
mengharuskan siswa untuk membuat penyederhanaan, memodelkan situasi,
memilih pengetahuan dan proses yang tepat dari perangkat yang mereka miliki,
dan menguji apakah pemecahan mereka sudah cukup baik atau tidak.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Islam YPI 3 Way Jepara Lampung
Timur, hambatan yang dialami siswa adalah kebosanan siswa terhadap bahan ajar
yang monoton, sehingga siswa kurang tertarik dalam mengkaji bahan ajar. Siswa
kurang memahami alur riil dari materi yang diajarkan. Sebagian besar siswa
hanya menghafal materi tanpa mengetahui konsepnya dengan baik. Akibatnya jika
tipe soal berbeda maka siswa kesulitan dalam mengerjakannya. Dengan demikian,
alur kegiatan riil perlu dikembangkan secara kronologis agar siswa dapat
memahami materi dan tujuan dari pembelajaran.
Berdasarkan paparan di atas untuk menyikapi permasalahan rendahnya
kemampuan komunikasi matematis siswa, diperlukan adanya inovasi dalam
pembelajaran. Inovasi ini diharapkan mampu menciptakan kenyamanan siswa
dalam belajar baik secara individu ataupun kelompok. Selain itu, dapat
menciptakan semangat belajar bagi siswa di rumah maupun di sekolah sehingga
5
siswa mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tambahan bahan ajar yang tepat
sebagai pendamping buku paket yang diperoleh dari Pemerintah.
Tambahan bahan ajar tersebut sebaiknya dibuat berdasarkan karakteristik siswa
sehingga mampu membuat kenyamanan dan memotivasi siswa dalam belajar serta
dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Terdapat berbagai
macam bahan ajar yang dapat digunakan, salah satu bahan ajar yang bisa
dikembangkan sendiri oleh guru berdasarkan karakteristik siswa adalah modul.
Modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematis sehingga
penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru
(Depdiknas, 2004).
Menurut Indriyanti (2010) bahwa modul adalah strategi pengorganisasian materi
pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan urutan
penyajian materi pelajaran, dan synthesizing yang mengacu pada upaya untuk
menunjukkan kepada pembelajar keterkaitan antara fakta, konsep, prosedur dan
prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran. Penyajian materi dalam
modul sebaiknya diawali dengan permasalahan yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, agar siswa merasa lebih dekat dan akrab dengan materi
yang akan mereka pelajari sehingga mereka akan lebih mudah dalam mempelajari
dan memahami materi. Hal tersebut diharapkan mampu mempermudah siswa
untuk belajar secara mandiri.
6
Modul ini merujuk pada model pembelajaran yang mengacu pada kurikulum 2013
yaitu model problem based learning yang memungkinkan dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Modul digunakan sebagai pengganti
guru mengajar sehingga modul disusun dan dirancang sesuai dengan sintaks
model problem based learning. Materi yang disajikan dalam modul berbasis
problem based learning ini disajikan secara logis dan sistematis yang diharapkan
dapat mendorong siswa untuk merumuskan pertanyaan, memilih representasi dan
teknik penyelesaian yang tepat, memberikan alasan yang logis, membangun
hipotesis dan argumen, menghitung secara akurat, menafsirkan dan mengevaluasi
hasil yang diperoleh, serta mengomunikasikan hasil.
Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan di atas, untuk mengatasi keterbatasan
sumber ajar, maka dilakukan penelitian untuk mengembangkan modul sebagai
pendamping dari buku paket yang diperoleh dari Pemerintah. Modul yang
dikembangkan berbasis problem based learning yaitu diawali dengan
permasalahan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, agar siswa
merasa lebih dekat dan akrab dengan materi yang akan mereka pelajari sehingga
siswa dapat belajar secara mandiri, siswa dapat mempelajari sesuai dengan
kemampuan masing-masing yang diharapkan mampu untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk
melihat seberapa efektif pemakaian modul berbasis problem based learning
terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hasil (produk) dan proses modul yang dikembangkan berbasis
problem based learning untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa?
2. Apakah hasil (produk) modul yang dikembangkan berbasis problem based
learning efektif meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengembangkan hasil (produk) modul yang dikembangkan berbasis
problem based learning dalam meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa.
2. Untuk mengetahui efektivitas hasil (produk) modul yang dikembangkan
berbasis problem based learning dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam
pendidikan matematika mengenai modul yang dikembangkan berbasis problem
based learning dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
8
b. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan guru mengenal dan mengetahui
pengembangan modul berbasis problem based learning untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa dan menjadi pertimbangan untuk
memperoleh pendekatan pembelajaran yang lebih efektif. Selain itu,
memberikan informasi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan mutu
sekolah. Serta sebagai peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
juga sebagai motivasi dalam belajar matematika.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Modul
Modul merupakan salah satu bahan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa
secara mandiri.Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Depdiknas (2004)
bahwamodul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematis sehingga
penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru.
Selain itu, Winkel(2009:472) “Modul pembelajaran merupakan satuan program
belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara
perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri (self-
instructional)”. Purwanto (2007: 9) mengatakan bahwa ketika modul dirancang
harus secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk
satuan pembelajaran terkecil yang memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam
satuan tertentu.
Indriyanti (2010) berpendapat bahwa modul adalah strategi pengorganisasian
materi pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan
urutan penyajian materi pelajaran, dansynthesizing yang mengacu pada upaya
untuk menunjukkan kepada pebelajarketerkaitan antara fakta, konsep, prosedur
dan prinsip yang terkandung dalam materipembelajaran.
10
Menurut Khayati (2016) modul adalah salah satu bahan ajar yang bisa
dikembangkan sendiri oleh guru.Sedangkan menurut Prastowo (2013: 104) modul
diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat
belajar secara mandiri tanpa bantuan pendidik.
Berdasarkan uraian mengenai modul di atas, dapat disimpulkan bahwa modul
adalahbahan belajar yang dirancang secara sistematis untuk membantu peserta
didik sehingga dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru.
Modul mencakup beberapa komponen yang perlu diperhatikan, yaitu tujuan yang
harus dicapai, materi pokok yang sesuai dengan kompetensi dasar, latihan-latihan
dan evaluasi.
Prastowo (2015: 108) menyatakan bahwa tujuan penyusunan modul, yaitu (1) agar
peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, (2)
agar peran guru tidak selalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran,
(3) melatih kejujuran siswa, (4) mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan
belajar siswa, dan (5) agar siswa mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan
materi yang telah dipelajari.Prastowo (2015: 107) juga menjelaskan mengenai
fungsi penyusunan modulyaitu.
1. Bahan ajar mandiri
Penggunaan modul dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk belajar sendiri tanpa bergantung pada
kehadiran pendidik
2. Pengganti fungsi pendidik
Modul sebagai bahan ajar mampu menjelaskan materi pembelajaran
dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat
pengetahuan dan usianya.
3. Sebagai alat evaluasi
Peserta didik dituntut agar dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat
penguasaannya terhadap materi yang dipelajari menggunakan modul
4. Sebagai bahan rujukan bagi peserta didik
11
Modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh siswa,
maka modul juga berfungsi sebagai bahan rujukan siswa.
Menurut Suparman (Depdiknas, 2004:5) bahan belajar mandiri mempunyai empat
ciri pokok yaitu, mempunyai kalimat yang menjelaskan sendiri dimana uraian
dalam bahan itu jelas sehingga tidak perlu penjelasan tambahan dari pengajar atau
sumber lain, dapat dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan kecepatan belajar
masing-masing, dapat dipelajari oleh peserta didik menurut waktu dan tempat
yang dipilihnya, serta mampu membuat peserta didik aktif melakukan sesuatu saat
belajar, seperti mengerjakan latihan, tes atau kegiatan praktik.
Menurut Depdiknas (2008), karakteristik modul yang baik adalah sebagai berikut.
1. Self instructional yaitu melalui modul peserta didik mampu
membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.
2. Self contained yaitu dalam satu modul yang utuh tercakup seluruh materi
pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi.
3. Stand alone (berdiri sendiri) yaitu modul yang dikembangkan tidak
tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan media lain
4. Adaptive yaitu modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi
sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi,
serta fleksibel penggunaannya.
5. User friendly yaitu setiap instruksi dan paparan informasi yang
ditampilkan bersifat membantu sehingga dapat memberikan kemudahan
pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan.
Format modul yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri atas: (1) bagian
pembuka, terdiri atas judul, daftar isi, peta informasi dan daftar tujuan
kompetensi, (2) bagian inti, terdiri atas pendahuluan, hubungan dengan materi
atau pelajaran yang lain, dan uraian materi, dan (3) bagian penutup, terdiri dari
glossary/ daftar istilah, tes akhir dan indeks
12
Langkah-langkah penyusunan modul meliputi hal-hal berikut.
1. Analisis kurikulum
Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan kompetensi/sub
kompetensi mana yang memerlukan bahan ajar berupa modul. Dengan
mencermati SK, KD, materi pokok dan uraian materi pokok maka dapat
ditetapkan kompetensi yang akan dicapai, serta strategi dan sistem penilaian
dalam mencapai kompetensi tersebut.
2. Menentukan judul modul
Apabila dalam KD terdapat maksimal empat materi pokok, maka kompetensi
tersebut dijadikan satu modul, tetapi jika lebih maka dapat dijadikan dua
modul. Pemecahan satu kompetensi dasar menjadi beberapa modul
dimaksudkan untuk memudahkan pembelajaran. Penamaan judul modul dapat
berupa kalimat tanya, kalimat atau pernyataan yang dapat memotivasi peserta
didik untuk mempelajari modul tersebut secara mandiri.
3. Menentukan peta kedudukan modul
Penentuan peta kedudukan modul dimaksudkan untuk menggambarkan urutan
atau kedudukan modul dalam keseluruhan modul per mata pelajaran sehingga
dapat tergambar judul modul mana yang harus didahulukan
4. Menyusun atau menulis modul
Penyusunan modul biasanya dilakukan dengan menggunakan format tertentu.
Format modul yang digunakan sesuai buku panduan penyusunan modul dari
Depdiknas 2004 meliputi unsur-unsur berikut.
a. Halaman sampul (cover) terdiri dari
1) Judul modul
13
2) Nama mata pelajaran, kelas dan semester
3) Pada bagian kanan atas halaman dituliskan kode modul
4) Jika dimungkinkan sebaiknya diberikan ilustrasi baik berupa gambar
atau foto yang menggambarkan materi dalam modul sesuai dengan
judul modul
5) Nama instansi atau tahun
b. Halaman judul, memuat unsur-unsur yaitu judul modul, nama mata
pelajaran, kelas dan semester, nama penyusun dan penyunting (jika ada),
nama instansi yang bertanggung jawab, dan tahun pembuatan/penyusunan
c. Kata sambutan, dibuat oleh penyusun atau editor
d. Daftar isi memuat daftar dari materi dan sub materi yang telah dirancang
atau disusun oleh penyusun
e. Pendahuluan
f. Deskripsi modul
Dalam deskripsi modul dimuat penjelasan singkat tentang lingkup materi
pokok dalam KD saja yang diuraikan dalam modul, keterkaitan dengan
modul lain, dan hasil belajar yang akan dicapai setelah peserta didik
menguasai modul
g. Peta kedudukan modul
Pada peta kedudukan modul, dicantumkan struktur yang menunjukkan
kedudukan modul yang akan dipelajari dalam keseluruhan modul untuk
satu mata pelajaran.
14
h. Prasyarat
Sebagian modul ada yang mencantumkan prasyarat namun ada juga yang
tidak. Prasyarat berisi keterangan untuk siapa modul tersebut dan hal apa
saja yang harus dikuasai siswa terlebih dahulu sebelum mempelajari
modul tersebut sehingga diharapkan peserta didik memperoleh
pengalaman belajar yang runtut dan benar-benar siap untuk mempelajari
modul
i. Glosarium (daftar istilah)
Istilah-istilah atau singkatan tertentu yang sering digunakan dalam uraian,
termasuk kata-kata sulit baik yang berasal dari bahasa asing maupun
bahasa Indonesia yang memerlukan penjelasan sehingga dapat
mempermudah pemahaman pemakai modul.
j. Petunjuk penggunaan modul
Petunjuk penggunaan modul memuat langkah-langkah yang perlu
dilakukan oleh peserta didik sebelum, selama proses, dan setelah selesai
mempelajari modul. Selain itu juga memuat tugas-tugas yang harus
dikerjakan serta perlengkapan apa saja yang harus dipersiapkan jika
diperlukan.
k. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
1) Standar kompetensi dan kompetensi dasar diuraikan dtentang
spesifikasi yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti kegiatan
belajar dalam modul
2) Rumusan kompetensi dasar memuat kompetensi yang diharapkan,
criteria keberhasilan, dan kondisi atau variable yang diberikan.
15
l. Lembar cek kemampuan
Lembar ini memuat pertanyaan yang menjadi prasyarat untuk mempelajari
materi dalam modul
m. Kegiatan belajar
Dalam kegiatan belajar, termuat serangkaian pengalaman siswa yang
diorganisasikan dalam satuan aktivitas belajar sehingga dapat
mempermudah siswa menguasai kinerja yang dipelajari. Dalam suatu
kegiatan memuat komponen-komponen, yaitu: judul materi, uraian materi,
rangkuman, tugas, tes, balikan dan tindak lanjut.
n. Penilaian
Bagian ini memuat instrument tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik
untuk mengetahui tingkat kompetensi sebagaimana tercantum dalam
kompetensi dasar.
o. Daftar pustaka
Daftar pustaka memuat sumber-sumber referensi yang dijadikan rujukan
dalam menyusun modul
p. Lampiran-lampiran
Lampiran-lampiran memuat kunci jawaban tes
B. Model Problem Based Learning
Model problem based learning merupakan salah satu model pembelajaran yang
mengacu pada teori belajar konstruktivisme.Menurut teori belajar kontruktivisme,
seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar
16
proses belajar siswa berjalan dengan baik. Selama proses belajar, dukungan yang
diberikan guru dapat berupa alat pendukung seperti modul pembelajaran.
Menurut Maresh dan Padmavathy (2015) bahwa model pembelajaran berbasis
masalah adalah pengajaran yang efektif untuk mengajar matematika, karena
pembelajaran ini mampu mengembangkan kreativitas siswa, rasa ingin tahu siswa
dan melatih keterampilan siswa.Di sisi lain, Yamin (dalam Al-Ikhlas, 2013)
menyatakan model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada siswa dalam
kondisi dunia nyata. Model pembelajaran berbasis masalahakan menghasilkan tiga
hasil belajar. Pertama, penyelidikan dan keterampilan melakukan pemecahan
masalah.Kedua, sebagai pembelajaran model pendekatan dewasa, dan ketiga yaitu
keterampilan belajar mandiri.
Dengan demikian, model pembelajaran berbasis masalah dapat menuntut siswa
untuk mampu dan ahli dalam memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Barrows dan Kelson (Amir, 2015) model pembelajaran berbasis masalah
adalah kurikulum dan proses pembelajaran, yang dirancang dengan menyajikan
masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan penting
sehingga membuat mereka mampu dalam memecahkan masalah, dan memiliki
strategi belajar secara mandiri serta memiliki kecakapan dan bekerja sama dalam
tim. Sedangkan Imoko (2015) mengungkapkan bahwa dengan mengadopsi model
pembelajaran berbasis masalah dapat membuat siswa kreatif dalam memecahkan
masalah yang sangat dibutuhkan untuk dunia yang kompetitif.Menurut Savery
(2006: 5) model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran dengan
17
pendekatan yang berpusat pada peserta didik untuk memberdayakan peserta didik
melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek, dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi yang layak untuk
masalah yang didefinisikan.
Noer (2009: 475) menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis problem
based learning adalah suatu pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai
basisnya, masalah dimunculkan sedemikian sehingga siswa perlu menginterpretasi
masalah, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengevaluasi alternatif
solusi dan mempresentasikan solusinya.Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
pembelajaran berbasis masalah.
1. Mengorientasikan peserta didik pada masalah, pada tahapan ini guru
menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh peserta didik dan
juga oleh guru.
2. Mengorientasikan peserta didik untuk belajar, pada tahap ini guru dapat
memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok
peserta didik dimana masing-masing kelompok akan memilih dan
memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan pesera
didik dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini
seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota,
komunikasi yang efektif, adanya tutuor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat
penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk
menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Setelah
peserta didik diorintasikan pada suatu masalah dan telah membentuk
18
kelompok belajar selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopik-
subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.
3. Membantu penyelidikan individual dan kelompok, penyelidikan adalah inti
dari pembelajaran berbasis masalah. Meskipun setiap situasi permasalahan
memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu
melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen,
berhipotesis, dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pada tahap ini,
guru harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen sampai mereka betul-betul memahami dimensi
situasi permasalahan.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, Tahap penyelidikan diikuti
dengan menciptakan hasil karya. Hasil karya lebih dari sekedar laporan
tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukan situasi masalah dan
pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi
masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia.
Mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pemeran.
5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah, fase ini merupakan tahap
akhir dalam pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk membantu
peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan
keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase
ini berlangsung guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi pemikiran
dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang berpusat pada
19
peserta didik dan menjadikan masalah sebagai basisnya.Adapun langkah-langkah
dalam model pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1) mengorientasikan peserta
didik pada masalah; (2) mengorientasikan peserta didik untuk belajar; (3)
membantu penyelidikan individual dan kelompok; (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya; dan (5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
C. Kemampuan Komunikasi Matematis
Matematika merupakan ilmu yang syarat akan simbol, istilah, dan gambar yang
menuntut kemampuan komunikasi yang baik dalam penyampaiannya. Menurut
Mulyana (2005) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal
(kata-kata) dan nonverbal (nonkata-kata). Segala perilaku dapat disebut
komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih.Mulyana juga menyebutkan
komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada
penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik
bentuk verbal atau bentuk nonverbal, tanpa harus memastikan terlebih dahulu
bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama.
NCTM menyebutkan bahwa “communication is an essential part of mathematics
and mathematics education” yang bermakna komunikasi adalah salah satu bagian
yang penting dalam matematika dan pendidikan matematika (NCTM,
2000).Prayitno (2013: 45) mengungkapkan bahwa komunikasi matematis adalah
suatu cara siswa untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan-gagasan matematika
secara lisan maupun tertulis, baik dalam bentuk gambar, tabel, diagram, rumus
ataupun demonstrasi. Hal ini didukung oleh Romberg dan Chair (Qohar, 2011)
kemampuan komunikasi matematis yaitu kegiatan menghubungkan benda nyata,
20
gambar, dan diagram ke dalam ide matematika, menjelaskan ide, situasi dan relasi
matematik secara lisan atau tulisan.Selanjutnya, Principles and Standards for
School Mathematics (NCTM, 2000) merumuskan standar komunikasi untuk
menjamin kegiatan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.
1. Menyusun dan memadukan pemikiran matematika melalui komunikasi,
2. Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara logis dan sistematis kepada
sesama siswa, guru, maupun orang lain,
3. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi matematik orang lain,
menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematis
secara tepat.
Sedangkan kemampuan komunikasi matematis dalam menjawab soal menurut
NCTM (2000:348) dapat dilihat ketika siswa menganalisa, menilai pemikiran, dan
strategi matematis orang lain dengan menggunakan bahasa matematika untuk
menyatakan ide matematika dengan tepat.Aydin dan Kaya (Hosnan, 2016)
menjelaskan bahwa dalam pembelajaran matematika peserta didik harus
mempunyai kemampuan komunikasi matematis agar mampu menjawab soal-soal
dengan baik.Siswa diberikan kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan yang
dimilikinya seperti mengutarakan ide-ide yakni digunakan pada saat berdiskusi
secara berkelompok dengan teman dan meyelesaikan masalah yang diberikan oleh
guru
Ontario Ministry of Education dalam The Capacity Building Series (2010)
menjelaskan komunikasi matematika merupakan salah satu kemampuan yang
diperlukan dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena melalui komunikasi
21
siswa mampu merenungkan, memperjelas dan memperluas ide dan pemahaman
mereka tentang hubungan dan perbedaan pendapat tentang pelajaran matematika.
Hal-hal tersebut membuat siswa lebih memahami matematika dengan lebih
mendalam. Selanjutnya, kategori komunikasi matematis menurut Ontario Ministry
of Education (2005) antara lain.
1. Ekspresi dan pengaturan ide-ide dan berpikir matematika misalnya
kejelasan dari ekspresi, pengaturan secara logis, dengan menggunakan
lisan, visual, dan ditulis bentuk bergambar, grafis, dinamis, numerik ,
aljabar;dan materi dasar).
2. Komunikasi dengan pendengar yang berbeda yaitu teman sebaya dan guru.
Komunikasi memiliki tujuan yaitu untuk menyajikan data, membenarkan
solusi, mengungkapkan argumen matematika secara lisan, visual, dan
tertulis bentuk.
3. Penggunaan ketentuan tertentu, kosa kata, dan istilah mata pelajaran
misalnya istilah, dan simbol dalam bentuk lisan, visual, dan ditulis.
Kadir (2008:35) menjelaskan bahwa untuk mengungkap kemampuan komunikasi
matematis siswa dapat melihat kemampuan siswa dalam membuat ekspresi
matematika secara tertulis baik gambar, model matematika maupun bahasa
sendiri. Begitu juga denganindikator kemampuan komunikasi tertulis, Hodiyanto
(2017:13) menyatakan bahwa indikator kemampuan komunikasi tertulis disusun
berdasarkan tiga kemampuan, yaitu menulis (written text), menjelaskan ide atau
solusi dari suatu permasalahan atau gambar dengan menggunakan bahasa sendiri;
menggambar (drawing) yaitu menjelaskan ide atau solusi dari permasalahan
matematika dalam bentuk gambar; dan ekspresi matematika (mathematical
exspression) yaitu menyatakan masalah atau peristiwa sehari-hari dalam bahasa
model matematika. Dengan kata lain, siswa harus memiliki kemampuan
komunikasi matematis tertulis yang baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Selain itu, kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut juga menjadi sesuatu
yang penting untuk digali oleh seorang guru dalam pembelajaran matematika.
22
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis adalah kemampuan mengutarakan ide-ide dengan
menggunakan lisan, visual, mendemostrasikan dengan gambar, serta dengan
menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematis untuk mempresentasikan
ide-ide, mendeskripsikan hubungan-hubungan, dan membuat model matematika
dari situasi-situasi. Dengan kata lain, komunikasi matematis terdiri atas,
kemampuan komunikasi matematis secara lisan dan kemampuan komunikasi
matematis secara tertulis. Adapun dalam penelitian ini, akan meneliti terkait
kemampuan komunikasi secara tertulis. Untuk melakukan pengukuran
kemampuan komunikasi matematis secara tertulis dapat dilakukan dengan
memberikan skor terhadap kemampuan siswa dalam memberikan jawaban soal
dengan indikator sebagai berikut: menulis (written text), menggambar (drawing),
dan membuat ekspresi matematik (mathematical expression).
D. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan
keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dapat
dilihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, respon siswa
terhadap pembelajaran dan penguasaan konsep siswa.Untuk mencapai
pembelajaran yang efektif perlu adanya hubungan timbal balik antara siswa dan
guru, selain itu juga harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah, sarana
dan prasarana, serta bahan ajar yang dibutuhkan untuk membantu tercapainya
seluruh aspek perkembangan siswa.Miarso (2004) mengatakan bahwa efektivitas
pembelajaran merupakan salah satu standart mutu pendidikan dan sering kali
23
diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat juga diartikan sebagai ketepatan
dalam mengelola suatu situasi.
Hamalik (2001) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Hal ini senada dengan
Vigotsky (Mulyasa: 2012) berpendapat bahwa pengalaman interaksi social
merupakan halpentig bagi perkembangan keterampilan berfikir. Dengan kata lain,
efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi
antara siswa maupun antara siswa dengan guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran. John Carrol (Supardi: 2013) menyatakan bahwa instructional
effectivenesstergantung pada lima faktor: 1) attitude; 2) ability to
understandinstruction; 3) perseverance; 4) opportunity; 5) quality of instruction.
Dengan mengetahui beberapa indikator tersebut menunjukkan bahwa suatu
pembelajaran dapat berjalan efektif apabila terdapat sikap dan kemauan dalam diri
untuk belajar, kesiapan diri siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran, serta
mutu dari materi yang disampaikan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran
keberhasilan dari proses interaksi dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
E. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan pengembangan modul pembelajaran berbasis
masalah adalah penelitian Widyaningsih (2016) tentang pengembangan modul
24
pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dan sikap ilmiah siswa SMA.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Modul
fisika yang dikembangkan menggunakan sintak model pembelajaran berbasis
masalah memberikan hasil belajar yang lebih baik dari pembelajaran tanpa modul.
Didukung oleh hasil penelitian Fitrotul yang berjudul pengembangan modul
matematika untuk pembelajaran berbasis masalah (problem basedlearning) pada
materi pokok persamaan garis lurus kelas VIII SMP bahwa modul yang
berorientasi pada masalah nyata dapat menyampaikan siswa pada
konsepmatematika yang dipelajari dan memberikan gambaran kegunaan
matematika dalamkehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan hasil belajar
yang lebih baik pada materi persamaan garis lurus.
Penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis masalah adalah penelitian
Imoko (2016) yang berjudul Gender Differences in Mathematics Achievement and
Retention Scores: A Case of Problem-Based Learning Method.Penelitian ini
dilakukan untuk menilai perbedaan gender dalam prestasi matematika dan retensi
dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah (PBL). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa baik siswa laki-laki dan perempuanyang diajar menggunakan
PBL tidak mengalami perbedaan yang sinifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa
siswa laki-laki dan perempuan mampu bersaing dan berkolaborasi dalam
matematika.Sebagai tambahan, temuan ini menunjukkan bahwa kinerja adalah
fungsi dari orientasi, bukan gender.Studi merekomendasikan penggunaan PBL
oleh guru matematika untuk mengatasi kesan siswa laki-laki terhadap matematika
dan meningkatkan prestasi dan retensi siswa (laki-laki dan perempuan).
25
Wahyumiarti (2015) tentang analisis kemampuan komunikasi matematis melalui
Intelligence Quotient (IQ).Penelitian inibertujuan untuk menganalisis kemampuan
komunikasi matematis yang tampak pada siswa dengan IQ tinggi, sedang, dan
rendah di kelas XI MIA SMA N 6 Surakarta dalam menjawab soal
matematika.Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan IQ tinggi
memiliki kemampuan komunikasi matematis yang tinggi sehingga prestasi belajar
lebih baik dari siswa dengan IQ sedang dan IQ rendah, begitu juga siswa dengan
IQ sedang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang tinggi dari IQ
rendahsehingga prestasi belajar lebih baik dari siswa dengan IQrendah.
F. Definisi Operasional
Berikutmerupakanbeberapaistilahyangperludidefenisikansecaraoperasionaldengan
maksudagartidakterjadikesalahanpenafsiran:
1. Pengembangan adalah suatu proses, cara atau perbuatan mengembangkan.
Penelitian pengembangan ini merupakan suatu jenis penelitian yang tidak
dimaksudkan untuk menguji teori, tetapi untuk menghasilkan atau
mengembangkan produk, dalam penelitian ini produk yang dikembangkan
adalah bahan ajar.
2. Modulberbasis problem based learningadalah bahan belajar yang dirancang
secara sistematis dengan menggunakan sintaks problem based learninguntuk
membantu peserta didik sehingga dapat belajar dengan atau tanpa seorang
fasilitator atau guru.Modul pembelajaran yang akan dikembangkan berisi
materi tentang sistem persamaan linear dua variabel. Modul ini dimulai dari
menyajikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, kemudian contoh untuk
26
menjelaskan penerapan rumus, kemudian dilanjutkan masalah beserta
alternatif penyelesaian yang memandu siswa meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
3. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan mengutarakan
ide-ide dengan menggunakan lisan, visual, mendemostrasikan dengan gambar,
serta dengan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematis untuk
mempresentasikan ide-ide, mendeskripsikan hubungan-hubungan, dan
membuat model matematika dari situasi-situasi.Kemampuan komunikasi
matematis terdiri atas kemampuan komunikasi matematis secara lisan dan
kemampuan komunikasi matematis secara tertulis.Adapun dalam penelitian
ini, dibatasi pada kemampuan komunikasi secara tertulis. Untuk melakukan
pengukuran kemampuan komunikasi matematis secara tertulis dapat dilakukan
dengan memberikan skor terhadap kemampuan siswa dalam memberikan
jawaban soal dengan indikator yaitu menulis (written text), menggambar
(drawing), dan membuat ekspresi matematik (mathematical expression).
4. Efektivitas pembelajaran merupakan pembelajaran yang menyediakan
kesempatan belajar antar siswa sendiri maupun antara siswa dengan guru
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
G. Kerangka Pikir
Karakteristik kurikulum 2013 adalah lingkungan belajar yang memusatkan siswa
sebagai pusat kegiatan dalam proses pembelajaran. Selain itu, pembelajaran
sebaiknya dilakukan bervariasi, agar tidak timbul kejenuhan dan materi pelajaran
lebih mudah diterima oleh siswa.Model problem based learning merupakan salah
27
satu model pembelajaran yang menciptakan lingkungan belajar menyenangkan
dalam proses pembelajaran, model ini mengacu pada teori belajar
konstruktivisme.
Teori belajar kontruktivismemenekankan pada siswa sebagai pembelajar aktifdan
seorang guru berperan sebagai mediator serta fasilitator yang membantu agar
proses belajar siswa berjalan dengan baik sehingga kemampuan matematis siswa
dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu kemampuan
matematis yang penting dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan
komunikasi. Kemampuan komunikasi diperlukan bagi siswa untuk menyelesaikan
suatu persoalan matematika yang melibatkan kehidupan sehari-hari.Kemampuan
komunikasi dapat dilihat ketika siswa menganalisa, menilai pemikiran, dan
strategi matematis dengan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan
ide matematika dengan tepat.
Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematisyang baik akan dapat
membuat representasi beragam sehingga mampu menemukan alternatif-alternatif
penyelesaian yang berakibat pada kemampuan menyelesaikan soal-soal
matematika. Sebaliknya kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada
lemahnya kemampuan-kemampuan matematika yang lain. Penjelasan tersebut
menunjukkan pentingnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat ditingkatkandiantaranya dengan
lingkungan belajar menyenangkan diantaranya membuat bahan ajar berdasarkan
karakteristik siswa sehingga mampu membuat kenyamanan dan memotivasi siswa
dalam belajar.Terdapat berbagai macam bahan ajar yang dapat digunakan.Salah
28
satu bahan ajar yang bisa dikembangkan sendiri oleh guru berdasarkan
karakteristik siswa adalah modul.
Modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan teori
behavioristik sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang
fasilitator atau guru. Dengan demikian, sebagai pengganti guru mengajar modul
dikembangkan dengan menggunakan sintaks problem based learning. Selain itu
penyajian materi dalam modul diawali dengan permasalahan yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari, agar siswa merasa lebih dekat dan akrab dengan
materi yang akan mereka pelajari sehingga mereka akan lebih mudah dalam
mempelajari dan memahami materi.
Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan di atas, diharapkan bahwa modul yang
dikembangkan sebagai pengganti guru mengajar dan sebagai pendamping dari
buku yang diperoleh dari Dinas Pendidikanmampu untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.Pengembangan modul ini akan
membuat siswa merasa lebih dekat dan akrab dengan materi yang akan mereka
pelajari sehingga mereka akan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami
materi. Hal tersebut diharapkan mampu mempermudah siswa untuk belajar secara
mandiri baik di sekolah maupun di rumah.
H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis umum dan hipotesis khusus,
yaitu.
29
1. Hipotesis Umum
Modul berbasis problem based learning efektif untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis.
2. Hipotesis Khusus
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan
modul berbasis problem based learninglebih tinggi daripada peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang tidak menggunakan modul
berbasis problem based learning.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development).
Research and Development adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tesebut. Menurut Borg dan Gall
(Sukmadinata, 2008), penelitian pengembangan adalah penelitian yang
berorientasi untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang
digunakan dalam pendidikan. Pengembangan yang akan dilakukan pada penelitian
ini adalah pengembangan modul berbasis problem based learning pada materi
sistem persamaan linear dua variabel kelas VIII yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
B. Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam YPI 3 Way Jepara Lampung Timur
pada awal semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Penelitian dilaksanakan di
SMP Islam YPI 3 Way Jepara Lampung Timur karena berdasarkan hasil
penelitian pendahuluan kemampuan komunikasi matematis di sekolah tersebut
masih tergolong rendah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VIII SMP Islam YPI 3 Way Jepara Lampung Timur.
31
Subjek dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap berikut.
1. Subjek Studi Pendahuluan
Pada studi pendahuluan dilakukan beberapa langkah sebagai analisis kebutuhan,
yaitu observasi dan wawancara. Subjek observasi yaitu siswa kelas VIII 4. Subjek
wawancara yaitu beberapa murid kelas VIII dan guru yang mengajar matematika
di kelas VIII.
2. Subjek Validasi Pengembangan Produk
Subjek validasi pengembangan produk dalam penelitian ini diserahkan kepada
satu orang dosen ahli materi dan satu orang dosen ahli modul.
3. Subjek Uji Coba Lapangan awal
Subjek uji coba lapangan awal produk pengembangan modul yaitu enam orang
siswa kelas VIII yang belum menempuh materi sistem persamaan linear dua
variabel. Pemilihan keenam siswa tersebut berdasarkan saran dari guru kelas VIII
dan didasarkan pada kemampuan matematis mereka yang tinggi, sedang, dan
rendah yang diketahui dari hasil wawancara dengan guru dan nilai ujian. Keenam
orang siswa tersebut yaitu Dini Adelia Cahyani, Kartika Wulandari, Revanda
Rezavah Levia, Bagas Satria P, Tyo Widiastra, dan Yudi Efendi
4. Subjek Uji Coba Lapangan
Subjek pada tahap ini yaitu sebagai kelas uji coba seluruh siswa kelas VIII 1
berjumlah 38 siswa yang selanjutnya disebut kelas eksperimen dan sebagai kelas
kontrol seluruh siswa kelas VIII 5 berjumlah 38 siswa.
32
C. Prosedur Penelitian
Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan mengacu pada prosedur R&D dari
Borg dan Gall (Sukmadinata, 2008) ada 10 langkah pelaksanaan strategi
penelitian dan pengembangan yaitu.
1. Studi pendahuluan (Research and information collecting).
2. Perencanaan (Planning).
3. Pengembangan desain/draf produk awal (Develop preliminary form of
product).
4. Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing).
5. Revisi hasil uji coba lapangan awal (Main product revision).
6. Uji coba lapangan (Main field testing).
7. Penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan (Operasional product
revision).
8. Uji pelaksanaan lapangan (Operasional field testing).
9. Penyempurnaan produk akhir (Final product revision).
10. Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation).
Penelitian ini hanya akan dilakukan hingga hasil uji coba lapangan (Main field
testing). Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
Penjelasan mengenai langkah penelitian dan pengembangan di atas sebagai
berikut.
1. Studi Pendahuluan (Research and Information Collecting)
Langkah awal dalam melakukan studi pendahuluan adalah melakukan observasi
terhadap proses pembelajaran siswa di kelas VIII. Tahap berikutnya, dilakukan
33
wawancara dengan ibu Nurul Khabibah terkait dengan hasil observasi agar hasil
pengamatan yang diperoleh lebih akurat dan memperjelas beberapa hal mengenai
kebutuhan siswa dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan buku
teks/ modul yang digunakan guru dan siswa saat mengajar kemudian mengkaji
buku-buku tersebut dan penelitian yang relevan sebagai acuan penyusunan modul.
Analisis terhadap kompetensi inti dan kompetensi dasar matematika, silabus
matematika kelas VIII, indikator kemampuan komunikasi matematis dilakukan
sebagai bahan pertimbangan penyusunan materi dan evaluasi.
2. Merencanakan Penelitian (Planning)
Setelah melakukan studi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan meren-
canakan penelitian. Perencanaan diawali dengan melakukan penyusunan rencana
penelitian. Rencana penelitian meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan
dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai pada
penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian, dan kemungkinan
pengujian dalam lingkup terbatas. Pada tahap perencanaan, dilakukan penyusunan
silabus, RPP, dan modul berbasis problem based learning yang akan
dikembangkan serta soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis.
Tahap selanjutnya yaitu menentukan kelas eksperimen, menentukan ahli (materi
dan modul), dan menentukan siswa untuk uji coba lapangan awal.
3. Pengembangan Desain (Develop Preliminary of Product)
Berpegang dari hasil studi pendahuluan dan perencanaan penelitian di atas,
peneliti kemudian menyusun perangkat pembelajaran, susunan dan isi perangkat
34
pembelajaran berupa draf yang disesuaikan dengan pendekatan saintifik dengan
metode tutorial dan materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran. Selain itu,
peneliti juga menyusun modul berbasis problem based learning susunan dan isi
modul berupa draf yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa serta sesuai sintak
problem based learning. Perangkat pembelajaran yang telah disusun kemudian
divalidasi oleh ahli yaitu ahli modul dan ahli materi yang berkompeten
dibidangnya melalui lembar validasi model pembelajaran, silabus, RPP, modul
berbasis problem based learning dan soal kemampuan komunikasi matematis.
Perangkat pembelajaran yang telah divalidasi oleh ahli kemudian direvisi sesuai
dengan saran dan masukan dari para ahli.
Pada tahap ini juga melakukan analisis terhadap lembar penilaian silabus, RPP,
modul berbasis problem based learning dan soal kemampuan komunikasi
matematis yang diberikan kepada ahli modul dan ahli materi. Validasi ahli modul
dilakukan untuk mengetahui teori pendukung dan struktur pengembangan modul
berbasis problem based learning. Validasi ahli materi dilakukan untuk
mengetahui kebenaran isi dan format silabus, RPP, modul, dan soal kemampuan
komunikasi matematis pada pembelajaran.
4. Uji Coba Lapangan Awal (Preliminary Field Testing)
Setelah pengembangan produk awal selesai, maka tahap berikutnya adalah
ujicoba produk awal. Pada tahap ini modul berbasis problem based learning yang
telah dianalisis dan direvisi kemudian diujicobakan di lapangan dalam skala kecil.
Uji coba lapangan awal dilakukan penulis dengan menguji cobakan modul pada
enam siswa SMP Islam YPI 3 Way Jepara yang berbeda dengan kelas penelitian.
35
Enam siswa tersebut dipilih dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang,
rendah. Hal ini dilakukan agar modul nantinya bisa digunakan oleh seluruh siswa
baik dari kemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Penulis kemudian
memberikan angket respon siswa terhadap modul berbasis problem based
learning untuk enam siswa tersebut. Angket respon siswa terhadap modul
berbasis problem based learning berisi uji kemenarikan, kejelasan modul dan
materi serta dayaguna. Angket respon siswa terhadap modul berisi uji keterbacaan
berupa tampilan, penyajian materi dan manfaat. Selain itu, penulis juga
memberikan angket tanggapan guru matematika terhadap modul berbasis problem
based learning. Angket tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan salah satu
acuan untuk kembali melakukan revisi dan penyempurnaan modul pembelajaran
yang dianggap sudah tepat, maka lanjut pada tahap uji coba lapangan.
5. Merevisi Hasil Uji Coba (Main Product Revision)
Analisis skala yang diberikan kepada siswa pada uji coba lapangan awal
dilakukan untuk melihat apakah modul berbasis problem based learning sudah
memiliki kriteria baik atau kurang baik. Revisi dilakukan kembali sampai seluruh
saran dan tanggapan siswa selama tahap uji coba selesai ditindaklanjuti.
6. Uji Coba Lapangan (Main Field Testing)
Uji pelaksanaan lapangan modul berbasis problem based learning dilakukan
untuk mengetahui efektifitas modul terhadap kemampuan komunikasi matematis
siswa. Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment design.
Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
36
Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah pembelajaran dengan
pendekatan saintifik disertai metode tutorial menggunakan modul berbasis
problem based learning dan buku paket dari pemerintah, sedangkan pada kelas
kontrol menerapkan pembelajaran konvensional menggunakan buku paket dari
pemerintah.
Tabel 3.1 Rancangan Uji Coba Lapangan
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan:
X1 = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu kegiatan
pembelajaran metode tutorial menggunakan modul berbasis problem based
learning dan buku paket dari pemerintah
X2 = Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu kegiatan
pembelajaran konvensional dengan menggunakan buku paket dari
pemerintah
O1 = Tes awal yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di
awal penelitian
O2 = Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di
akhir penelitian
Sebelum melakukan uji coba produk, terlebih dahulu diberikan pretest pada siswa
di kelas eksperimen dan kontrol. Pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan
awal peserta didik mengenai materi yang akan dipelajari. Langkah berikutnya
yaitu pengujian produk yang berupa pembelajaran dengan pendekatan saintifik
disertai metode tutorial menggunakan modul berbasis problem based learning
pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran
konvensional dengan menggunakan buku paket dari pemerintah. Setelah
keseluruhan pembelajaran selesai diberikan pada peserta didik di kedua kelas,
berikutnya diberikan posttest untuk mengetahui efektivitas dari modul berbasis
37
problem based learning yang telah dikembangkan, yang mengacu pada
kemampuan komunikasi matematis siswa.
D. Instrumen Penelitian
1. Jenis instrumen
Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan dan memperoleh data.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen,
yaitu nontes dan tes. Instrumen-instrumen tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut.
a. Instrumen Non Tes
Instrumen nontes ini terdiri dari beberapa bentuk yang disesuaikan dengan
langkah–langkah dalam penelitian pengembangan. Terdapat dua jenis instrumen
nontes yang digunakan, yaitu wawancara dan angket. Wawancara digunakan saat
studi pendahuluan dengan mewawancarai guru matematika dan beberapa siswa
kelas VIII mengenai kondisi awal siswa dan dan pemakaian buku teks saat
pembelajaran. Instrumen yang kedua, yaitu angket digunakan pada beberapa
tahapan penelitian. Angket ini memakai skala Likert dengan empat pilihan
jawaban yang disesuaikan dengan tahap penelitian dan tujuan pemberian angket.
Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai pendapat para ahli
(validator), guru matematika dan siswa uji coba lapangan awal terhadap modul
berbasis problem based learning yang akan disusun. Instrumen ini akan menjadi
pedoman dalam merevisi dan menyempurnakan modul berbasis problem based
learning yang disusun. Beberapa jenis angket dan fungsinya dijelaskan sebagai
berikut.
38
1) Angket Validasi Media
Instrumen ini digunakan untuk menguji konstruksi perangkat modul yang
dikembangkan. Hasil validasi dari pengembangan media dijadikan acuan untuk
membuat modul pembelajaran. Adapun kisi – kisi instrumen untuk validasi media
adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2. Kisi – kisi Instrumen Validasi Ahli Media
Kriteria Indikator
Aspek kelayakan kegrafikan Ukuran modul
Desain sampul modul
Desain isi modul
Aspek kelayakan bahasa Lugas
Komunikatif
Kesesuaian dengan kaidah bahasa
Penggunaan istilah, simbol, maupun lambing
2) Angket Validasi Materi
Instrumen ini digunakan untuk menguji substansi perangkat pembelajaran yang
digunakan. Instrumen ini meliputi kesesuaian indikator dengan Kompetensi Inti
(KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang mencakup aspek kelayakan isi/materi,
aspek kelayakan penyajian, dan penilaian pembelajaran. Instrumen ini diisi oleh
pakar matematika. Adapun kisi – kisi instrumen untuk validasi materi yaitu:
a) Validasi Instrumen Silabus
Kisi – kisi instrumen untuk validasi instrumen silabus yaitu: (1) isi yang disajikan
meliputi kesesuaian silabus dengan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar
(KD), Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK), dan materi, kegiatan pembelajaran
dirancang berdasarkan pembelajaran tutorial dengan menggunakan modul,
kesesuaian antara materi dan sumber belajar, Ketepatan pemilihan teknik
penilaian, dan prinsip pengembangan silabus, (2) alokasi waktu meliputi
39
kesesuaian alokasi waktu dan (3) bahasa meliput penggunaan bahasa yang sesuai
dengan EYD.
b) Validasi Instrumen RPP
Kisi – kisi instrumen untuk validasi instrumen RPP yaitu: (1) sistematika
pengembangan RPP meliputi identitas RPP, kompetensi inti dan kompetensi
dasar, indikator dan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, langkah kegiatan pembelajaran, tahap-tahap pengembangan
pembelajaran tutorial dengan menggunakan modul, penilaian, media, alat/bahan
dan sumber pembelajaran, sistematika penyusunan RPP, (2) bahasa meliputi
penggunaan bahasa yang sesuai dengan EYD, dan (3) waktu meliputi kesesuaian
alokasi waktu.
3) Validasi Instrumen Modul
Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk validasi instrumen modul dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Kisi – Kisi Instrumen Validasi Materi
Kriteria Indikator
Aspek Kelayakan Isi Kesesuaian materi dengan KI dan KD
Keakuratan materi
Mendorong keingintahuan
Aspek Kelayakan Penyajian Teknik penyajian
Kelengkapan penyajian
Penyajian pembelajaran
Koherensi dan keruntutan proses berpikir
Penilaian Problem Based Learning Karakteristik Problem Based Learning
40
4) Validasi Instrumen Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Kisi – kisi instrumen untuk validasi instrumen soal kemampuan komunikasi
matematis meliputi kesesuaan teknik penilaian, kelengkapan instrumen,
kesesuaian isi, konstruksi soal, dan kebahasaan.
5) Angket Tanggapan Guru Matematika Terhadap Modul
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tanggapan guru matematika mengenai
modul yang telah dikembangkan. Adapun kisi – kisi instrumen angket tanggapan
guru matematika terhadap modul yaitu (1) Syarat didaktik meliputi kebenaran
konsep, pendekatan pembelajaran, keluasan konsep, kedalaman materi dan
kegiatan peserta didik, (2) syarat teknis meliputi penampilan fisik, (3) syarat
konstruksi meliputi kebahasaan, dan (4) syarat lain meliputi penilaian dan
keterlaksanaan.
6) Angket Respon Siswa
Instrumen ini berupa angket yang diberikan kepada siswa sebagai pengguna
produk untuk mengetahui bagaimana keterbacaan, ketertarikan siswa, dan
tanggapannya terhadap modul. Lembar ini sebagai dasar untuk merevisi modul
berbasis masalah. Adapun kisi-kisi angket respon siswa terlihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Kisi – Kisi Angket Respon Siswa terhadap Modul
Kriteria Indikator
Aspek tampilan Kejelasan teks
Kesesuaian gambar /ilustrasi dengan materi
Aspek penyajian materi Kemudahan pemahaman materi
Ketepatan penggunaan lambang atau simbol
Kelengakapan dan ketepatan sistematika penyajian
Kesesuaian contoh dengan materi
Aspek manfaat Kemudahan belajar
Peningkatan motivasi belajar
Ketertarikan mengunakan modul
41
2. Instrumen Tes
Instrumen ini berupa tes kemampuan komunikasi matematis. Tes ini diberikan
secara individual dan bertujuan untuk mengukur kemampuan komunikasi
matematis. Penilaian hasil tes dilakukan sesuai dengan pedoman yang digunakan
dalam penskoran kemampuan komunikasi matematis yang diadaptasi dari Ansari
(2009) dan dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel.3.5. Aspek Pemberian Skor Komunikasi Matematis.
Skor Menulis
(Written texts)
Menggambar
(Drawing)
Ekspresi Matematis
(Mathematical Expression)
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami
konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar.
Hanya sedikit gambar, diagram, atau tabel
yang benar.
Hanya sedikit dari model matematika yang benar.
2 Penjelasan secara
matematis masuk akal namun hanya sebagian
lengkap dan benar.
Melukiskan diagram,
gambar, atau tabel namun kurang lengkap
dan benar.
Membuat model
matematika dengan benar, namun salah dalam
mendapatkan solusi.
3 Penjelasan secara matematis masuk akal
dan benar, meskipun
tidak tersusun secara
logis atau terdapat sedikit kesalahan
bahasa.
Melukiskan diagram, gambar atau tabel
secara lengkap dan
benar.
Membuat model matematika dengan benar,
kemudian melakukan
perhitungan atau
mendapatkan solusi secara benar dan lengkap.
4 Penjelasan secara matematis masuk akal
dan jelas serta tersusun
secara logis.
Skor Maksimal = 4 Skor Maksimal = 3 Skor Maksimal = 3
Sebelum tes kemampuan matematis digunakan pada saat uji coba lapangan (Main
field testing), terlebih dahulu tes tersebut divalidasi dan kemudian diujicobakan
pada kelas lain (kelas uji coba lapangan awal) yang telah menempuh materi
SPLDV untuk mengetahui validitas dan reliabilitas lembar tes kemampuan
komunikasi matematis dapat digunakan jika telah memenuhi syarat valid dan
reliable. Instrumen ini digunakan untuk menilai keefektifan pembelajaran yaitu
42
nilai rata-rata yang dicapai siswa setelah pembelajaran menggunakan modul
berbasis maslaah. Instrumen berisikan soal latihan untuk mengetahui kemampuan
komunikasi siswa dalam pembelajaran. Berikut pemaparan mengenai tahapan dari
uji validitas dan reliabilitas tes kemampuan komunikasi matematis.
a. Validitas
Validitas yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada validitas isi.
Validitas isi dari tes kemampuan komunikasi matematis ini dapat diketahui
dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan
komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.
Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi
instrumen atau matrik pengembang instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat
variabel yang akan diteliti, indikator sebagai tolak ukur dengan nomor butir (item)
pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dalam indikator. Pada setiap
instrumen tes terdapat butir-butir (item) pertanyaan atau pernyataan.
Validitas tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu
kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VII.,
guru tersebut mengetahui dengan benar kurikulum SMP, kemudian diuji cobakan
dan dianalisis (Sugiyono, 2011: 182-183). Teknik yang digunakan untuk menguji
validitas empiris ini dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product
moment (Widoyoko, 2012)
𝑟𝑥𝑦 =𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
√(𝑁 ∑ 𝑋2−(∑ 𝑋)2)(𝑁 ∑ 𝑌2−(∑ 𝑌)2)
43
Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : Jumlah Siswa ∑ 𝑋 : Jumlah skor siswa pada setiap butir soal ∑ 𝑌 : Jumlah total skor siswa ∑ 𝑋𝑌 : Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir soal
dengan total skor siswa
Namun, dalam proses perhitungannya menggunakan IBM SPSS Statistic 20. Tabel
3.6. menyajikan hasil validitas instrumen tes komunikasi matematis. Perhitungan
selengkapnya terdapat pada Lampiran C.1.
Tabel 3.6. Validitas Instrumen Tes Komunikasi Matematis
Nomor Soal rtabel rxy Keterangan
1 0.2709 0,455 Valid
2 0.2709 0,591 Valid
3 0.2709 0,543 Valid
4 0.2709 0,619 Valid
5 0.2709 0,470 Valid
Kaidah keputusan distribusi 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk taraf signifikasi 5%, dari hasil
perhitungan, jika 𝑟𝑥𝑦 ≥ 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka semua butir soal dinyatakan valid, namun
jika sebaliknya maka butir soal dinyatakan tidak valid. Dengan demikian,
diketahui bahwa semua nilai 𝑟𝑥𝑦 ≥ 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , yang artinya semua butir soal
instrumen kemampuan komunikasi matematis dinyatakan valid dan bisa
digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian.
b. Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Menurut
Arikunto (2010) untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus Alpha,
yaitu.
𝑟11 = [𝑘
𝑘−1] [1 −
∑ 𝑠𝑖2
𝑠𝑡2
]
44
Keterangan:
n = jumlah sampel
k = jumlah butir pertanyaan
𝑠𝑖2 = varians total
𝑠𝑡2 = jumlah butir pertanyaan
𝑟11 = koefisien reliabilitas instrumen
Rumus untuk menentukan nilai varians dari skor total dan varians setiap butir
soal:
∑ 𝑆𝑖 2 = 𝑠𝑖1
2 + 𝑠𝑖22 + 𝑠𝑖3
2 + ⋯ + 𝑠𝑖𝑛2
𝑠𝑖2 =
∑ 𝑋𝑖2−
( ∑ 𝑋𝑖)2
𝑛
𝑛
Rumus untuk menentukan nilai variansi total
𝑠𝑡2 =
∑ 𝑋2−( ∑ 𝑋)2
𝑛
𝑛
Keterangan:
X = nilai skor yang dipilih
N = banyaknya item soal
Adapun proses perhitungan untuk mencari nilai reliabilitas instrumen pada
penelitian ini dengan menggunakan IBM SPSS Statistic 20. Kaidah keputusan
distribusi 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk taraf signifikasi 5%, berdasarkan hasil perhitungan
diketahui 𝑟𝑥𝑦 = 0,362 ≥ 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0,2709 maka dapat disimpulkan instrumen
kemampuan komunikasi matematis siswa dinyatakan reliabel. Perhitungan
selengkapnya terdapat pada Lampiran C.2.
Teknik analisis data pada penelitian ini dijelaskan berdasarkan jenis instrumen
sebagai berikut.
E. Teknik Analisis Data
45
1. Analisis Data Pendahuluan
Data hasil wawancara dan review berbagai buku teks serta KI dan KD matematika
SMP Kelas VIII diperoleh pada studi pendahuluan, data ini dianalisis secara
deskriptif dan digunakan sebagai acuan sebagai latar belakang diperlukannya
pengembangan modul pembelajaran. Selain itu, data hasil pemberian angket yang
diperoleh pada tahap validasi modul dianalisis secara deksriptif kualitatif. Data
berupa saran dan komentar ahli media dan materi digunakan sebagai panduan
untuk memperbaiki modul. Analisis data hasil angket serta tingkat keterbacaan
dan ketertarikan siswa juga dilakukan secara deskriptif kualitatif. Proses
perhitungannya menggunakan software Microsoft Excel 2010.
2. Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran
Data yang diperoleh dari validasi silabus, RPP, modul berbasis problem based
learning dan soal kemampuan komunikasi matematis adalah hasil validasi ahli
pengembangan ahli materi dan ahli media melalui angket skala kelayakan.
Analisis yang digunakan berupa deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif berupa komentar dan saran dari validator dideskripsikan secara kualitatif
sebagai acuan untuk memperbaiki model, silabus, RPP, dan modul. Data
kuantitatif berupa skor penilaian ahli pengembangan ahli materi dan ahli media
dideskripsikan secara kuantitatif menggunakan skala likert dengan 4 skala
kemudian dijelaskan secara kualitatif.
Skala yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah 4 skala, yaitu.
1) Skor 1 adalah kurang baik.
46
2) Skor 2 adalah cukup baik.
3) Skor 3 adalah baik.
4) Skor 4 adalah sangat baik.
Berdasarkan data angket validasi yang diperoleh, rumus yang digunakan untuk
menghitung hasil angket dari validator adalah sebagai berikut:
P = ∑ 𝑋
∑ 𝑋𝑖 𝑥 100%
Keterangan:
P : Presentase yang dicari ∑ 𝑋 : Jumlah nilai jawaban responden ∑ 𝑋𝑖 : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
Sedangkan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk merevisi perangkat
pembelajaran digunakan kriteria penilaian yang dijelaskan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Kriteria Tingkat Kevalidan dan Revisi Produk
Persentase (%) Kriteria Validasi
76 – 100 Valid
56 – 75 Cukup Valid
40 – 55 Kurang Valid
0 -39 Tidak Valid
Arikunto (2010)
Untuk memperkuat data hasil penilaian kevalidan atau kelayakan, dilakukan juga
penilaian silabus, RPP dan modul untuk mengetahui kepraktisan modul
pembelajaran terhadap guru matematika dan peserta didik. Penilaian berdasarkan
data angket yang diperoleh. Adapun kriteria analisis nilai rata-rata yang
digunakan disajikan dalam tabel di bawah ini.
P = ∑ 𝑋𝑛
𝑖=1
∑ 𝑋𝑖𝑛𝑖=1
𝑥 100%
Keterangan:
P : Presentase yang dicari ∑ 𝑋𝑛
𝑖=1 : Jumlah nilai jawaban responden
∑ 𝑋𝑖𝑛𝑖=1 : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi
47
Tabel 3.8. Kriteria Kepraktisan Analisis Nilai Rata-Rata
Nilai Tingkat Kepraktisan
85 – 100 Sangat Praktis
70 – 84 Praktis
55 – 69 Cukup Praktis
50 – 54 Kurang Praktis
0 – 49 Tidak Praktis
Arikunto (2010)
3. Analisis Efektivitas Pembelajaran Menggunakan Modul Berbasis Problem
Based Learning
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes
kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum pembelajaran (pretest) dan
setelah pembelajaran (posttest). Penentuan keefektifan modul pembelajaran
matematika yang dikembangkan dilihat dari analisis tes kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam belajar matematika. Indikator keefektivan modul berbasis
problem based learning ditunjukan dengan rata-rata gain ternormalisasi.
Perhitungan gain ternormalisasi berdasarkan pretest dan posttest Menurut Hake
(Noer, 2009) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus indeks gain, yaitu.
𝑔 =𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 − 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒
𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑝𝑜𝑠𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 − 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi dari Hake adalah:
g > 0,7 : tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 : sedang
g ≤ 0,3 : rendah
Pengolahan dan analisis data kemampuan komunikasi matematis dilakukan
dengan menggunakan uji statistik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi
48
matematis siswa (indeks gain) kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan
menggunakan IBM SPSS Statistic 20.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji Shapiro-
Wilk test, adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut:
Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Hasil pengujian normalitas dengan statistik uji Shapiro-Wilk test menggunakan
IBM SPSS Statistic 20 dkriteria pengujian yaitu jika nilai probabilitas (sig) lebih
besar dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005:113). Setelah
dilakukan pengujian normalitas pada data pretest kemampuan komunikasi
matematis diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 3.9 Uji Normalitas Data Awal Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelompok
Penelitian Banyaknya Siswa Statictic Probabilitas (Sig)
Eksperimen 38 0,918 0,008
Kontrol 38 0,922 0,110
Pada tabel 3.9 terlihat bahwa probabilitas (Sig) untuk kelas eksperimen kurang
dari 0,05, sehingga hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti bahwa data skor awal
kelas eksperimen berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
Perhitungan uji normalitas data skor awal dapat dilihat pada Lampiran C.5. Uji
normalitas juga dilakukan terhadap data akhir kemampuan komunikasi matematis,
setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 3.10.
49
Tabel 3.10 Uji Normalitas Data Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelompok
Penelitian Banyaknya Siswa Statistic Probabilitas (Sig)
Eksperimen 38 0,947 0,072
Kontrol 38 0,950 0,087
Pada Tabel 3.10 terlihat bahwa probabilitas (Sig) untuk kelas eksperimen lebih
dari 0,05, sehingga hipotesis nol diterima. Hal ini berarti bahwa data skor awal
kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji
normalitas data skor akhir dapat dilihat pada Lampiran C.5
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
data memiliki varians yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas
yaitu dengan analisis of varians.
Adapun hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut.
Ho : 𝜎12 = 𝜎2
2 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang sama)
H1 : 𝜎12 ≠ 𝜎2
2 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak sama)
Dalam penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan IBM SPSS
Statistic 20 dengan kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig) lebih
besar dari 𝛼 = 0,05 maka hipotesis nol diterima. Berdasarkan hasil dari uji
normalitas pada data akhir kemampuan komunikasi matematis diketahui bahwa
kedua kelas berasal dari populasi ynag berdistribusi normal. Sehingga selanjutnya
dilakukan uji homogenitas terhadap data akhir kemampuan komunikasi
matematis. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil yang disajikan pada
Tabel 3.11.
50
Tabel 3.11 Uji Homogenitas Skor Akhir Kemampuan Komunikasi
Matematis
Kelompok
Penelitian Banyaknya Siswa Statistic Levene Probabilitas (Sig)
Eksperimen 38 0.000 0,993
Kontrol 38
Pada Tabel 3.11. terlihat bahwa nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari 0,05,
sehingga hipotesis nol diterima. Hal ini berarti bahwa data akhir kemampuan
komunikasi matematis dari kedua kelompok populasi memiliki varians yang
homogen atau sama. Perhitungan uji homogenitas data akhir dapat dilihat pada
Lampiran C.6. Sedangkan untuk data awal kemampuan komunikasi matematis
tidak dilakukan uji homogenitas karena salah satu sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi tidak normal.
c. Uji Hipotesis
1) Uji Hipotesis untuk Data Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa
Setelah melakukan uji normalitas, diketahui bahwa data skor awal salah satu
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Menurut Russefendi
(Mela, 2018) apabila data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
maka uji hipotesis menggunakan uji non parametrik. Dalam penelitian ini uji non
parametrik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney U dengan hipotesis sebagai
berikut.
H0 : Kemampuan awal komunikasi matematis siswa yang menggunakan
modul berbasis problem based learning sama dengan kemampuan awal
komunikasi matematis siswa yang tidak menggunakan modul berbasis
problem based learning
51
H1 : Kemampuan awal komunikasi matematis siswa yang menggunakan
modul berbasis problem based learning lebih baik dari kemampuan awal
komunikasi matematis siswa yang tidak menggunakan modul berbasis
problem based learning
Dalam penelitian ini, uji Mann-Whitney U menggunakan IBM SPSS Statistic 20
dengan kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari
𝛼 = 0,05 maka hipotesis nol diterima.
2) Uji Hipotesis untuk Data Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Siswa
Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas, diketahui bahwa data akhir
berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Menurut Sudjana (2005: 243),
apabila dari data kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varian yang
sama maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-
rata, yaitu uji t dengan hipotesis satu arah (one-tailed) sebagai berikut.
H0 : Kemampuan akhir komunikasi matematis siswa yang menggunakan
modul berbasis problem based learning lebih rendah dari kemampuan
akhir komunikasi matematis siswa yang tidak menggunakan modul
berbasis problem based learning
H1 : Kemampuan akhir komunikasi matematis siswa yang menggunakan
modul berbasis problem based learning lebih baik dari kemampuan akhir
komunikasi matematis siswa yang tidak menggunakan modul berbasis
problem based learning
Kriteria H0 diterima apabila Sig dari 0,05 artinya H0 diterima atau kemampuan
komunikasi matematis siswa yang menggunakan modul berbasis problem based
52
learning lebih rendah atau sama dengan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang tidak menggunakan modul berbasis problem based learning. Kriteria H0
ditolak apabila Sig kurang dari 0,05 artinya H0 ditolak atau kemampuan akhir
komunikasi matematis siswa yang menggunakan modul berbasis problem based
learning lebih baik dari kemampuan akhir komunikasi matematis siswa yang tidak
menggunakan modul berbasis problem based learning
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil (produk) dari penelitian pengembangan ini adalah modul berbasis
problem based learning. Pengembangan modul berbasis problem based
learning dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa, adapun prosesnya diawali dari studi pendahuluan yang menunjukkan
kebutuhan dikembangkannya modul berbasis problem based learning. Hasil
validasi menunjukkan bahwa modul berbasis problem based learning telah
layak digunakan dan termasuk dalam kategori sangat baik, begitupun dengan
hasil uji coba modul berbasis problem based learning termasuk dalam
kategori sangat baik.
2. Modul berbasis problem based learning efektif dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa, yaitu kemampuan komunikasi
matematis dengan pembelajaran menggunakan modul berbasis problem
based learning lebih efektif dibanding dengan kemampuan komunikasi
matematis dengan pembelajaran tidak menggunakan modul berbasis problem
based learning.
95
B. Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, ada beberapa hal yang perlu penulis
sarankan, yaitu:
1. Hendaknya soal yang terdapat pada modul disesuaikan dengan teori model
pembelajaran yang digunakan pada pengembangan modul
2. Mempertimbangkan karakter siswa dalam mengembangkan modul
pembelajaran yang sesuai.
3. Sebaiknya modul dikemas dengan gambar atau nuansa yang disesuaikan
dengan perkembangan dunia siswa, sehingga membuat modul lebih menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ikhlas. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan GayaKognitif terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP. Jurnalof Curricula Teaching and Learning. 2: 135-143.
Amir, M. Taufiq. 2015. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based LearningBagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan.Prenada Media Group, Jakarta. 150 hlm.
Amri, S. & Ahmadi I. K. (2010). Konstruksi Pengembangan PembelajaranPengaruhnya Terhadap Mekanisme Dan Praktik Kurikulum. PrestasiPustaka, Jakarta. 242 hlm.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik EdisiRevisi VII. Bumi Aksara, Jakarta. 412 hlm.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.https://bsnp-indonesia.org /wp-content/ uploads/ kompetensi / Panduan_Umum KTSP.pdf. Diakses pada 18 Februari 2018.
Belawati, Tian. 2003. Materi Pokok Pengembangan Bahan Ajar Edisi Ke Satu.Universitas Terbuka, Jakarta. 690 hlm.
Budiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian Edisi Ke-2. Sebelas Maret UniversityPers, Surakarta. 339 hlm.
Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Modul. Depdiknas, Jakarta. 27 hlm
_________. 2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan. http: //kelembagaan .ristekdikti.go.id /wp-content / uploads/ 2016 /08 /PP0322013.pdf. Diakses pada 2Januari 2018.
_________. 2013. Permendikbud Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. http://bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads/2009/06/03.-A.-Salinan-
97
Permendikbud-No.-65-th-2013-ttg-Standar-Proses.pdf/. Diakses pada 2Januari 2018.
Dhewi, M, R, dan Hadiwidjaya, D, R,.2014. Analisis Kritikal Bahan AjarPengantar Akuntansi (EkMA4115) Menggunakan Evaluasi Formatif.Universitas Terbuka, Bogor. http://repository.ut.ac.id/id/eprint/5522. /.Diakses pada 9 Januari 2018.
Gardenia, N. 2016. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan KomunikasiMatematis Siswa SMK Melalui Pembelajaran Konstruktivisme ModelNeedham. Jurnal Formatif Universitas Indraprasta PGRI. 6(2):110-118
Hamalik. 2001. Psikologi Belajar dan Mengajar. Sinar Baru Algesindo, Bandung.223 hlm.
Hanafiah, N. dan Cucu, S. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Afitama,Bandung. 232 hlm.
Herman, T. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk MeningkatkanKemampuan Berpikir Matematis Tingkat TInggi Siswa Sekolah MenengahPertama. Educationist. Volume 1 Nomor 1: hlm. 47-56
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad21. Ghalia Indonesia, Jakarta. 472 hlm.
Hodiyanto. 2017. Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam PembelajaranMatematika. Jurnal Pendidikan Fakultas MIPATEK IKIP PGRI Pontianak.Volume 7 Nomor 1 hlm 9-17.
Imoko, I. B. dan Ajai, T. J. 2015. Gender Differences In MathematicsAchievement And Retention Scores: A Case Of Problem-Based LearningMethod. International Journal of Research in Education and Science(IJRES). 1:44-50
Indrayanti, dkk. 2008. Pengembangan Modul Pembelajaran Individual dalamMata Pelajaran Matematika di Kelas XI SMAN 1 Palembang. JurnalPendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2. http://eprints.unsri.ac.id/.Diakses pada 9 Desember 2017.
Kadir. 2008. Kemampuan Komunikasi Matematis dan Keterampilan Sosial Siswadalam Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional Matematika danPendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. hlm 339-350.
Khoyati F,dkk. 2016. Pengembangan Modul Matematika Untuk PembelajaranBerbasis Masalah pada Materi Pokok Persamaan Garis Lurus Kelas VIIISMP. Jurnal Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Vol. 4 No. 7 Hlm608-621.
98
Majid, A. 2008. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan StandarKompetensi Guru. PT Remaja Rodsa Karya, Bandung. 291 hlm.
Marpaung, Yansen. 2003. Pembelajaran Matematika Yang Menyenangkan.Makalah Seminar Nasional Komperda Himpunan Matematika IndonesiaWilayah Jawa Tengah & DIY. Surakarta.https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/5681. Diakses pada 20Februari 2018
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana,Jakarta. 774 hlm.
Mulyana, D. 2004. Komunikasi Efektif. Remaja Rosdakarya, Bandung. 294 hlm.
National Council Of Teacher Mathematics. 2000. Principle And Standards ForSchool Mathematics. Virginia: The NCTM Inc. http://www.nctm.org/.Diakses pada 18 Maret 2018.
Noer, Sri Hastuti. 2009. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis matematisSiswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Lampung: UniversitasLampung. http://eprints. uny. ac.id/7048 /1/P33%20Dra.%20Sri %20Hastuti%20Noer.pdf. Diakses pada 19 November 2017.
Olteanu, Lucian. 2014.: Construction Of Tasks In Order To Develop And PromoteClassroom Communication In Mathematics. International Journal OfMathematical Education In Science And Technology. http://dx.doi.org.Diakses pada 20 Maret 2018.
Ontario Ministry of Education. 2005. The Ontario Grades 1-8.http://www.edu.gov.on.ca/. Diakses pada 8 Januari 2018
_______________________________. 2010. Capacity Building Series:Communication Mathematics in The Classroom.http://www.edu.gov.on.ca/inspire/research/. Diakses pada 8 Januari 2018
Padmavathy, R. D., & Mareesh, K. 2013. Effectiveness Of Problem BasedLearning In Mathematics. International Multidisciplinary E – Journal:http//www. sheeprakashan.com/. Diakses pada 20 Oktober 2016.
Prastowo, A. 2012. Pengembangan Sumber Belajar. Pustaka Insan Mandiri,Yogyakarta. 208 hlm.
Prayitno, S. Suwarsono, S. dan Siswono, E. 2013. Komunikasi Matematis SiswaSMP dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berjenjang Ditinjau dariPerbedaan Gender. Universitas Negeri Yogyakarta. MP: 565-572
Purwanto. 2007. Pengembangan Modul. Pustekkom Depdiknas, Jakarta. 188 hlm.
99
Qohar, Abdul. 2011. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis untukSiswa SMP. Universitas Negeri Yogyakarta. 978-979-17763-3-2.
Rusman. 2014. Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan ProfesionalismeGuru. Raja Grafindo Jaya, Jakarta. 418 hlm.
Russeffendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru MengembangkanKompetensinya dalam Pengajaran Matemika dalam Meningkatkan CBSA.Tarshito, Bandung. 626 hlm.
Setiyadi, dkk. 2017. Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi BerbasisPendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Journal ofEducational Science and Technology UNM. Volume 3 Nomor 2 Agustus2017 hlm 102-112.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada,Jakarta. 504 hlm.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung. 508 hlm.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dilengkapi denganMetode R & D. Alfabeta, Bandung. 380 hlm.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. PT. RemajaRosdakarya, Bandung. 336 hlm.
Supardi. 2013. Sekolah Efektif, Konsep Dasar dan Praktiknya. Raja GrafindoPersada. 330 hlm.
Suprihatiningrum, J. 2013. Strategi Pembelajaran Teori & Aplikasi. Ar-RuzzMedia, Jogjakarta. 376 hlm.
Selcuk, GamzeSezgin. 2010. The Effect Of Problem Based Learning On Pre-Service Teachers’Achievement, Approaches And Attitudes TowardLearning Physics. International Journal Of The Physical Sciences. 6.Pp.711-723.
Tan, Oon-Seng.(2004). Cognition, Metacognition, And Problem-Based Learning,In Enhancing Thinking Through Problem-Based Learning Approaches.Singapore: Thomson Learning. a http://www.nie.edu.sg/profile/tan-oon-seng. Diakses pada 20 Oktober 2016.
Trianto. 2010.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif KonsepLandasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan (KTSP). KencanaPrenada Media Group, Jakarta. 371 hlm
100
Wahyumiarti. 2015. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Ditinjau dari IQpada Siswa SMAN 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. (Tesis).Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. 285 pp.
Wahyuni, S. 2009. Eksperimentasi Model Pembelajaran Berdasarkan MasalahPada Sub Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel DitinjauDari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Sekabupaten Boyolali TahunPelajaran 2008/2009. (Tesis). Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.178 pp.
Widyaningsih, M. H. 2016. Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika BerbasisMasalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap IlmiahSiswa SMA. (Tesis). Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. 277 pp.
Winataputra, Udin. S. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Tinggi Jarak Jauh.Universitas Terbuka, Jakarta. 74 hlm.
Iskandarwassid dan Sunendar, D. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. PT.Remaja Rosdakarya, Bandung. 311 hlm.
Widodo, Chomsin S. dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan AjarBerbasis Kompetensi. Gramedia, Jakarta. 357 hlm.