pengembangan potensi energi listrik waduk...

145
ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 273 PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK TUNGGAL MENGGUNAKAN GENETIC ALGORITMA (GA) Studi Kasus: Waduk Cimeta, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Azmeri 1) Iwan Kridasantausa 2) Yadi Suryadi 3) 1) Mahasiswa Program S3 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung 2) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi 3) Mahasiswa Program S3 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Kebutuhan air tidak selamanya dapat terpenuhi oleh sumber daya air yang ada pada saat diperlukan. Keterbatasan sumberdaya air menyebabkan diperlukannya sistem pengoperasian waduk yang tepat, agar pengoperasian yang dilakukan memperoleh hasil yang optimal. Tujuan penulisan makalah ini adalah menerapkan Genetic Algoritma (GA) pada pola pemanfaatan air waduk tunggal. Maksud penulisan makalah ini adalah melakukan optimasi pengoperasian waduk tunggal dengan fungsi tujuan minimize shortage, sehingga dapat memberikan gambaran potensi energi listrik yang akan dihasilkan oleh Waduk Cimeta. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan GA akan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan NLP. Kata Kunci: Waduk Cimeta, Genetic Algoritma, Pengoperasian Waduk Tunggal, Non-Linier Programming (NLP), Energi Listrik. PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan di setiap sektor dan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan air. Kebutuhan air tidak selamanya dapat terpenuhi oleh sumber daya air yang ada pada saat diperlukan. Keterbatasan akan sumberdaya air yang ada menyebabkan perlunya pengaturan release/outflow air dari waduk (sistem pengoperasian waduk) agar pengoperasian yang dilakukan memperoleh hasil yang optimal. Telah banyak teknik optimasi yang digunakan untuk pengoperasian waduk. Pada makalah ini akan menggunakan Genetic Algorithms (GA) untuk memperoleh pola pengoperasian waduk tunggal. GA merupakan teknik pencarian nilai optimum secara stochastic berdasarkan mekanisme seleksi alam – teori genetika. Algoritma genetika berbeda dengan teknik konvergensi konvensional yang lebih bersifat deterministik (Gen, et.al., 1997). Genetic Algorithms (GA) digunakan untuk mendapatkan solusi yang tepat untuk masalah optimal dari satu atau multi variabel. Sebelum Genetic Algorithms (GA) dijalankan, masalah yang ingin dioptimalkan harus dinyatakan dalam fungsi tujuan atau disebut fitness. Kromosom dengan nilai fitness tinggi (maximize), akan memberikan probabilitas yang tinggi untuk bereproduksi pada generasi selanjutnya. Sehingga untuk setiap generasi pada proses evolusi, fungsi fitness yang mensimulasikan seleksi alam, akan menekan populasi ke arah fitness yang meningkat. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah melakukan kajian pengembangan potensi energi listrik pada waduk tunggal dengan menggunakan Genetic Algoritma (GA). Dengan metode ini diharapkan akan diperoleh solusi outflow waduk optimal untuk pengoperasian waduk tunggal. Dengan model optimal sistem pengoperasian waduk tunggal tersebut diharapkan sumber daya air yang terbatas dapat diatasi dengan sistem pengoperasian waduk yang cermat dan tepat. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penyusunan model yang didasarkan pada keseimbangan air (water balance) dalam sistem waduk tunggal. 2. Menerapkan teknik optimasi Genetic Algoritma, dengan langkah-langkah sebagai berikut: kodifikasi dan pembentukan generasi awal, pertukaran gen (crossover), perubahan gen (mutation), elitisme, evaluasi fungsi fitness, dan seleksi; 3. Merekomendasikan pemanfaatan air waduk tunggal secara optimal dan memberikan gambaran pengembangan potensi energi listrik yang akan dihasilkan oleh Waduk Cimeta. Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan pola pengoperasian waduk tunggal dengan menggunakan Genetic Algoritma (GA). Pola pengoperasian yang optimal memberikan gambaran potensi energi listrik yang akan dihasilkan Waduk Cimeta. Adapun tujuannya adalah mencoba menerapkan GA pada pola pemanfaatan air waduk tunggal. Pada penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan teknik optimasi Non-Linier Programming (NLP). STUDI KASUS Suatu model optimasi pengoperasian waduk sangat tergantung pada sistem yang ditinjau. Oleh karena itu

Upload: docong

Post on 08-Mar-2019

290 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 273

PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK TUNGGAL MENGGUNAKAN GENETIC ALGORITMA (GA)

Studi Kasus: Waduk Cimeta, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Azmeri 1) Iwan Kridasantausa 2) Yadi Suryadi 3) 1) Mahasiswa Program S3 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung

2) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi 3) Mahasiswa Program S3 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Kebutuhan air tidak selamanya dapat terpenuhi oleh sumber daya air yang ada pada saat diperlukan. Keterbatasan sumberdaya air menyebabkan diperlukannya sistem pengoperasian waduk yang tepat, agar pengoperasian yang dilakukan memperoleh hasil yang optimal. Tujuan penulisan makalah ini adalah menerapkan Genetic Algoritma (GA) pada pola pemanfaatan air waduk tunggal. Maksud penulisan makalah ini adalah melakukan optimasi pengoperasian waduk tunggal dengan fungsi tujuan minimize shortage, sehingga dapat memberikan gambaran potensi energi listrik yang akan dihasilkan oleh Waduk Cimeta. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan GA akan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan NLP. Kata Kunci: Waduk Cimeta, Genetic Algoritma, Pengoperasian Waduk Tunggal, Non-Linier Programming (NLP),

Energi Listrik.

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan di setiap sektor dan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan air. Kebutuhan air tidak selamanya dapat terpenuhi oleh sumber daya air yang ada pada saat diperlukan. Keterbatasan akan sumberdaya air yang ada menyebabkan perlunya pengaturan release/outflow air dari waduk (sistem pengoperasian waduk) agar pengoperasian yang dilakukan memperoleh hasil yang optimal. Telah banyak teknik optimasi yang digunakan untuk pengoperasian waduk. Pada makalah ini akan menggunakan Genetic Algorithms (GA) untuk memperoleh pola pengoperasian waduk tunggal. GA merupakan teknik pencarian nilai optimum secara stochastic berdasarkan mekanisme seleksi alam – teori genetika. Algoritma genetika berbeda dengan teknik konvergensi konvensional yang lebih bersifat deterministik (Gen, et.al., 1997). Genetic Algorithms (GA) digunakan untuk mendapatkan solusi yang tepat untuk masalah optimal dari satu atau multi variabel. Sebelum Genetic Algorithms (GA) dijalankan, masalah yang ingin dioptimalkan harus dinyatakan dalam fungsi tujuan atau disebut fitness. Kromosom dengan nilai fitness tinggi (maximize), akan memberikan probabilitas yang tinggi untuk bereproduksi pada generasi selanjutnya. Sehingga untuk setiap generasi pada proses evolusi, fungsi fitness yang mensimulasikan seleksi alam, akan menekan populasi ke arah fitness yang meningkat. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah melakukan kajian pengembangan potensi energi listrik pada waduk tunggal dengan menggunakan Genetic Algoritma (GA). Dengan metode ini diharapkan akan diperoleh solusi outflow waduk optimal untuk pengoperasian waduk tunggal. Dengan model optimal sistem pengoperasian waduk tunggal tersebut

diharapkan sumber daya air yang terbatas dapat diatasi dengan sistem pengoperasian waduk yang cermat dan tepat. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penyusunan model yang didasarkan

pada keseimbangan air (water balance) dalam sistem waduk tunggal.

2. Menerapkan teknik optimasi Genetic Algoritma, dengan langkah-langkah sebagai berikut: kodifikasi dan pembentukan generasi awal, pertukaran gen (crossover), perubahan gen (mutation), elitisme, evaluasi fungsi fitness, dan seleksi;

3. Merekomendasikan pemanfaatan air waduk tunggal secara optimal dan memberikan gambaran pengembangan potensi energi listrik yang akan dihasilkan oleh Waduk Cimeta.

Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan pola pengoperasian waduk tunggal dengan menggunakan Genetic Algoritma (GA). Pola pengoperasian yang optimal memberikan gambaran potensi energi listrik yang akan dihasilkan Waduk Cimeta. Adapun tujuannya adalah mencoba menerapkan GA pada pola pemanfaatan air waduk tunggal. Pada penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan teknik optimasi Non-Linier Programming (NLP). STUDI KASUS Suatu model optimasi pengoperasian waduk sangat tergantung pada sistem yang ditinjau. Oleh karena itu

Page 2: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 274

sangat diperlukan pemahaman terhadap karakteristik waduk yang ditinjau. Letak dan lokasi waduk Cimeta terletak pada sungai Cimeta. Secara administratif lokasi pekerjaan kajian teknis kelayakan Pembangunan Waduk Cimeta masuk wilayah dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ngamprah dan Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Sungai Cimeta yang mempunyai hulu di Gunung Burangrang dan bermuara di sungai Citarum dengan titik pertemuan di hilir jembatan Citarum Rajamandala, mempunyai panjang ± 39,50. Inflow yang masuk ke waduk berasal dari sungai Citarum dengan luas aliran sungai ±182,62 km2. Adapun data teknis waduk adalah sebagai berikut: Tabel 1. Data Teknis waduk

Parameter Besaran

Elevasi Muka Air Maksimum (m) Volume Air Maksimum (m3) Elevasi Muka Air Minimum (m) Volume Air Minimum (m3) Elevasi Tile Water Luas genangan (ha) Luas DPS (km2) Tinggi waduk (m) Panjang waduk (m) Lebar mercu (m)

+740 11.081.725,50

+710 1.580,00

+703 122,240,00

182,62 29 140

8

METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah aksperimental kuantitatif, yaitu mencari nilai optimal dari sistem pengoperasian waduk tunggal dengan meninjau faktor kendala dalam pencapaian tujuan optimal. Faktor kendala dalam pemodelan ini diantaranya adalah volume tampungan maksimum dan minimum waduk, serta outflow dari waduk yang sesuai dengan kapasitas release waduk. Sedangkan fungsi tujuan dari pemodelan adalah minimize loss yang terjadi anata outflow dan kebutuhan yang harus dipenuhi dihilir waduk. Diharapkan dengan mengetahui faktor kendala, maka faktor tujuan berupa nilai optimal sistem pengoperasian waduk (minimize loss) dapat dianalisis dengan tepat. Maka dilakukan pemodelan sistem pengoperasian waduk tunggal dengan menggunakan Genetic Algorithms (GA). Dari pemodelan tersebut diharapkan akan diperoleh sistem pengoperasian waduk yang

merupakan rekomendasi prioritas pemanfaatan air waduk secara optimal. Setelah diperoleh nilai optimal outflow waduk, maka akan diperoleh potensi energi listrik yang dapat dikembangkan dari Waduk Cimeta tersebut. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) menggunakan air secara non-konsumptif. Tujuan PLTA adalah untuk mencukupi kebutuhan sistem akan energi, kapasitas (tenaga) dan dan kapasitas cadangan bila terjadi kebutuhan yang tidak terduga atau kehilangan sesuatu pembangkit dengan biaya minimal. Secara umum, jumlah energi yang dihasilkan suatu waduk selama bulan ke-t, adalah sebagai berikut:

t t t eff ttE g Q H t= ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ε ρ Δ dengan: Et = energi listrik yang dihasilkan selama

bulan ke-t (watt-hour) Qt = debit air rata-rata yang melalui intake

dan digunakan untuk membangkitkan energi listrik selama bulan ke-t (m3/s)

g = konstanta percepatan gravitasi (m/s2) ρ = berat jenis air (kg/m3) ε t = rata-rata efisiensi turbin dan generator selama bulan ke-t Δ tt = jumlah jam, jangka waktu selama bulan

ke-t (jam) eff t

H = tinggi jatuh efektif rata-rata selama bulan

ke-t (m) Nilai eff t

H (effective head rata-rata bulan ke-t) dihitung dengan persamaan berikut ini:

( ) ( )11 12eff t t t tt

H H TW H TW+ += × − + −⎡ ⎤⎣ ⎦ dengan:

tH = elevasi muka air waduk di awal bulan ke-t.

tTW = elevasi tailwater(tailrace) di awal bulan ke-t. 1tH + = elevasi muka air waduk di awal bulan ke-

t+1atau akhir bulan ke-t. 1tTW + = elevasi tailwater/tailrace awal bulan ke-t+1

atau akhir bulan ke-t. Selengkapnya konsep model ini digambarkan dalam bentuk flow chart, ditunjukkan pada Gambar 1.

Page 3: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 275

Gambar 1. Bagan Alir Konsep Perancangan Model Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Generasi Awal Generasi awal dibangkitkan secara random dengan uniform distribution. Batasan yang ditetapkan pada generasi awal adalah nilai outflow, yaitu antara 2,92 dan 4,50 MCM. Selain batasan yang dilakukan untuk kodifikasi dan pembentukan awal outflow, juga dibentuk batasan terhadap volume tampungan waduk, yaitu berupa volume tampungan maksimum sebesar 11,082 MCM dan volume tampungan minimum sebesar 0,002 MCM. Pada bulan Januari pembentukan generasi awal disajikan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Pembentukan Generasi Awal

Proses Pertukaran Gen (Crossover) Jumlah kromosom yang akan crossover, ditentukan secara random berdasarkan tingkat probabilitas crossover (pc) yang diijinkan. Bila pc besar maka eksplorasi dapat dilakukan lebih luas, sehingga tidak terperangkap dalam nilai optimum lokal. Namun bila pc terlalu besar, maka proses komputer menjadi lambat, dan solusi optimum menjadi redundant. Proses pertukaran gen ini dilakukan dengan probabilitas crossover adalah sebesar 25%, artinya sebesar 25%

dari jumlah kromosom yang ada akan memiliki kemungkinan untuk melakukan crossover. Bilangan random yang akan dibangkitkan sebanyak popsize. Bila bilangan-bilangan random < pc, maka kromosom tersebut berhak melakukan crossover, dan sebaliknya bila bilangan-bilangan random > pc, maka kromosom tersebut memiliki gen yang bernilai tetap sesuai dengan pembentukan awal. Pada bulan Januari proses pertukaran gen pada generasi 1 disajikan pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Proses Pertukaran Gen (Crossover) pada

Generasi 1 Bulan Januari Dari Gambar 7 terlihat bahwa terjadi proses crossover yaitu pada kromosom 6 dan 7. Pada kromosom 6 terjadi crossover, yaitu dari 3,62 menjadi 4,17. Dan pada kromosom 7 yaitu dari 5,93 menjadi 3,49. Proses Perubahan Gen (Mutasi) Tujuan proses mutasi adalah agar makhluk hidup dapat terus bertahan hidup dengan kualitas yang lebih baik. Jumlah gen yang mengalami mutasi pada satu generasi ditentukan secara random berdasarkan tingkat probabilitas mutasi (pm) yang diijinkan. Bila pm <<, maka gen yang mungkin seharusnya berguna, tidak pernah ikut terseleksi.

Δ

Δ

Δ

ε ρ

Pembentukan Generasi Awal Bulan Januari

7,93

1,74

8,31

4,65

6,17

3,31

5,91 5,93

8,72

2,00

0

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kromosom

Gen

Proses Crossover Generasi Awal Bulan Januari

2,99

4,17 4,173,92

2,94

3,43

4,30

3,503,62

5,93 3,92

2,94

3,493,43

2,99

3,62

4,30

3,50 3,49

5,93

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kro mo so m Sebelum CrossoverSetelah Crossover

Page 4: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 276

Sebaliknya bila pm >>, maka kromosom turunan kemungkinan mulai kehilangan kesamaan dengan kromosom induk, sehingga membuat algoritma genetik kehilangan untuk belajar dari sejarah dalam proses pencarian solusi optimum. Proses perubahan gen pada makalah ini dilakukan dengan probabilitas mutasi sebesar 5%, artinya sebesar 5% dari jumlah kromosom yang ada akan memiliki kemungkinan untuk melakukan mutasi. Bilangan random yang akan dibangkitkan sebanyak popsize. Bila bilangan-bilangan random < pm, maka berhak melakukan mutasi. Pada bulan Januari proses perubahan gen pada generasi 1 disajikan pada Gambar 4. Dari Gambar 4 terlihat bahwa terjadi mutasi yaitu pada kromosom 1, yaitu dari 2,99 menjadi 4,46

Gambar 4. Proses Perubahan Gen (Mutation) pada

Generasi 1 Bulan Januari Proses Pemilihan Kromosom Terbaik (Elitisme) Elitisme dilakukan secara random, dengan pembangkitan bilangan random sebanyak popsize. Pada makalah ini elitisme dilakukan dengan probabilitas sebesar 20%, artinya sebesar 20% dari jumlah kromosom yang ada akan memiliki kemungkinan untuk dilakukan pertahanan kromosom terbaik. Bila bilangan-bilangan random < 0,2, maka akan digantikan dengan kromosom terbaik (yang mempunyai nilai fitness terbesar (untuk fungsi tujuan maximize) dan mempunyai nilai fitness terkecil (untuk fungsi tujuan minimize)) pada populasi awal generasi yang bersangkutan. Pada bulan Januari proses elitisme pada generasi 1 disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses Elitisme pada Generasi 1 Bulan

Januari

Dari Gambar 5 terlihat bahwa terjadi elitisme pada kromosom 1, yaitu dari 4,46 menjadi 2,94. Proses Evaluasi Proses evaluasi didasarkan pada minimize loss yang terjadi. Minimize loss ini adalah selisih antara outflow yang dikeluarkan terhadap kebutuhan air yang harus dipenuhi tiap generasi untuk tiap bulannya. Pada bulan Januari proses evaluasi disajikan pada Tabel 2 berikut.

Gambar 6. Proses Evaluasi (Minimize Loss) Generasi 1

Bulan Januari Pada bulan Januari, kebutuhan yang harus dipenuhi di hilir waduk adalah sebesar 4,34 MCM. Dari selisih antara outflow dan kebutuhan, maka diperoleh nilai fitness yang diilustrasikan pada Gambar 6 di atas. Proses Seleksi Untuk fungsi seleksi unggul, generasi kedua dapat dihasilkan dengan menseleksi individu yang terbaik dari individu induk dan individu turunan. Seleksi kromosom baru dilakukan dengan menggunakan metode Roulette Wheel. Dimana individu-individu dipetakan dalam suatu segmen garis secara berurutan sedemikian hingga tiap-tiap segmen individu mempunyai ukuran yang sama dengan ukuran fitnessnya, dengan metode pengerjaannya adalah sebagai berikut: a. Total nilai fitness = Etot

Sehingga fitness relatif (pk) tiap-tiap kromosom adalah: pk1 = F1 / Etot pk2 = F2 / Etot, dan seterusnya.

b. Fitness komulatif (qk) tiap-tiap kromosom adalah: qk1 = pk1 qk2 = qk1 + pk2 qk3 = qk2 + pk3, dan seterusnya.

c. Bangkitkan bilangan random sebanyak popsize. d. Bandingkan fitness komulatif (qk) dengan bilangan

random e. Jika random ke-1 (r1) ≥ qk2 dan (r1) ≤ qk3, maka V3

terpilih menjadi kromosom baru yang pertama. f. Jika random ke-2 (r2) ≤ qk1, maka V1 terpilih menjadi

kromosom baru yang kedua. g. Jika random ke-3 (r3) ≥ qk3 dan (r3) ≤ qk4, maka V4

terpilih menjadi kromosom baru yang ketiga, dan seterusnya.

Proses Mutasi Generasi Awal Bulan Januari

2,99

3,62

4,304,464,17 4,06

2,942,94

3,92

3,49

4,17

3,503,43

4,063,92

3,493,503,433,62

4,30

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kro mo so mSebelum M utasiSetelah M utasi

Proses Elitisme Generasi Awal Bulan Januari

4,46

3,43

4,17 4,06 3,923,62

4,30

3,50

4,30

2,94

3,62

4,30

3,503,49

2,943,43

2,94

4,17 4,06

3,92

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kro mo so mSebelum ElitismeSetelah Elitisme

Proses Evaluasi Generasi Awal Bulan Januari

-0,17

-0,43

-1,40

-0,92

-1,40

-0,72

-0,04

-0,84

1,74

5,93

-2,0

-1,5

-1,0

-0,5

0,01 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kro mo so m Evaluasi (Outflow-Kebutuhan)

Page 5: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 277

Setelah dilakukan seleksi dengan metode Roulette Wheel, maka terjadi perubahan gen untuk tiap kromosom pada generasi kedua. Perubahan gen ini berdasarkan fungsi tujuannya, yaitu minimize loss yaitu selisih antara outflow dan kebutuhan. Generasi kedua yang dihasilkan dari proses seleksi pada bulan Januari disajikan pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Generasi Kedua yang Dihasilkan Bulan

Januari Grafik Fungsi Fitness Pengoperasian bulanan Waduk Cimeta selama setahun dengan menggunakan teknik optimasi GA memberikan grafik fungsi fitness seperti yang disajikan pada Gambar 8 sampai Gambar 19.

Gambar 8. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 1

Gambar 9. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 2

Gambar 10. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan

Maret

Gambar 11. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 4

Gambar 12. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 5

Gambar 13. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 6

Pembentukan Generasi Kedua Bulan Januari

3,923,50

2,94

3,43

4,064,30 4,30 4,17 4,30

4,06

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kromosom

Gen

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Januari

-6,26

-0,42-0,81

-2,78

-1,99 -1,15-1,49

-1,15

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Februari

1,04

-8,24

-3,21-2,27

0,71

-2,27 -2,27 -2,25

-10

-5

0

5

10

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Maret

-5,44

-2,80-3,68

0,730,730,73

-3,68

-4,08

-5,44-4,56

-3,68

-10

0

10

1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan April

-4,67

-2,03

-5,67

-5,22

-5,22

-5,22

-2,21 -2,21-2,03 -2,03

-6

-4

-2

01 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Mei

-1,76

-6,15

-3,60

-5,21

-7,16

-9,11

-7,17

-8,03

-7,06

-5,22 -5,44

-10

-8

-6

-4

-2

01 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Juni

-0,75

-1,80

-0,75-1,80

-3,22

-5,98-5,18

-7,30

-8,34

-5,12

-3,03

-4,93

-10

-8

-6

-4

-2

01 5 9 13 17 21 25 29

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Page 6: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 278

Gambar 14. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 7

Gambar 15. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 8

Gambar 16. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 9

Gambar 17. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan

10

Gambar 18. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 11

Gambar 19. Grafik Fungsi Fitness Tiap Generasi Bulan 12 Potensi Energi Listrik Waduk Cimeta Potensi energi listrik Waduk Cimeta diperoleh dari persamaan energi, dengan variabel bebasnya adalah outflow waduk yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan Genetic Algoritma. Sementara itu variabel bebas yang lainnya adalah nilai eff t

H (effective

head rata-rata bulan ke-t). Nilai eff tH secara tidak

langsung diperoleh dari outflow yang dikeluarkan oleh waduk untuk tiap bulannya. Selain dengan menggunakan Genetic Algoritma (GA), pada makalah ini juga dilakukan perhitungan outflow waduk dengan menggunakan teknik optimasi konvensional, yaitu dengan menggunakan Non-Linier Programming (NLP). Pada NLP tersebut juga melakukan optimasi dengan fungsi tujuan (Objective Function) yang sama dengan GA yaitu: Minimize Loss. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan NLP dan GA akan dibandingkan. Rule Curve Waduk Cimeta dengan menggunakan GA dan NLP disajikan pada Tabel 3, Gambar 20, dan Gambar 21 berikut.

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Juli

6,30

1,772,55

1,77

1,77

1,77

2,19

5,78 7,59

2,91 1,87

2,053,08

2,94

1,77

2,13

0

10

20

30

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Agustus

5,13

0,85

2,35

2,602,07

0,85

1,31

0,85 0,85 0,85

0

2

4

6

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan September

2,03

7,51

2,72

2,442,22

7,06

3,50

5,85

3,61

2,42

2,94

2,46 2,722,46

0

2

4

6

8

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Oktober

4,18

-1,27-1,27 -1,27

1,70

2,92

0,73

1,91

4,01

1,912,03

-1,27-1,27

-3

-1

1

3

5

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan November

-0,96

-2,48

-1,29

-1,18-1,39

-1,50

-1,50

-6,11-6,40

-8,42

-8,94-7,95

-3,02

-2,59

-2,70

-10-9-8-7-6-5-4-3-2-10123

1 4 7 10 13 16 19 22 25

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

s

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Jumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi untuk Bulan Desember

-5,24

-8,65-8,65

-5,81

-6,59-7,20

-8,66

-10,13-9,15 -8,90 -8,65

-15

-10

-5

0

5

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Generasi

Jum

lah

Fung

si F

itnes

sJumlah Fungsi Fitness dalam Tiap Generasi

Page 7: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 279

Tabel 3 Rule Curve Waduk Cimeta Menggunakan GA dan NLP

Bulan KebutuhanMCM GA NLP

1 4,34 4,30 3,962 3,77 2,94 4,343 4,34 4,42 4,344 4,15 3,95 4,135 4,34 4,17 2,926 4,15 4,07 2,927 3,08 3,25 2,928 3,08 3,16 2,929 2,92 3,12 2,92

10 3,08 2,95 2,9211 4,15 4,05 2,9212 4,34 3,48 2,92

TOTAL 45,74 43,87 40,13

OUTFLOW (MCM)

Gambar 20. Rule Curve Waduk Cimeta Menggunakan

GA

Gambar 21. Rule Curve Waduk Cimet Menggunakan

NLP Dari hasil Rule Curve Waduk Cimeta mengilustrasikan bahwa dengan menggunakan GA dan NLP mengikuti trend kebutuhan air yang diperlukan di hilir Waduk Cimeta. Namun pada NLP bulan Mei, Juni, November, dan Desember terjadi kekurangan otflow yang relative besar terhadap kebutuhan air. Sedangkan pada GA relatif seimbang antara outflow waduk dan kebutuhan air, hanya pada bulan Februari dan Desember terjadi kekurangan outflow terhadap kebutuhan air. terjadi kelebihan outflow yang besar pada bulan Februari dan Maret.

Potensi energi listrik yang dihasilkan dengan menggunakan GA dan NLP disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 22.

Tabel 4 Potensi Energi Listrik Waduk Cimeta Menggunakan GA dan NLP

Gambar 22. Produksi Energi Waduk Cimeta Menggunakan

GA dan NLP Energi listrik dengan menggunakan GA relatif lebih besar daripada NLP. Kecuali yang sangat ekstrim perbedaannya terjadi pada bulan Fenruari dan Oktober. Produksi energi listrik yang dihasilkan dengan menggunakan GA adalah sebesar 3,45 GWH dan dengan menggunakan NLP adalah sebesar 3,36 GWH. KESIMPULAN 1. Algoritma genetika karena berdasarkan mekanisme

stochastik tidak selalu dapat memberikan solusi yang tepat, akan tetapi jika proses iterasi berlanjut maka solusi optimum akan diperoleh.

2. Nilai parameter utama algoritma genetika yang dapat menjadikan proses pencarian nilai optimal adalah: jumlah populasi, tingkat probabilitas pertukaran gen, tingkat probabilitas perubahan gen, dan tingkat probabilitas elitisme. Ketepatan dalam pemelihan parameter GA akan memberikan solusi optimum.

3. Grafik jumlah fungsi fitness tiap generasi untuk tiap bulannya selama setahun menunjukkan sifat konvergen.

Rule Curve Waduk CIMETA Menggunakan GA

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Out

flow

Wad

uk (M

CM

)

Outflow WadukKebutuhan

Rule Curve Waduk CIMETA Menggunakan NLP

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Out

flow

Wad

uk (M

CM

)

Outflow WadukKebutuhan

Bulan GA NLP1 0,38 0,352 0,26 0,393 0,40 0,394 0,36 0,375 0,38 0,266 0,36 0,267 0,27 0,258 0,24 0,239 0,19 0,21

10 0,15 0,2011 0,24 0,2112 0,23 0,23

TOTAL 3,45 3,36

Produksi Energi (GWH)

PRODUKSI ENERGI WADUK CIMETAMENGGUNAKAN GA dan NLP

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

Pro

duks

i Ene

rgi (

GW

H)

GANLP

Page 8: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Azmeri, Iwan Kridasantausa, Yadi Suryadi

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 280

4. Rule Curve yang dihasilkan untuk Waduk Cimeta mengilustrasikan bahwa pada GA bulan Februari dan Desember terjadi kekurangan outflow dibandingkan dengan kebutuhan air. Sedangkan pada NLP bulan Mei, Juni, November, dan Desember terjadi kekurangan otflow yang relative besar terhadap kebutuhan air.

5. Energi listrik dengan menggunakan GA relatif lebih besar daripada NLP. Kecuali yang sangat ekstrim perbedaannya terjadi pada bulan Fenruari dan Oktober. Produksi energi listrik yang dihasilkan dengan menggunakan GA adalah sebesar 3,45 GWH dan dengan menggunakan NLP adalah sebesar 3,36 GWH.

SARAN 1. Pengurangan jumlah populasi dalam generasi yang

dianalisis dapat membuat proses pengoperasian

komputer lebih cepat, namun penentuan jumlah populasi dalam generasi harus sesuai dengan permasalahan yang akan diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Chow T. V., (1988): “Applied Hydrology”, McGraw-Hill

Series in Water Resources and Environmental Engineering.

2. Gen M., and Cheng R., (2000): “Genetic Algorithms and Engineering Optimization”, John Wiley and Sons, Inc, A Wiley-Interscience Publication.

3. Kusumadewi S., (2003): “Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya)”, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Page 9: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sri Amini YA

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 281

Perbandingan Penyelesaian Coupled Dan Uncoupled Angkutan Sedimen Di Sungai

Sri Amini YA Tenaga Pengajar FTSP UII Jogjakarta dan mhs S3 T Sipil SPS UG

1. Pendahuluan a. Latar Belakang Permasalahan keairan yang sampai saat ini masih menjadi pemikiran hangat, diantaranya adalah masalah banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi serta menurunnya kualitas air. Dalam tulisan ini akan ditinjau salah satu permasalahan di atas, yaitu : masalah erosi dan sedimentasi. Jika suatu DAS di sebelah hulu demikian rusak, terjadi erosi lahan yang besar, pada musim hujan hasil erosi lahan tersebut akan terbawa aliran menuju sungai. Aliran sungai dengan membawa kerikil dan pasir akan menghantam dan mengikis sebagian dinding dan dasar sungai. Jika enerji aliran masih cukup besar maka akan terjadi erosi. Erosi bisa menyebabkan fondasi bangunan air menggantung, bangunan air rusak dsb. Sebaliknya jika enerji aliran tidak cukup besar, pasir dan kerikil yang terbawa aliran tsb akan mengendap terjadi sedimentasi. Sedimentasi bisa mengakibatkan bangunan air tidak berfungsi lagi, dan resiko terjadinya banjir meningkat, karena kapasitas sungai berkurang. Penggalian pasir secara liar (tidak terencana) juga akan menambah permasalahan erosi dan sedimentasi. Bagaimana permasalahan tersebut bisa diatasi ? Bagaimana suatu sungai bisa seimbang angkutan sedimennya, tidak terjadi erosi dan sedimentasi yang berlebihan ? Salah satu penyelesaiannya adalah dengan memodelkan aliran sungai dan angkutan sedimen yang mungkin terjadi. Maka pada tulisan ini akan dibahas model angkutan sedimen di sungai. Akan dibandingkan antara penyelesaian secara sekaligus (coupledly) dan penyelesaian bertahap (uncoupledly). b. Ruang Lingkup i) Aliran sungai didekati sebagai aliran tidak

permanen satu dimensi. ii) Digunakan rumus Engelund & Hansen dan Yang

untuk menghitung angkutan sedimen. iii) Erosi tebing tidak termasuk yang dimodelkan. c. Maksud dan Tujuan i) Mengetahui angkutan sedimen yang terjadi, supaya bisa direncanakan angkutan sedimen yang seimbang. ii) Membandingkan penyelesaian coupled dan uncoupled angkutan sedimen di sungai. 2. METODOLOGI 1). Aliran Tidak Permanen Satu Dimensi (a) Anggapan-anggapan

Aliran yang terjadi di suatu sungai/saluran dapat didekati sebagai aliran tidak permanen satu dimensi. Barre de st Venant (1871) mengembangkan persamaan aliran tidak permanen 1-D, dengan berbagai anggapan sebagai berikut (Budi WS, 1988) : i) Aliran adalah satu dimensi, yakni kecepatan aliran

seragam dalam suatu tampang, dan kemiringan garis muka air dalam arah transversal adalahhorisontal,

ii) Kurva garis aliran relatif lemah, sehingga distribusi tekanan merupakan tekanan hidrostatis,

iii) Pengaruh kekasaran dinding dan turbulensi dapat diformulasikan sebagai persamaan kekasaran seperti yang dipakai pada aliran permanen,

iv) Kemiringan dasar saluran cukup kecil, sehingga cosinus sudut sama dengan satu,

v) Kerapatan massa air selalu konstan. (b) Persamaan kontinyuitas dan momentum Persamaan aliran tidak permanen 1-D yang dinyatakan dengan persamaan kontinyuitas aliran dan persamaan momentum, menunjukkan kondisi aliran yang dinyatakan oleh dua variabel tak bebas y (elevasi muka air) dan Q (debit aliran) untuk setiap titik (tampang) di saluran. Persamaan kontinuitas aliran, adalah sebagai berikut :

0=∂∂

+∂∂

tA

xQ (1)

Sedangkan persamaan momentum, dinyatakan sebagai :

022

=+∂∂

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛∂∂

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

∂∂

+∂∂

fgASxygA

xA

AQ

xQ

AQ

tQ αα (2)

2). Persamaan Kontinyuitas Angkutan Sedimen Pada prinsipnya angkutan sedimen mengikuti persamaan kontinuitas angkutan sediment, yang dinyatakan dengan persamaan kontinuitas angkutan sedimen selama tΔ adalah sebagai berikut :

( )t

txzp

tqxxq

q ss

ss Δ⎥⎦

⎤⎢⎣⎡

∂Δ−∂

−=Δ⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ −Δ

∂∂

+..1 γ

⇒ ( ) 01 =∂∂

−+∂∂

tzp

xq

ss γ (3)

dengan : =sq debit angkutan sedimen (N/det) , merupakan fungsi

dari Q, y dan z tergantung rumus angkutan sedimen yang dipakai z = elevasi dasar saluran (m) =p porositas

Page 10: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sri Amini YA

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 282

=x jarak, koordinat titik (m) =t waktu (det) =sγ berat jenis sedimen (N/m3)

3). Angkutan Sedimen Total (a). Macam angkutan sedimen Angkutan sedimen di sungai / saluran dibedakan menjadi angkutan sedimen dasar dan angkutan sedimen melayang. Angkutan sedimen dasar adalah angkutan sedimen yang tidak lepas dari dasar. Sedimen bergerak dengan cara menggelinding, menggeser ataupun meloncat. Ukuran butiran adalah lebih kasar dari ukuran butiran sedimen melayang.Angkutan sedimen melayang adalah angkutan sedimen secara melayang. Ukuran butiran lebih halus, tersuspensi di dalam aliran. Kadang suatu partikel terangkut sebagai angkutan dasar, namun di lain waktu terangkut sebagai angkutan sedimen melayang, tergantung kondisi aliran. Dari uraian di atas, diketahui bahwa ada hubungan yang erat antara angkutan sedimen dasar dan angkutan sedimen melayang. Yang dimaksud angkutan sedimen total adalah angkutan sedimen dasar ditambah dengan angkutan sedimen melayang. (b). Angkutan sedimen total Engelund dan Hansen Banyak teori tentang angkutan sedimen total, salah satu diantaranya adalah menurut Engelund dan Hansen (1972) dalam Yang,CT,1996. Angkutan sedimen total dinyatakan dengan :

( )

2/3

50

0

2/1

502

105.0 ⎥

⎤⎢⎣

⎡−

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

=d

g

dVq

ssss γγ

τ

γγ

γ ,

dengan fSzy )(0 −= γτ (4) 4). Penyelesaian Uncoupled dan Coupled a) Secara prinsip perbedaan penyelesaian uncoupled dan coupled, adalah : Tabel 1. Perbedaan Penyelesaian Uncoupled dan

Coupled

Penyelesaian Uncoupled Penyelesaian Coupled Pers. (1) dan (2) diselesaikan terlebih dahulu, baru kemudian ditambahkan penyelesaian pers. (3) .

Pers. (1), (2) dan (3) diselesaikan sekaligus, bersama-sama.

b. Data Diketahui : Suatu penggal sungai sepanjang 20 km, dengan kemiringan dasar sungai awal (S0 ) = 0,0001, dan angka kekasaran (ks) awal = 33. Berat jenis air

9810=γ N/m3, 65,2/ =γγ s , 5,25996=sγ N/m3, partikel sedimen hampir seragam d50 =0,4mm, dengan angka pori 0,3. Pada kondisi awal kedalaman aliran (h) adalah sama sebesar 2 m, dan debitnya (Q ) = 3,68569 m3/det. Kondisi batas hulu berupa hidrograf aliran (Q) dan elevasi dasar sungai (z), sedangkan

kondisi batas hilir berupa hidrograf elevasi muka air (y). Kondisi batas, kondisi tampang melintang sungai dan lokasi titik-titik bisa dilihat pada lampiran. Permasalahan : Berapa prediksi angkutan sedimen total dan perubahan elevasi dasar salurannya pada titik-titik hitungnya dengan cara coupled dan uncoupled? 3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Hasil hitungan bisa dilihat pd Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 1. Angkutan Sedimen Total pd Hari ke 24

Gambar 2. PerubahanElevasi Dasar Saluran Titik ke 17

b. Pembahasan Pada gambar 1, prediksi angkutan sedimen dengan cara coupled dan uncoupled adalah hampir sama, selisih paling besar adalah 0,0166 N/m/det sekitar 4,4 %. Anggapan elevasi dasar tetap dulu untuk menghitung debit (Q) dan elevasi muka air (y) dari Pers.(1) dan (2), adalah tidak begitu berpengaruh, jadi tidak apa-apa digunakan anggapan seperti itu. Pada gambar 2 dan 3, perubahan dasar sungai/saluran dengan cara coupled dan uncoupled adalah hampai sama, selisih paling besar adalah 0,017 m sekitar 0,5 %. Berarti anggapan tersebut memang tidak begitu berpengaruh pada hasil hitungan akhir. 4. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan i) Model Matematika Angkutan Sedimen di Sungai bisa memperkirakan angkutan sedimen yang terjadi serta perubahan elevasi dasar sungainya. ii) Hitungan angkutan sedimen dan perubahan elevasi dasar sungainya berdasar penyelesaian Coupled dan Uncoupled didapatkan hasil yang hampir sama. b. Saran

00.10.20.30.40.50.60.70.8

0 5000 10000 15000 20000 25000

Jarak (m)

Ang

kuta

n Se

dim

en

(N/m

/det

)

Penyelesaian Coupled Penyelesaian Uncoupled

3.23.253.3

3.353.4

3.45

0 5 10 15 20 25 30

Hari keElev

asi D

asar

Sal

uran

(m)

Penyelesaian Coupled Penyelesaian Uncoupled

Page 11: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Sri Amini YA

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 283

Model angkutan sedimen dengan penyelesaian Coupled atau Uncoupled sebaiknya dikembangkan untuk menyelesaikan angkutan sedimen di jaringan sungai bukan hanya untuk penggal sungai saja.

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunge, J.A., Holly, F.M. and Verwey,A., 1980,

Practical Aspect of Computational River Hydraulics, Pitman Publishing Ltd, London.

2. Vito A. Vanoni, 1977, Sedimentation Engineering , American Society of Civil Engineers, New York.

3. Yang, C.T., 1996, Sediment Transport, The Mac Graw Hill Companies Inc., New York.

4. Yang, J.C., 1986, Numerical Simulation of Bed Evolution in Multi Channel River System, a thesis or PhD in Civil Enggineering, University of IOWA City.

Page 12: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 284

Page 13: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Bambang Sulistiono

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 285

Model Pemanfaatan Sumber Air Sungai Berkeadilan

Bambang Sulistiono Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Abstrak

Air sungai merupakan sumber air yang murah dan mudah dalam eksploitasi, terutama untuk kebutuhan air irigasi. Oleh karenanya, sering terjadi kegiatan pemanfaatannya melebihi ketersediaan, sehingga kelestariannya tidak terjaga, yang pada akhirnya menimbulkan konflik dalam pemanfaatan sumber air. Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya kebutuhan air dan penerapan otonomi daerah yang tidak sesuai dengan asas keadilan, serta menurunnya kualitas dan tingkat ketersediaan. Dengan demikian, diperlukan suatu model pemanfaatan yang mengacu pada kesetimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan dalam daerah aliran sungai, yang meliputi beberapa daerah administrasi untuk menuju konsep one river one integrated management. Model disusun atas analisis ketersediaan dengan tingkat pelayanan 80%, sedangkan kebutuhan di anlisis atas beberapa jenis kebutuhan dengan sekala prioritas. Analisis dilakukan untuk setiap penggal sungai terpilih dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kelestarian aliran secara menyeluruh. Pada model ini, belum memasukan konstrain kualitas air.

Kata kunci: air sungai, pemanfaatan air, model kesetimbangan, kelestarian air sungai.

1. Dasar Pemikiran Aliran sungai merupakan sumber air yang tergolong

murah dan mudah dieksploitasi, dikarenakan pengambilan dapat dilaksanakan secara gravitasi. Selain itu, air sungai merupakan air permukaan, jadi lebih mudah dalam pengoperasian, monitoring, dan pengawasan. Dengan kenyataan bahwa kebutuhan air semakin meningkat, maka eksploitasi sumber air semakin meningkat pula, terutama air sungai, sehingga sepanjang aliran sungai terdapat banyak bangunan pemanfataan air terutama untuk kebutuhan air irigasi. Sebagai illustrasi, Kali Code antara muara (di Kali Opak) sampai Gemawang, sepanjang 18 km sudah terdapat 9 bangunan bendung, dan bendung pengendali (cekdam) sedimen sebanyak 15 bangunan (PT. Puser Bumi, 2004), sedangkan panjang keseluruhan Kali Code adalah 41 km, sehingga masih terdapat beberapa bangunan bendung di hulu bendung Gemawang. Diberlakukannya otonomi daerah, aliran sungai yang melewati beberapa daerah, baik lintas kabupaten, provinsi, atau negara menimbulkan permasalahan tersendiri apabila tidak ada kerjasama antar daerah dalam pemanfaatan aliran sungai tersebut, untuk menuju konsep: one river, one planing, one integrated management. Konfliks biasanya terjadi, karena pemanfaatan yang berlebihan. Contoh kasus pemanfaatan air yang sekarang menimbulkan konfliks secara internasioanal, dan harus betul-betul dibenahi dengan manajemen terpadu antar negara adalah pemanfaatan air sungai Syr Darya di Asia Tengah yaitu antara negara Kazakhstan, Kyrgystan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan (Antipova E, et al, 2002).

Air adalah sumber daya alam, dan dikuasai negara, pemanfaatannya harus menganut asas keadilan, yaitu pelaksanaan pemanfaatan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat di wilayah itu, sehingga masyarakat berhak memperoleh kesempatan untuk berperan dan menikmati hasilnya dengan nyata (UU No. 7, Tahun 2004). Pengertian masyarakat adalah semua penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung

dipengaruhi dan memanfaatkan sumber air tersebut, tanpa melihat batas administrasi wilayah. Konfliks yang terjadi harus dapat diselesaikan baik di tingkat masyarakat amupun tingkat pemerintahan.

Dasar untuk dapat menyusun pemanfaatan aliran sungai yang paling sederhana adalah kesetimbangan air, yaitu kesetimbangan antara ketersediaan air (potensi) dengan kebutuhan dalam suatu wilayah administratif tertentu, sehingga model bersifat analitik yang tersusun dalam beberapa sub-model dari setiap jenis ketersediaan dan kebutuhan air.

Ketersediaan air, merupakan debit yang dapat dimanfaatkan dengan telah mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian sumber air, baik di titik hulu, tengah maupun hilir. Salah satu metode yang dipakai adalah debit andalan (Qand), dengan pengertian debit tersebut merupakan aliran yang terjaga untuk mencukupi kebutuhan dengan tingkat pelayanan tertentu. Pada aliran sungai yang sangat fluktuatif, maka Qand merupakan debit yang delapan puluh persen (80%) terpenuhi dalam satu tahun aliran, dengan catatan flktuasi tidak melebihi rasio 6 antara debit maksimum dengan debit minimum. Pada aliran sungai yang relatif konstan, maka Qand dapat ditingkatkan sampai pada kondisi 60% terpenuhi, ataupun lebih ditingkatkan menjadi debit rerata. Ketersediaan debit dari hulu menuju ke hilir berubah sesuai dengan perubahan karakter DAS dan klimatologis daerah.

Hujan merupakan masukan utama aliran sungai, dan tanggapan daerah aliran sungai (DAS) yang berbeda, menyebabkan 3 jenis sungai yang dikenal, yaitu: perennial, intermitent, dan efimeral. Jenis sungai efimeral sangat sulit untuk diusahakan sebagai sumber air, terbaik adalah jenis sungai perennial. Sungai perennial mengalir sepanjang tahun, aliran dasar lebih dominan dibanding dengan limpasan langsung, menyebabkan fluktuasi debit dari hari ke-hari sepanjang tahun relatif stabil, sehingga sangat menguntungkan untuk pengaturan pemanfaatan sumber air

Page 14: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Bambang Sulistiono

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 286

Kebutuhan akan air meliputi kebutuhan: domestik, irigasi, industri, dan pembangkitan tenaga. Kebutuhan domestik meliputi: rumah tangga, pelayanan umum, industri rumah tangga, dan pengglontoran kota. Kebutuhan air irigasi dibagi dalam dua katagori, yaitu irigasi untuk lahan basah (padi di sawah) dan untuk lahan kering. Kebutuhan untuk industri terbagi menjadi: air sebagai bahan baku dan air sebagai bahan penunjang produksi. Pemanfaatan aliran sungai untuk pengusahaan pembangkitan tenaga (daya air), hanya dilakukan apabila terdapat kelebihan air setelah pemanfaatan jenis lainnya, dengan cara menampung kelebihan air dimusim penghujan, dengan membangunan bendungan. Pengusahaan air untuk produksi daya air sangat tergantung dengan ketinggian, sehingga dimungkinkan dilaksanakan hanya di bagian hulu saja, demikian juga pemanfaatan air untuk kemasan diselenggarakan di bagian hulu, namum perlu penataan terhadap perijinannya agar tidak mengganggu kebutuhan yang lebih pokok. Aliran sungai harus dapat menjaga kelestarian hayati di sepanjang alirannya, dalam arti harus masih ada aliran dalam sungai sesuai kebutuhan hidup hayati di sungai tersebut.

Dari uraian di atas, maka tujuan dari pemodelan adalah mendapatkan perumusan kesetimbangan antara ketersediaan air sungai dengan tingkat kebutuhan, dalam arti kebutuhan menyesuaikan ketersediaan aliran sungai agar tetap terjaga sepanjang waktu, dengan skenario pemanfaatan yang optimal.

2. Rumusan Model

Model pemanfaatan aliran sungai dalam bentuk umum dapat dirumuskan dengan persamaan:

Qpem = Qkt – Qkh (1)

Dengan Qpem adalah debit pemanfaatan air (m3/detik), Qkt adalah debit ketersediaan air sungai (m3/detik), dan Qkh adalah debit kebutuhan di bagian hilir (m3/detik). Untuk itu, pada sepanjang sungai dibuat node (titik) penerapan model. Node-node terbagi menjadi node reservoir (r), node withdrawal (w), node diversion (d), node tributary (t), dan node confluence (c). Setiap node mempunyai sub-model yang sesuai dengan fungsi dari node-node tersebut. Node r, w, dan d bersifat buatan (artificial), sedangkan node t dan c bersifat alami sesuai kondisi sungai. Letak node buatan diatur sesuai kebijakan terpadu dari pemanfaatan aliran sungai.

Satuan untuk analisis model diperhitungkan dalam harian, sehingga kebutuhan dalam satuan yang lebih panjang (minggu, bulan, atau tahun) dikonversikan ke satuan hari. Perumusan untuk setiap sub-model adalah sebagai berikut: 2.1. Ketersediaan Air

Atas dasar data debit harian rerata yang terukur pada beberapa titik, maka dirumuskan ketersediaan air sesuai probabilitas debit:

Qkt = P(x) Qhr (2)

Dengan P (x) adalah probabilitas ketersediaan aliran tercukupi. Pada sungai dengan rasio antara Qmaks dengan Qmin tinggi (melebihi 5), maka nilai (x) ditetapkan sebesar 80%, dalam arti 80% aliran terpenuhi sepanjang data, sedangkan untuk rasio rendah (x) dapat diambil 60%. Qhr adalah debit harian rerata sungai. Pada perhitungan debit ketersediaan hanya didasarkan pada debit sungai, dengan anggapan masukan dari hujan dan air tanah telah termuat dalam nilai pengukuran debit. Untuk itu lebih banyak titik pengukuran debit sungai akan lebih akurat, sedangkan untuk sungai yang hanya terukur pada titik-titik tertentu (di luar node), maka imbuhan debit pada titik di hilir dianggap linier sesuai dengan rasio penambahan luas DAS.

2.2. Kebutuhan Air

Dalam model pemanfataan air sungai oleh masyarakat terbagi menjadi: kebutuhan domestik, irigasi/pertanian, industri, dan daya listrik. Masing-masing jenis kebutuhan menuruti rumusan sebagai berikut: a. Kebutuhan domestik

Kebutuhan domestik meliputi: kebutuhan non-niaga,

niaga, industri rumah tangga, dan sosial, dengan persamaan sebagai berikut:

Qkd = Qnn + Qn + Qi + Qs + Qhl (3) Dengan Qnn adalah kebutuhan air non-niaga, Qn adalah kebutuhan air niaga, Qi adalah kebutuhan air industri, Qs adalah kebutuhan air untuk sosial, dan Qhl adalah kehilangan air (efisiensi). Kebutuhan air non-niaga, Qnn, merupakan kebutuhan air untuk air baku minum penduduk yang dilaksanakan dengan sambungan langsung dan tidak langsung, sesuai persamaan:

Qnn = Ssl.Tp.JP + Stl.(1-Tp).JP (4) Dengan Ssl adalah satuan sambungan langsung, Tp adalah tingkat pelayanan sambungan, JP adalah jumlah penduduk, dan Stl adalah satuan sambungan tidak langsung. Nilai Ssl berkisar antara 60 sampai 240 liter/orang/hari, nilai Tp disesuaikan dengan kemampuan pengaliran dalam pelayanan air, dalam arti biaya pengaliran masih fisibel, berkisar antara 60 sampai 80% jumlah penduduk, kemudian dibagi dalam sistem sambungan langsung maupun tidak langsung. Jumlah penduduk (JP) adalah penduduk di wilayah tersebut saat model diberlakukan. Nilai Stl berkisar antara 20 samapi 30 liter/orang/hari. Sambungan tidak langsung

Page 15: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Bambang Sulistiono

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 287

merupakan keran umum, yaitu untuk pemenuhan beberapa keluarga secara bersama-sama, sehingga pengalirannya tergantung dari jumlah keran umum yang ditetapkan. Kebutuhan air untuk niaga, Qn, adalah kebutuhan untuk mencukupi usaha wiraswasta penduduk, seperti: pasar, warung, toko, rumah makan, dan hotel, dengan rumusan sebagai berikut:

Qn = Skp.Jp+Skw.Jw+Skt.Jt +Skrm.Jrm+ Skh.Jth (5) Dengan Skp adalah satuan kebutuhan air untuk pasar, Jp adalah jumlah pasar, Skw adalah satuan kebutuhan air untuk warung, Jw adalah jumlah warung, Skt adalah satuan kebutuhan air untuk toko, Jt adalah jumlah toko, Skrm adalah satuan kebutuhan air untuk rumah makan, Jrm adalah jumlah rumah makan, Skh adalah satuan kebutuhan air untuk hotel, dan Jth adalah jumlah hotel. Satuan kebutuhan air untuk pasar, warung, toko, rumah makan diperhitungkan antara 500 sampai 2000 liter/hari sesuai dengan indeks kebutuhan masing-masing usaha dalam kondisi standar. Kebutuhan air untuk hotel atau sejenisnya diperhitungkan terhadap jumlah tempat tidar dengan kebutuhan air sebesar 200 sampai 400 liter/tempat tidur/hari, sesuai estándar hotel/penginapan dalam pelayanannya. Kebutuhan air untuk industri menuruti persamaan:

Qi = Ski.JI (6) Dengan Ski adalah satuan kebutuhan air untuk industri, dan JI adalah jumlah industri di kawasan tersebut. Industri terbagi menjadi industri rumah tangga dan fabrikan, sehingga satuan kebutuhan air dibedakan, yaitu 500 liter/unit/hari untuk industri rumah tangga, dan mencapai 2000 liter/unit/hari untuk industri yang bersifat fabrikan. Kebutuhan air untuk sosial meliputi: kantor pemerintahan, pendidikan, kesehatan dan peribadatan, sesuai persamaan:

Qs=Spm.JKM+ Sfp.JFP + Sfk.JFK+ Sfp.JTP (7) Dengan Spm adalah satuan kebutuhan air untuk fasilitas kantor, JKM adalah jumlah kantor pemerintahan, Sfp adalah satuan kebutuhan air untuk fasilitas pendidikan, .JFP adalah jumlah fasilitas pendidikan, Sfk adalah satuan kebutuhan air untuk fasilitas kesehatan, JFK adalah jumlah fasilitas kesehatan, Sfp adalah satuan kebutuhan air untu fasilitas peribadatan, dan JTP adalah jumlah tempat peribadatan. Nilai Spm diperhitungkan terhadap jumlah pegawai di setiap kantor pemerintahan dengan satuan pemakaian antara 15 sampai 35 liter/pegawai/ hari, nilai Sfp adalah antara 15 sampai 20 liter/orang/hari, nilai Sfk diperhitungkan dari jumlah tempat tidur dengan satuan kebutuhan berkisar antara 200 sampai 350 liter/tempat tidur/hari, sedangkan Sfp diperhitungkan per unit bangunan dengan satuan kebutuhan antara 2000 sampai 3000 liter/unit/hari. Kebutuhan air akibat

kehilangan, Qhl, yang disebabkan oleh: kebocoran, penyambungan liar, sambungan tanpa meter, kesalahan pembacaaan dan kesalahan administrasi digabungkan dengan kepentingan umum seperti: penyiraman tanaman kota, jalur hijau dan perindang, tidak termasuk untuk kebakaran. Jenis kebutuhan ini tidak dinyatakan dalam satuan kebutuhan, dinyatakan persentase terhadap keseluruhan kebutuhan domestik, sesuai rumusan:

Qhl = p Qkd (8) Dengan p adalah persentase kehilangan air dan pelayanan umum, dengan nilai 15% untuk jaringan baru dan sistem telah mapan, dan mencapai 35% untuk jaringan lama.

b. Kebutuhan air irigasi

Kebutuhan air irigasi diselenggarakan dengan bangunan pengambilan pada bendung di sungai sesuai kebutuhan peninggian air agar menjamin pengaliran sampai titik terendah daerah irigasi. Kebutuhan air irigasi diperhitungkan terhadap kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah, sesuai pola tanam tertentu yang ditetapkan Bupati Kepala Daerah Tingkat II, dengan memperhatikan hasil penelitian dari Dinas Pengairan setempat. Besarnya debit pengambilan menuruti rumusan sebagai berikut:

Qp = Ep.Esp.k.A (9)

Dengan Qp adalah debit pengambilan (m3/detik), Ep adalah efisiensi pintu pengambilan, Esp adalah efisiensi pengambilan primer, k adalah satuan kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah (liter/detik/hektar), dan A adalah luas daerah irigasi nyata (hektar). Nilai Ep ditetapkan antara 1,1 untuk bangunan baru, dan 1,2 untuk bangunan pengambilan yang sudah lama. Efisiensi pengambilan primer, Esp, merupakan kumpulan beberapa kehilangan dari tingkat sawah sampai ke saluran primer, dengan nilai maksimum 1,54. Satuan kebutuhan air irigasi, k, adalah kebutuhan air di tingkat sawah, untuk pengolahan lahan ataupun tumbuhnya tanaman padi. Nilai k diperoleh dengan analisis kebutuhan, ditetapkan dari nilai net field water requirement (NFR) maksimum dari seri pengaturan antara: pola tanam, jenis tanaman padi, kondisi lahan, rotasi, pola pengerjaan, dan hujan pada kawasan tersebut. Kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah terbagi dalam 2 (dua) jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan air saat pengerjaan (IR) dan saat pertumbuhan tanaman padi (NFR), dengan persamaan sebagai sebagai berikut:

IR = M.ek/(ek-1), (10) Dengan M adalah kebutuhan air untuk mengganti kehilangan akibat evaporasi dan perkolasi (mm/hari), e adalah bilangan eksponensial, dan k adalah koefisien yang bergantung pada: M, kondisi tanah saat pengolahan

Page 16: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Bambang Sulistiono

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 288

(S, mm), dan waktu pengolahan lahan (T, hari). Pengolahan lahan diperhitungkan untuk waktu antara 30 dan 45 hari. Kebutuhan air untuk tumbuhnya tanaman padi (NFR) adalah:

NFR = ETc + P + WLR – Re (11) Dengan ETc adalah penggunaan air konsumtif oleh tanaman (mm/hari), yaitu perkalian antara evapotranspirasi tetapan (ETo, mm/hari) dengan koefisien jenis tanaman (kc), P adalah besarnya perkolasi rerata pada sawah (mm/hari), WLR adalah penggantian lapisan air selama pertumbuhan tanaman padi (mm/hari), dan Re adalah hujan efektif (mm/hari). Untuk kebutuhan budi daya tanaman lainnya, diperhitungkan terhadap persen kebutuhan tanaman untuk padi di sawah, seperti kebutuhan untuk tanaman palawijo cukup 25% dari kebutuhan untuk tanaman padi di sawah. Dalam hal lahan dimanfaatkan dengan berbagai macam tanaman di akumulasikan dalam persen terhadap kebutuhan padi di sawah. c. Kebutuhan air untuk daya listrik

Kebutuhan air untuk daya listrik dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: debit (Q) dan tinggi jatuh (H), sehingga hanya dapat dilaksanakan dengan bangunan bendungan. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung dari power yang akan dihasilkan sesuai persamaan:

P = ηγQH (12)

Dengan P adalah tenaga yang dihasilkan, η adalah efisiensi, γ adalah berat satuan air (kN/m3), Q adalah debit pelepasan ke turbin (m3/detik), dan H adalah tinggi jatuh (m). Tinggi jatuh, H, mempunyai batasan antara 0,85 sampai 1,15 dari H normal, sehingga apabila terjadi kotradiksi dengan pemenuhan kebutuhan yang lain diselesaikan secara hirarki dalam proses optimasi waduk. d. Kebutuhan di hilir

Kebutuhan di hilir adalah debit yang harus dipenuhi di hilir titik yang ditinjau, sesuai dengan tingkat kepentingan pengambilan di hilir yang telah disepakati/dirancang secara terpadu. Pada node terakhir, kebutuhan hilir lebih ditujukan untuk kelestarian hayati air dan dasar sungai, baik terhadap erosi maupun sedimentasi, agar kemiringan dinamik tetap terjaga.

e. Kebutuhan evaporasi

Kebutuhan untuk penguapan adalah kehilangan air akibat menguapnya air dari permukaan sungai, sepanjang titik yang ditinjau, yaitu antar node. Nilai penguapan dipengaruhi oleh lebar permukaan sungai, temperatur, kecepatan angin, kelembaban uadara, dan kecepatan aliran. Pada sungai kecil, penguapan dapat diabaikan, tetapi pada sungai besar, dengan permukaan

aliran lebar dan aliran relatif kecil, maka kebutuhan penguapan menjadi signifikan.

f. Kebutuhan hayati

Kebutuhan hayati adalah kebutuhan air untuk menjamin flora dan fauna sepanjang sungai terjaga sesuai kepentingan kelestarian hayati. Kebutuhan hayati sangat tergantung pada kepedulian masyarakat dan pemerintah untuk melestarikan kehidupan hayati pada sungai tersebut.

3. Batasan Model

Model yang disampaikan merupakan salah satu bagian awal dari penelitian model pengelolaan sumberdaya air terpadu, sehingga masih terbatas pada: 1. potensi air sungai didasarkan hanya pada catatan

debit pada beberapa titik pengukuran (water quantity),

2. kualitas air (water quality) tidak diperhitungkan, 3. kodisi DAS tidak mengalami perubahan sesuai

kondisi saat penelitian, 4. jenis pemanfaatan didasarkan pada kondisi saat

penelitian, 5. nilai keuntungan bersih dari pemanfaatan belum

diperhitungkan, sehingga tidak ada telaah terhadap biaya dan pendapatan akibat pemanfataan air (water revenue).

4. Kebutuhan Data Data yang dibutuhkan dalam mengembangkan model akan meliputi: debit sungai harian, karateristik sungai, klimatologis, demografi (penduduk, sosial-ekonomi, industri), kebutuhan dasar pemakaian air, dan pemanfataan lahan. Debit sungai diperoleh dari data sekunder pengukuran AWLR, karakteristik sungai didapat dari peta rupa bumi/citra satelit, data klimatologis merupakan data sekunder yang didapat kantor BMG, satuan kebutuhan air didapat dari data perusahan air minum (PAM/PDAM/PSAB). Data demografi didapat dari data sekunder BPS, sedangkan pemanfaatan lahan diperoleh dari data citra satelit. 5. Skenario Penerapan Model

Penerapan Model sangat tergantung dari skenario pemanfaatan dari tiap kebutuhan sesuai batasan maksimum ketersedian, dengan sistem skala prioritas (hirarki). Sesuai dengan UU SDA Tahun 2004, kebutuhan domestik dan irigasi dipentingkan, sehingga menduduki hirarki tertinggi, sedangkan kebutuhan yang lain, merupakan prioritas setelah kebutuhan tersebut. Kebutuhan domestik dan irigasi, akan saling bergantian menduduki rangking pertama, tergantung dari jenis pemanfaatan lahan. Pada daerah urban, maka kebutuhan domestik menduduki rangking utama, sedangkan pada daerah rural, kebutuhan irigasi berganti menduduki rangking utama. Skenario ini, ditinjau per titik (node) dengan didahului inventarisasi kebutuhan di tiap node.

Page 17: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Bambang Sulistiono

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 289

Kebutuhan air untuk daya listrik yang dilaksanakan dengan bendungan diusahakan pada bagian hulu. Dengan bangunan waduk, diperlukan analisis yang lebih komprehensip dari beberapa kebtuhan selain tenaga listrik mengikuti kesetimbangan antara ketersediaan dengan kebutuhan. Pada sungai-sungai kecil,

dimungkinkan di setiap node hanya memuat satu jenis kebutuhan, sedangkan untuk sungai yang besar dengan debit mencukupi, dapat diberlakukan pemanfaatan lebih dari satu jenis (majemuk). Pengaturan node-node model pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penempatan Node-node Pemanfaatan Aliran Sungai

Daftar Pustaka 6. Chow, V.T., D.R. Maidment, L.W. Mays, 1988,

APPLIED HYDROLOGY, McGraw-Hill, New York 7. Departemen Pekerjaan Umum, 1986, STANDAR

PERENCANAAN IRIGASI, KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI (KP-01), Penerbit Dep PU, Jakarta

8. Kusnaeni, 2002, KEDUDUKAN SATUAN WILAYAH SUNGAI DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DALAM DEPARTEMEN PEMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH, Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XIX HATHI, 23-25 Oktober 2002, Pekanbaru

9. McKinney, D.C., 2004, INTERNATIONAL SURVEY OF DECISION SUPPORT SYSTEM FOR INTEGRATED WATER MANAGEMENT, TECHNICAL REPORT, SEPIC, IRG PROJECT NO: 1673-000, Bucharest.

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

11. ProGEA S.r.l., 2004, A COMPREHENSIVE DECISION SUPPORT SYSTEM FOR THE DEVELOPMENT OF SUSTAINABLE WATER MANAGEMENT STRATEGIES, THE WATERSTRATEGYMAN DSS, Bologna.

12. Raskin P, E. Hansen, Z. Zhu, D Stavisky, 1992, SIMULATION OF WATER SUPPLY AND DEMAND IN THE ARAL SEA REGION, Water International Publication, USA.

13. Tasambar Mochtar, 2002, PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDA WILAYAH SUNGAI, Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XIX HATHI, 23-25 Oktober 2002, Pekanbaru

14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

15. Weigel A and M Verbunt, 2002, THE ARAL SEA BASIN, Evaluation of an upstream-downstream conflict at the Syr Darya River, Case Study, IWRA, Water International, USA.

Page 18: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 290

Page 19: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Harianto, Raymond Valiant, Fahmi Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 291

Tarifikasi Biaya Jasa Pengelolaan Sumberdaya Air (BJP-SDA) dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas

dan Bengawan Solo

Harianto 1) Raymond Valiant 2) Fahmi Hidayat 3)

1) Sekretaris Perusahaan PJT I, Profesional Utama Sumberdaya Air (PU-SDA) HATHI 2) Kepala Sub Divisi Jasa Air II-2, Profesional Muda Sumberdaya Air (PMu-SDA) HATHI

3) Tenaga Ahli, Biro Penelitian dan Pengembangan, Anggota HATHI

1. Pendahuluan Keberlanjutan fungsi prasarana pengairan menentukan keberhasilan pengelolaan sumberdaya air. Untuk mencapai keberlanjutan maka aspek operasi dan pemeliharaan (O&P) dari prasarana pengairan sangat penting untuk menjamin manfaat dari pelayanan air dan melindungi masyarakat dari daya rusak air. Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Indonesia saat ini dalam melaksanakan kegiatan O&P adalah keterbatasan dana. Keterbatasan ini mengakibatkan penurunan fungsi prasarana pengairan karena mengurangi umur teknis dan unjuk kerja bangunan tersebut. Akibatnya kemampuan menyediakan air guna memenuhi tuntutan berbagai sektor pemanfaat (domestik, industri, pertanian dan lingkungan) ikut menurun. Kegiatan O&P sendiri memerlukan biaya besar. CIDA (1993) memperkirakan biaya kegiatan O&P berkisar 0,6-1,9% per-tahun dari nilai investasi yang ditanamkan. Sehingga, bila kaidah ini diterapkan pada prasarana pengairan maka biaya O&P yang diperlukan adalah Rp 103,56 miliar per-tahun untuk DAS Brantas dan Rp 41,83 miliar per-tahun untuk DAS Bengawan Solo. Dana yang demikian besar belum dapat dipenuhi sampai saat ini. Pada 1998, Perum Jasa Tirta (PJT) I yang diserahi kewenangan mengelola prasarana pengairan di kedua DAS tersebut, hanya memungut BJP-SDA (iuran O&P) sebesar Rp 19,06 miliar dari pemanfaat air di DAS Brantas. Pendapatan ini setara 60,6% kebutuhan ideal; namun setelah krisis moneter pada 2001 nilai tersebut sempat turun menjadi sebesar 31,4% saja, dan baru meningkat menjadi 37,2% pada 2004. Adapun di DAS Bengawan Solo pada 2004 pencapaian iuran hanya memenuhi 12,66% dari kebutuhan ideal. Salah satu kendala dari pendanaan kegiatan O&P adalah prasarana pengairan pada umumnya mempunyai manfaat serbaguna (multi purpose) seperti pengendalian banjir, penyediaan air baku, irigasi dan perikanan, pembangkit listrik dan lain sebagainya. Nilai manfaat yang diterima masing-masing pemanfaat

berbeda satu dengan lainnya, sehingga diperlukan pembebanan biaya (cost allocation) yang memadai Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air telah mengatur agar pemanfaat air dikenai Biaya Jasa Pengelolaan Sumberdaya Air (BJP-SDA). Biaya ini digunakan mendanai pelaksanaan O&P prasarana pengairan dan konservasi DAS. Namun sayangnya UU ini tidak mengatur metode pembebanan biaya. Sebagai dampak derajat O&P yang rendah ini, PJT I hanya mampu melakukan kegiatan pemeliharaan rutin secara terbatas. JBIC (2001) memperhitungkan akibat dari pendanaan yang rendah, prasarana pengairan di DAS Brantas memerlukan biaya rehabilitasi sebesar Rp 704,56 miliar. Biaya sebesar ini diperlukan karena sarana-prasarana pengairan di DAS Brantas memberi manfaat hampir Rp 1,18 triliun/tahun. Bila sistem tata air yang telah terbangun tidak berfungsi lagi maka kerugian sebesar itu harus ditanggung masyarakat. Kondisi demikian akan menyebabkan DPS Kali Brantas kembali ke situasi sebelum pengembangan prasarana pengairan dilaksanakan (pra-tahun 1958). Agar prasarana pengairan tidak semakin rusak dan lumpuhnya sistem tata air tidak menjadi ancaman di DAS Brantas maupun Bengawan Solo, harus disediakan dana BJP-SDA secara memadai. Penyediaan dana ini hanya mungkin dilakukan bila para pemanfaat air memberi kontribusi sesuai porsinya masing-masing. 2. Metodologi Berbagai metode dapat digunakan untuk menghitung BJP-SDA. Referensi ekonomi sumberdaya alam umumnya menyajikan pendekatan kemakmuran (welfare approach) sebagai pisau analisa untuk menentukan BJP-SDA. Pendekatan ini mengambil anggapan, nilai ekonomi dari ketersediaan layanan air dinikmati pemanfaat dengan prinsip ketundukan pada mekanisme kuasi-pasar. BJP-SDA secara konsep dapat ditetapkan bila dalam pemanfaatan air tercipta suatu keseimbangan alokasi

Page 20: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Harianto, Raymond Valiant, Fahmi Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 292

produksi dan konsumsi di mana tidak ada kemungkinan alokasi lain yang dapat meningkatkan manfaat yang diperoleh pengguna maupun produsen. Kondisi ini disebut Young (1996) sebagai optimalitas Pareto. Efisiensi secara ekonomi ini hanya ditemui pada suatu kondisi pasar yang bersaing dan hanya akan tercapai jika keuntungan marjinal dari penggunaan suatu barang atau jasa adalah sebanding dengan biaya marjinal untuk memasok barang atau jasa tersebut. Dalam penerapan pendekatan ini, bila tidak ada “nilai pasar” untuk kemanfaatan yang diterima dari air maka BJP-SDA ditentukan nilai ekonominya dengan penentuan harga bayangan (shadow price). Penentuan harga ini secara empirik dapat dilakukan dengan mencari tahu “kemampuan membayar” atau willingness to pay (WTP) dari masing-masing pengguna air. Dalam kasus lain, bila yang dinikmati adalah manfaat yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka nilai ekonomi air ini dianggap sebagai “kemauan menerima ganti-rugi” atau willingness to accept compensation (WAC). Istilah ini populer digunakan dalam literatur tentang penilaian manfaat sumberdaya alam, khususnya air, lihat Anderson dan Bishop (1986), Hanemann (1991), Pearce (1993) dan Freeman (1993) Tabel 1 Perbandingan tarif layanan air untuk sektor domestik di beberapa negara (satuan: m³)

Untuk menetapkan BJP-SDA di DAS Brantas dan Bengawan Solo ditemui kesulitan dalam mengestimasi nilai ekonomi air. Hal ini disebabkan kesulitan dalam penilaian finansial dan lebih khusus lagi, tidak ada “nilai bayangan” (WTP atau WAC) yang sistematik untuk air di masyarakat. Walaupun sejumlah kajian sudah dilakukan ke arah sana namun ditemui kendala dalam memperkirakan secara tepat proporsi iuran yang harus ditanggung pemanfaat komersial, semi-komersial dan sosial. Dalam mazhab ekonomi neoklasik, pendekatan terbaik adalah melakukan perkiraan harga bayangan (shadow price) melalui survei untuk menentukan nilai ekonomi air pada DAS yang dikaji, namun hal ini belum

terlaksana di DAS Brantas maupun DAS Bengawan Solo. Untuk menetapkan tarif yang dapat diterima para pemanfaat di berbagai sektor tanpa mengorbankan prinsip keadilan maka perlu ditetapkan suatu rumusan tarif yang baku dan rasional untuk menentukan kenaikan berkala tarif. Rumusan tarif yang disusun hendaknya mengandung faktor-faktor kenaikan tarif yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk mencapai tarif O&P tanpa subsidi bagi pemanfaat komersial (PLN, PDAM dan industri). Rumusan peningkatan berkala tarif iuran pembiayaan O&P dimaksudkan sebagai landasan untuk menghindari negosiasi penyesuaian tarif yang berkepanjangan dan sering sulit memperoleh kesepakatan, dengan tanpa mengorbankan norma keadilan dan kesejajaran di antara pihak pengelola yang memungut iuran dan para pemanfaat. Selain itu, rumusan ini memberi kepastian beban iuran untuk masing-masing kelompok pemanfaat serta kepastian jumlah dana untuk pelaksanaan O&P sarana-prasarana pengairan. Dengan demikian pemanfaat dan Perum Jasa Tirta I akan lebih mudah menyusun program kerja untuk tahun berikutnya. Rumusan tarif iuran pembiayaan O&P disusun dengan tujuan untuk menjamin agar biaya operasi dan pemeliharaan sarana-prasarana pengairan yang telah dibangun dapat tersedia secara memadai sehingga fungsi sarana-prasarana pengairan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan memberikan manfaat kepada masyarakat sesuai rencana.

Gambar 1. Pencapaian tarif normal dengan penyesuaian berkala untuk PLTA di DAS Brantas

3. Pembahasan 3.1 Dasar Penyesuaian Tarif Kajian telah dilakukan Universitas Harvard (1991), konsultan Gatema maupun Bina Karya (1993) untuk menemukan nilai layanan air yang sepadan dengan BJP-SDA. Prinsip dari penilaian air disederhanakan menjadi alokasi biaya O&P kepada para pemanfaat

Negara Perusahaan Th Tarif Unit Nilai

Australia SA Water 2006 0,47 $ Aus Rp 3.290

Australia Sydney Water 2006 0,80 $ Aus Rp 5.607

Inggris Thames Water 2005 0,138 £ UK Rp 2.421

Inggris Southwest Water 2005 0,234 £ UK Rp 4.099

Madagaskar JIRAMA 2003 975,0 FMg Rp 1.380

Jepang JWA 2004 12,2 ¥ JP Rp 954

Indonesia PJT I 2004 Rp 40

0

20

40

60

80

100

120

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Tarif

BJP

-SD

A (R

p/kW

h)

Tahun

Rencana Tarif Tarif Normal

Page 21: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Harianto, Raymond Valiant, Fahmi Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 293

yang diterimakan sesuai porsi pemanfaatan masing-masing. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kenaikan biaya pelaksanaan O&P meliputi antara lain: (i) kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang merupakan bahan dominan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana pengairan yang menggunakan peralatan berat seperti kapal keruk, bulldozer, excavator dan lain sebagainya; (ii) Upah Minimum Propinsi atau UMP, di mana upah tenaga kerja merupakan biaya yang cukup dominan; dan (iii) tingkat inflasi, untuk menghitung kenaikan biaya lainnya (biaya kantor, listrik, telepon, perjalanan dinas, biaya umum dan lain sebagainya). 3.2 Perhitungan Tarif Secara finansial, perhitungan tarif BJP-SDA dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni: (i) menganggap biaya yang harus ditanggung masing-masing pemanfaat adalah proporsional terhadap manfaat yang diterima, hal ini diterapkan untuk pemanfaat komersial; (ii) pemanfaat semi-komersial seperti petani pemakai air irigasi dan pemanfaat air yang merasakan kenikmatan air sebagai sumberdaya publik yang inklusif, tidak dikenai iuran BJP-SDA. Tabel 2 Pembebanan biaya O&P di DAS Brantas

Tabel 3 Pembebanan biaya O&P di DAS Bengawan Solo

Konsekuensi dari dua kebijakan di atas adalah adanya pembebanan iuran BJP-SDA yang seharusnya ditanggung oleh pemanfaat semi-komersial dan publik, kepada pemanfaat komersial yang lebih terukur pemanfaatannya. Hal ini dianggap sebagai “subsidi” walaupun dalam kenyataan, manfaat semi-komersial dan publik merupakan kebijakan Pemerintah, sehingga sebagai produk politik pembebanan dari biaya ini seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah. Tarif normal iuran O&P untuk masing-masing kelompok pemanfaat ditetapkan berdasar alokasi biaya O&P Normal yang menjadi tanggungannya (dihitung secara

proporsional dengan nilai manfaat ekonomi yang diperolehnya) dibagi dengan produksi (listrik dan volume air baku yang dipergunakan) atau volume air yang digunakan (industri). 3.3 Penyesuaian terhadap Tarif Normal Penyesuaian kenaikan harga satuan menggunakan inflasi rata-rata dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Kota Surabaya, Malang dan Kediri untuk DAS Brantas, serta Kota Surakarta, Wonogiri dan Sragen untuk DAS Bengawan Solo. Beban biaya O&P untuk masing-masing kelompok pemanfaat ditetapkan berdasar nilai manfaat yang diperoleh masing-masing kelompok pemanfaat secara proporsional. Tarif iuran O&P tanpa subsidi untuk kelompok komersial merupakan hasil pembagian antara beban biaya O&P masing-masing kelompok pemanfaat (tanpa subsidi silang) dengan jumlah produksi (untuk PLN dan PDAM) atau volume penggunaan air (untuk industri). Perhitungan porsi beban biaya sebesar Rp 75,29 miliar dihitung sebagai beban yang harus ditanggung pemanfaat komersial, sedangkan sisa beban biaya sebesar Rp 19,84 miliar merupakan subsidi kepada Pemerintah, sebagai kewajiban (government obligation) untuk membiayai operasi dan pemeliharaan bagi sarana-prasarana yang manfaatnya untuk kepentingan sosial dan keselamatan dan kesejahteraan umum (seperti pengendalian banjir dan pemeliharaan kualitas air). Keseluruhan biaya O&P yang diperlukan setara Rp 95,13 miliar tiap tahun berdasar nilai tahun 2001. Jangka waktu pencapaian tarif iuran O&P tanpa subsidi untuk DAS Brantas adalah 5 tahun untuk pembangkitan listrik serta 10 tahun untuk air baku industri dan domestik. Sedangkan untuk DAS Bengawan Solo 15 tahun untuk pembangkitan listrik

dan 20 tahun untuk air baku industri dan domestik. Gambar 2 Pencapaian tarif normal dengan penyesuaian berkala untuk PLTA di DAS Bengawan Solo

Pemanfaat Porsi beban Volume Tarif Normal Iuran O&P

Pembangkitan listrik Rp 34,33 miliar 1.035 juta

kWh/th Rp 33,17/kWh

Air baku domestik Rp 17,56 miliar 245 juta

m3/thn Rp 71,67/m3

Air baku industri Rp 23,40 miliar 135 juta

m3/thn Rp 173,32/m3

Pemanfaat Porsi beban Volume Tarif Normal Iuran O&P

Pembangkitan listrik Rp 7,67 miliar 47 juta

kWh/th Rp 163,26/kWh

Air baku domestik Rp 0,68 miliar 2,5 juta

m3/thn Rp 270,84/m3

Air baku industri Rp 8,48 miliar 21,3 juta

m3/thn Rp 397,51/m3

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Tarif

BJP

-SD

A (R

p/kW

h)

Tahun

Rencana Tarif

Page 22: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Harianto, Raymond Valiant, Fahmi Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 294

Mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait, rumus untuk mengejar “ketertinggalan akibat inflasi” adalah sebagai berikut:

iiii KDEPKFTT ++= − )1(

Dengan: Ti = tarif yang berlaku pada tahun ke i T(i-1) = tarif yang berlaku pada tahun ke (i-1) KFi = faktor kenaikan tarif karena inflasi KDEPi = faktor kenaikan tarif untuk peningkatan derajat

O&P F(i-1) = prosentase kenaikan inflasi rata-rata pada

tahun (i-1) Hasil perhitungan tarif BJP-SDA disajikan menunjukkan hasil sebagai berikut: (i) pencapaian tarif dimungkinkan baik untuk DAS Brantas maupun DAS Bengawan Solo sejauh nilai inflasi dapat diprediksi; (ii) kenaikan tarif secara bertahap untuk mendekati kebutuhan biaya O&P yang normal memerlukan waktu pencapaian yang sangat tergantung pada aspek makro ekonomi. Hasil selengkapnya digrafikkan pada Gambar 1 dan Gambar 2, sedangkan tabulasinya pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4 Perhitungan tarif BJP-SDA dan nisbah terhadap tarif O&P normal (DAS Brantas)

Tabel 5 Perhitungan tarif BJP-SDA dan nisbah terhadap tarif O&P normal (DAS Bengawan Solo)

IV. Kesimpulan Dengan diberlakukannya tarif BJP-SDA yang disesuaikan secara berkala terhadap kenaikan biaya dan inflasi diharapkan dapat dijamin ketersediaan dana untuk kegiatan O&P prasarana pengairan yang telah dibangun. Penyediaan BJP-SDA amat mendukung keberlanjutan manfaat yang diterima masyarakat oleh karena adanya layanan air. Keikutsertaan masyarakat yang mendapat manfaat dari adanya sarana-prasarana pengairan, dalam rupa iuran pembiayaan O&P akan meningkatkan layanan kolektif dari manfaat sarana-prasarana tersebut. Hal ini pada akhirnya akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan sarana-prasarana tersebut yang bermaksud membangun kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Metode pembebanan biaya (cost allocation) masih membebani pemanfaat air komersial dengan beban biaya yang timbul karena adanya pelayanan untuk kemanfaatan umum atas air (public services). Seharusnya beban ini menjadi tanggungan Pemerintah. Selain itu, nilai ekonomi air masih belum tercermin sepenuhnya dari penerapan iuran BJP-SDA di Indonesia, sehingga ke depan perlu direncanakan penilaian yang lebih akademis untuk mengetahui nilai air di DAS Brantas dan Bengawan Solo. Pustaka 1. Canadian International Development Agency

(CIDA). 1993. An Integrated Programme for the Development of Operation and Maintenance for Rivers in Indonesia. Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, Republik Indonesia.

2. House of Commons. 2005. Water Pricing. Environment, Food and Rural Affairs Committee, First Report of Session 2003-2004, Inggris Raya.

3. Japan International Cooperation Agency (JICA). 1998. Water Resources Development Plan for the Brantas River Basin. Final Report. Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

4. Japan Bank for International Cooperation (JBIC). 2001. Final Report dari Study under JBIC Special Assistance. Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Republik Indonesia, hlm. 5-35 sampai 5-44

5. Japan Water Agency. 2004. Financial Statement, Jepang

6. Merret, Stephen. 1997. Introduction to the Economics of Water Resources, An International Perspective. Rowman and Littlefield Publishers, Inc., Boston, Maryland, Amerika Serikat.

7. Minten, Bart et.al. 2002. Water Pricing, the New Water Law, and the Poor: An Estimation of

Tahun Tarif Listrik Air Baku

Domestik Air Baku Industri

Rp/kWh Nisbah Rp/m³ Nisbah Rp/m³ Nisbah 2002 16,67 50% 40,00 56% 80,00 46% 2004 25,43 66% 53,43 65% 113,77 57% 2006 38,77 88% 69,52 73% 154,87 68% 2008 50,82 100% 89,15 82% 205,47 78% 2010 113,01 91% 267,48 89% 2012 141,90 100% 343,13 100%

Tahun Tarif Listrik Air Baku

Domestik Air Baku Industri

Rp/kWh Nisbah Rp/m³ Nisbah Rp/m³ Nisbah 2004 31,50 19% 50,00 18% 100,00 25% 2006 51,85 28% 80,40 27% 144,72 33% 2008 80,91 39% 117,14 35% 198,42 40% 2010 116,36 50% 161,30 43% 262,59 48% 2012 159,36 61% 214,08 51% 338,92 55% 2014 211,22 72% 276,89 59% 429,36 63% 2016 273,48 83% 351,34 67% 536,16 70% 2018 347,92 94% 429,29 76% 661,89 76% 2019 390,34 100% 488,97 80% 732,35 82% 2020 542,85 84% 809,48 85% 2022 664,45 92% 982,32 93% 2024 806,89 100% 1.184,27 100%

Page 23: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Harianto, Raymond Valiant, Fahmi Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 295

Demand for Improved Water Services in Madagascar. USAID – ILO Program – Cornell University, Amerika Serikat.

8. Perum Jasa Tirta I. 2004. Profil Perusahaan, Indonesia.

9. Sydney Water. 2006. Charges. http://www.sydneywater.com.au/

10. SA Water. 2006. Usage Charges. http://www.sawater.com.au/

11. Young, Robert Alton. 1996. Measuring Economic Benefits for Water Investments and Policies. World Bank Technical Paper No. 338. The World Bank, Washington District of Columbia, Amerika Serikat.

Page 24: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 296

Page 25: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Achmad Syarifudin, R. Taufan Utama

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 297

Analisis Intensity Duration Frequency–Curve Kejadian Hujan Pada Sub Das Lempuing Sumatera Selatan

Achmad Syarifudin 1) R. Taufan Utama 2)

1) Dosen Universitas Bina Darma Palembang, 2) Anggota HATHI Sumsel

Abstract Intencity, duration, rainfall-depth and frequency was related one and the other such as duration with and rainfall depth can be expressed by Intencity-Duration-Frequency (IDF) curve. IDF curve can be used to calculated flood design using rational method. Intencity could be calculated by frequency analysis, which was determining the daily maximum mean rainfall, followed by calculated statistical parameter to choose the best distribution. The result of this study indicated that the Gumbel’s distribution fit to most of data. Key word : Intencity, Duration, rainfall-depth

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Lempuing merupakan anak sungai Komering atau sungai orde ketiga dari sungai Musi. Bentuk daerah pengaliran sungai Lempuing secara umum berbentuk bulu burung dan sungai sejajar dengan luas cathment area sungai Lemuing sekitar 2.800 km2. Topografi Sub-DAS Lempuing dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu hulu, tengah dan hilir dimana : a. Daerah hulu bergelombang tidak begitu tinggi

berkisar antara 2 – 10 m dengan luas 1.247 km2 atau 45% luas DAS,

b. Daerah tengah relatif datar, dimana alur-alur aliran sungainya masih dapat terlihat dan berbentuk seluas 422,53 km2 atau 35% luas total DAS,

c. Daerah hilir berupa rawa-rawa dan danau-danau seluas 270,53 km2 atau 20% luas total DAS.

Pada Sub DAS Lempuing tidak tersedia data pengukuran aliran yang cukup untuk dianalisa secara statistik. Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pengairan tahun 1999 menerbitkan Panduan Perencanaan Bendungan Tipe Urugan, Volume II Analisis Hidrologi dan PSA-007 menyarankan untuk menggunakan cara pengalih-ragaman curah hujan menjadi limpasan permukaan melalui Metode Hidrograf Satuan Sintetik. 1.2. Ruang Lingkup Pokok bahasan yang tercakup di dalam penelitian ini adalah SWS Musi mencakup daerah tangkapan Sub-DAS Lempuing yang merupakan orde ketiga dari SWS Musi dengan panjang 127 km, luas DAS 2.800 km2 dan debit rata-rata 47,3 m3/det. Pada bagian hulu sungai Lempuing terdapat pertemuan 3 (tiga) sungai yaitu sungai Macak, sungai Belitang dan sungai Way Hitam. Kemudian terdapat satu sungai lagi sebelum sungai Lempuing masuk ke sungai Komering yaitu sungai Burnai.

1.3. Maksud dan Tujuan Mengingat Sub-DAS Lempuing belum ada pola pengendalian banjir, maka diperlukan suatu pola pengendalian banjir yang terpadu, terprogram dan juga perlu partisipasi masyarakat. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Analisa Frekuensi Curah Hujan Curah hujan yang tersedia dalam DAS Lempuing 5 stasuin diatas diperiksa keabsahanya dan selanjutnya di hitung return hujan 2, 5, 10, 25 , 50 dan 100 tahun dengan cara statistik menggunakan analisa frekuensi distribusi seperti; Pearson tipe III, Log Pearson tipe III, Log Normal dan Gumbel’s. Sumber hujan data Dinas PU Pengairan Sumatera Selatan, Volume 4 Data Book hasil The Study on Comprehensive Water Management Musi River Basin, 2003 dengan Grant JICA, Konsultan CTI Engineering Co. Ltd dan NIKKEN Consultant, Inc. Dimana data hasil pengamatan tersebut telah di uji keabsahanya melalui metode-metode hidrologi. Hasil pengolahan secara statistik dengan beberapa metode Pearson tipe III, Log Pearson tipe III, Log Normal dan metode Gumbel’s dengan hasil sebagai berikut :

Hasil analisa distribusi frekuensi 4 metode tersebut hampir sama berimpitan, sesuai dengan catatan penting tentang metode statistik untuk data maksimum yang lebih tepat hasilnya dari metode Gumbel’s. 2.2. Analisa Debit Banjir Berdasarkan hasil modifikasi Rumus Rasional oleh beberapa ahli menetapkan; nilai koefisien pengaliran (C) berdasarkan pengaruh luasan daerah kedap air:

CpA

AkA

AkC )1(9,0 ++= (2.1)

Page 26: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Achmad Syarifudin, R. Taufan Utama

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 298

dengan : C = koefisien pengaliran Ak = Luas daerah yang kedap (km, ha) A = Luas total daerah yang akan di keringkan (km, ha) Cp = koefisien pengaliran daerah yang tidak kedap IZZARD’S menetapkan time of equalibrium (te) dalam menit untuk luasan kecil permukaan tanah tanpa saluran:

3/13/2

3/1 0007,041So

CribibLote +

== (2.2)

dengan : Lo = panjang aliran (feet), i = Intensitas hujan inches per hour dan So = slope permukaan. Cara mendapatkan nilai it (intensitas hujan) a. Tentukan besar Tc pada titik tinjauan berdasarkan

waktu aliran air dipermukaan dan saluran. b. Dengan nilai Tc tersebut plotkan pada IDF di sumbu

x, baca pada sumbu y besarnya intensitas hujan (it) yang sesuai

IDF dapat digunakan rumus dari Manonobe’s 3/2

24 2424

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

TcR

it (2.3)

dimana: it = Intensitas hujan pada Tc tertentu (mm/jam) R24 = Curah hujan sehari 24 jam (mm/hari)

Tc = waktu konsentrasi (jam)

ACiQmaks

TtTcTcatau

ACTtTc

TciQmaks

..22

..2

2.

=+

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

+=

(2.4)

Koefisien koreksi tampungan;

TtTcTcCs+

=2

2 (2.5)

Untuk saluran dan sungai digunakan formula

untuk mendapatkan waktu konsentrasi formula dari Kirpick, dimana pengaruh panjang sungai dan kelandaian sungai berpengaruh penting, Bransby-Williams menambah pengaruh luasan DAS, penggunaanya harus dilakukan dengan pertimbangan cermat. KIRPICH ( 1940 )

385,077,001947,0 −= SLT C (2.6)

Kirpich membuat rumus menggunakan pengaruh panjang sungai dan kelandaian. Tc = waktu konsentrasi (menit) L = panjang maksimum lintasan air (m) S = kemiringan slope DAS = (∆H / L)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3.1. Hasil Analisa Frekuensi Curah hujan harian maksimum

Pearson III log Pearson III log Normal Gumbel2 105.37 106.75 105.88 104.14 dipilih yang5 118.88 120.00 119.90 117.54 paling memenuhi

10 126.68 127.97 127.97 126.42 persyaratan25 135.58 136.99 140.31 137.63 50 141.66 141.46 143.99 145.94

100 147.34 148.44 150.69 154.20 200 152.73 153.75 153.32 162.42

Satuan (mm/hari)

Retr Priod Analisa Frekuensi Distribusi Keterangan

Perbandingan hasil 4 Metode Analisa Frekuensi Curah hujan harian maksimum

-20406080

100120140160180200

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

Priode Ulang T (thn)

Cura

h hu

jan

( mm

)

Pearson III log Pearson III log Normal Gumbel

Page 27: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Achmad Syarifudin, R. Taufan Utama

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 299

Gambar 1. Kurva Intensity Duration Frequency ( IDF) Dari gambar 1. diatas terlihat bahwa intensitas hujan yang tinggi berlangsung dengan durasi hujan yang relatif pendek. Hal ini membuktikan bahwa hujan deras biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat namun hujan gerimis berlangsung dalam waktu yang lama. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa : a. Sebaran data hujan harian maksimum untuk Sub-

DAS Lempuing mengikuti distribusi Gumbell’s. b. Berdasarkan analisis frekuensi untuk curah hujan

rerata maksimum harian pada Sub-DAS Lempuing besarnya masing-masing untuk 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200 adalah 194,14 ; 117,54 ; 126,42 ; 137,63 ; 145,94 ; 154,20 ; 162,42.

c. Intensitas curah hujan berhubungan dengan durasi dan frekuensi. Hal ini dapat diekspresikan dengan kurva Intensity-Duration-Frequncy ( IDF ) seperti pada gambar 3..1.

d. Kurva IDF tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya banjir rencana dengan menggunakan metode rasional yang dimodifikasi.

4.2. Saran Intensitas curah hujan dalam durasi pendek dengan berbagai periode ulang ( IDF-Curve ) dari hasil analisis tersebut diatas dapat dipergunakan bagi pihak

yang memerlukan untuk kepentingan praktis di lapangan dalam perencanaan bangunan pengendali banjir khususnya untuk Sub-DAS Lempuing mengingat kejadian hujan bersifat lokal dan spesifik. DAFTAR PUSTAKA 1. Joersoen Lubis, 1993, “ Hidrologi Sungai “,

Departemen PU, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta.

2. PT. Indra Karya, 2005, “ Studi pengendalian banjir sungai Lempuing Prop. Sumsel “, Final Report

3. Ray K. Linsley, 1986, “Hidrologi Untuk Insinyur“ Penerbit Erlangga.

4. Sri Harto, 1989, “Analisa Hidrologi “ , PAU IT UGM, Yogyakarta.

5. Suyono S dan Takeda K, 1987, “Hidrologi untuk Pengairan“, Pradnya Paramita, Jakarta.

6. _________, 1989, “ Metode Perhitungan Debit Banjir “, Dept. PU Yayasan LPMB, Jakarta.

7. Soemarto, CD, 1987, “Hidrologi Teknik “, Usaha Nasional, Surabaya.

8. Syafrin Tiaif, I Sigit ,1999, “ Hubungan Curah Hujan dan Debit Sungai “, Prosiding PIT XVI, Bengkulu.

9. ________, 2004, “ Undang-Undang No. 7 tentang SDA “

10. Ven Te Chow, DR. Maidment, 1988, “ Applied Hydrology “, Mc. Graw-Hill Book Company.

FIGURE INTENSITY DURATION FREQUENCY - CURVE ( IDF-C )

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

180.00

200.00

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

Duration ( hours )

Intens

ity ( m

m )

Tr = 2 tahun Tr = 5 tahun Tr = 10 tahun Tr = 25 tahunTr = 50 tahun Tr = 100 tahun Tr = 200 tahun

Page 28: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 300

Page 29: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 301

Kondisi Kualitas Air Anak-Anak Sungai Citarum Sebagai Dasar untuk Teknik Pengelolaan SDA

Ratna Hidayat

Peneliti Bidang Teknik Lingkungan Sumber Daya Air, Puslitbang Sumber Daya Air

Abstrak Anak anak sungai yang bermuara ke S.Citarum berpengaruh besar terhadap fungsi S Citarum untuk menunjang berbagai kehidupan, seperti listrik di Jawa-Bali, irigasi, air baku industri dan PDAM Kota Purwakarta,Karawang dan DKI Jakarta. Jumlah anak anak sungai tersebut sangat banyak, kegiatan ini terbatas meneliti 33 anak sungai pada ruas G.Wayang sampai W.Saguling. Saat ini pemanfaatan anak sungai tersebut untuk air baku industri dan air minum, perikanan dan pertanian. Semua anak sungai tersebut termasuk kategori tercemar berat, ditunjukkan oleh kadar BOD,COD dan bakteri yang tinggi dan DO yang rendah bahkan nol. Sungai yang sangat buruk kualitasnya, diantaranya : (1). Ruas G.Wayang–Majalaya: adalah S.Cibuniherang (BOD=22 mg/L,COD=56 mg/L), S.Cikaro (DO =0,4 mg/L dan Total Coliform =32.000 Jml/100 mL); (2). Ruas Majalaya – Dayeuhkolot adalah S.Ciwalengke (BOD=42 mg/L, COD=112 mg/L, DO=nol mg/L), S.Cikeruh (Total Coliform =4.800.000 Jml/100 mL); (3).Ruas Dayeuhkolot-Waduk Saguling adalah S.Cipalasari (BOD=75mg/L;COD=202 mg/L,DO=nol, Total Coliform=40.000 Jml/100mL),S.Cisuminta (BOD=60mg/L; COD=161 mg/L, DO=nol, Total Coliform=110.000 Jml/100mL). Keadaan ini tidak dapat dibiarkan, pengelolaan SDA sudah menjadi kebutuhan untuk menyelamatkan kualitas air anak sungai tersebut.,selanjutnya perlu target mutu air sasaran yang dituangkan dalam master plan pengelolaan SDA anak S.Citarum. Namun yang paling penting perlu kegiatan nyata dengan penerapan teknologi tepat guna yang dapat dilaksanakan berbagai stake holder untuk mengolah limbah industri,domestik, daur ulang limbah pertanian dan pembuatan kompos dari sampah dan kotoran hewan, dsb. Kata Kunci : Anak S.Citarum, kualitas air, pemanfaatan sungai, ruas sungai G.Wayang- W.Saguling

Pendahuluan Latar Belakang S Citarum berasal dari mata air Gunung Wayang di Kabupaten Bandung, mengalir melewati beberapa kabupaten di Jawa Barat sepanjang ± 300 km yang bermuara ke Tanjung Karawang. Khususnya di Kabupaten Bandung terdapat anak anak sungai yang bermuara ke S.Citarum, saat ini kondisi kualitas airnya telah tercemar, sehingga tidak sesuai dengan Kriteria Mutu Air dari PP 82/2001 karena terdapat beberapa parameter yang telah melampaui persyaratan. Sementara itu pemanfaatan dari anak anak sungai tersebut dipakai untuk air baku air minum PDAM, air baku industri, perikanan dan pertanian. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan terus, harus dilakukan pengelolaan agar kualitas air sungai membaik, sehingga pendayagunaan sumber air tersebut dapat optimal. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian meliputi identifikasi kualitas air pada sejumlah anak sungai yang bermuara ke S.Citarum di wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah untuk evaluasi kondisi kualitas air dan pemanfaatan anak anak sungai Citarum, dan tujuannya menyusun konsep pengelolaan SDA. Metodologi

Metodologi penelitian yang digunakan yaitu (i). Identifikasi kualitas air dan pemanfaatan anak-anak S.Citarum (ii). Evaluasi kualitas air terhadap persyaratan Kriteria Mutu Air dari PP 82/2001; (iii). Identifikasi target mutu sasaran kualitas air, dan permasalahannya (iv).Penyusunan konsep pengelolaan SDA. Pelaksanaan Kegiatan Dalam kegiatan ini diteliti 33 anak sungai Citarum pada segmen sungai antara Majalaya sampai Waduk Saguling. Lingkup kegiatan meliputi : (i).Identifikasi dan evaluasi pemanfaatan sungai terhadap Kriteria Mutu Air dari PP 82/2001, tentang “Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”; (ii).Pengkajian kadar parameter kualitas air yang tidak memenuhi syarat ; (iii).Menyusun dan mengkaji target mutu sasaran yang ingin dicapai ; (iv).Merancang pengelolaan SDA yang dibutuhkan agar terjadi perbaikan kualitas air sungai, Hasil Kegiatan dan Bahasan Lokasi Penelitian dan Pemanfaatan Sungai Penelitian dilakukan pada sebagian anak sungai di sekitar wilayah Kabupaten Bandung yang bermuara ke S.Citarum, jumlahnya meliputi 33 buah anak sungai (Gambar 1). Lokasi penelitian terbagi atas tiga ruas, yaitu :

1. Ruas Gunung Wayang – Jembatan Majalaya pada 7 sungai, yaitu : S.Cibuniherang;S.Cibitung; S.Cijaha;

Page 30: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 302

S.Cilebak; S.Cikawao;S.Cisangkan dan S.Cikaro

2. Ruas Majalaya - Dayeuhkolot pada 11 sungai,yaitu:S.Ciwalengke;S.Cipadaulun; S.Cikakembang S.Cirasea; S.Citarik;S.Cikopo;S.Cikeruh;S.Cipamokolan;S.Cijaura; S.Ciganitri dan S.Cikapundung

3. Ruas Dayeuhkolot–Waduk Saguling pada 15 sungai, yaitu :S.Cipalasari;S.Cisuminta; S.Citepus; S.Cisangkuy;S.Ciherang;S.Cicangkudu;S.Ciranjeng;S.Cikambuy;S.Ciwidey;S.Cicurugdodog; S.Cigondewah; S.Dunguslembu;S.Cibaligo;S.Cihujung dan S.Cimahi

Dua dari 33 sungai yang diteliti, yaitu S.Cikapundung dan S.Cisangkuy memiliki pemanfaatan sungai yang sangat beragam yaitu meliputi empat fungsi ( sebagai air baku industri, air baku air minum, perikanan dan pertanian),sedangkan sungai lainnya hanya satu atau dua fungsi saja, dan beberapa sungai saat ini belum dimanfaatkan, pemanfaatan sungai diuraikan sebagai berikut 1 Pemanfaatan Ruas Gunung Wayang–Jembatan

Majalaya :(a).Pertanian(S.Cibuniherang;

S.Cibitung; S.Cikawao;S.Cisangkan);(b). Air Baku Industri (S.Cikaro);(c). Sungai yang saat ini belum dimanfaatkan (S.Cijaha dan S.Cilebak )

2. Pemanfaatan Ruas Majalaya-Dayeuhkolot :(a). Pertanian(S.Cipamokolan); (b).Pertanian dan Perikanan (S.Cirasea; S.Cikeruh);(c). Air Baku Industri (S.Ciwalengke; S.Cipadaulun; S. Cikakembang); (d). Air Baku Industri, Pertanian dan Perikanan (S.Citarik); (e). Air Baku Air Minum, Air Baku Industri, Pertanian dan Perikanan (S.Cikapundung) dan (f). Sungai yang saat ini belum dimanfaatkan (S.Cikopo; S.Cijaura dan S.Ciganitri)

3. Ruas Dayeuhkolot – Waduk Saguling :(a). Pertanian (S.Citepus dan S.Ciranjeng); (b).Perikanan: (S.Ciherang);(c).Pertanian dan Perikanan (S.Ciwidey dan S.Cimahi); (d). Air Baku Air Minum, Air Baku Industri, Pertanian dan Perikanan (S.Cisangkuy); (e). Sungai yang saat ini belum dimanfaatkan (S.Cipalasari; S.Cisuminta; S.Cicangkudu; S.Cikambuy; S.Cicurugdodog; S.Cigondewah; S.Dunguslembu; S.Cibaligo dan S.Cihujung).

Gambar 1. Lokasi Penelitan Kualitas Air Anak S.Citarum

1 . S . C i b u n i h e r a n g2 . S . C i b i t u n g3 . S . C i j a h a4 . S . C i l e b a k5 . S . C i k a w a o6 . S . C i s a n g k a n7 . S . C i k a r o 8 . S . C i w a l e n g k e

9 . S . C i p a d a u l u n

C 1 0 . S . C i k a k e m b a n g 1 1 . S . C i r a s e a

1 3 . S . C i t a r i k I 1 2 . S . C i k o p o1 4 . S . C i k e r u h1 5 . S . C i p a m o k o l a n T1 6 . S . C i j a u r a1 7 . S . C i g a n i t r i A1 8 . S . C i k a p u n d u n g 1 9 . S . C i p a l a s a r i R2 0 . S . C i s u m i n t a2 1 . S . C i t e p u s U

2 2 . S . C i s a n g k u yM 2 3 . S . C i h e r a n g

2 8 . S . C i c u r u g d o d o g 2 4 . S . C i c a n g k u d u2 5 . S . C i r a n j e n g2 6 . S . C i k a m b u y

2 9 . S . C i g o n d e w a h 2 7 . S . C i w i d e y3 0 . S . D u n g u s l e m b u3 1 . S . C i b a l i g o3 2 . S . C i h u j u n g3 3 . S . C i m a h i

Page 31: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 303

Tolok Ukur Evaluasi Kualitas Air Anak Anak S.Citarum Evaluasi kualitas air anak S.Citarum di daerah penelitian, dilakukan berdasarkan pemanfaatan sungai eksisting yang dibandingkan dengan Kriteria Mutu Air dari PP 82/2001, pada beberapa anak sungai yang sampai saat ini belum dimanfaatkan akan ditinjau untuk pemanfaatan sebagai air baku air minum. Pemanfaatan anak anak S.Citarum saat ini adalah untuk memenuhi air pertanian, perikanan, juga pada beberapa sungai berfungsi sebagai pasok air baku industri dan air baku air minum. Berdasarkan pemanfaatan tersebut dasar evaluasi kualitas air anak S.Citarum yaitu :

1. Sebagai air baku industri dan atau air baku industri, mengacu pada Kriteria Mutu Air Kelas 1 dari PP 82/2001, yaitu :

• BOD : 2 mg/L;COD : 10 mg/L; Oksigen Terlarut (DO) : 6 mg/L

• Total Coliform : 1000 Jml/100mL 2. Sebagai air pertanian dan perikanan,

mengacu pada Kriteria Mutu Air Kelas 2 dari PP 82/2001, yaitu : • BOD : 3 mg/L;COD : 25 mg/L; Oksigen

Terlarut (DO) : 4 mg/L • Total Coliform : 5000 Jml/100mL

Kualitas Air Anak S.Citarum Pengukuran kualitas air setiap sungai dilakukan antara 3 sampai 7 kali pada tiga periode waktu, yaitu bulan Nopember,2001;bulan Oktober dan Nopember, 2004 dan bulan Oktober,2005. Hasil pengukuran untuk parameter terbatas dengan kadar mencolok ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai

No Ruas G. Wayang –Majalaya

BOD, mg/L COD, mg/L DO,mg/L Total Coliform, Jml/100mL Total Ruas n Min Maks n Min Maks n Min Maks n Min Maks

1 1 S.Cibuniherang 6 1.5 22 6 6 56 6 3.1 7.2 3 3,800 4,100 2 2 S.Cibitung 6 1.7 7 6 6 17 6 5 6.9 3 4,600 5,200 3 3 S.Cijaha 6 1.5 5 6 6 12 6 5.8 7 3 5,000 5,400 4 4 S.Cilebak 6 1.5 3.4 6 5 9 6 6.4 7 3 6,200 7,100 5 5 S.Cikawao 6 1.4 4 6 1 11 6 6.2 7 3 3,800 4,200 6 6 S.Cisangkan 6 2 7.2 6 6 19 6 5 6.8 3 17,000 24,000 7 7 S.Cikaro 6 3 10 6 6 25 6 0.4 6.9 3 29,000 32,000

No Ruas Majalaya – Dayeuhkolot

BOD, mg/L COD, mg/L DO,mg/L Total Coliform, Jml/100mL Total Ruas n Min Maks n Min Maks n Min Maks n Min Maks

8 1 S.Ciwalengke 4 3.5 42 4 10 112 4 0 5.7 4 12,000 180,000 9 2 S.Cipadaulun 3 13 32 3 45 88 3 0 6 3 16,000 280,000

10 3 S. Cikakembang 4 3.8 34 4 12 92 4 0 6.2 4 11,000 110,000 11 4 S.Cirasea Hilir 7 12 25 7 30 71 7 0 4.2 7 18,500 72,000 12 5 S.Cikopo 6 4 18 6 10 40 6 2 4.1 6 10,200 74,000 13 6 S.Citarik 3 2.8 13 3 8 39 3 2.2 4.6 3 14,000 42,000 14 7 S.Cikeruh 6 6.4 12 6 16 35 6 1 5.1 6 440,000 4,800,000 15 8 S.Cipamokolan 7 3.8 10 7 11 25 7 0 4.8 3 90,000 550,000 16 9 S.Cijaura 7 6.6 18 7 18 47 7 0.5 4.2 3 210,000 340,000 17 10 S.Ciganitri 6 4 21 6 10 54 6 1.1 3.8 3 37,000 41,000 18 11 S.Cikapundung 4 3.4 8.7 4 8 24 4 2.8 5.7 3 38,000 54,000

No Ruas Dayeuhkolot – Waduk Saguling

BOD, mg/L COD, mg/L DO,mg/L Total Coliform, Jml/100mL Total Ruas n Min Maks n Min Maks n Min Maks n Min Maks

19 1 S.Cipalasari 7 6.4 75 7 17 202 7 0 2.6 3 12,000 40,000 20 2 S.Cisuminta 4 7.2 60 4 19 161 4 0 3.1 4 25,000 110,000 21 3 S.Citepus 7 8.8 38 7 25 84 7 0 3.15 3 24,000 120,000 22 4 S.Cisangkuy 4 6 14 4 15 41 4 0 4 3 12,000 82,000 23 5 S.Ciherang 7 3 9.8 7 10 29 7 1 5.6 3 8,600 82,000 24 6 S.Cicangkudu 7 3 8.5 7 9 25 7 2.4 6.1 3 4,500 39,000 25 7 S.Ciranjeng 6 3.1 8.5 6 9.3 22 6 1.2 6 3 23,000 48,000 26 8 S.Cikambuy 7 6.4 25 7 18 69 7 0.93 4.5 7 5,000 51,000 27 9 S.Ciwidey 6 5.3 8 6 14 19 6 3.3 5.4 3 9,800 12,000 28 10 S.Cicurugdodog 6 16 36 6 46 101 6 0 2.63 3 20,000 24,000 29 11 S.Cigondewah 7 5 19 7 13 62 7 0 3.3 3 7,500 42,000 30 12 S.Dunguslembu 7 6.4 76 7 17 120 7 0 3 3 5 3,100 31 13 S.Cibaligo 7 5.3 80 7 15 200 7 0 3.5 3 3 8,000 32 14 S.Cihujung 4 5 20 4 15 56 4 0 5.35 3 1,200 32,000 33 15 S.Cimahi 7 4.6 80 7 13 222 7 0 6.1 3 20 28,000

Keterangan : Pengukuran dilakukan tahun 2001,2004 dan 2005; n = frekuensi pengukuran Evaluasi Kualitas Air Anak Anak S.Citarum Berdasarkan kualitas air hasil pengukuran pada Tabel.1, juga ditinjau terhadap pemanfaatan eksisting setiap anak sungai yang dibandingkan dengan kriteria

mutu air dari masing masing pemanfaatan, dapat diperoleh kualitas air anak S.Citarum, yaitu sebagai berikut :

Page 32: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 304

1 Sungai pada Ruas Gunung Wayang – Jembatan Majalaya :

(a). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air

Pertanian • S.Cibuniherang, tidak sesuai peruntukan air

pertanian (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 17 % untuk BOD , COD dan DO.

• S.Cibitung tidak sesuai peruntukan air pertanian (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 50 % untuk Total Coliform, dan 17 % untuk BOD.

• S.Cikawao, tidak sesuai peruntukan air pertanian (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 17 % untuk BOD.

• S.Cisangkan tidak sesuai peruntukan air pertanian (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu 100 % untuk Total Coliform dan sebesar 17 % untuk BOD.

(b). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air Baku

Industri • S.Cikaro, tidak sesuai peruntukan air baku

industri (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD dan Total Coliform, 83 % untuk COD, dan 33 % untuk DO.

(c). Sungai yang Saat ini Belum Dimanfaatkan.

• S.Cijaha, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk Total Coliform, sebesar 50 % untuk BOD dan COD, dan sebesar 17 % untuk DO.

• S.Cilebak, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk Total Coliform, dan 50 % untuk BOD.

2. Sungai pada Ruas Majalaya-Dayeuhkolot (a). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air

Pertanian • S.Cipamokolan, tidak sesuai peruntukan air

pertanian (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD , COD, DO dan Total Coliform.

(b). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air Pertanian dan Perikanan

• S.Cirasea tidak sesuai peruntukan air pertanian dan perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu 100 % untuk BOD , COD, DO dan Total Coliform.

• S.Cikeruh tidak sesuai peruntukan air pertanian dan perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu 100 % untuk BOD, COD, DO dan Total Coliform.

(c). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air Baku

Industri • S.Ciwalengke, tidak sesuai peruntukan air baku

industri (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, DO dan Total Coliform, dan sebesar 75 % untuk COD.

• S.Cipadaulun, tidak sesuai peruntukan air baku industri (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD , COD , dan Total Coliform, dan sebesar 67 % untuk DO.

• S.Cikakembang, tidak sesuai peruntukan air baku industri (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu 100 % untuk BOD,COD, dan Total Coliform, dan 75 % untuk DO.

(d). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air Baku

Industri, Pertanian dan Perikanan • S.Citarik, tidak sesuai peruntukan air pertanian

dan perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu 100 % untuk Total Coliform, 67 % untuk BOD , COD, dan sebesar 33 % untuk DO.

(e). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air Baku

Air Minum, Air Baku Industri, Pertanian dan Perikanan. • S.Cikapundung, tidak sesuai peruntukan air

baku ar minum dan industri (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, DO dan Total Coliform, dan 75 % untuk COD.

• S.Cikapundung, tidak sesuai peruntukan pertanian dan perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD dan Total Coliform, dan sebesar 25 % untuk DO.

(f). Sungai yang Saat ini Belum Dimanfaatkan.

Page 33: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 305

• S.Cikopo, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, DO dan Total Coliform dan sebesar 83 % untuk COD.

• S.Cijaura, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, COD, DO dan Total Coliform.

• S.Ciganitri, tidak sesuai untuk peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % BOD, DO, dan Total Coliform, dan sebesar 83 % untuk COD.

3. Sungai pada Ruas Dayeuhkolot – Waduk

Saguling (a). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air

Pertanian • S.Citepus, tidak sesuai untuk peruntukan air

pertanian (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, Oksigen terlarut dan Total Coliform, sebesar 86 % untuk COD.

• S.Ciranjeng, tidak sesuai peruntukan air pertanian (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD dan Total Coliform, dan sebesar 67 % untuk DO.

(b). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air

Perikanan • S.Ciherang, tidak sesuai peruntukan air

perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk Total Coliform, sebesar 86 % untuk BOD, sebesar 57 % untuk DO dan sebesar 29 % untuk COD.

(c). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air

Pertanian dan Perikanan • S.Ciwidey tidak sesuai peruntukan air pertanian

dan perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD dan Total Coliform, dan sebesar 50 % untuk DO.

• S.Cimahi tidak sesuai peruntukan air pertanian dan perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD,

sebesar 86 % untuk DO, sebesar 71 % untuk COD dan sebesar 33 % untuk Total Coliform.

(d). Sungai yang Dimanfaatkan Sebagai Air Baku

Air Minum, Air Baku Industri, Pertanian dan Perikanan • S.Cisangkuy, tidak sesuai peruntukan air baku

ar minum dan industri (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu 100 % untuk BOD,COD, DO dan Total Coliform.

• S.Cisangkuy, tidak sesuai peruntukan pertanian dan perikanan (Kriteria Air Kelas 2 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk COD, DO dan Total Coliform, dan sebesar 25 % tidak sesuai untuk BOD.

(e). Sungai yang Saat ini Belum Dimanfaatkan.

• Lima anak sungai memiliki kondisi kualitas air sama, yaitu S.Cipalasari, S.Cisuminta, S.Cicurugdogdog, S.Cigondewah, dan S.Cihujung dimana semua sungai tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, COD, DO dan Total Coliform.

• S.Cicangkudu, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk Total Coliform, dan sebesar 86 % untuk BOD dansebesar 71 % untuk DO.

• S.Cikambuy, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, COD dan DO, dan sebesar 43 % untuk Total Coliform.

• S.Dunguslembu, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, COD, DO dan sebesar 50 % untuk Total Coliform.

• S.Cibaligo, tidak sesuai peruntukan air baku air minum (Kriteria Air Kelas 1 PP 82/2001), karena data hasil pengukuran tidak sesuai persyaratan, yaitu sebesar 100 % untuk BOD, COD, DO dan sebesar 50 % untuk Total Coliform.

Fluktuasi Kualitas Air Anak Anak S.Citarum Fluktuasi kualitas air berdasarkan parameter BOD,COD, DO dan Total Coliform ditunjukkan pada Gambar 2, 3, 4 dan 5.

Page 34: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 306

Gambar 2. Kadar BOD pada Anak –Anak S.Citarum

Berdasarkan Tabel 1, Gambar 2,3,4 dan 5 terlihat bahwa anak anak S.Citarum sejak dari ruas hulu (G.Wayang –Majalaya), telah tercemar yang ditunjukkan oleh tingginya kadar BOD,COD dan Total Coliform serta rendahnya kadar DO,dimana

dibandingkan dengan ketentuan kriteria telah jauh melampaui, dan sudah termasuk pada kondisi tercemar berat. Demikian pula anak anak S.Citarum makin ke hilir makin memburuk kualitasnya.

Gambar 3. Kadar COD pada Anak –Anak S.Citarum

Memburuknya kualitas air tersebut diduga berkaitan dengan pemanfaatan anak S.Citarum itu sendiri, yang saat ini banyak digunakan sebagai air baku industri dan pertanian. Industri akan menghasilkan limbah cair, walaupun hampir seluruh industri telah dilengkapi

dengan IPAL industri, namun apabila effluent IPAL industri yang dibuang ke anak sungai belum memenuhi ketentuan Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) industri, maka kualitas sungai tetap akan memburuk.

Gambar 4. Kadar DO pada Anak –Anak S.Citarum

8.7

2118

1012131822

3619

20

808076

25

88.5

75

60

3814

9.8 8.57

5 3.4 47.2 10

42 3234 25

0102030405060708090

S.Ci

buni

hera

ng

S.Ci

bitu

ng

S.Ci

jaha

S.Ci

leba

k

S.Ci

kaw

ao

S.Ci

sang

kan

S.Ci

karo

S.Ci

wal

engk

e

S.Ci

pada

ulun

S. C

ikak

emba

ng

S.Ci

rase

a H

ilir

S.Ci

kopo

S.Ci

tarik

,Maj

alay

a

S.Ci

keru

h

S.Ci

pam

okol

an

S.Ci

jaur

a

S.Ci

gani

tri

S.Ci

kapu

ndun

g

S.Ci

pala

sari

S.Ci

sum

inta

S.Ci

tepu

s

S.Ci

sang

kuy

S.Ci

hera

ng

S.Ci

cang

kudu

S.Ci

ranj

eng

S.Ci

kam

buy

S.Ci

wid

ey

S.Ci

curu

gdod

og

S.Ci

gond

ewah

S.D

ungu

slem

bu

S.Ci

balig

o

S.Ci

huju

ng

S.Ci

mah

i

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Kad

ar B

OD

, mg/

L

BOD Min BOD Maks

3940

7192

56 1712 9 11 19

25

112

88

35 2547 54

24

202161

84

41 29 25 22

6919

10162

120

200

56

222

0

50

100

150

200

250

S.Ci

buni

hera

ng

S.Ci

bitu

ng

S.Ci

jaha

S.Ci

leba

k

S.Ci

kaw

ao

S.Ci

sang

kan

S.Ci

karo

S.Ci

wal

engk

e

S.Ci

pada

ulun

S. C

ikak

emba

ng

S.Ci

rase

a H

ilir

S.Ci

kopo

S.Ci

tarik

,Maj

alay

a

S.Ci

keru

h

S.Ci

pam

okol

an

S.Ci

jaur

a

S.Ci

gani

tri

S.Ci

kapu

ndun

g

S.Ci

pala

sari

S.Ci

sum

inta

S.Ci

tepu

s

S.Ci

sang

kuy

S.Ci

hera

ng

S.Ci

cang

kudu

S.Ci

ranj

eng

S.Ci

kam

buy

S.Ci

wid

ey

S.Ci

curu

gdod

og

S.Ci

gond

ewah

S.D

ungu

slem

bu

S.Ci

balig

o

S.Ci

huju

ng

S.Ci

mah

i

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Kad

ar C

OD

,mg/

L

COD Min COD Maks

3.1

0 000000

3.3

0.931.22.4

1000

2.8

1.10.50

12.22

00000.4

56.2

56.4

5.8

012345678

S.Ci

buni

hera

ng

S.Ci

bitu

ng

S.Ci

jaha

S.Ci

leba

k

S.Ci

kaw

ao

S.Ci

sang

kan

S.Ci

karo

S.Ci

wal

engk

e

S.Ci

pada

ulun

S. C

ikak

emba

ng

S.Ci

rase

a H

ilir

S.Ci

kopo

S.Ci

tarik

,Maj

alay

a

S.Ci

keru

h

S.Ci

pam

okol

an

S.Ci

jaur

a

S.Ci

gani

tri

S.Ci

kapu

ndun

g

S.Ci

pala

sari

S.Ci

sum

inta

S.Ci

tepu

s

S.Ci

sang

kuy

S.Ci

hera

ng

S.Ci

cang

kudu

S.Ci

ranj

eng

S.Ci

kam

buy

S.Ci

wid

ey

S.Ci

curu

gdod

og

S.Ci

gond

ewah

S.D

ungu

slem

bu

S.Ci

balig

o

S.Ci

huju

ng

S.Ci

mah

i

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Kad

ar D

O, m

g/L

DO Min DO Maks

Page 35: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 307

Anak S.Citarum sejak dari hulu (Ruas G.Wayang sampai Majalaya) telah dimanfaatkan untuk air baku industri, diantaranya S.Cikaro yang dipakai sebagai air baku dari dua industri dengan pengambilan sebesar 7,5 L/det. Demikian pula pada ruas antara Majalaya sampai dengan Dayeuhkolot, sejumlah anak S.Citarum dimanfaatkan pula sebagai air baku industri, diantaranya yaitu : (i).S.Ciwalengke dipakai sebagai air baku 21 buah

industri tekstil dengan kapasitas pengambilan air mencapai 150 L/det, dan kapasitas pengambilan rata rata tiap industri antara 1 sampai 23 L/det

ii). S.Cipadaulun merupakan air baku dari tujuh buah industri tekstil dengan kapasitas pengambilan mencapai 77,5 L/det, kapasitas pengambilan rata rata setiap industri antara 1 sampai 26 L/det;

(iii).S.Cikakembang merupakan sumber air baku dari tiga industri tekstil dengan kapasitas pengambilan mencapai 32 L/det, kapasitas pengambilan rata rata setiap industri antara 9 sampai 12,5 L/det;

iv). S.Citarik merupakan sumber air baku dari enam industri tekstil dengan kapasitas pengambilan mencapai 13,35 L/det, kapasitas pengambilan rata rata setiap industri antara 0,5 sampai 10 L/det;

Memburuknya kualitas anak S.Citarum ditinjau dari parameter bakteri Total Coliform, adalah merupakan indikator adanya buangan kotoran manusia dan hewan ke sungai, dapat terjadi karena kotoran tersebut

dubuang ke sungai secara langsung atau terbawa oleh limpasan air hujan. Berdasarkan Gambar 5 terlihat kadar Total Coliform telah jauh diatas kriteria baku mutu air kelas 1 maupun kelas 2. Khususnya S.Cikapundung yang berfungsi sebagai air baku air minum bagi PDAM Kota Bandung, dari parameter bakteriologi mengandung Total Coliform sangat tinggi, yaitu 38.000 – 54.000 Jml/100 mL (persyaratan air baku air minum adalah 1000 jml/100 mL).Demikian halnya dengan S.Cisangkuy yang juga sebagai air baku PDAM Kota Bandung mengandung Total Coliform 12.000 – 82.000 Jml/100 mL. Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM untuk mengolah air baku yang sangat buruk, akan memerlukan teknologi khusus sebab IPA-PDAM secara konvensional hanya mampu untuk mengolah kadar Total Coliform maksimal 10.0000 Jml/100 mL.Disamping itu tentu akan membutuhkan bahan kimia dengan dosis lebih tinggi. Sesuai dengan tuntutan target PDAM kedepan untuk menghasilkan air yang dapat langsung diminum, buruknya kualitas sumber air baku merupakan tantangan, sebab untuk menghasilkan air sebagai “potable water“ ada kriteria dosis koagulant maksimum, yaitu tidak boleh lebih dari 200 ppm. Sementara buruknya air baku PDAM di Indonesia akan memerlukan dosis yang menca pai 1,2–4,1 kali kriteria dosis ketentuan Departement of Environment Inggris (Ratna Hidayat, 2004).

Gambar 5. Kadar Total Coliform pada Anak –Anak S.Citarum

Dengan demikian upaya pengelolaan SDA sudah merupakan kebutuhan agar dapat memenuhi kebutuhan air baku yang semakin meningkat. Target Status Mutu Air Sasaran Kadar BOD,COD,DO dan Total Coliform pada 33 sungai yang diteliti telah jauh melampaui ketentuan persyaratan. Mengingat pemanfaatan anak sungai S.Citarum tersebut antara lain sebagai air baku air minum PDAM dan industri, dimana makin buruk kualitasnya akan membutuhkan proses pengolahan dengan teknologi dan dosis koagulant yang makin

tinggi, maka diperlukan target mutu sasaran dari sungai - sungai tersebut, sehingga kualitas air sungai dapat membaik dan pemanfaatannya akan lebih optimal lagi. Target mutu air sasaran diperlukan sebagai indikator tujuan dan target perbaikan status mutu air, dalam hal ini ditentukan untuk jangka waktu 10 tahun mendatang dengan target dapat memenuhi kriteria air untuk pemanfaatan kelas 1 untuk semua sungai. Dalam hal ini target status mutu air sangat optimis, karena sesuai dengan target dalam Millenium Development Goals bahwa pada tahun 2015 sistem sanitasi juga akan ditingkatkan bagi separuh proporsi penduduk yang

8,00

032

,000

28,0

00

3,10

042,0

00

12,0

0024

,000

51,0

00

48,0

00

39,0

00

82,0

00

82,0

00

120,

000

110,

000

40,0

00

54,0

00

41,0

00

550,

000

340,

000

4,80

0,00

0

42,0

0074,0

00

72,0

00

110,

000

280,

000

180,

000

32,0

00

24,0

00

4,20

07,

100

5,40

0

5,20

0

4,10

0

110

1001,000

10,000100,000

1,000,00010,000,000

S.C

ibun

iher

ang

S.C

ibitu

ng

S.C

ijaha

S.C

ileba

k

S.C

ikaw

ao

S.C

isan

gkan

S.C

ikar

o

S.C

iwal

engk

e

S.C

ipad

aulu

n

S. C

ikak

emba

ng

S.C

irase

a H

ilir

S.C

ikop

o

S.C

itarik

,Maj

alay

a

S.C

iker

uh

S.C

ipam

okol

an

S.C

ijaur

a

S.C

igan

itri

S.C

ikap

undu

ng

S.C

ipal

asar

i

S.C

isum

inta

S.C

itepu

s

S.C

isan

gkuy

S.C

iher

ang

S.C

ican

gkud

u

S.C

iranj

eng

S.C

ikam

buy

S.C

iwid

ey

S.C

icur

ugdo

dog

S.C

igon

dew

ah

S.D

ungu

slem

bu

S.C

ibal

igo

S.C

ihuj

ung

S.C

imah

i

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Tota

l Col

iform

, Jm

l/100

mL

Total Coliform Min Total Coliform Maks

Page 36: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 308

tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar, sehingga diharapkan ada pengaruh terhadap perbaikan kualitas air sungai, khususnya dari pengaruh buangan limbah domestik. Kajian Permasalahan Rendahnya mutu air sungai saat ini diduga oleh adanya buangan dari berbagai sumber pencemar yang berasal dari limbah industri, limbah domestik, limbah pertanian dan limbah peternakan yang saat ini belum dikelola sebagaimana seharusnya. Berdasarkan kapasitas pengambilan air baku industri pada S.Cikaro, S.Ciwalengke, S.Cipadaulun, S.Cikakembang dan S.Citarik, telah menurunkan kualitas sumber air sungai sungai tersebut yang ditunjukkan oleh BOD, COD yang tinggi dan rendahnya DO. Hal ini merupakan indikator kawasan industri pada daerah tersebut kemungkinan efluent IPAL Industrinya belum memenuhi ketentuan BMLC. Rancangan Pengelolaan Rancangan pengelolaan SDA yang diperlukan adalah tindakan atau upaya yang dilakukan oleh pemerintah maupun seluruh stake holder di kawasan terkait. Adapun upaya yang diperlukan merupakan perangkat lunak dan perangkat keras, seperti : • Pembuatan Master Plan Pengelolaan Limbah

(domestik, industri, pertanian, dsb.) dan Master Plan Sumber Air pada S.Citarum dan anak anak sungainya.

• Studi lingkungan dan pengelolaan SDA di wilayah terkait

• Penanggulangan pencemaran dari limbah domestik, industri yaitu berupa bangunan sipil

• Kontrol oleh instansi terkait dari limbah industri yang dibuang ke sungai

• Penerapan Teknologi Tepat Guna yang memberi manfaat ekonomi ke masyarakat pedesaan dari setiap wilayah, misal untuk mengolah limbah kotoran ternak, atau mengolah limbah cair lain (domestik, grey water, industri, dsb.)

• Perlombaan untuk memacu peningkatan kualitas air sungai

• Pemantauan kualitas air dan penerapan aspek hukum bagi pembuang limbah dan pelanggar ketentuan

• Penertiban IMB di kawasan terkait • dst. Kesimpulan dan Saran 1. Kualitas air merupakan indikator terukur, yang

dapat dipakai untuk mengevaluasi kondisi kualitas air sungai yang sekaligus merupakan masukan untuk menyusun konsep pengelolaan yang diperlukan

2. Anak anak S.Citarum sangat banyak, dimana sebagian besar tercemar, sedangkan pemanfaatannya begitu penting untuk menunjang berbagai pemanfaatan ( air baku industri dan air baku air minum, air baku pertanian dan peternakan)

3. Semua anak sungai baik yang telah dimanfaatan maupun yang saat ini belum dimanfaatkan dalam kondisi kualitas air yang sangat buruk dan tidak memenuhi kelas 1 maupun kelas 2 dari PP 82/2001.

4. Untuk mencapai target mutu air sasaran Daftar Pustaka 1. Anonimous,2001, “Evaluasi Peruntukan Sumber

Sumber Air di Kabupaten Bandung”, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung.

2. Anonimous,2001, “PP Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”

3. Anonimous,2204, “ Undang Undang RI Nomor 7, Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air”

4. Aninomous, 2004, “Laporan Akhir Pekerjaan Analisa Kualitas Air dan Penunjang Evaluasi Data Hasil Analisa “, Dinas Lingkungan Hidup ,Kabupaten Bandung.

5. Aninomous, 2005, “Kompilasi Data Pekerjaan Analisa Kualitas Air Sungai”, Dinas Lingkungan Hidup ,Kabupaten Bandung.

6. Ratna Hidayat, 2005, Dosis Koagulant Tinggi pada Proses Pengolahan Air Bersih PDAM Sebagai Indikator untuk Pengelolaan Terpadu Sumber Air “, Prosiding Hari Air Sedunia, HATHI Cabang Bandung.

Page 37: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 309

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengadaan Air Bersih di Perkotaan dan Dampak yang Dihadapi

Ratna Hidayat

Peneliti Bidang Teknik Lingkungan Sumber Daya Air, Puslitbang Sumber Daya Air

Abstrak Saat ini kebutuhan air bersih sebagian masyarakat perkotaan di Indonesia telah dipasok oleh PDAM, namun masih terbatas yaitu 18 % pada tahun 1990.Target layanan air bersih pemerintah yaitu 82 % penduduk sesuai program MDGs pada tahun 2015, dan 40 % penduduk pada tahun 2009 sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Keterbatasan layanan PDAM telah mendorong inisiatif masyarakat untuk mendapatkan air bersih,diantaranya dilakukan oleh warga dari Kompleks Perumahan Alam Permai, Tanggerang, oleh Kompleks Perumahan Bumi Asri, Padasuka, Bandung dan masyarakat pesisir Marunda di Jakarta Utara. Dampak yang dihadapi, yaitu : (1). Pemakaian air sumur yang tidak memenuhi syarat pada sebagian masyarakat Kompleks Perumahan Alam Permai di Tanggerang karena alasan ekonomi; (2). Gangguan pencurian air oleh pendududk pada pipa transmisi antara mata air dengan Kompleks Perumahan Bumi Asri II,di Bandung, walaupun masyarakat telah diberi air secara resmi melalui 11 buah titik sadap. (3).Pembelian air bersih yang sangat mahal oleh masyarakat Marunda di Jakarta Utara, (air bersih untuk mandi dan mencuci dengan harga Rp.5000 per m3;untuk air minum dan masak dari hydrant umum Rp.16.700 per m3 atau dari penjaja air Rp 50.000 per m3 ) , sementara penduduk termasuk kategori miskin. Kata Kunci : Air Bersih Perkotaan, MDGs, Partisipasi Masyarakat;RPJMN, SPAM,

Pendahuluan Air adalah kebutuhan manusia yang sangat mendasar tanpa makan manusia dapat bertahan hidup selama lebih dari satu bulan, tetapi tanpa air hanya dalam 5 – 7 hari bisa bertahan. (Nina Andiana, dkk, 2005). Oleh karena itu air minum mutlak harus tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Pada dasarnya, alam menyediakan air bersih yang dibutuhkan, namun demikian desakan pertumbuhan penduduk telah merubah tatanan lingkungan hidup, sehingga jumlah dan kualitas air bersih tidak lagi layak dikonsumsi secara langsung. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) saat ini tersebar di seluruh provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai PDAM, namun tingkat pelayanan secara nasional masih rendah. Keterbatasan layanan SPAM tersebut, menyebabkan sebagian masyarakat mengupayakan sendiri pengadaan air bersih untuk memenuhi berbagai kebutuhan air rumah tangga. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian meliputi tiga jenis kasus dalam upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih, dengan dampak yang dihadapi meliputi : (i).Riskan akan kualitas air yang dipergunakan terjadi pada upaya pengadaan air bersih individu di Kompleks Perumahan Alam Permai di Tangerang; (ii). Rawan kehilangan air tinggi pada jalur transmisi terjadi dari upaya pengelolaan SPAM di Kompleks Perumahan Bumi Asri, Padasuka Bandung dan (iii). Harga air yang tinggi yang harus ditanggung oleh masyarakat miskin, pada upaya pemenuhan air bersih di Marunda Jakarta Utara. Penelitian ini sangat terkait dengan tujuan program Millenium Development Goals (MDG) yang salah

satu programnya untuk mengurangi penduduk yang tidak mendapatkan air bersih memadai dalam sepuluh tahun ke depan sejak tahun 2005, yaitu pada tahun 2015. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak sosial ekonomi dari setiap jenis kasus, dan tujuannya memberikan masukan untuk tindak lanjut program MDGs di Indonesia Metodologi Metodologi penelitian meliputi : (i). Inventarisasi daerah yang belum terjangkau layanan air bersih PDAM; (ii).Identifikasi inisiatif masyarakat untuk pemenuhan air bersih, (iii). Bahasan dampak dari setiap kasus yang meliputi riskan kualitas air, rawan kehilangan air dan harga air yang mahal Hasil dan Pembahasan 1. Skenario Pencapaian Program MDGs di

Indonesia Pemerintah Indonesia turut meratifikasi kesepakatan global yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDG) atau Deklarasi Johannesburg yang telah dicanangkan dibawah panji PBB tahun 2002, mengenai Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan, yang disepakati sejumlah negara berkembang. Salah satu tujuan program MDGs yaitu untuk mengurangi separuh dari jumlah penduduk yang tidak mendapatkan air bersih dan sanitasi yang memadai dalam sepuluh tahun ke depan terhitung tahun 2005. Deklarasi Johannesburg,kemudian ditindak lanjuti dengan Deklarasi Kyoto (World Water Forum) 24 Maret,2003, yang menyatakan bahwa:

Page 38: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 310

a. Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan

b. Penambahan investasi pada sektor air minum dan penyehatan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mencapai target pengurangan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi dasar pada tahun 2015

Proyeksi kebutuhan air ditetapkan berdasarkan sasaran MDGs secara nasional dengan base line data tahun 1990. Dari angka angka sasaran pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan target tahun 2009 mencapai layanan air bersih 40 % dan sasaran MDGs pada tahun 2015 mencapai layanan air bersih 82 %, diperoleh grafik Skenario Pencapaian Sasaran Air`Minum (Gambar 1 dan Gambar 2).

Sumber : Agoes Widjanarko,2006

Gambar 1. Skenario Pencapaian Sasaran Air Minum

MDGs

Sumber : Agoes Widjanarko,2006

Gambar 2. Skenario Pencapaian Sasaran Air Minum MDGs dan RPJMN

2. Partisipasi Masyarakat Untuk Pengadaan Air

Bersih di Kompleks Perumahan Alam Permai di Tangerang.

a. Karakterisrik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di RT IV Kompleks Perumahan Alam Permai (KPAP) yang terdiri dari 70 buah rumah berukuran 21m2 dan 35m2, di Kelurahan dan Kecamatan Cibodas,Kota Tanggerang. Daerah KPAP termasuk kategori Daerah Sulit Air Bersih, karena kualitas air tanah-nya jelek, juga belum terjangkau pelayanan air bersih dari PDAM Tangerang. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dan pengumpulan data dari 24 responden yang berasal dari warga RT IV KPAP. b. Inisiatif Masyarakat untuk Pemenuhan

Kebutuhan Air Bersih Permasalahan yang dihadapi masyarakat KPAP saat ini adalah buruknya kualitas air sumur yang tidak sesuai untuk air minum, bahkan untuk mandi dan mencuci pakaian. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat KPAP harus membeli air dari penjual air bersih yang bersumber dari PDAM, dengan harga Rp.500,- per jeligen yang volumenya 20 liter, sedangkan untuk kebutuhan mandi dan cuci masyarakat memakai air sumur yang dibuat secara individu pada masing masing rumah tangga. c. Kualitas Air Sumur Dangkal Penduduk Pemeriksaan kualitas air dilakukan pada empat buah sumur warga KPAP, selanjutnya dievaluasi terhadap Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor :416/MENKES/PER/IX/ 1990, untuk Air bersih, yaitu air yang dapat digunakan dan dapat diminum apabila telah dimasak.Penilaian kualitas air sumur di daerah KPAP dijelaskan pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Penilaian Kualitas Air Sumur di KPAP

Parameter Sumur Warga KPAP Kriteria Air Bersih Permenkes 419/1990 1 2 3 4

1. Jumlah ZPT, mg/L 373 346 334 600 1.500 2. Kekeruhan,NTU 81,3 33,2 54,6 3,2 25 3. Warna, TCU 30 20 30 5 50 4. pH 6,7 6,5 7,8 6,3 6,5 – 9 5. Besi (Fe) mg/L 6,8 4,4 10,2 0,37 1,0 6. Detergent, mg/L 0,64 - - - 0,5 7. Kesadahan CaCO3,mg/L 165,3 134 140,7 285 500 8. Klorida(Cl), mg/L 26,5 25,1 23,2 36,7 600 9. Mangan (Mn), mg/L 1,75 0,2 1,5 5 0,5 10.Nitrit(NO2), mg/L 0,05 0,4 0,01 0 0,1 11.Zat Org.KMnO4,mg/L 12,51 11,3 10 7,51 10 12.Kedalaman Sumur, m 30 50 30 35

19% 18%

28% 61%51%

36%

36%18%

30%46%

36%21%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1990 2004 2009 2015

Cak

upan

Sas

aran

(%)

NON PIPA`TIDAK TERLINDUNGI MDG NON PIPA TERLINDUNGI MDG PIPA

64%

79% 82%81%

40%

18%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

1990 2004 2009 2015

Cak

upan

(%)

MDG NASIONAL RPJMN

Page 39: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 311

Berdasarkan Tabel 1, pada umumnya kualitas air sumur penduduk tidak sesuai sebagai sumber air penduduk, karena ada beberapa parameter yang telah melampaui ketentuan persyaratan yang dijumpai hampir dari semua sumur yang diperiksa, yaitu : kekeruhan, warna, besi, mangan dan zat organik. Parameter lainnya yang melampaui persyaratan yaitu detergen dan nitrit yang ditemukan pada satu sumur yang diperiksa. Kedalaman sumur tidak memberikan indikasi terhadap perubahan kualitas air, kemungkinan karena kedalaman tidak berbeda jauh. Berdasarkan kualitas air tersebut wajar apabila penduduk KPAP tidak menggunakan air sumur mereka bagi seluruh kebutuhan rumah tangga, karena secara visualpun sudah tidak memungkinkan. Oleh karena itu 62,5% (15 responden) KPAP membeli air untuk minum dan masak (berupa air botol kemasan, dan dari penjaja air). Tingkat pembelian air bersih air pada 15 responden di KPAP, antara 2,20-61,27 L/O/H, dengan prioritas hanya untuk air minum dan memasak, kecuali satu responden yang dipakai juga untuk mandi karena alergi

terhadap air sumur yang ada. Nilai ini dibandingkan dengan standar kebutuhan air bersih rata-rata di Indonesia terlalu rendah, karena ideal kebutuhan air bersih ±140-400 L/O/H. d. Pemakaian Air Kualitas Riskan di KPAP Penduduk KPAP yang membeli air dari penjual air dan botol kemasan 62,5 % (15 responden),terdiri dari golongan ekonomi rendah dan menengah, dengan tingkat pemakaian air 2,20-61,27 L/O/H. Sedangkan 37,5% (9 responden) termasuk tingkat ekonomi rendah tidak membeli air, karena memakai air sumur untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Asumsi pemakaian air sumur yang dianggap aman diperkirakan berdasarkan wawancara dan penilaian penulis terhadap kualitas air-nya, terdiri :(a). Sebesar 79 % hanya layak untuk gelontor toilet saja; (b).Sebesar 21 % aman untuk dipakai mandi, mencuci dan wudhu. Sedangkan untuk air minum dan masak tidak disarankan dari air sumur tersebut. Pemakaian air dengan kualitas riskan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2.Persentase Pemakaian Air dengan Kualitas Riskan di Daerah KPAP

Pendapatan Responden per

Tahun (PRT) x Rp 1juta

L/O/H: Persentase Air dengan

Kualitas Riskan

Keterangan Pemakaian Air sumur , kolom (4)

Asumsi Kebutuhan

wajar

Air yg dibeli dari Penjaja air

& Botol kemasan

Pemakaian Air Sumur yg

aman

(1) (2) (3) (4) (5) (6) R1 13,2 100 61,27 20 18,73 % Gt R2 24 100 13,96 60 26,04 % (Md),Mp; Mad W, &Gt R3 12 100 35,95 20 44,05 % Gt R4 10,2 100 2,41 50 47,59 % (Md),Mp; Mad W, &Gt R5 10,8 100 25,63 20 54,37 % Gt R6 9,6 100 5,07 20 74,93 % Gt R7 9,6 100 4,63 20 75,37 % Gt R8 9 100 2,20 20 77,80 % Gt R9 9,6 100 2,60 20 77,40 % Gt

R10 8,4 100 4,48 20 75,52 % Gt R11 12 100 2,31 20 77,69 % Gt R12 9 100 7,51 20 72,49 % Gt R13 5,4 100 - 20 80 % Gt

(1) (2) (3) (4) (5) (6) R14 6 100 - 20 80 % Gt R15 9,6 100 - 20 80 % Gt R16 9,6 100 - 20 80 % Gt R17 9,6 100 - 20 80 % Gt R18 12 100 3,13 50 46,87 % (Md),Mp; Mad W, &Gt R19 18 100 3,94 80 16,06 % Md,Mp,Mad,W&Gt R20 9,6 100 - 20 80 % Gt R21 9,6 100 - 20 80 % Gt R22 9,6 100 - 20 80 % Gt R23 18 100 4,76 80 15,24 % Md,Mp,Mad,W&Gt R24 9,6 100 - 20 80 % Gt

Ket: Tingkat Ekonomi Rendah= PRT kurang dari Rp. 9,8 juta Tingkat Ekonomi Menengah= PRT sama atau lebih besar dari Rp. 9,8 juta. (Md): sebagian mandi; Md: mandi;Mp: mencuci pakaian; Mad: mencuci alat dapur;W:Wudhu; Gt: Gelontor toilet

Page 40: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 312

Rangking tertinggi untuk pemakaian air dengan kualitas riskan, mencapai 80 %, yang ter dapat pada 9 responden. Hal ini disebabkan seluruh responden tsb. tidak membeli air, karena seluruh kebutuhan air-nya dipenuhi dari sumur yang ada, walaupun dari segi kualitas air sangat buruk. Seluruh responden ini termasuk pada golongan ekonomi rendah (PRT antara Rp.5,4 -Rp.9,6 juta). Dengan demikian unsur rendahnya tingkat ekonomi merupakan salah satu faktor penentu dominan untuk pemakaian air dengan kualitas riskan. Berikutnya pemakaian air dengan kualitas riskan dengan tingkat yang lebih rendah terda pat pada 15 responden, yang terdiri dari : • Sebanyak 7 responden memiliki tingkat pemakaian

air dengan kualitas riskan antara 72,49 -77,80 %. Seluruhnya didominasi oleh golongan ekonomi rendah dengan PRT antara Rp.8,7 - Rp.9,7 juta, kecuali ada satu responden golongan ekonomi menengah yaitu R11 dengan PRT Rp.12 juta, tetapi tingkat pemakaian air dengan kualitas riskan cukup tinggi yaitu sekitar 77,69 %.

• Sisanya 8 responden, tingkat pemakaian air dengan kualitas riskan agak membaik yaitu antara 15,24 - 54,37%, seluruh responden terdiri dari golongan ekonomi menengah, dengan PRT antara Rp.10,2-Rp.24 juta

3.Partisipasi Masyarakat Dalam Sistem Penyediaan

Air Bersih pada Kompleks Kompleks Perumahan Bumi Asri, Padasuka Bandung

a. Karakterisrik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kompleks Perumahan Bumi Asri II, Padasuka, Kabupaten Bandung, yang terletak di Desa Padasuka, Kecamatan Cimenyan, terdiri dari 124 unit rumah, yang mulai dihuni sejak tahun 1985, dimana pada saat itu sarana air bersih PDAM tidak dapat menjangkau kompleks perumahan tersebut. b. Inisiatif Masyarakat untuk Pemenuhan

Kebutuhan Air Bersih Pada saat pembangunan kompleks perumahan tersebut calon penghuni beserta pengembang perumahan berinsiatif untuk mengatasi kebutuhan air bersih dengan memanfaatkan mata air di daerah persawahan yang berada di sebelah Utara kompleks perumahan, berjarak ±2 km, yaitu di Kampung Bojongkihiyang, Desa Cimenyan. Pengaliran air dari mata air ke kompleks perumahan Bumi Asri dapat dilakukan secara gravitasi (Gambar 3).

Gambar 3. Skesta Mata Air yang Dimanfaatkan Masyarakat

Berdasarkan kompromi dengan pemilik lahan tempat mata air berada, Kompleks Perumahan Bumi Asri, Padasuka diijinkan oleh pemilik lahan mengalirkan air dengan sistem sewa sebesar Rp. 200.000,- per bulan, tetapi penduduk sekitar mata air, yaitu Kampung Bojongkihiyang meminta agar mereka dapat diganti airnya dengan cara mengambil air dari tempat lain pada ketinggian lebih tinggi dari kampung mereka, yaitu dari Mata Air Bojongkihiyang. Pihak pengembang pada saat itu telah memenuhi kebutuhan penduduk di Kampung Bojongkihiyang, yaitu dipasang pipa yang airnya didistribusikan ke setiap rumah dari 54 orang Kepala Keluarga warga sekitar mata air yang sampai saat ini masih berjalan dengan baik. Sistem sewa dengan pemilik berlangsung selama dua tahun, yaitu antara tahun 1985 sampai dengan tahun 1987, akhirnya pada tahun 1987, pemilik menjual mata air tersebut ke kompleks perumahan Bumi Asri dengan alasan uang hasil penjualan akan dibagi waris keanak mereka. c. Partisipasi Masyarakat. Partisipasi warga yaitu meliputi : (1) Perencanaan sistem yang dilakukan oleh calon

penghuni (Tenaga Ahli Teknik Sipil dan Tenaga Ahli Teknik Lingkungan) pada akhir tahun 1984, meliputi perencanaan bangunan bronkaptering pada mata air di Kampung Bojongkihiyang, dan perhitungan jaringan distribusi di Kompleks Perumahan Bumi Asri.

(2) Seorang pemilik tanah dimana terdapat mata air telah menjualnya ke kompleks Bumi Asri pada Tahun 1987, harga sebesar Rp.10 juta dengan luas lahan 80 tumbak (atau 1.120 m2), setiap penghuni dikenakan iuran untuk pembelian mata air tersebut.

(3) Iuran air sebesar Rp.15.000, - per bulan per warga (4) Operasi dan Pemeliharaan, apabila masih tertutup

dari kas yang ada ditanggung oleh kas, sedangkan untuk pemeliharaan diluar kemampuan kas dilakukan iuran dari warga.

(5) Pemilik tanah lainnya yang juga terdapat mata air di Sekegawir, telah juga menjual mata air tersebut

MA-1: Mata Air Bojongkihiyang yang dimanfaatkan penduduk sekitarnya

MA-2 : Mata Air ,Ds Cimenyan, yang dimanfaatkan kompleks Perumahan Bumi Asri

MA-3: Mata Air Sekegawir (telah dijual oleh pemilik ke pihak Kompleks Perumahan Bumi Asri)

Kp.Bojongkihiyang

Kompleks Perumahan Bumi Asri, Padasuka

Page 41: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 313

ke Kompleks Perumahan Bumi Asri pada tahun 1992 harga Rp. 8 juta dengan luas lahan 700 m2 uang pembeli mata air tersebut berasal dari iuran warga, saat ini belum dimanfaatkan.

d. Keuntungan Berbagai Pihak dari Pengelolaan Air

Bersih Secara Mandiri Keuntungan berbagai pihak dari pengelolaan air bersih secara mandiri ini, adalah: (1) Masyarakat Kampung Bojongkihiyang yang

semula untuk mandi, cuci dan air bersih harus mengambil sendiri ke mata air, dengan beda tinggi terhadap hunian mereka sekitar 10 sampai 15 meter dari mata air, sejak tahun 1985 air bersih dialirkan melalui pipa ke 54 rumah tangga mereka. Hal ini merupakan hasil kompromi dengan pihak pengembang waktu mereka mengijinkan air dialirkan ke Kompleks Perumahan Bumi Asri.

(2) Penduduk yang dilewati pipa transmisi dapat turut memanfaatkan air bersih, dengan diberikan sadapan pada 11 buah titik

(3) Warga Kompleks Perumahan Bumi Asri dapat memanfatakan air bersih sejak tahun 1985, dengan biaya relatif murah saat ini iuran sebesar Rp.15.000 per bulan per rumah tangga. .

e. Kehilangan Air pada Pipa Transmisi antara Mata

Air dengan Kompleks Perumahan Bumi Asri. Air dari mata air di Desa Cimenyan, dialirkan secara gravitasi ke Kompleks Perumahan Bumi Asri dengan pipa logam kurang lebih sepanjang 3 km, dengan diameter 4 inchi. Pipa dipasang pada pinggir jalan desa yang melewati 4 RW. Sejak pemasangan pipa tahun 1985 penduduk yang dilewati pipa transmisi tersebut diberi air secara resmi melalui 11 buah titik sadapan dari pipa transmisi. Dari setiap titik sadapan tersebut dibuat bak penampung kemudian penduduk memasang pipa selang karet yang dialirkan ke masing masing rumah atau pada tempat yang elevasinya tidak memungkinkan, penduduk mengambil sendiri air ke bak yang telah disediakan. Terjadi kehilangan air, karena penduduk yang dilewati pipa transmisi melalukan pencurian dengan membor pipa tersebut dan memasang pipa ke masing masing rumah. Hal ini sangat merugikan bagi kompleks Perumahan Bumi Asri karena air yang sampai makin berkurang. Pihak pengelola air di Kompleks Perumahan Bumi Asri tidak dapat menindak secara hukum terhadap para pencuri air tersebut, karena tidak mempunyai kekuatan hukum seperti halnya suatu institusi pemerintah. Untuk mengatasi masalah ini telah dilakukan pendekatan terhadap masyarakat, dan pada tahun 2004 telah dilakukan pengelasan kembali pada pipa transmisi

pada sejumlah 53 buah titik yang telah dibor oleh masyarakat. 4.Partisipasi Masyarakat Dalam Pemenuhan Air

Bersih pada Masyarakat Kawasan Pesisir Marunda , Jakarta Utara

a.Karakterisrik Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di daerah pesisir yang termasuk Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Waktu Penelitian Semester pertama tahun 2003. Kawasan Marunda merupakan daerah sulit air bersih, karena layanan PDAM terbatas, dan air tidak keluar sementara kualitas air sumur dangkal payau. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dan pengumpulan data dari 30 responden dari warga Kelurahan Marunda. b.Sistem Penyediaan Air Bersih di Kelurahan Marunda. Sumber air bersih di Kelurahan Marunda terdiri dari berbagai macam, yaitu : (1) Sambungan Rumah PDAM, dipasang tahun 1999

oleh Thames PAM Jaya (TPJ) dan Departemen Pekerjaan Umum, melayani lima RW (02,03,04,05 dan 06) untuk ± 1.914 sambungan dengan 10.203 penduduk. Pada saat penelitian pengaliran air tidak lancar dan sangat kecil, sehingga PDAM tak bisa diandalkan untuk kebutuhan air sehari hari

(2) Hydrant Umum, dipasang tahun 2001 oleh Departemen Kimpraswil, melalui program bantuan masyarakat miskin untuk Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Energi bagi sektor penyediaan prasarana Air Bersih (PDPSE-AB). Jumlah hydrant umum yang terpasang 4 buah, yaitu 3 buah kapasitas 3 m3 di RW 07 (sumber air dari PDAM Bekasi),dan 1 buah dengan kapasitas 9 m3 di RW 09 (sumber air dari TPJ). Konsumen hydrant umum : 588 rumah (2.295 penduduk). Sarana Hydrant umum ini dikelola RW atas persetujuan masyarakat dan pemerintah. Air diangkut oleh konsumen ke rumah dengan gerobak dorong yang disediakan pengelola, atau mengupahkan ke orang lain.

(3) Penjaja air melayani konsumen RW 01 untuk kebutuhan air minum dan masak, di RW ini belum ada sistem penyediaan air bersih seperti di RW 07 dan RW 09, jumlah konsumen 421 rumah tangga (1.893 penduduk). Sumber air berasal dari PDAM Bekasi, di bagian Timur Kelurahan Marunda dimana merupakan batas kelurahan.

(4) Sumur dalam (kedalaman 100–150 M) terdapat di beberapa RW yang merupakan milik perorangan

Page 42: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 314

dengan sumber dana modal pribadi, atau pinjaman tanpa bunga dari LSM (Yayasan Mitra Yani) yang pengembaliannya dicicil setiap bulan dalam 3 tahun. Selain itu hibah dari World Vision Indonesia (WVI), yaitu LSM yang mendapat dana untuk biaya pengeboran dan sistem perpipaan dari badan Internasional antara lain USAID dan CIDA.

c. Kriteria Biaya Kebutuhan Hidup Minimum Penduduk di Daerah Penelitian

Kriteria kebutuhan hidup minimum penduduk di daerah penelitian, dianalisa berdasarkan kemampuan untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup per tahun dari setiap anggota keluarga, yaitu sebesar Rp3.510.000, yang dirinci sebagai berikut:

Tabel 3. Biaya Kebutuhan Hidup Sederhana Minimal per Orang No Jenis Kebutuhan Nilai (Rp) Orang / hari Nilai (Rp) Orang / tahun 1 Pangan * 4.500,- 1.620.000,- 2 Rumah dan Fasilitas 1.250- 450.000,- 3 Sandang 500,- 180.000,- 4 Aneka kebutuhan 3.500,- 1.260.000,-

Jumlah 9.750,- 3.510.000,- Keterangan :* = Kebutuhan per hari Rp.4.500,- terdiri dari : (i). Beras : 0,5 kg@ Rp.3.000,-= Rp. 1.500; (ii)Lauk pauk dan bahan untuk memasak = Rp. 3.000,-

Asumsi kebutuhan untuk rumah dan fasilitas per orang per tahun Rp.450.000 (13 % dari kebutuhan hidup minimal per tahun). Sebanyak 60 % responden memiliki jumlah anggota keluarga per rumah tangga rerata 6 orang, maka dalam setahun dapat terkumpul uang sebesar Rp. 5.400.000,- yang dapat dipakai untuk peningkatan kondisi rumah penduduk yang saat ini dalam kondisi semi permanen, juga dapat dialokasikan untuk pemeliharaan rumah setiap paska banjir. Kebutuhan sandang per orang per tahun diasumsikan Rp. 180.000,- (5 % dari asumsi kebutuhan hidup minimal per tahun). Jumlah ini dianggap memadai untuk kondisi sosial ekonomi penduduk di daerah penelitian. Aneka kebutuhan meliputi biaya sekolah, kesehatan, dan kebutuhan lain yang diperlukan diasumsikan Rp.1.260.000 per orang per tahun (36 % dari asumsi kebutuhan hidup minimal per tahun). Berdasarkan usia sekolah, hampir seluruh keluarga memiliki anak yang masih perlu biaya sekolah, sebagian besar (82%) memiliki usia anak sekolah lebih dari 1 orang, dan hanya 18 % keluarga dengan anak usia sekolah 1 orang. Sehingga dari aneka kebutuhan ini akan tersedot banyak untuk menunjang biaya pendidikan. Berdasarkan kriteria kebutuhan hidup minimum penduduk di daerah penelitian per tahun dapat dilakukan evaluasi kondisi sosial ekonomi d. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Daerah Penelitian Kondisi sosial ekonomi penduduk di daerah penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4, tingkat ekonomi dianalisis berdasarkan alokasi keuangan per orang per bulan (kolom 6), yaitu pembagian antara pendapatan penduduk keluarga (kolom 4) dengan jumlah anggota keluarga (kolom 5). Evaluasi tingkat ekonomi penduduk adalah perbandingan antara alokasi keuangan

penduduk per orang per tahun dengan kriteria kebutuhan hidup minimum penduduk (Tabel 1) yang dituangkan dalam Tabel 4, kolom 8. Berdasarkan Tabel 4, kondisi sosial ekonomi penduduk diuraikan sebagai berikut : (1) Mata pencaharian penduduk,sebagian besar

nelayan dan buruh (50%), dikategorikan mata pencaharian tidak tetap. Kendala kondisi alam menyebabkan nelayan tidak dapat menangkap ikan pada bulan tertentu, juga buruh yang tergantung dari pekerjaan yang ada. Sisanya terdiri dari dagang dan wiraswasta (26,7%), PNS,ABRI dan Pegawai Swasta(16,7%) dan Ojeg 6,7%.

(2) Tingkat pendidikan,terbanyak SD (70%), sisanya SLTP (20%), SLA dan Perguruan tinggi masing masing 3,3 %, bahkan ada yang buta huruf 3,3 % (dalam usia produktif yaitu 39 tahun).

(3) Jumlah anggota keluarga, minimal 2 orang, maksimal 12 orang dan rerata 5 orang, jumlah rumah tangga dengan anggota keluarga lebih dari angka rerata 40 %. Disini anggota keluarga tsb.tidak saja berstatus anak, tetapi juga sebagai hubungan keluarga(adik,kakak)

(4) Kemampuan ekonomi penduduk (perbandingan alokasi keuangan/orang/tahun dengan kriteria kebutuhan hidup minimum penduduk), 97% dengan kemampuan ekonomi lebih kecil dari kri-teria,berarti kemampuan ekonomi-nya rendah atau dikategorikan sebagai penduduk ”miskin”.

(5) Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan kemampuan keuangan terhadap kriteria hidup sederhana, ada kejanggalan yaitu: - Tingkat pendidikan responden No.2

(Perguruan tinggi, kolom 3), memiliki pendapatan keluarga tertinggi (Rp.2 juta/bulan,kolom 4), dengan alokasi keuangan Rp.3 juta/Orang/tahun (kolom 7). Ini ternyata

Page 43: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 315

lebih kecil dari kriteria kebutuhan hidup sederhana (Rp 3,51 juta/Orang/tahun,kolom 8). Dengan demikian tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga yang tinggi TIDAK MENJAMIN memiliki kemampuan keuangan per orang yang lebih BAIK, ini disebabkan oleh tingginya anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga tersebut (8 orang, kolom 5).

- Sebaliknya tingkat pendidikan responden No.11 hanya lulusan SD (kolom 3), memiliki

pendapatan keluarga terendah(Rp.750 ribu/bulan,kolom 4),dengan alokasi keuangan tertinggi (Rp.4,5 juta/Orang tahun,kolom 7), dan ternyata lebih besar dari kriteria kebutuhan hidup sederhana (Rp 3,51 juta/Orang/ tahun,kolom 8). Ini merupakan satu-satunya keluarga dengan kemampuan keuangan per orang yang BAIK, ini disebabkan rendah-nya anggota keluarga yang menjadi tanggungan keluarga (2 orang, kolom 5).

Tabel 4. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Daerah Penelitian

No Mata

Pencaharian Responden

Tingkat Pendidikan Responden

Pendapatan Penduduk

(Rp/Keluarga)

Jumlah Anggota Keluarga

Alokasi Keuangan (Rp/Orang),per:

Kriteria Kebutuhan Hidup Sederhana

(Orang/Tahun) Bulan Tahun (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Buruh Buta Huruf 350.000 6 58.333 700.000 3.510.000 2 Guru P.Tinggi 2.000.000 8 250.000 3.000.000 3.510.000 3 Nelayan S D 735.000 5 147.000 1.764.000 3.510.000 4 Nelayan S D 1.244.000 6 207.333 2.488.000 3.510.000 5 Nelayan S D 1.139.000 8 142.375 1.708.500 3.510.000 6 Ojeg S D 700.000 3 233.333 2.800.000 3.510.000 7 Nelayan S D 1.121.000 5 224.200 2.690.400 3.510.000 8 Nelayan S D 1.553.000 12 129.417 1.553.000 3.510.000 9 Nelayan S D 1.062.000 5 212.400 2.548.800 3.510.000 10 Wiraswasta S D 1.250.000 5 250.000 3.000.000 3.510.000 11 Wiraswasta S D 750.000 2 375.000 4.500.000 3.510.000 12 Dagang S D 745.000 3 248.333 2.980.000 3.510.000 13 Wiraswasta SLTP 875.000 6 145.833 1.750.000 3.510.000 14 Nelayan SLTP 620.000 3 206.667 2.480.000 3.510.000 15 Swasta S D 595.000 6 99.167 1.190.000 3.510.000 16 Dagang S D 587.000 6 97.833 1.174.000 3.510.000 17 Wiraswasta SLTP 886.000 6 147.667 1.772.000 3.510.000 18 Nelayan SLTP 916.000 4 229.000 2.748.000 3.510.000 19 ABRI SLTP 1.150.000 6 191.667 2.300.000 3.510.000 20 Swasta S D 980.000 9 108.889 1.306.667 3.510.000 21 Dagang S D 305.000 2 152.500 1.830.000 3.510.000 22 Buruh SLTP 1.025.000 5 205.000 2.460.000 3.510.000 23 Buruh S D 975.000 4 243.750 2.925.000 3.510.000 24 Ojeg S D 1.070.000 4 267.500 3.210.000 3.510.000 25 Swasta SLTA 800.000 3 266.667 3.200.000 3.510.000 26 Dagang S D 850.000 3 283.333 3.400.000 3.510.000 27 Nelayan S D 1.345.000 5 269.000 3.228.000 3.510.000 28 Buruh S D 1.085.000 4 271.250 3.255.000 3.510.000 29 Nelayan S D 1.675.000 6 279.167 3.350.000 3.510.000 30 Nelayan S D 1.000.000 4 250.000 3.000.000 3.510.000 Diolah dari hasil survai dan wawancara Februari, 2003

(d).Harga Air`Bersih yang Ditanggung Masyarakat di Daerah Penelitian Sumber air bersih di daerah penelitian diperoleh dengan cara membeli dari penjaja air untuk air minum dan masak RW 01, untuk RW 07 dan RW 09 membeli

dari hydrant umum, kebutuhan mandi, mencuci dan sanitasi membeli dari sumur dalam, biaya pembelian air bersih yang dikeluarkan penduduk ditunjukkan pada Tabel 5.

Page 44: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 316

Tabel 5. Biaya Air Bersih Penduduk di Daerah Penelitian

No Mata

Pencaharian Responden

Pendapatan Penduduk (Rp/Kel)

Jml Angg Kel

Sumber Air Bersih (Rp) Total Biaya Air bersih (Rp/bulan)

Rasio Biaya Air Bersih Terhadap

Pendapatan Hydrant Umum *

Penjaja Air*

Air Tanah Dalam**

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 Buruh 350.000 6 - 90.000 20.000 110.000 31 % 2 Guru 2.000.000 8 - 120.000 20.000 140.000 7,0% 3 Nelayan 735.000 5 - 75.000 20.000 95.000 12,9% 4 Nelayan 1.244.000 6 - 90.000 20.000 110.000 8,8% 5 Nelayan 1.139.000 8 - 120.000 20.000 140.000 12,3% 6 Ojeg 700.000 3 - 45.000 20.000 65.000 9,3% 7 Nelayan 1.121.000 5 - 75.000 20.000 95.000 8,5% 8 Nelayan 1.553.000 12 - 90.000 20.000 110.000 7,1% 9 Nelayan 1.062.000 5 - 75.000 20.000 95.000 8,9% 10 Wiraswasta 1.250.000 5 - 75.000 20.000 95.000 7,6% 11 Wiraswasta 750.000 2 11.500 13.500 25.000 3,3% 12 Dagang 745.000 3 15.000 - 15.500 30.500 4,1% 13 Wiraswasta 875.000 6 30.000 - 31.500 61.500 7,0% 14 Nelayan 620.000 3 15.000 - 15.500 30.500 4,9%

No Mata

Pencaharian Responden

Pendapatan Penduduk (Rp/Kel)

Jml Angg Kel

Sumber Air Bersih (Rp) Total Biaya Air bersih (Rp/bulan)

Rasio Biaya Air Bersih Terhadap

Pendapatan Hydrant Umum *

Penjaja Air*

Air Tanah Dalam**

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 15 Swasta 595.000 6 30.000 - 31.000 61.000 10,3% 16 Dagang 587.000 6 30.000 - 31.000 61.000 10,4% 17 Wiraswasta 886.000 6 30.000 - 30.000 60.000 6,8% 18 Nelayan 916.000 4 20.000 - 20.750 40.750 4,4% 19 ABRI 1.150.000 6 30.000 - 31.000 61,000 5,3% 20 Swasta 980.000 9 45.000 - 46.750 91.750 9,4% 21 Dagang 305.000 2 30.000 - 17.750 47.750 15,7% 22 Buruh 1.025.000 5 30.000 - 44.000 74.000 7,2% 23 Buruh 975.000 4 30.000 - 35.250 65.250 6,7% 24 Ojeg 1.070.000 4 30.000 - 35.000 65.000 6,1% 25 Swasta 800.000 3 30.000 - 26.500 56.500 7,1% 26 Dagang 850.000 3 30.000 - 26.500 56.500 6,6% 27 Nelayan 1.345.000 5 30.000 - 43.500 73.500 5,5% 28 Buruh 1.085.000 4 30.000 - 35.000 65.000 6,0% 29 Nelayan 1.675.000 6 30.000 - 52.500 82.500 4,9% 30 Nelayan 1.000.000 4 30.000 - 35.000 65.000 6,5% Keterangan: RW 01 =Responden No 1-10; RW 07 =Responden No 11- 20; RW 09=Responden No 21 - 30 • = Pemanfaatan untuk Minum dan Masak; **= Pemanfaatan untuk Mandi,Cuci dan Sanitasi

Berdasarkan Tabel 5, diuraikan biaya air bersih yang harus ditanggung masyarakat, yaitu:

(1) Penduduk RW 01 (Responden No 1 sampai No 10), membeli air untuk minum dan masak dari penjaja air, harga Rp. 1000,- per jerigen,volume 20 Liter, atau Rp.50.000/m3, sedangkan untuk mandi, mencuci dan sanitasi membeli dari sumur dalam milik perorangan (±150 m), pelayanan terbatas untuk 100 rumah tangga (25 % penduduk di RW 01). Suplai air dari sumur bor sampai ke rumah penduduk, menggunakan pipa bahan PVC yang berdiameter ½ dan ¾ inch. Pelanggan dikenakan biaya sama Rp.20.000/bulan,biaya air total untuk memenuhi selu-ruh kebutuhan

setiap rumah tangga di RW 01 yaitu Rp.65.000 sampai Rp.140.000 per bulan.

(2) Penduduk RW 07(Responden No 11 sampai No 20), membeli air dari hydrant umum untuk minum dan masak,harga Rp.1.000,- setiap gerobak, isi 60 Liter, atau Rp.16.700/m3, yang dibayarkan langsung kepada pengelola pada saat pengambilan air. Air untuk mandi, mencuci dan sanitasi menggunakan air tanah dalam, yang dibeli dari pemilik sumur perorangan dengan harga Rp.1.000,- per 200 Liter,atau Rp.5.000/m3. Biaya air total untuk memenuhi seluruh kebutuhan setiap rumah tangga di RW 07 yaitu antara Rp.25.000 sampai Rp.91.750 per bulan.

Page 45: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 317

(3) Penduduk RW 09 (Responden No 21 sampai No 30), membeli air dari hydrant umum untuk minum dan masak, harga Rp.1.000,- setiap gerobak, isi 60 Liter, atau Rp.16.700/m3.Pengelola setiap bulan menarik iuran seragam Rp.30.000/konsumen untuk pemakaian air termasuk biaya pengangkutan sampai ke rumah. Air untuk mandi, mencuci dan sanitasi menggunakan air tanah dalam dari sumur perorangan,harga Rp. 1.000,- per 200 Liter (atau Rp.5.000/m3). Biaya air total untuk memenuhi seluruh kebutuhan setiap rumah tangga di RW 09 yaitu antara Rp. 47.750,- sampai Rp. 82.500,- per bulan.

Rasio Pembiayaan Air Bersih (RPAB), yaitu perbandingan antara jumlah biaya air bersih (kolom

8,Tabel 5) terhadap pendapatan per bulan (kolom 3, Tabel 5) relatif tinggi. RPAB berkisar 3,3–31 %, dengan rerata 8,5 %. RPAB cukup tinggi pada penduduk dengan pendapatan relatip rendah, yaitu masing masing per bulan sebesar Rp.305.000 (Responden No. 21) dengan RPAB 15,7 % dan Rp. 350.000,- (Responden No.1) dengan RPAB 31 %; tentu hal ini sangat memberatkan bagi mereka, kemudian alternatif apa yang dapat ditempuh ??? Tanpa mempertimbangkan kemampuan kapasitas TPJ dan ketentuan teknis lainnya untuk meningkatkan pelayanan air bersih ke konsumen, salah satu cara yang mungkin dapat meringankan masyarakat adalah dengan memberikan layanan air bersih dengan sambungan rumah mengingat harga air PDAM yang relatif murah, periksa Gambar 4 berikut :

Gambar 4. Harga Air Bersih per M3 Berbagai Jenis Sumber

Keuntungan langsung sarana layanan air bersih PDAM dibandingkan dengan jenis sumber air tanah dalam yang ada saat ini, yaitu mendapatkan air dengan kualitas yang terjamin. Berdasarkan berbagai jenis sarana air bersih, menghasilkan biaya air per meter

kubik berbeda, dimana harga air yang paling murah, berasal dari jenis sambungan rumah PDAM/TPJ, selengkapnya harga air berdasarkan jenisnya diuraikan sebagai berikut:

Jenis Sarana Layanan Air Bersih Harga per m3 Keuntungan

• Penjaja Air Rp. 50.000,- Kualitas terjamin • Hydrant Umum Rp. 16.700,- Kualitas terjamin • Air Tanah Dalam Rp. 5.000,- Kualitas tidak terjamin • Sambungan Rumah dari PDAM/TPJ Rp.1.035– Rp.1.560,- Kualitas terjamin

5.Kesimpulan Keterbatasan layanan air bersih dari PDAM, telah memacu inisiatif masyarakat untuk mencari alternatif sumber air baku bagi memenuhi kebutuhan air bersih 1. Kompleks Perumahan Alam Permai (KPAP),

Kelurahan dan Kecamatan Cibodas,Kota Tanggerang termasuk daerah sulit air bersih, karena belum terjangkau PDAM dan kualitas air tanah dangkal buruk. Masyarakat mengatasi

kebutuhan air bersih berasal dari sumur dangkal dan membeli dari penjaja air, pada beberapa keluarga karena tidak mampu membeli air dari penjaja air, air yang dipergunakan tidak sesuai persyaratan dan dalam kondisi riskan kualitas

2. Kompleks Perumahan Bumi Asri II, Padasuka terletak di Desa Padasuka Bandung, sejak tahun 1985 telah mengatasi kebutuhan air bersih atas partisipasi penghuni dengan melakukan

50,000

16,700

5,0001,035 1,330 1,560

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

PenjajaAir

HydrantUmum

Air TanahDalam

SR-TPJ:<10 M3

SR-TPJ:10-20

M3

SR-TPJ:>20

M3

Jenis Sumber

Har

ga A

ir P

er M

3

Page 46: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Ratna Hidayat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 318

perencanaan, pengelolaan dan pemeliharaan sistem air bersih. Dalam hal ini biaya iuran air bersih per rumah tangga murah yaitu Rp 15 ribu per bulan per rumah tangga. Dampak yang timbul yaitu pencurian air dengan mengebor dari pipa transmisi oleh penduduk yang dilalui pipa, walaupun mereka telah diberi air secara resmi. Kesulitannya adalah karena pengelola air bersih di Kompleks Perumahan Bumi Asri II, Padasuka tidak memiliki kekuatan hukum untuk menindak para pencuri air tersebut.

3. Masyarakat Marunda di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, yang merupakan daerah sulit air bersih, karena layanan PDAM terbatas dan air tanah dangkal payau – asin. Disini masyarakat harus membeli air cukup mahal untuk memenuhi air bersih (mandi dan mencuci) dari pemilik sumur dalam dengan harga Rp.5000 per m3 dengan kualitas air tidak terjamin, sedangkan untuk air minum dan masak membeli dari hydrant umum sebesar Rp.16.700 per m3 atau dari penjaja air dengan harga Rp 50.000 per m3, sementara penduduk termasuk kategori golongan ekonomi lemah bahkan miskin

Daftar Pustaka 1. Anonimous, 2005, “Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia, Nomor 16 Tahun 2005, tentang : Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum”,Jakarta

2. Agoes Widjanarko, Dirjen Cipta Karya, DPU,2006,”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Dalam Kerangka Air dan Budaya”, Seminar Hari Air Dunia tahun 2006, Jakarta

3. Nina Andiana, dkk,2005,”Reclaiming Public Water”, Bening Press Yogyakarta, ISBN 979-99758-0-8

4. Patana Rantetoding, Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep. Kimpraswil,2004, ”Pasar Pengusahaan Sektor Air Minum Makin Terbuka”, Majalah Air Minum, Perpamsi ISSN 0126-2785 Edisi 105 Juni,p.11.

5. Ratna Hidayat, 2002, “Korelasi Biaya Air Bersih Terhadap Pendapatan Penduduk Golongan Ekonomi Menengah Kebawah pada Daerah Sulit Air Bersih (Studi kasus di Kecamatan Cibodas, Tangerang)”, Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Akhli Teknik Hidraulik Indonesia, Riau.

6. Ratna Hidayat, 2005, “Biaya Air Bersih Penduduk Miskin Kawasan Rawan Sumber Air di Jakarta Utara”,Jurnal Pendidikan Profesional, No.ISSN 1829-5568,Bandung, Volume 1 No.7,Agustus.

Page 47: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Pandi MS Hutabarat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 319

Pengembangan Penyelidikan Forensik Kegagalan Bangunan Hidraulik

Pandi MS Hutabarat,

Profesional Madya SDA, HATHI Cab. Kalimantan Barat

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang sumber daya air di Indonesia telah berlangsung pesat. Banyak bangunan hidraulik yang telah dibangun sejak masa sebelum kemerdekaan hingga sekarang, mulai dari bangunan pelengkap di jaringan irigasi kecil, bendung, pengaman tebing sungai hingga ke waduk atau bendungan besar. Hingga tahun 2002 tercatat nilai aset prasarana dan sarana Sumber Daya Air yang telah dibangun Pemerintah sebesar 346 triliun Rupiah lebih. Nilai asset bangunan hidraulik yang terdiri dari 16.329 buah bendung, pompa dan free intake, 101 bendungan besar (h > 15 m), 135 buah bendungan sedang (h < 15 m, V > 500 km3), 34 buah bendung karet dan 699 buah embung sudah mencapai lebih dari Rp 169,2 triliun (Sjarief, 2002). Pada era otonomi, dengan kewenangan untuk mengelola keuangan sendiri, pembangunan prasarana dan sarana Sumber Daya Air yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah semakin berkembang dalam arti bertambahnya jumlah bangunan hidarulik yang dibangun sendiri oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Perkembangan ini baik selama tetap mengikuti kaidah-kaidah teknis perencanaan dan pelaksanaan konstruksi yang baku namun dapat menjadi masalah bila karena bermacam faktor yang mengakibatkan tidak dipenuhinya beberapa syarat tersebut. Bangunan hidraulik seperti juga konstruksi sarana lainnya banyak yang mengalami kerusakan atau kinerja fungsinya yang tidak sesuai dengan desain, yang disebabkan oleh bencana alam maupun karena kesalahan manusia, misalnya beban yang bekerja jauh melebihi yang direncanakan, kelemahan desain, kesalahan pengoperasian, kurangnya pemeliharaan maupun karena buruknya pelaksanaan konstruksi. Kegagalan bangunan hidraulik bisa mengakibatkan kerugian harta benda maupun jiwa manusia. Belum ada data yang menunjukkan jumlah kerusakan atau kegagalan bangunan hidraulik yang telah terjadi, akumulasi kerugian finansial maupun korban yang mengalami kecelakaan atau jiwa yang hilang. Negeri kita Indonesia memiliki potensi bencana alam yang bermacam-macam: banjir, gempa, tsunami, longsor, angin kencang dan erosi serta bencana lain yang disebabkan oleh salah mengelola sumber daya alam: kebakaran hutan dan, yang terbaru, lumpur panas bumi. Banyak kejadian bencana mengakibatkan kerusakan atau kegagalan bangunan hasil teknik sipil

yang menimbulkan kerugian. Bangunan hidraulik yang rusak setelah kejadian banjir mendapat pembenaran untuk diperbaiki atau diganti baru tanpa harus menyelidiki terlebih dahulu sebab-sebab kegagalan tetapi cukup berdasarkan pertimbangan karena bencana alam dan diperkuat dengan surat pernyataan pejabat daerah yang berwenang (gubernur atau bupati). Masalah kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan telah diatur dalam Undang-Undang RI no. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah no. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan ditentukan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli. Penilaian kegagalan seharusnya diatur dalam prosedur dan tata cara teknis yang baku sehingga hasil penyelidikan akan dapat diterima semua pihak yang terlibat. Terlebih bila masalah kegagalan ini menjadi sengketa antara Penyedia Jasa dengan Pengguna Jasa atau dengan pihak lain dan dibawa ke pengadilan. Karena penyelidikan forensik berkaitan dengan aspek hukum sehingga mempunyai kemungkinan konsekuensi tuntutan ganti rugi maupun pidana serta tugas dan kewenangan penilai ahli yang berat dan luas seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah hanya dapat dilaksanakan oleh seorang yang benar-benar ahli yang memiliki kompetensi yang cukup. Penyelidikan forensik kegagalan bangunan konstruksi belum dikembangkan di Indonesia baik oleh perguruan tinggi maupun asosiasi profesi maupun lembaga lain. Demikian juga dengan penyelidikan forensik kegagalan bangunan hidraulik yang lebih spesifik. Mengapa forensik bangunan hidraulik menjadi unik dan perlu dibuatkan prosedur sendiri atau tidak cukupkah seorang ahli teknik sipil untuk menjadi penilai ahlinya? Atau tidak cukupkah, misalnya, kualifikasi profesional muda, madya maupun utama yang dimiliki anggota HATHI untuk menjadi penilai ahli? 1.2. Ruang Lingkup Makalah membatasi diskusi melingkupi pemikiran sejauh mana pentingnya pengembangan penyelidikan kerusakan atau kegagalan bangunan hidraulik di Indonesia. 1.3. Maksud dan Tujuan Makalah bermaksud mendiskusikan gagasan untuk mengembangkan teknik dan metoda penyelidikan

Page 48: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Pandi MS Hutabarat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 320

forensik kegagalan bangunan hidraulik di Indonesia dengan tujuan untuk mendapatkan satu standar kompetensi penilai ahli dan standar prosedur penyelidikan sehingga hasil penyelidikan dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang terkait yang berguna untuk tujuan perbaikan bangunan atau tindak lanjut pengamanan yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. 2. METODOLOGI Kajian dan pembahasan masalah dilakukan melalui studi literatur baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, kajian maupun laporan yang telah pernah disusun baik lokal, nasional maupun internasional sebagai rujukan. Kegiatan kajian dilaksanakan secara intens selama periode Juni - September 2006. 3. PEMBAHASAN Penyelidikan forensik diartikan sebagai penyelidikan yang berhubungan dengan pengadilan atau hukum. Penyelidikan forensik kegagalan bangunan hidraulik merupakan upaya menyelidiki sebab-sebab kerusakan atau kegagalan bangunan hidraulik yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan atau keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak yang terkait. Penyelidikan forensik merupakan perpaduan antara seni teknik dan ilmu teknik. National Academy of Forensic Engineer di Amerika mendefinisikan rekayasa forensik sebagai “the application of the art and science of engineering in the jurisprudence system, requiring the services of legally qualified professional engineers. Forensic engineering may include investigation of the physical causes of accidents and other sources of claims and litigation, preparation of engineering reports, testimony at hearings and trials in administrative or judicial proceedings, and the rendition of advisory opinions to assist the resolution of disputes affecting life or property”. Kegagalan bangunan diartikan sebagai keadaan bangunan yang telah diserahterimakan dari Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa, yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. 3.1. Tuntutan Tugas dan Kewenangan Penilai Ahli Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi menetapkan bahwa seorang penilai ahli harus memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar pada Lembaga. Penilai ahli bertugas untuk, antara lain, menetapkan:

- sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan;

- pihak yang bertanggungjawab atas kegagalan bangunan serta tingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan;

- tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan bangunan;

- besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan; dan

- jangka waktu pembayaran kerugian. Besarnya ganti rugi yang dihitung dan ditetapkan oleh penilai ahli bersifat final dan mengikat.

Penilai ahli diberi kewenangan untuk : - menghubungi pihak-pihak terkait, - memperoleh keterangan serta data yang

diperlukan, - memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan

bangunan dan - melakukan pengujian yang diperlukan.

Lembaga dimaksudkan sebagai organisasi sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan kegiatan jasa konstruksi nasional atau dalam hal ini Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN). Sertifikat keahlian yang disyaratkan seharusnya ialah keahlian forensik bidang bangunan hidraulik. HATHI sebagai organisasi profesi teknik khusus keairan tepat untuk mensertifikasi tenaga profesional untuk keahlian forensik ini. Sebagai bandingan di Amerika Serikat organisasi profesi keteknikan yang mengkhususkan pada penyelidikan forensik tidak hanya satu. Ini mungkin karena kesadaran individu yang tinggi atas hak-hak sebagai pengguna sarana publik yang telah membayar pajak serta didukung oleh industri asuransi dan dilindungi undang-undang negaranya mengakibatkan banyak tuntutan hukum yang membutuhkan tenaga ahli yang memiliki kompetensi yang sesuai. Tugas penilai ahli untuk menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan berimplikasi kepada kewenangan hukum yang besar. Karena itu seorang penilai ahli harus bermain di dua dunia yang berbeda; dunia teknik dan dunia hukum. Untuk menjalankan tugas-tugas ini penilai ahli harus mempunyai kemampuan menganalisis persoalan. Alat bantu analisis teknik yang dapat digunakan dapat berupa model matematis maupun simulasi komputer dan bila memungkinkan diadakan ”rekonstruksi” kejadian. Namun seperti disebutkan terdahulu penyelidikan memerlukan seni yang berarti memerlukan kepekaan dan intuisi tinggi penyelidik untuk dapat ”merasakan” sebab-sebab kerusakan atau kegagalan. Seorang penyelidik ahli dengan melihat gambar as built drawing saja sudah dapat ”merasakan” adanya ketidakberesan dan karenanya dapat menduga penyebab kerusakan bangunan. Dengan demikian

Page 49: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Pandi MS Hutabarat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 321

simulasi komputer hanya akan menjadi alat bantu untuk menegaskan intuisi tadi. Kepekaan dan tajamnya intuisi hanya dapat terasah dan terbangun pada seorang penyelidik jika yang bersangkutan telah banyak mendesain secara rinci dan mengawasi pekerjaan konstruksi sejak awal sampai akhir penyelesaian dan banyak mengamati terjadinya kerusakan bangunan serta memahami prosedur pengoperasian dan pemeliharaan bangunan. Menurut National Academy of Forensic Engineers, ada sedikitnya 4 alasan mengapa tidak ada perguruan tinggi yang menyediakan program pendidikan resmi teknik forensik di Amerika: 1). Teknik forensik bukan merupakan disiplin ilmu teknik yang standar seperti teknik sipil, mesin atau elektro. Teknik forensik mencakup banyak disiplin ilmu dan tidak mudah menyajikan kuliah multi-disiplin yang lintas batas-batas teknik tradisional; 2). Teknik forensik tidak banyak dikenal di luar profesi spesifik ini; 3). Perguruan tinggi tidak melihat perlunya memasukkan pengetahuan analisis kegagalan ke dalam program belajar teknik tradisional; 4). Alasan yang paling utama, karena permintaan ahli teknik forensik tidak setinggi permintaan ahli teknik standar lainnya. 3.2. Kekhususan Bangunan Hidraulik Bangunan hidraulik memiliki kekhususan yang membedakannya dengan bangunan atau konstruksi sipil lainnya: - Unik

Bangunan hidraulik yang merupakan bangunan utama dari sistem irigasi, misalnya bendung, didesain dengan menggunakan parameter-parameter yang ada di lokasi. Dengan demikian tiap bangunan bendung berbeda satu sama lainnya.

- Keterpencilan lokasi Banyak bangunan hidraulik yang terletak di daerah yang terpencil dan ”tidak berpenghuni atau tidak diawaki” (unmanned) sehingga pada saat kejadian kegagalan bangunan mungkin tidak ada yang menyaksikan yang berakibat setelah beberapa hari atau minggu baru diketahui adanya kerusakan. Berbeda dengan sarana jalan, misalnya, yang jika terjadi kerusakan atau kecelakaan dapat segera diketahui karena selalu dilintasi manusia.

- Ketidakpastian beban Banjir yang menyebabkan kegagalan bangunan tidak ada lagi di lapangan. Hanya ada bekas banjir di lapangan atau catatan duga muka air (bila ada alat pencatat otomatis di dekatnya) sehingga para ahli forensik harus dapat menganalisis perkiraan banjir yang telah terjadi yang mungkin langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan kerusakan atau kegagalan bangunan.

Oleh karena itu dibutuhkan seorang ahli yang berpengalaman luas di bidang teknik hidraulik untuk

dapat melakukan analisis rekonstruksi kegagalan bangunan hidraulik. Dari pembahasan dapat disusun tingkat kualifikasi yang harus dipenuhi oleh calon penilai ahli untuk dapat memperoleh sertifikat keahlian penyelidikan forensik dan prosedur penyelidikan forensik, seperti yang diusulkan disini. Kualifikasi kompetensi

1. Seorang sarjana teknik sipil atau teknik sumber daya air atau sejenis yang memiliki kualifikasi minimum Profesional Madya Sumber Daya Air.

2. Memahami pemodelan hidraulika dengan program komputer.

3. Berpengalaman mendesain rinci bangunan hidraulik minimal 2 buah bendung dengan mengikuti Kriteria Perencanaan Irigasi (KP, 1986). Dalam hal untuk menyelidiki forensik kegagalan bangunan waduk atau bendungan penilai ahli harus berpengalaman sebagai anggota tim mendesain yang rinci minimal 2 buah bendungan, embung besar atau waduk.

4. Berpengalaman melaksanakan atau mengawasi pekerjaan pembangunan bendung atau waduk minimal 2 lokasi.

Prosedur penyelidikan forensik:

1. Pengumpulan dan studi data sekunder. Data sekunder yang diperlukan meliputi antara lain laporan desain (design note), gambar desain dan as-built drawings, photo pelaksanaan konstruksi, data curah hujan, tinggi duga muka air, data geologi dan laporan atau catatan selama pelaksanaan konstruksi. Manual dan buku laporan operasi dan pemeliharaan juga harus dipelajari bila bangunan telah dioperasikan.

2. Peninjauan atau penyelidikan lapangan. Kegiatan ini mencakup juga pengumpulan informasi dari penduduk sekitar lokasi bangunan yang mengetahui kejadian, pengambilan bukti dan dokumentasi photo serta pengukuran seperlunya.

3. Analisis kegagalan bangunan. Jika diperlukan serta memungkinkan analisis menggunakan model simulasi komputer. Analisis kegagalan ini juga memerlukan prosedur tetap dengan membedakan jenis bangunannya. Untuk bangunan bendung dapat mengacu kepada batasan-batasan dan parameter yang disusun dalam Kriteria Perencanaan Irigasi (KP, 1986).

4. Rekonstruksi kejadian. Rekonstruksi diartikan sebagai mengulang atau menyusun kembali kejadian kerusakan atau kegagalan dengan menyusun bukti-bukti.

Page 50: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Pandi MS Hutabarat

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 322

5. Pelaporan yang mencakup semua kegiatan dan analisis yang dilakukan serta dokumentasi bukti-bukti. Laporan harus memuat kesimpulan dan rekomendasi. Laporan disampaikan dan dipresentasikan kepada pihak yang menugaskan penilai ahli.

6. Kesaksian di depan Pengadilan (jika perlu). Dukungan industri asuransi Kebutuhan penyelidikan forensik diperlukan oleh kalangan asuransi yang bergerak dalam usaha penjaminan umur konstruksi. Adanya jaminan atas umur konstruksi telah diamanatkan Undang-Undang RI no. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah no. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Karenanya pengembangan teknik penyelidikan forensik kegagalan bangunan umumnya dan bangunan hidraulik khususnya dapat menarik perhatian kalangan dunia asuransi yang selanjutnya diharapkan dapat ikut mensponsorinya dalam arti mendukung secara finansial.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Penilai ahli yang menguasai teknik penyelidikan

forensik kegagalan bangunan ke depan akan diperlukan mengingat semakin sadarnya masyarakat pengguna sarana publik atas hak dan kewajiban mereka dan semakin terbukanya informasi dan yang terutama karena Undang-Undang RI no. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengatur tentang kegagalan bangunan.

2. Bangunan hidraulik memiliki keunikan dibandingkan bangunan teknik lainnya yang menyebabkan perlunya keahlian penyelidikan forensik khusus untuk bangunan hidraulik.

3. Seorang penilai ahli yang bertugas untuk menyelidiki kegagalan bangunan hidraulik dituntut untuk melaksanakan suatu tugas yang berat dengan penuh tanggung jawab dan memiliki kewenangan yang besar sesuai dengan Undang-undang, karenanya harus memiliki kompetensi tinggi.

4. HATHI sebagai organisasi profesional disarankan untuk memulai membahas dan mengembangkan teknik penyelidikan forensik kegagalan bangunan hidraulik di tingkat nasional dengan menyelenggarakan lokakarya dan pelatihan dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi serta mengambil peluang untuk menerbitkan sertifikat khusus penilai ahli forensik kegagalan bangunan hidraulik di Indonesia.

5. Perbaikan bangunan hidraulik sesuai dengan rekomendasi hasil penyelidikan forensik merupakan cerminan tata kepemerintahan yang baik karena pembenaran atau justifikasi perbaikan atau tindak lanjutnya terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

DAFTAR PUSTAKA 1. ____, 1986, Kriteria Perencanaan Irigasi,

Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, 1986.

2. Sjarief, Roestam, 2002, Konsep dan Peran Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dalam Pengelolaan Aset Prasarana dan Sarana Sumberdaya Air dalam Proceedings Asset Management for Hydraulic Infrastructure, Towards Sustainability in Flood Protection, Irrigation and Dams, Directorate for Water Resources and Irrigation, National Development Planning Agency / BAPPENAS, 2002.

3. www.asce.org 4. www.forensic-society.org 5. www.nafe.org

Page 51: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nicolaas Tangkudung, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 323

Pertimbangan Pra-Desain Dengan Proses Hirarki Analisis Pada Sistem Pengaman Pantai Mangatasik – Bajo Sulawesi Utara

Nicolaas Tangkudung 1) Peter K.B. Assa 2)

1), 2) Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado 1. LATAR BELAKANG Agar pertimbangan pra desain untuk sebuah rekomendasi akhir berupa skala prioritas lokasi dan jenis bangunan sebagai konsep pengaman pantai dapat secara optimal dihasilkan, maka diperlukan suatu analisis obyektif. Multi-criteria Decision Analysis (MCDA) atau Analisis Keputusan Kriteria Majemuk merupakan teknik analisis yang dipakai dewasa ini untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam pengam-bilan keputusan manajerial baik di kalangan swasta maupun pemerintah. Berbagai metode telah dikembangkan dengan berbasis kriteria majemuk seperti antara lain : Direct Analysis of the Performance Matriks, Multi-Atribut Utility Theory, Linear Additive Models, Analytical Hierarchy Process, Outranking Methods ; masing-masing metode akhirnya mengacu pada komparasi alternatif pilihan berdasarkan kepentingan, kriteria, bobot relatif serta besarnya kontribusi tiap-tiap opsi/pilihan terhadap kriteria alternatif terakhir. Sehubungan dengan itu, maka dalam materi penyajian ini akan dikemukakan pemakaian Metode PHA (Proses Hirarki Analitik/Analytical Hierarchy Process) untuk mengevaluasi komponen-komponen perubahan garis pantai, alternatif-alternatif kebijakan yang akan diambil, pilihan akan alternatif yang paling handal mengenai pengamanan garis pantai Mangatasik-Bajo, Provinsi Sulawesi Utara. 2. PROSES HIERARKI ANALISIS (PHA) Metode PHA merupakan suatu model yang dikembangkan dan diperkenalkan secara luas pada tahun 1970 oleh Dr. Thomas L. Saaty, guru besar pada Wharton School of Business. Metode ini dipandang sangat efektif dalam memecahkan berbagai persoalan menyangkut pengambilan keputusan kriteria majemuk karena bersifat fleksibel dalam pemanfaatannya dan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan penelitian. Sebagai suatu alat dalam penelitian, AHP mampu mengkuantifisir faktor-faktor yang selama ini sering diasumsikan sebagai faktor yang berada diluar model, padahal faktor-faktor tersebut termasuk komponen penentu dalam proses analisis permodelan. Dalam hal ini komponen-komponen pertimbangan untuk keputusan-keputusan yang kompleks direduksi menjadi suatu seri perbandingan berpasangan guna mendapatkan pilihan keputusan yang dianggap paling menguntungkan. Kendati demikian tingkat signifikansi

dari hasil penelitian yang dilakukan harus didasari oleh teknis perhitungan yang tepat serta pemakaian peralatan PHA yang sesuai dengan tujuan penelitian. 2.1 Penyusunan Hirarki atau Struktur Keputusan Teknis perhitungan PHA selalu diawali dengan pembentukan hierarki sesuai dengan obyek yang diteliti serta bentuk keputusan yang akan diambil. Dalam penyusunan hierarki atau struktur keputusan dilakukan dengan menggambarkan elemen sistim atau alternatif keputusan dalam suatu abstraksi sistim hirarki keputusan. Berdasarkan Saaty, pembentukan hierarki tersebut dapat berupa diagram pohon yang sesuai dengan level hierarkinya dan merupakan derivative dari hirarki sebelumnya (gambar 1)

Gambar 1 Contoh Hirarki Dalam Metoda PHA Pada setiap hierarki, dilakukan prosedur perhitungan perbandingan berpasangan (pair wise). Proses perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan matriks dimana nantinya akan diperoleh nilai-nilai perbandingan, eigenvector dan tingkat konsistensi. Sehubungan dengan pekerjaan SID Pantai Mangatasik, Popoh, Kumu, Rap-Rap, Popareng dan Bajo, telah disusun pohon hirarki sesuai Gambar 2. Selanjutnya, masing-masing komponen pertimbangan tersebut (variabel pertimbangan) yang merupakan elemen level dibuatkan tabulasi yang merupakan ekstraksi dari hasil survey lapangan/kondisi eksisting guna kepentingan pembobotan (tabel 1) 2.2. Matriks Komparasi/Perbandingan Berpa-

sangan (Pair Wise Comparison) Dengan membuat matriks kompara-si/berpasangan, dapat digambarkan kontribusi relative atau prioritas

Page 52: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nicolaas Tangkudung, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 324

setiap elemen terhasap masing-masing tujuan ataupun level kepentingan yang setingkat di atasnya. Penentuan tingkat kepentingan pada setiap level hierarki dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan dimana untuk masing-masing elemen yang akan saling dibandingkan diberikan pembobotan yang bersifat deduktif berdasarkan penilaian/judgement para pengambil keputusan, pakar ataupun bukan yang memahami permasalahan. Range nilai bobot berdasarkan nilai skala komparasi 1 sampai 9 untuk masing-masing komponen yang dimulai dari tingkat/level tertinggi sampai terrendah. Nilai skala komparasi ini digunakan untuk mengkuantifikasi data yang bersifat kualitatif. - Perhitungan matriks baris berpasangan W1, W2 .... Wn adalah set elemen pada satu tingkat keputusan dalam hierarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matriks i x j (i = baris/row dan j = kolom/column). Nilai Aij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan (objective) Wi terhadap Wj seperti pada Gambar 3.

W1 W2 ..... Wj W1 1 A12 ..... A1j A = Aij = W2 1/A12 1 ..... A2j Wi 1/A1i 1/A2i .... 1

Gambar 3 Matriks Banding Berpasangan

Berdasarkan contoh di atas, maka Pohon Hierarki SID Bangunan Pengaman Pantai Mangatasik, Popoh, Kumu, Raprap, Popareng dan Bajo telah disusun sesuai level hierarkinya untuk kemudian diintegrasikan dengan cara pengolahan vertikal guna menentukan prioritas lokasi serta tipe konstruksi yang sesuai dengan kepentingan lokasi. Untuk kepentingan tersebut maka tahapan-tahapan yang masih harus dilaksanakan adalah - Perhitungan jumlah bobot input dalam kolom - Perubahan matriks banding berpasangan menjadi

matriks stokastik (normalisasi) dengan merubah bobot input dalam baris/kolom Aij menjadi A’ij

- Perhitungan jumlah bobot input matriks stokastik dalam baris

Pengolahan horisontal matriks normalisasi untuk mendapatkan prioritas relatif

- Merobah matriks stokastik (A’ij) menjadi matriks A”ij - Menghitung jumlah bobot input dalam baris (vector

prioritas relatif ; Vpri) Menentukan Konsistensi (Consistence Ratio ; CR) - Menghitung jumlah bobot input dalam baris (vector

prioritas relatif ; Vpri) dengan mengubah nilai Vpri (baris menjadi kolom i=1;j=1,2,3 .... m)

- Menghitung jumlah bobot input dalam baris - Menghitung rata-rata bobot input dalam baris - Menghitung jumlah rata-rata bobot input dalam baris - Mencari λmax dimana np = jumlah elemen pada tkt

hierarki ke – q - Menentukan nilai konsistensi (CR) CR = CI/RI ; dimana CI = indeks konsistensi dan RI =

Random Indeks Untuk melihat apakah proses penilaian berpasangan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan konsistensinya berdasarkan perbandingan nilai maksimum eigen value (λ maks) dengan jumlah faktor yang ada dalam matriks (n). Makin dekat nilai λ maks pada n, makin konsisten hasilnya. Selanjutnya untuk melihat sejauh mana tingkat konsistensi ini dapat diberikan toleransi (konsep deviasi konsistensi) : λ maks/ (n-1) = Indeks Konsistensi (IK) Indeks konsistensi dari matriks kebalikan yang dihasilkan secara random dari skala 1 sampai 9 disebut sebagai Indeks random ( RI ) yang merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oakridge National Laboratory. Perbandingan antara indeks konsistensi (IK) dengan rata-rata indeks random (RI) untuk matriks dengan orde yang sama disebut Rasio Konsistensi (CR). Nilai Consistensy Ratio (CR) diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil. Untuk mengetahui apakah CR dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR ≤0,1 (10 %). Jika nilai konsistensi > dari 0,1 lakukan revisi pendapat atau pembobotan yang diberikan pada elemen setiap tingkatan hierarki. 2.3. Pengolahan Vertikal Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hierarki terhadap sasaran utama. Untuk menghitung vektor prioritas menyeluruh maka :

∑=

= −

v

uxVPTVPH qtpqipqVP

11,

untuk u =1,2,3, ... , baris ; t = 1,2,3, ... , kolom dimana VPpq = nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama VPHpq = nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q VPTt,q-1 = Vpri, nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat q-1. P = jumlah elemen pada tingkat ke-q Q = jumlah tingkat hierarki keputusan T = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (q-1)

Page 53: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nicolaas Tangkudung, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 325

3. OUTPUT 3.1. Penentuan Prioritas Lokasi Pembangunan

dengan PHA

Tabel 1. Bobot Prioritas Lokasi

eigenvalue %0,2822 28,22%0,1927 19,27%0,0970 9,70%0,1550 15,50%0,2731 27,31%

100,00%

RAPRAPPOP-BAJO

LokasiMANGATASIKPOOPOHKUMU

Gambar 2. Pohon Hierarki/Struktur Keputusan SID Bangunan Pengaman Pantai Mangatasik, Popoh, Kumu, Rap-Rap, Popareng dan Bajo

LEVEL III-bLEVEL III-a LEVEL II-b

TIPE KONSTRUKSIGelombang VOLUMETRIK MATERIALAbrasi BATU OFFSHORE BWSedimen KERIKIL

LEVEL I (ab) Keterbukaan Thdp Laut PASIR MIX T-GROINKelandaian SEMEN

PENGARUH TERRESTRIAL BESI STONE T-GROIN SID PENGARUH ESTUARIA GEOTEKSTIL PENGAMANAN SOSEK/INFRASTRUKTUR VOLUMETRIK RUANG SEAWALL/DIKE PANTAI Perikanan STABILITAS MANGATASIK- Pariwisata PEMELIHARAAN JETTY BAJO Sosial & Kependudukan MOBILITAS ALAT

Posisi Strategis Wilayah (administratif) KETERLIBATAN SDM LOKAL REVETMENTLINGKUNGAN (kepentingan pelestarian) SDA PENUNJANGHUKUM/AGRARIA AKSES LOKASITINGKAT KERUSAKAN LOKAL

ARTIFICIAL

PENENTUAN PEMBOBOTAN PRIORITAS TYPE KONSTRUKSILOKASI

LEVEL-4

UTILITAS PASCA PROYEK (PEMANFAATAN TERPADU) :LEVEL-5 * PEROBAHAN GARIS PANTAI

* BIOTA PANTAI/LAUT* PERLINDUNGAN ALAM EKSISTING DI LOKASI* PEMANFAATAN PANTAI * ESTETIKA TAMPAK (NATURAL)* EFEK TAMPUNGAN LIMBAH (KEBERSIHAN)

DEGRADASI LINGKUNGAN SAAT PELAKSANAAN

GREEN BELT

CORAL REEFSDAMPAK KERUSAKAN MAKRO

POPARENG

HIDROOCEANOGRAFI

LOKASI

MANGATASIK

KUMU

POOPOH

RAPRAP

BAJO

LEVEL II-a

KESESUAIAN ANTARA LOKASIDAN TIPE KONSTRUKSI

Page 54: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nicolaas Tangkudung, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 326

Tabel 1. Contoh matrikulasi sebagian komponen pertimbangan utama pra-desain Bangunan Pengaman Pantai

Mangatasik, Popoh, Kumu, Rap-Rap, Popareng dan Bajo sesuai Pohon Hierarki/Struktur Keputusan level. MIX STONE GREEN ARTIFICIAL

OSBW T-GROIN T-GROIN SEAWALL REVET JETTY BELT CORALUTILITAS PASCA PROYEK (PEMANFAATAN TERPADU) REEFS

PEROBAHAN GARIS PANTAI (+): +++ +++ +++ + + +++ + -penangkapan sedimen dinamis dinamis dinamis relatif statis relatif statis dinamis relatif statis

BIOTA PANTAI/LAUT (+) +++ ++ +++ +(*) +(*) + +++revitalisasi pasca pelaksanaan pekerjaan (*) jika diberi armouring yang signifikanPERLINDUNGAN ALAM EKSISTING DI LOKASI (+) ++ ++ ++ + + ++ +++ ++efek manfaat akibat hadirnya bangunanPEMANFAATAN PANTAI ++ +++ ++ + + + - -rekreasi, tambatan perahu, akses manusia, lain-lainESTETIKA TAMPAK (NATURAL) +++ ++ ++ +(*) +(*) + +++ +++

(*) tanpa penambahan groinEFEK TAMPUNGAN LIMBAH (KEBERSIHAN) +++ ++ +++ + + ++ + -

inversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> + ++ + +++ +++ ++ + -VOLUMETRIK MATERIAL UTAMA

BATU +++ ++ +++ +(*) +(*) ++ - - (*) untuk toe protection

inversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> + ++ + +++ +++ ++ +++ +++KERIKIL + ++ + +++ +++

relatif samainversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> +++ ++ +++ + + + +++ +++

PASIR + ++ + +++ +++ +++inversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> +++ ++ +++ + + + +++ +++

GEOTEKSTIL - - - + + + - -+ + + - - - +++ +++

SEMEN - + - ++ ++ ++ - -inversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> ++ + ++ - - - +++ +++

PEMBESIAN - + - ++ ++ ++ - -inversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> ++ + ++ - - - +++ +++

VOLUMETRIK RUANG + +++ +++ ++ ++ + - -inversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> +++ + + ++ ++ +++ +++ +++

DEGRADASI LINGKUNGAN SAAT PELAKSANAAN ++ ++ ++ + + ++ - -inversi terhadap pertimbangan keuntungan (advantage) -> + + + ++ ++ + +++ ++

3.2. Penentuan Prioritas Tipe Struktur Tabel 2. Bobot Prioritas Tipe Struktur

eigenvalue %OFFSHOREBW 0,088275 8,83%MIXTGROIN 0,187527 18,75%STONETGROIN 0,222618 22,26%SEAWALL 0,143014 14,30%REVETMENT 0,143014 14,30%YETI 0,112848 11,28%GREEN BELT 0,059838 5,98%ART CORAL 0,042867 4,29%

100,00%

TIPE KONSTRUKSI

3.3. Penentuan Kesesuaian Lokasi dan Tipe

Struktur Tabel 3. Bobot Kesesuaian Lokasi & Tipe Struktur

LOKASI OFFSHORE BREAKWATER

MIX T-GROIN

STONE T-GROIN SEAWALL REVETMENT YETI BREEN BELT

ARTIFICIAL CORAL REEFS

MANGATASIK 14,84% 14,51% 13,64% 15,78% 15,39% 12,08% 10,72% 12,79%POPOH 14,03% 13,77% 13,22% 15,56% 15,11% 12,85% 11,31% 12,35%KUMU 12,74% 12,67% 13,02% 12,87% 12,03% 11,60% 13,81% 12,34%RAPRAP 10,67% 10,73% 10,72% 10,69% 10,60% 17,24% 14,50% 11,82%POPARENG 13,54% 13,60% 12,77% 13,25% 13,14% 13,83% 12,66% 11,73% 4. KESIMPULAN Hasil analisis PHA untuk penentuan Prioritas Lokasi, Tipe Konstruksi ideal serta Kesesuaian Tipe Konstruksi dengan Kebutuhan/Ciri Lokasi sesuai Tabel 1 ,2 dan 3 dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi desain akhir SID Pantai Belang, Bentenan dan Ratatotok. Berbagai variabel penentu telah dijadikan elemen hierarki dan terjabarkan dalam masing-masing level hierarki sesuai pertimbangan yang cukup kompleks. Perdebatan dan perbedaan pendapat yang tidak akan habis-habisnya, apalagi beranjak dari sangat bervariasinya objektivitas pemikiran dan kepentingan diharapkan menambah bobot kualitas suatu analisis dan bukannya degradasi subjektivitas penilaian. Meskipun demikian disadari bahwa pembobotan berdasarkan analisis PHA yang telah dilaksanakan

Page 55: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Nicolaas Tangkudung, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 327

secara saksama bukanlah ’harga mati’. Masih banyak elemen lain sebagai ”x-factor” yang bakal berkembang di lapangan terutama saat-saat mencapai desain final dimana seluruh data dan hasil perhitungan baik struktural/teknis mapun non-struktural/non-teknis telah dapat dikompilasi secara maksimum. Adanya sentuhan dan intuisi engineering yang terkadang dominan terhadap berbagai pertimbangan yang ada, menjadikan keputusan desain final tetap merupakan brain factor element dan bukan sekedar mengandalkan tools factor element. KEPUSTAKAAN 1. CERC - Shore Protection Manual VOl. 1, 1984 2. CERC - Shore Protection Manual VOl. 2, 1984

3. Ho K. James: "Analytic Hierarchies and Holistic Preferences," College of Business Administration The University of Tennessee, Knoxville, TN 37996

4. Hwang C.L., Yoon K.: "Multiple Attribute Decision Making, Methods and Applications," Springer-Verlang, 1981

5. McConnell K. : “Revetment Systems Against Wave Attack”, Thomas Thelford, 1998

6. Raiffa Howard: "Decision Analysis, Introductory Lectures on Choices Under Uncertainty," Addison-Wesley, 1968.

7. Saaty L. Thomas: "The Analytic Hierarchy Process," McGraw-Hill, 1980

Page 56: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 328

Page 57: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 329

REFLECTION AND TRANSMISSION WAVES TOWARD RUBBLE-MOUND BREAKWATER IN FRONT OF DIKE A laboratory model of Dike in Ariake Bay

Peter Karl Bart ASSA

Ph.D Graduated at The United Graduate School of Kagoshima University Japan and a lecturer of Sam Ratulangi University, Manado

Abstract The irregular wave reflection and transmission over porous submerged breakwater was

experimentally predicted. The experiments were conducted in the laboratory in which sea waves were simulated using a 1/12 scale model of the Ariake Reclamation Dike. The dimensional analysis of all parameters of the wave flume followed from the above-mentioned scale model was done by Froud similitude.

An extensive series of physical tests were conducted which included transmission wave availability in which the overtopping wave height on the dike is not greater than the permitted height. Three types of breakwater height were constructed in and analyzed.

Calibration, comparison between spectral measurements and experiments of reflection coefficient were all in good agreement. The transmissions coefficient are presented as an alternative reference for construction the rubble mound breakwater under field conditions like the Ariake seashore. Keywords : Incident Waves, Reflected Waves, Wave Transmission

Introduction

Submerged breakwaters are frequently used

in the shoreline or harbor as a protection structure. Low crested rubble-mound breakwaters may also become submerged after being damaged by the waves attack. The submerged breakwaters are many being constructed because of their low cost, aesthetics, and effectiveness in protecting from high waves breaking not only for harbor and shoreline but also a structure that can develop the function of seawall (dike).

Many experiments have been conducted related to wave reflection and transmission over a porous submerged breakwater. Nevertheless, they can be more detail examined based on the field experiments or laboratory simulation that the models or research material are resembled to the real situation.

In this paper, the model size of dike made in the laboratory simulation of sea waves was 1/12 times of the Reclamation Dike in Ariake seashore. The dimensional analysis of all parameters followed from the above-mentioned scale model was done by Froud similitude. Since the annual report of typhoon attack from Saga University Observation System results, the significant wave heights in the near-shore zone were still extremely height 5), or in other words, the waves overtopping occurred on the ariake reclamation dike were still slightly big which consequently damage the

reclamation dike and/or to flood in the landward side, thus the Ariake seashore was obtained as an experimental object of this research. Table 1 is a prototype and model wave height in which the prototype data was only taken the four highest values from the report of Saga University Observation System5). Table.1. Prototype and model of occurred wave

height by typhoons Typhoon no.

Occurred date

H1/3 Hmax H1/3 model Hmax model

9117 1991.9.14 2.36 3.47 19.66 28.91 9109 1991.7.29 1.60 2.79 13.33 23.25 8513 1985.8.31 2.30 3.26 19.16 27.16 8410 1984.8.21 1.61 2.96 13.41 24.66

One of the solution for reducing the wave

overtopping which is purposed to develop the function of the reclamation dike is to arrange the submerged rubble mound breakwater explained above, away from the reclamation dike (Seawall). Whenever this structure is located, then the damaging waves can be minimized become waves transmission. To determine the optimum values of coefficient transmission, the incident waves and reflection waves are certainly must be considered in the experiments. Experimental Setup To carry out the aim of this research, experiments were conducted in the horizontal bed of

Page 58: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 330

wave flume at Saga University’s Water Supply and Management Engineering Laboratory, Japan. The wave flume is 80 cm wide, 26 m long, and 100 cm deep. In its half part is set-up a glass side-wall. At one end of the wave flume, a random wave generator was installed while a model of Ariake Sea Reclamation dike was set in the other end (Fig.1). The sea depth in front of the dike was determined as 43.5 cm. This value was calculated by applying the analysis dimensional based on the maximum actual sea-depth (T.P. + 3.8, 9)) has been occurred when the typhoon came. All tests were performed with irregular waves made by the JONSWAP spectrum and measured by means of three wave-gage installations on the wave flume. There were 135 data

set has been recorded where each record was digitized by an A-D converter at sampling interval of 0.05 sec. The number of sampling points is 3100. The sampling data was initiated only after the reflections had stabilized.

The results of the digitization data profile correspond to range of 1.0-1.3 sec of significant period (Ts). They are similar with the prototype significant period about 3.46 – 4.50 sec. Moreover, the expected incident and transmitted wave heights were in the range of 11-15 cm and 6-14 cm respectively, or similar with the prototype wave heights about 1.32 – 1,8 m and 0.72 – 1.68 m.

Fig.1. Test Equipment

A model of Ariake reclamation dike (Fig.2b) has made and locates in the one end before the absorber beach while the model of rubble-mound breakwater covered the artificial tetrapods (Fig.2a) was placed by turn every 50, cm from 5.00 m to 7.00 m in front of the dike and arranged for 3 crest height as shown in Table 2.

Fig.2a. A model of rubble-mound breakwater

Fig.2b. A model of Ariake reclamation dike

Since the construction of rubble-mound

breakwaters in relatively deep water and wave–exposed locations necessitates the use of heavy protective armor units which can not be obtained economically from a quarry mine in observation field, the experiments used tetrapod concrete armor units in place of the hard-to-obtain stone.

The Hudson coefficient, KD was taken as 6, which is proposed for non-breaking waves at the structure head. The calculations of the breakwater

Page 59: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 331

design criteria by using the Hudson formula are presented in the Table 2.

The Hudson formula to determine the weight of armor units for rubble-mound structures with the criteria of wave height as no-damage conditions and no-overtopping conditions is currently used:

αγ

cot)1( 3

3

−=

rD

r

SKHW (1)

As can bee seen in Table 2, the weight per

unit of tetrapod is 1.177 kg. This is similar with the prototype weight can be placed in the actual situation around 1000 kg/unit for the dimensional scale of 1/12.

The thickness (r) of the cover layers and the number of armor units (Nr) are respectively found from Eqs. (2) and (3).

3/13/1

VnkWnkrr

ΔΔ =⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

γ (2)

3/2

1001 ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −= Δ W

PAnkN rr

γ (3)

in which W : weight of protective armor units; γr : specific weight of armor units; Sr : specific gravity of armor units :γr/γw ; α = angle of breakwater slope; H : design wave height at the structure site; and KD : damage coefficient, depending primarily on block shape, r : the thickness of n layers of armor units of weight W and of specific weight γr ; and kΔ : a layer coefficient which measures the packing density of the units of volume V, P : the average porosity of the layer, as a percentage. Values of kΔ and P can be seen in the reference no. 1.

Table 2. The dimension of rubble-mound breakwater’s model parameters

Type of Crest H.

KD n B(cm) Hb(cm) W(kg/unit) A(m2) Nr (unit)

A 6.0 1 50 23 1.177 0.92 76 B 6.0 1 65 35 1.177 1.31 108 C 6.0 1 80 43.5 1.177 1.62 134

1. Wave Height Statistics

Many studies have advanced a statistical approach for the analysis and prediction of sea wave behavior 5). For the present investigation, the most significant analysis provided by Longuet-Higgins 6) in which the results of Rice 10) were applied to deduce the probability distribution of wave heights. By assuming that the wave frequency spectrum consists of a relatively narrow band of frequencies, and that the sea waves are the superposition of many sinusoidal components of about the same frequency but of random phase, Longuet-Higgins determined that the probability distribution of wave heights p(H) must be a Rayleigh distribution; that is :

dHHHdHHp⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

2

2 4exp

2)(

μπ

μπ

(4)

in which H : the wave height, and μ : mean wave height. By using the properties of the first and second moments of the probability distribution, a relation between the mean wave height μ and root-mean-square wave heights Hrms is obtained

μμπ

129.12=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛=rmsH (5)

Furthermore, Longuet-Higgins showed that

[ ])11()2/(1/1 nnerfnnnHH rmsn −+= π (6) in which H1/n = the mean height of the highest 1/n (fraction) of the waves. From Eq. (3) it follows that, for n=3

μ598.13/1 =H And for n=10 , μ032.210/1 =H (7) in which H1/3 : the significant wave height, and H1/10 : the mean height of the highest one-third of the waves.

The term “significant wave height,” H1/3 or Hs mentioned above has traditionally been defined as the average height of the highest one-third of the individual waves as the average height of the highest one-third of the individual waves in a record as suggested by Munk 7). In this experiment, the significant wave height, H1/3 is estimated from wave gauge records by simple procedures. In deep water, a useful estimate of significant height that is fundamentally related to wave energy is defined as

Hmo=4σ (8) in which Hmo : an internationally recommended notation means 10); andσ= the standard deviation of sea surface elevations.

Experimental results and calculations based on the Rayleigh distribution function show that when wave shapes are not severely deformed by shallow-water depth or high wave steepness, the following approximation can be used 1).

Page 60: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 332

Hmo=H1/3 (9)

However, it has been suggested that when Hmo differs from Hs, Hmo cannot be used directly to estimate height statistics 8). 2. Incident and Reflected Wave

All the problems related to the phenomenon of wave reflection require the data reflection coefficient, or the ratio of reflected to incident wave heights. In the problems involving the dissipation of wave energy that are applied for most of actual structures, the reflection coefficient cannot be predicted analytically but must be measured experimentally.

E.P.D. Mansard and E.R. Funke 3) have expanded the method to measure reflected wave from the beach structure in the laboratory simulation of sea waves.

This method employs a combination of fastest spectral analysis which known as FFT and Least Square Error for separating the incident and reflected spectra which then to be interpreted into the incident and reflected waves. This method assumes the waves are traveling in a channel in a longitudinal direction and reflections from some arbitrary structure or beach are traveling in the opposite direction. It is assumed also that it is possible to measure simultaneously the linear superposition of these waves at m points p=1, 2, 3 to m, which are in reasonable proximity to each other and are on a line parallel to the direction of wave propagation.

The wave field might be better described by a sum of sinusoidal terms, thus for a profile observed at any one of the wave gauge positions may be written harmonically related Fourier components as follow,

∑=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +⋅=

N

k kpTkt

kpAtp1 ,

2sin,)( απη (10)

where A p,k is the Fourier coefficient for frequency k/T, T : the length of the wave profile which is being observed,

αp,k = the phase relative to the time origin of the record, N : an upper limit of summation which depends on the maximum significant frequency component in the series. The Fourier coefficients and their phases are obtained from a Fourier transform of the function,ηp(t), 0

t T and are given in polar form as Bp,k = A p,k.eiαp,k or in rectangular form as Bp,k = [ Ap,k.cos(αp,k) + i. Ap,k.sin(αp,k) ].

Since the spacing between the various probes is known and since it is established that (except for lock harmonics) individual frequency components in a composite wave train travel at their own celerity 3), it is possible to calculate the phase relationships between the wave trains as observed by each of the three probes. Thus, the general equation for a progressive wave can be written

∑=

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++−⋅=

N

kk

kkx L

xTktCt

1

22sin)( θππη (11)

where θk is some arbitrary phase related to the space and time origin of the function,x is a space variable measured from the space origin of the function in a direction of wave propagation, Lk is the wavelength of frequency k/T. The observation of wave activity made at point p can now be stated in terms of a summation of, a). an incident wave CI,k, b). a reflected wave CR,k, c). a noise signal which may be caused due to cross-nodal activity, locked harmonics, non-linear interactions, measurement error.

If the X1 is the distance from the wave source to the wave gauge at p=1 and XR1 is the distance from the wave gauge at p=1 to the reflecting structure, then the wave profile as observed at the probe may be written as:

)(1

)1121(22

1sin,

)11(22

1sin,)(1

tkk

kL

PXXRX

T

ktN

k kRC

kkL

PXX

T

ktN

k kICtp

Ω+++−+

+−∑=

⋅+

++

+−∑=

⋅=

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

φθππ

θππ

η (12)

and its explanation can be seen in Fig.3 as follow.

Fig.3. Set-up for wave reflection measurement

Page 61: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 333

where Ω1(t) is the cumulative effect of all the corrupting signals at probe p=1 and is a phase change due to the reflecting structure. The second probe at p=2, which is displaced by a distance X12 from the probe at p=1 in the direction of incident wave propagation (see Fig. 2), will record a similar wave profile as Eq.(9) except the phase angles will now be

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

++− k

kLXX

Tkt θππ )121(22 (13)

for the incident wave and

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++

−++− kk

kLXXRX

Tkt φθππ )12121(22 (14)

for the reflected wave. A similar argument will define the wave angles for other probe positions that are displaced by distances X1P from the first probe. After some arrangement include applying the least square error method 3) to the eqs. (9),(10) and (11), finally yields the equations used in this measurements i.e.:

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛ +++++= )33(,3)22(,2)11(,1

1, iQRkBiQRkBiQRkB

kDkIZ

(15) and

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛ −+−+−= )33(,3)22(,2)11(,1

1, iQRkBiQRkBiQRkB

kDkRZ

(16) in which

kkkkk

kkkkkkkkk

kkkkkkkkk

kkkkkkkk

QRQRQRD

γβγββγβββγγ

βγγγγββγββγγβ

sin2)cos(sin3)sin(sin3;sin2)cos(sin2

)sin(sin2;cossincossin1sinsin1;)(sinsin.(sin2 22222

−−=−+−=−−=

−+=+=+=−++=

(17) From ZI,k and ZR,k compute the spectrum densities SI,k and SR,k by

( ) ( )fZSfZS kRkRkIkI Δ=Δ= 2/;2/2

,,2

,, (18) The reflection coefficient function is then evaluated from

kIkRkR ZZK ,,, /= (19) while the average reflection coefficient is evaluated from

irI

RR mm

HHK ,0,0== (20)

in which

dffSmdffSmf

f rr

f

f ii ).(;).( max

min

max

min,0,0 ∫∫ == (21)

The incident and reflected wave height can be finally obtained by using the following equation.

s

R

I HK

H21

1+

= And s

R

RR H

K

KH21+

=

(22) 3. Wave Transmission

When waves strike a breakwater, wave energy will be transmitted after they have been firstly reflected and dissipated at the structure.

The transmission coefficient outcomes from a significant amount of wave transmission for submerged breakwaters done in this research are calculated using the following equation.

I

TT H

HK = (23)

Experimental Results Longuet-Higgins 6) concluded that the wave heights should have a Rayleigh probability distribution under the conditions already described. When plotted on a Rayleigh probability coordinate axis, the cumulative distribution of wave heights should lie along a straight line if the conclusion is valid. For each case, a straight line has been visually fitted to demonstrate a graphical test of that conclusion. In most cases, an assumption that the wave heights are Rayleigh distributed appears to be quite reliable. The derivation from the trend is probably unexplainable for a few cases. However, for engineering purposes it seems appropriate to consider the usefulness of the basic assumption to be confirmed. Two example results can be seen in Fig.4 and 5.

It is also possible to test the basic assumption through the relationships of various wave-height parameters. These are usually computed as ratios with the mean wave height. Three such parameters are listed for their subsequent use in testing the experimental data. They are the ratios given by Eqs. (5) and (7): 1) Mean of the highest one-tenth waves to mean wave height; 2) significant wave height tp mean wave height; and 3) Root-mean square wave height to mean wave height. Figs. 6,7 and 8 show the comparison of data between experiment and theoretical relation.

Page 62: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 334

Fig.4. Frequency distribution of H/μ of incident wave, B-1 Fig.5. . Frequency distribution of H/μ of transmitted wave, B-1

Fig. 6. Graph of mean of the highest one-tenth of the waves vs mean wave

height of incident and transmitted waves

Fig. 7. Graph of mean of the highest one-third of the waves vs mean wave height of incident and transmitted waves

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 2.4 2.80

0.2

0.4

0.6

0.8

1

H/μ

p(H

/μ)

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 2.4 2.80

0.2

0.4

0.6

0.8

1

H/μ

p(H

/μ)

0 2 4 6 8 10 12 140

10

20

30

Mea

n of

Hig

hest

One

-Ten

th W

aves

H1/

10 (c

m)

Mean Wave Height, μ (cm)

Theoritical Relation (Rayleigh Distribution) H1/10=2.032μ

Incident Waves

0 2 4 6 8 10 120

10

20

Mea

n of

Hig

hest

One

-Ten

th W

aves

H1/

10 (c

m)

Mean Wave Height, μ (cm)

Theoritical Relation (Rayleigh Distribution) H1/10=2.032μ

Transmitted Waves

0 2 4 6 8 10 120

10

20

Mea

n of

Hig

hest

One

-Thi

rd W

aves

H1/

3 (cm

)

Mean Wave Height, μ (cm)

Theoritical Relation (Rayleigh Distribution) H1/33=1.598μ

Incident Waves

0 2 4 6 8 100

5

10

15

Mea

n of

Hig

hest

One

-Thi

rd W

aves

H1/

3 (cm

)

Mean Wave Height, μ (cm)

Theoritical Relation (Rayleigh Distribution) H1/33=1.598μ

Transmitted Waves

Page 63: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 335

Fig. 8. Graph of root-mean-square wave height vs mean wave height of incident and transmitted waves.

Ideally, when waves strike a breakwater, wave energy will be reflected from, dissipated on, or transmitted through or over the structure. The way incident and wave energy is partitioned between reflection, dissipation, and transmission depends on incident wave characteristics (period, height, and water depth), and the geometry of the structure (slope, crest elevation relative to SWL, and crest width). Briefly, it can be said that all structure includes breakwaters and dikes should reflect any wave energy approaching to them. This opinion suggests for considering the occurrence-reflected wave of every experiment is being done on the coastal structures. By using the method explained in the previous part of this paper and applied all the mentioned equations by employing some computer programs, the reflection coefficients were measured.

The measured reflection coefficients in

seaside were about 25-35 %. In the transmission side these coefficients were about 50-65 % (See table 3). These slightly big values occurred because of the reflected structure was made by the concrete that possibly reflects until 100 % of oncoming waves energy. The figures represented the measurement of incident and reflection waves are given as an example in the Fig.9 and 10. In the computation of incident and reflected waves, the significant height that is fundamentally related to wave energy (Hmo) was also been calculated. This Hmo was then compared to the one-third significant wave height for confirming the reliability data were used in the analysis (see Fig. 11). The comparison result shows that the Hmo values smaller than the H1/3. The value of significant wave heights used in this experiment was H1/3 due to the different between the results of Hmo and H1/3 are slightly big.

Fig.9. Spectrum analysis of wave spectra (Composite, Incident and Reflected) of incident and transmitted wave B-1

0 2 4 6 8 10 120

5

10

15

Roo

t Mea

n Sq

uare

Wav

e H

eigh

t

H

rms (

cm)

Mean Wave Height, μ (cm)

Theoritical Relation (Rayleigh Distribution) H rms=1.129μ

Incident Waves

0 2 4 6 8 10 120

5

10

15

Roo

t Mea

n Sq

uare

Wav

e H

eigh

t

H

rms (

cm)

Mean Wave Height, μ (cm)

Theoritical Relation (Rayleigh Distribution) H rms=1.129μ

Transmitted Waves

0 0.5 1 1.5 20

10

20Composite WavesIncident WavesReflected Waves

Frequency, (Hz)

S f (c

m2 .se

c)

0 0.5 1 1.5 20

10

20

Composite WavesIncident WavesReflected Waves

Frequency, (Hz)

S f (c

m2 .se

c)

Page 64: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 336

Fig. 10 Coefficient reflection of incident and transmitted waves

Fig.11. The relationship between Hmo and H1/3

Results of the incident wave height both in the seashore and in the transmission area were then employed by the Eq. (20) for obtaining the transmission coefficients. In the experiments were also arranged five distances between breakwater and dike. This idea was organized in order to know is variation of the distance influence to the values of wave transmission or not. By explanation of the Figs. 12 and 13, it may be taken the conclusion that the distance as mentioned has not effect to the transmission wave. Nevertheless, the value of the transmission coefficients can be used as a reference in order to know the height of wave run up.

Fig. 12. The Relationship Between Breakwater’s Fig. 13. The relationship between crest Height-Water Depth‘s Ratio And KT width-height ratio and KT

0 0.5 1 1.5 20

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Frequency, (Hz)

KR

0 0.5 1 1.5 20

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Frequency, (Hz)

KR

0 5 10 150

5

10

15

Hmo

(cm

)

Hs (cm)

Page 65: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 337

Table 2. Average height of run up on breakwater crest height.

Ru1/3 (cm) Ru 1/10 (cm) Rumax (cm) Crest Height A 21.22101 27.9306 34.13994 B 17.98546 23.86549 30.93104 C 8.399879 11.52551 16.39317

Table 3 shows the significant wave run-up, highest one-tenth of wave run-up and maximum wave run-up on the model dike from the water surface respectively. The Rumax of the highest crest height of breakwater (A type: submerged breakwater) does not even show that its overtopping pass really high over the crest of dike because of the occurred height of overtopping wave above the crest of dike was only about 7 cm. As the prototype height, it will be about 84 cm whereas, as shown in table 2, the significant run-up that usually used in the design, the overtopping wave was not happened due its height lower than the crest of dike. Therefor, it can be concluded that from the 3 types of breakwater crest height were applied in the experiment, the A type can be enough recommended as an alternative structure for increasing the effectiveness of Ariake reclamation dike. References 1. U.S. Army Coastal Engineering Research Center

(1984). Shore Protection Manual: Technical Report No.4, Third Edition.

2. IAHR. (1989). List of Sea-State Parameters. Journal of Waterway, Port, Coastal, and Ocean Engineering., ASCE., 115, No. 6. 793-807.

3. Mansard, E.P.D., and Funke, E.R.(1980). The

Measurement of Incident and Reflected Spectra Using a Least Square Method. Hydraulics Laboratory, LTR-HY-72, National Research Council.

4. Gwilym, M.J.(1968). Spectral Analysis and Its Applications. Holden-Day, Inc.

5. Fujimoto, M and Miyachi, M. (1995). Analysis of Ocean Waves in the Shallow Area of the Ariake Sea V. On the rate of appearance of significant wave height and period. Bull.Fac.Agr.,Saga Univ., 79. 59-65.

6. Longuet-Higgins, M.S. (1980). On the Distribution of the Heights of Sea Waves: Some Effects on Non-linearity and Finite Bandwidth. Journal of Geophysical Research., 85. No. C3. 1519-1523.

7. Munk, W.H. (1944). Proposed Uniform Procedure for Observing Waves and Interpreting Instrument Records. S.I.O. Wave Project.

8. Goda, Y. (1979). A Review on Statistical Interpretation of Wave Data. Report of the port and Harbour Research Institute, Japan., 18, No.1. 5-32.

9. Fujimoto, M. (1994). On Wave Heights and Tide Level Departures in the Ariake Sea. Bull.Fac. Agr., Saga Univ., 77, 65-73,

10. Rice, S.O. (1945). Mathematical Analysis od Random Noise. Selected Papers on Noise and Stochastic Processes. edited by N. Wax, Dover Publications, Inc., New York,. 133-294,

11. Assa, P.K.B and Kato, O. (1998). A Case Study of The Incident and Reflected Waves Separation in A Laboratory Simulation of Sea Waves. Conference of the 79th Agriculture Civil Engineering of Kyushu Branch. 181-182.

Page 66: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 338

Page 67: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Lintong Elisabeth, Waluyo Hatmoko

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 339

Pemanfaatan HYMOS Dalam Data Base Hidrologi Studi Kasus : Sulawesi Utara

Lintong Elisabeth dan Waluyo Hatmoko

I. Pendahuluan Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air

yang komprehensif dan terpadu, Keakuratan dan kemutahiran data dan informasi akan sangat mendukung terhadap terciptanya pengelolaan sumber daya air yang terencana dengan baik. Ketersediaan data dan informasi untuk keperluan pengelolaan sumber daya air tersebut meliputi informasi mengenai kondisi hidrologi, hidrogeologi, kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya air, lingkungan sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi, budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.

Menjawab kebutuhan terhadap tersedianya informasi mengenai kondisi hidrologi, Delft Hydraulics telah mengeluarkan Soft Ware data base, HYMOS, untuk keperluan tersebut.

Perangkat lunak HYMOS akan sangat membantu untuk keperluan pengelolaan hidrologi. Pengelolaan hidrologi, adalah menjalankan segala usaha yang mencakup perancangan, inventarisasi, pengelolaan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengawasan baik data maupun informasi hidrologi, pos/bangunan hidrologi, maupun peralatan hidrologi, sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya air. Adapun tujuan dari pengelolaan data base hidrologi adalah agar data dan informasi hidrologi, air hujan, air permukaan dan air tanah dapat disajikan secara akurat, tepat waktu dan berkelanjutan., terutama dapat bermanfaat dalam pengkajian perencanaan pengembangan sumber daya air.

Untuk keperluan perencanaan pengembangan sumber daya air diperlukan suatu pemodelan simulasi wilayah sungai, dimana kondisi ketersediaan air dalam simulasi wilayah sungai pada umumnya dinyatakan sebagai data debit runtut-waktu (time-series) bulanan atau tengah-bulanan (atau sepuluh-harian) dalam jangka panjang.

Dari data yang ada, Sulawesi Utara yang terbagi dalam 4 (empat) Wilayah Sungai, yaitu : WS Sangihe-Talaud, WS Tondano-Likupang, WS Poigar-Ranoyapo, dan WS Dumoga_Sangkub memiliki 842 Induk Sungai, serta ribuan Anak Sungai di ke-empat Wilayah Sungai tersebut. Pemanfaatan Hymos akan sangat membantu dalam Pengelolaan Wilayah Sungai di Sulawesi Utara.

II. HYDROLOGY MODELLING SYSTEM (HYMOS) Hydrology Modelling System (HYMOS),

merupakan salah satu perangkat lunak yang berfungsi sebagai sistem data base hidrologi. Dengan program HYMOS yang berorientasi pada analisis data secara time series dengan fasilitas-fasilitas umum untuk analisa

spasial, dapat membantu menganalisis data yang masuk, dan hasil yang dikeluarkan berupa : data debit, hujan, iklim yang dapat ditransfer dan ditampilkan dalam System Informasi SDA.

Beberapa jenis data yang dikenal dalam program Hymos, yaitu : 1 Data Daerah Pengaliran Sungai atau catchment area 2. Stasiun, dengan lokasi, sejarah dan keterangan

lainnya, 3. Regular time-series, seperti hujan dan muka air yang

dicatat setiap hari, selanjutnya didefinisikan atas : - jenis data (data type) misalnya: hujan,

iklim, muka air, debit yang diamati, debit sintetis, dan sebagainya, dan

- interval waktu (time interval) misalnya: harian, bulanan, jam-jaman.

4. Irregular time-series untuk jenis data pengukuran current meter/debit (current metering data), kumpulan hasil pengukuran muka air, gradient, kecepatan dan data cross-setion

5. Discharge rating data : data lengkung debit. 6. Sediment rating data, data lengkung debit sedimen..

Software Program Hydrology Modelling System (Hymos), mempunyai fungsi untuk mendukung pengelolaan data hidrologi, sebagai berikut : - verifikasi data untuk mendeteksi data curah hujan

dan debit yang salah; - kompilasi data, antara lain membuat (agregasi data

hujan dan debit harian menjadi data bulanan); serta transformasi data debit dari meter kubik per-detik menjadi milimeter per-bulan dan sebaliknya;

- pengisian data hujan yang kosong (filling of missing data) berdasarkan pos tetangganya dan interpolasi linear untuk data yang kosong sebulan jika perlu dilakukan;

- perhitungan hujan kawasan (areal rainfall), yang dapat dilakukan dengan cara rata-rata aritmatik, rata-rata berbobot, atau poligon Thiessen;

- simulasi hujan-aliran (rainfall-runoff) dengan model Sacramento, yang terdiri atas tahap kalibrasi dan tahap pembuatan data sintetis.

III. PENGOLAHAN DATA Pengolahan data hidrometeorologi pada

umumnya terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut: 1. Penyiapan data (data preparation): Konversi data sehingga siap diketik untuk

dimasukkan kedalam komputer, seperti menyalin data kedalam formulir data hujan bulanan.

2. Pemasukan data (data entry and transfer to database):

Page 68: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Lintong Elisabeth, Waluyo Hatmoko

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 340

Proses pemasukan data ke komputer, biasa dilakukan melalui keyboard, digitizer (untuk peta dan grafik), dan scanner (untuk gambar).

Gambar 1. Entry Window Stasiun Penakar Hujan

3. Validasi (data validation) :Melakukan pengujian untuk menemukan data yang tidak benar, baik secara visual atau statistik.

4. Koreksi (data correction): Melakukan koreksi pada data yang salah, atau

menyatakan data tersebut adalah kosong. 5. Pengisian data yang kosong (Filling-in of missing

data): mengisi data yang kosong, atau data yang salah,

atau memperpanjang data; biasa digunakan teknik korelasi dan regresi, serta model hujan-limpasan (rainfall-runoff).

6. Kompilasi dan analisis (data compilation and analysis): Analisis data, meliputi analisis statistik, agregasi data, analisis frekuensi, fungsi distribusi, dan sebagainya.

7. Pengambilan data (data retrieval): mengambil data atas permintaan yang sewaktu-waktu secara tidak terjadwal (ad-hoc request) berdasarkan berbagai kriteria tertentu, misalnya ingin dicopy data debit semua hujan bulanan di DAS Citarum sejak tahun 1990.

8. Penerbitan laporan rutin (data dissemination and preparation of yearbook): Penerbitan data parameter tertentu secara terjadwal, misalnya Publikasi Data Debit Harian yang diterbitkan setiap tahun.

Menu pada HYMOS Pilihan menu terdiri atas menu utama (main menu), dan

sub-menu. Menu utama adalah sebagai berikut: - Entry & editing : Catchment data, Station/series

definition, Equidistant time series, Non-equidistant time series, Combined data/parameters, Geo-hydrological profiles, Dedicated files, Series availability.

- Data Validation : Screening, Time series graphs, Relation curves, Double mass analysis, Series homogenity test, Spatial homogenity test.

- Completion & regression : Interpolation, Regression, Simulation

- Flow measurements : Entry & editing data/parameters, Processing, Fitting of rating curve, Shift adjustment, Validation of rating curve, Extrapolation of rating curve, Stage-discharge trasformation.

- Data compilation : (Dis-) Agregation, Series transformation, Min-mean-max, Areal rainfall, Kriging, Evapotranspiration

- Statistical analysis : Basic statistics, Fitting distribution, Statistical tables, Random number generator, IDF-curves, Frequency and duration curves

- Time series analysis : Correlogram, Spectrum, Range, Runs, Storage

- Reporting & retrieval : Reports, Mixed tables, Graphics, Retrieval, Transfer

- System configuration : User profiles, Databases, Data types, Log-files

IV VERIFIKASI DATA

Verifikasi data atau validasi data menyaring data (screening) dari kesalahan yang mungkin terjadi, misalnya kesalahan ketik, kesalahan alat ukur, dan metode pengukuran.

Screening ini biasa dilakukan dengan menggambarkan data sebagai time-series, dengan cara antara lain sebagai berikut: a) gambar time-series sebuah pos

Validation Time-series-graph b) beberapa pos sekaligus, yang dapat dilakukan

pada sumbu-y yang sama maupun dengan cara menggeser sumbu-y (shifting y-axis).

Gambar 2. Plot data untuk melihat data yang janggal

Screening terhadap kesalahan yang bersifat

sistematik (misalnya karena kesalahan alat ukur) dapat dideteksi dengan membuat plot kurva massa ganda (double mass curve) antara pos yang dikaji dengan pos tetangganya. Caranya adalah dengan:

Page 69: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Lintong Elisabeth, Waluyo Hatmoko

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 341

Validation Double mass analysis Data yang jelas-jelas salah, selanjutnya dianggap sebagai data yang kosong, dengan cara memberi nilai –999.99 melalui perintah: Entry & editing Equidistant time-series Edit time-series Sehingga selanjutnya data yang salah ini akan dikoreksi dengan diperlakukan seolah-olah sebagai data yang kosong. V. KOMPILASI DATA

Kompilasi data antara lain adalah membuat data hujan dan debit bulanan dari data harian dengan cara:

Data compilation Dis(-aggregation) Jenis kompilasi data lainnya adalah transformasi

data dari meter kubik per-detik menjadi milimeter per bulan atau sebaliknya. Caranya adalah:

Data compilation Series transformation Linear

dengan faktor konstanta adalah sebagai berikut: a) m3/detik mm/bulan : (86,4 * 30,4) / Luas DAS b) mm/bulan m3/detik : Luas DAS / (86,4 * 30,4)

Kompilasi data juga digunakan untuk membuat

seri evapotranspirasi aktual dengan rumus: Et(aktual) = crop-factor * ET0 dimana ET0 adalah EH 2,1; dan crop-factor

bergantung pada jenis tanaman dan masa pertumbuhan tanaman (antara 75% s/d 110%, dan dapat diasumsikan sebesar 80%).

VI. PENGISIAN DATA HUJAN YANG KOSONG

Untuk melakukan simulasi rainfall-runoff, diperlukan time-series data hujan yang lengkap. Berarti sama sekali tidak boleh ada data hujan yang kosong. Jadi data yang kosong harus diisi terlebih dahulu. Untuk memisahkan data hujan yang telah diisi dengan antara data hujan yang asli (PH 2,1), maka data hujan hasil pengisian diberi kode seri PG (Precipitation Generated).

Salah satu cara pengisian data hujan yang kosong adalah interpolasi linear.

VII. PERHITUNGAN HUJAN KAWASAN

Jika diperlukan perhitungan hujan kawasan, maka caranya:

a) Buat seri PG dari areal hujan kawasan, misalnya WS2 PG 2,1.

b) Hitung hujan kawasan dengan cara: Data compilation Areal rainfall

Gambar 3. Proses Pengisian Data Hujan Yang Kosong

maka akan terdapat pilihan: arithmetic, weighted arithmetic, dan Thiessen Polygon. Jika memilih Thiessen Polygon maka harus dipersiapkan terlebih dahulu batas DAS atau catchment boundary, sedangkan untuk kedua pilihan diatas dapat langsung dikerjakan. Sebagai catatan jika hanya terdapat sebuah pos hujan, maka hujan kawasan adalah pos hujan tersebut.

Gambar 4. Ketersediaan Data

Gambar 5. Proses Validasi Data

Klik Node, untuk memilih stasiun-stasiun dengan

menggunakan mouse

Page 70: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Lintong Elisabeth, Waluyo Hatmoko

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 342

Gambar 6. Grafik Tinggi Muka Air Sungai VIII. SIMULASI HUJAN-ALIRAN Persiapan Sebagai persiapan untuk simulasi hujan aliran adalah mempersiapkan seri-seri data sebagai berikut: a) seri QG, yang boleh dalam kondisi masih kosong b) seri PG atau PH harus berisi data curah hujan yang

lengkap c) seri EG, yang harus berisi data evapotranspirasi

aktual, dan jika pada tahap kalibrasi diperlukan lagi : d) seri QM, yaitu data debit historis dalam mm/bulan. Menjalankan model rainfall-runoff Sacramento dilakukan dengan cara: Completion and Regression Simulation Kalibrasi Proses kalibrasi adalah mencari parameter sistem yang cocok sehingga hasil runoff hasil pemodelan akan mendekati data lapangan QM. Kedekatan ini dapat ditinjau dari berbagai kriteria, antara lain adalah: a) Secara grafis terlihat berhimpit, baik puncak banjir,

maupun debit aliran rendahnya. b) Koefisien korelasi c) Jumlah kuadrat penyimpangan (Sum of Square

Error). Pembuatan Data Debit Sintetis Pembuatan data debit sintetis dilakukan dengan menggunakan: - parameter sistem yang didapat dari proses kalibrasi; - data hujan kawasan pada catchment tersebut (PG);

dan - data evapotranspirasi aktual pada catchment

tersebut (EG). Hasilnya disimpan dalam QG pos atau lokasi yang dimaksud. Hasil ini masih dalam milimeter per bulan, sehingga jika diinginkan dalam m3/detik maka perlu dilakukan transformasi linear. IX. HYMOS dalam Sistem Informasi Sumber Daya Air

Sulawesi Utara Dalam usaha membangun data base Sulawesi Utara dengan program Hymos sebagai suatu sistem informasi hidrologi memerlukan masukan data antara lain berupa :

– Peta dasar sebagai latar belakang – Koordinat pos hidrologi: debit, hujan, klimatologi – Data dasar hidrologi :

• Debit, hujan, iklim (harian atau bulanan) • Data pengukuran debit dan muka air

Dengan memasukkan, peta dasar, data dasar hidrologi dan koordinat pos-pos hidrologi yang ada di Sulawesi Utara, maka melalui proses analisis Hymos (prosesnya antara lain terlihat pada gambar Gambar 4. dan Gambar 5.), akan menghasilkan Data Base Hidrologi yang dapat ditampilkan dalam peta GIS menjadi data base hidrologi Sulawesi Utara, dimana dapat dilihat :

* Data debit * Curah Hujan, * Iklim

Hasil tersebut secara keseluruhan merupakan hasil proses Hymos sehingga bisa didapat data base hidrologi Sulawesi Utara yang benar, lengkap, siap pakai, dalam bentuk time-series (Contoh Hasil Hymos pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9) . IX. PENUTUP

Pemanfaatan Hymos dalam pembangunan data base hidrologi sangat membantu, karena Hymos bisa memberikan hasil dengan cepat, benar dan lengkap hanya dengan beberapa sentuhan saja.

DAFTAR PUSTAKA 1. Budianto E., “SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

MENGGUNAKAN ARC VIEW GIS”, 2002, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

2. Permana B., “Microsoft Office Access 2003”, 2005, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

3. Prahasta E., “SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS”, 2004, Penerbit Informatika, Bandung.

4. Prasetyo D. D., “Pemograman Aplikasi Database dengan Visual Basic.NET 2005 dan Ms. Access”, 2005, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Bandung.

5. Sasongko D., “TEKNIK SUMBER DAYA AIR”, 1985, Penerbit Erlangga, Jakarta.

6. Sosrodarsono S., “Hidrologi Untuk Pengairan”, 2003, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

7. “SULAWESI UTARA DALAM ANGKA 2004/2005”, 2005, Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Utara.

8. Wahyono T., “Pemrograman Web Dinamis dengan PHP 5”, 2005, PT Elex Media

9. Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. -------------, Hydrology Modeling System (HYMOS), version 4.02, Juni 2001, WL Delft Hydraulics

Ranoyapo

QH_09 01 01 Time

20-08-200519-02-200521-08-200421-02-200423-08-200322-02-200324-08-200223-02-2002

Time series

48464442403836343230282624222018161412108

Page 71: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Fauzan Umar, Moh Fuad Bustomi Zen

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 343

Pengembangan Irigasi Lahan Pantai Dengan Teknologi Bak Renteng

Fauzan Umar 1) Moh Fuad Bustomi Zen 2)

1) Pejabat Pembuat Komitmen Irigasi Wilayah Kabupaten Kulon Progo, SNVT Irigasi Andalan Yogyakarta. 2) Anggota HATHI Komisariat Yogyakarta, Konsultan Dalam Bidang Sumber Daya Air .

Abstrak

Semakin berkurangnya lahan pertanian di wilayah Provinsi DIY merupakan salah satu alasan utama pengembangan lahan pantai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan lahan pantai untuk pertanian sesungguhnya sudah dilakukan sejak lama, oleh petani setempat. Pengelolaan dan pengembangan yang intensif baru dimulai pada tahun 1996 dengan ditetapkannya lahan pasir pantai sebagai kawasan pengembangan lahan pantai. Lahan pantai selain memiliki kelebihan akan luasan, topografi, iklim dan ketersediaan sumber daya manusianya, juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu tekstur tanah pasir, porous, miskin hara dan bahan organik serta suhu permukaan tanah tinggi karena kondisinya terbuka di samping adanya tiupan angin kencang yang membawa partikel-partikel garam yang dimungkinkan tidak baik bagi pertumbuhan tanaman. Berangkat dari keterbatasan yang ada pada lahan pantai, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak terkait, bersama-sama dengan masyarakat petani telah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan kearifan lokal sehingga lahan pantai yang pada awalnya merupakan lahan marjinal dapat dimanfaatkan sepanjang tahun untuk kepentingan pertanian dengan memperbaiki persyaratan tumbuh dan berkembangnya tanaman. Pengembangan lahan pantai dilakukan secara terpadu antara lain dengan upaya penyediaan air irigasi, melalui tampungan induk (reservoir) dan sumur-sumur renteng, upaya penahan angin dari laut dengan tanaman cemara udang, pengembangan teknologi tepat guna pengolahan tanah, serta pengembangan peternakan dan perikanan. Pengembangan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah mengembangkan sektor pariwisata (agrowisata) dan sektor perdagangan untuk pemasaran hasil pertanian dan mendatangkan investor. Model pengembangan lahan pantai untuk budidaya pertanian sangat berpotensi untuk dikembangkan di wilayah lain (replikasi), mengingat potensi pesisir di Indonesia cukup besar. Kata kunci : Irigasi, Lahan Pantai, Bak Renteng

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan dalam pengembangan lahan irigasi di wilayah Provinsi DIY adalah adanya alih fungsi lahan irigasi. Berdasarkan hasil kajian, rata-rata penyusutan lahan pertanian di DIY pada tahun 2003 adalah sebesar 0,42%. Pada sisi yang lain terdapat potensi lahan pertanian di kawasan pantai yang cukup besar di wilayah pesisir selatan provinsi DIY, yaitu seluas 1.517,30 Ha, meliputi 296,90 Ha berada di wilayah Kabupaten Bantul dan 1.218,40 di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Namun lahan pantai tersebut juga memiliki berbagai keterbatasan antara lain tekstur tanah berpasir, porous, miskin hara dan bahan organik, suhu permukaan tanah tinggi karena kondisinya terbuka, serta tiupan angin kencang yang membawa partikel-partikel garam yang kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman maupun ternak. Upaya pemanfaatan lahan marjinal di kawasan pantai untuk kegiatan budidaya tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, dengan teknologi bak renteng (bejana berhubungan) merupakan kearifan lokal yang telah berkembang di wilayah pesisir selatan Provinsi DIY. Sumber air yang digunakan oleh masyarakat semula diambil dari air tanah dengan sistem sumur dangkal. Namun permasalahan yang muncul adalah jumlah

sumur dari hari ke hari semakin bertambah, eksploitasi air tanah semakin besar sehingga sangat berpotensi terjadi intrusi air laut. 1.2 Ruang Lingkup Makalah ini membahas tinjauan secara komprehensif terhadap pengembangan lahan pantai di wilayah Provinsi DIY, meliputi kronologi pengembangannya, kearifan lokal, teknologi, serta aspek operasi dan pemeliharaan. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud makalah ini adalah menginformasikan salah satu kearifan lokal terhadap konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, berupa pemanfaatan lahan marjinal di kawasan pantai untuk kegiatan budidaya tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, dengan memanfaatkan air permukaan hasil buangan (reuse) daerah irigasi melalui saluran drainase dan bak renteng. Sedangkan tujuan makalah ini adalah untuk mendiskusikan praktek baik (best practices) kisah keberhasilan dan kendala pengembangan lahan pantai di wilayah Provinsi DIY, yang selanjutnya digunakan untuk menyempurnakan teknologi bak renteng, serta sebagai saling tukar (sharing) informasi yang dapat memotivasi pengembangan lahan pesisir di wilayah

Page 72: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Fauzan Umar, Moh Fuad Bustomi Zen

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 344

Indonesia lainnya untuk budidaya tanaman yang bernilai ekonomi tinggi.

Gambar 1 Lokasi Daerah irigasi Lahan Pantai Provinsi DIY 2. METODOLOGI Dalam makalah secara deskriptif kuantitatif akan dibahas kronologis pengembangan lahan pantai di wilayah Provinsi DIY, kearifan lokal, input teknologi, operasi dan pemeliharaan, keterpaduan dengan sektor

lain, berbagai indikator keberhasilan dan kendalanya. Penulisan makalah ini berdasarkan berbagai data dan informasi yang tersedia serta hasil pengamatan di lapangan.

Gambar 2. Kondisi Lahan Pantai

Lokasi Daerah Irigasi Lahan Pantai : - Samas - Pandansiomo - Garongan - Pleret - Bugel - Karangsewu

Page 73: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Fauzan Umar, Moh Fuad Bustomi Zen

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 345

3. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN Pada awalnya sebelum dikembangkan untuk budidaya pertanian, lahan pantai di pesisir selatan DIY merupakan lahan marginal yang tandus, ketersediaan air permukaan yang terbatas, tekstur tanah berpasir, porous, miskin hara dan bahan organik, suhu permukaan tanah tinggi, tiupan angin yang membawa partikel-partikel garam dan fluktuasi perubahan permukaan lahan. Pemanfaatan lahan pantai sebagai lahan pertanian di kawasan selatan Daerah Istimewa Yogyakarta dimulai sejak 1980-an. Beberapa petani setempat dengan teknologi sederhana berhasil mengolah lahan marjinal tersebut untuk budidaya tanaman cabe merah, semangka, melon, bawang merah, terong dan mentimun. Pemanfaatan lahan pantai di pesisir selatan DIY untuk pertanian bermula dari ditemukannya 10 batang tanaman cabe yang ternyata dapat hidup di tanah berpasir oleh seorang petani bernama Iman Rejo pada tahun 1962. Selanjutnya pada tahun 1980-an, Iman Rejo mulai mencoba menanam tanaman cabe di lahan pasir. Kesulitan utama budi daya pertanian di lahan pesisir yang didominasi pasir adalah penyediaan air. Sekitar tahun 1986 beberapa warga Desa Bugel, Kecamatan Panjatan Kulon Progo, Daerah Istimewa

Yogyakarta, yang dimotori oleh Iman Rejo, Musdiyono dan Pardiman, berusaha mengatasi kesulitan penyediaan air tersebut dengan sistem irigasi bak renteng. Ide membuat bak renteng berawal dari keinginan yang kuat untuk membudidayakan tanaman di lahan pasir. Mereka yakin, bila persoalan penyediaan air bisa dipecahkan, kesulitan pertanian di lahan pasir juga bisa diatasi. Sumber air yang digunakan untuk bak renteng pada awalnya berasal dari air tanah (sumur dangkal), untuk selanjutnya dipompa dan didistribusikan ke bak-bak buis beton, yang diatur secara berenteng. Antara bak yang satu dengan bak lainnya dihubungkan dengan pipa. Penempatan bak-bak tersebut dimaksudkan untuk memperdekat dan mempermudah penyiraman tanaman, tanpa harus menyedot banyak tenaga. Diameter bak renteng sekitar 0,8 meter dengan kedalaman 0,5 meter. Bak renteng ditempatkan sedemikian rupa dengan ketinggian tertentu dan jarak rata-rata 3 – 4 meter. Untuk mengalirkan air dari sumur (sumber air) ke bak renteng dibutuhkan pompa air. Jarak yang biasanya dipilih petani adalah empat sampai dengan lima meter. Dengan bak renteng itu petani tidak perlu bolak-balik ke bak induk mengambil air untuk menyirami tanaman dengan bantuan gembor.

Gambar 3 Sketsa Pengembangan tahap Awal Lahan Pantai Dengan Memanfaatkan Air Tanah (Sumur) dan Bak Renteng

Gambar 4 Pemanfaatan Air Tanah (Sumur) dan Bak Renteng Untuk Irigasi Lahan Pantai Dalam perkembangannya, eksploitasi air bawah permukaan di wilayah pesisir yang berlebihan sangat membahayakan kesetimbangan air bawah permukaan serta memungkinkan terjadinya intrusi air

laut. Dalam rangka konservasi air bawah permukaan sekaligus pendayagunaan sumber daya air, dilakukan pengembangan sistem irigasi dengan memanfaatkan

Bak utama

Bak Pembagi

Pompa air tanah

Pipa Distribusi

Pipa Pembagi

4 sd. 5 meter

Page 74: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Fauzan Umar, Moh Fuad Bustomi Zen

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 346

air permukaan dari sistem drainasi sebagai sumber airnya.

Gambar 5 Sketsa Pengembangan Irigasi Lahan Pantai Dengan Memanfaatkan Air dari Saluran Drainase dan Bak Renteng 3.1 Pengembangan Sistem Jaringan Irigasi Lahan

Pantai Pengembangan sistem jaringan irigasi lahan pantai dengan memanfaatkan air permukaan dimulai sejak tahun 1998. Pengembangan sistem irigasi yang dilakukan pada umumnya dengan memanfaatkan air permukaan dari pembuangan irigasi. Air drainase yang sedianya akan dibuang ke laut, dimanfaatkan kembali (reuse) dengan menggunakan pompa centrifugal untuk dinaikkan ke reservoir induk. Selanjutnya dari reservoir induk ini dialirkan secara gravitasi ke reservoir pembagi agar lebih dekat ke lahan pertanian yang akan diari. Setiap reservoir dilengkapi dengan kran (gate valve) untuk mengatur pembagian air ke jaringan tersier. Beberapa sistem irigasi lahan pantai yang telah dikembangkan antara lain, Sistem Irigasi Samas (221,9 Ha.), Pandan Simo (77,0 Ha.) di Kabupaten Bantul dan Sistem Irigasi Bugel (216,5 Ha.) di Kabupaten Kulon Progo. Sistem irigasi lahan pantai Samas memanfaatkan air buangan melalui Sungai Winongo Kecil yang diambil dari Bendung Samas. Pengembangan prasarana yang telah dilakukan meliputi pembuatan rumah pompa, bak utama (reservoir) dengan kapasitas 5400 m3 dan bak pembagi pada lahan pertanian. Sistem irigasi lahan pantai Pandan Simo memanfaatkan air buangan melalui drainase Trihudadi yang merupakan drainase utama Daerah Irigasi Pijenan. Pengembangan yang dilakukan dengan membangun bak utama, bak pembagi dan rumah pompa.

Sistem irigasi lahan pantai Bugel merupakan lahan pertanian yang telah dikembangkan sejak awal oleh petani. Selanjutnya pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah dengan memanfaatkan air dari saluran drainase Peni yang menampung air buangan irigasi dari Daerah irigasi Pekik Jamal. Prasarana yang dibangun adalah bak utama, bak pembagi dan rumah pompa. Selanjutnya pada tahun 2003 dikembangkan sistem irigasi lahan pantai Karang Sewu (281,5 Ha.). Sistem irigasi ini mengambil air dari drainase Galur. Prasarana yang dibangun adalah bak utama, bak pembagi dan rumah pompa. Pada Tahun 2005 dikembangkan sistem irigasi lahan pantai Garongan (217,0 Ha.), dan Pleret (265,0 Ha.). Pengembangan yang dilakukan dengan memanfaatkan air dari saluran drainase Peni yang menampung air buangan irigasi dari Daerah irigasi Pekik Jamal. Prasarana yang dibangun adalah bak utama, bak pembagi dan rumah pompa. Sebelumnya tahun 2004 telah dibangun saluran suplesi untuk menambah debit di Drainase Peni dengan mengambil air dari Sungai Serang melalui Bendung Pekik Jamal. Pada tahun 2006 dikembangkan sistem irigasi lahan pantai Banaran (102,9 Ha.). Pengembangan yang dilakukan dengan memanfaatkan air dari saluran drainase Peni. Prasarana yang dibangun adalah bak utama, bak pembagi dan rumah pompa. Jaringan tersier merupakan bak renteng yang telah dikembangkan oleh Petani pada tahap sebelumnya. Bak renteng tersebut dibangun oleh petani dengan biaya swadana.

Gambar 6 Pengembangan Irigasi Lahan Pantai Dengan Memanfaatkan Air dari Saluran Drainase, Reservoir dan Bak Renteng

LAUT PENAHAN ANGIN LAHAN PERTANIAN

Pohon Cemara Udang

Bak Penampung (Reservoir)

Pompa Sumber Air / Sal Drainase

Bak Renteng

Page 75: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Fauzan Umar, Moh Fuad Bustomi Zen

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 347

3.2 Penahan Tiupan Angin Untuk mengurangi pengaruh buruk dari tiupan angin kencang yang membawa partikel-partikel garam dan perubahan permukaan lahan, maka pada tempat-tempat tertentu dibuat tanggul angin (wind barrier) berupa tanaman cemara udang, yang mampu menyerap kadar garam yang dibawa angin. Pemilihan tanaman ini melalui penelitian yang dilakukan sejak tahun 1994, oleh Tim Fakultas Kehutanan dan Geografi UGM. Sejak tahun 1994 mulai menanami gurun yang

berketinggian 0-5 meter sea-level ini dengan cemara udang. Dalam penelitian tersebut dikaji sifat dan pergerakan angin, yang kemudian menjadi acuan dalam merencanakan penahan angin. Pemilihan tanaman cemara udang melalui tahap uji coba penanaman 300 batang cemara udang. Uji coba peertama dapat berhasil dengan baik, dilanjutkan pada tahap kedua ditanam dua ribu pohon. Penanaman pohon cemara udang ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat.

Gambar 7 Tanaman Cemara Udang Untuk Penahan Angin 3.3 Budidaya Pertanian-Peternakan

Pada dasarnya lahan pasir mempunyai kesuburan yang sangat rendah dengan tekstur tanah yang sangat tidak mendukung untuk budidaya pertanian. Untuk mengatasi kondisi lahan pasir pantai yang tidak subur baik fisik, kimiawi dan biologisnya, para petani telah menambahkan pupuk kandang dari ternak yang dipeliharanya. Dinas Pertanian DIY telah mengembangkan konsep terpadu antara pertanian dan peternakan di lahan berpasir. Pengembangan lahan

pasir membutuhkan pupuk kandang dalam jumlah banyak yang hanya dapat disediakan secara murah jika petani memiliki ternak. Untuk mendukung konsep terpadu itu, Dinas Pertanian merangkul swasta untuk bermitra dengan petani membuka peternakan pada wilayah tersebut. Saat ini, satu kelompok tani di Bantul dengan anggota 135 orang mengelola 50-500 ekor sapi. Di Pandan Simo, kelompok tani lahan pasir disamping mengelola sapi juga peternakan ayam.

Gambar 8 Pengembangan Peternakan Untuk Pengembangan Lahan Pantai

Sebagian luasan lahan pantai yang ada telah

dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif dengan berbagai jenis tanaman dan ternak, seperti cabe merah, bawang merah, semangka, terong, selada

keriting, sawi sendok (pak choy), buah naga (dragon fruit), jeruk, sapi potong dan ayam, baik ayam ras maupun bukan ras (buras). Pencapaian hasil seperti sekarang ini tidak datang dengan begitu saja, akan

Page 76: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Fauzan Umar, Moh Fuad Bustomi Zen

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 348

tetapi memiliki latar belakang dan melalui perjalanan yang relatif panjang, termasuk fasilitasi pemerintah daerah dan kesungguhan, keuletan serta kearifan dari

para petani yang bermukim di sekitar lahan pasir pantai.

Gambar 9 Beberapa jenis Budidaya Pertanian Lahan Pantai 3.4 Pemberdayaan Masyarakat Petani Dalam rangka mendukung kegiatan Operasi dan Pemeliharaan prasarana dan sarana sistem irigasi lahan pantai, telah dibentuk kelompok Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A). Pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta pendampingan. Upaya ini telah dirintis oleh instansi pemerintah, perguruan tinggi dan pihak-pihak yang terkait. 3.5 Biaya Operasi Sistem irigasi lahan pantai yang telah dikembangkan sebagian besar membutuhkan operasi dengan menggunakan pompa. Pembiayaan operasional pompa ini mampu ditutup oleh hasil budidaya pertanian yang dihasilkan dari lahan pantai. Gambaran biaya operasi jaringan irigasi lahan pantai di sistem Karangsewu seluas 149 Ha, adalah Rp. 5.000.000,- tiap bulan, dengan rincian untuk solar

sebesar Rp. 3.700.000,- ; Oli dan paseline sebesar Rp. 1.150.000,- ; dan operator Rp. 150.000,-. Sedangkan gambaran penghasilan petani dalam satu masa tanam, sebagaimana informasi dari salah seorang petani di Desa Bugel. Untuk tanaman cabe, mulai tanam sampai dengan panen pertama membutuhkan waktu 60 – 70 hari. Selanjutnya masa panen, cabe dapat dipanen setiap minggunya selama 4 – 5 bulan. Hasil penjualan bersih yang diperoleh petani untuk lahan seluas 1000 m2 adalah antara Rp. 17.000.000,- 26.000.000,-. Harga tersebut sangat dipengaruhi fluktuasi harga cabe di pasaran, yaitu antara Rp. 2.500,- sampai dengan 25.000,- setiap kg. Dari penghasilan tersebut petani mengeluarkan biaya untuk bibit, pupuk, serta iuran solar, dll sebesar Rp. 2.000.000,-, mulai dari tanam sampai dengan panen terakhir. Dari contoh tersebut terlihat bahwa petani melalui P3A mampu melakukan operasi, termasuk menanggung biaya bahan bakar pompa, dan lain-lain. Dengan demikian keuntungan netto petani untuk lahan seluas 1000 m2 adalah antara Rp. 15.000.000,- sampai dengan Rp. 24.000.000,-.

Page 77: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Fauzan Umar, Moh Fuad Bustomi Zen

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 349

Tabel 1 Kronologis Pengembangan Lahan Pantai Propinsi DIY

Periode Pengembangan 1962 – an Salah seorang warga menemukan 10 batang tanaman cabe yang ternyata dapat hidup di tanah berpasir. 1980 - an Percobaan penanaman cabe di lahan pasir oleh masyarakat. 1990 – an Beberapa petani mengikuti menanam cabe pada lahan pantai secara tradisional dengan mengandalkan air

hujan dan air sumur. 1995 Pemerintah menetapkan kawasan Bugel menjadi pusat pengembangan lahan pantai. 1995 – 2004 Penelitian dari Fakultas Kehutanan dan Fakultas Geografi UGM mengenai penahan angina (wind barrier)

dengan cemara udang. 1998 – 2000 Dilakukan perencanaan pengembangan Jaringan Irigasi Lahan Pantai oleh Proyek Irigasi Andalan DIY. 2002 Penelitian teknologi tepat guna pengolahan lahan pasir Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2002 Pengembangan konsep terpadu antara pertanian lahan pasir dan pengembangan sektor peternakan. 2003 Lapan bekersama dengan pemkab Bantul mengembangkan kincir angin di Sistem Irigasi lahan pantai

Pandansimo 1998 – 2006 Pembangunan pengembangan jaringan irigasi lahan pantai oleh Proyek Irigasi Andalan DIY. 2006 Sebagian besar lahan pasir menjadi lahan produktif untuk bercocok tanam dan ternak, seperti cabe merah,

bawang merah, semangka, terong, selada keriting, sawi sendok (pak choy), buah naga (dragon fruit), jeruk, sapi potong dan ayam, baik ayam ras maupun bukan ras (buras)

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran serta pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan system irigasi lahan pantai ini adalah sebagai berikut : 1) Pengembangan lahan berpasir di pantai pesisir

Selatan DIY untuk budidaya pertanian dengan teknologi bak renteng telah berhasil mengubah lahan marjinal yang tandus menjadi lahan pertanian yang produktif.

2) Pengembangan lahan pantai untuk budidaya pertanian dengan teknologi bak renteng merupakan salah satu bentuk kearifan lokal dalam konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

3) Pengembangan lahan pantai dengan irigasi bak renteng memperlihatkan adanya keterpaduan berbagai sektor, antara lain, sektor kehutanan berupa pembuatan tanggul angin dengan tanaman cemara udang, sektor pertanian dengan pembinaan budidaya pertanian, sektor peternakan dengan budidaya ternak untuk mendukung pupuk kandang, sektor Pekerjaan Umum dengan penyediaan sarana dan prasarana irigasi dan jalan.

4) Pengembangan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah sektor pariwisata (agrowisata) dan sektor perdagangan untuk pemasaran hasil pertanian dan mendatangkan investor.

5) Model pengembangan lahan pantai untuk budidaya pertanian sangat berpotensi untuk

dikembangkan di wilayah lain, mengingat potensi pesisir di Indonesia cukup besar.

6) Pengembangan lahan pantai untuk budidaya pertanian di wilayah lain memerlukan adanya kajian dan penelaahan yang cermat terkait karakteristik dan kondisi fisik, sosial ekonomi, lingkungan dan budaya setempat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 2005, Sistem Irigasi Lahan Berpasir di

Pantai Selatan Propinsi DIY (leaflet), Satuan Kerja Sementara Irigasi Andalan Yogyakarta.

2. Anonim, 2004, Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembangunan dan Rehabiltasi Jaringan Irigasi, Proyek Irigasi Andalan DIY.

3. Anonim, 2000, Final System Planning Jaringan Irigasi Lahan Pantai, Proyek Irigasi DIY.

4. Anonim, 2000, Analisa Ekonomi Jaringan Irigasi Lahan Pantai, Proyek Irigasi DIY.

5. Anonim, 2000, Pedoman O & P Jaringan Irigasi Lahan Pantai, Proyek Irigasi DIY.

6. Anonim, 2000, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pantai Selatan Kulon Progo, Sub Dinas Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi DIY.

7. Anonim, 1999, Final System Planning, Study dan Design Jaringan Irigasi Pantai Samas – Pandansimo, Proyek Irigasi DIY.

Page 78: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 350

Page 79: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

I

P

d

d

St s

t

----

T

aa 2

s

3

ISBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmiah

Aplika

1. PENDAHUL Latar BelakanDanau Tondan(DAS) Tondanmasyarakat di daya air di DASlistrik tenaga adan industri, w Seiring denbertambah, demasyarakat, yapemenuhan keSementara itu terdegradasi k Dengan demstrategi unggumeningkatnya mendatang. Untersebut, makakomputer DSSRiver Basin Sim Ruang LingkuRuang lingkup - Pengumpula- Elaborasi da- Kalibrasi dan- Pengkajian

pendayagun Maksud dan TTulisan ini dimmodel DSS-Rialternatif pendaair di DAS Ton 2. METODOLOMetode yang dsimulasi sistemmatematis DSS 3. HASIL KEGDari kajian simbeberapa hasi1. Untuk men

minum MKabima 3Manado 1

5616-4-8

Tahunan (PIT) HA

asi DSS-Rib

LUAN

ng no yang terletao merupakan s Kota Manado S Tondano ini

air, air baku untwisata, dan lainn

gan waktu, jumemikian pula tinang semuanyaebutuhan air ya air yang tersedualitasnya. mikian, maka plan agar kita da kebutuhan akantuk mengevala pada penelitiaS-Ribasim (Decmulation Mode

up penelitian ini a

an data sekundata untuk masun verifikasi mod

dampak naan sumber da

Tujuan aksudkan untubasim pada meayagunaan da

ndano – Sulawe

OGI digunakan dalam tata air dengaS-Ribasim dan

GIATAN DAN Bmulasi model DS

l sebagai beriknghadapi tahun

Manado 1.382,.000 liter/detik.000 liter/detik

ATHI ke-23, Man

basim Pada

Walu1) Puslitban

2) Dina

k di Daerah Alisumber kehidudan sekitarnyatelah didayagutuk rumah-tangnya. mlah pendudukngkat perekonoa ini membutuhang lebih banyadia jumlahnya t

perlu dirumuskaapat mengantisan air pada mauasi berbagai an ini digunakacision Support Sel).

adalah: der ukan model DSdel DSS dari berba

aya air

uk mengkaji peengevaluasi ben konservasi sesi Utara.

am penelitian inan menggunak

n Hymos.

BAHASAN SS-Ribasim ini

kut: n 2025 dengan,5 liter/detik, , pemeliharaank, dan pengem

ado 10-12 Nopem

a Pendayag

uyo Hatmoko 1g Sumber Daya A

as Pengelolaan Su

iran Sungai pan bagi

a. Sumber unakan untuk gga, perkotaan

k akan omian kan dukungan ak lagi. tetap bahkan

an berbagai sipasi

asa alternatif

an program System –

S

agai strateg

nerapan erbagai umber daya

ni adalah kan model

i diperoleh

n kebutuhan airair bersih ke

n aliran di kotambangan irigas

mber 2006

gunaan Sum

1) Pradah Dwi

Air, Badan Litbangumber Daya Air Su

i

r e a i

4i

2. Ajm-

-

-

3. Dm8km

Waluy

mber Daya

atmanta 2)

Pekerjaan Umumulawesi Utara

400 hektar mainfrastruktur baAkan tetapi jikjika terjadi kermengakibatkan- Kegagalan

hanya tahudibawah 80 p

- Penurunan ksukses 86 pe

- Sedikit penuuntuk Kota sukses 95 pe

Dengan upaymaka keandala86 persen keandalan pamantap yaitu s

Gambar 3

Gambar 4 Deb

yo Hatmoko, Pra

a Air di DAS

m

asih dapat dipearu. ka kelestarian rusakan DAS n hal-hal sebagpasokan air

un sukses 67persen. keandalan PLTersen urunan keandManado dan ersen. a pembangunan pasokan iritahun sukse

asokan air bselalu terpenuh

Sistem Tata A

bit rata-rata pa

adah Diwatman

S Tondano

enuhi tanpa me

DAS tidak dijapada tahun 2

gai berikut: irigasi Membe7 persen yan

TA menjadi ha

alan pasokan Kabima, menj

nan waduk Sgasi dapat pulsnya. Demik

baku menjadi i.

ir DAS Tondan

da base-case

nta

351

embangun

aga, maka 2025 akan

e menjadi ng masih

nya tahun

air baku jadi tahun

Sawangan, lih sampai

kian pula semakin

no

2025

Page 80: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

I

P

ISBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmiah

Gamba

Gambar 6

5616-4-8

Tahunan (PIT) HA

ar 5 Kalibrasi M

6 Perkiraan deb

ATHI ke-23, Man

Model di Tonsea

bit pada DAS y

ado 10-12 Nopem

a-Lama

yang rusak

mber 2006

4. KEKesiDengDanaTondkonsSawa SaraDisarmemperlu DAFT1. R

MD

2. SPKD

3. WSJ

Waluy

ESIMPULAN Dmpulan

gan upaya konsau Tondano sadano dan sekitaervasi ini gagaangan.

an rankan untuk s

mantau kondisi u tidaknya wadu

TAR PUSTAKRayakonsul PTManado dan sDaya Air, JakaSudono et al,Pemanfaatan Konservasi SuDaya Air, DepaWiratman et Sumber DayaJenderal Sumb

yo Hatmoko, Pra

DAN SARAN

servasi sumbeaja ternyata kebarnya dapat dipal, maka perlu d

selalu menjaga ketersediaan auk Sawangan d

KA T., 2005. Studisekitarnya. Direarta. , 2002. PenelDanau Tonda

umber Daya Aartemen Kimpr

al, 2004. Pa Air Wilayaber Daya Air, J

adah Diwatman

er daya air di DAbutuhan air di Dpenuhi. Jika updibangun wadu

kelestarian DAair untuk menendibangun.

i Daya Rusak Aektorat Jendera

litian Pola Opano dalam MAir, Puslitbangaswil, Bandung

Pedoman Perah Sungai, akarta.

nta

352

AS hulu DAS paya uk

AS, dan ntukan

Air di Kota al Sumber

perasi dan Menunjang g Sumber g. rencanaan Direktorat

Page 81: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

I

P

t

d

ydd

dta

s

d

SdS

t

d

ISBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmiah

M

Latar Belaka

Pulau terbesar di 13,2 km2, dKecamatan TDi pulau ini diantaranya Desa BehonDalako-BombKedua desapersiapan. Desa Byang didiami dan Sowangdalam memmenggunakandimasing-masterdapat bebairnya sangat Saat ibeberapa fasPuskesmas Rumah Dinasstay yang mPerikanan ddengan DepaPemerintah Sangihe gunadaerah PariwSalah satu masyarakat masalah keteterlayani oleh

Pada pulau diantaranya muntuk pemekBatusaiki-Tala

5616-4-8

Tahunan (PIT) HA

Masalah da

A. K. T

ang Kahakitang kecamatan Tdimana dipul

Tatoareng. terdapat 3 merupakan ngan (Ibukobanehe, dan a terakhir

Behongan te oleh pendudg. Di desa

menuhi kebun bak pensing rumah. Sberapa sumut kecil. ni di Behon

silitas seperti Pembantu,

s Camat, sermerupakan prodan Kelautaartemen Buda

Daerah Ka pengemban

wisata Bahari. permasalaha

yang tinggaersediaan air h PDAM, seh

No.

ini terdapat merupakan dekaran yaitu Dako.

ATHI ke-23, Man

n Penangg

T. Dundu 1), Fr1), 3), 4) St

merupakan pTatoareng, delau ini terlet

desa dimanadesa persiap

ota KecamatDesa Batusini merupa

rdiri atas duduk yaitu Soa

Behongan utuhan airnynampungan Selain itu pulaur dangkal

ngan sedang Ruang Rawa

Rumah Dorta akan dibanogram dari Dan yang baya dan PariwKabupaten ngan daerah

an yang dial di pulau bersih. Daeraingga masyar

Tabel 1. Pro

Pulau

Kahakitang - Desa Behon- Desa Batusa- Desa Dalako

3 desa dimaesa yang telaDalako-Bemb

ado 10-12 Nopem

gulangan K

rangky Tomboaf pengajar Fak. T2) Staf pengajar P

pulau yang engan luas tak Ibukota

a dua desa pan yaitu : tan), Desa saiki-Taleko. akan desa

a kampung a Behongan masyarakat

ya dengan yang ada

a, di desa ini yang debit

g dibangun at Inap dari okter, dan ngun Home Departemen bekerjasama wisata serta

Kepulauan ini sebagai

alami oleh ini adalah

ah ini belum rakat hanya

oyeksi jumlah

20062,28

ngan 87aiki 61o 79

ana 2 desa ah diusulkan banehe dan

A.K.T. Dundu

mber 2006

risis Air Ba

okan 2), S. MoTeknik UniversitasPoliteknik Negeri M

memahujan Keberaadalahpendusumbedikaji. baku menghmusimkesulit

Pulau banyayaitu berjaukeselu

penduduk di

Jumlah6 2010 83 3,260 79 1,255 10 871 94 1,134

Sumbediketig- T- Su

u, Frangky Tomb

aku di Pula

nintja3), Peter s Sam Ratulangi Manado

anfaatkan susebagai air beadaan dan h pulau kecilkung kuran

er air, sehingg Selain itu duntuk air b

hadapi banyam kemarau dtan dalam me

Gambar 1.

Kahakitang k pendudukn2.088 jiwa han, sehingg

uruh desa dala

Pulau Kahakih penduduk (jiw

2015 2025,090 7,91,960 3,01,360 2,11,770 2,7

er air yang ga desa ini adTampungan aumur

bokan, S. Monintj

u Kahakita

K.B. Assa3)

mur gali daersih. kondisi pula

l merupakan ngnya keterga hal ini menari segi kual

bersih di pulak persoalandimana pend

endapatkan ai

Peta Pulau K

merupakan nya di kecadengan loka

ga sulit untuam satu syste

itang wa) 20 2025 947 12,409060 4,778124 3,316763 4,314

digunakan alah :

air hujan

ja, Peter K.B. Ass

ang

an tampunga

au tersebut salah satu sediaan su

njadi prioritas litas air, supllau-pulau ter

n khususnya duduk mengr bersih.

Kahakitang

pulau yang pamatan Tatoasi kampung k mengalirka

em jaringan.

9 8 6 4

oleh masya

sa

353

an air

yang faktor mber- untuk lai air rsebut

pada galami

paling areng yang

an air

arakat

Page 82: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

I

P

dsd

s

yd

ss

ISBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmiah

Gambar 2.

Di desa ini digunakan osamping rumdimensi sumu

Gambar 3

Di Lindonganbagian dari sumur yang pernah kehayang ada jugdigunakan unDiwilayah linmata air yangbanyak maskeberadaan msampai ke secara visua

190

5616-4-8

Tahunan (PIT) HA

Bak PenamSumur Dang

pula terdap

oleh masyarmah dari kapitur disajikan da

3. Dimensi SuKapitalau B

n/kampung SoDesa Behonmenurut info

abisan air waga sumur be

ntuk cuci. dongan Sowg mengalir (susyarakat tidamata air ini k

perkampungal memungk

120

2

cm

ATHI ke-23, Man

mpung Air kal

pat sumur yrakat yaitu talau Behongalam gambar

mur SampingBehongan

owang yang ngan terdapaormasi masyaalau musim erdekatan na

wang ini pulaungai kecil) yaak mengetahkarena aliran gan penduduinkan untuk

cm

200 cm

ado 10-12 Nopem

Hujan dan

yang sering terletak di

gan dengan 3.

g Rumah

merupakan at beberapa arakat tidak kering dan mun hanya

ditemukan ang bahkan

hui tentang airnya tidak uk, namun

digunakan

A.K.T. Dundu

mber 2006

sebagBehondikenapenguyang 600ml/terdapdiwilayini direDebit aadalahsumbe(gamb

Di KjumlahmasyaMahantempakampubahkaBatusaair kabersebHambaperumdiatas

u, Frangky Tomb

ai sumber angan (Behonal penduduk kuran debit sederhana /2,6 det atau

pat sumber yah yang dinaencanakan akair yang diukuh 600 ml/3,1 er air ini bbar 5.).

Gamba

Gamba

ampung Bah air mencukuarakat dari Pungetang serinat (gambar 3.ung yang ben merupakanaiki-Taleko, srena kampunbelahan taatan lain yan

mahan pendud bukit.

bokan, S. Monintj

ir baku bagi ngan dan So dengan nayang dilaku

didapatkan du 0,23 l/det.

air yang amai Lewa’e dkan dijadikan ur dengan cadetik atau 0,

berada pada

ar 4. Mata air

ar 5. Mata air L

atusaiki, menupi sehingga pulau lainnya sng datang 9.). Namun Tersebelahan n bagian darsangat sulit ung ini terletakanjung denng berada dduk masih ba

ja, Peter K.B. Ass

masyarakat wang). Daeraama Kele’e kan dengan debit air seTempat lain mengalir te

dimana pada lokasi perumra yang sede193 l/detik, n dataran re

Kele’e

Lewa’e

nurut masyapada musim kseperti Kalam

mengambil Taleko merupdengan Bat

i desa pementuk mendapk diatas bukingan Batui Batusaiki a

anyak yang b

sa

354

desa ah ini

Dari cara

ebesar yang

erletak lokasi

mahan. rhana amun

endah.

arakat kering a dan air di pakan tusaiki ekaran patkan it dan usaiki. adalah erada

Page 83: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 A.K.T. Dundu, Frangky Tombokan, S. Monintja, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 355

Gambar 6. Dimensi Sumur Depan Gereja GMIST Batusaiki

Konsep penanggulangan

Dari uraian di atas, dapat dirunuskan permasalahan yang ada serta konsep penanggulangan masalah yang disusun sebagai mana diuraikan dalam tabel 2. berikut ini :

Tabel 2. Konsep Penanggulangan Masalah Desa Kelebihan Kelemahan Alternatif Pemecahan Masalah

Behongan

Ibu kota Kecamatan Tatoareng

Memiliki lindongan/ kampung yang berjauhan dan tidak dalam satu daerah tangkapan air.

- Mengalirkan air dari Mata air Kele’e untuk melayani Behongan (Ibukota kecamatan) dan Sowang

- Membuat Bak Penampungan dan mengalirkan air dekat sumur yang berpotensi

- Pada daerah rencana pengembangan (Lewa’e) dibuatkan jaringan tersendiri dengan sumber mata air Lewa’e

Memiliki beberapa sumur sebagai sumber air

Bak Tangkapan Air Hujan sudah tua dan banyak yang kotor

Perumahan penduduk pada dataran rendah

Jarak dengan mata air Kele’e jauh kurang lebih 1,5 km.

Dalako- Bombanehe

Memiliki lindongan/kampung yang berjauhan dan tidak dalam satu daerah tangkapan air.

- Untuk daerah Makurese dan sekitarnya dibuatkan Bak Penampungan air, air dipompa dari sumur ke bak penampungan dan didistribusikan ke hydrant-hidrant

- Untuk Daerah Dalako dibuatkan Bak Penampungan Air Hujan yang dilengkapi dengan Water Treatment Plan dan sistim distribusi.

- Membuat WTP untuk setiap rumah atau tampungan air hujan yang ada guna meningkatkan kualitas air yang ada.

Hanya memiliki sumur sumber air hanya pada daerah Makurese dan Memaneke/Akuriang yang kualitas air masih diragukan

Bak Tangkapan Air Hujan sudah tua dan banyak yang kotor

Perumahan penduduk ada yang dibukit dan sumber air berada di tepi pantai.

Batusaiki-Taleko

Memiliki beberapa sumur sebagai sumber air

Memiliki lindongan/kampung yang berjauhan dan tidak dalam satu daerah tangkapan air.

- Dibuatkan Bak Penampungan air di ketinggian tertentu, air dipompa dari sumur ke bak penampungan dan didistribusikan ke hydrant-hidrant di Batusaiki dan Taleko.

- Untuk Daerah Taleko dapat dibuatkan Bak Penampungan Air Hujan yang dilengkapi dengan Water Treatment Plan

- Membuat WTP untuk setiap rumah atau tampungan air hujan yang ada guna meningkatkan kualitas air yang ada

Bak Tangkapan Air Hujan sudah tua dan banyak yang kotor

Beberapa perumahan penduduk berada dibukit.

Struktur tanah berbatu

172 cm

175 cm

170 cm

Page 84: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 A.K.T. Dundu, Frangky Tombokan, S. Monintja, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 356

KEBUTUHAN AIR Perhitungan kebutuhan air total penduduk di wilayah studi disajikan dalam tabel 3. Dan dari tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah kebutuhan air yang meningkat cukup signifikan sampai tahun

2025 di pulau Kahakitang. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang bertambah dengan pesat menyebabkan kebutuhan air penduduk untuk waktu ke depan menjadi meningkat pula.

Tabel 3. Volume total kebutuhan air di Pulau Kahakitang Tahun 2006, 2010, 2015, 2020 dan 2025

No. Pulau Volume total kebutuhan air penduduk (m3)

2006 2010 2015 2020 2025 1 Kahakitang 49,989 71,396 111,473 174,048 271,748 - Desa Behongan 19,249 27,491 42,924 67,018 104,639 - Desa Batusaiki 13,359 19,080 29,790 46,513 72,622 - Desa Dalako 17,381 24,824 38,759 60,517 94,487

Beberapa Alternatif Sistem Penyediaan Air Baku Dari masalah yang ada di lokasi studi, maka dapat diberikan beberapa alternative untuk pemecahannya yaitu : 1. Bangunan Akuifer Buatan Dan Simpanan Air Hujan (ABSAH) Bangunan ABSAH (Akuifer Buatan dan Simpanan Air Hujan) (gambar 7.) adalah bangunan penyediaan air baku mandiri yang terlepas dari sistem penyediaan air umum. Bangunan ini dibuat dengan memanfaatkan air hujan, yang dialirkan dari talang atap bangunan ke dalam akuifer atau lapisan air tanah buatan (yaitu kerikil, pasir, hancuran bata merah, arang, sedikit batugamping, pasir laut jika ada, ijuk dan bantalan-bantalan pasir), yang kemudian disimpan di dalam reservoir, dan merupakan modifikasi terhadap bangunan PAH (Penampung Air Hujan).

Gambar 7. Bangunan Akuifer Buatan dan Simpanan Air Hujan (ABSAH)

Bangunan penampung air hujan (PAH) saat ini masih berukuran kecil dengan kualitas air yang miskin mineral, dan kadang-kadang sering retak

akibat tidak adanya sistem pembasahan yang menerus terhadap bahan bangunannya. Dengan curah hujan yang tinggi dan dengan penguapan alami yang bisa ditiadakan untuk skala lokal, maka volume air hujan yang dikumpulkan bisa diperbesar asalkan bangunan penangkap air hujan yaitu atap bangunan luasnya juga diperbesar dan cukup memadai. Dalam bangunan ABSAH, ukuran resevoir penyimpan air hujan disesuaikan dengan melakukan perhitungan neraca hidrologi (mass curve analysis), dengan memperhatikan besar curah hujan dan luas atap bangunan. Kualitas air yang diperoleh bisa ditingkatkan mutunya, dan konstruksi bangunan dibuat tahan terhadap retakan. Bangunan ABSAH merupakan bangunan kombinasi yang terdiri dari: a. bak pemasukan air dengan penyaringan

bantalan air b. bak pengambilan air dengan penyaringan

bantalan pasir c. bak akuifer buatan yang berisi material

berupa pasir, pasir laut, kerikil, hancuran bata merah, arang, kapur dan bantalan pasir serta ijuk

d. bak penyimpan air atau reservoir. Fungsi masing-masing bagian bangunan kombinasi ini adalah sebagai berikut: a. fungsi akuifer buatan adalah sebagai filter

dan penambah mineral melalui kontak air dengan butiran material akuifer yang diusahakan selama mungkin, dengan memperpanjang waktu perlintasan air

b. fungsi bak penyimpan air adalah untuk menampung air yang lebih bersih dari air aslinya

Page 85: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

I

P

c

d

a

c

de

fg

a

d

ISBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmiah

c. fungsi memasbangunair metertamp

d. fungsi mengaberbagember berkapa

Lokasi yang pini antara laina. daerah b. daerah

di daegampin

c. pulau-pair atauyang ad

d. daerah e. daerah

dipakaiair meyang tin

f. daerah g. kelomp

puncakh. kelomp

sistem memadkerusak

i. kelomp“scatterdan mlainnya

Persyaratan ua. tersedia

seperti yang di

b. dimensperhitutampunhujan kdan kepemakaatau dterhadaBangun

dibuat tertutuBagian yang

5616-4-8

Tahunan (PIT) HA

bak pemassukan air yannan melalui tengalir melalpung di bak ta

bak pengambil air dai cara, m

dan keasitas kecil.

paling sesuai n: kering karena sulit air kare

erah lolos ang karst pulau kecil yau perlu penada berair asin da yang kual untuk kepe

engandung konggi) bergambut a

pok tempat tink bukit pok tempat tin

penyediaan adai atau yakan

pok tempat red” atau

masih banyaka.

umum peneraa bangunan atap bangui plester keda

si kolam penangan sepert

ngan dengan kali luas bangeluaran berupai. Faktor pendiperhitungkaap curah hujanan akuifer up, sehingga g boleh terbu

ATHI ke-23, Man

ukan air adng tertangkaptalang yang ui akuifer b

ampungan mbil air addengan me

misalnya meerekan atau

untuk bangun

a faktor iklim ena faktor geir seperti da

ang mengalamambahan air

an payau itas airnya rluan tertentuonsentrasi F

atau berawa nggal di daer

nggal di daerair tidak ada aang sering

tinggal yau terpenk lagi untuk

apan antara la penangkap nan atau lahp ampung didasi untuk des masukan begunan penangpa pengambilnguapan bolen berdasarkn

dan bak tidak terjadi uka hanya b

ado 10-12 Nopem

dalah untuk p oleh atap selanjutnya

buatan dan

alah untuk enggunakan enggunakan u pompa

nan ABSAH

eologi, yakni aerah batu

mi kesulitan dari sistem

tidak bisa u (misalnya e atau Mn

rah puncak-

rah di mana atau kurang mengalami

ng sangat ncar-pencar; k keperluan

ain: air hujan han miring,

sarkan atas sain waduk erupa curah gkap hujan, an air oleh

eh diabaikan kan persen

penampung penguapan. bagian bak

A.K.T. Dundu

mber 2006

pengadengadiangkrupa memupencekedala yang keperldilakukapabilasyarat rekayaair set pemela.

b.

c.

d. j

e.

Gam

u, Frangky Tomb

ambil air. Tan ukuran kat oleh satu

sehingga ngkinkan pemar masuk k

am tampungaUntuk daerahkualitas airnuan tertentu kan percampua dipakai sec kualitas air

asa percampuempat menurHal-hal yangiharaan bangselalu dilakukpada sekitar sekali, yakni ppembersihan lainnya sebaiselalu menikurangnya kelembaban karena terkenjika diperlupenguatan taselalu menguntuk memamengandung

mbar 8. InstalasOs

bokan, S. Monintj

Tutup berupayang mem

orang dan dtidak ada

masukan airkedalam akuifn.

h berair asin anya tidak bidan daerah

uran dengan cara langsunr bagi pemauran air dari trut perbandingg harus dipunan kombinakan pembersibangunan pepada akhir mu bantalan pknya dilakukanggalkan sis

3 mm agar bang

na panas sinaukan dilakuambahan ggunakan gasak makana yodium yang

si Pengolahan Asmosis (IPA-RO

ja, Peter K.B. Ass

a plat-plat mungkinkan

isusun sedema celah r lain atau bfer buatan ma

atau payau, disa dipakai bergambut, air setempat,g tidak mem

akai, dengan ampungan degan tertentu. perhastikan dasi ini antara han bantalanemasukan seusim kemarau

pasir pada ban 3 tahun sesa air sekuuntuk me

unan tidak ar matahari; ukan pengu

garam beryoan, jika air g cukup.

Air Payau ReveO)

sa

357

beton untuk

mikian yang

bahan aupun

aerah untuk dapat yang

menuhi cara engan

dalam lain: pasir

etahun u; bagian kali;

urang-enjaga

retak

uatan-

odium tidak

erse

Page 86: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 A.K.T. Dundu, Frangky Tombokan, S. Monintja, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 358

2. Instalasi Pengolahan Air Payau Reverse Osmosis(IPA-RO)

Untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut diperlukan penerapan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan kondisi sumber air baku, kondisi sosial, budaya, ekonomi dan SDM masyarakat setempat. Instalasi Pengolahan Air Payau dengan sistem Reverse Osmosis (IPA RO) merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. (gambar 8.). IPA-RO mempunyai ciri-ciri yang sangat khusus sebagai model pengolah air payau/asin yaitu: 1. Energi yang relatif hemat. Konsumsi energi

IPA RO relatif rendah untuk kapasitas kecil, yaitu sekitar antara 8 - 9 kWh untuk air baku dengan TDS 35.000 ppm dan 9 - 11 kWh untuk TDS 42.000 ppm (kapasitas produksi 10 - 20 m3/hari).

2. Hemat ruangan. Sebagai contoh, untuk IPA RO dengan kapasitas kecil (5 – 10 m3/hari), seluruh komponen sistem tersebut hanya membutuhkan luas ruangan sekitar 6 – 10 m2.

3. Mudah dalam pengoperasian karena pengendalian operasi terpusat pada satu panel yang kecil dan sederhana.

4. Kemudahan untuk menambah kapasitas. 5. Produksi airnya dapat langsung diminum,

tanpa dimasak dahulu. 6. IPA RO mudah dipindahkan ke lokasi lain

(ada yang terpasang dalam unit mobil RO atau kontainer).

7. Biaya produksi air minum bila dibandingkan dengan air mineral dalam kemasan adalah jauh lebih murah, yaitu sekitar Rp. 15,- per liter.

Meskipun IPA RO tersebut mempunyai banyak manfaat, akan tetapi dalam pengoperasiannya harus memperhatikan petunjuk operasi. Hal ini dimaksudkan agar sistem tersebut dapat digunakan secara baik dan awet. Di dalam pengelolaan IPA RO diperlukan biaya operasional dan perawatan. Biaya tersebut diperlukan antara lain untuk bahan kimia, bahan bakar, pengganti media penyaring, service komponen peralatan dan upah tenaga operator. 3. MENANGKAP, MENAMPUNG KEMUDIAN MENYALURKAN DENGAN JARINGAN PIPA

Metode ini dapat digunakan apabila sumber air tersedia seperti sungai, mata air atau sumur yang dapat dialirkan ke tempat tujuan.

Gambar 9. Skema Bangunan Sadap, Jaringan Pipa sampai ke Hidran

Kriteria Pemilihan Sistem Penyediaan Air Baku berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP) AHP ini digunakan sebagai dasar untuk memilih sistem penyediaan air baku yang akan digunakan berdasarkan kriteria pemilihan yang ditetapkan. Penjelasan secara lengkap tentang metode AHP disajikan sebagai berikut Prinsip kerja AHP adalah penyerderhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertim-bangan tersebut kemudian dilakukan _sintesa' untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan (goal) sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan 'akhirnya".alternatif.. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif,~yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons).- Dr T h o m a s L. Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan/pairwise, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria.

Page 87: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 A.K.T. Dundu, Frangky Tombokan, S. Monintja, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 359

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafts, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah.

Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang. Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Diagram berikut mempresentasikan keputusan untuk memilih agroindustri, dengan menggunakan AHP Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah bahan baku, pemasaran dan teknologi proses, beserta dengan subkriteria yang terkait dengan masing-masing kriteria tersebut. Alternatif yang tersedia dalam membuat keputusan terlihat pada level yang paling bawah. Kriteria yang digunakan dalam metode AHP untuk pemilihan alternatif dari beberapa sistem penyediaan air baku yang tersedia diuraikan sebagai berikut 1. Kriteria Fungsi 2. Kriteria Kesesuaian Lokasi 3. Kriteria Biaya 4. Kriteria Perawatan 5. Kriteria Kemudahan dalam pelaksanaan Sistem Penyediaan Air Baku Usulan Berdasarkan kondisi geografis serta langkah-langkah yang dijelaskan sebelumnya, maka alternatif Sistem Penyediaan Air Baku akan dijelaskan sebagai berikut : Di Pulau Kahakitang terdapat 3 desa yang terdiri dari 6 lindongan/kampung yang akan disediakan air yaitu :

1. Soa Behongan (Ibu kota Kecamatan Tatoareng)

Dari hasil AHP didapatkan score tertinggi pada IPA-RO yang mempunyai perbedaan sangat kecil dengan metode penampungan air hujan. Mengingat kampong ini sebagai ibukota kecamatan Tatoareng, maka akan dikombinasikan kedua metode yang mempunyai nilai tertinggi yaitu ABSAH dan IPA-RO sebagai usulan pemecahan masalah. 2. Sowang

1 Ketersediaan air 0,4917 0,3394 0,40685 0,505432 Kesesuaian Lokasi 0,2412 0,3326 0,20784 0,218593 Biaya 0,1306 0,0848 0,12374 0,093374 Perawatan 0,0958 0,1786 0,20867 0,129975 Kemudahan Pelaksanaan 0,0406 0,0646 0,0529 0,05265

ABSAH IPA - RO Jaringan PipaNo. Kriteria Bobot Score Score Score

Hasil AHP 0,2779 0,2885 0,3280 Dari score yang didapat, maka dilokasi ini akan digunakan Jaringan Pipa yaitu dengan menangkap di Mata air Kele’e dan mengalirkannya ke hidran-hidran di kampung Sowang. 3. Batusaiki

1 Ketersediaan air 0,4917 0,3394 0,40685 0,508042 Kesesuaian Lokasi 0,2412 0,3326 0,20784 0,228773 Biaya 0,1306 0,0848 0,12374 0,090814 Perawatan 0,0958 0,1786 0,20867 0,119985 Kemudahan Pelaksanaan 0,0406 0,0646 0,0529 0,0524

0,2779 0,2885 0,3305Hasil AHP

ABSAH IPA - RO Jaringan PipaNo. Kriteria Bobot Score Score Score

Dari score yang didapat, maka dilokasi ini akan digunakan Jaringan Pipa yaitu dengan memanfaatkan sumur yang ada, menampungnya pada reservoir dan mengalirkannya ke hidran-hidran di kampung Batusaiki. 4. Taleko

1 Ketersediaan air 0,4917 0,296 0,31595 0,29772 Kesesuaian Lokasi 0,2412 0,4051 0,23346 0,23793 Biaya 0,1306 0,0984 0,14946 0,16754 Perawatan 0,0958 0,1372 0,22858 0,20715 Kemudahan Pelaksanaan 0,0406 0,0632 0,07255 0,0898

Hasil AHP 0,2718 0,2560 0,2491

IPA - RO Jaringan PipaScore Score ScoreNo. Kriteria Bobot ABSAH

Dari score yang didapat, maka dilokasi ini akan digunakan Metode ABSAH yaitu dengan memanfaatkan atap gereja sebagai salah satu media penangkapan air hujan dan mengalirkannya ke hidran-hidran di kampung Taleko. 5. Dalako

1 Ketersediaan air 0,4917 0,296 0,31595 0,297662 Kesesuaian Lokasi 0,2412 0,4051 0,23346 0,237893 Biaya 0,1306 0,0984 0,14946 0,167494 Perawatan 0,0958 0,1372 0,22858 0,207125 Kemudahan Pelaksanaan 0,0406 0,0632 0,07255 0,08984

ABSAH IPA - RO Jaringan PipaNo. Kriteria Bobot Score Score Score

0,2718 0,2560 0,2491Hasil AHP

ABSAH IPA – RO Jaringan Pipa No Kriteria Bobot Score Score Score

1 Katersediaan Air 0,4917 0,4917 0,40685 0,23226 2 Kesesuaian Lokasi 0,2412 0,3326 0,20784 0,40904 3 Biaya 0,1306 0,0848 0,12374 0,14302 4 Perawatan 0,0958 0,1786 0,20867 0,14594 5 Kemudahan Pelaksanaan 0,0406 0,0646 0,0529 0,06974

Hasil AHP 0,2779 0,2885 0,2484

Page 88: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 A.K.T. Dundu, Frangky Tombokan, S. Monintja, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 360

Dari score yang didapat, maka dilokasi ini akan digunakan Metode ABSAH yaitu dengan memanfaatkan atap gereja sebagai salah satu media penangkapan air hujan dan mengalirkannya ke hidran-hidran di kampung Dalako. 6. Bombanehe

1 Ketersediaan air 0,4917 0,296 0,31595 0,297662 Kesesuaian Lokasi 0,2412 0,4051 0,23346 0,237893 Biaya 0,1306 0,0984 0,14946 0,167494 Perawatan 0,0958 0,1372 0,22858 0,207125 Kemudahan Pelaksanaan 0,0406 0,0632 0,07255 0,08984

Jaringan PipaScore

0,2718 0,2560 0,2491

ScoreIPA - ROBobot

Hasil AHP

ABSAHScoreNo. Kriteria

Dari score yang didapat, maka dilokasi ini akan digunakan Metode ABSAH yaitu dengan memanfaatkan atap gereja sebagai salah satu media penangkapan air hujan dan mengalirkannya ke hidran-hidran di kampung Bombanehe. Konsep desain awal Mengingat Pulau Kahakitang sebagian besar tidak terdapat air dengan kuantitas yang cukup,

maka desain awal digunakan beberapa asumsi sebagai berikut : 1. Penyediaan air untuk meningkatkan

ketersediaan air baik secara kualitas, maupun kuantitas

2. Sistem penyediaan air baku dibuat menurut lokasi/lindongan karena kampung-lampung yang ada saling berjauhan dan tidak dimungkinkan untuk membuatkan suatu sistem yang terpadu/terintegrasi.

3. Mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka konsep desain dibagi dalam 3 tahap yaitu Jangka Pendek, Jangka Menengah, dan Jangka Panjang yaitu pada tahun 2010, 2015, dan 2025.

4. Kombinasi sistem dimungkinkan. a. Konsep desain Jangka Pendek

Dari analisa kebutuhan air serta ketersediaan air, pada tahun 2010 direncanakan sebagai berikut :

Tabel 4. Tabel Konsep desain untuk Pulau Kahakitang tahun 2010

Dimana : KA/Hari : Kebutuhan air yang disuplai ke

hidran umum (30 l/orang/hari) KAM/Hari : Kebutuhan air untuk makan dan

minum SD : Air yang tersedia yaitu dari Bak

Penampungan air hujan dimasing-masing rumah.

SKBTH : Sisa kebutuhan air (KA/hari – SD)

SPAB : Sistem Penyediaan Air Baru (rencana) (m3/hari)

SKA : Sisa Kebutuhan Air (SPAB – SKBTH)

SKAM : Sisa Kebutuhan Air (SPAB – KAM/hari)

b. Konsep desain Jangka Menengah

Dari analisa kebutuhan air serta ketersediaan air pada tahun 2010, pada tahun 2015 direncanakan sebagai berikut :

Tabel 5. Tabel Konsep desain untuk Pulau Kahakitang tahun 2015

DESA/LINDONGAN KA/Hari KAM/Hari SD SKBTH SPAB SKA SKAM 1 2 3 4 5 6=5-4 7=5-2

Behongan 39,78 10,61 35,59 -4,19 5,00 0,81 -5,61 Sowang 19,01 5,07 13,19 -5,83 19,87 14,04 14,80 Batusaiki 25,30 6,75 17,55 -7,76 8,65 0,89 1,90 Taleko 15,50 4,13 13,95 -1,55 1,60 0,05 -2,53 Dalako 30,13 8,03 26,90 -3,24 3,40 0,16 -4,63 Bombanehe 22,96 6,12 20,53 -2,44 2,60 0,16 -3,52

KA/Hari KAM/Hari SD SKBTH SPAB SKA SKAM1 2 3 4=3-1 5 6=5-4 7=5-2

Behongan 25,48 6,79 17,67 -7,81 8,00 0,19 1,21Sowang 12,18 3,25 8,45 -3,73 19,87 16,14 16,62Batusaiki 16,21 4,32 11,24 -4,97 5,77 0,80 1,45Taleko 9,93 2,65 6,89 -3,04 3,20 0,16 0,55Dalako 19,30 5,15 13,38 -5,92 6,00 0,08 0,85Bombanehe 14,71 3,92 10,20 -4,51 4,60 0,09 0,68

DESA/LINDONGAN

Page 89: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 A.K.T. Dundu, Frangky Tombokan, S. Monintja, Peter K.B. Assa

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 361

c. Konsep desain Jangka Panjang

Dari analisa kebutuhan air serta ketersediaan air pada tahun 2015, maka pada tahun 2025 direncanakan sebagai berikut :

Tabel 6. Tabel Konsep desain untuk Pulau Kahakitang tahun 2025

DESA/LINDONGAN KA/Hari KAM/Hari SD SKBTH SPAB SKA SKAM 1 2 3 4 5 6=5-4 7=5-2

Behongan 96,99 25,86 67,26 -29,73 30,00 0,27 4,14 Sowang 46,35 12,36 42,86 -3,49 19,87 16,38 7,51 Batusaiki 61,69 16,45 57,04 -4,65 6,73 2,08 -9,72 Taleko 37,80 10,08 34,95 -2,85 3,00 0,15 -7,08 Dalako 73,45 19,59 67,92 -5,53 5,60 0,07 -13,99 Bombanehe 55,98 14,93 51,76 -4,22 4,40 0,18 -10,53

Dengan data-data tersebut, maka direncanakan system yang akan digunakan adalah sebagaimana dalam table berikut ini :

Tabel 7. Sistem Penyediaan Air Rencana

Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan : 1. Sistem Penyediaan dibagi dalam 3 tahap yaitu

Tahap Jangka Pendek, Jangka Menengah, dan jangka Panjang.

2. Behongan pada tahun awal dibangun IPA- RO dan nanti pada tahun 2025 dibangunkembali IPA-RO tambahan. Sowang mengingat sumber air dan pertambahan penduduk yang kecil sehingga dengan menggunakan mata air Kele’e dapat mencukupi hingga tahun 2025, Sedangkan untuk Batusaiki saat ini masih dapat menggunakan air dari sumur yang ada, namun pada tahun 2015 direncanakan menambah ABSAH dan tahun 2025 ditambah IPA-RO. Taleko, Dalako dan Bombanehe, karena berada di pebukitan, maka direncanakan dibuat ABSAH/PAH.

Saran Mengingat kebutuhan air yang sangat mendesak bagi masyarakat, maka sangat diharapkan

perhatian khusus dari pemerintah baik pusat maupun daerah serta jika ada pihak swasta yang akan berinvestasi dapat melakukannya karena Pulau Kahakitang layaknya suatu surga tanpa air. Daftar Pustaka 1. CV. Cahaya Konsultindo, 2005, Laporan Akhir

SID Air Baku Pulau Para, Kalama, Kahakitang, Mahangetang, dan Pulau Batunderang, Dinas Sumber Daya Air Propinsi Sulawesi Utara.

2. Supranto, Johannes., Riset Untuk Pengambilan Keputusan, cetakan pertama, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1988.

3. Taylor III, Bernard W., Djakman Chaerul D., Silvira Vita, Manajemen Sains – Edisi Indonesia, edisi keempat, Salemba Empat-Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd-Prentice Hall Inc., Jakarta.

BehonganSowangBatusaikiTalekoDalakoBombaneheMahangetang

Sistem Penyediaan Tambahan (2025)

+ IPA-RO

+ IPA-RO+ IPA-RO+ IPA-RO+ IPA-ROPAH/ABSAH

+ IPA RO

PAH/ABSAHPAH/ABSAHPAH/ABSAH

Sistem Penyediaan Tambahan (2015)

PAH/ABSAH

DARI SUMURPAH/ABSAHPAH/ABSAHPAH/ABSAH

DESA/LINDONGAN

IPA-RODARI MATA AIR

Sistem Penyediaan Rencana (2010)

Page 90: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 362

Page 91: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 363

Mitigasi TPA Sampah Kota Manado dan Dampak Lingkungan Terhadap

Sumberdaya Lahan Dan Air

Zetly E. Tamod Staf Pengajar Fakultas Pertanian UNSRAT Manado & Mahasiswa PPS PDIP UNIBRAW Malang

Abstrak

Masalah sampah tidak akan mencemari lingkungan (lahan dan air) manakalah sistem pengelolaan terpadu. Sumber, jumlah, macam bahan dan teknik pengelolaan merupakan satu sub sistem yang dapat diketahui. Penduduk sebagai sub sistem lain, berpengaruh terhadap jumlah sampah. Setiap hari dalam aktivitas penduduk dan industri menghasilkan sampah. Sampah kota Manado, merupakan bagian dari limbah padat dan perlu dilakukan pengolahan sebelum di bawa ke TPA. Komposisi sampah umumnya bermacam-macam, seperti kertas, plastik, kaca, karet, kain dan tanaman. Komposisi kimia sampah dapat berupa Fe, Pb, Cu, Na, Cl, N, berjenis-jenis senyawa organik dalam jumlah tinggi dan unsur-unsur berbahaya seperti Cd, Zn, Cr, Hg dan Ni. Hal ini berarti sampah perlu dikelola dan ditempatkan pada lokasi yang dampak negatifnya dapat diminimalisir. Artinya kebutuhan akan TPA menjadi satu keharusan sebagai salah satu fasilitas kota yang disediakan oleh pemerintah, tanpa “mengalpakan” faktor lingkungan sehingga tidak mencemari sumberdaya lahan dan air. Hasil penelitian pertengahan 2006 yang telah memberikan indikasi sumberdaya air di sekitar lokasi TPA tercemar (melewati baku mutu air berdasar PP No. 82 Tahun 2001), seperti untuk air pada dua contoh sumur yang mengandung Pb (0,1667 dan 0,2241), dan Cu (0,013 dan 0,018) dengan kandungan pada sungai Pb (0,1092 dan 0,2385), Cu (0,04 dan 0,10) memberi petunjuk bahwa upaya mitigasi sebagai upaya preventif dalam meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan perlu dilakukan untuk lokasi TPA. Artinya lokasi TPA dalam perencanaanya atau untuk keberlanjutan penggunaan dan pasca penggunaanya perlu dilakukan ukuran mitigasi mencakup ukuran perencanaan lokasi, ukuran teknis dan ukuran estetika dan ekologi.

Kata kunci : Mitigasi, TPA

PENDAHULUAN

Sampah, lahan dan air di perkotaan saling terkait dan sering menjadi sumber konflik. Sebagai sumberdaya, sampah, lahan dan air terkait dengan aktivitas manusia. Dalam upaya pengelolaannya sering terjadi benturan diantara sektor-sektor pembangunan yang memerlukannya. Kenyataan ini mengundang peluang adanya peningkatan kuantitas ataupun kualitas pencemaran lingkungan sebagai akibat rusaknya sumberdaya. bahkan semakin bertambah seiring meningkatnya aktivitas atau kegiatan yang berpotensi sebagai sumber-sumber pencemar.

Sampah merupakan salah satu sumber pencemar. Sampah sering identik sebagai sumber berbagai penyakit, pencemaran air tanah dan sungai, bau yang tak sedap, serta rusaknya estetika. Fenomena tersebut telah terjadi dan sangat merugikan kesehatan lingkungan. Akibatnya timbul konflik lingkungan baik antar penduduk maupun penduduk dengan pihak pengelola dan pemerintah. Contohnya penolakan di TPA Bojong, Bantar Gebang Bekasi, Pasir Sembung Cianjur, Sekoto Kediri, Sumompo dan Teling Manado (Koran Kompas 1 Juni 2004; Sinar Harapan 10 April 2004; Republika 6 April 2004; Pikiran Rakyat 2 September 2004; Jawa Post 4 April 2006 dan Harian lokal Komentar 28 Juni 2006).

Pertambahan jumlah penduduk baik melalui kelahiran dan migrasi masuk, makin memperparah konflik pemanfaatan sumberdaya. Soeriaatmadja (1997) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan penduduk akan menyebabkan peningkatan jumlah sampah, seiring dengan jumlah bahan pencemar lingkungan. Untuk kota Manado, laju pertambahan penduduk rata-rata 3,5% per tahun dengan aktivitas perekonomian kota yang pesat. Penelitian Dinas Kebersihan Kota Manado menunjukkan dari tahun 1990 penduduk hanya menghasilkan 1 liter sampah/orang/hari dan terus meningkat hingga 2,75 liter/orang/hari tahun 2001 dan sekarang telah melebihi 3 liter/orang/hari tahun. Sampah-sampah tersebut sebagian besar di bawah ke TPA tanpa ada perlakuan awal, sehingga di lokasi TPA lebih menimbulkan dampak pencemaran linkungan.

Sementara, penduduk menganggap bahwa adanya TPA di sekitar mereka akan menjadi bencana buruk akibat menurunnya kualitas lingkungan. Hal itu dipertegas oleh Yong dkk, (1996) seperti yang tampak pada Gambar 1, beberapa cara/peristiwa bagaimana sampah di TPA memberi dampak kepada manusia, sehingga dalam pembuangan sampah berbahaya dan tidak berbahaya di lokasi TPA perlu memperhatikan berbagai resiko. Sementara sampah setiap hari

Page 92: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 364

bertambah dan mempengaruhi kecepatan daya tampung TPA

Gambar 1. Skematik Perjalanan Kontaminan dari

Lokasi TPA dan Memberi Dampak Kepada Manusia (Yong dkk, 1996)

Penanganan sampah sesungguhnya harus

dikelola secara serius dan terpadu. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui tindakan mitigasi sebagai ukuran pertimbangan untuk menghindari, mengurangi dan jika mungkin memperbaiki efek yang kurang baik secara signifikan. Hal ini sesuai dengan program pemerintah tentang mitigasi penanggulangan bencana yang tertuang dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) dan disampaikan Presiden pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan 2006. Maskrey (1989) menilai mitigasi nantinya ditujukan kepada ukuran untuk meminimalisir kerusakan dan kekacauan pengaruh bahaya, sehingga dapat memperkecil besarnya bencana. Menurut Glasson et al. (2002), ukuran mitigasi dapat dilakukan melalui prosedur: pertama perencanaan lokasi; kedua ukuran teknis (antara lain proses pemilihan, pendaurulangan, perlakuan dan kontrol polusi) dan ketiga, estetika dan ukuran ekologi (antara lain desain, membuat taman dan menanam pohon, pengukuran untuk memelihara dan mencipta habitat alternatif). Maskrey (1989) menekankan bahwa ukuran mitigasi dapat berbeda jenisnya, seperti perlakuan fisik tetapi juga dapat berupa menyelamatkan suatu desain bangunan/lokasi

dengan peraturan serta dapat membahas penyebab yang mendasari kerentanan. Berdasar pada pemikiran tersebut, tulisan ini terfokus pada potret ukuran mitigasi TPA sampah kota Manado dan dampak linkungan terhadap sumberdaya lahan dan air.

DAMPAK PENCEMARAN AIR AKIBAT ADANYA TPA SAMPAH KOTA MANADO

Pada musim penghujan, di kota Manado sampah mencemari lingkungan. Saluran air sering tersumbat oleh sampah dan berakibat meluapnya air ke badan jalan. Di pihak lain, sampah yang dibawa ke TPA semakin menumpuk dan saat musim penghujan tiba, air lindi (leachate) yang mengandung bermacam-macam zat pencemar, meresap ke dalam tanah dan terbawa sampai ke air permukaan (sungai). Todd (1980) menilai bahwa air lindi berupa cairan kimiawi berkadar tinggi, mengandung unsur-unsur Fe, Pb, Cu, Na, Cl, Nitrogen dan berbagai senyawa organik. Unsur-unsur ini berasal dari dekomposisi kimia sampah. Menurut Freeze dan Cherry (1979) selain Fe, Pb, Cu, Na, Cl, N, dan senyawa organik air lindi sampah mengandung juga zat-zat berbahaya Cd, Zn, Cr, Hg dan Ni. Oleh karena itu, kualitas sumur penduduk di sekitar TPA perlu dikaji kelayakan untuk dikonsumsi. Hal ini perlu karena telah diketahui bahwa, jumlah air di Bumi adalah tetap = 1600 juta km3 atau 48 x 1045 mol H2O. Dalam bentuk kristal = 230 juta km3 dan berkurang 170 km3 setiap tahun. Air bebas di permukaan bumi = 1370 juta km3 setara dengan lapisan setebal 2700 m yang menutup seluruh permukaan bumi (510 juta km2) atau sedalam 3700 m seluruh laut dan lautan (374 juta km2). Jumlah total air bebas di bumi = 97,2 % adalah berupa air asin, (2,1 %) berupa salju atau es, (0,001 %) uap air, (0,6 %) air segar atau 8,2 juta km3 yang menyebar di daratan bumi (136 km2) dengan kedalaman tidak lebih dari 60 m. Jumlah 8,2 km3 air segar di bumi sebagian besar air tanah, sedangkan air sungai dan danau hanya 1,2 % nya saja. Setengah dari jumlah air tanah berada pada kedalaman lebih dari 800 m, berada di tanah yang jenuh dan seepage tidak lebih dari 0,6 %. Sirkulasi air pada daratan di bumi 105.000 km3/tahun, jadi untuk 8,2 juta km3 air segar diperlukan waktu 80 tahun.

Hasil pengamatan menunjukkan ketika kejadian banjir awal tahun 2006 di Kota Manado memperlihatkan beberapa sumur penduduk di sekitar lokasi TPA Sumompo tercemar oleh meluapnya air sungai yang membawa lindi ke dalam sumur (Tabel 1 dan 2).

Udara Disposal

Site

Biota darat dan perairan

Manusia

Soil, Ground

Air

inhalation

Ingestion

Evaporation

Ingestion

Direct contact

Leaching

Leaching, runoff

Deposition

Page 93: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 365

Tabel 1. Hasil Analisa Air Sungai dan Sumur Penduduk di Sekitar di TPA Sampah Kota Manado

No Variabel Satuan Baku Mutu Air PP No. 82 Tahun 2001

Hasil Analisa

Sungai 1 Sungai 2 Sumur 1 Sumur 2 1. Pb (timbal) Mg/l 0,03 0,1092 0,2385 0,1667 0,2241

2. Cu (tembaga) Mg/l 0,02 0,04 0,10 0,013 0,018

3. Cd (kadmium) Mg/l 0,01 ttd ttd ttd ttd

Tabel 2. Hasil Analisa Air Lindi di TPA Sampah Kota manado

No.

Variabel

Satuan

Baku Mutu (Kelas II PP No. 82 Tahun 2001)

Hasil Analisa

Sumber lindi Sampah Segar

Sumber lindi Sampah lama

I. Fisika 1. 2. 3.

Temperatur TDS** TSS**

oC Mg/l Mg/l

Dev 3 1000

50

24,3 3518 2100

24,5 3023 5400

II. Kimia Anorganik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Klorida* Besi* PH Sulfat* Kromium Val. 6 Flourida** Nitrat* Nitrit* BOD** COD** DO (NH3-N) ** Barium* Tembaga* Mangan* Air raksa (Hg) Seng (Zn) (Ca) ** (Mg) ** CaCO3) **

Mg/l Mg/l - Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l

- -

6 – 9 -

0,05 1,5 10

0,06 3 25 4 - -

0,02 -

0,002 0,05

- - -

11786 153 8,26 300 2,1

Overange 630 11

1700 5900 2,34

Overange 350 8,2 34

0,04 64

1500 960

4000

213 153 7,67 380 1,7

Overange 630 8,2

6300 19200 3,18

Overange 320 7,6

0,073 0,0011

43 1760 1056 4400

Sumber : Hasil analisa di Laboratorium BTKL-PPM ManadoKet : ** = Pengenceran 100 x ; * = Pengenceran 10 x Pada Tabel 1 dan 2 terlihat beberapa variable

telah memberikan indikasi sumberdaya air tercemar, seperti untuk air pada dua sumur yang dimaksud mengandung Pb (0,1667 dan 0,2241), dan Cu (0,013 dan 0,018) dengan kandungan pada sungai Pb (0,1092 dan 0,2385), Cu (0,04 dan 0,10) telah melewati baku mutu air berdasar PP No. 82 Tahun 2001.

Air yang mengandung bahan pencemar sangat beragam sifat dan komposisinya. Secara umum, mengandung pencemaran berupa bahan organik, logam-logam berat beracun seperti Cd, Ni, Hg, Cr dan sebagainya Sampah dapat menimbulkan pencemaran air permukaan dan air tanah oleh air hujan, menghasilkan lindi, di samping menyumbat saluran air dan got sehingga menimbulkan banjir.

Lindi (leachate) yang dimaksud merupakan cairan dari hasil penguraian sampah yang terbilas oleh adanya air, baik yang terkandung dalam sampah itu sendiri maupun dari luar sebagai rembesan air hujan atau air tanah. Dampak negatif secara signifikan terhadap air permukaan dan kualitas air tanah merupakan polusi yang disebabkan oleh Lindi (JICA, 1993). Karakteristik pencemar yang dimiliki lindi sangat tergantung pada karakteristik sampah hasil buangan. Kuantitas lindi dipengaruhi antara lain kadar air dalam sampah, evaporasi, curah hujan, dan rembesan air tanah, sedangkan kualitas lindi berhubungan erat dengan kadar BOD dan COD. Untuk kondisi di Indonesia didominasi oleh besarnya BOD dapat mencapai 50.000 ppm atau lebih (JICA, 1993). Hal ini potensial menimbulkan masalah pencemaran air

Page 94: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 366

secara serius dan dampaknya terhadap polusi air permukaan sulit untuk dikontrol.

Kondisi tercemarnya sumber air untuk keperluan sehari-hari dalam suatu lingkungan pemukiman mengakibatkan penurunan tingkat kesehatan penduduk. Tercemarnya air menunjukkan telah terjadi penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal. Artinya berbeda dengan kemurnian asal air tersebut. Air alamiah dan bahan partikulat yang berhubungan merupakan sistem elektrolit heterogen, rumit dan mengandung sejumlah besar spesies organik dan anorganik, tersebar di antara fase cair dan padat (Connel dan Miller 1995). Jika diteliti, sumber air di permukaan biasanya mengandung bahan-bahan logam terlarut seperti Na, Mg, Ca dan Fe dalam jumlah tinggi yang disebut sebagai air sadah. Air yang berasal dari air tanah sumur dalam relatif bebas dari polusi, karena air tersebut berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah.

Air tanah di sekitar lokasi TPA seperti pada Tabel 1 telah mengandung Pb dan Cu yang melewati ambang batas baku mutu air. Hal ini dikarenakan pengelolaan TPA yang tidak ramah lingkungan. TPA sampah kota Manado hingga saat ini masih menerapkan pola menghamparkan sampah di lahan terbuka tanpa melakukan penutupan dengan tanah (open dumping). Akibat penerapan pola ini, terjadi penurunan kualitas lingkungan yaitu bau busuk, suasana kotor, tumbuhnya berbagai parasit. Hal ini telah mengancam lingkungan dan menimbulkan keresahan masyarakat di sekitarnya, serta berdampak pula kepada para pengangkut sampah hingga melakukan aksi demo kepada Walikota Manado (Harian Jawa Post 4 April 2006). Fenomena ini menunjukkan bahwa sistem yang diterapkan di lokasi TPA Sumompo tidak layak lagi.

Berdasarkan rekomendasi konsultan Bank Dunia, TPA Sumompo sudah harus ditutup sejak tahun 1996 namun telah diperpanjang sampai dengan tahun 2000. Rekomendasi tersebut juga menyatakan pemindahan TPA Sumompo dan ditindaklanjuti dengan studi kelayakan pemilihan TPA baru yaitu di kelurahan Teling (sekarang Tingkulu). Pelaksanaan pemindahan TPA ternyata menimbulkan reaksi penolakan dari masyarakat sekitar lokasi, karena masyarakat tidak ingin wilayah mereka menjadi kotor seperti yang telah terjadi di TPA Sumompo. Kekawatiran lain dari masyarakat yaitu kualitas air tanah dan air permukaan akan merosot, di samping gangguan terhadap jalur transportasi sekitar akibat masuk-keluar armada sampah ke TPA dan turunnya harga tanah. Ini berarti, sangat sulit mencari lahan baru untuk pembuangan akhir, sementara membiarkan sampah dalam keadaan terbuka lebih lama mengancam kemerosotan lingkungan sekitar.

Fungsi yang paling penting dari sistem pengolahan sampah adalah pembuangan akhir. Sistem TPA yang modern, bukan hanya merupakan sebuah tempat penimbunan, tetapi lebih merupakan fasilitas modern dan dapat menghindari gangguan terhadap kesehatan masyarakat seperti tempat bersarangnya serangga dan tikus serta mengurangi pencemaran air tanah. Yong dkk (1996) menilai bahwa perwujudan kriteria lokasi TPA perlunya menjamin untuk penempatan fasilitas pembuangan potensial yang tidak akan: pertama, memiliki ancaman (langsung atau dimasa mendatang) kepada kesehatan masyarakat dan lingkungan, kedua mendegradasi lingkungan lokal langsung atau nilai sosial-ekonomi dan ketiga, mengganggu standar dan harapan masyarakat. Hal ini berarti, dalam pemilihan lokasi TPA sampah Kota Manado perlu adanya kesamaan pandangan atau kriteria yang jelas dalam menentukannya. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang seimbang baik dari ketersediaan lahan maupun faktor kelayakan fisik dan sosial masyarakat. Di samping itu perlu memperhitungkan bahwa permasalahan sampah tak lepas dari lahan tempat penampungan dan pembuangan/penimbunannya.

MITIGASI DAN PENILAIAN DAMPAK LINGKUNGAN

Mitchell (1997) menilai mitigasi dari konsep hirarkinya dalam meminimalisasi dampak. Konsep tersebut meliputi: menghindari dampak pada sumberdaya alam, mengurangi dampak pada sumber, mengurangi dampak di tempat tersebut, mengurangi dampak pada tempat yang terkena imbasnya, memperbaiki dampak, mengganti kerugian dengan setimpal, mengganti kerugian dengan alat lain dan meningkatkannya. Penelitian DETR (1997) yang dilaporkan Glasson et al. (2002), di Inggris telah memproyeksikan bahwa mitigasi terkait dengan Environmental Impact Assessments (EIA) dengan mempraktekan bermacam-macam cara. Namun, sering terlalu banyak penekanan pada ukuran fisik, dibanding dengan operasional atau kontrol manajemen. Artinya tidak ada perhatian pada dampak konstruksi dan dampak residu/sisa setelah mitigasi sehingga lingkungan mudah tercemar.

Sager (1995) menyatakan dalam pengambilan keputusan politik tidak terlepas dari Impact Assessment (IA). IA akan berhadapan dengan data, teknik, dan prosedur untuk membuat penilaian. Sementara berbagai hal yang dinilai, dapat mempengaruhi pilihan alternatif akhir dari perencanaan, dan hasil penilaian digunakan dalam proses pengambilan keputusan politis. Pengalaman di China seperti dilaporkan Bao, Lu dan Shang (2004) bahwa EIA telah diterapkan dan dijadikan suatu

Page 95: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 367

instrument penting untuk pengambilan keputusan di dalam merancang Negeri China dalam program "integrating of environment and development in decision-making (IEDD)". Ini berarti EIA telah menjadi suatu alat yang sangat penting dalam manajemen lingkungan, termasuk dapat diterapkan dalam penataan TPA yang telah memberi dampak pada lingkungan.

EIA dan Strategic Environmental Assessments (SEA) berperan dalam pengambilan keputusan yang transparan (Vanderhaegen dan Muro, 2005). Keputusan itu, tentang resiko lingkungan yang didasari pada kualitas dan reliabilitas data, termasuk memudahkan keikutsertaan publik. Kennett dan Perl (1995) menyatakan bahwa, apabila EIA dirancang dengan baik, maka dapat ditingkatkan ke mutu lingkungan, riset yang berorientasi pengembangan dan berperan untuk membangun kapasitas lingkungan. Terkait dengan mitigasi, EIA dipertimbangkan sesuai otoritas yang bertanggung jawab, untuk suatu proyek dan mendisain suatu kelanjutan program dengan memastikan implementasinya, termasuk dalam penanganan TPA..

Dipihak lain, upaya mitigasi terkait dengan perspektif hukum dan kebijakan publik. Kerusakan sumberdaya lahan dan air sebagai satu kesatuan sistem lingkungan hidup lebih dilihat sebagai akibat dari anutan politik hukum dan kebijakan pemerintah untuk mendukung pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Instrumen hukum (legal instrument) yang diproduk pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan (state law) selama kurun waktu tiga dekade terakhir ini cenderung memperlihatkan karakteristik bersifat eksploitatif, sentralistik, sektoral, represif, mengabaikan hak-hak masyarakat, dan mengingkari adanya kemajemukan hukum dalam komunitas-komunitas masyarakat. Rees (1995) menyatakan masyarakat sekarang haruslah disiapkan untuk merenungkan kemungkinan yang dapat terjadi akibat dari perubahan global. Hal itu harus ditunjang dengan mitigasi struktural (Paripurno, 2004). Wager et al. (2005) menekankan bahwa, untuk memperkecil resiko lingkungan diperlukan undang-undang perlindungan lingkungan di samping tindakan-tindakan yang mengarah pada manajemen sumberdaya dan proteksi lingkungan dalam pendauran ulang material sisa. Artinya, kualitas dari suatu keputusan tergantung dari kualitas pertimbangan penilaian panel. Namun dalam penilaian resiko, Colton (2000) menilai seharusnya dievaluasi masalah lingkungannya. Evaluasi yang dimaksud meliputi lingkungan masa lalu, sekarang dan praktek mendatang.

SSeemmeennttaarraa,, kkoonnfflliikk lingkungan telah menjadi salah satu isu global masa kini. Alasan pertama, kesadaran bahwa sumber daya alam adalah milik bersama dan ada berbagai faktor yang berupaya mengontrol, memanfaatkan dan mengelola sumberdaya tersebut. Kedua, kuantitas dan kualitas pemanfaatan sumberdaya alam sangat terbatas dan ketiga, selain terdapat sumberdaya alam yang dimiliki bersama, juga terdapat ancaman dan dihadapi bersama pula (Mas’oed, Mohtar dan Arfan (1992). Penyelesaian konflik lingkungan dapat ditempuh jalur hukum atau kesepakatan. Beberapa kasus yang diselesaikan melalui jalur hukum, menunjukkan bahwa kasus konflik lingkungan cenderung menjadi kasus perdata. Arti gampangnya, masalah lingkungan menjadi selesai apabila ganti rugi material dan immaterial sudah diberikan. Padahal jelas-jelas bahwa menurut Undang-undang lingkungan, tindakan menyebabkan lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup dituntut dengan hukuman pidana. Segi kriminologi, Budianta (2000) menyatakan bahwa, undang-undang yang menindak pencemar memberlakukan azas pembuktian terbalik. Artinya, penegak hukum tidak perlu menangkap pelanggarnya disertai dengan bukti. Tetapi pihak terdakwalah yang harus mampu membuktikan dirinya tidak bersalah. Moreno, Zamorano dan Szanto (2005) menekankan, penyelesaian konflik lingkungan harus sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Artinya harus melakukan suatu diagnosa karakteristik sistem dari lingkungan.

Konflik lingkungan dapat direduksi dengan melakukan pengurangan total risiko (total risk reduction). Pengurangan risiko total pada dasarnya menerapkan prinsip kehati-hatian pada setiap tahapan manajemen. Anonim (2004) menilai, ukuran meningkatkan kesiapsiagaan terjadinya bencana (resiko) lingkungan yaitu dengan pengembangan suatu sistem informasi bencana. Prinsip kehati-hatian dicermati dari setiap kegiatan yang berpotensi menjadi ancaman (hazard). Potensi ancaman terkait dengan keberadaan aset penghidupan dan jiwa manusia termasuk pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Ancaman tersebut perlahan-lahan maupun tiba-tiba akan berpotensi menjadi sebuah bencana (disaster), sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan lingkungan. Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif dari komponen ancaman (hazard). Fenomena alam dan atau buatan di satu pihak, dengan kerentanan (vulnerability) komunitas di pihak lain (Paripurno 2004). Siklus penanggulangan bencana perlu dilakukan secara utuh dan menyeluruh. Asumsinya, upaya pencegahan (prevention) terhadap munculnya dampak adalah perlakuan utama, maka perlu disusun save procedure dan kontrol terhadap kepatuhan perlakuan.

Page 96: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 368

Upaya mitigasi tersebut, perlu didukung dengan upaya kesiapsiagaan (preparedness). Kecenderungan selama ini upaya kesiapsiagaan tidak dilakukan oleh sumber pencemar. Dalam usaha kesiapsiagaan ini perlu dilakukan penguatan sistem peringatan dini (early warning system), yaitu upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi. Misalnya terjadi kenaikan kandungan unsur yang tidak diinginkan di sungai atau sumur di sekitar sumber ancaman. Dipihak lain, dalam mereduksi potensi konflik, dengan pendekatan zero waste. Nurlambang dan Kristiastomo (2001) menyatakan zero waste sebagai upaya mitigasi, mengacu dari konsep sistem ekologi yang memungkinkan tingkat efisiensi lebih tinggi. Waste yang terjadi dalam setiap mata rantai kegiatan pembangunan atau produksi dapat dikurangi. Akhirnya nilai produktifitas dari setiap kegiatan itu akan lebih tinggi. Zero waste telah dicanangkan oleh sejumlah negara maju di Eropa dengan melihat sebagai kebijakan tujuan pembangunan baru di antaranya, di ibukota Australia yaitu Canberra, di 12 kota Selandia Baru dan Amerika Serikat seperti kota California, Oregon dan Idaho (Nurlambang dan Kristiastomo, 2001). PENUTUP

Terkait dengan TPA sampah kota Manado sudah saatnya dipikirkan bagaimana mencegah atau mengendalikan sedini mungkin timbulnya dampak negatif merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi TPA.. Penanganan masalah TPA secara menyeluruh, baik melalui mengurangi dampak maupun menghilangkan penyebab, bukan pekerjaan yang sederhana. Para pelaku pekerja lingkungan perlu melakukan transformasi manajemen secara menyeluruh dan sinergis, baik secara struktural maupun proses. Secara teknis, pendekatan dapat dilakukan melalui ukuran mitigasi .mencakup pertama, ukuran perencanaan lokasi yang jelas. Kedua ukuran teknis yakni terkait dengan meminimalkan dampak lingkungan. Ketiga ukuran estetika dan ekologi yakni berkaitan dengan .keberlanjutan lokasi TPA dengan memperhatikan aspek kualitas lahan ekologis, kualitas lahan pengolahan. kualitas lahan konservasi, dan kualitas lahan perbaikan.

Walaupun pencegahan sudah dilakukan, sementara peluang adanya kejadian masih ada, maka perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi (mitigation) lanjutan dalam bentuk yang dapat dilakukan yakni: pertama mitigasi struktural berupa pembuatan infrastruktur pendorong minimalisasi dampak. Kedua mitigasi non struktural berupa penyusuan peraturan-peraturan, pengelolaan tata ruang dan pelatihan. Artinya mitigasi sebagai upaya untuk meminimalkan

dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Melalui upaya mitigasi, diharapkan masalah sumberdaya lahan dan air akibat adanya TPA diharapkan dapat diminimalkan dampaknya. Ukuran mitigasi memberi peluang timbulnya komunikasi antara pengembang dan otoritas perencana, di samping dapat pula mengurangi dampak yang lain sebagai hasil identifikasi efek samping. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim 2006. Walikota Dihadiahi Sampah. Koran

Jawa Post 4 April 2006 2. ______ 2006. Buruh Sampah Datangi Pemkot.

Koran Komentar 4 April 2006 3. ______ 2004. Bom waktu TPA Bantar Gebang.

Koran Sinar Harapan 10 April 2004 4. ______ 2004. Pemda DKI Pangil PT Patriot

Bekasi Bangkit. Koran Kompas 1Juni 2004 5. ______ 2004. Tragedi Tempat Pengolahan

Sampah Terpadu Bojong. Republika 6 Nopember l 2004

6. ______ 2004. Warga Tak Tahan Bau Busuk dan Lalat dari TPA Pasir Sembung. Pikiran Rakyat 2 September 2004

7. Bao C.; Y. Lu, and J. Shang. 2004. Framework and Operational Procedure for Implementing Strategic Environmental Assessment in China. J. Environmental Impact Assessment Review, 24 (1): 27-46.

8. Budianta, E. 2000. Menulis Pencemaran Air dan Udara untuk Kesehatan Masyarakat. Bahan Lokakarya Advokasi Lingkungan dan Kependudukan, Kerjasama CARE International-UNFPA-BAPEDAL dan Yayasan Mitra, Manado.

9. Colton, J.A. 2000. Toxicity-Extrapolation Models. In R. A. Pastorok; S.M. Bartell; S. Ferson, and L.R. Ginzburg, (ed.), proc. Ecological Modeling in Risk Assessment: Chemical Effects on Populations, Ecosystems, and Landscapes, EnvironetBase, Environmental Resources Online, Lewis Publishers-CRC Press.

10. Connel D.W dan J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, (terjemahan), UI Press, Jakarta.

11. Freeze, R.A. and J. A. Cherry. 1979. Groundwater. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

12. Glasson, J.; R. Therivel, and A. Chadwiick. 2002. Introduction to environmental impact assessment, 2nd edition, Spon press, London.

13. JICA, 1993. Japan International Cooperation Agency : The Study on the Solid Waste Management Improvement for Surabaya City in The Republic of Indonesia. Final Report Volume 3 dan 5, Suporting Report 1 (Master Plan). JICA and

Page 97: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Zetly E. Tamod

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 369

Ministry of Public Works Republic of Indonesia, Jakarta.

14. Kennett, S.A. and A. Perl. 1995. Environmental impact assessment of development-oriented research. J. Environmental Impact Assessment Review, 15 (4) : 341-360.

15. Maskrey, A. 1989. Disaster Mitigation A Community Based Approach. Developments Guidelines No. 3 Ed. Brian Pratt. Published Oxfam, Oxford.

16. Mas’oed ; Mohtar dan R.A. Arfani. 1992. Isue-Isue Global Masa Kini, Yogyakarta. PAU Studi Sosial UGM, Yogyakarta.

17. Misracor, V. and S.D. Pandey. 2005. Hazardous waste, impact on health and environment for development of better waste management strategies in future in India. Virtual j. of environmental sustainability 3 (5-6): 1-6

18. Mitchell, J. 1997. Mitigation in Environmental Assessment-Furthering Best Practise, environmental assessment 5/4 December.

19. Moreno, F.C.B.; M. Zamorano and M. Szanto. 2005. Environmental diagnosis methodology for municipal waste landfills. Int. J. of Integrated Waste Management, Science and Technology 25 (8): 768-779.

20. Nurlambang, T dan T. Kristiastomo. 2001. Pendekatan Zero Waste Management Sebagai Solusi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Bahan Seminar Kemitraan Pemda Kodya Depok dengan Kalangan Industri dan Masyarakat dalam Mengelola Limbah Lingkungan Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, Kerjasama Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI dan Pemda Depok.

21. Paripurno, E.T. 2004. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Dengan Penerapan Perspektif Manajemen Bencana Untuk Mereduksi Potensi Konflik. Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran, Yogyakarta.

22. Rees, W. E. 1995. Cumulative Environmental Assessment and Global Change. J. Environmental Impact Assessment Review, 15 (4): 295-309.

23. Sager, T. 1995. From Impact Assessment to Recommendation: How are the impact assessment results presented and used?. J. Environmental Impact Assessment Review 15 (4): 377-397.

24. Todd, D. K. 1980. Groundwater Hydrology. John Wiley and Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore.

25. Vanderhaegen, M and E. Muro. 2005. Contribution of a European Spatial Data Infrastructure to the Effectiveness of EIA and SEA Studies J. Environmental Impact Assessment Review 25 (2): 123-142.

26. Wager, P. A., M. Eugster, L.M. Hilty and C. Som. 2005. Smart Labels in Municipal Solid Waste - a Case for the Precautionary Principle?. J. Environmental Impact Assessment Review, 25 (5): 567-586

27. Yong, N R., A.M.O. Mohamed, B. P. Warkentin. Principles of Contaminant Transport in Soils. Elsevier Science B.V. Nederlands

Page 98: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 370

Page 99: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Surana

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 371

PPeemmaannffaaaattaann IInnffoorrmmaassii PPrraakkiirraaaann CCuuaaccaa DDaann IIkklliimm UUnnttuukk PPeennggeelloollaaaann SSuummbbeerrddaayyaa AAiirr YYaanngg LLeebbiihh BBaaiikk DDii PP.. LLoommbbookk

Surana

Profesional Utama SDA

Abstrak Variabilitas iklim seperti El Niño Osilasi Selatan (ENOS/ENSO) mempunyai korelasi yang kuat dengan kejadian kekeringan dan gagal panen hasil pertanian di lahan tadah hujan Pulau Lombok. Kuatnya pengaruh ENOS itu dapat dilihat dari kejadian kemarau panjang dan kekeringan tahun 1982/1983 dan 1997/1998. Lebih kurang 8400 ha tanaman padi mengalami kekeringan dan pada tahun 1997/1996 sebanyak 2000 ha diantaranya mengalami gagal panen (puso). Sampai saat ini dirasakan belum cukup strategi (dari pemerintah) untuk mengantisipasi dan mengatasi kekeringan yang disebabkan oleh fenomena tersebut. Walaupun ada beberapa kendala pengembangan teknologi prakiraan ilim, namun peluang untuk penerapan pemanfaatan informasi prakiraan iklim untuk pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, terutama di P. Lombok bagian selatan cukup significant. Keywords: El-Niňo Osilasi Selatan (ENOS), pengelolaan sumber daya air, prakiraan iklim, gagal panen, Lombok Selatan

I. LATAR BELAKANG Hamparan lahan pertanian di daerah kritis

Pulau Lombok bagian Selatan sebagian berjenis vertisol (lempung berat) dan bahasa lokalnya disebut tanah malit. Kharakteristik yang menonjol adalah retak-retak pada musim kering dan berlumpur pada musim penghujan

Curah hujan relatif rendah (di bawah 1000 mm/th), intensitas sangat bervariasi. Bulan hujan berkisar selama 3(tiga) bulan saja. Sering terjadinya kegagalan panen terutama disebabkan kekurangcukupan air pertanian.

Petani pada umumnya sedikit pengetahuannya tentang manfaat dari prakiraan cuaca dan iklim untuk keperluan pengambilan keputusan pada budidaya tanaman mereka.

Petani di wilayah Lombok pada umumnya adalah petani yang “melulu” untuk penghidupan (subsistent), mereka cenderung menanam padi jika mereka merasa air akan mencukupi untuk kebutuhan irigasi padi pada lahan sawahnya.

Banyak informasi cuaca dan iklim yang dihasilkan oleh BMG dan institusi lainnya yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani maupun institusi yang terkait dengan budidaya pertanian.

II. ISU GLOBAL

Fenomena Perubahan Iklim Global: ALAM dan lingkungan menurut penelitian mempunyai kecenderungan yang akan

selalu berubah, yang dalam beberpa hal berdampak “negatif” pada lingkungan idup dan kehidupan itu sendiri.

Kejadian bencana yang sering terjadi, hampir selalu “dikait-kaitkan” dengan perubahan iklim, seperti banjir bandang, kekeringan, kebakaran lahan dan properti lainnya, tanah longsor, bahkan gempa bumi dan tsunami. Hal ini perlu mendapat perhatian yang lebih saksama.

Pengetahuan manusia dalam memahami fenomena perubahan alam dan lingkungan hidup di satu hal terbatas; dan pada lain hal kemajuan teknologi informasi serta rekayasa teknis prakiraan dan penginderaan; Hal-hal tersbut perlu mendapat perhatian secara optimal.

Beberapa wilayah dengan kharakteristik tertentu, lingkungan hidupnya sangat rawan terhadap perubahan iklim, antara lain: menurunnya kualitas Daerah Aliran Sungai, berkurangnya jumlah dan debit mata air yang menjadi andalan hidup di sektor pertanian.

“Tidak terkendalinya” pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam, akan memicu perusakan terhadap sumberdaya.

III. BEBERAPA PENELITIAN YANG

DILAKSANAKAN: 1. Penelitian yang sudah dilaksanakan oleh

Universitas Mataram (UNRAM) berkolaborasi dengan Queensland Government Natural Resources and Mines lewat dana dari AUSAID lewat proyek ACIAR tentang: Capturing the

Page 100: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Surana

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 372

Benefits of Seasonal Climate Forecasts in Agricultural Management (1998 – 2002).

2. Penelitian serupa yang sedang dilaksanakan yang merupakan kolaborasi beberapa peneliti dari instansi: BMG, Dinas Pertanian, Dinas PU, UNRAM dan Queensland Government Natural Resources and Mines (merupakan lanjutan dari penelitian terdahulu) tentang: "Seasonal Climate Forecasting for Better Irrigation management System in Lombok' (2004 s/d 2007);

Hasil kedua penelitian tersebut mengindikasikan bahwa: ° Variabilitas iklim seperti El Niño Osilasi Selatan

(ENOS/ENSO) mempunyai korelasi yang kuat dengan kejadian kekeringan dan gagal panen hasil pertanian di lahan tadah hujan Pulau Lombok.

° Kuatnya pengaruh ENSO itu dapat dilihat dari kejadian kemarau panjang dan kekeringan tahun 1982/1983 dan 1997/1998; dengan dampak sekitar 8.400 ha tanaman padi mengalami kekeringan dan pada tahun 1997/1996 sebanyak 2000 ha diantaranya mengalami gagal panen (puso).

° Pengelolaan sumberdaya air perlu disesuaikan dengan ketersediaannya maupun kebutuhan optimal yang dikaitkan dengan hasil prakiraan iklim atas pengaruh/dampak ENSO. Selanjutnya dengan menghubungkan SOI dengan

kejadian hujan di beberapa stasiun curah hujan di Wilayah Lombok bagian selatan dapat disimpulkan: ° sifat hujan sepanjang Musim Tanam Pertama (MT

1) (November s/d Februari) dan sifat hujan bulanan yaitu Oktober, November dan Desember sebaiknya diprakirakan dengan menggunakan rata-rata SOI Juni sampai September,

° prakiraan curah hujan bulanan Oktober, November dan Desember dengan rata-rata SOI JJAS memperlihatkan kemampuan ramal (skill) yang tegas, dengan demikian prakiraan jatuhnya awal musim hujan (CH ≥180 mm per bulan) dapat dilakukan dengan baik,

° pada tahun El Niño awal musim hujan diprakirakan mundur 2 s/d 3 minggu, jatuh pada awal bulan Desember di Lombok bagian selatan. Sebaliknya pada tahun La Niña awal musim hujan dapat lebih awal 2 s/d 3 minggu juga hingga awal tanam jatuh pada awal pada akhir Oktober sampai dengan awal November.

Dalam kaitannya dengan rangkaian penelitian tersebut, juga dikembangkan beberapa MODEL antara lain: • IQQM (Integrated Quantity & Quality Model) yakni

komputer model atau model hidrologi yang memanfaatkan hubungan matematis untuk memrepresentasikan kondisi hidrologi dan manjemen sumberdaya air dalan wilayah sungai di Pulau Lombok Bagian Selatan. Dalam model ini

disimulasikan data aliran, operasi waduk/embung, kebutuhan air irigasi dan beberapa parameter lainnya.

• CROPPING dan LINEAR PROGRAMING MODEL, yang merupakan alat bantu untuk pengambilan keputusan komplek yang berkaitan dengan produksi dan budidaya tanam.

Namun demikian, sampai saat ini dirasakan belum cukup dan bahkan belum ada strategi yang signifikan (baik dari pemerintah maupun petani) untuk mengantisipasi dan mengatasi kekeringan yang disebabkan oleh fenomena tersebut, dan implementasi pola dan tata tanam belum dapat diaplikasikan di lapangan.

3. Penelitian lainnya adalah tentang Improve Soil

Management Of Rainfed Vertisols In West Nusa Tenggara Eastern Indonesia (2005-2006) yang juga merupakan kolaborasi penelitian antara UNRAM dengan Queensland Government Natural Resources and Mines; yang bertujuan pokok untuk “upaya peningkatan penghasillan petani melalui kenaikan hasil usaha tani padi dan palawija pada kondisi air yang terbatas. Dari penelitian ini diusulkan/direkomendasikan beberapa metode atau model pengelolaan pertanian dalam situasi keterbatasan sumberdaya air. Yakni dengan memanfaatkan air seefisien mungkin dengan cara menampung return flow (drainasi) pada embung lapangan, yang selanjutnya dimanfaatkan kembali.

4. Pengkajian peningkatan kinerja Pengelolaan Air di lahan WOC (Water Operation Centre - 2006) yang merupakan kegiatan dari Dinas Kimpraswil Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang merupakan kaji ulang atas penerapan pengelolaan sistem irigasi di lahan kritis Pulau Lombok bagian selatan.

IV. HAMBATAN DAN PELUANG 1. Beberapa keterbatasan untuk penerapan informasi

prakiraan cuaca dan iklim untuk manajement suberdaya air yang lebih baik, terutama di Pulau Lombok bagian selatan antara lain adalah sebagai berikut: ° Keterbatasan seri data pendukung untuk

pengembangan model prakiraan. Beberapa data hidrologi di stasium pengamat iklim dan stasiun curah hujan. Idealnya, untuk menghasilkan prakiraan ketersediaan air menurut iklim, diperlukan pengamatan data hidrologi yang panjang lebih dari 50 tahun. Ketersediaan catatan curah hujan harian pada beberapa stasiun pengamat hanya berkisar 5 – 10 tahun, sedang pencatatan data debit aliran sungai yang ada lebih terbatas lagi.

° Data dalam bentuk manual, dan belum sepenuhnya terdokumentasi secara

Page 101: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-1

Pertemuan Ilmia

elektbelum

° Sebaterfrabebeanggsuatumendtidak

2. Sedangkalain:

° Mulai tuuntuk meHasil wawbesar peingin tahubudidaya

° Teknologhasil dariNino danmusim dtepat aktanaman menguranpengaruh

° Beberapadan Hidsudah mlengkap d

V. STRAT

KEGIAStrategi yangditerapkannyapengelolaan s

MenyebIklim/Cuterkait petani).

Membapeminatdan me

Menyelestrategi pengelotanam, pengeloterutamoptimal dan pen

Untuk stratekhususnya pediperlukan keSelain itu jugmusim yang manajemen p

15616-4-8

ah Tahunan (PIT

tronik. Selain m sepenuhnyaagian besar juagmentasi paderapa kasus, gapan bahwa u “komoditdapatkannya

k mudah. an beberapa

mbuhnya keinengetahui tentwancara penu

etani berpendau tentang prak pertaniannya.

gi prakiraan yai fenomena ala

n La Nina) dandan iklim tertekurat, sehingg dan waktu ngi resiko kh iklim dapat dita institusi pengrometri (BMG

menghasilkan dan komplit.

TEGI PENERAATAN g dapat dijala informasi sumberdaya airbarluaskan uaca Musiman

dan stake ntu Petani Pent teknologi SCnerapkan teknoenggarakan s yang tepat daolaan sumberda

dan meolaan sumberda dalam peny dalam rangkangurangan resiegi perencanaengelolaan suterlibatan berb

ga perlu penge handal, keteppemasaran has

T) HATHI ke-23,

itu, akurasi daa reliabel. mlah dan jenis

da beberapa in ditengarai data adalahti”, sehingmemerlukan

peluang yang

nginan masyatang iklim da

ulis di Lapangaapat bahwa mekiraan iklim unt ng semakin baam (seperti dan ketersediaanentu dapat dipga dengan m

tanam yang kegagalan patekan. gelola data Ikl

G, Kimpraswiloutput data

APAN DAN

lankan untuik prakiraan

r antara lain: Teknologi

(SCF) pada holder lainny

ngelola Air (P3CF untuk lebihologi tersebut. survai untuk alam rangka peaya air dan pe

endesiminasikadaya air yangyusunan pola a efisiensi pemko kegagalan taan budidaya

umberdaya air bagai pihak (stetahuan teknolpatan waktu

sil pertanian.

Manado 10-12 N

ata yang ada

s data masih ntitusi. Dalam

masih ada h merupakan ga untuk upaya yang

ada, antara

arakat petani n variasinya. an: sebagian ereka sangat tuk keperluan

aik, sehingga ampak dari El n air menurut prediksi lebih memilih jenis

tepat akan anen akibat

lim, Hidrologi l, Pertanian)

yang lebih

FORMULASI

mendorong iklim untuk

Prakiraan institusi yang

ya (terutama

3A), terutama h memahami menemukan

engoptimalan nerapan pola

an strategi g lebih baik,

tanam yang manfaatan air tanam. a pertanian, yang baik, take holders). ogi prakiraan tanam, serta

Nopember 2006

VI.

hidup langkaalam sumbetersebpertan

cuaca yang ldipertimakin menunnyata di pula

teknolokegagayang pdi sekt DaeraSelata

G

KESIMPULANBumi berputaberubah. S

anya” sumber-dan lingkung

erdaya air peut, tanpa mengian. Penerapan p

dan iklim unebih baik di Pmbangkan, me baik, dannjukkan bahwapada ketersed

au Lombok. Dengan me

ogi prakiraanalan panen akpada akhirnya tor pertanian da

h Irigasi di Pran

Gambar 1. Infra

Gambar 2. Da

N DAN SARANar, fenomena aSehubungan -sumber air

gan hidup tererlu disesuaikgurangi peluan

pemanfaatan ntuk pengelolaulau Lombok bengingat teknon hasil pena fenomena Ediaan dan juml

enerapkan pen iklim yangibat pengaruh pendapatan mapat meningka

rovinsi NTB da

astruktur Sumb

aerah Irigasi Lo

Sur

373

N alam dan lingk

dengan “seakibat “perub

rsebut, pengean dengan kng peningkatan

informasi praaan sumberdabagian selatanologi prakiraannelitian semEl Niňo berdalah air (curah

engetahuan teg handal, Rcuaca dapat d

masyarakat, terat.

an P. Lombok

berdaya Air NT

ombok Selatan

rana

kungan emakin bahan” elolaan kondisi n hasil

akiraan ya air

n perlu n yang entara ampak hujan)

entang Resiko ditekan rutama

B

Page 102: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Surana

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 374

Skenario Pengelolaan Air Irigasi di Lombok Selatan (dari Aciar-Unram) Gambar 3. Sistem irigasi untuk efisiensi pengelolaan air.

Gambar 4. Sistem Penanaman dalam rangka efisiensi pengairan DAFTAR PUSTAKA 1. Abawi, Y. I Yasin, S. Dutta, T. Harris, M. Ma’shum,

D.McClymont, I. Amien dan R. Sayuti. 2002. Capturing The Benefit Of Seasonal Climate Forecast In Agricultural Management: Subproject 2- Water and Crop Management inIndonesia. Final Report to ACIAR. QCCA-DNRM. Toowoomba Australia.

2. Doorenbos, J dan W.O. Pruitt. 1977. Guidelines for predicting crop water requirements. FAO-ID No. 24. Rome. 144 p.

3. MottMcDonald dan Partners Asia (MMPA). 1985. West Nusa Tenggara Irrigation Study: Pandanduri – Swangi Pre-feasibility Report.

4. Surana. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Air di Lahan Kritis (Pemanfaatan Prakiraan Iklim di Pulau Lombok). Lokakarya Pertemuan Pendataan Dan Analisis Faktor Iklim, Dinas Pertanian Provinsi NTB, September 2006.

5. Yasin Ismail, Mansur Ma’shum dan Yahya Abawi. 2002. Impacts of ENSO Phenomenon on Water Resources and Crop Production in Lombok. Disampaikan di Seminar Nasional HITI V, Tanggal 25 May 2002 di Mataram.

6. Yasin Ismail, Mansur Ma’shum, Husni Idris and Yahya Abawi 2006. Aplikasi Prakiraan iklim Musiman Untuk Pertanian Lahan Tadah Hujan di Lombok. Aciar Workshop Bali, Maret 2006.

7. Wiryo Hamidjojo, Soeryadi 2005. Informasi Cuaca dan Iklim Kesesuaian. Seminar Sehari Hari Meteorologi Dunia ke-55. Jakarta Maret 2005.

Sistem Tradisionil (genangan penuh)

Sistem Tumpang(rise bed)

Embung

Pompa

Kelebihan air ditampung di saluran

120 cm

20 cm

10 m

10 cm

30 cm

Sistem tumpang kotak

Sistem tumpang ombak

150 cm

40 cm 10 cm

600 cm

5 cm 30 cm Outlet

buangan

Page 103: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Santosa Budihardjo, R.B. Sumarsono

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 375

Kajian Permasalahan Konservasi Daerah Tangkapan Air Waduk Jatigede

Santosa Budihardjo1) , R.B. Sumarsono2)

1)Induk Pelaksana Kegiatan PWS Cimanuk-Cisanggarung 2)PT. Mettana Engineering Consultant

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rencana Waduk Jatigede berada di Desa Jatigede Kulon, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Waduk serbaguna ini akan memberikan manfaat (benefit) yang besar kepada irigasi DI Rentang (di wilayah Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan kabupaten Cirebon), tenaga listrik, air baku, perikanan, pariwisata, rekreasi dan olahraga. Manfaat yang dihasilkan dari pengoperasian waduk tersebut juga akan diterima oleh Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut, antara lain dalam bentuk ”kompensasi biaya konservasi Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Jatigede”. DTA Waduk Jatigede (Sub-DAS Cimanuk Hulu) dengan tingkat erosi yang parah merupakan dilema bagi rencana keberadaan Waduk Jatigede. Erosi DTA Waduk Jatigede, berdasarkan pengukuran sedimen di sungai, adalah

:

Tahun Denudasi1952 0,6 mm/th1977 3,7 mm/th2000 4,98 mm/th2006 4,4 mm/th

Ruang Lingkup Ruang lingkup kajian ini mencakup mengenali orientasi petani dalam mengolah tanah di wilayah DTA Waduk Jatigede. dan upaya mengubahnya menjadi conservation-oriented farming system. Sasaran dan Manfaat Sasaran konservasi DAS Cimanuk Hulu agar half life time Waduk Jatigede mencapai 100 tahun seperti yang direncanakan, atau rata-rata tingkat erosi DAS Cimanuk tahun 2010 menjadi ≤ 3,75 mm/th. Upaya konservasi terpadu akan mendapatkan manfaat (benefit) yang optimal apabila dalam perlindungan dan pengamanan sistem konservasi tersebut terdapat waduk. Studi yang diselenggarakan di DAS Kabuyutan wilayah Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), seperti digambarkan dalam Gambar 1, membuktikan bahwa pernyataan tersebut benar. Keberadaan Waduk Serbaguna Jatigede akan meningkatkan manfaat konservasi Sub-DAS Cimanuk Hulu secara optimal.

Gambar 1. Benefit Konservasi Lahan dan Air di DTA Waduk Kabuyutan

PERMASALAHAN Geomorfologi Sub-DAS Cimanuk Hulu dikelompokkan menjadi tiga zona agro-ekologi, yaitu :

Zona Volkanik Hulu (dari Cikajang turun ke Leuwigoong). Gunung volkanik muda sampai ketinggian lebih tinggi dari 1.800 m, dengan tanah andosol yang dalam, subur, berdrainasi baik tetapi sangat mudah tererosi. Umumnya digunakan untuk tanaman-tanaman hortikultura intensitas tinggi yang ditanam di lereng-lereng bagian atas.

Zona Volkanik Tengah (Leles-Malangbong turun ke Wado). Tersusun terutama oleh gunung-gunung volkanik yang lebih tua, dengan beberapa batuan sedimen, dengan tanah latosol agak dalam sampai dalam, berdrainasi baik, dengan kesuburan yang kurang dibandingkan andosol.

Zona Volkanik Hilir. Lembah sungai Cimanuk di hilir Wado terbuka sebentar yang dipenuhi dengan tanaman padi, sebelum masuk ke lembah Jatigede yang sempit. Perbukitan yang mengelilingi sebagian besar kurang dari 750 m, dan membentuk batuan volkanik dan batuan sedimen yang berumur lebih tua.

Permasalahan Sediment delivery ratio dari erosi on-farm menuju alur sungai cukup rendah, akibatnya upaya pengendalian erosi yang telah dilaksanakan di lahan hasilnya tidak dapat segera diketahui, dengan demikian dampak pengendalian erosi itu sulit diukur. Sertifikasi kepemilikan lahan berkembang pesat (2000), akan tetapi petani di daerah Garut menghadapi

0 4 10 20 30

SOIL LOSS

(ton/tahun)

WAKTU (tahun)

TANPA REHABILITASI LAHAN (Aktual)

DENGAN REHABILITASI LAHAN (Aktual)

DENGAN REHABILITASI LAHAN PADA BENEFIT PENUH

TANPA REHABILITASI LAHAN, 320.000 m3/th

(Asumsi)

DENGAN REHABILITASI LAHAN, 100,000 m3/th (Asumsi)

SEDIMENTASI WADUK

BERKURANG 220.000 m3/th

Page 104: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Santosa Budihardjo, R.B. Sumarsono

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 376

hambatan besar berkaitan dengan surat jaminan status pengolah lahan, karena tanpa surat jaminan ini status pengolah dapat dipindah-tangankan dari satu petani kepada petani yang lain. Petani ladang rata-rata hanya memiliki lahan 0,25 – 0,33 ha, karena hal itu maka : mata pencaharian petani sangat tergantung pada tanah miliknya; tidak punya daya investasi; tidak dapat menggunakan sebagian dari petak tanahnya untuk ditanami rumput; tanpa sumber pendapatan yang lain, sangat sulit bagi petani untuk menggunakan lahannya menjadi hutan rakyat. Semakin banyak petani memiliki hewan ternak bukan jaminan, karena banyak petani mempunyai biri-biri yang diberi makan dikandangnya. Petani masih beranggapan bahwa : rumput dinilai sebagai milik bersama; rumput adalah sumber hama; rumput bermanfaat kurang optimal; sisa tanaman (mulsa) adalah pakan ternak bukan dijadikan pupuk; Permasalahan yang berkaitan dengan hortikultura antara lain : Penanaman sayur-sayuran secara intensif dilakukan di daerah endapan volkanik yang tebal dan subur (Kecamatan : Cisurupan, Cikajang, Cilaawi, Bayongbong, dan Samarang) dimana sebagian besar sudah menjadi milik ”orang luar”. Para petani sama sekali tak tertarik pada cara konservasi yang baik, karena para pemilik dan tengkulak ingin mendapatkan keuntungan jangka pendek yang besar dengan cara mengeksploitasi tanah pertanian sedemikian rupa agar hasilnya optimal. Para petani dan pemilik beranggapan bahwa hasil yang optimal tidak akan dicapai jika drainasenya tertahan; maka para petani membuat gulutan melintang tegak-lurus atau melintang diagonal kontur. Petani beranggapan bahwa erosi terjadi sesuai dengan keinginan mereka, yaitu bahwa tanah subur dan segar yang baru akan muncul dipermukaan. Pengendalian run-off di desa-desa sulit dilaksanakan karena : tidak ada manfaat atas investasi tenaga kerja yang telah diberikan; sumur resapan biasanya cepat tersumbat oleh sampah/kotoran. PEMECAHAN MASALAH Upaya pengendalian erosi on-farm yang paling efektif adalah menutup tebing jenjang penterasan dan kelerengan lahan terjal secara vegetatif, sejauh hal itu dapat diterima oleh petani (para pemiliknya), dan menahan dan atau mengendalikan erosi besar-besaran dan parit jurang (gully) serta longsoran tebing alur sungai secara sipil teknis. Untuk memecahkan hambatan status kepemilikan tanah, kuncinya berada di tangan pemilik lahan yang berstatus “orang luar”. Kebutuhan terbesar petani pemilik lahan sempit adalah ada subsidi dan bantuan, misalnya berupa hewan ternak; kecuali tersedia petak dengan ukuran luas yang cukup besar untuk dapat memenuhi persyaratan ditanami tanaman keras secara kontrak dan petani menjadi tenaga kerjanya.

Bantuan penyediaan hewan ternak (biasanya biri-biri) mungkin akan mendorong penanaman rumput di ujung-ujung teras dan jenjang/tebing teras, juga sebagai kontribusi kenaikan dan diversifikasi pendapatan. Upaya-upaya pemecahan erosi di daerah ladang hortikultura , antara lain adalah sebagai berikut : Konversi dengan sapi perah melalui sponsor perusahaan swasta; Upaya melalui peraturan perundang-undangan mungkin dapat mengatasi masalah, tetapi sulit untuk dipatuhi; Atas dasar alasan sosial-ekonomi (keamanan status penggarap, kecilnya luas kepemilikan tanah, rendahnya penghasilan dari tanah ladang), maka perlu upaya : memberi intensif kepada petani dalam membangun atau merawat/ memelihara bangunan-bangunan fisik on-site (saluran air limbah, bangunan terjunan, saluran pembuang, penambangan endapan kasar di kolam tampung checkdam, dan lain-lain), berapa pun nilai bangunan tersebut; menyediakan dana rutin untuk pemeliharaan bangunan fisik on-site tersebut; membangun bangunan pengendali run-off (air permukaan, air limbah, dan sedimen) di banyak lokasi sekitar 0,5 km dari garis pantai genangan waduk; Perlu investasi yang lebih besar untuk mengurangi jumlah sedimen secara sipil teknis dengan membangun : silt traps, gully plugs, dan checkdams. Secara vegetatif perlu diperkenalkan penanaman Vetiver (Akarwangi) untuk menanggulangi on-farm sheet erosion , bukan untuk dipanen; Untuk mendapatkan diversifikasi penghasilan petani, perlu diperkenalkan jenis tanaman baru yang cukup menjanjikan, termasuk penyediaan pasarnya, yaitu bunga; dengan persyaratan penanamannya dapat mengikuti kaidah-kaidah konservasi lahan dan air yang baik. KESIMPULAN DAN SARAN Conservation-oriented farming system akan dilaksanakan oleh petani apabila mendatangkan peningkatan penghasilan bagi mereka secara jangka panjang. Serahkan upaya vegetatif sepenuhnya kepada petani. Para birokrat sekedar berfungsi sebagai fasilitator dan motivator. Langkah awal upaya konservasi sebaiknya dimotivasi oleh birokrat melalui penciptaan peningkatan penghasilan petani jangka musiman secara mandiri. DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2

Tahun 2003 tentang RTRW Propinsi Jawa Barat.. 2. Robert J. Kodoatie, Roestam Sjarief. 2005.

Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Penerbit Andi. Yogyakarta.

3. Colenco Power Engineering Ltd, et..al. Jatigede Multipurpose Project, Project Implementation Preparation Review Study. 2000. Dept. PU. Jakarta..

Page 105: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 377

Penerapan Metoda Volume Hingga Cell Terpusat (Cell Center) Untuk Penyelesaian Problem Loncatan Hidrolik dan Problem Keruntuhan

Bendungan pada Sistem Grid tak Beraturan

Dantje Kardana Natakusumah1) dan Cholly Nuradil2) 1)Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung

2)Alumni Program Magister Teknik Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil ITB

Abstrak Paper ini membahas penerapan volume hingga bertipe sell terpusat pada sistem grid tidak beraturan (cell center finite volume scheme) untuk menyelesaikan persamaan Saint Venant (Shallow-water Equations). Skema metoda volume hingga yang digunakan,diusulkan oleh Jameson [1] untuk penyelesaian aliran non-viscous dengan gelombang kejut (shock wave) disekitar berbagai profil sayap pesawat (aerofoil). Untuk mengatasi osilasi numerik yang timbul digunakan disipasi numerik buatan yang. Model numerik ini digunakan pada aliran-aliran tunak dan tidak tunak dengan aliran subkritis dan superkritis serta simulasi loncatan hidrolik. Model numerik ini diselesaikan secara eksplisit, dimana diskritisasi ruang diselesaikan dengan metoda volume hingga bertipe sel terpusat (cell-center finite volume method) dan diskritisasi waktu digunakan metoda Runge-Kutta bertingkat banyak (multi-stage Runge-Kutta method). Untuk dua kasus pertama hasil model dibandingkan dengan perhitungan analitik. Untuk kasus keruntuhan bendungan dan aliran lurus denngan penghalang tidak dilakukan perbandingan hasil.

Kata Kunci: Metode Volume Hingga, Bendungan, Gelombang Kejut, Loncatan Hidrolik

1. Pendahuluan Dengan semakin meningkatnya tuntutan akan keamanan bendungan, pemodelan fenomena loncaran hidraulik (hydraulic jump) pada pelimpah dan masalah keruntuhan bendungan (dam break) semakin diperlukan untuk menilai keamanan bendungan. Banyak metoda numerik dapat digunakan dalam penyelesaian problem loncatan hidraulik dan keruntuhan bentungan, diantara metoda yang umum digunakan adalah Beda Hingga (Finite Difference Method), metoda Elemen Hingga (Finite Element Method) dan metoda Volume Hingga (Finite Volume Method) dan Volume of Fluid Methods (Lagrangian approach). Khusus untuk problem aliran, Metoda Volume Hingga mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan metoda Beda Hingga dan metoda Elemen Hingga. Ini demikian karena Metoda volume hingga pada dasarnya adalah metoda Elemen Hingga Galerkin yang diaplikasikan pada bentuk-bentuk persamaan konservatif dengan fungsi pemberat konstan. Akibatnya metoda Volume Hingga memiliki cara perhitungan yang relative sederhana seperti metoda perhitungan Beda Hingga, namum memiliki kepampuan untuk memodelkan bentuk-bentuk geometri aliran kompleks yang dimodelkan dengan sistem grid yang tak beraturan seperti yang biasa dilakukan pada metoda elemen hingga. Persamaan diferensial parsial hiperbolik mempunyai sifat khusus yang berbeda dengan persamaan diferensial parsial eliptik ataupun parabolik. Pada persamaan diferensial yang berbentuk eliptik dan parabolik, solusi yang diperoleh dapat dibuktikan secara analitis meskipun

kondisi awal atau kondisi batasnya tidak kontinu. Namun pada persamaan hiperbolik, sejumlah ketidak kontinuan pada kondisi awal dapat diteruskan menjadi ketidak kontinuan pada domain solusi.

Fenomena seperti ini membuat permodelan numerik menjadi lebih sulit, karena pada kebanyakan model numerik solusi yang dihasilkan diasumsikan menuruti suatu keteraturan. Asumsi inilah yang tidak dapat berlaku pada kasus-kasus ketidak kontinuan. Umumnya model-model tersebut akan menghasilkan osilasi pada saat ada diskontinuitas. Padahal dalam kejadian yang sebenarnya, osilasi tersebut tidak pernah terjadi.

Menurut studi literatur diperoleh informasi bahwa jenis skema upwinding memang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan skema beresolusi tinggi (high resolution scheme). Hal ini berarti derajat ketelitian yang lebih tinggi pula. Namun pemodelan numerik dengan skema upwinding ini relatif lebih sulit dibanding dengan skema lainnya. Salah satu kesulitannya, skema upwinding memerlukan informasi arah pergerakan gelombang dalam perhitungannya. Jika grid yang digunakan tidak \berstruktur, (unstructured grid) hal ini akan menambah kompleksitas dalam perumusannya. Selain itu, dari segi computational cost skema upwinding terasa cukup mahal bila untuk digunakan menyelesaikan permasalahan-permasalahan di bidang engineering. Terdapat bermacam-macam teknik yang telah

Page 106: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 378

dikembangkan oleh para peneliti guna menghilangkan/meredam osilasi tersebut. Cara paling umum digunakan adalah dengan menambahkan suatu artificial dissipation (dissipasi buatan) pada skema-skema high order guna menghilangkan osilasi yang tidak realistik. Untuk mengatasi osilasi numerik yang timbul digunakan disipasi numerik buatan yang diperkenalkan oleh Jameson, W. Schmidt, E. Turkel (1981). untuk penyelesaian aliran non-viscous dengan gelombang kejut disekitar berbagai profil sayap pesawat (aerofoil). 2. Persamaan Pengatur Persamaan hidrodinamika di perairan dangkal dirumuskan dengan sketsa definisi seperti ditunjukan pada Gambar-1. Persamaan hidrodinamika tersebut berawal dari hukum kekekalan massa yang akan menghasilkan persamaan dasar kontinuitas dan hukum gerak Newton yang akan menghasilkan persamaan dasar momentum. Selanjutnya dilakukan proses rata-rata terhadap waktu pada masing-masing persamaan untuk aliran turbulen, masih dalam bentuk persamaan tiga dimensi. Dengan menggunakan pengertian aliran di perairan dangkal, maka dilakukan proses rata-rata terhadap kedalaman untuk masing-masing persamaan, sehingga mengubah bentuk persamaan-persamaan tersebut dalam dua dimensi, hingga satu dimensi (Gambar-2).

Gambar 1 : Sketsa Perairan Dangkal

Gambar 2 : Distribusi Kecepatan

Persamaan perairan dangkal satu dimensi dikenal sebagai Persamaan Saint Venant, dapat dirumuskan dalam bentuk konservatif (conservative form). Untuk memudahkan proses diskritisasi, maka persamaan pengatur dapat dituliskan dalam notasi vektor sbb:

SGFW=

∂∂

+∂∂

+∂∂

yxt (1)

dimana Vektor variable konservatif W dapat dinyatakan sebagai

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

⎧=

VHUHH

W

komponen fluk vektor konvektif dinyatakan

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

⎧+=

UVHgHHU

UH2

212F

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

+=

2212 gHHV

UVHVH

G

Sedang vektor sumber (source terms)

( )( )⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

−−−−=

fyoy

fxox

SSgHSSgH

0S

pada persamaan diatas variable U dan V adalah komponen kecepatan dalam arah x dan y ; H = kedalaman aliran; g = percepatan gravitasi; So = kemiringan dasar dan Sf = gesekan dasar saluran yang dihitung dengan rumus empiris dari Manning sebagai berikut :

3/4

222

fx HVUUnS +

= (2.a)

3/4

222

fx HVUVnS +

= (2.b)

dimana n adalah koefisien kekasaran Manning 3. Metodologi Perhitungan

Ada banyak versi metoda Volume Hingga yang digunakan. Namun metoda volume hingga yang digunakan disini adalah Cell Center Finite Volume Scheme yang dikembangkan oleh Jameson, W. Schmidt, E. Turkel (1981). Prosesnya diskritisasi dengan metoda Volume Hingga tersebut dilakukan melalui tahapan sbb [8]. • Diskritisasi Ruang

Proses diskritisasi ruang dilakukan dengan membagi domain komputasi menjadi sel-sel yang tidak saling tumpang tindih yang dapat berbentuk persegi atau berbentuk segi tiga. Sel-sel tersebut di definisikan dengan koordinat- koordinat titik sudut sel serta hubungan suatu sel dengan sel disebelahnya melalui satu sisi yang saling berhubungan, sehingga membentuk matrik hubungan sisi sel.

Page 107: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 379

Gambar 3 : Sel utama pada interior domain komputasi

• Bentuk Integral Persamaan Pengatur

Persamaan (1) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana dengan memasukkan total flux vector H.

jirr

GFH += (3) Sehingga persamaan (1) menjadi :

SHW=⋅∇+

∂∂

t (4)

Persamaan (4) diintegrasikan pada sel volume kontrol Ω yang dibatasi oleh sisi sel ΓDengan menggunakan teorema Divergensi Gauss didapat :

∫∫∫∫∫ΩΓΩ

Ω=Γ⋅+Ω∂∂ dddt

SnHW (5)

dimana n adalah vektor normal arah keluar pembts Γ kontrol volume Ω. Dalam koordinat kartesian persamaan (5) dapat ditulis sbb :

( ) ∫∫∫∫∫ΩΓΩ

Ω=−+Ω∂∂ ddxdydt

SGFW (6)

• Bentuk Semi Diskrit Persamaan Pengatur Variabel-variabel aliran dalam vektor W berhubungan

dengan sel dan tidak dinyatakan secara ekplicit pada suatu titik di dalam sel. Untuk tujuan praktis, variabel aliran tersebut diyatakan pada titik pusat sel dan merupakan harga rata-rata dari variabel aliran pada satu sel. Untuk sel Ωk, harga rata-rata variabel aliran vektor Wk di definisikan sebagai :

∫∫Ω

Ω=k

dA1

kk WW (7)

Dimana Ak adalah luas sel Ωk yang dihitung dengan menggunakan trapezoidal rule,

( )( )∑=

++ −+≈M

1ii1ii1ik yyxx

21A (8)

dimana i adalah nomor titik sudut sel dan M adalah jumalh titik sudut yang membentuk sel tersebut. Dengan asumsi luas sel Ak tidak berubah terhadap waktu pendekatan

integral flux konvektif yang melintasi batas sisi sel dapat diuliskan dengan persamaan berikut :

( ) ( )∑∫=Γ

Δ−Δ≈−N

1iiiii xydxdy

k

GFGF (9)

persamaan (6) dapat ditulis sebagai berikut :

( ) kk

N

1iiiiikk Axy

tA SGFW =Δ−Δ+

∂∂ ∑

=

(10)

dimana i adalah nomor batas sisi sel, N adalah jumlah sisi yang membentuk satu sel volume kontrol. • Integrasi Flux Konvektif Untuk mengevaluasi komponen-komponen dari suku flux konvektif pada sisi sel volume kontrol, bergantung pada skema yang digunakan di lokasi dari variabel aliran dalam grid domain komputasi. Dengan merujuk pada Gambar (1), perhitungan kesetimbangan flux konvektif pada suatu sel dilakukan pengintegralan suku flux konvektif sepanjang sisi suatu sel (integral garis). Pendekatan integrasi flux konvektif seperti pada persamaan (9) dapat ditulis dalam bentuk sbb :

( ) ( )∑=

Δ−Δ=N

1iiiiik xyC GFW (11)

dimana i adalah nomor sisi sel, N adalah jumlah sisi yang membentuk sel k dan C(Wk) adalah operator konvektif yang menunjukan pendekatan diskrit kesetimbangan flux konvektif yang melalui semua batas sisi sel k. Dengan memperkenalkan kecepatan flux Qi untuk sisi ke-i dari suatu sel sebagai :

iiiii xvyuQ Δ−Δ= (12) maka operator konvektif untuk sel k dapat ditulis sebagai berikut :

( ) ∑=

⎟⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜⎜

Δ−

Δ1

+=N

1i

i2iiii

i2iiii

ii

k

xgH21HVQ

ygH2

HUQ

HQ

C W (13)

Dari persamaan (13), sudah jelas bahwa untuk menhitung operator konvektif C(Wk) harus dihitung terlebih dahulu variabel-variabel aliran pada sisi sel tersebut. Salah satu cara yang mudah untuk menghitung variabel aliran tersebut adalah dengan menggunakan harga rata-rata variabel aliran dari dua sel k dan sel l yang saling bersebelahan.

( )lki 21 WWW += (14)

Dengan mengakumulasikan kontribusi flux dari operator-operator konvektif dari setiap sisi sel, didapatkan total suku konvektif pada pusat sel. Persamaan (11) disubtitusikan ke persamaan (10)

Page 108: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 380

kita dapatkan persamaan diferensial biasa sebagai berikut :

( ) ( ) kkkkk ACt

A SWW =+∂∂ (15)

dimana C(Wk) adalah operator konvektif. • Disipasi Numerik Buatan

Pada persamaan (15) tidak mempunyai suku difusi yang berperan meredam osilasi secara alami pada saat terjadi loncatan hidrolik. Untuk meredam osilasi yang timbul dan memperoleh solusi tak cacat, persamaan (15) di tambahkan disipasi numerik buatan. Penambahan tersebut merubah persamaan (15) menjadi:

( ) ( ) ( ) kkkkkk ADCt

A SWWW =−+∂∂ (16)

dimana D(Wk) adalah operator disipasi numerik buatan. Dalam paper ini digunakan disipasi numerik buatan (artificial dissipation) yang mula-mula dikembangkan oleh Jameson dan Mavriplis [6, 7] untuk persamaan Euler pada grid segitiga tak-beraturan, dengan sedikit modifikasi dan penyetelan parameter, formulasi ini dapat digunakan pada bentuk grid apapun. Berdasarkan pendekatan tersebut, disipasi numerik buatan dibangun dengan menggabungkan operator Laplacian dan operator Biharmonic sebagai berikut : ( ) ( ) ( )k

4k

2k DDD WWW −= (17)

dengan

( ) ( )∑=

−Δ

ε=N

1iki

ik

ikikk

2

tAD WWW (18)

( ) ( )∑=

−∇Δ

ε=N

1iki

2

ik

ik)2(k

4

tAD WWW (19)

dimana D2(Wk) dan D4(Wk) adalah operator disipatif Laplacian dan Biharmonic, Aik dan Δtik adalah luas rata-rata sel dan langkah waktu untuk kedua sel yang berhubungan dengan batas sisi sel k. Koefisein εik adalah koefisien adaptif yang berfungsi sebagai sensor perubahan kedalaman yang akan menghidupkan suku Laplacian pada daerah sekitar loncatan hidrolik dan di matikan pada daerah seragam Koefisien adaptif tersebut ditentukan dari harga salah satu besaran variabel aliran, dalam hal ini digunakan besaran kedalaman aliran sebagai berikut :

=

=

+

−ε=ε Np

1iki

Np

1iki

)1(ik

HH

HH (20)

dimana ε(1) adalah koefisien yang ditentukan secara empiris. Sebutan persamaannya adalah rata-rata kedalaman yang digunakan hanya untuk normalisasi saja. Jadi, εik pada dasarnya adalah sepenuhnya Lapacian dari kedalam.

Timbulnya loncatan kedalaman yang besar melalui suatu loncatan hidrolik memberikan efek switching yang diperlukan. Untuk tujuan praktis, suku disipasi Biharmonic

D4(Wk) didaerah loncatan hidrolik dapat menimbulkan ketidak stabilan, sehingga disipasi Biharmonik perlu dibatasi dengan cara mematikan operator Biharmonik pada daerah sekitar loncatan hidrolik. Semua itu dapat di penuhi dengan mensetting

( ) ( )( )ik22 ,0max ∈−∈=∈ (21)

Penggunaan persamaan (17) sebagai formula disipasi numerik buatan menghasilkan skema numerik berada dalam tingkat keakuratan berderajat dua pada seluruh medan aliran, kecuali pada daerah dekat gelombah kejut menjadi berada dalam tingkat keakuratan berderajat satu • Integrasi Waktu

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dikritisasi ruang dan penambahan disipasi numerik buatan merubah persamaan diferensial parsial pada persamaan (1) menjadi persamaan diferensial biasa sebagai berikut :

( ) ( ) kkk Rdtd SWW +−= k = 1, 2, …, N (22)

dimana N adalah jumlah sel total dan ( )kR W adalah total residu dari kesetimbangan flux konvektif yang melewati batas-batas sisi volume sel yang melingkupi volume sel k.

( ) ( ) ( )[ ]kkk

k DCA1R WWW −= (23)

Sistem persamaan (23) adalah sistem persamaan diferensial biasa yang dapat diselesaikan dengan berbagai metoda. Dalam paper ini akan diselesaikan dengan metoda eksplisit Runge-Kutta bertingkat tiga tingkat.:

( )

( ) ( ) ( )( )( ) ( ) ( )( )

( ) ( ) ( )( )( )mk

1nk

1mkkm

0k

mk

1kk2

0k

2k

0kk1

0k

1k

nk

0k

Rt

Rt

Rt

WW

WWW

WWW

WWW

WW

=

Δα−=

Δα−=

Δα−=

=

+

M (24)

dengan koefisien 0.16.06.0 321 =α=α=α

Perlu dicatat bahwa nilai operator konvektif dihitung pada setiap tahapan dalam langkah integrasi waktu, sementara operator disipasi buatan hanya dihitung pada tahap pertama. 4. Syarat Batas

Solusi numerik persamaan hidrodinamik pada perairan dangkal harus dihitung dalam domain aliran yang tertentu. Pemilihan kondisi batas yang tepat sangat diperlukan bagi program untuk mencapai kondisi konvergen dan akurat, serta

Page 109: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 381

sangat berpengaruh terhadap kecepatan pencapaian kondisi konvergen. Secara umum, kondisi batas dari domain aliran dibagi dalam dua katagori, pertama batas dinding dan kedua adalah batas aliran. Kondisi batas harus ditentukan untuk mendapatkan domain komputasi yang terbatas.

• Kondisi batas dinding

Syarat kondisi fisik aliran pada dinding saluran adalah aliran tidak dapat menembus permukaan dinding. Kondisi ini dapat dinyatakan dengan flux kecepatan normal aliran yang melintasi permukaan sama dengan nol atau secara matematis dapat ditulis sbb :

0Qw =⋅n (25) Dengan Qw = flux kecepatan normal pada permukaan dinding

saluran. n = vektor normal satuan.

Kondisi ini dapat dicapai dengan menambahkan kecepatan normal pada sel bayangan berlawanan terhadap komponen kecepatan normal pada volume sel sebenarnya (Gambar-3), dapat dinyatakan sebagai :

xnkx

nl nqnq ⋅−=⋅ (26.a)

ytky

tk nqnq ⋅−=⋅ (26.b)

Gambar 4. Sel bayangan di dinding saluran

Dimana indek k merupakan idek dari volume sel utama

dan indek l volume sel bayangan. Sehingga harga komponen kecepatan pada volume sel bayangan dapat dinyatakan

ykxnkl nvnqu ⋅+⋅−= (27.a)

ykxnkl nvnqv ⋅+⋅−= (27.b)

dimana

ul = kecepatan dalam arah-x pada volume sel bayangan. vl = kecepatan dalam arah-y pada volume sel bayangan.

Komponen kecepatan aliran dalam arah normal nkq

dan tangensial tkq pada volume sel k dapat didekati

dengan suatu pendekatan sebagai berikut :

ykxknk nvnuq ⋅+⋅= (28.a)

ykxktk tvtuq ⋅+⋅= (28.b)

Harga u dan v diambil dari sel k yang berada sangat dekat terhadap permukaan dinding saluran.

• Kondisi batas aliran Kondisi batas aliran digunakan metoda

ekstrapolasi untuk menentukan parameter-parameter aliran yang tidak diketahui. Metoda ekstrapolasi yang paling banyak digunakan adalah metoda Karakteristik.

Dalam metoda volume hingga tipe sel terpusat yang digunakan dalam paper ini, parameter-parameter aliran tidak secara explisit di tentukan pada suatu titik di dalam sel, dan parameter aliran tersebut merupakan harga rata-rata untuk seluruh luas sel, sehingga jika ukuran cell cukup besar cara sebetulnya kurang begitu akurat

Sampai saat ini penulis masih mecari metoda yang tepat digunakan pada kondisi syarat batas tersebut, terutama untuk kondisi batas aliran. Salah satu cara yang paing mudah adalah merubah skema perhitungan dari cell center menjadi cell Vertex (Cell vertex finite volume scheme). Usaha keaarah ini sekarang sedang dilakukan oleh penulis.

5. Hasil-hasil Pengujian Model Pada bagian ini ditampilkan hasil dari beberapa

penyelesaian masalah aliran pada perairan dangkal dengan menngunakan metoda volume hingga. Uji kasus yang dipilih merupakan uji kasus yang baik untuk pengujian persamaan perairan dangkal dua dimensi secara numerik.

Hasil-hasil pengujian di maksudkan untuk memperlihatkan kemampuan dari metoda volume hingga untuk mensimulasikan aliran dalam berbagai kondisi dan bentuk geometri aliran. Tingkat keakuratan hasil di ambil dengan membandingkan hasil yang didapat dengan hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

1) Saluran lurus sederhana (pasang surut)

Tujuan utama pengujian ini untuk menunjukan bahwa metoda perhitungan memenuhi syarat ketelitian ruang dan waktu. Ketelitian waktu (time accuracy) yang tinggi mutlak diperlukan untuk persoalan yang bersifat time dependent, seperti misalnya pada problem keruntuhan bendungan.

Dalam kasus analitik ini pengujian dilakukan pada saluran lurus dengan panjang 5000 meter dan lebar 1000 meter, saluran lurus yang dasar

Page 110: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

I

P

sy

s

s

a

a

ssf

yss

s

dy

ISBN: 978-979-15

Pertemuan Ilmia

salurannya datyang salah smenjadi 231 segiempat sep

Kondisi awsedalam 10 mpada bagian sair akibat pepasang surut 2

Untuk menakan dibandinuntuk saluran Michael Amiensaluran segiesalah satu ujufluktuasi muka

gcosh

gha

⎜⎜⎝

⎛ ω

−=η

ghLcos

au

⎜⎜⎝

⎛ ω=

Dimana L merata-rata (m), yang ditinjau. selama 48 jasimulasi progrpada Gambar setiap 6 jam Hasil perbadimenunjukan digunakan meyang baik.

(a) Sketsa sal

(b) Grid doma

(d) Pola aliran

5616-4-8

ah Tahunan (PIT)

tar dimana teratu ujungnya titik simpul d

perti tampak pawal pada kasusm, dan kecepat

aluran yang teengaruh pasan2.5 m dan periodapatkan perb

ngkan dengan segiempat. Mn (1990), penympat dengan ungnya tertutu air, dapat dihit

ghLsin

ghL

h⎜⎜⎝

⎛ ω

⎟⎟⎠

ghLsin ⎜

⎜⎝

⎛⎜⎝⎛ω

⎟⎟⎠

nyatakan panjg percepatan Secars numerm dan langkaram dengan p (4), memberik

ngan antara bahwa meto

miliki ketelitian

uran lurus sed

ain komputasi

n pada t = 12 ja

) HATHI ke-23, M

dapat pengarutertutup. Salu

dan membentuada Gambar (4 ini diambil kedtan u dan v noerbuka merupang surut, denode pasag surubandingan hasi penyelesaian

Menurut Zia Hoyelesaian anal kedalaman kup dan ujung tung dengan :

(cos1Lx

⎟⎟⎠

⎞⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

(sin1Lx

ω⎟⎟⎠

⎞⎟⎠⎞−

jang saluran (gravitasi, dan is program disah waktu Δt

pembagian sel an pola aliran y

solusi analitikoda volume n perhitungan r

derhana

am

Manado 10-12 No

uh pasang suruuran ini terbauk 200 eleme.2) berikut. dalaman air raol. Kondisi bataakan tinggi mukngan amplitudut 12 jam. il numeris, mak secara analitosseinipour daitis untuk kasukonstan diman

lainnya berup

( )tω

)tω

(m), h tinggi a x adalah loka

set untuk simul= 12 dt. Da elemen sepeyang diset untu

k dan numerhingga yan

ruang dan wak

opember 2006

ut. agi en

ata as ka do

ka tis an us na pa

air asi lai ari erti uk

rik ng ktu

(e)

(f)

(g)

2)

salumensudgamsalu8.95Gamhuluked

konbiladidaterhkedhidrsebpenkedsud

-3-2-2-1-1-00011223

Ele

vasi

H-H

0 ( m

)

-0

-0

-0

-0

-0

0

0

0

0

0

0

Kec

epat

an U

( m

/det

)

Dantje Kar

Pola aliran pa

Perbandingaperhitungan a

Perbandingperhitungan

Gambar 5

Loncatan hidJika aliran sup

uran yang mirnghasilkan lon

dut β dari awal mbar 3). Locatauran dengan ke5o dengan mesmbar-5. Kedalu saluran di dalaman dan 8.Dengan kondi

ndisi aliran suangan Foude apat sudut khadap sumbudalaman air rolik sebesar besar 7.848 nelitian Aleruddalaman, 7.95dut yang terjadi

3.02.52.01.51.00.50.00.51.01.52.02.53.0

0 3 6 9 12

Ax = 0 m Ax = 250

0.25

0.20

0.15

0.10

0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0 6 12

Ax = 0 m Ax = 2500 m

rdana Natakusum

ada t = 18 jam

an elevasi analitik dan nu

an kecepatn analitik dan

5 : Hasil Pengu

drolik bersuduper kritis di bering membentncatan hidrolik pembelokan dan hidrolik miriemiringan dindsh curvilinear 8laman dan kecbuat tetap s

.57 m/det untukisi aliran di huperkritis dapasebesar 2.75

kemiringan lonu x sebesarrata-rata di 1.502 m s

m/det. Semdo (1993) ad56 m/det unt (β) sebesar 3

15 18 21 24 27 3

Waktu t ( Jam )00 m Ax = 5000 m Nx = 0

18 24

Waktu t ( Jam )m Ax = 5000 m Nx = 0

mah, Cholly Nura

382

muka air umerik

an aliran numerik

ujian Analitik

ut miring elokkan oleh duk sudut θ , k yang membdinding saluraning ini dihitung

ding pembeloka80 X 60 seperticepatan aliran ebasar 1 m k kecepatan.

ulu seperti ini, t terpenuhi de

5. Dari Gambncatan hidrolir 30.16o, debelakang lon

serta kecepatamentara hasil

alah 1.5 m tuk kecepatan0o

30 33 36 39 42 45

0 m Nx = 2500 m Nx = 50

30 36 42

0 m Nx = 2500 m Nx =

adil

hasil

hasil

inding akan bentuk n (lihat g pada an θ = i pada pada untuk

maka engan bar 4 k (β) engan ncatan annya dari untuk

n dan

5 48

000 m

48

5000 m

Page 111: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 383

(a) Grid untuk Perhitungan

(b) Prespektif permukaan air

(b) Kontur kedalaman air

(b) Kontur kecepatan air

(d) Kontur bilangan Froude.

(c) Kedalaman dan kecepatan pada Y = 2 m

Gambar 6: Loncatan hidrolik miring 3) Model keruntuhan bendung sebagian

(partial Dam-Break) Model berikut ini adalah runtuhnya sebagian

dinding bendung (Partial Dam-Break) atau pintu air yang dibuka dengan cepat. Menurut Masayuki Fujihara dan Alistair G. L Borthwick [12] Dengan kondisi awal yang tidak kontinu memberikan kesulitan yang berarti bagi skema numerik yang digunakan. Kebanyakan skema numerik mengalami kegagalan dengan kondisi ini. Karena itulah maka uji model ini dilakukan, untuk mengetahui apakah skema numerik yang digunakan mampu menangani kondisi awal yang tidak kontinu tersebut.

Domain komputasi diasumsikan sebauh kanal dengan panjang 200 m dan lebar 200 m serta pemutusan bendung yang tidak simetris dengan lebar 75 m dan tebal bendung 10 m. Untuk lebih jelasnya domain komputasi dapat dilihat pada gambar 15 berikut. Dalam model ini digunakan kemiringan dasar saluran So = 0.01 serta koefisien kekasaran Manning n = 0,025. Kondisi awal berupa kedalaman air yang berbeda antara di hulu dan di hilir bendung, yaitu sebesar 10 m di hulu bendung dan 5 m di hilir bendung (lihat Gambar 16). Mesh domain komputasi berbentuk bujur sangkar berukuran 5 x 5 sehingga memiliki 1574 elemen dengan 1681 titik simpul. Simulasi perhitungan dilakukan selama 7,2 det dengan selang waktu Δt = 0,01 det. Hasil simulasi dapat dilihat pada gambar-6 berikut Dari hasil tersebut dapat dimpulkan bahwa metoda volume hingga yang digunakan memiliki ketelitian perhitungan ruang dan waktu yang baik dan cukup stabil untuk memodelkan problem keruntuhan bendung sebagian (partial Dam-Break)

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Jarak X (m)

Ked

alam

an (m

)

7.6

7.8

8

8.2

8.4

8.6

8.8

Kec

epat

an (m

/det

)

Kedalaman Kecepatan

Page 112: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 384

(a) Grid untuk Perhitungan

(a) Distribusi kedalaman air (t = 0 det)

(a) Prespektif permukaan air (t = 1.8 s)

(b) Prespektif permukaan air (t = 3.6 s)

(c) Prespektif permukaan air (t = 7.2 s) Gambar 7. Prespektif permukaan air

4) Model saluran lurus dengan penghalang Kasus berikutnya yang akan diujicobakan terhadap

model numeris ini adalah suatu kasus aliran dimana terdapat suatu peghalang. Jenis-jenis penghalang yang sering dijumpai dalam kenyataan dilapangan antaralain :

pilar jembatan, tiang pancang kuda-kuda, groyne dan sebagainya. Dalam kasus ini terjadi penyempitan aliran yang tentunya akan berpengaruh terhadap kondisi aliran.

Untuk uji coba kasus ini dipilih kasus suatu aliran dengan groin dan suatu aliran dengan penghalang ditengahnya (pilar). Untuk semua kasus ini, diambil dimensi yang sama yaitu dengan panjang 60 m dan lebar saluran 20 m, yang terbagi menjadi 1281 titik simpul dan membentuk 2380 elemen untuk kedua kasus, dengan kondisi awal kedalaman air rata yaitu 0,5 m dan kecepatan awal nol serta koefisien kekasaran dasar saluran (koefisien Manning) diambil sebesar 0,025 dengan kemiringan dasar sebesar 0,01.

Simulasi dilakukan dengan mengambil selang waktu perhitungan sebesar 0,05 selama 72 menit. Pada gambar berikut ini ditampilkan mesh domain perhitungan yang digunakan.

Dari hasil simulasi kedua kasus diatas, diperoleh bahwa aliran cenderung bergerak ke arah bagian saluran yang bebas penghalang, dan pada bagian belakang penghalang terjadi pusaran air. Pada bagian ujung dari penghalang kecepatan alirannya besar sehingga sangat rawan terjadi gerusan di daerah tersebut. Pada bagian belakang penghalang kecepatan aliran kecil sehingga dimungkinkan terjadinya proses pengendapan dilokasi tersebut

Pada Gambar-7 diberikan grid, kontur dan profil muka air untuk kedua kasus aliran berpenghalang, sebagai penjelasan tambahan dari uraian tersebut diatas

(a) Grid untuk Perhitungan

Page 113: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 385

(b) Vektor Kecepatan

(c) Kontur Kedalaman

(d) Prespektif permukaan air

Gambar 8 : Saluran dengan penghalang

5. Kesimpulan Dari simulasi yang telah dilakukan dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Hasil simulasi secara keseluruhan memperlihatkan

bahwa program dengan metoda volume hingga bertipe sel terpusat dapat mensimulasikan aliran dengan baik walaupun dalam bentuk domain grid dengan struktur tak teratur.

2) Disipasi numerik buatan yang digunakan dalam skema numerik ini memberikan solusi yang cukup berarti, yang ditunjukkan dengan kemampuan program menangani harga awal yang tidak kontinu (studi kasus partial dam-break).

3) Pemakain metoda volume ingga eksplisit sangat dipengaruhi oleh selang waktu yang digunakan. Semakin besar selang waktu yang dipakai, maka kondisi menjadi tidak stabil dan sebaliknya apabila terlalu kecil akan menyebabkan waktu simulai yang lama.

6. Daftar Pustaka 1) Jameson, W. Schmidt, E. Turkel., 1981, “Numerical

Solutions of the Euler Equations by Finite Volume

Methods Using Runge-Kutta Time Stepping Scheme”, AIAA Paper, 81-1256.

2) Arpad Veress, 2003, “Incompressible Flow Solver by Means of Pseudo-Compressibility Method”, HEJ Manuscrip no.: ANM-030110-A.

3) A. J. Fletcher, 1990, “Computational Techniques for Fluid Dynamics”, Volume I, Springer-Verlag.

4) Hirsch, 1989, “Numerical Computation of Internal and External Flow”, Vol 1, Fundamentals of Numerical Discretization. Jhon Weley & Sons.

5) Hirsch. 1989, “Numerical Computation of Internal and External Flow”, Vol 2, Computational Methods for Inviscid and Viscous Flows. Jhon Weley & Sons.

6) J. Mavriplis, A. Jameson, 1990, “Multigrid Solution of the Navier-Stoke Equations on Triangular grids”, AIAA Journal, 28, No. 8, 1415-1425.

7) D. J. Mavriplis, 1990, “Accurate Multigrid Solution of the Euler Equations on Unstructured and Adaptive Meshes”, AIAA Journal, Vol 28, No 2, 213-221.

8) D. K. Natakusumah, 1992, “Finite Volume Solutions of The Two-dimensional Compressible Flow Equations on Structured, Unstructured and Hydrid Grids”, PhD Dissertation, Departement of Civil engineering, University of Wales, Swansea, United Kingdom.

9) H K Versteeg, W Malalasekera, 1995, “An Introduction to Computational Fluid Dynamics. The Finite Volume Method”, Person Prentice Hall.

10) Jhon D. Anderson, JR., 1995, “Computational Fluids Dynamics. The Basic With Applications”. McGraw-Hill.

11) K. Mahmood , V. Yevjevich, 1975, “Unsteady Flow in Open Channels”, Volume I. Water Resource Publications.

12) Mayasuki Fujihara, Alistair G. L. Borthwick., 2000, “Gudunov-Type Solution of Curvilinear Shallow-Water Equations”, Jurnal of Hidraulic Engineering, Vol 126, No 11, 827 – 836

13) M. E. Hubbard, “Multidimensional Slope Limiters for MUSCL-Type Finite Volume Scheme on Unstructured Grids”, Analysis Reports Department of Mathematics, University of Reading.

14) M. Hanif Chaudhry , 1993, “Open-Channel Flow”, Prentice Hall.

15) Randall J. Leveque, 2002, “Finite Volume Methods for Hyperbolic Problems”, Cambridge University Press.

16) Valiani A., Caleffi V., Zanni A., 1999, “Finite Volume Scheme for 2D Shallow-Water

Page 114: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Dantje Kardana Natakusumah, Cholly Nuradil

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 386

Equations. Application to a Flood Event in the Toce River”, Universita degli studi di Ferrara.

17) Valiani A., Caleffi V., Zanni A., 1999, “Finite Volume Scheme for 2D Shallow-Water Equations. Application

to the Malpasset Dam-Break”, Universita degli studi di Ferrara.

Page 115: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 387

Daya Rusak Gelombang Bangkitan Kapal Ship Generated Wave Damage

M. Efendi Saputra 1, Nur Yuwono 2 dan Nizam 3 1)Alumni Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Pantai Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

2)Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3)Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Abstract

Ships as a mode of inland water transportation system is widely used in Siak and other rivers. Ship is chosen as a mode of transportation because it is economical, oil saving, efficient and relatively comfortable. It also benefit the economy along the river zone. However, ships generate waves that could cause abrasion along the river bank. The wave generated by ship is affected by its sailing speed, distance to river bank, size and propeller speed. The aim of this research is to investigate ship-induced wave height from field measurement, laboratory observation and available theories based on pertinent variables. Measurement of ship generated wave for all types of ships (primary and secondary waves) in field was conducted at Siak river, Riau Province. Laboratory observation for primary ship wave was based on simulation using three of ship models with the same hull form but different sizes. For each model the following were observed: draft of vessel (Ds), water depth (d), wave height (Hs), distance of ship to wave height measurement (z) and ship sailing speed (Vs). The result shows the relation graphs between wave height divided by water depth (Hs/d) and Froude numbers (Fr ≤ 1), distance of ship to the wave height measurement divided by water depth (z/d) ratio, model test results compared to Havelock (with α1 coefficient = 1 ; α2 coefficient = 4) and Romisch, and field test. A big value of (z/d) ratio result in a small value of (Hs/d). Havelock graphs has the best fit (1) based on relation between resistance (R) and sailing speed (Vs) with Froude number (Fr ≤ 1) on restricted waterway range goes to sub critical velocity (Vs*). Graphs between (Hs/Bs) with Froude numbers (Fr ≤ 1) and distance of ship to wave height measurement divided by water depth (z/d) ratio have a wider range than Romisch’s, so it can be applied for lower speed. The field data presented Cargo/Container and Ferry express have to be averaged for high wave. The ship width (Bs) is a dominant variable of the ship wave height besides propeller speed. Based on the result the ship width (Bs) and (z/d) ratio determine the height of a ship wave besides water depth (d). Key words: inland-water transportation, ship waves and the ship width

PENDAHULUAN Masalah Gelombang Bangkitan Kapal

Sungai Siak adalah sungai yang cukup dalam di Indonesia dan terdalam di Propinsi Riau, merupakan sungai penting dengan karakteristik unik yang digunakan sebagai sarana transportasi air (Inland Water Transportation). Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Propinsi Riau tahun 2001, panjang total sungai Siak ± 572 km, potensi dapat dilayari ± 300 km dan yang dapat dilayari ± 261 km. Lebar rerata sungai Siak maksimum 100 m dan minimum 75 m. Kedalaman rerata di tengah 15 m dan di muara 5 m dengan kecepatan arusnya berkisar 4 m/dt. Jumlah dermaga angkutan sungai berjumlah 97 buah, pengusaha angkutan sungai berjumlah 41 unit dan rambu navigasi berjumlah 27 buah. Morfologi sungai Siak mempunyai bentuk tampang U dan V dengan belokan-belokan tajam (meander) di beberapa tempat terutama di daerah hulu di sekitar Pekanbaru serta di hilir kota Siak Sri Indrapura. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat

gambar peta alur sungai Siak beserta lokasi penelitian (research area) di halaman Lampiran I.

Keberadaan kapal sebagai alat/moda transportasi di sungai Siak yang saat ini paling dominan dan juga andalan dikarenakan prasarana jalan/transportasi darat sebagai penghubung antar wilayah kurang memadai. Sejak beroperasinya kapal besar (general cargo) untuk angkutan barang dengan berbagai jenis dan ukuran termasuk kapal cepat (ferry express) untuk angkutan penumpang sepuluh tahun ini (dari tahun 1991 sampai tahun 2001), hampir ± 35 meter lahan warga kiri dan kanan sungai terabrasi. Jelas bila kapal yang melewati perairan sungai Siak tersebut melaju dengan kecepatan tinggi, mengakibatkan terjadinya abrasi pada bibir tebing. Abrasi tersebut akan mengancam keberadaan perumahan warga di sepanjang tepi sungai Siak. Dampaknya adalah jarak rumah penduduk dengan tebing sungai akan semakin dekat dan rumah penduduk terancam rubuh bila tidak segera ditangani. Permasalahan dan problematika tersebut menjadi

Page 116: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 388

sorotan baik oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media massa, (Anonim, 2001). Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik gelombang bangkitan kapal di lapangan (gelombang primer dan gelombang sekunder kapal), gelombang model kapal di laboratorium (gelombang primer kapal) khususnya kapal-kapal yang ada di sungai Siak, yang digunakan sebagai sarana transportasi air (inland water transportation). Perbandingan besarnya gelombang bangkitan sesuai karakteristik kapal (pengaruh body kapal dan propeller kapal) berdasarkan parameter kedalaman saluran/sungai (d), lebar kapal (Bs), rasio perbandingan jarak pengukuran gelombang dari kapal-kedalaman saluran (z/d), kecepatan kapal (Vs) dan bilangan Froude (Fr) yang menimbulkan perbedaan tinggi gelombang kapal (Hs) hasil penelitian dan teori yang ada. STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN TEORITIS Transportasi Sungai dan Saluran (Inland Water Transportation)

Transportasi sungai dan danau adalah transportasi air yang dilakukan lewat sungai dan danau, termasuk kanal atau saluran buatan (terusan atau anjir). Transportasi ini biasanya disebut Inland water transportation. Transportasi air berbeda dengan

transportasi darat, dimana pada transportasi air barang ataupun penumpang tidak dapat turun di sembarang tempat. Pada transportasi air bongkar-muat barang ataupun penumpang membutuhkan fasilitas, yang disebut Pelabuhan (Nur Yuwono, 1996).

Transportasi air mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan transportasi yang lain, keuntungan tersebut adalah (Nur Yuwono, 1996): a. sederhana dan dapat mengangkut kapasitas yang

besar, b. biaya angkutan murah karena peralatan murah dan

pemakaian bahan baku per unit berat barang yang diangkut sangat hemat,

c. biaya perawatan prasarana ringan (sungai, laut ataupun danau), bila dibandingkan dengan jalan raya dan jalan kereta api,

d. dampak negatif terhadap lingkungan relatif kecil bila dibandingkan dengan trasportasi darat, (berdasarkan penelitian di Eropa, perbandingan biaya kompensasi terhadap kerusakan lingkungan antara inland-ship (5,38 %), railway (22,25 %) dan lorry/truck (100 %))

Kapal untuk angkutan sungai/saluran biasanya berbeda dengan kapal yang digunakan di laut. Kapal angkutan sungai biasanya mempunyai draft kecil dan dengan lebar cukup besar, hal ini terutama untuk mengantisipasi kedalaman sungai atau saluran yang terbatas. Contoh kapal Inland ship yang lazim dipakai sebagai alat transportasi air (lihat Gambar 1 dan Gambar 2).

Gambar 7. Definisi ukuran kapal sungai

Gambar 8. Bentuk kapal transpor dan kapal dorong di sungai

Page 117: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 389

Gambar 9. Tipe lambung kapal (hull ship form)

Menurut Soedjono, K (1981), secara umum bentuk badan kapal dibedakan atas: dasar rata (flat bottom), biasanya terdapat pada kapal-kapal dengan ukuran besar, dasar semi rata (semi flat bottom), biasanya terdapat pada kapal dengan ukuran sedang/kecil, dan dasar landai (deep bottom), kapal dengan kecepatan tinggi. Gambar 3, bentuk tipe lambung kapal (hull ship form) dan dasar kapal berdasarkan kriteria kapal. Jenis Gelombang Bangkitan Kapal Yang Bergerak di Saluran Navigasi

Berbeda halnya dengan gelombang yang ada di laut ditinjau dari pembangkitannya, gelombang di sungai hanya dibangkitkan oleh kapal. Berdasarkan pengamatan maka gelombang yang dibangkitkan kapal dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu (lihat Gambar 4 dan 5), (Klaus Römisch, 1994 dalam Nur Yuwono, 1996).

1. Gelombang Primer (Primary water movement/primary ship wave)

Gelombang primer adalah gelombang yang tersusun dari kenaikan muka air akibat gerakan kapal ke depan sebesar (δsB) dan penurunan muka air akibat arus balik sebesar (δd). 2. Gelombang Sekunder (Secondary ship

waves/interface peaks) Gelombang sekunder adalah gelombang yang terdiri dari gelombang lateral dan diagonal akibat aliran untuk memberikan tekanan pada kapal (yang berasal dari baling-baling kapal/propeller) buritan. Gelombang sekunder adalah gelombang yang tersusun akibat gerakan kapal ke depan sebesar (δss) dan gelombang haluan (first bow wave) serta perubahan elevasi muka air akibat propeller kapal (δd).

Gambar 10. Tipikal hasil pencatatan gelombang kapal (Hs)

Gambar 11. Gelombang yang ditimbulkan kapal

Page 118: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 390

Nur Yuwono (1996), gelombang primer sangat mendominasi pada kondisi kecepatan kapal pada kecepatan subkritis (Vs < Vs*), tetapi pada kondisi kecepatan kapal mencapai kecepatan kritis atau superkritis maka gelombang sekunder menjadi sangat penting.

Gelombang, Kecepatan dan Arus Kapal Parameter-parameter penentu gelombang primer dan sekunder kapal adalah: panjang dan lebar kapal (Ls, Bs),kecepatan berlayar kapal (Vs), kedalaman draft kapal bermuatan penuh atau rata-rata draft kapal tanpa muatan/kosong, (Ds), posisi kapal, jarak relatif ke tepi alur pelayaran atau tebing (z), luas tampang basah saluran (Ac atau ac), kedalaman saluran (d), lebar dasar alur (Wb atau bb) dan lebar muka air (Wo atau bw) (lihat Gambar 6), (Pilarczyk, K.W, 1998).

Gambar 12. Gaya luar yang disebabkan oleh gangguan kapal di lapangan

Pilarczyk, K.W (1998), gerakan air yang ditimbulkan oleh kapal yang berlayar adalah: gelombang utama (primary ship wave), (Hs) terdiri

atas mekanisme: a. gelombang muka (front wave), b. depresi muka air (water level depression), c. gelombang transvesal buritan (transversal

stern wave), d. aliran catu tebing (slope supply flow)

arus balik (return current/return flow), (VR) gelombang sekunder (secondary ship waves or

interface peaks) (F) olakan baling-baling (outs jet), (Vo atau umax)

Kapal yang bergerak di saluran navigasi, kecepatannya dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan (Nur Yuwono, 1996 dan Muryadin dan Andi. J, 2001).

a. Kecepatan subkritis kapal (subcritical of vessel speed) Kecepatan subkritis kapal terjadi bila kecepatan air

relatip di kanan-kiri kapal dan di bawah kapal lebih kecil dari kecepatan rambat gelombang (C). Jarak kecepatan subkritis (Fr < 0,9).

(Vs + VR) < C C = ( )d.g

b. Kecepatan superkritis kapal (supercritical of vessel speed) Kecepatan superkritis kapal terjadi bila kecepatan

air relatip di kanan-kiri kapal dan di bawah kapal lebih besar dari kecepatan rambat gelombang (C). Jarak kecepataan superkritis (Fr >1,1).

(Vs + VR) > C c. Kecepatan kritis kapal (critical of vessel speed)

Kecepatan kritis kapal adalah kondisi peralihan dari keadaan (a) menjadi keadaan (b), hal ini terjadi bila kecepatan air relatip di kanan-kiri kapal dan di bawah kapal mendekati nilai kecepatan rambat gelombang (C). Jarak kecepatan transisi (1,1 < Fr < 0,9). Kecepatan kritis kapal (Vs*) sangat penting, sebab pada keadaan tersebut terjadi hambatan kapal sangat tinggi, terjadi trim dan squat yang cukup besar, dan terjadi gelombang dan arus balik yang cukup tinggi.

(Vs* + VR) ≈ C Kapal yang bergerak di air akan mendapatkan tahanan atau hambatan, besarnya tahanan ini tergantung bentuk dari perahu atau kapal (model of ship dimension), kekasaran kapal terutama lambung kapal (roughness of hull ship design), kecepatan kapal (vessel speed), kedalaman dan lebar saluran navigasi (the water depth and navigation width), (Nur Yuwono, 1996). Gambar 7, menunjukkan perbedaan perilaku tahanan atau hambatan yang terjadi pada kapal yang berlayar di tempat terbuka dan di saluran (Nur Yuwono, 1996).

Gambar 13. Tahanan kapal pada saluran dan tempat terbuka

Page 119: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 391

Rumus Empiris Perhitungan Gelombang Bangkitan Kapal 1. Teori Klaus RÖmisch (Jerman, 1994)

Berdasarkan penelitian di Jerman, tinggi gelombang yang disebabkan oleh kapal yang bergerak di tengah kanal/saluran dapat ditentukan dengan (Nur Yuwono, 1996):

H = C . Vs3.5 ............................. (5) C = Ç . æ (0.1 . Φ . g . dm)-0.75 ............................ (6) æ =

( )[ ][ ]( ) ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

ϕ+ϕ+α+α+α−δα−δ

g2111,01 94,0 1 42

oo

............................ (7) Dengan: Hs = tinggi gelombang kapal (m), Vs = kecepatan kapal (m/det), Ç = 0,6 exp (2,08 dm/Wo), æ= nilai yang didapatkan dari grafik pada Gambar 8.

Gambar 14. Grafik untuk menentukan nilai æ⎛

Sedangkan distribusi gelombang sepanjang jarak antara kapal dengan tebing saluran dapat ditentukan dengan rumus:

Hdz = ∈ . H ............................ (8)

Dimana: Hdz = tinggi gelombang pada jarak dz dari kapal (m), Hs = tinggi gelombang kapal Persamaan (5) (m), ∈ = koefisien jarak (lihat Gambar 9). Pada kapal yang bergerak ditikungan, tinggi gelombang kapal dapat ditentukan dengan mengambil nilai n yang berbeda, yang besarnya:

nb = 0,87 n ............................. (9)

Dengan (n=ac/As) nilai n pada saluran lurus, dan (nb) taksiran nilai n pada belokan.

Gambar 15. Grafik untuk menentukan koefisien jarak (∈)

Apabila kapal tidak bergerak di tengah kanal, dalam hal ini posisi kapal tidak simetris, maka tinggi gelombang kapal yang terjadi dapat dihitung dengan rumus:

Hun = Ω . Hs

Ω = 0,086 n2,5 1W 5,0

z

b

un +⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

Dimana: Hun = tinggi gelombang kapal tidak simetris (m), Hs = tinggi gelombang kapal Persamaan (5) (m), Ω = koefisien akibat ketidaksimetrisan kapal (grafik pada Gambar 10).

Gambar 16. Grafik untuk menentukan nilai Ω

2. Teori Havelock Havelock menentukan tinggi gelombang yang

disebabkan oleh kapal berdasarkan teori Lord Kelvin (Verheij H. J & Bogaerts, M.P., 1989 dalam Nur Yuwono, 1996).

21

Fr

33,0

d

zdsH α

α=

( )d . gVsFr =

Page 120: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 392

gVs.2.67,0Lw

2π= ............................. (14)

π=

2TwgLw

2 ............................. (15)

Keterangan: - d = kedalaman air (m), - z = jarak antara sisi kapal dengan tebing (m), - Fr = bilangan Froude (Froude number), - α1 = 1,00 ⇒ untuk Tug boat, Patrol boat dan kapal

inland konvensional bermuatan penuh

0,50 ⇒ untuk tongkang kosong, 0,35 ⇒ untuk kapal inland kosong,

- α2 = 4,00 ⇒ untuk kapal pengangkut (general ship),

2,67 ⇒ untuk tugboat, - Lw = Panjang gelombang (m), - Tw = Periode gelombang (det). 3. Teori Henk Jan Verhagen (Belanda)

Mengacu pada teori Permanent International Association on Navigation Congresses (PIANC) (1987) yang diimplementasikan dalam PC-program DIPRO (Dimensioning PROtections) dan H.J. Verhey (1983) menentukan tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak pada alur pelayaran (navigation channels).

- 312

s1 d

zd.g

VdHs −

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡α= ............................ (16)

- g

V2

32Ls

2sπ= dan

gV

1.5Tw s= ............................ (17)

Dimana: - z = jarak sepanjang puncak gelombang antara

kapal dan slope tebing, atau z = ( )o

s 3,19siny , - α1 = koefisien kapal, lihat Persamaan (12)

PENGUMPULAN DATA (DATA COLLECTING) Penelitian di lapangan (field test/prototype test) Penelitian gelombang bangkitan kapal di lapangan (sungai Siak) dilakukan di Langkoi (alur lurus/full speed) dan Pilot Station/Paluh Estate (meander/full speed). Sebelum penelitian dilaksanakan

terlebih dahulu dilakukan survey lokasi, persiapan alat dokumentasi, tabel pengukuran dan quisioner. Penentuan lokasi, penempatan dan pemasangan alat ukur (staff wave gauge) dilakukan dengan beberapa personil yang telah disiapkan. Pengambilan data dilakukan selama 24 jam (dalam satu minggu) untuk mendapatkan kecepatan dan tinggi gelombang kapal dari tiap jenis kapal yang lewat pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan sepanjang alur sungai Siak. Penempatan bak ukur tinggi gelombang kapal (staff wave gauge) pada jarak 1/5 lebar sungai, yang dapat dibaca jelas dari sebuah jembatan dan motor boat pada jarak kurang lebih 5 m dari alat. Gambar 11, skema pengukuran gelombang kapal di sungai Siak.

Gambar 17. Skema pengukuran gelombang kapal di lapangan (sungai Siak)

Uji Model Fisik (Physical Modelling Test) Penelitian gelombang primer kapal dilakukan di Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi, PSIT- UGM, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah saluran gelombang pandang (flexiglass) dengan pembangkit gelombang dan alat pencatat gelombang. Saluran gelombang mempunyai panjang 18 m, lebar 1 m dengan tinggi 0,85 m. Model kapal diletakkan pada jarak 13 m dari ujung tiang 1 yang berada di mesin penggerak dan dikaitkan pada tiang vertikal 2 di ujung yang lain. Skala model yang digunakan pada pengujian model kapal adalah skala 1:40 (baik skala horisontal maupun untuk skala vertikal). Rancangan model kapal diambil dari Gambar 3 tipe (d), lebih jelasnya lihat Tabel 1.

Tabel 1. Rancangan simulasi model kapal di laboratorium

Jarak pengukuran gelombang dari kapal (zm) cm

d model (cm)

d prototipe (m)

Draft kapal yang diteliti

(Dsm) cm

Dimensi kapal di model

Dimensi kapal di prototipe

Nama model kapal

L (cm) B (cm) Dsmin

(cm) L (m) B (m) Dsmin (m)

50, 40, 30, 20 20, 30, 40 8, 12, 16 7, 8, 9 80 20 5 32 8 1,4 – 1,8 MKB -01 50, 40, 30, 20 20, 30, 40 8, 12, 16 6, 7, 8 60 15 4 24 6 1,2 – 1,4 MKCP -02

50, 40, 30, 20 20, 30, 40 8, 12, 16 4, 5, 6 50 12 3 20 4,8 0,8 – 1,2 MKK -03

Page 121: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 393

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Pada Gambar 16, grafik hubungan antara kecepatan kapal (Vs) dengan tinggi gelombang kapal (Hs) di lapangan. Kurva 2 (best fit), yang dipakai sebagai acuan perhitungan.

Gambar 18. Grafik kecepatan kapal (Vs) dan tinggi gelombang kapal (Hs) di sungai Siak

Persamaan hasil penelitian (non dimensi) yang didapat tertera pada Tabel 2. Gambar 13, grafik hubungan (Hs/d) dan (Fr) dengan rasio (z/d) dilakukan untuk menunjukkan besarnya pengaruh kedalaman saluran (d), jarak pengukuran

gelombang dari kapal (z), kecepatan kapal (Vs) terhadap tingginya gelombang bangkitan kapal (Hs). Pers. (5– 11) dan Pers. (13) untuk Romisch, Pers. (12) dipakai koefisien (α1 = 1 (tug boat) dan α2 = 4 (general ship)) dan Pers. (13) untuk Havelock, dan Pers. (13) dan Pers. (16) untuk Verhagen. Sedangkan Gambar 14, grafik hubungan antara (Hs/Bs) dan (Fr) dengan rasio (z/d). Pembahasan Grafik Gambar 13, menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tiap teori dengan hasil penelitian Grafik Verhagen menghasilkan nilai yang terlalu tinggi (ekstrim) bila dibandingkan dengan grafik peneliti lainnya, sehingga grafik ini kurang baik bila dipakai untuk perencanaan. Grafik Havelock memiliki trend grafik yang paling baik karena naiknya nilai (Hs/d) secara perlahan kemudian berangsur-angsur sesuai naiknya Froude number (Fr). Grafik Peneliti, 2003 (model test) berada diantara grafik Havelock dan Romisch (model test dan field test) dan grafik penelitian di lapangan/best fit (Peneliti, 2001) berada paling bawah. Pada Gambar 14, hanya grafik Peneliti, 2001 (field test), grafik Peneliti, 2003 (model test) dan grafik Romisch (model test dan field test) yang ditampilkan, karena pada teori sebelumnya belum pernah memasukkan parameter lebar kapal sebagai penentu tinggi gelombang kapal.

Gambar 19. Grafik perbandingan nilai (Hs/d) dan (Fr) sesuai (z/d)

2

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

(Fr)

(Hs/

d)

Peneliti, 2001 (Field test/Sungai Siak) Peneliti, 2003 (Model test z/d = 1.00) Peneliti, 2003 (Model test d=12m) Peneliti, 2003 (Model test d=8 m)Peneliti, 2003 (Model test d=16 m) Grafik Havelock (Alfa 1 = 1;Alfa 2 = 4;s/d=4)Grafik Peneliti,2003 (Model test z/d = 1) Grafik Peneliti, 2001 (Field test/Sungai Siak)Grafik Romisch (Hun belok & Hdz lurus) model test Grafik Romisch (Hdz belok) model testGrafik Romisch (Hun lurus) field test Grafik (Hdz lurus & belok) field testGrafik Romisch (Hun belok) field test Grafik Havelock (Alfa 1 = 1; Alfa 2 = 4;s/d=3)Grafik Havelock (Alfa 1 = 1; Alfa 2 = 4;s/d=2) Grafik Havelock (Alfa 1 =1; Alfa 2 = 4;s/d=1)Grafik Verhagen (s/d=1) Grafik Verhagen (s/d=2)Garfik Verhagen (s/d=3) Grafik Verhagen (s/d=4)Grafik Peneliti,2003 (Model test d=8m) Grafik Peneliti, 2003 (Model Test d=12m)Grafik Peneliti, 2003 (Model test d=16 m)

Page 122: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 394

Gambar 20. Grafik perbandingan nilai (Hs/Bs) dan (Fr) sesuai (z/d)

Tabel 2. Persamaan analisa non dimensi hasil penelitian Gambar 5.5 dan 5.6.

Fr (0,1 s/d 1,0) Nilai (Hs/d) Nilai (Hs/Bs) Untuk model test (z/d=1) (1) untuk best fit model test (garis warna hitam ⎯ ) (2) untuk d = 8 m (garis warna coklat/hitam atas ⎯ ) (3) untuk d = 12 m (garis warna coklat/hitam tengah ⎯ ) (4) untuk d = 16 m (garis warna coklat /hitam bawah ⎯ )

(Hs/d) = 0,3743 (Fr)2 + 0,0002 (Fr) R2 = 0,6954 dan R = 0,8339 (Hs/d) = 0,162 (Fr)2 + 0,0907 (Fr) R2 = 0,748 dan R = 0,8649 (Hs/d) = 0,1067 (Fr)2 + 0,0585 (Fr) R2 = 0,7204 dan R = 0,8488 (Hs/d) = 0, 0497 (Fr)2 + 0,0356 (Fr) R2 = 0,7464 dan R = 0,8639

(Hs/Bs) = 0,2866 (Fr)2 + 0,0794 (Fr) R2 = 0,8988 dan R = 0,9481

(Hs/ Bs) = 0,1914 (Fr)2 + 0,1169 (Fr) R2 = 0,9120 dan R = 0,9549

(Hs/ Bs) = 0,1916 (Fr)2 + 0,1110 (Fr) R2 = 0,9288 dan R = 0,9637 (Hs/ Bs) = 0, 1075 (Fr)2 + 0,0930 (Fr) R2 = 0,8892 dan R = 0,9429

Untuk field test (z/d=2,5) best fit field test (garis warna biru ⎯ )

(Hs/d) = -0,0143 (Fr)2 + 0,0498 (Fr) R2 = 0,6415 dan R = 0,8009

(Hs/ Bs) = 0,1459 (Fr)2 + 0,0709 (Fr) R2 = 0,4694 dan R = 0,6851

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Hasil penelitian di lapangan (field test)

menunjukkan, ukuran lambung kapal (the ship width) juga merupakan salah satu variabel yang dominan selain kecepatan putar propeller.

2. Pada grafik (Hs/d) dan (Fr) dengan rasio (z/d), grafik Havelock, mempunyai trend grafik yang paling baik menurut titik data/best fit (1), oleh karena itu untuk keperluan perancangan disarankan menggunakan grafik Havelock. Selain itu grafik Havelock (Gambar 13) juga sesuai

dengan Gambar 7 untuk range kecepatan sub kritis kapal (sub critical velocity/Vs*).

3. Grafik hasil penelitian (Gambar 14) memiliki rentang yang lebih lebar (dimulai dari Fr = 0, artinya rentang grafik sampai kecepatan minimum kapal sehingga baik untuk keperluan aplikasi). Tinggi gelombang kapal akibat lebar kapal (the ship width) juga merupakan variabel dominan selain kedalaman air. Oleh karenanya pengaruh lebar kapal (Bs) dan rasio (z/d) sebagai parameter penentu tingginya gelombang kapal.

Saran-Saran

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Fr

Hs/

Bs

Peneliti, 2001 (Field test/Sungai Siak) Peneliti, 2003 (Model test z/d = 1.00) Peneliti, 2003 (Model test d=8 m) Peneliti, 2003 (Model test d=12 m)Peneliti, 2003 (Model test d=16 m) Grafik Peneliti,2003 (Model test z/d = 1)Grafik Peneliti, 2001 (filed test) Grafik Romisch (Hun belok & Hdz lurus) model testGrafik Romisch (Hdz belok) model test Grafik Romisch (Hun lurus) field testGrafik (Hdz lurus & belok) field test Grafik Romisch (Hun belok) field testGrafik Peneliti, 2003 (Model test d=8 m) Grafik Peneliti, 2003 (Model test d=12 m)Grafik Peneliti, 2003 (Model test d=16 m)

Page 123: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra, Nur Yuwono, Nizam

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 395

1. Pada uji laboratorium perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan baling-baling kapal (propeller) untuk menentukan seberapa besar pembangkitan gelombang sekunder kapal.

2. Variasi pengukuran serta ukuran kapal sebisa mungkin disesuaikan dengan bentuk dan tipe kapal di lapangan.

3. Pengukuran gelombang kapal pada beberapa lokasi sungai yang berbeda, yang dimanfaatkan untuk transportasi air (Inland water transportation) khususnya di Indonesia perlu dilakukan. Hal ini mengingat pengalaman yang ada sangat sulit memprediksi secara pasti, misalnya: alat ukur yang dipakai, jarak pengukuran tinggi gelombang kapal dari tepi sungai (z), kedalaman sungai (d), lebar sungai (Wo) dan kecepatan kapal (Vs).

4. Penelitian model kapal tidak hanya uji laboratorium dan pengukuran lapangan saja tetapi diharapkan dengan pemodelan secara matematis, sehingga didapat perbandingan tinggi gelombang bangkitan kapal di lapangan dan di laboratorium. Dengan model matematis dapat ditentukan pula faktor-faktor penentu yang dominan terhadap tingginya gelombang kapal (baik gelombang primer maupun gelombang sekunder kapal) yang diakibatkan oleh ukuran dan jenis kapal, propeller kapal, posisi kapal (z) di saluran dan dimensi tampang sungai/alur baik di belokan (nb) maupun di alur yang lurus (n).

UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Prof. Dr. Ir. H. Nur Yuwono, Dipl. HE, Dr. Ir. H. Nizam, M.Sc., DIC, dan bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES, DEA, atas segala masukan dan nasehat, serta semua pihak yang ikut membantu penelitian ini, sehingga dapat berjalan dengan lancar. DAFTAR PUSTAKA

Agus Maryono, 2001, Mengatasi Kemacetan dan Ramah Lingkungan, Transportasi Sungai, Kompas, 25 November.

Anonim, 1990, Standardization Inland Waterways Dimensions, Permanent International

Association of Navigation Congresses (PIANC), 1040, Brussel (Belgium).

Anonim, 1995, Konstruksi Kapal I dan II, Modul Kuliah, BPLP-PPL Perhubungan Darat, Jakarta Pusat - UNSRI Palembang.

Anonim, 2001, Lempari Kapal Yang Lewat Agar Rumah Tak Rubuh, Riau Pos, 27 Desember

Anonim, 2002, Studi Analisis Profil Industri dan Abrasi Tebing Sungai Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Di Kabupaten Siak, Pemda Kabupaten Siak - FT UGM, Yogyakarta

Bambang Triatmodjo, 1996, Pelabuhan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Muryadin dan Andi Jamaludin, 2001, Pengembangan Metodologi Desain Bentuk Lambung Wing in Ground Effect (WIG) Dari Aspek Hidrodinamika, Jurnal Teknologi Kelautan, ITS, Vol. 5, No. 2, Juli 2001, Hal.36-40, UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika, BPPT, Surabaya.

Nur Yuwono, 1996, Transportasi Sungai dan Saluran (Inland Water Transportation), Materi Kuliah Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil Minat Studi Teknik Pantai, Kelautan dan Pelabuhan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nur Yuwono, 1996, Perencanaan Model Hidraulika, Materi Kuliah Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil Minat Studi Teknik Pantai, Kelautan dan Pelabuhan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Pilarczyk, K.W., 1998, Dikes and Revetments, Design, maintenance and safety assessment, Hydraulic Engineering Division, Delft, A.A. Balkema/Rotterdam/Brookfield.

Soedjono Kramadibrata, 1981, Merencana-Merancang Pelabuhan, Jakarta

Verheij H. J. dan Van der Knaap, 1989, River Bank Erosion in Sarawak, Malaysia, Delft Hydraulics, P.O.Box 152, 8300 AD Emmelord, The Netherlands.

Page 124: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 396

Page 125: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 397

PENGELOLAAN JARINGAN PENGAIRAN MEMANFAATKAN BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (GIS)

M. Efendi Saputra

Staf Binlak Proyek Irigasi dan Rawa Riau

Abstract The irrigation and swamp project in Riau Province is an implementation of the government policy to carry out a breakthrough to seek for water resources potential and to understand the importance of managing irrigation and swamp areas to achieve the mission stated above. GIS and efficient technology can be used by the farmers in Riau to find the best solution in utilizing the water resources in irrigation and swamp areas. Kata Kunci: Irrigasi, Sistem Informasi Geografis

Latar Belakang Prioritas pembangunan daerah Propinsi Riau dalam Repelita VI adalah menekankan pada 3 sektor yaitu Pertanian, Industri dan Pembangunan. Sektor pertanian memegang peranan penting karena lebih 60 % penduduk Propinsi Riau bergerak pada sektor ini. Dari kondisi geografis, perlu dikembangkan sektor pertanian khususnya tanaman pangan. Sebagaimana diketahui, Propinsi Riau masih mendatangkan beras dari propinsi lain ± 406.615 ton/tahun. Pembangunan irigasi di Propinsi Riau ditujukan juga untuk menunjang transmigrasi umum selama PJPT I. Pada umumnya kawasan transmigrasi berada pada lahan-lahan potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan. Oleh karena itu melalui pembangunan terpadu antar Pemerintah Daerah, melalui Dinas Pertanian dan Pengairan, terus dilakukan upaya untuk merealisasikan sarana pengairan yang diperlukan tersebut. Diantaranya menyiapkan updating data melalui pekerjaan inventarisasi Daerah Irigasi (DI) dan Daerah Rawa (DR) tersebar di kabupaten se-Propinsi Riau dalam rangka menunjang peningkatan produksi pangan melalui peningkatan jaringan pengairan (DI dan DR).

Tujuan dan Jenis Kegiatan Tujuan kegiatan yang dilaksanakan ini adalah agar pemanfaatan lahan pertanian dan pengaturan tata air berjalan efektif dan efisien, memaksimalkan fungsi lahan pertanian sehingga meningkatkan keseimbangan tata guna air, distribusi dan peningkatan produksi pangan sekaligus meningkatkan penghasilan petani khususnya dan peningkatan ketahan-an pangan Propinsi Riau umumnya, melalui penyediaan sistem informasi yang baik. Jenis kegiatan yang dilaksanakan agar tersedia sistem informasi yang baik ini adalah:

1. Kegiatan A : Investigasi DI dan DR guna

memperbaharui peta situasi yang tersedia, disesuaikan dengan koordinat global.

2. Kegiatan B : Survei inventarisasi kondisi fungsional dan kerusakan saluran dan bangunan.

3. Kegiatan C : Melakukan pendataan (updating) kebutuhan pekerjaan fisik dan non fisik pada DI dan DR.

4. Kegiatan D : Melakukan pengumpulan data/informasi kependudukan, luas pemilikan lahan, kelembagaan pertanian sarana dan prasarana dasar pengairan.

5. Kegiatan E : Usulan perbaikan dan pembentukan kelembagaan petani.

6. Kegiatan F : Penyusunan database Geographical Information System (GIS).

Metodologi Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan ini dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan kegiatan utama, yaitu: 1. Pengumpulan data, baik primer maupun sekunder. 2. Pengolahan dan analisis data. 3. Penyusunan perangkat lunak SIG. Ketiga kegiatan utama tersebut diuraikan menjadi kegiatan-kegiatan di bawah ini.

a) Pengumpulan Data Sekunder Kegiatan pengumpulan data sekunder dilakukan secara intensif mengingat besarnya kawasan yang dikelola. Data-data sekunder yang dikumpulkan, diolah dan disajikan dalam bentuk digital, antara lain:

Page 126: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 398

1. Peta topografi DI dan DR beserta jaringan pengairan dan bangunan yang berada di dalamnya.

2. Peta Tata Guna Lahan saat ini (land use existing). 3. Data pertanian dan sosial kemasyarakatan. 4. Laporan-laporan terdahulu yang dapat

memberikan data dan informasi mengenai desain awal atas DI dan DR dan riwayat perkembangannya.

b) Survei Topografi Survei ini dimaksudkan sebagai pengecekan ulang (updating maps) pada peta topografi yang tersedia. Jika peta suatu DI atau DR tidak tersedia, maka dilakukan pengukuran rinci. Peta yang telah diperbaharui, disimpan dalam bentuk digital.

c) Survei Inventarisasi Kondisi Jaringan dan Lahan Pengairan.

Survei inventarisasi dan dokumentasi merupakan pengumpulan data primer. Kegiatan survei yang dilakukan adalah walk through untuk menginventarisir bangunan-bangunan pada seluruh jaringan pengairan primer, sekunder, dan tersier.

d) Survei Sosio Agro Ekonomi Survei sosio agro ekonomi dilaksanakan untuk mengetahui kondisi ekonomi masyarakat setempat termasuk lapangan pekerjaan, pengeluaran dan pendapatan petani, dan sarana-prasarana pemasaran hasil pertanian. Survei ini dilaksanakan dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuesioner.

e) Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data yang dimaksudkan di sini adalah pengolahan data yang berhasil dikumpulkan dalam kegiatan pengumpulan data, baik primer maupun sekunder. Data yang akan diolah antara lain, data hasil survei lapangan dan data perencanaan terdahulu. Kegiatan analisis data dilakukan untuk menentukan apakah data tersebut dapat ditampilkan dalam perangkat lunak basis data yang tengah disusun atau tidak. Jika perlu ditampilkan, perlu dianalisis dengan cermat di mana data tersebut harus ditampilkan dan dalam format seperti apa. Dengan dilakukannya analisis data (untuk keperluan perangkat lunak yang akan disusun) ini, diharapkan informasi yang akan disajikan merupakan informasi yang benar-benar berguna dan disajikan dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

f) Evaluasi Dalam kegiatan evaluasi akan dilakukan peninjauan secara teknis terhadap unit-unit jaringan irigasi tersebut dengan sasaran untuk melihat kondisi dan fungsi jaringan dalam menjalankan fungsinya, yaitu untuk menyediakan air yang cukup untuk keperluan pertanian secara berkelanjutan. Secara garis besar, evaluasi yang akan dilakukan meliputi: • Penilaian atas keadaan sekarang jaringan irigasi,

sehubungan dengan kondisi fisik saluran, bangunan, jalan inspeksi, bangunan gedung dan lain-lain.

• Kinerja sistem irigasi yang sekarang dengan mengacu kepada berhasilnya pertanian dan problem besar lainnya yang dialami dalam O&P.

• Identifikasi masalah pemeliharaan dan sebab kerusakan bangunan dan saluran yang berulang-ulang untuk mengembangkan pemecahan perbaikan dengan mempertimbangkan perhitungan hidrolis yang tepat.

• Penentuan kebutuhan air dan kebutuhan lainnya, dihitung dengan memperhatikan data pemberian air yang dipakai selama ini.

• Peninjauan desain jaringan untuk pengaturan dan pengukuran debit, untuk memenuhi kebutuhan operasi.

Selanjutnya dari hasil evaluasi terhadap kondisi dan fungsi jaringan irigasi dapat dibuat suatu kesimpulan apakah suatu Daerah Irigasi dan Daerah Rawa yang dikaji telah dimanfaatkan secara optimal.

g) Penyusunan Basis Data Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data berdasarkan data sekunder, data hasil pengukuran, maupun data hasil inventarisasi lapangan melalui kegiatan walk through, selanjutnya dibuat basis data yang berisi informasi terbaru jaringan pengairan. Agar di masa mendatang basis data yang disusun ini dapat diintegrasikan dengan basis data sumber daya air yang terdapat di Pusat (Jakarta), maka field-field data yang disediakan dalam pekerjaan ini minimal harus memuat data-data yang dibutuhkan oleh basis data yang dimiliki oleh Unit Data Sumber Daya Air (WRDC = Water Resources Data Center) Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah di Jakarta. Selanjutnya basis data ini akan dihubungkan dengan Perangkat Lunak SIG yang uraiannya disajikan dalam bagian berikut ini, sehingga infomasi yang ada dapat ditampilkan secara menyeluruh dan user friendly.

Page 127: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 399

h) Penyusunan Perangkat Lunak SIG (PL SIG) Penyusunan perangkat lunak dimulai dengan penyusunan konsep perangkat lunak yang akan dibuat, digitasi atas data-data yang telah dimiliki, dan penyusunan tabel-tabel data (format) yang akan ditampilkan dalam PL SIG. PL SIG yang disusun adalah suatu sistem basis data yang memanfaatkan perangkat lunak SIG Mapinfo. “Jantung” dari pekerjaan ini adalah pengolahan data/informasi untuk disajikan pada PL SIG dan penyusunan PL SIG itu sendiri. Maka diperlukan penguasaan dan pemahaman yang baik atas data yang akan dikelola. Di bawah ini merupakan data yang harus diakomodasi dalam PL SIG. A. Gambar

- Peta Lokasi Daerah Irigasi dan Daerah Rawa. - Peta Daerah Irigasi dan Daerah Rawa. - Peta Lokasi Stasiun Curah Hujan dan Klimatologi. - Skema Jaringan Irigasi. - Skema Bangunan. - Skema Pola Tanam dan Jadwal Tanam. - Skema Rencana Pembagian Air. - Stuktur Organisasi P3A.

B. Tabel - Bangunan Sadap dan Daerah Layanan. - Daftar Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). - Inventarisasi Areal Potensial & Areal Fungsional Petak Tersier. - Data Bangunan Utama. - Data Bangunan. - Daftar Saluran Pembawa. - Daftar Saluran Pembuang. - Data Jalan Inspeksi. - Inventarisasi Kantor dan Rumah Dinas. - Daftar Fasilitas Kantor/ Lapangan. - Daftar Peralatan Mesin. - Daftar Gambar Desain dan Laporan-laporan. - Daftar Koordinat Bench Mark (BM) dan Control Point (CP ). - Daftar Rencana Tanaman. - Daftar Realisasi Tanam dan Produksi. - Data Dimensi Bangunan Ukur. - Debit Rencana di Sadap Tersier.

Data-data tersebut di atas masih belum dikelompokkan berdasarkan suatu kelompok tertentu. Untuk keperluan penyusunan PL SIG, data tersebut harus diidentifikasi atau dikelompokkan sesuai dengan jenis datanya. Jika data tersebut sudah dikelompokkan, maka selanjutnya akan lebih mudah untuk menempatkan data atau informasi tersebut di dalam PL SIG yang disusun. Di bawah ini adalah hasil penyusunan data-data tersebut di atas menjadi beberapa kelompok, yaitu:

A. Peta Dasar Peta dasar merupakan data utama yang diperlukan dalam PL SIG. Sesuai dengan namanya, yaitu sistem informasi geografis, maka peta dasar menjadi kebutuhan pokok untuk menampilkan informasi yang diinginkan. Tanpa adanya peta dasar, maka perangkat lunak yang disajikan ini bukan lagi merupakan sistem informasi geografis, tetapi hanya berisi basis data yang tidak dapat memenuhi tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini.

B. Data Administrasi Data ini merupakan data pelengkap untuk mengetahui struktur organisasi pengelolaan suatu DI atau DR. Data ini disajikan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan suatu DI atau DR dilakukan dan kaitannya dengan daerah lain. Dengan diketahuinya informasi ini, maka masalah-masalah administrasi pengelolaan (air) yang terjadi di lapangan dapat diselesaikan dengan lebih mudah.

C. Data Hidrologi, Tanam, dan Produksi Data ini merupakan data pokok yang ingin disajikan terutama untuk kalangan “eksekutif” Proyek/Departemen. Terutama data yang menyangkut rencana/realisasi tanam dan produksi yang dicapai oleh suatu daerah irigasi. Sedangkan data hidrologi, dalam hal ini data neraca air, dibutuhkan untuk menentukan apakah suatu DI atau DR masih memungkinkan untuk dikembangkan/diperluas atau tidak, berdasarkan ketersediaan air.

D. Data Fasilitas Penunjang Seperti halnya data administrasi, data fasilitas penunjang ini merupakan data pelengkap guna mengetahui fasilitas-fasilitas kantor/lapangan yang telah dimiliki oleh suatu DI atau DR. Dengan demikian dapat diantisipasi kebutuhan-kebutuhan dimasa datang (dan saat ini) yang ada di suatu DI atau DR agar DI atau DR tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.

E. Data Prasarana Pengairan Data prasarana irigasi ini merupakan data teknis yang dibutuhkan oleh para “engineer” untuk mengetahui kondisi situasi prasarana pengairan di suatu daerah. Dengan demikian dapat ditentukan perlu tidaknya dilakukan rehabilitasi atau penambahan prasarana pengairan untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian atau meningkatkan kinerja jaringan pengairan.

Page 128: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 400

Dengan telah dikelompokkannya data-data tersebut, maka proses penyajian data tersebut dalam PL SIG yang disusun menjadi lebih mudah.

Rancangan PL Dbase SIG Berdasarkan informasi tersebut di atas, disusun PL SIG, dimana garis besar rancangan perangkat lunak tersebut disajikan di bawah ini. Perlu disampaikan lagi, agar di masa mendatang basis data yang tengah disusun ini dapat diintegrasikan dengan sistem basis sumber daya air yang terdapat di Pusat (Jakarta), maka field-field data yang disediakan dalam pekerjaan ini minimal harus memuat data-data yang dibutuhkan oleh basis data yang dimiliki oleh WRDC Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah di Jakarta.

a) Rancangan Tingkatan Peta Secara garis besar, PL SIG yang akan dirancang terdiri dari 3 (tiga) tingkat yaitu berdasarkan tingkat kerincian peta dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Tingkat Pertama Peta dasar yang digunakan pada tingkat pertama adalah peta Propinsi Riau dengan informasi kabupaten-kabupaten yang ada di wilayah propinsi ini. Pada tingkatan ini terdapat informasi-informasi berupa Struktur Organisasi, Luasan daerah Daerah Irigasi atau daerah Rawa, Neraca Air, dan Lokasi Stasiun Hujan dan Klimatologi beserta data hujan dan klimatologi dari masing-masing stasiun. 2. Tingkat Kedua Peta dasar yang digunakan pada tingkat kedua adalah Kabupaten yang di dalamnya terdapat layer Daerah Irigasi dan Daerah Rawa dengan skala 1:25.000. Informasi yang disajikan dalam layer ini antara lain. • Informasi tentang struktur organisasi

pengelola wilayah, luas daerah irigasi pada wilayah tersebut, tabel neraca air, dan tabel rencana dan realisasi tanam serta produksi pertanian.

• Pada tingkatan ini terdapat informasi Daerah-daerah Irigasi (DI) dan Daerah Rawa (DR) yang berada di Kabupaten.

• Pilihan untuk masuk ke peta yang lebih rinci, misalnya peta DI Tambang yang terdapat di Kabupaten Kampar.

3. Tingkat Ketiga Peta dasar yang digunakan pada layer ketiga adalah peta masing-masing DI dan DR dengan skala 1:5.000 atau 1:2.000, tergantung peta dengan skala paling rinci yang tersedia. Dalam kegiatan ini, peta yang digunakan adalah peta

hasil pengolahan data survei. Informasi yang disajikan di sini adalah: • Jika di”klik” bangunan utama (misalnya

bendung), informasi yang disajikan sama dengan jika di”klik” pada DI di peta Tingkat Kedua.

• Jika di”klik” pada suatu ruas bangunan air, maka akan disajikan penampang saluran berikut data hidrolis saluran dan data penting lainnya.

• Jika di”klik” pada suatu bangunan air, akan disajikan informasi mengenai daerah yang dilayani oleh bangunan tersebut, seperti resume panjang saluran (buang-bawa), bangunan air, bangunan utama, daftar BM/CP, jalan inspeksi, fasilitas penunjang, daftar gambar dan laporan, data hidrologi, dan lain-lain.

• Jika di”klik” pada suatu areal sawah (yang berada dalam suatu polygon), akan disajikan informasi penting mengenai lahan tersebut.

b) Tingkatan Pengguna Guna keperluan pengamanan yang terdapat dalam PL SIG, maka pengguna PL SIG ini dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan berdasarkan kewenangan dalam mengoperasikan perangkat lunak yakni Sitem Administrator, Operator, dan User. Sistem Administrator (Admin) mempunyai kewenangan tertinggi. Admin bisa mengedit data dan menentukan atau mendaftar orang-orang untuk dijadikan operator. Operator berwenang untuk mengedit atau menginput data. Sedangkan User hanya berhak untuk menggunakan atau mengoperasikan perangkat lunak untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tanpa kewenangan mengubah data.

c) Istilah-istilah yang Digunakan Di dalam penyusunan PL SIG ini, terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan perangkat lunak Mapinfo yang dipakai untuk membuat perangkat lunak SIG yang mungkin belum dikenal. Untuk memberikan informasi tentang rencana rancangan PL SIG ini, beberapa istilah-istilah tersebut akan diterangkan terlebih dahulu.

1. Jendela Peta Jendela Peta adalah jenis jendela tempat gambar-gambar peta dibuat. Semua peta yang ada di perangkat lunak ini dibuat di dalam jendela peta. Gambar-gambar lain yang dibuat dalam jendela jenis ini adalah foto dan gambar penampang saluran. Jendela jenis ini (jendela peta) dilengkapi dengan sistem koordinat kartesian sehingga posisi suatu objek dapat diketahui dengan baik. Posisi

Page 129: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 401

cursor pada jendela ini pun dapat ditampilkan di sudut kiri bagian bawah monitor bila status bar yang dipilih adalah koordinat cursor (lihat shortcut peta). Satu lagi ciri dari jendela peta adalah daerah di dalamnya tidak mempunyai batas kanan kiri atau atas bawah. 2. Jendela Layout Jendela layout adalah jendela yang berguna untuk keperluan pencetakan. Ciri-ciri dari jendela jenis ini adalah di dalamnya terdapat batas yang jelas yaitu batas ukuran kertas yang akan digunakan untuk pencetakan. Ukuran kertas pada jendela layout ini dapat diubah melalui sub menu setup halaman pada menu file. Ciri yang lain dari jendela jenis ini adalah adanya penggaris (ruler) pada sisi atas dan kiri jendela. 3. Jendela Browser Jendela ini adalah jendela yang di dalamnya terdapat tabel sederhana yang memuat data-data objek yang ada pada suatu layer. Jendela ini berkaitan dengan jendela peta tempat objek-objek yang bersangkutan berada. Di sisi paling kiri di dalam jendela browser terdapat kotak-kotak yang dapat dipilih. Bila kotak itu dipilih, maka kotak tersebut akan menjadi berwarna hitam dan objek yang bersesuaian dengan kotak yang dipilih tersebut akan terarsir (model terpilih). Begitu pula sebaliknya, bila ada suatu objek yang dipilih di jendela peta, maka kotak pada jendela browser untuk objek yang bersesuaian akan berubah menjadi hitam. 4. Jendela info Jendela ini akan muncul bila kita mengaktifkan sub menu info (ditandai dengan berubahnya pointer menjadi sebuah crosshair), kemudian memilih suatu objek. Jendela jenis ini berisi data-data penting yang berkaitan dengan objek yang dipilih. Hanya objek yang menyimpan informasi sajalah yang datanya dapat ditampilkan di jendela info ini. 5. Dialog Box Sebuah kotak yang muncul di monitor dan berfungsi untuk melakukan hubungan dengan pengguna dalam menerima/memberi informasi atau masukan. Dialog Box ini paling sedikit dilengkapi dengan tombol OK (OK Button) yang harus dipilih oleh pengguna bila telah selesai mengatur informasi atau masukan yang diinginkan. 6. Tool Bar Tool Bar adalah suatu bar (batang) yang terdiri dari icon-icon yang dapat dipilih untuk melakukan perintah sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Pada PL ini terdapat dua buah tool bar yaitu Menu Tombol dan Edit Gambar. 7. Query Adalah fasilitas untuk menampilkan data atau informasi berdasarkan batasan-batasan tertentu, misal DI dengan luas antara 1000 – 200 Ha atau bangunan atau saluran dengan status rusak berat. Fasilitas ini sangat membantu untuk memperoleh informasi tertentu dengan cepat.

Gambar 1 Contoh jendela browser.

Gambar 2 Contoh-contoh dialog box.

d) Update Data Perangkat Lunak yang baik adalah apabila disediakan suatu fasilitas kepada pemakai untuk dapat menambah dan memperbaiki data-data yang ada di dalamnya, tanpa harus dilakukan pembuatan ulang peta dasarnya. Perangkat Lunak SIG ini direncanakan dapat memberikan beberapa fasilitas untuk melakukan perubahan-perubahan pada gambar ataupun data-data yang ada di dalamnya. Fasilitas-fasilitas yang nantinya disediakan untuk melakukan perubahan-perubahan tersebut antara lain dapat menggunakan sub menu edit

Page 130: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 402

pada menu file dan juga sub menu Simpan yang akan ditempatkan pada menu file.

1. Update Data Pada menu file, terdapat sub menu Simpan yang berfungsi menyimpan perubahan yang terjadi pada objek peta maupun data tabular. Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan dalam proses pengeditan di perangkat lunak lain:

- Menggeser kedudukan peta, sehingga koordinatnya berubah.

- Memperbesar atau memperkecil peta secara keseluruhan.

2. Merubah Luasan Lahan dan Panjang Saluran Data-data luas lahan dan panjang saluran pada perangkat lunak ini diikatkan pada gambar di peta. Bila gambar saluran pada peta diubah, maka data panjang saluran itu akan berubah pula. Bila data panjang saluran atau luas lahan akan diubah atau diperbaharui, yang harus dilakukan adalah meng-edit objek-objek yang bersangkutan di peta

sehingga dihasilkan data seperti yang kita inginkan. 3. Mengganti atau Manambah Foto Foto-foto yang akan ditampilkan pada perangkat lunak ini tersedia dalam format file *.jpg. Pada objek peta yang mempunyai informasi berbentuk foto akan disediakan ruangan sebanyak 10 (sepuluh). Program juga menyediakan fasilitas untuk mengganti foto yang sudah. Nama file dari foto-foto akan diubah secara automatis sesuai dengan penamaan atau nomenklatur dari objek yang bersangkutan.

e) Contoh Tampilan PL SIG Daerah Irigasi dan Daerah Rawa Propinsi Riau

Berikut disajikan gambaran rancangan PL SIG Daerah Irigasi dan Daerah Rawa. Secara umum tingkatan-tingkatan tersebut mempunyai struktur menu seperti yang disajikan dalam gambar-gambar berikut.

Gambar 3 Menu File Tingkat Pertama (sama untuk setiap tingkatan).

Gambar 4 Tampilan peta pada tingkatan kedua (Kabupaten).

Page 131: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 403

Gambar 5 Tampilan peta pada tingkatan ketiga (Contoh Peta Daerah Irigasi).

Gambar 6 Menu Ambacang pada tingkat ketiga (sesuai nama Daerah Irigasi).

Gambar 7 Contoh tampilan skema Jaringan.

Page 132: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 404

Gambar 8 Contoh tampilan foto dari bendung Lubuk Ambacang (BCp0).

Gambar 9 Contoh tampilan Daerah Irigasi Lubuk Ambacang pada jarak dekat.

Kesimpulan Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang terkait dengan pemanfaatan PL SIG dalam pengelolaan jaringan pengairan.

1. Data disimpan dalam bentuk yang ringkas dan dalam berbagai bentuk media penyimpanan elektronik, sehingga mengurangi kemungkinan data hilang atau data rusak akibat dimakan usia, jika disimpan dalam bentuk hardcopy.

2. Jika dibutuhkan dalam bentuk cetak, data dapat dibuat dengan cepat dan dalam berbagai ukuran yang diinginkan.

3. Jika diinginkan pengolahan data lebih lanjut untuk kebutuhan tertentu, dapat dilakukan ekstrak data dengan mudah.

4. Proses pemutakhiran atau pembaruan data dapat dilakukan dengan cepat, akuran, dan efisien.

5. Mempermudah pencarian informasi-informasi yang dibutuhkan, yang pada akhirnya akan membantu atau mempermudah pengambilan keputusan strategis mau pun teknis.

Page 133: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 M. Efendi Saputra

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 405

Daftar Pustaka Ditjen Pengairan PU, 1996. Pedoman Pengendalian

Banjir. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Ditjen Pengairan PU, 1986. Standar Perencanaan Irigasi: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Irigasi, 1986. KP-01. Perencanaan Jaringan Irigasi. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Irigasi, 1986. KP-03. Saluran. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Irigasi, 1986. KP-04. Bangunan. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Irigasi, 1986. KP-07. Standar Penggambaran. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Irigasi, 1986. PT-02. Bagian Pengukuran. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

MapInfo Corporation, 1999. MapBasic Version 5.5, New York, USA.

MapInfo Corporation, 1999. MapInfo Professional Version 5.5, New York, USA.

Unit Data Sumber Daya Air (WRDC), Panduan Penggunaan Aplikasi Pusat Sumber Daya Air Versi 2.0. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia, Jakarta.

Page 134: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 406

Page 135: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Herryan

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 407

TINGKAT KRITIS DAS KOMERING UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN AIR BAGI PERTANIAN

Herryan

Direktur Aditya Enggenering Consultan Bandung

1..PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berpungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. (Asdak, 1998). DAS merupakan semua komponen lahan, air dan sumberdaya biotic yang merupakan suatu unit ekologi dan mempunyai keterkaitan antar komponen DAS. DAS mempunyai banyak sub–sistem yang juga merupakan fungsi dan bagian dari suatu konteks yang lebih luas. Dalam suatu ekosistem DAS, terjadi berbagai proses interaksi antara berbagai komponen yakni tanah, air, vegetasi dan manusia.

Sub DAS Komering adalah salah satu Sub DAS yang ada di DAS Musi di Sumatera Selatan dengan luasan kira-kira 9908 km². Sungai Komering adalah sungai utama di DAS ini. Sungai Komering adalah salah satu sumber air yang dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan antara lain untuk pertanian, air minum, perkebunan, perikanan, lalu lintas air, dan lain-lain. Dengan adanya bentuk hubungan antara masukan dan keluaran dan sistem DAS tersebut maka, maka keadaan Suatu DAS dapat dinilai berdasarkan indikasi yang timbul. Kondisi suatu DAS disanggap normal apabila koefisien air larian berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung kurang lebih sama besarnya, nisbah Q max/Qmin juga normal, tidak banyak terjadi perubahan koefisien arah pada kurva kadar Lumpur Cs terhadap debit sungai (Q). sedangkan kondisi suatu DAS dianggap mulai terganggu apabila koefisien air larian cenderung terus naik dari tahun ke tahun, nisbah Q max/Qmin cenderung terus naik dari tahun ke tahun, kurva Cs terhadap Q semakin tajam dari tahun ke tahun, tinggi permukaan air tanah berfluktuasi secara ekstrim. (Asdak, 1998). Dampak kerusakan DAS antara lain : Infiltrasi berkurang, berkurangnya aliran bawah tanah,

terjadinya erosi permukaan tanah dan sedimentasi yang besar, membesarnya aliran permukaan (banjir), memperkecil base flow, dimusim kemarau kekeringan karena berkurangnya air tanah, perbandingan Q max dan Q min meningkat. Sehingga perlu dikaji keadaan Sub DAS komering apakah termasuk tipe DAS yang normal atau tipe yang DAS yang terganggu, untuk keberlanjutan ketersediaan air bagi pertanian. 1.2. Tujuan Penelitian

Mengkaji Status DAS Komering dari tingkat kekritisannya untuk keberlanjutan ketersediaan air bagi Pertanian. 1.3. Manfaat Penelitian

Untuk bahan masukan bagi pengambil kebijakan dan pengguna dalam rangka Konservasi dan Rehabilitasi DAS Komering agar terjadi Keberlanjutan. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Tempat Penelitian

Tempat Penelitian pada Daerah Aliran Sungai Komering Sumatera Selatan 2.2. Bahan dan Alat yang Digunakan

Peta Propinsi Sumatera Selatan, Peta DAS Musi,Peta Tataguna Lahan DAS Musi Peta Stasiun Hujan DAS Musi, Pera stasiun klimatologi DAS Musi

2.3. Data Yang Dikumpulkan Data Hujan, Data Klimatologi, Data Debit Pengukuran, Data Penduduk, Data Tataguna Lahan

2.4. Metoda Analisis 2.4.1. Analisis Curah Hujan

Perhitungan curah hujan daerah dengan menggunakan metoda Thiessen yaitu dengan persamaan P = Σ Pi Ai/Ar dimana : Pi = tinggi hujan tiap stasiun pengamat

i = jumlah stasiun pengamat Ai = luas tiap stasiun pengamat Ar = luas total

2.4.2. Analisis Tata Guna Lahan Perhitungan Surface expoce (m) dengan

Metode Mock membagi daerah atas tiga bagian yaitu

Page 136: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Herryan

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 408

hutan primer sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian, seperti ditunjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Expose Surface (m) 2.4.3. Perhitungan Penduduk

Tingkat pertumbuhan penduduk Sumatera Selatan cukup tingi, menurut Biro Statistik palembang. Rumus regresi yang digunakan adalah sebagai berikut : n

Pt = Po x (1 + r) ˆ 2.4.4. Analisis Debit

Perhitungan Debit dengan menggunakan metoda Mock. Secara ringkas langkah perhitungan dijelaskan sebagai berikut :

a. Perhitungan Evapotranspirasi dengan Metoda Penman

b. Perhitungan Water Surplus c. Perhitungan Direct Run off d. Perhitungan Stream Flow (aliran air).

Langkah Perhitungan dapat dilihat pada bagan Alir perhitungan metoda Mock. 2.4.5. Proyeksi Kebutuhan Air Baku

Proyeksi kebutuhan air baku berdasarkan proyeksi jumlah penduduk, dan menurut berbagai penelitian-penelitian terdahulu, standart kebutuhan air baku antara lain adalah :

Diperlihatkan pada Tabel 2.2. yaitu tabel Parameter Acuan untuk proyeksi kebutuhan air baku. 2.4.6. Proyeksi Kebutuhan Air Irigasi

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Fluktuasi Debit Debit pada Sub DAS Komering dapat dilihat pada Lampiran 3.1.

Adapun Fluktuasi Debit di Sub DAS Komering adalah berturut-turut dari bulan Januari sampai Desember adalah: 234,85 m³/detik, 177,57 m³/detik, 269,82 m³/detik, 125,29 m³/detik, 52,06 m³/detik, 35,37 m³/detik, 48,65 m³/detik, 16,07 m³/detik, 34,60 m³/detik, 26,66 m³/detik, 117,83 m³/detik, 262,97 m³/detik

Adapun Fluktuasi Debit di DAS Komering pada musim kering yaitu dari bulan Mei sampai Oktober adalah :

52,06 m³/detik pada bulan Mei. 35,37 m³/detik pada bulan Juni. 48,65 m³/detik pada bulan Juli. 16,07 m³/detik pada bulan Agustus.

34,60 m³/detik pada bulan September. 26,66 m³/detik. pada bulan Oktober. Adapun Fluktuasi Debit di Das Komering pada

musim basah yaitu dari bulan Nopember sampai April adalah :

117,83 m³/detik pada bulan Nopember. 262,97 m³/detik pada bulan Desember. 234,85 m³/detik pada bulan Januari. 177,57 m³/detik pada bulan Pebruari. 269,82 m³/detik pada bulan Maret. 125,29 m³/detik. pada bulan April.

Debit maksimum terjadi pada bulan Maret

yaitu sebesar 269,82 m³/detik, dan Debit minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 16,07 m³/detik. 3.2. Peningkatan Evapotranspirasi (ET) Perhitungan Evapotranspirasi (ET) dapat dilihat pada Lampiran 3.2

Adapun besarnya Evapotranspirasi (ET) di Sub DAS Komering adalah berturut-turut dari bulan Januari sampai Desember adalah: 118,63 m³/detik, 102,85 m³/detik, 127,58 m³/detik, 117,00 m³/detik, 110,73 m³/detik, 91,90 m³/detik, 98,78 m³/detik, 120,24 m³/detik, 114,12 m³/detik, 120,96 m³/detik, 121,55 m³/detik, 127,65 m³/detik.

Adapun Fluktuasi Evapotranspirasi (ET)di Sub DAS Komering pada musim kering yaitu dari bulan Mei sampai Oktober adalah :

110,73 m³/detik pada bulan Mei. 91,90 m³/detik pada bulan Juni. 98,78 m³/detik pada bulan Juli. 120,24 m³/detik pada bulan Agustus. 114,12 m³/detik pada bulan September. 120,96 m³/detik. pada bulan Oktober. Adapun Fluktuasi Evapotranspirasi (ET) di

Sub DAS Komering pada musim basah yaitu dari bulan Nopember sampai April adalah :

121,55 m³/detik pada bulan Nopember. 127,65 m³/detik pada bulan Desember.

Page 137: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Herryan

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 409

118,63 m³/detik pada bulan Januari. 102,85 m³/detik pada bulan Pebruari. 127,58 m³/detik pada bulan Maret. 117,00 m³/detik. pada bulan April. Evapotranspirasi (ET) maksimum terjadi pada

bulan Desember yaitu sebesar 127,65 m³/detik, dan Evapotranspirasi (ET) minimum terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 91,90 m³/detik. 3.3. Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik a. Proyeksi Jumlah penduduk. Jumlah penduduk mempengaruhi tingkat kebutuhan air. Kebutuhan air merupakan masalah masa sekarang dan masa yang akan dating, sehingga perlu diprediksi besarnya kebutuhan air. Besarnya prediksi kebutuhan air berdasarkan prediksi jumlah penduduk. Prediksi jumlah penduduk dapat diperoleh dengan proyeksi penduduk. Proyeksi penduduk berdasarkan sensus penduduk. Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan kebutuhan air. kebutuhan air berdasarkan jumlah penduduk sekarang dan beberapa tahun yang akan dating. Jumlah kebutuhan air beberapa tahun yang akan dating diperoleh dengan proyeksi jumlah penduduk dari tahun sekarang dan proyeksi dilakukan sampai tahun 2025. Berdasarkan Sumatera Selatan Dalam Angka tahun 2001, jumlah penduduk tahun 2000 di Sub DAS komering adalah 1.062.594 orang. Prediksi pertumbuhan penduduk menggunakan rumus Regresi adalah : n Pt = P0 x (1+r) ^ Sehingga prediksi pertumbuhan penduduk di Sub DAS Komering dapat dilihat pada tabel 3.1. b. Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air Domestik ( air minum, mencuci, mandi, membersihkan toilet, membersihkan lantai) kira-kira 135-200 liter/orang/hari. Kebutuhan air Domestik di Sub DAS Komering tahun 2004 adalah :

1.128.438 orang x 200 liter/orang/hari = 225.687.600 liter/hari = 225.687.600/1000/3600/24 = 2,612 m³/detik Kebutuhan Air Domestik Di Sub DAS

Komering tahun 2004, 2010, 2017, 2025 dapat dilihat pada tabel 3.2.

c. Kebutuhan Air Baku Kebutuhan air baku adalah kebutuhan-kebutuhan air rumah tangga dan perkotaan (domestic and municipal) yang belum diolah. Air baku ini selanjutnya yang akan digunakan untuk air minum atau air bersih setelah diolah. Kebutuhan Air Baku di suatu daerah berdasarkan jumlah penduduk, untuk perkotaan > 1.000.000 adalah 260 liter/orang/hari, dan untuk 1.000.000 > perkotaan.500.000 adalah 220 liter/orang/hari. Kebutuhan air baku di Sub DAS Komering tahun 2004 adalah : 1.128.438 orang x 260 liter/orang/hari = 293393880 liter/hari = 293393880/1000/3600/24 = 3,396 m³/detik

Kebutuhan Air Baku Di Sub DAS Komering tahun 2004, 2010, 2017, 2025 dapat dilihat pada tabel 3.3. 3.4. Keberlanjutan Produksi Pertanian

Analisa kebutuhan air irigasi di Sub DAS Komering meliputi kondisi sebenarnya dan kondisi proyeksi. Kebutuhan air dalam analisis ini adalah untuk kebutuhan air irigasi, Proyeksi kebutuhan air irigasi sampai tahun 2026.

Perhitungan jumlah kebutuhan air di petak sawah , ditampilkan pada Tabel Lampiran 3.3 sampai 3.6., dengan terlebih dahulu memperhitungkan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman (NFR), yang kemudian baru dikalikan dengan luas lahan irigasi sehingga diperoleh jumlah kebutuhan air irigasi.

Kebutuhan Air Irigasi (m³/detik) Di Sub DAS Komering dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Kebutuhan Air Irigasi (m³/detik) Di Sub DAS Komering.

Tahun 2001 2006 2011

2016

2021

2006

Luas (ha)

52,592

55,184

57,78

60,37

62,96

65,55

Kebutuhan Air Irigasi (m³/detik)

76,26

80,02

82,04

87,53

88,14

91,77

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis perhitungan “Tingkat kritis Sub DAS Komering untuk mendukung ketersediaan air bagi pertanian” didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Ketersediaan Air (Debit) pada Sub DAS Komering adalah sebagai berikut :

Page 138: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Herryan

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 410

Adapun Fluktuasi Debit di Sub DAS Komering pada musim kering yaitu dari bulan Mei sampai Oktober adalah :

52,06 m³/detik pada bulan Mei. 35,37 m³/detik pada bulan Juni. 48,65 m³/detik pada bulan Juli. 16,07 m³/detik pada bulan Agustus. 34,60 m³/detik pada bulan September. 26,66 m³/detik. pada bulan Oktober.

Adapun Fluktuasi Debit di Sub DAS Komering pada musim basah yaitu dari bulan Nopember sampai April adalah :

117,83 m³/detik pada bulan Nopember. 262,97 m³/detik pada bulan Desember. 234,85 m³/detik pada bulan Januari. 177,57 m³/detik pada bulan Pebruari. 269,82 m³/detik pada bulan Maret. 125,29 m³/detik. pada bulan April.

Debit maksimum terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 269,82 m³/detik, dan Debit minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 16,07 m³/detik. 2. Evapotranspirasi (ET) pada Sub DAS Komering adalah sebagai berikut : Adapun Fluktuasi Evapotranspirasi (ET)di Sub DAS Komering pada musim kering yaitu dari bulan Mei sampai Oktober adalah :

110,73 m³/detik pada bulan Mei. 91,90 m³/detik pada bulan Juni. 98,78 m³/detik pada bulan Juli. 120,24 m³/detik pada bulan Agustus. 114,12 m³/detik pada bulan September. 120,96 m³/detik. pada bulan Oktober. Adapun Fluktuasi Evapotranspirasi (ET) di

Sub DAS Komering pada musim basah yaitu dari bulan Nopember sampai April adalah :

121,55 m³/detik pada bulan Nopember. 127,65 m³/detik pada bulan Desember. 118,63 m³/detik pada bulan Januari. 102,85 m³/detik pada bulan Pebruari. 127,58 m³/detik pada bulan Maret.

117,00 m³/detik. pada bulan April. Evapotranspirasi (ET) maksimum terjadi pada

bulan Desember yaitu sebesar 127,65 m³/detik, dan Evapotranspirasi (ET) minimum terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 91,90 m³/detik. 3. Kebutuhan Air Domestik di Sub DAS Komering

adalah sebagai berikut : No

Kebutuhan Air Domestik ( m³/detik) Tahun 2004

Tahun 2010 Tahun 2017

Tahun 2025

2,612 m³/detik

2,858 m³/detik

3,176 m³/detik

4,770 m³/detik

4. Kebutuhan Air Baku di Sub DAS Komering adalah

sebagai berikut :

No Kebutuhan Air Baku ( m³/detik) Tahun 2004

Tahun 2010

Tahun 2017

Tahun 2025

1

3,396 m³/dtk

3,717 m³/dtk

4,129 m³/dtk

6,202 m³/dtk

5. Kebutuhan Air Irigasi (m³/detik) Di Sub DAS Komering .

Tahun 2001 2006 2011 2016 2021 2006 Luas (ha) 52,592 55,184 57,78 60,37 62,96 65,55

Kebutuhan Air Irigasi (m³/detik)

76,26 80,02 82,04 87,53 88,14 91,77

4.2. Saran

Diperlukannya membangun sebuah waduk untuk menampung air pada waktu kelebihan air dan menyalurkannya bila air diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA The Studi on Comprehensive Water Management of

Musi River Basin Studi ,2003. Japan International Cooperation Agency (Jica )

Pusat Penelitian Manajemen Air dan Lahan Universitas Sriwijaya. 2003. Pengkajian Komponen Biogeofisik dan Sosekbud Sub Daerah Aliran Sungai Ogan dan Komering.

Schwab, Glenn O. et all, Alih bahasa Robiyanto Hendro Susanto, Rahmad Hari Purnomo, Teknik

Page 139: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Herryan

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 411

Konservasi Tanah dan Air, Sriwijaya University, Indonesia.

Schwab, Glenn O. et all, Soil and Water Conservation Engineering, Mc.Graw Hill New York

Soekirno, Indratmo, Dr. Ir. Makalah, Ketersediaan Air Pada Wilayah Sungai Musi dan Kebutuhannya. Seminar Pengelolaan Sungai Musi. 30 Maret 2002. Palembang

Zuchri Amir, Rosmina, Tesis, Analisis Ketersediaan Air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi di Sumatera Selatan. Pasca Sarjana Unsri, 2004.

Rianti Nora, Etika, Tesis, Analisis Kebutuhan Air di

Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi Propinsi Sumatera Selatan, Pasca Sarjana Unsri, 2005.

Badan Pusat Statistik Kota Palembang, 2001. Sumatera Dalam Angka

Soemarto, C.D, 1995. Hidrologi Teknik Chow, V.T, 1987. Applied Hidrology, Mc. Grill. New

York Chay Asdak, M.Sc, Ph.D.V.T, 1995. Hidrologi dan

pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada University Press

Ersin Seyhan, 1997. Dasar-dasar Hidrologi, Gajah Mada University Press,1977

Sri Harto BR, Prop.Dr.Ir. Dip. H. Hidrologi Teori masalah dan penyelesaian Sri Harto BR, Prop.Dr.Ir. Dip. H, 1993. Analisis

Hidrologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993

Sri Harto BR, Prop.Dr.Ir. Dip. H. dan Sudjarwadi, M. Eng, 1988, Model Hidrologi, Pau Ilmu Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Adel Aziz Ismail Kashef, PE Fasce, Groud Water Engineering, McGraw Hill Book Compani., New York

David Keith Todd, Groud Water Hidrologi, McGraw Hill Book Compani., New York,1976

Robert J. Kondoatie, M. Eng, Dr. Pengantar Hidrologi, Penerbit Andi Yogyakarta

Larry W, Mays. Water Resources Handbook, Mc.Graw Hill . New York

Biswas ,Asit K. 1996. Water Resources , Environmental Planing, Management, and Development. Mc.Graw Hill . New York Ray K. Linsley . 1992. Water Resources ,

Environmental Planing, Management, and Development. Mc.Graw Hill . New York

Page 140: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Halaman Kosong

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 412

Page 141: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 413

Memberdayakan Komunitas Lokal Dengan Budaya Hemat Air

Melly Lukman

Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil Uki Paulus Makassar

Abstrak Air dapat berubah dalam 3 (tiga) bentuk/sifat menurut waktu dan tempat , yakni; air sebagai

bahan padat, air sebagai cairan dan air sebagai uap/gas. Keadaan-keadaan ini kelihatannya sangat alamiah dan biasa, karena selalu kelihatan demikian..Tetapi sebenarnya, keadaan-keadan/sifat-sifat ini adalah keadaan yang sangat unik diantara seluruh benda yang ada di buni ini. Oleh sebab itu sudah sepantasnya kalau kita harus memberikan perhatian yang serius tentang air..

Air merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, baik untuk diminum, memasak, membersihkan badan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti untuk mengairi sawah, dan sebagainya. Dengan kata lain, ketergantungan kita terhadap air adalah mutlak. Air bukan hanya vital bagi manuisa, tetapi juga bagi seluruh makhluk hidup, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan.. Tanpa air, maka tidak ada kehidupan, atau dengan kata lain ,air adalah kehidupan. Tanpa air makhluk hidup akan mati, tetapi, seringkali justru manusialah sebagai makhluk tertinggi ciptaan Tuhan melupakan hal tersebut , sehingga akhirnya menjadi boomerang karena pengrusakan lingkungan hidup.

Anggapan bahwa air merupakan karunia dari Tuhan dan tak terbatas jumlahnya, membuat manusia menjadi lupa diri dan memperlakukan air tidak sebagaimana mestinya. Namun, dengan berbagai bencana yang melanda seluruh bagian dunia dewasa ini, dimana kebanjiran di musim hujan, dan kekeringan di musim panas,mulai menyadarkan kita , bahwa saat ini alam sudah tidak lagi bersahabat dengan kita, dan air sudah merupakan barang langka yang mahal harganya.

Tulisan ini akan memberikan gambaran tentang betapa besarnya manfaat air bagi kehidupan kita, serta bagaimana dahsyatnya daya rusak air, serta seberapa besar peran manusia didalamnya Dengan mengetahui seberapa besar manfaat dan bahaya yang diakibatkan oleh perlakukan kita terhadap air, maka perlu adanya pemberdayaan masyarakat luas untuk turut berperan aktif dalam pengendalian daya rusak air dengan membudayakan budaya hemat air.

Semua unsure atau komponen masyrakat harus terlibat dalam mengelola dan membudaykan budaya hemat air. Untuk membangun keterlibatan masyarakat agar turut berpartisipasi (community participation) dalam pengelolaan SDA, dalam hal ini agar hemat air, diperlukan terlebih dahulu persiapan masyarakat (community preparation) Untuk itu diperlukan beberapa Strategi untuk Memberdayakan Komuntias Lokal yaitu: Pemberdayaan sebagai Kunci untuk keberhasilan pelibatan masyarakat; Seluruh lapisan masyarakat harus memahami tentang fungsi-fungsi ekosistem dan paham tentang berbagai pengetahuan teknis keairan secara praktis; Kelembagaan yang bertumpu pada budaya setempat dan cukup fleksibel; Kepemimpinan kelompok (kelembagaan) yang berakar pada masyarakat; Menentukan Visi dan Misi yang jelas;Tingkatkan komunikasi dan partisipasi.

Hal ini dapat telaksana bila,ama seluruh lapisan masyarakat telah mengetahui dan memahami tentang siklus hidrologi, khususnya bahwa air jumlahnya tertentu, tetapi kebutuhan semakin hari semakin meningkat, sehingga perlu dibudayakan suatu budaya hemat air. Keywords : Pemberdayaan Komunitas, Hemat Air, Budaya

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air dapat berubah dalam 3 (tiga) bentuk/sifat menurut waktu dan tempat , yakni; air sebagai bahan padat, air sebagai cairan dan air sebagai uap/gas. Keadaan-keadaan ini kelihatannya sangat alamiah dan biasa, karena selalu kelihatan demikian..Tetapi sebenarnya, keadaan-keadan/sifat-sifat ini adlah keadaan yang sangat unik diantara seluruh benda yang ada di buni ini. Oleh sebab itu sudah sepantasnya kalau kita

harus memberikan perhatian yang serius tentang air.. Air merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, baik untuk diminum, memasak, membersihkan badan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti untuk mengairi sawah, dan sebagainya. Dengan kata lain, ketergantungan kita terhadap air adalah mutlak. Air bukan hanya vital bagi manuisa, tetapi juga bagi seluruh makhluk hidup, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan.. Tanpa air, maka tidak ada kehidupan, atau dengan kata lain ,air adalah

Page 142: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 414

kehidupan. Tanpa air makhluk hidup akan mati, tetapi, seringkali justru manusialah sebagai makhluk tertinggi ciptaan Tuhan melupakan hal tersebut , sehingga akhirnya menjadi boomerang karena pengrusakan lingkungan hidup. Anggapan bahwa air merupakan karunia dari Tuhan dan tak terbatas jumlahnya, membuat manusia menjadi lupa diri dan memperlakukan air tidak sebagaimana mestinya. Namun, dengan berbagai bencana yang melanda seluruh bagian dunia dewasa ini, dimana kebanjiran di musim hujan, dan kekeringan di musim panas,mulai menyadarkan kita , bahwa saat ini alam sudah tidak lagi bersahabat dengan kita, dan air sudah merupakan barang langka yang mahal harganya. 1.2. Air Dalam Aspek Teknis

Air bagi seorang engineer (khususnya Hydraulic engineer) merupakan suatu sumber

daya alam potensial yang dapat dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh; pemanfaatan air dengan membangun sistem irigasi, sistem penyediaan air bersih, dan sebagainya. Selain untuk pemanfaatan, juga perlu adanya pengendalian daya rusak air. Air bersirkulasi melalui suatu siklus hydrologi seperti dalam gambar 1 berikut ini

Gambar 1 Siklus Hidrologi Jumlah air di bumi adalah tetap. Dari jumlah air yang ada hanya 2,5 % yang berupa air tawar. Dan hanya < 1 % yang dapat dimanfaatkan dengan biaya rendah, yaitu air di danau, sungai, waduk dan sumber air tanah dangkal. Diperlukan upaya bersama untuk mempertahankan keberadaannya untuk kelangsungan kehidupan dan peradaban sekarang dan masa yang akan datang. Dalam Tabel 1.,2 dan 3 dapat dilihat masing-masing distribusi jumlah air di bumi, Negara terkaya air, dan Negara termiskin air.

Tabel 1. Distribusi Jumlah Air di Bumi No. Sumber Air % Km3 1. 2. 3. 4. 5.

Air di Udara Sungai dan Danau Es dan salju Air Tanah Air Laut

0.00175 0.00175 1.75150 0.72500 97.52000

24,500 24,500 24,521,000 10,150,000 1,365,280,000

100.000 1,400,000,000 Sumber : comprehensive Assessment of The Freshwater Resources Of The world : WMO Tabel 2. Negara Terkaya Air

No. Negara Ketersediaan Air (km3/th)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Brazil Russia China

Canada Indonesia

USA India

Colombia zaire

5670 3904 2880 2856 2530 2478 2478 2478 1020

Sumber : Water Resources Institute Washington 1991 Tabel 3. Negara Miskin Air

No. Negara Ketersediaan Air (m3/th/jw)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Malta Qatar Bahama Bahrain Yaman Saudi Arabia Libya UAE Singapore Jordan

50 62,5 87 119 126 191 194 231 234 313

Sumber : Water Resources Institute Washington 1991 1.3. Air Dalam Aspek Budaya Budaya itu sebenarnya bukanlah sekedar definisi, tetapi bagaimana sesuatu itu diberi makna. Kita semua sadari, bahwa air tidak bisa dilepaskan, atau terlepas dari kehidupan umat manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Filosofi tentang air sangat sulit untuk diuraikan atau didefinisikan, dalam budaya-budaya masyarakat tertentu, karena sebenarnya filosofi tentang air itu sangat universal. Dalam budaya masyarakat (etnis) manapun, air selalu mempunyai tempat yang khusus. Air dengan sifatnya, selalu diidentikkan dengan yang menyejukkan karena dingin, memberi kehidupan, mensucikan atau membersihkan tubuh ataupun benda-benda lainnya. Air juga memberi makna rendah hati, karena air selalu mengalir menuju ke tempat yang lebih rendah. Sebagai contoh, bagi masyarakat Sul Sel, air itu selain menyejukkan, dingin, memberi kehidupan, juga tidak terbelah atau terpecahkan

Page 143: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 415

walaupun diparangi, dan bermakna biarlah kehidupan itu mengalir seperti air. Dalam pemahaman agama manapun, air adalah karunia Tuhan, dan selalu digunakan hampir dalam setiap prosesi, baik untuk memsucikan atau membersihkan. Jadi air tidak pernah bisa terlepas dari seluruh peri-kehidupan manusia, baik secara badaniah ataupun tohaniah. II. MEMBERDAYAKAN KOMUNITAS LOKAL 2.1. Partisipasi Masyarakat Hampir setiap saat kita mendengaar dimana-mana seakan-akan suatu euphoria bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam setiap tahapan pelaksanaan pembangunan, tetapi selalu terbentur pada masalah apakah masyarkat sudah mampu melibatkan dirinya dalam ssetiap tahapan pelaksanaan pembangunan yang terjadi di dekitarnya ? Dan kita akan saling berdebat bahwa masyarakat setempat mau dilibatkan tetapi kemampuan mereka, atau tingkat pendidikan mereka yang tidak memadai, dan belum mampu mengambil bagian dalam pelaksanaan pembangunan terssebut, yang paling umum adalah sekelompok orang yang ikut menjadi buruh bangunan, ataupun mamdor, serta penjaga keamanan. Yang sangat menggelitik , adalah dimana sebenarnya letak permasalahnnya ? di satu sisi kita inginkan masyarakat setempat terlibat, di sisi lainnya dikatakan mereka belum mampu. Jadi seringkali istilah partisipasi masyarakat hanya sekedar menjadi retorika belaka. 2.2. Penyiapan Masyarakat Sebenarnya sangat sederhana, bagaimana kita mengharapkan adanya partisipasi masyarakat kalau kita belum pernah melakukan penyiapan masyarakat. Bagaimana masyarakat setempat mau terlibat dan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan kalau mereka sebenarnya tidak memahami apa yang mau, sedang dan akan dilakukan oleh sekelompok orang yang hiruk pikuk di daerah sekitar tempat bermukim mereka. Penyiapan masyarakat ini sebenarnya sudah harus dimulai bukan hanya pada saat akan dilaksanakan kegiatan pembangunan fisik, tetapi sudah harus menyiapkan masyarakat dengan melibatkan mereka dalam proses perencanaan, dimana saat study, pembuatan perencanaan, masyarakat setempat sudah dilibatkan dengan mengadakan berbagai pertemuan baik formal maupun non formal di lngkungan Kecamatan, khususnya di wilayah Kelurahan/Desa tempat dimana kegiatan pelaksanaan fisik akan dilaksanakan. Masyarakat diberikan pemahaman

tentang maksud dan tujuan rencana pelaksanaan suatu infrastuktur, dan dijelaskan berbagai dampak yang diperkirakan akan terjadi, baik dampak yang positif maupun dampak yang negatif, serta bagaimana rencana meningkatkan dampak-dampak positif yang diperkirakan akan terjadi, serta bagaimana antisipasi untuk mengeliminir atau mengurangi dampak negatif yang mungkin juga akan terjadi. 2.3. Pemberdayaan Sebagai Kunci

Keberhasilan Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat memang kadang-kadang merupakan suatu hal yang sulit-sulit gampang. Kadang kala terasa mudah mengatakan dan menyusun sejumlah teori-teori, tetapi realitas di lapangan sullit dilaksanakan.dan tingkat keberhasilannya sangat tergantung pada banyak faktor. Dan kadang kala ditengah frustrasinya sejumlah orang mengatakan bahwa memang masyarakatlah yang tidak mau tahu dan tidak mau sadar dan peduli dengan keadaan di lingkungan sekitarnya. Memang pemberdayaan ini tidak dapat dilaksanakan hanya dengan memberikan ceramah atau pelatihan, dan sebagainya. Pemberdayaan sebenarnya merupakan suatu proses, (learning by doing) seperti yang dikemukakan di bagian sebelumnya, bagaimana mungkin ada partisipasi masyarakat, kalau belum pernah atau tidak pernah melaksanakan penyiapan masyarakat. Dalam proses pemberdayaan ini diperlukan strategi yang sebenarnya cukup sederhana tetapi memerlukan keseriusan, kepedulian dan kemauan untuk berbagi dan saling menghargai. Komunitas (masyarakat) khususnya di DAS (Daerah Aliran Sungai) harus dibangkitkan suatu rasa dibutuhkan dan membutuhkan, serta yakin bahwa mereka bekerja dengan maksud yang sangat bermanfaat. Mereka juga harus tahu apa yang diharapkan dari mereka dan apa imbal balik yang akan mereka dapatkan dari upaya mereka tersebut. Jangan sampai masyarakat di kawasan DAS diwajibkan untuk menjaga dan memellihara DAS, tetapi mereka tidak memperoleh sesuatu dari hal tersebut. Untuk itu selain mereka perlu ditanamkan rasa kepedulian bahwa memelihara DAS adalah untuk kepentingan semua orang (termasuk mereka sendiri) juga diperlukan kegiatan bagi mereka (masyarakat setempat) sebagai kompensasi atas upaya mereka menjaga dan memelihara DAS. Seluruh masyarakat harus dapat memahami tentang siklus hidrologi, dimana jumlah air di bumi tetap jumlahnya, sedangkan

Page 144: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 416

kebutuhan semakin ahri semakin meningkat, dan bahwa DAS itu merupakan salah satu tempat cadangan air Kelompok-kelompok masyarakat yang diberdayakan haruslah berakar dari budaya masyarakat setempat dengan kepemimpinan yang diakui oleh kelompok yang dipimpinnya. Kelompok-kelompok masyarakat ini harus senantiasa diberikan berbagai informasi tentang teknik-teknik sederhana dalam mengelola dan memelihara DAS secara periodic Dalam membina kelompok-kelompok ini, harus ditentukan visi dan misi yang jelas. Selanjutnya dengan melibatkan dan menggali informasi dan potensi yang ada dalam masyarakat itu sendiri, ditentukan sasaran yang bisa dicapai.. Misalnya,Untuk menetapkan visi, kelompok perlu menetapkan keberhasilan jangka pendek sebagai sasaran antara.. Keberhasilan tersebut akan mencakup strategi umum (contoh; meningkatkan dukungan perlindungan DAS.) Dan keberhasilan untuk kegiatan yang lebih spesifik juga akan diperlukan, misalnya artikel-artikel dari media masa tentang DAS, penanaman pohon, khususnya pembangunan hutan tanaman unggulan lokal, atau tanaman pohon kayu yang cepat dapat dimanfaatkan, agar masyarakat tidak mengganggu ekosisten DAS yang ada dengan menebang pohon sembarangan. Selanjutnya, harus ditingkatkan sistem komunikasi . Partisipasi masyarakat dapat berjalan dengan sukses kalau telah terbangun suatu jaringan sistem informasi dan komunikasi yang jelas dan terbuka. Diskusi-diskusi baik dalam pertemaun resmi maupun non formal harus bersifat jujur dan terbuka. Partisipasi yang seimbang, akan meningkatkan semangat saling percaya, salling membutuhkan dan saling kerjasama. Selain hal yang tersebut diatas, diperlukan adanya prosedur yang dibuat untuk meningkatkan partisipasi. Keputusan yang paling efektif adalah yang diambil dari konsesus. Dimana artinya, setiap orang tidak akan merasa puas secara keseluruhan, tetapi setiap orang dapat merasakan adanya keputusan yang adil. Dalam pemberdayaan ini, kelompok masyarakat perlu diorganisir dalam suatu organisasi yang fleksibel. 2.4. Partisipasi Yang Sukses dan Yang

gagal Keterlibatan dan partisipasi masyarakat bisa berhasil karena beberapa alasan. Pertama, adanya tantangan , sehingga akan menentukan sejauh mana motivasi yang diberikan kepada

masayrakat , dan memastikan bahwa motivasi tersebut sesuai dengan kehendak mereka sendiri. Beberapa individu akan berkontribusi , sebab pekerjaannya dalam keterlibatan ini dalam kerjasama memberikan manfaat aktualisasi diri. Banyak orang akan merasa senang dan menikmati bekerja sama dengan orang lain dan, atau menjumpai tantangan baru. Dan, mereka juga mulai mampu melihat kemampuan dan potensi diri serta merasa bahwa mereka juga mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat baik bagi diri mereka sendiri, maupun bagi lingkungannya.. Selain kesuksesan, tidak dapat diingkari juga ada kelompok yang gagal, hal ini sering disebabkan oleh karena, adanya trauma kegagalan masa lalu, kurang adanya komitmen, kuatir akan hilangnya kebebasan dengan melibatkan diri dalam suatu kelompok, kurang percaya akan kemampuan diri sendiri ataupun terhadap teman dalam berkontribusi, adanya konflik antar pribadi, adanya konflik politik/kekuasaan, adanya anggota yang tidak menyetujui peran realitis dan tanggung jawab, serta mungkin adanya perbedaan pada kultur dan nilai personal. III. MEMBUDAYAKAN BUDAYA HEMAT AIR Hal yang sangat dilematis, karena sering terdengar masyarakat (komunitas) yang bermukim di kawasan DAS selalu diharapkan untuk menjaga dan memelihara DAS, padahal mereka merasa memiliki sumber daya air yang berlimpah dan dapat mereka gunakan semaunya, Di lain sisi masyarakat di kawasan lain sangat boros dalam menggunakan air.dengan berasumsi bahwa mereka telah membayar untuk setiap liter (m3) air yang mereka gunakan. Kebiasaan-kebiasan atau asumsi-asumsi dan anggapan yang demikian haruslah mulai dikikis dari benak seluruh lapisan masyarakat. Dimana setiap anggota masyarakaat dimanapun berada atau bermukim, apapun profesi dan pekerjaannya harus diberikan kesadaran tentang air dan manfaatnya, serta paham bahwa tidak ada satupun makhluk hidup dapat hidup tanpa air. Dan ditinjau dari segi budaya ataupun agama apapun, air selalu memegang peranan penting dalam setiap prosesi. Untuk itu perlu membudayakan budaya hemat air bagi seluruh lapisan masyarakat. IV KESIMPULAN DAN SARAN Dari tulisan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

Page 145: PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI LISTRIK WADUK …hathi-pusat.org/izCFiles/uploads/downloads/Gabung-D.pdf · penulisan makalah ini juga akan membandingkan dengan ... maka diperoleh nilai

ISBN: 978-979-15616-4-8 Melly Lukman

Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) HATHI ke-23, Manado 10-12 Nopember 2006 417

1. Air adalah sumber kehidupan, dan perlu

dipelihara kelestariannya.. 2. Perlu membudayakan budaya hemat air,

agar seluruh lapisan masyarakat turut terlibat dalam pemanfaatan air secara efisien dan efektif

3. Seluruh lapisan masyarakat perlu mengetahui dan memahami tentang siklus hidrologi, bahwa air jumlahnya tertentu, tapi kebutuhan semakin hari, semakin meningkat.

4. Di era otonomi ini, karena adanya euforia tentang otonomi dan demokrasi, maka pengrusakan ekosistem, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan DAS

sebagai salah satu ekosistem semakin menjadi-jadi.

DAFTAR PUSTAKA

US-Conservation Technology Information Center (CTIC) , Getting To Know Your Local Watershed , 2004

US-Conservation Technology Information Center (CTIC) , Building Local Partnership, 2004

US-Conservation Technology Information Center (CTIC) , Managing Conflict , 2004

Undang Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air .