pengembangan staf

Upload: alam-barakati

Post on 19-Oct-2015

127 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

word

TRANSCRIPT

MANAJEMEN KEPERAWATANPENGEMBANGAN STAF1. Pendahuluan

Dalam hiruk pikuknya pelaksanaan pembangunan dewasa ini, terlihat adanya tuntutan pelaksanaan tugas dalam keterlibatan aktif semua pihak. Melalui pemberdayaan staf secara optimal, diharapkan penyelesaian tugas dapat berjalan secara cepat, tepat, dan tuntas serta berkualitas. Selain itu, pemberdayaan staf diharapkan dapat menunjang manajemen yakni efektivitas, efisiensi, rasionalitas dan produktivitas dapat dicapai.Disamping itu, rumah sakit sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan yang melakukan praktik manajemen modern, perlu menelaah kembali tentang kemampuan sumber daya manusia. Karena rumah sakit saat ini tengah menghadapi permasalahan sebagai akibat dari terjadinya perubahan, antara lain kompleksitas dari tujuan, visi, dan misi rumah sakit, beratnya tugas pokok yang harus diselenggarakan, beragamnya fungsi organisasi rumah sakit yang semakin besar dan melibatkan personel yang semakin banyak, terbatasnya dana yang disediakan serta semakin perlunya penekanan pada aspek efisiensi. Makin beragamnya peralatan atau fasilitas kesehatan sebagai akibat dari semakin canggihnya teknologi dan ilmu pengetahuan maka makin pesat berkembangnya profesi di bidang kesehatan (perawat, dokter, bidan, dan lain-lain). Hal ini untuk menjawab tantangan meningkatnya daya kritis masyarakat sebagai pelanggan untuk memperoleh pelayanan paripurna yang memuaskan. Berangkat dari itu maka staf sebagai pembantu pimpinan rumah sakit baik dalam kedudukannya selaku pimpinan unit lini yang lebih rendah (kepala bidang keperawatan, kepala seksi, kepala bangsal, dan lain sebagainya) maupun staf pembantu yang memainkan peran selaku pemberi nasehat dan masukan, serta staf pembantu yang bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan penunjang dalam konteks pelayanan kesehatan di rumah sakit, dapat dibina dan ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan, sikap mental serta penampilan secara berencana, terprogram dan berkesinambungan dari waktu ke waktu. Hanya staf yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, sikap, idealism, dan teknik yang actual dan terkini sajalah yang mampu mengubah pola pandang, pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang inovatif dan kreatif dan mampu meningkatkan produktifitas kinerjanya. Pelayanan keperawatan sebagai bahan integral dari pelayanan kesehatan mempunyai daya ungkit yang besar dalam mencapai tujuan pembangunan bidang kesehatan. Keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai tenaga professional bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan keperawatan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lain.

Pelayanan keperawatan bermutu merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh perawat. Pelayanan bermutu memerlukan tenaga profesional yang didukung oleh factor internal antara lain motivasi untuk mengembangkan karir profesional dan tujuan pribadinya maupun factor eksternal, antara lain kebijakan organisasi, kepemimpinan, struktur organisasi, system penugasan dan system pembinaan.

Dewasa ini proporsi tenaga perawat di sarana kesehatan merupakan proporsi terbesar dibandingkan dengan tenaga kesehatan lain, yaitu 40%. Pada dasarnya peran utama perawat adalah sebagai perawat pelaksana, perawat pendidik, perawat manajer, dan perawat peneliti (riset).Pada saat ini, system pengembangan jenjang karir dalam konteks system penghargaan bagi perawat sudah dikembangkan untuk pegawai negeri sipil (PNS) melalui jabatan fungsional perawat yang ditetapkan berdasarkan SK Menpan No.94/KEP/M.PAN/11/2001 tentang Jabatan Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya, walaupun belum sepenuhnya berbasis kompetensi. Pengembangan jenjang karir pada saat ini lebih menekankan pada posisi/jabatan baik structural maupun fungsional (job career) sedangkan jenjang karir profesional (professional career) berfokus pada pengembangan jenjang karir profesional yang sifatnya individual. Oleh karena itu perlu dikembangkan jenjang profesional bagi perawat.2. Pengertian

Pengembangan staf merupakan bagian integral dari pengembangan SDM rumah sakit dalam rangka peningkatan kinerja dan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit. Kejelasan system pengembangan staf melalui program pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk peningkatan motivasi kerja dan profesionalitas tenaga keperawatan sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal. 3. Konsep Mengorangkan OrangManusia sebagai makhluk social dengan segala kelemahannya tidak akan pernah terlepas dari bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat dan kebutuhan hidup tersebut relative berbeda antara satu orang dengan lainnya, demikian juga dengan potensi yang dimilikinya. Maslow mengemukakan tingkat-tingkat kebutuhan pokok manusia ke dalam lima tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan mencintai dan dicintai (love needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). Tingkat dan jenis kebutuhan ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan setiap individu relative mempunyai kebutuhan yang berbeda. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut dan pengembangannya dalam kehidupan manusia dalam statusnya pada system social perlu diperhitungkan dan dipertimbangkan. Demikian pula dalam proses penyelenggaraan manajemen, terutama yang berkaitan dengan pembinaan kinerja serta pengembangan karier diperlukan pendekatan individual disamping pendekatan proporsional dan profesional.Sudah sewajarnya sebagai manusia menginginkan kehidupan yang layak mempunyai kesempatan untuk maju dan berkreasi, perasaan merdeka dan partisipasi, perasaan aman, perasaan solidaritas, perasaan ingin berkembang dalam karier, keinginan memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan, perasaan memiliki tujuan, dan perasaan memperoleh keberhasilan. Di sisi lain perhatian terhadap sikap dasar dari manusia akan membantu dalam menyiasati dan mengantisipasi sebagaimana seseorang diperlakukan dalam konteks pembinaan kinerjanya. Douglas McGregor dalam teorinya (X dan Y) menyatakan bahwa pada hakekatnya terdapat 2 sikap dasar manusia, yaitu sikap dasar yang dilandasi teori X dan sikap dasar yang dilandasi teori Y. Sikap dasar manusia yang dilandasi teori X diasumsikan bahwa pada prinsipnya kebanyakan manusia tidak suka menerima tanggung jawab, malas, dan selalu ingin aman saja. Motivasi kerja mereka yang utama adalah uang dan keuntungan financial. Kelompok ini cenderung mau bekerja karena adanya hukuman dan hadiah. Pimpinan yang mendasarkan tindakannya pada teori ini cenderung mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahannya dan banyak melakukan hukuman atau ganjaran. Penganut teori X ini kebanyakan tidak suka bekerja, tidak memiliki ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, dan mereka lebih senang selalu diberi masukan dan pengarahan, kebanyakan mereka tidak mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah secara kreatif dan atas prakarsanya motivasi terjadi hanya pada tingkat fisiologis serta adanya rasa aman. Pada teori X ini juga kebanyakan orang harus dikontrol secara ketat, bahkan seringkali harus dipaksa untuk mencapai tujuan unit kerja. Berbeda dengan teori X, sikap dasar orang yang dilandasi teori Y diasumsikan bahwa pada hakekatnya kebanyakan manusia suka bekerja. Bekerja bagi mereka merupakan kegiatan alami seperti halnya bermain. Lebih dari itu, kontrol terhadap dirinya sendiri merupakan suatu hal yang esensial dalam mencapai tujuan seseorang atau tujuan unit kerja. Di samping itu, kebanyakan mereka mempunyai tujuan sebagaimana telah ditetapkan sendiri dengan upaya yang diarahkan oleh dirinya sendiri. Pimpinan yang mendasarkan tindakannya pada teori Y akan lebih terbuka, dan mendorong bawahannya atau stafnya untuk lebih berprakarsa, berinisiatif dan tumbuh secara aktif.

Strategi pendekatan secara manusia tersebut memungkinkan pimpinan dapat menyiasati dalam meningkatkan kemampuannya sesuai dengan heterogenitas staf itu sendiri yang menyangkut kepribadian, status pekerjaannya, latar belakang pendidikannya, dan sebagainya.4. Manajemen Bangsal Sebagai Ujung Tombak dalam Peningkatan Kinerja

Bangsal atau ruangan pasien adalah bagian penting yang tidak terpisahkan dari suatu tatanan rumah sakit. Dapat dikatakan, bangsal sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit dan ikut menentukan baik buruknya rumah sakit atau mutu layanan yang diberikan kepada konsumen rumah sakit. Di bangsal ini bergabung perawat pelaksana asuhan keperawatan yang memonopoli waktu pasien secara terus-menerus selama 24 jam, bahkan tengah malampun perawat dengan dedikasinya yang tinggi dengan setia mendampingi pasiennya dan melayani, memenuhi kebutuhannya, serta memecahkan permasalahan yang dihadapi pasiennya. Atas dasar kondisi itulah, maka mereka sudah selayaknya menjadi tenaga primadona dan penentu pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit. Oleh karena itu, mereka harus dikelola, diatur, dipimpin, dibina, ditingkatkan, dan dikembangkan profesionalismenya serta dihidupkan idealismenya.

Berbicara tentang kepengurusan atau manajemen staf, berarti mencakup sejak dari memilih calon tenaga yang qualified sampai dengan pembinaan dan pengembangannya. Dalam memilih calon yang berkualitas, dibutuhkan tenaga sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan untuk setiap posisi dalam unit kerja, selanjutnya memberi kesempatan kepada staf baru untuk berorientasi, melatihnya dalam melaksanakan tugas-tugas melalui instruksi, dan membelajarkannya melalui pekerjaan langsung ke pasien.

Aspek pembinaan staf atau perawat harus dikedepankan sehingga perkembangan pesat rumah sakit dapat menyesuaikan dirinya, dan jika terjadi tantangan yang berat, perawat dapat berperan aktif dalam menghadapinya.Dalam rangka meningkatkan kinerja staf perawatan, Chintya Chew dalam tulisannya berjudul Be A Better Boss yang dimuat dalam The Straits Times, 11 Juli 1988, menyatakan bahwa ada sebelas hal yang harus dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahan atau staf untuk dapat meningkatkan kinerjanya, yaitu:

1. Pemberian instruksi yang jelas

Staf perlu mengetahui secara jelas apa yang diinginkan melalui penjabaran kegiatan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Utarakan mengapa seseorang sesuai dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau tugas yang kita berikan.

2. Belajar untuk menjadi pendengar yang baik

Seringkali pimpinan malas untuk mendengar keluhan stafnya. Akibatnya, pimpinan akan kehilangan informasi yang semestinya sangat bermanfaat untuk pengembangan ke arah kemajuan yang diinginkan. Seharusnya pada saat staf berbicara, pimpinan memperhatikan secara penuh agar staf tidak merasa kurang diperhatikan atau kehilangan muka.

3. Menghargai staf yang berprestasi

Pada hakekatnya, semua orang merasa senang bila mendapatkan penghargaan dalam bentuk apapun. Bila staf melakukan kegiatan yang berprestasi, informasikan pada atasan anda, dan hargai mereka. Hal ini akan bermanfaat bagi mereka dan juga anda.

4. Mengetahui kapan dan dimana memberi kritik

Memberitahukan staf bila mereka baik atau sebaliknya. Bila baik, beritahu reaksi anda dan jangan menumpuk berbagai kelemahan atau menumpahkannya sekaligus. Jangan mengkritik orang atau staf anda di depan orang lain.

5. Memberikan perhatian terhadap pengembangan karier bawahan

Pimpinan selayaknya memberikan bimbingan pada stafnya untuk memperoleh cara-cara yang sesuai dalam meningkatkan kariernya.

6. Pemberian tantangan

Motivasi terbaik adalah tantangan untuk pekerjaan. Bila tidak ada tantangan maka produktivitas, antusiasme kinerja akan menurun dan kondisi ini harus segera diantisipasi.

7. Selalu melakukan komunikasi dengan bawahan

Pimpinan harus mampu mengembangkan komunikasi dua arah dengan anak buah atau stafnya dan pimpinan harus mampu menggunakan bahasa yang mudah dimengerti serta berkelanjutan. Komunikasi jangan hanya dilakukan pada saat terjadi permasalahan atau hal-hal yang bersifat negatif, tetapi juga dilakukan pada saat tidak terjadi konflik atau masalah, atau pada hal-hal yang sifatnya positif.8. Menghargai bawahan dan mereka adalah orang yang dibutuhkan

Semua orang memiliki keinginan untuk dibutuhkan oleh orang lain. Pada banyak kondisi, mintalah masukan atau pendapat dari staf mengenai hal apapun terutama dalam pengambilan suatu keputusan dan hindarkan membuat keputusan yang otoriter.

9. Tetaplah konsisten

Perilaku tidak konsisten hanya akan membuat staf menjadi bingung, frustasi, dan pasif dalam menghadapi tugas yang diberikan.

10. Berlakulah adil

Seorang pemimpin harus mampu memprelakukan stafnya secara adil. Perilaku diskriminatif akan menghancurkan moral karyawan dan menurunkan produktivitas kerja.

11. Tahu bagaimana berkata tidak

Adakalanya seorang pemimpin harus mampu mengatakan tidak, terutama yang menyangkut visi dan misi. Meskipun demikian pimpinan harus mampu memberikan alasan yang kuat mengapa harus menolak suatu keputusan atau usulan tertentu dari stafnya. Pimpinan juga harus mampu meyakinkan dan menyadarkan bawahan atau stafnya bahwa dia telah mempertimbangkan permintaan atau usulan stafnya. Yakinkan bahwa tidak setiap permintaan atau usulan harus disetujui bila ternyata ada usulan yang lebih prioritas.

Dari uraian di atas maka dibutuhkan jiwa kepemimpinan (leadership) bagi setiap perawat. Perawat harus berperan sebagai tenaga serba bisa. Oleh karena itu, perawat harus secara terus-menerus menjaga idealism dan meningkatkan profesionalismenya. Perawat harus pandai menjaga diri dan membawakan diri sebagai seorang pimpinan karena ia juga sebagai koordinator dalam pelaksanaan kerja tim. Di samping itu perawat harus terbuka secara penuh, memiliki inisiatif, prakarsa, dan berperilaku kreatif tidak hanya sendiko dhawuh(melaksanakan perintah tanpa alasan yang jelas) serta memiliki wawasan ke depan. Jadi, motivasi perawat adalah memiliki kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, kerja tuntas, dan kerja berkualitas. Selain itu, seorang perawat harus memiliki budaya kerja (etos kerja) yang menyangkut profersional, proporsional, prosedural, proaktif, produktif, dan progresif.5. Peningkatan dan Pengembangan Staf

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa rumah sakit dengan berbagai program dan kegiatannya yang dilakukan untuk menghadapi dan menjawab berbagai tantangan zaman, tidak dapat ditawar-tawar lagi, harus dipersiapkan system pengembangan sumber daya manusia yang berdaya guna dan berhasil guna.Ada beberapa bentuk pengembangan staf yang dapat dilakukan, antara lain:

a. In service education

Pendekatan yang dilakukan adalah bagaimana staf akan terlibat dalam proses pendidikan melalui berlangsungnya pelayanan kesehatan atau keperawatan yang terus diberikan kepada klien. Hal demikian dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar rumah sakit.

b. Orientasi

Program ini diberikan kepada staf yang baru atau sebaliknya untuk mengenalkan tugas-tugas yang harus dilakukannya atau mengetahui adanya perkembangan teknologi di bidang kesehatan.

c. Job training

Dilakukan melalui program pelatihan bagi staf sesuai dengan bidang penugasannya atau job tertentu.

d. Continuing nursing education

Program ini merupakan program berkelanjutan sesuai dengan system pendidikan formal yang berlaku, yaitu system pendidikan tinggi bagi perawat selaras dengan statusnya sebagai insan profesi. Sesuai dengan kebutuhan pengembangan, seluruh perawat layak untuk mengikuti program ini dengan pertimbangan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

e. Pelatihan kepemimpinan

Hakekatnya semua perawat adalah pemimpin. Oleh sebab itu, ia perlu mengembangkan kemampuan leadershipnya sebagai seorang profesional.

f. Pengembangan karier

Staf mempunyai hak atas pengembangan kariernya sesuai dengan system yang berlaku. Pimpinan harus mampu merencanakan, melaksanakan dan menilai pengembangan masing-masing stafnya, serta melihat itu semua sebagai upaya memotivasi, menstimulasi, dan memberikan penghargaan untuk peningkatan prestasi kerja.g. Studi banding

Unit kerja satu dengan yang lain ternyata bersifat kompetitif. Oleh sebab itu, bukan tidak mungkin unit kerja lain mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan unit kerja sendiri. Rencana untuk tukar pengalaman dari institusi atau unit kerja lain perlu diprogramkan dalam rangka membangun motivasi, pengembangan, dan peningkatan prestasi kerja. Bentuk lain yang sekarang sedang menjadi tren adalah melalui kegiatan Study Branch Marking. Branch marking adalah proses pengukuran operasional terhadap bisnis sebuah perusahaan (kualitas, produksi, jasa layanan) dengan membandingkannya ke perusahaan/institusi lain yang mempunyai produksi/jasa layanan yang lebih baik. Kegiatan membandingkan meliputi berbagi kinerja dan informasi operasional untuk aktivitas yang berkelanjutan dalam mencapai tujuan organisasi. Branch Marking terjadi ketika sebuah organisasi mengidentifikasi kelemahan, atau kemudian membandingkan dengan organisasi yang lain yang telah mencapai tingkat ideal.h. Penilaian kinerja

Seluruh staf diberikan penilaian atas kinerjanya melalui system penilaian yang berlaku. Cakupannya, antara lain tanggung jawab, loyalitas, kerajinan, kedisiplinan, kepemimpinan, dan kejujuran.

i. Pendidikan dan pelatihan

Program ini dirancang untuk memberikan pendidikan dan pelatihan terhadap staf melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dengan target tertentu (waktu, materi, keterampilan). Pelaksanaan dari program ini adalah melalui kepanitiaan atau lembaga/institusi tertentu yang berkompeten.

j. Magang di rumah sakit yang lebih maju

Harus diakui bahwa rumah sakit lain yang memiliki nilai lebih harus menjadi target untuk ngangsu kawruh atau mencari serta menambah ilmu. Program ini dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan kedua belah pihak yang terlibat.

k. Kelompok kerja keperawatan

Program ini perlu dilaksanakan selaras dengan keperawatan sebagai profesi yang telah, tengah dan terus dikembangkan. Produk kelompok kerja ini adalah hasil diskusi pengembangan keperawatan, karya tulis, prosedur tetap, materi buku ajar, temu ilmiah, penelitian keperawatan, pengembangan system pendidikan keperawatan, dan masukan untuk pengembangan organisasi profesi.l. Pengembangan kerja tim di ruangan

Konsep kerja tim ini masih banyak kendala dalam pelaksanaannya, namun semua komponen dalam tim tersebut perlu mengidentifikasi semua masalah di lapangan yang dilakukan oleh semua profesi kesehatan yang terlibat. Staf keperawatan dengan otonomi dan kemandiriannya harus lebih proaktif dalam membangun pelaksanaan kerja tim dalam memberikan asuhan keperawatan secara paripurna.6. Kriteria Pengembangan Stafa. Kriteria Struktur

1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang system pengembangan staf tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit

2. Adanya kebijakan rumah sakit tentang pola jenjang karir tenaga pelayanan keperawatan

3. Adanya program pengembangan tenaga pelayanan keperawatan (pendidikan formal dan informal)

4. Adanya mekanisme program pengembangan staf tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit

b. Kriteria Proses

1. Menganalisis hasil penilaian kinerja tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit sebagai bahan penentuan pengembangan staf

2. Menetapkan jenjang karir sesuai dengan hasil analisis kinerja tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit

3. Memberi kesempatan kepada semua tenaga pelayanan keperawatan untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kriteria yang ditentukan4. Melaksanakan pembinaan tenaga pelayanan keperawatan berdasarkan hasil evaluasi kinerja

5. Memberikan umpan balik hasil evaluasi kinerja

6. Melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan (pemberian penghargaan, sanksi, pelatihan/update pengetahuan dan keterampilan)

c. Kriteria Hasil

1. Adanya dokumen hasil analisis penilaian kinerja tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit sebagai bahan penentuan pengembangan staf

2. Adanya dokumen penetapan jenjang karir sesuai dengan hasil analisis kinerja tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit3. Adanya dokumen pelaksanaan pengembangan staf tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit, baik formal maupun informal

4. Adanya dokumen evaluasi peningkatan kemampuan dan keterampilan tenaga pelayanan keperawatan di rumah sakit

5. Adanya dokumen upaya tindak lanjut hasil pelaksanaan pembinaan dan penilaian kinerja SDM dengan pemberian penghargaan atau sanksi

6. Adanya dokumen tahunan mengenai jumlah perawat yang mengikuti pelatihan/pendidikan sesuai kompetensi profesi perawat.

7. Pengembangan Sistem Jenjang Karir Profesional Perawata. Pengertian jenjang karir profesional perawatJenjang karir merupakan system untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi. Dalam pengembangan system jenjang karir profesional bagi perawat dapat dibedakan antara pekerjaan (job) dan karir (career).

Pekerjaan diartikan sebagai suatu posisi atau jabatan yang diberikan/ditugaskan, serta ada keterikatan hubungan antara atasan dan bawahan, dan mendapatkan imbalan berupa uang. Karir diartikan sebagai suatu jenjang yang dipilih oleh individu untuk memenuhi kepuasan kerja perawat, dan mengarah pada keberhasilan pekerjaan (kinerja) sehingga pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap bidang profesi yang dipilihnya.Dalam system jenjang karir profesional terdapat tiga aspek yang saling berhubungan yaitu kinerja, orientasi profesional dan kepribadian perawat, serta kompetensi yang menghasilkan kinerja profesional. Perawat profesional diharapkan mampu berpikir rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri sehingga dapat meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang karir perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman kerja di sarana kesehatan.

Pengembangan karir profesional perawat klinik (PK) bertujuan:

1. Meningkatan moral kerja dan mengurangi kebuntuan karir (dead end job/career)

2. Menurunkan jumlah perawat yang keluar dari pekerjaannya (turn-over)

3. Menata system promosi berdasarkan persyaratan dan criteria yang telah ditetapkan sehingga mobilitas karir berfungsi dengan baik dan benar

Pengembangan system jenjang karir profesional perawat klinik ditujukan terutama bagi perawat yang bekerja sebagai perawat pelaksana di sarana kesehatan dan dimulai dari perawat profesional pemula.

b. Prinsip pengembangan

1. KualifikasiKualifikasi perawat dimulai dari lulusan D III keperawatan. Mengingat perawat yang ada saat ini sebagian besar lulusan SPK, maka perlu dilakukan penanganan khusus dengan memperhatikan penghargaan terhadap pengalaman kerja, lamanya pengabdian terhadap profesi, uji kompetensi dan sertifikasi.

2. Penjenjangan

Penjenjangan mempunyai makna tingkatan kompetensi untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang akontabel dan etis sesuai dengan batas kewenangan praktik dan kompleksitas masalah pasien/klien.

3. Penerapan asuhan keperawatan

Fungsi utama perawat klinik adalah memberikan asuhan keperawatan langsung sesuai standar praktik dan kode etik perawat.

4. Kesempatan yang sama

Setiap perawat klinik mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan karir sampai jenjang karir profesional tertinggi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Standar profesi

Dalam memberikan asuhan keperawatan mengacu pada standar praktik keperawatan dan kode etik keperawatan

6. Komitmen pimpinan

Pimpinan sarana kesehatan harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pengembangan karir perawat, sehingga dapat dijamin kepuasan pasien/klien serta kepuasan perawat dalam pelayanan keperawatan.c. Penjenjangan karir profesional perawat

Secara umum penjenjangan karir profesional perawat terdiri dari 4 bidang meliputi:1. Perawat klinik (PK) yaitu perawat yang memberikan asuhan keperawatan langsung kepada pasien/klien sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Perawat Manajer (PM) yaitu perawat yang mengelola pelayanan keperawatan di sarana kesehatan, baik sebagai pengelola tingkat bawah (front line manager), tingkat menengah (middle management), maupun tingkat atas (top manager)

3. Perawat pendidik (PP) yaitu perawat yang memberikan pendidikan kepada peserta didik di institusi pendidikan keperawatan

4. Perawat peneliti/riset (PR) yaitu perawat yang bekerja di bidang penelitian keperawatan/kesehatan. Keempat jalur jenjang karir profesional perawat digambarkan dalam gambar1.

Gambar 1: Bidang Jenjang Karir Perawat dan Pengembangan Karir Perawat Klinik

Perawat KlinikPerawat ManajerPerawat PendidikPerawat Peneliti

Pengembangan jenjang karir profesional perawat pada setiap bidang harus berjenjang mulai dari jenjang I sampai dengan jenjang V dan bersifat terbuka. Artinya perawat profesional dimungkinkan mencapai jenjang karir di semua bidang. Salah satu persyaratan pengembangan jenjang karir profesional baik sebagai perawat manajer, perawat pendidik, maupun perawat klinik mempunyai kualifikasi sebagai perawat klinik.

Dalam gambar 1 di atas menunjukkan untuk menjadi perawat manajer I harus mempunyai kualifikasi perawat klinik II. Untuk menjadi perawat pendidik I harus mempunyai kualifikasi perawat klinik III. Dan untuk menjadi perawat peneliti harus mempunyai kulaifikasi perawat klinik IV.d. Jenjang karir profesional perawat klinik

Jenjang karir profesional Perawat Klinik (PK) terdiri dari:1. Perawat Klinik I (PK I)

2. Perawat Klinik II (PK II)

3. Perawat Klinik III (PK III)

4. Perawat Klinik IV (PK IV)

5. Perawat Klinik V (PK V)

Untuk peningkatan ke jenjang yang lebih tinggi perawat klinik harus memenuhi persyaratan tingkat pendididkan, pengalaman kerja klinik keperawatan sesuai area kekhususan serta persyaratan kompetensi yang telah ditentukan.

1) Perawatan klinik 1 (PK 1)

Perawatan klinik 1 (Novice) adalah perawat lulusan D-III telah memiliki pengalaman kerja 2 tahun atau Ners (lulusan S-1 Keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 0 tahun, dan mempunyai sertifikat PK-1.2) Perawatan Klinik II ( PK II).

Perawat klinik II (Advance Beginner) adalah perawat lulusan D III keperawatan dengan pengalaman kerja 5 tahun atau Ners (lulusan S-1 Keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 3 tahun, dan mempunyai sertifikat PK-II.

3) Perawatan Klinik III (PK-III)

Perawatan klinik III (competent) adalah perawat lulusan D III keperawatan dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners (lulusan S1-keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman klinik 6 tahun atau Ners spesialis dengan pengalaman kerja 0 tahun dan sertifikat PK-III.bagi lulusan D-III keperawatan yang tidak melanjutkan ke jenjang S-1 keperawatan tidak dapat melanjutkan ke jenjang PK-IV, dst.4) Perawat Klinik IV (PK IV)

Perawatan klinik IV (Proficient) adalah lulusan Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners spesialis dengan pengalaman kerja 2 tahun, dan memiliki sertifikat PK IV, atau Ners spesialis konsultan dengan pengalaman kerja 0 tahun.5) Perawat Klinik V (PK V)

Perawat klinik V (Expert) adalah Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 4 tahun atau Ners Spesialis Konsultan dengan pengalaman kerja 1 tahun, dan memiliki sertifikat PK-IV.

8. Komponen Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat KlinikPengembangan jenjang karir profesional perawat perlu memperhatikan beberapa komponen antara lain:

a. Tanggung Jawab Dalam Pengembangan Karir

Pengembangan jenjang karir profesional perawat klinik pada dasarnya menjadi tanggung jawab berbagai pihak mulai dari individu perawat itu sendiri, institusi pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, organisasi profesi, dan pemerintah.

1) Tanggung jawab individua. Membuat perencanaan karir jangka panjang untuk membantu mengembangkan karir dirinya, melalui evaluasi kekuatan dan kelemahan diri, penetapan tujuan, kesempatan karir, dan memanfaatkan kegiatan pengembangan.b. Memanfaatkan bantuan dalam pembinaan karir jangka panjang

c. Menjadikan perencanaan karir sebagai suatu proses yang berjalan secara terus-menerus yang dilaksanakan dengan sadar dan teliti

d. Mempunyai komitmen pengembangan pribadi dan pengembangan karir

2) Tanggung jawab institusi pelayanan kesehatan

a. Manajer intitusi harus menciptakan jalur karir dan kenaikan pangkat, berupaya mencocokkan lowongan kerja dengan orang yang tepat, meliputi mengkaji kinerja dan potensi karyawan agar dapat memberi bimbingan karir dan pendidikan serta pelatihan yang paling tepat

b. Tanggung jawab pengelola:

1. Mengintegrasikan kebutuhan keterpaduan rencana kebutuhan

2. Menetapkan jalur karir

3. Menyebarluaskan informasi karir

4. Menginformasikan lowongan kerja

5. Melakukan pengkajian karyawan

6. Menyediakan penugasan menantang

7. Memberikan dukungan dan dorongan8. Menyusun kebijakan kepegawaian karyawan

9. Menyediakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan3) Tanggung jawab institusi pendidikan

a. Mempersiapkan peserta didik agar mempunyai kompetensi sesuai dengan yang ditetapkan dalam kurikulum pendidikan

b. Melakukan survey ke pengguna lulusan untuk mengetahui kesesuaian kompetensi lulusan dengan kebutuhan masyarakat

c. Menanamkan tanggung jawab tentang perencanaan karir individu

d. Mengkoordinasikan antara institusi pendidikan dengan pelayanan

e. Menanamkan: life long learning serta pendidikan menyiapkan peserta didik untuk menghargai/apresiasi profesi

4) Tanggung jawab profesi

a. Menanamkan pola karir termasuk system penghargaan, memberlakukan dan memantau & menilai pelaksanaannya

b. Menetapkan, memberlakukan, memantau/menilai program sertifikasi melalui pendidikan berkelanjutan

c. Memberikan advokasi pengembangan karir

d. Mendorong iklim kerja yang kondusif untuk pengembangan karir

e. Menetapkan, memberlakukan serta memantau & menilai system remunerasi

5) Tanggung jawab pemerintah (pusat/daerah)

a. Mensahkan pemberlakuan pola karir yang ditetapkan oleh organisasi profesi

b. Mengkoordinasikan, advokasi, konsultasi, asistensi pola karir dan system penghargaan

c. Melakukan bimbingan dan evaluasib. Mekanisme Jenjang Karir

Untuk memasuki penjenjangan karir profesional perawat harus memenuhi persyaratan dan kriteria sebagai berikut:

1. Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan

2. Memiliki pengalaman kerja (waktu tertentu) di sarana kesehatan

3. Mengikuti pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan (program sertifikasi)

4. Lulus uji kompetensi yang dilaksanakan oleh lembaga independen/Tim Kredential

5. Memiliki Surat Ijin Perawat (SIP), Surat Ijin Kerja (SIK), dan/atau Surat Ijin Praktik Perorangan (SIPP) terbaru

c. Sertifikasi

Dalam pengembangan system jenjang karir perawat, sertifikasi merupakan suatu proses yang harus ditempuh oleh perawat klinik pada setiap jenjang. Program sertifikasi dilaksanakan oleh organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Uji kompetensi dilaksanakan oleh lembaga independen Konsil Keperawatan Indonesia yang berkedudukan di ibukota Negara. Dalam masa transisi, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia, uji kompetensi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keperawatan di Pusat dan perwakilan LSP Keperawatan di daerah yang terdiri dari unsur Persatuan Perawat Nasional Indonesia dan stakeholders terkait.

d. Remunerasi

Agar jenjang karir dapat dilaksanakan secara optimal harus didukung oleh system remunerasi. Setiap kenaikan dari satu jenjang karir ke jenjang yang lebih tinggi perlu diikuti dengan pemberian remunerasi sesuai dengan kinerja pada setiap jenjang. Imbalan yang terkait dengan jenjang karir ini perlu direncanakan secara mantap dan terakreditasi dalam system pelayanan kesehatan secara menyeluruh khususnya dalam sub system penghargaan. Sistem penghargaan atau pemberian imbalan ini dalam perencanaan dan dasar penyusunan besarnya nominal/imbalan jasa perawat dapat mengacu pada komponen-komponen yang ada pada pola tarif pelayanan kesehatan. Pelaksanaannya perlu memperhatikan kemampuan institusi, kemampuan daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.e. Evaluasi Jenjang Karir Profesional Perawat Klinik

Jenjang karir profesional perawat klinik harus dievaluasi secara konsisten dan terstruktur dan mencakup beberapa komponen yang meliputi:1. Evaluasi kompetensi asuhan keperawatan2. Evaluasi penampilan kerja

3. Evaluasi pengetahuan profesional

4. Evaluasi komunikasi dan koordinasi5. Evaluasi kompetensi manajemen

6. Evaluasi managemen riset

Selanjutnya evaluasi pengembangan system jenjang karir profesional perawat klinik akan dilakukan oleh lembaga yang terakreditasi atau ditetapkan berdasarkan kebijakan.10. Masa Peralihan

Pemberlakuan jenjang karir profesional perawat dilakukan secara bertahap berdasarkan formasi dan kebutuhan dengan memperhatikan kelangsungan asuhan keperawatan serta kebijakan/system yang selama ini sudah ada.

Dengan demikian berbagai upaya penyesuaian khususnya bagi tenaga DIII keperawatan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Mapping ketenagaan

b) Maching kualifikasi dengan pedoman jenjang karir:

1) Pendidikan

2) Pengalaman kerja di bidang keperawatan klinik

3) Kemampuan tambahan/sertifikasi

c) Chalenge Test sesuai degan proses jenjang karir:

1) Kompeten

2) Tidak kompeten (diulang 3 x)

d) Jika tidak lulus dialihkan ke jenjang yang lebih rendah

e) Pendidikan formal bagi yang mau dan mampu sesuai dengan persiapan jenjang PK yang lebih tinggi

Bagi lulusan SPK hingga tahun kelulusan 1998, dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Lulusan dengan pengalaman 10 tahun PK II.Chalenge Test:

1) Lulus

2) Tidak lulus (diulang 3x) dan bila tidak berhasil maka tidak masuk dalam PK

b) Memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal bagi yang mau dan mampu untuk memasuki jenjang PK yang lebih tinggi.

Pada masa transisi, pengembangan system jenjang karir profesional perawat mempertimbangkan jabatan fungsional yang sudah berlaku dengan memperhatikan:

1) Penilaian penerapan asuhan keperawatan

2) Kompetensi perawat ahli dan terampil

Masa transisi untuk lulusan SPK yang sudah ada dalam system pelayanan akan diatur/diakomodasi sampai dengan 2010 dan bagi lulusan DIII Keperawatan hingga 2015.11. Kompetensi Perawat Klinik Sesuai Area KekhususanPenyusunan kompetensi perawat klinik didasarkan pada tiga ranah kompetensi yang mencakup:

a) Praktik professional etis, legal dan peka budayaAdalah kemampuan perawat untuk melaksanakan tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, berdasarkan kode etik keperawatan, mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memperhatikan budaya dan adat istiadat klien/pasien

b) Manajemen dan pemberian asuhan keperawatan

Adalah serangkaian kemampuan dalam mengelola dan memberikan asuhan keperawatan kepada klien/pasien

c) Pengembangan professional

Adalah kemampuan perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diri serta keilmuan keperawatan

Pengelompokan perawat klinik dibagi dalam lima kategori yaitu Perawat Klinik I (PK I); Perawat Klinik II (PK II); Perawat Klinik III (PK III); Perawat Klinik IV (PK IV); Perawat Klinik V (PK V). Secara umum PK I sampai PK II disetarakan dengan kompetensi perawat generalis (umum). Perbedaan dari PK I dan PK II didasarkan pada tingkat kedalaman dari ketiga ranah kompetensi. Sedangkan PK III memiliki kemampuan keterampilan khusus (sertifikasi); Kompetensi PK IV setara dengan perawat spesialis I (Sp1) dan PK V setara dengan perawat spesialis II.

Kompetensi yang dicantumkan dalam setiap PK merupakan kompetensi mandiri dimana perawat tersebut mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan. Pada situasi tertentu perawat dapat melakukan tindakan yang bukan merupakan kompetensi dan kewenangannya dengan bimbingan penuh atau terbatas oleh perawat yang mempunyai kompetensi lebih tinggi dan memiliki kewenangan untuk tindakan tersebut.

Pembagian area kompetensi perawat klinis didasarkan pada kekhususan pelayanan keperawatan yaitu perawatan medical bedah, perawatan maternitas, perawatan anak, perawatan jiwa, perawatan komunitas dan perawatan gawat darurat.12. Pengembangan Profesional DiriPemberdayaan kapasitas profesional dapat melalui aspek pengembangan budaya organisasi, peningkatan capacity building dan jiwa dan nilai-nilai entrepreneur. Budaya organisasi akan menekankan pada tatacara pembentukan aturan-aturan tertulis ataupun tidak tertulis yang diciptakan dan digunakan secara bersama yang selanjutnya akan mempengaruhi pola hubungan antar elemen atau unsure dalam organisasi dan berdampak langsung terhadap pencitraan organisasi. Sedangkan Capacity building akan menekankan pada peningkatan kemampuan individu terkait hubungan antara manusia, keterampilan tehnis dan kompetensi interpersonal, motivasi, dan citra diri untuk meningkatkan kemampuan kinerja dalam lingkup profesionalnya. Sementara entrepreneur akan memberikan kemampuan melihat peluang, keberanian untuk memulai, mengambil resiko dan nilai-nilai otonomi lainnya yang merupakan ciri utama dari seorang entrepreneur. Nilai ini sangat bermanfaat dalam pengembangan profesional individu perawat. Manfaat yang diperoleh dari pengembangan tiga aspek di atas adalah perawat akan memiliki semangat yang tinggi, berjuang, berkorban dan terus-menerus meningkatkan kemampuan profesionalnya sehingga jiwa karya terus berkobar yang pada akhirnya akan meningkatkan integritas dan citra profesi itu sendiri.

a) Capacity Building

Pengembangan tenaga perawat melalui capacity building merupakan salah satu prioritas untuk meningkatkan kualitas organisasi. Peningkatan tersebut mencakup pengetahuan, nilai-nilai profesional, sikap dan pengembangan keterampilan melaksanakan asuhan keperawatan melalui sosialisasi internal dan eksternal, serta terlibat dalam seminar, workshop dan pelatihan.

Hal yang perlu diyakini oleh SDM keperawatan adalah bahwa capacity building merupakan bagian dari investasi organisasi. Untuk menjamin kesinambungan pelayanan yang bermutu perlu diberikan perhatian pada pengembangan diri melalui pendidikan dan pelatihan serta pengalaman di tatanan pelayanan kesehatan. Pemimpin berupaya mempengaruhi setiap staf untuk berupaya meningkatkan kapasitasnya melalui jenjang pendidikan dan pelatihan sebagai bagian dari capacity building perorangan.

Manfaat capacity building antara lain: menghasilkan kepemimpinan yang kuat, kemampuan mengembangkan penelitian dan pengembangan profesional serta mengembangkan kapasitas individual dan organisasi untuk mempertahankan kualitas pelayanan.

Capacity bualiding adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan individu, kelompok, organisasi dan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi masalah/kebutuhan.isu/peluang, merencanakan strategi dan rencana aksi terhadap masalah/kebutuhan/isu/peluang dari potensi yang tersedia, serta memonitor dan mengevaluasi rencana tersebut.

Ruang lingkup capacity building mencakup:

1. Pengembangan sumber daya manusia

Yaitu, proses pembekalan individu dengan pemahaman, keterampilan dan akses pada informasi, pengetahuan serta pelatihan sehingga individu tersebut dapat bekerja dengan efektif. Bagi individu, capacity building berkaitan dengan bagaimana membangun kemampuan kompetensi bidang utama (kompetensi inti), kemampuan kepemimpinan, keterampilan advokasi, kemampuan berbicara/komunikasi, keterampilan teknis, dll yang berhubungan dengan peningkatan diri dan profesional.

2. Pengembangan organisasi

Yaitu suatu kolaborasi antara struktur manajemen, proses, dan prosedur tidak hanya di dalam organisasi tapi juga dengan organisasi berbeda atau sector public. Bagi suatu organisasi, capacity building berkaitan dengan hampir semua aspek lingkup kerja dari organisasi tersebut seperti: pemerintahan, kepemimpinan, misi dan strategi, administrasi (SDM, manajemen keuangan, dan legal matters), pengembangan dan implementasi program, pendapatan, perbedaan, kerjasama dan kolaborasi evaluasi, advokasi dan perubahan kebijakan, pemasaran, positioning, perencanaan, dll.

3. Pengembangan kerangka legal dan institusional (system)

Yaitu membuat peraturan dan kebijakan yang dapat membuat organisasi, institusi maupun pembuat kebijakan di semua tingkat dan sector untuk meningkatkan kapasitas/kemampuan mereka.

Dalam mencapai capacity building diperlukan suatu proses dan strategi. Secara umum dilakukan dengan 4 pendekatan utama:

1. Top-down organizational

Pendekatan ini focus pada kapasitas organisasi. Pendekatan dapat dilakukan melalui restrukturisasi organisasi, penyediaan infrastruktur dan fasilitas, serta system penjaminan mutu.

2. Bottom-up organizational

Pendekatan ini focus pada pelatihan terhadap anggota organisasi. Melalui pendekatan ini para anggota prganisasi dikondisikan kemampuan dan pengetahuannya sesuai dengan tujuan organisasi serta kepentingan yang lebih luas.

3. Partnership

Pendekatan dilakukan antar kelompok dengan tujuan terjadinya transfer ilmu diantara kedua kelompok tersebut.

4. Community organizing (pengorganisasian komunitas)

Pendekatan yang bertujuan untuk merubah individu yang pasif menjadi individu yang aktif dalam pelayanan kesehatan dalam suatu proses perubahan nilai-nilai masyarakat.

Kapasitas perseorangan adalah kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan. Kapasitas perseorangan meliputi perilaku, keterampilan, dan pengetahuan. Pada umumnya kapasitas perseorangan digunakan untuk menghubungkan antara organisasi masyarakat/komunitas dengan system pemerintahan. Setiap individu memiliki kekuatan dan dapat menentukan kapan dan bagaimana kekuatan tersebut digunakan. Banyak jenis kekuatan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan public, seperti:1. Otoritas jabatan

2. Kemampuan dan pengetahuan dalam proses penyusunan kebijakan

3. Mempunyai kendali/control dalam keuangan, sarana, prasarana

4. Mempunyai wewenang dalam memberikan reward dan punishment

5. Kemampuan dalam mempengaruhi orang lain karena memiliki nilai-nilai dan keyakinan yang kuat.

Kunci dari pengembangan kapasitas perseorangan (building personal capacity) adalah pemahaman terhadap kekuatan yang dimiliki diri sendiri. Penting untuk mengetahui pengaruh individu terhadap lingkungannya sehingga dapat dipahami kekuatan yang dimiliki dalam sebuah grup dan kekuatan yang dimiliki dalam sebuah system. Sering, seseorang memiliki sebuah kekuatan karena posisi di tempat kerjanya (jabatan) tetapi orang tersebut memiliki sedikit kemampuan untuk menggunakan kekuatan tersebut secara efektif.

Kapasitas perseorangan mempengaruhi kekuatan, keterampilan serta kemampuan individu untuk membangun hubungan yang efektif dan berhubungan dengan proses kebijakan di seluruh unit kerja. Setiap kapasitas di setiap unit dapat dikembangkan dalam berbagai cara dan komitmen untuk membangun kapasitas individu untuk bekerja secara horizontal dapat didemonstrasikan dalam strategi yang berbeda.Beberapa langkah strategi untuk mengembangkan kapasitas individu yaitu:

Individual CapacityStrategi Pengembangan Kapasitas Individu

Kemampuan untuk mengenal kekuatan individu dan kelemahan serta mengetahui dan menentukan batasan kemampuan Mencari kesempatan untuk belajar tentang kebijakan, proses membuat kebijakan dan rencana strategi Menentukan batasan, interes dan tujuan

Keterampilan komunikasi Menjadi pendengar aktif dan menghargai

Mengembangkan keterampilan dalam penelitian, menulis dan presentasi

Kemampuan menyelesaikan konflik dengan secara terus-menerus berupaya mencapai tujuan serta memperbaiki hubungan Secara terus-menerus melakukan pendekatan terhadap lingkungan dan individu melalui belajar

Menciptakan kesempatan dan peluang untuk memperhatikan pandangan-pandangan lain

Menghargai pengalaman dan perbedaan Belajar tentang peran kelompok dan masyarakat dalam proses kebijakan public

Menemukan orang yang memiliki latar belakang dan pengalaman berbeda tentang issue kebijakan

Keterampilan kepemimpinan untuk memotivasi orang lain terkait kemampuannya dalam berkolaborasi Meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan sebagai motivator dengan menyampaikan visi ke kelompok secara bertahap memberikan kesan untuk meningkatkan level otoritas

Mencari kesempatan belajar tentang keterampilan dalam kerja kolaborasi melalui pendidikan berkelanjutan dan terlibat dalam kelompok masyarakat.

Langkah-langkah melaksanakan capacity building di ruang perawatan rumah sakit:1. Identifikasi lingkungan ruang perawatanPelaksanaan identifikasi ruangan mancakup SDM, metoda, peralatan, sarana pendukung dan financial, salah satunya dapat menggunakan analisa SWOT.

2. Identifikasi masalah ruang perawatan

3. Menyusun strategi untuk penyelesaian masalah

4. Melakukan rencana aksi sesuai dengan strategi yang telah disusun

5. Menggunakan umpan balik yang ada sebagai pembelajaranb) Membangun Budaya OrganisasiPelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari system pelayanan kesehatan di rumah sakit yang mempunyai peran cukup penting dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan karena di rumah sakit jumlah perawat merupakan jumlah yang terbanyak. Perawat merupakan modal sumber daya manusia yang menyusun inti dari hampir seluruh pelaksanaan pelayanan kesehatan.Oleh karena itu pelayanannya perlu mendapat perhatian pihak manajemen rumah sakit.Setiap organisasi mempunyai budaya, demikian juga organisasi pelayanan keperawatan. Budaya organisasi telah dikaji sebagai sesuatu yang dimiliki organisasi dan sesuatu yang ada pada organisasi itu. Budaya adalah pola pengendalian internal kelompok dan berdasarkan keyakinan tentang perjuangan kelompok. Melalui budaya organisasi perawat dan organisasi belajar melakukan pembaharuan untuk mencapai tujuan organisasi dengan sikap profesional untuk mewujudkan pelayanan keperawatan profesional.

Budaya organisasi adalah sesuatu yang mempengaruhi perawat sebagai individu dan mereka menyatu dengan organisasi. Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berada di dalam organisasi dan mempengaruhi perawat dalam bekerja. Defenisi lain menurut Veninga (1982) merupakan kumpulan pengetahuan, pengalaman, arti, keyakinan, prilaku, kekuatan, dan kesejahteraan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Ini menekankan bahwa budaya organisasi merupakan kumpulan factor yang dibutuhkan oleh suatu organisasi.Tiga elemen dari budaya organisasi, yaitu:

a) Masalah sosialisasi, budaya organisasi harus disosialisasikan kepada anggota baru, sehingga budaya dapat menjadi mekanisme untuk control social

b) Masalah sikap, budaya organisasi didapatkan dari sikap kebiasaan anggota yang didapatkan dari lingkungan organisasic) Sub budaya, pada setiap organisasi mempunyai sub budaya. Sub budaya ini dapat menjadi konflik satu dengan lainnya. Merupakan tema untuk menambah kinerja yang bersaing melalui komitmen karyawan yang lebih kuat dan fleksibel.

Budaya memiliki sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi. Pertama, budaya mempunyai suatu peran menetapkan garis pembatas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individual. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan system social. Budaya merupakan perekat social yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta prilaku para karyawan.

Menurut Martin dan Siehl (1983; dalam Monica, 1994) ada 4 fungsi budaya organisai:

1. Fungsi pengetahuan, mitos, legenda dan cerita yang membentuk sebuah organisasi, merupakan pengetahuan membuat pegawai mengerti tentang sejarah organisasi dan pendekatan umum segala sesuatu yang dipakai sebagai panduan bagaimana seseorang agar diterima di dalam organisasi

2. Sebagai arti mengembangkan komitmen pada filosofi dan nilai perusahaan. Setiap organisasi mempunya budaya, meskipun beberapa budaya organisasi lebih efektif dari budaya organisasi yang lain. Hal yang membuat budaya efektif menurut Peter dan Watreman (1985; dalam Gibson 1986) adalah dimana terdapat kecenderungan untuk menciptakan suatu iklim agar karyawan merasa terlibat dan merasa berpartisipasi dalam pekerjaannya. Untuk mencapai hal tersebut karyawan perlu memahami manfaat dan tujuan melalui jalur komunikasi dan melibatkannya dalam membuat keputusan dan penyelesaian masalah pada tingkat manajemen rendah. Hal ini dapat melibatkan perilaku karyawan dan nilai-nilai yang dominan diatur.3. Sebagai mekanisme kontak bagi prilaku karyawan, nilai, keyakinan, dan asumsi luas, merupakan kebutuhan bagi manajemen dengan metocde tradisional guna mengatur prilaku karyawan. Pada kondisi tersebut, prilaku karyawan dapat dipisahkan antara prilaku yang kurang baik dan prilaku yang lebih baik sesuai dengan budaya organisasi

4. Mengkaji upaya meningkatkan efektifitas organisasi pada kondisi yang berbeda. Denson (1984; dalam Monica 1994), mengkaji 34 organisasi dan menemukan kejadian hubungan tinggi antara budaya organisasi dan penampilan. Ia menemukan perusahaan dengan budaya partisipatif dan tempat kerja yang tertata baik secara umum, penampilannya lebih baik dari perusahaan yang tidak mempunyai budaya.

Proses pembentukan budaya menurut Robbin (1996) adalah sebagai berikut:

a. Budaya diturunkan

b. Selanjutnya budaya itu sangat mempengaruhi criteria yang digunakan dalam memperkerjakan karyawan

c. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari prilaku yang dapat diterima baik dan yang tidakd. Bagaimana harus disosialkan akan tergantung pada tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai karyawan baru dengan organisasi dalam seleksi maupun preferensi manajemen puncak akan metode sosialisasi. Berdasarkan pemikiran Robbin bahwa pendiri organisasi membentuk terjadinya budaya organisasi melalui filosofi, visi yang akan mempengaruhi karyawan bekerja dan diperlukan manajemen puncak untuk mensosialisasikan agar dapat diterima karyawan dan diajarkan pada karyawan baru.

Diagram 1

Pola umum munculnya budaya organisasi

(Kotter & Hesket, 1997)

Sejak dahulu perawat diwarisi nilai-nilai budaya yang konstruktif (membangun) yang merupakan hasil dari pelatihan, sosialisai, nilai-nilai kewanitaan serta panggilan profesi. Berdasarkan hal tersebut, perawat manajer beserta stafnya harus bekerja sama dan berkoordinasi dalam rangka menciptakan sebuah budaya dimana terdapat keseimbangan antara nilai-nilai kemanusiaan, tujuan organisasi dan kepentingan pasien. Untuk menciptakan budaya organisasi tersebut terdapat langkah-langkah sebagai berikut:

a. Perawat manajer menjelaskan pentingnya budaya organisasi sebagai jantung dan jiwa dari sebuah organisasi (misal, unit ruang rawat). Hal ini menjadi penting karena budaya organisasi memberi gambaran bagaimana cara kerja mereka sebagai tim. Oleh karena itu, diperlukan kajian budaya untuk memahami nilai-nilai kelompok. Setelah nilai kelompok dibuat dengan jelas, perawat manajer perlu mengembangkan visi yang sejalan dengan nilai-nilai yang dianut dan tujuan organisasi. Visi harus bisa memberikan arah dan memandu serta menginspirasi anggota organisasi untuk focus dan menjalankan tugas dan perannya sebagai perawat. Jadi visi merupakan dasar dalam membentuk budaya organisasi.b. Perawat manajer bertanggung jawab dalam mempertahankan dan melestarikan budaya organisasi yang telah dibentuk. Cara untuk mempertahankan dan melestarikan budaya organisasi tersebut, perawat manjer harus memberi ketauladanan kepada staf dengan menjadi role model dalam penerapan visi dan nilai organisasi. Dalam proses tersebut, perawat manajer harus siap menghadapi resiko yang dapat merusak nilai-nilai yang konstruktif dengan mengkonfrontasi, mengendalikan dan juga merubah tindakan merusak tersebut. Meskipun perawat manajer harus menghadapi resiko-resiko tersebut namun dengan terus ditanamkannya nilai-nilai dari hari ke hari, para staf akan konsisten dalam menerapkan nilai-nilai organisasi. Cara lain untuk mempertahankan budaya organisasi adalah melalui cerita-cerita, symbol, ritual/upacara-upacara, dll.

c. Perawat manajer memberdayakan anggota untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut membuat anggota organisasi (perawat) termotivasi untuk memberikan kontribusi terbaiknya dalam menjalankan tugasnya. Jadi, membangun budaya organisasi bukan hanya peran dan tanggung jawab dari satu orang pemimpin, tetapi selutuh anggota organisasi.d) Entrepreneurship

Kata entrepreneur berasal dari bahasa Perancis, Anteorende yang berarti petualang, pencipta atau pengelola usaha. Menurut J.B.Say (1934), entrepreneur adalah pelaku utama dalam membangun ekonomi yang fungsinya untuk melakukan inovasi dan menciptakan kombinasi-kombinasi baru. Seorang perawat entrepreneur adalah seorang creator bisnis di bidang keperawatan yang menawarkan ppelaksanaan pelayanan atau asuhan keperawatan, pendidikan, riset, administrative, dan konsultasi di bidang keperawatan. Entrepreneur tidak sama dengan pengusaha. Orang yang kreatif, inovatif serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan kesejahteraan untuk dirinya, masyarakat dan lingkungannya, memiliki visi untuk pengembangan idenya disebut entrepreneur.

Saat ini lingkup aktivitas keperawatan yang dapat digarap masih sangat luas. Banyak bidang-bidang yang menjadi tanggung jawab perawat masih belum tergali dengan baik. Area ini memberikan peluang bagi perawat secara profesional untuk bekerja mandiri dan sebagai ekspert di bidang kekhususan tertentu yang merupakan area garapan keperawatan. Misalnya:

1. Asuhan keperwatan area khusus seperti asuhan keperawatan stroke, gerontik, diabetes mellitus, home care.

2. Alat-alat kesehatan/keperawatan

3. Publikasi kesehatan/keperawatan

4. Pelayanan hukum kesehatan/keperawatan

5. Konsultasi kesehatan/keperawatan, dll

Faktor utama yang menjadi pendorong dari perkembangan entrepreneur perawat tersebut di atas adalah bergantung dari berkembangnya infrastruktur ekonomi secara keseluruhan dan tingkat perkembangan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan kesehatan. Sebagai Negara yang berdasarkan hukum entrepreneur dalam bidang keperawatan diyakini akan lebih berkembang secara cepat jika telah diberlakukan undang-undang di bidang keperawatan. Undang-undang keperawatan akan memberikan rambu-rambu tentang kualitas asuhan, infrastruktur keperawatan dan sebagainya.

Menurut Sukardi dalam Rambat, L (2004) dalam rangkumannya menemukan Sembilan karakteristik tingkah laku seorang entrepreneur sukses yang paling sering muncul dalam penelitian-penelitian terhadap entrepreneur seluruh dunia adalah sebagai berikut:

1. Sifat instrumentalia, seorang entrepreneur selalu memanfaatkan segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk mencapai tujuan. Seorang entrepreneur selalu mencari segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaki kinerjanya. Hubungan interpersonal, kedatangan tokoh-tokoh atau pakar selalu dimanfaatkan untuk mencapai peningkatan kinerjanya. Dengan kata lain apapun yang ada di lingkungannya selalu dianggap sebagai alat (instrument) untuk tujuan pribadi.

2. Sifat prestatif; seorang entrepreneur selalu berusaha tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan penampilan sebelumnya. Tidak pernah puas dengan hasil yang diperoleh. Keberhasilan sebagai pemicu untuk keberhasilan yang lebih tinggi. Membuat target yang lebih tinggi dan lebih baik dari sebelumnya.

3. Sifat keluwesan bergaul; Seorang entrepreneur selalu berusaha untuk cepat ,menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dalam berhubungan. Selalu aktif bergaul, membina kenalan dan mendapatkan kenalan baru dan selalu berusaha untuk terus terlibat dalam kehidupannya kelompok yang baru tersebut

4. Sifat kerja keras; Selalu bekerja keras, terlibat dalam pekerjaan, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan itu berakhir. Seorang entrepreneur selalu mengisi waktunya untuk berbuat sesuatu yang nyata untuk mencapai tujuan. Keterlibatannya itu bukan semata hasil akhir yang berhasil atau gagal tapi lebih banyak karena dia tidak mau untuk diam dan berpangku tangan. Tidak mau mengandalkan orang lain bekerja untuk dirinya.

5. Sifat mengambil resiko; Seorang entrepreneur selalu memperhitungkan dan mempertimbangkan keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan secara matang. Selanjutnya berdasarkan pertimbangan matang dimana resiko gagal menurut pandangan mereka lebih kecil daripada keberhasilan maka dengan tegas dia akan mengambil keputusan tanpa ragu. Dan setelah keputusan dia ambil maka segala bentuk konsekuensinya akan mereka terima dengan baik tentu dalam perjalanannya seorang entrepreneur minimal berusaha untuk memperkecil kerugian yang mungkin diperolehnya.6. Sifat Swakendali; Seorang entrepreneur dalam bertindak selalu mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan pribadi dan batas-batas kemampuannya dalam berusaha. Selalu harus menyadari benar bahwa melalui pengendalian diri, kegiatan-kegiatannya lebih terarah pada pencapaian tujuan. Dengan pengendalian diri seorang entrepreneur tahu kapan dia harus bekerja keras, kapan dia harus berhenti, kapan harus mengubah strategi dan sebagainya.

7. Sifat keyakinan diri; Selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu dalam bertindak, memiliki kecenderungan untuk selalu melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi. Selalu optimis bahwa segala tindakannya akan membawa hasil yang positif, bersemangat tinggi dan selalu berusaha menemukan alternative.

8. Sifat inovatif; Seorang entrepreneur selalu berusaha melakukan pendekatan-pendekatan baru yang lebih bermanfaat dalam menyelesaikan persoalan. Terbuka untuk gagasan, pandangan, penemuan baru untuk meningkatkan kinerjanya. Tidak selalu harus benar-benar baru dapat juga meniru melalui penyempurnaan-penyempurnaan sana sini (imitative innovation). Maka layak juga seorang entrepreneur disebut sebagai agent pembaharu. Kalau begitu berarti perawat telah memiliki bekal sebagai seorang entrepreneur.

9. Sifat kemandirian; Seorang entrepreneur selalu bertanggung jawab penuh terhadap perbuatannya. Keberhasilan dan kegagalan merupakan konsekuensi pribadi. Dia mementingkan otonomi dalam bertindak, pengambilan keputusan dan pemilihan berbagai kegiatan dalam mencapai tujuan.

Agar mampu menjadi entrepreneur yang tangguh, sifat di atas masih harus ditambah dengan beberapa prilaku yang berkualitas (Steade at all, 1984 dalam rambat, L, 2004) adalah sebagai berikut:

1. Selalu memiliki tujuan (purposefull)

2. Mampu mempengaruhi orang lain (persuasive)

3. Tahan banting, kegagalan bukan merupakan penghalang (persisten)4. Berani bertindak saat orang lain masih ragu (presumptuos)

5. Paham akan serangkaian pilihan untuk mencapai tujuan (perceptive)

Keuntungan yang akan muncul pada perawat yang memiliki semangat dan nilai-nilai entrepreneur dalam kehidupan profesinya atau karirnya adalah bahwa perawat akan memiliki kemampuan:

1. Mudah untuk membuat keputusan secara mandiri

2. Selalu berani mengambil resiko agar mencapai tujuan yang telah ditentukannya secara jelas

3. Mengikuti perencanaan yang telah dibuatnya secara konsisten

4. Akan fleksibel dan beradaptasi untuk menghadapi perubahan dan kesempatan yang tidak diperkirakan sebelumnya, sangat bernegosiasi dengan kegagalan, dan ketidakpastian

5. Untuk mendapatkan sesuatu dengan melakukannya secara tepat waktu

6. Meminta saran atau pandangan orang lain

7. Teguh, tahan banting terhadap tantangan dan kegagalan

8. Dapat berkomunikasi dengan baik

9. Mengetahui dengan pasti kapan dia harus berbuat kapan tidak harus berbuat

Perencanaan karir merupakan hal yang esensial bagi perawat untuk mempercepat proses terbentuknya jiwa entrepreneur dalam keperawatan. Perencanaan karir memang menjadi alat ukur sebagai tahapan untuk mencapai tujuan akhir. Perencanaan dan pengembangan karir membantu perawat untuk mengembangkan dan menguatkan pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang sangat penting bagi perawat. Pengetahuan, keterampilan yang ditekuni secara terus-menerus akan memberikan pengalaman bagi perawat itu sendiri untuk melangkah lebih jauh, lebih berani dan selanjutnya akan berkembang jiwa dan kemampuan antrepreneur. Jenjang karir yang jelas juga akan memberikan kesempatan bagi perawat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai personal dan kekuatan profesional serta berpotensi untuk memberikan reinforment atau penguatan terhadap apa yang telah mereka lakukan yang selanjutnya terus berkembang menjadi sebuah keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang terkait dengan lingkup kewenangan perawat itu sendiri.

Area yang dapat dimasuki oleh seorang perawat untuk mengembangakan diri sebagai seorang entrepreneur adalah sesuai dengan peran dan fungsi perawat serta derivate-derivatnya. Diantaranya adalah sebagai seorang klinisi perawat di ruang rawat anak misalnya, mereka bekerja mengamati secara berulang pada pasien anak yang diapsang IV line di ekstremitas terfiksasi dengan guru, konsultan, therapis, peneliti, pengusaha, supervisor, koresponden, pekerja atau mungkin juga sebagai akunting. Namun demikian bidang-bidang yang akan digeluti tersebut harus dipersiapkan secara baik sejak dari awal karir mereka. Jiwa entrepreneur perawat secara hakiki dapat diterapkan melalui semangat melayani pasien yang memberikan pelayanan terbaik, profesional, kompetensi dalam pengetahuan, keterampilan yang sesuai dan sikap.Contoh Ilustrasi

Contoh 1

Seorang perawat ruangan yang bekerja di ruang rawat anak secara berulang mengamati anak yang terapasang IV line di ekstremitas dan perlu dilakukan fiksasi adekuat. Pengalaman sebelumnya fiksasi tersebut dikerjakan dengan memasang spalk terbuat dari dus tebal atau dengan bidai kemudian dibalut dengan kasa balut atau elstis verban. Perawat kemudian mengamati dari mulai cara pemasangan, respon anak melihat kondisi ekstremitas, dan resiko trauma fisik. Hasil inisiatif dan inovatifnya perawat tersebut mencoba mengembangkan model alat fiksasi yang lebih efektif dan efisien dari segi pemasangan, mempertahankan kestabilan psikologis anak, mudah dipantau oleh perawat, mengurangi resiko injuri/trauma fisik, memiliki nilai estetika, akhirnya ditemukan sebuah alat bantu fiksasi yang memenuhi criteria di atas. Dibuatlah model alat tersebut dengan menggunakan kain bercorak boneka seperti membuat manset yang disisipkan bahan pengeras sebagai alas, dilengkapi dengan perekat fleksibel dan tali pengikat. Kreatifitas dan inovasi perawat tersebut dapat dijadikan produk penunjang asuhan perawat dalam mempertahankan fiksasi IV line yang adekuat.Manfaat:

a. Bagi pasien

1. Mengurangi angka kecemasan pasien

2. Mengurangi resiko injuri karena terpasangnya IV line

3. Meningkatkan kenyamanan pasien

b. Bagi perawat:

1. Memudahkan pemasangan tidak membutuhkan waktu yang lama

2. Menjadi produk inovatif yang dapat disempurnakan dan menjadi produk penunjang asuhan keperawatan

3. Bila diproduksi dalam partai besar akan menjadi selisih margin bagi perawat

Contoh 2

Seorang kepala ruangan yang juga berperan sebagai pendidik di ruang rawat berupaya mengembangkan suatu model praktik di ruang rawat dengan kasus yang terdapat di ruang dengan proses asuhan keperawatan yang sistematis disertai dengan contoh gambar foto dan video yang nyata dalam bentuk CD dengan disertai deskripsi tentang kasus-kasus tersebut dan asuhan keperawatannya. Hal ini diperuntukkan untuk kemudahan proses pembelajaran di ruangan apabila pada saat itu tidak terdapat pasien dengan kasus tersebut. Upaya yang dilakukan kepala ruangan tersebut dapat dikategorikan sebagai entrepreneur.

Daftar Istilah:a) Remunerasi

Upah/gaji/kompensasi yang mencakup segala bentuk imbalan yang diberikan kepada pegawai secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam bentuk tunai maupun barang

b) Sertifikasi

Proses pengakuan terhadap program pendidikan dan pelatihan keperawatan dalam menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan di seluruh Indonesia yang dilaksanakan oleh organisasi profesi sehingga individu perawat memenuhi kebutuhan standar minimum kompetensi perawat dalam area praktik spesialisc) Challenge Test

Suatu test untuk memperoleh kesempatan untuk memasuki system jenjang karir.

d) Mapping Ketenagaan

Pemetaan ketenagaan dengan melakukan penyetaraan kualifikasi mencakup latar belakang pendidikan,. Sertifikasi, pengalaman kerja.

e) Uji kompetensi

Suatu proses penilaian terhadap perawat yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan serta sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang sesuai dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan.DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Modul Peningkatan Kemampuan Teknis Perawat dalam Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional di Rumah Sakit, Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Kementrian Kesehatan RI.

Arwani & Supriyatno, H 2006, Manejemen bangsal keperawatan, Jakarta: EGC.

Herawani, dkk.2006. Standar Pelayanan Kebidanan di Rumah Sakit.Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI.

Nursalam, 2007, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional, ed.2, Jakarta: Salemba Medika.

Sulaeman, dkk.2006.Pedoman Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI.

PK V

PK IV

PK III

PK II

PK I

PM I

PM II

PM III

PM IV

PM V

PP I

PP II

PP III

PP IV

PP V

PR I

PR II

PR III

PR IV

PR V

Individu perawat

Penerapan promosi

Tim Kredential (Lembaga Sertifikasi) Independen

Uji kompetensi

Lulus

Sertifikat

Promosi sesuai jenjang karir

Tidak lulus

Remedial (upaya perbaikan)

Uji ulang 3 kali

Tidak lulus

Tk.PK tetap

Mengesahkan pola karir

Menetapkan pola karir

Informasi karir

Institusi Yankes

Organisasi profesi

Institusi pendidikann

Pemerintah

Manajemen Puncak

Seorang atau para manajer puncak dalam perusahaan yang masih baru atau muda mengembangkan dan berusaha untuk mengimplementasikan suatu visi/filosofi dan atau strategi bisnis.

Hasil

Dipandang dari berbagai segi, perusahaan itu berhasil dan keberhasilan itu terus berkesinambungan selama bertahun-tahun

Budaya

Suatu budaya muncul, mencerminkan visi dan strategi serta pengalaman-pengalaman yang dmiliki orang dalam mengimplementasikannya.