pengendalian tingkat kebisingan di cabin abk (anak … · pendengar bahwa bunyi tersebut membuat...
TRANSCRIPT
1
PENGENDALIAN TINGKAT KEBISINGAN
DI CABIN ABK (ANAK BUAH KAPAL) KN.P 329
AKIBAT MESIN
Ratih Dwilestari
Pembimbing I : Ir. Tutug Dhanardono, MT. Pembimbing II : Ir. Heri Joestiono
Jurusan Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya – 60111
Abstrak
Kabin merupakan tempat beristirahat bagi anak buah kapal setelah melakukan aktivitas. Letak
kabin yang bersebelahan dengan kamar mesin menyebabkan tingkat tekanan bunyi yang dihasilkan
oleh kabin ini melebihi dari standart International Maritim Organisation (IMO) sebesar 60 dBA.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan material penyerap bunyi yang dapat
menghasilkan mereduksi bunyi. Material yang disimulasikan penggunaannya memiliki dua jenis yaitu
plywood dan rockwool. Akan tetapi dilakukan pula kombinasi antara keduanya agar dapat
dibandingkan ketebalan yang dibutuhkan untuk mereduksi bunyi. Dari data yang diperoleh pada dua
kabin yang bersebelahan dengan kamar mesin memiliki tingkat kebisingan sebesar 70,78 dBA dan
70.16 dBA. Dengan dilakukan pengendalian maka nilai TTB overall yang dihasilkan setelah
mengunakan dinding dengan material plywood dengan tebal 3.6 cm pada titik 9 sebesar 59.72 dBA
dan pada titik 10 sebesar 59,71 dBA. Untuk material rockwool dengan ketebalan 18 cm pada titik 9
sebesar 59.98 dBA dan pada titik 10 sebesar 59.97 dBA. Sedangkan perpaduan antara plywood dan
rockwool dengan komposisi plywood 2.7 cm dan rockwool 12.6 cm pada titik 9 sebesar 59.75 dBA
dan pada titik 10 sebesar 59.74 dBA.
Kata Kunci : tingkat tekanan bunyi, material, kabin
1. PENDAHULUAN
Kebisingan adalah suatu hal yang paling
mengganggu. Bising adalah bunyi yang tidak
diinginkan, mengganggu, mempunyai sumber dan
menjalar melalui media perantara. Secara fisik,
bising merupakan gabungan berbagai macam bunyi
dengan berbagai frekuensi yang hampir tidak
mempunyai arti, tidak berguna dan memiliki
intensitas yang selalu berubah secara acak setiap
saat. Tingkat kebisingan dari suatu lokasi yang
berlebihan dapat memiliki macam dampak negative
pada orang yang sering bersinggungan langsung
seperti gangguan pendengaran, kenyamanan,
kurang konsentrasi dan gangguan emosi.
Sebagaimana diketahui untuk kondisi cabin,
kenyamanan merupakan suatu factor penting untuk
beristirahat para ABK (anak buah kapal) setelah
beraktifitas. Cabin yang terletak bersebelahan
dengan kamar mesin menyebabkan kebisingan
pada daerah tersebut berlangsung lama sesuai
dengan rute pelayaran kapal.
Oleh karena itu kebisingan menjadi salah satu
pembahasan penting menyangkut masalah
kenyamanan di cabin ABK. Pada penelitian ini,
akan dilakukan pengendalian tingkat kebisingan di
cabin ABK sebagai salah satu upaya mengurangi
tingkat kebisingan di daerah tersebut, agar dapat
tercipta suasana yang tenang dan nyaman.
2. DASAR TEORI
2.1 Bising
Kebisingan merupakan bunyi-bunyian yang
tidak diperlukan dan sifatnya mengganggu orang
yang berada di kawasan bising tersebut. Definisi
bising tersebut memiliki dua aspek diantaranya,
aspek fisik yang ditunjukkan oleh adanya bunyi
dan aspek subjektif yang ditunjukkan oleh reaksi
pendengar bahwa bunyi tersebut membuat mereka
terganggu. Tingkat kebisingan adalah ukuran tinggi
rendahnya suatu bunyi bising yang memiliki satuan
dB (desibell). dBA adalah suatu tingkat kebisingan
dalam kelas yang sesuai dengan respon telinga
manusia normal (kelas A).
2.2 Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan adalah merupakan ukuran
derajat tinggi rendahnya kebisingan yang
dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Desibel (dB)
merupakan satuan pengukuran logaritma yang
menyatakan jumlah kuantitas fisik (biasanya
kekuatan atau intensitas) tertentu terhadap level
referensi. Satu desibel adalah sepersepuluh dari
2
suara sebuah bel, sedangkan jumlah unit bel itu
sendiri jarang digunakan dalam dunia sound
system. Di kalangan umum, desibel paling dikenal
sebagai ukuran satuan tingkat tekanan suara. Tetapi
juga digunakan untuk berbagai pengukuran lainnya
dalam sains maupun teknik (khususnya akustik,
elektronika dan teori kontrol). Simbol desibel
biasanya dipakai sebagai kualifikasi pada akhiran
satuan tingkat tekanan suara. Fungsinya adalah
untuk menunjukkan seberapa besar kuantitas atau
frekuensi dari kekuatan atau tekanan suara yang
dihasilkan oleh sumber bunyi.
2.3 Transmision Loss (Rugi Transmisi)
Rugi Transmisi Bunyi (Transmision Loss/TL)
merupakan jumlah energi bunyi yang berkurang
(lewat udara) pada suatu partisi, dinding atau
jendela yang dinyatakan dalam desibel. Rugi
transmisi sama dengan jumlah decibel
berkurangnya energi bunyi datang pada partisi bila
melewati struktur.
TL = 10 log (1/ τ)
Dalam menghitung insulasi bunyi pada partisi
yang lebih dari satu bahan, diketahui dahulu
koefisien masing-masing bahan, sehingga untuk
mencari absorpsi koefisien transmisi rata-rata dapat
dirumuskan sebagai berikut : [BJ Smith, 1996]
Dimana : τ = koefisien transmisi.
S= area setiap bahan.
Rugi daya tergantung pada bahan dari barrier,
frekuensi bunyi yang datang pada barrier serta
sudut datang gelombang bunyi. Jadi bila TL suatu
bahan mempunyai harga yang besar maka bahan
tersebut makin mampu mengurangi bunyi. Untuk
frekuensi yang rendah TL dipengaruhi oleh
ketebalan dari dinding, sedangkan untuk frekuensi
yang semakin besar TL dipengaruhi oleh massa
dari dinding. Perumusan yang berkaitan dengan
frekuensi adalah sebagai berikut.
TL = (20 log W) + (20 log f) – C
Dimana
f = Frekuensi (Hz)
W = Massa jenis (kg/m2/cm)
C = koefisien = 47
Tabel 2.1 Spesifikasi Material Transmission
Loss/Frekuensi
Tabel 2.2 Kerapatan Material
2.4 Transmission Loss Overall
Cara penjumlahan nilai tingkat tekanan bunyi
secara logaritmik berlaku sama dengan
penjumlahan nilai transmission loss yaitu
TLoverall = 10 log (Σ 10 Lpi/10
)
dimana
Lpi = nilai transmission loss yang ke-i (dB)
2.5 Reduksi Bising dari Dinding
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
bahwa TL ditentukan oleh sifat fisis partisi, tanpa
tergantung sifat akustik ruang-ruang yang
dipisahkan oleh partisi tersebut. Reduksi bising
(Noise Reduction/NR) adalah istilah yang lebih
umum daripada TL untuk menyatakan insulasi
bunyi antara ruang-ruang karena ia ikut
memperhitungkan efek berbagai jejak transmisi
antara ruang sumber dan ruang penerima dan juga
sifat akustik ruang-ruang ini.
NR yang dinyatakan dalam desibel diberikan
oleh
NR = Lp1 – Lp2
atau
NR = TL – 10 log [(1/4) + (Sw/R2)]
dengan
NR = Noise Reduction (dB)
TL = Transmission Loss (dB)
Sw = Luas dinding (m2)
R2 = Konstanta ruang (m2)
2.6 Pengendalian Bising
Upaya pengendalian kebisingan dilakukan
melalui pengurangan dan pengendalian tingkat
kebisingan sumber, pelemahan intensitas dengan
3
memperhatikan faktor alamiah (jarak, sifat media,
meknisme rambatan dan vegetasi) serta upaya
rekayasa (reduksi atau isolasi getaran sumber,
pemasangan penghalang, desain struktur dan
pemilihan bahan peredam).
Pengaruh bising pada manusia mempunyai
rentang yang cukup lebar, dari efek yang paling
ringan (dissatisfaction = ketidak nyamanan) sampai
yang berbahaya (hearing damage = kerusakan
pendengaran) tergantung dari intensitas bising.
Pengendalian bising secara umum dapat
dilakukan dengan 3 cara, antara lain :
1. Pengendalian kebisingan yang dihasilkan oleh
sumber bunyi
Pengendalian kebisingan pada sumbernya
dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin
atau menempatkan peredam pada sumber
getaran. Cara ini memerlukan penelitian yang
intensif dan umumnya memerlukan biaya yang
cukup tinggi untuk melakukan penelitiannya.
2. Pengendalian bising yang ditransmisikan
Pengendalian bising dapat ditransmisikan
melalui udara atau material lain yang
setidaknya berfungsi sebagai insulasi dan
absorbsi. Insulasi digunakan untuk
menempatkan barrier antara sumber bunyi
dan daerah yang akan dilindungi dari
kebisingan. Absorbsi digunakan untuk
melindungi objek dari yang ditempatkan pada
tempat yang sama dengan sumber bunyi.
3. Pengendalian bising pada penerima
Ketika suatu kendali bunyi gagal
melaksanakan tugasnya, selanjutnya dapat
mengusahakan perlindungan terhadap manusia
dengan memakai penutup telinga, penyumbat
telinga dan alat perlindungan lainnya.
2.7 Standart Kebisingan
Masalah kebisingan di kapal sangat penting di
control untuk kesehatan. Di dunia telah ada
peraturan atau penanggulangan secara administrasi
mengenai tingkat kebisingan yang harus diterima
oleh pekerja.
International Maritiem Organization (IMO)
merupakan salah satu standar yang telah ada sejak
1982 mengenai standar internasional dari level
kebisingan pada kapal.
Pada standart IMO, terdapat ketentuan-
ketentuan kondisi pengukuran antara berlabuh dan
berlayar berbeda sebab mesin yang digunakan pada
kedua keadaan tersebut juga berbeda. Untuk
kondisi pengukuran di laut atau saat berlayar
sebagai berikut :
1. Pengukuran dilakukan saat kapal memiliki
muatan.
2. Mesin utama kapal harus bekerja dengan
kecepatan kapal normal.
3. Semua mesin pembantu, alat-alat navigasi,
radio, radar dan lainnya yang biasa
digunakan tiap orang harus di operasikan
seperti biasa.
4. Peralatan darurat seperti diesel,generator
atau lainnya yang hanya beroperasi disaat
darurat, untuk keperluan pengukuran harus
dioperasikan.
5. Peralatan ventilasi mekanik dan air
conditioning harus dalam keadaan normal
sesuai desain kapal.
6. Pintu dan jendela yang pada umumnya
tertutup tetapi jika normalnya terbuka maka
harus terbuka misalkan pada navigasi yang
umumnya terbuka.
7. Ruangan seharusnya dilengkapi dengan
peralatan yang dibutuhkan.
8. Kapal saat hendak berlayar ,menstabilkan
dan lainnya mungkin menghasilkan noise
yang besar. Pengukuran dilakukan saat
operasi seperti biasa.
Tabel 2.3 Nilai Ambang Kebisingan menurut IMO
Sedangkan untuk pengukuran dalam kondisi
berlabuh memiliki sedikit perbedaan dengan
berlayar, menurut standart IMO sebagai berikut :
1. Sumber bunyi / bising dari luar kapal yang
dapat terdengar di kapal seperti suara orang
dapat di abaikan.
2. Pengukuran juga dilakukan pada ruang
mesin dimana mesin pembantu beroperasi
disaat berlabuh dan apabila tingkat
kebisingan melebihi standart IMO yaitu 90
db maka di haruskan menggunakan ear
protection.
4
3. METODOLOGI
Penentuan Tingkat Kebisingan
berdasarkan data tingkat kebisingan di kapal patrol
Negara 329 menggunakan Sound Level Meter
(SLM) pada area yang telah kapal berdasarkan
observasi. Pengukuran dilakukan pada penerima
yaitu semua area kapal. Penyesuaian waktu
pengukuran dilakukan agar data yang diperoleh
menunjukkan nilai kebisingan maksimal.
Perancangan eksperimental pada penelitian
tugas akhir ini disesuaikan kondisi lapangan yang
ada. Adapun susunannya sebagai berikut :
Kondisi kapal selama pengukuran tingkat
kebisingan yaitu berlabuh dengan
menggunakan satu mesin pembantu dan
berlayar dengan menggunakan dua mesin
utama serta satu mesin pembantu.
Sumber bunyi berupa mesin yang berada di
kamar mesin sebagai sumber yang tidak
berjalan.
Letak sumber bunyi bersebelahan dengan
kabin ABK.
Alat ukur (SLM) diletakkan ± 1,5 m diatas
permukaan tanah dengan besaran yang
diukur dB A.
Jumlah titik ukur sebanyak 33 titik
Gambar 3.1 Denah Titik Pengukuran dek atas
Gambar 3.2 Denah Titik Pengukuran dek bawah
Metode Analisa Data dan Interpretasi Data
dapat dilihat pada flowchart.
Gambar 3.3 Flowchart penelitian
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui seberapa efektif hasil
pengendalian yang dirancang maka pada bab ini
dilakukan analisa mengenai pemilihan material
penyerap bunyi dengan ketebalannya sehingga
diketahui nilai dari tingkat kebisingan yang
diterima oleh ABK (Lp2). Dalam pembahasan bab
ini akan diketahui pula efektifitas dalam mereduksi
bising mesin agar tingkat kebisingan di kabin
sesuai dengan standart IMO
4.1 Data Tingkat Tekanan Bunyi Pengukuran
Data pengukuran merupakan data yang
diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan.
Pengukuran dilakukan setelah titik-titik
pengukuran ditentukan. Jumlah titik yang
digunakan ada 33 titik dengan titik yang
dikendalikan sebanyak 2. Setelah diperoleh data
maka akan diteruskan dengan perhitungan
transmisi loss yang terjadi di titik tersebut.
5
Tabel 4.1 Hasil pengukuran tingkat tekanan bunyi
(dBA) kondisi kapal berlabuh
Tabel 4.2 Hasil pengukuran tingkat tekanan bunyi
(dBA) kondisi kapal berlayar
Pemetaan kebisingan yang dilakukan yaitu
pemetaan dengan menggunakan data berlayar
dimana dapat dilihat bahwa kamar mesin
merupakan sumber bising dan di area mesin utama
terdapat lingkaran dengan gradasi warna merah
gelap merupakan sumber yang mengakibatkan
kabin tidak sesuai untuk tempat beristirahat.
Semakin kekanan akan semakin kecil karena
terdapat tembok penghalang dengan mengurangi
tingkat tekanan bunyi.
Gambar 4.1 Mapping Upper deck menggunakan
data berlayar
Gambar 4.2 Mapping Upper deck menggunakan
data berlayar
4.1.1 Perhitungan Transmisi Loss
Pengukuran
Transmission loss yang melewati dinding
diantara dua kabin adalah nilai noise reduction
ditambahkan dengan dengan nilai pantulan bunyi
dalam ruang. Dimana tingkat kebisingan yang
diinginkan pada kabin tersebut tidak melebihi
standart IMO.
Tabel 4.3 Transmisi Loss hasil pengukuran
tingkatkebisingan (dB SPL)
4.2. Perhitungan Transmisi Loss
Perhitungan
Transmission loss untuk data perhitungan
merupakan pembanding dari nilai transmission loss
hasil pengukuran. Nilai ini diperoleh sesuai dengan
ketebalan material yang ada di lapangan yang
nantinya akan disesuaikan dengan ketetapan
material yang sudah ada. Pada dinding kabin telah
tedapat meterial berupa plywood dengan ketebalan
0.9 cm dan rangka kapal tersebut terbuat dari fiber
0.2 cm. Untuk dinding yang bersebelahan dengan
titik 19 dan 21 terdapat tiga lapis fiber dan satu
lapis plywood, hal ini dikarenakan pada kamar
mesin terdapat storage bahan bakar yang menempel
dengan dinding tersebut. Sedangkan dinding
lainnya hanya terdiri dari dua lapisan yaitu satu
lapis fiber dan satu lapis plywood.
Tabel 4.4 Transmisi Loss hasil perhitungan tingkat
kebisingan (dB SPL)
4.3 Perhitungan Faktor Koreksi
Faktor koreksi merupakan validasi agar nilai
Lp yang terukur sama dengan nilai Lp yang
dihitung. Faktor koreksi pada tabel dibawah ini
merupakan hasil pengurangan TTB overall dari
6
data pada tabel 4.3 dengan TTB overall dari hasil
perhitungan pada tabel 4.9 dimana dinding 19 dan
21 merupakan nilai koreksi yang tertinggi dan
bernilai positif. Hal ini disebabkan karena nilai
pengukuran lebih besar dari pada perhitungan.
Tabel 4.5 Hasil perhitungan faktor koreksi
(dB SPL)
4.4 Pengendalian Tingkat Kebisingan
Setelah mendapatkan nilai koreksi antara data
pengukuran dan perhitungan yang di butuhkan
untuk validasi dari perhitungan transmisi loss (TL)
pada kabin maka akan dilkukan pengendalian
tingkat tekanan bunyi. Dimana pada kapal terdapat
dua kabin yang bersebelahan dengan kamar mesin
sehingga kabin inilah yang akan dikendalikan
dengan menambahkan material penyerap bunyi
yang sesuai.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.3 Penyusunan material pengendalian (a)
penambahan pywood (b) penambahan
rockwool (c) kombinasi kedaua
material
4.4.1 Perhitungan Transmission Loss
Pengendalian
Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui
berapa besar pengaruh penambahan ketebahan
material yang dilakukan terhadap rugi transmisi
bunyi. Rugi yang diharapkan memiliki nilai yang
lebih besar dari pada keadaan asli sebab dengan
begitu material yang digunakan dapat digunakan
untuk pengendalian. Material yang dipilih pun
sesuai dengan keadaan asli.
Tabel 4.6 Transmission loss material Plywood
(dB SPL)
Tabel 4.7 Transmission loss material Rockwool
(dB SPL)
Tabel 4.8 Transmission loss material Kayu dan
Rockwool (dB SPL)
4.4.2 Perhitungan sound perssure level pada
kabin
Tujuan utama dalam pengendalian ini adalah
menurunkan nilai SPL pada kabin ABK yang
bersebelahan dengan kamar mesin atau pada titik 9
dan 10. Setelah penambahan material yang
dilakukan dan dicari besar nilai transmisi loss dari
penambahan tersebut maka selanjutnya mencari
nilai SPL yang dihasilkan dari penambahan
tersebut. Secara teori apabila nilai transimisi loos
bertambah maka nilai SPL akan berkurang.
SPL untuk material plywood yang dihasilkan
dari penambahan sebesar 3.6 cm dapat menurunkan
hingga 59.72 dBA untuk dinding 19 dan 59.71
dBA untuk dinding 21. Nilai ini telah berada
dibawah standart yang telah ditetapkan IMO
sehingga ketebalan tersebut dapat digunakan pada
kabin.
Material Material rockwool memiliki nilai
SPL berbeda dari pada plywood dimana nilai yang
diperoleh 59.98 dBA untuk dinding 19 dan 59.97
dBA untuk dinding 21. Nilai ini lebih sedikit besar
dari plywood,walaupun demikian nilai tersebut
7
masih dibawah standart dan ketebalan material
rockwool yang dilakukan perhitungan dapat
digunakan pada keadaan sesungguhnya.
Kombinasi antara plywood dan rockwool juga
menghasilkan nilai dibawah standart yaitu 59.75
dBA untuk dinding 19 dan 59.74 dBA untuk
dinding 21. Jika dibanding dengan kedua
komposisi lainnya, kombinasi ini memiliki nilai
diantaranya walaupun perbedaannya tidak terlalu
jauh.
4.4.3 Simulasi Pengendalian Tingkat
Tekanan Bunyi (TTB)
Simulasi yang dilakukan adalah merubah
ketebalan material yang akan digunakan dari
ketebalan asli hingga ketebalan yang dapat
meredam bising atau menghasilkan TTB yang
diinginkan sesuai standart. Untuk simulasi plywood
dan rockwool dilakukan penambahan sebanyak 10
kali sedangkan kombinasi keduanya hanya
dilakukan 5 kali saja.
Grafik 4.1 Perbandingan TTB overall fungsi Tebal
untuk kabin 9
Grafik 4.2 Perbandingan TTB overall fungsi Tebal
untuk kabin 10
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penyusunan Tugas Akhir yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Standar tingkat tekanan bunyi yang di
sarankan untuk kabin ABK berdasarkan
rekomendasi IMO adalah 60 dBA sedangkan
tingkat tekanan bunyi yang terukur sebesar
70.78 dBA di titik 9 dan 70.16 dBA di titik
10.
2. Penambah dinding yang ada dengan material
plywood setebal 3.6 cm dapat menurunkan
tingkat kebisingan pada titik 9 menjadi 59.72
dBA dan pada titik 10 menjadi 59,71 dBA.
3. Penambah dinding yang ada dengan material
rockwool setebal 18 cm dapat menurunkan
tingkat kebisingan pada titik 9 menjadi 59.98
dBA dan pada titik 10 menjadi 59.97 dBA.
Penambah dinding yang ada dengan perpaduan
antara plywood dan rockwool dengan komposisi
plywood 2.7 cm dan rockwool 12.6 cm pada titik 9
menjadi 59.75 dBA dan pada titik 10 menjadi
59.74 dBA
5.2 Saran
Dari hasil penelitian, terdapat beberapa saran
yang perlu untuk diperhatikan yaitu :
1. Melakukan pengendalian kebisisngan pada
kabin akibat dari transmisi bunyi yang
merambat didinding.
2. Melakukan pengendalian untuk
mengurangi kebisingan pada sumber
dikamar mesin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mediastika, E Christina. 2009. “Material
Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada
Bangunan”. Yogyakarta.
2. Doelle, L Leslie. 1985. “Akustik
Lingkungan”. Erlangga.
3. Harris, M Cyril. 1979. “Handbook of
Acoustical Measurements and Noise
Control”.
4. Barron, Randall F. 2001. “Industrial Noise
Control and Acoustics”. Marcel Dekker. New
York.
5. “Materi Kuliah Akustik dan Getaran”
Jurusan Teknik Fisika ITS Surabaya
6. Irwin, J.D and Graf, E.R. 1979. “Industrial
Noise and Vibration Control”. New Jersey.
7. Nippon Kaiji Kyokai, 1986, “Guide To Ship
Noise Control”.
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Ratih Dwilestari
Alamat : Keputih Makam Blok D / 09
TTL : Bangkalan, 28 Januari 1987
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
SDN Banyuajauh 3 Kamal (1993-1999)
SMPN 1 Kamal (1999-2002)
SMAN 8 Surabaya (2002-2005)
D1 PASTI-ITS (2005-2006)
D3 Teknik Instrumentasi (2006-2009)
S1 Teknik Fisika (2009- sekarang)