penggolongan-obat-analgesik

14
1. Penggolongan Obat Analgesik Obat analgesik dibagi menjadi 2, yaitu: A. Analgesik opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi. Ada 3 golongan obat ini yaitu : 1. Obat yang berasal dari opium-morfin, 2. Senyawa semisintetik morfin, dan 3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin atau dari senyawa sintetik. Analgesik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dariorgan viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapatmenimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatandosis. Karena dapat menimbulkan ketergantungan. Obat golongan ini penggunaannya diawasi secara ketat

Upload: ahmad-setyadi

Post on 01-Oct-2015

225 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

...

TRANSCRIPT

1. Penggolongan Obat AnalgesikObat analgesik dibagi menjadi 2, yaitu: A. Analgesik opioid / analgesik narkotikaAnalgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.Ada 3 golongan obat ini yaitu :1. Obat yang berasal dari opium-morfin,2. Senyawa semisintetik morfin, dan3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaversomniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin atau dari senyawa sintetik. Analgesik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dariorgan viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapatmenimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatandosis. Karena dapat menimbulkan ketergantungan. Obat golongan ini penggunaannya diawasi secara ketat danhanyanyeriyangtidakdapat diredakan dengan obat analgetik dan antipiretik)(Priyanto,2008).Klasifikasi Obat Golongan Opioid Berdasarkan Rumus BangunnyaStruktur dasarAgonis kuatAgonis lemah-sedangCampuran agonis-antagonisAntagonis

FenantrenMorfinHidromorfinOksimorfonKodeinOksikodonHidrokodonNalbufinBuprenorfinNalorfinNaloksonNaltrekson

FenilheptilaminMetadonPropoksifen

FenilpiperidinMeperidinFentanilDifenoksilat

MorfinanLevorfanolButorfanol

BenzomorfanPentazosin

1. Morfin Indikasi : meredakan atau menghilangkan nyeri hebat ( infark miokard, neoplasma, kolok renal atau kolok empedu, oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner), mengurangi atau menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung kiri, menghentikan diareberfasarkan efek langsung terhadap otot polos usus.Efek samping : mual, muntah, depresi napas, urtikaria, eksantem, dermatitis kontak, pruritus, bersin, intoksitasi akut terjadi akibat percobaan bunuh diri. Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksitasi cukup berat, frekuensi napas lambat (2-4kali/meit)Sediaan : Pulvus opii mengandung 10% morfin dan 45 jam Absorbsi cepat dilambung Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Dosis : 10-20 mg sehariFenilbutazon Hanya digunakan untuk antiinflamasi, mempunyai efek meningkatkan ekskresi asamurat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout. Diabsorbsi cepat dan sempurna pada pemberian oral. Waktu paruh 50-65 jam2. Mekanisme Kerja Obat OAINS DAN AINS

Mekanisme kerja OAINS Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung aktivitas COX-1 menghasilakan prostasiklin yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di endotel malro vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.

Mekanisme kerja obat AINS Kortikosteroid merupakan anti-inflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek anti-inflamasi kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imuno-kompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik, eosinofil,neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut.Kerja kortikosteroid menekan reaksi inflamasi pada tingkat molekuler terjadi melalui mekanisme genomik dan non-genomik. Glukokortikoid (GK) berdifusi pasif dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid (RG) di sitosol. Ikatan GK-RG mengakibatkan translokasi kompleks tersebut ke inti sel untuk berikatan dengan sekuens DNA spesifik, yaitu gluco-corticoid response elements (GRE). Ikatan GK-RG dengan DNA mengakibatkan aktivasi atau supresi proses transkripsi.Mekanisme non-genomik GK terjadi melalui aktivasi endot-helial nitric oxide synthetase (eNOS) yang menyebabkan lebih banyak pelepasan nitric oxide (NO), suatu mediator anti-inflamasi.Imunosupresi secara genomik terjadi melalui aktivasi annexin-1 (lipocortin-1) dan mitogen-activated protein-kinase (MAPK) phosphatase 1. Selain itu, GK juga meningkatkan transkripsi gen antiinflamasi secretory leuko-protease inhibitor (SLPI) interleukin-10 (IL-10) dan inhibi-tor nuclear factor-B (IB-). Annexin-1 menghambat pelepasan asam arakhidonat sehingga produksi mediator inflamasi menurun (prostaglandin, tromboksan, prostasiklin, dan leukotrien). Kerja enzim MAPK phosphatase 1 menyebabkan MAPK 1 tidak aktif sehingga aktivasi sel T,sel dendritik, dan makrofag terhambat.Mekanisme genomik lain berupa inhibisi faktor transkripsi yang berperan dalam produksi mediator inflamasi,yaitu nuclear factor-B (NF-B) dan activator protein-1(AP-1).NF-B dan AP-1 mengatur ekspresi gen sitokin,inflammatory enzymes, protein dan reseptor yang berperanan dalam inflamasi (IFN-, TNF-, dan IL-1). Penghambatan ke-duanya akan menurunkan produksi mediator inflamasi.

3. Obat yang Dijual Bebas Menurut Undang-Undanga. Obat BebasAdalah obat yang dijual secara bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek, toko obat, maupun toko biasa. Obat bebas pada kemasannya diberi tanda khusus berupa lingkaran dengan warna hijau dan garis tepi hitam.b. Obat Bebas Terbatas (Daftar P)Adalah obat yang dapat diperoleh atau dibeli tanpa resep dokter di apotek dan toko obat terdaftar. Obat bebas terbatas diberi tanda khusus berupa lingkaran biru tua dengan garis tepi hitam pada kemasannya. Namun karena dalam komposisi obat bebas terbatas terdapat zat/bahan yang relatif toksik, pada kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Peringatan ini berupa :P1: Awas! Obat Keras! Baca aturan pakai. Contoh: AntimoP2: Awas! Obat Keras! Hanya untuk kumur. Contoh: Gargarisma KanP3: Awas! Obat Keras! Hanya bagain luar badan. Contoh: Tinctura JodiiP4: Awas! Obat Keras! Hanya untuk dibakar. Contoh: Sigaret AsthmaP5: Awas! Obat Keras! Tidak boleh ditelan. Cotnoh: Sulfanilamide Steril 5 gramP6: Awas! Obat Keras! Obat wasir, tidak ditelan. Contoh: Anusol Suppositoriac. Obat Keras (Daftar G)Sesuai Ordonasi Obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949, dinyatakan obat keras adalah obat beracun yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendisinfeksikan dan lain lain dalam tubuh manusia; obat berada baik dalam substansi maupun tidak. Obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter kecuali bila digunakan untuk keperluan teknik. Resep yang mengandung obat ini tidak oleh diulang. Obat-obat yang termasuk dalam Daftar G antara lain:1. Semua obat suntik, kecuali golongan narkotika dan psikotropika2. Semua antibiotika seperti kloramfenikol, metronidazol, tetrasiklin, dll3. Semua preparat sulfa, kecuali sulfaguanidin dalam jumlah tertentu4. Semua preparat hormon seperti androgen, kortikosteroid, estrogen, dll5. Semua preparat pyrazolone seperti pyramidone, phenylbutazon, dll6. Papaverine, Narcotine/Noscapine, Narceine serta garam-garamnya7. Adrenalin serta garam-garamnya8. Anetesi lokal seperti Novocaine/Procaine, Lidocaine, dlld. Obat Golongan Narkotika = Obat Bius = Daftar ONarkotika adalah golongan obat yyang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat (SSP), baik memberi depresi (Opium, Morfin, Heroine) maupun stimulasi (Coccaine). UU RI No. 22 Tahun 1997 mengenai narotika, membagi obat narkotika dalam 3 golongan, yaitu:1. Narkotika golongan I: hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, bukan terapi karena bisa menyebabkan ketergantungan. Contoh: Coccaine dan Marihuana2. Narkotika goloongan II: untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan terapi namun juga berpotensi menyebabkan ketergantungan. Contoh: Morfin dan Fentanil3. Narkotika golongan III: untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan banyak digunakan sebagai terapi. Contoh: Ethylmorfin dan Codeinee. Obat Golongan Psikotropika Menurut UU Psikotropika tanggal 11 Maret 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan-narkotika, yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Yang memberi depresi pada SSP yaitu golongan benzodiazepin, barbiturat dan metaqualone, sedangkan yang memberi stimulasi pada SSP yaitu golongan Amphetamine. Ada juga yang menyebabkan halusinasi, yaitu LSD (Lycergic Acid Diethylamine). Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu:1. Psikotropika golongan I: hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan jadi tidak diresepkan. Contoh: Ecstacy, Psilocybin dan Psilosin2. Psikotropika golongan II: boleh diresepkan namun dapat menyebabkan ketergantungan yang besar jika diberikan dalam jangka waktu lama. Contoh: Amphetamine dan Metaqualone3. Psikotropika golongan III: boleh diresepkan namun dapat menyebabkan ketergantungan pada penggunaan jangka lama. Contoh: Amobarbital dan Cyclobarbital4. Psikotropika golongan IV: sering diberikan resep oleh dokter umum maupun dokter spesialis. Contoh: Diazepam dan Bromazepam.