penggunaan alat pelindung diri dalam pencengahan infeksi nosokomial

24
Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial BAB I TINJAU PUSTAKA A. Konsep Dasar Pencegahan Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit atau kerusakan jaringan. Proses dimana hospes. Agen-agen patogen (infeksius) utama adalah (Virus, bakteri, jamur, parasit dan protozoa). Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi disebut Asimptomatik.dan jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain,penyakit ini meupakan penyakit menular atau contagious (Potter dan Perry., 2005). 2. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi di Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan (2003), Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit.

Upload: maha

Post on 07-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

apd

TRANSCRIPT

Page 1: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

BAB I

TINJAU PUSTAKA

A.    Konsep Dasar Pencegahan Infeksi Nosokomial

1.      Pengertian Infeksi

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan

sakit atau kerusakan jaringan. Proses dimana hospes. Agen-agen patogen (infeksius) utama

adalah (Virus, bakteri, jamur, parasit dan protozoa). Jika mikroorganisme gagal menyebabkan

cidera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi disebut Asimptomatik.dan jika penyakit

infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain,penyakit ini meupakan

penyakit menular atau contagious (Potter dan Perry., 2005).

2.      Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi

di Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien

masuk Rumah Sakit. Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan (2003), Infeksi nosokomial

adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dirawat di rumah sakit

dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi

itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit.

Klien yang berada dalam lingkungan perawatan kesehatan dapat beresiko tinggi mendapatkan

infeksi. Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas

perawatan kesehatan. Infeksi entrogen adalah jenis infeksi nosokomial yang di akibatkan oleh

prosedur diagnostik atau terapeutik (Potter dan Perry., 2005).

Infeksi nosokomial adalah infeksi adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan.

Sebetulnya Rumah Sakit memang sumber penyakit. Secara logis, rumah sakit adalah tempat

orang yang mengalami gangguan kesehatan, dimana berbagai penyakit yang diderita oleh

Page 2: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

para pasien tersebar di rumah sakit secara terbuka. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung

dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling beresiko mendapat infeksi

nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas, dari pasien ke pasien

lain, dari pasien ke pengunjung, atau dari petugas kesehatan ke pasien. Hal ini biasa terjadi

apabila petugas kesehatan tidak terampil dalam menjalankan tugasnya atau tidak

mengindahkan dasar-dasar kewaspadaan umum dalam penanganan pasien. Di Negara maju

pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi.

Misalnya, di Amerika Serikat, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial.

Diseluruh dunia, 10% (1,4juta) pasien Rawat Inap di Rumah Sakit mengalami infeksi yang

baru selama dirawat setiap tahun (Yayasan Spiritia, website spiritia.or.id., 2003).

3.      Rantai Penularan

Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada

sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan

tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di Rumah Sakit rentan

terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka

dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien

tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi. (Yayasan Spiritia, website spiritia.or.id.,

2003).

Gambar 2.1 Rantai Penularan Infeksi

Sumber : Yayasan Spiritia, website spiritia.or.id., 2003

Page 3: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai

penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau

dihentikan.

Kompenen yang diperlukan sehingga terjadi penularan infeksi tersebut adalah:

a.       Agen infeksi (Infection Agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.

Pada manusia,  agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga

faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas,

virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).

b.      Reservoir atau dimana tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh , berkembang biak dan siap

ditularkan pada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuhan-

tumbuhan, tanah, air dan bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput

lendir selaput nafas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.

c.       Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan reservoir.

Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pecernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan

membrane mukos, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

d.      Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi

dari reservoir ke penderita (yang susptibel). Ada berapa cara penularan yaitu : (1) Kontak :

langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airbone, (4) melalui vehikulum (makan,

air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya seranga da binatang pengerat).

e.       Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki penjamu (yang

suseptibel). Pintu masuk biasanya melalui saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih dan

kelamin, selaput lendir, serata kulit yang tidak (utuh).

f.       Penjamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang

cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi dan penyakit. Faktor

yag khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,

luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan imunosuresan. Faktor

lain yag mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi,

gaya hidup, pekerjaan dan hereditas. (Depertemen Kesehatan, 2009)

4.      Faktor Resiko “Healthcare-Associated Infections” (HAIs).

a.       Umur : neonatus dan lansia lebih rentan.

b.      Status imun yang rendah/tergantung (imuno-kompromais) : penderita dengan penyakit

kronik, penderita keganasan, obat-obat imunosupresan.

c.       Interupsi barier anatomis :

Page 4: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

1)      Kateter urin : meningkat kejadian infeksi saluran kemih (ISK)

2)      Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO) atau “Surgical Site

Infection” (SSI).

3)      Intubasi penafasan : meningkatkan kejadian : “Hosptal Acquired Pneumonia” (HAP/VAP).

4)      Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “Blood Stream 

Infection” (BSI).

5)      Luka dan trauma

d.      Implantasi benda asing :

1)      “indwelling catheter”

2)      “surgical suture material”

3)      “cerebrospinal fluid shunts”

4)      “valvular/vascular prostheses”

e.       Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana menyebabkan

timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba (Depertemen Keseatan, 2009)

5.      Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen

infeksi (patogenesis, virulesi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor resiko pada

penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya

infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan. (Depertemen Kesehatan,

2009).

6.      Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Terdiri Dari :

a.   Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan penjamu dapat meningkatkan dengan pemberian

imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunasi pasif (imonoglobulin).

Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya

tahan tubuh.

b.  Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik

maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan

memasak makanan seperlunya. Metode kimia termasuk klorinasi air, disinfeksi.

c.     Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah

penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam

melaksanakan prosedur yang telah diterapkan tidakan pencegahan ini telah disusun dalam

suatu “Isolasi Precaoution” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan

Page 5: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

yaitu “Standard Precaoution” (Kewaspadan Standar) dan “Tranmision based

Precaution” (Kewaspadaan berdasakan cara penularan).

d.   Tidakan pencegahan pejanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas

kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan

melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi Karena luka tusuk jarum bekas

pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat pehatian adalah Hepatitis B,

Hepatitis C dan HIV. (Depertemen Kesehatan, 2009)

7.      Peran Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial

Tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain serta

bertanggung jawab sebagai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Tenaga kesehatan

juga bertanggung jawab dalam mengunakan saran yang telah disediakan dengan baik dan

benar serta memelihara sarana agar selalu siap pakai dan dapat dipakai selama mungkin.

Secara rinci kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi :

a.       Bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga kesalamatan kerja dilingkungan. wajib

mematuhi intruksi yang dibeikan dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja, dan

membantu mempertahankan lingkungan bersih dan aman.

b.      Mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi, dan

mematuhinya dalam pekerjaan sehari-hari.

c.       Tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan resiko penularan

infeksi, baik dari dirinya kepada pasien atau sebaliknya, sebaiknya tidak merawat pasien

secara langsung.

d.      Sebagai contoh misalnya, pasien penyakit kulit yang basah seperti eksim, bernanah, harus

menutupi kelainan kulit tersebut dengan plester kedap air, bila tidak memungkinkan maka

tenaga kesehatan tersebut sebaiknya tidak merawat pasien.

e.       Bagi tenaga kesehatan yang megidap HIV mempunyai kewajiban moral untuk memberi tahu

atasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan pekerjaan status serologi tersebut

dapat menjadi resiko pada pasien, misalnya tenaga kesehatan dengan status HIV positif dan

menderita eksim basah. (Depertemen Kesehatan, 2003).

8.      Alat Pelindung Diri

Pelindung barrier, yang disebut secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD),

telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang

ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculya AIDS dengan Hepatitis C, serta

Page 6: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

meningkatkan kembali Tuberkulosis di banyak Negara, pemakaian APD menjadi juga sangat

penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung, SARS

dan infeksi lainnya (Emerging Infectious  Diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar

menjadi semakin penting.

Agar menjadi lebih efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya gaun dan duk

lobang telah tebukti dapat mencegah infeksi luka bila hanya dalam keadaan kering.

Sedangkan dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik dari kulit atau

peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi. Sebagai

konsekuensinya, pengolahan Rumah Sakit, penyelia dan para petugas kesehatan harus

mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi peran APD

sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara efektif dan

efisien.

Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah

dan kaca mata), topi, gaun apron dan pelindung lainnya. Di banyak Negara lain, topi, masker,

gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung yang paling baik adalah

yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sinetik yang tidak tembus air atau cairan

lain (darah atau cairan tubuh). Bahan yang tahan air ini tidak banyak

tersedia karena harganya yang mahal. Di banyak Negara, kain katun ringan (dengan jumlah

benang 140/inci2) adalah bahan yang paling umum digunakan untuk pamakaian bedah

(masket, topi dan gaun) serta duk. Sayangnya, katun yang ringan tersebut tidak merupakan

penghalang yang efektif, karena cairan dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan

terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas dan bahan berat lainnya, disisi lain, terlalu tebal untuk

ditembus oleh uap pada waktu pengukusan sehingga tidak dapat di sterilkan,  sulit dicuci dan

memerlukan waktu yang terlalu lama untuk kering. Sebaliknya bahan kain yang digunakan

berwarna putih atau terang kotoran dan kotaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau

masker yang terbuat dari kertas tidak boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk

membersihkannya dengan baik. Jika tidak dapat dicuci jangan digunakan lagi. (Depertemen

Kesehatan, 2009).

a.      Pedoman umum alat pelindung diri

1)      Tangan harus selalu bersih walaupun mengunakan APD.

2)      Lepas atau ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali yang

sudah rusak atau sobek segera setalah anda mengetahui APD tersebut tidak berfugsi optimal.

Page 7: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

3)      Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan hindari

kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau pekerja lain, dan diri anda

sendiri.

4)      Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera bersihkan tangan.

a)      Perkiraan resiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum melakukan kegiatan

perawatan kesehatan.

b)      Pilih APD sesuai dengan perkiraan resiko terjadinya pajanan.

c)      Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai (Depertemen Kesehatan,

2009).

b.      Jenis-jenis alat pelindung diri

1)      Sarung tangan : melindungi tangan dari bahan yang dapat menularakan penyakit dan

melindungi pasien dari mikroorganisme yan berada ditangan petugas kesehatan. Sarung

tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran

infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien dengan pasien

lainnya, untuk menghidari kontaminasi silang.

2)      Masker : harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut

pada wajah (jenggot). Masker digunakan untuk menahan cipratan yang sewaktu petugas

kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan

darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker

tidak terbuat dari bahan yang tahan dari cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk

mencegah kedua hal tersebut.

3)      Alat pelindung mata : melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lainnya

dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening,

kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan

lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi

mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung

wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak

sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat

menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.

4)      Topi : digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut

tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup

semua rambut. Meski pun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi

Page 8: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang

terpercik atau menyemprot.

5)    Gaun pelindung : digunakan untuk menutupi atau mengganti pakai biasa atau seragam lain,

pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui

droplet/airbone. Pemakain gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit

petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai

menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus menggunakan gaun pelindung

setiap masuk ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan percikan atau

semprotan darah cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi

ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah

gaun dilepas pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian potensial

tercemar, lalu cuci tangan segera untuk berpindahnya organisme.

6)   Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20-100 kali dengan

memakai gaun pelindung. Perawat yang menggunakan apron plastik saat merawat pasien

bedah abdomen dapat menurunkan transmisi S. Aureus 30 kali dibandingkan dengan perawat

yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.

7)      Apron : yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk

sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petuagas kesehatan harus mengunakan

apron dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,

membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan

tubuh atau sekresi. Hal ini sangat penting bila gaun pelindung tidak tahan air apron akan

mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.

8)   Pelindung kaki : digunakan untuk melindung kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda

berat yang mungkin jatuh secara tidak segaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sadal, “sandal

jepit” atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot

karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga

tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu

tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air

harus tersedia di kamar bedah, sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain

atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui

sepatu dan sering kali digunakan sampai diruang operasi. Kemudian di lepas tanpa sarung

tangan sehingga terjadi pencemaran (Summers at al. 1992).

Page 9: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

c.       Faktor – Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Alat Pelindung

Diri

1)      Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.

2)      Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.

3)      Lepas dan buang secara hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.

4)      Lepas danbuang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah disediakan di ruangan

ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.

5)      Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan tangan sesuai

pedoman.

Tabel 2.1 Pemilihan Alat Pelindung Diri

Jenis Pajanan ContohPilihan Alat Pelindung

DiriResiko Redah :

    Kontak dengan Kulit    Tidak terpajan darah langsung

    Injeksi    Perawatan luka ringan

    Sarung tangan esensial

Resiko Sedang :Kemungkinana terpajan darah namun tidak ada cipratan

    Pemeriksaan pelvis    Insersi IUD    Melepas IUD    Pemasangan kateter intra vena    Penanganan spesimen

laboratorium    Perawatan luka berat    Ceceran darah

    Sarung tangan    Mungkin perlu gaun

pelindung atau Celemek

Resiko Tinggi :    Kemungkinan terpajan darah dan

kemungkinan terciprat    Perdarahan massif

    Tidakan bedah mayor    Bedah mulut    Persalinan pervagina

    Sarung tangan    Celemek    Kacamata pelindung    Masker

Sumber : Depertemen Kesehatan, 2009

d.      Prosedur Cara Pemakaian Alat Pelindung Diri

1)      Prosedur Pemakaian Sarung Tangan Steril

Persiapan :

1.      Jenis sarung tangan sesuai jenis tindakan

2.      Kuku dijaga agar selalu pendek

3.      Lepas cincin dan perhiasan lain

4.      Cuci tangan sesuai prosedur standar

Prosedur :

Page 10: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

1.      Cuci tangan

2.      Siapakan area yang cukup luas, bersih dan kering untuk membuka paket sarung tangan.

Perhatikan tempat menaruhnya (steril atau minimal DTT).

3.      Buka pembungkus sarung tangan, meminta bantuan petugas lain untuk membuka pembukus

sarung tangan, letakan sarung tangan dengan bagian telapak tangan menghadap ke atas.

4.      Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang pada sisi sebelah dalam lipatannya, yaitu

bagian yang akan besentuhan dengan kulit tangan saat dipakai.

5.      Posisikan saung tangan setinggi pinggang dan gantungkan ke lantai, sehingga bagian lung

jari-jari tengan terbuka. Masukan tangan (jaga srung tangan supaya tidak menyentuh

permukaan).

6.      Ambil sarung tangan ke dua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan  yang sudah memakai

sarung tanagn kebagian lipatan, yaitu bagian yang tidak akan bersentuhan dengan kulit

tangan saat dipakai.

7.      Pasang sarung tangan yang kedua dengan cara memasukan jari-jari tangan yang belum

memakai sarung tangan, kemudian luruskan lipatan, dan atur posisi sarung tangan sehingga

terasapas dan enak di tangan. (Depertemen Kesehatan, 2009)

2)      Prosedur Melepas Sarung Tangan

Persiapan :

1.      Persiapan klorin 0,5% dalam wada yang cukup besar.

2.      Sarana cuci tangan

3.      Kantung penampung limbah medis

Prosedur :

1.      Masukan sarung tangan yang masih dipakai kedalam larutan klorin, gosokan untuk

mengangkat bercak darah atau cairan tubuh lainnya yang menempel.

2.      Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung ujung jari-jari tangan

sehingga bagian dalam dari sarung pertama menjadi sisi luar.

3.      Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih berada pada

tangan sebelum melepas sarung tangan yang tangan ke dua. Hal ini penting untuk mencegah

terpajannya kulit tangan yang terbuka dengan permukaan  sebelah luar sarung tangan.

4.      Biarkan sarung tangan pertama sampai disekitar jari-jari, lalu pegang sarung tangan yang

kedua pada lipatannya lalu tarik kearah ujung jari hingga bagian dalam sarung tangan

menjadi sisi luar. Demikian dilakukan secara bergantian.

Page 11: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

5.      Pada akhir setelah hampir diujung jari, maka secara bersamaan dan dengan sangat hati-hati

sarung tangan tadi dilepas.

6.      Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyetuh bagian dalam sarung

tangan.

7.      Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, ada kemungkinan sarung tangan berlubang namun

sangat kecil dan tidak terlihat. Tidakan mencuci tangan setelah melepas sarung tangan ini

akan memperkecil resiko terpajan.

3)      Pengunaan Gaun Pelindung

Ketentuan :

1.      Hanya bagian luar gaun saja yang terkontaminasi, karena tujuan pemakain gaun

untuk melindungi pakaian dari infeksi.

2.      Hanya bagian depan atas gaun bedah (diatas pinggang) saja yang dianggap steril dan boleh

bersinggungan dengan lapangan.

3.      Cara memakai gaun bedah mengikuti proses tanpa singgung, yaitu dengan mengusahakan

agar bagian luar gaun tidak bersinggungan langsung dengan kulit tubuh pemakai

4.      Gaun dapat dipakai sendiri oleh pemakai atau dipakaikan oleh orang lain

5.      Selalu digunakan  dalam kamar bedah dan tidak dibawa keluar kecuali untuk dicuci,

termasuk ke ruangan makan atau yang lainnya

6.      Satu gaun pelindung dikenakan untuk menangani satu pasien

7.      Celemek kedap air dipakai disebelah dalam gaun pelindung bedah

Pesiapan Penggunaan Gaun Pelindung Steril :

1.      Handuk/lap steril

2.      Gaun pelindung steril

3.      Sarung tangan steril

4.      Cuci tangan aseptik

5.      Pembedahan

Prosedur :

1.      Keringkan tangan dan lengan satu per satu bergantian dimulai dari tangan kemudian lengan

bawah memakai anduk steril

2.      Jaga agar tangan tidak menyentuh gaun pelindung steril taruh haduk bekas pada suatu wadah

Page 12: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

3.      Ambil gaun pelindung dengan memegang bagian dalam yaitu pada bagian pundak. Biarkan

gaun pelindung terbuka, masukan tangan-tangan ke dalam lubang. Posisi lengan diletakan

setinggi dada, menjauh dari tubuh

4.      Gerakan lengan dan tangan ke dalam lubang gaun pelindung

5.      Bagian belakang gaun ditutup/diikat dengan bantuan petugas lain yang tidak steril.

(Depertemen Kesehatan, 2003).

Gambar 2.2 Pemakaian Alat Pelindung Diri

Sumber : Departemen Kesehatan , 2003

B.     Konsep Dasar Usia

1.      Pengertian Usia

Usia adalah indeks yang menempatkan individu-individu dalam urutan perkembangan (Fry,

2001 dalam psikologi perkembangan) Lebih lanjut dikatakan bahwa pada umur sekitar awal

atau pertengahan umur 30 tahun, kebanyakan orang telah mampu memecahkan masalah

mereka dengan baik sehingga menjadi stabil dan tenang (Fry, 2001 dalam psikologi

perkembangan). Dalam hal ini perawat yang berusia lebih dari 30 tahun dianggap lebih

matang dalam bersikap,  lebih baik dalam berfikir dan bekerja, lebih menyadari bahaya

penularan infeksi sehingga timbul suatu kepatuhan dalam dirinya untuk mengikuti dan

mematuhi pedoman-pedoman pencegahan infeksi nosokomial.

Usia adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun

(Elisabeth B.H, 1995 dalam Nursalam, 2001). Usia yang optimal dalam memahami dan

mengambil keputusan adalah diatas 30 tahun, karena usia dibawah 30 tahun atau kurang dari

Page 13: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

30 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam memahami dan

mengambil keputusan (Soediman dalam Nursalam, 2003).

Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan

lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat

dari pengalaman dan kematangan jiwanya. (Hurclok, 1998) dalam (Nursalam, 2001).C.    Konsep Dasar Pengetahuan

1.      Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera

manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo,

2005).

Menurut Notoatmodjo (2005), bahwa pengetahuan dapat di peroleh diantaranya melalui

pendidikan formal, non formal, pengalaman dan media masa. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, pangetahuan

itu sendiri dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri atau orang lain

(Notoatmodjo, 2005).

Lebih lanjut, Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa pengetahuan yang ada pada manusia

bertujuan menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan

digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia tersebut. Pengetahuan dapat

diibaratkan sebagai alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang

dihadapinya. Pengetahuan bisa didefinisikan atau diberi batasan sebagai berikut ini:

a.       Sesuatu yang ada atau dianggap ada.

b.      Sesuatu hasil persesuaian subjek dengan objek.

c.       Hasil kodrat manusia ingin tahu.

d.      Hasil persesuaian antara induksi dengan dedukasi.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (over behavior). Terbentuknya perilaku baru terutama pada orang dewasa,

dimulai pada domain kognitifatau pengetahuan, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu

terhadap stimulus berupa materi atau objek diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan

baru dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya, kemudian akhirnya akan

menimbulkan respon yang lebih jauh berupa tindakan (Notoatmodjo,2005).

Page 14: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

2.      Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokan menjadi dua,

yakni:

a.       Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan, sebelum

ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis.

Cara-cara ini antara lain:

1)      Cara coba-coba (trial and Eror)

Melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error” cara coba-coba

ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinann dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

2)      Cara kepuasan atau otoritas

Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik teradisi, otoritas

pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupuna ahli ilmu pengetahuan.

3)      Berdasarkan pengalaman pribadi

Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalah

yang dihadapi pada masa yang lalu.

4)      Melalui jalan pikiran

Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuanya. Dalam

memperoleh kebenaran pengetahuan manusia menggunakan jalan pikirannya.

b.      Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut” metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut riset metodologi.

Menurut Deobold Van Dalen, mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan

pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-

pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini

mencakup tiga hal pokok, yaitu:

1)      Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

2)      Segala sesuatu yang negative, yajni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan

pengamatan.

3)      Gejala – gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada

kondisis-kondisi tertentu.

Page 15: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

3.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu

sebagai berikut :

a.       Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orange lain. Pengalaman yang

sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

b.      Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang. Yang berpendidikan

lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan luas dibandingkan tingkat pendidikan lebih

rendah.

c.       Keyakinan

Biasanya kenyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih

dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d.      Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang

misalnya, televise, radio, Koran, majalah dan buku.

4.      Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

a.       Tahu(know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Termasuk ke

dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini

merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b.      Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham tehadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

c.       Aplikasi (application)

Page 16: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan situasi yang lain.

d.   Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

e.       Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f.       Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo

2003). Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan

tingkatan diatas.

Pernyataan yang dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan secara umum dapat

dikelompokan menjadi 2 jenis:

a.       Pernyataan subjektif, misalnya : jenis pertanyaan essay.

b.      Pernyataan objektif, misalnya: pernyataan pilihan ganda, betul salah dan pernyataan

menjodohkan.

Pernyataan essay disebut pernyataan subjektif karena penilaian untuk pernyataan tersebut

melibatkan factor subjektif dari penilai. Sedangkan pernyataan objektif lebih disukai karena

lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai.

D.    Konsep Dasar Sikap

1.      Pengertian Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah

melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak

setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap juga dikatakan sebagai suatu sindrom atau

Page 17: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,

perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan lain (Notoatmodjo, 2005).

Sikap dapat dipandang sebagai suatu kecenderungan menghadapi tindakan terhadap suatu

objek berdasarkan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi suatu objek.

Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia (kwick dalam Notoatmodjo, 2003).

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Adapun Le Pierre (dalam

Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau

kesiapan anti sipasi, presisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi social secara

sederhana. Senada dengan hal tersebut Berkowitz (dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan

bahwa sikap seseorang terhadap sesuatu adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable), maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada objek tersebut.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

sikap merupakan respon terhadap rangsangan atau stimulusyang timbul dari kondisi yang

terjadi di lingkungan sekitarnya yang menimbulkan respon positif (mendukung) atau negatif

(tidak mendukung) dalam bentuk reaksi yang dinyatakan dalam suatu perilaku yang

dimunculkan oleh seseorang.

2.      Struktur Sikap

Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang, yaitu : komponen kognitif,

komponen efektif, dan komponen konatif.

Komponen kognitf merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh individu pemiik

sikap. Mann (dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa komponen kognitif dapat

disamakan dengan pandangan, terutama bila menyangkut masalah. Komponen kognitif berisi

kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang meyangkut aspek emosional. Secara

umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

Komponen konotatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya.

3.      Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :

Page 18: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

a.       Menerima (Receiving), diimplementasikan dalam bentuk kemauan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

b.      Merespon (Responding), diimplementasikan dalam bentuk memberikan jawaban atas suatu

pertanyaan, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan, terlepas dari apa yang

dijawad atau dikerjakan itu benar atau tidak. Hal ini menunjukan bahwa ada proses

penerimaan ide yang disampaikan.

c.       Menghargai (Valuing), diimplementasikan dalam bentuk ajakan terhadap orang lain untuk

mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d.      Bertanggung Jawab (Responsible), diimplementasikan dalam bentuk kesiapan menerima

resiko dari apa yang telah diperbuatnya atas dasar pilihan yang telah disiapkan.

D.    Konsep Kepatuhan

1.       Pengetian Kepatuhan

Kata “Kepatuhan” berasal dari kata “patuh“ yang memiliki arti suka menurut (perintah), taat

kepada aturan dan berdisiplin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2004). Menurut Icek Ajzen

dan Martin Fishbein (Azwar, 2003), kepatuhan didefinisikan sebagai suatu respon terhadap

suatu perintah, anjuran atau ketetapan yang ditunjukan melalui suatu aktifitas konkrit.

Kepatuhan juga merupakan bentuk ketaatan pada aturan atau disiplin dalam menjalankan

prosedur yang telah ditetapkan.

Kepatuhan dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon terhadap suatu perintah, anjuran, atau

ketetapan melalui suatu aktifitas konkrit . Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi :

1.    Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal.

2.    Manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada.

3.    Bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan

mereka.

Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi, maka perawat harus patuh terhadap apa yang

menjadi tugasnya, untuk itu perawat dituntut dapat menjalankan dan melaksanakan

kewaspadaan universal dengan baik dan benar secara konsisten.

2.      Peran Perawat Dalam Kepatuhan

Berkaitan dengan tugas keperawatan, para perawat dituntut mempunyai pengetahuan yang

baik berkaitan dengan tugas keperawatannya. Pengetahuan tersebut merupakan modal dasar

terhadap apa yang harus dilaksanakan oleh perawat. Namun, pengetahuan saja tidaklah

cukup, sikap perawat juga memegang peran penting dalam upaya membantu tenaga medis

Page 19: Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencengahan Infeksi Nosokomial

lainnya, seperti dokter dalam menangani pasien agar segera sembuh dari penyakitnya. Tugas

dokter yang tidak dapat mendampingi pasiennya, harus diperankan oleh perawat sebagai

tenaga kesehatan dalam merawat pasien selama dirawat di Rumah Sakit. Untuk mempercepat

proses penyembuhan, maka perawat harus patuh terhadap apa yang menjadi tugasnya.

Penanganan yang salah akan berakibat buruk, bahkan akan mengakibatkan kematian. Untuk

itu, perawat dituntut dapat melaksanakan dan menjalankan pemakain alat pelindung diri 

dalam pencegahan infeksi dengan baik dan benar secara konsisten.