penggunaan antihistamin pada alergi anak

12
Penggunaan Antihistamin pada alergi anak Penyakit alergi merupakan penyebab tersering penyakit kronis pada negara maju dan insidensi ini meningkat pada negara berkembang. Hal ini diakibatkan oleh perubahan epidemi penyakit alergi akibat dari perubahan lingkungan dan kerentanan genetik. Oleh karena itu, pengobatan alergi menjadi prioritas tinggi pada kebanyakan negara. Histamin (salah satu mediator yang dilepaskan dari sel mast dan basofil) berperan dalam patofisiologi penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, asma dan anafilaksis. Efek histamin muncul ketika terjadi ikatan dengan ketiga reseptor histamin (HR) yaitu H1R, H2R dan H3R serta yang terbaru yaitu ikatan dengan H4R. terdapat juga reseptor kelima yang memicu efek histamin yaitu ill-defined histamin receptors yang merupakan reseptor intraseluler (Hic). Ikatan histamin dengan H1R menjadi mayoritas dalam terjadinya manifestasi segera dari alergi seperti pruritus, nyeri, vasodilatasi, hipotensi, flushing, sakit kepala, takikardi, bronkokonstriksi dan stimulasi saraf aferen vagus saluran pernafasan dan reseptor batuk serta penurunan konduksi atriventricular-node. Bagaimanapun, efek seperti hipotensi, takikardi, flushing, sakit kepala, gatal dan kongesti nasal juga dimediasi oleh H2R. Berdasarkan peran histamin pada reseptor H1 maka antihistamin H1 merupakan obat yang sering digunakan untuk

Upload: indra-adjuddin

Post on 13-Sep-2015

56 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

antihistamine

TRANSCRIPT

Penggunaan Antihistamin pada alergi anakPenyakit alergi merupakan penyebab tersering penyakit kronis pada negara maju dan insidensi ini meningkat pada negara berkembang. Hal ini diakibatkan oleh perubahan epidemi penyakit alergi akibat dari perubahan lingkungan dan kerentanan genetik. Oleh karena itu, pengobatan alergi menjadi prioritas tinggi pada kebanyakan negara.Histamin (salah satu mediator yang dilepaskan dari sel mast dan basofil) berperan dalam patofisiologi penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, asma dan anafilaksis. Efek histamin muncul ketika terjadi ikatan dengan ketiga reseptor histamin (HR) yaitu H1R, H2R dan H3R serta yang terbaru yaitu ikatan dengan H4R. terdapat juga reseptor kelima yang memicu efek histamin yaitu ill-defined histamin receptors yang merupakan reseptor intraseluler (Hic). Ikatan histamin dengan H1R menjadi mayoritas dalam terjadinya manifestasi segera dari alergi seperti pruritus, nyeri, vasodilatasi, hipotensi, flushing, sakit kepala, takikardi, bronkokonstriksi dan stimulasi saraf aferen vagus saluran pernafasan dan reseptor batuk serta penurunan konduksi atriventricular-node. Bagaimanapun, efek seperti hipotensi, takikardi, flushing, sakit kepala, gatal dan kongesti nasal juga dimediasi oleh H2R.Berdasarkan peran histamin pada reseptor H1 maka antihistamin H1 merupakan obat yang sering digunakan untuk pengobatan alergi. Antihistamin H1 bukan merupakan reseptor antagonis tetapi bersifat inverse agonists. Ketika tidak adanya histamin ataupun antihistamin maka reseptor H1 aktif dan inaktif berada dalam keseimbangan. Histamin berikatan dengan reseptor aktif untuk mengaktifasi dan menstimulasi sel sedangkan antihistamin berikatan dengan bentuk inaktif. Antihistamn H1 mengurangi ekspresi dari sel proinflamasi dan akumulasi dari sel inflamasi seperti eosinofil dan neutrofil. Efek klinis utama dari antihistamin H1 berupa supresi respon awal terhadap alergen pada konjungtiva, hidung, saluran nafas bawah dan kulit.Efek anti-inflamasi dari antihistamin H1 muncul melalui mekanisme reseptor dependen dan independen. Mekanisme reseptor dependen berperan dalam menstabilisasi reseptor histamin kedalam bentuk inaktif. Lokasi dimana mekanisme ini bekerja terhadap akitifitas anti-inflamasi ini yaitu pada faktor transkripsi, NF-kB dan GATA3. Hal ini menghambat pelepasan sitokin dan molekul adehesi.Mekanisme reseptor independen berupa hambatan terhadap aktifasi sel inflamasi dan pelepasan produk proinflamasi seperti radikal superoxide dan produk asam arakhidonat seperti LTB4 dan LTC4 serta pelepasan granul seperti neutrophil elastase dan eosinophil cationic protein.

Klasifikasi dari antihistamin H1Antihistamin H1 diklasifikasikan kedalam antihistamin generasi satu dan generasi kedua. Perbedaan utama diantara kedua generasi ini adalah kecenderungan untuk terjadi efek samping pada susunan saraf pusat.Antihistamin generasi pertama seperti diphenhydramine, chlorpeniramine, clemastine, triprolidine, cyproheptadine, brompheniramine dan hydroxyzine bersifat lipofilik sehingga dapat berpenetrasi ke susunan saraf pusat menginduksi sedasi. Antihistamin generasi pertama juga bersifat non selektif reseptor sehingga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor dopaminergik, serotonergik, alpha-adrenergik dan kolinergik di otak.Antihistamin generasi kedua dikembangkan pada tahun 1980 untuk mengurangi efek sedasi dan antikolinergik. Bagaimanpun astemizole dan terfenadine memiliki efek samping terhadap jantung yang mengakibatkan pemanjangan interval Q-T dan aritmia. Antihistamin generasi kedua yang tersedia sekarang di pasaran yaitu cetirizine, loratadine, desloratadine, fexofenadine, acrivastine, azelastine dan levocetirizine. Antihistamin generasi kedua bersifat selektif terhadap reseptor H1, mengurangi efek sedasi, onset lebih cepat dan durasi aksi yang lebih lama serta efek samping yang minimal.Efek samping dari antihistamin H1Antihistamin generasi pertama mempunyai efek samping yang lebih besar. Tidak ada penelitian jangka panjang terhadap keamanan dari antihistamin generasi pertama. Antihistamin generasi pertama mempunyai potensial terjadi efek samping yang serius seperti depresi susunan saraf pusat dan kardiotoksisitas serta mempunyai kecenderungan yang tinggi terjadinya over dosis. Toksisitas susunan saraf pusatPenelitian terhadap 24 anak dengan rhinitis alergi dengan usia 7-14 tahun, baik chlorpheniremine dan cetirizine dapat menginduksi perubahan kognitif jika dibandingkan dengan plasebo, walaupun perubahan tersebut tidak menyebabkan disfungsi bermakna.Beberapa penelitian terhadap orang dewasa dilakukan untuk mengevaluasi efek dari antihistamin generasi kedua terhadap susunan saraf pusat. Loratadine dan desloratadine dibandingkan dengan plasebo pada dosis terapeutik dan didapatkan efek sedasi jika penggunaan dosis lebih tinggi dibandingkan dosis rekomendasi. Fexofenadine tidak berefek sedasi baik pada dosis yang lebih tinggi dari dosis terapeutik. Tidak didapatkan efek terhadap memori dan perhatian pada penggunaan levocetirizine dibandingkan dengan diphenhydramine dan plasebo.Efek antihistamine terhadap susunan saraf pusat yang penting adalah gangguan terhadap kegiatan belajar. Penelitian membandingkan loratadine dan diphenhydramine menunjukkan bahwa diphenhydramine memperburuk kegiatan akademik. Penelitian lain mengevaluasi penggunaan cetirizine jangka panjang pada anak dengan dermatitis atopi menunjukkan bahwa tidak terdapat efek samping terhadap kegiatan belajar.Efek samping lain yang jarang pada anak dengan penggunaan antihistamin generasi pertama seperti spasme, kejang, aggresif, gangguan nafas, bercak kemerahan kulit, central anticholinergic syndrome dan toxic encephalopathy pada pasien dengan sindrom kulit (dermatitis atopi, varicella). KardiotoksisitasEfek toksik jantung akibat antihistamin H1 jarang terjadi. Antihistamin generasi pertama mempunyai akitifitas antimuskarinik dan -adrenergic blockade serta dapat menyebabkan pemanjangan interval QT.Antihistamin seperti cetirizine, loratadine, fexofenadine dan ebastine tidak mempunyai efek samping kardiotoksisitas. Hal yang serupa juga menunjukkan bahwa levocetirizine dan desloratadine tidak berefek samping terhadap jantung.Penggunaan klinis dari antihistamin H1 pada alergi anakAntihistamin H1 merupakan pengobatan yang sering digunakan dalam tatalaksana kelainan alergi. Dosis dan formula dari antihistamin H1 generasi kedua dapat dilihat pada tabel 1. Allergic rhinoconjunctivitisAllergic rhinitis (hay fever) merupakan kelainan kronik tersering pada populasi anak dan prevalensinya mengalami peningkatan. Walaupun kelainan ini tidak mengancam jiwa tetapi mempunyai efek signifikan terhadap kualitas hidup anak dan dapat mengeksaserbasi sejumlah komorbiditas seperti asma, sinusitis dan otitis seromukosa.Penggunaan antihistamin H1 cukup penting dalam mengobati anak dengan rhinitis alergi dimana anak-anak lebih menykai penggunaan obat secara oral dibandingkan intranasal. Antihistamin efektif dalam mengurangi gejala rhinitis alergi seperti gatal, rhinore, dan bersin tetapi kurang efektif terhadap kongesti nasal. Belum ada penelitian yang merekomendasikan penggunaan antihistamine generasi pertama bersamaan dengan agen dekongestan nasal untuk mengatasi kongesti nasal.Penggunaan teratur setiap hari dapat menurunkan gejala dan inflamasi mukosa nasal secara signifikan. Antihistamin H1 dapat meringankan gejala rhinitis alergi dibandingkan dengan cromolyn sodium 4% intranasal dan kurang poten dibandingkan dengan kortikosteroid intranasal. Leukotrine receptor antagonists (LRA) efektif pada pasien dengan rhinitis alergi jika dikombinasikan dengan antihistamin. Antihistamin H1 generasi kedua seperti cetirizine, levocetirizine dan loratadine cukup efektif dan aman digunakan pada anak dengan rhinitis alergi. Penggunaan antihistamin H1 intranasal seperti levocabastine dan azelastine mempunyai keuntungan dari sisi onset kerja yang cepat dan efek samping yang minimal. Obat ini hanya efektif pada anak dengan gejala di hidung dan mata.Pada alergi konjungtivitis, gejala okuler yang diinduksi oleh alergen seperti gatal, air mata menetes dan kemerahan dapat dikurangi dengan penggunaan antihistamin H1 baik secara sistemik atau topikal seperti obat tetes mata misalnya azelastine, ketotifen, levocabastine dan olopatadine. Penggunaan topikal bisanya onset kerjanya lebih cepat dalam 5 menit diabndingkan secara oral. Emedastine dan levocabastine dalam cairan mata dapat mengurangi gejala konjungtivitis alergi pada anak. AsmaPenelitian epidemiologi terbaru di Spanyol oleh Alergologica menunjukkan bahwa anak-anak dibawah 14 tahun dengan asma bronkial, penggunaan antihistamin menunjukkan perbaikan. Pada pasien asma dengan rhinitis yang mendapat antihistamin menunjukkan perbaikan fungsi paru secara signifikan. Terdapat bukti yang menyatakan bahwa pasien rhinitis yang mendapat tatalaksana yang tepat berhubungan dengan pengurangan secara signifikan risiko dirawat di rumah sakit dan atau perawatan emergensi akibat serangan asma. Antihistamin seperti ketotifen, cetirizine dan loratadine menunjukkan efek terhadap asma diantaranya dapat mengurangi serangan asma diinduksi olahraga, mengurangi batuk pada anak dengan alergi serbuk sari dan mengurangi gejala asma.Perbaikan spesifisitas, tolerabilitas dan keamanan dari antihistamin H1 generasi kedua berhubungan dengan aktifitas anti inflamasi dan bronkodilator, dimana dapat mengurangi gejala saluran nafas atas dan bawah pada pasien dengan asma dan rhinitis alergi. Antihistamin tidak boleh digunakan sebagai monoterapi pada asma. Akan tetapi terdapat bukti yang menunjukkan pemberian obat ini dapat memberikan proteksi terhadap kejadian histamine-induced bronchoconstriction. Cetirizine dapat mencegah terjadinya asma pada kelompok risiko tinggi. Disamping itu aktifitas anti inflamasi dari antihistamin mempunyai mekanisme aksi dalam mencegah virus-induced asthma dengan menghambat ekspresi dari Intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) melalui barier sel epitel saluran nafas. Dermatitis atopiGatal merupakan gejala utama dari dermatitis atopi dan garukan berulang menyebabkan perburukan dari lesi. Antihistamin H1 dapat mengurangi gatal dan garukan. Antihistamin H1 dapat mengurangi gatal melaui efek terhadap susunan saraf pusat dan antihistamin H1 generasi pertama seperti hydroxyzine dan diphenhydramine lebih efektif dalam mengurangi gatal dibandingkan antihistamin H1 generasi kedua.Bagaimanapun terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa antihistamin generasi kedua seperti cetirizine dan loratadine dapat mengurangi gatal pada dermatitis atopi. Cetirizine dapat mengurangi durasi dan jumlah penggunaan kortikosteroid topikal pada anak dengan dermatitis atopi.

Urtikaria akut dan kronikAntihistamin H1 merupakan pengobatan lini pertama pada anak dengan urtikaria akut dan kronik dan sangat efektif dalam mengurangi gejala. Akan tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan antihistamin H1 pada urtikaria akut memberikan efek periode terjadinya urtikaria kembali yang lebih pendek.Antihistamin H1 generasi kedua mrupakan obat kelas 1 dan rekomedasi kelompok A. agen ini memberikan respon yang baik sebanyak 44-91% semua tipe urtikaria dan 55% pasien dengan urtikaria kronik. Penggunaan antihistamin H1 generasi pertama digunakan terutama pada pasien dengan gangguan tidur di malam hari.Cetirizine, loratadine dan desloratadine digunakan untuk urtikaria kronik pada pasien diatas 2 tahun sedangkan ebastine dan levocetirizine hanya digunakan pada anak urtikaria diatas usia 6 tahun. Penggunaan antihistamin H1 generasi pertama seperti hydroxyzine pada malam hari dikombinasikan dengan penggunaan antihistamin H1 generasi kedua seperti cetirizine, fexofenadine, levocetirizine atau desloratadine pada pagi hari cukup efektif dan aman. AnafilaksisAntihistamin H1 dapat mengurangi gejala anafilaksis seperti gatal, flushing, urtikaria, angioedema, gejala pada mata dan nasal, bagaimanapun penggunaannya tidak boleh digantikan dengan epinephrine karena antihistamin tidak bersifat life-saving. Oleh karena itu antihistamin tidak dapat mencegah atau mengurangi obstruksi saluran nafas atas, hipotensi atau syok.Antihistamin H1 generasi pertama seperti chlorpheniramine, diphenhydramine dan hydroxyzine memiliki solubilitas cairan yang tinggi dan tersedia dalam sediaan injeksi sehingga banyak digunakan dalam tatalaksana anafilaksis. Antihistamin H1 generasi kedua memiliki solubilitas cairan yang rendah dan tidak tersedia dalam sediaan injeksi.Antihistamin juga mempunyai peranan penting dalam mencegah anafilaksis. Pada pasien dengan urtikaria idiopatik dengan serangan episode sering (lebih dari 6 kali dalam 1 tahun atau lebih dari 2 kali dalam 2 bulan) dapat diberikan tatalaksana profilaksis dengan antihistamin H1. Antihistamin H1 generasi kedua dapat mencegah reaksi alergi pada pasien yang mendapat immunoterapi.

KesimpulanAntihistamin H1 memiliki peranan penting dalam penyakit alergi dan merupakan pengobatan utama terhadap allergic rhinoconjunctivitis dan urtikaria. Antihistamin H1 generasi kedua lebih disukai dan lebih banyak digunakan karena profil keamanan dan efikasi yang lebih baik dibandingkan antihistamin H1 generasi pertama. Antihistamin H1 generasi pertama digunakan untuk situasi yang memerlukan efek sedasi atau pemberian secara intravena. Beberapa penelitian diperlukan untuk mengevaluasi efikasi, regimen terapeutik dan efek samping dari antihistamin H1 pada kelainan alergi anak-anak.