penggunaan cairan koloid di bidang penyakit dalam

4
Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam Page 1 of 4 Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam Dr. Nina Kemala Sari Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI Pendahuluan Pemilihan cairan resusitasi mendapat perhatian besar dan masih mendapat kontroversi pada abad ini. Pada tahun 1960 hingga 1970-an, albumin dan FFP digunakan secara luas pada berbagai kondisi klinis. Mengingat harganya yang mahal, terutama albumin, dibuatlah sintetik koloid yang lebih murah seperti dextran, hidroksietilstarch, dan poligelatin. Para peneliti saat ini telah mengakui pentingnya peran efek volemik atau onkotik cairan dalam memilih cairan resusitasi. Mengingat di pasaran terdapat berbagai cairan koloid, penentuan pilihan yang rasional hendaknya berdasarkan fisiologi kompartemen cairan tubuh dan efek berbagai cairan koloid terhadap masing kompartemen. Fisiologi Cairan Tubuh Pada manusia, cairan tubuh total kira-kira 60% dari berat badan. Nilai ini bervariasi tergantung usia, jenis kelamin dan bentuk tubuh. Cairan tubuh dibagi dalam dua kompartemen yaitu cairan ekstra sel (1/3 bagian atau sekitar 20% BB) dan cairan intrasel (2/3 bagian dari cairan tubuh total atau sekitar 40% BB). Cairan ekstrasel terdapat dalan dua kompartemen yaitu 25% dalam intravaskuler (sekitar 5% BB) dan 75% dala ruang interstisial (sekitar 15% BB). Satu-satunya partikel dalam larutan yang membentuk tekanan onkotik koloid adalah protein : albumin, globulin dan fibrinogen. Albumin adalah yang terkecil dengan ukuran 69.000 dalton, namun yang terbanyak dari semua protein dalam sirkulasi, antara 60-80%. Hanya 40% albumin yang berada dalam volume sirkulasi. Pada orang normal, 60% albumin tersimpan dalam ruang interstisial. Pergerakan cairan antara kompartemen intravaskular dan interstisial bergantung pada hukum Starling. Secara sederhana dinyatakan, persamaan Starling menunjukkan bahwa pertukaran cairan pada tingkat kapiler terjadi akibat kesetimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik, dimodifikasi oleh sifat- sifat membran kapiler itu sendiri. Protein total antara 5,2 gr/dl dan 5,4 gr/dl biasanya menimbulkan tekanan osmotik koloid 17 mmHg. Mengingat bahwa tekanan hidrostatik sirkulasi menurut Starling normalnya 17 mmHg, karena itu protein total kurang dari batas ini harus lebih agresif dalam memberikan resusitasi koloid. Pasien-pasien hipoonkotik dapat kembali memiliki tekanan onkotik efektif dengan menaikkan protein total/albumin total tubuh. Hal ini dicapai dengan menambahkan albumin pada cairan nutrisi parenteral. Bila defisit albumin total tubuh kurang dari 50%, akan terjadi edema hipoonkotik. Bila dikembalikan lebih dari 65- 75% dari albumin total tubuh normal, edema akan membaik. Farmakologi Cairan Koloid Koloid mengandung molekul dengan berat molekul tinggi (lebih besar dari 35.000 dalton) yang tidak mudah menembus membran kapiler sehingga berada lebih lama dalam intravaskular dibandingkan dengan kristaloid dan dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit. Koloid dikenal sebagai ekspander plasma sebab mengekspansikan volume plasma lebih besar dari volume yang diinfuskan karena menarik cairan kedala ruang intravaskular (hiperonkotik). http://www.interna.fk.ui.ac.id/referensi/tinpus/006TP.htm 31/12/2003

Upload: fadhilah-nur

Post on 01-Feb-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

doc.

TRANSCRIPT

Page 1: Penggunaan Cairan Koloid Di Bidang Penyakit Dalam

Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam Page 1 of 4

Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam

Dr. Nina Kemala SariPeserta Program Pendidikan Dokter Spesialis

Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI

Pendahuluan

Pemilihan cairan resusitasi mendapat perhatian besar dan masih mendapat kontroversi pada abad ini.Pada tahun 1960 hingga 1970-an, albumin dan FFP digunakan secara luas pada berbagai kondisi klinis.Mengingat harganya yang mahal, terutama albumin, dibuatlah sintetik koloid yang lebih murah sepertidextran, hidroksietilstarch, dan poligelatin.

Para peneliti saat ini telah mengakui pentingnya peran efek volemik atau onkotik cairan dalam memilihcairan resusitasi. Mengingat di pasaran terdapat berbagai cairan koloid, penentuan pilihan yang rasionalhendaknya berdasarkan fisiologi kompartemen cairan tubuh dan efek berbagai cairan koloid terhadapmasing kompartemen.

Fisiologi Cairan Tubuh

Pada manusia, cairan tubuh total kira-kira 60% dari berat badan. Nilai ini bervariasi tergantung usia, jeniskelamin dan bentuk tubuh. Cairan tubuh dibagi dalam dua kompartemen yaitu cairan ekstra sel (1/3 bagianatau sekitar 20% BB) dan cairan intrasel (2/3 bagian dari cairan tubuh total atau sekitar 40% BB). Cairanekstrasel terdapat dalan dua kompartemen yaitu 25% dalam intravaskuler (sekitar 5% BB) dan 75% dalaruang interstisial (sekitar 15% BB).

Satu-satunya partikel dalam larutan yang membentuk tekanan onkotik koloid adalah protein : albumin,globulin dan fibrinogen. Albumin adalah yang terkecil dengan ukuran 69.000 dalton, namun yang terbanyakdari semua protein dalam sirkulasi, antara 60-80%. Hanya 40% albumin yang berada dalam volume sirkulasi.Pada orang normal, 60% albumin tersimpan dalam ruang interstisial.

Pergerakan cairan antara kompartemen intravaskular dan interstisial bergantung pada hukum Starling.Secara sederhana dinyatakan, persamaan Starling menunjukkan bahwa pertukaran cairan pada tingkatkapiler terjadi akibat kesetimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik, dimodifikasi oleh sifat-sifat membran kapiler itu sendiri.

Protein total antara 5,2 gr/dl dan 5,4 gr/dl biasanya menimbulkan tekanan osmotik koloid 17 mmHg.Mengingat bahwa tekanan hidrostatik sirkulasi menurut Starling normalnya 17 mmHg, karena itu protein totalkurang dari batas ini harus lebih agresif dalam memberikan resusitasi koloid.

Pasien-pasien hipoonkotik dapat kembali memiliki tekanan onkotik efektif dengan menaikkan proteintotal/albumin total tubuh. Hal ini dicapai dengan menambahkan albumin pada cairan nutrisi parenteral. Biladefisit albumin total tubuh kurang dari 50%, akan terjadi edema hipoonkotik. Bila dikembalikan lebih dari 65-75% dari albumin total tubuh normal, edema akan membaik.

Farmakologi Cairan Koloid

Koloid mengandung molekul dengan berat molekul tinggi (lebih besar dari 35.000 dalton) yang tidakmudah menembus membran kapiler sehingga berada lebih lama dalam intravaskular dibandingkan dengankristaloid dan dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit. Koloid dikenal sebagai ekspander plasma sebabmengekspansikan volume plasma lebih besar dari volume yang diinfuskan karena menarik cairan kedalaruang intravaskular (hiperonkotik).

http://www.interna.fk.ui.ac.id/referensi/tinpus/006TP.htm 31/12/2003

Page 2: Penggunaan Cairan Koloid Di Bidang Penyakit Dalam

Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam Page 2 of 4

Sifat-sifat ekspander/subtitut plasma yang ideal adalah :(1). Larutan stabil dan mudah disimpan untuk waktu yang lama.(2). Koloid bebas dari zat-zat pirogen, antigen dan toksik.(3). Tekanan osmotik koloid yang adekuat dicapai dengan waktu paruh beberapa jam.(4). Metabolisme dan ekskresi koloid tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada resipien.(5). Infus tidak menimbulkan koagulopati, hemolisis, aglutinasi sel darah merah, atau gangguan cocoksilang.(6) Mengganti kehilangan volume darah dengan cepat.(7). Mengembalikan keseimbangan hemodinamik.(8). Menormalkan aliran sirkulasi mikro.(9). Memperbaiki hemoreologi.(10). Memperbaiki penyediaan O2 dan fungsi organ.

Jenis-jenis Cairan Koloid

A. Koloid Alamiah

1. Albumin Endogen

Albumin adalah protein utama yang dihasilkan oleh hati, tersusun dari 548 asam amino. Lima puluhpersen sintesis protein hepar adalah albumin dengan produksi total 100-200 mg/kgBB/hari. Albuminadalah protein serum utama yang mempengaruhi 80% tekanan onkotik koloid. Albumin berikatandenga kation dan anion dan sebagai pengangkut beberapa bahan seperti asam lemak, obat-obatan,bilirubin, hormon, enzim, logam dan radikal bebas oksigen. Reran albumin dalam sintesis albuminendogen ini lebih pada kontribusinya terhadap tekanan onkotik. Karena itu adanya cairan onkotik laindalam ruang intravaskular akan menurunkan sintesis albumin.

2. Albumin Eksogen

Ada 3 jenis albumin eksogen yang berasal dari ekstraksi plasma donor manusia dan telah diprosesuntuk inaktivasi virusnya yaitu larutan albuminserum manusia 5% dan 25% serta fraksi protein yangdimurnikan (Purified Protein Fraction/PPF).

Efek samping pemberian albumin adalah resiko hepatitis dan AIDS, edema paru, penurunankadar Ca++ dan reaksi anafilaksis.

Indikasi pemberian albumin antara lain : (1). Penurunan volume intravaskular akut sepertiperdarahan, trauma, vasodilatasi akut.(2). Kehilangan cairan di 'rongga ketiga' seperti peritonitis akut,mediastinitis dan pasca operas! besar. (3). Luka bakar. (4). Penyakit kronik seperti sirosis dan sindronefrotikdisertai dengan penurunan volume akut (sesudah parasentesis, dialisis atau diuresis yangbanyak). (5). Sebagai larutan 'pump priming' pada by pass kardiopulmoner dan hemodialisis.

Produk darah alamiah lain seperti FFP, trombosit dan sel darah merah tidak direko- mendasikansebagai ekspander plasma.

B. Koloid Sintetik

Koloid sintetik tidak mempunyai sifat-sifat seperti albumin dalam hal efek onkotik menetap atausebagai alat pengangkut hormon, obat-obatan, asam lemak, bilirubin dll.

1. Dextran

Larutan dextran dibuat dari sukrosa dengan bantuan kerja bakteri Leuconostoc mesenteroides.dextran adalah suatu polisakarida, terdiri dari glukosa dengan berbagai panjang rantai. Klasifikasiberdasarkan berat molekul (BM). Dextran-40 memiliki BM 40.00 dan Dextran-70 memiliki BM 70.000.

Indikasi pemakaian dextran : (1), Syak hipovolemik (2). Memperbaiki aliran darah perifer. (3).Mencegah tromboemboli. Komplikasi pemberian dextran berupa gagal ginjal akut, reaksi anafilaksisdan diatesis hemoragik.

2. Hydroxiethyl Starch/Hetastarch/HES

http://www.interna.fk.ui.ac.id/referensi/tinpus/006TP.htm 31/12/2003

Page 3: Penggunaan Cairan Koloid Di Bidang Penyakit Dalam

Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam Page 3 of 4

Hetastarch adalah molekul sintetikyang menyerupai glikogen, yang diproduksi sebagai upaya mencarikoloid dengan reaksi minimal, bebas dari sifat toksik dan dari reaksi imunologis. HES merupakanmodifikasi dari amilopektin, suatu cabang polimer glukosa dari jenis jagung tertentu.

Farmakokinetik HES kompleks karena heterogennya ukuran. Kinetika seluruh cairan infus sangatkompleks dan belum sepenuhnya dimengerti.

Indikasi pemakaian sebagai terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapipenggantian volume) berkaitan dengan perdarahan (syok hemoragik), kombustio (syok kombustio) daninfeksi (syok septik). Adapun kontraindikasi pemakaian adalah gagal jantung kongestif berat, gagalginjal, gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa), cairan berlebih(hiperhidrasi), kekurangan cairan yang berat (dehidrasi), perdarahan serebral dan alergi terhadap kanji.

HES tersedia sebagai larutan 6% isoonkotik dan larutan 10% hiperonkotik dalam NaCI 0,9%. DosisHES kontroversial. Kebanyakan pasien akan berespon terhadap 500-1000 ml. Dosis dibatasi sampai1500 ml atau 20 ml/kgbb/hari. Dosis tersebut dapat diberikan dalam waktu 1 jam.

3. Gelatin

Haemaccel (poligelin) adalah larutan 3,5% gelatin (BM 35.000) terjalin dari jembatan urea, dibuatdengan jalan hidrolisis kolagen binatang. Preparat gelatin lainnya, Gelafundin terbentuk dari kolagenyang diubah menjadi molekul yang lebih besar dengan jalan suksinilasi.

Haemaccel relatif murah dan stabil. Keuntungan lainnya dibanding dengan subtitut plasma yanglain adalah kemungkinan timbulnya komplikasi hemoragik lebih kecil.

Indikasi pemakaian gelatin : penggantian volume primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkilasiperioperatif, sirkilasi ekstrakorporeal (hemodialisis, mesin jantung paru). Kontraindikasi pemakaian :infark miokard baru, gagal jantung kongestif, syok normovolemik, overhidrasi, oliguria atau anuria,hipersensitif terhadap gelatin. Pemberian gelatin lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripadakoloid lain dengan tanda-tanda melai dari kemerahan kulit, pireksia, sampai anafilaksis yangmengancam nyawa.

Pemilihan Cairan Koloid

Pemilihan jenis cairan resusitasi harus mempertimbangkan tipe defisit cairan, urgensi dan patofisiologiyang mendasari, serta tekanan onkotik koloid plasma.

Dengan mengenal sifat-sifat koloid maka penggunaan koloid ditujukan pada peningkatan tekananonkotik plasma dan memindahkan dengan efektif cairan dari kompartemen interstisial ke dalam kompartemenplasma.

Penggunaan Cairan Koloid Dalam Bidang Penyakit Dalam

Penggunaan koloid dalam bidang penyakit dalam akan difokuskan pada hal sebagai berikut:

1. Syok Akibat Perdarahan

Kebanyakan penulis setuju bahwa resusitasi awal untuk syok hipovolemik dimulai dengan cairankristaloid. Pada perdarahan kelas I (kurang dari 15%) cukup diberikan kristaloid dengan volumepenggantian 3-4 kali perkiraan kehilangan darah. Untuk perdarahan sekitar 15-30% memerlukan cairankristaloid dan koloid. Pada perdarahan lebih dari 30% diperlukan penggantian darah disamping cairankristaloid dan koloid.

2. Sirosis Hepatis dengan Asites.Pada sirosis hati terjadi gangguan sintesis albumin sehingga timbul hipoalbuminemia.Hipoalbuminemia dan hipertensi porta I pada sirosis mengakibatkan asites. Asites tersebut suatu saattidak dapat lagi diatasi dengan diuretika. Dalam hal ini diperlukan intervensi cairan koloid. Koloid yangbiasa dipakai adalah plasma dan albumin. Parasentesis yang dilakukan dengan menggunakan albumintidak menyebabkan gangguan hemodinamik dibandingkan yang tidak menggunakan albumin.Parasentesis menggunakan hemaccel memberikan hasil yang sama dengan albumin, namun

http://www.interna.fk.ui.ac.id/referensi/tinpus/006TP.htm 31/12/2003

Page 4: Penggunaan Cairan Koloid Di Bidang Penyakit Dalam

Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam Page 4 of 4

keunggulan hemaccel lebih menekan biaya.

3. Sindrom NefrotikKeadaan hipoonkotik pada sindrom nefrotik yang berperan dalam menimbulkan edema perifer daniperlipidemi dapat diperbaiki dengan pemberian koloid. Albumin dan dextran dapat digunakan dalakasus ini.

4. Syok Septik

Syok septik dikaitkan dengan defisit volume intravaskular absolut dan relatif sehingga juga responsifterhadap terapi cairan. Resusitasi cairan dengan koloid memberikan efek hemodinamik yang lebih baikdan cepat daripada kristaloid. Efektifitas HES 6% dibandingkan albumin 5% tidak berbeda bermakna.

5. Malnutrisi

Malnutrisi energi protein terjadi bila ada kekurangan energi atau protein untuk memenuhi kebutuhanmetabolik sehingga menimbulkan gangguan proses-proses fisiologis normal. Defisiensi energi danprotein biasanya terjadi bersamaan, namun kadang-kadang salah datu lebih dominan. Meskipunterdapat keunggulan alimentasi enteral daripada pemberian nutrisi parenteral, ada beberapakomplikasi terapi enteral seperti intoleransi dan diare. Pemberian koloid berupa plasma darah maupunalbumin dapat diberikan pada keadaan hipoalbuminemia berat, intoleransi terhadap nutrisi enteral daninfeksi agar terapi dengan antibiotik menjadi lebih baik.

http://www.interna.fk.ui.ac.id/referensi/tinpus/006TP.htm 31/12/2003