penggunaan media blog dalam pembelajaran menulis …
TRANSCRIPT
i
PENGGUNAAN MEDIA BLOG DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BAHASA INDONESIA
SISWA KELAS IX SMP NEGERI 40 MAKASSAR
THE USE OF MEDIA BLOG IN LEARNING WRITING INDONESIAN SHORT STORY TOWARD NINTH STUDENTS OF SMP NEGERI 40 MAKASSAR
TESIS
Oleh:
ERNIWATI
Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.863.2013
PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
ii
PENGGUNAAN MEDIA BLOG DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX
SMP NEGERI 40 MAKASSAR
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun dan Diajukan oleh
ERNIWATI Nomor Induk Mahasiswa : 04. 08. 863. 2013
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2015
iii
HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis : Penggunaan Media Blog dalam Pembelajaran
Menulis Cerpen Bahasa Indonesia Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Nama : Erniwati Nim : 04. 08. 863. 2013 Jurusan : Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Program : Pascasarjana
Makassar, Mei 2015
Disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M,M.Pd. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. NBM. 988 463 NBM. 858 625
Mengetahui,
Direktur Ketua Prodi Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M,M.Pd. Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum. NBM. 988 463 NBM. 922 699
iv
TESIS
PENGGUNAAN MEDIA BLOG DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 40
MAKASSAR
ERNIWATI NIM. 04. 08. 863. 2013
Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Panitia Penguji:
1. Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M, M.Pd. (…………………………) (Pembimbing I)
2. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. (……....……..………....) (Pembimbing II)
3. Dr. Abd. Rahman Rahim, M. Hum. (…………...…………...) (Penguji I)
4. Dr. Munirah, M.Pd. (………………………..) (Penguji II)
v
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Erniwati.
Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.863.2013
Program Studi : Bahasa dan Sastra Indonesia
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Juni 2015
Yang menyatakan,
Erniwati.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis yang berjudul “Penggunaan Media Blog dalam
Pembelajaran Menulis Cerpen Bahasa Indonesia Siswa Kelas IX SMP
Negeri 40 Makassar”
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tidak
terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama
menempuh Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar dan selama
penulisan tesis ini terutama kepada: Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd.,
dosen pembimbing I dan Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum., dosen
pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan
petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis mulai dari penyusunan
proposal penelitian hingga penulisan tesis ini. Demikian pula kepada
pimpinan, para dosen, dan staf Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar, diucapkan terima kasih atas kesempatan yang
vii
diberikan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan (pendidikan) pada
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah.
Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Kepala SMP Negeri 40
Makassar, para guru dan staf tata usaha atas kesediaannya memberikan
informasi dan data yang dibutuhkan dan membantu dalam penulisan tesis ini.
Tak kalah pula pentingnya penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada suami tercinta Nur Alam yang telah memberikan
dorongan dan semangat sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan
penulisan tesis ini, juga kepada ananda tercinta Izhar Demitri yang dengan
tulus bersedia memberikan waktu kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
selama masa pendidikan..
Penulis menyadari adanya berbagai keterbatasan yang dimiliki, baik
dalam metodologi, statistik maupun wawasan keilmuan sehingga penulis
menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
tesis ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Makassar, Juni 2015 Penulis, Erniwati
viii
ABSTRAK
Erniwati. 2015. Penggunaan Media Blog dalam Pembelajaran Menulis
Cerpen Bahasa Bahasa Indonesia Siswa Kelas IX SMPN 40 Makassar. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Makassar, dibimbing oleh: H. M. Ide Said D.M. dan Andi Sukri Syamsuri.
Penelitian ini bertujuan: (1) mengkaji kompetensi menulis cerpen siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan menggunakan media blog dalam pembelajaran, (2) mendeskripsikan perbedaan penggunaan media blog dengan metode konvensional/ceramah (yang selama ini dilakukan oleh guru) dalam pembelajaran menulis cerpen siswa kelas IX SMPN 40 Makassar,(3) mendeskripsikan kompetensi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan media blog dalam pembelajaran.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimen. Data yang diambil sebagai hasil penelitian adalah tes menulis cerpen yang dilakukan dengan strategi konvensional (ceramah) yang diterapkan oleh guru bidang studi Kelas IX SMPN 40 Makassar pada kegiatan pretes dan data tes menulis cerpen yang dilakukan dengan menggunakan Media Blog. Sumber data adalah siswa kelas IX yang berjumlah 30 orang. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan rumus uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi penggunaan Media Blog efektif diterapkan dalam pembelajaran menulis cerpen pada siswa Kelas IX SMPN 40 Makassar. Hal ini tampak pada nilai yang diperoleh siswa sebelum menggunakan Media Blog yang mengalami peningkatan setelah pada postes. Keefektifan Media Blog ini diketahui pula berdasarkan hasil perhitungan nilai t. Perbandingan hasil kemampuan pretes dan postes menunjukkan bahwa nilai t hitung sebanyak 10,01 > nilai t tabel 1,70. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang diajukan diterima, yaitu Penggunaan Media Blog efektif diterapkan dalam pembelajaran menulis cerpen pada siswa Kelas IX SMPN 40 Makassar.
Sesuai dengan hasil penelitian ini, diajukan saran yaitu (1) hendaknya pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra di kelas IX SMPN 40 Makassar lebih ditingkatkan dengan selalu memberikan pelatihan kepada siswa dalam menulis cerpen; (2) guru hendaknya menggunakan Media Blog dalam pembelajaran, karena strategi ini efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen; (3) siswa hendaknya lebih giat berlatih menulis cerpen sehingga kemampuannya dapat lebih meningkat.
Kata Kunci: Penggunaan, cerpen, blog
ix
ABSTRACK
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL I
LEMBAR PERBAIKAN TESIS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv
KATA PENGANTAR vi
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 6
BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 8
A. Kajian Pustaka 8
1. Menulis 8
2. Menulis Kreatif 10
3. Kegiatan Menulis pada Umumnya 13
4. Cerita Pendek 15
5. Pembelajaran Cerpen di SMP 35
6. Media Pendidikan 41
7. Media Blog 43
xi
8. Penerapan Web Blog pada Pembelajaran Menulis Cerpen 45
B. Kerangka Pikir 49
C. Hipotesis Penelitian 52
D. Kriteria Pengujian Hipotesis 52
BAB III METODE PENELITIAN 53
A. Variabel dan Desain Penelitian 53
B. Definisi Operasional Variabel 56
C. Populasi dan Sampel 56
D. Instrumen Pengumpulan Data 56
E. Teknik Pengumpulan Data 57
F. Teknik Analisis Data 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 63
A. Penyajian Hasil Analisis Data 63
B. Pembahasan Hasil Penelitian 83
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 87
A. Simpulan 87 B. Saran 88
DAFTAR PUSTAKA 89
LAMPIRAN 91
RIWAYAT HIDUP 110
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Model Desain Penelitian 54
3.2 Keadaan Populasi 56
4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Pretes Kemampuan
Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Sebelum Menggunakan Media Blog (Pretes) 64
4.2 Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-10 68
4.3 Frekuensi dan Persentase Nilai Pretes Kemampuan Menulis
Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar Sebelum
Menggunakan Media Blog (Pretes) 69
4.4 Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX
SMP Negeri 40 Makassar Sebelum Menggunakan Media Blog 70
4.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Postes Kemampuan
Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan
Menggunakan Media Blog (Postes) 72
4.6 Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-10 75
4.7 Frekuensi dan Persentase Nilai Postes Kemampuan
Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar 76
4.6 Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX
SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan
Media Blog 78
4.9 Daftar Skor Prestes dan Postes Kemampuan Menulis Cerpen
pada Siswa Kelas IX SMP
Negeri 40 Makassar 79
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bagan Kerangka Pikir 51
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tanpa Menggunakan
Blog 92
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan
Menggunakan Blog 95
3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Pretes Kemampuan
Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX
SMP Negeri 40 Makassar Sebelum Menggunakan Media Blog 99
4. Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-10 101
5. Frekuensi dan Persentase Nilai Pretes Kemampuan Menulis
Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Sebelum Menggunakan Media Blog 102
6. Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa
Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar Sebelum Menggunakan
Media Blog 102
7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Postes
Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX
SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan Media Blog 103
8. Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-10 104
9. Frekuensi dan Persentase Nilai Pretes Kemampuan Menulis
Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Dengan Menggunakan Media Blog 105
10. Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa
Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan
Media Blog 105
xv
11. Daftar Skor Pretes dan Postes Kemampuan Menulis
Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar 106
12. Dokumentasi Kegiatan Penelitian 108
13. Izin Penelitian 109
LEMBAR PERBAIKAN TESIS
PENGGUNAAN MEDIA BLOG DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 40
MAKASSAR
ERNIWATI NIM. 04. 08. 863. 2013
Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Panitia Penguji:
1. Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M,M.Pd. (…………………………) (Pembimbing I)
2. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. (……....……..………....) (Pembimbing II)
3. Dr. Abd. Rahman Rahim, M. Hum. (…………...…………...) (Penguji I)
4. Dr. Munira, M. Pd. (………………………..) (Penguji II)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Penggunaan Media Blog dalam Pembelajaran
Menulis Cerpen Bahasa Indonesia Siswa Kelas IX
SMP Negeri 40 Makassar
Nama : Erniwati
Nim : 04. 08. 863. 2013
Jurusan : Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia
Program : Pascasarjana
Makassar, Mei 2015
Disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M,M.Pd. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. NBM. 988 463 NBM. 858 625
Mengetahui,
Direktur Ketua Prodi Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M,M.Pd. Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum. NBM. 988 463 NBM. 922 699
PENGGUNAAN MEDIA BLOG DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 40
MAKASSAR
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun dan Diajukan Oleh
ERNIWATI
NIM. 04. 08. 863. 2013
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menulis adalah rangkaian proses berpikir. Proses berpikir berkaitan
erat dengan kegiatan penalaran. Penalaran yang baik dapat menghasilkan
tulisan yang baik pula. Menulis merupakan kegiatan penyampaian pesan
dengan menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Salah satu jenis tulisan
sebagai suatu hasil pikiran adalah karya sastra, khususnya cerpen.
Pembelajaran menulis cerpen di SMP sesuai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan bertujuan meningkatkan keterampilan siswa
dalam berbahasa secara tepat dan kreatif, meningkatkan kemampuan
berpikir logis dan bernalar, serta meningkatkan kepekaan perasaan dan
kemampuan siswa untuk memahami dan menikmati karya sastra. Selain itu,
pembelajaran menulis cerpen dimaksudkan agar siswa terdidik menjadi
manusia yang berkepribadian, sopan, dan beradab, berbudi pekerti yang
halus, memiliki rasa kemanusiaan, berkepedulian sosial, memiliki apresiasi
budaya dan penyaluran gagasan, berimajinasi, berekspresi secara kreatif,
baik secara lisan maupun tertulis. Pembelajaran menulis cerpen juga
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati
menghayati, dan memahami karya cerpen.
1
2
Menulis cerpen sebagai salah satu aspek yang diharapkan dikuasai
siswa dalam pembelajaran cerpen menekankan pada kompetensi siswa
mengekspresikan cerpen dalam bentuk sastra tulis yang kreatif yang dapat
membangkitkan semangat, pikiran, dan jiwa pembaca. Dengan demikian,
pembaca dapat memperoleh hikmah berdasarkan cerpen yang dibaca.
Pembelajaran menulis cerpen di SMP selain bertujuan menggali dan
mengembangkan kompetensi dasar siswa dalam mengapresiasi sastra, juga
melatih keterampilan siswa menggali nilai-nilai yang terkandung dalam
cerpen sehingga dapat mencintai cerpen yang pada akhirnya diharapkan
mereka dapat menciptakan cerpen-cerpen yang bermutu.
Pembelajaran menulis cerpen dapat membantu siswa untuk
mengekspresikan gagasan, perasaan, dan pengalamannya. Seorang guru
dapat membantu siswa mencurahkan isi batinnya, ide, dan pengalamannya
melalui bahasa yang indah, dengan melatih siswa menulis cerpen. Siswa
akan termotivasi untuk belajar bermain dengan kata-kata, menafsirkan
dunianya dengan suatu cara baru yang khas dan menyadari bahwa
imajinasinya dapat menjadi konkret bila ia dapat memilih kata-kata dengan
cermat untuk ditulis dalam cerpen.
Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa pembelajaran menulis
cerpen sangat penting ditingkatkan dalam lingkup pendidikan. Menyadari
pentingnya pembelajaran menulis cerpen bagi siswa di SMP, maka
pembelajaran tersebut perlu mendapat perhatian yang serius. Akan tetapi,
3
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen di
sekolah masih mengalami kendala dan cenderung dihindari oleh siswa. Hal
ini disebabkan oleh tidak adanya pemahaman nilai dan manfaat lainnya yang
dapat diperoleh siswa ketika menulis cerpen. Selain itu, metode yang
digunakan dalam pembelajaran cerpen masih kurang sehingga minat dan
kompetensi siswa menulis cerpen juga tidak memadai.
Kendala yang terkadang ditemui oleh siswa dalam menulis cerpen
antara lain, siswa kesulitan menemukan ide, kesulitan menentukan kata-kata
dalam menulis cerpen, kesulitan dalam memulai menulis, kesulitan
mengembangkan ide menjadi cerpen karena minimnya penguasaan
kosakata, dan kesulitan menulis cerpen karena tidak terbiasa
mengemukakan perasaan, pemikiran, imajinasinya, serta kurang mampu
menghubungkan antara dunia khayal dengan dunia nyata ke dalam cerpen.
Fenomena tersebut juga dapat dijumpai di sekolah-sekolah, seperti di
SMA Negeri 1 Mare Kabupaten Bone sebagai salah satu sekolah yang telah
diteliti berdasarkan kompetensi menulis cerpen. Hal ini dilakukan oleh Asriani
A.Gani (2005), dengan judul: Keefektifan Penggunaan Metode Experiential
Learning dalam Pembelajaran Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA Negeri I
Mare Kabupaten Bone. Hasil penelitiannya tersebut menunjukkan dengan
menggunakan metode atau media tertentu terbukti efektif untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
4
Kemampuan menulis cerpen siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
sangat rendah, menurut pengamatan penulis, rendahnya kemampuan siswa
tersebut dapat dilihat dari data nilai tugas-tugas menulis cerpen yang
diberikan oleh guru di semester II tahun pelajaran 2013/2014. Lebih dari 70%
siswa tidak mampu menulis cerpen dengan baik, yang ditandai dengan nilai
yang diperoleh siswa kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal yang
ditetapkan, yaitu 75. Apabila siswa diberi tugas menulis cerpen, mereka
menunjukkan rasa enggan dan merasa kesulitan. Banyak karangan siswa
yang bahasanya belum puitis dan isinya cenderung berupa deskripsi kejadian
yang tidak dikemas dalam bahasa cerpen.
Isu dan masalah pembelajaran menulis cerpen tersebut harus diatasi
sehingga siswa dapat menulis cerpen dengan jalan mencurahkan ide sesuai
dengan aturan-aturan dalam menulis cerpen. Salah satu langkah yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, yaitu menerapkan media yang
menarik dan sesuai dengan karakter dan minat belajar siswa. Media yang
dimaksud, yaitu blog. Media blog diharapkan dapat menjadi solusi dalam
pembelajaran menulis cerpen. Media blog akan memudahkan siswa untuk
lebih memperkaya wawasan tentang penulisan cerpen yang siswa peroleh
melalui blog sehingga siswa dapat dengan mudah menuangkan idenya
dalam bentuk cerpen.
Blog sebagai media pendidikan merupakan segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari web blog ke siswa sebagai
5
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat,
dan kegiatan siswa sedemikian rupa dengan tujuan memperlancar proses
belajar mengajar.
Penggunaan media blog dalam pembelajaran menulis cerpen
diharapkan dapat memotivasi dan membantu siswa menciptakan ide,
gagasan, dan mengembangkan gagasan itu menjadi sebuah karya sastra.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media blog dapat diterapkan
dalam pembelajaran menulis cerpen.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis termotivasi melakukan penelitian
dengan judul: ”Penggunaan Media Blog dalam Pembelajaran Menulis Cerpen
Bahasa Indonesia Siswa Kelas IX SMPN 40 Makassar” Hal ini dilakukan
karena penelitian yang relevan kurang mendapat perhatian. Padahal,
penelitian hal ini sangat perlu dilakukan untuk menemukan pemahaman yang
lebih ilmiah tentang peran media blog dalam pembelajaran sehingga dapat
diterapkan oleh guru dalam setiap pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, rumusan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut;
1. Bagaimanakah kompetensi menulis cerpen siswa kelas IX SMP
Negeri 40 Makassar dengan menggunakan media blog dalam
pembelajaran?
6
2. Apakah ada perbedaan penggunaan media blog dengan metode
konvensional/ceramah (yang selama ini dilakukan oleh guru) dalam
pembelajaran menulis cerpen siswa kelas IX SMP Negeri 40
Makassar?
3. Apakah media blog efektif digunakan dalam pembelajaran menulis
cerpen siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengkaji kompetensi menulis cerpen siswa kelas IX SMP Negeri
40 Makassar dengan menggunakan media blog dalam
pembelajaran;
2. Mendeskripsikan perbedaan penggunaan media blog dengan
metode konvensional/ceramah (yang selama ini dilakukan oleh
guru) dalam pembelajaran menulis cerpen siswa kelas IX SMP
Negeri 40 Makassar;
3. Mendeskripsikan kompetensi siswa dalam pembelajaran menulis
cerpen dengan menggunakan media blog dalam pembelajaran.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini terdiri atas manfaat
teoretis dan praktis. Manfaat teoretis, yaitu (1) menambah pengetahuan bagi
7
siswa tentang strategi yang dapat digunakan dalam menulis cerpen; (2)
memberikan gambaran dan teori baru kepada guru bahasa dan sastra
Indonesia, khususnya pada tingkat SMP tentang penggunaan media blog
dalam pembelajaran menulis cerpen.
Manfaat praktis, yaitu (1) memberikan masukan kepada guru bahasa
dan sastra Indonesia untuk mengembangkan pembelajaran sastra,
khususnya pembelajaran keterampilan menulis cerpen di tingkat SMP; (2)
memberikan masukan kepada guru bahasa dan sastra Indonesia agar
menggunakan media blog dalam pembelajaran menulis cerpen; dan (3)
sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian
yang relevan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Menulis
Menulis merupakan suatu kegiatan yang memerlukan proses yang
mencakup serangkaian kegiatan mulai dari penemuan gagasan atau topik
yang akan dibahas sampai pada penulisan buram (draft) akhir. Menurut
Nurlinda (1997: 4), menulis adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
menghasilkan tulisan. Orang melakukan kegiatan coret-mencoret di tembok
juga mampu dikatakan dia sedang menulis, dengan atau tanpa maksud dan
perangkat tertentu. Menulis yang baik adalah menulis yang bisa dipahami
orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menulis berarti melahirkan
pikiran atau perasaan dengan tulisan.
Aktivitas menulis merupakan bentuk manifestasi kemampuan dan
keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai pelajar bahasa setelah
kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Kemampuan menulis
lebih sulit dikuasai oleh penutur bahasa asli yang bersangkutan sekalipun.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan menulis menghendaki penguasaan
berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan
menjadi isi karangan (Nurgiantoro, 1995: 270).
8
9
Kemampuan menulis sangat penting dimiliki untuk menunjang tugas-
tugas keseharian yang terkait dengan kegiatan tulis-menulis. Mulai dari
menulis laporan, karya sastra, menulis skripsi atau tesis, dan menulis karya
lainnya.
Beberapa alasan yang menyebabkan kemampuan menulis menjadi
penting menurut pendapat Hairston (dalam Darmadi (1996:3), yaitu:
a. Kegiatan menulis adalah suatu sarana untuk menemukan sesuatu dalam
hal ini kegiatan menulis pikiran dapat diransang dan kalau itu dilakukan
dengan intensif maka akan dapat membuka penyumbat otak dalam
rangka menyangkut ide dan informasi yang ada di alam bawah sadar
pemikiran.
b. Kegiatan menulis dapat memunculkan ide baru, terutama terjadi jika
dibuat hubungan antara ide yang satu dengan yang lain dan melihat
keterkaitannya secara keseluruhan.
c. Kegiatan menulis dapat melatih kemampuan mengorganisasi dan
menjernihkan berbagai konsep atau ide yang dimiliki. Malalui kagiatan
menuliskan berbagai ide itu berarti penulis harus mengaturnya di dalam
suatu bentuk tulisan yang padu.
d. Kegiatan menulis dapat melatih sikap objektif yang ada pada diri
seseorang, dengan menuliskan ide-ide ke dalam suatu tulisan berarti
akan melatih diri untuk membiasakan membuat jarak tertentu terhadap
ide yang dihadapi dan mengevaluasinya.
10
e. Kegiatan menulis dalam sebuah bidang ilmu dimungkinkan penulis untuk
menjadi aktif dan tidak hanya menjadi penerima informasi.
Berbagai manfaat itu, menunjukkan bahwa dengan berlatih menulis
secara terus-menerus akan dapat menjadikan seseorang mahir dalam
menuangkan ide-idenya di dalam menulis, dan akan bertambah pula tingkat
kepercayaan dirinya.
Indikator keterampilan menulis menurut pendapat Halim, dkk.
(1974:35) yaitu:
a. Kemampuan memilih ide yang akan dipaparkan.
b. Kemampuan menata atau mengorganisasikan ide pilihannya secara
sistematis.
c. Kemampuan menggunakan bahasa menurut kaidah-kaidah serta
kebiasaan pemakaian bahasa yang sifatnya umum.
d. Kemampuan menggunakan gaya bahasa yaitu pilihan struktur dan
kosakata untuk memberikan nada dan makna terhadap karangan itu.
e. Kemampuan mengatur mekanisme tulisan lambang-lambang bahasa
tertulis (ejaan) yang dipaparkan dalam bahasa tersebut.
2. Menulis Kreatif
Menulis merupakan kegiatan penyampaian pesan dengan
menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Menulis adalah rangkaian proses
berpikir. Proses berpikir berkaitan erat dengan kegiatan penalaran. Penalaran
yang baik dapat menghasilkan tulisan yang baik pula. Bahkan, tanpa
11
penalaran tidak akan ada pengetahuan yang benar. Syafi’ie (1998: 27)
mengemukakan bahwa salah satu substansi retorika menulis adalah
penalaran yang baik. Hal ini berarti untuk menghasilkan simpulan yang benar
harus dilakukan penalaran secara cermat dengan berdasarkan pikiran yang
logis. Penalaran yang salah akan menuntun kepada simpulan yang salah.
Kegiatan menulis itu ialah suatu proses, yaitu proses penulisan yang
melewati beberapa tahap, yakni pramenulis, penulisan, dan perevisian.
Ketiga tahap penulisan tersebut menunjukkan kegiatan utama yang berbeda.
Dalam tahap pramenulis akan ditentukan hal-hal pokok yang akan ditulis,
sedangkan tahap penulisan akan dilakukan kegiatan mengembangkan
gagasan dalam kalimat, paragraf, dan wacana (Akhadiah, dkk., 1994: 2).
Menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi
gagasan. Banyak yang melakukannya secara spontan, tetapi juga ada yang
berkali-kali mengadakan koreksi dan penulisan kembali (Sumardjo, 2007:
30). Senada dengan hal itu, California Writing Project (Deporter & Hernacki,
2007: 50) menyatakan bahwa proses menulis itu meliputi (1) persiapan,
mengelompokkan, dan menulis cepat, (2) draf kasar, gagasan dieksplorasi
dan dikembangkan, (3) berbagi, seorang rekan membaca draf tersebut dan
memberikan umpan balik,(4) memperbaiki, dan umpan balik, perbaiki tulisan
tersebut dan bagikan lagi, (5) penyuntingan, perbaiki semua kesalahan, tata
bahasa, dan tanda baca, (6) penulisan kembali, memasukkan isi yang
12
baru dan perubahan penyuntingan, dan (7) evaluasi, periksalah apakah tugas
ini sudah selesai.
Pada waktu proses menulis berlangsung, setiap orang akan melewati
tahapan menulis yang sama, yaitu pramenulis, pemburaman/pengendrafan,
dan perevisian untuk memperbaiki tulisan yang sudah dihasilkan. Pada
dasarnya ada lima tahap proses kreatif menulis, yaitu: (1) persiapan, pada
tahap ini penulis menyadari apa yang akan ditulis, (2) inkubasi, pada tahap ini
gagasan yang telah muncul direnungkan kembali oleh penulis, (3) inspirasi,
pada tahap ini penulis menyadari apa yang akan ditulis, (4) penulisan, pada
tahap ini penulis mengungkapkan apa yang ingin ditulis, dan (5) revisi.
Uraian dan penjelasan tentang proses menulis yang telah
dikemukakan di atas pada hakikatnya sama. Proses menulis merupakan
kegiatan mengungkapkan ide atau gagasan, pikiran, perasaan, dan
pengalaman dengan melalui tahapan menulis. Seorang yang melakukan
kegiatan menulis disadari atau tidak akan selalu melalui suatu tahapan dalam
proses yang dilakukan. Tahapan dalam proses menulis tersebut secara
umum meliputi kegiatan pramenulis, penulisan, dan revisi hasil tulisan.
Tahap-tahap yang dilewati seorang penulis pada waktu menuangkan
gagasannya akan menjadi panduan untuk menghasilkan suatu tulisan yang
sesuai dengan yang direncanakan.
13
3. Kegiatan Menulis pada Umumnya
Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern sekarang ini peranan komunikasi dengan bahasa tulis semakin
penting. Sejumlah penemuan dalam berbagai ilmu pengetahuan “diabadikan
“ dengan menggunakan tulisan, baik berupa artikel, buku, mikrofilm maupun
yang disebarkan melalui website di internet. Keadaan semacam ini, maupun
yang disebarkan melalui website di internet. Keadaan semacam itu menuntut
pembelajaran untuk menguasai keterampilan menulis, terutama menulis
karya ilmiah(Syafie, 1998).
Kegiatan menulis pada dasarnya adalah suatu bentuk kegiatan
berpikir yang membangkitkan pengetahuan dan pengalaman seseorang yang
tersimpan dalam alam bawah sadar. Tujuan kegiatan menulis adalah
menghasilkan ide-ide baru, menyerap, dan menguasai informasi baru. Ada
tiga unsur pokok yang perlu mendapatkan perhatian bagi seorang penulis
adalah cara penemuan, penataan, dan gaya penulisan. Unsur penemuan
merupakan proses didapatkan ide yang akan ditulis. Meskipun banyak
penulis berproses bersifat intuitif, cara mengarahkan dapat dipelajari dengan
jalan menggunakan prosedur formal. Yang dimaksudkan unsur penataan
adalah sebuah proses penemuan dasar-dasar pengaturan yang
memungkinkan diorganisasikan ide-ide sedemikian rupa mudah dipahami
14
dan dipercayai pembaca, sedangkan unsur gaya adalah proses penentuan
pilihan mengenai struktur kalimat dan diksi yang dipakai dalam tulisan.
Sebuah tulisan dikatakan baik, apabila dapat dipahami oleh pembaca.
Pemahaman terhadap ide dan konsep subjek oleh pembaca hanya dapat
terjadi apabila gagasan tersebut dituangkan secara runtut, sistematis,
objektif. Sebuah tulisan dapat dipahami dengan baik oleh pembaca apabila
memiliki penalaran yang baik. Sebuah tulisan dianggap baik apabila memiliki
ciri-ciri: bermakna, jelas, bulat dan utuh, ekonomis, dan memenuhi kaidah-
kaidah gramatikal.
Tulisan yang baik haruslah mencerminkan suatu pernyataan yang
bermakna bagi seseorang dan mempunyai bukti yang kuat terhadap apa
yang ditulis. Tulisan yang hanya mengulang apa yang diketahui kebanyakan
pembacanya akan membosankan. Untuk menghasilkan tulisan yang baik,
subjek, harus terlebih dahulu memahami sifat pembaca, kemudian
menyesuaikan dengan tulisannya.
Sebuah tulisan dikatakan jelas, jika pembaca dapat membacanya
dengan kecepatan yang tepat dan menangkap maknanya dengan cara yang
wajar. Tulisan yang jelas tidak harus sederhana, meskipun tidak sering
demikian. Pengarang yang akan menulis dengan jelas, biasanya akan
menggunakan berbagai jenis strategi, ada strategi yang khusus, dan ada pula
strategi yang umum.
15
Sebuah tulisan dikatakan padu dan utuh, jika pembaca dapat
memahaminya dengan baik karena diorganisasikan secara wajar, dan
pembaca merasa tidak tersesat oleh pengaruh alur pikiran subjek. Penulis
yang baik tidak akan membiarkan waktu pembaca dengan sia-sia, sehingga
ia akan membuang semua kata yang berlebihan dari tulisannya. Seorang
penulis yang ingin mengikat perhatian pembacanya haruslah berusaha terus
untuk menjaga agar karangannya tetap padat dan lurus ke depan.
4. Cerita Pendek
a. Pengertian Cerita Pendek
Cerita pendek merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari
fragmen kehidupan manusia. Hal tersebut tidak dituntut terjadinya suatu
perubahan nasib dari pelaku-pelakunya. Hanya suatu lintasan dari secercah
kehidupan manusia pada saat suatu waktu (Esten 1990: 8).
Cerpen atau cerita pendek adalah prosa yang menceritakan salah satu
masalah kehidupan pelakunya sehingga hanya memiliki alur tunggal. Secara
sederhana, pengertian cerpen adalah sebuah karangan yang menceritakan
tentang suatu alur cerita yang memiliki tokoh cerita dan situasi cerita terbatas.
Sebuah cerpen biasanya akan langsung mengarah ke topik utama cerita
karena memang alur ceritanya cuma sekali dan langsung tamat.
(Kusmayadi,dkk. 2007)
16
Selain ceritanya yang pendek, cerpen juga merupakan satu kebulatan
ide. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada satu kesatuan jiwa,
pendek dan lengkap. Cerpen juga harus mengandung interpretasi
pengarangnya. Tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sebuah cerpen harus juga menimbulkan
perasaan pada pembacanya, bahwa ia merasa terbawa oleh jalan ceritanya.
Selanjutnya cerpen juga mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang
terpilih dengan sengaja dan yang bisa menimbulkan pertanyaan bagi
pembaca.
Jenis karya sastra pendek ini sekarang lebih dikenal umum dengan
singkatan cerpen. Predikat pendek pada cerita pendek bukan ditentukan oleh
jumlah halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikitnya tokoh yang
terdapat di dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup
permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut.
Jadi, sebuah cerita yang pendek belum tentu dapat digolongkan ke dalam
jenis cerita pendek, jika ruang lingkup permasalahan yang diungkapkannya
tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek.
Istilah cerpen (cerita pendek) diambil dari bentuk fisik karya sastra
yang pendek. Ada jenis cerita pendek namun bukan cerpen. Jenis tersebut
adalah fabel,yakni cerita yang pendek dengan tokoh-tokoh binatang yang
mengandung ajaran moral. Fabel juga cerita pendek yang mengandung
17
ajaran-ajaran moral yang diambil dari kita suci. Cerita rakyat juga cerita yang
pendek berisih kisah lucu dan eksentrik dari tokoh-tokoh sejarah adalah
orang biasa, baik nyata maupun rekaan saja (Sumardjo 2007: 3).
Pengertian cerpen di atas bahwa cerpen adalah cerita atau narasi
(bukan analisis argumentasi) yang fiktif (tidak benar-benar terjadi, tetapi
dapat terjadi di mana saja dan kapan saja) serta relatif pendek. Cerpen
merupakan cerita pendek yang terungkap, bulat, dan singkat. Semua bagian
dari sebuah cerpen harus terikat pada kesatuan jiwa: pendek, padat, dan
lengkap. Ringkasnya bahwa cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat
padat (compression) pemusatan (concentration) dan pendalaman (intensitiy)
yang kesemuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktur yang
diisyaratkan oleh panjang cerita ini.
Sebuah cerpen, novel atau roman sangat diutamakan eksplorasi
atau suatu kronik penghidupan, perenungan, dan melukiskan dalam bentuk
yang tertentu sehingga ditemukan suasana kehidupan yang nyata.
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah
cerita prosa yang fiktif dengan mempunyai panjang tertentu, yang melukiskan
para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang refresentatif dalam
suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.
18
b. Ciri-Ciri Cerita Pendek
Cerpen adalah sebuah karya sastra, namun dalam memahaminya
secara mendalam kita tidak boleh berhenti pada penguraiannya,
pengertiannya akan tetapi hendaknya selalu didasari bahwa terciptanya
sebuah cerpen ada yang melatarbelakangi dan mempunyai ciri khas
tersendiri yang menjadi ukuran atau standar diterima atau tidaknya sebuah
cerpen yang benar-benar bernilai sastra.
Ciri-ciri cerpen sebagai berikut:
1) Jumlah kata cerita pendek kurang dari 10.000 kata.
2) Bentuk ceritanya lebih pendek dari novel (singkat dan padat).
3) Isi ceritanya berasal dari kehidupan sehari-hari (biasanya dari
pengalaman pribadi atau orang lain).
4) Tidak mengangkat atau menggambarkan semua kisah pelakunya karena
yang dilukiskan hanyalah masalah tunggal atau intisarinya saja.
5) Pemakaian kata sangat sederhana dan ekonomis sehingga mudah
dikenal pembaca.
6) Kesan yang ditinggalkan sangat mendalam sehingga pembaca ikut
merasakan isi dari cerita pendek.
7) Hanya satu kejadian saja yang diceritakan.
8) Alur cerita tunggal dan lurus.
9) Penokohan pada cerpen sangat sederhana, tidak mendalam dan singkat.
19
Ada tiga unsur yang dijadikan ciri penanda sebuah cerpen adalah:
1) Lingkupnya yang pendek, yakni kemampuannya mengungkapkan ruang
lingkup yang cukup besar dalam tuturan yang pendek. Dalam
kependekannya, cerpen mampu mengungkapkan masalah kemanusiaan
yang begitu kompleks.
2) Teknik penyampaian yang padat. Di dalam cerpen yang ditemukan
kepadatan makna, kekayaan tekstur, kekompakan bentuk. Dalam sebuah
cerpen tiap kata, setiap baris, bahkan pada strukturnya mengandung
unsur-unsur sugestif yang menawan, pengungkapan dengan kata, frasa,
atau kalimat sederhana, tetapi mengandung makna besar.
3) Efek yang padu, kepaduan ini agaknya menuntut pembaca secara
psikologis dalam proses pemahaman cerpen tersebut, seperti tuntutan
intuitif yang dihadapi penulis ketika menyusunnya.
Tarigan (1995: 177) mengemukakan beberapa ciri khas cerita pendek:
1) Ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif (revit, unity,
intensif).
2) Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak (scene,
character, action).
3) Cerpen haruslah tajam, sugestif dan menarik perhatian (incisive,
suggestive, aler).
4) Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya
mengenai kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung.
20
5) Sebuah cerpen haruslah menimbulkan sebuah efek dalam pikiran
pembaca.
6) Cerpen haruslah menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa ceritalah
yang pertama-tama menarik perasaan baru, menarik pikiran.
7) Cerpen mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan
sengaja dan dapat menimbulkan pertanyaan dalam pikiran pembaca.
8) Dalam sebuah cerpen dalam insiden yang terutama mengusai jalan
ceritanya.
9) Cerpen harus mempunyai seorang pelaku.
10) Cerpen harus mempunyai efek dan kesan yang menarik.
11) Cerpen bergantung pada suatu situasi.
12) Cerpen memberikan inspirasi tunggal.
13) Cerpen menyajikan suatu emosi.
14) Cerpen jumlah katanya biasanya di bawah 10.000 kata.
Cerpen modern biasanya menampakkan kepaduan itu pada materinya
yang tematik, dalam rangka membangun suatu kilasan wawasan yang
sekonyong-konyong memunculkan keseluruhan pesannya. Penulis cerpen
dengan cekatan menjalin perwatakan, episode, atau gaya yang tak
berhubungan menjadi satu kesatuan dan fungsi yang membangun kepaduan,
yaitu kepaduan gagasan, semangat, atau esensi pesan dalam cerpen
tersebut.
21
Pengalaman dalam arti apresiasi yang kaya tentang sastra membuat
kita menjadi arif (apa sebenarnya yang memikit orang menikmati sebuah
cerpen). Bukan semata oleh isi cerpen yang menarik, tetapi yang pokok
adalah kita menemukan watak orang yang telah digaris bawahi oleh
pengarang.
Sebuah cerpen pada dasarnya menuntut adanya perwatakan yang
jelas pada tokoh cerita. Sang tokoh merupakan ide sentral dari cerita. Cerita
bermula dari sang tokoh dan nantinya berakhir pada nasib yang menimpa
sang tokoh itu pula.
Bentuk cerpen sebagai karya sastra, lahir dan berdiri dengan
keunikannya yang tersendiri. Cerpen adalah seni bercerita, di dalam
perwujudannya tidak bisa dipisahkan antara isi dan bentuknya. Isi yang
menarik serta berbobot mesti diimbangi dengan bentuk yang memudahkan
gaya berbahasa dengan gaya bercerita. Cerpen juga membutuhkan
kepekaan penulisannya untuk bersifat ekonomis dan memilih dalam segala
hal. Di dalam cerpen aspek masalahnya sangat dibatasi. Dengan
pembatasan ini, sebuah masalah yang dipaparkan akan tergambarkan lebih
jelas dan lebih mengesankan bagi pembaca. Dengan demikian, kesan yang
ditinggalkan oleh sebuah cerpen tajam dan dalam, sehingga sekali
membacanya tidak akan mudah melupakannya. Cerpen tidak membutuhkan
waktu yang lama untuk dibaca dan dipahami.
22
c. Jenis-Jenis Cerita Pendek
Menurut Badrun (1983: 40), cerita pendek terbagi dua, yaitu:
1) Cerita pendek yang pendek (Short-short story).
2) Cerita pendek yang panjang (Long short story)
Short-short story ialah cerita pendek yang jumlah kata-katanya di
bawah 5. 000 kata atau 16 halaman kuarto, spasi rangkap, dan dapat dibaca
seperempat jam, sedangkan long short story ialah cerita pendek yang jumlah
kata-katanya 5. 000 kata atau 33 halaman kuarto, spasi rangkap, dan dapat
dibaca dalam waktu kira-kira setengan jam.
Berhubung dengan seringnya dijumpai cerita pendek yang panjang
dan novel yang pendek, maka perlu diuraikan perbedaan kedua hal itu.
Tarigan (1985: 63) mengemukakan perbedaan cerita pendek dan novel
sebagai berikut:
1) Jumlah kata. Cerpen, jumlah katanya hanya mencapai 10.000 kata saja,
sedangkan novel lebih dari 35.000 kata.
2) Jumlah halaman. Cerpen hanya mencapai maksimal 30 halaman kuarto,
sedangkan novel minimal 100 halaman kuarto.
3) Jumlah waktu. Waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca cerpen
adalah 10-30 menit, sedangkan untuk novel yang paling pendek
diperlukan waktu minimal 2 jam atau 120 menit.
4) Cerpen bergantung pada situasi dan hanya satu situasi, sedangkan novel
pelakunya labih dari satu.
23
5) Cerpen menyajikan satu impresi tunggal, sedangkan novel menyajikan
lebih dari satu impresi.
6) Cerpen menyajikan satu kesatuan efek, sedangkan novel menyajikan
lebih dari satu efek.
7) Cerpen menyajikan satu emosi saja, sedangkan novel menyajikan lebih
dari satu emosi.
8) Cerpen skalanya lebih sempit daripada novel.
9) Seleksi lebih ketat dalam cerpen daripada dalam novel.
10) Unsur- unsur kepadatan dan intensitas lebih diutamakan dalam cerpen
daripada dalam novel.
d. Unsur-Unsur Cerita Pendek
Untuk memahami secara mendasar sebuah cerita pendek, perlu dikaji
dengan saksama enam aspek utama yaitu: (1). alur (plot), (2). Perwatakan
(character), (3). sudut pandang (poin of view), (4). teknik penceritaan, (5).
tempat dan waktu (setting), tema (theme). Sehubungan dengan aspek
cerpen, Menurut Juanda (2006: 33) unsur-unsur yang membangun sebuah
cerpen meliputi:
1) Tema
Pengarang dalam mencipta sebuah cerita rekaan, biasanya tidak hanya
sekedar ingin menyampaikan rentetan kejadian atau peristiwa dalam cerita
begitu saja. Pencerita biasanya memiliki suatu konsep, ide, atau pemikiran
24
yang mereka kemas dalam ceritanya. Cerita yang tergolong karya fiksi
biasanya mengandung tema yang ingin disampaikan oleh pengarang atau
pencerita kepada pembaca. Dalam pembahasan mengenai ‘novel’,
Pradotokusumo (2001:17) mengemukakan dua pengertian tema (Yunani:
thema) dalam dua makna: a) tema adalah gagasan sentral atau gagasan
yang dominan di dalam suatu karya sastra; b) pesan atau nilai moral yang
terdapat secara implisit di dalam karya seni. Kedua batasan yang
dikemukakan di atas, yang pertama tampaknya lebih mengacu pada batasan
tema; sedangkan batasan yang kedua lebih sesuai dengan batasan amanat.
Tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari
suatu karya sastra. Di dalam tema biasanya didukung oleh pelukisan latar, di
dalam karya yang lain tersirat di dalam tokoh atau penokohan. Tema bahkan
menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam suatu alur.
Tema juga merupakan gagasan sentral di dalam suatu karya sastra,
gagasan yang terdapat atau ditemukan di dalam karya tersebut (makna
muatan). Akan tetapi, makna muatan itu tidak selalu sama dengan yang
dimaksud oleh pengarang sebagai tema (makna niatan). Hal tersebut terjadi
karena pertama, mungkin pengarang kurang pandai menjabarkan tema yang
dikehendaki di dalam karyanya sehingga yang termuat dan yang tertangkap
oleh pembaca tidak seperti yang dimaksud oleh pengarang. Kedua, dapat
saja beberapa pembaca berbeda pendapat tentang gagasan dasar suatu
karya yang sama.
25
Sebuah karya sastra memang dapat ditaksir ganda (multi intervertable)
itulah salah satu ciri karya sastra. Namun yang terpenting adalah bahwa
tafsiran itu dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya unsur-unsur di
dalam karya sastra itu yang menunjang tafsiran tersebut. Dengan perkataan
lain, tema hanya boleh diangkat dari cerita, tidak dipaksakan adanya dari
luar.
2) Alur (Plot)
Pradotokusumo (2001:40), mengemukakan bahwa bila kita
berpandangan bahwa karya sastra adalah sebuah struktur, maka plot atau
alur harus mempunyai suatu keutuhan (wholeness). Oleh sebab itu, jalinan
berbagai unsur atau berbagai peristiwa sebaiknya dianalisis fungsinya dalam
kerangka keutuhan plotnya. Kaum formalis berpandangan bahwa plot (sujet)
adalah penyajian motif-motif yang telah disusun secara artistik dengan urutan
peristiwa cerita yang terjalin dalam hubungan sebab-akibat. Sesungguhnya
suatu narasi dari peristiwa-peristiwa yang disusun secara kronologis (time-
sekuence); dengan kata lain, cerita adalah suatu rantai motof-motif dalam
urutan kronologis atau dalam hubungan waktu. Sedangkan alur merupakan
suatu narasi dari berbagai peristiwa, akan tetapi dengan penekanan pada
penyebabnya. Sebuah contoh “Raja meninggal dan kemudian Ratu
meninggal” ini adalah sebuah cerita. Contoh kedua, “Raja meninggal dan
kemudian Ratu meninggal karena sedih” ini adalah sebuah alur. Atau: “Ratu
meninggal”, tidak ada satu orang pun yang mengetahui mengapa, sampai
26
ditemukan bahwa kematian ratu adalah akibat kesedihan karena
meninggalnya Raja”, ini juga merupakan sebuah alur yang mengandung
misteri, yaitu suatu bentuk yang mungkin dikembangkan lebih jauh.
Untuk memahami alur dengan baik dibutuhkan inteligensi dan daya
ingat/memori (intelligency and memory) yang kuat. Dalam sebuah novel
(cerita narasi), ada kejadian atau fakta yang terorganisir dan bersifat
korespondensi, tetapi juga ada unsur yang surprais atau bersifat misteri
dalam sebuah alur. Misteri merupakan hal yang penting dalam sebuah alur
dan hanya dapat dipahami dengan intelegensi yang tinggi. Untuk dapat
memahami misteri yang ada, maka sebagian dari pemikiran kita harus
ditinggalkan di belakang secara sungguh-sungguh, sedangkan sebagian
yang lainnya maju terus ke depan.
Batasan mengenai alur tersebut sejalan dengan pandangan Semi
(1988:43-44), yang menjelaskan bahwa alur merupakan perpaduan unsur
yang membangun cerita sehingga lebih tepat disebut sebagai kerangka
utama cerita. Dalam kaitannya dengan struktur dan alur karya naratif,
Pradotokusumo (2001:40-41), mengemukakan bahwa motif menurut
pandangan Kaum Formalis termasuk salah satu unsur penting dalam analisis
teks yang tergolong jenis epik. Motif adalah suatu kesatuan struktural yang
paling kecil yang berfungsi sebagai penghubung unsur-unsur yang
mendukung struktur cerita.
Unsur alur yang terpenting adalah konflik dan klimaks. Konflik dalam
fiksi terdiri dari: konflik internal, yaitu pertentangan dua keinginan di dalam diri
27
seorang tokoh; dan konflik eksternal, yaitu konflik antara satu tokoh dengan
tokoh lain, ataukah konflik antara tokoh dengan lingkungannya. Menurut
Semi (1988:45), di antara konflik kecil yang terdapat dalam alur cerita,
terdapat pula satu konflik sentral. Konflik sentral ini mungkin merupakan
konflik internal ataukah konflik eksternal yang kuat, mungkin pula gabungan
dari keduanya. Konflik sentral ini biasanya berupa pertentangan antara dua
kualitas atau dua kekuatan, misalnya antara kejujuran dengan kemunafikan;
atau antara kesucian dengan keangkaramurkaan. Konflik sentral inilah yang
merupakan inti dari struktur cerita, dan secara umum merupakan pusat
pertumbuhan alur. Dalam konflik, penceritaan banyak mengambil tempat dan
waktu bahkan tema cerita terkait langsung dengan konflik sentral ini.
Tambahan bahwa selain urutan waktu dan hubungan sebab-akibat, ada
unsur lain yang juga dapat mengikat peristiwa-peristiwa menjadi suatu
alur, yaitu tema. Semua peristiwa di dalam cerita yang demikian, saling kait-
mengait menjadi sebuah episode. Hampir-hampir tidak ada hubungan logis di
antara episode-episode itu, yang mengikatnya menjadi satu alur adalah tema
yang sama. Dengan cara yang sama pula, maka protagonis pun dapat
menjadi sarana pengikat episode di dalam suatu cerita, tetapi tidak begitu
banyak karya fiksi disusun dengan alur seperti ini.
Berbagai unsur yang membangun cerita seperti dikemukakan di atas,
adalah salah satu unsur yaitu alur (plot) yang erat kaitannya dengan
kajian hubungan sintagmatik sebuah cerita. Hal ini disebabkan
karena hubungan sintagmatik menyangkut alur. Dalam hal ini, segmentasi
28
jalan cerita dalam peristiwa yang urutan satuan isi ceritanya diurutkan melalui
hubungan linear atau sebab-akibat.
Alur sebenarnya adalah pergerakan yang dibangun dalam sebuah
cerita. Cerita fiksi, menurut Tarigan (1995: 13), haruslah bergerak dari suatu
permulaan melalui suatu pertengahan, menuju suatu akhir atau istilah lain
dari suatu eksposisi melalui komplikasi menuju resolusi. Sesuatu yang terjadi
dalam pergerakan itu dapat diramalkan melalui alur sebuah karya fiksi. Alur
adalah serangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang
menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah klimaks dan
penyelesaiannya (Sudjiman 1986: 13).
3) Tokoh dan Penokohan (Karakter)
Yang dimaksud tokoh adalah individu rekaan yang beraksi atau
mengalami berbagai bentuk peristiwa dalam cerita, baik peristiwa fisik
maupun peristiwa yang bersifat batiniah. Pradotokusumo (2001:51-53),
menjelaskan bahwa untuk memahami karya sastra biasanya kita gali melalui
strukturnya; dan melalui tokohnya akan kita pahami karya sastra itu secara
menyeluruh. Alur dan tokoh merupakan antarketergantungan; tokoh adalah
penentu peristiwa sedangkan peristiwa itu sendiri memberi gambaran
tentang tokoh.
Fiksi merupakan salah satu bentuk narasi yang memiliki sifat bercerita;
yang diceritakan adalah manusia dengan segala kemungkinannya. Oleh
29
sebab itu, ciri utama yang membedakan antara narasi dengan deskripsi
adalah aksi atau tindak tanduk, atau prilaku. Tanpa prilaku maka karya
tersebut akan berubah menjadi deskripsi dengan paparan yang statis
(Semi, 1988:36). Karena tokoh-tokoh itu rekaan pengarang, maka hanya
pengaranglah yang ‘mengenal’ mereka. Untuk itu, tokoh tersebut perlu
digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar dapat
dipahami. Yang dimaksud dengan watak di sini adalah kualitas tokoh,
kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain. Dari
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyajian watak tokoh dan
penciptaan citra tokoh itulah sesungguhnya yang dimaksud dengan
penokohan.
Setiap cerita rekaan harus ada pelaku yang biasa disebut dengan
tokoh. Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami rekaan peristiwa atau
perlakuan berbagai peristiwa di dalam cerita. Tokoh lazim pula disebut
sebagai pelaku cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, tetapi dapat
pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Tokoh dalam cerita rekaan berbeda dengan manusia dalam kehidupan
nyata. Tokoh rekaan tidak sepenuhnya bebas, ia dihadirkan, dikendalikan,
dan dikontrol sang pengarang dalam menunjang kebutuhan artistik dalam
karya sastranya. Meskipun bersifat rekaan, perlu ada relevansi antara tokoh
itu dengan pembaca, yakni sifat yang mirip dengan pembaca, atau setidak-
tidaknya ada sesuatu pada diri tokoh yang juga ada pada diri pembaca.
30
Tokoh dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu: (a) tokoh sentral dan
tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah pemeran utama dalam suatu cerita dan
merupakan tokoh protagonis (b) tokoh datar dan tokoh bulat tokoh datar
adalah tokoh yang tidak mengalami perubahan watak atau hanya terdiri dari
satu watak, sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang tampil dengan watak
yang kompleks.
Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita,
baik keadaan lahir maupun batin yang dapat berupa pandangan hidup, sikap,
keyakinan, adat-istiadat, dan sebagainya. Ada tiga macam cara yang sering
digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh ceritanya, yaitu dengan cara
langsung, cara tidak langsung, dan cara campuran. Cara langsung atau yang
disebut juga cara analitik, artinya si pengarang secara terurai
menggambarkan ceritanya, bagaimana perwatakan tokoh cerita itu. Jadi,
diceritakan secara langsung watak yang dikehendaki pengarang, bilamana
pengarang hendak menggambarkan orang yang lemah lembut dikatakan
bahwa ia lemah lembut atau yang keras kepala digambarkan langsung
dengan kata-kata pengarang sendiri dan seterusnya.
4) Sudut Pandang
Ada empat perwujudan pusat pengisahan yaitu: 1) tokoh utama
menyampaikan kisah diri, jadi kisahan oleh tokoh utama dengan sorotan
pada tokoh utama pula. 2) tokoh bawahan menyampaikan kisah tentang
tokoh utama, jadi kisahan oleh tokoh bawahan dengan sorotan pada tokoh
31
utama. 3) pengarang pengamat (observer author) menyampaikan kisah,
sorotan terutama pada tokoh utama. 4) pengarang serba tahu (omniscient
author) menyampaikan kisah dari segala sudut, sorotan utama pada tokoh
utama, Brooks (dalam Juanda, 2006: 44).
Lebih lanjut, Aminuddin (1991: 90) memaparkan sudut pandang atau
point of view sebagai berikut:
a) Narrator Omniscient adalah narrator atau pengisahan yang juga
berfungsi sebagai pelaku cerita.
b) Narrator Observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai
pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam
batas tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku.
5) Latar (Setting)
Dalam teori naratif dijelaskan bahwa tidak ada satupun peristiwa yang
berlangsung dalam kehampaan, semua tokoh hanya bisa bergerak dalam
ruang dan waktu serta suasana tertentu. Oleh sebab itu, pembicaraan
mengenai latar (setting) selalu mencakup tiga aspek, yaitu latar tempat, latar
waktu, dan atmosfir. Dalam kaitan dengan latar sebuah drama; waktu
difahami sebagai tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama;
dekor pemandangan yang dipakai di dalam pementasan drama seperti
pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan: tataan.
Atmosfir dipahami sebagai suasana yang tergambar dalam karya sastra
32
melalui penataan latar yang serasi dengan watak tokoh dan tema cerita
(suasana). Contoh dalam karya fiksi suasana perang kemerdekaan terasa
hidup dalam cerpen “Laki-Laki dan Mesiu” karya Trisnoyowono. Latar dapat
pula bermakna banyak, misalnya tempat tertentu atau wilayah tertentu,
orang-orang tertentu, orang tertentu dengan watak tertentu pula sebagai
akibat dari situasi lingkungan atau zamannya, juga cara hidup atau cara
berpikir tertentu.
Dalam kaitan dengan latar, termasuk di dalamnya alam sekitar atau
lingkungan, terutama lingkungan yang dapat dipandang sebagai
pengekspresian watak secara metonimik atau metaforik. Latar adalah tempat
dan waktu terjadinya cerita dalam drama. Sebuah peristiwa manusia selalu
terjadi di tempat tertentu, di daerah tertentu, dengan tata adat dan kebiasaan
tertentu. Latar tempat dan waktu dalam drama dapat diperjelas dengan
dekorasi atau hiasan pentas. Misalnya meja, kursi, tempat tidur, pot bunga,
dan sebagainya.
Latar cerita berkisah tentang seorang atau beberapa orang tokoh.
Peristiwa-peristiwa di dalam cerita tentulah terjadi pada suatu waktu atau di
dalam suatu rentan waktu tertentu dan suatu tempat tertentu. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan
yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam
suatu cerita membangun latar cerita (Sudjiman, 1986: 46).
33
Secara garis besar (Suyuti, 2000: 126-128) membagi latar fiksi dalam
tiga bagian yakni:
a) Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi
tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang
dijumpai dalam dunia nyata. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama
tertentu haruslah mencerminkan atau paling tidak tak bertentangan dengan
sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
b) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah
“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual.
c) Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah
dalam lingkup yang cukup kompleks. Dapat berupa kebiasaan hidup, adat
istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap.
34
Ada beberapa fungsi yang dapat ditempati oleh latar fiksi misalnya:(1)
latar sebagai metaphora yaitu dalam sebuah fiksi kadang-kadang pembaca
jumpai detail-detail latar yang berfungsi sebagai suatu proyeksi atau
objektifikasi keadaan internal tokoh-tokohnya atau kondisi spriritual tertentu,
(2) latar sebagai atmosfer yaitu merupakan suatu hal yang lebih banyak
berhubungan dengan hal yang disarankan daripada hal yang dinyatakan, (3)
latar sebagai pengedepanan yaitu dapat berupa penonjolan tempat saja
(Suyuti, 2000: 132).
6) Gaya Bahasa
Seorang pengarang bukan hanya sekadar bermaksud memberitahu
pembaca mengenai hal yang dilakukan dan dialami tokoh ceritanya,
melainkan bermaksud pula mengajak pembacanya ikut serta merasakan
sesuatu yang dirasakan oleh tokoh cerita. Itulah sebabnya pengarang
senantiasa akan memilih kata dan menyusunnya sedemikian rupa sehingga
menghasilkan kalimat yang mampu mewadahi sesuatu yang dipikirkan dan
dirasakan tokoh cerita tersebut.
Dalam kalimat-kalimat khusus yang biasa dikenal dengan pigura-
pigura bahasa dengan aneka jenisnya seperti: metafora, metonomia,
hiperbola, litotes, pleonasme,dan lain-lain.
Secara singkat akan dipaparkan sebagai berikut:
35
1) Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau
konsep lain berdasarkan kias atau persamaan, misalnya: kaki gunung
atau kaki meja berdasarkan kias pada kaki manusia.
2) Metonimia adalah pemakaian nama untuk benda lain yang berasosiasi
atau menjadi atributnya, misalnya: Si kacamata untuk seseorang yang
berkacamata.
3) Hiperbola adalah hal melebih-lebihkan sesuatu, misalnya dalam kalimat
“Saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih”.
4) Litotes adalah pernyataan yang memperkecil sesuatu, misalnya untuk
mengatakan pandai orang memakai kalimat Ia tidak bodoh, (Kridalaksana,
1984: 62 - 64).
5. Pembelajaran Cerpen di SMP
a. Tujuan
Pada dasarnya tujuan pengajaran cerpen di SMP agar siswa dapat
mengungkapkan pengalamannya di dalam bentuk tulisan yang menarik
(termasuk cerita pendek). Meskipun hal ini tidak sekali jadi, tetapi melalui
tahapan dari hal yang mudah sampai pada yang kompleks.
b. Aspek Pembelajaran Cerpen
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa menulis
cerpen tidak sekali jadi, hal ini tentu dengan pertimbangan kemampuan
berpikir siswa yang masih sangat terbatas dari luasnya unsur bahasa yang
36
harus dipelajari. Dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP
cukup banyak ditemukan aspek pembelajaran cerpen dan sebagai berikut:
1) Menulis pengalaman pribadi yang paling berkesan maupun pengalaman
orang lain.
2) Membaca, membandingkan, dan mendiskusikan karya sastra lama
dengan karya satra modern.
3) Mengumpulkan cerita pendek dan mengelompokkan berdasarkan
temanya.
4) Menceritakan kembali isi cerpen.
5) Membaca cerpen dan melaporkan isinya.
6) Membuat sinopsis cerpen.
7) Menelusuri isi novel terjemahan.
8) Menceritakan alur cerpen dengan tepat.
9) Membicarakan isi cerpen dan mengungkapkan hal yang paling menarik.
10) Menentukan penokohan dalam cerpen.
c. Teknik-teknik Penulisan Cerpen
Teknik menulis cerpen, yaitu:
1) Judul sebuah cerpen tidak boleh lebih dari 12 kata. Artinya, judul cerpen
harus singkat, padat, dan jelas yang dapat mencerminkan isi.
2) Tema harus jelas. Artinya, tema cerpen harus jelas melalui pembatasan
pokok permasalahan atau pembicaraan.
37
3) Di dalam cerita harus ada konflik yang ditimbulkan. Maksudnya, penulis
harus memunculkan konflik, baik konflik lahir maupun batin antara para
pelaku-pelakunya. Konflik merupakan daya tarik tersendiri untuk terus
membaca sebuah cerpen. Bermakna dan berkesannya sebuah cerita jika
dibubuhi oleh konflik.
4) Cerita menunjuk kepada topik yang sebenarnya (tidak menggantung).
Maksudnya, pemaparan jalan dan alur cerita harus jelas sesuai dengan
topik yang telah ditetapkan. Pemunculan alur harus mengarah pada topik
dan tidak meluas ke masalah lain yang dapat membingungkan pembaca.
5) Ada perkenalan. Tahap perkenalan merupakan tahap sebagai ruang bagi
penulis untuk memperkenalkan siapa tokoh cerita, di mana, dan seperti
apa cerita yang akan dipaparkan.
6) Jumlah kata kurang lebih 500 kata. Cerita pendek idealnya mengandung
kata kurang lebih 500 kata, boleh lebih sampai 1000 kata, tetapi
memungkinkan terjadi kebosanan jika membacanya. Jadi, jumlah kata
(panjang) cerita diperkirakan dapat dibaca sekali duduk.
7) Biasanya menggunakan alur maju. Cerita pendek dapat menggunakan
semua jenis alur. Akan tetapi, alur maju dalam sebuah cerpen
memudahkan pembaca mengikuti dengan runtut alur dan pokok
permasalahan dalam cerita.
8) Penyelesaian. Tahap ini merupakan tahap yang ditunggu oleh pembaca
cerpen. Tahap inilah yang sering melahirkan kepuasan kepada pembaca.
38
Apakah ia akan senang, sedih, dan sebagainya. Tahap penyelesaian
akan memberikan manfaat dan memberikan ruang kesan bagi pembaca
(Sumardjo, 2007: 72).
d. Proses dan Tahap Menulis Cerpen
Proses dan tahap menulis cerpen, yaitu:
1) Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, seorang penulis telah menyadari apa yang akan
ditulis dan bagaimana menuliskannya. Apa yang akan ditulis adalah
munculnya gagasan, isi tulisan. Sedang bagaimana menuangkan gagasan itu
adalah soal bentuk tulisan. Soal bentuk tulisan inilah yang menentukan syarat
teknis penulisan. Gagasan itu akan ditulis dalam bentuk cerpen, atau dalam
bentuk yang lain. Dengan demikian, yang pertama muncul adalah sang
penulis telah mengetahui yang akan ditulisnya dan bagaimana
menuliskannya. Munculnya gagasan seperti ini memperkuat si penulis untuk
segera memulainya atau mungkin juga masih diendapkannya.
2) Tahap Inkubasi
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul disimpan dan dipikirkan
matang-matang, dan menunggu waktu yang tepat untuk menuliskannya.
Selama masa pengendapan ini, biasanya konsentrasi penulis hanya pada
gagasan itu saja. Di mana saja dia berada dia memikirkan dan mematangkan
39
gagasannya. Di sela-sela pekerjaannya, ketika mandi, ketika buang air,
ketika menunggu angkutan kota, gagasan itu selalu dipikirkannya. Munculnya
anak-anak gagasan baru, ada yang bagus ada yang tidak bagus, ada yang
memperkaya gagasan semula atau menambah kedalaman gagasan semula.
Tahap ini ada yang merenungkannya selama berhari-hari atau mungkin
berbulan-bulan dan si penulis merasa belum sreg benar untuk dituangkan
dalam bentuk tulisan.
3) Tahap Inspirasi
Gagasan dan bentuk ungkapnya telah jelas dan padu. Ada desakan
kuat untuk segera menulis dan tak bisa ditunggu-tunggu lagi. Kalau saat
inspirasi ini dibiarkan lewat, biasanya gagasan akan mati sebelum lahir.
Gairah menuliskannya lama-lama akan hilang. Gagasan itu sendiri sudah
tidak menjadi obsesi lagi.
4) Tahap Penulisan
Kalau saat inspirasi telah muncul maka segeralah ambil bolpoin dan
segera menulis. Keluarkan segala hasil inkubasi selama ini. Tuangkan semua
gagasan yang baik atau kurang baik, muntahkan semuanya tanpa sisa dalam
sebuah bentuk tulisan yang direncanakannya. Orang menjadi kesetanan
menulis dan menulis.
40
5) Tahap Revisi
Tahap revisi merupakan kegiatan memeriksa dan menilai berdasarkan
pengetahuan dan apresiasi yang dimiliki. Buang bagian yang dinalar tak
perlu, tambahkan yang mungkin perlu ditambahkan. Pindahkan bagian atas
ke tengah atau ke bawah. Potong, tambal dan jahit kembali berdasarkan
rasio, nalar, pola bentuk yang telah diapresiasi dengan baik. Di sinilah disiplin
diri sebagai penulis diuji. Ia harus mengulangi menuliskannya kembali. Inilah
bentuk tulisan terakhir yang dirasa telah mendekati bentuk idealnya. Kalau
sudah mantap, boleh diminta orang lain untuk membacanya. Kritik orang itu
boleh untuk bahan penilaian. (Sumardjo, 2007: 75)
e. Cerpen yang Baik
Sumardjo (2007: 99) menyatakan bahwa sebuah cerpen yang baik
adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk, utuh, manunggal, tak
ada bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga tak ada sesuatu yang terlalu
banyak, semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti. Cerpen harus
memberikan gambaran sesuatu yang tajam. Inilah kelebihan bentuk cerpen
dan novel. Kependekan dan bentuk cerpen harus mampu memberikan
pukulan tajam pada pribadi pembaca. Cerpen yang kabur tidak akan
dikategorikan sebagai cerpen yang baik.
Setiap cerpen memiliki nilai-nilainya sendiri yang mengangkat menjadi
sebuah cerpen yang baik. Namun, ciri penting yang harus ada adalah tetap
41
unsur kesatuan bentuk, meskipun bagaimana pun isinya. Segala gaya bisa
diterima asal bentuk cerpennya bisa dipertanggungjawabkan sebagai suatu
karya. Bentuk harus dipilih, bisa longgar, bisa ketat, bisa bertele-tele bisa
irama cepat, asal semua itu konsekuen dengan bentuk yang dipilihnya.
Sebuah cerpen yang sebagian iramanya cepat, sebagian lagi bernada keras,
kasar, tegas, sedang pada bagian yang lain sentimentil, serta halus, akan
merusak kesatuan.
6. Media Pendidikan
a. Pengertian Media Pendidikan
Kata media berasal dari bahasa latin medius ‘tengah, perantara’
(Azhar, 2002: 3). Secara harfiah, kata media berarti perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Selanjutnya, istilah medium sebagai
perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima (Azhar,
2002: 4). Batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan
oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebarkan ide, gagasan, atau
pendapat sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu
sampai kepada penerima yang dituju (Hamidjojo dalam Latuheru, 1993).
Media pendidikan adalah bentuk-bentuk komunikasi, baik media cetak
maupun audio visual serta segala peralatannya (Sardiman, dkk., 2007: 19).
Media pendidikan adalah jenis komponen dalam lingkungan siswa yang
dapat merangsang untuk belajar (Gagne dalam Sardiman, dkk., 2007: 19).
42
Bigss ( dalam Sardiman, dkk., 2007: 19) mengungkapkan bahwa media
pendidikan adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat, dan kegiatan siswa
sedemikian rupa dengan tujuan memperlancar proses belajar mengajar.
b. Fungsi Media sebagai Alat Peraga dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Azhar (2002: 16) mengemukakan bahwa ada empat fungsi media
pengajaran khususnya media visual, yaitu (1) fungsi atensi (2) fungsi afektif
(3) fungsi kognitif, dan (4) fungsi kompensatoris. Manfaat media pengajaran
dalam proses belajar siswa, taitu;
1) Media pengajaran akan lebih menarik perhatian sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat
dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa dapat menguasai dan
mencapai tujuan pengajaran.
3) Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga
43
siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi guru
mengajar pada setiap jam pelajaran.
4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab ia bukan hanya
mendengarkan uraian guru, melainkan juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemostrasikan, dan memerankan.
Dengan demikian, penggunaan media pendidikan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia berarti memberikan pengalaman belajar kepada siswa dari
pembelajaran yang bersifat abstrak menuju suatu pembelajaran yang
konkret.
7. Media Blog
Blog berasal dari kata Web Blog. Web artinya internet
sedangkan Blog mempunyai makna catatan. Jadi makna harfiahnya Blog
adalah catatan harian yang ditulis oleh pemiliknya dan dipublikasikan
di internet.
Blog merupakan salah satu aplikasi internet content yang sangat
digemari saat ini, karena selain tersedia secara gratis pada masing-masing
server-nya, seorang pemilik blog tidak harus menguasai script pemrograman.
Kesederhanan dan kemudahan dalam manajemenya menjadikan blog
semakin populer.
a. Jenis-jenis Blog
Secara Umum Blog dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
44
1) Blog Portofolio
Blog yang menampilkan hasil karya dari blogger. pada umumnya
blog jenis ini dibuat untuk menampilkan karya desain, fotografi
(photoblog), dan komik (comicblog)
2) Blog Bertopik
Blog yang membahas tentang sesuatu, dan fokus pada bahasan
tertentu.
3) Blog Katalog
Blog yang kontennya berisikan daftar hal-hal yang menarik untuk blogger.
Pada umumnya catalog design, kumpulan link-link, dan lain-lain.
4) Blog General
Blog ini umumnya memiliki banyak topik dan tidak ada korelasi
antartopik. Karena sifatnya yang umum maka blog ini bisa kombinasi
antara Blog Personal dan Blog Specific.
5) Blog sebagai Newsroom
Blog yang berperan sebagai media elektronik yang menyebarluaskan
berita yang sedang terjadi. Perubahan kecenderungan manusia untuk
mengakses berita dari media cetak menjadi media elektronik menjadikan
tulisan-tulisan dalam blog sebagai sumber-sumber berita terkini secara
online.
45
b. Sarana Pendukung
1) LAN atau Local Area Network
LAN adalah jaringan komputer yang jaringannya hanya mencakup
wilayah kecil.
2) Modem
Modem merupakan singkatan dari modulator demodulator. Modulator
merupakan bagian yang mengubah sinyal informasi ke dalam sinyal
pembawa (carrier) dan siap untuk dikirimkan, sedangkan Demodulator
adalah bagian yang memisahkan sinyal informasi (yang berisi data atau
pesan) dari sinyal pembawa yang diterima sehingga informasi tersebut
dapat diterima dengan baik. Modem merupakan penggabungan kedua-
duanya, artinya modem adalah alat komunikasi dua arah.
8. Penerapan Web Blog pada Pembelajaran Menulis Cerpen
a. Perencanaan Pembelajaran
Untuk mencapai proses pembelajaran yang optimal, dibutuhkan
adanya rencana pembuatan strategi pembelajaran. Seperti menyiapkan
RPP, silabus, materi ajar dan media pembelajaran. Strategi pembelajaran ini
sebagai pola kegiatan pembelajaran berurutan yang diterapkan dari waktu
ke waktu dan diarahkan untuk mencapai hasil belajar peserta didik yang
diharapkan. Hasil belajar yang dicapai diharapkan mampu mencapai lima
46
kemampuan yakni kemampuan intelektual, informasi verbal, sikap,
keterampilan motorik serta strategi kognitif.
Pembelajaran akan menjadi lebih efektif bila dilaksanakan
menggunakan model-model pembelajaran atau menggunakan media
pembelajaran yang termasuk dalam pemrosesan informasi. Hal ini
disebabkan model-model pemrosesan informasi dan penggunaan media
menekankan pada seseorang untuk berpikir dan bagaimana akibatnya
terhadap cara-cara mengolah informasi. Inti yang baik dari sebuah
pembelajaran yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah. Sehingga
dasar dari pemecahan masalah ialah kemampuan untuk belajar dalam
situasi proses berpikir. Oleh karena itu, salah satu yang dilakukan di kelas IX
SMP Negeri 40 Makassar adalah menggunakan teknologi Blog sebagai
media dalam pembelajaran menulis cerpen.
Pembelajaran menulis cerpen kelas IX di SMP Negeri 40 Makassar
yang dilakukan oleh guru tidak sekadar menyampaikan materi saja yang
kemudian dipahami siswa. Akan tetapi, dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran aktif yang menitikberatkan pada seluruh aspek yakni
kognitif dan afektif siswa. Pembuatan perencanaan pembelajaran di
dalamnya mencakup strategi, metode, serta media pembelajaran.
Harapan guru di dalam pembelajaran, agar materi yang disampaikan
kepada siswa dapat dipahami secara tuntas oleh peserta didik. Untuk
47
memenuhi harapan tersebut bukanlah sesuatu perkara yang mudah,
sebab setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda baik dari segi
minat, potensi, motivasi, kecerdasan dan usaha siswa itu sendiri dalam
belajar. Oleh sebab itu, pelaksanaan pembelajaran harus dilakukan
dengan memperhatikan karakteristik dan kemampuan siswa.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Teknologi Blog
Strategi yang digunakan di SMP Negeri dalam pembelajaran
menulis cerpen adalah dengan menggunakan teknologi blog. Media ini
diterapkan sebagai upaya dalam mengaktifkan siswa pada pembelajaran
selama ini ketika pembelajaran menulis cerpen, guru lebih banyak
menjelaskan materi sehingga siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran.
Penggunaan media Blog dalam pembelajaran menulis cerpen di
kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dilakukan dengan cara memberikan
gambaran umum terlebih dahulu tentang materi yang dibahas. Kemudian
setelah siswa memahami meteri, selanjutnya guru mengarahkan siswa
untuk aktif dalam pembelajaran dengan membuka Blog yang telah di
siapkan oleh guru dan mencari refrensi atau artikel berkenaan dengan
materi cerpen untuk dipahami lebih lanjut.
Proses pembimbingan dalam penggunaan media Blog ini tetap
dilaksanakan oleh guru untuk mengarahkan siswa agar tidak keluar dari
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan.
48
Setelah peserta didik telah menemukan bahan-bahan materi dari blog
tersebut dan berbagai sumber ajar, kemudian siswa diarahkan untuk
menganalisis hasil temuan mereka yang berupa materi tentang unsur-unsur
cerpen dan langkah-langkah dalam menulis cerpen, selanjutnya pada akhir
pembelajaran, guru mengarahkan siswa pada kesimpulan dari materi yang
dianalisis oleh siswa.
c. Evaluasi pembelajaran
Pada dasarnya penilaian adalah sesuatu yang tidak bisa diabaikan
dalam setiap proses pembelajaran karena penilaian memiliki fungsi untuk
mengukur pencapaian siswa, serta penunjang dalam penyusunan rencana-
rencana selanjutnya.
Penilaian yang digunakan pada pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan media Blog yang menggunakan teknis tes. Teknik tes
yang dipakai adalah dengan memberi pertanyaan dan soal-soal yang
berbentuk uraian. Selanjutnya setiap peserta didik mengirimkan
jawaban mereka melalui Email. Dalam pemeriksaan hasil tes uraian, guru
menggunakan standar mutlak, yaitu penentuan nilai yang didasarkan pada
prestasi individual.
Sedangkan teknik non tes dilakukan lewat pengamatan atau
observasi secara langsung (direct observation). Teknik non tes dengan
49
menggunakan observasi langsung menjadi pilihan guru pengajar
dikarenakan dalam proses pembelajaran menggunakan Blog dan
diperlukan adanya partisipasi dan keaktifan dari peserta didik.
B. Kerangka Pikir
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tingkat
sekolah menengah menuntut guru mengembangkan kompetensi di bidang
kebahasaan dan kesastraan dengan memiliki kebebasan menyediakan
kegiatan belajar mengajar dan sumber ajar yang sesuai dengan kondisi
lingkungan sekolah dan kemampuan siswa.
Salah satu kompetensi kesastraan yang diharapkan dikuasai oleh
siswa adalah menulis cerpen. Untuk mencapai hal tersebut, seorang guru
harus menguasai dan menerapkan strategi dalam proses belajar mengajar,
khususnya pembelajaran menulis cerpen.
Strategi pembelajaran pertama pada kegiatan pretes yang digunakan
adalah strategi konvensional (demonstrasi) yang diterapkan oleh guru mata
pelajaran di kelas IX SMP Negeri 40 Makassar. Sedangkan pada kegiatan
postes menggunakan media blog untuk mengetahui kemampuan menulis
cerpen siswa. Penggunaan media blog inilah yang diharapkan mampu
mengatasi isu pembelajaran menulis cerpen dewasa ini.
Untuk mengungkap hal tersebut perbandingan hasil menulis cerpen
siswa sebelum menggunakan media blog dengan sesudah menggunakan
50
media blog dianalisis sehingga dapat dilihat perbandingan hasil belajar siswa
dalam menulis cerpen, secara sederhana, alur penelitian ini digambarkan
seperti berikut ini.
51
Bagan Kerangka Pikir
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Menulis Cerpen
Kemampuan Menulis Cerpen Siswa dengan Menggunakan Media Blog
Tes
Analisis
Temuan
KTSP 2006
52
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, kajian
pustaka, maupun kerangka pikir, dalam penelitian ini digunakan hipotesis,
yaitu: ”media blog efektif diterapkan dalam meningkatkan kompetensi siswa
kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dalam menulis cerpen (H1).
D. Kriteria Pengujian Hipotesis
Rumusan hiipotesis diuji dengan menggunakan kriteria pengujian
hipotesis sebagai berikut: Hipotesis alternatif (H1) diterima apabila nilai t hitung
> nilai t tabel. Sebaliknya, H1 ditolak apabila nilai t hitung < nilai t tabel. Dengan
kata lain, hipotesis diterima apabila nilai t hitung lebih besar atau sama dengan
t tabel pada taraf signifikan 0,95%.
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah penggunaan media blog sebagai variabel
bebas (X) dan pembelajaran menulis cerpen sebagai variabel terikat (Y).
2. Desain Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan masalah
penelitian ini dirancang melalui penelitian eksperimen. Jadi, desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian eksperimen
semu. Menurut Best (1977: 95) bahwa penelitian eksperimental menyediakan
metode sistematis dan logis untuk menjawab pertanyaan. Peneliti dapat
memanipulasi kondisi tertentu agar subjek dapat dipengaruhi atau diubah
dengan memanipulasinya secara sengaja dan sistematis. Peneliti menyadari
faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil serta mengendalikan mereka
sedemikian rupa sehingga peneliti dapat membangun hubungan logis antara
faktor yang dimanipulasi dan efek diamati.
Hal yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen adalah
variabel asing. Variabel asing adalah variabel-variabel tak terkendali
(misalnya, variabel tidak dimanipulasi oleh percobaan) yang mungkin memiliki
pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Banyak peneliti yang gagal
54
mengambil kesimpulan akibat pengaruh dari variabel-variabel yang asing,
bahkan peneliti sulit mengontrol variabel seperti kompetensi guru atau
antusiasme, usia, tingkat sosial ekonomi, atau kemampuan
akademik dari mata pelajaran siswa.
Mengacu pada uraian tersebut, desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah One Group Pretest-Posttest Design, dalam desain
ini, sebelum perlakuan berupa penggunaan media blog diberikan, terlebih
dahulu sampel diberi pretest (tes awal) dan diakhir pembelajaran, sampel
diberi posttest (tes akhir). Berikut merupakan tabel desain penelitian One
Group Pretest-Posttest Design:
Tabel 1. Model One Group Pretest-Posttest Design
Kelompok Tes awal Treatment Tes akhir A Y1 X Y2
Keterangan:
Y1 = Pretes Y2 = Postes X = Treatment
Sukmadinata (2011: 208)
.
55
B. Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan pemahaman tentang variabel penelitian, perlu
dikemukakan definisi operasional penelitian.
1. Pembelajaran dengan media blog adalah suatu model
pembelajaran yang berbasis struktural dan bertolak dari kegiatan
pemahaman umum ke yang khusus, yakni diawali dengan
penjelasan materi menulis cerpen oleh guru. Setelah itu, siswa
diarahkan untuk memperkaya pemahaman tentang penulisan
cerpen dengan mencari tambahan materi dari blog dengan
bantuan guru.
2. Kemampuan menulis cerpen, yaitu tingkat pengetahuan dan
penguasaan siswa dalam menuangkan ide dalam bentuk cerpen.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini, yaitu keseluruhan siswa kelas IX SMP Negeri
40 Makassar yang berjumlah 108 orang yang terbagi dalam tiga kelas.
Populasi penelitian ini bersifat homogen karena penempatan siswa dalam
suatu kelas tidak didasarkan pada tingkat prestasi belajar yang dicapai oleh
siswa, dan siswa diajar oleh guru yang sama, metode yang sama, serta
56
materi yang sama selama di kelas IX. Untuk lebih jelasnya, penyebaran siswa
tersebut berdasarkan kelas ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Keadaan Populasi
No. Kelas IX Jumlah 1. 2. 3.
A B C
39 orang 39 orang 30 orang
Jumlah 108 orang
Sumber: Diperoleh dari tata usaha SMP Negeri 40 Makassar Tahun
Ajaran 2014/2015.
2. Sampel
Sampel adalah wakil yang dipilih dari populasi dan dijadikan sebagai
subjek penelitian. Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, artinya penentuan sampel dilakukan dengan
pertimbangan tertentu. Dengan demikian, ditetapkan kelas IX C sebanyak 30
orang sebagai sampel dalam penelitian ini.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data penelitian digunakan instrumen. Instrumen
yang digunakan, yaitu observasi, tes, dan RPP. Observasi dilakukan guna
memperoleh gambaran awal pembelajaran menulis cerpen di kelas terteliti.
Teknik tes, yaitu tes menulis cerpen untuk mengetahui kompetensi siswa.
57
Rencana pelaksanaan pembelajaran digunakan sebagai acuan dan pedoman
pembelajaran dengan menggunakan media blog.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pembelajaran dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan; pertemuan
pertama dan kedua pretest, pertemuan ketiga dan keempat treatment
(tindakan) dan pertemuan kelima sebagai posttest. Setiap pertemuan
dilakukan dalam waktu 2 x 45 menit. Waktu yang dipergunakan tersebut
disesuaikan dengan jam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah
bersangkutan.
Beberapa tahap yang dilakukan sebelum penelitian yang meliputi:
1. Penyusunan RPP untuk kelas eksperimen
2. Penyusunan alat ukur atau instrumen penelitian berdasarkan teknik-
teknik penulisan cerpen.
3. Persiapan alat-alat dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam
penelitian. Perlengkapan tersebut adalah komputer dan jaringan
internet.
58
Adapun langkah-langkah prosedur penelitian, yaitu:
1. Kegiatan Awal (Pretest)
Kegiatan awal dilakukan sebelum treatment dengan langkah sebagai
berikut: (1) guru melakukan pembelajaran tanpa menggunakan media blog
dalam pembelajaran menulis cerpen, dan (2) siswa ditugasi menulis cerpen.
Kegiatan pembelajaran ini dilakukan sebanyak satu kali pertemuan.
2. Perlakuan (Treatment)
Pembelajaran dilakukan selama dua kali pertemuan. Langkah-
langkahnya, yaitu peneliti melakukan pembelajaran dengan memberikan
penjelasan dan instruksi tentang pembelajaran dengan menggunakan media
blog. Langkah yang dilakukan, yaitu (1) membelajarkan materi menulis
cerpen; (2) guru memperkenalkan dan menerapkan penggunaan media blog;
dan (3) guru menugasi siswa menulis cerpen;
3. Tes Akhir (Posttest)
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan memberi tes akhir untuk
melihat hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan (treatment)
59
F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan teknik statistik deskriptif. Adapun langkah-langkah analisis
data sebagai berikut:
1. Membuat data skor
Skor mentah yang ditetapkan berdasarkan aspek yang dinilai dari
cerpen siswa. Model penilaian penelitian ini adalah penilaian analitik dengan
skala penilaian 1-100. Jadi, skor maksimal tes menulis cerpen adalah 100
dengan kriteria penilaian sebagai berikut ini.
a. Kesesuaian tema dan isi cerpen dengan penilaian: (skor 1-20)
1) Kesesuaian isi cerpen dengan tema sehingga bermakna, menarik,
tepat. jalan pikiran baik, skor 17-20;
2) Pada umumnya tema baik, tetapi tidak dikembangkan sehingga terjadi
banyak pengulangan, skor 13-16;
3) Pengembangan tema kurang relevan dengan isi cerpen, skor 9-12;
4) Isi cerpen tidak relevan dengan tema yang diminta, skor 5-8;
5) Tidak tampak usaha penyusunan cerpen yang bermakna, skor 0-4.
b. Aspek amanat, berskor 0-15 dengan perincian sebagai berikut:
1) Amanat diungkapkan secara jelas, tetapi sulit dipahami, berskor 13-15;
2) Amanat baik, tetapi terlalu bertele-tele, berskor 10-12;
3) Pengungkapan amanat kurang jelas, tetapi bisa dipahami berskor 7-9;
4) Amanat tidak jelas dan penyampaiannya kacau berskor 4-6;
60
5) Amanat sangat tidak jelas sehingga tidak dapat dipahami berskor 1-3.
c. Latar (skor 0-15)
1) Pengembangan latar tersusun rapi, jelas dan baik dan sesuai dengan
isi cerita, skor 13-15.
2) Pengembangan latar tersusun rapi, jelas dan baik, tetapi kurang
sesuai dengan isi cerita, skor 10-12;
3) Pengembangan latar kurang tersusun rapi, jelas dan baik, dan kurang
sesuai dengan isi cerita, skor 7-10;
4) Pengembangan latar tidak sesuai dengan isi cerita 4 - 6.
5) Pengembangan latar sama sekali tidak tampak sehingga isi cerita sulit
dipahami, skor 0-4.
d. Alur (skor 0-15):
1) Pengembangan alur tersusun rapi, pemakaian alur jelas dan baik,
struktur cerita meyakinkan, alur mudah diikuti, skor 13-15.
2) Alur tercermin dalam paragraf dengan baik, tetapi agak berbelit-belit,
skor 10-12;
3) Ada usaha pengembangan alur dengan baik tetapi batas ide tidak
jelas, skor 7-10;
4) Urutan dan keruntutan cerita sulit diikuti, sulit dipahami berskor 4 - 6.
5) Alur cerita tidak terencana dan tidak jelas, skor 0-4.
e. Perwatakan (skor 0-15)
1) Pengembangan watak pada setiap pelaku dengan jelas dan baik
61
sehingga tampak peran dan penokohan setiap pelaku, skor 13-15.
2) Pengembangan watak pada setiap pelaku dengan jelas dan baik,
tetapi kurang tampak peran dan penokohan setiap pelaku, skor 10-12;
3) Pengembangan watak pada setiap pelaku kurang jelas sehingga tidak
tampak peran dan penokohan setiap pelaku, skor 7-10;
4) Pengembangan watak pada setiap pelaku tidak jelas sehingga tidak
tampak peran dan penokohan setiap pelaku, skor 4-6;
5) Tidak ada usaha pengembangan watak pada setiap pelaku, skor 0-3.
f. Gaya bahasa (skor 0-10)
1) Ide gagasan diungkapkan dalam gaya bahasa yang sangat tepat,
berskor 9 s.d. 10;
2) Sedikit sekali penggunaan gaya bahasa yang tidak tepat, berskor 7-8;
3) Sering menggunakan gaya bahasa yang kurang tepat, berskor 5-6;
4) Gaya bahasa yang digunakan kurang tepat mengungkapkan suatu
makna, berskor 3-4;
5) Gaya bahasa yang diungkapkan sangat terbatas, sehingga makna
yang diungkapkan kacau, berskor 1-2.
g. Sudut pandang (skor 0-10)
1) Penggunaan sudut pandang jelas, keterlibatan penulis dalam cerita
jelas, sehingga peran dan kedudukan para pelaku dalam cerita
terstruktur (skor 9-10);
62
2) Penggunaan sudut pandang jelas, keterlibatan penulis dalam cerita
jelas, tetapi peran dan kedudukan para pelaku dalam cerita kurang
tampak (skor 7-8).
3) Penggunaan sudut pandang kurang jelas sehingga keterlibatan
penulis dan peran serta kedudukan para pelaku dalam cerita tidak
jelas (skor 5-6).
4) Penggunaan sudut pandang tidak jelas, sehingga keterlibatan penulis
dan kedudukan pelaku dalam cerita tidak ada (skor 3-4).
5) Tidak tampak usaha penggunaan sudut pandang, sehingga
kedudukan para pelaku cerita tidak dapat dipahami (skor 0-2).
(Diadaptasi dari Nurgiyantoro, 2005)
2. Mencari mean rata-rata, dengan menggunakan rumus:
Xi = 60% skor maksimal
Keterangan: Xi = mean ideal (Nurgiyantoro, 2005: 401).
3. Mengukur penyebaran dengan rumus:
Si = ¼ x Xi
Keterangan:
Si = simpangan baku ideal Xi = mean ideal (Nurgiyantoro, 1995: 401).
4. Untuk kepentingan standardisasi hasil pengukuran (skor) dilakukan
transformasi dari skor mentah ke dalam nilai berskala 1-10.
63
5. Membuat distribusi frekuensi dan persentase nilai.
6. Menentukan perbandingan hasil pretes dan postes pembelajaran menulis
cerpen menggunakan media blog dengan rumus:
1
2
NNdx
Mdt
Keterangan:
Md = mean dari perbedaan pretes dan postes xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md) dx2 = jumlah kuadrat deviasi N = subjek pada sampel db = ditentukan dengan N-1 (Arikunto, 1990: 306).
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Hasil Analisis Data
Berdasarkan data penelitian ini dapat diuraikan dan dideskripsikan
secara rinci hasil penelitian tentang penggunaan media blog dalam
pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar.
Untuk mengetahui keefektifan penggunaan media tersebut, terlebih dahulu
perlu dianalisis tentang (1) kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX
SMP Negeri 40 Makassar sebelum menggunakan media blog (pretest); dan
(2) kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40
Makassar dengan menggunakan media blog (posttes). Hasil penelitian
tersebut hasil kuantitatif yang dinyatakan dengan angka.
Penyajian yang bertujuan mengungkap keefektifan penggunaan media
blog dalam pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri
40 Makassar dapat diamati analisis berikut ini yang dikelompokkan ke dalam
dua bagian, yaitu penyajian data pretesi dan data posttest.
1. Penyajian Data Pretes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebelum Menggunakan Media Blog
Berdasarkan analisis data pretes kemampuan menulis cerpen pada
siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebelum menggunakan
penggunaan media blog dengan 30 orang diperoleh gambaran, yaitu: tidak
63
65
ada siswa yang mampu memperoleh skor 100 sebagai skor maksimal. Skor
tertinggi hanya 77,5 yang diperoleh oleh 2 orang dan skor terendah adalah
39 yang diperoleh oleh 1 orang.
Berdasarkan hal tersebut, maka gambaran yang lebih jelas dan
tersusun rapi mulai skor tertinggi ke skor terendah yang diperoleh siswa
beserta frekuensinya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Pretes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar Sebelum Menggunakan Media Blog (Pretest)
No. Skor Mentah Frekuensi Persentase (%)
1 2 3 4
1. 77,5 2 6,66
2. 75,5 1 3,33
3. 73,5 1 3,33
4. 72,5 1 3,33
5. 72 1 3,33
6. 58 1 3,33
7. 57 1 3,33
8. 56,5 1 3,33
9. 56 1 3,33
10. 53,5 2 6,66
66
11. 53 2 6,66
1 2 3 4
12. 52,5 3 10
13. 51,5 1 3,33
14. 51 1 3,33
15. 50,5 1 3,33
16. 50 1 3,33
17. 49 1 3,33
18. 47 1 3,33
19. 45,5 3 10
20. 45 2 6,66
21. 44,5 1 3,33
22. 39 1 3,33
Jumlah 30 100
Berdasarkan Tabel 3.1 tersebut dapat diketahui bahwa skor tertinggi
yang diperoleh siswa yaitu 77,5 yang diperoleh oleh 2 orang (6,66%).
Selanjutnya, sampel yang mendapat skor 75,5 berjumlah 1 orang (3,33%);
sampel yang mendapat skor 73,5 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang
mendapat skor 72,5 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor
72 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor 58 berjumlah 1
67
orang (3,33%); sampel yang mendapat skor 57 berjumlah 1 orang (3,33%);
sampel yang mendapat skor 56,5 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang
mendapat skor 56 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor
53,5 berjumlah 2 orang (6,66%); sampel yang mendapat skor 52,5 berjumlah
3 orang (10%); sampel yang mendapat skor 51,5 berjumlah 1 orang (3,33%);
sampel yang mendapat skor 51 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang
mendapat skor 50,5 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor
50 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor 49 berjumlah 1
orang (3,33%); sampel yang mendapat skor 47 berjumlah 1 orang (3,33%);
sampel yang mendapat skor 45,5 berjumlah 3 orang (10%); sampel yang
mendapat skor 45 berjumlah 2 orang (6,66%); sampel yang mendapat skor
44,5 berjumlah 1 orang (3,33%); dan sampel yang mendapat skor 39
berjumlah 1 orang (3,33%);
Berdasarkan perolehan skor, frekuensi, dan persentase kemampuan
menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebelum
menggunakan media blog, dapat pula diketahui distribusi nilai, frekuensi, dan
persentasenya. Distribusi nilai, frekuensi, dan persentase tersebut sangat
membantu dan mempermudah dalam menentukan nilai secara keseluruhan
kemampuan siswa.
Sebelum skor mentah ditransformasi ke dalam nilai berskala 1-10,
maka terlebih dahulu ditentukan ukuran tendensi sentral yang digunakan
dalam mengolah data dengan rumus:
68
Xi = 60% dari skor maksimal
= 10010060 x
= 0,6 x 100
= 60
Langkah selanjutnya, mencari deviasi standar sebagai ukuran
penyebaran data. Rumus yang digunakan untuk menentukan deviasi standar,
sebagai berikut.
Si = ¼ x Xi
= ¼ x 60
= 15
Dengan demikian, deviasi standar data tersebut adalah 15.
Selanjutnya, mean dan deviasi standar yang tokoh diperoleh ditransfer ke
dalam konversi angka berskala 1-10. Untuk lebih jelasnya, dapat diperhatikan
pada Tabel 4.2 berikut ini.
69
Tabel 3.2 Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-10
Skala
Sigma Nilai Skala Angka Ekuivalensi Nilai Mentah
+2,25 10 60 + (2,25 x 15) =
93,7 94 – 100
+1,75 9
60 + (1,75 x 15) =
86,2 86– 93
+1,25 8
60 + (1,25 x 15) =
78,7 79 – 85
\+0,75 7
60 + (0,75 x 15) =
71,2 71 – 78
+0,25 6
60 + (0,25 x 15) =
63,7 64 – 70
-0,25 5
60 - (0,25 x 15) =
56,2 56 – 63
-0,75 4
60 - (0,75 x 15) =
48,7 49 – 55
-1,25 3
60 - (1,25 x 15) =
41,2 41 – 48
-1,75 2
60 - (1,75 x 15) =
33,7 34 – 40
-2,25 1
60 - (2,25 x 15) =
26,2 33
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, skor mentah siswa dapat dikonversikan
ke dalam nilai berskala 1-10, sekaligus dapat pula diketahui nilai, frekuensi,
dan persentase tingkat kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX
70
SMP Negeri 40 Makassar sebelum menggunakan media blog seperti tampak
pada Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Frekuensi dan Persentase Nilai Pretes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar Sebelum Menggunakan Media Blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%) Jumlah Nilai
(Nilai x F) 1. 7 6 20 42
2. 6 0 0 0
3. 5 4 13,33 20
4. 4 12 40 48
5 3 8 26,67 21
6. 2 0 0 0
7 1 0 0 0
Jumlah 30 100 131
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas diperoleh gambaran bahwa nilai yang
diperoleh sampel rendah. Nilai tertinggi hanya 7 yang diperoleh oleh 6 orang
(20%). Selanjutnya, sebanyak 4 siswa (13,33%) yang memperoleh nilai 5;
sampel yang memperoleh nilai 4 berjumlah 12 orang (40%); dan sampel yang
memperoleh nilai 3 berjumlah 8 orang (26,67%) Berdasarkan perolehan nilai
setelah persentasenya, dapat diketahui jumlah nilai dan nilai rata-rata
kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
71
sebelum menggunakan media blog. Nilai rata-rata siswa yaitu 4,4 yang
diperoleh dari hasil bagi jumlah seluruh nilai dengan jumlah siswa sampel (N)
atau 131/30 = 4,4.
Sesuai hasil analisis data tersebut dapat dikonfirmasikan ke dalam
kriteria kemampuan yang telah ditetapkan, yaitu siswa dinyatakan mampu
apabila jumlah siswa mencapai 85% yang memperoleh nilai 75 ke atas.
Sebaliknya, siswa dikatakan tidak mampu apabila jumlah siswa kurang dari
85% yang memperoleh nilai 75. Untuk menggambarkan pernyataan ini, dapat
dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar Sebelum Menggunakan Media Blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%)
1. Nilai 75 ke atas 6 20
2. Nilai di bawah 75 24 80
Jumlah 30 100%
Berdasarkan pada Tabel 3.4 di atas, dapat diketahui frekuensi dan
persentase nilai kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP
Negeri 40 Makassar sebelum menggunakan media blog, yaitu hanya 6 siswa
yang mampu mendapatkan nilai 75 ke atas dan 24 siswa yang mendapat nilai
di bawah 75. Hal ini berarti siswa belum mampu menulis cerpen sebelum
menggunakan media blog. Hal ini dinyatakan karena hanya 6 siswa (20%)
72
yang mendapat nilai 75 ke atas. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
sebelum menggunakan penggunaan media blog dikategorikan belum
memadai karena hanya 6 siswa (20%) yang memperoleh nilai 75 ke atas
atau tidak mencapai kriteria yang ditetapkan, yaitu 85%.
1. Penyajian Data Postes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan Media Blog
Berdasarkan analisis data postes kemampuan menulis cerpen pada
siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan menggunakan penggunaan
media blog dengan 30 orang diperoleh gambaran, yaitu: tidak ada siswa yang
mampu memperoleh skor 100 sebagai skor maksimal. Skor tertinggi hanya
91 yang diperoleh oleh 1 orang dan skor terendah adalah 60 yang diperoleh
oleh 2 orang.
Berdasarkan hal tersebut, maka gambaran yang lebih jelas dan
tersusun rapi mulai skor tertinggi ke skor terendah yang diperoleh siswa
beserta frekuensinya dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.
73
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Postes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan Media Blog (Pretes)
No. Skor Mentah Frekuensi Persentase (%)
1. 91 1 3,33
2. 86,5 1 3,33
3. 84 1 3,33
4. 79,5 1 3,33
5. 79 2 6,67
7. 78 2 6,67
8. 76 1 3.33
9. 75 1 3,33
10. 76,5 2 6,67
11. 75,5 1 3,33
12. 77 3 10
13. 77,5 1 3,33
14. 78,5 2 6,67
15. 80 1 3,33
16. 65,5 2 3,33
17. 65 4 13,33
18. 60 2 3,33
19. 58,5 2 3,33
Jumlah 30 100
Berdasarkan Tabel 4.5 tersebut dapat diketahui bahwa skor tertinggi
yang diperoleh siswa yaitu 91 yang diperoleh oleh 1 orang (3,33%).
Selanjutnya, sampel yang mendapat skor 86,5 berjumlah 1 orang (3,33%);
sampel yang mendapat skor 84 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang
74
mendapat skor 79,5 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor
79 berjumlah 2 orang (6,67%); sampel yang mendapat skor 78 berjumlah 2
orang (6,67%); sampel yang mendapat skor 76 berjumlah 1 orang (3,33%);
sampel yang mendapat skor 75 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang
mendapat skor 76,5 berjumlah 2 orang (6,67%); sampel yang mendapat skor
75,5 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor 77 berjumlah 3
orang (10%); sampel yang mendapat skor 77,5 berjumlah 1 orang (3,33);
sampel yang mendapat skor 78,5 berjumlah 2 orang (6,67%); sampel yang
mendapat skor 80 berjumlah 1 orang (3,33%); sampel yang mendapat skor
65,5 berjumlah 2 orang (6,67%); sampel yang mendapat skor 65 berjumlah 4
orang (13,33%); sampel yang mendapat skor 60 berjumlah 2 orang (6,67%);
dan sampel yang mendapat skor 58,5 berjumlah 1 orang (3,33%).
Berdasarkan perolehan skor, frekuensi, dan persentase kemampuan
menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan
menggunakan media blog, dapat pula diketahui distribusi nilai, frekuensi, dan
persentasenya. Distribusi nilai, frekuensi, dan persentase tersebut sangat
membantu dan mempermudah dalam menentukan nilai secara keseluruhan
kemampuan siswa.
Sebelum skor mentah ditransformasi ke dalam nilai berskaka 1-10,
maka terlebih dahulu ditentukan ukuran tendensi sentral yang digunakan
dalam mengolah data dengan rumus:
75
Xi = 60% dari skor maksimal
= 10010060 x
= 0,6 x 100
= 60
Langkah selanjutnya, mencari deviasi standar sebagai ukuran
penyebaran data. Rumus yang digunakan untuk menentukan deviasi standar,
sebagai berikut.
Si = ¼ x Xi
= ¼ x 60
= 15
Dengan demikian, deviasi standar data tersebut adalah 15.
Selanjutnya, mean dan deviasi standar diperoleh ditransfer ke dalam konversi
angka berskala 1-10. Untuk lebih jelasnya, dapat diperhatikan pada Tabel 7
berikut ini.
76
Tabel 4.6 Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-10
Skala
Sigma Nilai Skala Angka Ekuivalensi Nilai Mentah
+2,25 10 60 + (2,25 x 15) =
93,7 94 – 100
+1,75 9
60 + (1,75 x 15) =
86,2 86– 93
+1,25 8
60 + (1,25 x 15) =
78,7 79 – 85
+0,75 7
60 + (0,75 x 15) =
71,2 71 – 78
+0,25 6
60 + (0,25 x 15) =
63,7 64 – 70
-0,25 5
60 - (0,25 x 15) =
56,2 56 – 63
-0,75 4
60 - (0,75 x 15) =
48,7 49 – 55
-1,25 3
60 - (1,25 x 15) =
41,2 41 – 48
-1,75 2
60 - (1,75 x 15) =
33,7 34 – 40
-2,25 1
60 - (2,25 x 15) =
26,2 33
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, skor mentah siswa dapat dikonversikan
ke dalam nilai berskala 1-10, sekaligus dapat pula diketahui nilai, frekuensi,
dan persentase tingkat kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX
77
SMP Negeri 40 Makassar dengan menggunakan media blog, seperti tampak
pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 4.7 Frekuensi dan Persentase Nilai Pretes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan Penggunaan Media Blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%) Jumlah Nilai (Nilai x F)
1. 9 2 6,67 18
2. 8 4 13,33 32
3. 7 14 46,67 98
4. 6 6 20 36
5. 5 4 13,33 20
6. 4 0 0 0
7. 3 0 0 0
Jumlah 30 100 204
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas diperoleh gambaran bahwa nilai yang
diperoleh sampel meningkat dibandingkan dengan nilai pretes. Nilai tertinggi,
yaitu 9 yang diperoleh oleh 2 orang (6,67%). Selanjutnya, sebanyak 4 siswa
(13,33%) yang memperoleh nilai 8; sampel yang memperoleh nilai 7
berjumlah 14 orang (46,67%); sampel yang memperoleh nilai 6 berjumlah 6
orang (20%); dan sampel yang memperoleh nilai 5 berjumlah 4 orang
(13,33%). Berdasarkan perolehan nilai setelah persentasenya, dapat
78
diketahui jumlah nilai dan nilai rata-rata kemampuan menulis cerpen pada
siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan menggunakan media blog.
Nilai rata-rata siswa, yaitu 6,8 yang diperoleh dari hasil bagi jumlah seluruh
nilai dengan jumlah siswa sampel (N) atau 204/30 = 6,8.
Sesuai hasil analisis data tersebut dapat dikonfirmasikan ke dalam
kriteria kemampuan yang telah ditetapkan, yaitu siswa dinyatakan mampu
apabila jumlah siswa mencapai 85% yang memperoleh nilai 75 ke atas.
Sebaliknya, siswa dikatakan tidak mampu apabila jumlah siswa kurang dari
85% yang memperoleh nilai 75. Untuk menggambarkan pernyataan ini, dapat
dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8 Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar Sebelum Menggunakan Media Blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%)
1. Nilai 75 ke atas 20 66,67
2. Nilai di bawah 75 10 33,33
Jumlah 30 100%
Berdasarkan ada Tabel 4.8 di atas, dapat diketahui frekuensi dan
persentase nilai kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP
Negeri 40 Makassar dengan menggunakan media blog yaitu sebanyak 20
siswa (66,67%) yang mampu mendapat nilai 75 ke atas. Sebaliknya,
mendapat nilai di bawah 75 sebanyak 10 siswa (33,33%). Hal ini berarti
79
siswa belum mampu menulis cerpen dengan menggunakan media blog.
Namun, perlu dipahami bahwa kemampuan siswa menulis cerpen dengan
menggunakan penggunaan media blog meningkat atau lebih baik
dibandingkan dengan nilai siswa yang tidak menggunakan media blog.
2. Analisis Keefektifan Penggunaan Media Blog dalam Pembelajaran Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Pada bagian ini dipaparkan keefektifan penggunaan media blog dalam
pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar .
Uraian keefektifan penggunaan media blog dalam pembelajaran menulis
cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar merupakan gambaran
keefektifan metode dalam pembelajaran menulis cerpen. Kecocokan atau
kesesuaian tersebut diukur berdasarkan perolehan skor pretes dan skor
postes. Gambaran skor pretes dan postes tampak pada Tabel 4.9 berikut ini.
80
Tabel 4.9 Daftar Skor Pretes dan Postes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Subjek Pretes Postes Gain (d) Postes-pretes d2
1 2 3 4 5 1. 53 73,5 20,5 420,25 2. 52,5 72,5 20 400 3. 50,5 73 22,5 506,25 4. 49 73 24 576 5. 53,5 71,5 18 324 6. 44,5 65 20,5 420,25 7. 53,5 71 17,5 306,25 8. 52,5 58,5 6 36 9. 58 78 20 400 10. 72,5 78 5,5 30,25 11. 57 74,5 17,5 306,25 12. 77,5 91 17,5 306,25 13. 72 79,5 7,5 56,25 14. 39 65,5 26,5 702,25 15. 56,5 65 8,5 72,25 16. 51,5 71,5 20 400 17. 75,5 76 0,5 0,25 18. 73,5 75 1,5 2,25 19. 50 58,5 8,5 72,25 20. 56 84 28 784 21. 77,5 79 1,5 2,25 22. 45 65,5 20,5 420,25 23. 45 65 20 400 24. 51 73 22 484 25. 47 74,5 27,5 756,25 26. 53 60 7 49 27. 52,5 79 26,5 702,25 28. 45,5 86,5 41 1681 29. 45,5 60 14,5 210,25 30. 45,5 65 19,5 380,25
N = 30 d 510,5 2d 11206,75
81
Diketahui:
02,1730
5,510
Nd
Md
dx2 2519,74 yang diperoleh melalui rumus berikut:
2
22
Nd
ddx (Arikunto, 1990: 306)
2
2
Nd
d
= 30
5,51011206,752
= 30
25,26061011206,75
= 11206,75 – 8687,01
= 2519,74
Tes signifikansi untuk desain 2 adalah:
1
2
N
dXMdt
130302519,74
02,17
t
29302519,74
02,17t
82
8702519,74
02,17t
90,202,17
t
70,102,17
t
t = 10,01
Berdasarkan hasil analisis data yang diuraikan, terlihat bahwa nilai
keefektifan penggunaan media blog dalam pembelajaran menulis cerpen
pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebesar 10,01. Berdasarkan
nilai t hitung tersebut dapat dibandingkan dengan nilai t tabel pada lampiran 2
dengan db = N-1 = 30-1 = 29. Jadi, db 30-1 = 29 dan t0 0,95 = 1,70.
Sementara, t hitung = 10,01 dan t tabel = 1,70 (signifikan 95%). Dengan
demikian, t hitung > t tabel.
Hipotesis yang diuji dengan statistik uji t (tes signifikansi untuk desain
2), yaitu penggunaan media blog efektif diterapkan dalam pembelajaran
menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar (H1). Dalam
penelitian ini, terungkap bahwa nilai kemampuan menulis cerpen siswa kelas
IX SMP Negeri 40 Makassar yang menggunakan penggunaan media blog
lebih baik dibandingkan dengan nilai siswa yang tidak menggunakan media
blog.
Dalam pengujian statistik, hipotesis ini dinyatakan sebagai berikut:
83
H0 : th tt lawan H1 : th ≥ tt
Setelah diadakan perhitungan berdasarkan hasil statistik inferensial
jenis uji t desain 2 diperoleh nilai t hitung: 10,01. Kriteria pengujiannya adalah
H0 diterima jika t hitung < t Tabel dan H0 ditolak jika t hitung > t tabel. Nilai t tabel = db
=1= 30 -1 = 29 (Angka 29 inilah yang dilibat dalam tabel). Pada taraf
signifikan 0,95% diperoleh = 1,70, ternyata t hitung > t tabel.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka H1 diterima dan H0 ditolak.
Dengan demikian, penggunaan media blog efektif diterapkan dalam
pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini diuraikan temuan yang diperoleh dari hasil analisis
data penelitian tentang keefektifan penggunaan media blog dalam
pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Berdasarkan hasil analisis data pretes bahwa rata-rata kemampuan siswa
masih kurang. Dalam hal ini, masih banyak siswa yang belum mampu
menulis cerpen dengan baik. Sedangkan tujuan pengajaran cerpen di SMP
agar siswa dapat mengungkapkan pengalamannya di dalam bentuk tulisan
yang menarik (termasuk cerita pendek). Meskipun hal ini tidak sekali jadi,
tetapi melalui tahapan dari hal yang mudah sampai pada yang kompleks.
84
Fenomena menunjukkan bahwa siswa menulis cerpen dengan
berbagai kendala. Tampak sebagian siswa mengalami kebingungan, hanya
tinggal diam, dan kurang bersemangat. Menurutnya, sulit menciptakan judul.
Kalaupun judulnya telah diciptakan, kesulitan selanjutnya adalah
pengembangan judul menjadi cerpen. Terdapat pula judul yang diciptakan
oleh siswa sama dengan judul karangan biasa. Fenomena lain yang tampak,
yaitu ketika siswa menulis cerpen hampir sama dengan menulis narasi atau
prosa biasa. Isi cerpen rata-rata hanya memberitahukan sehingga tidak
menyiratkan kesan penggunaan bahasa yang estetis dengan gaya bahasa
(stylistik), sementara salah satu unsur penting yang membangun cerpen
adalah gaya bahasa, diharapkan pengarang bukan hanya sekadar
bermaksud memberitahu pembaca mengenai hal yang dilakukan dan dialami
tokoh ceritanya, melainkan bermaksud pula mengajak pembacanya ikut serta
merasakan sesuatu yang dirasakan oleh tokoh cerita. Itulah sebabnya
pengarang senantiasa akan memilih kata dan menyusunnya sedemikian rupa
sehingga menghasilkan kalimat yang mampu mewadahi sesuatu yang
dipikirkan dan dirasakan tokoh cerita. Diharapkan pula agar siswa dapat
menggunakan metafora yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek
atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan, misalnya: kaki gunung
atau kaki meja berdasarkan kias pada kaki manusia.
Kondisi lain yang tampak pada cerpen siswa, yaitu kesesuaian tema
dan isi cerpen dinilai kurang relevan dengan isi cerpen, sementara tema
85
merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya
sastra. Di dalam tema biasanya didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya
yang lain tersirat di dalam tokoh atau penokohan. Tema bahkan menjadi
faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam suatu alur. Pada aspek
amanat, pengungkapannya kurang jelas, sehingga tidak dapat dipahami.
Pada pengembangan latar kurang tersusun rapi sesuai dengan isi cerita.
Urutan dan keruntutan cerita sulit diikuti dan sulit dipahami. Pengembangan
watak pada setiap pelaku kurang jelas sehingga tidak tampak peran dan
penokohan setiap pelaku. Gaya bahasa yang digunakan kurang tepat
mengungkapkan suatu makna, dan gaya bahasa yang diungkapkan sangat
terbatas sehingga makna yang diungkapkan kacau, penulis seharusnya
senantiasa memilih kata dan menyusunnya sedemikian rupa sehingga
menghasilkan kalimat yang mampu mewadahi sesuatu yang dipikirkan dan
dirasakan tokoh cerita tersebut. Penggunaan sudut pandang kurang jelas
sehingga keterlibatan penulis dan peran serta kedudukan para pelaku dalam
cerita tidak jelas. Intinya, cerpen yang yang dibuat belum memenuhi
karakteristik/ciri cerpen yang baik.
Fenomena yang dialami oleh siswa dalam menulis cerpen sebelum
menggunakan media blog tersebut tentunya berdampak negatif terhadap nilai
akhir yang diperoleh. Dapat diketahui bahwa frekuensi dan persentase
kemampuan siswa pada saat pretes yaitu hanya 6 orang siswa yang
memperoleh nilai 75 ke atas.
86
Berbeda dengan fenomena yang terjadi dalam pembelajaran
kemampuan menulis cerpen dengan menggunakan media blog. Tampak
semua siswa seolah-olah tidak mengalami kendala dan bersemangat dalam
menulis, walaupun hasilnya belum memuaskan. Akan tetapi, tampak
perubahan yang signifikan terutama peningkatan hasil tulisan siswa (cerpen).
Keantusiasan siswa tampak pada proses penciptaan kalimat-kalimat
memberitahukan. Rata-rata siswa menyampaikan dan memberitahukan
tentang hal yang pernah dialami. Pengalaman itu ditulis sebanyak mungkin
dengan penuh kebebasan (tidak terikat oleh waktu dan tempat). Siswa
diberikan ruang kebebasan menuangkan ide dan gagasannya. Berdasarkan
ide-ide yang telah dikemas itu, lalu dituntun untuk mengembangkannya
menjadi cerpen melalui media blog.
Hasil cerpen dengan menggunakan media blog, yaitu: sudah tampak
kesesuaian tema dan isi cerpen. Pada aspek amanat, pengungkapannya
jelas, sehingga dapat dipahami. Pada pengembangan latar tersusun rapi
sesuai dengan isi cerita. Urutan dan keruntutan cerita mudah diikuti dan
dipahami. Pengembangan watak pada setiap pelaku jelas sehingga tampak
peran dan penokohan setiap pelaku. Gaya bahasa yang digunakan tepat
mengungkapkan suatu makna, dan gaya bahasa yang diungkapkan jelas.
Penggunaan sudut pandang jelas sehingga keterlibatan penulis dan peran
serta kedudukan para pelaku dalam cerita jelas.
87
Fenomena yang dialami oleh siswa dalam menulis cerpen dengan
menggunakan media blog tersebut tentunya berdampak positif terhadap nilai
akhir yang diperoleh. Dapat diketahui bahwa frekuensi dan persentase
kemampuan siswa, yaitu sebanyak 20 siswa yang mendapat nilai 75 ke atas.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kemampuan siswa mengalami
peningkatan.
88
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penyajian hasil analisis data dan pembahasan, dapat
ditarik simpulan tentang kemampuan siswa kelas IX SMP Negeri 40
Makassar menulis cepen dengan menggunakan media blog.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menulis cerpen dari
media blog siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar pada aspek tema, tokoh,
alur, latar, sudut pandang, aspek amanat, aspek organisasi, kosakata, dan
ejaan telah menunjukkan hasil yang signifikan.
Nilai yang diperoleh siswa meningkat setelah menggunakan media
blog dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional/ceramah yang
diterapkan oleh guru bidang studi dalam pembelajaran menulis cerpen.
Sebelum menggunakan media blog, hanya 6 siswa yang mampu
mendapatkan nilai 75 ke atas dan 24 siswa yang mendapat nilai di bawah 75.
Sedangkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40
Makassar dengan menggunakan media blog yaitu sebanyak 20 siswa yang
mampu mendapat nilai 75 ke atas. Sebaliknya, mendapat nilai di bawah 75
sebanyak 10 siswa.
89
Setelah diadakan perhitungan berdasarkan hasil statistik inferensial
jenis uji t desain 2 diperoleh nilai t hitung: 10,01. Kriteria pengujiannya adalah
H0 diterima jika t hitung < t Tabel dan H0 ditolak jika t hitung > t tabel. Nilai t tabel = db
=1= 30 -1 = 29. Pada taraf signifikan 0,95% diperoleh = 1,70, ternyata t hitung >
t tabel. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka H1 diterima dan H0 ditolak.
Dengan demikian, penggunaan media blog efektif diterapkan dalam
pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas IX SMP Negeri 40 Makassar.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, diajukan saran sebagai berikut.
1. Hendaknya pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas IX SMP
Negeri 40 Makassar lebih ditingkatkan dengan selalu memberikan
pelatihan kepada siswa dalam menulis cerpen.
2. Guru hendaknya menggunakan media blog dalam pembelajaran, karena
strategi ini efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan menulis
cerpen.
3. Siswa hendaknya lebih giat berlatih menulis cerpen sehingga
kemampuannya lebih meningkat.
90
DAFTAR PUSTAKA
Ackhadiat, Sabarti, dkk. 1994. Pembinaan Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar
Baru.
Arikunto, Suharsimi. 1990. Dasar-dasar Komposisi Penelitian Bahasa Indonesia. Malang:YE
Azhar, Arsyad. 2002. Media Pengajaran. Jakarta: Raja Grafindo.
Badrun, Ahmad.1983. Ilmu Sastra.Surabaya: Usaha Nasional
Best, John W. 1977. Research in Education. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Darmadi, Kaswan. 1996. Meningkatkan Kemampuan Menulis. Yogyakarta: Andi.
DePorter, Bobby dan Hernacki. 2007. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. New York: KAIFA.
Esten, Mursal. 1990. Kesusastraan: Sebuah Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Gani, Asriani A. 2005.Keefektifan Penggunaan Metode Experiantial Learning dalam Pembelajaran Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA Negeri Mare Kabupaten Bone.Skripsi. UNM Makassar.
Halim, Amran, dkk. 1974. Ujian Bahasa. Bandung: Ganaco NV.
Juanda. 2006. Teori Sastra, Makassar: Universitas Negeri Makassar
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.s
Kusmayadi, Ismail dkk. 2007. Think Smart Bahasa Indonesia untuk Kelas XII SMA/MA. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
91
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: UNY
Nurlinda. 1997. “Kemampuan Mengapresiasi Cerpen Ia Masih Kecil” Karya W.S.Rennra. dengan Pendekatan Pragmatik pada Siswa SMEA Negeri I Ujung Pandang. Skripsi. IKIP Ujung Pandang.
Paradotokusumo, Partini Sarjono. 2001. Pengkajian Sastra. Bandung: Wacana.
Sardiman, Arief, dkk. 2007. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Semi, M. Atar. 1988. Kritik Sastra. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Sudjiman, Panutti. 1986. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Sumardjo, Jacob. 2007. Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyuti. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta: Gama Media.
Syafi’ie, Imam. 1998. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Tamim, M. 2007. Blog dan Pendidikan. http://nformasi-pendidikan.com/ciri- ciri cerpen/mobile-friendly-.Akses 26 Februari 2013
Tarigan, Henry Guntur. 1995. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
http://mtamim.wordpress.com/2010/03/22/blog- dan-pendidikan/. Akses 25 November 2014
92
LAMPIRAN
93
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tanpa Menggunakan
Media Blog
Sekolah : SMP Negeri 40 Makassar
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : IX
Semester : II
A. Standar Kompetensi
Menulis: Menulis: Mengungkapkan kembali pengalaman dalam cerita
pendek
B. Kompetensi Dasar
Menulis kembali dengan kalimat sendiri, cerita pendek yang pernah
dibaca
C. Materi Pembelajaran
1. Contoh cerita pendek
2. Teknik penulisan cerita pendek
D. Indikator
1. Menentukan ide-ide pokok sesuai tahap-tahap alur dalam cerpen.
2. Mengembangkan ide-ide pokok menjadi cerpen
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu:
94
1. Menentukan ide-ide pokok sesuai tahap-tahap alur dalam cerpen.
2. Mengembangkan ide-ide pokok menjadi cerpen
F. Metode Pembelajaran
Metode ceramah, penugasan dan resitasi
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan I
Kegiatan Awal
1. Guru membuka pelajaran.
2. Guru mengabsen siswa.
3. Guru melakukan apersepsi.
4. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran saat itu.
Kegiatan Inti
1. Guru memotivasi siswa dengan mengemukakan tujuan dan
tema pembelajaran, yakni menulis cerpen.
2. Guru menanyakan kepada siswa tentang pengetahuan awal
mereka tentang cerita pendek.
3. Guru menjelaskan tentang unsur-unsur cerpen
4. Guru menjelaskan cara penulisan cerpen
5. Siswa diarahkan untuk membaca contoh cerpen yang telah
dibagikan
6. Siswa diarahkan untuk menulis kembali dengan kalimat sendiri,
cerita pendek yang telah dibaca.
95
Kegiatan Akhir
1. Refleksi
2. Guru menyimpulkan pembelajaran.
3. Menutup pembelajaran
H. Alokasi Waktu
2 x 45 menit
I. Sumber Belajar/Alat/Bahan
Buku kumpulan cerita pendek
Buku Bahasa Indonesia Kelas IX
J. Penilaian
Jenis Tagihan:
Tugas individu
Mengetahui, Makassar, Maret 2015 Kepala SMP NEGERI 40 MAKASSAR Guru Mata Pelajaran,
H.RAHMAT HIDAYAT, S.SOS,S.Pd,MH. ERNIWATI, S.Pd NIP 19640201 198203 1 002 NIP 19790425 200604 2 027
96
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan menggunakan
Media Blog
Sekolah : SMP Negeri 40 Makassar
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : IX
Semester : II
A. Standar Kompetensi
Menulis: Menulis: Mengungkapkan kembali pengalaman dalam cerita
pendek
B. Kompetensi Dasar
Menulis kembali dengan kalimat sendiri, cerita pendek yang pernah
dibaca
C. Materi Pembelajaran
1. Contoh cerita pendek
2. Teknik penulisan cerita pendek
D. Indikator
1. Menentukan ide-ide pokok sesuai tahap-tahap alur dalam cerpen.
2. Mengembangkan ide-ide pokok menjadi cerpen
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu:
1. Menentukan ide-ide pokok sesuai tahap-tahap alur dalam cerpen.
97
2. Mengembangkan ide-ide pokok menjadi cerpen
F. Metode Pembelajaran
Metode ceramah, penggunaan media blog, penugasan dan resitasi
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan I
Kegiatan Awal
1. Guru membuka pelajaran.
2. Guru mengabsen siswa.
3. Guru melakukan apersepsi.
4. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran saat itu.
Kegiatan Inti
1. Guru memotivasi siswa dengan mengemukakan tujuan dan
tema pembelajaran, yakni menulis cerpen.
2. Guru menanyakan kepada siswa tentang pengetahuan awal
mereka tentang cerita pendek.
3. Guru mengarahkan siswa untuk membuka web blog
http://sambasmartadinata.blogspot.com/2012/11/cara-membuat-
cerpen-beserta-contoh.html
4. Guru membimbing siswa untuk memperkaya pengetahuan
tentang cerpen dan cara penulisannya melalui pencarian data
pada blog
98
5. Siswa diarahkan untuk membaca contoh cerpen yang terdapat
pada blog
6. Siswa diarahkan untuk menulis kembali dengan kalimat sendiri,
cerita pendek yang telah dibaca.
Kegiatan Akhir
1. Refleksi
2. Guru menyimpulkan pembelajaran.
3. Menutup pembelajaran
Pertemuan II
Kegiatan Awal
1. Guru membuka pelajaran.
2. Guru mengabsen siswa.
3. Guru melakukan apersepsi.
4. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran saat itu.
Kegiatan Inti
1. Guru memotivasi siswa dengan mengemukakan tujuan dan
tema pembelajaran, yakni menulis cerpen.
2. Guru menanyakan kepada siswa tentang pengetahuan mereka
tentang cerpen.
3. Siswa diarahkan membuka blog
http://www.sambasmartadinata.blogspot.com/2012/11/cara-
membuat-cerpen-beserta -contoh.html dan
99
http://www.rumpunnektar.com/2013/04/teknik-menulis-
cerpen.html
4. Siswa diarahkan untuk mengembangan kutipan yang terdapat
pada blog menjadi sebuah cerpen dengan menggunakan
kalimat sendiri.
Kegiatan Akhir
1. Refleksi
2. Guru menyimpulkan pembelajaran.
3. Menutup pembelajaran
H. Alokasi Waktu
4 x 45 menit
I. Sumber Belajar/Alat/Bahan
Buku kumpulan cerita pendek
Buku Bahasa Indonesia Kelas IX
Web blog
J. Penilaian
Jenis Tagihan:
Tugas individu
Mengetahui, Makassar, Maret 2015 Kepala SMP NEGERI 40 MAKASSAR Guru Mata Pelajaran,
H.RAHMAT HIDAYAT, S.SOS,S.Pd,MH. ERNIWATI, S.Pd NIP 19640201 198203 1 002 NIP 19790425 200604 2 027
100
Lampiran 3.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Pretes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebelum Menggunakan Media Blog (Pretes)
No. Skor Mentah Frekuensi Persentase (%)
1 2 3 4
1. 77,5 2 6,66
2. 75,5 1 3,33
3. 73,5 1 3,33
4. 72,5 1 3,33
5. 72 1 3,33
6. 58 1 3,33
7. 57 1 3,33
8. 56,5 1 3,33
9. 56 1 3,33
10. 53,5 2
2
3
1
6,66
11.
12.
13.
53
52,5
51,5
6,66
10
3,33
14. 51 1 3,33
15. 50,5 1 3,33
16. 50 1 3,33
101
17. 49 1 3,33
18. 47 1 3,33
19. 45,5 3 10
20. 45 2 6,66
21. 44,5 1 3,33
22. 39 1 3,33
Jumlah 30 100
102
Lampiran 4.
Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-10
Skala
Sigma Nilai Skala Angka Ekuivalensi Nilai Mentah
+2,25 10 60 + (2,25 x 15) =
93,7 94 – 100
+1,75 9
60 + (1,75 x 15) =
86,2 86– 93
+1,25 8
60 + (1,25 x 15) =
78,7 79 – 85
\+0,75 7
60 + (0,75 x 15) =
71,2 71 – 78
+0,25 6
60 + (0,25 x 15) =
63,7 64 – 70
-0,25 5
60 - (0,25 x 15) =
56,2 56 – 63
-0,75 4
60 - (0,75 x 15) =
48,7 49 – 55
-1,25 3
60 - (1,25 x 15) =
41,2 41 – 48
-1,75 2
60 - (1,75 x 15) =
33,7 34 – 40
-2,25 1
60 - (2,25 x 15) =
26,2 33
103
Lampiran 5.
Frekuensi dan Persentase Nilai Pretes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebelum Menggunakan media blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%) Jumlah Nilai (Nilai x F)
1. 7 6 20 42
2. 6 0 0 0
3. 5 4 13,33 20
4. 4 12 40 48
5 3 8 26,67 21
6. 2 0 0 0
7 1 0 0 0
Jumlah 30 100 131
Lampiran 6.
Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebelum Menggunakan Media Blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%)
1. Nilai 75 ke atas 6 20
2. Nilai di bawah 75 24 80
Jumlah 30 100%
104
Lampiran 7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Postes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan media blog
No. Skor mentah Frekuensi Persentase (%)
1. 91 1 3,33
2. 86,5 1 3,33
3. 84 1 3,33
4. 79,5 1 3,33
5. 79 2 6,67
7. 78 2 6,67
8. 76 1 3.33
9. 75 1 3,33
10. 76,5 2 6,67
11. 75,5 1 3,33
12. 77 3 10
13. 77,5 1 3,33
14. 78,5 2 6,67
15. 80 1 3,33
16. 65,5 2 3,33
17. 65 4 13,33
18. 60 2 3,33
19. 58,5 2 3,33
Jumlah 30 100
105
Lampiran 8. Konversi Angka ke dalam Nilai Berskala 1-1075 Skala Sigma Nilai Skala Angka Ekuivalensi Nilai Mentah
+2,25 10 60 + (2,25 x 15) =
93,7 94 – 100
+1,75 9
60 + (1,75 x 15) =
86,2 86– 93
+1,25 8
60 + (1,25 x 15) =
78,7 79 – 85
+0,75 7
60 + (0,75 x 15) =
71,2 71 – 78
+0,25 6
60 + (0,25 x 15) =
63,7 64 – 70
-0,25 5
60 - (0,25 x 15) =
56,2 56 – 63
-0,75 4
60 - (0,75 x 15) =
48,7 49 – 55
-1,25 3
60 - (1,25 x 15) =
41,2 41 – 48
-1,75 2
60 - (1,75 x 15) =
33,7 34 – 40
106
-2,25 1 60 - (2,25 x 15) =
26,2 33
Lampiran 9. Frekuensi dan Persentase Nilai Pretes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar dengan Menggunakan Penggunaan media blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%) Jumlah Nilai (Nilai x F)
1. 9 2 6,67 18
2. 8 4 13,33 32
3. 7 14 46,67 98
4. 6 6 20 36
5. 5 4 13,33 20
6. 4 0 0 0
7. 3 0 0 0
Jumlah 30 100 204
Lampiran 10.
Klasifikasi Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar sebelum Menggunakan Media Blog
No. Skala Nilai Frekuensi Persentase (%)
1. Nilai 75 ke atas 20 66,67
2. Nilai di bawah 75 10 33,33
Jumlah 30 100%
107
Lampiran 11. Daftar Skor Pretes dan Postes Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar
Subjek Pretes Postes Gain (d) Postes-pretest d2
1 2 3 4 5 1. 53 73,5 20,5 420,25 2. 52,5 72,5 20 400 3. 50,5 73 22,5 506,25 4. 49 73 24 576 5. 53,5 71,5 18 324 6. 44,5 65 20,5 420,25 7. 53,5 71 17,5 306,25 8. 52,5 58,5 6 36 9. 58 78 20 400 10. 72,5 78 5,5 30,25 11. 57 74,5 17,5 306,25 12. 77,5 91 17,5 306,25 13. 72 79,5 7,5 56,25 14. 39 65,5 26,5 702,25 15. 56,5 65 8,5 72,25 16. 51,5 71,5 20 400 17. 75,5 76 0,5 0,25 18. 73,5 75 1,5 2,25 19. 50 58,5 8,5 72,25 20. 56 84 28 784 21. 77,5 79 1,5 2,25 22. 45 65,5 20,5 420,25 23. 45 65 20 400 24. 51 73 22 484 25. 47 74,5 27,5 756,25 26. 53 60 7 49 27. 52,5 79 26,5 702,25 28. 45,5 86,5 41 1681 29. 45,5 60 14,5 210,25 30. 45,5 65 19,5 380,25
N = 30 d 510,5 2d 11206,75
108
Lampiran 12 Dokumentasi Kegiatan Penelitian
109
Lampiran 14 Izin Penelitian
RIWAYAT HIDUP
Erniwati, lahir di Sengkang pada tanggal 25 April 1979.
Anak pertama dari empat bersaudara pasangan Muh. Abidin dan
Murnia. Penulis mulai masuk ke jenjang Pendidikan Dasar
pada tahun 1986 dan tamat tahun 1992 di SD Negeri
No. 29 Bontouse Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo, dan pada tahun yang
sama masuk ke SLTP Negeri 1 Tanasitolo dan tamat pada tahun 1995. Pada tahun
yang sama penulis masuk ke SMU Negeri 2 Sengkang dan tamat tahun 1998.
Kemudian penulis melanjutkan ke Universitas Negeri Makassar pada tahun 1999
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni
Program Strata Satu (S-1). Saat ini penulis mengajar di SMP Negeri 40 Makassar
sejak tahun 2011 sampai sekarang. Penulis melanjutkan pendidikan (S-2) pada
tahun 2013 di Universitas Muhammadiyah Makassar Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Pada tahun 2015 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan dengan
judul tesis “ Penggunaan Media Blog dalam Pembelajaran Menulis Cerpen Bahasa
Indonesia Siswa Kelas IX SMP Negeri 40 Makassar”, dan mendapat gelar
Magister Pendidikan.