penggunaan serat daun nanas sebagai adsorben zat warna ...... · procion h, cibacron dengan sistem...

of 34 /34
PENGGUNAAN SERAT DAUN NANAS SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA PROCION RED MX 8B Disusun Oleh: SETYONINGSIH M0304062 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Author: trinhanh

Post on 05-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


7 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

  • PENGGUNAAN SERAT DAUN NANAS SEBAGAI ADSORBEN ZAT

    WARNA PROCION RED MX 8B

    Disusun Oleh:

    SETYONINGSIH

    M0304062

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memenuhi sebagian

    persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2010

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Industri tekstil merupakan salah satu industri yang sangat berkembang di Indonesia dan juga

    merupakan komoditi ekspor penghasil devisa negara (Manurung, 2004). Perkembangan yang pesat dari

    industri tekstil akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan bahan zat warna yang berguna untuk

    mewarnai bahan-bahan tekstil (Budiyono, 2008). Akan tetapi terlepas dari hal tersebut, menurut

    Manurung (2004) ternyata industri tekstil ini menimbulkan masalah bagi lingkungan terutama masalah

    yang diakibatkan oleh limbah cair pewarnaan. Limbah cair tersebut mengandung bahan-bahan

    berbahaya dan beracun yang keberadaannya dalam perairan dapat menghalangi sinar matahari

    menembus lingkungan akuatik, sehingga mengganggu proses-proses biologi yang terjadi di dalamnya. Di

    samping itu juga mengganggu estetika badan perairan akibat munculnya bau busuk, dan juga berbahaya

    bagi lingkungan (Moura, 2004). Salah satu limbah yang dihasilkan dari industri tekstil adalah limbah zat

    warna.

    Warna adalah salah satu karakteristik dari limbah yang mudah untuk dilihat (Habib, 2006).

    Menurut Aryunani (2003), zat warna banyak digunakan pada proses pencelupan dan pencapan industri

    tekstil. Zat warna memiliki gugus kromofor yang stabil sehingga secara fisis sukar diuraikan. Disamping

    sukar diuraikan, bahan aktif zat warna seperti azo (monoazo, diazo, trisazo, dst) dilaporkan bersifat

    karsinogenik (Aryunani, 2003; Izadyar, 2007).

    Limbah zat warna merupakan salah satu sumber pencemaran air yang cukup tinggi jika tidak

    dilakukan pengolahan. Beberapa metode pengolahan limbah zat warna dapat dilakukan dengan cara

    kimia menggunakan koagulan, fisika dengan sedimentasi, adsorpsi dan lain-lain (Aryunani, 2003).

    Adapun beberapa penelitian tentang pengolahan limbah zat warna antara lain, yaitu : degradasi zat

    warna azo reaktif secara anaerobaerob (Manurung, 2004), penggunaan sinar uv untuk fotodegradasi

    zat warna congo red (Wijaya, 2006), adsorpsi zat warna reaktif dengan serbuk gergaji (Izadyar, 2007),

  • penurunan zat warna tekstil dalam larutan dengan menggunakan karbon aktif bagasse (Mawahib, 2002),

    adsorpsi yellow lanasol 4G dari limbah tekstil dengan selulosa (Moura, 2004).

    Metode pengolahan limbah zat warna dengan metode adsorbsi dapat dilakukan dengan

    berbagai macam adsorben. Adsorben yang telah digunakan diantaranya bubur bambu, pohon palem,

    jantung pisang (Izadyar, 2007), bead selulosa (Morales, 2004), alang-alang, eceng gondok (Aryunani,

    2003), tempurung kelapa, sekam padi, kayu lunak, tongkol jagung, bagasse (Moura, 2004), jerami padi

    (Suwarsa 1998), dan batang jagung (Rochanah, 2004).

    Hidayat (2008) menyatakan bahwa selulosa merupakan senyawa yang mempunyai karakter

    hidrofilik serta mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan

    reaksi dengan zat warna reaktif. Selulosa alam ataupun turunannya dapat berinteraksi dengan

    permukaaan gugus fungsi secara fisik atau kimia (Ibbet, 2006).

    Daun nanas merupakan salah satu bagian tanaman yang memiliki kandungan serat yang tinggi.

    Dalam Norman (1937), disebutkan bahwa dalam serat daun nanas mengandung 62-79% selulosa.

    Sedangkan dalam Hidayat (2008), disebutkan terdapat 69,5-71,5% selulosa yang terkandung dalam serat

    daun nanas. Adanya kandungan selulosa dalam serat daun nanas yang tinggi ini diharapkan dapat

    dijadikan sumber selulosa sebagai alternatif baru untuk adsorben dalam mengadsorb zat warna.

    Pada penelitian kali ini melakukan adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B dengan

    menggunakan serat daun nanas setelah diaktivasi dengan NaOH 2%. Karena keberadaannya yang

    melimpah, daun nanas dapat dijadikan sumber selulosa. Adsorben dari serat daun nanas memiliki

    keunggulan yaitu proses preparasi yang mudah, dan biaya yang relatif murah. Selulosa dari serat daun

    nanas diharapkan dapat menyerap zat warna Procion Red MX 8B.

    B. Perumusan masalah

  • 1. Identifikasi Masalah

    Perkembangan yang pesat dari industri tekstil akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan

    bahan zat warna yang berguna untuk mewarnai bahan-bahan tekstil. Akan tetapi terlepas dari hal

    tersebut, ternyata industri tekstil ini menimbulkan masalah bagi lingkungan terutama masalah yang

    diakibatkan oleh limbah cair pewarnaan yang berdampak pada estetika lingkungan. Akan tetapi

    penanganan limbahnya masih kurang. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu cara yang mudah dan

    murah untuk mengurangi dampak dari limbah industri tekstil ini.

    Ada beberapa metode pengolahan limbah antara lain sedimentasi, koagulasi, filtrasi, dan

    adsorpsi. Metode paling sederhana adalah adsorbsi. Beberapa peneliti menggunakan karbon aktif untuk

    mengadsorbsi zat warna. Akan tetapi tingginya harga adsorben karbon aktif ini mendorong para peneliti

    untuk mencari alternatif material lain sebagai pengganti. Salah satunya adalah serat daun nanas yang

    mengandung selulosa tinggi serta keberadaannya melimpah dan belum termanfaatkan.

    Serat daun nanas diketahui mengandung selulosa sebanyak 69,5%, yang memungkinkannya

    dapat digunakan sebagai adsorben. Adsorben dari serat daun nanas memiliki keunggulan yaitu proses

    preparasi yang mudah, biaya relatif murah dan ketersediaan yang relatif melimpah, akan tetapi

    kemampuan adsorbsinya terbatas. Kelemahanan ini dapat diatasi melalui proses aktivasi. Aktivasi dapat

    dilakukan dengan merendam adsorben dalam aktivator seperti NaOH, KOH, LiOH, ZnCl2, dan H2SO4,

    sehingga dihasilkan serat daun nanas yang mempunyai kemampuan adsorbsi lebih tinggi dibandingkan

    dengan serat daun nanas tanpa aktivasi. Oleh karena itu penelitian ini melakukan adsorpsi zat warna

    Procion Red MX 8B menggunakan serat daun nanas yang telah diaktivasi NaOH 2%.

    2. Batasan Masalah

    a. Serat daun nanas yang digunakan berasal dari daun nanas di daerah Wonogiri, Jawa Tengah.

    b. Zat warna yang digunakan adalah Procion Red MX 8B.

    c. Aktivator yang digunakan adalah NaOH 2% dengan variasi waktu aktivasi 0, 12, 24, 48 jam.

    d. Penentuan kondisi adsorpsi optimum dengan variasi pH 1, 2, 3, 4 dan waktu kontak 30, 60, 120, 180

    menit.

    e. Penentuan jenis isotherm adsorpsi menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich.

  • 3. Rumusan Masalah

    a. Apakah serat daun nanas dapat mengadsorpsi zat warna Procion Red MX 8B?

    b. Bagaimana kondisi optimum adsorpsi yang meliputi waktu aktivasi, pH, dan waktu kontak

    optimum untuk adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B dengan serat daun nanas diaktivasi NaOH

    2%?

    c. Persamaan isoterm adsorpsi apa yang sesuai untuk adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B

    dengan serat daun nanas yang diaktivasi NaOH2%?

    4. Tujuan Penelitian

    a. Mengetahui apakah serat daun nanas dapat mengadsorpsi zat warna Procion Red MX 8B.

    b. Mengetahui kondisi optimum waktu aktivasi, pH, dan waktu kontak dalam proses adsorpsi zat warna

    Procion Red MX 8B dengan serat daun nanas yang diaktivasi NaOH 2%.

    c. Mengetahui jenis isoterm adsorpsi yang terjadi pada adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B dengan

    serat daun nanas yang diaktivasi NaOH 2%.

    5. Manfaat Penelitian

    Secara teoritis, hasil penelitian memberikan sumbangan bagi penanganan masalah lingkungan,

    khususnya untuk mengurangi kadar pencemaran zat warna. Sedangkan secara praktis, dapat

    dimanfaatkan sebagai bahan alternatif untuk menganggulangi pencemaran zat warna pada limbah

    industri.

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Nanas

  • Tanaman nanas (Ananas cosmosus (L) Merr) yang termasuk famili Bromeliaceae merupakan

    tumbuhan tropis dan subtropis yang banyak terdapat di Filipina, Brasil, Hawaii, India dan Indonesia.

    Tanaman nanas bersifat sebagai epifit yang adaptis. Batang nanas pendek, gemuk, dan kuat. Tingginya

    tidak lebih dari 30 cm. Daunnya berbentuk seperti alur yang sempit, berdaging, keras, kaku dengan

    panjang 60 120 cm dan bagian pangkalnya saling bertangkup satu dengan lainnya. Tepi daun bergerigi

    seperti gergaji dan mempunyai pucuk yang runcing dan tajam (Muljohardjo, 1986). Lapisan luar daun

    berupa pelepah yang terdiri atas sel kambium, zat pewarna yaitu klorofil, xanthophyl dan carotene

    yang merupakan komponen kompleks dari jenis tanin, serta lignin yang terdapat di bagian tengah daun.

    Tanaman nanas akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru,

    oleh karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungan sehingga cukup potensial untuk

    dimanfaatkan. Namun hingga saat ini tanaman nanas baru buahnya saja yang dimanfaatkan, sedangkan

    daunnya belum banyak dimanfaatkan sepenuhnya. Pada umumnya daun nanas dikembalikan ke lahan

    untuk digunakan sebagai pupuk. Tanaman nanas dewasa dapat menghasilkan 70 80 lembar daun atau

    3 5 kg dengan kadar air 85 %. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya

    dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species

    atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai

    5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm (Hidayat, 2008).

    Serat daun nanas terdiri atas selulosa dan non selulosa. Serat yang diperoleh dari daun nanas

    muda kekuatannya relatif rendah dan seratnya lebih pendek dibanding serat dari daun yang sudah tua.

    Sifat porous dan menggelembung pada serat daun nanas menunjukkan adanya sifat daya adsorbsi

    lembab dan kemampuan untuk dicelup (Deptan Kaltim, 2007). Komposisi kimia serat daun nanas

    disajikan pada Tabel 1. Sebagai pembanding disajikan juga komposisi kimia serat kapas dan rami.

    Tabel 1. Komposisi Serat Daun Nanas

    Komposisi kimia Serat Daun Nanas (%) Serat Kapas (%) Serat Rami (%)

    1. Selulosa 69,50 71,50 94 72 92

    2. Pentosan 17,00 17,80 - -

    3. Lignin 4,40 4,70 - 0 1

    4. Lemak dan Wax 3,00 3,30 0,6 0,2

  • 5. Abu 0,71 0,87 1,2 2,87

    6. Zat-zat lain (air) 4,50 5,30 1,3 6,2

    (Sumber : Balai Besar Tekstil, 2007)

    2. Selulosa

    Selulosa adalah senyawa organik paling melimpah di bumi. Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer

    berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari -glukosa. Selulosa merupakan komponen struktural

    utama dari tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh manusia. Selulosa merupakan homopolisakarida

    yang tersusun atas unit-unit -D-glukosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan 1,4-glikosida

    (Fessenden, 1986). Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kemampuan

    untuk membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra molekuler dan intermolekuler (Sjostrom, 1995).

    Gambar 1. Struktur Selulosa (Ophardt, 2003)

    Berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril di

    tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur

    (amorf), mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya menbentuk serat-serat selulosa. Sebagai akibat

    dari struktur yang berserat dan ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik yang

    tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut (Supriyanto, 2005).

    Stabilisasi rantai-rantai molekul panjang pada selulosa dalam sistem yang teratur, yaitu

    pembentukan struktur supramolekul, ditimbulkan adanya gugus-gugus fungsional yang dapat

    mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya. Gugus-gugus fungsional tersebut adalah gugus

    hidroksil, tiga dari padanya terikat pada setiap unit glukosa. Gugus-gugus -OH tersebut tidak hanya

    http://id.wikipedia.org/wiki/Karbonhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hidrogenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Oksigenhttp://id.wikipedia.org/wiki/Polimerhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Polisakarida&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Karbohidrathttp://id.wikipedia.org/wiki/Glukosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tumbuhanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pencernaanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Manusia

  • menentukan struktur supramolekul tapi juga menentukan sifat-sifat fisika dan kimia selulosa. (Fengel,

    1995).

    3. Zat Warna Reaktif Procion Red MX 8B

    Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat (ikatan

    kovalen) sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat (Rochanah, 2004). Zat warna ini

    terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa dan serat protein. Contoh zat warna reaktif yang sering

    digunakan : Procion, Cibacron, Remazol, Levafik, Drimarine, Primazine (Supriyanto, 2005). Zat warna

    reaktif mempunyai berat molekul yang relatif kecil. Zat warna reaktif mempunyai spektra absorpsi yang

    runcing dan jelas, strukturnya relatif sederhana, dan warnanya lebih terang (Astuti, 2007).

    Menurut pemakaiannya zat warna reaktif dapat pula dibagi menjadi :

    1. Pemakaian secara dingin, yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, misalnya

    Procion M dengan sistem dikloro triazin.

    2. Pemakaian secara panas, yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, misalnya

    Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif monokhloro- triazin, Remazol dengan sistem reaktif vinil

    sulfon.

    Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat

    molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna yang tidak bereaksi

    dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang

    mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat

    (Manurung, 2004).

    Zat warna reaktif Procion Red MX 8B mempunyai kereaktifan di dalam air. Zat warna ini

    merupakan suatu zat warna golongan diklorotriazina yang dapat mencelup serat selulosa (Astuti, 2007).

    Dalam Colour Index zat warna Procion Red MX 8B diberi nama : reactive red 11 atau lebih dikenal dengan

    nama Fuchsia. Nama kimianya adalah [5-((4,6-dichloro-1,3,5-triazin-2- yl)amino)-4-hydroxy-3-((1-sulfo-2-

    naphthalenyl)azo)-2,7-naphthalenedisulfonic acid, trisodium salt]. Zat warna ini dibuat dari senyawa zat

    warna yang mengandung gugusan amina dalam suatu proses kondensasi dengan kloridasianurat. Zat

    warna Procion Red MX 8B dapat mewarnai serat selulosa pad akondisi pH rendah (Burch, 2009).

  • N

    N

    OHSO3Na

    NaO3SCl

    NH

    NN N

    SO3Na

    Cl

    Gambar 2. Struktur zat warna Procion Red MX 8B

    Zat warna reaktif Procion Red MX 8B dapat mewarnai serat selulosa dalam kondisi asam dan

    berinteraksi secara ikatan hidrogen dengan selulosa. Selulosa dalam struktur molekulnya mengandung

    gugus hidroksil atau gugus OH. Zat warna Procion Red MX 8B mengandung gugus-gugus yang dapat

    bereaksi dengan gugus OH dari selulosa dari serat selulosa sehingga zat warna Procion Red MX 8B dapat

    terikat pada serat selulosa. Zat warna Procion Red MX 8B dapat mewarnai serat selulosa dalam kondisi

    tertentu dan mengadakan interaksi secara ikatan hidrogen dengan selulosa dari serat (Astuti, 2007).

    4. Adsorpsi

    Adsorpsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari suatu fluida berpindah ke

    permukaan zat padat yang menyerap. Adsorpsi menunjukkan hubungan antara konsentrasi zat yang

    diserap pada temperatur konstan (Stumm, W. and J.J. Morgan, 1995). Peristiwa adsorpsi banyak

    digunakan pada industri kimia, misalnya pada pemisahan gas, mengurangi kelembaban udara,

    penghilangan bau, dan penyerapan gas yang tidak diinginkan dari suatu hasil proses.

    Sedangkan pada peristiwa cairan, adsorben digunakan misalnya untuk menghilangkan warna

    pada hasil minyak dan pada larutan gula, serta menghilangkan rasa dan bau air. Adsorpsi dengan karbon

    juga digunakan untuk memisahkan zat-zat pencemar seperti HiS, CSi, dan zat-zat berbau lainnya dari

    udara sirkulasi dalam sistem ventilasi (Mc Cabe et al, 1985).

  • a. Jenis adsorpsi :

    1) Physisorption (adsorpsi fisika) : terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik

    molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut

    dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Physisorption ini

    memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil. Contoh : Adsorpsi oleh karbon

    aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan struktur berpori dan

    luas permukaan adsorpsi yang besar. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak

    substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.

    2) Chemisorption (adsorpsi kimia) : Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara

    substansi terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media. Pada adsorpsi kimia terjadi satu

    lapisan gaya dengan energi adsopsi kimia sekitar 100kJ/mol. Ikatan kimia yang terjadi adsorpsi

    ini sangat kuat sehingga kemungkinana pelepasan kembali molekul yang terikat sangat kecil.

    Contoh : Ion exchange (Arthur, 1990).

    b. Isoterm adsorpsi

    1) Isoterm adsorpsi Langmuir

    Isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap bahwa

    hanya sebuah adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi tersebut terlokalisasi, artinya molekul-

    molekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat tertentu dan panas adsorpsi tidak

    tergantung pada permukaan yang tertutup oleh adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan

    untuk menggambarkan adsorpsi kimia (Alberty, 1997). Persamaan Isoterm adsorpsi Langmuir

    yang merupakan jenis adsorpsi monolayer dapat dijelaskan sebagai berikut :

    pbKbm

    1111

    Dimana :

    m : massa yang teradsorpsi (mg/g)

    b : kapasitas adsorpsi (mg/g)

  • p : konsentrasi larutan (mg/L)

    K : konstanta kesetimbangan adsorpsi

    Dalam sistem larutan 1/p sebanding dengan 1/c. Dengan membuat plot antara 1/m terhadap 1/p

    maka harga konstanta K dan b dapat dihitung dari slope dan intercept grafik (Castellan, 1983).

    2) Isoterm adsorpsi Freundlich

    Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan adsorpsi yang terjadi pada beberapa lapis

    dan ikatannya tidak kuat. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai

    permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-

    beda (Castellan, 1983). Persamaan Freundlich dapat digunakan secara memuaskan bila

    diterapkan pada larutan encer (Barrow, 1988). Dengan persamaan :

    m = k C 1/n

    Jika persamaan tersebut di logaritmakan akan terbentuk persamaan : Clogn

    1klogmlog

    Dimana :

    m : berat adsorben (mg/g)

    C : konsentrasi larutan (mg/L)

    k dan n adalah konstanta (Castellan, 1983)

    Isoterm adsorpsi Freundlich menggambarkan adsorpsi fisika dimana adsorpsi terjadi

    pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat (Barrow, 1988).

    5. Aktivasi Adsorben

    Yunita (2009) menyatakan bahwa aktivasi dilakukan untuk memisahkan lignin dari selulosa.

    Aktivasi juga bertujuan untuk memperbesar pori sehingga adsorben mengalami perubahan sifat, baik

    fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi

    (Triyana, 2003). Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi fisika dapat dilakukan

  • dengan bantuan panas, uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan

    pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator (Rosita, 2004). Aktivator yang sering digunakan

    adalah hidroksida logam alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah, ZnCl2, asam-asam anorganik

    seperti H2SO4 dan H3PO4 (Molina, 1995; Wahjuni, 2008; Yunita, 2009).

    Aktivator yang digunakan untuk adsorbent dari selulosa biasanya dari hidroksida logam alkali.

    NaOH dan KOH dapat digunakan sebagai aktivator. Aktivasi dengan KOH 5% dan 24 %, selulosa yang

    dihasilkan masih cukup banyak mengandung lignin. Dengan alkali yang berbeda, maka kandungan lignin

    dapat dikurangi (Fengel, 1995; Sjostrom, 1995).

    Larutan NaOH encer merupakan alkali kuat, sehingga NaOH digunakan dalam reaksi-reaksi

    netralisasi. NaOH dalam industri kimia digunakan sebagai pengontrol pH, netralisasi, katalis, pembersih

    gas. Natrium hidroksida dan litium hidroksida lebih kuat daripada kalium hidroksida untuk

    menghilangkan lignin (Fengel, 1995). Onggo (2005) menyatakan bahwa proses pulping untuk tanaman

    selain kayu semisal serat nanas, optimum menggunakan alkali NaOH dan konsentrasi NaOH yang

    optimal berkisar di bawah sepuluh persen. Dalam industri pulp kertas, NaOH digunakan untuk

    mengekstraksi lignin selama proses pemutihan (Kirk-Othmer, 1998).

    B. Kerangka Pemikiran

    Limbah industri tekstil hasil pencelupan perlu diolah secara benar. Karena apabila limbah yang

    langsung dibuang ke perairan akan merusak estetika dan kualitas perairan. Untuk mengurangi

    kandungan polutan berwarna dalam limbah cair perlu adanya pengolahan. Pengolahan limbah ini

    bertujuan untuk mengurangi kandungan zat warna yang ada dalam perairan. Ada berbagai cara

    pengolahan limbah antara lain dengan adsorpsi, koagulasi, filtrasi, degradasi.

    Beberapa adsorben telah dicobakan dalam pengolahan limbah zat warna secara adsorpsi

    seperti batang jagung, alang-alang, jerami padi, dan enceng gondok. Bagian-bagian tanaman tersebut

    digunakan karena kandungan selulosa yang ada di dalamnya. Dalam penelitian ini dicobakan pada serat

    daun nanas sebagai adsorben untuk limbah zat warna.

    Serat daun nanas menjadi salah satu bahan yang menarik untuk digunakan sebagai adsorben

    karena kandungan selulosanya yang cukup tinggi. Serat daun nanas yang mengandung selulosa tersebut

    dapat digunakan sebagai adsorben, akan tetapi kemampuan adsorbsinya terbatas. Kelemahanan ini

  • dapat diatasi melalui proses aktivasi menggunakan NaOH, sehingga dihasilkan serat daun nanas yang

    mempunyai kemampuan adsorbsi lebih tinggi dibandingkan dengan serat daun nanas tanpa aktivasi.

    Serat daun nanas diaktivasi menggunakan NaOH 2%dengan tujuan untuk memisahkan lignin dari

    selulosa. NaOH digunakan sebagai aktivator karena lignin dapat larut dalam NaOH, sedangkan selulosa

    tidak larut dalam NaOH sehingga dapat digunakan untuk memisahkan selulosa dengan lignin.

    Kemampuan adsorpsi selulosa serat daun nanas terhadap zat warna Procion Red MX 8B dapat

    diketahui dengan melakukan variasi pH dan waktu kontak optimum. Variasi waktu aktivasi serat daun

    nanas akan berpengaruh pada kualitas adsorben yang dihasilkan. Semakin lama waktu perendaman

    pori-pori serat daun nanas akan semakin besar sehingga diharapkan juga akan menambah luas

    permukaannya. Dengan luas permukaan yang besar diharapkan waktu kontak yang dibutuhkan pendek.

    Proses adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh selulosa dari serat daun nanas dilakukan pada pH

    asam karena pada pH asam atom-atom hidrogen (H+) pada larutan dapat memprotonasi gugus N dari

    kloridasianurat zat warna Procion Red MX 8B. Pada kondisi asam, gugus hidroksil dari selulosa akan

    berinteraksi dengan gugus reaktif dari zat warna Procion Red MX 8B.

    Sedangkan isoterm adsorpsi yang terjadi dapat diketahui dengan menvariasi konsentrasi zat

    warna Procion Red MX 8B, sehingga akan diketahui jenis adsorpsinya. Persamaan isoterm yang sesuai

    adalah persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich dengan jenis adsorpsi yang berlangsung secara

    kimia dan fisika. Dimana gugus OH dari selulosa akan berinteraksi dengan zat warna secara kimia dan

    fisika.

    C. Hipotesa

    1. Daun nanas yang diaktivasi NaOH 2% akan mampu menyerap zat warna Procion Red MX 8B

    2. Kondisi optimal adsorpsi serat daun nanas akan optimum pada kondisi waktu aktivasi yang lama,

    waktu kontak yang singkat dan kondisi pH asam.

    3. Isoterm adsorpsi yang sesuai adalah isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich.

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

  • A. Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode eksperimetal di laboratorium untuk mengetahui adsorpsi

    yang optimal dari serat daun nanas hasil aktivasi terhadap adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B

    dengan memperhatikan parameter waktu kontak dan pH.

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Sub Lab

    Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    C. Alat dan Bahan

    1. Alat

    a. Spektrofotometer UV Vis Shimadzu UV-160 IPC

    b. Spektrofotometer UV-Vis 21D

    c. Neraca analitik (Sartorius, Model BP 100, Max : 310g, d : 0,001g )

    d. Magnetik Stirer

    e. Heidolph Stirer

    f. Mufel Furnace Thermolyn 48000

    g. Blender

    h. pH meter

    i. Kertas saring

    j. Peralatan gelas (pyrex)

    2. Bahan

    a. Daun Nanas

    b. Zat warna Procion Red MX 8B

    c. NaOH p.a (E.Merck)

    d. HCl p.a (E.Merck)

    e. Aquadest

    D. Prosedur Penelitian

  • 1. Aktivasi Daun Nanas

    Daun nanas dicuci dengan air bersih, dipotong-potong, dan dihaluskan dengan blender. Serat

    daun nanas yang diperoleh direndam dalam NaOH 2% dengan waktu aktivasi 0, 12, 24, 48 jam. Hasil

    rendaman dicuci dengan aquadest sampai netral (pH 6-7) kemudian dikeringkan dengan oven suhu

    100C. Berat akhir hasil pengeringan ditimbang.

    2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

    Larutan zat warna Procion Red MX 8B dengan konsentrasi 5 ppm diukur adsorbansinya dengan

    Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-600 nm sehingga akan didapatkan panjang

    gelombang maksimum.

    3. Pembuatan Kurva Standard

    Larutan zat warna Procion Red MX 8B dibuat dalam konsentrasi 0, 1, 5, 10, 15, 20, 25, 30 ppm.

    Tiap larutan diukur adsorbansinya pada panjang gelombang maksimum.

    4. Penentuan Kondisi Optimum

    Serat hasil variasi waktu aktivasi sebanyak 0,1 gram ditambahkan ke dalam 20 mL zat warna

    Procion Red MX 8B 20 ppm yang telah diatur pH-nya, mulai dari pH 1, 2, 3, 4. Kemudian larutan di aduk

    dengan stirer. Hasilnya disaring dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.

    5. Penentuan Isoterm Adsorpsi

    Serat daun nanas aktif sebanyak 0,1 gram ditambahkan ke dalam 20 mL larutan zat warna

    Procion Red MX 8B dengan konsentrasi 10, 25, 40, 55, 70, 85, 100 ppm pada kondisi optimum. Hasilnya

    disaring dan diukur absorbansinya.

    6. Aplikasi Limbah

    Limbah sebanyak 50 mL diencerkan ke dalam labu ukur 100mL. Serat daun nanas aktif sebanyak

    0,1 ditambahkan ke dalam 20 mL limbah hasil pengenceran, pada kondisi optimum. Hasilnya disaring

    dan diukur absorbansinya. Hal yang sama dilakukan pada 0,1 gram serat daun nanas alam.

    E. Teknik Analisis Data dan Penyimpulan Hasil

  • Kondisi optimum penyerapan zat warna Procion Red MX 8B oleh serat daun nanas di dapat dari

    waktu aktivasi, pH, dan waktu kontak. Data yang diperoleh berupa grafik adsorpsi dengan

    spektrofotometer UV-Vis. Hasil percobaan diuji dengan Uji Anova dan Duncan untuk mengetahui

    pengauruh variasi pada proses adsorpsi.

    Isoterm adsorpsi yang terjadi pada serat daun nanas aktif dapat diketahui dari uji persamaan

    isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Isoterm adsorpsi menunjukkan jenis adsorpsi. Jenis adsorpsi

    ditentukan dari harga koefisien korelasi r yang mendekati satu. Data statistik diuji dengan Regersi Linier

    sederhana.

    F. Teknik Pengumpulan Data

    Data yang dihasilkan berupa data kemampuan adsorben untuk menyerap zat warna Procion

    Red MX 8B. Data diperoleh dari konsentrasi zat warna yang tersisa setelah proses adsorbsi. Konsentrasi

    diperoleh berdasarkan data adsorbansi yang diukur dengan spektrofotometerUV-Vis. Dari data

    adsorbansi akan diketahui konsentrasi zat warna yang terserap (mg/g).

    G. Teknik Analisa Data

    Penentuan kondisi optimum adsorbsi serat daun nanas aktif untuk zat warna Procion Red MX

    8B menggunakan uji Anova dan uji Duncan. Konsentrasi akhir larutan zat warna Procion Red MX 8B

    setelah adsorpsi diperoleh dari data adsorbansi hasil analisa spektrofotometer UV-Vis dengan bantuan

    kurva standar sehingga besarnya zat warna yang terserap (mg/g) dapat diketahui.

    Jenis isoterm adsobsi yang terjadi dapat diketahui dengan membandingkan konstanta r dengan

    menggunakan persamaan isoterm adsorbsi Langmuir dan Freundlich. Konstanta r diperoleh dari uji

    statistik dengan metode Regresi Linier Sederhana. Jenis isoterm dipilih untuk harga konstanta r yang

    paling mendekati satu.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Aktivasi Serat Daun Nanas

    Onggo (2005) menyatakan, aktivasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan zat-zat

    pengotor sehingga akan mengaktifkan gugus-gugus aktif yang ada. Fungsi dari aktivasi dalam penelitian

    ini adalah untuk melarutkan senyawa-senyawa dalam serat daun nanas yang dapat menghambat proses

    adsorbsi serat daun nanas. Secara struktur serat daun nanas tersusun dari selulosa, hemiselulosa, lignin,

    pektin, lilin, dan lemak, serta zat-zat lain yang larut dalam air. Keberadaan lignin bersama-sama dengan

    selulosa tidak menguntungkan pada saat adsorpsi. Fungsi lignin sebagai pengikat antar sel selulosa akan

    menghambat proses adsorpsi. Larutan NaOH digunakan sebagai pelarut yang akan menghilangkan lignin

    tersebut. Han (1999) menyatakan bahwa selain lignin, senyawa yang larut dalam NaOH adalah

    hemiselulosa, pektin, lemak, lilin, dan protein.

    Serat daun nanas yang digunakan sebagai adsorben merupakan bagian dari tanaman nanas

    (Ananas cosmosus (L) Merr) yang ditunjukkan pada lampiran 4. Serat daun nanas yang dihasilkan dari

    proses penggilingan tidak langsung digunakan untuk menyerap karena serat tersebut masih

    mengandung pigmen dan lignin, untuk itu serat daun nanas perlu diaktivasi terlebih dahulu.

    Prosea aktivasi dilakukan dengan merendam serat daun nanas dalam larutan NaOH 2%.

    Aktivator NaOH 2% akan terdispersi ke dalam pori-pori serat daun nanas. Selain itu, NaOH 2% berfungsi

    untuk memisahkan lignin dari selulosa yang terdapat di dalamnya serta membantu mengaktifkan gugus

    hidroksil pada dinding selulosa.

    Setelah melalui proses aktivasi larutan rendaman serat daun nanas yang awalnya berwarna

    kuning cerah akan menjadi berwarna hijau kehitaman, hal ini menunjukkan pigmen serat daun nanas

    telah terlarut selama proses aktivasi. Berat akhir serat daun nanas yang dihasilkan dari variasi waktu

    aktivasi dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

    Tabel 2. Berat Serat Daun Nanas Hasil Aktivasi.dengan NaOH 2%

  • No. Waktu Aktivasi

    (jam)

    Sebelum aktivasi dalam

    kondisi basah (gram)

    Setelah aktivasi dalam

    kondisi kering (gram)

    Rendemen

    (%)

    1. 0 15,005 1,643 10,930

    2. 12 15,003 1,530 10,198

    3. 24 15,002 1,512 10,078

    4. 48 15,005 1,504 10,023

    Berat rendemen yang dihasilkan dari hasil aktivasi semakin menurun sebanding dengan lama

    waktu aktivasi. Hal ini dikarenakan jumlah lignin serta senyawa-senyawa lain yang terpisah dari selulosa

    karena larut dalam NaOH semakin banyak. Serat daun nanas aktif yang diperoleh dari proses aktivasi

    berwarna kuning muda dan baunya harum.

    B. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Zat Warna

    Procion Red MX 8B

    Penentuan panjang gelombang maksimum diperoleh dengan mengukur absorbansi zat warna

    Procion Red MX 8B pada panjang gelombang 400 600 nm. Panjang gelombang maksimum yang

    diperoleh adalah 540 nm. Spektrum absorbansi zat warna Procion Red MX 8B ditunjukkan pada gambar

    3.

  • Gambar 3. Spektrum Adsorbansi Zat Warna Procion Red MX 8B

    C. Pembuatan Kurva Standar Zat Warna Procion Red MX 8B

    Pembuatan kurva standar dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan zat warna Procion

    Red MX 8B pada panjang gelombang maksimum 540 nm dengan variasi konsentrasi yang telah

    ditentukan. Data hasil pengukuran absorbansi kurva standar ditunjukkan pada tabel 3. Dengan

    menggunakan metode Least Square didapatkan persamaan y = 0.017x - 0.0024, dengan koefisien regresi

    linier r = 0,9998.

    Tabel 3. Data Kurva Standar Zat Warna Procion Red MX 8B

    No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

    1 0 0,000

    2 1 0,015

    3 5 0,079

    4 10 0,168

    5 15 0,252

    6 20 0,340

    7 25 0,423

    8 30 0,508

    Grafik kurva standar zat warna Procion Red MX 8B yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 4.

  • Gambar 4. Grafik Kurva Standar Zat Warna Procion Red MX 8B

    D. Penentuan Kondisi Optimum

    Penentuan kondisi optimum meliputi waktu aktivasi, waktu kontak, dan pH. Kondisi optimum

    diperoleh dengan menambahkan sejumlah adsorben serat daun nanas aktif pada larutan zat warna

    Procion Red MX 8B pada konsentrasi tertentu yang telah diatur pH-nya. Kemudian diaduk dengan stirer

    dan dilakukan pengukuran absorbansi. Dari data absorbansi, akan diketahui daya serap (mg/g) serat

    daun nanas aktif dalam menyerap zat warna.

    Hasil perhitungan daya serap (mg/g) dapat dilihat pada lampiran 6. Dari data uji Statistik Anova

    ketiga variasi, yaitu : waktu aktivasi, waktu kontak, dan pH memberikan pengaruh yang berbeda seperti

    yang terlihat pada lampiran 7. Kondisi optimum dicapai pada waktu aktivasi 24 jam, waktu kontak 120

    menit, dan pH 1 dengan daya serap 3,748 mg/g.

    1. Penentuan Waktu Aktivasi Optimum

    Serat daun nanas terdiri dari selulosa, lignin, hemiselulosa dan senyawa lainnya. Keberadaan

    lignin akan menurunkan proses adsorpsi. Hal ini karena keberadaan lignin yang tinggi menunjukkan

    densitas atau kerapatan yang tinggi pula sehingga akan menghalangi proses adsorpsi. Untuk

    menghilangkan lignin maka digunakan NaOH karena lignin larut dalam larutan NaOH (Han, 1999).

    y = 0.017x - 0.0024

    r = 0.9998

    -0.1

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0 5 10 15 20 25 30 35Konsentrasi (ppm)

    Ab

    sorb

    an

    si

  • Kondisi optimum dari waktu aktivasi didapatkan dengan memvariasi waktu aktivasi serat daun

    nanas dengan NaOH 2%. Data pengaruh waktu aktivasi terhadap daya serap serat daun nanas aktif

    ditunjukkan pada tabel 4, dan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6 dan 9.

    Tabel 4. Data Pengaruh Aktivasi terhadap Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif

    No. Waktu Aktivasi (jam) Daya Serap (mg/g)

    1. 0 1,067

    2. 12 1,694

    3. 24 2,014

    4. 48 1,936

    Uji Statistik Anova dan Duncan seperti terlihat pada lampiran 9, waktu aktivasi 0 jam, 12 jam,

    24 jam, 48 jam mempunyai efek yang berbeda-beda.

    Gambar 5. Pengaruh Waktu Aktivasi pada Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif

    Berdasarkan gambar 5, pada saat waktu aktivasi 0 jam (tanpa aktivasi) menghasilkan daya

    serap terkecil, karena pada saat waktu aktivasi 0 jam, lignin belum terpisah dari selulosa sehingga

    mengganggu proses adsorpsi zat warna. Pada waktu aktivasi 12 jam, daya serapnya menjadi naik

    dibanding dengan tanpa aktivasi, karena sudah ada lignin yang terpisah dari selulosa, sehingga proses

    adsorpsi zat warna semakin baik.

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    0 20 40 60Waktu Aktivasi (jam)

    Day

    a S

    erap

    (m

    g/g

    )

  • Daya serap semakin naik pada waktu aktivasi 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa lignin yang

    terpisah dari selulosa jauh lebih banyak dibanding waktu aktivasi 0 dan 12 jam. Pada waktu aktivasi 24

    jam, tercapai waktu aktivasi optimum karena lignin yang ada pada serat sudah terpisah dari selulosa

    secara optimal. Pada kondisi waktu aktivasi 48 jam daya serapnya menurun, karena hemiselulosa yang

    meningkatkan proses adsorpsi banyak yang ikut terlarut sehingga menurunkan banyaknya sisi aktif (Han,

    1999).

    2. Penentuan pH Optimum

    Pada penentuan pH optimum dilakukan dengan cara mengatur pH larutan zat warna Procion

    Red MX 8B.

    Tabel 5. Pengaruh pH terhadap Daya Serap Serat Serat Daun Nanas (mg/g).

    No. pH Daya Serap (mg/g)

    1. 1 3,210

    2. 2 2,889

    3. 3 0,442

    4. 4 0,170

    Data pengaruh pH terhadap daya serap serat daun nanas aktif dapat dilihat pada tabel 5. Data

    penentuan pH optimum yang dapat dilihat pada lampiran 5, 6, 8 dan 11 menunjukkan bahwa setiap pH

    memberikan efek yang berbeda nyata pada adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B.

    0

    1

    2

    3

    4

    0 1 2 3 4 5pH

    Daya S

    era

    p (

    mg/g)

  • Gambar 6. Pengaruh pH Terhadap Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif

    Dari gambar 6 menunjukkan, kondisi pH 1 memiliki daya serap terbesar dibandingkan dengan

    kondisi pH yang lainnya. Pada pH 1 dimungkinkan karena interaksi ikatan hidrogen berperan pada

    proses adsorpsi. Seperti dalam gambar 7 menunjukkan adanya interaksi ikatan hidrogen antara gugus

    hidroksil maupun gugus amina dari zat warna dengan gugus hidroksil dari selulosa. Sehingga

    memungkinkan zat warna teradsorps dalam serat daun nanas aktif.

    Pada gambar 8 dalam kondisi asam, ada dua kemungkinan interaksi. Atom natrium gugus sulfonat

    dari zat warna tergantikan oleh (H+) dari larutan dan menambah gugusan OH dalam sulfonat, sehingga

    dimungkinkan gugus tersebut akan berinteraksi ikatan hidrogen dengan gugus OH selulosa. Interaksi lain

    yang mungkin terjadi dalam kondisi asam adalah atom nitrogen dari kloridasianurat zat warna yang

    terprotonasi oleh hidrogen (H+) dari larutan sehingga kondisi ini akan membuat gugus hidroksil selulosa

    yang mempunyai kecenderungan parsial negatif saling berinteraksi. Interaksi ini memungkinkan zat

    warna teradsorp oleh serat daun nanas aktif. Sehingga dalam kondisi pH 1 menunjukkan daya serap

    paling tinggi dibandingkan kondisi pH 2,3, dan 4.

    1. Kemungkinan interaksi I

    R

    N

    N

    NaO3S

    OH NH

    SO3Na

    HO: Selulosa

    N

    N

    NaO3S

    HO: NH

    SO3Na

    HOSelulosa

    R

    R

    R

    2. Kemungkinan interaksi II

  • R

    N

    N

    NaO3S

    OH NH

    SO3Na

    HO: Selulosa

    N

    N

    NaO3S

    HO: NH

    SO3Na

    HOSelulosa

    R

    R

    Gambar 7. Kemungkinan interaksi yang terjadi antara gugus reaktif zat warna antara dengan selulosa

    dari serat daun nanas aktif

    3. Kemungkinan interaksi III

    S

    N

    O:

    :O

    O:

    N

    Na

    H+

    S

    N

    :OH

    :O

    O:

    N

    HO: Selulosa

    R R

    S

    N

    OH

    :O

    O:

    N

    R

    HO: Selulosa

    4. Kemungkinan interaksi IV

    N

    N:

    N

    Cl

    Cl

    HNZat Warna H+

    N

    NH+

    N

    Cl

    Cl

    HNZat Warna

    N

    NH+

    N

    Cl

    Cl

    HNZat Warna-HO Selulosa

    N

    NH+

    N

    Cl

    Cl

    HNZat Warna OH- Selulosa

    Gambar 8. Kemungkinan interaksi yang terjadi antara gugus reaktif zat warna antara dengan selulosa

    dari serat daun nanas aktif pada kondisi asam

    Pada pH 2, 3, dan 4 menghasilkan penyerapan yang lebih kecil dari pH 1. Hal ini dimungkinkan

    karena belum banyak atom nitrogen dari kloridasianurat ataupun gugus sulfonat dari zat warna yang

    terprotonasi oleh hidrogen (H+) dari larutan sehingga menyebabkan kecilnya kemampuan selulosa serat

    daun nanas aktif untuk berinteraksi dengan zat warna Procion Red MX 8B. Interaksi yang terjadi antara

  • zat warna Procion Red MX 8B dengan serat daun nanas aktif yang mengandung selulosa adalah ikatan

    hidrogen sehingga interaksinya tidak kuat.

    3. Penentuan Waktu Kontak Optimum

    Selain variasi waktu aktivasi dan pH, kondisi optimum juga diamati pada variasi waktu kontak.

    Waktu kontak adalah waktu yang dibutuhkan daun nanas aktif untuk mengadsorbsi zat warna Procion

    Red MX 8B. Penentuan waktu kontak optimum dilakukan dengan memvariasikan waktu pada saat

    pengontakan antara serat daun nanas aktif dengan zat warna Procion Red MX 8B. Data pengaruh waktu

    kontak terhadap daya serap serat daun nanas dapat dilihat pada tabel 6.

    Tabel 6. Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Serap Serat Daun Nanas (mg/g)

    No. Waktu Kontak (menit) Daya Serap (mg/g)

    1. 30 1,614

    2. 60 1,693

    3. 120 1,715

    4. 180 1,670

    Dari tabel 6 dapat dibuat kurva pengaruh waktu kontak terhadap daya serap serat daun

    nanas (mg/g), seperti ditunjukkan pada gambar 9.

    Gambar 9. Pengaruh Waktu Kontak terhadap Daya Serat Serap Nanas (mg/g)

    1.6

    1.62

    1.64

    1.66

    1.68

    1.7

    1.72

    0 50 100 150 200

    Waktu Kontak (menit)

    Day

    a S

    erap

    (m

    g/g)

  • Berdasarkan uji statistik Anova dan Duncan untuk daya serap dapat dilihat pada lampiran 7, 8,

    dan 10 menunjukkan bahwa setiap waktu kontak mempunyai pengaruh yang berbeda. Waktu kontak

    optimum terjadi pada waktu 120 menit. Pada saat waktu kontak kurang dari 120 menit penyerapan

    belum maksimal, dimungkinkan daun nanas aktif dalam mengadsorbsi zat warna belum mencapai titik

    jenuh sehingga masih mampu mengadsorbsi zat warna. Pada saat waktu kontak lebih dari 120 menit,

    dimungkinkan karena terlalu lamanya kontak fisik antara zat warna dengan selulosa maka zat warna

    lama-kelamaan akan terlepas ke dalam larutan. Hal ini menyebabkan jumlah zat warna yang terukur

    semakin besar, yang mengindikasikan daya serapnya juga menurun.

    E. Penentuan Isoterm Adsorpsi

    Penentuan isoterm adsorbsi dilakukan guna mengetahui jenis isoterm yang terjadi serta jenis

    adsorbsi yang terjadi sehingga dapat diketahui interaksi yang terjadi pada saat adsorbsi. Untuk

    mengetahui jenis isoterm yang sesuai, maka data yang diperoleh diuji dengan menggunakan persamaan

    isoterm Langmuir dan Freundlich.

    Penentuan isoterm adsorbsi dilakukan dengan menambahkan adsorben ke dalam larutan zat

    warna Procion Red MX 8B yang telah divariasi konsentrasinya. Proses tersebut dilakukan pada kondisi

    optimum yang telah dicapai pada porses sebelumnya. Data daya serap serat daun nanas aktif dapat

    dilihat pada tabel 7.

    Tabel 7. Daya Serap Serat Daun Nanas Aktif (mg/g)

    No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi C Akhir (ppm) C Terserap (ppm)

    1. 10 0,082 4,968 5,032

    2. 25 0,030 1,907 23,090

    3. 40 0,263 15,621 24,380

    4. 55 0,351 20,800 34,200

    5. 70 0,433 25,627 44,370

    6. 85 0,512 30,277 54,720

  • 7. 100 0,603 35,633 64,370

    Dari hasil pengukuran pada tabel 7, kemudian diujikan dengan persamaan garis lurus Isoterm

    Adsorbsi Langmuir dan Freundlich.

    1. Isoterm Adsorbsi Langmuir

    Isoterm adsorbsi Langmuir menginterpretasikan bahwa profil penyerapan terjadi secara kimia.

    Tabel 8. Data Penentuan Isoterm Adsorbsi Langmuir

    No. C (ppm) 1/C m 1/m

    1. 10 0,100 1,007 0,994

    2. 25 0,040 4,619 0,217

    3. 40 0,025 4,876 0,205

    4. 55 0,018 6,840 0,146

    5. 70 0,014 8,875 0,113

    6. 85 0,012 10,945 0,091

    7. 100 0,010 12,874 0,078

    Isoterm adsorpsi Langmuir dibuat dengan menghitung harga 1/c dan 1/m dari persamaan

    pbKbm

    1111 . Dengan data 1/c dan 1/m dapat dilihat pada tabel 8.

    Dari data pada tabel 8 dapat dibuat kurva dengan memplotkan antara 1/c dan 1/m dengan

    bantuan persamaan garis lurus sehingga akan didapatkan harga koefisien regresi linier r = 0,983 dengan

    persamaan 051,0x036,10y . Adapun kurva Isoterm Adsorbsi Langmuir dapat dilihat pada gambar

    10 di bawah ini.

  • Gambar 10. Kurva Isoterm Adsorbsi Langmuir.

    2. Isoterm Adsorpsi Freundlich

    Isoterm adsorbsi Langmuir menginterpretasikan bahwa profil penyerapan terjadi secara fisika.

    Tabel 9. Data Penentuan Isoterm Adsorbsi Freundlich

    No. C (ppm) log C m log m

    1. 10 1 1.007 0.003

    2. 25 1,398 4.619 0.665

    3. 40 1,602 4.876 0.688

    4. 55 1,740 6.840 0.835

    5. 70 1,845 8.875 0.948

    6. 85 1,929 10.945 1.039

    7. 100 2,000 12.874 1.170

    Isoterm adsorbsi Freundlich dibuat dengan menghitung harga log c dan log m dari persamaan

    Cn

    mm log1

    loglog . Dengan data log c dan log m dapat dilihat pada tabel 9.

    y = 10.036x - 0.051

    R = 0.983

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

    1/c1/m

  • Dari data pada tabel 9 dapat dibuat kurva dengan memplotkan antara log c dan log m dengan

    bantuan persamaan garis lurus sehingga akan didapatkan harga koefisien regresi linier r = 0,978 dengan

    persamaan 0.95341.039xy . Adapun kurva Isoterm Adsorbsi Freundlich dapat dilihat pada

    gambar 11 di bawah ini.

    Gambar 11. Kurva Isoterm Adsorbsi Freundlich.

    Dai harga koefisien regresi (r) dari masing-masing persamaan, diketahui bahwa harga koefisien

    regresi dari persaman Langmuir nilainya hampir sama dengan harga koefisien regresi dari persaman

    Freundlich. Dari harga koefisien regresi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa percobaan adsorpsi zat

    warna dengan serat daun nanas mengikuti persamaan Langmuir dan Freundlich, dan kecenderungan

    relatif terhadap persamaan Langmuir. Jadi interaksi yang terjadi berlangsung secara kimia dan fisika.

    F. Aplikasi Limbah

    Aplikasi limbah pabrik dilakukan untuk mengetahui daya serap serat daun nanas aktif yang

    dibandingkan dengan serat daun nanas alam dalam kondisi optimum. Limbah diperoleh dari limbah cair

    industri tekstil hasil pencelupan zat warna Procion Red MX 8B yang belum dialirkan ke sungai.

    Penelitian dilakukan dengan mengadsorbsi limbah dengan 0,1 gram serat daun nanas aktif

    pada kondisi optimum yang telah didapatkan sebelumnya. Limbah terlebih dahulu diencerkan dari

    50mL ke dalam 100mL. Data adsorbansi awal dari pengukuran limbah adalah 0,399. Konsentrasi awal

    limbah dari pengenceran adalah 23,626 ppm. Konsentrasi limbah sebelum pengenceran adalah 47,251.

    Data hasil adsorbsi ditunjukkan pada tabel 10 di bawah ini.

    y = 1.0387x - 0.9534

    R = 0.978

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    0 0.5 1 1.5 2 2.5log c

    log

    m

  • Tabel 10. Data Hasil Adsorbsi Limbah Zat Warna Procion Red MX 8B dengan Adsorben Serat Daun Nanas

    Adsorben A akhir C akhir C Akhir (ppm) C Terserap

    (ppm)

    Daya Serap

    (mg/g)

    Serat Daun

    Nanas Aktif 0,128 7,675 15,350 31,901 6,380

    Serat Daun

    Nanas Alam 0,188 11,207 22,413 24,838 4,968

    Dari hasil percobaan terlihat serat daun nanas aktif dapat digunakan untuk menyerap zat

    warna Procion Red MX 8B. Serat daun nanas aktif dapat menyerap zat warna lebih banyak dibanding

    serat daun nanas alam dengan daya serap 6,380 mg/g.

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan data hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

    a. Serat daun nanas dapat digunakan sebagai adsorben dalam mengadsorbsi zat warna Procion red MX

    8B.

    b. Kondisi optimum untuk mengadsorbsi zat warna Procion Red MX 8B menggunakan serat daun nanas

    yang diaktivasi NaOH 2% adalah pada kondisi waktu aktivasi 24 jam, pH 1 dengan waktu kontak 120

    menit.

    c. Berdasarkan koefisien Regresi Linier Sederhana maka jenis isotherm yang sesuai untuk adsorbsi serat

    daun nanas aktif terhadap Procion Red MX 8B adalah isotherm Langmuir dan Freundlich.

    B. Saran

    Berdasarkan hasil percobaan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

  • a. Melakukan karakterisasi serat daun nanas alam dan serat daun nanas aktif.

    b. Membuat kurva standar baru setiap akan dilakukan pengukuran minimal dua hari sekali.

    c. Pada percobaan penambahan adsorben untuk aplikasi pada limbah, sebaiknya melakukan

    pengukuran kondisi pH dan warna awal limbah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alberty, R. A. 1997. Physical Chemistry. John Willey&Sons Inc, New York USA.

    Astuti, P. 2007. Adsorpsi Limbah Zat Warna Tekstil Procion Red MX 8B Oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat

    Hasil Deasetilasi Cangkang Bekicot (Achatina fullica). Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

    Arry Y., Eka R., dan Effionora A..2003. Preparation and Characterization of Microcrystalline Cellulose

    from Nata de coco for Tablet Excipient. ISTECS JOURNAL, Science and Technology Policy, Vol. IV.

    pp. 71-78.

    Artati, E.K., Effendi, A., Haryanto, T. 2009. Pengaruh Konsentrasi Larutan pemasak pada Proses

    Delignifikasi Eceng Gondok dengan Proses Organosolv. Ekuilibrium, Vol. 8 No. 1, hal 25-28.

    Arthur, W. A.. 1990. Physical Chemistry Surfaces. John Wiley and Sons, Inc. : California.

    Aryunani, Nizar. 2003. Adsorpsi Remazol Yellow FG oleh Enceng Gondok Aktif, Skripsi. Jurusan Kimia,

    FMIPA, UNS, Surakarta.

    Barrow, Gordon. M. 1988. Physical Chemistry 4nd ed. Mc Grawhill : Singapore.

    Budiyono. 2008. Kriya Tekstil.. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Hal : 61-72.

    Burch, Paula E. 2009. Hand Dyeing Q&A, Chemistry of Dyeing At Pburch, England.

    Castellan, G. W. 1983. Physical Chemistry 3rd. University of Maryland The Benyamin/Cuming Publishing

    Comp., Inc. Menlo Park, California.

  • Fengel, D and Wegener, G. 1989. Wood : Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Walter de Guyter&Co.,

    Berlin. Alih Bahasa : Satroamidjojo, H. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Fessenden&Fessenden. 1986. Organic Chemistry. Wadsworth, Inc. California.

    Habib, Ahsan, et.all. 2006. Tuberose Sticks as an Adsorbent in the Removal of Methylene Blue from

    Aqueous Solution. Pak. J. anal. & Envir. Chem, Vol. 7, No. 2. hal 112-115.

    Han, J.S. 1999. Stormwater filtration of Toxic Heavy Metal ions using lignocellullosic Materials Selection

    Process, Fiberization, Chemical Modification, and Mat Formation. 2nd Inter-Regional Conference

    on Environment-Water.

    Hidayat, Pratikno. 2008. Teknologi Pemanfataan Serat Daun Nanas sebagai Alternatif Bahan Baku

    Tekstil. Teknoin, Vol 13, 31-35.

    Ibbet, R.N., et.all. 2006. Charaterisation Porosity of Regenerated Cellulosil Fibres Using Classical Dye

    Adsorbtian Techniques. Lenzinger Berichte, Vol 88. Hal : 77-86.

    Izadyar, S and Rahimi, M. 2007. Use of Beech Wood Sawdust for Adsorption of Textile Dyes. Pakistan

    Journal of Biological Sciences, Vol. 10, No, 2. Hal : 287-293.

    Kaewprasit, C, et.all. 1998. Quality Measurements : Application of Methylene Blue Adsorption to Cotton

    Fiber Specific Area Measurement : Part I Methodology. The Journal of Cotton Science, Vol. 2. Hal

    164-173.

    Kirk-Othmer. 1985. Concise Encyclopedia of Chemical Technology. John Willey&Sons, Inc, New York USA.

    Hal : 61-62, 227-230, 276-388.

    Manurung, Renita. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob Aerob. e-USU Repository

    : Universitas Sumatera Utara.

    Maron, S.H., Prutton, C.F.. 1964. Principles of Physical Chemistry, The Macmillan Company, New York.

    Mawahib, Syarif H. 2002. Penurunan Kadar Timbal dan Zat Warna Tekstil Dalam Larutan Dengan

    Menggunakan Karbon Aktif Bagasse. Skripsi. Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

    Mc Cabe, W. and Lard smith, J.C.. 1995. Unit Operation of Chemical Engineering. Mc Graw Hill. New

    York.

  • Molina, et.all. 1995. Porosity in Granular Carbons Activated with Phosphoric Acid. Carbon. Vol. 33, No. 8.

    Hal 1105-1113

    Morales, A, et.all. 2004. Adsorption and Releasing Properties of Bead Cellulose. Chinese Journal of

    Polymer Science, Vol. 22, No. 5. Hal 417-423.

    Moura, I. M. A, et.all. 2004. Adsorption of Yellow Lanasol 4G Reactive Dye in a Simulated Textile Effluent

    on Gallinaceous Feathers. Official Publication of The European Water Association : European

    Water Management Online.

    Mudyantini, W. 2008. Pertumbuhan Kandungan Selulosa dan Lignin pada Rami (Boehmeria nivea L.

    Gaudich) dengan Pemberian Asam Giberelat (GA3). Skripsi, Jurudan Biologi, FMIPA, Universitas

    Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

    Muljohardjo, Muchji. 1986. Nanas&Teknologi Pengolahannya (Ananas Comosus (L) Merr). Lyberty,

    Yogyakarta. Hal : 12-16.

    Noname. 2007. Pemanfaatan Serat Nanas. Balai Besar Tekstil, Bandung.

    Norman, A. G., 1937. The Composition of Same Less Common Vegetable Process. Biochemistry Section,

    1575-1578.

    Onggo, H., Astuti, J.T. 2005. Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen Peroksida terhadap Rendemen

    dan Warna Pulp dari Serat Daun Nenas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, Vol. 3, No. 1, hal

    37-43.

    Ophardt. 2003. Cellulose. John Willey&Sons, Inc, New York USA.

    Petruci, Ralph. H. Suminar. 1989. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 3 , Edisi keempat.

    Jakarta: Penerbit Erlangga.

    Rochanah, Titik. 2004. Adsorpsi Zat Warna Procion Red MX 8B Pada Limbah Tekstil Oleh Batang Jagung.

    Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

    Rosita, N, et.all. 2004. Pengaruh Perbedaan Metode Aktivasi terhadap Efektivitas Zeolit sebagai

    Adsorben. Majalah Farmasi Airlangga, Vol. 4, No. 1. Hal : 20.

  • Sjostrom, Eero. 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar Dan Penggunaan, Edisi 2. Gadjah Mada University Press,

    Bulaksumur, Yogyakarta.

    Stumm, W. and J.J. Morgan. 1995. Aquatic Chemistry. John Willey&Sons Inc, New York US.

    Sunarto. 2008. Teknik Pencelupan dan Pencapan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

    Supriyanto, R. 2005. Pemanfaatan Alang-alang Sebagai Adsorben Zat Warna Remazol Yellow FG Pada

    Limbah Tekstil. Jurusan Kimia, FMIPA, UNS, Surakarta.

    Suwarsa, Saepudin. 1998. Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi. Jurnal JMS, Vol.

    3 No. 1. Hal 32-40.

    Tanpaiboonkul, P, et.all. 2000. Removal of Colores Wastewater Generated from Hand-made Textile

    Weaving Industry. Department of Chemistry, Faculty of Science, Kings Mongkut University of

    Technology Thonburi, Prachautit Road, Bangmod, Tungkru, Bangkok, 10140, Thailand.

    Triyana, M. dan Sarma, T., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatanya). Jurusan Teknik

    Industri, USU.

    Wahjuni, S dan Kostradiyanti, B. 2008. Penurunan Angka Peroksida Minyak Kelapa Tradisional dengan

    Adsorben Arang Sekam Padi IR 64 yang Diaktifkan dengan Kalium Hidroksida. Jurnal Kimia, Vol.

    2, No. 1. Hal : 57-90.

    Wijaya, K. 2006. Utilization of TiO2-Zeolite and UV-Light for Photodegradation of Congo Red Dye. Berkala

    MIPA. Vol. 16, No. 3. Hal : 27-36.

    Yunita, A., Prasetyo, A., 2009, Aktivasi Bagasse Fly Ash (BFA) untuk Adsorpsi Cu(II) secara Bacth dan

    Kontinyu : Eksperimen dan Pemodelan, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia,

    Bandung.