pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN AKHIR TAHUN 2013
PENGKAJIAN PENGELOLAAN LAHAN SUB OPTIMAL UNTUK MENDUKUNG
SWASEMBADA PANGAN DI PROVINSI BENGKULU
EDDY MAKRUF
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTRIAN PERTANIAN
2013
26/1801.013/011/E/Lapkir/2013
i
LAPORAN AKHIR TAHUN 2013
PENGKAJIAN PENGELOLAAN LAHAN SUB OPTIMAL UNTUK MENDUKUNG
SWASEMBADA PANGAN DI PROVINSI BENGKULU
Eddy Makruf Yong Farmanta Nurmegawati Johan Syasfri
Heriyan Iswadi
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga Laporan akhir tahun Kegiatan Pengkajian Pengelolaan Lahan
Sub Optimal untuk mendukung Swasembada Pangan di Provinsi Bengkulu dapat
tersusun. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggungjawaban terhadap hasil
pelaksanaan kegiatan tahun 2013.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelenggaraan kegiatan dan
penyusunan laporan masih banyak ditemui berbagai kendala dan kekurangan. Kritik
dan saran yang sifatnya membangun akan kami jadikan sumber perbaikan, mudah-
mudahan dapat memberi manfaat bagi kita semua. Kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dan membantu pelaksanaan kegiatan ini, diucapkan terima kasih.
Semoga hasil kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi percepatan adopsi inovasi
teknologi pertanian.
Bengkulu, Desember 2013 Penanggung Jawab Ir. Eddy Makruf NIP. 19561005 198803 1 001
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Pengkajian Pengelolaan Lahan Sub Optimal untuk
mendukung Swasembada Pangan di Provinsi
Bengkulu
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Irian KM. 6,5 Bengkulu 38119
4. Sumber Dana : DIPA BPTP Bengkulu T.A 2013
5. Status Penelitian : Baru
6. Penanggung Jawab :
a. Nama : Ir. Eddy Makruf
b. Pangkat/Golongan : Pembina/IV.b
c. Jabatan Fungsional : Penyuluh Pertanian Madya
7. Lokasi : Provinsi Bengkulu
8. Agroekosistem : Lahan Sub-Optimal
9. Tahun Dimulai : 2013
10. Tahun Selesai : 2014
11. Output Tahunan : Meningkatkan produktivitas lahan rawa melalui
penerapan paket teknologi sistem tanam dan
Varietas adaptif.
12. Output Akhir : Rekomendasi paket teknologi pengelolaan lahan
rawa melalui penerapan paket teknologi sistem
tanam dan Varietas adaptif.
13. Biaya : Rp.83.095.000,- (Delapan puluh tiga juta Sembilan
puluh lima ribu rupiah).
Koordinator Program, Dr. Wahyu Wibawa, MP NIP. 19690427 199803 1 001
Penanggung Jawab RPTP, Ir. Eddy Makruf NIP.195610051988031 001
Mengetahui: Kepala BBP2TP, Dr. Agung Hendriadi, M.Eng. NIP. 19610802 198903 1 001
Kepala BPTP Bengkulu, Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 19590206 198603 1 002
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….… i
LEMBAR PENGESAHAN …………………….…………………………………….… ii
DAFTAR ISI ………………………………….….…………………………………….…. iii
DAFTAR TABEL ………………………….…………………………………………..…. iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………….…………………….…….….. vi
RINGKASAN ………………………………………………………………………….…… vii
SUMMARY …………………………..…………………………………………………….. viii
I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
1.1. 1.2. Dasar Pertimbangan ……………………………………………………. 2
1.2. 1.3. Tujuan ……………………………………………………………………….. 3
1.3. 1.4. Keluaran …………………………………………………………………….. 3
1.5.Perkiraan Hasil …………………………………………………………….. 3
1.6. Perkiraaan Dampak ……………………………………………………… 3
1.7. Perkiraan Manfaat ……………………………………………………….. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………. 4
III. METODELOGI …………………………………………………………………. 8
3.1. Metode Pengkajian …………………………………………………….. 8
3.2. Lokasi dan Waktu ……………………………………………………….. 8
3.3. Pengumpulan Data………………………………….…………………… 8
3.4. Analisa Data ……………………………………………………………….. 8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………… 11
4.1. Hasil …………………………………………………………………………..
4.2. Pembahasan ……………………………………………………………….
V. KESIMPULAN ……………………………………………………………….... 15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..………… 16
ANALISIS RISIKO …………………………………………………….……………… 17
JADWAL KERJA ………………………………………………………………….……… 18
PEMBIAYAAN ……………………………………………………………………………. 19
PERSONALIA ……………………………………………………………………………. 21
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Keragaan petani kooperator 10 Tabel 2. Hasil analisis status hara dengan alat PUTR sebelum tanam 11 Tabel 3. Hasil analisis status hara dengan alat PUTR setelah panen 11 Tabel 4. Hasil status hara dengan analisa laboratorium 12 Tabel 5. Hasil status hara dengan analisa laboratorium setelah panen 12
Tabel 6. Rata-rara tinggi dan jumlah anakan tanaman padi 2 minggu setelah tanam(14 HST) dan 4 minggu setelah tanam (30 HST) dan saat panen
12
Tabel 7. Rata-rata komponen hasil dan hasil 4 varietas 13 Tabel 8. Hasil identifikasi pendapatan Usahatani petani kooperator
kegiatan pengkajian 13
Tabel 9. Daftar Resiko 20 Tabel 10. Daftar Penanganan Resiko 20 Tabel 11. Jadual pelaksanaan kegiatan pengkajian pengelolaan lahan
sub optimal untuk mendukung swasembada pangan di Provinsi Bengkulu tahun 2013
Tabel 12. Rencana anggaran belanja (RAB) Tabel 13. Personalia kegiatan pengkajian pengelolaan lahan sub
optimal untuk mendukung swasembada pangan di Provinsi Bengkulutahun 2013
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Foto 1. Kondisi lahan sebelum kegiatan berlangsung 22
Foto 2. Ploting lahan dan analisis status hara dengan alat Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR)
22
Foto 3. Penanaman dengan system Legowo 2 : 1) 23 Foto 4. Kondisi tanaman padi umur 2 MST dan 4 MST 23
vi
RINGKASAN
1. Judul RPTP : Pengkajian Lahan Sub Optimal untuk mendukung
Swasembada Pangan di Provinsi Bengkulu
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu
3 Tujuan : Meningkatkan produktivitas lahan rawa melalui penerapan
paket teknologi varietas padi rawa dengan sistem tanam
jajar legowo 2:1.
4. Keluaran/output : Rekomendasi paket teknologi pengelolaan lahan rawa
melalui penerapan paket teknologi varietas padi rawa
dengan sistem tanam jajar legowo 2:1.
5. Metodologi : Lokasi pengkajian lahan sub optimal dengan tipologi lahan
rawa lebak bergambut di Kabupaten Bengkulu Tengah
melibatkan 1-4 orang petani. Paket teknologi yang dikaji
adalah sistem tanam legowo 2:1, varietas unggul baru padi
rawa Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, dan varietas yang biasa
ditanam petani yaitu Mekongga. Luas lahan pengkajian
10.000-20.000M2. Parameter yang diamati keragaan
agronomi dan Produtivitas lahan rawa. Analisis data
secara gabungan lintas lahan petani dengan bentuk
analisis ragam (Anova).
6.Capaian : Petani Kooperator yang terlibat 4 orang dari kelompok tani
Subur Makmur,Dusun baru II Kecamatan Pondok Kubang
Kabupaten Bengkulu Tengah. Luas lahan pengkajian 2,4 ha
, varietas yang dikaji adalah padi rawa inpara 1, Inpara 2,
Ipara 3 dan sebagai pembanding varietas yang biasa
ditanam petani yaitu varietas Mekongga. Sistem tanam
yang dikaji adalah Legowo 2:1. Umur tanaman saat ini 4
minggu setelah tanam.
7.Prakiraan Manfaat : Meningkatnya pemahaman petani terhadap aspek-aspek
teknis pengelolaan lahan rawa melalui penerapan paket
teknologi sistem tanam dan varietas adaptif
vii
8. Prakiraan Dampak : Diadopsinya secara luas paket teknologi pengelolaan lahan
rawa melalui penerapan paket teknologi sistem tanam dan
Varietas adaptif.
9. Jangka waktu : 2 tahun
10. Biaya : Rp.83.095.000,- (Delapan puluh tiga juta Sembilan puluh
lima ribu rupiah).
viii
SUMMARY
1. Title : Assessment ofLand ManagementSub-Optimal in supportof
FoodSelf-Sufficiencyin Bengkulu Province
2. Implementing Unit : Assesment Institute for Agriculture Technology of Bengkulu
3. Objectives : Increasing the productivity of wetlands, through the
application of technology packages swamp rice varieties with
2:1 row planting system legowo
4. Output : Recommendation technology package swamp land
management through the application of technology packages
swamp rice varieties with legowo 2:1 row planting system.
5.Methodology : Location of land assessment sub-optimal with lowland peat
swamp typology in Central Bengkulu involving 1-4 people
farmers. Technology package legowo cropping system
studied is 2:1, new varieties of rice swamp Inpara 1, Inpara
2, Inpara 3, and commonly grown varieties that farmers
Mekongga. Land area of 10,000-20.000M2 assessment.The
observed variability of agronomic parameters and
produtivitas wetlands.Analysis of the combined data across
farmers' fields to the form of analysis of variance (ANOVA).
6. Achievements : Cooperators farmers involved 4 people from farmer groups
Subur Makmur, a new Hamlet II District Pondok Kubang
Central Bengkulu. 2.4 ha land area assessment, rice varieties
studied were swamp Inpara 1, Inpara 2, 3 and as a
comparison Ipara commonly grown varieties are varieties
Mekongga farmers. Cropping systems studied were Legowo
2:1. Age of the plant is now 4 weeks after planting.
7. Expected benefit : Increased understandingof farmers ontechnical aspects ofthe
management of wetland sthrough the application
oftechnology packages cropping system sand varieties
ofadaptive
8.Expected Impact : Widespreadadoption of the technology package swampland
management through the application oftechnology
packages and avarietyof adaptive croppings ystems.
ix
9.Duration : Two years(2year)
10. Budget : Rp.83.095.000,- (Eighty three million ninety five thousand
dollar).
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan pangan, khususnya beras, terusmeningkat sejalan
denganmeningkatnya jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan
berjalan sangat lambat.Peningkatan produksi padi nasional tetap menjadi
prioritas pemerintah, karena beras selain sebagai makanan pokok penduduk
Indonesia, juga sebagai barang ekonomi, sosial, dan politik.Olehkarena itu,
perluasan areal panen dan peningkatan produktivitas padi dan bahan pangan
lainnya menjadi suatu keharusan guna memenuhi kebutuhan di atas. Dalam
upaya perluasan areal tanampadi, lahan-lahan suboptimal seperti lahan kering,
lahan sawah tadah hujan dan lahan rawa pasang surut (termasuklahan
gambut) dengan berbagai kendala biotik (hama dan penyakit) serta abiotik
(kekeringan dan kesuburan rendah) akan turut dimanfaatkan guna mencukupi
kebutuhan produksi nasional.
Menurut data BPS 2004 total luas lahan pertanian di Indonesia adalah
sekitar 73,4 juta hektar, dari jumlah tersebut sekitar 65,7 juta hektar (90%)
berupa lahan kering dan sekitar 7,7 juta hektar (10%) lahan sawah.
Potensi sumber daya lahan Indonesia cukup besar yangmemiliki wilayah
daratan sekitar 188,2 juta ha, terdiri atas 148 jutalahan kering dan sisanya
berupa lahan basah termasuk lahan rawa(gambut, pasang surut, lebak) dan
lahan yang sudah menjadisawah permanen. Keragaman tanah, bahan induk,
fisiografi,elevasi, iklim, dan lingkungannya menjadikan sumber daya lahanyang
beranekaragam, baik potensi maupun tingkat kesesuaianlahannya untuk
berbagai komoditas pertanian.
Dari luas Provinsi Bengkulu 1.978.870 ha terdiri atas lahan kering
dataran rendah 796.800 ha, lahan kering dataran tinggi 1.071.765 ha dan
agroekosistem sawah 111.305 ha.Dari data tersebut lahan kering dataran tinggi
mendominasi luas Provinsi Bengkulu, namun yang memiliki potensi
pengembangan pertanian berada pada lahan kering dataran rendah, karena
pada dataran tinggi banyak di dominasi oleh hutan.
Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas (12.411 ha) yang
terdiri dari rawa lebak mencapai 11.609 ha dan rawa pasang surutnya sekitar
802 ha, yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan
2
Bengkulu Tengah (BPS Provinsi Bengkulu, 2010). Potensi pengembangan lahan
rawa untuk komoditas padi masih terbuka tetapi saat ini petani padi rawa di
Bengkulu masih menggunakan teknologi sederhana dengan varietas padi
sawah seperti Ciherang, Ciliwung dan IR 64 serta padi lokal yang berumur
dalam (5-6 bulan). Dengan pendekatan PTT, lahan rawa mempunyai potensi
untuk dikembangkan dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi
beras yang cukup signifikan di Provinsi Bengkulu.
Kebutuhan pangan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk, disisi lain lahan yang subur semakin berkurang baik
dikarenakan alih fungsi lahan baik ke subsektor perkebunan maupun diluar
sektor pertanian, sehingga harus mencari alternatif lain salah satu dengan
mengoptimalkan lahan sub optimal yang masih sangat luas dan tersebar di
seluruh Indonesia.
Meningkatnya pertambahan penduduk dan perkembangan industri
kebutuhan pangan nasional terutama beras dan lapangan kerja seiring dengan
berkurangnya lahan pertanian subur terutama di Jawa dan Bali, merupakan
masalah dan tantangan serius bagi pembangunan pertanian di Indonesia.
Kebutuhan beras nasional padatahun 2018 dapat dipenuhi apabila produksi
padi pada tahun tersebut sebanyak 83,38 juta ton. Dilain pihak telah terjadi
penciutan lahan pertanian subur terutama di Jawa dan Bali karena beralih
fungsi ke penggunaan non-pertanian atau produksi non-pangan yang sangat
besar, yaitu 35.000 – 50.000 ha/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan beras
yang makin meningkat tersebut, diperlukan penambahan areal sawah seluas
20.250 ha/tahun.
Salah satu alternatif pemecahan masalah dan sekaligus menjawab
tantangan tersebut adalah memanfaatkan lahan rawa lebak sebagai areal
produksi pertanian khususnya tanaman pangan, mengingat arealnya sangat luas
serta pemanfaatannya belum dilakukan secara intensif dan ekstensif.
Diperkirakan luas lahan lebak di Indonesia mencapai 13,28 juta ha, dan lebak
dalam 3,038 juta ha, tersebar di Sumatera, Papua, dan Kalimantan. Lahan
tersebut belum diusahakan secara maksimal untuk usaha pertanian. Padahal
dengan menerapkan teknologi penataan lahan dan pengelolaan lahan serta
komoditas pertanian secara terpadu, lahan lebak dapat dijadikan sebagai salah
satu andalan sumber pertumbuhan agribisnis dan pendukung ketahanan pangan
nasional.
3
Pemanfaatan lahan sub optimal untuk usaha pertanian kedepan perlu
mendapatkan perhatian yang lebih baik agar potensinya dapat dimanfaatkan
secara optimal dan sumberdaya alamnya tetap terpelihara dengan baik. Lahan
tersebut juga menyimpan beragam sumber daya genetik aneka komoditas
pertanian. Masalah utama pengembangannya adalah rejim air yang sangat
fluktuatif dan sulit diduga. Oleh karenanya, untuk mengembangkan lahan lebak
menjadi areal pertanian, khususnya untuk tanaman padi dalam skala luas
memerlukan penataan lahan dan penerapan teknologi yang sesuai dengan
kondisi wilayahnya agar diperoleh hasil maksimal.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Jangka Panjang
Rekomendasi paket teknologi pengelolaan lahan sub optimal
melalui penerapan paket teknologi sistem tanam dan Varietas adaptif.
1.2.2. Tujuan Tahun 2013
Meningkatkan produktivitas lahan rawa melalui penerapan paket
teknologi sistem tanam dan Varietas adaptif.
1.3. Keluaran
Rekomendasi paket teknologi pengelolaan lahan rawa melalui
penerapan paket teknologi sistem tanam dan Varietas adaptif.
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
1.4.1. Prakiraan Manfaat
Meningkatnya pemahaman petani terhadap aspek-aspek teknis
pengelolaan lahan rawa melalui penerapan paket teknologi sistem tanam
dan varietas adaptif.
1.4.2. Perkiraan Dampak
Diadopsinya secara luas paket teknologi pengelolaan lahan rawa
melalui penerapan paket teknologi sistem tanam dan Varietas adaptif.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lahan sub optimal merupakan lahan yang produktivitasnya rendah, lahan ini
memiliki potensi besar untuk dijadikan pilihan strategi guna pengembangan areal
produksi pertanian ke depan dalam menghadapi penciutan lahan subur maupun
peningkatan permintaan produksi. Dengan pengelolaan yang tepat dan sesuai
dengan karakteristik lahan, maka lahan sub optimal yang tergolong lahan marjinal
dengan tingkat kesuburan alamiah rendah maka dapat dijadikan areal pertanian
yang produktif. Untuk memudahkan pengelolaan maka lahan sub optimal
dikelompokan dalam 3 yaitu lahan kering masam, lahan kering dan lahan rawa.
Variasi iklim dan curah hujan yang relatif tinggi di sebagian besar wilayah
Indonesia mengakibatkan tingkat pencucian basa di dalam tanah cukup intensif,
sehingga kandungan basa-basa rendah dan tanah menjadi masam (Subagyo et al.,
2000). Hal ini yang menyebabkan sebagian besar tanah di lahan kering bereaksi
masam (pH 4,6-5,5) dan miskin unsur hara, yang umumnya terbentuk dari tanah
mineral. Mulyani et al. (2004) telah mengidentifikasi lahan kering masam
berdasarkan data sumber daya lahan eksplorasi skala 1:1.000.000,yaitu dari total
lahan kering sekitar 148 juta ha dapat dikelompokkan menjadi lahan kering masam
102,8 juta ha dan lahan kering tidak masam seluas 45,2 juta ha. Sedangkan di lahan
basah, lahan masam ditemukan padalahan sawah yang berasal dari bahan mineral
berpelapukan lanjut dan pada lahan rawa terutama terdapat di lahan sulfat masam
serta tanah organik (gambut).
Lahan rawa di Indonesia luasnya cukup luas sekitar 33,4-39,4 juta ha (Widjaja-
Adhi et al., 2000),menyebar dominan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Lahan rawa tersebut terdiri atas lahan rawa pasang surut23,1 juta ha dan lahan
rawa lebak 13,3 juta ha (Subagyo dan Widjaja-Adhi, 1998). Berdasarkan uraian di
atas menunjukkan bahwa sebagian besar lahan daratan Indonesia termasuk pada
lahan masam, yang sebagian telah dimanfaatkan untuk memproduksi berbagai jenis
komoditas pertanian, baik tanaman pangan maupun tanaman tahunan (perkebunan
dan hortikultura).
Lahan rawa merupakan potensi sumberdaya lahan yang dapat mendukung
kelestarian swasembada beras, apalagi dikaitkan dengan ketidakpastian iklim
(climate change). Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara
daratan dan sistem perairan (Subagyo, 1997). Berdasarkan agroekosistemnya, lahan
rawa terbagi dalam 3 tipologi, yaitu rawa pasang surut air asin, rawa pasang surut
5
air tawar dan rawa lebak. Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas (12.411
ha) yang terdiri dari rawa lebak mencapai 11.609 ha dan rawa pasang surutnya
sekitar 802 ha, yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan
Bengkulu Tengah (BPS Provinsi Bengkulu, 2010).
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang
panjang dalam setahun, selalu jenuh air atau tergenang air dangkal, berdasarkan
pengaruh air pasang surut, khususnya sewaktu pasang besar di musim hujan maka
zona wilayah rawa terbagi dalam 3 zona yaitu zona 1 : wilayah pasang surut air
asin, zona 2 : wilayah rawa pasang surut air tawar, zona 3 : wilayah rawa lebak atau
rawa non pasang surut (Subagyo, 2006).
Lahan rawa lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik
yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Genangan air di lahan ini bisa
lebih dari 6 bulan akibat adanya cekungan dalam. Berdasarkan kedalamannya rawa
lebak ini terbagi 3 yaitu lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Lebak
dangkal merupakan lahan yang berpotensi untuk budidaya tanaman pangan, jika
dibandingkan dengan lebak tengahan dan lebak dalam. Pada lahan ini umumnya
mempunyai kesuburan tanah yang lebih baik karena adanya proses penambahan
unsur hara dari luapan air sungai yang membawa lumpur dari daerah hulu
(Alihamsyah dan Ar-riza, 2006).
Budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena pada
umumnya lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan mengandung besi (Fe)
yang tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara
merupakan permasalahan utama. Keracunan besi menyebabkan produktivitas padi
dilahan rawa relatif rendah (1-2 t/ha) atau bahkan tidak menghasilkan. Ada
beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi, diantaranya adalah penanaman
varietas yang toleran dan pemupukan untuk meningkatkan keseimbangan unsur
hara. Beberapa varietas padi rawa telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian
diantaranya adalah Banyu Asin, Dendang, Mendawak, dan Inpara 1-6. Dengan
pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu, produktivitas padi di lahan
rawa dapat mencapai 4-6 t/ha (Suprihatno dkk., 2011).
Pemilihan varietas di lahan pasang surut dapat berbeda dengan varietas di
lahan lebak, mengigat faktor pembatas yang berbeda.Pada lahan pasang surut faktor
pembatasnya adalah tanah dan air sedangkan di lahan lebak lebih ditentukan oleh
kondisi genangannya. Pada lahan lebak dangkal di musim kemarau jika kondisi
6
musim normal, varietas unggul lahan rawa yang dapat dipilih : Banyuasin,
Batanghari, Punggur, Indragiri, Lambur, Mendawak, Inpara 1 sampai 6 dan varietas
unggul padi irigasi : Ciherang, Cibogo, Inpari 1, Inpari . Jika kondisi musim kemarau
panjang pilihan varietasnya lebih terbatas yaitu Dodokan dan Cisanggarung
sedangkan pada musim hujan pilihan varietas lebih beragam.Pada lahan lebak
tengahan pada musim kemarau, pemilihan varietas lebih beragam karena
ketersedian air yang cukup, baik varietas unggul padi rawa maupun irigasi. Pada
musim hujan, terutama saat la nina, pemilihan varietas lebih terbatas mengingat
kondisi genangan dalam, varietas Inpara 3 tahan rendaman 6 hari, Inpara 4 dan
Inpara 6 tahan rendaman 14 hari. Pada lahan lebak dalam, hampir semua varietas
unggul dan lokal padi tidak dapat ditanam.
Lahan rawa lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik
yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Genangan air di lahan ini bisa
lebih dari 6 bulan akibat adanya cekungan dalam. Berdasarkan kedalamannya rawa
lebak ini terbagi 3 yaitu lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Lebak
dangkal merupakan lahan yang berpotensi untuk budidaya tanaman pangan, jika
dibandingkan dengan lebak tengahan dan lebak dalam. Pada lahan ini umumnya
mempunyai kesuburan tanah yang lebih baik karena adanya proses penambahan
unsur hara dari luapan air sungai yang membawa lumpur dari daerah hulu
(Alihamsyah dan Ar-riza, 2006).
Disamping rawa lebak, di Provinsi Bengkulu juga terdapat rawa pasang surut
air asin. Menurut Subagyo (2006) wilayah rawa pasang surut air asin/payau
merupakan bagian dari wilayah rawa pasang surut terdepan, yang berhubungan
langsung dengan laut lepas. Biasanya, wilayah rawa ini dipengaruhi pasang surut air
laut. Pada tanah yang dipengaruhi air payau, tanah umumnya bereaksi mendekati
netral pH 6,5 – 7,5.
Budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena pada
umumnya lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan mengandung besi (Fe)
yang tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara
merupakan permasalahan utama. Keracunan besi menyebabkan produktivitas padi
dilahan rawa relatif rendah (1-2 t/ha) atau bahkan tidak menghasilkan. Kondisi ini
harus dapat segera diatasi untuk mencegah adanya alih fungsi/konversi lahan dari
lahan tanaman pangan (padi) ke lahan perkebunan (sawit).
7
Ada beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi, diantaranya adalah
penanaman varietas yang toleran dan pemupukan untuk meningkatkan
keseimbangan unsur hara. Beberapa varietas padi rawa telah dilepas oleh Badan
Litbang Pertanian diantaranya adalah Banyu Asin, Dendang, Mendawak, dan Inpara
1-6. Dengan pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu, produktivitas
padi di lahan rawa dapat mencapai 4-6 t/ha (Suprihatno dkk., 2011).
8
III. METODOLOGI
3.1. Metode Pengkajian
Pengkajian ini menguji komponen paket teknologi, sistem tanam legowo
2:1 dan varietas unggul padi rawa yang adaptif untuk meningkatkan
produtivitas lahan rawa. Untuk menentukan dosis pemupukan dilakukan
analisis tanah secara cepat dengan menggunakan Perangkat Uji tanah rawa
(PUTR. Rancangan pengkajian menggunakan Rancangan Kelompok dengan
perlakuan adalah sistem tanam legowo 2:1 dan 3 varietas padi rawa yaitu
Inpara 1, Inpara 2 dan Inpara 3 serta varietas yang biasa di tanam petani yaitu
Mekongga. Pada 4 petani keooperator dengan luas lahan pengkajian 2 ha.
Data agronomi di analisa dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji
lanjut dengan Duncan Multiple Range Test. Selama pengkajian dilakukan
pengamatan terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil dari
komoditi yang dikaji. Untuk menentukan rekomendasi teknologi di lakukan
analisis secara deskriptif meliputi analisis ekonomi, teknis, dan sosial/budaya.
Secara ekonomi menggunakan marginal benefit cost ratio (MBCR), secara
teknis dan sosial dapatdi lakukan.
Setiap petani kooperator menanam varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara
3 dan varietas Mekongga yang biasa mereka tanam denganb denah perlakuan
varitas sebagai berikut
Lahan Petani Kooperator
INPARA-1
Legowo 2:1
INPARA-2
Legowo 2:1
INPARA-3
Legowo 2:1
MEKONGGA
Legowo 2:1
Lahan Petani Kooperator 2
INPARA-1
Legowo 2:1
INPARA-2
Legowo 2:1
INPARA-3
Legowo 2:1
MEKONGGA
Legowo 2:1
Lahan Petani Kooperator
INPARA-1
Legowo 2:1
INPARA-2
Legowo 2:1
INPARA-3
Legowo 2:1
MEKONGGA
Legowo 2:1 Lahan Petani Kooperator
INPARA-1
Legowo 2:1
INPARA-2
Legowo 2:1
INPARA-3
Legowo 2:1
MEKONGGA
Legowo 2:1
Lahan Petani Kooperator
INPARA-1
Legowo 2:1
INPARA-2
Legowo 2:1
INPARA-3
Legowo 2:1
MEKONGGA
Legowo 2:1
9
3.2. Lokasi dan Waktu
Kegiatan pengkajian ini dilakukan secara multi years (2013 dan 2014) dan
dimulai bulan Januari sampai Desember 2013. Lahan sub optimal yang
digunakan untuk pengkajian adalah lahan rawa. Lokasi pengakajian
dilaksanakan di Kabupaten Bengkulu Tengah.
3.3. Pengumpulan Data
3.3.1. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman
Parameter tanaman padi yang diamati adalah komponen
pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah anakan aktif), komponen
hasil (jumlah anakan produktif, umur tanaman berbunga 50%, umur
tanaman dapat dipanen, jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai,
bobot 100 butir (kadar air 14%), dan hasil gabah kering bersih per plot
(kadar air 14%).
3.3.2. Perkembangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Perkembangan OPT yang akan diamati meliputi hama, penyakit
dan gulma utama pada tanaman padi rawa. Pengamatan dilakukan
secara periodik setiap minggu. Hama utama padi yang diamati
diantaranya adalah ulat daun, penggerek batang, wereng, kepinding
tanah, dan walang sangit, sedangkan penyakit utamanya adalah HDB,
tungro, dan blas.
3.3.3. Anasir iklim
Iklim merupakan salah satu komponen lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman maupun perkembangan
OPT. Anasir iklim yang yang penting untuk dikaitkan dengan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman maupun OPT diantaranya
adalah jumlah curah hujan, jumlah hari hujan, temperatur, kelembaban,
kecepatan angin, panjang hari dan intensitas penyinaran. Anasir iklim
tersebut penting karena berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman
10
dan OPT. Anasir iklim ini akan dikumpulkan dari Stasiun Meteorologi
terdekat.
3.4. Analisis Data
Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi rawa yang terkumpul
akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1984).Untuk
menentukan rekomendasi teknologi dilakukan analisis secara deskriptif meliputi
analisis ekonomi, teknis, dan sosial/budaya. Secara ekonomi menggunakan
marginal benefit cost ratio (MBCR), secara teknis dan sosial dilakukan evaluasi
preferensi petani kooperator dan petani sekitar
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Pertumbuhan vegetatif tanaman
Komponen pertumbuhan vegetatif yang diamati meliputi tinggi
tanaman dan jumlah anakan, Pengamatan pertama pada umur 2 minggu
setelah tananam dan pengamatan kedua pada umur 30 hari setelah tanam
sedangkan pengamatan ketiga dilakukan pada saat panen.
Tabel 1. Rata-rara tinggi dan jumlah anakan tanaman padi 2 minggu setelah tanam(14 HST) dan 4 minggu setelah tanam (30 HST) dan saat panen
Varietas
Tinggi tanaman (Cm) Jumlah anakan
14 hst 30 hst saat
panen 14 hst 30 hst
Saat
panen
Inpara-1 32,92 b 54,72 b 90,28 a 7,67 a 14,28 a 11,11 a
Inpara-2 32,77 b 61,09 a 93,92 a 6,55 ab 13,55 a 9,39 ab
Inpara-3 36,44 a 60,61 a 90,83 a 6,33 b 12,39 a 8,00 b
Mekongga 34,61 ab 62,84 a 94,83 a 6,95 ab 13,78 a 10,11 ab
Keterangan : * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %.
4.1.2. Komponen hasil dan hasil Komponen hasil dan hasil 4 varietas padi yang di tanam pada kegiatan
pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk mendukung swasembada
pangan di provinsi Bengkulu yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan varietas
Mekongga sebagai varietas pembanding yang biasa ditanam petani seperti
tertera pada Tabel 2 berikut ini.
12
Tabel 2. Rata-rata komponen hasil dan hasil 4 varietas pada pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk mendukung swasembada pangan di provinsi Bengkulu
Varietas Jumlah
malai
Panjang malai
(cm)
Gabah Bernas
(butir)
Gabah Hampa
(butir)
Bobot 1000
(gr)
Hasil (t/ha)
Inpara-1 11,11 a 21,19 a 54,04 a 40,72 a 25,94 a 4,79 a
Inpara-2 9,39 ab 20,48 a 48,18 a 40,92 a 25,95 a 5,49 a
Inpara-3 8,00 b 21,09 a 54,72 a 41,88 a 27,00 a 4,44 a
Mekongga 10,11 ab 20,76 a 51,62 a 38,62 a 27,05 a 3,09 b
Keterangan : * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %.
4.1.3.Analisa Usahatani
Analisa Usahatani 4 varietas padi paada pengkajian pengelolaan lahan
sub optimal untuk mendukung swasembada pangan di provinsi Bengkulu
tetera pa Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Rata-rata analisa usahatani 4 varietas padi pada pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk mendukung swasembada pangan di provinsi Bengkulu
Varietas Produksi
(t/ha)
Total Biaya
(Rp)
Penerimaan
(Rp)
Pendapatan
(Rp)
B/C Ratio
Inpara-1 4.79 6.887.415 14.376.000 7.488.585 1.1
Inpara-2 5.49 6.887.415 16.458.000 9.570.585 1.4
Inpara-3 4.44 6.887.415 13.332.000 6.444.585 0.9
Mekongga 3.09 6.887.415 9.279.000 2.391.585 0.3
Keterangan : Harga jual gabah kering panen yang berlaku setempat Rp. 3000/kg
4.1.4. Organime pengganggu Tanaman (OPT)
Organisme pengganngu tanaman dari golongan serangga adalah
orong-orong, jangkrik dan hama sundep yang menyerang pada masa
pertumbuhan, pengendaliannya dengan menggunakan insektisida regent.
Menjelang fase generatif serangan hama yang terpantau hama tikus yang
dikendalikan dengan cara memasang umpan beracun dan hama beluk yang
13
dikendalikan dengan insektisida regent, dan hama pianggang dikendalikan
dengan insektisida sidabas. klenset. Sedangkan penyakit yang terpantau
adalah blast dan hawar daun bakteri yang dikendalikan dengan filia dan
phuanmor
4.1.5. Analisa Iklim
Data yang digunakan dalam analisa iklim yaitu data curah hujan tahun
2011 dan 2012, data curah hujan dari penghitung hujan (PH) BPP Pauh
Kabupaten Bengkulu Tengah menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata
tahunan tahun 2011 yaitu 1448 mm jumlah hari hujan 147 hari sedangkan
curah hujan rata-rata tahunan tahun 2012 yaitu 1340 mm dengan jumlah hari
hujan 86 hari.
4.1.6. Satus hara Lahan
Penentuan status hara lahan dilakukan dengan menggunakan
Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR) versi 1.0. dan analisa tanah di
laboratorium. Penggunaan PUTR dilakukan sebelum tanam dan sesudah
panen. Alat perangkat uji tanah rawa mekanisme kerja merupakan
penyederhanaan secara kualitatif dari analisis tanah di labora torium dan hasil
yang diperoleh merupakan estimasi pengukuran kuantitatif dalam selang nilai
tertentu. Sehingga pengukuran kemasaman tanah dan status hara N, P, K
dapat dilakukan dalam waktu singkat yang dilengkapi dengan
rekomendasi kebutuhan kapur, pupuk Urea, SP-36, dan KCl untuk tanaman
padi.
Tabel 4. Hasil analisis status hara dengan alat PUTR sebelum tanam
No Unsur hara Status hara Rekomendasi penggunaan pupuk
(kg/ha)
1 N Rendah 300 urea
2 P Tinggi 50 SP-36
3 K Rendah 125 KCl
4 pH tanah 3-4,5 1000 CaCo3
14
Tabel 5. Hasil analisis status hara dengan alat PUTR setelah panen
No Unsur hara Status hara Rekomendasi penggunaan pupuk
(kg/ha)
1 N Sedang 200 urea
2 P Tinggi 50 SP-36
3 K Rendah 125 KCl
4 pH tanah 3-4 500 CaCO3
Untuk mengetahui status hara maka dilakukan analisa tanah di laboratorium,
hasilnya dapat dilihat pada table 6.
Tabel 6. Hasil status hara dengan analisa laboratorium sebelum tanam
No Sifat Kimia dan Fisika Nilai Keterangan *
1 2
3 4
5 6
7
8 9
C-organik (%) N
P-Bray.I (ppm) K-dd (me/100g)
Ca-dd (me/100g) Mg-dd (me/100g)
Na-dd (me/100g)
KTK (me/100g) Al (me/100g)
5,36 2,96
1,47 0,11
6,19 4,15
0,07
25,86 2,86
Sangat tinggi Sangat tinggi
Sangat rendah Rendah
Sedang Tinggi
Sangat rendah
Tinggi rendah
Keterangan : Hasil analisa laboratorium tanah BPTP Bengkulu
* Balai Penelitian Tanah (2009)
Tabel 7. Hasil status hara dengan analisa laboratorium setelah panen
No Sifat Kimia dan Fisika Nilai Keterangan *
1
2 3
4
5 6
7 8
9
10 11
pH H2O
pH KCL C-organik (%)
N
P-Bray.I (ppm) K-dd (me/100g)
Ca-dd (me/100g) Mg-dd (me/100g)
Na-dd (me/100g)
KTK (me/100g) Al (me/100g)
5,03
4,32 2,79
1,15
- 0,08
0,38 5,71
0,29
33,26 2,70
Agak masam
- Sedang
Sangat tinggi
- Sangat rendah
Sangat rendah Tinggi
Rendah
Tinggi Sangat rendah
Keterangan : Hasil analisa laboratorium tanah BPTP Bengkulu * Balai Penelitian Tanah (2009)
15
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pertumbuhan vegetatif tanaman
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan antar
varietas menunjukkan berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada saat
umur 14 hst dan 30 hst sedangkan tinggi tanaman saat panen tidak berbeda
nyata. Tinggi tanaman masing-masing varietas saat panen berkisar 90 – 95
cm, hal ini belum sesuai dengan deskripsi dimana tinggi tanaman saat panen
diatas 100 cm. Perlakuan varietas berbeda nyata terhadap jumlah anakan
pada umur tanaman 14 hst dan saat panen sedangkan perlakuan varietas
pada umur tanaman 30 hst tidak berbeda nyata. dan tidak berbeda nyata
terhadap jumlah anakan. Jumlah anakan produktif masing-masing varietas
masih lebih sedikit dibandingkan deskripsinya. Terjadinya perbedaan tinggi
tanaman dan jumlah anakan pada masing-masing varietas tersebut diduga
karena pengaruh baik dari dalam maupun luar tanaman itu sendiri. Seperti
faktor genetik yang berasal dari dalam dan yang dari luar seperti , curah
hujan, kelembaban, intensitas cahaya dan kesuburan tanah. Dikemukakan
oleh De Datta (1981) dalam Firdaus dkk., (2001) bahwa lama fase
pertumbuhan vegetatif merupakan penyebab perbedaan umur tanaman yang
disebabkan oleh faktor genetik dari suatu tanaman. Nyakpa dkk (1988)
menambahkan bahwa potensi hasil tinggi serta sifat-sifat lainnya ( mutu,
ketahanan terhadap hama penyakit dan kekeringan) berhubungan erat
dengan susunan genetika tanaman.
4.2.2. Komponen hasil dan Hasil
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas
menunjukkan berbeda nyata terhadap jumlah malai tetapi berbeda nyata
terhadap panjang malai, gabah bernas, gabah hampa dan bobot 1000 (Tabel
6). Jumlah malai yang dihasilkan identik dengan jumlah anakan produktif,
jumlah malai Inpara 1 rata-ratanya 11,11 helai, Inpara 2 rata-ratanya 9,39
helai, Inpara 3 dan Mekongga jumlah malainya 8 dan 10,11 helai. Jika dilihat
dari deskripsinya maka jumlah malai keempat varietas masih di bawah rata-
rata. Berdasarkan laporan Suprihatno, et al (2010) melaporkan bahwa anakan
produktif dari varietas Inpara 1, 2, 3 dan mekongga berturut-turut adalah 18,
16, 17 dan 13-16 batang. Panjang malai berbanding lurus dengan gabah
yang dihasilkan. Panjang malai yang dihasilkan masing-masing varietas
16
Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan Mekongga berturut-turut adalah 21,19 cm,
20,48 cm, 21,09 cm dan 20,76 cm. Keempat varietas tersebut termasuk
panjang malai sedang. Menurut Nursalis (2011) panjang malai ditentukan
oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai
beraneka ragam, pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari
30 cm).
4.2.3. Analisa Usahatani
Berdasarkan hasil analisa usahatani (Tabel 3) terjadi peningkatan dan
pendapatan bersih usatani setelah menggunakan varietas yang sesuai untuk
lahan rawa yaitu varietas inpara dibandingkan dengan varietas yang sering
ditanam yaitu varietas mekongga dan lokal. Pendapatan bersih dengan
varietas inpara 2 sebesar Rp. 9.570.585,- ; varietas inpara 1 sebesar Rp.
7.488.585,-; varietas inpara 3 sebesar Rp. 6.444.585,- . Sedangkan untuk
varietas yang biasa ditanam yaitu mekongga hanya Rp. 2.391.585,-
4.2.3. Analisa iklim
Distribusi hujan tidak merata pada tahun 2011 dan 2012, dimana sepanjang
tahun hanya 1 bulan bulan basah (> 200 mm/bulan ). Komponen iklim yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan padi adalah suhu udara dan kelembaban udara
4.2.4. Satus hara Lahan
Berdasakan hasil analisa tanah dengan menggunakan alat perangkat uji
tanah rawa (PUTR) keadaan status hara N dan K rendah sedangkan P tinggi dengan
pH tanah sekitar 3-4,5 (Tabel.2). Setelah panen dilakukan juga analisa tanah dengan
PUTR, status hara berubah untuk kandungan hara N menjadi sedang, kandungan P
tinggi, K rendah sedangkan pH tetap pada 3- 4 namun rekomendasinya 500 CaCO3
kg/ha. Perubahan ini diduga karena adanya efek sisa pemberian pupuk dan kapur
pada waktu tanam. Berdasarkan data tersebut bahwa lahan rawa bergambut di
lokasi pengkajian belum dikelola secara intensif, belum atau kurang penambahan
unsure hara dan kapur dolomit dan sering terjadi pembakaran lahan setelah panen.
Analisa tanah yang dilakukan di laboratorium lebih lengkap dibanding dengan analisa
dengan PUTR, Kandungan C-organik tergolong sangat tinggi; kandungan N
tergolong sangat tinggi; status P tersedia tergolong sangat rendah, basa-basa
17
dipertukarkan K, Ca, Mg, Na adalah berturut rendah, sedang, tinggi dan sangat
tinggi, Al3+ tergolong sangat rendah; dan KTK tergolong tinggi.
18
V. KESIMPULAN
Berdasakan hasil kegitan yang telah dilaksanakan yaitu kegiatan pengkajian
pengelolaan lahan sub optimal untuk mendukung swasembada pangan di provinsi
Bengkulu dengan perlakuan adaptasi varietas padi rawa dan system tanaman jajar
legowo 2:1 dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Terjadi perubahan sikap dan prilaku terhadap teknologi yang diitroduksikan
seperti varietas, cara tanam, dan cara memupuk setelah melihat pertumbuhan
tanaman dibandingkan tanaman padi sebelumnya,
2. Perubahan sikap dan prilaku petani kooperator perlu di bina secara berkelanjutan
agar berdampak lebih luas terhadap pengembangan lahan sub optimal untuk
mendukung swasembada pangan di Provinsi Bengkulu
3. Ketiga varietas padi rawa yang diadaptasikan ternyata lebih menguntungkan
dibandingkan dengan varietas yang biasa di tanam yaitu Mekongga yang
sebenarnya diperuntukan untuk lahan sawah irigasi (Tabel 3),
4. Dilihat dari pertumbuhn dah hasil ketiga varietas yang dapat dianjurkan untuk
dikembangkan terutama varietas Inpara 2, dan varietas Inpara 1 karena rasa
nasinya pulen,
5. Komponen teknologi yang dapat diterima lansung oleh petani kooperator dan
petani sekitar adalah Varietas, Sistem tanam Jajar Legowo, Penggunaan beni
(jumlah dan mutu/berlabel). Sedangkan pupuk penuh menjadi pertimbangan
mereka, karena tergantung dana yang tersedia dan keterediaan pupuk pada saat
di perlukan.
6. Lahan rawa bergambut di lokasi pengkajian yaitu dusun baru sebenarnya
potensial untuk tanaman padi kalau dkelola secara intensif, karena saluran
skundernya sudah dari pada ditanam kelapa sawit.
7. Dampak dari pelaksanaan kegiatan adalah untuk musim tanam berikutnya petani
kooperator dan petani sekitar akan menanam varietas Inpara terutama inpara 2
dan 1, dengan system tanam jajar legowo 2:1 yang menguntungkan untuk
pemeliharaan. Pada kunjungan lapangan dari petugas Dinas Pertanian Kabupaten
Bengkulu Tengah kegiatan Optimasi lahan rawa dalam pelaksanaanya
berpedoman dari petunjuk teknis kegiatan pengkajian pengelolaan lahan sub
optimal BPTP Bengkulu.
19
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah.T, dan Ar-riza, I. 2006. Teknologi pemanfaatan lahan rawa lebak dalam
buku karakteristik dan pengelolaan lahan rawa. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta
Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi lahan
rawa lebak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 42 p.
Badan Litbang Pertanian. 2010. Panduan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Jagung. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Inovasi varietas unggul padi rawa dalam
bank pengetahuan tanaman pangan Indonesia. Jakarta.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bappeda dan BPS
Provinsi Bengkulu. Bengkulu 402 p.
De Datta dalam Firdaus, Yardha dan Adri. 2001. Keragaman galur-galur harapan padi sawah. Jurnal Agronomi Universitas Jambi, Vol. 5no. 2. Jambi
Hidayat, A dan Mulyani.A 2002.Lahan kering untuk pertanian dalam buku teknologi
pengelolaan lahan kering menuju pertanian produktif dan ramah
lingkungan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor
Nyakpa, M.Y. A.M.Lubis, M.A. Pulung, A.G.Amrah, A.Munawar, G.B.Hong, N.Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Norsalis, E. 2011. Padi gogo dan padi sawah. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-
Indonesia/Padigogodansawah_ekonorsalis_17170.pdf [23 September) 2013.
Puslitbangtan, 2009. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT. Kerjasama
Puslitbangtan, BBP2TP, BPTP Jawa Barat dan BPTP Bali. 20 p.
Subagyo, H. 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa dalam Karakteristik dan
Pengelolaan Lahan Rawa.Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor
Subagyo H. 1997. Potensi pengembangan dan tata ruang lahan rawa untuk
pertanian. Prosiding simposium Nasional dan Konggres PERAGI. Jakarta 25- 27
Juni 1996.
Suprihatno, B., A. A. Daradjat, Satoto, Baehaki, Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, I.P. Wardana, dan H. Sembiring. 2010. Deskripsi varietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian
20
ANALISIS RISIKO
Analisis resiko merupakan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran penelitian yang berisi daftar resiko,
penyebab, dampak dan penanganannya. Analisis resiko disajikan pada Tabel 11 dan
Tabel 12.
Tabel 11. Daftar Risiko.
Risiko Penyebab Dampak
Pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
- Perubahan aturan Pemerintah
- Kondisi lapangan yang dinamis
- Perubahan Iklim yang dunamis, serangan hama dan penyakit
Hasil kegiatan tidak optimal mencapai tujuan
Rekomendasi yang dihasilkan tidak digunakan oleh petani petugas dan pengambil kebijakan
- Respon oleh petani , petugas dan pengambil kebijakan rendah
Difusi dan adpsi teknologi kepada petani dan petugas lapang lambat
Tabel 12. Daftar Penanganan Risiko.
Risiko Penyebab Daftar Penanganan resiko
Pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
- Perubahan aturan Pemerintah
- Kondisi lapangan yang dinamis
- Perubahan Iklim yang dunamis, serangan hama dan penyakit
Membuat berita acara perubahan dokumen perencanaan kegiatan
Rekomendasi yang dihasilkan tidak digunakan oleh petani petugas dan pengambil kebijakan
- Respon oleh petani , petugas dan pengambil kebijakan rendah
Sosialisasi rekomendasi kepada petugas dan pengambil kebijakan lebih intensif
21
JADWAL KEGIATAN
Kegiatan pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk mendukung
swasembada pangan di Provinsi Bengkulu akan dilaksanakan pada tahun 2013.
Jadual pelaksanaan kegiatan disajikan pada Tabel 10.
Tabel 13. Jadual pelaksanaan kegiatan pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk mendukung swasembada pangan di Provinsi Bengkulu tahun 2013
No. Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan: Desk study/pengumpulan data sekunder
X
Penyempurnaan proposal
X x
2. Pelaksanaan:
Hunting dan pemantapan lokasi
x
x x
Sosialisasi x x x
Penentuan kooperator x x x
Penerapan teknologi X X X X X X X
Pengamatan x x x x x x x X
3. Pengolahan data X X
4. Pelaporan X
22
PEMBIAYAAN
Rencana anggaran biaya kegiatan pengelolaan lahan sub optimal untuk
mendukung swasembada pangan Pertanian di Provinsi Bengkulu pada tahun 2013
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rencana anggaran belanja (RAB).
No Jenis Pengeluaran Volume Harga Satuan
(RP)
Jumlah Biaya
(RP)
1 Belanja Bahan 16.250.000
- ATK, Komputer Suply dan Pelaporan 1 pkt
3,000,000
3,000,000
- Bahan pengkajian dan pendukung lainnya
1 thn
7,000,000
7,000,000
- Penggandaan dan laminasi 1 pkt 1,500,000 1,500,000
- Konsumsi dalam rangka sosialisasi,
temu lapang, pertemuan
95 oh 50,000 4,750,000
2 Honor Output Kegiatan 10,475,000
- UHL 135 oh 35,000 4,725,000
- Honor petugas lapang 40 oh 100,000 4,000,000
- Entry data 50 oh 35,000 1,750,000
3 Blj Barang Non Operasional Lainnya
7,750,000
- Pengelolaan sampel tanaman 1 pkt 2,500,000 2,500,000
- Analisis tanah 1 thn 2,000,000 2,000,000
- Ongkos kirim bibit, dokumentasi 1 thn 4,250,000 4,250,000
4 Blj Sewa 2,000,000
- Sewa Kendaraan 4 hari 2,000,000
5 Belanja Perjalanan Lainnya 46,620,000
- Perjalanan daerah 88 oh 365,000 32,120,000
- Konsultasi ke pusat 2 op 5,000,000 10,000,000
- Akomodasi dalam rangka sosialisasi,
temu lapang, pertemuan
1 paket 4,500,000 4,500,000
83.095.000
23
Realisasi Anggaran
No Jenis Pengeluaran Realisasi
Anggaran (Rp)
Persentase
Keuangan (%)
Persentase
Fisik (%)
1 Belanja Bahan
- ATK, Komputer Suply dan Pelaporan
2.982,300,- 99,41
- Bahan pengkajian dan pendukung
lainnya
6.991.450,- 99.88
- Penggandaan dan laminasi 570.000,- 38
- Konsumsi dalam rangka sosialisasi, temu lapang, pertemuan
0 0
Jumlah 10.543.750,-
2 Honor Output Kegiatan
- UHL 4725,000,- 100
- Honor petugas lapang 1.100.000,- 27.5
- Entry data 1,750.000,- 100
Jumlah 7,575.000,-
3 Blj Barang Non Operasional Lainnya 0
- Pengelolaan sampel tanaman 2.500.000,- 100
- Analisis tanah 475,000,- 23.75
- Ongkos kirim bibit, dokumentasi 2.237.000,- 68.83
Jumlah 5,212,000,-
4 Belanja Sewa
- Sewa kendaraan 1.000.000,- 50.00
Jumlah 1.000.000,-
5 Belanja Perjalanan Lainnya
- Perjalanan daerah 32.120.000 100
- Konsultasi ke pusat 9.639.000,- 96.59
- Akomodasi dalam rangka sosialisasi, temu lapang, pertemuan
0 0
Jumlah 41.779.000,-
Total 66.109.750,-
24
PERSONALIA
Personalia kegiatan pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk mendukung swasembada pangan di Provinsi Bengkuludisajikan pada Tabel 12.
Tabel 12.Personalia kegiatan pengkajian pengelolaan lahan sub optimal untuk
mendukung swasembada pangan di Provinsi Bengkulutahun 2013
No
Nama/NIP
Jabatan Fungsional/Bidan
g keahlian
Jabatan dalam
Kegiatan Uraian Tugas
Alokasi Waktu (Jam
/minggu
)
1 Ir. Eddy Makruf Penyuluh
Pertanian
Madya/Agronomi
Penanggung
jawab
1. Mengkoordinir anggota tim dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
2. Bertanggungjawab terhadap Kepala Balai dan memberikan laporan fisik dan keuangan secara periodik (bulanan).
20
2. Yong Farmata,
SP, M.Si
Peneliti/Ilmu
Tanah
Anggota 1. Membantu penanggung-jawab dalam merencanakan, pelaksanaan, dan pelaporan
10
3. Nurmegawati,
SP
Peneliti/Ilmu
Tanah
Anggota 1. Membantu penanggung-jawab dalam merencanakan, pelaksanaan, dan pelaporan
10
5. Johan Syafri,
A.Md
Teknisi Anggota 1. Membantu penanggung-jawab dalam pelaksanaan, dan pengamatan
10
6. Heriyan Iswadi Teknisi Anggota 2. Membantu penanggung-jawab dalam pelaksanaan, dan pengamatan
10
25
Lampiran Foto
.Foto 1. Kondisi lahan sebelum kegiatan berlangsung
Foto 2. Ploting lahan dan analisis status hara dengan alat Perangakat Uji Tanah
Rawa (PUTR)
26
Foto 3. Penanaman dengan sistem tanam legowo 2:1
Foto 4. Kondisi tanaman padi umur 2 MST (kiri) dan umur 4 MST (kanan)