pengolahan data konduksi
DESCRIPTION
Pengolahan data praktikum konduksi yang akan membantu mengerjakan tugas.TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PROSES OPERASI TEKNIK KIMIA 1
“ KONDUKSI “
Disusun Oleh Kelompok 11 :
Alfi Magfirwan
Fransiskus Adam Perkasa
Kezia Elkardiana
Yessica Hannauli
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari suatu tempat
ketempat yang lain, secara alami kalor berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda
yang bersuhu rendah. Seiring berjalannya waktu, kalor dianggap sebagai suatu bentuk energi
yang berkaitan erat dengan suhu. Kajian lanjut menunjukkan bahwa kalor dapat berpindah
melaluitiga cara yaitu, konduksi, konveksi dan radiasi.
Apabila dua jenis benda yang memiliki temperatur berbeda saling berkontak
termal,maka temperatur benda yang lebih panas akan perlahan mendingin, sedangkan
temperatur benda yanglebih dingin akan menjadi panas hingga suhutertentu.Peristiwa terseb
ut terjadikarena adanya perpindahan kalor antara dua benda yang berkontak termal.
Perpindahan panasyang mana partikel-partikel dalam medium perpindahan panas tersebut
tidak berpindahdisebut konduksi. Pada peristiwa konduksi, koefisien perpindahan panas dan
koefisien kontak merupakan faktor yang penting, yang dalam percobaan ini akan ditentukan
besarnya untuk dua unit yang digunakan dalam percobaan.
I.2 Tujuan Percobaan
1. Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k,
dengan menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi steady dan unsteady.
2. Menghitung koefisien kontak.
III.3 Prosedur Percobaan
3. Memeriksa jaringan air pendingin masuk dan keluar peralatan konduksi, periksa
apakah air pendingin mengalir ke dalam alat dengan membuka kran pengontrol.
4. Mengalirkan alir pendingin dengan laju sangat kecil.
5. Menghubungkan kabel ke sumber listrik.
6. Memasang milivoltmeter, set mV meter pada penunjuk mV, DC.
7. Meng-ON-kan saklar utama dan unit 1/2 dan 3/4.
8. Mengeset heater unit 1/2 pada angka 5 dan unit 3/4 pada angka 400.
9. Mengamati suhu tiap node 1 s/d 10 setiap 5 menit untuk unit 2 dan 3.
10. Menghentikan pengamatan apabila suhu node 10 telah tidak berubah suhunya pada 3
kali pengamatan.
III.3 Instrumentasi
Pada percobaan Konduksi ini digunakan alat Scott Themal Conduction Sistem model
9051. Adapun gambar alat sebagai berikut:
Adapun komponen utama sistem ini ialah sebagai berikut :
- Unit berbentuk tubular yang terinsulasi, terdiri dari bagian tengah yang berupa tube
furnace bersuhu 1850 0F yang memanaskan 2 batang stainless steel yang hanya terpisah
sedikit jaraknya. Batang- batang stainless steel ini masing-masingterhubung pada
serangkaian logam. Sebelah kiri berhubungan dengan tembaga-batang besi. Sebelah
kanan berhubungan dengan alumunium lalu batang magnesium. Tiap susunan batang
ujungnya berakhir pada suatu heat sink yang didinginkan oleh fluida pendingin. Heat
sink ini digunakan untuk mengatur dan mengukur fluks panas yang melalui terminal
cross section batangan itu.
- Konduktor dengan variabel area dan konstan area yang masing-masing disusun secara
vertikal dan dipanaskan oleh hot plate 700 0F dan bagian atasnya berujung pada suatu
heat sink yang didinginkan oleh fluida pendingin. Semua pemanas dan elemen
penghantar diselubungui oleh suatu jaket insulasi.
- Termokopel Chromel – Alumel yang diinsulasi kaca. Termokopel ini diletakkan pada
10 titik kritis pada konduktor-konduktor diatas dan pada inlet dan outlet heat sink.
Semua dihubungkan pada sepasang terminal melalui suatu kotak penghubung yang
memiliki switch selektor individual dan group sehingga dengan cukup sebuah
potensiometer yang dihubungkan , pembacaan dari seluruh titik yang dipasangkan
termokopel itu dapat dilakukan semau kita.
- Power circuit 115 V AC dengan kontrol on/off untuk setiap sumber kalor
Sedangkan untuk lebih jelasnya untuk masing-masing percobaan pada alat ini ialah
sebagai berikut :
Percobaan unit 1 dan 2
Pada percobaan 1 dan 2 dititikberatkan pada perpindahan panas melalui logam-logam
yang bervariasi, tahanan dan interface. Penjelasan mengenai bagian dalam bisa dilihat
dalam ilustrasi sebagi berikut:
Untuk komponen alatnya dideskripsikan sebagi berikut:
- Tube Furnace
Bekerja sebagai AC-operated. Temperature operasi maksimum yang aman untuk
furnace ini adalah 18500F. Untuk menghitung neraca panas alat atau furnace loses,
input listrik dapat diukur dengan menghubungkan voltmeter dan amperemeter
kekontak pada bagian belakang furnace.
- Susunan batang logam.
Untuk kondisi panas dari zona temperatur tinggi didalam furnace menuju kedua sisi
alat, digunakan 2 batang stainless steel yang distabilkan. Material ini mejaga
keseragaman dan kondisi permukaan yang tahan lama. Hal ini penting karena
kebanyakan panas yang memasuki batang ditransmisikan dari elemen pemanas secara
langsung dengan radiasi. Serta setiap perubahan kondisi interface batangan setelah
beberapa kali operasi akan mempengaruhi pengukuran. Selanjutnya, kedua stainless
steel bar ini diberi sedikit jarak untuk mencegah batangan stainless steel itu menjadi
heat sink bagi batangan lainnya.
Untuk alat 1 : batangan terdiri daristainless steel-tembaga-baja karbon
Untuk alat 2 : batangan terdiri daristainless steel-alumunium-magnesium
- Pengukuran suhu
Pengukuran suhu digunakan termokopel seperti yang telah disebutkan pada bagian
komponen utama. Semua termokopel diletakkan pada titik-titik yang perlu untuk
pengukuran.
- Pengukuran fluks panas
Pengukuran fluks panas dapat dilakukan pada heat sink yang ada.
- Insulasi
Furnace, batangan serta heat sink diselubungi oleh insulasi untuk menghindari
kehilangan panas konveksi yang besar sehingga alat dapat sensitif untuk pengukuran
dengan temperatur range yang rendah.
Percobaan unit 3 dan 4
Pada percobaan unit 3 dan 4 kita menghitung perpindahan panas dengan konduktor
yang seragam dengan memvariasikannya dengan luas penampang yang berbeda. Untuk
unit 3 dan 4 menggunakan konduktor tembaga. Deskripsi alat bisa dilihat pada gambar
sebagi berikut:
Pada alat 3 luas penampang konduktor bervariasi dengkan pada alat 4 luas penampang
konduktor dibuat konstan. Adapun komponen-komponennya sebagai berikut :
- Hot plate-type heat sources (2)
Input listrik maksimum adalah 750 watt
- Fluks panas melalui batang silinder dengan luas permukaan yang meningkat dari bawah
ke atas(tapered bar) serta fluks panas melalui batangan silinder dengan luas permukaan
yang seragam.
- Pada batangan silinder dengan luas yang seragam, densitas fluks panas konstan per unit
area sepanjang batangan. Pada tapered bar, densitas fluks panas semakin keatas semakin
berkurang (karena luas semakin keatas semakin besar)
- Pengukuran suhu
Sepuluh termokopel yang diletakkan di pusat tiap batang pada posisi tertentu(pada tiap
node) memungkinkan pengukuran suhu.
BAB II
LANDASAN TEORI
Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, akan terjadi perpindahan energi berupa
kalor dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Salah satu cara
perpindahan energi ini melalui mekanisme yang disebut konduksi atau hantaran.
Konduksi dapat diartikan sebagai transmisi energi (panas) dari satu bagian padatan yang
bersuhu tinggi ke bagian padatan lain yang kontak dengannya dan memiliki suhu lebih
rendah.
Besarnya perpindahan kalor sebanding dengan gradien suhu yang dinyatakan dalam
persamaan:
qA
≈ ∂T∂ X
Apabila konstanta proporsionalitas dimasukkan dalam persamaan tersebut, didapat:
q=− k A∂ T∂ X
Persamaan di atas disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor. Pada persamaan di
atas, q menyatakan laju perpindahan kalor dan ∂T
∂ X merupakan gradien suhu ke arah
perpindahan kalor. Konstanta k melambangkan konduktivitas termal benda, sedangkan
tanda minus diberikan untuk memenuhi hukum kedua termodinamika yaitu kalor
berpindah ke tempat yang suhunya lebih rendah.
Untuk konduksi kalor satu dimensi dapat digunakan persamaan:
−kA∂ T∂ x
+qAdx=ρ cA∂ T∂ τ
dx−A [k ∂T∂ x
+ ∂∂ x (k
∂T∂ x )dx ] ∂
∂ x (k∂ T∂ x )+q= ρc
∂T∂ τ
Sedangkan untuk aliran kalor tiga dimensi, kita perlu memperhatikan kalor yang
dihantarkan ke dalam dan ke luar satuan volume dalam tiga arah kordinat. Dengan
menggunakan neraca energi akan didapat persamaan:
∂∂ x (k
∂ T∂ x )+ ∂
∂ y (k∂ T∂ y )+ ∂
∂ z (k∂T∂ z )+q= ρc
∂ T∂ τ
atau dapat ditulis
∂2T∂ x2
+∂2 T∂ y2
+∂2T∂ z2
+ qk= 1
α∂T∂ τ
Dalam persamaan di atas, besaran menyatakan difusifitas termal atau kebauran termal
bahan. Makin besar nilai , makin cepat kalor membaur di dalam bahan tersebut. Satuan
dari difusifitas termal adalah m2/s.
Perpindahan kalor konduksi dibagi menjadi dua macam, yaitu konduksi keadaan
tunak dan tak tunak. Pada konduksi keadaan tunak, suhu tidak berubah terhadap waktu.
Namun, jika suhu benda berubah terhadap waktu atau jika ada sumber kalor (heat source)
dan sumur kalor (heat sink), konduksi yang terjadi adalah konduksi tak tunak.
Konduksi keadaan tunak
Apabila tidak ada pembangkitan panas di dalam benda, maka persamaan hukum
Fourier dapat diintegrasikan , sehingga diperoleh:
q=− k AΔX (T2−T 1)
Jika konduktivitas termal merupakan fungsi suhu, dimana k = k0 (1 + βT), maka
persamaan aliran kalor menjadi:
q=−k0 A
Δx [(T 2−T 1)+ β2 (T22−T
12 )]
Pada sistem yang terdiri dari beberapa bahan seperti pada gambar, aliran kalor dapat
dirumuskan sebagai berikut:
q=−k A AT 2−T1
ΔxA
=−kB AT3−T 2
ΔxB
=−kC AT 4−T3
ΔxC
q=T 1−T 4
Δx A
k A A+
ΔxB
k B A+
ΔxC
kC A
Konduksi keadan tak tunak
Dalam proses pemanasan atau pendinginan yang bersifat transien, yang berlangsung
sebelum terjadinya kesetimbangan, analisisnya harus menggunakan persamaan-
persamaan untuk keadaan tak tunak.
Pada keadaan tak tunak berlaku:
∂2T∂ x2
= 1α
∂ T∂ x
Sebagai contoh, untuk konduksi keadaan tak tunak pada benda padat semi tak
berhingga dengan fluks kalor tetap berlaku:
T−T i=2 q0 √ατ
πkA
exp (− x2
4 ατ )−q0 x
kA (1−erfx
2√ατ )
Pada pembahasan di atas sempat disinggung beberapa besaran yang berkaitan dengan
perpindahan kalor konduksi, yaitu konduktivitas termal dan tahanan kontak termal.
Berikut akan diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kedua besaran tersebut.
Konduktivitas termal
Umumnya konduktivitas termal itu sangat bergantung pada suhu. Nilai
konduktivitas termal itu menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan
tertentu. Makin cepat molekul bergerak makin cepat pula ia mengangkut energi. Jadi,
konduktivitas termal bergantung pada suhu. Untuk kebanyakan gas pada tekanan
sedang konduktivitas termal merupakan fungsi suhu saja. Ini berarti data gas pada 1
atmosfer (atm) dapat digunakan untuk rentang tekanan yang agak luas. Jika tekanan
gas mendekati tekanan kritisnya atau umumnya, bilamana kita berhadapan dengan gas
non ideal maka data konduktivitas termal harus dicari dari sumber-sumber lain.
Mekanisme fisis konduksi energi termal dalam zat cair secara kualitatif tidak
berbeda dari gas, namun situasinya menjadi jauh lebih rumit karena molekul-
molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, sehingga medan gaya molekul (molecul
force field) lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses tubrukan
molekul.
Energi termal dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua cara
berikut; melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron
bebas. Dalam konduktor listrik yang baik, di mana terdapat elektron bebas yang
bergerak di dalam strukur kisi bahan-bahan maka elektron, di samping dapat
mengangkut muatan listrik dapat pula membawa energi termal dari daerah bersuhu
tinggi ke daerah bersuhu rendah, sebagaimana pada gas. Bahkan elektron ini sering
disebut gas elektro (electron gas). Energi dapat pula berpindah sebagai energi getaran
dalam struktur kisi bahan. Maka, penghantar listrik yang baik selalu merupakan
penghantar kalor yang baik pula. Isolator listrik yang baik merupakan isolator kalor
pula. Pada suhu tinggi, perpindahan energi pada bahan isolator berlangsung dalam
beberapa cara:konduksi melalui bahan berongga atau padat; konduksi melalui udara
yang terkurung dalam rongga-rongga; dan jika suhu cukup tinggi, melalui radiasi.
Bila perubahan k merupakan fungsi linier terhadap perubahan suhu, maka
hubungan tersebut dapat ditulis:
k=k0 (1+βT )
Satuan dari konduktivitas termal adalah Watt/moC atau BTU/hour.Ft.oF
Jika konduktivitas termal berubah menurut hubungan linear dengan suhu
seperti k=k0(1+βT), maka persamaan aliran kalor menjadi:
q=−k0 A
Δx [(T 2−T 1)+ β2 (T22−T
12 )]Konduktivitas termal berbagai bahan isolasi berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Pengelompokan bahan-bahan isolasi tersebut berdasarkan penerapan dan
jangkauan suhu penggunaannya. Pada pengelompokkan keampuhan bahan isolasi,
dalam industri bangunan ada kebiasaan menggunakan nilai R. Nilai R tersebut dapat
didefinisikan sebagai berkut :
R= ΔTq / A
Dengan R = 0C . m2/W atau 0F .ft 0.h/Btu ( menggunakan aliran kalor persatuan luas )
Tahanan kontak termal
Apabila dua benda padat dihubungkan satu sama lain dan perpindahan panas hanya
dalam arah aksial, maka akan terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba pada perbatasan
kedua bahan tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya tahanan kontak termal. Tahanan
kontak termal merupakan akibat dari ketidaksempurnaan kontak antara kedua bahan,
sehingga terdapat fluida yang terperangkap di dalamnya.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perpindahan kalor pada sambungan, yaitu:
- konduksi antara zat padat dengan zat padat pada titik-titik singgung
- konduksi melalui gas yang terkurung pada ruang-ruang kosong yang terbentuk
karena persinggungan tersebut. Hal ini yang merupakan tahanan utama pada aliran
kalor, karena konduktivitas gas sangat kecil bila dibandingkan dengan
konduktivitas zat padat.
Untuk lebih jelas deskrpsi a;iran kalor melalui sambungan bisa dilihat pada gambar
berikut:
Aliran kalor melintasi sambungan tersebut dapat ditulis dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:
q=T 2 A−T 2B
Lg
2 k A AC
+Lg
2kB AC
+k f Av
T2 A−T 2 B
Lg
=T 2 A−T 2 B
1hc A
dimana:
Ac = bidang kontak
Av = bidang lowong
Lg = tebal ruang lowong
kf = konduktivitas termal fluida
hc = tahanan kontak termal
Persamaan umum dengan menerapkan neraca energi pada kedua bahan, karena
merupakan gabungan anatara 2 bahan maka aliran kalor disetiap titik ialah sama
maka:
q=k A AT 1−T 2 A
Δx A
=T 2 A−T 2B
1 /hc A=k B A
T 2 BT 3
ΔxB
Dengan melihat kepada sambungan tadi dimana terjadi perpindahan kalor
secara konduksi dapat dinyatakan dalam persamaan perpindahan kalor secara
konveksi. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
Q konveksi AB = Qkonduksi pada bidang yang kontak + Q konduksi gas-gas pada bidag yang tidak kontak
T2 A−T 2 B
1/hc A = k gabungan . Ac
T 2 A−T2 B
Δx + k f A r
T2 A−T 2 B
Δx1
Dimana;
1k gabungan
= 1k A
+ 1k B
k gabungan=k A k B
k A+kB
∆x = tebal bidang yang kontak, diasumsikan tebal bidang ini adalah ½ dari jarak
ruang yang kosong antara 2 logam tersebut (seperti yang terlihat pada gambar2 ) =
Lg/2
∆x1= tebal bidang kosong = jarak anatara dua logam = Lg
Dengan memberi tanda Ac untuk bidang kontak dan Av untuk bidang lowong maka
persamaan diatas menjadi:
T2 A−T 2 B
1/hc A =
k A k B
k A+kB
. Ac
T2 A−T 2 B
Lg/2 + k f A r
T2 A−T 2 B
Lg
11/hc A =
k A k B
k A+kB
. Ac1
Lg/2 + k f Ar
1Lg
hc A=1Lg ( 2(k A+kB ). Ac
k A kB
+k f Ar),
maka didapatkan persamaan koefisien kontak sebagai berikut :
hc=1
Lg ( 2(k A+kB )k A k B
.Ac
A+k f
r
Ar
A )Dengan satuan m2 0C/Watt
BAB III
DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
III.1 Data Pengamatan
Data pengamatan yang diperoleh sebagai berikut :
Unit 2
Suhu awal air (T in air) = 25oC
Hasil Pengamatan Unit 2
NodeT1 node
(mV)T1 out air
(oC)T2 node (mV)
T2 out air (oC)
1 3.12 28 3.493 282 3.022 28 2.95 283 2.521 28 2.523 284 2.177 28 2.167 285 1.871 28 1.886 28.56 1.606 28.5 1.365 28.57 1.35 29 1.347 298 1.149 29 1.141 299 0.96 28 0.956 2910 - - - -
Unit 3
Suhu awal air (Tin air) = 25oC
Hasil Pengamatan Unit 3
NodeT1 node (mV)
T1 out air (oC)
T2 node (mV)
T2 out air (oC)
1 2.313 31 2.314 312 2.132 31.5 2.131 313 2.13 31.5 2.129 324 1.739 32 1.738 325 1.544 32 1.539 326 1.359 32 1.361 327 1.196 32 1.197 328 1 32.3 1.002 32.39 0.831 32.3 0.834 32.3
10 - - - -III.2 Pengolahan Data
UNIT 2
Pada pengolahan data ini digunakan metode pendekatan linear dengan basis 1 sekon.
Langkah-langkah perhitungan untuk pendekatan linear adalah :
1. Mengkonversi T1 dan T2 dengan satuan mV menjadi oC, dengan persamaan :
T (° C )=[24.82× T (mV )]+29.74
Selanjutnya, dihitung Tavg node dan Tavg air untuk setiap node sehingga didapat
hasil :
Pengolahan Data Unit 2
NodeT1
node (mV)
T2 node (mV)
T1 node (oC)
T2 node (oC)
T node Avg (oC)
T1 out air (oC)
T2 out air (oC)
T air Avg (oC)
1 3.12 3.493 107.1784 116.43626 111.80733 28 28 282 3.022 2.95 104.74604 102.959 103.85252 28 28 283 2.521 2.523 92.31122 92.36086 92.33604 28 28 284 2.177 2.167 83.77314 83.52494 83.64904 28 28 285 1.871 1.886 76.17822 76.55052 76.36437 28 28.5 28.256 1.606 1.365 69.60092 63.6193 66.61011 28.5 28.5 28.57 1.35 1.347 63.247 63.17254 63.20977 29 29 298 1.149 1.141 58.25818 58.05962 58.1589 29 29 299 0.96 0.956 53.5672 53.46792 53.51756 28 29 28.5
10 - - - - - -
2. Menentukan nilai k untuk masing-masing bahan penyusun node dengan menggunakan
Asas Black diamana kalor terima akan sama dengan kalor lepas. Persamaan Asas
Black dapat dituliskan sebagai :
mair × Cpair × (T¿ air−T out air )=−kAdTdx
k=m×Cpair × (T ¿air−Tout air ) × dx
A × d T avg
Nilai k untuk masing-masing node dapat dihitung dengan menggunakan cara berikut:
a. kavg stainless steel = k node 1-2
b. kavg alumunium = (k node 3-4 + k node 4-5 + k node 5-6)/3
c. kavg magnesium = (k node 7-8 + k node 8-9 + k node 9-10)/3
maka akan didapatkan hasil :
Node dx (m) dT1 (oC) dT2 (oC) dT avg (oC) T node avg (oC) k k avg
1-2 0.025 2.43236 13.47726 7.95481 107.82992542.4557468
642.45574
7
3-4 0.045 12.43482 8.83592 10.63537 87.9925493.6488479
6103.9720
54-5 0.045 8.53808 6.97442 7.75625 80.006705
102.9963676
5-6 0.045 7.59492 12.93122 10.26307 71.48724115.270921
1
7-8 0.027 6.5773 5.11292 5.84511 60.68433581.4747331
4 114.52552
8-9 0.045 6.35392 4.5917 5.47281 55.83823147.576311
1
3. Menghitung persen kesalahan relatif (%KR) dengan persamaan :
% KR=|kavg−k lit
k lit|× 100 %
KR Stainless Steel (k literatur = 73)
% KR=|42.455747−7373 |× 100 %=41,84 %
KR Alumnium ( k literatur = 202)
% KR=|103.97205−202202 |×100%=47,52 %
KR Magnesium (k literatur = 158.24)
% KR=|114.52552−158.2473 |× 100 %=27,62 %
4. Meghitung nilai qair , qba h an , danq lossdengan menggunakan persamaan :
qair=mair × Cpair × (T out airavg−T out air)
qba h an=k × A ×d T avg
dx
q loss=qbahan−qair
Sehingga didapatkan hasil perhitungan :
Node Q air Q bahan Q loss
1-2 16.2318.3501557
12.12015570
8
3-6 16.2333.8719661
517.6419661
5
7-10 16.2319.6506757
23.42067572
3
5. Menghitung nilai hc
Dengan mengasumsikan bahwa fluida yang terperangkap di dalam ruang kosong
merupakan udara, kita mendapatkan harga kf yang amat sangat kecil dibandingkan
dengan nilai kA dan kB.
Maka untuk menghitung nilai hc, kita menggunakan persamaan :
hc= 1Lg ( Ac
A×
2k A kB
(k A+kB)+ Av
A×kf )
dimana :
Lg = tebal ruang kosong antara A dan B (5.10-6 m)
kf = konduktivitas fluida dalam ruang kosong
A = luas penampang total batang
Ac = luas penampang batang yang kontak (Ac = 0.5 A)
Av = luas penampang batang yang tidak kontak
Dari hasil perhitungan, didapat data sebagai berikut :
Nilai A, Lg, dan Ac k bahan eksperimen literaturA 0.00079 kSS 42.45574686 73Lg 0.000005 kAl 103.9720456 202Ac 0.000395 kMg 114.5255221 185.24
Bahan hc hc.literatur
SS-Al3014599.05
510724363.6
4
Al-Mg10899391.6
319325730.8
1
Menghitung kesalahan literatur :
% KR=|hc−hc lit
hc lit|×100 %
Sehingga diperoleh kesalahan literatur masing-masing logam yang kontak adalah:
KR hc stainless steel dan alumunium (hc literatur = 10724363.64)
% KR=|3014599.055−10724363.6410724363.64 |× 100 %=71,89 %
KR hc alumunium dan magnesium (hc literatur = 19325730.81)
% KR=|10899391.63−19325730.8119325730.81 |×100 %=43,60 %
6. Menghitung nilai ko dan β dengan membuat grafik k vs Tnode avg (menggunakan metode least
square) dengan menggunakan data k dan Tnode avg dari aluminium dan magnesium berdasarkan
rumus :
k=k o (1+βT )
k=k o+ko βT y=c+mx
Maka diperoleh grafik sebagai berikut :
50 55 60 65 70 75 80 85 900
20
40
60
80
100
120
140
160
f(x) = − 13.6401456276755 x + 909.217899860241R² = 1
f(x) = − 1.31146210638781 x + 208.664528907291R² = 0.996483518866876
Grafik T node avg VS k Unit 2
Alumnium Linear (Alumnium) Magnesium Linear (Magnesium)
Dari grafik diatas, kita mendapatkan persamaan :
Magnesium y = -13.64x + 909.22
Aluminium y = -1.3115x + 208.66
Sehingga kita dapat mengetahui nilai ko dan β, melalui persamaan :
Aluminum (Al)
m = koβ = -1.3115
β=−1.3115208.66
=−0.00628
Magnesium (Mg)
m = koβ = -13.64
β=−−13.64909.22
=−0.01500
UNIT 3
Langkah-langkah perhitungan untuk pendekatan linear adalah :
1. Mengkonversi T1 dan T2 dengan satuan mV menjadi oC, dengan persamaan :
T (° C )=[24.82× T (mV )]+29.74
Selanjutnya, dihitung Tavg node dan Tavg air untuk setiap node sehingga didapat
hasil :
Tabel 3.2.4 Pengolahan Data Unit 3 (1)
NodeT1
node (mV)
T2 node (mV)
T1 node (oC)
T2 node (oC)
T node Avg (oC)
T1 out air (oC)
T2 out air (oC)
T air Avg (oC)
1 2.313 2.314 87.14866 87.17348 87.16107 31 31 312 2.132 2.131 82.65624 82.63142 82.64383 31.5 31 31.253 2.13 2.129 82.6066 82.58178 82.59419 31.5 32 31.754 1.739 1.738 72.90198 72.87716 72.88957 32 32 325 1.544 1.539 68.06208 67.93798 68.00003 32 32 326 1.359 1.361 63.47038 63.52002 63.4952 32 3 327 1.196 1.197 59.42472 59.44954 59.43713 32 2 328 1 1.002 54.56 54.60964 54.58482 32.3 32.3 32.39 0.831 0.834 50.36542 50.43988 50.40265 32.3 32.3 32.310 - - - - - - - -
2. Menentukan nilai k untuk masing-masing bahan penyusun node dengan menggunakan
Asas Black diamana kalor terima akan sama dengan kalor lepas. Persamaan Asas
Black dapat dituliskan sebagai :
mair × Cpair × (T¿ air−T out air )=−kAdTdx
k=m×Cpair × (T ¿air−Tout air ) × dx
A × d T avg
Pada unit 3, bentuk logam berbeda dari atas kebawah (makin menyempit kearah
bawah), maka kita harus menghitung satu persatu luas penampang dari tiap node,
sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : (hasil didapat menggunakan metode finite-
difference)
node D A
10.02776
40.00060
5
20.03002
70.00070
8
30.03229
10.00081
9
40.03455
50.00093
7
50.03681
80.00106
4
60.03908
20.00119
9
70.04134
50.00134
2
80.04360
90.00149
3
90.04587
30.00165
2
Sehingga perhitungan mendapatkan hasil :
Nodedx (m)
dT1 (oC)
dT2 (oC)
dT avg (oC)
T node avg (oC)
k k avg
k literatur alumniu
m
1-20.02
54.4924
24.54206 4.51724 84.90245 128.94745
101.4656812
385
3-40.02
59.7046
29.70462 9.70462 77.74188
105.2982839
4-5 0.025
4.8399 4.93918 4.88954 70.4448 101.9454108
5-60.02
54.5917 4.41796 4.50483 65.747615
96.59800615
7-80.02
54.8647
24.8399 4.85231 57.010975
88.93606298
8-90.02
54.1945
84.16976 4.18217 52.493735 87.0688735
3. Menghitung persen kesalahan relatif (%KR) dengan persamaan :
% KR=|kavg−k lit
k lit|× 100 %
KR Tembaga (k literatur = 385)
% KR=|101.4656812−385385 |×100 %=73,64 %
4. Menghitung nilai ko dan β dengan membuat grafik k vs Tnode avg (menggunakan metode
least square) dengan menggunakan data k dan Tnode avg dari aluminium dan magnesium
berdasarkan rumus :
k=k o (1+βT )
k=k o+ko βT y=c+mx
Maka diperoleh grafik sebagai berikut :
50 55 60 65 70 75 80 85 9050
60
70
80
90
100
110
120
130
140
f(x) = 1.1621624409443 x + 22.3724975459932R² = 0.877965397570925
Grafik T node Avg VS K
Tembaga Linear (Tembaga) Linear (Tembaga)
Dari grafik diatas, kita mendapatkan persamaan :
Tembaga y = 1.1622x + 22.372
Sehingga kita dapat mengetahui nilai ko dan β, melalui persamaan :
Aluminum (Al)
m = koβ = 1.1622
β=1.162222.372
=0.051
BAB IV
1-2
3-6
7-10
ANALISA
IV.1 Analisa Percobaan
Percobaan modul konduksi ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis logam
terhadap kemampuan logam tersebut ketika menghantarkan panas secara konduksi,
menghitung koefisien perpindahan panas logam, dan menghitung koefisien kontak. Oleh
karena itu, pada percobaan ini akan dilakukan pengamatan dan pengukuran untuk mengetahui
perpindahan panas konduksi pada berbagai jenis logam yang dilakukan pada dua unit alat
konduksi yang masing-masing memiliki spesifikasi jenis logam yang berbeda. Untuk
mencapai tujuan percobaan di atas, maka dari percobaan ini akan diambil parameter-
parameter yang diinginkan dari hasil data pengamatan seperti suhu air keluaran dan laju alir
keluaran serta voltase (untuk mendapatkan nilai T) dari masing-masing node pada 2 macam
unit konduksi.
Pertama-tama, praktikan melakukan pengukuran pada unit 2. Spesifikasi bahan yang
menyusun unit 2 ini adalah jenis bahan logam seperti logam magnesium, aluminium, dan
stainless steel. Ketiga jenis bahan ini tersususun dan terhubung satu sama lain pada unit 2
dengan susunan berikut:
Susunan logam pada unit 2 (Sumber : Anonim, 2011)
Gambar di atas merupakan sketsa dari sebuah tabung unit 2 yang di dalamnya terdapat 3
jenis logam yang saling terhubung dengan keterangan untuk masing-masing node yaitu :
Node 1-2 merupakan logam stainless steel
Node 3-6 merupakan logam aluminium
Node 7-10 merupakan logam magnesium
Logam-logam pada unit konduksi 2 ini akan saling tersambung satu sama lain. Walaupun
perpindahan kalor yang terjadi sangat dipengaruhi oleh konduksi karena kontak antara benda
namun logam yang digunakan tidak berasal dari satu bahan yang sama tetapi terdiri dari
beberapa bahan yang berbeda dan disambungkan. Apabila terdapat dua jenis logam yang
saling terhubung satu sama lain, maka akan ada ketidaksempurnaan dari kontak antara kedua
logam tersebut di mana akan ada fluida (dalam percobaan ini adalah udara) yang terjebak di
antara sambungan kedua bahan logam tersebut sehingga menimbulkan adanya tahanan
kontak temal. Tahanan kontak termal ini akan berpengaruh ketika ada fluks kalor yang
melewati dua bahan ini, fluks kalor tersebut akan terhambat akibat adanya tahanan kontak
termal yang akan menyebabkan penurunan suhu yang tiba-tiba pada bidang logam yang
kedua.
Pada percobaan unit 3, praktikan menghitung perpindahan panas dengan konduktor yang
seragam dengan memvariasikannya dengan luas penampang yang berbeda di mana tujuannya
untuk mempelajari pengaruh luas permukaan bidang kontak terhadap kemampuan logam
dalam menghantarkan panas secara konduksi.. Untuk unit 3 menggunakan bahan konduktor
tembaga yang memiliki luas penampang yang bervariasi yaitu membesar dari bawah ke atas.
Variabel yang berpengaruh terhadap perpindahan kalor pada unit 3 adalah jarak antara node
dengan sumber kalor dan luas penampang. Luas penampang batang tembaga semakin besar
seiring bertambahnya jarak dari sumber kalor. Berdasarkan hukum Fourier, besarnya fluks
kalor berbanding terbalik dengan luas penampang. Pada unit 3 ini, konduktivitas termalnya
tidak dipengaruhi oleh jenis material, melainkan hanya sebagai fungsi suhu.
Pada percobaan unit 2 dan 3 ini, kita akan mencari parameter-parameter dari data yang
didapatkan pada percobaan ini. Kita harus mengukur suhu dari tiap node di dalam unit 2 dan
3 kemudian mengukur suhu air keluaran dari proses konduksi dengan termometer. Pertama
kali, praktikan harus memeriksa jaringan air pendingin yang masuk dan keluar unit konduksi
di mana air pendingin tersebut dipastikan seharusnya mengalir ke dalam alat dengan cara
membuka kran pengontrol. Air yang digunakan adalah air tanah karena lebih ekonomis, tidak
berbahaya bagi lingkungan, dan mudah diperoleh. Kemudian praktikan mengalirkan air
dengan volume yang kecil ke dalam unit konduksi. Tujuannya adalah untuk mematuhi asas
black yaitu agar perubahan suhu di tiap node mudah untuk diamati. Jika laju air pendingin
terlalu besar maka jumlah kalor yang diserap akan besar juga sehingga sulit untuk mengamati
distribusi suhu tiap node. Selain itu, laju yang kecil ini juga berguna untuk mencegah rugi
kalor akibat konveksi. Jadi fungsi aliran laju air pendingin hanya untuk mempelajari
konduksi pada tiap node dengan cara menghitung nilai k dengan menggunakan asas black.
Setelah itu, praktikan menghubungkan kabel ke sumber listrik, memasang milivoltmeter
(set mV meter pada penunjuk mV, DC), dan menghidupkan saklar utama serta saklar untuk
unit 2 dan 3. Praktikan pertama kali harus men-set thermocouple selector pada unit dan pada
node yang akan dicari nilai suhunya sehingga diperoleh suhu tiap node pada unit yang dipilih
pada percobaan ini yaitu unit 2 dan 3). Suhu keluaran air diukur dengan menggunakan
termometer yaitu dengan cara menunggu selama satu hingga dua menit agar suhu air keluaran
sudah stabil kemudian menampung air yang keluar dari selang unit yang telah dipilih dalam
gelas ukur sehingga data yang diperoleh lebih akurat serta distribusi suhu pada tiap node
sudah merata. Pengambilan data suhu pada tiap node dan suhu keluaran air dilakukan
sebanyak dua kali. Data pertama akan diperoleh praktikan dengan mengukur suhu pada node
dari node 1 ke 10 sedangkan data yang kedua akan diperoleh praktikan dengan cara
sebaliknya yaitu diukur dari node 10 ke 1. Ini dilakukan agar diperoleh data yang lebih
akurat, untuk mencegah bila ternyata data yang kita peroleh dari termokopel mengalami
kesalahan sehingga praktikan melakukan kalibrasi dengan cara seperti di atas. Nantinya pada
perhitungan data suhu pada tiap node yang kita masukkan adalah suhu rata-rata dari kedua
data suhu yang kita ambil.
Dari data suhu air keluaran, suhu pada tiap node yang diamati dari voltase yang dihasilkan
serta laju alir air yang keluar akan dilakukan pengolahan data untuk mengetahui nilai
koefisien β; di mana nilai ini dapat digunakan untuk menghitung nilai konduktivitas bahan
(nilai k). Kemudian dari parameter-parameter tersebut dapat dihasilkan koefisien panas
konduksi yang mana dengan mengetahui nilai koefisien perpindahan panas dari ketiga bahan
logam tersebut maka kemampuan dari bahan stainless steel, alumunium dan magnesium
dalam menghantarkan panas juga dapat diketahui. Hal ini dikarenakan nilai koefisien
perpindahan panas dari suatu bahan logam menunjukkan kemampuan bahan tersebut dalam
menghantarkan panas.
Pada percobaan ini dalam mencari nilai k, praktikan tidak akan memperhitungkan heat
loss (heat loss diabaikan) walaupun sebenarnya terdapat heat loss. Bila praktikan tidak
mengabaikan besaran heat loss yang terjadi, maka nilai k yang kita peroleh sebenarnya akan
lebih akurat. Selain itu, heat loss mungkin tidak terjadi apabila kita mengisolasi secara
sempurna tiap node sehingga tidak ada kalor yang keluar.
IV.2 Analisa Hasil dan Grafik
xxx
IV.3 Analisa Alat dan Bahan
xxx
IV.4 Analisa Kesalahan
Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dan penyimpangan yang dapat mengganggu
keakuratan data yang diperoleh. Hasil pengolahan data yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan literatur yang sudah ada sehingga akan ditemukan persen kesalahan
literatur yang cukup tinggi dari percobaan ini yaitu pada nilai k stainless steel bernilai (tolong
diisi), nilai k aluminium sebesar (tolong diisi), dan nilai k magnesium sebesar (tolong diisi).
Besar persentase kesalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Adanya kesalahan paralaks pada proses pengamatan oleh praktikan pada saat
pengukuran suhu aliran air keluaran dengan menggunakan termometer serta
pengamatan nilai voltase yang akan digunakan pada pengolahan data untuk mencari
nilai suhu pada tiap node. Nilai voltase yang masih belum stabil ketika sudah
dibiarkan selama lebih kurang 1 menit masih belum stabil. Praktikan kesulitan untuk
menstabilkan nilai voltase tersebut, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya
ketidakakuratan pada data yang diperoleh. Selain itu, pengukuran suhu pada
termometer untuk laju alir keluaran kurang tepat karena sulit untuk melihat garis-garis
angka penunjuk suhu pada termometer ketika berada dalam gelas ukur sehingga
termometer harus diangkat dari gelas ukur terlebih dahulu dan akhirnya pembacaan
suhu yang terukur akan sedikit memperoleh pengaruh kondisi udara luar yang akan
mengubah nilai suhu air yang terbaca oleh praktikan.
2. Waktu tunggu untuk memberi waktu untuk mencapai proses konduksi yang
berlangsung menjadi stabil kurang lama yaitu hanya 1 menit. Hal ini menyebabkan
proses konduksi yang terjadi tidak berada pada kondisi optimumnya yang dapat
dilihat dari suhu aliran air dan suhu node yang belum stabil. Ketidakstabilan yang
ditimbulkan menyebabkan kesulitan untuk pengambilan data yang dibutuhkan untuk
mendapatkan tujuan dari percobaan ini. Selain itu, data yang diperoleh menjadi
kurang valid untuk menunjukkan proses konduksi yang terjadi secara optimal.
Kesalahan ini juga didukung oleh kurangnya informasi mengenai lamanya waktu
yang diperlukan unguk mencapai kondisi yang optimal dengan menggunakan alat
yang digunakan dalam percobaan ini sehingga waktu konduksi hanya berdasarkan
perkiraan dan melihat kestabilan dari parameter-parameter yang akan diukur.
3. Suhu air keluaran dan suhu node yang diukur kurang akurat karena belum
memperhitungkan adanya heat loss (kalor yang terbuang) ke lingkungan atau
terdistribusi melalui dinding-dinding unit konduksi menuju lingkungan sekitar sistem.
Praktikan memperkirakan bahwa perpindahan kalor dari fluida dan logam-logam node
tidak sempurna dan panas yang dihantarkan dan diterima satu sama lain tidak
terdistribusi dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari suhu lingkungan yang berubah
menjadi terasa hangat pada saat pengukuran suhu. Hal ini dapat menyebabkan heat
loss sehingga mungkin suhu yang terukur seharusnya lebih tinggi daripada suhu yang
seharusnya. Heat loss mungkin tidak terjadi apabila praktikan mengisolasi secara
sempurna tiap node sehingga benar-benar tidak ada kalor yang keluar pada tiap node.
4. Logam dan dinding pada unit konduksi tidak dalam kondisi yang sempurna, akibat
kontak yang sering dengan fluida akan menyebabkan sebagian besar logam terkorosi.
Faktor korosi ini tentunya akan menyebabkan gangguan pada proses transfer panas
secara konduksi antara satu jenis logam dengan logam yang lain sehingga hasil
pengukuran suhu tiap node akan terganggu dan data yang diperoleh tidak akurat.
BAB V
KESIMPULAN
1. Konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor secara tanpa adanya
perpindahan partikel media karena adanya perbedaan suhu, yaitu dari suhu yang
tinggi ke suhu yang rendah.
2. Besarnya perpindahan kalor sebanding dengan gradien suhu yang dinyatakan dalam
persamaan:
qA
≈ ∂T∂ X
3. Pada praktikum ini diasumsikan bahwa besarnya kalor yang dilepas bahan konduktor
sama dengan besarnya kalor yang diterima air.
q konduktor = q air
mair × Cpair × (T¿ air−T out air )=−kAdTdx
4. Konduktivitas termal adalah sifat suatu bahan atau media dalam menghantarkan
panas.
5. Pada percobaan ini didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Unit 2
Untuk perhitungan nilai konduktivitas termal:
k stainless steel = 42.455747 W/m.oC dengan KR = 41,84 %
k aluminium = 103.97205 W/m.oC dengan KR = 47,52 %
k magnesium = 114.52552 W/m.oC dengan KR = 27,62 %
Untuk perhitungan koefisien kontak termal:
hc stainless steel – alumunium = 3014599.055dengan KR = 71,89 %
hc alumunium – magnesium = 10899391.63dengan KR = 43,60 %
Untuk perhitungan nilai β
β alumunium = -0.00628
β magnesium = -0.01500
b. Unit 3 k tembaga = 101.4656812 W/m.oC dengan KR = 73,64% β tembaga = 0.051
Daftar Pustaka
Anonim. “Kalor dan Hukum Pertama Termodinamika”.
http://www.faculty.petra.ac.id/herisw/Fisika1/13-kalor.doc (diakses pada tanggal 15
November 2013, 12:15 WIB)
Anonim. “Perpindahan Kalor”. http://www.ittelkom.ac.id (diakses pada tanggal 15 November
2013, 12:15 WIB)
Cengel, Yunus A. “Heat Transfer: A Practical Approach second edition”
www.mhhe.com/cengel/.
Holman, J.P. 1997. Perpindahan Kalor, ed. 6, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Incropera, Frank P. and David P. DeWitt. 2005. Heat and Mass Transfer. Singapore: John
Wiley & Sons (Asia) Pte.
Kern DQ. 1951. Process Heat Transfer.
Lienhard V, John H. and John H. Leinhard IV. “A Heat Transfer Textbook third
edition”.version1.22 January 5th 2004. http://web.mit.edu/leinhard/www/ahtt.html
White, Frank M. 1984. Heat Transfer. Canada:Addison-Wesley Publishing Company, Inc.