pengolahan sampah organik metode komposting aerob dengan biostarter fermentasi kulit buah
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIKMETODE
KOMPOSTING AEROB DENGAN BIOSTARTER FERMENTASI
KULIT BUAH DI WISATA ECO GREEN PARK KOTA BATU
Dian Kartika Dewi
Program Studi S1 Kesehatan Lingkungan STIKES Widyagama Husada Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Ada beberapa macam pengolahan sampah organik, salah satunya
menggunakan metode komposting aerob dengan atau tanpa menggunakan
biostarter. Pengolahan sampah organik metode komposting aerob tanpa
pemberian biostarter akan menghasilkan kompos dalam waktu cukup lama antara
45-75 hari, sedangkan dengan diberikan tambahan bisotarter memakan waktu
kurang dari 30 hari. Biostarter yang digunakan di wisata Eco Green Park terbuat
dari fermentasi kulit buah dengan takaran 0,5 liter.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian biostarter
0,5 liter dengan penambahan takaran 1 liter, 1,5 liter, dan 2 liter. Metode
penelitian menggunakan desain pre-experiment jenis One-shot Case Study.
Analisa hasil penelitian menggunakan uji anova untuk mengetahui nilai
signifikan. Berdasarkan hasil uji anova didapatkan nilai signifikan/p > δ atau sama
dengan 0,225 > 0,5.
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari
biostarter takaran awal yakni 0,5 liter dengan penambahan takaran sebanyak 1
liter, 1,5 liter, dan 2 liter. Maka disarankan pihak wisata Eco Green Park tetap
menggunakan biostrarter takaran 0,5 liter.
Kata Kunci : Waktu, metode komposting aerob, biostarter.
ABSTRACT
DIAN KARTIKA DEWI, 2013.
EFFECTIVENESS OF ORGANIC
WASTE TREATMENT
METHODS USING aerobic
composting BIOSTARTER
FERMENTED FRUIT PEEL IN
TOURISM ECO GREEN PARK
KOTA BATU. Thesis. S-1
DEGREE ENVIROMENTAL
HEALTH SCIENCE STUDY
PROGRAM OF Widyagama
HUSADA SCIENCE COLLEGE.
ADVISOR: (1) IRFANY
RUPIWARDANI, MMRS (2) dr.
WIRA DARAMATASIA,
M.Biomed
There are several kinds of organic
waste, one is using aerobic
composting methods with or without
using biostarter. Processing of
organic waste aerobic composting
methods without giving biostarter
will produce compost in a long time
between 45-75 days, and is the
additional given biostarter take less
than 30 days. Biostarter used in
tourist Eco Green Park is made of
fermented fruit peel with a rate of 0.5
liters.
This study aims to determine the
effectiveness of providing biostarter
0.5 liter with the addition of 1 litre,
1.5 litre and 2 litre. Research method
design using pre-experiment, it is
kind of One-Shot Case Study.
Analysis of test results using
ANOVA to determine significant
values. Based on the results of the
ANOVA test obtained significant
value / p> δ or equal to 0.225> 0.5.
It can be concluded that there was no
significant difference from the initial
dose biostarter 0.5 liter with the
addition of 1 litre dose, 1.5 litre, and
2 litre. Then, it can be advised to the
Eco Green Park tour still uses 0.5
liters biostrarter dose.
Bibliography : 14 References
(1999-2012)
Keywords : time, aerobic
composting method, biostarter.
PENDAHULUAN
Keberadaan sampah hingga
saat ini masih cenderung dianggap
sebagai sesuatu yang tidak
bermanfaat dan bahkan merugikan.
Sampah telah menjadi permasalahan
dunia, meningkatnya jumlah sampah
tidak diimbangi oleh meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk
mengusahakan lingkungan hidup
bersih dan sehat (Kanisius, 2007).
Kurangnya kesadaran masyarakat
untuk mengelola sampah menjadi
sesuatu yang bermanfaat sangat
kurang. Sumber sampah yang
terbanyak dari permukiman dan
pasar tradisional. Sampah pasar
khusus seperti pasar sayur mayur,
pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya
relatif seragam, sebagian besar
(95%) berupa sampah organik
sehingga lebih muda untuk ditangani.
Sampah yang berasal dari
permukiman umumnya sangat
beragam. Tetapi secara umum
minimal 75% terdiri dari sampah
organik dan sisanya anorganik
(Sudradjat, 2006).
Sampah organik merupakan
sampah yang dihasilkan dari bahan-
bahan hayati yang dapat didegradasi
oleh mikroba atau bersifat
biodegradable. Sampah ini dengan
mudah dapat diuraikan melalui
proses alami. Sampah rumah tangga
sebagian besar merupakan bahan
organik. Salah satu pengolahan
sampah yang bisa diterapkan sesuai
dengan jenis sampah organik adalah
dengan metode komposting
(Kanisius, 2007).
Pengkomposan merupakan
upaya pengolahan sampah sekaligus
usaha untuk mendapatkan bahan
kompos yang dapat menyuburkan
tanah. Proses ini merupakan proses
penguraian bahan-bahan organik
secara terkontrol dengan
memanfaatkan aktivitas organisme.
Kompos merupakan hasil penguraian
sampah organik dengan bantuan
jasad renik. Tumpukan sampah
tersebut mengalami proses
penguraian dari bentuk kasar menjadi
bentuk yang lebih kecil dengan
bantuan makhluk hidup mikro
(Kanisius, 2007).
Tempat-tempat umum adalah
suatu tempat dimana banyak orang
berkumpul untuk melakukan
kegiatan secara insidentil maupun
terus menerus, secara membayar
maupun tidak membayar. Tempat
wisata merupakan bagian dari
tempat-tempat umum. Dimana
sanitasi lingkungannya harus terjaga
dengan baik. Sanitasi tempat-tempat
umum adalah usaha untuk
mengawasi dan mencegah kerugian
akibat dari pemanfaatan tempat
maupun hasil usaha (produk) oleh
dan untuk umum terutama terutama
yang erat hubungannya dengan
timbulnya / menularnya suatu
penyakit (Alwi, 2007). Eco Green
Park merupakan wisata edukasi
lingkungan dengan salah satu
wahana yang sangat mendidik bagi
siswa maupun masyarakat yakni
pengelolahan sampah, dimana salah
satunya menggunakan metode
komposting untuk mengolah sampah
organik yang dihasilkan dari
beberapa stan yang ada di wisata
tersebut. Volume sampah organik
maupun anorganik yang ada di
wisata Eco Green Park sendiri
mencapai 3 kubik tiap harinya, dan
sampah organik yang dikelola
menggunakan metode komposting
aerob dengan biostarter yang dibuat
dari fermentasi kulit buah sebanyak 1
kubik. Takaran biostarter yang
digunakan di wisata Eco Green Park
untuk satu drum komposter dengan
volume 0,12 m3 adalah 0,5 liter
dengan waktu ± 3 minggu untuk
menghasilkan kompos.
Tujuan dari penelitian ini
adalah Mengetahui efektifitas
pengolahan sampah organik metode
komposting aerob dengan biostarter
fermentasi kulit buah di wisata Eco
Green Park Kota Batu dengan
penambahan takaran biostarter dari
takaran awal 0.5 liter menjadi 1 liter,
1,5 liter, dan 2 liter
METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan jenisnya,
penelitian yang dilakukan di wisata
Eco Green Park Kota Batu pada
tanggal 30 Mei- 30 Juni 2013
merupakan penelitian pre-experiment
dengan menggunakan one-shot Case
Study. Penelitian ini dilakukan
dengan secara langsung memberikan
intervensi berupa pemberian
biostarter tanpa pengamatan awal,
selanjutnya dilakukan observasi atau
pengamatan terakhir pada kompos
setelah diberikan biostarter. Dalam
penelitian ini memerlukan 5 drum
komposter sebagai sampel kontrol 1,
yakni sampah organik tanpa
pemberian biostarter, kemudian
drum komposter kedua berisi sampah
organik dengan biostarter takaran
awal (0,5 liter), drum komposter
ketiga dengan biostarter takaran 1
liter, drum komposter keempat
dengan biostarter takaran 1,5 liter,
dan drum komposter kelima dengan
biostarter takaran 2 liter
Analisa Data
Teknik pengolahan data
dalam penelitian ini diuji secara
statistik dengan menggunakan uji
Anova (Analisis of Varian) dengan
bantuan program SPSS 16. Dimana
uji ini digunakan untuk menguji
perbedaan mean (rata-rata) data lebih
dari dua kelompok. Data dalam
penelitian ini yang diuji adalah
kelompok kontrol yaitu tanpa
pemberian biostarter dan kelompok
eksperimen dengan pemberian
biostarter 0,5 liter, 1 liter, 1,5 liter
dan 2 liter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Eksperimen
Eksperimen yang dilakukan
pada penelitian ini adalah melakukan
perlakuan baru yakni penambahan
takaran biostarter pada pengolahan
sampah organik metode komposting
aerob dari takaran 0,5 liter dilakukan
penambahan takaran menjadi 1 liter,
1,5 liter, dan 2 liter. Pada takaran
biostarter 0,5 liter yang biasa
digunakan di objek wisata ini akan
menghasilkan kompos dalam waktu
kurang dari 30 hari dengan volume
sampah 0,12 m3
(standar volume
komposter) dan masing-masing
komposter menghasilkan ±10 kg
kompos. Dari hasil eksperimen yang
dilakukan selama 14 hari sampai
proses pengomposan berakhir, maka
didapatkan data waktu pengomposan,
kelembaban udara, pH dan suhu
sebagai berikut :
Biostarter Waktu Pengomposan Kelembaban pH Suhu
0,5 liter 14 hari 32% 6,8 350C
1 liter 14 hari 60% 6,4 350C
1,5 liter 14 hari 65% 6,6 380C
2 liter 13 hari 70% 6,6 390C
Dari data di atas, maka dilakukan uji
statistik pada uji one way anova
untuk waktu efektif pengomposan
dengan takaran biostarter 0,5 liter, 1
liter, 1,5 liter, dan 2 liter adalah
sebagai berikut:
ANOVA
Biostarter
Sum of
Squa
res df Mean Square F Sig.
Between Groups .750 1 .750 3.000 .225
Within Groups .500 2 .250
Total 1.250 3
Hasil uji statistik uji one way anova
untuk selisih (delta) pemberian
biostarter dari takaran yang telah
dipakai yakni 0,5 liter pada
pengolahan sampah organik metode
komposting aerob didapatkan hasil
yang tidak signifikan.
Nilai signifikan/p : 0,225
δ : 0,5
Hasil uji statistik
menunjukkan nilai signifikan/ p >
dari δ atau 0,225 > 0,5. Jika nilai
signifikan/ p > δ, maka Ho diterima
dimana Ho tidak ada perbedaan yang
signifikan dari pengolahan sampah
organik metode komposting aerob
menggunakan biostarter takaran 0,5
liter (takaran yang telah dipakai), 1
liter, 1,5 liter, dan 2 liter.
Selain didapatkan hasil dari
uji statistik menggunakan uji one
way anova, juga dilakukan
pengamatan secara langsung
terhadap keadaan fisik hasil kompos,
yaitu sebagai berikut :
Biostarter 0,5 liter : Kering
(gembur)
Biostarter 1 liter : Sedang
Biostarter 1,5 liter : Basah
Biostarter 2 liter : Sangat basah.
Gambar 5.1 Hasil Kompos dari
Takaran biostarter 0,5 liter
Gambar 5.2 Hasil Kompos dari
Takaran biostarter 1 liter
Gambar 5.3 Hasil Kompos dari
Takaran biostarter 1,5 liter
Gambar 5.4 Hasil Kompos dari
Takaran biostarter 2 liter
Berdasarkan gambar diatas,
hasil kompos yang telah jadi
langsung diambil dari drum
komposter dan belum dilakukan
pengayakan atau penyaringan,
sehingga kompos masih terlihat
adanya sedikit gumpalan.
Pengaruh Biostarter pada Kompos
Menurut Eko (2002) dalam
penelitiannya terhadap biostarter
EM4, yang juga memiliki kandungan
mikroba pengurai yang hampir sama
dengan biostarter alami seperti
fermentasi kulit buah ini menyatakan
jika pemberian biostarter terlalu
berlebih akan terjadi kompetisi
mikroorganisme yang berasal dari
biostarter itu sendiri dengan
mikroorganisme ikutan yang berasal
dari bahan (sampah), mengingat
tidak dilakukannya sterilisasi
terhadap bahan awal. Kemudian
pengaruh keadaan lingkungan juga
akan membentuk jenis
mikroorganisme tertentu yang juga
akan mempengaruhi proses
pengomposan. Sejauh ini
tidak terdapat stadar takaran
biostarter dalam bentuk apapun
dengan penggunaanya terhadap
proses pengomposan yang bertujuan
untuk mempercepat proses
komposting, dikarenakan jenis dan
karakter sampah organik yang diolah
beberapa metode berbeda, kemudian
juga dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan sekitar. Biostarter
diperlukan untuk menambah jumlah
mikroorganisme pengurai dengan
tujuan mempercepat proses
pengomposan dan meminimalisasi
timbunan sampah jika produksi
sampah organik dihasilkan setiap
hari dan jumlah media pengolahan
sampah organik tidak
memungkinkan untuk mengelolanya
dalam waktu yang singkat.
Dari keadaan fisik hasil
kompos menunjukan takaran 0,5 liter
memiliki kualitas yang sangat baik,
kompos sangat gembur tidak berbau,
dan bentuk seperti tanah, cocok
digunakan sebagai kompos tanaman
yang mana penggunaanya memang
sebagai pupuk tabur. Kelembaban
pada takaran 0,5 liter ini mencapai
32%, menurut Alex S (2012),
kelembaban 40-60% adalah kisaran
optimum untuk metabolisme
mikroba. Apabila kelembaban
dibawah 40%, aktivitas mikroba
akan mengalami penurunan, tetapi
hal ini tidak menjadi masalah apabila
proses pengomposan sudah hampir
selesai, karena masih ada titik
terendah dari kelembaban kompos
yakni mencapai 15%, namun apabila
kelembaban lebih besar dari 60%,
hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas
mikroba akan menurun dan akan
terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap. Pada
penelitian ini kelembaban yang
sesuai standart adalah pada takaran 1
liter, namun dari segi kualitas fisik
tekstur kompos masih kurang
gembur jika dibandingkan dengan
takaran 0,5 liter, sedangkan pada
takaran 1,5 liter dan 2 liter
kelembaban sudah melampaui batas
maksimal yaitu 65% dan 70%,
sehingga kompos yang dihasilkan
sangat rendah unsur hara. Sedangkan
pada pH, proses pengomposan dapat
terjadi pada kisaran pH yang lebar.
pH yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6,5
sampai 7,5. Dari semua takaran
biostarter terdapat satu takaran yang
menunjukkan kadar keasaman atau
pH dibawah 6,5 yaitu pada takaran 1
liter yang hanya mencapai pH 6,4.
Pada suhu akhir proses
pengomposan, menurut Bach et al
(1987) dalam penelitian elvi (2009),
penguraian pada suhu 350C-60
0C
merupakan suhu yang memenuhi
persyaratan optimum, dalam
penelitian ini keempat komposter
dengan takaran biostarter yang
berbeda menunjukkan hasil kompos
dengan suhu yang memenuhi
standart.
6.3 Hasil Eksperimen dalam
Analisa One Way Anova
Berdasarkan data yang
didapat dari hasil penelitian yang
dilaksanakan pada tanggal 10-26 Juni
2013, proses pengolahan sampah
organik dengan metode komposting
aerob yang memprioritaskan pada
waktu proses pengomposan
dihasilkan perbedaan waktu yang
tidak signifikan. Proses terjadinya
kompos pada takaran biostarter 0,5
liter, 1 liter, 1,5 liter dan 2 liter
menunjukkan hasil yang sama yakni
memerlukan waktu 14 hari untuk
menghasilkan kompos, sedangkan
proses terbentuknya kompos paling
cepat terjadi pada takaran 2 liter yang
memerlukan waktu hanya selisih 1
hari dengan ketiga takaran lainnya,
yakni terjadi pada hari ke 13.
Data hasi uji statistik dengan
menggunakan uji one way
menunjukkan nilai signifikan/ p >
dari δ atau 0,225 > 0,5. Jika nilai
signifikan/ p > δ, maka Ho diterima.
Dimana Ho tidak ada perbedaan
yang signifikan dari pengolahan
sampah organik metode komposting
aerob menggunakan biostarter
takaran 0,5 liter (takaran yang telah
dipakai), 1 liter, 1,5 liter, dan 2 liter.
Dengan hasil perbedaan yang tidak
signifikan maka penggunaan takaran
biostarter yang lebih efektif
digunakan yakni pada takaran 0,5
liter.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada beberapa perlakuan
penambahan takaran biostarter dari
takaran awal 0,5 liter atau takaran
yang telah dipakai di wisata Eco
Green Park Kota Batu untuk
pengolahan sampah organik metode
komposting aerob setelah dilakukan
analisa, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengolahan sampah organik
metode komposting aerob
dengan biostarter fermentasi
kulit buah di wisata Eco
Green Park Kota Batu,
dilaksanakan dengan
mengolah sampah organik
yang diproduksi oleh
kegiatan di dalam objek
wisata tersebut, berupa sisa
makanan, kotoran hewan, dan
daun-daunan. Begitu juga
dengan pembuatan biostarter
sebagai efektif
mikroorganisme yang
membantu mempercepat
proses pengomposan, bahan
yang digunakan diambil dari
kulit buah yang ada pada stan
food court. Sampah organik
yang dikelola akan
menghasilkan kompos yang
nantinya akan digunakan
sebagi pupuk pada tanaman
di objek wisata itu sendiri.
2. Biostarter yang telah dipakai
yakni 0,5 liter lebih efektif
dibandingkan dengan takaran
tambahan 1 liter, 1,5 liter, dan
2 liter. Maka pihak
pengelolah sampah organik di
wisata Eco Green Park ini
diharapkan tetap memakai
takaran biostarter 0,5 liter.
Pemakaian takaran biostarter
0,5 liter lebih efesien, karena
oleh pihak pengelolah
sampah di Eco Green Park
biostarter ini selain sebagai
pempercepat proses
komposting, juga digunakan
sebagai peredam bau pada
kandang hewan yang ada di
objek wisata tersebut setiap
harinya.
7.2 Saran
Meskipun dalam penelitian
ini hasil yang didapatkan tidak
signifikan dalam pemberian
penambahan takaran biostarter pada
pengolahan sampah organik dengan
metode komposting aerob, namun
adanya biostarter lebih efektif untuk
pengolahan sampah sangat
diperlukan karena produksi sampah
organik di Indonesia semakin
bertambah, untuk itu kami
memberikan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Bagi Intansi Kesehatan
a. Diperlukan adanya
penyuluhan sekaligus
pelatihan terhadap
masyarakat untuk
mengelolah sampah
organik dalam skala
besar maupun skala kecil
yang bertujuan untuk
meminimalisasi
timbunan sampah di TPA
(Tempat pembuangan
Akhir).
b. Perlu peningkatan
pemantauan terhadap
pengelolahan sampah di
wilayah kerja dalam
hubunganya dengan
sanitasi lingkungan yang
baik.
2. Bagi wisata Eco Green Park
a. Diperlukan adanya
penambahan drum
komposter yang sesuai
dengan volume produksi
sampah setiap harinya,
agar tidak terjadi
timbunan sampah yang
berlebih.
b. Eco Green park
mengajak pengunjung
untuk melakukan
pengolahan sampah
langsung pada hari-hari
tertentu agar pengunjung
mengetahui secara jelas
bagaimana proses
pengolahan sampah
organik metode
komposting aerob dan
pembuatan biostarter
dari fermentasi kulit
buah, karena sejauh ini
pengunjung hanya
mengetahui teori yang
disampaikan oleh pihak
pegelolah.
3. Bagi Masyarakat
Pada pengololaan
sampah organik di
lingkungan sekitar,
masyarakat dapat
menggunakan metode
komposting aerob, yang bisa
dipakai dalam pengolahan
sampah dengan skala besar.
Tentunya dengan
menggunakan biostarter yang
dibuat dari fermentasi kulit
buah. Agar sampah dapat
terkelola dengan baik.
4. Bagi Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian ini
dapat menjadi referensi untuk
melakukan penelitian tentang
pengolahan sampah organik
metode komposting aerob dan
penemuan biostarter yang
lebih efektif dalam
mempercepat dan
menghasilkan kualitas
kompos yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alex, S. (2012). Sukses Mengolah
Sampah Organik Menjadi Pupuk
Organik.
Sleman, Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Alimul, A. (2003). Riset
Keperawatan dan Penulisan
Ilmiah. Jakarta: Salemba
Empat.
Alwi, Hasan. (2007). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Annisa, B. (2009). Pengelolaan
Sampah Dengan Cara
Menjadikannya Kompos.
Sitasi Apri 15, 2013, dari
http://journal.unair.ac.id/filer
PDF/KESLING-2-1-08.PDF
Anonim. (2012). Dunia Hadapi
Krisis Sampah. Sitasi April 5, 2013,
dari
http://www.hijauku.com/20
12/11/10/dunia-hadapi-
krisis-sampah/
Antara News. (2010). Volume
Sampah Kota Malang Meningkat
10%. Sitasi April
5, 2013, dari
http://www.antarajatim.com/l
ihat/berita/100755/volumsam
pah-kota-malang-meningkat-
10-persen
http://digilib.unila.ac.id/77/2/
Revmon_BAB__II.pdf
Elvi. (2009). Kelembaban Bahan dan
Suhu Kompos Sebagai
Parameter yang
Mempengaruhi Proses
Pengomposan Pada Unit
Pengomposan Rumbai. Sitasi
Mei 29, 2013, dari
http://www.google.com/url?s
a=t&rct=j&q=jurnal%20kom
pos&source=web&cd=1&cad
=rja&ved=0CCkQFjAA&url
=http%3A%2F%2Fjst.eng.un
ri.ac.id%2Findex.php%2Fjst
%2Farticle%2Fdownload%2
F22%2F63&ei=x9PtUcuiJcO
qrAednYCYBg&usg=AFQjC
NF3gJ1NtD08oMMfbEjExU
NuWN1L_Q&bvm=bv.49478
099,d.bmk
Hartutik. (2008). Pembuatan Pupuk
Kompos dari Limbah Bunga
Kenanga dan Pengaruh
Presentase Zeolit Terhadap
Ketersediaan Nitrogen. Sitasi
Mei 29, 2013, dari
http://eprints.undip.ac.id/3008
/1/Jurnal_tutik.pdf
Juraidi. (2003). Kamus Istilah
Lingkungan. Jakarta: Bina Rena
Pariwara.
Kanisius. (2007). Memanen Sampah.
Yogjakarta: Kanisius (Anggota
IKAPI).
Kanisius, (1999). Petunjuk Praktis
Bertanam Sayuram: Kanisius
(Anggota IKAPI).
Nursalam. (2003). Konsep dan
Penerapan Metodologi
Peneltian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Slamet, J. S. 2002. Kesehatan
Lingkungan. Yogyakarta:
Gadjah Mada Universty
Press.
Soekidjo. (2005). Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudradjat. (2006). Mengelolah
Sampah Kota. Bogor: Penebar
Swadaya.
Tim Penyusun. (2012). UKL dan
UPL Eco Green Park Kota Batu.
Batu