pengolahan tradisional pengasapan ikan cakalang (katsuwonus pelamis) oleh: kelompok iv/genap ayu...
TRANSCRIPT
Makalah Dasar Teknologi Hasil Perairan
PENGOLAHAN TRADISIONAL PENGASAPAN
IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)
Oleh:
Kelompok IV/Genap
Ayu Syahfitri Daulay 120302008
Hasnina Malasari Pasaribu 120302020 Erwin Kanisius 120302022
Tiur Natalia Manalu 120302028
Ely Ermayani 120302036 Fajar Prasetya Kembaren 120302048
Marco Brema Barus 120302064
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan cakalang (Katsuwanus pelamis) merupakan salah satu ikan ekonomis
penting di Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013)
menyebutkan target pertumbuhan ekspor mencapai 19% dimana posisi ikan Tuna,
Tongkol dan Cakalang sangat strategis dalam menghasilkan devisa negara, selain
sebagai komoditas pencukupan sumber protein hewani untuk penduduk Indonesia.
Laporan terkini menyebutkan bahwa kelompok TTC (Tuna Tongkol Cakalang)
menyumbang sebanyak 12% dari total 40% ekspor produk perikanan. Untuk itu
status perikanan cakalang di WPP menjadi sangat penting untuk diketahui.
Analisa mengenai indeks musim penangkapan, dan perkembangan hasil
tangkapan sangat diperlukan. Di daerah tropis seperti Indonesia, satu alat tangkap
dapat menangkap banyak spesies ikan dengan karakteristik ikan yang sangat
berbeda, seperti ikan demersal dan ikan pelagis.
Dikatakan ikan cakalang bernilai ekonomis tinggi karena spesies ikan ini
digunakan sebagai bahan baku oleh berbagai jenis industri pengolahan seperti
cakalang fufu, ikan kayu, ikan kaleng, abon cakalang, dan masih banyak lagi. Ikan
cakalang juga tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku
maupun olahan. Dari kegiatan produk olahan yang menggunakan ikan cakalang
sebagai bahan baku. Untuk mengolah berbagai produk tersebut memerlukan pula
investasi untuk membangun kapal, pabrik pengolahan, pabrik es, gudang beku dan
lembaga pemasaran. Ikan cakalang adalah nama dagang lokal daerah. Untuk
wilayah pasar yang lebih luas dipakai skipjack tuna sebagai nama dagang
internasional. Nama ini diambil dari bahasa Inggris, sedangkan nama ilmiah di
sebut Katsuwonus pelamis di ambil dari bahasa Jepang yang artinya ikan keras.
Pengasapan ikan merupakan penggabungan dari proses penggaraman,
pengeringan, dan pemberian asap untuk mencegah kerusakan ikan. Pengasapan
memiliki beberapa keuntungan yaitu memberikan efek pengawetan,
mempengaruhi citarasa, memanfaatkan hasil tangkap yang berlebih ketika
3
tangkapan berlimpah, memungkinkan ikan untuk disimpan ketika musim
paceklik, meningkatkan ketersediaan protein bagi masyarakat sepanjang tahun,
membuat ikan lebih mudah dikemas, diangkut dan dipasarkan, biaya cukup murah
dan peralatannya sederhana. Ikan asap menjadi awet karena adanya pengurangan
kadar air akibat dari proses pemanasan dan adanya senyawa-senyawa kimia di
dalam asap seperti golongan fenol yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan berperan sebagai antioksidan, walaupun begitu pengasapan
ikan pada saat ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan warna, tekstur dan
flavor yang khas.
Pengasapan bukan hanya merupakan metode pengawetan tetapi juga
menghasilkan flavor asap yang menjadi atribut khas yang seringkali dicari oleh
konsumen. Flavor merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
penerimaan suatu produk olahan perikanan. Flavor pada ikan asap tidak hanya
dipengaruhi oleh senyawa fenol tetapi komponen-komponen ekstraktif seperti
asam amino bebas yang terkandung dalam produk perikanan juga akan berperan
dalam pemberian citarasa produk. Pengukuran kandungan senyawa-senyawa
tersebut di dalam produk asap dapat memberikan informasi mengenai jenis asam
amino yang berpengaruh pada pembentukan flavor ikan asap, selain itu proses
penggaraman juga dapat mempengaruhi citarasa produk akhir tergantung dari
waktu dan konsentrasi garam yang digunakan.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui cara pengolahan tradisional teknik pengasapan ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis).
2. Untuk mengetahui syarat-syarat lingkungan yang sesuai bagi pengasapan ikan
cakalang yang lazimnya dilakukan (Katsuwonus pelamis).
3. Mampu mengaplikasikan kegunaan pengasaan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) dalam kehidupan sehari-hari.
4
BAB 2
ISI
2.1 Pengasapan tradisional ikan cakalang
Pengolahan secara tradisional memiliki beberapa kelemahan antara lain
kemampuan pengetahuan pengolah rendah dengan keterampilan atau teknologi
yang diperoleh secara turun-menurun, tingkat sanitasi dan higien terendah,
umumnya tidak memiliki sarana air bersih, menggunakan bahan mentah dengan
tingkat mutu atau kesegaran yang rendah, keamanan pangan tidak terjamin,
permodalan sangat lemah, perusahaan dikelola oleh keluarga dengan tingkat
kemampuan manajemen kurang memadai, peralatan yang digunakan sangat
sederhana dan pemasaran produk hanya terbatas pada pasaran lokal. Ikan olahan
tradisional, atau "traditional cured" menurut terminologi FAO adalah produk
yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan pada skala industri rumah
tangga. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan
kering atau ikan asin kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk fermentasi
yaitu kecap, peda, terasi, dan sejenisnya.
Adapun proses pengolahan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) asap
adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bahan mentah:
Ikan asap atau produk perikanan harus memiliki kualitas yang baik,
dipersiapkan dengan baik dan dikemas sehingga tetap menarik dan aman untuk
dikonsumsi. Bahan baku yang akan diolah menjadi ikan asap ialah ikan segar atau
ikan beku yang layak jual. Bahan baku dengan kualitas yang buruk akan
menghasilkan produk pengasapan dengan kualitas yang buruk juga.
Bila mengunakan bahan baku ikan yang dibekukan, ikan dicairkan dulu
pada air yang mengalir atau dalam suatu wadah air. Untuk proses pencairan ini,
penting untuk menjaga ikan tetap dalam keadaan setengah beku untuk keperluan
proses selanjutnya.
5
Ikan dapat diasapi secara utuh, dipotong atau difillet. Semakin luas daerah
permukaan ikan maka akan semakin banyak jumlah partikel asap yang dapat
diserap selama pengasapan dan produk dapat kering dengan lebih baik.
Organ
Tubuh
Ikan Segar Ikan Yang Mulai Busuk
Mata Tampak terang, jernih,
menonjol/cembung
Tampak Pudar, berkerut, pupil
mata kelabu, Cekuing
Sisik Melekat kuat, mengkilat,
dengan warna spesifik,
tertutup lendir jernih
Mudah terlepas, tanda dan
warna khusus memudar
Lendir Terdapat lendir alami
menutupi tubuh ikan yang
baunya khas dengan warna
yang cemerlang
Berubah kekuningan, dan
berbau busuk
Ingsang Bewarna merah cerah sampai
merah tua, tertutup oleh
lendir bening, berbau khas
ikan
Bewarna coklat kelabu, tertutup
lendir keruh dan berbau asam
Kulit Warna kulit terang dan
jernih, masih kuat
mwmbungkus tubuh, tidak
mudah sobek terutama pada
bagian perut
Menggelembung, pucat, dan
berlendir banyak, mulai terlihat
mengendur/ lembek pada
tempat tertentu/ pecah
Daging Kenyal/padat, menandakan
rigor mortis masih
berlangsung, berbau segar,
dan bila daging ditekan
dengan jari tidak tampak
bekas lekukan, daging
melekat kuat pada tulang,
daging perut utuh dan kenyal.
Daging lunak, menandakan rigor
mortis telah selesai, mulai
berbau busuk, bila ditekan
dengan jari tampak bekas
lekukan,mudah lepas dari
tulang, lembek dan isi perut
sering keluar.
Tabel 1. Tanda-tanda ikan Cakalang yang segar dan mulai membusuk
2. Proses pengeluaran bagian dalam:
Pada dasarnya, proses ini sama untuk produk ikan yang diasinkan dan
dikeringkan. Dalam mengeluarkan bagian dalam ikan, harus dilakukan dengan
hati-hati agar tidak merusak penampilan fisik hasil produk. Ikan dibersihkan
sesegera mungkin setelah ditangkap. Sisik ikan dipisahkan dan dibuang isi
perutnya termasuk ginjal dan tulang rangka jangan buang agar bentuk tetap terjaga
kecuali akan dibuat fillet.
6
3. Perendaman dalam larutan garam:
Pada dasarnya, proses ini sama untuk produk ikan yang diasinkan dan
dikeringkan. Khususnya bagi masyarakat Jepang, produk yang mengandung
tingkat keasinan tinggi memiliki kecenderungan untuk tidak disukai. Oleh karena
itu, perlu dibatasi tingkat keasinan produk akhir dalam rentang 2.0 - 2.5%. Garam
dapat ditambahkan dengan cara injeksi, penggaraman kering atau rendaman. Dua
cara penggaraman yang disebutkan terakhir merupakan cara yang paling banyak
diadopsi oleh industri. Proses ini pada dasarnya sama dengan produk ikan yang
diasinkan dan dikeringkan. Produk yang mengandung tingkat keasinan tinggi
cenderung tidak disukai khususnya untuk masyarakat Jepang sehingga tingkat
keasinan produk akhir perlu dibatasi dalam rentang 2,0-2,5% .
Proses penggaraman memegang peranan penting pada produk ikan asap.
Garam dapat menyebabkan denaturasi permukaan protein dan bersama
pengeringan, protein yang terdenaturasi membentuk lapisan seperti kulit pada
permukaan produk yang disebut pellicle. Lapisan ini melindungi bagian dalam
ikan dan menjaga agar aroma asap tetap berada di dalam ikan. Kelebihan air
garam setelah penggaraman harus dipisahkan dengan cara menjaga asap agar tetap
padat selama proses. Aliran udara dikendalikan dengan cara mengatur ventilasi
atau dengan menambah dan mengurangi tutup pinggiran ruang pengasapan. Ikan
dikeluarkan dari tempat pengasapan setelah pengasapan selesai dan dibiarkan
sampai dingin. Selama pengasapan produk yang digantung tidak boleh saling
bersentuhan karena asap tidak akan mencapai seluruh bagian dan produk tidak
akan mengering dengan merata.
4. Pengeringan:
Ada kasus dimana proses pengeringan tidak diperlukan. Namun, dalam hal
proses pengeringan diperlukan, bila permukaan ikan masih mengandung kadar air
yang tinggi, akan membuat produk akhir tidak menghasilkan warna khas ikan
yang diasap, atau warna kuning kecoklatan (amber). Untuk mengeringkan daging
ikan, gunakan sebuah pengering udara dingin. Bila pengering seperti ini tidak ada,
gantunglah daging ikan pada gantungan dalam ruangan ber-AC atau diangin-
anginkan menggunakan kipas angin. Namun, untuk proses pengasapan dingin,
7
tidak ada proses pemanasan (no heating) sama sekali, sehingga harus dihindari
kerusakan yang mungkin timbul oleh serangga selama proses pengeringan.
5. Pengasapan:
Terdapat 3 metode pengasapan, yakni pengasapan dingin (cold smoking),
pengasapan hangat (warm smoking) dan pengasapan panas (hot smoking).
2.2 Proses Pengasapan:
Pengasapan bertujuan untuk mengeluarkan uap dari unsur-unsur senyawa
Phenol atau Aldehid dari jenis kayu yang dilekatkan pada tubuh ikan atau untuk
memasukkan unsur-unsur tersebut ke dalam tubuh ikan sehingga menghasilkan
rasa dan aroma yang khas, serta mengeringkan ikan sehingga didapat efek
pengawetan yang diharapkan. Rasa lezat yang menjadi ciri khas produk ikan yang
diasap, terutama dari senyawa Phenol dan Aldehid. Unsur Phenol meleleh pada
lemak yang ada pada bagian kulit luar ikan dan mengendalikan oksidasi otomatis
Pada bagian berlemak ini, sehingga mencegah terjadinya perubahan warna
kemerahan pada produk akhir. Unsur dalam asap, yang efektif untuk menahan
berkembang biaknya mikro organisme adalah senyawa Aldehid, Phenol dan asam
organik. Zat anti bakteri pada unsur Aldehid sangatlah kuat. Karena bumbu-
bumbu yang terdapat di dalam asap yang mengandung zat anti bakteri ini tidak
ikut masuk ke dalam produk ikan, maka efek anti pembusukan terdapat hanya di
sekitar permukaan kulit ikan saja. Dengan kata lain, meningkatnya efek
pengawetan pada produk akibat pengasapan dihasilkan dari proses pengeringan
dan penggaraman, yang meresap masuk (infiltrate) ke dalam produk ikan. Seperti
yang dijelaskan dibawah ini, ada tiga jenis proses yaitu, pengasapan dingin-cold
smoking, pengasapan hangat-warm smoking dan pengasapan panas-hot smoking.
1. Proses Pengasapan Dingin- Cold smoking process:
Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara
meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat
pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 oC dengan lama proses
pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan pengertian tersebut
pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak
lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33
oC). Waktu pengasapannya dapat
8
mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan
tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan
asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap
disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap.
Dalam proses ini, mula-mula ikan direndam dalam larutan garam; lalu
diasap dengan suhu rendah berkisar 15-30oC dalam waktu yang lama (1-3
minggu). Daya simpan (storage ability) dari ikan yang diasap dengan proses
dingin dapat meningkat tajam, atau produk dapat disimpan selama lebih dari 1
bulan. Secara umum kandungan air hasil pengasapan ini cukup rendah; sekitar
40%, atau produk akhirnya cukup keras.
2. Proses Pengasapan Hangat-Warm smoking process:
Bahan baku ikan, setelah direndam dalam larutan garam, diasap kering
pada suhu awal sekitar 30oC kemudian, secara bertahap suhu dinaikkan. Bila telah
mencapai suhu 90oC, proses pengasapan selesai. Proses ini menitikberatkan pada
pentingnya aroma dan cita rasa produk dan bertujuan menghasilkan produk diasap
yang lembut dengan kadar garam kurang dari 5% serta kadar air sekitar 50%.
Produk yang dihasilkan dari proses ini mengandung kadar air yang relatife tinggi,
sehingga mudah busuk, mutu produknya juga cepat menurun selama proses
penyimpanan, sehingga harus disimpan dalam suhu rendah.
3. Proses Pengasapan Panas-Hot smoking process:
Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana
akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Pengasapan panas
dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 70-100oC. Karena
suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek. Melalui suhu yang tinggi,
daging ikan menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga
dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena
asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan
suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu
tinggi.
Bahan baku ikan diasap pada suhu tinggi berkisar 120-140oC dalam tempo
yang singkat (2-4 jam). Kadar air produknya cukup tinggi. Karena itu, hasil
9
produknya tidak bisa disimpan untuk jangka waktu lama, atau dengan kata lain,
harus dikonsumsi secepatnya.
Jenis pengasapan Temperetur Waktu Daya awet
Pengasapan dingin 40-50°C 1-2 minggu 2-3 minggu sampai bulan
Pengasapan panas 70-100°C Beberapa jam Beberapa hari
Tabel 2. Perbedaan pengasapan dingin dan pengasapan panas
4. Proses Pengasapan Cair-Liquid smoking process:
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang
diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu
dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam
dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama
beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid,
adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan
dikeringkan ditempat teduh. Senyawaan hasil pirolisa itudari asap cair
merupakan kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara simultan
mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu
mencegah pem-bentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta
menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus.
Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan.
Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah :
a) Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan
konsentrasi yang lebih tinggi.
b) Lebih intensif dalam pemberian aroma.
c) Kontrol hilangnya aroma lebih mudah.
d) Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.
e) Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.
f) Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.
g) Polusi lingkungan dapat diperkecil.
10
h) Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan,
pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam makanan.
Dalam proses ini, aroma asap yang akan dihasilkan pada proses
pengasapan didapat tanpa melalui proses pengasapan, melainkan melalui
penambahan cairan bahan pengasap (smoking agent) ke dalam produk. Bahan
baku ikan direndam dalam wood acid, yang didapat dari hasil ekstrak penguapan
kering unsur kayu atau dari hasil ekstrak yang ditambahi pewangi kayu, yang
hampir sama dengan aroma pada pengasapan, setelah itu ikan dikeringkan dan
menjadi produk akhir. Metode penambahan bahan pengasap ke dalam ikan, dapat
dilakukan melalui penuangan langsung, pengasapan, pengolesan atau
penyemprotan. Melalui proses ini tidak diperlukan lagi ruang tempat pengasapan
atau alat pengasap, yang menjadi keuntungan dari proses ini namun, aroma
produk yang dihasilkan jauh dibawah dari aroma produk yang dilakukan dengan
proses pengasapan sesungguhnya.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan
Agar proses pengolahan ikan asap berjalan dengan baik dan dapat
menghasilkan produk akhir dengan karakteristik yang sesuai dengan tujuan
produksi, maka sebaiknya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
pengasapan harus diperhatikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu akhir
produk asap dapat dikelompokkan menjadi:
1) Bahan bakar
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya
menentukan mutu ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan
serbuk gergaji dari jenis kayu keras sedangkan untuk pengasapan panas
menggunakan batang atau potongan kayu keras dari jenis separo kayu jati. Jenis-
jenis kayu yang mengandung resin atau damar seperti kayu pinus kurang baik
untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada ikan, sehingga tidak enak
untuk dikonsumsi.
2) Mutu dan volume asap
Mutu dan volume asap tergantung dari jenis kayu yang digunakan.
Sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan
11
kandungan unsur fenol dan asam organik yang cukup tinggi dan lambat terbakar.
Volume asap yang tinggi dapat mempengaruhi kemampuan asap yang bersifat
bakterisidal dan asap yang dihasilkan harus bersih dari kotoran-kotoran.
3) Suhu ruang pengasapan
Suhu ruang pengasapan yang rendah akan menghasilkan asap yang ringan
sehingga volume asap yang melekat pada ikan menjadi lebih banyak dan merata.
Jika suhu ruang pengasapan tinggi, maka permukaan terluar tubuh ikan akan
menjadi cepat kering dan mengeras, sehingga penguapan air terhalang dan proses
pembusukan masih mungkin terjadi pada bagian dalam daging ikan.
4) Kelembaban udara ruang pengasapan
Kelembaban dalam ruang tertutup akan meningkat seiring dengan semakin
lamanya waktu pengasapan. Kelembaban udara ruang pengasapan yang rendah
akan menyebabkan cairan dalam tubuh ikan lebih mudah menguap, proses
pengasapan lebih cepat sehingga aktivitas bakteri penyebab kebusukan dan
ketengikan dapat segera dihambat. Kelembaban awal sebesar 90% akan
memaksimalkan penyerapan asap, tetapi kelembaban akhir 70% banyak
digunakan karena pada kondisi tersebut terjadi penyerapan asap yang maksimal
dengan kejadian case harderning yang paling minimal.
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60%
- 70% dan suhunya sekitar 29°C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses
pengeringan selama pengasapan berjalan lambat karena panas dari hasil
pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika Rh
kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang
5) Sirkulasi udara
Sirkulasi udara yang baik dalam ruang pengasapan menjamin mutu ikan
asap yang lebih sempurna, karena suhu dan kelembaban ruang tetap konstan
selama proses pengasapan berlangsung. Aliran asap berjalan dengan lancar dan
kontinyu sehingga partikel asap yang menempel menjadi lebih banyak dan
merata.
6) Lama pengasapan
Lama pengasapan dapat mempengaruhi nilai gizi ikan dan umur
simpannya. Proses pengasapan dan pengeringan dapat mengurangi kandungan
12
beberapa vitamin dalam ikan seperti A, D, B dan juga mempengaruhi turunnya
nilai ketersediaan asam amino. Ikan asap yang diasapi dengan metode pengasapan
dingin menggunakan suhu 30 oC dan waktu pengasapan minimal 24 jam dapat
disimpan selama dua minggu. Daya bakterisidal juga tergantung dari lama
pengasapan yang dilakukan.
Parameter Diskripsi Mutu Ikan Asap
Penampakan
Warna
Bau
Rasa
Tekstur
- Permukaan ikan asap cerah, cemerlang, dan mengkilap.
- Tidak tampak adanya kotoran berupaa darah yang
mengering,sisa isi perut, abu, atau kotoran yang lainnya.
- Pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau
lendir.
- Ikan asap bewarna coklat keemasan, coklat kekuning-
kuningan, atau coklat agak gelap.
- Bau asap lembut sampai cukup tajam, tidak tengik, tanpa
bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, tanpa bau apek.
- Rasa lezat, enak, rasa asam tersa lembut sampai tajam,
tanpa rasa getir atau pahit, tidak berasa tengik.
- Tekstur kompak, cukup elastik, tidak terlalu keras (kecuali
produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak
rapuh, dan tidak lengket.
Tabel 3. kriteria ikan asap yang baik
2.3 Penyimpanan
Ikan harus didinginkan dengan cepat dan merata setelah proses
pengasapan selesai dan sebelum dikemas, jika tidak maka ikan asap akan menjadi
lembek, lembab dan asam atau berjamur. Ikan asap sebaiknya simpan dalam
lemari pendingin dengan suhu lebih rendah dari 2,22 oC dan konsumsi dalam
waktu 14 hari setelah pengasapan. Ikan harus dibekukan segera mungkin setelah
pengasapan agar dapat disimpan lebih lama. Ikan asap simpan dalam freezer tidak
lebih dari dua bulan. Ikan yang telah diasapi dapat dikonsumsi ketika masih panas
13
tidak lama setelah pengasapan dilakukan namun kebanyakan orang setuju bahwa
citarasa ikan asap akan meningkat ketika ikan telah dingin. Citarasa ikan asap
berkembang pada hari pertama atau kedua setelah pengasapan karena asap lebih
menyerap ke dalam daging ikan. Pembungkus plastik atau alumunium foil dapat
digunakan untuk menyimpan ikan.
Kemasan yang digunakan sebaiknya kuat, higienis, dan menarik. Kotak
kayu cocok sebagai kemasan. Pada dasar kotak kayu dialasi kertas yang bersih
dan ikan asap disusun secara rapih didalamnya. Pengemasan dengan kertas dan
kotak kayu yang diikuti dengan penyimpanan pada suhu ruang yang memadai
akan lebih baik disimpan pada ruangan yang bersuhu rendah (3-10° C). Ikan asap
yang berlemak sebaiknya disimpan pada suhu 3° C masih tetap kondisinya
meskipun sudah tersimpan selama 6 hari, sedangkan ikan asap yang berdaging
putih istilah lain untuk ikan yang berlemak rendah dapat bertahan hingga 8 hari.
Selama pada penyimpan, suhu harus dipertahankan stabil rendah sehingga daya
awet dan mutu ikan terjamin dan tidak mudah busuk.
2.4 Sanitasi dan Higien
Hal-hal yang periu diperhatikan dalam memelihara sanitasi dan hygiene
adalah sebagai berikut :
a. Lantai ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan bahan
yang tidak berbahaya dan mudah dibersihkan. Hindari adanya tempat - tempat
yang sulit dibersihkan dan yang dapat menjadi tempat akumulasi kotoran,
sarang lalat,rodensia dan serangga lainnya.
b. Membatasi kesempatan bagi lalat,serangga lain, dan rodensia untuk masuk ke
ruang pengolahan,misalnya dengan memasang kawat kasa pada pintu masuk
dan jendela, memasang jeruji baja pada saluran pembuangan air, menutup
tempat sampah,dan sebagainya.
c. Saluran pembuangan harus selalu lancar diperiksa setiap hari dan dibersihkan.
d. Semua wadah yang kontak langsung dengan ikan harus dilapisi dengan bahan
yang mudah dibersihkan.
e. Membiasakan diri untuk bekerja dengan baik dan disiplin mengikuti semua
prosedur yang berlaku.
14
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan makalah yang
berjudul ‘’Pengolahan Tradisional Pengasapan Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis)’’ adalah:
1. Ikan cakalang bernilai ekonomis tinggi karena spesies ikan ini digunakan
sebagai bahan baku oleh berbagai jenis industri pengolahan seperti cakalang
fufu, ikan kayu, ikan kaleng, abon cakalang, dan lain-lain.
2. Pengasapan bukan hanya merupakan metode pengawetan tetapi juga
menghasilkan flavor asap yang menjadi atribut khas yang seringkali dicari oleh
konsumen. Flavor merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
penerimaan suatu produk olahan perikanan.
3. Pengolahan secara tradisional memiliki beberapa kelemahan antara lain
kemampuan pengetahuan pengolah rendah dengan keterampilan atau teknologi
yang diperoleh secara turun-menurun, tingkat sanitasi dan higien terendah,
umumnya tidak memiliki sarana air bersih, menggunakan bahan mentah
dengan tingkat mutu atau kesegaran yang rendah dan lain-lain.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan adalah bahan bakar, mutu dan
volume asap, suhu ruang pengasapan, kelembaban udara ruang pengasapan,
sirkulasi udara, dan lama pengasapan.
5. Pengemasan dan penyimpanan ikan asap akan sangat berperan penting dalam
distribusi dan pemasarannya, jika pengemasan dan penyimpanannya baik,
maka ikan tidak akan rusak. Kemasan yang digunakan sebaiknya kuat,
higienis, dan menarik
Saran
Dalam pengasapan ikan cakalang (Katsuwonus Pelamis) sebaiknya
memperhatikan aspek kebersihan dan hiegenisasi selain cita rasa dan flavournya
yang khas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S. 2011. Potensi Perikanan Indonesia. http://repository.ipb.ac.id [20
November 2013].
Bahar, S., dan Priyanto R. Pengolahan tradisional Ikan Cakalang (Katsuwonus
Pelamis). Jurnal Pendidikan Perikanan Laut. Vol. X, No. 41 : 11-17. Balai
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Kekenusa, J. S., Victor, N. R., Watung, dan Djoni, H. Analisis Penentuan Musim
Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Manado
Sulawesi Utara). Jurnal Ilmiah Sains. Vol. XII, No. 2 : 2–17. Universitas Sam
Ratulangi, Manado.
Lumi, K. W, Eddy, M., dan Max, W. Pengasapan Hasil Perikanan (Studi Kasus
Ikan Cakalang, Katsuwonus pelamis). Jurnal Ilmiah Platax. ISSN: 2302-
3589. Vol. X, No. 3 :1-5. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Manik, N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis)
Di Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan Dan Pulau Nusa Laut. Jurnal
Oseanologi dan Limnologi. ISSN 0125 – 9830. Vol. XII, No. 33 : 17-25.
Pusat Penelitian Oseanografi- LIPI, Jakarta.
Mukhlis. 2008. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus
Pelamis) Dan Tongkol (Euthynnus Affinis) Di Perairan Utara Nanggroe
Aceh Darussalam. http://repository.ipb.ac.id [19 November 2013].
Rasyid, M. A. 2010. Sistem Pengolaha Ikan. http://fpik.bunghatta.ac.id [03
November 2013].
Wouthuyyzen, S., Teguh, P., dan Nardin, M. 2008. Makanan dan Aspek
Reproduksi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Banda : Suatu Studi
Perbandingan. http://coremap.or.id [13 November 2013].