penguatan otonomi khusus
TRANSCRIPT
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 1/21
Esti Puspitaningrum E0012135 (2012)
Eka Nurjanah E0012129 (2012)
Nabella Rizki Al Fitri E0011211 (2011)
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PENGUATAN OTONOMI KHUSUS BERBASIS INTEGRATED LOCAL
WISDOM SEBAGAI LANGKAH INTEGRASI ORGANISASI PAPUA
MERDEKA DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
BIDANG KEGIATAN:
PKM GT
Diusulkan oleh:
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
i
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 2/21
ii
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 3/21
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemudahan yang telah
diberikan dalam menyelesaikan program krestivitas mahasiswa yang berjudul
“Penguatan Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom Sebagai
Langkah Integrasi Organisasi Papua Merdeka dalam Bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Ini merupakan hasil akumulasi dari kerja keras
penulis sebagai bentuk realisasi dari hasil cipta, rasa, dan karsa penulis yang
inovatif dalam berkreasi. Proses terselesaikannya penyusunan ini tidak terlepas
dari pihak-pihak yang turut membantu. Penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Ibu Prof. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberikan izin dan sarana kepada penulis dalam penyusunan ini;
2. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan ini;3. Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan dan memberi semangat dalam
penyusunan ini; dan
4. Semua pihak yang turut berkontribusi dalam penyusunan ini yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya penulis menyadari ketidaksempurnaan yang dimiliki, oleh
karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan, demi terwujudnya tulisan
yang lebih baik di masa mendatang. Semoga dari gagasan yang penulis tuangkan
ini dapat memberi manfaat bagi kemajuan bangsa dan negara, aamiin.
Surakarta, 21 Maret 2013
Penulis
iii
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 4/21
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................i
Lembar Pengesahan............................................................................................ii
Kata Pengantar...................................................................................................iiiDaftar Isi.............................................................................................................iv
Ringkasan............................................................................................................v
PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................................1
Tujuan dan Manfaat Penulisan.......................................................................2
GAGASAN
Kondisi Kekinian Pencetusan Gagasan..........................................................2
Solusi yang Pernah Diterapkan Sebelumnya..................................................4
Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom bagi
Papua...............................................................................................................6Pihak-Pihak yang Membantu dalam Mengimplementasikan Gagasan..........8
Langkah-Langkah Strategis yang Harus Dilakukan.......................................9
KESIMPULAN
Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom: Langkah Integrasi
OPM dalam Bingkai NKRI.........................................................................11
Teknik Implementasi Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local
Wisdom.........................................................................................................12
Prediksi Keberhasilan Gagasan....................................................................13
Daftar Pustaka...................................................................................................13
Daftar Riwayat Hidup Penulis...........................................................................14
iv
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 5/21
RINGKASAN
Penulisan gagasan ini berangkat dari sebuah keprihatinan yang mendalam
mengenai kekacauan kondisi persatuan NKRI yang disebabkan oleh berlarutnyakonflik Papua yang dimotori oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Penting
kiranya untuk mengetahui sumber-sumber konflik Papua, karena dengan cara
yang demikian akan mudah pula untuk menemukan sebuah formulasi
penyelesaian konflik yang tepat sasaran. Salah satu faktor munculnya konflik
Papua adalah kondisi orang Papua yang semakin terasingkan di tanahnya sendiri
dalam berbagai lini kehidupan. Ironis memang, ketika seorang tuan rumah mati
kelaparan di tanahnya sendiri yang begitu kaya. Marjinalisasi ini membuat orang
Papua berupaya bangkit untuk merebut hak atas daerahnya. Kebangkitan ini
didasari semangat kedaerahan yang telah sejak lama diwarisakan oleh nenek
moyang mereka berupa nilai-nilai luhur daerahnya.
Otonomi khusus yang diresolusikan pemerintah di Papua pun, nyatanyatidak membawa dampak yang signifikan. Justru yang terjadi adalah otonomi
khusus ini melahirkan masalah-masalah baru, seperti korupsi dan etnosentrisme.
Ave Lefaan (2011) menyebutkan adanya otonomi khusus juga membawa dampak
serius terhadap semakin menonjolnya praktik politik identitas yang merujuk pada
etnosentrisme. Oleh karena itu berdasarkan hipotesis awal, bisa dikatakan bahwa
penenonjolan sifat kedaerahan yang teraktualisasi dalam kearifan lokal masing-
masing daerah di Papua ikut melandasi semangat separatis yang diakomodasi oleh
OPM. Berangkat dari latar belakang ini, maka mendorong penulis untuk mencari
sebuah formulasi penyelesaian konflik Papua secara efektif serta efisien dengan
muara tujuan berupa pengintegrasian OPM ke dalam bingkai NKRI.
Kearifan lokal yang mengandung kekayaan falsafah hidup masyarakat
setempat seharusnya mampu memendekan jarak keterasingan orang Papua yang
sedang terjadi tersebut. Oleh karena kearifan lokal tersebut menjelma sebagai
nilai-nilai yang menjadi ruh pembangunan masyarakat Papua. Bisa dipastikan
pembangunan berbasis kearifan lokal ini mampu meredam konflik-konflik yang
timbul. Namun dewasa ini kearifan lokal yang merepresentasi kekhasan suatu
daerah justru dijadikan sebagai pemantik semangat kedaerahan yang akhirnya
berujung pada gerakan separatis. Oleh karena itu, agar kearifan lokal dapat
menjadi dasar semangat pelaksanaan otonomi khusus, maka kearifan lokal harus
dilengkapi sifat yang mencirikan adanya penyatuan rasa kedaerahan dalam
kesatuan semangat nasionalisme. Integrated local wisdom merupakan rumusan yang selaras dengan cita-cita
penyatuan semangat kedaerahan dan nasionalisme. Integrated dalam bahasa
Indonesia berarti “yang digabungkan”. Sehingga dapat dirumuskan makna dari
integrated local wisdom adalah nilai-nilai kedaerahan yang mengandung
kebijaksanaan dan kebenaran yang diikuti oleh masyarakat setempat dan telah
mengalami penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan. Adanya penyatuan dengan
nilai-nilai kebangsaan ini akan mengendalikan seseorang dari keinginan untuk
memisahkan diri dari kesatuan bangsanya. Pada tahapan lebih lanjut, integrated
local wisdom tidak hanya terpaku pada tataran teoritis, namun merasuk pada
tataran praktik otonomi khusus Papua yang sedang berlangsung dengan berbagai
reformasi yang akan dilakukan disemua lini pembangunan Papua.
v
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 6/21
vi
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 7/21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
OPM kembali melakukan penyerangan terhadap Tentara NasionalIndonesia (TNI) (www.kompas.com). Penyerangan ini berarti juga sebagai bentuk
penyerangan terhadap kedaulatan negara, karena TNI merupakan representasi dari
kedaulatan negara Indonesia. Gerakan-gerakan separatisme yang terus menerus
dilancarkan oleh OPM tentu menjadi ancaman terhadap kesatuan negara. Bentuk
NKRI dalam tatanan kenegaraan dan pemerintahan Indonesia menjadi harga mati
bagi seluruh komponen bangsa. Peletakan rumusan ini pada pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 semakin
mempertegas betapa pentingnya suatu kesatuan tanah air dari Sabang sampai
Merauke dalam konstelasi Republik Indonesia. Oleh karena itu NKRI tidak
menghendaki adanya usaha-usaha pemisahan diri dari satu kesatuan teritorial
negara Indonesia. OPM melalui perlawanan-perlawanan fisiknya sebagai usahamemerdekakan Papua telah menimbulkan ketidakstabilitasan terhadap pertahanan
dan keamanan di Papua, sehingga kondisi ini dapat memantik timbulnya konflik-
konflik lain. Akumulasi dari konflik-konfilk yang ada serta perlawanan-
perlawanan OPM akan semakin memperburuk kesatuan NKRI.
Sepanjang sejarah bergabungnya Papua ke dalam Republik Indonesia sejak
tahun 1963, daerah ini terus menerus menjadi titik pertumpahan darah. Berbagai
catatan menunujukan bahwa kekerasan oleh aparat negara terhadap rakyat Papua
terjadi sejak awal 1960-an (Camel Budiarjo dan Liem Soie Liong, 1984). Tahun-
tahun 1998 hingga 2006 adalah masa yang diwarnai secara dominan catatan
tentang kekerasan politik, utamanya oleh aparat keamanan, baik TNI maupun
polisi (Muridan S. Widjojo, 2006). Ketidakadilan, maraknya pelanggaran HAM
hingga ketidaksamaan ras antara orang Papua (pengertian orang Papua merujuk
pada Pasal 1 huruf t UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua) dengan orang Indonesia kebanyakan, menjadikan dalih-dalih
separatisme ini semakin rumit. Hal tersebut membuat masalah Papua merdeka
bukan hanya sekedar keinginan untuk sejahtera di tanahnya sendiri, namun
menurut Frans Maniagasi (2001) permasalahan Papua merdeka adalah pertaruhan
sebuah hak asasi politik yang menyangkut harga diri atau pride dari suatu
komunitas sosial di muka bumi, yang namanya bangsa Papua. Oleh karena itu,
jika pemerintah mampu mengarahkan “ pride” tersebut kepada kepemilikan Papua
dan Indonesia yang tak terpisahkan, maka akan menjadi ahrmonosasi yang berdampak positiv.
Bukan berarti pemerintah Indonesia diam saja terhadap polemik yang ada
tersebut. Beberapa langkah yang bertujuan untuk menghentikan gerakan OPM
telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan diakomodasikannya keinginan
orang Papua untuk hidup dalam pembangunan Papua yang bernafaskan budaya-
budaya luhurnya. Yakni melalui pemberian otonomi khusus yang mengedapankan
peran serta masyarakat Papua secara langsung. Otonomi khusus yang telah
berlangsung selama sebelas tahun nyatanya belum banyak memberi kesejahteraan
kepada orang Papua, sehingga belum mampu pula meredam gerakan OPM. Oleh
sebab ada disintegrasi pada pelaksanaan otonomi khusus yang tidak seperti
seharusnya yang diharapkan. Sebagai bukti Badan Pusat Statistik (BPS)
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 8/21
2
menyebutkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua pada tahun 2009
sebayak 760.300, tahun 2010 sebanyak 761.600, dan tahun 2011 sebanyak
944.790. Angka yang terus saja meningkat ini mengindikasikan bahwa ada yang
salah dalam pola pembangunan yang sedang dilakukan di Papua.
Situasi konflik yang terus terjadi memperlihatkan bahwa dibutuhkannyasegera suatu alat pengendali atas pelaksanaan otonomi khusus agar terhindar dari
kesewenang-wenangan. Alat pengendali ini harus mampu menampung kehendak
pemerintah, agar Papua tetap menjadi bagian dari NKRI, serta mampu menjaga
ke-Papua-an di tanah Papua. Local wisdom yang biasa disebut dengan kearifan
lokal yang memuat hikmah-hikmah kehidupan masyarakat asli dianggap mampu
menjadi alat pengendali ini. Menurut ketua MPR RI, Taufiq Kiemas
(www.mpr.go.id/ ) kearifan lokal dan kultural lokal harus dikedepankan untuk
penyelesaian konflik. Di sisi lain penenonjolan kearifan lokal dapat menimbulkan
fanatisme daerah yang berujung pada separatisme, sehingga diperlukan rumusan
khusus mengenai bentuk kearifan lokal yang cocok guna meredam gerakan OPM.
Oleh karena itu kajian mengenai penguatan kearifan lokal sebagai solusi penyelesaian konflik, termasuk konflik dengan OPM harus dilaksanakan secara
mendalam, agar dalam implementasinya mampu memecahkan permasalahan
dengan tepat demi mewujudkan kekokohan persatuan NKRI.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Memberi solusi penyelesaian terhadap gerakan separatis OPM melalui
penguatan integrated local wisdom yang terintegrasi dalam otonomi khusus
demi terwujudnya kekokohan NKRI; dan
b. Memberi gambaran mengenai model penguatan keraifan lokal yang dapat
dijadikan solusi penyelesaian konflik Papua demi terwujudnya kekokohan NKRI.
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai
berikut:
a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi negara atas permasalahan dilihat dari sudut teori; dan
b. Penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan di bidang karya
ilmiah dengan kajian permasalahan yang sama.
GAGASAN
Kondisi Kekinian Pencetusan Gagasan
Otonomi khusus yang diberikan kepada Papua menjadi solusi paling
kekinian guna memperpendek jarak konflik antara OPM dengan NKRI. Otonomi
khusus ini dibangun guna membuka kesempatan yang sebesar-besaranya bagi
putra Papua termasuk OPM untuk menjalankan perannya sebagai pelaku utama
dalam pembangunan daerahnya. Hal ini terlihat dari sebagian besar pasal dalam
UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang
merepresentasikan kesempatan tersebut. Sebagai contoh pasal 12 mencantumkan
ketentuan “orang asli Papua” sebagai syarat dalam pencalonan Gubernur dan
Wakil Gubernur. Kekhususan otonomi di Papua juga terlihat dari adanya badan
pemerintahan berupa Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 9/21
3
kultural orang asli Papua. Badan ini memiliki kewenangan-kewenangan khusus di
pemerintahan yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua.
Berbagai macam kekhususan yang telah diberikan dalam kewenangan
otonomi khusus nyatanya belum memecahkan masalah utama, yakni peredaman
gerakan separatis OPM. Ada berbagai hal yang menjadi musababnya. Hasil penelitian Tim Papua LIPI, menjelaskan bahwa sumber konflik Papua mencakup
empat isu strategis sebagai berikut: sejarah integrasi Papua ke wilayah NKRI;
kekerasan politik dan pelanggaran HAM; gagalnya pembangunan di Papua; dan
marjinalisasi orang Papua.
Tabel 1. Persoalan, Konteks dan Kontradiksi Narasi (Muridan S.Widjodjo
dkk, 2009)
Persoalan Konteks Narasi dominan
(nasionalis
Indonesia)
Narasi tandingan
(nasionalis Papua)
Sejarah
integrasi,status politik,
dan identitas
politik
Peralihan
kekuasaan dariBelanda ke
Indonesia dan
perang dingin
Teritorial Papua
bagian NKRI
Status politik
sudah sah melaui
Pepera dan
Resolusi PBB
Integrasi =
pembebasan dari
kolonialisme
Orang Papua bukan
bagian dari Indonesia
Pepera tidak sah karena
tidak mempresentasikan
aspirasi rakyat Papua
Integrasi=kolonialisasi
Indonesia
Kekerasan
politik dan
pelanggaranHAM
Rezim
otoritarianisme
orde baru dankapitalisme
internasional
Kekerasan = cara
untuk menjaga
NKRI
Kekerasan
adalah
pelanggaran HAM
Kegagalan
pembangu-
nan
Rezim
otoritarianisme
orde baru dan
kapitalisme
internasional
Pembangunan=
upaya
modernisasi orang
Papua
Pembangunan= migrasi
tenaga kerja dari luar
Papua dan marjinalisasi
orang Papua
Inkonsistensi
kebijakan
otonomi
khusus danmarjinalisasi
Reformasi dan
demokratisasi
Otonomi khusus=
diletakan dalam
konteks integrasi
nasional dan pembangunan
Otonomi khusus
= pelurusan sejarah
Papua, perlindungan
hak-hak orang Papua, pembangunan untuk
orang Papua dan
rePapuanisasi
Pemberian otonomi seharusnya akan semakin memperkukuh kepemilikan
tanah air oleh masyarakat di daerah. Ada tiga argumentasi mendasar yang
melandasi asumsi otonomi daerah memperkuat dimensi kebersamaan dalam
NKRI menurut Hari Sabarno (2008), yakni:
a. Otonomi daerah merupakan kebijakan dan pilihan strategis dalam rangka
memelihara kebersamaan nasional di mana hakikat khas daerah tetap
dipertahankan dalam wadah NKRI;
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 10/21
4
b. Melalui otonomi daerah pemerintah menguatkan sentra ekonomi kepada daerah
dengan memberikan kesempatan daerah untu mengurusnya sendiri; dan
c. Otonomi daerah akan mendorong pemantapan demokrasi politik di daerah
dengan landasan desentralisasi yang dijalankan secara konsisten dan
proporsional. Nyatanya pada satu sisi yang lain, pemberian kewenangan khusus untuk
mengurus sendiri pemerintahannya menimbulkan suatu fanatisme daerah yang
semakin memperkokoh keinginan suatu daerah untuk memisahkan diri.
Pelaksanaan otonomi khusus perlu didasarkan pada konsep kearifan lokal
demi kokohnya NKRI sebagaimana diargumentasikan oleh Hari Sabarno di atas.
Moendardjito (2011) menyatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai
kearifan lokal karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang,
dengan bercirikan (a) mampu bertahan terhadap budaya luar; (b) memiliki
kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; (c) mempunyai
kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli; (d)
mempunyai kemampuan mengendalikan; dan (e) mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Sesungguhnya jika berpatokan pada ciri- ciri tersebut,
kekhasan daerah (implikasi dari adanya kearifan lokal) tidak akan menimbulkan
fanatisme daerah, namun nyatanya masih saja ada fanatisme tersebut, seperti yang
terjadi di tanah Papua. Oleh karena itu perlu suatu penyatuan kearifan lokal
dengan nilai-nilai nasionalisme yang mengakar pada rasa cinta tanah air. Hal
inilah yang nantinya dirumuskan sebagai integrated local wisdom.
Solusi yang Pernah Diterapkan Sebelumnya
Konflik Papua yang terus-menerus mengancam kesatuan NKRI sepanjang
sejarah, membuat pemerintah pusat mengeluarkan beberapa kebijakan yang padaawalnya diharapkan mampu menjadi pemecahan masalah atas kasus ini.
Setidaknya ada dua jenis pemecahan masalah dominan yang pernah digulirkan
pada konflik Papua ini. Kedua jenis pemecahan masalah tersebut, adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan militer
Upaya penumpasan terhadap gerakan separatis pada masa orde baru
banyak dilakukan melalui pendekatan militer. Pada konteks politik saat itu,
pendekatan militer menjadi hal yang dianggap legal demi kesatuan NKRI. Oleh
karena itu pergolakan konflik kekerasan pun banyak terjadi dan berakibat pula
pada banyaknya pelanggaran HAM di tanah Papua. Jumlah korban yang
muncul dari berbagai publikasi masih sangat spekulatif, bervariasi antara 100ribu jiwa hingga 500 ribu jiwa. Sayangnya sampai saat ini belum ada upaya
investigasi secara tuntas dan komprehensif dalam menangani pelanggaran
HAM yang ada, sehingga hak-hak korban untuk mendapatkan pertanggung
jawaban pun hanya sebatas angan. Hal ini disebabkan oleh logika negara yang
bersifat konstruksi nasionalisme-militer. Oleh karena itu pencederaan terhadap
HAM yang telah terjadi dianggap bukan termasuk pelanggaran.
Pendekatan militer yang dilakukan oleh pemerintah ini, sungguh
berbanding terbalik dengan kehendak masyarakat Papua. Imbasnya bukan
persatuan yang diperoleh, tapi justru membuat semakin solidnya gerakan OPM
untuk menentang pemerintahan Indonesia. Hal ini tidak lain dikarenakan
adanya rasa ketidakpuasan orang Papua kepada Indonesia yang dianggap telah
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 11/21
5
merampas kemerdekaan mereka. Pendekatan militer yang bersifat represif
hanya akan memperburuk citra pemerintahan di mata orang Papua, hingga
dapat menimbulkan prasangka otoriter. Oleh karena pemerintahan di mata
mereka hanya mau mengeruk kekayaan alam Papua, tapi setelahnya
memerangi orang Papua dengan senjata.2. Pelimpahan otonomi khusus kepada Papua
Kegagalan pendekatan milter sebagai solusi menumpas gerakan OPM,
membuat pemerintah merancang suatu solusi yang lebih humanis, yaitu melalui
pelimpahan otonomi khusus kepada Provinsi Papua. Otonomi khusus ini
sendiri merupakan permintaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang
ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. 4 Tahun 1999. Disebutkan dalam TAP
MPR tersebut sebagai berikut “integrasi bangsa dipertahankan di dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan tetap menghargai
kesetaraan dan keseragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Irian Jaya
melalui penetapan daerah Otonomi Khusus yang diatur dengan undang-
undang”. Kemudian lebih lanjut, otonomi khusus ini diregulasi dalam UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang mewakili
hasil kompromi pemerintah dengan para pemimpin dan intelektual Papua
dalam usahanya mencari solusi bagi berbagai permasalahan Papua secara
menyeluruh.
Setelah hampir sebelas tahun otonomi khusus ini dijalankan, mulailah
terlihat beberapa kekacauan (error spot ) yang memicu lahirnya berbagai
konflik kecil serta bergejolaknya kembali OPM. Menurut Muridan S. Widjojo
dkk (2006) setidakya ada empat persoalan yang mewarnai pelaksanaan
otonomi khusus, yaitu sebagai berikut:
1. Dugaan adanya korupsi
Dugaan adanya penyalahgunaan dana oleh pemerintahan daerah Papua
dapat diinidikasi melalui beberapa kasus. Dalam laporan Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Papua tahun 2007 disebutkan
bahwa MPR melakukan pemberian tunjangan dan intensif yang melebihi
jumlah yang disebutkan dalam Pemendagri sebesar 400 Milyar pada tahun
2006. Pengalokasian APBD pun ditengarai terdapat penyalahgunaan yang
tidak sesuai dengan peraturan pemerintah pusat. Tahun 2008 pendidikan
hanya mendapatkan 4,19% dari total anggaran APBD dan hanya 30% dari
sisa anggaran APBD (http://www.fokerlsmPapua.org/ ). Padahal ketentuan
dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (4) mewajibkan prioritas anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari keseluruhan jumlah APBD.Penyalahgunaan anggaran ini tentu saja berimbas pada keberlangsungan
pembangunan masyarakat Papua. Salah satunya yakni terbukti berdasarkan
data BPS terlihat adanya prosentase yang tinggi mengenai penduduk miskin
pada tahun 2011, yaitu 31,92% untuk Provinsi Papua Barat serta 31,98%
untuk Provinsi Papua. Angka ini menempati angka terbesar pertama dan
kedua se-Indonesia serta mengalami peningkatan jika dibandingkan pada
tahun 2010 yang memiliki persentase 34,88% dan 36,80%.
2. Representasi orang Papua melalui MRP
Persoalan ini menyangut ketidakberhasilan MRP untuk memperjuangkan
aspirasi orang Papua mengenai identitas budaya mereka. Misalnya
perjuangan MPR untuk menjadikan bendera bintang kejora dan simbol
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 12/21
6
burung mambruk menjadi bendera dan simbol budaya orang Papua
ditanggapi oleh PP No. 37/2007 yang melarang penggunaan simbol-simbol
separatis sebagai simbol-simbol budaya dan daerah. Kondisi ini menjadikan
orang Papua merasa menjadi orang asing di tanah mereka sendiri.
3. Pemekaran Kabupaten dan ProvinsiPemekaran Provinsi dilakukan sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden No.
45 tahun 2003 yang berisi mengenai implementasi UU No. 45 tahun 1999
yang mengatur tentang pemekaran Irian Jaya menjadi Irian Jaya Timur,
Irian Jaya Tengah, dan Irian Jaya Barat. Usaha pemekaran ini dianggap
kurang tepat diberlakukan pada saat itu. Kondisi sumber daya manusia serta
fasilitas yang belum siap menjadi kendala utama. Selain itu usaha
pemekaran ini dianggap dapat memecah belah orang Papua.
4. Konflik antar umat beragama
Konflik-konflik kecil yang terjadi akhir-akhir ini sebenarnya tidak hanya
dilakukan oleh antar umat beragama, namun juga antar suku. Seperti yang
terjadi pada tanggal Selasa, 10 Juli 2012 yang melibatkan warga suku Danidan suku Ekari atau yang terjadi juga pada Selasa, 24 juli 2012 antara warga
kampung Amole dengan kampung Harapan (http://news.okezone.com/ ).
Konflik-konflik yang berlatarbelakang suku, ras, dan agama (SARA) pun
sering terjadi. Konflik-konflik ini merupakan akumulasi dari ketidakstabitan
keamanan di Papua pasca perlawanan OPM. Otonomi khusus mempertajam
penonjolan sifat kedaerahan yang berujung pada gerkan separatis.
Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom bagi Papua
Pemberian otonomi khusus pada Papua sebenarnya merupakan alternatif
terbaik untuk mengadakan pembangunan yang berkeadilan sosial. Oleh sebab,
otonomi daerah (bentuk khusus) merupakan sarana demokrasi terbaik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk masyarakat di daerah sebagaimana
diamanahkan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2). Kerakyatan atau demokrasi
menghendaki partisipasi daerah otonom yang disertai badan perwakilan sebagai
wadah (yang memperluas) kesempatan rakyat berpartisipasi (Pipin Syarifin dan
Dedah Jubaedah, 2006). Demokrasi ini akan membawa pada pembangunan Papua
yang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Pada kenyataannya alternatif yang
dianggap terbaik ini, belum mampu secara maksimal melakukan perannya sebagai
katalisator pembangunan. Padahal otonomi khusus Papua sudah berjalan selama
sebelas tahun.
Ketidakmampuan otonomi khusus mengadakan pembangunan yang
berkeadilan sosial kemudian berdampak pada semakin menguatnya keinginan
sebagian masyarakat Papua untuk memisahkan diri. Mereka ini tergabung dalam
gerakan OPM yang menyadari bahwa perlu suatu kemerdekaan untuk
membangun Papua yang berkekayaan alam melimpah tanpa campur tangan
pemerintah Indonesia. Berdasarkan pengkajian, ketikmampuan otonomi khusus
ini disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
a. Inkonsistensi beberapa pasal dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua terhadap cita-cita pembangunan Papua
Pasal 40 ayat (1) berbunyi “Perizinan dan perjanjian kerja sama yang telah
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi dengan pihak lain
tetap berlaku dan dihormati”. Pasal ini salah satunya berkaitan dengan kontrak
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 13/21
7
Freeport yang tidak lagi bisa diganggu keberlangsungannya, karena orang
Papua pada pasal tersebut diwajibkan untuk menghormatinya. Penghormatan
ini berarti harus mengubur keinginan mereka untuk mengusik kontrak yang
sudah ada. Padahal kasus Freeport inilah yang sering dijadikan isu pokok OPM
untuk melegalkan keinginan mereka merdeka. Pasal ini juga berhubungandengan pasal 43 ayat (3) yang mengatur tentang pelaksanaan hak ulayat. Pada
pasal ini, diatur pula mengenai keharusan orang Papua menghormati
penguasaan hak ulayat oleh pihak swasta. Lagi-lagi orang Papua dinomor
duakan dalam pembangunan tanah kelahirannya sendiri.
b. Pelaksanaan dan pengawasan otonomi khusus Papua yang tidak
berkesinambungan
Data BPS pada tahun 2011 menunjukan adanya perbedaan yang sangat
signifikan mengenai jumlah penduduk miskin di desa dan kota Provinsi Papua,
yaitu sebesar 35.270 penduduk kota dan 909.530 penduduk desa yang
kebayakan dihuni oleh orang asli Papua. Ketidakmampuan pemerintah untuk
menyejahterakan orang Papua secara merata, mengindikasikan bahwa masihadanya tebang pilih dalam pemenuhan hak-hak ekonomi masyarakatnya.
Dengan begini, orang Papua asli akan semakin merasa tersisihkan dari proses
pembangunan yang ada. Kemudian hal ini dapat menguatkan tekad OPM untuk
merdeka demi keberlangsungan eksistensi mereka. Adanya indikasi korupsi
menunjukan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
terhadap pelaksanaan otonomi khusus di Papua.
c. Pergeseran makna demokrasi ke arah penguatan fanatisme kedaerahan
Pemberian kesempatan yang luas kepada orang asli Papua untuk ikut
berperan aktif dalam pembangunan Papua meningkatkan semangat kedaerahan
yang bersifat fanatisme. Ave Lefaan (2011) menyebutkan adanya otonomi
khusus juga membawa dampak serius terhadap semakin menonjolnya praktik
politik identitas yang merujuk pada etnosentrisme. Oleh karena itu, kemudian
bermunculan semangat kedaerahan yang berbasis etnik atau ras untuk
menguasai wilayah kesatuan masyarakatnya secara monopoli. Kondisi ini
menimbulkan berbagai tuntutan pemekaran daerah di berbagai kelompok ras
yang ada di Papua. Tidak disetujuinya pemekaran akan membawa dampak
pada keinginan memisahkan diri seperti gerakan OPM.
Alasan ketiga berupa pergeseran makna demokrasi ke arah penguatan
fanatisme kedaerahan inilah yang paling membuka peluang timbulnya keinginan
untuk memisahkan diri dari kesatuan NKRI. Hal ini pula yang terjadi pada OPM,
yangmana kelompok ini merasakan adanya marjinalisasi orang Papua.Marjinalisasi orang asli Papua ditandai dengan semakin sedikitnya orang asli
Papua yang berada di tanah Papua, dan sebaliknya orang pendatang (imigran)
tumbuh secara pesat. Oleh sebab itu, OPM menggunakan dalih bahwa nilai
kultural Papua yang secara khusus mencirikan Papua saling terpisah dengan
kebudayaan Indonesia, sehingga orang Papua tidak bisa menyatu dengan para
imigran.
Nilai-nilai kultural kedaerahan seharusnya mampu menjadi aset
pembangunan, bukan sebaliknya. Nilai-nilai kulural yang juga dipahami sebagai
kearifan lokal (local wisdom) merupakan nilai-nilai atau gagasan suatu daerah
setempat yang mengandung kebijaksanaan, kearifan, keteladanan serta bernilai
baik yang mengakar dan diikuti oleh masyarakat setempat. Kebijakan lokal yang
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 14/21
8
mengakar dan dianggap sakral, menyebabkan pelaksanaannya dapat lebih efisien
dan efektif, karena mudah diterima masyarakat (Herlina Astari, 2011).
Keselarasan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat membuat kearifan
lokal pantas dijadikan sebagai pedoman pembangunan dalam suatu konsep
otonomi daerah maupun otonomi khusus. Bukan justru dijadikan sebagai dasar semangat kedaerahan yang memisahkan diri dari rasa nasionalisme.
Dewasa ini terdapat pergeseran makna kearifan lokal sebagai sifat
kedaerahan dan sifat penyatuan rasa kedaerahan dalam kesadaran nasionalisme
sebagai bangsa. Oleh karena itu, agar kearifan lokal dapat menjadi dasar semangat
pelaksanaan otonomi daerah maupun otonomi khusus, maka kearifan lokal harus
dilengkapi sifat yang mencirikan adanya penyatuan rasa kedaerahan dalam
kesatuan semangat nasionalisme. Integrated local wisdom merupakan rumusan
yang selaras dengan cita-cita penyatuan semangat kedaerahan dan nasionalisme.
Integrated dalam bahasa Indonesia berarti “yang digabungkan”. Sehingga dapat
dirumuskan makna dari integrated local wisdom adalah nilai-nilai kedaerahan
yang mengandung kebijaksanaan dan kebenaran yang diikuti oleh masyarakatsetempat dan telah mengalami penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan. Adanya
penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan ini akan mengendalikan seseorang dari
keinginan untuk memisahkan diri dari kesatuan bangsanya. Pada tahapan lebih
lanjut, integrated local wisdom tidak hanya terpaku pada tataran teoritis, namun
merasuk pada tataran praktik-praktik otonomi daearah ataupun otonomi khusus
yang sangat bersinggungan dengan pembangunan daerah.
Tataran teori maupun praktik mengenai integrated local wisdom akan
direfleksikan pada pelaksanaan otonomi khusus Papua. Dengan demikian tidak
ada lagi salah penafsiran terhadap makna kearifan lokal yang seringkali dijadikan
dalih gerakan-gerakan separatisme. Penerapan integrated local wisdom
menggunakan pendekatan-pendekatan yang humanis dengan penyadaran secara
berkesinambungan melalui praktik-praktik ketatanegaraan.
Para Pihak yang Membantu dalam Mengimplementasikan Gagasan
Upaya mengimplementasikan otonomi khusus yang berbasis integrated
local wisdom di Papua memerlukan kerjasama antar berbagai pihak. Pihak-pihak
ini antaralain:
a. Pemerintah pusat
Berdasarkan kewenangannya sebagai eksekutif, pemerintah pusat memiliki
kewajiban untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan
urusan pemerintah daerah. Oleh karena itu dalam hal ini, pemerintah bertugas
untuk memastikan bahwa pembangunan kedaerahan berintegrasi dengan
pembangunan nasional.
b. Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
Sebagai subjek utama pelaksana otonomi khusus, pemerintah daerah provinsi
Papua dan provinsi Papua Barat berwenang untuk melaksanakan berbagai
urusan pemerintahannya dan mengendalikan pengurusan urusan pemerintahan
yang mengadung unsur penonjolan etnik tertentu. Selain itu sebagai upaya
integrasi OPM ke dalam bingkai NKRI, maka perlu pengikutsertaan anggota
OPM dalam pemerintahan dengan didasari semangat integrated local wisdom.
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 15/21
9
c. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Adanya inkonsistensi UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua perlu diadakannya suatu amandemen terhadap undang-undang
ini. Oleh karena itu badan legislatif bersama pemerintah membahas dan
memutuskan amandemen ini. Amandemen yang ada harus didasari olehkonsepsi otonomi khusus berbasis integrated local wisdom.
d. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM berwenang untuk memberikan pengawasan dan penyambung lidah
masyarakat Papua. Oleh karena itu, sebagai lembaga kontrol perannya sangat
dibutuhkan.
e. Masyarakat Papua
Sebagai subjek dan objek utama pembangunan Papua, masyarakat Papua
berwenang untuk terlibat aktif dalam pembangunan Papua. pengertian orang
Papua merujuk pula pada naggota OPM. Selain itu mereka juga berperan untuk
memastikan dan dipastikan bahwa pembangunan yang ada bukan merupakan
upaya marjinalisasi orang Papua asli dan bukan bersifat etnosentris yangmengancam NKRI.
f. Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Sebagai objek usaha integrasi kepada bingkai NKRI, OPM berwenang untuk
ikut disertakan dalam mengadakan pembangunan Papua dalam konstelasi
NKRI. Dengan begitu, akan timbul rasa kepemilikian terhadap Papua sekaligus
Indonesia karena telah didasari semangat integrated local wisdom. Ikut serta
ini dapat berupa secara langsung terlibat dalam pemerintahan ataupun secara
tidak langsung
g. Majelis Rakyat Papua (MRP)
MRP sebagai badan pemerintahan yang berwenang dalam perlindungan hak-
hak orang Papua, pada otonomi khusus berbasis integrated local wisdom, juga
memiliki peran yang sama, namun diperluas pula pada pembangunan-
pembangunan nasional yang berhubungan dengan rakyat Papua. Yakni apakah
pembangunan tersebut berkeadilan untuk orang Papua ataukah tidak. Selain itu
MRP juga memiliki kewajiban untuk menyelaraskan nilai kedaerahan dengan
nilai nasionalisme yang terangkum dalam konsep integrated local wisdom
dalam seluruh aspek pembangunan rakyat Papua.
Langkah – Langkah Strategis yang Harus Dilakukan
Langkah-langkah yang hendaknya dilakukan untuk penerapan otomi
khusus berbasis integrated local wisdom, adalah sebagai berikut:
1. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang penting dari upaya
penguatan kearifan lokal ini. Tahap perencanaan diadakan untuk membuat
langkah-langkah selanjutnya mampu tepat sasaran serta terarah. Oleh karena
itu dibutuhkan dua langkah konkrit, yaitu penelitian kebijakan serta
penyusunan road map.
Penelitian kebijakan merupakan langkah-langkah yang ditujukan untuk
meneliti beberapa hal sebagai berikut:
1. Jenis kebijakan seperti apa yang diinginkan oleh orang Papua dan OPM;
2. Cara seperti apa yang diinginkan orang Papua dan OPM dalam
implementasi kebijakan tersebut;
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 16/21
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 17/21
11
melakukan pengawasan yang baik. Pengalokasian dana juga harus
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan jangan hanya terfokus pada
kuantitas pembangunan fisik, namun juga kualitas pelayanan dan
sebagainya.
Sosialisasi dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung yaitumelalui media elektonik, cetak maupun internet secara efektif, efisien, cerdas
dan menarik. Sosialisasi ini menjadi penting karena tidak semua orang
memiliki concern yang besar terhadap pemerintah. Sedangkan
4. Tahap eksekusi
Tahap eksekusi ini merupakan tahap action dari poin-poin perwujudan
integrated local wisdom yang telah direncanakan dan disiapkan. Tahap
eksekusi ini dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan, yang meliputi
pendidikan, sosial budaya, ekonomi, dan politik. Pelaksanaan otonomi khusus
berbasis integrated local wisdom ini ditekankan pada partisipasi orang Papua
dalam rangka bersama-sama membangun tanah kelahirannya demi majunya
pembangunan Indonesia secara menyeluruh.5. Tahap evaluasi
Tahap evaluasi menjadi tahap akhir otonomi daerah berbasis integrated
local wisdom. Tahap evaluasi dapat dilakukan secara periodik dan sistematik
pada kesatuan kerja. Tahap evaluasi ini penting untuk mengetahui progress dan
kekurangan kebijakan yang telah dilaksanakan.
KESIMPULAN
Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom: Langkah Integrasi OPM
dalam Bingkai NKRIPergeseran makna kearifan lokal sebagai sifat kedaerahan kepada
fanatisme kedaerahan yang berujung pada gerakan separatis menjadi problema di
tengah pelaksanaan otonomi khusus yang mengedepankan kekhasan daerah. Oleh
karena itu, agar kearifan lokal dapat menjadi dasar semangat pelaksanaan otonomi
khusus, maka kearifan lokal harus dilengkapi sifat tambahan yang mencirikan
adanya penyatuan rasa kedaerahan dalam kesatuan semangat nasionalisme.
Integrated local wisdom merupakan gagasan terbaru untuk mewujudkan misi
tersebut. Integrated dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “yang
digabungkan”, sedangkan local wisdom berarti “kearifan lokal”. Sehingga dapat
dirumuskan makna dari integrated local wisdom adalah nilai-nilai kedaerahan
yang mengandung kebijaksanaan dan kebenaran yang diikuti oleh masyarakatsetempat dan telah mengalami penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan. Adanya
penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan ini akan memperkecil keinginan daerah
untuk memisahkan diri dengan kesatuan NKRI.
Pada tahapan lebih lanjut, integrated local wisdom merasuk pula pada
tataran praktik otonomi khusus yang sangat bersinggungan dengan pembangunan.
Papua sebagai wilayah yang mendapatkan wewenang otonomi khusus sangat
membutuhkan penjelmaan konsepsi otonomi khusus berbasis integrated local
wisdom. Oleh karena selama ini, sifat kedaerahan tidak dibangun secara optimal
dalam koridor kebangsaan, namun justru menjadi legalitas semangat gerakan
separatis. Hal inilah yang terjadi pada OPM. Pada tujuan akhir, diharapkan
melalui otonomi khusus berbasis integrated local wisdom akan terwujud Papua
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 18/21
12
yang berkesatuan dan berkeadilan sosial dalam integrasinya pada NKRI, sehingga
tidak akan ada lagi gerakan semacam OPM yang ingin memisahkan diri dari
NKRI.
Teknik Implementasi Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom
bagi Papua
Ada beberapa teknik pendekatan yang dilakukan guna pelaksanaan
otonomi khusus berbasis integrated local wisdom, yakni sebagai berikut:
1. Pendekatan pendidikan
Pendidikan merupakan gerbang utama pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM) Papua. Oleh karena itu pembangunan SDM ini harus dijiwai
oleh integrated local wisdom, agar tidak membunuh karakter asli orang Papua
dan menjauhkan orang Papua dari kesatuan bangsa Indonesia. Penguatan
integrated local wisdom melalui pendekatan pendidikan ini dapat dilakukan
dengan dimasukannya integrated local wisdom dalam kurikulum pendidikan
sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Selain itu diluar lembaga pendidikan, dapat dilakukan melalui penyelenggaraan seminar ataupun
penelitian terkait integrated local wisdom. Melalui optimalisasi pendekatan
pendidikan baik secara intern maupun ekstern, diharapkan semakin munculnya
rasa cinta Papua dalam naungan NKRI pada hati para generasi muda.
2. Pendekatan sosial budaya
Penguatan kearifan lokal melalui pendekatan sosial budaya erat kaitannya
dengan penghidupan kembali warisan-warisan budaya Papua yang telah turun
temurun. Warisan-warisan budaya ini kemudian diintegrasikan kepada
kebudayaan nasional, melalui pemberian legalitas budaya nasional terhadap
warisan tersebut. Papua dikenal sebagai daerah yang sangat kaya akan bentuk-
bentuk budayanya, yaitu diantaranya:a. Wowipits yaitu sebutan untuk para pemahat piawai dari suku Asmat.
Kepiawaian ini terlihat pada tifa (alat musik sejenis gendang kecil), perahu,
dayung, perisai, patung, topeng dan rumah hunian;
b. Tarian diantaranya tari Cenderawasih yang menceritakan keindahan burung
cenderawasih, Ethor kasuari dan yang merupakan tarian penyambutan bagi
mereka yang pulang dari perang dan lain-lain;
c. Senjata berupa pisau belati yang terbuat dari tulang kaki dan bulu burung
kasuari, busur serta panah; dan
d. Upacara-upacara adat yang menandai naiknya seseorang pada tingkat
kehidupan tertentu, contohnya kelahiran, menjelang dewasa, dan lain-lain.
Penguatan kearifan lokal melalui pendekatan sosial budaya ini merupakan
salah satu langkah pemberhentian marjinalisasi orang Papua.
3. Pendekatan politik
Penguatan kearifan lokal melalui pendekatan politik dilakukan sebagai
upaya pengendali pelaksanaan otonomi khusus. Otonomi khusus yang
membawa dampak KKN serta etnosentrisme harus dikembalikan pada nilai-
nilai falsafah hidup orang Papua yang syarat dengan nilai-nilai luhur yang
dibawa sejak nenek moyang mereka. Pendekatan politik ini hendaknya juga
disertai dengan dibukanya kesempatan bagi anggota OPM untuk terlibat secara
aktif di dalam pemerintahan untuk jabatan-jabatan publik. Dengan begitu,
diharapkan akan semakin tumbuh perasaan memiliki terhadap Papua dan
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 19/21
13
Indonesia, karena ada keterikatan struktural pemerintahan yang dimiliki.
Keterasingan OPM dari pemerintahan membuat mereka selalu berprasangka
buruk terhadap NKRI. Padahal pemerintah telah bekerja secara maksimal demi
pembangunan Papua yang berkeadilan sosial. Pendekatan politik hendaknya
tidak dilakukan melalui pendekatan militer yang bersifat represif.4. Pendekatan ekonomi
Pendekatan ekonomi sebagai pemenuhan kesejahteraan orang Papua
menjadi langkah penting dalam penguatan integrated local wisdom. Apabila
tercipta kesejajaran kesejahteraan ekonomi pada seluruh lapisan masyarakat
Papua, maka konflik-konflik yang memicu goyahnya kesatuan NKRI tidak
akan terjadi lagi. Pendekatan ekonomi ini dapat dilakukan dengan
pemberdayaan ekonomi orang Papua melalui UKM yang memasarkan hasil
karya produksi mereka. Selain itu, pemanfaatan sumber daya alam seharusnya
digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Hal ini sesuai dengan
yang telah diamanatkan UUD 1945 pasal 33 ayat (3). Oleh karena itu penting
untuk diadakan amandemen pada Pasal 40 ayat (1) dan 43 ayat (3) UU No. 21tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Prediksi Keberhasilan Gagasan
Otonomi khusus berbasis integrated local wisdom diyakini akan dapat
mencapai tujuan akhirnya yakni memperkokoh kesatuan NKRI. Oleh karena
grand desaign otonomi khusus berbasis integrated local wisdom memiliki
formulasi lengkap dan mendasar untuk meredam grakan separatis yam]ng
dilakukan oleh OPM. Tujuan akhir ini dapat dicapai apabila ada sinergi yang
berkesinambungan antar pihak yang berwenang serta adanya kekuatan komitmen
secara bersama-sama untuk membangun Papua. Oleh karena itu, diharapkan
semua pihak termasuk seluruh rakyat Indonesia menaruh perhatian yang besar kepada pembangunan Papua ini. Oleh sebab selama ini Papua terus menerus
memperlihatkan gejolak-gejolak separatisme yang secara makro ikut mengganggu
stabilisas pertahanan dan keamanan negara. Melalui perhatian dari seluruh
komponen bangsa dapat memunculkan rasa perasatuan untuk memiliki negara
Indonesia bersama-sama di hati para orang Papua bahkan anggota OPM. Apabila
syarat-syarat ini diwujudkan, kemanfaatan dari adanya otonomi khusus berbasis
integrated local wisdom akan dapat dirasakan secara nyata oleh rakyat Papua
khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKABuku dan Jurnal
Astri, Herlina. 2011. Penyelesaian Konflik Sosial Melalui Penguatan Kearifan
Lokal . Aspirasi. Vol. 2 No. 2.
Budiarjo, Camel, dan Liem Soie Liong. 1984. West Papua: The Obliterationof A
People. London: Tapol.
Jubaedah, Dedah dan Pipin Syarifin. 2006. Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
Lefaan, Ave. 2011. Membangun Papua dalam Konteks KeIndonesiaan. Jurnal
Kebijakan Publik. Vol. 2.
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 20/21
14
Maniagasi, Frans. 2001. Masa Depan Papua: Merdeka. Otonomi Khusus dan
Dialog . Jakarta: PT. Dyatama Milenia.
Sabarno, Hari. 2008. Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa.
Jakarta: Sinar Grafika.
Widjojo, Muridan S. 2006. Nasioanalist and Separatist Discourses in Cyclical Violence in Papua. Indonesia. Asian Journal of Science. Vol 34. No 3.
Widjojo, Muridan S. 2009. Papua Road Map: Negoitating the Past, Improving
the Present and Securing the Future. Jakarta: LIPI Yayasan TIFA dan Yayasan
Obor Indonesia.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua.
Internet
www.bps.go.id , diakses pada tanggal 18 Maret 2013.
www.kompas.com/read/OPM-Kembali-Serang-TNI , diakses pada tanggal 18
Maret 2013.
www.fokerlsmPapua.org/ , diakses pada tanggal 18 Maret 2013.
www.mpr.go.id/ taufiq-kiemas-kearifan-lokal-dan-kultur-lokal dikedepankan-
untuk-selesaikan-berbagai-konflik , diakses tanggal 18 Maret 2013.
www.OkezoneNews.com/Warga Kwamki Timika Bentrok Lagi. Lima Rumah
Dibakar dan Bentrok Dua Kampung Kembali Terjadi di Timika.
www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/Konflik Sosial Terjadi di Mimika,
diakses 18 Maret 2013.
Daftar Riwayat Hidup Penulis
Ketua Kelompok
Nama lengkap : Esti Puspitaningrum
NIM : E0012135
Tempat, tanggal lahir : Ngawi, 31 Oktober 1994
Alamat : Dsn. Gunting II, Rt 02/ Rw 07, Ds. Dempel
Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi
Contact person : 085790410464
Alamat email : [email protected]
Status pendidikan : Mahasiswa Semester II Jurusan Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Sebelas Maret
Anggota Kelompok
Anggota I
Nama lengkap : Eka Nurjanah
NIM : E0012129
Tempat, tanggal lahir : Wonogiri, 12 Desember 1993
Alamat : Danukusuman RT.04/10,Serengan,
Surakarta
Contact person : 089630487945
Alamat email : [email protected]
7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus
http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 21/21