pengujian impak dan fenomena

66
PENGUJIAN IMPAK DAN FENOMENA PERPATAHAN 1. Sejarah Pengujian Impak Sejarah pengujian impak terjadi pada masa Perang Dunia ke 2, karena ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas yang terjadi pada daerah lasan kapal-kapal perang dan tanker-tanker. Diantara fenomena patahan tersebut ada yang patah sebagian dan ada yang benar-benar patah terbeah menjadi 2 bagian, fenomena patahan ini terjadi terutama pada saat musim dingin-ketika diaut bebas ataupun ketika kapal sedang berabuh. Dan contoh yang sangat terkenal tentang fenomena patahan getas adalah tragedi Kapal TITANIC yang melintasi samudera Atlantik. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. 2. Jenis-jenis metode uji impak Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis yaitu: Metode Charpy Metode Izod Metode Charpy: Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontal/ mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan.

Upload: aambrey

Post on 30-May-2015

14.989 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengujian impak dan fenomena

PENGUJIAN IMPAK DAN FENOMENA   PERPATAHAN

1. Sejarah Pengujian Impak

Sejarah pengujian impak terjadi pada masa Perang Dunia ke 2, karena ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas yang terjadi pada daerah lasan kapal-kapal perang dan tanker-tanker. Diantara fenomena patahan tersebut ada yang patah sebagian dan ada yang benar-benar patah terbeah menjadi 2 bagian, fenomena patahan ini terjadi terutama pada saat musim dingin-ketika diaut bebas ataupun ketika kapal sedang berabuh. Dan contoh yang sangat terkenal tentang fenomena patahan getas adalah tragedi Kapal TITANIC yang melintasi samudera Atlantik.

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.

2. Jenis-jenis metode uji impak

Secara umum metode pengujian impak terdiri dari 2 jenis yaitu:

Metode Charpy

Metode Izod

Metode Charpy: Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontal/ mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan.

Page 2: Pengujian impak dan fenomena

Gbr1. Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod

Metode Izod: Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi , dan arah pembebanan serah dengan arah takikan.

Gbr 2. Ilustrasi skematis pengujian impak.

3. Perpatahan Impak

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidangbidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas.

Page 3: Pengujian impak dan fenomena

Gbr 3. Ilustrasi permukaan patahan (fractografi) benda uji impak Charpy

Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlahbahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakandislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itumaka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besaruntuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.

Gbr 4. Efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa material.

Page 4: Pengujian impak dan fenomena

4. Patah Getas dan Patah Ulet

Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan umum yaitu :

Patah Ulet/ liat

Patah yang ditandai oleh deformasi plastis yang cukup besar, sebelum dan selama proses penjalaran retak.

Patah Getas

Patah yang ditandai oleh adanya kecepatan penjalaran retak yang tinggi, tanpa terjadi deformasi kasar, dan    sedikit sekali terjadi deformasi mikro.

Terdapat 3 faktor dasar yang mendukung terjadinya patah dari benda ulet menjadi patah getas :

1. Keadaan tegangan 3 sumbu/ takikan.2. Suhu yang rendah.3. Laju regangan yang tinggi/ laju pembebanan yang cepat.

Jenis-jenis takikan/ notch yang terdapat pada pengujian impak

Uji Impak

 08.04   Mukhamad Aziz   1 comment

Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Klo ceritanya titanic itu, si kapal kan berada pada suhu rendah, sehingga menyebabkan materialnya menjadi getas dan mudah patah. Kemudian di laut itu kan banyak beban (tekanan) dari arah manapun. Ditambah lagi nabrak gunung es, langsung deh tegangan yang udah terkonsentrasi karena pembebanan sebelumnya menyebabkan kapalnya terbelah dua..

Page 5: Pengujian impak dan fenomena

Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Tapi klo di mesin ujinya udah nunjukin energi yang dapat diserap material, ya udah.. ga perlu ngitung manual.Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu

Deformasi plastis Efek Hysteresis Efek Inersia

Standar ASTM Uji Impak

Ada dua macam pengujian impak, yaitu

1. Charpy2. Izod

Perbedaan charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan menggunkan charpy lebih akurat karena pada izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang

Page 6: Pengujian impak dan fenomena

mampu di serap material seutuhnya.Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak adalah

Notch

Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dna menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.

Temperatur

Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.

Strainrate

Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bulan di batas butir. Karena dislokasi ga sempat gerak ke batas butir.Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan.

Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika

Page 7: Pengujian impak dan fenomena

temperatur transisinya kecil maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.Pada percobaan ini, ada 10 sampel, 5 baja dan 5 aluminium. 2 baja dipanaskan dan 2 lagi didinginkan. begitu pula dengan aluminium.Dipanaskan. Baja dan aluminium ini dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik sampai pada temperatur 200an derajat celcius. Kemudian sampel ini di beri beban impak dan… hasilnya keempat sampel ini tidak patah seluruhnya, hanya sebagian. Terjadi pembengkokan pada sampel. Mengapa sampel tidak patah? Hal ini ada pengaruhnya dengan suhu. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan vibrasi elektron semakin tinggi sehingga pergerakan elektron menjadi semakin bebas. Dan energi untuk melakukan deformasi elastis semakin rendah. Hal inilah yang menyebabkan spesimen tidak patah, melainkan hanya mengalami deformasi plastis.Pada temperatur kamar. Spesimen nya gas diberi perlakuan apapun. Langsung diberi beban impak dan spesimen nya patah ulet. Temperatur spesimen lebih rendah dari yang semula, sehingga vibrasi elektronnya lebih rendah dan menyebabkan material menjadi agak lebih getas jika dibandingkan dengan spesimen awal. Namun spesimen ini belum getas karena elektronnya masih dapat bergerak hingga deformasi plastis.Didinginkan. Pada pengujian ini, spesimen didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair, hingga mencapai suhu minus puluhan derajat. Kemudian spesimen diberi beban impak dan terjadi patah getas. Hal ini terjadi karena vibrasi elektron yang melemah sehingga energi yang dibutuhkan untuk elektron bergeran dan berdeformasi plastis lebih tinggi, sehingga terjadilah patah getas pada material.

Analisis.Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak baja lebih tinggi daripada

aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan dengan aluminium. Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energy dan berdeformasi plastis hingga patah.

Selain suhu, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material adalah kadar karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi akan lebih getas. Hal ini akan mempengaruhi harga impaknya dan temperature transisi. Material yang memiliki kadar karbon tinggi akan memiliki temperature transisi yang lebih panjang jika dibandingkan dengan material yang memiliki kadar karbon rendah. Temperatur transisi yang berbeda-beda ini akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Material yang memiliki temperature transisi rendah maka material tersebut tidak akan tehan terhadap perubahan suhu.

Pada pembebanan impak ini, terjadi proses penyerapan energy yang besar. Penyerapan energy ini akan diubah menjadi berbagai respon material seperti deformasi plastis, efek hysteresis, dan inersia.

Sebuah system dengan hysteresis menunjukkan ‘rate-independent memory’, yaitu kemampuan suatu material untuk “mengingat” bentuk atau sifat sebelum material tersebut berubah karena pengaruh gaya dari luar material. Banyak system fisik yang menunjukkan hysteresis yang alami. Misalnya sebuah besi yang diletakkan pada medan magnet akan memiliki sifat magnet, bahkan setelah medan magnetnya dipindahkan. Ketika sekali di magnetisasi, besi tersebut akan tetap memiliki sifat magnet. Untuk menghilangkan sifat magnetnya, dapat dilakukan dengan menempatkannya pada medan magnet yang arahnya berlawanan. Efek hysteresis ini biasanya terjadi jika material diberikan beban yang sangat cepat dan beban tersebut pun dihilangkan dengan cepat.

Page 8: Pengujian impak dan fenomena

Efek inersia adalah kemampuan suatu material untuk mempertahankan bentuknya ketika diberikan gaya. Ketika diberikan pembebanan dengan strain rate yang tinggi material tersebut tidak sempat untuk mempertahankan bentuknya dan akhirnya patah .

KULIAH PENGETAHUAN BAHAN

PENDAHULUAN

MATERIAL : Adalah segala sesuatu yang kita gunakan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Contoh : Untuk Pembuatan Produk.

Pembagian Material :

METAL

Contoh : Baja, Al, Kuningan, Cu, dll.

MATERIAL POLIMER

Contoh : Plastik

KERAMIK

Adalah senyawa-senyawa anorganik yang diperoleh dengan perlakuan panas.

Keramik material-material yang tahan pada temperatur tinggi

Contoh : Tembikar

Keterangan : Polimer dan Keramik disebut pula bahan-bahan Non Metal.

Campuran antara metal, polimer dan keramik disebut dengan KOMPOSIT (Material Susun).

Komposit disebut juga dengan Materal Maju, karena dapat disesuaikan dengan keinginan.

Page 9: Pengujian impak dan fenomena

Komposit merupakan gabungan dari beberapa material yang dapat didisain sesuai keinginan.

Contoh : MMC (Metal Matrix Composite)

FRP (Fiber Reinffored Plastic)

Arall

Kelompok Metal banyak digunakan dalam bidang Konstruksi.

Kelompok Komposit banyak digunakan dalam bidang industry Pesawat Terbang.

Catatan : Dalam penggunaanya, yang dimanfaatkan dari material adalah SIFAT-SIFATNYA (Properties).

SIFAT-SIFAT MATERIAL

Sifat-sifat material :

SIFAT FISIK (Physical Properties)

Adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh material tersebut ,“inherent”, atau merupakan ciri khas material

tersebut.

Contoh : - Titik Cair - Panas Jenis

Masa Jenis - Konduktivitas Panas

Tahanan Listrik - Ketahanan Korosi

Ketahanan pada temperatur tinggi, dll.

Catatan : Jika kita ingin merubah ketahanan korosi suatu material, maka kita harus merubah sifat fisik

material tersebut.

SIFAT MEKANIK (Mechanical Properties)

Adalah sifat-sifat dari bahan yang berkaitan dengan kelakuan (behavior) terhadap pembebanan

mekanik.

Contoh : - Kekuatan (strength) - Kekerasan (hardness)

Ketangguhan (toughness) - Keuletan (Ductile)

Medulus Elastisitas - Ketahanan Lelah

Page 10: Pengujian impak dan fenomena

Ketahanan Aus, dll.

SIFAT TEKNOLOGI (Engineering Properties)

Adalah sifat-sifat dari bahan yang berkaitan dengan kemudahan bahan untuk diproses atau mampu

(ability) untuk diproses.

Contoh : - Mampu Cor (cast ability) - Mampu Las (weld ability)

Mampu Mesin (machine ability) - Mampu Bentuk (form ability)

Dilapangan tidak semua material memiliki sifat-sifat yang baik sesuai keinginan, sehingga untuk

memperoleh material yang baik dapat dilakukan dengan cara memadukan material yang satu dengan

yang lain, melalui proses perlakukan panas.

Catatan : Sifat-sifat material akan berubah jika temperatur berubah.

Sifat-sifat material dipengaruhi oleh :

Temperatur Kerja

Komposisi Kimia

Struktur Mikro, menyatakan konfigurasi/fasa. Jika fasa berubah sifat material berubah (bahasan

selanjutnya).

Untuk mengetahui sifat-sifat bahan, maka harus dilakukan pengujian terhadap bahan. Dalam hal ini

adalah pengujian material logam.

Secara umum pengujian logam dibagi menjadi 2 cara :

Pengujian yang tidak merusak, Non Distructive Test (NDT)

Pengujian yang merusak, Distructive Test (DT)

Evaluasi sifat-sifat logam difokuskan pada pengujian merusak pada Sifat Mekanik.

PENGUJIAN LOGAM

Untuk mengetahui sifat-sifat Mekanik, perlu dilakukan pengujian berdasarkan pembebanan mekanik. 

Dari definisi diperoleh bahwa “beban mekanik” terdiri dari :

Beban Statik, beban yang tidak dipengaruhi oleh waktu, artinya beban yang bekerja tetap tidak berubah.

Beban Dinamik, beban yang berfluktuasi, berubah-ubah, terhadap waktu.

Sifat-sifat mekanik dievaluasi berdasarkan ke dua beban tersebut, dan atas dasar jenis beban tersebut

maka dapat dikelompokkan beberapa jenis pengujian, yaitu :

PENGUJIAN BEBAN STATIK :

Uji Tarik (Tensile Test)

Uji Tekan (Compressive Test)

Uji Puntir (Torsion Test)

Page 11: Pengujian impak dan fenomena

Uji Lentur (Bending Test)

Uji Keras (Hardness Test)

Uji Impact (Impact Test)

Uji Mulur, : - Pada temperatur kamar, Creep Test.

- Pada temperatur tinggi, Stress Rupture Test.

PENGUJIAN BEBAN DINAMIK :

Uji Lelah (Fatique Test)

Dalam praktek pengujian didasarkan pada 2 kriteria :

Memilih jenis pengujian mana yang memberikan lebih banyak informasi tentang sifat material

Berdasarkan tuntutan disain.

UJI TARIK (TENSILE TEST)

Tujuan : Untuk melihat respon bahan terhadap beban tarik. Artinya kita harus dapat mengamati apa

yang terjadi pada Bahan (specimen) apabila material tersebut dibebani dengan beban tarik.

Pelaksanaan : Dilakukan pada suhu kamar, karena pada temperatur kamar mudah untuk dilakukan.

Alat Uji : Mesin Uji Tarik (Tensile Testing Machine)

Fungsi Mesin Uji Tarik :

Harus mampu memberikan beban tarik

Harus mampu mencatat pertambahan panjang yang terjadi akibat adanya beban tarik.

Page 12: Pengujian impak dan fenomena

Bentuk-Bentuk Benda Uji / Specimen :

Bentuk benda uji secara umum dibagi menjadi 2 jenis :

Pelat

Profil : - Rod, 

Profil I, 

Profil C, dikategorikan ke dalam Plat.

Profil L, 

Bentuk benda Uji Rod Bentuk Benda Uji Plat

Jika specimen dari plat, maka specimen tersebut harus sejajar dengan arah pengerolan plat, karena

pengerolan akan menghasilkan harga yang maximum.

Rasio perbandingan Lo terhadap do, disebut Rasio Kerampingan (Slenderness Ratio)

Lo/do=5 ……………………………………….. Slenderness Ratio

Page 13: Pengujian impak dan fenomena

Prinsip Pengujian :

Pengujian dilakukan sampai benda kerja putus

Jika specimen putus, harus berada pada daerah Panjang Uji (Lt)

Selama Pengujian Tarik berlangsung, volume = konstan, dan dianggap luas penampang benda uji

konstan (A=c)

Mekanisme Pengujian :

Setiap ada beban senantiasa ada penambahan panjang sebesar L.

Jika gaya (F) semakin besar maka L semakin besar pula. Dari kenyataan ini maka mesin Uji Tarik akan

mencatat hubungan antara gaya dan pertambahan panjang (F dan L) dalam bentuk diagram.

Catatan : Pemberian beban harus sedemikan rupa sehingga pemberian beban serendah mungkin,

dengan maksud criteria static dapat dipenuhi.

Dari Diagram F - ∆L yang dihasilkan, terdapat dua jenis segmen garis :

Segmen garis Linear

Segmen garis tidak Linear (curvature)

Dalam praktek, diagram tarik ini hasilnya berbeda-beda untuk setiap logam, sehingga kita dapat

membedakan mana logam yang ulet (ductile) mana logam yang getas (brittle).

Interprestasi : Sepanjang hubungan linear maka setiap pembebanan akan menghasilkan perubahan

temporer / sementara atau mengalamai “Deformasi Elastis”.

Artinya, benda uji bertambah panjang selama beban diterapkan, jika beban dihilangkan benda uji

kembali ke bentuk semula.

Makin besar F, maka ∆L makin besar.

Batas maksimum dimana hubungan F dan ∆L linear dikenal dengan titik P (proporsional).

∆L yang bersifat sementara disebut dengan “∆L elastis”.

Jika pembebanan terjadi diatas titik P, maka pada saat beban F dihilangkan, ∆L bersifat tetap.

Page 14: Pengujian impak dan fenomena

Panjang specimen setelah ditarik sampai dengan titik x, dan setelah beban dihilangkan menjadi : 

Dari diagram F - L, belum terbaca sifat logam yang diuji. 

Agar sifat logam yang di uji dapat dibaca, diagram F - L harus diubah menjadi diagram - e (Tegangan

– Regangan).

Dimana : 

σ= F/Ao σ = Tegangan Tarik (Kg/mm2)

Ao = Luas penampang awal

e= ∆L/Lo e = regangan

Lo = Panjang

Kesimpulan :

Diagram -e mirip dengan diagram F-L 

Alasan diubah ke dalam bentuk diagram -e karena erat hubungan dengan harga L/do = 5.

Pembacaan Sifat Material

Didaerah Elastic (hubungan -e linear)

= E.e, dimana : E = tg. = Modulus Elastisitas

= E.e,--------------- Hukum HOOKE

(Hukum Hooke hanya bekerja di daerah Elastis)

e

Hubungan Modulus Elastisitas (E) dengan sifat material :

Page 15: Pengujian impak dan fenomena

E dipakai sebagai ukuran KEKAKUAN (RIGIDITY)

Artinya : Makin besar berarti material yang di uji makin kaku ( >> E)

Makin kecil berarti material yang di uji tidak kaku (E<<)

Pada kenyataannya titik P bukan batas elastis. Pada beberapa diagram dapat dilihat pada umumnya

batas elastis sulit ditentukan dan tertletak diatas titik P. 

Untuk mengatasinya adalah dengan beberapa kriteria :

Jika batas elastis tidak dapat ditentukan, maka dibuat suatu batas dengan metode yang disebut METODA

OFF-SET. Pengganti batas elastis adalah suatu beban dimana jika beban tersebut dihilangkan maka

benda kerja akan mengalami perpanjangan tetap sebesar 0,2% dari panjang semula (0,2% x Lo)

Misal : Lo = 10 cm = 100 mm

∆L = 0,2 % . Lo

= 0,2 % . 100

= 0,2 mm

Semua bahan-bahan / produk yang dihasilkan, pembuatannya harus berada dibawah batas elastis

(dalam daerah elastis).

Titik U menunjukkan beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh benda kerja, juga menyatakan

Kekuatan Tarik logam yang bersangkutan.

Dalam praktek harga yang ada adalah : u, y, E.

Page 16: Pengujian impak dan fenomena

Hubungan regangan (e) dengan Sifat Material :

Jika e semakin besar, maka material tersebut adalah material Ulet (ductile).

Jika e semakin kecil maka material tersebut adalah semakin getas (brittle).

Arti luas di bawah kurva :

Besar kecilnya luas dibawah kurva menunjukkan ukuran ketangguhan (TOUGHNESS), yaitu besarnya

energy yang diperlukan untuk mematahkan specimen. Makin besar kurva, maka energy yang diperlukan

untuk mematahkan specimen semakin besar yang berarti material ulet.

JIka harga e diatas 200% maka material tersebut disebut material Super Plastik.

Jika pembebanan diberikan disebelah kiri u (sebelum titik u), maka pada benda kerja terjadi

perubahan Homogen (Uniform), kemudian pada saat mencapai titik U (ultimate), pada saat itu terjadi

perubahan yang tidak homogen (Terjadi perubahan setempat).

Jika Af sangat kecil, maka matrial Ulet

Jika Af sangat besar, maka material getas

Sehingga, pengecilan penampang, , (Reductioan of Area) :

φ= (Ao-Af)/Ao x 100%

Kecil, berarti material Ulet

Besar, berarti material getas.

Sifat material dapat dilihat dari harga e, ketangguhan dan

Dalam penggunaan praktek pembebanan yang diberikan terhadap komponen mesin harus senantiasa

berada dibawah batas luluh. Dengan demikian pembebanan yang berada didaerah elastis, yang

didefinisikan sebagai Tegangan Boleh (b), allowable stress.

= σu/n < y ---------------------------------- n = Faktor keamanan statik

Kurva - e teknis, dengan assumsi A = konstan selama proses penarikkan.

Tetapi, jika diperhitungkan terhadap A sebenarnya maka akan diperoleh kurva - e sebenarnya.

tr = (1 + e)

= ln (1+e)

Jika dikaitkan dengan persamaan matematika, maka diagram tr- memenuhi persamaan alir :

= K.n n = koefisien kerasregan

(Strain hardening coef.)

Pada daerah elastis, n = 1

Page 17: Pengujian impak dan fenomena

Pada titik Ultimate, n =

Pada hk Hooke berlaku hanya pada daerah elastis.

Pada daerah plastis harga n berkisar 0 ~ 1.

Fenomena-fenomena pada saat Uji Tarik berlangsung.

Jika specimen berbentuk Pelat di uji tarik, selama proses penarikkan terutama setelah melewati y, maka

akan terlihat garis slip.

Hal ini menunjukkan bahwa jika suatu material dibebani diatas y maka akan terjadi deformasi plastis

(perubahan yang tetap) dengan mekanisme Geser (Shear).

Jika melakukan uji tarik, ditarik sampai y kemudian F dilepaskan, maka akan diperoleh perpanjangan

yang sifatnya plastis.

Jika dari kondisi ini specimen tersebut ditarik kembai maka y akan naik. 

Besar kecilnya y sangat tergantung pada besar kecilnya deformasi plastis yang dialami oleh benda

kerja. Kenaikkan y akan diikuti pula oleh kenaikkan kekerasan bahan tersebut.

Fenomena ini disebut STRAIN HARDENING

Jika suatu specimen diuji tarik sampai beban diatas y, kemudian beban dilepas lalu tekan kemudian

ditarik kembali sampai membentuk LOOP, hal ini di sebut HYSTERESIS.

Jika suatu bahan kurva Hysteresis besar/luas, berarti material tersebut memiliki daya redam yang baik.

Dari permukaan patah (fracture area) specimen uji akan dapat terlihat bentuk patahan ulet (ductile

fracture) dan patahan getas (brittle fracture).

Page 18: Pengujian impak dan fenomena

UJI KERAS (HARDNESS TEST)

Tujuan : Untuk mengevaluasi kekerasan suatu logam / material

Dilakukan dengan 3 cara :

Cara Perbandingan / Goresan

Cara Dinamik

Cara Penekanan / Penusukan 

Cara Perbandingan / Goresan

Uji keras dengan cara ini dilakukan dengan jalan menggoreskan logam satu dengan yang lain, dan benda

kerja yang tergores disebut benda kerja yang lebih lunak.

Kemudian cara ini ditabelkan oleh MOHS dengan harga 1 ~ 10.

Skala Mohs 1 = Material sangat lunak (Talk)

Skala Mohs 4 ~ 8 = untuk kekerasan logam

Page 19: Pengujian impak dan fenomena

Skala Mohs 10 = Material sangat keras (Intan)

Skala Mohs ini banyak dipakai dalam bidang Geologi, Geodesi dll.

Skala Mohs tidak pernah dipakai dalam bidang teknik mesin karena variasi kekerasan yang sangat

sempit.

Cara Dinamik

Cara ini menggunakan prinsip tumbukkan (Collision).

Prinsip : Bola baja dijatuhkan dari ketinggian tertentu sehingga menumbuk permukaan specimen, akibat

tumbukan bola baja akan terpantul kembali.

Tinggi rendahnya pantulan menunjukkan kekerasan suatu logam.

Jika pantulan tinggi berarti material keras atau sebaliknya.

Alat uji ini disebut SHORE SCLEROSCOPE

Pengujian dengan cara ini dilakukan berulang-ulang ditempat yang berbeda pada specimen.

Ketelitian pengukuran sangat bergantung pada :

Banyak sedikitnya pengujian

Kebersihan permukaan

Kekasaran permukaan

Kerataan permukaan

(Sumbu bola jatuh harus tegak lurus pada permukaan specimen)

Cara ini banyak dipakai dalam praktek untuk mengukur logam yang sedang berfungsi. Juga dapat

dipakai dalam perawatan (masuk toleransi) karena alat sangat sederhana.

Cara Penekanan / Penusukkan

Metoda BRINELL

Prinsip : Dengan menerapkan penetrator / penekan berupa bola baja dengan diameter, D, terhadap

benda kerja yang akan di uji kemudian ditekan.

Uji Brinell memilih besarnya beban penekan, P, sedemikian sehingga pada permukaan benda kerja

diperoleh bekas penekanan.

Page 20: Pengujian impak dan fenomena

Besarnya P harus melebihi y dari benda kerja.

Dengan kenyataan ini tujuan uji keras menjadi suatu cara untuk mengetahui ketahanan material

terhadap deformasi Plastis.

Hal-hal yang distandarkan dalam uji keras Brinell :

Kekerasan Bola Baja

Harga beban P. (kg) Untuk bahan baja P = 30.D2

Untuk bahan non baja P = 5.D2 

Dengan diameter D= 10mm, 7mm, 1,19mm

Harga kekerasan Brinell, HBN :

HBN = P/A (kg/mm2), P = beban (kg)

A = Luas Penampang (mm2)

HBN = P/(πD/2 [D-√((D^2-d^2 ) )] ) , 

D = Diamater Bola Baja (mm)

d = Diamater bekas penekanan

Dari persamaan HBN, terlihat harga kekerasan Brinell memiliki satuan yang sama dengan kekuatan

Tarik. Antara kekerasan dan kekuatan tarik erat hubungannya, yaitu jika material kuat berarti kekerasan

tinggi.

Untuk baja berlaku hubungan : u = 0,3 HBN

Kelemahan Uji Brinell :

Uji Brinell tidak bisa dipakai untuk mengukur material-material yang sangat keras (diatas 400 HBN)

karena bola baja akan mengalami FLATTENING.

Uji Brinell tidak dapat mengukur material yang sangat lunak, karena akan menimbulkan aliran material

Page 21: Pengujian impak dan fenomena

disekitar benda kerja disekeliling penetrator.

Metoda VICKERS

Prinsip : Sama dengan prinsip pengukuran cara Brinell, hanya penetrator yang digunakan berupa Piramid

Intan dengan sudut puncak 136o.

d = (d1+d2)/2

Harga kekerasan Vickers, HVN :

HVN = P/A (kg/mm2), A = Luas Penampang, mm2 

A = d^2/(2 sin〖〖68〗^o 〗 ) = d^2/(2 .0,92)

P = Gaya penekanan, kg

d = Diameter rata-rata bekas penekanan, mm

Maka : HVN = 1,8 P/d^2 

Dengan bentuk penetrator ini maka beban yang diuji dapat divariasikan dengan skala mikro sampai

makro.

Beban P, yang termasuk skala mikro : 25 gr, 50 gr, 100 gr

Beban P, yang termasuk skala makro : beban diatas 100 gr, max 100 kg.

Cara pengukuran yang mirip dengan cara Vickers adalah KNOOP.

Perbedaannya adalah pada penetratornya. Penetrator Knoop mempunyai bidang alas Belah Ketupat.

HKN = 1,5 P/d^2 kg/mm2

Baik Vickers maupun Knoop pengukuran kekerasan hanya dilakukan di laboratorium, dan permukaan

yang akan diuji harus bersih, halus betul-betul rata.

Page 22: Pengujian impak dan fenomena

Metoda ROCKWELL

Pada uji keras Rockwell digunakan 2 jenis pembebanan :

Beban Minor (10 kg)

Beban Mayor ( 60 kg, 100 kg, 150 kg), tergantung pada skala Rockwell dan penetrator yang dipakai.

Pada prinsipnya kekerasan Rockwell adalah merupakan perbedaan kedalaman akibat pembebanan

Mayor dan Minor.

Pada uji keras Rockwell skala yang dipakai adalah skala:

Skala A (HRA), Skala B (HRB), Skala C (HRC) ……………..Skala N (HRN)

Dalam ilmu logam uji keras Rockwell banyak menggunakan skala A, B dan C.

Skala A (HRNA)

Beban Minor : 10 kg

Beban Mayor : 60 kg

Penetrator : Kerucut Intan, sudut puncak 120o

Penggunaan : Logam-logam yang keras

Skala B (HRNB)

Beban Minor : 10 kg

Beban Mayor : 100 kg

Penetrator : Bola Baja, diameter D = 1/16”

Penggunaan : Logam-logam yang lunak

Skala C (HRNC)

Beban Minor : 10 kg

Beban Mayor : 150 kg

Penetrator : Kerucut Intan

Penggunaan : Logam-logam yang keras hasil hasil perakukan panas

UJI IMPACT (IMPACT TEST)

Tujuan : Untuk mengevaluasi bahan jika mendapat pembebanan tiba-tiba. Suatu material akan

mengalami patah getas / patah ulet akibat pembebanan yang tiba-tiba. Pembebanan yang tiba-tiba

dapat diartikan sebagai suatu pembebanan dengan kecepatan regang yang tinggi.

Prinsip : Menggunakan prinsip bandul (pendulum)

Bandul dengan berat mg dibenturkan terhadap benda kerja sampai patah.

Page 23: Pengujian impak dan fenomena

Ukuran / Bentuk Benda Kerja :

Bentuk Notch 

yang umum :

Bentuk Notch 

yang lain : 

a, b, c = standard

55, 10, 10,7

Posisi benda kerja terhadap datangnya bandul menentukan jenis metoda Uji Impact. Terdapat 2 jenis

metoda Uji Impact, yaitu :

Metoda IZOD (dari Inggris) 2. Metoda CHARPY (dari Amerika)

Posisi specimen berdiri posisi specimen horizontal

Besarnya usaha yang digunakan untuk mematahkan specimen adalah :

U = mg (h-h’)

Page 24: Pengujian impak dan fenomena

Jika sangat besar maka bandul setelah mematahkan specimen akan terus bergerak sehingga diperoleh

ketinggian h’.

Jadi Harga Impact (HI) pada suatu bahan adalah :

HI= U/A dimana : U = Usaha

A = Luas Penampang dibawah takikan (b x c)

Jika HI besar maka bahan tersebut dikelompokkan sebagai bahan Ulet, sedangkan jika HI kecil maka

bahan dikelompokkan bahan Getas.

Keuletan atau kegetasan suatu bahan dapat dilihat dari hasil Uji Tarik dengan melihat harga Elongation

(pengecilan penampang). Dismping itu HI erat kaitannya dengan Usaha yang dipakai untuk mematahan

specimen. HI dapat pula diperkirakan denga harga ketangguhan suatu bahan (toughness) yang diperoleh

dari hasil Uji Tarik.

Uji Impact dapat dilakukan pada rentang Temperatur, T, yang berbeda-beda.

Semakin besar temp., maka HI semakin besar Material Ulet.

Semakin kecil temp., maka HI kecil 

Material Getas.

Semakin material akan berubah dari ulet menjadi getas, jika temperatur berubah-ubah dari tinggi

kerendah.

Suatu rentang temperature, dimana HI-nya berubah drastic disebut TEMPERATUR TRANSISI. Dalam

praktek penggunaan suatu bahan pada suatu temperatur harus senantiasa diatas Temperatur Transisi

agar material tidak berubah-ubah menjadi getas

Ada beberapa jenis material yang tidak mempunyai Temperatur Transisi, mislnya Baja Carbon tahan

karat Austenitik dan alumunium.

Material yang tidak mempunyai Temp. Transisi dapat digunakan pada temperature yang sangat rendah. 

Material yang dapat dipakai pada temperature rendah disebut CRYOGENIC, sehingga keuletannya tetap.

Pengujian HI pada beberapa literature di sebut dengan Uji Tarik (Notch). Notch digunakan agar pada

Takikan tersebut terjadi konsentrasi tegangan yang tinggi sehingga jika material patah akan terjadi pada

bagian berkonsentrasi tinggi.

UJI MULUR 

Page 25: Pengujian impak dan fenomena

Uji mulur jika dilakukan pada temperature kamar disebut CREEP TEST, jika dilakukan pada temperature

tinggi disebut STRESS RUPTURE TEST.

Prinsip : Benda kerja dibebani oleh suatu beban yang konstan sehingga benda kerja tersebut akan

bertambah panjang. Pengujian dilakukan sampai benda kerja putus.

Keterangan :

Bagian I : Perpanjangan sesaa (instantaneous elongation)

Pepanjangan ini diperoleh setelah Benda Kerja dibeban oleh Beban F

Bagian II : Daerah kecepatan regang (kecepatan perpanjangan) yang dilakukan.

Artinya dengan adanya beban tadi akibat bertambah panjang, dan luas penampang mengecil, maka

tegangan yang terjadi pada benda kerja membesar akibatnya perpanjangan bertambah panjang

Bagian III : Daerah Stedy state

Dimana kecepatan perpanjangan sebanding dengan naiknya kekerasan. Pada akhir steady state ( C ),

penampng benda kerja sudah kecil sehingga masuk ke bagian IV. Kecepatan perpanangan menjadi lebih

tinggi karena sudah tidak dapat diatasi oleh kenaikkan kekerasan dan akhirya putus di titik F.

Uji Creep memakan waktu, t, yang lama tergantung besar-kecilnya gaya F.

Catatan : Diagram atas (,,,), dapat dialami oleh satu material dengan 1 beban tetapi Temperatur, T,

pengujian diubah-ubah.

Kesimpulan: Untuk komponen-komponen yang mengalami pembebanan yang tetap diusahakan agar

pembebanan terjadi pada daerah Steady State. Material-material supaya tahan Creep harus memiliki

Page 26: Pengujian impak dan fenomena

“BUTIR” yang besar. Pengujian-pengujian seperti diatas adalah pengujian yang lazim dipergunakan,

tetapi ada pula pengujian yang dilakukan secara khusus.

UJI LELAH

Uji Lelah menghubungkan antara beban () dengan jumlah siklus (N). (Jumlah dimana specimen putus)

Semua Pembebanan dibawah garis /Batas Lelah, maka material tidak akan patah. Dalam praktek semua

pembebanan dinamis harus berada dibawah Batas Lelah (e), sehingga :

σ_b= σ_U/n< σ_e Dimana : n = Faktor kemanan dinamik

b = Allowable Strees / Tegangan Boleh

Beberapa cara penempatan Beban Dinamik :

Cara Vertikal : Cara Rotary Bending :

Berdasarkan cara pembebaban dinamik, maka jenis mesin uji lelah terbagi 2 :

Mesin Uji Lelah Vertikal

Page 27: Pengujian impak dan fenomena

Mesin Uji Lelah Rotary Bending

Catatan :

Sifat-sifat logam terbagi 3 :

Sifat Fisik

Sifat Mekanik

Sifat Teknologi

Yang mendasari sfat-sifat logam adalah ‘ATOM’.

TEORI ATOM

Atom terdiri dari electron (e) yang bergerak mengelilingi inti pada lintasan tertentu. Dari teori ini maka

dalam praktek ada jenis logam yang di magnet dan tidak dapat di magnet.

Inti suatu atom terdiri dari PROTON yang bermuatan Positif dan NEUTRON yang bermuatan Netral

sedangkan ELEKTRON bermuatan Negatif , sehingga dari perbedaan muatan ini timbul gaya tarik

elektrostatik.

Pada hakekatnya suatu atom adalah netral, artinya bahwa jumlah proton = jumlah electron. Atas dasar

ini didefinisikan nomor atom. Nomor atom dikaitkan dengan jumlah electron yang mengelilingi inti.

Massa suatu atom identik dengan massa inti, artinya massa electron dibanding dengan massa inti dapat

diabaikan.

Makin banyak electron makin banyak lintasan. Maka atas dasar ini diturukan suatu teori KUANTUM yang

menyatakan bahwa tiap-tiap lintasan memiliki energy tertentu, arah putaran tertentu (spin) dengan

jumlah e tetentu dalam tiap-tiap lintasan.

Sifat-sifat atom diuraikan sebagai berikut :

Lintasan-lintasan yang paling bawah harus diisi terlebih dahulu sebelum lintasan lain diisi kecuali pada

unsur-unsur transisi.

Jumlah e pada lintasan yang terluar menentukan sifat atom tersebut.

Atas dasar ini maka dikenal teori MENDEYEV. Oleh Mendeleyev sifat atom yang terluar ditabelkan yang

dikenal dengan Daftar Periodik.

Unsur-unsur pada 1 golongan/kolom memiliki jumlah e dikulit terluar yang sama sehingga memiliki sifat-

sifat yang sama pula.

Dari teori Oktet diketahui bahwa jumlah e dikulit terluar = 8. Unsur dengan jumlah e tersebut merupakan

Page 28: Pengujian impak dan fenomena

unsur stabil (gas Mulia).

Kesimpulan : Pada unsur-unsur yang reakif akan cenderung mengupayakan agar jumlah e dikulit terluar

= 8, maka dengan demikian terjadi ikatan atom (atomic boundary). Yang membatasi upaya untuk

memperoleh 8e antara ion adalah factor geometri (diameter atom).

Berdasarkan upaya untuk menjadi 8e dikulit terluar maka ikatan atom terdiri dari 2 jenis :

Ikatan Primer (Ikatan Kuat) 

Ikatan Ion

Ikatan Kovalen

Ikatan Logam

Ikatan Sekunder (Ikatan Lemah) 

Ikatan Van der Waals

IKATAN ION (IKATAN ELEKTROVALEN)

Adalah ikatan yang diakibatkan karena adanya gaya elektrostatis antar atom-atom yang bergerak.

Contoh : Na dengan Cl NaCl

11Na 1s2 2s22p6 3s1 Na+ 1s2 2s22p6 (8, stabil)

17Cl 1s2 2s22p6 3s23p5 Cl- 1s2 2s22p6 3s23p6 (8, stabil)

Na • + Cl Na+ + Cl - 

11Na+ 17Cl- NaCl

Untuk stabil Na akan menyumbangkan 1e ke Cl, sehingga Cl bermuatan , sedangan Na akan bermuatan

. Akibatnya antar muatan yang berinteraksi akan timbul gaya elektrostatik.

Material-material yang terbentuk karena ikatan ion akan merupakan bahan yang berbentuk Isolator

(konduktivias listrik rendah), karena tidak ada electron bebas, seperti: Oksida dan Sulfida.

Sifat-sifat produk hasil ikatan Ion: bersifat Isolator

Titik Cair tinggi (Tc, Al=660oC; Al2O3=1600oC)

Page 29: Pengujian impak dan fenomena

IKATAN KOVALEN (IKATAN HOMO POLAR)

Adalah suatu ikatan yang terjadi akibat penggunaan e secara bersama-sama. Elektron yang dipakai

dalam ikatan dapat melibatkan semua e yang ada alam ikatan disebut Ikatan Kovalen Penuh. Sedangkan

jika salah satu e yang dipakai dalam ikatan disebut Ikatan Kovalen Tidak Penuh.

Contoh Ikatan Kovalen Penuh :

Intan : Hasil dari kumpulan (cluster) atom-atom yang berikatan satu dengan yang lain sehingga

konfigurasi e kulit terluar = 8

Atom H : Untuk menjadi stabil harus memiliki konfigurasi e seperti atom He (meiliki 2e pada kulit terluar)

1H 1s1 + 1H 1s1 H2 (g) 

Dalam beberapa literature ikatan seperti terjadi pada Hidrogen disebui Ikatan homogen. Pada ikatan

Kovalen Penuh semua e digunakan dalam ikatan, maka hasil ikatan Kovalen Penuh juga berupa Isolator.

Sifat ikatan sangat kuat, dalam pegertian fisik produknya selain memiliki Tc (titik cair) yang tinggi juga

kekarasnnya tinggi (skala Mohs, Kekerasan Intan = 9).

Contoh Ikatan Kovalen Tidak Penuh :

Grafit, tersusun dari atom-atom C yang membentuk ikatan Kovalen tidak penuh, akibatnya : 

Grafit akan menjadi konduktor pada arah dimana e tidak dipakai dalam ikatan.

Grafit kekuatanya turun pada arah dimana e tidak dipakai dalam ikatan.

IKATAN LOGAM

Umumya pada unsure-unsur Transisi, dimana e-nya dapat mengisi kulit terluar, meskipun jumlah e pada

bagian dalam belum terisi Penuh.

Dengan demikian Ikatan Logam = Ikatan Kovalen, dimana melibatkan penggunaan e secara bersama-

sama, tetapi karena adanya sifat Transisi maka sebagian e masih bebas bergerak.

Produk yang disusun dari ikatan Logam akan bersifat Konduktor, akan tetapi kekuatannya relative lebih

kecil dari ikatan Ion dan Kovalen.

IKATAN VAN DER WAALS

Page 30: Pengujian impak dan fenomena

Terjadi karena efek polarisasi, sehingga kekuatannya sangat lemah.

Timbulnya ikatan atom tidak lain agar konfigurasi e dikulit terluar memenuhi unsur-unsur gas Mulia.

Dengan demikian setiap atom-atom disebelah kiri gas Mulia mengupayakan agar memperoleh

konfigurasi seperti gas Mulia.

Dalam praktek atom-atom tersebut dapat mengikat atom-atom sejenis (H–H, Fe-Fe,...) atau dengan

atom-atom yang tidak sejenis (C-O, C-H, …….). Dalam kaitan dengan karakter logam maka ikatan atom

yang sejenis (Fe-Fe, ….) yang dipakai.

Jumlah atom yang diikat dibatasi oleh factor geometri. Jumlah bilangan yang mengelilingi atom yang

bersangkutan disebut Bilangan Kordinasi (Ligarcy)

Khusus untuk Logam Bilangan Kordinasinya adalah 8 atau 12.

Lintasan e dikulit terluar yang bersinggungan (Diameter Atom). 

Susunan Atom Logam

Dengan adanya ikatan atom dan aspek-aspek bilangan kordinasi, maka atom-atom logam dalam

keadaan padat akan tersusun teratur.

Sifat Logam : Bilangan Kordinasi, 8 atau 12

Susunan atom tertatur.

Panjang rusuk dan sudut antar rusuk merupakan parameter Latis. Jika atom-atomnya sejenis maka

panjang rusuknya sama, maka sama dengan diameter atom.

Jika kotak 1, 2, 3 dan 4 sama, maka penggambaranya berupa KUBUS. Kubus ini di sebut SEL SATUAN

(Satuan atom-atom yang terkecil dalam ruang).

Page 31: Pengujian impak dan fenomena

Jenis-jenis Sel Satuan ada 7 :

Kubus 4. Ortokubic 7. Orthorombik

Hexagonal 5. Monoklic 

Tetragonal 6. Triklinik 

Karena bilangan kordinasi logam adalah 8 dan 12, maka tidak semua sel satuan diatas dimiliki oleh

logam. 

Bentuk sel satuan logam: KUBUS, HEXAGONAL dan TETRAGONAL

KUBUS (CUBIC)

Kubus Sederhana (Simple Cubic)

Sel satuan = 6 (Kisi tidak dimiliki oleh logam)

Panjang rusuk = a = D = Ø diameter atom (dalam Å, 1Å=10-8 cm)

Tidak memiliki Bidang Geser.

Jumlah Atom = 1 buah

Jumlah atom / V sel satuan = ⅛ x 8 = 1 buah

Memiliki 1 rongga

Kubus Pusat Dalam (Body Centre Cubic, BCC)

Page 32: Pengujian impak dan fenomena

Perpotongan diagonal badan merupakan tempat kedudukan atom BCC ( ) yang memiliki 8 bilangan

kordinasi.

Sifat BCC :

Bilangan Kordinasi = 8

Jumlah atom /VSS = 1+ ⅛ = 2 buah

Panjang rusuk (a) = 2/3 D√3

Memiliki 2 jenis rongga

Bidang geser = 6 buah 

Sel satuan merupakan alat untuk mengidentifikasikan logam.

Unsur-unsur yang memiliki sel satuan BCC adalah Fe <910oC

Kubus Pusat Muka (Face Centre Cubic, FCC)

Page 33: Pengujian impak dan fenomena

Sifat FCC : 

Bilangan kordinasi 12

Jumlah atom/VSS = (⅛ x 8)+(½ x 6) = 4

Panjang rusuk (a) = 2 R√2 = D√2 

Rongga : Oktahedral dan Tetrahedral

Bidang geser FCC = 12 buah

Sel satuan FCC memiliki bidang geser lebih banyak dari BCC. Sehingga logam-logam yang memiliki Sel

Satuan FCC akan lebih mudah dibentuk (memiliki form ability yang lebih baik dari pada BCC).

Contoh : Fe 910o < T < 1350 oC

Al, Ni.

Unsur yang memiliki sel satuan lebih dari satu disebut POLITROPI.

HEKSAGONAL

Sel satuan Heksagonal pada hakekatnya mirip FCC.

Bilangan kordinasi = 12

Jumlah atom / VSS = 4

Yang membedakan FCC dengan Hexagonal adalah urutan susunan (stacking segmen) atom.

Sel satuan Heksagonal disebut sel satuan Heksagonal Susunan Rapat, HSR (Close Pocked Hexagonal,

CHP)

Dari analisa terhadap sel satuan diperoleh :

Ukuran sel satuan (parameter latis), yaitu :

Panjang rusuk (a)

Page 34: Pengujian impak dan fenomena

Jarak antar bidang (d)

Jari-jari atom (R), dalam Å

Ukuran dan jenis rongga

Adanya bidang geser

Untuk system logam murni suatu sel satuan disebut sempurna jika pada semua tempat kedudukan atom

pada sel satuan terisi oleh atom yang bersangkutan.

Jika susunan atom seperti itu maka kekuatan logam tersebut adalah :

τ= G/2π

CARA –CARA MEMBERI INDEK PADA SEL SATUAN :

Sistem Kubus :

Cara memberi index ABEF :

Langkah yang dilakukan X Y Z

1 Tentukan titik potong bidang ABEF dengan garis sumbu 1 ~ ~

2 Tentukan harga kebalikannya 1/1 1/~ 1/~

Index di Bidang ABEF adalah 1 0 0

Sehingga pada sel satuan Kubus terdiri dari :

ABEF ( 100 ), tetapi CDGH ( 100 )

BCGF ( 010 ), tetapi ADHE ( 010 )

Page 35: Pengujian impak dan fenomena

EFGH ( 001 ), tetapi ABCD ( 001 )

Index diatas dapat ditulis {100}. Index ini disebut INDEX MILLER.

Atas dasar penulisan index Miller, maka bidang geser Sel Satuan adalah :

Sel satuan BCC { 110 } Sel Satuan FCC { 111 } 

Secara umum index Miller untuk system kubus dapat ditulis : { h, k, ℓ }

Besarnya harga D=a/√(h^2+k^2+l^2 ) 

Harga D dalam prakek dapat diukur melalui analisa DIFRAKSI SINAR X yang memenuhi hukum Bragg. 

n = 2d sin , Dimana : n = Orde, (1,2,3 ------) dalam praktek dipiih 1

= Panjang gelombang x, dalam Å

= Sudut dating sinar X terhadap bidang sel satuan

KETIDAK SEMPURNAAN SUSUNAN ATOM

Ketidaksempurnaan Kristal (Crystal Defect).

Dalam praktek atom-atom tersebut kalanya tidak menempati tempat yang telah ditentukan. Hal ini

disebabkan :

Atom-atom dalam kedudukan tidak diam statis tapi dinamis, getarannya makin besar jika temperature

meningkat. Akibat getaran yang makin besar ada kemungkinan atom-atom keluar dari tempat

Page 36: Pengujian impak dan fenomena

kedudukannya.

Pada proses penyusunan atom-atom (dari tidak teratur menjadi tertatur) misalnya dalam proses

pembekuan atom (solidifikasi), laju pendinginan yang dialami oleh atom-atom lebih cepat dari yang

diperkirakan, Sehingga tidak semua tempat kedudukan atom dapat diisi.

Dalam praktek jarang sekali atom-atom tersebut terdiri dari atom-atom sejenis, ada kalanya ada atom-

atom asing yang terperangkap dalam susunan atom tersebut, sehingga diantaranya akan timbul

interaksi, dan terjadi ketidakseimbangan gaya disekitar atom asing. Interaksi ini menyebabkan atom-

atom berpindah posisi.

Dengan adanya cacat yang diakibatkan ke 3 hal tersebut, maka kekuatan logam turun drastis dari

kekuatan teoritiknya. Karena disekitar bagian yang cacat tidak ada atom ditempat itu maka atom yang

lain disekitarnya melakukan keseimbangan gaya, dan ini menghasilkan “Medan Tegangan” (Stress

Field).

JENIS-JENIS CACAT KRISTAL

Cacat Titik (Point Defect)

Cacat Lowongan (vacancy)

Cacat Substitusi

Cacat Interstisi

Page 37: Pengujian impak dan fenomena

Cacat Garis

Disebut dengan Dislokasi, yaitu hilangnya 1 bagian/deretan atom pada sususan atom.

Disokasi garis ada 2 jenis :

Dislokasi Sisi (Edge dislocation)

Dislokasi Ulir (Screw dislocation)

Cacat Volume

Antara lain : Mikroporositas.

Page 38: Pengujian impak dan fenomena

DIAGRAM FASA

Tinjau unsur A dan B.

Larutan padat (sifat lunak)

A + B

Senyawa (Sifat Keras)

Berupa : AB, AxB, ABx, AxBy

Jenis senyawa yang paling keras adalah seyawa unsur logam dengan Carbon. Senyawa ini disebut

KARBIDA. Contoh : Senyawa Fe dengan C (Fe3C), disebut Karbida Besi.

Untuk melihat sifat logam dan paduannya dapat dianalisa dengan suatu diagram yang disebut DIAGRAM

KESEIMBANGAN FASA / DIAGRAM FASA

Sesuai dengan jenis paduannya, Diagram Fasa terdiri dari :

Diagram Fasa Biner

Diagram Fasa Terner

Diagram Fasa Quarterner

Diagram ini menghubungkan temperatur, komposisi dan fasa-fasa dengan setimbang pada temperatur

dan komposisi tertentu.

DIAGRAM FASA BINER

A ke B adalah garis komposisi.

Komposisi diyatakan dalam % berat atau % jumlah atom.

Page 39: Pengujian impak dan fenomena

Jenis-jenis diagram Fasa Biner :

Diagram fasa yang menunjukkan kelarutan yang sempurna dalam keadaan Cair dan Padat.

Diagram fasa yang menunjukkan adanya kelarutan sempurna dalam keadan cair, dan larut Terbatas /

sebagian dalam keadaan padat

Diagram fasa jenis ini terbagi 3, yaitu :

Memiliki reaksi fasa eutektik

Memiliki reaksi fasa peritektik

Memiliki senyawa.

Diagram fasa yang menunjukkan adanya kelarutan yang sempurna dalam keadaan Cair dan Tidak Larut

sempurna dalam keadaan padat.

Catatan :

Yang dimaksud dengan Larut Sempurna

A + B C ; Berarti A dan B larut satu sama lain

Sifat C yang dihasilkan tidak sama dengan sifat A maupun B, dan C berupa larutan Padat.

Yang dimaksud Larut Terbatas

A + B A’ (ditulis α) ; B larut di A sebagian / terbatas

Sifat A’ sama dengan sifat A, tapi tidak sama dengan

sifat B.

A + B B’ (ditulis β) ; A larut di B sebagian / terbatas

Sifat B’ sama dengan sifat B, tapi tidak sama dengan

sifat A.

A + B A’/B’, ada batas kelarutan

A larut di B atau sebaliknya dapat menghasilkan laruan padat Subtitusi atau larutan padat Interstisi.

Syarat timbulnya kelarutan dalam keadaan padat adalah sbb :

Ditinjau dari aspek geometri, diameter atom (D) dan bentuk sel satuan.

Bila perbedaan diameter (D)

D > 15% Larutan padat interstisi

D < 15% Larutan padat substitusi

Bila atom lebih kecil dari atom-atom pelarutnya, maka akan terbentuk larutan padat interstisi.

Bila sel satuan sejenis antara pelarut sejenis maka kecenderungan terjadinya larutan yang sempurna

Page 40: Pengujian impak dan fenomena

makin besar.

Jika sel satuan tidak sama maka ada 2 kemungkinan yaitu :

Larutan Terbatas

Tidak larut satu sama lain

Aspek valensi (berkaitan dengan jumlah electron kulit terluar)

Aspek Elektronegatifitas atau Positifitas.

Makin elektronegatifitas unsur yang dilarutkan, makin elektropositif unsur pelarut. Terdapat 2

kecenderungan :

Jika membentuk larutan padat, maka larutan tersebut tidak akan stabil

Jika tidak membentuk larutan padat, maka akan mebentuk senyawa.

Makin elektronegatif, berarti makin ke kanan dari Tabel Periodik, contoh : Fe dengan C, dan Fe dengan

Si.

Si lebih elektronegatif dari Fe dibandingkan dengan C, sehingga Si mudah larut dalam Fe.

Makin FCC, makin larut sempurna

DIAGRAM FASA JENIS I

Page 41: Pengujian impak dan fenomena

Paduan akan mempunyai Temperatur : TcB < T Paduan < TcA

Pada diagram jenis I : Larutan sempurna dalam keadaan padat dan Larutan sempurna dalam keadaan

cair. Maka fasa padat yang terbentuk akan berupa larutan Padat (Solid Solution)

Cara menggunakan Diagram Fasa Jenis I

Diagram fasa digunakan untuk memperkirakan “Struktur Mikro” yang diperoleh dari hasil proses

pembekuan (Solidifikasi).

Struktur Mikro : Struktur logam/paduan yang dilihat melalui Teknik Mikrosofik yang berupa distribusi

fasa-fasa, baik distribusi larutan padat, senyawa atau distribusi larutan padat dan senyawa.

Karena larutan padat bersifat lunak, senyawa bersifat keras maka jika diketahui distribusinya maka akan

diketahui sifat mekaniknya.

Dengan mengetahui struktur mikro, berarti dapat diketahui sifat Mekanik.

Teknik mikroskofik untuk mengetahui struktur mikro disebut METALOGRAFI.

Untuk menggunakan diagram fasa pada proses solidifikasi diambil anggapan sbb :

Laju pendinginan dianggap sangat lambat

Proses transformasi yang terjadi dari fasa cair ke fasa padat berlangsung sempurna dengan mekanisme

difusi.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses solidifikasi :

Waktu

Temperatur

Contoh :

Diketahui :

Paduan A dan B

Page 42: Pengujian impak dan fenomena

Diagram Solidifikasi adalah sebagai berikut :

Titik : 100 cair, dengan X% B

Titik : Garis komposisi memotong garis liquidus.

Jadi pada titik potong terjadi proses pengintian (nukleasi) fasa padat.

Artinya : Diaram komposisi yang < X%, berarti fasa padat yang terjadi memiliki unsur-unsur yang lebih

dominan karena TcA lebih tinggi.

Catatan : - Ditinjau dari struktur atom yang disebut inti adalah mulai terbentuknya susunan atom yang

terkecil dalam ruang.

Titik : Inti membesar.

Jadi pada titik potong terjadi proses pengintian (nukleasi) fasa padat.

Artinya : Proses solidifikasi berlangsung dari a ke b.

Berarti ada a yang keluar dan ada b yang masuk, sehingga inti membesar. 

Page 43: Pengujian impak dan fenomena

Untuk menghitung prosentase fasa-fasa yang terbentuk ditetapkan kaidah lengan (lever arm rule).

% Fasa Padat (FP) = (b-x)/(b-a) x 100%

% Fasa Cair (FC) = (x-a)/(b-a) x 100%

Titik : Semua fasa Cair sudah bertransformasi ke fasa Padat

Jadi pada titik potong terjadi proses pengintian (nukleasi) fasa padat.

Batas butir terjadi akiba orientasi yang berbeda. 

Jika orientasi sama diseluruh bagian disebut Kristas Tunggal (Single Crysal)

Dengan memperhatikan ukuran butir maka sifat mekanis paduan dapat diketahui dengan persamaan : 

y = i + kd-1/2, dimana : i dan K = konstanta

d = diameter butir

# Makin halus butir berarti logam makin kuat

Struktur yang diperoleh dari diagram fasa ini disebut Diagram Fasa Tuggal, karena terdiri dari fasa-fasa

yang sama.

Cara menghaluskan butir :

Memperbanyak laju pengintian dan memperkecil laju pertumbuhan

Melakukan proses perlakukan panas terhadap logam hasil pengerolan (pengerjaan dingin).

Dalam praktek, laju pendinginan pada saat proses solidifikasi, berangsung relative cepat, sehingga

perubahan komposisi yang terjadi dari terbentuknya Inti sampai menjadi Padat berlangsung tidak

sempurna. Hasilnya akan memiliki komposisi yang kurang Homogen, teorema ini disebut “SEGREGASI.

Segregasi dapat dihindari dengan proses perlakukan panas yang disebut “HOMOGENISASI”.

Secara teoritik pada saat inti fasa pada harus tumbuh, inti tersebut tumbuh sama besar ke semua arah

sehingga dapat menghasilkan butir-butir yang homogeny. Butir seperti ini disebut “EQUIAKSIAL”.

Page 44: Pengujian impak dan fenomena
Page 45: Pengujian impak dan fenomena

Pada Diagram fasa Fe-C, unsure Fe mengalami perubahan Sel-Satuan (SS) sebelum mencair.

T < 912 oC Sel Satuan Fe = BCC

912 oC ~ 1350oC Sel Satuan Fe = FCC

1350oC ~ 1535oC Sel Satuan Fe = BCC

Unsur seperti ini (memiliki lebih dari 1 SS), disebut POLITROPI.

Jika perubahannya Reversible (bolak-balik) disebut ALOTROPI.

Akibat adanya perubahan sel-satuan ini maka jika Fe dipadukan dengan Carbon akan menghasilkan

tingkat kelarutan yang berbeda-beda.

Pada saat Fe berada dibawah 912oC, kelarutan max C di Fe adalah 0,025% pada 723oC. Sedangkan

pada saat Fe bersel-satuan FCC kelarutan C di Fe 0,8% pada 723oC dan 1,7% pada 1140oC.

C larut di Fe membentuk larutan padat Intertisi. Pada saat C larut di Fe pada temperatur dibawah 912oC,

maka akan terbentuk fasa (Ferrit). Pada saat Fe memiliki sel-satuan FCC dilaruti C maka terbentuk fasa

(Austenit). 

Jika kadar C mencapai 6,67% maka akan terbentuk senyawa Fe dengan C (Fe3C) yang disebut Carbida

Besi (Sementit).

Sifat Sementit dibandingkan dengan , dan sangat keras dengan sel-satuan Orthorombic.

Dari diagram Fasa diperoleh 3 Jenis Reaksi Fasa :

Peritektik : + L

Eutektik : L + Fe3C

+Fe3C, fasa padat Ledeburit

Eutektoid : + Fe3C

+Fe3C, fasa padat Perlit

L = Liquid (cair)

= Fasa Delta, adalah larutan padat, dimana C larut di Fe max 0,1% pada temperatur 1400oC dan

membentuk reaksi fasa Peritektik

= Fasa Gama (Austenit), adalah larutan fasa padat, dimana C larut di Fe max 1,7% pada temperatur

Page 46: Pengujian impak dan fenomena

1140oC dan membentuk reaksi fasa Eutekik.

= Fasa Alfa (Ferit), adalah larutan padat, dimana C larut di Fe max 0,025% pada temperatur 723oC dan

membentuk reaksi fasa Eutektoid.

Fe3C= Carbida Besi (Sementit), adalah senyawa Fe dan C, dimana C larut di Fe mencapai 6,67%. 

Memiliki senyawa yang sifatnya keras yaitu Fe3C sel-satuan adalah Orthorombik. % Fe3C meningkat

dengan naiknya kadar C.

Dari diagram fasa diperoleh 2 jenis material teknik, yaitu:

Baja Karbon (Carbon Steel), kadar C max 1,7%

Besi Cor (Cast Iron), kadar C > 1,7 %

Dari diagram fasa, Baja Carbon dikelompokan menjadi :

Baja Carbon Hypo-Eutektoid (%C < 0,8%)

Baja Carbon Hyper-Eutektoid (0,8% < %C < 1,7%)

Atau dapat juga dikelompokan menjadi :

Baja Carbon Rendah (Low Carbon Steel) %C < 0,2%

Baja Carbon Sedang (Medium Carbon Steel) 0,2% < %C < 0,5%

Baja Carbon Tinggi (High Carbon Steel) 0,5% < %C < 1,7%

PEMBACAAN DIAGRAM FASA Fe-C.

(contoh 1) Baja Carbon dengan C sangat rendah

Proses Solidifikasi

Tahap-

100% cair

Page 47: Pengujian impak dan fenomena

Tahap-

Terjadi pengintian fasa

Tahap-

100% fasa padat

Tahap-

Terjadi pengintian fasa padat pada batas butir

Tahap-

100%  

Page 48: Pengujian impak dan fenomena

Tahap-

Terjadi pengintian fasa padat pada batas butir

Tahap-

100%

Catatan : Baja seperti ini disebut Baja Feritik, Karena strukturnya 

100%

(contoh 2) Baja Carbon dengan C sangat rendah

Jika dibanding contoh 1, contoh 2 memiliki garis SOLVUS

Proses Solidifikasi

Page 49: Pengujian impak dan fenomena

Tahap-

100% cair

Tahap-

Terjadi pengintian fasa

Tahap-

100% fasa padat

Tahap-

Terjadi pengintian fasa padat pada batas butir

Tahap-

100%  

Page 50: Pengujian impak dan fenomena

Tahap-

Terjadi pengintian fasa padat pada batas butir

Tahap-

100%

Tahap-

Terjadi pengintian Fe3C pada batas butir

Tahap-

Fe3C Tumbuh pada batas butir

Page 51: Pengujian impak dan fenomena

Besarnya % Fe3C dapat dihitung dengan menggunakan “Kaidah Lengan”

Catatan : Baja Contoh-2 akan lebih keras dibandingkan dengan baja contoh-1, karena pada contoh-2

strukturnya mengandung Fe3C yang keras.

c. (contoh 3) Baja Carbon dengan 0,3% C

Proses Solidifikasi

Tahap-

100% cair

Tahap-

Terjadi pengintian fasa

Tahap-

Garis transformasi memotong garis Peritektik, sehingga terjadi 2 tahap transformasi fasa :

Page 52: Pengujian impak dan fenomena

Tahap-1

Komposisi dan L :

% = (0,5-0,3)/(0,5-0,1) x 100%

% = 50%

% L = 50%

Tahap-

100%  

Tahap-

Garis transformasi memotong garis Eutektoid, sehingga terjadi 2 tahap transformasi fasa : 

Tahap-1

Page 53: Pengujian impak dan fenomena

Tumbuh :

% 1 = (0,8-0,3)/(0,8-0,025) x 100%

% 1 = 62,5%

% = 37,5%

Tahap-2

Fasa Cair berubah menjadi fasa padat, mengikui reaksi fasa Feritektik.

L +

dan L :

% = (0,5-0,3)/(0,5-0,2) x 100%

% = 66,67%

%L = 33,33%

Tahap-

Terjadi pengintian fasa padat pada batas butir

Page 54: Pengujian impak dan fenomena

Tahap-2

Fasa berubah mengikuti Reaksi fasa Eutektoid :

+ Fe3C

%2 = (6,67-0,8)/(6,67-0,025) x 37,5 %

%2 = 32%

Fe3C = 5,5 %

Hasil Reaksi Eutektoid adalah menjadi Marik, akhir tahap-2, strukturnya adalah :

1 = 62,5 %

2 = 32 %

Fe3C = 5,5 %

Catatan : Baja Contoh-2 akan lebih keras dibandingkan dengan baja contoh-1, karena pada contoh-2

strukturnya megandung Fe3C yang keras.

d. (contoh 4) Besi Cor dengan 3% C

Proses Solidifikasi

Tahap-

Page 55: Pengujian impak dan fenomena

100% cair

Tahap-

Garis transformasi memotong garis Eutektik, sehingga terjadi 2 tahap transformasi fasa :

Tahap-1

tumbuh :

% = (4,2-3,0)/(4,2-1,7) x 100%

% 1 = 48%

% L = 52%

Tahap-

Garis transformasi memotong garis Eutektoid, sehingga terjadi 

2 tahap transformasi fasa :

Page 56: Pengujian impak dan fenomena

Tahap-1

tumbuh :

% = (6,67-3,0)/(6,67-0,8) x 100%

% = 62,5%

% Fe3C =37,5%

Tahap-

Terjadi pengintian fasa

Tahap-2

Fasa Cair berubah menjadi fasa padat, mengikui reaksi fasa Eutektik.

Page 57: Pengujian impak dan fenomena

L + Fe3C

% 2 = (6,67-4,2)/(6,67-1,7) x 52%

% 2 = 25,8%

%Fe3C = 26,2%

Tahap-2

Fasa berubah mengikui reaksi fasa Eutektoidk.

+ Fe3C

% = (6,67-0,8)/(6,67-0,05) x 62,5%

% = 55,25%

%Fe3C = 7,29%

Kesimpulan :

Makin Tinggi Kadar Carbon pada baja akan makin Keras.

BESI COR (CAST IRON)

Paduan utama Bes Cor adalah Besin dan Carbon, dimana C min 1,7% dan max 6,67 %.

Page 58: Pengujian impak dan fenomena

Karakteristik

DItinjau dari permukaan patah (surface fracture), besi cor ada 2 jenis :

Besi Cor Putih

Putih disebabkan karena semua C yang ada disamping larut ke Fe, juga membentuk Karbida Fe3C

(sementit), sehingga pada besi cor putih tidak ada C bebas (grafit). Sifat besi cor putih sangat keras dan

getas.

Besi Cor Kelabu

Kelabu karena terdapat karbon C bebas. Karbon bebas terjadi akibat C tidak larut ke Fe (tidak

bersenyawa dengan Fe), hal ini karena adanya unsure Si (min1,2%).

Banyak sedikitnya Si sangat berpengaruh :

Jumlah Karbon C bebas (grafit)

Struktr Matrik

Fe3C Fe + C

Catatan : Besi Cor Putih dapat dibuat menjadi besi cor kelabu, yaitu dengan di temper, disebut dengan

besi cor Maleable

Ditinjau dari Grafit (C bebas), besi cor terdiri dari :

Besi Cor Kelabu bergrafit Serpih

Besi Cor ini sangat baik dalam menahan getaran, kerena itu banyak digunakan sebagai bahan body

mesin dan industry perkakas.

Besi Cor Kelabu bergrafit Bulat (Nodular)

Besi Cor ini diperoleh dengan proses Austemper. Banyak digunakan dalam proses industry otomotif,

seperti poros engkol, batang hubung dll.

Page 59: Pengujian impak dan fenomena

MENGUBAH SIFAT MEKANIK BAJA KARBON

Sifat mekanik Baja Karbon dapat dirubah, jika struktur mikronya dapat diubah. Untuk mengubah Struktur

Mikro dapat dilakukan dengan cara PERLAKUKAN PANAS (HEAT TREATMENT).

Proses Perlakuan Panas adalah suatu proses untuk mengubah Struktur Mikro, dimana komposisi bahan

tetap.

Proses Perlakukan Panas dilaksanakan dengan cara memberi pemanasan dan pendinginan, sehingga

struktur mikro bahan berubah.

CARA MENGUBAH STRUKTUR MIKRO

Baja Carbon didefinisikan sebagai paduan Besi dan Carbon dengan kandungan C max 1,7%. (Diagram

fasa Fe-C)

Tinjau Diagram Fasa Fe-C

Untuk maksud Perlakukan Panas beberapa garis Solvus ditandai dengan A1, A3, A13 dan Acm . 

Ditinjau dari kadar Carbon, Baja Karbon terdiri dari :

Baja Karbon Hypo Eutektoid (C < 0,8%)

Baja Karbon Hyper Eutektoid (C > 0,8%)

Untuk proses Heat Treatment, maka proses pemanasannya sangat tergantung pada jenis baja.

Baja HYPO EUTEKTOID

Tp = garis A3 + 100oC

Baja HYPER EUTKTOID

Page 60: Pengujian impak dan fenomena

Tp = garis A13 + 100oC atau

Tp = garis Acm + 100oC

Pemilihan Tp, tergantung pada tujuan akhir.

Dikeraskan : Tp = garis A13 + 100 oC

Dilunakkan : Tp = garis Acm + 100 oC

Jika diperhatikan Tp (temperatur pemanasan) masuk ke daerah Austenit, sehingga Tp disebut T

(temperatur Austenit).

Pada proses pemanasan, temperatur harus homogen diseluruh benda kerja, sehingga diperlukan waktu

pemanasan (Holding Time / Exposure Time).

Lamanya pemanasan sangat tergantung pada :

Dimensi benda Kerja

Panas jenis bahan.

Note : Perlakukan Panas tidak pernah sampai Cair.

Dari diagram fasa, pada T berada pada daerah fasa padat Austenit (), sehingga jika didinginkan

perlahan-lahan (solidifikasi) diperoleh :

+ Fe3C

Mekanisme transformasi dari +Fe3C adalah DIFUSI.

+ Fe3C

0,8 0,025 6,67

Ingat : , , = larutan padat

Fe3C = Senyawa.

Sementit (Fe3C) terbentuk terlebih dahulu.

Difusi adalah perpindahan atom dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dalam hal ini yang

mengalami difusi ini adalah C (carbon).

menjadi + Fe3C melalui suatu kecepatan pendingian perlahan-lahan (kecepatan pendinginan yang

Page 61: Pengujian impak dan fenomena

lambat).

Dalam praktek kecepatan pendinginan yang lambat dapat dicapai melalui : 1. Pendinginan dalam tungku

(Anneal)

Pendinginan udara. (Normalizing)

Baja yang di Anneal atau Normalizing hasilnya adalah Lunak.

Sehingga proses Anneal dan Normalizing disebut dengan Proses Pelunakan (Softening Proceses).

Proses Anneal waktu pendinginannya lebih lambat dibanding proses Normalizing, sehingga Struktur

Mikro hasil Anneal akan lebih kasar dan lebih lunak dari pada hasil Normalizing.

Jika Austenit () didinginkan dengan cepat, maka akan diperoleh fasa baru MARTENSIT :

M

Sifat Martensit : KERAS.

Pendinginan yang cepat disebut QUENCH (sepuh). 

Pelaksanaan pendinginan yang cepat adalah dengan mencelupkan baja panas (Temperatur Austenit), ke

dalam media pendingin (Air, Brine, atau Oli).

Ukuran kecepatan pendinginan dari suatu medium pendingin dinyatakan dengan harga Severity of

Quench.

Pada proses difusi, faktor yang berpengaruh adalah T dan C.

Dengan demikian mekanisme menjadi M ( M), adalah bukan difusi. Mekanisme M adalah GESER,

melalui Bidang Geser.

D I P O S K A N O L E H   M O T I V A T O R   D I   0 5 . 1 2

Uji hardenability

 08.15   Mukhamad Aziz   1 comment

Tujuan Praktikum

Page 62: Pengujian impak dan fenomena

Mengetahui sifat mampu keras (hardenability) material Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap sifat mampu keras material Mengetahui prosedur percobaan Jominy dan menganalisis sifat mampu keras material Memahami penggunaan dan cara  pembuatan diagram CCT (Continuous Cooling Transformation)

Teori DasarHardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya metode jominy dan metode grossman. Dari metode tersebut kita akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat quench.

Asumsi :

Ø  Laju pendinginan sangat lambat

Ø  Laju Pemanasan lambat

Ø  Terjadi mekanisme difusi (perpindahan atom secara individual dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah)

Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu austenitnya didinginkan secara cepat/ diquench, sehingga atom karbon tidak sempat berdifusi dan hanya sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral pada struktur FCC austenit. Karena terisinya rongga-rongga tersebut sehingga mengakibatkan tidak teraturnya bentuk struktur FCC (laticce site lebih panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek ini disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.

Proses Heat Treatment :

Full annealing adalah proses menaikan temperatur secara perlahan sekitar 50 ºC (90 ºF) diatas Austenitic temperature line A3 atau ACM pada baja Hypoeutectoid (steels with < 0.77% Carbon) dan 50 ºC (90 ºF) pada baja Hypereutectoid (steels with > 0.77% Carbon).

Spesimen ditahan sampai semua fasa berubah menjadi austenite. Kemudian secara perlahan didinginkan degan laju pendinginan sekitar 20 ºC/hr (36 ºF/hr).

Butir hasil full annealing akan memiliki struktur coarse pearlite yang mengandung ferrite atau cementite tergantung baja hypo atau baja hyper.baja hasil full annealing bersifat lunak dan ulet

Normalizing adalah proses pemanasan melebihi temperatur 60 º C (108 ºF),diatas garis A3 atau ACM sampai daerah Austenite. Agar pada temperatur ini seluruh fasa berubah menjadi austenite. Kemudian dikeluarkan dari tungku dan didiamkan pada temperatur kamar. Struktur butir yang didapat adalah fine pearlite dengan kelebihan ferrite atau cementite. Material hasil normalizing lunak. Proses normalizing lebih murah daripada full annealing karena tidak ada biaya untuk pengaturan pendinginan tungku.

Spheroidization adalah proses annealing dengan kadar karbon yang tinggi (Carbon > 0.6%) yang kemudian akan di cold working atau di machining. Panaskan spesimen sampai temperatur dibawah garis A1 atau 727 ºC (1340 ºF) tahan temperatur dalam waktu yang lama lau dinginkan perlahan. Metode ini akan menghasilkan struktur dimana semua cementite berada dalam bentuk bulatan kecil (spheroids) yang terdispersi dalammatriks ferrite. Spheroidization meningkatkan ketahanan terhadap abrasi.

ANALISIS DATA

Pada percobaan ini, benda kerja dipanaskan dulu pada temperatur austenisasinya untuk mendapatkan austenit yang homogen, diatas 727oC, yaitu pada 875oC selama 30 menit, agar panas merata ke seluruh bagian spesimen. Benda kerja dipanaskan sampai fasanya menjadi austenit (g). Kemudian diquenching, didinginkan dengan cepat, melalui metode water jet pada bagian bawah spesimen. Pendinginan cepat ini bertujuan untuk membentuk martensit yang bersifat keras. Dari data hasil praktikum terlihat distribusi kekerasan yang tidak merata. Semakin jauh dari pusat quench, kekerasan semakin rendah. Hal ini

Page 63: Pengujian impak dan fenomena

disebabkan oleh  laju pendinginan yang tidak merata. Daerah yang dekat dengan pusat quench akan memiliki kekerasan yang tinggi karena laju pendinginan yang cepat sehingga banyak martensit yang terbentuk. Namun semakin jauh dari pusat quench laju pendinginan melambat, sehingga martensit yang terbentuk tidak sebanyak sebelumnya sehingga harga kekerasan menurun. Pada percobaan ini martensit yang terbentuk tidak sempurna pada keseluruhan bagian spesimen.

Berbeda dengan metode quench celup, harga kekerasan akan merata, namun akan terjadi vapour blanket di sekitar spesimen karena medium quench atau spesimennya statis. Vapour blanket adalah uap air di sekitar spesimen yang terbentuk karena air menguap, fenomena ini dapat dihilangkan dengan mengaduk medium quench atau menggoyangkan spesimen.

Martensit terbentuk dari fasa austenit. Pada awalnya baja memiliki fasa ferrite (BCC) kemudian dipanaskan hingga fasanya menjadi austenite (FCC), jika didinginkan secara lambat akan menghasilkan pearlite (BCC), namun dalam percobaan ini baja didinginkan dengan cepat sehingga terbentuk martensite (BCT). Pada pembentukan martensite, yang terjadi bukanlah difusi, melainkan mekanisme geser. Pada FCC, atom-atom C menempati rongga oktahedral. Jika pendinginan dilakukan dengan lambat maka atom C tetap pada posisi oktahedral, namun ketika didinginkan dengan cepat atom C menempati rongga tetragonal dengan mekanisme geser, dan strukturnya menjadi BCT (Body Centered Tetragonal).

Pengaruh laju pendinginan terhadap pembentukan martensit dapat dilihat pada diagram CCT. Spesimen pada percobaan ini adalah AISI 4142, baja dengan 0.4-0.45% C, 0.75-1.00% Mn 0.8-1.10%  Cr, sehingga diagram CCT yang digunakan adalah diagram CCT hypoeutectoid.

AISI 4142 memiliki kadar karbon medium, implikasi pada diagram CCT nya adalah, hidungnya tidak terlalu dekat dengan sumbu vertikal dan garis martensite start yang tidak terlalu rendah, memungkinkan terjadinya martensite 100% walaupun pendinginan tidak terlalu cepat.

Hardenability band yang didapatkan dari literatur ditunjukkan pada gambar disamping. Jika dibandingkan dengan data yang didapat pada hasil praktikum, pada jarak quenching awal kurva hardenability terletak dibawah hardenability band, dibawah batas minimum hardenability band. Artinya spesimen ini memiliki sifat hardenability yang kurang baik. Seharusnya secara teoritis, baja karbon medium memiliki hardenability yang baik, dan kurva hardenability nya berada pada hardenability band.

Kurva hardenability yang didapatkan lebih landai dibanding hardenability band nya. Hal ini menunjukkan sifat hardenability spesimen yang kurang baik.

Penyimpangan ini terjadi mungkin karena kadar karbon yang tidak sesuai standar sehingga menimbulkan perbedaan harga kekerasan dengan yang seharusnya. Namun, hanya sebagian kurva yang berada dibawah hardenability band, sehingga kemungkinan faktor penyebabnya bukan kadar karbon. Jika penyebabnya adalah kadar karbon, maka keseluruhan kurva hardenability akan berada dibawah hardenability band.

Kemungkinan yang lain adalah ketidakhomogenan panas pada spesimen ketika di dalam tungku, menyebabkan proses hardening tidak maksimal. Hal lain yang dapat mempengaruhi adalah ketika akan melakukan proses quenching, spesimen terlalu lama berada di temperatur ruangan sehingga sempat mengalami pendinginan lambat. Pendinginan lambat ini dapat menyebabkan harga kekerasan menurun.

Jika dilihat hasil struktur mikro spesimen, pada titik 1 terlihat sangat banyak martensit yang terbentuk. Fasa martensit adalah yang berwarna hitam. Pada titik 10 keberadaan martensit mulai berkurang. Semakin jauh dari titik pusat quenching keberadaan martensite semakin berkurang. Hal ini menunjukkan nilai kekerasan spesimen yang semakin berkurang.