penilaian petani terhadap program peningkatan ...... · susunan tim penguji surakarta, ......
TRANSCRIPT
i
PENILAIAN PETANI TERHADAP PROGRAM PENINGKATAN
INFRASTRUKTUR PEDESAAN (PPIP) DI KECAMATAN TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan/ Program Studi Penyuluhan Dan Komunikasi Pertanian
Oleh :
NURYANTI
H0407010
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
Penilaian Petani Terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Nuryanti
H 0407010
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal : 23 Desember 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Surakarta, Desember 2011
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS
NIP. 19560225 198601 1001
Ketua
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS
NIP. 19470713 198103 1 001
Anggota I
Widiyanto, SP, M Si
NIP. 19810221 200501 1 003
Anggota II
Agung Wibowo, SP, MSi
NIP.19760226 200501 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat, Hidayah, Nikmat, serta Karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
”Penilaian Petani Terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang”. Terselesaikannya
penulisan skripsi ini tidak terlelepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Jurusan/Program Studi
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pembimbing Utama sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyusunan skipsi ini.
4. Widiyanto, SP, MSi selaku Pembimbing Pendamping yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.
5. Seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala
bantuan dan kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi.
6. Kepala kantor KESBANG POL dan LINMAS Kabupaten Semarang, atas izin
penelitian di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang yang telah diberikan.
7. Camat beserta petugas Kecamatan Tengaran dan Pengurus BPP Kecamatan
Tengaran (Ibu Partini, dll) yang telah memberikan perizinan penelitian,
informasi, serta bantuan dalam pengumpulan data di Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang.
8. Ketua Kelompok Tani Madusari I Desa Regunung Kecamatan Tengaran (Bp.
Giyanto), Ketua Kelompok Tani Ngudi Boga Desa Duren Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
Tengaran (Bp. Moh Son), Kader Desa PPIP (Bp Pitoyo dan Bp. Subandel),
OMS PPIP (Bp. Sukandar dan Bp. Supriyadi) yang telah memberikan banyak
informasi yang dibutuhkan penulis.
9. Kedua orang tuaku tercinta (Bp. Sumali dan Ibu Samsiti), kakek nenek tercinta,
adik dan kakakku tercinta (Adi Prasetyo, Deni Antony, Mas Joko Handoko,
David Anugrah, Mas Yudi) serta seluruh keluarga besar Danuri atas kasih
sayang, kepercayaan, dukungan, doa, perhatian, dan nasehatnya.
10. Sahabat terindahku ”Asnika Bawah Asyik Punya” (Nur Lailani, Eka Nur
Arifah, Nur Aliyah, Gundah Vita, Putri Pamungkas) atas segala hal indah yang
telah diberikan dan kenangan berharga yang kita lalui bersama.
11. Sahabat terbaikku, (Khoirunisa Dyah, Prima Rindang, Kartika Candra,
Charlina, Octaviarini, Arum, Ratih, Galih, Ari, Istiqomah, Santini, Ika, Fais,
wahid, Sixtuz, Nanang) dan seluruh keluarga besar PKP 2007 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas segala dukungan dan perjuangan bersama kita.
12. Yuan Harnawan Pamungkas dan seluruh teman-teman KSI yang telah banyak
memberikan motivasi dan inspirasi.
13. Keluarga besar GAMAKOMTA’08, FUSI’07-08 yang memberikan banyak
kesempatan dan pengalaman berharga, serta kakak-kakak PKP’05, PKP’06,
dan teman-teman SMANIS yang telah banyak memberikan dukungan.
14. Budy Pratama dan Thosin Djong Java yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan baru bagi yang membaca.
Surakarta, September 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x RINGKASAN .................................................................................................... xi SUMMARY ....................................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 4
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 5 B. Kerangka Berfikir ................................................................................. 28 C. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 29 D. Pembatasan Masalah .............................................................................. 29 E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel .................................. 30
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ...................................................................... 39 B. Lokasi Penelitian................................................................................... 39 C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 40 D. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 41 E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen............................................ 42 F. Metode Analisis Data ........................................................................... 43
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam ...................................................................................... 45 B. Keadaan Penduduk .............................................................................. 47 C. Kondisi Infrastruktur Jalan di Kecamatan Tengaran ............................ 51 D. Keadaan Pertanian ............................................................................... 51 E. Keadaan Lembaga Penyuluhan Pertanian ............................................ 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyelenggaraan PPIP .......................................................................... 54 B. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Desa Duren dan Regunung .......... 61 C. Penilaian Petani terhadap PPIP ............................................................. 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
D. Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap PPIP ....................................................................................... 74
E. Ulasan Kritis tentang Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) .................................................................................... 96
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................... 101 B. Saran ..................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pengukuran Variabel Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Petani .. 32
Tabel 2.2. Pengukuran Variabel Penilaian Petani terhadap Perencanaan ............ 34
Tabel 2.3. Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Pelaksanaan ........... 35
Tabel 2.4. Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Evaluasi ................. 36
Tabel 2.5. Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Hasil ...................... 37
Tabel 2.6. Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Manfaat .................. 38
Tabel 3.1 Jumlah Anggota Kelompok Tani Desa Duren dan Desa Regunung ... 40
Tabel 3.2. Jumlah Anggota Kelompok Tani dan Sample ..................................... 41
Tabel 3.3. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan ............................................ 42
Tabel 3.4. Teknik dan Data yang Dikumpulkan ................................................... 43
Tabel 4.1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 .................. 46
Tabel 4.2. Jenis Pengairan di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 ......................... 46
Tabel 4.3.Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 .......................................................................... 47
Tabel 4.4.Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 .......................................................................................... 48
Tabel 4.5.Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 .......................................................................... 49
Tabel 4.6. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 ........................................................................................... 50
Tabel 4.7 Panjang Jalan yang Melalui Desa di Kecamatan Tengaran ................. 51
Tabel 4.8. Luas areal Panen, Produksi Padi dan Palawija di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 .......................................................................... 52
Tabel 5.1. Usia Petani Responden Saat Penelitian Dilakukan ............................. 62
Tabel 5.2. Tingkat Pendidikan Formal Petani...................................................... 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Tabel 5.3. Keaktifan Petani Menngikuti Penyuluhan dan Pelatihan.................... 64
Tabel 5.4. Tingkat Pendapatan ............................................................................. 65
Tabel 5.5. Luas Usahatani .................................................................................... 66
Tabel 5.6. Tingkat Kekosmopolitan ..................................................................... 67
Tabel 5.7. Penilaian Petani terhadap Penyelenggaraan PPIP ............................... 69
Tabel 5.8. Penilaian Petani terhadap Perencanaan PPIP ...................................... 70
Tabel 5.9. Penilaian Petani terhadap Pelaksanaan PPIP ...................................... 70
Tabel 5.10. Penilaian Petani terhadap Evaluasi PPIP .......................................... 71
Tabel 5.11. Penilaian Petani terhadap Hasil PPIP ............................................... 72
Tabel 5.12. Penilaian Petani terhadap Manfaat PPIP........................................... 73
Tabel 5.13. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Perencanaan PPIP .................................................... 74
Tabel 5.13. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Perencanaan PPIP .................................................... 79
Tabel 5.13. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Perencanaan PPIP .................................................... 83
Tabel 5.13. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Perencanaan PPIP .................................................... 87
Tabel 5.13. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Perencanaan PPIP .................................................... 93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Penilaian Petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. ........................................................................ 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuisioner Penelitian ....................................................................... 110
Lampiran 2: Tabulasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penilaian Petani ....... 118
Lampiran 3: Tabulasi Penilaian Petani Terhadap PPIP ........................................ 120
Lampiran 4: Nonparametric Correlations ........................................................... 122
Lampiran 5: Frequency Table ............................................................................. 124
Lampiran 6: Foto-foto Kegiatan Penelitian ........................................................ 128
Lampiran 7: Peta Daerah Penelitian .................................................................... 130
Lampiran 8: Surat Perijinan Penelitian............................................................... 131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
RINGKASAN
Nuryanti, H 0407010 “PENILAIAN PETANI TERHADAP PROGRAM PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PEDESAAN (PPIP) DI KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS dan Widiyanto, SP, MSi.
Besarnya jumlah penduduk miskin daerah pedesaan di Indonesia, salah satunya diakibatkan permasalahan ekonomi lokal yang dipicu kurang tersedianya infrastruktur yang memadai. Pemerintah berupaya menanggulangi permasalahan tersebut dengan meluncurkan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Keberhasilan penyelenggaraan program dapat diketahui melalui penilaian petani yang terlibat dalam kegiatan program. Petani akan memberikan penilaian sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipengaruhi karakteristik sosial ekonomi masing-masing.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang (2) Mengkaji bagaimana karakteristik petani daerah sasaran Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang (3) Mengkaji bagaimana penilaian petani daerah sasaran terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang (4) Mengkaji sejauh mana hubungan antara karakteristik petani daerah sasaran dengan penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Metode dasar penelitian ini adalah Metode deskriptif kuantitatif dengan teknik survei. Penelitian berlokasi di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dengan responden sebanyak 41 orang yang diambil secara proporsional. Karakteristik petani dan penilaian petani terhadap program diukur dengan analisis Median Score, untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian digunakan analisis korelasi Rank Spearman (rs).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian petani terhadap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dalam kategori sangat baik, sedangkan penilaian petani terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) tergolong baik. Umur petani dalam kategori 40-50 tahun, pendidikan formal petani dalam kategori rendah (tamat SD), pendidikan nonformal tergolong dalam kategori rendah, pendapatan petani dalam kategori kadang-kadang kurang, luas usahatani tergolong sempit, sedangkan tingkat kekosmopolitan tergolong antara sangat rendah dan rendah. Hubungan antara variabel penelitian pada tingkat kepercayaan 95% adalah terdapat hubungan yang signifikan antara luas usahatani dengan penilaian petani terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan manfaat program, terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan pelaksanaan, evaluasi, dan manfaat program, terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan penilaian terhadap pelaksanaan program, serta pendidikan dan kekosmopolitan dengan penilaian petani terhadap hasil program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
SUMMARY
Nuryanti, H 0407010, “THE ASSESSMENT OF FARMERS TO RURAL INFRASTRUCTURE IMPROVEMENT PROGRAM (PPIP) IN SUB DISTRICT TENGARAN, OF SEMARANG REGENCY”. Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University. Under the guidance of Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS and Widiyanto, SP, MSi.
The large number of rural poor population in Indonesia, one of which caused the economic problems triggered by lack of available local infrastructure. Government attempts to tackle these problems by launching the Rural Infrastructure Improvement Program (PPIP). The successful implementation of the program can be determined through assessment of farmers involved in program activities. Farmers will provide an assessment in accordance with what is perceived and influenced by socio-economic characteristics of each.
This study aims to (1) Knowing the implementation of Rural Infrastructure Improvement Program (PPIP) Sub District Tengaran of Semarang Regency (2) Assess how the characteristics of the target area farmers Rural Infrastructure Improvement Program (PPIP) Sub District Tengaran of Semarang Regency (3) Assess how the assessment of local farmers targeted towards Rural Infrastructure Improvement Program (PPIP) in Sub District Tengaran of Semarang Regency (4) Assess the extent to which the relationship between the characteristics of the target area with the peasant farmers' assessment of the Rural Infrastructure Improvement Program (PPIP) Sub District Tengaran of Semarang Regency. The basic method of this research is descriptive quantitative method with survey techniques. Research is located Sub District Tengaran of Semarang Regency with the respondents as many as 41 people taken in proportion. Characteristics of farmers and farmers' assessment of the program is measured by analysis of median scores, to determine the relationship between research variables used Spearman Rank correlation analysis (rs).
Results showed that farmers' assessments of the planning, implementation, evaluation, and the benefits of Rural Infrastructure Improvement Program (PPIP) in the category of very good, while farmers' assessments against the Rural Infrastructure Improvement Program (PPIP) quite good. Age of farmers in the category 40-50 years, formal education of farmers in the low category (primary school), belong to the category of non-formal education is low, the income of farmers in this category are sometimes less, relatively narrow area of farming, while the level of classified cosmopolitan between very low and low . The relationship between the study variables at 95% confidence level is a significant relationship exists between the farm area on the assessment of planning, implementation, and benefit of PPIP. A significant relationship exists between between the income on the implementation, evaluation, and benefit of PPIP. A significant relationship exists between between age on the implementation of PPIP, and also a education and cosmopolitan on the result of PPIP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan adalah upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan
perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan
perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk
jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan didukung oleh
partisipasi masyarakatnya, dengan menggunakan teknologi yang terpilih
(Mardikanto, 1993). Sumber daya alam yang sangat besar dan posisi geografis
yang strategis, serta iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan
sepanjang tahun merupakan modal utama pembangunan untuk mewujudkan
kemakmuran rakyat Indonesia, akan tetapi hingga saat ini potensi yang sangat
besar tersebut belum berhasil secara nyata meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bersama.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
mengalami peningkatan dari bulan Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta
(15,97 persen) menjadi 39,05 juta (17,75 persen). Data tersebut menunjukkan
adanya peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 3,95 juta. Pertambahan
penduduk miskin di daerah pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daerah perkotaan. Selama periode Februari 2005 sampai dengan Maret 2006,
penduduk miskin di daerah pedesaan bertambah 2,06 juta, sementara di daerah
perkotaan bertambah 1,89 juta orang (BPS, 2006).
Besarnya jumlah penduduk miskin di Indonesia terutama di daerah
pedesaan tersebut salah satunya diakibatkan karena di daerah pedesaan
menghadapi permasalahan ekonomi lokal yang dipicu kurang tersedianya
infrastruktur yang memadai. Upaya pemerintah menanggulangi permasalahan
tersebut adalah meluncurkan Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan
(PPIP) melalui Departemen Pekerjaan Umum dengan sumber pendanaan
program berasal dari pinjaman Asian Development Bank (ADB) 2221-INO.
(Departemen PU, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) merupakan program
pemerintah yang memfasilitasi masyarakat desa tertinggal dalam membangun
infrastruktur untuk mengurangi kemiskinan desa sebagai tindak lanjut dari
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS BBM). Sasaran
pembangunan prasarana desa meliputi transportasi pedesaan, irigasi pedesaan,
air bersih pedesaan dan sanitasi pedesaan untuk meningkatkan akses
masyarakat desa pada pemenuhan kebutuhan dasar yang akhirnya akan
meningkatkan taraf hidup masyarakat desa (Purcahyo, 2010).
Penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
didukung tim koordinasi dari tingkat pusat sampai dengan masyarakat desa
dengan melibatkan komponen-komponen pelaksana dan institusi terkait
lainnya. Kecamatan Tengaran merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Semarang yang didalamnya terdapat beberapa desa tertinggal serta memiliki
infrastruktur seperti jalan, jembatan, penyediaan air yang masih terbatas.
Keterbatasan infrastruktur tersebut menjadi penghambat kegiatan sosial
maupun ekonomi, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama
petani, sehingga Kecamatan Tengaran menjadi salah satu daerah sasaran
pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP).
Setiap kegiatan atau program yang dilaksanakan di suatu tempat pasti
akan mendapatkan penilaian dari masyarakat sasaran program atau kegiatan
yaitu penilaian baik atau buruk. Penilaian tersebut sedikit banyak akan
dipengaruhi karakteristik pribadi masyarakat sasaran yang tidak lain adalah
masyarakat miskin desa tertinggal yang sebagian besar di Kecamatan
Tengaran bermatapencaharian sebagai petani. Oleh karena itu penelitian ini
akan mengkaji penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang untuk
mengetahui tingkat keberhasilan program pembangunan yang diadakan oleh
pemerintah di daerah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Perumusan Masalah
Peningkatan ekonomi lokal pedesaan mengalami hambatan karena
kurangnya ketersediaan infrastruktur seperti jalan, jembatan pedesaan, irigasi
pedesaan, air minum, dan sanitasi pedesaan. Hal ini menyebabkan semakin
meningkatnya kerentanan dan ketidakmampuan penduduk untuk mendapatkan
akses serta peluang yang sama dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik.
Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum mengambil strategi untuk
mengatasi permasalahan tersebut dengan meluncurkan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) yang dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa melalui perbaikan akses masyarakat miskin
terhadap pelayanan infrastruktur dasar pedesaan.
Daerah sasaran Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
adalah daerah yang sebagian besar masyarakat didalamnya merupakan
masyarakat miskin, serta memiliki sarana infrastruktur yang kurang memadai.
Kecamatan Tengaran merupakan salah satu daerah penerima Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tahun 2008, namun
penyelengaaran program pembangunan di daerah tersebut belum diketahui
konsep, proses pelaksanaan, serta manfaat yang diterima masyarakat sekitar
yang kemudian dapat mencerminkan baik buruknya program. Penilaian petani
yang terlibat dalam program perlu dikaji untuk mengetahui berhasil tidaknya
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di daerah setempat.
Penilaian masing-masing petani tersebut juga akan berbeda berdasarkan
karakteristik pribadi yang dimiliki. Oleh karena itu dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana karakteristik petani daerah sasaran Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten
semarang?
3. Bagaimana penilaian petani daerah sasaran terhadap Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Semarang?
4. Bagaimana hubungan antara karakteristik petani daerah sasaran dengan
penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana penyelenggaraan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang
2. Mengkaji bagaimana karakteristik petani daerah sasaran Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran
Kaupaten semarang
3. Mengkaji bagaimana penilaian petani daerah sasaran terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang
4. Mengkaji sejauh mana hubungan antara karakteristik petani daerah sasaran
dengan penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan peneliti serta
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian UNS
2. Bagi pemerintah kecamatan dan desa diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan motivasi dalam memfasilitasi masyarakat untuk
program-program pembangunan pedesaan selanjutnya
3. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan
pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi petani sasaran program, dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
menyampaikan aspirasi pada pemerintah setempat dalam program-
program pembangunan pedesaan berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan Pertanian Pedesaan
a. Pengertian
Menurut Todaro dalam Tarmidi (1992), pembangunan
merupakan suatu proses multidimensional yang menyangkut
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat,
kelembagaan nasional, maupun percepatan pertumbuhan ekonomi,
pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan
mutlak. Menurut Mardikanto (1993), dalam kaitannya dengan kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah untuk mendapat
dukungan dan partisipasi masyarakat, harus diperhatikan beberapa hal,
antara lain:
1) Setiap warga masyarakat, harus diberitahu supaya mereka
mengetahui rencana pembangunan yang telah ditetapkan
pemerintah, serta mengetahui cara-cara yang dipilih pemerintah
untuk melaksanakan pembangunan yang direncanakan
2) Setiap warga negara harus menyiapkan diri untuk berpartisipasi
didalam proses pembangunan sesuai dengan kedudukan dan
kemampuan masing-masing
3) Setiap perencanaan pembangunan harus memperhatikan kebutuhan
masyarakat dan mau mendengarkan suara-suara yang yang
disampaikan oleh masyarakat.
Pembangunan nasional menurut Prayitno (1985), digambarkan
sebagai sebuah lingkaran, dimana pembangunan pedesaan sebagai
pusatnya, analogi tersebut didasarkan atas beberapa hal antara lain:
1) Kurang lebih 80% penduduk berdiam di pedesaan, sehingga
apabila pembangunan nasional bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, maka pembangunan harus melibatkan
secara langsung 80% penduduk di pedesaan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2) Potensi Sumber Daya Alam (SDA) sebagian besar terdapat
didaerah pedesaan, diantaranya beberapa lahan pertanian, sumber
air, hutan dan tenaga kerja.
3) Basis pertahanan dan keamanan terletak di desa.
Pembangunan pertanian menurut Mosher (1981) juga merupakan
bagian integral dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara
umum. Pembangunan pertanian memberikan sumbangan bagi
pembangunan ekonomi serta menjamin bahwa pembangunan
menyeluruh (overall development) akan benar-benar bersifat umum,
dan mencakup penduduk yang hidup dari bertani yang jumlahnya
besar. Sebelum melakukan pembangunan pertanian, terdapat empat hal
dasar yang berhubungan dengan perkembangan pertanian menurut
Schultz (1953) yang harus diperhatikan, diantaranya peningkatan
jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, cara mengkonsumsi, dan
output yang dilakukan untuk meningkatkan pertanian.
Menurut Mardikanto (2007), pembangunan pertanian merupakan
upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh manusia untuk
memperbesar atau menggiatkan turutnya campur tangan manusia
didalam proses pertumbuhan tanaman dan atau hewan dengan tujuan
untuk selalu dapat memperbaiki kesejahteraan atau kualitas hidup
petani pengelolanya. Prasarat pembangunan pertanian menurut Milikan
dan Hapgood (1972) dalam Mardikanto (2007) meliputi:
1) Stabilitas politik dan keamanan
2) Kemauan politik pemerintah untuk membangun pertanian
3) Tersedianya tenaga administrator dan kader-kader pembangunan di
tingkat lokal.
Mosher (1966) dalam Mardikanto (1993), mengemukakan
bahwa penyuluhan atau pendidikan pembangunan merupakan salah
satu faktor pelancar pembangunan pertanian, yang dimaksud
pendidikan disini adalah pendidikan pembangunan untuk petani,
pendidikan bagi petugas penyuluhan pertanian, dan latihan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
petugas teknik pertanian. Beberapa faktor peubah lain yang
menentukan keberhasilan pembangunan pertanian menurut Lion berger
(1983) dan Axxin (1993) dalam Mardikanto (1993) adalah: tersedianya
inovasi, kemudahan kredit, penyediaan sarana produksi, pengolahan
dan pemasaran produk, serta beragam lembaga sosial dan kelembagaan
ekonomi yang diperlukan.
Selaras dengan berbagai pengertian diatas pembangunan
pedesaan dan pembangunan pertanian merupakan dua hal yang sangat
penting dalam pencapaian pembangunan nasional. Pembangunan
nasional secara umum akan dipengaruhi oleh adanya pembangunan
pertanian yang secara otomatis didalamnya melibatkan masyarakat
yang berada di pedesaan. Untuk mencapai pembangunan nasional
pemerintah juga harus memperhatikan strategi pembinaan yang
menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap
masyarakat, kelembagaan, ketersediaan administrator dan kader desa
maupun percepatan pertumbuhan ekonomi petani dan masyarakat desa.
b. Tujuan
Tujuan utama dari pembangunan pertanian menurut
Munarfah dalam Basuki (2006) adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi. Adanya
peningkatan produksi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk
konsumsi maupun untuk kebutuhan lainnya. Menurut Pearson (2004),
pemerintah juga menetapkan rangka kerja kebijakan pertanian yang
didalamnya meliputi objektif atau tujuan yang hendak dicapai,
pembatasan realita ekonomi, kebijakan pemerintah terkait produsen,
kebijakan terkait konsumen, kebijakan terkait pasar, serta strategi yang
berhubungan dengan teknologi, penawaran dan permintaan untuk
memperbaikan kondisi pertanian.
Program pembangunan pertanian menurut Heinz (1998) harus
merupakan bagian dari pembangunan pedesaan yang menyeluruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dengan berbagai prioritas, antara lain:
1) Mengurangi tingkat kekurangan bahan pangan di beberapa tempat
yang terus meningkat
2) Mengurangi tingkat kekurangan lapangan pekerjaan di pedesaan
3) Meningkatkan tingkat pendapatan dan tingkat kehidupan umum di
daerah pedesaan
Pelaksanaan program pembangunan pedesaan menurut
Heinz (1998) juga harus didasarkan pada berbagai hal, antara lain:
1) Program bersifat politis, setiap proyek akan menderita kegagalan
kecuali ada kemauan yang teguh
2) Harus dipandang sebagai strategi anti kemiskinan yang diarahkan
untuk kelompok sasaran
3) Harus dilihat sebagai model pendekatan dan berorientasi pada
produk menyeluruh, yang bertujuan mengintegrasikan masyarakat
pedesaan kedalam proses pembangunan.
Berdasarkan berbagai hal yang menjadi dasar adanya
pembangunan pedesaan, program pembangunan pertanian harus
merupakan bagian dari pembangunan pedesaan yang menyeluruh
dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui
peningkatan produksi.
2. Kemiskinan dan Program Pengentasan Kemiskinan
a. Konsep
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal
yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan
kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga
negara (Wikipedia, 2010). Soekanto (1990) memberikan penjelasan
pula bahwa, kemiskinan merupakan suatu keadaan seseorang yang
tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga
mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Menurut Badan Pengembangan SDM (2003) dalam
Basuki (2006) kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana
individu, sekelompok orang atau segolongan orang tidak mampu dari
sisi sosial ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non
pangan yang bersifat mendasar (sandang, perumahan, pendidikan,
kesehatan) atas jerih payah sendiri. Terdapat tiga jenis indikator yang
digunakan oleh BPS menurut Soemitro (2002), mencakup:
1) Kemiskinan absolut, yaitu kondisi dibawah pendapatan yang
menjamin kebutuhan dasar pangan, pakaian, dan perlindungan
2) Indeks jurang kemiskinan, yang merupakan rata-rata antara
pendapatan kaum miskin dengan garis kemiskinan
3) Indeks kesulitan, yang merupakan indeks jurang kemiskinan yang
sensitif didistribusikan.
Sayogyo dalam Sumardi (1985) membedakan kemiskinan antara
daerah desa dan kota, mereka disebut miskin kalau penghasilannya
kurang dari 320 kg beras di desa dan kurang dari 480 kg beras di kota
setiap tahun per jiwa. Golongan berpenghasilan rendah digolongkan
pula pada kelompok miskin, miskin sekali,dan sangat miskin. Collin
clark, Papanek dalam Sumardi (1985), menyebutkan pula ukuran
kemiskinan dari ukuran nilai gizi yang dibutuhkan, yaitu setiap orang
per hari memerlukan 1821 kalori, untuk itu diperlukan beras 320 kg
per tahun atau 0,88 kg per hari.
Bank Dunia dalam Sumardi (1985), mendefinisikan kemiskinan
sebagai ketidakmampuan mencapai standar hidup minimum.
Berdasarkan hal tersebut dibuat 2 macam indeks berdasarkan tingkat
konsumsi dan standar hidup minimum, yang meliputi:
1) Indeks pertama, kemiskinan yang spesifik di setiap negara
2) Indeks kedua, kemiskinan yang bersifat global membandingkan
secara silang diantara negara yang menghasilkan garis kemiskinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
tinggi dan rendah.
Sejalan dengan berbagai pengertian diatas, kemiskinan
merupakan suatu kondisi atau keadaan yang dialami seseorang, dimana
terjadi kekurangan kebutuhan dasar hidup seperti makanan, tempat,
dan pakaian, maupun akses pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
juga merupakan kondisi ketidakmampuan memanfaatkan tenaga
mental maupun fisik sebagaimana mestinya.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan
Menurut Shiller (1998), terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya kemiskinan diantaranya:
1) Aspirasi dan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
menjalankan maupun memperbaiki hidupnya
2) Tidak terdapatnya akses pendidikan yang tinggi, yang akan
berpengaruh pada kesempatan perolehan maupun posisi pekerjaan
dan pendapatan yang diperoleh
3) Banyaknya saudara yang ada dalam suatu keluarga, yang menjadi
beban tanggungan
4) Keinginan dari diri seseorang terkait peningkatan status yang
dimiliki
5) Pengaruh kebijakan yang ada, dapat berpengaruh pada kemampuan
masyarakat menemukan pekerjaan yang layak serta tidak adanya
sanksi bagi masyarakat yang malas
6) Sejarah, dari keturunan sebelumnya.
Menurut Suyanto (1995), penyebab kemiskinan di dunia
termasuk Indonesia, meliputi:
1) Kemiskinan alami yang disebabkan karena keadaan alam yang
tidak subur serta tidak mempunyai potensi sumber alam lain
2) Kemiskinan karena kolonialisme akibat penjajahan dalam waktu
yang lama
3) Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural
4) Kemiskinan karena terisolasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5) Kemiskinan struktural karena kekuasaan ekonomi dan persaingan
yang berat
Suyanto (1995), menjelaskan pula program-program yang
ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat pedesaan jauh
lebih banyak, karena ada berbagai faktor penyebab kemiskinan di
pedesaan, antara lain:
1) Adanya pemusatan pemilikan tanah dibarengi proses fragmentasi
pada arus bawah masyarakat pedesaan
2) Nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya sektor
pertanian yang semakin tertinggal dengan hasil produksi lain
3) Lemahnya posisi masyarakat desa, khususnya petani dalam mata
rantai perdagangan
4) Karakter struktur sosial masyarakat pedesaan yang terpolarisasi.
Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi, kemiskinan
dapat disebabkan karena faktor internal seperti kemampuan dan
keinginan dari diri sendiri, maupun eksternal dari lingkungan tempat
tinggal seperti pendidikan, jumlah saudara, dan pengaruh kebijakan
pemerintah. Biasanya kemiskinan banyak terjadi di daerah pedesaan
disebabkan lemahnya posisi masyarakat desa sendiri, dan sektor
pertanian pedesaan yang semakin tertinggal.
c. Program Pengentasan Kemiskinan
Menurut Suyanto (1995), beberapa kebijakan yang dapat
dilaksanakan sebagai upaya pengentasan kemiskinan di dunia antara
lain:
1) Pembangunan manusia secara fisik dan rohani untuk
menanggulangi kemiskinan alami
2) Pembebasan bangsa dari penjajahan
3) Penerangan, penyuluhan, pembangunan proyek percontohan
4) Membuka isolasi daerah
5) Perbaikan hubungan antar negara, pembangunan pedesaan,
perbaikan sistem, struktur, dan kualitas pendidikan nasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6) pemberian Inpres Pemberantasan Kemiskinan (IPK).
Menurut Sumardi (1985), pemerintah Indonesia berusaha
mengurangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan melalui 8 jalur
pemerataan, diantaranya:
1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat banyak khususnya
pangan, sandang,dan perumahan.
2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
3) Pemerataan kesempatan kerja.
4) Pemerataan kesempatan berusaha.
5) Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan wanita.
6) Pemerataan penyebaran pembangunan di selurus wilayah tanah air
7) Pemerataan memperoleh keadilan.
Menurut Soemitro (1992) pada awal 1990an pemerintah
Indonesia membuat beberapa kebijakan dan program penggalakan
penanggulangan kemiskinan sperti: Indeks Desa Tertinggal (IDT),
tabungan keluarga sejahtera, kredit keluarga sejahtera, dan kemitraan
bersama antara skala usaha kecil, menengah, besar, serta perbaikan
kuantitas dan kualitas pergerakan koperasi. Pemerintah juga
mencanangkan beberapa program selama krisis ekonomi untuk
menanggulangi kemiskinan seperti: program keamanan pangan,
program pendidikan perlindungan sosial, program kesehatan
perlindungan sosial, serta program pekerjaan umum padat karya.
Menurut Prahalad (2004), selain berbagai upaya dan strategi
yang ada, pengurangan kemiskinan dapat dilakukan melalui
pendekatan yang melibatkan kemitraan antara masyarakat miskin,
organisasi kemasyarakatan, pemerintah, dan perusahaan besar dengan
menciptakan pasar-pasar dan wirausaha melalui sistem Bottom of
Phyramid (BOP). Perusahaan besar akan berhasil membangun pasar-
pasar didasar piramid dengan memanfaatkan masyarakat miskin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
sebagai wirausaha yang tangguh dan kreatif sekaligus sebagai
konsumen.
3. Penyuluhan Pertanian
a. Pengertian Penyuluhan Pertanian
Menurut Mardikanto (2009), penyuluhan pertanian merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari proses pembangunan/ pengembangan
masyarakat dalam arti luas dan bukanlah kegiatan karikatif (bantuan
cuma-cuma atas dasar belas-kasihan) yang menciptakan
ketergantungan. Kartasapoetra (1994) dalam Setiana (2005),
memberikan penjelasan bahwa penyuluhan pertanian merupakan usaha
merubah perilaku petani dan keluarganya agar mereka mengetahui,
menyadari, dan mempunyai kemampuan dan kemauan serta tanggung
jawab untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam rangka kegiatan
usahatani dan kehidupannya.
Mardikanto (2009) memberikan penjelasan pula bahwa
penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas demi kemandirian. Kegiatan penyuluhan
menjadi sangat mutlak sebagai pemicu sekaligus pemacu
pembangunan pertanian atau lebih sering dikatakan sebagai ujung
tombak pembangunan pertanian.
Menurut Schramm dan Lerner (1976) dalam Mardikanto (1996)
penyuluhan adalah sebagai jembatan antara dunia ilmu dan
pemerintah, kegiatan penyuluhan mempunyai peranan penting sebagai
proses komunikasi pembangunan dalam sistem pembangunan nasional.
Dilakukan baik untuk menjembatani kesenjangan perilaku antara
sesama aparat pemerintah maupun untuk menjembatani kesenjangan
perilaku antara aparat pemerintah dengan masyarakat (petani) sebagai
pelaksana utama pembangunan.
Menurut Sri dan Herawati (1999), penyuluhan dalam konteks
pembangunan juga merupakan proses penyebaran ide-ide baru kepada
masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat itu sendiri. Kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dilakukan melalui penambahan pengetahuan, keterampilan baru, dan
perubahan perilaku yang didapat karena ada kesadaran untuk
mengubah diri pada kondisi yang lebih baik.
b. Tujuan Penyuluhan Pertanian
Menurut Kartasapoetra (1987), tujuan penyuluhan pertanian
dibedakan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
Tujuan penyuluhan pertanian jangka pendek yaitu untuk
menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam
kegiatan usahatani petani di pedesaan. Perubahan-perubahan yang
dimaksud adalah dalam bentuk pengetahuan, kecakapan, sikap, dan
motif tindakan petani. Tujuan penyuluhan pertanian jangka panjang
yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tani, atau agar
kesejahteraan hidup petani lebih terjamin.
Harold Dusentara dalam Kartasapoetra (1987), menyebutkan
beberapa tujuan dari kegiatan penyuluhan, mencakup:
1) Penambahan pengetahuan kepada petani
2) Memotivasi petani agar mengarahkan usahataninya kepada bahan
pangan yang banyak diperlukan
3) Menambah pengetahuan petani tentang keadaan dan kesempatan
yang sedang berlangsung di luar daerah pedesaan
4) Menambah pengetahuan petani untuk mengembangkan bakat dan
kemampuan
5) Membentuk masyarakat petani yang bangga akan usaha-usaha
yang dikerjakan, bebas dalam cara berfikir, dan konstruktif dalam
pandangannya.
c. Ruang Lingkup Penyuluhan Pertanian
Menurut Lippit (1961) dalam Mardikanto (2009), lingkup
kegiatan penyuluh sebagai agen pembaruan diantaranya :
1) Penyadaran, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
menyadarkan masyarakat tentang “keberadaanya”, baik
keberadaanya sebagai individu dan anggota masyarakat, maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kondisi lingkungannya yang menyangkut lingkungan fisik/teknis,
sosial-budaya, ekonomi, dan politik.
2) Menunjukkan adanya masalah, menunjukkan kondisi yang tidak
diinginkan yang berkaitan dengan keadaan sumberdaya,
lingkungan fisik/teknis, sosial budaya, dan politis.
3) Membantu pemecahan masalah, melakukan analisis akar masalah,
alternatif pemecahan masalah, serta pemilihan alternatif
pemecahan terbaik yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi
internal maupun kondisi eksternal.
4) Menunjukkan pentingnya perubahan, menunjukkan pentingnya
perubahan yang sedang dan akan terjadi di lingkungannya, baik
lingkungan organisasi dan masyarakat, serta mengantisipasi
perubahan melalui kegiatan perubahan yang terencana.
5) Melakukan pengujian dan demonstrasi, pengujian dan demonstrasi
sebagai bagian dan implementasi perubahan terencana yang
berhasil dirumuskan.
6) Memproduksi dan publikasi informasi, memproduksi dan publikasi
informasi, baik yang berasal dari luar (penelitian, kebijakan,
produsen/pelaku bisnis) maupun yang berasal dari dalam
(pengalaman, indegenuous technology, maupun kearifan
tradisional dan nilai-nilai adat yang lain).
7) Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas, pemberian
kesempatan kepada kelompok lapisan bawah untuk bersuara dan
menentukan sendiri pilihannya.
d. Keberhasilan penyuluhan pertanian
Menurut Setiana (2005), tujuan jangka panjang penyuluhan
pertanian yaitu, terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat dapat
dicapai apabila para petani dalam masyarakat telah melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usahataninya
dengan cara-cara yang lebih baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Better business, berusaha yang lebih baik menguntungkan, mau,
dan mampu menjauhi para pengijon, lintah darat, dan melakukan
teknik pemasaran yang tepat
3) Better living, hidup lebih baik dengan mampu menghemat, tidak
berfoya-foya, menabung, dan mencari alternatif lain dalam
berusaha.
Menurut Kartasapoetra (1987), dengan tercapainya hasil
penyuluhan pertanian tentang better farming, better business, dan
better living maka para petani akan mampu mengelola usahataninya
dengan baik. Keberhasilan pengelolaan ini dapat mewujudkan
kemampuan-kemampuan untuk bersama-sam:
1) Berswasembada memperbaiki dan membangun prasarana (irigasi,
jalan, jembatan, tempat ibadah, keamanan) di desa atau lingkungan
masyarakat yang akan membantu memperlancar keberhasilan
usahataninya.
2) Melakukan partisipasi dengan pemerintahan setempat dalam
mewujudkan hal-hal diatas.
Proses pencapaian adopsi inovasi dalam kegiatan penyuluhan
menurut Kartasapoetra (1987), dapat dilakukan melalui pendekatan-
pendekatan yang dapat dilakukan mencakup:
1) Pendekatan pada petani golongan I (innovator), dengan menggali
informasi masalah yang dihadapi
2) Pendekatan pada petani golongan II (early adopter), III (early
majority), dengan berkomunikasi lebih baik
3) Pendekatan pada petani golongan IV (late majority), dengan
berkomunikasi dengan baik, secara gamblang, dan tekun
4) Pendekatan pada petani golongan V (laggard) secara kontinyu.
Pencapaian hasil meskipun memerlukan waktu, akan tetapi sekali
hasil penerapannya telah mewujudkan apa yang diharapkan petani
(peningkatan hasil baik kuantitas maupun kualitas sehingga menambah
pendapatan), maka proses penyuluhan selanjutnya akan lebih cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut Mardikanto (1993) adopsi merupakan hasil dari
kegiatan penyampaian pesan penyuluhan berupa “inovasi”, melalui
tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima atau menerapkan
dengan keyakinannya sendiri diantaranya: kesadaran (awareness),
tumbuhnya minat (interest), menilai (evaluation), mencoba (trial), dan
menerapkan (adoption). Evaluation merupakan salah satu tahapan,
dimana dilakukan kegiatan penilaian terhadap baik buruk atau manfaat
inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada
penilaian ini masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian
terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun
aspek-aspek social budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek
politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional
dan regional.
4. Penilaian Petani Terhadap Program
a. Pengertian Penilaian
Penilaian menurut Salim dan Yenny Salim (1991), merupakan
suatu kegiatan sungguh-sungguh mengamati, mengoreksi, menimbang
baik buruknya suatu masalah yang dilakukan oleh perorangan dengan
dasar-dasar tertentu. Selanjutnya memberi penghargaan seberapa
bobotnya, kualitasnya, dan kemampuannya. Menilai menurut
Arikunto (2001), adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik buruk, sebelum menentukan pilihan perlu
mengadakan penilaian terhadap terhadap benda-benda yang akan
dipilih.
Menurut Remmers et al (1965), pengukuran dan penilaian
memiliki hubungan yang saling berkaitan, dimana penilaian berangkat
dari adanya pengukuran yang menunjukkan suatu proses
membandingkan dengan ukuran kuantitatif. Lynch (1997) memberikan
penjelasan pula bahwa, penilaian didefinisikan sebagai langkah-
langkah mengumpulkan informasi untuk mengambil suatu keputusan.
Menurut Fletcher (2005), penilaian juga diartikan sebagai suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
proses pengumpulan bukti, dengan beberapa urutan kegiatan
operasional yang mencakup:
1) Menetapkan persyaratan atau sasaran penilaian
2) Mengumpulkan bukti
3) Mencocokkan bukti dengan persyaratan atau sasaran
4) Membuat keputusan berdasarkan kegiatan pencocokan tersebut.
Anderson dalam Arikunto (2005) juga memberikan penjelasan
bahwa, penilaian adalah sesuatu yang menyangkut proses
pertimbangan manusia tentang hasil suatu program. Usaha-usaha
penilaian terhadap suatu program tersebut hendaknya
mempertimbangkan tujuan-tujuan program, baik tujuan jangka panjang
maupun tujuan jangka pendek. Tidak boleh dilupakan juga timbulnya
hasil-hasil yang mungkin tidak dirancang sebelumnya. Selaras dengan
berbagai pengertian , penilaian merupakan suatu tindakan mengambil
keputusan yang didasarkan atas pandangan dan pertimbangan baik
buruknya sesuatu.
b. Pengertian Petani
Pengertian petani menurut Hernanto (1993) adalah setiap orang
yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh
kebutuhan hidupnya dibidang pertanian. Pertanian dalam arti luas
meliputi usaha pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil
hutan. Menurut Sadjad (2003), petani disebutkan pula sebagai pelaku
usahatani, pada umumnya tidak hanya secara langsung melaksanakan
pekerjaan tani di lahan produksi, tetapi juga mengusahakan atau
mengelola lahan hingga produktif tanpa menggarapnya sendiri.
Petani sebagai orang yang menjalankan usahatani mempunyai
peran jamak yang menurut Mosher (1981), yaitu petani sebagai
manajer, sebagai juru tani dan sebagai kepala keluarga. Sebagai kepala
keluarga petani dituntut untuk dapat memberikan kehidupan yang
layak mencukupi semua anggota rumah tangganya. Sebagai manajer
dan juru tani yang berkaitan dengan kemampuan mengelola usahatani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
akan sangat dipengaruhi oleh faktor diluar dan didalam pribadi petani
itu sendiri yang sering disebut karakteristik sosial ekonomi
Pada dasarnya ada empat golongan petani berdasarkan tanahnya
yang akan berpengaruh terhadap sumber dan distribusi pendapatannya
menurut Hernanto (1993), yaitu:
1) Golongan petani luas ( lebih dari 2 Ha)
2) Golongan petani sedang (0,5 – 2 Ha)
3) Golongan petani sempit (0,5 Ha)
4) Golongan buruh tani tidak bertanah
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa petani
adalah penduduk atau orang-orang yang untuk sementara secara tetap
memiliki dan atau menguasai sebidang tanah, mengerjakannya sendiri,
baik dengan tenaganya sendiri (beserta keluarganya) maupun dengan
menggunakan tenaga orang lain atau orang upahan. Petani didalam
mengelola usahatani akan sangat dipengaruhi oleh faktor diluar dan
didalam pribadi petani yang sering disebut karakteristik sosial
ekonomi.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penilaian Petani
Menurut Bakuwita (1985) dalam Faridha (2005) petani dalam
menanggapi suatu ide atau informasi yang baru berbeda-beda menurut
ciri-ciri kepribadian yang dimiliki dari masing-masing individu.
Faktor-faktor personal oleh Rakhmat (1998) digambarkan sebagai
faktor sosiopsikologis antara lain yaitu karakteristik sosial ekonomi.
Menurut Hernanto (1984) karakteristik sosial ekonomi petani
meliputi:
1) Umur, umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan
respon terhadap hal-hal baru dalam menjalankan usahataninya.
2) Pendidikan, tingkat pendidikan petani baik formal maupun
nonformal akan mempengaruhi cara berpikir yang diterapkan pada
usahataninya yaitu dalam rasionalitas usahanya dalam
memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3) Pendapatan keluarga, secara umum penadapatan petani memang
rendah.
Menurut Lion Berger dalam Mardikanto (2007), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang dalam
mengadopsi inovasi, antara lain:
1) Luas usahatani, semakin luas usahatani biasanya semakin cepat
mengadopsi karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik
2) Tingkat pendapatan, petani dengan tingkat pendapatan tinggi
biasanya akan lebih cepat mengadopsi
3) Keberanian mengambil resiko, individu yang memiliki keberanian
mengambil resiko biasanya lebih inovatif
4) Umur, semakin tua (diatas 50 tahun) biasanya semakin lamban
mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat
setempat.
5) Tingkat partisipasi dalam kelompok, warga masyarakat yang suka
bergabung dengan orang-orang di luar system sosialnya umumnya
lebih inovatif dibandingkan yang melakukan kontak pribadi dengan
warga setempat.
Ciri-ciri sosial ekonomi anggota sistem yang lebih inovatif,
dalam artian mampu menerima dan menanggapi hal-hal yang baru
menurut Hanafi (1987) antara lain:
1) Lebih berpendidikan, termasuk lebih menguasai kemampuan baca
tulis.
2) Mempunyai status sosial lebih tinggi, status sosial ditandai dengan
pendapatan, tingkat kesehatan, kehidupan, prestise, pekerjaan, dan
pengendalian diri.
3) Mempunyai tingkat mobilitas sosial keatas lebih besar.
4) Mempunyai ladang lebih luas.
Mardikanto (1993) menerangkan pendidikan merupakan proses
timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dengan alam, teman dan alam semesta. Pendidikan formal merupakan
jenjang pendidikan dari terendah sampai tertinggi yang biasanya
diterima di bangku sekolah, sedangkan pendidikan non formal
biasanya diartikan sebagai penyelenggaraan pendidikan terorganisir
diluar sistem pendidikan sekolah dengan isi pendidikan yang
terprogram.
Slamet (1993) menambahkan tingkat pendidikan responden yang
dikelompokkan menjadi 3 yaitu kelompok berpendidikan rendah yaitu
SD kebawah, kelompok berpendidikan sedang diatas SD sampai
dengan tamat SLTA dan berpendidikan tinggi diatas SLTA, sedangkan
menurut Samsudin dalam Kartasapoetra (1991) mengatakan bahwa
penyuluhan merupakan suatu cara atau usaha pendidikan yang bersifat
non formal untuk para petani dan keluarganya di pedesaan. Menurut
Soekartawi (1988), mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif
lebih cepat dalam menerima hal baru, begitu pula sebaliknya mereka
yang berpendidikan rendah akan agak sulit untuk menerima hal baru
dengan cepat.
Menurut Mubyarto (1979), hasil bruto produksi pertanian
dihitung dengan mengalikan luas lahan tanah dan hasil persatuan luas.
Semakin luas tanah garapan, hasil produksi pertanian pun semakin
tinggi. Menurut Soekartawi (1988), petani dengan tingkat pendapatan
tinggi juga ada hubungannya dengan penggunaan suatu inovasi. Petani
dengan tingkat pendapatan tinggi akan lebih mudah melakukan sesuatu
yang diinginkan, sehingga akan lebih cepat mengadopsi inovasi, dan
kemampuan untuk melakukan percobaan perubahan.
Menurut Kartasapoetra (1991), petani yang berusia lanjut yaitu
berumur 50 tahun keatas biasanya fanatik, cenderung bersikap apatis
terhadap adanya teknologi baru.
Dixon (1982) dalam Mardikanto (1996) menambahkan sifat
individu yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi adalah
kosmopolitan, yaitu tingkat hubungannya dengan dunia luar diluar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sistem sosialnya. Kosmopolitan dicirikan oleh frekuensi dan jarak
perjalanan yang dilakukan serta pemanfaatan media massa. Menurut
Mardikanto (1996), bagi masyarakat yang yang relatif kosmopolit,
adopsi inovasi dapat berlangsung lebih cepat, tetapi bagi yang lebih
localite (tetap terkungkung dalam sistem sosialnya sendiri) proses
adopsi inovasi akan berlangsung sangat lamban. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih baik
seperti yang telah dinikmati oleh orang-orang diluar sistem sosialnya.
Berdasarkan keterkaitan berbagai penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor pendidikan mempengaruhi cara pandang
seseorang dan pengetahuan petani sehingga dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan baik buruk sesuatu. Pendapatan yang diterima
petani akan mempengaruhi keterlibatan dalam suatu kegiatan, sehingga
mampu memberikan tanggapan terhadap sesuatu hal baru. Penguasaan
lahan mempengaruhi petani dalam pengelolaan dan mengoptimalkan
produktivitas usahatani dengan lahan yang tersedia, sehingga akan
mempengaruhi cara berfikir atau tanggapan terhadap hal baru untuk
meningkatkan usahataninya. Umur juga mempengaruhi cara berfikir,
cara kerja, dan cara hidup petani dalam menanggapi adanya sesuatu hal
yang baru. Kemampuan petani dalam melakukan hubungan diluar
sistem sosial dan pemanfaatan media massa akan membuka pandangan
petani akan hal-hal baru diluar yang mendukung pengambilan
keputusan terhadap hal baru yang datang dalam kehidupan sekitar.
d. Pengukuran Penilaian Terhadap Program
Menurut Arikunto (2005), program merupakan sederetan
kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pencapain tujuan tersebut diukur dengan cara dan alat tertentu.
Kegiatan yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan tersebut yang
dikenal dengan evaluasi (penilaian) program. Penilaian program
biasanya bertujuan untuk membantu pemerintah didalam menentukan
kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Sudjana (2006), memberikan pengertian bahwa program
merupakan kegiatan yang disusun secara terencana dan memiliki
tujuan, sasaran, isi, dan jenis kegiatan, pelaksana kegiatan, proses
kegiatan, waktu, fasilitas, alat-alat, biaya dan sumber pendukung
lainnya. Kegiatan evaluasi ditujukan untuk mengetahui apakah tujuan
yang ditetapkan tercapai, pelaksanaan program sesuai dengan rencana,
dan bagaimana dampak setelah program.
Menurut Davis (1992) dalam Faridha (2005) pada tahap
penilaian program, ditelaah faktor-faktor penghambat apabila ternyata
dijumpai kesulitan yang menyebabkan tujuan yang ditetapkan tidak
tercapai. Hal tersebut dapat dijadikan panduan dikemudian hari jika
program yang sama dilakukan agar tidak dijumpai lagi hambatan sama.
Arikunto (2005) menambahkan, bahwa penilaian terhadap
program dapat didasarkan atas jasa, nilai, atau manfaat dari program.
Penilaian juga dilakukan untuk mengetahui efektivitas suatu program,
dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaan
program tersebut. Berdasarkan berbagai pengertian penilaian program
dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pembantu,
pengontrol pelaksanaan program agar dapat diketahui tindak lanjut dari
program berikutnya.
Hasil penelitian Faridha (2005) menunjukkan bahwa karakteristik
petani yang meliputi pendidikan, pendapatan, luas usahatani, dan
kekosmopolitan memiliki hubungan yang signifikan dengan penilaian
petani terhadap program siaran radio, mutu siaran, dan manfaat siaran
radio program desa maju (prodama) sebagai sumber informasi
pertanian. Begitu pula penelitian yang dilakukan Haqiqi (2008)
menunjukkan karakteristik petani yang meliputi umur, jenjang sekolah,
keikutsertaan kegiatan penyuluhan, pengalaman, luas lahan, dan
pendapatan memiliki hubungan yang signifikan dengan penilaian
petani terhadap benih varietas PEPE bersubsidi di Kecamatan
Bendosari Kabupaten Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
5. Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
a. Konsep Dasar
Menurut Purcahyo (2010) Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) merupakan suatu program yang diluncurkan melalui
Departemen Pekerjaan Umum (PU) sebagai suatu langkah nyata
pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di desa-desa tertinggal
dengan target penurunan angka kemiskinan yang sudah ditetapkan.
Sasaran program berupa pembangunan prasarana desa untuk
meningkatkan akses masyarakat desa pada pemenuhan kebutuhan
dasar yang akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat desa,
yang diharapkan dapat menyerap pekerja dan mengangkat
perekonomian desa sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh warga desa
setempat.
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) menurut
Departemen PU (2006), memiliki fokus utama kegiatan dalam program
rehabilitasi dan peningkatan infrastruktur di perdesaan yang
dilaksanakan dengan beberapa pendekatan pada masyarakat melalui:
1) Pemberdayaan Masyarakat, dengan menekankan partisipasi aktif
masyarakat dalam seluruh aspek implementasi kegiatan.
2) Keberpihakan kepada yang miskin, hasil ditujukan kepada
penduduk miskin.
3) Otonomi dan desentralisasi, artinya masyarakat memperoleh
kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam kegiatan.
4) Partisipatif, artinya masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan.
5) Keswadayaan, artinya masyarakat menjadi faktor utama dalam
keberhasilan pembangunan.
6) Keterpaduan program pembangunan, artinya program yang
dilaksanakan memiliki sinergi dengan program pembangunan yang
lain.
7) Penguatan Kapasitas Kelembagaan, dalam rangka mendorong
sinergi antara pemda, masyarakat dan stakeholder lainnya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
penanganan permasalahan kemiskinan.
Pendekatan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan peran
stakeholder serta pemerintah daerah dilaksanakan untuk mendorong
kemandirian dan sinergi berbagai pihak dalam menanggulangi
permasalahan kemiskinan di pedesaan dan sebagai upaya keberlanjutan
program. Hal ini juga akan mendorong penyelarasan dengan program
lain, meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat dan meningkatkan
prospek pencapaian tujuan bersama dalam meningkatkan pelayanan,
khususnya kepada masyarakat miskin, pencapaian tujuan
pembangunan millenium dan pengurangan kemiskinan.
b. Tujuan
Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya (2006) Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) merupakan program
pemerintah yang ditujukan untuk melanjutkan keberhasilan program
kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak untuk
infrastruktur pedesaan (PKPS BBM IP) pada tahun 2005. Program ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
melalui perbaikan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan
infrastruktur dasar pedesaan.
Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) juga
memiliki tujuan jangka panjang dan jangka menengah, yaitu:
1) Tujuan jangka panjang adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa.
2) Tujuan jangka menengah adalah untuk meningkatkan akses
masyarakat miskin dan yang mendekati miskin ke infrastruktur
dasar di wilayah pedesaan.
Sasaran Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
menurut departemen PU (2006) terdiri dari:
1) Tersedianya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan
lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2) Meningkatnya kemampuan masyarakat pedesaan dalam
penyelenggaraan infrastruktur pedesaan.
3) Meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat pedesaan.
4) Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam
memfasilitasi masyarakat melaksanakan pembangunan pedesaan.
5) Mendorong terlaksananya penyelenggaraan pembangunan prasrana
pedesaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan
berkelanjutan.
c. Ruang Lingkup dan Kegunaan
Ruang lingkup Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) Menurut Departemen PU (2006), meliputi:
1) Peningkatan infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, yaitu:
jalan dan jembatan perdesaan.
2) Peningkatan infrastruktur yang mendukung produksi pangan, yaitu:
irigasi perdesaan.
3) Peningkatan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan
dasar masyarakat, seperti: penyediaan air minum, dan sanitasi
perdesaan.
Kegiatan yang dilakukan dapat berbentuk satu infrastruktur atau
lebih serta dapat dilaksanakan secara terpadu. Serta untuk mendukung
pencapaian tujuan dan sasaran Program Peningkatan Infrastruktur
Perdesaan, program dilaksanakan dalam 2 (dua) komponen yaitu :
1) Peningkatan Infrastruktur
Komponen ini menyediakan bantuan pendampingan
(fasilitasi) sosial dan teknis serta pendanaan dalam rangka
peningkatan infrastruktur perdesaan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Jenis kegiatan infrastruktur yang dapat didanai adalah:
jalan dan jembatan pedesaan, irigasi perdesaan, air minum, dan
sanitasi perdesaan. Pemilihan jenis infrastruktur didasarkan pada
hasil musyawarah desa, dengan mempertimbangkan kelayakan
teknis, efektifitas biaya, kelayakan keuangan, dan hasil safeguards
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
sosial dan lingkungan. Setiap desa sasaran yang berpartisipasi akan
mendapatkan dana bantuan untuk meningkatkan infrastruktur
prioritas yang dibutuhkan sebesar Rp. 250 juta.
2) Dukungan Implementasi, Monitoring dan Koordinasi
Secara umum, komponen ini mendukung implementasi
kegiatan dari komponen peningkatan infrastruktur.Kegiatan utama
di dalam komponen ini meliputi:
a) Penetapan mekanisme manajemen program dan mekanisme
koordinasi.
b) Pengembangan kapasitas pada tingkat kabupaten dan
kecamatan.
c) Penyediaan bantuan teknis di kabupaten dan kecamatan untuk
pendampingan.
d) perencanaan, pelaksanaan fisik, supervisi dan pengelolaan
infrastruktur.
e) Penetapan mekanisme monitoring dan pelaporan yang efektif.
f) Pelaksanaan safeguards sosial dan lingkungan.
g) Audit keuangan independen pada rekening dan keuangan
Program dan Pokmas.
h) Pembelajaran pelaksanaan PKPS-BBM IP.
d. Penerima Manfaat
Menurut Departemen PU (2006) Program Peningkatan
Infrastruktur Perdesaan merupakan program pembangunan yang
berbasis pada masyarakat, yaitu sasaran dan penerima manfaat adalah
masyarakat miskin yang ada di daerah pedesaan, dengan menekankan
partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh aspek implementasi
kegiatan (tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
dan pemeliharaan). Selain itu juga terdapat keberpihakan kepada
masyarakat miskin, artinya orientasi kegiatan baik dalam proses
maupun pemanfaatan, hasil ditujukan kepada penduduk miskin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
B. Kerangka Berfikir
Pemerintah melakukan upaya percepatan pencapaian tujuan
pembangunan millenium (Millenium Development Goals) dan peningkatkan
jangkauan penerima manfaat program Kompensasi Pengurangan Subsidi-
Bahan Bakar Minyak bidang Infrastruktur Perdesaan (PKPS-BBM IP) yang
menanggulangi permasalahan kemiskinan di pedesaan dengan meluncurkan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) melalui Departemen
Pekerjaan Umum. Program ini menitikberatkan pada desa-desa terpencil dan
terisolasi di wilayah tertinggal serta memiliki tingkat pelayanan infrastruktur
yang rendah, dengan harapan dapat mendukung terjaminnya peningkatan dan
keberlanjutan kegiatan perekonomian di pedesaan.
Masyarakat, terutama petani yang berada di daerah tertinggal, sebagai
penerima program yang terlibat dalam pelaksanaan program akan memberikan
penilaian sesuai dengan apa yang dirasakan dan dapat dipengaruhi oleh
karakteristik dari masing-masing individu, terutama karakteristik ekonomi dan
sosial yang meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal,
pendapatan, luas usahatani, dan kekosmopolitan. Seseorang akan memberikan
penilaian terhadap sesuatu sesuai dengan apa yang memenuhi kebutuhannya.
Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) akan diterima sasaran
secara efektif apabila terdapat kesesuaian antara keinginan masyarakat dengan
penyelenggaraan program terkait perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta
hasil dan manfaat dari program. Baik buruknya penilaian sasaran dapat
mencerminkan keberhasilan dari program tersebut dan akan berimplikasi pada
keberlanjutan program.
Skema kerangka berfikir Penilaian Petani terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Variabel X Variabel Y
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Penilaian Petani terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang.
C. Hipotesis
Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik petani
dengan penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.
D. Pembatasan Masalah
Penelitian yang akan dilakukan dibatasi dengan berbagai permasalahan
yang akan dikaji,meliputi:
1. Karakteristik petani yang diteliti meliputi umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, pendapatan, luas usahatani, dan kekosmopolitan.
2. Penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) dibatasi pada penilaian terhadap perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi program, serta penilaian terhadap hasil dan manfaat program.
Penilaian Petani terhadap PPIP:
1. Perencanaan PPIP
2. Pelaksanaan PPIP 3. Evaluasi PPIP 4. Hasil PPIP 5. Manfaat PPIP
Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP)
Karakteristik Petani yang berhubungan dengan penilaian: 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pendapatan 4. Luas Usahatani 5. Kekosmopolitan
1. Sangat Baik 2. Baik 3. Cukup Baik 4. Buruk 5. Sangat Buruk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3. Responden dalam penelitian ini adalah petani di daerah sasaran yang
menerima Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di
Kecamatan Tengaran, Kabupaten semarang.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Definisi operasional
a. Variabel Bebas (faktor karakteristik petani)
1) Umur, yaitu usia petani yang bersangkutan pada saat dilakukan
penelitian, diperhitungkan dalam satuan tahun. Diukur dengan
skala ordinal
2) Pendidikan formal, yaitu tingkat pendidikan terakhir yang dicapai
petani pada bangku sekolah atau lembaga pendidikan formal
diperhitungkan berdasarkan ijazah terakhir yang dimiliki. Diukur
dengan skala ordinal.
3) Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang diperoleh petani
diluar bangku sekolah atau pendidikan formal, diperhitungkan
dengan seberapa sering petani mengikuti kegiatan penyuluhan
maupun pelatihan yang dinyatakan sebagai salah satu pendidikan
formal untuk petani selama satu musim tanam terakhir. Diukur
dengan skala ordinal.
4) Pendapatan adalah seluruh penghasilan dari kegiatan usahatani dan
non usahatani dinyatakan dengan kecukupan memenuhi kebutuhan
keluarga per bulan. Diukur dengan skala ordinal.
5) Luas usahatani adalah luas lahan yang diusahakan petani untuk
kegiatan usahatani, diperhitungkan dengan batasan luas lahan
petani dalam Ha termasuk milik sendiri, sewa dan menyakap.
Diukur dengan skala ordinal.
6) Kekosmopolitan adalah yaitu tingkat hubungannya dengan dunia
luar diluar sistem sosialnya, diperhitungkan dengan frekuensi
perjalanan ke luar kabupaten yang dilakukan untuk mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
informasi serta frekuensi pemanfaatan media massa. Diukur
dengan skala ordinal.
b. Variabel Terikat (Penilaian petani terhadap Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP))
Penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) terdiri dari penilaian terhadap perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, hasil, dan manfaat program. Diukur dengan
skala ordinal.
1) Penilaian terhadap perencanaan program adalah pemahaman dan
keputusan petani terhadap persiapan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP), hal ini dapat dilihat dari:
a) Pihak yang terlibat dalam perencanaan program PPIP
b) Proses perencanaan program PPIP
c) Hasil perencanaan program PPIP
2) Penilaian terhadap pelaksanaan program adalah pemahaman dan
keputusan petani terhadap keberlangsungan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP), hal ini dapat dilihat dari:
a) Efisiensi pelaksanaan kegiatan pembangunan
b) Kegiatan pendampingan dan pemantauan
c) Pemberdayaan dan kswadayaan masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan
3) Penilaian terhadap evaluasi program adalah pemahaman dan
keputusan petani terhadap koreksi pelaksanaan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), hal ini dapat dilihat
dari:
a) Frekuensi kegiatan evaluasi
b) Proses kegiatan evaluasi
c) Manfaat kegiatan evaluai
4) Penilaian terhadap hasil program adalah pemahaman dan
keputusan petani mengenai wujud nyata pelaksanaan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) yang dirasakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari: adanya infrastruktur
pedesaan
5) Penilaian terhadap manfaat program adalah pemahaman dan
keputusan petani mengenai kegunaan hasil pelaksanaan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) yang dirasakan
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari:
a) Peningkatan akses petani ke infrastruktur
b) Peningkatan hubungan sosial
2. Pengukuran variabel
a. Pengukuran variabel faktor yang mempengaruhi penilaian petani
Tabel 2.1 Pengukuran Variabel Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Petani
Variabel Indikator Kriteria Skor
1. Umur Usia petani pada saat penelitian dilakukan
a. > 50 Tahun b. 41- 50 Tahun c. 36- 40Tahun d. 31 - 35 Tahun e. 20 - 30Tahun
1 2 3 4 5
2. Pendidikan Formal
Jenjang pendidikan yang ditamatkan berdasarkan ijazah terakhir
a. tidak tamat SD b. tamat SD c. tamat SLTP d. tamat SLTA e. tamat D3, S1
1 2 3 4 5
3. Pendidikan Non Formal
Frekuensi mengikuti kegiatan penyuluhan dalam pertemuan kelompok
a. Tidak pernah b. Pernah, 1x/MT
terakhir c. Pernah, 2x/MT
terakhir d. Pernah, 3x/MT
terakhir e. Pernah, >3x/MT
terakhir
1 2
3
4
5
Frekuensi mengikuti kegiatan pelatihan dalam pertemuan kelompok
a. Tidak pernah b. Pernah, 1x/MT
terakhir c. Pernah, 2x/MT
terakhir d. Pernah, 3x/MT
terakhir e. Pernah, >3x/MT
terakhir
1 2
3
4
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
4. Pendapatan Kemampuan mencukupi kebutuhan keluarga perbulan
a. Selalu kekurangan b. Kadang-kadang
kekurangan c. Pas-pasan d. Cukup, kadang
menabung e. Cukup, selalu
menabung
1 2
3 4
5
5. Luas usahatani Luas usahatani yang digarap termasuk milik sendiri, sewa dan menyakap (dalam Ha)
a. Sangat sempit ( < 0,25 Ha )
b. Sempit ( 0,25-0,50 Ha) c. Sedang ( > 0,50-0,75
Ha ) d. Luas ( > 0,75-1 Ha ) e. Sangat luas ( > 1 Ha )
1
2 3
4 5
6. Kekosmopolitan Frekuensi perjalanan ke luar daerah kabupaten untuk mencari informasi
a. Tidak pernah b. Pernah, 1x/MT terakhir c. Pernah, 2x/MT terakhir d. Pernah, 3x/MT terakhir e. Pernah, >3x/MT
terakhir
1 2 3 4 5
Penggunaan Media Massa a. Penggunaan Tv sebagai
sumber informasi
a. Tidak menggunakan b. 2x/ bulan c. 1x/ minggu d. >1x/ minggu e. Setiap hari
1 2 3 4 5
b. Penggunaan radio sebagai sumber informasi
a. Tidak menggunakan b. 2x/ bulan c. 1x/ minggu d. >1x/ minggu e. Setiap hari
1 2 3 4 5
c. Penggunaan majalah pertanian
a. Tidak menggunakan b. 2x/ bulan c. 1x/ minggu d. >1x/ minggu e. Setiap hari
1 2 3 4 5
d. Penggunaan tabloid dan koran sebagai sumber informasi
a. Tidak menggunakan b. 2x/ bulan c. 1x/ minggu d. >1x/ minggu e. Setiap hari
1 2 3 4 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
b. Penilaian petani terhadap program PPIP
1) Penilaian terhadap perencanaan program
Tabel 2.2 Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Perencanaan
Indikator Kriteria Skor 1. Pihak yang terlibat
dalam perencanaan program PPIP. a. Fasilitator b. Aparat kecamatan c. Aparat desa d. Tokoh masyarakat e. Seluruh warga desa
2. Proses perencanaan program
3. Hasil perencanaan
a. Sangat tidak kooperatif (hanya ada 1 pihak yang terlibat)
b. Tidak kooperatif (ada 2 pihak yang terlibat) c. Cukup kooperatif (ada 3 pihak yang terlibat) d. Kooperatif (ada 4 pihak yang terlibat) e. Sangat kooperatif (seluruh pihak terlibat)
a. Sangat tidak jelas (tidak ada sosialisasi dan
musyawarah perencanaan sebelumnya) b. Tidak jelas (hanya ada sosialisasi secara umum,
tanpa ada penjelasan dan pengertian detail mengenai rencana pembangunan)
c. Cukup jelas (ada sosialisasi, dilanjutkan penunjukan panitia pelaksana, tetapi tidak ada pembahasan kesiapan masyarakat)
d. Jelas ( Ada sosialisasi, pembentukan panitia pelaksana, dilanjutkan pembahasan kesiapan masyarakat)
e. Sangat Jelas ( Ada sosialisasi, pembentukan panitia pelaksana, pembahasan kesiapan masyarakat , dan disertai perencanaan desain kegiatan)
a. Sangat tidak sesuai (panitia dibentuk tidak berdasarkan pilihan masyarakat, lokasi pembangunan bukan daerah yang memerlukan, jenis kegiatan bukan yang paling mendesak)
b. Tidak sesuai (panitia terbentuk dari plihan masyarakat, tetapi lokasi tidak tepat, dan jenis kegiatan bukan yang mendesak)
c. Cukup sesuai (panitia terbentuk dari plihan masyarakat, lokasi pembangunan di daerah tertinggal, tetapi jenis kegiatan bukan yang paling mendesak)
d. Sesuai (panitia terbentuk dari plihan masyarakat, lokasi pembangunan di daerah tertinggal, jenis kegiatan yang dipilih yang paling mendesak, tetapi belum ada pemplotan tugas untuk masyarakat setempat)
e. Sesuai (panitia terbentuk dari plihan masyarakat, lokasi pembangunan di daerah tertinggal, jenis kegiatan yang dipilih yang paling mendesak, dan sudah dibuat pemplotan tugas untuk masyarakat setempat)
1
2 3 4 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2) Penilaian terhadap pelaksanaan program
Tabel 2.3 Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Pelaksanaan
Indikator Kriteria Skor 1. Efisiensi
pelaksanaan kegiatan pembangunan
a. Sangat tidak efisien (waktu mengalami kemoloran, biaya membengkak, pekerja didatangkan dari luar, bahan dan material yang ada didaerah setempat masing diatangkan dari luar)
b. Tidak efisien (waktu pelaksanaan tepat, tetapi biaya membengkak, pekerja didatangkan dari luar, bahan dan material yang ada didaerah setempat masih didatangkan dari luar)
c. Cukup efisien (waktu pelaksanaan tepat, biaya sesuai anggaran, tetapi pekerja didatangkan dari luar, bahan dan material yang ada didaerah setempat masih didatangkan dari luar)
d. Efisien (waktu pelaksanaan tepat, biaya sesuai anggaran, pekerja dioptimalkan dari masyarakat setempat, tetapi bahan dan material yang ada didaerah setempat masih didatangkan dari luar)
e. Sangat efisien (waktu pelaksanaan tepat, biaya sesuai anggaran, pekerja dioptimalkan dari masyarakat setempat, bahan dan material yang ada didaerah setempat juga dioptimalkan untuk pembangunan)
1
2
3
4
5
2. Kegiatan pendampingan dan pemantauan oleh konsultan
a. Sangat tidak memuaskan (Tidak ada kegiatan pendampingan dan pemantauan sama sekali dalam kegaiatn tenis)
b. Tidak memuaskan (ada pendampingan dan pemantauan hanya diawal atau tengah atau akhir kegiatan saja)
c. Cukup memuaskan (pendampingan dan pemantauan dilakukan di awal dan tengah atau diawal dan akhir, atau ditengah dan akhir kegiatan)
d. Memuaskan (pendampingan dan pemantauan dilakukan di awal, tengah, dan akhir secara berkala)
e. Sangat memuaskan (penadampingan dan pemantauan dilakukan di awal, tenngah, dan akhir secara rutin)
1
2
3
4
5
3. Pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
a. Sangat tidak sesuai (masyarakat hanya menerima manfaat, tidak dilibatkan dalam proses)
b. Tidak sesuai (Sebagian masyarakat saja yang terlibat dalam pembangunan dengan diberi upah)
c. Cukup sesuai (Semua masyarakat miskin setempat terlibat dalam pembangunan tetapi hanya sebagai kuli lapang)
d. Sesuai (Semua masyarakat miskin setempat terlibat dalam pembangunan dilapang dengan mengetahui desain pembangunan yang akan diselesaikan)
e. Sangat sesuai (Semua masyarakat miskin setempat terlibat dalam pembangunan dilapang dengan mengetahui desain pekerjaan, alokasi bahan, waktu dan anggaran)
1
2
3
4
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3) Penilaian terhadap evaluasi program
Tabel 2.4 Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap evaluasi Indikator Kriteria Skor
1. Frekuensi kegiatan evaluasi a. Sangat tidak sesuai (tidak pernah dilaksanakan kegiatan evaluasi selama program berlangsung)
b. Tidak Sesuai (evaluasi dilaksanakan hanya diawal atau akhir program saja)
c. Cukup Sesuai (evaluasi dilaksanakan di tengah pelaksanaan program)
d. Sesuai (evaluasi dilakukan diawal dan diakhir pelaksanaan program)
e. Sangat sesuai (evaluasi dilaksanakan di awal, tengah, dan akhir pelaksanaan program)
1
2
3
4
5
2. Proses kegiatan evaluasi a. Sangat tidak memuaskan (Tidak ada pembahasan mengenai perkembangan dan keterlaksanaan pembangunan)
b. Tidak memuaskan (Hanya membahas kendala pelaksanaan kegiatan)
c. Cukup memuaskan (Membahas kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan kendala apa saja dalam pelaksanaan teknis)
d. Memuaskan (Membahas kemajuan pelaksanaan kegiatan, kendala pelaksanaan teknis, serta alternative penanganan kendala)
e. Sangat memuaskan (Membahas kemajuan pelaksanaan kegiatan, kendala, alternatif penanganan masalah, serta rencana pelaksanan fisik kedepan)
1
2
3
4
5
3. Manfaat kegiatan evaluai
a. Sangat tidak bermanfaat (Tidak ada manfaat yang didapat dari kegiatan evaluasi)
b. Tidak bermanfaat (hanya memberikan informasi permasalahan kegiatan pembangunan tanpa solusi)
c. Cukup bermanfaat (memberikan informasi kendala pelaksanaan teknis serta solusi dari kendala yang dihadapi)
d. Bermanfaat (memberikan informasi kendala pelaksanaan teknis, solusi, serta kontrol kemajuan kegiatan)
e. Sangat bermanfaat (memberikan informasi kendala pelaksanaan teknis, solusi, kontrol kemajuan kegiatan, serta pengendalian volume pekerjaan)
1
2
3
4
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
4) Penilaian terhadap Hasil program
Tabel 2.5 Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Hasil Indikator Kriteria Skor
1. Adanya infrastruktur baru pedesaan
a. Sangat tidak sesuai kebutuhan (pembangunan infrastruktur tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat)
b. Tidak sesuai kebutuhan (infrastruktur dibangun di daerah tertinggal, tetapi jenis infrastruktur tidak sesuai kebutuhan masyarakat yang mendesak)
c. Cukup Sesuai kebutuhan (lokasi tepat, jenis infrastruktur sesuai, kualitas bangunan kurang memuaskan)
d. Sesuai kebutuhan (lokasi sesuai, infrastruktur tepat, kualitas bangunan baik, tetapi tidak ada rencana kelanjutan pemeliharaan)
e. Sangat sesuai kebutuhan (lokasi sesuai, infrastruktur tepat, kualitas bangunan baik, terdapat rencana kelanjutan pemeliharaan)
1
2
3
4
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
5) Penilaian terhadap Manfaat program
Tabel 2.6 Pengukuran Variabel Penilaian Petani Terhadap Manfaat Indikator Kriteria Skor
1. Peningkatan akses petani ke infrastruktur
a. Sangat tidak bermanfaat (Infrastruktur yang dibangun tidak didasarkan permasalahan petani)
b. Tidak bermanfaat (hanya membuka lapangan pekerjaan bagi orang-orang tertentu selama pelaksanaan program)
c. Cukup bermanfaat (membuka lapangan pekerjaan bagi seluruh petani saat pelaksanaan pembangunan)
d. Bermanfaat (membuka lapangan pekerjaan bagi petani, dan memperlancar pemasaran produksi pertanian)
e. Sangat bermanfaat (membuka lapangan pekerjaan bagi petani, memperlancar pemasaran produksi pertanian, serta memperlancar akses keluar masuknya produk pertanian dari dan keluar daerah)
1
2
3
4
5
2. Peningkatan hubungan sosial
a. Sangat tidak bermanfaat (tidak ada manfaat yang diterima dari sisi sosial)
b. Tidak bermanfaat (hanyameningkatkan hubungan antara aparat desa dan pihak kecamatan)
c. Cukup bermanfaat (meningkatkan kebersamaan dan kepercayaan warga dengan aparat desa dan kecamatan)
d. Bermanfaat (meningkatkan kebersamaan antara warga setempat, hubungan dengan aparat desa, dan meningkatkan kepercayaan terhadap pihak kecamatan dan kabupaten)
f. Sangat bermanfaat (meningkatkan kebersamaan antara warga, hubungan dengan aparat desa, dan kepercayaan terhadap pihak kecamatan dan kabupaten, serta meningkatkan akses hubungan dengan masyarakat daerah lain)
1
2
3
4
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
39
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif kuantitatif. Metode dasar deskriptif, memusatkan
pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak pada
data yang dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dalam konteks teori-teori
hasil penelitian terdahulu (Surakhmad, 1994). Penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang melibatkan lima komponen informasi ilmiah yaitu teori,
hipotesis, observasi, generalisasi empiris dan penerimaan atau penolakan
hipotesis. Mengandalkan adanya populasi dan teknik penarikan sample,
kemudian menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan data, selanjutya
mengemukakan variabel penelitian dalam analisis datanya, dan berusaha
menghasilkan kesimpulan secara umum, baik yang berlaku untuk populasi
dan/atau sample yang diteliti (Singgih, 2006 dalam Suyanto dan Sutinah,
2007).
Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik penelitian survei,
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil dari suatu populasi
dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data
(Singarimbun, 1995).
B. Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi dengan metode purposive yaitu secara sengaja dan
yang terpilih adalah Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.
Pertimbangan pengambilan lokasi adalah karena Kecamatan Tengaran
merupakan kecamatan yang menjadi salah satu sasaran Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dengan beberapa desa tertinggal yang ada
didalamnya dan sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
C. Populasi dan Sample
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Kecamatan
Tengaran yang terlibat dalam Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran. Pertimbangan pemilihan daerah sasaran
PPIP antara lain terdapat desa tertinggal, penduduk setempat adalah
masyarakat miskin dan mendekati miskin, serta memiliki sarana
infrastruktur kurang memadai. Daerah yang sesuai dengan pertimbangan
diatas di Kecamatan Tengaran, Kabupaten semarang adalah Desa Duren
dan Desa Regunung, dengan jumlah petani yang tergabung dalam
Kelompok Tani, sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jumlah Anggota Kelompok Tani Desa Duren dan Desa Regunung
No Desa Nama Kelompok Tani Jumlah anggota kelompok tani 1. 2.
Regunung Duren
Madusari Ngudi Boga I Ngudi Boga II Sumber Rejeki Ngesti Makmur Marsudi Tani Dadi Makmur Sinar mulya
40 106 74
135 74 78 34 98
Jumlah 639
Sumber: BPP Kecamatan Tengaran
2. Teknik Sampling
Sample dalam penelitian ini diambil dari populasi petani di
Kecamatan Tengaran sebagai daerah yang menerima Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Petani yang dijadikan sample adalah petani
yang berada di Desa Duren dan Desa Regunung yang tergabung dalam
Kelompok Tani. Penentuan sample tersebut didasarkan atas pertimbangan
Desa Regunung dan Desa Duren adalah desa yang menjadi lokasi PPIP
yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani.
Metode penarikan sample yang dilakukan adalah dengan
menggunakan cara gugus bertahap ganda (multistage cluster random
sampling) yaitu suatu teknik dengan model pengelompokan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bertahap, sehingga dalam setiap kelompok yang terkecil dilakukan
penarikan sampel secara acak sederhana sebanyak proporsionalnya atau
minimal 1 (satu) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap pertama, populasi dibagi menjadi kluster wilayah desa yang
menerima program, yaitu Desa Regunung dan Desa Duren
2. Tahap kedua, mengambil satu sample Kelompok Tani dari seluruh
Kelompok Tani yang ada di Desa Regunung dan Desa duren, yaitu
Kelompok Tani Madusari dan Ngudi Boga I.
3. Jumlah responden yang diambil sebanyak 41 orang, berasal dari 2
Kelompok Tani yang masing-masing terdiri dari ketua, pengurus,
anggota aktif, dan anggota pasif secara proporsional dengan penjabaran
sebagai berikut:
Tabel 3.2 Jumlah Anggota Kelompok Tani dan Sample No Kedudukan Kelompok Tani Madusari Kelompok Tani Ngudi Boga Jumlah
Jumlah anggota Kelompok Tani
Jumlah Sample
Jumlah anggota Kelompok Tani
Jumlah Sample
1. Ketua 1 1 1 1 2 2. Pengurus 6 2 5 2 4 3. Anggota aktif 26 7 70 18 25 4. Anggota pasif 7 2 30 8 10 Jumlah 41
Sumber: BPP Kecamatan Tengaran D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data
primer dan data sekunder dengan berbagai sumber data yang diperoleh
mencakup:
1. Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari responden
dengan melakukan wawancara melalui kuisioner atau daftar pertanyaan
berupa data karakteristik petani dan penilaian petani terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
2. Data sekunder adalah data yang didapat dari instansi atau lembaga yang
terkait dengan penelitian ini, yaitu Kantor Kecamatan Tengaran, Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Instansi lain yang terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Secara lebih detail jenis data yang dibutuhkan baik data pokok maupun
data pendukung dalam penelitian ini dapat dijabarkan beserta kategori jenis
data dan sumber perolehan data yang meliputi, antara lain:
Tabel 3.3 Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan Data Jenis data Sumber data
Pr Sk Kn Kl Data pokok 1. Identitas responden 2. Karakteristik petani
a. Umur b. Pendidikan formal c. Pendidikan non formal d. pendapatan e. Luas usahatani f. Kekosmopolitan
3. Penilaian petani terhadap PPIP a. Perencanaan b. Pelaksanaan c. Evaluasi d. Dampak
Data pendukung
1. Keadaan wilayah 2. Keadaan alam 3. Keadaan pertanian
x
x x x x x x
x x x x
x x x
x x x x x x
x x x
x
x x x x
x x x
Petani
Petani Petani Petani Petani Petani Petani
Petani Petani Petani Petani
Monografi Kecamatan Monografi Kecamatan Monografi Kecamatan
Keterangan : Pr = Primer Kn = Kuantitatif Sk = Sekunder Kl = Kualitatif
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan
menggunakan berbagai teknik sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara dilaksanakan dengan teknik Indepth Interview yaitu
wawancara secara mendalam yang dilakukan terhadap responden secara
individual dengan menggunakan instrumen daftar pertanyaan (kuisioner).
2. Observasi
Observasi yaitu secara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
secara langsung terhadap keadaan di lapang, dengan menggunakan
instrumen panduan pengamatan dan kamera.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen dari lembaga atau instansi yang terkait, dengan
menggunakan instrumen panduan pengambilan data, fotocopy, dan
catatan.
Penjabaran masing-masing teknik, data yang akan dikumpulkan, dan
instrumen yang digunakan, antara lain:
Tabel 3.4 Teknik dan Data yang Dikumpulkan No Teknik Data yang Dikumpulkan Instrumen
1. Wawancara 1. Identitas responden 2. Karakteristik petani
a. Umur b. Pendidikan formal c. Pendidikan non formal d. Pendapatan e. Luas usahatani f. Kekosmopolitan
3. Penilaian petani terhadap PPIP a. Perencanaan b. Pelaksanaan c. Evaluasi d. Dampak
Daftar pertanyaan (kuisioner)
2. Observasi 1. Hasil program 2. Keadaan usahatani masyarakat 3. Pemeliharaan dan pemanfaatan hasil
program
panduan pengamatan dan kamera
3. Dokumentasi 1. Keadaan wilayah 2. Keadaan alam 3. Keadaan pertanian 4. Hasil pembangunan
panduan pengambilan
data, fotocopy, dan
catatan.
F. Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan analisis statistik
deskriptif. Menurut Djarwanto (1996), sesuai data yang tersedia data primer
dianalisis melalui tahap editing, coding dan tabulasi, sedangkan data sekunder
pengolahannya dilakukan secara terpisah. Pengukuran karakteristik petani,
penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
menggunakan median score.
Pengukuran hubungan karakteristik petani dengan penilaian petani
pada Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dilakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
uji korelasi Rank spearman (rs). Menurut Siegel (1997) rumus koefisien
korelasi jenjang Spearman (rs) adalah sebagai berikut:
rs = 1 - NN
din
i
-
å=3
1
26
Dimana:
rs = Koefisien korelasi Rank Sperman
n = Jumlah petani sample
di = selisih atau rangking dari variabel pengamatan
Apabila terdapat peringkat yang sama variabel bebas (x) dan variabel
terikat (y), maka digunakan faktor koreksi t, yaitu dengan rumus:
rs = 22
222
2 YX
diYX
-
-+å å å
Untuk menguji signifikansi rs digunakan uji t-student dengan tingkat
kepercayaan 95 persen, dengan rumus:
Kriteria pengujian hipotesis:
t = rs 21
2
sr
N
--
1. Apabila t hitung ≥ t tabel maka Ho ditolak berarti ada hubungan yang
nyata antara karakteristik petani dengan penilaian petani terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang.
2. Apabila t hitung < t tabel maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan
nyata antara karakteristik petani dengan penilaian petani terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
45
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Letak Geografis dan Batas-Batas Administrasi
Kecamatan Tengaran merupakan salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah yang terletak di kaki gunung
Merbabu berbatasan dengan:
Utara : Kota Salatiga
Timur : Kabupaten Boyolali
Selatan : Kecamatan Suruh dan Susukan
Barat : Kecamatan Getasan dan kecamatan Ampel, Boyolali
Kecamatan Tengaran memiliki luas wilayah 4.589,74 hektar yang
terdiri dari 15 desa didalamnya yaitu: Tengaran, Tegal Rejo, Sruwen,
Sugihan, Duren, Regunung, Cukil, Klero, Butuh, Patemon, Karangduren,
Bener, Tegalwaton, Barukan, dan Nyamat. Luas wilayah yang dimiliki
terbagi atas lahan sawah 852,74 Ha (18,57 %), lahan kering 3.377 Ha
(81,43 %), bertopografi datar dan bergelombang dengan bentuk wilayah
datar dan bergelombang (60 %), bergelombang sampai berbukit (30 %),
berbukit sampai pegunungan (10 %), daerah terendah 590 mdpl dan daerah
tertinggi 830 mdpl. Jenis tanah yang ada meliputi tiga jenis yaitu Latosol
(44 %), Andosol (45 %), dan Grumosol (11 %). Kecamatan Tengaran
beriklim basah. Rata-rata curah hujan mencapai 4.054 mm/tahun dengan
penyebarannya sebanyak 128 hari.
2. Tata Guna Lahan
Lahan yang berada di Kecamatan Tengaran dengan berbagai bentuk
wilayah diantaranya digunakan dan dimanfaatkan untuk sawah, tegal,
pekarangan, dan lain-lain dengan perincian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 4.1 Penggunaan Lahan di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Prosentase (%) 1 2 3 4
Sawah Tegal Pekarangan/bangunan Lain-lain
860,31 1.886,29 1.818,00
140,10
18,69 39,89 38,46
2,96 Jumlah 4728,80 100,00
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tengaran Tahun 2011
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di
Kecamatan Tengaran paling besar digunakan untuk tegal yaitu seluas
1.886,29 Ha (39,89%). Penggunaan lahan pekarangan dan bangunan sebesar
1.818 Ha (38,46%), dan digunakan untuk lahan sawah sebesar 860,31 Ha
(18,19%). Pemanfaatan lahan tegal oleh masyarakat dapat dijadikan usaha
untuk menambah penghasilan masyarakat baik melalui bidang pertanian
maupun peternakan, selain dengan memanfaatkan potensi penggunaan lahan
untuk sawah.
Tabel 4.2 Jenis Pengairan di Kecamatan Tengaran Tahun 2011 No Jenis Pengairan Luas (Ha) Prosentase (%) 1 2 3 4
Irigasi teknis Irigasi ½ teknis Irigasi sederhana Tadah hujan
353,60 192,50 71,00
243,21
41,1 22,38
8,25 28,27
Jumlah 860,31 100,00
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tengaran Tahun 2011
Jenis pengairan untuk lahan sawah berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat
bahwa petani paling banyak melakukan pengairan dengan jenis pengairan
irigasi teknis yaitu seluas 353,6 Ha (41,1%), selanjutnya sawah dengan jenis
pengairan tadah hujan yaitu seluas 243,21 Ha (28,27%). Luas lahan sawah
yang masih menggunakan jenis pengairan dengan irigrasi sederhana adalah
71 Ha (8,25%). Adanya sistem pengairan teknis yang sudah dilakukan pada
sebagian besar lahan sawah di Kecamatan Tengaran dapat membantu
peningkatan produktivitas hasil dari lahan sawah, walaupun sebagian lahan
masih mengandalkan pada jenis pengairan tadah hujan, irigrasi setengah
teknis, dan irigrasi sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
B. Keadaan Penduduk
1. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Keadaan penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Tengaran
tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 12 berikut:
Tabel 4.3 Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Tengaran Tahun 2011
No Kelompok umur (tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0 – 4 5 – 9
10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59
> 60
1.861 3.229 3.747 3.516 2.612 2.523 2.109 2.089 1.713 1.359
766 213
5.532
1.728 2.696 2.151 2.277 2.184 3.391 2.238 2.633 2.001
899 502 210
8.372
3.589 5.995 5.898 5.793 4.796 5.929 4.347 4.722 3.714 2.258 1.268 423
13.904 Jumlah 31.354 31.282 62.636
Sumber: Data Kecamatan dalam Angka Tahun 2009
Keadaan penduduk menurut umur dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya penduduk usia produktif dan penduduk usia non
produktif dalam kurun waktu tertentu di suatu wilayah. Berdasarkan data di
atas dapat diketahui Angka Beban Tanggungan (ABT) yang merupakan
perbandingan antara jumlah penduduk yang tidak produktif dengan jumlah
penduduk produktif dalam 100 jiwa penduduk, yang berarti bahwa setiap
100 jiwa penduduk usia produktif harus menanggung sejumlah penduduk
usia nonproduktif.
Menurut Mantra (2008), usia nonproduktif adalah usia 0 – 14 tahun
dan ≥ 60 tahun sedangkan usia produktif adalah usia 15 – 59 tahun,
sehingga besar Angka Beban Tanggungan di Kecamatan Tengaran dapat
diketahui sebagai berikut :
100Pr
Pr´=
åå
oduktifPenduduk
oduktifnPenduduknoABT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
= 3325029386
x 100
= 88,38 (88)
Berdasarkan analisis perhitungan ABT diatas dapat diketahui bahwa
dari 100 penduduk produktif menanggung 88 penduduk non produtif.
Adanya angka beban tanggungan yang cukup tinggi tersebut, menuntut
penduduk agar mampu memperoleh pendapatan yang lebih guna memenuhi
kebutuhannya sendiri maupun kebutuhan bagi usia non produktif yang
menjadi tanggungan mereka, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan
tambahan lainnya.
2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Tengaran
dapat dilihat dari tabel 11 berikut.
Tabel 4.4 Kedaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Tengaran Tahun 2011
No Jenis kelamin Jumlah penduduk (jiwa)
Prosentase (%)
Rasio jenis kelamin
1 2
Laki-laki Perempuan
31.220 30.009
50,49 49,51
Jumlah 61.829 100,00 100,18
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tengaran Tahun 2011
Kecamatan Tengaran, pada tahun 2011 berdasarkan tabel 4.4
memiliki jumlah penduduk sebesar 61.829 jiwa yang terdiri dari laki-laki
31.220 jiwa (50,49%) dan perempuan 30.009 jiwa (49,51%). Berdasarkan
data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar
daripada jumlah penduduk perempuan, dengan perhitungan sex rationya
(SR) adalah sebagai berikut:
100xperempuanPenduduk
lakilakiPendudukSR
å-å
=
100009.30220.31
x=
=104,03 (104)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap 100
penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki. Perbandingan
tersebut tidak menunjukkan perbedaan jumlah yang tidak terlalu besar,
sehingga dalam melaksanakan kegiatan pembangunan penduduk laki-laki
dan perempuan yang jumlahnya seimbang dapat sama-sama memberikan
kontribusi.
3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan
Tengaran tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 14 berikut.
Tabel 4.5 Kedaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Tengaran Tahun 2011
No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Prosentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
PNS TNI POLRI Pegawai Swasta Pensiunan Pengusaha Buruh Bangunan Buruh Industri Buruh Tani Petani Peternak Lain-lain
952 96 58
3.301 578
1.297 2.501 4.142 6.784 6.836 2.166
28.711
1,66 0,17 0,10 5,75 1,00 2,26 4,36 7,21
11,81 11,90
3,77 50,00
Jumlah 57.422 100,00
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tengaran Tahun 2011
Beranekaragamnya mata pencaharian yang dimiliki penduduk dapat
memberikan gambaran tingkat pendapatan beserta status sosial dalam
masyarakat. Penduduk akan berusaha mendapatkan mata pencaharian yang
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki serta dapat diusahakan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui
bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Tengaran masih bergerak
disektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar 27,49%
terdiri dari petani, buruh tani, maupun peternak yaitu sebesar 6.784 jiwa,
6.836 jiwa, dan 2166 jiwa. Hal tersebut dikarenakan adanya kondisi alam
wilayah Kecamatan Tengaran yang masih mendukung untuk kegiatan
pertanian, dan keterampilan bertani yang dimiliki penduduk secara turun-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
temurun, meskipun sektor-sektor lain sudah mulai berkembang di
Kecamatan Tengaran seperti sektor industri. Kategori lain-lain yang
menduduki prosentase paling besar sebesar 2.871 jiwa (50%) terdiri dari
penduduk yang menjadi penatalaksana rumah tangga (pembantu rumah
tangga), pekerja tidak tetap, penduduk yang sedang mencari pekerjaan, dan
terkena PHK.
4. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan akan memberikan pengaruh yang besar pada
pembangunan dan usaha peningkatan sumber daya manusia yang
merupakan faktor pelancar pembangunan. Keadaan penduduk menurut
pendidikan di Kecamatan Tengaran dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Tengaran Tahun 2011
No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Prosentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8
Tidak Sekolah Play Group Belum Tamat SD Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi Sarjana
16.972 1.438 7.743 9.011
13.448 6.972 4.778 1.027
401
31,89 2,70
14,55 16,93 25,27 13,10
8,98 1,93 0,75
Jumlah 53.214 100,00
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tengaran Tahun 2011
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pendidikan penduduk Kecamatan
Tengaran masih tergolong rendah. Sebagian besar penduduk berada dalam
kategori tidak sekolah sebesar 16.972 jiwa (31,89%) dan tamat SD sebesar
13.448 jiwa (25,27%), sedangkan jumlah penduduk yang mampu
menempuh wajib belajar 9 tahun hanya sebesar 6.972 jiwa (13,10%).
Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Tengaran tergolong rendah
karena kurangnya kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan.
Tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter sumber daya manusia dan
kemajuan suatu wilayah. Orang yang berpendidikan cenderung berpikir
lebih rasional dan umumnya cenderung menerima adanya pembaharuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Seseorang yang memiliki SDM rendah cenderung kurang kooperatif dan
kurang terbuka terhadap perubahan.
C. Kondisi Infrastruktur Jalan di Kecamatan Tengaran
Infrastruktur jalan merupakan sarana penghubung bagi masyarakat yang
sangat penting didalam mendukung kegiatan ekonomi, politik, maupun social
masyarakat. Berikut ini data mengenai panjang jalan yang melalui desa di
Kecamatan Tengaran:
Tabel 4.7 Panjang Jalan yang Melalui Desa di Kecamatan Tengaran No Jalan Panjang (Km) 1 Negara 9 2 Provinsi 7 3 Kabupaten 23 4 Desa 136
Sumber: Kecamatan Tengaran dalam Angka Tahun 2009
Jalan yang melalui Kecamatan Tengaran meliputi jalan negara yang
memiliki panjang 9 km, jalan provinsi 7 km, jalan kabupaten 23 km dan jalan
desa sepanjang 136 km. Jenis bangunan jalan yang ada terdiri jalan aspal
sepanjang 65 km yang merupakan jalan penghubung antara kabupaten dan
provinsi, jalan kecil, berbatu yang merupakan penghubung antar desa sepanjang
33 km, dan jalan tanah yang juga merupakan jalan penghubung anatar desa
memiliki panjang 35 km. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa infrastruktur
jalan di berbagai desa Kecamatan Tengaran memiliki kondisi yang masih sangat
terbatas, sehingga akses masyarakat terhadap sarana transportasi yang dapat
memperlancar kegiatan perekonomian, social, politik, serta pencarian informasi
keluar daerah sering terhambat.
D. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan
penting di Kecamatan Tengaran, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat maupun menambah penghasilan masyarakat. Beberapa hasil
produksi pertanian yang dihasilkan di Kecamatan adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 4.8 Luas Areal Panen dan Produksi Padi dan Palawija di Kecamatan Tengaran Tahun 2011
No. Jenis komoditas Luas Tanam
(Ha) Luas Panen
(ton) Produktivitas
(Kw/Ha) Produksi
(Ton)
1 Tanaman Pangan
Padi sawah 1.405 1.245 56,3 5.325,98
Jagung 1.189 1.031 50,5 4.423,80
2 Umbi-umbian
Ubi Kayu 204 1.29 150,6 8.222,60
Ubi Jalar 17 4 65,0 110,50
3 Sayur
Lombok 29 29 26,0 46,80
Terong 8 8 98,0 78,40
Kubis 46 46 105,0 147,00
4 Buah
Salak
82.175 rumpun/
meter 24.645 6 kg/
rumpun/meter
147,87
5 Perkebunan
Kelapa 547,2 334,8 905kg/Ha 542,0
Kelapa Deres 335,0 335,0 56 224,0
Kopi Arabica 58,6 16,7 160kg/Ha 2,6
Kopi Robusta 80,9 65,1 240kg/Ha 15,6
cengkeh 25,1 178,5 40 kg/Ha 7,1
6 Tanaman obat
Jahe 71,0 71,0 5,5ton/Ha 390,5
Kunyit 189,0 189,0 9 ton/Ha 170,1
Sumber : Kecamatan Tengaran dalam Angka tahun 2011
Jenis komoditas pertanian yang diusahakan di Kecamatan Tengaran
meliputi: tanaman pangan, umbi-umbian, sayur, buah, perkebunan dan tanaman
obat. Padi sawah dan jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang
diusahakan dan menjadi andalan di Kecamatan Tengaran untuk memenuhi
kebutuhan pokok dengan produktivitas masing-masing sebesar 56,3 kw/Ha,
sedangkan tanaman dan 50,5 kw/Ha. Ubi kayu memiliki produktivitas tertinggi
untuk komoditas umbi-umbian sebesar 150,6 kw/Ha yang dapat membantu
perekonomian masyarakat, untuk tanaman buah yang banyak dihasilkan adalah
buah salak, sedangkan untuk tanamanan sayuran kubis paling banyak
dihasilkan dengan produktivitas sebesar 105 kw/Ha. Kelapa deres juga paling
banyak dihasilkan diantara jenis tanaman perkebunan lain yang ada dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
produktivitas sebesar 56 Kw/Ha. Jahe dan kunyit merupakan tanaman obat
utama yang dibudidayakan dan banyak diolah penduduk di Kecamatan
Tengaran sebagai bahan obat maupun serbuk minuman yang dapat
meningkatkan perekonomian petani di Kecamatan Tengaran dengan
produktivitas masing-masing sebesar 5,5 ton/Ha, dan 9 ton/Ha.
E. Keadaan Lembaga Penyuluhan Pertanian
Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di tingkat Kecamatan Tengaran
adalah BPP yang berfungsi sebagai lembaga penyuluhan, pelatihan, pengujian
untuk pemberdayaan SDM Pertanian. Kelembagaan penyuluhan ditingkat desa
terbagi dalam wilayah kelompok tani (wilkel) sejumlah 57 kelompok tani,
selain itu terdapat juga lembaga lain yang terkait dengan kegiatan penyuluhan
pertanian antara lain: 1 Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit desa, 1 Koperasi Unit
Desa (KUD), 3 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 1 Bank Kredit Kecamatan
(BKK), 4 Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), 4 pasar umum, 1 pasar hewan, 1
pasar sayur, 11 kios SAPRODI. Berbagai sarana yang tersedia tersebut baik
lembaga penyuluh maupun lembaga perekonomian sangat membantu
masyarakat dalam memperoleh penyuluhan, pelatihan, informasi pembangunan,
maupun inovasi serta memperlancar kegiatan perekonomian masyarakat.
Tenaga penyuluh pertanian juga tersedia di Kecamatan Tengaran
sejumlah 15 orang terdiri dari 8 PNS, 6 penyuluh THL TB PP dan 1 PHP
dengan bekal pengetahuan pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peternakan dan perikanan. Tenaga penyuluh pertanian tersebut sangat
membantu petani menyampaikan informasi dan pengembangan usahatani
penduduk di berbagai desa, dimana sektor pertanian masih sangat memegang
peranan penting di Kecamatan Tengaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyelenggaraan Program peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
1. Struktur Organisasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) merupakan
program yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa melalui perbaikan akses masyarakat miskin terhadap
pelayanan infrastruktur dasar pedesaan. Salah satu daerah di Provinsi Jawa
Tengah Kabupaten Semarang yang mendapatkan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) adalah kecamatan Tengaran, dengan dipilih
dua desa didalamnya sebagai lokasi pembangunan yaitu Desa Duren dan
Desa Regunung. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan hasil musyawarah
dan skala prioritas kebutuhan penduduk miskin, dan dengan Infrastruktur
yang dipilih berupa jalan desa sekaligus sebagai jalan usahatani.
Penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
didukung dengan struktur organisasi penyelenggara yang menggambarkan
pola penanganan program secara menyeluruh dari tingkat pusat sampai
dengan tingkat masyarakat dengan melibatkan komponen-komponen
pelaksana dan institusi terkait lainnya.
a. Tingkat Kabupaten
1) Pemerintah Kabupaten
Pemerintah Kabupaten Semarang dalam hal ini Bupati, sebagai
penanggung jawab pelaksanaan program di kabupaten. Tugas dari
pemerintah kabupaten adalah Mengkoordinasikan penyelenggaraan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di wilayah
kerjanya, dan membentuk Tim Pengarah Kabupaten, DPIU dan
Tim Kecamatan.
2) Tim Pengarah Kabupaten (TPK)
Tim Pengarah Kabupaten Semarang terdiri dari Ketua Bappeda
Kabupaten sebagai Ketua Tim, Kepala Dinas Bidang Pekerjaan
Umum/Kimpraswil sebagai sekretaris, dan sebagai anggota adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Instansi Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Dinas/Instansi terkait
serta masyarakat dan stakeholders lainnya seperti universitas
(jumlah keanggotaannya mininum 25 persen).
3) District Project Implementation Unit (DPIU)
DPIU dibentuk di tingkat kabupaten dalam lingkungan Dinas
Pekerjaan Umum dan DPIU.
4) Satuan Kerja Tingkat Kabupaten
Satuan Kerja Tingkat Kabupaten Semarang adalah pejabat
pengelola anggaran, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
yang ditunjuk dan diangkat oleh Menteri PU atas usulan Bupati,
dan diberi kewenangan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah ditetapkan
dalam DIPA.
b. Tingkat Kecamatan
Tim Kecamatan dibentuk berdasarkan/disahkan oleh Bupati, bertugas
sebagai Pembina program di wilayah kerja kecamatan. Tim Kecamatan
Tengaran terdiri dari unsur-unsur pemberdayaan masyarakat dan aparat
kabupaten Semarang yang bertugas di kecamatan.
c. Tingkat Desa
1) Organisasi Masyarakat Setempat (OMS)/Kelompok Masyarakat
(Pokmas)/Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)
OMS/Pokmas/LKD ditetapkan/dibentuk melalui Musyawarah Desa
I yang difasilitasi oleh Satker Tingkat Kabupaten. Disyaratkan tiap
desa dibentuk 1(satu) OMS/Pokmas/LKD dan disahkan oleh
Kepala Desa dan diketahui oleh Camat.
2) Kader Desa (KD)
KD berasal dari masyarakat setempat yang mampu mendorong
masyarakat untuk melaksanakan kegiatan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan sesuai dengan kriteria dan prinsip-prinsip
yang telah ditetapkan. Di masing-masing lokasi desa sasaran akan
ditunjuk 1 tenaga Kader Desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
3) Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP)
KPP adalah organisasi warga masyarakat yang terdiri dari unsur
pemerintahan desa (selain Kepala Desa), perwakilan masyarakat
desa yang berkepentingan selaku pengguna/pemanfaat infrastruktur
serta perwakilan masyarakat awam setempat.
4) Konsultan Pendamping
Pengendalian dan pengawasan pelaksanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan didukung oleh konsultan yang memberi
bantuan teknis dan fasilitasi yang ditempatkan di tingkat Pusat,
Propinsi dan Kabupaten.
Berikut ini susunan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS):
a) Desa Duren
Penanggung Jawab : Wahyudi
Ketua : Sukandar
Sekretaris : Komarul Hadi
Bendahara : Siti Faisaturrahman
Kader Desa : Pitoyo
Kader Teknis : Supriyadi
Anggota : Chariri, Adib Susilo, Iskandar, Syaifudin,
Sucipto
b) Desa Regunung
Ketua : Drs. Suwarno
Sekretaris : Adib Fikri
Bendahara : H. Slamet Harun, Sutiman
Pelaksana : Ibnu Umar
2. Mekanisme Penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP)
a. Kriteria dan mekanisme pemilihan dan penetapan kabupaten dan desa
sasaran adalah sebagai berikut:
1) Kabupaten sasaran mengacu pada kriteria kabupaten tertinggal yang
telah ditetapkan oleh Kementerian PDT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
2) Desa sasaran merupakan desa tertinggal yang diusulkan oleh
Gubernur dan Bupati, dan mengacu pada kriteria desa tertinggal
yang telah ditetapkan oleh Kementerian PDT.
3) Desa sasaran merupakan desa tertinggal yang belum mendapatkan
bantuan dana pembangunan infastruktur pedesaan dari program
sejenis selama 2 tahun terakhir.
Salah satu daerah di Kabupaten yang ditetapkan menerima PPIP
adalah Kecamatan Tengaran tepatnya di Desa Duren dan Regunung.
Pertimbangan pemilihan dua desa tersebut adalah Desa Duren dan
Regunung merupakan desa tertinggal yang ada di Kecamatan Tengaran
yang masih memiliki sarana infrastruktur pedesaan terbatas, serta
terdapat masyarakat miskin didalamnya.
b. Pemilihan jenis Infrastruktur di lokasi sasaran dilakukan dengan
memperhatikan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1) Infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, berupa jalan dan
jembatan pedesaan
2) Infrastruktur yang mendukung produksi pangan, berupa irigasi
pedesaan
3) Infrastruktur untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat
pedesaan, berupa penyediaan air minum dan sanitasi pedesaan.
Infrastruktur yang dipilih di Desa Duren berupa jalan desa
utama sepanjang 1059 m dengan lebar 2,5 m, gorong-gorong 0,8 m x 4
m, talut dengan panjang 192 m dan tinggi 1,5 m, serta macadam 2,5 m
x 796 m yang mendukung aksesibilitas masyarakat dalam kegiatan
perekonomian, terutama bagi para petani yang mengangkut hasil
pertanian ke luar desa, membuka jalan isolasi yang menghubungkan
antara Desa Duren Kecamatan Tengaran dengan Desa Gondang
Kecamatan Ampel untuk mendukung kegiatan sosial, serta
mempermudah dalam memperoleh akses kesehatan ke puskesmas yang
terletak di luar daerah. Desa Regunung juga memilih infrastruktur yang
dibangun berupa jalan desa sepanjang 2100 m dan talut kanan kiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
seluas 1000 m2 , karena dirasa merupakan infrastruktur yang paling
mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat dan petani sekitar.
c. Mekanisme pencairan dana dalam DIPA Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan dirinci sebagai berikut:
1) Penerima Dana Bantuan Sosial Infrastrukturn Pedesaaan (DBS)
untuk rehabilitasi dan peningkatan infrastruktur dan sarana adalah
masyarakat desa melalui Organisasi Masyarakat Setempat (OMS)
dengan penanggung jawab Ketua OMS yang bersangkutan yang
disalurkan ke rekening masing-masing OMS, baik OMS Desa Duren
maupun Desa Regunung.
2) Secara khusus ketua OMS dan bendahara diwajibkan membuka
rekening bantuan di Bank Umum atas nama Rekening OMS Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dan memberitahukan
nomor rekeningnya kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Satuan kerja Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Kabupaten.
3) Penyaluran dana masyarakat dilakukan dalam 3 tahap, tahap I
sebesar 40 % (100 juta rupiah) setelah Rencana Kegiatan Masyarakat
(RKM) disetujui, tahap II sebesar 40% (100 juta rupiah) dari dana
masyarakat pada saat pencapaian pekerjaan fisik mencapai minimal
36%, dan tahap III sebesar 50 juta.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Persiapan
Kegiatan persiapan program merupakan bagian dalam tahap
pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP),
meliputi: Pembentukan tim koordinasi dan tim pengarah, Penyusunan
pedoman dan program, Pengadaan konsultan pendamping, Penetapan
lokasi dan anggaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
b. Sosialisasi
Sosialisasi kegiatan dilaksanakan untuk menyebarluaskan konsep dan
menyatukan persepsi dalam pelaksanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan. Sosialisasi dilaksanakan secara berjenjang dari
tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten. Kegiatan sosialisai tingkat desa
dilaksanakan satu kali di Desa Duren dan Regunung pada tanggal 28
Mei 2008 dengan dihadiri fasilitator, tenaga ahli, kepala desa,
perangkat desa, tokoh masyarakat, beserta perwakilan dari masyarakat
miskin setempat.
c. Perencanaan
Perencanaan dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat dengan
difasilitasi oleh konsultan pendamping kegiatan. Pada tahap ini
pemerintah berperan sebagai pendorong (enabler) dari seluruh
kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Secara garis besar
tahapan pelaksanaan kegiatan di tingkat desa adalah sebagai berikut:
1) Musyawarah Desa I yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2008
dengan pembentukan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS),
serta pembahasan usulan program dan penggalian dana swadaya.
2) Identifikasi Permasalahan, dilakukan dengan pembuatan skala
prioritas kebutuhan infrastruktur yang paling mendesak baik dari
sisi ekonomi, sosial, maupun kelembagaan di Desa Duren dan
Regunung.
3) Musyawarah Desa II, dilaksanakan pada tanggal 16 Juni 2008
dengan pembahasan penetapan urutan usulan kegiatan di lapang.
4) Pembuatan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM), Rencana Teknis
dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
d. Pelaksanaan Fisik
Tahapan pelaksanaan fisik dimulai dengan melaksanakan Musyawarah
Desa III, dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2008 dengan
pembahasan mengenai mekanisme rencana pembangunan,
pembentukan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP), serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
rencana operasi dan pemeliharaan, Penandatanganan Kontrak Kerja,
dan Pelaksanaan Fisik Infrastruktur. Pelaksanaan fisik selama 3 bulam
mencakup proses pelaksanaan konstruksi yang meliputi penyiapan
lokasi, pengadaan material, pelaksanaan konstruksi, pengadaan alat,
pengendalian tenaga kerja, pengendalian waktu pelaksanaan serta
pengendalian pengeluaran dana oleh pelaksana. Tenaga kerja dalam
pelaksanaan program ini diambil dari masyarakat miskin daerah
setempat yang dipilih dari masing-masing RT berdasarkan keadaan
ekonomi (memiliki ekonomi lemah dan kemampuan mencukupi
kebutuhan rendah), petani yang memiliki luas lahan < 2500 m2 dengan
pergiliran setiap satu minggu sekali. Dalam pelaksanaan fisik
dilakukan pula kegiatan swadaya masyarakat secara keseluruhan yang
dilakukan melalui kegiatan pengadaan material (batu kali) dari sungai
yang ada di desa tersebut, persiapan badan jalan, perataan sisi jalan
yang masih berupa tebing. Kegiatan supervisi terdiri atas pemantauan
kegiatan dan pelaporan pertanggungjawaban kegiatan, setelah
pelaksanaan fisik infrastruktur selesai dilakukan penyelesaian kegiatan
(finalisasi) dan serah terima hasil infrastruktur.
4. Pengendalian
Pengendalian merupakan serangkaian tindakan untuk menjamin
kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan dengan peraturan/ketentuan yang
berlaku agar dapat dicapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien.
Pengendalian diperlukan agar proses pelaksanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan sesuai dengan prinsip, pendekatan dan mekanisme
yang telah ditetapkan.
Ruang lingkup pengendalian program dilakukan mulai dari tahap
persiapan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Pemantauan Internal,
dilakukan oleh seluruh unit pelaksana program pelaku di dalam sistem
(Aparat Pemerintah/Struktural, Konsultan/Fungsional, serta masyarakat
desa sasaran). Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pemantauan eksternal dilakukan oleh pelaku di luar unit pelaksana
kegiatan seperti LSM, Perguruan Tinggi, Ormas, Media Massa, dll.
5. Pemeliharaan
Operasi dan pemeliharaan adalah upaya pemanfaatan dan
pemeliharaan prasarana dan sarana secara optimal oleh masyarakat,
pengguna prasarana dan sarana dengan pembinaan pemerintah daerah
secara berkesinambungan. Kegiatan pemeliharaan dalam Program
Peningkatan dan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) ini, menjadi tanggung
jawab Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) yang dibentuk melalui
Musyawarah Desa. Rencana kegiatan pengawasan dan pemeliharaan yang
dilaksanakan di Desa Regunung mencakup perawatan jalan dengan kerja
bakti, pengadaan iuran sebesar Rp 1.000,00 setiap bulan, dan penarikan
retribusi kendaraan roda empat yang masuk sebesar Rp 2.000,00 untuk
penambahan dan swadaya masyarakat yang dapat digunakan untuk
perawatan dan pemeliharaan jalan bersama, akan tetapi realisasinya belum
dapat dilaksanakan secara maksimal, begitu pula di Desa Duren
pemeliharaan hanya dilakukan berdasarkan kesadaran masyarakat yang
ingin memberikan sumbangan bantuan untuk perbaiakan jalan.
B. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Desa Duren dan Regunung
Petani dalam menanggapi suatu ide atau informasi yang baru berbeda-
beda menurut ciri-ciri kepribadian yang dimiliki dari masing-masing individu
(Bakuwita (1985) dalam Faridha (2005)). Faktor-faktor personal oleh
Rakhmad (1998) digambarkan sebagai faktor sosiopsikologis antara lain yaitu
karakteristik sosial ekonomi, begitu pula tanggapan dan pemahaman petani
masyarakat miskin desa tertinggal terhadap suatu program pembangunan baru
yang diterima. Pengambilan keputusan baik buruknya terhadap suatu program
baru dapat dipengaruhi karakteristik sosial ekonomi dari masing-masing
individu yang meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal,
pendapatan, luas usahatani, dan kekosmopolitan. Agar distribusi dari
karakteristik sosial ekonomi petani yang mempengaruhi penilaian petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
terhadap Program Peningkatan dan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dapat
dikategorikan, maka digunakan median score untuk mengukur kategori, yaitu
dengan menentukan nilai tengah dari data yang sudah diurutkan.
1. Umur
Umur merupakan usia petani responden pada saat penelitian
dilakukan yang dinyatakan dalam tahun.
Tabel 5.1 Usia Petani Responden Saat Penelitian Dilakukan No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Median
1 > 50 tahun 1 15 36,6 2 41- 50 Tahun 2 18 43,9 3 36- 40Tahun 3 5 12,2 2 4 31 - 35 Tahun 4 2 4,9 5 20 - 30Tahun 5 1 2,4
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer 2011.
Berdasarkan tabel 5.1, umur petani tergolong dalam kategori 40- 50
tahun yaitu sebesar 43,9%. Menurut Hernanto (1984), umur petani akan
mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal baru dalam
menjalankan usahataninya. Lion Berger dalam Mardikanto (2007),
memberikan penjelasan semakin tua (diatas 50 tahun) biasanya semakin
lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.
Kartasapoetra (1991), menjelaskan pula bahwa petani yang berusia lanjut
yaitu berumur 50 tahun keatas biasanya fanatik, cenderung bersikap apatis
terhadap adanya teknologi baru.
Berdasarkan teori tersebut, usia petani akan mempengaruhi cara
berfikir, cara kerja, dan cara hidup petani dalam menanggapi sesuatu hal
yang baru serta dalam mengambil keputusan terkait dengan adanya
inovasi. Semakin tua usia petani, semakin lamban dan apatis didalam
menerima dan menilai suatu program yang baru dikenalkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
2. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan terakhir yang dicapai
petani responden di bangku sekolah atau lembaga pendidikan formal,
berdasarkan ijazah terakhir yang dimiliki.
Tabel 5.2 Tingkat Pendidikan Formal Petani No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Median
1 Tidak Tamat SD 1 1 2,4 2 Tamat SD 2 21 51,2 3 Tamat SLTP 3 7 17,1 2 4 Tamat SLTA 4 10 24,4 5 Tamat D3, S1 5 2 4,9
Jumlah 23 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Tabel diatas memberikan gambaran bahwa pendidikan formal petani
tergolong dalam kategori rendah tamat SD yaitu sebesar 51,2%. Menurut
Hanafi 1987 ciri-ciri sosial ekonomi anggota sistem yang lebih inovatif,
yaitu mampu menerima dan menanggapi hal-hal yang baru) salah satunya
adalah lebih berpendidikan, termasuk lebih menguasai kemampuan baca
tulis. Menurut Soekartawi (1988), mereka yang berpendidikan tinggi
adalah relatif lebih cepat dalam menerima hal baru, begitu pula sebaliknya
mereka yang berpendidikan rendah akan lebih lambat menerima hal baru.
Berdasarkan teori tersebut, maka tingkat pendidikan formal petani
yang sebagian besar tergolong rendah akan mempengaruhi pola pikirnya
dalam menerima hal baru, meskipun ditujukan untuk peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakat, termasuk dalam kegiatan pembangunan.
Pola pikir yang dimilki petani tersebut akan berpengaruh terhadap
pandangan serta pengambilan keputusan baik buruknya penyelenggaraan
program yang akan dilaksanakan di daerah yang ditempati. Seseorang
yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki
penilaian yang lebih baik terhadap program untuk pembaharuan
dibandingkan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
3. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang diperoleh petani
di luar bangku sekolah atau pendidikan formal, dapat berupa keikutsertaan
dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan. Kegiatan penyuluhan berupa
kegiatan pembelajaran atau penyampaian materi berupa budidaya tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan yang disampaikan penyuluh pertanian
melalui metode ceramah, diskusi, kunjungan secara rutin sebulan sekali,
sedangkan pelatihan berupa kegiatan pembekalan keterampilan bagi petani
berupa sekolah lapang, training budidaya tanaman hortikultura, training
pascapanen, dan seminar di kecamatan atau lain daerah.
Tabel 5.3 Keaktifan Petani Mengikuti Kegiatan Penyuluhan dan Pelatihan No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Median
1 Sangat rendah 1,00 11 26,8 2 Antara sangat rendah
dan Rendah 1,50 6 14,6
3 Rendah 2,00 5 12,2 2 4 Antara rendah dan
sedang 2,50 5 12,2
5 Sedang 3,00 9 22,0 6 Antara sedang dan
tinggi 3,50 1 2,4
7 Tinggi 4,00 1 2,4 8 Antara tinggi dan
sangat tinggi 4,50 1 2,4
9 Sangat tinggi 5,00 2 4,9 Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel diatas, keaktifan petani dalam mengikuti kegiatan
penyuluhan dan pelatihan tergolong rendah yaitu sebesar 12,2%. Hal ini
dikarenakan masih kurangnya kesadaran dan kemauan petani menambah
informasi baru terkait peningkatan kegiatan usahatani melalui penyuluhan,
serta berbagai alasan kesibukan dari beberapa petani, meskipun kegiatan
penyuluhan sudah dilakukan secara rutin oleh petugas penyuluhan di
masing-masing desa selama satu bulan sekali. Kegiatan pelatihan hanya
diikuti beberapa petani saja yang berkeinginan untuk menambah
keterampilan dan kemampuan dalam bidang pertanian melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
keikutsertaan dalam seminar di kecamatan, pelatihan pembuatan serbuk
minuman dari tanaman jahe dan kunyit, serta pemeliharaan domba.
Keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan dan pelatihan akan
menentukan pemahaman dan pengambilan keputusan petani terhadap hal
baru yang dapat mendukung kegiatan usahataninya. Semakin aktif petani
dalam mengikuti penyuluhan, maka akan semakin baik tingkat
pemahaman dan kemampuan mengambil keputusan atau menilai program
baru yang dapat mendukung peningkatan kesejahteraan hidupnya. Hal
karena menurut Mardikanto (1993) pendidikan non formal merupakan
pendidikan terorganisir diluar sistem pendidikan sekolah dengan isi
pendidikan yang terprogram
4. Pendapatan
Pendapatan adalah seluruh penghasilan dari kegiatan usahatani dan
nonusahatani yang menyatatakan kecukupan memenuhi kebutuhan
keluarga.
Tabel 5.4 Tingkat Pendapatan Petani No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Median
1 Selalu kekurangan 1 4 9,8 2 Kadang-kadang kekurangan 2 22 53,7 3 Pas-pasan 3 9 22,0 2 4 Cukup, kadang menabung 4 5 12,2 5 Cukup, selalu menabung 5 1 2,4
Jumlah 41
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.4, tingkat pendapatan petani tergolong dalam
kategori kadang-kadang kekurangan yaitu sebesar 53,7%. Hal ini
dikarenakan sebagian besar petani hanya menggantungkan kemampuan
mencukupi kebutuhan hidup pada hasil pertanian sawah, padahal
seringkali produktivitas panen disawah mengalami penurunan karena
pengaruh musim serta hama, sehingga terkadang mengalami kekurangan
dan karena Menurut Hernanto (1984) secara umum pendapatan petani
memang rendah. Jumlah pendapatan sebagian besar petani dalam satu
bulan antara Rp 300.000,00 sampai dengan Rp 500.000,00, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menunjukkan sebagian besar petani masih tergolong miskin karena
bedasarkan berita yang dimuat oleh Sekretariat Pokja Pengendali
Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat - PNPM
Mandiri standar kemiskinan yang ditetapkan bank dunia yakni memiliki
pendapatan 2 USD atau sekitar Rp 20 ribu perhari.
Menurut Soekartawi (1988), petani dengan tingkat pendapatan
tinggi juga ada hubungannya dengan penggunaan suatu inovasi. Petani
dengan tingkat pendapatan tinggi akan lebih mudah melakukan sesuatu
yang diinginkan, sehingga akan lebih cepat mengadopsi inovasi, dan
kemampuan untuk melakukan percobaan perubahan. Berdasarkan teori
tersebut maka petani dengan pendapatan rendah akan lebih sulit
memahami dengan baik dan melakukan penilaian terhadap program
pembangunan baru untuk perubahan
5. Luas Usahatani
Luas usahatani merupakan luas lahan yang diusahakan petani untuk
kegiatan usahatani, termasuk milik sendiri, sewa, dan menyakap.
Tabel 5.5 Luas Usahatani Petani No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Median
1 Sangat sempit ( < 0,25 Ha ) 1 23 56,1 2 Sempit ( 0,25-0,50 Ha) 2 11 26,8 3 Sedang ( > 0,50-0,75 Ha ) 3 2 4,9 1 4 Luas ( > 0,75-1 Ha ) 4 4 9,8 5 Sangat luas ( > 1 Ha ) 5 1 2,4
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.5, luas usahatani petani tergolong sangat sempit
yaitu sebesar 56,1%. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani maupun
buruh tani yang ada masih tergolong miskin hanya memiliki lahan
usahatani < 0,25 Ha. Menurut Mubyarto (1979), hasil bruto produksi
pertanian dihitung dengan mengalikan luas lahan tanah dan hasil persatuan
luas. Semakin luas tanah garapan, hasil produksi pertanian pun semakin
tinggi. Penguasaan lahan akan mempengaruhi petani dalam pengelolaan
dan mengoptimalkan produktivitas usahatani dengan lahan yang tersedia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
sehingga akan mempengaruhi cara berfikir atau kemampuan menilai
terhadap hal baru yang berkaitan untuk mendukung peningkatkan
usahataninya.
6. Kekosmopolitan
Kekosmopolitan merupakan tingkat hubungannya dengan dunia
luar diluar sistem sosialnya, melalui perjalanan keluar kabupaten untuk
mencari informasi maupun kemampuan untuk mengakses media massa.
Perjalanan keluar untuk mencari informasi dapat berupa informasi
usahatani maupun pembangunan, sedang akses media massa dapat
meliputi media televisi, radio, majalah pertanian, serta tabloid dan koran.
Tabel 5.6. Tingkat Kekosmopolitan Petani No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Median
1 Sangat rendah 1.00 16 39.0 2 Antara sangat rendah dan
rendah 1.50 7 12.2
3 Rendah 2.00 11 17,1 1.50 4 Antara rendah dan sedang 2.50 5 26.8 5 Sedang 3.00 1 12.2 6 Tinggi 4.00 1 2.4
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.6, tingkat kekosmopolitan petani tergolong
antara sangat rendah dan rendah yaitu sebesar 12,2 %. Hal ini dikarenakan
petani jarang melakukan perjalanan keluar untuk mencari informasi
terkait pembangunan maupun kegiatan usahatani, hanya mengandalkan
informasi dari dalam sistem sosial seperti perangkat desa maupun ketua
kelompok tani, serta sebagian besar hanya bisa mengakses media televisi
sedangkan untuk media lain belum mampu digunakan dan sulit untuk
diakses.
Perolehan informasi tentang pertanian maupun kegiatan
pembangunan sangat penting karena dapat mempengaruhi pola pikir
petani yang nantinya dapat berpengaruh terhadap pemahaman dan
pengambilan keputusan terhadap suatu program baru yang dilaksanakan
di desa mereka dalam menilai suatu inovasi. Menurut Lionberger dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Mardikanto (1996), golongan masyarakat yang aktif mencari informasi
dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibanding orang-orang yang
pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang
baru. Golongan yang inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam
sumber informasi. Berdasarkan teori tersebut, maka petani yang aktif
mencari informasi tentang program pembangunan desa dan pertanian
akan semakin inovatif. Dengan kata lain, semakin sering frekuensi petani
memperoleh informasi, akan semakin bertambah wawasannya, sehingga
akan lebih baik dalam memahami dan memberikan penilain.
C. Penilaian Petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP)
Program merupakan sederetan kegiatan yang akan dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (Arikunto, 2005). Pencapain tujuan tersebut
diukur dengan cara dan alat tertentu. Kegiatan yang bertujuan untuk
mengukur keberhasilan tersebut dikenal dengan evaluasi (penilaian) program.
Penilaian terhadap program dapat didasarkan atas jasa, nilai, atau manfaat
dari program. Penilaian juga dilakukan untuk mengetahui efektivitas suatu
program, dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan
keterlaksanaan program tersebut.
Petani yang terlibat dalam program akan memberikan penilaian
terhadap program sesuai dengan apa yang memenuhi kebutuhannya. Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) akan diterima sasaran secara
efektif apabila terdapat kesesuaian antara keinginan petani dengan
penyelenggaraan program terkait perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta
hasil dan manfaat dari program. Agar distribusi dari penilaian petani terhadap
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dapat dikategorikan
menjadi sangat baik, baik, cukup baik, buruk, dan sangat buruk, maka
digunakan median score untuk mengukur kategori, yaitu dengan menentukan
nilai tengah dari data yang sudah diurutkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 5.7. Penilaian Petani Terhadap Penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
No Kategori Skor Jumlah (orang)
Persentase (%) Median
1 Sangat buruk 1 1 2,4 2 Buruk 2 3 7,3 3 Cukup baik 3 2 4,9 5 4 Baik 4 9 22,0 5 Antara baik dan sangat baik 4 1 2,4 6 Sangat baik 5 25 61,0
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, penilaian petani terhadap
penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
tergolong sangat baik yaitu sebesar 61%. Penilaian sangat baik ini
dikarenakan program pembangunan yang dilaksanakan menurut sebagian
besar petani sangat sesuai dengan kebutuhan yang mereka rasakan, lokasi
pembangunan juga sangat tepat, infrastruktur yang dibangun sangat
mempermudah akses petani dalam kegiatan sosial dan ekonomi, sehingga
petani merasa program pembangunan tersebut dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar. Penjabaran penilaian petani terhadap
penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa
Duren dan Regunung dapat dapat dilihat dalam berbagai tahapan serta hasil
dan manfaat yang petani rasakan.
1. Penilaian Petani terhadap Perencanaan
Penilaian petani terhadap perencanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) merupakan pemahaman dan pengambilan
keputusan baik buruknya persiapan yang dilakukan sebelum dilaksanakan
pembangunan teknis. Indikator yang digunakan untuk mengukur penilaian
petani terhadap perencanaan program meliputi berapa dan siapa saja pihak
yang terlibat dalam kegiatan perencanaan, bagaimana proses perencanaan
yang dilaksanakan, dan apa hasil yang dapat diperoleh dari kegiatan
perencanaan program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 5.8. Penilaian Petani terhadap Perencanaan Program No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase (%) Median
1 Sangat buruk 1 2 4,9 2 Buruk 2 2 4,9 3 Cukup baik 3 2 4,9 5 4 Baik 4 8 19,5 5 Sangat baik 5 27 65,9
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, penilaian petani terhadap perencanaan
program tergolong dalam kategori sangat baik sebesar 65,9%. Penilaian
sangat baik ini dikarenakan menurut sebagian besar petani dalam kegiatan
perencanaan semua pihak baik dari konsultan dari tingkat kabupaten,
aparat kecamatan, aparat desa, tokoh masyarakat, dan perwakilan
masyarakat miskin ikut terlibat dalam kegiatan sosialisasi maupun
musyawarah desa dan kegiatan evaluasi yang diselenggarakan.
Pembentukan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) disesuaikan dengan
persetujuan masyarakat melalui perwakilan masyarakat miskin, dalam
kegiatan perencanaan telah dibahas persiapan masyarakat, beserta desain
pembangunan baik lokasi, jenis infrastruktur berdasarkan skala prioritas
kebutuhan yang dipilih masyarakat.
2. Penilaian Petani terhadap Pelaksanaan
Pemahaman dan pengambilan keputusan petani terhadap
keberlangsungan pembangunan secara teknis merupakan penilaian petani
terhadap pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Penilaian tersebut didasarkan pada penilaian terhadap efisiensi kegiatan
pembangunan, kegiatan pemantauan dan pendampingan yang dilakukan,
serta pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan.
Tabel 5.9 Penilaian Petani terhadap Pelaksanaan Program No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase (%) Median
1 Sangat buruk 1 3 7,3 2 Buruk 2 4 9,8 3 Cukup baik 3 0 0,0 5 4 Baik 4 13 31,7 5 Sangat baik 5 21 51,2
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel diatas menunjukkan bahwa penilaian petani terhadap
pelaksanaan program tergolong dalam kategori sangat baik yaitu sebesar
51,2%. Penilaian tersebut didapatkan dari pengambilan keputusan petani
yang sebagian besar menyatakan pelaksanaan kegiatan pembangunan
sudah efektif baik dari segi waktu yang sesuai dengan perencanaan, biaya
sesuai anggaran, pekerja dioptimalkan dari masyarakat miskin setempat,
akan tetapi waktu program sangat singkat sehingga terkesan terburu-buru.
Kegiatan pendampingan juga dilaksanakan oleh pihak konsultan maupun
fasilitator dari awal sampai dengan akhir apabila dibutuhkan dan diminta
oleh masyarakat, selain itu masyarakat dapat terjun langsung mengetahui
perkembangan kegiatan pembangunan, desain pekerjaan, alokasi bahan,
waktu, dan anggaran pembangunan melalui kegitan pelaporan dari OMS.
3. Penilaian Petani terhadap Evaluasi
Penilaian petani terhadap evaluasi Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) adalah pemahamanan pengambilan
keputusan petani terhadap koreksi pelaksanaan program. Penilaian tersebut
dapat diukur dari berbagai indikator yaitu: frekuensi kegiatan evaluasi,
proses kegiatan evaluasi, beserta manfaat dari kegiatan evaluasi yang
dilaksanakan.
Tabel 5.10 Penilaian Petani terhadap Evaluasi Program No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase (%) Median
1 Sangat buruk 1 4 9,8 2 Buruk 0 0 0,0 3 Cukup baik 3 2 4,9 5 4 Baik 4 10 24,4 5 Sangat baik 5 25 61,0
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.10 di atas, penilaian petani terhadap evaluasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) juga tergolong dalam
kategori sangat baik yaitu sebesar 61%. Hal tersebut disebabkan karena
dalam penyelenggaraan program menurut sebagian besar petani sering
diadakan rembug desa beserta evaluasi kegiatan diawal, tengah, maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
akhir pelaksanaan pembangunan teknis yang membahas mengenai
kemajuan, kendala, alternatif penanganan kendala, serta perencanaan
pelaksanaan fisik kedepan meskipun hanya dihadiri oleh perwakilan
masyarakat miskin yang menyampaikan pada masyarakat miskin di daerah
tersebut. Oleh karena itu petani dapat mengetahui dan mengontrol
kemajuan serta volume pekerjaan yang dilaksanakan meskipun tidak selalu
berada di lapang untuk pelaksanaan teknis pembangunan. Sehingga
sebagian besar petani memberikan penilaian yang sangat baik terhadap
kegiatan evaluasi program.
4. Penilaian Petani terhadap Hasil
Hasil program merupakan wujud nyata pelaksanaan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) yang dapat dilihat dan
dirasakan oleh masyarakat sekitar terutama petani. Penilaian terhadap hasil
program dapat dilihat dari penilaian petani terhadap sesuai tidaknya
infrastruktur yang telah dibangun dengan keinginan dan kebutuhan petani.
Tabel 5.11 Penilaian Petani terhadap Hasil Program No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase (%) Median
1 Sangat buruk 0 0 0,0 2 Buruk 2 3 7,3 3 Cukup baik 3 6 14,6 4 4 Baik 4 17 41,5 5 Sangat baik 5 15 36,6
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan tabel 5.11 di atas, penilaian petani terhadap hasil
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) tergolong dalam
kategori baik yaitu sebesar 41,5%. Hal tersebut dikarenakan sebagian
besar petani merasa infrastruktur yang dibangun sudah tepat dengan lokasi
yang sesuai. Kualitas bangunan yang diusahakan diawal sudah baik, akan
tetapi karena pengaruh musim pada saat dilaksanakan pembangunan teknis
serta waktu pembangunan yang terlalu singkat sehingga menurunkan
ketahanan dan kualitas bangunan yang dibangun, selain itu belum
dilakukan realisasi perencanaan pemeliharaan hasil program selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
secara optimal. Oleh karena itu sebagian besar petani hanya memberikan
penilaian dalam kategori baik pada hasil program.
5. Penilaian Petani terhadap Manfaat
Manfaat program merupakan nilai guna yang diperoleh petani dari
program. Pemahaman serta pengambilan keputusan baik buruknya
terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dapat
diukur dari seberapa besar manfaat yang dirasakan petani dari sisi sosial
maupun ekonomi dengan adanya penyelenggaraan dan hasil dari program.
Tabel 5. 12 Penilaian Petani terhadap Manfaat Program No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Median
1 Sangat buruk 0,00 0 0,0 2 Buruk 2,00 4 9,8 3 Cukup baik 3,00 1 2,4 4 Antara cukup baik dan baik 3,50 2 4,9 5 5 Baik 4,00 9 22,0 6 Antara baik dan sangat baik 4,50 2 4,9 7 Sangat baik 5,00 23 56,1
Jumlah 41 100,0
Sumber : Analisis Data Primer, 2011.
Berdasarkan table 5.12 di atas, penilain petani terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) tergolong sangat baik yaitu
sebesar 56,1%. Hal ini didukung dari pernyataan sebagian besar petani
yang merasa Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
memberikan kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin
sekitar, infrastruktur yang dibangun memperlancar akses keluar masuknya
produk pertanian keluar daerah, sehingga peningkatan kemudahan petani
terhadap akses infrastruktur sangat dirasakan. Selain dari sisi kemudahan
menjangkau infrastruktur, penyelenggaraan program menurut sebagian
besar petani sangat bermanfaat untuk meningkatkan kebersamaan antar
warga, peningkatan hubungan dengan aparat desa, kepercayaan terhadap
aparat kecamatan dan kabupaten, serta kemudahan akses sosial dengan
masyarakat daerah lain. Oleh karena itu petani memberikan penilaian
sangat baik terhadap manfaat yang diperoleh dari penyelenggaraan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
D. Hubungan antara karakteristik petani dengan penilaian petani terhadap
Program Peningkatan Infrastuktur Pedesaan (PPIP)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik sosial ekonomi petani terhadap penilaian petani terhadap
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Kecamatan Tengaran,
Kabupaten Semarang. Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti adalah umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, luas usahatani, dan
kekosmopolita. Penilaian petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) didasarkan pada: penilaian petani terhadap perencanaan
program, pelaksanaan program, evaluasi program, hasil program, serta
manfaat program.
1. Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani
terhadap Perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP)
Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan penilaian
petani terhadap perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran dapat diketahui dengan menggunakan uji
korelasi Rank Spearman (rs). Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel
5.13 berikut.
Tabel 5.13. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
No Karakteristik Petani Penilaian Petani terhadap Perencanan PPIP
α Tingkat Kepercayaan
rs thit ttabel 1. Umur 0,181 1,149 1,142 0,13 87 % 2. Pendidikan Formal 0,157 0,993 0,965 0,17 83% 3. Pendidikan Non formal 0,100 0,628 0,618 0,27 73% 4. Pendapatan -0,067 -0,419 0,415 0,34 66% 5. Luas Usahatani -0,226* -1,723 1,683 0,05 95% 6. Kekosmopolitan 0,155 0,979 0,965 0,17 83%
Sumber : Analisis Data Primer, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
a. Hubungan antara Umur dengan Penilaian Petani terhadap Perencanaan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,181 dan t hitung sebesar 1,149 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap
perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal
ini menunjukkan bahwa tua muda umur petani tidak berhubungan
dengan baik buruknya penilaian petani perencanaan terhadap Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap
perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada
tingkat kepercayaan 87%.
Kondisi di lapang petani miskin berusia tua maupun muda tidak
terlibat secara langsung dalam kegiatan perencanaan baik sosialisasi
maupun musyawarah desa, perencanaan hanya dilaksanakan bersama
perwakilan masyarakat miskin yang akan menyampaikan secara
langsung pada masyarakat miskin termasuk petani sebelum pelaksanaan
program, Oleh karena itu baik petani miskin yang berusia tua maupun
muda sama-sama dapat menerima informasi secara jelas dari
perwakilan masyarakat miskin per RT dan memberikan penilaian yang
baik pula terhadap program.
b. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Penilaian Petani terhadap
Perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,157 dan t hitung sebesar 0,993 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan formal dengan penilaian petani
terhadap perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan
formal tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
terhadap perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara umur
dengan penilaian petani terhadap perencanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 83%.
Kondisi di lapang petani miskin berpendidikan tinggi ataupun
rendah juga tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan perencanaan
baik sosialisasi maupun musyawarah desa, perencanaan hanya
dilaksanakan bersama perwakilan masyarakat miskin yang akan
menyampaikan secara langsung pada masyarakat miskin termasuk
petani sebelum pelaksanaan program, Oleh karena itu baik petani
miskin yang berpendidikan tinggi maupun rendah tidak dapat secara
langsung menyumbangkan ide dan ikut serta dalam pengambilan
keputusan dalam kegiatan perencanaan.
c. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Penilaian Petani
terhadap Perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP)
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,100 dan t hitung sebesar 0,628 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan non formal dengan penilaian petani
terhadap perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan non
formal tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani
terhadap perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan non formal dengan penilaian petani terhadap perencanaan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat
kepercayaan 73%. Kondisi di lapang petani yang sering mengikuti
pelatihan dan penyuluhan tidak menjamin akan memberikan penilaian
yang baik dan sebaliknya, karena semua masyarakat miskin sama-sama
memperoleh informasi penyelenggaraan program dari perwakilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
masyarakat miskin melalui kegiatan sosialisai maupun musyawarah
desa secara jelas.
d. Hubungan antara Pendapatan dengan Penilaian Petani terhadap
Perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,067 dan t hitung sebesar -0,419 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendapatan dengan penilaian petani terhadap
perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal
ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kemampuan mencukupi
kebutuhan keluarga tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian
petani terhadap perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara
pendapatan dengan penilaian petani terhadap perencanaan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan
66%.
Kondisi di lapang dalam kegiatan perencanaan memang tidak
melibatkan masyarakat miskin secara keseluruhan yang membahas
kesiapan masyarakat, pembentukan Organisasi Masyarakat Setempat
(OMS), pemilihan Kader Desa, pembentukan KPP, dan penyusunan
RPJM, pemilihan jenis dan lokasi melalui musyawarah juga sudah
sesuai. Sehingga tidak ada pengaruh bagi masyarakat yang memiliki
tingkat pemenuhan kebutuhan tinggi maupun rendah dalam melakukan
penilaian terhadap perencanaan kegiatan.
e. Hubungan antara Luas Usahatani dengan Penilaian Petani terhadap
Perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,026 dan t hitung sebesar -1,723 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
signifikan antara luas usahatani dengan penilaian petani terhadap
perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
dengan arah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sempit lahan
usahatani maka petani memberikan penilaian yang semakin baik
perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Kondisi di lapang dalam serangkaian kegiatan perencanaan
meskipun petani tidak terlibat secara langsung dan hanya melalui
perwakilan, serta pemilihan lokasi dan infrastruktur yang dipilih dirasa
sudah sesuai, akan tetapi petani yang memiliki lahan sempit justru lebih
antusias dan memberikan tanggapan lebih baik terhadap rencana
pelaksanaan pembangunan infrastruktur.
f. Hubungan antara Kekosmopolitan dengan Penilaian Petani terhadap
Perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,155 dan t hitung sebesar 0,979 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat kekosmopolitan dengan penilaian petani
terhadap perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kekosmopolitan
tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani terhadap
perencanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan
tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kekosmopolitan
dengan penilaian petani terhadap perencanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 83%.
Kondisi di lapang, tinggi rendahnya kemampuan petani
mengadakan perjalanan keluar dan kemampuan mengakses media tidak
mempengaruhi penilaian petani, karena semua petani miskin sama-sama
telah memperoleh informasi secara jelas melalui kegiatan sosialisasi
dan musyawarah yang disampaiakan perwakilan masyarakat miskin.
Sehingga petani sama-sama dapat memberikan penilaian baik terhadap
kegiatan perencanaan program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
2. Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani
terhadap Pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP)
Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan penilaian
petani terhadap pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran dapat diketahui dengan menggunakan uji
korelasi Rank Spearman (rs). Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel
5.14 berikut.
Tabel 5.14. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
No Karakteristik Petani Penilaian Petani terhadap PPIP
α Tingkat Kepercayaan
rs thit ttabel 1. Umur 0,361** 2,417 2,121 0,02 98 % 2. Pendidikan Formal 0,157 0,993 0,965 0,17 83% 3. Pendidikan Non formal -0,101 -0,634 0,618 0,27 73% 4. Pendapatan -0,516** -3,762 2,421 0,01 99% 5. Luas Usahatani -0,038 -2,566 2,241 0,01 99% 6. Kekosmopolitan 0,029 0,184 0,177 0,43 57%
Sumber : Analisis Data Primer, 2011
a. Hubungan antara Umur dengan Penilaian Petani terhadap Pelaksanaan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,361 dan t hitung sebesar 2,417 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap
pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal
ini menunjukkan bahwa tua muda umur petani berhubungan dengan
baik buruknya penilaian petani terhadap pelaksanaan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Kondisi di lapang petani miskin berusia muda lebih cepat
menanggapi dan tertarik untuk terjun secara langsung dalam
pelaksanaan teknis pembangunan. Sehingga memberikan tanggapan
serta penilaian yang baik pula terhadap pelaksanaan program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
b. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Penilaian Petani terhadap
Pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,157 dan t hitung sebesar 0,993 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan formal dengan penilaian petani
terhadap pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan
formal tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani
terhadap pelaksaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan formal dengan penilaian petani terhadap pelaksanaan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat
kepercayaan 83%.
Kondisi di lapang petani miskin berpendidikan tinggi ataupun
rendah yang termasuk dalam daftar masyarakat miskin sama-sama
terlibat dalam kegiatan pembangunan di lapang dan mengetahui
perkembangan kegiatan pembangunan, kecuali masyarakat miskin yang
termasuk dalam daftar akan tetapi lebih tertarik pada proyek diluar
pembangunan yang memberikan upah lebih besar. Petani yang
berpindidikan tinggi ataupun rendah sama-sama memberikan penilaian
baik terhadap pelaksanaan program berdasarkan kesempatan lapangan
pekerjaanyang mereka peroleh.
c. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Penilaian Petani
terhadap Pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP)
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,101 dan t hitung sebesar -0,634 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan non formal dengan penilaian petani
terhadap pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
(PPIP). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan non
formal tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani
terhadap pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan non formal dengan penilaian petani terhadap pelaksanaan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat
kepercayaan 73%.
Kondisi di lapang petani yang sering mengikuti pelatihan dan
penyuluhan tidak menjamin akan memberikan penilaian yang baik
terhadap pelaksanaan program dan sebaliknya, karena semua
masyarakat miskin yang terjun ke lapang sudah sama-sama memperoleh
informasi pelaksanaan program dari perwakilan masyarakat miskin dan
selanjutnya menjalankan kegiatan teknis masing-masing, sehingga
petani dapat memberikan penilaian dan tanggapan sesuai dengan yang
perkembangan pelaksanaan program tanpa dipengaruhi tingkat
pendidikan non formal.
d. Hubungan antara Pendapatan dengan Penilaian Petani terhadap
Pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,516 dan t hitung sebesar -3,762 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara pendapatan dengan penilaian petani terhadap
pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
dengan arah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah
kemampuan mencukupi kebutuhan keluarga maka petani akan
memberikan penilaian yang semakin baik terhadap pelaksanaan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Kondisi di lapang
petani yang memiliki kemampuan mencukupi kebutuhan rendah lebih
antusias terhadap program sehingga aktif mengikuti kegiatan lapang
dan memberikan tanggapan serta penilaian yang lebih baik terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
pembangunan infrastruktur yang memberikan lapangan pekerjaanbagi
mereka kurang lebih 3 bulan.
e. Hubungan antara Luas Usahatani dengan Penilaian Petani terhadap
Pelaksaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,38 dan t hitung sebesar -2,566 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
signifikan antara luas usahatani dengan penilaian petani terhadap
pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
dengan arah negatif. Hal ini menunjukkan semakin sempit luas
usahatani petani maka petani akan memberikan penilaian yang semakin
baik terhadap pelaksanaan program.
Kondisi di lapang dalam pelaksanaan pembangunan petani yang
memiliki lahan lebih sempit juga lebih inovatif dan giat untuk terjun
langsung dalam penyelesaian pembangunan infrastruktur, sehingga juga
memberikan penilaian yang semakin baik dalam pelaksanaan program
baik dalam kegiatan pengadaan material, kontruksi, maupun penyediaan
alat, serta pengendalian waktu pembangunan.
f. Hubungan antara Kekosmopolitan dengan Penilaian Petani terhadap
Pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,029 dan t hitung sebesar 0,184 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat kekosmopolitan dengan penilaian petani
terhadap pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kekosmopolitan
tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani terhadap
pelaksanaan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan
tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kekosmopolitan
dengan penilaian petani terhadap pelaksanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 57%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Kondisi di lapang, tinggi rendahnya kemampuan petani
mengadakan perjalanan keluar dan kemampuan mengakses media tidak
mempengaruhi penilaian petani, karena semua petani miskin sama-sama
terjun langsung di lapang dalam teknis pembangunan dan mengetahui
perkembangan pembangunan infrastruktur. Sehingga petani sama-sama
dapat memberikan penilaian baik terhadap kegiatan pelaksanaan
program.
3. Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani
terhadap Evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP)
Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan penilaian
petani terhadap evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran dapat diketahui dengan menggunakan uji
korelasi Rank Spearman (rs). Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel
5.15 berikut.
Tabel 5.15. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
No Karakteristik Petani Penilaian Petani terhadap PPIP
α Tingkat Kepercayaan
rs thit ttabel 1. Umur 0,160 1,013 1,095 0,14 86 % 2. Pendidikan Formal 0,171 1,084 1,050 0,15 85% 3. Pendidikan Non formal 0,016 0,099 0,076 0,47 53% 4. Pendapatan -0,027* -1,751 1,683 0,05 95% 5. Luas Usahatani -0,251 -1,619 1,588 0,06 94% 6. Kekosmopolitan -0,072 0,451 0,443 0,33 67%
Sumber : Analisis Data Primer, 2011
a. Hubungan antara Umur dengan Penilaian Petani terhadap Evaluasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,160 dan t hitung sebesar 1,013 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap evaluasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
menunjukkan bahwa tua muda umur petani berhubungan dengan baik
buruknya penilaian petani terhadap evaluasi Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap evaluasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat
kepercayaan 86%.
Kondisi di lapang petani miskin berusia tua maupun muda tidak
terlibat secara langsung dalam kegiatan evaluasi, kegiatan evaluasi
hanya dilaksanakan bersama perwakilan masyarakat miskin yang akan
menyampaikan secara langsung pada masyarakat miskin termasuk
petani sebelum pelaksanaan program. Oleh karena itu baik petani
miskin yang berusia tua maupun muda sama-sama dapat menerima
informasi mengenai perkembangan dan kemajuan program, serta
rencana pembangunan fisik selanjutnya secara jelas dari perwakilan
masyarakat miskin per RT dan sama-sama memberikan penilaian yang
baik pula terhadap program.
b. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Penilaian Petani terhadap
Evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,171 dan t hitung sebesar 1,084 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan formal dengan penilaian petani
terhadap evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan formal tidak
berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani terhadap evaluasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi
terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal dengan
penilaian petani terhadap evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 53%.
Kondisi di lapang petani miskin berpendidikan tinggi maupun
rendah juga tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan evaluasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
kegiatan evaluasi hanya dilaksanakan bersama perwakilan masyarakat
miskin yang akan menyampaikan secara langsung pada masyarakat
miskin termasuk petani mengenai perkembangan pelaksanaan
pembangunan dan rencana teknis pembangunan selanjutnya. Oleh
karena itu petani yang berpendidikan tinggi ataupun rendah sama-sama
hanya memberikan penilaian mengenai ada tidaknya kegiatan evaluasi,
tanpa adanya keterlibatan secara langsung dalam proses pengambilan
keputusan.
c. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Penilaian Petani
terhadap Evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,016 dan t hitung sebesar 0,099 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang tidak signifikan antara pendidikan non formal dengan penilaian
petani terhadap evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan non
formal tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani
terhadap evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP),
akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan non
formal dengan penilaian petani terhadap pelaksanaan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan
53%.
Kondisi di lapang petani yang sering mengikuti pelatihan dan
penyuluhan tidak menjamin akan memberikan penilaian yang baik
terhadap evaluasi program dan sebaliknya, karena tidak seluruh petani
terlibat dalam kegiatan evaluasi secara langsung. Sehingga mereka
memberikan penilaian baik terhadap evaluasi program berdasarkan
informasi yang mereka terima dari perwakilan masyarakat miskin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
d. Hubungan antara Pendapatan dengan Penilaian Petani terhadap
Evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,27 dan t hitung sebesar -1,751sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
signifikan antara pendapatan dengan penilaian petani terhadap evaluasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dengan arah
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah kemampuan
mencukupi kebutuhan keluarga maka petani akan memberikan
penilaian yang semakin baik terhadap evaluasi Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Kondisi di lapang, meskipun dalam
kegiatan evaluasi petani tidak dapat terjun secara langsung dalam
musyawarah desa pembahasan keberlanjutan kegiatan pembangunan,
akan tetapi petani yang memiliki kemampuan mencukupi kebutuhan
rendah lebih giat terjun dalam kegiatan teknis di lapang dan memberi
tanggapan pentingnya kegiatan evaluasi untuk mengetahui hambatan
dan alternatif keberlanjutan pembangunan, sehingga memberikan
penilaian yang lebih baik pula terhadap kegiatan evaluasi program.
e. Hubungan antara Luas Usahatani dengan Penilaian Petani terhadap
Evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,251 dan t hitung sebesar -1,619 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara luas usahatani dengan penilaian petani terhadap
evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal ini
menunjukkan luas usahatani petani tidak berhubungan dengan baik
buruknya penilaian petani terhadap evaluasi Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan luas usahatani dengan penilaian petani
terhadap evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
pada tingkat kepercayaan 94%. Kondisi di lapang meskipun dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
pelaksanaan pembangunan petani yang memiliki lahan lebih sempit
lebih aktif dan tertarik untuk terjun langsung dalam penyelesaian
pembangunan infrastruktur, akan tetapi baik petani yang memiliki lahan
sempit maupun luas sama-sama memberikan penilaian baik terhadap
kegaitan evaluasi program.
f. Hubungan antara Kekosmopolitan dengan Penilaian Petani terhadap
Evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,072 dan t hitung sebesar -0,451 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat kekosmopolitan dengan penilaian petani
terhadap evaluasi Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kekosmopolitan tidak
berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani terhadap evaluasi
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kekosmopolitan
dengan penilaian petani terhadap evaluasi Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 67%. Kondisi
di lapang, tinggi rendahnya kemampuan petani mengadakan perjalanan
keluar dan kemampuan mengakses media tidak mempengaruhi
penilaian petani, karena semua petani miskin sama-sama telah
memperoleh informasi dari perwakilan masyarakat miskin, Organisasi
Masyrakat Setempat (OMS), ataupun konsultan pendamping yang
mendampingi secara teknis.
4. Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani
terhadap Hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan penilaian
petani terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
di Kecamatan Tengaran dapat diketahui dengan menggunakan uji korelasi
Rank Spearman (rs). Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel 5.16
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Tabel 5.16. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
No Karakteristik Petani Penilaian Petani terhadap PPIP
α Tingkat Kepercayaan
rs thit ttabel 1. Umur 0,190 1,209 1,192 0,14 86 % 2. Pendidikan Formal 0,216 1,383 1,364 0,09 91% 3. Pendidikan Non formal 0,0293* 1,914 1,795 0,04 96% 4. Pendapatan -0,186 -1,182 1,142 0,13 87% 5. Luas Usahatani -0,004 -0,025 0,000 0,50 50% 6. Kekosmopolitan 0,2690* 1,744 1,683 0,05 95%
Sumber : Analisis Data Primer, 2011
a. Hubungan antara Umur dengan Penilaian Petani terhadap Hasil
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,190 dan t hitung sebesar 1,209 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap hasil
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal ini
menunjukkan bahwa tua muda umur petani tidak berhubungan dengan
baik buruknya penilaian petani terhadap hasil Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap hasil Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan
86%. Kondisi di lapang seluruh petani baik tua maupun muda sama-
sama mampu melihat dan merasakan hasil infrastruktur pembangunan
jalan yang dipilih sesuai dengan persetujuan dan dengan kebutuhan
mereka.
b. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Penilaian Petani terhadap
Hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,216 dan t hitung sebesar 1,382 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan formal dengan penilaian petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal
ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan formal tidak
berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani terhadap hasil
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi
terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal dengan
penilaian petani terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 91%. Kondisi di lapang
petani miskin berpendidikan tinggi maupun rendah juga sama-sama
memberikan penilaian baik terhadap hasil program berdasarkan hasil
yang mampu dilihat secara nyata dan dapat dimanfaat untuk memenuhi
kebutuhan dasar bersama.
c. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Penilaian Petani
terhadap Hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,297 dan t hitung sebesar 1,914 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan non formal dengan penilaian petani
terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
dengan arah positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
keaktifan mengikuti kegiatan penyuluhan dan pelatihan maka semakin
memberikan penilaian baik terhadap hasil Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Kondisi di lapang petani yang sering mengikuti pelatihan dan
penyuluhan lebih inovatif dan lebih baik dalam memberikan tanggapan
terhadap keberadaan infrastruktur baru yang dapat mempermudah
kegiatan sosial, ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Samsudin dalam Kartasapoetra (1991) penyuluhan merupakan suatu
cara atau usaha pendidikan yang bersifat non formal untuk para petani
dan keluarganya di pedesaan, dan menurut Soekartawi (1988), mereka
yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam menerima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
hal baru, begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah
akan agak sulit untuk menerima hal baru.
d. Hubungan antara Pendapatan dengan Penilaian Petani terhadap hasil
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,186 dan t hitung sebesar -1,182 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendapatan dengan penilaian petani terhadap
hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal ini
menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kemampuan mencukupi
kebutuhan petani tidak mempengaruhi penilaian petani terhadap hasil
program, akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara
pendapatan petani dengan penilaian petani terhadap hasil Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan
87%. Kondisi di lapang, baik petani yang memiliki kemampuan
mencukupi kebutuhan tinggi maupun rendah sama-sama menanggapi
dan memberikan keputusan terhadap hasil infrastruktur yang telah
dibangun berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan, kesesuaian
lokasi dan jenis infrastruktur, dan kualitas bangunan yang kurang
karena pengaruh musim dan jangka waktu pelaksanaan pembangunan
yang terlalu singkat.
e. Hubungan antara Luas Usahatani dengan Penilaian Petani terhadap
Hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,004 dan t hitung sebesar -0,025sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara luas usahatani dengan penilaian petani terhadap
hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal ini
menunjukkan luas usahatani petani tidak berhubungan dengan baik
buruknya penilaian petani yang diberikan petani terhadap hasil Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
hubungan yang signifikan antara pendidikan luas usahatani dengan
penilaian petani terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 50%. Kondisi di lapang baik
petani yang memiliki luas usahatani luas maupun sempit sama-sama
memberikan tanggapan dan penilaian terhadap hasil program
berdasarkan kesesuaian jenis dan lokasi infrastruktur dengan kebutuhan
dasar petani secara umum, serta kualitas hasil bangunan.
f. Hubungan antara Kekosmopolitan dengan Penilaian Petani terhadap
Hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,269 dan t hitung sebesar 1,744 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat kekosmopolitan dengan penilaian petani
terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
dengan arah positif. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
keaktifan petani dalam mencari informasi diluar kabupaten dan
kemampuan mengakses media mempengaruhi baik buruknya penilaian
petani terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP).
Kondisi di lapang petani yang memiliki kemampuan mencari
informasi di luar sistem sosial dan kemampuan mengakses media lebih
tinggi memiliki tanggapan serta penilaian yang lebih terhadap hasil
program. Menurut Hanafi (1987), salah satu ciri sosial ekonomi anggota
sistem yang lebih inovatif, dalam artian mampu menerima dan
menanggapi hal-hal yang baru adalah mempunyai tingkat mobilitas
sosial keatas lebih besar. Menurut Mardikanto (1996), bagi masyarakat
yang yang relatif kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung lebih
cepat, tetapi bagi yang lebih localite (tetap terkungkung dalam sistem
sosialnya sendiri) proses adopsi inovasi akan berlangsung sangat
lamban. Hal ini disebabkan karena tidak adanya keinginan-keinginan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
baru untuk hidup lebih baik seperti yang telah dinikmati oleh orang-
orang diluar sistem sosialnya.
5. Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani
terhadap Manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP)
Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan penilaian
petani terhadap manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan
(PPIP) di Kecamatan Tengaran dapat diketahui dengan menggunakan uji
korelasi Rank Spearman (rs). Hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel
5.17 berikut.
Tabel 5.17. Analisis Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Penilaian Petani terhadap Manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
No Karakteristik Petani Penilaian Petani terhadap PPIP
α Tingkat Kepercayaan
rs thit ttabel 1. Umur 0,245 1,578 1,505 0,07 93 % 2. Pendidikan Formal 0,082 0,516 0,500 0,31 69% 3. Pendidikan Non formal -0,021 -0,131 0,126 0,45 55% 4. Pendapatan -0,439** -3,051 2,421 0,01 99% 5. Luas Usahatani -0,348** -2,318 2,121 0,02 98% 6. Kekosmopolitan -0,005 -0,031 0,025 0,49 51%
Sumber : Analisis Data Primer, 2011
a. Hubungan antara Umur dengan Penilaian Petani terhadap Manfaat
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,245 dan t hitung sebesar 1,578 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap manfaat
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal ini
menunjukkan bahwa tua muda umur petani tidak berhubungan dengan
baik buruknya penilaian petani terhadap manfaat Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan penilaian petani terhadap manfaat
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
kepercayaan 93%. Kondisi di lapang seluruh petani baik tua maupun
muda sama-sama merasa dapat mengakses dan merasakan manfaat
infrastruktur yang dibangun, serta adanya program secara umum
mampu meningkatkan kebersamaan seluruh masyarakat miskin yang
terlibat.
b. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Penilaian Petani terhadap
Manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs 0,082 dan t hitung sebesar 0,516 sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan formal dengan penilaian petani
terhadap hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Hal
ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan formal tidak
berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani terhadap manfaat
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan tetapi
terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal dengan
penilaian petani terhadap manfaat Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 69%. Kondisi di lapang
petani berpendidikan tinggi tidak menjamin akan memberikan penilaian
yang baik terhadap manfaat program dan sebaliknya, karena petani
yang berpendidikan tinggi dan rendah sama-sama memberikan
penilaian terhadap manfaat kemudahan akses sosial ekonomi yang
dirasakan secara umum dan peningkatan kebersamaan bersama
masyarakat miskin dengan adanya penyelenggaraan program.
c. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Penilaian Petani
terhadap Manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,021 dan t hitung sebesar -0,131 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan non formal dengan penilaian petani
terhadap manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendidikan non formal
tidak berhubungan dengan baik buruknya penilaian petani terhadap
manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), akan
tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan non formal
dengan penilaian petani terhadap pelaksanaan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP) pada tingkat kepercayaan 55%.
Kondisi di lapang keaktifan petani dalam mengikuti penyuluhan
dan pelatihan tidak mempengaruhi tanggapan dan penilaian yang
diberikan petani terhadap manfaat program , karena baik petani yang
aktif dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan sama-sama merasakan
adanya manfaat dan perubahan kemudahan dalam kegiatan ekonomi,
sosial, dan politik dengan adanya infrastruktur .
d. Hubungan antara Pendapatan dengan Penilaian Petani terhadap Manfaat
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,439 dan t hitung sebesar -3,051sedangkan t
tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara pendapatan dengan penilaian petani terhadap
hasil Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dengan arah
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah kemampuan
mencukupi kebutuhan petani maka semakin baik penilaian yang
diberikan petani terhadap manfaat program. Kondisi di lapang, petani
yang memiliki kemampuan mencukupi kebutuhan rendah memiliki
antusias yang lebih tinggi untuk aktif dalam pelaksanaan teknis
pembangunan dan merasakan manfaat yang lebih dengan adanya
kesempatan lapangan kerja yang memperoleh untuk mencukupi
kebutuhan keluarga, sehingga semakin baik dalam menanggapi dan
memberikan penilaian terhadap manfaat program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
e. Hubungan antara Luas Usahatani dengan Penilaian Petani terhadap
Manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,348 dan t hitung sebesar -2,318 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang
signifikan antara luas usahatani dengan penilaian petani terhadap
manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dengan
arah negatif. Hal ini menunjukkan semakin sempit luas usahatani petani
maka petani semakin memberikan penilaian yang baik terhadap manfaat
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Kondisi di lapang
petani yang memiliki luas usahatani sempit juga lebih giat terjun di
lapang dalam pembangunan teknis dibanding melakukan kegiatan di
sawah, sehingga merasakan manfaat kebersamaan antar masyarakat
miskin dalam penyelesaian program serta merasakan kepuasan dan
manfaat adanya infrastruktur yang mampu memberikan kemudahan
dalam kehidupan sehari-hari selanjutnya memberikan penilaian yang
lebih baik terhadap manfaat program.
f. Hubungan antara Kekosmopolitan dengan Penilaian Petani terhadap
Manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% nilai rs -0,005 dan t hitung sebesar -0,031 sedangkan
t tabel 1,683, jadi t hitung < t tabel sehingga tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat kekosmopolitan dengan penilaian petani
terhadap manfaat Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kekosmopolitan tidak
mempengaruhi baik buruknya penilaian petani terhadap hasil Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Kondisi di lapang petani
yang memiliki kemampuan mencari informasi di luar sistem sosial dan
kemampuan mengakses media tinggi ataupun rendah sama-sama
memberikan penilaian terhadap manfaat yang diterima selama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
pelaksanaan pembangunan teknis di lapang dan hasil infrastruktur yang
dibangun.
E. Ulasan Kritis Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan di
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) memiliki tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui perbaikan akses
masyarakat miskin terhadap pelayanan infrastruktur pedesaan.
Penyelenggaraan program tersebut di Kecamatan Tengaran mampu
meningkatkan akses masyarakat desa terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
berupa jalan desa yang sekaligus menjadi jalan usahatani, akan tetapi terdapat
berbagai hal yang dapat disoroti anatara konsep pendekan Program
Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) terhadap masyarakat miskin
menurut Departemen PU (2006), dengan penyelenggaraan di lapang.
Menurut Departemen PU (2006), Program Peningkatan Infrastruktur
Pedesaan (PPIP) memiliki fokus utama kegiatan dalam program rehabilitasi
dan peningkatan infrastruktur di perdesaan yang dilaksanakan dengan
beberapa pendekatan pada masyarakat melalui:
1. Pemberdayaan Masyarakat, dengan menekankan partisipasi aktif
masyarakat dalam seluruh aspek implementasi kegiatan.
2. Keberpihakan kepada yang miskin, hasil ditujukan kepada penduduk
miskin.
3. Otonomi dan desentralisasi, artinya masyarakat memperoleh kepercayaan
dan kesempatan yang luas dalam kegiatan.
4. Partisipatif, artinya masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan.
5. Keswadayaan, artinya masyarakat menjadi faktor utama dalam
keberhasilan pembangunan.
6. Keterpaduan program pembangunan, artinya program yang dilaksanakan
memiliki sinergi dengan program pembangunan yang lain.
7. Penguatan Kapasitas Kelembagaan, dalam rangka mendorong sinergi
antara pemda, masyarakat dan stakeholder lainnya dalam penanganan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
permasalahan kemiskinan.
Berdasarkan Konsep tersebut, beberapa hal dalam penyelenggaraan
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) secara keseluruhan di
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dapat dianalisis, antara lain:
1. Pemberdayaan masyarakat, yang menekankan pada partisipasi aktif
masyarakat dalam seluruh aspek implementasi.
Kegiatan musyawarah Desa dan evaluasi hanya melibatkan
masyarakat miskin keseluruhan secara tidak langsung melalui
perwakilan masyarakat miskin, sehingga masyarakat miskin secara
keseluruhan tidak mampu terlibat secara langsung menyumbang ide
dan pengambilan keputusan mengenai persiapan dan pelaksanaan
program. Menurut Slamet (1993), partisipasi didefinisikan sebagai
keterlibatan dalam membuat keputusan dan melaksanakan keputusan
itu. Keterlibatan aktif ada bila tujuan dan isinya secara nyata berasal
dari orang-orang itu sendiri, dan orang-orang itu sendiri merasakan
bahwa mereka mereka sedang bertingkah laku sebagai badan yang
bebas.
Pelaksanaan teknis pembangunan juga harus dapat lebih
menekankan kesempatan dan kemampuan masyarakat miskin dalam
pengadaan seluruh material dan alat, serta pengendalian waktu dan
volume kerja. Menurut Slamet (1993), strategi perencanaan
pembangunan dari bawah ke atas (bottom upward planning)
merupakan usaha memperbaiaki kesejahteraan baik secara materiil
maupun non materiil yang lebih banyak bergantung pada setting
lingkungan kehidupan masyarakat itu sendiri dengan usaha yang
menjadikan masyarakat sebagai pusat dari segala perencanaan dan
memperhitungkan hubungan antara persoalan-persoalan masyarakat
dengan ekologinya.
Secara keseluruhan menurut Mardikanto (2010), pemberdayaan
diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin,
marjinal, terpinggirkan) untuk menyampaikan pendapat dan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
kebutuhannya, pilihan-pilihannya, berpartisipasi, bernegosiasi,
mempengaruhi dan mengelola kelembagaan masyarakatnya secara
accountable demi perbaikan kehudupannya.
2. Keberpihakan pada yang miskin.
Program selanjutnya dapat lebih memperhatikan penetapan
standar daerah tertinggal serta kriteria masyarakat miskin penerima
program yang dapat terlibat dalam pelaksanaan teknis pembangunan,
serta lebih memperhatikan seberaba besar manfaat program yang
diterima masyarakat miskin. Menurut Beratha (1991), dalam
pelaksanaan pembangunan perlu diperhatikan pemilihan obyek yang
paling mendesak dalam arti bahwa kegiatan pembangunan yang dipilih
adlah merupakan kegiatan awal yang dapat segera meringankan beban
hidup masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan
pemanfaatan potensi (resources) yang ada. Selain itu, menurut
Departemen PU (2006) Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan
merupakan program pembangunan yang berbasis pada masyarakat,
yaitu sasaran dan penerima manfaat adalah masyarakat miskin yang
ada di daerah pedesaan, orientasi kegiatan baik dalam proses maupun
pemanfaatan, hasil ditujukan kepada penduduk miskin.
Berdasarkan teori diatas dalam pelaksanaan program
pembangunan serupa perlu lebih memperhatikan sasaran desa
penerima program. Progam sebaiknya diberikan pada desa yang
jumlah penduduk miskinnya besar. Pemilihan desa harus
menggunakan basis data dan kriteria yang sama antara pemerintah
pusat dengan pemerintah kabupaten serta pelibatan warga masyarakat
miskin dalam penyerapan tenaga kerja harus lebih diutamakan dalam
program ini, sebagai suatu strategi pelaksanaan program.
3. Otonomi dan desentralisasi
Masyarakat miskin harus benar-benar diberikan tanggung jawab
penuh dalam penyelesaian program dalam jangka waktu program yang
lebih panjang, sehingga benar-benar memberikan kesempatan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
suatu daerah tertinggal untuk belajar mengadakan perencanaan yang
matang, pelaksanaan teknis pembangunan yang maksimal, memiliki
tata sosial yang lebih mantap, sekaligus kesempatan membangun
kesadaran dalam pemeliharaan hasil program.
Menurut Slamet (1993), pembangunan dengan pendekatan
kemadirian (selfhelp) ialah pembangunan dimana masyarakat yang
mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber local baik yang
bersifat materiil, pikiran, maupun tenaga. Pemberian bantuan yang
berasal dari pihak luar baik yang bersifat teknis maupun keuangan
tetap dimungkinkan, tetapi jumlahnya terbatas, sumber-sumber lokal
dimanfaatkan dan didayagunkan demi kepentingan pencapaian tujuan.
Kegiatan pendampingan harus lebih dioptimalkan berdasarkan
tingkat kebutuhan masyarakat dengan tenaga pendamping yang
memiliki keterampilan melakukan pendekatan sosial maupun kegiatan
teknis di lapang. OMS sebagai “pelaksana program” yang dipilih dan
dibentuk masyarakat harus mempertanggungjawabkan kualitas
prasarana dan penggunaan dananya pada masyarakat luas melalui
musyawarah desa / papan informasi. Fungsi musyawarah desa juga
harus lebih ditekankan pada pengambilan keputusan oleh masyarakat
sendiri.
4. Keterpaduan program
Desa Regunung telah mendapatkan PNPM dan PANSIMAS
selain PPIP, sedangkan untuk Desa Duren baru mendapatkan PPIP,
akan tetapi hasil program hanya bertahan kurang lebih selama 2 tahun
dan belum ada keberlanjutan pemeliharaan hasil infrastruktur program
secara maksimal. Program pembangunan selanjutnya dapat mengambil
pembelajaran dalam pelaksanaan sampai pemeliharaan harus tetap ada
sinergi dan koordinasi, serta memperhatikan kesinambungan dengan
program sebelumnya.
Menurut Beratha (1991), dalam rangka kegiatan-kegiatan serta
usaha-usaha pembangunan, perencanaan pemanfaatan sumber-sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
potensi lingkungan (termasuk sumber bahan baku, tambang, dan lain-
lainnya) memegang peranan penting untuk menjaga kelestarian dan
pemanfaatan secara ekonomis. Suatu perencanaan yang disusun
hendaknya memperhatikan keberlangsungan (cotinuitas) artinya
kegiatan apa yang sudah, sedang dilakukan dan kegiatan-kegiatan apa
pada saat berikutnya, serta dengan memperhatikan kemungkinan
pemeliharaan kelestarian bagi bahan baku yang ada, agar terpelihara
untuk penentuan dan penyusunan perencanaan bagi usaha-usaha
pembangunan berikutnya. Sehingga pelaksanaan pembangunan
prasarana, perlu memilih pola yang bisa menjamin kualitas dan fungsi
prasarana secara berkelanjutan dengan waktu pelaksanaan
pembangunan yang lebih panjang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang mengkaji penilaian
petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di
Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di
Kecamatan Tengaran telah didukung struktur organisasi baik dari tingkat
kabupaten, kecamatan, maupun desa dengan susunan organisasi
masyarakat sebagai pelaksana yang dibentuk berdasarkan pilihan
masyarakat, pemilihan lokasi serta jenis kegiatan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat miskin, kegiatan perencanaan dan evaluasi telah diadakan
melalui perwakilan masyarakat, pelaksanaan dilaksanakan dengan baik,
namun kegiatan pemeliharaan belum dapat dilaksanakan secara maksimal.
2. Karakteristik petani yang mempengaruhi penilaian petani terhadap
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP), diantaranya:
a. Umur petani tergolong dalam kategori 40-50 tahun.
b. Pendidikan formal petani tergolong dalam kategori rendah yaitu
sebagian besar pendidikan terakhir mereka adalah Tamat SD.
c. Pendidikan nonformal petani yang berupa keaktifan petani dalam
mengikuti penyuluhan dan pelatihan tergolong dalam kategori rendah
dikarenakan masih kurangnya kesadaran dan kemauan petani megikuti
setiap kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang telah diselenggarakan.
d. Pendapatan petani tergolongdalam kategori rendah yaitu kadang-
kadang kekurangan.
e. Luas usahatani petani tergolong dalam kategori sangat sempit.
f. Tingkat kekosmopolitan petani tergolong dalam kategori antara sangat
rendah dan rendah, karena petani jarang melakukan perjalanan keluar
untuk mencari informasi serta sulit mengakses berbagai media selain
televisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
3. Penilaian petani terhadap penyelenggaraan Program Peningkatan
Infrastruktur Pedesaan (PPIP), diantaranya:
a. Penilaian petani terhadap perencanaan program berada dalam kategori
sangat baik sebesar 65,9%, karena semua pihak dari tingkat kabupaten
sampai desa terlibat dalam penyelenggaraan program, pembentukan
panitia, persiapan, dan desain pembangunan didasarkan persetujuan
petani, meskipun kegiatan musyawarah desa dilakukan melalui
perwakilan masyarakat miskin.
b. Penilaian petani terhadap perencanaan program berada dalam kategori
sangat baik sebesar 51,2%, karena kegiatan pembangunan melibatkan
petani misikin secara langsung, kegiatan di lapang sesuai dengan
perencanaan, dan diadakan pendampingan oleh konsultan dan fasilitator
berdasarkan permintaan dari masyarakat.
c. Penilaian petani terhadap perencanaan program berada dalam kategori
sangat baik sebesar 61%, karena didakan pembahasan perkembangan
pembangunan secara rutin yang melibatkan perwakilan masyarakat
miskin yang akan menyampaiakn kepada masyarakat miskin secara
keseluruhan.
d. Penilaian petani terhadap perencanaan program berada dalam kategori
sangat baik sebesar 41,5%, karena jenis dan infrastruktur yang
dibangun sudah tepat dengan lokasi yang sesuai, meskipun belum ada
kegiatan pemeliharaan yang optimal.
e. Penilaian petani terhadap perencanaan program berada dalam kategori
sangat baik sebesar 56,1%, karena infrastruktur yang dibangun mampu
memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam kegiatan sosial,
ekonomi serta pelaksanaannya meningkatkan hubungan sosial antar
warga.
4. Hubungan antara karakteristik petani dengan penilaian petani terhadap
Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) adalah:
a. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan
formal, pendidikan non formal, pendapatan dan kekosmopolitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
dengan penilaian petani terhadap perencanaan program pada tingkat
kepercayaan 95%, akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan pada
tingkat kepercayaan 66% sampai 84%, akan tetapi terdapat hubungan
yang signifikan antara luas usahatani dengan penilian petani terhadap
perencanaan program pada tingkat kepercayaan 95%.
b. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal,
pendidikan non formal, dan kekosmopolitan dengan penilaian petani
terhadap pelaksanaan program pada tingkat kepercayaan 95%, akan
tetapi terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 57
% sampai 73 %. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara
umur, pendapatan, luas usahatani dengan penilaian petani terhadap
pelaksanaan program pada tingkat kepercayaan 95%.
c. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan
formal, pendidikan nonformal, pendapatan, dan tingkat kekosmopolitan
dengan penilaian petani terhadap evaluasi program pada tingkat
kepercayaan 95%, akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan pada
tingkat kepercayaan 53% sampai 94%. Terdapat hubungan yang
signifikan antara pendapatan dengan penilaian petani terhadap evaluasi
program pada tingkat kepercayaan 95%.
d. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan
formal, pendapatan dan luas usahatani dengan penilaian petani terhadap
hasil program pada tingkat kepercayaan 95%, akan tetapi terdapat
hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 50% sampai 91%.
Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan non formal dan
kekosmopolitan dengan penilaian petani terhadap manfaat program
pada tingkat kepercayaan 95%.
e. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan
formal, pendidikan non formal, dan kekosmopolitan dengan penilaian
petani terhadap manfaat program pada tingkat kepercayaan 95%, akan
tetapi terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 51%
sampai 93%. Terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
luas usahatani dengan penilaian petani terhadap manfaat program pada
tingkat kepercayaan 95%.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang mengkaji penilaian
petani terhadap Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di
Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang maka saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Bagi pengambil kebijakan (Pemerintah tingkat pusat, kabupaten,
kecamatan, dan desa), agar tetap melanjutkan realisasi program
pembangunan serupa dengan perbaikan yaitu memperhatikan kriteria
daerah tertinggal yang memiliki jumlah masyarakat miskin besar
didalamnya, memperhatikan pola pelaksanaan pembangunan yang
menjamin kualitas dan fungsi prasarana secara berkelanjutan dengan
waktu pelaksanaan pembangunan yang lebih panjang serta adanya
kegiatan pendampingan dengan memilih tenaga pendamping yang
memiliki keterampilan melakukan pendekatan sosial maupun kegiatan
teknis di lapang.
2. Bagi petani, agar dapat menyampaikan penilaian terhadap
penyelenggaraan program yang telah dilaksanakan kepada tokoh
masyarakat ataupun pemerintah setempat sebagai tolok ukur keberhasilan
program dan bahan pertimbangan program selanjutnya.
3. Bagi Organisasi Masyarakat Setempat (OMS), sebagai “pelaksana
program” yang dipilih dan dibentuk masyarakat harus
mempertanggungjawabkan kualitas prasarana dan penggunaan dananya
pada masyarakat luas melalui musyawarah desa / papan informasi srta
memperhatikan rencana dan menyiapkan realisasi pemeliharaan
infrastruktur bersama masyarakat secara lebih optimal.
4. Bagi peneliti lain, penelitian sejenis diharapkan dapat lebih dikembangkan,
penelitian selanjutnya tidak hanya menganalisis karakteristik yang
berhubungan dengan penilaian petani terhadap program, namun juga
mengkaji lebih dalam mengenai evaluasi program yang meliputi sejauh
mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan program sudah tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user