peningkatan kandungan lipid_muhammad syaifuddin maruf_ugm
DESCRIPTION
Teknik KimiaTRANSCRIPT
-
i
PENINGKATAN KANDUNGAN LIPID PADA MIKROALGA Tetraselmis
sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL DENGAN METODE
STARVASI DAN PENAMBAHAN MALATHION: SOLUSI PENYEDIAAN
SUMBER ENERGI TERBARUKAN DAN RAMAH LINGKUNGAN
BIDANG:
ENERGI
Diusulkan oleh :
Ketua : Muhammad Syaifuddin Maruf (10/300987/TK/36746)
Anggota : Affifah Ambar Rafsanjani (11/319173/TK/38303)
Annisa Pertiwi (11/319116/TK/38248)
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
-
ii
-
iii
PENINGKATAN KANDUNGAN LIPID PADA MIKROALGA Tetraselmis sp. SEBAGAI BAHAN
BAKU BIODIESEL DENGAN METODE STARVASI DAN PENAMBAHAN MALATHION:
SOLUSI PENYEDIAAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DAN RAMAH LINGKUNGAN
M. Syaifuddin Maruf, Affifah Ambar Rafsanjani, Annisa Pertiwi
Dosen Pembimbing: Ir. Siti Syamsiah, Ph. D.
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Abstrak
Di Indonesia, konsumsi energi oleh masyarakat masih terpusat pada BBM (Bahan
Bakar Minyak). Padahal, sumber daya minyak bumi merupakan jenis sumber
daya yang tidak terbarukan. Melihat potensi wilayah Indonesia yang 75% berupa
lautan, mikroalga air laut menjadi kandidat yang potensial sebagai sumber energi
alternatif. Salah satu jenis mikroalga yang potensial untuk dikembangkan sebagai
bahan baku biodiesel adalah Tetraselmis sp. yang memiliki kandungan lipid 15-
23% dari berat kering. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan
lipid pada Tetraselmis sp. dengan dua metode stressing, yaitu penggunaan
biochemical stimulant malathion dan metode starvasi. Kultur mikroalga
dilakukan selama 12 hari dengan aerasi kontinyu dan pencahayaan sinar biru.
Untuk mengetahui kandungan lipidnya, biomassa yang telah dipreparasi dengan
reagent nile red diamati menggunakan mikroskop flourescence. Hasil optimum
ditunjukkan oleh metode penambahan malathion pada konsentrasi 180 L dengan kandungan lipid sebesar 45,6783% dari berat kering. Peningkatan kandungan
lipid tersebut menghasilkan biomassa yang dapat diolah menjadi biodiesel
dengan konversi sebesar 3534 kali dari energi yang dibutuhkan untuk kegiatan
produksinya. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan biomassa dari
Tetraselmis sp. tanpa perlakuan yang hanya memberikan nilai konversi biodiesel
sebesar 1160 kali. Hasil penelitian ini sangat penting untuk memaksimalkan
pemanfaatan mikroalga sebagai bahan baku alternatif pembuatan biodiesel yang
mendukung kebutuhan energi di Indonesia.
Kata Kunci: Biodiesel, lipid, malathion, starvasi, Tetraselmis sp.
Abstract
In Indonesia, energy consumption is focused on fossil fuel which is non-renewable
energy. If it is continuously used, the petroleum reserve will no longer be able to
support the energy needs and will eventually run out. One alternative renewable
energy sources is biodiesel. Among various available alternative materials,
microalgae could potentially be very promising feedstock biodiesel, regarding its big lipid content. Moreover, 75% of Indonesian teritory is ocean. One of
microalgae strain that has a potential to be developed as a biodiesel is
-
iv
Tetraselmis sp. which has a lipid content 15-23% of the dry weight. This research
aims to increase the lipid content of Tetraselmis sp. by using two stressing
methods, the use of biochemical stimulants (malathion) and starvation method.
Cultivation is done for 12 days with continuous aeration and under blue lighting.
To determine lipid content, biomass that has been prepared with reagent nile red
was observed using fluorescence microscop. Optimum results shown by the
method of malathion addition at concentrations of 180 L with a lipid content of
45.6783% of the dry weight. Increasing lipid content will produce biomass which
can be processed into biodiesel with a conversion of 3534 times the energy
required for the production of biodiesel. This value is greater than the Tetraselmis
sp. without treatment which is only 1160 times the energy required for the
production of biodiesel. The results of this research are very important to
maximize the utilization of microalgae as an alternative energy source that
supports biodiesel energy needs in Indonesia.
Kata Kunci: Biodiesel, lipid, malathion, starvation, Tetraselmis sp.
-
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, kasih sayang dan segala anugrah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian Lomba Penelitian Mahasiswa Teknik Kimia
(LPMTKI) yang berjudul Peningkatan Kandungan Lipid pada Mikroalga
Tetraselmis sp. sebagai Bahan Baku Biodiesel dengan Metode Starvasi dan
Penambahan Malathion: Solusi Penyediaan Sumber Energi Terbarukan
dan Ramah Lingkungan. Selama pelaksanaan program hingga terselesainya penulisan laporan akhir
ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Ir. Siti Syamsiah, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah mengarahkan, membimbing, memberikan dorongan dan petunjuk selama
pelaksanaan program sampai penulisan laporan ini selesai,
2. Seluruh anggota tim yang telah meluangkan waktu dan tenaga sehingga program ini dapat selesai tepat pada waktunya,
3. Kedua orang tua dan keluarga kami yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan kepada kami, dan
4. Pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan laporan
penelitian ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Yogyakarta, 17 Oktober 2013
Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................ i
Lembar Pengesahan ................................................................................................ ii
Abstrak............................................................................................................... iii
Kata Pengantar....................................................................................................... v
Daftar Isi................................................................................................................. vi
Daftar Gambar................................................................................................... vi
Daftar Tabel.................................................................................................... vi
Pendahuluan................................................................................................. 1
Tinjauan Pustaka........................................................................................... 3
Metode Penilitian.................................................................................................. 11
Hasil dan Pembahasan........................................................................................ 16
Daftar Pustaka.................................................................................................. 21
Lampiran.............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Biomassa mikroalga pasta dan biomassa kering................................. 4
Gambar 2 Tetraselmis sp. 4 Gambar 3 Ilustrasi racewayopen pond dan Racewayopen pond di lapangan......... 6
Gambar 4 Instalasi flatphotobioreactor dan tubular photobioreactor................... 6
Gambar 5 Fase pertumbuhan sel bakteri. 9 Gambar 6 Rangkaian Alat Kultur Tetraselmis sp... 12 Gambar 7 Rangkaian Alat pada Photobioreactor. 12 Gambar 8 Grafik jumlah sel Tetraselmis sp. perlakuan penambahan malathion.... 16
Gambar 9 Grafik jumlah sel Tetraselmis sp. perlakuan starvasi nitrogen.............. 17
Gambar 10 Grafik biomassa Tetraselmis sp. perlakuan penambahan malathion.... 18
Gambar 11 Grafik biomassa Tetraselmis sp. perlakuan starvasi nitrogen...............18
Gambar 12 Hasil pengamatan lipid Tetraselmis dengan mikroskop fluorescence....19
Gambar 13 Data kandungan lipid kultur Tetraselmis sp......................................... 20
Gambar 14 Grafik kandungan lipid Tetraselmis sp. pada kultur dengan
photobioreactor kapasitas 30 L untuk perlakuan penambahan malathion
60 L..................................................................................................... 21
DAFTAR TABEL
Tabel I Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar............................... 3
Tabel II Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem
photobioreactor. (Ariyanti, 2010)............................................................. 7
Tabel III Data kandungan lipid kultur Tetraselmis sp............................................ 20
-
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat. Di
Indonesia, konsumsi energi oleh masyarakat masih terpusat pada BBM (Bahan
Bakar Minyak) yang saat ini konsumsinya mencapai 1,3 juta barel per hari.
Sementara itu, produksi minyak oleh kontraktor hanya mencapai 900.000 barel
per hari (Nuryadhyn, 2012). Padahal, sumber daya minyak bumi (fossil fuel)
merupakan jenis sumber daya yang tidak terbarukan. Apabila terus digunakan,
cadangan energi dari minyak bumi tidak akan dapat terus mendukung kebutuhan
energi kita dan lama kelamaan akan habis. Dengan demikian diperlukan sumber
energi alternatif yang mampu mengurangi ketergantungan masyarakat akan bahan
bakar fosil.
Industri bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi saat ini dapat
berupa bioetanol ataupun biodiesel. Selama ini, bahan baku pembuatan bahan
bakar nabati berasal dari kelapa sawit, jarak, tebu, jagung, dan kedelai. Industri
bahan bakar nabati ini menyisakan masalah seperti terkendalanya produksi akibat
terbatasnya lahan yang dapat digunakan untuk produksi pangan. Selama
permasalahan pangan belum teratasi sepenuhnya, tentu tidak bijaksana jika
produksi pangan dialihkan menjadi biodiesel atau bioetanol.
Melihat potensi wilayah Indonesia yang 75% berupa lautan, mikroalga air
laut menjadi kandidat yang potensial sebagai sumber energi alternatif. Mikroalga
merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan berkelanjutan.
Dibandingkan dengan jagung dan kelapa sawit, mikroalga memiliki produktivitas
biodiesel yang jauh lebih tinggi, dimana produktivitas biodiesel mikroalga dapat
mencapai 58.700 L/ha sedangkan kelapa sawit hanya mencapai 5.950 L/ha
(Chisti, 2007). Dalam produksi skala besar, mikroalga tidak bersaing dengan
lahan pertanian karena dapat dikembangkan di daerah pesisir dan di laut lepas.
Terlebih, Indonesia memiliki potensi berupa laut seluas 5,8 juta km2 dan pesisir
sepanjang 95.181 km yang dapat digunakan untuk kultivasi massal mikroalga.
Salah satu jenis mikroalga yang potensial untuk dikembangkan sebagai
bahan biofuel adalah Tetraselmis sp. yang memiliki kandungan lipid yang cukup
tinggi, yang dapat mencapai 15-23% dari berat kering (Chisti, 2007). Meskipun
demikian, produksi biofuel dari mikroalga saat ini belum optimal. Kendala
biomassa ini dikarenakan pertumbuhan mikroalga yang belum maksimal. Selain
biomassa, kandungan lipid yang dihasilkan mikroalga juga masih belum maksimal
untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi biodiesel dunia.
Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas mikroalga adalah
dengan mengoptimalkan fotosintesis mikroalga. Cahaya biru diketahui dapat
meningkatkan aktivitas fotosintetik pada mikroalga. Dalam sebuah penelitian,
sinar biru meningkatkan produktivitas lipid yang diikuti dengan peningkatan
produktivitas protein dan penurunan karbohidrat pada mikroalga (Marchetti et al.,
2012). Untuk meningkatkan kandungan lipid pada kultur mikroalga dapat
digunakan metode stressing, salah satunya dengan mengurangi kadar nitrogen
dalam media tumbuh. Pada kondisi tersebut jalur metabolisme karbon diarahkan
kepada sintesis lipid (Allsul dan Omar, 2012; Hu, 2004).
Berawal dari permasalahan tersebut, ingin ditingkatkan produktivitas
biomassa dan kandungan lipid pada Tetraselmis sp. dengan menggunakan metode
-
2
starvasi dan penambahan malathion. Biomassa yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Rumusan Masalah
Tetraselmis sp. mengandung lipid berkisar antara 15-23% dari berat
keringnya (Chisti, 2007). Untuk mendapatkan kandungan lipid yang optimal,
maka diperlukan perlakuan khusus yang dapat memaksimalkan kandungan lipid
pada tahap stressing, salah satunya dengan starvasi nitrogen. Pada saat starvasi,
jumlah nutrient dibatasi sehingga alga akan mensintesis lipid dengan kadar
tertentu, namun berakibat pada berkurangnya kecepatan pertumbuhan sel (growth
rate per day). Hal ini bisa diatasi dengan penambahan biochemical stimulant yang
dapat meningkatkan produktivitas lipid tanpa mengurangi pertumbuhan mikroalga
tersebut. Salah satu biochemical stimulant yang dapat dipakai adalah malathion.
Penggunaan malathion pada konsentrasi tertentu dalam waktu singkat sebagai
stimulan pada tahap stressingdiharapkan dapat mendorong pembentukan lipid
tanpa mengurangi produktivitas biomassa tersebut. Namun biomassa yang lebih
banyak belum tentu menunjukkan kandungan lipid yang lebih tinggi pula.
Sehingga perlu dianalisis kandungan lipid dari Tetraselmis sp. pada masing-
masing perlakuan, untuk mengetahui metode stressing yang dapat menghasilkan
lipid optimum.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan, tujuan umum penelitian ini adalah
untuk meningkatkan kandungan lipid pada tetraselmis sp. dengan metode starvasi
dan penggunaan biochemical stimulant. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian
ini adalah:
1. Mendapatkan data kecepatan pertumbuhan sel Tetraselmis sp. pada variasi penggunaan nutrient.
2. Mendapatkan data berat kering (dry weight) biomassa pada awal dan akhir tahap kultur.
3. Membandingkan produktivitas lipid yang terkandung dalam biomassa dengan metode starvasi dan penambahan malathion.
Dari penelitian ini diharapkan diperoleh data kinetika produktivitas
mikroalga, sehingga dapat digunakan untuk perancangan kultur alga skala besar
(mass production).
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Mengembangkan proses kultur mikroalga menjadi biomassa dalam jumlah optimum.
2. Menghasilkan biomassa yang bisa diolah menjadi biodiesel. 3. Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang bioproses beserta aplikasinya.
-
3
TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel
Biodiesel adalah salah satu bentuk energi alternatif yang saat ini telah
digunakan secara luas, terutama pada bidang industri dan sarana transportasi.
Biodiesel merupakan hasil transesterifikasi dari trigliserida yang merupakan lipid
alamiah dalam sel. Biodiesel biasa dibuat dari bahan-bahan nabati seperti sawit,
jarak dan tanaman pangan (Chisti, 2007).Agar dapat digunakan sebagai bahan
bakar pengganti solar, biodiesel harus mempunyai kemiripan sifat fisik dan kimia
dengan minyak solar. Salah satu sifat fisik yang penting adalah viskositas.
Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan bakar, namun,
viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan
bahan bakar mesin diesel.
Tabel I.Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar
Sifat fisik / kimia Biodiesel Solar
Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
Viskositas, cSt 5,55 4,6
Titik kilat, oC 172 98
Angka setana 62,4 53
Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg
Dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel mempunyai beberapa
keunggulan. Keunggulan utamanya adalah emisi pembakarannya yang ramah
lingkungan karena mudah diserap kembali oleh tumbuhan dan tidak mengandung
SOx. Keunggulan biodiesel lainnyaadalah :
1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi.
2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi.
3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.
Mikroalga
Mikroalga adalah mikroorganisme fotosintetik yang mampu mengubah
cahaya matahari menjadi biomassa. Mikroalga meliputi alga mikroskopis dan
cyanobacteria, memiliki klorofil a dan mampu berfotosintesis menghasilkan
senyawa karbon organik (Richmond, 2004). Beberapa mikroalga berpotensi
menghasilkan lipid sebagai bahan dasar biodiesel, seperti Tetraselmis sp. (Chisti,
2007). Tetraselmis sp. merupakan alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak,
berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella (Mujiman, 1984).
Tetraselmis sp. memiliki kandungan lipid yang dapat mencapai 15-23% dari berat
kering (Chisti, 2007).
Mikroalga mempunyai potensi besar sebagai bahan baku biodiesel ataupun
bioetanol karena tidak berkompetisi dengan penggunaan sebagai bahan pangan
dan memperkecil kompetisi penggunaan lahan dan produksi yang tinggi sehingga
memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pengganti minyak solar fosil 100%.
-
4
Gambar 1. Biomassa mikroalga pasta (kiri) dan biomassa kering (kanan)
Tetraselmis sp.
Tetraselmis chuii merupakan jenis mikroalga yang memiliki warna tubuh
kehijauan atau dikenal dengan flagelata berklorofil. Tetraselmis adalah jenis alga
bersel tunggal yang mempunyai empat buah flagella berwarna hijau
(greenflagella). Dengan flagella tersebut maka tetraselmis dapat bergerak lincah
dan cepat seperti hewan bersel tunggal. Klasifikasi tetraselmis (Bougis,1979)
sebagai berkut :
Kingdom: Plantae
Filum: Chlorophyta
Kelas: Prasinophyceae
Ordo: Pyramimonadales
Genus: Tetraselmis
Spesies: Tetraselmis chuii
Ukuran sel Tetraselmis berkisar antara 7-12 mikron. Bentuk tubuhnya oval
elips. Klorofil merupakan pigmen dominan pada alga ini, sehingga nampak
berwarna hijau akibat dipenuhi kloroplast. Pigmen klorofil Tetraselmis chuii
terdiri dari dua macam yaitut karotin dan xantofil. Dinding sel alga ini terbentuk
dari selulosa dan pektosa. Tetraselmis mempunyai tingkat toleransi terhadap
rentang salinitas yang cukup besar yaitu 15-36 ppt, sedangkan kisaran suhunya
antara 15-36 oC.
Gambar 2. Tetraselmis sp.
-
5
Alga ini berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel dan
seksual dengan penyatuan kloroplast dari gamet jantan dan gamet betina
(Jaime,1984). Pada reproduksi secara aseksual protoplasma sel membelah menjadi
2,4, dan 8 sel dalam bentuk zoospora. Zoospora ini masing-masing akan
dilengkapi dengan 4 buah flagella yang mana akan terlepas dalam bentuk
zygospora (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). Pada reproduksi secara seksual
gamet jantan dan betina identik sehingga disebut isogami. Bersatunya kloroplast
diikuti dengan menurunkan zygot baru yang akan berkembang menjadi zygot
sempurna (Sachlan,1982). Peranan tetraselmis sebagai salah satu alga laut yakni
dimanfaatkan sebagai pakan ikan, udang dan kerang-kerangan dan alternatif
biodiesel. Zat gizi yang terkandung pada Tetraselmis chuii yakni mengandung
48,42% protein, lemak 9,70%, serat kasar 0,08%, NFE 20,63%, abu 21,17%,
sisanya air (Fabregas dan Jaime,1984).
Bioreactor
Bioreactor adalah alat yang diproduksi atau direkayasa untuk mendukung
suatu proses biologis. Dalam satu kasus, bioreaktor adalah wadah di mana proses
kimia dilakukan yang melibatkan organisme atau zat biokimia aktif yang berasal
dari organisme tersebut (Nic et al, 2006). Photobioreactor (PBR) adalah sebuah
bioreactor yang memungkinkan organisme didalamnya untuk mendapatkan
cahaya dan memanfaatkannya untuk reaksi kimiawi yang dibutuhkan organisme
tersebut. PBR sendiri lebih diartikan sebagai sistem tertutup yang merupakan
kebalikan dari sistem kolam yang terbuka (Decker dan Reski, 2008). PBR dapat
menjadi alternatif pilihan untuk kultivasi mikroalga karena kemungkinan
kontaminasi yang kecil dan kondisi lingkungan yang lebih mudah diatur. PBR
memiliki beberapa aspek yang saling berkaitan untuk menunjang optimalisasi
pertumbuhan kultur yaitu intensitas cahaya, pergerakan fluida, dan reaksi kimia
yang terjadi (Posten, 2009).
Kultivasi Mikroalga
Sebagian besar mikroalga menggunakan cahaya dan karbondioksida (CO2)
sebagai sumber energy dan sumber karbon (organisme photoautotrophic).
Pertumbuhan optimum mikroalga membutuhkan temperature air berkisar 15-30C. Media pertumbuhan juga harus mengandung elemeninorganik yang
berfungsidalam pembentukan sel,seperti nitrogen, phospor,dan besi. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan teknik, prosedur dan proses
produksi mikroalga dalam jumlah besar. Open ponds system dan photobioreactor
systemmerupakan teknik budidaya mikroalga yang paling sering digunakan.
Open ponds merupakan sistem budidaya mikroalga tertua dan paling
sederhana. Sistem tersebut sering dioperasikan secara kontinyu. Umpan segar
(mengandung nutrisi termasuk nitrogen, phosphor, dan garam anorganik)
ditambahkan di depan paddlewheel dan setelah beredar melalui loop-loop,
mikroalga tersebut dapat dipanen di bagian belakang dari paddlewheel.
Paddlewheel digunakan untuk proses sirkulasi dan proses pencampuran mikroalga
dengan nutrisi. Beberapa sumber limbah cair dapat digunakan sebagai kultur
dalam budidaya mikroalga. Pemilihan sumber limbah cair tersebut berdasarkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi dari mikroalga. Mikroalga laut dapat menggunakan
air laut atau air dengan tingkat salinitas tinggi sebagai media kultur.
-
6
Biaya operasional sistem open ponds lebih rendah dibandingkan dengan
sistem photobioreactor, namun sistem tersebut memiliki beberapa kelemahan.
Open ponds merupakan sistem kolam terbuka sehingga mengalami evaporasi
akut, dan penggunaan karbon dioksida (CO2) menjadi tidak efisien. Produktivitas
mikroalga juga dibatasi oleh kontaminasi dari alga atau mikroorganisme yang
tidak diinginkan. Gambar 3 menunjukkan sistem open ponds dengan
photobioreactor.
Gambar 3. (a) Ilustrasi racewayopen pond; (b) Racewayopen pond dilapangan
Photobioreactor dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadi dalam sistem open pond. Sistem
tersebut terbuat dari material tembus pandang dan umumnya diletakkan di
lapangan terbuka untuk mendapatkan cahaya matahari. Pada dasarnya,
photobioreactor terdapat dalam 2 jenis, plate dan tubular. Photobioreactortubular
lebih sesuai digunakan di lapangan terbuka.
Pada dasarnya, terdapat dua tipe photobioreactor, yaitu tipe flatplate
(Gambar 4.a) dan tipe tubular (Gambar 4.b). Apabila dibandingkan, tipe tubular
lebih cocok untuk aplikasi di luar ruangan karena luasnya permukaan untuk
proses iluminasi. Namun flatplatephotobioreactor juga sering digunakan karena
tipe ini dapat meratakan intensitas penyinaran sehingga sel yang dihasilkan
memiliki densitas yang lebih tinggi. Tipe flat platephotobioreactor lebih disukai
karena:
1.Konsumsi energi lebih rendah dan kapasitas transfer massa tinggi;
2.Efisiensi fotosintetis tinggi,dan
3.Tidak terdapat ruang yang tidak terkena cahaya.
Desain dari tipe ini juga beragam mulai dari tipe gelas hingga PVC transparan dan
tebal.
Gambar 4.(a) Instalasi flatphotobioreactor(kiri);(b) tubular photobioreactor
(kanan)
-
7
Photobioreactor memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar.
Produktivitas mikroalga menggunakan photobioreactor dapat mencapai 13 kali
lipat total produksi dengan menggunakan sistem open raceway pond.
Perbandingan antarapenggunaan sistem open pond dengan sistem
photobioreactor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel II. Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem photobioreactor.
(Ariyanti, 2010)
Pengaruh Cahaya Biru Terhadap Fotosintesis
Melalui beberapa penelitian, cahaya biru (400-500 nm) mampu
meningkatkan laju fotosintesis dan pertumbuhan mikroalga (Barghbani et al.,
2012; Suh dan Lee, 2003; Aidar et al., 1994). Das et al. (2000) menemukan
bahwa Nannochloropsis yang ditumbuhkan baik pada medium mixotrofik dan
fototrofik memiliki biomassa yang lebih tinggi dibandingkan pada sinar merah
dan putih. Meskipun demikian, pemaparan cahaya yang terus menerus pada fase
pertumbuhan tidak baik karena akan menurunkan kepadatan sel. Meskipun
demikian, Klein (1992) menjelaskan bahwa respon mikroalga terhadap sinar biru
merupakan respon yang spesifik pada tiap spesies mikroalga.
Starvasi Nitrogen
Dalam proses kultivasi mikroalga, nitrogen merupakan komponen
penting bagi pertumbuhan mikroalga. Mikroalga juga mampu mensintesis lipid
yang berguna bagi industri biofuel. Jumlah lipid dalam mikroalga sangat
bervariasi tergantung jenis spesiesnya. Namun, ada cara yang umum digunakan
untuk memperkaya kandungan lipid, yaitu dengan membatasi jumlah nitrogen di
dalam media kultur atau sering disebut metode starvasi (Thompson, 1996; Rodolfi
et al., 2009). Dengan starvasi nitrogen, metabolisme karbon pada mikroalga
diarahkan pada sintesis lipid ataupun karbohidrat (Hu, 2004). Secara umum,
mikroalga akan mengakumulasi lipid dengan metode starvasi asalkan tetap
terpapar cahaya matahari dan tersedia CO2 sehingga metabolisme seluler dari
mikroalga untuk melakukan fotosintesis tetap berjalan (Courchesne et al., 2009).
-
8
Malathion
Malathion merupakan insektisida dalam deretan zat kimia yang dikenal
sebagai organofosfat. Produk yang mengandung malathion digunakan di luar
ruangan untuk mengontrol berbagai macam serangga dalam pengaturan pertanian
dan di sekitar rumah-rumah penduduk. Malathion juga telah digunakan dalam
pengendalian nyamuk kesehatan masyarakat dan program pengentasan lalat buah.
Malathion juga dapat ditemukan dalam beberapa shampoo khusus untuk
mengobati kutu. Malathion pertama kali terdaftar untuk digunakan di Amerika
Serikat pada tahun 1956.
Das (2011) menjelaskan bahwa pestisida seperti malathion dapat
digunakan sebagai stress stimulant untuk menginduksi lipid dalam alga tanpa
menekan produktivitas biomassa. Teknologi yang baru terungkap ini dapat disebut
sebagai teknik induksi lipid pasca panen karena metode ini mengarahkan
pertumbuhan alga ke konsentrasi yang lebih tinggi tanpa stressing. Hal tersebut
dibuktikan dari hasil perlakuan dengan malathion konsentrasi 70, 140, dan 280
mg/L yang memberikan peningkatan kandungan lipid sebesar 42%, 119%, dan
212% pada hari ke-9. Sedangkan pada hari ke 12 hanya perlakuan dengan
malathion konsentrasi 140 mg/L yang memberikan peningkatan kandungan lipid
sebesar 25%.
Fase Pertumbuhan Sel
Pertumbuhan sel tetraselmis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1.Suhu
Suhu akan mempengaruhi produksi dan pertumbuhan mikroalga. Pada dasarnya
peningkatan suhu akan meningkatkan metabolisme dan meningkatkan produksi
sel mikroalga. Namun, pengaruh suhu bergantung pada jenis mikroalganya
sendiri.
2.pH medium kultur
Perbedaan jenis mikroalga akan memiliki perbedaan pH optimal agar mikroalga
mampu berkembang. Kisaran pH optimum sangat tergantung pada jenis
mikroalganya. Mikroalga jenis Chlorella memiliki kerapatan sel tertinggi pada pH
7 dan terendah pada pH 5 (Prihatini, 2005).
3.Salinitas medium kultur
Salinitas juga memiliki pengaruh terhadap produktivitas mikroalga. Salinitas akan
mempengaruhi kandungan air yang terdapat di dalam sel mikroalga. Ketika
salinitas media tinggi (diatas batas normal), maka kandungan air di dalam
mikroalga akan keluar dan membuat mikroalga mati. Kisaran salinitas optimum
setiap mikroalga berbeda-beda, hal ini dikarenakan tingkat ketahanan setiap
mikroalga terhadap perubahan lingkungan.
4.Nutrisi
Nutrisi yang terdapat dalam medium kultur mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan sel. Makronutrien seperti nitrogen dan phospor merupakan nutrisi
utama yang dibutuhkan mikroalga untuk proses pembelahan sel. Berkurangnya
sejumlah nutrisi dalam media kultur menyebabkan penurunan kecepatan
pertumbuhan sel.
5.Karbon dioksida (CO2)
-
9
Menurut Wilde dan Benemann (1993), semakin tinggi laju alir gas CO2 maka
semakin tinggi laju pertumbuhan mikroalga dan produktivitas biomassanya. Pada
penelitian yang dilakukan Wilde dan Benemann, reaktor yang digunakan berjenis
buble coloumn dengan desain tertutup dan laju pembebanan gas CO2 bervariasi
yaitu 0,1 - 0,5 l/l min, sedangkan konsentrasi gas CO2 yang digunakan adalah
40% volume.
6.Aerasi
Aerasi merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi turbulensi arus di dalam
bubble column. Arus turbulen diperlukan untuk meratakan persebaran mikroalga
dan substrat dalam medium. Akumulasi oksigen yang dihasilkan dari proses
fotosintesis juga dapat dihindaridengan penggelembungan udara dari bagian
bawah reaktor.
7.Cahaya
Pemaparan cahaya terus menerus pada fase pertumbuhan tidak baik karena akan
menurunkan kepadatan sel. Sehingga siklus gelap terang diperlukan untuk
berlangsungnya proses respirasi dalam fase pertumbuhan sel. Rasio 18 jam terang
: 6 jam gelap seringkali dipakai dalam kultur mikroalga.
Pertumbuhan sel pada reaktor batch ditunjukkan seperti pada gambar 5.
Jumlah sel hidup merupakan fungsi dari waktu.
Gambar 5. Fase pertumbuhan sel bakteri
Fase I merupakan lag phase, dimana terjadi sedikit peningkatan pada
konsentrasi sel. Selama lag phase tersebut, sel menyesuaikan dengan kondisi
lingkungannya sebelum terjadi proses pembelahan sel lebih lanjut. Proses lain
yang terjadi pada fase ini adalah sintesis protein transport yang berfungsi untuk
memasukkan substrat ke dalam sel, serta memulai replikasi material genetis dari
sel tersebut. Durasi dari lag phase tergantung pada medium tumbuh yang
digunakan. Penggunaan dua medium yang berbeda pada saat tahap inokulasi dan
tahap reaksi bisa mempengaruhi lama waktu dari lag phase. Jika medium
inokulasi sama dengan medium pada reaktor batch, maka lag phase ini bisa
dikatakan hampir tidak ada. Sebaliknya, apabila medium yang digunakan berbeda
maka sel akan memerlukan waktu lebih lama untuk menyesuaikan cara
metabolisme agar dapat mengkonsumsi nutrisi pada lingkungan yang baru.
Fase II disebut exponential growth phase atau fase pertumbuhan
eksponensial, dimana kecepatan pertumbuhan sel sebanding dengan konsentrasi
sel. Pada fase ini sel mencapai kecepatan pertumbuhan maksimum karena fungsi
-
10
enzim dalam proses metabolisme substrat tercapai secara keseluruhan sebagai
akibat dari adanya lag phase.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sel mampu
menggunakan nutrisi yang ada secara efisien.
Fase III merupakan stationary phase (fase stasioner atau tetap) yang
ditandai dengan habisnya beberapa nutrisi yang membatasi pertumbuhan sel
(khusunya macro nutrient). Selama fase ini, kecepatan pertumbuhan netto sama
dengan nol sebagai akibat dari habisnya nutrisi dan metabolis esensial pada
medium tumbuh. Berbagai produk fermentasi penting dihasilkan pada tahap
stasioner, termasuk antibiotik dan beberapa senyawa lipid. Pertumbuhan sel juga
diperlambat oleh terbentuknya asam organik dan zat beracun pada fase
tumbuhnya.
Tahap terakhir (fase IV) merupakan death phase dimana konsentrasi sel
mulai berkurang. Penyebab kematian dari sel diantaranya racun yang terbentuk
pada saat growth phase, lingkungan yang berubah, dan berkurangnya ketersediaan
nutrisi yang mendukung kelangsungan hidup sel tersebut. (Fogler, 2006)
Persamaan yang umumnya digunakan untuk merepresentasikan
kecepatan pertumbuhan sel adalah persamaan Monod (pada exponential growth):
(1)
dengan: = cell growth rate (
)
= konsentrasi sel(
)
= specific growth rate ( ) Specific growth rate dapat diketahui dari persamaan:
(2)
dengan:
= maximum specific growth reaction rate ( )
= konstanta Monod(
)
= konsentrasi substrat(
)
Landasan Teori
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang dapat dibuat dari minyak
lemak nabati yang berasal dari tanaman seperti jarak (kastroli), kelapa sawit, dan
jatropha. Sayangnya, keterbatasan lahan dan persaingan dengan industri makanan
menjadikan kapasitas produksi biodiesel dari tanaman terbatas. Mikroalga air laut
yang mengandung trigliserida dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel. Salah satu mikroalga yang terdapat di Indonesia adalah Tetraselmis sp.
yang memiliki lipid bervariasi (15-23% dari berat kering). Namun, kandungan
lipid yang relatif rendah menjadi kelemahan dari mikroalga tersebut. Agar
produksi biodiesel maksimal maka diperlukan peningkatan kandungan lipid dalam
sel. Untuk itu digunakan metode stressing yang bertujuan untuk mengarahkan
jalur metabolisme karbon kepada sintesis lipid. Salah satu metode stressing adalah
starvasi nitrogen yang membatasi jumlah nitrogen di dalam media kultur. Semakin
sedikit kadar nitrogen dalam media kultur maka pengaruh stressing yang diterima
tetraselmis semakin besar. Sehingga lipid yang dihasilkan pada tahap stasioner
lebih banyak. Namun metode starvasi berimbas kepada jumlah biomassa yang
menurun sebagai akibat dari berkurangnya nutrisi penting seperti nitrogen dalam
media kultur. Padahal jumlah lipid total yang dapat diambil bergantung dari berat
kering biomassanya. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan metode stressing
-
11
lainnya, yakni penggunaan biochemical stimulant. Penambahan malathion pada
tahap stasioner dapat menginduksi lipid tanpa mengurangi produktivitas biomassa.
Dengan penambahan malathion maka lipid total yang diperoleh pada tahap
pemanenan bisa mencapai titik maksimum.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1.Semakin sedikit kadar nitrogen dalam medium kultur, maka lipid yang
terkandung dalam Tetraselmis semakin besar.
2.Penambahan malathion pada konsentrasi tertentu dapat mendorong
pembentukan lipid pada mikroalga Tetraselmistanpa mengurangi produktivitas
biomassanya.
3.Persamaan monod dapat digunakan untuk merepresentasikan kecepatan
pertumbuhan sel Tetraselmis pada fase exponential growth.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Isolat Tetraselmis sp. diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi LIPI Gondol, Bali.
2. Medium stock f/2 diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
3. Air laut yang telah disterilisasi diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
4. Malathion diperoleh dari toko alat pertanian UD. Tani Maju. 5. Aquadest dan Alkohol 70% diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain botol kultur 500
mL, aerator, lampu neon, dan air stoneuntuk proses kultur pendahuluan,
sebagaimana terlihat pada gambar6. Sedangkan untuk kultur massal
digunakan photobioreactor berkapasitas 30Literseperti terlampir pada
gambar 7. Untuk mengukur kandungan lipid pada sampel digunakan
mikroskop fluorescent serta spektrofotometer GC-MS. (Gas Chromatography
Mass Spectrometry)
-
12
Gambar 6. Rangkaian Alat Kultur Tetraselmis sp.
Gambar 7. Rangkaian Alat pada Photobioreactor
Cara Penelitian
a. Pembuatan Medium Stock Medium yang digunakan untuk kultur awal Tetraselmis sp. yaitu
dengan menggunakan modifikasi medium f/2. Media dasar f/2 dibuat dari
800 mL air laut ditambah 1 mL stok NaH2PO4, 1 mL NaNO3, 1 mL stok
trace elemen, dan 0,5 mL stok vitamin, kemudian ditambah akuades
sampai 1 L. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer sampai homogen
selanjutnya pH medium diukur dan diatur agar nilainya diantara 7-8.
Medium kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit,
tekanan 15 psi, dan suhu 1210C.
Keterangan :
1. Aerator
2. Botol kultur
3. Medium f/2
4. Air stone
5. Selang plastik
6. Lampu neon biru
7. Steker 1
4
2
3
5
6
7
2
3
1
4
6
Keterangan :
1. Aerator
2. Stirrer
3. Selang plastik
4. Kran
5. Reaktor akrilik
6. Selang O2
5
-
13
b. Pre-treatment Kultur Starter Tetraselmis sp. dengan Cahaya Biru (1) Kultivasi dengan Medium Starvasi Nitrogen
Tetraselmis sp. dikultur pada medium f/2 dengan
menggunakan botol/Erlenmeyer.Sebanyak 150 mL isolate Tetraselmis
sp. diinokulasi dalam 100 mL medium f/2, diinkubasi selama 7 hari
dibawah sinar biru dengan aerasi dan pencahayaan kontinyu. Pada hari
ke 8 ditambahkan 250 mL medium starvasi dengan perbandingan N :
P 11.25 : 1, 7,5 : 1, dan 0 : 1. Kultur dilanjutkan sampai hari ke 12
dibawah sinar biru dengan aerasi kontinyu. Sebagai kontrol digunakan
150 mL isolate Tetraselmis sp. yang diinokulasi dalam 350 mL
medium f/2 dan diinkubasi selama 12 hari dibawah sinar biru dengan
aerasi dan pencahayaan kontinyu.
(2) Kultivasi dengan Medium N:P Normal dan Kombinasi Malathion Tetraselmis sp. dikultur pada medium f/2 dengan
menggunakan botol/Erlenmeyer. Sebanyak 150 mL isolate
Tetraselmis sp. diinokulasi dalam 350 mL medium f/2, diinkubasi
selama 12 hari dibawah sinar biru dengan aerasi dan pencahayaan
kontinyu. Pada saat kultur mencapai fase log phase (antara hari ke 3-
5), ditambahkan malathion sebagai stressing stimulant dengan
konsentrasi 60 mg/L, 120 mg/L, dan 180 mg/L. Sebagai kontrol
digunakan 150 mL isolate Tetraselmis sp. yang diinokulasi dalam 350
mL medium f/2 dan diinkubasi selama 12 hari dibawah sinar biru
dengan aerasi dan pencahayaan kontinyu.
(3) Kultivasi dengan Medium Starvasi Nitrogen dan Kombinasi Malathion
Tetraselmis sp. dikultur pada medium f/2 dengan
menggunakan botol/Erlenmeyer. Sebanyak 150 mL isolate
Tetraselmis sp. diinokulasi dalam 100 mL medium f/2, diinkubasi
selama 7 hari dibawah sinar biru dengan aerasi dan pencahayaan
kontinyu. Pada saat kultur mencapai fase log phase (antara hari ke 3-
5), ditambahkan malathion sebagai stressing stimulant dengan
konsentrasi 60 mg/L. Pada hari ke 8 ditambahkan 250 mL medium
starvasi dengan perbandingan N : P 7,5 : 1. Kultur dilanjutkan sampai
hari ke 12 dibawah sinar biru dengan aerasi kontinyu.
c. Kultivasi Tetraselmis sp. pada Photobioreactor Tetraselmis sp. yang berasal dari perlakuan awal dibawah
pencahayaan sinar biru dikultivasi pada Photobioreactor (PBR). Sebanyak
10 L isolate Tetraselmis sp. dikultur dalam 10 L medium air laut dengan
aerasi dan pencahayaan biru selama 12 hari. Pada hari ke 8 ditambahkan
10 L medium starvasi dengan perbandingan N : P 7,5 : 1. Kultur
dilanjutkan sampai hari ke 12 dengan aerasi dan pencahayaan biru
kontinyu. Alga kemudian dipanen melalui bagian bawah photobioreactor.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat variabel-variabel peubah:
Variabel bebas :
a. Perbandingan Nitrogen dan Phospor dalam nutrient medium f/2. b. Konsentrasi Malathion dalam medium kultur.
-
14
Analisis Data
a. Menghitung densitas sel tetraselmis sp. Penghitungan densitas sel dilakukan dengan menggunakan
haemocytometer. Perlu diketahui volume bilik hitung dari preparat yang
digunakan. Volume bilik diperoleh dari persamaan:
V = A x h(3)
dengan: V = Volume bilik hitung (L / ( ) A = Luas bilik hitung ( ) h = Jarak bilik hitung dengan preparat (m)
Sehingga dapat diperoleh jumlah sel tiap 1 mL (1000 L)
S =
(4)
dengan: S = Jumlah sel tetraselmis sp. per mL
= Jumlah sel terhitung pada bilik hitung haemocytometer = Faktor pengenceran Volume bilik hitung (L / ( )
b. Menghitung berat kering tetraselmis sp. Berat kering tetraselmis tiap 10 mL sample dicari dengan persamaan:
- (5) dengan: = Berat kering tetraselmis sp. Pada 10 mL sampel (gram) = Berat kertas saring + tetraselmis sp. (gram) = Berat kertas saring (gram)
Sehingga dapat diperoleh berat tetraselmis pada botol kultur.
m = x V (5) dengan: = Berat tetraselmis sp. per volume kultur (gram)
= Berat kering tetraselmis sp. Pada 10 mL sampel (gram) = Berat kertas saring + tetraselmis sp. (gram) = Berat kertas saring (gram)
V = Volume botol kultur
c. Menentukan specific growth rate Specific growth rate () digunakan dalam persamaan Monod untuk
menghitung nilai specific growth rate constant ( ) dan specific growth rate maksimum (
) dari tetraselmis sp. Nilai dari dapat dicari dengan
persamaan:
=
(6)
dengan: = specific growth rate ( ) = massa tetraselmis sp. pada (gram)
= massa tetraselmis sp. pada (gram)
= lama masa kultur (hari)
d. Menentukan kecepatan pertumbuhan sel tetraselmis sp. dengan persamaan Monod
Dengan mengetahui nilai , maka dapat dicari nilai dan dari data
percobaan yang diperoleh pada kultur skala lab. dibuat plot dalam
bentuk grafik untuk mencari nilai intercept dan slope dari persamaan
Monod:
-
15
=
(7)
Persamaan diubah ke bentuk linier:
=
+
(8)
dengan: =specific growth rate ( ) =specific growth rate constant
=maximum specific growth rate ( )
=konsentrasi substrat (g/L) e. Menentukan kandungan lipid secara kualitatif
Kandungan lipid dapat diketahui dari tingkat fluorescence isolat
tetraselmis sp. yang telah diberi reagent nile red. Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan mikroskopfluorescenct yang bertempat di
Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah
Mada (LPPT UGM).
Teknik Pengumpulan Data
a. Laju Pertumbuhan Massa Tetraselmis sp. Laju pertumbuhan massa Tetraselmis sp. diukur dengan
menimbang berat kering mikroalga yang telah dikultur dalam interval 1
hari. Sampel diambil sebanyak 10 mL kemudian difilter dan dikeringkan
menggunakan microwave selama 10 menit. Filtrat lalu ditimbang
sehingga dapat diperoleh berat kering mikroalga serta grafik laju
pertumbuhan Tetraselmis sp. dalam satuan massa terhadap waktu. Laju
pertumbuhan massa diperlukan untuk menentukan masa starvasi agar
kandungan lipid saat tahap panen bisa optimum. Sebagai pembanding,
pertumbuhan jumlah sel dihitung menggunakan haemocytometer. Kultur
dicuplik kemudian difiksasi dengan alkohol 70%, perbandingan kultur
dengan alkohol 70% adalah 8 : 2. Hasil perhitungan sel dengan
haemocytometer di konversi ke jumlah sel/mL.
b. Produktivitas Biomassa Produktivitas Biomassa Tetraselmis sp. diukur dengan mengukur
berat kering (dry weight) pada awal dan akhir tiap perlakuan dan kontrol.
Pengukuran berat kering dilakukan dengan mengambil 10 mL sampel
dan disaring dengan kertas Whatman No. 1 yang sebelumnya telah
diukur beratnya dengan menggunakan neraca analitis digital. Hasil
penyaringan dibungkus dengan kertas Whatman No. 1 dan dimasukkan
ke dalam microwave selama 10 menit dengan tegangan 300 volts.
Biomassa beserta kertas Whatman kemudian dioven pada suhu 34C selama semalam (overnight) hingga berat konstan dan ditimbang dengan
neraca analitis digital.
c. Pengukuran Kandungan Lipid Pengukuran kandungan lipid dilakukan dengan menggunakan GC-
MS (Gas chromatography mass spectrophotometry) serta reagent Nile Red.Kandungan lipid Tetraselmis sp. diukur pada awal dan akhir tiap
perlakuan dan kontrol. Pengukuran kandungan lipid ini bekerja sama
dengan LPPT (Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu) UGM.
-
16
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui kinetika sel Tetraselmis sp. maka perlu diketahui
pertumbuhan sel dengan membandingkan jumlah sel dan biomassa sel per hari.
Gambar 8 menunjukkan grafik pertumbuhan sel yang diberikan stressing
stimulant malathion pada hari ke-3 kultur. Terlihat bahwa fase pertumbuhan log
hanya mencapai hari ke-3, padahal dari perilaku kontrol dapat diketahui pula
bahwa hari ke-3 merupakan puncak aktivitas pembelahan sel. Senyawa malathion
rupanya memberikan suasana stress yang sangat kuat dalam medium kultur
sehingga fase stasioner mulai lebih cepat dari seharusnya. Environmental stress
tersebut berimbas pada aktivitas metabolisme sel yang cenderung menimbun
cadangan makanan pada dinding sel atau melakukan metabolisme sekunder yakni
sintesis lipid.
Gambar 8. Grafik jumlah sel Tetraselmis sp. perlakuan penambahan malathion
Dari gambar 8 juga dapat diamati bahwa variasi konsentrasi malathion
tidak terlalu berpengaruh pada aktivitas sel saat fase stasioner. Baru pada fase
kematian sel dapat dilihat bahwa penurunan jumlah sel paling besar terjadi pada
konsentrasi 120 L. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh perlakuan starvasi nitrogen
yang memberikan jumlah sel tiga kali lipat dibandingkan perlakuan stressing
malathion pada akhir kultur. Pada perlakuan starvasi tersebut, pemberian medium
starvasi dilakukan pada hari ke-7 sehingga berdampak pada meningkatnya
aktivitas pertumbuhan sel pada konsentrasi medium 50% N dan 75% N.
Pemberian medium starvasi pada hari ke-7 dimaksudkan agar sintesis lipid
meningkat,namun tetap disertai dengan pembelahan sel. Pada kondisi ini sel
kembali mengalami fase pertumbuhan logaritmik yang ditandai dengan
peningkatan jumlah sel hingga hari ke-12. Dengan cara ini dapat diperoleh
biomassa maksimum dengan kadar lipid yang lebih tinggi.
050000
100000150000200000250000300000350000400000450000500000550000600000650000700000750000800000850000900000950000
1000000105000011000001150000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jum
lah
Sel
Hari
kontrol
malathion60 l
malathion120 l
malathion180 l
-
17
Gambar 9. Grafik jumlah sel Tetraselmis sp. perlakuan starvasi nitrogen
Hal yang penting dari kultur mikroalga adalah perlakuan yang dapat
menghasilkan biomassa dan kandungan lipid optimum. Pada umumnya,
biomassa yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah sel mikroalga.
Namun hal berlainan diperlihatkan oleh metode stressingdengan malathion
seperti ditunjukkan oleh gambar 3. Peningkatan biomassa hingga hari ke-3
merupakan hasil dari aktivitas pembelahan sel Tetraselmis, sebelum berkurang
pada hari ke-4 akibat adanya penambahan malathion. Berkurangnya biomassa
tersebut digunakan oleh sel untuk mempertahankan diri pada suasana medium
baru. Tetraselmis kemudian memasuki fase stasioner dimana sel mulai
memproduksi lipid. Pada hari ke-9 biomassa kembali mengalami peningkatan
hingga hari ke-11 meskipun jumlah sel cenderung menurun sebagai akibat dari
habisnya nutrisi-nutrisi penting. Kenaikan biomassa secara signifikan juga
didorong oleh suasana medium yang bercampur dengan malathion.
0 50000
100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000 500000 550000 600000 650000 700000 750000 800000 850000 900000 950000
1000000 1050000 1100000 1150000 1200000 1250000 1300000 1350000 1400000 1450000 1500000 1550000 1600000 1650000 1700000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
JUM
LAH
SEL
HARI KE
kontrol
starvasi75% N
starvasi50% N
starvasi0% N
-
18
Gambar 10. Grafik biomassa Tetraselmis sp. perlakuan penambahan malathion
Gambar 11. Grafik biomassa Tetraselmis sp. perlakuan starvasi nitrogen
Untuk perlakuan starvasi nitrogen, biomassa yang dihasilkan lebih rendah
dibandingkan perlakuan penambahan malathion. Pada konsentrasi 50% N dan
75% N grafik biomassa cenderung naik hingga hari ke-4, kemudian stasioner
sampai hari ke-8. Pada hari ke-9 biomassa meningkat dan turun kembali pada
hari ke-11. Peningkatan biomassa di tengah masa kultur tersebut merupakan hasil
dari penambahan medium starvasi. Sedangkan pada konsentrasi 0% N grafik
biomassa cenderung stasioner hingga hari ke-7, kemudian meningkat hingga hari
ke-9 dan selanjutnya turun di akhir masa kultur. Dari ketiga konsentrasi medium,
konsentrasi 75% N memberikan biomassa paling besar di akhir kultur, diikuti oleh
konsentrasi 50% N dan 0% N. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
0.0000
0.0010
0.0020
0.0030
0.0040
0.0050
0.0060
0.0070
0.0080
0 2 4 6 8 10 12 14
BIO
MA
SSA
SEL
(gr
am/L
)
HARI KE-
kontrol
malathion60 l
malathion120 l
malathion180 l
0.0000
0.0010
0.0020
0.0030
0.0040
0.0050
0.0060
0 2 4 6 8 10 12 14
BIO
MA
SSA
SEL
(gr
am/L
)
HARI KE-
kontrol
starvasi75% N
starvasi50% N
starvasi0% N
-
19
bahwa semakin sedikit unsur nitrogen maka pertumbuhan mikroalga menjadi
terhambat. Data biomassa untuk semua perlakuan dapat dilihat pada daftar I.
Pada penelitian ini juga digunakan persamaan Monod untuk menghitung
kinetika pertumbuhan sel Tetraselmis. Seperti terlihat pada gambar 5, fase
pertumbuhan sel terdiri dari beberapa tahapan yaitu fase pertumbuhan log, fase
stasioner, dan fase kematian sel. Persamaan Monod hanya dapat digunakan untuk
memperkirakan kinetika pertumbuhan sel pada fase log. Dari persamaan tersebut
dapat diperoleh nilai maximumspecific growth rate ( ) yang yang menunjukkan nilai maksimum dari growth rate sel Tetraselmis yang dibatasi oleh konsentrasi
nitrogen dalam medium kultur. Dalam hal ini nitrogen disebut sebagai limiting
substrate karena ketersediaannya dalam medium sangat mempengaruhi
pertumbuhan sel. Konsentrasi nitrogen menentukan waktu perubahan fase
pertumbuhan dari fase log menjadi fase stasioner hingga akhirnya tiba pada fase
kematian sel. Jumlah nitrogen (s) dalam medium juga menentukan nilai specific
growth rate (). Semakin besar nilai (s) maka specific growth rate () akan
meningkat hingga nilai tertentu dan mencapai nilai maksimum yang disebut . Nilai untuk masing-masing perlakuan berbeda sesuai dengan konsentrasi
nitrogen sisa pada medium. Pada perlakuan starvasi 50% diperoleh nilai sebesar 0,3863 hari
-1 serta nilai sebesar 16,9119 gram/L. menunjukkan
konsentrasi limiting substrate ketika specific growth rate mencapai separuh dari
nilai . Untuk mengetahui kandungan lipid pada sel Tetraselmis maka digunakan
metode analisis staining dengan reagen nile red. Biomassa yang telah dipisahkan
dari medium ditetesi nile red agar lipid dalam badan sel dapat diamati oleh
mikroskop flourescence. Hasil pengamatan dengan mikroskop flourescence
ditunjukkan oleh gambar dibawah.
Gambar 12. Hasil pengamatan lipid Tetraselmis dengan
mikroskop flourescence
Red image menunjukkan badan sel Tetraselmis, sedangkan Green image
menunjukkan lipid yang terkandung dalam sel. Penambahan nile red
menyebabkan adanya perpendaran berwarna kuning keemasan dari badan sel,
yang merupakan lipid sel. Untuk mengetahui kadar lipid sel maka digunakan
softwarecell profiler yang dapat mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan
sel. Hasil pengukuran kadar lipid ditunjukkan pada gambar 13.
-
20
Gambar 13. Data kandungan lipid kultur Tetraselmis sp.
Pada perlakuan starvasi, semakin kecil kadar nitrogen dalam medium
kultur maka kandungan lipid sel semakin besar. Sedangkan pada perlakuan
penambahan malathion, semakin besar konsentrasi malathion maka kandungan
lipid sel semakin tinggi. Dari gambar 13 dapat diketahui bahwa lipid dari
perlakuan penambahan malathion lebih besar dibandingkan perlakuan starvasi
nitrogen. Kandungan lipid terbesar dihasilkan dari perlakuan penambahan
malathion pada konsentrasi 180 L dengan kandungan lipid sebesar 45,6783%
dari berat kering. Untuk mengetahui konsentrasi optimum malathion maka kadar
lipid dibandingkan dengan biomassa sel pada hari ke-12. Hasilnya konsentrasi 180
L memberikan jumlah lipid paling besar yakni 2,5316 mg/mg biomassa. Jumlah
lipid sel pada tiap perlakuan ditunjukkan pada table III dibawah.
Tabel III. Data kandungan lipid kultur Tetraselmis sp.
Perlakuan Lipid
Content (%) Biomassa
(mg/L) Lipid (mg/mg)
kontrol 34.9950 4.3396 1.5186
malathion 60 l 36.4778 6.1927 2.2590
malathion 120 l 37.0393 4.7525 1.7603
malathion 180 l 45.6783 5.5423 2.5316
starvasi 75% N 23.0683 2.9627 0.6834
starvasi 50% N 25.2507 2.2081 0.5575
starvasi 0% N 29.0169 1.8877 0.5478
Rendahnya lipid sel pada perlakuan starvasi disebabkan adanya penurunan
biomassa sel sebagai akibat dari keterbatasan makro nutrien dalam medium kultur.
Menurut Solovchenkoetal (2008) medium tanpa nitrogen menyebabkan sel tidak
optimal membelah dan mengalihkan hasil metabolismenya untuk membentuk
dinding sel atau untuk memproduksi lipid sebagai cadangan makanan. Medium
starvasi menyebabkan peningkatan kandungan lipid pada sel, namun disertai pula
dengan penurunan aktivitas pembelahan sel, sehingga biomassa dan jumlah lipid
menjadi rendah. Untuk memperoleh kandungan lipid yang tinggi dengan tetap
menjaga produktivitas biomassa sel,maka digunakan malathion sebagai stressing
stimulant yang dapat menginduksi pembentukan lipid pada mikroalga. Malathion
menimbulkan environmental stressyang menginduksi pembentukan senyawa lipid
pada fase stasionerTetraselmis. Disisi lain, environmental stress juga
mempercepat fase kematian sel sehingga jumlah sel total berkurang. Namun
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00
malathion 60 l
malathion 120 l
malathion 180 l
starvasi 75% N
starvasi 50% N
starvasi 0% N
36.48
37.04
45.68
23.07
25.25
29.02
LIPID CONTENT (%)
PER
LAK
UA
N
-
21
biomassa pada perlakuan penambahan malathion justru meningkat, terutama pada
hari ke-9 dan relatif konstan hingga hari ke-12. Fenomena ini mengindikasikan
adanya peningkatan aktivitas metabolisme sekunder sel yang menyebabkan
ukuran sel Tetraselmis bertambah besar.
Sedangkan untuk kultur dengan photobioreactor diperoleh hasil berupa
kandungan lipid sel per hari seperti ditunjukkan pada gambar 2. Kandungan lipid
pada hari ke-5 mencapai nilai maksimum sebesar 63,8465% namun nilainya
menurun hingga 25,4823% pada hari ke-9. Kandungan lipid sel kembali naik pada
hari ke-11 mencapai 49,5207% dan turun kembali hingga 36,1531% pada hari ke-
12.Nilai tersebut hampir sama dengan hasil yang diperoleh pada kultur
pendahuluan. Apabila dibandingkan dengan biomassa sel, maka biomassa
optimum diperoleh pada hari ke-12. Peningkatan biomassa secara signifikan
terlihat sejak hari ke-10 dengan nilai 0,0093 gram hingga 0,0565 gram pada hari
ke-12. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan lipid optimum Tetraselmis
diperoleh pada hari ke-12 kultur.
Gambar 14. Grafik kandungan lipid Tetraselmis sp. pada kultur
dengan photobioreactor kapasitas 30 L untuk
perlakuan penambahan malathion 60 L
Penggunaan malathion pada fase pertumbuhan sel terbukti mampu
meningkatkan kandungan lipid sel hingga 45,6783%. Nilai ini 3 kali lipat lebih
besar dari kandungan lipid awalTetraselmisyang berkisar antara 15-23%. Jika
dibandingkan dengan metode starvasi, metode penambahan malathion juga
meningkatkan biomassa sel. Sehingga dapat dihasilkan lebih banyak biodiesel dari
biomassa yang diolah melalui proses ekstraksi dan transesterifikasi.
Pembatasan nutrien pada medium kultur memang berdampak positif pada
naiknya kandungan lipid sel, namun juga mengurangi aktivitas pembelahan sel
akibat ketidaktersediaan nitrogen guna metabolisme primer. Sebagai alternatif,
metode penambahan malathion terbukti dapat meningkatkan kandungan lipid serta
biomassa sel, sehingga diperoleh lipid optimum pada Tetraselmis sp. Peningkatan
kandungan lipid tersebut merupakan langkah penting guna mengoptimalkan
pemanfaatan mikroalga air laut, khususnya Tetraselmis sp. sebagai bahan baku
alternatif pembuatan biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA
Aidar, E., Gianesella- Galvo, S. M. F., Sigaud, T. C. S., Asano, C. S., Liang, T.
H., Rezende, K. R. V., Oishi, M. K., Aranha, F. J., Milani, G. M. dan
0.0000
10.0000
20.0000
30.0000
40.0000
50.0000
60.0000
70.0000
3 5 7 9 1 1 1 2
Kan
du
nga
n li
pid
(%
)
HARI KE
-
22
Sandes, M. A. L. 1994. Effects of light quality on growth, biochemical
composition and photosynthetic production in Cyclotella caspia Grunow
and Tetraselmis gracilis (Kylin) Butcher. Journal of Experimental Marine
Biology and Ecology. 180:175-187.
Alsull, M. dan Omar, W.M.W. 2012. Responses of Tetraselmis sp. and
Nannochloropsis sp. isolated from Penang National Park coastal waters,
Malaysia, to the combined influences of salinity, light and nitrogen
limitation.International Conference on Chemical, Ecology and
Environmental Sciences (ICEES 2012).
Ariyanti, Dessy, dan N.A. Handayani, 2012, Mikroalga Sebagai Sumber Biomassa
Terbarukan: Teknik Kultivasi dan Pemanenan, Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Diponegoro
Chisti, Yusuf. 2007. Biodiesel from microalgae. Biotechnology Advances.25
(2007) 296.
Das, P., W. Lei, S.A. Aziz, dan J.P. Obbard. 2011. Enhanced algae growth in both
phototrophic and mixotrophic culture under blue light. Bioresource
Technology. 102: 38833887 Decker, Eva L. dan Reski, Ralf. 2008. Current achievements in the production of
complex biopharmaceuticals with moss bioreactor. Bioprocess and
Biosystems Engineering. 31: 3-9.
Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.
Fogler, H. Scott. 2006. Elements of Chemical Reaction Engineering, 4 ed. p 422-
424. Prentice Hall. New York.
Hu, Qiang. 2004. Environmental Effects on Cell Composition. Dalam: Richmond,
Amos ed.Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and Applied
Phycology. Blackwell Science: India. P. 86.
Klein, R. M. 1992. Effects of green light on biological systems. Biol. Rev. 67:
199-284.
Marchetti, J., G. Bougaran, T. Jauffrais, S. Lefebvre, C. Rouxel, B.Saint-Jean, E.
Lukomska, R. Robert,dan J.P. Cadoret. 2012.Effects of blue light on the
biochemical composition and photosynthetic activity of Isochrysis sp. (T-
iso).Journal of Applied Phycology.2012. P 6.
Mujiman, Ahmad. 1984. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nic, M.,J. Jirat., dan B. Kosata. 2006. Bioreactor. IUPAC Compendium of
Chemical Terminology (Online ed.). ISBN 0-9678550-9-8.
Nuryadhyn, Agus. 2012. Herman: Konsumsi BBM 1,3 Juta Barel Per Hari.
BANGKAPOS.COM. 15 Maret. (Diakses: http://bangka.tribunnews.com,
10 September 2012).
Posten, Clemens. 2009. Design principles of photo-bioreactors for cultivation of
microalgae. Eng. Life Sci. 2009, 9, No. 3, 165177. Richmond, Amos. 2004. Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and
Applied Phycology. Blackwell Science: India. P. 3.
Rodolfi, L., Zittelli, G.C., Bassi, N., Padovani, G., Biondi, N., Bonini, G., Tredici,
M.R.,2009. Microalgae for oil: strain selection, induction of lipid synthesis
andoutdoor mass cultivation in a low-cost photobioreactor. Biotechnology
andBioengineering 102 (1), 100112. Rostini, Iis. 2007.Kultur Fitoplankton (Chlorella Sp. Dan Tetraselmis Chuii)
Pada Skala Laboratorium. Universitas Padjadjaran, Jatinagor.
-
23
Thompson, Jr. G.A. 1996. Lipids and membrane function in green algae.
Biochem. Biophys. Acta, 1302, 17-45.
-
vii
LAMPIRAN
1. Biodata Ketua Kelompok Nama Lengkap : Muhammad Syaifuddin Maruf Tempat, Tanggal Lahir : Sleman, 12 Mei 1992
NIM : 10/300987/TK/36746
Jurusan/Fakultas : Teknik Kimia/Teknik
E-mail : [email protected]
Telepon : 085643194160
Prestasi : Finalis Lomba Karya Cipta Teknologi Maritim II
2. Biodata Anggota Kelompok Anggota 1
Nama Lengkap : Affifah Ambar Rafsanjani
Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 25 Februari 1993
NIM : 11/319173/TK/38303
Jurusan/Fakultas : Teknik Kimia/Teknik
Email : [email protected]
Nomor telepon : 085728233001
Prestasi : -
Anggota 2
Nama Lengkap : Annisa Pertiwi Tempat, Tanggal Lahir : Stabat, 17 Februari 1993
NIM : 11/319116/TK/38248
Jurusan/Fakultas : Teknik Kimia/Teknik
Email : [email protected]
Nomor telepon : 085276878109
Prestasi : -
3. Biodata Dosen Pembimbing Nama Lengkap : Ir. Siti Syamsiah, Ph.D
Alamat : Gang Lempongsari I/7, Sariharjo, Ngaglik, Sleman
Jabatan Fungsional : Dosen
Jurusan/Fakultas : Teknik Kimia / Teknik
Alamat Universitas : Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta 55281
Bidang Keahlian : Bioproses dan Konservasi Lingkungan
Email : [email protected]
Nomor Telepon : 0818270705
-
viii