peningkatan kemampuan komunikasi ... -...
TRANSCRIPT
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK MAHASISWA
MELALUI PROJECT BASED LEARNING BERBASIS LESSON STUDY
Reny Amalia Widiyanti, Anggun Badu Kusuma, Erni Widiyastuti
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ABSTRACT
This research is to improving students’s communication skill in mathematic students
through project based learning of lesson study-based. This research is a classroom action
research. The subject of this research is the students of mathematic Education FKIP UMP class
B academic year 2013/2014 who took Descriptive Statistic in odd semester in academic year
2013/2014 consisting of 40 students. The techniques of the data collection used in this research
are test and observation sheet. The research instrument used are test, documentation, and
observation, picture documentation, and LKM. The data gained was then analyzed in descriptive
quantitative. The results of the research showed that project based learning could improve the
students communication skill in mathematic on descriptive statistic in study program of
mathematic collection of FKIP UMP.
Keywords: Project Based Learning, Mathematic Communication, Lesson Study
Pendahuluan
Mata pelajaran matematika perlu
diajarkan disetiap jenjang pendidikan untuk
membekali peserta didik dengan
mengembangkan kemampuan komunikasi
matematika dalam mengungkapkan ide atau
gagasan untuk menjelaskan suatu keadaan
atau masalah. Hal tersebut sesuai dengan
Permen Nomor 2013 tahun 2006, yaitu
melalui pembelajaran matematika, peserta
didik diharapkan dapat mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah. Komunikasi merupakan hal yang
sangat fundamental dalam belajar
matematika. Dalam setiap pembelajaran,
peserta didik menyampaikan pemikiran
matematikanya dan meningkatkan
kemampuannya bernalar melalui presentasi
lisan, menulis deskripsi, menulis jurnal,
membuat tabel, diagram, grafik, ataupun
dalam bentuk komunikasi lainnya. Dengan
adanya bentuk komunikasi dalam
matematika seperti ini dapat menjadi suatu
jembatan antara individu dengan suatu
objek.
Sedangkan pembelajaran
matematika pada umumnya lebih difokuskan
pada aspek komputasi yang bersifat
algoritmik. Sehingga peserta didik mampu
dalam perhitungan matematik, tetapi kurang
mampu dalam kemampuan matematika
aplikatif. Pembelajaran matematika
hendaknya tidak hanya mencakup berbagai
penguasaan konsep matematika, melainkan
juga terkait dengan aplikasinya dalam
kehidupan nyata. Kemampuan matematika
aplikatif, seperti mengoleksi, menyajikan,
menganalisis, dan menginterpretasikan data,
serta mengkomunikasikannya sangat perlu
untuk dikuasai peserta didik.
Dosen mempunyai peran penting
dalam merancang pengalaman belajar di
kelas sedemikian sehingga mahasiswa
mempunyai kesempatan bervariasi untuk
berkomunikasi secara sistematis. Proses
pembelajaran dioptimalkan agar mahasiswa
tidak hanya mampu memecahkan
permasalahan sendiri, memberi kesempatan
mahasiswa untuk aktif membangun dan
mengatur pembelajarannya, menjadikan
pelajar yang realistis. Untuk itu perlu
dirancang pembelajaran yang dapat
menjawab tuntutan masalah tersebut,
pembelajaran yang potensial adalah Project
Based Learning (PjBL)/pembelajaran
berbasis proyek.
Pembelajaran berbasis proyek
membantu peserta didik dalam: (1)
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang kokoh dan bermakna
yang dibangun melalui tugas-tugas dan
pekerjaan yang autentik; (2) memperluas
pengetahuan melalui ke autentikan kegiatan
kurikuler yang terdukung oleh proses
kegiatan belajar melakukan perencanaan
atau investigasi yang open ended, dengan
hasil atau jawaban yang tidak ditetapkan
sebelumnya oleh perspektif tertentu; dan (3)
dalam proses membangun pengetahuan
melalui pengalaman dunia nyata dan
negosiasi kognitif antar persepsi yang
berlangsung di dalam suasana kerja
kolaboratif (Nuryadin, 2013).
Pada Project Based Learning,
pengajar berperan sebagai fasilitator bagi
peserta didik untuk memperoleh jawaban
dari pertanyaan penuntun, memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk
merencanakan aktivitas belajar,
melaksanakan proyek secara kolaboratif,
dan pada akhirnya menghasilkan produk
kerja yang dapat dipresentasikan kepada
orang lain. Sehingga dapat dilihat
kemampuan komunikasi matematik peserta
didik dalam mengembangkan ide-ide dan
membangun pengetahuan matematiknya.
Adapun tujuan penelitian adalah
untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik mahasiswa dalam
Project Based Learning melalui Lesson
Study. Kemampuan komunikasi matematis
pada penelitian ini dibatasi pada komunikasi
matematis secara tertulis yang meliputi:
1. Kemampuan memahami dan
mengidentifikasi soal.
2. Kemampuan dalam mengubah bentuk
soal ke dalam model matematika.
3. Kemampuan dalam melakukan
perhitungan.
4. Kemampuan menjelaskan ide matematika
dalam penyelesaian masalah.
5. Kemampuan untuk menyimpulkan
penyelesaian yang diperoleh.
Project Based Learning adalah
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan
metode belajar yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan
dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam
beraktifitas secara nyata dengan bekerja
kelompok. Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan
peserta didik dalam melakukan insvestigasi
dan memahaminya.
Lesson study sebagai suatu metode
analisis kasus pada praktek pembelajaran,
ditujukan untuk membantu pengembangan
profesional para pengajar dan membuka
kesempatan bagi mereka untuk saling
belajar berdasarkan praktek-praktek
pembelajaran di kelas. Lesson study
memiliki tahapan-tahapan dalam siklusnya.
Tahap pertama adalah plan dengan
kegiatannya yaitu komunitas pengajar
menyusun rencana pembelajaran atau
merancang pembelajaran. Tahap kedua
adalah do dengan kegiatannya yaitu
melaksanakan pembelajaran yang dilakukan
oleh salah seorang pengajar pengampu
pelajaran dan mengamati pembelajaran yang
dilakukan oleh pengajar-pengajar lain yang
tergabung dalam komunitas pengajar yang
melakukan lesson study. Tahap ketiga
adalah see dengan kegiatannya yaitu
komunitas pengajar merefleksi dari
pembelajaran yang telah dilakukan dan hasil
pengamatan selama pembelajaran untuk
kemudian dijadikan bahan perencanaan
pembelajaran selanjutnya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester
ganjil tahun akademik 2013/2014 di
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
(UMP). Subyek dari penelitian ini adalah
mahasiswa kelas B angkatan 2013/2014
program studi Pendidikan Matematika UMP
yang menempuh mata kuliah Statistika
Deskriptif semester ganjil tahun akademik
2013/2014.
Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas yang pembelajarannya
dilakukan dalam tahapan-tahapan lesson
study. Lesson study dilakukan melalui tiga
tahap yaitu plan (merencanakan) untuk
merencanakan pembelajaran, do
(melaksanakan) ketika melaksanakan
pembelajaran dan mengobservasinya, dan
see (melihat) untuk melakukan refleksi.
Lesson study yang dilakukan dilakukan
dalam 4 siklus tahapan lesson study.
Masing-masing tahapannya dijelaskan di
bawah ini.
1. Plan
Pada tahap ini, dosen model
berkolaborasi dengan lima dosen observer
untuk merancang pembelajaran yang akan
dilakukan dengan cara berdiskusi.
Pembelajaran yang dirancang berfokus pada
pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa
yang dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi mahasiswa. Seluruh perangkat
perkuliahan disusun dan diberikan masukan
untuk diperbaiki. Perangkat yang disusun
termasuk lembar observasi yang akan
digunakan untuk mengetahui temuan-
temuan yang dilakukan mahasiswa dan hasil
pengamatan indikator-indikator komunikasi.
2. Do
Dalam tahap do, dosen model
berperan menjadi dosen yang memimpin
pembelajaran bagi mahasiswanya untuk
melaksanakan hasil rancangan kegiatan yang
dilakukan pada tahap plan. Kegiatan dosen
dan mahasiswa berpedoman pada Satuan
Acara Perkuliahan (SAP) yang telah disusun
dan dibuat bersama-sama dosen-dosen
observer pada tahap plan. Observasi untuk
mengamati jalannya pembelajaran, hal-hal
yang dilakukan mahasiswa sesuai dengan
indikator-indikator komunikasi,
dilaksanakan oleh para dosen observer
dalam timnya. Observasi berpedoman pada
lembar observasi yang telah dibuat pada
tahap plan.
3. See
Pada tahap see, dosen model dan
dosen observer kembali berdiskusi untuk
membahas hasil pengamatan dari para dosen
observer. Pada awal diskusi, dosen model
dapat terlebih dahulu mengemukakan
refleksi diri hasil dan proses pembelajaran
yang telah dilakukan bersama-sama dengan
mahasiswanya. Setelah itu, dosen observer
mengemukakan temuan-temuannya
bagaimana mahasiswa belajar, baik yang
berupa hal-hal yang positif ataupun hal-hal
yang negatif dalam pembelajaran. Selain itu,
dosen observer juga dapat memberikan
saran berupa hal-hal yang harus dilakukan
pada pembelajaran selanjutnya yang
sebelumnya harus dirancang dalam tahap
plan siklus berikutnya. Dalam diskusi see
ini, dosen model dapat menjelaskan
kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan
selama melaksanakan pembelajaran. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini yaitu
tes tulis dan dokumentasi. Disamping itu
untuk melihat komunikasi selama proses
perkuliahan digunakan teknik observasi.
Adapun instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu : (1) tes tulis yang berisi
pertanyaan-pertanyaan tentang materi dari
siklus 1 sampai dengan 4, (2) dokumentasi
berupa rekaman video dan foto dari setiap
pelaksanaan plan, do dan see, serta dokumen
hasil pekerjaan dan diskusi mahasiswa yang
dituliskan dalam Lembar Kerja Mahasiswa
(LKM), dan 3) lembar observasi yang
disajikan dalam bentuk pertanyaan-
pertanyaan tentang kegiatan pembelajaran,
temuan-temuan, dan kemampuan
komunikasi matematik mahasiswa.
Analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah analisis terhadap hasil
jawaban tertulis secara berkelompok yang
diperoleh dari pemberian LKM dan secara
individual yang diperoleh dari pemberian tes
kemampuan komunikasi matematis pada
empat kali siklus Lesson Study dengan
materi : a) median dan modus; b) kuartil,
desil, dan persentil, c) jangkauan, jangkauan
interkuartil, jangkauan semiinterkuartil, dan
simpangan rata-rata; d) variansi dan
simpangan baku yang dapat dilihat pada
tabel 1.
Hasil jawaban tertulis mahasiswa
dilakukan penilaian berdasarkan rumus
berikut ini:
𝐻 =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚× 100
Keterangan:
H = nilai akhir
Skor total = total skor yang
diperoleh mahasiswa
Skor maksimum = skor tertinggi yang
mungkin diperoleh mahasiswa.
Penentuan kriteria nilai akhir
didasarkan pada nilai ketuntasan belajar
yaitu 70. Nilai akhir dari kemampuan
komunikasi matematis dianalisis
berdasarkan tabel kriteria nilai total dalam
skala 0 - 100 berikut (Tabel 2). Secara
klasikal kategori kemampuan komunikasi
adalah sebagai berikut (Tabel 3).
Hasil dokumen rekaman video akan
digunakan untuk mempertajam dalam
mendeskripsikan hasil pekerjaan mahasiswa
dan temuan-temuan dari dosen-dosen
observer. Penelitian ini dikatakan berhasil
jika terjadi peningkatan rata-rata
keomunikasi matematik mahasiswa tiap
indikator dari siklus I ke siklus berikutnya.
Penelitian ini direncanakan 4 siklus.
Tabel 1. Kisi-Kisi Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik
Materi Indikator Kemampuan Komunikasi Tertulis
1. Median dan modus
2. Kuartil, desil, dan persentil
3. Jangkauan, jangkauan interkuartil,
jangkauan semiinterkuartil,
simpangan rata-rata
4. Variansi dan simpangan baku
Kemampuan memahami dan mengidentifikasi soal
Kemampuan dalam mengubah bentuk soal ke dalam
model matematika
Kemampuan dalam melakukan perhitungan
Kemampuan menjelaskan ide matematika dalam
penyelesaian masalah
Kemampuan dalam menyimpulkan penyelesaian yang
diperoleh
Tabel 2. Kriteria Nilai Total Dalam Skala 0 – 100
Skor akhir Kriteria
85 ≤ 𝐻 ≤ 100 Sangat Tinggi
70 ≤ 𝐻 < 85 Tinggi
55 ≤ 𝐻 < 70 Cukup Tinggi
< 55 Rendah
Tabel 3. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematik Secara Klasikal
Syarat Kategori
Persentase kelompok yang memperoleh nilai rendah ≤ 15% Sangat Baik
Persentase kelompok yang memperoleh nilai rendah terletak antara 15% − 30% Baik
Persentase kelompok yang memperoleh nilai rendah terletak pada 30% − 45% Cukup baik
Persentase kelompok yang memperoleh nilai rendah lebih dari 45% Kurang baik
Hasil dan Pembahasan
Penelitian yang dilaksanakan di
program studi pendidikan matematika untuk
mata kuliah Statistika Deskriptif semester
ganjil tahun ajaran 2013/2014. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh 6 orang dosen. Dosen
model yaitu Reny Amalia Widiyanti dan 5
orang observer yaitu Chumaedi
Sugihandardji, Eka Setyaningsih, Erni
Widiyastuti, Malim Muhammad, dan
Anggun Badu Kusuma.
Hasil temuan-temuan observer
disilangkan dengan hasil penilaian LKM dan
tes kemampuan komunikasi matematik,
kemudian dapat dijabarkan sebagai berikut.
a. Skor kemampuan komunikasi
matematik secara tertulis dalam
kelompok
Skor maksimum untuk kemampuan
komunikasi matematik mahasiswa secara
tertulis dalam kelompok pada masing-
masing siklus adalah 50, dapat dilihat pada
tabel 4.
1) Siklus 1
Hasil skor siklus 1 dapat dilihat pada
(Tabel 4). Berdasarkan hasil skor
kemampuan komunikasi di atas, terdapat
75% yaitu sebanyak enam kelompok
memperoleh nilai rendah. Hanya 25%, yaitu
dua kelompok yang memperoleh nilai cukup
tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi matematik
mahasiswa secara tertulis dalam kelompok
pada materi median dan modus kurang baik.
Tabel 4. Skor Kemampuan Komunikasi
Matematik secara Tertulis dalam
Kelompok pada Materi Median
dan Modus
Kelompok Skor
Total
Nilai
Akhir
Kriteria
1 26 52 Rendah
2 20 40 Rendah
3 20 40 Rendah
4 26 52 Rendah
5 28 56 Cukup
tinggi
6 18 36 Rendah
7 24 48 Rendah
8 32 64 Cukup
tinggi
2) Siklus 2 Hasil skor siklus 2 dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 5. Skor Kemampuan Komunikasi
Matematik secara Tertulis dalam
Kelompok pada Materi Kuartil,
Desil, dan Persentil
Kelompok Skor
Total
Nilai
Akhir
Kriteria
1 33 66 Cukup
Tinggi
2 19 38 Rendah
3 20 40 Rendah
4 33 66 Cukup
Tinggi
5 33 66 Cukup
tinggi
6 23 46 Rendah
7 22 44 Rendah
8 32 64 Cukup
tinggi
Berdasarkan hasil skor kemampuan
komunikasi di atas, terdapat 50% yaitu
sebanyak empat kelompok memperoleh nilai
rendah dan 50% memperoleh nilai cukup
tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi matematik
mahasiswa secara tertulis dalam kelompok
pada materi kuartil, desil, dan persentil
masih kurang baik.
3) Siklus 3 Hasil skor siklus 3 dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 6. Skor Kemampuan Komunikasi
Matematik secara Tertulis dalam
Kelompok pada Materi
Jangkauan, Jangkauan
Interkuartil, dan Simpangan
Rata-rata
Kelompok Skor
Total
Nilai
Akhir
Kriteria
1 38 76 Tinggi
2 18 32 Rendah
3 30 60 Cukup
Tinggi
4 37 74 Tinggi
5 32 64 Cukup
Tinggi
6 30 60 Cukup
Tinggi
7 32 64 Cukup
Tinggi
8 34 68 Cukup
tinggi
Berdasarkan hasil skor kemampuan
komunikasi di atas, terdapat 12,5% yaitu
sebanyak satu kelompok saja yang
memperoleh kriteria nilai rendah. Sudah ada
mendapat kriteria nilai tinggi yaitu dua
kelompok (25%) dan memperoleh kriteria
nilai cukup tinggi sebanyak 5 kelompok
(62,5%). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematik mahasiswa secara tertulis dalam
kelompok pada materi jangkauan, jangkauan
interkuartil, jangkauan semiinterkuartil, dan
simpangan rata-rata mempunyai kriteria
kemampuan komunikasi sangat baik.
4) Siklus 4
Hasil skor siklus 4 dapat dilihat pada
tabel 7. Berdasarkan hasil skor kemampuan
komunikasi di atas ada beragaram kriteria
untuk siklus 4, yaitu 12,5% atau sebanyak
satu kelompok saja yang memperoleh
kriteria nilai rendah. Masing-masing 25%
atau 2 kelompok dengan kriteria nilai tinggi
dan cukup tinggi. 3 kelompok atau 37,5%
yang mendapat kriteria nilai snagat tinggi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan komunikasi matematik
mahasiswa secara tertulis dalam kelompok
pada materi variansi dan simpangan baku
mempunyai kriteria kemampuan komunikasi
sangat baik.
Tabel 7. Skor Kemampuan Komunikasi
Matematik secara Tertulis dalam
Kelompok pada Materi Variansi
dan Simpangan Baku
Kelompok Skor
Total
Nilai
Akhir
Kriteria
1 42 84 Tinggi
2 23 46 Rendah
3 33 66 Cukup
Tinggi
4 48 96 Sangat
Tinggi
5 43 86 Sangat
Tinggi
6 28 56 Cukup
Tinggi
7 38 76 Tinggi
8 44 88 Sangat
Tinggi
b. Skor kemampuan komunikasi
matematik secara tertulis secara
individual
Skor kemampuan komunikasi
matematik mahasiswa secara individual
adalah:
1) Siklus 1
Pada siklus 1 terdapat 37,5%
mahasiswa dengan nilai di atas rata-rata.
Meskipun 62,5% mahasiswa lainnya
memperoleh nilai di bawah rata-rata namun
tidak keseluruhan berada pada nilai yang
rendah. Jumlah mahasiswa yang
memperoleh nilai rendah dan berada di
bawah rata-rata yaitu sebanyak 30%.
Berdasarkan persentase tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematik tertulis mahasiswa secara
individu pada materi median dan modus
sudah cukup baik.
2) Siklus 2 Pada siklus 2 terdapat 30% mahasiswa
dengan nilai di atas rata-rata. Meskipun 70%
mahasiswa lainnya memperoleh nilai di
bawah rata-rata namun tidak keseluruhan
berada pada nilai yang rendah. Jumlah
mahasiswa yang memperoleh nilai rendah
dan berada di bawah rata-rata lebih sedikit
daripada siklus 1 yaitu sebanyak 20%.
Berdasarkan persentase tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematik tertulis mahasiswa secara
individu pada materi kuartil, desil, dan
persentil yaitu pada kategori baik.
3) Siklus 3 Pada siklus 3 terdapat 40% mahasiswa
dengan nilai di atas rata-rata. Meskipun 60%
mahasiswa lainnya memperoleh nilai di
bawah rata-rata namun tidak keseluruhan
berada pada nilai yang rendah. Jumlah
mahasiswa yang memperoleh nilai rendah
dan berada di bawah rata-rata lebih sedikit
daripada siklus 2 yaitu sebanyak 16%.
Berdasarkan persentase tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematik tertulis mahasiswa secara
individu pada materi jangkauan, jangkauan
interkuartil, jangkauan semiinterkuartil, dan
simpangan rata-rata pada kategori baik.
4) Siklus 4 Pada siklus 4 terdapat 20% mahasiswa
dengan nilai di atas rata-rata. Meskipun
lebih sedikit daripada siklus-siklus
sebelumnya. Namun pada siklus 4 hanya ada
2 mahasiswa atau 5% yang memperoleh
nilai rendah, sehingga berdasarkan
persentase tersebut dapat disimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi matematik
tertulis mahasiswa secara individu pada
materi variansi dan simpangn baku pada
kategori sangat baik.
c. Kaitan temuan observer dengan hasil
pekerjaan LKM Kaitan temuan observer dengan hasil
pekerjaan LKM di analisis berdasarkan
indikator kemampuan komunikasi untuk
siklus 1 sampai dengan 4, adalah sebagai
berikut.
1) Kemampuan memahami dan
mengidentifikasi soal
Temuan dari observer dikaitkan
dengan hasil pekerjaan LKM menunjukkan
bahwa mahasiswa mengerjakan LKM
dengan membagi-bagi tugas dan sibuk
mencatat sehingga menghambat jalannya
diskusi. Kemampuan mahasiswa dalam
memahami dan mengidentifikasi soal sangat
kurang. Dalam diskusi pada siklus 1, tidak
ada mahasiswa yang dapat menuliskan apa
yang diketahui, ditanyakan, dan proses
penyelesaian dengan sistematis.
Pada siklus yang ke dua mahasiswa
masih mengulangi kesalahan-kesalahan
yang sama dengan siklus pertama, padahal
sudah diingatkan pada siklus pertama.
Hanya dua kelompok yang sudah mulai
menuliskan identifikasi soal. Pada siklus
yang ke tiga, hanya satu kelompok yang
masih tidak mengidentifikasi soal dan ada
satu kelompok yang mendapatkan skor
maksimal untuk indikator ini. Pada siklus ke
empat semua kelompok sudah dapat
menerapkan kemampuan memahami dan
mengidentifikasi soal. Namun hanya satu
sudah dapat optimal mendapatakan skor
maksimum pada indikator ini.
2) Kemampuan dalam mengubah
bentuk soal ke dalam model
matematika
Kemampuan mengubah soal ke dalam
bentuk matematika juga masih kurang, hal
ini ditunjukkan pada siklus 1 saat
menentukan median pada data tunggal, ada
kelompok yang masih belum paham
membedakan nilai median dengan letak
median urutan ke berapa pada data.
Meskipun pada siklus 1 sudah dilakukan
diskusi untuk mengarahkan pemahaman
konsep mahasiswa dan sudah didapatkan
pembetulan jawaban yang benar. Pada siklus
2 materi ukuran letak data yaitu kuartil,
desil, dan presentil membutuhkan
pengetahuan pada siklus pertama, tetapi
semua kelompok melakukan kesalahan pada
hal yang sama yaitu dalam menentukan letak
kuartil, desil, presentil yang terletak urutan
ke berapa pada data. Sehingga pada siklus
ke dua ini adalah siklus yang paling rendah
dalam indikator kemampuan komunikasi
dalam mengubah bentuk soal ke dalam
model matematika.
Pada siklus 3 sudah menunjukkan
perubahan dari siklus 1 dan 2, hanya
kelompok 2 saja yang masih tidak dapat
mengidentifikasi soal. Pada siklus 4, semua
kelompok sudah dapat mengubah soal ke
dalam model matematika. Pada siklus 4
mengalami perubahan yang sangat bagus,
karena banyak yang mendapatkan skor
maksimum pada indikator ini, hanya
kelompok 2 dan 6 yang kurang optimal.
3) Kemampuan dalam melakukan
perhitungan
Dari semua indikator dalam
kemampuan komunikasi, indikator
kemampuan dalam melakukan perhitungan
merupakan indikator yang paling bagus.
Pada siklus 1, ada 4 kelompok sudah
mendapat skor maksimum. Pada siklus ke 2,
mengalami penurun hanya ada 2 kelompok
saja. Pada siklus 3 dan 4, semakin bagus
yaitu masing-masing 8 dan 9 kelompok yang
sudah mendapat skor maksimum.
4) Kemampuan menjelaskan ide
matematika dalam penyelesaian
masalah
Pada siklus 1, Hasil LKM
menunjukkan semua kelompok masih belum
paham tentang konsep tepi bawah. Pada
siklus 2, meskipun dalam kemampuan
mengubah bentuk soal ke dalam model
matematika tidak bagus tetapi mereka
sebenarnya sudah paham konsepnya, hanya
dalam penulisannya saja yang salah. Hal
tersebut ditunjukkan pada saat menentukan
nilai dari kuartil, desil, dan persentil. Pada
siklus 3 dan 4 menunjukkan hal yang lebih
baik. Karena mahasiswa dapat mengaitkan
antara konep-konsep materi sebelumnya
untuk digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan dan dari LKM dapat dilihat
mereka sudah jelas dengan materi yang
dipelajari.
5) Kemampuan untuk
menyimpulkan penyelesaian yang
diperoleh Pada siklus 1 dan 2, mahasiswa
menunjukkan keberanian dan kepercayaan
diri untuk bertanya maupun berpendapat
pada waktu mahasiswa presentasi dengan
mengacungkan jari. Dosen mengarahkan
mahasiswa untuk memperoleh penyelesaian
yang tepat, sehingga mahasiswa sudah dapat
membuat kesimpulan di akhir pembelajaran,
Tetapi tidak ada yang memberi kesimpulan
secara tertulis pada LKM, hal tersebut
dikarenakan pada saat diskusi dan
mengerjakan LKM, belum mendapatkan
solusi yang benar.
Pada siklus 3 semakin bagus, yaitu 8
kelompok sudah menyimpulkan secara
tertulis. Pada siklus 4, semua kelompok
telah membuat kesimpulan tertulis dalam
LKM
SIMPULAN
Implementasi lesson study melalui
Project Based Learning
(PjBL)/pembelajaran berbasis proyek pada
mata kuliah Statistika Deskriptif dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik mahasiswa. Hal ini terlihat dari
adanya peningkatan rata-rata skor
kemampuan komunikasi matematik dari
siklus 1 ke siklus berikutnya. Dalam hal ini,
dilaksanakan dalam 4 siklus.
Selain itu berdasarkan temuaan-
temuan yang ada sampai pada siklus yang
ke-4, dan berdasarkan refleksi pada siklus ke
4, kelemahan–kelemahan masih ditemukan,
diantaranya: mahasiswa masih ada yang
berdiskusi materi diluar perkuliahan pada
saat mahasiswa lain menuliskan jawaban di
papantulis, masih ada mahasiswa yang tidak
percaya diri dan ragu-ragu dalam menjawab
pertanyaan atau tanggapan dari mahasiswa
lain, masih ada kelompok yang mengulangi
kesalahan yang sama, dan lain-lain.
Berdasarkan temuan tersebut,
sebaiknya aturan perkuliahan senantiasa
diingatkan, dan untuk menghindari
mahasiswa mengobrol sendiri maka
tugas/proyek selalu dibuat dalam slide
sehingga bisa langsung ditampilkan dan
kepercayaan diri dapat ditumbuhkan dengan
memberi motivasi-motivasi tertentu pada
saat perkuliahan.
Daftar Pustaka
Ali Mahmudi. (2009). Komunikasi dalam
pembelajaran matematika. Journal
MIPMIPA UNHALU volume 8, nomor
1, Februari 2009.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/p
enelitian/Ali%20Mahmudi,%20S.Pd,%
20M.Pd,%20Dr./Makalah%2006%20Ju
rnal%20UNHALU%202008%20_Kom
unikasi%20dlm%20Pembelajaran%20
Matematika_.pdf. Diambil pada tanggal
17 November 2013.
Bell, Stephanie. (2010). Project-Based
Learning for the 21st century: Skills for
The Future. The Clearing House. 83(39-
43). Routledge. Ibrohim. (2013). Pembelajaran Berbasis Proyek.
http://ibrahimopik.wordpress.com /2013/01/30/pembelajaran-berbasis-proyek/ Diambil pada 20 November 2013
Kemendiknas, Kemenag, JICA, UPI, UNY, &
UM. (2012). Panduan Untuk Lesson Study
Berbasis MGMP dan Lesson Study
Berbasis Sekolah. Jakarta: IDC.
NCTM. (2000). Principles and standards
for school mathematics. Reston, VA:
NCTM, Inc. Ontario Ministry of Education. (2005). The
Ontario Curriculum, Grades 1 to 8:
Mathematics. Toronto, Canada: Queen’s
Printer for Ontario.
Rasto Sudio. (2013). Pembelajaran Berbasis
Proyek. http://pembelajaranku.com/
pembelajaran- berbasis-proyek/.
Diambil pada 20 November 2013
Riki Nuryadin. (2013). Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Proyek(Project
Based Learning) sebagai Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.
Skripsi, tidak diterbitkan, UPI.
http://repository.upi.edu/942/. Diambil
pada 15 November 2013.
Susilo, H., Chotimah, H., Joharmawan, R.,
Jumiati, Sari, Y. D., & Sunarjo. (2009).
Lesson Study Berbasis Sekolah Guru
Konservatif Menuju Guru Inovatif.
Malang: Bayumedia.
Syamsuri, I., & Ibrohim. (2012). Lesson
Study. Malang: UM.