peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses …... · anak belajar secara verbal, keadaan semacam...
TRANSCRIPT
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN PROSES
PEMBENTUKAN TANAH MELALUI METODE PROBLEM BASED
LEARNING (PBL) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BEGAJAH 04
SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2009/2010
Diajukan Oleh :
RIKA WIDYASTUTI
K. 7106038
FKIP PGSD
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pendidikan formal di sekolah, guru dan siswa memegang peranan
penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Oleh karena itu,
maka peran guru menjadi fungsi keberhasilan dalam misi pendidikan dan
pembelajaran di sekolah, selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan
dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran.
Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan
dalam segala komponen pendidikan. Adapun komponen yang mempengaruhi
pelaksanaan pendidikan meliputi kurikulum, sarana prasarana, guru, siswa dan
metode pengajaran yang tepat. Semua komponen tersebut saling terkait dalam
mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan (Djamarah, 2006: 9).
Hasil dan kemampuan belajar siswa yang meningkat merupakan salah satu
indikator pencapaian tujuan pendidikan yang mana hal itu tidak terlepas dari
motivasi belajar siswa maupun kreativitas guru dalam menyajikan suatu materi
pelajaran melalui berbagai metode pembelajaran untuk dapat mencapai tujuan
pengajaran secara maksimal.
Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan pada guru kelas V
SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA,
guru masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan
juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara
maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan jarang
dilakukan oleh guru. Guru sebagian besar masih mempertahankan urutan-urutan
dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa.
Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon
terhadap pelajaran yang disampaikan. Maka pengajaran semacam ini cenderung
menyebabkan kebosanan kepada siswa.
2
Selama ini guru kurang maksimal menerapkan metode pembelajaran yang
tepat dengan waktu dan sarana yang terbatas. Materi disampaikan dengan
ceramah, kemudian siswa diberi tugas untuk mengerjakan lembar kegiatan siswa
(LKS). LKS dianggap dapat memudahkan guru dalam memantau keberhasilan
siswa untuk mencapai sasaran belajar (Hendro dan Jenny, 1991: 40). Guru
memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan LKS yang dapat menutup
kelemahan metode ceramah yang hanya berorientasi pada hafalan saja, namun
dikhawatirkan ada beberapa siswa yang mencontoh pekerjaan temannya. Hal ini
menyebabkan siswa kurang mempunyai kemampuan dalam mendeskripsikan
konsep-konsep IPA yaitu khususnya pada materi proses pembentukan tanah. Hal
ini teridentifikasi dari tes awal yang diberikan guru menunjukkan bahwa rata-rata
siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah mencapai 67,04 dan
siswa yang tuntas hanya 15 atau 55,56% dari 27 siswa.
Fakta diatas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang
dilaksanakan guru masih kurang optimal dan tidak sesuai harapan. Para siswa
telah memiliki kemampuan awal yang telah diterima di kelas sebelumnya, tetapi
guru kurang memperhatikan hal tersebut. Kemampuan awal siswa ini seharusnya
digali oleh guru agar siswa lebih belajar mandiri dan kreatif, khususnya ketika
mereka akan mengkaitkan dengan pelajaran baru. Salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih mendekatkan
pada lingkungan siswa. Konsep-konsep yang dikembangkan sebaiknya
berhubungan dengan alam sekitar agar menjadi konteks pembelajaran yang
bermakna. Namun kenyataannya guru cenderung mengikuti isi kurikulum dan
anak belajar secara verbal, keadaan semacam ini jauh dari konsep belajar
bermakna.
Menurut teori belajar Ausubel dalam Srini M. Iskandar (2001: 87)
pelajaran yang bermakna bagi murid ialah pelajaran yang dihubungkan dengan
hal-hal yang diketahui murid, telah diketahuinya, dihubungkan dengan minatnya,
kegunaannya pada masa depan kelak. Belajar bermakna menuntut adanya konteks
pembelajaran yang muncul di lingkungan tempat tinggal siswa, hal ini dapat
dilakukan dengan jalan mengajak siswa belajar di luar kelas atau mengajak
3
mereka mendekati sumber belajar. Maksudnya agar diperoleh ide-ide, dan
masalah-masalah yang dapat dilihat dan diamati di lingkungan sekitarnya. Pola
pembelajaran seperti ini akan membantu siswa dalam proses berpikir dan pada
gilirannya siswa aktif dalam belajar. Pada dasarnya siswa sendiri yang akan
menyelesaikan masalah-masalah yang dia dapatkan sesuai dengan konsep materi
yang dipelajari. Salah satu konsep yang akrab dengan lingkungan adalah konsep
kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi keseimbangan alam seperti proses
pembentukan tanah. Konsep ini menjadi lebih bermakna jika di dalam pelajaran
siswa diajak langsung ke lapangan untuk melakukan penyelidikan terhadap proses
pembentukan tanah itu.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Mulyasa, 2009: 111).
Pembelajaran IPA memiliki fungsi yang fundamental dalam menimbulkan serta
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Agar tujuan
tersebut dapat tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan
dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu melalui proses dan sikap ilmiah.
Dengan metode pembelajaran PBL siswa diharapkan akan lebih
meningkatkan kemampuan dalam memahami dan mendeskripsikan konsep-
konsep IPA khususnya materi proses pembentukan tanah. Hasil penelitian
Gardner (1999) menunjukkan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah
memberikan peluang bagi siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuk (Made
Wena, 2009: 96). Menurut Agus Suprijono (2009: 70), siswa yang terlibat dalam
PBL diharapkan tidak hanya mampu mendeskripsikan secara faktual apa yang
dipelajari, namun siswa juga diharapkan mampu mendeskripsikan secara analitis
atau konseptual. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penerapan metode PBL pada kemampuan mendeskripsikan konsep IPA
khususnya materi proses pembentukan tanah pada siswa. Penelitian ini
dilaksanakan pada siswa SD dengan pertimbangan metode ini belum banyak
digunakan. Siswa yang terbiasa dengan metode konvensional akan dikenalkan
dengan metode PBL dimana metode ini memiliki banyak kelebihan dibanding
4
dengan metode konvensional. Adapun kelebihan dari metode PBL adalah
menyajikan informasi yang mana informasi tersebut digunakan dalam pemecahan
masalah, membiasakan siswa untuk berinisiatif, berfikir secara aktif dalam proses
belajar mengajar, dan membiasakan siswa untuk lebih aktif mandiri. Menurut
Gallagher (1997) dalam (https://www.mis4.udel.edu/Pbl/), tujuan utama dari PBL
adalah pembelajaran untuk memiliki kemampuan dan bukan pembelajaran untuk
mendapatkan pengetahuan. Penelitian ini pada mata pelajaran IPA karena adanya
pertimbangan bahwa mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang
kebanyakan dianggap susah oleh para siswa didik karena dalam belajar harus
banyak berpikir kritis, aktif, kreatif, dan inovatif.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dipandang perlu diadakan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kemampuan
Mendeskripsikan Proses Pembentukan Tanah Melalui Metode Problem
Based Learning (PBL) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo
Tahun Ajaran 2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Kenyataan membuktikan bahwa banyak sekali permasalahan yang
dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar. Permasalahan-permasalahan itu
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Siswa menganggap IPA merupakan mata pelajaran yang susah karena dalam
belajar harus banyak berpikir kritis, aktif, kreatif, dan inovatif.
2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran IPA.
3. Kemampuan siswa dalam mendeskripsikan konsep IPA khususnya materi
proses pembentukan tanah masih rendah.
4. Guru belum terampil memilih metode atau pendekatan yang sesuai dengan
pembelajaran.
5. Pendekatan PBL masih belum dikenal di SD Negeri Begajah 04 sehingga guru
belum pernah menggunakan pendekatan ini.
5
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih
mendalam maka diperlukan pembatasan masalah, dalam penelitian ini dibatasi
sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa dalam menggolongkan batuan berdasarkan warna,
kekerasan, tekstur permukaan (kasar dan halus).
2. Kemampuan siswa dalam menjelaskan proses pembentukan tanah karena
pelapukan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan metode Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada
siswa kelas V SD Negeri Begajah 04?
2. Apakah kendala penerapan metode Problem Based Learning (PBL) dalam
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada
siswa kelas V SD Negeri Begajah 04?
3. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi kendala penerapan metode Problem
Based Learning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan mendeskripsikan
proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
melalui penggunaan metode Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas
V SD Negeri Begajah 04.
2. Untuk memaparkan kendala penerapan metode Problem Based Learning
(PBL) dalam meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses
pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04.
6
3. Untuk memaparkan solusi dalam mengatasi kendala penerapan metode
Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan
mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri
Begajah 04.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian dalam menelaah pengetahuan
mengenai metode Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Meningkatnya keterampilan guru dalam memilih metode pembelajaran
yang tepat yaitu metode Problem Based Learning.
2) Meningkatnya kemampuan guru menerapkan metode Problem Based
Learning dalam proses belajar mengajar di kelas.
b. Bagi siswa
1) Meningkatnya keterampilan siswa dalam penyelidikan.
2) Meningkatnya keterampilan siswa dalam megatasi masalah.
3) Meningkatnya kemampuan siswa dalam mendeskripsikan konsep-konsep
IPA.
c. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan bagi sekolah tentang variasi
pembelajaran dengan menerapkan metode Problem Based Learning dan
peningkatan profesionalisme guru serta meningkatkan mutu proses pembelajaran.
.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Kemampuan Mendeskripsikan
a. Pengertian Kemampuan
Kemampuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1999:
623) berasal dari kata “mampu” yang berarti bisa atau sanggup. Kemampuan
dapat diidentifikasi sebagai kesanggupan, kecakapan, kekuatan, atau potensi diri
sendiri. Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu.
Chaplin dalam (http://digilib.petra.ac.id) mengemukakan ability
(kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga
(daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Seseorang dikatakan mampu
apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Setiap individu memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kemampuan ini
mempengaruhi potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran
mengharuskan siswa mengoptimalkan segala kemampuan yang dimiliki.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
(abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan
bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk
mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya.
b. Pengertian Deskripsi
Deskripsi berasal dari kata “describe” yang berarti menggambarkan atau
memaparkan. Menurut The Liang Gie (1992: 18) Deskripsi adalah paparan
gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat,
mendengar, atau merasakan hal tersebut. Bentuk pengungkapan yang
menggambarkan penginderaan, perasaan pengarang tentang macam-macam hal
yang berada dalam susunan ruang, misalnya pemandangan indah, lagu merdu, dan
lain-lain. Alwi Hasan, dkk (2003: 258) mendefinisikan bahwa deskripsi adalah
pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci.
8
Mendeskripsikan adalah memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata
secara jelas dan terperinci.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
mendeskripsikan merupakan suatu kesanggupan, kecakapan, kekuatan, atau
potensi diri sendiri untuk menegaskan sesuatu hal kepada orang lain agar orang
lain dapat mengerti dan memahami apa yang kita sampaikan secara jelas dan
lugas.
2. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam IPA)
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari
tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. Kata “IPA”
merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan
dari kata-kata Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural artinya alamiah,
berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu
pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah
dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam (Srini M. Iskandar, 2001: 2).
Webster’s: New Collegiate Dictionary dalam (Srini M. Iskandar, 2001: 2)
menyatakan “natural science is knowledge concerned with the physical world and
its phenomena”, yang artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan
tentang alam dan gejala-gejalanya. Einsten dalam (Hendro dan Jenny, 1991: 3)
mengatakan “Science is the attempt to make the chaotic deversity of our sense
experience correspond to a logically uniform system of thought”, yang artinya
IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi
suatu sistem pola berpikir yang logis.
Carin dan Sund dalam (Hendro dan Jenny, 1991: 4-5) mengatakan: science
is the system of knowing about the universe through data collected by observation
and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to
explain and account for what has been abserved, yang artinya IPA merupakan
9
suatu system of knowing atau sistem untuk mengetahui alam. IPA d ianggap suatu
kumpulan pengetahuan yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh.
Menurut Leo Sutrisno, dkk (2007: 1.19) IPA merupakan usaha manusia
dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada
sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan
penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth).
Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta),
prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk
(kesimpulannya betul).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk anak-anak didefinisikan Paolo dan
Marten dalam (Srini M. Iskandar, 2001: 16) sebagai berikut:
1) Mengamati apa yang terjadi.
2) Mencoba memahami apa yang diamati.
3) Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi.
4) Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah
ramalan tersebut benar.
For example, consider the image of Dr. Faustus: Science seems to be motivated by unlimited curiosity and raw power, unrestrained by moral considerations. In the public mind today, the ‘‘two cultures’’ contrast the responsible engineer, physician, or citizen with a largely imaginary ‘‘mad scientist.’’ Such distorting images remain vivid in the public’s mind, and they persist in the visions of writers and flacks in Hollywood, on Madison Avenue, and among the literati criticized by Snow (Rodney W. Nichols, 2010:18).
Kutipan jurnal di atas mengemukakan contoh dari dr. Faustu bahwa: Ilmu
pengetahuan sepertinya adalah motivasi dengan kecurigaan tidak terbatas dan
kekuatan mentah, tak dikendalikan dengan ganjaran moral. Orang-orang
berfikiran hari ini, ‘‘two cultures’’ atau dua kultur kontras yang bertanggung
jawab antara insinyur, dokter, atau penduduk kota dengan sebagian besar khayal
‘‘mad ilmuwan’’. Demikian pendapat dari masyarakat, dan mereka tetap pada
tuntutannya visi penulis dan flack di hollywood, di Madison Avenue, dan di
antara kritikan literatur oleh Snow.
10
Ada dua hal yang berkaitan dengan IPA yaitu IPA sebagai produk dan IPA
sebagai proses. IPA sebagai produk yaitu pengetahuan IPA yang berupa
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. IPA sebagai
proses yaitu kerja ilmiah. Baik produk atau proses IPA merupakan subjek kajian
IPA. Dengan belajar IPA, belajar produk dan bagaimana proses IPA dapat kita
peroleh.
Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa IPA
(sains) merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta beserta isi dan
kejadian-kejadian yang dapat diperoleh dan dikembangkan baik secara induktif
atau deduktif. IPA (sains) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.
b. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau S ains
Tujuan pemberian mata pelajaran IPA atau sains munurut M ulyasa (2009:
110) yaitu menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada
pemberian pengalaman langsung agar menjelajahi dan memahami lingkungan
sekitar secara ilmiah.
Pengajaran IPA menurut Mulyasa (2009: 111) bertujuan agar peserta
didik:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan
11
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan sekitar
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai slah satu ciptaan Tuhan
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Menurut Hendro dan Jenny (1991: 6-7) IPA begitu kuat memberi
sumbangan demi tercapainya tujuan pendidikan. Pakar-pakar pendidikan IPA dari
UNESCO tahun 1983 telah mengadakan konferensi dan menyimpulkan bahwa:
1) IPA, menolong anak didik dapat berpikir logis terhadap kejadian sehari-hari
dan memecahkan masalah-masalah sederhana yang dihadapinya.
2) IPA, aplikasinya dalam teknologi, dapat menolong dan meningkatkan
kualitas hidup manusia.
3) IPA, sebagaimana dunia semakin berorientasi pada keilmuan dan teknologi.
4) IPA, yang diajarkan dengan baik dapat menghasilkan perkembangan pola
berpikir yang baik pula.
5) IPA, dapat membantu secara positif pada anak-anak untuk memahami materi
pelajaran lain terutama bahasa dan matematika.
6) IPA, di banyak negara, Sekolah Dasar merupakan pendidikan yang terminal
untuk anak-anak, dan ini berarti hanya selama di SD itulah mereka dapat
kesempatan mengenal lingkungannya secara logis dan sistematis.
7) IPA, di SD benar-benar menyenangkan.
c. Prinsip-prinsip pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Leo Sutrisno, dkk (2007: 5.3-5.5) ada lima prinsip utama
pembelajaran IPA, yaitu lima pernyataan tentang kebenaran dalam pembelajaran
IPA yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran IPA. Lima prinsip
tersebut yaitu:
1) Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita di mulai melalui pengalaman
baik secara indrawi maupun nonindrawi.
2) Pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsung sehingga
perlu diungkap selama proses pembelajaran.
12
3) Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten
dengan pengetahuan para ilmuwan.
4) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan
relasi dengan konsep lain.
5) IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur.
d. Ruang Lingkup Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau S ains
Ruang lingkup bahan kajian IPA menurut Mulyasa (2009: 112) meliputi
aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya.
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya,
dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tatasurya dan benda-benda
langit lainnya.
IPA atau sains di SD diberikan sebagai mata pelajaran sejak kelas III
sedang kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri,
tetapi diajarkan secara sistematis. Karena di dalam penelitian ini yang dikaji
bahan mata pelajaran kelas V maka di bawah ini konsep-konsep pengembangan
pengetahuan IPA atau sains di kelas V semester II antara lain:
1) Gaya gravitasi, gaya magnet, gaya gesek, dan pesawat sederhana
2) Cahaya dan Sifat-Sifatnya
3) Proses Pembentukan Tanah
4) Struktur Bumi
e. Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA atau S ains SD
Standar kompetensi mata pelajaran IPA atau sains di kelas V semester II
adalah:
1) Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi serta fungsinya.
2) Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau
model.
13
3) Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan
penggunaan sumber daya alam.
Adapun materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai “ proses
pembentukan tanah karena pelapukan yang meliputi sifat dan jenis batuan
berdasarkan proses terbentuknya dan jenis-jenis pelapukan batuan serta faktor
yang mempengaruhi“.
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA atau sains
berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan apa yang akan
dipelajari ke bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa.
Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksploitasi
lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber
lain.
3. Proses Pembentukan Tanah
Menurut Choiril, dkk (2008: 124) mengatakan bahwa sebenarnya, tanah
berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi butiran-butiran
yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini bertambah banyak
dan terbentuklah tanah.
Batuan banyak sekali jenisnya. Setiap jenis batuan mempunyai tingkat
pelapukan yang berbeda-beda. ada berbagai macam jenis batuan di permukaan
bumi.
a. Jenis-jenis batuan
Setiap jenis batuan mempunyai sifat yang berbeda. Sifat batuan tersebut
meliputi bentuk, warna, kekerasan, kasar atau halus, dan mengilap atau tidaknya
permukaan batuan. Menurut Choiril, dkk (2008: 124) berdasarkan proses
terbentuknya, terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan kerak bumi. Tiga
jenis batuan tersebut yaitu batuan beku (batuan magma atau vulkanik), batuan
endapan (batuan sedimen), dan batuan malihan (batuan metamorf).
14
1) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.
Magma merupakan benda cair yang sangat panas dan terdapat di perut bumi.
Magma yang mencapai permukaan bumi disebut lava. Semula batuan beku berupa
lelehan magma yang besar. Contoh batuan beku yaitu batu obsidian, granit, basalt,
andesit, dan apung. Beberapa contoh batuan beku dapat dilihat dengan jelas pada
Gambar 1. berikut:
Batu O bsidian Batu Granit Batu Basalt Batu Andesit Batu Apung
Gambar 1. Contoh batuan beku/batuan magma
2) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)
Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil
pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari batuan yang terkikis atau
dari endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan. Contoh batuan endapan yaitu batu
konglomerat, breksi, pasir, serpih, dan kapur. Beberapa contoh batuan endapan
dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 2. berikut:
Batu Konglomerat Batu Breksi Batu Pasir Batu Serpih Batu Kapur
Gambar 2. Contoh batuan endapan/batuan sedimen
15
3) Batuan Malihan (Metamorf)
Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen yang mengalami
perubahan (metamorfosis). Batuan sedimen ini mengalami perubahan karena
mendapat panas dan tekanan dari dalam Bumi. Jika mendapat panas terusmenerus,
batuan ini akan berubah menjadi batuan malihan. Contoh batuan malihan yaitu
batu genes, marmer, dan sabak. Beberapa contoh batuan metamorf dapat dilihat
dengan jelas pada Gambar 3. berikut:
Batu Genes (Gneiss) Batu Marmer Batu Sabak
Gambar 3. Contoh batuan metamorf/batuan malihan
b. Proses pembentukan tanah karena pelapukan
Sebenarnya, tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan
menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus
ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah. Batuan memerlukan waktu jutaan
tahun untuk berubah menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan.
Pelapukan atau weathering (weather) merupakan perusakan batuan pada kulit
bumi karena pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau angin). Karena
itu pelapukan adalah penghancuran batuan dari bentuk gumpalan menjadi butiran
yang lebih kecil bahkan menjadi hancur atau larut dalam air. Menurut Widodo,
dkk (2004: 102-103) pelapukan dibagi dalam tiga macam, yaitu pelapukan fisika,
pelapukan biologi, dan pelapukan kimia.
1) Pelapukan Fisika
Pelapukan fisika disebabkan oleh berbagai faktor alam. Faktor alam itu
antara lain: angin, air, perubahan suhu, dan gelombang laut. Angin yang
senantiasa bertiup kencang dapat mengikis batuan sedikit demi sedikit. Kondisi
ini dapat mengakibatkan batuan mengalami erosi. Erosi batuan menyebabkan
16
terjadinya padang pasir. Selain itu, angin yang bertiup sangat kencang juga dapat
menggeser batuan. Saat bergeser inilah batuan bergesekan dengan batuan lain
sehingga mengalami penggerusan. Batuan akan pecah menjadi bagian yang lebih
kecil, misalnya pasir dan kerikil. Perubahan suhu secara drastis juga dapat
mengakibatkan pelapukan batuan. Satu hal yang perlu diingat, proses pelapukan
setiap batuan berbeda-beda. Ada batuan yang cepat lapuk, tetapi ada juga yang
lambat. Cepat lambatnya pelapukan tergantung pada penyusun dan tingkat
kekerasan batuan tersebut. Contoh pelapukan fisika dapat dilihat dengan jelas
pada Gambar 4. berikut:
Gambar 4. Contoh pelapukan fisika
2) Pelapukan Biologi
Pelapukan secara biologi dapat disebabkan oleh tumbuhan atau lumut yang
menempel di permukaan batuan. Tumbuhan merambat dan lumut menempel di
permukaan batuan. Tumbuhan merambat akan menimbulkan lubang-lubang pada
batuan tempat akarnya melekat. Lubang-lubang ini lama-kelamaan bertambah
besar dan banyak. Akhirnya, batuan tersebut akan hancur. Contoh pelapukan
biologi dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 5. berikut:
17
Gambar 5. Contoh pelapukan biologi yaitu batuan berlumut
3) Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi akibat peristiwa kimia.
Biasanya yang menjadi perantara air, terutama air hujan. Tentunya Anda masih
ingat bahwa air hujan atau air tanah selain senyawa H2O, juga mengandung CO2
dari udara. Oleh karena itu mengandung tenaga untuk melarutkan yang besar,
apalagi jika air itu mengenai batuan kapur atau karst. Batuan kapur mudah larut
oleh air hujan. Oleh karena itu jika diperhatikan pada permukaan batuan kapur
selalu ada celah-celah yang arahnya tidak beraturan. Hasil pelapukan kimiawi di
daerah karst biasa menghasilkan karren, ponor, sungai bawah tanah, stalagtit,
tiang-tiang kapur, stalagmit, atau gua kapur.
4. Hakikat Pembelajaran IPA
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihak guru selaku pendidik dan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala (2009: 61) adalah suatu proses
dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran terjemahan dari kata
“instruction” yang terdiri dari self instruction (dari dalam internal) dan eksternal
18
instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat internal antara lain datang
dari guru yang disebut teaching atau pengajaran.
Dalam TIM PGSD (2007: 6) dinyatakan bahwa pembelajaran adalah
membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Sedangkan menurut Oemar
Hamalik (1999: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Suprapto (2003: 9) berpendapat bahwa pembelajaran didefinisikan sebagai
suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik yang direncanakan atau
didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Gagne, Birggs,
dan Wager dalam Udin S Winata Putra (2007: 1.19), berpendapat bahwa
Instruction is a set of event that affect leaners is such a way that learning is
facilitated. Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang
mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru dan turut serta dalam tingkah
laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap
situasi tertentu.
b. Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA bagi sebagian guru cenderung diajarkan secara
konseptual saja, bersifat hafalan dan kurang mementingkan proses pemahaman
dan pembinaan konsep. Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah
sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak
datang dengan sendirinya tetapi terambil dari berbagai sumber. Sumber belajar
sesungguhnya banyak sekali seperti di sekolah, di halaman, di perpustakaan, di
laboratorium dan sebagainya (Syaiful Sagala, 2000: 65). Sumber-sumber belajar
dapat dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu manusia, buku/perpustakaan,
media masa, alam lingkungan dan media pendidikan. Namun guru biasanya
19
kurang tertarik menggunakan media sebagai sumber belajar seperti halnya
mengajak siswa keluar lingkungan sekolah karena berbagai faktor diantaranya
waktu yang terbatas, bobot materi terlalu banyak serta keterbatasan guru dalam
mengembangkan inovasi pembelajaran padahal sumber belajar cukup kaya di
lingkungan tempat tinggal siswa.
Pembelajaran IPA seharusnya difokuskan dalam konsep dan keterampilan
proses agar siswa dapat berpikir ilmiah, rasional dan kritis. Tiga aspek IPA yaitu
Biologi, Fisika dan Kimia dirangkum dalam satu mata pelajaran yaitu pendidikan
IPA terpadu. IPA yang umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan
mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang
berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan
berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak
perkembangan IPA dan teknologi.
Anak-anak Sekolah Dasar mempunyai kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai kebutuhan, terpadu, dan melalui proses manipulatif. Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang mengacu kepada kecenderungan-kecenderungan di atas, dan merupakan praktis pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif anak (Srini M. Iskandar, 2001: 23).
5. Tinjauan Tentang Metode Problem Based Learning (PBL)
a. Pengertian Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Djamarah, 2006: 46). Metode merupakan cara-cara yang
ditempuh guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar
menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya
prestasi belajar yang memuaskan. Menurut Tim SBM di PGSD (2007: 85) metode
merupakan cara-cara yang ditempuh oleh guru untuk menciptakan situasi
pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran
proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan.
20
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode
adalah suatu cara efektif yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran
b. Pengertian Metode Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi pelajaran. Menurut Made Wena (2009: 91) pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada
permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan
kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Sedangkan menurut
Boud, dkk dalam Made Wena (2009: 91) pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada
siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured atau open-ended
melalui stimulus dalam belajar. Perspektif Resnick dalam Sugiyanto (2008: 137)
memberikan dasar pemikiran yang kuat untuk PBL. Dia mengatakan bahwa
bentuk pengajaran ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan antara
pembelajaran sekolah formal dan kegiatan mental yang lebih praktikal, yang
terjadi di luar sekolah.
Boud and Reynolds dalam Huang R (2005) menyebutkan bahwa
“ Problem Based Learning is based on the assumption that learning through
problem situations is much more effective than memory-based learning in
creating a usable body of knowledge. PBL encourages the development of skills
such as communication, report writing, teamwork, problem-solving and self-
directed learning”, yang artinya Pembelajaran Berdasarkan Masalah adalah
pembelajaran yang berlandaskan pada suatu keadaan masalah yang dianggap jauh
lebih efektif dibandingkan pembelajaran berdasarkan ingatan pada diri seseorang
yang dapat dipakai dari pengetahuan. PBL menganjurkan pembangunan dari
21
keterampilan seperti komunikasi, penulisan laporan, kerjasama sekelompok,
pemecahan masalah dan belajar terarah sendiri.
Menurut Gary D. Borich (1996: 413) Problem based learning organizes
the curriculum around loosely structured problems that learners solve by using
knowledge and skills from several disciplines, yang artinya Pembelajaran
berdasarkan masalah mengorganisir kurikulum di sekitar dengan masalah struktur
yang bebas yaitu pelajar menyelesaikan dengan mempergunakan pengetahuan dan
keterampilan dari beberapa disiplin.
Berikut pengertian PBL menurut beberapa ahli dalam Yudi Purnawan
(http://www.teleforedu.org/index.):
a. PBL adalah metode pembelajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar
ke dalam pembelajaran pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan
authentic dan perancangan produk dan tugas (University of Nottingham,
2003).
b. PBL adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk
pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap
permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi
kehidupannya (Barron, B.1998, Wikipedia).
c. PBL adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran
yang dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan nyata
(Blumenfeld et Al. 1991).
d. PBL adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan
permasalahan sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar (Boud &
Felleti,1991).
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Problem
Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) adalah suatu metode
pembelajaran yang menitikberatkan pada permasalahan dunia nyata sebagai suatu
stimulus dan berfokus pada aktifitas siswa.
22
c. Karakteristik Problem Based Learning
Menurut LuAnn Wilkerson (1996: 5-6), PBL memiliki beberapa
karakteristik sebagai berikut:
1) Learning is student centered, yang artinya pembelajaran berpusat pada siswa.
2) Learning occurs in small student groups, yang artinya pembelajaran
berlangsung pada sekelompok kecil siswa.
3) Teachers are facilitators or guides, yang artinya guru adalah sebagai
fasilitator atau pemandu.
4) Problems form the organizing focus and stimulus for learning, yang artinya
bentuk permasalahan berfokus pada pengorganisasian dan merangsang untuk
belajar.
5) New information is acquired through self directed learning, yang artinya
informasi baru diperoleh melalui pembelajaran yang mandiri.
Sedangkan menurut Savoie dan Hughes dalam Made Wena (2009: 91-92)
menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah memiliki beberapa
karakteristik antara lain sebagai berikut:
1) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan
2) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa
3) Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar
disiplin ilmu
4) Memberikan tanggungjawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan
secara langsung proses belajar mereka sendiri
5) Menggunakan kelompok kecil
6) Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya
dalam bentuk produk dan kinerja.
Pada pelajaran IPA, PBL merupakan salah satu pembelajaran yang cukup
menarik dan sudah siap untuk digunakan, pembelajaran berdasarkan masalah
mengajak siswa-siswa dalam penyelesaian kasus permasalahan-permasalahan
yang berhubungan dengan IPA, meningkatkan minat diskusi di antara siswa dan
mendorong kegiatan belajar. Satu lingkungan yang menggunakan pembelajaran
berdasarkan masalah lebih baik daripada praktik kerja/magang dan mampu
23
membentuk para pembelajar untuk belajar dari sendiri, pembelajaran berdasarkan
masalah juga lebih baik dari pada satu lingkungan yang menggunakan proses
pembelajaran mimetis dimana siswa hanya melihat, mengingat, dan mengulang
apa yang sudah mereka katakan (Osmundsen, 2001) dalam Triyono
(http://triyono22.wordpress.com).
Menurut Alex H. Johnstone and Kevin H. Otis dalam Chemistry Education
Research and Practice, 2006, 7 (2), 84-95 PBL uses real life scenarios for two
reasons: to tie new information to the likely cues for recall and to increase student
interest by showing the relevance of new information to their work yang artinya
PBL menggunakan masalah kehidupan nyata untuk dua alasan yaitu melatih dan
meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta dapat
mengaitkan dengan pekerjaan siswa. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan
proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa
mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah
penggunaannya di dalam tingkat berfikir lebih, dalam situasi berorientasi pada
masalah, termasuk bagaimana belajar. Guru dalam pembelajaran berdasarkan
masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog
membantu menyelesaikan masalah, dan memberi fasilitas penelitian. Selain itu
guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru
dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran
gagasan.
d. Ciri-ciri Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)
Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2009: 71-72) Problem Based
Learning (Pembelajaran Berbasis M asalah) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Permasalahan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan
masalah nyata yang penting secara sosial dan bermakna bagi peserta didik.
Peserta didik menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat
diberi jawaban-jawaban sederhana.
24
2) Fokus interdisipliner. Pemecahan masalah menggunakan pendekatan
interdisipliner. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir
struktural dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
3) Investigasi autentik. Peserta didik diharuskan melakukan investigasi autentik
yaitu berusaha menemukan solusi riil. Peserta didik diharuskan menganalisis
dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat
prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan
eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.
4) Produk. Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik
mengonstruksikan produk sebagai hasil investigasi. Produk bisa berupa
laporan singkat yang dapat dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada
orang lain.
5) Kolaborasi. Kolaborasi peserta didik dalam pembelajaran berbasis masalah
mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan proses.
Hasil belajar dari pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik
memiliki keterampilan penyelidikan. Peserta didik mempunyai keterampilan
mengatasi masalah. Peserta didik mempunyai kemampuan mempalajari peran
orang dewasa. Peserta didik dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan
independen. Hasil yang tidak kalah esesiil sebagai hasil dari pembelajaran
berbasis masalah adalah peserta didik mempunyai keterampilan berpikir tingkat
tinggi (Agus Suprijono, 2009: 72).
e. Langkah-langkah pelaksanaan metode Problem Based Learning
(Pembelajaran Berbasis Masalah):
Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima fase
dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola
ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan Problem Based
Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dapat diwujudkan. Adapun fase-fase
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. sebagai berikut:
25
Tabel 1. Langkah-langkah Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis M asalah)
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya
Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi
Fase 4: Mengembangkan dan Mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka menyampaikannya kepada orang lain
Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan
Sumber : Agus Suprijono (2009: 74)
Pada fase pertama hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar
informasi baru tetapi menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan
menjadi pembelajar mandiri.
2. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban
mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak
solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.
26
3. Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan
pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta
didik mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.
4. Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk
mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan
kolaborasi diantara peserta didik dan membantu mereka menginvestigasi masalah
secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta
didik merencanakan tugas investigatif dan pelaporannya.
Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode
investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari
jawabannya atau dicari solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan
exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang
memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan. Exhibit
adalah pendemonstrasian atas p roduk hasil investigasi atau artefak tersebut.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis
dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan
yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik mempunyai
keterampilan berpikir sistematik berdasarkan metode penelitian yang mereka
gunakan.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah
harus ditandai oleh keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer
kebebesan intelektual. Penting pula dalam pengelolaan pembelajaran berbasis
masalah memperhatikan hal-hal seperti situasi multitugas yang akan berimplikasi
pada jalannya proses investigasi, tingkat kecepatan yang berbeda dalam
penyelesaian masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan perilaku di luar
kelas.
27
f. Kelebihan metode Problem Based Learning (PBL):
1) Penerapan metode Problem Based learning semata-mata tidak hanya
menyajikan informasi untuk diingat siswa. Metode PBL menyajikan informasi,
maka informasi tersebut digunakan dalam pemecahan masalah, sehingga
terjadi proses kebermaknaan terhadap informasi.
2) Penerapan metode Problem Based Learning membiasakan siswa untuk
berinisiatif, berfikir secara aktif dalam proses belajar mengajar.
3) Siswa dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan dalam
memecahkan masalah.
4) Penerapan metode Problem Based Learning membiasakan siswa untuk lebih
aktif mandiri.
g. Kelemahan metode Problem Based Learning (PBL):
1) Waktu yang diperlukan dalam proses belajar mengajar cenderung lebih
banyak.
2) Rasa malu, ragu, pasif, tidak percaya diri pada siswa akan mengakibatkan
metode Problem Based Learning tidak berjalan baik.
B. Penelitian yang Relevan
1. Skripsi Dany Wahyuningsih dengan judul “Penerapan Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa (Pembelajaran Matematika
Kelas V SDN. 01 Blulukan)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kreativitas siswa.
2. Skipsi Dany Andriani dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar IPS Ekonomi
Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pokok
Bahasan Perusahaan dan Badan Usaha Siswa Kelas VII SMP Negeri
Randudongkal Kabupaten Pemalang”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
pada pelajaran IPS-Ekonomi pokok bahasan perusahaan dan badan usaha pada
kelas VII SMP Negeri 4 Randudongkal dapat meningkatkan hasil belajar
kognitif siswa. Rata-rata skor yang dicapai siswa diakhir siklus II adalah 75
dengan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 88 %.
28
3. Skripsi Istanik Ulin Nuha dengan judul “Pengaruh Metode Problem Based
Learning Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Sub Pokok Bahasan
Keliling dan Luas Bidang Segiempat Ditinjau Dari Pemanfaatan Sumber
Belajar di SMPN I Margoyoso, Pati”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
pembelajaran matematika pada sub pokok bahasan keliling dan luas bidang
segiempat dengan metode Problem Based Learning menghasilkan prestasi
belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan metode
pembelajaran konvensional.
4. Skripsi Dwi Supri Haryanti dengan judul “Eksperimentasi Pembelajaran
Matematika Dengan Metode Problem Based Learning Pada Pokok Bahasan
Aritmatika Sosial Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas VII SMPN I
Wonosari, Klaten”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan
metode Problem Based Learning menghasilkan pretasi belajar matematika
yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode konvensional.
C. Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan
pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki siswa dan motivasi
belajar yang tinggi. Dengan kemampuan dan motivasi belajar yang tinggi, maka
siswa akan dapat menguasai pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
mata pelajaran, terutama mata pelajaran IPA. Pembelajaran IPA masih
menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan juga belum
memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal.
Pembelajaran pada materi mendeskripsikan proses pembentukan tanah hanya
disampaikan dengan ceramah dan guru belum menerapkan metode Problem Based
Learning, sehingga berakibat kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan
tanah pada siswa masih rendah.
Penggunaan metode Problem Based Learning pada pembelajaran IPA
dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan konsep IPA
pada siswa daripada menggunakan metode pembelajaran kovensional.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu
29
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk
merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah.
Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang ciri utamanya
pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin,
penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peraga.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) akan meningkatkan
kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah. Untuk memperjelas
kerangka pemikiran tersebut, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran pada
Gambar 6. sebagai berikut:
Gambar 6. Kerangka Berpikir
KONDISI AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
Siklus I peningkatan
mencapai 65%
Siklus II peningkatan
mencapai 70%
Siklus III peningkatan
mencapai 75%
Guru menerapkan metode Problem Based Learning
(PBL)
Dengan menerapkan metode Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
Guru belum menerapkan metode Problem Based Learning (PBL)
Rendahnya kemampuan mendeskripsikan proses
pembentukan tanah
30
D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Melalui metode Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses
pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo. Alasan
yang mendasari penelitian dilaksanakan di SD Negeri Begajah 04, yaitu:
a. Pengajaran dengan metode Problem Based Learning belum pernah diteliti di
SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo.
b. Tersedianya buku sumber dan data-data yang mengupas tentang metode
Problem Based Learning.
c. Penghematan waktu dan biaya, karena lokasi penelitian dekat dengan tempat
tinggal peneliti.
2. Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester genap tahun ajaran 2009-
2010, yaitu mulai bulan Januari sampai Juni atau selama 6 bulan.
B. Subjek Penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri
Begajah 04 Sukoharjo sebanyak 27 siswa terdiri dari 10 siswa putri dan 17 siswa
putra. Dengan pertimbangan bahwa kemampuan siswa dalam mendeskripsikan
proses pembentukan tanah dalam pelajaran IPA masih rendah.
C. Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini lebih
menekankan pada masalah proses. Sedangkan data yang akan diperoleh berupa
data yang langsung tercatat dari kegiatan di lapangan, maka bentuk pendekatan
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dan jenis
penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research).
Menurut IGAK Wardhani, dkk (2008: 13) penelitian tindakan kelas merupakan
terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu satu Action Research yang
32
dilakukan di kelas. Dengan kata lain penelitian tindakan kelas adalah penelitian
yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa
menjadi meningkat.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan PTK dilakukan melalui empat tahap,
yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting) (Suharsimi Arikunto, 2008: 16). Secara jelas langkah-langkah
tersebut dapat digambarkan pada Gambar 7. sebagai berikut:
Gambar 7. Siklus penelitian tindakan kelas
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS III
Pengamatan
Tindak Lanjut
Pelaksanaan Refleksi
Pelaksanaan Refleksi
Pelaksanaan Refleksi
33
D. Data dan Sumber Data
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun
angka. Data penelitian yang dikumpulkan berupa informasi tentang rendahnya
kemampuan siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah dalam
pelajaran IPA, kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami materi IPA, serta
kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan
pembelajaran (termasuk penggunaan metode pembelajaran) di kelas.
Data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi:
1. Informan atau nara sumber, yaitu guru dan siswa SD Negeri Begajah 04
Sukoharjo.
2. Tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran IPA dan
aktivitas lainnya yang bersangkutan.
3. Dokumen atau arsip yang antara lain berupa Kurikulum, Rencana
Pembelajaran, hasil belajar siswa, dan buku penilaian.
4. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan metode Problem Based
Learning (PBL).
E. Teknik Pengumpulan data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi
pengamatan/observasi, wawancara, dan tes yang masing-masing secara singkat
diuraikan berikut ini:
1. Pengamatan/Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
Observasi yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini adalah obsevasi
langsung. Observasi langsung adalah observasi yang dilakukan tanpa perantara
(langsung) terhadap objek yang diamati. Observasi langsung ini dilakukan pada
guru dan siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo untuk mengetahui
kemampuan dan perkembangan siswa dalam proses pembelajaran yang sedang
berlangsung sesuai dengan siklus yang ada.
34
Observasi ini bertujuan untuk memantau dan mengamati proses
pembelajaran IPA mengenai proses pembentukan tanah yang dilakukan guru dan
siswa di dalam kelas sejak sebelum melaksanakan tindakan, saat pelaksanaan
tindakan sampai akhir tindakan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar
lebih efektif dan efisien. Langkah-langkah observasi menurut Amir (2007: 134)
meliputi: (1) Perencanaan (planning), (2) pelaksanaan observasi kelas (classroom),
(3) pembahasan balikan (feedback). Adapun gambar siklus observasi menurut
David Hopkins dalam Amir (2007: 135) dapat dilihat pada Gambar 8. sebagai
berikut:
Gambar 8. Siklus Observasi Menurut David Hopkins
2. Tes
Tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan (Suharsimi Arikunto, 2009: 53). Tes digunakan peneliti
untuk mendapatkan data tentang penguasaan pokok bahasan proses pembentukan
tanah karena pelapukan oleh siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tes bentuk uraian/essay.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat,
agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006: 231). Dalam penelitian ini
metode dokumentasi digunakan peneliti untuk memperoleh daftar nilai, daftar
hadir siswa, daftar nama siswa kelas V dan arsip-arsip lain yang dimiliki guru
kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo.
Planning
Classroom Feedback
35
F. Validitas Data
Menurut H. B. Sutopo (2006: 92-95) untuk menjamin validitas data dan
pertanggungjawaban dan dapat dijadikan dasar yang kuat untuk menarik
kesimpulan, teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain
trianggulasi. Di dalam penelitian ini untuk menguji kesahihan data digunakan
trianggulasi data (sumber) dan trianggulasi metode. Adapun yang dimaksud kedua
hal tersebut adalah:
1. Trianggulasi Data (sumber) dengan cara mengumpulkan data sejenis dari
sumber berbeda. Dengan teknik ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang lebih tepat sesuai keadaan siswa. Dalam penelitian ini membandingkan
hasil pengamatan dengan data isi dokumen yang terkait misal arsip nilai,
absen dan lainnya.
2. Trianggulasi Metode. Jenis trianggulasi metode ini dilakukan dengan
mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik pengumpulan
data yang berbeda. Yang ditekankan adalah penggunaan teknik atau metode
pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan
mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan
informasinya. Dalam penelitian ini membandingkan hasil pengamatan
kegiatan siswa yang dilakukan oleh observer dengan hasil pengamatan guru
itu sendiri.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah cara mengolah data yang sudah diperoleh dari
dokumen. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif Miles dan Huberman. Model analisis interaktif ini mempunyai
tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau
verifikasi (Iskandar, 2008: 222). Teknik analisis data dalam penelitian ini
digunakan untuk menganalisis data-data yang berhasil dikumpulkan.
1. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi,
pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informan yang
bermakna.
36
2. Sajian data adalah proses penampilan data secara sederhana dalam bentuk
paparan naratif, representasi tabular termasuk format matriks, representasi
grafis, dan sebagainya.
3. Penarikan kesimpulan adalah proses pengambilan intisari dan sajian data yang
telah terorganisasi tersebut dalam bentukpernyatan kalimat dan/atau formula
yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.
H. Indikator Keberhasilan
Penelitian dikatakan berhasil dan ada peningkatan apabila jumlah siswa
yang memperoleh nilai sesuai dengan KKM (≥ 70) di kelas pada siklus I mencapai
65% (kurang lebih 18 siswa), kemudian pada siklus II mencapai 70% (kurang
lebih 19 siswa), dan pada akhir siklus III mencapai 75% (kurang lebih 20 siswa).
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus yang masing-
masing siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Pelaksanaan dilakukan dengan mengadakan pembelajaran yang dalam satu siklus
ada dua kali tatap muka yang masing-masing 2x35 menit. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah didesain.
Untuk mengetahui kemampuan dalam mendeskripsikan konsep IPA pada siswa
kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo diadakan observasi terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Berdasarkan hasil temuan di kelas, maka peneliti berusaha meningkatkan
kemampuan mendeskripsikan konsep-konsep IPA siswa kelas V dengan
menerapkan metode Problem Based Learning dan menghubungkan dengan
konsep lain yang telah dikuasai oleh siswa.
37
Adapun prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini secara rinci diuraikan
sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Perencanaan dilakukan secara partisipatif secara aktif berdasarkan
identifikasi pada tahap sebelumnya. Tahap ini bersifat diagnostik untuk
menghasilkan formulasi tindakan yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya
untuk memecahkan masalah atau melakukan perbaikan. Formulasi rencana
tindakan ini mencakup pihak yang dilibatkan, strategi dan sarana yang
digunakan. Pada tahap ini juga disusun rencana observasi/monitoring terhadap
perubahan yang akan dilakukan serta teknik dan instrument yang digunakan.
Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1) Menentukan pokok bahasan tentang sifat-sifat batuan dan pelapukan
biologi.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode
Problem Based Learning.
3) Mengembangkan skenario pembelajaran.
4) Menginformasikan masalah pada siswa.
5) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang
sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi.
6) Menyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa.
7) Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran.
8) Menyiapkan lembar penilaian
9) Menyiapkan lembar observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini dilakukan implementasi tindakan yang telah
direncanakan pada tahap perencanaan. Tahap ini bersifat terapiks yaitu upaya
perbaikan melalui implementasi tindakan yang telah ditetapkan pada tahap
sebelumnya. Dalam penelitian tindakan sering terjadi belokan-belokan kecil
dari rencana yang telah disusun, karena itu peneliti akan selalu mencatat
38
perubahan-perubahan kecil tersebut dan alasan perubahan itu terjadi. Rincian
dalam tahap meliputi :
a) Guru menerapkan metode Problem Based Learning (PBL) dalam
pembelajaran IPA materi pokok proses pembentukan tanah sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu dengan membagi siswa
secara kelompok terlebih dahulu, lalu mengorientasikan masalah kepada
siswa mengenai materi proses pembentukan tanah dan menyajikan lembar
kerja siswa yang kemudian meminta masing-masing kelompok
mendiskusikan permasalahan tersebut.
b) Siswa bersama kelompoknya membagi tugas pada masing-masing
anggota, kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi di
depan kelas dan kelompok lain menanggapi (Untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 116-117).
c. Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA
mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Problem Based
Learning. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah
disiapkan peneliti yang meliputi beberapa aspek indikator.
1) Aspek keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain:
(a) Mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif
(b) Memberikan movitasi
(c) Melakukan apersepsi
(d) Menyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami
(e) Memberi kesempatan untuk bertanya
(f) Mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok
(g) Membimbing siswa dalam kegiatan kelompok
(h) Memberikan tes akhir
(i) Mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok
(j) Memberikan balikan pada siswa
39
2) Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain:
(a) Aktif memperhatikan penjelasan guru
(b) Kemauan untuk menerima pelajaran
(c) Aktif mengerjakan tugas
(d) Aktif memanfaatkan media yang digunakan
(e) Kesungguhan siswa mengerjakan tugas individu maupun kelompok
(f) Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat
(g) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok
(h) Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran
(i) Keaktifan dalam proses pembelajaran
(j) Kesungguhan mengerjakan tes
d. Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan. Jika dalam
pembelajaran pada siklus I tentang sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi
didapatkan kendala yaitu siswa belum memahami materi dan siswa
mendapatkan nilai yang belum sesuai dengan harapan atau tindakan yang
dilakukan belum tercapai secara optimal, maka perlu adanya perbaikan
pada siklus II.
2. Siklus II
a. Tahap Perencanaan Tindakan
1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan
masalah
2) Menentukan pokok bahasan mengenai batuan endapan dan pelapukan
fisika
3) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode
Problem Based Learning.
4) Mengembangkan skenario pembelajaran
5) Menginformasikan masalah kepada siswa.
40
6) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang
proses terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika
7) Menyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa
8) Mengembangkan format evaluasi pembelajaran
9) Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran.
10) Menyiapkan lembar penilaian
11) Menyiapkan lembar observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
1) Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah
disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
2) Guru mengadakan percobaan yang bervariasi dengan menerapkan
metode Problem Based Learning.
3) Siswa belajar dalam situasi pembelajaran mengenai proses
terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika dengan langkah-
langkah pada siklus I dengan menerapkan metode Problem Based
Learning.
4) Memantau perkembangan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan
proses pembentukan tanah karena pelapukan.
5) Guru memberi soal tes kepada siswa untuk dikerjakan
c. Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA
mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Problem Based
Learning. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah
disiapkan peneliti yang meliputi beberapa aspek indikator.
1) Aspek keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain:
(a) Mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif
(b) Memberikan movitasi
(c) Melakukan apersepsi
(d) Menyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami
41
(e) Memberi kesempatan untuk bertanya
(f) Mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok
(g) Membimbing siswa dalam kegiatan kelompok
(h) Memberikan tes akhir
(i) Mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok
(j) Memberikan balikan pada siswa
2) Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain:
(a) Aktif memperhatikan penjelasan guru
(b) Kemauan untuk menerima pelajaran
(c) Aktif mengerjakan tugas
(d) Aktif memanfaatkan media yang digunakan
(e) Kesungguhan siswa mengerjakan tugas individu maupun
kelompok
(f) Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat
(g) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok
(h) Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran
(i) Keaktifan dalam proses pembelajaran
(j) Kesungguhan mengerjakan tes
d. Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan setelah mengadakan pengamatan. Jika dalam
pembelajaran pada siklus II tentang proses terbentuknya batuan endapan
dan pelapukan fisika didapatkan kendala yaitu siswa belum memahami
materi dan siswa mendapatkan nilai yang belum sesuai dengan harapan
atau tindakan yang dilakukan belum tercapai secara optimal, maka perlu
adanya perbaikan pada siklus III.
42
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan Tindakan
1) Identifikasi masalah pada siklus II dan penetapan alternatif pemecahan
masalah.
2) Menentukan pokok bahasan mengenai batuan metamorf dan jenis-jenis
pelapukan secara keseluruhan.
3) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode
Problem Based Learning.
4) Mengembangkan skenario pembelajaran
5) Menginformasikan masalah pada siswa.
6) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi percobaan tentang
proses terbentuknya batuan metamorf dan permasalahan tentang jenis-
jenis pelapukan batuan secara keseluruhan.
7) Menyiapkan sumber belajar seperti buku, lingkungan sekitar siswa.
8) Mengembangkan format evaluasi
9) Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran.
10) Menyiapkan lembar penilaian
11) Menyiapkan lembar observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
1) Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah
disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dan II.
2) Guru memberikan percobaan yang bervariasi dan permasalahan yang
berhubungan dengan pelapukan batuan untuk pendalaman materi
dengan menerapkan metode Problem Based Learning.
3) Siswa belajar dalam situasi pembelajaran mengenai proses
terbentuknya batuan metamorf dan jenis-jenis pelapukan batuan secara
keseluruhan untuk memperdalam materi dengan metode Problem
Based Learning.
4) Memantau perkembangan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan
proses pembentukan tanah karena pelapukan.
5) Guru memberi soal tes kepada siswa untuk dikerjakan.
43
c. Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran IPA
mengenai kegiatan guru dan siswa dengan menerapkan Problem Based
Learning. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah
disiapkan peneliti yang meliputi beberapa aspek indikator.
1) Aspek keberhasilan guru yang ingin dinilai antara lain:
(a) Mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif
(b) Memberikan movitasi
(c) Melakukan apersepsi
(d) Menyampaikan materi dengan jelas dan mudah dipahami
(e) Memberi kesempatan untuk bertanya
(f) Mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan kelompok
(g) Membimbing siswa dalam kegiatan kelompok
(h) Memberikan tes akhir
(i) Mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok
(j) Memberikan balikan pada siswa
2) Aspek keberhasilan siswa yang ingin dicapai antara lain:
(a) Aktif memperhatikan penjelasan guru
(b) Kemauan untuk menerima pelajaran
(c) Aktif mengerjakan tugas
(d) Aktif memanfaatkan media yang digunakan
(e) Kesungguhan siswa mengerjakan tugas individu maupun
kelompok
(f) Hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat
(g) Kemauan berdiskusi dengan teman kelompok
(h) Keaktifan untuk membuat kesimpulan pelajaran
(i) Keaktifan dalam proses pembelajaran
(j) Kesungguhan mengerjakan tes
44
d. Tahap Refleksi
Hasil analisis data dari siklus III ini digunakan sebagai acuan untuk
menentukan tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
melalui metode Problem Based Learning pada siswa kelas V. Jika sudah
diperoleh hasil yang optimal, maka siklus dihentikan.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Begajah 04, Kecamatan
Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. Bangunan sekolah menghadap selatan dan barat,
memiliki halaman yang cukup luas, dengan luas seluruh sekolah 530 m².
Lingkungan fisik sekolah tempat penelitian cukup baik, hal ini terlihat dari
tata ruang dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada. Gedung yang dimiliki
SD Negeri Begajah 04 terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang kantor guru, 1 ruang
perpustakaan, dua buah toilet dan kamar mandi serta halaman sekolah yang
biasanya dipergunakan sebagai tempat upacara bendera, olahraga dan tempat
bermain siswa pada jam istiharat. Gedung SD Negeri Begajah 04 mengalami
renovasi terakhir pada tahun 2009 yang menggunakan dana APBD.
Ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas pembelajaran, SD Negeri Begajah
04 sudah cukup baik. SD Negeri Begajah 04, didukung oleh 10 tenaga pengajar
yang terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 6 orang guru kelas, 1 orang guru PAI
(Pendidikan Agama Islam), 1 orang guru Olah Raga, 1 orang guru bidang studi
Bahasa Inggris, 1 orang petugas perpustakaan dan ditambah 1 orang penjaga
sekolah. Tenaga pengajar yang ada terbagi menjadi guru tetap, guru bantu dan
guru wiyata bhakti. Hampir semua tenaga pengajar yang ada telah memiliki
pengalaman yang cukup lama dan mempunyai latar belakang di bidang
pendidikan.
Ruang kelas yang dimiliki SD Negeri Begajah 04 tertata dengan rapi dan
indah. Guru bersama dengan siswa menghias kelas dengan hiasan yang dibuat
oleh siswa secara mandiri yang memiliki nilai edukatif, sehingga membantu
merangsang siswa dalam meningkatkan pengetahuannya. Beberapa kelas terdapat
map-map hasil pekerjaan siswa berupa portofolio, sehingga siapapun yang melihat
dapat dengan mudah mengetahui perkembangan hasil belajar siswa di kelas
tersebut.
46
Pada tahun ini, yaitu tahun pelajaran 2009/2010 jumlah siswa SD Negeri
Begajah 04 sebanyak 151 Siswa, yang terdiri dari kelas I sebanyak 30 siswa, kelas
II sebanyak 22 siswa, kelas III sebanyak 27 siswa, kelas IV sebanyak 22 siswa,
kelas V sebanyak 27 siswa, dan kelas VI sebanyak 23 siswa. Jumlah siswa tahun
ini tidak jauh berbeda dengan jumlah siswa pada tahun-tahun sebelumnya yang
rata-rata berjumlah 150-160 siswa tiap tahunnya.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V SD Negeri
Begajah 04, Sukoharjo yang berjumlah 27 siswa yang terdiri dari 17 siswa laki-
laki dan 10 siswa perempuan. Adapun nama-nama subyek penelitian dapat dilihat
pada Tabel 2. sebagai berikut:
No Nama Subjek
1. Darwin
2. Ari Wibowo
3. Bayu Pambudi
4. Meisy Novita Hapsari
5. Riyan Wibowo
6. Safii Imam Santoso
7. Senly Apriliana
8. Shokhi Riwayati
9. Tirto Nugroho
10. Arvin Wahyu Prasetyo
11. Anggoro Adi Bagus P
12. Anas Bakti Maarif
13. Ayun Widyastuti
14. Bima Irvansyah
No Nama Subjek
15. Dewi Sri Yuliana
16. Ervin Maulana
17. Febri Anggriawan
18. Gita Fitri Bahari
19. Ibnu Nur Hendrawan S
20. Muharom Tauji
21. Satrio Adi Sulistyo
22. Suci Wulandari
23. Tri Putri Wulandari
24. Wahyu Eka Septiana
25. Widya Ayuni Putri Y
26. Nava Nur Cahaya P
27. Riswanda Ady Wardana
47
Tabel 2. Daftar Nama Siswa Kelas V SD Negeri Begajah 04 Sukoharjo
Penelitian tindakan kelas yang direncanakan menggunakan 3 siklus.
Siklus pertama menguraikan tentang sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi
selama 4 x 35 menit ( 4 jam pelajaran ) dalam 2 kali pertemuan, siklus kedua
menguraikan tentang proses terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika
selama 4 x 35 menit (4 jam pelajaran) dalam 2 kali pertemuan, dan siklus ketiga
menguraikan tentang proses terbentuknya batuan metamorf dan jenis pelapukan
batuan beserta faktor yang mempengaruhi selama 4 x 35 menit (4 jam pelajaran)
dalam 2 kali pertemuan.
Dalam penelitian ini setiap akhir pertemuan diadakan test yang di gunakan
untuk mengukur seberapa besar peningkatan kemampuan siswa dalam
mendeskripsikan proses pembentukan tanah selama mengikuti pembelajaran
dengan menerapkan metode Problem Based Learning. Penilaian dalam penelitian
ini meliputi dua hal, yaitu: pertama, penilaian dari hasil belajar siswa yang
diperoleh dari nilai test siswa. Kedua, penilaian dari hasil observasi terhadap guru
dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
C. Deskripsi Data Awal
IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan
yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat
berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA
memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun pada kenyataannya
mata pelajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang diperhatikan. Pembelajaran
IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, dan
juga belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara
maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan jarang
dilakukan oleh guru. Guru sebagian besar masih mempertahankan urutan-urutan
dalam buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa.
Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon
terhadap pelajaran yang disampaikan.
48
Keadaan ini dapat dilihat dari nilai IPA siswa yang cukup rendah. Pada
materi mendeskripsikan proses pembentukan tanah yang hanya disampaikan
dengan ceramah sehingga berakibat banyak siswa yang mengalami kesulitan.
Sejalan dengan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu pembelajaran IPA
yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan berkaitan dengan kehidupan nyata siswa
sehingga siswa tidak hanya mengetahui secara instan tetapi juga mampu
menemukan sendiri konsep yang sedang mereka pelajari secara terbimbing
dengan mudah. Salah satu pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah Problem Based Learning (PBL) yaitu suatu metode
pembelajaran yang menitikberatkan pada permasalahan dunia nyata sebagai suatu
stimulus dan berfokus pada aktifitas siswa. Untuk mengantisipasi hal di atas,
peneliti mengadakan penelitian di kelas V dengan menerapkan Problem Based
Learning (PBL) dalam rangka membantu siswa untuk berpikir dari hal yang
kongkrit ke hal yang abstrak sehingga membuat pemahaman dan kemampuan
siswa terhadap konsep IPA dapat ditingkatkan.
Untuk lebih jelasnya, perolehan hasil evaluasi IPA siswa sebelum tindakan
dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3. Data Nilai Kemampuan Siswa Sebelum Tindakan
No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas
1 70 Tuntas 15 75 Tuntas
2 60 Tidak Tuntas 16 75 Tuntas
3 52 Tidak Tuntas 17 67 Tidak Tuntas
4 70 Tuntas 18 70 Tuntas
5 65 Tidak Tuntas 19 78 Tuntas
6 61 Tidak Tuntas 20 72 Tuntas
7 70 Tuntas 21 70 Tuntas
8 53 Tidak Tuntas 22 70 Tuntas
9 80 Tuntas 23 63 Tidak Tuntas
49
10 70 Tuntas 24 62 Tidak Tuntas
11 70 Tuntas 25 60 Tidak Tuntas
12 70 Tuntas 26 64 Tidak Tuntas
13 82 Tuntas 27 66 Tidak Tuntas
14 45 Tidak Tuntas
Jumlah 1810
Rata-Rata 67,04
Keterangan Jumlah Prosentase
Tuntas 15 55,56%
Tidak Tuntas 12 44,44%
Tabel 4. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa Sebelum Tindakan
No Interval Nilai Frekuensi Prosentase
1 45-51 1 3,70%
2 52-58 2 7,41%
3 59-65 7 25,93%
4 66-72 12 44,44%
5 73-79 3 11,11%
6 80-86 2 7,41%
7 87-93 0 0%
8 94-100 0 0%
Jumlah 27 100%
50
Dari Tabel 4. maka dapat dilihat pada Gambar 9. sebagai berikut:
0
2
4
6
8
10
12 45-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86
87-93
94-100
45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai
Data Nilai
F
r
e
k
u
e
n
s
i
Gambar 9. Grafik Data Nilai Sebelum Tindakan
D. Deskripsi Permasalahan Penelitian
1. Tindakan Siklus I
Tindakan Siklus I dilaksanakan 2 kali pertemuan, yaitu pada tanggal 19
dan 21 April 2010. Masing-masing pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaan
pembelajaran siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin dan
pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu. Adapun tahapan-tahapan yang
dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
Pada tahapan ini dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran IPA
pada materi proses pembentukan tanah di Kelas V. Tujuan dari pengamatan ini
adalah untuk mengetahui metode yang dipergunakan oleh guru, serta keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran. Di samping itu untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam mendeskripsikan materi proses pembentukan tanah.
51
Berdasarkan pengamatan terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar
siswa, diperoleh informasi bahwa siswa kelas V SD Negeri Begajah 04,
Sukoharjo sebagai data awal diperoleh bahwa pada pokok bahasan proses
pembentukan tanah terdapat 15 anak atau 55,56% yang masih belum mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Setelah dilaksanakan pemeriksaan
pada lembar kegiatan siswa, sebagian besar siswa belum dapat memahami materi
yang diajarkan oleh guru.
Bertolak dari kenyataan tersebut, diadakan diskusi sekaligus konsultasi
dengan guru kelas V untuk mencari alternatif pemecahan agar dapat
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada
siswa kelas V. Salah satu alternatif pemecahan yang dapat dilakukan adalah
melaksanakan pembelajaran dengan mengaktifkan siswa, yaitu menggunakan
metode Problem Based Learning (PBL).
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2007
Kelas V, peneliti melakukan langkah-langkah untuk merencanakan pembelajaran
materi proses pembentukan tanah melalui percobaan dengan menggunakan
metode PBL sebagai berikut :
1) Memilih Kompetensi Dasar dan Indikator yang sesuai dengan materi proses
pembentukan tanah yaitu:
a) Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena
pelapukan.
b) Indikator : - Menggolongkan batuan berdasarkan warna,
kekerasan, tekstur permukaan (halus dan
kasar).
- Menjelaskan proses pembentukan tanah karena
pelapukan.
Alasan memilih kompetensi dasar atau indikator tersebut adalah :
a) Kompetensi dasar dan indikator tentang proses pembentukan tanah
harus betul-betul dikuasai siswa, agar siswa dapat mendeskripsikan
bagaimana tanah dapat terbentuk.
52
b) Kompetensi dasar dan indikator proses pembentukan tanah tersebut
nantinya dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Pemilihan kompetensi dasar dan indikator proses pembentukan tanah
didasarkan pada kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan harapan
masyarakat terhadap hasil belajar siswa.
2) Menyusun rencana pembelajaran berdasarkan indikator yang telah disusun.
Rencana Pembelajaran disusun 2 kali pertemuan masing-masing pertemuan
2 jam pelajaran atau 2 x 35 menit yang dilaksanakan pada tanggal 19 dan 21
April 2010.
3) Mempersiapkan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran untuk
melakukan percobaan.
4) Membuat lembar observasi siswa dan lembar observasi guru.
5) Menyiapkan soal tes setelah dilaksanakan pembelajaran.
6) Menyiapkan lembar penilaian.
b. Pelaksanaan
Dalam tahapan ini guru melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan metode PBL sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
yang telah disusun sebelumnya yang akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan ke 1 dilaksanakan hari Senin, 19 April 2010. Pembelajaran
direncanakan dengan model pembelajaran aktif metode PBL. Guru
membuka proses pembelajaran ini diawali dengan guru menyampaikan
pokok bahasan, yaitu batuan.
Sebagai kegiatan awal, agar suasana kelas menjadi lebih semangat dan
hidup, guru mengajak siswa menyanyikan lagu “ Di Sini Senang Di Sana
Senang”. Setelah itu guru mengajak siswa “Tepuk Diam” yang bertujuan
untuk memusatkan perhatian siswa serta memotivasi dan mengarahkan
minat siswa untuk mengikuti pembelajaran. Kemudian guru menanyakan
kepada siswa “ Siapa yang sudah melihat batuan?”, “ Biasanya anak-anak
melihat batuan dimana?”, “Apa saja jenis-jenis batuan itu?”
53
Kegiatan inti dimulai dengan mengelompokkan siswa menjadi kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 siswa. Pengelompokan dilakukan
dengan cara pengundian. Guru membuat nomor undian 1-5 sebanyak 27,
kemudian masing-masing siswa diminta untuk mengambil satu-satu. Siswa
yang mendapat nomor yang sama bergabung menjadi 1 kelompok. Setelah
itu siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing. Kemudian guru
mengorientasikan masalah mengenai jenis dan sifat batuan. Guru mengajak
siswa keluar kelas untuk melakukan percobaan di halaman sekolah. Guru
membagikan lembar kerja pada masing-masing kelompok yang berisi
permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok, yaitu
“ Melakukan percobaan untuk mengelompokkan batuan berdasarkan warna,
kekerasan, dan kekasaran permukaannya ”. Guru meminta masing-masing
kelompok menuliskan jawaban pada lembar kerja dengan
mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutnya hasil dari kelompok
dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk
dikerjakan secara individu. Guru memberikan pujian kepada siswa yang
berhasil mengerjakan tugas dengan baik. Sebagai tindak lanjut guru
memberi pesan-pesan agar selalu rajin belajar dan memberikan pekerjaan
rumah.
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan ke II dilaksanakan hari Rabu, 21 April 2010. Pembelajaran
direncanakan dengan menggunakan model pembelajaran aktif metode PBL.
Guru membuka proses pembelajaran ini diawali dengan guru
menyampaikan subpokok bahasan pada pertemuan ini, yaitu pelapukan
batuan.
Sebagai kegiatan awal, agar suasana kelas menjadi lebih semangat dan
hidup, guru mengajak siswa melakukan “Tepuk Oke”, kemudian guru
memberikan pertanyaan kepada siswa “ Siapa yang pernah melihat batuan
yang berlumut?”, “ Biasanya berwarna apa?”.
54
Kegiatan inti dimulai guru dengan mengelompokkan siswa menjadi
kelompok-kelompok kecil seperti pada pertemuan sebelumnya. Untuk
mengembalikan konsentrasi belajar siswa setelah pengelompokkan, guru
mengajak siswa melakukan “Tepuk Diam”. Sebelum memulai presentasi,
guru membacakan hasil pekerjaan siswa yang terdiri dari tugas individu dan
tugas kelompok. Bagi siswa yang memperoleh nilai memuaskan, mereka
berhak mendapatkan reward dari guru. Hal ini dilakukan agar siswa menjadi
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, sehingga terjadi persaingan
positif antar kelompok maupun individu.
Kemudian guru mengorientasikan masalah kepada siswa, yaitu tentang
pelapukan biologi. Sesudah itu, guru memberikan lembar kerja pada
masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yaitu “Melakukan
pengujian untuk mengetahui tingkat pelapukan batuan yaitu pelapukan
biologi”.
Pada pertemuan ini guru menekankan agar dalam kelompok saling
membantu dan bekerjasama apabila ada kesulitan dalam melakukan
percobaan. Guru juga tidak hanya memberikan pengarahan secara klasikal
tetapi juga pada masing-masing kelompok. Guru meminta masing-masing
kelompok menuliskan jawaban pada lembar kerja dengan
mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutnya hasil dari kelompok
dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari, sambil mengulang pelajaran yang telah dipelajari. Kemudian guru
membagikan lembar soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu.
Dalam mengerjakan soal ini, siswa harus mengerjakannya secara mandiri
untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan
metode PBL. Guru memberikan pujian kepada siswa yang berhasil
mengerjakan tugas dengan baik. Sebagai tindak lanjut guru memberi pesan-
pesan agar selalu rajin belajar dan memberikan pekerjaan rumah.
55
c. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan tingkah laku dan sikap siswa selama
pembelajaran IPA dengan menerapkan metode PBL, yang dilaksanakan dengan
menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan kamera foto. Observasi ini
dilakukan untuk memperoleh data mengenai kesesuaian pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan metode PBL pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang telah disusun. Serta untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh metode PBL dalam meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses
pembentukan tanah di kelas V.
Oleh karena itu, pengamatan tidak hanya ditujukan pada kegiatan atau
proses yang terjadi dalam proses pembelajaran, namun juga pada aspek tindakan
guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk suasana kelas pada saat p roses
pembelajaran berlangsung.
Hasil observasi pada Siklus I dapat dilihat pada keterangan di bawah ini :
Pertemuan : I
Indikator: Menggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, tekstur
permukaan (halus dan kasar).
Metode : PBL
Hasil observasi berdasarkan lampiran 5 dan 6 halaman 143-144.
1) Kegiatan Siswa
a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru.
b) Siswa mempunyai kemauan yang cukup untuk menerima pelajaran.
c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas.
d) Siswa cukup aktif memanfaatkan media yang digunakan.
e) Siswa cukup mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas
individu maupun kelompok.
f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat masih kurang.
g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok masih kurang.
h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran masih kurang.
i) Siswa cukup aktif dalam proses pembelajaran.
56
j) Siswa cukup mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes.
2) Kegiatan Guru
a) Guru kurang mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif.
b) Guru cukup memberikan motivasi.
c) Guru cukup melakukan apersepsi.
d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi.
e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya.
f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan
kelompok.
g) Guru kurang membimbing siswa dalam kegiatan kelompok.
h) Guru sudah cukup memberikan tes akhir.
i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok.
j) Guru sudah cukup memberikan balikan pada siswa.
Pertemuan : II
Indikator : Menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
Metode : PBL
Hasil observasi berdasarkan lampiran 7 dan 8 halaman 145-146.
1) Kegiatan Siswa
a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru.
b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran.
c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas.
d) Siswa cukup aktif memanfaatkan media yang digunakan.
e) Siswa cukup mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas
individu maupun kelompok.
f) Siswa sudah cukup mempunyai hasrat untuk bertanya dan mengeluarkan
pendapat.
g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok masih kurang.
h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran masih kurang.
i) Siswa cukup aktif dalam proses pembelajaran.
j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes.
57
2) Kegiatan Guru
a) Guru sudah cukup mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang
kondusif.
b) Guru cukup memberikan motivasi.
c) Guru cukup melakukan apersepsi.
d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi.
e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya.
f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan
kelompok.
g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok.
h) Guru sudah baik memberikan tes akhir.
i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok.
j) Guru sudah cukup memberikan balikan pada siswa.
d. Refleksi
Sesudah melihat pada hasil observasi dan hasil belajar siswa, data-data
yang diperoleh melalui observasi kemudian dikumpulkan untuk dianalisis.
Tujuan dari refleksi adalah untuk mengetahui kendala sekaligus solusi
pelaksanaan pada siklus berikutnya. Setelah melihat pada pekerjaan siswa, pada
materi sifat-sifat batuan dan pelapukan biologi telah menunjukkan perubahan
yang cukup berarti.
Dalam pembelajaran, guru yang bertindak sebagai fasilitator sudah cukup
memberikan pengarahan dan memberikan solusi bagi setiap siswa yang
mengalami kesulitan, namun perhatian siswa terkadang tidak sepenuhnya tertuju
pada perhatian guru, hal ini disebabkan kelemahan dari metode PBL yang
terkadang cenderung dimanfaatkan siswa untuk bermain-main dengan teman satu
kelompoknya.
Hasil refleksi pada siklus I selengkapnya dapat duraikan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil dari pengamatan selama proses pembelajaran pada
siklus I, siswa sudah menunjukkan sikap kerjasama kelompok dan saling give and
58
take dengan cukup baik. Walaupun masih ada juga kelompok yang menunjukkan
sikap acuh terhadap kelompoknya sendiri dan masih mementingkan kepentingan
individu dalam kelompok tersebut. Siswa aktif memperhatikan presentasi guru
dan menjawab pertanyaan ketika guru memberi pertanyaan walaupun masih ada
beberapa siswa yang tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Guru aktif dalam
memberikan pengarahan kepada individu maupun kelompok. Dari hasil
pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam
mendeskripsikan proses pembentukan tanah sudah berjalan lebih baik apabila
dibandingkan dengan pembelajaran sebelum diterapkan metode PBL. Pada Pada
siklus I ini hasil yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan walaupun hanya
sedikit, yaitu siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya 18 siswa atau 66,67% dari
27 siswa.
Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus I
dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 65%.
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 18 siswa atau
66,67% dari 27 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode PBL dikatakan berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD
Negeri Begajah 04, Sukoharjo. Tetapi apabila dilihat dari Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) masih ada 9 siswa yang belum tuntas. Hal ini dikarenakan oleh
beberapa faktor, maka dari itu pembelajaran IPA perlu dilanjutkan untuk siklus II
dengan berpedoman pada hasil refleksi siklus I. Data nilai kemampuan
mendeskripsikan proses pembentukan tanah siswa pada siklus I selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 5. di bawah ini.
Tabel 5. Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus I
No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas
1 70 Tuntas 15 78 Tuntas
2 64 Tidak Tuntas 16 78 Tuntas
59
3 52 Tidak Tuntas 17 70 Tuntas
4 71 Tuntas 18 70 Tuntas
5 67 Tidak Tuntas 19 84 Tuntas
6 67 Tidak Tuntas 20 75 Tuntas
7 70 Tuntas 21 70 Tuntas
8 53 Tidak Tuntas 22 70 Tuntas
9 85 Tuntas 23 70 Tuntas
10 73 Tuntas 24 64 Tidak Tuntas
11 70 Tuntas 25 61 Tidak Tuntas
12 71 Tuntas 26 65 Tidak Tuntas
13 84 Tuntas 27 70 Tuntas
14 45 Tidak Tuntas
Jumlah 1867
Rata-Rata 69,15
Keterangan Jumlah Prosentase
Tuntas 18 66,67%
Tidak Tuntas 9 33,33%
Tabel 6. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus I
No Interval Nilai Frekuensi Prosentase
1 45-51 1 3,70%
2 52-58 2 7,41%
3 59-65 5 18,52%
4 66-72 12 44,44%
5 73-79 4 14,82%
6 80-86 3 11,11%
7 87-93 0 0%
8 94-100 0 0%
60
Jumlah 27 100%
Dari Tabel 6 maka dapat dilihat pada Gambar 10. sebagai berikut:
0
2
4
6
8
10
1245-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86
87-93
94-100
45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai
Data Nilai
F
r
e
k
u
e
n
s
i
Gambar 10. Grafik Data Nilai Siklus I
Bertolak dari hasil yang diperoleh pada siklus I, pembelajaran
menggunakan metode PBL memiliki pengaruh yang berhasil. Dengan catatan bagi
siswa yang belum memahami materi dengan baik harus belajar lebih giat dan
diberi jam tambahan tersendiri untuk meningkatkan kemampuan mereka. Dengan
demikian pembelajaran akan dilanjutkan untuk siklus II mengenai proses
terbentuknya batuan endapan dan pelapukan fisika yang terkait dengan proses
pembentukan tanah.
2. Tindakan Siklus II
Tindakan Siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan, yaitu pada tanggal 24
dan 26 April 2010. Masing-masing pertemuan adalah 2 x 35 menit. Pelaksanaan
pembelajaran siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu dan
pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Senin. Adapun tahapan-tahapan yang
dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut :
61
a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada siklus I
diketahui bahwa pembelajaran melalui metode PBL belum menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah yang cukup
signifikan. Oleh karena itu, peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
kembali melalui metode PBL dengan indikator yang sama tetapi melakukan
variasi percobaan pada tiap pertemuan.
Kegiatan perencanaan tindakan siklus II d ilaksanakan pada hari Kamis, 22
April 2010 di ruang guru SD Negeri Begajah 04. Peneliti dan guru kelas V
mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian
ini yaitu pada hari Sabtu dan Senin. Rencana yang disusun dalam siklus II adalah
sebagai berikut : 1) Guru akan lebih mengoptimalkan pemberian motivasi kepada
siswa untuk meningkatkan kerjasama antar kelompok ataupun mengoptimalkan
unsur pembelajaran pada siswa. Siswa diberi motivasi sebelum, selama, dan
sesudah pelajaran dengan harapan siswa menjadi lebih bersemangat dan merasa
diperhatikan. 2) Guru mengadakan percobaan yang bervariasi agar siswa lebih
memahami materi dan siswa tidak merasa bosan. 3) Guru akan memberikan
pengarahan dan bimbingan baik secara klasikal maupun pada tiap-tiap kelompok,
sehingga pembelajaran berlangsung dengan lebih lancar.
Dari dua indikator yang ditetapkan ternyata belum menunjukkan hasil
seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, peneliti dengan pengarahan dari guru
kelas V dan masukan dari guru-guru yang lain, kembali menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan lebih cermat dan teliti untuk
pelaksanaan siklus II. Dengan indikator yang sama peneliti mengadakan
perbaikan pada siklus II yaitu memberi variasi pada langkah pembelajaran yaitu
dengan memberikan percobaan yang berbeda dari siklus I mengenai materi proses
pembentukan tanah yaitu percobaan tentang proses terbentuknya batuan endapan
dan pelapukan fisika. Jadi siswa diajak untuk mengalami langsung proses
terbentuknya batuan dan proses pelapukan. Sehingga diharapkan dengan
62
mengalami langsung maka siswa akan lebih paham dan dapat meningkatkan
kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah.
Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) seperti
pada Siklus II, yaitu: 1) Memilih atau menentukan kompetensi dasar, hasil belajar
dan indikator yang hendak dicapai, 2) Mempersiapkan alat-alat atau media yang
akan dipergunakan, 3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )
siklus II .
Dalam analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus I, menunjukan
bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan jenis
dan sifat batuan serta memahami proses pelapukan batuan, maka desain
pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan mendeskripsikan yang diikuti
dengan kegiatan kelompok melalui percobaan yang lebih menyenangkan dan
menjurus pada materi. Dengan demikian, kegiatan ditujukan untuk memantapkan
kemampuan siswa dalam mendeskripsikan jenis dan sifat batuan serta proses
pelapukan batuan.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada Siklus II menggunakan metode PBL yang
akan dilaksanakan selama dua kali pertemuan sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah disusun.
1) Pertemuan Pertama
Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa.
Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi
dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan
sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang batuan endapan.
Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari
masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada siklus I
kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing. Setelah itu guru
mengajak siswa “Tepuk Diam” yang bertujuan untuk memusatkan perhatian
siswa serta memotivasi dan mengarahkan minat siswa untuk mengikuti
pembelajaran. Guru mengorientasikan masalah mengenai batuan endapan.
63
Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai alat dan bahan yang akan
digunakan untuk melakukan percobaan tentang proses terbentuknya batuan
endapan. Guru membagikan lembar kerja pada masing-masing kelompok
yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok,
yaitu “ Melakukan percobaan tentang proses terbentuknya batuan endapan ”.
Guru meminta masing-masing kelompok menuliskan jawaban pada lembar
kerja dengan mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutnya hasil dari
kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan
guru.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk
dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesan-
pesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup
pelajaran dengan mengucapkan salam.
2) Pertemuan Kedua
Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa.
Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi
dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan
sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang pelapukan fisika.
Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari
masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada
pertemuan I kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing.
Guru mengorientasikan masalah mengenai pelapukan fisika. Guru
menanyakan faktor penyebab pelapukan fisika kepada beberapa siswa. Guru
mengajak siswa keluar kelas menuju lapangan dekat sekolah untuk melakukan
percobaan. Guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk
melakukan percobaan. Guru membagikan lembar kerja pada masing-masing
kelompok yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara
berkelompok, yaitu “ Melakukan percobaan untuk mengetahui bagaimana
proses pelapukan fisika ”. Guru menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh
64
masing-masing kelompok. Setelah selesai melakukan percobaan, guru
mengajak siswa kembali ke dalam kelas. Guru meminta masing-masing
kelompok menuliskan jawaban pada lembar kerja dengan
mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutnya hasil dari kelompok
dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan guru.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk
dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesan-
pesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup
pelajaran dengan mengucapkan salam.
c. Observasi
Peneliti melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siswa
melalui metode PBL. Peneliti secara kolaboratif bersama guru kelas V
melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan cermat dan
teliti pada masing-masing pertemuan. Observasi ini ditujukan pada kegiatan guru
dalam melaksanakan pembelajaran maupun kegiatan siswa dalam pembelajaran
serta suasana pembelajaran. Keseluruhan data yang diperoleh dalam kegiatan ini
termasuk pencatatan hasil tes akan digunakan sebagai bahan atau masukan untuk
menganalisis perkembangan kemampuan mendeskripsikan siswa dalam diskusi
balikan yaitu menganalisis nilai kemampuan mendeskripsikan siswa dari tiap-tiap
siklus yang telah dilaksanakan yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya. Adapun uraian hasil observasi Siklus II
sebagai berikut:
Pertemuan : I (satu)
Indikator : Menggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, tekstur
permukaan (halus dan kasar).
Metode : PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 9 dan 10 halaman 147-148.
1) Kegiatan Siswa
a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru.
65
b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran.
c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas.
d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan.
e) Siswa cukup mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas
individu maupun kelompok.
f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup.
g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah cukup.
h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran masih kurang.
i) Siswa cukup aktif dalam proses pembelajaran.
j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes.
2) Kegiatan Guru
a) Guru sudah cukup mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang
kondusif.
b) Guru sudah baik memberikan motivasi.
c) Guru cukup melakukan apersepsi.
d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi.
e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya.
f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan
kelompok.
g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok.
h) Guru sudah baik memberikan tes akhir.
i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok.
j) Guru sudah cukup memberikan balikan pada siswa.
Pertemuan : II (dua)
Indikator : Menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
Metode : PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 11 dan 12 halaman 149-150.
1) Kegiatan Siswa
a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru.
b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran.
66
c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas.
d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan.
e) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas
individu maupun kelompok.
f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup.
g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah cukup.
h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran sudah cukup.
i) Siswa sudah baik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes.
2) Kegiatan Guru
a) Guru sudah cukup mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang
kondusif.
b) Guru sudah baik memberikan motivasi.
c) Guru sudah baik melakukan apersepsi.
d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi.
e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya.
f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan
kelompok.
g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok.
h) Guru sudah baik memberikan tes akhir.
i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok.
j) Guru sudah baik memberikan balikan pada siswa.
d. Refleksi
Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran tentang proses
terbentuknya batuan endapan dan proses pelapukan fisika melalui metode PBL
pada siklus II, secara umum telah menunjukkan perubahan yang semakin
meningkat daripada siklus I, dimana guru dalam melaksanakan pembelajaran
semakin mantap dan luwes walaupun dengan kekurangan yang masih ada yaitu
kurang mengadakan kegiatan tanya jawab dengan siswa, kurang mengevaluasi
hasil siswa dalam diskusi kelompok.
67
Hasil refleksi pada siklus II selengkapnya dapat duiraikan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil dari pengamatan selama proses pembelajaran pada
siklus II, siswa sudah menunjukkan sikap kerjasama kelompok dan saling give
and take dengan baik. Walaupun masih ada juga kelompok yang menunjukkan
sikap acuh terhadap kelompoknya sendiri dan masih mementingkan kepentingan
individu dalam kelompok tersebut. Siswa aktif memperhatikan presentasi guru
dan menjawab pertanyaan ketika guru memberi pertanyaan walaupun masih ada
beberapa siswa yang tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Guru aktif dalam
memberikan pengarahan kepada individu maupun kelompok. Dari hasil
pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam
mendeskripsikan proses pembentukan tanah sudah berjalan lebih baik apabila
dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I. Pada Pada siklus II ini hasil
yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan walaupun hanya sedikit, yaitu
siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya 19 siswa atau 70,37% dari 27 siswa.
Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus
II dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 70%.
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 19 siswa atau
70,37% dari 27 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode PBL dikatakan lebih berhasil daripada siklus I. Data nilai kemampuan
mendeskripsikan siswa pada siklus II selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 :
Tabel 7. Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus II
No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas
1 75 Tuntas 15 80 Tuntas
2 67 Tidak Tuntas 16 88 Tuntas
3 58 Tidak Tuntas 17 83 Tuntas
4 75 Tuntas 18 75 Tuntas
68
5 70 Tuntas 19 85 Tuntas
6 67 Tidak Tuntas 20 78 Tuntas
7 78 Tuntas 21 70 Tuntas
8 63 Tidak Tuntas 22 73 Tuntas
9 86 Tuntas 23 70 Tuntas
10 78 Tuntas 24 67 Tidak Tuntas
11 75 Tuntas 25 65 Tidak Tuntas
12 95 Tuntas 26 65 Tidak Tuntas
13 88 Tuntas 27 83 Tuntas
14 55 Tidak Tuntas
Jumlah 2012
Rata-Rata 74,52
Keterangan Jumlah Prosentase
Tuntas 19 70,37%
Tidak Tuntas 8 29,63%
Tabel 8. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus II
No Interval Nilai Frekuensi Prosentase
1 45-51 0 0%
2 52-58 2 7,41%
3 59-65 3 11,11%
4 66-72 6 22,22%
5 73-79 8 29,63%
6 80-86 5 18,52%
7 87-93 2 7,41%
8 94-100 1 3,70%
Jumlah 27 100%
69
Dari Tabel 8 maka dapat dilihat pada Gambar 11. sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
845-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86
87-93
94-100
45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai
Data Nilai
F
r
e
k
u
e
ns
i
Gambar 11. Grafik Data Nilai Siklus II
3. Tindakan Siklus III
Tindakan Siklus III dilaksanakan 2 kali pertemuan, yaitu pada tanggal 29
April 2010 dan 1 Mei 2010. Masing-masing pertemuan adalah 2 x 35 menit.
Pelaksanaan pembelajaran siklus III pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Kamis dan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu. Adapun tahapan-
tahapan yang dilakukan pada siklus III adalah sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada siklus
II diketahui bahwa pembelajaran melalui metode PBL belum menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
yang signifikan. Oleh karena itu, peneliti menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran kembali melalui metode PBL dengan indikator yang sama tetapi
70
melakukan variasi percobaan pada tiap pertemuan dan memberi permainan disela-
sela pembelajaran agar siswa merasa tidak bosan .
Kegiatan perencanaan tindakan siklus III dilaksanakan pada hari Selasa,
27 April 2010 di ruang guru SD Negeri Begajah 04. Peneliti dan guru kelas V
mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian
ini yaitu pada hari Kamis dan Sabtu. Rencana yang disusun dalam siklus III
adalah sebagai berikut : 1) Guru akan lebih mengoptimalkan pemberian motivasi
kepada siswa untuk meningkatkan kerjasama antar kelompok ataupun
mengoptimalkan unsur pembelajaran pada siswa. Siswa diberi motivasi sebelum,
selama, dan sesudah pelajaran dengan harapan siswa menjadi lebih bersemangat
dan merasa diperhatikan. 2) Guru mengadakan percobaan yang bervariasi agar
siswa lebih memahami materi dan siswa tidak merasa bosan. 3) Guru mengadakan
permainan disela-sela pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan. 4) Guru akan
memberikan pengarahan dan bimbingan baik secara klasikal maupun pada tiap-
tiap kelompok, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. 5) Guru akan
lebih mengoptimalkan diri dalam melakukan pemantauan terhadap setiap kegiatan
siswa baik kelompok maupun individu. 6) Guru akan lebih banyak mengadakan
tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam
mendeskripsikan proses pembentukan tanah.
Dari dua indikator yang ditetapkan ternyata belum menunjukkan hasil
yang begitu optimal, masih ada sedikit kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh
karena itu, peneliti dengan pengarahan dari guru kelas V dan masukan dari guru-
guru yang lain, kembali menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dengan lebih cermat dan teliti untuk pelaksanaan siklus III. Dengan indikator yang
sama peneliti mengadakan variasi pada langkah pembelajaran yaitu dengan
memberikan percobaan yang berbeda dari siklus II mengenai materi proses
pembentukan tanah yaitu percobaan tentang proses terbentuknya batuan metamorf
dan menyelesaikan permasalahan tentang jenis-jenis pelapukan batuan. Selain itu
guru juga mengadakan permainan disela-sela pembelajaran untuk membangkitkan
lagi minat dan motivasi siswa dalam belajar.
71
Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) seperti
pada Siklus III, yaitu: 1) Memilih atau menentukan kompetensi dasar, hasil belajar
dan indikator yang hendak dicapai, 2) Mempersiapkan alat-alat atau media yang
akan dipergunakan, 3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )
siklus III .
Dalam analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus II, menunjukan
bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan jenis
dan sifat batuan serta kesulitan dalam memahami proses pelapukan batuan dan
faktor yang mempengaruhi, maka desain pembelajaran lebih menekankan pada
kemampuan mendeskripsikan yang diikuti dengan kegiatan kelompok melalui
percobaan yang lebih menyenangkan dan menjurus pada materi serta pemantapan
materi malalui permainan. Dengan demikian, kegiatan ditujukan untuk
memantapkan kemampuan siswa dalam mendeskripsikan jenis dan sifat batuan
serta proses pelapukan batuan dan faktor yang mempengaruhi.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada Siklus III menggunakan metode PBL yang
akan dilaksanakan selama dua kali pertemuan sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah disusun.
1) Pertemuan Pertama
Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa.
Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi
dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan
sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang batuan metamorf.
Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari
masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada siklus I
dan siklus II kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing.
Setelah itu guru mengajak siswa “Tepuk Diam” yang bertujuan untuk
memusatkan perhatian siswa serta memotivasi dan mengarahkan minat siswa
untuk mengikuti pembelajaran. Guru mengorientasikan masalah mengenai
72
batuan metamorf. Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai alat dan bahan
yang akan digunakan untuk melakukan percobaan tentang proses terbentuknya
batuan metamorf. Guru membagikan lembar kerja pada masing-masing
kelompok yang berisi permasalahan yang harus diselesaikan siswa secara
berkelompok, yaitu “ Melakukan percobaan tentang proses terbentuknya
batuan metamorf ”. Guru meminta masing-masing kelompok menuliskan
jawaban pada lembar kerja dengan mengkomunikasikan bersama siswa lain.
Selanjutnya hasil dari kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas
bersama-sama dengan guru. Guru mengadakan permainan “Bisik Berantai”
untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam mendeskripsikan materi
proses pembentukan tanah. Bagi kelompok yang menang, maka mendapat
reward dari guru. Bagi kelompok yang kalah akan mendapat hukuman sesuai
persetujuan dari kelompok yang lain.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk
dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesan-
pesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup
pelajaran dengan mengucapkan salam.
2) Pertemuan Kedua
Guru mengawali pembelajaran dengan berdo’a bersama, dan mengabsen siswa.
Guru menanyakan kabar siswa sebagai penyemangat dan melakukan apersepsi
dengan bertanya jawab tentang materi yang telah diajarkan pada pertemuan
sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan materi tentang pelapukan batuan
dan faktor yang mempengaruhi.
Kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Anggota dari
masing-masing kelompok masih sama dengan anggota kelompok pada
pertemuan I kemarin. Siswa duduk dengan kelompoknya masing-masing.
Guru mengorientasikan masalah mengenai jenis pelapukan dan faktor yang
mempengaruhi. Guru menanyakan faktor penyebab pelapukan fisika, biologi,
dan kimia kepada beberapa siswa. Guru menanyakan tentang contoh peristiwa
pelapukan fisika, biologi, dan kimia kepada siswa. Guru membagikan lembar
73
kerja pada masing-masing kelompok yang berisi permasalahan yang harus
diselesaikan siswa secara berkelompok, yaitu “ Membahas tentang pelapukan
fisika, biologi, dan kimia beserta dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ”.
Guru menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok.
Guru meminta masing-masing kelompok menuliskan jawaban pada lembar
kerja dengan mengkomunikasikan bersama siswa lain. Selanjutnya hasil dari
kelompok dipresentasikan di depan kelas dan dibahas bersama-sama dengan
guru. Guru mengadakan permainan “Tepuk Nama”. Peraturannya yaitu bagi
siswa yang salah menyebut nama, maka siswa tersebut harus ke depan kelas
untuk menjawab pertanyaan dari guru seputar materi proses pembentukan
tanah. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh tingkat kemampuan
siswa dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah.
Kegiatan akhir guru melakukan tanya jawab tentang materi yang telah
dipelajari. Kemudian guru membagikan lembar soal kepada siswa untuk
dikerjakan secara individu. Sebagai tindak lanjut guru menyampaikan pesan-
pesan kepada siswa agar selalu rajin belajar, kemudian guru menutup
pelajaran dengan mengucapkan salam.
c. Observasi
Peneliti melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siswa
melalui metode PBL. Peneliti secara kolaboratif bersama guru kelas V
melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan cermat dan
teliti pada masing-masing pertemuan. Observasi ini ditujukan pada kegiatan guru
dalam melaksanakan pembelajaran maupun kegiatan siswa dalam pembelajaran
serta suasana pembelajaran. Keseluruhan data yang diperoleh dalam kegiatan ini
termasuk pencatatan hasil tes akan digunakan sebagai bahan atau masukan untuk
menganalisis perkembangan kemampuan mendeskripsikan siswa dalam diskusi
balikan yaitu menganalisis nilai kemampuan mendeskripsikan siswa dari tiap-tiap
siklus yang telah dilaksanakan yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya. Adapun uraian hasil observasi Siklus III
sebagai berikut:
74
Pertemuan : I (satu)
Indikator : Menggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, tekstur
permukaan (halus dan kasar).
Metode : PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 13 dan 14 halaman 151-152.
1) Kegiatan Siswa
a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru.
b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran.
c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas.
d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan.
e) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas
individu maupun kelompok.
f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup.
g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah baik.
h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran sudah cukup.
i) Siswa sudah baik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes.
2) Kegiatan Guru
a) Guru sudah baik mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang
kondusif.
b) Guru sudah baik memberikan motivasi.
c) Guru cukup melakukan apersepsi.
d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi.
e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya.
f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan
kelompok.
g) Guru sudah cukup membimbing siswa dalam kegiatan kelompok.
h) Guru sudah baik memberikan tes akhir.
i) Guru sudah cukup mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok.
j) Guru sudah baik dalam memberikan balikan pada siswa.
75
Pertemuan : II (dua)
Indikator : Menjelaskan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
Metode : PBL
Hasil observasi berdasarkan pada lampiran 15 dan 16 halaman 153-154.
1) Kegiatan Siswa
a) Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru.
b) Siswa mempunyai kemauan yang baik untuk menerima pelajaran.
c) Siswa cukup aktif mengerjakan tugas.
d) Siswa sudah baik untuk aktif memanfaatkan media yang digunakan.
e) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan untuk mengerjakan tugas
individu maupun kelompok.
f) Hasrat siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat sudah cukup.
g) Kemauan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok sudah baik.
h) Keaktifan siswa dalam membuat kesimpulan pelajaran sudah cukup.
i) Siswa sudah baik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
j) Siswa sudah baik mempunyai kesungguhan dalam mengerjakan tes.
2) Kegiatan Guru
a) Guru sudah baik mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang
kondusif.
b) Guru sudah baik memberikan motivasi.
c) Guru sudah baik melakukan apersepsi.
d) Guru sudah baik dalam menyampaikan materi.
e) Guru sudah baik dalam memberi kesempatan untuk bertanya.
f) Guru sudah cukup mengarahkan siswa untuk bekerjasama dengan
kelompok.
g) Guru sudah baik membimbing siswa dalam kegiatan kelompok.
h) Guru sudah baik memberikan tes akhir.
i) Guru sudah baik mengevaluasi hasil siswa dalam diskusi kelompok.
j) Guru sudah baik memberikan balikan pada siswa.
76
d. Refleksi
Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran tentang proses
terbentuknya batuan metamorf dan proses pelapukan fisika, biologi, dan kimia
beserta faktor yang mempengaruhi melalui metode PBL pada siklus III, secara
umum telah menunjukkan perubahan yang semakin meningkat daripada siklus I
dan siklus II, dimana guru dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap
dan luwes dengan diselingi beberapa permainan pada setiap pertemuan sehingga
siswa merasa lebih tertarik untuk belajar dan tidak merasa bosan.
Hasil refleksi pada siklus III selengkapnya dapat duiraikan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil dari pengamatan selama proses pembelajaran pada
siklus III, siswa sudah menunjukkan sikap kerjasama kelompok dan saling give
and take dengan baik. Kerjasama dalam kelompok berjalan dengan lancer dan
masing-masing anggota sudah bisa kompak sehingga muncul suasana
kekeluargaan pada tiap-tiap kelompok. Kelompok yang biasanya menunjukkan
sikap acuh terhadap kelompoknya sendiri dan masih mementingkan kepentingan
individu sudah bisa menyesuaikan diri dengan baik. Siswa aktif memperhatikan
presentasi guru dan menjawab pertanyaan ketika guru memberi pertanyaan
walaupun masih ada beberapa siswa yang tidak serius dalam mengikuti
pembelajaran. Guru aktif dalam memberikan pengarahan kepada individu maupun
kelompok. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan siswa
dalam mendeskripsikan proses pembentukan tanah sudah berjalan lebih baik
apabila dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Pada Pada
siklus III ini hasil yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan yang signifikan,
yaitu siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 21 siswa atau 77,78% dari 27
siswa.
Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus
III dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 mencapai 75%.
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 sebanyak 21 siswa atau
77,78% dari 27 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode PBL dikatakan berhasil daripada siklus I dan siklus II. Data nilai
77
kemampuan mendeskripsikan siswa pada siklus III selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9. Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus III
No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas No Nilai Tuntas/Tidak Tuntas
1 78 Tuntas 15 85 Tuntas
2 69 Tidak Tuntas 16 88 Tuntas
3 65 Tidak Tuntas 17 88 Tuntas
4 85 Tuntas 18 85 Tuntas
5 80 Tuntas 19 88 Tuntas
6 78 Tuntas 20 80 Tuntas
7 85 Tuntas 21 75 Tuntas
8 68 Tidak Tuntas 22 80 Tuntas
9 90 Tuntas 23 75 Tuntas
10 80 Tuntas 24 69 Tidak Tuntas
11 88 Tuntas 25 68 Tidak Tuntas
12 95 Tuntas 26 73 Tuntas
13 93 Tuntas 27 86 Tuntas
14 63 Tidak Tuntas
Jumlah 2157
Rata-Rata 79,89
Keterangan Jumlah Prosentase
Tuntas 21 77,78%
Tidak Tuntas 6 22,22%
78
Tabel 10. Frekuensi Data Nilai Kemampuan Siswa pada Siklus III
No Interval Nilai Frekuensi Prosentase
1 45-51 0 0 %
2 52-58 0 0 %
3 59-65 2 7,41 %
4 66-72 4 14,82 %
5 73-79 5 18,52 %
6 80-86 9 33,33 %
7 87-93 6 22,22 %
8 94-100 1 3,70%
Jumlah 27 100%
Dari Tabel 10 maka dapat dilihat pada Gambar 12. sebagai berikut:
0
2
4
6
8
1045-51
52-58
59-65
66-72
73-79
80-86
87-93
94-100
45-51 52-58 59-65 66-72 73-79 80-86 87-93 94-100
Interval Nilai
Data Nilai
F
r
e
k
u
e
n
s
i
Gambar 12. Grafik Data Nilai Siklus III
79
E. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan pengamatan dari analisis data yang ada, dapat dilihat adanya
peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa
kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo yang dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
1. Data Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA Siswa Kelas V Siklus I
Berdasarkan hasil tes pada siklus I selama dua kali pertemuan, dapat
diketahui nilai pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yaitu pada
pertemuan I dan II siswa yang mendapat nilai 45-51 ada 1 siswa, mendapat nilai
52-58 ada 2 siswa, mendapat nilai 59-65 ada 5 siswa, mendapat nilai 66-72 ada 12
siswa, mendapat nilai 73-79 ada 4 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 80-86 ada
3 siswa. Dengan demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 69,15. Siswa
yang mendapat nilai < 70 (KKM) sebanyak 9 siswa atau 33, 33% dan siswa yang
mendapat nilai ≥ 70 (KKM) sebanyak 18 siswa atau 66, 67%.
2. Data Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA Siswa Kelas V Siklus II
Berdasarkan hasil tes pada siklus II selama dua kali pertemuan, dapat
diketahui nilai pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yaitu pada
pertemuan I dan II siswa yang mendapat nilai 45-51 tidak ada, mendapat nilai 52-
58 ada 2 siswa, mendapat nilai 59-65 ada 3 siswa, mendapat nilai 66-72 ada 6
siswa, mendapat nilai 73-79 ada 8 siswa, mendapat nilai 80-86 ada 5 siswa,
mendapat nilai 87-93 ada 2 siswa dan siswa yang mendapat nilai 94-100 ada 1
siswa. Dengan demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 74,52. Siswa
yang mendapat nilai < 70 (KKM) sebanyak 8 siswa atau 29,63% dan siswa yang
mendapat nilai ≥ 70 (KKM) sebanyak 19 siswa atau 70,37%.
3. Data Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA Siswa Kelas V Siklus III
Berdasarkan hasil tes pada siklus III selama dua kali pertemuan, dapat
diketahui nilai pembelajaran IPA materi proses pembentukan tanah yaitu pada
pertemuan I dan II siswa yang mendapat nilai 45-51 tidak ada, mendapat nilai 52-
58 tidak ada, mendapat nilai 59-65 ada 2 siswa, mendapat nilai 66-72 ada 4 siswa,
80
mendapat nilai 73-79 ada 5 siswa, mendapat nilai 80-86 ada 9 siswa, mendapat
87-93 ada 6 siswa dan siswa yang mendapat nilai 94-100 ada 1 siswa. Dengan
demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 79,89. Siswa yang mendapat
nilai < 70 (KKM) sebanyak 6 siswa atau 22,22% dan siswa yang mendapat nilai ≥
70 (KKM) sebanyak 21 siswa atau 77,78%.
F. Pembahasan Hasil Penelitian
Dengan melihat hasil penelitian di atas, dapat dijelaskan perhitungan rata-
rata nilai dan ketuntasan belajar siswa yang dapat menunjukkan kemampuan
mendeskripsikan pada siswa setelah mendapatkan pembelajaran IPA melalui
Problem Based Learning (PBL). Peningkatan terlihat dari tindakan siklus I, siklus
II, dan siklus III yang masing-masing siklus terdiri atas 2 pertemuan. Hal tersebut
dapat dilihat pada Tabel 11, sebagai berikut:
Tabel 11. Nilai Rata-rata Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA dan Prosentase Ketuntasan Klasikal Sebelum Tindakan, Siklus I,
Siklus II, dan Siklus III
Nilai Rata-rata Prosentase (%) Sebelum Tindakan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Sebelum Tindakan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
67,04 69,15 74,52 79,89 55,56 66,67 70,37 77,78 Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata pada tabel 11, siswa yang
memperoleh nilai ≥ 70 (KKM) menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini
merefleksikan bahwa pembelajaran IPA yang dilaksanakan guru dinyatakan
berhasil, karena secara klasikal menunjukkan adanya peningkatan nilai yang
berarti ada peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
melalui Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas V SD Negeri Begajah
04, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo.
Adapun peningkatan nilai rata-rata klasikal hasil evaluasi pembelajaran
IPA melalui Problem Based Learning (PBL) dapat digambarkan dalam bentuk
Gambar 13. sebagai berikut:
81
60
65
70
75
80
Sebelum
Tindakan
Siklus I Siklus II Siklus III
SebelumTindakanSiklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 13. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Evaluasi Pembelajaran IPA
Materi Proses Pembentukan Tanah Sebelum Tindakan dan Pada Setiap Siklus
Berdasarkan hasil observasi pada lampiran 5-10 halaman 143-148 yang
telah dilakukan peneliti dan guru kelas V terhadap kinerja guru dalam
pembelajaran Problem Based Learning diperoleh hasil pada siklus I yaitu rata-rata
nilai kinerja guru mencapai 3,15 yang termasuk pada kategori cukup, pada siklus
II yaitu rata-rata nilai kinerja guru mencapai 3,55 yang termasuk pada kategori
baik, dan pada akhir siklus III yaitu rata-rata nilai kinerja guru mencapai 3,8 yang
termasuk pada kategori baik. Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa
kinerja guru dalam pembelajaran Problem Based Learning mengalami
peningkatan dari tiap siklus. Sedangkan hasil observasi yang dilakukan terhadap
kegiatan siswa dalam pembelajaran Problem Based Learning diperoleh hasil pada
siklus I yaitu rata-rata nilai kegiatan siswa mencapai 2,85 yang termasuk pada
kategori cukup, pada siklus II yaitu rata-rata nilai kegiatan siswa mencapai 3,4
yang termasuk pada kategori cukup, dan pada akhir siklus III rata-rata nilai
kegiatan siswa mencapai 3,7 yang termasuk pada kategori baik. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa hasil kegiatan siswa dalam pembelajaran Problem Based
Learning mengalami peningkatan yang signifikan dari tiap siklus.
82
Kendala-kendala yang terjadi selama penerapan metode Problem Based
Learning (PBL) antara lain:
1. Siklus I, kendala yang dihadapi yaitu:
a. Siswa masih belum paham bagaimana proses pembentukan tanah itu,
sehingga mereka sulit untuk mendeskripsikan.
b. Kebiasaan siswa hanya memperoleh informasi membuat mereka
membutuhkan waktu lama untuk menemukan sendiri jawabannya.
c. Keberanian siswa dalam menyatakan pendapat dan mengajukan
pertanyaan masih rendah.
d. Guru masih kesulitan dalam pengelolaan kelas karena siswa baru pertama
kali merasakan pembelajaran dalam bentuk kelompok.
2. Usaha untuk mengatasi kendala pada siklus I dan dilaksanakan pada siklus II,
antara lain:
a. Guru mengadakan variasi pembelajaran dengan mengadakan percobaan
yang berbeda-beda pada setiap pertemuan.
b. Guru memberikan beberapa informasi secara tepat dan bertahap,
mengarahkan, dan membimbing kegiatan siswa dalam menemukan
jawaban.
c. Guru melakukan pendekatan dan memberikan motivasi kepada siswa.
3. Siklus II, kendala yang dihadapi yaitu:
a. Siswa merasa bosan dengan percobaan yang dilakukan sehingga kurang
bersemangat.
b. Siswa kurang aktif dalam kegiatan kelompok.
4. Usaha untuk mengatasi kendala pada siklus II dan dilaksanakan pada siklus III,
antara lain:
a. Guru mengadakan variasi pembelajaran dengan memberikan permainan
sebagai pembangkit minat dan motivasi siswa dalam belajar.
b. Guru mengadakan pemantauan yang optimal ketika kelompok melakukan
kegiatan.
5. Sedangkan pada pembelajaran siklus III sudah tidak ada kendala.
83
Jadi pembelajaran menggunakan Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada
siswa kelas V SD Negeri Begajah 04 tahun ajaran 2009/ 2010. Hal ini terjadi
karena PBL melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran IPA melalui
pengalaman nyata atau simulasi sehingga siswa dapat mandiri. Penerapan PBL ini
membuat pembelajaran menjadi bermakna pada siswa.
84
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga
siklus dengan menerapkan metode Problem Based Learning (PBL) dalam
pembelajaran IPA mendeskripsikan proses pembentukan tanah pada siswa kelas V
SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Problem Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan
tanah pada siswa kelas V SD Negeri Begajah 04, Sukoharjo tahun ajaran
2009/2010. Ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata kelas yang pada tes
awal sebesar 67,04%, siklus I 69,15%, siklus II menjadi 74,52%, sedangkan
pada siklus III naik lagi menjadi 79,89%. Untuk siswa tuntas belajar (KKM
70) pada tes awal 55,56% yang mana terdapat 12 siswa yang belum tuntas,
pada siklus I siswa tuntas belajar 66,67% yang setelah direfleksi masih
terdapat 9 siswa yang belum tuntas, pada siklus II siswa tuntas belajar 70,37%
yang setelah direfleksi masih terdapat 8 siswa yang belum tuntas, dan pada
siklus III siswa tuntas belajar menjadi 77,78% yang mana siswa yang belum
tuntas belajar tinggal 6 orang siswa.
2. Kendala-kendala yang terjadi selama penerapan metode Problem Based
Learning (PBL) pada setiap siklus antara lain: a) Siswa belum paham
bagaimana proses pembentukan tanah itu, sehingga mereka sulit untuk
mendeskripsikan, b) Kebiasaan siswa hanya memperoleh informasi membuat
mereka membutuhkan waktu lama untuk menemukan sendiri jawabannya, c)
Keberanian siswa dalam menyatakan pendapat dan mengajukan pertanyaan
masih rendah, d) Guru masih kesulitan dalam pengelolaan kelas karena siswa
baru pertama kali merasakan pembelajaran dalam bentuk kelompok, e) Siswa
merasa bosan dengan percobaan yang dilakukan sehingga kurang bersemangat,
f) Siswa kurang aktif dalam kegiatan kelompok.
85
3. Solusi untuk mengatasi kendala-kendala dalam penerapan metode Problem
Based Learning (PBL) pada setiap siklus adalah sebagai berikut: a) Guru
mengadakan variasi pembelajaran dengan mengadakan percobaan yang
berbeda-beda pada setiap pertemuan, b) Guru memberikan beberapa informasi
secara tepat dan bertahap, mengarahkan, dan membimbing kegiatan siswa
dalam menemukan jawaban, c) Guru melakukan pendekatan dan memberikan
motivasi kepada siswa, d) Guru mengadakan variasi pembelajaran dengan
memberikan permainan sebagai pembangkit minat dan motivasi siswa dalam
belajar, e) Guru mengadakan pemantauan yang optimal ketika kelompok
melakukan kegiatan.
B. Implikasi
Penerapan pembelajaran dan prosedur dalam penelitian ini didasarkan pada
pembelajaran dengan menerapkan metode Problem Based Learning (PBL) dalam
pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil penelitian di atas terbukti metode Problem
Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses
pembentukan tanah. Sehubungan dengan penelitian ini maka dapat dikemukakan
implikasi hasil penelitian sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah melalui
metode Problem Based Learning (PBL) dapat dipertimbangkan untuk
menambah pendekatan pembelajaran bagi guru dalam memberikan materi
pelajaran.
2. Pembelajaran IPA melalui metode Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan kemampuan mendeskripsikan pada siswa khususnya materi
proses pembentukan tanah.
3. Memberikan informasi bagi guru untuk menentukan strategi dan metode
pembelajaran yang tepat dengan metode Problem Based Learning (PBL)
untuk meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proses pembentukan tanah
pada pelajaran IPA khususnya dan pelajaran lain pada umumnya.
86
4. Mendorong siswa untuk memiliki keberanian dalam mengungkapkan
pendapat dan mengembangkan kreativitas serta inisiatifnya untuk menunjang
proses pembelajaran.
5. Menunjukkan pentingnya menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi
dan inovatif , salah satunya adalah metode Problem Based Learning (PBL)
yang terbukti dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
sehingga terjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru.
6. Sebagai masukan bagi guru dan calon guru untuk meningkatkan keefektifan
strategi guru dalam mengajar dan meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar sehubungan dengan prestasi dan hasil belajar siswa yang akan
dicapai. Prestasi dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dengan
menerapkan metode pembelajaran dan media yang tepat bagi siswa.
7. Pembelajaran dengan menggunakan metode Problem Based Learning (PBL)
pada hakikatnya dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru yang
menghadapi permasalahan yang sejenis, terutama untuk mengatasi masalah
peningkatan hasil belajar siswa, yang pada umumnya dimiliki oleh sebagian
besar siswa.
C. Saran
Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian, maka ada beberapa
saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan antara lain:
1. Bagi Sekolah
Hendaknya sekolah mengupayakan pelatihan bagi guru untuk dapat
mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan berbagai macam metode seperti
metode Problem Based Learning agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai
dengan harapan.
2. Bagi Guru
a. Sebaiknya guru meningkatkan kompetensi keprofesionalannya dengan
merancang proses pembelajaran dengan metode yang kreatif dan inovatif
87
seperti metode Problem Based Learning sehingga siswa menjadi lebih
tertarik dan pembelajaran akan menjadi lebih kondusif dan bermakna.
b. Untuk memperoleh jawaban yang tepat, sesuai dengan tujuan penelitian
disarankan untuk menggali pendapat atau tanggapan siswa dengan kalimat
yang lebih mengarah pada proses pembelajaran dengan metode Problem
Based Learning (PBL).
c. Guru hendaknya mengupayakan tindak lanjut terhadap penerapan metode
Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran yang dilaksanakan.
3. Bagi Siswa
Siswa harus lebih mengembangkan inisiatif, kreatifitas, keaktifan,
motivasi belajar dan mengembangkan keberanian menyampaikan gagasan dalam
proses pembelajaran untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan prestasi
belajar.
4. Bagi Peneliti Lain
Peneliti yang hendak mengkaji permasalahan yang sama hendaknya lebih
cermat dan lebih mengupayakan pengkajian teori-teori yang berkaitan dengan
metode Problem Based Learning (PBL) guna melengkapi kekurangan yang ada
serta sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan siswa yang
belum tercakup dalam penelitian ini agar diperoleh hasil yang lebih baik.
88
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS Press.
Borich, Gary D. 1996. Effective Teaching Methods. Englewood Cliffs, New Jersey: A Simon & Schuster Company.
Choiril, dkk. 2008. IPA Salingtemas 5. Jakarta: PT Intan Pariwara.
Depdikbud. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
H. B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Hendro dan Jenny. 1991. Pendidikan IPA II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
http://digilib.petra.ac.id. Diakses tanggal 15 Mei 2010.
https://www.mis4.udel.edu/Pbl/. Diakses tanggal 6April 2010.
http://triyono22.wordpress.com/2009/05/09/ptk-sd-kelas-4-ipa/. Diakses tanggal 6 April 2010.
Huang, R. (2005). Chinese International Students’ Perceptions of the Problem-Based Learning Experience Journal of Hospitality, Leisure, Sport and Tourism Education 4(2), 36-43, www.hlst.heacademy.ac.uk/johlste diakses tanggal 15 Mei 2010.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Gaung Persada Press.
89
IGAK, Wardhani. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.
Johnstone, H. Alex and H. Otis, Kevin. Centre for Science Education. University of Glasgow: [email protected] diakses tanggal 25 Mei 2010.
Leo, Sutrisno, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA di SD. Departemen Pendidikan Nasional.
Made, Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mulyasa. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Oemar, Hamalik. 1999. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Rodney W. Nichols. 2010. Ethical currents in a career in science and technology: “A case study” journal Technology in Society diunduh dari http://www.science direct.com diakses tanggal 15 Mei 2010.
Srini M, Iskandar. 2001. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: CV. Maulana.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka cipta.
. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suharsimi Arikunto, Suharjono, Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Suprapto.2003. Model Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta : Depdiknas Dirjen Pendasmen.
90
Syaiful, Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta. The Liang Gie. 1992. Pengantar Dunia Karang-Mengarang. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
TIM PGSD. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Udin, S. Winataputra. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Widodo, dkk. 2004. Alamku Sains 5. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wilkerson, LuAnn. 1996. Bringing Problem-Based Learning to Higher Education: Theory and Practice. San Fransisco: JOSSEY-BASS PUBLISHERS.
Yudi, Purnawan. 2008. http://www.teleforedu.org/index.www.pusdiklatkes.com. Diakses tanggal 20 Mei 2010.