peningkatan produktivitas lahan sawah intensif...
TRANSCRIPT
MAK : 1800.202.006.068
PROPOSAL PENELITIAN
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN
SAWAH INTENSIF DENGAN MEMANFAATKAN
MIKROB FUNGSIONAL DAN PERBAIKAN
REKOMENDASI PUPUK MENDUKUNG
SWASEMBADA PANGAN
Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si.
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL RPTP : Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah Intensif dengan
Memanfaatkan Mikrob Fungsional dan Perbaikan
Rekomendasi Pupuk Mendukung Swasembada Pangan
UNIT KERJA : Balai Penelitian Tanah
ALAMAT UNIT KERJA : Jl. Tentara Pelajar No.12, Bogor
SUMBER DANA : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah
Tahun Anggaran 2018
STATUS PENELITIAN : Lanjutan
PENANGGUNGJAWAB PROGRAM :
a. Nama : Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si.
b. Pangkat/Golongan : III/c
c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda
LOKASI : Jawa
AGROEKOSISTEM : Lahan sawah
TAHUN MULAI : 2016
TAHUN SELESAI : 2019
OUTPUT TAHUNAN : 1. Informasi mengenai komposisi keragaman hayati tanah
culturable di lahan sentra padi intensif yang
terkontaminasi residu agrokimia.
2. Informasi mengenai populasi mikroba culturable dan
unculturable di lahan sentra padi intensif yang
terkontaminasi residu agrokimia.
3. Informasi mengenai korelasi komposisi keragaman
hayati tanah lahan sentra padi intensif yang
terkontaminasi residu agrokimia dengan aktivitas atau
fungsi tanah.
4. Informasi keefektifan bakteri pengoksidasi metana
sebagai pupuk hayati yang mampu mereduksi emisi
metana dan meningkatkan efisiensi pupuk N dan P
tanaman padi di lahan sawah
5. Teknik perbanyakan inokulan Cyanobacteria skala pilot.
6. Teknik aplikasi Cyanobacteria di lapang yang efisien.
7. Empat karya tulis ilmiah
OUTPUT AKHIR : 1. Informasi mengenai komposisi keragaman hayati tanah
culturable dan culturable di lahan sentra padi intensif
terkontaminasi agrokimia.
2. Informasi mengenai hubungan komposisi keragaman
hayati tanah lahan sentra padi di Jawa Tengah dicemari
glifosat dan paraquat dengan produktivitas tanah.
3. Saran-saran pengelolaan tanah untuk fungsi mikroba
tanah optimum di lahan sentra padi intensif dalam
meningkatkan produksi padi berdasarkan karakter
komposisi keragaman hayati tanah tersebut.
ii
4. Paket rekomendasi pemupukan unggul untuk padi
berpotensi hasil tinggi di lahan sawah intensifikasi.
5. Informasi pengelolaan hara, tanah dan air di lahan
sawah intensifikasi.
6. Teknik aplikasi bakteri pereduksi emisi metana
multiguna pada padi di lahan sawah atau gambut yang
dapat mereduksi 50% emisi gas metana, meningkatkan
efisiensi pupuk N dan P sebesar 50%, dan produksi
15%.
7. Teknik aplikasi dan pemanfaatan pupuk hayati
Cyanobacteria untuk mendukung peningkatkan
produktivitas padi, dan mengefisienkan penggunaan
pupuk kimia
BIAYA PENELITIAN : Rp. 400.000.000
Koordinator Program
Dr. Ir. Neneng L. Nurida, M.Si
NIP. 19631229 198510 2 001
Penanggung Jawab RPTP
Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si
NIP. 19630419 199203 2 001
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Litbang
Sumber Daya Lahan Pertanian
Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr
NIP. 19640623 198903 1 002
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Husnain, M.P., M.Sc
NIP. 19730910 200112 2 001
iii
RINGKASAN
1. Judul RPTP :
Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah Intensif dengan
Memanfaatkan Mikrob Fungsional dan Perbaikan
Rekomendasi Pupuk Mendukung Swasembada Pangan
2. Nama dan Alamat Unit
Kerja
: Balai Penelitian Tanah
Jln. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Cimanggu, Bogor
3. Sifat Usulan Penelitian : Baru/Lanjutan
4. Penanggungjawab : Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si.
5. Justifikasi : 1. Beras merupakan salah satu komoditi yang ditargetkan
menjadi swasembada. Upaya untuk meningkatkan
produksi padi dapat ditempuh melalui ekstenfikasi atau
intensifikasi. Intensifikasi pertanian yang dilakukan
dengan gencar adalah melalui masukan bahan agrokimia
(pupuk dan pestisida) dan pupuk dosis tinggi atau tidak
berimbang untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Penggunaan bahan-bahan ini secara terus menerus dan
dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah, pencemaran terhadap
tanah , serta menurunkan kualitas produk pangan
2. Upaya lain intensifikasi lahan pertanian secara hayati
adalah memanfaatkan Cyanobacteria sebagai pupuk
hayati. Pemanfaatan Cyanobateria untuk meningkatkan
produksi padi sawah di Indonesia belum banyak
dilakukan, padahal Cyanobacteria mampu menambat
nitrogen dan tumbuh berlimpah.
3. Praktik pertanian organik mengalami suatu dilema, di
satu sisi bermanfaat bagi kesuburan tanah tetapi di lain
sisi berakibat buruk, yaitu meningkatkan pemanasan
global yang diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca (GRK). Sektor pertanian melepaskan
emisi GRK berupa CH4, CO2, dan N2O ke atmosfer dalam
jumlah yang cukup signifikan. Penurunan emisi CH4 akan
menjadi pilihan terbaik untuk mengurangi emisi gas
rumahkaca di sawah
4. Bakteri pengoksidasi metana memiliki potensi tinggi
mereduksi 80% emisi metana di di sekitar perakaran
tanaman padi sawah tergenang.
iv
6. Tujuan :
. Tahunan : 1. Mempelajari keanekaragaman komunitas mikroba
(bakteri, aktinomisetes, dan fungi) tanah sulfat masam
dengan metode Kultur.
2. Mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan
komunitas mikroba (bakteri, aktinomisetes, fungi, dan
archea dengan fokus bakteri pereduksi sullfat) tanah
sulfat masam dengan metode RT PCR.
3. Mengetahui keanekaragaman fungsional komunitas
mikroba seperti fungsi-fungsi dalam status kesuburan
tanah dan kebugaran tanaman (menambat N;
melarutkan fosfat terikat Ca, Al, dan Fe; melarutkan K
terikat feldspar dan mica; serta mendekomposisi bahan
organik; memproduksi fitohormon) yang ditetapkan
secara in vitro.
4. Menapis mikroba potensial untuk meningkatkan
produktivitas lahan rawa dan kebugaran tanaman yang
ditumbuhkan pada lahan rawa.
5. Mempelajari keefektifan bakteri pengoksidasi metana
sebagai pupuk hayati pereduksi metana dan
meningkatkan efisiensi pupuk N dan P tanaman padi di
lahan sawah
6. Mempelajari teknik perbanyakan inokulan Cyanobacteria
skala pilot.
7. Mempelajari teknik aplikasi Cyanobacteria di lapang yang
efisien.
8. Menguji berbagai dosis pemupukan untuk padi
berpotensi hasil tinggi di lahan sawah intensifikasi.
b. Jangka panjang : 1. Mengidentifikasi mikroba hasil isolasi dari tanah sulfat
masam pada kegiatan sebelumnya menggunakan Biolog,
PCR dan sequensing.
2. Mengidentifikasi DNA hasil isolasi dari tanah sulfat
masam pada kegiatan sebelumnya dengan metode NGS
(Next Generation Sequencing).
3. Menguji beberapa formula mikroba untuk meningkatkan
produktivitas lahan sulfat masam dan tamaman yang
ditumbuhkan pada tanah sulfat masam.
4. Menguji paket rekomendasi pemupukan unggul untuk
padi berpotensi hasil tinggi di lahan sawah intensifikasi.
5. Mempelajari pengelolaan hara, tanah dan air di lahan
sawah intensifikasi.
6. Menguji efektivitas bakteri pereduksi emisi metana
multiguna pada padi di lahan sawah atau gambut yang
dapat mereduksi 50% emisi gas metana, meningkatkan
efisiensi pupuk N dan P sebesar 50%, dan produksi 15%.
v
7. Menguji teknik aplikasi dan pemanfaatan pupuk hayati
Cyanobacteria untuk mendukung peningkatkan
produktivitas padi, dan mengefisienkan penggunaan
pupuk kimia.
7. Luaran yang
diharapkan
:
a. Tahunan : 1. Informasi mengenai keanekaragaman komunitas
mikroba (bakteri, aktinomisetes, dan fungi) tanah sulfat
masam dengan metode Kultur.
2. Informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan
komunitas mikroba (bakteri, aktinomisetes, fungi, dan
archea dengan fokus bakteri pereduksi sullfat) tanah
sulfat masam dengan metode RT PCR.
3. Informasi mengenai keanekaragaman fungsional
komunitas mikroba seperti fungsi-fungsi dalam status
kesuburan tanah dan kebugaran tanaman (menambat N;
melarutkan fosfat terikat Ca, Al, dan Fe; melarutkan K
terikat feldspar dan mica; serta mendekomposisi bahan
organik; memproduksi fitohormon) yang ditetapkan
secara in vitro.
4. Informasi mengenai mikroba potensial untuk
meningkatkan produktivitas lahan rawa dan kebugaran
tanaman yang ditumbuhkan pada lahan rawa.
5. Informasi mengenai keefektifan bakteri pengoksidasi
metana sebagai pupuk hayati pereduksi metana dan
meningkatkan efisiensi pupuk N dan P tanaman padi di
lahan sawah
6. Informais mengenai teknik perbanyakan inokulan
Cyanobacteria skala pilot.
7. Informasi mengenai teknik aplikasi Cyanobacteria di
lapang yang efisien.
8. Informasi mengenai dosis pemupukan untuk padi
berpotensi hasil tinggi di lahan sawah intensifikasi.
9. Empat karya tulis ilmiah internasional atau nasional
b. Jangka panjang : 1. Informasi mengenai mikroba hasil isolasi dari tanah
sulfat masam pada kegiatan sebelumnya menggunakan
Biolog, PCR dan sequensing.
2. Informasi mengenai identifikasi DNA hasil isolasi dari
tanah sulfat masam pada kegiatan sebelumnya dengan
metode NGS (Next Generation Sequencing).
3. Formula mikroba untuk meningkatkan produktivitas
lahan sulfat masam dan tamaman yang ditumbuhkan
pada tanah sulfat masam.
4. Paket rekomendasi pemupukan unggul untuk padi
berpotensi hasil tinggi di lahan sawah intensifikasi.
vi
5. Informasi mengenai pengelolaan hara, tanah dan air di
lahan sawah intensifikasi.
6. Informasi mengenai keefektifan bakteri pereduksi emisi
metana multiguna pada padi di lahan sawah atau
gambut yang dapat mereduksi 50% emisi gas metana,
meningkatkan efisiensi pupuk N dan P sebesar 50%, dan
produksi 15%.
7. Informasi mengenai teknik aplikasi dan pemanfaatan
pupuk hayati Cyanobacteria untuk mendukung
peningkatkan produktivitas padi, dan mengefisienkan
penggunaan pupuk kimia.
8. Manfaat dan dampak
kegiatan
: 1. Diperoleh informasi mengenai komposisi keragaman
hayati tanah dari ekosistem lahan sentra padi intensif
tercemar dan tidak agrokimia sebagai bahan untuk
mempelajari optimasi fungsi tanah untuk peningkatan
produksi padi secara ramah lingkungan.
2. Diperoleh paket rekomendasi pupuk yang telah
diperbaiki melalui penambahan bahan organik, kapur
dan silika dapat meningkatkan produksi padi pada lahan
sawah intensifikasi.
3. Dapat lebih terungkap informasi atau potensi
Cyanobacteria sebagai pupuk hayati.
4. Aplikasi pupuk hayati berbahan aktif bakteri pengoksidasi
metana pada lahan-lahan sawah secara luas dan jangka
panjang diharapkan dapat berkontribusi nyata terhadap
pertanian yang berkelanjutan dan pengurangan emisi
gas rumah kaca yang pada akhirnya berdampak positif
terhadap perubahan iklim dunia.
9. Sasaran akhir : Peningkatan produktivitas padi di lahan sawah inensif
10. Lokasi penelitian : Jawa dan Lampung
11. Jangka waktu : Mulai TA 2016, berakhir 2019
12. Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, TA 2018.
13. Biaya : Rp. 400.000.000
vii
SUMMARY
1. Title of RPTP :
Increasing Productivity of Intensive Wetland Area by
Utilizing Functional Microbes and Improving Fertilizer
Recommendation Supporting Food Self-Sufficiency
2. Implementation unit : Indonesian Soil Research Institute
Jln. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Cimanggu, Bogor
3. Location : Java, Lampung
4. Objectives :
a. Yearly/Short term : 1. Learn about the diversity of microbial communities
(bacteria, aktinomisetes, and fungi) acid sulfuric soils
by culture method.
2. Learn about the diversity and abundance of microbial
communities (bacteria, actinomycetes, fungi, and
archea with the focus of sulfate reducing bacteria)
acid sulphate soil by RT PCR method.
3. Knowing the functional diversity of microbial
communities such as functions in soil fertility and plant
fitness status (inhibiting N, dissolving phosphate
bound Ca, Al, and Fe; dissolving K bound to feldspar
and mica and decomposing organic matter, producing
phytohormones) in vitro.
4. Screening of some potential microbes to increase the
productivity of swampy land and plant fitness grown
on swamplands.
5. Studying the effectiveness of methane oxidizing
bacteria as a methane fertilizer reducing and
increasing the efficiency of N and P fertilizers in paddy
fields
6. Learn about the propagation inoculant Cyanobacteria
inhibitment technique.
7. Learn about the efficient application of Cyanobacteria
application in the field.
8. Testing various fertilizer doses for potentially high
yield rice in intensified wetland.
b. Long Term objective : 1. To identify isolated microbes from acid sulphate soils
in previous activities using Biolog, PCR and
sequencing.
2. To identify isolated DNA from sulphate soil in previous
activity by NGS (Next Generation Sequencing)
method.
3. To examine some microbial formulas to increase the
productivity of acid sulphate and saplings grown on
acid sulphate soils.
viii
4. To examine superior fertilizer recommendation
packages for high-yielding paddy rice in intensified
wetland.
5. To study the management of nutrients, soil and water
in intensified wetland.
6. To examine the effectiveness of multipurpose
methane reducing bacteria on rice or peat soils that
can reduce 50% of methane gas emissions, increasing
the efficiency of N and P fertilizers by 50%, and 15%
production.
7. To examine the application techniques and utilization
of Cyanobacteria biological fertilizer to support
increasing rice productivity, and efficient use of
chemical fertilizers.
5. Expected Output :
a. Yearly/Short term : 1. Information on the diversity of microbial communities
(bacteria, aktinomisetes, and fungi) acid sulfuric soils
by culture method.
2. Information on the diversity and abundance of
microbial communities (bacteria, actinomycetes,
fungi, and archea with the focus of sulfate reducing
bacteria) acid sulphate soil by PCR RT method.
3. Information on the functional diversity of microbial
communities such as functions in soil fertility and plant
fitness status (inhibiting N, dissolving phosphate
bound to Ca, Al, and Fe; dissolving K bound to feldspar
and mica and decomposing organic matter, producing
phytohormones) in vitro.
4. Information on potential microbes to improve the
productivity of swamp and plant fitness grown on
swamplands.
5. Information on the effectiveness of methane oxidizing
bacteria as a methane fertilizer reducing and
increasing the efficiency of N and P fertilizers in paddy
fields
6. Information on the propagation of Cyanobacteria in
pilot scale.
7. Information on the efficient application of
Cyanobacteria applications.
8. Information on fertilizer doses for high potential rice
yields in intensified wetland areas.
9. Four international or national scientific papers.
10. Four scientific papers
ix
b. Long term expected
output
: 1. Information on isolated microbes from acid sulphate
soils in previous activities using Biolog, PCR and
sequencing.
2. Information on the identification of isolated DNA from
acid sulphate soil in previous activity by NGS (Next
Generation Sequencing) method.
3. Microbial formula to increase the productivity of acid
sulphate and saplings grown on acid sulphate soils.
4. The superior fertilizer recommendation package for
high yielding paddy rice in intensified wetland.
5. Information on nutrient, soil and water management
in intensified rice field.
6. Information on the effectiveness of multipurpose
methane reducing bacteria on rice or peat soils that
can reduce 50% of methane gas emissions, increase
the efficiency of N and P fertilizers by 50%, and 15%
production.
7. Information on application techniques and utilization
of Cyanobacteria biological fertilizer to support
increasing rice productivity, and efficient use of
chemical fertilizers.
6. Descripsion of method : The stage of achievement of the output is through
several stages as follows: (i) literature study or
supporting literature, (ii) soil sampling, (iii) isolation,
selection, screening of microbial biofertilizers, (iv)
determination of microbial diversity in soils given
agrochemical inputs, (v) the combination test of an-
organic fertilization (N, P, and K), silica, organic fertilizer
and biological fertilizer in intensive paddy fields,( v)
microbial effectiveness test of bacteria-based methane-
oxidizing bacteria in reducing methane emissions and to
growth and production of wetland paddy, (vi) microbial
effectiveness test of Cyanobacteria-based biofertilizer on
growth and production of wetland rice
7. Duration : Four Years, from 2016 to 2019
8. Budget : Rp. 400.000.000
9. Source of budget DIPA/RKAKL Satker : Balai Penelitian Tanah, TA 2018.
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tantangan pembangunan pada sektor pertanian khususnya tanaman
pangan adalah kemampuan sektor pertanian menyediakan pangan yang cukup dengan
tetap menjaga kelestarian sumber daya alam. Beras merupakan makanan pokok sekitar
2,7 milyar orang atau hampir separuh penduduk dunia, khususnya di negara-negara
Asia. Pada tahun 2015, konsumen beras dunia bahkan diperkirakan akan meningkat
hingga mencapai 4 milyar orang. Untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat
tersebut, produksi beras dunia diproyeksikan harus ditingkatkan sebesar 68% dari
produksi tahun 1989 sebesar 473 juta ton menjadi 781 juta ton pada tahun 2020
(Anonim, 1994 dalam Panjaitan et al., 2015). Produksi padi nasional negara Indonesia
tahun 2016 mencapai 79.36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 5,25 % (3,96
juta ton) dibanding produksi tahun 2015 (Biro Pusat Statistik, 2016). Walau kenaikan
produksi padi yang telah dicapai telah dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
Indonesia, tetapi masih diperlukan upaya untuk tetap mempertahankan produksi padi
sebagai antisipasi dalam mengimbangi laju pertambahan jumlah penduduk 1,5% setiap
tahunnya (Sintani, 2006).
Upaya intensifikasi pertanian yang masih dilakukan dengan gencar adalah melalui
masukan bahan agrokimia yaitu pupuk dan pestisida dengan tujuan meningkatkan
produktivitas lahan, karena upaya ekstensifikasi terkendala lahan marginal serta semakin
banyak alih fungsi lahan pertanian. Penggunaan bahan-bahan agrokimia ini secara terus
menerus dan dalam dosis yang berlebihan ini menyebabkan kerusakan sifat fisik, kimia
dan biologi tanah, pencemaran terhadap tanah, air dan udara, serta menurunkan
kualitas produk pangan (Mangkoedihardja, 1999; Adiningsih, 2005).
Penggunaan pupuk dosis tinggi atau tidak berimbang dalam jangka waktu
panjang (20-30 tahun) menyebabkan ketidak-seimbangan hara dalam tanah, terjadinya
polusi yang khususnya diakibatkan oleh pemupukan fosfat (Hanson, 1994), dan semakin
terkuranya unsur hara mikro (Cox dan Kamprath, 1972). Dilaporkan pengelolaan hara
yang kurang tepat tersebut di sentra-sentra produksi padi mengakibatkan sekitar 65%
tanah sawah di Indonesia berkadar C-organik di bawah batas kritis (<2%), dan hanya
35% yang berkadar C-organik > 2 %, inipun terjadi pada lahan sawah yang bergambut
(Kasno et al., 2003). Bahkan menurut BPS (2014) pemberian pupuk yang tidak sesuai
dengan ketersediaan hara dan kebutuhan tanaman dalam jangka panjang menyebabkan
rendahnya tingkat produktivitas padi di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini perlu
dilakukan evalusai atau perbaikan rekomendasi pemupukan.
Beberapa kelompok bakteri yang diketahui mampu meningkatkan produksi padi
karena memiliki kemampuan menambat nitrogen adalah bakteri kelompok
Cyanobacteria. Pemanfaatan Cyanobateria untuk meningkatkan produksi padi sawah
telah dilakukan pada beberapa negara, seperti India, Thailand dan Vietnam. Sementara
pemanfaatan Cyanobacteria di Indonesia belum banyak dilakukan (Anas dan Rahayu,
2013), padahal Cyanobacteria berpotensi sebagai penambat nitrogen, tumbuh melimpah
di tempat-tempat yang kekurangan nitrogen, sehingga dapat digunakan sebagai
sumber nitrogen alternatif di lahan sawah, dapat melakukan fotosintesis maupun
memfiksasi nitrogen baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Dalam kondisi anaerob,
fiksasi nitrogen dilakukan dalam sel khusus yang disebut heterosista yang terdiri atas
2
5-10 % dari sel-sel dalam filamen (Fleming dan Haselkorn, 1973). Selain belum banyak
digunakan, penelitian Cyanobacteria sebagai pupuk hayati penambat N masih sangat
terbatas di Indonesia, sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat mengungkap lebih
banyak potensi Cyanobacteria sebagai pupuk hayati.
Praktik pertanian organik mengalami suatu dilema, di satu sisi bermanfaat bagi
kesehatan dan kesuburan tanah tetapi di lain sisi bila aplikasinya tidak sesuai malah
berakibat buruk, yaitu dapat meningkatkan pemanasan global. Pemanasan global
diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas antara lain CO2, CH4, dan N2O di
atmosfer yang menyerap panas atau yang disebut sebagai fenomena gas rumah kaca.
Indonesia merupakan negara yang turut menyumbang emisi dari berbagai sektor, salah
satunya berasal dari sektor pertanian (pertanian dan peternakan). Sektor pertanian
melepaskan emisi GRK ke atmosfer dalam jumlah yang cukup signifikan, yaitu berupa
CH4, CO2, dan N2O. Tsuruta et al. (1998) yang mengevaluasi kontribusi emisi dari tiga
gas rumah kaca dari sawah menyatakan bahwa emisi CH4, CO2, dan N2O masing-masing
menyumbang 78,2, 16,0, dan 5,8% dari total emisi setara CO2. Oleh karena itu
penurunan emisi CH4 akan menjadi pilihan terbaik untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca dari sawah. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan et al.
(2015) yang memperlihatkan adanya peningkatan emisi metana pada pertanian organik
dibandingkan sistem pertanian anorganik. Peningkatan emisi metana diketahui akan
merimbas pada peningkatan suhu, dan ini dikhawatirkan berpengaruh buruk bagi
produktivitas padi. Menurut Zeigler (2005) dalam Wihardjaka (2011), setiap
peningkatan suhu 1oC akan menurunkan hasil padi 0,5 ton per hektar, karena
peningkatan suhu akan menghambat fase pengisian bulir padi dan menyebabkan
penurunan hasil gabah.
Beberapa upaya menekan emisi metana tanpa mengurangi produksi tanaman
padi, antara lain: (i) irigasi intermiten, (ii) menggunakan varietas padi rendah emisi
metana, (iii) pemberian bahan organik matang, (iv) penerapan cara tanam sebar
langsung (tabela), dan (v) aplikasi bakteri pengoksidasi metana. Menurut Wihardjaka
(2011) berlimpahnya bakteri pengoksidasi metana yang berada di sekitar perakaran
tanaman padi berpotensi sangat tinggi untuk mengoksidasi metana. Bakteri pengoksidasi
metana merupakan bakteri metanotrof yang memanfaatkan CH4 sebagai donor elektron
untuk menghasilkan energi dan sebagai sumber karbonnya (Hanson dan Hanson 1996).
Aktivitas oksidasi metana oleh bakteri metanotrof mampu menurunkan 80% metana
yang diproduksi oleh bakteri metanogen di lahan sawah (Conrad & Rothfus 1991).
Penelitian lain membuktikan bahwa aplikasi pupuk hayati dengan bahan aktif bakteri
metanotrof, bakteri pendenitrifikasi dan bakteri penambat nitrogen pada lahan sawah
secara nyata terbukti selain mengurangi 75% pupuk NPK kimia, juga meningkatkan
produksi padi sebesar 67,53% dan mengurangi emisi metana dari 18.31 mmol m-2hr-1
menjadi -19.57 mmol m-2hr-1 (Pingak et al., 2014).
Pada penelitian ini akan digali lebih mendalam potensi bakteri pengoksidasi
metana, Cyanobacteria, perbaikann rekomendasi pemupukan dan pengaruh input
agrokimia terhadap komposisi keragaman hayati tanah lahan sawah intensif.
1.2. Dasar Pertimbangan
Padi merupakan salah satu komoditi yang ditargetkan menjadi komoditi
3
swasembada. Upaya untuk mempertahankan swasembada beras dan meningkatkan
produksi padi dapat ditempuh melalui ekstenfikasi atau intensifikasi. Intensifikasi
pertanian yang masih dilakukan dengan gencar adalah melalui masukan bahan
agrokimia (pupuk dan pestisida) dan pupuk dosis tinggi atau tidak berimbang
meningkatkan produktivitas lahan. Penggunaan bahan-bahan ini secara terus menerus
dan dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
pencemaran terhadap tanah, air dan udara, serta menurunkan kualitas produk pangan
(Mangkoedihardja, 1999; Adiningsih, 2005). Upaya lain intensifikasi lahan pertanian
secara hayati adalah memanfaatkan mikrob fungsional sebagai pupuk hayati (mampu
menambat N, melarutkan P dan K, menghasilkan fitohormon), antara lain Cyanobacteria
dan bakteri pengoksidasi metana. Pemanfaatan Cyanobateria untuk meningkatkan
produksi padi sawah telah dilakukan pada beberapa negara, seperti India, Thailand dan
Vietnam. Sementara pemanfaatan Cyanobacteria di Indonesia belum banyak dilakukan
(Anas dan Rahayu, 2013), padahal Cyanobacteria berpotensi sebagai penambat
nitrogen, tumbuh melimpah di tempat-tempat yang kekurangan nitrogen, sehingga
dapat digunakan sebagai sumber nitrogen alternatif di lahan sawah, dapat melakukan
fotosintesis maupun memfiksasi nitrogen baik dalam kondisi aerob maupun anaerob.
Sementara itu bakteri pengoksidasi metana memiliki potensi tinggi mereduksi 80% emisi
metana di di sekitar perakaran tanaman padi sawah tergenang (Conrad & Rothfus 1991).
Selain belum banyak digunakan, penelitian Cyanobacteria dan bakteri pengoksidasi
metana sebagai pupuk hayati masih sangat terbatas di Indonesia, sehingga diharapkan
dari penelitian ini dapat terungkap bahwa Cyanobacteria dan bakteri pengoksidasi
metana berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pupuk hayati dan
pereduksi emisi metana.
1.3. Tujuan dan Keluaran
a. Tujuan
Jangka Pendek
1. Mempelajari keanekaragaman komunitas mikroba (bakteri, aktinomisetes, dan
fungi) tanah sulfat masam dengan metode Kultur.
2. Mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan komunitas mikroba (bakteri,
aktinomisetes, fungi, dan archea dengan fokus bakteri pereduksi sullfat) tanah
sulfat masam dengan metode RT PCR.
3. Mengetahui keanekaragaman fungsional komunitas mikroba seperti fungsi-fungsi
dalam status kesuburan tanah dan kebugaran tanaman (menambat N;
melarutkan fosfat terikat Ca, Al, dan Fe; melarutkan K terikat feldspar dan mica;
serta mendekomposisi bahan organik; memproduksi fitohormon) yang
ditetapkan secara in vitro.
4. Menapis mikroba potensial untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa dan
kebugaran tanaman yang ditumbuhkan pada lahan rawa.
5. Mempelajari keefektifan bakteri pengoksidasi metana sebagai pupuk hayati
pereduksi metana dan meningkatkan efisiensi pupuk N dan P tanaman padi di
lahan sawah
6. Mempelajari teknik perbanyakan inokulan Cyanobacteria skala pilot.
7. Mempelajari teknik aplikasi Cyanobacteria di lapang yang efisien.
4
8. Menguji berbagai dosis pemupukan untuk padi berpotensi hasil tinggi di lahan
sawah intensifikasi.
Jangka Panjang
1. Mengidentifikasi mikroba hasil isolasi dari tanah sulfat masam pada kegiatan
sebelumnya menggunakan Biolog, PCR dan sequensing.
2. Mengidentifikasi DNA hasil isolasi dari tanah sulfat masam pada kegiatan
sebelumnya dengan metode NGS (Next Generation Sequencing).
3. Mendapatkan formula mikroba untuk meningkatkan produktivitas lahan sulfat
masam dan tamaman yang ditumbuhkan pada tanah sulfat masam.
4. Menguji paket rekomendasi pemupukan unggul untuk padi berpotensi hasil tinggi
di lahan sawah intensifikasi.
5. Mempelajari pengelolaan hara, tanah dan air di lahan sawah intensifikasi.
6. Menguji efektivitas bakteri pereduksi emisi metana multiguna pada padi di lahan
sawah atau gambut yang dapat mereduksi 50% emisi gas metana,
meningkatkan efisiensi pupuk N dan P sebesar 50%, dan produksi 15%.
7. Menguji teknik aplikasi dan pemanfaatan pupuk hayati Cyanobacteria untuk
mendukung peningkatkan produktivitas padi, dan mengefisienkan penggunaan
pupuk kimia.
b. Keluaran yang Diharapkan
Jangka pendek
1. Informasi mengenai keanekaragaman komunitas mikroba (bakteri,
aktinomisetes, dan fungi) tanah sulfat masam dengan metode Kultur.
2. Informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan komunitas mikroba
(bakteri, aktinomisetes, fungi, dan archea dengan fokus bakteri pereduksi sullfat)
tanah sulfat masam dengan metode RT PCR.
3. Informasi mengenai keanekaragaman fungsional komunitas mikroba seperti
fungsi-fungsi dalam status kesuburan tanah dan kebugaran tanaman (menambat
N; melarutkan fosfat terikat Ca, Al, dan Fe; melarutkan K terikat feldspar dan
mica; serta mendekomposisi bahan organik; memproduksi fitohormon) yang
ditetapkan secara in vitro.
4. Informasi mengenai mikroba potensial untuk meningkatkan produktivitas lahan
rawa dan kebugaran tanaman yang ditumbuhkan pada lahan rawa.
5. Informasi mengenai keefektifan bakteri pengoksidasi metana sebagai pupuk
hayati pereduksi metana dan meningkatkan efisiensi pupuk N dan P tanaman
padi di lahan sawah
6. Informais mengenai teknik perbanyakan inokulan Cyanobacteria skala pilot.
7. Informasi mengenai teknik aplikasi Cyanobacteria di lapang yang efisien.
8. Informasi mengenai dosis pemupukan untuk padi berpotensi hasil tinggi di lahan
sawah intensifikasi.
9. Empat karya tulis ilmiah internasional atau nasional.
5
Jangka Panjang
1. Informasi mengenai mikroba hasil isolasi dari tanah sulfat masam pada kegiatan
sebelumnya menggunakan Biolog, PCR dan sequensing.
2. Informasi mengenai identifikasi DNA hasil isolasi dari tanah sulfat masam pada
kegiatan sebelumnya dengan metode NGS (Next Generation Sequencing).
3. Formula mikroba untuk meningkatkan produktivitas lahan sulfat masam dan
tamaman yang ditumbuhkan pada tanah sulfat masam.
4. Paket rekomendasi pemupukan unggul untuk padi berpotensi hasil tinggi di lahan
sawah intensifikasi.
5. Informasi mengenai pengelolaan hara, tanah dan air di lahan sawah intensifikasi.
6. Informasi mengenai keefektifan bakteri pereduksi emisi metana multiguna pada
padi di lahan sawah atau gambut yang dapat mereduksi 50% emisi gas metana,
meningkatkan efisiensi pupuk N dan P sebesar 50%, dan produksi 15%.
7. Informasi mengenai teknik aplikasi dan pemanfaatan pupuk hayati Cyanobacteria
untuk mendukung peningkatkan produktivitas padi, dan mengefisienkan
penggunaan pupuk kimia.
c. Perkiraan Manfaat dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang
1. Diperoleh informasi mengenai komposisi keragaman hayati tanah dari ekosistem
lahan sentra padi intensif tercemar dan tidak agrokimia sebagai bahan untuk
mempelajari optimasi fungsi tanah untuk peningkatan produksi padi secara
ramah lingkungan.
2. Diperoleh paket rekomendasi pupuk yang telah diperbaiki melalui penambahan
bahan organik, kapur dan silika dapat meningkatkan produksi padi pada lahan
sawah intensifikasi.
3. Dapat lebih terungkap informasi atau potensi Cyanobacteria sebagai pupuk
hayati.
4. Aplikasi pupuk hayati berbahan aktif bakteri pengoksidasi metana pada lahan-
lahan sawah secara luas dan jangka panjang diharapkan dapat berkontribusi
nyata terhadap pertanian yang berkelanjutan dan pengurangan emisi gas rumah
kaca yang pada akhirnya berdampak positif terhadap perubahan iklim dunia.
5. Dengan dilaksanakan pengelolaan lahan sawah mendukung program
peningkatan produksi komoditas strategis dapat disusun empat karya tulis ilmiah
untuk jurnal nasional atau internasional.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Pada tahun 2016 Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras. Walau
swasembada beras ini telah memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, tetapi
masih diperlukan upaya untuk tetap mempertahankan produksi padi sebagai antisipasi
dalam mengimbangi laju pertambahan jumlah penduduk 1,5% setiap tahunnya melalui
ekstensifikasi atau intensifikasi. Upaya intensifikasi pertanian yang masih dilakukan
dengan gencar adalah melalui masukan bahan agrokimia yaitu pupuk dan pestisida
dengan tujuan meningkatkan produktivitas lahan, karena upaya ekstensifikasi terkendala
lahan marginal serta semakin banyak alih fungsi lahan pertanian. Penggunaan bahan-
bahan agrokimia ini secara terus menerus dan dalam dosis yang berlebihan ini
menyebabkan kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, pencemaran terhadap
tanah, air dan udara, serta menurunkan kualitas produk pangan (Mangkoedihardja,
1999; Adiningsih, 2005).
Upaya lain intensifikasi lahan pertanian secara hayati adalah memanfaatkan
mikrob fungsional sebagai pupuk hayati (mampu menambat N, melarutkan P dan K,
menghasilkan fitohormon), antara lain Cyanobacteria dan bakteri pengoksidasi metana.
Pemanfaatan Cyanobateria untuk meningkatkan produksi padi sawah telah dilakukan
pada beberapa negara, seperti India, Thailand dan Vietnam. Sementara pemanfaatan
Cyanobacteria di Indonesia belum banyak dilakukan (Anas dan Rahayu, 2013), padahal
Cyanobacteria berpotensi sebagai penambat nitrogen, tumbuh melimpah di tempat-
tempat yang kekurangan nitrogen, sehingga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen
alternatif di lahan sawah, dapat melakukan fotosintesis maupun memfiksasi nitrogen
baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Sementara itu bakteri pengoksidasi metana
memiliki potensi tinggi mereduksi 80% emisi metana di di sekitar perakaran tanaman
padi sawah tergenang (Conrad & Rothfus 1991).
2.2. Pengaruh Agrokimia Terhadap Keragaman Hayati Tanah Lahan Sawah
Intensif
Hasil penelitian atau kajian terhadap pengaruh agrokimia pada komposisi
keragaman hayati tanah lahan sawah intensif secara menyeluruh dan konfrehensif belum
banyak dilakukan. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa kontaminasi senyawa
dan unsur agrokimia seperti logam berat dan pestisida merubah komposisi keragaman
hayati tanah. Chukwura et al. (2016) melaporkan bahwa residu glifosat (bahan aktif
yang banyak digunakan dalam formulasi herbisida) dalam tanah dapat menghambat
pertumbuhan mikroba tanah (bakteri, fungi, aktinomiset, dan khamir), menurunkan
populasinya di dalam tanah serta dapat merubah struktur komunitas dan keragaman
fungsi mikroba (Yu et al., 2015 dan Ermakova et al., 2016), menyebabkan ledakan
populasi Fusarium dan Phytophthora pathogen dan menurunkan potensi degradatif
mikroba indigenus (Kryuchkova et al ., 2014), serta menghabat aktivitas fixasi N bakteri
Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum.
Olivera dan Pampulha (2006) meneliti pengaruh kontaminasi logam berat (109
mg/kg Hg dan 1558 mg/kg) jangka panjang di dalam tanah terhadap karakter
mikrobiologi tanah. Parameter mikrobiologi yang diukur meliputi aktivitas
dehidrogenase, kandungan ATP, dan total bakteri heterotrofik aerob, aktinomiset, fungi,
7
dan bakteri penabat N non-simbiotik. Total populasi mikroba dari masing-masing
kelompok berbeda tesrebut menurun dengan tajam. Bakteri penambat N non simbiotik
dan bakteri heterotrofik ditemukan sensitive terhadap kontaminasi jangka panjang
logam berat Hg dan As. Demikian pula aktivitas dehidrogenase ditemukan sensitive utk
menentukan pengaruh logam berat pada biomasa mikroba tanah yang aktif secara
fisiologis.
Li et al. (2009) melaporkan bahwa populasi mikroba pengoksidasi ammonia dan
laju nitrifikasi di dalam tanah terkontaminasi Cu konsentrasi tinggi menurun dengan
nyata. Kelimpahan gene amoB bakteri menurun 107 kali sampai 232 kali pada
kontaminasi Cu sebesar 2,400 mg kg−1 dan 1,600 mg kg−1 dan penurunan kelimpahan
gene amoA arkea 10 kali – 89 kali. AOA lebih toleran daripada AOB terhadap kontaminasi
logam berat di dalam tanah. Laju nitrifikasi dihambat sampai 50% pada konsentrasi Cu
600 mg kg−1 dan lebih dari 90% pada konsentrasi Cu paling tinggi di dalam tanah.
Sementara Liu et al. (2016) melaporkan bahwa total aktivitas bakteri denitrikasi dan
produksi N2O menurun pada tanah lahan padi yang terkontaminasi logam berat.
Aktivitas produksi N2O sensitive terhadap kontaminasi logam berat. Kontaminasi
logam berat pada tanah lahan padi memiliki potensi menyebabkan penurunan emisi
N2O. Dengan demikian kontaminasi logam berat menimbulkan pengaruh pada
transformasi N di dalam tanah. Denitrikasi adalah salah satu proses mikrobiologi
paling penting yang menyebabkan produksi gas N2O.
2.3. Rekomendasi Pupuk Berimbang untuk Lahan Sawah Intensif
Luas lahan sawah di Indonesia sekitar 7,8 juta ha, dari luas tersebut 41% berada
di Jawa dan sebagian besar merupakan sawah irigasi atau sawah intensif. Kontribusi
lahan sawah intensif dalam peningkatan produktivitas padi sangat nyata (Wahyunto,
2009), akan tetapi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir luas lahan sawah intensif
semakin menciut dengan laju sekitar 75-90 ribu ha per tahun tanpa diimbangi dengan
pencetakan sawah baru yang setara (Hidayat, 2009). Untuk mengisi kehilangan produksi
padi dari lahan sawah irigasi yang terkonversi, maka penerapan teknologi pemupukan
yang tepat menjadi pilihan disamping pengembangan padi sawah di lahan sawah bukaan
baru diluar Jawa. Penerapan teknologi pengelolaan tanaman, tanah, air dan pupuk
harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi agar selaras dengan potensi
produksinya. Akan tetapi penerapan teknologi di tingkat petani umumnya berjalan relatif
lambat sehingga rata-rata peningkatan produktivitas padi hanya di bawah 1% per tahun.
Hal ini menyebabkan kenaikan produksi beras nasional praktis mengalami stagnasi-
levelling off (Adiningsih et al., 1997).
Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang mempunyai
peranan sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pupuk
dalam hal ini berperan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Pemupukan merupakan
suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan
vegetatif tanaman yang sehat dan produksi yang maksimum namun ekonomis, serta
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit (Sutarta et. al., 1999).
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bagi petani dalam memupuk
diantara nya adalah: jenis paket rekomendasi pupuk yang ditawarkan, kemungkinan
substitusi atau komplementaritas antar jenis pupuk, harga pupuk, pola tanam, luas lahan
dan tingkat keuntungan usaha tani (Darwis dan Saptana, 2010), sehingga rekomendasi
8
pupuk menjadi sangat penting dalam sistem budidaya tanaman. Rekomendasi
pemupukan yang bersifat umum cenderung mengarah pada peningkatan penggunaan
pupuk N, P dan K, bila tanpa pengembalian sisa hasil panen atau penambahan bahan
organik maka akan menguras hara makro lainnya seperti S, Ca, Mg, unsur mikro seperti
Zn, Cu, Mn dan Fe serta beneficial element Si.
Pemupukan berimbang merupakan kunci dalam peningkatan produktivitas padi
di lahan sawah intensif. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk ke lahan sawah
untuk mencapai keseimbangan hara yang optimum sesuai dengan status hara tanah dan
kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimum. Pemupukan harus didasarkan
pada rekomendasi pemupukan yang disusun berdasarkan batas kecukupan hara. Batas
kecukupan hara P teresktrak HCl 25% adalah < 20, 20 – 40, dan > 40 mg P2O5/100 g
tanah masing-masing disebut rendah, sedang dan tinggi (Moersidi et al., 1991). Hasil
penelitian Sahara dan Idris, 2005 menunjukkan bahwa untuk meningkatkan keuntungan
maksimal maka tanah-tanah yang status hara P tinggi, sebaiknya penggunaan pupuk
fosfat dikurangi. Batas kecukupan hara K terekstrak HCl 25% untuk padi sawah adalah
< 10, 10 – 20, dan > 20 mg K2O/100 g tanah masing-masing dikelompokan rendah,
sedang dan tinggi.
Untuk mendapatkan pertumbuhan padi yang baik, umumnya petani cenderung
memberikan pupuk N dalam jumlah yang berlebihan. Cara ini selain boros juga tanaman
peka terhadap serangan hama penyakit serta dapat mencemari lingkungan (Balitbangtan
2006). Dengan perkembangan teknologi maka rekomendasi pemupukan N,P,K padi
sawah akan lebih didasarkan pada uji tanah (soil testing) yang dilakukan dengan
melakukan penilaian terhadap status hara tanah awal dan kebutuhan hara tanaman. Uji
tanah untuk N sulit dilakukan dan kurang berkembang dibandingkan uji P dan K karena
sekitar 97-99% N di dalam tanah berada dalam bentuk senyawa N-organik yang
ketersediaannya relatif lambat karena tergantung pada tingkat dekomposisi oleh
mikroorganisme (Setyorini et al., 2003). Oleh karenanya evaluasi kebutuhan N tanaman
dilakukan dengan menggunakan bagan warna daun (BWD). Bagan warna daun
memberikan rekomendasi penggunaan pupuk N berdasarkan tingkat kehijauan warna
daun. Makin pucat warna daun, makin rendah skala BWD berarti makin rendah
ketersediaan N di tanah dan makin banyak pupuk N yang perlu diaplikasikan.
Rekomendasi berdasarkan BWD memberikan jumlah dan waktu pemberian pupuk N
yang diperlukan tanaman (Anonim, 2006).
Selain menggunakan pupuk an-organik sesuai status hara tanah, dianjurkan pula
untuk menggunakan pupuk organik berupa kompos jerami atau pupuk kandang 2 t/ha.
Kompos jerami atau pupuk kandang yang sudah matang diberikan ke lahan bersamaan
saat pengolahan tanah terakhir. Hasil verifikasi rekomendasi spesifik lokasi di beberapa
sentra lahan sawah menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik memberikan
peningkatan hasil gabah meskipun belum terlalu nyata di akhir musim tanam pertama
(Permentan No.40/2007). Sehingga diperlukan peningkatan dosis pupuk organik atau
pemberian pupuk organik dalam jangka panjang. Hasil penelitian Tanaka et al., (2012)
menunjukkan bahwa dengan pengelolaan bahan organik dalam jangka panjang dapat
mencukupi kebutuhan nitrogen (N) tanaman padi selama satu musim tanam melalui
mineralisasi N bahan organik (jerami, sekam, gulma, dsb).
Disisi lain, perkembangan varietas unggul tanaman padi cukup pesat, karena
potensi hasil tinggi maka padi ini membutuhkan input yang tinggi pula. Padi hibrida
9
varietas SL-8-SHS yang ditanam di Pinrang yang dipupuk 300 kg urea dan 125 kg SP-
36/ha dapat menghasilkan 8,5 t/ha, sedangkan varietas Ciherang 6,1 t/ha (Imran dan
Suriany, 2009). Daerah potensial untuk pengembangan padi hibrida adalah lahan sawah
irigasi teknis yang ditanami 2 kali setahun, produktivitas > 4,5 t/ha, pada daerah dataran
sedang, serta aman dari endemis WBC, HDB dan tungro (Balitbangtan. 2007). Selain
pupuk dan varietas padi, hal yang perlu diperhatikan dilahan sawah intensif adalah
pengelolaan air. Padi termasuk tanaman unik karena mampu tumbuh di dalam kondisi
hidrologi, jenis tanah, dan iklim yang berbeda, dan merupakan satu satunya tanaman
serealia yang tumbuh di lahan basah. Praktek petani umumnya menggunakan teknik
penggenangan terus menerus, akan tetapi dengan menerapkan teknologi hemat air
seperti intermittent akan mengefisienkan penggunaan air dan meminimalisir kehilangan
hara melalui leaching (Hilman, 2015)
2.4. Bakteri Pengoksidasi Metana sebagai Pereduksi Emisi Padi Sawah
Tergenang
Metana atau CH4 merupakan gas rumahkaca yang menduduki peringkat ke-3
setelah CO2, dan pertanaman padi sawah merupakan salah satu dari sumber utama emisi
metana, menyumbang sekitar 5-19% total CH4 global. Emisi metana dari lahan sawah
merupakan netto dari produksi metana (metanogenesis) dan oksidasi metana
(metanotrof). Sekitar 60-90% metana yang dihasilkan akan dioksidasi secara in situ
sebelum terlepas ke atmosfer (Wassman et al., 1993).
Walaupun emisi CO2 sangat tinggi di pertanian padi tetapi gas ini akan kembali
digunakan tanaman padi saat berlangsungnya proses fotosintesis dan akan
dikonversikan ke bentuk biomassa tanaman. Gas metana yang dikenal sebagai gas rawa
memiliki waktu tinggal di atmosfir 12 tahun, memiliki kemampuan memancarkan panas
21 kali lebih tinggi dari CO2. Dengan berat molekulnya yang ringan, gas CH4 juga mampu
menembus sampai lapisan ionosfer dimana terdapat senyawa radikal O3 atau ozon yang
berfungsi melindungi bumi dari serangan radiasi gelombang pendek ultra violet.
Kehadiran gas CH4 pada lapisan ionosfer menyebabkan penipisan lapisan O3 bumi. Oleh
karena itu, GRK yang harus diwaspadai untuk diturunkan emisinya dari lahan sawah
adalah metana (Setyanto, 2006). Menurut Hanson & Hanson (1996) upaya mereduksi
emisi metan akan 20-60 kali lebih efektif dalam mengurangi kemungkinan pemanasan
atmosfer bumi pada abad mendatang daripada mengurangi emisi CO2.
Metana diproduksi sebagai hasil akhir dari proses mikrobial melalui proses
dekomposisi bahan organik secara anaerobik oleh bakteri metanogen (Zehnder dan
Stumm, 1988). Bakteri ini hanya aktif bila kondisi tanah dalam keadaan tergenang.
Sebagian dari metan yang diproduksi akan dioksidasi oleh bakteri metanotrof yang
bersifat aerobik di lapisan permukaan tanah dan di zona perakaran. Bakteri ini
menggunakan metan sebagai sumber energi untuk metabolisme. Sisa metan yang tidak
teroksidasi dilepaskan atau diemisikan dari lapisan bawah tanah ke atmosfir melalui tiga
cara, yaitu: (i) proses difusi melalui air genangan, (ii) gelembung gas yang terbentuk
dan terlepas ke permukaan air genangan melalui mekanisme ebulisi, (iii) gas metan yang
terbentuk masuk ke dalam jaringan perakaran tanaman padi dan bergerak secara difusi
dalam pembuluh aerenkimia untuk selanjutnya terlepas ke atmosfir. Dengan demikian
oksidasi metana secara hayati di lahan sawah dilakukan sepenuhnya oleh bakteri
10
pengoksidasi metana. Itu sebabnya bakteri pengoksidasi metana merupakan regulator
penahan atau penghambat emisi metana yang utama dari eksositem sawah (Mancinelli,
1995).
Umumnya diketahui bahwa oksidasi CH4 terjadi di lapisan oksik-anoksik pada
pertanaman padi sawah, pada batas antara tanah dan air, di rhizosfer, dan rhizoplane
tanaman padi dengan O2 dan CH4 yang tersedia (Eller and Frenzel, 2001). Laju emisi
CH4 dari lahan sawah berkisar antara 26-21 Tg/tahun (terra gram = 1012 gram; IPCC,
2002), atau sebanding dengan 6-29% total emisi CH4 per tahun (Inubushi et al., 2001;
Prather et al., 2001). Laju produksi dan emisi CH4 di lahan sawah untuk tiap wilayah
besarnya bervariasi. Variasi emisi CH4 tersebut di pengaruhi oleh jenis tanah,
pengelolaan tanah dan tanaman (Setyanto, 2006). Aplikasi pupuk pada lahan pertanian
dapat menyebabkan fluktuasi emisi gas metana, penggunaan pupuk urea dapat
menghambat aktivitas metanotrof serta memperkecil kelimpahan bakteri metanotrofik
sehingga emisi metana menjadi lebih besar (Zheng et al., 2008). Emisi metana dapat
direduksi melalui proses oksidasi metana merupakan proses pemecahan senyawa
metana oleh mikroorganisme metanotrof menggunakan enzim methane monooxygenase
yang mampu mengoksidasi metana menjadi karbon dioksida melalui serangkaian reaksi
kimiawi dengan menghasilkan senyawa metabolik intermediet seperti metanol, formate,
dan formaldehyde (Topp & Pattey, 1997). Proses oksidasi metana dapat berlangsung
dalam kondisi aerob maupun anaerob (Smemo & Yavitt, 2010).
Bakteri pengoksidasi metana atau BPM merupakan bakteri metanotof yang
memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya: Gram negatif, aerob obligat, dengan sel
berbentuk batang, vibrio atau coccus (Higgins et al., 1981). Metanotrof merupakan sub
kelompok Metilotrof yang mampu mereduksi senyawa karbon tunggal untuk
pertumbuhannya. Metanotrof dicirikan oleh kemampuannya menggunakan metana
sebagai sumber karbon utama dan sebagai sumber energi mengoksidasi metana pada
lingkungan mikro yang bersifat aerobik pada zona perakaran dan pada bagian yang
bersifat toksik pada lapisan permukaan tanah. Proses oksidasi metana tersebut
diinisiasi oleh enzim metan monooksigenase yang berperan dalam konversi metan
menjadi metanol . Oksidasi metana terjadi Enzim MMO juga berperan dalam degradasi
berbagai senyawa polutan seperti trikloroetilen, isomer-isomer dari dikloroetilen, vinil
klorida, dan kloroform (Graham et al. 1992). Oksidasi CH4 oleh bakteri metanotrof di
lahan sawah dapat mencapai 80 % dari CH4 yang diproduksi oleh bakteri metanogen
(Conrad and Rothfus 1991). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas oksidasi CH4 selain
dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga dipengaruhi oleh dominansi jenis bakteri
metanotrof dari komunitas mikroba di lahan sawah.
Bakteri metanotrof diklasifikasikan ke dalam Gammaproteobacteria (BPM tipe I)
dan Alphaproteobacteria (BPM tipe II) berdasarkan struktur membran intrasitoplasma,
lintasan asimilasi karbon, profil asam lemak fosfolipid, dan penempatan filogenetik
(Dianou et al., 2012). Whittenbury dan Krieg (1984) telah mengklasifikasikan isolat-
isolat bakteri pengoksidasi metana ini ke dalam tipe I (Methylococcus, Methylomonas,
dan Methylobacter) dan tipe II (Methylosinus dan Methylocystis). Baru-baru ini telah
diidentifikasi yeast atau khamir yang dimasukkan ke dalam kelompok metanotrof
fakultatif, yaitu Sporobolomyces roseus, Sporobolomyces gracilis, Rhodotorula glutinis,
dan Rhodotorula rubra (Higgins et al., 1981)
11
Bakteri metanotrof memiliki sejumlah karakteristik yang sangat baik dijadikan
sebagai bahan aktif pupuk hayati. Hasil pengujian membukytikan bahwa aplikasi pupuk
hayati dengan bahan aktif bakteri metanotrof, bakteri pendenitrifikasi dan bakteri
penambat nitrogen pada lahan sawah secara nyata terbukti selain mengurangi 75%
pupuk NPK kimia, juga meningkatkan produksi padi sebesar 67,53% dan mengurangi
emisi metana dari 18.31 mmol m-2hr-1 menjadi -19.57 mmol m-2hr-1 (Pingak et al., 2014).
2.5. Cyanobacteria sebagai Pupuk Hayati
Berbagai mikroorganisme penambat N2 (aerobik, anaerob fakultatif, heterotrof,
fototrof) ditemukan di dalam ekosistem padi sawah dan berkontribusi untuk penambatan
hara N pada tanah kondisi tergenang (Kobayashi and Hague, 1971). Pieters (1975) telah
mengidentifikasi mikroorganisme yang bertanggungjawab sebagai agen terhadap fiksasi
nitrogen di sawah. Kelompok utamanya adalah bakteri heterotrofik di daerah perakaran
yaitu blue green algae hidup bebas (Cyanobacteria) yang bersimbiosis dengan paku
azolla dan bakteri fotosintetik. Cyanobacteria atau yang dikenal dengan blue-green algae
(BGA) memiliki kemampuan memfiksasi N2 dari atmosfer sehingga menghasilkan
bentuk nitrogen yang tersedia untuk digunakan tanaman.
Peningkatan kesuburan dan produktivitas lahan sawah dapat dilakukan dengan
memanfaatkan Cyanobacteria. Bakteri ini banyak ditemukan di daerah perairan,
mempunyai kemampuan menambat nitrogen, serta digunakan sebagai agen untuk
bioremediasi, dan bahan bakar nabati. Spirulina platensis, terdeteksi mengandung
tingkat merkuri tinggi ketika tumbuh di bawah kondisi terkontaminasi (Slotton et al.,
1989), yang menyiratkan bahwa Cyanobacteria tersebut mengambil ion logam beracun
dari lingkungan tempat tumbuhnya, cyanobacteri ini menyerap dan mengambil ion
logam ( Bender et al ., 1994) .
Beberapa jenis Cyanobacteria dari berbagai lokasi di Jawa Barat seperti di kolam,
persawahan, sumber air panas berbeda-beda. Menurut Ayala dan Vargas (1987),
budidaya Spirulina pada limbah ragi mencapai tingkat pertumbuhan 85,7 mg/L.
Pemakaian molase pada konsentrasi 0,25-0,75 g/L sebagai substrat dalam perbanyakan
Spirulina platensis dapat diperoleh konsentrasi bio-massa sebesar 2,94 g / L, dengan
nilai pH yang meningkat selama fase cahaya dan menurun selama periode gelap pada
periode pertumbuhannya (Andrade dan Costa., 2007). Hasil penelitian diharapkan
dapat dijadikan sebagai data dasar dan informasi tentang strain Cyanobacteria untuk
digunakan sebagai pupuk hayati.
Selain mampu menambat N, Cyanobacteria juga dapat meningkatkan konsentrasi
oksigen serta meningkatkan parameter fisiko-kimia lainnya dari lingkungan tempat
mereka tumbuh dan berkembang (Mandal et al 1998), diantaranya menghasilkan
polisakarida yang dapat mengikat tanah, sehingga membantu untuk mengontrol
stabilitas tanah, erosi limpasan, dan sebagai tempat untuk perkecambahan tanaman
tingkat tinggi.
Pemanfaatan Cyanobacteria untuk meningkatkan produksi padi sawah telah
dilakukan pada beberapa negara, seperti India, Thailand dan Vietnam. Peningkatan
produksi padi sawah dengan penggunaan BGA (Sianobakteri) di Indonesia belum banyak
dilaksanakan, sehingga informasi pemanfaatan Cyanobacteria di Indonesia masih
sangat terbatas (Anas dan Rahayu, 2013). Potensi Cyanobacteria dalam budidaya padi
12
telah diakui pada tahun 1938 oleh De, yaitu pemupukan alami nitrogen dengan
menggunakan Cyanobacteria di daerah tropis. Budidaya Cyanobacteria di sawah sebagai
pupuk hayati dimulai oleh Watanabe yang disebut algalisasi.
13
III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah Intensif dengan
Memanfaatkan Mikrob Fungsional dan Perbaikan Rekomendasi Pupuk Mendukung
Swasembada Pangan terdiri atas empat kegiatan yang saling mendukung, yakni: (i)
Pengaruh Agrokimia terhadap Komposisi Keragaman Hayati Tanah Lahan Sawah
Intensif, (ii) Penelitian Pengelolaan Lahan Sawah Intensif Mendukung Peningkatan
Produktivitas Padi, (iii) Penelitian Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Emisi Gas Metana
Peningkat Efisiensi Serapan Hara Tanaman Padi, dan (iv) Penelitian Pemanfaatan
Cyanobacteria sebagai Pupuk Hayati.
Diharapkan dari kegiatan penelitian ini dapat dirakit suatu teknologi untuk
meningkatkan produktivitas tanaman pangan di lahan sawah.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium, rumah kaca dan di lapang.
Tahap pencapaian keluaran yaitu melalui beberapa tahap, yakni: (i) studi pustaka atau
literatur pendukung, (ii) menyusun rencana pengambilan contoh tanah, (iii) isolasi,
seleksi, skrining, uji fungsional mikrob pupuk hayati, (iv) determinasi keragaman mikrob
pada tanah-tanah yang diberi input agrokimia, (v) uji kombinasi pemupukan anorganik
(N, P, dan K), silika, pupuk organik dan pupuk hayati di lahan sawah intensif, (v) uji
keefektifan mikrob pupuk hayati berbasis bakteri pengoksidasi metana dalam mereduksi
emisi metan dan terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah, (vi) uji keefektifan
mikrob pupuk hayati berbasis bakteri Cyanobacteria terhadap pertumbuhan dan produksi
padi sawah.
Untuk kegiatan Penelitian Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Emisi Gas Metana
Peningkat Efisiensi Serapan Hara Tanaman Padi, pada tahun 2017 telah dilakukan
pengujian keefektifan isolat-isolat bakteri pengoksidasi metana dalam mereduksi emisi
metana dan meningkatkan produksi padi skala rumahkaca. Dari total 37 isolat yang
diisolasi, 7 isolat diantaranya memiliki gen penyandi metana monooksigenase yang
positif dapat mereduksi emisi metana dan memperlihatkan kemampuan sebagai pupuk
hayati (menambat N2, melarutkan P, dan menghasilkan fitohormon IAA). 3 isolat
diantaranya, yakni N2P4a, M1, BGM3 memperlihatkan keunggulan, yakni dapat
mereduksi emisi gas metana berkisar 45.08% sampai 60.04%. Isolat-isolat bakteri
pengoksidasi metana ini pada tahun 2018 akan diuji pada skala lapang. Diharapkan
isolat ini dapat dijadikan sebagai salah satu mikroba pupuk hayati yang dapat mereduksi
emisi gas metana sekaligus peningkat efisiensi pupuk anorganik. Pada tahun 2018 akan
dilakukan pengujian aplikasi formula pupuk hayati berisikan bakteri pengoksidasi metana
pada tanaman padi di lapang untuk mengetahui keefektifannya dalam mereduksi emisi
gas metana dan meningkatkan efisiensi pemupukan NPK kimia serta meningkatkan
produksi padi.
Sedangkan untuk kegiatan Penelitian Pemanfaatan Cyanobacteria sebagai Pupuk
Hayati, penelitian ini merupakan kegiatan lanjutan yang dilakukan di laboratorium,
rumah kaca, dan lapang dan merupakan penelitian jangka panjang sampai dengan 2019.
Pada tahun 2016 telah diperoleh satu jenis Cyanobacteria terpilih yang diskrining dari
puluhan isolat Cyanobacteria. Pada tahun 2017 diperoleh informasi keefektifan dan
14
teknik aplikasi Cyanobacteria pada peningkatan hasil padi sawah sebesar 10-15% dan
efisiensi N sebesar 10-20% (percobaan rumah kaca). Pada tahun 2018 telah dilakukan
aplikasi Cyanobacteria di lahan sawah untuk meningkatkan hasil padi sebesar 10-15%
dan efisiensi pupuk N sebesar 10-20% (percobaan lapang). Pada tahun 2019 akan
dilakukan penyempurnaan formula dan teknik perbanyakan dan aplikasi Cyanobacteria
untuk meningkatkan produksi padi
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dimulai bervariasi sejak tahun
2016. Pada TA 2018 terdapat empat kegiatan, yaitu:
1. Pengaruh Agrokimia terhadap Komposisi Keragaman Hayati Tanah Lahan Sawah
Intensif (Dr. Erny Yuniarti, M.Si.)
2. Penelitian Pengelolaan Lahan Sawah Intensif Mendukung Peningkatan Produktivitas
Padi (Ibrahim Adamy Sipahutar, SP., M.Sc.)
3. Penelitian Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Emisi Gas Metana Peningkat Efisiensi
Serapan Hara Tanaman Padi (Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si.)
4. Penelitian Pemanfaatan Cyanobacteria sebagai Pupuk Hayati (Ir. Jati Purwani, M.Si.)
3.3. Metode
3.3.1. Pengaruh Agrokimia terhadap Komposisi Keragaman Hayati Tanah
Lahan Sawah Intensif
Kegiatan akan dilakukan di laboratorium biologi dengan kegiatan awal yang akan
dilakukan adalah pengambilan contoh tanah, air, sedimen, serta rhizosfer tanaman yang
tumbuh di tanah sulfat masam. Pengambilan contoh dilakukan pada tiga titik dari
masing-masing ekosistem tanah sulfat masam belum tersentuh dan ekosistem pertanian
terlantar tanah sulfat masam. Contoh tanah diambil sampai kedalaman 20 Cm dan setiap
titik merupakan merupakan komposit dari sepuluh titik pada tiap lokasi. Kedua
ekosistem tanah sulfat masam tersebut akan dipelajari dan dibandingkan
keanekaragaman mikrobanya.
a. Analisis Kimia dan Biologi Tanah di Laboratorium
Analisis Kimia Sampel Tanah
Analisis kimia tanah meliputi tekstur tanah, total C, total N, P2O5, K2O, pH, saliniti
(EC dan TDS), Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan Kejenuhan Basa (KB).
Analisis Biologi Sampel Tanah
Analisis biologi menggunakan metode kultur dan nonkultur. Metode kultur
meliputi deteksi dan analisis total bakteri, fungi, aktinomiset, serta mikroba fungsional
seperti penambat N, pelarut P (terikat Ca, Al, Fe) dan K, perombak selulosa, serta
perombak lignin. Sementara metode nonkultur menggunakan RT-PCR yang mendeteksi
dan mengkuantifikasi komunitas mikroba dengan primer spesifiknya masing-masing
(Tabel 1). Komunitas mikroba yang didetekis dan dikuantifikasi dengan metode RTPCR
meliputi komunitas bakteri, fungi, aktinomiset, dan archea yang dikhususkan pada
kelompok bakteri pereduksi sulfat.
15
b. Penentuan Komunitas Mikroba Dengan Metode Kultur
Deteksi dan kelimpahan komunitas mikroba yang meliputi bakteri, aktinomisetes,
dan fungi masing-masing dilakukan dengan menginokulasikan menggunakan metode
spread plate suspensi tanah (termasuk tanah bulk dan rhizosfer), suspensi bagian
tanaman yang telah digerus dalam larutan pengencer ke dalam medium Nutrient Agar,
Humic Acid agar, dan Rose Bengal agar.
c. Penentuan Komunitas Mikroba Dengan RT-PCR
Ekstraksi dan pemurnian DNA dari sampel tanah. Ekstraksi dan pemurnian
DNA langsung dari contoh tanah (dilakukan duplo untuk setiap contoh tanah)
menggunakan IsoilTM DNA kit (Meis dan Chen, 2003). Sebanyak 0.5 g sampel tanah
ditempatkan pada tabung beat beads 2 ml kemudian ke dalam tabung ditambahkan 950
ml Larutan Pelisis BB (pH 8.6) yang mengandung 1% SDS, 100 mM Tris-HCl, 200 mM
EDTA, dan 200 mM Na2HPO4, dan 50 µl Larutan Pelisis 20S yang mengandung 20%
SDS. Selanjutnya tabung dihomogenasi menggunakan alat Mini Beads Cell Disrupter
dengan kecepatan 2500 rpm selama 2 menit. Setelah itu diinkubasi pada suhu 65°C
selama 1 jam dan setiap 10 menit sekali dilakukan pempolak-balikan tabung sehingga
larutan homogen. Larutan ini selanjutnya disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan
12000 g (rcf) pada suhu ruang. Sebanyak 600 µl supernatan ditransfer ke dalam tabung
mikro 2 ml dan ditambah kan 400 µl larutan purifikasi (pH 8) yang terdiri atas 2.5 M
NaCl, dan 5% CTAB. Tabung diinkubasi selama 5 menit pada suhu 65°C dan dibolak-
balik setiap 2.5 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang, setelah itu ditambahkan
600 µl kloroform dingin. Setelah dihomogenase dengan vortex selama 15 detik, larutan
disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 12000 g (rcf) pada suhu 20°C. Sebanyak
800 µl supernatan ditransfer ke tabung mikro baru secara hati-hati, kemudian ke
dalamnya ditambahkan 800 µl larutan pengendap yang mengandung 12% Polyethylene
glycol (PEG) dan 1.5 M Tris-HCl, kemudian dihomogenasi perlahan-lahan. Selanjutnya
dilakukan sentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 16000 g (rcf) pada suhu 4°C.
Supernatan dibuang perlahan, kemudian ke dalam tabung ditambahkan larutan pnecuci
sebanyak 1 ml dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 16000 g (rcf) pada suhu 4°C
selama 15 menit, kemudian supernatan dibuang dengan hati-hati. Langkah terakhir
ialah menambah etanol 70% dingin sebanyak 1 ml dan 100 µl Natrium asetat, kemudian
larutan disentrifugasi pada kecepatan 16000 g (rcf) pada suhu 4°C selama 5 menit. Pelet
DNA dikeringkan dengan membalikkan tabung di atas tisu kering selama 15 menit. Ke
dalam tabung yang berisi pelet DNA dilarutkan dengan 20-50 µl bufer TE (10 mM Tris
base, 1 mM EDTA; pH 8). Setelah didapatkan DNA hasil isolasi total komunitas mikroba,
dilanjutkan dengan pengecekan hasil isolasi DNA menggunakan nanodrop dan juga
dilakukan elektroforesis.
Amplifikasi DNA dengan RTPCR. Kuantifikasi total komunitas mikroba dengan
pendedekatan tanpa pengkulturan menggunakan analisi kuantitatif realtime PCR
(QPCR). Analisa qPCR dilakukan dengan metode Sakamoto et al (2004) menggunakan
LightCycler3 (Roche Diagnostic), dsDNA binding dteSYBR Green1 dan primer spesifik
dengan berbagai modifikasi. Volume reaksi amplifikasi qPCR sebanyak 20 µl (10 µl
SYBR premix exTaq (Takara, Shuzo), 0.4 µl masing-masing spesifik primer F dan R
(10pmol/µL), 7.2 µl dH20 dAn 2 µL DNA sample. Kondisi qPCR yang digunakan untuk
16
total bakteri terdiri atas denaturasi awal pada 95°C selama 10 mnt, 40 cycles;
pemenasan pada suhu setiap 20°C per detik sampa 95°C selama 5 detik tanpa jeda
waktu, pendinginan setiap 20°C per detik sampai 60°C dengan jeda waktu selama 5
detik, pemanasan setiap 20°C per detik sampai 72°C dengan jeda waktu selama 18
detik dan pemanasan setip 20°C per detik sampai 84°C dengan jeda waktu selama 1
dtk.
Fluoresencens terdeteksi dibagain akhir dari setiap siklius amplifikasi dengan
primer spesifik sebgai dasar kuantifikasi qPCR. Kurva melting digunakan untuk
mengetahui specifisitas primer yang digunakan. Data kuantifikasi dianalisa
menggunakan lightcycler3 analysi software versi 5.3. Analisa qPCR menggunakan
sepesifik primer primer untuk menggkuantifikasi bakteri, fungi, aktinomisetes, and dan
archea.
Table 1. Primer Yang Digunakan Untuk Kuantifikasi Total Komunitas Mikroba Dengan
RT-PCR
Domain Target Group Sekuen Primer Reference
Bakteri Actinobacteria
Semua kelompok
nifH
CGC GGC CTA TCA GCT TGT TG
AGAGTTTGATCMTGGCTCAG
GCTGCCTCCCGTAGGAGT
5’ -TACGGCAARGGTGGNATHG-3’
5’ -ATSGCCATCATYTCRCCGGA-3’ ;
Actino235
16S F
16S R
FPGH19
PolR
Stach et al. 2003
Lane (1991)
Amann et al. (1990)
Silva et al. (2011)
Fungi Semua kelompok
5’-AICCATTCAATCGGTAIT-3’
5”-CGATAACGAACGAGACCT-3’
FR1
FF390
Chemidlin et al.
2011
Archea Bakteri pereduksi
sulfat
ACG GGGCGC AGC AGG CGC GA
GTG CTCCCC CGC CAA TTC CT
ARC344f
ARC915R
Wu et al (2013)
Aktivitas mikroba tanah yang terdiri dari aktivitas respirasi, dehidrogenase, dan
aktivitas penambatan N ditetapkan di laboratorium sebagai informasi pendukung untuk
menilai hubungan keanekaragaman mikroba dengan fungsi in situ mikroba di dalam
tanah.
d. Penapisan Mikroba Potensial Meningkatkan Produktivitas Tanah Sulfat
Masam dan Tanaman
Isolat-isolat mikroba yang terisolasi dari tahap penentuan keragaman mikroba
dengan metode kultur diujikan kemampuan tumbuh pada media bebas N (N-free);
kemampuan melarutkan fosfat pada medium agar Pikovskaya yang disuplementasi
Ca3(PO4)2, AlPO4, dan atau FePO4. serta kemampuan melarutkan K pada medium agar
yang disuplementasi dengan mica atau feldspar sebagai sumber K, serta aktivitas
ligniselulolitik secara kualitatif. Kemampuan mikroba sebagai fitostimulator dengan
menganalisis produksi fitohormon.
17
3.3.2. Penelitian Pengelolaan Lahan Sawah Intensif Mendukung Peningkatan
Produktivitas Padi
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Januari hingga Desember 2018 di lahan sawah
intensif milik petani di Jawa Barat. Analisis Laboratorium dilaksanakan di Labolatorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor, Jawa Barat.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu:
Bahan ATK
Bahan kimia untuk analisis tanah, tanaman, air, dan pupuk di laboratorium
Bahan penunjang untuk pelaksnaan kegiatan percobaan di lapang seperti pupuk
urea, SP-36, KCl, Silika, dolomit, bahan organik, benih padi, pestisida, tali rafia,
tambang, kantong plastik, bambu/kayu, cat, karton manila, benang kasur, karung,
serta bahan untuk membuat plang percobaan varietas INPARI – 31 sebagai tanaman
indikator.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cangkul untuk olah
tanah, bor tanah untuk pengambilan contoh tanah, meteran untuk mengukur luas lahan
dan tinggi tanaman, GPS untuk menentukan titik koordinat lokasi percobaan, PUTS
untuk mengukur kadar N, P, K tanah sawah, timbangan untuk menimbang berat kering,
berat basah tanaman, oven digunakan untuk mengeringkan sampel tanaman, peralatan
gelas, sekop, pisau lapang, ember plastik, dan kamera untuk dokumentasi kegiatan
Metode Penelitian
Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Teridiri atas 8
perlakuan dengan tiga kali ulangan sehingga berjumlah 24 satuan percobaan. Perlakuan
ditentukan berdasarkan hasil seleksi dari penelitian lahan sawah intensif sebelumnya.
Perlakuan dan takaran pupuk untuk percobaan disajikan pada tabel 1.
Tabel 2. Perlakuan dan takaran pupuk untuk tanaman padi pada lahan sawah
intensif
Kode Perlakuan Dosis pupuk kg/ha
N P2O5 K2O SiO2
P0 N0P0K0Si0 (Kontrol) 0 0 0 0
P1 N0P1K1Si1 0 40 60 500
P2 N0P0K1Si1 0 0 60 500
P3 N0P0K0Si1 0 0 0 500
P4 N1P0K0Si0 90 0 0 0
P5 N1P1K0Si0 90 40 0 0
P6 N1P1K1Si0 90 40 60 0
P7 N1P1K1Si1 90 40 60 500
Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian untuk Penelitian pengelolaan lahan sawah intensif mendukung
peningkatan produktivitas padi ini dilakukan di sentra sawah yang beririgasi teknis
sehingga selama penelitian kebutuhan air terjamin.
18
Persemaian
Benih padi yang digunakan adalah varitas unggul inpari 33 yang banyak ditanam
petani dan terjamin kualitasnya (benih berlabel) yang berasal dari BB. Padi Sukamandi.
Jumlah kebutuhan benih padi sekitar 20 kg. Sebelum disebar di pembibitan, benih padi
dikecambahkan terlebih dahulu. Persemaian dibuat di luar lahan yang akan digunakan
untuk percobaan lapang. Benih yang telah dikecambahkan disebar merata dipermukaan
tanah. Bibit padi ditanam setelah berumur 15-18 hari setelah semai.
Pembuatan Petakan
Sebagai tahap pertama dalam pelaksanaan percobaan adalah pembuatan
petakan dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1) Petakan dibuat berukuran 5m x 4m.
2) Masing-masing petak percobaan dibuat tegak lurus (setiap sudut petakan
membentuk sudut siku-siku dan antar petakan membentuk garis lurus), dengan
bantuan segitiga siku-siku yang dibuat dari tali rafia atau tambang dengan
ukuran 3, 4 dan 5 m atau kelipatan ukuran tersebut.
3) Perpanjangan dari sisi siku-siku dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pembuatan petakan yang siku.
4) Kemudian ukuran petak diukur pada perpanjangan sisi siku-siku sesuai rencana.
5) Titik sudut yang lain merupakan pertemuan antara tali berukuran 25 m dan 5 m
masing-masing ditarik dari ujung tali yang berukuran 25 dan 5 m.
6) Sehingga terbentuk petak berukuran 25 m x 5 m yang benar-benar siku, hal ini
juga dilakukan terhadap petak-petak yang lain.
7) Untuk lahan sawah, batas petakan antar perlakuan, tinggi pematang 20 cm, lebar
25 cm, batas ulangan minimum 50 cm.
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan sesuai dengan kebiasaan petani setempat.
Pemetakan dilakukan setelah pengolahan tanah ke dua sehingga didapatkan lahan
sawah dalam kondisi siap tanam.
Pemupukan Pemupukan Urea dilakukan pada saat 1 minggu setelah tanam. Pupuk KCl diberikan dua
kali yaitu pada umur 7 dan 40 hari setelah tanam, masing-masing setengah dosis. Bahan
organik berupa kompos jerami 2 t/ha dan pupuk silika diberikan sekali pada saat sebelum
tanam. Pemupukan SP-36 diberikan satu kali, yaitu saat tanaman berumur 7 HST dengan
cara dibenamkan ke dalam tanah. Pemupukan dilakukan setelah plang perlakuan
dipasang pada masing-masing petak sesuai lay out. Hal ini dilakukan untuk menghindari
peletakan pupuk yang kurang tepat. Sebelum dilakukan pemupukan perlu diperiksa
kembali peletakan pupuk pada masing-masing petak. Untuk menghindari kontaminasi
pupuk antar petakan perlakuan, sewaktu penanaman dilakukan mulai dari petak
perlakuan dengan dosis pemupukan terendah.
Penanaman
Tanaman padi ditanam pada umur 15-18 hari setelah semai dengan menggunakan
sistem jajar legowo 2:1 (35 cm x 20 cm x 15 cm) sebanyak 2-3 batang per lubang tanam.
Sebelum penanaman padi, dibuat pola jarak tanam mengikuti sistem jajar legowo
19
dengan menggunakan caplak yang terbuat dari kayu/bambu. Penyulaman dilakukan
segera setelah terlihat ada tanaman padi yang mati pada umur tanaman kurang dari 7
HST, sehingga pertumbuhannya tidak berbeda atau ketinggalan. Penyulaman
menggunakan bibit yang sama dengan yang ditanam.
Pemeliharaan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi pertumbuhan gulma, prinsipnya dijaga agar
gulma (rumput, dan tanaman varietas lain) tidak mengganggu tanaman pokok.
Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan tepat waktu, yaitu dengan cara melakukan
montoring secara berkala sesuai petunjuk konsep pengendalian hama terpadu.
Pemanenan
Padi varietas INPARI-33 dapat dipanen jika dua daun bendera mulai menguning, tangkai
kelihatan merunduk, gabah sudah berisi dan keras. Pemanenan dapat dilakukan dengan
memotong tanaman sekitar 15 cm dari permukaan tanah, kemudian padi dirontokkan
ditimbang masing-masing bobot segar gabah dan jerami. Lalu gabah dikeringkan hingga
KA 14% sehingga didapatkan gabah kering giling.
Pengambilan contoh tanah
Contoh tanah awal diambil secara komposit pada kedalaman 0 -20 cm sebelum
pemupukan. Contoh tanah panen diambil secara komposit pada setiap plot percobaan
pada saat panen. Contoh tersebut segera dikeringanginkan dan selanjutnya diperlakukan
sesuai dengan SOP analisa contoh tanah kimia dan dianalisis.
Parameter yang Diamati
a) Analisis tanah awal dan panen:
Untuk tanah awal dilakukan analisa terhadap tekstur dan sifat kimia tanah: tekstur 3
fraksi, pH (H2O dan KCl), C-organik (Kalium Dichromat/Kurmis/Kjeldhal), N-total
(Kjeldhal), NH4+, NO3
-, P2O5 dan K2O (HCl 25%), P tersedia (P-Bray 1, atau P-Olsen)
tergantung pH tanah, KTK dan Ca, Mg, K, dan Na (NH4-Ac 1 N pH 7) dan Silika. Untuk
contoh tanah panen dilakukan analisa terhadap N, P, K, Ca, Mg, C-org dan silika tanah.
b) Parameter Agronomis:
1) Tinggi tanaman dan jumlah anakan padi umur 30, 45, dan 60 hari setelah tanam
(HST), serta menjelang panen. Pengukuran dilakukan pada 30, 45 dan 60 HST
karena 30 HST adalah fase pertumbuhan cepat anakan padi, 45 HST fase anakan
maksimum dan 60 HST awal fase generative tanaman padi.
2) Komponen produksi yaitu: gabah kering panen (GKP), gabah kering giling dengan
kadar air (KA) 14%, dan berat 1.000 butir.
3) Biomas jerami basah dan kering, dari ubinan ukuran 3 x 3 m yang dikonversikan
ke hektar.
Analisis Data
Setelah data hasil penelitian diperoleh, analisis data dilakukan dengan pengujian
menggunakan sidik ragam (Analisys of variance) menggunakan SPSS v.22, jika
berpengaruh nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf 5% dan dilakukan analisa interaksi
antar perlakuan.
20
3.3.3. Penelitian Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Emisi Gas Metana
Peningkat Efisiensi Serapan Hara Tanaman Padi
Pengujian akan dilakukan di lahan sawah lapang menggunakan Rancangan Acak
Kelompok faktorial, dengan 2 faktor yaitu:
(i) dosis NP anorganik (0%, 50% dan 100% NP)
(ii) isolat-isolat terpilih bakteri pengoksidasi metana yang memiliki kemampuan
sebagai pupuk hayati sekaligus pereduksi emisi metana
Pengamatan
Parameter yang diamati selain emisi gas metana pada tiga fase vegetatif, juga
pengukuran pertumbuhan pertumbuhan vegetatif dan komponen produksi padi. Sampel
gas CH4 diambil setelah tanaman padi disungkup selama 10 menit untuk setiap
perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00.
Pengukuran fluks emisi CH4 di lapangan dilaksanakan dengan metode sungkup statik
yang terbuat dari polycarbonat (ukuran sungkup tergantung dari diameter pot) yang
dilengkapi dengan termometer untuk mengukur suhu di dalam sungkup, serta fan kecil
untuk mempertahankan agar udara di dalam sungkup homogen. Jarum suntik
digunakan untuk mengambil sampel gas dari dalam sungkup.
Pengambilan sampel gas CH4 dari dalam sungkup dilakukan dengan jarum suntik
ukuran 10 ml. Untuk menghindari kebocoran, segera setelah pengambilan sampel gas,
jarum suntik ditutup dengan sumbat karet (rubber stopper), kemudian dibungkus
dengan kertas alumunium foil untuk mengurangi panas radiasi matahari selama
pengambilan contoh gas CH4. Jarum suntik tersebut selanjutnya disimpan di dalam
wadah tertutup yang berisi es batu agar tidak terpengaruh udara luar dan untuk
mempertahankan suhu tetap di bawah 5oC karena gas CH4
akan menguap pada suhu di
atas 5oC. Penetapan konsentrasi gas CH4 dilakukan menggunakan peralatan Gas
Chromatography, dengan mengirimkan sampel gas tersebut ke laboratorium gas rumah
kaca (GRK).
Parameter yang diamati adalah: (i) tinggi tanaman dan jumlah anakan padi umur
30, 45, dan 60 hari setelah tanam (HST), serta menjelang panen. Pengukuran dilakukan
pada 30, 45 dan 60 HST karena 30 HST adalah fase pertumbuhan cepat anakan padi,
45 HST fase anakan maksimum dan 60 HST awal fase generative tanaman padi, dan (ii)
komponen produksi yaitu: gabah kering panen (GKP), gabah kering giling dengan kadar
air (KA) 14%, dan berat 1.000 butir.
Analisis Data
Setelah data hasil penelitian diperoleh, analisis data dilakukan dengan pengujian
menggunakan sidik ragam (Analisys of variance) menggunakan SPSS v.22, jika
berpengaruh nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf 5%.
21
3.3.4. Penelitian Pemanfaatan Cyanobacteria sebagai Pupuk Hayati
Penelitian terdiri atas 2 kegiatan, yaitu :
1. Penelitian Formulasi pupuk hayati berbasis Cyanobacteria untuk tanaman padi.
2. Penelitian Efektivitas Formula Cyanobacteria terhadap pemupukan N dan hasil padi
di Lahan Sawah.
Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
Bahan penelitian
- Isolat Sianobakteri.
- Tanah, Pot-pot percobaan
- Karung karuna, kantong plastik, kantong sampel, karung, ember/pot plastik.Pupuk
urea, superfosfat (SP36), KCl, pestisida.
- Pupuk kandang/jerami
- Alat-alat laboratorium dan bahan-bahan untuk pertumbuhan sianobakteri,
pemeliharaan dan perbanyakan sianobakteri.
Metode Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan 1. Penelitian Formulasi Cyanobacteria
Penelitian ini terdiri atas penelitian formulasi sianobakteri dengan bahan
pembawa yang dilakukan di laboratorium, selanjutnya hasil formulasi untuk diujikan
pada tanaman padi di rumah kaca. Pada kegiatan tahun anggaran 2016 telah diperoleh
3 isolat sianobakteri dari lahan sawah, yang mampu menambat N, tumbuh cepat pada
media ekstrak organik, sehingga diharapkan sianobakteri tersebut dapat dikembangkan
untuk pemanfaatannya sebagai pupuk hayati. Perbanyakan inokulan sianobakteri di
lapangan yang telah dilakukan mengalami berbagai kendala diantaranya serangan hama
(serangga air, keong dan nematoda), air hujan yang lebat serta keberatan dari petani
dalam memperbanyaknya karena akan menambah biaya dalam usahatani padi yaitu
lahan dan tenaga kerja. Perbanyakan dengan cara menumbuhkan sianobakteri dengan
menggunakan bak-bak percobaan dengan bahan pembawa tanah pada tempat di lapang
yang beratap merupakan suatu cara untuk mengatasi kendala-kendala perbanyakan di
lapang, namun masalahnya keterbatasan lahan dan modal petani. Oleh karena itu perlu
dicari bahan pembawa yang sesuai, sehingga petani dapat langsung menggunakannya
tanpa dibebani untuk perbanyakannya.
a. Penelitian formulasi di laboratorium :
Isolat sianobakteri yang digunakan adalah Nostoc sp isolat KL2, Pseudonabaena
sp isolat C37.1, dan Chlorogloea sp isolat C8.3 diperbanyak dengan menggunakan
akuarium yang berisi media dengan volume 10 L dan telah ditumbuhkan sianobakteri
sebanyak 1 liter (25 g bobot biomas/liter) hal ini dilakukan untuk memperoleh biomassa
yang banyak untuk diformulasi dengan berbagai bahan pembawa yang sudah disterilkan.
Hasil formulasi disimpan dalam suhu kamar dengan pencahayaan lampu neon. Penelitian
terdiri atas 2 faktor yaitu formula sinobakteri dan bahan pembawa, sebagai berikut :
22
Faktor 1 : Formula Sianobakteri (S)
- Pseudonabaena sp + Chlorogloea sp (S1)
- Pseudonabaena sp + Nostoc sp (S2)
- Chlorogloea sp + Nostoc sp (S3)
Faktor 2 : Bahan pembawa
- Tanah (B1)
- Gambut (B2)
- Kaolin (B3)
- Fosfat alam (B4)
Parameter yang diamati : populasi sianobakteri pada berbagai masa penyimpanan
(diakhiri hingga sudah tidak ada sianobakteri yang tumbuh), pengakatan dilakukan tiap
bulan.
Pengujian formula di rumah kaca
Perlakuan percobaan yang dilakukan di rumah kaca pada pot-pot percobaan adalah
semua formula pada percobaan di laboratorium. Tanah untuk percobaan di rumah kaca
dengan menggunakan pot yang diisi tanah sebanyak 10 kg/pot dengan indikator
tanaman padi varietas Inpari 32. Penelitian disusun dengan Rancangan Acak Kelompok
terdiri 2 faktor dengan 6 ulangan. Inokulasi dilakukan pada saat setelah perendaman
benih sebelum disemai dan pada saat tanaman padi umur 7 hari setelah tanam ( 7 HST).
Penelitian diulang sebanyak 6 kali, 3 ulangan dipanen pada saat padi fase primordia dan
sebanyak 3 ulangan dipanen pada saat padi siap panen.
Parameter pengamatan : tinggi tanaman dan jumlah anakan, bobot segar dan bobot
kering tanaman, bobot segar dan bobot kering akar, panjang akar, hasil padi, bobot
gabah isi dan hampa, jumlah malai per rumpun, serapan hara tanaman.
Kegiatan 2. Penelitian Efektivitas Formula Sianobakteri terhadap pemupukan
N dan hasil padi di Lahan Sawah.
Varietas padi yang digunakan adalah Varietas Inpari 32, penelitian dilakukan di
lapang disusun dengan rancangan acak kelompok terdiri atas 2 faktor yaitu taraf
pemupukan N dan 3 formula sianobakteri, diulang 3 kali. Luas petak percobaan adalah
6 m x 5 m. Formula yang digunakan adalah berdasarkan dari hasil penelitian di
laboratorium (populasi yang tumbuh) dan rumah kaca (pengamatan visual saat
persiapan bibit) yang terpiih, dosis yang diaplikasikan 1 kg/ha. Aplikasi dilakukan pada
saat setelah perendaman benih dan saat tanaman umur 7 HST. Faktor pertama
(pemupukan N) terdiri atas 4 taraf pupuk N, sedangkan faktor kedua adalah formula
sianobakteri yang terdiri atas 1 perlakuan kontrol (tanpa sianobakteri) dan 3 perlakuan
formula.
Perlakuan yang akan dicobakan sebagai berikut :
23
Faktor pertama
(Pemupukan N)
1. N0- PK
(N0)
2. N-50% PK
(N1)
3. N-75% PK
(N2)
4. N-100% PK
(N3)
Faktor kedua (Formula Sianobakteri)
1. Tanpa
Sianobakteri
(S0)
2. Formula
Sianobakteri
(S1)
3. Formula
Sianobakteri
(S2)
4. Formula
Sianobakteri
(S3)
Parameter pengamatan : tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot segar dan bobot
kering tanaman per rumpun, jumlah malai per rumpun, bobot gabah isi dan gabah
hampa/rumpun, hasil gabah, kandungan (N, P, K) tanah, populasi Sianobakteri pada
tanah saat panen, sifat fisik tanah (agregat).
24
IV. ANALISIS RISIKO
DAFTAR RISIKO
N0. RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1 Bahan penelitian
tidak tersedia tepat
waktu
Pencairan dana
terlambat
Pelaksanaan kegiatan terlambat
2 Proses formulasi
pupuk hayati
terhambat
Perbanyakan isolat
mengalami kendala
karena serangan hama
(seperti keong) dan
hujan
Pelaksanaan kegiatan terlambat
3 Penelitian terhenti
(tidak berlanjut).
Perubahan prioritas dan
arah penelitian sesuai
dengan ketersediaan
pembiayaan.
Hasil yang diperoleh tidak tuntas
dan data tidak lengkap.
4 Gagal panen Hama dan penyakit
tanaman
Data hasil/produksi tanaman tidak
diperoleh
5 Gagal panen Kekeringan Pertumbuhan dan produksi
tanaman tidak optimal
6 Gagal panen Terlambat tanam Pertumbuhan dan produksi
tanaman tidak optimal
DAFTAR PENANGANAN RISIKO
N0. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO
1 Bahan penelitian
(bahan baku, kimia
dan penunjang) yang
diperlukan tidak
tersedia tepat waktu
Pencairan dana
terlambat
Berkoordinasi dengan tim panitia pengadaan
agar proses pengadaan berjalan lancar
2 Proses formulasi
pupuk hayati
terhambat
Perbanyakan isolat
mengalami kendala
karena serangan
hama (seperti keong)
dan hujan
Mencari alternatif perbanyakan isolat yang
aman dari serangan hama dan hujan
3 Penelitian terhenti
(tidak berlanjut).
Perubahan prioritas
dan arah penelitian
sesuai dengan
ketersediaan
pembiayaan.
Diperlukan dukungan Pimpinan Badan
Litbang Pertanian.
4 Gagal panen Hama dan penyakit
tanaman
Penyemprotan insektisida secara berkala.
Varietas yang ditanam pilih yang toleran
hama dan penyakit. Tanam dilakuan
bersamaan dengan petani disekitar lokasi
penelitian. Panen dilakukan terhadap
rumpun padi yang utuh.
5 Gagal panen Kekeringan Pengairan
6 Gagal panen Terlambat tanam Tanam sesuai dengan jadwal tanam yang
berlaku di lokasi penelitian
25
V. TENAGA, ORGANISASI PELAKSANA DAN BIAYA
5.1. Tenaga yang Terlibat
Nama lengkap, gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan
dalam
RPTP/ROPP
Alokasi
waktu
(OB) Fungsional Struktural
Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si.
NIP. 19630419 199203 2 001 Peneliti Muda Biologi Tanah
Pj. RPTP/
PJ ROPP 6
Ir. Jati Purwani, M.Si.
NIP. 19620304 199203 2 001
Peneliti Madya Biologi Tanah PJ ROPP 4
Dr. Erny Yuniarti, M.Si
NIP. 19670911200604 2 008
Peneliti Madya Biologi Tanah PJ ROPP
Ibrahim Adamy Sipahutar, SP., M.Sc.
NIP. 19740305 200501 1 002
Peneliti Madya Kimia Tanah PJ ROPP
Dr. Ir. Diah Setyorini
Peneliti Madya Kimia Tanah Anggota
Ir. A. Kasno, M.Si.
Peneliti
Utama
Kimia Tanah Anggota
Dr. I Wayan Suastika, M.Si.
Peneliti Madya Kimia Tanah Anggota
Dr. Linca Anggria
Peneliti Muda Kimia Tanah Anggota
Dr. Adha F. Siregar
Peneliti Muda Kimia Tanah Anggota
Dr. Ir. Rohani Cinta Badia G, M.Si.
Peneliti Madya Biologi Tanah Anggota
Dr. Surono, M.Sc. Peneliti Muda Biologi Tanah Anggota
Dr. Alina Akhdiya, M.Si.
NIP.
Peneliti Madya Biokimia Anggota 4
Eman, M.Si.
NIP.
Biokimia
Elsanti, S.P.
NIP.
Litkayasa Biologi Tanah Anggota 2
Endang Hidayat
NIP.
Litkayasa Kimia Tanah Anggota 4
Endang Windiati
NIP.
Litkayasa Biologi Tanah Anggota
Jumena
NIP.
Litkayasa Biologi Tanah Anggota
Andi
NIP.
Litkayasa Biologi Tanah Anggota
Eep Syaiful Anwar
NIP.
Litkayasa Biologi Tanah Anggota
Yanti Indriyanti
NIP.
PUMK Keuangan Anggota 6
Narasumber :
Dr. Husnain, M.P., M.Sc.
NIP. 19730910 200112 2 001
Ka Balittanah - Nara Sumber 1
26
5.2. Jangka Waktu Kegiatan (jadwal palang)
5.2.1. Pengaruh Agrokimia terhadap Komposisi Keragaman Hayati Tanah
Lahan Sawah Intensif
Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Survei lokasi untuk pengambilan
sampel tanah dan tanaman
Percobaan rumah kaca
Analisis tanah (kimia, biologi)
dan tanaman (kimia)
Analisi data
Penyusunan laporan
*Musim tanama padi di Jawa tengah: Desember-Maret, Mei-Juli, dan Agustus-November
5.2.2. Penelitian Pengelolaan Lahan Sawah Intensif Mendukung
Peningkatan Produktivitas Padi
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pembuatan proposal dan rencana
kegiatan
2. Persiapan penelitian
3. Tanam dan aplikasi pupuk
4. Pemeliharaan, pengambilan contoh tanah
5. Panen dan pasca panen
6. Analisis contoh tanah dan tanaman
7. Pengolahan data dan penyusunan
laporan
5.2.3. Penelitian Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Emisi Gas Metana Peningkat
Efisiensi Serapan Hara Tanaman Padi
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pembuatan proposal dan rencana
kegiatan
Kegiatan desk work
Penentuan lokasi tanam
Pengolahan tanah
Penanaman dan pemeliharaan padi
Pengamatan dan pengukuran emisi CH4
Prosesing panen padi
Analisis data dan pelaporan
27
5.2.4. Penelitian Pemanfaatan Cyanobacteria sebagai Pupuk Hayati
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Studi Pustaka
Pembuatan proposal
Peremajaan dan
persiapan inokulan
Pelaksanaan penelitian di
rumah kaca
Pelaksanaan penelitian di
lapang
Pengamatan dan
pemeliharaan
Panen dan prosesing
Analisis data
Penyusunan laporan
Seminar hasil
28
5.3. Pembiayaan
Rp. 1000,-
Sub Pengeluaran Biaya (Rp.)
Total
(Rp.)
ROPP 1 ROPP 2 ROPP 3 ROPP 4
Belanja Bahan
· Fotocopy, penggandaan, penjilidan 2,000 2,000 2,000 2,000 8,000
Honor terkait kegiatan -
· Upah tenaga kerja 6,000 22,000 19,000 15,000 62,000
· Upah analisis 5,000 7,000 10,000 8,000 30,000
Belanja Barang untuk persediaan
Barang konsumsi
· ATK dan computer supplier 2,500 2,500 2,500 2,500 10,000
· Bahan penunjang penelitian 2,000 14,000 14,000 10,000 40,000
· Bahan khemikali 30,000 - - 10,000 40,000
Belanja perjalanan biasa -
· Perjalanan dinas dalam rangka
kegiatan penelitian 52,500 52,500 52,500 52,500 210,000
J u m l a h 100,000 100,000 100,000 100,000 400,000
Keterangan:
ROPP 1: Studi Keanekaragaman Mikroba Tanah Sulfat Masam dan Penampisan Mikroba
Potensial Meningkatkan Produktivitas Lahan Rawa
ROPP 2: Penelitian Pengelolaan Lahan Sawah Intensif Mendukung Peningkatan
Produktivitas Padi
ROPP 3: Penelitian Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Emisi Gas Metana Peningkat Efisiensi
Serapan Hara Tanaman Padi
ROPP 4: Penelitian Pemanfaatan Cyanobacteria sebagai Pupuk Hayati
29
VI. DAFTAR PUSTAKA
Abao, E.B. Jr., Bronson, K.F., Wassmann, R., and Singh, U. 2000. Simultaneous records
of methane and nitrous oxide emissions in rice-based cropping systems under rain
fed conditions', Nut. Cycling in Agroecosystems 58,131-139.
Adhi W. dan Alihamsyah, 1998. Pengembangan Lahan Pasang Surut: Potensi, Prospek
dan Kendala serta Teknologi Pengelolaannya Untuk Pertanian. Prosiding Seminar
Nasional Himpunan Ilmu Tanah Jawa Timur. Malang.
Adiningsih, J.S., T. Prihatini, J. Purwani, and A. Kentjanasari. 1997. Development of
integrated fertilizer management to sustain food crop production in Indonesia: The
use of organic and biofertilizers. Indonesian Agricultural Research and
Development Journal 19: 57-66.
Aiyer, R .S. (1965): Comparative algological studies in rice fields in Kerala state.
Agricultural Research Journal of Kerala 3(1): 100-104.
Amann, R.I., Binder, B.J., Olson, R.J., Chisholm, S.W., Devereux, R., Stahl, D.A., 1990.
Combination of 16S rRNA-targeted oligonucleotide probes with flow cytometry for
analyzing mixed microbial populations. Appl. Environ. Microbiol. 56, 1919– 1925.
Anonim. 2006. Rekomendasi Pemupukan N,P,K Padi Sawah Spesifik Lokasi. Disusun
sebagai narasi Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/SR.130/01/ 2006 tentang
Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi.
Departemen Pertanian.
Badan Litbang dan Pengembangan Pertanian. 2006. Bagan Warna Daun Menghemat
Penggunaan Pupuk N. Balitbangtan. P. 1-4.
Badan Litbang dan Pengembangan Pertanian. 2007. Daerah pengembangan dan anjuran
budi daya padi hibrida. Pedoman bagi Penyuluh Pertanian. P. 40.
Biro Pusat Statistik. 2014. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Charyulu P. B, S. Rao. 1979. Nitrogen Fixation in Some Indian Rice Soil, Soil Science
(128) : 86-89
Chemidlin Prévost-Bouré N, Christen R, Dequiedt S, Mougel C, Lelièvre M, Jolivet C,
Shahbazkia HR, Guillou L, Arrouays D, Ranjard L (2011) Validation and application
of a PCR primer set to quantify fungal communities in the soil environment by real-
time quantitative PCR. PLoS One 6:e24166. doi:10.1371/journal.pone. 0024166.
Conrad, R., and F. Rothfuss. 1991. Methane oxidation in the soil surface layer of a
flooded rice field and the effect of ammonium. BioI. Fertil. Soils 12:28-32.
30
Cox, F.R., and Kamprath. 1972. Micronutrient Soil Test. In Micronutrient in Agriculture.
Ed: J.J. Mortvedt, P.M. Giordano, and W.L. Lindsay. SSSA Inc. Madison Wiscosin,
USA.
Darwis dan Saptana. 2010. Rekonstruksi Kelembagaan dan Uji Teknologi Pemupukan:
Kebijakan Strategis Mengatasi Kelangkaan Pupuk. Analisis Kebijakan Pertanian.
Volume 8. No.2: 167-186.
Dent, D.L. and Pons L.J. 1995. A world perspective on acid sulphate soils. Geoderma.
67: 263-276.
Dianou, D., C. Ueno, T. Ogiso, M. Kimura, and S. Asakawa. 2012. Diversity of Cultivable
Methane-Oxidizing Bacteria in Microsites of a Rice Paddy Field: Investigation by
Cultivation Method and Fluorescence in situ Hybridization (FISH). Microbes
Environ. 27: 278–287.
Dominic, T.K, .Madhusoodanan, P.V. 1999. Cyanobacteria from extreme acidic
environments. – Current Science 77(8): 1021-1022
Eller, G., and P. Frenzel. 2001. Changes in activity and community structure of methane-
oxidizing bacteria over the growth period of rice. Appl. Environ. Microbiol.
67:2395–2403.
Fierer, N., J.A. Jackson, R. Vilgalys, and R.B.. Jackson. 2005. Assessment of Soil
Microbial Community Structure by Use of Taxon-Specific Quantitative PCR Assays.
American Society for Microbiology. 71(7):4117–4120.
doi:10.1128/AEM.71.7.4117–4120.2005.
foreibanjarbaru.or.id/archives/210. APA DAN BAGAIMANA DENGAN TANAH SULFAT
MASAM?
Graham, D. W., Korich, D. G., LeBlanc, R. P., Sinclair, N. A. & Arnold, R. G. 1992.
Applications of a colorimetric plate assay for soluble methane monooxygenase
activity. Appl. Environ. Microbiol. 58:2231–2236.
Habte dan Alexander 1980. Nitrogen Fixation by Photosynthetic Bacteria in Lowland Rice
Culture. Appl. Environ. Microbiol.:342-347
Hanson, R.G., Sudjadi, M., Hardjono, A., Sudaryanto, T., and Dhanke. 1994. Soil Fertility
and Fertilizer Use Study in Indonesia. Draft Proposal Prepared for Agency for
Agricultural Research and developmend and the World Bank. 170 p.
Hanson, R.S., and T.E. Hanson. 1996. Methanotrophic bacteria. Microbiol. Rev. 60:439–
471.
31
Haselkom. 1978. Heterocyst. A Rev. Plant Physiol. 29 : 319-344
Henson and Heichel. 1984. Dinitrogen Fixation of Soybean and Alfalfa : Comaprison of
the Isotope Dillution and Different. Field Crop Res : 333-346
Higgins, J., D.J. Best, R.C. Hammond, and D. Scott. 1981. Methane-Oxidizing
Microorganisms. Microb. Rev. 45:556-590.
Hilman, 2015. Teknologi Hemat Air di Lahan Sawah irigasi. Badan Litbang Pertanian. 1-
2.
Hunt. M.E., Floyd G.L., and Stout B.B. 1979. Soil Algae in Field an Forest Environment.
Ecology (80) : 362-375
Huntley, M.E, and Redalje D.G. 2006. CO2 Mitigation and Renewable oil from
Phosynthetic Microbes. A New Appraisal. Mitigation and Adaptation Strategis for
Global Change.
Imran, A. Dan Suriany. 2009. Penampilan dan produktivitas padi hibrida SL-8-SHS di
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Buletin Plasma Nuftah Vol. 15, No. 2: 54 –
58.
Inubushi K, Hoque MM, Miura S, Kobayashi K, Kim HY, Okada M, Yabashi S. 2001. Effect
of free-air CO2 enrichment (FACE) on microbial biomass in paddy field soil. Soil
Science and Plant Nutrition 47, 737-745.
Jain, N., H. Pathak., S. Mitra,m A. Bhatia. 2004. Emission of methane from rice fileds-
a review. J. Scient. Indust. Res 63:101-115.
Kasno, A., Nurjaya dan Diah Setyorini. 2003. Status C-organik Lahan Sawah di Indonesia.
Prosiding Kongres Nasional VIII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Padang
21-23 Juli 2003
Knowles dan Denike. 1974. Effect of Ammonium Nitrate and Nitrate Nitrogen on
anaerobic Nitrogenase Activity in Soil. Soil Biology and Biochemistry (6).
L. Dent a L.J. Pons b
Lane, D.J., 1991. 16S/23S rRNA sequencing. In: Stackebrandt, E., Goodfellow, M. (Eds.),
Nucleic Acid Techniques in Bacterial Systematics. Wiley, New York, pp. 115–175.
Lumpkin, T.A.& Plucknett, D.L. (1982) Azolla as a Green Manure, Use and Management
in Crop Production. Westview Press, Boulder, Co, USA.
Mancinelli, R.L. 1995. The regulation of methane in soil. Annu. Rev. Microbiol. 49:581–
605.
32
Mandal, R, Z.N.T. Begue, ZU.M. Khan, M.Z. Hossin. 1993. N2-fixing blue green algae in
rice fields and their relationship with soil fertility. Bangladesh. J. Bot. 22 (1) : 73-
79.
Masulili, A. 2015. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Untuk Pengembangan Pertanian.
Jurnal Agrosains. 12(2): 1-3. ISSN: 1693-5225.
Mc. Auliffe., D.S. Chamblee; H.U. Arang., W. Wood house Jr. 1958. Influence of
inorganic nitrogen on Nitrogen Fixation by Legumes as revealed by 15N on the
growth of rice plant. Nature, 168, 748–49.
Moersidi, S., J. Prawirasumantri, W. Hartatik, A. Pramudia, dan M. Sudjadi. 1991.
Evaluasi kedua keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. hlm. 209-
221 dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua,
12-13 Nopember 1990. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Peraturan Menteri Pertanian No: 40/Permentan/OT.140/4/2007. Rekomendasi
pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Pingak, G.M.F., H. Sutanto, A. Akhdiya, and I. Rusmana. 2014. Effectivity of
Methanotrophic Bacteria and Ochrobactrum Anthropi as Biofertilizer and Emission
Reducer of CH4 and N2O in Inorganic Paddy Fields. J. Medical Bioengin. 3:217-221
Prather, M. J., Zhua, X., Strahan, S. E., Steenrod, S. D., and Rodriguez, J. M.: Quantifying
errors in trace species trans- port modeling, P. Natl. Acad. Sci. USA. 105:19617–
19621.
Prihasto Setyanto. 2006. Varietas Padi Rendah Emisi Gas Rumah Kaca. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28:12-13
Roger P. A. 1996. Biology and management of the floodwater ecosystem in ricefields.
International Rice Research Institute, Manila, The Philippines
Roger, P.A. arid S.A. Kulasooriya. 1980. Blue-green algae and rice. International Rice
Research Instilute, P.O. Rox 933, Manila, Philippines. I12 p.
Sahara, D dan Idris. Efisiensi Produksi Sistem Usahatani Padi pada Lahan Sawah Irigasi
Teknis. 2005. BPTP Sulawesi Tenggara. P. 1-10.
Setyanto P. 2006. Varietas padi rendah emisi gas rumah kaca. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 28(4).
Setyorini, D., Sri Rochayati, Sri Adiningsih. 2003. Uji Tanah Sebagai dasar Penyusunan
Rekomendasi Pemupukan. Seri Monograf No.2. Sumber Daya Tanah Indonesia.
33
Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang
Pertanian, Departemen Pertanian.
Shrestha RK and JK Ladha. 1996b. Biological nitrogen fixation in association with rice:
Genotypic variation and effect of exogenous supply of nitrogen and phosphorus.
Philippine J. of Crop Science. Vol. 21, Supplement 1:23
Silva, P.E.M.C., Semenov, A.V., van Elsas, J.D., Salles, J.F. 2011. Seasonal variation in
diversity and abundance of diazotrophic communities across soils. FEMS Microbiol
Ecol 77: 57-68. doi:10.1111/j.1574-6941.2011.01081.x. PubMed: 21385188.
Smemo, K. A. and Yavitt, J. B.: Anaerobic oxidation of methane: an underappreciated
aspect of methane cycling in peatland ecosystems?, Biogeosciences 8:779-793.
Stach, J. E. M., L. A. Maldonado, A. C. Ward, M. Goodfellow, and A. T. Bull. 2003. New
primers for the class Actinobacteria: application to marine and terrestrial
environments. Environ. Microbiol. 5:828–841.
Stanier, R.Y. & Cohen-Bazire, G. (1977) Phototrophic prokaryotes, the cyanobacteria.
Steinberg, C.E.W., Schaefer H., Beisker. W. 1997. Acidic Environment. Current Science
(77) : 1021-1022
Tanaka, Atsuko, Kazunobu Toriyama, Kazuhiko Kobayashi. 2012. Nitrogen supply via
internal nutrient cycling of residues and weeds in lowland rice farming. Field Crops
Research : Volume 137, pages 251–260.
Topp, E. and Pattey, E. 1997. Soils as sources and sinks for atmospheric methane. Can.
J. Soil Sci. 77:167–178.
Trolldeiner, G. 1973. Secondary Effect of Potassium and Nitrogen Nutrition of Rice.
Change in Microbial Activity and Iron Reduction in the Rhizosphere. Plant and Soil
(38) : 267-279
Vincent, WF. 2009. Cyanobacteria. Laval University, Quebec City, QC, Canada
Wahyunto, 2009. Lahan sawah di Indonesia Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan
Nasional. Jurnal Informatika Pertanian Vol.18. P.133-152.
Wassmann, R., H. Papen, and H. Rennenberg. 1993. Methane emission from rice
paddies and possible mitigation strategies. Chemosphere 26:201–217.
Watanabe, A., Nishigaki, S. & Konishi, C. (1951) Effect of N2-fixing blue-green algae
on the growth of rice plant. Nature, 168, 748–49.
34
Whittenbury, R., and N. R. Krieg. 1984. Family IV. Methylococcaceae, p. 256-261.
In N. R. Krieg and J. G. Holt (ed.), Bergey’s Manual of Systematic
Bacteriology, vol. 1. The Williams & Wilkins Co., Baltimore.
Wihardjaka, A. 2011. Pengaruh jerami padi dan bahan penghambat nitrifikasi terhadap
emisi gas rumah kaca (metana dan dinitrogen oksida) pada ekosistem sawah tadah
hujan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Disertasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Wijaya Adhi, I.P.G. 1986. Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian V(1): 1-9.
Wu, X., Wong, Z.L., Sten, P., Engblom, S., Osterholm, P., and Dopson, M. 2013.
Microbial community potentially responsible for acid and metal release from an
Ostrobothnian acids ulfate soil. FEMSMicrobiol.Ecol. 84,555–563.doi:
10.1111/1574-6941.12084.
Yu-Chen, L., Bush, R., Grice, K., Tulipani, S., Berwick, L and Moreau J.W. 2015.
Distribution of iron-and sulfate-reducing bacteria across a coastal acidsulfate soil
(CASS) environment: implications for passive bioremediation by tidal inundation.
Frontiers in Microbiology. www.frontiersin.org. doi: 10.3389/fmicb.2015.00624.
Zehnder AJB, Stumm W (1988) Geochemistry and biogeochemistry of anaerobic habitats.
In: Zehnder AJB (ed.). Biology of anaerobic microorganisms. John Wiley & Sons,
New York, p 1–38.
Zheng, X., B. Xie, and C. Liu. 2008. Quantifying net ecosystem carbon dioxide exchange
of a short-plant cropland with intermittent chamber measurement. Global
Biogeochemical Cycles 22:30-31