peningkatan volume produksi dispersi konsentrat …
TRANSCRIPT
i
PENINGKATAN VOLUME PRODUKSI DISPERSI KONSENTRAT IKAN GABUS (Channa striata)
Dan PENYUSUNAN PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR
Upgrading Volume Production Process Concentrate Dispersion
Of Snakehead Fish (Channa striata) and Preparation Standard Operating Procedure (SOP)
OLEH
ENDAH GRACIA STEPHANIE PELIMA
G311 11 001
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
Endah Gracia Stephanie Pelima (G31111001). Upgrading Volume Production Process Concentrate Dispersion Of Snakehead Fish (Channa striata) and Preparation Standard Operational Procedure (SOP) by Meta Mahendradatta dan Jalil Genisa
ABSTRACK
Snakehead fish processing technology has been carried out further by making the concentrate dispersion of snakehead product as food supplements to fulfill the protein of human’s need. One improvement can be made on the concentrate dispersion of snakehead product is by upgrading its production volume as much as 1 liter. The purpose of this research were to determine whether the upgrading volume of concentrate dispersion of snakehead production as much as 1 liter was the same process as the concentrate dispersion of snakehead fish production as much as 100 ml (laboratory scale), and the preparation of standard operating procedures in upgrading the production volume of concentrate dispersion of snakehead fish that will be used later as a reference in the concentrate dispersion of snakehead production by pilot plant scale. There were three stages used in this researches as following : First, preparation of Standard Operating Procedure (SOP). The second, analyzing the physical concentrate dispersion of snakehead fish and thirdly, analyzing the chemical concentrate dispersion of snakehead fish after upgrading the volume production. This research used a qualitative descriptive data analyzed in the preparation of SOP (Standard Operating Procedure), organoleptic test, and also descriptive quantitative of microbial testing and chemical analysis which calculate the concentrate dispersion of snakehead fish products. The result showed that upgrading the concentrate dispersion of snakehead fish production process could be done from a laboratory scale with the result of 100 ml (capacity of 10 gram of raw materials) to 1 liter (capacity of 1 kg raw material). This was carried out by upgrading the volume production as well as the preparation of Standard Operating Procedures (SOP) on the upgrading process of snakehead fish concentrated which includes : crushing/refining, stirring, heating, packaging, and sterilization. Keywords : upgrading volume the concentrate dispersion of snakehead fish, concentrate dispersion of snakehead fish, preparation of standard operating procedures (SOP).
iii
Endah Gracia Stephanie Pelima (G31111001). Peningatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus (Channa striata) dan Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) dibawah bimbingan Meta Mahendradatta dan Jalil Genisa
RINGKASAN Teknologi pengolahan ikan gabus telah dilakukan lebih lanjut dengan membuat produk dispersi konsentrat ikan gabus sebagai suplemen pangan dalam memenuhi kebutuhan protein bagi manusia. Penyempurnaan produk dispersi konsentrat ikan gabus ini salah satunya dilakukan peningatan volume produksi sebanyak 1 liter. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pada peningkatan proses produksi dispersi konsetrat ikan gabus sebanyak 1 liter sama prosesnya dengan produksi dispersi konsentrat ikan gabus sebanyak 100 ml (skala laboratorium) dan penyusunan prosedur operasional standar dalam peningatan volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus yang kemudian akan digunakan selanjutnya sebagai referensi dalam pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus skala pilot plant. Tahapan penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu; pertama, penyusunan prosedur operasional standar (POS). kedua, menganalisis fisik dispersi konsentrat ikan gabus dan ketiga menganalisis kimia dispersi konsentrat ikan gabus setelah dilakukan peningkatan pada proses produksinya. Penelitian ini menggunakan analisis data secara deskriptif kualitatif pada penyusunan POS (Prosedur Operasional Standar), uji organoleptik, juga deskriptif kuantitatif pada pengujian mikroba dan perhitungan analisis kimia produk dispersi konsentrat ikan gabus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada peningatan volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus dapat dilakukan dari skala laboratorium dengan hasil 100 ml (kapasitas 10 gram bahan baku) menjadi sebanyak 1 liter (kapasitas 1 kg bahan baku) pada peningatan volume produksi dan penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) pada peningatan volume dispersi konsentrat ikan gabus meliputi tahap: penghancuran/penghalusan, pengadukan, pemanasan, pengemasan, dan sterilisasi. Kata kunci: Peningkatan volume dispersi konsentrat ikan gabus, dispersi konsentrat ikan gabus, penyusunan prosedur operasional standar (POS)
iv
HALAMAN PENGAJUAN
PENINGKATAN VOLUME PRODUKSI DISPERSI KONSENTRAT
IKAN GABUS (CHANNA STRIATA) DAN PENYUSUNAN
PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS)
Oleh:
ENDAH GRACIA S. PELIMA
G311 11 001
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2015
v
vi
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera bagi kita sekalian.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karunia-Nya berupa kesehatan, kekuatan serta kesempatan sehingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“Penggandaan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
(Channa striata)“ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian.
Penulis menyadari akan keterbatasan selama penulisan skripsi ini
sehingga masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan maupun
segi isi. Akan tetapi berkat bantuan serta keterlibatan berbagai pihak yang
telah membantu memberikan doa, motivasi, dan bantuan sehingga tugas
akhir ini dapat terselesaikan. Melalui kesempatan ini, iringan doa dan
ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan
kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Meta Mahenddradatta selaku pembimbing I dan
Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa MS selaku pembimbing II, yang dengan telah
tulus ikhlas meluangkan waktu dan tenaga serta memberikan bimbingan
dan arahan terhadap permasalahan dan pelaksanaan penelitian hingga
penulis menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Terima kasih kepada
Februadi Bastian, STP., M.Si dan Dr. Ir. Jumriah Langkong, MS selaku
dosen penguji yang memberikan saran dan membagi ilmunya terkait
penelitian.
vii
Penulis menyadari sepenuhnya dan memohon maaf atas segala
keterbatasan penulis sehingga masih memiliki kekurangan dan kesalahan
dalam tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk tugas akhir ini menjadi lebih baik. Akhir kata penulis sangat
berharap kiranya segala upaya yang dilakukan penulis dapat
menyumbang ilmu dan memberikan manfaat di bidang Ilmu Pangan dan
Teknologi melalui skripsi ini.
Makassar, September 2015
Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan serta
bantuan luar biasa yang senantiasa berada di sekeliling penulis. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Robert V. Pelima, BSc S.Kom dan Ibu yang selalu ku
banggakan Dra. Riati Yulia E. Awusi MPH Apt, atas segala cinta, doa,
restu, upaya dan dukungan berupa moril maupun materil yang selalu
mengiringi penulis. Terima kasih kepada kakakku tersayang Vicry
Leonard R S.Kom dan Richard R. Pelima BA yang selalu memberikan
semangat dan doa yang tidak pernah putus serta harapan dalam
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Prof. Dr. Ir. Hj. Meta Mahenddradatta dan Prof. Dr. Ir H. Jalil Genisa
MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas
meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan terhadap
permasalahan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penulis
menyelesaikan tugas penulisan skripsi ini dengan baik.
3. Ucapan terima kasih yang tulus kepada Februadi Bastian STP., M.Si
dan Dr. Ir. Jumriah Langkong, MS selaku dosen penguji yang
memberikan saran dan membagi ilmunya terkait penelitian.
4. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Ketua Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, dan seluruh Dosen, Pegawai dan Laboran yang
telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama
menempuh pendidikan.
ix
5. Ketua Panitia Seminar Februadi Bastian, S.TP, M.Si dan Ketua Panitia
Ujian Sarjana Ir. Nandi K. Sukendar, M.App,Sc. atas segala waktunya
yang telah diluangkan hingga tahap akhir penyelesaian studi.
6. Dekan Fakultas Pertanian dan para Wakil Dekan, Karyawan dan Staf
dalam lingkup Fakultas Pertanian atas bantuannya dalam
penyelesaian berkas-berkas selama penulis menempuh pendidikan.
7. Untuk teman seperjuangan selama 8 semester ini, Rizki Aristyarini,
Ummul Khayrah, Dewi Sartika Monoarfa, Muzdalifah Husnah, Fitri
Hamzah, Hariyati dan lainnya. Terima kasih yang sedalam-dalamnya
atas kebersamaan dan semangat selama penyelesaian tugas di
Universitas Hasanuddin. Semoga kebersamaan ini dapat tetap terjalin
selamanya.
8. Untuk saudara perempuan saya yang berbeda ayah dan ibu,
Zara Audrey Matoneng dan Merry Sudarma, terima kasih atas segala
doa dan semangat dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.
9. Terima kasih kepada saudara seperjuangan “BAUT 2011” teristimewa
teman-teman ITP 2011 dan warga KMJTPUH atas kebersamaan dan
seluruh pihak yang telah banyak membantu, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Penulis hanya bisa berdoa, semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat
membalas segala kebaikan-kebaikan mereka. amiin.
x
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Endah Gracia Stephanie Pelima, tanggal
29 September 1993. Terlahir sebagai anak ke 3
dari 3 bersaudara dari pasangan Robert V. Pelima
dan Riati Yulia E. Awusi.
Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah :
1. Sekolah Dasar GKST Immanuel (1999-2005)
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Palu (2005-2008)
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Palu (2008-2011)
4. Pada Tahun 2011 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui
jalur penerimaan mahasiswa SNMPTN Undangan Universitas
Hasanuddin Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai
mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
Makassar.
Selama menempuh pendidikan di jenjang S1, penulis cukup aktif
dalam bidang akademik maupun organisasi. Dalam bidang organisasi,
penulis pernah menjadi pengurus dan departemen perwakilan anggota
Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (Himatepa UH), Penulis juga
aktif mengikuti kegiatan seminar-seminar baik ditingkat jurusan, regional,
dan Universitas
.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
D. Kegunaan Penelitian .............................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
A. Ikan Gabus (Channa striata) ................................................ 4
B. Konsentrat Ikan .................................................................... 5
C. Albumin Ikan Gabus ............................................................. 7
D. Sistem Dispersi .................................................................... 9
E. Penggandaan Skala (scale-up) ........................................... 12
F. Prosedur Operasional Standar (POS) .................................. 14
G. Uji Kesukaan (Hedonik)........................................................ 21
H. Salmonella ........................................................................... 22
5
III. METODE PENELITIAN ............................................................. 25
A. Waktu dan Tempat .............................................................. 25
B. Alat dan Bahan ................................................................... 25
xii
Halaman
C. Prosedur Penelitian .............................................................. 26
D. Parameter Pengamatan ........................................................ 30
1. Penyusunan Operasional Standar ...................................... 30
2. Analisis Fisik Dispersi Konsentrat ....................................... 31
3. Analisis Kimia Dispersi Konsentrat ..................................... 32
4. Uji Organoleptik ( Uji Hedonik) ........................................... 34
5. Analisa Total Mikroba ......................................................... 35
6. Analisis Data ...................................................................... 35
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 36
A. Analisis Fisik Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ...................... 41
B. Analisis Kimia Dispersi Konsentrat Ikan Gabus .................... 43
C. Uji Organoleptik (Uji Hedonik) .............................................. 48
D. Analisa Total Mikroba ........................................................... 50
E. Penerapan Prosedur Operasional Standar (POS) ................ 54
V. PENUTUP ................................................................................. 63
A. Kesimpulan .......................................................................... 63
B. Saran ................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 64
LAMPIRAN..................................................................................... 68
xiii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Kandungan Gizi Ikan Gabus per 100 Gram Bahan .................... 5
2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Konsentrat Protein Ikan ............... 6
3. Ukuran Partikel Terdispersi ........................................................ 9
4. Suhu Pertumbuhan Minimal Beberapa Mikroorganisme ............. 23
5. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Makanan ................ 24
6. Hasil Peningkatan 100 kali Bahan Baku Peningkatan Volume ... 38
7. Hasil Waktu yang Diperlukan dalam Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus .............................................................. 38
8. Hasi Penggunaan Alat Pada Peningkatan Volume Produksi ...... 40
9. Profil Produk Hasil Peningkatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus .............................................................. 51
10. Prosedur Operasional Standar (POS) pada peningkatan volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus .................................. 57
11. Prosedur Operasional Standar (POS) Bahan Baku dan Air ........ 58
12. Prosedur Operasional Standar (POS) Sanitasi Alat, Ruang, dan Pekerja Pada Peningkatan Volume Produksi.............................. 60
13. Mesin dan Peralatan dalam Peningkatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ................................................. 62
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Diagram Alir Pembuatan Dispersi Konsentrat Ikan Gabus Skala Laboratorium (100ml) ....................................................... 27
2. Penggandaan Proses Pembuatan Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ................................................................................. 28
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Diagram alir pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus uji coba penggandaan proses (1000ml) ...................................... 68
2. Diagram alir pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus pada penggandaan volume produksi (10000ml). ........................ 69
3. Hasil Analisa Pengamatan Rasio Pemisahan Fase
pada Peningatan volume Produksi Dispersi Konsentrat
Ikan Gabus ................................................................................. 70
4. Hasil Ukuran Partikel Penggandaan Proses Dispersi
Konsentrat Ikan Gabus ............................................................... 70
5. Hasil Viskositas Penggandaan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ................................................................................. 70
6. Hasil Pengamatan Redispersibilitas pada Peningkatan Proses Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ...................... 70
7. Hasil Kadar Air Penggandaan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ................................................................................. 70
8. Hasil Kadar Abu Penggandaan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ................................................................................ 71
9. Hasil Kadar Protein Penggandaan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ................................................................................. 71
10. Hasil Kadar Lemak Penggandaan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ................................................................................. 71
11. Hasil Kadar Albumin Konsentrat ikan gabus dan Dispersi Konsentrat Ikan Gabus Penggandaan Proses ............................ 71
12. Kurva Standar Albumin ............................................................... 71
xvi
No. Teks Halaman
13. Hasil Uji Organoleptik Penggandaan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ............................................................... 72
14. Hasil Analisa Mikroba Penggandaan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ............................................................... 73
15. Hasil Perhitungan Analisa Total Mikroba Peningkatan Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus ..................................... 73
16. Foto Penelitian ........................................................................... 74
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ikan gabus (Channa striata) merupakan salah satu produk perairan
yang mengandung protein hewani. Nilai gizi pada ikan gabus cukup tinggi,
yaitu protein ikan gabus segar mencapai 25,1% sedangkan 6,224% dari
protein tersebut berupa albumin. Albumin merupakan jenis protein yang
paling banyak dalam plasma darah yang mencapai 60% dan bersinergi
dengan mineral 0,001741% Zn yang dapat mempercepat penyembuhan
luka. Oleh sebab itu ikan gabus (Channa striata) dapat dimanfaatkan lebih
lanjut dalam produk pangan seperti membuatnya menjadi konsentrat ikan
gabus dapat dilihat manfaatnya bagi kesehatan atau dalam pengolahan
lebih lanjut menjadi produk dalam suatu industri pangan.
Konsentrat Ikan Gabus merupakan salah satu produk olahan hasil
laut yang mengandung banyak mengandung protein. Hasil analisa kadar
protein pada konsentrat ikan gabus adalah 77.84%. Hasil ini menunjukkan
bahwa konsentrat ikan gabus yang digunakan memenuhi persyaratan
mutu II (dua) konsentrat protein ikan yang memberikan standar protein
kasar minimal 75%.
Tingginya kadar protein yang terkandung dalam konsentrat ikan
gabus (Channa striata) sangat baik jika dimanfaatkan lebih lanjut dengan
membuatnya menjadi dispersi konsentrat ikan gabus. Dispersi konsentrat
ikan gabus merupakan suatu campuran antara konsentrat ikan gabus
2
sebagai fase terdispersi dan air sebagai media penghantar dispersi yang
ditambahkan karagenan sebagai penstabilnya. Pembuatan dispersi
konsentrat gabus ini telah dilakukan sebelumnya oleh Arfina (2014),
namun masih dalam skala laboratorium (100ml). Oleh sebab itu perlu
dilakukan peningkatan volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus.
Sebelum mencapai peningkatan skala produksi (Scale-Up), perlu
dilakukan peningkatan volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus.
Peningkatan volume produksi ini kemudian akan menghasilkan prosedur
operasional standar (POS) pada penyusunan proses produksi yang
nantinya akan diperlukan sebagai acuan dalam produksi dispersi
konsentrat ikan gabus pada peningkatan skala (scale-up) tanpa merubah
hasil dari skala laboratorium.
I.2 Rumusan Masalah
Penelitian mengenai dispersi konsentrat ikan gabus telah dilakukan
oleh Arfina (2014) dan menghasilkan produk dispersi yang telah stabil
namun hanya pada skala laboratorium. Sebelum ditingkatkan pada skala
industri (Scale-Up), sangat perlu dilakukan peningkatan pada volume hasil
produksi. Oleh sebab itu, dalam peningkatan volume produksi dispersi
konsentrat ikan gabus perlu dilakukan standarisasi dalam proses
produksinya sehingga menghasilkan prosedur operasional standar (POS).
Kemudian hasil produk dari peningkatan volume perlu dilakukan penelitian
dengan cara membandingkannya dengan hasil produk skala laboratorium.
3
I.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui perbandingan hasil antara produk skala
laboratorium dan setelah dilakukan peningkatan volume skala 10 liter
tanpa merubah kriteria dari produk skala 100 ml.
2. Untuk menghasilkan penyusunan prosedur operasional standar (POS)
dalam produksi dispersi konsentrat ikan gabus.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
hasil antara skala laboratorium dan setelah terjadi peningkatan volume
produksi serta menghasilkan penyusunan prosedur operasional standar
(POS) pada produksi dispersi konsentrat ikan gabus.
Kegunaan dari penelitian ini adalah menjadi sumber informasi ilmiah
dalam pengembangan industri dispersi konsentrat protein ikan gabus dan
sumber informasi mengenai prosedur operasional standar (POS) dalam
peningkatan volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Ikan Gabus (Channa striata)
Ada beberapa jenis gabus salah satunya Ophiocephalus
striatus/Channa striata merupakan jenis ikan gabus yang banyak ditemui
pada perairan berupa bendungan. Ikan Gabus pada umumnya memiliki
ukuran tubuh relatif kecil. Menurut Djuhanda (1981), ikan gabus
merupakan ikan karnivora yang suka memakan hewan lain yang
lebih kecil, seperti cacing, udang, ketam, plankton dan udang reni.
Protein yang terkandung dalam ikan gabus segar mencapai 25,1%,
sedangkan 6,224 % dari protein tersebut berupa albumin. Jumlah ini
sangat tinggi dibandingkan sumber protein hewani lainnya pada jenis
perikanan. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma
yang mencapai kadar 60 persen dan bersinergi dengan mineral Zn yang
sangat dibutuhkan untuk perkembangan sel maupun pembentukan
jaringan sel baru seperti akibat luka dan penyembuhan luka akibat
operasi. Selain itu, kadar lemak ikan gabus relatif rendah dibandingkan
kadar lemak jenis-jenis ikan lain (tongkol 24,4% dan lele 11,2% lemak)
memungkinkan umur simpan ikan gabus lebih panjang karena
kemungkinan mengalami ketengikan lebih lama (Suprayitno, 2003).
5
Untuk kandungan gizi ikan gabus per 100 gram bahan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 01. Kandungan gizi ikan gabus per 100 gram bahan No. Unsur Gizi Jumlah Satuan
1. Energi 116 G
2. Air 69,6 G
3. Protein 25,2 G
4. Lemak 1,7 G
5. Karbohidrat 0 G
6. Kalsium 62 Mg
7. Fosfor 176 Mg
8. Besi 0,9 Mg
9. Vitamin A 45 Mg
10. Vitamin B 0,04 Mg
11. Vitamin C 0 Mg
Sumber: Suprapti, 2008.
II.2 Konsentrat Ikan
Konsentrat protein ikan adalah salah satu metode penyajian ikan
untuk konsumsi manusia, di mana protein merupakan komponen yang
diibutuhkan oleh tubuh. Ditemukannya protein albumin dalam ikan gabus
yang berguna bagi kesehatan, yang merupakan jenis protein yang paling
banyak dalam plasma darah yang mencapai 60% dan bersinergi dengan
mineral 0,001741% Zn yang dapat mempercepat penyembuhan luka.
Menurut Asfar (2007), konsentrat protein albumin ikan gabus yang
mengandung kandungan protein terlarut (albumin) tertinggi dengan kadar
lemak yang terendah adalah perlakuan menggunakan pelarut HCL 0,1 M
dengan pemanasan pada suhu 50-60ºC dengan kadar albumin 20,80%
dan kadar lemak yaitu 1,78%.
6
Konsentrat protein ikan hampir sama dengan tepung ikan, namun
pembuatan tepung ikan bertujuan untuk pakan ternak bukan untuk
konsumsi manusia Konsentrat protein ikan adalah salah satu metode
penyajian ikan dengan tujuan untuk konsumsi manusia. Konsentrat protein
ikan menurut Windsor (2001) dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Jenis A: tepung yang rasanya hambar dan tidak berbau di mana
memiliki total kandungan lemak 0,75%
2. Jenis B: tepung yang tidak memiliki batasan spesifik untuk bau dan
rasa, tetapi memiliki rasa ikan dan total kandungan lemak 3%
3. Jenis C: tepung ikan yang diproduksi dalam kondisi yang higienis.
Penggunaan bubuk konsentrat protein ikan sebagai bahan
subtitusi ataupun sebagai bahan fortifikasi dalam pembuatan produk
pangan merupakan salah satu alternatif penggunaan yang menjanjikan,
terutama dari segi kualitas zat gizi yang dihasilkan.Persyaratan mutu
konsentrat dari protein pada ikan dapat dilihat pada tabel 02.
Tabel 02. Spesifikasi Persyaratan Mutu Konsentrat Protein Ikan
Komposisi Mutu
I II III
Kimia : Air (%) maks Protein Kasar (%) min Serat Kasar (%) maks Abu (%) maks Lemak (%) maks Ca (%) P (%) NaCl (%) maks
10 80 1,5 10
0,75 2,5 – 5,0 1,6 – 3,2
2
12 75 2,5 15 3
2,5 – 6,0 1,6 – 4,0
3
12 55 3 20 10
2,5 – 7,0 1,6 – 4,7
4
Mikrobiologi : Salmonella (pada 25 gram sampel)
Negatif
negatif
Negatif
Organoleptik : Nilai minimum
7
6
6
Sumber : Ruiter (1995).
7
Optimalisasi proses produksi konsentrat protein ikan gabus telah
berhasil dilakukan dengan menghasilkan Prosedur Operasional Standar
(POS) proses pembuatan konsentrat ikan gabus yang meliputi pengadaan
bahan baku, pengolahan (persiapan, pengkondisian, pemasakan dan
pengukusan, pengeringan, penepungan dan pengkapsulan) dan sanitasi
lingkungan usaha. Dokumen ini dijadikan acuan dalam difusi teknologi
pada masyarakat di Jayapura. Sebagai tahap pertama dari proses
produksi adalah pengadaan bahan baku ikan gabus yang umumnya
berasal dari bagian dasar danau atau rawa-rawa. Selain itu ikan gabus
mengeluarkan lendir yang banyak pada saat ditangkap dan pada
saat transportasi. Ikan yang baru diperoleh dari lapangan dibersihkan
terutama dari benda benda asing. Kemudian ikan dibersihkan lebih
lanjut dengan mengeluarkan sisik dan insang. Pengeluaran sisik
dan insang sangat penting untuk menghindari benda-benda/ kotoran
yang tak diinginkan yang dapat terikut pada tahap pengolahan
selanjutnya (Tawali et al., 2012).
II.3 Albumin Ikan Gabus
Albumin merupakan protein yang mudah rusak oleh panas.
Albumin termasuk dalam golongan protein globuler yang umumnya
berbentuk bulat atau ellips dan terdiri dari rantai polipeptida yang
berlipat. Protein umumnya memiliki sifat dapat larut dalam air, larut
dalam asam dan basa dan dalam etanol. Albumin juga mempunyai sifat
dapat dikoagulasi dengan pemanasan. Rentang suhu pada saat terjadi
8
denaturasi dan koagulasi protein sekitar 55-75ºC. Penurunan kadar
protein diakibatkan adanya flokuasi yaitu penggumpalan dari partikel
yang tidak stabil menjadi partikel yang diendapkan. Flokuasi merupakan
tahap awal denaturasi. Pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi.
Pada saat pemanasan, panas akan menembus daging dan
menurunkan sifat fungsional protein. Menurut penelitian (Rizkha, 2009),
bahwa pengeringan pada suhu 45ºC menghasilkan kadar albumin
sebesar 21,08%.
Albumin berbentuk elips dengan berat molekul dan pH isoelektrik
bervariasi tergantung spesies. Berat molekul albumin plasma manusia
69.000, albumin telur 44.000, dan di dalam daging mamalia
adalah 63.000 (Montgomery, 1993). pH isoeletrik albumin bervariasi
antara 4,6 (albumin telur) sampai 4,9 (albumin serum). Kandungan
albumin dalam ikan gabus umumnya lebih tinggi dari ikan tawar lainnya,
bahkan tidak dimiliki pada ikan lainnya seperti ikan lele, ikan gurami,
ikan nila, ikan mas, dan sebagainya. Menurut (Suprayitno et al., 2008),
bahwa kandungan asam amino essensial dan non essensial pada
ikan gabus memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari albumin telur.
Fungsi pertama albumin sebagai pembawa molekul-molekul kecil erat
kaitannya dengan bahan metabolisme dan berbagai macam obat yang
kurang larut (Sunatrio, 2003).
9
II.4 Sistem Dispersi
Sistem dispersi adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa zat
terbagi halus dalam zat lain. Zat terbagi atau terdispersikan disebut fase
terdispersi, fase intern, atau fase diskontinu, sedangkan zat yang
digunakan untuk mendispersikan disebut fase pendispersi, fase ekstern,
atau fase kontinu. Fase pendispersi lebih dikenal sebagai medium
pendispersi (Sumardjo, 2009). Fase pendispersi memiliki jumlah yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan fase terdispersi (Lawang, 2013).
Berdasarkan ukuran partikel terdispersi sistem dispersi dapat
digolongkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 03. Ukuran partikel terdispersi Sistem Partikel
terdispersi Ukuran partikel Catatan
1. Larutan Molekul
kecil atau ion
Biasanya kurang dari 1 x 10-6 mm
2. Dispersi koloid
Molekul (ion)
tunggal, besar atau
agregat moleku kecil
(ion)
Lebih besar dari larutan, paling
besar antara 1 x 10-3 mm
3. Dispersi kasar Agregat molekul
Lebih besar dari dispersi koloid
Ukuran partikel lebih dari 1 x 10-6 mm sampai batas tertentu tergantung pada sistem
Dispersi molekuler atau larutan adalah sistem satu fase yang
homogen, dan jernih. Partikel-partikel larutan tidak dapat dilhat dengan
mikroskop biasa maupun mikroskop ultra, sukar diendapkan, dan dapat
melewati kertas saring biasa maupun membran semipermeabel. Dispersi
10
halus atau koloid adalah sistem dua fase yang ketercampurannya berada
di antara homogen dan heterogen, agak keruh. Partikel-partikel koloid
tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, tetapi dapat dilihat dengan
mikroskop ultra, mudah diendapkan, dan tidak dapat melewati kertas
saring biasa maupun membran semipermeabel. Dispersi kasar atau
disebut suspensi adalah sistem dua fase yang heterogen, tidak jernih.
Partikel-partikel suspensi dapat diliihat dengan mikroskop biasa, mudah
diendapkan, dan tidak dapat melewati kain saring biasa maupun membran
semipermeabel (Sumardjo, 2009).
Penilaian stabilitas suatu dispersi menurut Sainah (2013) dapat
dilakukan dengan mengamati:
A. Viskositas. Uji viskositas penting dilakukan karena viskositas
merupakan salah satu parameter fisik kritis dan harus diamati
dimana perubahannya mampu mempengaruhi kemampuan
redispersi, dosis, serta kemudahan dituang atau mengalir suatu
sediaan. Viskositas yang terlalu tinggi tidak diharapkan karena
dapat menyebabkan kesulitan saat dituang dan sulit teredispersi
kembali.
B. Redispersibilitas. Uji redispersibilitas dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dispersi untuk dapat terdispersi kembali secara
homogen setelah terjadi pengendapan dengan pengocokan
minimum. Redispersibilitas merupakan salah satu parameter
penting yang harus dilakukan dalam penelitian, terutama dalam hal
11
menjamin keseragaman kadar suatu dispersi. Redispersibilitas
sangat dipengaruhi oleh endapan yang terbentuk, sediaan yang
mengalami sedimentasi menyebar atau membentuk flok lebih
mudah terdispersi kembali dibandingkan sedimentasi yang
menumpuk pada satu sisi saja atau disebut caking. Ketika
sedimentasi yang terbentuk akan sangat sulit untuk terdispersi
kembali. Redispersibilitas juga dipengaruhi oleh viskositas sediaan
di mana semakin tinggi viskositas sediaan maka redispersibilitas
yang dihasilkan semakin rendah.
C. Rasio pemisahan fase menurut Arfina (2014) merupakan
perbandingan antara tinggi akhir zat terdispersi terhadap tinggi
mula-mula sebelum terjadi pengendapan. Penilaian terhadap rasio
pemisahan fase merupakan modifikasi penilaian dari rasio volume
sedimentasi. Rasio pemisahan berdasarkan satuan sentimeter (cm)
atau satuan panjang lainnya sedangkan volume sedimentasi
berdasarkan milliliter (ml) atau satuan volume lainnya. Semakin
rendah pemisahan fase, maka produk tersebut semakin baik
karena dapat terdispersi merata dalam medium pendispersinya.
D. Penggunaan tepung karagenan biasanya dilakukan pada
konsentrasi 0,005-3% tergantung dari jenis produk yang ingin
diproduksi (Winarno,1990). Karagenan bersifat hidrofilik, karena
sifatnya yang hidrofilik maka penambahan karagenan dalam produk
akan meningkatkan viskositas fase kontinyu sehingga produk
12
menjadi stabil. Karagenan dapat berfungsi dalam industri makanan
sebagai bahan pengental, pengemulsi dan stabilisator. Bahan
suspensi yang berasal dari golongan polisakarida ketika disimpan
dalam jangka waktu yang cukup lama atau seiring dengan
bertambahnya usia sediaan tersebut diakibatkan oleh adanya
pertumbuhan mikroba (Nep and Conway, 2011).
II.5 Penggandaan Skala (scale-up)
Penggandaan skala (scale up) merupakan tindakan menggunakan
hasil penelitian yang diperoleh dari laboratorium untuk mendesain
prototipe produk dan proses dalam sebuah pilot plant. Pengembangan
produk (sumber dan formulasinya), pengujian unit operasi, pengembangan
kinerja dari alat, dan penentuan titik kritis proses diperlukan untuk dapat
melakukan penggandaan skala. Proses penggandaan skala
membutuhkan kekuatan analisis dalam menentukan langkah-langkah
yang akan dilakukan, di antaranya analisis terhadap kondisi operasi,
desain, dan proses optimum (Hulbert ,1998).
Langkah pertama dalam pengembangan sebuah produk pangan
baru adalah mendefinisikan proses yang dibutuhkan untuk membuat
produk. Salah satu perangkatnya adalah pengembangan diagram aliran
proses yang menunjukkan laju produksi yang diinginkan dan materi yang
dibutuhkan pada setiap tahapan proses. Langkah kedua adalah
memecahkan masalah yang masih terdapat dalam proses perbesaran
skala. Dalam hal ini, uji coba yang bersifat kontinyu perlu dilakukan untuk
13
menentukan parameter optimum dan desain peralatan yang akan
dimodifikasi pada skala yang lebih besar. Selain itu, interaksi kimia dan
fisik yang bersifat kompleks dalam produk pangan perlu diperhatikan agar
kerusakan produk terutama pada formulasi yang digunakan dapat
dihindari. Hal ini akan membantu dalam penentuan ukuran dan ciri-ciri
peralatan yang dibutuhkan atau spesifikasi alat yang akan menjadi
referensi untuk pembelian (Hulbert, 1998).
Produk pangan yang ditingkatkan skalanya akan mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan produk aslinya, terutama karena
adanya perbedaan rasa, tekstur, aroma, dan penampakan secara visual.
Proses skala besar tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan
produk aslinya, tetapi akan menghasilkan produk yang menyerupai produk
aslinya. Berdasarkan proses dan tingkat produksi yang diinginkan,
penggandaan skala merupakan proses yang cukup sulit untuk
diaplikasikan (Scott, 2007).
Penggandaan skala membutuhkan suatu perencanaan matang,
fleksibel, dan pendekatan yang konsisten untuk meraih keberhasilan. Hal
ini menyebabkan pergerakan produk dari tahap ke tahap akan menjadi
lebih kompleks jika dijalankan dalam skala besar ini. Oleh karena itu,
langkah yang harus diperhatikan dalam produksi skala besar diantaranya
menentukan produk dan acuan paket termasuk definisi produk, ukuran
dan tipe paket yang diinginkan, serta laju produksi (Scott, 2007).
14
II.6 Prosedur Operasional Standar (POS)
Prosedur adalah dokumen tingkat dua pada struktur dokumentasi
sistem mutu setelah pedoman mutu. Suatu prosedur secara umum dapat
didefinisikan sebagai cara yang ditentukan secara spesifik untuk
melaksanakan aktifitas. Pada pelaksanaannya, suatu prosedur berfungsi
sebagai dokumen yang menyatakan aliran kegiatan dan menetapkan
tanggung jawab, wewenang yang berhubungan dengan kegiatan
tertentu (Chatab, 1996).
Prosedur-prosedur mutu merupakan dokumentasi dasar manual
mutu (Singh, 1994). Prosedur dan instruksi kerja merupakan panduan
untuk keperluan intern perusahaan. Menurut Priyadi (1996) prosedur
adalah cara tertulis yang ditentukan untuk melaksanakan suatu kegiatan
oleh bagian atau personel untuk melakukan suatu kegiatan tertentu yang
dapat disertai dengan gambar proses, peta alur kegiatan, cara
memproses, dan sebagainya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam penulisan prosedur sebagai prioritas utama media komunikasi
(Chatab, 1996), sebagai berikut:
a. Mempertimbangkan suara pembacanya
b. Menggunakan bahasa sehari-hari
c. Memudahkan pemakaian
d. Tidak bermakna ganda
e. Mempunyai urutan dan teknis
f. Urutan prosesnya logis
15
g. Jelas, singkat dan sistematis
h. Rujukan penanggung jawab ditujukan kepada jabatan
i. Penggunaan diagram alir untuk menjelaskan proses secara
umum
Pada dasarnya ada empat tahapan dasar pada proses pembuatan
prosedur (Susilo, 1997) yaitu:
a. Menentukan kebutuhan dan tujuan pembuatan prosedur, ruang
lingkup prosedur, penanggung jawab atau pemilik prosedur, dan
personel terkait.
b. Mendiskusikan dengan pesonil yang terkait mengenai sistem dan
dokumen yang sudah ada, kemungkinan masalah yang akan timbul
dan aspek-aspek mutu yang ada
c. Mendefinisikan alur sistem atau proses yang akan dibuat
prosedurnya, format atau struktus prosedur, wewenang yang
mengesahkan prosedur dan pendistribusian prosedur
d. Menggambarkan diagram alir sistem atau proses, siapa yang
bertanggung jawab, apa yang dilaksanakan dan diperlukan, kapan
harus dilaksananakan, pencatatan atau formulir yang diperlukan.
Menurut Chatab (1996) ada beberapa metode penulisan yang
dapat digunakan untuk menulis prosedur, yaitu:
a. Metode prosedur enam bagian (six part procedure)
b. Metode prosedur diagram alir (flow chart procedure)
c. Kombinasi prosedur enam bagian dan prosedur bagian alir
16
Pada metode bagian alir tahapan proses utama digambarkan oleh
simbol-simbol umum yang biasa digunakan untuk menggambarkan aliran
proses suatu pekerjaan atau kegiatan produksi dengan suatu flow chart.
Teknik penulisan dapat menggunakan kombinasi kedua metode yaitu
menggunakan prosedur enam bagian dan prosedur dengan alir sehingga
format penulisan menjadi seragam, menurut Chatab (1996) untuk menilai
hasil penulisan prosedur adalah dengan mempertimbangkan kriteria-
kriteria seperti:
a. Kemudahan dalam pembacaannya
b. Memedai dalam sistem penomoran dan pengendalian dokumen
c. Kemudahal dalam memahami
d. Kelengkapan dokumen sesuai dengan kebutuhan internal
e. Kesesuaian dengan standar
f. Memenuhi gramatikalnya
Penyusunan POS untuk memberikan POS di dalam unit kerja.
Menurut Chatab (1996) tahap-tahap teknis penyusunan POS adalah:
1. Tahap persiapan
Tahapan ini bertujuan untuk memahami penyusunan atau
pengembangan POS serta menyusun alternatif tindakan yang
harus dilakukan oleh unit kerja yang terdiri dari 4 (empat)
langkah, yaitu:
a. Mengetahui kebutuhan
b. Mengevaluasi dan menilai kebutuhan
17
c. Menetapkan kebutuhan
d. Menetapkan alternatif tindakan
2. Tahap pembentukan organisasi tim
Tahapan ini bertujuan untuk menetapkan orang atau tim dari
unit kerja yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
alternatif tindakan yang telah dibuat dalam tahap persiapan.
Tahapan ini mencakup 5 (lima) langkah, yaitu:
a. Menetapkan orang atau tim dari unit kerja yang bertugas
sebagai penanggung jawab pelaksana
b. Menyusun pembagian tugas pelaksanaan
c. Menetapkan orang yang diberi tanggung jawab atas
pelaksanaan secara garis besar
d. Menetapkan mekanisme kontrol pekerjaan
e. Membuat pedoman pembagian pekerjaan dalam kontrol
pekerjaan
3. Tahap perencanaan
Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi,
metodologi, rencana dan program kerja yang akan digunakan
oleh tim pelaksanaan penyusunan. Tahap ini terdiri dari 4
(empat) langkah, yaitu:
a. Menyusun strategi dan metodologi kerja
b. Menyusun perencanaan kerja
18
c. Menyusun program-program kerja rinci
d. Menyusun pedoman perencanaan dan program kerja rinci
4. Tahap penyusunan
Tahapan ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan POS
sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap ini
terdiri dari 5 (lima) langkah, yaitu:
a. Mengumpulkan informasi terkait dengan metode pendekatan
pengumpulan yaitu dengan metode sistem atau resiko
kegiatan
b. Mengumpulkan informasi pelengkap, yaitu alur otorisasi,
kebijakan, pihak yang terlibat, formulir, kaitan dengan
prosedur lain
c. Menetapkan metode dan teknik penulisan POS yang dipilih
d. Melaksanakan penulisan POS
e. Membuat draft pedoman POS
5. Tahap uji coba
Tahapan ini bertujuan menerapkan POS dalam bentuk uji coba
draft pedoman POS yang telah dibuat dalam tahap penyusunan.
Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu:
a. Merancang metodologi uji coba
b. Mempersiapkan materi uji coba
c. Menetapkan tim pelaksanan uji coba
19
d. Mempersiapkan sarana uji coba
e. Melaksanakan uji coba
f. Menyusun lapooran hasil uji coba
6. Tahap penyempurnaan
Tahapan ini bertujuan menyempurnakan pedoman POS
berdasarkan laporan hasil uji coba yang dilakukan pada tahap
sebelumnya. Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu:
a. Mendiskusikan laporan hasil uji coba
b. Merancang dan merencanakan langkah-langkah
penyempurnaan POS
c. Menyusun pembagian tugas penyempurnaan
d. Melaksanakan penyempurnaan
e. Melakukan uji coba terbatas dengan tim atau penyeimbang
(counterpart) atau kelompok fokus (focus group) yang
dibentuk secara khusus
f. Menyusun pedoman POS akhir (final manual)
7. Tahap implementasi
Tahapan ini bertujuan untuk mengimplementasikan pedoman
POS akhir secara menyeluruh dan standar dalam organisasi.
Tahap ini terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu:
a. Merencanakan metodologi implementasi
b. Mempersiapkan materi implementasi
c. Menetapkan tim implementasi
20
d. Mempersiapkan sarana implementasi
e. Melaksanakan implementasi
f. Menyusun laporan implementasi
8. Tahap pemeliharaan dan audit
Tahapan ini merupakan tahap akhir dari seluruh tahap-tahap
teknis penyusunan POS dan bertujuan untuk
menyelenggarakan pemeliharaan dan audit atas pelaksanaan
penerapan POS dalam organisasi selama periode tertentu.
Tahapan ini terdiri dari 7 (tujuh) langkah, yaitu:
a. Merencanakan kegiatan pemeliharaan dan audit atas
pedoman POS yang diterapkan
b. Mempersiapkan tim pemeliharaan dan audit
c. Melaksanakan pemeliharaan dan audit
d. Membuat laporan setiap kegiatan pemeliharaan dan audit
e. Menyimpulkan temuan-temuan di dalam laporan kegiatan
pemeliharaan audit dan menyusun perencanaan perbaikan
yang diperlukan
f. Melaksanakan perbaikan sesegera mungkin bila perbaikan
yang dilakukan kecil dan bersifat rutin
g. Melaksanakan tahap-tahap teknis penyusunan POS dari
awal jika perbaikan yang harus dilakukan besar dan bersifat
tidak rutin.
21
Langkah-langkah dalam pengambangan grade dan standar kualitas
pangan menurut Anonim (2010) adalah sebagai berikut :
1) Menetapkan parameter-parameter kualitas yang tetap untuk produk
pangan tertentu.
2) Menetapkan metode-metode analisis obyektif dan korelasinya
dengan hasil uji inderansi untuk tiap parameter kualitas metode
analisis harus mudah serta tepat dan berkorelasi tinggi dengan
hasil uji inderansi.
3) Menetapkan skala hasil analisis beserta grade-nya untuk tiap
parameter kualitas.
4) Semua parameter kualitas diberi bobot dan digabungkan untuk
mendapatkan standar kualitas untuk produk pangan tersebut.
II.7 Uji Kesukaan (Hedonik)
Tujuan analisa sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan
yang diperoleh pancaindra manusia terhadap suatu rangsangan yang
ditimbulkan oleh suatu produk. Analisa sensori biasanya digunakan untuk
menjawab pertanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan
mengenai pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan (afeksi).
Metode uji kesukaan adalah metode yang digunakan untuk mengukur
sikap subjektif konsumen terhadap produk berdasarkan sifat-sifat sensori.
Hasil yang diperoleh berupa penerimaan (diterima atau ditolak), kesukaan
(tingkat suka atau tidak suka). Tujuan utama uji kesukaan adalah untuk
22
mengetahui respon individu berupa penerimaan ataupun kesukaan dari
konsumen terhadap produk yang sudah ada, produk baru, ataupun
karakteristik khusus dari produk yang diuji (Setyaningsih, 2010).
Uji kesukaan terkadang menggunakan parameter aroma dan rasa.
Sebagian besar aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan
makanan, dapat mencirikan karakteristik dari produk tersebut sehingga
melalui aroma, konsumen atau masyarakat dapat mengetahui bahan-
bahan yang terkandung dalam suatu produk (Winarno, 2004). Industri
makanan menganggap uji aroma sangat penting dilakukan karena sangat
cepat dalam memberikan hasil penilaian berupa disukai atau tidak
disukainya suatu produk. Aroma biasanya muncul dari bahan yang diolah
karena senyawa volatil yang terkandung pada bahan pangan yang keluar
melalui proses pengolahan atau perlakuan tertentu (Soekarto, 1990).
Sedangkan rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan
daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa
lain maupun dengan bahan penimbul cita rasa (Winarno, 2004).
II.8 Salmonella
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif
berbentuk tongkat yang menyebabkan tifus, paratifus, dan penyakit
foodborne. (Arifah, 2010). Pemerintah telah membuat peraturan atau
pengawasan untuk perlindungan terhadap konsumen mengenai produk
mutu hewan yang beredar tentang batas maksimum cemaran mikroba
23
untuk Salmonella spp. harus negatif atau tidak boleh mengandung
Salmonella spp. (Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, 2007).
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui tentang kualitas dan cemaran bakteri pada dispersi
konsentrat ikan gabus. Beberapa mikroorganisme mempunyai suhu
pertumbuhan minimal yang dapat dilihat pada tabel 04.
Tabel 04. Suhu pertumbuhan minimal beberapa mikroorganisme Mikroorganisme Genus atau spesies Suhu pertumbuhan
minimum (°C)
Patogen atau potensial patogen
Bacillus cereus
Staphylococcus aureus
S. aureus pembentuk enterotoxin
Vibrio parahaemolyticus
E.coli enteropatogenik
Clostridium botulinum tipe A
Pseudomonas aeruginosa
Salmonella sp
Clostridium perfringens
Clostridium botulinum tipe E dan beberapa strain tipe B dan F
Fusarium, Penicillium
10
5 – 13
10 - 19
5 - 8
8 – 10
10
9
6
5
3,5 – 5
-18
Mikroorganisme index atau indikator
E. coli
Klebsiella sp, Enterobacter sp.
Streptococcus faecalis
8 – 10
±0
±0
Mikroorganisme penyebab busuk
Bacillus subtilis
Streptococcus faecium
Lactobacillus sp
Pseudomonas fluorescens
Ragi
12
±0 – 3
1
-3
-12
Sumber: Sinell, 1992.
24
Masing-masing produk pengolahan pangan memiliki batas cemaran
mikroba yang berbeda tiap produknya. Salah satu batas maksimum
cemaran mikroba dalam makanan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 05. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Makanan
Jenis Makanan Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum
Makanan dan Minuman sterilisasi dalam kemasan aseptis
ALT (30ºC, 72 Jam) <10 Koloni / 0,1 ml
atau <10 Koloni /0,1 gr
Sumber: BPOM, 2009. HK.00.06.1.52.4011
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat
Penelitian yang berjudul Peningatan volume Produksi Dispersi
Konsentrat Ikan Gabus (Channa striata) telah dilaksanakan pada bulan
April hingga Mei 2015, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan,
Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Kimia Analisa dan
Pengawasan Mutu Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Teaching Industry
Universitas Hasanuddin, Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, Laboratorium Bioteknologi Terpadu, Laboratorium Kimia Tanaman
Ternak Makassar.
III.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mixer merk OX
tipe 857, grinder, kompor, wadah, Low Temperature Freezer, Autoclave,
timbangan (Sartorius), ayakan stainless no. 100 (made in Germany),
homogenizer ultraturrax T25 (IKA), penangas (IKA), Particle Size Analyzer
(PSA) (Vasco), viskometer DV-E (Brookfield), mistar, oven (Memmert),
tanur (Vulcan), khjedahl (Gerhardt), spektrometer UV-Vis (Optima),
desikator,
26
stomacher, inkubator, bunzen, mixer vortex, jarum ose, bulp dan alat-alat
gelas seperti pipet volume, gelas ukur, cawan petri, batang pengaduk,
tabung reaksi, gelas kimia, erlenmeyer dan labu takar.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
konsentrat ikan gabus, BTC gel 425 karagenan (brataco), air mineral
(aqua), asam sitrat, fruktosa, dan flavor jeruk, aquadest, selenium, asam
sulfat (H2SO4) pekat, asam borat (H3BO3), indikator bromcrezol green
(BCG), natrium hidroksida (NaOH), n-heksan, Biovine Serum Albumine
(BSA), sodium tartarat, natrium karbonat (Na2CO3), tembaga (II) sulfat
(CuSO4) dan folin.
III.3 Prosedur Penelitian
1) Pembuatan Dispersi Konsentrat Ikan Gabus Skala Laboratorium
Pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus dalam skala
laboratorium ini sebelumnya telah dilakukan oleh Arfina (2014).
Prosedur pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus skala laboratorium
adalah sebagai berikut: air dipanaskan hingga mencapai suhu 600C
kemudian ditambahkan zat penstabil (karagenan) sesuai konsentrasi
(1,5%) lalu dihomogenkan sekitar 1 menit, sehingga didapatkan larutan
karagenan. Setelah itu, air ditambahkan dengan konsentrat ikan gabus
sebanyak 10% yang telah dihomogenkan selama 5 menit (6500 rpm)
kemudian dimasukkan perlahan-lahan ke dalam larutan karagenan
yang ditambahkan fruktosa 15% , flavor jeruk 2% dan asam sitrat 0,5%
dengan cara dihomogenkan (6500 rpm selama 5 menit). Kemudian,
27
dimasukkan ke dalam botol kaca dan disterilisasi menggunakan suhu
1210C dan 1 atm selama 15 menit. Dispersi konsentrat ikan gabus yang
diperoleh disimpan pada suhu 4ºC. Hasil skala laboratorium tersebut
(100ml) digandakan prosesnya ke skala 10 L.
Dimasukkan secara perlahan
Gambar 1. Diagram alir pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus skala laboratorium (100ml)
Air ditambahkan konsentrat
ikan gabus (10%)
Dihomogenisasikan selama
5 menit (6500rpm)
Air dipanaskan hingga suhu 60ºC
Ditambahkan karagenan (1,5%)
Dicampur selama ± 1 menit
Dicampurkan fruktosa (15%), flavor
jeruk (2%) dan asam sitrat (0,5%)
Dihomogenisasi selama 5 menit (6500rpm)
Disimpan pada botol kaca
Disterilisasi selama 5 menit
(suhu 121ºC, 1 atm)
Dispersi
28
2) Peningkatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Kegiatan penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh
Arfina (2014) telah menghasilkan produk dispersi konsentrat ikan
gabus. Namun demikian, hasil penelitian tersebut masih terbatas pada
skala laboratorium sehingga perlu dilakukan peningkatan volume pada
skala 10 liter untuk dapat diaplikasikan dalam skala industri
(pilot plant). Oleh karena itu, tahapan peningkatan volume produksi dari
skala 100 ml ke skala 10 liter perlu dilakukan dengan penyesuaian
formulasi dan juga proses produksinya agar diperoleh hasil
Penyusunan Operasional Standar (POS) produksi dispersi konsentrat
ikan gabus.
Gambar 2. Diagram alir penyusunan POS yang dihasilkan pada Peningkatan volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus
Peningkatan Volume Produksi Dispersi
konsentrat ikan gabus skala 10 Liter
Penyusunan draft POS proses
Prosedur Operasional Standar
(Standard Operating Procedure)
Dispersi konsentrat ikan
gabus skala laboratorium
(100ml)
29
Setelah pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus skala
laboratorium (100ml), selanjutnya dilakukan peningkatan volume
produksi dispersi konsentrat ikan gabus dengan hasil dispersi
konsentrat setelah diproses menjadi 10 liter. Setelah diperoleh 10 liter
dispersi konsentrat ikan gabus pada peningkatan volume perlu
dilakukan penyusunan draft POS (Prosedur Operasional Standar)
dengan tujuan untuk mengetahui apakah dengan menggunakan proses
produksi konsentrat ikan gabus skala 10 liter dapat dihasilkan kriteria
dari produk dispersi konsentrat ikan gabus skala 100ml seperti yang
telah dilakukan oleh Arfina (2014) dengan cara analisis fisik dispersi
konsentrat (pengamatan rasio pemisahan fase, viskositas,
redispersibilitas, dan ukuran partikel), analisis kimia dispersi konsentrat
(pengujian proksimat, kadar protein, kadar albumin, dan pH), pengujian
organoleptik dengan metode hedonik untuk mengetahui tingkat
penerimaan konsumen dan uji total mikroba yang terkandung dalam
dispersi konsentrat ikan gabus.
30
III.4 Parameter Pengamatan
1. Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) a. Bahan Baku Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Menetapkan kriteria dan syarat-syarat bahan baku dispersi
konsentrat ikan gabus yang digunakan, sesuai dengan ciri-ciri dan tingkat
kesegaran ikan.
b. Proses Pembuatan Dispersi Konsenstrat Ikan Gabus (Arfina, 2014).
Prosedur pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus skala
laboratorium adalah sebagai berikut: air dipanaskan hingga mencapai
suhu 600C kemudian ditambahkan zat penstabil (karagenan) sesuai
konsentrasi (1,5%) lalu dihomogenkan sekitar 1 menit, sehingga
didapatkan larutan karagenan. Setelah itu, air ditambahkan dengan
konsentrat ikan gabus sebanyak 10% yang telah dihomogenkan selama 5
menit (6500 rpm) kemudian dimasukkan perlahan-lahan ke dalam larutan
karagenan yang ditambahkan fruktosa 15% , flavor jeruk 2% dan asam
sitrat 0,5% dengan cara dihomogenkan (6500 rpm selama 5 menit).
Kemudian, dimasukkan ke dalam botol kaca dan disterilisasi
menggunakan suhu 1210C dan 1 atm selama 15 menit
c. Menerapkan Prosedur Operasional Standar (POS) Air
Memberikan penjelasan kriteria air yang layak digunakan dalam
proses industri pangan.
31
d. Menerapkan Sanitasi Dalam Proses Produksi
Sanitasi peralatan dan ruangan yaitu memberikan penjelasan
syarat-syarat peralatan dan ruangan yang digunakan dalam industry dan
sanitasi pekerja yaitu memberikan penjelasan terhadap syarat-syarat yang
harus dipenuhi pekerja atau karyawan dalam proses.
2. Analisis Fisik Dispersi Konsentrat
a. Pengamatan Rasio Pemisahan Fase (Febrina, 2007)
Sampel diukur pemisahan fasenya dengan membandingkan tinggi
mula-mula dispersi (H0) dengan tinggi fase yang terpisah (H1) setelah hari
ke 1, 3 dan 5, kemudian dicatat dalam satuan cm.
b. Viskositas (AOAC, 1995)
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer
dengan kecepatan geser dan nomor spindle yang disesuaikan dengan
sampel sebanyak 60 ml dimasukkan ke dalam wadah. Diukur
viskositasnya dengan Viscometer Brookfield DV-E. Diatur kecepatan 50
rpm, selanjutnya ditentukan spindle no 5. Dicatat hasilnya dalam satuan
cP atau centipoises.
c. Redispersibilitas (Voight, 1994)
Sampel sebanyak 100 ml dalam botol gelas dilakukan gerakan balik
sekitar 900 untuk masing-masing sampel pada penyimpanan 1, 3 dan 5
hari. Dihitung jumlah gerakan balik yang diperlukan untuk mendispersikan
kembali sampel.
32
d. Ukuran Partikel (Hermanus, 2012)
Sampel diambil dengan menggunakan sudip, kemudian dilarutkan
dalam 3 ml air dimeneral dan diaduk sampai homogen. Larutan kemudian
dimasukan ke dalam tabung dengan tinggi larutan maksimum 15 mm. Lalu
sampel diukur distribusi diameternya menggunakan VASCO Particle Size
Analyzer.
3. Analisis Kimia Dispersi Konsentrat
a. Kadar Air (Sudarmaji, dkk. 1997)
Cawan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven kemudian
ditimbang. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang
sudah dihomogenkan dalam cawan. Dimasukkan ke dalam cawan ke
dalam oven dan dikeringkan sampai kering atau sampai beratnya tetap.
Bahan didinginkan kemudian ditimbang. Dihitung airnya dengan rumus:
% kadar air =
b. Kadar Abu (Sudarmaji, dkk. 1997)
Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian didinginkan 3-5
menit lalu ditimbang. Ditimbang dengan cepat ± 2 gram sampel yang
sudah dihomogenkan dalam cawan. Dimasukkan ke dalam cawan petri
pengabuan kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan dibakar sampai
hasil yang diperoleh berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap.
Bahan didinginkan kemudian ditimbang, dihitung abunya dengan rumus
% kadar abu =
33
c. Kadar Protein (Sudarmaji, dkk. 1997)
Ditimbang sampel 0,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu
khjedhal dan ditambahkan 0.5 gram selenium dan 10 ml asam sulfat
(H2SO4). Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih dan didinginkan.
Dituang ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquadest hingga
tanda tera kemudian dihomogenkan. Disiapkan erlenmeyer sebagai
penampung yang berisi 10 ml asam borat 2% dan ditambahkan 4 tetes
indikator bromcrezol green (BCG). Dipipet 5 ml larutan sampel ke dalam
labu destilasi. Ditambahkan 10 ml NaOH 30% dan 100 ml aqudest.
Didestilasi hingga volume penampung menjadi 50 ml. Dititrasi dengan
larutan H2SO4 0,0171. Kemudian dihitung persentase protein kasarnya
dengan rumus:
% Protein kasar =
d. Kadar Lemak (Sudarmaji, dkk. 1997)
Ditimbang labu alas bulat, kemudian ditimbang sampel 5 gram
Ekstraksi sampel dengan menggunakan N-heksan Ditambung ekstrak.
Dievaporasi, kemudian, dikeringkan di oven pada suhu 1050C Selama 1
jam. Didinginkan di desikator. Ditimbang kemudian dihitung kadar
lemaknya dengan rumus:
Kadar lemak (%) = erat lema gram
erat sampel gram x 100
34
e. Protein terlarut (Albumin) (Sudarmadji, dkk. 1997)
Dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara
konsentrasi dengan OD (Optikal density). Digunakan protein standar
Bovine Serum Albumin (BSA). Dibuat larutan Lowry, yaitu:
Pereaksi A: 2 gram Na2CO3 ditambah 0,02 gram sodium tartarat
dilarutkan dalam 100 ml NaOH 0,1 N.
Pereaksi B: dilarutkan 0,5 gram CuSO4 dalam 100 ml aquadest dan 1
tetes H2SO4 pekat.
Pereaksi C: dicampurkan 50 ml pereaksi A dan 1 ml pereaksi B.
1 ml larutan sampel ditambah 3 ml pereaksi C, dikocok dan
dibiarkan selama 10 menit. Ditambahkan 0,3 ml folin, digojog dan
dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya diamati OD-nya pada panjang
gelombang 650 nm. Hasil dibuat dalam tabel.
f. Penentuan pH (Fardiaz, 1993)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Filtrat
sampel diambil sekitar 50 ml lalu diaduk hingga rata kemudian diukur
pHnya. pH sampel langsung dapat diketahui dengan membaca yang
ditunjukkan oleh alat tersebut.
4. Uji Organoleptik (Uji Hedonik) (Setyaningsih, 2010)
Pengamatan organoleptik dilakukan dengan metode kesukaan
hedonik yaitu mengamati rasa dan aroma dari produk dispersi konsentrat
ikan gabus yang dihasilkan dengan skala suka dan tidak suka. Panelis
yang digunakan adalah panelis semi terlatih (laboratorium) sebanyak 15
orang.
35
5. Analisa Total Mikroba (Fardiaz, 1993)
Ditimbang bahan sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi 9 ml aquades sehingga diperoleh pengenceran 10-1.
Dipipet suspensi sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berisi 9ml aquades (pengenceran 10-2).Dilakukan terus menerus hingga
mencapai pengenceran 10-5.Selanjutnya, dipipet 1 ml dari
pengenceran10-3, 10-4, dan 10-5 ke dalam cawan petri lalu dituangkan
media yaitu PCA (Plate Count Agar) lalu diinkubasi selama 48 jam.
Diamati mikroorganisme yang tumbuh. Kemudian dihitung dengan rumus:
Jumlah koloni per ml=
6. Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan analisa data secara deskriptif
kualitatif pada penyusunan POS (prosedur Operasional Standar) dan uji
organoleptik. Sedangkan secara deskriptif kuantitatif pada pengujian
mikroba dan perhitungan analisis kimia produk dispersi konsentrat ikan
gabus.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk yang dihasilkan adalah dispersi konsentrat protein yang
berasal dari ikan gabus yaitu berupa suatu sistem campuran antara
konsentrat ikan gabus sebagai fase terdispersi dan air sebagai media
penghantar dispersi yang ditambahkan karagenan sebagai penstabilnya.
Produk dikemas dalam botol kaca ukuran 100ml yang berisi 10% protein
dari ikan gabus dalam bentuk konsentrat mempunyai berat bersih 100m
perbotol. Hasil peningkatan volume produksi dispersi konsentrat protein
ikan gabus ini dibuat agar menjadi acuan untuk produksi lebih lanjut ke
skala yang lebih besar seperti skala industri.
Kegiatan penelitian sebelumnya telah menghasilkan formulasi
dispersi konsentrat protein ikan gabus (Arfina, 2014). Namun demikian,
hasil penelitian tersebut masih terbatas pada skala laboratorium sehingga
perlu dilakukan peningkatan volume produksi sebelum dapat diaplikasikan
dalam skala industri kecil (ataupun yang lebih besar lagi. Adanya hasil dari
peningatan volume ini dapat digunakan dalam pembuatan produk dispersi
konsentrat ikan gabus pada skala yang lebih besar lagi (scale-up). Oleh
karena itu, tahapan peningkatan volume produksi pada produk dari skala
laboratorium sangat perlu dilakukan dengan penyesuaian formulasi,
bahan, alat dalam proses produksinya.
37
Awal penelitian ini berlandaskan dari penelitian skala laboratorium
yang kemudian dikembangkan dengan memperhatikan beberapa
parameter. Penelitian ini juga membuat peningatan volume pada tahap
produksinya yang akan digunakan lebih lanjut sebelum dikembangkan
menjadi skala industri (scale-up). Hal ini sesuai dengan peningkatan
Hulbert (1998) bahwa peningkatan skala (scale up) merupakan tindakan
menggunakan hasil penelitian yang diperoleh dari laboratorium untuk
mendesain prototipe produk dan proses dalam sebuah pilot plant.
Parameter peningkatan volume produksi didasarkan pada
waktu yang diperlukan setiap prosesnya, alat yang digunakan dalam
proses pengolahannya, dan jumlah bahan yang diperlukan untuk
dapat menghasilkan produk dispersi konsentrat protein ikan gabus
skala 10 Liter, adalah sebagai berikut :
A. Pada peningkatan volume produksi dilakukan dengan tetap
mengikuti metode pengolahan dispersi konsentrat protein ikan
gabus skala laboratorium (gambar 1). Sebelum dilakukan
peningkatan volume produksi terlebih dahulu dilakukan uji coba bvn
dengan skala 1000 ml dispersi konsentrat. Hasil yang diperoleh
dari skala 1000 ml adanya peningkatan bahan 100 kali. Begitu
pula pada hasil peningkatan volume produksi skala 10.000 ml
(lampiran 2), terjadi peningkatan bahan sebanyak 100 kali. Hasil
dari peningkatan bahan sebanyak 100 kali setiap skalanya dapat
dilihat pada tabel berikut 06.
38
Tabel 06. Hasil Peningkatan 100 kali Bahan Baku Peningkatan Volume
No Bahan 100 ml 1000 ml 10.000 ml
1 Konsentrat protein ikan gabus 10 gram 100 gram 1000 gram
2 Karagenan 1,5 gram 15 gram 150 gram
3 Fruktosa 15 gram 150 gram 1500 gram
4 Flavour jeruk 2 ml 20 ml 200 ml
5 Asam sitrat 0,5 gram 5 gram 50 gram
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015.
B. Pada peningkatan volume produksi dilakukan dengan tetap
mengikuti metode pengolahan dispersi konsentrat protein ikan
gabus skala laboratorium (gambar 1). Sebelum dilakukan
peningkatan volume produksi terlebih dahulu dilakukan uji coba
dengan skala 1000 ml dispersi konsentrat. Hasil yang diperoleh dari
skala 1000 ml (lampiran 1) adalah perbedaan waktu yang
diperlukan untuk menghomogenkan bahan dan waktu yang
diperlukan untuk proses sterilisasi. Begitu juga untuk hasil
peningkatan volume skala 10.000 ml (lampiran 2) diperlukan waktu
yang berbeda untuk menghomogenisasikan bahan dan waktu yang
diperlukan pada proses sterilisasinya. Hasil dari waktu yang
diperlukan untuk setiap skalanya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 07. Hasil Waktu yang Diperlukan Dalam Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
No Tahapan Waktu yang dibutuhkan
100 ml 1000 ml 10.000 ml
1 penghomogenisasian air daFpen
konsentrat 5 menit 120 menit 120 menit
2 penambahan air dan karagenan ± 1 menit 10 menit 60 menit
3 penghomogenisasian semua
bahan 5 menit 10 menit 120 menit
4 Sterilisasi 5 menit 5 menit 5 menit
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015.
39
C. Mesin adalah suatu perangkat yang menggunakan atau
memanfaatkan daya mekanik, memiliki komponen-komponen yang
masing-masing mempunyai fungsinya sendiri dan secara kesatuan
berfungsi melakukan pekerjaan dan proses tertentu. Sedangkan
peralatan merupakan aset-aset pendukung yang berfungsi untuk
membantu operasional suatu proses. Implementasi teknologi pada
suatu proses produksi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
penggunaan mesin dan peralatan. Peningkatan volume produksi
dilakukan dengan tetap mengikuti metode pengolahan dispersi
konsentrat protein ikan gabus skala laboratorium (gambar 1).
Sebelum dilakukan peningkatan volume produksi terlebih dahulu
dilakukan uji coba dengan skala 1000 ml dispersi konsentrat. Hasil
yang diperoleh dari skala 1000 ml (lampiran 1) dan hasil
peningkatan volume skala 10.000 ml (lampiran 2) diperlukan alat-
alat yang berbeda pada proses produksi dispersi konsentrat ikan
gabus. Hasil dari perbedaan alat-alat yang digunakan dalam setiap
prosesnya dapat dilihat pada tabel 08. Mesin maupun peralatan
adalah salah satu faktor penentu yang sangat penting dalam
melaksanakan proses produksi karena mesin dan peralatan
berfungsi memberi kemudahan oleh pekerja dalam melakukan
proses produksi. Jenis mesin dan peralatan disesuaikan pada
modal dan tenaga yang tersedia untuk industri skala kecil.
40
Tabel 08. Hasil Penggunaan Alat Pada Peningkatan Volume Produksi
No Tahapan Skala Parameter
Produk 100 ml 1000 ml 10.000 ml
1 Penghomogenisasian air dan konsentrat
Menggunakan homogenizer ultraturrax T25 (IKA) 6500 rpm
Menggunakan homogenizer ultraturrax T25 (IKA) 9500 rpm
Menggunakan MIXER merk OX tipe 857 Kecepatan 6
hingga produk tercampur merata dan tidak terlihat fase yang terpisah antara air dan konsentrat
2 Pencampuran air dan karagenan
Menggunakan homogenizer ultraturrax T25 (IKA) 6500 rpm
Menggunakan homogenizer ultraturrax T25 (IKA) 9500 rpm
Menggunakan MIXER merk OX tipe 857 Kecepatan 5
hingga produk tercampur merata dan tidak ada bahan yang menggumpal
3 Penghomogenisasian semua bahan
Menggunakan homogenizer ultraturrax T25 (IKA) 6500 rpm
Menggunakan homogenizer ultraturrax T25 (IKA) 9500 rpm
Menggunakan MIXER merk OX tipe 857 Kecepatan 6
hingga semua bahan tercampur merata dan tidak terjadi penggumpalan pada produk
4 Sterilisasi Menggunakan autoclave tipe OVL-16
Menggunakan autoclave tipe OVL-16
Menggunakan autoclave tipe OVL-16
produk yang telah disterilisasi mengalami perubahan kenampakan pada warna produk menjadi lebih gelap
5 Pemanasan air Menggunakan Hot Plate dan Gelas Kimia
Menggunakan Hot Plate dan Gelas Kimia
Menggunakan kompor dan panci
hingga air mencapai suhu 60˚C dan diukur dengan thermometer
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015.
41
A. Hasil Analisis Fisik Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
1) Pengamatan Rasio Pemisahan Fase (Febrina, 2007)
Rasio pemisahan fase merupakan perbandingan antara tinggi
akhir zat terdispersi terhadap tinggi mula-mula sebelum terjadi
pengendapan. Penilaian terhadap rasio pemisahan fase merupakan
modifikasi penilaian dari rasio volume sedimentasi. Hasil pengamatan
untuk lama penyimpanan terhadap rasio pemisahan fase menunjukkan
terjadinya penurunan yang tidak signifikan selama penyimpanan pada
skala 100 ml maupun pada skala 10.000 ml. Hasil rasio pemisahan fase
dari tinggi sampel 4,8 cm pada hari ke-1 yaitu 1cm dan pada hari ke-5 cm
yaitu 0,6 cm. Hasil yang di atas menunjukan bahwa dispersi konsentrat
ikan gabus yang dihasilkan makin baik karena mengalami penurunan yang
menunjukkan produk terdispersi secara merata. Hal ini sesuai dengan
pendapat Arfina (2014), bahwa semakin rendah pemisahan fase, maka
produk tersebut semakin baik karena dapat terdispersi merata dalam
medium pendispersinya.
2) Ukuran Partikel
Rata-rata ukuran partikel yang didapatkan pada dispersi
konsentrat ikan gabus adalah 417.24 nm setara dengan 4.1724x10-2 mm.
Hasil ini diperoleh dari pembacaan grafik PSA (Particle Size Analyzer)
pada ukuran rata-rata partikel terdispersi Hal ini menunjukan bahwa
42
produk ini digolongkan dalam dispersi koloid. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anief (2007) yang menyatakan bahwa dispersi koloid memiliki
ukuran partikel lebih besar dari larutan, paling besarantara 1x10-3 mm.
3) Viskositas
Viskositas merupakan karakteristik yang digunakan untuk
menentukan kekentalan suatu produk. Hasil yang diperoleh
pada pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus skala 10.000 ml
menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan setiap harinya. Viskositas
terendah diperoleh pada hari ke-1 yaitu 3192 cp dan tertinggi pada hari
ke-5 yaitu 5696 cp. Hal ini disebabkan penambahan karagenan
berpengaruh sangat nyata terhadap hasil viskositas sehingga nilai
viskositas yang dihasilkan mengalami peningkatan setiap harinya. Hal ini
terjadi karena karagenan merupakan jenis hidrokoloid yang bersifat
hidrofilik yang dapat meningkatkan viskositas sehingga biasa digunakan
sebagai pengental. Hal ini sesuai dengan Winarno (1990) yang
menyatakan bahwa karagenan bersifat hidrofilik maka penambahan
karagenan dalam produk akan meningkatkan viskositas. Hubungan antara
lama penyimpanan dan viskositas menunjukkan terjadinya peningkatan
yang tidak signifikan selama penyimpanan. Hal ini sesuai dengan Nep dan
Conway (2011) yang menyatakan bahwa bahan suspensi yang berasal
dari golongan polisakarida ketika disimpan dalam jangka waktu yang
cukup lama atau seiring dengan bertambahnya usia sediaan tersebut
diakibatkan oleh adanya pertumbuhan mikroba.
43
4) Redispersibilitas
Redispersibilitas adalah daya yang diperlukan untuk
mendispersikan zat terdispersi dalam medium pendispersiannya. Hasil
pengamatan untuk lama penyimpanan terhadap redispersibilitas
menunjukkan penurunan yang tidak signifikan selama penyimpanan. Hasil
redispersibilitas terendah diperoleh pada hari 1 dengan jumlah
pengocokan sebanyak 16 kali dan redispersibilitas terendah pada hari 5
dengan jumlah pengocokan sebanyak 8 kali. Hasil redispersibilitas yang
diperoleh selama penyimpanan mengalami penurunan yang signifikan
dikarenakan viskositas yang mengalami peningkatan yang signifikan juga.
Hal ini dikarenakan viskositas dapat mempengaruhi redispersibilitas
karena viskositas yang tinggi akan mengurangi terjadinya pengendapan
sehingga redispersibilitas yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sainah (2013) yang menyatakan bahwa redispersibilitas
dipengaruhi oleh viskositas sediaan, semakin tinggi viskositas maka
redispersibilitas yang dihasilkan semakin rendah.
B. Hasil Analisis Kimia Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
1) Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air
dapat menentukan kesegaran, penampakan, tekstur, dan daya tahan
bahan. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai
dengan sifat bahannya. Umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan menggunakan oven (Sudarmaji dkk., 1997).
44
Hasil analisa kadar air pada dispersi konsentrat ikan gabus yang
diperoleh pada skala laboratorium yang telah dilakukan Arfina (2014)
adalah sebesar 79,67%, sedangkan hasil analisa kadar air pada dispersi
konsentrat ikan gabus pada peningatan volume produksi tidak berbeda
jauh yaitu 73,41%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air yang diperoleh
pada skala 100 ml lebih tinggi dibanding dengan skala 10.000 disebabkan
oleh penambahan air sebagai fase pendispersi konsentrat ikan gabus.
Dimana pada skala 100 ml tidak ditentukan jumlah air yang digunakan.
Hal ini sesuai dengan Winarno (2002) yang menyatakan bahwa air
berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispesikan berbagai senyawa
yang ada dalam bahan makanan.
2) Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu
bahan organik. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu
bahan pangan. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan
mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi sekitar
500º- 6000C dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran (Sudarmadji dkk., 1997)
Hasil analisa kadar abu dispersi konsentrat ikan gabus skala
laboratorium yang telah dilakukan Arfina (2014) adalah 0.77%. Sedangkan
hasil analisa kadar abu pada dispersi ikan gabus pada peningatan volume
produksi adalah 1,18%. Hal ini terjadi karena konsentrat ikan gabus yang
digunakan sebagai bahan baku pada peningkatan volume produksi
45
mengalami peningkatan sebanyak 100 kali dari skala laboratorium. Dalam
pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus juga ditambahkan
dengan berbagai bahan tambahan yang juga mengandung mineral.
Kandungan mineral ikan gabus tersebut dapat juga dimiliki oleh konsentrat
ikan gabus dan dispersi ikan gabus karena pada pengolahannya tidak
menggunakan panas hingga 500º-6000C sehingga tidak memungkinkan
terjadinya oksidasi pada mineral tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprapti (2008) yang menyatakan bahwa kandungan gizi ikan gabus
per 100 gram bahan mengandung beberapa mineral seperti kalsium
sebanyak 62 mg, fosfor sebanyak 176 mg, dan besi sebanyak 0.9 mg.
3) Kadar Protein
Protein merupakan salah satu makronutrien yang sangat berperan
penting bagi tubuh, karena di samping memiliki fungsi sebagai bahan
bakar dalam tubuh jika keperluan energi tubuh tidak terpenuhi
oleh karbohidrat maupun lemak. Protein berfungsi sebagai zat pembangun
yaitu bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang sering terjadi
di dalam tubuh dan sebagai zat pengatur di mana protein ini
mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah
(Winarno, 2002).
Analisa kadar protein produk dispersi konsentrat ikan gabus
pada peningkatan volume produksi yang dihasilkan pada penelitian ini
adalah 15,13% dan hasil analisa Arfina (2014) kadar protein pada dispersi
konsentrat ikan gabus skala laboratorium adalah 7,92%. Perbedaan pada
46
kadar protein ini jelas terdapat pada bahan baku konsentrat yang
digunakan pada skala 10.000 ml lebih banyak daripada skala 100 ml dan
juga disebabkan oleh kadar protein dalam bahan baku yang digunakan
konsentrat ikan gabus yaitu berkisar 65-80%. Hal ini sesuai dengan
Windsor (2001), bahwa secara umum kandungan protein produk
konsentrat protein ikan yaitu 65-80%. Perbedaan kadar protein yang
berbeda juga disebabkan karena proses pengolahan yang diberikan.
4) Kadar Lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk dapat
menjadi sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan
protein. Kadar lemak merupakan kandungan lemak yang dimiliki suatu
bahan. Kadar lemak dapat diketahui melalui metode soxhlet.
Hasil analisa kadar lemak dispersi konsentrat ikan gabus pada
skala laboratorium yang telah dilakukan oleh Arfina (2014) adalah 0,02%
sedangkan pada peningkatan volume produksi adalah 0.03%. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar lemak yang dimiliki dispersi konsentrat ikan
gabus pada skala laboratorium (100 ml) maupun pada peningkatan
volume produksi (10.000) memenuhi persyaratan lemak mutu I konsentrat
protein ikan yaitu 0,75%. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruiter (1995),
bahwa spesifikasi persyaratan mutu kandungan lemak pada konsentrat
protein ikan maks 0,75%.
47
5) Kadar Albumin yang Terkandung dalam Protein
Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma yang
berperan dalam proses penyembuhan penyakit dan atau
recovery/pemulihan setelah tindakan pembedahan (operasi).Ikan gabus
(Channa striata) memiliki kandungan albumin yang cukup tinggi
dibandingkan bahan pangan lainnya. Menurut Suprayitno (2006) protein
ikan gabus segar mencapai 25.1% sedangkan 6.224% dari protein
tersebut berupa albumin.
Hasil analisa kandungan albumin pada skala 100 ml dispersi
konsentrat ikan gabus yang telah dilakukan oleh Arfina (2014) didapatkan
sebesar 19%, sedangkan pada peningkatan volume dispersi konsentrat
ikan gabus diperoleh hasil albumin sebesar 8,815%. Produk dispersi
konsentrat ikan gabus pada peningkatan volume 10.000 ml lebih rendah
dibandingkan dispersi konsentrat ikan gabus skala 100 ml. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya pengolahan seperti pengaruh pemanasan
pada proses produksi dispersi konsentrat ikan gabus, seperti
tergradasinya protein dalam konsentrat mauupun albumin menjadi
asam-asam amino yang lebih kecil sehingga memiliki albumin yanglebih
rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Asfar (2007), bahwa konsentrat
protein albumin ikan gabus yang mengandung kandungan protein terlarut
(albumin) tertinggi dengan kadar lemak yang terendah adalah perlakuan
menggunakan pelarut HCL 0,1 M dengan pemanasan suhu 50-60ºC
dengan kadar albumin 20,80% dan kadar lemak yaitu 1,78%.
48
6) pH
Ikan Gabus memiliki kadar albumin yang tinggi dari ikan-ikan
lainnya dan kadar albumin dalam ikan gabus memiliki pH isoelektrik. pH
isoelektrik adalah batas jumlah kandungan asam atau basa pada albumin
sebelum terjadi koagulasi. Hasil yang diperoleh pada pengukuran pH hasil
peningatan volume prosduksi dispersi konsentrat ikan gabus adalah 5,4.
Hal ini menunjukkan bahwa albumin dalam produk telah terkoagulasi pada
panas selama proses pengolahan. Tingginya kandungan albumin dalam
produk memiliki pH isoelektrik albumin berkisar 4,6 hingga 4,9 dan juga
adanya campuran bahan-bahan tambahan lainnya yang dapat
mempengaruhi pH pada produk. Hal ini sesuai dengan pendapat
Montgomery (1993) bahwa albumin merupakan fraksi utama protein
plasma berbentuk elips dengan berat molekul dan pH isoelektrik bervariasi
tergantung spesies. pH isoeletrik albumin bervariasi antara 4,6 (albumin
telur) sampai 4,9 (albumin serum).
C. Uji Organoleptik ( Uji Hedonik)
Uji Organoleptik (Uji Hedonik) Penilaian indera merupakan
indikator yang penting bagi penerimaan suatu produk. Walaupun suatu
produk mengandung nilai gizi yang tinggi, akan tidak banyak artinya
apabila tidak mempunyai cita rasa yang tidak disukai. Suatu produk yang
diproduksi sasaran utamanya adalah konsumen jadi salah satu
pemenuhan mutu suatu produk tersebut harus dengan kriteria konsumen
di mana kenampakan, citarasa, dan nilai gizi suatu produk merupakan
49
faktor utama. Menurut Setyaningsih (2010) bahwa tujuan analisa sensori
adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh pancaindra
manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk.
Hasil uji kesukaan panelis terhadap mutu produk dispersi konsentrat ikan
gabus dengan parameter rasa.
Rasa merupakan salah satu atribut mutu yang menentukan dalam
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Rasa dapat diperoleh
dengan penambahan bahan tambahan seperti bumbu ataupun dari bahan
baku produk itu sendiri maupun dari proses pengolahan yang digunakan.
Menurut Winarno (2004), bahwa rasa suatu makanan merupakan faktor
yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi
dengan komponen rasa yang laina maupun dengan bahan penimbul cita
rasa. Hasil uji organoleptik rasa dari produk dispersi konsentrat ikan gabus
disukai oleh keseluruhan panelis. Rasa yang dihasilkan pada produk
dispersi konsentrat ikan gabus pada umumnya dihasilkan dari
penambahan fruktosa yang ditujukan untuk memberi rasa manis pada
produk tersebut sehingga daya terimanya lebih baik dan aroma yang
timbul akibat penambahan flavour jeruk yang membuat panelis lebih
menyukainya. Menurut Febrina (2007), pemberi rasa digunakan untuk
memberi rasa enak sekaligus pewangi ke dalam suatu sediaan oral,
pemanis digunakan untuk memberikan rasa manis pada mulut. Dari hasil
uji organoleptik dispersi konsentrat ikan gabus dengan atribut rasa adanya
50
penambahan pemberi rasa yaitu sirup fruktosa dalam proses
pengolahannya dapat meningkatkan daya terima konsumen terhadap
produk yang dihasilkan.
D. Analisa Total Mikroba
Hasil analisa total mikroba yang diperoleh dari peningatan volume
produksi dispersi konsentrat ikan gabus adalah 2,5 x 104 koloni/ml. Sangat
rentannya produk perikanan ini terhadap kontaminasi pada proses dan
alat yang kurang aseptis membuat hasil ini tidak sesuai. Selain itu, adanya
ketidaksesuaian ini sebabkan oleh perlakuan sterilisasi yang kurang cukup
dan lama pertum uhan mi ro a ˂ 72 Jam pada suhu ruang (30˚C). Hal ini
sesuai dengan peraturan BPOM (2009) bahwa makanan dan minuman
dalam kemasan aseptis mempunyai batas cemaran maksimum <10 koloni
/ 0,1 ml dalam 30˚C selama 72 Jam. Adanya pertumbuhan koloni pada
produk dispersi konsentrat ikan gabus diduga merupakan jenis mikroba
yang banyak terdapat pada ikan yaitu beberapa jenis mikroba pangan
seperti Clostridium botulinum tipe A dan B, Staphylococcus aureus dan
Salmonella dapat dicegah pertumbuhannya pada suhu 5,5ºC atau lebih
rendah lagi. Oleh sebab itu, pertumbuhan mikroba ini dapat dihambat
dengan penyimpanan pada suhu dingin. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sinell (1992) bahwa Salmonella Spp dapat tumbuh pada suhu 6ºC. Suhu
rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat
perkembangbiakannya.
51
Profil produk dari hasil peningkatan volume produksi dispersi
konsentrat ikan gabus perlu di perhatikan agar dapat menjadi acuan
dalam menghasilkan produk dispersi konsentrat ikan gabus untuk skala
yang lebih besar lagi. Profil produk yang diperoleh dari hasil peningkatan
volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 09. Profil Produk Hasil Peningkatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
NO KRITERIA PROFIL PRODUK
1 Nama Produk Dispersi Konsentrat Ikan Gabus sebagai
suplemen pangan
2 Warna Agak kekuningan
3 Aroma Aroma khas ikan dan aroma buah jeruk
4 Kemasan
Kemasan yang digunakan dalam produk pangan
dispersi konsentrat ikan gabus adalah botol kaca
agar dapat disterilisasi pada akhir proses
pengolahan
5 Komposisi
Air Mineral (3 liter), konsentrat ikan gabus (1 kg),
Karagenan (150 gram), Fruktosa (1,5 kg), Flavour
Jeruk (4 kg), dan Asam Sitrat (50 gram).
6 Kadar Lemak 0,06% / 1 Liter
7 Kadar Protein 15,13% / 1 Liter
8 Kadar Air 73, % / 1 Liter
9 Kadar Abu 89,31 % / 1 Liter
10 Kadar Albumin dalam Protein
8,8% / 100 ml dalam 1 Liter
11 Total Mikroba <10 oloni / 0,1 ml (30˚C, 72 Jam)
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015.
52
Profil Produk
1) Definisi Produk Pangan
Hasil dari proses produksi yakni dispersi konsentrat protein dari
konsentrat ikan gabus yang dihasilkan dalam bentuk fase terdispersi
dan air dalam 100ml perbotolnya dengan warna agak kekuningan.
Aroma dari dispersi konsentrat ikan gabus sangat khas yaitu
campuran dari aroma khas ikan dan aroma jeruk.
2) Nama Produk
Nama produk adalah Dispersi Konsentrat Ikan Gabus sebagai
Suplemen Pangan.
3) Komposisi
Air Mineral (3 liter), konsentrat ikan gabus (1 kg), Karagenan (150
gram), Fruktosa (1,5 kg), Flavour Jeruk (4 kg), dan Asam Sitrat (50
gram).
4) Kualitas
Hasil yang diperoleh dari produk ini memiliki rasa yang disukai
oleh panelis dan aroma yang baik juga memiliki kondisi yang bebas
cacat. Daya tahan simpan pada produk ini diperkirakan mencapai 2
bulan jika disimpan pada suhu yang sesuai. Cara pengolahan yang
digunakan berdasarkan standar kualitas pangan umumnya mencakup
53
kandungan komponen utama, rasa, aroma, tekstur, kondisi,
bebas cacat atau kapang, daya tahan simpan, sumber bahan
baku yaitu alamai atau sintetis, cara pengolahan mekanis atau
kimiawi, dan ukuran.
5) Higiene
Pangan dapat berbahaya bagi kesehatan apabila bahan-bahan
yang digunakan telah tercemar selama penanganan dan pengolahan.
Bahan baku pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus tidak
mengandung bahan berbahaya. Setelah melalui proses pengolahan
produk dispersi konsentrat ikan gabus juga bebas dari pembusukan
dan kotoran. Diperoleh hasil dari uji mikroba yang dilakukan jumlah
mikroba sebanyak 14 koloni mikroba.
6) Pengemasan
Kemasan yang digunakan dalam produk pangan dispersi
konsentrat ikan gabus adalah botol kaca agar dapat disterilisasi pada
akhir proses pengolahan untuk minimalisir jumlah mikroba yang dapat
tumbuh pada produk. Jika digunakan kemasan plastik tentu tidak
memungkinkan untuk dapat tahan pada suhu sterilisasi.
7) Label
Pada label produk dispersi konsentrat ikan gabus agar
dicantumkan keterangan mengenai manfaat produk, identitas pangan
dan komposisinya, jumlah dispersi konsentrat dalam tiap kemasannya
dan juga identitas pabrik pengolahan atau distributornya.
54
8) Nilai Gizi
Hasil analisa yang didapatkan dari produk dispersi konsentrat ikan
gabus memiliki kadar lemak 0.06%, protein 15,13%, dan albumin
8,88% dalam satu kali proses produksi.
E. Penerapan Prosedur Operasional Standar (POS)
Menentukan kriteria peningkatan pada volume produksi dispersi
konsentrat ikan gabus secara mekanik maupun fisik harus diketahui
berdasarkan kriteria utama. Kriteria kedua merupakan peningkatan
dari skala laboratorium dengan cara meningkatkan volume produksi
dan menentukan teknologi dan metode pengolahan yang akan
dilakukan.
Pada penelitian ini dilakukan penambahan volume produksi
dengan menggunakan konsentrat ikan gabus sebanyak 10.000 kg
yang akan menghasilkan dispersi konsentrat sebanyak 1 liter, yang
dalam tiap botolnya terdapat 100ml dispersi konsentrat ikan gabus.
Metode yang digunakan tetap mengacu pada skala laboratorium
(gambar 1) namun ada beberapa proses sehingga menghasilkan
Prosedur Operasional Standar (POS) yaitu:
1. Kebersihan Bahan Baku
Konsentrat protein dari ikan gabus yang diperoleh harus dalam
keadaan yang bersih. Kenampakan warna dan aromanya tidak
terlalu mencolok. Warna dari konsentrat ikan gabus adalah agak
kekuning-kuningan dan aroma khas ikannya masih dapat tercium.
55
Penyimpanan dari bahan baku konsentrat ikan gabus ini juga harus
terjamin kebersihannya dengan menggunakan plastik klim dan
disimpan pada suhu freezer -2ºC..
2. Pembuatan Peningkatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat
Ikan Gabus
a) Proses Penghancuran/Penghalusan
Konsentrat protein ikan selanjutnya harus dilakukan
penghancuran menggunakan grinder tipe KBB 250 PL sebelum
dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap konsentrat. Hasil
penyusunan POS pada konsentrat ikan gabus sebagai bahan baku
yaitu setelah dihaluskan atau dihancurkan, konsentrat ikan gabus
diayak menggunakan ayakan stainless no.100 mesh agar
konsentrat yang diperoleh lebih halus. Proses ini dilakukan agar
menghindari hasil produk dispersi konsentrat ikan gabus yang kasar
atau terjadinya after taste pada lidah karena masih ada konsentrat
yang masih kasar.
b) Pengadukan
Kegiatan pengadukan terdiri atas pencampuran bahan secara
perlahan-lahan untuk membentuk adonan yang homogen,
pendispersian bahan padatan dalam cairan atau bahan cairan
dalam cairan. Hasil penyusunan POS pada proses pengadukan
dispersi konsentrat ikan gabus yaitu sebelum memasukkan bahan-
bahan ke dalam mixer tipe OX-857 Kecepatan ke 6 dan kondisi
56
mixer harus dalam keadaan bersih (tidak ada kotoran yang
mengganggu hasil produk). Selain itu, pemasukan bahan-bahan ke
dalam mixer dilakukan secara bertahap yang dilakukan semaksimal
mungkin agar meminimalisir terjadinya penggumpalan pada produk.
Sebaiknya juga digunakan wadah yang cukup besar dan waktu
yang cukup lama dari biasanya agar hasil yang didapatkan lebih
maksimal dan produk dispersi konsentrat ikan gabus dan campuran
bahan-bahan tambahan lainnya lebih merata.
c) Pemanasan
Hasil penerapan POS Air yang digunakan untuk mencampur
karagenan dan air harus berada pada suhu 60ºC. Digunakan
kompor, panci juga thermometer untuk menjaga suhunya tidak
lebih dan tidak kurang (agar karagenan mudah larut dan
pencampurannya lebih merata).
d) Pengemasan
Hasil penerapan POS pengemasan pada produk dispersi
konsentrat ikan gabus yang telah selesai diproduksi adalah botol
kaca yang berukuran 130 ml. Produk yang telah selesai diproduksi
kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca sebanyak 100ml
perbotol secara manual lalu di sterilisasi.
57
e) Sterilisasi
Hasil penyusunan POS pada produk dispersi konsentrat
ikan gabus yang telah dimasukkan kedalam botol kaca berukuran
130 ml sebelum dilakukan pengujian lebih lanjut sebaiknya
di sterilisasi baik sebelum botol kaca digunakan atau sudah
diisi dengan produk. Suhu sterilisasi yang digunakan yaitu
pada suhu 121ºC 1 atm menggunakan autoclave tipe OVL-16 agar
pertumbuhan mikroba pada produk dapat diminimalisir.
Hasil penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) pada
peningkatan volume produksi dispersi konsentrat ikan gabus dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 10. Prosedur Operasional Standar (POS) pada Peningkatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
No Proses Indikator/Hasil
1. Pembersihan - Konsentrat protein ikan gabus berwarna kekuningan dan ada bau khas ikannya masih kuat.
- Alat-alat yang akan digunakan dalam keadaan bersih (sterilisasi botol kaca)
2. Penghancuran/pengahalusan
- Konsentrat protein ikan halus dan tidak ada after taste
3 Pengadukan - Dispersi konsentrat ikan gabus tidak ada yang menggumpal
4 Pemanasan - Karagenan larut dalam air dengan merata
5 Pengemasan - Dispersi konsentrat protein menghasilkan sebanyak 10L dimasukkan ke dalam botol ukuran 130ml sebanyak 100ml dan menghasilkan sebanyak 100 botol
6. Sterilisasi - Tidak adanya mikroba yang dapat tumbuh sebelum dan sesudah proses produksi
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015
58
3. Prosedur Operasional Standar (POS) Bahan Baku dan Air
Hasil Penerapan POS dalam proses peningkatan volume
produksi dispersi konsentrat ikan gabus adalah konsentrat ikan yang
diperoleh dari CV.Naturmin. dari hasil pengamatan karakteristik
bahan baku konsentrat ikan berwarna kuning cerah dan masih ada
bau khas ikannya. Tekstur konsentrat tidak melekat pada tangan.
Penerapan POS air dalam proses peningkatan volume produksi
adalah air yang bersumber dari produk komersil (air minum dalam
kemasan). Dari hasil pengamatan karakteristik air yaitu jernih, tidak
berwarna dan tidak berbau. Selain itu segel pada kemasan tidak
mengalami kerusakan dan kenampakan produk (kemasan luar) tidak
cacat sehingga diharapkan dapat mencegah kontaminasi ulang pada
bahan atau produk.
Hasil penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) pada
Konsentrat (bahan baku) dam Kriteria Air dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Prosedur Operasional Standar (POS) Bahan Baku dan Air No Standarisasi Kriteria
1 Konsentrat Ikan
Gabus
a. Konsentrat ikan berwarna kuning cerah b. Konsentrat masih berbau khas ikan c. Tekstur konsentrat ikan tidak lengket
2 Air Masak untuk
Pengolahan
a. Air yang digunakan jernih (tidak keruh) b. Air yang digunakan tidak berlumut c. Air yang digunakan tidak berbau d. Air yang digunakan tidak mengandung bahan
kimia berbahaya (klorin, deterjen dan sebagainya)
e. Air yang digunakan bebas dari bakteri patogen.
f. Jika menggunakan air dalam kemasan pastikan kemasannya tidak mengalami kerusakan
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015.
59
4. Sanitasi Dalam Proses Produksi
Hasil penerapan sanitasi dalam proses produksi yang terdiri
dari sanitasi peralatan, ruangan, dan juga pekerja. Kebersihan
semua alat-alat yang bersentuhan langsung dengan produk harus
terjaga dengan baik. Semua peralatan yang digunakan harus aman,
tidak mudah terkontaminasi dengan produk, tidak mudah rusak pada
saat digunakan dalam proses produksi dan mudah di bersihkan.
Ruangan produksi harus selalu dalam keadaan bersih sesudah
maupun sebelum melakukan proses produksi, tidak ada sampah
dilantai atau di meja produksi yang dapat mengganggu selama
proses produksi. Selesai menggunakan ruang produksi harus
sesegera mungkin dibersihkan kembali. Sanitasi pekerja yang
diterapkan adalah harus dalam keadaan bersih dan sehat, kegiatan
pekerjaan tidak boleh menghasilkan kontaminasi pangan,
menggunakan tutup kepala, sarung tangan (ganti sesuai kebutuhan)
dan tidak diperbolehkan memakai perhiasan, pekerja harus mencuci
tangan dan sarung tangan sebelum pekerjaan dimulai, tidak
diperbolehkan makan dan minum, pekerja tidak diperbolehkan
berbicara saat proses produksi sedang dilakukan.
60
Hasil Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) peningkatan
volume pada sanitasi selama proses produksi dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 12. Prosedur Operasional Standar (POS) Sanitasi Alat, Ruang, dan
Pekerja pada Peningkatan Volume Dispersi Konsentrat Ikan Gabus. No Standarisasi Kriteria 1 Sanitasi Alat
Produksi
a. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih.
b. Alat-alat yang telah selesai digunakan disimpan pada penyimpanan alat yang sejenis.
c. Setiap selesai digunakan peralatan harus sesegera mungkin dibersihkan.
d. Saat hendak mencuci peralatan yang digunakan sebaiknya menggunakan deterjen yang aman.
e. Sebelum peralatan digunakan untuk memproduksi kembali diperiksa alat fungsionalnya maupun kebersihanya.
2 Sanitasi Pekerja a. Pekerja harus dalam keadaan sehat. b. Pakaian pekerja yang digunakan harus
dalam keadaan bersih. c. Pekerja saat bekerja di dalam ruang
produksi harus menggunakan jas laboratorium, sarung tangan, penutup kepala., dan masker.
d. Pekerja harus menjaga kebersihan dirinya dan ruang kerjanya baik sesudah dan sebelum produksi.
e. Pada saat bekerja sebaiknya pekerja tidak sambil makan/minum atau merokok.
3 Sanitasi Ruang
Produksi
a. Ruangan produksi setiap sebelum dan sesudah proses produksi harus sesegera mungkin dibersihkan.
b. Meja produksi selalu dalam keadaan bersih. Bebas dari kotoran yang dapat mengganggu hasil produk.
c. Tidak ada kotoran yang berserakan di lantai ruang produksi.
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015.
61
5. Teknologi Proses Produksi
Tahapan peningkatan volume produksi dispersi konsentrat ikan
gabus meliputi penghalusan konsentrat, pengayakan, pemanasan,
pengadukan dan pengemasan. Proses produksi dispersi konsentrat
protein ikan gabus ini menggunakan 10.000 gram konsentrat ikan
gabus. Kapasitas tersebut disesuaikan dengan kapasitas maksimal
dari mesin yang akan digunakan dalam proses produksi.
Mesin maupun peralatan adalah salah satu faktor penentu yang
sangat penting dalam melaksanakan proses produksi karena mesin
dan peralatan berfungsi memberi kemudahan oleh pekerja dalam
melakukan proses produksi. Jenis mesin dan peralatan disesuaikan
pada modal dan tenaga yang tersedia untuk industri skala kecil. Mesin
adalah suatu perangkat yang menggunakan atau memanfaatkan daya
mekanik, memiliki komponen-komponen yang masing-masing
mempunyai fungsinya sendiri dan secara kesatuan berfungsi
melakukan pekerjaan dan proses tertentu. Sedangkan peralatan
merupakan aset-aset pendukung yang berfungsi untuk membantu
operasional suatu proses. Implementasi teknologi pada suatu proses
produksi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan penggunaan mesin
dan peralatan. Beberapa mesin peralatan yang berperan secara
signifikan dalam peningkatan volume produksi dispersi konsentrat
protein albumin ikan gabus dapat dilihat pada tabel 13.
62
Tabel 13. Mesin dan Peralatan dalam Peningkatan Volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
No Nama Mesin Spesifikasi
1. MIXER OX-857
Tipe OX-857
PxLxT (CM) : 40x30x38
Bahan : Stainless Bowl
Volume (L) : 5
Watt : 1200
6 Speeds
Volt : 220v-50Hz
Berat (KG) : 17 2. Grinder Tipe: KBB 250 PL
Dimensi : 32x15x25
Material : Plastik
Berat (KG) : 3
Watt : 190
Kapasitas : 1 liter
3. Autoclave Tipe : OVL-16
Kapasitas : 16 rak / loyang
Dimensi : 70X52x198 cm
Bahan : stainless stell
Listrik blower: 150 watt , 220 V
Listrik Heater : 750-2000 watt, 220 V
4.
Low Temperature
Freezer
Tipe AB-375LT
PxLxT (CM) : 156x65x88
Volume (L) : 375
Watt : 350
Beku/24 Jam
Kapasitas Simpan: 400 kg
Refrig. : R404A
Berat (KG) : 87
5. Homogenizer Tipe : Ultra Turrax T 25
Kapasitas : 1-2000 Ml
Dimensi : 87 X 106 X 271 Mm
Kecepatan: 500-25,000 Rpm
Voiskositas Max: 5000 Mpas
Berat : 2,5 Gr
Volt: 200 - 240 V
Frekuensi: 50/60 Hz
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2015.
63
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Hasil yang diperoleh antara peningkatan volume produksi dan skala
laboratorium terdapat perbedaan. dimana hasil analisa kimianya
mengalami peningkatan bahan baku sehingga membuat protein
yang diperoleh lebih tinggi pada skala 10.000 ml. selain analisa
kimianya, alat yang digunakan alat yang berbeda selama proses
produksi peningkatan volume skala 10.000 ml menggunakan alat
mixer OX-857, Kompor, dan Panci
2. Penyusunan Prosedur Operasional Standar (POS) dalam
peningkatan volume produksi diperoleh hasil standarisasi pada
proses produksi meliputi penghancuran/penghalusan, pemanasan,
pencampuran bahan, pengemasan dan proses sterilisasi. Adapun
hasil standarisasi (POS) pada bahan baku, air, dan alat yang akan
digunakan selama proses produksi.
V.2 Saran
Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dilakukan pangamatan
mengenai masa simpan, serta peningkatan ke skala industri dari
peningatan volume produksi produk yang dihasilkan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Asfar, 2007. Optimalisasi Ekstraksi Albumin Ikan Gabus sebagai
Food Suplement (skripsi), Universitas Hasanuddin, Makassar.
Anonim. 2010. Grade and Standard Products. http://blogs.unpad
.ac.id/souvia/files/2010/01/bab-12-grade-dan-standar-produk1.pdf.
Diakses tanggal 29 Januari 2015, Makassar.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of
Official Analytical Chemists. Washington : AOAC
Arfina, 2014. Optimalisasi Proses Homogenisasi Dan
Penambahan Karagenan Pada Pembuatan Dispersi Konsentrat
Ikan Gabus (Channa Striata) Sebagai Suplemen Pangan. Dalam
skripsi fakultas pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Arifah, Isti Noor. 2010. Analisa Mikrobiologi Pada Makanan. (Skripsi),
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Balai Pengawasan Obat dan Makanan, 2009. Peraturan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Penetapan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan.
Nomor HK.00.06.1.52.4011. Tanggal 28 Oktober 2009.
Chatab, N. 1996. Panduan Penerapan dan sertifikasi Sistem
Manajemen Mutu ISO 9000. PT Alex Media Komputindo, Jakarta.
Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2007. Batas Maksimal
Cemaran Mikroba Dalam Bahan Makanan Asal Hewan (SNI No.
01-6366-2000). Jakarta. http://www.ditjennak.go.id. Diakses pada
tanggal 29 Januari 2015, Makassar.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico. Bandung.
Fardiaz. 1993. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Jurusan
Tekonologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB. Bogor.
65
Hermanus Dyah, 2012. Sintesis Dan Karakterisasi Nanopartikel
Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia Macrophylla King.)
Sebagai Bahan Suplemen Antihiperkolesterolemia (Skripsi).
Departemen Biokimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, ITB. Bogor.
Hulbert, G. 1998. Design and Construction of Food Processing
Operations. http://cpa.utk.edu/pdffiles/adc18.pdf. Diakses pada
tanggal 29 Mei 2015, Makassar.
Febrina, Ellin, Dolih G., dan Taofik R. 2007. Formulasi Sediaan Emulsi
Buah Merah sebagai Produk Antioksidan Alami. Laporan
Penelitian Peneliti Muda (LITMUD) Fakultas Farmasi Universitas
Padjajaran. Bandung. Diakses tanggal 29 Maret 2014, Makassar.
Lawang, A. Tenri. 2013. Pembuatan Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
(Ophiocephalus striatus) Sebagai Makanan Tambahan (Food
Supplement). (skripsi), Universitas Hasanuddin, Makassar.
Montgomery, R., R.L. Dryer., T.W. Conway., A.A. Spector. 1993.
Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi-Kasus. Edisi Keempat.
Penerjemah: Prof. Dr. M. Ismadi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Nep, E.I., dan Conway, B.R. 2011. Evaluation of Grewia
Polysaccharidae Gum as A Suspending Agent. Int, J. Pharm.
Pharm. Sci., 3 (2): 168-173.
Priyadi, G. 1996. Menerapkan SNI Seri 9000 : ISO 9000 (Series)
Produk Manufakturing. Bumi Aksara, Jakarta.
Rizkha. 2009. Pengaruh Suhu Pengeringan Oven terhadap Kualitas
Serbuk Ikan Gabus. Jurnal Penelitian Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya.
Ruiter, A., 1995. Fish And Fishery Products. Compotition, Nitrition
Properties And Stability. CAB International, Singapore.
Sainah. 2013. Optimasi Formula Suspensi Siprofloksasin dengan
Kombinasi Pulvis Gummi Arabici (PGA) dan Carbopol 934
Menggunakan Metode Desain Faktorial. Pontianak: Naskah
Publikasi.
66
Scott, D. D., J. Timothy, P. E. Bowser, dan W. G. McGlynn. 2007.
Scaling Up Your Food Process.
http://www.fapc.okstate.edu/factsheets
/fapc141.pdf. Diakses pada tanggal 29 Mei 2015. Makassar.
Setyaningsih, Dwi. 2010. Analisa Sensori untuk Industri Pangan dan
Agro. IPB Press, Bogor.
Sinell, H.J., 1992. Einführung in die Lebensmittelhygiene.3. Auflage.
Verlag Paul Parey, Berlin, Hamburg
Singh, A. N. 1994. Quality System Documentation and Quality
Manual. Dolphin Books, New Delhi.
Sudarmaji S, Haryono B, Suhardi. 1997. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Sunatrio,S., 2003. Peran albumin pada Penyakit Kritis, dalam
Konsensus Pemberian Albumin pada Sirosis Hati. FKUI Press.
Jakarta.
Suprayitno, E. 2003. Potensi Serum Albumin dari Ikan Gabus.
Kompas Cyber Media.
Suprapti, L., 2008. Teknologi Pengolahan Pangan: Produk Olahan
Ikan Penerbit KANISIUS, Yogyakarta.
Suprayitno, 2006. Potensi serum Albumin dari Ikan Gabus. Kompas.
Cybermedia.
Suprayitno, E., A. Chamidah dan J.W.Carvallo. 2008. Studi Profil Asam
Amino, Albumin dan Senga Pada Ikan Gabus (Ophiocephalus
striatus) dan Ikan Tomang (Ophiocephalus nacropeltes).
Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya, Malang.
Susilo, W. 1997. Dokumentasi Sistem Mutu ISO 9000. Adirai Top
Consultant, Jakarta.
Soekarto, ST. 1990. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan
dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran.
67
Tawali, AB, Mathelda K. R., Meta M, dan Suryani. 2012. Difusi
Teknologi Produksi Konsentrat Protein dari Ikan Gabus sebagai
Food Supplement di Jayapura. Prosiding Insinas.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasetika. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Winarno, FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Winarno, 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.
Windsor,. M.L. 2001. Fish Protein Consentrate. Ministry Of
Technology Torry Advisory Note No.39.
http://www.fao.org/wairdocs/tan/x5917E
/x5917eOO.html. FAO in partnership with Support unit for
International Fisheries and Aquatic Research, SIFAR.
68
LAMPIRAN
Lampiran 01. Diagram alir pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus uji coba peningatan volume (1000ml)
Dimasukkan secara perlahan
Air 500 ml ditambahkan
konsentrat ikan gabus (100%)
Dihomogenisasikan selama
120 menit (9500rpm)
Air 500 ml dipanaskan hingga suhu 60ºC
Ditambahkan karagenan (1,5%)
Dicampur selama ± 10 menit
Dicampurkan fruktosa (15%), flavor
jeruk (2%) dan asam sitrat (0,5%)
Dihomogenisasi selama 10 menit (6500rpm)
Disimpan pada botol kaca
Disterilisasi selama 5 menit
(suhu 121ºC, 1 atm)
Dispersi
69
Lampiran 02. Diagram alir pembuatan dispersi konsentrat ikan gabus pada peningatan volume produksi (10000ml)
Dimasukkan secara perlahan
Air 3000 ml ditambahkan
konsentrat ikan gabus (100%)
Dihomogenisasikan selama
120 menit menggunakan
mixer kecepatan ke 6
Air 3000 ml dipanaskan
hingga suhu 60ºC
Ditambahkan karagenan (1,5%)
Dicampur selama 60 menit
menggunakan kecepatan ke 5
Dicampurkan fruktosa (15%), flavor
jeruk (2%) dan asam sitrat (0,5%)
Dihomogenisasi selama 120 menit
menggunakan mixer kecepatan ke 6
Disimpan pada botol kaca
Disterilisasi selama 5 menit
(suhu 121ºC, 1 atm)
Dispersi
1
2
3
4
5
70
Lampiran 03. Rataan Hasil Pengamatan Rasio Pemisahan Fase pada Peningatan volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Lama Penyimpanan
Ulangan Total (cm) Rataan (cm)
U1 (cm) U2 (cm)
Hari 1 1 1 2 1
Hari 3 0.7 0.9 1.6 0.8
Hari 5 0.5 0.7 1.2 0.6
Lampiran 04. Hasil Ukuran Partikel pada Peningatan volume Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Ulangan Total Rerata
U1 U2
684.55 567.18 1251.72 417.24
Lampiran 05. Hasil Viskositas pada Peningatan volume Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Lama Penyimpanan
Ulangan Total (cp) Rerata (cp)
U1 (cp) U2 (cp)
Hari 1 3584 2800 6384 3192
Hari 3 3464 5912 9376 4688
Hari 5 5752 5640 11392 5696
Lampiran 06. Hasil Pengamatan Redispersibilitas pada Peningatan volume Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Lama Penyimpanan
Ulangan Total Rataan
U1 U2
Hari 1 17 kali 15 kali 32 kali 16 kali
Hari 2 15 kali 12 kali 27 kali 13 kali
Hari 3 10 kali 7 kali 17 kali 8 kali
Lampiran 07. Hasil Kadar Air pada Peningatan volume Dispersi
Konsentrat Ikan Gabus
Ulangan Total Rerata
U1 U2
72.63 74.19 146.82 73.41
71
Lampiran 08. Hasil Kadar Abu Peningatan volume Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Ulangan Total Rerata
U1 U2
0.60 1.76 2.36 1.18
Lampiran 09. Hasil Kadar Protein Peningkatann Proses Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Ulangan Total Rerata
U1 U2
17.55 12.72 30.27 15.13
Lampiran 10. Hasil Kadar Lemak Peningatan volume Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Ulangan Total Rerata
U1 U2
0.06 0.045 0.145 0.05
Lampiran 11. Hasil Kadar Albumin pada Peningatan volume Produksi Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
No. Ulangan Kadar Albumin pada Peningatan volume Dispersi
Konsentrat Ikan Gabus (%)
1. I 8.88
2. II 8.75
Total 17.63
Rerata 8.815
Lampiran 12. Kurva Standar Albumin
Kurva Standart Albumin Konsentrasi (x) Absorbansi (y)
0 0
50 0.029
100 0.099
150 0.134
200 0.163
250 0.190
300 0.244
72
Gambar Kurva Standar Albumin
Lampiran 13. Hasil Uji Organoleptik Peningatan volume Dispersi
Konsentrat Ikan Gabus
Panelis Rasa dan Aroma
Suka Tidak Suka
1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
y = 0.0008x + 0.0029 R² = 0.9834
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0 50 100 150 200 250 300 350
Ab
so
rban
si
Konsentrasi (ppm)
73
Lampiran 14. Hasil Analisa Mikroba Peningatan volume Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Ulangan Pengenceran
10-3 10-4 10-5
U1 38 20 10
U2 12 34 14
RATAAN 25 27 12
Lampiran 15. Hasil Perhitungan Analisa Total Mikroba Peningatan volume
Dispersi Konsentrat Ikan Gabus
Rata-rata =38+12 =
= 25 x 103
= log (25 x 103) = log (25.000) = 4,3 Cfu/gr
Rata-rata = 38+12=
= 25 x 103 atau 2,5 x 104 Koloni/ml
74
Lampiran 16. Foto Penelitian
Tahap penghalusan konsentrat Pengayakan konsentrat (100 mesh)
Penimbangan Bahan Proses pembuatan dispersi (scale-up)
Hasil disimpan pada botol kaca
75
Pengujian tingkat kesukaan panelis
Pengujian Viskositas Pengujian mikroba (pengenceran 105)
Pengujian Kadar Abu Pengujian Kadar Protein
76
Pengujian Kadar Air Pengujian Kadar Albumin
Pengamatan rasio pemisahan fase dan Pengujian redispersibilitas