penugasan darah

21
Case Report Asli: AD-4 Case Report: A 37-year-old woman with no significant past medical history presented to the endocrinology clinic with a one-year history of palpitations, tachycardia, anxiety, diarrhea, and a 20 pound weight loss. Clinical and biochemical findings were consistent with overt hyperthyroidism. Her TSH was 0.02 mIU/L (reference range 0.4-5.5 mIU/L), her free T4 was 2.9 ng/dL (reference range 0.8-1.8 ng/dL), her T3 was 388 ng/dL (reference range 60-181 ng/dL), and her thyroid uptake showed homogenous increased 24- hour uptake at 65%. Thyroid ultrasound showed a diffusely enlarged thyroid with no focal lesion. The patient was started on methimazole, 10 mg bid, and propranolol, 40mg bid, for symptom control. She developed facial rash after starting methimazole, so it was discontinued after three weeks of treatment. Blood tests showed hemoglobin/hematocrit to be 10.9 g/dl/33.3% with a MCV of 68. Iron studies revealed iron-deficiency anemia. Her iron level was 32 ìg/dL (reference range 40-175 ìg/dL), transferrin saturation was 8% (reference range15-50%), and total ironbinding capacity (TIBC) was 400 ìg/dL (reference range 250- 450 ìg/dL). The patient was referred to Gastroenterology Department for a work up for anemia and chronic diar rhea. She was found to have positive anti-gliadin antibodies and positive tissue transglutaminase IgG antibodies that are consistent with celiac disease. Endoscopic small bowel biopsies were suggestive of celiac disease. The patient was then placed on a gluten- free diet, which gradually improved her diarrhea and anemia. Two months after she started a gluten-free diet, the patient was no longer anemic (hemoglobin/hematocrit was 14.4 g/dl/41.4%), and her symptoms improved. She remained clinically euthyroid, and a blood test showed a TSH level of 0.04 mIU/L, a free T4 level of 1.1 ng/dL, and a T3 level of 115 ng/dL. She remained clinically euthyroid except for occasional palpitations which were controlled by Toprol XL, 25 mg daily. Twelve months after adopting a gluten-free diet, she gained 4 lbs and blood tests 1

Upload: adara-dionne-kika

Post on 04-Jul-2015

181 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penugasan Darah

Case Report Asli:

AD-4 Case Report:

A 37-year-old woman with no significant past medical history presented to the endocrinology clinic with a one-year history of palpitations, tachycardia, anxiety, diarrhea, and a 20 pound weight loss. Clinical and biochemical findings were consistent with overt hyperthyroidism. Her TSH was 0.02 mIU/L (reference range 0.4-5.5 mIU/L), her free T4 was 2.9 ng/dL (reference range 0.8-1.8 ng/dL), her T3 was 388 ng/dL (reference range 60-181 ng/dL), and her thyroid uptake showed homogenous increased 24- hour uptake at 65%. Thyroid ultrasound showed a diffusely enlarged thyroid with no focal lesion. The patient was started on methimazole, 10 mg bid, and propranolol, 40mg bid, for symptom control. She developed facial rash after starting methimazole, so it was discontinued after three weeks of treatment.

Blood tests showed hemoglobin/hematocrit to be 10.9 g/dl/33.3% with a MCV of 68. Iron studies revealed iron-deficiency anemia. Her iron level was 32 ìg/dL (reference range 40-175 ìg/dL), transferrin saturation was 8% (reference range15-50%), and total ironbinding capacity (TIBC) was 400 ìg/dL (reference range 250-450 ìg/dL). The patient was referred to Gastroenterology Department for a work up for anemia and chronic diar rhea. She was found to have positive anti-gliadin antibodies and positive tissue transglutaminase IgG antibodies that are consistent with celiac disease. Endoscopic small bowel biopsies were suggestive of celiac disease. The patient was then placed on a gluten- free diet, which gradually improved her diarrhea and anemia.

Two months after she started a gluten-free diet, the patient was no longer anemic (hemoglobin/hematocrit was 14.4 g/dl/41.4%), and her symptoms improved. She remained clinically euthyroid, and a blood test showed a TSH level of 0.04 mIU/L, a free T4 level of 1.1 ng/dL, and a T3 level of 115 ng/dL. She remained clinically euthyroid except for occasional palpitations which were controlled by Toprol XL, 25 mg daily. Twelve months after adopting a gluten-free diet, she gained 4 lbs and blood tests showed a TSH level of 0.03 mIU/L, a free T4 level of 1.1 ng/dL, and a free T3 level of 412 ng/dL.

1

Page 2: Penugasan Darah

Terjemahan Case Report:

LAPORAN KASUS

Wanita usia 34 tahun, tanpa ada riwayat penyakit dirujuk ke klinik endokrinologi dengan

riwayat mengggil, takikardi, kecemasan, diare dan berat badan turun 20 pound (50 Kg) selama

satu tahun. Dari pemeriksaan klinis dan biomedis tetap didapatkan hasil hipertiroid. TSH 0,02

mUI/L (normal 0,4 – 5,5 mIU/L), T4 bebas 2,9 ng/dl (normal 0,8 – 1,8 ng/dl), T3 388 ng/dl

(normal 60 – 181 ng/dl), dan kadar serapan tiroid 24 jam mengalami peningkatan 65%.

Pemeriksaan ultrasound tiroid menunjukkan pembesaran tiroid secara difus tanpa lesi focal.

Pasien pernah diobati dengan methimazole 10 mg dan propanolol 40 mg untuk mengurangi

gejala. Tapi setelah konsumsi methimazole pasien mendapat rash diwajah, jadi pengobatan yang

telah dilakukan tiga minggu itu dihentikan.

Dari pemeriksaan darah didapatkan Hebmoglobin (Hb) 10 g/dl dan Hematokrit (Hmt)

33,3%, MCV 68 μk. Terdapat anemia defisiensi besi pada pemeriksaan kadar besi didapat 32

og/Dl (normal 40 – 175 ig/Dl), saturasi transferin 8% (normal 15-50%) dan TIBC 400 ig/dL

(normal 250-450 ig/dL). pasien dirujuk pada bagian Gastroenterologi untuk penanganan anemia

an diare kronik. Ditemukan bahwa pasien positif memiliki antibody anti-glidiadin dan jaringan

antibody Ig G. transglutaminase yang ada pada penyakit celiac. Biopsi endoskopik mengarah

pada Celiac Disease. Pasien diarahkan untuk melakukan diet-bebas gluein.

Dua bulan setelah mulai diet, pasien tidak lagi anemia (Hb 14,4 g/dl, hematokrit 41,4)

dan gejala membaik. Pasien tetap eutiroid, pemeriksaan darah menunjukkan level TSH 0,04

mIU/L, dan level T4 bebes 1,1 ng.dl, level T3 115 ng/dl. Secara klinis pasien eutiroid, dan

menggigil yang terjadi di kontrol dengan Toprol XL 25 mg/ hari. 2 bulan setelah diet, berat

badan pasien meningkat 4 lbs, dan pemeriksaan darah menunjukkan hasil TSH 0,03 mIU/L, T4

bebas 1,1 ng/dl, dan T3 bebas 412 ng/dl.

2

Page 3: Penugasan Darah

RESUME

A. Anamnesis

Wanita 34 tahun dirujuk ke klinik endokrinologi dengan keluhan menggigil,

takikardi, kecemasa, diare dan penurunan berat badan 20 pound selama 1 tahun. Dan di

diagnosis hipertiroid, terapi yang telah diberikan methimazole dan propanolol. Setelah 3

minggu pengobatan, pemakain methilmazole dihentikan karena pasien mendapat rash pada

wajahnya.

Pada saat pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia defisiensi besi. Pasien

dirujuk ke bagian Gastroenterologi untuk penanganan anemia dan diare kroniknya. Setelah

melakukan pemeriksaan lebih lanjut, pasien terdiagnosis menderita penyakit celiac.

B. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah

Hb : 10,9 g/dl

Hmt : 33,3%

Kadar Besi : 32 ig/DI (Normal: 40 – 175 ig/Dl)

Saturasi Transferin: 8% (Normal: 15-50%)

TIBC : 400 ig/dL (Normal: 250-450 ig/dL)

MCV 68 μk

Anemia mikrositik terjadi karena karena gangguan sintesis atau defek hemoglobin sehingga

menyebabkan kadar hemoglobin yang terikat pada eritrosit menjadi rendah. Karena kadar

hemoglobin rendah menyebabkan ukuran eritrosit lebih kecil (MCV kurang dari < 80 fl), dan ini

merupakan bentuk kompensasi sel agar dapat lebih mudah kontak dengan oksigen dengan kadar

hemoglobin terbatas . Anemia mikrositik paling sering disebabkan karena defesiensi zat besi

(anemia defisiensi besi) dan pada pemeriksaan diatas menunjukkan adanya anemia defisiensi

besi.

Pemeriksaan tiroid

TSH : 0,02 mIU/L (Normal: 0,4 – 5,5 mIU/L)

T4 bebas : 2,9 bg/dl (Normal: 0,8 – 1,8 ng/dl)

T3 : 388 ng/dl (Normal: 60 – 181 ng/dl)

3

Page 4: Penugasan Darah

Kadar serapan tiroid 24 jam: meningkat 65%

Pemeriksaan Ultrasound tiroid: pembesaran tiroid secara difus tanpa lesi focal.

Peningkatan kadar T4 bebas dan T3 serta keabnormalan TSH menunjukkan adanya

kelainan pada kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan ultrasound tiroid juga tampak pembesaran

tiroid secara difus akan tetapi tidak ada lesi focal. Ini menandakan adanya hipertiroid pada

pemeriksaan.

Antibody anti-gliadin: Positf (+)

Jaringan antibody Ig G transglutamindase: Positif (+)

Biopsy endoskopia: mengarah pada penyakit celiac.

Terdapat antibodi anti-gliadin dan antibodi IgG pada pemeriksaan TTG (antibodi IgG

terhadap transglutamunasi) mengarah ke penyakit celiac dan dipastikan lagi dengan

pemeriksaan biopsy endoskopi sebagai pemeriksaan gold standar pada penyakit celiac

memastikan adanya kerusakan pada villi usus kecilnya.

C. Diagnosis

Diagnosis Kerja:

Anemia Defisiensi Besi et causa penyakit celiac

Dilihat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan mengarahkan diagnosis kerja anemia

defisiensi besi (ADB) karena penyakit celiac yang merupakan penyakit karena adanya

kerusakan pada villi usus kecil sehingga ada gangguan dalam absorbsi nutrisi didalam

tubuh, salah satu contohnya adalah besi.

Hipertiroid

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pasien juga ada

gangguan pada hormone TSH dan T4 yang menyebabkan hipertiroid selain itu penyebab

dari hipertiroid ini sendiri adalah autoimun. Sehingga ada gangguan dalam penyerapan

nutrisi sama halnya dengan penyakit celiac.

D. Pengobatan

Pengobatan hipertiroid pasien diobati dengan methimazole 10 mg dan propanolol 40 mg.

Setelah tiga minggu pasien mendpat rash diwajah karena mengkonsumsi methimazole dan

pengobatan dihentikan.

4

Page 5: Penugasan Darah

Pengobatan penyakit celiac pasien disarankan untuk diet-bebas glutein. Dua bulan setelah

mulai diet, pasien tidak lagi anemia dan gejala membaik akan tetapi tetep eutiroid, dan

pemberian Taprol XL 25mg/hari untuk mengontrol eutiroidnya.

PEMBAHASAAN

BAB I

I.1 ETIOLOGI

Penyakit celiac (Celiac Diseas) merupakan intoleransi gluten diet (makanan) yang

mengakibatkan kerusakan inflamasi immunologically-dimediasi inflamasi kerusakan small

intestinal mucosal. Kerusakan itu ditandai oleh peradangan, hiperplasia crypt, dan atrofi vili.

Penyakit celiac merupakan penyakit genetic autoimun, ini juga dikenal sebagai sariawan

eliac, non-tropis sariawan, sariawan endemik, enteropati gluten atau sensitif enteropati

gluten, dan intoleransi gluten.

Pada penyakit celiac, ada reaksi immunologi (alergi) didalam lapisan bagian dalam

dari usus kecil pada protein-protein (gluten) yang terdapat pada wheat (terigu/gandum), rye,

barley dan pada tingkat yang lebih kecil, pada oats (sejenis gandum). Reaksi immunologi

menyebabkan peradangan yang menghancurkan lapisan usus kecil. Ini mengurangi absorbsi

dari nutrisi diet dan dapat menjurus pada gejala dan tanda dari kekurangan nutrisi, vitamin,

dan mineral. 

Anemia defisisensi besi dapat disebabkan oleh kaena rendahnya masukan besi,

gangguan absorbs, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun apat berasal dari:

Saluran cerna: akibat luka peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung,

kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cancing tambang.

Saluran genitelia wanita: menorrhagia dan metrorhagia.

Saluran kemih: hematuria

Saluran nafas: hemoptoe

Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi

(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan

rendah daging)

5

Page 6: Penugasan Darah

Kebutuhan meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan

kehamilan.

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitiasis kronik.

I.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit celiac benyak terdapat pada negara Eropa dan Amerika Serikat. Di Eropa 1

dari 4800 orang (1:4800) memiliki kemungkinan terkena penyakit celiac, sedangkan di

Amerika Serikat 1 dari 10.000 (1:10.000) memiliki kemungkinan terkena penyakit celiac.

Penelitian di Amerika Serikat di dapat dari 13.145 partisipan, 4.508 orang positif terkena

penyakit celiac, 3.236 orang memiliki gejala penyakit celiac, sedangkan 4.126 orang negatif

dengan adanya penyakit celiac.

Menurut American Gastroenterological Association (AGA), orang dengan defisiensi

besi dan tidak memiliki gejala gastrointestinal (GI) memiliki prevalensi kejadian penyakit

celiac 2% sampai 5% yang dilihat dari pemeriksaan darahnya positif, dan 3% sampai 9%

positif dengan pemeriksaan biopsi. Pada pasien dengan anemia kekurangan zat besi yang

memiliki gejala GI, prevalensi penyakit celiac bahkan lebih tinggi, 10% sampai 15%. Oleh

karena itu, AGA merekomendasikan bahwa setiap orang dewasa dengan anemia defisiensi

besi yang tidak dapat dijelaskan (termasuk wanita haid) diuji untuk penyakit celiac. 

BAB II

II.1 PATOFISIOLOGI

Anemia dapar terjadi karena berkurang/meningkatnya penghancuran eritrosit, atau karena

kehilangan banyak darah. Anemia pada penyakit celiac dapat terjadi karena kekurangan besi,

folat, atau vitamin B12. Dan dapat juga terjadi dari kombinasi ketiga hal tersebut. Walaupun

begitu, anemia defisiensi besi adalah penyakit yang paling sering dikaitkan dengan penyakit

celiac. Ada banyak alasan untuk fenomena ini. Besi awalnya diabsorbsi oleh duodenum, yang

merupakan bagian terkecil dari intestine. Dan duodenum merupakan tempat yang paling sering

mengalami kerusakan pada penyakit celiac, dan duodenum juga merupakan tempat pencernaan

gluten. (Itu sebabnya duodenum digunakan sebagai sampel biopsi ketika melakukan pemeriksaan

endoskopi untuk mendiagnosis penyakit celiac).

6

Page 7: Penugasan Darah

Kerusakan pada mukosa usus dapat merusak absorbsi besi dari makanan. Dan seiring

berkembangnya anemia, simpanan besi dalam tubuh akan terus berkurang. Penderita akan

menunjukkan berbagai gejala termasuk lelah dan nafas pendek. Memberikan tambahan besi

melalui mulut, tidak akan banyak membantu pada kasus ini, karena besi tidak dapat diserap

secara adekuat oleh usus. Dengan memberikan gluten-free diet akan membantu menyembuhkan

mukosa, dan memperbaiki proses absorbsi besi, dan anemia dapat disembuhkan. Dan suplemen

besi mungkin dibutuhkan pada beberapa kasus untuk meningkatkan simpanan besi dalam tubuh.

Sedangkan untuk hubungan penyakit celiac dan hipertiroid yaitu sama-sama merupakan

penyakit autoimun. Asosiasi ini didasarkan pada, orang yang memiliki penyakit autoimun

cenderung untuk terkena penyakit autoimun lainnya. Istilah autoimun merujuk pada penyakit

dimana sistem kekebalan tubuh membuat antibodi (biasanya dibuat untuk menyerang bahan

asing seperti virus). Jika seseorang memiliki antibodi terhadap bagian dari diri sendiri, antibodi

tersebut dapat menyebabkan penyakit, yaitu autoimune disorder. Penyakit celiac adalah kondisi

autoimun, demikian pula sejumlah penyakit tiroid adalah kondisi autoimun. Dan para peneliti

menyimpulkan bahwa penyakit celiac berhubungan dengan penyakit tiroid dan bahwa pasien

dengan penyakit celiac lebih mungkin terkena penyakit tiroid dibandingkan dengan orang yang

sehat.

II.2 MEKANISME KLINIS

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu gejala

umum, gejala khas akibat defisiensi besi, dan gejala penyakit dasar.

Gejala Umum

Gejala umum anemia yang disebut sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia

defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala lain berupa badan

lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang0kunag, serta telinga berdenging. Pada anemia

defisensi besi karena hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sehingga anemia tidak

terlalu mencolok. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dl.

Gejala Khas

Koilonychia: kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan menjadi

cekung sehingga mirip seperti sendok.

Atrofi papil lidah: permukaan lidah jadi licin dan mengkilap

7

Page 8: Penugasan Darah

Stomatitis angularis: radang pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai bercak berwarna

pucat keputihan.

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel.

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem, dan

lain-lain.

Gejala Penyakit Dasar

Gejala penyakit dasar lebih difokuskan pada penyakit celiac. Tanda dan gejala penyakit

celiac bervariasi antar individu. Ada dua kategori tanda dan gejala, yaitu:

1. Tanda dan gejala akibat malabsorpsi

Lemak adalah yang paling sering dan parah terkena gizi pada penyakit celiac. gejala

gastrointestinal dari malabsorpsi lemak termasuk:

diare,

gas berbau busuk,

meningkatkan jumlah lemak dalam tinja, dan

perut kembung.

2. Tanda dan gejala karena kekurangan gizi termasuk kekurangan vitamin dan mineral yang

meliputi:

berat badan,

retensi cairan,

anemia,

osteoporosis,

mudah memar,

neuropati perifer,

infertilitas, dan

kelemahan otot.

II.3 PEMERIKSAAN

a. Pemeriksaan laboratorium pada anemia defisiensi besi adalah:

Pemeriksaan darah rutin dan lengkap

Pada pemeriksaan darah ditemukan penurunan kadar Hb (Hemoglobin), jumlah eritrosit

dan hematokit, yang merupakan tanda dari anemia itu sendiri. MCV, MCH, dan MCHC

8

Page 9: Penugasan Darah

terjadi penurunan dan ini menandakan eritrosit berbentuk mikrositik hipokrom. Dan

peningkatan RDW (red cell distribution width) menandakan adanya anisositosis.

Pemeriksaan morfologi darah tepi (MDT)

Pemeriksaan MDT menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,

poikilositosis, anulosit, sel pensil, dan kadang-kadang sel target.

Pemeriksaan cadangan besi

Besi serum(SI) menurun < 30, TIBC meningkat >360, saturasi transferin menurun 15%,

besi pada sumsum tulang kosong, protoporfirin meningkat, dan feritin serum menurun

<20 μg/L.

b. Pemeriksaan laboratorium penyakit celiac

Pemeriksaan antibodi

Terdapat antibodi anti-gliadin pada pengukuran serologi. Antibodi yang dapat diukur

dengan pemeriksaan serologis adalah anti-retikulin (ARA), anti-gliadin (AGA), anti-

endomysium (EMA). Serologi dapat diandalkan untuk anak-anak, dengan anti-

gliadin berkinerja lebih baik dari pada tes lain pada anak di bawah lima.

Selain serologis dapat juga melakukan pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi TTG

antibodi. Terdapat antibody IgG pada pemeriksaan TTG (antibodi IgG terhadap

transglutamunasi).

Pemeriksaan biopsy endoskopi

Pemeriksaaan ini merupakan gold standar dari penyakit celiac. Untuk melihat kerusakan

pada villi ususnya. Endoskopi dapat diperiksa melalui duodenum atau

jejunum. menunjukkan villi pada usus yang mengecil dan menjadi rata.

Pada pemeriksaan kasus sudah sesuai dengan teori yang ada, yaitu untuk memeriksa adanya

penyakit celiac dapat dilakukan dengan pemeriksaan antibodi dan biopsi endoskopi pada

jaringan duodemun atau jejunum. Dan pemeriksaan untuk melihat adanya anemia sudah sesuai

dengan teori, begitu juga dengan pemeriksaan hipertiroidnya.

II.4 PENATALAKSANAAN

a. Pada Anemia Defisiensi Besi:

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement

therapy):

1)      Terapi besi oral.

9

Page 10: Penugasan Darah

Merupakan pilihan utama karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang utama adalah

ferrous sulphat. Diberikan 3 sampai 6 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi

cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan adalah 100-200 mg. Jika tidak diberikan dosis

pemeliharaan, maka anemia sering kambuh kembali. Dianjurkan pemberian diet yang banyak

mengandung hati dan daging.

2)      Terapi besi parenteral

Sangat efektif tetapi lebih berisiko dan mahal. Karena itu terapi besi parenteral hanya

diberikan untuk indikasi tertentu seperti 1) intoleransi terhadap besi oral, 2) kepatuhan pada

obat rendah, 3) gangguan pencernaan, 4) penyerapan besi terganggu, 5) kehilangan darah

yang banyak, 6) kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, dan 7) defisiensi besi fungsional

relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat

penyakit kronik.

3) Pengobatan Lain

a. Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama protein

hewani.

b. Vitamin C: diberikan 3×1000 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi.

c. Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi transfusi pada

anemia defisiensi besi adalah 1) adanya penyakit jantung simptomatik, 2) anemia yang

sangat simptomatik, dan 3) pasien yang memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat

seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi (Bakta et.al., 2006).

b. Pada Penyakit Celiac

1) Hindari makanan yang terbuat dari gandum. Seperti, roti; sereal; pasta; atau pie.

2) Hindari oat;

3) Perhatikan pada setiap pembuatan makanan harus mengandung gluten;

Contoh beberapa makanan yang mengandung gluten:

Sup kalengan;

Ice cream;

Candy bars;

Kecap;

Mustard;

Daging kaleng;

10

Page 11: Penugasan Darah

Dan yogurt.

4) Hindari susu dan makanan-makanan yang mengandung laktosa;

5) Disarankan untuk mengkonsumsi oikan, daging segar, nasi, jagung, kacang kedelai,

kentang, unggas, buah, dan sayuran.

Allowed Foods

amarantharrowrootbuckwheatcassavacornflaxIndian rice grassJob’s tears

legumesmilletnutspotatoesquinoaricesago

seedssorghumsoytapiocateffwild riceyucca

Foods To Avoid

wheat

including einkorn, emmer, spelt, kamut wheat starch, wheat bran, wheat germ, cracked wheat,

hydrolyzed wheat protein

barleyryetriticale (a cross between wheat and rye)

Other Wheat Products

bromated flourdurum flourenriched flourfarina

graham flourphosphated flourplain flour

self-rising floursemolinawhite flour

Processed Foods that May Contain Wheat, Barley, or Rye*

bouillon cubesbrown rice syrupcandychips/potato chipscold cuts, hot dogs, salami, sausagecommunion wafers

French friesgravyimitation fishmatzorice mixessauces

seasoned tortilla chipsself-basting turkeysoupssoy saucevegetables in sauce

Sumber: Thompson T. Celiac Disease Nutrition Guide, 2nd ed. Chicago: American Dietetic

Association; 2006.

c. Pengobatan untuk Hipertiroid

11

Page 12: Penugasan Darah

Pengobatan hipertiroid dilaksanakan dengan tujuan untuk membatasi produksi hormon

tiroid yg berlebihan. Pengobatan yang dimaksud antara lain :

1.Obat antitiroid.

Biasanya diberikan sekitar 18 - 24 bln. Contoh obatnya: propil tio urasil (PTU), karbimazol.

2.Pemberian yodium radioaktif.

Biasa untuk pasien berumur 35 /lebih atau pasien yang hipertiroidnya kambuh stlh operasi.

3.Operasi Tiroidektomi subtotal.

Cara ini dipilih untuk pasien yang pembesaran kelenjar tiroid-nya tidak bisa disembuhkah

hanya dengan bantuan obat-obatan, untuk wanita hamil (trimester kedua ), dan untuk yang

alergi terhadap obat / yodium radioaktif. Sekitar 25% dr semua kasus terjadi penyembuhan

spontan dlm waktu 1 thn.

II.5 PROGNOSIS

Penanganan yang benar terhadap penyakit celiac dan anemia defisiensi besi menghasilkan

prognosis yang baik. Dengan diet glutein pada pengyakit celiac meningkatkan keadaan fisik

pasien yang lebih baik serta dengan mengkonsumsi makanan atau pun suplemen yang dapat

meningkatkan kadar besi dapat meningkatkan kadar besi didalam tubuhnya sehingga tidak terjadi

anemia. Dan pengobatan hipertiroid yang adekuat dapat menyembuhkan pasien.

BAB III

KESIMPULAN

12

Page 13: Penugasan Darah

Penyakit celiac (Celiac Diseas) merupakan penyakit genetic autoimun yang intoleransi

terhadap gluten diet (makanan) yang mengakibatkan kerusakan inflamasi immunologically-

dimediasi inflamasi kerusakan small intestinal mucosal.

Kerusakan itu ditandai oleh peradangan, hiperplasia crypt, dan atrofi vili.

Pada penyakit celiac, ada reaksi immunologi (alergi) didalam lapisan bagian dalam dari usus

kecil pada protein-protein (gluten) yang terdapat pada wheat (terigu/gandum), rye, barley dan

pada tingkat yang lebih kecil, pada oats (sejenis gandum).

Reaksi immunologi menyebabkan peradangan yang menghancurkan lapisan usus kecil. Ini

mengurangi absorbsi dari nutrisi diet dan dapat menjurus pada gejala dan tanda dari

kekurangan nutrisi, vitamin, dan mineral.

Anemia defisiensi besi adalah penyakit yang paling sering dikaitkan dengan penyakit celiac.

Ada banyak alasan untuk fenomena ini. Besi awalnya diabsorbsi oleh duodenum, yang

merupakan bagian terkecil dari intestine. Dan duodenum merupakan tempat yang paling

sering mengalami kerusakan pada penyakit celiac, dan duodenum juga merupakan tempat

pencernaan gluten. (Itu sebabnya duodenum digunakan sebagai sampel biopsi ketika

melakukan pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis penyakit celiac).

Penyakit celiac adalah kondisi autoimun, demikian pula sejumlah penyakit tiroid adalah

kondisi autoimun. Asosiasi ini didasarkan pada, orang yang memiliki penyakit autoimun

cenderung untuk terkena penyakit autoimun lainnya.

Daftar Pustaka

13

Page 14: Penugasan Darah

Anonim, Celiac Disease, National Digestive Diseases Information Clearinghous,

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/celiac/: akses 17 Mei 2011.

Bekta. I.M, 2007, Hematologi Klinik Ringkas, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Ed: Sudoyo. A.W, Bambang. S, Idrus. A, Marcellus. S.K, Siti.S, 2007, Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II. Edisi IV., Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta.

Mark.J.W, ed: Bhupinder. A, 2011, Celiac Disease (Gluten Enteropathy), Division of

Gastroenterology, Baylor University College of Medicine,

http://www.medicinenet.com/celiac_disease/article.htm: akses 14 Mei 2011.

Maltin. V, 2008, Study Verifies Link Between Celiac Disease & Thyroid Disease, NFCA

Director of Programming & Communications,

http://www.celiaccentral.org/News/News-Feeds/View-Research-News/Celiac-Disease-

Research/134/vobid--418/: akses 14 Mei 2011.

Whipple. E.G, Pharm. D, Meghan. A.G, 2009, Celiac Disease: More Common Than Once

Thought, Clinical Assistant Professor University of Georgia College of Pharmacy,

Athens, Georgia Pediatric Pharmacist, Children's Healthcare of Atlanta at Egleston,

Atlanta, Georgia, http://www.medscape.com/viewarticle/588631_3: akses 16 Mei 2011

14