penyelesaian harta bersama dalam perceraian...

93
PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy) Oleh: SEFRIANES M DUMBELA NIM. 1110044100020 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M

Upload: haquynh

Post on 06-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN

(Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh:

SEFRIANES M DUMBELANIM. 1110044100020

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2015 M

Page 2: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah
Page 3: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah
Page 4: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah
Page 5: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

v

ABSTRAK

Sefrianes M Dumbela. NIM 1110044100020. PENYELESAIAN HARTABERSAMA DALAM PERCERAIAN (Analisis Terhadap Putusan PengadilanTinggi Agama Jakarta No. 126/Pdt.G/2013/PTA.JK). Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436/2015. x + 84 halaman+ 5 halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengapa Hakim menetapkan 1/3bagian untuk suami dan 2/3 bagian untuk istri dari harta bersama dalam putusanNomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, tinjauan hukum positif, dan tinjauan fikihterhadap putusan tersebut.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan denganpendekatan kualitatif. Sumber data primer berupa wawancara hakim PengadilanTinggi Agama Jakarta. Dan teknik penulisannya berdasarkan pedoman penulisanskripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Studi ini membuktikan bahwa istri mendapatkan bagian harta bersamalebih besar dari pada suami karena harta bersama tersebut adalah hasil jerih payahdari istri, sedang suami hanya mengurusi anak dan memberi izin istri untukbekerja. Hal ini telah sesuai dan tidak berbenturan dengan hukum positif diIndonesia, baik KUHPer, Undang-undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam,dan peraturan lainnya. Dalam hukum positif, suami yang berkewajiban memberinafkah keluarga, namun dalam perkara tersebut istri lah yang bekerja mencarinafkah untuk keluarga. Dalam tinjauan fikih pun, putusan ini telah sesuai dantidak bertentangan dengan syariat Islam, baik dilihat dari al-Qur’an, hadits, danpendapat Ulama. Hukum Islam mewajibkan suami memberi nafkah kepadakeluarga, namun pada perkara tersebut istri lah yang mencukupi nafkah keluarga.Kata kunci: Cerai Gugat, Harta Bersama, Banding, dan Pengadilan Tinggi Agama.

Pembimbing : Hotnidah Nasution, M.ADaftar Pustaka : Tahun 1965 s/d 2008

Page 6: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., Sang Pencipta

alam raya, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat serta salam

senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis, yakni

Ayahanda Supriadi Dumbela dan Ibunda Hj. Riamti Bora, M.Pd., karena dengan

kasih sayang mereka saya bisa sampai mengenyam studi hingga kini. Kemudian,

saya persembahkan juga teruntuk adinda Putri Agriani Dumbela, semoga lancar

selalu studinya di Universitas Indonesia, dan adinda Martno Muhammad

Dumbela, semoga dimudahkan oleh Allah SWT. dalam studinya di Universitas

Negeri Gorontalo.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis temukan,

namun berkat usaha dan tentunya juga doa, akhirnya penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini. Namun tentunya, penulis tidak akan bisa melakukan semuanya tanpa

ada bantuan dari pihak-pihak lain yang telah bersedia membantu dan mendoakan

penulis. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini, penulis ingin mengucapkan

terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Halim, MA dan Arip Purkon, MA, selaku Ketua dan

Sekretaris Prodi Ahwal Al-Syahkhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

vii

3. Hotnidah Nasution, MA., yang merupakan dosen pembimbing penulis,

yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk

membimbing penulis. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk beliau.

Semoga selalu dilimpahkan kesehatan dan keberkahan kepada ibu dan

keluarga.

4. Kepada segenap Civitas Akademika Prodi Hukum Keluarga, Fakultas

Syariah dan Huku, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah memberikan segalanya untuk penulis selama berada di bangku

perkuliahan

5. Terima kasih untuk partner penulis, yakni Handieni Fajrianty, S.Kom.I

yang selalu menemani, mendorong, dan mendoakan penulis.

6. Kepada Hj. Maria Ulfa, MA, selaku pengasuh ponpes Baitul Qurro, Riton

Igisani, MA, H. Dasrizal, MA, Hj. Rahmawati Hunawa, MA, dan

Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

menjadi motivator bagi penulis. Juga segenap teman-teman ponpes Baitul

yang tidak mungkin disebutkan semuanya.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis, Irfan Helmi, Irfan Zidni, Ircham

Maha Putra, Ivan Rb, dan semua teman-teman Peradialan Agama

angkatan 2010. Serta kepada teman-teman KKN (STMJ), kalian luar biasa.

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang

sebaik-baiknya.

Page 8: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

viii

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, 24 September 2015

Sefrianes M Dumbela

Page 9: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJ .................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................iv

ABSTRAK ................................................................................................................ v

KATA PENGANTAR..............................................................................................vi

DAFTAR ISI.............................................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xi

BAB IPENDAHULUAN..........................................................................................1

A. LatarBelakangMasalah................................................................. 1

B. BatasandanRumusanMasalah....................................................... 8

C. TujuandanManfaatPenelitian .......................................................9

D. MetodePenelitian..........................................................................10

E. TinjauanKajianTerdahulu ............................................................13

F. SistematikaPenulisan ................................................................... 15

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN...........................17

A. PengertianHartaBersama.............................................................. 17

B. DasarHukumHartaBersama..........................................................20

C. RuangLingkupHartaBersama.......................................................24

D. TerbentuknyaHartaBersama.........................................................29

E. HakdanTanggungJawabSuamiIstriTerhadapHartaBersama ........ 30

F. PembagianHartaBersamaDalamPerceraian..................................33

Page 10: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

x

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN TINGGI AGAMA

JAKARTA......................................................................................... 38

A. SejarahPengadilanTinggi Agama Jakarta. ................................... 38

B. Tugas-tugasPokokPengadilanTinggi Agama Jakarta...................41

C. Kewenangan Absolut PengadilanTinggi Agama Jakarta ............. 42

D. ProsedurPengajuanPerkara di PengadilanTinggi Agama Jakarta 44

BAB IV ANALISIS TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA

PUTUSAN NOMOR 126/Pdt.G/2013/PTA.JK ............................. 48

A. GambaranUmumPutusanNomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK .........48

B. TinjauanHukumPositifTerhadapPutusanNomor

126/Pdt.G/2013/PTAJK ................................................................57

C. TinjauanFikihTerhadapPutusanNomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK ..............................................................69

BAB VPENUTUP..................................................................................................... 77

A. Kesimpulan .................................................................................. 77

B. Saran-saran...................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................80

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................... 83

1. LampiranTentangMohonKesediaanPembimbing .......................................... 83

2. LampiranTentangSuratPermohonan Data kepada PTA Jakarta..................... 84

3. LampiranTentangSuratJawabandari PTA Jakarta.......................................... 85

4. Lampiran Pertanyaan Wawancara Hakim PTA Jakarta.................................86

5. Lampiran Jawaban Wawancara Hakim PTA Jakarta.....................................87

DAFTAR LAMPIRAN

Page 11: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

xi

1. LampiranTentangMohonKesediaanPembimbing

2. LampiranTentangSuratPermohonan Data

3. LampiranTentangSuratJawabandari PTA Jakarta

4. Lampiran Pertanyaan Wawancara Hakim PTA Jakarta

5. Lampiran Jawaban Wawancara Hakim PTA Jakarta

Page 12: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang perkawinan erat hubungannya dengan kehidupan

manusia itu sendiri, karena perkawinan itu merupakan proses untuk menjalani

hidup berkeluarga bagi setiap orang yang menghendaki adanya keseimbangan

lahir dan bathin selaras antara rohani dan jasmani.1 Hukum perkawinan

mengatur hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita, dimulai

dari akad pernikahan hingga pernikahan itu berakhir dengan karena kematian,

perceraian dan lain sebagainya. Bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila

telah memiliki peraturan tentang perkawinan nasional yaitu Undang-undang

No. 1 Tahun 1974, yang telah dimuat dalam lembaran negara No. 1 Tahun

1974, yang sifatnya dikatakan menampung sendi-sendi dan memberikan

landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan berlaku

bagi berbagai golongan masyarakat yang berbeda.2

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan

seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.3 Akan tetapi, kenyataan membuktikan bahwa memelihara kelestarian dan

1 Surojo Wignodipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,1982), h.149.

2 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-undangan,Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), h.2.

3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1, DirektoratPembinaan Badan Peradilan Agama Islam. DEPAG RI, 2001.

1

Page 13: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

2

kesinambungan sebuah perkawinan tidaklah mudah, berbagai godaan dan

rintangan siap menghadang bahtera perkawinan, sehingga sewaktu-waktu

perkawinan dapat putus di tengah jalan. Putusnya perkawinan dapat terjadi

karena berbagai hal, baik karena meninggal dunia atau faktor lain seperti :

faktor biologis, psikologis, ekonomis serta perbedaan pandangan hidup dan

sebagainya, seringkali merupakan pemicu timbulnya konflik dalam

perkawinan.

Jika faktor-faktor tersebut dapat diselesaikan dengan baik, maka akan

dapat mempertahankan mahligai perkawinannya. Namun sebaliknya, jika

faktor-faktor tersebut tidak dapat diselesaikan, maka akan timbul perceraian

sebagai jalan keluar terakhir yang akan ditempuhnya. Perceraian menurut

hukum Islam pada prinsipnya dilarang, hal ini dapat dilihat pada isyarat sabda

Nabi Muhammad SAW, bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan halal

namun dibenci oleh Allah. Dari Ibn Umar r.a., berkata: bahwasanya Nabi

Muhammad SAW bersabda: "Sesuatu perbuatan yang halal yang paling

dibenci Allah adalah talak (perceraian)." (Riwayat Abu Daud, Ibnu Majjah

dan al-Hakim dari Ibnu Umar).

Oleh karena itu, isyarat tersebut menunjukkan bahwa talak atau perceraian

merupakan alternatif terakhir sebagai "pintu darurat" yang boleh ditempuh,

manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan

keutuhan dan kesinambungannya. Setelah terjadi perceraian bukan berarti

persoalan-persoalan rumah tangga langsung berakhir, justeru dengan adanya

perceraian banyak persoalan yang harus diselesaikan oleh suami istri, salah

Page 14: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

3

satunya adalah mengenai persoalan harta bersama dan pengaturannya.4 Salah

satu isi Kompilasi Hukum Islam khususnya dalam buku I tentang Perkawinan,

membahas perihal harta kekayaan dalam perkawinan. Permasalahan ini

dianggap penting untuk dicantumkan dalam KHI, mengingat dunia

perkawinan selain berbicara mengenai ketenangan hidup juga tidak terlepas

dari segala kemungkinan yang pahit dalam kehiupan yang rumah tangga.

Perceraian, salah satu sengketa rumah tangga yang terburuk yang mungkin

terjadi bagi siapa saja, perlu mendapat antisipasi dan pembelajaran

sebelumnya agar para pasangan suami-istri merasa siap dalam menghadapi

konflik-konflik yang mungkin terjadi di kemudian hari, termasuk masalah

pembagian harta bersama ketika terjadi perceraian.

Pada saat perkawinan terjadi, maka antara suami istri telah terikat dalam

sebuah keluarga. Sering terjadi antara suami istri mencari penghasilan

bersama sehingga timbul harta kekayaan dalam keluarga. Harta kekayaan

dalam perkawinan bisa berupa harta yang dihasilkan istri maupun yang

dihasilkan suami pada saat perkawinan juga berupa harta bawaan suami istri

sebelum perkawinan.

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(selanjutnya disebut Undang-undang Perkawinan) Pasal 35 ayat (1)

menyatakan: “Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama

perkawinan”. Sedangkan pasal 35 ayat (2) menyatakan: “Harta bawaan dari

masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-

masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-

4 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995),h.269.

Page 15: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

4

masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”5

Sedangkan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam (KHI) pasal 85 disebutkan, adanya harta bersama dalam perkawinan itu

tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau

istri. Dalam pasal 86 KHI disebutkan, pada dasarnya tidak ada percampuran

antara harta suami dan harta istri. Harta istri tetap menjadi milik istri dan

dikuasai sepenuhnya oleh istri, begitu juga sebaliknya. Dalam pasal 88

disebutkan, jika terjadi perselisihan tentang harta bersama antara suami istri,

penyelesaiannya adalah di pengadilan.6 Dari kenyataan tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa, yang termasuk harta kekayaan dalam perkawinan adalah:

1. Harta bersama suami istri.

2. Harta pribadi masing-masing suami istri.

Hukum Islam tidak mengenal harta bersama dalam perkawinan. Dalam

hukum Islam dijelaskan bahwa dalam perkawinan laki-laki berkewajiban

memberi nafkah kepada wanita dan keluarganya. Berdasarkan firman Allah

SWT dalam Q.S. al-Nisa (4):34, wanita diwajibkan menjaga apa yang telah

diberikan laki-laki (suami) kepadanya dengan sebaik mungkin.

Akan tetapi karena menurut agama Islam dengan perkawinan menjadilah

sang istri syarikat al-rajuli fi al-hayati (kongsi sekutu seorang suami dalam

melayani bahtera hidup). Maka antara suami istri terjadilah syirkah al-

mufawwadlah atau perkongsian tak terbatas. Jika selama perkawinan

5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 35, DirektoratPembinaan Badan Peradilan Agama Islam. DEPAG RI, 2001.

6 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, cet. ke-1 (Bandung: Pustaka Setia, 2000),h.146.

Page 16: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

5

memperoleh harta, maka harta tersebut adalah harta syirkah yaitu harta

bersama yang menjadi milik bersama dari suami istri. Oleh karena masalah

pencarian bersama suami istri adalah termasuk perkongsian atau syirkah,

maka untuk mengetahui hukumnya perlu dibahas lebih dahulu tentang macam-

macam perkongsian sebagaimana telah dibicarakan oleh para ulama dalam

kitab fikih.7

Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman

sebagai pencari keadilan bagi yang beragama Islam, mengenai perkara perdata

tertentu yang diatur dalam undang-undang. Tugas dan kewenangan Peradilan

Agama yaitu, memeriksa, memutuskan, menyelesaikan perkara-perkara

perdata bidang: perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, sedekah, dan

ekonomi syariah. Dengan demikian, kewenangan Peradilan Agama tersebut

sekaligus dikaitkan dengan asas personalitas keislaman, yaitu yang dapat

ditundukkan ke dalam kekuasaan lingkungan Peradilan Agama, hanya mereka

yang beragama Islam.8

Didalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 49,

dalam penjelasannya disebutkan bahwa, kewenangan Peradilan Agama

diperluas meliputi: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak,

7 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet. ke-1 (Jakarta,PT Kencana Prenada Media Group, 2006), h.111.

8 Sulaikin Lubis, dkk, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, cet. ke-1,(Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 106.

Page 17: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

6

sedekah, dan ekonomi syari’ah.9

Dalam bidang perkawinan, Peradilan Agama mempunyai wewenang untuk

mengadili dan menyelesaikan masalah sengketa keluarga dan harta dalam

perkawinan, dan penetapan mengenai status hukum seseorang dalam keluarga

maupun status harta perkawinan. Perkara-perkara dalam bidang perkawinan

berlaku hukum acara perdata khusus dan selebihnya berlaku hukum acara

perdata pada umumnya. Hukum acara khusus ini meliputi kewenangan relatif

Pengadilan Agama, pemanggilan, pemeriksaan, pembuktian dan biaya perkara

serta pelaksanaan putusan.10

Meskipun dalam hukum Islam tidak mengatur masalah harta bersama,

bukan berarti Peradilan Agama tidak berwenang untuk menangani masalah

harta bersama. Karena dalam hukum positif telah mengatur tegas tugas dan

wewenang Peradilan Agama. Perselisihan masalah harta bersama dalam

perkawinan pernah diproses oleh Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada

tingkat banding. Pada tahun 2013 Pengadilan Tinggi Agama Jakarta telah

menangani perselisihan pembagian harta bersama yaitu dalam putusan Nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK.

Sengketa harta bersama yang telah ditangani di lingkungan Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta pada tingkat banding tentu melalui proses yang panjang

dengan berbagai alasan yang terjadi antara suami istri. Dan juga hakim dalam

menemukan suatu hukum tentu melalui alasan-alasan yang menjadi dasar

9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 tentang Perubahan atas Undang-undangNomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

10 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet. ke-2 (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998), h.9.

Page 18: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

7

dalam membuat putusan dan juga melalui pertimbangn-pertimbangan maupun

ijtihad yang mendalam agar putusan hakim itu tepat dan benar. Pasal 62

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan:

“Segala penetapan dan putusan pengadilan, selain harus memuat alasan-

alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari

peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis

yang dijadikan dasar untuk mengadili.”

Dalam syari’at Islam seorang hakim dianjurkan untuk berlaku adil dalam

memutus suatu putusan. Segala keputusan yang diambil harus

dipertimbangkan dengan baik. Pertimbangan yang baik harus sesuai dengan

aturan-aturan yang ditetapkan oleh syara’, dan diharapkan pertimbangan

hakim harus dihubungkan dengan kemaslahatan masyarakat. Hakim sebagai

penegak keadilan harus memutuskan suatu perkara sesuai yang ditetapkan

oleh syari’at. Syari’at mengajarkan dalam menyelesaikan perselisihan hakim

tidak mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.

Apabila hukum ditegakkan secara adil sesuai dengan ajaran syari'at, maka

akan tercipta perdamaian dalam masyarakat. Perselisihan harta bersama yang

ditangani oleh hakim juga harus diselesaikan secara adil tanpa memihak salah

satu pihak. Penentuan status dan kepemilikan harta bersama harus dilakukan

secara teliti dan adil sesuai yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan

tidak menyimpang dari ketentuan syara’. Hal inilah yang membuat penulis

berkeinginan untuk mengkaji secara mendalam tentang putusan hakim

terhadap kasus sengketa harta bersama yang terjadi di lingkungan Pengadilan

Page 19: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

8

Tinggi Agama Jakarta pada tingkat banding. Berangkat dari latar belakang

masalah tersebut di atas, maka penulis mengadakan penelitian tentang

sengketa harta bersama dengan judul, “PENYELESAIAN HARTA

BERSAMA DALAM PERCERAIAN (Analisis Terhadap Putusan

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No.

126/Pdt.G/2013/PTA.JK).”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis memberikan

batasan lingkup permasalahan pada pembagian harta bersama dalam pokok

bahasan analisis terhadap putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK.

2. Rumusan Masalah

Di dalam Kompilasi Hukum Islam atau Inpres Nomor 1 Tahun 1991

pasal 97: “Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari

harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan.” Artinya ketika telah putus perkawinan, maka harta bersama

harus dibagi ½ untuk masing-masing suami dan istri. Akan tetapi, pada

tingkat banding di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, hakim dalam

putusannya nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK menetapkan harta bersama,

1/3 bagian untuk suami dan 2/3 bagian untuk istri.

Penulis merinci rumusan masalah tersebut dalam beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

Page 20: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

9

a. Mengapa hakim menetapkan harta bersama 1/3 bagian untuk suami

dan 2/3 bagian untuk istri dalam putusan nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK ?

b. Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap putusan nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK ?

c. Bagaimana tinjauan fikih terhadap putusan nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun hasil yang hendak di capai dari penelitian ini adalah

terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu:

a. Mengapa Hakim menetapkan harta bersama 1/3 bagian untuk suami

dan 2/3 bagian untuk istri dalam putusan nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK

b. Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap putusan nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK

c. Bagaimana tinjauan hukum fikih terhadap putusan nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, hasil studi ini diharapkan

bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan bagi masyarakat pada

umumnya, yaitu:

a. Secara Akademik

Page 21: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

10

Menambah ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata serta

mengembangkan ilmu di bidang syariah, khususnya dalam bidang

perkawinan mengenai pembagian harta bersama diakibatkan karena

perceraian.

b. Secara Lembaga Pustaka

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah

dalam memperkaya studi analisis yurisprudensi.

c. Secara Pribadi

Untuk memperluas pengetahuan hukum bagi penulis, khususnya

mengenai Keperdataan Islam di bidang kewarisan serta meningkatkan

kualitas penulis dalam membuat karya tulis ilmiah serta untuk

memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam bidang

hukum Islam.

d. Secara Umum

Pengembangan wawasan hukum terhadap perkara-perkara yang ada

pada perkawinan yaitu perkara pembagian harta bersama diakibatkan

karena perceraian.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang ditempuh oleh penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penulisan, sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

a. Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

Page 22: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

11

deskriptif berupa ucapan, tulisan, atau perilaku yang dapat diamati dari

subjek itu sendiri (hakim yang menetapkan perkara yang penulis teliti).

b. Penelitian Kepustakaan

Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan pengkajian dari buku-

buku yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan skripsi ini

yang dianalisis data-datanya.

c. Studi Lapangan

Untuk memperoleh informasi yang akurat dan obyektif dari tempat

penelitian dengan cara observasi langsung.

2. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu melakukan wawancara dengan hakim yang

menetapkan perkara yang penulis teliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, internet dan

beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan perkara

pembagian atau penyelesaian harta bersama dalam perceraian yang

diselesaikan dengan pandangan hakim serta pandangan-pandangan

hukum positif dan hukum Islam terkait harta bersama.

Studi kepustakaan (library reseach), yaitu untuk memperoleh landasan

teoritis yang ada kaitannya dengan judul penulis yang dibahas, dimana

penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah,

artikel maupun website.

Page 23: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

12

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Menganalisis putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK dan studi dokumentasi dengan cara

menelusuri buku-buku serta literatur yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas.

b. Wawancara yaitu dengan mengumpulkan data yang dilakukan penulis

dengan jalan mengadakan dialog langsung dengan responden yang

telah dipilih sebelumnya yaitu hakim Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta.

4. Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara mengedit data, lalu

data yang sudah diedit tadi dikelompokkan dan diberikan pengkodean dan

disusun berdasarkan kategorisasi serta diklasifikasikan berdasarkan

permasalahan yang dirumuskan secara deduktif. Dari data yang diperoleh

selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

5. Teknik Analisis Data

Bahan yang telah diperoleh, lalu diuraikan dan dihubungkan

dengan sedemikian rupa sehingga menjadi sistematis dalam menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Data-data tersebut lalu dianalisis,

sehingga membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum yang

berguna.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Page 24: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

13

Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu

dengan cara menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data

yang ada, lalu dianalisis lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2012 serta penulisan ayat al-

Qur’an dan al-Hadits ditulis satu spasi, termasuk terjemahan al-Qur’an dan

al-Hadits dalam penulisannya diketik satu spasi meskipun kurang dari

enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan ejaan yang

disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar pustaka ditulis

diawal.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

1. Rhezza Pahlawi, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama

Tahun 2013, Penyelesaian sengketa harta bersama melalui Pengadilan

Agama dan Pengadilan Negeri di Jakarta Selatan.

Mengetahui bagaimana hakim Pengadilan Agama dan Pengadilan

Negeri memutus perkara harta bersama. Pada penelitian ini penulis

memilih objek penelitian berupa putusan Perkara Nomor:

2803/Pdt.G/2011/PA.JS di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan

Perkara Nomor: 402/Pdt.G/2000/PN.Jak.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan gabungan antara

penelitian hukum normatif dan penelitian yuridis empiris. Skripsi ini lebih

mengacu kepada praktik penyelesaian sengketa harta bersama di

Page 25: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

14

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri di Jakarta

Selatan.

2. Marlianita, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama Tahun

2014, Penyelesaian gugatan harta bersama pasca perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Mengetahui bagaimana hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan

menyeselesaikan perkara sengketa harta bersama. Skripsi ini lebih

mengacu kepada praktik penyelesaian sengketa harta bersama di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan mengumpulkan sejumlah

putusan tentang harta bersama di pengadilan agama tingkat pertama,

dalam hal ini PA Jakarta Selatan.

3. Miftah Ulhaq T, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama

Tahun 2009, Sita marital terhadap harta bersama yang berada dalam

hipotik bank: analisis putusan pengadilan agama Tanjungkarang nomor

225/Pdt.G/2006/PA.Tnk.

Menyajikan analisis putusan pengadilan agama Tanjungkarang

nomor 225/Pdt.G/2006/PA.Tnk tentang sita marital terhadap harta

bersama menurut hukum yang berlaku. Skripsi ini lebih mengacu kepada

praktik penyelesaian sengketa harta bersama di Pengadilan Agama

Tanjung Karang.

4. Siti Mushofah, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama

Tahun 2008, Proses Pembagian Harta Bersama Melalui Perdamaian Di

Depan Sidang: analisis Putusan No.1585/Pdt.G/2007/PA.JT.

Page 26: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

15

Menyajikan analisis putusan No.1585/Pdt.G/2007/PA.JT tentang

Proses Pembagian Harta Bersama Melalui Perdamaian Di Depan Sidang.

Skripsi ini lebih mengacu kepada praktik penyelesaian sengketa harta

bersama di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Dari review yang saya lakukan, terlihat bahwa para peneliti memang

sudah banyak yang membahas mengenai masalah pembagian harta bersama

akibat putusnya perkawinan. Dari kasus peneliti diatas, maka penulis sangat

membedakan penelitian dalam masalah harta bersama ini yaitu berdasarkan

putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Tahun 2013. Ketidakserasian dalam

penerapan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama, menarik sekali

bagi penulis untuk membahasnya, dikarenakan penelitian-penelitian yang

telah dilakukan sebelum pembahasan skripsi ini memberikan inspirasi pada

penulis untuk mengkaji lebih lanjut ditinjau dari segi mana dan apa yang

menjadi dasar seorang hakim dalam memutuskan pembagian harta bersama.

Penulis ingin lebih fokus dengan analisis terhadap Putusan Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK tentang

penyelesaian harta bersama dalam perceraian agar pembahasan skripsi ini

tidak melebar. Dengan demikian penulis menggarisbawahi bahwasannya

bahasan ini tidak ada kesamaan isi dan pertimbangan hakim karena

berdasarkan data yang diperoleh di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

Page 27: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

16

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, yaitu

sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, kajian tinjauan terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang harta bersama dalam

perkawinan yang meliputi pengertian harta bersama, dasar hukum harta

bersama, ruang lingkup harta bersama, terbentuknya harta bersama, hak dan

tanggung jawab suami istri terhadap harta bersama, dan pembagian harta

bersama dalam perceraian.

Bab ketiga berisikan gambaran umum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

yang meliputi sejarah PTA Jakarta, tugas-tugas pokok PTA Jakarta,

kewenangan absolut PTA Jakarta, dan prosedur pengajuan perkara di PTA

Jakarta.

Bab keempat mengenai analisis penulis terhadap sengketa harta

bersama pada putusan nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK yang meliputi

gambaran umum putusan nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, tinjauan hukum

positif terhadap putusan nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, dan tinjauan fikih

terhadap putusan nomor 126/Pdt.G/2013.PTA.JK.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan

saran-saran.

Page 28: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

17

BAB II

HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Harta Bersama

Di dalam Al-Qur’an maupun hadits tidak memberi ketentuan dengan

tegas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama perkawinan

berlangsung sepenuhnya menjadi hak suami, dan hak istri, hanya terbatas atas

nafkah yang diberikan suami. Dalam waktu yang sama Al-Qur’an dan hadits

juga tidak menegaskan bahwa harta benda yang diperoleh suami dalam

perkawinan, secara langsung istri juga ikut berhak atasnya. Dalam

menentukan apakah harta benda yang diperoleh selama perkawinan

berlangsung menjadi harta bersama atau tidak, termasuk masalah ijtihadiyyah,

masalah yang termasuk dalam daerah wewenang manusia untuk

menentukannya, bersumber kepada jiwa ajaran Islam.1

Hukum Islam memberi hak kepada masing-masing suami istri untuk

memiliki harta benda secara perseorangan, yang tidak dapat diganggu oleh

pihak lain. Suami yang menerima pemberian, warisan, dan sebagainya tanpa

ikut sertanya istri berhak menguasai sepenuhnya harta yang diterimanya itu.

Demikian pula halnya istri yang menerima pemeberian, warisan, mahar dan

sebagainya tanpa ikut sertanya suami berhak menguasai sepenuhnya harta

benda yang diterimanya itu.

Harta bawaan yang telah mereka miliki sebelum terjadi perkawinan

1 Ahmad Azhar Basyir, M.A, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000),h.66.

17

Page 29: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

18

juga menjadi hak masing-masing.2 Apabila kita memperhatikan ketentuan

hukum Islam yang menyangkut hak istri atas nafkah yang wajib dipenuhi

suaminya, sebagaimana ditentukan baik dalam Al-Qur’an maupun dalam

hadits, pada dasarnya hukum Islam menentukan bahwa harta milik istri selama

dalam perkawinan adalah berupa harta yang berasal dari suami sebagai nafkah

hidupnya. Kecuali itu apabila suami memberikan sesuatu kepada istri berupa

harta benda yang menurut adat kebiasaan khusus menjadi milik istri, seperti

mesin jahit, alat-alat rias, dan sebagainya, harta benda itu menjadi milik istri.

Adapun harta benda yang menurut adat kebiasaan tidak khusus milik istri

seperti perabot rumah tangga, meja kursi , almari dan sebagainya, tetap

menjadi milik suami. Ketentuan ini berlaku apabila yang bekerja

mencukupkan kebutuhan keluarga hanya suami, istri tidak ikut sama sekali.

Menurut ajaran Islam yang bertanggung jawab secara hukum untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga, menyediakan peralatan rumah tangga

seperti tempat tidur, perabot dapur dan sebagainya adalah suami. Istri dalam

hal ini tidak mempunyai tanggung jawab, sekalipun mahar yang diterimanya

cukup besar, lebih besar daripada pembelian peralatan rumah tangga tersebut.

Hal ini karena mahar itu menjadi hak perempuan sebagai imbalan dari

penyerahan dirinya kepada suami. Jadi mahar adalah hak mutlak bagi istri

bukan bagi ayahnya atau suaminya, sehingga tidak ada seorangpun yang lebih

berhak selain dirinya. Islam mengajarkan agar dalam pembelanjaan harta

untuk kepentingan-kepentingan yang bukan rutin, selalu dimusyawarahkan

antara suami dan istri.

2 Soermiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkwinan, (Yogyakarta:Liberty, 1997), h.102.

Page 30: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

19

Hal ini amat penting agar keserasian hidup perkawinan dapat tercapai.

Antara suami dan istri hendaklah senantiasa saling bersikap terbuka. Apa yang

menjadi keinginan istri diketahui suami, demikian pula sebaliknya yang

menjadi keinginan suami diketahui oleh istri. Adanya harta bersama dalam

perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing

suami atau istri. Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan

harta istri karena perkawinan. Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai

penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan

dikuasai penuh olehnya. Harta bawaan masing-masing suami dan istri dan

harta yang diperoleh masing-masing sebelum perkawinan adalah dibawah

penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam

perjanjian kawin.3 Di dalam pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam

disebutkan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta

yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam

ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa

mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.4

Dari pengertian mengenai harta bersama sebagaimana tersebut di atas,

jelaslah bahwa harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama

perkawinan di luar warisan atau hadiah, maksudnya adalah harta yang

diperoleh atas usaha mereka atau sendiri-sendiri selama masa ikatan setelah

terjadinya suatu perkawinan yang akan membawa konsekuensi terhadap

kedudukan harta benda, baik harta tetap maupun harta yang bergerak yang

3 Slamet Abidin Aminuddin, Fikih Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.182.

4 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h.15.

Page 31: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

20

diperoleh sepanjang perkawinan adalah menjadi hak bersama antara suami

istri tanpa membedakan ataupun mempermasalahkan siapa yang bekerja, siapa

yang memperoleh uang yang digunakan untuk membeli harta benda tersebut

dan juga tanpa mempersoalkan harta benda tersebut diatasnamakan suami

maupun istri.5

Mengenai pengertian harta bersama disamping terdapat dalam

Kompilasi Hukum Islam, juga terdapat dalam pasal 35 Undang-undang No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, ayat (1) menyatakan: “Harta benda yang

diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”, sedang ayat (2)

menyatakan: “Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta

benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di

bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan

lain.”6

Dari ketentuan pasal 35 Undang-undang tentang Perkawinan

sebagaimana tersebut diatas, mengandung makna suatu perkawinan yang

diselenggarakan tanpa perjanjian kawin mengakibatkan timbulnya harta

persatuan atau harta bersama/harta gono-gini.

B. Dasar Hukum Harta Bersama

Pada dasarnya tidak ada percampuran harta kekayaan dalam perkawinan

antara suami dan istri. Konsep harta bersama pada awalnya berasal dari adat-

5 Ahnad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995),h.200.

6 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan AgamaIslam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI tahun 2001.

Page 32: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

21

istiadat atau tradisi yang berkembang di Indonesia. Konsep ini kemudian

didukung oleh hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di negara kita.7

Dasar hukum tentang harta bersama dapat ditelusuri melalui Undang-

undang dan peraturan berikut.

1. Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 35 ayat (1),

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah “Harta

benda yang diperoleh selama masa perkawinan”. Artinya, harta kekayaan

yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta

bersama.

2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 119, disebutkan bahwa

“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi

harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan

ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama

itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah

dengan suatu persetujuan antara suami istri.”

3. Kompilasi Hukum Islam pasal 85, disebutkan bahwa “Adanya harta

bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya

harta milik masing-masing suami istri.” Di dalam pasal ini disebutkan

adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami-istri.

Hukum Islam mengakui adanya harta yang merupakan hak milik bagi

setiap orang, baik mengenai pengurusan dan penggunaannya maupun untuk

7Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian, (Jakarta:Visimedia, 2003), h.8.

Page 33: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

22

melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas harta tersebut sepanjang tidak

bertentangan dengan syariat Islam. Disamping itu juga diberi kemungkinan

adanya suatu serikat kerja antara suami-istri dalam mencari harta kekayaan.

Oleh karenanya apabila terjadi perceraian antara suami istri, harta kekayaan

tersebut dibagi menurut hukum Islam dengan kaidah hukum “Tidak ada

kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan”. Dari kaidah hukum ini jalan

terbaik untuk menyelesaikan harta bersama adalah dengan membagi harta

tersebut secara adil.8

Dari sisi hukum Islam, baik ahli hukum kelompok Syafi’iyah maupun para

ulama yang paling banyak diikuti oleh ulama lain, tidak ada satupun yang

sudah membahas masalah harta bersama dalam perkawinan, sebagaimana

yang dipahami oleh hukum adat. Dalam Al-Quran dan sunnah, harta bersama

tidak diatur dan tidak ada pembahasannya. Harta kekayaan istri tetap menjadi

milik istri dan dikuasai penuh olehnya demikian juga sebaliknya, harta suami

tetap menjadi milik suami dan dikuasai sepenuhnya.9

Dalam kitab-kitab fikih imam mahzab, hanya ditemui pembahasan bahwa

masing-masing harta suami istri terpisah tidak ada penggabungan harta setelah

pernikahan terjadi, suami hanya berkewajiban menafkahi istri. Dasar

hukumnya adalah Q.S. al-Nisa’ (4): 32, yaitu:

8 Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiati, Hukum Perdata Islam,(Surabaya: MandarMaju, 1997), h.34.

9 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-UndanganHukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung, Mandar Maju, 2007), h.127.

Page 34: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

23

)النساء

:٣٢(Artinya:“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allahkepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena)bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, danbagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, danmohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya AllahMaha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Nisa’ : 32)

Namun kalau dilihat dari sisi teknisnya kepemilikan harta secara

bersamaan antara suami dan istri dalam kehidupan perkawinan tersebut dapat

disamakan dengan bentuk kerja sama, atau dalam istilah fikih muamalah dapat

dikategorikan sebagai syirkah, yaitu akad antara dua pihak yang saling

berserikat dalam hal modal dan keuntungan.10 Atau bisa juga disebut join

antara suami istri dan telah banyak dibahas dalam kitab-kitab fikih, tetapi

tidak dalam bab nikah melainkan pada bab buyu’. Syirkah digolongkan

sebagai suatu usaha yang sah oleh para ahli hukum Islam sepanjang tidak ada

kecurangan atau ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

Macam-macam syirkah: Pada dasarnya syirkah terbagi menjadi dua, yaitu

syirkah amlak dan syirkah uqud.11 Fuqaha hanafiyyah membedakan jenis

syirkah menjadi tiga macam, yaitu syirkah al-amwal, a’mal dan wujuh, dan

masing-masing bisa bercorak muwafadhah dan inan. Sedangkan fuqaha

Hanabilah membedakan menjadi lima macam, yaitu syirkah inan,

muwafadhah, abdan, wujuh dan mudharabah. Adapun fuqaha Malikiyah dan

10 Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, (Beirut: Dar al Fikr, 1983), h.294.

11 Ghufron A. Mashadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), h.93.

Page 35: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

24

Syafi’iyah membedakan menjadi empat jenis, yaitu inan, muwafadhah, abdan

dan wujuh.

Dari macam-macam syirkah di atas, dibagi menjadi dua kategori: Pertama,

syirkah al-amwal, al-a’mal atau al-abdan dan al-wujuh. Pembagian syirkah ini

dalam kategori materi syirkah, sedangkan syirkah inan, muwafadhah dan

mudharabah dalam pembagian dari segi posisi dan komposisi saham.12

C. Ruang Lingkup Harta Bersama

Perkawinan tidak menjadikan hak kepemilikan harta suami atau istri

menjadi berkurang atau hilang. Suami istri tetap mempunyai hak penuh

terhadap hartanya masing-masing. Akan tetapi, dimungkinkan dalam suatu

perkawinan, suami istri mengadakan perjanjian percampuran harta kekayaan

yang diperoleh suami atau istri selama dalam hubungan perkawinan atas usaha

suami atau istri sendiri-sendiri atau atas usaha bersama-sama.13

Menurut Sayuti Thalib, terjadinya percampuran harta dapat dilaksanakan

dengan mengadakan perjanjian secara nyata-nyata tertulis atau diucapkan

sebelum atau sesudah berlangsungnya akad nikah dalam suatu perkawinan,

baik untuk harta bawaan masing-masing atau harta yang diperoleh selama

dalam perkawinan tetapi bukan atas usaha mereka sendiri ataupun harta

pencaharian. Dapat pula ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan

perundangan, bahwa harta yang diperoleh atas usaha salah seorang suami atau

12 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh Ala Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Daar al-Fikr,Juz III, (terjemahan), 1990 M/1410 H), h.79.

13 Soemiyati, Hukum perkawinan, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-UndangPerkawinan (Yogyakarta: Liberty, 1997), h.100.

Page 36: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

25

istri atau kedua-duanya dalam masa adanya hubungan perkawinan yaitu harta

pencaharian adalah harta bersama suami istri tersebut.14

Di samping dengan dua cara tersebut di atas, percampuran harta

kekayaan suami istri dapat pula terjadi dengan kenyataan kehidupan suami

istri itu. Dengan cara diam-diam memang telah terjadi percampuran harta

kekayaan, apabila kenyataan suami istri itu bersatu dalam mencari hidup dan

membiayai hidup. Mencari hidup tidak hanya diartikan mereka yang bergerak

keluar rumah berusaha dengan nyata. Akan tetapi, harus juga dilihat dari sudut

pembagian kerja dalam keluarga.15

Menurut pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa

harta bersama meliputi harta-harta yang diperoleh suami istri sepanjang

perkawinan saja. Harta yang diperoleh sebelum perkawinan dan sesudah

perceraian menjadi harta pribadi masing-masing. Hadiah, hibah, wasiat dan

warisan menjadi harta pribadi kecuali para pihak berkehendak untuk

memasukkan ke dalam harta bersama. .16

Kemudian untuk memperjelas status kepemilikan harta dalam

perkawinan, termasuk dalam harta bersama atau harta pribadi. Yahya Harahap

telah mengemukakan tentang ruang lingkup harta bersama yang diperoleh

selama perkawinan, yaitu:17

14 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1998), h.84.

15 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998) h.85.

16 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan AgamaIslam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI tahun 2001.

17 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: SinarGrafika, 2003), h.275-278.

Page 37: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

26

1. Harta Yang Dibeli Selama Perkawinan

Patokan pertama untuk menentukan apakah suatu barang termasuk

obyek harta bersama atau tidak, ditentukan pada saat pembelian. Setiap

barang yang dibeli selama perkawinan, harta tersebut menjadi obyek harta

bersama suami istri tanpa mempersoalkan apakah suami atau istri yang

membeli, apakah harta tersebut terdaftar atas nama suami atau istri dimana

harta tersebut terletak. Apa saja yang dibeli selama perkawinan

berlangsung otomatis menjadi harta bersama. Tidak menjadi soal siapa di

antara suami istri yang membeli. Juga tidak menjadi masalah atas nama

suami atau istri harta tersebut terdaftar. Juga tidak peduli apakah harta itu

terletak dimanapun. Yang penting, harta tersebut dibeli dalam masa

perkawinan, dengan sendirinya menurut hukum menjadi obyek harta

bersama.

Lain halnya jika uang yang digunakan untuk membeli barang tersebut

berasal dari harta pribadi suami atau istri, jika uang pembelian barang

tersebut secara murni berasal dari harta pribadi, barang yang dibeli tidak

termasuk obyek harta bersama. Harta yang seperti itu tetap menjadi milik

pribadi suami atau istri.

2. Harta Yang Dibeli Dan Dibangun Sesudah Perceraian Yang Dibiayai

Dari Harta Bersama

Patokan untuk menentukan sesuatu barang termasuk obyek harta bersama,

ditentukan oleh asal-usul uang biaya pembelian atau pembangunan barang

yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli atau dibangun sesudah

Page 38: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

27

terjadi perceraian. Misalnya suami istri selama perkawinan berlangsung

mempunyai harta dan uang simpanan, kemudian terjadi perceraian. Semua

harta dan uang simpanan dikuasai suami dan belum dilakukan pembagian.

Dari uang simpanan tersebut suami membeli atau membangun rumah.

Dalam kasus yang seperti ini, rumah yang dibeli atau dibangun oleh suami

sesudah terjadi perceraian, namun jika uang pembelian atau biaya

pembangunan berasal dari harta bersama, maka barang hasil pembelian

atau pembangunan yang demikian tetap masuk kedalam obyek harta

bersama.

3. Harta Yang Dapat Dibuktikan Dan Diperoleh Selama Perkawinan

Patokan ini sejalan dengan kaidah hukum harta bersama. Semua harta

yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menjadi harta

bersama. Namun kita sadar bahwa dalam sengketa perkara harta bersama,

tidak semulus dan sesederhana itu.

Pada umumnya, pada setiap perkara harta bersama, pihak yang

digugat selalu mengajukan bantahan bahwa harta yang digugat bukan harta

bersama, tetapi harta pribadi. Hak pemilikan tergugat bisa dialihkannya

berdasarkan atas hak pembelian, warisan atau hibah. Apabila tergugat

mengajukan dalih yang seperti itu, patokan untuk menentukan apakah

suatu barang termasuk harta bersama atau tidak, ditentukan oleh

kemampuan dan keberhasilan penggugat membuktikan bahwa harta-harta

yang digugat benar-benar diperoleh selama perkawinan berlangsung, dan

uang pembeliannya tidak berasal dari uang pribadi.

Page 39: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

28

4. Penghasilan Harta Bersama Dan Harta Bawaan

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama atau berasal dari harta

bersama akan menjadi harta bersama. Akan tetapi, bukan hanya yang

tumbuh dari harta bersama yang jatuh menjadi obyek harta bersama

diantara suami istri, namun juga termasuk penghasilan yang tumbuh dari

harta pribadi suami istri akan jatuh menjadi obyek harta bersama. Dengan

demikian, fungsi harta pribadi dalam perkawinan, ikut menopang dan

meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sekalipun hak dan kepemilikan

harta pribadi mutlak berada di bawah kekuasaan pemiliknya, namun harta

pribadi tidak terlepas dari fungsinya dan dari kepentingan keluarga.

Barang pokoknya memang tidak diganggu gugat, tapi hasil yang

tumbuh dari padanya jatuh menjadi obyek harta bersama. Ketentuan ini

berlaku sepanjang suami istri tidak menentukan lain dalam perjanjian

perkawinan. Jika dalam perjanjian perkawinan tidak diatur mengenai hasil

yang timbul dari harta pribadi seluruh hasil yang diperoleh dari harta

pribadi suami istri jatuh menjadi harta bersama. Misalnya rumah yang

dibeli dari harta pribadi, bukan jatuh menjadi harta pribadi, tetapi jatuh

menjadi harta bersama. Oleh karena itu, harus dibedakan harta yang dibeli

dari hasil penjualan harta pribadi dengan harta yeng diperoleh dari hasil

yang timbul dari harta pribadi. Dalam hal harta yang dibeli dari hasil

penjualan harta pribadi, tetapi secara mutlak menjadi harta pribadi.

Page 40: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

29

5. Segala Penghasilan Pribadi Suami Istri

Segala penghasilan suami atau istri, baik yang diperoleh dari

keuntungan melalui perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan

masing-masing pribadi sebagai pegawai menjadi yurisdiksi harta bersama

suami atau istri. Jadi sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami atau

istri tidak terjadi pemisahan, maka dengan sendirinya terjadi

penggabungan ke dalam harta bersama. Penggabungan penghasilan pribadi

suami atau istri ini terjadi demi hukum, sepanjang suami atau istri tidak

menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

D. Terbentuknya Harta Bersama

Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 telah

menegaskan harta benda yang diperoleh selama perkawinan adalah harta

bersama, ini mengartikan syirkah atau harta bersama itu terbentuk sejak

tanggal terjadinya perkawinan sampai perkawinan itu putus. Ketentuan

tentang satu barang atau benda masuk kedalam harta persatuan atau tidak

ditentukan oleh faktor selama perkawinan antara suami dan istri berlangsung,

barang menjadi harta bersama kecuali harta yang diperoleh berupa warisan,

wasiat dan hibah oleh satu pihak, harta ini menjadi harta pribadi yang

menerimanya.

Pasal 1 sub f jo pasal 85 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa

harta bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan, baik benda

itu terdaftar atas nama suami ataupun sebaliknya atas nama istri. Akan tetapi

akan menjadi barang pribadi apabila harta yang dipergunakan untuk membeli

Page 41: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

30

benda tersebut mengunakan harta pribadi suami atau istri dengan kata lain

harta yang dibeli dengan harta yang berasal dari barang pribadi adalah milik

pribadi. Bisa juga terjadi suami istri memiliki harta bersama setelah terjadi

perceraian, dengan ketentuan bahwa uang yang dipergunakan untuk membeli

benda itu berasal dari atau harta bersama semasa perkawinan terdahulu,

sehingga ini juga akan tetap dibagi sama banyak.

E. Hak dan Tanggung Jawab Suami Istri Terhadap Harta Bersama

Ketentuan tentang harta bersama yaitu pasal 35 sampai dengan pasal 37

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pasal 85 sampai dengan pasal 97

Kompilasi Hukum Islam, pada akhirnya menyangkut mengenai tanggung

jawab masing-masing suami istri antara mereka sendiri ataupun terhadap

pihak ketiga. Tanggung jawab dalam lingkup suami istri sendiri adalah

berkaitan dengan pemeliharaan harta bersama. KHI menjelaskan bahwa suami

bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri maupun hartanya

sendiri. Istri juga turut bertanggung jawab terhadap harta bersama, maupun

harta suami yang ada padanya.

Dari ketentuan tersebut, dapat dimengerti bahwa suami istri mempunyai

tanggung jawab bersama dalam pemeliharaan harta bersama. Hal ini semata

dimaksudkan sebagai perwujudan penegakan kehidupan keluarga menuju

kehidupan sejahtera dan bahagia.

Tanggung jawab suami istri terhadap pihak ketiga adalah berkaitan

dengan penggunaan harta perkawinan. Dalam penggunaan harta perkawinan

tersebut dimungkinkan terdapat utang, baik utang bersama maupun utang

Page 42: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

31

pribadi. Problem yang muncul kemudian adalah tanggung jawab terhadap

utang tersebut. Untuk mempertegas pembahasan mengenai utang dalam

perkawinan, lebih dahulu perlu dipahami makna utang dalam kapasitas pribadi

masing-masing suami istri ataupun utang bersama selama perkawinan.

Utang bersama merupakan semua utang-utang atau pengeluaran-

pengeluaran yang dibuat, baik oleh suami ataupun istri atau bersama-sama,

untuk kebutuhan kehidupan keluarga mereka, pengeluaran untuk kebutuhan

mereka bersama, termasuk pengeluaran sehari-hari. Sedangkan utang pribadi

merupakan utang-utang yang dibuat suami ataupun istri untuk kepentingan

pribadi mereka, yang bukan merupakan pengeluaran sehari-hari atau

pengeluaran untuk kepentingan harta pribadi mereka masing-masing.18

Berdasarkan hal tersebut, perihal tanggung jawab utang piutang masing-

masing suami istri dapat timbul antara lain bahwa utang-utang yang

membebani dari masing-masing sebelum perkawinan, utang-utang yang dibuat

oleh suami istri untuk keperluan pribadinya dan utang-utang sesudah adanya

perceraian. Utang pribadi suami istri tersebut dibayar dengan menggunakan

harta pribadi masing-masing. Hal ini dipertegas dengan ketentuan pasal 93

ayat (1) KHI, bahwa “Pertanggungjawaban terhadap utang suami atau istri

dibebankan pada hartanya masing-masing ”.

Mengacu pada perolehan harta bersama yaitu harta yang diperoleh

selama perkawinan berlangsung, maka suami istri dalam problematika utang

bersama mempunyai tanggung jawab terhadap utang bersama tersebut dalam

18 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, cet. ke-3 (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1993), h.74-75.

Page 43: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

32

rangka membiayai pengeluaran bersama dalam keluarga. Pengeluaran bersama

adalah pengeluaran yang diperlukan untuk menghidupi keluarga yang

bersangkutan, termasuk didalamnya pengeluaran kebutuhan sehari-hari,

pengeluaran untuk kesehatan dan pengobatan serta pendidikan anak-

anak. Dengan demikian, harta bersama menanggung utang bersama.

Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa apabila harta bersama tidak

memadai untuk menutup tanggungan utang bersama maka dapat diambil dari

harta pribadi suami. Apabila harta pribadi suami tidak mencukupi, dibebankan

pada harta pribadi istri.

Kewajiban suami mempergunakan harta pribadinya untuk menutup utang

bersama sebelum mempergunakan harta pribadi istri dalam hal tidak

mencukupinya harta bersama, menurut penulis adalah terkait dengan

kedudukan suami sebagai kepala keluarga. Dengan kedudukan tersebut, suami

wajib melindungi istri dan memenuhi kebutuhan hidup berumah tangga sesuai

dengan kemampuannya. Artinya suami dengan penghasilannya menanggung

nafkah, tempat kediaman bagi istri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan

biaya pengobatan bagi istri dan anak, dan biaya pendidikan bagi anak.

Oleh karena itu, adalah wajar apabila KHI menentukan bahwa apabila

pelunasan beban utang bersama yang ditutup dengan harta bersama belum

cukup maka diambilkan dari harta pribadi suami. Dengan kata lain bahwa

prioritas utama untuk menutup utang bersama setelah dipergunakan harta

bersama dibebankan kepada harta pribadi suami.

Page 44: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

33

Akan tetapi, mengingat harta bersama pada dasarnya merupakan harta

yang diperoleh selama masa perkawinan sedangkan kedudukan suami istri

berimbang dalam suatu perkawinan baik hak maupun tanggung jawabnya

maka suami istri mempunyai andil yang sama atas harta bersama. Hal ini

dimaksudkan agar kehidupan rumah tangga dapat kokoh.

F. Pembagian Harta Bersama Dalam Perceraian

Harta bersama antara suami istri baru dapat dibagi apabila hubungan

perkawinan itu sudah terputus. Hubungan perkawinan itu dapat terputus

karena kematian, perceraian, dan juga putusan pengadilan.19 Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 37 mengatakan “Bila

perkawinan putus kerena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya

masing-masing” yang dimaksud dengan hukum masing-masing ditegaskan

dalam penjelasan pasal 37 ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum

lainnya.20 Dalam pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak

menegaskan berapa bagian masing-masing antar suami atau istri, baik cerai

mati maupun cerai hidup, tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 96 dan

97 mengatur tentang pembagian syirkah ini baik cerai hidup maupun cerai

mati, yaitu masing-masing mendapat separuh dari harta bersama sepanjang

tidak ditentukan dalam perjanjian kawin. Selengkapnya pasal 96 Kompilasi

Hukum Islam berbunyi: “Apabila terjadi cerai mati maka separoh harta

19 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara PeradilanAgama Dan Zakat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,1998) h.35.

20 UU No.1 Tahun 1974, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, DirektoratJenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RI tahun 2001.

Page 45: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

34

bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. Pembagian harta

bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus

ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya

secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.”

Sedangkan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam menyatakan, “Janda atau

duda yang cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama

sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin”.21 Dari kedua pasal

di atas, dapat disimpulkan bahwa harta bersama atau syirkah akan dibagi sama

banyak atau seperdua bagian antara suami dan istri, hal ini dapat dilakukan

langsung atau dengan bantuan pengadilan.

Al-Qur'an maupun hadits tidak menjelaskan dengan tegas bahwa harta

yang diperoleh selama perkawinan menjadi milik suami sepenuhnya, dan juga

tidak menjelaskan dengan tegas bahwa harta yang diperoleh selama masa

perkawinan itu menjadi harta gono gini. Sehingga masalah ini merupakan

masalah yang perlu ditentukan dengan cara ijtihad, yaitu dengan

menggunakan akal pikiran manusia dan dengan sendirinya pemikiran tersebut

harus sesuai dengan hukum Islam.

Menurut hukum perkawinan Islam, istri mempunyai hak nafkah yang

wajib dipenuhi oleh suami. Maka pada dasarnya harta yang menjadi hak istri

selama dalam hubungan perkawinan adalah nafkah yang diperoleh dari

suaminya untuk hidupnya. Kecuali itu, mungkin juga ada pemberian-

21 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Surabaya: Mandar Maju, 1997)h.145.

Page 46: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

35

pemberian tertentu dari suami, misalnya perhiasan, alat-alat rumah tangga,

pakaian yang biasanya langsung dipakai oleh istri.22

Di dalam hukum Islam tidak membahas secara rinci masalah harta gono

gini suami istri dalam perkawinan, melainkan hanya dalam garis besarnya

saja. Sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda. Para pakar hukum

Islam di Indonesia, ketika merumuskan pasal 85-97 KHI, setuju untuk

mengambil syirkah abdan sebagai landasan merumuskan kaidah-kaidah

tentang harta gono gini suami istri. Kebolehan dalam melakukan syirkah ini

sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Shad (38) : 24, yaitu :

)٢٤: ص(

Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikatitu sebahagian mereka berbuat lalim kepada sebahagian yang lain, kecualiorang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amatsedikitlah mereka ini.” (Q.S. Shad : 24)

Para perumus KHI melakukan pendekatan dari jalur syirkah abdan dengan

hukum adat.23 Cara pendekatan ini tidak bertentangan dengan kebolehan

menjadikan ’urf sebagai sumber hukum dan sejiwa dengan kaidah al-adatu al-

muhakkamah.45 Pendapat tersebut memang bisa dibenarkan bahwasanya

sebuah kebiasaan atau ’urf bisa dijadikan sebagai dasar pengambilan hukum

22 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1998), h.102.

23 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya : Mandar Maju, 1997),h. 98.

Page 47: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

36

Islam. Jadi hukum Islam tidak menjelaskan tentang adanya harta gono gini.

Namun dalam KHI yang merupakan acuan bagi hakim Pengadilan Agama

untuk memutuskan perkara bagi yang beragama Islam.

Gugatan harta bersama bisa diajukan bersamaan dengan permohonan atau

gugatan perceraian dan bisa juga setelah perceraian berkekuatan hukum tetap

(inkracht). Dalam sengketa harta bersama selama ini yang diajukan ke

Pengadilan Agama kebanyakan kumulatif (samenvoeging van vordering).24

Gugatan harta bersama diajukan bersamaan dengan permohonan/gugatan

perceraian. Hal ini dibolehkan sebgaimana yang disebutkan dalam pasal 86

ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 berikut : “ Gugatan soal

penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri

dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah

putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Maka dari itu, gugatan ditinjau dari segi kuantitas terbagi dua, yakni

gugatan konvensi dan gugatan kumulasi.

1. Gugatan konvensi adalah gugatan yang berisi satu tuntutan, satu

penggugat dan satu tergugat. misalnya perkara gugatan perceraian

antara suami dan istri (satu lawan satu), maka yang diminta kepada

hakim adalah menjatuhkan talak kepada keduanya.

2. Gugatan kumulasi (samenvoeging) adalah gugatan yang berisi

beberapa tuntutan atau beberapa penggugat atau beberapa tergugat.

Gugatan kumulasi (commulatie) dibagi dua, yakni kumulasi

24 Berdasarkan wawancara penulis dengan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi AgamaJakarta, Drs. H. Pelmizar, M.H.I.

Page 48: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

37

subyektif (lebih dari satu penggugat atau tergugat) dan kumulasi

obyektif (lebih dari satu tuntutan). Contoh kumulasi subyektif

banyak terjadi dalam masalah kewarisan, beberapa penggugat

melawan satu tergugat atau sebaliknya. Contoh kumulasi obyektif

misalnya perkara perceraian, namun yang diminta di dalam

gugatannya disertakan dengan pembagian harta bersama.25

25 Dikutip dari laman www.lawiindonesia.wordpress.com (Tanggal 15 Juni 2015 Pukul16.00).

Page 49: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

38

BAB III

GAMBARAN UMUM PENGADILAN TINGGI AGAMA JAKARTA

A. Sejarah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Pengadilan Tinggi Agama sebagai salah satu pilar peradilan di lingkungan

Mahkamah Agung, salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman harus

mampu memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat pencari keadilan secara

prima, yang sejalan dengan visi Mahkamah Agung.1 Namun sedikit orang yang

mengetahui sejarah berdiri lembaga peradilan tersebut. Penting untuk mengetahui

asal muasal lahirnya lembaga peradilan tersebut.

Sejarah terbentuknya PTA Jakarta tidak terlepas dari terbentuknya Peradilan

Agama itu sendiri. Secara yuridis formal, Peradilan Agama sebagai suatu Badan

Peradilan yang terkait dalam sistem kenegaraan lahir di Indonesia (Jawa dan

Madura) berdasarkan suatu Keputusan Raja Belanda (Konninklijk Besluit), yakni

Raja Willem II tanggal 19 Januari 1882 Nomor 24 yang dimuat dalam Staatsblad

1882 Nomor 152, terdiri dari 7 pasal. Keputusan Raja Belanda itu baru dinyatakan

berlaku setelah ada desakan dari umat Islam pada tanggal 1 Agustus 1882.

Kemudian pemerintah Belanda pada tahun 1937 mengeluarkan Staatsblad

1937 Nomor 610 tentang Pembentukan Mahkamah Islam Tinggi (Hof voor

Islamietische Zaken) untuk Jawa dan Madura, berkedudukan di Jakarta, mulai

berlaku 1 Januari 1938. Kantor tersebut resmi dibuka pada tanggal 7 Maret 1938

M. bertepatan tanggal 5 Muharam 1357 H., bertempat di Gedung CikiniNo. 8,

1 Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id (Tanggal 02 Juli 2015 Pukul 12.35 wib).

38

Page 50: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

39

Jakarta, menjabat sebagai ketua adalah K.H. Moehammad Isa. Peresmian tersebut

dihadiri oleh Wakil Direktur Van justitie sebagai wakil pemerintah dan wakil

wakil dari lapisan masyarakat.

Tahun 1941, K.H. Moehammad Isa meninggal dunia. Kemudian Gubernur

Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan Nomor 6 tanggal 11

Agustus 1941 yang berisi pengangkatan K.H. Moehammad Adnan, seorang

penghulu di Surakarta sebagai Ketua MIT di Jakarta.

Kemudian, karena situasi Jakarta yang tidak kondusif, Menteri Kehakiman

melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor 2 tanggal 2 Januari 1946

yang berisi bahwa mulai 1 Januari 1946 memindahkan MIT di Jakarta ke

Surakarta untuk waktu yang tidak dapat ditentukan lamanya. Atas dasar surat

keputusan tersebut, K.H. Moehammad Adnan memindahkan MIT tersebut ke

Surakarta.

Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tanggal 27 Desember

1949, suasana negeri mulai kondusif. Pusat pemerintahan RI kembali berpusat di

Jakarta dan kantor serta lembaga negara kembali dipindahkan ke Jakarta. Tetapi

MIT tidak kembali dipindahkan ke Jakarta, ia tetap berada di Surakarta dan

menjadi terkenal dengan nama MIT Surakarta.

Pada tahun 1976, Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan Menteri

Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976 tentang Pembentukan

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta di Bandung dan Surabaya.

Kemudian tahun 1980, Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan

Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1980 tentang Penyeragaman Penyebutan, dimana

Page 51: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

40

untuk tingkat banding menggunakan nomenklatur Pengadilan Tinggi Agama dan

untuk tingkat pertama menjadi Pengadilan Agama. Dalam hal ini MIT Surakarta

menjadi Pengadilan Tinggi Agama Surakarta. Tahun 1985, Menteri Agama

mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 61 Tahun 1985 tanggal 16

Juli 1985 tentang Pemindahan Mahkamah Islam Tinggi dari Surakarta ke Ibukota

Negara di Jakarta.

Keputusan itu baru terlaksana dengan diresmikan Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1987, dengan ketuanya Drs. H. M. Taufik. Maka

sejak tahun 1987, secara otomatis pengadilan agama yang sudah ada di DKI

Jakarta menjadi berada di bawah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Pada saat itu

PTA Jakarta menempati gedung milik Kementerian Agama RI, yang beralamat di

Jalan Cemara Nomor 42, Jakarta Pusat. Dan hingga sekarang telah menempati

gedung sendiri di Jalan Radin Inten II Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta mencanangkan visi yaitu “Terwujudnya

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang Agung.” Sedangkan misi yang merupakan

sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan agar

tujuan organisasi dapat terlaksana dan terwujud dengan baik dari Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan dan

transparansi.

2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas Sumber Daya Aparatur Peradilan

dalam rangka peningkatan pelayanan pada masyarakat

Page 52: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

41

3. Melaksanakan tertib administrasi dan manajemen peradilan yang efektif

dan efisien.

4. Mengupayakan tersedianya sarana prasarana dan profesional.2

B. Tugas-tugas Pokok Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Tugas-tugas pokok Pengadilan Tinggi Agama Jakarta adalah sebagai berikut :

1. Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara

yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.

Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

jo. Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni

menyangkut perkara-perkara: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,

zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah.

2. Memberikan pelayanan yustisial bagi perkara banding.

3. Memberikan pelayanan di bidang administrasi perkara banding dan

administrasi peradilan lainnya.

4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum

Islam pada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta

sebagaimana diatur dalam pasal 52 Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

5. Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan perilaku hakim,

panitera, sekretaris dan jurusita di daerah hukumnya.

2 Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id (Tanggal 07 Juli 2015 pukul 20.00).

Page 53: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

42

6. Mengadakan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat

Pengadilan Agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan

seksama dan sewajarnya.

7. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di

lingkungan Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama.

8. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti hisab rukyat dan

sebagainya.

C. Kewenangan Absolut Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan peradilan

yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat

pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan

atau tingkat pengadilan lainnya. Kekuasaan pengadilan di lingkungan

Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang

beragama Islam.3

Berbicara tentang kewenangan absolut Pengadilan Tinggi Agama Jakarta,

tidak terlepas dengan kewenangan absolut Pengadilan Agama itu sendiri.

Hanya saja yang membedakannya adalah Pengadilan Tinggi Agama

menyelesaikan sengketa pada tahap banding.

Wewenang (kompetensi) Peradilan Agama diatur dalam pasal 49 sampai

dengan pasal 53 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Wewenang

tersebut terdiri atas wewenang relatif dan wewenang absolut. Wewenang

3 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:Sinar Grafika, 2003), h.56.

Page 54: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

43

relatif Peradilan Agama merujuk pada pasal 118 HIR atau pasal 142 RB.g. jo.

pasal 66 dan pasal 73 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sedang

wewenang absolut berdasarkan pasal 49 UU No. 7 tahun 1989. Perkara yang

menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama yakni : perkawinan, waris,

wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah.4

Harta bersama termasuk dalam kewenangan absolut Pengadilan Tinggi

Agama, karena termasuk dalam lingkup perkara perkawinan. Di Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta sendiri berdasarkan wawancara penulis dengan Hakim

Tinggi Pengadilan Agama Jakarta Drs. H. Pelmizar, M.H.I dan juga

berdasarkan keterangan dari Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta Fahruddin, S.H, masalah harta bersama dari tahun 2013 hingga

pertengahan 2015, menurut pengamatan para narasumber, tidak termasuk

perkara yang banyak menghiasi meja Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta.5

D. Prosedur Pengajuan Perkara di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Prosedur atau alur pengajuan perkara di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

sebagai berikut :

1. Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat

gugatan atau permohonan

2. Pihak berperkara menghadap petugas Meja I dan menyerahkan surat

gugatan atau permohonan, minimal 5 (lima) rangkap. Untuk surat

4 Dikutip dari blog www.wardhachece.blogspot.com (Tanggal 07 Juli 2015 Pukul 20.00wib).

5 Wawancara penulis dengan Hakim PTA Jakarta, Drs. H. Pelmizarm M.H.I di RuanganHakim PTA Jakarta, Tanggal 30 Juni 2015.

Page 55: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

44

gugatan ditambah sejumlah Tergugat. Dokumen yang perlu diserahkan

kepada Meja I adalah :

a. Surat kuasa khusus (dalam hal Penggugat atau Pemohon

menguasakan kepada pihak lain).

b. Fotokopi kartu tanda advokat bagi yang menggunakan jasa

advokat.

c. Surat kuasa insidentil harus ada keterangan tentang hubungan

keluarga dari kepala desa/lurah dan/atau surat izin khusus dari

atasan bagi PNS/POLRI/TNI.

3. Petugas Meja I (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu

berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya

perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah

mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada

pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan

atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

dan terahir Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.

Catatan yang perlu diketahui oleh pihak berperkara :

a. Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara Prodeo

(cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan

melampirkan surat keterangan dari lurah atau kepala desa setempat

yang dilegalisasi oleh camat.

Page 56: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

45

b. Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp.0,00

dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM),

didasarkan pasal 237-245 HIR.

c. Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau

berperkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau

permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara.

Dalam posita surat gugatan atau permohon untuk berperkara secara

prodeo dan dalam petitumnya.

4. Petugas Meja I menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan

kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk

Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).

5. Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (kasir) surat

gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM).

6. Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar

biaya perkara ke bank.

7. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip

penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank

tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti

nomor urut,dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak

berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan

uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.

Page 57: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

46

8. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari

petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukan slip bank tersebut

dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada

pemegang kas.

9. Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan

kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi

tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan

menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan

pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan

atau permohonan yang bersangkutan.

10. Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja II surat gugatan

atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap

serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

11. Petugas Meja II mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan

dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat

gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor

pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.

12. Petugas Meja II menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan

atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak

berperkara.6

Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita

pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan

6 Dikutip dari www.pta-jakarta.go.id (Tanggal 07 Juli 2015 pukul 20.00).

Page 58: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

47

Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).

Selanjutnya dalam proses persidangan hanya memutus perkara tersebut.

Page 59: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

48

BAB IV

ANALISIS TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA

PUTUSAN NOMOR 126/Pdt.G/2013/PTA.JK

A. Gambaran Umum Putusan Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK

1. Kasus Posisi

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta pada tanggal 2 Desember 2013 telah

menerima permohonan banding atas putusan Pengadilan Agama Jakarta

Barat Nomor 1213/Pdt.G/2013/PA.JB dan mendapatkan nomor perkara

126/Pdt.G/2013/PTA.JK dari Pembanding yang identitasnya sebagai

berikut :

a. Pembanding, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta,

bertempat tinggal di Jakarta Barat. Dahulu sebagai Tergugat.

Penggugat Rekonvensi. Sekarang Pembanding.

Melawan Terbanding yang identitasnya sebagai berikut :

b. Terbanding, umur 66 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat

tinggal di Jakarta Barat. Dalam hal ini memberikan kuasa kepada

Advokat yang berkantor di Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa

khusus tanggal 19 September 2013, dahulu sebagai

Penggugat/Tergugat Rekonvensi. Sekarang Terbanding.

Pembanding dan Terbanding sudah resmi bercerai berdasarkan akta

cerai yang dikeluarkan Pengadilan Agama Jakarta Barat tanggal 27 Mei

2011. Itu artinya bahwa gugatan harta bersama Nomor

1213/Pdt.G/2013/PA.JB bukan gugatan kumulasi.

48

Page 60: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

49

Berdasarkan keterangan dari Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta, Fakhruddin, S.H, nama-nama orang yang berperkara

sengaja dianonim (disamarkan) untuk menjaga nama baik dan juga hal-hal

lain nanti yang bisa merugikan kedua pihak di kemudian hari. Maka dari

itu juga penulis menganonim nama-nama Pembanding dan Terbanding.

Gugatan harta bersama pada putusan Nomor 1213/Pdt.G/2013/PA.JB

yang bertindak sebagai Penggugat adalah Terbanding yang tidak lain

adalah suami Pembanding. Di dalam putusan tersebut terbanding tidak

menerima putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat yang memutuskan

bagian untuknya 1/2 dari harta bersama karena menganggap putusan

tersebut tidak memenuhi unsur keadilan, dimana Pembanding lebih

mempunyai andil dalam mendapatkan harta bersama tersebut selama

perkawinan. Harta bersama yang dimaksud adalah sebidang tanah seluas

729 M2 yang terletak di Jakarta Barat dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan jalan;

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Gang;

c. Sebelah Barat : berbatasan dengan rumah;

d. Sebelah Timur : berbatasan dengan kebun kosong;

Sehingga ketika putusan telah dibacakan pada tanggal 27 Agustus 2013,

yang pada saat itu Pembanding hadir, Pembanding langsung mengajukan

permohonan banding pada tanggal 10 September 2013. Itu artinya

permohonan banding dari Pembanding dapat diterima karena masih dalam

tenggang waktu yakni 14 hari. Dan juga Pembanding memenuhi syarat

Page 61: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

50

legal standing sebagai orang yang mempunyai hak berperkara dalam

putusan ini, berdasarkan pasal 61 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.

Oleh karena itu permohonan banding dari Pembanding dapat diterima oleh

Pengadilan Tinggi Agama. Kemudian memori banding telah diberitahukan

kepada Terbanding pada tanggal 29 Oktober 2013 dan Terbanding

mengajukan kontra memori bandingnya pada tanggal 18 November 2013.

Dan kontra memori bandingnya telah disampaikan kepada Pembanding

pada tanggal 22 November 2013.

2. Duduk Perkara

Tentang duduk perkaranya atau motif Pembanding mengajukan

gugatan ke Pengadilan Tinggi Agama Jakarta adalah sebagai berikut :

a. Pembanding tidak menerima putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat

yang menetapkan sebidang tanah 729 M2 (tujuh ratus dua puluh

sembilan meter persegi) yang terletak di Jakarta Barat sebagai harta

bersama dan menghukum Pembanding untuk menyerahkan ½ dari

harta bersama tersebut ke Pembanding. Berdasarkan SHM Nomor 694

tercatat tanah itu atas nama Pembanding.

b. Bahwa berdasarkan perjanjian yang dicatatkan di Kantor Notaris

Abdullah Bagus Hidmatin Wargahadibrata, S.H, M.Kn., selama dua

tahun pernikahan Pembanding dan Terbanding hasil usaha keduanya

yang sekitar Rp 1,000,000,000,00 s.d. Rp 1,500,000,000,00

digunakan untuk melunasi utang-utang Terbanding sebelum menikah

Page 62: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

51

dengan Pembanding. Maka dari itu bisa dilihat itikad baik dari

Pembanding yang ingin menolong terbanding untuk melunasi utang-

utang Terbanding.

c. Dalam perjanjian tersebut juga, Pembanding memiliki usaha sendiri

saat menikah dengan Pembanding yakni PT. PGA dan Pembanding

sama sekali tidak memiliki utang.

d. Pembanding memiliki usaha yakni PT. PGA yang cukup lancar,

bahkan dengan usaha itu, Pembanding bisa menafkahi keluarga

termasuk Terbanding dan anak-anak Terbanding dari istri pertamanya

yang sudah dicerai.

e. Terbanding dalam soal keuangan tidak jujur karena tidak mengakui

memiliki deposito Rp 505,209,963,00. Padahal seharusnya

Pembanding sebagai istri harus mengetahui penghasilan suaminya

untuk menafkahi keluarga sebagai tugas utama suami.

f. Pembanding juga sampai saat perjanjian di depan notaris dibuat, tidak

mengetahui penghasilan per bulan, rekening tabungan, dan rekening

koran Terbanding.

g. Sampai saat perjanjian di depan notaris dibuat, penghasilan dari

Pembanding lah yang digunakan untuk kemaslahatan rumah tangga

Pembanding dan Terbanding untuk menyekolahkan putra-putri

Pembanding, dan mengembangkan usaha Pembanding yang

seluruhnya atas izin Terbanding.

Page 63: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

52

h. Selain itu juga, Terbanding telah melakukan tindak pidana pemalsuan,

dengan mendirikan PT. JA, pada hari kamis tanggal 15 Juli 2010

tanpa sepengetahuan pihak Pembanding, dengan menggunakan surat

kuasa di bawah tangan tanpa kehadiran dan sepengetahuan

Pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa Terbanding ingin

menguasai hasil jerih payah Pembanding dengan cara yang tidak

pantas dan tidak jujur menjadikan Pembanding sebagai kuda

tunggangan, tanpa memberikan perhatian, sandang, pangan, papan,

dan kasih sayang.

i. Sebaliknya pihak Pembanding bekerja keras membanting tulang untuk

mencukupi kebutuhan rumah tangga, kebutuhan Pembanding,

kebutuhan anak-anak, dan kebutuhan perusahaanya.

j. Bahkan pihak Pembanding telah mendapatkan penghargaan dari

Presiden dan Gubernur DKI Jokowi serta pengkuan dari banyak badan

nasional dan internasional atas prestasi mengharumkan bangsa dan

negara, ini membuktikan bahwa Pembanding adalah orang yang

bersungguh-sungguh dalam bekerja, membantu masyarakat tanpa

lelah berkarya secara tulus ikhlas.

k. Pembanding dan Terbanding di depan notaris telah bersepakat dari

setiap harta yang dicatatkan atas nama masing-masing selama

pernikahan akan tetap menjadi milik masing-masing sesuai jerih

payah masing-masing.

Page 64: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

53

3. Pertimbangan Hakim

Dalam memutuskan perkara ini, Majelis Hakimmempertimbangkan

hal-hal sebagai berikut :

a. Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah disertakan di dalam

persidangan oleh Pembanding, terbukti Pembanding, pada

tanggal 27 Februari 2009, telah membeli sebidang tanah SHM

Nomor 694/Palmerah Jakarta Barat seluas lebih kurang 729 M2

dan sebuah rumah permanen di atas tanah tersebut yang terletak

di Kota Administrasi Jakarta Barat dari Fulan.

b. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta berpendapat

bahwa bedasarkan pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 jo. pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam,

harta bersama adalah harta yang diperoleh masing-masing

suami dan istri atau yang diperoleh bersama suami dan istri.

Oleh karena tanah dan rumah tersebut dibeli oleh Pembanding

pada saat terikat perkawinan dengan Terbanding, maka harta

tersebut termasuk harta bersama.

c. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta setelah

melihat bukti dan menimbang secara seksama, berkesimpulan

bahwa tanah SHM Nomor 694/Palmerah seluas 729 M2 dan

bangunan rumah di atas tanah tersebut yang terletak di Jakarta

Barat adalah harta bersama Pembanding dan Terbanding.

Page 65: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

54

d. Majelis Hakim menimbang dengan seksama bahwa hasil usaha

Pembanding dan Terbanding digunakan untuk melunasi utang-

utang Terbanding yang terjadi sebelum perkawinan sejumlah

paling tidak Rp. 1,000,000,000,00. Dalam hal ini Pembanding

terlihat membantu Terbanding untuk melunasi utang-utang

Terbanding, padahal seharusnya sebagai seorang suami

seharusnya Terbanding harus mampu melunasi utang-utangnya

sendiri sebagai kepala rumah tangga. Pada kenyataannya suami

bukan menafkahi keluarga tapi malah menambah beban yang

dibawanya dari sebelum menikah dengan Pembanding.

e. Pihak Pembanding lah yang menjalankan usaha PT. JAR dan

PT. JARS, usaha yang bergerak di bidang pengadaan bibit jati.

Yang hasilnya digunakan untuk menafkahi keluarga

Pembanding dan Terbanding.

f. Majelis Hakim menimbang berdasarkan fakta-fakta tersebut

akan tidak adil jika dalam pembagian harta bersama tersebut

menerapkan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yakni dibagi

dengan bagian yang sama untuk Pembanding dan Terbanding.

Oleh karena itu pasal 97 Kompilasi Hukum Islam tersebut

harus dipahami bahwa harta bersama dibagi dua antara suami

dan istri jika kebutuhan rumah tangga semuanya ditanggung

oleh karena kewajibannya, sebagaimana diatur dalam pasal 34

Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo. pasal 80

Page 66: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

55

ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, di samping itu sesuai dengan

substansi Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 32. Majelis Hakim

menimbang berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 229

wajib memahami nilai-nilai hukum yang hidup dan tumbuh di

dalam masyarakat. Memahami bahwa keadilan tidak

mempunyai batas ruang dan waktu. Sedangkan Undang-undang

mempunyai batas (parsial) karena dibuat oleh manusia,

sehingga sangat mungkin suatu Undang-undang atau peraturan

tidak bisa digunakan pada suatu perkara yang kasuistis seperti

ini.

g. Majelis Hakim menimbang, walaupun mengesampingkan pasal

97 Kompilasi Hukum Islam (asas legal formal), hakim sebagai

pembuat hukum (judge made law) harus lebih jeli lagi melihat

dasar-dasar keadilan berdasarkan nuraninya. Dimana dalam

kasus ini hakim melihat pihak Pembanding yang lebih banyak

berkontribusi dalam mengumpulkan harta bersama dan

mempunyai itikad baik untuk menafkahi keluarga.

h. Terhadap pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta menetapkan

pembagian harta bersama masing-masing untuk Pembanding

2/3 bagian dan untuk Terbanding 1/3 bagian.

Page 67: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

56

4. Amar Putusan

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta mengadili

perkara Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK yang isinya sebagai berikut :

a. Menerima permohonan banding dari Pembanding. Pembanding

memenuhi syarat legal standing sebagai orang yang berhak

berperkara dalam perkara Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK.

Tidak obscur liebel dan sudah sesuai dengan kewenangan

relatif Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

b. Pengadilan Tinggi Agama Jakarta menguatkan sebagian

putusan dan melakukan perbaikan sebagian putusan Pengadilan

Agama Jakarta Barat Nomor 1213/Pdt.G/2013/PA.JB.

c. Menetapkan sebidang tanah seluas 729 M2 yang terletak di

Jakarta Barat dengan batas-batas sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : berbatasan dengan jalan;

2) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Gang;

3) Sebelah Barat : berbatasan dengan rumah;

4) Sebelah Timur : berbatasan dengan kebun kosong;

Adalah harta bersama Pembanding dan Terbanding.

d. Menetapkan 2/3 bagian dari harta bersama untuk Pembanding

dan 1/3 untuk Terbanding.

e. Menghukum Pembanding untuk membagi harta bersama

tersebut dan menyerahkan 1/3 bagian kepada Terbanding, jika

tidak dapat dibagi secara riil harta bersama tesebut dijual secara

Page 68: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

57

lelang di depan umum dan hasilnya 1/3 bagian diserahkan

kepada Terbanding.

B. Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan Nomor

126/Pdt.G/2013/PTA.JK

Dalam menegakkan hukum harus ada tiga unsur yang selalu harus

diperhatikan, yaitu : kepastian hukum (rechtsicherheit), kemanfaatan

(zweckmassigkeit), dan keadilan (gerechttigkeit). Demikian, jika hakim

hendak memutuskan perkara, maka pijakannya harus pada tiga unsur

tersebut.1

Sengketa harta bersama oleh orang yang beragama Islam harus

diselesaikan di Pengadilan Agama sesuai dengan kewenangan absolut yang

tertuang di dalam pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama yang telah beberapa kali diamandemen. Sengketa

harta bersama merupakan masalah yang cukup rumit karena berkaitan dengan

harta benda suami istri yang meminta bagian masing-masing tatkala bercerai.

Maka di sinilah hakim harus menggunakan tiga unsur di atas. Seperti dalam

perkara Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK yang akan penulis bahas pada bab IV

ini.

Dalam Bab VII pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pasal

119 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tentang harta benda dalam

perkawinan, diatur sebagai berikut :

1 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT. CitraAditya Bakti, 1993), h.2.

Page 69: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

58

“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama” (Pasal 35 ayat (1))

“Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi

harta bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak

ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”

Jelaslah bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung,

menjadi harta bersama. Pasal 35 ayat (1) UUP dan pasal 119 BW (Burgerlijk

Wetboek) menjadi landasan hukum yang dipakai oleh Majelis Hakim

Pengadilan Agama Jakarta Barat, yang kemudian dikuatkan lagi oleh Majelis

Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta untuk menetapkan sebidang tanah seluas

729 M2 yang terletak di Jakarta Barat sebagai harta bersama, karena dibeli

pada saat Pembanding dan Terbanding masih terikat perkawinan. Namun

putusan belum inkracht, pihak Pembanding (yang dulu sebagai tergugat)

tidak puas dengan putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat yang

tertuang dalam putusan Nomor 1213/Pdt.G/2012/PA.JB , lalu mengajukan

banding kepada Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Pembanding mengklaim

bahwa tanah tersebut dibeli dengan jerih payahnya pada tanggal 27 Februari

2009 (SHM Nomor 694/Palmerah Jakarta Barat), namun dikarenakan

dibelinya tanah tersebut pada saat perkawinan, maka tanah tersebut

merupakan harta bersama.

Pada dasarnya, tidak ada percampuran harta kekayaan dalam perkawinan

antara suami dan istri (harta bersama). Kompilasi Hukum Islam pasal 86 ayat

Page 70: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

59

(1), menegaskan bahwa “Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta

istri dan suami karena perkawinan”. Pada ayat (2) disebutkan bahwa “Pada

dasarnya harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya,

demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh

olehnya”. Konsideransi dari pasal ini adalah untuk melindungi hak masing-

hak masing dan menghargai hasil jerih payah satu pihak dengan pihak lain.

Oleh karena itu perjanjian perkawinan sangatlah penting jika di kemudian hari

terpaksa harus membagi harta bersama karena perceraian.

Konsep harta bersama pada awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi

yang berkembang di Indonesia. Walaupun kata “gono-gini” berasal dari

konsep adat jawa, namun ternyata di daerah lain juga dikenal dengan konsep

yang sama dengan istilah-istilah yang berbeda, seperti “hareuta sirakeat” dari

Aceh, “harta suarang” dari bahasa Minagkabau, “guna kaya” dari bahasa

Sunda, dan “duwe gabro” dari Bali.2 Konsep ini kemudian didukung oleh

hukum positif di negara kita di dalam undang-undang dan aturan hukum

lainnya.

Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991) pasal 85

disebutkan bahwa : “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak

menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri”. Pasal ini

telah menyebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan. Dengan kata

lain, Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya harta bersama dalam

2 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta :Transmedia Pustaka, 2008), h.10.

Page 71: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

60

perkawinan, walaupun sudah menikah tetap tidak tertutup kemungkinan ada

harta masing-masing dari suami dan istri.3

Penulis menyoroti tentang dasar hukum adanya harta masing-masing

dalam harta bersama, yakni Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun

1991) pasal 85 disebutkan bahwa : “Adanya harta bersama dalam perkawinan

itu tidak menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri”.

Dalam perkara Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, Pembanding dalam hal ini

adalah istri dari Terbanding yang sebelum melaksanakan pernikahan,

Pembanding mempunyai perusahan PT. PGA yang bergelut di bidang

pengadaan bibit jati yang sukses dan lancar. Hasil dari perusahaan itu ternyata

tidak hanya dinikmati sendirian oleh Pembanding. Pembanding yang

menafkahi keluarga bahkan anak dari istri pertama Terbanding pun ikut

diayomi oleh Pembanding dari hasil peruasahaan yang Pembanding jalankan.

Seharusnya jika mengacu pada peran dan tanggung jawab suami-istri, apa

yang dimiliki istri baik itu dari harta bawaan atau harta bersama, tidak wajib

untuk dipakai menghidupi keluarga. Hanya dalam hal ini, Pembanding

mempunyai itikad baik dalam menghidupi keluarga.

Tanggung jawab suami memberi nafkah tertuang dalam pasa 34 ayat (1)

UU Perkawinan. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa suami wajib

melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah

tangga sesuai dengan kemampuannya. Hal serupa juga telah diatur di dalam

3 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta :Transmedia Pustaka, 2008), h.13.

Page 72: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

61

BW (KUHPer), yaitu pada pasal 107 ayat (2). Kemudian Kompilasi Hukum

Islam menguatkannya dalam pasal 80 ayat (2) jo. ayat (4), yaitu bahwa suami

wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Sesuai dengan

penghasilannya, suami menanggung :

1. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.

2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak

3. Biaya pendidikan bagi anak4

Suami menanggung nafkah keluarga sesuai dengan kemampuannya. Untuk

itu harus ada transparansi pendapatan suami kepada istrinya. Tidak boleh

disembunyikan hanya karena takut dengan beban nafkah.

Ikatan perkawinan mengkondisikan adanya harta bersama suami dan istri,

sebagaimana tertuang dalam pasal 35 ayat (1), namun bukan berarti dalam

perkawinan hanya ada harta bersama atau gono-gini yang diakui, hal ini

sebagaimana yang tercantum dalam pasal 85 KHI yang menyatakan tidak

menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri dalam harta

bersama tersebut. Harta bersama dalam perkawinan ada tiga macam sebagai

berikut :

1. Harta gono-gini

4 Diakses dari hukumonline.com pada hari kamis 3 September 2015 pukul 01.11.

Page 73: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

62

Harta gono-gini adalah harta yang diperoleh selama masa perkawinan.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 91 ayat (1), harta gono-

gini bisa berupa benda berwujud dan tidak berwujud. Suami dan istri

harus bisa menjaga harta gono-gini ini dengan penuh amanah,

sebagaimana diatur dalam KHI pasal 89, sebagai berikut : “Suami

bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri, maupun

hartanya sendiri”.

2. Harta bawaan

Harta bawaan adalah harta benda milik masing-masing suami dan istri

yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan atau yang diperoleh

warisan dan hadiah. Tentang harta bawaan, Undang-undang

Perkawinan pasal 35 ayat (2) mengatur, “Harta bawaan masing-

masing suami dan istri serta harta benda yang diperoleh masing-

masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan

masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”.

Berdasarkan ketentuan ini, suami maupun istri berhak memiliki

sepenuhnya harta bawaannya masing-masing, asalkan tidak ditentukan

lain dalam perjanjian perkawinan. Pernyataan yang sama juga

diperkuat dalam KHI pasal 87 ayat (1). Harta bawaan bukan termasuk

dalam harta bersama. Suami atau istri berhak menggunakan harta

bawaannya masing-masing dan juga dapat melakukan perbuatan

hukum atas hartanya masing-masing. Dasarnya adalah Undang-undang

Page 74: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

63

Perkawinan pasal 36 ayat (2), dan hal ini senada juga dinyatakan dalam

KHI pasal 87 ayat (2). Berdasarkan ketentuan ini, harta masing-masing

pasangan tidak bisa diotak-atik oleh pasangannyayang lain. Harta

bawaan bisa saja menjadi harta bersama jika dalam perjanjian

perkawinan menyebutkan adanya peleburan atau penyatuan antara

harta bersama dan harta bawaan.

3. Harta perolehan

Harta perolehan adalah harta benda yang hanya dimiliki pribadi oleh

suami atau istri setelah terjadinya ikatan perkawinan. Seperti halnya

harta bawaan, harta ini juga menjadi milik pribadi masing-masing

pasangan. Sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan. Dasarnya Undang-undang Perkawinan pasal 35 ayat (2).

Contohnya hadiah, hibah dan warisan.5

Oleh karena adanya kebersamaan harta kekayaan antara suami istri, maka

harta bersama atau gono-gini menjadi milik keduanya. Untuk menjelaskan hal

ini sebenarnya ada dua macam hak dalam harta bersama, yaitu hak milik dan

hak guna, artinya mereka berdua sama-sama berhak menggunakan harta

bersama tersebut dengan syarat harus mendapat persetujuan dari pasangannya.

Jika suami hendak menggunakan harta bersama, dia harus meminta

persetujuan istrinya. Demikian juga sebaliknya, jika istri hendak

menggunakan harta bersama, maka dia harus izin kepada suaminya.

5 Ismail Muhammad Syah, Pencarian Bersama Suami-istri; Adat Gono-gini dari SudutHukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1965), h.16.

Page 75: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

64

Undang-undang Perkawinan pasal 36 ayat (1) menyebutkan bahwa :

“Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan

kedua belah pihak”.

Jika penggunaan harta gono-gini tidak mendapat persetujuan dari salah

satu pihak keduanya, tindakan tersebut dianggap melanggar hukum karena

merupakan tindak pidana yang bisa saja dituntut secara hukum. Dasarnya

dalam KHI pasal 92 : “Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak

diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama”

Suami atau istri juga diperbolehkan menggunakan harta bersama sebagai

barang jaminan asalkan mendapat persetujuan dari salah satu pihak. Tentang

hal ini, KHI pasal 91 ayat (4) mengatur bahwa : “Harta bersama dapat

dijadikan jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lain”

Dalam perkara Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, Terbanding yang dalam

hal ini adalah suami dari Pembanding diketahui ternyata memiliki deposito

sebesar Rp. 505,209,963,00 yang disembunyikan dari Pembanding. Jika

deposito itu ada pada saat perkawinan masih berlangsung, maka deposito

tersebut juga seharusnya menjadi harta bersama sesuai ketentuan KHI pasal

35. Namun rupanya Terbanding hendak mengelabui Pembanding hingga saat

perceraian Pembanding tidak mengetahui pasti berapa penghasilan Terbanding

per bulan, rekening tabungan, dan rekening koran.

Harta bersama jika ingin disimpan di bank atau dipindahkan atau

digunakan untuk apa saja, seharusnya dengan persetujuan kedua belah pihak.

Page 76: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

65

Demikian juga ketentuan hukum harta bersama yang terkait dengan utang,

KHI pasal 93 ayat (1) menyebutkan bahwa : “Pertanggungjawaban terhadap

utang suami atau istri dibebankan kepada hartanya masing-masing”.

Maksudnya utang yang secara khusus dimiliki oleh suami atau istri menjadi

tanggung jawab masing-masing. Misalnya, salah satu dari mereka mempunyai

utang sebelum mereka menikah, maka utang itu menjadi tanggung jawabnya

sendiri.

Dalam kasus di atas, Terbanding sebelum menikah dengan Pembanding,

telah mempunyai utang kurang lebih Rp. 1,000,000,000,00. Namun uang yang

dipakai untuk melunasi utang tersebut adalah harta bersama yang diperoleh

selama dua tahun menikah yakni sebesar Rp. 1,000,000,000,00 hingga Rp.

1,500,000,000,00. Jika merujuk pada hukum positif, seharusnya Terbanding

harus melunasi utangnya dengan hartanya sendiri, tidak boleh membebankan

kepada Terbanding.

Namun lain halnya ketika utang tersebut untuk kepentingan keluarga atau

utang tersebut ada pada saat perkawinan dan diketahui oleh kedua belah pihak,

maka bolehlah menggunakan harta bersama untuk pelunasannya.

Bahkan walaupun utang tersebut dipakai Terbanding untuk menafkahi

keluarga Pembanding dan Terbanding tetap saja hukum menyerahkan beban

pelunasannya kepada Terbanding yang dalam hal ini sebagai suami

Pembanding. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.

Jika utang tersebut untuk kepentingan keluarga, dalam KHI pasal 93 ayat (2),

Page 77: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

66

bahwa : “Pertanggungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk

kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta suami”.

Berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang hakim Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta, Drs. H. Pelmizar, M.H.I, mengatakan bahwa dalam

menyelesaikan kasus harta bersama ini Majelis Hakim merujuk kepada nash-

nash Al-Qur’an, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan Kompilasi

Hukum Islam sebagai hukum terapan dan hukum positif di Pengadilan

Agama.6

Dalam putusan perkara Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, Majelis

Hakim telah berusaha memberikan keadilan dalam hal pembagian harta

bersama. Dimana istri mendapatkan 2/3 harta bersama, sedangkan suami

hanya 1/3 harta bersama. meskipun suami tidak mempunyai andil terhadap

perolehan harta bersama tetapi masih mendapat bagian 1/3 dari harta bersama

dengan pertimbangan karena suami sebagai kepala rumah tangga telah

mengayomi keluarga antara lain memberikan izin istri untuk bekerja dan

suami telah mengurusi anak.

Menurut penulis, hal ini sudah cukup memberikan keadilan bagi

Pembanding dan Terbanding dalam perkara tersebut. Harta bersama dibagi ½

bagian untuk masing-masing pihak jika dalam kondisi normal, yaitu suami

memberi nafkah kepada keluarga, dan istrinya mengurus rumah tangga.

Namun dalam hal ini, perkara tersebut bisa disebut kasuistis. Kita harus

6 Wawancara penulis dengan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, Drs. H. Pelmizar,M.H.I, di Ruangan Hakim PTA Jakarta, Tanggal 30 Juni 2015.

Page 78: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

67

melihat sejauh mana peranan suami dan istri dalam mengumpulkan harta

bersama tersebut dan bagaimana mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban

mereka sebagai suami-istri. Walaupun tidak sesuai dengan pasal 97 Kompilasi

Hukum Islam, hakim lebih mengedepankan keadilan.

Tidak boleh dilupakan kewajiban hakim yang tercantum dalam pasal 28

Undang-undang RI No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman, yaitu

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat. Sebagai “wakil Tuhan”, hakim mempunyai

wewenang untuk membuat hukum, yang biasa disebut “Judge made Law”.

Maka dari itu, setiap putusan pasti diawali dengan kalimat “DEMI

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.7

Memang keadilan merupakan tujuan pokok Peradilan Agama, yaitu

menyelenggarakan peradilan agama, menegakkan hukum dan keadilan.

Konsep di atas sesuai dengan hasil wawancara dengan Drs. H. Pelmizar,

M.H.I.8 Sebagaimana diketahui tujuan hukum dalam kaidah-kaidah hukum,

yaitu:

1. Hukum melindungi kebebasan setiap warga negaranya

2. Setiap warga negara harus diperlakukan sama dihadapan hukum

7 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 2006),h.21.

8 Wawancara penulis dengan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, Drs. H. Pelmizar,M.H.I, di Ruangan Hakim PTA Jakarta, Tanggal 30 Juni 2015.

Page 79: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

68

3. Hukum harus menegakkan kebenaran dan rasa keadilan dalam

kehidupan masyarakat.9

Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung

terus menerus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-

peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan

asas-asas keadilan.10

Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian

hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada

keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat.11 Oleh karena itu, penulis

dapat menarik kesimpulan bahwa putusan hakim dalam perkara No.

126/Pdt.G/2013/PTA.JK sudah benar dan telah memenuhi rasa keadilan,

meskipun tidak sesuai dengan yang diatur dalam KHI karena tujuan dari

hukum adalah keadilan dan keadilan adalah segala-galanya. Keberanian

tersebut telah dipraktekkan dengan memahami bahwa pasal 97 KHI yakni

janda atau duda cerai mendapat setengah adalah jika dalam ketentuan standar

normal, dalam arti suami yang mencukupi semua kebutuhan keluarga, baik

sandang, pangan, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya sedangkan istri

sebagai ibu rumah tangga mengerjakan pekerjaan kerumah tanggaan, seperti

memasak, mengasuh anak, mengurus kebersihan rumah dan lain-lainnya.

9 Ahmad Kamil, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, (Jakarta; Prenada Media, 2005),h.21.

10 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), h.48.

11 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), h.34.

Page 80: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

69

Dengan demikian, pembagian harta bersama tidak selamanya dibagi dua

sama rata diantara suami dan istri. Pembagian harta bersama seharusnya

dilakukan secara adil, sehingga tidak menimbulkan ketidak adilan antara mana

yang merupakan hak suami dan mana yang hak istri.

C. Tinjauan Fikih Terhadap 126/Pdt.G/2013/PTA.JK

Pada dasarnya menurut hukum Islam, harta suami istri terpisah. Masing-

masing memiliki hak untuk membelanjakan atau menggunakan hartanya

dengan sepenuhnya tanpa boleh diganggu oleh pihak lain, baik merupakan

harta bawaan masing-masing atau harta yang diperoleh salah seorang suami

istri atas usahanya sendiri-sendiri maupun harta yang diperoleh oleh salah

seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka

menikah. Al Qur’an tidak mengatur lembaga harta bersama dalam

perkawinan. Dalam kitab fikih pun tidak menyebut tegas mengenai harta

bersama selama perkawinan yang disebut sebagai harta kekayaan perkawinan.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. al-Nisa’ (4) : 32,

yaitu :

)٣٢:النساء(Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allahkepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena)bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, danbagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, danmohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya AllahMaha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Nisa’ : 32)

Page 81: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

70

Menurut ayat tersebut jelaslah bagi laki-laki akan mendapat harta mereka

sesuai dengan jerih payahnya dan begitu pula bagi perempuan akan

mendapatkan haknya sesuai dengan jerih payahnya. Maka, ketika terjadi

perceraian masing-masing suami dan istri berhak mendapatkan apa yang

mereka telah usahakan.

Konsep harta bersama, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hanya

merupakan produk hukum adat, yang kemudian dikonsepkan di dalam hukum

positif Indonesia.

Di dalam hukum Islam atau fikih sendiri, membolehkan kebiasaan

masyarakat atau adat yang baik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam

diadopsi menjadi hukum positif. Di dalam ushul fikih adat kebiasaan disebut

“’Urf”. “’Urf” ini bisa menjadi sandaran hukum sesuai dengan kaidah yang

menyatakan :

مة العادة محك

Artinya : “Sebuah adat kebiasaan bisa dijadikan sandaran hukum”.

Namun adat kebiasaan ini tidak serta merta harus diadopsi menjadi hukum

positif. Adat tersebut harus memenuhi syarat-syarat, yaitu :

1. ‘Urf berlaku umum;

2. Tidak bertentangan dengan nash syar’i;

3. ‘Urf tersebut sudah berlaku sejak lama, bukan kebiasaan yang baru

saja terjadi;

4. Tidak bertentangan dengan tashrih.

Page 82: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

71

Oleh karena itu, sah-sah saja jika dalam perkawinan suami-istri bersepakat

mengadakan persatuan harta.

Harta bersama di dalam fikih bisa disebut sebagai hasil syirkah. Ada dua

pendapat yang mengenai harta bersama (syirkah) dalam Islam. Ada pendapat

yang menyatakan harta bersama dapat terjadi dalam perkawinan Islam.

Dengan adanya pernikahan, terjadi perkongsian terbatas (syarikatur rajuli

filhayati), yaitu kongsi sekutu seorang suami dalam melayari bahtera hidup,

maka antara suami istri dapat terjadi syirkah Abdaan (perkongsian tidak

terbatas), syirkah di bidang pemberian jasa atau melakukan pekerjaan

(perkongsian tenaga). Kekayaan bersatu karena syirkah seakan-akan

merupakan harta kekayaan tambahan akibat usaha/ pekerjaan bersama. Ada

juga yang berpendapat bahwa Islam tidak mengenal harta bersama kecuali

dengan tegas dilakukannya syirkah, hal ini bersandar pada pendapat yang

mengatakan bahwa tidak ada harta bersama, harta yang menjadi hak istri tetap

menjadi milik istri dan tidak dapat diganggu gugat termasuk oleh suami,

begitu pula apa yang diusahakan oleh suami keseluruhannya tetap menjadi hak

milik suami kecuali bila ada syirkah, perjanjian bahwa harta suami-istri

tersebut bersatu. Dalam Al-Qur’an surat al-Nisa’ ayat 32 hanya menegaskan

bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama berlaku atau berusaha dan untuk

memperoleh rezeki dari usahanya. Tidak menyebutkan adanya harta bersama.

Ahli-ahli yang berpendapat bahwa tidak ada harta bersama dalam Islam di

antaranya adalah Satria Effendi dan Abdullah Siddik. Sedangkan ahli-ahli

yang menyatakan adanya harta bersama dalam Islam, salah seorang di

Page 83: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

72

antaranya adalah Sayuti Thalib.12 Masalah syirkah atau harta bersama asal

mulanya dari hukum adat. Hal ini kemudian diatur dalam Kompilasi Hukum

Islam, dalam Bab XIII.

Ketika terjadi sengketa harta bersama, hakim diharapkan bisa memberikan

keadilan bagi pihak-pihak yang bersengketa. Masalah ini sangatlah sensitif

karena berkaitan dengan kepemilikan harta benda. Hakim harus pandai

menggunakan pisau hukumnya jika tidak mau mencederai keadilan. Hal itu

diperintahkan Allah di dalam Q.S. al-Nahl (16) : 90, yaitu :

) . ٩٠: النحل(

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuatkebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatankeji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agarkamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. al-Nahl : 90)

Juga firman Allah dalam Q.S. al-Nisa’ (4) : 58, yaitu :

.) ٥٨: النساء(

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanatkepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkanhukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Q.S. al-Nisa’ : 58)

Dalam setiap putusan pengadilan, pada bagian paling awal dari putusan

tersebut pasti diselipkan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN

12 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998), h. 54.

Page 84: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

73

KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Yang berarti bahwa keadilan harus

ditegakkan sesuai dengan perintah Tuhan Yang Maha Esa, yakni Allah SWT.

Tuhan menginginkan keadilan ditegakkan dengan seadil-adilnya sesuai firman

di atas. Dan sesuai dengan kaidah amar dalam ushul fikih “al-ashlu fil amri lil

wujub”, pada dasarnya perintah menunjukkan adanya suatu kewajiban. Maka

oleh karena itu, wajib hukumnya bagi kita menegakkan keadilan.

Pada putusan Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, hakim PTA Jakarta telah

berusaha memberikan keadilan bagi para pihak. Hal itu dilihat dari prosesnya

yang panjang, ketika Pembanding (yang dulunya Tergugat) tidak puas dengan

putusan hakim PA Jakarta Barat Nomor 1213/Pdt.G/2013/PA.JB lalu

mengajukan banding ke PTA Jakarta. Dan menurut penulis, setelah menelaah

kasus ini, hal itu telah sesuai dengan asas-asas keadilan. Baik dilihat dari

hukum positif maupun hukum Islam/fikih.

Putusan hakim yang paling mencolok adalah ketika hakim memutuskan

pembagian harta bersama untuk istri atau Pembanding 2/3 dan untuk suami

(Terbanding) 1/3. Tentunya hakim mempunyai dasar-dasar yang kuat. Salah

satunya adalah di dalam mengumpulkan atau membeli tanah yang menjadi

harta bersama tersebut, lebih banyak andil dari Pembanding atau istri. Dan di

dalam kehidupan rumah tangga pun, istri lebih banyak menafkahi keluarga

daripada suami yang seharusnya mengambil tugas memberi nafkah.

Menurut penulis, pembagian harta bersama tersebut telah cukup adil

mengingat seharusnya suami lah yang menafkahi keluarga, namun pada

Page 85: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

74

kenyataannya tidak demikian. Hal ini sesuai yang difirmankan Allah SWT

dalam Q.S. al-Tholaq (65) : 7, yaitu:

.) ٧: الطالق(

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurutkemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberinafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkanbeban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikankepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”(Q.S. al-Tholaq : 7)

Juga dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, yaitu : Dari Aisyah,

sesungguhnya Hindun binti Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya

Abu Sufyan seorang yang sangat pelit. Dia tidak memberi harta yang cukup

untukku dan anakku, kecuali apa yang saya ambil sendiri tanpa

sepengetahuannya.”Maka Rasulullah SAW bersabda, “Ambillah yang cukup

bagimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari No.5364 dan

Muslim No.1714).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : “ Memberi nafkah kepada

keluarga merupakan perkara yang wajib atas suami. Syariat menyebutnya

sebagai sedekah, untuk menghindari anggapan bahwa para suami yang telah

menunaikan kewajiban mereka (memberi nafkah) tidak akan mendapat

balasan apa-apa. Mereka mengetahui balasan apa yang diberikan kepada

orang yang bersedekah. Oleh karena itu, nafkah kepada keluarga juga adalah

Page 86: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

75

sedekah. Sehingga tidak boleh memberikan sedekah kepada orang lain,

sebelum mereka mencukupinafkah keluarga sendiri.”13

Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa yang harus memberi nafkah kepada

keluarga adalah suami. Namun di dalam perkara istri yang lebih dominan

memberi nafkah bagi keluarga daripada suami seperti halnya putusan

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK adalah hal

kasuistis, yang pembagian harta bersama juga tidak mungkin dibagi sama rata.

Istri atau dalam perkara tersebut disebut Pembanding, masih menafkahi

keluarga karena gerakan dari hati nuraninya. Tidak melihat atau menuntut

bahwa itu adalah tugas suami atau Terbanding. Ternyata kebaikan

Pembanding disia-siakan dan seolah-olah Pembanding hanya dimanfaatkan

sebagai “kuda tunggangan” untuk memperkaya diri sendiri, yang terbukti

ternyata Terbanding mempunyai deposito dan tabungan ratusan juta yang

tidak diketahui Pembanding.

Dalam keluarga sudah seharusnya saling bantu-membantu. Istri jika

diperlukan bisa membantu suami dalam mencari nafkah, sebaliknya suami jika

diperlukan bisa membantu istri dalam urusan rumah tangga. Rasulullah SAW

bersabda yang artinya : “ Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling

baik kepada keluarganya.” (HR Ibnu Majah).

Diketahui juga bahwa ternyata Terbanding mempunyai utang yang

dibawanya sebelum menikah dengan Pembanding. Dan utang tersebut dilunasi

dengan uang dari harta bersama Pembanding dan Terbanding selama dua

13 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath Al-Bari Bisyarhi Shahih Al-Bukhari, Jilid IX, h. 498.

Page 87: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

76

tahun menikah. Padahal dalam KHI pasal 93 ayat (2) jelas diterangkan bahwa

utang masing-masing harus ditanggung oleh masing-masing dan utang

keluarga dibebankan kepada harta suami. Namun pada kasus ini, Pembanding

membantu melunasinya dengan harta bersama, yang dalam harta bersama

tersebut banyak dari hasil jerih payah Pembanding. Allah SWT tidak akan

menyia-nyiakan orang yang meringankan beban orang lain, terlebih lagi itu

adalah suami dari Pembanding sendiri. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-

Baqarah (2) : 280, yaitu

) البقرة

:٢٨٠(Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Makaberilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagianatau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah : 280)

Dari uraian di atas, jelas dalam putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK, hakim telah menimbang dari sudut pandang

hukum positif dan hukum Islam atau fikih. Dalam hukum positif telah dikaji

dari berbagai Undang-undang dan peraturan lainnya, sedangkan dari hukum

Islam atau fikih telah dikaji dari dalil-dalil al-Qur’an, hadits, maupun pendapat

Ulama.

Maka dari itu, penulis telah menemukan jawaban bahwa dilihat dari

hukum positif maun fikih, putusan Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK telah

cukup memberikan keadilan bagi para pihak yang bersengketa.

Page 88: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan menjadi

beberapa bagian, sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

dalam membagi harta bersama adalah dengan berlandasan dari rasa

keadilan, sehingga sikap hakim dalam memutuskan perkara tersebut lebih

kepada hukum yang timbul pada masyarakat (KHI pasal 229). Pandangan

Kompilasi Hukum Islam secara umum membagi pembagian harta

bersama adalah separuh untuk masing-masing pihak (KHI pasal 97).

Akan tetapi pasal 97 KHI ini harus dipahami dengan syarat nafkah

keluarga ditanggung oleh suami sepenuhnya. Artinya hal tersebut

berdasarkan pada standar normal yakni suami yang seharusnya

mencukupi kebutuhan rumah tangga baik sandang, pangan, tempat

tinggal maupun kebutuhan rumah tangga lainnya dengan dibantu istri

yang mengurusi rumah tangga. Praktek di Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta dalam putusan No. 126/Pdt.G/2013/PTA.JK. pembagiannya

adalah 1/3 untuk Terbanding dan 2/3 untuk Pembanding dengan

pertimbangan karena harta bersama merupakan hasil jerih payah

Pembanding. Terbanding masih mendapat bagian 1/3 dari harta bersama

hanya karena pertimbangan masih mengurusi anak dan memberikan izin

kepada Pembanding untuk bekerja. Di sisi lain mengapa Pembanding

mendapat 2/3 bagian harta bersama, antara lain adalah Pembanding ikut

77

Page 89: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

78

melunasi utang Terbanding yang dibawa sebelum menikah, Pembanding

juga ikut menafkahi anak-anak dari istri pertama Terbanding,

Pembanding tidak menerima nafkah sesuai penghasilan Terbanding

karena tidak ada transparansi pendapatan Terbanding, dan Terbanding

pernah melukakan tindak pidana pemalsuan pendirian perusahaan tanpa

sepengetahuan Pembanding.

2. Putusan Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK telah sesuai dan tidak

berbenturan dengan hukum positif di Indonesia, baik dengan KUHPer,

Undang-undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan peraturan

lainnya. Hakim membagi harta bersama tersebut sekaligus memperbaiki

putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat yang tadinya ½ untuk masing-

masing pihak menjadi 2/3 bagian untuk Pembanding dan 1/3 bagian

untuk Terbanding. Hal itu berdasarkan beberapa landasan hukum. Yaitu,

tentang kewajiban nafkah oleh suami dalam pasal 34 ayat (1) UUP, pasal

107 ayat (2) KUHPer, dan pasal 80 ayat (2) jo. ayat (4) KHI, yang

menyatakan seharusnya suami yang memberi nafkah bagi keluarga,

namun pada kenyataannya pada perkara tersebut istri yang bekerja

memberi nafkah bagi keluarga.

3. Putusan Nomor 126/Pdt.G/2013/PTA.JK telah sesuai dan tidak

bertentangan dengan hukum Islam atau fikih. Dalam Q.S. al-Tholaq (65)

: 7, Allah mewajibkan nafkah oleh suami kepada anak dan istrinya.

Begitu pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan

Imam Muslim. Kemudian pendapat dari Al-Hafizh Ibnu Hajar al-

Page 90: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

79

Asqalani dalam Kitab Fathul Bari’. Namun dalam perkara tersebut,

Pembanding (istri) yang bekerja untuk menafkahi keluarga, bahkan

menafkahi anak-anak dari istri pertama suami (Terbanding).

B. Saran-saran

1. Diharapkan Majelis Hakim Pengadilan Agama mengutamakan keadilan

dan harus mencermati lebih seksama dalam menilai dan menafsirkan

undang-undang yang akan dijadikan pijakan hukum dalam mengambil

keputusan dengan menyesuaikan perkara yang sedang ditangani.

2. Hakim dalam memberikan putusan, perlu memperhatikan dengan

sungguh-sungguh faktor yang harusnya diterapkan, yaitu keadilan,

kemashlahatan, kepastian hukumnya, dan manfaat yang tidak

bertentangan dengan hukum syara’.

3. Agar kepada masyarakat yang ingin melakukan perkawinan supaya

membuat perjanjian mengenai pembagian harta bersama, agar ketika

terjadi perceraian tidak terjadi perselisihan dalam pembagian harta

bersama serta pemerintah diharapkan dapat melakukan penyuluhan

kepada masyarakat tentang ketentuan pembagian harta bersama menurut

hukum positif dan hukum Islam.

Page 91: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

80

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qur’an al-Karim.

A. Mashadi, Ghufron. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1998.

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Surabaya: Mandar Maju,1997.

Afandi, Ali. Hukum Waris, Hukum Keluarga Dan Hukum Pembuktian.Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.

al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab al-Fiqh Ala Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Daaral-Fikr. Juz III. Terjemahan, 1990/1410.

Aminuddin, Slamet Abidin. Fikih Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press, 2000.

Harahap, M.Yahya. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan. PersidanganPenyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika,2005.

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama.Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Hakim, Rahmat. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

J. Satrio. Hukum Harta Perkawinan. cet. ke-3 Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1993.

Kamil, Ahmad. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta: Prenada Media,2005.

Koesnoe, Moh. Kedudukan Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem HukumNasional. Varia Peradilan, 1995.

Kompilasi Hukum Islam. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG RItahun 2001.

80

Page 92: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

81

Kusuma, Hilman Hadi. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut PerundangUndangan Hukum Adat dan Hukum Agama. Bandung. Mandar Maju,1990.

Lubis, Sulaikin. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta:Prenada Media Group, 2006.

Lumbuun, Gayus. Menerobos Goa Hantu Peradilan Indonesia. Jakarta: BusinessInformation Service, 2004.

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: PTKencana Prenada Media Group, 2006.

Mertokusumo, Sudikno. Bunga Rampai Ilmu Hukum. Yogyakarta: Liberty, 1984.

Mertokusumo, Sudikno. Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. Bandung: PT. CitraAditya Bakti. 1993.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty,2006.

Nasution, Bahder Johan dan Sri Warjiati. Hukum Perdata Islam. Surabaya:Mandar Maju, 1997.

Ramulyo, Moh. Idris. Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan. Hukum AcaraPeradilan Agama Dan Zakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995.

Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al Fikr, 1983.

Soermiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan.Yogyakarta: Liberty, 1997.

Susanto, Happy. Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian. Jakarta :Transmedia Pustaka, 2008.

Syah, Ismail Muhammad. Pencarian Bersama Suami-istri; Adat Gono-gini dariSudut Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1965

Sudarsono. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.

Susanto, Happy. Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian.Jakarta: Visimedia, 2003.

Page 93: PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30128/1... · Mohammad Husein, MA, sebagai kakak-kakak bagi penulis yang telah

82

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998.

Tutik, Titik Triwulan. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Direktorat Pembinaan Badan PeradilanAgama Islam. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama IslamDEPAG RI tahun 2001.

Wignodipuro, Surojo. Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat. Jakarta: GunungAgung, 1982.

www.hukumonline.com (Diakses Tanggal 16 Juli 2015 Pukul 13.55 WIB)

www.pta-jakarta.go.id (Diakses Tanggal 02 Juli 2015 Pukul 12.35 WIB)