penyelesaian sengketa dan alat bukti

66
BAB I PENDAHULUAN Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis daribahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis, yang

Upload: uiechan0589

Post on 28-Oct-2015

182 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Hukum Bisnis

TRANSCRIPT

Page 1: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang

atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara

historis kata bisnis daribahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti

"sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian,

sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak

swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran

para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan

sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak

semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang

bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi

pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis

seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan

dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai

macam bentuk kerjasama bisnis, yang meningkat dari hari ke hari. Semakin

meningkatnya kerjasama bisnis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat

sengketa diantara para pihak yang terlibat didalamnya.

Eksistensi hukum bisnis baik dalam teori maupun praktik dari waktu ke

waktu terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini salah satunya

karena didorong pertumbuhan ekonomi nasional maupun global yang begitu cepat

serta kompleks dengan melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis.

Sejalan dengan hal itu, regulasi tata laksana hukum bisnis secara bertahap juga

mengikutinya.

Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari ke hari, maka

tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa  (dispute/difference) di antara para

pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai sebab dan alasan yang

Page 2: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

melatarbelakanginya, terutama karena adanya conflict of interest di antara para

pihak. Sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang terlibat karena

aktifitasnya dalam bidang bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.

Sebab-sebab terjadinya sengketa diantaranya:

1. Wanprestasi

Wanprestasi (atau ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya

perkaitan atau perjanjian antara pihak. Baik perkaitan itu di dasarkan

perjanjian sesuai pasal 1338 sampai dengan 1431 KUH PERDATA

maupun perjanjian yang bersumber pada undang undang seperti di atur

dalam pasal 1352 sampai dengan pasal 1380 KUH perdata. Salah satu

alasan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan adalah karena adanya

wanprestasi atau ingkar janji dari debitur.wanprestasi itu dapat berupa

tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atasu terlambat memenuhi

kewajiban, atau memenuhi kewajibanya tetapi tidak seperti apa yang telah

di perjanjikan

2. Perbuatan melawan hukum

Melawan hukum bukan hanya untuk pelanggaran perundang-undangan

tertulis semata-mata, melaikan juga melingkupi atas setiap pelanggaran

terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat.

Perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas yakni mencakup

salah satu dari perbuatan-perbuatan salah satu dari berikut:

a. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.

b. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.

c. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.

d. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan

dalam pergaulan masyarakat yang baik.

3. Kerugian salah satu pihak

Apabila salah satu pihak mengalami kerugian yaitu kerugian dalam

Hukum Perdata dapat bersumber dari Wanprestasi dan Perbuatan Melawan

Hukum.

Page 3: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

4. Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang menyebabkan kerugian.

Setiap sengketa yang timbul dalam masyarakat dapat mengganggu

keseimbangan tatanan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar setiap

sengketa dapat diselesaikan agar keseimbangan tatanan masyarakat dapat

dipulihkan. Pada dasarnya, keberadaan cara penyelesaian sengketa sama tuanya

dengan keberadaan manusia itu sendiri. Dalam setiap masyarakat telah

berkembang berbagai tradisi mengenai bagaimana sengketa ditangani. Sengketa

dapat diselesaikan melalui berbagai cara, baik melalui forum formal yang

disediakan oleh Negara, maupun melalui forum-forum lain yang tidak resmi

disediakan oleh Negara.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sebagaimana yang diatur oleh

pasal 10 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dapat dilakukan

dalam empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama,

peradilan militer dan peradilan tata usaha Negara. Setiap lingkungan peradilan

menyelesaikan sengketa sesuai yurisdiksinya masing-masing. Keberadaan

pengadilan sebagai forum formal penyelesaian sengketa merupakan aplikasi dari

ajaran Trias Politica, dimana badan-badan peradilan diberi wewenang dan otoritas

untuk mengadili suatu perkara. Melalui lembaga peradilan, setiap sengketa harus

diselesaikan menurut tata cara formal yang diatur dalam hukum acara serta

memberi hak kepada para pihak untuk mempergunakan upaya hukum.

Dalam beberapa masyarakat ada kecenderungan untuk menyelesaikan

sengketa melalui pengadilan, namun adapula masyarakat yang lebih suka

menyelesaikan sengketa melalui forum-forum lain diluar pengadilan. Alasan-

alasan kebudayaan menyebabkan beberapa masyarakat cenderung

mengenyampingkan pengadilan sebagai tempat penyelesaian sengketa yang

timbul diantara mereka. Pada awalnya pengadilan dijadikan sebagai pilihan

pertama dan terakhir dalam penyelesaian sengketa. Selama beberapa dekade

masyarakat di berbagai negara memberikan kepercayaan kepada lembaga

peradilan untuk mengelola sengketa yang mereka hadapi, dengan harapan akan

memperoleh keadilan sebagaimana secara normatif dan eksplisit disebutkan dalam

ketentuan perundang-undangan. Akan tetapi faktanya lembaga peradilan telah

Page 4: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

terbukti tidak mampu memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan. Banyak

keluhan yang timbul terhadap kinerja pengadilan yang dinilai formalistic, teknis

dan biaya mahal. Menanggapi masalah tersebut, maka muncul yang disebut

dengan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal.

Dengan munculnya penyelesaian sengketa alternatif ini, pengadilan hanya

dijadikan sebagai pilihan terakhir oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa.

Para pihak yang bersengketa baru akan mengajukan sengketanya ke pengadilan

apabila mekanisme penyelesaian sengketa alternatif tidak mampu

menyelesaikannya. Di Indonesia sendiri alternatif penyelesaian sengketa ini di

atur dalam Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa.

Page 5: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengertian Sengketa

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan

atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,

kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek

permasalahan.

Senada dengan itu Winardi mengemukakan:

“Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau

kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas

suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan

yang lain”.

Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :

“Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal

dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat

menimbulkan akibat hukum bagi keduanya”.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah

prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu

akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara

keduanya.

2. 2. Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa

1. Prinsip Itikad Baik (Good Faith)

Prinsip Itikad Baik (good faith) adalah prinsip paling fundamental dan

paling sentral dalam menyelesaikan sengketa internasional. Prinsip ini

mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam

menyelesaikan sengketanya.

Page 6: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

2. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan

Prinsip ini melarang para pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan

menggunakan senjata (kekerasan).

3. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini memberikan Kebebasan bagi para pihak yang bersengketa

untuk memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan

(principle of free choise of means).

4. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum Yang Akan Diterapkan Terhadap

Pokok Sengketa

Prinsip Kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang

akan diterapkan jika sengketanya diselesaikan oleh badan peradilan.

Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum, termasuk kebebasan

untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono), yaitu adalah

sumber bagi pengadilan untuk memutus sengketa berdasarkan prinsip

keadilan, kepatutan atau kelayakan.

5. Prinsip Kesepakatan Para Pihak Yang Bersengketa (Konsensus)

Prinsip ini menjadi dasar bagi pelaksanaan prinsip Kebebasan Memilih

Cara Penyelesaian Sengketa dan prinsip Kebebasan Memilih Hukum Yang

Akan Diterapkan Terhadap Pokok Sengketa. Prinsip ini akan bisa

direalisasikan manakala ada kesepakatan dari pihak yang bersengketa.

6. Prinsip Exhaustion of Local Remedies

Menurut prinsip ini sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke

pengadilan internasional, maka langkah-langkah penyelesaian sengketa

yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional negara harus terlebih

dahulu ditempuh (exhausted).

7. Prinsip Kedaulatan, Kemerdekaan dan Integritas Wilayah Negara

Prinsip ini mensyaratkan negara-negara yang bersengketa untuk terus

mentaati dan melaksanakan kewajiban internasinal dalam hubungan antar

negara berdasarkan prinsip integritas wilayah negara.

Page 7: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

2. 3. Cara Penyelesaian Sengketa

Bila sengketa telah terjadi, maka perlu dicarikan cara penyelesaiannya

yang tepat. Terdapat dua cara yang dapat ditempuh, yaitu:

1. Peradilan/Litigasi

2. Di Luar Peradilan/Nonlitigasi

2. 3. 1. Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan/Litigasi

Undang-undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyebutkan

bahwa “Peradilan Umum adalah salah satu pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman

bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya”.

Sedangkan Kekuasaan Kehakiman sendiri menurut Undang-undang No. 4

Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah:

“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan

Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.

Litigasi/peradilan merupakan jalur konvensional menyelesaikan berbagai

sengketa yang timbul. Bila sengketa timbul, maka salah satu pihak yang merasa

dirugikan pihak lain dapat membawa sengketa ke Pengadilan Negeri (PN).

Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa

yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh

hakim.

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan

tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi seperti yang disebutkan

pada pasal 2 Undang-undang No. 4 Tahun 2004.

Pasal 11 ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 menyebutkan bhawa,

Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi Negara mempunyai kewenangan

sebagai berikut:

Page 8: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

a) mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada

tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang

berada di bawah Mahkamah Agung.

b) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap

c) undang-undang; dan

d) kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

Sedangkan Pasal 12 ayat 1 menyebutkan, Mahkamah Konstitusi

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final untuk:

a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

b) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

c) diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

d) memutus pembubaran partai politik.

e) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Sisi positif dari Litigasi:

1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem

peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu

peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan

Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat

diperiksa melalui jalur ini). Hal ini tercermin pada Pasal 16

Undang-undang No. 4 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

“Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan

memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum

tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan

mengadilinya”.

2. Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia

adalah Sederhana, Cepat dan Murah). Ini disebutkan dalam Pasal 4

Page 9: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

Undang-undang No. 4 Tahun 2004 yang berbunyi, “Peradilan

dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”.

Sedangkan sisi negatifnya:

1. Partner asing belum memberikan kepercayaan kepada efektivitas

hukum di Indonesia.

2. Proses peradilan memakan waktu yang lama. Karena terbukanya

kesempatan untuk mengajukan upaya hukum atas putusan hakim,

melalui banding, kasasi dan peninjauan kembali. Dijelaskan dalam

Pasal 21, 22, dan 23 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman.

3. Proses dilakukan terbuka untuk umum. Sesuai dengan Pasal 19

ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 yang berbunyi, “Sidang

pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali

undangundang menentukan lain”, serta Pasal 20 Undang-undang

No. 4 Tahun 2004, “Semua putusan pengadilan hanya sah dan

mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang

terbuka untuk umum”.

Ketentuan Pasal 16 ayat 2 Undang-undang No. 4 Tahun 2004

menyebutkan bahwa tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara

perdamaian.

2. 3. 2. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan/Nonlitigasi

Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa alternatif penyelesaian sengketa

adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang

disepakati para pihak. Pasal 6 ayat 2 menjelaskan Penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan

langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan

hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. Apabila para pihak tersebut

dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih

penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata

sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka

Page 10: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif

penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator (Pasal 6 ayat 4 UU No.

30 Tahun 1999).

Walaupun pada undang-undang ini lebih banyak membahas tentang

arbitrase, namun masih banyak alternatif lain untuk penyelesaian sengketa.

Berikut beberapa model alternatif penyelesaian sengketa:

a. Negoisasi/Perundingan

Merupakan proses tawar menawar antara pihak yang bersengketa dimana

masing-masing berusaha untuk mencapai titik kesepakatan tentang persoalan

yang diperseketakan, tanpa campur tangan dari pihak ketiga. Negoisasi

dilakukan jika:

- Telah ada sengketa antara para pihak

- Belum ada sengketa karena masalahnya belum pernah dibicarakan

Terdapat dua tipe negoisasi, yaitu:

1) Negoisasi Transaksional

Para pihak merencanakan suatu peristiwa untuk dilaksanakan. Misalnya

negoisasi kontrak lisensi, usaha patungan pemborong bangunan.

2) Negoisasi Penyelesaian Sengketa

Para pihak terlibat dalam peerselisihan. Misalnya akibat wanprestasi salah

satu pihak.

b. Mediasi/Penengah

Menurut Black’s Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses

penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang

netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai

kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan

keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang

tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan

isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya

mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan.

Page 11: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

c. Konsiliasi

Menurut John Wade dari bond University Dispute Resolution Center,

Australia “konsiliasi adalah suatu proses dalam mencari solusi untuk para

pihak dalam suatu konflik, dengan bantuan seorang pihak ketiga netral

(konsiliator), mengindentifikasikan masalah, menciptakan pilihan-pilihan,

mempertimbangkan pilihan penyelesaian)”.

Konsiliator dapat menyarankan syarat-syarat penyelesaian dan mendorong

para pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negosiasi dan

mediasi, dalam proses konsiliasi konsiliator mempunyai peran luas. Ia dapat

memberikan saran berkaitan dengan materi sengketa, maupun terhadap hasil

perundingan. Dalam menjalankan peran ini konsiliator dituntut untuk berperan

aktif.

Beberapa aturan untuk seorang konsiliator (berlaku juga bagi mediator) yang

terdapat dalam Uncitral conciliation rule:

1) Membantu para pihak untuk secara independen.

2) Adil dan objektif, dengan mempertimbangkan faktor-faktor:

- Hak dan kewajiban para pihak.

- Kebiasaan dalam perdagangan.

- Praktek bisnis yang telah terjadi, termasuk praktek bisnis

diantara para pihak.

3) Dapat menemukan bagaimana proses konsiliasi yang dianggapnya

layak.

4) Disetiap tingkat, dapat mengajukan proposal penyelesaian sengketa.

d. Pencari Fakta

Suatu proses yang dilakukan oleh seorang atau tim pencari fakta, baik pihak

independan atau hanya sepihak, untuk melakukan proses pencarian fakta

terhadap suatu masalah, yang akan menghasilkan suatu rekomendasi yang

tidak mengikat.

e. Minitrial

Disebut juga pengadilan mini, adalah sistem pengadilan swasta untuk

menyelesaikan, memeriksa dan memutuskan terhadap kasus-kasus

Page 12: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

perusahaan, yang dilakukan oleh orang yang disebut “manajer” yang diberi

wewenang untuk menegoisasikan suatu settlement di antara para pihak yang

bersengketa.

f. Ombudsman

Merupakan seorang pejabat pubik yang independen, yang diangkat (biasanya

oleh parlemen) untuk melakukan kritik, investigasi, dan publikasi terhadap

administrasi pemerintah.

g. Penilaian Ahli

Diperlukan untuk kasus-kasus yang rumit. Kewenangan para ahli hanya

sampai sebatas memberikan pendapat saja.

h. Pengadilan Kasus Kecil (Small Claim Court)

Merupakan sistem peradilan biasa, tetapi memakai prosedur dan sistem

pembuktian yang sederhana, pengadilan dimana hanya berwenang mengadili

kasus-kasus kecil dengan prosedur cepat dan tidak dibenarkan memakai

pengacara.

i. Pengadilan Adat

Hanya bertugas menyelesaikan masalah-masalah secara adat.

j. Arbitrase (Arbitration)

Arbitrase menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 adalah cara

penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak

yang bersengketa.

Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang

bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga

tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu

hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa (Pasal 1 ayat 4

Undang-undang No. 30 Tahun 1999).

Pasal 5 ayat 1 menyebutkan Sengketa yang dapat diselesaikan melalui

arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang

menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh

pihak yang bersengketa.

Page 13: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

Pihak penyelesai sengketa dipilih oleh para pihak yang bersangkutan dengan

perkara yang disengketakan. Orang yang bertindak untuk menjadi penengah

dalam arbitrase disebut “arbiter” (Pasal 1 ayat 7 Undang-undang No. 30

Tahun1999), biasanya terdiri dari tiga orang.

Prinsip-prinsip hukum arbitrase:

1) Efisien

2) Terjangkau dalam artian biaya, waktu dan tempat

3) Proteksi hak para pihak

4) Final and binding

5) Adil

6) Sesuai dengan sense of justice dalam masyarakat

7) Kredibilitas

Terdapat dua jenis arbitrase:

1) Arbitrase Ad Hoc yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan perkara

tertentu, kehadiran sementara dan kasuistis. Selesai sengketa diputus

fungsinya berhenti.

2) Arbitrase kelembagaan/institusional

Lembaga/badan arbitrase yang sengaja dibentuk untuk menyelesaikan

berbagai macam transaksi bisnis di dunia perdagangan dan industri.

Para pihak terikat dalam proses arbitrase melalui dua cara:

1) Clausula Arbitrase (pactum de compromittendo) yaitu telah

dirumuskan dalam kontrak sebelumnya oleh para pihak bahwa bila

terjadi sengketa selesaikan melalui arbitrase. Pasal 7 ayat 1 Undang-

undang No. 30 Tahun 1999 menyatakan, “Para pihak dapat menyetujui

suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk

diselesaikan melalui arbitrase”.

2) Persetujuan arbitrase (Akta Kompromis) yaitu karena ada kesepakatan

setelah perselisihan terjadi untuk menyelesaikan melalui arbitrase.

Pasal 9 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 menyebutkan, “Dalam hal

para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah

Page 14: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam

suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak”.

Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa,

“Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang

tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum

timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para

pihak setelah timbul sengketa”. Apabila klausul arbitrase tersebut telah

disepakati oleh kedua pihak, maka menurut Pasal 3 Pengadilan Negeri tidak

berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam

perjanjian arbitrase.

Pertimbangan kalangan pebisnis memilih arbitrase:

a) Untuk menghindari publisitas. Pasal 27 Undang-undang No. 30 Tahun

1999, “Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase

dilakukan secara tertutup”.

b) Untuk menekan biaya penyelesaian sengketa

c) Untuk menyelesaikan sengketa dengan cepat

d) Menyelesaikan sengketa melalui penggunaan para ahli dibidangnya

e) Menghindari penyelesaian sengketa yang tidak adil

Macam-macam arbitrase:

a) Arbitrase mengikat (Binding Arbitration), putusan bersifat mengikat

dan final.

b) Arbitrase tidak mengikat (Nonbinding Arbitration), putusan boleh

diikuti dan boleh tidak diikuti.

c) Arbitrase kepentingan (Interest Arbitration). Tidak memutus suatu

sengketa, tetapi dipakai jasanya untuk menciptakan provisi-provisi

dalam kontrak setelah mengalami jalan buntu.

d) Arbitrase Hak (Right Arbitration). Member putusan terhadap sengketa

para pihak, bukan hanya sekedar membuat provisi dalam kontrak.

e) Arbitrase Sukarela (Voluntary Arbitration). Dimintakan para pihak,

baik dalam kontrak yang bersangkutan ataupun kontrak tersendiri.

Page 15: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

f) Arbitrase Wajib (Compulsory Arbitration). Diwajibkan oleh Undang-

undang.

g) Arbitrase Ad Hoc. Arbitrase tidak ada badannya, tetapi hanya

menunjuk orang-orang secara bebas oleh para pihak sesuai

kesepakatan, dengan memberlakukan aturan hukum tertentu.

h) Arbitrase Lembaga. Merupakan lawan dari arbitrase ad hoc, yakni

sudah ada lembaga badannya, serta sudah ada aturan mainnya.\

i) Arbitrase nasional. Dimana para pihak yang bersengketa ada dalam

satu Negara.

j) Arbitrase Internasional. Dimana para pihak yang bersengketa berasal

dari Negara-negara yang berbeda.

k) Arbitrase kausalitas. Arbitrase yang menyangkut dengan fakta-fakta.

l) Arbitrase teknis. Arbitrase yang menyangkut dengan hal-hal yang

timbul dari penyusunan dan penafsiran suatu kontrak.

m) Arbitrase umum. Berbentuk badan yang mempunyai ruang lingkup di

semua bidang hukum.

n) Arbitrase bidang khusus. Berbentuk badan yang mempunyai ruang

lingkup di bidang hukum tertentu saja.

Kelebihan arbitrase:

a) Prosedur tidak berbelit

b) Biaya murah

c) Putusan tidak diekpos di depan umum

d) Hukum terhadap pembuktian dan prosedur lebih luwes

e) Para pihak yang memilih hukum mana yang diberlakukan oleh

arbitrase

f) Para pihak dapat memilih sendiri arbiter

g) Dapat dipilih arbiter dari kalangan ahli dan bidangnya

h) Putusan dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi

i) Putusan umumnya final and binding

j) Putusan dapat juga dieksekusi oleh pengadilan, tanpa atau sedikit

review.

Page 16: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

k) Prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat luas

l) Menutup kemungkinan mencoba-coba untuk memilih atau

menghindari pengadilan

Kelemahan arbitrase:

a) Hanya tersedia untuk perusahaan-perusahaan besar

b) Due proses kurang terpenuhi

c) Kurangnya kekuasaan dalam hal enforcement dan eksekusi

d) Kurangnya kekuasaan untuk menghadirkan barang bukti atau saksi

e) Tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat preventif

f) Putusan tidak dapat diprediksi dan ada kemungkinan timbulnya

keputusan yang bertentangan

g) Kualitas putusan bergantung pada kualitas arbiter

h) Berakibat kurangnya semangat dan upaya untuk memperbaiki

pengadilan konvensional

i) Berakibat semakin tinggi permusuhan dan hujatan terhadap badan-

badan pengadilan konvensional

Prosedur arbitrase:

1) Permohonan arbitrase oleh pemohon

2) Pengangkatan arbiter.

3) menunjuk arbiter atau majelis arbitrase oleh para pihak yang

bersengketa. Namun Pasal 13 mengemukakan bahwa, “Dalam hal para

pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter

atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter,

Ketua Pengadilan Negeri”.

4) Pengajuan surat tuntutan oleh pemohon. Pasal 38 ayat 1, “Dalam

jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase,

pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau

majelis arbitrase”.

5) Penyampaian satu salinan putusan kepada termohon. Setelah menerima

surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase

menyampaikan satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon dengan

Page 17: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

disertai perintah bahwa termohon harus menanggapi dan memberikan

jawabannya secara tertulis dalam waktu paling lama 14 ( empat belas )

hari sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut oleh termohon (pasal

39).

6) Jawaban tertulis dari pemohon diserahkan kepada arbiter. Pasal 40 ayat

1, “Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah

arbiter atau ketua majelisarbitrase, salinan jawaban tersebut diserahkan

kepada pemohon”.

7) Salinan jawaban diserahkan kepada termohon atas perintah arbiter.

Pasl 40 ayat 2, “Bersamaan dengan itu, arbiter atau ketua majelis

arbitrase memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka

menghadap di muka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14

(empat belas) hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu.

8) Perintah arbiter agar para pihak menghadap arbitrase. Pasal 41,

“Dalam hal termohon setelah lewat 14 (empat belas) hari sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 39 tidak menyampaikan jawabannya, termohon

akan dipanggil dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

40 ayat (2).

9) Para pihak menghadap arbitrase.

10) Tuntutan balasan dari termohon. Pasal 42 ayat 1, “Dalam jawabannya

atau selambat-lambatnya pada sidang pertama, termohon dapat

mengajukan tuntutan balasan dan terhadap tuntutan balasan tersebut

pemohon diberi kesempatan untuk menanggapi.

11) Pemanggilan lagi jika termohon tidak menghadap tanpa alasan yang

jelas. Pasal 44 ayat 1, “Apabila pada hari yang telah ditentukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), termohon tanpa suatu

alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah

dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan

pemanggilan sekali lagi.

Page 18: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

12) Jika termohon tidak juga menghadap siding, pemeriksaan diteruskan

tanpa kehadiran termohon dan tuntutan dikabulkan jika cukup alasan

untuk itu (Pasal 44 ayat 2).

13) Jika termohon hadir, diusahakan perdamaian oleh arbiter. Pasal 45 ayat

1, “Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah

ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan

perdamaian antara para pihak yang bersengketa.

14) Proses pembuktian. Arbiter atau majelis arbitrase berhak meminta

kepada para pihak untuk mengajukan penjelasan tambahan secara

tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka

waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase (Pasal 46 ayat

3)

15) Pemeriksaan selesai dan ditutup (maksimal 180 hari sejak arbitrase

terbentuk). Pasal 48 ayat 1, “Pemeriksaan atas sengketa harus

diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari

sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk”.

16) Pengucapan putusan. Pasal 56 ayat 1, “Arbiter atau majelis arbitrase

mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum, atau berdasarkan

keadilan dan kepatutan”.

17) Putusan diserahkan kepada para pihak. Pasal 56 ayat 2, “Para pihak

berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap

penyelesaian sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para

pihak”.

18) Putusan diterima para pihak

19) Koreksi, tambahan, pengurangan terhadap putusan. Pasal 58, “Dalam

waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan diterima, para

pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis

arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif

dan atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan”.

20) Penyerahan dan pendaftaran putusan ke Pengadilan Negeri yang

berwenang. Pasal 59 ayat 1, “Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)

Page 19: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan

otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau

kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri”.

21) Permohonan eksekusi didaftarkan di Panitera Pengadilan Negeri

22) Putusan pelaksanaan dujatuhkan. Pasal 60, “Putusan arbitrase bersifat

final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak”.

23) Perintah Ketua Pengadilan Negeri jika putusan tidak dilaksanakan.

Pasal 61, “Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase

secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua

Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang

bersengketa”.

Eksekusi Putusan Arbitrase

a) Eksekusi secara sukarela

Eksekusi yang tidak memerlukan campur tangan dari pihak Pengadilan

Negeri manapun, para pihak melaksanakan sendiri secara sukarela apa

saja yang telah diputuskan.

b) Eksekusi secara terpaksa

Bila tidak mau melaksanakan secara sukarela, maka diperlukan campur

tangan pihak pengadilan diperlukan, yaitu dengan memaksa para pihak

yang kalah untuk melaksanakan putusan. Misalnya dengan melakukan

penyitaan.

Kontrak arbitrase adalah kesepakatan diantara para pihak yang bersengketa

untuk membawa ke arbitrase setiap sengketa yang timbul dari suatu bisnis

atau transaksi tertentu.

Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan

tersebut di bawah ini :

a) meninggalnya salah satu pihak,

b) bangkrutnya salah satu pihak,

c) novasi,

d) insolvensi salah satu pihak,

e) pewarisan,

Page 20: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

f) berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok,

g) bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak

ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase

tersebut,

h) berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.

Arbitrase internasional adalah lembaga maupun arbitrase ad hoc yang

melibatkan pihak dari dua Negara yang berbeda. Yang berwenang melakukan

eksekusi di Indonesia adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

2. 4. Hukum Pembuktian

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh

pihak berperkara kepada Hakim dalam persidangan dengan tujuan untuk

memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa,

sehingga Hakim memperoleh kepastian untuk dijadikan dasar putusannya.

Kebenaran yang dituju disebut kebenaran materil.

Sesuai dengan pasal 1865 KUHP tentang bukti dan daluwarsa “ Setiap

orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk

meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib

membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.”

Tujuan pembuktian adalah memberikan kepastian kepada Hakim tentang

kebenaran fakta hukum yang menjadi pokok sengketa. Fungsi/Kegunaan dari

pembuktian adalah sebagai dasar dari keputusan Hakim untuk memutus suatu

perkara.

Suatu keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan

(Pasal 101 UU Peradilan Tata Usaha Negara /PTUN). Dalam pembuktian, hakim

dapat menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktiannya, serta

penilaian terhadap bukti-bukti tersebut. Pembagian beban pembuktian itu harus

dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah, pembagian beban pembuktian ini

dianggap sebagai suatu soal hokum atau soal yuridis, yang dapat diperjuangkan

sampai di tingkat kasasi, yaitu Mahkamah Agung apabila melakukan pembagian

beban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hokum

Page 21: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

atau undang-undang yang merupakan alas an bagi Mahkamah Agung untuk

membatalkan putusan hakim atau pengadilan yang lebih rendah yang

bersangkutan. Untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua

alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

Pembuktian di atas adalah dalam pengertian yuridis, yang bersifat

kemasyarakatan, selalu mengandung ketidakpastian dan tidak akan pernah

mencapai kebenaran mutlak. Jadi, pembuktian yuridis sifatnya relatif, dalam arti

hanya berlaku bagi pihak-pihak berperkara dan pengganti-penggantinya, dan

memungkinkan pula terjadinya perbedaan penilaian hasil pembuktian di antara

sesama Hakim.

2. 4. 2. Alat Bukti

Dalam pemeriksaan di sidang, dasar hukum mengenai alat pembuktian ada

di dalam pasal 1866 KUHPerdata, adapun macam - macam alat pembuktian yaitu:

Bukti tertulis

Bukti saksi

Persangkaan

Pengakuan

Sumpah.

a) Bukti Tertulis

Sebagai mana pada pasal 1867 KUHP bukti tertulis di kelompokan

menjadi dua, yaitu akta / surat – surat lain dan surat – surat lainnya.Akta

merupakan tulisan/ surat yang ditandatangani dan sengaja dibuat untuk

dijadikan sebuah alat pembuktian. Bentuk akta ada 2 macam, yaitu akta

otentik (resmi) dan akta dibawah tangan.Akta otentik adalah tulisan/ surat

yang dibentuk dalam format tertentu di hadapan pejabat resmi yang

berwenang membuatnya (notaris, camat, bupati, catatan sipil yang

mempunyai kepahaman yang cukup dan cakap). Oleh karena itu hakim

harus mempercayai akta tersebut, sedangkan akta dibawah tangan adalah

tulisan / surat dibuat oleh pihak yang berkepentingan/ bersangkutan tanpa

perantara pejabat resmi, sedangkan surat – surat lainnya adalah tulisan-

Page 22: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

tulisan lain yang bukan akta (faktur, kwitansi) selama dapat dijadikan

sebuah alat bukti.

b) Bukti Saksi

Sebagai mana pada pasal 1895 KUHP bukti saksi adalah pernyataan

seseorang mengenai suatu peristiwa atau keadaan yang dilihatnya,

didengar, dialami sendiri. Namun perlu menjadi garis bawah apabila

keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain tidak boleh

dipercaya oleh pengadilan. Maka bukti dalam bentuk kesaksian ini

haruslah lebih dari satu keterangan seseorang dan masing – masing

kesaksian berdiri sendiri namun kesaksian – kesaksian tersebut saling

menguatkan satu sama lain. Dalam kesaksian dianut sistem : “UNUS

TESTIS & NULLUS TESTIS” Artinya keterangan seorang bukan

kesaksian. Berarti di dalam suatu perkara harus ada saksi lebih dari satu

orang supaya dapat menjadi saksi. Jika hanya ada satu orang, maka hakim

harus mencari bukti yang lain.

c) Persangkaan

Adalah kesimpulan yang diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa yang

sudah jelas dan nyata. Namun persangkaan harus dibuktikan lebih lanjut.

Jenis persangkaan ini dalam KUHP dibagi menjadi dua jenis, yaitu

persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang

dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan

ketentuan undang-undang danpersangkaan yang tidak berdasarkan

undang-undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan

Hakim, yang dalam hal ini tidak boleh memperhatikan persangkaan-

persangkaan yang lain. Persangkaan-persangkaan yang demikian hanya

boleh diperhatikan, bila undang-undang mengizinkan pembuktian dengan

saksi-saksi, begitu pula bila terhadap suatu perbuatan atau suatu akta

diajukan suatu bantahan dengan alasan-alasan adanya itikad buruk atau

penipuan.

Page 23: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

d) Pengakuan

Pengakuan adalah Pernyataan suatu pihak mengenai peristiwa yang

dilakukan dihadapan hakimdiluar persidangan (saat diinterogasi),

Pengakuan yang diberikan di hadapan Hakim, merupakan suatu bukti yang

sempurna terhadap orang yang telah memberikannya, baik sendiri maupun

dengan perantaraan seseorang yang diberi kuasa khusus untuk itu. Suatu

pengakuan yang diberikan dihadapan Hakim tidak dapat dicabut kecuali

bila dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan

mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi.

e) Sumpah

Sumpah dalm hal ini adalah pernyataan dengan segala keluhuran untuk

memberikan keterangan dengan kesaksian Tuhan dan sanggup menerima

hukuman dari Tuhan.

Menurut professor Ali Afendi: pernyataan yang khitmad bahwa Tuhan

adalah yang Maha Tahu dan bahwa Tuhan akan menghukum setiap dusta

pada waktu orang bersaksi. Sumpah ini merupakan alat bukti yang paling

rendah.

Sumpah dalam hal ini di bagi kedalam dua jenis :

- Decisoir: Pemutus/ Penentu.

Sumpah atas permintaan salah satu pihak yang berperkara untuk memutus

suatu perkara. Jika kekurangan bukti-bukti bisa oleh penggugat dan

tergugat diucapkan oleh yang menang.

- Suplatoir: Sumpah Tambahan.

Sumpah yang diperintahkan hakim karena jabatannya. Untuk melengkapi

bukti-bukti yang sudah ada.

Dalam perkara pidana, alat bukti hanya ada 4. Sumpah bukan merupakan

alat bukti karena dalam perkara pidana hukuman bersifat penderitaan.

Page 24: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

BAB III

KASUS

Kronologis Kasus

Pada hari Jumat 14 september 2012, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat

(Jakpus) yang dipimpin Hakim Ketua Agus Iskandar memutuskan Telkomsel

pailit atas permohonan PT Prima Jaya Informatika, distributor voucher isi ulang

Kartu Prima. Telkomsel dan Prima Jaya memulai kerja sama pada 1 Juni 2011

sampai dengan Juni 2013 dengan komitmen awal Telkomsel menyediakan

voucher isi ulang bertema khusus olahraga. Namun, pada Juni 2012 anak

perusahaan Telkom ini memutuskan kontrak, karena menganggap Prima Jaya

tidak memenuhi aturan yang dipersyaratkan atau wanprestasi.

Sebelumnya PT. Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan

purchase order kepada Telkomsel untuk mengambil kartu. Namun, purchase order

tersebut ditolak Telkomsel dengan alasan belum mendapat instruksi lebih lanjut

dari pimpinan. Akibatnya PT Prima jaya yang masih memiliki piutang pada PT.

Telkomsel sebesar 5,3 miliar yang mana sudah jatuh tempo dan tidak segera

dibayar oleh PT. Telkomsel membuat PT. Prima Jaya geram yang akhirnya

mengajukan gugatan kepailitan kepada PN Jakarta pusat.

Dasar pengajuan pailit PT. Prima Jaya Informatika adalah juga karena

adanya hutang pada rekanan lain PT. Telkomsel yang juga sudah jatuh tempo dan

belum dibayar.

Tanggal Peristiwa01 Juni 2011 PKS disetujui antara PT Telkomsel dan PT Prima Jaya

Informatika (PKS.591/LG.05/SL-01/2011 dan 031/PKS/PJI-TD/VI/2011)Berlangsung dari 11 Juni 2011 – 01 Juni 2013.

09 Mei 2012 PT Prima Jaya Informatika melakukan pemesanan produk kepada PT Telkomsel dan disetujui oleh PT Telkomsel.

20 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika kembali melakukan pemesanan produk kepada PT Telkomsel dengan no PO/PJI-AK/VI/2012/00000027. PT Telkomsel menerbitkan penolakan melalui Electronic Mail (E-Mail) tertanggal 20 Juni 2012 yang pada pokoknya menyatakan sampai saat ini kami

Page 25: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

belum menerima perintah selanjutnya mengenai pendistribusian produk PRIMA, maka bersama ini kami belum bisa memenuhi permintaan alokasi tersebut.

21 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika kembali melakukan pemesanan produk kepada PT Telkomsel dengan no PO/PJI-AK/VI/2012/00000028 yang kembali ditolak oleh PT Telkomsel melalui Electronic Mail (E-Mail) tertanggal 21 Juni 2012, (bukti PP-8), yang pada pokoknya menyatakan menghentikan sementara alokasi produk Prima.

28 Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika menyampaikan peringatan pertama dan terakhir (somasi) kepada PT Telkomsel Nomor: 022/P/KC/VI/2012, (bukti PP-9).

Juli 2012 PT Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan pailit PT Telkomsel kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 48/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST.

Berikut ini kronologi sidang antara PT Telekomunikasi Seluler

(Telkomsel) dan PT Prima Jaya Informatika.

Sidang 1 Agustus 2012

Mantan pebulutangkis Rudi Hartono hadir di sidang

Pada sidang perdana (1 Agustus) hadir mantan atlet nasional Rudi Hartono

sebagai ketua Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) yang bekerjasama dengan

pemohon.

“Selain timbulnya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sekitar

Rp5,3 miliar dan ancaman PHK karyawan, Prima Jaya mengalami kerugian

imateriil berupa rusaknya citra di hadapan konsumen dan mitranya,” katanya.

Menurut Rudi, ketidakpercayaan akibat pemutusan kontrak juga muncul dari para

mantan atlet nasional yang selama ini disantuni melalui YOI.

Mantan pemain bulutangkis itu menyayangkan sikap Telkomsel dan

berharap langkah litigasi dapat menyelesaikan masalah. “Sebagai catatan, ini

bukan program CSR [corporate social responsibility]. Kami bekerja supaya dapat

untung dan ini tidak mudah,” ungkapnya.

Prima Jaya merupakan mitra YOI dengan menyisihkan 30% pendapatan

dari setiap penjualan produk untuk menyumbang para mantan atlet nasional pada

42 cabang olahraga.

Page 26: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

Sidang Rabu 8 Agustus 2012

Versi Telkomsel

PT Telkomunikasi Seluler (Telkomsel) menyatakan Pengadilan Niaga

Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa dengan PT Prima Jaya

Informatika, distributor voucher isi ulang Kartu Prima, dan meminta pengadilan

menolak permohonan pailit.

Dalam sidang hari ini, Rabu (8/8/2012) kuasa hukum Telkomsel Warakah

Anhar membacakan jawaban dan tanggapan atas permohonan pailit yang diajukan

Prima Jaya (pemohon).

Menurutnya, dalam perjanjian kerja sama antara termohon dengan

pemohon terdapat klausul yang menyebutkan bila ada sengketa atau masalah di

kemudian hari maka dilakukan musyawarah. “Jika musyawarah gagal

menyelesaikan persoalan, maka perkara itu diajukan ke Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan,” katanya. Oleh karena itu, termohon menganggap Pengadilan

Niaga Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara a quo. Perjanjian

kerjasama itu menjadi muasal utang yang didalilkan pemohon.

Versi PT Prima Jaya Informatika

Permohonan pailit dengan nomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST itu

diajukan oleh PT Prima Jaya Informatika, distributor voucher isi ulang Kartu

Prima.

Menurut kuasa hukum pemohon, Kanta Cahya, utang jatuh tempo dan

dapat ditagih berasal tidak terpenuhinya penyediaan voucher isi ulang dan kartu

perdana Kartu Prima yang bergambar atlet-atlet nasional. Dalam permohonan

pemohon menyertakan PT Extent Media Indonesia sebagai kreditur lain, yang

merupakan syarat bagi pengajuan pailit. Kanta mengungkapkan utang termohon

merupakan buntut dari pemutusan kerjasama secara sepihak yang menyebabkan

operator telepon seluler itu tidak melaksanakan kewajibannya untuk

mengalokasikan voucher isi ulang dan kartu perdana kepada pemohon.

Kontrak kerjasama itu menyebutkan bahwa termohon berkewajiban menyediakan

voucher isi ulang bertema khusus olahraga sedikit-sedikitnya 120 juta lembar

yang terdiri kartu bernominal Rp25.000 dan Rp50.000.

Page 27: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

Adapun untuk kartu perdana prabayar, termohon terikat kontrak untuk

menyediakan 10 juta kartu untuk dijual kepada pemohon.

Dua surat pemesanan (purchase order/PO) oleh pemohon yakni pada 20 juni

2012 bernilai Rp2,6 miliar dan PO tertanggal 21 Juni senilai Rp3 miliar tak

dipenuhi oleh termohon.

Sidang 3 September 2012

Versi PT Prima Jaya Informatika

Pemohon mengungkapkan bahwa permohonan pailit sudah tepat sebab ada utang

jatuh tempo dan dapat ditagih serta kreditur lain. “Jika belum jatuh tempo maka

ke wanprestasi,” katanya.

Sidang 5 September 2012

Saksi ahli bicara

Saksi ahli dalam persidangan permohonan pailit PT Telkomunikasi Seluler

(Telkomsel) menyatakan bahwa utang dalam perkara kepailitan harus dapat

dibuktikan secara sederhana, tidak sedang dalam sengketa.

Ahli hukum perikatan dan kepailitan Gunawan Widjaja mengatakan bahwa jika

utang itu masih diperdebatkan seharusnya dibawa ke pengadilan negeri, baru

setelah jelas sebagai utang maka dibawa ke pengadilan niaga.

“Jika masih diperdebatkan maka tidak bisa dibuktikan secara somir [sederhana],”

katanya dalam sidang hari ini (5 September). Kesaksiannya merupakan bagian

dari sidang kepailitan yang diajukan oleh PT Prima Jaya Informatika terhadap

Telkomsel.

Sidang 14 September 2012

Majelis Hakim putuskan Telkomsel pailit

Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan PT Telekomunikasi

Seluler (Telkomsel) pailit dengan mengabulkan permohonan PT Prima Jaya

Informatika.

Page 28: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

Kasasi

PT Telkomsel yang menolak putusan hakim Pengadilan Niaga Jakarta

Pusat dan melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Karena menurut PT

Telkomsel Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan

mengadili perkara a quo. Karena utang tersebut tidak bisa dibuktikan secara

sederhana dan sesuai dengan klausul perjanjian kerja sama yang menyatakan

bahwa bila ada sengketa atau masalah di kemudian hari maka dilakukan

musyawarah. Jika musyawarah gagal menyelesaikan persoalan, maka perkara itu

diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tanggal Peristiwa21 September 2012 PT Telkomsel mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung

atas gugatan pailit oleh PT Prima Jaya Informatika di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

21 November 2012 Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan oleh PT Telkomsel melawan PT Prima Daya Informatika. Putusan MA atas perkara kasasi nomor 704 K/Pdt.Sus/2012 yang dikeluarkan Rabu 21 November 2012 itu sekaligus membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyatakan Telkomsel pailit.

Page 29: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

BAB IV

PEMBAHASAN

Awal mulanya kasus ini terjadi karena PT Prima Jaya Informatika merasa

Telkomsel sudah melakukan tindakan wanprestasi karena tidak melaksanakan

kewajibannya untuk memenuhi pesanan kartu perdana dan voucher sebagaimana

yang sudah diminta dan dijanjikan serta secara sepihak memutuskan kontrak kerja

sama dengan PT Prima Jaya Informatika, yang mana akibat dari pemutusan

kontrak kerja sama secara sepihak ini menimbulkan kerugian bagi PT Prima Jaya

Informatika berupa timbulnya piutang PT Prima Jaya Informatika pada Telkomsel

sebesar Rp 5,3 miliar, ancaman PHK karyawan, dan kerugian imateriil berupa

rusaknya citra dihadapan konsumen dan mitranya.

Karena masalah ini tidak bisa diselesaikan meskipun PT Prima Jaya

Informatika sudah melayangkan surat peringatan (somasi) kepada Telkomsel,

maka PT Prima Jaya Informatika membawa kasus sengketa ini untuk diselesaikan

melalui pengadilan (litigasi).

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan permohonan

PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) pailit dengan mengabulkan permohonan

PT Prima Jaya Informatika. Karena terbukti secara sederhana debitor (PT

Telkomsel) mempunyai dua kreditor (PT Prima Jaya Informatika dan PT Extent

Media Indonesia) dan tidak membayar bukan hanya 1 (satu) melainkan 2 (dua)

utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, hal ini senada dengan pasal 2 ayat

1 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Dimana dinyatakan

dalam pasal tersebut bahwa syarat debitur dapat dinyatakan pailit apabila:

1. Debitur memiliki dua atau lebih kreditur, dan

2. Debitur tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh

waktu/dapat ditagih.

Dan sesuai dengan pasal 1865 KUHP tentang bukti dan daluwarsa “ Setiap orang

yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk

Page 30: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib

membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.”

Oleh karena itu, kedua syarat tersebut dapat dikuatkan secara fakta melalui bukti-

bukti persidangan yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim dan sesuai

dengan pasal 107 UU Peradilan Tata Usaha Negara /PTUN, dalam pembuktian,

hakim dapat menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktiannya, serta

penilaian terhadap bukti-bukti tersebut. Untuk sahnya pembuktian diperlukan

sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Berikut bukti-

bukti yang digunakan majelis hakim terkait dengan kedua syarat yang tertuang

dalam pasal 2 ayat 1 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan:

Dalam pemeriksaan di sidang, dasar hukum mengenai alat pembuktian ada di

dalam pasal 1866 KUHPerdata, adapun macam - macam alat pembuktian yang

digunakan dalam sengketa ini, yaitu:

1. Bukti Tertulis:

1. Perjanjian Kerjasama tentang Penjualan Produk Telkomsel antara PT

Telekomunikasi Selular dan PT.Prima Jaya Informatika Nomor PKS

Telkomsel: PKS.591/LG.05/SL-01/VI/2011, Nomor: PKS Prima Jaya

Informatika: 031/PKS/PJI-TD/VI/2011, tanggal 01 Juni 2011, (bukti

PP-3), dimana telah disepakati PT. Prima Jaya Informatika telah

ditunjuk untuk mendistribusikan Kartu Prima Voucher Isi Ulang,

dimana dalam perjanjian tersebut berisi beberapa ketentuan atau pasal

yang dilanggar oleh Telkomsel, yaitu:

a. Berdasarkan Pasal 5.1 bahwa perjanjian tersebut berlaku

selama 2 (dua) tahun, mulai 11 Juni 2011 – 01 Juni 2013

(Telkomsel memutuskan kontrak kerja sama secara sepihak

pada bulan Juni 2012).

b. Berdasarkan Pasal 7.2 Telkomsel berkewajiban untuk

menyediakan Voucher Isi Ulang bertema khusus olah raga

dalam jumlah sedikit-dikitnya 120.000.000 (seratus dua puluh

juta) yang terdiri dari Voucher Isi Ulang Rp 25.000,00 (dua

Page 31: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

puluh lima ribu Rupiah) dan voucher isi ulang Rp 50.000,00

(lima puluh ribu Rupiah) setiap tahun untuk dijual oleh PT.

Prima Jaya Informatika

2. Puchase Order No.PO/PJI-AK/VI/2012/00000027, tanggal 20 Juni

2012, (Bukti PP-4), berjumlah Rp2.595.000.000,- (dua milyar lima

ratus sembilan puluh lima juta rupiah), yang ditujukan kepada

Termohon Pailit.

3. Purchase Order No.PO/PJI-AK/VI/2012/00000028, tertanggal 21 Juni

2012, (bukti PP-5), berjumlah Rp. 3.025.000.000,00 (tiga milyar dua

puluh lima juta Rupiah).

4. Surat PT. Telkomsel tanggal 27 Maret 2012 No.0032/

MK.01/SL.06/III/2012, Perihal: Mekanisme Pengajuan dan

Pengambilan Alokasi, (Bukti PP-6).

5. Surat Peringatan yang pertama dan terakhir (somasi) yang disampaikan

PT Prima Jaya Informatika, pada tanggal 28 Juni 2012 Nomor:

022/P/KC/VI/2012, (bukti PP-9), untuk melaksanakan Perjanjian

Kerjasama tentang Penjualan Produk Telkomsel antara PT.

Telekomunikasi Selular dan PT. Prima Jaya Informatika.

6. Bahwa Termohon Pailit juga mempunyai utang kepada Kreditor lain

yaitu: kepada PT. EXTENT MEDIA INDONESIA, atas pelaksanaan

kerja sama layanan Mobile Data Content, untuk periode bulan Agustus

2011 dan bulan September 2011, sebagaimana bukti-bukti:

a. Invoice No. INV-TSEL.012/VI/2012 tanggal 01 Juni 2012,

(Bukti KL-1) sebesar Rp. 21.031.561.274,- (Dua puluh satu

milyar tiga puluh satu juta lima ratus enam puluh satu ribu dua

ratus tujuh puluh empat rupiah), yang telah jatuh tempo pada

tanggal 08 Juni 2012, dan;

b. Invoice No. INV-TSEL.013/VI/2012 tanggal 01 Juni 2012,

Rp19.294.652.520,00 (sembilan belas milyar dua ratus

sembilan puluh empat juta enam ratus lima puluh dua ribu lima

Page 32: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

ratus dua puluh Rupiah), yang telah jatuh tempo pada tanggal

08 Juni 2012 (bukti KL-2);

c. Somasi tanggal 24 November 2011 (bukti KL-3), surat tanggal

9 April 2012, (bukti KL-4), surat tanggal 26 Mei 2012, (bukti

KL-5), surat tanggal 01 Juni 2012, (bukti KL-6), dan Somasi

Terakhir tertanggal 4 Juli 2012, Nomor :

031.1/LQQ/Extent/VII/2012, (bukti KL-7).

2. Bukti saksi

Kerugian yang diderita oleh PT Prima Jaya Informatika dikuatkan oleh

saksi dibawah sumpah yang bekerja sama dengan PT Prima Jaya

Informatika yang menyebutkan bahwa:

“Selain timbulnya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sekitar

Rp5,3 miliar dan ancaman PHK karyawan, Prima Jaya mengalami

kerugian imateriil berupa rusaknya citra di hadapan konsumen dan

mitranya”. Pernyataan ini menguatkan bukti tertulis yang sudah diajukan

oleh PT Prima Jaya Informatika.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat memberikan putusan mengabulkan permohonan pernyataan

pailit pemohon pailit PT Prima Jaya Informatika, untuk seluruhnya menyatakan

termohon pailit PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) pailit dengan segala

akibat hukumnya.

Menimbang putusan tersebut termohon pailit (PT Telekomunikasi Seluler)

mengajukan eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:

1. Bahwa Termohon Pailit membantah dan menolak seluruh dalil yang

dikemukakan Pemohon pailit dalam Permohonan Pernyataan Pailitnya,

kecuali yang tegas-tegas diakui Termohon Pailit;

2. pengadilan niaga pada pengadilan negeri jakarta pusat tidak berwenang

memeriksa dan mengadili perkara a quo karena utang-utang yang menjadi

pangkal sengketa ini tidak dapat dibuktikan secara sederhana dan sesuai

Page 33: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

pasal 24 dalam perjanjian kerjasama diatur bahwa apabila terjadi

perselisihan maka harus diselesaikan dengan musyawarah dan apabila

dalam jangka waktu 1 bulan para pihak tidak dapat menyelesaikan

perselisihan tersebut maka para pihak bersepakat untuk membawa

perselisihan tersebut ke pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan sesuai

dengan Pasal 116 HIR/RBg masalah ini masalah Perjanjian (perdata) yang

harus diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagaimana telah

disepakati dalam Perjanjian Kerjasama.

3. permohonan pernyataan pailit kabur (exceptio obscurum libelum);

4. pemohon pailit tidak memiliki alasan hak untuk mengajukan permohonan

pernyataan pailit karena tidak ada utang yang jatuh tempo (exeptio

onrechtmatige of ongegrond);

Atas permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor

48/PAILIT/2012/PN.NIAGA.JKT.PST yang menolak eksepsi PT Telekomunikasi

Seluler dan mengabulkan permohonan pernyataan pailit PT Prima Jaya

Informatika terhadap PT Telekomunikasi Seluler dan membebankan biaya perkara

sebesar Rp 416.000,00 (empat ratus enam belas ribu rupiah) kepada PT

Telekomunikasi Seluler.

Putusan Kasasi Mahkamah Agung

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi PT Telekomunikasi

Seluler dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat Nomor: 48/PAILIT/2012/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 14

September 2012.

Dalam putusannya Mahkamah Agung mempertimbangkan secara fakta

bukti-bukti yang ada dan menilai bahwa Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memahami atau sangat keliru dalam

memahami hukum perikatan/perjanjian Indonesia.

Page 34: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

Berikut adalah yang menjadi bahan pertimbangan Mahkamah Agung

dalam putusannya, yaitu:

1. Penolakan terhadap PO yang diajukan tanggal 20 Juni 2012 dan 21 Juni

2012 dengan Nomor PO/PJI-AK/VI/2012/00000027 dan

PO/PJI-AK/VI/2012/00000028.

Bahwa sebagaimana suatu perjanjian/perikatan yang sah berdasarkan Pasal

1338 KUH Perdata Jo. Pasal 1340 KUH Perdata bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya dan suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang

membuatnya.

Bukti Tertulis

Berdasarkan pasal 7.3 disepakati bahwa PT Telekomunikasi

Seluler terikat untuk menyediakan perdana kartu Prabayar

bertema khusus olah raga dalam jumlah sedikit-dikitnya

10.000.000 (sepuluh juta) kartu setiap tahun untuk dijual olehPT

Prima Jaya Informatika, yang memberikan pengertian bahwa

Termohon Kasasi mempunyai kewajiban untuk menjual sedikit-

dikitnya 10.000.000 (sepuluh juta) perdana kartu Prabayar

bertema khusus olah raga tersebut dalam setiap tahunnya, dalam

masa dua tahun perjanjian tersebut.

Dan pada kenyataannya sejak tanggal 01 Juni 2011 hingga 1 tahun

berikutnya PT Prima Jaya Informatika hanya mampu menjual

542.000 unit kartu perdana atau hanya 8% dari target penjualan

sebesar 6.732.415 unit kartu perdana

Keterangan Saksi

Fakta tersebut secara tegas sudah disampaikan oleh Saksi Fakta

dibawah sumpah yang diajukan oleh PT Telekomunikasi Seluler,

Herdin Hasibuan dan juga disampaikan oleh Saksi Fakta dibawah

sumpah yang diajukan oleh PT Prima Jaya Informatika, Rudi

Hartono Kurniawan.

Page 35: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

2. Penghentian, pembatasan, atau pengurangan pasokan (evaluasi) yang

dilakukan oleh Telkomsel.

Bukti tertulis

Bahwa berdasarkan Pasal 6.4 dari Perjanjian Kerjasama secara

jelas diatur tentang hak Telkomsel untuk membatasi, mengurangi

atau memberhentikan pasokan dalam hal terjadinya wanprestasi

oleh pihak PT Prima Jaya Informatika, sebagai berikut: "Dalam hal

MITRA melakukan pelanggaran atau penyimpangan dari yang

telah disepakati terkait dengan Perjanjian Kerjasama ini,

TELKOMSEL dapat membatasi, mengurangi, atau memberhenti-

kan pasokan salah satu atau keseluruhan jenis Produk Telkomsel

yang dijual atau dipasarkan oleh Mitra".

3. Perbuatan wanprestasi PT Prima Jaya Informatika dalam memenuhi

kewajibannya untuk membangun suatu komunitas yang berbasis pengemar

olah raga (Komunitas Prima)

Bukti Tertulis

Pasal 8.4 dan Pasal 8.7 Perjanjian Kerjasama disepakati bahwa PT

Prima Jaya Informatika wajib untuk membangun Komunitas Prima

yang berbasis penggemar olah raga dengan jumlah anggota

sebanyak 10.000.000 dalam 1 tahun, akan tetapi sampai pada bulan

Juni 2012 PT Prima Jaya Informatika gagal mewujudkan hal

tersebut.

Bukti Saksi

Kewajiban PT Prima Jaya Informatika untuk membuat komunitas

yang berbasis pengemar olah raga yang berisikan 10.000.000 (10

juta) anggota secara jelas juga telah dinyatakan oleh saksi fakta di

bawah sumpah, Herdin Hasibuan, yang dikutip dalam halaman 33

dari putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga.

4. Tindakan wanprestasi yang dilakukan PT Prima Jaya Informatika yang

mengakibatkan kerugian pada Telkomsel akibat tidak dibayarnya PO

Page 36: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

Nomor PO/PKIAK/V/2012/00000026 tanggal 9 Mei 2012 sebesar

Rp4.800.000.000 yang tidak dibayar dan sudah disetujui dan diproduksi

dan hingga saat ini masih ada di gudang Telkomsel

Bukti Tertulis

PT Prima Jaya Informatika tidak melakukan pembayaran pada hari

Seninnya seperti yang disepakati Mekanisme Pengajuan dan

Pengambilan Alokasi berdasarkan Surat No.

032/MK.01/SL.06/111/2012 tanggal 27 Maret 2012.

Bukti Saksi

Bahwa tindakan wanprestasi yang dilakukan PT Prima Jaya

Informatika yang tidak melakukan pembayaran atas PO tersebut

secara jelas juga telah dinyatakan oleh saksi fakta di bawah

sumpah, Herdin Hasibuan, yang dikutip dalam halaman 33 dari

putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga

5. Kekeliruan Majelis Hakim Niaga mengenai utang jatuh tempo dan dapat

ditagih.

sesuai ketentuan angka 2 dari surat No. 032/MK.01/SL.06/III/2012

tanggal 27 Maret 2012 tersebut dinyatakan bahwa setiap Purchase

Order (pemesanan) yang diajukan secara mingguan tersebut harus

terlebih dahulu mendapatkan persetujuan (approval) dari

Telkomsel. Dimana setelah mendapat persetujuan barulah

kemudian PT Prima Jasa Informatika dapat melakukan

pembayaran pada hari senin, paling lambat pukul 12.00 WIB.

Dan jelas seperti yang sudah diuraikan sebelumnya bahwa Puchase

Order No.PO/PJI-AK/VI/2012/00000027, tanggal 20 Juni 2012,

(Bukti PP-4), berjumlah Rp2.595.000.000,- (dua milyar lima ratus

sembilan puluh lima juta rupiah) dan Purchase Order No.PO/PJI-

AK/VI/2012/00000028, tertanggal 21 Juni 2012, (bukti PP-5),

berjumlah Rp. 3.025.000.000,00 (tiga milyar dua puluh lima juta

Rupiah) tidak disetujui oleh Telkomsel dan PT Prima Jaya

Informatika sendiri belum melakukan pembayaran atas kedua PO

Page 37: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa PT Prima Jaya

Informatika sama sekali tidak memiliki piutang terhadap

Telkomsel sehubungan dengan kedua PO tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa Majelis Hakim ketidaktepatan

pemahaman Majelis Hakim terhadap pengertian pasal 1458 KUH

Perdata yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk

memenuhi persyaratan dari “jatuh tempo” dan “dapat ditagih”.

Bahwa Pasal 1458 KUH.Perdata mengatur sebagai berikut: "Jual

beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika

setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan

tersebut dan harganya, meskipun benda tersebut belum

diserahkan, maupun harganya belum dibayar". Tentunya Pasal

tersebut lahir dari pengertian jual beli yang diatur dalam Pasal

1457 KUH.Perdata yang menyatakan sebagai berikut: "Jual Beli

adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan

pihak yang lain untuk membayar harga yang telan dijanjikan".

6. Majelis Hakim Niaga tidak secara benar dan jujur dalam memahami dan

mengutip poin-poin penjelasan dari Ahli, Dr. Johanes Johansyah,SH.MH,

yang dalam halaman 60 pertimbangan hukumnya dinyatakan sebagai

berikut:

"Dan dengan dikuatkan keterangan Ahli pihak pemohon yaitu: Dr.

Johanes Djohansyah, SH.MH., yang berpendapat sesuai dengan

perjanjian Termohon Pailit telah sepakat untuk menyerahkan barang

berupa voucer kartu perdana dan voucer kepada Pemohon Pailit, dimana

harga dan jenis barangnya telah disepakati". Bahwa sesungguhnya Ahli

tersebut menyatakan "Bahwa perjanjian kerjasama selama 2 tahun jangka

waktunya dimana para pihak sepakat untuk mendistribusikan produk dari

salah satu pihak dalam perjanjian ini diatur secara tegas bahwa

pendistribusian itu tidak langsung, tetapi bertahap sesuai dengan

permintaan sesuai dengan evaluasi atau penilaian dari pihak lain diatur

Page 38: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

juga ketentuan bahwa jika salah satu menyatakan pembeli melanggar

selama dalam melaksanakan perjanjian atau ketentuan-ketentuan yang

diatur dalam perjanjian karena pihak penjual mempunyai kewenangan

untuk membatasi, mengurangi atau bahkan memberhentikan, ketika si

pembeli mengajukan pesanan tetapi kemudian penjual menghentikan

pasokan itu dengan alasan penghentian sementara atau tindakan dari

penjualan itu yang tidak memberhentikan sementara permintaan dari

pembeli menurut ahli dia melakukan kewenangan dan memberikan

perjanjian atau tidak"

Dan bahwa dengan adanya bukti kuat penolakan PO yang diajukan oleh

PT Prima Jaya Informatika adalah disebabkan oleh tindakan wanprestasi yang

dilakukan PT Prima Jaya Informatika, maka pemeriksaan perkara ini tidak dapat

dilakukan secara sederhana seperti yang disyaratkan oleh pasal 8 ayat 4 Undang–

Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan oleh karenanya pemeriksaan

perkara ini bukanlah kewenangan dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat akan tetapi harus diperiksa dan diputuskan melalui Pengadilan

Negeri.

7. Tindakan pembuktian mengenai adanya kreditur lain.

Bahwa Majelis hakim “menimbang, bahwa walaupun bukti KL-1, KL 1-a,

KL-2, KL-3, KL-3, KL-7 tidak ada aslinya, tetapi oleh karena diakui

kebenarannya oleh Pemohon Pailit dan Termohon Pailit menyatakan telah

melakukan pembayaran terhadap tagihan kreditor lain tersebut, maka

pengakuan Termohon di persidangan merupakan alat bukti yang bersifat

sempurna dan bukti tersebut tetap dipertimbangkan ... "

Yang kemudian dibantah oleh Telkomsel, dengan alasan telah melakukan

pembayaran berdasarkan bukti T-9 sampai dengan bukti T-14 dan

menimbang bahwa keterangan Ahli termohon pailit (Telkomsel), yaitu Dr.

Gunawan Widjaja, SH,MH dan Keterangan Ahli Prof. Dr. Sutan Remy

Syahdeini L, SH,FCB.Arb. yang memberikan pendapat bahwa

Page 39: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

“persyaratan untuk dinyatakan pailit harus ada 2 orang kreditor dan 1

utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan apabila selama

berlangsungnya kepailitan ada pembayaran dari debitor kepada salah

satu kreditor sebelum perkara diputus sehingga tinggal 1 kreditor saja,

maka permohonan Pernyataan Pailit sudah tidak terpenuhi maka

permohonan Pailit harus ditolak". Bukti tersebut tersebut merupakan

instruksi bayar yang diajukan oleh Telkomsel melalui Bank BCA dimana

terhadap instruksi bayar tersebut, BCA telah menerbitkan salinan yang

telah ditandatangani secara asli oleh pegawai BCA dan juga terdapat tanda

bukti transfer yang tercetak asli dalam salinan bukti pembayaran tersebut.

Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1888 KUH Perdata “Kekuatan

pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli

ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan

serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan

untuk ditunjukkan.”, maka bukti yang diajukan PT Prima Jaya Informatika (KL-1,

KL 1-a, KL-2, KL-3, KL-3, KL-7) tidak bisa dijadikan dasar untuk menunjukkan

adanya kreditur lain.

Sangat terlihat kesan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Niaga hanya

berupaya untuk memenuhi perwujudan dari dalil PT Prima Jaya Informatika

secara menyalahi hukum dan melanggar asas imparsialitas ataupun Asas Audi et

Alteram Partem. Berikut Bukti Persangkaan yang digunakan oleh Mahkamah

Agung dalam memutus sengketa antara Telkomsel dan PT Prima Jaya

Informatika:

1. Putusan Majelis Kasasi No. 852 K/Pdt.Sus/2010 dalam kasus pailit yang

diajukan oleh PT Pertamina Dana Ventura terhadap PT Eurocapital

Peregrine Securities.

2. Putusan Kasasi No. 14 K/N/2001 tertanggal 3 April 2001 dalam perkara

antara Teddy Thohir, Heru Sajito, Setiadhi Lukman, Joey H. Wihardja

melawan PT. Karabha Digdaya.

Page 40: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

3. Putusan Kasasi No. 23 K/N/1999 tanggal 16 Agustus 1999 dalam perkara

antara PT. Waskita Karya melawan PT. Mustika Princess Hotel.

4. Putusan Mahkamah Agung No. 03 K/N/2000 tertanggal 20 Desember

1999 dalam Perkara antara Bernard Ibnu Hardjojo melawan Hashim

Djojohadikusumo.

5. Putusan Mahkamah Agung No. 07 K/N/2000 tertanggal 14 Maret 2000

dalam perkara antara PT Bank Inter Pacific Tbk, melawan PT Wenang

Permai Sentosa dan Haryanto Hadikosoemo.

6. Putusan Mahkamah Agung No. 18 K/N/2000 tertanggal 8 Juni 2000 dalam

Perkara antara BPPN melawan PT. Sumi Asih.

7. Putusan No. 834 K/Pdt.Sus/2009 tertanggal 15 Desember 2009 antara PT.

Cipta Televisi Pendidikan Indonesia melawan PT. Media Nusantara Citra,

Tbk, dkk melawan Crown Capital Global Limited.

8. Putusan Mahkamah Agung No 8 K/N/2004 tertanggal 7 Juni 2004 dalam

perkara antara PT. Prudential Life Assurance melawan Tuan Lee Boon

Siong.

Terakhir pemohon kasasi adalah perusahaan telekomunikasi yang sangat

sehat dan dikelola dengan sangat balk yang terus menghasilkan keuntungan,

dimana berdasarkan laporan keuangan tahun 2011 yang telah diaudit dan

membukukan keuntungan sebesar rp.12.823.670.058.017,00 (dua belas triliun

delapan ratus dua puluh tiga miliar enam ratus tujuh puluh juta lima puluh delapan

ribu tujuh belas Rupiah). Dan bila dibandingkan dengan nilai "yang disebut oleh

Termohon Kasasi sebagai piutang" sebesar Rp.5.260.000.000,- dengan nilai aset

Pemohon Kasasi pada tahun 2011 yang sangat besar dan menghasilkan

keuntungan puluhan triliun Rupiah setiap tahunnya, seharusnya Majelis Hakim

Pengadilan Niaga secara hati-hati memeriksa dan memutuskan perkara ini,

dimana putusan yang tidak didasarkan kebenaran dan keadilan yang telah

dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat

tersebut telah menimbulkan konsekuensi kerugian yang sangat besar bagi

Telkomsel dan menimbulkan konsekuensi kerugian yang sangat besar dalam

Page 41: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

pembangunan keamanan dan kepastian berinvestasi di indonesia, apalagi 35% dari

kepemilikan saham Pemohon Kasasi adalah investor asing, Singapore Telecom

Pte. Ltd.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut pendapat Mahkamah

Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi PT

Telekomunikasi Seluler dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 48/PAILIT/2012/ PN.NIAGA.JKT.PST.

Dari kasus diatas, para pelaku usaha harus berhati-hati terhadap segala

bentuk klausul yang tertuang didalam perjanjian yang mereka sepakati. Karena

sesuai dengan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka

yang membuatnya. Dimana PT Prima Jaya Informatika dalam kasus ini tidak

memahami secara jelas poin – poin perjanjian dengan benar sehingga salah

bertindak. Sehingga setiap bukti yang disajikan tidak dapat membantu PT Prima

Jaya Informatika dalam memenangkan sengketa yang di adili oleh Mahkamah

Agung.

Dan dalam kasus diatas membuktikan bahwa setiap bukti yang diajukan

oleh penggugat dan tergugat harus dapat diteliti dengan benar dan tepat sehingga

tidak menimbulkan ketidak tepatan putusan ataupun ketidak tepatan penafsiran

dari masing-masing pihak, baik dari pihak penggugat, tergugat, dan para hakim itu

sendiri. Sehingga apa yang disampaikan dalam pembuktian bisa menguatkan

masing – masing pihak, bukannya melemahkan. Karena tujuan dari pembuktian

itu sendiri adalah untuk meneguhkan bahwa seseorang mempunyai hak atau

membuktikan bahwa kejadian itu benar terjadi sesuai dengan pasal 1865 KUHP

tentang bukti dan daluwarsa yang berbunyi “ Setiap orang yang mengaku

mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya

itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak

itu atau kejadian yang dikemukakan itu.”.

Page 42: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Semakin meningkatnya kerjasama bisnis, menyebabkan semakin tinggi pula

tingkat sengketa diantara para pihak yang terlibat didalamnya. Sengketa muncul

dikarenakan berbagai sebab dan alasan yang melatarbelakanginya, terutama

karena adanya conflict of interest di antara para pihak. Penyelesaian sengketa

dapat dilakukan dengan dua cara, yeitu melalui pengadilan dan di luar pengadilan.

Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di

Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan

agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua

jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini).

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan muncul dengan mempertimbangkan

faktor-faktor yang berkembang dan tumbuh dimasyarakat. Selain prosedurnya

lebih simple/luwes, biaya yang dikeluarkan pun tidak terlalu besar, serta proses

peradilan lebih cepat. Selain itu penyelesaian sengketa di luar pengadilan banyak

ditentukan faktor yang berhubungan dengan kondisi mayarakat. Keputusan yang

dibuat pun tak hanya untuk menguntungkan sebelah pihak, namun juga dapat

memutuskan win win solution.

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh pihak

berperkara kepada Hakim dalam persidangan dengan tujuan untuk memperkuat

kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa, sehingga

Hakim memperoleh kepastian untuk dijadikan dasar putusannya. Tujuan

pembuktian adalah memberikan kepastian kepada Hakim tentang kebenaran fakta

hukum yang menjadi pokok sengketa.

Pada Kasus Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika dapat disimpulkan bahwa

penelitian dan penyidikan lebih lanjut mengenai bukti-bukti yang disajikan akan

memiliki dampak yang signifikan terhadap putusan yang diambil oleh Majelis

Hakim dan Mahkamah Agung. Dimana Majelis Hakim dinilai terburu-buru dan

teledor dalam penyelidikan dan penafsiran bukti-bukti sehingga menghasilkan

Page 43: Penyelesaian Sengketa Dan Alat Bukti

putusan yang tidak tepat dan dapat mengancam perusahaan potensial dan

keamanan serta pembangunan aktivitas investasi yang ada di Indonesia.

Saran

Berdasarkan kasus tersebut, diharapkan pelaku usaha berhati-hati terhadap

perjanjian/perikatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak dan pelaku usaha

bisa memahami setiap klausul yang tertuang dalam perjanjian sehingga tidak

menimbulkan ketidaknyamanan bagi kedua belah pihak dimasa yang akan datang.

Dan kedua belah pihak harus menunjukkan itikad baiknya tidak hanya dalam

perjanjian tetapi juga dalam pemenuhan hak dan kewajiban kedua belah pihak.