peran lembaga pemasyarakatan wanita dalam …digilib.unila.ac.id/61475/3/3. skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA DALAMMENGURANGI RESIDIVIS TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Oleh:
Ridho Intan Pratama
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2020
(Studi Pada Lapas Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung)
(Skripsi)
ABSTRAK
PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITADALAM MENGURANGI RESIDIVISTINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi Pada Lapas Wanita Kelas II A Way HuwiBandar Lampung)
Oleh
Ridho Intan Pratama
Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub sistem paling terakhir yang langsungberhadapan dengan narapidana untuk melaksanakan pembinaan, mempunyaiposisi yang strategis dalam mewujudkan tujuan akhir dari Sistem PeradilanPidana. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatanmengatur bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang disebut dengan Lapas adalahtempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak DidikPemasyarakatan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:Bagaimana peranlembaga pemasyarakatan dalam mengurangi residivis tindak pidana narkotika danApakah faktor penghambat lembaga pemasyarakatan dalam mengurangi residivistindak pidana narkotika
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridisempiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primeryang diperoleh dari studi lapangan dengan wawancara pada narasumber diLembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Way Hui dan wawancara diKementrian Hukum Dan HAM dan kalangan akademisi Bagian Hukum PidanaFakultas Hukum Universitas Lampung. Dan data sekunder diperoleh dari studikepustakaan,kemudian dilakukan analisis yang bersifat Kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa Peran lembagapemasyarakatan wanita dalam mengurangi residivis tindak pidana narkotikaadalah: (1) Peran normatif,pembinaan narapidana yang sesuai dengan UndangUndang,(2) Peran factual, yang meliputi Pembinaan kemandirian dan PembinaanKepribadian. Faktor Penghambat Lembaga Pemasyarakatan dalam MengurangiResidivis Tindak pidana narkotika adalah:(a) faktor perundangundangan, yaitubelum adanya petunjuk teknis mengenai pembinaan terhadap narapidana, (b)Faktor penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya Pembinanarapidana,(c) Faktor Masyarakat, yaitu masih adanya sikap negatif masyarakatterhadap mantan narapidana yang telah dibebaskan dan kembali ke masyarakat.(d)Faktor sarana dan prasarana.
Ridho Intan Pratama
Saran bagi Lapas wanita Klas IIA Way Hui agar lebih meningkatkan kualitas dankuantitas petugas lembaga pemasyarakatan agar mampu meningkatkan pelayananterhadap warga binaan pemasyarakatan dalam hal rehabilitasi sosial dankerohanian,lebih meningkatkan kualitas petugas lembaga pemasyarakatan melaluipeningkatan pendidikan dan latihan atau melalui work shopagar mampumeningkatkan pelayanan rehabilitasi yang berhasil dalam memberikankepentingan terbaik bagi narapidana,dan mengarahkan mindset para narapidanaagar menganggap rehabilitas adalah suatu kebutuhan bukan lagi paksaan.
Kata Kunci:Residivis,Narkotika,Lembaga Pemasyarakatan
PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA DALAMMENGURANGI RESIDIVIS TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Oleh
RIDHO INTAN PRATAMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum PidanaFakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2020
(Studi Pada Lapas Wanita Kelas II A Way Huwi Bandar Lampung)
Judul Skripsi : PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA DALAMMENGURANGI RESIDIVIS TINDAK PIDANA NARKOTIKA(Studi Pada Lapas Wanita Klas II A Way Huwi BandarLampung)
Nama Mahasiswa :RIDHO INTAN PRATAMA
No. Pokok Mahasiswa:1512011121
Bagian :Hukum Pidana
Fakultas :Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Diah Gutiniati M,S.H.,M.Hum.NIP 196208171987032003
Budi Rizky Husin S.H.,M.HNIP 197709302010121002
2. Ketua Bagian Hukum Pidana,
Eko Raharjo, S.H., M.H.NIP. 19610406 198903 1 003
MENGESAHKAN
1. Tim PengujiKetua : Diah Gustiniati M,S.H., M.Hum …………..
Sekretaris/Anggota : Budi Rizky Husein, S.H., M.H. ................
Penguji Utama : Dr.Erna Dewi, S.H., M.H ………....
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung
Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H.NIP 19600310 198703 1 002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi:12 Februari 2020
SURAT PERNYATAAN
Saya yangbertandatangan di bawah ini:
Nama : RIDHO INTAN PRATAMA
Nomor Pokok Mahasiswa : 1512011121
Bagian : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum/Ilmu Hukum
Dengan ini menyatakan bahwas skripsi saya yang berjudul:“Peran Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Dalam Mengurangi Residivis Tindak Pidana
Narkotika (Studi Pada Lapas Wanita Klas IIA Way Huwi Bandar
Lampung)”. Adalah hasil karya sendiri. Semua hasil tulisan yang tertuang dalam
Skripsi ini telah mengikuti kaidah penulisan karya ilmiah Universitas Lampung.
Apabila kemudian hari terbukti bahwa Skripsi ini merupakan hasil salinan atau
dibuat oleh orang lain, kecuali disebutkan di dalam catatan kaki dan daftar
pustaka. Maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan akademik
yang berlaku
Bandar Lampung,12 Februari 2020
Penulis
Ridho Intan Pratama
NPM. 1512011121
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 03 Mei
1997, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak
Zakaria S.H dan Ibu Hardiana Supriandari.
Jenjang pendidikan formal yang penulis tempuh dan
selesaikan adalah di Sekola Dasar (SD) Muhammadiyah
1 Bandar Lampung lulus pada Tahun 2009,
SMPN 8 Bandar Lampung lulus pada Tahun 2012, SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung lulus pada Tahun 2015. Selanjutnya pada Tahun 2015 penulis diterima
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Pada bulan Januari-Februari 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
di Desa Teluk Dalem Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur.
MOTTO
Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak Tahu.
( Lao Tse )
“Knowing Is Not Enough; We Must Apply. Wishing Is Not Enough;We Must Do.”
(Johann Wolfgang Von Goethe)
”There are no regrets in life, just lessons.”
(Jennifer Aniston)
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati dan kebangganku persembahkan karya skripsikecilku ini kepada inspirasi terbesarku:
Bapakku Zakaria,S,H dan Ibuku Hardiana Supiandari yang senantiasamembesarkan, mendidik, membimbing, berdoa, berkorban dan mendukungku.
Terima kasih untuk semua kasih sayang dan pengorbanannya serta setiap doa’nyayang selalu mengiringi setiap langkahku menuju keberhasilan.
Adikku Siti Hafizah Melati Putri yang kusayangi dan kubanggakan dan terimakasih atas doa dan semangat untuk keberhasilanku.
Terima kasih atas kasih sayang tulus yang diberikan, semoga suatu saat dapatmembalas semua budi baik dan nantinya dapat menjadi anak yang membanggakan
kalian.
Dosen Pembimbingku dan Dosen Pembahasku, terima kasih untuk bantuan dandukungannya dalam pembuatan skripsi ini.
Almamater Fakultas Hukum Universitas Lampung Tempat aku menimba Ilmudan mendapatkan pengalaman berharga yang menjadi awal langkahku meraih
kesuksesan
SANWACANA
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, atas kehadirat Allah SWT yang telahmelimpahkan segala keberkahan, nikmat, rahmat dan taufik serta hidayah-Nya.Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul
“PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA DALAMMENANGGULANGI RESIDIVIS TINDAK PIDANA NARKOTIKA”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di FakultasHukum Universitas Lampung.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan ilmu pengetahuan,bimbingan, dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, makapada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Karomani M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Bapak Prof.Dr.Maroni,S.H.,M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
3. Bapak Eko Raharjo, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung;
4. Ibu Dona Raisa,S.H.M.H selaku Sekertaris Bagian Hukum Pidana FakultasHukum Universitas Lampung.
5. Ibu Diah Gustiniati Mulyani S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yangtelah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasidan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
6. Bapak Budi Rizky Husin S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telahberkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan motivasidan
masukan yang membangun serta mengarahkan penulis sehingga skripsi inidapat diselesaikan;
7. Ibu Dr. Erna Dewi S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telahmemberikan masukan-masukan yang bermanfaat, saran serta pengarahankepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;
8. Ibu Sri Riski S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas II yang juga telahmemberikan masukan-masukan yang bermanfaat, saran serta pengarahankepada penulis selama proses penulisan skripsi ini;
9. Bapak Dr. Wahyu Sasongko S.H.,M.Hum., selaku Dosen PembimbingAkademik terima kasih atas bimbingan dan pengarahan kepada penulisselama menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
10. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khusunyaBapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Pidana yang penuh ketulusan dan dedikasiuntuk memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi bagi penulis, sertasegala kemudahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi;
11. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, khusunyapada Bagian Hukum Pidana: Bu As dan Mas ijal,
12. Bapak Joko Satrio Kabid Pembinaan dan Kedisiplinan LembagaPemasyarakatan Wanita klas IIA Bandar Lampung dan Bapak M.MulyanaKabid Pembinaan dan Teknologi Informasi di Kementerian Hukum danHAM yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data yang diperlukandalam penelitian untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini;
13. Teristimewa untuk Bapakku Tercinta Zakaria S.H,. dan Ibuku TersayangHardiana Supriandari yang telah memberikan motivasi, semangat dan doayang besar kepadaku dalam menyelesaikan skripsi ini, yang telah merawatdan membesarkanku dengan penuh cinta dan selalu memberikan kasih sayangserta doa restu yang selalu dihanturkan dan dipanjatkan kepada Allah SWTdemi keberhasilanku dan masa depanku.
14. Teruntuk Adikku Tersayang Siti Hafizah Melati Puri yang selalu memberikando’a, mensupport serta canda tawanya yang selalu diberikan kepada penulis,serta menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
15. Sahabatku WKWK-SQUAD Duwi Ulandari S.H,Abdul Ghani S.H,NirmalaS.H,Hany Fauzia S.H S,Widia Clara S.H,Ilham Saputra S.H, yang telahmenjadi sahabat terbaik selalu membantu dan selalu mendengarkan keluhkesah dan suka-duka penulis selama ini serta selalu memberikan semangatdan juga doa kepada penulis terimakasih banyak atas segala canda tawa sedih
duka serta semangatnya semoga kita bisa tetap bersatu, saling membantu danmenyemangati satu sama lain.
16. Sahabat seperjuangan semasa perkuliahan yaitu Ewied Febrian Safitri S.H.,Andi Setiawan, S.H, Narestya Arifa S.H,Aulia Virginia S.H yang telahmemberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis selama menulisskripsi ini serta selalu menghibur penulis disaat penulis menyelesaikan skripsiini, semoga hubungan persahabatan kita akan selalu terjalin baik seperti ini.
17. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan selama masa perkuliahan yangtelah memberikan dukungan, bantuan serta doanya kepada penulis secaralangsung maupun tidak langsung, terima kasih banyak semoga kelak cita-citakita semua tercapai dan hubungan kita akan selalu terjalin dengan baik.
18. Adikku tersayang semasa perkuliahan, Desi Puspita yang paling dekatdenganku yang telah banyak memberikan semangat, doa serta dukunganuntuk menyelesaikan penulisan skripsi ini serta meraih gelar sarjana hukum.
19. Teman-teman BG Squad Mia Chairunisa,Kiki Diah Wulandari ,DiahSeptiarini,Putri Fadilah,Akbarsyah Pawaka,Achmad Revo Al-Hafidz danMetta Septiana dan yang lainnya yang tidak bisa disebut satu persatu, terimakasih atas semua semangat, dukungan serta canda tawa yang telah diberikankepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
20. Sahabat KKN-ku ,Robbi ul Zikri S.IP dan Faris Naufal S.P terima kasih atascerita, semangat, dukungan dan serta canda tawa yang telah kalian berikankepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
24. Teman-temanku bagian pidana yang tidak dapat di sebutkan satu persatu,terimakasih atas doa, serta semangat secara langsung ata tidak langsung yangdiberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
25. Seluruh teman-teman angkatan 2015 Fakultas Hukum Universitas Lampungyang tidak bisa disebutkan satu-persatu namanya, terima kasih telah menjadibagian dari perjalanan semasa perkuliahan ini. Semoga kita tetap bisamenjalin silahturahmi kedepannya,;
26. Almamaterku tercinta,Universitas Lampung yang telah memberikan banyakkenangan,ilmu,teman dan sampai aku menjadi seorang bagi bangsa danagama.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemuliaan dan barokah, dunia danakhirat khususnya bagi sumber mata air ilmuku, menambahkan rezeki, sertadilipat gandakan atas segala kebaikannya yang telah diberikan kepada penulis
dansemoga skripsi inibermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagipenulisdalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Semoga bagiorangorang tercinta dari penulis selalu berada di dalam perlindungan Allah SWT.
Bandar Lampung,12 Februari 2020
Penulis,
Ridho Intan Pratama
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ...................................................... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan. ............................................................................... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pemasyarakatan ............................... 16
B. Tugas dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan. ........................................... 18
C. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia ....................................................... .22
D. Narapidana dan Residivis .......................................................................... 28
E. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika .................................. 33
III. METODE PENELITIAN
A. Sumber dan Analisis Data. ........................................................................ 42
B. Sumber Dan Jenis Data ............................................................................ .43
C. Penentuan Narasumber .............................................................................. 44
D. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data .......................................... 45
E. Analisis Data .............................................................................................. 46
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Way Huwi
Bandar Lampung ...................................................................................... 47
B. Peran Lembaga Pemasyarakatan Wanita Dalam Mengurangi Residivis
Tindak Pidana Narkotika.......................................................................... 58
C. Faktor–Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Narapidana
Residivis Narkotika. ............................................................................... .67
V. PENUTUP
A. Simpulan. .................................................................................................. 73
B. Saran. ......................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pidana penjara ialah suatu bentuk pidana yang berupa pembatasan gerak yang
dilakukan dengan menutup pelaku tindak pidana dalam sebuah Lembaga
Pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan
tata tertib yang berlaku dalam Lembaga Pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan
tindakan tata tertib bagi pelaku tindak pidana yang melanggar peraturan tersebut.
Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan berkesempatan untuk saling
berinteraksi serta bersosialisasi antar sesama narapidana, yang tentunya
menimbulkan dampak negative maupun positif. Mereka dapat saling berbagi
pengalaman dalam hal kejahatan sehingga fungsi Lembaga Pemasyarakatan pun
menyimpang sehingga menjadi sebuah sekolah kejahatan yang akhirnya akan
dipraktekkan pada saat keluar dari tahanan.
Sebutan sebagai sekolah kejahatan semakin nyata terlihat manakala bekas
narapidana yang keluar dari Lembaga Pemasyarakatan melakukan kejahatan ulang
setelah bebas (yang disebut sebagai residivis), serta masih dicurigainya bekas
narapidana apabila kembali ke dalam masyarakat. Hal ini menandakan bahwa
masyarakat masih menganggap Lembaga Pemasyarakatan sebagai pusat latihan
untuk para penjahat.
2
Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dianggap tidak efektif karena
kenyataannya malah bermunculan banyak narapidana yang melakukan tindak
pidana lagi dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan.Lembaga pemasyarakan yang
tidak menjalankan fungsinya dengan baik dan efektif ini akhirnya malah
melahirkan penjahat yang berkualifikasi residivis. Secara singkat tujuan dari
pidana penjara meliputi :
1. Pembalasan (vergelding/retribusi)
2. Penjeraan (afschriking/deterrence)
3. Penutupan (onschadelike/incarceration)
4. Rehabilitas –reformasi –resosialisasi
Terkait dengan residivis, tujuan terpentingnya ada pada aspek penjeraan yang
terkait dengan hukuman atau sanksi yang diterima oleh residivis karena
perbuatannya, dan rehabilitasi yang merupakan aspek penyiapan mental dan
ketrampilan agar mereka tidak melakukan kejahatan lagi. Selanjutnya pokok
pikiran tersebut dijadikan prinsip-prinsip pokok konsepsi terhadap aspek-aspek
sosiologi dan kriminologi, mengingat kedua aspek tersebut memegang peranan
penting dalam penanganan residivis. Penanggulangan kejahatan residivis
dilakukan dengan serangkaian sistem yang disebut dengan sistem peradilan
pidana (criminal justice system) yang merupakan sarana dalam masyarakat untuk
menanggulangi kejahatan.1
1Marjono Reksodiputro, 1997, Reformasi Sistem Pemasyarakatan, Jakarta : Universitas Indonesia,hal, 84
3
Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan dan perbaikan terhadap para
narapidana diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat
menanggulangi volume kejahatan dalam masyarakat. Mengingat banyaknya
pelaku tindak pidana dengan berbagai latar belakang serta tingkat kejahatan yang
berada dalam satu tempat yang sama, yang menyebabkan proses pembinaan
belum berjalan sesuai yang diharapkan.
Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat terakhir dimana pelaksanaan pemidanaan
dilakukan, dalam Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, tujuan dari pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga
Pemasyarakatan adalah agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan
bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima menjadi bagian
dari anggota masyarakat. Selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap
pribadidari narapidana itu sendiri. Tujuannya agar narapidana mampu mengenal
dirinya sendiri dan memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi.2
Pembimbingan dan pengawasan yang di lakukan oleh BAPAS dalam pasal 2
Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan merupakan bagian
dari suatu sistem pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam rangka membentuk
warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya. Menyadari
kesalahan,memperbaiki diri,dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima oleh lingkungan masyarakat,dapat aktif berperan dalam pembangunan
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.3
2Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung : Alumni,hlm, 2353Diah Gustiani Maulani, dan Dona Raisa Monica, 2018, PengantarHukum Penitensier dan SistemPemasyarakatan Di Indonesia, Bandar Lampung:Anugrah Utama Raharja,hlm,95
4
Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanaan pembinaan diharapkan dapat
mewujudkan tujuan dari pembinaan untuk mengembalikan ke lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pencegahan terjadinya
pengulangan tindak pidana oleh mantan narapindana menjadi tugas penting dalam
pelaksanaan pembinaan, mekanisme yang tepat harus dimiliki oleh Lembaga
Pemasyarakat, supaya tujuan dalam membina terpidana dapat tercapai.
Keberhasilan untuk mewujudkan tujuan pemasyarakatan tergantung dari beberapa
pihak yang terkait antara lain petugas dan tenaga ahli yang melakukan
pembinaan,instansi pemerintah yang terkait dan yang paling penting adalah peran
serta masyarakat yang diharapkan dapat membantu pelaksanaan pembinaan
narapidana.
Masyarakat memiliki peranan yang sangat berarti dalam proses resosialisasi
narapidana yang saat ini masih sulit dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pada waktu
narapidana selesai menjalani hukumannya dan siap kembali ke masyarakat tidak
jarang muncul permasalahan dikarenakan kurang siapnya masyarakat menerima
mantan narapidana. Pembinaan Narapidana sebagaimana diatur dalam UU No.12
Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, pembinaan narapidana juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembiaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan, yakni dalam ketentuan Pasal 2 PP No.31 Tahun
1999 yaitu: (1) program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan
pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian. (2) program
pembinaan diperuntukan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. (3)
program Pembimbingan diperuntukkan bagi Klien.
5
Pidana penjara belum dapat membuat jera para pelaku kejahatan. Hal ini dapat
terbukti dengan semakin meningkatnya kejahatan yang terjadi di dalam
masyarakat baik para pendatang baru maupun para residivis. Pembinaan terhadap
residivis dimaksudkan agar sekeluarnya dari Lembaga Pemasyarakatan dapat
kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan dapat mengembangkan diri
dengan bekal keterampilan yang diperoleh selama masa pembinaan diLembaga
Pemasyarakatan.
Pengaruh pembinaan didalam Lembaga Pemasyarakatan sangatlah penting,karena
agar narapidana tidak mengulangi tindak pidana setelah keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan. Pembinaan yang baik akan menjadikan narapidana pribadi yang
baik pula dan dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat lagi dan mereka
dapat kembali kepada keluarganya juga berguna bagi masyarakat luas. Sistem
Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila dan dilaksanakan
secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan
kualitas, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkingan masyarakat, dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan yang berlaku
pada saat ini menetapkan tujuan dan sasaran terhadap pembinaan bagi narapidana,
yaitu agar narapidana mendapatkan bimbingan dan pembinaan dengan harapan
setelah menjalani hukuman akan kembali ketengahtengah masyarakat dan dapat
meningkatkan keterampilan agar mampu hidup mandiri di masyarakat seta taat
pada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagungan.
6
Berdasarkan data dari Direktorat jendral pemasyarakatan dari tahun 2014-2018
jumlah tersangka kasus narkotika pada perempuan mengalami peningkatan yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I:
Jumlah Data Narapidana Kasus Narkotika Perempuan (2015-2019)
NO TAHUN NARAPIDANA NARKOTIKA
WANITA
1 2015 111
2 2016 109
3 2017 132
4 2018 260
5 2019 289
Sumber:Direktorat Jendral Pemasyarakatan Tahun 2019
Banyak hal atau faktor yang bisa menyebabkan seseorang kembali melakukan
kejahatan (residivis) baik factor intern maupun faktor eksteren. Diantaranya ada
faktor lingkungan sosial yang selalu memandang sebelah mata mantan
narapidana, sistem pembinaan yang kurang terinternalisasi, kesulitan ekonomi,
kepuasan pribadi bahkan ada yang menemukan jaringan atau temanbaru dari
penjara.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Peran Lembaga Pemasyarakatan Wanita Dalam
Mengurangi Residivis Tindak Pidana Narkotika”. (Studi Di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas II A Way Huwi Bandar Lampung)
7
B. Rumusan masalahan dan Ruang Lingkup
1. Rumusan masalahan
Agar masalah yang akan diteliti oleh penulis mempunyai penafsiran yang jelas,
maka perlu dirumuskan ke dalam suatu rumusan masalah, dan dapat dipecahkan
secara sistematis dan dapat memberikan gambaran yang jelas.
Berdasarkan uraian dalam identifikasi dan masalah di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitianini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran lembaga pemasyarakatan dalam mengurangi residivis dalam
tindak pidana narkotika?
2. Apakah faktor penghambat lembaga pemasyarakatan dalam mengurangi
residivis dalam tindak pidana narkotika?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah pelaksanaan pembinaan
LembagaPemasyarakatan Wanita bagi narapidana wanita sebagai residivis pelaku
tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Way Huwi
Bandar Lampung. Bidang keilmuan dalam penelitian iniadalah hukum pidana
khususnya dalam tindak pidana khusus Narkotika dan pemasyarakatan. Ruang
lingkup penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA
Way Huwi Bandar Lampung, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan pada Tahun 2019.
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pokok bahasan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pembinaan yang dilakukan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Way Huwi Bandar Lampung dalam
membina narapidana wanita sebagai residivis pelaku tindak pidana narkotika.
b. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam pembinaan narapadina wanita
sebagai residivis pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita klas IIA Way Huwi Bandar Lampung
2. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini adalah untuk memberi pengetahuan di bidang hukum pidana
khususnya mengenai pembinaan narapidana wanita sebagai residivis pelaku
tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyaraktan Wanita Klas IIA Way Huwi
Bandar Lampung dan faktor penghambat pembinaan narapidana wanita sebagai
residivis pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatann Wanita
Klas IIA Way Huwi Bandar Lampung.
2. Kegunaan Praktis
a. Untuk memberikan pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi
masyarakat mengenai pelaksanaan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan
9
Wanita terhadap narapidana wanita sebagai residivis pelaku tindak pidana
narkotika yang efektif.
b. Untuk dipergunakan bagi para akademisi dan pihak-pihak yang berkepentingan
sebagai pedoman dan pertimbangan dalam pelaksanaan pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan Wanita dan demi menciptakan penegakan hukum yang lebih
baik.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep khusus yang merupakan abstraksi dari
hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4
Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan.5 Hal tersebut dapat
dimaklumi, karena batasan dan hakekat suatu teori adalah:6
“Seperangkat konstruk (konsep), batasan dan proposisi yang menyajikan suatu
pandangan sistematis tentang fenomena dan merinci hubungan-hubungan antar
variabel,dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu.”
a.Teori Peran
Peran diartikan sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yangberkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan sebagai
4Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke-3. Jakarta:UI. Press. hlm. 1255Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers Jakarta,2012, hlm. 146Pred N. Kerlinge, Asas – Asas Penelitian Behavioral, Edisi Indonesia, Cetakan kelima. GajahMada University Press, Yogyakarta, 1990, hlm. 14
10
posisi tertentu di dalam masyarakat yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau
rendah. Kedudukan adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dan kewajiban
tertentu,sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan sebagai peran.
Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dapat
dikatakan sebagaipemegang pemegang peran (role accupant). Suatu hak
sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan
kewajiban adalah tugas.
Secara sosiologis peranan adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau
perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu
posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuaian dengan kedudukannya.
Jika seseorang menjalankan peran tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan
berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan diri lingkungannya.
Peran secara umum adalah kehadiran di dalam menentukan suatu proses
keberlangsungan.7 Peranan merupakan dinamisasi dari statis ataupun penggunaan
dari pihak dan kewajiban atau disebut subyektif. Peran dimaknai sebagai tugas
atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang.
Peranan memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
7Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press, 2002, hlm. 242.
11
3. Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Jenis-jenis peran adalah sebagai berikut:
1. Peranan normatif adalah peran yang dilakukan seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat.
2. Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga
yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan kedudukanya di dalam suatu sistem.
3. Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial
yang terjadi secara nyata.
b. Teori Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum
Teori yang digunakan dalam membahas faktor–faktor pengahambat dalam
penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiri
Terdapat beberapa asas dalam berlakunya undang-undang yang tujuannya
adalah agar Undang-Undang tersebut mempunyai dampak positif. Artinya, agar
Undang-Undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif di dalam
kehidupan masyarakat.
12
2. Faktor penegak hukum
Penegak hukum mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan
pemegang peranan. Suatu hak sebenarnya wewenang untuk berbuat atau tidak
berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.
3. Faktor sarana atau fasilitas
Penegak hukum tidak mungkin berlangsung lancar tanpa adanya faktor sarana
atau fasilitas. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga
manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang
memadai, keuangan yang cukup dan seharusnya.
4. Faktor masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu
maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
5. Faktor kebudayaan
Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai nilai yang
mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang
dianggap buruk (sehingga dihindari).8
8Soerjono Soekanto.1983. Penegakan Hukum. Bandung:Bina Cipta. hlm 34-35, 40.
13
2. Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan
istilah yang teliti.9 Untuk mempertajam dan merumuskan suatu definisi sesuai
dengan konsep judul maka perlu adanya suatu definisi untuk dijelaskan dalam
penulisan ini, yaitu:
a. Peran diartikan sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan
sebagai posisi tertentu di dalam masyarakat yang mungkin tinggi, sedang-
sedang saja atau rendah.
b. Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu lembaga, yang dahulu dikenal sebagai
rumah penjara, yakni tempat di mana orang–orang yang telah dijatuhi pidana
dengan pidana–pidana tertentu oleh hakim itu harus menjalankan pidana
mereka.
c. Wanita adalah perempuan dewasa;16 kaum putri (dewasa) yang berada pada
rentang umur 20-40 tahun yang notabene dalam penjabarannya yang secara
teoritis digolongkan atau tergolong masuk pada area rentang umur di masa
dewasa awal atau dewasa muda.
d. Residivis adalah seseorang yang telah berulang-ulang melakukan kejahatan dan
berulang-ulang pula dipidana.10
9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Survei, Penerbit. LP3ES, Jakarta, 1986, hlm. 132.10J.C.T. Simorangkir, 2008, Kamus Hukum, Jakarta : Sinar Grafika
14
e. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana yang disertai sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma
atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja
telah dilakukan terhadap seorang pelaku.11
f. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis.
E. Sistematika Penulisan
Agar dapat memudahkan pemahaman penulisan terhadap penulisan skripsi ini
secarakeseluruhan, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang, permasalahan
dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan
konseptual, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi telaah kepustakaan seperti :Tinjauan Umum Tentang Lembaga
Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Pengertian Narapidana,
Pengertian Tugas Dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan ,Pengertian Residivis dan
Pengertian Tindak Pidana Narkotika.
11Rocky Marbun, Kamus Hukum Lengkap, Jakarta: Visi Media, 2012, hlm. 311.
15
III. METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang langkah-langkah atau cara-cara yang dipakai dalam
rangka pendekatan masalah, serta tentang uraian tentang sumber-sumber data,
pengumpulan data dan analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil dari penelitian tentang berbagai hal yang menjadi
permasalahan dalam skripsi ini yang akan dijelaskan tentang apakah upaya yang
dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Way Huwi
Bandar Lampung dalam menekan Terjadinya Residivis Tindak Pidana Narkotika
bagi warga binaan, serta Faktor penghambat apa saja dalam pembinaanLembaga
Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Way Huwi Bandar Lampung bagi wanita
sebagai residivis pelaku Tindak Pidana Narkotika.
V. PENUTUP
Bab ini memuat simpulan dari kajian penelitian yang menjadi fokus bahasan
mengenai pelaksanaan pembinaan lembaga pemasyarakatan wanita terhadap
narapidana wanita sebagai residivis pelaku tindak pidana narkotika serta saran-
saran penulis dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.
16
II.TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan(disingkat
Lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak
didik pemasyarakatan di Indonesia.Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia,
tempat tersebut disebut dengan istilah penjara.
Lembaga pemasyarakatan adalah wadah yang berfungsi sebagai tempat
penggodokan para terpidana, guna menjalani apa yang telah diputuskan oleh
pengadilan baginya. Lembaga pemasyarakatan adalah yang berfungsi sebagai
akhir dari proses penyelesaian peradilan. Berhasil atau tidaknya tujuan peradilan
pidana terlihat dari hasil yang telah ditempuh dan dikeluarkan oleh lembaga
pemasyarakatan dalam pidana.12
Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu
Departemen Kehakiman).Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana
(napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih
12Kadri husin dan budi rizki,Sistem Peradilan Di Indonesia,Lembaga Penelitian UniversitasLampung,Cetakan Kedua,Bandar Lampung,2015,hlm 151
17
tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan
belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang
menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan
disebut Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan istilah
sipirpenjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri
Kehakiman Sahardjo pada tahun 1964. Ia menyatakan bahwa tugas jawatan
kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, melainkan juga tugas yang
jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke
dalam masyarakat.13
Tugas-tugas sosial yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan memberikan
wewenang padanya untuk menilai sikap perilaku terpidana dan menetukan
langkah apa yang akan dijalankan dalam proses pembinaan tersebut. Apa yang
disebutkan sebagai tugas sosial sebenarnya adalah usaha lembaga pemasyarakatan
dalam upayanya“meresosialisasikan” para terpidana. Resosialisasi ini adalah
dalam mencapai tujuan akhir dari peradilan pidana agar supaya eks terpidana
kedalam masyarakat sebagai warga yang berguna.
Batasan atas ruang ini di laksanakan sesuai aturan penghukuman yang di buat para
ahli hukum yang berada di luar penjara (para legislator dan eksekutif). Para
terhukum sebagai bagian dari masyarakat penjara, mempunyai kontrol kecil
terhadap determinasi batas-batas fisik dan social dalam lapas. Berbeda dengan
petugas, mempunyai kontrol besar terhadap pengelolaan batas-batas ini.
13https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan diakses pada tanggal 18 Februari 2019pada pukul 20:29 wib
18
Jika batas–batas fisik dapat diamati secara kasat mata, maka batas-batas social
berjalan rutin dalam lapas. Dalam praktek batas-batas social dan pengaturannya
diciptakan dan di miliki bersama oleh para aktor petugas dan narapidana.
Sistem pemasyarakatan yang merupakan sistem pembinaan narapidana adalah
juga hasil transformasi dari sistem kepenjaraan yang dianut sebelumnya, baik
yang menyangkut aspek filosofi, tujuan maupun pendekatannya. Bergulirnya ide
untuk menggantikan sistem kepenjaraan di indonesia, erat relevansinya dengan
politik kepenjaran yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan
pemikiran tentang nilai – nilai kemanusian alam segala aspeknya.
Sistem pemasyarakatan menurut Undang – undang pemasyarakatan adalah suatu
tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga binaan
pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan
pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaili diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
B. Tugas Dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
a. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Pada tahun 1963, Sahardjo dalam pidatonya pengukuhan gelar doktor
honoriscauso di Universitas Indonesia membuat suatau sejarah baru dalam dunia
kepenjaraan Indonesia. Dikatakan, bahwa narapidana itu adalah orang yang
19
tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat, yang dalam
keberadaannya perlu mendapat pembinaan. Selanjutnya dikatakan, tobat tidak
dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaaan, tetapi dengan bimbingan agar
kelak bahagia dunia akhirat. Memahami fungsi lembaga pemasyarakatan yang
dikemukakan sahardjo sejak itu dipakai sistem pemasyarakatan sebagai metode
pembinaan narapidana, jelas terjadi perubahan fungsi lembaga pemasyarakatan
yang terjadi tempat pemabalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Di dalam
perjalannya, bentuk pembinaan yang diterapkan bagi narapidana (pola pembinaan
narapidana/tahanan1990 Dapertemen Kehakiman) meliputi :
1. Pembinaan berupa interaksi langsung bersifat kekeluargaan antara pembina
dengan yang dibina.
2. Pembinaan yang bersifat persuasive yaitu berusaha merubah tingkah laku
melalui keteladanan
3. Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis
4. Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran berdasarkan, berbangsa dan
bernegara, Intelektual, kecerdasan, kesadaran hukum, keterampilan, mental
spiritual.
Tujuan pembinanan narapidana yang ditawarkan oleh C.I Harsono adalah
kesadaran (consciousness). Untuk memperoleh kesadaran dalam diriseseorang,
maka sesorang harus mengenal diri sendiri. Diri sediri yang mempu merubah
seseorang untuk menjadi lebih baik, lebih maju, lebih positif. Tanpa mengenal diri
sendiri, terlalu sulit dan bahkan tidak mungkin seseorang akan merubah diri
sendiri.
20
Tujuan pembinaan narapidana selanjutnya dikatakan untuk memperbaiki dan
meningkatkan ahklak (budi pekerti) para narapidana dan anak didik yang berada
Lembaga Pemasyarakatan. Pelaksanaan pidana penjara dengan menonjolkan
aspek pembinaan didalam lembaga pemasyarakatan, hingga saat ini mengalami
hambatan, hal ini disebabkan antara lain keterbatasan sarana fisik berupa
bangunan penjara dan peralatan bengkel kerja yang masih memakai peninggalan
zaman colonial belanda.
b. Tugas Lemabaga Pemasyarakatan
Tugas Lembaga Pemasyarakatan meliputi:
1. Melakukan pembinaan narapidana atau anak didik2. Melakukan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja3. Melakukan bimbingan sosial atau kerohanian narapidana/anak didik4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib lembaga pemasyarakatan.14
Ruang lingkup pembinaan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana dapat dibagi ke dalam 2 (dua) bidang yakni:
1. Pembinaan Kepribadian yang meliputi :
a. Pembinaan Kesadaran Beragama. Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan
imannnya terutama memberi pengertian agar anak didik pemasyarakatan dapat
menyadari akibatakibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbuatan-
perbuatan yang salah.
14Diah Gustiani. dkk.Hukum Penitensia dan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia.BandarLampung. 2013. Hlm. 52-53
21
b. Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara. Usaha ini dilaksanakan untuk
menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat
berbakti bagi bangsa dan negara.
c. Pembinaan Kemampuan Intelektual. Usaha ini diperlukan agar pengetahuan
serta kemampuan berpikir anak didik pemasyarakatan semakin meningkat
sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama
masa pembinaan.
d. Pembinaan Kesadaran Hukum. Pembinaan kesadaran hukum anak didik
pemasyarakatan dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang
bertujuan untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggal sehingga sebagai
anggota masyarakat mereka menyadari hak dan kewajiban dalam rangka turut
menegakkan hukum dan keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat,
ketertiban, ketentraman, kepastian hukum dan terbentuknya perilaku setiap
warga negara indonesia yang taat kepada hukum.
e. Pembinaan Mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pembinaan
mengintegrasikan diri dengan masyarakat dilakukan guna mengintegrasikan
anak didik pemasyarakatan untuk dapat kembali berbaur dengan masyarakat.
2. Pembinaan Kemandirian yang meliputi :
a. Keterampilan untuk mendukung usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan,
industri rumah tangga, reparasi mesin dan alat-alat elektronika dan sebagainya.
22
b. Ketrampilan untuk mendukung usaha industri kecil, misalnya pengelolaan
bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah
jadi dan menjadi bahan jadi.
c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat para narapidana
masing-masing.
d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian
(perkebunan) dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi,
misalnya industri kulit, pabrik tekstil dan sebagainya.
Pembinaan anak didik pemasyarakatan dilaksanakan melalui beberapa tahap
pembinaan. Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud meliputi :
a. Masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama 1 bulan.
b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian.
c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian.
d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
C. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia
1. Sejarah Sistem Pemasyarakatan
Apa yang dewasa ini disebut sebagai lembaga pemasyarakatan sebenarnya ialah
suatu lembaga yang dahulu juga dikenal sebagai rumah penjara, yakni tempat
dimana orang orang yang dikenal telah dijatuhi pidana dengan pidana tertentu
oleh hakim itu harus menjalankan pidana mereka.Dengan sistem pemasyarakatan
23
ini dikembangkan asas kemanusiaan yang dirumuskan dalam 10 prinsip
pemasyarakatan sebagai prinsip yang digunakan dalam memperlakukan
narapidana. Kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa finansial dan
material, tetapi lebih penting adalah mental, fisik,dan keahlian, keterampilan
hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial dan
efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum lagi dan
berguna dalam pembangunan negara.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap
narapidana tidak boleh ada penyiksaaan baik berupa tindakan, ucapan, cara
perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita hanya dihilangkan
kemerdekaan.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.
Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma
hidup dan kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan
perbuatannya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan dalam
kegiatankegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat daripada
sebelum ia masuk lembaga. Karena itu harus diadakan pemisahan antara lain:
a. Yang residivist dan bukan;
b. Yang telah melakukan tindak pidana berat dan ringan;
c. Macam tindak pidana yang diperbuat;
24
d. Dewasa, dewasa muda dan anak – anak;
e. Orang terpidana dan orang tahanan.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan
dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu yang hanya diperuntukan kepentingan jawatan atau kepentigan negara
sewaktu saja.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia,
meskipun telah tersesat.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
10. Perlu didirikan lembaga–lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan program–program pembinaan dan
memindahkan lembaga –lembaga yang berada ditengah –tengah kota ke
tempat – tempat yang sesuai dengan kebutuhan proses pemasyarakatan.15
Berdasarkan prinsip – prinsip dasar pemasyarakatan sebagaimana tersebut diatas
adalah jelas bahwa pemasyarakatan menolak secara tegas prinsip retibutif dan
sebaliknya menerima tujuan pemidanaan yang bersifat rehabilitatif – refornatif.
Sistem pemasyarakatan yang merupakan sistem pembinaan narapidana adalahjuga
hasil transformasi dari sistem kepenjaraan yang dianut sebelumnya, baik yang
menyangkut aspek filosofi, tujuan maupun pendekatannya. Bergulirnya ide untuk
menggantikan sistem kepenjaraan di indonesia, erat relevansinya dengan politik
kepenjaran yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan pemikiran
15Diah Gustiani Maulani, dkk, Hukum Penitensia dan Sistem Pemasyarakatan diIndonesia,PKKPUU FH Unila, Bandar Lampung, 2013, hlm.52
25
tentang nilai–nilai kemanusian alam segala aspeknya.Sistem pemasyarakatan
menurut Undang–Undang pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah
dan batas serta cara pembinaan Warga binaan pemasyarakatan berdasarkan
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antarapembina, yang dibina dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
2. Proses Pemasyarakatan
Proses pemasyaraktan yaitu dengan cara pembinaan, pembinaan sendiri memiliki
arti yaitu upaya dalam proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang telah
dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan
membantu orang yang menjalaninya untuk membenarkan dan mengembangkan
pengetahuan dan kecakapan yang telah ada serta mendapatkan pengetahuan dan
kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih
efektif. Dalam melaksanakan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan
diatur pada:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 13, 14a s/d f,
15,16,17,19,23,24,25,dan Pasal 29 yang antara lain Pasal 14; orang terpidana
dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan
kepadanya menurut aturan yang diadakan guna pelaksanaan Pasal 19, Pasal 19
ayat (1) orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan yang diadakan guna
26
melaksanakan Pasal 29 ayat (2) ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan dari
pada orang yang dijatuhi pidana penjara. Pasal 24 orang yang dijatuhi pidana
penjara atau kurungan boleh diwajibkan bekerja didalam atau di luar tembok
tempat orang terpidana atau disebut lembaga pemasyarakatan.
b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dalam Peraturan tersebut yang
dimaksud dengan pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.
Pembinaan yang dimaksud meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan
kepribadian dan kemandirian. Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan
kemandirian sebagaimana dimaksud meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:
1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
3. Intelektual;
4. Sikap dan perilaku;
5. Kesehatan jasmani dan rohani;
6. Kesadaran hukum;
7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat;
8. Keterampilan kerja; dan
9. Latihan kerja dan produksi.
Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
dilakukan oleh Petugas Pemasyarakatan yang terdiri atas: a. Pembina
27
Pemasyarakatan; b. Pengaman Pemasyarakatan; dan c. Pembimbing
Kemasyarakatan. Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Kepala LAPAS menetapkan Petugas Pemasyarakatan yang
bertugas sebagai Wali Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Ketentuan
mengenai tugas, kewajiban, dan syarat-syarat wali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) PP 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
c. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang
Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan, menyatakan pengertian pembinaan
adalah Pembinaan meliputi tahanan, pelayanan tahanan, pembinaan narapidana
dan bimbingan klien.
1. Pelayanan tahanan adalah segala kegiatan yang dilaksanakan dari
mulaipenerimaan sampai dalam tahap pengeluaran tahanan.
2. Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana
yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rutan.
3. Bimbingan klien ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki
dan meningkatkan akhlak(budi pekerti) para klien pemasyarakatan di
luartembok.
d. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995, dalam rangka pembinaan terhadap
narapidana di LAPAS dilakukan penggolongan atas dasar
1. Umur;
2. Jenis Kelamin;
28
3. Lama Pidana yang dilakukan;
4. Jenis Kejahatan; dan
5. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
D. Narapidana dan Residivis
1. Narapidana
Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Narapidana
adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS). Sedangkan Terpidana yaitu seseorang yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, terpidana yang diterima di Lembaga
Pemasyarakatan wajib didaftarkan, pendaftaran yaitu tahap perubahan status
Terpidana menjadi Narapidana. Pendaftaran yang dimaksud meliputi:
a. Pencatatan:
1. Putusan Pengadilan;
2. Jati diri; dan
3. Barang dan uang yang dibawa;
4. Pemeriksaan kesehatan;
5. Pembuatan pasfoto;
6. Pengambilan sidik jari; dan
7. Pembuatan berita acara serah terima Terpidana..
Pembinaan Narapidana Wanita pada Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan di
Lembaga Pemasyarakatan Wanita. Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan
membina warga binaan pemasyarakatan menjadi warga yang baik juga bertujuan
29
untuk mencegah kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan
pemasyarakatan.
Perbedaan dari sistem kepejaraan yang telah ditinggalkan yang kemudian
memakai sistem pemasyarakatan, yaitu lebih mengedepankan hak–hak dari
Narapidana. Hak Narapidana tersebut diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang
tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
30
Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaan yaitu bahwa setiap
narapidana wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.Kewajiban warga binaan ditetapkan pada
Undang-undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:
a. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan
tertentu
b. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2. Residivis
Pengertian residivis itu sendiri menurut Andi Hamzah adalah: “Residivis adalah
seseorang yang telah berulang-ulang melakukan kejahatan dan berulang-ulang
pula dipidana”. Menurut Roeslan Saleh dalam bukunya Stelsel Pidana Indonesia,
mengatakan bahwa : “Ada residivis atau pengulangan apabila satu orang telah
melakukan lebih dari satu perbuatan pidana, sedangkan diantara dua perbuatan itu
selalu telah dijatuhi pidana karena perbuatan pidana yang terdahulu.
Kesamaannya dengan pembarengan perbuatan bahwa satu orang telah melakukan
beberapa perbuatan pidana. Perbedaannya adalah bahwa diantara perbuatan-
perbuatan pidana itu sudah ada putusan hakim”16 Berdasarkan perkembangannya,
pengulangan tindak pidana dapat dibagi menjadi beberapa golongan, pengulangan
tindak pidana menurut ilmu kriminologi, dibagi dalam penggolongan pelaku
tindak pidana sesuai dengan perbuatan- perbuatan yang dilakukan,yaitu :
16 Roeslan Saleh, Prof,Mr, Stelsel Pidana Indonesia,hlm.15
31
1. Pelanggaran hukum bukan residivis yaitu yang melakukannya satu tindak
pidana dan hanya sekali saja.
2. Residivis dibagi lagi menjadi :
a. Penjahat yang akut meliputi pelanggaran hukum yang bukan residivis dan
mereka yang berkali-kali telah dijatuhi pidana umum namun antara masing-
masing putusan pidana jarak waktunya jauh, atau perbuatan pidananya
begitu berbeda satu sama lain sehingga tidak dapat dilakukan adanya
hubungan kriminalitas atau dengan kata lain dalam jarak waktu tersebut.
b. Penjahat kronis adalah golongan pelanggaran hukum yang telah mengalami
penjatuhan pidana yang berlipat ganda dalam waktu singkat diantara
masing-masing putusan pidana.
c. Penjahat berat adalah mereka yang paling sedikit setelah dijatuhi pidana 2
kali dan menjalani pidana berbulan bulan dan lagi mereka yang karena
kelakuan anti sosial sudah merupakan kebiasaan atau suatu hal yang
menetap bagi mereka. Penjahat sejak umur muda tipe ini memulai karirnya
dalam kejahatan sejak ia kanak-kanak dan dimulai dengan melakukan
kenakalan anak. 17
Berdasarkan sudut ilmu pengetahuan hukum pidana, pengulangan tidak pidana
dibedakan menjadi 3 ( tiga ) jenis yaitu :
1. Pengulangan tindak pidana yang dibedakan berdasarkan cakupannya antara
lain :
a. Pengertian yang lebih luas yaitu bila meliputi orang-orang yang melakukan
suatu rangkaian tanpa di iringi suatu penjatuhan pidana.
17 Moelyatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, hlm.117.
32
b. Pengertian yang lebih sempit yaitu bila si pelaku telah melakukan kejahatan
yang sejenis. Artinya ia menjalani suatu pidana tertentu dan ia mengulangi
perbuatan sejenis tadi dalam batas waktu tertentu.
2. Pengulangan tindak pidana yang dibedakan berdasarkan sifatnya antara lain:
a. Accidentale recidive yaitu apabila pengulangan tindak pidana yang
dilakukan merupakan akibat dari keadaan yang memaksa dan menjepitnya.
b. Habituele recidiveyaitu pengulangan tindak pidana yang dilakukan karena si
pelaku memang sudah mempunyai Inner Criminal Situasion yaitu tabiat
jahat sehingga kejahatan merupakan perbuatan yang biasa baginya.
3. Selain kedua bentuk di atas, pengulangan tindak pidana dapat juga
dibedakan atas :
a. Residivis umumyaitu apabila seseorang melakukan kejahatan / tindak pidana
yang telah dikenai hukuman dan kemudian dilakukan kejahatan / tindak
pidana dalam bentuk apapun maka terhadapnya dikenakan pemberatan
hukuman.
b. Residivis khusus yaitu apabila seseorang melakukan perbuatan kejahatan
tindak pidana yang telah dikenai hukuman dan kemudian ia melakukan
kejahatan / tindak pidana yang sama ( sejenis ) maka kepadanya dapat
dikenakan pemberatan hukuman.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa residivis adalah
seorang pelaku kejahatan yang mana selalu mengulang kejahatan yang sama
dalam jangka waktu tertentu.
33
E. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika
1. Pengertian Tindak Pidana
Strafbaarfeit berasal dari bahasa Belanda yang bila diterjemahkan adalah tindak
pidana, penjelasan tentang strafbaarfeit tidak terdapat di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan
delik, yang berasal dari bahasa Latin yaitu delictum. Dalam kamus hukum
pembatasan delik tercantum sebagi berikut:
“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakanpelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana)”.18
Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaarfeit) memuat beberapa unsur
yakni:
1. Suatu perbuatan manusia;2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang;3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapaat dipertanggungjawabkan.19
Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Kejahtan atau perbuatan jahat dalam perbuatan seperti yang terwujud dalam arti
yuridis normatif adalah perbuatan yang terwujud in-abstracto dalam peraturan
pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia
yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkrit.20
18Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan Kelima, Jakarta: P.T Rineka Cipta, 2007, hlm. 9219 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana,Edisi Revisi, 2012, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 47-48.20Tri Andrisman, Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia sertaPerkembangannyaDalam Konsep KUHP 2013, Anugrah Utama Raharja(AURA), Bandar Lampung, 2013, hlm.69-70.
34
Pengertian mengenai tindak pidana (strafbaarfeit) di antara beberapa sarjana
memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut:
a. Pompe
“Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan
sengaja ataupun tidak Sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,dimana
penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya
tertib hukum.”21
b. Simons
“Strafbaarfeit adalah suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang
tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh Undang-Undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”.22
c. Vos
“Tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan undang-
undang diberi pidana, jadi suatu kelakuan manusia yang pada umumnya
dilarang dan diancam dengan pidana.”23
d.Van Hamel
“Kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,yang bersifat
melawan hukum, yang patut dipididana dan dilakukan dengan kesalahan.”
21P.A.F., Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Keempat, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2011, hlm 182.22Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan ketujuh, Jakarta: SinarGrafika,2012, hlm 8.23Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan keempat, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm96.
35
e. Moeljatno
“Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,
bagi barangsiapa yang melanggar aturan tersebut.”24
Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang pengertian tindak pidana, yang
dimaksud perbuatan pidana atau tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum
yang disertai dengan ancaman (sanksi) pidana. Dalam hal ini maka setiap orang
yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, dapat dikatakan orang
tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah
(fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan
karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia). Setiap
tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
(KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari
unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang
melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan
termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan
24Moelajtno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm 59.
36
keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si
pelaku itu harus di lakukan.25
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (Dolus atau Culpa);
2. Maksud atau Voornemenpada suatu percobaan atau pogging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di
dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah :
1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid;
2. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri di
dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai
pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan
menurut Pasal 398 KUHP;
3. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan
sesuatu kenyataan sebagai akibat.
25 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu PengetahuanHukum Pidana & Yurisprudens, Jakarta: Sinar:Grafika, 2010, hlm. 193
37
3. Pengertian Narkotika
Pengertian narkotika berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun tidak sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
digolongkan mejadi tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1
Undang-Undang tersebut.
Narkotika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Narkoum, yang berarti
membuat lumpuh atau mati rasa.26 Pada dasarnya narkotika memiliki khasiat dan
bermanfaat digunakan dalam bidang kedokteran, kesehatan dan pengobatan dan
berguna bagi penelitian perkembangan, ilmu pengetahuan farmasi atau
farmakologi itu sendiri. Sedangkan dalam bahasa Inggris narcotic lebih mengarah
keobat yang membuat penggunanya kecanduan.
Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka
yang menggunakan dengan cara memasukan obat tersebut ke dalam tubuhnya,
pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan,semangat
dan halusinasi. Bahaya bila menggunakan narkotika bila tidak sesuai dengan
26 Julianan Lisa FR, Nengah Sutrisna W, Narkoba, Psikotropika dan gangguan jiwa, NuhaMedika,Yogyakarta, 2013, hlm 1
38
peraturan dapat menyebabkan adanya adiksi atau ketergantungan
obat(ketagihan)27. Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik atau
priodik sehingga penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan
kerugian terhadap dirinya dan masyarakat. Orang-orang yang sudah terlibat pada
penyalahgunaan narkotika pada mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang
normal. Lama-lama pengunaan obat menjadi kebiasaan, setelah biasa mengunakan
narkotika , kemudian untuk menimbulkan efek yang sama diperlukan dosis yang
lebih tinggi.
Tindak pidana narkotika dapat diartikan dengan suatu perbuatan yang melanggar
ketentuan ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan lain yang termasuk, atau
bertentangan dengan Undang-Undang tersebut. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tindak pidana narkotika dibedakan
menjadi tiga bagian yaitu :
1. Pengguna
Pengguna yaitu orang yang menggunakan narkotika bagi dirinya sendiri.
Pengguna narkotika dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 127
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, paling lama
hukuman 4 (empat) tahun penjara
2. Pengedar
Pengedar yaitu penjual narkotika secara ilegal. Pengedar dapat dikenakan
sanksi pidana berdasarkan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
27 Mandagi Jaene, 2009. Masalah Narkotoka Dan Zat Akditif Lainya SertaPenanggulanganya.Yogyakarta: Pramuka Saka Bhayangkara.
39
tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman 20 tahun atau seumur
hidup atau hukuman mati atau denda.
3. Produsen
Produsen yaitu orang yang membuat atau memproduksi narkotika secara ilegal,
produsen narkotika dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 113
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dengan ancaman
maksimal hukuman 20 tahun atau seumur hidup atau hukuman mati atau denda
Pemakaian narkotika secara berlebihan tidak menunjukan jumlah atau
dosisnya, tetapi yang terpenting pemakaianya berakibat pada gangguan salah
satu fungsi baik fisik, psikologis, maupun sosial.28
Narkotika dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
1. Narkotika Golongan I
Narkotika ini hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya : ganja, heroin, kokain
2. Narkotika Golongan II
Narkotika ini adalah yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau dapat untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan yang mempunyai potensi tinggi yang
dapat mengakibatkan ketergantunagan. Contohnya : morfina, pentanin, petidin,
dan turunanya.
28Lidya Harlina Martono, Satya joewana, pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaannarkotika, Balai Pustaka, Jakarta, 2006, hlm 17
40
3. Narkotika Golongan III
Narkotika jenis ini yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Penggunaan narkotika dengan dosis yang teratur untuk kepetingan pengobatan,
tidak akan membawa akibat atau dampak sampingan yang membahayakan bagi
orang yang bersangkutan, disamping penggunaan secara legal (sah) bagi
kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan, narkotika juga dipakai pula secara
ilegal (tidak sah) atau disalahgunakan, dan pemakaian secara ilegal inilah yang
membahayakan.
Remaja sebagai anggota masyarakat harus menyadari bahwa, orang-orang
kecanduan narkotika akan mengalami penderiataan yang sangat mengrikan.
Narkotika berasal dari bahasa Yunani narkom yang berarti : membuat
lumpuh,membuat mati rasa. “Remington’s Pharmaceutical Sciences’’
mendefenisikan narkotika sebagai zat-zat yang mampu mengurangi kepekaan
terhadap rangsangan (stabilitas), menawarkan Blakiston’s Gould Medical
mempunyai batasan sebagai berikut :
Narkotika adalah zat obat yang menghasilkan tak sadar (stupor), tak peka
rangsangan atau tidur.
Pengertian lain narkotika dalam bahsa inggris Narcotic adalah bahan-bahan uang
mempunyai akibat bersifat :
a. Membiuskan (dapat menurunkan kesadaran).
b. Merangsang (Meningkatkan kegaiatan-kegaiatan atau prestasi kerja).
c. Menimbulkan ketergantungan dan mengikat.
41
Berlakunya Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang sekaligus
mencabut berlakunya Undang-Undang No.22 Tahun 1997 mengenai jenis
Psikotropika Golongan I dan Golongan II, adalah berdasarkan pertimbangan
pertimabangan sebagai berikut:
a. Bahwa narkotika merupakan obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan
dan ilmu pengetahuan.
b. Bahwa sebaliknya, narkotika dapat pula menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pembatsan yang seksama.
c. Bahwa pembuatan, penyimpanan, pengedaran, menanam dan penggunaan
narkotika tanpa pembatasan dan pengawasan yang seksama dan bertentangan
dengan peraturan yang beralaku merupakan tindak pidana Narkotika yang
merugkan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia,
masyarakat, bangsa dan negara, serta ketahanan nasional Indonesia.
d. Bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan
dengan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan
organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di
kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-undang No.22 tahun 1997
tentang nakotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan
kondisi yang berkembang untuk memberantas dan menanggulangi.
42
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif. Untuk itu diperlukan penelitian
yang merupakan suatu rencana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Yuridis normatif dilakukan dengan cara mempelajari dan menelaah buku-buku,
bahan-bahan litelatur yang menyangkut kaedah hukum, doktrin-doktrin
hukum,asas-asas hukum dan sistem hukum yang berlaku dan berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas. Secara operasional penelitian hukum normatif
dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Sedangkan pendekatan yuridis empiris
dilaksanakan dengan cara memperoleh pemahaman hukum dalam kenyataannya
(di lapangan) baik itu melalui penilaian, pendapat dan penafsiran subjektif dalam
pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan-penemuan ilmiah
sehubungan dengan pelaksanaan lembaga pemasyarakatan wanita yang berupa
tindakan, ucapan dan pendapat serta penilaian sikap aparat penegak hukum dalam
menganalisis terhadap pembinaan bagi narapidana wanita pelaku residivis dalam
tindak pidana narkotika.
43
a. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan penelitian adalah di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Kelas II A Bandar Lampung.Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini karena
terdapat beberapa narapidana Residivis Wanita di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita tersebut.
B. Sumber Dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini bersumber pada dua jenis
data,yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data
primer diperoleh dari studi lapangan yang berkaitan dengan pokok penulisan,
yang diperoleh melalui kegiatan wawancara langsung dengan informan atau
narasumber.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan
dengan mempelajari literatur-literatur hal-hal yang bersifat teoritis, pandangan-
pandangan, konsep-konsep, doktrin serta karya ilmiah yang berkaitan dengan
permasalahan. Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
a. Bahan hukum primer yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
44
3.Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
4. Peratutan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
5. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor:M.02-PK.04.10,Tahun 1990,Tentang
Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan
b. Bahan hukum sekunder ,yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder diperoleh
dengan cara studi dokumen, mempelajari permasalahan dari buku–buku,
literartur, makalah dan bahan–bahan lainnya yang berkaitan dengan materi,
ditambah lagi dengan pencarian data menggunakan internet.
c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedi, indeks
kumulatif dan sebagainya.29
C. Penentuan Narasumber
Narasumber yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.Kanwil Hukum dan HAM :1 orang
b. Petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita :1 orang
c. Narapidana Residivis Wanita di Lapas Wanita: :1 orang
d. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum : :1 orang +
Universitas Lampung Jumlah : 4 orang
29Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm44
45
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
membaca, mengutip buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta literatur yang berhubungan atau berkaitan dengan penulisan.
b. Studi Lapangan
Studi Lapangan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
wawancara yang dilakukan langsung terhadap responden. Wawancara akan
diajukan pertanyaan-pertanyaan lisan yang berkaitan dengan penulisan
penilitian dan narasumber menjawab secara lisan pula guna memperoleh
keterangan atau jawaban yang diperlukan dalam penelitian.
2. Pengolahan Data
Data-data yang diperlukan dalam penulisan dikumpulkan dan diproses melalui
pengolahan data. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara
kemudian diolah dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan data, kejelasan
dan kebenaran data untuk menentukan sesuai atau tidaknya serta perlu atau
tidaknya data tersebut terhadap permasalahan.
46
b. Sistematisasi, yaitu penyusunan dan penempatan data secara sistematis pada
masing-masing jenis dan pokok bahasan secara sistematis dengan tujuan agar
mempermudah dalam pembahasan.
c. Klasifikasi data, yaitu pengolahan data dilakukan dengan cara menggolongkan
dan mengelompokkaan data dengan tujuan untuk menyajikan data secara
sempurna, memudahkan pembahasan dan analisis data.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian
menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengoraganisasian dan
pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data.Analisis Data yang diperoleh dilakukan dengan analisis secara kualitatif.
Analisis secara kualitatif adalah analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini.
Analisis secara kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden atau narasumber secara
tertulis atau secara lisan dan perilaku yang nyata. Kemudian dari hasil analisis
tersebut ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berpikir yang melihat
pada realitas bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan secara khusus
kemudian disimpulkan secara umum.
73
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian permasalahan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Peran lembaga pemasyarakatan wanita dalam mengurangi residivis tindak
pidana narkotika adalah:
a. Peran normati, lembaga pemasyarakatan melaksanakan pembinaan narapidana
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahhun 1995.
b. Peran Faktual, lembaga pemasyarakatan wanita klas IIA Way Huwi Bandar
Lampung telah melaksanakan pembinaan kemandirian seperti pembuatan
tapis,pembinaan keagamaan seperti mengaji,sholat dan pengajian,pembinaan
moral seperti kegiatan upacara dan pembinaan kepribadian untuk para
narapidana wanita sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
2. Faktor-faktor yang menghambat peran Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas
IIA Way Hui dalam proses pembinaan terhadap narapidana terdiri dari (a) faktor
perundang undangan, yaitu belum adanya petunjuk teknis mengenai pembinaan
terhadap narapidana, (b) Faktor penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih
terbatasnya Pembina narapidana, (c) Faktor Masyarakat, yaitu masih adanya sikap
negatif masyarakat terhadap mantan narapidana yang telah dibebaskan dan
kembali ke masyarakat.
74
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam penilitian ditemukan kurangnya jumlah kuantitas petugas Lembaga
Pemasyarakatan, untuk lebih meningkatkan kuantitas jumlah petugas agar
mampu meningkatkan pelayanan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan
meningkatkan kualitas petugas melalui peningkatan pendidikan dan latihan
atau melalui work shop agar mampu meningkatkan pelayanan rehabilitasi yang
berhasil dalam memberikan kepentingan terbaik bagi warga binaan
pemasyarakatan.
2. Aparat polisi hendaknya memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang
berperan aktif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika di
lingkungannya dan memberika penghargaan kepada masyarakat yang ikut
berpastisipasi dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika.
3. Keluarga hendaknya lebih memerhatikan sikap dan lingkungan pergaulan sanak
saudara mereka, juga menjaga hubungan yang baik dan harmonis di dalam
keluarga sehingga meminimalisir terjadinya pengulangan kejahatan
penyalahgunaan narkotika.
4. Intensifkan lagi penyuluhan kerohanian agar dapat meningkatkan keimanan
warga binaan permasyarakatan. Serta menambahkan pegawai Lembaga
Permasyarakatan agar dapat membina dan melakukan pegawasan dengan
efektif.
5. Pemerintah juga hendaknya memperhatikan lagi prosedur dalam pelaksanaan
rehabilitasi untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga
75
masyarakat yang sudah terjerat narkoba dapat dengan mudah langsung
direhabilitasi sebelum mereka terjerumus pengulangan kejahatan
penyalahgunaan narkotika untuk kesekian kalinya.
6. Lembaga pemasyarakatan seharusnya meningkatkan sarana dan prasarana
dalam menjalankan pembinaan terhadap narapidana khususnya narapidana
narkotika,karena narapidana narkotika perlu perlakuan khusus agar mereka
cepat sembuh dan kembali menjadi individu yang baik.
76
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers.
Andrisman, Tri. 2013. Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia
serta Perkembangannya Dalam Konsep KUHP 2013.
Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja(AURA)
Gustiniati Maulani, Diah, dan Dona Raisa Monica , 2018,
Hukum Penitensier dan Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia, Bandar
Lampung:Anugrah Utama Raharja.
Gustiniati Maulani,Diah, Rini Fathonah, dan Dona Raisa Monica,
2013, Hukum Penitensia dan Sistem Pemasyarakatan DiIndonesia,
Bandar Lampung:PKKPUU FH Unila
Hamzah,Andi.2010.Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan keempat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Julianan Lisa FR,Nengah Sutrisna W,2013, Narkoba, Psikotropika dan gangguan
jiwa,Nuha Medika,Yogyakarta.
Lidya Harlina Martono,2006, Satya joewana, pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan narkotika, Balai Pustaka, Jakarta,
77
Mandagi Jaene, 2009. Masalah Narkotoka Dan Zat Akditif Lainya Serta
Penanggulanganya.Yogyakarta: Pramuka Saka Bhayangkara
Marpaung, Leden. 2012. Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan ketujuh,
Jakarta: Sinar Grafika
Moelyatno.2009. Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Moelyatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,
Bandung: Alumni.
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang.2012. Hukum Penitensier Indonesia,
Edisi Kedua. Jakarta:Cetakan kedua. Sinar Grafika
P.A.F., Lamintang. 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan
Keempat,Bandung:PT. Citra Aditya Bakti
Prasetyo, Teguh. 2012. Hukum Pidana, Edisi Revisi.Jakarta: Cetakan ketiga.
PT.RajaGrafindo Persada
Pred N. Kerlinge. 1990. Asas – Asas Penelitian Behavioral, Cetakan kelima.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Reksodiputro, Marjono, 1997, Reformasi Sistem Pemasyarakatan,
Jakarta : Universitas Indonesia.
Soekanto,Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Cet ke-3. Jakarta:UI.
Press
----------.1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
----------. 1986,Sosiologi dalam masyarakat, Bina Aksara.
Sudarsono.2007. Kamus Hukum, Cetakan Kelima, Jakarta: P.T Rineka Cipta
78
Syani,Abdul, Sosiologi Kriminologi, Bandung, Remadja Karya, 1987
Utrecht E, 2000, Hukum Pidana II Rangkaian Sari Kuliah, Surabaya : Pustaka
Tinta Mas
Perundang-undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan
hak warga binaan pemasyarakatan
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02-PK.04.10,Tahun 1990, Tentang
Pola PembinaanNarapidana/Tahanan
Lain-lain:
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan