peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan ulat … · 2020. 6. 9. · vii abstrak fikri faisal...
TRANSCRIPT
i
PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM
PENGELOLAAN ULAT SUTERA DI KAMPUNG
SABBE’TA DESA PISING KECAMATAN
DONRI-DONRI KABUPATEN
SOPPENG
FIKRI FAISAL
105950056815
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
ii
PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM
PENGELOLAAN ULAT SUTERA DI KAMPUNG
SABBE’TADESA PISING KECAMATAN
DONRI-DONRI KABUPATEN
SOPPENG
FIKRI FAISAL
105950056815
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian.
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :Fikri Faisal
NIM :105950056815
Program Studi :Kehutanan
Fakultas :Pertanian
Dengan ini saya, Fikri Faisal menyatakan dengan sungguh-sungguh:
1. Saya menyadari bahwa memalsukan karya ilmiah dalam bentuk yang dilarang
oleh undang-undang, termasuk pembuatan karya ilmiah oleh orang lain dengan
suatu imbalan, atau mengambil karya orang lain, adalah tindakan kejahatan
yang harus dihukum menurut undang-undang yang berlaku.
2. Bahwa skripsi ini adalah hasil karya dan tulisan saya sendiri, bukan karya
orang lain atau karya plagiat, atau karya jiplakan dari karya orang lain.
3. Bahwa di dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat atau pendapat yang pernah atau diterbitkan orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacuh dalam naskah saya ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Bila kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, saya bersediah
tanpa mengajukan banding menerima sanksi:
1. Skripsi ini beserta nilai-nilai hasil ujian skripsi saya di batalkan
2. Pencabutan kembali gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh, serta
pembatalan dan penarikan ijazah sarjana dan transkrip nilai yang telah saya
terimah.
Makassar, 11 Februari 2020
Yang Menyatakan
Fikri Faisal
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Ilmu Itu Bagaikan Binatang Buruan, Sedangkan Pena Adalah Pengikatnya.
Maka Ikatlah Binatang Buruanmu Dengan Ikatan Yang Kuat”
(Imam Syafi’i)
“Bukanlah Ilmu Yang Mendatangimu, Tetapi Kamulah Yang Harus
Mendatangi Ilmu Itu”
(Imam Malik)
“Kebiasaan Adalah Kualitas Jiwa”
(Ibnu Khaldun)
“Sesali Masa Lalu Karena Ada Kekecewaan Dan Kesalahan-Kesalahan,
Tetapi Jadikan Penyesalan Itu Sebagai Senjata Untuk Masa Depan Agar
Tidak Terjadi Kesalahan Lagi”
Kupersembahkan Karya Sederhana Ini Kepada Kedua Orang Tuaku Yang
Tercinta, Saudaraku Dan Seluruh Keluargaku.
vii
ABSTRAK
Fikri Faisal (105950056815). Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan
Ulat Sutera Di Kampung Sabbe’ta, Desa Pising,Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng. Dibawa bimbingan Hajawa dan Hasanuddin Molo.
Penelitian ini menggambarkan kondisi kelembagaan pengusahaan sutera
alam di tingkat petani, sebagai salah satu wadah dalam pengelolaan sutera alam.
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Sabbe’ta, Desa Pising,Kecamatan Donri-
Donri, Kabupaten Soppeng serta berlangsung selama dua bulan dari bulan
Oktober hingga bulan Desember 2019. Penelitian menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, diagram, dan
gambar. Populasi penelitian meliputi seluruh kelompok masyarakat yang
tergabung dalam anggota kelompok tani kampung Sabbe’ta yang dimanan peneliti
melakukan dengan cara melalui wawancara langsung terhadap responden dengan
menggunakan alat kuisioner, pemilihan responden dilakukan dengan cara metode
sampling kuota seluruh kelompok tani. Kelembagaan salah satu faktor yang
sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Hasil pengamatan lapangan
menunjukan pengembangan persuteraan alam di daerah ini masih jauh dari yang
diharapkan. Upaya-upaya terus dilakukan memantapkan sistem kelembagaan
usaha persuteraan alam rakyat di Kabupaten Soppeng dan sudah terdapat lembaga
yang mengurusi persuteraan alam mulai dari hulu hingga hilir. Pemangku
kepentingan dalam pengelola ulat sutera alam yaitu: Perum Perhutani, Balai
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL), KPHL Walanae dan
Petani.
Kata Kunci: Ulat Sutera, Pengelola, Kelembagaan, Pemangku Kepentingan
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu
wata’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan hasil penelitian dengan judul “Peran Pemangku Kepentingan
Dalam Pengelolaan Ulat Sutera”. Tak lupa pula kita kirimkan salam dan shalawat
kepada junjungan kita baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
yang menjadi surih tauladan bagi kita semua. Penulis menyadari bahwasanya
mungkin dalam penulisan hasil ini masih banyak perbaikan dan kekeliruan yang
disebabkan keterbatasan penulis, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan
dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini.
Pada kesempatan kali ini pula penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, tak henti – hentinya memanjatkan doa untuk
keberasilan dan keselamatan penulis dunia akhirat, kemudian dukungan moral
serta materi demi keberhasilan studi dari penulis.
2. Ayahanda Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibunda Dr. Ir. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM selaku Ketua Program Studi
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibunda Dr. Ir. Hajawa, M.P selaku pembimbing I dan Ayahanda Dr. Ir.
Hasanuddin Molo, S.Hut., MP., IPM selaku pembimbing II, penulis
mengucapkan banyak terimakasih atas segala motivasi dan masukannya demi
tersusunnya Skripsi ini dengan baik dan benar.
ix
5. Ayahanda Andi Aziz Abdullah, S,Hut., M.P selaku penguji I dan Ayahanda
Dr. Ir. Sultan.,S.Hut.,MP., IPM. selaku penguji II yang telah memberikan
masukan dan arahan sehingga penulis berhasil menyusun skripsi ini dengan
benar.
6. Ayahanda Dr. Ir. Hasanuddin Molo, S.Hut., MP., IPM selaku penasehat
akademik yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan masukan selama
penulis menempuh perkuliahan hingga menyelesaikan masa studinya.
7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah memberikan ilmu selama
mengikuti kegiatan perkuliahan hingga menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teman – teman dan semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan dorongan dan motivasi yang besar.
Semoga doa dan motivasi yang diberikan oleh semua pihak dibalas oleh Allah
subhanahu wata’ala. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 11 Februari 2020
Fikri Faisal
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN KOMISI PENGUJI .................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL..............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persuteraan ....................................................................................... 5
2.2. KPHL Walanae ................................................................................ 15
2.3. Pemangku Kepentingan .................................................................... 18
2.4. Analisis Pemangku Kepentingan ..................................................... 20
2.5. Klasifikasi Pemangku Kepentingan/Stakeholder ............................. 22
2.6. Kerangka Pikir .................................................................................. 24
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................ 25
3.2. Objek dan Alat Penelitan ................................................................... 25
3.3. Jenis Data .......................................................................................... 25
xi
3.4. Analisis Data ..................................................................................... 28
3.5. Populasi dan Sampel ......................................................................... 28
3.6. Pengumpulan Data ............................................................................ 28
BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Keadaan Fisik .................................................................................. 30
4.1.1. Letak Geografis ...................................................................... 30
4.1.2. Topografi ................................................................................ 30
4.1.3. Klimatologi ............................................................................ 30
4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ................................................ 33
4.2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ...................... 33
4.2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur .................. 34
4.2.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Pendidikan ......................... 34
4.2.4. Mata Pencarian Penduduk ..................................................... 36
4.2.5. Saran dan Prasarana ............................................................... 37
4.3. Kelembagaan ................................................................................... 38
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Identitas Responden ......................................................................... 39
5.1.1. Jenis Kelamin Responden ................................................... 39
5.1.2. Umur Responden ................................................................ 40
5.1.3. Tingkat Pendidikan Responden Pengelola Persuteraan
Alam .................................................................................. 40
5.1.4. Luas Lahan Responden Pengelola Ulat Sutera ................... 42
5.2. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera .................................................. 42
5.3. Perkembangan Lembaga Pengelola Persuteraan Alam ................... 47
5.4. Peran Pemangku Kepentingan Persuteraan Alam .......................... 49
5.5. Perkembangan Persuteraan Alam di Kampung Sabbe’ta, desa
Pising Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng ...................... 59
xii
BAB VI . PENUTUP
6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 65
6.2. Saran ................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Daftar Skateholder terkait skema kolaborasi para pihak dalam
pengelolaan Ulat Sutera ................................................................................... 21
2. Matriks Analisis Peran Pemangku Kepentingan .............................................. 22
3. Matriks Analisis Stakeholder ........................................................................... 22
4. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Selama 5 Tahun Terakhir di
Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng ........................... 31
5. Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering, dan Bulan Lembab selama 5
Tahun Terakhir di Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng ............................................................................................................ 31
6. Klasifikasi iklim menurut Schimdt-Fersuon .................................................... 32
7. Jumlah Penduduk di Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng Tahun, 2019 ...................................................................................... 33
8. Jumlah Penduduk Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng Berdasarkan Tingkat Umur, 2019. .................................................... 34
9. Rincian Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pising, Kecamatan
Donri-Donri, Kabupaten Soppeng ................................................................... 35
10. Mata Pencaharian Penduduk Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng ......................................................................................... 36
11. Sarana dan Prasarana Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng ......................................................................................... 37
12. Unit Kelembagaan Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng ............................................................................................................ 38
13. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin......................................... 39
xiv
14. Karakteristik Respondan Petani Sutera berdasarkan kelompok umur di
Kampung Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri Kabupaten
Soppeng ............................................................................................................ 40
15. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Respondan Petani Sutera Kampung
Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng ............ 41
16. Tabel luas kepemilikan lahan petani responden .............................................. 42
17. Distribusi Persentase Responden Pemelihara Ulat Sutera dan Pemintal
Menurut Pendapatan perbulan (setiap kali panen) secara individu.................. 47
18. Daftar Peran Pemangku Kepentingan yang terkait skema kolaborasi
para pihak dalam pengelolaan Ulat Sutera ....................................................... 52
19. Matriks Analisis Peram Pemangku Kepentingan............................................. 53
20. Matriks Analisis Keterkaitan Stakeholder ....................................................... 54
21. Tugas pokok dari para pihak Pemangku Kepentingan dalam
Pengelolaan Sutera Alam ................................................................................. 57
22. Seberapa penting peran para pihak lembaga .................................................... 58
23. Hasil wawancara dengan pelaku pengelolaan persuteraan alam di Kabupaten
Soppeng ............................................................................................................. 62
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pikir ................................................................................... 24
2. Hubungan Keterkaitan ....................................................................... 55
3. Proses wawancara responden Petani Sutera ...................................... 84
4. Proses wawancara responden Pemintal kokon................................... 85
5. Proses wawancara responden Perum Perhutani ................................. 86
6. Proses wawancara Kepala Balai BPSKL ........................................... 86
7. Proses wawancara responden BPSKL dan dokumenrasi alat pemintalan ... 87
8. Dokumentasi alat pemintaan dan penenun......................................... 88
xvi
DAFTAR LMPIRAN
No Teks Halaman
1. Data Mentah 70
2. Kuisioner Penelitiam 71
3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ..................................................... 84
4. Surat Izin Penelitian .......................................................................... 89
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) perlu dikembangkan
dan ditingkatkan nilai ekonominya sehingga dapat diandalkan sebagai sumber
mata pencahrian masyarakat atau pemerintah daerah dan negara (Nurrochmat et al.,
2012).
Pengembangan komoditas sutera alam sebagai salah satu HHBK
merupakan salah satu kegiatan perhutanan sosial yang ditujukan untuk
peningkatan ekonomi kerakyatan, perluasan kesempatan usaha dan kerja,
pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat utamanya
disekitar kawasan hutan di wilayah hulu melalui usaha pembudidayaan ulat sutera.
Budidaya ulat sutera erat kaitanya dan tidak dapat di pisahkan dangan usaha
budidaya murbei sebagai pakan ulat sutera. Selain sebagai pakan ulat, tanaman
murbei juga dapat berfungsi sebagai pelindung tanah dari erosi dan degradasi
lahan (BPA, 2010) serta mampuh tumbuh pada lahan kritis (Sadapotto 2010).
Sutera alam di Sulawesi Selatan telah lama menjadi bagian dari kehidupan
budaya masyarakat. Budidaya sutera alam telah dikenal sejak tahun 1950-an dan
sampai sekarang masih digeluti oleh sebagian masyarakat pedesaan. Sarung sutera
merupakan salah satu alat yang dipergunakan pada tiap upacara kebudayaaan
seperti perkawinan dan pesta adat (Sadapotto, 2010) sehingga kain sutera dan
proses produksinya sarat a kan kandungan kearifan lokal yang berisi pesan-pesan
moral (Syukur et al., 2013) dan menjadi high culture (Syukur et al., 2014).
Sutera alam merupakan salah satu kegiatan agroindustri karena
2
memadukan dua kegiatan yaitu kegiatan budidaya dan pengelolaan Kegiatan
budidaya meliputi murbei dan ulat sutera sedangkan pengelolaan meliputu
industri pementalan kokon menjadi benang dan penolahan benang menjadi kain.
Kedua kegiatan utama di atas dilakoni oleh beberapa petani sesuai keterampilan
dan sumberdaya yang dimiliki. Peneganan masing-masing kegiatan juga
membutukan keterampilan dan sumberdaya yang berbeda, sehingga masing-
masing kelompok juga mengorganisir diri sesuai dengan keterampilan dan
sumberdaya yang dimiliki (Kartasubrata et al., 1986).
Usaha sutera alam merupakan usaha yang melibatkan aktivitas hulu -
hilir yang merupakan rangkaian kegiatan pertanaman murbei, pemeliharaan ulat
sutera, pengolahan sampai dengan pemasaran (Nurhaedah, 2013). Pengusahaan
sutera alam dapat diselenggarakan oleh tiga kelompok utama, yaitu kelompok
sektor publik yang terdiri dari pemerintah dalam hal ini kementerian yang terkait
dengan persuteraan alam, sektor swasta nirlaba seperti LSM, yayasan dan
asosiasi, dan sektor swasta dengan orientasi laba yaitu perusahaan produksi,
petani komersial dan kelompok tani (Kumar, 2015). Menurut (Nurhaedah, 2013),
lembaga pada tingkat paling hulu adalah kelompok tani. Lembaga ini terdiri dari
para petani yang terlibat dalam usaha sutera alam. Oleh karena itu, kelompok
tani memegang peran strategis dalam produktivitas sutera alam.
Berbagai program pemerintah dikembangkan untuk mendukung
pengembangan sutera alam di Sulawesi Selatan, termasuk Kabupaten Soppeng,
antara lain: fasilitas bantuan stek murbei, bantuan bibit ulat sutera, mesin
peralatan, fasilitasi pemasaran, pemberdayaan petani dan permodalan
3
(Nurhaedah, 2013). Program tersebut ternyata sulit diakses secara individu.
Kondisi ini mendorong terbentuknya kelembagaan pada tingkat petani berupa
kelompok tani hutan yang sekaligus menjadi kelompok tani sutera sebagai salah
satu prasyarat. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut -
II/2014 Kelompok Tani Hutan memiliki fungsi sebagai media pembelajaran
masyarakat, peningkatan kapasitas anggota, pemecahan masalah dan kerja sama
gotong royong, pengembangan usaha produktif, pengolahan dan pemasaran hasil
hutan serta peningkatan kepedulian terhadap kelestarian hutan. Dengan
demikian, kelompok tani sebagai lembaga tingkat hulu pada usaha sutera alam
dapat menjadi wadah dalam pengembangan usaha sutera alam. Tulisan ini
bertujuan menggambarkan kondisi kelembagaan pengusahaan sutera alam di
tingkat petani, sebagai salah satu wadah dalam pengelolaan sutera alam.
Diharapkan informasi ini dapat bermanfaat dalam menyusun strategi
peningkatan produktivitas sutera alam, khususnya di Kabupaten Soppeng.
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
1. Mengidentifikasi pemangku kepentingan dalam pengelolaan ulat sutera di
Kampung Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng.
2. Bagimana peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan ulat sutera di
kampung Sabbe’ta Desa Pising, Kecamtan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng.
4
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan Ulat Sutera di
kampung Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng.
2. Untuk mengetahui peran Pemangku Kepentingan dalam pengelolaan ulat
sutera di kampung Sabbe’ta, Desa Pising Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diharapkan dapat:
1. Untuk memberikan informasi tentang Peran Pemangku Pepentingan dalam
Pengelolaan Ulat Sutera di kampung Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan
Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang terkait dalam Pengelolaan Ulat
Sutera di kampung Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng.
3. Memperluas pengetahuan tetang Pengelolaan Ulat Sutera di kampung
Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persuteraan
Sutera alam merupakan salah satu dari lima komoditas HHBK (Hasil
Hutan Bukan Kayu) unggulan nasional (kmenhut, 2014). Kondisi alam beberapa
daerah di Indonesia seperti Sulawesi Selatan berpuluang besar untuk
pengembangan sutera alam. susatijo (2008), kegiatan pensuteraan alam ini peran
yang cukup strategis antara lain karena dapat melibatkan tenaga kerja termasuk
petani, membuka kesempatan usaha memeberikan kesempatan mengembangkan
ekonomi kerakyatan pendapatan petani dan meningkatkan devisa Negara (Syukur
M, 2014).
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1663) tentang Penyelenggaraan
kerja sama pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi, dapat berupa usaha
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemanfaatan hasil hutan
kayu dan bukan kayu. Sala satu Pemanfaatan Kawasan pada kawasan Hutan
Produksi yaitu Budidaya Ulat Sutera.
Persuteraan Alam sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan oleh
penduduk Indonesia. Mengingat sifat dan menfaatnya, maka Pemerintah melalui
Departemen Kehutanan berupaya membina dan mengembangkan kegiatan
persuteraan alam tersebut. Budidaya ulat sutera dimaksudkan untuk menghasilkan
benang sutera sebagai bahan baku pertekstilan. Untuk melaksanakan pemeliharaan
ulat sutera, terlebih dahulu dilakukan penanaman murbei, yang merupakan satu-
6
satunya mal (pakan) ulat sutera. Untuk mendapatkan produksi yang optimal dari
murbei yang di tanam, mesti dilakukan pemeliharaan,
Salah satu komoditas persuteraan yang diusahakan oleh masyarakat di
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan sejak tahun 1960-
an. Sampai saat ini, beberapa keluarga masih tetap eksis dengan usaha ini secara
turun temurun. Tidak mengherankan jika Kabupaten Soppeng disebut sebagai
salah satu sentra pengembangan sutera alam di Sulawesi Selatan.
1. Sejarah Persuteraan Alam
Pada masa Dinasti Han (2500 SM), sudah dikenal dengan adanya usaha
budidaya ulat sutera, pada saat itu pula sudah ada usaha pemintalan benang sutera.
Pada waktu itu mulai diciptakan alat – alat pengolah kokon sutera menjadi benang
sutera dan tenunnya menjadi kain sutera yang sangat halus, dan diberi nama
“Serica” yang berarti “Sutera”.
Budidaya ulat sutera, yang mula – mula hanya berkembang terbatas di
dalam negeri saja, namun kemudian disusul dengan Fasilitasi Penelitian
Persuteraan Alam Di Sulawesi Selatan Tahun 2011 Tantangan Komprehensif
Persuteraan Alam Di Sulawesi Selatan berkembangnya perdagangan ke negara –
negara tetangga dan negara – negara lain. Hasil dari budidaya ulat sutera yang
berupa kain sutera menjadi dagangan yang cukup menarik bagi para pedagang.
Jaringan perdagangan sutera dan perdagangan lain pada umumnya mampu
memasuki negara-negara Eropa lewat Jalur Karavan, dulu dikenal dengan “Silk
Road”. The Silk Road atau “Jalur Sutera” adalah jalur perdagangan yang paling
terkenal di peradaban Cina.Atas prakarsa dari seorang pedagang yang bernama
7
Chan Chein.Perdagangan ini tumbuh di masa Dinasti Han.Jalur perdagangan
sutera ini berkembang pesat, diawali dengan diberinya hadiah bahan sutera kepada
Kaisar di Roma oleh Cina.Jalur ini berkembang dari Cina – Asia Tenggara –
Hindia Utara - Partian – Roma, sepanjang 7.000 mil. Selanjutnya menyambung ke
Yellow River Valley dan ke Laut Mediteranean dan melewati kota-kota di
Cina.Seperti Kansu dan Sinkiang, yang sekarang dikenal dengan Iran, Irak dan
Suriah.
Pedagang di India dan Barat India merupakan perantara perdagangan
sutera antara Cina dengan negara – negara Mediteranian. Pada Dinasti Tang,
kurang lebih tahun 706 SM, perdagangan sutera menurun dan berkembang lagi
pada masa Dinasti Sung di abad 11 dan 12. baru pada tahun kurang lebih 300 M.
negara – negara lain seperti Korea, India dan Jepang berhasil mengetahui rahasia
pengolahan sutera dan mulai untuk mengembangkan sendiri persuteraan alam,
termasuk di dalamnya budidaya ulat sutera di negaranya masing – masing, serta
berusaha megembangkan bahan – bahan lokal yang ditemukannya.
Sejak abad ke–2, Jepang mulai mendatangkan kupu – kupu penghasil
sutera dari Cina.Usaha persuteraan alam ini berkembang dengan pesat, sehingga
kemudian dapat menjadi salah satu pokok perekonomian Jepang.
Usaha ini mengalami kejayaan pada jaman Meiji, kurang lebih 1889 M,
pada saat itu dapat dihasilkan kurang lebih 200 ton, dan pada abad 18–19 dapat
mengekspor sutera mentah sebesar kurang lebih 40.000 ton.
Dari perkembangan perdaganyan sutera ke barat (Eropa) dan Timur
Tengah, maka pusat perdagangan sutera bagi negara – Fasilitasi Penelitian
8
Persuteraan Alam Di Sulawesi Selatan Tahun 2011 Tantangan Komprehensif
Persuteraan Alam Di Sulawesi Selatan negara barat berada di Kota Venesia
(Italia), sedangkan untuk Timur Tengah di Bagdad dan Damaskus, selanjutnya
perdagangan sutera dilakukan lewat laut, sehingga sutera dapat mencapai
Perancis, Inggris, Spanyol dan Jerman. Dari negara – negara barat, Perancis sejak
abad ke-13 mulai mengusahakan kain sutera yang berpusat di Lyon.Sedangkan di
Inggris pada abad ke–15 telah didirikan pabrik tenun yang pertama.
Pada abad 14 Raja Perancis telah mendapatkan bibit ulat sutera dari Milan
(Italia) dan mulai mengembangkannya di sekitar lembah Rhine.Sedangkan baru
pada abad 17 seorang Inggris yang bernama Thomas Lombe, mendirikan pabrik
sutera di Derby, dengan mesin dari Italia. Pada abad 16 Perancis dan Italia mulai
membudidayakan ulat sutera sendiri
Untuk memenuhi kebutuhan akan benang sutera yang makin lama makin
meningkat. Hanya sampai tahun 1854 persuteraan alam di Eropa berkembang
lancar.Sejak adanya wabah penyakit yang menghancurkan pemeliharaan ulat
sutera yang mengakibatkan merosotnya industri sutera, akhirnya negara – negara
Eropa hanya bisa bergerak berdasarkan impor bibit dari Asia.Dengan demikian,
sejak saat itu Cina memonopoli persuteraan alam dengan teknologi tinggi.Dan
saat itu pula persuteraan alam atau budidaya ulat sutera mulai dikenal di banyak
Negara di Asia, Eropa dan Timur Tengah.(H.Soekirman Atmosoedarjo,dkk.
2000).
9
2. Budidaya Tanaman Murbei
a. Pertumbuhan Tanaman Murbei
Daun murbei merupakan pakan utama ulat sutera, sehingga dibutuhkan
pemeliharaan yang baik untuk menghasilkan daun yang lebat. Salah satu
syarat tumbuh varietas murbei untuk tumbuh di daerah tropis adalah
kemampuannya untuk mengatasi berbagai kendala alam, seperti suhu tinggi,
pergantian musim hujan dan kemarau, dan ketahanan terhadap hama dan
penyakit.
Lokasi untuk pemeliharaan tanaman murbei sangat bergantung pada
lokasi pemeliharaan ulat sutera, karena lahan murbei harus berada dekat
kandang pemeliharaan ulat sutera agar memudahkan pemeliharaan ulat sutera
dan panen daun murbei. Pembudidayaan tanaman murbei di iklim tropis
membuat tanaman murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga
pembudidayaan ulat sutera dapat dilakukan terus-menerus. Namun demikian,
untuk mendapatkan hasil daun murbei yang maksimal, tanaman murbei harus
diperlakukan dengan baik. Syarat tumbuh bagi tanaman murbei di daerah
tropis diantaranya adalah kondisi lingkungan yang bersih terbebas dari polusi
dan irigasi serta drainase yang cukup (Kaomini, 1986).
b. Penanaman Tanaman Murbei
Lahan yang harus dipersiapkan untuk pemeliharaan tanaman murbei
adalah lahan yang bebas dari pepohonan dan semak belukar, karena dapat
menghambat pertumbuhan murbei. Namun demikian, pembudidayaan murbei
dapat dilakukan tumpang sari dengan tanaman-tanaman semusim.
10
Setelah persiapan lahan dilakukan, proses pembibitan murbei dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menggunakan biji dan stek batang.
Namun penggunaan biji tidak dapat digunakan karena tanaman yang
dihasilkan sangat terlalu beragam akibat sifat heterogenik dari tanaman
murbei. (Kaomini, 1986).
Rencana penanaman, luas lahan yang digunakan, dan cara penanaman
murbei harus disesuaikan dengan rencana pemeliharaan ulat sutera.
Karakteristik ulat sutera yang membutuhkan pasokan pakan yang banyak
selama siklus hidupnya membuat kontinuitas produksi daun murbei harus
terjaga untuk keberhasilan pembudidayaan
Daun murbei dapat dipanen untuk pertama kalinya saat berusia 5-6
bulan, dimana cabang-cabang yang dihasilkan pada proses stek batang sudah
cukup besar. Setelah itu, setiap 2-3 bulan, tanaman murbei dapat dipanen.
Untuk meningkatkan produktivitas daun murbei, dilakukan pemangkasan
secara berkala. Produktivitas tanaman murbei dapat terus dipertahankan
hingga tahun ke-15, setalah melewati tahun ke-15, penggantian tanaman
murbei dengan tanaman yang baru dilakukan untuk memperbaiki
produktivitasnya kembali
c. Pemeliharaan Tanaman Murbei
Pemeliharaan tanaman murbei dilakukan untuk menjaga produktivitas
tanaman dalam menghasilkan daun agar tetap tinggi. Kualitas daun murbei
sangat menentukan produksi kokon. Kualitas daun murbei memiliki persentasi
terbesar dalam faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi kokon, yaitu
11
sebesar 38,2 persen. Pemeliharaa n tanaman murbei secara umum terdiri dari
tahap penyiangan, pendangiran, pengelolaan air, dan pemupukan.
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan murbei dari gulma
yang tumbuh di sekitar murbei. Adanya gulma dapat menghambat
pertumbuhan murbei, khususnya pada saat sehabis penanaman dan setelah
pemangkasan tunas dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Aktivitas
penyiangan sebaiknya dilakukan satu bulan sekali.
Pendangiran lahan murbei bertujuan untuk membuat tanah menjadi
lunak, disamping memperbaiki aerasi tanah. Aktivitas pendangiran dapat
dilakukan setiap kegiatan pemupukan dilakukan yaitu sebanyak empat kali
dalam satu tahun. Pendangiran yang terlalu sering dilakukan dapat merusak
perakaran dan pertumbuhan tanaman murbei.
Pengelolaan pengairan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman
murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan
menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan yang harus
diperhatikan adalah pada saat musim kemarau tiba.
Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun murbei.
Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu
pupuk kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei
dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses
pendangiran dilaksanakan (Kaomini, 1986).
12
d. Budidaya Ulat Sutera
Ulat sutera adalah sejenis serangga yang termasuk ke dalam Ordo
Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu dan ngengat. Ulat sutera
adalah serangga holometabola yang sudah mengalami metamorphosis sempurna,
dimana dalam siklus hidupnya melewati 4 stadia, yaitu telur, larva (ulat), pupa dan
ngengat atau yang lebih dikenal sebagai kupu-kupu. Selama proses
metamorphosis, stadia larva atau ulat adalah satu-satunya masa dimana ulat
makan, sehingga stadia larva merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis
protein sutera dan pembentukan telur (Peter Reger,2003).
Sistematika ulat sutera adalah sebagai berikut:
Phyllum : Arthropoda.
Kelas : Insecta.
Ordo : Lepidoptera.
Familia : Bombycidae.
Genus : Bombyx.
Spesies : Bombyx mori L.
Ulat sutera merupakan hexapoda yang berguna sebagai penghasil benang
sutera. Dalam siklus hidupnya melalui metamorfosa sempurna (Holometabola),
yaitu selama siklus hidupnya melalui empat stadium yang berbeda : telur,
larva,pupa dan kupu-kupu.
Telur ulat sutera berbentuk bulat lonjong dengan berat sekitar 1 gr.
panjang telur 1–1,3 mm, lebar 0,9–1,2 mm dan tebal 0,5 mm dengan warna putih-
13
putih kekuningan. telur biasanya menetas 10 hari setelah perlakua khusus, pada
suhu 25° C dan kelembaban udara 80–85 %. Ulat sutera terbagi lima instar, yaitu:
a. Instar 1,2 dan 3 disebut ulat kecil dengan umur sekitar 12 hari.
b. Instar 4 dan 5 disebut ulat besar dengan umur 13 hari
Tempat untuk pemeliharaan ulat kecil harus bersih, suhu ruangan 26 ° -
28° C, kelembaban udara 80 – 90% dengan cahaya dan sirkulasi udara cukup.
Pakan untuk ulat sutera adalah daun murbei. Untuk ulat kecil daun yang baik
berumur pangkasan 25 – 30 hari dengan waktu pengambilan pagi atau sore hari.
(Peter Reger,2003).
Cara pengambilan dauan untuk tiap instar pada ulat kecil berbeda. untuk
instar 1 lembar 3–5 dari pucuk, untuk instar 2 lembar 5–7 dari pucuk, dan instar
38–12 dari pucuk. untuk menjaga supaya ulat kecil tidak terkontaminasi
bakteri/penyakit maka dilakukan desinfeksi tubuh ulat degan menggunakan
campuran kaporit dengan kapur yang ditaburkan tipis dan merata pada tubuh ulat
dengan saringan, sebelum hakitake (pemberian makan pertama pada ulat yang
baru menetas) pada awal instar 2 dan awal instar 3.
Dalam pemberian pakan, daun yang diberikan harus daun yang baik, tidak
basah, segar dan bersih. Setelah hakitake selanjutnya ulat kecil diberi makan
sehari tiga kali. Bila sisa makan sudah banyak, dilakukan pembersihan tempat ulat
sebelum pemberian pakan, kecuali selama instar 1 tempat ulat tidak perlu
dibersihkan karena kotoran ulat masih sedikit. Jika terdapat ulat yang sakit dan
mati dimasukkan ke dalam tempat tertutup berisi bahan desinfektan.
14
Bila pemeliharaan ulat besar dilakukan di tempat lain maka penyaluran
ulat dilakukan pada sore hari pada saat tidur instar 3, sehingga ulat tidak
mengalami gangguan yang berarti yang akan mengganggui kondisi fisiknya.
Sebelum pemeliharaan ulat besar, ruangan harus didesinfektan dengan
larutan kaporit yang disemprotkan secar merata ke seluruh ruangan. bangunan
untuk pemeliharan ulat besar terdiri dari ruangan tempat daun dan tempat
pemeliharaan. Suhu ruangan 22° - 25° C, kelembaban 70 – 75% dengan cahaya
dan aliran udara baik. Pakan untuk ulat besar adalah daun berumur pangkas 2,5 –
3 bulan. Pengambilan daun dilakukan pagi dan sore hari. Daun pakan yang
diberikan harus baik, tidak basah, segar dan bersih (Peter Reger,2003).
Daun diberikan sehari tiga kali, yakni pukul 07.00 sebanyak 25%, pukul
12.00 sebanyak 25% dan pukul 17.00 sebanyak 50%. Cabang daun diletakkan
berjajar, pangkal cabang diletakkan berlapis putar balik. Tempat ulat dibersihkan
terlebih dulu sebelum pemberian makan. Selain itu juga pada instar 4 pembersihan
tempat ulat dilakukan setelah ganti kulit, perterngahan instar dan menjelang ulat
tidur. Pada instar 5 pembersihan tempat ulat setelah ulat ganti kulit setiap sua hari
atau kotoran sudah terlalu banyak dan yang terakhir menjelang ulat mengkokon.
Seperti pada ulat kecil, pada ulat besar juga dilakukan desinfeksi tubuh
ulat dengan menggunakan campuran kapur dan kaporit yang ditaburkan tipis dan
merata pada tubuh ulat dengan menggunakan saringan atau kain kasa. Desinfeksi
ini dilakukan sebelum pemberian makan./ Setelah instar 5 ulat memasuki tahap
pengkokonan. Ulat sutera umumnya membuat kokon selama 2 – 3 hari. tanda-
tanda ulat akan membuatn kokon adalah sebagai berikut:
15
a. Pada taraf instar 5, pembuatan kokon pada hari ke-7 dan ke-8.
b. Nafsu makan berkurangdan akhirnya berhenti makan.
c. Tubuh ulat menjadi tembus cahaya dan mengkerut.
d. Mulut ulat mengeluarkan serat sutera dan pada duburnya mengeluarkan
cairan berwarna kuning.
Pelaksanaan pengambilan kokon dapat dimulai 5–6 hari dari mulainya ulat
pertama mengkokon. Pemanenan kokon sebaiknya dilakukan tidak terlalu cepat
atau terlalu lambat. Kalau terlau cepat, pupa mudah pecah yang mengakibatkan
kokon kotor di dalam, sedangkan kalau terlalu lambat pupa akan segera berubah
menjadi kupu-kupu. Pada waktu panen, kokon segera dibersihkan dari ”floss”-
nya. Kemudian diadakan seleksi kokon yaitu kokon yang baik dipisahkan dari
kokon yang tidak baik. Kokon disimpan pada tempat yang baik, aman dari
gangguan hama seperti semut, tikus dan sebagainya. Setelah seluruh kokon
dipanen, semua peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan ulat besar
dibersihkan dan dapat dipersiapkan untuk pemeliharaan ulat berikutnya. (Peter
Reger,2003).
2.2. KPHL Walanae
Sebagai implementasi UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas kawasan hutan ± 2.725.796
Ha (Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. SK.434/Menhut-II/2009) telah
membentuk 16 unit KPH berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No.
16 tahun 2017 sebagaimana yang telah diubah dalam Peraturan Gubernur
Sulawesi Selatan No. 134 Tahun 2017, dan terakhir dengan Peraturan Gubernur
16
Sulawesi Selatan No. 45 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi
Sulawesi Selatan.
Peraturan Gubernur tersebut di atas, kemudian oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Keputusan Menteri Nomor
SK.665/MENLHK/setjen/PLA.0/11/2017, tanggal 28 November 2017 tentang
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi Provinsi Sulawesi Selatan, menetapkan luas wilayah KPH di Provinsi
Sulawesi Selatan seluas ± 1.819.100 Ha;yang terbagi ke dalam 16 unit, yaitu
KPHL sebanyak 13 unit seluas ± 1.556.219 Ha dan KPHP sebanyak 3 unit dengan
luas± 262.881 ha. Dari total luas ± 1.819.100 Ha tersebut dibagi ke dalam fungsi
Hutan Lindung (HL) seluas± 1.212.258 Ha, Hutan Produksi Tetap (HPT) seluas ±
483.351 Ha dan Hutan Produksi (HP)seluas±123.491Ha.
Salah satu unit dari ke enam belas unit KPH yang ada di Sulawesi Selatan
adalah KPHL Unit XII Walanae dengan luas wilayah kelola ± 64.592 Ha, terdiri
dari Hutan Lindung (HL) seluas± 39.396 Ha, Hutan Produksi Tetap (HPT) seluas
± 11.035 Ha dan Hutan Produksi (HP) seluas±14.161Ha.
Selanjutnya, untuk melaksanakan tata kelola hutan yang terencana, UPT
KPHL Unit XII Walanae perlu menyusun sebuah dokumen perencanaan jangka
panjang yang penyusunannya mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan No.P.64/MenLHK-Setjen/2015 tentang Tata Cara
Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL dan KPHP.
17
Penyusunan dokumen rencana pengelolaan ini diharapkan dapat menjadi
dokumen yang akan dipedomani oleh pihak pengelola KPHL Unit XII Walanae
dan seluruh stakeholder kehutanan secara umum. Data yang dilibatkan dalam
penyusunan rencana pengelolaan ini meliputi seluruh karakteristik ekologi, sosial
dan ekonomi serta dilengkapi dengan isu dan permasalahan yang dihadapi guna
membentuk baseline data dalam penentuan prioritas pengelolaan.
1. Pengelolaan Hutan Berbasisi Masyarakat (PHBM)
Pengelolaan Hutan Bebasis Masyarakat (PHBM) merupakan konsep
memiliki berbasis sama dengan pendekatan ADS (Atur Diri Sendiri) sebagaimana
yang dikemukakan oleh Otto Sumarwoto dan Satjipto Rahardjo bahwa pendekatan
kerjasama dalam mengelola sumber daya hutan, PHBM berwujud sebuah
kesepakatan/perjanjian antara pemerintah (Perhutani), sekelompok masyarakat
adat setempat dan pihak yang berkepentigan sebagairnana sudah dijelaskan
sebelumnya. Masing-masing pihak dihampkan memiliki kedudukan yang sama
(setam) dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang berkeadilan dan
berkelanjutan (Barda NawawiArief (2008: 34)
Jika dilihat dari latar belakang timbulnya PHBM yang berawal dari
ketidak mampuan dalam mengatasi merebaknya kasus pencurian, berarti bahwa
penyelasaian secara hukum (dalan hal ini Hukum Pidana) mengalami kebuntuan,
maka PHBM dapat diartikan sebagai penyelesaian diluar hukum Pidana yang akan
mempunyai akibat yang lebih baik. Penyelesaian diluar ketentuan hukum pidana
tersebut bisa dikategorikan sebagai mediasi panel berupa konsiliasi yaitu suatu
usaha untuk menemukan keinginan-keinginan pihak-pihak yang baselisih dalam
18
hal ini masyarakat pengambilan ilegal dengan Perhutanan, bagi tercapainya suatu
tujuan bersarna (yaitu berupa perjanjian Pl{BM).
Kondisi tersebut, sejalan dengan pemyataan Barda NawawiArief (2008:
34) bahwa walaupun pada umumnya penyelesalan sengketa di luar pengadilan
hanya ada dalam sengketa perdah, namun dalam praktek sering juga kasus pidana
diselesaikan di luar pengadilan melalui berbagai deskesi aparat penegak hukum
atau melalui mekanisme musyawara perdamaian atau lembaga pemanfaatan yang
ada dalam masyarakat (musyawarah keluarga, musyawarah desa, musyawarah
adat dsb).
Mediasi panel yang akhirnya membuahkan hasil yang berupa kesepakatan
tentang PHBM merupakan altematif yang patut dikembangkan sebab dapat
memiliki dampak pisikologis yang cukup baik bagi kelangsungan hubungan yang
baik antara PT.Perhutani dan masyarakat hutan sebab menurut Stefanie Trankle
dalam Barda Nawawi Arief(2008: 5-6)
2.3. Pemangku Kepentingan
Peran pemangku Kepentingang disebuah intitus maupun memiliki pengaru
yang penting bagi berkelangsungan institusi atau pun lembaga. Peran pemangku
kepentingan itu lebih sering di sebut dengan stakeholder. Stakeholder merupakan
sebuah frasa yang terbentuk dari dua buah kata, stake dan holder. Secara umum,
kata stakeholder dapat diterjemahkan dengan pemangku kepentingan. Berdasarkan
penjabaran diatas, secara garis besar konsep stakeholder sebagai individu atau
organisasi baik profit maupun non profit yang memiliki kepentingan dengan
perusahaan sehingga dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian
19
tujuan perusahaan. Selain itu, stakeholder semua pihak baik internal maupun
eksternal yang memiliki hubungan mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat
langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan (Munawaroh, 2016:32-33).
Stakeholder adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung
dipengaruhi oleh suatu hal, serta mereka yang mungkin memiliki kepentingan
dalam proyek dan atau kemampuan untuk mempengaruhi hasil, baik positif
ataupun negative (Munawaroh, 2016:32-33)
Selanjutnya stakeholder juga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
1. Eksternal stakeholder merupakan sekelompok individu yang bukan
merupakan bagian dari anggota organisasi namun, mempengaruhi
organisasi. Sedangkan
2. internal stakeholder merupakan kelompok atau individu yang tidak secara
tegas menjadi bagian dari lingkungan organisasi karena sebenarnya internal
stakeholder adalah anggota dari organisasi, dimana para manajer memiliki
tanggung jawab atas kepentingan mereka.
Sedangkan menurut Freedman stakeholder merupakan kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
dari sebuah program. Budimanta dkk mengungkapkan bahwa, stakeholder juga
diartikan sebagai mereka yang memiliki kepentingan dan keputusan tersendiri,
baik sebagai individu maupun wakil kelompok jika memiliki karakteristik yaitu
mempunyai kekuasaan, legitimasi, kepentingan terhadap program(Saharuddin,
2013:23).
20
2.4 Analisis Pemangku kepentingan
Analisis pemangku kepentinga bertujuan untuk menggambarkan peran
para pemangku kepentingan (baik yang terlibat langsung maupun yang berpotensi
terlibat) apa bila masyarakat ingin melakukan aktivitas pemanfaatan lahan pada
kawasan hutan KPHL Walane. Stakeholder dalam hal ini adalah
institusi/kelompok atau individu yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
aktifitas pemanfaatan hutan pada areal KPHL Walanae. Menurut supratman
(2013) Analisis kekuatan (power), Kepentingan (intreset), dan legitimasi
(legitimate) atau disingkat PIL merupakan salah satu teknik analisis stakeholder.
Aspek kekuatan akan membantu memahami dan mengevaluasi sumber dan tingkat
kekuatan stakeholder dalam mempengaruhi aktivitas penggunaan/pemanfaatn
lahan pada kawasan hutan KPHL Walanae. Aspek kepentingan membantu untuk
mengevaluasi keuntungan dan kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas
pemanfatan kawasan dalam areal KPHL Walanae, aspek legitimasi dengan status;
respek/penghargaan; prektise/gengsi; hak-hak, dan tanggung jawab para pihak
dalam aktivitas pemanfaatan/penggunaan lahan pada kawasan hutan (Supratman,
2013 dalam Hasanuddin Molo 2017).
KPHL Walanae. Adpun langkah-langkah analisis stakeholder adalah sebagai
berikut:
a. Membuat daftar para pihak yang berkepentingan
Para pihak yang terkait didaftar berdasarkan sifat keterkaitannya dalam
aktivitas pemanfaatan/penggunaan lahan pada kawasan hutan KPHL
Walanae baik pihak yang terkait langsung (primer) dan pihak yang tidak
21
terkait langsung (sekunder). Pihak terkait langsung adalah pihak-pihak
yang mendapat manfaat atau dirugikan secara langsung dalam aktivitas
pemanfaatan/penggunaan lahan pada kawasan hutan KPHL Walanae.
Sedangkan pihak yang tidak terkait langsung adalah semua
kelompok/lembaga atau menjadi perantara dalam aktivitas
pemanfaatan/penggunaan lahan pada kawasan hutan KPHL Walanae.
Tabel 1 Daftar Skateholder terkait skema kolaborasi para pihak dalam
pengelola Ulat Sutera
Diadaftasi dari (Hasanuddin Molo, 2017)
b. Melakukan analisis terhadap Peran Pemangku kepentingan
Analisi dilakukan dengan memetakan kekuatan, interest, dan legitimasi
masing-masing skateholder ke dalam suatu matriks seperti Tabel 2 sebagai
berikut:
No Stakeholder Terkait
Langsung
Terkait tidak
Langsung
22
Table 2 ; Matriks Analisis Peran Pemangku Kepentingan
Skateholder
Kekutan (power)
Kepentingan (interest)
Letigimasi (letigimacy)
Besar Sedang Kecil Besar Sedang Kecil Besar Sedang Kecil
Diadaftasi dari (Hasanuddin Molo, 2017)
Tabel 3 ; Matriks Analisis Stakeholder
No Matriks Keterkaitan
1 Pemerintah
2 Pelaku Usaha
3 Petani
4 Lembaga Keuangan
Diadaftasi dari (Hasanuddin Molo, 2017)
2.5. Klasifikasi Pemangku kepentingan/stakeholder
Secara umum, Stakeholder dapat dikelompokkan berdasarkan kekuatan,
posisi, dan pengaruhnya. Adapun klasifikasi stakeholder adalah sebagai
berikut:(Crosby, 1992).
1. Stakeholder Primer.
Stakeholder primer ini berhubungan langsung dengan pembuatan
kebijakan, program, dan proyek. Mereka merupakan penentu utama dalam
kegiatan pengambilan keputusan.
2. Stakeholder Sekunder
Stakeholder sekunder adalah pihak yang tidak berkaitan langsung terhadap
suatu kebijakan, prog ram, dan proyek. Namun stakeholder sekunder
punya keprihatinan dan kepedulian sehingga ikut menyuarakan pendapat
23
yang bisa mempengaruhi sikap stakeholder utama dan keputusan legal
pemerintah
Pihak terkait (stakeholder) yang memiliki kepentingan dalam pengembangan
persuteraan alam memiliki tugas dan fungsi masing –masing diantaranya (Crosby,
1992).
1. Pemerintah
Pemerintah berkepentingan untuk membangun perekonomian berbasis
kerakyatan yang mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat luas
terutama masyarakat pedesaan, yaitu dengan cara membuka lapangan
kerja, penyerapan tenaga kerja dan penghapusan kemiskinan serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan perolehan devisa Negara.
2. Pelaku usaha
Pelaku usaha memiliki kemampuan, fasilitas produk dan pasar
berkepentingan agar usaha yang dijalankan berkembang, menguntungkan
dan berkelanjutan.
3. Petani
Petani selaku pemasok bahan baku (kokon) berkepentingan terhadap
kepastian usahanya karena adanya jaminan pasar yang menguntungkan.
4. Lembaga keuangan
Lembaga keuangan (Bank dan Non Bank) mempunyai kepentingan untuk
menyalurkan dana yang dimilikinya untuk usaha produktif dari nasabah
yang baik dan memberikan keuntungan
24
2.6. Kerangka Pikir
Persuteraan
Petani
Masalah Persuteraan
- Bibit masih sulit
dijangkau oleh petani
- Sering terjadi gagal
panen
- Mudah Terserang
hama dan penyakit
- Harga kokon tidak
tetap
Parapihak/
stakehoder
Analisis
stakeholder
Peran pemangku
kepentingan dalam
pengelolaan ulat
sutera
25
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Penelitian
Penelitan ini dilaksanakan kurang lebih 2 (dua) bulan, yaitu pada bulan
Oktober sampai bulan Desember 2019. Penelitian ini dilaksanakan di kampong
Sabbe’ta Desa Pising Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
3.2. Objek dan Alat Penelitian
1) Objek penelitian
Adapun objek penelitian ini adalah:
1. Pemangku Kepentingan
2. Ulat Sutera
3. Tanaman Murbei
2) Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Alat tulis untuk mencatat setiap informasi responden.
2. Kuisioner, dipergunakan untuk mengisi daftar pertanyaan.
3. Buku yang digunakan untuk mengisi daftar pertanyaan.
4. Kamera untuk dokumentasi.
3.3. Jenis Data
Jenis data yang dikumpukan yaitu data primer data sekunder. Data primer
adalah data yang diperole dengan melakukan pengamatan atau wawancara
langsung di kelurahaan tempat penelitian dan berpedoman pada daftar pertanyaan
yang telah disampaikan, sedangkan data sekunder adalah data yang di peroleh
peneliti yang terkait dengan penelitian ini.
26
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh melelui pengamatan langsung
melalui observasi dan wawancara langsung dengan responden pada objek
yang diteliti.
Data primer ini berasal dari Pemangku Kepentingan yaitu:
1. KPHL Walanae
2. Perum perhutani
3. BPSKL
4. Petani
5. Pemintal
6. Penenun
Adapun data yang di kumpulkan sebagai berikut:
1. Data primer dari KPHL
Peran Pegawai KPHL meliputi kegiatan:
a. Pembinaan
b. Memberi bantuan
2. Data primer dari perum perhutani
Peran perum perhutani meliputi kegiatan:
a. Sebagai penyedia bibit ulat sutera
b. Meningkatkan kualitas bibit ulat sutera
c. Meningkatkan kualitas murbei
d. Pemberdaya masyarakat, pengembangan pasar
3. Data primer dari petani
Peran petani meliputi kegiatan:
27
e. Sumber bibit ulat sutera
f. Cara pemeliharaan ulat sutera
g. Sumber pakan
1. Jumlah
2. Kualitas
3. Umur
h. Produksi ulat sutera
i. Produksi benang sutera
j. Pengelolaan benang sutera
4. Data primer dari Penenun
Produksi meliputi:
a. Jumlah
b. Jenis
c. Pemasaran
- Harga
- tujuan
d. Lama pengerjaan
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Kantor Desa berupa
dokumen-dokumen dan literature yang relevan serta dari data statistik.
28
3.4. Analisis Data
Menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan disajikan dalam
bentuk Narasi, Tabel, Diagram, dan Gambar.
3.5. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini meliputi seluruh kelompok masyarakat yang
tergabung dalam kelompok tani sutera terutama yang ada di kampung Sabbe’ta
yang beranggotakan 12 orang yang dimana peneliti melakukan dengan cara
melalui wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan alat
kuisioner pada saat penelitian, pemilihan responden dilakukan dengan cara
metode sampling kuota dalam 4 kelompok tani yang ada di Kampung Sabbe’ta.
Metode sampling kuota meliputi:
1. Kelompok Tani
- Ketua
- Anggota
Informan khusus meliputi:
1. KPHL Walanae
2. Perum perhutani
3. BPSKL
4. penenun
3.6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
observasi yaitu meninjau dan mengamati langsung di lapangan. Selain itu
digunakan metode kuisioner yaitu dengan melakukan wawancara langsung
29
dengan masyarakat yang ada di kampung Sabbe’ta Desa Pising Kecamatan Donri-
Donri Kabupaten Soppeng.
a. Observasi adalah tekhnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengadakan pertanyaan langsung terhadap objek yang akan diteliti.
b. Wawancara adalah tekhnik pengumpulan data dengan cara menyampaikan
pertanyaan yang akan dijawab kepada informan kunci dan responden, atau
tekhnik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan melalui
daftar pertanyaan pada setiap responden untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan sehingga penelitian dapat lebih terstruktur. Informasi yaitu data
primer yang berhubungan deng an tujuan penelitian.
30
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Keadaan Fisik
4.1.1. Letak Geografis
Desa pising secara administrasi pemerintah berada dalam wilayah
Kecamatan Donri-Donri , Kabupaten Soppeng , Sulawesi Selatan. Desa Pising
merupakan salah satu dari 9 desa kecamatan Donri-Donri. Desa ini terletak 3 km
ke selatan dari ibukota Kecamatan Donri-Donri. Desa Pising Memiliki luas
wilayah ± 786 Ha2 dengan batas wilayah desa sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
b. Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Labokong dan Kelurahan Salokaraja,
Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pesse, Kabupaten Soppeng.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pesse dan Desa Sering, Kabupaten
Soppeng.
4.1.2. Topografi
Desa Pising berada pada ketinggian 300 – 600 mdpl (Meter Di Atas
Permukaan Laut) dengan keadaan topgrafi datar, agak datar sampai
bergelombang. Dilihat dari kelerengannya, adalah berkisaran antara 0 – 15%.
4.1.3. Klimatologi
Keadaan iklim pada suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkembangan serta produksi tenaman. salah satu faktor iklim yang
sangat berperan terhadap tertumbuhan tanaman adalah curah hujan. Data curah
31
hujan selama lima tahun terakhir di Desa Pising Kecamatan Donri-Donri dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Selama 5 Tahun Terakhir di Desa
Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
Bulan Curah Hujan (mm)
Jumlah Rata-Rata 2014 2015 2016 2017 2018
Januari 208 253 204 219 253 1.137 227,4
Februari 160 221 193 209 246 1.029 205,8
Maret 155 162 175 214 168 874 174,8
April - 12 6 - - 18 3,6
Mei - 33 - - 42 75 15
Juni 109 87 34 - - 230 46
Juli 172 123 - 20 17 332 66,4
Agustus 192 - 65 - - 257 51,4
September 124 83 - - - 275 55
Oktober 215 203 132 85 33 668 133,6
November 167 120 187 96 54 624 124,8
Desember 52 72 86 112 219 541 108,2
Sumber : Data Sekunder Desa Pising, 2019.
Berdasarkan data yang diperoleh dari periode 2014 – 2018 dapat dilihat
rata-rata curah hujan tahunan. Nilai rata-rata bulan basah, bulan kering, dan bulan
lembab lima tahun terakhir di Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering, dan Bulan Lembab selama 5 Tahun
Terakhir di Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
No Tahun Bulan Basah Bulan Kering Bulan Lembab
1 2014 9 3 -
2 2015 6 3 3
3 2016 5 5 2
4 2017 4 6 2
5 2018 4 8 -
Jumlah 28 25 7
Rata-Rata 5,6 5 1,4
Sumber : Data Sekunder Desa Pising, 2019.
32
Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah bulan basah 28 dengan
rata-rata 5,6 bulan kering sebanyak 25 dengan rata-rata 5 dan bulan lembab
sebanyak 7 dengan rata-rata 1,4. dengan demikian berdasarkan data tersebut dapat
ditentukan nilai Q untuk mengetahui tipe iklim di Desa Pising, Kecamatan
Donri-Donri, Kabupaten Soppeng yaitu:
Tabel 6. Klasifiksi iklim menurut Schimdt-Ferguson
Tipe Iklim Nilai Q Keterangan
A 0 < Q < 0,143 Sangat Basah
B 0,143 < Q < 0,333 Basah
C 0,333 < Q < 0,600 Agak basah
D 0,600 < Q < 1000 Sedang
E 1000 < Q < 1,670 Agak Kering
F 1,670 < Q < 3.000 Kering
G 3.000 < Q < 7.000 Sangat Kering
H 7.000 < Q Luar biasa Kering
Sumber :Data Skunder Desa Pising 2019
Q =
x100%
=
x100%
= 0,89 x 100%
= 89%
= 0,89
Berdasarkan penggolongan iklim dari Schmid dan Fergusson, yaitu nilai
Q diatas 0,600 – 1,000 maka tipe iklim Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng termasuk Kedalam tipe Iklim D (sedang).
33
4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
4.2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk merupakan faktor penentu terbentuknya suatu negara atau
wilayah dan sekaligus sebagai modal utama suatu negara dikatakan berkembang
atau maju, bahkan suksesnya pembangunan disegala bidang dalam negara tidak
bisa terlepas dari peran penduduk, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik,
budaya dan pendidikan, sekaligus sebagai faktor utama dalam pembangunan fisik
maupun nonfisik. Oleh karena kehadiran dan perannya sangat menentukan bagi
perkembangan suatu wilayah, baik dalam sekala kecil maupun besar.
Penduduk Desa Pising terdiri dari 776 KK dengan total jumlah 2.623
jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.213 jiwa dan perempuan sebanyak
1.410 jiwa yang tersebar dalam 2 dusun dengan perincian dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Penduduk di Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng Tahun, 2019
No Dusun Jumlah Jiwa
Jumlah Jumlah KK
Laki-laki Perempuan
1 Amessangeng 567 643 1.210 364
2 SoliE 646 767 1.413 412
Jumlah 1.213 1.410 2.623 776
Sumber : Data Sekunder Desa Pising, 2019
Tabel 7 menjelaskan bahwa jumlah penduduk terbanyak di Desa Pising
berada di dusun SoliE yakni 1.413 jiwa dengan perbandingan laki-laki sebanyak
646 jiwa sedangkan perempuan berjumlah 767 jiwa dengan jumlah KK sebanyak
412 jiwa.
34
4.2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Keadaan penduduk berdasarkan umur di Desa Pising terhitung mulai
angka bayi sampai lanjut usia. Keadaan umur penduduk Desa Pising masih sangat
potensial untuk mengembangkan satu titik usaha yang maksimal karena masih
banyak mendominasi oleh umur yang masih produktif, sehingga pola pikir untuk
mengembangkan usaha di bidang kehutanan terkhusus pada penciptaan ekonomi
sampingan pada tahapan usaha-usaha sampingan, adapun rincian umur dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng Berdasarkan Tingkat Umur, 2019
No Tingkat Umur
(Tahun)
Laki-laki
(Jiwa)
Perempuan
(Jiwa) Jumlah (Jiwa)
1 0 – 15 Tahun 300 385 685
2 16 – 30 Tahun 205 217 422
3 31 – 45 Tahun 257 273 530
4 46 – 60 Tahun 261 304 565
5 61 Tahun keatas 190 231 421
Jumlah 1.213 1.410 2.623
Sumber : Data Sekunder Desa Pising, 2019
Pada Tabel 8, menunjukkan bahwa penyebaran penduduk menurut ingkat
umur yang didominasi antara umur 46 – 60 tahun dengan jumlah 565 jiwa,
sedangkan yang paling rendah yaitu antara umur 61 tahun keatas dengan jumlah
421 jiwa.
4.2.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Pendidiakan adalah suatu usaha unutk menghasilkan perubahan-
perubahan pada perilaku manusia. Perubahan perilaku yang ditimbulkan oleh
proses pendidikan dapat dilihat melalui, perubahan dalam hal pengetahuan,
35
perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu, dan
perubahan dalam sikap mental yang bersifat formal maupun informal. Oleh karena
itu, data penduduk berdasarkan pendidikan merupakan hal yang cukup untuk
diketahui, adapun data penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Pising,
Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rincian Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pising, Kecamatan Donri-
Donri, Kabupaten Soppeng
No Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Usia 3 sampai 6 tahun yang belum masuk PAUD
(TK/Kelompok Bermain) 46 34 80
2 Usia 3 sampai 6 tahun yang masuk PAUD
(TK/Kelompok Berm ain) 27 33 60
3 Usia 7 sampai 18 tahun yang tidak pernah
sekolah 15 8 23
4 Usia 7 sampai 18 tahun yang tidak sedang
sekolah 40 39 79
5 Usia 18 sampai 56 tahun yang tidak pernah
sekolah 180 215 395
6 Usia 18 sampai 56 tahun yang pernah SD tapi
tidak tamat 104 84 188
7 Tamat SD atau sederajat 3 1 4
8 Usia 12 sampai 56 tahun tidak tamat SLTP 3 1 4
9 Usia 18 sampai 56 tahun tidak tamat SLTA 1 2 3
10 Tamat SMP atau sederajat 100 83 183
11 Tamat SMA atau sederajat 25 25 50
12 Tamat D1 atau sederajat 29 37 66
13 Tamat D2 atau sederajat 5 2 7
14 Tamat D3 atau sederajat 2 1 3
15 Tamat S1 atau sederajat 31 44 75
16 Tamat S2 atau sederajat 2 1 3
17 Tamat S3 atau sederajat - - -
Jumlah 613 610 1.223
Sumber : Data Sekunder Desa Pisisng, 2019
Tabel 9, terlihat bahwa jumlah pendidikan berdasarkan data yang tercatat
pada tahun 2019, menunjukan bahwa Usia 18 sampai 56 tahun yang tidak pernah
sekolah berjumlah 395 orang, dimana jumlah laki-laki sebanyak 180 orang dan
perempuan sebanyak 215 orang. Hal tersebut dapat diartikan Desa Pising
36
tergolong tingkat pendidikannya masih rendah karena jarak sekolah jauh sehingga
sulit untuk melanjutkan pendidikan.
4.2.4. Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian penduduk Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng sebagian besar adalah petani, selebihnya adalah buruh tani, tukang kayu,
pedagang, peternak dan tukang jahit. Untuk lebih jelasnya mata pencaharian
penduduk Desa Pising dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang)
1 Petani 303
2 Buruh Tani 236
3 Buruh / Swasta 37
4 Pegawai Negeri 98
5 Pengrajin 25
6 Pedagang 12
7 Peternak 57
8 Perikanan 13
9 Montir 17
10 Tenaga Medis 5
11 Tukang Jahit 20
12 Tukang Batu 35
13 Tukang Kayu 72
14 Pekerjaan/Usaha lainnya 38
Jumlah 968
Sumber : Data Sekunder Desa Pising, 2019
Tabel 10, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Pising,
Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng mempunyai mata pencaharian dari
sector pertanian sebanyak 303 orang dan yang terendah mata pencaharian yaitu
tenaga medis dengan jumlah 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas
perekonomian didominasi oleh sector pertanian.
37
4.2.5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dan sangat
dibutuhkan oleh masyarakat karena amat berhubungan dari berbagai segi
kehidupan jasmani maupun rohani, jenis sarana yang ada di Desa Pising,
Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng antara lain sarana pendidikan,
sarana tempat ibadah dan kesehatan adapun rincian sarana dan prasarana dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sarana dan Prasarana Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng
No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1 Kantor Desa 1
2 PAUD 2
3 TK 1
4 SD 3
5 SMP 1
6 Masjid 4
7 Puskesmas Pembantu (Pustu) 1
8 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 2
9 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) 1
10 Sarana Olahraga 6
11 Tempat Pemakaman Umum 5
12 Pos Ronda 5
Jumlah 32
Sumber : Data Sekunder Desa Pising, 2019
Tabel 11, menjelaskan bahwa sarana dan prasarana yang ada di Desa
Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng yang terbanyak adalah
sarana olahraga dengan jumlah 6 unit. Sedangkan sarana dan prasarana yang
paling sedikit adalah TK, SMP, Pustu dan Posbindu dengan jumlah 1 unit. Sarana
dan prasarana ini wajib menjadi perhatian pemerintah setempat untuk
38
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang ada di Desa Pising,
Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
4.3. Kelembagaan
Kelembagaan yang berada di Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng sebagian besar bergerak diwilayah pertanian yang memang
menjadi mata pencaharian utama dari penduduk Desa Pising, hal tersebut
tergambar dalam Tabel 12.
Tabel 12. Unit Kelembagaan Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten
Soppeng
No Nama Kelembagaan Jumlah (Unit)
1 Kelompok Tani Tanaman Pangan 4
2 Kelompok Tani Perkebunan 4
3 Kelompok Tani Sutera 4
4 Kelompok Tani Perternakan 2
5 Kelompok Tani Perikanan 2
6 Kelompok PKK 3
Jumlah 19
Sumber : Data Sekunder Desa Pising, 2019
Tabel 12, menunjukkan bahwa kelompok tani pertanian sebanyak 8
kelompok yang dari kelompok tani tanaman pakan dan kelompok tani
perkebunan. Dari 4 kelompok tani sutera yang masih eksis, salah satu kelompok
adalah kelompok Tani Sabbe’ta yang beranggotakan 12 orang.
39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identitas Responden
Identitas responden merupakan keadaan yang menggambarkan keadaan
umum dari responden masyarakat petani sutera yang masih aktif. Identitas
responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi : jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan, dan luas lahan nilam responden
5.1.1. Jenis Kelamin Responden
Kriteria berdasarkan berdasarkan jenis kelamin peneliti gunakan
untuk membedakan responden laki-laki dan perempuan. Jumlah responden
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 12 di bawa ini:
Tsbel 13. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
Responden Presentase%
1 Laki- laki 2 20%
2 Perempuan 8 80%
Jumlah 10 100%
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019.
Dari Tabel 13. Di atas menujukan bahwa dari 10 responden di
kampong Sabbe’ta desa Pising Kecamatan Donri-Donri Kabupten
Soppeng pengelola ulat sutera dominan perempuan yang memelihara ulat
sutera dengan jumlah 8 responden dan laki-laki 2 responden.
40
5.1.2. Umur Responden
Dalam pelaksanaan pengelolaan persuteraan alam di Kampung
Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng
terdapat 10 responden yang dipilih secara purposive sampling. Responden
terdiri dari 2 orang laki-laki dan 8 orang perempuan yang diwawancarai
dengan metode wawancara terstruktur menggunakan kuisioner dengan
umur responden di rata- ratakan 54 tahun
Tabel 14. Karakteristik responden petani sutera alam berdasarkan kelompok
umur di Kampung Sabbe’ta Desa Pising, Kcamatan Donri-Donri,
Kabupaten Soppeng.
No
Rata-Rata
Kelompok
Umur
Jumlah Responden Presentase%
1 ≤ 54 2 20%
2 ≥54 8 80%
Jumlah 10 100%
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019.
Dari Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa dari 10 respomden di
kampong Sabbe’ta desa Pising Kecamatan Donri-Donri Kabupten Soppeng
usia petani sutera pada umumnya di rata-ratakan umur 54 dan dominan
perempuan yang memelihara ulat sutera dengan jumlah 8 responden dan
presentasenya 80% dan laki- laki 2 responden dan presentase 20%..
5.1.3. Tingkat Pendidikan Responden Pengelola Persuteraan Alam
Pendidikan sangat penting dimiliki bagi seseorang. Tingkat
pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pada mengelolah usaha
mereka dalam bertani ulat sutera untuk meningkatkan jumlah produksi dan
pendapatannya. Tingkat pendidikan dan besar pendapatan seseorang juga
41
mempunyai hubungan satu sama lain. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin banyak pula pengetahuan dan pengalaman yang
di peroleh sehingga mereka mampu untuk menerapkan dalam kehidupan
terutama dalam mengelolah tanaman murbei. untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 13 berikut.
Tabel 15. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Respondan Petani Sutera Kampung
Sabbe’ta, Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
No. Tingkat pendidikan Jumlah responden
(orang) Persentase (%)
1. Tidak tamat SD 0 0 %
2. SD 4 40 %
3. SMP 0 0 %
4. SMA/SMK 5 50 %
5. S1 1 10%
Jumlah 10 100 %
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 10 responden di
kampong Sabbe’ta desa Pising Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
terdapat 4 orang yang tamat SD dengan persentase 40% dan yang tamat SMA
sebanyak 15 orang dengan persentase 50% sedangkan untuk tingkat pendidikan
S1 terdapat 1 orang dengan persentase 10%
42
5.1.4. Luas Lahan Responden Pengelola Ulat Sutera
Luas lahan tanaman murbei dari peteni sutera memiliki luas yang
berbedah-bedah Luas kepemilikan lahan petani dapat dilihat pada Tabel
berikut :
Tabel 16. Tabel luas kepemilikan lahan petani responden.
No. Nama Responden Luas Tanaman Murbei (ha)
1. Manji 1
2. Haerana 0,5
3. Andi fitriani 1
4. Nursamang 0,5
5. Mardawia 0,5
6. Muliati 0,5
7. Makka 1
8. Nurdin 1
9. Jumria 0,5
10. Nursi 0.5
Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2019
Berdasakan Tabel 16 dapat dilihat bahwa kepemilikan lahan petani
didalam penelitian ini dapat dibedakan atas beberapa luasan lahan yaitu :> 1.0
Ha, 0.5 – 1.0 Ha dan <0.5 Ha serta tidak memiliki lahan (0 Ha). Umumnya
petani pemilik lahan dengan luasan antara 0.5 – 1.0 ha mampu mencukupi
kebutuhan pakannya, karena ada mekanisme penjatahan telur ulat sutera
sebesar 0.5 – 1.0 box per rumah tangga.
5.2. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera
1. Budidaya tanaman Murbei
Budidaya tanaman murbei meliputi pembibitan, persiapan tanam,
penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen yang dilakukan secara
intensif dengan memperhatikan konservasi tanah dan air. BPSKL dan Perum
43
Perhutani sebagai BUMM sekktor kehutana dengan dengan tugas dan
peranya agen pembangunan ikut berperan aktif dalam uasaha persuteraan
alam terutamaa meningkatkan kualitas murbei
a. Pemeliharaan Hal-hal yang harus dilakukan adalah penyiangan,
pendangiran, pemangkasan, pemupukan serta pengendalian hama dan
penyakit.
b. Panen dan Pasca Panen Tanaman murbei memerlukan pemangkasan atau
pruning berkala, tanaman yang telah dipangkas dengan baik akan
menumbuhkan tunas muda yang cukup banyak dan dapat dimanfaatkan
sebagai makanan ulat sutera
2. Pemelihara Ulat Suter
Pemeliharaan ulat sutera ini jika dilihat dari segi pemenuhan
tenaga kerja untuk pengelolahan tanaman murbei dilakukan oleh para petani
sendiri sedangkan pada pemeliharaan ulat sutera para petani juga tidak
mempergunakan tenaga kerja untuk memelihara ulat suteranya, melainkan
para petani itu sendiri saja yang melakukan pemeliharaan di kolong rumah
masing-masing dari umur ulat sehari hingga umur ulat pada saat pemintalan
atau biasanya rata-rata 21 hari.
Rata-rata petani pemelihara ulat sutera yang mulai dengan umur
ulat sehari hingga dilakukannya pemintalan mereka mampu mengelola
sendiri dari hasil pemeliharaannya da nada juga yang menyewa tenaga kerja
untuk pemintalan. Para petani yang ada di Kampung Sabbe’ta desa Pising
44
sekarang ini melakukan pemeliharaan secara individu bukan secara
berkelompok lagi.
Dengan adanya beberapa kelompok tani yang ada di Kampung
Sabbe’ta desa Pising mereka merasa mampu memilihara secara individu
dibandingkan memelihara secara kelompok, yang dimaksud pemeliharaan
berkelompok itu ketua kelompok tani dan anggotanya telah sepakat untuk
penempatan ulat yang telah ada disalah satu rumah petani yang bersedia
menampung bibit ulat yang banyak. Tetapi untuk sekarang ini petani sutera
di Kampung Sabbe’ta desa Pising melakukan pemeliharaan ulat sutera secara
individu karena petani merasa lebih mendapatkan keuntungan yang lebih
dengan cara memelihara secara individu dibandingkan secara berkelompok.
Rata-ratanya petani tidak menggunakan tenaga kerja untuk
pemeliharaan ulat sutera ini melainkan mereka memelihara ulat hingga
pemintalan secara individu, tetapi ada petani setelah melakukan pengokonan
petani tersebut tidak melakukan pemintalan sendiri, dikarenakan petani itu
tidak memiliki alat pemintalan dan dari sisi lain petani itu juga merupakan
kerja sampingan dalam melakukan pemeliharaan ulat sutera ini.
Dengan tidak adanya alat pemintalan ulat sutera petani menyewa
tenaga kerja untuk melakukan pemintalan kokon tersebut. Dari tenaga kerja
yang disewakan petani untuk melakukan pemintalan tenaga kerja tersebut
melakukan hitungan untuk pemintalan dengan seharga Rp. 60.000,- per
kilogram benang untuk upah sewa tenaga kerja pemintal dan ada juga yang
bekerja dalam perperiode dengan upah 700.000 per periode. Tenaga kerja
45
untuk pemintalan kokon berasal dari kelurahan itu sendiri, petani lain yang
sedang melakukan pemintalan pada kokonnya sendiri disitulah petani lainnya
melakukan penyewaan tenaga kerja untuk dibuatnya menjadi benang sutera.
Petani yang menyewa tenaga kerja tidak hanya memilih begitu saja
untuk melakukan pemintalan pada kokon yang dihasilkan dalam
pemeliliharaan ulat suteranya melainkan petani tersebut mencari tenaga kerja
yang cara mengerjakan pemintalannya maksimal dan bagus.
Karena pada saat proses pemintalan cara pemintalannya kurang
baik para pedagang juga mengetahui bahwa pada saat sudah menjadi benang
proses pemintalannya baik atau buruk, dengan cara menandakan pada saat
pemintalan dilakukan proses pemintalan untuk menjadi benang sutera itu
tidak putus-putus sehingga dari hasil pemintalannya menghasilkan benang
sutera yang baik dan memiliki nilai jual yang tinggi sehingga lebih
menguntungkan lagi untuk para petani sutera. Maka dari itulah dalam
pemenuhan tenaga kerja petani juga harus memilih-milih dengan baik agar
proses pengerjaan kokonnya menjadi baik dan yang dihasilkan pada saat
menjadi benang juga dihasilkannya dengan baik.
Pengelolahan hasil pemelihara ulat sutera tergantung dari berapa
box yang petani dipelihara. Penghasilan para petani yang didapatkan
tergantung dari bibit apa yang mereka pelihara, misalnya bibit lokal dan bibit
China. Dari harga bibit China dengan bibit lokal jauh berbeda dengan hasil
yang diuntungkan karena para pedagang lebih memilih benang sutera dari
hasil pemeliharaan bibit Cina.
46
Harga bibit China seharga kurang lebih Rp 320.000 perbox
sedangkan bibit lokal dengan harga kurang lebih Rp 80.000 perbox. Dari
harga bibit saja petani bisa menerka bahwa hasil kokon dari bibit China jauh
lebih baik dan lebih menguntungkan. Akan tetapi saat ini bibit China sudah
tidak diijinkan lagi untuk masuk dalam pemasaran karena adanya larangan
dari pemerintah. Tetapi apabila dengan adanya program impor kembali bibit
China kepada para petani maka petani lebih merasa diringankan dan tidak
terbebani lagi dengan masalah perolehan bibit yang baik.
Hasil dari kokon pemeliharaan bibit China dibandingkan dengan
bibit lokal yang dipelihara petani jauh baik.kokon yang dihasilkan bibit China
sangat memuaskan sedangkan kokon yang dihasilkan bibit lokal kadang tak
sesuai dengan yang diharapkan oleh petani. Dalam satu box bibit China bisa
menghasilkan 50 kg kokon dan menghasilkan benang sebanyak 4-5 kg
benang, otomatis petani akan menghasilkan Rp. 2.500.000/ bulan (panen).
Seperti yang kita ketahui harga benang saat ini berkisar Rp.400.000,00 –
500.000,00 perkilonya. Sedangkan bibit lokal menghasilkan setengah dari
yang dihasilkan bibit China kadang kala juga bibit lokal tak ada hasil
sedikitpun diakibatkan karena kualitas bibit yang kurang baik. Maka dari itu
petani mengharapkan program penyediaan bibit yang berkualitas agar usaha
tani mereka bisa sukses kembali.
Dengan adanya masalah tersebut sekarang ini petani sutera sudah
berkurang yang memelihara hanya sebagian dari petani yang hanya
mengharapkan dari hasil tani ulat sutera tersebut. Karena hanya dengan
47
bertani ulat sutera ini mereka bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga
mereka. Akan tetapi dengan meningkatnya harga benang petani bisa
mendapatkan keuntungan dari hasil pemintalan tersebut.
Berikut Tabel 17 Distribusi Persentase Responden Pemelihara Ulat
Sutera Menurut Pendapatan perbulan (setiap kali panen) secara individu.
Tabel 17. Distribusi Persentase Responden Pemelihara Ulat Sutera dan
Pemintal Menurut Pendapatan perbulan (setiap kali panen) secara
individu.
No. Jumlah Pendapatan Perbulan Banyaknya Persentase
(100%)
1. Rp. 900.000 – Rp. 1.500.000 1 10
2. Rp. 500.000 – Rp. 900.000 5 50
3. Rp. 200.000 – Rp. 500.000 4 40
Jumlah 10 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah 2019
Dari Tabel 17 diatas dapat dilihat bahwa presentase dari pendapatan
setiap kali panen (Perbulan), harga dari pendapatan RP.900.000 –
RP.1.500.000 persentasenya 10%, RP.500.000 – RP.900.000 persentasenya
50%, dan RP.200.000 -. RP.500.000 persentasenya 40%.
5.3.Perkembangan Lembaga Pengelola Persuteraan Alam
Kelembagaan merupakan suatu tatanan dan pola hubungan antara
anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat
menentukan bentuk-bentuk hubungan antara manusia dan atau antara
organisasi. Kelembagaan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam upaya mencapai tujuan. Hasil pengamatan lapangan menunjukan bahwa
tujuan pengembangan persuteraan alam di daerah ini masih jauh dari yang
diharapkan. Namun upaya-upaya terus dilakukan untuk memantapkan sistem
kelembagaan usaha persuteraan alam rakyat di Kabupaten Soppeng. Saat ini di
48
Kabupaten Soppeng terdapat lembaga yang mengurusi persuteraan al am di
daerah ini mulai dari hulu hingga hilir.
Pada tahun 1990 Pemerintah membangun Proyek Pembinaan
Persuteraan Alam Sulawesi Selatan. Tahun 1978 sampai dengan 1985 diadakan
kerjasama teknik antara Direktorat Jenderal Kehutanan dengan Pemerintah
Jepang dalam kegiatan Persuteraan Alam melalui Proyek Kerjasama ATA-72.
Pada tahun 1984 dengan Keputusan Mentri Kehutanan No.097/kpts-II/1984
ditetapkan organisasi dan Tata Kerja Balai Persuteraan Alam, dengan tugas
melaksanakan dan memberikan bimbingan teknis persuteraan alam.Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut Balai Persuteraan Alam mempunyai fungsi
melakukan produksi dan penyaluran telur ulat sutera, memberikan bimbingan
teknis persuteraan alam, melakukan perakitan dan uji coba teknik persuteraan
alam, melakukan urusan tata usaha.
Lembaga yang ada di Kabupaten Soppeng yang mengurusi sutera alam
antara lain adalah:
1. Balai Perhutanan Ssosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL)
2. Perum Perhutani
3. KPHPL Walanae
Untuk mencapai tujuan pengembangan persuteraan alam di daerah ini,
maka lembaga-lembaga tersebut perlu diberi peran sesuai tugas pokok dan
fungsi masing-masing lembaga tersebut sehingga kegiatan persuteraan alam di
daerah ini benar-benar berjalan dengan sistem pengelolaan terpadu.
49
5.4. Peran Pemangku kepentingan Persuteraan Alam
Peran Pemangku Kepentingan (stakeholder) yang memiliki kepentingan
dalam pengembangan persuteraan alam.Stakeholder memiliki tugas dan fungsi
masing-masing :
1. Balai Perhutanan Soaial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL)
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1663) tentang
Penyelenggaraan kerja sama pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi,
dapat berupa usaha pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sala satu Pemanfaatan
Kawasan pada kawasan Hutan Produksi yaitu Budidaya Ulat Sutera.
Struktur organisasi Balai Persuteraan Alam terdiri atas Kepala Badai,
Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Produksi dan Penyaluran Telur, Seksi
Bimbingan Teknis dan Kelompok Tenaga Teknik Persuteraan Alam terdapat
di Ujung Pandang Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 1986 dengan
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 02/Menhut-II/86
ditetapkan Crash Program Penanganan Persuteraan Alam di Sulawesi Selatan.
Dalam keputusan tersebut diinstruksikan kepada Direktur Jenderal Reboisasi
dan Rehabilitasi Lahan; Kepada Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan dan Direktur Utama Perum Perhutani untuk segera melakukan
crash program penanganan persuteraan alam di Provinsi Selawesi Selatan
dibawah koordinasi Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan.
50
Fungsi masing-masing adalah sebagai berikut: Direktorat Jenderal
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan melaksanakan kegiatan-kegiatan dibidang:
Penyuluhan persuteran alam dan paket teknologi tepat guna, Sertifikasi
bibit/telur ulat sutera, monitoring dan evaluasi pelaksanaan, pengembangan
dan dampak budidaya persuteraan alam. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan melaksanakan kegiatan dibidang Pemuliaan ulat dan pohon
murbei, Pengendalian hama dan penyakit, Pengadaan Penciptaan teknologi
baru dibidang pengusahaan persuteraan alam.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Balai Persuteraan Alam
mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana pengembangan persuteraan alam.
b. Pemeliharaan bibit induk ulat sutera.
c. Pengujian mutu dan penerapan teknologi persuteraan alam.
d. Pemantauan produksi, peredaran dan distribusi bibit telur ulat sutera.
e. Pelaksanaan sertifikasi dan akreditasi lembaga sertifikasi ulat sutera.
f. Pengelolaan sistem informasi persuteraan alam.
g. Pelaksa naan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai
2. Perum Perhutani
Perum perhutani sebagai BUMN di sektor kehutanan dengan tugas dan
perannya sebagai agen pembangunan ikut berperan aktif dalam pengembangan
usaha persuteraan alam. Perum Perhutani melaksanakan kegiatan dibidang
pengusahaan persuteraan alam meliputi produksi dan penyaluran telur,
51
pemintalan dan pemasaran benang sutera termasuk penyediaan sarana
produksi.
Penyebab utama anjloknya produksi sutera alam Sulawesi Selatan
karena adanya gangguan penyakit seperti virus dan bakteri.Produksi benang
sutera alam di Sulawesi Selatan mengalami penurunan drastis. Pada tahun
2008 Sulawesi Selatan masih mampu menghasilkan 36,7 ton benang sutera.
Jumlah itu lebih tinggi dari produksi tahun 2009 yang mencapai 15,8 ton.
Sedangkan pada tahun 2010 menunjukan produksi benang sutera di Sulawesi
Selatan hanya mencapai 14,9 ton.
3. KPHL Walanae
KPHP Walanae merupakan unit pelaksana teknis pada dinas kehutanan
dan perkebunan kabupaten Soppeng yang mempunyai tugas pokok sebagai
tempat pengembangan sutera alam. Ditandai dengan dibangunnya tempat
pemeliharaan sutera alam dan kokon serta penanaman murbei. Sehingga
nantinya masyarakat akan dilibatkan dalam pengelolaan sutera alam di KPHL
Walanae tersebut. KPHL Walanae sebagai penyedia lahan dan memberikan
fasilitas untuk pengembangan persuteraan alam di Kabupaten Soppeng, tapi
yang mengelola lahan tersebebut adalah masyarakat.
Penetapan Wilayah KPH Provinsi Sulawesi Selatan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Keputusan Menteri Nomor S
K.665/MENLHK/setjen/PLA. 0/11/2017, tanggal 28 November 2017 tentang
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan
Hutan Produksi Provinsi Sulawesi Selatan, menetapkan luas wilayah KPH di
52
Provinsi Sulawesi Selatan seluas ± 1.819.100 Ha;yang terbagi ke dalam 16
unit, yaitu KPHL sebanyak 13 unit seluas ± 1.556.219 Ha dan KPHP
sebanyak 3 unit dengan luas± 262.881 ha. Dari total luas ± 1.819.100 Ha
tersebut dibagi ke dalam fungsi Hutan Lindung (HL) seluas± 1.212.258 Ha,
Hutan Produksi Tetap (HPT) seluas ± 483.351 Ha dan Hutan Produksi
(HP)seluas±123.491Ha, terdiri dari Hutan Lindung (HL) seluas± 39.396 Ha,
Hutan Produksi Tetap (HPT) seluas ± 11.035 Ha dan Hutan Produksi (HP)
seluas±14.161Ha.
Pengelolaan Hutan Produksi Pada Dinas Kehutanan Kabupaten
Soppeng KPHL Walanae dibentuk sebagai penyelenggara salah satu tugas
model yaitu pengembangan sutera alam. Dalam rangka mendukung
Pelaksanaan Tugas KPH Kab/Kota dibentuk resort KPH Kab/Kota yang
dipimpin oleh Kepala Resort KPH Kab/Kota yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala KPH Kab/Kota.
Tabel 18. Daftar Peran Pemangku Kepentingan yang terkait skema kolaborasi
para pihak dalam pengelola Ulat Sutera
Sumber :Data Primer Setelah Diolah 2019
Dari Tabel 18 diatas menjelaskan bahwa peran pemangku kepentingan
terkait langsung dalam skema kolaborasi para pihak dalam penyelolaan ulat sutera
yang ada di Kabupaten Soppeng, di mana Perum perhutani berkaitan langsung
No Stakeholder
Terkait
Langsung
Terkait tidak
Langsung
1 Perum Perhutani -
2 KPHL Walanae -
3 BPSKL -
4 Pemeliharaan ulat sutera (Petani) -
5 Pemintal -
6 Penenun -
53
dalam pengelola ualat sutera karena produksi dan penyuluhan telur, KPHL
Walanae Berkaitan langsung karena sebaagai penyenlanggara dan membanguan
tempat pemeliharaan sutera alam dan kokon serta penanaman murbei, BPSKL
berkaitan langsung karena memberikan penyuluhan persuteraan alam dan praket
teknologi tepat guna, sertifikasi bibit/telur ulat sutera, Pemeliharaan Ulat Sutera
(Petani) berkaitan langsung karena Sebagai pemeran utama dalam pengembangan
persuteraan alam, Pemintal berkaitan langsung dalam pengelola kokon menjadi
benang, dan Penenun berkaitan langsunga karena sebagai pembuatan kain dari
benang sutera
Table 19. Matriks Analisis Peram Pemangku Kepentingan
Skateholder
Kekutan (power)
Kepentingan (interest)
Letigimasi (letigimacy)
Besar Sedang Kecil Besar Sedang Kecil Besar Sedang Kecil
Perum
Perhutani
KPHL Walane
BPSKL
Petani
Pemintal
Penenun
Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2019
Dari Tabel 19. Matriks analisis Peran Pemangku Kepentingan yang terkait
skema kolaborasi para pihak dalam pengelolaan Ulat Sutera bahwa dari segi
kekuatan, kepentingan dan letigimasi semua stekholder menunjukan hubungan
yang besar seperti berikut ini:
1. Perum Perhutani Sebagai BUMN memiliki kekuatan, Kepentingan, dan
Letigimasi besar karena Perum Perhutani melaksanakan kegiatan dibidang
pengusahaan persuteraan alam meliputi produksi dan penyuluhan telur,
54
pemintalan dan pemasaraan benang sutera termasuk penyadiaan sarana
produksi.
2. KPH Walanae Kekuatan, kepentingan, dan Letigimasi hubungannya
sangat besar karena sebagai penyelenggara dan membanguan tempat
pemeliharaan sutera alam dan kokon serta penanaman murbei sehingga
nantinya masyarakat akan dilinatkan dalam pengembangan persuteraan
alam.
3. BPSKL Kekuatan, kepentingan, Letigimasi hubungannya besar karena
memberikan penyuluhan persuteraan alam dan praktek teknologi tepat
guna, sertifikasi bibit/telur ulat sutera, monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pengembanagn dan dampak budidaya persuteraan alam.
4. Petani Kekuatan, kepentingan, Letigimasi hubungannya besar karena
Sebagai pemeran utama dalam pengembangan persuteraan alam.
5. Pemintal Kekuatan, kepentingan, Letigimasinya besar karena Sebagai
pemintalan kokon dari petani ulat sutra.
6. Penenun Kekuatan, kepentingan, Letigimasinya besar karena sebagai
buatan kain dari benang sutera .
Tabel 20. Matriks Analisis Keterkaitan Stakeholder
No Matriks Keterkaitan
1 Pemerintah Terkait
2 Pelaku Usaha Terkait
3 Petani Terkait
4 BUMN Terkait
Sumbe : Data Primer Setelah Diolah 2019
Dari Tabel 20. Mununjukan bahwa hubungan antara stakeholder dengan
petani persutraan alam terkait satu sama lain, dimana stakeholder memiliki peran
55
sangat penting dalam kegiatan persuteraan ini. Untuk mengetahui tugas pokok
dari pemangku kepentingan dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini.
Pihak terkait (Stakeholder) yang memiliki hubungan keterkaitan dan
kepentingan dalam pengembangan persuteraan alam dan memiliki tugas dan
fungsi masing-masing di antaranya pada bagan berikut:
Gambar 2. Hubungan Keterkaitan
1. Pemerintah
Pemerintah berkepentingan untuk membangun perekonomian berbasis
kerakyatan yang mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat luas terutama
masyarakat pedesaan, yaitu dengan cara membuka lapangan kerja, penyerapan
tenaga kerja dan penghapusan kemiskinan serta meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerah dan perolehan devisa Negara.
Berkembangnya kapasitas wirausaha akan menggerakkan usaha-usaha
baru yang pada gilirannya menggerakkan ekonomi dan menciptakan lapangan
pekerjaan. Untuk mendukung hal tersebut, peningkatan efisiensi dengan
pemanfaatan teknologi digital pun diharapkan akan membawa dampak yang
BUMN
pemerintah Pelaku Usaha
Petani
56
signifikan terhadap peningkatan daya saing perekonomian Indonesia.
Pemerintah dapat memberikan bantuan modal usaha bagi para petani ataupun
pelaku usaha melalui lembaga keuangan.
2. Pelaku usaha
Pelaku usaha memiliki kemampuan, fasilitas produk dan pasar
berkepentingan agar usaha yang dijalankan berkembang, menguntungkan dan
berkelanjutan. Pelaku usaha dengan pemerintah melakukan kerja sama
mendapatkan izin untuk membuka usaha, baik usaha mikro maupun usaha
makro. Keterkaitan pelaku usaha dengan petani yaitu menjadi mitra kerja
dalam menampung atau membeli hasil dari petani. Kemudian keterkaitan
pelaku usaha dengan lembaga keuangan yaitu pelaku usaha bisa mendapatkan
modal awal dalam membuka usaha.
3. Petani
Petani selaku pemasok bahan baku (kokon) berkepentingan terhadap
kepastian usahanya karena adanya jaminan pasar yang menguntungkan. Petani
dalam keterkaitannya dengan pemerintah yaitu mendapatkan bantuan usaha
kerja berupa alat dan bahan dalam proses pengelolaan ulat sutera. Katerkaitan
petani dengan pelaku usaha yaitu petani menjadi pemasok bahan baku atau
bahan mentah bagi pelaku usaha ulat sutera. Kemudian untuk keterkaitan
petani dengan lembaga keuangan yaitu petani mendapatkan dana untuk
kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan kesejateraan para petani atau
menyalurkan dana yang dimilikinya untuk usaha produktif dari nasabah yang
baik dan memberikan keuntunga
57
4. BUMN
Perum perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di
sektor kehutanan dengan tugas dan perannya sebagai agen pembangunan ikut
berperan aktif dalam pengembangan usaha persuteraan alam. Perum Perhutani
melaksanakan kegiatan dibidang pengusahaan persuteraan alam meliputi
produksi dan penyaluran telur, pemintalan dan pemasaran benang sutera
termasuk penyediaan sarana produksi.
Tabel 21. Tugas Pokok dari para pihak Pemangku kepentingan dalam pengelolaan
sutera alam..
No Instansi Tugas Pokok
1 Perum Perhutani
Sebagai penyedia bibit ulat sutera,
peningkatan kualitas bibit ulat sutera,
peningkatan kualitas murbei, pemberdayaan
masyarakat, pengembangan pasar.
2 KPHL Walanaee
Menyediakan penyuluh terhadap petani,
bantuan sarana dan perlindungan terhadap
tanaman murbei dan pemeliharaan ulat
sutera
3 BPSKL
Penyusunan rencana pengembangan
persuteraan alam, pemeliharaan induk bibit
ulat sutera, pengujian mutu dan penerapan
teknologi persuteraan alam.
4 Pemelihara Ulat Sutera
(Petani)
Sebagai pemeran utama dalam
pengembangan persuteraan alam
5 Pemintalan Sebagai pemintalan kokon dari petani ulat
sutra
6 Penenun Menenun benang sutera yang suda di pintal
Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2019
Dari Tabel 21. Menunjukan bahwa setiap responden memiliki tugas pokok
dari para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan ulat sutera dari Perum
Perhutani sebagai penyadiaan bibit ulat,meningkatkan kualitas bibit,
meningkatkan kualitas murbei, dan memberdaya masyarakat dari KPHL Walanae
58
menyediakan penuluhan terhadap petani bantuan sarana pemaliharaan ulat sutera
sedangkan BPSKL menyusun rencana pengembangan persuteraan alam,
pemeliharaan bibi ulat sutera, dan peranan teknologi persuteraan alam, kemdian
pemeliharaan ulat sutera sebagai peran utama dalam pengembangan persuteraan
alam.
Berikut tabel tingkat kepentingan dari para pihak stakeholder terhadap
kelembagaan pengelolaan sutera alam dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 22. Seberapa penting peran para pihak terhadap pengelola ulat sutera
No Para pihak
Tingkat
kepentingan para
pihak
1= Tdk penting
2= Agak penting
3= Cukup Penting
4= Sangat penting
5= Penting sekali
Tingkat pengaruh para
pihak
1= Tdk berpengaruh
2= Agak berpengaruh
3= Cukup berpengaruh
4= Sangat berpengaruh
5=berpengaruh sekali
1 Perum Perhutani 5 5
2 KPHL Walanee 3 3
3 BPSKL 5 5
4 Pemelihara Ulat Sutera
(Petani) 5 5
5 Pemintalan 5 5
6 Penenun 5 5
Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2019
Dari Tabel 22 diatas dapat disimpulkan bahwa setiap stakeholder memiliki
kepentingan yang sangat penting terhadap pengelolaan sutera alam, karena pada
setiap pihak memiliki peran dan fungsi masing-masing yang berperan dalam
pengembangan pengelolaan sutera alam di antaranya:
1. Perum Perhutani memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh dalam
pengelola ulat sutera karena sebagai penyedia bibit ulat sutera, meningkatkan
59
kualitas bibit ulat sutera, tanaman murbei, pemberdayaan masyarakat, dan
pengembangan pasar.
2. KPHL Walanae memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh dalam
pengelolaan ulat sutera karena menyediaka penyuluh terhadap petani bantuan
sarana pemelihara ulat sutera.
3. BPSKL memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh dalam
pengelolaan ulat sutera karena dapat menyusun rencana pengembagan
persuteraan alam, pemeliharaan induk bibit ulat sutera, meguji mutu dan
penerapan teknologi persuteraan alam.
4. Petani memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh dalam pengelolaan
ulat sutera karena petanilah sebagai peran utama dalam pegembangan
persuteraan alam.
5. Pemintalan memiliki tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh dalam
pengelolaan ulat sutera alam karena sebagai pemintalan kokon dalam dari
hasil pemeliharaan dari petani.
6. Penenun memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh dalam pengelolaan ulat
sutera karena pembuatan benang sutera dari hasil pemintalan.
5.5. Perkembangan Persuteraan Alam di Kampung sabbe’ta desa Pising
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
Kabupaten Soppeng merupakan salah satu dari 3 (tiga) kabupaten di
Provinsi Sulawesi Selatan yang menjadi daerah pengembangan utama persuteraan
alam. Kabupaten yang menjadi daerah pengembangan persuteraan alam di
Sulawesi Selatan yakni: 1) Kabupaten Wajo, 2) Kabupaten Soppeng dan 3)
60
Kabupaten Enrekang. Kondisi persuteraan alam di Kabupaten Soppeng mulai dari
hulu hingga hilir saat ini, bervariasi dari satu kecamatan dengan kecamatan
lainnya. Saat ini kelompok tani yang aktif menanam murbei di Kabupaten
Soppeng di Kampung sabbe’ta desa Pising Kecamatan Donri-Donri sebanyak 4
kelompok tani.
Hasil wawancara dengan pelaku usaha persuteraan alam di Kampung
Sabbe’ta, desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng menunjukan
bahwa penurunan aktivitas persuteraan alam di daerah ini, secara umum
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Tidak tersedianya telur ulat berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tersedia
pada saat diperlukan.
2. Tidak tersedianya tenaga penyuluh yang mendampingi petani dalam usaha
persuteraan alam.
3. Kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam kebijakan penganggaran dan
pengorganisasian petani sutera.
4. Belum tersedianya sarana dan prasarana pengendalian penyakit dan kesehatan
ulat.
5. Kurang perhatiannya petani terhadap proses pemeliharaan ulat sutera yang
baik dan benar
6. Harga kokon yang rendah sehingga usaha persuteraan alam tidak mampu
bersaing dengan komoditas pertanian lainnya seperti jagung kuning di
Kabupaten Soppeng, Wajo dan beberapa daerah lainnya serta hortikultura dan
61
sayur-sayuran di Kabupaten Enrekang. Ketiga daerah tersebut merupakan
sentra persuteraan alam di Sulawesi Selatan.
7. Tidak tersedianya modal bagi petani sutera alam.
8. Adanya persaingan tidak sempurna dalam penjualan hasil tenun.
Ketujuh faktor tersebut di atas yang menyebabkan kurang berkembangnya
usaha persuteraan alam di Kabupaten Soppeng.
Oleh karena itu, selama generasi dengan budaya sutera ini masih ada,
maka strategi dan upaya untuk mengembangkan persuteraan alam ini memiliki
peluang untuk bangkit kembali. Semua hambatan-hambatan yang ada perlu diatasi
secara bersama-sama dalam satu keterpaduan yang terkordinir dengan baik dan
melibatkan semua pemangku kepentingan di daerah ini.Untuk itu Pemerintah
Kabupaten Soppeng perlu mengambil inisiatif untuk mengembangkan kembali
persuteraan alam di daerah ini.
62
Berikut tabel hasil wawancara dengan pelaku pengelolaan persuteraan
alam di Kabupaten Soppeng.
Tabel 23. .Hasil wawancara dengan pelaku pengelolaan persuteraan alam di
Kabupaten Soppeng.
No. Responden Hasil Wawancara
1. Perum Perhutani
Selaluh melakuakn penyuluhan yang mendampingi petani dalam usaha
persuteraan alam.
Kurang perhatiannya petani terhadap proses pemeliharaan yang baik dan benar
2. BPSKL Selaluh melakukan penyuluhan dan
mendampingi petani dalam usaha
persuteraan alam.
4. KPHL Walanae Melakukan penyuluhan terhadap petani,
bantuan sarana pemeliharaan ulat sutera,
5. Pemelihara Ulat Sutera
Tidak tersedianya telur ulat berkualitas
dalam jumlah yang cukup dan tersedia pada
saat diperlukan
Harga kokon yang rendah
6. Penenun Penenun yang di gunakan bukan asli orang
soppeng tapi dari wajo
Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2019
Dari Tabel 23. Menunjuka bahwa hasil wawancara dari setiap responden,
dari Perum Perhutani selaluh pehatiannya petani terhadap proses pemeliharaan
yang baik dan benar dan BPSKL melakukan penyuluhan yang mendampingi
petani dalam usaha persuteraan alam, KPHL Walanae belum persedianya sarana
dan prasarana pengendalian penyakit dan kesehatan ulat sedangkan pemeliharaan
ulat sutera tudak tersedianya telur ulat berkualitas dalam jumlah yang cukup dan
persedia pada saat di butukan.
63
Untuk mengembangkan kembali persuteraan alam di Kabupaten Soppeng,
maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Ketersediaan bibit
Bibit ulat sutera merupakan salah satu komponen utama dalam
budidaya ulat sutera. Bibit ulat sutera yang berkualitas baik harus tersedia
dalam jumlah yang cukup dan tersedia pada saat diperlukan. Bibit ulat sutera
yang dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Soppeng pada umumnya
dipasok oleh Perum Perhutani dan impor dari China. Distribusi telur baik dari
Perum Perhutani maupun dari import, pada umumnya tidak diikuti pembinaan
dan petunjuk yang jelas tentang bagaimana memperlakukan bibit-bibit
tersebut dengan baik sesuai kondisi yang diperlukan masing-masing bibit.
Akibatnya adalah munculnya persepsi tentang adanya perbedaan hasil dari
kedua bibit tersebut. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah munculnya
anggapan bahwa bibit jenis tertentu lebih baik dari bibit yang lainnya.
2. Kesehatan Ulat
Salah satu faktor penting dalam keberhasilan budidaya ulat adalah
kesehatan ulat. Kesehatan ulat ini dapat dibagi atas kesehatan yang terkait
dengan pathogen/virus dan kesehatan ulat yang terkait dengan lingkungannya.
Kedua faktor kesehatan dalam pemeliharaan ulat tersebut di atas ini tidak
banyak mendapat perhatian dari petani. Banyak ulat yang pertumbuhannya
tidak optimal baik karena serangan pathogen/virus maupun karena kesehatan
lingkungannya tidak baik. Di beberapa daerah sentra budidaya ulat, terjadi
kegagalan disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap kesehatan ulat ini.
64
Oleh karena itu, dalam upaya mengembangkan kembali persuteraan
alam di Kabupaten Soppeng ini maka diperlukan penyuluh yang akan
mendampingi petani dalam melakukan usaha budidaya sutera alam ini.
Penyuluh harus memahami dengan baik persyaratan lokasi tempat budidaya
ulat dan mengetahui dengan baik gejala berbagai penyakit dan langkah
pengendaliannya. Secara umum lokasi budidaya ulat sutera harus terbebas dari
sampah dengan bau yang menyengat, asap, kebisingan, tembakau dan lain-
lain. Lokasi harus bersih, dengan udara yang segar serta suhu dan kelembaban
yang ideal.
3. Pembinaan
Pembinaan merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan
usaha pemeliharaan ulat sutera. Pembinaan meliputi aspek manajemen usaha,
pilihan teknologi, fasilitas permodalan dan pemasaran hasil. Dalam upaya
mengembangkan kembali persuteraan alam di daerah ini maka pembudidaya
ulat sutera perlu dibentuk dalam kelompok tani sutera alam. Pembinaan
dilakukan melalui kelompok pembudidaya ulat sutera. Dengan pembinaan
yang baik diharapkan pengembangan persuteraan alam akan tercapai dan
kejayaan persuteraan alam di Kabupaten Soppeng akan kembali.
Kegiatan pengembangan persuteraan alam di Kabupaten Soppeng
dapat ditemui di beberapa kecamatan yang ada. Khususnya dalam
pengembangan persuteraan alam dan produksi benang sutera terkonsentrasi di
Ka mpung Sabbe’ta desa Pising Kecamatan Donri-Donri.
65
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Penelitian dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Para Pemangku kepentingan dalam Pengelolaan Ulat Sutera di Kampung
Sabbe’ta, desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng meliputi:
Pemerintah dalam hal ini melelui UPT, BPSKL, KPH Walanae, BUMN
(Perum Perhutani), petani, dan Penenun.
2. Peran pemangku kepentingan dalam kegiatan persuteraan meliputi:
a. BUMN (Perum Perhutani) melaksanakan kegiatan dibidang pengusahaan
persuteraan alam meliputi produksi dan penyaluran telur, pemintalan dan
pemasaran benang sutera termasuk penyediaan sarana produksi.
b. Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) berfungsi
memberikan penyuluhan persuteran alam dan paket teknologi tepat guna,
Sertifikasi bibit/telur ulat sutera, monitoring dan evaluasi pelaksanaan,
pengembangan dan dampak budidaya persuteraan alam.
c. KPHL Walanae berperan sebagai penyelenggara salah satu tugasnya
adalah membangun tempat pemeliharaan sutera alam dan kokon serta
penanaman murbei sehingga nantinya masyarakat akan dilibatkan dalam
dalam pengembangan persuteraan alam.
d. Petani sebagai peran utama dalam pengelola dan pengembangan
persuteraan alam
e. Penenun sebgai pembuatan kain dari hasil benang sutera yang suda di
pintal.
66
6.2. Saran
Adapun saran-saran yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah :
1. Perlu diadakan peningkatan penyuluhan dalam pemeliharaan ulat sutera agar
menghasilkan produk kokon yang lebih baik.
2. Perlu diadakannya penyediaan bibit unggul agar menghasilkan produk kokon
yang lebih baik lagi.
67
DAFTAR PUSTAKA
[BPA] Balai Persuteraan Alam. 2010. Statistik Pengembangan Persuteraan Alam
Tahun 2010. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial: Bili-Bili
Crosby, B.L. 1992. Stakeholder Analysis: A vital tool for strategic managers.
Technical Notes, No. 2, Washington DC : Agency for International
Development, 1992
Molo Hasanuddin. 2017. Model Kolaborasi Menejemen Pengelolaan Huatan Blok
pemberdayaan Kesatuan pengelolaan Hutan produksi Awota Kabupaten
Wajo, Provensi Sulawesi Selatan. Deskripsi Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kaomini, 1986, Perbandingan tumbuhan beberapa jenis murbei (morus sp) di
Peyakumbuh Sumatera Barat. Bulletin Penelitian Hutan
Kartasubrata J. 1986. Partisipasi Rakyat Dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan
Hutan di Jawa (Studi Kehutanan Sosial di Daerah Kawasan Hutan
Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi). [disertasi] Program
Pasca Sarjana IPB. Bogor
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 4 Juni 2014. Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor SK.507/Menhut-II/2014 tentang Penetapan Areal Kerja Hutan
Desa Nagari Paru. Jakarta
Kumar, S. N. 2015. Strategies for adoption of appropriate innovations and
technologies for the development of sericulture in SAARC countries. In
T. R. Gurung, S. M. Bokhtiar, & D. Kumar (Eds.), Sericulture Scenario
in SAARC Region
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Keputusan Menteri
Nomor SK.665/MENLHK/setjen/PLA.0/11/2017, tanggal 28 November
2017 tentang Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
Munawaroh, Kholifatul. 2016. Koordinasi Multistakeholder dalam Proses
Rekruitmen Buruh Migran Asal Kabupaten Lampung Timur (studi
tentang Koordinasi Multistakeholder di Kecamatan Way Jepara,
68
Kabupaten Lampung Timur). Skripsi. Bandar Lampung: Universitas
Lampung. Hlm.32- 33
Nurhaedah. 2013. Parapihak dalam pengembangan persuteraan alam. Info Teknis
Eboni, 10(1): 26–36
Nurrochmat, D.R., Hasan, M.F., Suharjito, D., Hadianto, A., Ekayani, M.,
Sudarmalik., Purwawangsa, H., Mustaghfirin, Ryandi, E.D. 2012.
Ekonomi Politik Kehutanan. Mengurai Mitos dan Fakta Pengelolaan
Hutan. INDEF: Jakarta
Peter Reger, 2003, Ulat Sutera dan Produksi Kokon, Regeonal Economis
Development Program, GTZ Jerman, Jakarta
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1663) tentang
Penyelenggaraan kerja sama pemanfaatan hutan pada kawasan hutan
produksi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.64/MenLHK-
Setjen/2015 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan
Jangka Panjang KPHL dan KPHP.
Sadapotto, A., Kartodihardjo, H., Triwidodo, H., Darusman, D., Sila, M. 2010.
Penataan Institusi untuk Peningkatan Kinerja Persuteraan Alam di
Sulawesi Selatan. Jurnal Forum Pascasarjana. 33 (2) 2010: pp 133-140
Sadapotto, A. 2010. Penataan Institusi untuk Peningkatan Kinerja Persuteraan
Alam di Sulawesi Selatan: Studi Komparasi di Enrekang, Soppeng dan
Louding City, Cina [ d i s e r t a s i ] . B o g o r ( I D ) : S e k o l a h
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Susatejo, Budi, (2008); Pengembangan Persuteraan Alam di Jawa Barat.
Makalah. Dinas Pembinaan dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Barat
69
LAMPIRAN
70
Lampiran 1. Data Mentah
No. Nama
Responden Usia
Jenis
Kelamin
(L/P)
Agama Pendidikan Suku Pekerjaan
Uatama
Pekerjaan
Sampingan Asal Daerah
Jumlah Anggota
Keluarga
1. Nurdin 64 L Islam SMA bugis Petani sutra Mobiler Soppeng 2
2. Manji 60 P Islam SD Bugis Petani sutra berkebun Soppeng 5
3. Baharuddin S.E
52 L Islam
S1 Bugis
Pegawai Perum
perhutani petani
Soppeng
4
4. Mardawia 60 P Islam SMA Bugis Petani sutra - Soppeng 1
5. Nursamang 56 P Islam SD Bugis Petani sutra - Soppeng 1
6. Haerana 79 P Islam SD bugis Petani Sutra - Soppeng 4
7. Muliyati 49 P Islam S1 Bugis Petani Sutra - Soppeng 6
8. Andi Fitriani 33 P Islam SMA Bugis Petani Sutra - Soppeng 5
9. Andi Rosida 45
P Islam S3
Makassar PNS Dinas
Kehutanan -
Makassar 5
10. Makka 53 L Islam SD Bugis Petani Sutra - Soppeng 2
.11 Jumria 46 P Islam SMA Bugis Petani Sutera - Soppeng 4
12 Nursi 44 P Isalam SMA Bugis Petani Sutra - Soppeng 3
13 Nurul huda
yahya 38 P Islam S1 Makassar PNS - Makassar 4
14 Abdul Rakhman
Hmil 58 L Islam S1 Makassar PNS - Makassar 5
71
Lampiran 2. Kuisioner Penelitiam
KUISIONER UNTUK PERUM PERHUTANI
Kuisioner Penelitian
Peran pemangku dalam pengelola ulat sutera di kampung Sabbe’ta Desa Pising
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng.
A. Identitas Responden
No. urut responden : .....................................................................
Tanggal Wawancara : .....................................................................
Nama Responden : .....................................................................
Umur : .....................................................................
Jenis Kelamin : .....................................................................
Agama : .....................................................................
Status : 1. Menikah
2. Belum Menikah
Pekerjaan : 1. Pokok : ....................................
: 2. Sampingan : ....................................
Jumlah anggota keluarga : .....................................................................
Pendidikan Terakhir : .....................................................................
B. Perum Perhutani
1) Bagaimana hubungan perhutani dengan Petani?
.............................................................................................................................
2) Bagaimana hubungan perhutani dengan Dinas Kehutanan?
............................................................................................................................
3) Bagaimana hubungan perhutani dengan Balai Persuteraan?
............................................................................................................................
4) Apa peran dan fungsi Perhutani dalam pengembang sutera di lokasi?
............................................................................................................................
5) Berapa produksi dan penyaluran telur?
............................................................................................................................
72
6) Dimana saja disalurkan?
............................................................................................................................
7) Apakah perum membeli kokon? Jika ya, berapa harganya?
............................................................................................................................
8) Berapa macam bibit yang diproduksi?
............................................................................................................................
73
KUISIONER UNTUK KPHL WALANAE
Kuisioner Penelitian
Peran pemangku dalam pengelola ulat sutera di kampung Sabbe’ta Desa Pising
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng.
A. Identitas Responden
No. urut responden : ..........................................................................
Tanggal Wawancara : ..........................................................................
Nama Responden : ..........................................................................
Umur : ..........................................................................
Jenis Kelamin : ..........................................................................
Agama : ..........................................................................
Status : 1. Menikah
: 2. Belum Menikah
Pekerjaan : 1. Pokok :..............................................
: 2. Sampingan :..............................................
Jumlah anggota keluarga : ..........................................................................
Pendidikan Terakhir : .........................................................................
B. KPHL Walanae :
1. Bagaimana hubungan KPHL Walanae dengan Petani Sutera?
.......................................................................................................................
2. Bagaimana hubungan KPHL Walanae dengan Perum Perhutani?
.......................................................................................................................
3. Sebagai lembaga Pembina, bagaimana hubungan kerja dengan Balai
Persuteraan Alam?
.......................................................................................................................
4. Bagaimana peran KPHL Walanae terhadap petani sutera?
.......................................................................................................................
5. Lembaga apa saja yang terlibat dalam pengelolaan persuteraan alam?
.......................................................................................................................
6. Peraturan-peraturan apa saja yang dipakai dalam Persuteraan Alam?
.......................................................................................................................
74
7. Bagaimana melaksanakan aturan-aturan tersebut?
.......................................................................................................................
8. Bagaimana struktur organisasi dalam Dinas Kehutanan?
.......................................................................................................................
9. Apa peran penting terbentuknya kelompok tani?
.......................................................................................................................
10. Berapa jumlah kelompok tani yang akan di kembangkan?
.......................................................................................................................
75
KUISIONER UNTUK BPSKL
Kuisioner Penelitian
Peran Pemngku Kepentingan dalam Pengelola Ulat Sutera di Kampung Sabbe’ta,
Desa Pising, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
A. Identitas Responden
No. urut responden : ......................................................................
Tanggal Wawancara : ......................................................................
Nama Responden : ......................................................................
Umur : ......................................................................
Jenis Kelamin : ......................................................................
Agama : ......................................................................
Status : 1. Menikah
2. Belum Menikah
Pekerjaan : 1. Pokok : ..................................
: 2. Sampingan : ..................................
Jumlah anggota keluarga : ......................................................................
Pendidikan Terakhir : ......................................................................
B. Instansi Balai Persuteraan :
1. Apa hubungan Balai Persuteraan dengan Perum Perhutani?
...........................................................................................................
2. Apa hubungan Balai Persuteraan dengan KPHL Walanae?
............................................................................................................
3. Sejak kapan kelembagaan pemeliharaan ulat sutera terbentuk?
4. Apakah ada aturan-aturan yang terkait dalam persuteraan? Jika ada, tertulis
atau tidak tertulis? .............................................................................
5. Apa peranan BPSKL dalam pengembangan persuteraan di Kabupaten
Soppeng?
...........................................................................................................
6. Apa peran penting terbentuknya kelompok tani?
...........................................................................................................
76
7. Bagaimana mekanisme penentuan ketua kelompok tani?
...........................................................................................................
8. Apa peran lembaga pengelola suteranya?
............................................................................................................
77
KUISIONER UNTUK PEMELIHARAAN ULAT SUTRA
Kuisioner Penelitian
Peran pemangku dalam pengelola ulat sutera di kampung Sabbe’ta Desa Pising
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng.
A. Identitas Responden
No. urut responden : ..........................................................................
Tanggal Wawancara : ..........................................................................
Nama Responden : ..........................................................................
Umur : ..........................................................................
Jenis Kelamin : ..........................................................................
Agama : ..........................................................................
Status : 1. Menikah
: 2. Belum Menikah
Pekerjaan : 1. Pokok :..............................................
: 2. Sampingan :..............................................
Jumlah anggota keluarga : ..........................................................................
Pendidikan Terakhir : ..........................................................................
B. Pemelihara Ulat Sutera :
1. Apa hubungan Pemelihara Ulat sutera dengan Perum Perhutani?
............................................................................................................................
2. Apa hubungan Pemelihara Ulat Sutera dengan Balai Persuteraan?
.............................................................................................................................
3. Apa hubungan antara Pemelihara Ulat Sutera dengan Dinas Kehutanan?
............................................................................................................................
4. Bagaimana anda memperoleh lahan tersebut, apakah dengan :
a. Membeli
b. Warisan dari leluhur
c. Menyewa
5. Berapa luas lahan murbei dan non murbei yang anda miliki atau anda
kerjakan?
............................................................................................................................
78
6. Bagaimana cara pemeliharaan ulat sutera secara kelompok atau individu?
............................................................................................................................
7. Apakah ada keuntungan yang anda dapat dalam mengikuti kelembagaan
kelompok tani?
............................................................................................................................
8. Masalah-masalah apa yang biasanya terjadi dalam kelompok tani
pemeliharaan ulat sutera?
............................................................................................................................
9. Apakah setiap bulannya anda melakukan pemeliharaan ulat sutera?
............................................................................................................................
10. Berapa luas lahan yang anda miliki atau yang anda kerjakan?
.............................................................................................................................
11. Aktivitas apa yang anda lakukan setiap bulan? Misalnya menanam murbei
untuk berapa bulan, panen berapa bulan?
.............................................................................................................................
12. Berapa penghasilan anda setiap hari/bulan?
............................................................................................................................
13. Berapa jumlah produk yang produksi setiap hari/bulan?
a. Kokon : ............................................................................................
b. Benang : ............................................................................................
c. Kain : ............................................................................................
14. Berapa biaya yang dikeluarkan sebagai modal?
............................................................................................................................
15. Apakah anda mempekerjakan petani untuk mengelola lahan dan
pemeliharaan ulat sutera anda atau anda yang mengelolahnya sendiri?
............................................................................................................................
16. Jika ya, berapa upah yang anda berikan ke petani tersebut?
............................................................................................................................
17. Apakah anda pernah mendapatkan bantuan dari perhutani? Jika ya,
bantuan seperti apakah itu?
79
............................................................................................................................
18. Sudah berapa lama anda menjadi petani ulat sutera?
............................................................................................................................
19. Selain menggarap lahan sebagai petani ulat sutera, apakah ada pekerjaan
lain yang anda kerjakan?
............................................................................................................................
80
KUISIONER UNTUK PENENUN SUTRA
Kuisioner Penelitian
Peran pemangku dalam pengelola ulat sutera di kampung Sabbe’ta, Desa Pising,
Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng.
A. Identitas Responden
No. urut responden : .....................................................................
Tanggal Wawancara : .....................................................................
Nama Responden : .....................................................................
Umur : .....................................................................
Jenis Kelamin : .....................................................................
Agama : .....................................................................
Status : 1. Menikah
2. Belum Menikah
Pekerjaan : 1. Pokok : ....................................
: 2. Sampingan : ....................................
Jumlah anggota keluarga : .....................................................................
Pendidikan Terakhir : .....................................................................
B. Pertenunan :
1. Masalah-masalah apa saja yang biasanya terjadi dalam pertenunan ulat
sutera ini?
............................................................................................................................
2. Apakah anda mempekerjakan petani untuk menenun atau anda yang
mengelolahnya sendiri?
.............................................................................................................................
3. Jika ya, berapa upah yang anda berikan kepada petani tersebut?
............................................................................................................................
4. Apakah setiap bulannya anda melakukan pertenunan?
............................................................................................................................
5. Berapa harga benang per kg?
.............................................................................................................................
6. Berapa biaya yang dikeluarkan sebagai modal?
81
.............................................................................................................................
7. Berapa penghasilan anda setiap hari/bulannya?
.............................................................................................................................
8. Apakah anda pernah mendapatkan bantuan dari perhutani? Jika ya, bantuan
seperti apakah itu?
............................................................................................................................
9. Apakah anda sudah lama menjadi penenun Sutera?
............................................................................................................................
10. Selain jadi penenun, apakah anda memiliki pekerjaan lain?
............................................................................................................................
82
KUISIONER UNTUK PEMINTALAM ULAT SUTRA
Kuisioner Penelitian
Peran pemangku dalam pengelola ulat sutera di Kampung Sabbe’ta Desa Pising
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng.
A. Identitas Responden
No. urut responden : ....................................................................
Tanggal Wawancara : ....................................................................
Nama Responden : ....................................................................
Umur : ....................................................................
Jenis Kelamin : ....................................................................
Agama : ....................................................................
Status :1. Menikah : .................................
:2. Belum Menikah : .................................
Pekerjaan :1. Pokok : .................................
:2. Sampingan : .................................
Jumlah anggota keluarga : ....................................................................
Pendidikan Terakhir : ....................................................................
B. Pemintalan Ulat Sutera :
1. Berapa penghasilan anda setiap bulannya?
............................................................................................................................
2. Apakah anda mempekerjakan warga untuk pemintalan ulat sutera? Jika ya,
berapa warga yang anda pekerjakan?
............................................................................................................................
3. Jika ya, berapa upah yang anda berikan kepada warga tersebut?
............................................................................................................................
4. Apakah anda sudah lama dalam usaha pemintalan ulat sutera ini?
............................................................................................................................
5. Apakah anda pernah mendapatkan bantuan dari perhutani atau sejenisnya?
Jika ya, bantuan seperti apa?
............................................................................................................................
83
6. Selain pemintalan ini apakah anda memiliki pekerjaan lain?
............................................................................................................................
7. Apakah ada kesulitan yang anda dapatkan selama pemintalan ini?
............................................................................................................................
84
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Gambar 3. Proses wawancara responden Petani Sutera
85
Gambar 4. Proses wawancara responden Pemintal kokon
86
Gambar 5. Proses wawancara responden Perum Perhutani
Gambar 6. Proses wawancara Kepala Balai BPSKL
87
Gambar 7. Proses wawancara responden BPSKL dan dokumenrasi alat pemintalan
88
Gambar 8. Dokumentasi alat pemintaan dan penenun
89
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
90
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Manggugu, 8 Januari 1996. Penulis merupakan
anak ke tiga dari 6 bersaudara dan merupakan putra dari
pasangan M.Yusuf dan Fahima. Jenjang pendidikan penulis yang
ditempuh yaitu masuk ke SDN 65 Tampo tahun 2003 sampai
2009. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke jenjang
pendidikan di SMP 1 Anggeraja dan tamat pada tahun 2012. Pada tahun yang
sama melnjutkan pendidikan di SMAN 1 Anggeraja (Sekarang SMAN 1
Enrekang) dan tamat pada tahun 2015. Kemudian pada tahun 2015 penulis lulus
pada jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah
Makassar pada program strata 1 (S1). Pada tahun 2020 akan menyelesaikan
studinya dengan judul skripsi: “Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengelola
Ulat Sutra di Kampung Sabbe’ta Desa Pising Kecamatan Donri-donri Kabupaten
Soppeng”