perbandingan pijat oksitosin dengan breast care …

58
PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE TERHADAP KELANCARAN ASI PADA IBU POST SECTIO CAESAREA DI RUANG ASTER RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG S K R I P S I Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Oleh : SUHERNI NIM: AK.2.16.041 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA B A N D U N G 2 0 1 8

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE TERHADAP

KELANCARAN ASI PADA IBU POST SECTIO CAESAREA

DI RUANG ASTER RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KOTA BANDUNG

S K R I P S I

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai

Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

SUHERNI

NIM: AK.2.16.041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA

B A N D U N G 2 0 1 8

Page 2: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …
Page 3: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …
Page 4: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …
Page 5: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

ABSTRAK

Persalinan Sectio Caesarea semakin meningkat, salah satu dampak yang

terjadi akibat Sectio Caesarea adalah ibu dan bayi tidak bisa berinteraksi atau

rawat gabung dengan segera Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang mengakibatkan

masalah pada proses menyusui serta produksi ASI yang sedikit atau tersumbat.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan pijat oksitosin

dengan breast care terhadap kelancaran ASI pada ibu post SC di Ruang Aster

RSUD Kota Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan

two group post test design. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini

berjumlah 36 orang dengan dibagi 2 sampel yaitu 18 orang untuk intervensi pijat

oksitosin dan 18 orang untuk intervensi breast care. Instrument yang digunakan

adalah lembar observasi untuk mengetahui kelancaran ASI. Analisis data yang

dilakukan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Mann

Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelancaran ASI pada ibu post SC

yang dilakukan pijat oksitosin sebagian besar lancar yaitu 15 orang (83,3%),

kelancaran ASI pada ibu post SC yang dilakukan breast care lebih dari

setengahnya tidak lancar yaitu 10 orang (55,6%) dan terdapat perbedaan yang

signifikan antara pijat oksitosin dengan breast care, p-value = 0,017 ≤ α (0,05).

Simpulan didapatkan bahwa kelancaran ASI lebih lancar dengan dilakukan

pijat oksitosin dibandingkan dengan breast care. Saran bagi rumah sakit

diharapkan bisa menerapkan pijat oksitosin sebagai SOP dalam memperlancar

pengeluaran ASI.

Kata kunci : Breast Care, Kelancaran ASI, Pijat Oksitosin

Referensi : 40 buku (2009-2017)

7 jurnal (2010-2017)

Page 6: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

ABSTRACT

Sectio Caesarea delivery is increasing, one of the effects of Sectio

Caesarea is that the mother and baby cannot interact or take care to join

immediately with Early Breastfeeding Initiation (IMD) which results in problems

in the process of breastfeeding and little or clogged milk production. The purpose

of this study was to determine the comparison of oxytocin massage with breast

care to the smoothness of breast milk in post-SC mothers in the Aster Room in

Bandung City Hospital.

This research is a quasi-experimental study with two group post test

design. The number of samples used in this study amounted to 36 people, divided

into 2 samples, namely 18 people for oxytocin massage intervention and 18

people for breast care intervention. The instrument used is an observation sheet to

determine the smoothness of ASI. Data analysis was carried out namely

univariate analysis and bivariate analysis using Mann Whitney test.

The results showed that the smoothness of breastfeeding in post-SC

mothers who carried out oxytocin massage was mostly smooth, ie 15 people

(83.3%), the smoothness of breastfeeding in post-SC women who did breast care

was more than half that not smooth, ie 10 people (55.6% ) and there is a

significant difference between oxytocin massage with breast care, p-value = 0.017

≤ α (0.05).

The conclusion was that the smoothness of breast milk was more smooth

with oxytocin massage compared to breast care. Suggestions for hospitals are

expected to be able to apply oxytocin massage as an SOP to expedite ASI

expenditure.

Keywords : Breast Care, Smoothness of ASI, Oxytocin Massage

References : 40 books (2009-2017)

7 journals (2010-2017)

Page 7: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT, atas kekuatan dan

kesempatan yang diberikan kepada saya, sehingga skripsi dengan judul

“PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE

TERHADAP KELANCARAN ASI PADA IBU POST SECTIO CAESAREA

DI RUANG ASTER RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA

BANDUNG”. Skripsi ini tidak dapat diselesaikaan tanpa kekuatan dan

kesempatan yang telah diberikan Allah SWT, serta bimbingan, arahan dan

dukungan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti

mengucakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Yth :

1. H.Mulyana SH., M.Pd, M.Kes sebagai Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana

Bandung.

2. R.Siti Jundiah, S.Kep., Ners., M.Kep Sebagai Ketua Stikes Bhakti Kencana

Bandung,

3. Yuyun Sarinengsih, S.Kep., Ners., M.Kep Sebagai Ketua Program Studi Ners

Stikes Bhakti Kencana Bandung

4. Inggrid Dirgahayu, S.Kp., M.KM sebagai pembimbing I yang telah

memberikan banyak motivasi, arahan, masukan dan bimbingan kepada saya

dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

5. Denni Fransiska, S.Kp., M.Kep sebagai pembimbing II yang telah

memberikan arahan, masukan dan bimbingan kepada saya dalam penyelesaian

skripsi penelitian ini.

Page 8: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

viii

6. Bapak dan Ibu dosen Stikes Bhakti Kencana Bandung yang telah memberikan

ilmu khususnya ilmu keperawatan.

7. Kepala Ruangan dan staf Ruang Aster RSUD Kota Bandung sehingga skripsi

penelitian ini dapat terselesaikan.

8. Orang tua, Suami dan Anak-anak tercinta yang selalu mendoakan,

memotivasi, mencurahkan kasih syang dan dukungan baik moril, materi dan

spiritual.

9. Seluruh teman-teman seperjuangan program studi Ners kelas ekstensi

angkatan tahun 2016 dan sahabat serta pihak lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu.

Semoga semua yang telah diberikan kepada saya mendapat balasan

kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Besar harapan saya semoga ilmu

yang saya dapatkan dari perkuliahan dan penelitian ini dapat berguna bagi

kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang keperawatan.

Bandung, September 2018

Peneliti

Suherni

Page 9: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

DAFTAR BAGAN ...................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 11

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 11

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka ..................................................................... 14

2.1.1 Sectio Caesarea ....................................................... 14

2.1.2 Laktasi .................................................................... 22

2.1.3 Perawatan Payudara (Breast care) .......................... 34

2.1.4 Pijat Oksitosin ......................................................... 37

2.1.5 Peran Perawat ......................................................... 39

Page 10: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

x

2.2 Perbandingan Pijat Oksitosin Dengan Breast Care

Terhadap Pengeluaran ASI Pada Ibu Post SC ................... 40

2.3 Kerangka Konseptual .......................................................... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian .................................................................... 44

3.2 Paradigma Penelitian ........................................................... 45

3.3 Variabel Penelitian .............................................................. 47

3.4 Hipotesis .............................................................................. 48

3.5 Definisi Konseptual ............................................................. 49

3.6 Definisi Operasional Variabel ............................................. 50

3.7 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................... 51

3.8 Pengumpulan Data .............................................................. 54

3.9 Langkah-langkah Penelitian ................................................ 55

3.10 Pengolahan Data Analisa Data ............................................ 57

3.11 Etika Penelitian ................................................................... 61

3.12 Lokasi Dan Waktu Penelitian .............................................. 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 64

4.2 Pembahasan ........................................................................ 67

4.3 Keterbatasan Penelitian ...................................................... 72

Page 11: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

xi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ............................................................................ 73

5.2 Saran ................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 59

4.1 Distribusi Frekuensi Kelancaran Air Susu Ibu (ASI) pada Ibu

Post SC yang Dilakukan Pijat Oksitosin di Ruang Aster RSUD

Kota Bandung .................................................................................. 64

4.2 Distribusi Frekuensi Kelancaran Air Susu Ibu (ASI) pada Ibu

Post SC yang Dilakukan Breast Care di Ruang Aster RSUD Kota

Bandung ........................................................................................... 65

4.3 Perbandingan Antara Pijat Oksitosin dengan Breast Care

terhadap kelaNcaran Air Susu Ibu (ASI) pada Ibu Post SC di

Ruang Aster RSUD Kota Bandung ................................................. 66

Page 13: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 43

3.1 Desain Two Group Post-Test Design ............................................... 44

3.2 Kerangka Penelitian ........................................................................ 47

Page 14: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Informed Consent

Lampiran 2 : Lembar Observasi

Lampiran 3 : Data Hasil Penelitian

Lampiran 4 : Perhitungan Data Hasil Penelitian

Lampiran 5 : Lembar Bimbingan

Page 15: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

1

BAB I-

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan adalah pengeluaran proses hasil konsepsi (Janin dan

placenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan atau kekuatan

sendiri (Purnama, 2013). Persalinan normal adalah proses lahirnya janin

dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan

bayi yang pada umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Pada saat

persalinan tidak sedikit para ibu yang mengalami masalah sehingga dengan

terpaksa harus menggunakan persalinan dengan Sectio Caesarea (SC)

(Purnama, 2013).

Persalinan SC di lakukan bila ada indikasi yang di sebabkan oleh

faktor ibu dan faktor janin. Factor ibu diantaranya karena panggul sempit,

placenta previa, tumor pelvis yang menyebabkan obstruksi jalan lahir,

kelainan tenaga atau his, ruftur uteri imminent (Meangancam), kegagalan

persalinan, penyakit ibu (Eklampsia/ preeklampsi yang berat, DM, penyakit

jantung dan kanker cervical) Menurut (Ferrer, 2011). indikasi janin

dilakukannya SC antara lain karena janin besar, gawat janin, hidrocepallus,

presentasi bokong (Ferrer, 2011).

Page 16: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

2

Di negara berkembang proporsi kelahiran dengan cara SC berkisar 21,

2% dari total kelahiran yang ada, sedangkan di negara maju hanya 2%. Badan

kesehatan dunia atau World health organization (WHO) Di setiap negara

tanpa membedakan negara maju dan negara berkembang persalinan SC 15 %

dari total persalinan yang ada sejak tahun 1985.

Pada tahun 2012 terdapat 23 juta kasus persalinan dengan tindakan SC

secara global di dunia (Molina et all, 2015). Di Indonesia presentasi operasi

SC sekitar 5-15% dirumah sakit pemerintah persalinan dengan SC 11%,

sedangkan sisanya persalinan dengan SC di rumah sakit swasta bisa lebih dari

30%. Menurut survey Demografi dan kesehatan Indonesia 2012, angka

kejadian SC di Indonesia 921.000 dari 4.039000 persalinan atau 22, 8% dari

seluruh persalinan. Persalinan dengan SC di Indonesia sebesar 9, 8% dari total

kelahiran Angka persalinan SC, sedangkan persalinan SC di provinsi Jawa

Barat sekitar 8% dari seluruh persalinan (Riskesdas, 2013). Di Bandung

persalinan dengan SC tahun 2017 mencapai 913 kasus (Rekam Medis Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Bandung, 2017).

Persalinan SC di lakukan satu sisi aman untuk ibu dan bayi tetapi ada

beberapa efek masalah yang di timbulkan dari tindakan SC tersebut. tindakan

SC akan menimbulkan beberapa masalah yang akan muncul pada klien baik

secara sosial, psikologi dan fisik (Bobak dkk, 2015; Mitayani, 2013;

Cunningham et all, 20114). persalinan SC secara efektif dapat mencegah

mortalitas dan morbilitas maternal dan perinatal (WHO Statemen on

Caesarean Section Rates, 2015).

I

Page 17: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

3

Dampak secara sosial yang muncul pada post SC di antaranya dari segi

biaya akan lebih besar, ibu dan bayi tidak bisa berinteraksi atau rawat gabung

dengan segera. Dampak secara psikologi diantaranya klien dan bayinya

terpisah sehingga boundhing attachment menjadi terganggu, sedangkan

dampak secara fisik post SC diantaranya nyeri pada bekas sayatan, gatal pada

bekas jahitan, berpeluang infeksi pada luka, mobilisasi menjadi terbatas.

Melihat dampak yang di timbulkan dari tindakan SC tersebut maka di

butuhkan perawatan yang lebih komplek di bandingkan ibu yang bersalin

secara normal. Perawatan wanita setalah persalinan SC merupakan kombinasi

antara asuhan keperawatan bedah dan maternitas (Bobak dkk, 2015; Mitayani,

2013; Cunningham et all, 2014).

Dari uraian diatas terlihat bahwa dampak yang timbul akibat post SC

adalah ibu dan bayi tidak bisa berinteraksi atau rawat gabung dengan segera

Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dan juga sebagian besar tidak dilakukan IMD

dikarenakan masih dalam program obat anastesi sehingga bayi dan ibu

terpisah mengakibatkan masalah pada proses menyusui serta produksi ASI

yang sedikit atau tersumbat. masalah ini sering di temui pada ibu pasca

bersalin.tersumbatnya saluran ASI dapat menyebabkan rasa sakit, bengkak,

dan payudara mengeras. Pada kondisi ini payudara tidak mengalami

pengosongan dengan baik sehingga air susu jadi menumpuk. Hal ini terjadi

bila bayi tidak dapat menghisap dengan baik saat awal menyusui. Jika hal ini

tidak segera di tangani hal ini bisa mengakibatkan demam pada ibu.

Page 18: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

4

Tindakan IMD kalau tidak segera di lakukan dapat mengakibatkan

produksi ASI menurun karena kurangnya hisapan oleh bayi, kurangnya

hisapan bayi mengakibatkan kurangnya produksi ASI dan mengganggu

kelancaran produksi ASI. Pernyataan tersebut di dukung oleh penelitian

Hayaningsih pada tahun (2011) yang menyatakan kelancaran ASI ibu post SC

cenderung lebih lama di bandingkan ibu dengan persalinan spontan. Penelitian

yang dilakukan menunjukan bahwa tidak di lakukan IMD dapat

mengakibatkan produksi asi menurun karena rangsangan hisapan bayi

berkurang, penelitian serupa juga menunjukan penurunan hisapan bayi juga

menurunkan stimulasi hormone prolactin dan oksitosin, sedangkan hormone

prolactin dan oksitosin sangat berperan dalam kelancaran produksi asi

(Purnama, 2013)

Ibu yang mengalami pembiusan tidak mungkin dapat menyusui

bayinya diawal, karena ibu harus di pindahkan ke ruang RR. Walaupun saat

ini IMD dapat juga di lakukan di ruang operasi namun tidak semua rumah

sakit memiliki kebijakan yang serupa. Selain itu perasaan ibu yang tidak yakin

bisa memberikan ASI pada bayinya karena kondisinya akan menyebabkan

penurunan oksitosin sehingga ASI tidak dapat keluar segera setelah

melahirkan.

Produksi ASI yang cukup membantu ibu dalam proses menyusui

terutama di awal pasca kelahiran. Namun sering sekali ibu post SC

mengeluhkan ASI mereka sedikit dan tidak lancar di hari pertama kelahiran

dan hal ini membuat mereka berhenti menyusui bahkan lebih memilih

penggunaan susu formula (Baxter, 2012).

Page 19: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

5

Di dukung oleh penelitian Hayaningsih (2011) yang menyatakan

kelancaran ASI ibu post SC cenderung lebih lama di bandingkan ibu dengan

persalinan spontan. Penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa tidak di

lakukan IMD dapat mengakibatkan produksi asi menurun karena rangsangan

hisapan bayi berkurang, penelitian serupa juga menunjukan penurunan hisapan

bayi juga menurunkan stimulasi hormone prolactin dan oksitosin, sedangkan

hormone prolactin dan oksitosin sangat berperan dalam kelancaran produksi

asi (Purnama, 2013)

Penelitian yang dilakukan oleh Mardila (2014) mengenai pangaruh

perawatan payudara terhadap kelancaran ekskresi ASI pada ibu post partum di

rumah bersalin Mardi Rahayu Semarang didapatkan hasil bahwa dengan

dilakukan perawatan payudara dapat meningkatkan kelancaran ekskresi ASI

1-2x lebih besar.

Ibu yang mengalami tindakan SC tidak mengkin dapat segera

menyusui bayinya karena belum sadar akibat pembiusan. Bila keadaan ibu

membaik penyusuan dini dapat segera di mulai dengan bantuan keluarga

maupun perawat. Maka diperlukan perawatan selanjutnya pada Ibu adalah

dengan perawatan payudara.

Perawatan payudara dilakukan untuk memperlancar ASI dan untuk

menghindari kesulitan pada proses menyusui. Perawatan payudara di lakukan

dengan tiga gerakan sedangkan pijat oksitosin dilakukan dengan satu gerakan

membentuk bulatan kecil-kecil. Perawatan payudara selama menyusui di

Page 20: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

6

lakukan untuk menjaga kebersihan dan memasage (memijat) payudara dapat

memperlancar ASI (Istiyani, 2013).

Sholichah pernah melakukan penelitian pada tahun (2011) di dukung

oleh Fitria (2012) juga pernah melakukan penelitian salah satu factor yang

memperlancar ASI adalah perawatan payudara dan pijat oksitosin. Perawatan

payudara yang benar memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan

produksi ASI dan Ibu dapat terhindar dari bahaya pembengkakan payudara

juga terhindar dari sumbatan saluran ASI (Bahiyatun, 2009). Bahwa salah satu

factor yang memperlancar produksi ASI yaitu dengan melakukan perawatan

payudara.

Perawatan payudara adalah perawatan yang di lakukan pada ibu nifas

umtuk memperlancar ASI dan untuk menghindari kesulitan pada proses

menyusui (Suharmi, 2010). Payudara adalah kelenjar yang terdapat di bawah

kulit, diatas otot dada, yang fungsinya memproduksi susu untuk nutrisi bayi

(Depkes RI, 2012).

Untuk meningkatkan produksi ASI yang lebih baik, maka di butuhkan

waktu 5 menit dalam satu hari (Saryono), Yaitu ; memelihara kebersihan

payudara agar terhindar dari infeksi, melenturkan dan menguatkan putting,

mencegah bendungan ASI atau mencegah pembengkakan payudara, untuk

mengetahui secara dini kelainan putting susu dan melakukan usaha untuk

mengatasinya, meningkatkan produksi ASI dengan merangsang kelenjar-

kelenjar air susu melaui pemijatan, (Saryono, 2014).

Page 21: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

7

Salah satu intervensi yang dapat meningkatkan produksi ASI yaitu

dengan pijat ASI. Pijat ASI yang sering di lakukan dalam rangka

meningkatkan ketidaklancaran produksi ASI adalah Pijat oksitosin. Salah satu

tindakan yang dapat mempengaruhi peningkatan hormone laktasi adalah pijat

oksitosin yaitu suatu tindakan pemijatan sepanjang kedua sisi tulang belakang

hingga costa kelima sampai keenam atau sejajar payudara Ibu

(Mardiyaningsih, 2010 dan Budiarti, 2009).

Hasil penelitian Ummah (2014) pada 28 Ibu post partum normal, Ibu

yang mendapatkan perlakuan pijat oksitosin pengeluaran ASI lebih cepat yaitu

6, 21 jam setelah bayi lahir sedangkan Ibu yang tidak mendapat perlakuan

pijat oksitosin pengeluaran ASI yaitu 8, 93 jam setelah bayi lahir.

Berdasarkan penelitian Mardila (2014) waktu pelaksanaan untuk

perawatan payudara (breast care) yaitu dilakukan pada hari 2 atau 3 setelah

operasi dengan pelaksanaan intervensi selama 15-20 menit sebanyak 20-30

kali pengulangan setiap intervensi dan dilakukan cukup satu hari. Sedangkan

untuk pelaksanaan pijat oksitosin berdasarkan penelitian Indah (2017)

didapatkan pelaksanaan pijat okstisoin dilakukan selaam 3 menit dengan 3 kali

pengulangan setiap intervensi dan dilakukan cukup satu hari sebanyak 2 kali.

Hormon prolactin dilepas oleh kelenjar hipofise yang berguna

mengaktifkan sel-sel kelenjar payudara dalam proses pembuatan produksi

ASI, proses sekresi air susu dan mempertahankan produksi ASI setelah lahir.

Sedangkan hormone oksitosin berperan dalam pengeluaran dan penyemburan

Page 22: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

8

air susu karena oksitosin mengakibatkan kontraksi sel mioepitel kelenjar

payudara sehingga ASI dapat keluar dari Duktus alveolus kedalam sinus yang

terdapat pada proksimal payudara (Hull, 2014). Sesuai penelitian Endah dan

Imas (2011) terhadap 60 ibu post partum adalah rata-rata pengeluaran

kolostrom pada ibu setelah mendapat perlakuan pijat oksitosin adalah 5, 3 cc

sedangkan ibu yang tidak mendapat perlakuan 0, 035 cc.

Dengan refleks prolactin bayi menghisap payudara dan menstimulasi

ujung syaraf. Syaraf inilah yang kemudian memerintahkan otak untuk

mengeluarkan hormone, yaitu hormone prolactin. Hormone prolactin

merangsang alveoli (Sel kelenjar) untuk menghasilkan lebih banyak air susu.

Menyusui dengan sering adalah cara terbaik untuk mendapatkan ASI lebih

banyak (Roesli, 2013).

Setelah bayi lahir adanya rangsangan isapan bayi pada puting susu

dan areola dapat merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi

sebagai rangsangan mekanik yang dilanjutkan melalui medulla spinalis

sehingga hipotahalamus akan menekan pengeluaran. Faktor yang

menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya akan memacu faktor-faktor

yang memacu sekresi prolactin dan merangsang hipofisis anterior sehingga

prolactin keluar dan hormone ini akan merangsang sel-sel alveoli yang

berfungsi membuat air susu. Payudara tidak menyimpan susu tetapi

memproduksinya berdasarkan pemintaan, semakin besar permintaan maka

semakin banyak ASI yang di produksi (Roesli, 2013).

Page 23: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

9

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terhadap kelancaran ASI

diantaranya faktor bayi yaitu faktor berat badan, reflek isap dan pelaksanaan

inisiasi menyusu dini; faktor ibu seperti umur kehamilan dan metode

perawatan untuk kelancaran ASI serta faktor lingkungan seperti adanya

dukungan petugas kesehatan, dukungan suami dan dukungan keluarga

(Nurliawati, 2010).

Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan di RSUD Kota

Bandung pada bulan Januari sampai bulan Maret tahun 2018 data yang di

dapat dari Rekam Medis RSUD Kota Bandung sebanyak 212 ibu post SC.

Khususnya pada bulan Maret tahun 2018 ibu dengan post SC sebanyak 55

orang.

Dari hasil wawancara dengan bidan di Ruang Aster data yang di

dapatkan dari jumlah tersebut diatas yang mendapatkan perlakuan breast care

hanya yang mengeluh pembengkakan, ASI belum keluar atau sedikit.

Sehingga ibu memilih memberikan susu formula karena mereka khawatir

bahwa bayi mereka kelaparan. Ibu post SC tidak dapat memberikan ASI nya

dengan segera karena masih dalam pengaruh obat anastesi dan juga

dikarenakan ibu dan bayi di rawat terpisah mengakibatkan ASI masih keluar

sedikit, payudara bengkak dan mobilisasi ibu terganggu karena tidak segera

disusukan kepada bayi.

Menurut data yang di dapat dari perawat perinatologi biasanya bayi

dengan post SC di berikan susu formula tetapi sebelumnya di lakukan inform

concent terlebih dulu terhadap keluarga atau ibu, kecuali keluarga atau ibu

Page 24: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

10

mau ASI eksklusif. Sedangkan untuk pijat oksitosin belum pernah di lakukan

oleh bidan di Ruang Aster. Dan data yang di dapatkan dari kepala Ruangan

Aster sebelumnya pijat oksitosin pernah di lakukan pada saat ada yang

penelitian saja, padahal pijat oksitosin waktu pelaksanaan lebih pendek

sehingga sisa waktunya bisa digunakan untuk kebutuhan lainnya.

Ibu dengan post SC bertemu dengan bayinya pada 6 jam post SC bila

bayi dan ibu stabil atau bagus. tetapi biasanya ibu dengan post SC bertemu

bayi nya pada hari kedua. Beberapa bidan di Ruang Aster juga mengatakan

bahwa bayi yang baru dilahirkan secara SC di monitoring terlebih dahulu di

Ruang Perinatologi dan bayi akan bertemu dengan ibunya jika ibu sudah sadar

atau bangun pasca operasi dan merasa siap untuk menyusui.

Sebagai gambaran hasil observasi payudara pada 5 orang pasien

primipara dan multipara produksi ASI berbeda untuk pasien primi dengan post

SC di dapatkan payudara tegang/bengkak, pembuluh darah terlihat, hitam

kemerahan pada daerah areola mamae, dan terasa nyeri, putting susu runcing.

daerah di sekitar areola mamae mengkilat, ASI keluar sangat sedikit pada saat

putting di pencet, pasien tampak cemas karena bayi menangis dan susah

menetek karena ASI yang keluar sangat sedikit. Sedang kan pada pasien multi

payudara kurang tegang/bengkak, menggantung, ada striae, putting susu

mendatar, areola tidak mengkilat, ASI keluar saat di pencet tanpa terasa sakit.

Upaya yang di lakukan untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu

post SC oleh bidan RSUD Kota Bandung adalah dengan melakukan perawatan

Page 25: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

11

payudara (Breast care) yang suda ada kebijakan atau Standar Operasional

Prosedur (SOP).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik tentang untuk melakukan

penelitian perbandingan pijat oksitosin dengan breast care terhadap

kelancaran ASI pada ibu post SC di Ruang Aster RSUD Kota Bandung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut, hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada perbedaan pijat

oksitosin dengan breast care terhadap kelancaran ASI pada ibu post SC di

Ruang Aster RSUD Kota Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi

perbandingan pijat oksitosin dengan breast care terhadap kelancaran

ASI pada ibu post SC di Ruang Aster RSUD Kota Bandung

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kelancaran Air Susu Ibu (ASI) pada ibu post SC yang

dilakukan pijat oksitosin di Ruang Aster RSUD Kota Bandung.

2. Mengetahui kelancaran Air Susu Ibu (ASI) pada ibu post SC yang

dilakukan breast care di Ruang Aster RSUD Kota Bandung.

Page 26: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

12

3. Mengetahui perbandingan antara pijat oksitosin dengan breast care

terhadap kelancaran Air Susu Ibu (ASI) pada ibu post SC di Ruang

Aster RSUD Kota Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Institusi Pendidikan Kesehatan

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberi konstribusi dalam

ilmu keperawatan tentang pijat oksitosin dan dapat menambah

informasi serta pengetahuan tentang pijat oksitosin terhadap

produksi ASI pada ibu post SC.

2. Peneliti lain

Hasil penelitian ini akan berguna sebagai bahan bagi penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan pijat oksitosin dan

breastcare terhadap pengeluaran ASI dengan menggunakan desain

dan metoda penelitian yang lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Rumah Sakit

Dengan mengetahui pengaruh pijat oksitosin terhadap pengeluaran

ASI dapat menjadikan pijat oksitosin sebagai suatu prosedur dalam

memberikan perawatan terhadap ibu post partum baik normal

maupun dengan SC.

Page 27: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

13

2. Bagi Perawat Ruang Aster

Mampu mengidentifikasi perbandingan pijat oksitosin dan breast

care terhadap kelancaran Air Susu Ibu (ASI) pada ibu post sectio

caesarea di Ruang Aster RSUD Kota Bandung Tahun 2018.

3. Bagi Ibu Nifas

Ibu nifas bisa melaksanakan tindakan breast care maupun pijat

oksitosin sebagai teknik untuk memperlancar ASI.

4. Bagi Keluarga dan Masyarakat

Sebagai pengetahuan atau tambahan informasi baru bagi

masyarakat umum tentang berbagai tehnik yang dapat

mempercepat dan memperlancar keluarnya ASI setelah

melahirkan. Dengan tehnik yang tepat, efektif dan efisien akan

menjadikan salah satu faktor yang turut mendukung dalam

pemberian ASI ekslusif.

Page 28: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Sectio Caesarea

1. Pengertian

Sectio Caesarea (SC) didefinisikan sebagai lahirnya janin

melalui insisi di dinding abdomen (Laparatomi) dan dinding

uterus (Histerektomi) (Cunningham et all, 2014). SC adalah suatu

persalinan buatan dimana janin di lahirkan melalui suatu insisi

pada dinding depan perut dan dinding Rahim dengan sayat Rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono,

2013). SC adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat

badan diatas 500gram melalui sayatan pada dinding uterus yang

utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2012). Berdasarkan beberapa

pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Sectio

Caesarea adalah lahirnya janin melalui insisi dinding abdomen

dengan berat janin diatas 500 gram.

2. Indikasi SC

a. Indikasi medis

Dalam proses persalinan terdapat tiga factor penentu

yaitu power (Tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut

dan dinding Rahim), Passageway (keadaan jalan lahir),

pasanger (janin yang dilahirkan). Mula-mula indikasi SC

Page 29: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

15

hanya karena ada kelainan passageway misalnya sempitnya

panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan serius pada

jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada jalan lahir

yang diduga bisa menular kepada anak, sehingga kelahiran

tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu melalui vagina.

Akhirnya merambat ke faktor power dan passanger. Kelainan

power yang memungkinkan dilakukanya SC, misalnya

mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit

menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan

passanger diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan

letak jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak

sungsang anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul,

dan anak menderita fetal distress syndrome (deyut jantung

janin kacau dan melemah.

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu

yang harus menjalani SC, yaitu :

1) Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak

proporsional dengan ukuran panggul ibu disporporsi. Oleh

karena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul

pada waktu pemeriksaan kehamilan awal dengan tujuan

dapat memperkirakan apakah ibu masih dalam batas normal

atau tergolong sempit untuk dilalui bayi nantinya.

2) Pada kasus sudah terjadi gawat janin akibat infeksi,

misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi

Page 30: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

16

banyi terendam cairan ketuban yang busuk atau bayi ikut

memikul demam tinggi. Bisa juga akibat ibu mengalami

eklamsia (Keracunan kehamilan), sehingga bayi ikut

terpengaruh akibat penderitaan ibu. Kondisi bayi-bayi

seperti ini termasuk gawat biasanya jiga dokter menilai

denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika

terjadi lilitan tali pusat pada leher bayi.

3) Pada kasus plasenta terletak dibawah (plasenta previa).

Biasanya plasenta melekat dibagian tengah rahim akan

tetapi pada kasus plasenta previa letak plasenta dibagian

bawah sehingga menutupi liang rahim dan akhirnya bayi

tidak bisa keluar normal melalui liang rahim ibu.

4) Pada kasus kelainan letak, jiaka posisi anak dalam

kandungan letaknya melintang dan terlambat dikoreksi

selagi kehamilan belum tua (letak lintang kasep). Dalam

situasi ini, persalinan normal sudah tidak mungkin

dilakukan lagi, baik kepala atau kaki yang turun lebih

dahulu.

5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi

hal ini menyebabkan tidak ada kekuatan untuk mendorong

bayi keluar dari rahim (incoordinate uterine -action ).

6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama

kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air

Page 31: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

17

seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda.

Pada eklamsia timbul gejala yang lebih berat lagi, yakni

gejala preeklamsia tersebut ibu mulai kejang-kejang tak

sadarkan diri.

7) Jika yang pernah di SC sebelumnya maka pada persalinan

berikut umumnya juga harus di SC karena takut terjadi

robekan Rahim. Namun sekarang tehnik SC adalah

dilakukan sayatan dibagian bawah Rahim sehingga

potongan pada otot Rahim tidak membujur lagi. Dengan

demikian bahaya Rahim robek akan lebih kecil

dibandingkan tehnik SC dulu yang sayatanya dibagian

tengah Rahim dengan potongan yang bukan melintang.

Persalinan lewat vagina pada ibu yang penah di SC dapat

dilakukan dengan catatan: persalinan harus dilakukan

dirumah sakit ibu sudah dirawat beberapa hari sebelum hari

persalinan (harapan partus), persalinan kala II yakni setelah

mules-mules timbul, yang berarti otot Rahim berkontraksi

dan tidak boleh berlangsung lama (Llewelllyn,D,2011)

b. Indikasi sosial

Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk

melakukan SC yaitu indikasi social. Persalinan Sc karena

indikasi social timbul karena adanya permintaan pasien

walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan

Page 32: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

18

persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan

terlebih dahulu untuk dilakukan tindakan tindakan SC atau

disebut dengan sektio caesarea elektif (Kasdu, 2013).

3. Keuntungan SC

Operasi SC lebih aman di pilih dalam menjalani proses

persalian karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang

mengalami kesulitan melahirkan. Bagi ibu yang paranoid terhadap

rasa sakit, maka SC adalah pilihan yang tepat dalam menjalani

proses persalinan, karena di beri anesthesia atau penghilang rasa

sakit (Fauzi, 2012).

4. Kerugian SC

Operasi SC merupakan prosedur medis yang mahal.

Prosedur anesthesia pada operasi bisa membuat anak ikut terbius,

sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini

mengakibatkan kelainan haemodinamika dan mengurangi apgar

skore. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan kemungkinan

timbulnya infeksi bila luka operasi tidak di rawat dengan baik.

Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas sehingga proses

penyembuhan luka akansemakin lama. Tindakan Sc biasanya di

anggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak memiliki

kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan

(Fauzi, 2012).

Page 33: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

19

5. Kontra Indikasi SC

Mengenai kontra indikasi, perlu di ketahui bahwa SC di

lakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan

anak, oleh sebab itu, SC tidak dilakukan kecuali dalam keadaan

terpaksa. SC tidak boleh dilakukan pada kasus- kasus seperti di

bawah ini :

a. Anak sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini, dokter

menilai apabila denyut jantung anak sudah tidak ada, ibu

sudahtidak merasakan adanya gerakan anak dan pencitraan

ultrasonografi (USG), atau Doppler, dan tidak ada lagi tanda-

tanda kehidupan dari anak tersebut.

b. Jika anak terlalu kecil untuk mampu hidup di luar rahim ibu.

c. Jika anak di kandungan ibu terbukti cacat, misalnya kepala

anak besar (Hydrocephalus), atau anak tanpa kepala

(Anencepalus).

d. Terjadi infeksi dalam kehamilan (Oxorn, 2011).

6. Komplikasi

Komplikasi SC menurut Rustam Mochtar (2002) antara lain:

a. Infeksi purperial (Nifas)

1) Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2) Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi di sertai

dehidrasi dan perut sedikit kembung.

Page 34: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

20

3) Berat, dengan peritonitis, sepsis, dan ileusparalitik, infeksi

berat sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum

timbul infeksi nifas.

b. Perdarahan

1) Banyak pembuluh darah yang terputusdan terbuka

2) Antonia uteri

3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung

kemih bila reperitoialisasi terlalu tinggi

4) Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan

mendatang

7. Perawatan pasca bedah SC

Menurut Mochtar (2012) perawatan pasca bedah meliputi:

a. Perawatan luka insisi

Luka insisi di bersihkan dengan alcohol dan larutan betadin dan

sebagainya,lalu di tutup dengan kain penutupluka. Secara

periodic pembalut luka di ganti dan luka di bersihkan

b. Tempat perawatan pasca bedah

Setelah tindakan di kamar opearsi selesai, pasien di pindahkan

ke kamar khusus yang di lengkapi dengan alat pendingin kamar

selama bebrapa hari. Bila pasca bedah kondisi gawat segera

untuk di pindahkan ke unit darurat untuk perawatan bersama-

sama dengan unit anesthesia.

Page 35: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

21

c. Pemberian cairan

Karena selam 24 jam pertamapasien puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan

mengandung elektrolityang di perlukan, agar tidak terjadi

dehidrasi.

d. Nyeri

Nyeri pasca operasi merupakan efek smaping yang harus di

derita oleh mereka yang pernah mengalami operasi, termasuk

bedah SC. nyeri tersebut dapat di sebabkan oleh perlekatan-

perlekatan antar jaringan akibat operasi. Nyeri tersebut hamper

tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan mengalami nyaeri

atau gangguan terutama bila ativitas berlebih atau melakukan

gerakan- gerakan yang tiba- tiba.

Sejak pertama pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri

masih dirasakan di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa

nyeri tersebut dapat di berikan obat- obat anti nyeri dan

penenang seperti suntikan pethidin dengan dosis 100- 150 mg

atau morfin sebanyak10-15mg atau secara perinfus

e. Mobilisasi

Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna

untukmembantu jalannya penyembuhan pasien. Mobilisasi

berguna untuk mencegah terjadinya thrombosis dan emboli.

Miring kekanan dan kekiri sudah dapat di mulaisejak 6-10 jam

Page 36: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

22

setelah pasien sadar. latihan pernafasan dapat dilakukan pasien

sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Kemudian

posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk

selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari pasien di

anjurkan belajar duduk selam sehari, belajar berjalan dan

berjalan sendiri pada hari ketiga sampai kelima pasca bedah sc.

8. Anesthesi pada SC

Ada beberapa anesthesia atau penghilang rasa akit yang

bisa di pilih untuk operasi SC,baik spinal maupun general. Pada

SC anesthesia spinal atau epidural yang lebih umum di gunakan,

sang ibu tetap sadar kala operasi. Anesthesia general bekerja jauh

lebih cepat, dan mungkin di berikan jika di perlukan proses

persalinan yang cepat (Gallagher, C. M, 2014).

2.1.2 Laktasi

1. Pengertian

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui, mulai dari

ASI di produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI.

Sementara itu, yang di maksud dengan manajemen laktasi adalah

suatu upaya yang di lakukan oleh ibu, ayah, dan keluarga untuk

menunjang keberhasilan menyusui.

Page 37: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

23

2. Proses Pembentukan ASI

Proses pembentukan laktogen dimulai sejak kehamilan

yang meliputi beberapa proses yaitu:

a. Laktogenesis I

Laktogenesis I dimulai sejak pertengahan kehamilan, payudara

memproduksi kolostrum yaitu berupa cairan kental yang

kekuningan. Pada fase ini struktur dan lobus payudara

mengalami ploriferasi akibat pengaruh hormon. Pada saat itu

tingkat hormon progesteron yang tinggi mencegah produksi

ASI. Karena itu kadang-kadang pada ibu hamil sudah

mengeluarkan kolostrum, tetapi hal ini bukan indikasi sedikit

banyaknya produksi ASI setelah melahirkan.

b. Laktogenesis II

Laktogenesis II dimulai saat melahirkan dimana keluarnya

plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron,

esterogen dan human placental lactogen (HPL) secara tiba-tiba

namun hormon prolaktin tetap tinggi menyebabkan produksi

ASI secara maksimal. Perangsangan pada payudara

menimbulkan prolaktin dalam darah meningkat dan

menstimulasi sel dalam alveoli untuk memproduksi ASI. Fase

laktogenesis ini dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan

namun para ibu merasakan payudaranya penuh sekitar 50-73

jam atau 2-3 hari setelah melahirkan. Artinya produksi ASI

tidak langsung setelah melahirkan.

Page 38: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

24

c. Laktogenesis III

Sistem kontrol hormon endokrin yang mengatur produksi ASI

selama kehamilan dan beberapa hari pertama melahirkan. Pada

laktogenesis III merupakan tahap ketika sistem autokrin

dimulai pada saat ASI mulai stabil, pada tahap ini ASI banyak

dikeluarkan dan payudara memproduksi ASI dengan banyak

pula. Pada tahap laktogenesis III apabila payudara dikosongkan

secara menyeluruh akan meningkatkan produksi ASI, sehingga

produksi ASI dipengaruhi oleh hisapan bayi atau seberapa

sering payudara dikosongkan (Astutik, 2014).

3. Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan ASI

Beberapa hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI yaitu:

a. Progesteron

Progesteron mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.

Tingkat hormon progesteron turun sesaat setelah melahirkan

sehingga menstimulasi produksi ASI secara besar- besaran.

b. Esterogen

Esterogen menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.

Tingkat esterogen turun saat melahirkan dan tetap rendah untuk

beberapa bulan selama tetap menyusui. .

c. Prolaktin

Prolaktin berperan dalam membesarnya alveoli pada

kehamilan, dan merupakan hormon yang disekresikan oleh

Page 39: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

25

glandula pituitary dan berperanan penting dalam produksi ASI.

Kadar hormon prolaktin meningkat saat kehamilan tetapi keja

hormon ini dihambat oleh hormon placenta. Lepasnya placenta

pada akhir proses persalinan hormon prolaktin diaktifkan.

Kadar hormon prolaktin paling tinggi adalah pada malam hari.

d. Oksitosin

1) Efek Oksitosin Pada Pengeluaran Air Susu

Oksitosin berperan peting pada proses laktasi, suatu peran

yang lebih dipahami daripada kemungkinan peranan

oksitosin dalam persalinan. Proses laktasi menyebabkan

timbulnya pengiriman air susu dari alveoli ke duktus

sehingga dapat diisap oleh bayi (Perinasia, 2011).

2) Tanda dan Sensasi Refleks Oksitosin Aktif

Tanda yang muncul pada ibu, yaitu :

a) Sensasi diperah atau gelenyar (tingling sensation) di

dalam payudara sesaat sebelum menyusui atau pada

waktu proses menyusui berlangsung

b) ASI mengalir dari payudara bila ibu memikirkan

bayinya, atau mendengar bayinya menangis

c) ASI menetes dari payudara sebelah, bila bayi menyusu

pada payudara yang lainnya

d) ASI memancar halus ketika bayi melepas payudara

pada waktu menyusui

Page 40: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

26

e) Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi rahim, kadang

diiringi keluarnya darah selama menyusui di minggu

pertama

f) Hisapan yang lambat, dalam dan tegukan bayi

menunjukan bahwa ASI mengalir ke dalam mulut bayi.

Membantu dan menghambat refleks oksitosin.

(Perinasia, 2011)

3) Hal-Hal yang Meningkatkan Hormon Oksitosin

Menurut hal-hal yang meningkatkan hormon oksitosin

adalah:

a) Ibu dalam keadaan tenang

b) Mencium dan mendengarkan celotehan bayi atau

tangisannya

c) Melihat dan memikirkan bayinya dengan perasaan kasih

dan sayang

d) Ayah menggendong bayi dan diberikan kepada ibu saat

akan menyusui dan menyendawakannya.

e) Ayah menggantikan popok dan memandikannya

f) Ayah bermain, menggendong, mendengarkan nyanyian,

dan membantu pekerjaan rumah tangga

g) Ayah memijat bayi.

4) Hal-hal yang Mengurangi Produksi Oksitosin

Page 41: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

27

a) Ibu merasa takut jika menyusui akan merusak bentuk

payudara

b) Ibu bekerja

c) Ibu merasa khawatir produksi ASI nya tidak cukup

d) Ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui

e) Ibu merasa sedih, cemas, kesal, dan b ingung

f) Ibu merasa malu untuk menyusui

g) Suami atau keluarga k urang mendukung dan mengerti

ASI

5) Proses Pengeluaran ASI

Ketika bayi menghisap, beberapa hormon yang

berbeda bekerja sama untuk menghasilkan air susu dan

melepaskannya u ntuk diisap. Apabila bayi disusui, maka

gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan

rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria

posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini

menyebabkan sel- sel miopitel di sekitar alveoli akan

berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh

ampulla. Refleks ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit,

misalnya jahitan perineum. Dengan demikian, penting

untuk menempatkan ibu dalam posisi yang nyaman, santai,

dan bebas dari rasa sakit, terutama pada jam -jam me

nyusukan anak. Pengeluaran prolaktin dihambat oleh faktor

Page 42: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

28

-faktor yang belum jelas bahannya, namun beberapa bahan

terdapat kandungan seperti dopamin, serotonin,

katekolamin, dan TSH yang ada kaitannya dengan

pengeluaran prolaktin. Pengeluaran oksitosin selain

dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang

terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara

reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis. Jadi

peranan prolaktin dan oksitosin mutlak diperlukan.

Hormon oksitosin berfungsi mengencangkan otot

halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya.

Dan setelah melahirkan oksitosin juga mengencangkan otot

halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran

susu dan berperan dalam pelepasan ASI / letdown reflek.

e. Human placenta lactogen (HPL)

HPL di keluarkan oleh placenta sejak bulan kedua kehamilan,

dan berperan pada pertumbuhan payudara, puting dan areola

sebelum melahirkan dan pada bulan ke lima dan ke enam

kehamilan payudara siap memproduksi ASI (Astutik, 2014).

4. Refleks dalam Proses Laktasi

Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta

meningkat tetapi ASI belum keluar karena pengaruh hormon

estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron akan

menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan,

Page 43: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

29

sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah

mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini, terjadi

perangsangan pada putting susu, terbentuklah prolaktin oleh

hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. Pada proses laktasi

terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan

refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu

dikarenakan isapan bayi

a. Refleks Prolaktin

Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan

untuk membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas

dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan

progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan saat lepasnya

plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen

dan progesteron juga berkurang.

Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang

payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi

sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke

hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan akan

menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan

sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi

prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang

hipofise anterior sehingga keluar prolaktin.

Page 44: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

30

Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi

untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui

akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai

penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada

peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun

pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu nifas yang

tidak menyusui kadar prolaktin akan menjadi normal pada

minggu ke 2-3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan

meningkat dalam keadaan seperti, stress atau pengaruh psikis,

anastesi, operasi dan rangsangan puting susu.

b. Refleks Aliran (let down reflex )

Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai

ke kelenjar hifofisis depan tetapi juga ke kelenjar hipofisis

bagian belakang, yang mengeluarkan hormon oksitosin.

Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di

dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa

keluar. Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan

saluran makin baik sehingga kemungkinan terjadinya

bendungan ASI makin kecil dan menyusui makin lancar.

Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya

mengganggu proses menyusui tetapi juga mudah terkena

infeksi.

Page 45: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

31

Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah

melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi,

memikirkan untuk menyusui bayi. Faktor- faktor yang

menghambat reflek let down adalah stress, seperti: keadaan

bingung/ pikiran kacau, ta kut dan cemas.

c. Refleks dalam Mekanisme Isapan

Refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi

adalah refleks menangkap (rooting refleks), refleks menghisap,

refleks menelan.

d. Refleks Menangkap (Rooting Refleks)

Timbul saat bayi baru lahir tersentuh pipinya, dan bayi

akan menoleh ke arah sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan

papilla mamae, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha

menangkap puting susu.

e. Refleks Menghisap (Sucking Refleks)

Refleks ini timbul apabila langit- langit mulut bayi

tersentuh oleh puting. Agar puting mencapai palatum, maka

sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Dengan

demikian sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan

antara gusi, lidah dan palatum sehingga ASI keluar.

f. Refleks Menelan (Swallowing Refleks)

Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI,

maka ia akan menelannya.

Page 46: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

32

5. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran ASI

a. Berat badan janin

Bayi dengan berat badan lahir rendah ( BBLR) kurang

dari 2500 gr dalam pemenuhan ASI nya akan bermasalah

karena terlalu lemah dalam menghisap puting ibu dan cepat

lelah sebelum menyusui secara optimal (Richard. E, Robert M,

Kliegman dan Ann M Arvin, 1999). Bayi BBLR mempunyai

kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah meliputi

frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibandingkan

dengan bayi dengan berat badan > 2500 gr yang akan

mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin

dalam produksi ASI. Bayi BBLR juga menyebabkan bayi

harus dirawat terpisah dari ibunya sehingga menyebabkan

frekuensi penghisapan bayi menjadi terhambat.

b. Reflek Isap

Bayi dengan BBLR mempunyai masalah dalam

pemenuhan breast feeding, berkaitan dengan perkembangan

fungsi oral motor yaitu koordinasi gerakan menghisap,

menelan dan bernafas yang belum matang (IDAI, 2013).

Kondisi reflek isap yang lemah akan membuat rangsangan

pada payudara menurun sehingga produksi Air Susu Ibu (ASI)

menurun (Nurliawati, 2010).

c. Inisiasi Menyusui Dini

Page 47: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

33

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang dilakukan segera

sekitar 20-30 menit setelah lahir akan merangsang pengeluaran

hormon prolaktin dan oksitoksin yang berperan dalam proses

laktasi (IDAI, 2013). Penundaan laktasi di awal persalinan

dapat mempengaruhi produksi ASI hal ini dialami oleh ibu

post SC karena bayi harus di rawat terpisah dengan ibunya

sehingga letdown reflek tidak terjadi. (Nurliawati, 2010).

d. Umur kehamilan

Umur kehamilan yang belum matur menyebabkan bayi

lahir dengan berat badan yang rendah dan kemampuan reflek

isap/ fungsi oral motor yang rendah. Pada umur kehamilan

yang rendah nutrisi yang di butuhkan untuk metabolisme bayi

tinggi sehingga ASI di perlukan dalm memenuhi nutrisinya

(IDAI, 2010).

e. Metode Perawatan yang Melancarkan ASI

Metode perawatan yang melancarkan asi diantaranya

adalah perawatan payudara. Perawatan payudara dengan

melakukan pemijatan di daerah payudara dapat merangsang

hipotalamus melepaskan hormon prolaktin. Perawatan

payudara melancarkan sirkulasi darah dan memperbanyak

produksi ASI (Manuaba, 2010) tetapi bayi tidak akan

mendapat ASI cukup bila mengandalkan reflek pembentukan

ASI atau reflek prolaktin saja tetapi harus dibantu dengan

reflek oksitosin (Roesli, 2013). Pijatan oksitoksin dapat

Page 48: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

34

merilekskan ketegangan otot dan menghilangkan stress

sehingga hormon oksitoksin yang berperan dalam proses

pengeluaran dan penyemprotan ASI karena hormon ini

merangsang sel mioepitel di sekitar alveolus berkontraksi dan

meneruskan aliran ASI menuju duktus meningkat (Guyton,

2012).

f. Dukungan suami, keluarga dan petugas kesehatan

Dukungan sosial terutama dari keluarga merupakan

faktor penting dalam proses laktasi karena mendorong ibu

untuk memberikan ASI kepada bayinya (Moody, 2015).

Dukungan keluarga juga akan mengurangi kekhawatiran ibu

sehingga hal ini juga memotivasi ibu untuk melakukan

pemberian ASI walaupun dengan di perah. (Nurliawati, 2010).

Dukungan suami akan memberikan rasa nyaman sehingga

dapat mempengaruhi produksi ASI (Sartono, 2012)

2.1.3 Perawatan Payudara (Breast care)

1. Pengertian perawatan payudara

Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang di lakukan

untuk merawat payudara pada ibu hamil dan ibu melahirkan

2. Tujuan Perawatan Payudara

a. Sebagai acuan dalam memberikan bantuan cara merawat

payudara pada ibu hamil dan ibu post partum.

Page 49: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

35

b. Memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan yang sesuai

standar

3. Prosedur

a. Persiapan Alat

1) Handuk besar 2 buah

2) minyak kelapa atau baby oil

3) 2 buah baskom besar masing-masing berisi air hangat dan

air dingin

4) 2 buah waslap

b. Persiapan pasien

1) Pasien di beri penjelasan tentang hal-hal yang akan di

lakukan

2) Kaji adanya pembesaran payudara

3) Kaji adanya pembesaran ASI

4) Kaji keadaan putting susu

5) Kaji kebersihan payudara

c. Pelaksanaan

1) Petugas mencuci tangan sebelum melakukan tindakan

2) Posisi pasien duduk di kursi atau di tempat tidur

3) Lepaskan pakaian pasien berikut bra pasien

4) Pasang handuk di pundak dan di pangkuan pasien

5) Perawat berada di belakang pasien

Page 50: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

36

6) Tuangkan minyak kelapa atau baby oil secukupnya di

telapak tangan petugas

7) Letakkan tangan petugas diantara payudara pasien

8) Mulai lakukan massage payudara dari bagian tengah keatas

melingkar kekiri

9) Tealapak tangan petugas di urutkan kearah depan dan

payudara di angkat

10) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri, jari tangan sisi

kelingking mengurut payudara ke arah putting.

11) Telapak tangan kiri masih menopang payudara kiri,

kepalkan tangan dan lakukan pengurutan payudara ke arah

putting

12) Usaplah payudara mulai dari bagian atas kearah putting

susu dengan menggunakan ujung jari

13) Lakukan langkah 8-12 sebanyak 30 kali pada masing-

masing payudara

14) Setelah selesai massage, payudara di siram dengan air

hangat dan bergantian dengan air dingin kurang lebih 5

menit.

15) Kemudian kompres kedua payudara dengan air hangat

menggunakan air hangat.

16) Selanjutnya keringkan payudara pasien.

Page 51: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

37

17) Rapihkan pasien dan kembalikan ke posisi aman.

18) Bereskan alat-alat cuci bersih dan simpan ketempat semula

19) Kaji respon pasien setelah di lakukan tindakan.

20) catat hal-hal yang ditemukan saat melakukan tindakan di

status pasien. (SOP RSUD Kota Bandung, 2018)

2.1.4 Pijat Oksitosin

1. Pengertian

Menjaga kebersihan dan kelancaran aliran ASI

2. Tujuan

a. Menjaga atau memperlancar ASI

b. Mencegah terjadinya infeksi

3. Indikasi

Ibu yang mempunyai bayi dan memberikan ASI secara eksklusif

4. Prosedur

a. Persiapan

1) Persiapan alat

a) Kursi

b) Meja

c) Minyak kelapa atau baby oil

d) BH khusus untuk menyusui

e) Handuk

2) Persiapan perawat

Page 52: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

38

a) Menyiapkan alat dan mendekatkannya ke pasien

b) Membaca status pasien

c) Mencuci tangan

3) Persiapan Lingkungan

a) Menutup gorden atau pintu

b) Pastikan privasi pasien terjaga

c) Bantu ibu secara psikologis

d) Bangkitkan rasa percaya diri

e) Coba membantu mengurangi rasa sakit dan rasa takut

f) Bantu pasien agar mempunyai pikiran dan perasaa baik

tentang bayinya.

b. Pelaksanaan

1) Melepaskan baju ibu bagian atas

2) Ibu miring kekanan maupun kekiri lalu memeluk bantal

atau duduk di kursi dengan posisi tengkurap

3) Memasang handuk

4) Melumuru kedua tealapak tangandengan minyak atau baby

oil

5) Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan

menggunakan dua kepalan tangan membentuk melingkar

keci-kecil dengan kedua ibu jarinya

6) Menekan kuat kedua sisi tulang belakang membentuk

gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya

7) Pada saat bersamaan memijat kedua sisi tulang belakang

kearah bawah dari leher kearah tulang belikat, selama2-3

menit.

Page 53: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

39

8) Mengulang pemijatan hingga 3 kali

9) Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan

dingin secara bergantian

c. Evaluasi

1) Menanyakan kepada ibu seberapa paham dan mengerti

tehnik refleksi oksitosin (Keperawatan payudara)

2) Evaluasi perasaan ibu

3) Simpulkan hasil kegiatan

4) Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya

5) Akhiri kegiatan

6) Perawat cuci tangan

d. Dokumentasi

Catat hasil tindakan di catatan perawat (Tanggal, jam, paraf,

nama terang, kegiatan dan hasil pengamatan). (Depkes RI,

2013)

2.1.5 Peran Perawat

1. Peran Perawat dalam Keperawatan Maternitas

Suatu perilaku yang di harapkan, yang di akitkan dengan

standar, merefleksi tujuan dan di nilai yang di laksanakan pada

situasi tertentu.

2. Peran Perawat dalam Asuhan Keperawatan Maternitas

Peranan atau tingkah laku perawatan yang di harapkan dan

di nilai oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan ibu dan bayi

baru lahir.

Page 54: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

40

a. Sebgai pelaksana perawatan

b. Sebagai pendidik

c. Sebagai communikator

d. Sebagai penasehat (Counsellor)

e. Sebagi researcher

f. Sebagai pembela (Advokat)

g. Sebagai manajer

3. Lingkup Peran Maternitas

a. Membantu klien memperoleh kesehatannya

b. Membantu yang sehat memlihara kesehatannya

c. Membantu yang tidak bisa di sembuhkan untuk mencegah

masalah lebih lnjut.

2.2 Perbandingan Pijat Oksitosin Dengan Breast Care Terhadap

Pengeluaran ASI Pada Ibu Post SC

Pijat oksitosin salah satu intervensi yang di lakukan untuk

melancarkan produksi ASI pada ibu post partum termasuk ibu post partum

dengan SC. sebelum di lakukan pijat oksitosin perawat mengidentifikasi

payudara terlebih dahulu, kemudian mengatur posisi pasien sebelum di

lakukan pijat oksitosin dengan posisi berbaring miring atau duduk telungkup

di meja kursi.

Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang balakang

(vertebrae) sampai tulang Costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk

Page 55: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

41

merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo,

2013, Indiyani, 2012, Yohmi & Roesli, 2013).

Pijat oksitosin ini di lakukan untuk merangsang refleks oksitosin dan

refleks letdown. Selain untuk merangsang letdown manfaat pijat oksitosin

adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak

(Engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon

oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes

RI, 2012).

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Siti Nur Endah dan Imas

Masdinarsah pada tahun 2011 dengan judul “ pengaruh pijat oksitosin

terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu post partum di rumah sakit

Muhammadiyah Bandung” menunjukan waktu pengeluaran kolostrum

kelompok perlakuan rata-rata 5,8 jam, sedangkan lama waktu kelompok

kontrol adalah 5,89 jam.

Hasil lainnya di tunjukan dalam penelitian Eko Mardiyaningsih tahun

2011 dengan judul “Efektifitas kombinasi tehnik marmet dan pijat oksitosin

terhadap produksi ASI ibu post sectio caesarea di rumah sakit jawa tengah”

menunjukan ibu post sectio yang produksi ASI nya lancar yaitu 23 orang

sedangkan pada kelompok kontrol hanya 9 orang yang produksi ASI nya

lancar.

Page 56: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

42

2.3 Kerangka Konseptual

Normalnya proses menyusui sudah dapat di mulai dengan segera

setelah bayi lahir namun pada ibu post SC belum bisa di lakukan IMD,

sehingga proses laktasi menjadi tertunda. Selain faktor dari ibu faktor dari

bayi juga mempengaruhi produksi ASI. Dimana kondisi ibu dan bayi dirawat

terpisah dapat mempengaruhi kelancaran ASI. Dukungan suami, keluarga,

petugas kesehatan serta pengetahuan ibu dan keluarganya berpengaruh

terhadap produksi ASI (IDAI, 2010).

Banyak factor yang berpengaruh terhadap produksi dan pengeluaran

ASI, pijat oksitosin merupakan salah satu cara yang dapat membantu ibu

merasa rileks dan hal tersebut dapat merangsang pengeluaran hormone

oksitosin yang berguna untuk kontraksi kelenjar susu sehingga produksi ASI

menjadi lancar (Mardiyaningsih, 2010). Produksi ASI yang meningkat dan

pengeluarannya yang lancar akan membuat ibu percaya diri dalam

memberikan ASI pada bayinya.

Produksi ASI yang cukup atau kurang dapat di ukur melalui puting,

tegangnya payudara ibu sebelum menyusui dan akan berkurang setelah

menyusu (Soetjiningsih, 2012). Pada penelitian ini karena post section

caesarea sehingga untuk mengetahui lancarnya pengerluaran ASI maka tanda-

tanda yang dirasakan apabila reflek oksitosin aktif maka setelah dilakukan

tindakan pijat oksitosin ibu akan merasa di peras atau tajam pada payudara

saat sebelum meneteki bayi atau selama meneteki, ASI mengalir pada

payudara sebelah lain jika bayi menetek pada payudara lainnya, nyeri karena

Page 57: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

43

kontraksi Rahim, kadang dengan aliran darah, selama menetek dalam minggu

pertama ibu melahirkan dan isapan pelan dan dalam dari bayi serta bayi

terlihat ataupun terdengar menelan ASI merupakan tanda bahwa ASI

mengalir dalam mulut bayi. Begitu pula pada kelompok kontrol dilakukan

dengan observasi terhadap kelancaran ASI tetapi pada kelompok kontrol tidak

dilakukan intervensi pijat oksitosin.

Page 58: PERBANDINGAN PIJAT OKSITOSIN DENGAN BREAST CARE …

44

Bagan 2.1

Kerangka Konseptual Perbandingan Pijat Oksitosin Terhadap Kelancaran

ASI Pada Ibu Dengan Sectio Caesarea

Sumber : Modifikasi dari Nurliawati (2010); Manuaba (2010); Guyton (2012)

Pijat Oksitosin

Breast Care

Pengeluaran ASI

Metode Perawatan

Payudara

Pemijatan di daerah

payudara

Merangsang

hipotalamus

Melepaskan hormon

prolaktin

Pemijatan tulang

belakang

Melepaskan hormon

oksitosin

Meraengsang sel mioepitel di

sekitar alveolus