perbedaan pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah …
TRANSCRIPT
PERBEDAAN POLA PERTUMBUHAN SKELETAL
VERTIKAL WAJAH DAN HUBUNGAN INSISAL
PADA PASIEN ORTODONTI LEPASAN
DI KLINIK RSGMP FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
UMASUNDARI A/P VIJAN
110600175
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2017
Umasundari a/p Vijan
Perbedaan Pola Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Dan Hubungan Insisal
Pada Pasien Ortodonti Lepasan Di RSGMP FKG USU.
X+ 28 Halaman
Pola pertumbuhan wajah dalam arah vertikal merupakan salah satu komponen
penting yang mempengaruhi perkembangan oklusi. Dimensi vertikal ini dipengaruhi
erupsi gigi geligi permanen dan bergantung pada hubungan vertikal serta horizontal
antara mandibula dengan maksila. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang data diolah secara analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap
hubungan insisal dalam arah vertikal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di
RSGMP FKG USU. Populasi penelitian ini adalah pasien piranti ortodonsia lepasan
RSGMP FKG USU usia 6-12 tahun dan belum pernah mendapat perawatan ortodonsia.
Sampel penelitian adalah 150 radiografi sefalometri lateral dan dibagi atas kelompok
hiperdivergen, normodivergen dan hipodivergen. Hasil penelitian ini menunjukkan
hasil Uji Anova One Way menunjukkan perbedaan signifikan pada overjet sebesar
p=0.003 dan overbite sebesar p=0.002. Terdapat hubungan antara pola pertumbuhan
vertikal wajah dengan overjet dan overbite pada pasien ortodonti lepasan di RSGMP
FKG USU. Terlihat pola pertumbuhan skeletal wajah memiliki hubungan yang
bermakna terhadap hubungan insisal pada pasien ortodonti lepasan.
Daftar Rujukan : 31 (1965-2015)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadpan tim penguji
pada tanggal 20 November 2017
TIM PENGUJI SKRIPSI
KETUA : Ervina Sofyanti, drg., Sp. Ort
ANGGOTA : 1. Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort (K)
: 2. Aditya Rachmawati,drg.,Sp.Ort
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
kurniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Perbedaan
Pola Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Dan Hubungan Insisal Pada Pasien
Ortodonti Lepasan Di Klinik RSGMP FKG USU’ sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua
saya, yaitu Vijan Mariappan dan Anjali Devi Paramasivan, adik tercinta Segar Vijan
dan Nandini Vijan yang selalu ada untuk mendukung dan mendoakan penulis dalam
mengerjakan skripsi ini sehingga semakin termotivasi dalam pengerjaannya. Dalam
penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat banyak bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., MKes., Sp.RKG (K) sebagai Dekan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp. Ort (K) sebagai Ketua Departemen
Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan
sebagai penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.
3. Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort., sebagai Koordinator Skripsi
di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara dan sebagai penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk
penulis.
4. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort (K) sebagai pembimbing yang
telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan kesabaran untuk membimbing,
diskusi, dan memberi saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Putri Welda Utami R, drg., MDSc, Sp.Pros sebagai dosen
pembimbing akademik atas motivasi dan bantuannya kepada penulis selama
masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia
Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.
7. Teman-teman terkasih Renuka Kunasehkarin, Geethajini
Ganesan dan Meylia Lestari yang selalu ada dalam membantu dan memberi
semangat kepada penulis sehingga penulis termotivasi dalam menyusun
skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan semoga skripsi ini
dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu, dan masyarakat dtentang hubungan
asimetri mandibula dan pola pertumbuhan vertikal wajah.
Medan,20 November 2017
Penulis,
Umasundari a/p Vijan
NIM: 110600175
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Maloklusi ............................................................................................ 5
2.1.1 Maloklusi Dental ........................................................................ 5
2.1.1.1 Klas I Angle .......................................................................... 5
2.1.1.2 Klas II Angle .............................................................. 6
2.1.1.3 Klas III Angle ............................................................. 6
2.1.1.4 Hubungan Insisal ...................................................................... 7
2.1.2 Maloklusi Skeletal ....................................................................... 8
2.1.2.1 Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Sagital ........................ 8
2.1.2.2 Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Vertikal ..................... 9
2.2 Analisis Studi Model .......................................................................... 10
2.3 Analisisis Radiografi ......................................................................... 10
2.4 Hubungan Insisal Dengan Pola Pertumbuhan
Wajah Dalam Arah Vertikal............................................................. 12
2.5 Kerangka Teori................................................................................... 13
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................... 14
Bab 3 Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................... 15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Lokasi Dan Waktu.............................................................................. 15
3.3 Populasi Dan
Sampel
................................................................................................................
15 ............................................................................................................
3.4 Variabel Dan Definisi Operasional .................................................... 16
3.4.1 Variabel ..................................................................................... 16
3.4.2 Definisi Operasional.................................................................. 17
3.5 Alat Dan Bahan .................................................................................. 17
3.5.1 Alat ............................................................................................ 17
3.5.2 Bahan ........................................................................................ 18
3.6 Prosedur Penelitian............................................................................. 19
3.7 Pengolahan Data................................................................................. 19
3.8 Analisis Data ...................................................................................... 20
Bab 4 Hasil Penelitian ................................................................................. 21
Bab 5 Pembahasan ...................................................................................... 25
Bab 6 Kesimpulan Dan Saran .................................................................... 28
6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 28
6.2 Saran ........................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nilai rata-rata overjet dengan sefalometri dan model studi
2. pasien di RSGMP USU dengan uji-t ....................................................21
3. Nilai rata-rata overbite dengan sefalometri dan model studi
4. Pasien di RSGMP USU dengan uji-t ...................................................22
5. Overjet berdasarkan tipe pertumbuhan wajah ......................................22
6. Overbite berdasarkan tipe pertumbuhan wajah ....................................23
7. Rerata overjet berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah
dengan uji one way anova ....................................................................24
8. Rerata overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah
dengan uji one way anova ...................................................................24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III Angle ......................................... 7
2. Pengukuran Overbite/Overjet..................................................................8
3. Sudut MP-SN ..........................................................................................9
4. Panaromik ............................................................................................11
5. Sefalometri lateral ................................................................................11
6. Alat dan Bahan ......................................................................................18
7. Metode Penelitian .................................................................................19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Ethical Clearance
2. Jadwal Pelaksaan Penelitian
3. Rincian Biaya Penelitian
4. Hasil Data Penelitian
5. Hasil Uji Statistik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Definisi ortodonsia menurut American Board of Orthodontics (ABO) dan
diadopsi oleh American Association of Orthodontists adalah salah satu cabang ilmu
dalam kedokteran gigi yang bertanggungjawab terhadap studi pertumbuhan dan
perkembangan gigi serta struktur anatomi yang berkaitan sejak lahir sampai dewasa.
Prosedur pencegahan, perbaikan, dan penyimpangan gigi yang memerlukan reposisi
gigi dengan cara fungsional dan mekanis untuk membangun oklusi normal dan kontur
wajah yang menyenangkan. Dalam bidang kedokteran gigi dimensi vertikal
merupakan salah satu topik yang sering dibahas. Dimensi vertikal adalah jarak antara
titik pada maksila dan titik pada mandibula dimana gigi berada dalam oklusi. Dimensi
vertikal merupakan salah satu komponen penting dalam perawatan ortodonsia karena
fungsi mastikasi, pengucapan dan estetika wajah bergantung pada hubungan vertikal
antara mandibula dengan maksila. Teknik penentuan dimensi vertikal wajah diukur
melaluibanyak cara antaranya adalah metode bicara, analisis fotografi, pengukuran
wajah dan secara intra oral merupakan radiografi sefalometri, baik dalam arah frontal
maupun lateral.1-4
Maloklusi merupakan penyimpangan dari oklusi normal. Maloklusi dapat
dinilai dalam arah sagital, vertikal, dan transversal. Etiologi maloklusi yang
melibatkan kelainan dalam arah vertikal skeletal merupakan masalah yang kompleks.
Kombinasi yang terjadi: pertumbuhan yang berlebihan atau berkurang dari satu atau
lebih segmen alveolar, pertumbuhan ramus dan basis kranial posterior yang berlebihan
memungkinkan rotasi mandibula ke atas sehingga memanjang panjang ramus dan
corpus mandible memendek serta sudut gonial yang menurun, basis rahang atas dan
bawah yang konvergen dan pola pertumbuhan horizontal atau rotasi ke depan atau
rotasi lawan arah jam dari rahang bawah.1 Berbagai klasifikasi diusulkan oleh peneliti
yang berbeda berdasarkan hasil yang ditemukan pada saat pemeriksaan klinis dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilihat hubungan. Klasifikasi maloklusi sangat penting bagi pemeriksaan klinis
kedokteran gigi karena menandakan identitas suatu maloklusi yang berkaitan dengan
diagnosis dalam penyusunan rencana perawatan yang tepat.4-6
Pada umumnya, radiografi sefalometri lateral digunakan untuk menganalisis
perubahan dimensi vertikal dan sagittal maksila dan mandibula. Dalam analisis
dimensi vertikal, sudut MP-SN menurut Steiner dipergunakan untuk melihat pola
pertumbuhan wajah. Pola pertumbuhan wajah dalam arah vertikal dibagi menjadi tiga
tipe, yaitu hipodivergen, normodivergen dan hiperdivergen. Nilai normal rata-rata
sudut MP-SN adalah 32°. Bila sudut MP-SN lebih kecil dari normal, berarti pola
pertumbuhan wajah ke arah depan dan berlawanan arah jarum jam sehingga wajah
terlihat lebih pendek (hipodivergen) sedangkan bila sudut MP-SN lebih besar dari
normal, berarti pola pertumbuhan wajah ke arah bawah dan searah jarum jam
asehingga wajah terlihat lebih panjang (hiperdivergen). Schudy menyatakan bahwa
inklinasi bidang mandibula merupakan indikator yang baik dalam menentukan rotasi
mandibula. Sudut MP-SN yang kecil mengindikasikan mandibula rotasi ke depan,
sedangkan sudut yang besar mengindikasi mandibula rotasi ke belakang. Bjork
menunjukkan batas bawah mandibula mengalami perubahan sehingga menutupi rotasi
rahang. Isaacson dkk., dalam studi yang dilakukannya menyatakan orang dengan besar
sudut MP-SN yang lebih kecil dari 26° tergolong hipodivergen dan sudut lebih besar
dari 38° tergolong tipe hiperdivergen.7-8
Beberapa penelitian telah menetapkan pedoman dalam diagnosis dan
penyusunan rencana perawatan pada kasus overjet yang besar dan overbite yang
dalam. Perubahan overbite tergantung pada proses perubahan alveolar. Variasi
overbite sulit untuk diprediksi di fase awal gigi desidui atau gigi campuran. Jika
overbite tidak dirawat selama periode pertumbuhan individu, ini akan menimbulkan
gangguan fungsional yang serius, abrasi patologis, masalah gangguan sendi rahang
dan mengganggu fungsi pengunyahan. Perubahan overjet tergantung pada pengeseran
garis median, bentuk lengkung gigi dan erupsi gigi. Perbaikan overbite dan overjet
sangat diperlukan karena mempengaruhi estetika wajah dan kesehatan gigi individu.9-
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sasso dkk., (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
karakteristik open bite berdasarkan kajian sefalometri pada pola erupsi gigi. Tujuan
dari penelitian ini untuk membandingkan pola dental pasien dengan maloklusi
anterior open bite terhadap individu overbite normal pada subjek usia 7 hingga 10
tahun dengan menggunakan sefalometri lateral, radiografi panoramik dan studi model.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada
inklinasi dataran oklusal dan posisi gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah, serta
sudut inklinasi insisal maksila dan mandibula berbeda secara statistik antara pasien
dengan anterior open bite dengan individu overbite normal, yang menunjukkan bahwa
anterior open bite mungkin berasal dari kelainan dental. Pada penelitian Patel dan
Sharma (2013) untuk mengetahui overbite pada maloklusi klas II divisi 1 dan klas II
divisi 2 Angle melalui evaluasi dentoalveolar dan skeletal. Hasil penelitian
menunjukan bahwa sudut mandibula (MP-SN) lebih kecil pada kasus Klas-II div.1
dibandingkan dengan kasus Klas-II div.2.11-12
Berdasarkan penelusuran kepustakaan diatas, terlihat bahwa pola skeletal
wajah vertikal mempunyai hubungan yang erat dengan pertumbuhan insisal
berdasarkan kajian sefalometri. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian
tentang hubungan skeletal wajah vertikal terhadap hubungan insisal (kajian
sefalometri) pada pasien yang sedang dalam tahap tumbuh kembang dirawat di
RSGMP FKG USU.
1.2 Rumusan Masalah
1.Bagaimana perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overjet
pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU?
2. Bagaimana perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overbite
pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU?
3. Bagaimana perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap hubungan
insisal dalam arah vertikal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP
FKG USU?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
1. Mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overjet
pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU.
2. Mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap overbite
pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU.
3. Mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal wajah terhadap hubungan
insisal dalam arah vertikal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP
FKG USU.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Membantu menegakkan diagnosis dan rencana perawatan ortodonsia
yang tepat sehingga dapat dilakukan antisipasi terhadap pola pertumbuhan skeletal
vertikal wajah.
2. Sebagai panduan untuk melakukan penelitian lanjutan.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat bahwa pola pertumbuhan skeletal
vertikal wajah dapat mempengaruhi perkembangan maloklusi yang dimilikinya
apabila tidak dirawat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan ketidakteraturan oklusi
dalam pertumbuhan gigi geligi. Terdapat dua jenis maloklusi dalam arah vertikal yaitu
gigitan dalam (deep bite) dan gigitan terbuka (open bite). Deep bite terjadi bila jarak
vertikal antara gigi maksila dan mandibula lebih dari normal, sementara open bite
terjadi bila tidak ada kontak antara gigi maksila dan mandibula ketika pasien berada
dalam oklusi sentris.1 Maloklusi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu
skeletal, dental dan fungsional. Maloklusi tipe skeletal terjadi karena gangguan
pertumbuhan dan perkembangan rahang yang menyebabkan hubungan maksila dan
mandibula terhadap tulang yang tidak harmonis. Analisis sefalometri dari pemeriksaan
penunjang yaitu radiografi sefalometri, seperti radiografi sefalometri lateral atau
sefalometri antero-posterior. Analisis hubungan gigi, kranium, dan jaringan lunak
dalam perawatan ortodonsia umumnya menggunakan radiografi sefalometri lateral.4-6
2.1.1 Maloklusi Dental
Edward Angle memperkenalkan klasifikasi maloklusi pada tahun 1899.
Klasifikasi ini tetap digunakan setelah lebih dari 100 tahun karena kemudahan
aplikasinya. Menurut Angle, molar pertama maksila dan mandibula adalah kunci
oklusi. Klasifikasi Angle dibagi tiga yaitu Klas I Angle, Klas II Angle dan Klas III
Angle.1
2.1.1.1 Klas I Angle
Ciri utama Klas I Angle adalah relasi molar Klas I dimana puncak tonjol
mesiobukal gigi molar pertama permanen maksila berada pada groove bukal molar
pertama permanen mandibula, dengan satu atau lebih gigi anterior malposisi, crowding
atau spacing. Maloklusi yang sering ditemukan di sini adalah ketidakteraturan gigi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
anterior mandibula, kaninus maksila lebih erupsi ke arah bukal, rotasi insisivus dan
pergeseran gigi akibat kehilangan gigi (Gambar 1).1
2.1.1.2 Klas II Angle
Molar pertama permanen maksila terletak lebih ke mesial daripada molar
pertama permanen mandibula atau puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama
permanen maksila letaknya lebih ke anterior daripada groove bukal gigi molar pertama
permanen mandibula (Gambar 1).1,13.
a. Klas II divisi 1
Pada maloklusi ini, terdapat proklinasi insisivus atas yang sering ditemukan
bibir atas hipotonus, pendek dan tidak dapat menutup sempurna. Bentuk lengkung
rahang berbentuk ‘V’.
b. Klas II divisi 2
Maloklusi tipe menunjukkan relasi molar Klas II Angle dengan ciri-ciri
inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan inklinasi insisivus lateral ke labial.
Overbite yang dalam dan bentuk lengkung rahang seperti huruf ‘U’ sering ditemukan
pada pasien ini.
Apabila dilihat dari kesimetrisan klasifikasi molar antara sisi kanan dan kiri,
maka dikenal maloklusi Klas II subdivisi yang ditandai dengan relasi molar Klas II
pada satu sisi dan relasi molar Klas I pada sisi yang lain. 1,13
2.1.1.3 Klas III Angle
Pada Klas III Angle, gigi molar pertama permanen maksila terletak lebih ke
distal dari gigi molar pertama permanen mandibula atau puncak tonjol mesiobukal gigi
molar pertama permanen maksila letaknya lebih ke posterior dari groove bukal gigi
molar pertama permanen mandibula (Gambar 1). Klas III terbagi dua, yaitu True Class
III dan Pseudo Class III.1,14
a) True Class III. Maloklusi ini merupakan maloklusi tipe skeletal yang
disebabkan faktor genetik. Maloklusi ini dapat disebabkan oleh ukuran mandibula
yang besar, mandibula yang terletak lebih ke anterior, maksila yang kecil atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
retroposisi. Inklinasi insisivus mandibula lebih ke arah lingual dan terdapat overjet
yang normal, tepi lawan tepi, atau gigitan terbalik anterior.
b) Pseudo Class III. Tipe maloklusi ini terjadi karena faktor habitual, yaitu
pergerakan mandibula ke depan ketika menutup rahang. Maloklusi ini juga dinamakan
sebagai maloklusi klas III ‘postural’ atau ‘habitual´.
Apabila dilihat dari kesimetrisan klasifikasi molar antara sisi kanan dan kiri,
maka dikenal maloklusi Klas III subdivisi yang ditandai dengan maloklusi dimana
terdapat relasi molar Klas III pada satu sisi dan relasi molar Klas I pada sisi yang
lain.1,14
Gambar 1. Klasifikasi maloklusi Angle’s
klas I, klas II dan klas III
2.1.1.4 Hubungan Insisal
Hubungan gigi anterior ditentukan berdasarkan jarak overjet dalam arah
horizontal dan overbite dalam arah vertikal memakai satuan milimeter (mm). Overjet
adalah jarak horizontal antara ujung insisal gigi insisivus rahang atas terhadap bidang
labial gigi insisivus pertama rahang bawah, dan tinggi overbite adalah jarak vertikal
antara ujung insisal rahang bawah sampai ujung insisal rahang atas.1,9-12
a) Overbite
Menurut Graber, istilah overbite adalah tepi insisal maksila menutup secara
vertikal terhadap mandibula dalam keadaan oklusi (Gambar 2). Pada oklusi sentrik
overbite normal adalah 1-3 mm. Gigitan dalam dapat dibedakan atas tipe dentoalveolar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan skeletal yang dipengaruhi oleh pola pertumbuhan rahang. Oleh karena itu,
pengendalian overbite harus diperhatikan dalam setiap rencana perawatan.1,9-12,15-19
b) Overjet
Istilah overjet adalah jarak horizontal antara ujung insisal gigi insisivus rahang
atas terhadap bidang labial gigi insisivus pertama rahang bawah. ( Gambar 2). Ukuran
standar untuk overjet adalah 2-4mm.1,9-10,14,17-20
Gambar 2. Overjet dan overbite
2.1.2 Maloklusi Skeletal
Aspek Maloklusi skeletal disebabkan karena abnormalitas pada maksila atau
mandibula. Abnormalitas ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan antara
rahang. Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital, vertikal,
maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati ataupun
retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah berkurang atau berlebih. Pada arah
transversal berupa rahang sempit ataupun lebar.1,14
a. Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Sagital
Pengerakan sagital pada skeletal wajah adalah maloklusi yang disebabkan
oleh malrelasi antara maksila dan mandibula. Hubungan sagital dibagi dalam tiga Klas
yaitu relasi Klas I skeletal merupakan hubungan yang normal dari maksila dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mandibula dengan sudut ANB berkisar antara 0-4o, Klas II skeletal apabila sudut ANB
lebih besar dari 4o, dan Klas III skeletal apabila kurang dari 0o .1,14,21-22
b. Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah Vertikal
Pengukuran morfologi vertikal pada skeletal wajah terbagi dua yaitu bidang
mandibula ke dataran frankfurt (MP:FH) dan bidang mandibula ke sella tursika
(MP:SN). Menurut Down’s, bidang mandibula adalah garis yang menghubungkan titik
gonion dan menton. Sudut MP:FH diperoleh dari perpotongan bidang mandibula (MP)
dan dataran frankfurt (FH). Jika sudut MP:FH meningkat, pola pertumbuhan wajah
cenderung ke arah vertikal atau hiperdivergen. Sudut MP:FH yang tinggi dapat
ditemukan pada wajah retrusif dan protrusif. Nilai ideal dari sudut ini berkisar antara
17o sampai 28o dengan nilai rata-rata 21,9o.1,22
Menurut Steiner, dataran mandibula adalah garis yang ditarik dari titik gonion
dan gnathion. MP:SN adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan dataran mandibula
ke basis kranial anterior (SN) ( Gambar 3 ). Nilai normal rata-rata sudut MP:SN adalah
32° ± 5°. Besar sudut MP:SN mengindikasikan pola pertumbuhan wajah individu.
Nilai sudut MP-SN yang lebih kecil mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah
horizontal sedangkan nilai sudut MP:SN yang lebih besar mengindikasikan pola
pertumbuhan wajah ke arah vertikal. 1, 5-8,12,15,22
Gambar 3. Sudut MP-SN
Tipe vertikal wajah menurut Steiner dibagi menjadi 3 yaitu tipe hipodivergen
dengan besar sudut MP:SN< 27°, tipe normodivergen dengan MP:SN 27°-37° dan tipe
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hiperdivergen dengan MP-SN >37°. Nilai rata-rata sudut ini adalah 32o. Sudut MP-SN
yang kecil mengindikasikan pola pertumbuhan wajah yang cenderung ke arah
horizontal sedangkan sudut MP:SN yang besar menunjukkan pola pertumbuhan wajah
ke arah vertikal. Sudut MP:SN yang berlebih atau kurang menunjukkan pola
pertumbuhan yang tidak menguntungkan dalam menentukan rencana perawatan dan
dapat mempengaruhi hasil akhir perawatan.1,5-8,12,15,22-24
2.2 Analisis Model Studi
Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk
menentukan diagnosis ortodonsia dan perencanaan perawatan. Rencana perawatan
yang lengkap dan akurat akan menentukan keberhasilan perawatan.Analisis model
studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu sagital, transversal, dan
vertikal. Penilaian dalam arah sagital meliputi: hubungan molar pertama, kaninus, dan
insisivus permanen, yaitu maloklusi klas I, klas II, atau klas III Angle; overjet dan
prognasi atau retrognasi maksila maupun mandibula. Penilaian dalam arah transversal
meliputi: pergeseran garis median, asimetri wajah dan asimetri lengkung gigi.
Penilaian dalam arah vertikal antara lain meliputi: overbite, deepbite, openbite anterior
maupun posterior, serta ketinggian palatum.25-26
2.3 Analisis Radiografi
Radiografi pasien sangat penting bagi seorang dokter gigi untuk melihat
adanya kelainan secara jelas, sehingga dapat membantu dalam hal menentukan
diagnosa serta rencana perawatan. Salah satu teknik foto rontgen gigi ekstraoral adalah
panoramik (Gambar 4 ). Foto panoramik merupakan foto rontgen ekstra oral yang
menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur kranial termasuk mandibula
dan maksila beserta struktur pendukungnya. Hasil radiografi ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi,
mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4. Panaromik
Teknik foto rontgen gigi ekstraoral yang seterusnya adalah sefalometri lateral
(Gambar 5). Sefalometri lateral dapat membantu evaluasi dimensi vertikal, evaluasi
relasi skeletal antara rahang atas dan bawah serta implan yang akan dipasang, dengan
kemudahan akses pada peralatan dan biaya yang tidak mahal. Dalam melakukan
perawatan ortodonsia diperlukan anamnesa, analisis ekstra oral, analisis intra oral,
analisis model studi, analisis fungsional, analisis kebutuhan ruangan, dan analisis
sefalometri. Analisis sefalometri diperoleh dari pemeriksaan penunjang yaitu
radiografi sefalometri lateral atau antero-posterior. Radiografi sefalometri lateral
umumnya digunakan untuk menganalisis hubungan gigi, kranium dan jaringan lunak
dalam perawatan ortodonsia. Penelitian ini menggunakan sefalometri lateral untuk
menentukan pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah dengan hubungan insisal..27-28
Gambar 5. Sefalometri lateral
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4 Hubungan Insisal Dengan Pola Pertumbuhan Wajah Dalam Arah
Vertikal.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bishara dkk., tentang asimetri gigi dan
wajah menunjukkan bahwa pertumbuhan pada kepala kondilus terjadi dalam arah ke
atas dan ke dalam. Pertumbuhan mandibula dinyatakan sebagai perpindahan ke arah
bawah dan ke depan, yang merupakan contoh translasi utama. Proses translasi ini dan
perubahan kompleks nasomaksilari memungkinkan untuk pertumbuhan faring, lidah
dan struktur lain yang terkait. Pertumbuhan pada kondilus berkompensasi untuk
perpindahan vertikal mandibula dan mengakomodasikan erupsi gigi secara vertikal.
Resorpsi tulang pada batas anterior dan deposisi pada batas posterior dari kedua dua
ramus juga mempengaruhi pertumbuhan anteroposterior dari ramus dan badan
mandibula. Perubahan ini mengakibatkan corpus mandible posterior bertambah
panjang untuk mengakomodikasikan erupsi gigi molar permanen.17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5 Kerangka Teori
Maloklusi
Dental Skeletal
Sefalometri lateral
Vertikal
Analisis model
Fungsional
Transversal Transversal Sagital
Hubungan Insisal
Pola pertumbuhan skeletal
wajah
MP-SN
Vertikal Sagital
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.6 Kerangka konsep
Hubungan Insisal
Overjet / Overbite
Pola Pertumbuhan Wajah Arah
Vertikal
MP-SN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengolahan data secara
analitikuntuk mengetahui perbedaan pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah dan
hubungan insisal pada pasien ortodonsia lepasan yang dirawat di RSGMP FKG USU.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara pada bulan Oktober 2016 - September 2017.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah pasien yang menggunakan ortodonsia
lepasan di klinik RSGMP FKG USU
Sampel yang digunakan memiliki kriteria inklusi yaitu:
1. Pasien dirawat pada tahun 2016.
2. Pasien berusia 6-12 tahun.
3. Gigi molar pertama telah erupsi sempurna.
4. Gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah sudah erupsi sempurna.
5. Pasien belum menjalani perawatan ortodonsia.
Kriteria ekslusi:
1. Rekam medis pasien tidak lengkap
2. Model studi tidak dalam keadaan yang baik.
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus:
𝑛 =( Z ∝ √Po(1 − Po) + 𝑍𝛽√𝑃𝑎(1 − 𝑃𝑎)) 2
(𝑃𝑎 − 𝑃𝑜) 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterangan:
α = 5% (1,96) (derajat kepercayaan, untuk α = 5% maka α = 1.96)
β = 10 (1,284) (derajat kepercayaan untuk, untuk β = 10% maka β = 1.282)
Po = 0.8 standar deviasi (menurut hasil penelitian Osmar.A dkk)
Pa-Po= 20% ( presisi mutlak, dipilih sebesar 20% sehingga = 0.2)
Perhitungan :
𝑛 =(1.96 √0.8(1 − 0.8) + 1.284√0.6(1 − 0.6)) 2
(0.2) 2
n = 0,78 + 0,63
0,04
n = 50
Jadi jumlah sampel minimal pada penelitian ini adalah 50 orang. Sampel minimal
adalah 50 orang per kelompok. Penelitian ini terbahagi 3 kelompok. Total sampel
adalah 150 orang.
3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas: pola skeletal vertikal wajah
2. Variabel tergantung: hubungan insisal (overbite / overjet) / pola vertikal
skeletal
3. Variabel terkendali: radiograf sefalometri lateral dan model gigi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4.2 Defenisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Cara
Pengukuran
Hasil
Pengukuran
Skala
Pengukuran
1 Morfologi
vertikal
skeletal
wajah
Pola
pertumbuhan
wajah dalam
arah vertikal
yang diukur
pada sudut MP-
SN
Visual (
pada
sefalometri
lateral)
-Tipe
hipodivergen
dengan sudut
MP-SN < 27°
-Tipe normal
dengan MP-
SN 27°-37°
-Tipe
hiperdivergen
dengan MP-
SN >37°
Nominal
2 Hubungan
insisal
Overjet =
dimana gigi
bawah jauh di
belakang gigi
depan atas.
Overbite =
jarak vertikal
antara insisal
rahang bawah
sampai insisal
rahang atas.
Visual (pada
model studi)
-Overbite
normal = 1-
3mm
- Overjet
normal = 2-
4mm
Numerik
3.5 Alat Dan Bahan
3.5.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Tracing box
2. Penggaris busur
3. Penggaris tiga segi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Penggaris besi
5. Pensil
6. Selotip
7. Jangka
8. Penghapus
3.5.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Model studi (maksila / mandibula)
2. Sefalometri lateral
3. Kertas penapak
Gambar 6. Alat dan bahan penelitian. (A) Tracing box, (B) Jangka, (C) Penghapus, (D)
Penggaris besi, (E) Pensil 2B, (F) Penggaris busur, (G) Selotip, (H) Penggaris segitiga, (I)
Model studi, (J) Sefalometri lateral sebelum perawatan, (K) Kertas penapak.
B A C D
E F
G
H
I
J K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan sefalometri lateral dan model studi pasien yang kualitasnya baik.
2. Mengumpulkan sampel sebanyak 150 model studi (dibahagi pada 3 kelompok)
beserta sefalometrinya untuk analisis.
3. Mengukur overjet/overbite dengan menggunakan jangka dan penggaris pada
setiap model studi dan sefalometri. (Gambar 4)
4. Mengidentifikasi pola morfologi vertikal skeletal wajah. (Gambar 4)
5. Melakukan penapakan sefalogram di atas tracing box dengan sinar lampu pada
kertas penapak yang telah difiksasi ke sefalogram.
6. Memasukkan data pengukuran ke dalam tabel.
7. Mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan dan tabulasi data.
Gambar 7. Peneliti sedang mengukur overjet/overbite dengan
menggunakan jangka dan penggaris pada 150 model studi dan
sefalometri lateral dan mengidentifikasi pola morfologi vertikal
skeletal wajah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.7 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi.
3.8 Analisis Data
Hasil data penelitian hubungan insisal dan pola pertumbuhan vertikal wajah
pada pasien ortodonsia dilakukan dengan menggunakan uji Anova one way untuk
mendapatkan hasil hubungan antara dua kelompok.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah pasien yang sedang dirawat di klinik ortodonsia
RSGMP FKG USU dengan piranti ortodonsia lepasan. Penelitian ini menggunakan
data sekunder berupa sefalometri lateral dan model studi yang telah memenuhi kriteria
sampel.
Tabel 1 menunjukkan nilai rerata overjet pada pasien ortodonsia di RSGMP
FKG USU dengan uji-t. Pengukuran overjet dilakukan pada sefalometri dan model
studi serta diuji secara intra-observer. Berdasarkan hasil uji-t, tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara sefalometri dan model studi dengan nilai p= 0.000 (p < 0.05).
Tabel 1. Nilai rerata overjet dengan sefalometri lateral dan model studi pasien di
RSGMP FKG USU
Overjet N Rerata SD P
Sefalometri Lateral 150 0.55 0.504
0.000* Model Studi 150 0.51 0.501
*Perbedaan bermakna= p < 0.05
Tabel 2 menunjukkan nilai rerata overbite pada pasien ortodonsia di RSGMP
FKG USU dengan uji-t. Pengukuran overbite dilakukan pada sefalometri dan model
studi serta diuji secara intra-observer. Berdasarkan hasil uji-t, tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara sefalometri lateral dan model studi dengan nilai p= 0.000 (p <
0.05).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2. Nilai rerata overbite dengan sefalometri lateral dan model studi pasien di
RSGMP FKF USU.
Overbite N Rerata SD P
Sefalometri Lateral 150 0.55 0.507
0.000* Model studi 150 0.40 0.492
*Perbedaan bermakna= p < 0.05
Penilaian overbite dan overjet dari suatu maloklusi dapat ditemukan dari
pemeriksaan model studi dan analisis sefalometri lateral. Pengukuran dilakukan untuk
menguji hasil hubungan insisal antara model studi dan sefalometri lateral. Tidak
ditemukan perbedaan bermakna antara nilai overbite dan overjet pada sefalometri dan
model studi. (Tabel 3 dan Tabel 4)
Tabel 3 menunjukkan overjet berdasarkan tipe pertumbuhan wajah. Hasilnya
menunjukkan 58% (n=29) sampel memiliki overjet normal dan 42% (n=21) sampel
memiliki overjet diluar batas normal pada tipe wajah hiperdivergen. Pada tipe wajah
normodivergen, 46% (n=23) sampel memiliki overjet yang normal dan 54% (n=27)
samepl memiliki overjet diluar batas normal. Pada sampel hipodivergen, 40% (n=20)
sampel memiliki overjet yang normal dan 60% (n=30) sampel memiliki overjet yang
diluar batas normal.
Tabel 3. Overjet berdasarkan tipe pertumbuhan wajah.
Tipe pertumbuhan vertikal wajah N
Overjet
Normal % Tidak
normal %
Hiperdivergen 50 29 58 21 42
Normodivergen 50 23 46 27 54
Hipodivergen 50 20 40 30 60
Total 150 72 48 78 52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4 menunjukkan overbite berdasarkan tipe pertumbuhan wajah. Hasilnya
menunjukkan 56% (n=28) sampel memiliki overbite normal dan 44% (n=22) sampel
memiliki overbite diluar batas normal. Pada sampel wajah normodivergen, 44%
(n=22) sampel memiliki overbite yang normal dan 56% (n=28) sampel memiliki
overbite yang diluar batas normal. Pada wajah hipodivergen, 80% (n=40) sampel
memiliki overbite yang normal dan 20% (n=10) sampel memiliki overbite yang diluar
batas normal.
Tabel 4. Overbite berdasarkan tipe pertumbuhan wajah.
Tipe pertumbuhan vertikal wajah N
Overbite
Normal % Tidak
normal %
Hiperdivergen 50 28 56 22 44
Normodivergen 50 22 44 28 56
Hipodivergen 50 40 80 10 20
Total 150 90 60 60 40
Tabel 5 menunjukkan rerata overjet berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal
wajah. Rerata overjet pada sampel hiperdivergen sebesar 2.840 ± 1.955 mm, pada
sampel normodivergen sebesar 3.230 ± 2.063 mm dan hipodivergen, sebesar 1.920 ±
1.145 mm. Hasil uji ANOVA one way menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
overjet dan pola pertumbuhan wajah dengan nilai p= 0,003 (p<0,05).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 5. Rerata Overjetberdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah.
Overjet N Rata-rata SD p
Hiperdivergen 50 2.840 1.955
0.003* Normodivergen 50 3.230 2.063
Hipodivergen 50 1.920 1.145
Total 150 2.663 1.841
*Perbedaan bermakna= p < 0.05
Tabel 6 menunjukkan rerata overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal
wajah. Rerata overjet pada sampel hiperdivergen sebesar 2.240 ± 1.509 mm, pada
sampel normodivergen sebesar2.530 ± 1.944 mm dan pada sampel hipodivergen
sebesar 1.950 ± 1.397 mm. Hasil uji ANOVA one way menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada overbite dan pola pertumbuhan wajah dengan nilai p= 0,002
(p<0,005).
Tabel 6. Rerata Overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah.
Overbite N Rata-rata SD P
Hiperdivergen 50 2.240 1.509
0.002* Normodivergen 50 2.530 1.944
Hipodivergen 50 1.950 1.397
Total 150 2.240 1.640
*Perbedaan bermakna= p < 0.05
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan pola pertumbuhan skeletal
vertikal wajah dan hubungan insisal pada pasien yang menggunakan ortodonsia
lepasan. Populasi sampel pada penelitian ini adalah 150 pasien yang dirawat di klinik
ortodonsia RSGMP FKG USU yang berusia 6-14 tahun. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dimensi vertikal selama tumbuh kembang adalah pertumbuhan ramus,
sudut gonial mandibula dan erupsi gigi.2 Ketiga hal ini dapat dinilai dari sefalometri
lateral. 27-28
Erupsi gigi geligi dapat mempengaruhi overjet dan overbite. Pengukuran
overjet dan overbite pada model studi yang dilakukan oleh Cuoghi. Odkk.,
menunjukkan bahwa overjet tetap konstan (±3mm) mulai erupsi gigi insisivus sentralis
permanen hingga erupsi gigi kaninus permanen atas. Overbite meningkat setelah
erupsi gigi insisivus lateral permanen atas dan tetap konstan sampai erupsi gigi kaninus
karena overbite juga berkaitan dengan erupsi gigi posterior. Pola pertumbuhan skeletal
vertikal pada pasien yang sedang erupsi gigi permanen harus diperhatikan.8 Overjet
dan overbite dapat diukur pada sefalometri lateral dan model studi.11 Pada penelitian
ini dilakukan uji intra-observer untuk melihat perbedaan pengukuran overjet dan
overbite.
Tabel 1 menunjukan nilai rerata overjet dengan sefalometri lateral dan model
studi pasien di RSGMP FKG USU. Tabel 3 menunjukan nilai rerata overbite dengan
sefalometri lateral dan model studi pasien di RSGMP FKG USU. Berdasarkan tabel 1
dan 2, pengukuran overjet dan overbite dilakukan dari sefalometri lateral dan model
studi. Hasil uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara nilai
overbite dan overjet pada sefalometri dan model studi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Sasso dkk., pada tahun 2006 yang melakukan penelitian di Brazil
untuk mengetahui karakteristik open bite pada pola erupsi gigi dengan 30 sampel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menggunakan sefalometri lateral dan model studi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara inklinasi bidang oklusal dan posisi
gigi insisivus maksila serta mandibula antara kedua kelompok individu yang
dievaluasi antara pasien dengan anterior open bite dan overbite normal.11 Tabel 5
menunjukan rerata overjet berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal wajah. Berdasarkan
tabel 5 dari seluruh kelompok pola pertumbuhan wajah dalam arah vertikal, tipe
normodivergen mempunyai rerata sebesar (3.230 ± 2.063) mm yaitu lebih besar dari
kelompok hiperdivergen (2.840 ± 1.955) mm dan kelompok hipodivergen (1.920 ±
1.145) mm. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kim dkk., yang melaporkan
perbedaan yang signifikan antara overjet dan pola pertumbuhan wajah berdasarkan
klasifikasi variasi skeletal pada oklusi normal dengan menggunakan 294 sefalometri
lateral dari pasien ortodonsia. Salah satu faktor yang mempengaruhi sudut MP-SN
adalah aksis gigi premolar dan molar bawah terhadap bidang mandibula.6
Tabel 6 menunjukanrerata overbite berdasarkan tipe pertumbuhan vertikal
wajah. Berdasarkan tabel 6, rerata overbite pada kelompok normodivergen (2.530 ±
1.944) mm lebih besar dari kelompok hiperdivergen (2.240 ±1.509) mm dan kelompok
hipodivergen (1.950 ±1.397) mm. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Urzal.Vdkk., pada tahun 2014, yang meneliti posisi tulang hyoid dan pola skeletal
vertikal – open bite / deep bite pada 191 sampel. Hasil penelitian Urzal.V dkk.,
menunjukkan bahwa overbite dan deepbite merujuk pola vertikal wajah hiperdivergen
dan hipodivergen masing-masing. Dalam penelitiannya, openbite, deep bite dan
normal bite sesuai dengan pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah.15 Pada penelitian
ini pengukuran pola pertumbuhan vertikal wajah dilakukan dengan sefalometri lateral
berdasarkan sudut yang dibentuk bidang mandibula terhadap basis kranial, yaitu
analisis Steiner. Steiner menggunakan sudut MP:SN dalam menentukan pertumbuhan
vertikal wajah. Sudut MP:SN dibentuk oleh pertemuan garis MP (Gonion-Gnathion)
dan SN (Sella-Nasion) manakala pada penelitian Rana.T dkk., menelititentang
hubungan maksila dengan basis kranial pada tipe wajah yang berbeda dari evaluasi
sefalometri pada 120 sampel di India.31
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan yaitu, jika sudut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MP-SN normal maka ukuran overjet dan overbite dalam batas normal. Jaringan keras
dan lunak dapat mempengaruhi estetika dan stabilitas wajah serta merupakan faktor
yang perlu diperhatikan dalam perawatan ortodonsia untuk mendapatkan wajah yang
ideal.11,25,29,30 Pada perawatan pasien tumbuh kembang yang menggunakan piranti
ortodonsia lepasan harus memperhatikan peninggian gigitan karena dapat
mempengaruhi pertumbuhan mandibula dalam arah vertikal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada kelompok hiperdivergen sampel yang memiliki overjet dalam batas
normal sebesar 58% (29 sampel) dan di luar batas normal sebesar 42% (21 sampel).
Pada kelompok normodivergen sampel yang memiliki overjet dalam batas normal
sebesar 46% (23 sampel) dan di luar batas normal sebesar 54% (27 sampel). Pada
kelompok hipodivergen sampel yang memiliki overjet dalam batas normal sebesar
40% (20 sampel) dan di luar batas normal sebesar 60% (30 sampel).
2. Pada kelompok hiperdivergen sampel, yang memiliki overbite dalam batas
normal sebesar 56% (28 sampel) normal dan yang diluar batas normal adalah 44% (22
sampel). Pada kelompok normodivergen sampel yang memiliki overbite normal
sebesar 44% (22 sampel) dan diluar batas normal adalah 56% (28 sampel). Pada
kelompok hipodivergen sampel yang memiliki overbite dalam batas normal sebesar
80% (40 sampel) normal dan diluar batas normal adalah 20% (10 sampel).
3. Pola pertumbuhan skeletal vertikal wajah memiliki perbedaan yang
bermaknaterhadap hubungan insisal pada pasien ortodonsia lepasan.
6.2 Saran
1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan hubungan
maloklusi yang dapat mempengaruhi MP-SN.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan pada
maloklusi dalam arah sagital dan transversal yang dapat mempengaruhi MP-SN.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
1. Singh G. Textbook of orthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers, 2007: 3-
4.159-166.
2. M. Spear F. Approaches to Vertical Dimension. Advanced Esthetics &
Interdisciplinary Dentistry. 2006; 2 (3):2-12.
3. Igic M. Krunic N. Aleksov L. Kostic M. Igic A. Petrovic M et al. Determination
of vertical dimension of occlusion by using the phonetic vowel “O” and “E”.
Vojnosanit Pregl. 2015; 72 (2):123-131.
4. Natamiharja. UA Lubis. Maloklusi pada remaja usia 12-17 tahun di medan.
Jurnal kedokteran gigi universitas Indonesia.1999; 6(2):26-30.
5. Sreedhar Cvvr C. Baratam S. Deep overbite - A review. Annals and essences
of dentistry. 2009; 1 (1):8-25
6. Kim J. Lee S. Kim T. Nahm D. Chang Y. Classification of the Skeletal
Variation in Normal Occlusion. Angle Orthodontist. 2005; 75 (3):303-311.
7. F.F. Schudy. The rotation of the mandible resulting from growth: its
implication in orthodontic treatment. 1965; 35(1): 36-50.
8. A.l. karisan. Craniofacial growth differences between low ang high MP-SN
angle males: a longitudinal study. The angle orthodontist. 1995; 65(5):341-
350.
9. Cuoghi O. Sella R. Mamede I. de Macedo F. Miranda-Zamalloa Y. de
Mendonça M. Overjet and overbite analysis during the eruption of the upper
permanent incisors. Acta Odontol Latinoam. 2016; 22 (3):221-226.
10. Squire D. Best AM. Steven J. Lindauer. Laskin D M. Determining the limits
of orthodontic treatment of overbite. overjet. and transverse discrepancy: A
pilot study. American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics.
2006:129 (6): 804-808.
11. Stuani A. Stuani A. Stuani M. Saraiva M. Matsumoto M. Anterior open bite:
cephalometric evaluation of the dental pattern. Brazilian Dental Journal. 2006;
17(1).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. V.Patel. R.Sharma P. Anterior Deep Overbite in Angle’s Class II Division-1
and Angles Class II Division- 2— a Dentoalveolar and Skeletal Evaluation.
IJSR - international journal of scientific research. 2013; 2(6):511-514.
13. Echarri P. Treatment of Class II Malocclusions. Ladent. SL: Centro de
Ortodoncia; 2010:6-15.
14. Bittencourt M. Early treatment of patient with Class III skeletal and dental
patterns. Dental Press J Orthod. 2015; 20 (6):97-109.
15. V Urzal. AC Braga. AP Ferreira. Hyoid Bone Position and Vertical Skeletal
Pattern - Open Bite/Deep Bite. OHDM. 2014; 13 (2):341-347.
16. Freudenthaler J. Čelar A. Kubota M. Akimoto S. Sato S et al. Comparison of
Japanese and European overbite depth indicator and antero-posterior dysplasia
indicator values. European Journal of Orthodontics 2012: 114–118.
17. Heikinheimo K . Nyström M . Heikinheimo T. Pirttiniemi P. Pirinen S. Dental
arch width. overbite . and overjet in a Finnish population with normal occlusion
between the ages of 7 and 32 years. European Journal of Orthodontics. 2012:
(34):418-426.
18. Al-Huwaizi AF. Normal Iraqi values of overjet and overbite. J Bagh Coll
Dentistry 2006; 18(1): 80-83.
19. Tonni I. Pregarz M. Ciampalini G. Costantinides F . Bodin C. Overjet and
Overbite Influence on Cyclic Masticatory Movements: A CT Study. 2013: 1-
6.
20. Bendgude V. Correlation between Dental Traumatic Injuries and Overjet
among 11 to 17 years Indian Girls with Angle’s Class I Molar Relation. JCDP.
2012:142-146
21. Sharma R. Sharma K. Mathur A. Preethi N. Agarwal V. Singh S et al.
Comparison of W Angle with Different Angular and Linear Measurements in
Assessment of Sagittal Skeletal Relationship in Class I and Class II Patients in
Jaipur Population - A Cephalometric Study. OHDM. 2015; 14 (3):155-160.
22. Proffit WR. Contemporary Orthodontics. Canada: Elseivier. 2007: 1-18.
23. Dua R. Jindal R. Jnagal M. Mandibular Morphology in 10-12 years Children
with different Growth Patterns: A Comparative Cephalometric Study.
International Journal of Oral Health and Medical Research. 2016: 2 (6):24-27.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24. Bondevik O. Espeland L. Stenvik A. Dental arch changes from 22 to 43 years
of age: are they different in individuals with high versus low mandibular plane
angle? European Journal of Orthodontics. 2015:367–372.
25. Masunaga M. Ueda H. Tanne K. Changes in the crown angulation and dental
arch widths after nonextraction orthodontic treatment: Model analysis of mild
crowding with high canines. Open Journal of Stomatology OJST. 2012; 2
(03):188–94.
26. Terrez YC. Fitzmaurice OS.TejadaII HP. Pont’s index in study models of
patients who fi nished a non-extraction orthodontic treatment at the
Orthodontic Clinic of the Postgraduate Studies and Research Division of the
National University of Mexico. Revista Mexicana de Ortodoncia 2013; 1(1):7-
12.
27. Naragond D. Diagnostic Limitations of Cephalometrics in Orthodontics-A
Review. IOSR-JDMS. 2012; 3 (1):30-35.
28. Durão A. Pittayapat P. Rockenbach M. Olszewski R. Ng S. Ferreira A et al.
Validity of 2D lateral cephalometry in orthodontics: a systematic review.
Progress in Orthodontics. 2013:14(1):31.
29. S.E Bishara. P.S Burkey. J.G Kharoul. Dental and facial asymmetries: a
review. The angle orthodontist. 1994; 64(2): 89-98.
30. Dinkova M. Vertical control of overbite in mixed dentition by trainer system.
JofIMAB. 2014; 20 (5):648-654.
31. Rana T. Khanna R. Tikku T. Sachan K. Relationship of maxilla to cranial base
in different facial types–a cephalometric evaluation. Journal of Oral Biology
and Craniofacial Research. 2012; 2 (1):30-35.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No Kegiatan Waktu Penelitian
April Mei Juni Juli Augustus Oktober November Desember Januari
1 Penyusunan
Proposal
2 Persiapan
Lapangan
3 Pengumpulan
Data
No Kegiatan Waktu Penelitian
Feb Maret April Mei Juni
3 Pengumpulan
Data
4 Pengolahan
dan Analisis
Data
5 Penyusunan
Laporan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 3
RINCIAN BIAYA PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA ASIMETRI MANDIBULA DAN POLA PERTUMBUHAN
VERTIKAL WAJAH PADA PASIEN ORTODONTI DI RSGMP FKG USU
Besar biaya yang diperlukan pada penelitian ini dalah sebesar Dua juta dua ratus ribu rupiah
dengan rincian sebagai berikut:
Biaya alat dan bahan : Rp 700.000,00
Biaya statistik : Rp 900.000,00
Biaya penggandaan proposal dan hasil penelitian : Rp 600.000,00
+
Jumlah : Rp 2 200.000,00
Biaya penelitian ditanggung sendiri oleh peneliti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 4
DATA HASIL PENELITIAN
MP-SN = (0:hipo, 1:normo,2:hiper)
OJ/OB = (0: normal, 1:tidak normal)
No MP-SN OJ (sefalo) OJ (model) OB (sefalo) OB (model)
1 0 0 1 1 1
2 0 1 1 1 1
3 0 1 1 1 1
4 0 1 1 0 0
5 0 1 1 0 0
6 0 1 1 0 0
7 0 1 1 0 0
8 0 1 1 0 0
9 0 0 0 0 0
10 0 1 1 0 0
11 0 1 1 1 1
12 0 1 1 1 1
13 0 1 1 0 0
14 0 1 1 1 1
15 0 1 1 0 0
16 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0
19 0 1 1 0 0
20 0 1 1 0 0
21 0 0 0 0 0
22 0 1 1 0 0
23 0 1 1 0 0
24 0 1 1 0 0
25 0 1 1 1 1
26 0 1 1 0 0
27 0 0 0 1 1
28 0 0 0 1 1
29 0 1 1 0 0
30 0 1 1 0 0
31 0 0 0 0 0
32 0 0 0 0 0
33 0 1 1 0 0
34 0 0 0 0 0
35 0 1 1 0 0
36 0 0 0 0 0
37 0 0 0 0 0
38 0 0 0 0 0
39 0 0 0 0 0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40 0 1 1 0 0
41 0 1 1 0 0
42 0 1 1 1 1
43 0 1 1 0 0
44 0 0 0 0 0
45 0 0 0 0 0
46 0 0 0 0 0
47 0 1 1 0 0
48 0 0 0 0 0
49 0 0 0 0 0
50 0 0 0 0 0
51 1 1 1 0 0
52 1 1 1 1 1
53 1 0 0 0 0
54 1 1 1 1 1
55 1 1 1 1 1
56 1 1 1 0 0
57 1 0 0 1 1
58 1 1 1 1 1
59 1 0 0 0 0
60 1 0 0 1 1
61 1 1 1 0 0
62 1 0 0 1 1
63 1 0 0 1 1
64 1 1 1 1 1
65 1 1 1 1 1
66 1 0 0 1 1
67 1 1 1 1 1
68 1 0 0 0 0
69 1 0 0 1 1
70 1 0 0 0 0
71 1 1 1 0 0
72 1 1 1 0 0
73 1 0 0 0 0
74 1 1 1 1 1
75 1 1 1 0 0
76 1 0 0 1 1
77 1 1 1 1 1
78 1 0 0 1 1
79 1 0 0 0 0
80 1 1 1 1 1
81 1 1 1 1 1
82 1 1 1 1 1
83 1 0 0 0 0
84 1 1 1 1 1
85 1 0 0 1 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86 1 0 0 0 0
87 1 1 1 1 1
88 1 1 1 0 0
89 1 1 1 0 0
90 1 1 1 1 1
91 1 0 0 0 0
92 1 0 0 0 0
93 1 1 1 0 0
94 1 1 1 1 1
95 1 0 0 0 0
96 1 1 1 1 1
97 1 1 1 1 1
98 1 0 0 0 0
99 1 0 0 1 1
100 1 0 0 0 0
101 2 0 0 0 0
102 2 1 1 1 1
103 2 0 0 0 0
104 2 1 1 0 0
105 2 0 0 1 1
106 2 0 0 1 1
107 2 1 1 1 1
108 2 1 1 0 0
109 2 0 0 1 1
110 2 0 0 0 0
111 2 0 0 1 1
112 2 1 1 1 1
113 2 0 0 0 0
114 2 1 1 1 1
115 2 0 0 0 0
116 2 1 1 1 1
117 2 0 0 0 0
118 2 0 0 1 1
119 2 0 0 1 1
120 2 0 0 0 0
121 2 0 0 1 1
122 2 1 1 1 1
123 2 1 1 1 1
124 2 1 1 0 0
125 2 0 0 0 0
126 2 0 0 0 0
127 2 0 0 1 1
128 2 1 1 0 0
129 2 0 0 0 0
130 2 0 0 1 1
131 2 0 0 0 0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
132 2 0 0 0 0
133 2 0 0 1 1
134 2 0 0 0 0
135 2 0 0 0 0
136 2 0 0 1 1
137 2 1 1 0 0
138 2 1 1 0 0
139 2 1 1 1 1
140 2 0 0 0 0
141 2 0 0 0 0
142 2 1 1 1 1
142 2 0 0 0 0
144 2 1 1 0 0
145 2 0 0 0 0
146 2 1 1 0 0
147 2 1 1 1 1
148 2 1 1 0 0
149 2 0 0 0 0
150 2 1 1 1 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5
HASIL UJI STATISTIK
T-Test
Overbite
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
sefalo 150 .55 .507 .043
model 150 .40 .492 .040
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
sefalo 9.967 149 .000 .400 .32 .48
model 9.967 149 .000 .400 .32 .48
Overjet
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
sefalo 150 .55 .504 .041
model 150 .51 .501 .041
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
sefalo 12.537 149 .000 .513 .43 .59
model 12.537 149 .000 .513 .43 .59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Oneway
Descriptives
overjet
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimu
m
Maximu
m
Between-
Component
Variance
Lower
Bound
Upper
Bound
hipo 50 1.920 1.1445 .1619 1.595 2.245 .0 5.5
normo 50 3.230 2.0633 .2918 2.644 3.816 .0 8.5
hiper 50 2.840 1.9547 .2764 2.284 3.396 .0 11.0
Total 150 2.663 1.8414 .1504 2.366 2.960 .0 11.0
Model Fixed Effects 1.7690 .1444 2.378 2.949
Random
Effects
.3883 .992 4.334
.3898
ANOVA
overjet
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 45.243 2 22.622 7.229 .003
Within Groups 460.005 147 3.129
Total 505.248 149
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Oneway
Descriptives
overbite
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimu
m
Maximu
m
Between-
Component
Variance
Lower
Bound
Upper
Bound
hipo 50 1.950 1.3970 .1976 1.553 2.347 .0 7.0
normo 50 2.530 1.9441 .2749 1.977 3.083 .0 6.5
hiper 50 2.240 1.5093 .2134 1.811 2.669 .0 5.5
Total 150 2.240 1.6402 .1339 1.975 2.505 .0 7.0
Model Fixed Effects 1.6339 .1334 1.976 2.504
Random
Effects
.1674 1.520 2.960
.0307
ANOVA
overbite
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 8.410 2 4.205 1.575 .002
Within Groups 392.450 147 2.670
Total 400.860 149
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Overjet
Frequencies
Statistics
hiper normo hipo
N Valid 50 50 50
Missing 0 0 0
Frequency Table
hiper
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 29 58.0 58.0 58.0
tidak normal 21 42.0 42.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
normo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 23 46.0 46.0 46.0
tidak normal 27 54.0 54.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
hipo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 20 40.0 40.0 40.0
tidak normal 30 60.0 60.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Overbite
Frequencies
Statistics
hiper normo hipo
N Valid 50 50 50
Missing 0 0 0
Frequency Table
hiper
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 28 56.0 56.0 56.0
tidak normal 22 44.0 44.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
normo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 22 44.0 44.0 44.0
tidak normal 28 56.0 56.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
hipo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal 40 80.0 80.0 80.0
tidak normal 10 20.0 20.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA