percaya pada rakyat

112
European Commission Delegation in Indonesia atau Delegasi Komisi Eropa di Indonesia adalah salah satu institusi utama European Union yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif dan berperan untuk mengimplementasikan external assistance untuk Indonesia. Ruang lingkup aktivitasnya ialah bantuan kemanusiaan, HAM, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan kerjasama ekonomi. Program European Initiative for Democracy and Human Rights (EIDHR) adalah program bantuan dari Komisi Eropa khusus dalam bidang HAM, demokrasi, dan pencegahan konflik, yang diimplementasikan di luar negara-negara anggota Uni Eropa dengan melalui kemitraan dengan NGO dan organisasi-organisasi internasional. Program EIDHR micro- projects di Indonesia ditangani langsung oleh EC Delegation, Indonesia. YAYAS AN FIELD INDONESIA adalah sebuah organisasi yang memfokuskan pada pengembangan pertanian ekologis, penguatan masyarakat pedesaan, dan organisasi-organisasi petani, yang dilaksanakan melalui pendekatan- pendekatan seperti: Sekolah Lapangan, Pelatihan Petani ke Petani, dan Riset Aksi Petani. Aktivitas ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1990 ketika timnya memberikan bantuan teknis pada Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dilaksanakan oleh pemerintah, LSM-LSM, organisasi petani, maupun swadaya masyarakat desa. Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) merupakan sebuah organisasi petani yang beranggotakan para petani alumni Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang tersebar di seluruh Indonesia. Organisasi ini terbentuk melalui Musyawarah Petani PHT Indonesia, 20 Agustus 1999 di Yogyakarta. IPPHTI lahir karena desakan kepentingan dan kesadaran petani PHT untuk membuat jaringan dalam upayanya memberdayakan peran petani PHT, mewujudkan keseimbangan ekologi, dan memperjuangkan hak-hak petani. artisipasi adalah hak rakyat untuk menentukan kebijakan dan program pemerintah. Jika kita sepakat dengan demokrasi, maka suara rakyat adalah elemen pokok yang paling menentukan. Pemilihan umum sebagai instrumen teknis pemberian mandat dari rakyat harus dapat dipertahankan substansinya. Bukan kemudian hak-hak rakyat dengan begitu saja dihilangkan oleh kekuasaan pemerintah yang mendapat mandat dari rakyat. Pemahaman semacam inilah yang harus dimiliki, baik oleh rakyat maupun aparat pemerintahan. Agar perilaku pemerintah yang seharusnya menjalankan mandat dari rakyat tidak berubah menjadi penguasa rakyat. Atas dasar tersebut, kemudian kapasitas rakyat hendak dicoba ditingkatkan melalui Program Pendidikan untuk Pengembangan Kebijakan Lokal yang Berbasis Masyarakat. Program ini diinisiasi oleh Yayasan FIELD Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Untuk terlaksananya program ini, FIELD Indonesia mendapat dukungan dari European Initiative for Democracy and Human Right (EIDHR) micro project - European Union.

Upload: endang-sutarya

Post on 29-Nov-2015

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Percaya Pada Rakyat

European Commission Delegation in Indonesia atau Delegasi Komisi Eropa di

Indonesia adalah salah satu institusi utama European Union yang berfungsi sebagai

lembaga eksekutif dan berperan untuk mengimplementasikan external assistance

untuk Indonesia. Ruang lingkup aktivitasnya ialah bantuan kemanusiaan, HAM,

kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan kerjasama ekonomi. Program European

Initiative for Democracy and Human Rights (EIDHR) adalah program bantuan dari Komisi

Eropa khusus dalam bidang HAM, demokrasi, dan pencegahan konflik, yang diimplementasikan di luar negara-negara

anggota Uni Eropa dengan melalui kemitraan dengan NGO dan organisasi-organisasi

internasional. Program EIDHR micro-projects di Indonesia ditangani langsung oleh

EC Delegation, Indonesia.

YAYASAN FIELD INDONESIA adalah sebuah organisasi yang memfokuskan pada

pengembangan pertanian ekologis, penguatan masyarakat pedesaan, dan

organisasi-organisasi petani, yang dilaksanakan melalui pendekatan-

pendekatan seperti: Sekolah Lapangan, Pelatihan Petani ke Petani, dan Riset Aksi

Petani. Aktivitas ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1990 ketika timnya memberikan

bantuan teknis pada Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dilaksanakan oleh pemerintah, LSM-LSM,

organisasi petani, maupun swadaya masyarakat desa.

Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) merupakan sebuah

organisasi petani yang beranggotakan para petani alumni Sekolah Lapangan

Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang tersebar di seluruh Indonesia. Organisasi ini

terbentuk melalui Musyawarah Petani PHT Indonesia, 20 Agustus 1999 di Yogyakarta. IPPHTI lahir karena desakan kepentingan

dan kesadaran petani PHT untuk membuat jaringan dalam upayanya memberdayakan

peran petani PHT, mewujudkan keseimbangan ekologi, dan memperjuangkan

hak-hak petani.

artisipasi adalah hak rakyat untuk menentukan

kebijakan dan program pemerintah. Jika kita sepakat

dengan demokrasi, maka suara rakyat adalah elemen

pokok yang paling menentukan. Pemilihan umum

sebagai instrumen teknis pemberian mandat dari

rakyat harus dapat dipertahankan substansinya.

Bukan kemudian hak-hak rakyat dengan begitu saja

dihilangkan oleh kekuasaan pemerintah yang

mendapat mandat dari rakyat. Pemahaman

semacam inilah yang harus dimiliki, baik oleh rakyat

maupun aparat pemerintahan. Agar perilaku

pemerintah yang seharusnya menjalankan mandat

dari rakyat tidak berubah menjadi penguasa rakyat.

Atas dasar tersebut, kemudian kapasitas rakyat

hendak dicoba ditingkatkan melalui Program

Pendidikan untuk Pengembangan Kebijakan Lokal

yang Berbasis Masyarakat. Program ini diinisiasi oleh

Yayasan FIELD Indonesia bekerjasama dengan

Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia

(IPPHTI). Untuk terlaksananya program ini, FIELD

Indonesia mendapat dukungan dari European

Initiative for Democracy and Human Right (EIDHR)

micro project - European Union.

Page 2: Percaya Pada Rakyat
Page 3: Percaya Pada Rakyat
Page 4: Percaya Pada Rakyat
Page 5: Percaya Pada Rakyat

PERCAYA PADA RAKYAT:

Penulis:Dwi Munthaha,Setyo Untoro, Wiwik Sriyati, Herlinda

Penyelaras Akhir:

Foto-foto:

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah, Studi Kasus Program Pendidikan Advokasi untuk Pengembangan Kebijakan Lokal yang Berbasis Masyarakat

Rendra Kusuma Wijaya

Triyanto PA,

Tim Yayasan FIELD Indonesia

Desain Cover, Tata Letak, Gambar-gambar:Triyanto PA

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Munthaha, Dwi

Percaya pada Rakyat: upaya memaknai partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, studi kasus program pendidikan advokasi untuk pengembangan kebijakan lokal yang berbasis masyarakat / [penulis, Dwi Munthaha, dkk]. -- Jakarta: Yayasan Field Indonesia, 2006.

iv + 103 hlm.; 17 x 24 cm.

Diterbitkan atas kerjasama dengan dan Ikatan Petani

Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI)

ISBN 979-98088-1-2

European Initiative for Democracy and Human Right (EIDHR) micro project-European Union

Page 6: Percaya Pada Rakyat

idak ada sesuatu yang istimewa dari sebuah buku, ketika buku ter-sebut hadir hanya sebagai sebuah bacaan. Walau tidak lepas dari faktor tingkat keseriusan si pembaca, bacaan sedapat mungkin da-pat menjadi inspirasi untuk melakukan sesuatu. Tentunya, buku ini tidak berpretensi sebagai sebuah buku yang baik, mengingat dengan berbagai keterbatasan sulit untuk membuat penilaian dari

berbagai sisi untuk mengatakan sebuah buku baik dan layak untuk dibaca. Tetapi setidaknya, penggalan-penggalan pengalaman dari masyarakat (ma-sih di dalam program), ketika berusaha menyelesaikan permasalahan-permasalahan hidupnya, dapat sekilas menjadi cerminan bahwa rakyat pun dapat berbuat sesuatu ketika diberi kesempatan.

Tentunya kesempatan tersebut tidak selamanya dapat diperoleh. Oleh sebab itulah program pemberdayaan masyarakat masih penting untuk di-laksanakan. Seperti halnya dengan upaya yang dilakukan oleh Yayasan FIELD Indonesia di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung dan Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah. Di kedua kabupaten itu, FIELD Indonesia memfasilitasi kelompok masyarakat untuk melaksanakan program pendidikan bagi masyarakat untuk mengembangkan kebijakan lokal yang lebih aspiratif.

Dalam Program Pendidikan Advokasi untuk pengembangan Kebijakan Lokal yang Berbasis Masyarakat ini, masyarakat mencoba merumuskan permasalahan apa yang sedang mereka hadapi di wilayahnya masing-masing. Rumusan itu didapatkan setelah mereka melakukan riset aksi. Dari sana mereka mencoba menjamah wilayah-wilayah yang selama ini dianggap sakral bagi rakyat. Mereka datang ke kantor bupati, dinas-dinas, dan DPRD. Di sana mereka mendialogkan masalah mereka dan memberi usulan jalan keluar atas masalah tersebut.

Komunikasi yang berusaha dibangun dalam program ini adalah komu-nikasi yang argumentatif. Di mana dalam komunikasi tersebut, masing-masing pihak memiliki hak yang sama untuk mengutarakan gagasan dan keinginannya. Dalam komunikasi tersebut hendak dicapai persepsi yang sama tentang hak dan kewajiban dari masyarakat dan pemerintah dalam pembangunan daerah. Harapan inilah yang sejatinya hendak dicapai, agar partisipasi yang sering didengung-dengungkan, bukan bermakna simbolik belaka.

iUpaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 7: Percaya Pada Rakyat

Secara umum perkembangan otonomi daerah berimbas positif maupun negatif. Positif karena dengan otonomi, skala wilayah pembangunan men-jadi diperkecil sehingga mampu maksimal untuk pelaksanaannya. Namun, menjadi negatif ketika semangat yang diusung adalah konsentrasi kekua-saan, di mana otonomi hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan yang berujung pada aset kekayaan.

Dalam program ini kegiatan yang dilakukan adalah bagaimana mas-yarakat berupaya menyampaikan aspirasinya. Kegiatan ini selain bertujuan praktis, masyarakat mencoba keluar dari masalahnya, juga mencoba meng-ingatkan kembali fungsi-fungsi negara, di mana pemerintah bukanlah pe-nguasa, tetapi pelaksana dari amanat yang diberikan oleh rakyat.

Penulis

ii

Page 8: Percaya Pada Rakyat

iii

Kata Pengantar .......................................................................................................i

BAGIAN 1. Merebut Ruang Partisipasi .............................................................1

Partisipasi: Keinginan Setengah Hati ...............................................................3

Sekilas Program Pendidikan Advokasi untukPengembangan Kebijakan Lokal yang Berbasis Masyarakat .........................6

BAGIAN 2. Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat ......................................................11

Kabupaten Tulang Bawang ...........................................................................13

1. Desa Sungai Badak, Kecamatan Mesuji ............................................15

2. Desa Mulya Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah ..............17

3. Desa Margo Mulyo, Kecamatan Tumijajar .........................................19

4. Desa Mesir Dwijaya, Kecamatan Penawartama ................................20

Kabupaten Banjarnegara ..............................................................................23

1. Desa Banjarmangu, Kecamatan Banjarmangu ..................................24

2. Desa Kutayasa, Kecamatan Madukara ..............................................26

3. Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan ....................................28

4. Desa Luwung, Kecamatan Rakit ........................................................29

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

i

1

3

6

11

13

15

17

19

20

23

24

26

28

29

Page 9: Percaya Pada Rakyat

iv

BAGIAN 3. Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi ...........................................31

Berlatih Menjadi Community Organizer .........................................................35

Menyosialisasikan Riset Aksi ke Pemerintah Daerah ...................................37

Mengidentifikasi dan Menentukan Isu ...........................................................38

Melakukan Riset Aksi, Meneliti Masalahnya Sendiri .....................................42

Membangun Kekuatan Lewat Forum Jaringan KRA .....................................45

Merumusan Jalan Keluar Masalah ................................................................47

Legal Drafting, Menyusunan Rancangan Peraturan .....................................50

Mendokumentasikan dan MengekspresikanHasil Riset Aksi Lewat Media Rakyat ............................................................53

Berdialog untuk Lahirnya Kebijakan Lokal ....................................................55

1. Dialog Awal dengan Pemerintah Kabupaten ......................................55

2. Dialog Tingkat Desa: Menjaring Dukungan Masyarakat ....................58

3. Dialog “Gerilya” ke Instansi-instansi Pemerintah ...............................63

4. Dialog Akhir Tingkat Kabupaten .........................................................66

Penelitian Akademis tentang Riset Aksi ........................................................70

Seminar Akhir Program .................................................................................73

Menuai Hasil dari Partisipasi .........................................................................74

BAGIAN 4. Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh .....................................77

Percaya pada Rakyat ....................................................................................79

Memaknai Partisipasi ....................................................................................82

BAGIAN 5. Pelajaran dari Riset Aksi ..............................................................87

Lampiran ..............................................................................................................93

31

35

37

38

42

45

47

50

53

55

55

58

63

66

70

73

74

77

79

82

87

93

Page 10: Percaya Pada Rakyat

1

Page 11: Percaya Pada Rakyat

Dia

log

angg

ota

kelo

mpo

k R

iset

Aks

i den

gan

angg

ota

dew

an K

abup

aten

Tul

ang

Baw

ang

2

Page 12: Percaya Pada Rakyat

artisipasi masyarakat, sejak bergulirnya reformasi telah menjadi wacana rutin yang hampir setiap saat terdengar. Terlebih lagi saat otonomi daerah digulirkan, partisipasi masyarakat sepertinya menjadi syarat pokok untuk berbagai tujuan, terutama pemba-ngunan daerah itu sendiri. Sayangnya, wacana partisipasi, hanya sekadar menggelinding melewati masyarakat, di mana mereka ter-

paksa menjadi penonton berbagai kebijakan dan program pemerintah. Ka-dangkala, kebijakan dan program tersebut tidak sesuai dengan realitas ke-butuhan masyarakat itu sendiri.

Tentunya, ini menjadi ironi tragis, ketika semangat untuk meletakkan partisipasi sebagai dasar dari pembangunan, tidak diikuti dengan imple-mentasi yang jelas. Berbagai kebijakan pada dasarnya, telah mengisyarat-kan agar partisipasi menjadi bagian penting dari rangkaian pembangunan. Terutama saat era desentralisasi mulai dicanangkan.

Setelah penggunaan UU No 22 Tahun1999 tentang pemerintahan da-erah dan UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah daerah dan pusat, yang merupakan perubahan kerangka hukum yang men-dasar dalam konteks desentralisasi, terbit peraturan-peraturan baru dalam konteks otonomi daerah. Terlepas dari pro dan kontra dari aturan yang ba-ru, yang dianggap oleh banyak kalangan mengembalikan semangat sen-tralistik, akan tetapi peluang bagi partisipasi masyarakat masih terbuka. Tercatat UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah, UU No. 33/2004 tentang dana perimbangan keuangan, UU 17/2003 tentang keuangan ne-gara, UU 1/2004 tentang perbendaharaan negara, UU 15/2004 tentang pe-meriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, UU 25/2004 tentang sistem perencanaan nasional, serta UU 10/2004 tentang pemben-tukan peraturan perundang-undangan. Dari sekian banyak peraturan yang terkait dengan pembangunan daerah dan nasional, kesemuanya men-cantumkan partisipasi masyarakat di dalamnya. Terlebih lagi, secara eks-plisit partisipasi masyarakat diatur dalam Peraturan Pemerintah No 68 Ta-hun 1999 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara.

Artinya, secara konstitusi masyarakat punya hak dan kewajiban di da-lam memberi arah dari pembangunan. Hanya saja, budaya kekuasaan, sejak masa feodalisme (kerajaan) ke kolonialisme (penjajahan) hingga orde baru sampai saat ini, bayang-bayang untuk meletakkan rakyat sebagai objek dari interest kekuasaan masih kuat bercokol. Hingga dengan sangat mudah, posisi rakyat sebagai pemberi input utama dari lahirnya kebijakan dan pembangunan menjadi diabaikan.

Partisipasi: Keinginan Setengah Hati

Peluang untuk terlibatnya masyarakat dalam partisipasi pembangun-an, pada dasarnya telah diatur di dalam konstitusi. Sebagaimana dising-gung sebelumnya, secara khusus, setiap pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana pembangunan jangka panjang (RPJP/D), rencana pem-

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

3Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 13: Percaya Pada Rakyat

bangunan jangka menengah (RPJM/D), dan rencana kerja pemerintah (RKP/D) sebagai rencana tahunan. Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan tersebut, diperlukan koordinasi antar instansi pe-merintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu fo-rum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang.

Jika menyimak surat edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangun-an Nasional dan Menteri Dalam Negeri No 0259/M.PPN/I/2005. 050/166/SJ yang mengacu pada UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terkesan sulit untuk disangsikan, jika partisipasi masyarakat di-abaikan dalam pembangunan. Di dalam surat edaran tersebut, Musren-bang dilakukan secara berjenjang dari tingkat desa, kecamatan hingga ka-bupaten. Selain itu, diberi kesempatan pula bagi dinas-dinas pemerintah untuk merancang program-program yang akan dibahas di tingkat kabu-paten. Forum pembahasan itu disebut dengan Satuan Kerja Perangkat Da-erah (SKPD) di bawah koordinasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA). Selanjutnya segala masukkan yang didapat, dibahas da- lam SKPD gabungan di tingkat Kabupaten.

Dari sana, baru kemudian Musrenbang dapat dilaksanakan. Hasil dari Musrenbang tingkat kabupaten adalah ditetapkannya arah kebijakan dan prioritas pembangunan daerah yang nantinya akan dijadikan rujukan uta-ma untuk penyusunan Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Pengesahan RAPBD menjadi APBD sendiri, dilakukan melalui sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Rangkaian proses itu juga akan menjadi bahan untuk membuat Rencana Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Setelah semua pelaksanaan tersebut dilakukan, pemerintah daerah memi-liki kewajiban untuk mensosialisasikan program pembangunan daerah ke masyarakat. Tujuannya agar, masyarakat berpartisipasi dalam memantau maupun mengevaluasi jalannya program.

Tahapan yang berasal dari wilayah administratif terendah itu, pada da-sarnya dapat berbuah maksimal. Merujuk dari surat edaran bersama, an-tara Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Da-lam Negeri itu, secara jelas disebutkan, bahwa forum pertemuan harus dari tingkat dusun hingga kabupaten sampai ke propinsi dan nasional. Sayang-nya, peluang yang ada kurang dapat dipahami, sehingga membuka celah pola perencanaan pembangunan yang top-down dapat terjadi. Kurangnya pemahaman dari masyarakat, karena sebelumnya mereka tidak diberi be-kal untuk memahami maksud dari pola yang sedang dilaksanakan.

Keberagaman tingkat pendidikan masyarakat juga mempengaruhi hal tersebut. Selain itu, budaya patronase (ketergantungan) pada elit formal maupun informal membuat kecendrungan sikap pasif menjadi besar. Keti-ka sosialisasi rencana forum itu dilakukan, mereka merasa bahwa tidak ter-masuk di dalam bagian yang memiliki peran. Biasanya, yang hadir sebagi-an besar adalah elit-elit desa. Tentunya, apa yang hendak diharapkan

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

4

Page 14: Percaya Pada Rakyat

untuk mendengar suara rakyat, dapat bias dengan kepentingan mereka yang hadir. Terlebih lagi, dalam forum desa, narasumber dari kecamatan yang notabene merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kabu-paten, terlebih dahulu menyampaikan prioritas pembangunan yang akan dilakukan.

Artinya, kesempatan bagi masyarakat sejak awal sudah dibatasi. Rasa percaya diri mereka yang telah lama terbabat oleh perilaku budaya-budaya kekuasaan yang berlangsung selama ini, menyulitkan untuk dapat dengan lugas bersuara. Maka sangat wajar, jika desain yang diharapkan mampu menampung aspirasi rakyat menjadi tidak efektif. Hal itu dapat dilihat ba-gaimana prioritas pembangunan sering tidak sinkron dengan realitas ke-hidupan masyarakat.

Berkaca dari pengalaman masa lalu hingga saat ini, ada beberapa pe-nyebab yang membuat partisipasi rakyat tidak dengan mudah didapat. Per-tama, pemahaman tentang partisipasi sendiri yang masih sebentuk pema-haman simbolik. Tentunya, hal ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman

Musrenbang/MusyawarahPerencanaan Pembangunan

Forum GabunganSKPD

Forum SKPD/Dinas-dinas Pemerintah

Musrenbangcam

KelompokMasyarakat

KelompokMasyarakat

- SKPD- APBD

Musrenbangdes

Musrenbangdus

Alur Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

5Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 15: Percaya Pada Rakyat

demokrasi yang juga simbolik. Peletakkan rakyat yang seharusnya berada pada posisi tertinggi, tidak dengan serta merta diberikan. Kedua, kesem-patan untuk berkembang bagi rakyat tidak mendapat ruang dan fasilitas. Rakyat hanya sekadar dibutuhkan ketika kelompok kepentingan berharap mendapatkan legitimasi atas kepentingannya.

Ketiga, pengaruh budaya feodal-autoritarian, yang mana kelas sosial kebanyakan rakyat dianggap rendah dan hanya pantas menjadi obyek dari elit kekuasaan. Situasi ini berlaku di hampir setiap wilayah dan tingkatan-nya. Jika, dulu dengan semangat desentralisasi, harapan akan terjadinya perubahan, maka harapan-harapan itu, semata tetap menjadi harapan. Otonomi daerah tidak mengubah perilaku lama dari kekuasaan.

Mencermati hal tersebut, jalan lain yang menjadi penting untuk dilak-sanakan adalah dengan memperkuat kapasitas rakyat. Selama ini, banyak asumsi yang mengatakan, bahwa untuk terciptanya kondisi ideal dalam proses pembangunan adalah dengan memberdayakan aparat pemerintah. Konsep pemberdayaan aparat pemerintah tersebut, dilakukan dengan memberi pelatihan peningkatan kapasitas mereka. Harapannya, dengan peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan, maka pemerintahan yang bersih dan baik (Good and Clean Governance) dapat dengan segera terwu-jud. Sayangnya, beberapa faktor yang telah disebut di atas menjadi pengha-lang dari realisasi harapan itu.

Partisipasi adalah hak rakyat untuk menentukan kebijakan dan pro-gram pemerintah. Jika kita sepakat dengan demokrasi, maka suara rakyat adalah elemen pokok yang paling menentukan. Pemilihan umum sebagai instrumen teknis pemberian mandat dari rakyat harus dapat dipertahan-kan substansinya. Bukan kemudian hak-hak rakyat dengan begitu saja di-hilangkan oleh kekuasaan pemerintah yang mendapat mandat dari rakyat. Pemahaman semacam inilah yang harus dimiliki, baik oleh rakyat maupun aparat pemerintahan. Agar perilaku pemerintah yang seharusnya men-jalankan mandat dari rakyat tidak berubah menjadi penguasa rakyat.

Atas dasar tersebut, kemudian kapasitas rakyat hendak dicoba untuk ditingkatkan melalui Program Pendidikan untuk Pengembangan Kebijakan Lokal yang Berbasis Masyarakat. Program ini diinisiasi oleh Yayasan FIELD Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Untuk terlaksananya program ini, FIELD Indonesia mendapat dukungan dari European Initiative for Democracy and Human Right (EIDHR) micro project - European Union.

Sekilas Program Pendidikan Advokasi untuk Pengembangan Kebijakan Lokal yang Berbasis Masyarakat

Program ini dimulai dengan pelatihan bagi para calon Community Orga-nizer (CO). CO adalah orang yang nantinya akan mengorganisir organisasi-organisasi Riset Aksi yang anggotanya masyarakat di wilayah program masing-masing. Langkah awal yang dilakukan adalah identifikasi isu, di

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

6

Page 16: Percaya Pada Rakyat

mana CO bersama dengan Kelompok Riset Aksi (KRA) mendiskusikan isu-isu apa saja yang berkembang di lingkungan mereka. Hasil diskusi itu lalu dikomunikasikan ke masyarakat untuk mendapatkan respon dan masuk-an. Proses ini dilakukan selama satu bulan. Hasil penjajagan ke masyara-kat, kemudian dibahas ulang oleh CO dan anggota KRA. Dari sana, kemudi-an diperoleh isu-isu yang dianggap strategis untuk diperjuangkan.

Di dalam menentukan isu-isu strategis tersebut, ada beberapa kriteria yang disepakati oleh mereka, yaitu:

Menyangkut kepentingan orang banyak

Tingkat dan wilayah penyelesaian isu (kemampuan masyarakat dalam menyelesaikannya dan wilayah kewenangan dari pemerintah)

Setelah mendapatkan isu yang akan dikaji lebih dalam, dilakukan semi-nar untuk mensosialisasikan apa yang akan dilakukan oleh KRA-KRA. Se-minar ini bekerjasama dengan pemerintah daerah di masing-masing wila-yah program. Seminar merupakan langkah awal untuk mengkomunika-sikan permasalah yang dihadapi oleh masyarakat. Selanjutnya, perwakilan mayarakat yang tergabung dalam KRA, melakukan riset aksi sebagai satu cara partisipasi mereka dalam mendesain pembangunan di wilayahnya masing-masing.

Riset aksi dilakukan selama 6 bulan dengan pembahasan rutin setiap 2 mingguan. Pembahasan tersebut bertujuan untuk merefleksi perkembang-an dari waktu ke waktu apa yang telah dilakukan dan hasil yang didapat.

Pelatihan CO dilaksanakan selama seminggu untuk mempersiapkan penggerak masyarakat yang trampil memfasilitasi masyarakat di desanya dalam proses pemecahan masalah bersama.

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

7

Page 17: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

Kemudian dibuat rencana ke depan terkait dengan hasil dari refleksi. Setiap bulannya, selama melakukan riset aksi, antar kelompok pelaksana program juga melakukan pertemuan jaringan. Pertemuan ini dilakukan secara ber-gantian di masing-masing lokasi program. Tujuan dari pertemuan ini, agar terjadi tukar pengalaman antar KRA.

Di sela-sela kegiatan riset aksi, perwakilan dari kelompok mengikuti be-berapa kegiatan pelatihan dan lokakarya. Latihan yang diikuti adalah latih-an media rakyat dan teater rakyat. Media rakyat bertujuan agar KRA mam-pu mensosialisasikan isu yang mereka kaji ke masyarakat yang lebih luas. Sedangkan, teater rakyat digunakan untuk mengikuti dialog-dialog dengan pemerintah. Selain itu perwakilan masyarakat yang tergabung dalam KRA, juga mengikuti Lokakarya Tata Cara Pembuatan Kebijakan Daerah. Dalam lokakarya tersebut dihadirkan narasumber yang berasal dari unsur legis-latif dan eksekutif dan konsultan legal drafting yang berasal dari LSM. Dari lokakarya ini dibahas tentang peran dan fungsi lembaga pemerintahan, ser-ta tata cara pembuatan peraturan daerah.

Dialog-dialog dengan pemerintah daerah dilakukan di setiap tingkatan wilayah administratif (Desa,Kecamatan, Dinas-dinas pemerintah, peme-rintah Kabupaten dan DPRD). Dialog awal dilakukan di tingkat kabupaten untuk memperkenalkan isu-isu atau permasalahan yang sedang dikaji oleh masyarkat ke pemerintah daerah kabupaten. Pengenalan ini dimaksudkan untuk selanjutnya, pemda dapat mempelajari secara cermat permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Dari sana, kemudian dijalin komunikasi agar pemerintah mengetahui perkembangan dari riset aksi yang dilakukan oleh masyarakat.

Warga desa yang tergabung dalam Kelompok Riset Aksi melakukan serangkaian kegiatan riset aksi selama 6 bulan. Bukan main-main soal tekad memperjuangkan terwujudnya kebijakan yang aspiratif.

8

Page 18: Percaya Pada Rakyat

Selanjutnya, dialog-dialog dilakukan berjenjang di tingkat desa dan di-nas-dinas pemerintah yang terkait dengan isu-isu yang diusung. Dialog di tingkat desa dimaksudkan untuk mendapat dukungan dari seluruh kom-ponen desa, di mana permasalahan atau isu itu terjadi. Dalam dialog terse-but KRA mencoba menyamakan persepsi dengan pemerintah desa dan mas-yarakat tentang permasalahan yang dikaji oleh kelompok.

Setelah tahapan tersebut, perwakilan dari KRA-KRA melakukan dialog dengan dinas-dinas pemerintah yang terkait dengan permasalahan mereka. Dalam dialog ini, permasalahan masyarakat yang diusung oleh kelompok, dibahas lebih terfokus, karena sesuai dengan bidang garapan dari dinas-dinas pemerintah yang bersangkutan.

Dalam dialog tersebut, perwakilan dari KRA meminta komitmen pejabat dinas terkait untuk mencari jalan keluar atas permasalahan mereka. Dialog akhir dilakukan di tingkat kabupaten, di mana semua perwakilan KRA ber-kumpul dan mengundang segenap unsur pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif. Dalam dialog itu, perwakilan KRA lebih menekankan pa-da pertanggungjawaban atas komitmen yang telah disepakati sebelumnya. Hasil dari dialog tersebut, disepakati rencana dukungan dari pemerintah berupa tim kerja “informal” yang terdiri dari perwakilan masyarakat dengan beberapa aparat pemerintah (legislatif dan eksekutif). Anggota dari tim ini harapannya akan selalu berhubungan untuk membahas penyelesaian isu-isu yang telah dikaji sebelumnya.

Dialog adalah cara paling “canggih” dan berbudaya untuk mengkomunikasikan gagasan, usulan, alternatif solusi, hingga tuntutan. Dan warga desa yang tergabung dalam Kelompok Riset Aksi melakukannya dengan dasar bukti data, informasi, dan fakta dari hasil melakukan riset aksi.

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

9

Page 19: Percaya Pada Rakyat

Masih dalam kerangka program, dukungan dari pihak akademisi juga diikutsertakan. Peneliti dari universitas, secara khusus melakukan penga-matan tentang proses riset aksi yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Mereka dengan sudut pandang ilmiah, memberikan argumentasi akademik atas kegiatan yang dilaksanakan masyarakat.

Hasil yang diharapkan dari program ini, masyarakat mampu menyuara-kan aspirasinya dengan dasar yang rasional dan realistis, di mana aspirasi tersebut dapat berupa usulan program-program pemerintah yang dibutuh-kan atau pun kebijakan yang terkait dengan permasalahan mereka.

Pengorganisasian

Identifikasi Isu

Seminar Sosialisasi

Riset Aksi

Latihan-LatihanPendukung

Dialog

Legal Drafting

RatifikasiLegal Drafting

Seminar

CO Kelompok Riset Aksi (KRA)

Focus Group Discussion

(FGD) identifikasi isu Cross check isu ke masyarakat FGD Penentuan Isu

Pertemuan Analisis Pertemuan Jaringan KRA Sosialisasi dan Menghimpun

Dukungan

Media Rakyat dan Teater Rakyat

Dialog Tingkat Kampung Dialog “Gerilya” ke Instansi-

instansi Pemerintah Dialog Tingkat Kabupaten

Diskusi Verifikasi Isu Lokakarya Legal Drafting Penyusunan Legal Drafting

PenelitianUniversitas

Alur Program

BAGIAN-1Merebut Ruang Partisipasi

10

Page 20: Percaya Pada Rakyat

11

Page 21: Percaya Pada Rakyat

Ja

lan

di D

esa

Gu

me

lem

We

tan

- K

ab

upate

n B

an

jarn

ega

ra

12

Page 22: Percaya Pada Rakyat

rogram Pendidikan Advokasi untuk Pengembangan Kebijakan Lo-kal yang Berbasis Masyarakat ini, dilaksanakan di 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung dan Kabupa-ten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah. Di setiap kabupaten, program ini dilaksanakan di 4 desa dari 4 kecamatan. Di Kabupa-ten Tulang Bawang, lokasi desa-desa tersebut adalah Desa Sungai

Badak (Kecamatan Mesuji), Desa Mesir Dwijaya (Kecamatan Penawartama), Desa Mulya Kecana (Kecamatan Tulang Bawang Tengah), dan Desa Margo Mulyo (Kecamatan Tumijajar). Sedangkan di Kabupaten Banjarnegara, lo-kasi desa-desa itu berada di Desa Banjarmangu (Kecamatan Banjarmangu), Desa Luwung (Kecamatan Rakit), Desa Kutayasa (Kecamatan Madukara), dan Desa Gumelem Wetan (Kecamatan Susukan).

Kedua Kabupaten tersebut, memiliki karakter yang berbeda. Di Kabu-paten Tulang Bawang, sebagian besar desa lokasi program adalah wilayah transmigrasi, kecuali Desa Sungai Badak di Kecamatan Mesuji. Sedangkan di Kabupaten Banjarnegara, hampir kesemuanya adalah desa-desa lama. Baik sarana infrastruktur maupun problematikanya, relatif berbeda. Beri-kut ini, adalah sekilas tentang paparan kedua kabupaten, berikut desa-desa lokasi program.

Kabupaten Tulang Bawang

Kabupaten Tulang Bawang merupakan daerah paling utara dari Propin-si Lampung. Daerah ini berbatasan langsung dengan Propinsi Sumatera Se-latan. Bahkan di wilayah utara Tulang Bawang, ada suku yang sama de-ngan suku di Sumatera Selatan, yaitu suku Mesuji. Tulang Bawang, menu-rut kisah sejarah yang justru berasal dari catatan Cina, pada masa lalu di-

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

13Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 23: Percaya Pada Rakyat

kenal sebagai penghasil lada hitam. Seorang pengelana yang bernama Fa- Hien, pada abad ke -4 pernah sampai di sana. Ditulisnya bahwa, ada sebuah kerajaan makmur di Sumatera yang bernama To-Lang P'o-Hwang (Tulang Bawang)

Namun, selanjutnya tidak ada catatan sejarah lagi yang dapat menjelas-kan tentang Kerajaan Tulang Bawang. Diduga, kerajaan tersebut ditakluk-kan oleh Kerajaan Sriwijaya, karena pada masa jayanya Sriwijaya, Kota Menggala dengan alur sungai Tulang Bawangnya, sempat dikenal sebagai pusat perniagaan berbagai komoditas, terutama lada hitam.

Sayangnya, masa kejayaan lada hitam tidak lagi berkibar hingga saat ini. Tentunya, banyak penyebab yang menjadi alasan akan hal itu. Peng-hargaan terhadap petani yang semakin menurun adalah penyebab utama-nya, sehingga petani pun menjadi kurang gairah untuk usaha taninya. Se-cara khusus saat ini, Tulang Bawang dikenal sebagai penghasil karet dan ubi kayu. Selain itu banyak perusahaan besar yang beroperasi di wilayah tersebut. Semisal, PT Huma Indah Mekar (HIM) untuk tanaman karet, PT Indo Lampung untuk tanaman tebu, PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) untuk tanaman kelapa sawit dan budidaya tambak udang yang besar yang dikelola oleh PT Dipasena Citra Dharmaja.

Dengan beroperasinya banyak perusahaan besar di wilayah tersebut, harapannya, kabupaten yang berdiri pada tahun 1997, melalui SK Menteri Dalam Negeri tanggal 20 Maret 1997 sebagai tindak lanjut UU No. 2 Tahun 1997 ini, dapat mempercepat putaran roda perekonomiannya. Tentu, ha-rapan itu dengan logika ekonomi dasar yang saling menguntungkan. Sa-yang, logika ekonomi lain yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya de-ngan modal sekecil-kecilnya menjadi lebih dominan. Dari beberapa per-usahaan besar tersebut, ada yang bermasalah, bahkan sempat menelan korban jiwa.

Melihat kenyataan lain, Kabupaten yang relatif baru ini, di sana-sini ma-sih mencari bentuk untuk desain pengembangan wilayahnya. Luas wilayah

2Tulang Bawang 7.771 km menjadikan kabupaten ini terluas di Propinsi Lampung. Dengan luas wilayah tersebut, APBD yang ada tidak cukup me-nyelesaikan permasalahan pembangunan yang terjadi di sana. Hal itu yang kemudian membuat berkembangnya wacana dan hampir terealisasi, ten-tang pemekaran wilayah Tulang Bawang.

Tulang Bawang sebagaimana kabupaten lainnya di Propinsi Lampung, merupakan daerah dengan jumlah pendatang yang besar dibanding pendu-duk aslinya. Lampung adalah daerah awal perpindahan penduduk Pulau Jawa, Madura, dan Bali (Jambal). Sejak zaman kolonisasi Belanda, di Lam-pung telah terjadi perpindahan penduduk dari Jambal. Kemudian, saat In-donesia merdeka, hal itu dilanjutkan dengan program transmigrasi.

Agaknya, konsep transmigrasi lebih mementingkan aspek perpindahan penduduk dibanding pengembangan wilayah. Itu dapat dilihat dari pelaksa-naan pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah transmigrasi. Pem-bangunan infrastruktur relatif lebih menonjol dibandingkan aspek pendi-

14

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 24: Percaya Pada Rakyat

dikan masyarakat. Hal serupa tidak terjadi pada wilayah pemukiman mas-yarakat asli. Posisi mereka semakin lama semakin terpinggir, sehingga membuat mereka sulit untuk berkembang.

Berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, pada dasarnya muncul dari desain pembangunan masa lalu. Konsep negara sentralistik yang pernah lama berlangsung di negeri ini, berakibat pada ketidakrataan pembangunan ke pelosok-pelosok daerah. Sedangkan di daerah sendiri kerap terjadi pelaksanaan konsep pembangunan yang tidak tepat. Hal ini diperparah dengan hubungan sosial yang kurang mendukung antara mas-yarakat pendatang dan masyarakat pribumi (asli). Kerja keras yang ditun-jukkan para pendatang untuk perubahan nasib, membuat perbedaan eko-nomi kelompok menjadi terlihat. Hal ini yang kemudian memicu ketegang-an-ketegangan yang hingga saat ini masih dapat teratasi.

1. Desa Sungai Badak, Kecamatan Mesuji

Daerah Mesuji, konon merupakan daerah tertua di Propinsi Lampung. Ibukota kecamatannya bernama Desa Wiralaga. Namun demikian, daerah ini relatif terisolir dari kemajuan pembangunan di Propinsi Lampung. Jalanan yang rusak parah menuju daerah ini, membuat segala sesuatu di sana berjalan lambat. Desa Sungai Badak merupakan salah satu desa dari 16 Desa yang ada di kecamatan Mesuji. Di Desa Sungai Badak, terdapat se-buah dusun yang bernama Dusun Pasir Intan. Dahulunya di dusun terse-but dikenal sebagai penghasil intan di propinsi ujung selatan pulau Su-matera itu. Saat daerah tersebut menjanjikan banyak harapan, berbon-dong-bondong orang untuk menetap di sana. Demikian juga dengan pen-duduk Pasir Intan saat ini. Hanya saja, sebagaimana sumber daya alam yang terbatas lainnya, intan makin lama makin sulit dijumpai di sana sampai yang tersisa hanyalah pasirnya saja.

Desa Sungai Badak berjarak sekitar 150 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang. Untuk dapat mencapai daerah ini, sebelumnya harus melalui jalur lintas timur Sumatera. Walau jalan utama yang me-lintasi Pulau Sumatera, perawatan jalan ini tidak diperhatikan. Banyak ke-rusakan sepanjang jalan ini, yang membuat pengemudi kendaraan harus berhati-hati. Dari jalan utama tersebut, kemudian harus melintasi jalan ka-bupaten yang keadaan jauh lebih buruk lagi.

Masyarakat yang tinggal di desa itu, sebagian besar bermata pencaha-rian sebagai petani. Kebanyakan dari mereka adalah pendatang dari Pulau Jawa. Walaupun demikian, mereka bukanlah peserta transmigrasi. Mere-ka adalah warga negara yang berusaha memperbaiki nasib untuk hidup yang layak. Sayangnya, lokasi yang mereka duga potensial untuk perbaikan nasib itu tidak didukung oleh sarana infrastruktur yang baik. Lahan-lahan yang luas di sana tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Infrastruktur penunjang pertanian berupa saluran irigasi, jalanan, serta jembatan dapat disebut tidak layak melayani masyarakat di sana.

15Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 25: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Untuk sampai ke Desa Sungai Badak dari Ibukota Kabupaten, dibutuh-kan waktu 5-6 jam perjalanan. Bahkan, jika musim hujan, waktu tersebut dapat bertambah lama, karena jalanan tidak dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat. Trayek angkutan umum menuju Desa itu juga terbatas, ha-nya 2 kali sehari. Selebihnya untuk masuk ke wilayah itu dapat ditempuh dengan menggunakan ojek, sekitar 1,5 jam perjalanan dari jalan nasional.

Desa Sungai Badak, memiliki luas wilayah 6195 ha. Dengan jumlah pen-duduk sekitar 5.215 jiwa, membuat lahan-lahan tidak tergarap dalam jum-lah yang luas masih dapat terlihat dengan jelas di sana. Desa ini, berbatas-an langsung dengan Desa Nipah Kuning, Propinsi Sumatera Selatan.

Jika sampai di desa ini pada malam hari, maka sulit untuk menjumpai alat penerangan listrik, karena sebagian besar mereka masih menggunakan lampu dengan bahan bakar minyak tanah. Listrik telah menjadi permasa-lahan tersendiri di sana. PLN wilayah daerah tersebut sebelumnya telah memasang instalasi listrik tenaga diesel. Hanya saja alat itu tidak berfungsi secara optimal. Dalam sebulan hanya hidup selama 1 minggu, bahkan ter-akhir lebih dari 2 bulan tidak hidup sama sekali. Dengan pelayanan se-macam itu, masyarakat dituntut untuk membayar biaya abonemen yang rata-rata sebesar Rp. 40.000. Tentunya ini menjadi beban berat bagi ang-gota masyarakat yang sudah terlanjur menggunakan jasa itu.

Di Desa Sungai Badak, lahan-lahan yang relatif luas tidak maksimal untuk dapat diolah. Areal pertanian di sana mudah tergenang air, karena tidak adanya saluran pembuangan air irigasi. Banjir merupakan bagian da-ri kehidupan masyarakat. Masalah itu juga yang membuat mereka menjadi kurang bersemangat untuk bertani.

Kalau tidak mereka bisa sekolah terus, ada harapan desanya bisa maju...

16

Page 26: Percaya Pada Rakyat

Hamparan lahan pertanian di desa itu yang luasnya kurang lebih 3.000 ha, bagai terkepung air ketika musim penghujan tiba. Saluran pembuangan air terhadang badan jalan sehingga ketika air masuk tidak dapat dengan segera keluar. Pembobolan badan jalan itu yang diharapkan oleh mas-yarakat, namun hingga saat ini masih terkendala dengan jalur saluran air yang dimiliki oleh penduduk asli.

Pembuatan saluran air ini, jika tidak dilakukan secara menyeluruh, di-khawatirkan dapat menimbulkan masalah dengan daerah lainnya. Oleh sebab itu, terkesan masyarakat di sana lebih bersikap pasif, sementara ke-butuhan hidup semakin lama semakin tinggi. Lahan yang cukup luas akhir-nya banyak yang tidak tergarap dan menjadi sarang hama, terutama tikus. Bagi mereka yang masih memiliki hasrat untuk mengolah lahan, resiko-resiko dari hama-hama itu diperjelas dengan kegagalan panen.

Kepastian kepemilikan lahan juga menjadi permasalahan di desa terse-but. Di Desa Sungai Badak, kepemilikan lahan sebagian besar tidak ditan-dai dengan kepemilikan sertifikat atas tanah tersebut. Mereka mendapat-kannya melalui jual beli sederhana yang kurang mendapat jaminan kepemi-likan.

Untuk dapat bertahan hidup, selain mengandalkan hasil pertanian yang ala kadarnya, beberapa warga mencoba membuat kerajinan berupa tikar. Bahan bakunya tersedia di sana. Kondisi inilah yang kemudian membuat desa ini tergolong desa yang miskin. Kasus anak putus sekolah banyak ditemui. Selain karena biaya, hanya sedikit sekolah yang diselenggarakan di desa ini. Jarak jauh dan sarana transportasi yang tidak memadai menjadi alasannya.

2. Desa Mulya Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah

Desa Mulya Kencana berada di Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Ja-raknya ke ibukota kabupaten sekitar 14 km, lebih dekat dibanding jarak ibukota kecamatan yang 16 km. Lahan Persawahan di sana relatif luas de-ngan seluruhnya irigasi teknis, 1.957 ha. Dari jumlah penduduk sebanyak 8.651 orang, sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.

Desa ini dibuka pada tahun 1972 saat program transmigrasi. Jika seki-las melihat desa ini, terlihat bahwa secara fisik daerah ini dianggap tidak memiliki permasalahan yang berat. Menurut cerita dari masyarakat di sana, awalnya desa ini diperuntukkan sebagai lumbung pangan (tanaman padi). Sayangnya irigasi teknis yang dibangun di wilayah itu yang berasal dari Sungai Way Rarem, tidak cukup untuk mengairi lahan luas di sana. Sekitar tahun 1995-an mereka sepakat untuk mengganti tanaman utama dari padi ke karet. Hal itu dilakukan karena tanaman padi tidak kunjung meng-untungkan disebabkan kekurangan air. Akan tetapi, tanaman padi tidak sepenuhnya ditinggalkan. Sebelah selatan desa ini masih terjangkau oleh irigasi Way Rarem. Di areal itulah padi masih ditanam. Sebelah utara desa itu dipenuhi oleh tanaman karet.

17Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 27: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Dari karet inilah yang kemudian membuat perekonomian menjadi ber-jalan. Hanya tidak sepenuhnya perekonomian itu dapat menyangga kebu-tuhan masyarakat di sana. Karena di desa ini kasus anak putus sekolah masih sering dijumpai. Artinya, perekonomian yang berputar di daerah itu tidak juga merata. Hal ini disebabkan tidak semua petani di sana menanam karet. Untuk dapat menanam karet selain lahan dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Selain karet, komoditas yang juga ditanam di sana adalah ubi. Untuk tanaman ini pun petani juga harus dikalahkan dengan mekanisme pembelian dari perusahaan yang tidak transparan.

Pertanian sebagai penopang kehidupan masyarakat di sana, bisa dise-but berjalan secara alamiah. Fasilitas negara tidak cukup membantu mas-yarakat di sana untuk berkembang. Dari masalah infrastruktur berupa iri-gasi teknis yang tidak berfungsi optimal hingga petugas-petugas lapangan pertanian (PPL) juga dirasa tidak memberi kontribusi yang berarti. Bahkan ada diantara mereka yang berfungsi sebagai agen dari perusahaan-perusa-haan sarana produksi pertanian (saprotan). Oleh sebab itulah kemudian, pertanian padi yang sebelumnya diharapkan akan dijalankan di desa itu, kemudian berubah fungsi menjadi perkebunan. Akan tetapi masih banyak juga yang tetap menanam padi karena modal untuk beralih ke komoditas lain seperti halnya karet, dirasakan cukup besar.

Menanam padi pada dasarnya dianggap tidak menguntungkan. Dari pengalaman yang dilakukan oleh petani di sana, biaya produksi tanaman padi, tidak setara dengan perolehan penjualan. Terlebih lagi di masa musim panen raya. Harga standar gabah dari pemerintah tidak dapat mereka per-oleh. Pembeli gabah petani adalah tengkulak. Saat panen raya, harga jerih payah petani hanya berkisar Rp. 800 hingga Rp. 1.000. Menurut perhitung-

Pemandangan salah satu sudut pusat desa. Layaknya “Alun-alun” di kota. Ada lapangan yang dikelilingi perkantoran, sekolah, pasar, masjid, dan lain-lain.

18

Page 28: Percaya Pada Rakyat

an yang ada pekerjaan 4 bulan (1 musim) untuk lahan seluas 1 hektar ha-nya mendapatkan hasil 5 juta rupiah. Setelah dipotong biaya produksi yang mencapai 3 juta rupiah, mereka hanya mendapatkan 2 juta rupiah untuk 4 bulan.

Namun demikian, secara umum desa ini tergolong cukup berkembang. Jalan-jalan penghubung sudah diaspal. Rumah-rumah pun rata-rata su-dah permanen dan dialiri listrik. Walaupun demikian, di saat malam hari, jalanan di desa masih gelap karena miniminya lampu penerangan jalan.

Kondisi fisik yang pada dasarnya menunjang di Desa Mulya Kencana, sayangnya tidak diikuti dengan konsep pembangunan manusianya. Hal itu ditunjukkan dengan sarana pendidikan yang kurang memadai. Setelah lu-lus Sekolah Dasar, anak-anak di sana jika ingin melanjutkan jenjang berikutnya harus bersekolah ke lain desa. Jaraknya relatif jauh sekitar 20 km dari desa itu. Perjalanan mereka harus tempuh dengan sepeda atau ang-kutan ojek. Sarana jalan yang cukup bagus di sana tidak ditunjang dengan sarana transportasi umum, hingga biaya yang dikeluarkan untuk dapat bersekolah pun menjadi mahal. Akibatnya, banyak anak yang kemudian tidak melanjutkan sekolah ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

3. Desa Margo Mulyo, Kecamatan Tumijajar

Desa Margo Mulyo terletak di Kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang. Secara administratif Desa Margo Mulyo berbatasan dengan de-ngan Desa Tunas Asri di sebelah timur, sebelah barat berbatasan dengan Desa Margodadi, sebelah utara berbatasan dengan Desa Murni Jaya, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mulya Asri. Desa Margo Mulyo memiliki luas wilayah 231,875 ha, yang terdiri dari 7 suku dan 25 RT. Pen-duduk Desa Margo Mulyo berjumlah 3.619 orang yang terdiri dari 1.883 orang pria dan 1.736 orang wanita.

Desa Margo Mulyo dibuka pada tahun 1972 melalui proyek transmi-grasi. Sebagian besar masyarakatnya berasal dari beberapa daerah di Jawa seperti Yogyakarta, Kuningan, dan Jombang. Mata pencaharian penduduk di Desa Margomulyo sebagian besar sebagai petani dan buruh tani. Lahan yang diperoleh dari proyek transmigrasi seluas 2 hektar untuk setiap KK, seiring dengan pertumbuhan penduduk, jumlahnya kepemilikannya pun menyusut. Hal inilah yang kemudian membuat perbedaan tingkat ekonomi di antara warganya.

Namun demikian, secara umum kehidupan masyarakat di Desa Margo Mulyo relatif jauh dari permasalan-permasalahan yang mendasar. Hal itu dapat dilihat dari tingkat pendidikan serta bangunan tempat pemukiman di sana. Listrik sudah masuk di desa ini sejak tahun 1995. Rata-rata rumah di sana sudah dialiri listrik. Sayangnya, fasilitas penerangan itu belum ber-fungsi maksimal untuk kepentingan umum. Lampu-lampu penerangan jalan sulit ditemui di sana.

19Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 29: Percaya Pada Rakyat

Sebagai desa yang mengandalkan pertanian sebagai penopang hidup, oleh pemerintah dibangun sarana irigasi. Saluran irigasi teknis itu berasal dari Sungai Way Rarem. Pembagian jatah air untuk kebutuhan pertanian di desa ini sempat bermasalah pada masa lalu. Kebijakan penggolongan mu-sim tanam yang dibuat oleh Dinas Pertanian dan Dinas Pengairan di sana, dengan pola waktu A,B,C,D, yakni bergiliran, membuat petani di desa itu menjadi kekurangan air. Saat itu, penggolongan tersebut menjadikan lahan persawahan yang terletak di ujung saluran irigasi menjadi kekurangan air. Situasi tersebut membuat masyarakat berkelompok untuk mendesakkan perubahan kebijakan pemerintah itu. Pola pembagian air kemudian beru-bah menjadi A,B.

Mayoritas penduduk Desa Margo Mulyo adalah petani. Secara kualitas dirasakan kurang mampu untuk menopang kehidupan mereka. Masalah kepemilikkan lahan serta tingginya biaya produksi serta rendahnya harga penjualan menjadi masalah utama dari petani-petani di sana. Akibatnya, selain bertani mereka juga banyak yang menjadi buruh tani, baik di sekitar desa tersebut maupun di perusahaan-perusahaan perkebunan. Sedangkan kaum perempuan yang masih muda banyak menjadi TKW.

Akan tetapi, pekerjaan tani masih menjadi pilihan utama. Mereka di sa-na tetap berusaha keras agar pertanian di sana verlangsung. Di desa itu jalan menuju lahan pertanian kurang memadai untuk dapat dilewati oleh kendaraan besar. Saat panen biaya angkut hasil panen menjadi tinggi. Se-mentara hasil panen selalu dihargai rendah. Petani di sana menjual hasil panennya ke tengkulak. Mereka kesulitan untuk dapat menjual ke gudang-gudang Depot Logistik (Dolog), yang ternyata lebih dikuasai oleh pihak swasta. Usaha mereka untuk menembus Bulog selalu kandas karena biro-krasi dan aturan-aturan yang sulit untuk diukur.

4. Desa Mesir Dwijaya, Kecamatan Penawartama

Desa Mesir Dwijaya adalah daerah transmigrasi pindahan dari berbagai daerah di Propinsi Lampung. Sebelumnya, penduduk di sana telah bermu-kim lama di daerah kawasan hutan lindung yang ada di Propinsi Lampung, antara lain Gunung Balak, Padang Cermin, Wonosobo, dan Pulau Pang-gung. Hanya saja, setelah itu muncul masalah pertanahan. Lahan yang telah lama mereka tempati dinyatakan terlarang. Padahal, sebelumnya mereka secara administratif diakui sebagai warga resmi dengan atribut legal dari pemerintah. Hal itu dibuktikan dengan kepemilikkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta adanya pemerintahan kecamatan dan desa di sana. Sempat terjadi ketegangan antara masyarakat dengan pemerintah daerah saat itu. Tapi, dengan pendekatan keamanan yang represif pada masa orde baru, masyarakat berhasil dipindahkan. Bahkan Gunung Balak, sebagai wilayah administratif kecamatan dihapuskan. Dari sanalah kemudian dae-rah rawa di Kecamatan Penawartama, tepatnya Desa Mesir Dwijaya dibuka.

Daerah tersebut, pada awalnya dapat disebut tidak layak huni, karena tidak ada infrastruktur yang memadai yang dapat mendukung penghi-

20

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 30: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

dupan masyarakat di sana. Tanahnya yang berawa dan terletak di dataran rendah membuat wilayah pemukiman dan pertanian setiap tahunnya selalu digenangi air. Sebagian besar lahan pertanian di sana terdapat unsur rawanya dalam bentuk sawah pasang surut seluas 500 ha. Selebihnya hampir 2.000 ha lahan lainnya berwujud rawa. Desa itu mulai dihuni pada tahun 1992. Dari kurun waktu tahun tersebut hingga sekarang, masya-rakat di sana hanya mampu merasakan panen padi sebanyak 4 kali.

Di awal mereka bermukim, segala kebutuhan hidup dipenuhi oleh De-partemen Transmigrasi. Bantuan itu hanya berjalan sekitar 4 tahun, se-telah itu mereka bertahan dengan kondisi alam yang ada. Mereka dipaksa mandiri, sementara sarana dan prasarana di sana tidak menunjang bagi mereka. Bagi mereka yang tidak tahan dengan kehidupan semacam itu ada yang memutuskan untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Ada juga yang merantau ke daerah-daerah yang dekat untuk mencari nafkah. Kebanyakan dari mereka bekerja untuk perusahaan-per-usahaan perkebunan sebagai buruh. Dari 500 Kepala Keluarga (KK) yang awalnya menetap di sana, saat sekarang telah menyusut menjadi 300 KK. Pengurangan jumlah penduduk ini disebabkan mereka yang pergi tidak ta-han lagi untuk berlama-lama hidup dalam kesusahan. Akibatnya, banyak rumah dan lahan pertanian yang ditinggalkan oleh penghuninya. Sebagian besar kondisinya saat ini terlantar. Dari sebagian besar mereka yang pergi, lahan-lahan pekarangan dan pertaniannya dijual pada orang di luar kam-pung dengan harga yang sangat murah. Karena murahnya harga tanah di sana, banyak pihak luar yang berspekulasi untuk investasi ke daerah ter-sebut. Tanah-tanah yang dimiliki oleh orang luar itu juga mengalami nasib yang sama dengan lahan-lahan yang ditinggal oleh pemiliknya. Semuanya dalam keadaan terlantar.

Proyek pembangunan saluran irigasi di Mesir Dwijaya sempat menimbulkan ketegangan di antara penduduk...

21Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 31: Percaya Pada Rakyat

Kondisi perekonomian yang buruk mengakibatkan berbagai permasa-lahan di sana. Anak-anak banyak yang putus sekolah. Jika ingin menyeder-hanakan keruwetan masalah di sana, penyebab utamanya adalah kurang layaknya lokasi bagi mereka untuk bermukim dan berusaha. Fasilitas-fasilitas dasar, seperti air bersih dan lahan untuk bercocok tanam tidak tersedia dengan baik.

Desa itu hingga saat ini belum terjangkau saluran listrik. Bangunan pe-rumahan sebagian besar masih terbuat dari kayu. Hanya sedikit bangunan rumah permanen yang terlihat di Desa itu. Rumah-rumah permanen biasa-nya milik mereka yang anggota keluarganya menjadi TKI ke luar negeri.

Desa ini berjarak sekitar 85 km dari ibukota kabupaten. Jarak tersebut, terasa sangat jauh karena jalanan aspal kabupaten yang menghubungkan ke desa tersebut keadaannya rusak berat. Jalanan rusak akibat seringnya keluar masuknya kendaraan yang mengangkut kelapa sawit, kayu, dan lain-lain dalam jumlah yang banyak. Untuk dapat sampai ke Desa Mesir Dwijaya dari kota kabupaten dibutuhkan waktu 4-5 jam perjalanan dengan kondisi normal.

Pada tahun 2002 lalu, sempat dilaksanakan proyek perbaikan dan pem-bangunan infrastruktur saluran air di wilayah itu. Proyek tersebut atas desakan masyarakat kepada Pemerintah Daerah. Sayangnya proyek yang menghabiskan dana sebesar 9 milyar itu dinilai oleh masyarakat tidak cu-kup transparan dengan rendahnya kualitas bangunan yang dikerjakan oleh pihak kontraktor. Kualitas pengerjaan yang tidak bagus tersebut diperpa-rah dengan tidak adanya bangunan pendukung, seperti jembatan peng-hubung antara daerah pemukiman dan areal bercocok tanam. Sebagai peserta transmigrasi, mereka mendapatkan jatah lahan seluas 2 hektar yang dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah lahan pekarangan dan tempat tinggal yang luasnya ¼ hektar. Lahan kedua dan ketiga adalah lahan bercocok tanam yang letaknya terpisah dengan luas 1 hektar dan ¾ hektar. Lahan yang relatif da-pat digarap adalah lahan 1 hektar yang biasa mereka sebut lahan hektaran. Sedangkan lahan ¾- an, biasa mereka sebut hampir rata terlantar. Hal itu karena tidak adanya jembatan penghubung hingga kesulitan bagi mereka untuk mencetak sawah. Lahan ¾-an sebagian besar juga tidak tergarap alias ditelantarkan.

Proyek pembangunan saluran irigasi di Desa Mesir Dwijaya, juga sempat menimbulkan ketegangan di antara penduduk. Wilayah pemukiman di desa itu dibagi 2 unit satuan pemukiman (SP), yaitu 4 dan 5. Oleh pihak kontrak-tor, masyarakat di kedua wilayah itu sempat diadu domba dengan meng-alihkan tanggung jawab menjadi pilihan masyarakat. Mereka meminta masyarakat memilih apakah akan membangun dan memperbaiki jalan atau menyempurnakan bangunan tanggul penangkis. Pilihan yang yang sama-sama menguntungkan itu berada di lokasi yang berbeda. Karena masing-masing lokasi membutuhkan, tawaran itu membuat hubungan masyarakat SP 4 dan SP 5 menjadi renggang dan hampir terjadi kontak fisik. Namun, situasi tersebut akhirnya dapat dikendalikan karena mereka berpikir bah-wa yang perlu diperjuangkan adalah kepentingan bersama.

22

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 32: Percaya Pada Rakyat

Kesulitan ekonomi yang mendera masyarakat di wilayah itu membuat mereka tidak punya modal untuk memulai bercocok tanam. Padahal ketika mereka dipindahkan ke wilayah rawa itu, mereka diberi motivasi oleh De-partemen Transmigrasi bahwa, wilayah itu adalah potensi lumbung pa-ngan bagi Kabupaten Tulang Bawang.

Kabupaten Banjarnegara

Kabupaten Banjarnegara, di sekitar tahun 1986-an, dalam jumlah yang besar dimasuki tanaman salak dari Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Keber-hasilan petani salak pondoh di Yogyakarta ternyata mempengaruhi banyak petani di Banjarnegara untuk beralih ke tanaman itu. Tanaman ini telah menggeser tanaman padi dan hortikultura yang dulunya menjadi tanaman utama. Secara iklim, tanaman salak pondoh memang mudah tumbuh dan berkembang di sebagian besar wilayah Banjarnegara, terutama daerah utara. Daerah ini berada dalam kawasan Pegunungan Kendeng Utara yang berada di ketinggian antara 600-2.500 meter di atas permukaan laut.

Ada beberapa kecamatan yang masuk ke dalam kawasan tersebut, Ke-camatan Kalibening, Pagentan, Batur, Pejawaran, Wanadadi, Wanayasa, Madukara, Banjarmangu, dan Punggelan. Ketika salak pondoh berkem-bang menjadi tren, banyak petani yang kemudian beralih ke tanaman itu. Di samping itu sebagian dari mereka masih membudidayakan tanaman padi dan hortikultura seperti kentang, kubis, sawi, dan daun bawang. Buah-buahan seperti, pisang, pepaya, nanas, jambu biji juga tumbuh subur. Saat sekarang, salak pondoh dari Banjarnegara lebih menguasai pasar ketim-bang daerah asalnya, Sleman.

Walaupun berpotensi di sektor pertanian, tidak semua lahan di Kabu-paten Banjarnegara menjadi pertanian tanaman, karena di daerah yang lebih rendah, masyarakatnya membudidayakan ikan sebagai sumber penghidupan mereka. Salah satunya adalah Desa Luwung di Kecamatan Rakit. Sawah dan ladang di desa itu banyak yang telah berubah menjadi kolam budidaya ikan air tawar.

Daerah yang sesuai dengan budidaya ikan di sana adalah Kecamatan Rakit, Purwanegara, Mandiraja, Purwareja, Klampok, Bawang, dan Madu-kara. Kecamatan-kecamatan itu terletak di bagian tengah wilayah kabu-paten yang berdekatan dengan Sungai Serayu dan Waduk Mrica. Budidaya ikan itu mulai marak sejak tahun 1989 dan berkembang hingga kini.

Banjarnegara adalah sebuah kabupaten yang wilayahnya tidak cukup luas dan tingkat kepadatan penduduknya yang relatif renggang. Dengan luas 106.970 ha dan jumlah penduduk 879.615 jiwa, pada dasarnya Banjarnegara memiliki potensi untuk berkembang. Potensi alam yang men-dukung dengan keberagaman tipikal lahan yang tersebar di wilayah itu. Selain pertanian, ikan air tawar, ada objek wisata Penggunungan Dieng yang cukup terkenal di kabupaten itu. Sebagian besar penduduknya ber-agama Islam. Banyak tradisi masyarakat akhirnya mengikuti tatacara

23Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 33: Percaya Pada Rakyat

Islam. Di acara-acara perkawinan, selamatan, dan lainnya, kesenian yang bernuansa Islam kerap ditampilkan. Sebenarnya di wilayah Banjarnegara ada kesenian tradisional semacam kuda lumping. Di sana dikenal dengan sebutan Ebek. Kesenian Ebek ini makin lama jarang terlihat karena se-makin luasnya pengaruh agama Islam di sana. Tinggal sedikit kelompok-kelompok kesenian Ebek ini yang masih bertahan. Bahkan di Desa Ban-jarmangu sendiri sudah sejak lama tidak ada pertunjukan kesenian yang diiringi musik calung itu.

Berbagai perkembangan yang terjadi di Banjarnegara dalam waktu 5 tahun terakhir ini mampu mendongkrak pendapatan daerah. Jika mengacu pada sejak dimulainya otonomi daerah, tahun 2000, PAD Banjarnegara bernilai Rp. 4,5 milyar. Angka itu terus beranjak menjadi Rp.11,5 milyar hingga pada tahun 2003 mencapai Rp. 23 milyar. Pada tahun 2005 sudah mencapai Rp. 30 milyar. Hanya saja, untuk sektor pertanian, pendapatan yang diperoleh cendrung menurun. Di antaranya, tanaman pangan khususnya padi yang paling besar penurunannya. Jika tahun 1998 bisa di-hasilkan 169.700 ton padi, lima tahun kemudian tinggal 115.300 ton. Luas sawah yang menghasilkannya juga terus berkurang. Luas panen tahun ini tak lebih 22.700 hektar, menyusut 23 persen dibandingkan dengan tahun 1998. Penurunan hasil pertanian dari padi, secara simbolik menggerus arti nama dari Banjarnegara (banjar=sawah dan negara=kota).

Penurunan minat menjadi petani juga besar. Menjadi jarang untuk me-lihat petani muda ada di lahan. Hampir sebagian besar kaum muda di sana melirik profesi lain, walaupun harus jauh ke luar daerah hingga ke luar negeri. Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dianggap jauh lebih baik ketimbang bergelut dengan lumpur di sawah.

1. Desa Banjarmangu, Kecamatan Banjarmangu

Di Kecamatan Banjarmangu terdapat 17 Desa dengan jumlah pendu-duknya 39.150 jiwa. Kecamatan seluas 4.123,3 hektar ini, mayoritas pen-duduknya berprofesi sebagai petani. Jumlah petani di sana sebanyak 14.556 orang. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di sana sempat me-namatkan bangku sekolah dasar. Secara umum, karena jaraknya tidak ter-lalu jauh dengan ibukota kabupaten, Banjarmangu memiliki sarana infra-struktur yang relatif menunjang. Jalanan beraspal dapat dengan mudah menghubungkan satu wilayah desa ke desa yang lain dalam satu keca-matan.

Desa Banjarmangu memiliki luas 138,289 hektar yang terdiri dari 40 hektar sawah, 64,346 hektar tanah tegalan, dan sisanya merupakan pe-mukiman dan lain-lain. Desa Banjarmangu merupakan daerah potensial sayur-sayuran di samping juga menghasilkan padi, salak pondoh, dan kelapa. Jumlah penduduknya sebanyak 3.469 jiwa yang tergabung dalam 681 KK. Sementara penduduk angkatan kerja sebanyak 1.243 orang. Selebihnya adalah orang tua dan anak-anak usia sekolah. Desa ini terletak kurang lebih 15 kilometer arah utara dari kota Banjarnegara.

24

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 34: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Sebagai daerah pedesaan, hubungan sosial masyarakat di sana masih terjaga. Jika ada penduduk yang hendak membangun rumah, maka para tetangganya akan datang membantu. Banyak kegiatan yang dilakukan de-ngan cara gotong-royong. Sikap tersebut secara fisik masih terlihat, tetapi lambat laun secara prinsip mulai digerogoti oleh pengaruh luar. Ketika ma-suk program pemerintah untuk membentuk kelompok-kelompok tani, pada dasarnya hanya untuk merespon proyek-proyek di sektor pertanian. Se-mangat gotong royong dan kekeluargaan mulai diganti menjadi persaingan antar kelompok. Persaingan tersebut dalam rangka mendapatkan proyek-proyek untuk kelompok tani. Oleh sebab itu, banyak “anjuran” dari petugas lapangan Dinas Pertanian yang harus diikuti oleh para petani. Mereka ber-usaha menjaga hubungan baik dengan petugas dengan harapan akan men-dapatkan proyek bagi kelompoknya.

Pada kenyataannya, banyak proyek yang justru membuat petani se-makin tergantung pada asupan luar. Jika dahulunya petani punya keman-dirian dalam budidaya tani, saat sekarang ketergantungan itu semakin nyata dan membuat petani menjadi sulit untuk melepaskannya. Oleh sebab itu, profesi petani menjadi tidak populer dan mulai ditinggalkan. Seperti halnya di Banjarmangu, sudah sedikit anak muda yang menggeluti pe-kerjaan ini, jika ada itu bukan pekerjaan utama. Lebih parah lagi, banyak petani yang merasa menganggur karena tani sudah bukan lagi dianggap sebagai pekerjaan.

Sebagai desa yang berpotensi sayuran seperti tomat, cabe, dan sayuran lain, desa ini mempunyai permasalahan kondisi jalan yang kurang men-dukung pengangkutan hasil bumi tersebut. Ditambah lagi di desa ini belum ada pasar. Hal ini menambah problem petani untuk memasarkan hasil panennya. Di samping jalan, saluran air di desa ini juga banyak yang rusak.

… termasuk daerah dataran tinggi di Kabupaten Banjarnegara.

25Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 35: Percaya Pada Rakyat

Di beberapa tempat di desa ini juga mengalami permasalahan dengan air bersih. Khususnya Dusun Sigong, di mana air di wilayah itu tidak layak dikonsumsi karena tercemar bakteri coli. Penduduk di sana harus me-nempuh jarak 2 km untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan se-hari-harinya.

Selain dari pertanian, di desa ini beberapa warganya menyandarkan hidup dengan membuka usaha industri genteng. Industri genteng yang dilakukan masuk dalam kategori industri rumah tangga, dimana masih punya banyak permasalahan. Terutama dengan kualitas dan permodalan. Secara umum, sebagai sebuah desa, Banjarmangu punya banyak potensi yang dapat dikembangkan. Tentunya, jika hal tersebut dapat diidentifikasi dan diperkuat sebagai potensi desa, maka akan bermanfaat bagi kepen-tingan masyarakat di sana.

2. Desa Kutayasa, Kecamatan Madukara

Desa Kutayasa terletak lebih kurang 7 kilometer arah timur laut dari pusat kota Banjarnegara dengan luas wilayah 128,560 hektar dengan jum-lah penduduk 1.840 jiwa. Hasil bumi dari persawahan yang seluas 50 hek-tar berupa padi, jagung, kedelai, dan kimpul. Sedangkan hasil perkebunan seluas 50 hektar yang menonjol adalah salak pondoh, kelapa, dan vanili. Hampir semua warga desa yang memiliki tanah kebun ditanami salak pon-doh. Lahan kering di desa ini seluas 28,560 hektar yang dipakai untuk pe-mukiman dan kolam.

Awalnya, sebelum salak pondoh dikenal di daerah itu, sebagian besar masyarakat di sana menanam padi di lahan pertanian mereka. Sayangnya, pertanian tanaman padi tidak cukup mampu menopang penghidupan me-reka, sehingga ketika salak pondoh masuk dan punya harga yang lebih baik di pasaran, beramai-ramai mereka beralih komoditas tanaman. Perubahan komoditas itu bukan tanpa alasan. Ketika petani “dianjurkan” menanam padi sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan masyarakat luas, infra-struktur pertanian tidak cukup mendukung hasil produksi yang diha-rapkan. Ditambah lagi ketika padi telah panen, harga di tingkat petani tidak cukup memadai untuk kebutuhan hidup. Maka sangat wajar, ketika ada peluang salak pondoh di Desa Kutayasa, petani di sana kemudian beralih tanaman. Saat ini hanya sebagian kecil lahan yang masih ditanami padi. Irigasi yang rusak di sana semakin memperkecil lahan persawahan. Bagi mereka, menanam padi hanya sekadar sampingan belaka. Mereka tidak berharap banyak untuk dapat keuntungan dari pada selain hanya untuk kebutuhan keluarga.

Dari bangunan fisik, Desa Kutayasa terlihat merupakan desa yang cu-kup maju. Jalanan desa sudah beraspal mulus, lingkungan bersih dan ter-tata rapi, dan rumah-rumah terlihat sehat. Hubungan sosial antar masya-rakat pun kelihatan harmonis. Jika ada warga tidak mampu yang sakit keras dan harus dirawat di rumah sakit, saat itulah warga saling bahu-membahu menyediakan dana perawatan. Pelayanan kesehatan di desa ini

26

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 36: Percaya Pada Rakyat

pun tergolong lancar dan tertib. Dari segi ekonomi pun sebagian besar war-ga tergolong mampu. Selain sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani, warga desa ini juga cukup banyak yang merantau. Beberapa masalah umum yang ada di desa ini adalah pemuda tidak tertarik pada bidang pertanian, walaupun anak seorang petani. Banyak pemuda yang menganggur. Juga ada sebagian kecil warga yang masuk golongan gizi rendah.

Sebagai warga desa yang berprofesi sebagai petani, tentunya sangat mengharapkan sektor pertanian dapat dibangun lebih bagus. Salah satu idenya adalah mengembangkan padi organik yang didukung dengan ada-nya pasar khusus untuk menjual organik. Disamping juga didukung ada-nya koperasi tani yang menyediakan keperluan petani. Selain diharapkan akan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat juga meningkatkan per-ekonomian.

Selain itu, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat juga dapat di-tempuh melalui perbaikan lingkungan rumah, penghuninya, dan melalui peningkatan gizi. Sedangkan untuk meningkatkan ekonomi warga dapat ditempuh dengan mengembangkan lagi tanaman salak pondoh dan per-ikanan.

Untuk menjawab masalah SDM yang ada sekarang, dapat ditempuh dengan mengadakan peningkatan ketrampilan melalui kursus-kursus se-

Hubungan sosial harmonis. Jika ada warga tidak mampu sakit keras dan harus dirawat di rumah sakit,warga membantu menyediakan dana perawatannya.

27

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 37: Percaya Pada Rakyat

suai kebutuhan warga. Harapannya di masa mendatang dapat tercipta la-pangan kerja baru yang dapat mengurangi pengangguran.

3. Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan

Bila memasuki ke Desa Gumelem Wetan dari jalan raya Banjarnegara-Banyumas, ada papan informasi yang menyebutkan bahwa desa ini meru-pakan desa kerajinan. Disebut desa kerajinan karena desa ini penduduknya selain bertani juga membuat beberapa produk kerajinan tangan maupun makanan, seperti batik, pande besi, dan gula kelapa.

Dengan luas wilayah 973,802 hektar, desa ini merupakan desa paling luas dibandingkan desa-desa lain. Jumlah penduduknya sebanyak 10.913 jiwa yang tersebar di 4 dusun. Wilayahnya terdiri dari persawahan, tegalan, dan pegunungan yang merupakan kawasan hutan negara dan hutan rak-yat. Hasil buminya berupa padi, kedelai, jagung, cengkih, dan kelapa. Di desa yang berjarak sekitar 45 kilometer dari ibukota Kabupaten Banjar-negara ini juga memiliki sumber air panas yang belum dikembangkan.

Sebagai desa yang memiliki pegunungan untuk kawasan hutan negara dan hutan rakyat, permasalahan yang dihadapi saat ini berupa hutan gun-dul. Hutan menjadi gundul sebagai akibat adanya penebangan kayu ilegal yang dilakukan oknum-oknum masyarakat yang bekerja sama dengan ok-num aparat terkait dengan kehutanan. Dampaknya sangat dirasakan oleh warga masyarakat Desa Gumelem Wetan. Salah satunya adalah berkurang-nya sumber air untuk mengairi sawah. Hal ini diperparah dengan rusaknya saluran irigasi yang ada.

Untuk mengatasi kekurangan air guna mengairi sawah, selama kegiatan riset aksi telah diperjuangkan agar bendungan yang ada (bendungan alam) dibangun dengan bangunan permanen dan mengusulkan pembuatan sumur-sumur pantek di sawah. Namun keduanya belum terealisir. Aneh-nya, sumur pantek belum diwujudkan, bantuan alat berupa pompa sudah didatangkan.

Permasalahan hutan gundul hingga saat ini baru terpecahkan melalui pengadaan bibit tanaman yang dikelola oleh masyarakat, khusus untuk hutan rakyat. Sedangkan hutan negara yang kawasannya lebih luas belum ada pemecahan masalahnya. Hutan negara masih gundul.

Di desa ini sebagian besar petaninya masih menerapkan sistem tadah hujan untuk menanam padi. Hal itu disebabkan karena kurang berfung-sinya saluran irigasi. Selain debit airnya yang semakin menurun, banyak kerusakan di sebagian besar bangunan saluran irigasi itu.

Sarana jalan penghubung di desa ini juga mengalami nasib yang sama dengan saluran irigasi. Sebagian besar jalan masih berupa batu-batuan (makadam) hasil dari gotong-royong penduduk. Sementara jalan yang di-bangun atas program pemerintah, keadaannya tidak lebih baik. Sebagian besar rusak parah. Ditambah pada malam hari suasana gelap menjadi ba-gian dari desa ini. Walaupun listrik sudah masuk, tapi di jalanan desa ha-

28

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Page 38: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

nya sedikit lampu penerangan jalan yang dipasang. Dari jumlah yang sedi-kit itu, sebagian besar tidak berfungsi hingga jalanan menjadi gelap.

Hal ini cukup mempengaruhi perekonomian masyarakat di sana. Po-tensi-potensi yang ada, seperti industri kerajinan rumah tangga dan pe-masaran hasil pertanian menjadi terganggu. Padahal daerah ini memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan. Termasuk di dalamnya menjadi daerah wisata dengan adanya sumber air panas dan alam pegunungannya.

4. Desa Luwung, Kecamatan Rakit

Desa yang terletak lebih kurang 20 kilometer arah barat dari kota Ban-jarnegara ini memiliki waduk (bendungan) bernama Mrica, yang konon kabarnya saat dibangun merupakan waduk terbesar di Asia Tenggara. Lu-as wilayahnya 196,450 hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 2.630 jiwa. Penduduk di desa ini banyak yang memiliki kolam ikan, selain ten-tunya sawah. Dengan demikian desa merupakan daerah potensial per-ikanan, baik dari kolam petani maupun bendungan. Selain itu hasil bumi desa ini adalah padi, jagung, kedelai, kimpul, salak pondoh, dan vanili. Se-lain sebagai petani, masyarakat desa ini juga memiliki industri rumah tangga yang menghasilkan tempe (kedelai, kacang, dan gembus), criping, kripik, dan sebagainya.

Di desa ini, sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup dari pertanian. Daerah yang termasuk dalam dataran rendah ini selain perta-nian padi, juga banyak ditemui kolam-kolam ikan. Pertanian padi di desa ini, seperti halnya di tempat lain, punya masalah yang serius. Infrastruktur

Gundhul gundhul pacul cul, gembèlèngan... Nyunggi nyunggi wakul kul, gembèlèngan...

29Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 39: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-2Potret Kehidupan Masyarakat: Profil Desa dan Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

berupa saluran irigasi dan jalan menuju lahan pertanian di sana saat ini dalam kondisi rusak.

Jalan menuju lahan usaha tani ini merupakan jalan yang ada di sisi sa-luran irigasi dan persawahan sawah sepanjang saluran irigasi. Dulu jalan ini ada selebar 1,5-2 meter. Tetapi sudah beberapa tahun ini, jalan ini hilang karena penggarap/pemilik sawah di sepanjang jalan ini selalu melebarkan sawahnya sedikit demi sedikit. Hal ini terjadi saat penggarap/pemilik sawah mencangkul dalam rangka menggarap sawah. Jalan ini sedikit demi sedikit dikikis hingga saat ini hanya tinggal selebar pematang sawah.

Rusaknya saluran irigasi, membuat hasil pertanian padi di sana men-jadi menurun setiap tahunnya. Ditambah dengan meningkatnya serangan hama seperti wereng, tikus, dan ganjur. Penurunan ini yang membuat, banyak warga terutama generasi mudanya yang enggan menjadi petani. Pertanian tidak membuat kualitas hidup mereka meningkat.

Banyak ditemui kolam ikan milik warga karena adanya saluran irigasi yang airnya melimpah dan dekatnyadesa ini dengan Waduk Mrica.

30

Page 40: Percaya Pada Rakyat

31

Page 41: Percaya Pada Rakyat

Per

tem

uan

rutin

iden

tifik

asi i

su K

RA

di K

ecam

atan

Pen

awar

tam

a.

32

Page 42: Percaya Pada Rakyat

rogram ini bertujuan memfasilitasi masyarakat agar memiliki ke-mampuan merumuskan permasalahan dan menyampaikan aspira-si mereka. Oleh sebab itu, persiapan untuk dapat membuat rumus-an yang mendasar, rasional, dan realistis menjadi target utama yang harus diwujudkan. Untuk itu beberapa pelatihan dilakukan sebagai bekal agar aksi nantinya memang berasal dari masyarakat

sendiri. Aksi-aksi yang dilakukan jauh dari bayangan mobilisasi massa da-lam jumlah besar. Karena hanya beberapa orang perwakilan kelompok mas-yarakat yang telah mendapat mandat dari kelompok di desanya masing-masing.

Mereka adalah warga masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Riset Aksi (KRA) di desanya masing-masing. Semua anggota KRA berasal dari ke-lompok tani yang ada di masing-masing wilayah program. Mereka sebagian besar sebelumnya pernah mengikuti Sekolah Lapangan Pengendalian Ha-ma Terpadu (SLPHT). SLPHT merupakan Program Nasional yang diseleng-garakan tahun 1989-1999 di 12 propinsi di Indonesia. Melalui SLPHT mere-ka belajar tentang ekosistem di lahan pertanian. Mereka melakukan penga-matan, pembahasan secara berkelompok, lalu merumuskan permasalahan atas tanaman. Dari sana diambil kesimpulan yang diikuti oleh tindakan.

Pola ini kemudian berkembang bahwa objek pengamatan mereka tidak lagi terbatas pada tanaman semata. Mereka melihat ada permasalahan yang lebih luas di luar tanaman. Misalnya, ketika mendapatkan masalah air yang kurang untuk kebutuhan sawah, mereka mencari penyebab mengapa kekurangan itu terjadi. Dari sana lalu diambil tindakan berdasarkan kese-pakatan bersama.

Dalam perkembangannya, setelah program nasional tersebut selesai, alumni SLPHT yang tersebar di 12 propinsi, bersepakat untuk mendirikan organisasi petani yang bernama, Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Agustus 1999 di Yogyakarta, melalui acara Musyawarah Petani PHT Indonesia.

Hampir sama dengan metode SLPHT, dalam program ini pola penga-matan, analisis, perumusan masalah, dan pelaksanaan tindakan dikemas dalam bentuk kegiatan riset aksi. Selain berkegiatan praktis, mereka juga belajar menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Mereka menjalani satu proses di mana perbedaan dijadikan satu kekuatan untuk kepentingan ber-sama.

Dalam program ini, Community Organizer (CO) dipilih oleh kelompok, karena sebelumnya kelompok sudah terbentuk. Kelompok-kelompok yang ada berasal dari kelompok tani dari masing-masing wilayah. Kelompok-kelompok inilah yang akan melakukan riset aksi dengan dipandu oleh CO. CO memandu kelompok mengidentifikasi isu atau permasalahan dan juga memfasilitasi pertemuan analisis temuan lapangan, data dan informasi yang didapat oleh KRA. Temuan-temuan itu yang kemudian dikaji secara mendalam dan dirumuskan menjadi satu konsep penyelesaian masalah da-ri kelompok.

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

33Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 43: Percaya Pada Rakyat

Pemilihan ini dilakukan dengan dua cara, musyawarah dan pengambil-an suara terbanyak. Biasanya, pola pemilihan CO yang telah ada, ditentu-kan berdasarkan identifikasi terhadap kemampuan orang yang dilakukan oleh pihak atau kalangan luar. Bahkan, kadangkala CO berasal dari luar daerah. Konsep semacam ini mengandung kelemahan, ketika CO yang ber-asal dari wilayah lain tidak lagi bermukim di sana. Sementara ketergan-tungan kelompok atau masyarakat terhadap CO masih begitu besar. Akan berbeda, ketika CO merupakan warga setempat. Ketika program selesai, CO masih dapat berperan sebagai penggerak masyarakat secara informal.

Faktor utama yang ditekankan dalam program ini adalah kemampuan dari masyarakat untuk mampu mengidentifikasi permasalahan mereka, serta mencari rumusan penyelesaian dari permasalahan tersebut. Lebih ja-uh lagi, masyarakat memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah berupa gagasan kebijakan daerah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Konsep pemberdayaan yang dilakukan adalah memberi kesempatan bagi kelompok masyarakat untuk mendesain kegiatan yang akan dilakukan, terkait dengan permasalahan yang dihadapi. Oleh sebab itu pengorganisasian kegiatan juga dilakukan oleh masyarakat sendiri. Un-tuk dapat mengorganisir seluruh rangkaian yang ada, dipilih 5 orang tim pendukung lapangan yang berasal dari organisasi IPPHTI dan perwakilan desa. Pemilihan ini berdasarkan beberapa kriteria antara lain:

Petani alumni SLPHT

Berdomisili di kabupaten wilayah program

Bertanggungjawab dan punya rasa kepedulian sosial

Diutus oleh kelompok dari desanya masing-masing.

CO berasal dari desa setempat: lebih paham, lebih akrab, lebih bersemangat...

34

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 44: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Kriteria-kriteria tersebut dimunculkan sendiri oleh perwakilan kelom-pok saat pertemuan persiapan program. Pemilihan utusan dari kelompok dilakukan dengan cara musyawarah dan voting (pemilihan suara terba-nyak). Sejak awal, kelompok-kelompok yang ada dibiasakan untuk mene-rapkan prinsip-prinsip demokrasi. Setelah itu setiap perwakilan desa me-nentukan wakil-wakil mereka sebagai anggota dari Tim Pendukung Lapang-an (TPL). Di Kabupaten Banjarnegara TPL beranggotakan 6 orang dan Kabupaten Tulang Bawang 5 orang. Dalam pertemuan itu kemudian dise-pakati peran-peran yang akan diambil oleh TPL. Peran peran tersebut seba-gai berikut:

Melakukan monitoring pelaksanaan kegiatan

Membantu proses kepemanduan

Membantu kelancaran kegiatan administrasi

Mengkoordinir pengumpulan laporan teknis maupun keuangan dari kelompok

Menyalurkan dana kegiatan

Bertanggung jawab menyampaikan perkembangan program ke-pada berbagai pihak yang terkait

Mencari peluang untuk mendapatkan alternatif dana pendukung program

Berlatih Menjadi Community Organizer

Sebelum riset aksi dilaksanakan, para CO dan TPL mengikuti pelatihan yang difasilitasi oleh tim dari Yayasan FIELD Indonesia. Dalam latihan ter-sebut, mereka mendapatkan materi-materi yang terkait dengan alat analisis terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Materi-materi di-bagi menjadi 3 bagian, materi teknis tentang riset aksi, materi wawasan dan praktek. Materi-materi tersebut adalah:

Materi Wawasan: Community Organizer; Refeleksi Peran dan Kualitas CO; Analisa Hubungan; Struktur Sosial Pedesaan (ana-lisa hubungan berbagai pihak); Analisa Proyek Pedesaan; Analisa

Laki-laki maupun perempuan dapat menjadi penggerak masyarakat.

35Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 45: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Kebijakan Lokal (prosedur lahirnya kebijakan); Isu dan Analisa Isu; Rising Issue & Counter Issue; Kepemimpinan; Tingkat Kesa-daran; Kepekaan Gender; Masyarakat (kultur budaya/instan, konsumtif, uang cash, persaingan tidak sehat); Pengorganisasian (membuat pertemuan, negosiasi, teknik mengajak, penyampaian gagasan).

Materi Teknis: Kilas Balik Riset Aksi (persiapan, perencanaan, menentukan isu, menentukan tempat, membaca situasi lapang-an atau kondisi masyarakat, perlengkapan, memahami atau me-nentukan apa yang akan diriset, menentukan aksi, mengumpul-kan data, menganalisa data); Materi Kepemanduan, Materi Ma-najemen Program.

Praktek: Riset di Lingkungan Lokasi Latihan, Analisa Data.

Dalam latihan CO, peran fasilitator hanya sebatas memandu jalannya diskusi yang dilakukan oleh peserta. Metode yang digunakan, dirancang se-demikian rupa, agar peserta mampu mengembangkan pikiran ataupun ga-gasan mereka atas topik-topik yang dibahas.

Sebagian besar peserta tidak terlalu asing dengan pola dan metode yang digunakan, karena sebelumnya, saat mengikuti SLPHT mereka juga meng-gunakan pola dan metode yang sama. Perbedaannya hanya pada materi yang dibahas dalam latihan ini. Di SLPHT materi utamanya tentang hama dan penyakit, serta budidaya tanaman, dalam latihan CO peserta mendis-kusikan tentang kemasyarakatan dan relasi-relasi yang terjadi di dalam-nya. Aspek lain yang dibahas adalah tentang pemerintahan dan sistem po-litik, karena salah satu target yang hendak dicapai antara lain munculnya kebijakan lokal yang berbasis masyarakat.

Pelatihan ini menggunakan metode diskusi kelompok untuk membahas setiap materi. Metode-metode pendidikan kritis-partisipatoris menjadi dasar fasilitator menyampaikan materi. Karena setelah latihan peserta

Materi pelatihan CO meliputi materi wawasan, materi teknis, dan praktek lapangan.

36

Page 46: Percaya Pada Rakyat

akan kembali ke kelompoknya di desa masing-masing. Selain materi wawasan, peserta juga melakukan praktek riset aksi yang dilaksanakan di sekitar lokasi latihan. Temuan-temuan masalah yang diperoleh dibahas bersama sebagai latihan.

Menyosialisasikan Riset Aksi ke Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah da-lam status formalnya memi-liki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri. Tentunya, pemerintah mem-butuhkan input dari masya-rakat. Seringkali komunikasi antara rakyat dengan peme-rintah mengalami hambatan karena permasalahan per-sepsi dan budaya kekuasaan yang ada. Untuk mengkomu-nikasikan rencana program ini dengan pemerintahan daerah, dilakukan seminar yang bertajuk Partisi-pasi Masyarakat dalam Pengembangan Kebijakan Lokal yang Aspiratif. Se-minar tersebut diseleng-garakan untuk:

Menjalin komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.

Menyosialisasikan program yang akan dilaksanakan.

Mempromosikan metode yang akan dipakai dalam pengembang-an kebijakan lokal yang aspiratif

Sebelum seminar ini dilakukan, TPL bersama FIELD melakukan pende-katan ke pemerintah daerah (Pemda) di masing-masing lokasi. Saat itu dije-laskan tentang rencana program yang akan dijalankan. Pihak Pemda me-respon positif dengan menawarkan diri memfasilitasi kegiatan seminar. Oleh karenanya, seminar ini merupakan kerjasama antara FIELD, IPPHTI dan Pemda. Pihak Pemda (Bupati/Bappeda) berperan sebagai pengundang ke instansi-instansi pemerintah yang diidentifikasi akan terkait dengan isu-isu yang ada di masyarakat (DPRD, Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Peng-airan, Dinas PU, dan lain-lain). Pelaksanaan seminar baik di Kabupaten Tulang Bawang maupun Banjarnegara dilaksanakan di ruang rapat utama Bupati.

Sebagai langkah awal komunikasi dengan pihak pemerintahan di kedua kabupaten tersebut berjalan baik. Dalam sambutan tertulisnya, Bupati Tulang Bawang menyampaikan apresiasinya kepada FIELD Indonesia be-serta kelompok masyarakat, dalam hal ini IPPHTI, yang memprakarsai prog-ram ini. Demikian juga dengan Bupati Banjarnegara. Dia menekankan bah-wa pendidikan untuk partisipasi masyarakat adalah sesuatu yang penting untuk dikembangkan. “Pembangunan tanpa partisipasi masyarakat hanya

Seminar untuk mempromosikan program riset aksi kepada pemerintah daerah.

37Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 47: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

akan menjadikan masyarakat sebagai objek, dan membuat sumberdaya manusia berkembang,” katanya.

Walaupun demikian, di dalam seminar tersebut masih ada pejabat atau aparat pemerintah yang menganggap masyarakat cukup mengikuti saja ke-mauan dari pemerintah. Partisipasi memang dianggap penting, tetapi dalam hal kepatuhan masyarakat dalam mengikuti instruksi yang diperintahkan oleh pemerintah.

Namun demikian, pernyataan-pernyataan yang kurang senada dengan tujuan program ini, tidak membuat risau wakil-wakil KRA. Mereka merasa pendekatan awal ini untuk mengetahui karakter dan visi pemerintah. Me-reka juga mulai mengidentifikasi siapa-siapa saja yang dapat diajak beker-jasama untuk meperjuangkan kepentingan masyarakat. Hal ini penting karena partisipasi masyarakat saat ini sedang berhadapan dengan sebuah sistem dan budaya. Oleh sebab itu pendekatan personal merupakan hal penting bagi anggota KRA.

Mengidentifikasi dan Menentukan Isu

Para CO yang telah mendapatkan pelatihan menjadi fasilitator dalam kegiatan ini. Identifikasi isu ini dilakukan CO bersama KRA selama 1 bulan. Hasil yang diharapkan adalah munculnya isu-isu strategis yang menyang-kut kepentingan masyarakat luas di masing-masing desa. Ada 3 tahapan yang dilakukan dalam mengidentifikasi isu, yaitu:

Diskusi kelompok terfokus yang bertujuan untuk mendapatkan isu sementara.

Cross check isu ke masyarakat untuk memperkaya isu yang dida-pat oleh KRA dalam diskusi awal dan sebagai pertimbangan untuk menentukan isu.

Diskusi kelompok terfokus untuk menentukan isu utama yang akan ditindaklanjuti dalam kegiatan riset aksi.

Di Kabupaten Banjarnegara, penyampaian materi oleh KRA dalam bentuk makalah tulisan dan drama.

38

Page 48: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Dalam pelaksanaannya, masing-masing kelompok mengembangkan kreativitas mereka saat melakukan identifikasi isu. Misalnya, kelompok di Desa Mesir Dwijaya, selain melakukan 3 tahapan tersebut, mereka juga melakukan pertemuan dengan masyarakat desa lainnya melalui forum yang difasilitasi oleh kepala kampung (kepala desa). Menurut CO-CO yang ada di sana, inisiatif tersebut muncul karena mereka menginginkan adanya dukungan dari masyarakat luas saat kelompok hendak menentukan isu yang akan diperjuangkan.

Salah seorang CO di desa tersebut, Supriyanto (29) mengatakan bahwa, masyarakat di desanya sebagian besar merasakan masalah yang sama, sehingga dibutuhkan satu komitmen untuk bersama-sama keluar dari permasalah itu. Dengan adanya keseragaman masalah, dukungan dari ke-pala desa juga dengan mudah diperoleh. Kepala Desa Mesir Dwijaya, Riyadi, merasa bahwa sebagian besar apa yang dilakukan oleh KRA punya nilai yang besar bagi pembangunan desa. “Saya sebagai kepala kam-pung sangat mendukung kegiatan KRA di sini. Mereka sangat membantu perangkat desa untuk membuat rencana pembangunan desa,” ungkapnya.

Walaupun demikian, tahap ini cukup rumit dilalui. Banyaknya perma-salahan yang dialami oleh masyarakat membuat daftar di catatan kelompok menjadi panjang. Dari hasil cross check isu ke masyarakat, rata-rata kelompok berhasil menjaring 30 hingga 50 isu. Isu-isu itu lalu dikelompok-kan dalam 2 sektor, yaitu sektor pertanian dan sektor umum. Pemilihan sektor pertanian karena sebagian besar masyarakat pedesaan adalah pe-tani. Sektor yang tidak termasuk dalam pertanian mereka kelompokkan ke sektor umum. Deretan isu di semua wilayah program memiliki banyak ke-samaan. Untuk sektor pertanian isu-isu yang muncul antara lain harga gabah yang rendah, penguasaan pasar petani, biaya produksi yang tinggi, irigasi, hama dan penyakit tanaman, kebijakan pemerintah yang tidak ber-pihak pada petani, dan PPL yang tidak berfungsi. Sementara untuk isu sek-tor umum, isu-isu yang dimunculkan adalah infrastruktur (jalan, saluran

Identifikasi isu ini dilakukan CO bersama KRA selama 1 bulan.

39Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 49: Percaya Pada Rakyat

irigasi, jembatan), persengkataan kepemilikkan lahan, program pemba-ngunan pemerintah yang tidak tepat sasaran, perekenomian masyarakat rendah, pasar, dan lain sebagainya.

Pembahasan penentuan isu ini menjadi tahap penting untuk berlanjut ke kegiatan riset aksi. Oleh karenanya, saat penentuan isu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang alot. Di Desa Mulya Kencana, perdebatan yang hangat adalah isu tentang penjualan tanaman ubi yang dikuasai oleh ”mafia pasar”. Istilah itu mereka sebutkan karena perusahaan yang membeli hasil panen ubi petani tidak pernah mau langsung membeli dari petani. Ada semacam rantai pemasaran yang menempatkan petani hanya sebagai penanam tanpa punya posisi tawar masalah harga. Hal serupa juga berlaku untuk tanaman padi. Hanya untuk ubi, perusahaan-perusahaan yang ada seakan memelihara orang-orang yang menjadi agen pembelian. Agen-agen ini juga memelihara preman-preman yang membuat petani terpaksa men-jualnya ke agen-agen tersebut. Suatu kali ada petani yang akan menjualnya ke pabrik (perusahaan). Bukannya ubi mereka tidak diterima, tetapi juga diancam untuk menjual melalui agen-agen yang ada di desa mereka.

Isu ini sebenarnya hendak diangkat sebagai isu dominan, tetapi kelom-pok menilai kurang strategis. Karena akan memunculkan konflik fisik di masyarakat. Para agen berdomisili di wilayah mereka juga. Demikian juga dengan orang-orangnya. Oleh sebab itu mereka mencoba mencari cara lain untuk penyelesaian masalah tersebut.

Di desa ini isu tentang pendidikan yang mahal juga diangkat, mengingat jumlah anak putus sekolah di desa ini cukup tinggi. Isu yang sama juga diangkat oleh KRA di Desa Sungai Badak, Kecamatan Mesuji. Tingkat per-ekonomian masyarakat yang lemah membuat kasus putus sekolah menjadi hal yang memprihatinkan. Isu yang memperhatikan kepentingan anak-anak ini sempat menjadi perdebatan, karena hampir dianggap tidak domi-nan dari jumlah yang didata oleh KRA.

Sama dengan di Kabupa-ten Tulang Bawang, perde-batan untuk menentukan isu juga terjadi Kabupaten Banjarnegara. Misalnya di Desa Banjarmangu, Keca-matan Banjarmangu. Isu non-pertanian seperti in-dustri rumah tangga me-njadi pilihan yang sulit un-tuk diangkat. Di Desa Ban-jarmangu ada beberapa in-dustri rumah tangga yang dijalankan oleh warga di sana, antara lain pembuat-an genteng, usaha pembu-Hati boleh panas, kepala tetap adhem...

40

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 50: Percaya Pada Rakyat

atan pisang sale, dan kripik. Kebetulan di dalam kelompok ada beberapa anggotanya yang menekuni usaha tersebut. Masing-masing menganggap isu yang mereka munculkanlah yang paling penting, karena menyangkut kepentingan pribadi.

Isu-isu yang terkumpul kemudian didaftar dan dibuat urutan berdasar-kan jumlah. Hal ini untuk menentukan isu dominan yang muncul baik dari anggota KRA dan masyarakat. Agar penentuan isu dianggap tidak subyektif, mereka membuat kriteria penentuan isu. Antara lain dari kriteria-kriteria tersebut adalah tingkat kepentingan dan wilayah penyelesaiannya. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah isu tersebut mempunyai pengaruh bagi kepentingan masyarakat luas. Sedangkan wilayah penyelesaian adalah tingkat penyelesaian isu. Jika isu itu dapat diselesaikan di tingkat mas-yarakat, isu itu tidak dijadikan isu strategis. Isu yang dipilih adalah isu yang tingkat penyelesaian ada dalam wilayah pemerintah daerah kabupaten. Alasannya, jika penyelesaian permasalahannya ada di desa, mereka cukup mengadakan dialog di tingkat desa untuk mencari solusi penyelesaiannya. Sedangkan jika tingkat kewenangan penyelesaiannya ada di tingkat peme-rintah kabupaten, mereka merasa program ini merupakan jalan untuk pe-nyelesaian masalah yang ada.

Setelah isu dapat ditentukan, kemudian KRA membuat rencana pe-laksanaan riset aksi. Dalam setiap bulannya masing-masing KRA mengada-kan pertemuan 2 mingguan untuk membahas pelaksanaan riset aksi. KRA juga menyempurnakan struktur kelompok dalam rangka pelaksanaan riset aksi.

Daftar Isu di 2 Kabupaten

KABUPATEN BANJARNEGARA:

KRA Kutayasa, Desa Kutayasa, Kecamatan Madukara:1. Irigasi rusak2. Jalan usaha tani3. Jalan tembus

KRA Banjarmangu I, Dusun Banjarmangu, Desa Banjarmangu, Kecamatan Banjarmangu:1. Adanya air bersih2. Pemasaran genteng Banjarmangu3. Pengadaan pasar di desa Banjarmangu4. Modal usaha

KRA Banjarmangu II, Dusun Kayunan, Desa Banjarmangu, Kecamatan Banjarmangu:1. Kelangkaan pupuk kandang2. Kekurangan air untuk pertanian di musim kemarau

KRA Luwung, Desa Luwung Kecamatan Rakit:1. Irigasi rusak2. Jalan usaha tani3. Menurunnya hasil pertanian

KRA Gumelem Wetan I, Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan:1. Jalan desa2. Hutan gundul3. Kekurangan air untuk pertanian

41Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 51: Percaya Pada Rakyat

KRA Gumelem Wetan II, Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan:1. Irigasi2. Penerangan jalan3. Jalan rusak

KABUPATEN TULANG BAWANG:

KRA Desa Sungai Badak, Desa Sungai Badak, Kecamatan Mesuji:1. Banjar tahunan dilahan pertanian2. Tumpang tindih kepemilikan lahan3. Lemahnya perekonomian masyarakat

KRA Pemukiman (SP4) Desa Mesir Dwijaya, Desa Mesir Dwijaya, Kecamatan Penawartama:

1. Banjir di lahan pemukiman dan pertanian2. Rendahnya taraf ekonomi masyarakat3. Lahan pemukiman dan pertanian yang terlantar

KRA SP 5 Desa Mesir Dwijaya, Desa Mesir Dwijaya, kecamatan Penawartama:1. Banjir dilahan pemukiman dan pertanian2. Sarana air bersih yang tidak memadai3. Pra sarana transportasi yang tidak layak

KRA Mulya Kencana I, Desa Mulya Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah:1. Pajak penerangan jalan (PPJ)2. Biaya pendidikan yang mahal3. Rendahnya harga jual produk pertanian

KRA Mulya Kencana II, Desa Mulya Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah:1. Angkutan pedesaan/sarana transportasi yang tidak menunjang2. Kelangkaan pupuk3. Tidak berperannya petugas penyuluhan pertanian

KRA Margo Mulyo, Desa Margo Mulyo, Kecamatan Tumijajar:1. Pajak penerangan jalan2. Jalan ke lahan pertanian3. Rendahnya harga gabah, tidak sesuai dengan standar pemerintah

Melakukan Riset Aksi, Meneliti Masalahnya Sendiri

Riset aksi dilaksanakan selama 6 bulan. Masing-masing KRA, setiap anggotanya berbagi peran berdasarkan isu-isu yang telah ditentukan. Dari 25 orang anggota setiap KRA dibagi menjadi 3 kelompok kecil untuk melak-sanakan riset terhadap 3 isu. Di beberapa KRA seperti KRA Mesir Dwijaya dan Sungai Badak, jumlah anggota kelompoknya bervariasi, dari 30 sampai 40 orang. Hal itu karena antusiasme masyarakat di sana terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Mereka berharap dengan program ini ada jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi.

Sebelum melaksanakan riset aksi, kelompok membuat pertemuan per-siapan. Dalam pertemuan persiapan, CO berperan menfasilitasi kegiatan. Peran yang dilakukan CO memandu kelompok dalam bentuk pelatihan riset aksi serta aspek-aspek penting lain yang mendukungnya. Maksud dari pembahasan materi ini adalah untuk mengenalkan pada anggota kelompok

42

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 52: Percaya Pada Rakyat

yang baru bergabung, bagaimana melakukan riset aksi. Dalam pelak-sanaan riset aksi, CO berperan sebagai fasilitator setiap pertemuan 2 ming-guan untuk menganalisa hasil riset aksi.

Dalam menganalisa hasil riset aksi, anggota KRA membuat analisa hu-bungan masalah antara isu-isu yang diriset dengan faktor-foktor yang di-anggap terkait dengan isu tersebut. Dari faktor-faktor tersebut digali data dan informasi. Penggalian data dilakukan dengan cara: wawancara, penga-matan, pengukuran/pencatanan/penggambaran data fisik, dan dialog

Untuk memperoleh data, anggota KRA mendatangi berbagai pihak yang terkait dengan isu. Berbagai cara mereka lakukan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi dan data. Ada yang dengan cara formal, memperkenalkan diri sebagai anggota KRA, ada juga yang secara tersamar mengajak berbicang-bincang narasumbernya. Dari sana kemudian terkum-pul data-data yang kemudian dianalisa bersama-sama. Kegiatan ini dilaku-kan 2 kali dalam 1 bulan selama 6 bulan. Dalam forum ini, kelompok mem-bahas hasil-hasil yang telah didapat selama melakukan riset aksi. Selama pembahasan, peserta mendiskusikan temuan-temuan yang didapat dari lapangan.

Data-data yang mereka peroleh disusun menjadi satu rumusan kelom-pok kecil. Rumusan tersebut kemudian dipresentasikan dalam forum terse-but. Peserta yang berasal dari kelompok isu lainnya mengkritisi rumusan tersebut. Hasil pengkritisan itu kemudian dirumuskan lagi menjadi rumus-an bersama kelompok.

Kondisi Masyarakatyang Mengalami Masalah

PerilakuAparat

PerilakuMasyarakat

PerilakuSwasta

Alam

KebijakanPemerintah

Faktor-faktor yang DipertimbangkanKelompok Riset Aksi dalam Menganalisa Masalah

43Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 53: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Selain informasi dan data, kelompok juga membahas isu-isu yang ber-kembang saat KRA melakukan riset, misalnya, tentang sikap pejabat peme-rintah desa, respon masyarakat, dan lain sebagainya. Setelah itu mereka merencanakan kegiatan tindak lanjut berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan riset aksi sebelumnya. Kekurangan-kekurangan data serta data-data lain yang dibutuhkan, dimasukkan dalam rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh kelompok.

Secara rinci, masing-ma-sing kelompok membuat dokumentasi atas riset ak-si yang dilakukan. Data yang diperoleh antara lain tentang kondisi desa dan permasalahan-permasa-lahan yang dihadapi. Jika menyangkut fisik seperti jalan dan irigasi, kelom-pok mencatat kerusakan yang terjadi, skala ukur-an, dampak dari kerusak-an, serta harapan-harap-an dari masyarakat. Se-perti halnya di Desa Kuta-yasa, Gumelem Wetan, dan Luwung di Kabupaten

KRA Desa Mesir Dwijaya meriset lahan terlantar...

KRA Banjarmangu II riset ke instansi terkait pengairan.Lahan pertanian di desa ini kekurangan air di musim kemarau.

44

Page 54: Percaya Pada Rakyat

Banjarnegara. Isu irigasi yang diangkat dari desa-desa itu dilengkapi de-ngan dokumentasi kerusakan yang terjadi. Demikian juga di Kabupaten Tu-lang Bawang, data anak putus sekolah, penghasilan masyarakat, keru-sakan jalan, saluran air, lahan terlantar, didokumentasi dengan rinci oleh KRA. Maksud pendokumentasian ini adalah untuk menunjukkan bahwa permasalahan yang diungkap adalah kenyataan yang memang terjadi. Hal ini untuk mencegah dugaan bahwa masyarakat hanya sebatas menuntut tanggung jawab pemerintah. Padahal, masyarakat pada dasarnya ingin membantu pemerintah untuk bekerja lebih baik.

Membangun Kekuatan Lewat Forum Jaringan KRA

Forum jaringan dilakukan untuk mengetahui perkembangan riset aksi serta melakukan evaluasi atas kegiatan riset aksi yang dilakukan oleh KRA. Forum jaringan dalam program ini dilaksanakan 1 kali setiap bulan selama 6 bulan. Peserta yang mengikuti forum ini terdiri dari unsur KRA, CO, TPL dan IPPHTI. Terkadang dalam forum ini juga hadir perwakilan dari instansi pemerintah terkait. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya di mana peserta yang hadir selain melakukan refleksi atas kegiatan yang telah dilakukan, juga merencanakan kegiatan tindak lanjut berdasarkan cata-tan-catatan atas hasil refleksi.

Dalam forum jaringan ini, berbagai permasalahan, temuan, maupun ke-majuan yang dihadapi saat melakukan riset aksi dibahas bersama. Mak-sudnya agar terjadi satu ikatan emosional di antara anggota KRA-KRA, walaupun dengan isu yang berbeda-beda. Berbagai perencanaan strategis

FORUM JARINGAN: Tempat membahas bersama berbagai permasalahan, temuan,maupun kemajuan yang dihadapi saat melakukan riset aksi.

45

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 55: Percaya Pada Rakyat

dilakukan di forum ini. Permasalahan yang terjadi di masyarakat jika tidak disikapi secara bijak dapat berakibat pada perluasan masalah. Beberapa isu rawan konflik seperti di Desa Sungai Badak tentang tumpang tindih ke-pemilikan tanah diriset dengan cara tertutup. Isu kepemilikan lahan, meru-pakan isu rawan di Kabupaten Tulang Bawang, bahkan Propinsi Lampung sendiri. Dari data yang diperoleh kelompok, saat ini ada 217 kasus sengketa pertanahan di kabupaten itu. Demikian juga dengan isu trayek angkutan di Desa Mulya Kencana yang dapat memicu konflik dengan jasa angkutan ti-

dak resmi dan penarik ojek. Se-dangkan untuk isu-isu yang dianggap aman seperti infra struktur (jalan, irigasi, dan lain-lain), biaya pendidikan, produk-si petani menurun, dan harga jual produk petani yang rendah, diriset secara terbuka.

Proses dalam forum ini, wa-kil-wakil KRA mempresen-tasikan kegiatan mereka dalam sebulan terakhir. Hasil dari pre-sentasi tersebut kemudian di-jadikan bahan diskusi bersama dengan anggota KRA yang lain.

Hasil-hasil riset setiap KRA dibahas dalam forum ini. Semua jadi tahu dan dapat saling belajar.

FORUM TERBUKA: Wakil dari eksekutif maupunlegislatif sering diundang juga.

46

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 56: Percaya Pada Rakyat

Dalam dis-kusi tersebut, peserta mampu membuat alternatif solusi masa-lah berdasarkan pengalaman kelompok. Beberapa pengalaman yang baik dari kelompok lain dapat menjadi contoh bagi kelompok lainnya. Misalnya, KRA dari Kecamatan Penawartama yang berhasil melibatkan aparat pe-merintahan di wilayah mereka untuk mendukung kepentingan masyarakat di sana.

Di beberapa tempat seperti di Desa Margo Mulyo dan Sungai Badak, du-kungan semacam itu menurut wakil-wakil KRA di sana sulit untuk diper-oleh. Permasalahan tersebut menurut KRA dari Kecamatan Penawartama dapat diatasi jika KRA dapat mengkomunikasikan tujuan mereka dengan baik. Selain itu, sebelumnya KRA harus mendapat dukungan dari mas-yarakat luas terlebih dahulu. Karena menurut mereka dukungan dari mas-yarakat menjadi faktor paling penting dalam menyuarakan aspirasi.

Merumusan Jalan Keluar Masalah

Diskusi-diskusi panjang dan mendalam seakan menjadi satu kesibukan baru bagi anggota-anggota KRA. Seakan tiada hari tanpa diskusi, dan yang menarik diskusi tersebut menyangkut permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan alternatif pemecahanannya. Dari dereten permasalahan yang ada, masing-masing KRA membuat analisa kemungkinan-kemung-kinan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Sebagian besar permasalahan yang ada menurut mereka dapat diselesaikan dalam 2 bentuk, yaitu program dan kebijakan pemerintah.

Ada beberapa permasalahan yang setelah dianalisa ternyata dapat dise-lesaikan oleh masyarakat sendiri di tingkat desa. Permasalahan tersebut kemudian mereka sebut sebagai permasalahan internal desa, hingga tidak menjadi prioritas diangkat ke tingkat pemerintahan kabupaten. Perdebatan terjadi untuk merumuskan solusi. Terutama yang menyangkut kebijakan pemerintah. Solusi kebijakan dalam bentuk usulan peraturan daerah (perda ataupun perdes) dari masyarakat dikhawatirkan jika disetujui oleh pemerintah nantinya akan berlaku mengikat. Hal ini kemudian dicermati sedemikian rupa agar usulan peraturan tersebut tidak menjadi bumerang, jika ada bagian-bagian yang justru merugikan kepentingan masyarakat sendiri. Untuk solusi semacam itu KRA berusaha selektif dalam mengaju-kan tuntutan maupun usulan.

Rumuran SolusiMasalah

Riset Aksi

PermasalahanMasyarakat

- Program Pemerintah- Swadaya Masyarakat- Kebijakan Pemerintah (Perda/Perdes

Alur Penentuan Tuntutan

47Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 57: Percaya Pada Rakyat

Sebagian besar usulan maupun tuntutan masyarakat dari hasil diskusi dianggap dapat diakomodasi ke Perda APBD, di mana solusi dari permasa-lahan yang dihadapi oleh masyarakat adalah program-program pemba-ngunan daerah. Oleh sebab itu, kemudian dianggap perlu mendapatkan in-formasi mekanisme penyusunan APBD di masing-masing wilayah program.

Kelompok

KRA Kutayasa

KRA Banjarmangu I

KRA Banjarmangu II

KRA Luwung

KRA Gumelem Wetan I

KRA Gumelem Wetan II

Lokasi

Desa Kutayasa,Kec. Madukara

Desa Banjarmangu,Kec. Banjarmangu

Dusun Kayunan,Desa Banjarmangu,Kec. Banjarmangu

Desa Luwung,Kec. Rakit

Desa Gumelem Wetan, Kec. Susukan

Desa Gumelem Wetan, Kec. Susukan

Isu

Irigasi rusak Jalan usaha tani Jalan tembus

Adanya air bersih Pemasaran genteng Pengadaan pasar Modal usaha

Kelangkaan pupuk kandang

Kekurangan air untuk pertanian di musim kemarau

Irigasi rusak Jalan usaha tani Menurunnya hasil

pertanian

Jalan desa Hutan gundul Kekurangan air untuk

pertanian

Irigasi Penerangan jalan Jalan rusak

Jenis Usulan

Program Pemerintah dalam bentuk APBD.

Program pemerintah (APBD).

Peraturan Daerah tentang Air.

SK Bupati tentang pengujian air tanpa Biaya.

Program pemerintah Kebijakan pemerintah

tentang pertanian organik.

Program pemerintah Peraturan daerahdan

peraturan desa untuk pola tanam.

Program pemerintah (APBD)

Adanya Perda tentang pemeliharaan hutan rakyat.

Program pemerintah Peraturan tentang

penerangan jalan.

Daftar Isu dan Usulan Penyelesaiannya

Kabupaten Banjarnegara

48

BAGIAN-3Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 58: Percaya Pada Rakyat

Kelompok

KRASungai Badak

KRA(SP4) Mesir Dwijaya

KRA(SP 5) Mesir Dwijaya

Lokasi

Desa Sungai Badak, Kec. Mesuji

Desa Mesir Dwijaya, Kec. Penawartama

Desa Mesir Dwijaya, Kec. Penawartama

Isu

Banjar tahunan dilahan pertanian

Tumpang tindih kepe-milikan lahan

Lemahnya perekono-mian masyarakat

Banjir di lahan pemu-kiman dan pertanian

Rendahnya taraf ekonomi masyarakat

Lahan pemukiman dan pertanian terlantar

Banjir di lahan pemu-kiman dan pertanian

Sarana air bersih yang tidak memadai

Prasarana transportasi yang tidak layak

Jenis Usulan

Dibuat saluran pembuangan air yang menembus jalan agar air tidak mengge-nangi areal persawahan seluas 1.500 ha. Kebijakan/peraturan pemerintah ten-

tang fasilitas pendukung areal pertanian.

Program Nasional (Prona) untuk pem-buatan sertifikat tanah.

Program pengembangan potensi desa (Industri kecil, intensifikasi pertanian) Program untuk mengupayakan pendi-

dikan bagi anak-anak usia sekolah.

Proyek untuk membangun dan mereno-vasi: pintu air saluran primer, normali-sasi kanal-kanal, peninggian tanggul penangkis. Kebijakan tentang sarana pendukung

bagi pemukiman dan lahan usaha mas-yarakat.

Program pengembangan potensi desa (Industri kecil, intensifikasi pertanian dan perkebunan). Program untuk mengupayakan pendi-

dikan bagi anak-anak usia sekolah.

Peraturan pemerintah tentang penggu-naan lahan pemukiman dan usaha tani.

Proyek untuk membangun dan mereno-vasi: pintu air saluran primer, normali-sasi kanal-kanal, peninggian tanggul penangkis. Kebijakan tentang sarana pendukung

bagi pemukiman dan lahan usaha mas-yarakat.

Program pengadaan sarana air bersih.

Proyek renovasi jalan menuju Desa Mesir Dwijaya. Peraturan Daerah tentang penggunaan

dan perawatan jalan.

Kabupaten Tulang Bawang

BAGIAN 3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

49Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 59: Percaya Pada Rakyat

Kelompok

KRAMulya Kencana I

KRAMulya Kencana II

KRA Margo Mulyo

Lokasi

Desa Mulya Ken-cana, Kec. Tulang Bawang Tengah

Desa Mulya Ken-cana, Kec.Tulang Bawang Tengah

Desa Margo Mulyo, Kec. Tumijajar

Isu

Pajak penerangan jalan (PPJ)

Biaya pendidikan yang mahal

Rendahnya harga jual produk pertanian

Angkutan pedesaan/ sarana transportasi tidak menunjang

Kelangkaan pupuk

Tidak berperannya petugas penyuluhan pertanian

Pajak penerangan jalan

Jalan ke lahan perta-nian

Harga gabah rendah, tidak sesuai dengan standar pemerintah

Jenis Usulan

Kebijakan tentang penerangan jalan-jalan desa.

Kebijakan dan Program untuk mengu-payakan pendidikan bagi anak-anak usia sekolah.

Kebijakan pemerintah untuk melindungi harga di tingkat petani.

Kebijakan tentang angkutan pedesaan Dibukanya trayek angkutan pedesaan.

Kebijakan pemerintahan untuk penye-diaan pupuk bagi petani.

Peraturan yang memperjelas peran dan fungsi PPL untuk pemberdayaan petani. Program pendidikan untuk mengem-

bangkan kemampuan petani.

.Adanya kebijakan tentang penerangan jalan-jalan desa.

Gotong royong warga desa untuk pembuatan jalan.

Kebijakan pemerintah untuk melindungi harga di tingkat petani.

Legal Drafting, Menyusunan Rancangan Peraturan

Legal drafting dilaksanakan setelah riset aksi dari kelompok selesai di-lakukan. Ada serangkaian tahapan proses yang dijalani oleh KRA-KRA da-lam tahap legal drafting. Tahapan tersebut adalah diskusi verifikasi isu-isu, lokakarya tentang kebijakan daerah, dan sosialisasi draft kebijakan baik berupa perda maupun perdes.

Pada tahap diskusi verifikasi isu, kelompok mendiskusikan latar bela-kang isu-isu atau permasalahan yang ada berikut jalan keluarnya. Dari diskusi yang difasilitasi oleh konsultan legal drafting, didapat jalan keluar dari permasalahan yang dibagi dalam 2 bentuk. Permasalahan dapat dise-lesaikan melalui program pemerintah dan kebijakan pemerintah. Hal ini se-nada dengan tujuan dari riset aksi yang antara lain menjawab permasalah-an praktis yang dihadapi oleh masyarakat.

50

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 60: Percaya Pada Rakyat

Setelah diskusi verifikasi isu dilakukan, dilanjutkan dengan kegiatan lokakarya tentang kebijakan lokal. Dalam lokakarya ini beberapa nara-sumber dihadirkan untuk memperkaya wawasan KRA tentang kebijakan pemerintah. Narasumber berasal dari kalangan legislatif dan eksekutif, serta konsultan legal drafting yang berasal dari lembaga yang melakukan studi dan advokasi masyarakat. Dalam lokakarya tersebut perwakilan-perwakilan KRA mendapatkan materi tentang lembaga-lembaga pemerin-tahan di wilayah kabupaten (DPRD dan Pemerintahan Kabupaten), rencana kerja Pemerintah Daerah dan DPRD, sosialisasi Raperda-Raperda di masing-masing kabupaten. Perwakilan KRA juga menyampaikan isu-isu yang telah mereka perdalam dalam riset aksi berikut usulan penyelesaian masalah. Kemudian perwakilan pemerintah yang hadir diminta komitmen-nya untuk mendukung usulan yang diajukan oleh KRA. Setelah komitmen didapat, kelompok kemudian melakukan diskusi tentang prioritas isu yang dapat diperjuangkan melalui pembuatan kebijakan pemerintah.

Lokakarya di Kabupaten Tulang Bawang mengarah pada substansi pe-raturan berupa perda atau perdes, dan ada juga yang diusulkan untuk di-masukkan ke APBD atau melalui alternatif lain. Misalnya, untuk isu PPJ diusulkan untuk dijadikan susbtansi perdes, sementara isu kelangkaan pupuk dan harga gabah diusulkan untuk dijadikan substansi perda.

Namun dari semua usulan itu, yang paling menguat untuk dijadikan substansi perdes adalah isu lahan terlantar di Desa Mesir Dwijaya. Semen-tara isu-isu lainnya diusulkan untuk dijadikan proyek dengan bantuan pe-merintah, yaitu isu air bersih dan lahan tergenang banjir. Ada juga yang diusulkan untuk dijadikan sebagai substansi program tersendiri yaitu isu ekonomi lemah, trayek, sarana transportasi, dan soal isu biaya pendidikan. Karena itu, menindaklanjuti hasil workshop tersebut, perlu segera dibuat legal drafting berupa Peraturan Desa/Kampung soal kepemilikan dan pengelolaan tanah di daerah transmigrasi semisal Mesir Dwijaya.

Sementara di Kabupaten Banjarnegara, ada beberapa isu yang diusul-kan untuk dimasukkan ke dalam APBD, yaitu antara lain isu air bersih,

Nantinya akan muncul peraturan-peraturan yang berpihak kepada masyarakat.

51Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 61: Percaya Pada Rakyat

pembangunan pasar, pemasaran genteng, pupuk kandang, kelangkaan air untuk pertanian, hutan gundul, kekurangan air untuk pertanian, jalan ru-sak, irigasi tak memadai, perbaikan tanggul saluran irigasi, penerangan jalan, jalan desa yang rusak, dan masalah produksi padi yang menurun.

Selain usulan untuk dimasukkan ke dalam APBD, ada juga usulan agar masalah yang ada diselesaikan dalam bentuk perda atau perdes. Misalnya, untuk masalah air bersih. Meski dimasukkan ke dalam APBD, ada kebu-tuhan untuk menindaklanjuti hal tersebut dengan perda dan pengecekan atau pengawasannya dengan SK Bupati. Ada juga usulan agar sebelum di-masukkan ke dalam APBD, setiap isu dan masalah perlu diperiksa dan di-upayakan prakondisi tertentu agar usulan tersebut bisa diterima ke dalam APBD. Misalnya persoalan pasar, perlu ada kejelasan soal lokasi dan be-berapa syarat-syarat lain menyangkut pendirian pasar termasuk komoditas dan lalu lintas komoditas itu. Sementara tentang isu kelangkaan air untuk pertanian, selain diusulkan untuk dimasukkan ke dalam APBD, diusulkan juga masuk dalam perda tetang air untuk pertanian. Tentang hutan gundul, meski dimasukkan ke dalam APBD, tapi ada usulan untuk meningkatkan upaya law enforcement. Untuk kebutuhan usulan kebijakan, salah satu hasil terpenting dari workshop adalah adanya usulan untuk membuat legal drafting menjadi perda tentang pengelolaan air minum.

Tahapan berikutnya dari proses pemahaman tentang kebijakan oleh masyarakat adalah diskusi tentang legal drafting yang berasal dari hasil riset aksi. Di Kabupaten Tulang Bawang diskusi ini dilakukan di Desa Mesir Dwijaya, Kecamatan Penawartama. Materi yang dibahas adalah peraturan Desa tentang pengelolaan dan pendayagunaan lahan terlantar. Diskusi pembahasan peraturan desa ini dihadiri oleh perangkat desa (Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa), serta perwakilan masyarakat seperti tokoh masyarakat, serta warga lainnya. Secara umum, baik perangkat desa dan masyarakat dapat memahami substansi dari rancangan peraturan itu. Bahkan mereka menganggap perlu untuk segera disyahkan sebagai per-aturan yang berlaku. Namun dengan beberapa pertimbangan, rancangan peraturan tidak langsung disyahkan. Pertimbangan utama adalah dibutuh-kan sosialisasi terlebih dahulu di tingkat masyarakat, agar ketika peraturan itu diberlakukan semua pihak dapat mematuhinya. Selain itu, kepala desa masih menganggap perlu untuk mendapatkan masukan-masukan tambah-an dari masyarakat tentang rancangan peraturan tersebut.

Sedangkan di Kabupaten Banjarnegara, berdasarkan hasil lokakarya legal drafting yang dibuat adalah rancangan peraturan daerah tentang pengelolaan air bawah tanah dan pengambilan air permukaan. Diskusi ma-teri legal drafting diawali dengan diskusi tentang hak-hak rakyat atas air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya, serta kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Juga dibahas tentang persinggungan kepentingan dengan anggota masyarakat lainnya yang misalnya membuka usaha dan industri. Hal lain yang juga penting digarisbawahi adalah soal retribusi atas pemberian izin. Karena rakyat tidak harus mendapatkan izin untuk me-manfaatkan pengelolaan air secara swadaya, maka terhadap mereka tidak dikenakan retribusi. Hanya pihak-pihak yang mengambil manfaat dari air

52

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 62: Percaya Pada Rakyat

dalam kapasitas besar serta untuk usaha bisnis atau kepentingan lain saja-lah yang perlu mendapatkan izin, dan karena itu harus membayar retribusi. Namun, kalau rakyat mendapatkan pemenuhan air minum dari pemerintah melalui PDAM atau bentuk lain yang kebetulan bukan berupa bantuan langsung, mungkin rakyat harus membayar pajak untuk itu. Hal ini tergan-tung tipe pemenuhannya. Legal drafting tentang pengelolaan dan penggu-naan air itu nantinya akan coba diperjuangkan oleh KRA-KRA dengan meli-batkan elemen masyarakat lainnya.

Dalam proses tersebut didiskusikan pula langkah-langkah formal me-nyangkut prosedur bagaimana sebuah raperda kemudian menjadi perda, baik yang berupa inisiatif masyarakat maupun yang berupa gagasan peme-rintah dan DPR. Pada dasarnya raperda ini hanyalah sebuah usulan yang perlu dikomunikasikan dan didialogkan dengan DPR dan pemerintah. Ter-utama DPR sebagai wakil rakyat. Langkah-langkah strategis dan taktisnya adalah melalui pendekatan personal, lobi secara institusional, seminar, diskusi, dan lain-lain.

Selanjutnya, setelah proses tersebut, usulan raperda itu bisa menjadi raperda dengan diperjuangkan baik oleh DPR berupa hak inisiatif ataupun ditangani oleh pemerintah. Keseluruhan proses tersebut tidak lepas dari ka-walan rakyat, baik seluruhnya maupun orang-orang tertentu yang diper-cayakan untuk itu.

Mendokumentasikan dan Mengekspresikan Hasil Riset Aksi Lewat Media Rakyat

Pelatihan media rakyat di masing-masing kabupaten dilakukan seban-yak 3 kali. Tujuan pelatihan ini adalah menggugah kreativitas KRA-KRA un-tuk mampu menyampaikan atau menyosialisasikan yang ada di masyara-kat dalam berbagai bentuk media, seperti: tulisan, gambar, maupun lisan. Pada pelatihan ini peserta diajak mendiskusikan permasalahan yang di-hadapi.

Dalam pelatihan ini peserta juga diajak untuk mendiskusi-kan berbagai jenis media rakyat dan fungsinya. Ini penting kare-na media rakyat menjadi bagian yang efektif sebagai alat penye-baran. Oleh sebab itu, kemam-puan untuk mengungkapkan permasalahan rakyat melalui berbagai bentuk tulisan, gam-bar, dan lisan, perlu dimiliki oleh rakyat sendiri.

Praktek pembuatan media dilakukan secara berkelompok. Membuat rancangan poster.

53Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 63: Percaya Pada Rakyat

Media visual seperti poster, komik, brosur, pamflet, atau bahan presentasi, maupun tu-lisan seperti cerita kasus, cerita pengalaman, puisi, pantun dihasilkan selama pelatihan ini. Hasil pembuatan media biasanya dipresenta-sikan atau diperagakan untuk kemudian dila-kukan kritik atas media yang dibuat tersebut. Dalam membuat poster misalnya, peserta dapat memvisualisa-sikan ru-musan permasalahan secara pas dan mudah dipahami. Ketika membuat karya tulis mereka juga mampu membuat tulisan dengan standar penulisan yang baku. Peserta mampu menuangkan unsur 5W+1H/what, who, where, when, why, how/apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana, se-cara baik sehingga menjadi informasi yang lengkap. Setelah itu direncana-kan bagaimana memanfaatkan media-media yang mereka buat sendiri da-lam rangka membantu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.

Sete lah pe lat ihan in i , selanjutnya peserta pelatihan memandu pelatihan serupa di kelompoknya masing-masing. Dalam pelatihan di desa ini ke-lompok membuat media-media sederhana berupa poster dan tulisan. Poster dan tulisan itu kemudian disebarkan di lokasi-lokasi yang dianggap strategis untuk diketahui oleh masyara-kat luas, misalnya; di kantor desa, gardu-gardu siskamling, pasar, dan lain-lain.

Pelatihan media rakyat berikutnya ditujukan sebagai persiapan KRA menghadapi rangkaian kegiatan dialog dengan pemerintah di berbagai tingkatan di wilayah kabupaten, dari pemerintahan desa, instansi-instansi pemerintah, hingga pemerintah kabupaten (Bupati dan DPRD). Untuk menghadapi dialog itu, peserta yang akan melakukan dialog membekali diri

POSTER: Untuk sosialisasi di desa.

Presentasi poster yang sudah disempurnakan.

KREATIVITAS KRA: Ada komik juga...

54

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 64: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

dengan kemampuan verbal menyampaikan aspirasi kepada pejabat peme-rintah. Teater rakyat pada dasarnya adalah sebuah media belajar untuk mampu memahami situasi yang terjadi serta karakter dari tokoh-tokoh yang terlibat dalam situasi tersebut. Dalam latihan teater rakyat, peserta terlebih dahulu diminta melakukan analisa hubungan permasalahan yang mereka angkat dengan faktor-faktor yang terkait, seperti: masyarakat sen-diri, aparat pemerintah, swasta, faktor alam, dan faktor kebijakan.

Pelatihan media rakyat selama 3 kali tersebut diikuti oleh 30 orang pe-serta yang terdiri wakil-wakil KRA, CO, dan TPL. Dalam setiap pelatihan di-ikuti oleh peserta yang berbeda. Hal ini bertujuan agar semua anggota KRA mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan.

Berdialog untuk Lahirnya Kebijakan Lokal

1. Dialog Awal dengan Pemerintah Kabupaten

Kegiatan dialog awal di Kabupaten Tulang Bawang dilakukan di Balai Kampung Mulya Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Dialog yang diikuti oleh 70 orang peserta itu bertujuan mengkomunikasikan isu-isu masyarakat yang diwakili oleh KRA kepada pejabat pemerintahan Kabupa-ten Tulang Bawang. Hadir dalam dialog tersebut, Ketua DPRD Tulang Ba-wang dan Ketua Komisi A mewakili lembaga legislatif. Sementara dari lem-baga eksekutif hanya hadir dari Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Dinas Kehutanan.

55Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 65: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Acara diawali pengantar dari IPPHTI yang menjelaskan maksud dari dialog, serta profil singkat IPPHTI Tulang Bawang sebagai sebuah organisasi petani yang memiliki misi memperjuangkan hak-hak petani. Setelah itu, masing-masing wakil KRA menyampaikan isu-isu di wilayah mereka yang saat itu sedang dalam tahap riset aksi. Isu-isu itu, satu persatu dipaparkan dengan gaya bertutur didukung oleh gambar-gambar yang menunjukkan lokasi dan bentuk isu. Dengan cara tersebut, wakil-wakil KRA merasa lebih mudah untuk menjelaskan permasalahan yang dialami oleh masyarakat di wilayahnya masing-masing.

Sempat terjadi adegan yang mengharukan, ketika salah seorang wakil KRA menceritakan keadaan masyarakat di wilayahnya yang hidup dalam kemiskinan. Asjun, wakil dari KRA Desa Mesir Dwijaya, Kecamatan Penawartama, dalam menyampaikan isu-isu yang ada di kampungnya spontan mencucurkan air mata, mengingat kemiskinan yang mereka ha-dapi membuat rantai masalah bagi generasi penerus mereka. Di kampung-nya, banyak anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah setelah tamat SD. Berbagai penyebab disampaikan dengan menyebutkan data yang mereka dapatkan selama melakukan riset aksi. Kejadian tersebut, sempat membu-at para pejabat pemerintahan Tulang Bawang tertegun. Demikian juga de-ngan peserta dialog lainnya.

Ketua DPRD mengatakan dirinya memahami benar apa yang dirasakan oleh masyarakat. Dia akan mengkomunikasikan hal-hal terkait isu-isu tersebut dengan pihak eksekutif. Dijelaskannya, pemerintah telah menaik-kan Anggaran Belanja Daerah sebesar Rp. 308 milyar, yang difokuskan untuk sektor pendidikan, kesehatan, pertanian berbasis agrobisnis, dan infrastruktur. Untuk pendidikan sebesar Rp. 2,2 milyar sebagai subsidi. Dia juga merasa senang dengan adanya forum dialog yang dilakukan oleh mas-yarakat. Cara semacam ini membantu DPRD untuk mengetahui berbagai

Pihak eksekutif dan legislatif diundang berdialog di desa. Kehadirannya membuktikan komitmennya kepada rakyat.

56

Page 66: Percaya Pada Rakyat

permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Hal serupa juga diperte-gas oleh Khoiri, dari Komisi A yang membidangi bagian hukum dan peme-rintahan.

Sementara dari pihak eksekutif, tanggapan hanya diberikan oleh wakil dari Dinas Pertanian, yang merupakan koordinator PPL di Kabupaten Tu-lang Bawang, Utomo, yang menyebutkan saat ini ruang gerak dari instansi-nya terbatas setelah adanya otonomi daerah. Selain anggaran kecil juga karena keterbatasan jumlah PPL yang hanya 8 orang PPL untuk Kabupaten Tulang Bawang.

Di Kabupaten Banjarnegara, acara dialog dihadiri sebanyak 50 orang yang terdiri dari perwakilan KRA, CO, TPL dan pejabat pemerintahan dari unsur legislatif dan eksekutif. Perwakilan dari KRA per wilayah dalam kese-mpatan itu menyampaikan presentasi tentang isu-isu yang telah diidenti-fikasi, serta perkembangan riset aksi yang dilakukan oleh kelompok. Se-telah itu, para pejabat pemerintahan diminta memberi tanggapan atas isu dan kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Dari pihak legislatif (DPRD) menyambut baik atas prakarsa kelompok yang melakukan riset aksi. Me-reka menghimbau, dalam kegiatan dialog yang berikutnya, semua instansi yang terkait dengan permasalahan yang ada agar diundang. Karena untuk permasalahan-permasalahan yang sifatnya teknis, instansi-instansi itulah yang lebih memahami. DPRD sendiri lebih pada masalah kebijakan dan rancangan anggaran.

Masyarakat tidak ber-negative thinking, tapi justru kritis...

57

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 67: Percaya Pada Rakyat

Sedangkan Pejabat dari Dinas Pengairan menyampaikan bahwa, pihak-nya selalu terbuka untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Dia meminta KRA mengajukan proposal untuk dipelajari. Dinas Pertanian meminta mas-yarakat tidak ber-negative thinking pada proyek pemerintah. Dia ingin ada-nya komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat.

Secara umum, dialog pertama ini, baik di Kabupaten Banjarnegara maupun Tulang Bawang, saat dievaluasi oleh KRA dianggap kurang me-muaskan. Walaupun ada harapan, pengalaman dari kelompok masyarakat, seringkali para pejabat pemerintah kemudian kurang serius untuk me-nindaklanjuti hasil dialog. Oleh sebab itu kemudian disepakati strategi untuk menggalang dukungan dari level yang paling bawah. Dukungan yang diharapkan adalah dukungan dari masyarakat desa terlebih dahulu. Kemu-dian baru dicari dukungan dari pihak-pihak lain, seperti pemerintahan desa, instansi yang terkait, pemerintahan kabupaten, media massa, LSM, dan lain sebagainya.

Untuk itu, dialog yang akan datang akan dilakukan di tingkat desa/ kampung. Kemudian dilakukan dialog yang diistilahkan sebagai dialog “gerilya”, yang maksudnya adalah mendatangi dinas atau instansi yang terkait dengan isu, untuk menyampaikan kumpulan isu yang riset oleh kelompok. Mereka diminta dukungannya dan mempelajari permasalahan yang diajukan oleh kelompok. Setelah itu, baru dilakukan dialog di tingkat kabupaten. Semua perwakilan pihak yang sempat dihubungi dan menya-takan dukungannya akan diundang dalam dialog tersebut. Dari pihak KRA akan menyampaikan konsep mereka terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Demikian juga dengan pihak pemerintah, mereka juga melakukan hal yang sama. Masing-masing konsep tersebut kemudian dibahas untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

2. Dialog Tingkat Desa: Menjaring Dukungan Masyarakat

Di Kabupaten Tulang Bawang, Dialog tingkat desa pertama dilaksana-kan di Desa Mulya Kencana. Dialog dilaksanakan di balai kampung yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat, KRA, organisasi masyarakat, aparat pemerintahan di tingkat kecamatan dan kampung. Dalam dialog itu 2 KRA di desa ini mempresentasikan perkembangan riset aksi yang mereka laku-kan. Setelah presentasi, pihak pemerintah dan tokoh masyarakat diminta untuk memberi tanggapannya. Secara umum, baik dari tokoh masyarakat maupun perwakilan pemerintah yang hadir dalam dialog tersebut menyata-kan dukungannya terhadap kegiatan yang dilakukan KRA. Pemerintahan Desa merasa terbantu karena kegiatan kelompok mempermudah dirinya untuk mengusulkan program pembangunan di kampung itu.

Dari pihak masyarakat lainnya bersedia memberikan dukungan karena menganggap apa yang diriset oleh KRA merupakan permasalahan bersama. Dialog kemudian diakhiri dengan komitmen dukungan yang nantinya akan dijadikan salah satu bahan bagi kelompok meneruskan upaya mereka.

58

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 68: Percaya Pada Rakyat

Dialog tingkat desa di De-sa Mesir Dwijaya, Kecamatan Penawartama yang dilaku-kan berhasil menyita perha-tian sebagian besar masya-rakat di sana. Mulai dari jam 08.00, berbondong-bondong penduduk kampung itu men-datangi lokasi dialog di SD Negeri Mesir Dwijaya. Karena tempat tersebut masih diper-gunakan untuk kegiatan be-lajar murid-muridnya, dialog baru diadakan pukul 09.30. Murid-murid dipulangkan le-bih awal karena ada instruk-si langsung dari Camat Penawartama. Pemilihan lokasi gedung SD itu, me-nurut Supriyanto, salah seorang CO di sana, disebabkan tidak adanya ba-ngunan lain yang memadai di kampung itu untuk menampung orang dalam jumlah yang besar.

Sekitar lebih dari 200 warga mengikuti kegiatan tersebut. Mereka yang tidak dapat masuk, duduk di teras kelas sambil mendengarkan isi dialog melalui corong Toa. Dialog juga dihadiri oleh Camat Penawartama, anggota DPRD, dan Kepala Pemerintahan Desa. Dalam dialog itu wakil-wakil KRA menyampaikan hasil riset aksi yang sudah dilakukan selama 4 bulan ter-akhir ini. Dikatakan oleh mereka, hasil riset aksi yang disampaikan, belum merupakan hasil final. Kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan itu masih membutuhkan waktu untuk menyempurnakan hasil riset aksi untuk menjadi konsep masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Camat Penawartama, Sabto Maidi, mengatakan kebanggaannya terha-dap masyarakat Desa Mesir Dwijaya. Dia yang telah tiga tahun menjadi Camat di Penawartama menilai kegiatan yang dilakukan masyarakat Mesir Dwijaya adalah sebuah pola penyampaian aspirasi yang menarik. Dari sisi pemerintah, informasi tentang permasalahan yang dihadapi oleh masyara-kat akan menjadi dasar dari perencanaan pembangunan yang efektif. Da-lam kesempatan itu DPRD Tulang Bawang menanggapi kebutuhan masya-rakat Desa Mesir Dwijaya dengan menyumbangkan dana untuk pembuatan jembatan sederhana. Jembatan itu berfungsi untuk menghubungkan areal pemukiman ke lahan usaha tani di Desa Mesir Dwijaya, yang merupakan salah satu dari beberapa masalah yang dihadapi oleh Masyarakat Desa Mesir Dwijaya. Masalah lain yang dianggap prioritas adalah banjir di lahan pemukiman dan usaha tani, banyaknya lahan pekarangan dan pertanian yang terlantar, tidak adanya sarana air bersih, dan prasarana transportasi yang rusak. Anggota DPRD yang hadir menyatakan akan mendukung upaya yang dilakukan oleh kelompok dalam memperjuangkan aspirasi mereka.

Persiapan serius bukti ingin berdialog yang serius.

59Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 69: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Dialog tingkat desa di Desa Sungai Badak, Kecamatan Mesuji dilaksana-kan pada 13 Agustus 2005. Saat berdialog dengan masyarakat, anggota Ko-misi A DPRD Tulang Bawang, Untung, menyampaikan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan syarat utama untuk berkem-bangnya keberlanjutan pembangunan itu sendiri. Pernyataan itu untuk menanggapi hasil riset aksi KRA Desa Sungai Badak. Menurut Supangat, Koordinator KRA Desa Sungai Badak dalam pembukaan acara, dialog ting-kat kampung merupakan bagian dari program pengembangan kebijakan lokal yang aspiratif. Dikatakannya, kegiatan riset telah dilakukan selama 4 bulan. “Materi yang kami sampaikan dalam dialog ini merupakan hasil sementara dari riset dan masih memerlukan waktu lagi untuk penyempurnaannya,” kata Supangat.

Dari data yang diperoleh kelompok, sejak tahun 1991 hingga 2005, baru empat kali mereka dapat menikmati panen yang baik. Kegagalan panen ter-sebutlah yang kemudian membuat banyak petani tidak lagi menggarap la-hannya sendiri. Untuk bertahan hidup mereka banyak yang bekerja sebagai buruh perkebunan. Kondisi itulah yang kemudian membuat taraf pereko-nomian masyarakat di desa ini menjadi rendah. Dari data yang dikumpul-kan oleh kelompok, di Desa Sungai Badak ada 355 orang anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Masalah lain yang dianggap penting oleh mas-yarakat adalah kepastian kepemilikkan tanah. Ketidakpastian itu menurut Kelompok Riset Aksi, dapat menjadi potensi konflik di antara masyarakat sendiri.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Camat Mesuji meminta pada masyara-kat untuk memperjelas dasar hukum kepemilikkan tanah mereka. Dikata-kannya, pihak pemerintahan kecamatan bersama pemerintahan kampung, akan membantu masyarakat untuk mendapat sertifikat tanah melalui pro-

Tidak hanya anggota KRA, tapi juga masyarakat lain hadir dalam acara langka di desa, dialog!

60

Page 70: Percaya Pada Rakyat

na. Dengan cara tersebut, dijelaskannya, masyarakat tidak perlu menge-luarkan biaya yang besar karena mendapat subsidi dari pemerintah. Untuk hal yang sama, Untung juga menghimbau pada masyarakat agar berhati-hati saat mengurus sertifikat tanah. “Gunakan jalur yang resmi agar tidak mendapatkan sertifikat aspal (asli tapi palsu),” ujar Untung.

Dialog yang diadakan di Gedung Madrasah Ibtidaiyah itu dihadiri oleh lebih dari 100 orang warga Desa Sungai Badak.

Dialog di Desa Margo Mulyo, Kecamatan Tumijajar dilakukan pada tang-gal 15 Agustus 2005. Tempatnya di gedung balai kampung. Kegiatan dialog di Desa Margo Mulyo sedikit berbeda suasana dengan dialog di desa-desa lain. Jumlah peserta yang hadir hanya 45 orang. Menurut CO di kampung itu, walaupun tidak dihadiri oleh banyak orang, sebagian besar yang hadir adalah tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh di sana. Isu-isu yang disampaikan oleh KRA diantaranya: Pajak Penerangan Jalan, Jalan ke lahan pertanian, Rendahnya harga gabah tidak sesuai dengan standar pemerintah.

Dari perkembangan riset aksi yang mereka lakukan disampaikan bah-wa, isu jalan usaha tani dapat diselesaikan di tingkat kampung. Saat mela-kukan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan, ada kesepakatan di antara masyarakat. Jalan menuju lahan pertanian yang tidak memadai akan diperbaiki bersama-sama oleh masyarakat. Sedangkan isu lainnya, kelompok memaparkan perkembangan data yang mereka peroleh. Setelah pemaparan itu, pihak kepala desa dan Dinas Pertanian Kecamatan menang-gapi apa yang menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat. Mereka meminta masyarakat bersabar dalam menghadapi permasalahan yang ada. Segala permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dikatakan oleh kepala desa telah dipahaminya. Komentaritu sempat dipertanyakan oleh peserta. Dikatakannya, selama ini mereka telah cukup sabar, tetapi tidak ada per-ubahan yang berarti dilakukan pemerintah. Untuk isu harga gabah, dikata-kan tidak ada perlindungan terhadap petani. Walaupun itu merupakan ma-salah nasional, pemerintah daerah diminta membuat kebijakan lokal yang melindungi petani. Isu pajak penerangan jalan juga dianggap masalah ka-rena masyarakat dibebani pajak 7% dari total pembayaran rekening listrik setiap bulannya. Tetapi tidak ada realisasi pemasangan lampu jalan. Me -nanggapi hal tersebut, kepala desa menghimbau agar masyarakat menaati peraturan yang berlaku. Pemasangan yang disebutkan oleh peserta dialog itu dikatakannya ilegal. Dalam waktu dekat ini akan ada penertiban terha-dap lampu-lampu jalan ilegal. Dia berjanji akan memperjuangkan aspirasi masyarakat di tingkat kabupaten. Oleh sebab itu dukungan dari masyara-kat sangat dibutuhkannya.

Sementara itu, dialog tingkat desa di Kabupaten Banjarnegara dilaksa-nakan di 4 desa lokasi program. Dialog di Desa Luwung, Kecamatan Rakit diadakan di Balai Desa. Hadir dalam dialog tersebut camat, perangkat desa, baperdes, petugas pertanian, tokoh masyarakat, anggota KRA, dan kelom-pok masyarakat lainnya. KRA dalam forum itu berusaha menyamakan per-sepsi tentang permasalahan yang terjadi di desa itu dengan segenap elemen

61Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 71: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

yang hadir. Temuan-temuan yang didapat oleh KRA baik saat identifikasi isu maupun riset aksi disampaikan ke peserta dialog. Isu-isu yang disam-paikan oleh wakil-wakil KRA, sebagian besar dianggap sesuai dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat. Oleh sebab itu dukungan dari masya-rakat bagi KRA untuk melanjutkan upaya penyelesaian masalah mendapat dukungan dari masyarakat.

Demikian juga dengan aparat desa dan kecamatan serta petugas perta-nian lapangan (PPL). Mereka melihat KRA dapat menjembatani kepentingan masyarakat untuk diteruskan ke pemerintah. Oleh karenanya pemerin-tahan di desa sedapat mungkin akan akan memfasilitasi KRA memper-juangkan kepentingan masyarakat di sana.

Dialog di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan,menampilkan keunikan tersendiri. Dialog diselingi dengan pertunjukkan drama oleh KRA. drama tersebut mengisahkan tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Cara tersebut, terkesan lebih efektif untuk dapat mengkomunikasikan permasalahan dari masyarakat. Terbukti dengan berbagai dukungan yang didapat dari tokoh masyarakat, serta aparat pe-merintah yang hadir dalam dialog itu.

Dialog di Desa Banjarmangu dilaksanakan di Balai Desa. Dalam dialog itu, baik KRA maupun kelompok masyarakat lainnya, saling memberi informasi tentang permasalahan yang terjadi di desa tersebut. Pilihan-pilihan isu yang diangkat oleh KRA mendapat tanggapan dari peserta lainnya berikut informasi tambahan terkait dengan isu itu. Misalnya untuk kebutuhan air bersih, sumber air yang berada di lokasi milik perorangan, jika hendak dipergunakan harus diperjelas aturan mainnya dengan pemilik lahan. Dalam dialog, informasi-informasi dan dukungan dari aparat desa

Dialog-dialog desa selalu disertai pameran foto, poster, data, dan lain-lain untuk kampanye.

62

Page 72: Percaya Pada Rakyat

dan dinas-dinas pemerintah juga terlontarkan. Mereka memberi masukan upaya penyelesaian permasalahan yang diangkat oleh kelompok.

Sementara dialog di Desa Kutayasa, Kecamatan Madukara didapat ke-sepakatan dari tingkat masyarakat. Mereka akan mendukung usaha yang dilakukan oleh KRA. Untuk isu-isu yang membutuhkan tenaga fisik, se-misalnya irigasi yang rusak, jalan, dan lainnya, masyarakat bersedia untuk bergotong royong jika ada program dari pemerintah. Kesediaan untuk men-dukung tersebut merupakan modal bagi KRA untuk terus melanjutkan upaya mereka ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu pemerintah kabupaten.

3. Dialog “Gerilya” ke Instansi-instansi Pemerintah

Di Kabupaten Tulang Bawang, dialog “gerilya” ini dilaksanakan dalam waktu yang sama. Perwakilan-perwakilan anggota KRA, TPL, dan IPPHTI, mendatangi kompleks kantor pemerintahan daerah. Karena di sana ins-tansi-instansi pemerintahan terletak di dalam satu kompleks perkantoran. Saat berlangsung dialog ini, suasana di kompleks pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang berbeda dengan hari biasanya. Puluhan orang dari wakil-wakil KRA pagi hari itu terlihat berkerumun dan cukup mengundang perha-tian pegawai-pegawai pemerintahan. Sebelum menyebar ke dinas-dinas pe-merintah, mereka sempat berkonsolidasi terlebih dahulu untuk meya-kinkan kesepakatan hasil pertemuan persiapan sebelumnya. Lalu mereka bergegas menuju kantor-kantor dinas pemerintah yang terkait dengan isu masing-masing, seperti: Dinas Pertanian, Dinas Pertamanan untuk Isu PPJ, Dinas PU,Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dolog, Bina Marga, Pengairan Umum, Badan Pertanahan Negara, Bapeda, Perusahaan Air Minum Daerah(PDAM) dan PLN. Selain Dinas-dinas pemerintah, perwa-kilan kelompok juga mendatangi DPRD.

Sedangkan di Kabupaten Banjarnegara, dialog-dialog gerilya ke dinas-dinas peme-rintah dilakukan secara ter-pisah. Dengan koordinasi se-belumnya yang dilakukan TPL, wakil-wakil kelompok mendatangi lembaga-lem-baga pemerintah yang terkait dengan isunya. Instansi-ins-tansi pemerintah yang dida-tangi antara lain, Dinas Kese-hatan, Dinas Pertanian, Di-nas Kehutanan, Perhutani, Dinas PU Jalan/Kimprasda, PU Air, DLHK, dan DPKD.

Dinamakan “gerilya” karena wakil masyarakat anggota KRAdatang ke instansi-instansi terkait dengan isunya.

63Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 73: Percaya Pada Rakyat

· Di Dinas Pertanian, wakil dari beberapa KRA dari Ban-jarmangu II, Gumelem Wetan I, Gumelem Wetan II, dan Lu-wung berdialog seputar isu kekurangan air, kekurangan pupuk kandang, dan menu-runnya hasil pertanian. Dari dialog tersebut, isu keku-rangan air yang solusinya adalah pembuatan sumur pantek mendapat tanggapan positif berupa dukungan anggaran untuk pembuatan 2 sumur. Kelompok sudah berswadaya 1 sumur. Se-

hingga saat ini sudah ada 3 sumur. Sedangkan isu kekurangan pupuk kandang di wilayah kelompok riset aksi Banjarmangu II ditanggapi dengan diinformasikannya bahwa di Kabupaten Banjarnegara akan ada bantuan ternak (kambing) untuk masyarakat. Kelompok riset aksi ini diminta mem-buat usulan (proposal) untuk memperoleh ternak. Dalam rangka meme-cahkan isu menurunnya hasil pertanian yang diangkat oleh kelompok riset aksi Desa Luwung, kelompok ini melakukan studi tanam cara SRI (system of rice intensification/non-kimia). Hasil kajian ini kemudian disampaikan ke Dinas Pertanian dengan maksud agar ada program pelatihan SRI bagi pe-tani-petani yang dibiayai oleh pemerintah. Isu ini, masih menurut pihak dinas masih perlu didalami dan dikaji ulang.

Dialog dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Perhutani adalah tentang isu hutan gundul. Menurut Suwastam, CO dari Gumelem Wetan I menyatakan bahwa, isu hutan gundul di desanya merupakan isu yang ru-mit dalam penanganannya. Ada banyak masalah yang dihadapi terkait de-

ngan penebangan liar, polisi hutan, maupun pihak per-hutani. Dari dialog yang dila-kukan dengan Dinas Kehu-tanan dan Perkebunan tidak mendapatkan hasil karena bukan wewenangnya. Ka-rena hutan yang gundul ter-sebut milik Perhutani. Dan ketika berdialog dengan pi-hak Perhutani disepakati pembentukan LMDH dan bantuan bibit pohon pinus untuk penghijauan. Melalui LMDH ini masyarakat akan dilibatkan dalam penge-

Sudah ada angkutan umum tapi jalannya masih pakai batu. Bukan Aspal.

Usulan sumur pantek (bor) terrealisir. Pemerintah daerah tanggap.

64

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 74: Percaya Pada Rakyat

lolaan hutan secara bagi hasil. Namun hingga saat ini realisasinya belum berjalan.

Isu air bersih yang diangkat oleh KRA Banjarmangu I didialogkan de-ngan Dinas Kesehatan Kabupaten. KRA ini mengangkat isu air bersih kare-na air sumur penduduk di desa ini tidak layak minum. Sering yang minum air ini, terutama anak-anak, mengalami diare. Dugaan awalnya tercemar bakteri coli. Untuk itu kelompok berinisiatif mengujikan air dari sumur-su-mur penduduk desa ini. Mereka mengalami kesulitan tatkala harus mem-bayar biaya pengujian yang per sampelnya mencapai 40 ribu rupiah. Ke-lompok ini pun membayarnya secara swadaya. Yang menjadi isu dialog de-ngan DKK kali ini adalah perihal aturan yang mengharuskan masyarakat membayar. Dari dialog ini belum membuahkan hasil yang diharapkan.

· Dialog dengan Dinas Pekerjaan Umum adalah tentang isu irigasi (peng-airan), yang diangkat oleh KRA Gumelem Wetan I, Gumelem Wetan II, dan Kutayasa. Dialog ini dilakukan dengan Subdin Pengairan. Dalam dialog ini menurut anggota kelompok riset aksi tidak membuahkan hasil apapun. Pihak Subdin Pengairan tidak menangkap substansi dari dialog ini dan di-nilai tidak berani mengambil keputusan. Hal ini terungkap dari pengaku-annya bahwa Subdin Pengairan hanya bisa merekomendasikan keinginan anggota KRA kepada bupati.

Sementara itu isu pengaspalan jalan didialogkan oleh wakil KRA dari Desa Gumelem Wetan I dan Gumelem Wetan II dengan Dinas Pekerjaan Umum. Mereka mendialogkan perlunya isu pengaspalan jalan di kedua de-sa ini. Dari dialog ini kelompok riset aksi mendapatkan informasi dari pihak

dinas mengenai bagaimana cara syarat-syarat mengajukan permin-taan pengaspalan jalan. Ruas-ruas jalan desa yang perlu diaspal, se-belumnya sudah dilakukan riset dan pengukuran oleh kelompok ri-set aksi ini. Pada Bulan Desember 2005 ruas-ruas jalan yang dimak-sud sudah mulai dilakukan peng-aspalan.

Dengan pihak Kimprasda (DLHK/Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten), wakil KRA Gumelem Wetan II mendialogkan isu pene-rangan jalan desa dan KRA Desa Kutayasa tentang sampah pasar. Dari dialog yang dilakukan bahwa soal penerangan jalan, pemerintah dalam hal ini dinas hanya mem-berikan izin. Sedangkan peralatan yang terkait dengan penerangan jalan diadakan sendiri oleh masya-

Pajak Penerangan Jalan. Logikanya membayar pajakkarena menikmati fasilitas.

65

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 75: Percaya Pada Rakyat

rakat. Demikian pula dengan pembayaran rekening setiap bulannya. Se-dangkan isu sampah pasar yang menjadi penyebab terganggunya irigasi disarankan untuk didialogkan di DPKD. Wakil KRA Desa Kutayasa kemu-dian mendialogkan isu sampah pasar dengan DPKD/Dinas Pengelola Ke-uangan Daerah. Solusi yang diperoleh bahwa pihak masyarakat (kelompok riset aksi) diminta membuat pernyataan tentang isu ini kepada DPKD sebagai bahan untuk menindaklanjutinya.

4. Dialog Akhir Tingkat Kabupaten

Dialog di Kabupaten Tulang Bawang dilaksanakan di Aula gedung DPRD Kabupaten Tulang Bawang. Undangan yang hadir terdiri dari unsur DPRD komisi A, B, C, dan D, Perwakilan Panitia penyusun APBD, Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Bulog, Badan Pertanahan Nasional, Dinas PU Pengairan, Dinas Pertamanan, Badan Kesejahteraan Sosial, Dinas PU Bina Marga, dan PDAM.

Atas permintaan kelompok, dialog ini difasilitasi oleh DPRD mulai dari tempat sampai undangan. Hal ini dilakukan sebagai taktik agar seluruh undangan yang diharapkan KRA dapat hadir. Rencana semula, dalam pro-ses dialognya sendiri, akan langsung difasilitasi oleh wakil dari IPPHTI.

Pengungkapan yang lugas dengan ilustrasi gambar dan foto-fotomembuat para pejabat pemerintah yang hadir tertegun.

66

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 76: Percaya Pada Rakyat

Namun, pada realisasinya, DPRD menginginkan mereka langsung yang memfasilitasi jalannya dialog. Perubahan skenario ini sempat membuat panik dari wakil-wakil masyarakat yang hadir saat dialog. Pasalnya, pe-jabat-pejabat pemerintah seperti biasanya terlihat ingin mendominasi ja-lannya dialog. Beberapa pejabat ada yang menganggap, materi yang disam-paikan oleh kelompok hanya bagian kecil dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Bahkan ada yang meragukan vailiditas dan keabsahan dari riset aksi yang dilakukan oleh masyarakat. Tetapi hal itu kemudian dapat di atasi saat dialog berjalan.

Dengan ekspresif, wakil-wakil KRA mempresentasikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Pengungkapan yang lugas dengan ilus-trasi gambar dan foto-foto membuat para pejabat pemerintah yang hadir tertegun. Setiap pertanyaan atau argumentasi dari pejabat pemerintah dapat ditanggapi oleh wakil-wakil KRA. Misalnya, untuk anak putus seko-lah karena biaya pendidikan yang mahal, salah seorang pejabat dari Dinas Pendidikan menyatakan hal itu tidak mungkin terjadi. Pemerintah, dikata-kannya, telah punya program subsidi biaya pendidikan. Dia menganggap data tersebut adalah anak-anak yang memang tidak ingin meneruskan se-kolah. Hal itu ditanggapi oleh kelompok dengan menyebutkan data-data pendukung untuk isu tersebut. Dijelaskan juga faktor lain yang membuat beban untuk dapat menyekolahkan anak dan fasilitas sekolah. Di beberapa lokasi jarak sekolah dengan tempat tinggal anak didik sangat jauh, sedang-kan sarana transportasi tidak mendukung. Akibatnya biaya transportasi menjadi tinggi. Untuk anak-anak dari keluarga yang tidak mampu terpaksa harus berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh. Secara fisik si anak men-jadi kelelahan dan tidak mampu mengikuti pelajaran secara maksimal. Di-katakan oleh wakil kelompok, hal-hal semacam inilah yang luput dari per-hatian pemerintah dan membuat pendidikan tetap saja mahal.

Dalam dialog ini wakil-wakil KRA dapat membuat analisa bagimana ka-rakter dari pejabat-pejabat pemerintah. Menurut mereka ada sebagian yang berusaha berkelit dari substansi permasalahan. Misalnya, untuk isu ke-langkaan dan mahalnya harga pupuk, ada pejabat yang mengatakan bahwa harga pupuk tidak pernah naik, tetapi karena kenaikan BBM ongkos ang-kutnya menjadi bertambah. Padahal pada kenyataannya harga pupuk di tingkat petani tetap saja bertambah mahal. Solusinya direncanakan pembangunan gudang pupuk di wilayah Kabupaten Tulang Bawang.

Selain itu IPPHTI menjelaskan tentang penerapan pertanian organik. Pertanian organik dianggap mampu mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan petani pada pupuk kimia. Oleh sebab itu, pemerintah di-minta mendukung program pertanian organik karena lebih banyak manfaatnya bagi manusia dan lingkungan.

Jalannya dialog cukup hangat ketika ada wakil dari kelompok yang mempertanyakan kinerja pemerintah. Wakil dari Desa Mesir Dwijaya itu, menceritakan bagaimana keadaan desanya yang miskin tapi nyaris tanpa perhatian yang berarti dari pemerintah. Sarana dan prasarana penghidup-an yang minim membuat kualitas hidup masyarakat di sana menjadi ren-

67Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 77: Percaya Pada Rakyat

dah. Sementara, mereka sendiri tinggal di sana bukan atas kemauan sendi-ri, tetapi “ditempatkan” oleh pemerintah. Pemaparan yang lugas itu sempat membuat haru peserta yang hadir.

Dari Dinas PU yang hadir berjanji untuk melakukan survei ke lokasi ter-sebut dan merencanakan adanya program di sana. Isu-isu lain yang diba-has adalah harga jual gabah yang rendah di tingkat petani. Pejabat Dolog yang hadir, secara normatif memberi ketentuan tentang standar gabah yang dibeli oleh Dolog berikut prosedur pembeliannya. Hal itu pada dasarnya sudah diketahui oleh petani, tetapi pada kenyataannya petani tetap sulit untuk dapat mengakses Dolog. Padahal petani merasa bahwa mereka adalah produsen, tapi harga jualnya ditentukan oleh pembeli.

Pihak Dolog tidak merespon wacana tersebut tetapi lebih mengacu pada ketentuan yang sudah ada. Bahkan program yang dilakukan dalam upaya pembantu petani lebih menguntungkan usaha penggilingan padi. Teruta-ma penggilinganbesar. Dolog menunjuk penggilingan besar untuk membeli gabahpetani. Pola ini dilakukan tanpa mekanisme kontrol yang jelas. Ketika petani meminta agar dana tersebut diberikan kepada kelompok-kelompok tani, pihak Dolog mensyaratkan kelompok harus memiliki penggilingan padi sendiri. Sebuah syarat yang berat untuk diwujudkan.

Di Kabupaten Banjarnegara, dialog akhir tingkat kabupaten diselenggarakan pada 27 Desember 2005 di Gedung PKK yang terletak di lingkungan kompleks pendopo kabupaten. Dialog ini dipersiapkan secara khusus dengan cara lobi dengan bupati yang dilakukan oleh TPL. Dalam proses lobi ini disepakati bahwa pemerintah kabupaten akan “mendukung sebagian biaya“ yang diperlukan untuk penyelenggaraan dialog. Oleh karenanya, dalam dialog ini pihak anggota kelompok riset aksi dapat lebih banyak dihadirkan, karena anggaran kegiatan dialog dari program ini dapat seluruhnya dipakai untuk membiayai kehadiran anggota kelompok riset aksi. Demikian pula dalam dialog ini dapat dihadirkan lebih banyak pihak-pihak eksekutif dan legislatif terkait.

Dalam dialog ini setiap kelompok riset aksi mempresentasikan perkem-bangan isu-isu yang diangkatnya berdasarkan hasil-hasil dialog yang dila-kukan sebelumnya. Baik itu yang sudah terpecahkan, sedang dalam proses pemecahan, maupun yang belum terpecahkan. Dalam proses dialog tingkat kabupaten kali ini pun memang ada isu-isu yang masih belum bisa ter-pecahkan karena masalah teknis maupun non-teknis. Salah satu contoh kendala teknis adalah isu yang diangkat oleh kelompok riset aksi Gumelem Wetan II tentang penerangan jalan desa. Meskipun dasarnya adalah bahwa masyarakat desa juga membayar pajak penerangan jalan setiap bulannya, tetapi lampu penerangan jalan desa tidak ada. Menurut bupati, hal ini me-mang menjadi perhatiannya. Namun karena hasil pajak penerangan jalan yang dibayar oleh masyarakat masih lebih rendah dari besarnya biaya yang harus dibayarkan pemda ke pihak PLN untuk penerangan jalan-jalan di wilayah Kabupaten Banjarnegara.

Kemudian, satu contoh kendala non-teknis adalah isu hutan gundul yang diangkat oleh kelompok riset aksi Gumelem Wetan I belum menda-

68

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 78: Percaya Pada Rakyat

patkan jawaban pasti karena beberapa kali dialog yang dilakukan sebelum-nya dengan pihak terkait menemui jalan buntu. Demikian pula dalam dialog kali ini pihak terkait seperti Perhutani tidak hadir.

Namun demikian, dari dialog ini juga menghasilkan keputusan-kepu-tusan yang sangat berarti. Misalnya, berangkat dari realisasi-realisasi isu-isu di beberapa kelompok riset aksi tentang pengaspalan jalan, perbaikan saluran irigasi, pembangunan instalasi air bersih untuk masyarakat desa, dan pembuatan sumur-sumur pantek untuk pengairan lahan yang rawan kekeringan, kelompok-kelompok riset aksi sepakat mendesakkan semacam adanya swakelola. Artinya anggaran untuk pembangunan infrastruktur-infrastruktur di desa dapat dikelola oleh masyarakat sendiri. Selama ini dana dari APBD yang bisa diswakelolakan hanya sebesar 50 juta rupiah. Oleh karenanya, pihak kelompok riset aksi meminta kepada bupati agar peraturan yang ada direvisi, yaitu anggaran yang dapat diswakelola adalah 100 juta rupiah.

Menanggapi hal ini, bupati sangat setuju walaupun ada kendala bahwa ada peraturan pemerintah yang mengatur semua ini. Alasan setujunya bupati adalah bahwa dia yakin proyek swakelola oleh masyarakat dapat lebih baik dari segi kualitas. Selain karena akan dinikmati masyarakat itu sendiri juga karena dari anggaran yang ada dapat dimaksimalkan peng-gunaannya. Swakelola oleh masyarakat tidak ada unsur mencari keun-tungan. Beda dengan kontraktor. Satu hal lagi adalah disepakatinya usulan

Isu dan tuntutan kelompok riset aksi diangkat pula melalui media massa.

69

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 79: Percaya Pada Rakyat

tentang pembebasan biaya pengetesan kualitas air bersih bagi kepentingan masyarakat umum di laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten. Sedang-kan untuk keperluan pribadi atau usaha tetap dikenakan biaya. Isu ini di-angkat oleh kelompok riset aksi Banjarmangu I yang mengalami hambatan ketika melakukan tes kebersihan air di desanya karena mahalnya biaya.

Dalam kesempatan dialog ini bupati juga “menegur“ beberapa instansi yang tidak cepat tanggap akan kebutuhan masyarakat berdasarkan presen-tasi proses dan hasil dialog yang dilakukan oleh kelompok-kelompok riset aksi sebelumnya.

Penelitian Akademis tentang Riset Aksi

Di dalam rancangan program, FIELD Indonesia melibatkan peneliti dari kalangan universitas untuk melakukan penelitian terhadap program ini agar mendapatkan argumentasi akademis tentang riset aksi yang dilakukan oleh masyarakat. Peneliti ini berasal dari universitas setempat atau terdekat dari lokasi program. Disamping memudahkan proses penelitiannya, juga diharapkan akan terjadi hubungan yang baik selama dan pasca program terkait program ini antara pihak masyarakat, pemerintah daerah, dan uni-versitas dari mana peneliti berasal. Adapun tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap proses kegiatan riset aksi untuk mendukung riset aksi yang dilakukan masyarakat, dan memberikan rekomendasi yang menekankan perlunya kebijakan lokal yang berbasis masyarakat.

Penelitian di Kabupaten Tulang Bawang dilakukan oleh Ir. Agus Imron, M.Si., staf pengajar Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Lampung, sedangkan di Kabupaten Banjarnegara dilaksanakan oleh Drs. Dalhar Shodiq, M.Si., staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial Politik, Jurusan Sosiologi, Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto.

Menurut Dalhar Shodiq, penelitian ini memfokuskan pada bagaimana riset aksi dilakukan oleh masyarakat, isu-isu apa yang dihasilkan oleh riset aksi, dan bagaimana respon pemerintah kebupaten terhadap kegiatan riset dan isu-isu yang dihasilkannya. Sedangkan manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi program dan pembuatan ran-cangan kegiatan di masa- masa yang akan datang.

Disamping itu peneliti juga melakukan pengum-pulan data dengan wawancara mendalam (in-depth interview), observasi, focus group discussion dan dokumentasi. Adapun analisis data dilakukan secara kualitatif.

Penelitian program di 2 kabupaten ini dilakukan selama Bulan Desember 2005-Januari 2006. Penelitian dilakukan dengan cara mengun-jungi dan mewawancarai responden yang terdiri dari beberapa elemen, se-perti anggota KRA, CO, kepala desa dan camat dimana program dilaksana-kan. Disamping itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan pihak-pihak eksekutif seperti aparat dari dinas-dinas dan lembaga terkait dengan isu, serta pihak legislatif.

70

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 80: Percaya Pada Rakyat

Dari penelitian di Kabupaten Banjarnegara, peneliti menyimpulkan bahwa, dari sudut keberhasilan, kegiatan riset aksi dapat dilakukan dengan baik. Kerjasama yang terjadi antar anggota kelompok menunjukkan kekom-pakan. Hubungan antara KRA, CO, dan TPL saling mendukung sehingga seluruh rangkaian kegiatan program dapat dilaksanakan. Masing-masing anggota KRA merasakan manfaatnya terlibat dalam kegiatan riset. Pengelo-laan keuangan dapat dilakukan secara transparan, dan penggunaan dana sesuai dengan kesepakatan seluruh anggota kelompok riset, tidak ditemu-kan adanya indikasi manipulasi atau penyelewengan. Sedangkan dari sisi kelemahannya, kegiatan riset aksi kurang mampu melibatkan masyarakat dalam proses identifikasi isu dan proses pembelajaran baru terjadi pada anggota kelompok riset.

Dari sudut hasil dapat di-katakan bahwa hasil-hasil ri-set aksi cukup relevan de-ngan kondisi obyektif desa tempat kelompok riset mela-kukan kegiatan. Hasil-hasil riset aksi tidak saja dirasa-kan oleh masyarakat desa te-tapi juga oleh masyarakat ebih luas. Kegiatan riset aksi terbukti merupakan media yang relatif efektif untuk pembelajaran masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan yang partisi-patif dan hasil-hasilnya dapat dijadikan bahan peru-musan kebijakan daerah. Respon Pemerintah Kabupaten Banjarnegara ter-hadap kelompok riset aksi dan hasil-hasilnya pun cukup positif.

Selanjutnya, peneliti dari Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto ini memberikan rekomendasi, baik kepada pemerintah daerah, kelompok riset aksi, maupun FIELD Indonesia. Kepada pemerintah daerah disarankan agar kelompok riset aksi dapat dijadikan model lembaga penelitian di dae-rah pedesaan dengan kegiatan khusus melakukan kajian untuk mengha-silkan perencanaan pembangunan yang relevan dengan kebutuhan masya-rakat. Kegiatan riset aksi dapat diperluas pelaksanaannya di seluruh desa di Kabupaten Banjarnegara karena riset aksi ternyata dapat berguna se-bagai media pembelajaran masyarakat dan menghasilkan rencana pemba-ngunan di desa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat perlu diberikan kesempatan yang lebih besar dan ruang yang lebih luas un-tuk merencanakan pembangunan dan mengelola kegiatan pembangunan di desanya masing-masing dan pemerintah hanya sebagai fasilitator saja. Par-tisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah perlu terus dikembangkan dengan kesediaan pemerintah daerah melakukan ber-bagai dialog dengan kelompok-kelompok masyarakat.

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

71

Disarankan kepada pemerintah agar kelompok riset aksi dapat dijadikan model lembaga penelitian di desa.

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 81: Percaya Pada Rakyat

Kepada KRA disarankan agar kelompok riset aksi perlu lebih intensif melakukan dialog dengan eksekutif dan legislatif dan menjalin hubungan kerjasama dengan kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan kepada FIELD Indonesia dikatakan bahwa, karena keterlibatan FIELD dalam pro-ses pembangunan masyarakat di Kabupaten Banjarnegara sudah berlang-sung relatif lama, oleh sebab itu, apabila FIELD hendak melanjutkan parti-sipasinya dapat dirancang sebuah program yang berkaitan dengan, misal-nya, masalah perempuan petani atau model pengelolaan hutan oleh masya-rakat.

Dari penelitian di Kabupaten Tulang Bawang, peneliti dari Universitas Lampung me-nyimpulkan bahwa, kegiatan riset aksi mampu membe-rikan pendidikan bagi mas-yarakat terutama mengenai pengorganisasian kelem-bagaan masyarakat. Kegi-atan riset aksi terbukti mam-pu berperan sebagai media yang relatif efektif untuk pembelajaran masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan yang partisi-patif dan hasil-hasilnya da-pat dijadikan bahan peru-

musan kebijakan daerah. Melalui kelompok riset aksi masyarakat dapat memperoleh pendidikan dan pelatihan bagaimana melakukan riset dalam mengidentifikasi masalah-masalah yang ada, media rakyat, advokasi, serta penyetaraan peran pria dan wanita. Kegiatan riset aksi juga mampu mem-perkuat jaringan dan forum masyarakat. Melalui kegiatan riset aksi mampu membentuk pola pikir masyarakat yang partisipatif dan peka terhadap ber-bagai permaslahan yang ada.

Rumusan tentang perencanaan pembangunan dijadikan sebagai usulan dalam Musrenbang dalam rangka mewujudkan proses perencanaan pem-bangunan kabupaten yang partisipatif. Oleh karenanya perlu direncanakan waktu penyusunan program aksi sehingga kompatibel dengan pelaksanaan Musrenbang dan penyusunan RAPBD Kabupaten Tulang Bawang.

Adapun rekomendasi terkait program ini yang diberikan adalah perlu-nya perencanaan waktu kegiatan riset aksi yang tepat agar hasilnya dapat disampaikan ke Pemerintah Daerah sebelum pengajuan RAPBD ke DPRD Kabupaten Tulang Bawang. Pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pe-nyusunan RAPBD Kabupaten, sehingga mampu menyerap dan mengimple-mentasikan aspirasi masyarakat ke dalam RAPBD Kabupaten. Disamping itu ada pula rekomendasi khusus bagi petani yang tergabung dalam KRA terkait dengan isu harga gabah yang rendah dan harga pupuk yang tinggi.

72

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Kegiatan riset aksi waktunya perlu diselaraskan dengan RAPBD

Page 82: Percaya Pada Rakyat

Lebih lanjut mengenai hasil penelitian ini dapat dibaca dalam laporan penelitian yang disusun oleh masing-masing peneliti.

Seminar Akhir Program

Seminar, lebih tepatnya seminar petani (masyarakat desa) merupakan sarana untuk mempromosikan metode riset aksi yang dilakukan oleh warga desa (anggota KRA). Dalam seminar ini wakil-wakil KRA memprsentasikan cara dan tahapan bagaimana mereka melakukan riset aksi, hasil-hasil yang diperoleh, hingga pengalaman mereka melaksanakan kegiatan. Sehingga dalam seminar ini tergambar jelas efektifitas metode riset aksi. Baik dari segi hasil maupun bagaimana masyarakat mampu melakukan riset aksi.

Dalam seminar ini, selain perwakilan KRA yang menjadi narasumber, juga ada wakil dari pemerintah daerah dan DPRD, peneliti dari universitas, LSM lain, media massa, dan kelompok masyarakat lain. Pada kesempatan ini wakil-wakil KRA menyampaikan bahwa kegiatan yang mereka lakukan merupakan bentuk model dari partisipasi masyarakat di dalam pemba-ngunan daerah. Mereka menekankan jika apa yang mereka lakukan dia-dopsi sebagai bentuk formal agenda kegiatan daerah untuk menjaring aspi-rasi masyarakat, nantinya setiap kebijakan dan program pembangunan da-erah akan sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Hal tersebut diperkuat oleh peneliti dari universitas yang telah melaku-kan penelitian program ini. Dikatakan oleh peneliti dari Universitas Lam-pung bahwa partisipasi masyarakat harus diartikulasikan dalam bentuk pelibatan masyarakat di dalam perencanaan pembangunan daerah. Oleh sebab itu, perencanaan yang paling penting adalah di wilayah administratif terendah, yaitu desa. Oleh sebab itu, kemampuan masyarakat untuk dapat terlibat menjadi penting untuk diupayakan. Pemerintah dianggap punya tanggungjawab mengupayakan peningkatan kualitas sumber daya manu-sia terlebih dahulu, agar partisipasi dari masyarakat menjadi optimal.

Ada pendapat lain yang muncul dari pihak aparat, baik di Kabupaten Tulang Bawang maupun Banjarnegara, tentang keraguan akan kemam-puan dari masyarakat untuk dilibatkan dalam perencanaan pembangunan daerah. Hal ini terutama terkait dengan organisasi petani PHT (IPPHTI) yang menurutnya harus lebih berkonsentrasi pada pengendalian hama. Terkait dengan hal ini, peneliti dari Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto keti-ka membacakan makalah hasil penelitiannya menekankan bahwa, KRA-KRA yang ada memang terbentuk dari IPPHTI. Namun dia menegaskan bahwa KRA “tidak identik” dengan IPPHTI. Justru munculnya KRA-KRA ini merupakan inisiatif IPPHTI dalam memecahkan masalah yang lebih luas lagi terkait dengan perikehidupan petani. Hal ini masuk akal karena masa-lah yang dihadapi petani tidak sebatas di lahannya saja

Pada kesempatan ini juga ada tanggapan mengenai riset aksi dari pihak-pihak lain yang terlibat tidak secara langsung, seperti dari kepala desa dan camat dimana program ini dilaksanakan.

73Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 83: Percaya Pada Rakyat

Menuai Hasil dari Partisipasi

Proses panjang dan cukup melelahkan dari kelompok masyarakat yang memperjuangkan kepentingan wilayahnya, mulai menunjukkan hasilnya. Walau tidak sepenuhnya semua tuntutan dari masyarakat itu dapat diwu-judkan, namun setidaknya beberapa dari tuntutan tersebut mendapatkan respon dari pemerintah. Tetapi hasil yang terpenting adalah mulai tumbuh kesadaran baru bahwa, pembangunan akan sejalan dengan keinginan mas-yarakat ketika partisipasi yang diharapkan dari masyarakat tidak sekadar berupa simbol tanpa makna. Hal ini yang kemudian dipahami oleh masya-rakat sendiri bahwa perjuangan harus dilakukan agar suara mereka di-dengar.

Proses yang dilakukan oleh KRA-KRA, walau tidak sejalan dengan prose-dur formal yang dianut di daerahnya masing-masing, mampu menunjuk-kan beberapa hasil dalam bentuk program daerah yang tercantum dalam APBD. Keuletan masyarakat yang terus mendesakkan tuntutan mereka, be-berapa ditanggapi oleh pemerintah daerah dengan mengakomodasi tuntut-an itu di dalam APBD. Khususnya di Kabupaten Banjarnegara, hampir se-mua tuntutan yang diajukan mendapat tanggapan dari pemerintah daerah-nya. Sedangkan di Kabupaten Tulang Bawang relatif sedikit tuntutan dari KRA-KRA di sana yang dipenuhi oleh pemerintahnya.

Banyak faktor yang dianalisa kemudian disimpulkan oleh KRA, menga-pa pencapaian hasil di kedua wilayah tersebut berbeda-beda. Di Kabupaten Banjarnegara, saat proses program berjalan, wacana elit pemerintah di sana sedang didominasi oleh kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hal ini, sedikit banyak mempengaruhi sikap dari pihak-pihak pemerintah-

74

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Beberapa KRA melakukan kegiatan riset lanjutan secara swadaya. Peluang masih terbuka untuk APBD 2007.

Page 84: Percaya Pada Rakyat

an yang memiliki kepenting-an akan pilkada. Sedangkan di Kabupaten Tulang Ba-wang, sebagai sebuah wila-yah administratif yang relatif baru, isu yang berkembang adalah pemekaran wilayah. Sementara lokasi program tersebar di wilayah-wilayah yang nantinya akan terpisah secara administratif. Hal ini yang kemudian membuat tuntutan masyarakat dalam bentuk program pemba-ngunan banyak yang belum terealisasikan.

Akan tetapi hal itu tidak membuat anggota-anggota KRA berkecil hati, karena dengan mengikuti program ini, mereka memiliki kemampuan dan wawasan yang meningkat. Beberapa permasalahan yang belum menuai ha-sil, cukup punya peluang untuk dapat dimenangkan oleh mereka. Perma-salahan lain di kabupaten-kabupaten ini adalah percepatan pengesahan RAPBD dari jadwal sebelumnya. Walaupun intensitas KRA-KRA berkomu-nikasi dengan pemerintah cukup tinggi, pembahasan di tingkat pengambil kebijakan telah lebih dulu dilakukan. Akibatnya program-program yang sekiranya masuk di dalam kategori APBD belum dapat dimasukkan pada tahun 2006.

Peluang tersebut masih terbuka untuk APBD 2007, di mana KRA-KRA sudah merancang aktivitas lanjutan untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Dalam hal ini pada waktu-waktu krusial pembahasan RAPBD, akan meningkatkan komunikasi mereka dengan lembaga yang berwenang untuk itu. Selain mendesakkan tuntutan pada pemerintah, KRA-KRA men-coba terus menggalang dukungan dari masyarakat. Secara swadaya, mere-ka mulai menjalankan aksi bersama terkait dengan isu-isu yang dimuncul-kan. Misalnya untuk pengadaan sumur bor untuk kebutuhan air di Desa Gumelem Wetan, masyarakat dengan koordinasi pemerintahan desa, seca-ra swadaya mengadakannya. Walaupun akhirnya turun juga bantuan dari program pemerintah untuk itu, tetapi masyarakat sudah menunjukkan, bahwa mereka pun siap untuk bergerak demi kepentingan mereka sendiri. Demikian juga untuk isu jalan rusak di desa yang sama, sebelum turun program pemerintah, mereka terlebih dulu bergotong royong memperbaiki jalan semampunya. Akhirnya, turun juga bantuan program perbaikan jalan di daerah tersebut.

Selain mendesakkan tuntutan program yang mengarah pada APBD, KRA-KRA juga mengajukan tuntutan berupa kebijakan pemerintah tentang beberapa isu yang dikaji dalam riset aksi. Rancangan peraturan yang sem-pat disusun adalah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penge-

75Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Riset lanjutan dilaksanakan karena masalah belum terpecahkan, atau justru muncul masalah baru.

Page 85: Percaya Pada Rakyat

lolaan Air Bawah Tanah dan Pengambilan Air Permukaan untuk Kabupateb Banjarnegara. Sedangkan untuk Kabupaten Tulang Bawang adalah Pera-turan Kampung tentang Pengelolaan dan Pendayagunaan Lahan Terlantar.

Kedua rancangan kebijakan tersebut saat ini sedang diperjuangkan un-tuk dapat disahkan. Di Kabupaten Tulang Bawang, secara substansial masyarakat dapat menerima rancangan Perdes tersebut. Demikian juga de-ngan aparat pemerintahan desa. Hanya saja, proses pengesahannya masih membutuhkan waktu cukup lama, karena akan dibahas lagi dengan aparat pemerintah di tingkat kecamatan dan kabupaten. Inti dari peraturan terse-but adalah kewenangan desa untuk mengelola tanah-tanah terlantar de-ngan kesepakatan masyarakat.

Sedang untuk Raperda Pengelolaan Air Bawah Tanah dan Pengambilan Air Permukaan di Banjarnegara, tahap yang telah dilakukan adalah menyosialisasikan Raperda itu ke pihak DPRD. Tanda-tanda akan disyah-kannya Raperda itu saat ini masih tenggelam oleh isu Pilkada. Tentunya, pengalaman melakukan proses panjang riset aksi dan berdialog dengan pe-merintah, kendala-kendala semacam itu tidak menjadi halangan bagi KRA-KRA untuk terus mendesakkan kepentingan masyarakat.

76

BAGIAN-3

Aksi-aksi Memperjuangkan Aspirasi

Page 86: Percaya Pada Rakyat

77

Page 87: Percaya Pada Rakyat

78

Pem

buat

an p

eta

desa

ole

h K

RA

Gum

elem

Wet

an 2

Page 88: Percaya Pada Rakyat

Percaya pada Rakyat

Anggapan bahwa rakyat hanya sekadar pengikut dari segala kebijakan dan instruksi pemerintah secara perlahan mulai dilenyapkan, baik oleh rakyat sendiri maupun beberapa pejabat pemerintah. Walaupun pada da-sarnya belum terjadi sebuah perubahan secara sistemik, tetapi pada kenya-taannya beberapa upaya yang dilakukan oleh masyarakat, menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Terutama pada kelompok masyarakat yang intensif mengikuti program ini.

Dalam hal pengorganisasian, pengalaman untuk berkelompok, meren-canakan kegiatan serta melakukan refleksi atas kegiatan yang dilakukan, menjadi bekal bagi warga masyarakat untuk terus punya rasa kepedulian terhadap lingkungan di mana mereka tinggal. Setidaknya, selama proses tersebut, muncul orang-orang yang menunjukkan komitmennya terhadap masalah yang terjadi di lingkungannya.

Dari awal pelaksanaan program komitmen itu telah ditunjukkan, baik itu oleh TPL, CO, maupun KRA. TPL yang berperan mengorganisir program di tingkat kabupaten telah membuktikan bahwa peran itu mampu dilak-sanakan oleh mereka. “Kami bersedia menjalankan peran tersebut karena rasa kepedulian kami atas permasalahan yang terjadi di tingkat masya-rakat. Oleh karenanya, kami berharap program ini dapat menjadi sarana agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan,” ungkap Suradi, Koordinator TPL di Kabupaten Tulang Bawang. Menurutnya, program ini bukan hanya membantu masyarakat memiliki kemampuan untuk menge-nali permasalahan yang ada di sekitarnya. Tetapi masyarakat mampu juga merumuskan masalah itu, dengan analisa penyebab dan dampak, serta mencari jalan keluar penyelesaian masalah. “Tentunya mereka sebenarnya telah mengetahui apa yang menjadi permasalahan yang ada. Hanya karena tidak ada wadah untuk merembugnya, masalah itu kemudian menjadi ba-gian hidup yang tidak terpisahkan,” katanya.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Supomo, Koordinator TPL sekaligus Koordinator IPPHTI Kabupateni Banjarnegara. Dia melihat wawasan dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat jika diberi kesempatan. “Selama ini kami hanya dijadikan obyek, baik oleh pemerintah ataupun pihak lain. Hal inilah yang hendak kami ubah, karena jika masyarakat diberi kesempatan untuk juga memikirkan penyelesaian masalah di lingkung-annya, maka tugas pemerintah akan terbantu. Karena pemerintah kan tu-gasnya harus melayani rakyat. Jika rakyat merumuskan permasalahnnya berikut solusi jalan keluar, maka pemerintah tinggal mengkaji lagi. Karena toh permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat harus diselesaikan juga,” papar Supomo.

Pengorganisasian dalam program ini relatif sebagian besar dilakukan oleh masyarakat sendiri. TPL yang berasal dari anggota masyarakat, walau-pun menjadi organisator kegiatan, perannya dibatasi tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan kelompok. Artinya, struktur kegiatan hanya dipahami untuk memperjelas mekanisme berjalannya program. Sedang untuk kepu-tusan dan tindakan yang diambil, sepenuhnya ada di tangan kelompok.

79

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 89: Percaya Pada Rakyat

Demikian juga halnya dengan CO. CO dipahami bukan dalam pengertian struktur, tetapi lebih pada peran. CO tidak punya kewenangan untuk mengatur kelompok, tetapi CO punya kewajiban untuk memfasiltasi ke-lompok selama proses riset aksi berjalan. Di sebagian besar kelompok, CO bahkan lebur dengan kelompok saat melakukan riset aksi.

Dinamika masyarakat selama berjalannya program cukup bervariasi. Di saat awal identifikasi isu dilakukan, banyak warga masyarakat yang pesi-mis dengan apa yang dilakuan oleh KRA. “Permasalahan di sini seumur-umur sulit diatasi, ya kita terima saja keadaan ini,” demikian ungkapan masyarakat yang disampaikan pada anggota KRA. Pernyataan-pernyataan semcam itu, banyak didengar dan sedikit banyak mempengaruhi pikiran anggota-anggota KRA.

“Pernyataan itu menantang kami untuk lebih serius memperjuangkan kepentingan masyarakat. Karena jika berhasil, kesadaran masyarakat un-tuk peduli dengan permasalahan yang ada di lingkungannya pasti akan ting-gi,” kata Asjun, salah seorang CO dari Desa Mesir Dwijaya, Kecamatan Pe-nawartama.

Ikatan emosional melekat pada CO dan KRA terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Karena mereka adalah bagian dari mas-yarakat di sana, hal itu membuat semangat mereka untuk berusaha cukup besar. Misalnya Budiman, CO yang telah berusia 50 tahun. Diusianya yang

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

80Tugas utama CO memfasilitasi warga. Tidak mendesakkan kepentingannya.

Page 90: Percaya Pada Rakyat

tidak lagi muda, CO yang berasal dari Desa Sungai Badak, Kecamatan Me-suji ini mengaku bahwa salah satu isu tentang perekonomian yang lemah bukan hanya dialami oleh masyarakat sendiri, tetapi juga CO dan anggota KRA. Karenanya, dalam program ini hendak dijadikan sarana untuk dapat memahami mengapa permasalahan-permasalahan itu terjadi dan bagaima-na mencari jalan keluarnya.

Mengorganisir kegiatan semacam ini, di awal-awal dirasakan sulit oleh TPL. Hal itu karena mereka sebelumnya tidak terbiasa berhubungan lang-sung dengan pemerintah. “Jika berhadapan dengan kelompok masyarakat, kami hampir tidak punya kesulitan karena pada dasarnya kami bagian dari mereka,” kata Nurrahman, TPL di Kabupaten Tulang Bawang. Pria lulusan SLTP yang sehari-harinya bekerja sebagai petani dan ikut membantu se-bagai guru di Madrasah Tsanawiyah di desanya, Sungai Badak, Kecamatan Mesuji ini memang cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

Birokrasi pemerintahan adalah alasan utama mengapa kemudian hu-bungan itu dianggap sulit olehnya, dan juga banyak dari TPL lainnya. Dari beberapa kali berhubungan, kesulitan itu kemudian direfleksi bahwa biro-krasi yang pada dasarnya dibuat untuk mempermudah mekanisme hu-bungan, tidak lepas dari budaya dan kepentingan. Oleh sebab itu, pende-katan personal menjadi penting untuk dilakukan. Dari sana kemudian, anggota-anggota TPL berbagi peran untuk dapat dekat dengan pejabat-pe-jabat pemerintah, baik di jajaran eksekutif maupun legislatif.

Kedekatan itu ternyata cukup efektif karena sesuai dengan fungsi TPL yang harus berkoordinasi dengan aparat pemerintah untuk kegiatan-ke-giatan yang melibatkan unsur pemerintah. Fungsi tersebut dapat dilaksa-nakan dengan baik. Hampir dari setiap kegiatan-kegiatan semacam itu seperti, dialog dan lokakarya, semua unsur dapat dihadirkan oleh TPL. Bahkan di beberapa kegiatan, pihak pemerintah ikut membantu memfa-silitasinya.

Hal ini yang kemudian cukup membanggakan diri TPL, karena sebagai warga masyarakat selain dapat dengan intens (sering) berhubungan dengan pemerintah, mereka juga mampu memainkan peran koordinasi dengan pemerintah. Pada kegiatan-kegiatan semacam dialog, anggota TPL ada yang berperan sebagai moderator dengan narasumber pejabat-pejabat peme-rintah. Sesuai dengan peran sebagai moderator, mereka mengatur jalannya proses dan saat itu semua peserta dan narasumber harus tunduk dengan aturan main yang berlaku. Dalam posisi tersebut rasa percaya diri masya-rakat menjadi tumbuh.

Saat melakukan riset aksi juga membuat rasa percaya diri itu tumbuh. Terutama bagi para CO dan anggota KRA. “Riset aksi adalah menggali informasi dan data tentang permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, oleh karena itu berbagai perasaan muncul saat melaksanakan tugas ini,” kata Juadi, CO dari Desa Mulya Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Te-ngah. Berbagai perasaan itu menurutnya adalah beban tanggungjawab yang membuat dirinya menjadi tersanjung, khawatir, juga bersemangat.

81

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 91: Percaya Pada Rakyat

“Campur aduk perasaan itu karena kami merasa berada dalam posisi garis depan untuk meperjuangkan kepentingan masyarakat,” ujarnya.

Sukinah, CO salah satu perempuan dari Desa Kutayasa, Kecamatan Madukara mengatakan bahwa, kemampuan masyarakat yang terlibat da-lam program ini meningkat. “Ternyata untuk bersama-sama dapat meng-analisa dan merumuskan masalah, faktor pendidikan formal tidak menjadi persoalan,” katannya. Dia yang hanya lulusan sekolah dasar mengaku kesempatan untuk belajar yang diberikan kepada masyarakat, punya arti yang besar bagi dirinya untuk dapat berkembang.

Hal itu juga dirasakan oleh Wahyono, sekretaris KRA di Desa Banjar-mangu, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara. Pria lulusan SLTP ini mengaku rasa percaya dirinya tumbuh karena selama proses riset aksi dilakukan, dia menjadi terbiasa untuk aktif melakukan berbagai ke-giatan. “Saat identifikasi isu saya sering keluar rumah untuk mencari tahu apa yang menjadi permasalahan dari masyarakat. Demikian juga waktu ri-set aksi. Saya mendatangi beberapa instansi pemerintah hingga ke kepolisi-an untuk mencari informasi dan data,” katanya.

Dari sana kemudian berlanjut pada fase komunikasi dengan pemerin-tah. Pada fase ini, dengan bekal kemampuan riset aksi, rasa percaya diri untuk menyuarakan aspirasi masyarakat jadi makin menguat. “Berhadap-hadapan dengan pejabat pemerintah, terlebih lagi harus berbicara, bukan sesuatu yang pernah saya bayangkan,”kata Wahyono.

Memaknai Partisipasi

Partisipasi yang dipahami sebagai upaya masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan mulai tampak dalam program ini. Proses riset aksi oleh masyarakat hingga menemukan bentuk upaya penyelesaian masalah, yang kemudian dirumuskan menjadi tuntutan ke pemerintah, menjadi satu penanda bahwa kegiatan itu mencoba menggali permasalahan dari tingkat paling bawah. Meski masih berbentuk program, kegiatan ini sudah melibatkan banyak kalangan dari masyarakat di luar KRA hingga pemerintah daerah.

Dari banyak kalangan yang bersentuhan dengan program ini, ada banyak pendapat yang beragam tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dari kalangan masyarakat sendiri, beberapa orang yang sempat diwawancarai tentang kegiatan KRA, menunjukkan rasa senang-nya. Mereka merasa bahwa dengan adanya riset aksi yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sendiri, permasalahan yang dimunculkan benar-benar nyata. Dan jika itu ditindaklanjuti dengan program atau kebijakan pemerintah, maka program dan kebijakan tersebut tidak akan meleset dari apa yang diinginkan oleh masyarakat.

Namun demikian, ada juga sebagian warga yang tidak peduli bahkan curiga dengan kegiatan dari KRA. Di beberapa tempat sempat diisukan tentang adanya kepentingan asing yang akan masuk dan masyarakat di-

82

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

Page 92: Percaya Pada Rakyat

minta waspada. Isu ini menjadi pembahasan di tingkat KRA. Tetapi mereka tidak terlalu mengindahkan isu tersebut, karena saat latihan CO, sempat dibahas tentang isu dan counter isu (lawan isu). Mereka menilai ada pihak yang kepentingannya terganggu atas kegiatan yang dilakukan oleh KRA. Sebab itulah yang kemudian counter isu yang hembuskan adalah untuk mencegah KRA melakukan tindakan lebih jauh.

Kepentingan yang ada di masyarakat bukan hanya kepentingan yang si-fatnya materiil saja, tetapi juga pengaruh budaya kekuasaan yang sering membuat orang ingin punya pengaruh yang besar di masyarakat. Sebagian besar anggota KRA, terutama di Kabupaten Tulang Bawang, merupakan warga masyarakat biasa dengan pendidikan formal yang rendah. Hanya saja, karena proses yang dilakukan membuat kemampuan dan kapasitas mereka meningkat. Kondisi ini kadang membuat orang-orang yang sebe-lumnya punya pengaruh yang besar menjadi gusar. Tetapi pada kenya-taannya, aktivitas KRA memang berguna bagi kepentingan lingkungannya, sehingga memperoleh simpati dari masyarakat.

Hal serupa juga dirasakan oleh aparat pemerintah yang berinteraksi dengan KRA. Jika melihat respon dari pucuk-pucuk pimpinan di tingkat daerah, seperti Bupati dan Ketua DPRD di masing-masing wilayah, seba-gian besar menganggap apa yang dilakukan oleh KRA memiliki arti penting dalam meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat. Respon yang meng-gembirakan ini biasanya muncul di forum formal semisal dialog dan semi-nar. Beberapa respon itu juga telah ditunjukkan dengan realisasi program dari tuntutan masyarakat. Namun, keberhasilan yang dicapai masih bersi-fat kasuistis, belum secara sistemik. .

Untuk dapat mengadopsi pola riset aksi sebagai bentuk penyampaian aspirasi masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan daerah, masih dibutuhkan waktu. Gito, salah seorang anggota DPRD di Tulang Bawang mengatakan bahwa, di kalangan dewan sendiri begitu banyak kepentingan yang bercampur aduk. Hal ini masih dianggapnya wajar karena dia merasa berada dalam wilayah politik. Tetapi dikatakannya menjadi tidak wajar ketika kepentingan rakyat kemudian dikalahkan oleh kepentingan pribadi atau golongan. Masalah lain yang membuat partisipasi rakyat sulit diwujudkan adalah menguatnya kembali kewenangan eksekutif dalam merancang program pembangunan daerah. “Jika pada awal re-formasi legislatif punya kewenangan dan keleluasaan untuk mengontrol perencanaaan daerah dan pelaksanaannya, sekarang peran itu dipangkas oleh peraturan yang ada,” katanya.

Peran eksekutif yang membesar saat ini walaupun dengan rambu-rambu peraturan yang ada, dianggap tidak efektif bagi pembangunan dae-rah yang ideal. Oleh kalangan eksekutif, mekanisme perencanaan pemba-ngunan daerah dianggap sudah ideal dengan pelibatan masyarakat. Per-nyataan-pernyataan semacam ini sering didengar oleh KRA saat berin-teraksi dengan pejabat-pejabat pemerintah saat proses riset aksi dan di forum dialog dan seminar.

83

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 93: Percaya Pada Rakyat

Bahkan ada pejabat yang menyarankan agar KRA-KRA tidak mengha-biskan tenaga dan waktunya. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, menurutnya, sudah dipikirkan oleh pemerintah. Hanya karena keterbatasan anggaran maka seakan-akan pemerintah tidak tahu apa yang terjadi.

Choiri, anggota DPRD Tulang Bawang menilai bahwa, aturan mekanis-me pembangunan yang ada adalah hal yang normatif. Tetapi lebih jauh lagi, menurutnya, bagaimana aspirasi masyarakat dapat diwujudkan pada hal-hal yang kongkrit. Sebagai anggota dewan dia merasa senang dan terbantu dengan kegiatan yang dilakukan oleh KRA-KRA di wilayahnya. “Apa yang dilakukan KRA mempermudah saya untuk merumuskan masalah dan menggunakan fungsi kontrol ke pemerintah,” akunya.

Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Banjarnegara. Beberapa anggota dewan bahkan ada yang aktif datang ke kegiatan-kegiatan yang dilakukan KRA. Mereka berusaha menggali informasi dari KRA sebagai bahan saat berhadap-han dengan eksekutif.

Kegiatan riset aksi dinilai sangat positif sebagai media pendidikan bagi masyarakat di pedesaan. Melalui kegiatan riset aksi masyarakat belajar me-ngenali permasalahan dan potensi yang ada di desa mereka masing-masing. Setelah itu mereka mencoba menganalisis untuk mencari pemecahan masalah. Bila masalah yang dipilih tidak mampu diselesaikan sendiri mereka mengangkat masalah tersebut ke tingkat pemerintah kabupaten. Menurut para anggota dewan hal itu sebuah prestasi karena KRA mampu

dan berani berdialog mengenai hasil-hasil riset dengan pihak eksekutif dan legislatif.

Pihak eksekutif di Kabupaten Banjarnegara juga melihat manfaat dari hasil-hasil riset aksi KRA. Mereka dapat menggu-nakannya sebagai masukan penyusunan perencanaan dinas-dinas bersangkutan. Misalnya, Dinas Pertanian yang tertarik de-ngan ujicoba kelompok yang mengembangkan System Rice Intensification (SRI) yang ditu-jukan untuk meningkatkan pro-duktivitas hasil pertanian. Menurut mereka, KRA dapat saja dibentuk di seluruh desa di Kabu-paten Banjarnegara karena kegiatan riset dan hasil-hasilnya dapat banyak membantu peme-rintah kabupaten. Pemerintah kabupaten akan merangkum dan

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

84

Kritik terhadap pemerintah disampaikanmelalui teater dalam forum seminar maupun dialog.

Page 94: Percaya Pada Rakyat

mengadopsi hasil-hasil riset tersebut. Yang menjadi persoalan adalah dari mana dana untuk ke-giatan tersebut. Mereka berharap KRA untuk tidak memberikan kesan me-maksakan kehendak. Anggota KRA sebaiknya dapat memahami keterba-tasan dana yang dimiliki pemerintah.

Banyak pihak yang berharap, KRA dapat menjadi model penyampaian aspirasi masyarakat. Mereka menganggap kegiatan riset aksi banyak man-faatnya, seperti kualitas berpikir masyarakat meningkat dan berani mem-perjuangkan aspirasinya. Karena proses yang dilakukan masih berjalan, dan belum ada tanda-tanda perubahan secara sistemik, menurut anggota DPRD Banjarnegara, anggota KRA sebaiknya menggunakan seluruh sa-luran untuk mendesakkan kepentingannya. Baik lewat eksekutif maupun legislatif. Semua pihak perlu dirangkul. Di samping dialog dengan eksekutif, perlu dirancang sebuah dialog khusus dengan satu komisi sesuai dengan isu yang diangkat. Sehingga dalam rapat panitia anggaran, eksekutif dan legislatif, bisa saling mengingatkan.

Saran semacam itu telah dilakukan oleh KRA-KRA. Hanya saja jarak kewenangan masih jauh. Tidak ada jaminan bagi masyarakat jika proses itu dilakukan. Karena kewenangan itu masih hak istimewa dari pemerintah (Eksekutif dan Legislatif). Akhirnya, jika contoh model yang telah dilakukan KRA sudah dipahami, maka good will dan political will dari pemerintahlah yang diharapkan.

85

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Siap terus berjuang?

Page 95: Percaya Pada Rakyat

86

BAGIAN-4

Semangat dan Harga Diri yang Tumbuh

Page 96: Percaya Pada Rakyat

87

Page 97: Percaya Pada Rakyat

88

Med

ia p

oste

r ya

ng d

ibua

t KR

A G

umel

em W

etan

2

Page 98: Percaya Pada Rakyat

anyak hal yang dapat tarik sebagai bahan belajar dari pelaksanaan program ini. Dilihat dari awal ketika pemilihan anggota KRA, apa yang mendorong warga desa mau bergabung dalam KRA? Beberapa anggota KRA mengungkapkan bahwa, keterlibatan para warga desa dalam KRA karena didorong berbagai motivasi. Mereka kebanyakan ingin berpartisipasi dalam riset aksi untuk mendapatkan penge-

tahuan, pengalaman, dan ketrampilan. Ada pula yang mengungkapkan bah-wa mereka terlibat karena ingin memajukan desanya. Menurut mere-ka, dengan kegiatan riset aksi mereka mengetahui permasalahan-perma-salahan yang ada di desanya dan mencarikan alternatif pemecahannya.

Anggota KRA ternyata tidak terbatas hanya petani saja, walaupun seba-gian besar memang berprofesi sebagai petani. Di sana ada guru, wiraswasta, bahkan perangkat desa. Banyaknya perangkat desa yang terlibat dalam riset aksi selain dapat memberikan keuntungan tetapi juga dapat menim-bulkan kerugian. Salah satu kuntungannya adalah KRA menjadi lebih mudah dalam mengkomunikasikan hasil-hasil riset kepada pemerintahan desa. Jika KRA menemui kesulitan akan mudah mendapatkan jalan peme-cahannya. Kelemahannya, di beberapa desa dimana program ini dilaksa-nakan adalah ketika kegiatan KRA ini harus berurusan dengan pihak pemerintahan, maka anggota yang perangkat desa lebih cenderung pasif. Mungkin disebabkan budaya ‘ewuh-pekewuh” dengan atasan. Padahal ke-terlibatannya sudah seizin kepala desa.

Anggota KRA memahami bahwa kegiatan riset yang mereka lakukan bertujuan mengetahui berbagai masalah yang terdapat di desa. Kemudian setelah mereka mengetahui permasalahannya, mereka berusaha mencari solusinya dengan melakukan berbagai dialog baik dengan eksekutif mau-pun legislatif untuk mencari pemecahannya. Mereka juga paham bahwa ri-set aksi juga untuk mendorong terjadinya perubahan baik di tingkat desa, kecamatan atau kabupaten.

Isu-isu yang diangkat oleh KRA-KRA cukup beragam yang diantaranya meliputi isu sosial, isu ekonomi, isu prasarana fisik, isu kebijakan atau po-litik, dan isu pertanian. Isu-isu yang teridentifikasi dikelompokkan berda-sarkan kemampuan masyarakat untuk menyelesaikannya. Ada isu yang dapat diselesaikan oleh masyarakat sendiri, ada juga isu yang di luar ke-mampuan masyarakat desa. Namun demikian, tidak tertutup kemung-kinan ada isu-isu yang diangkat KRA adalah merupakan permasalahan yang sebelumnya sudah diprogramkan desa. Dengan kata lain isu yang di-angkat KRA adalah isu desa. Padahal belum tentu program desa itu relevan dengan kebutuhan masyarakat sendiri.

Kriteria yang digunakan KRA-KRA untuk menentukan isu dominan ada-lah: Isu itu cukup strategis, artinya apabila isu tersebut dapat dipecahkan, maka isu-isu yang lain dengan sendirinya juga dapat diselesaikan; Isu ter-sebut bila tidak ditanggulangi memberikan dampak yang luas; Isu tersebut berkaitan dengan hajat hidup orang banyak; dan Isu tersebut menyebar secara luas di dalam masyarakat.

89

BAGIAN-5

Pelajaran dari Riset Aksi

Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 99: Percaya Pada Rakyat

BAGIAN-5

Pelajaran dari Riset Aksi

Sementara itu, proses indentifikasi isu adalah tahap yang menentukan dan krusial. Jebakan yang bisa muncul adalah isu tersebut adalah isu yang benar-benar dirasakan semua masyarakat. Hanya karena kepandaian ‘bersilat lidah’, tidak terasa kalau sebuah kepentingan pribadi masuk mem-pengaruhi pembahasan. Oleh karenanya, CO dan anggota KRA perlu me-nguasai beberapa alat analisa yang lazim digunakan dalam kajian parti-sipatif pedesaan adalah seperti: Pemetaan desa, Transek (penelusuran lo-kasi), Penelusuran alur sejarah desa, Analisa kecenderungan perubahan, Kalender musim, Diagram/bagan hubungan kelembagaan (diagram venn), dan. lain-lain.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan komunikasi, anggota KRA mengikuti pelatihan pengembangan media rakyat secara bergantian. Pe-latihan ini diselenggarakan selama 3 kali. Dalam pelatihan ini peserta be-lajar bagaimana membuat media tulisan, media visual (gambar, poster), teater, dan media-media yang lain sesuai kebutuhan. Media ini gunakan sebagai sarana pendukung advokasi, naik ke masyarakat di desanya atau ke pihak pemerintah daerah dan legislatif. Selain untuk memperjelas per-masalahan dan tuntutan, kemampuan berkomunikasi ini efektif untuk me-raih dukungan masyarakat dan pihak lain yang dirasa perlu.

Beberapa kegiatan seperti seminar dan dialog adalah kegiatan yang bisa untuk mengukur raihan dukungan ini. Dalam seminar anggota KRA men-jadi pemakalah yang menyiapkan makalahnya sendiri. Rasa percaya diri muncul ketika proses pembacaan berlangsung dan audiens (aparat pemda, legislatif) menyimak serius dan memberikan tanggapan. Walaupun dalam beberapa kasus tanggapan yang muncul secara tersamar meremehkan, namun banyak juga yang bernada serius.

90

Anggota KRA membuat peta untuk mengidentifikasi permasalahan.

Page 100: Percaya Pada Rakyat

Pada forum dialog, pada awalnya baik anggota KRA maupun aparat sen-diri belum memahami apa spiritnya. Sehingga sering malah menjadi ajang ceramah bagi para aparat tersebut. Setelah beberapa kali para aparat diajak dialog, baik dalam dialog desa maupun “gerilya”, barulah mereka paham. Sehingga pada dialog yang terakhir betul-betul terjadi dialog karena para peserta dialog saling menanggapi pendapat dan beradu argumentasi. Dialog adalah cara paling “canggih” dan berbudaya dalam menyampaikan usulan atau gagasan. Para anggota KRA paham betul akan hal ini. Mereka paham kalau dengan ‘demo’, apalagi dengan merusak pagar, bukannya gagasan atau usulan yang sampai. Tetapi badan merekalah yang sampai ke kantor polisi. Oleh karenanya, walaupun berbondong-bondong, anggota KRA bukannya mau ‘demo’. Tapi berdialog.

Kalau demikian adanya, apakah riset aksi ini berhasil? Di tingkat kelompok ada 2 pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa kegiatan riset aksi dianggap berhasil karena pada kenyataannya KRA telah mampu mengidentifikasi isu di masing-masing desa dan mendialogkannya dengan eksekuti maupun legislatif terkait. Sebagian isu yang didialogkan ditang-gapi positif. Pendapat kedua menyatakan bahwa KRA belum berhasil kare-

Di saat tertentu, anggota KRA menyatakan bahwa menjalankan riset ak-si adalah kegiatan yang sangat melelahkan dan membosankan. Tapi di waktu lain mereka menyatakan kegiatan ini sungguh luar biasa dalam pe-nambahan pengalaman. Pengalaman meriset, pengalaman berargumentasi setiap saat, pengalaman melakukan dialog berkali-kali, pengalaman berse-minar, pengalaman ketemu pejabat, ketemu bupati, ketemu ketua atau anggota DPRD, pengalaman membuat poster, mengarang puisi, sampai menyusun proposal. Dan ungkapan terakhir ini benar adanya. Beberapa KRA setelah kegiatan riset aksi selesai, atau bahkan program sudah ber-akhir, KRA ini tetap melanjutkan kegiatannya secara swadaya. Kegiatan yang paling sederhana adalah pertemuan rutin kelompok. Kemudian ada kelompok yang melakukan studi banding ke kelompok alumni SLPHT di luar propinsi, ada KRA yang melakukan studi-studi untuk menjawab per-masalahan yang muncul ketika melakukan riset aksi, atau bahkan ada yang terus melakukan riset karena permasalahannya belum terpecahkan atau justru muncul masalah baru setelah permasalahan lama terpecahkan.

Dukungan aparat, baik dari desa, kecamatan, dinas-dinas, hingga bu-pati dan anggota dewan, terhadap program ini dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KRA sangat positif. Dukungan tersebut berupa dukungan yang bersifat pribadi maupun kelembagaan. Tidaklah mengherankan kalau ditemui anggota dewan berkunjung ke pertemuan rutin KRA atau forum jaringan, atau kepala dinas instansi tertentu dengan tulus menanggapi tuntutan atau menawarkan solusi bagi anggota KRA-KRA. Demikian juga dengan kepala desa atau camat yang mengizinkan balai desanya atau gedungnya dijadikan tenpat diskusi atau pelatihan. Masih banyak lagi ceritanya. Tetapi masih disayangkan juga bila dalam era saat ini masih ada aparat yang berpikiran terkotak-kotak atau sempit. Petani itu ngurusi ta-naman saja. Tidak usah ngurus jalan, listrik, air bersih, atau sampah pasar, apalagi lahan terlantar.

91Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

BAGIAN-5

Pelajaran dari Riset Aksi

Page 101: Percaya Pada Rakyat

92

na berbagai isu yang diangkat belum terrealisir. Jadi di tingkat kelompok ada yang mengukur tingkat keberhasilan dari segi fisik dan non fisik. Bertambah-nya pengetahuan, pengalaman, dan ke-trampilan bagi anggota bagi sebagian anggota sudah merupakan keberha-silan.

Kemudian, apa yang akan dilakukan dengan adanya KRA-KRA untuk masa mendatang. Salah satu gagasan dita-warkan oleh peneliti universitas bahwa, kelompok-kelompok riset aksi ini dapat dikembangkan menjadi lembaga peneli-tian di desa. Gagasan yang orisinil dan masuk akal. Untuk meneliti masalah yang ada di desa, kenapa perlu menda-tangkan peneliti dari luar? Justru mungkin akan membuat repot masyara-kat desa karena harus menemani, diwa-wancarai, diambil datanya, kemudian ditinggal pergi. Kasus yang kerap terjadi.

Bertambahnya pengetahuan,pengalaman, dan ketrampilan anggota sudah merupakan keberhasilan.

BAGIAN-5

Pelajaran dari Riset Aksi

Page 102: Percaya Pada Rakyat

Lampiran

93Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 103: Percaya Pada Rakyat

94

Page 104: Percaya Pada Rakyat

KEGIATAN

Tahap Persiapan: Survei Lapangan

Pembentukan TPL (Tim Pendukung Lapangan)Latihan Penyegaran CO (Community Organizer)Seminar Sosialisasi

Identifikasi Isu

Riset Aksi

Forum Jaringan

Pelatihan Media Rakyat

Dialog Tingkat Kabupaten

Dialog Tingkat Desa

Dialog “Gerilya” ke Instansi-instansi Pemerintah

Penelitian Universitas

Persiapan Seminar/ PraSeminar

Seminar

Legal Drafting: - Klarifikasi Isu

- Lokakarya

Evaluasi Tengah

LOKASI KEGIATAN

Kabupaten calon lokasi program (Banjarnegara)Hotel Garuda, Banjarnegara

Gedung Majlis Ta'lim Desa Jenggawur, Kec. BanjarmanguRuang Rapat Utama Bupati BanjarnegaraMasing-masing desa lokasi programMasing-masing desa lokasi kelompokDesa Lemah JayaDesa KutayasaDesa Gumelem WetanDesa BanjarmanguDesa Luwung Desa Banjarmangu

Desa Lemah JayaDesa KutayasaDesa Gumelem WetanGedung KORPRI BanjarnegaraGedung PKK BanjarnegaraBalai Desa Luwung Kec. RakitMajlis Ta'mir Desa KutayasaBalai Desa Gumelem WetanBalai Desa BanjarmanguDinas PertanianDinas KehutananPerhutaniDinas KesehatanPU Jalan/KimprasdaPU AirDLHKDPKDBappeda, Legislatif, Kepala Desa, Anggota KRA,CO, TPL, Camat, Dinas PertanianKRA Gumelem Wetan I dan IIKRA Banjarmangu IIKRA Banjarmangu IKRA KutayasaKRA LuwungDesa Lemah Jaya Kec. WanadadiPendopo Kab. Banjarnegara

KRA Banjarnegara IKRA Gumelem Wetan I dan IIBalai Desa Banjarmangu

KRA Banjarmangu I dan IIKRA KutayasaKRA LuwungKRA Gumelem Wetan I dan II

PESERTA

Penggurus IPPHTI setempat

13 orang

24 orang

33 orang

Anggota kelompok dan masyarakat desa sekitar23-30 anggota KRA dan 3 CO

25 orang25 orang25 orang25 orang25 orang23 orang (KRA/CO), 4 TPL, 2 Wartawan dan 1 Peneliti24 orang (KRA/CO), 6 TPL24 orang (KRA/CO), 6 TPL24 orang (KRA/CO), 5 TPL50 orang100 orang37 orang34 orang62 orang65 orang8 orang4 orang4 orang4 orang4 orang6 orang4 orang3 orang

30 orang (KRA/CO), 1 TPL25 orang (KRA/CO), 1 TPL25 orang (KRA/CO), 1 TPL20 orang (KRA/CO)15 orang (KRA/CO), 1 TPL18 orang (KRA/CO), 6 TPL50 orang (KRA, CO, IPPHTI) Pemda, Legislatif, Wartawan, Peneliti

15 orang (KRA/CO) dan 2 TPL30 0rang (KRA/CO) dan 4 TPL36 orang (KRA, CO, 4 Kepala Desa, 2 DPRD, 6 TPL)50 orang (KRA/CO), 4 TPL20 orang (KRA/CO), 2 TPL17 orang (KRA/CO), 3 TPL50 orang (KRA/CO), 4 TPL

WAKTU

25-28 Des 2004

28 Des 2004

15-20 Feb 2005

24 Feb 2005

Mar-Apr 2005

Apr-Ags 2005

23 Apr 200523 Mei 200523 Jun 200523 Jul 200523 Ags 200527 Sep 2005

15 Jun 200524 Ags 20058 Des 200525 Mei 200527 Des 200520 Jun 200508 Jul 200526 Jul 200530 Jul 200529 Ags 200530 Ags 200531 Ags 20058 Sep 200521 Nop 200519 Nop 200521 Nop 200521 Nop 2005Des ‘05-Jan’06

23 Mar 200624 Mar 200625 Mar 200626 Mar 200627 Mar 2006

6 Apr 2006

30 Mar 200631 Mar 200622 Apr 2006

22 Jan 200623 Jan 200623 Jan 200624 Jan 2006

Lampiran 1

Kegiatan-kegiatan Program di Kabupaten Banjarnegara

95Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 105: Percaya Pada Rakyat

KEGIATAN

Tahap Persiapan: Survei Lapangan

Pembentukan TPL (Tim Pendukung Lapangan)Latihan Penyegaran CO (Community Organizer)Seminar Sosialisasi

Identifikasi Isu

Riset Aksi

Forum Jaringan

Pelatihan Media Rakyat

Dialog Tingkat Kabupaten

Dialog Tingkat Kampung

Dialog “Gerilya” ke Instansi-instansi Pemerintah

Penelitian UniversitasLegal Drafting: - Klarifikasi Isu

- LokakaryaEvaluasi Tengah

Seminar

LOKASI KEGIATAN

Kabupaten calon lokasi program (Banjarnegara)Kampung Makarti, Kec. Tumijajar

Balai Pelatihan Penyuluhan Pertanian (BLPP) LampungRuang Rapat Utama Bupati Tulang BawangMasing-masing desa lokasi programMasing-masing desa lokasi kelompokSekretariat IPPHTI Tulang Bawang, Makarti, TumijajarKampung Mulya AsriKampung Mulya AsriKampung Margo MulyoKampung Mulya AsriKampung Mulya KencanaBalai kampung Mulya KencanaAula Gedung DPRD Tulang BawangBalai kampung Mulya KencanaGedung SD, Desa Mesir DwijayaGedung Madr. Ibtd, Sungai BadakBalai Kampung Margo MulyoPemda: Dinas Pertanian, Dinas Pertamanan, Dinas PU, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dolog, Bina Marga, PU Pengairan, badan Pertanahan Nasional, Bappeda, PDAM, dan PLNDologDPRD

Kabupaten Tulang Bawang

Kecamatan PenawartamaKec. Tulang Bawang TengahBalai Kampung Mulya KencanaKampung Makarti

Kecamatan PenawartamaKampung Mulya KencanaKampung Mulya Kencana

PESERTA

Penggurus IPPHTI setempat

18 orang

24 orang

50 orang

Anggota kelompok dan Warga kampung25 anggota KRA dan 3 CO

25 orang

30 orang30 orang19 orang24 orang (KRA/CO), 5 TPL24 orang (KRA/CO), 5 TPL70 orang29 orang (persiapan)65 orang (dialog)132 orang239 orang115 orang45 orangMasing-masing Kelompok Isu Diwakili oleh 4-5 orang (sekitar 40 orang)

4 orang (3 KRA,, 1 TPL)9 orang DPRD dan 9 orang Perwakilan KRA

30 orang30 orang18 KRA, 6 CO, 4 TPL, 5 DPRD33 orang (18 KRA, 6 CO, 4 TPL, 3 IPPHTI, 2 Unila)25 KRA, 2 TPL25 KRA, 2 TPL70 orang

WAKTU

25-30 Des 2004

30 Des 2004

5-11 Feb 2005

24 Feb 2005

Mar-Apr 2005

Apr-Ags 2005

9 Mei 2005

1 Jun 200528 Jul 200530 Ags 20052 Jun 20052 Ags 20055 Jul 20056 Feb (persiapan)7 Feb ‘06 (dialog)8 Ags 200510 Ags 200513 Ags 200515 Ags 200513 Sep 2005

13 Sep 200515 Sep 2005

Des ‘05-Jan ‘06

24 Mar 200625 Mar 20064 Apr 20067 Jan 2006

5 Jan 20066 Jan 200615 Jun 2006

Kegiatan-kegiatan Program di Kabupaten Tulang Bawang

96

Page 106: Percaya Pada Rakyat

Daftar Nama Anggota Kelompok Riset Aksi

Lampiran 2

Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah

Desa Banjarmangu IKecamatan Banjarmangu

1. Lilies. S *

2. Khadi *

3. Wiwit S *

4. Turipto

5. Wahyono

6. Sri Rahayu

7. A Mulyanto

8. Ani Mulyanti

9. Wiwit Fauzan

10. Darwati

11. St. Maryam

12. Bunyamin

13. Suparman

14. Sri Ngatun

15. Siti Khasanah

16. Sobirin

17. Mulyono

18. Miswan

19. Khairuddin

20. Muslim

21. Nurahman

22. Ali Suprapto

23. Hustinah

24. Tutiarti

25. Rifah DW A

26. Sri Rejeki

27. Supriyanto

P

L

L

L

L

P

L

P

L

P

P

L

L

P

P

L

L

L

L

L

L

L

P

P

P

P

L

37

43

25

33

25

35

35

30

31

31

40

36

43

53

30

28

32

35

33

27

30

32

35

36

20

25

26

1. Taufikurohman *

2. Siti Hidayati *

3. Ikhwan Mutaqien *

4. Edi Joko S

5. M Rosichun Amin

6. Siti Aminah

7. Wiji Setia

8. Slamet Pamuji

9. Ali Sadikin

10. Ahmad Sodikin

11. Chusen

12. Solichun

13. Narmo

14. Roliyah

15. Ruslan

16. Sumini

17. Mienthon H.L.H.

18. Diyono

19. Rohmat

20. Suratman

21. Rounah

22. Siti Fatimah

23. Miskiyah

24. Aziz

25. Agus Nuryanto

26. Iskak

27. Rasminah

28. Sopiah

L

P

L

L

L

P

L

L

L

L

L

L

L

P

L

P

P

L

L

L

P

P

P

L

L

L

P

P

39

40

36

30

30

36

29

26

32

31

24

42

25

35

35

45

36

40

43

56

26

31

43

30

37

34

36

41

Desa Banjarmangu IIKecamatan Banjarmangu

* CO

97Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 107: Percaya Pada Rakyat

1. Sukinah *

2. Suwarno *

3. Anis Chamdi *

4. Suswati

5. Kuswati

6. Haryono

7. Wiwit Yuniarti

8. Siti Rochmah

9. Rudi Gunarso

10. Sukamto

11. Sri Rahayu

12. Sriyati

13. Musroni

14. Kusmini

15. Windari

16. Warsikin

17. Widodo

18. Sutarmi

19. Muslihah

20. Iswanto

21. Anita S

22. Nuryati

23. Agus S

24. Rojani

25. Sri Hartiningsih

26. Dasirah

27. Lukito

28. Sodikin

P

L

L

P

P

L

P

P

L

L

P

P

L

P

P

L

L

P

P

L

P

P

L

L

P

P

L

L

41

47

52

38

32

28

18

22

35

31

33

28

46

43

43

46

37

40

45

25

25

25

21

47

42

32

31

50

Desa KutayasaKecamatan Madukara

1. Nurul M *

2. M. Jafar *

3. Suratman *

4. Aris M

5. Roni

6. Jamkhali

7. Mukhidi M

8. Sugeng MS

9. Tuningah

10. Legiem

11. Wasiyah

12. Sujiah

13. Sujemah

14. Sapari

15. Hartono

16. Muslimun

17. Robingah

18. Nuriyah

19. Tuhirowati

20. Yulia Minarsih

21. Marsim

22. Nurrokhman

23. Sutarmo

24. Fajriyati

25. Sunaryo

26. Edi

27. Sudiyanto

28. Suroso

P

L

L

L

L

L

L

L

P

P

P

P

P

L

L

L

P

P

P

P

L

L

L

P

L

L

L

L

33

41

41

52

40

34

39

58

30

45

51

38

37

39

41

24

34

36

48

32

40

40

43

24

27

36

33

37

Desa LuwungKecamatan Rakit

* CO

98

Page 108: Percaya Pada Rakyat

1. Suwastam *

2. Wakirah *

3. Sutoyo *

4. Sunardi

5. Ani Purwanti

6. Sutarwiyatin

7. Tumin

8. Sobari (Radan)

9. Maryoto

10. Sukandar

11. Sujani

12. Waryan

13. Sujeri

14. Sanrohyat

15. Zaenal Abidin

16. Mahudiharjo

17. Nasifah

18. Wakini

19. Solehan

20. Robiyati

21. Misdar

22. Samirin

23. Haryanto

24. Darmin

25. Edi W Setiawan

26. Sugito

27. Ahmad

28. Madrodji

L

L

L

L

P

P

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

P

P

L

P

L

L

L

L

L

L

L

L

50

40

38

36

39

55

34

46

35

29

38

26

41

65

50

60

43

33

38

46

43

43

37

49

27

37

44

52

1. Sutarjo *

2. Sunarto *

3. Sunaryo *

4. Sarno

5. Eko Sumarno

6. Sanis

7. Warsono

8. Siswanto

9. Kisno

10. Saidi

11. Rikun

12. Partiah

13. Sarinem

14. Kirun

15. Tasimin

16. Wahyono

17. Sutarno

18. Romidi

19. Cartun

20. Eko Yulianto

21. Supono

22. Samichun

23. Tugiono

24. Saringun

25. Wardi

26. Karmini

27. Udin

28. Rusmiah

L

L

L

L

L

P

L

L

L

L

L

P

P

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

P

L

P

43

41

49

43

36

48

42

38

29

40

49

46

35

48

40

48

45

39

42

36

44

44

31

41

38

40

39

40

Desa Gumelem Wetan IKecamatan Susukan

Desa Gumelem Wetan IIKecamatan Susukan

* CO

99Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 109: Percaya Pada Rakyat

1. Sukardi

2. Arisun

3. Poniran

4. Suprihatin

5. Sarmiyati

6. Daryanto

7. Mujianto

8. Karmajianto

9. Supratikno

10. Gusmanoah

11. Eko Prastio

12. Eko Budianto

13. Dharwati

14. Dwi Prihatin

15. Narisman

16. A. Qoyum

17. Giyanto

18. Suyanto

19. Mulyani

20. Nurhayati

21. Kwato

22. Ngatino

23. Taryono *

24. Siti Chamsyah *

25. Ngadimin *

35

38

36

32

34

36

38

24

36

34

38

38

33

38

42

42

38

42

34

32

40

40

42

36

36

L

L

P

P

P

L

L

L

L

L

L

L

P

P

L

L

L

L

P

P

L

L

L

P

L

Desa Mulya Kencana 1Kec. Tulang Bawang Tengah

Kabupaten Tulang Bawang, Lampung

Desa Mulya Kencana 2Kec. Tulang Bawang Tengah

1. Puji A

2. Supendi

3. Sutiknio

4. Suarsih

5. Priono

6. Siti Fatimah

7. Erni Novita

8. Subtinah

9. Suartini

10. Jumarni

11. Sunarti

12. Gunarti

13. Rahmat

14. Yazuri

15. Siti Aminah

16. Dwi Yuliani

17. Budiman

18. Sutiono

19. Sugito

20. Sinaga

21. Supemo

22. Nurohman

23. Ririn Thamrin

24. Suyanto *

25. Juadi *

26. Sumini *

38

42

36

40

34

36

33

38

36

42

42

38

55

48

36

38

42

38

42

43

44

42

50

34

30

36

L

L

L

P

L

P

P

P

P

P

P

P

L

L

P

P

L

L

L

L

L

L

L

L

L

P

* CO

100

Page 110: Percaya Pada Rakyat

Desa Mesir Dwi Jaya 1Kecamatan Penawartama

1. Sayuti

2. Junaidi

3. Suhada

4. Ujang

5. Margono

6. Damat

7. Parjan

8. Sutarman

9. Musimin

10. Turahman

11. Timbun

12. Heri

13. Sugeng

14. Suyitno Adi

15. Rolin

16. Tauhit

17. Uuk Sumena

18. Mulyono

19. Purwadi

20. Wiyono

21. Sri Sudarmi

22. Eni

23. Jumangin

24. Trubus

25. Purwadi

26. Tatang. G *

27. Asjun *

28. M.Toyib *

50

42

36

32

35

39

45

38

42

36

36

34

36

26

30

34

30

38

30

34

28

27

32

32

34

42

40

24

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

P

P

L

L

L

L

L

L

Desa Mesir Dwi Jaya 2Kecamatan Penawartama

1. Jhonie P

2. Seger

3. Sumarno

4. Umi

5. Siti Khotijah

6. Siti Komariah

7. Jariya

8. Wartuyum

9. Sudar

10. Nurhasim

11. Ngatiyo

12. Mulyadi

13. Tomo

14. Karwan

15. Hadi

16. Suyono

17. Sutar

18. Sahilludin

19. Supardi

20. Parihin

21. Supriatno

22. Rusman

23. Sayuti

24. Suprat

25. Paimin

26. M.Sidik *

27. Suprianto *

28. Joko *

42

43

40

34

32

32

34

32

40

38

44

42

40

36

36

39

44

49

42

44

42

40

38

38

35

32

30

42

L

L

L

P

P

P

P

P

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

* CO

101Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah

Page 111: Percaya Pada Rakyat

1. Basri Yusuf

2. Budiono

3. Musman

4. Sutiono

5. Mistiah

6. Anggoro

7. Sugiarsi

8. RetnoSulistani

9. Darmo.S.

10. Supriantoro

11. Sukardi

12. Wiryo

13. Supriantio Adi

14. Cicilia

15. Suliatun

16. Sanah

17. Tugio

18. Jadi

19. Gimin

20. Dian Rohadi

21. Ummi Mutingatun

22. Yahudi

23. Nirwoto

24. Basuki

25. Sumarni

26. Saliadi

27. Kasman

28. Supriono *

29. Parno *

30. Kamidi *

38

40

43

40

38

36

32

30

38

31

35

38

32

30

32

34

43

36

41

38

34

34

36

36

32

37

39

31

42

46

L

L

L

L

P

L

L

P

L

L

L

L

L

P

P

P

L

L

L

L

P

L

L

L

P

L

L

L

L

L

Desa Margo MulyoKecamatan Tumijajar

Desa Sungai BadakKecamatan Mesuji

1. Sugimin

2. Salman

3. Muslimatun

4. Qudsyiah

5. Sri Mujiati

6. Supangat

7. Tukiyem

8. Markam

9. Sumarmi

10. Solehatun

11. Kiman

12. Sururi

13. Nurhasanah

14. Wahono

15. Jumani

16. Gunawan

17. Ponidi

18. Sugino

19. Kasanudin

20. Muharjo

21. Suyud

22. Sadek

23. Lugiman

24. Kimin

25. Parno

26. Sutatno *

27. Budiman *

28. Katimin *

40

27

25

45

24

45

22

32

36

31

33

56

31

24

31

24

33

42

37

29

45

40

36

40

41

41

50

50

L

L

P

P

P

L

P

L

P

P

L

L

P

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

L

* CO

102

Page 112: Percaya Pada Rakyat

Tim Program Pendidikan Advokasi untuk Pengembangan Kebijakan Lokal yang Berbasis Masyarakat:

Penanggung Jawab Program:Nugroho Wienarto.

Koordinator Program:Triyanto PA.

Konsultan-konsultan:Simon HT (Riset Aksi/Advokasi)Dwi Munthaha (Media Rakyat)

Hilmi Ali (Monitoring dan Evaluasi)A.H. Semendawai, Edisius Riyadi, Wahyu Wagiman (Legal Drafting)

Pendamping Lapangan:Setyo Untoro (Koordinator)

Rendra Kusuma Wijaya (Kabupaten Banjarnegara)Herlinda, Wiwik Sriyati(Kabupaten Tulang Bawang)

Administrasi dan Keuangan:Novie Setia Budi

Peneliti Universitas:Drs. Dalhar Shodiq, M.Si. (Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto)

Ir. Agus Imron, M.Si. (Universitas Lampung, Bandar Lampung)

Tim Pendukung Lapangan (IPPHTI Kabupaten):Supomo, Sukarso, Iskandar, Ma’ful, Muflisoh, Rasyid (Kab. Banjarnegara)

Suradi, Enni, Nurrahman, Suraji, Samijo (Kab. Tulang Bawang)

Lampiran 3

103Upaya Memaknai Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah