percobaan 5

23
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI STERIL TETES MATA TETES MATA CHLORAMPHENICOL Disusun oleh : Kelompok B 2 Nurhati ( 12010060 ) Pebri Adriansa ( 12010064 ) Prita Rahman Sari ( 12010065 ) Puspa Oktaviada S ( 12010066 ) Putut Prasetyana ( 12010067 ) Rahayu Damayanti ( 12010068 ) Lia Maryani Putri ( 13012095 )

Upload: abdillah-hisan

Post on 11-Jul-2016

230 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: percobaan 5

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI STERIL

TETES MATA

TETES MATA CHLORAMPHENICOL

Disusun oleh :

Kelompok B 2

Nurhati ( 12010060 )

Pebri Adriansa ( 12010064 )

Prita Rahman Sari ( 12010065 )

Puspa Oktaviada S ( 12010066 )

Putut Prasetyana ( 12010067 )

Rahayu Damayanti ( 12010068 )

Lia Maryani Putri ( 13012095 )

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI

BOGOR

2015

Page 2: percobaan 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sediaan yang ditunjukan untuk mengobati penyakit mata telah ditemukan sejak dahulu.

Istilah “Collyria” diberikan oleh bangsa Yunani dan Romawi terhadap bahan-bahan yang

dapat larut dalam air, susu atau putih telur yang dapat digunakan sebagai tetes mata. Pada

abad pertengahan, tetes mata digunakan untuk memperbesar (dilatasi) pupil. Sebelum

perang dunia II, sediaan obat mata sangat sedikit tersedia di pasaran. Pada tahun 1950

hanya tiga sediaan obat mata yang masuk US Pharmacopoeia (USP) XIV.

Sediaan obat mata biasanya dibuat pada farmasi komunitas atau farmasi rumah sakit

dengan stabilitas yang terbatas hanya untuk beberapa hari saja. Pada tahun 1953,

U.S.Food Drug Administration (FDA) menemukan bahwa larutan obat malam non steril

telah dipalsukan. Produk-produk obat mata steril tersedia sebelum pertengahan tahun

1950-an, namun pentingnya sterilitas. Saat ini, jenis-jenis bentuk sediaan formulasi obat

mata adalah mulai dari larutan yang sederhana sampai dengan sistem penghantaran

kompleks. Pada tahun 1990-an produk-produk biologi dalam bentuk protein komplek

diharapkan berperan lebih besar dalam hal seperti faktor pertumbuhan. Imunomodulator

dan lain-lain. Masing-masing membutuhkan formulasi yang khusus.

1.2. Tujuan Praktikum

Mampu membuat dan memahami pembuatan sediaan steril bentuk sediaan obat tetes

mata.

Mampu memahami macam-macam teknik sterilisasi.

Mampu melakukan evaluasi sediaan obat tetes mata.

BAB II

Page 3: percobaan 5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Obat Mata

Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi, digunakan

pada mata dengan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata disekitar kelopak

mata dan bola mata. Berbeda dengan mukosa usus yang merupakan organ untuk proses

absorpsi, permukaan mata bukanlah suatu tempat yang baik untuk proses penyerapan

obat oleh mata. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran dan pengaliran air mata

bertentangan dengan arah penembusan obat serta struktur kornea mata yang khas. Oleh

sebab itu penelitian pada akhir-akhir ini ditujukan pada sifat fisika kimia dan stabilitas

bahan aktif serta bagaimana meminimalkan kontaminasi mikroba dan partikel asing baik

bahan kimia maupun bukan bahan kimia.

Larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan dikemas untuk dimasukkan

ke dalam mata. Selain steril preparat tersebut memerlukan pertimbangan yang cermat

terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan antimikroba, isotonis, dapar,

viskositas dan pengemasan yang cocok. Semua larutan untuk mata harus dibuat steril jika

diberikan dan bila mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin

sterilitas selama pemakaian.

Meskipun larutan untuk mata disterilkan dengan uap air mengalir dalam autoklaf dalam

wadah akhirnya, metode yang digunakan tergantung pada sifat khusus dari sediaanya.

Obat-obat tertentu yang dalam media asam termostabil (tahan panas) dapat menjadi

termolabil (tidak tahan panas) ketika didapar mendekati kisaran pH fisiologi (kira-kira

7,4). Jika diinginkan pH yang lebih tinggi, larutan obat yang belum didapar dapat

dipanaskan dahulu dalam autoklaf dan larutan dapar steril ditambahkan kemudian secara

aseptis. Dengan pengecualian garam basa kuat dengan asam lemah seperti natrium

flourescein atau natrium sulfasetamid, larutan obat mata yang paling biasa yang

disiapkan dalam pembawa asam borat dapat disterilkan dengan aman ada 1210 C selama

15 menit.

Sediaan larutan mata adalah yang paling umum digunakan dan juga paling disukai

karena pemberiannya yang lebih mudah.

2.2. Kategori Farmakologi Produk Obat Mata

Page 4: percobaan 5

Pembahasan yang menyeluruh tentang bahan terapeutik dan farmakologi yang digunakan

di dalam opthalmologi akan bermanfaat untuk memahami pengembangan sediaan-

sediaan obat mata. Beberapa obat ini bekerja pada sistem syaraf otonom sehingga harus

ditangani dengan hati-hati. Sebagian besar produk obat mata adalah sebagai berikut :

1. Bahan untuk pengobatan Glaukoma

2. Midriatik dan siklolegik

3. Bahan anti mikroba dan anti inflamasi

4. Pengobatan “dry eye syndrome”

5. Produk intra okular

2.3. Absorpsi Obat Pada Mata

Absorpsi produk obat mata yang diberikan secara topikal dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu volume kapasitas mata yang terbatas untuk menahan bentuk sediaan yang

diberikan, laju sekresi dan laju aliran air mata, absorpsi oleh jaringan vaskular

konjungtiva, penetrasi obat-obat melintasi kornea dan sklera, laju kedipan dan refleks

tangisan yang disebabkan oleh pemberian obat. Cu-de-sac terendah mempunyai kapasitas

sekitar 7 µl. Mata manusia dapat menerima sampai 3 µl larutan jika tidak berkedip.

Beberapa obat tetes mata di pasaran dikemas dalam botol polietilen atau polipropilen

dengan lubang yang meneteskan 20-60 µl. Karena kapasitas Cul-de_sac terbatas, maka

sekitar 70-75% dari tetesan 50 µl akan terbuang karena luapan dan mengalir dari puncak

lakrimal ke dalam saluran naso lakrimal. Jika terjdi kedipan, dapat dihitung bahwa 90%

dari volume yang diberikan dari 2 tetesan akan terbuang karena volume sisa ditemukan

10 µl. Kelebihan cairan memasuki puncta lakrimal superior dan inferior turun melalui

kanalikuli dan kemudian masuk ke dalam lakrimal sac dan kemudian masuk ke dalam

saluran gastro intestinal. Efek samping sistemik yang signifikan telah dilaporkan

terhadap pengobatan obat mata keras tertentu dengan mekanisme seperti ini. Hal ini juga

merupakan mekanisme dimana pasien kadang-kadang dapat merasakan rasa pahit setelah

pemberian obat tetes mata tertentu. Absorpsi obat yang dangkal ke dalam konjungtiva

dengan pembuangan cepat dari jaringan okular oleh aliran darah perifer adalah

mekanisme lain yang menyaingi absorpsi obat ke dalam mata. Absorpsi obat trans

kornea adalah lintasan paling efektif untuk membawa obat ke bagian depan dari mata.

Selain faktor fisiologis yang telah diuraikan diatas, penetrasi obat ke dalam mata juga

dipengaruhi oleh krakteristik sifat fisiko kimia bahan aktif, formula dan teknik

pembuatan yang dapat mempengaruhi ketersediaan hayati bahan aktif. Dalam beberapa

Page 5: percobaan 5

literatur juga disebutkan bahwa tonisitas, peranan pH dan konsentrasi bahan aktif dalam

obat tetes mata juga mempengaruhi penetrasinya.

Tekanan osmotik air mata sama dengan tekanan 0,93% b/v NaCl dalam air. Larutan

NaCl tidak menyebabkan rasa sakit dan tidak mengiritasi mata, bila konsentrasi NaCl

terletak antara 0,7-1,4 % b/v. Telah terbukti bahwa larutan hipertonis lebih dapat dapat

diterima dibandingkan larutan hipotonis. Sehingga dalam kenyataan biasanya bahan aktif

dilarutkan dalam larutan NaCl 0,8-0,9% atau dalam pelarut lain dengan tonisitas yang

sama.

2.4. Komponen Non Terapeutik Dalam Produk-Produk Cair

a. Pengawet Anti Mikroba

Pengawet diperbolehkan untuk menjaga sterilitas produk setelah kemasan dibuka

dan selama penggunaan oleh pasien. Pemilihan zat pengawet juga dibatasi dalam hal

stabilitas fisika dan kimia, kompatibilitas dan masalah keamanannya.

1. Benzalkoinum klorida biasanya dikombinasi dengan EDTA

2. Timerosal

3. Klorbutanol

4. Metil dan propil paraben

5. Venil etil alkohol

6. Polikuat

b. Bahan Pembuffer

Stabilitas kimia dan kenyamanan mata untuk produk-produk obat mata cair

bergantung pada nilai pH produk secara umum.

c. Bahan peningkat viskositas

Beberapa produk obat mata topikal mengandung bahan peningkat viskositas untuk

meningkatkan waktu retensi, mengurangi laju pengeluaran dan meningkatkan

bioavaibilitas mata.

d. Bahan Pengatur Osmolaritas

Tonisitas (osmolaritas) penting pada produk obat mata cair untuk meminimalkan

potensi ketidaknyamanan selama penetesan ke dalam mata.

2.5. Sterilisasi Sediaan Tetes Mata

Page 6: percobaan 5

Sterilisasi B yaitu pemanasan dengan menggunakan bakterisida. Sediaan dibuat

dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam larutan klorkesol P 0,2%

b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok dalam air

untuk injeksi. Isikan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam

tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 980 sampai 10000 C selama

30 menit. Jika volume dalam tiap wadah berada pada suhu 980 sampai 10000 C

selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara intravenus lebih

dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini, injeksi yang digunakan

secara intrateka, intrasistema atau peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini.

Sterilisasi C yaitu penyaringan. Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril,

diisikan ke dalam wadah akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik

aseptis.

BAB III

PRA FORMULASI

Page 7: percobaan 5

1. Chloramphenicolum

Sinonim : Kloramfenikol

Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5

Bobot Molekul : 323,1

Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari

103,0 % C11H12Cl2N2O5, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih

hingga putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa

sangat pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap. (FI Edisi III)

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol

(95 %) dan dalam 7 bagian propilenglikol; sukar larut dalam

kloroform dan dalam eter.

Sifat Kimia & Fisika :

pH : Antara 4,5 dan 7,5 (FI ed IV)

pH sediaan : Antara 7,0 dan 7,5; kecuali obat tetes mata tanpa larutan

dapar atau digunakan untuk hewan antara 3,0 dan 6,0. (FI ed IV)

Suhu lebur : 149° C - 153° C

Kestabilan : Terurai oleh cahaya (FI ed III)

Khasiat dan penggunaan : Antibiotikum.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

Penandaan Pada etiket harus juga tertera : Daluarsa.

Dosis : 0.5 % (larutan) dan 1 % (salep); tiap 10 ml mengandung 50 mg

kloramfenikol.

Cara penggunaan : Tetes pada mata.

Sterilisasi : Cara Sterilisasi B (Pemanasan dengan bakterisid) atau C (Filtrasi

membran).

( FI III Hal. 143 )

2. Acidum Boricum

Sinonim : Asam borat, Borofax, Boron trihydroxide, E284, Asam orthoboric,

trihydroxyborone.

Page 8: percobaan 5

Rumus Molekul : H3BO3

Bobot Molekul : 61,83

Asam borat mengandung tidak kurang dari 99,5 % H3BO3.

Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak berwarna,

kasar, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis.

Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16

bagian etanol (95 %) dan dalam 5 bagian gliserol

Sifat fisika dan kimia :

pH : 3.5–4.1 (5% b/v larutan cairan)

Titik didih : 170,9° C. Ketika dipanaskan perlahan sampai 181.0°C,

asam borak kehilangan air menjadi bentuk asam metaborik (HBO2);

pada 140°C, tetraboric acid (H2B4O7) terbentuk; dan pada temperatur

yang lebih tinggi, boron trioxide (B2O3) terbentuk.

Khasiat : Pengawet antimikroba, Antiseptikum eksternal.

( FI III Hal. 49 )

3. Natrii Tetraboras

Sinonim : Sodium borat, Borax, E285, Borax decahydrate, Sodium tetraboras

decahydrate.

Rumus Molekul : Na2B4O7.10H2O.

Bobot Molekul : 381,37

Natrium tetraborat mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari

105,0 % Na2B4O7.10H2O.

Pemerian : Serbuk hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih;

tidak berbau; rasa asin dan basa.Dalam udara kering merapuh.

Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 0,6 bagian air mendidih dan

Dalam lebih kurang 1 bagian gliserol; praktis tidak larut dalam

etanol (95 %)

Sifat fisika dan kimia :

pH : 9.0–9.6 (4% w/v aqueous solution)

Titik didih : 75° C ketika dengan pemanasan cepat. Pada 100°C

kehilangan 5H2O; pada 150°C kehilangan 9H2O; dan pada 320°C

menjadi anhydrous. Sekitar 880°C zat melebur kedalam glassy state:

borax beads.

Page 9: percobaan 5

Khasiat dan penggunaan : Agen pengalkali, pengawet antimikroba, agen

buffer, desinfectant, agen pengemulsi, agen

penstabil. Antiseptikum eksternal.

( FI III Hal. 427 )

4. Phenylhidragiri Nitras

Sinonim : Fenilraksa (II) Nitras/ Fenilmerkuri Nitras

Rumus molekul : C12H11Hg2NO4

Berat Molekul : 634,45

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam

gliserin, lebih mudah larut dalam dengan adanya asam nitrat atau

alkali hidroksida.

Fungsi : Preservatif pada sediaan mata

Persen konsentrasi : 0,002 %

5. Aqua Pro Injectio

Sinonim : Air untuk Injeksi

Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan

dengan Cara sterilisasi A atau C.

Pemerian : Cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit

OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat

tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan

adanya air atau kelembab

Khasiat dan penggunaan : Untuk pembuatan injeksi.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap.

( FI III Hal. 97 )

BAB IV

FORMULASI

4.1. Formulasi

R/ Chloramphenicol 50 mg

Page 10: percobaan 5

Asam Borat 150 mg

Na. Tetraborat 30 mg

Phenylhidragiri Nitras 20 mg

WPI ad 10 ml

( Formularium Nasional Edisi Kedua Hal. 65 )

4.2. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan :

1. Timbangan Analitik

2. Labu Erlenmayer

3. Beaker Glass

4. Wadah

5. Batang Pengaduk

6. Gelas ukur

7. Spirtus

8. Kasa Bunsen

9. Kaki Tiga

10. Kertas Saring

Bahan-bahan yang digunakan

1. Chloramphenicol

2. Asam borat

3. Na. Tetraborat

4. Phenyl hidragiri nitras

5. WPI

4.3. Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan

2. Timbang semua bahan

3. Chloramphenicol dilarutkan dalam Aqua Pro Injeksi

4. Ditambahkan asam borat, larutkan hingga homogen

5. Ditambahkan pengawet yaitu natrium tetra borat

Page 11: percobaan 5

6. Dan terakhir ditambahkan phenylhidragiri nitras sebagai pendapar untuk mengukur

pHnya

7. Setelah itu sediaan disaring dan di masukkan ke dalam wadah

8. Lakukan uji bebas partikel melayang.

4.4. Perhitungan

Sediaan dibuat 5x dari formulasi dan penambahan 10% pada tiap bahan

Chloramphenicol = 50 mg x 5

= 250 mg + 10%

= 275 mg

Asam Borat = 150 mg x 5

= 750 mg + 10%

= 825 mg

Natrium tetraborat = 30 mg x 5

= 150 mg + 10%

= 165 mg

Penylhidragiri Nitras = 20 mg x 5

= 100 mg + 10%

= 110 mg

WPI = 10 ml x 5

= 50 ml + 10%

= 55 ml

Page 12: percobaan 5

4.5. Hasil Pengamatan

Page 13: percobaan 5

Obat tetes mata yang dihasilkan adalah larutan jernih, sedikit terdapat partikel yang

melayang-layang.

pH 7,21

4.6. Pembahasan

Sediaan tetes mata adalah sediaan steril yang bebas dari partikel asing dan

mikroorganisme, dibuat dengan cara yang sesuai serta dikemas untuk digunakan pada

mata. Struktur penyusun organ mata bersifat sensitif sehingga mudah terluka dan

terinfeksi bila terkena partikel asing dan bakteri. Mata juga dilindungi oleh cairan-cairan

(mengandung enzim yang bersifat bakteriostatik) yang dihasilkan kelenjar air mata.

Cairan mata juga merupakan cairan steril yang secara terus menerus membilas mata dari

bakteri, debu dan lain-lain. Karena hal-hal tersebut, maka sediaan steril mata harus steril.

Page 14: percobaan 5

Bahan tambahan dan cara pembuatan obat tetes mata sangat tergantung dari sifat fisika

kimia bahan aktifnya. Pada sediaan parenteral, termasuk sediaan mata, bahan tambahan

yang digunakan tidak terlalu banyak karena mempertimbangkan stablitias dan tonisitas

sediaan. Penggunaan bahan tambahan bertujuan untuk menjaga stabilitas kimia,

memperbaiki efek klinis serta mengurani ketidaknyamanan.

Pada praktikum ini, bahan aktif yang digunakan adalah kloramfenikol. Kloramfenikol

tidak stabil terhadap cahaya dan suhu., oleh karena itu diperlukan perlakuan tertentu

untuk menjaga stabilitas, yaitu menggunakan wadah sediaan yang tidak tembus cahaya

serta menggunakan metode filtrasi untuk sterilisasi sediaan. Selain itu perlu ditambahkan

dapar untuk menjaga pH sediaan agar sesuai dengan pH stabilitas kloramfenikol (4,5-

7,5) dan diusahakan tidak terlalu jauh dari fisiologis mata (3,5-10,5) agar tidak

menimbulkan rasa sakit dan iritasi saat penggunaan. Pada praktikum ini kami tidak

menggunakan bahan penylhidragiri nitras dikarenakan bahan yang tidak memadai.

Sediaan obat tetes mata yang dibuat adalah multiple dose sehingga memungkinkan

terjadinya kontaminasi bakteri selama pemakaian dan penyimpanan sediaan. Untuk

mengantisipasi kontaminasi tersebut maka perlu ditambahkan bahan pengawet, yang

terpilih adalah Natrium Tetraborat.

Volume sediaan yang dibuat adalah 50 ml. Pada umumnya, volume sediaan tetes mata

tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan jaminan sterilitas sediaan tetes mata multiple

dose hanya sekitar satu bulan. Jika lebih lama dari itu, dikhawatirkan telah banyak

mikroorganisme yang mengkontaminasi sediaan akan menimbulkan efek yang tidak

diinginkan. Disini kami membuat volume sediaan 50 ml karena untuk memudahkan kami

menimbang bahan.

Sterilisasi dilakukan dengan filtrasi aseptis, sehingga proses pembuatan sediaan ini

seharusnya dilakukan di dalam laminar air flow (LAF), tetapi pada saat praktikum kami

tidak melakukan sterilisasi terhadap sediaan yang dibuat dikarenakan waktu dan alat

yang kurang memadai. Setelah menimbang bahan, dapar dilarutkan dalam WFI steril dan

ditambahkan bahan aktif. Kemudian dimasukkan pengawet sambil dicek pHya.

Selanjutnya sediaan disaring sebanyak dua kali dengan menggunakan kertas saring.

Setelah di masukkan ke dalam wadah di uji bebas partikel melayang. Pada saat

praktikum masih terdapat partikel melayang itu disebabkan karena kurangnya alat untuk

melakukan filtrasi.

Page 15: percobaan 5

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Obat tetes mata adalah obat tetes steril, umumnya isotonis dan isohidris, digunakan

dengan cara meneteskan ke dalam lekuk mata atau ke permukaan selaput bening

mata, umumnya mengandung pengawet yang cocok, disterilkan dengan cara A atau

C atau dibuat secara aseptis, atau larutan encer steril atau larutan minyak steril dari

senyawa alkaloid, antibiotika atau zat aktif lain yang digunakan dengan

meneteskannya pada mata, larutan sebaiknya dibuat isotoni.

Peranan kloramfenikol sebagai obat tetes mata adalah antibiotik yang mempunyai

aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas

antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom

subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: percobaan 5

Abdullah Pramono, Apt. (2015). Penuntun Praktikum Teknologi Steril. Bogor : STTIF

Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI

Press.

Ganiswara, S. G. 1995 Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 657-659.

 

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex. Principles and Practice of Pharmacutics.

Twelfth Edition. London : The Pharmaceutical Press. p.786-790.

 

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

 

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

 

Connors, K.A., 2000. Complex Formation, In: Alfonso R. Gennaro (Ed.), Remington: The

Science and Practice of  Pharmacy, 20th ed., Philadelphia: Lippincott Williams and

Walkins. p. 1210.

 

Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 28th ed., London: The

Pharmaceutical Press. p. 1141.