perda 15 2007 pedoman pembentukan dan filebupati badung peraturan daerah kabupaten badung nomor 15...
TRANSCRIPT
BUPATI BADUNG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG
NOMOR 15 TAHUN 2007
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN
PERATURAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan guna lebih meningkatkan koordinasi Peraturan Desa, maka kelancaran proses pembentukan Peraturan Desa, maka perlu menyusun Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958, tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655 ) ;
2. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
2
4. Undang-undang Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Jenis dan Bentuk Produk Hukum daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum daerah;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran daerah dan Berita Daerah;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan daerah.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG
dan
BUPATI BADUNG
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Badung
2. Bupati adalah Bupati Badung
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Badung;
5. Kecamatan adalah wilayah Kerja camat sebagai perangkat Daerah
Kabupaten Badung.
3
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Pemerintahan Desa adalah Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
8. Kepala Desa yang selanjutnya disebut Perbekel adalah Pejabat
yang disahkan dan dilantik oleh Bupati dari calon terpilih yang
ditetapkan dengan keputusan Badan Permusyawaratan Desa.
9. Pemerintah Desa adalah Perbekel dan Perangkat Desa sebagai
unsure penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
10. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD
adalah Lembaga yang merupakan perwujudan Demokrasi dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsure
penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
11. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibuat oleh BPD bersama Perbekel.
12. Peraturan Perbekel adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Perbekel yang bersifat mengatur dalam rangka
melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
13. Keputusan Perbekel adalah Keputusan yang ditetapkan oleh
Perbekel yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan
Peraturan Desa maupun Peraturan Perbekel.
14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disebut
APB Desa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa
yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
4
BAB II
ASAS PEMBENTUKAN
Pasal 2
Dalam membentuk Peraturan Desa harus berdasarkan pada asas
pembentukan Peraturan Perundang - undangan yang baik
meliputi :
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasigunaan;
f. Kejelasan rumusan; dan
g. Keterbukaan.
Pasal 3
Dalam membentuk Peraturan Desa materi muatannya
mengandung asas-asas :
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhineka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
BAB III
MUATAN MATERI
Pasal 4
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan pada tingkat Desa
meliputi :
5
a. Peraturan Desa;
b. Peraturan Perbekel; dan
c. Keputusan Perbekel
(2) Materi muatan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel, dan
Keputusan Perbekel merupakan obyek yang diatur secara
sistematis sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang
dipergunakan.
(3) Materi muatan Peraturan Desa memperhatikan dasar-dasar /
kaidah-kaidah sebagai berikut :
a. Landasan hukum;
b. Landasan filosofis;
c. Landasan sosiologi; dan
d. Landasan politis.
Pasal 5
(1) Materi muatan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf a adalah seluruh materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pembangunan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih
lanjut dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi.
(2) Materi muatan Peraturan Perbekel sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b adalah penjabaran pelaksanaan
Peraturan Desa yang bersifat pengaturan.
(3) Materi muatan Keputusan Perbekel sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c adalah penjabaran pelaksanaan
Peraturan Desa dan Peraturan Perbekel yang bersifat
penetapan.
Pasal 6
Peraturan Desa, Peraturan Bupati, dan Keputusan Perbekel tidak
boleh bertentangan dengan Kepentingan umum dan/atau
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
6
BAB IV
PERENCANAAN PENYUSUNAN, PEMBAHASAN,
PENGESAHAN, DAN PENETAPAN
Pasal 7
(1) Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa
dan dapat berasal dari usul inisiatif BPD.
(2) Rancangan Peraturan Desa dibahas secara bersama-sama
oleh Pemerintah Desa dan BPD.
(3) Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah
Desa, dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama BPD.
Pasal 8
(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, Pungutan, dan
penataan ruang yang telah disetujui bersama BPD, sebelum
ditetapkan oleh Perbekel paling lama 3 (tiga) hari
disampaikan oleh Perbekel kepada Bupati untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Bupati kepada
Perbekel paling lama 20 (dua puluh) hari sejak Rancangan
Peraturan Desa tersebut diterima.
(3) Apabila Bupati belum memberikan hasil evaluasi Rancangan
APB Desa, Pungutan, dan penataan ruang yang telah disetujui
bersama oleh Perbekel dan BPD disampaikan oleh Pimpinan
BPD kepada Perbekel untuk ditetapkan menjadi Peraturan
Desa.
Pasal 9
Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dapat
didelegasikan kepada Camat.
Pasal 10
(1) RancanganPeraturan Desa selain tentang APB Desa,
Pungutan, dan Penataan ruang yang telah disetujui bersama
7
oleh Perbekel dan BPD disampaikan oleh Pimpinan BPD
kepada Perbekel untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.
Pasal 11
Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 wajib ditetapkan oleh Perbekel dengan membubuhkan tanda
tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut.
Pasal 12
(1) Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku
dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali
ditentukan lain didalam Peraturan Desa.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh berlaku surut.
BAB V
PENYEBARLUASAN
Pasal 13
Peraturan Desa dan Peraturan pelaksanaannya wajib
disebarluaskan kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa.
Pasal 14
(1) Peraturan Desa dan Peraturan Perbekel yang bersifat
mengatur yang telah ditetapkan oleh Perbekel harus
diumumkan dalam Berita Daerah.
(2) Pengumuman Peraturan Desa dan Peraturan Perbekel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
8
pemberitahuan Peraturan Desa dan/atau Peraturan Perbekel
kepada masyarakat.
(3) Pengumuman Peraturan Desa dan Peraturan Perbekel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Sekretaris Daerah.
(4) Pelaksanaan Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat didelegasikan kepada Sekretaris Desa.
BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 15
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis
maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
(2) Masukan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam
proses penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan
Desa.
(3) Mekanisme penggunaan hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata tertib BPD.
BAB VII
PENYAMPAIAN PERATURAN DESA
Pasal 16
Peraturan Desa disampaikan oleh Perbekel kepada Bupati melalui
Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lama 7
(tujuh) hari setelah ditetapkan.
9
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Teknik Penyusunan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel, dan
Keputusan Perbekel tercantum dalam Lampiran yang tidak
terpisahkan dari Peraturan daerah ini.
Pasal 18
Pada saat Peraturan daerah ini mulai berlaku, maka segala ketentuan
yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 19
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kabupaten Badung.
Ditetapkan di : BADUNG Pada tanggal : 19 desember 2007
BUPATI BADUNG,
ttd
ANAK AGUNG GDE AGUNG
Diundangkan di : BADUNG Pada tanggal : 19 Desember 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BADUNG ttd I WAYAN SUBAWA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN 2007 NOMOR 15
10
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG
NOMOR 15 TAHUN 2007
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME
PENYESUAIAN PERATURAN DESA
I. UMUM Untuk menunjang Pembentukan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel, dan
Keputusan Perbekel sebagai dasar/pedoman dalam rangka melaksanakan
Pemerintahan Desa, Pelayanan, dan Pemberdayaan masyarakat Desa sehingga dapat
berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu ditunjang pula dengan tenaga
perancang/penyusun Peraturan Desa yang berkualitas dalam menyiapkan, mengolah
dan merumuskan rancangan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel, dan Keputusan
Perbekel.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas,Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
adanya pedoman pembentukan dan mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel, dan Keputusan Perbekel yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Badung.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
11
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 11
12
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG
TANGGAL : 19 DESEMBER 2007
NOMOR : 15 TAHUN 2007
TENTANG : PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME
PENYUSUNAN PERATURAN DESA.
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA, PERATURAN PERBEKEL,
DAN KEPUTUSAN PERBEKEL
I. UMUM
Sesuai dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, desa atau sebutan
lain diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui. Dalam
rangka pengaturan kepentingan masyarakat, Badan Permusyawaratan Desa
bersama Pemerintah Desa menyusun Peraturan Desa
Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel harus disusun
secara benar sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan teknik penyusunannya.
Untuk itu perlu adanya pedoman penyusunan dan standarisasi bentuk Peraturan
Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel.
II. TEKNIK PENYUSUNAN
Kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
terdiri dari :
A. Penamaan / Judul;
B. Pembukaan;
C. Batang Tubuh;
D. Pentup, dan
E. Lampiran (bila diperlukan)
Uraian dari masing-masing substansi kerangka Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel dan Keputusan Perbekel sebagai berikut :
A. Penamaan / Judul
1. Setiap Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
mempunyai penamaan/judul.
13
2. Penamaan/Judul Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan
Perbekel memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang
nama peraturan atau keputusan yang diatur.
3. Nama Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel dan Keputusan Perbekel.
4. Judul tulisan dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca,
Contoh Penulisan Penamaan / Judul :
a. Jenis Peraturan Desa
PERATURAN DESA CARANGSARI
NOMOR 13 TAHUN 2007
TENTANG
ANGGARAN PENDAPTAN DAN BELANJA DESA
b. Jenis Peraturan Perbekel
PERATURAN PERBEKEL CARANGSARI
NOMOR 22 TAHUN 2007
TENTANG
IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA
c. Jenis Keputusan Perbekel
KEPUTUSAN PERBEKEL CARANGSARI
NOMOR 44 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBENTUKAN PANITIA HARI ULANG TAHUN REPUBLIK
INDONESIA KE 61
14
B. Pembukaan
1. Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :
a. Frase “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”;
b. Jabatan pembentuk Peraturan Deasa;
c. Konsiderans;
d. Dasar Hukum;
e. Frase “Deangan Persetujuan Bersama Badan Permusyawaratan Desa
dan Perbekel”;
f. Memtuskan ; dan
g. Menetapkan
2. Pembukaan pada Peraturan Perbekel terdiri dari :
a. Frase “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”;
b. Jabatan pembentuk Peraturan Perbekel;
c. Konsiderans;
d. Dasar Hukum
e. Memutuskan; dan
f. Menetapkan
3. Pembukaan pada Keputusan Perbekel terdiri dari :
a. Jabatan pembentuk Keputusan Perbekel;
b. Konsiderans;
c. Dasar Hukum;
d. Memutuskan; dan
e. Menetapkan
PENJELASAN
a. Frase “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”
Kata Frase yang berbunyi Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa dan Peraturan
15
Perbekel, cara penulisan seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri
tanda baca.
Contoh :
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
b. Jabatan
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan
Perbekel, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri tanda baca koma (,).
Contoh :
PERBEKEL CARANGSARI
c. Konsiderans
Konsiderans harus diawali dengan kata “Menimbang” yang memuat
uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar
belakang, alasan-alasan serta landasan yuridis, filosofis, sosiologis, dan
politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan
Perbekel. Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokok pikiran,
makatiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang
merupakan kesatuan pengertian, dari tiap-tiap pokok pikiran diawali
denga huruf a,b,c,dst. dan diakhiri dengan tanda titik (.).
Contoh :
Menimbang : a. bahwa………………………………………………….;
b. bahwa…………………………………………………;
c. bahwa…………………………………………………;
d. Dasar Hukum
1) Dasar Hukum diawali dengan kata “Mengingat” yang harus memuat
dasar hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu
dimuat pula jika ada peraturan perundang-undangan yang
memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel atau yang mempunyai kaitan langsung dengan
materi yang akan diatur.
2) Dasar Hukum dapat dibagi 2, yaitu :
16
a. Landasan Yuridis kewenangan membuat Peraturan Desa,
Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel; dan
b. Landasan Yuridis Materi yang diatur.
3) Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis Peraturan
Perundang-undangan yang tingkat derajatnya lebih tinggi atau sama
dengan produk hukum yang dibuat. Catatan : Keputusan yang
bersifat Penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai
sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis Peraturan
Perundang-undangan.
4) Dasar Hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan heirarkhi
Peraturan Perundang-undangan, atau apabila peraturan perundang-
undangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan
urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundang-
undangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan
berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundang-
undangan tersebut.
5) Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia, Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran daerah
(kalau ada).
6) Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang-undangan,
maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan
diakhiri dengan tanda baca titik koma (;).
Contoh Penulisan Dasar Hukum :
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4546);
17
3. Peraturan Menteri ………. Nomor………Tahun…..
tentang…………………………………………….;
4. Peraturan Daerah ……….Nomor……….Tahun…...
(Lembaran Daerah Tahun ………. Nomor …….....
Tambahan Lembaran Daerah Nomor……..)
e. Frase “Dengan Persetujuan Bersama Badan Permusyawaratan Desa dan
Perbekel”
Kata Frase yang berbunyi “Dengan Persetujuan Bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Perbekel”, merupakan kalimat yang harus
dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya dilakukan
sebagai berikut :
1). Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;
2). Kata “Dengan Persetujuan Bersama”, hanya huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital;
3). Kata “dan” semua ditulis dengan huruf kecil; dan
4). Kata “Badan Permusyawaratan Desa” dan “Perbekel” seluruhnya
ditulis dengan huruf kapital.
Contoh :
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CARANGSARI
dan
PERBEKEL CARANGSARI
f. Memutuskan
Kata “Memutuskan” ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan
tanda baca titik dua ( : ), serta peletakan kata MEMUTUSKAN adalah
ditengah margin.
g. Menetapkan
Kata “Menetapkan” dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang
disejajarkan ke bawah dengan kata “Menimbang” dan “Mengingat”.
Huruf awal kata “Menetapkan” ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca titik dua ( : ).
18
Contoh :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan ……………………………………………………..dst.
Penulisan kembali nama Peraturan Desa dan Peraturan Perbekel yang
bersangkutan dilakukan sesudah kata “Menetapkan” dan cara
penulisannya adalah :
- Menuliskan kembali nama yang tercantum dalam judul;
- Nama tersebut diatas, didahului dengan jenis peraturan yang
bersangkutan
- Nama dan jenis peraturan tersebut, ditulis dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda baca titik ( . ).
Pada Peraturan Desa sebelum kata “MEMUTUSKAN” dicantumkan
frase :
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CARANGSARI
dan
PERBEKEL CARANGSARI
Contoh :
a) Jenis Peraturan Desa
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
ORGANISASI PEMERINTAH DESA
CARANGSARI.
b) Jenis Peraturan Perbekel
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PERBEKEL TENTANG TATA
CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH
19
c) Jenis Keputusan Perbekel
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Catatan :
Contoh pembukaan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel secara keseluruhan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Peraturan Desa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang : a. …………………………………………...;
b…………………………………………….;
c…………………………………………….;
Mengingat : 1…………………………………………….;
2…………………………………………….;
3…………………………………………….;
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CARANGSARI
dan
PERBEKEL CARANGSARI
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI
ORGANISASI PEMERINTAH DESA
CARANGSARI
b. Peraturan Perbekel
Ditulis seperti huruf a tapi dengan persetujuan bersama tidak
usah diketik
20
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG TATA
CARA PEMUNGUTAN UANG
SAMPAH.
c. Keputusan Perbekel
PERBEKEL CARANGSARI
Menimbang : a…………………………………. ;
b…………………………………. ;
c………………………………….. ;
Mengingat : 1…………………………………. ;
2………………………………….. ;
3…………………………………. ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU :………………………………………….
KEDUA :………………………………………….
KETIGA :………………………………………dst
C. Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasal-pasal
atau dictum-diktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal-pasal
adalah jenis Peraturan Desa dan Peraturan Perbekel yang bersifat mengatur
(Regilling), sedangkan jenis Keputusan Perbekel yang bersifat penetapan
(Beschikking), batang tubuhnya dirumuskan dalam dictum-diktum.
Uraian masing-masing batang tubuh, sebagai berikut :
1. Batang Tubuh Peraturan Desa
a. Batang Tubuh Peraturan Desa
1) Ketentuan Umum;
21
2) Materi yang diatur;
3) Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan
4) Ketentuan Penutup.
b. Pengelompokkan materi dalam Bab, Bagian dan paragraf tidak
merupakan keharusan. Jika Peraturan Desa mempunyai materi yang
ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, maka
pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bab, Bagian dan
Paragraf. Pengelompokkan materi-materi dalam Bab, dan Paragraf
dilakukan atas dasar kesamaan kategori atau kesatuan lingkup isi
materi yang diatur. Urutan penggunaan kelompok adalah :
1) Bab dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf;
2) Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf;
3) Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal
c. Tata cara penulisan Bab, Bagian, Paragraf , Pasal dan ayat ditulis
sebagai berikut :
1) Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab
semua ditulis dengan huruf kapital.
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM
2) Bagian diberi nomor urut dengan bilangan yang ditulis dengan
huruf kapital diberi Judul. Huruf awal kata Bagian, urutan
bilangan, dan judul Bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali
huruf awal dari kata partikel yang terletak pada awal frase.
Contoh :
BAB II
(…….…JUDUL BAB………)
Bagian Kedua
……………………………………
3) Paragraf diberi nomor urut dengan bilangan dan diberi judul.
Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf
22
ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah
huruf pertama ditulis dengan huruf kecil.
Contoh :
Bagian Kedua
(……….Judul Bagian………)
Paragraf Kesatu
(Judul Paragraf)
4) Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan
dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Desa lebih
baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas dari
pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa
ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan
satu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal huruf
kapital.
Contoh : Pasal 5
5) Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi
nomor urut dengan angka arab diantara tanda baca kurang tanpa
diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan
dirumuskan dalam satu kalimat.
Contoh :
(1)…………………………………………..
(2)…………………………………………..
(3)…………………………………………..
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping
dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa, dapat pula
dipertimbangkan penggunaan bentuk tabulasi.
Contoh : Pasal…………….
Kartu Tanda Iuran pedagang sekurang-kurangnya harus memuat
nama pedagang, jenis pedagang, jenis dagangan, besarnya iuran,
alamat pedagang. Isi pasal ini dapat lebih mudah dipahami dan
jika dirumuskan sebagai berikut :
23
Kartu anda iuran sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama pedagang;
b. Jenis dagangan;
c. Besarnya iuran, dan
d. Alamat pedagang
Dalam memuat rumusan pasal atau ayat dengan tabulasi,
hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian
kesatuan dengan kalimat berikut;
b. Setiap rincian diawali huruf abjad kecil;
c. Setiap rincian diakhiri diakhiri dengan tanda baca titik koma
( ; );
d. Jika suatu rincian dibagi lagi kedalam unsur-unsur yang
lebih kecil, maka unsur yang lebih kecil dituliskan agak ke
dalam;
e. Kalimat yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi
tanda baca titik dua ( : );
f. Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat.
Jika rincian lebih dari empat tingkat, maka perlu
dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke
dalam beberapa pasal.
Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai
rincian yang kumulatif, maka perlu ditambahkan kata “kata”
dibelakang rincian kedua dari belakang.
Contoh :
a. Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a dan seterusnya.
(3)………………………………………………………..
a……………………………………………..; dan
b………………………………………………….
24
b. Jika suatu rincian memerlukan perincian itu ditandai dengan
angka 1,2, dan seterusnya.
(4)…………………………………………………………
a…………………………………………………..
b……………………………………………..; dan
c…………………………………………………..
1…………………………………………..
2……………………………………...; dan
3………………………………………….
a)…………………………………
b)……………………………; dan
c)…………………………………
1)…………………………
2)……………………; dan
3)…………………………
Gambar penulisan kelompok Batang Tubuh secara keseluruhan
adalah :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(Isi Pasal 1)
BAB II
(Judul Bab)
Pasal……….
(Isi Pasal)
25
BAB III
(Judul Bab)
Bagian Kesatu
(Judul Bagian)
Paragraf Kesatu
(Judul Paragraf)
Pasal……………
(1) (Isi Ayat);
(2) (Isi Ayat);
Perincian Ayat :
a……………………………………………… dan
b……………………………………………………
1. Isi sub ayat :
2. ………………………………………;
3. ………………………………………
a) (perincian sub ayat);
b) …………………..;
c) …………………...
1) (perincian mendetail dari sub ayat);
2) ……………………………………
Penjesalan masing-masing kelompok batang tubuh adalah :
a. Ketentuan Umum
Ketentuan Umum diletakkan dalam bab I (kesatu) atau dalam Pasal
1 (pertama), jika tidak ada pengelompokkan dalam bab.
Ketentuan Umum berisi :
1) Batasan dari pengertian;
26
2) Singkatan atau akronim yang digunakan dalam Peraturan Desa;
dan
3) Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal
berikutnya.
Jika ketentuan umum berisi lebih dari satu hal, maka setiap batasan
dari pengertian dan singkatan atau akronim diawali dengan angka
arab dan diakhiri tanda baca titik ( . ).
Contoh :
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan :
1. Peraturan Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten
Badung.
Urutan pengertian atau istilah dalam Bab Ketentuan Umum
hendaknya mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1. Pengertian atau istilah yang ditemukan lebih dahulu
dalam materi yang diatur ditempatkan teratas.
2. Jika pengertia atau istilah mempunyai hubungan atau
kaitan dengan pengertian atau istilah terdahulu, maka
pengertian atau istilah yang ada hubungannya itu
diletakkan dalam satu kelompok berdekatan.
b. Ketentuan Materi yang akan diatur
Materi yang diatur adalah semua obyek yang diatur secara
sistematik sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang
dipergunakan. Materi yang diatur harus memperhatikan dasar-dasar
dan kaidah-kaidah yang ada seperti :
1) Landasan hukum materi yang diatur artinya dalam menyusun
materi Peraturan Desa harus memperhatikan dasar hukumnya.
2) Landasan filosifis, artinya alas an yang mendasari
diterbitkannya Peraturan Desa.
3) Landasan sosiologis, maksudnya agar Peraturan Desa yang
diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang
hidup di tengah-tengah masyarakat.
27
4) Landasan politis, maksudnya Peraturan Desa yang diterbitkan
dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak
di tengah-tengah masyarakat.
5) Tata cara penulisan materi yang diatur adalah :
a) Materi yang diatur ditempatkan langsung setelah bab
Ketentuan Umum atau Pasal-pasal ketentuan umum jika
tidak ada pengelompokan dalam bab.
b) Dihindari adanya Bab tentang Ketetntuan Lain-lain. Materi
yang akan dijadikan materi ketentuan lain-lain, hendaknya
ditempatkan dalam kelompok materi yang diatur dengan
judul yang sesuai dengan materi tersebut.
Ketentuan lainl-lain hanya dicantumkan untuk ketentuan yang lain
dari materi yang diatur, namun mempunyai kaitan dan perlu diatur.
Penempatan ketentuan lain-lain dicantumkan pada bab atau pasal
terakhir sebelum Bab Ketentuan Peralihan.
c. Ketentuan Peralihan
Ketentuan Peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara
asas mengenai akibat kehadiran peraturan baru dengan keadaan
sebelum peraturan baru itu berlaku, maka semua peraturan lama
beserta akibat-akibatnya menjadi tidak berlaku. Kalau asas ini
diterapkan tanpa memperhitungkan keadaan yang sudah berlaku,
maka dapat timbul kekacauan hukum, ketidakpastian hukum atau
kesewenang-wenangan hukum.
Untuk menampung akibat berlakunya peraturan baru terhadap
peraturan lama atau pelaksanaan peraturan lama, diadakan
ketentuan atau aturan peralihan. Dengan demikian ketentuan
peralihan berfungsi :
1) Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum
(Rechtsvacum).
2) Menjamin kepastian hukum (Rechtszekerheid).
3) Perlindungan hukum (Rechtbescerming), bagi rakyat atau
kelompok tertentu atau orang tertentu.
Jika pada dasarnya, Ketentuan Peralihan merupakan
“penyimpangan” terhadap Peraturan Baru itu sendiri. Suatu
28
penyimpangan tidak dapat dihindari (Necessary evil) dalam rangka
mencapai atau mempertahankan tujuan hukum secara keseluruhan
(ketertiban, keamanan dan keadilan). Penyimpangan itu bersifat
sementara, karena itu dalam rumusan Ketentuan Peralihan harus
dimuat keadaan atau syarat-syarat yang akan mengakhiri masa
peralihan tersebut. Keadaan atau syarat tersebut dapat berupa
pembuatan peraturan pelaksanaan baru (dalam rangka
melaksanakan peraturan baru) atau penentuan jangka waktu
tertentu atau mengakui secara penuh keadaan yang lama menjadi
keadaan baru.
d. Ketentuan Penutup
Ketentuan Penutup merupakan bagian terakhir Batang Tubuh
Peraturan Desa, yang biasanya berisi ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
1) Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang diikutsertakan
dalam melaksanakan Peraturan Desa, yaitu berupa :
a) Pelaksanaan sesuatu yang bersifat menjalankan (eksekutif,
yaitu menunjuk pejabat tertentu yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan hal-hal tertentu.
b) Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur (legislatif), yaitu
pendelegasian kewenangan untuk membuat peraturan
pelaksanaan (Peraturan Perbekel).
2) Nama singkatan (Citeer Titel)
3) Ketentuan tentang saat mulai berlakunya Peraturan Desa dapat
melalui cara-cara sebagai berikut :
a) Penetapan mulai berlakunya Peraturan Desa pada suatu
tenggal tertentu;
b) Saat mulai berlakunya Peraturan Desa tidak harus sama
untuk seluruhnya (untuk beberapa bagian dapat berbeda)
4) Ketentuan tentang pengaruh Peraturan Desa yang baru terhadap
Peraturan desa yang lain.
29
2. Bagian Tubuh Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel.
a. Peraturan Perbekel adalah bersifat Mengatur Regelling
1) Batang Tubuh Peraturan Perbekel memuat semua materi yang
akan dirumuskan dalam pasal-pasal.
2) Pengelompokan dalam Batang Tubuh terdiri dari :
a) Ketentuan Umum;
b) Materi yang diatur;
c) Ketentuan Peralihan (kalau ada);
d) Ketentuan Penutup.
3) Materi muatan Peraturan Perbekel adalah merupakan pelaksanan
dari Peraturan Desa.
4) Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh
Peraturan Perbekel, sama halnya sengan tata cara perumusan dan
penulisan materi muatan Peraturan Desa.
b. Keputusan Perbekel adalah bersifat Penetapa (Beschiking).
1) Batang Tubuh Keputusan Perbekel memuat semua materi
muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
2) Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang
akan diatur.
Contoh :
KESATU :……………………………………………………..
KEDUA :……………………………………………………..
3) Diktum terakhir menyatakan Keputusan dinyatakan mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Contoh :
Ketentuan Umum dan Ketentuan Peralihan tidak perlu ada
dalam Batang Tubuh, karena Keputusan Perbekel yang bersifat
penetapan adalah konkrit, individual dan final.
30
D. Penutup
Penutup suatu Peraturan Desa, Peraturan Perbekel atau Keputusan Perbekel,
memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan disebelah kanan;
b. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi
tanda baca koma;
c. Nama lengkap nama pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf
kapital tanpa gelar dan pangkat;
d. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
ditandatangani oleh Perbekel.
E. Penjelasan
Adakalanya suatu Peraturan Desa atau Peraturan Perbekel memerlukan
penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal. Pada bagian
penjelasan umum biasanya memuat uraian sistimatis mengenai latar
belakang pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan serta pokok-pokok
atau azas yang dibuat dalam Peraturan Desa, Peraturan Perbekel (politik
hukum) yang melatarbelakangi penerbitan Peraturan Desa atau Peraturan
Perbekel yang bersangkutan. Pada bagian penjelasan pasal demi pasal
berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk peraturan perundang-undangan
atas norma-norma yang terkandung dalam setiap pasal didalam batang
tubuh.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan adalah :
1. Pembuat Peraturan Desa, Peraturan Perbekel agar tidak menyadarkan
argumentasi pada penjelasan, tetapi harus berusaha membuat Peraturan
Desa, Peraturan Perbekel yang dapat meniadakan keragu-raguan dalam
interpensi.
2. Naskah penjelasan disusun (dibuat) bersama-sama dengan Rancangan
Peraturan Desa, Peraturan Perbekel yang bersangkutan.
3. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi atas norma-norma dalam
batang tubuh.
4. Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat
peraturan lain.
31
5. Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Desa, Peraturan Perbekel
atau yang bersangkutan.
6. Penjelasan terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal
yang pembagiannya dirinci dengan angka romawi.
7. Penjelasan umum memuat uraian sistimatis mengenai latar belakang
pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan serta pokok-pokok atau azas
yang dibuat dalam Peraturan Desa, Peraturan Perbekel.
8. Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka
arab jika hal itu lebih memberikan kejelasan.
9. Tidak boleh bertentangan dengan apa yang diatur dalam materi
Peraturan Desa, Peraturan Perbekel.
10. Tidak boleh memperluas atau menambah norma yang sudah ada dalam
batang tubuh.
11. Tidak boleh sekedar pengulangan semata-mata dari materi Peraturan
Desa, Peraturan Perbekel, atau Keputusan Perbekel.
12. Tidak boleh memuat istilah atau pengertian yang sudah dimuat dalam
ketentuan umum.
13. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan, dipisahkan dan
diberi keterangan cukup jelas.
III. PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN PERBEKEL, DAN
KEPUTUSAN PERBEKEL
Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel dapat
meliputi :
1. Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau
menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian,
Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran,
diktum dan lain-lainnya.
2. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk
Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda
baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
32
Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel, dan Keputusan Perbekel, hal-hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
a. Dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuknya.
b. Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel
diubah dengan Keputusan Perbekel.
c. Perubahan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
dilakukan tanpa mengubah sistematika yang diubah.
d. Dalam penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel mana yang diubah dan perubahan yang diadakan itu
adalah perubahan yang keberapa kali.
Contoh perubahan yang pertama kali :
PERATURAN DESA CARANGSARI
NOMOR 33 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DESA CARANGSARI NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
Contoh Perubahan selanjutnya :
PERATURAN DESA CARANGSARI
NOMOR 44 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN DESA CARANGSARI NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
e. Dalam konsiderans Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel yang diubah, harus dikemukakan alasan-alasan atau
pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu
diadakan perubahan.
33
f. Batang Tubuh Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan
Perbekel yang diubah, hanya ditulis dengan angka Romawi, dimana
pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan sebagai berikut :
1) Pasal I memuat segala sesuatu perubahan dengan diawali
penyebutan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan
Perbekel yang diubah dan urutan perubahan-perubahan
tersebut hendaknya ditandai dengan huruf A,B,C dan
seterusnya.
2) Pasal II memuat ketentuan mengenai mulai berlakunya
Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
perubahan tersebut.
g. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
sudah mengalami perubahan berulang kali, sebaiknya Peraturan Desa,
Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel tersebut dicabut dan diganti
Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel.
h. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
berniat mengubah secara besar-besaran demi kepentingan pemakai,
lebih baik apabila dibentuk Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel (dalam Pasal 1) sebagai berikut :
1) Apabila suatu Bab, Bagian, Pasal atau ayat akan dihapuskan, angka
satu nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskan tetapi tanpa isi,
hanya dituliskan “dihapus”.
Contoh :
BAB V Pasal dihapus.
2) Apabila diantara dua pasal akan disisipkan suatu pasal baru yang
tidak merupakan suatu penggatian dari suatu pasal yang telah
dihapuskan itu, maka pasal baru tidak boleh ditempatkan pada
tempat pasal yang dihapuskan. Dalam penulisannya pasal baru itu
ditempatkan diantara kedua pasal tersebut dan diberi nomor sesuai
dengan pasal yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A
(kapital).
Contoh :
Apabila diantara Pasal 14 dan Pasal 15 akan disisipkan Pasal baru,
maka Pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A.
34
3) Apabila diantara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru
itu tersebut ditempatkan diantara kedua ayat yang ada dan diberi
nomor sesuai dengan ayat yang terdahulu dengan menambahkan
huruf a.
Contoh :
Apabila ayat (1) dan ayat (2) akan disisipkan ayat baru, maka
diletakkan diantara ayat (1) dan ayat (2) dan dituliskan ayat (1a).
4) Apabila suatu perubahan mengenai peristilahan yang mempunyai
kesatuan makna, maka perubahannya diusahakan agar tidak
menimbulkan suatu pengertian baru.
Contoh :
Jika istilah “Wilayah Banjar Sangut” akan diubah menjadi “Wilayah
Banjar Senapan”, maka janganlah hanya mengubah perkataan
“Sangut” menjadi “Senapan”, tetapi seyogyanya perubahan
tersebut dilakukan sebagai berikut : Wilayah Banjar Sangut diganti
dengan Wilayah Banjar Senapan.
IV. PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN PERBEKEL, DAN
PERATURAN PERBEKEL
a. Pencabutan dengan penggantian
Pencabutan dengan penggantian terjadi apabila Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel dan Keputusan Perbekel yang ada digantikan dengan Peraturan
Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel yang baru. Bentuk luar
(kenvorm) dari Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
yang baru ini sama seperti lazimnya pada Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel dan Keputusan Perbekel.
Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut
dapat diletakkan didepan (dalam pembukaan).
Contoh :
Menimbang : a. bahwa…….tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,
sehingga perlu diganti
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a perlu menetapkan………………….
35
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Akan tetapi apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan dibelakang
(dalam ketentuan penutup). Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel yang dicabut tersebut, tetapi tidak beserta akar-akarnya,
dalam arti Peraturan Desa, Peraturan Perbekel atau Keputusan Perbekel
tersebut tercabut, tetapi peraturan pelaksanaannya masih dapat berlaku.
Contoh :
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Dengan berlakunya Peraturan Desa ini, maka Peraturan Desa Carangsari
Nomor 21 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
c. Pencabutan tanpa penggantian
1) Dalam Pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan
Perbekel yang dilakukan tanpa penggantian, bentuk luar (konvorm)
Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel tersebut
mempunyai kesamaan dengan perubahan Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel dan Keputusan Perbekel yaitu bahwa batang tubuh Peraturan
Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel tersebut akan terdiri
atas dua pasal yang diberi angka arab dimana masing-masing pasal
tersebut berisi :
- Pasal 1 : berisi tentang ketentuan pencabutan produk hukum daerah.
- Pasal 2 : berisi tentang ketentuan mulai berlakunya Peraturan Desa,
Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel tersebut.
2) Pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan Keputusan Perbekel
juga dilakukan oleh Pejabat yang berwenang membentuknya dan
Peraturan Desa yang sejenis.
36
V. RAGAM BAHASA
Ragam bahasa yang dipakai dalam menyusun Peraturan Desa, Peraturan
Perbekel dan Keputusan Perbekel adalah :
Contoh :
PERATURAN DESA
TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DESA
NOMOR………….TENTANG…………………
A. Bahasa Perundang-undangan
1. Bahasa perundang-undangan termasuk Bahasa Indonesia yang tunduk
pada kaidah Tata Bahasa Indonesia yang menyangkut pembentukan
kata, penyusunan kalimat maupun pengejaannya. Bahasa perundang-
undangan mempunyai corak dan gaya yang khas yang bercirikan
kejernihan pengertian kelugasan, kebakuan dan keserasian.
2. Dalam merumuskan materi Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel, maka pilihlah kalimat yang lugas dalam arti tegas,
jelas dan mudah ditangkap pengertiannya, tidak berbelit-belit. Kalimat
dirumuskan tidak menimbulkan salah tafsir atau menimbulkan
pengertian yang berbeda bagi setiap pembaca. Hindari pemakaian istilah
yang pengertiannya kabur dan kurang jelas. Istilah yang dipakai
sebaiknya sesuai dengan pengertian yang biasa dipakai dalam bahasa
sehari-hari.
3. Hindari pemakain :
a. Beberapa istilah yang berbeda pengertian yang berbeda.
b. Satu istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda.
4. Untuk mendapatkan kepastian hukum, istilah dan arti dalam peraturan
pelaksanaan harus disesuaikan dengan istilah dan arti yang dipakai
dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.
5. Apabila istilah tertentu dipakai berulang-ulang, maka untuk
menyederhanakan susunan Peraturan Desa, Peraturan Perbekel dan
Keputusan Perbekel dapat dibuat definisi yang ditempatkan dalam Bab
Ketentuan Umum.
6. Jika istilah dipakai berulang-ulang maka untuk menyederhanakan
susunan suku kata dapat menggunakan singkatan atau akronim.
37
7. Singkatan nam atau badan atau lembaga yang belum begitu dikenal
umum dan bila tidak dimuat dalam Bab Ketentuan Umum, maka setelah
tulisan lengkapnya, singkatannya dibuat diantara tanda kurung.
8. Dianjurkan sedapat mungkin menggunakan istilah pembentukan Bahasa
Indonesia, Pemakaian (Adopsi) istilah asing yang banyak dipakai dan
sudah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat
dipertimbangkan dan dibenarkan, jika istilah asing itu memenuhi syarat:
a. Mempunyai konotasi yang cocok;
b. Lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa
Indonesia;
c. Lebih mudah dipahami dari pada terjemahan Bahasa Indonesia.
B. Pilihan Kata atau istilah
1. Pemakaian kata “Kecuali”
Untuk menyatakan makna tidak termasuk dalam golongan, digunakan
kata “kecuali”. Kata “kecuali” ditempatkan di awal kalimat jika yang
dikecualikan induk kalimat.
Contoh :
Kecuali A dan B setiap warga desa wajib melaksanakan Siskamling.
2. Pemakaian kata “Disamping”
Untuk menyatakan makna termasuk, dapat digunakan kata “disamping”.
Contoh :
Disamping membayar iuran keamanan, warga yang berstatus Pegawai
Negeri Sipil juga dikenai kewajiban melaksanakan Siskamling.
3. Pemakaian kata “Jika” dan kata “Maka”
Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan, digunakan
kata “jika” atau frasa “dalam hal”. Gunakan kata “jika” bagi
kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi lebih dari sekali dan
setelah anak kalimat diawali kata “makna”
Contoh :
Jika terdapat warga Desa yang tidak melaksanakan Siskamling, maka…
.
38
4. Pemakaian kata “Apabila”
Untuk menyatakan atau menunjukkan uraian atau penegasan waktu
terjadinya sesuatu, sebaiknya menggunakan kata “apabila” atau “bila”.
Contoh :
Salah satu warga Desa dapat tidak dilaksanakan tugas Siskamling
apabila sakit.
5. Pemakaian kata “dan” dan “atau”
a. Untuk menyatakan sifat yang kumulatif, digunakan kata “dan”
Contoh :
A dan B wajib memberikan………………..
b. Untuk menyatakan sifat alternatif atau eksekutif digunakan kata
“atau”
Contoh :
A atau B wajib memberikan………………..
c. Untuk menyatakan sifat alternatif ataupun kumulatif, digunakan
frasa “dan atau”
Contoh :
A dan atau B wajib memberikan………………..
6. Untuk menyatakan istilah hak, digunakan kata “berhak”
Contoh :
Setiap warga Desa Tribuana yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun
berhak untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
7. Untuk menyatakan kewenangan, digunakan kata “dapat” atau kata
“boleh” . Kata dapat merupakan kewenangan yang melekat pada
seseorang, sedangkan kata “boleh” tidak melekat pada diri seseorang.
Untuk menyatakan istilah kewajiban, digunakan kata “wajib”.
Contoh :
- Kepala Desa dapat memberikan dispensasi bagi warga yang sedang
mengalami musibah.
- Setiap warga wajib membayar iuran keamanan.
8. Untuk menyatakan istilah sekedar kondisi atau persyaratan digunakan
kata “harus’.
39
Contoh :
Untuk menduduki suatu jabatan Kepala Urusan Keuangan seorang calon
Kepala Urusan Keuangan harus terlebih dahulu mengikuti kursus
Bendaharawan.
9. Untuk menyangkal suatu kewajiban atau kondisi yang diwajibkan,
digunakan frasa “tidak diwajibkan” atau “tidak wajib”.
Contoh :
Warga Desa yang belum berumur 17 (tujuh belas) tahun dan belum
kawin, tidak diwajibkan untuk mengikuti pemilihan Perbekel.
C. Teknik Pengacuan
1. Untuk mengacu pasal lain digunakan frasa “sebagaimana dimaksud
dalam”. Sedangkan untuk mengacu ayat lain, digunakan frasa
“sebagaiman dimaksud pada”.
Contoh :
……………sebagaimana dimaksud dalam pasal 18……………..
……………sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)……………...
Jika mengacu keperaturan ini, pengacuan dengan urutan pasal, ayat dan
judul Peraturan Desa atau Peraturan Perbekel.
Contoh :
…………………………sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2)
Peraturan Desa Carangsari Nomor 12 Tahun 2006 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
2. Pengacuan dilakukan dengan mencantumkan secara singkat materi
pokok yang diacu. Pengacuan hanya boleh dilakukan ke Peraturan yang
tingkatannya sama atau lebih tinggi.
3. Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor dari
pasal atau ayat yang diacu, dan hindarkan penggunaan frasa “pasal yang
terdahulu” atau “pasal tersebut diatas” atau “Pasal ini”.
Contoh :
Panitia Pemilihan Perbekel sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(3) bertugas………………