perencanaan lanskap kawasan wisata budaya kampung batik … · 2015-09-03 · - akseptibilitas...
TRANSCRIPT
45
IV. METODOLOGI
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Kawasan yang
diteliti adalah Kampung Batik Laweyan dengan luas wilayah 24.83 Ha, yang
terdiri dari delapan kampung (Tabel 18). Kawasan Laweyan terletak di tepi Kota
Surakarta. Secara administratif kawasan tersebut termasuk dalam Kelurahan
Laweyan dan Kecamatan Laweyan.
Bagian selatan kawasan dibatasi dengan sungai Kabanaran. Sebelah
utara berupa jalan besar yaitu jalan Dr. Rajiman dan berbatasan dengan
Kelurahan Sondakan, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Bumi, dan
sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pajang (Gambar 14).
Waktu penelitian dilakukan 5 bulan sejak bulan Juni 2010 hingga
November 2010 meliputi tahap studi pustaka, pengamatan lapangan,
pengolahan data dan penyusunan laporan.
Tabel 18. Luasan kampung di lokasi penelitian, Kelurahan Laweyan
No Kelurahan
Kampung Luasan Ha %
1 Laweyan Kwanggan 1.88 8 2 Sayangan Kulon 3.00 12 3 Sayangan Wetan 3.43 14 4 Lor Pasar 4.11 17 5 Kramat 2.01 8 6 Setono 5.05 20 7 Kidul Pasar 2.32 9 8 Klaseman 3.00 12
Total 24.83 100 Sumber : Data Desa (2010)
4.2. Alat dan Data penelitian 4.2.1. Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software). Perangkat yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 19.
Gambar 14. Lokasi Studi 46
47
Tabel 19. Alat penelitian
Alat Kegunaan
Hardware Kamera SLR Nikon D200
Notebook
Survei
Pengolahan data Software Microsoft office (Word, Excel, Powerpoint) AutoCad 2008 Adobe Photoshop CS3
Analisis data tabular, pelaporan,
presentasi
Pengolahan peta tematik Pengolahan peta tematik
4.2.2. Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan pada studi ini terdiri atas jenis data,
sumber data, dan cara pemngumpulan data. Tabel data penelitian dapat dilihat
pada Tabel 20.
Tabel 20. Data penelitian
No Jenis Data Sumber Data Cara Pengumpulan
Data 1.
Peta : a. Peta Administrasi Bappeda
Studi pustaka
b. Peta RTRW Bappeda
c. Peta Tata Guna Lahan Dinas Tata Ruang
d. Peta Sarana dan Prasarana Kota
Dinas Pekerjaan Umum
e. Peta Google Earth Google Earth
2. Sejarah dan Latar belakang sosial masyarakat Laweyan
- Sejarah Kawasan Laweyan Ahli sejarah dan tokoh masyarakat
- Wawancara - Studi
pustaka - Latar belakang sosial
budaya masyarakat Ahli sejarah dan
tokoh masyarakat Wawancara dan
studi pustaka 3. Kondisi masyarakat kampung
Laweyan
- Akseptibilitas masyarakat Survei lapangan dan pengamatan
- Wawancara dan kuisioner
- Jumlah Penduduk, mata pencaharian
BPS Studi Pustaka
4. Wisata : a. Obyek sejarah b. Obyek arsitektur c. Obyek budaya batik
Survei lapangan dan pengamatan
Pengamatan
langsung
48
Lanjutan Tabel 20.
No Jenis Data Sumber Data Cara Pengumpulan
Data d. Aksesibilitas
e. Infrastruktur f. Fasilitas wisata
Survei lapangan dan pengamatan
Pengamatan
langsung 5 Kualitas estetika-visual
lingkungan - Estetika-visual Lingkungan
Survei lapangan dan pengamatan
Pengamatan langsung
6 Kebijakan a. UU Nomor 5 Tahun 1992
Tentang Benda Cagar Budaya
Bappeda
Studi Pustaka
b. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 063/U/1995 Tentang Perlindungan dan Pemeliharaan benda Cagar Budaya
Bappeda Studi Pustaka
c. Peraturan Pemerintah RI No 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 Tentang benda Cagar budaya
Bappeda Studi Pustaka
Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Tingkat II Surakarta No:646/116/1/1997 Tentang Penetapan bangunan-bangunan dan kawasan kuno bersejarah di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta yang dilindungi Undang-Undang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
Bappeda Studi Pustaka
4.3. Metode Penelitian 4.3.1. Pendekatan yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan maksud
untuk memberikan gambaran yang detil tentang aspek fisik dan masyarakat di
Kampung Batik Laweyan dengan melakukan pengukuran berdasarkan kriteria
tertentu dengan melakukan teknik penskalaan melalui metode peringkat, dan
teknik pembobotan dengan metode pembobotan (penentuan bobot) secara
langsung melalui expert judgement. Teknik penzonasian dilakukan dengan
analisis spasial yang dimodifikasi dengan metode deskriptif kuantitatif di atas.
Pendekatan untuk mengetahui potensi fisik tapak dilakukan dengan menilai
49
kualitas budaya kawasan , potensi kelayakan kawasan serta kualitas estetika-
visual lingkungan. Pendekatan akseptibilitas masyarakat dilakukan untuk
mengetahui potensi masyarakat. Kualitas budaya kawasan diperoleh dengan
menganalisis potensi obyek dan atraksi wisata budaya eksisting dengan menilai
signifikansi budaya (cultural significance) dari obyek dan atraksi wisata eksisting
yang menggunakan kriteria dari Burra Charter (1999), dan menilai potensi fisik
obyek dan atraksi sesuai kriteria dari Avenzora (2008). Cultural significance
merupakan konsep untuk mengestimasi nilai kawasan yang memiliki signifikansi
untuk dapat memahami masa lampau untuk kepentingan masa kini dan masa
yang akan datang. Penilaian ini berguna untuk menentukan tingkat potensi obyek
dan atraksi wisata sebagai tujuan wisata yang layak dikunjungi. Kualitas budaya
obyek dan atraksi wisata ini akan menentukan kualitas budaya kawasan. Di
samping itu dilakukan penilaian terhadap zona kelayakan kawasan, dilakukan
dengan kriteria dari Dirjen Pengembangan Produk Pariwisata (2000), dan
penilaian kualitas estetika-visual lingkungan, dilakukan dengan kriteria dari
Nasar (1999) dan Burra Charter (1981). Ketiga analisis di atas dioverlay untuk
mendapatkan zona potensi pengembangan wisata budaya. Sedangkan
pendekatan untuk mengetahui potensi masyarakat lokal dilakukan dengan
menganalisis tingkat akseptibilitas masyarakat. Kriteria untuk analisis yang
digunakan menggunakan Koentjaraningrat dalam Yusiana (2007).
Kawasan wisata budaya berkelanjutan (sustainable cultural tourism ) di
Kampung Batik Laweyan akan dapat terwujud apabila pengembangan yang
dilakukan sebagai kawasan wisata budaya sangat memperhatikan unsur-unsur
sosial budaya yang pada akhirnya akan berujung pada upaya pelestarian sosial
budaya masyarakat di kawasan.
4.3.2. Tahapan penelitian
Tahap penelitian terbagi atas tiga tahap yang terdiri dari tahap I yaitu
pengumpulan data dan identifikasi data, tahap II yaitu analisis dan sintesis, tahap
III yaitu konsep dan perencanaan lanskap. Tahapan penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 15.
50
Gambar 15. Tahapan Penelitian
Tahap III Konsep dan Perencanaan Lanskap
Kampung Batik Laweyan
Potensi Pengembangan Wisata Budaya
Aspek Fisik Kawasan
Tahap I Pengumpulan data
Peta Digital
Zona Akseptibilitas Masyarakat
Zona integratif untuk pengembangan kawasan wisata budaya
Identifikasi dan Analisis
Dukungan Masyarakat Lokal
Survey Lapangan Studi Pustaka
Tahap II Analisis dan Sintesis
Zona Potensi Kelayakan
Kawasan Wisata
Fasilitas Wisata Budaya
Perencanaan Kawasan Wisata Budaya
Kualitas Budaya Kawasan
Analisis potensi obyek &
atraksi wisata (ODAW) budaya (Burra Charter (1999),
Avenzora (2008)
Analisis kelayakan kawasan sbg tujuan
wisata (Dirjen Pengembangan Produk
Pariwisata (2002)
Analisis estetika-visual lingkungan
(Nasar, 1999, Burra Charter 1999,
Carmona, 2003)
Analisis Akseptibilitas masyarakat
(Koentjaraningrat dalam Yusiana
(2007)
Zona Potensi Estetika-Visual
Lingkungan
Zona Dukungan Masyarakat Potensial
Aspek Masyarakat Lokal
Kelayakan Kawasan
Pengembangan Aktivitas Wisata Budaya
Ruang Wisata Budaya
Kualitas estetika-visual lingkungan
Zona Kualitas Budaya
Kawasan
Lanskap Kawasan Wisata Budaya
Zona Wisata Budaya Potensial
Potensi Obyek & Atraksi Wisata
Budaya
51
Tahap 1. Pengumpulan dan Klasifikasi Data
Tahap pengumpulan dan klasifikasi data dilakukan dengan
mengumpulkan studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian, dan dengan
melakukan survei ke lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan
data sekunder. Pengambilan data primer terbagi dalam dua cara yaitu dengan
wawancara dan pengamatan di lokasi penelitian. Teknik pengambilan contoh
dilakukan dengan contoh acak atau random sampling dimana teknik ini akan
memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen
populasi. Teknik ini dilakukan untuk penilaian akseptibilitas masyarakat, dimana
ditentukan n=12 (besaran sampel = 12 orang untuk tiap kampung). Sedangkan
untuk penilaian potensi obyek dan atraksi, kelayakan kawasan, dan kualitas
estetika-visual, teknik pengambilan contoh dilakukan dengan teknik
nonprobability/nonrandom sampling atau sampel tidak acak yaitu purposive
sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa sampel
adalah pihak yang memiliki information rich tentang keadaan di lapang
(judgement sampling). Terpilih tiga orang sebagai sampel yang terdiri dari 1) ahli
sejarah dan budaya Laweyan; 2) ahli di bidang arsitektur; 3) tokoh masyarakat
dan praktisi perbatikan di Laweyan.
Tahap 2. Analisis dan Sintesis
Secara umum teknik analisis dilakukan dengan metode deskriptif
kuantitatif. Penilaian dilakukan terhadap aspek fisik kawasan dan aspek
masyarakat. Untuk masing-masing aspek, dibuat kriteria untuk masing-masing
faktor, dan dinilai berdasarkan skala dengan sistim peringkat (Smith, 1989).
Metode pembobotan dilakukan dengan expert judgment dan modifikasi. Setelah
itu dilakukan sintesis dengan teknik overlay.
A. Identifikasi dan analisis aspek fisik kawasan
Identifikasi dan analisis aspek fisik kawasan dilakukan untuk mengetahui
potensi pengembangan wisata budaya. Penilaian dilakukan terhadap tiga aspek
kualitas budaya kawasan, kelayakan kawasan wisata serta kualitas estetika-
visual lingkungan.
A.1. Analisis Kualitas Budaya Kawasan
Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas budaya kawasan
berdasarkan obyek dan atraksi wisata eksisting dengan menilai faktor fisik dan
52
signifikansi budaya dari masing-masing obyek dan atraksi wisata eksisting.
Analisis yang dilakukan terhadap obyek dan atraksi wisata eksisting ini akan
menentukan kualitas budaya kawasan yang mengandung titik-titik obyek dan
atraksi wisata di dalamnya.
A.1. 1. Data
Data yang diperlukan untuk menganalisis kualitas budaya kawasan
adalah keadaan fisik dan cultural significance ( signifikansi budaya) dari obyek
dan atraksi wisata. Obyek dan atraksi yang dimaksud adalah obyek dan atraksi
budaya, yang dapat digolongkan dalam material dan immaterial culture terbagi
dalam:
a. Material culture, terdiri dari:
- Seni budaya yaitu kerajinan tangan, kegiatan perekonomian, pesta rakyat
dan produk-produk lokal, seperti batik dan proses membatik.
- Seni bangunan yaitu arsitektur rumah, arsitektur tempat peribadatan,
arsitektur makam, arsitektur panggung, monument, dan sebagainya.
- Festival, yaitu berbagai festival budaya yang ada seperti festival batik,
fashion show, dll.
- Pentas dan pagelaran yaitu seni tari, seni musik, dan sebagainya.
b. Immaterial culture, terdiri dari:
- Nilai perilaku dan kebiasaan masyarakat di kawasan studi
- Nilai kepercayaan yaitu kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap
pencipta dan alam semesta
- Nilai adat istiadat yaitu nilai adat dan keyakinan masyarakat dahulu yang
masih diyakini.
A.1. 2. Metode Analisis
Penilaian terhadap objek dan atraksi wisata budaya eksisting dilakukan
untuk mengidentifikasi potensi obyek dan atraksi wisata eksisting dengan
membuat 6 kriteria sebagai parameter penilaian, yang diambil dari Burra Charter
(1999) dari faktor historical value dan sosial value untuk melihat cultural
significance dari obyek dan atraksi, dan kriteria dari Avenzora (2008), dari faktor
harmoni, keunikan, daya tarik dan kelangkaan, untuk melihat potensi fisik obyek
dan atraksi (Tabel 21). Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif
kuantitatif dengan melakukan teknik penskalaan melalui metode peringkat
53
(ranking) , dan teknik pembobotan dengan metode pembobotan (penentuan
bobot) secara langsung melalui expert judgement.
Perhitungan nilai obyek dan atraksi =
……(1)
Keterangan:
Fhv = faktor historical value = titik pengamatan ke-1 hingga ke-8
Fsv = faktor social value Fkl = faktor kelangkaan
Fhr = faktor harmoni
Fkn = faktor keunikan
Fdt = faktor daya tarik
Tabel 21. Peubah , indikator, dan kategori untuk penilaian potensi obyek atraksi
wisata eksisting
Peubah Indikator Kategori Nilai I. Kesejarahan
(historical value)
Chronogical value/age, historical events, substantially complete and intact (keaslian dan keutuhan) (Burra Charter,1999)
• Sangat signifikan (usia lebih dari 100 th, even sejarah berskala internasional, tingkat keutuhan dan keaslian 80-100%)
4
• Cukup signifikan (usia 50-100 th, even sejarah berskala nasional, tingkat keutuhan dan keaslian 50-79%)
3
• Kurang signifikan (usia < 50 th, even sejarah berskala lokal, tingkat keutuhan dan keaslian 10-49%)
2
• Tidak signifikan (usia < 50 th, even sejarah berskala lola, tingkat keutuhan dan keaslian < 10%)
1
II. Fungsi sosial (sovial value)
Seberapa besar pengaruh objek wisata tersebut sebagai fokus politik atau budaya (Burra Charter,1999)
• Sangat signifikan (sangat berarti secara internasional)
4
• Cukup signifikan (berarti secara nasional) 3
• Kurang signifikan (berarti secara lokal
2
• Tidak signifikan (hanya dimanfaatkan oleh satu kelompok atau keluarga dan kadang tidak dimanfaatkan sama sekali)
1
54
Lanjutan Tabel 21.
Peubah Indikator Kategori Nilai III. Harmoni Hubungan
dengan lingkungan sekitarnya (Avenzora, 2008)
• Sangat harmoni dengan lingkungan
4
• Cukup harmoni dengan lingkungan 3 • Kurang harmoni dengan
lingkungan 2
• Tidak harmoni dengan lingkungan
1
IV. Keunikan kelebihan dari unsur-unsur dari material culture/immaterial culture dibandingkan di tempat lain (Avenzora, 2008)
• Ada kekhususan, istimewa, menjadi ciri khas lokasi tersebut
4
• Bersifat khusus, cukup istimewa, tidak menjadi ciri khas kawasan
3
• Kurang bersifat khusus dan kurang istimewa
2
• Tidak khusus dan tidak istimewa
1
V. Daya tarik akses yang mudah, arsitektur yang menarik, tata kehidupan masyarakat, dan keramahan lingkungan (Avenzora, 2008)
• sangat menarik untuk dinikmati • cukup menarik untuk dinikmati • Kurang menarik untuk dinikmati • Tidak menarik untuk dinikmati
4 3 2 1
VI.Kelangkaan jumlah objek yang sama di tempat tertentu dan tingkat pemeliharaan (Avenzora, 2008)
• hanya ada di lokasi tersebut dan sangat terawat
• hanya ada di lokasi tersebut dan cukup terawat
• ada 2-5 di lokasi tersebut dan cukup terawat
• ada 5-10 di lokasi tersebut dan kurang terawat
4 3 2 1
Sumber: ICOMOS (The Burra Charter (1999)) dan Avenzora (2008)
Dari perhitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan
pembobotan (Tabel 22) dan dikategorikan dalam klasifikasi potensi yaitu sangat
baik, baik, cukup, dan buruk. Penentuan klasifikasi tingkat potensi objek dan
atraksi wisata sebagai berikut:
Klasifikasi tingkat potensi = …….( 2)
55
Tabel 22. Skala penilaian potensi obyek dan atraksi wisata eksisting
Faktor Bobot (%) Skala nilai 4 3 2 1
Historical value 15 12-15 8-11 4-7 0-3 Social value 10 8-10 5-7 2-4 0-1
Keunikan 15 12-15 8-11 4-7 0-3 Harmoni 10 8-10 5-7 2-4 0-1
Daya tarik 25 20-25 13-19 6-12 0-5 Kelangkaan 25 20-25 13-19 6-12 0-5
100 Sumber: Burra Charter (1999) , Avenzora (2008), modifikasi
Setelah diketahui potensi obyek dan atraksi wisata eksisting, lalu dibuat
zonasi kualitas budaya kawasan berdasarkan tingkat potensi obyek dan atraksi
wisata yang dimiliki kawasan tersebut. Kawasan yang rata-rata potensi obyek
wisata yang dimiliki tinggi, maka memiliki kualitas budaya yang tinggi.
A.1.3. Produk yang dihasilkan
Analisis untuk mengidentifikasi potensi objek dan atraksi wisata eksisting
akan menghasilkan 4 klasifikasi potensi yaitu :
Sangat baik. Artinya , sangat sesuai untuk dijadikan obyek dan atraksi wisata.
Perlakuan yang dilakukan hanya untuk menjaga kualitas obyek dan
atraksi wisata tersebut.
Baik. Artinya, sesuai untuk dijadikan obyek dan atraksi wisata, Perlu perlakukan
untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat sesuai.
Cukup. Artinya, dapat dijadikan obyek dan atraksi wisata , namun perlu
perlakuan lebih banyak untuk meningkatkan kualitas menjadi sesuai atau
sangat sesuai.
Buruk. Artinya, bahwa tidak sesuai untuk dijadikan obyek dan atraksi wisata.
Perlu perlakuan yang khusus dan mahal untuk meningkatkan kualitasnya
menjadi sesuai atau sangat sesuai.
Di samping itu akan dihasilkan peta tematik yang menggambarkan
tentang letak obyek dan atraksi wisata eksisting beserta tingkat potensi
budayanya, beserta zonasi kualitas budaya kawasan berdasarkan rata-rata
tingkat potensi obyek dan atraksi wisata yang dimiliki masing-masing kawasan.
56
A.2 Analisis kelayakan kawasan wisata
Analisis ini untuk mengetahui kelayakan kawasan wisata berdasarkan
kriteria-kriteria dari Dirjen Pengembangan Produk Pariwisata (2000).
A.2.1. Data
Data yang diperlukan untuk analisis ini adalah obyek dan atraksi wisata
yang terdapat di kawasan, fasilitas wisata yang ada di kawasan, serta sarana
dan prasarana yang terdapat di kawasan.
A.2.2. Metode Analisis
Penilaian kelayakan kawasan dilakukan untuk mengetahui tingkat
kelayakan kawasan dengan membuat 4 kriteria sebagai parameter penilaian,
yang diambil dari Dirjen Pengembangan Produk Pariwisata (2000) (Tabel 23).
Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan melakukan
teknik penskalaan melalui metode peringkat (ranking) , dan teknik pembobotan
dengan metode pembobotan (penentuan bobot) secara langsung melalui expert
judgement. Perhitungan nilai kelayakan kawasan diperoleh dari:
Keterangan:
Foda = faktor obyek & atraksi
Faks = faktor aksesibilitas
Flju = faktor letak dari jalan utama
Ffw = faktor fasilitas wisata yang tersedia
= titik pengamatan ke-1 hingga ke-8
Penentuan klasifikasi tingkat kelayakan kawasan untuk wisata adalah
sebagai berikut:
Klasifikasi Tingkat Potensi = N Skor maksimal – N Skor minimal
N Tingkat Klasifikasi
…………. ( 5)
Dari perhitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan
pembobotan (Tabel 24) dan dikategorikan dalam kategori kelayakan Sangat
Potensial (SP), Potensial (P), dan tidak Potensial (TP).
……(4)
57
Tabel 23. Penilaian kelayakan kawasan wisata Peubah Kategori Nilai
Objek dan atraksi wisata
• Semua atraksi bernilai tinggi (T) • Atraksi yang ada bernilai sedang (S) sampai Tinggi
(T) • Atraksi yang ada bernilai rendah (R) sampai
sedang (S) • Tidak terdapat objek dan atraksi
4 3 2 1
Aksesibilitas • Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi jalan baik,
• Jalan gang besar, kondisi sedang, mudah dicapai • Jalan gang kecil, kondisi sedang, agak mudah
dicapai • Tidak ada akses, kondisi sangat buruk
4 3 2 1
Letak dari jalan utama • Dekat (<500 meter) • Sedang (500 m – 1 km) • Cukup jauh (1-2 km) • Jauh (> 2 km)
4 3 2 1
Fasilitas wisata yang tersedia
• Tersedia, lengkap, kualitas baik & terawat • Ada beberapa, cukup terawat • Ada beberapa, kurang terawat • Tidak tersedia
4 3 2 1
Sumber: Direktorat Jenderal Pengembangan Produk Pariwisata (2000)
Tabel 24. Skala penilaian kelayakan kawasan
Faktor Bobot
(B) (%)
Skala nilai
4 3 2 1
Obyek dan atraksi wisata (Foda) 30 23-30 15-22 7-14 0-6 Aksesibilitas(Faks) 30 23-30 15-22 7-14 0-6
Letak dari jalan utama (Flju) 20 15-20 10-14 5-9 0-4 Fasilitas wisata yang tersedia (Ffw) 20 15-20 10-14 5-9 0-4
100 Sumber: Dirjen Pengembangan Produk Pariwisata (2002), modifikasi.
A.2.3. Produk yang dihasilkan
Hasil akhir analisis kelayakan kawasan ini adalah sebuah peta tematik
tentang tingkat potensi kelayakan kawasan di Kampung Laweyan.
A.3. Analisis Kualitas Estetika-Visual Lingkungan
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas estetika-visual
lingkungan berdasarkan kriteria-kriteria yang diambil Nasar (1998), Burra
Charter (1999), dan Carmona (2006).
58
A.3.1. Data
Data yang diperlukan untuk analisis ini adalah seluruh lingkungan yang
ada di tapak, terutama jalur sirkulasi.
A3.2. Metode Analisis
Analisis estetika-visual terhadap kawasan yang dimaksud adalah analisis
terhadap nilai estetika-visual terhadap lingkungan di kawasan. Analisis kualitas
estetika-visual didasarkan pada penilaian berdasarkan 5 kriteria yang diambil dari
Nasar (1998), Burra Charter (1999), dan Carmona (2006) yaitu 1) Architectural
rhytm, 2) Upkeep/civilities/Perawatan, 3) Openness/ Keterbukaan ,4) Historical
significance, 5) Order/ Keteraturan (Tabel 26).
Perhitungan nilai kualitas estetika-visual lingkungan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Far = faktor Architectural rhytm
Fci = faktor upkeep/civilities
Fop = faktor openness
Fhs = faktor historical significance
For = faktor order
= titik pengamatan ke-1 hingga ke-8
Dari perhitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan
pembobotan (Tabel 25) dan dikategorikan dalam kategori tingkat potensi
estetika-visual lingkungan Sangat Potensial (SP), Potensial (P), dan tidak
Potensial (TP) berdasarkan perhitungan Rumus (3).
Tabel 25. Skala penilaian kualitas estetika-visual lingkungan
Faktor Bobot (B) (%)
Skala nilai 4 3 2 1
Architectural rhytm (Far) 20 15-20 10-14 5-9 0-4 Upkeep/civilities/perawatan (Fci) 20 15-20 10-14 5-9 0-4 Openness/keterbukaan (Fop) 15 12-15 8-11 4-7 0-3 Historical significance (Fhs) 25 20-25 13-19 6-12 0-5 Order/keteraturan (For) 20 20-25 13-19 6-12 0-5
100 Sumber: Nasar (1999), Burra Charter (1981), modifikasi.
……(6)
59
Tabel 26. Penilaian kualitas etetika-visual lingkungan Peubah Indikator Kategori Nilai Architectural rhytm
Continuity of architectural atau street wall
• Kontinyu • Ada sedikit yang terputus • Terputus-putus • Sama sekali terputus
4 3 2 1
Perawatan Penjagaan lingkungan agar tampak terpelihara
• Lingkungan terpelihara dengan sangat baik
• Lingkungan terpelihara cukup baik • Lingkungan kurang terpelihara • Lingkungan tidak terpelihara
4 3 2 1
Keterbukaan Gabungan ruang terbuka dengan vista
• Ruang terbuka menciptakan vista yang sempurna
• Ruang terbuka menciptakan vista cukup bagus
• Ruang terbuka menciptakan vista yang kurang bagus
• Ruang terbuka tidak menciptakan vista yang bagus
4 3 2 1
Historical significance/ content
Tingkat representatif terhadap citra kawasan (sosial, budaya, dan sejarah)
• Lingkungan sangat mencerminkan keadaan sosial budaya dan kawasan
• Lingkungan cukup mencerminkan keadaan sosial budaya kawasan
• Lingkungan kurang mencerminkan keadaan sosial budaya kawasan
• Lingkungan tidak mencerminkan sama sekali
4 3 2 1
Keteraturan Koheren, kongruen, legibilitas, dan kejelasan
• Lingkungan terlihat koheren (pas), kongruen (sesuai), legible (terbaca) dan jelas
• Lingkungan koheren, tapi kurang legible • Lingkungan tidak koheren, kurang legible • Lingkungan tidak teratur dan tidak jelas
4 3 2 1
Sumber: Nasar (1998), Burra Charter (1981), dan Carmona ( 2006)
A.3.3. Produk yang dihasilkan
Hasil akhir analisis kualitas estetika-visual lingkungan ini adalah sebuah peta
tematik tentang tingkat potensi kualitas estetika-visual lingkungan di Kampung
Batik Laweyan.
A.4. Penentuan zona wisata budaya potensial Zona wisata budaya potensial ditentukan dengan teknik overlay yang
mengintegrasikan kualitas budaya kawasan (Kbk) , nilai kelayakan kawasan
(Kkws) dan kualitas estetika-visual lingkungan (Pevl). Bobot (B) untuk kualitas
budaya kawasan (Kbk) 40%, kelayakan kawasan 35%, sedangkan estetika
lingkungan 25% (Gunn, 1972 dalam Smith 1989, modifikasi). Setelah itu zona
60
wisata budaya potensial diklasifikasi menjadi sangat potensial, potensial, tidak
potensial, melalui perhitungan Rumus (3). Nilai potensi wisata budaya =
Dimana,
B= bobot Kkw= nilai kelayakan kawasan
Kbk= nilai kualitas budaya kawasan Kevl= kualitas estetika-visual lingkungan
B. Identifikasi dan Analisis Tingkat Akseptibilitas Masyarakat Lokal B.1 Data
Data yang digunakan dalam analisis masyarakat lokal ini adalah data
kesediaan masyarakat lokal tentang pengembangan wisata interpretasi budaya
melalui penyebaran kuisioner dengan metode pengambilan contohnya
menggunakan metode random sampling.
B.2 Metode Analisis
Tahap penentuan zona akseptibilitas masyarakat lokal ditunjukkan dengan
dengan melakukan analisis terhadap tingkat kesediaan masyarakat dalam
menerima pengembangan kawasan wisata (Tabel 27) dengan menggunakan
metode Koentjaraningrat dalam Yusiana (2007). Penilaian dilakukan oleh
responden, masing-masing kampung diambil n=12, sehingga jumlah dari
responden seluruh kampung yang diteliti adalah 90 responden.
Tabel 27. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat
No Faktor
Peringkat 4
(Bersedia) 3
(Kurang Bersedia)
2 (Tidak
Bersedia)
1 (Tidak tahu)
1. Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata
setuju Kurang setuju
Tidak Setuju Tidak Tahu
2. Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat
Setuju Kurang setuju
Tidak Setuju Tidak Tahu
3. Peran aktif masyarakat dalam pariwisata
Ya Kurang Tidak Tidak Tahu
4. Keuntungan kegiatan wisata Ya Kurang Tidak Tidak Tahu
5. Keberadaan wisatawan Bersedia Kurang Bersedia
Tidak Bersedia
Tidak Tahu
Sumber : Koentjaraningrat dalam Yusiana (2007)
……(7)
61
Penilaian akseptibilitas masyarakat untuk faktor tertentu di tiap kampung
didasarkan pada penghitungan :
Fx kampung ke-p = (4 x n)+(3 x n)+(2 x n)+(1 x n) ……….…………….... (8 )
Dimana,
Fx = total nilai faktor tertentu
p = kampung tertentu
n = jumlah orang yang memilih
Akseptibilitas Masyarakat =
Keterangan :
Pdtw = Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata
Ppkw = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat
Ppmp = Peran aktif masyarakat dalam pariwisata
Pkkw = Keuntungan kegiatan wisata
Pkw = Keberadaan wisatawan
Setelah dihitung skor masing-masing parameter, maka dilakukan
pengkategorian ke dalam kategori Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R).
B.3 Produk yang dihasilkan
Hasil akhir analisis akseptibilitas masyarakat ini adalah sebuah peta tematik
tentang tingkat akseptibilitas masyarakat di kawasan Kampung Laweyan.
C. Penentuan zona integratif untuk pengembangan kawasan wisata budaya Zona integratif diperoleh pada tahap sintesis dengan tehnik overlay yang
mengintegrasikan zona wisata budaya potensial (Pwb) dan potensi masyarakat
lokal (Pml). Setelah peta-peta tematik tersebut dioverlay, diperoleh zona
potensial kawasan untuk pengembangan wisata budaya dengan Rumus (10).
Setelah itu dibuat klasifikasi potensi sesuai Rumus (11) yaitu kawasan sangat
potensial, potensial dan tidak potensial. Bobot untuk aspek potensi wisata
budaya (67%) dan aspek masyarakat (33%) ditentukan melalui proses
pengambilan keputusan dari beberapa ahli dengan expert judgement.
……..(9)
62
Zona Potensial Wisata Budaya = …………………....(10)
Keterangan :
Pwb = Potensi wisata budaya
Pml = Potensi masyarakat Lokal
B = Bobot
Klasifikasi potensi zona diperoleh dengan perhitungan rumus :
Zona Integratif = Skor total tertinggi – Skor total terendah
Kriteria
…….............. (11)
Proses tumpang susun (overlay) peta komposit dari peta potensiwisata
dan peta akseptibilitas masyarakat menghasilkan tiga zona potensial kawasan
untuk pengembangan wisata budaya , yaitu:
SP : Zona sangat potensial, sangat sesuai untuk pengembangan wisata
budaya.
P : Zona potensial, cukup sesuai untuk pengembangan wisata
budaya
TP : Zona tidak potensial, tidak sesuai untuk pengembangan wisata
Budaya
Tahap 3. Konsep dan Perencanaan
Tahap konsep dan perencanaan ini merupakan pengembangan dari zona
kawasan wisata yang dikembangkan melalui aktivitas, fasilitas, dan sirkulasi
wisata yang disesuaikan dengan hasil analisis dan sentetis aspek fisik dan
masyarakat. Landasan konsep dan perencanaannya adalah pelestarian budaya
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (sustainable cultural tourism) melalui
wisata budaya yang interpretatif. Dari hasil perencanaan wisata, diperoleh
rencana lanskap kawasan wisata budaya. Rencana ini didasarkan pada metode
Simonds (1983) yaitu tapak, ruang, aspek visual, sirkulasi, dan struktur dalam
lanskap.
Rencana lanskap kawasan wisata budaya berdasarkan zona kesesuaian
wisata yang merupakan hasil analisis di kawasan Kampung Laweyan, yaitu
dalam bentuk:
a. Konsep pengembangan dan penataan yang akan dibangun adalah
kawasan wisata budaya yang interpretatif yang mendukung keberlanjutan
+
63
kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Konsep ini
diilustrasikan dalam bentuk model pengembangan dan penataan ruang
wisata yang mempertimbangkan karakter lanskap budaya kawasan dan
potensi obyek dan atraksi wisata yang ada dan penataannya sehingga
representatif terhadap karakter dan ciri khas budaya kawasan.
b. Program pengembangan dan penataan kawasan sesuai dengan konsep
pengembangan kawasan. Perencanaan program ini dilakukan
berdasarkan nilai-nilai potensi wisata kawasan. Hasilnya berupa arahan
pengembangan kawasan yang diilustrasikan secara grafis berupa
panduan penataan kawasan wisata budaya berkelanjutan di Kampung
Laweyan.
c. Perencanaan dan penataan infrastruktur pendukung wisata.
a. Definisi Operasional
Wisata adalah Perpindahan orang untuk sementara waktu dalam jangka waktu
tertentu ke tujuan di luar tempat tinggal/kerjanya (Nurisjah, 2000)
Wisata Budaya (cultural tourism) adalah wisata dengan kekayaan budaya
sebagai obyek wisata utama dengan penekanan pada aspek pendidikan
dan pengetahuan. Nurisjah et al. 2000)
Atraksi wisata adalah semua semua perwujudan dan sajian alam serta
kebudayaan yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan dan dinikmati
wisatawan di suatu kawasan wisata atau daerah tujuan wisata melalui
suatu bentuk pertunjukan yang khusus diselenggarakan untuk para
wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut (Yoeti, 2008)
Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) adalah suatu industri wisata yang
mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam pengelolaan seluruh
sumber daya yang ada guna mendukung wisata tersebut baik secara
ekonomi, sosial dan estetika yang dibutuhkan dalam memelihara keutuhan
budaya, proses penting ekologis, keragaman biologi dan dukungan dalam
sistem kehidupan (Inskeep, 1991).
Pariwisata budaya berkelanjutan (sustainable cultural tourism) adalah pariwisata
yang dilakukan dengan mempertimbangkan pengunjung (kebutuhan,
kepuasan, dan kenyamanan), industry (kebutuhan untuk memperoleh
keuntungan), komunitas (menghormati nilai-nilai dan kualitas hidup
64
masyarakat lokal), dan lingkungan (melindungi lingkungan fisik dan
budaya) (EAHTR, 2006).
Lanskap budaya adalah
Cultural significance adalah sebuah konsep untuk membantu dalam
mengestimasi nilai suatu tempat atau ruang yang memiliki signifikansi
untuk dapat memahami masa lampau untuk kepentingan masa kini dan
yang akan datang (Burra Charter, 1981)
adalah suatu kawasan geografis dimana ditampilkan
ekspresi lanskap alami oleh suatu kebudayaan tertentu, dimana budaya
adalah agennya, kawasan alami sebagai medium dan lanskap budaya
sebagai hasilnya (Sauers, 1978 diacu dalam Tishler, 1982)
Interpretasi adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk menghadirkan cultural
significance dari suatu tempat (place) (Burra Charter, 1999)
Interpretasi lingkungan adalah suatu aktivitas pendidikan untuk mengungkapkan
arti dan hubungan antara obyek alami dengan kelompok sasaran, dengan
pengalaman langsung dan dengan penggambaran media (ilustrasi) secara
sederhana.( Tilden ,1957)
Cultural heritage adalah ekspresi tentang cara hidup yang dikembangkan oleh
sebuah komunitas dan diteruskan dari generasi ke generasi termasuk adat
istiadat, praktek, tempat-tempat, obyek-obyek, ekspresi dan nilai artistic
(ICOMOS-International Cultural Tourism Charter ,2002)
Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) mengandung arti berbagai praktik,
representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan yang diakui oleh
berbagai komunitas, kelompok, dan dalam beberapa hal tertentu sebagai
bagian warisan budaya mereka (konvensi UNESCO, 2003).