pergulatan kaum muslim minoritas australia islam...

220

Upload: others

Post on 15-Jan-2020

19 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan
Page 2: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA

Islam Versus Multikulturalisme dan Sekularisme

Oleh

Dr. M. Amin Nurdin, MA.

USHUL PRESS

Page 3: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

Perpustakaan Nasional Katalog dalam terbitan (KDT)

Nurdin, Amin, 2009

Pegulatan Kaum Muslim Minoritas; Islam Versus Multikulturalisme dan

Sekularisme/

M. Amin Nurdin

Jakarta: Ushul Press, 2009

X, 260 hlm, 14x21 cm

ISBN : 978-602-8700-91-6

M. Amin Nurdin

Pergulatan Kaum Muslim Minoritas; Islam Versus Multikulturalisme dan Sekularisme

Lay-out dan desain cover : Ali Ma’mun

Gambar Sampul Departement of Immigration and Multicultural Affairs

Penerbit :Ushul Press

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412

Cetakan Pertama 2009

Dicetak oleh Sejahtera Kita

Jl. HOS. Cokroaminoto (Kreo) No. 103

Ciledug Raya Tangerang

Tlp. 021-73451975

(Isi diluar tanggungjawab percetakan)

Copyright 2009 M. Amin Nurdin

Dilarang mengutip sebagian seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk

dengan cara penggunaan mesin foto copy, tanpa izin sah dari penerbit.

Page 4: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

V

KATA PENGANTAR

Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah hasil penelitian penulis untuk

mengambil gelar doktor di Sekolah Pascasarjana Univeersitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullaj Jakarta. Penelitian ini membahas kehidupan beragama dalam

masyarakat Australia, yang pada mulanya ide itu muncul secara tidak sengaja dari

obrolan penulis dengan Dr Lea Jellineck dan Mr Hugh O’Neal – keduanya dosen di

Universitas Melbourne, dalam suatu undangan makan siang di rumah Hugh O’Neal,

di tengah kota Melbourne. Ketika mendengar rencana penulis tentang tema penelitian

disertasi yang membahas kehidupan beragama di Indonesia, kedua Indonesianist ini

menyarankan penulis untuk meneliti posisi agama di tengah masyarakat Australia

yang multikultural, karena sangat terbatasnya literatur yang membahas hal ity. Tanpa

disadari mereka berdua, topik diskusi tersebut ternyata telah menginspirasi penulis

dan mewujudkannya menjadi sebuah penelitian disertasi. Karena itu, penulis merasa

perlu mengucapja terima kasih kepada keduanya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada alm. Prof.Dr.Harun Nasution,

ketika itu menjabat Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN –

sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta – yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di lembaga yang dipimpinnya.

Ucapan terima kasih juga kepada Departemen Agama R>I, yang telah memberikan

beasiswa sejak Program S2 hingga S3. Begitu pula kepada Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, saat itu dijabat Prof.Dr.Azyumardi Azra, MA, yang telah

memberikan semangat dan dukungan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian

ini, sekaligus menjadi pembimbing disertasi bersama Prof.Dr.M.Bambang Pranowo.

Terima kasih kepada beliau berdua, yang telah bersedia meluangkan waktu, dan

membagi ilmu kepada penulis selama proses pembimbingab penulisan disertasi.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada senior penulis, Fachry Ali, yang telah

membantu selama proses penelitian dalam bentuk meminjamkan buku-buku yang

diperlukan dan memberikan koreksi-koreksi yang sangat berguna dalam penulisan

disertasi. Tanpa disadari, beliau telah ikut pula menjadi pembimbing penulis, selain

Page 5: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

VI

pembimbing utama. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Bahtiar

Effendi, MA, yang dengan segala senang hati sering memberikan buku dan bahan—

bahan referensi.

Dalam penulisan awal draft disertasi, penulis banyak dibantu oleh seorang

pemuka agama Islam di Australua dan mantan Sekretaris Jenderal Australian

Federation of Islamic Council (AFIC), Bilal Cleland, yang telah berjasa

mempertemukan penulis dengan Pengurus AFIC di Melbourne dan memberikan akses

bacaan yang begitu banyak tentang Islam di Australia. Demikian pula kepada

Prof.Dr.Abdullah Saeed, Ketua Jurusan Islamic Studies di Melbourne University,

yang membuka pintu lembaganya untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan.

Penulis berhutang budi kepada para pustakawan di berbagai perpustakaan universitas

di Sydney dan Melbourne, khususnya Melbourne University. Juga ucapan yang sama

kepada staf perpustakaan American Corner di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman, yang tidak bisa

disbutkan satu persatu atas dukungan mereka.

Dan yang terpenting, penulis mengucapkan terima kasih kepada almarhum

ayahanda Nurdin Dt.Majo Sati dan ibunda Hj.Roana Kamil serta kedua almarhum

mertua: H.M.Joesoef Ahmad dab Hj.Aminah Amrab, yang telah mendorong penulis

untuk menempuh pendidikan tertinggi. Khusus kepada isteri tercinta, Dr Jusna

Joesoef Ahmad dan ananda Faruki, penulis mengucapkan terima kaih atas pengertian,

dukungan dan kesabaran selama berlangsungnya penelitian.

Jakarta, 9 November 2009

Page 6: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

VII

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

BAB I: PENDAHULUAN 1 1

A. Latar Belakang Masalah 1 1

B. Perumusan dan Batasan Masalah 16 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 17

D. Kajian Pustaka 18 6

D. Metodologi Penelitian 25

F. Organisasi Penelitian 27 8

BAB II: MASYARAKAT AUSTRALIA 43

A. Sejarah Berdirinya Negara Australia 29

B. Pengelompokan Sosial-Budaya, Etnik, dan Agama dalam

Masyarakat Australia 41

C. Multikulturalisme sebagai Ideologi Negara 61

BAB III: MUSLIM AUSTRALIA: LATAR BELAKANG SEJARAH DAN

SOSIO-DEMOGRAFI 10

A. Latar Belakang Sejarah 93

B. Negara Asal Muslim Australia135 112 10

C. Interaksi Komunitas Muslim dengan Masyarakat Australia 120

1. Persepsi Komunitas Islam terhadap Masyarakat Australia 127

2. Persepsi Masyarakat Australia terhadap Komunitas Islam 132

67

BAB IV: DINAMIKA KOMUNITAS ISLAM AUSTRALIA

A. Inkubasi Lembaga Kepemimpinan 138

1. Mesjid sebaga Pusat Agama dan Aktifitas Sosial 138

2. Organisasi-organisasi Muslim Australia 142

Page 7: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

VIII

B. Kepemimpinan Kelompok dan Individual dalam Komunitas

Muslim 146

1. Asal-usul Pemimpin Kelompok 150

2. Asal-usul Pemimpin Individu 152 84

C. Latar belakang Sosio-Ekonomi Komunitas Muslim Australia 160

1. Profil Usia dan Jenis Kelamin 164

2. Pemukiman 165

3. Pendidikan 176

4. Pekerjaan 277

BAB V: “SYMBOLIC WORLD”: ISLAM DAN IDE MULTI-

KULTURALISME 184

A. Interaksi Islam dan Multikulturalisme Australia 186

B. Refleksi Islam terhadap Multikulturalisme 195

BAB V: KESIMPULAN/PENUTUP

A. Kesimpulan 201

B. Saran saran 214

DAFTAR BACAAN 216

LAMPIRAN-LAMPIRAN 258 90

Page 8: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Latar belakang sejarah keberadaan umat Islam di Australia telah berumur

panjang. Bahkan sebelum kaum kulit putih menduduki daratan Australia di tahun

1778, para nelayan Makassar telah lalu lalang di daerah pantai Darwin untuk mencari

trepang yang kemudian dijual untuk pasar daratan Tiongkok. Mereka sempat pula

menikahi wanita penduduk asli Australia, Aborigin, sambil mengenalkan agama

Islam. Namun karena langkanya sumber-sumber tertulis pada masa-masa awal

keberadaan masyarakat Muslim di Australia, maka beberapa buku yang menulis

tentang sejarah awal kedatangan Muslim lebih banyak merujuk kepada orang-orang

Afghanistan sebagai penunggang onta.1

Sejarah kehadiran Islam di Australia baru tercatat dalam dokumentasi

Australia diawali dengan kedatangan kelompok Afghanistan pada bulan Juni 1860.

Kedatangan mereka berkaitan dengan perlunya tenaga kerja dan alat transportasi onta

dalam pembukaan lahan-lahan pertanian dan eksplorasi tambang mineral di daerah

pedalaman Australia. Kontribusi mereka dalam pertumbuhan ekonomi negara diakui

secara luas oleh masyaraka Australia, khususnya dalam masa-masa awal eksplorasi.

Namun tidak lebih dalam 35 tahun berikutnya merupakan masa kemunduran bagi

umat Islam ketika pemerintah federasi Australia yang baru saja terbentuk

memaklumatkan The White Australian Policy (Kebijakan Kulit Putih Australia) yang

berbau rasis dan diskriminatif di tahun 1901. Kebijakan ini menetapkan penolakan

kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan hak-hak permohonan naturalisasi

untuk menjadi penduduk menetap. Hal ini berakibat bagi kelompok Muslim dengan

sulitnya kesempatan untuk mencari pekerjaan sehingga mereka menjadi kelompok

marjinal. Akhirnya, sebagian besar dari mereka kembali ke kampung halamannya,

sedangkan sebagian kecil lainnya (4.000 orang) tetap menetap di Australia.

1Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, Islamic Council of Victoria,

Melbourne, 2002, h. 5.

Page 9: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

2

Masa-masa pembentukan basis populasi kaum Muslim di Australia baru

terjadi sejak tahun 1960-an hingga tahun 1970-an. Hal ini diawali dengan persoalan

domestik berupa kurangnya tenaga kerja dan persoalan internasional berupa ancaman

pendudukan tentara Jepang ke kawasan Asia Timur yang terjadi sebelum dan setelah

Perang Dunia II. Kedua situasi yang tak menguntungkan ini mendorong pemerintah

Australia segera mempercepat pertambahan populasi dalam kerangka pertahanan

nasional jangka panjang dengan cara memperlunak seleksi kriteria imigrasi para

migran dan refugee, sekaligus dapat memperkuat proses industrialisasi yang sedang

berlangsung.2

Hingga pertengahan 1950-an, kedatangan etnis muslim masih sedikit,

namun mereka memiliki pendidikan yang tinggi dan profesional. Pada tahun 1960-an,

penduduk muslim berdatangan dengan jumlah yang sangat besar (lebih kurang 10.000

jiwa), khususnya dari Turki, dengan adanya perjanjian antara pemerintah Australia

dan Turki. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1970-an dengan kedatangan etnis yang

mayoritas Muslim dari Libanon yang berjumlah ratusan ribu orang sebagai pengungsi

(refugees) karena adanya perang saudara di daerah asalnya, disusul lagi dari Palestina.

Kedatangan kaum muslim berikutnya terjadi setiap tahun dari berbagai negara, seperti

Indonesia, Malaysia, Pakistan, India, dan Banglades. Kehadiran mereka telah

membentuk sebuah basis komunitas Islam tersendiri sehingga secara keseluruhan

jumlah penduduk Australia sampai tahun 1998 meningkat dua kali lipat dibanding

setelah Perang Dunia II di tahun 1947.

Komunitas-komunitas Islam yang telah terbentuk melakukan aktifitas sosial

bermula dari mesjid, karena tempat ini merupakan pusat kegiatan ibadah dan sosial.

Fungsi mesjid yang terdapat di lingkungan maupun di kota yang mereka tempati

merupakan faktor integrasi antar berbagai etnis. Setidaknya faktor ini dapat mereduksi

kesetiaan etnis yang berlebihan. Mesjid memiliki peran sentral dalam kehidupan

komunitas muslim baik secara keagamaan (ibadat) maupun sosial. Mesjid menjadi

pusat ibadat dan tempat ekspresi, interpretasi, dan perayaan upacara-upacara

keagamaan. Dengan demikian, ia juga menjadi rujukan komunitas dan alat identifikasi

2Christine Stevens, ‘Afghan Camel Drivers: Founders of Islam in Australia’, dalam Mary L, Jones

(ed.), An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, Law Printer, Melbourne,

Page 10: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

3

diri. Hampir semua aktifitas keagamaan dan sosial ummat Islam Australia

dikendalikan dari rumah Tuhan ini. Kemajuan Islam di Australia sebangun dan

identik dengan mudahnya diketemukan berpuluh-puluh mesjid yang didirikan di

berbagai kota, khususnya di New South Wales dan Victoria. Dukungan pemerintah

terhadap pendirian mesjid sangat kondusif. Hal ini dapat dilihat ketika peresmian

mesjid terbesar di Preston, Victoria, disaksikan oleh wakil pribadi Perdana Menteri

Malcolm Fraser dan Archbishop Roma Katholik Roma Melbourne.3

Upaya memayungi berbagai etnis muslim oleh berbagai pemimpin kelompok

komunitas telah pula melahirkan berbagai organisasi, mulai dari tingkat negara bagian

sampai negara federal. Pada tingkat federal ada Dewan Federasi Islam Australia (The

Australian Federation of Islamic Councils/AFIC) dan tingkat negara bagian, yang

berfungsi sebagai representasi komunitas muslim di tingkat pemerintahan, seperti The

Islamic Council of Victoria. AFIC merupakan organisasi yang mewakili suara

komunitas muslim di tingkat negara federal, di samping berfungsi membantu

pendanaan dan memfasilitasi berbagai kebutuhan umat Islam Australia. Organisasi ini

dibiayai oleh dukungan masyarakat lokal, negara-negara muslim penghasil minyak,

dan hasil dari penerbitan sertifikat halal.

Konsekuensi imigrasi bagi masyarakat Australia dan kaum pendatang muslim

(dan migran pada umumnya) terletak di luar batas demografis semata, tetapi juga

berkait dengan dimensi-dimensi sosial, budaya, agama, politik, dan ekonomi. Hal ini

dapat dilihat bagaimana respon masyarakat Australia terhadap kaum Muslim dan

sebaliknya, bagaimana respon kaum merekai untuk beradaptasi dan berintegrasi di

dalam rumah mereka yang baru. Respon masyarakat Australia tercitrakan dalam

pemberian streotype terhadap masyarakat Muslim sebagai sekte minoritas dengan

segala konotasi yang menggambarkan ketiadaan sejarah atau peradaban dan potensial

menjadi anggota komplotan konspirasi internasional yang berbahaya. Sebagian

‘image’ memang disadari atau tidak terbentuk oleh dominasi media yang memihak

dan peristiwa-peristiwa politik dan berdarah internasional lainnya yang dikait-kaitkan

h. 52. 3Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, Altamira Press, New

York, 2002, h. 211.

Page 11: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

4

langsung dengan umat Islam Australia. Akibatnya, mereka menuai prasangka dan

tindakan diskriminatif dalam bentuk penolakan, isolasi, dan kebencian.

Respon kelompok Muslim yang berinteraksi dengan masyarakat Australia

mengalami ‘kegagapan’ ketika sederet kekayaan budaya dan pluralisme latar

belakang mereka berbeda dengan lingkungan mereka yang baru. Banyak dari mereka

merasa tercerabut dan mengalami trauma saat menemukan diri mereka sebagai sebuah

minoritas agama dan dipaksa untuk mengadopsi berbagai budaya yang berbeda.

Keterkejutan budaya (cultural shock), kebingungan, dan disorientasi merupakaan

respon yang sering terjadi dan bisa dipahami dapat menghambat proses adaptasi dan

pembauran di tengah masyarakat Australia. Hal ini terlihat dari orientasi kontak sosial

cenderung yang kepada etnik dengan segala pernik-pernik budayanya.

Respon lain kelompok Muslim adalah terbawanya pemikiran mereka yang

konservatif terhadap nilai-nilai demokrasi, kesetaraan jender, dan praktek keagamaan.

Hal ini bisa dipahami, karena latar belakang sosial, budaya, dan pendidikan yang

masih rendah ketika mereka baru datang ke negara yang ‘asing’ ini. Corak pemikiran

yang konservatif tersebut terlihat pada penolakan terhadap proses modernitas dan

menuntut idealisasi ideologi politik Islam dan sistem pengadilan syariat yang secara

de jure dan de facto bertentangan dengan ideologi multikulturalisme Australia.4

Kondisi ini menimbulkan citra bahwa komunitas Muslim sulit menyesuaikan diri

sehingga dicap sebagai salah satu biang keladi potensial konflik sosial masyarakat

Australia. Karena itu, masyarakat Australia menganggap keberadaan kelompok

Muslim di Australia sebagai salah satu faktor keberhasilan atau kegagalan penerapan

ideologi Multikulturalisme dalam membentuk sebuah identitas nasional Australia

yang kohesif dan integratif.

Namun dalam proses adaptasi dan integrasi kelompok Muslim dalam arus

masyarakat Australia pada masa-masa berikutnya mengalami perubahan yang

signifikan sehingga membuka ruang baru pula terhadap penafsiran agama. Perubahan

sikap tersebut memunculkan sepenggal cahaya dan optimisme terhadap masa depan

4Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 211.

Page 12: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

5

Islam Australia untuk bisa beradaptasi dan kemudian berintegrasi dengan masyarakat

dan negara Australia. Pemerintah Australia sendiri memiliki komitmen untuk

menciptakan ‘sense of belonging’ dan penciptaan pengertian agama secara timbal

balik. Hal ini antara lain dilanjutkan dengan pendirian the World Conference on

Religion and Peace (WCRPA), yang merintis peran pendorong dan dukungan

terhadap kelompok imigran baru dengan berbagai dialog dan pertemuan lintas

agama.5

Persoalan lain yang dihadapi Komunitas Muslim adalah belum terbentuknya

satu kesatuan komunitas etnis Islam yang kuat sebagai sebuah ummah, tetapi masih

terfragmentasi dalam berbagai etnis. Faktor kesetiaan etnis masih tetap dipelihara

sehingga interaksi sosial di antara mereka sangat terbatas. Etnis Turki, Libanon, dan

Albania sangat menonjol bagaikan sebuah festival lansekap Islam Australia, yang

masih berjalan sendiri-sendiri. Mungkin dapat dimengerti, fragmentasi etnis Muslim

ini pada dasarnya merupakan sebuah konsekuensi yang tidak dapat terelakkan bagi

psikologi masyarakat yang menempati ‘rumah baru’ yang masih asing.

Faktor fragmentasi dalam etnis Islam dan adaptasi dengan nilai-nilai

hegemoni masyarakat Australia di atas, telah memunuculkan persoalan integrasi dan

kohesi sosial dalam masyarakat Australia. Secara faktual, kaum Muslim di Australia

merupakan representasi hubungan sosial dengan masyarakat Australia pada

umumnya, karena mereka menempati posisi ketiga jumlah penganut agama setelah

agama Budha (lebih 1,5%= k.l. 300.000 orang) setelah agama Kristen yang menjadi

penganut mayoritas.

Persoalan-persoalan yang dihadapi para migran direspon pemerintah Australia

dengan cara menetapkan multikulturalisme sebagai kebijakan dan penerapan dalam

mengatur anggota masyarakatnya agar tercipta suatu masyarakat yang harmonis dan

terhindar dari berbagai konflik kepentingan. Multikulturalisme6 yang diterapkan

Pemerintah Australia sudah menjadi istilah yang secara luas diterima masyarakat

5Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 211. 6Multikulturalisme berasal dari kata multi (jamak), kultur, dan isme (paham). ‘Multikultural’

adalah kata sifat yang merujuk pada fakta keragaman, sementara "multikulturalisme" menunjuk pada

sikap normatif atas fakta keragaman itu. Diolah dari Bruce Moore (ed.), The Australian Concise Oxford

Dictionary, Oxford University Press, Melbourne, 1997, h. 878.

Page 13: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

6

kontemporer sebagai konsep sosial yang ideal dalam ideologi negara ‘Dunia Baru’

vis-a-vis ‘Dunia Lama’ yang bersifat konservatif, rasis, dan fasis. Secara historis,

multikulturalisme merupakan fenomena baru yang muncul seiring dengan

mengalirnya para imigran dari ‘Dunia Timur’ ke negara-negara Barat terutama setelah

Perang Dunia II dan meningkat pada tahun 1960-an. Imigrasi ini pada gilirannya

berakibat kepada perubahan komposisi demografis baik secara etnik, sosial, dan

budaya. Sejalan dengan munculnya problems of migrant yang merupakan akibat

langsung dari adanya perbedaan budaya yang dibawa dari negara asal dengan prinsip-

prinsip nilai yang berkembang dalam kebudayaan negara yang didatangi.7 Era baru ini

menandai munculnya sebuah politik kebudayaan baru dalam menghadapi perbedaan.

Bagi beberapa negara yang menerapkan demokrasi liberal, pendekatan budaya

dan ideologi ‘multikultural’ dianggap lebih baik daripada pendekatan ‘assimilisi’

dalam menyikapi realitas keberagamaan etnik dan

budaya penduduk pendatang yang menjadi kelompok minoritas di tengah mainstream

budaya Kulit Putih.8 Sebagaimana diketahui, ideologi assimilasi, dibangun atas

asumsi bahwa kaum pendatang diharapkan mampu melepaskan cara hidup lama

mereka dengan cara menyesuaikan diri dalam kerangka budaya dan gaya hidup Barat

(western conformism). Di sini, nilai-nilai kebudayaan Barat harus menjadi rujukan

utama, sedangkan komponen budaya etnis minoritas pendatang menjadi pelengkap

bagi kebudayaan baru itu.

Seiring dengan munculnya kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan bagi

kelompok minoritas sebagai akibat langsung dari fluktuasi komposisi populasi kaum

migran yang membengkak, ideologi assimilasi yang dikembangkan menuai kritik

tajam yang memuncak sekitar tahun 1960-an. Pada gilirannya, wacana perbaikan

nasib kaum minoritas ini memunculkan sebuah pandangan baru dalam melihat relasi

antar-etnis yang dikenal sebagai ideologi multikulturalisme. Betapapun, bagi beberapa

7Joseph H. Carens and Melissa S. Williams, ‘Muslim Minorities in Liberal Democracies: The

Politics of Misrecognition’, dalam Reiner Baubock, et al (eds.), The Challenge of Diversity: Integration

and Pluralism in Societies of Immigration, Avebury, Vermont, 1996, h. 157. 8Jean I. Martin, The Migrant Presence: Australian Responses 1947-1977, George Allen &Unwin,

Sydney, 1978, h. 207. Lihat juga James Jupp, ‘One among Many”, dalam David Goodman, et al,

Page 14: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

7

kalangan tertentu, wacana multikulturalisme merupakan ancaman bagi identitas

nasional dan ‘way of life’ Barat, namun ideologi ini dipandang mampu memecahkan

masalah hak-hak sosial, politik, dan ekonomi kelompok minoritas,9 serta mendorong

terwujudnya perlindungan identitas dan budaya kelompok minoritas.

Perlu digaris bawahi bahwa istilah multikuralisme memang multi-tafsir dan

multi-dimensional.10

Beberapa sarjana mendefinisikan multikulturalisme sebagai

suatu kenyataan sosial adanya kelompok-kelompok masyarakat dari beraneka budaya

yang tinggal menetap bersama, suka maupun tidak suka, di sebuah negara. Ada juga

definisi multikulturalisme sebagai sebuah tatanan sosial ideal berupa lambang dari

prinsip-prinsip keadilan sosial yang mengemukakan tentang hak-hak, nilai, dan

kesetaraan kelompok dari berbagai tradisi budaya dan etnik. Pendapat pertama

merujuk kepada terma multikulturalisme dalam arti demografi empiris dan fakta

sosiologis, sedangkan pendapat kedua merujuk kepada terma ideologis dan konsep

normatif tentang way of life atau bagaimana seharusnya masyarakat itu diatur

(should be organised). Kedua terma ini dalam multikulturalisme bisa digunakan

Multicultural Australia: The Challenges of Change, Scribe and the University of Melbourne, Victoria,

1991, h. 124. 9Ellie Vasta, ‘Multiculturalism and Ethnic Identity: Relationship between Racism and

Resistance’, dalam Australian and New Zealand Journal of Sociology, no.2, August 1993, h. 209-210. 10

Menurut West, Collins, dan Lemert, multikulturalisme lahir di Amerika sebagai perwujudan dari

posmodernisme. Multikulturalisme adalah varian teori perbedaan yang mengambil ide dari gagasan

posmodernisme bahwa perbedaan manusia secara analitis lebih penting ketimbang kesamaan mereka.

Mengikuti Ferdinand de Sausure, Derrida menekankan bahwa kata dan konsep memiliki makna hanya

dalam kaitannya dengan kata dan konsep lain yang membedakan mereka. Multikulturalisme mulai dari

titik ini dan terus mengembangkan kritik masyarakat dan konsep masyarakat alternatif yang secara

fundamental berbeda dari Marxisme dan teori kritis Jerman. Multikulturalisme merayakan perbedaan

sebagai satu kerangka kerja yang ada di dalamnya untuk menghargai banyak kelompok dan narasi khas

mereka tentang pengalaman mereka. Terlebih lagi, multikulturalisme posmodern menyangkal

kemngkinan menyatunya kelompok-kelompok yang berbeda ke dalam satu alasan bersama yang mulai

mengubah struktur sosial secara keseluruhan.

Teori sosial kritis, menurut Ben Agger, adalah menjelaskan kesadaran untuk melakukan

perubahan sosial, dengan menyatakan bahwa perubahan sosial tidak dapat berlangsung di pundak

individu-individu; sebaliknya, multikulturalisme menjadikan pribadi sebagai agenda politik utama.

Inilah wilayah utama di mana multikulturalisme lebih dekat kepada liberalisme ketimbang ideologi kiri.

Pluralisme secara bahasa berasal dari kata plural (Inggris) yang berarti jamak, dalam arti ada

keanekaragaman dalam masyarakat, ada banyak hal lain di luar kelompok kita yang harus di akui.

Lebih luas lagi, pluraisme adalah sebuah faham tentang pluraitas, demikian definisi yang disampaikan

oleh Richard J.Mouw dan Sander Griffon. Pengertian seperti ini, menurut mereka, akan lebih bermakna

ketika seseorang mengakui dan meyakini bahwa ada sesuatu yang penting untuk dikatakan mengenai

banyaknya perbedaan itu. Diakses dari www.huttaqi/universal communication.

Page 15: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

8

secara bergantian.11

Namun dalam pembahasan penelitian ini, lebih banyak merujuk

kepada terma terakhir.

Begitu pula pengertian tentang ‘ideologi’ yang terdapat dalam multikultural

adalah sebuah konsep yang dapat dibagi dalam 2 kategori: Netral dan kritik. Netral

berorietansi pada ‘pandangan dunia’ (world views) atau sistem kepercayaan (system of

belief). Kritik dalam artian bagaimana ideologi itu dikonseptualisasikan dalam

memelihara sebuah sistem dominasi atau tradisi (Marx). Edward Shils

mendefinisikan ideologi sebagai seperangkat ide, sikap, dan kepercayaan yang

sistematis mengenai manusia, negara, masyarakat, dan bentuk ideal dari suatu

masyarakat yang diingin-kan.12

Dalam pembahasan materi multikulturalisme lebih

ditekankan kepada aspek ‘netral’ daripada ‘kritis’.

Pengertian multikulturalisme sebagai ideologi di Australia merupakan model

yang dianggap paling cocok dalam mengatur hubungan antar etnis dan bangsa yang

berjumlah 170-an dan dasar rujukan peraturan-peraturan pemerintah Australia dalam

mengambil kebijakan. Dimensi-dimensi multikulturalisme tidak hanya berkait

dengan masalah toleransi, tetapi juga penerimaan dengan baik budaya lain sebagai

sesuatu yang mempunyai nilai yang sama untuk dikembangkan masyarakat itu sendiri.

Hal ini terlihat pada tujuan multikulturalisme, yaitu pertama, perekat sosial (social

cohesion), yang bertujuan agar aneka kelompok dapat berinteraksi dengan berbagai

cara guna mencapai kebutuhan bersama; kedua, identitas budaya (cultural identity),

yaitu hak masyarakat dijamin dan diperbolehkan untuk mengekspresikan dan

mewarisi budaya masing-masing, termasuk bahasa dan agama; ketiga, persamaan

kesempatan dan akses (equality and acces) di mana masyarakat diberi kesempatan

dan akses yang sama dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi dan pekerjaan;

keempat, rasa tanggungjawab (equal responsbility), komitmen dan partisipasi yang

sama (commitment and participation) yang mensyaratkan kelompok minoritas setia

11Mark Lopez, The Origins of Multiculturalism in Australian Politics 1945- 1975,

MelbourneUniversity Press, Melbourne, 2000, h. 3. 12

Mark Lopez, The Origins of Multiculturalism in Australian Politics 1945- 1975, h. 3.

Page 16: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

9

kepada negara melalui rasa tanggungjawab dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat

dan berpegang teguh kepada ideologi multikultural.13

Apakah multikulturalisme dapat menjadi model alternatif dalam membangun

masa depan bangsa? Masalah ini menimbulkan dua pendapat yang dapat dilihat dari

sisi negatif dan positif. Pandangan yang negatif mengatakan bahwa multikulturalisme

dan etnisitas merupakan suatu ancaman bagi bangsa dan way of life Barat. Pendapat

sebaliknya mengatakan, ideologi multikulturalisme dan etnisitas mampu memecahkan

masalah hak-hak sosial, politik, dan ekonomi kelompok minoritas. Namun dalam

kenyataannya, pendapat negatif yang datang dari kelompok konservatif tidak

mendapat dukungan masyarakat pada umumnya.

Berangkat dari pengalaman negara-negara yang sudah menjadikan

multikulturalisme sebagai ideologi, seperti Australia dan Canada yang penduduknya

bersifat multi-etnis dan bangsa terlihat mampu meredam ketegangan-ketegangan dan

kekerasan-kekerasan dalam bentuk konflik budaya dan agama, termasuk terorisme

serta radikalisme. Kedua negara ini, khususnya Australia banyak dijadikan model

multikulturalisme di banyak negara dunia dalam membangun suatu kesatuan sosial

(social integration) dan kohesi sosial (social cohesiveness) hingga saat ini.

Sejak tahun 1975, multikulturalisme telah menjadi ideologi negara dan

menjadi babak baru sejarah Australia dalam menapak jalan kenegaraan dan

kebangsaan di masa berikutnya. Ini merupakan sebuah usaha domestikasi komunitas-

komunitas sosial etnik14

yang bertaburan dan fluktuatif serta rawan konflik. Babak

baru dimulai setelah berbagai usaha dilakukan negara sebelumnya di dalam menerima

kehadiran para migran15

.

13Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs, National Agenda

for a Multicultural Australia: Sharing Our Future, Australian Government Publishing Service,

Canberra, 1989, h. 37.

14

Terma etnik merujuk pada individu atau kelompok minoritas yang bukan latar belakang Anglo-

Saxon-British, warganegara, dan bukan dari suku Aborigin. Lihat Jean I. Martin, The Migrant

Presence: Australian Responses 1947-1977, h. 15. 15

Terma migran merujuk pada individu atau kelompok minoritas/imigran, lahir di luar Australia

dan bukan warganegara, pendatang baru dan penetap permanen (permanent residents). Lihat Jean I.

Martin, The Migrant Presence: Australian Responses 1947-1977, h. 15.

Page 17: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

10

Kebijakan ini adalah suatu usaha rekayasa sosial politik (social engeneering)

dalam kerangka meredam ketegangan dan kekerasan dalam bentuk konflik budaya,

terorisme, dan radikalisme. Dalam realitas sosial ini, terlihat kecilnya kemungkinan

konflik etnis sosial, budaya, dan agama yang selama ini terjadi Australia.

B. Perumusan dan Batasan Masalah

Permasalahan di atas menggambarkan bahwa komunitas Muslim di Australia

memiliki hambatan-hambatan baik secara internal maupun eksternal dalam

menyesuaikan diri dengan tempat mereka yang baru, khususnya sejak gelombang

besar migrasi Muslim di tahun 1960-an dan 1970-an bersamaan dengan

diberlakukannya ideologi multikulturalisme di tahun 1975 sebagai dasar kebijakan

politik pemerintah dalam mengatur urusan antar-etnis, karena beragamnya etnik,

sosial, budaya, dan agama.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana komunitas

Muslim Australia berintegrasi dan ‘survive’ dalam masyarakat Australia di tengah

pertentangan antara resitensi identital kultural Islam dan ideologi multikulturalisme

yang sekuler di Australia.

Kajian penelitian ini terbatas pada tiga hal, yaitu pertama, upaya kelompok

migran Muslim dengan berbagai persoalan internal dan eksternal dalam menyesuaikan

diri di Australia setelah munculnya kebijakan multikulturalisme Australia di tahun

1975. Kedua, pembahasan sejarah munculnya ideologi multikulturalisme yang sensitif

dan kontroversial di tengah dominasi budaya Australia yang sekuler serta

akomodasinya terhadap realitas etnis yang plural bagi terbentuknya sebuah identitas

nasional Australia. Ketiga, model integrasi yang dilperlukan komunitas Muslim dalam

memelihara identitas kultural mereka sehingga tidak bertentangan dengan ideologi

multikuralisme yang sekuler di Australia.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian tentang Islam dan Multikulturalisme ini bertujuan sebagai berikut:

Page 18: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

11

a. Untuk mengetahui sejarah kedatangan, perkembangan, dan dinamika

kelompok minoritas Muslim di Australia baik dalam dimensi etnis, budaya,

ekonomi maupun pendidikan,

b. Untuk mengetahui tentang asal-usul multikulturalisme, perkembangan, dan

bagaimana ideologi ini diterima sebagai tatanan ideal kebijakan politik

negara Australia dalam mengelola konflik dalam realitas masyarakatnya

yang plural.

c. Untuk mengetahui sejauhmana kaum Muslim Australia bisa menyesuaikan

diri dan tetap ‘survive’ di tengah pergumulan antara resistensi kultural

Islam di satu pihak dan kebijakan multikulturalisme yang sekuler di

Australia di pihak lain..

Adapun kegunaan dari penelitian ini, yaitu:

a. Sebagai fenomena dunia modern, multikulturalisme dapat dijadikan model

ideologi politik yang ideal bagi suatu negara yang memiliki penduduk

yang beragam kultur, etnik, budaya, dan agama. dalam membangun

harmoni dan kesatuan sosial.

b. Penelitian ini juga berguna untuk memecahkan masalah konflik antara

‘religous culture’ dan secular culture’’ dan ‘clash of civilization’ dalam

pertemuan Islam dan Barat.

c. Kajian dan penelitian yang membahas agama di Australia relatif masih

terbats, karena itu penelitian ini diharapkan bisa memberi kontribusi bagi

khazanah literatur tentang etnik minoritas Muslim dan kehidupan

beragama di Australia.

D. Kajian Pustaka

Pada umumnya penelitian tentang agama-agama, khususnya Islam dan

kelompok Muslim di Australia masih sangat terbatas. Namun sejak tahun 1995, isu

tentang Islam mulai menarik perhatian masyarakat Australia seiring dengan semakin

meningkatnya jumlah penduduk Muslim dan tumbuhnya keingintahuan mereka

tentang Islam itu sendiri. Di samping itu, peristiwa-peristiwa internasional yang

secara tidak langsung berkaitan dengan citra Islam di Australia. Penelitian-penelitian

Page 19: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

12

tersebut tidak hanya dilakukan oleh sarjana-sarjana Muslim Australia, tetapi juga dari

kalangan sarjana non-Muslim yang bekerja di lembaga pemerintahan dan di berbagai

lembaga penelitian perguruan tinggi, seperti Universitas Monash dan Universitas

Melbourne. Jumlah kajian penelitian tentang Islam semakin meningkat ketika

terjadinya peristiwa penyerangan pusat ekonomi dan keamanan Amerika Serikat pada

tanggal 11 September 2001 dan diikuti tragedi bom Bali dua tahun berikutnya, yang

memakan korban sebagian besar turis asal Australia.

Isu-isu yang diteliti sebagian besar masih berkaitan dengan pengenalan tentang

ajaran Islam, sejarah kedatangan, dan profil umat Islam, yang ditujukan kepada

masyarakat luas Australia, khususnya masyarakat kulit putih. Isu lain yang juga

diteliti adalah berbagai persoalan yang dihadapi kelompok migran Muslim sebagai

etnik minoritas dalam beradaptasi dengan rumah mereka yang baru baik dari aspek

pemukiman, kesejahteraan, dan pendidikan maupun implikasi ideologi

multikulturalisme sebagai kebijakan politik Australia terhadap umat Islam di

Australia.

Salah satu isu penting dan krusial dalam perjalanan sejarah politik Australia

adalah ideologi multikulturalisme. Ideologi ini bertujuan untuk menciptakan suatu

identitas nasional yang menekankan kehidupan yang harmonis dalam jangka panjang,

yang tidak hanya memperkaya modal sosial masyarakat Australia, tetapi juga solusi

menghadapi tantangan-tantangan dari berbagai kelompok etnik dan agama bagi masa

depan negara Australia.

Sejauh pengamatan peneliti, tantangan dari kelompok etnik Muslim di tengah

multikulturalisme Australia, baru diteliti oleh seorang sarjana Muslim bernama

Begum Zubaida pada tahun 1981 atau 24 tahun lalu dalam disertasinya berjudul

‘Islam and Multiculturalism: With Particular Reference to Muslims in Victoria’ di

Monash University. Dalam disertasinya, ia mengidentifikasi kebutuhan dan aspirasi

masyarakat Islam di kota Melbourne tentang masa depan pendidikan Islam anak-anak

mereka yang multikultural akibat diberlakukannya ideologi tersebut.16

16Zubaida Begum, Islam and Multiculturalism: With Particular Reference to Muslims in Victoria,

unpublished dissertation, Monash University, Melbourne, 1984, h. 235-236..

Page 20: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

13

Menurut hasil penelitiannya ketika itu, ada dua pandangan masyarakat Islam

yang berbeda terhadap pemberlakuan ideologi multikulturalisme tersebut, yaitu

Kelompok Konservatif dan Moderat. Kelompok Konservatif menganggap ideologi

Islam yang selama ini menjadi dasar pemikiran mereka bertentangan dengan ideologi

multikulturalisme yang sekuler. Kelompok ini berpendapat bahwa Islam merupakan

ideologi politik yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi dan menuntut

diberlakukannya negara Islam serta pemberlakuan sistem syariat Islam di Australia

bagi warganya yang beragama Islam. Secara teologis, Islam bukan hanya sebagai

seperangkat doktrin, tetapi juga mencakup kebudayaan dan politik yang harus

dipatuhi di manapun mereka bertempat tinggal. Hal ini bertentangan dengan ideologi

multikulturalisme yang bersumber dari pemikiran politik fillsafat kemanusiaan yang

bersifat sekuler yang mengatur bagaimana mengatur toleransi dan harmoni dalam

kehidupan masyarakat yang plural.

Menurut Begum Zubaida, konflik dua ideologi tersebut terlihat dalam empat

prinsip dan penerapan ideologi multikulturalisme Australia, yaitu perekat sosial,

identitas kultural, kesempatan dan akses yang sama, dan tangggung jawab dan

komitmen dan partisipasi yang sama. Pertama, prinsip pertama yang tercantum dalam

the Australian Council on Population and Ethnic Affairs, menyatakan,

...in the public arena, as distinct from the essentially private domain

of the family and religious belief, there cab be only one recognigsed

legal code...To allow each cultural group freedom to develop its

own legal codes, political institutions and practices would threaten

the existence of Australia as a cohesive nation.17

Prinsip pertama multikulturalisme ini berlawanan dengan pandangan

kelompok komunitas Muslim dan pemimpin agama. Prinsip ini, menurut Imam

Mesjid Lakemba di Sydney bertentangan dengan hukum syariat Islam. Para Imam

menginginkan adanya suatu ‘pengadilan bagi kelompok Muslim’ sesuai dengan

agama mereka di Australia. Syariat adalah hukum Islam yang mejadi pedoman segala

aspek kehidupan masyarakat Islam dan ini tidak sesuai dengan ideologi sekuler

17The Australian Council on Population and Ethnic Affairs, Multiculturalism for All Australians:

Our Develoving Nationhood, Australian Govertment Publishing, 1982, h. 16.

Page 21: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

14

multikulturalisme, yang tidak menyediakan ruang hukum syariat Islam dalam sistem

hukum positif Australia. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip ideologi Islam.

Kedua, identitas budaya. Prinsip ini tercantum dalam the Australian Council

on Population and Ethnic Affairs, yang memuat::

The aim should be to achieve a society in which all people have the

freedom to express their cultural identity...A core of moral and

cultural values, based on the central institutions of society, will

continue to place limits on what is acceptable behaviour for all

members of society.18

Dalam kasus kelompok Muslim, identitas kultural mereka didominasi

oleh ideologi agama, karena itu Islam juga harus dilihat sebagai identitas budaya yang

terlihat dalam simbol-simbol keagamaam seperti praktek keagamaan, khususnya

shalat, makanan, pakaian, sosial, dan nilai-nilai moral. Simbol-simbol identitas ini

merupakan karakteristik yang membedakan mereka dengan kelompok agama lainnya.

Dalam praktek keagamaan seperti melakukan shalat Jum’at, Idul Fitri, dan

Idul Adha masih mendapatkan hambatan secara struktural baik dari tempat

perusahaan mereka bekerja maupun di tingkat pemerintahan pusat dan federal, kecuali

negara bagian Victoria. Begitu pula nilai-nilai sosial kelompok Muslim lainnya yang

berbeda dengan nilai-nilai multikulturalisme Australia, seperti bercampurnya antara

pelajar pria dan wanita dalam satu ruang di sekolah-sekolah umum dan swasta dan

pemaksaan pemakaian baju renang (bikini) dalam kegiatan olahraga berenang.

Dengan demikian, prinsip kedua multikulturalisme ini telah mengatur segala perilaku

semua anggota masyarakat. Hal ini bertentangan dengan standar moral yang

diterapkan multikulturalisme dengan ideologi Islam, yang menganggap hal tersebut

tidak sesuai dengan moral Islam.

Ketiga, kesempatan dan akses yang sama. Dalam konteks Australia, prinsip ini

khususnya berkaitan dengan kemajuan ekonomi dan pekerjaan para migran

dibandingkan dengan masyarakat umum Australia. Bila dihubungkan dengan

masyarakat Islam, terdapat hambatan yang sangat signifikan dalam memanfaatkan

18The Australian Council on Population and Ethnic Affairs, Multiculturalism for All Australians:

Our Develoving Nationhood, 1982, h. 17.

Page 22: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

15

kesempatan dan akses tersebut, karena rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya

kemampuan bahasa Inggris. Begitu pula kedudukan wanita (kesetaraan jender)

mempunyai pandangan yang berbeda dengan ideologi Islam. Kelompok ideologi

Islam ini berpendapat bahwa kedudukan pria dianggap lebih tinggi dari perempuan,

karena peran mereka sebagai kepala rumah tangga.

Keempat, tanggungjawab dan komitmen serta partisipasi yang sama. Dalam

aspek ini, kelompok minoritas dituntut kesetiaan untuk membela negara Australia.

Kesetiaan ini diperlihatkan dalam bentuk tanggung-jawab bsersama dan aktif

berpartisipasi dalam kegiatan komunitas dan tetap memegang teguh komitmen

terhadap ideologi multikulturalisme. Dalam konteks ini, kelompok Muslim

mempunyai komitmen kepada ideologi Islam daripada multikulturalisme Australia.

Karena itu, kaum Muslim Australia hidup dalam dua ideologi yang saling

bertentangan dan hal ini berakibat terhadap pemeliharaan warisan kultural.

Dampak dari implikasi penerapan multikulturalisme Pemerintah Australia

terhadap pendidikan multikultural di sekolah-sekolah Islam tidak bisa diterima oleh

kelompok Islam konservatif, karena mereka tetap berkiblat kepada ideologi Islam,

termasuk mempertahankan guru-guru Islam –meskipun tidak memiliki skill— dan

penolakan buku-buku pelajaran multikultural yang memuat gambar binatang babi. Hal

ini berbeda dengan kelompok moderat yang secara selektif setuju dengan ideologi

tersebut di atas. Perbedaan pandangan kedua kelompok ini terjadi karena latar

belakang sosial, etnis, pendidikan sehingga melahirkan penafsiran yang berbeda pula

terhadap Islam itu sendiri.

Sejalan dengan pendekatan teoritis Begum Zubaida yang menggunakan

ideologi sebagai alat analisis dalam memahami kaum Muslim di Australia. Michael

Humphrey, seorang peneliti Islam dan Multikulturalisme di Australia juga

berpendapat yang sama. Dalam karyanya ‘Is this a Mosque-Free Zone? Islam and

State in Australia’19

dan ‘An Australian Islam? Religion in the Multicultural City’’20

,

19 Michael Humphrey, ‘Is this a Mosque-Free Zone? Islam and State in Australia’, Migration

Monitor, vol. 12, Januari, h. 12-17. 20

Michael Humphrey, ‘An Australian Islam? Religion in the Multicultural City’, dalam Abdullah

Saeed and Shahram Akbarzadeh, (ed.), Muslim Communities in Australia, UNSW Press, Sydney,

2003, h.33-52.

Page 23: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

16

menyatakan bahwa kehadiran Islam di Australia sebagai kasus percobaan (as a test)

keberhasilan dan kegagalan bagi masa depan sebuah negara sekuler yang

multikultural.

Menurut hasil penelitiannya, formulasi ‘Islam di Barat’ menggambarkan

pertemuan dua kebudayaan yang tidak cocok, karena yang satu agamis dan lainnya

sekuler. Karena itu keberadaan Islam di Australia dianggapnya sebagai sebuah

masalah bagi ‘multikulturalisme’ Australia. Ketidak-cocokan (incompatibality)

tersebut bermuara pada resistensi kultural permanen kelompok Muslim terhadap

proses-proses dominan modernitas, seperti nilai-nilai demokrasi, sekularisasi, dan

kesetaraan gender.

Sebagian pendapat serupa juga ditemukan dalam disertasi Dedi Mulyana

berjudul ‘Twenty Five Indonesians in Melbourne: A Study of the Social Construction

and Transformation of Ethnic Identity’ di Monash University, tahun 1995.

Menurutnya, sebagian kecil etnik Islam yang berasal

Indonesia masih terikat kepada loyalitas Islam sebagai ideologi sehingga kehadiran

mereka tetap dicurigai sebagai faktor disintegratif terhadap identitas nasional

Australia.21

Teori lain yang lebih baru diajukan oleh Abdullah Saeed dalam bukunya

‘Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions’22

di tahun 2004,

secara tidak langsung menolak tesis Zubaida Begum tentang adanya pertentangan dua

ideolologi dalam kelompok Muslim Australia dan teori resistensi budaya Michael

Humphrey. Dalam buku ini dijelaskan bahwa terdapat perubahan besar sikap

kelompok Muslim Australia terhadap multikultulturalisme Australia. Dalam pencarian

jati diri mereka, ideologi politik Islam tidak lagi merupakan faktor yang signifikan

dan harus dicurigai sebagai warganegara penuh Australia. Kelompok ini dalam proses

adaptasi dan berintegrasi dalam masyarakat Australia untuk mewujudkan identitas

nasional Australia. Saeed berpendapat bahwa faktor ideologi multikulturalisme

21Dedi Mulyana, Twenty-Five Indonesians in Melbourne: A Study of the Social Construction and

Transformation of Ethnic Identity, unpublished dissertatation, Monash University, Melbourne, 1995, h.

263-270. 22

Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions’ Departement of

Immigration and Multicultural and Indigenous Affairs and Australian Multicultural Foundation in

Assotiation with The University of Melbourne, 2004, h. 61-74.

Page 24: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

17

memainkan peran penting dalam proses integrasi tersebut, khususnya adanya

kebebasan beragama, termasuk penggunaan simbol-simbolnya.

Hal ini diperkuat dengan teori Gary D. Bouma dalam berbagai karyanya.

Dalam salah satu tulisannya, ia mengatakan bahwa komunitas Islam di Australia

termasuk yang berperan aktif dalam membangun pluralisme agama. Karena itu,

kontribusi mereka dalam membangun fondasi keharmonisan kehidupan antar

beragama di Australia diakui secara luas di Australia.23

Dengan demikian, model multikulturalisme Australia seperti dijelaskan di

atas, dapat dijadikan contoh sesuai dengan definisi Parekh bahwa, ‘sebagaimana

halnya masyarakat dengan berbagai agama atau bahasa adalah multi-agama atau

multi-bahasa, maka sebuah masyarakat yang mencakup beberapa budaya adalah

multikultural’. Karena itu, ia berpendapat bahwa sebuah masyarakat multikulturalis

adalah sebuah bentuk yang mencakup beberapa komunitas budaya dunia dengan

konsep-konsep yang saling tumpang tindih, namun tetap berbeda dalam konsep,

sistem pemaknaan, nilai-nilai, bentuk-bentuk organisasi sosial, sejarah, adat dan

praktek-prakteknya. 24

Pembahasan pengertian ‘multikulturalisme’ yang diberikan para ahli sangat

beragam. ‘Multikulturalisme’ pada dasarnya adalah pandangan dunia – yang

kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan – yang

menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan

multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat

juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam ‘politics of

recognition’.

Posisi agama dalam konteks multikulturalisme, menurut Robert Crotty,25

tidak

harus dilihat sebagai dua ideologi yang berlawan satu sama lain, karena agama adalah

sistem budaya yang memberikan sebuah ketertiban dunia dan pemaknaan (meaning)

di saat munculnya kekacauan (chaos) dan ancaman. Agama menawarkan suatu

23Gary D. Bouma, et al (eds.), ‘Muslims Managing Religious Diversity’, dalam Abdullah Saeed

and Shahram Akbarzadeh, (ed.), Muslim Communities in Australia, , h.53-62. 24

Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya: Membangun Multikulturalisme Indonesia di

seminar Kongres Budaya Indonesia, h. 2. Lihat www.kongresbud.budpar.go.id. Diakses 27/12/2006.

Page 25: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

18

kebenaran yang Mutlak (Ultimacy) sebagai representasi simbolik dari ketertiban

dunia. Dengan demikian, meski multikulturalisme merupakan sebuah ideologi

sekuler, ia berhadapan dengan agama yang juga bagian dari budaya masyarakat itu

sendiri. Kerana itu, bentuk-bentuk agama yang menampakkan diri dalam kehidupan

sehari-hari haruslah sejalan dengan perspektif multikulturalisme. Bentuk sikap mental

keagamaan yang ekslusif dan konservatif terhadap keragaman budaya masyarakat,

tidak akan mendapat tempat dan ruang. Sebaliknya wajah inklusif dan terbuka

merupakan tempat yang ‘ideal’ sekaligus ‘membumi’ bagi perkembangan eksistensi

masing-masing etnik.

Bila terjadi konflik antara ideologi agama dan multikulturalisme, menurut

John Eade,26

dapat diselesaikan dengan pendekatan konstruksi cultural hybridity

(identitas campuran/kesadaran ganda atau lebih). Kontsruksi kebudayaan hibrid

terjadi melalui proses migrasi global. Mereka menciptakan ‘diaspora-diaspora baru’ di

mana mereka harus belajar untuk menampati paling sedikit dua identitas, berbicara

dua bahasa budaya dan menterjemahkan dan bernegosiasi di antara keduanya.

Kesadaran ganda atau percampuran ini, menurutnya lebih lanjut, akan menghasilkan

identitas baru sebagai cara untuk berintegrasi, bertahan hidup, dan berjuang dalam

kondisi yang krisis dan transisi.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologi yang membahas interaksi

antara berbagai struktur, nilai-nilai, dan mobilitas kelompok minoritas migran Muslim

dan masyarakat Australia yang mempunyai tatanan nilai-nilai, norma-norma yang

sudah mapan dalam membentuk suatu masyarakat yang harmonis.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku dan media cetak dan

elektronik yang ada hubungannnya dengan pembahasan. Di samping itu juga

digunakan penelitian lapangan (field research), yaitu mengamati langsung ke objek

25Robert Crotty, ‘Multiculturalism and Religious Pluralism: Interaction and Overlap’, dalam

Norman C. Habel (ed.), Religion and Multiculturalism in Australia, Australian Association for the

Study of Religious (AARS), Adelaide, 1992, h. 31.

Page 26: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

19

penelitian untuk memperoleh data primer. Teknik pengumpulan data yang dipakai

dalam penelitian lapangan adalah obeservasi (pengamatan) dan wawancara. Observasi

adalah pencatatan secara sistermatik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.

Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap objek penelitian

untuk mendapatkan data yang berlangsung sejak bulan Oktober 2008 sampai akhir

tahun 1999.

Penelitian kepustakaan bersumber dari dua data, yaitu primer dan sekunder.

Data primer yang menjadi rujukan penulis, antara lain seperti yang telah disebutkan

dalam kajian pustaka, sedangkan kajian tentang multikulturalisme Australia adalah

The Origins of Multiculturalism in Australian Politics 1945-1975 karya Mark Lopez,

buku Theophanous yang berjudul Understanding Multiculturalism and Australian

Identity. Begitu pula dua buku, yaitu Towards a National Agenda for a Multicultural

Australia: A Discussion Paper dan buku National Agenda for a Multikultural

Australia: Sharing Our Future, yang diterbitkan Pemerintah Australia mengenai

kebijakan Multikulturalisme Australia dan program-programnya.

Penulis juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh pemimpin agama

Islam yang tergabung dalam AFIC dan kelompok organisasi lainnya, para refugee,

dan kelompok masyarakat Yahudi Australia. Wawancara ini bertujuan untuk

mengetahui langsung aspirasi, dinamika dan perkembangan komunitas Islam di

Australia.

Adapun sumber data sekunder, penulis merujuk pada buku-buku dan tulisan-

tulisan dalam bentuk jurnal, majalah, surat kabar, dan akses media elektronik yang

membahas pokok kajian tentang perkembangan dan kemajuan Islam di Australia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah sebuah proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi

informasi untuk menjawab pertanyaan penelitian agar dapat memberi gambaran

tentang situasi, fenomena, masalah atau suatu kejadian. Informasi tersebut

dikumpulkan dengan menggunakan berbagai variabel yang diukur dalam skala

nominal atau ordinal (skala pengukuran kualiatif) dan analisis dilakukan untuk

26Thung Ju Lan, ‘Politik Kebudayaan Baru tentang Perbedaan’, dalam Masyarakat dan Budaya,

Vol. IV No.1 PMB-LIPI, Jakarta, 2002, h. 56-57.

Page 27: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

20

membangun variasi tersebut dalam situasi, fenomena atau permasalahan dimaksud

tanpa memberikan penilaian secara kuantitatif.27

Penelitian kualitatif layak digunakan

pada kasus-kasus yang memerlukan analisis apresiatif kepada substansi maupun atas

alasan metodologis: hakikat dari riset ini merupakan sebuah eksplorasi dan dapat

dibandingkan dengan menekankan pada pemberian identifikasi dan memberi

penjelasan tentang makna, dalam hal ini, yang berkaitan antara agama dan

multikulturalisme sebagai sebuah ideologi sekuler.

Penelitian ini mengambil studi kasus di Australia. Alasan pemilihan Australia

sebagai studi kasus, karena negara ini telah melaksanakan ideologi multikultural

sebagai kebijakan politik sekaligus menerapkannya dalam berbagai program yang

terencana dan sistematis sehingga tercipta suatu masyarakat yang kohesif dan

harmonis. Studi kasus pada umumnya didefinisikan sebagai studi tentang kejadian-

kejadian dalam konteks kehidupan manusia yang nyata.28

Dalam badan ilmu yang

lebih luas, peran studi kasus empirik mempunyai tempat yang khusus sebagai sebuah

strategi penelitian. Sifat empirik di sini berarti bahwa tiap kesimpulan ditarik atas

dasar bukti yang jelas setelah dikumpulkan dari himpunan informasi pengalaman

hidup nyata atau hasil observasi. Dalam hal ini setidaknya ada empat bentuk

aplikasinya, yang terpenting adalah yang dapat memberi penjelasan tentang hubungan

timbal balik antara intervensi dalam kehiduoan nyata yang sangat kompleks bila

disurvai atau untuk dijadikan strategi eksperimental. Aplikasi kedua adalah untuk

menggambarkan dalam konteks kehidupan nyata di mana telah terjadi suatu

intervensi. Ketiga, sebuah evaluasi akan dapat dimanfaatkan dalam sebuah cara

deskriptif dari sebuah studi kasus illustratif – bahkan bisa juga dari laporan jurnalistik

– tentang intervensi itu sendiri. Aplikasi keempat ada pada penggunaannya dalam

upaya mengeksplorasi situasi di mana intervensi yang sedang dievaluasi dalam

keadaaan tidak jelas dan belum memberi hasil yang spesifik.29

Setelah data yang terkumpul, penulis menggunakan metode deskriptif untuk

menggambarkan keadaan objek atau peristiwa secara sistematis, faktual, dan akurat

27 Ranjit Kumar, Research Methodology: A Step by-Step Guide for Beginners, Longman, London,

1996, h. 2,7,8. 28

Robert K. Yin, Case Study Research Design and Methods, Sage Publications, Beverly Hills,

London, 1985, h. 67.

Page 28: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

21

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan antar fenomena. Data yang telah

dideskripsikan diolah dan diinterpretasikan dengan menggunakan metode analitis dan

teori cultural hybridity (kesadaran ganda atau lebih) untuk menjawab pertanyaan

penelitian.

F. Organisasi Penelitian

Organisasi penelitian ini terbagi dalam empat bagian. Bagian pertama

mencakup gambaran singkat tentang sejarah berdirinya negara Australia dan asal-usul

multikulturalisme hingga diterima sebagai kebijakan ideologi negara Australia. Pada

bagian ini dibahas proses pergantian ideologi assimilassi yang bersifat monokultural

menjadi ideologi multikultural.

Bagian kedua menggambar secara historis fase-fase kedatangan dan

keberadaan kaum Muslim di Australia. Dalam bagian ini juga dibahas interaksi sosial

umat Islam dengan masyarakat Australia dan sebaliknya persepsi masyarakat

Australia terhadap komunitas Islam di Australia.

Bagian ketiga membahas dinamika kelompok minoritas Muslim Australia di

tengan pergumulannya dengan tempat mereka yang baru dari segi kepemimpinan,

ekonomi, dan pendidikan.

Bagian keempat memuat pemahaman dan penghayatan kelompok Muslim

Australia terhadap agamanya yang dipresentasikan dalam dunia simbol dalam

interaksinya dengan multikulturalisme. Di sini juga dibahas pendekatan kaum Muslim

Australia agar bisa beradaptasi dan ‘survive’ di Australia.

29Robert K. Yin, Case Study Research Design and Methods, h. 25.

Page 29: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

22

BAB II

MASYARAKAT AUSTRALIA

DAN IDEOLOGI MULTIKULTURALISME

A. Sejarah Berdirinya Negara Australia

Secara geografis, benua Australia dulu menyatu dengan Asia; namun setelah

melewati jutaan tahun ikatan itu menghilang, dan memisahkan ‘Lahan Selatan yang

Besar’ itu, beserta tanam-tanaman dan binatangnya, membentuk diri dengan caranya

sendiri dalam relung alamnya sendiri, yang melindunginya dari makhluk pemangsa

pemakan daging yang bisa saja merambah lewat jembatan alam bila saja jembatan itu

tidak patah dan kemudian menjadi sederet mata rantai pulau-pulau yang sekarang

memisahkan Australia dari benua Asia. Meskipun begitu, semua bekas-bekas

jembatan purba itu tidak lenyap sama sekali. Hanya diperlukan sebuah pengubahan

sejauh 100 kaki di dasar lautan untuk menggabungkan kembali Australia dengan

Papua New Guinea.30

Suku Aborigin yang mengadaptasikan diri mereka untuk tetap hidup

dalam sebuah lingkungan yang kerap dengan keras, berburu dan mencari

ikan, karena tidak ada binatang yang bisa dijinakkan dan diternakkan atau

tanaman yang bisa ditanam. Jadi mereka mengembangkan sebuah pola

hidup sederhana, dengan ekonomi primitif kaum nomad.

Kaum Aborigin adalah penemu sebenarnya dari Tanah Australia atau Terra

Australis. Kata Australia yang berasal dari kata Latin Australis, yang berarti selatan.

30Oswald L. Ziegler, ‘Commonwealth of Australia’, dalam Oswald L. Ziegler, (ed.), the World

and South East Asia, Oswald Ziegler Enterprises, Sydney, 1973, h. 148

Page 30: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

23

Mendahului tahun-tahun kolonisasi ada banyak legenda dan spekulasi. Kaum Kaldea,

kaum Arab, dan kaum China semua dianggap memiliki pengetahuan tentang Australia

dan orang Portugis juga telah melihat bagian dari pantai ini sebelum tahun 1542.

Orang Spanyol dinyatakan sebagai pengunjung dan orang Belanda telah membuat

banyak perjalanan tercatat yang membawa mereka ke pantai benua ini, Kontak

pertama dengan orang Inggris dilakukan oleh William Dampier di tahun 1688 ketika

kapalnya Cygnet melempar jangkar di tepian barat laut dekat pelabuhan Derby

sekarang.31

Australia hari ini adalah sebuah pulau benua seluas hampir 3 juta mil persegi,

hampir sama dengan luas negara Amerika Serikat. Populasinya yang relatif kecil

berjumlah lebih 19 juta orang, yang telah didiami masyarakat yang beradab dan

umumnya berasal dari orang Eropa selama lebih kurang dari 200 tahun lalu. Australia

adalah benua yang paling kering, tidak punya gunung besar dan sistem sungai seperti

di tempat lain. Bagiannya yang lebih subur ada di sektor-sektor yang secara

perbandingan kecil dan di sini tumpukan penduduk terkonsentrasi, sebagian besar di

sudut tenggara.

Riwayat Australia yang modern dimulai tanggal 23 Agustus 1770, ketika

Kapten James Cook, R.N., seorang pelaut Inggris, mengambil alih ‘ atas nama Yang

Mulia Raja George II’ dari apa yang sekarang menjadi bagian timur New South Wales

dan Queensland, dan menambah lagi teritori lain pada kerajaan inggris Raya

(sekarang Negara-Negara Persemakmuran Inggris). Ulang tahun ke- 200 diperingati

di Australia tahun 1970 dengan dihadiri Yang Mulia Ratu Elizabeth II, H.R.H.

Pangeran Philip, Duke of Edinburgh, H./R.H. Pangeran Wales dan Puteri Anne. New

South Wales, pada khususnya, membua nya sebuah peristiwa yang mengesankan.

Setelah Cook berlayar ke bagian lain Australia, mulailah berlaku aneksasi. Ia

tidak bermaksud berlayar ke benua itu untuk menjajahnya (mengkolonisasi); ia tengah

dalam perjalanan pulang ke Inggris dari Tahiti di mana ia tadinya dikirim untuk

melakukan sebuah observasi astoromis. Ia berlabuh di Teluk Botany (Botany Bay) –

31Manning Clark, A Short History of Australia, A Mentor Book, New York, 1969, h. 13.

Page 31: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

24

sekarang di kawasan Sydney – yang dinamakannya demikian karena banyaknya jenis

(spesimen) botanis vegetasi yang ditemui di daerah itu.

Pandangan Cook tentang Australia, atau sebanyak yang telah sempat

dilihatnya, telah membangkitkan minat masyarakat di Inggris, namun baru di tahun

1787 mulai berlayar armada sebelas kapal yang datang, di bawah komando Kapten

Arthur Philip, R.N. yang kelak menjadi gubernur koloni baru itu yang dinamai New

South Wales. Pemerintah Inggris mempunyai dua motivasi dalam hal permukiman

yang belakangan ini. Koloni-koloni Amerika telah lenyap akibat Perang Kemerdekaan

dan sebuah basis di luar negeri diperlukan bagi para narapidana yang dihukum buang

karena berbagai bentuk kejahatan. Kapal-kapal itu mencapai Botany Bay tanggal 18

Januari 1788, namun Philip belum merasa tertarik dengan tapak itu dan delapan hari

kemudian ia berlayar ke Port Jackson, duabelas mil sebelah utara pantai, lalu

mendirikan permukimannya di Sydney Cove.32

Lepas dari kesulitan-kesulitan besar akibat kekurangan bahan makanan dan

tenaga ahli, koloni ini dengan kokoh terbentuk dan mulai dilakukan eksplorasi ke

pedalaman. Tasmania, yang sebelumnya dikenal sebagai Lahan Van Diemen, pulau

paling selatan dari benua itu mendapat penetap pertama dari Sydney tahun 1803.33

Ia menjadi sebuah koloni dengan haknya sendiri di tahun 1825 dan Australia

Barat, sebuah area luas hampir 1 juta mil persegi, mulai didiami di tahun 1827.

Australia Selatan diciptakan sebagai sebuah koloni bebas tahun 1836. Selama waktu

ini Victoria dan Queensland merupakan bagian dari New South Wales secara politis

namun di tahun 1851 dan 1859 masing-masing menjadi koloni terpisah.

Di tahun 1901 semua koloni-koloni itu membentuk federasi di bawah

‘Persemakmuran Australia’ dan sejak itu menjadi Negara-negara Bagian. Sebuah

daerah istimewa (teritori) dipisahkan dari New South Wales menjadi Ibu Kota Negara

Federasi (Federal Capital) dan di tahun 1913 diberi nama Canberra.

Di tahun 1907 kendali atas Territorial Australia Selatan yang berpenduduk

jarang, sebagian besar terbuka dan belum dibangun diberikan pada Pemerintah

32Manning Clark, A Short History of Australia, h. 28.

33Oswald L. Ziegler, ‘Commonwealth of Australia’, dalam Oswald L. Ziegler (ed.), The World

and South East Asia, h. 149.

Page 32: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

25

Persemakmuran yang sejak itu mengurusinya, bahkan sekarang pun, Teritori seluas

lebih dari separuh juta mil persegi itu hanya memiliki penduduk ratusan ribu jiwa.

Sementara itu, sebagian besar pendudk Aborigin merasa jauh dari

kemakmuran. Pengambil alihan lahan berburu oleh penduduk kulit putih dan

perseteruan-perseteruan yang terjadi menjadi bab suram dalam sejarah Australia.

Selama bertahun-tahun orang menganggap bahwa kaum Aborigin memang

ditakdirkan untuk punah. Namun di masa yang lebih kemudian dimunculkan

kebijakan-kebijakan yang lebih mencerahkan; mulai ada pengakuan luas atas nilai

budaya Aborigin dan suatu upaya tulus dilakukan untuk mengassimilasikan bangsa

Aborigin yang latar belakang kesukuannya telah hilang itu ke dalam kehidupan

bangsa Australia.

Dalam definisi resmi kebijakan assimilasi menetapkan semua orang keturunan

Aborigin untuk memilih penerapan gaya dan standar hidup yang sama dengan bangsa

Australia lainnya dan hidup sebagai anggota dari komunitas Australia yang satu –

menikmati hak-hak dan privilese yang sama, dikenakan kewajiban yang sama dan

menganut harapan dan kesetiaan yang sama dengan bangsa Australia yang lainnya.34

Keberhasilan beberapa individu kaum Aborigin sebagai pegawai negeri, pendeta,

seniman dan olah ragawan – dan belakangan ini juga sebagai politikus terkemuka –

menganut sebuah budaya yang berbeda dari yang mereka miliki sendiri. Dalam hal ini

barangkali yang paling dikenal adalah Albert Namatjira, pelukis, Harold Blair,

penyanyi, Lionel Rose, orang Aborigin pertama yang memenangkan pertandingan

dunia, gelar petinju kelas bantam dunia di Jepang tahun 1968, Evonne Goolagong

yang memiliki tingggi meteorik sebagai salah satu wanita petenis terbesar yang

pernah dihasilkan dunia, mencapai tingkat final di Wimbledon di tahun 1971 pada

usaha keduanya dan dengan mengalahkan juara pemenang, orang Australia, Margaret

Court, menjadi Ratu dunia tennis di usia 19 tahun. Atas upayanya yang luar biasa itu,

Ratu menganugerahkannya gelar M.B.E. d tahun 1972 Kehormatan Tahim Naru (New

Year’s Honours) dan Dewan Hari Australia (the Australia Day Council)

memproklamirkannya sebagai ’Warga Australia Tahun Ini’. Bangsa Aborigin lainnya

34Marjorie Jonston, Australian History, Longman Cheshire, Melbourne, 1985, h. 167.

Page 33: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

26

yang baik, Neville Bonner, terpilih masuk dalam keanggotaan Senat Negara

Queensland tahun 1971. Angka-angka ini berlipat di tahun 1966 mencatat jumlah

penduduk Aborigin 44,605 jiwa, di mana sejumlah 77,459 separuh Aborigin dan

8,000 suku Torres penduduk Strait Islanders dengan jumlah total 130,000 dan

mayoritas hidup di Queensland.35

Australia Masa Kini

Australia adalah sebuah negeri paradoks. Ia sebuah negeri modern, industri

dan teknologi maju di sebuah benua yang sebagian besar belum didiami manusia.

Lahannya seluas 7,682,300 kilometer persegi (2,966,136 mil persegi) menjadi rumah

bagi lebih dari 19 juta orang. Australia adalah satu-satunya pulau benua dan satu-

satunya benua yang merupakan satu negara di dunia. Mayoritas penduduknya

menempati kota-kota besar di bagian tepi laut, sedangkan di bagian pedalamannya

hampir kosong. Kelangkaan penduduk di pedalaman bisa dimengerti dilihat dari garis

lintang di mana benua itu berada. Massa lahan Australia berada antara 15 dan 35

derajat garis lintang, tempat di mana hampir semya padang pasir dunia berada.

Ditambah lagi, lebih dari 80 persen benua ini berada di zona iklim kering atau semi

kering. Curah hujan rata-rata tiap tahunnya hanya 465 milimeter (18 inci) dan karena

itu sekitar sepertiga lebih kering dari benua-benua lainnya kecuali Antartika. Tidak

seperti bagian lain dunia, iklim Australia tidak sepenuhnya dapat diramalkan menurut

batas-batas musim, tetapi tergantung pada berkembangnya fenomena El-Nino, dengan

siklus musim kering dan curah hujan lebarnya yang khas. Terlepas dari keadaan

tanahnya yang berfosil dan padang sahara, benua ini tergantung pada hasil ekspor

produksi utama dan bahan mineral untuk bisa menopang gaya hidup nyaman dan

mewah mayoritas penduduknya; namun ini dicapai lewat biaya besar kerusakan

lingkungan dan gangguan ekosistem yang rapuh. Sekitar 70% benua Australia tidak

cocok untuk jenis pertanian apapun, dan sebagian besar hanya bisa digunakan untuk

penggembalaan domba atau ternak dalam jumlah terbatas. Kemakmuran utama

Australia membahayakan keberlangsungan jangka panjang gaya hidupnya yang

35 Oswald L. Ziegler, Commonwealth of Asutralia, in Oswald L. Ziegler (ed.), the World and

South East Asia, h. 150.

Page 34: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

27

sekarang dan pemiskinan tanah dan salinitas semakin cepat merambah kemampuan

negeri ini untuk menghasilkan ekspor hasil pertanian yang mendukung gaya hidup

mewah penduduknya.36

Penduduk Australia semakin bertambah dengan meyakinkan antara 1 sampai

2% selama sepuluh tahun terakhir, disebabkan oleh gabungan dari aspek kelebihan

kelahiran dari kematian dan program gerakan migrasi yang dahsyat. Dengan

meluapnya penduduk masuk ke kota-kota dan mengumpul sepanjang garis pantai,

paradoks lain muncul dalam hal stereotip budaya nasional pria Australia yang kasar

dan berbasis alam liar semakin tidak menjadi contoh; namun mitos alam liar harus

segera diganti dengan sosok manusia kita atau sebuah legenda berdasar pantai untuk

mengidentifikasikan ke Australiaan-nya. Barangkali keengganan untuk menyia-

nyiakan pesta-pesta gaya kuno mencerminkan profil penduduk yang semakin menua,

karena Australia jauh dari bayangan sebuah komunitas muda yang penuh tenaga

seperti yang dipunyainya dan hasil yang tak terelakkan, akibat tingkat kesuburan dan

tingkat kematian yang rendah adalah suatu pertambangan progresif dalam usia rata-

rata masyarakatnya. Terlebih lagi, kaum wanitanya meliputi lebih dari separuh

penduduk. Kaum wanita dan kaum migran menciptakan sebuah kelompok mayoritas

yang penting namun terabaikan secara budaya di tengah masyarakat Australia

modern.

Budaya dan Komunitas

Australia membanggakan dirinya sebagai masyarakat yang bersahabat dengan

etos santai (laid-back ethos), yang disaksikan seluruh dunia selama penyelenggaraan

Pertandingan Olimpiade yang sangat sukses di Sydney pada bulan September 2000.

Barangkali ini ada kaitannya dengan iklim kawasan pantai dari bagian timur tepi

lautnya, namun akses pada matahari dan olah raga selancar dalam keadaan iklim di

mana orang bisa berada di luar rumah dengan berpakaian kurang lebih ringan selama

12 bulan dalam setahun tentulah akan menggugah suatu cara hidup dengan

pendekatan yang relatif bersifat hedonistis. Demikian juga halnya tradisi atau

36 Frank G. Clarke, The History of Australia, Greenwood Press, Wesport, 2002, h.1-3.

Page 35: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

28

kebiasaan dalam cara memandang pada pemerintah untuk menyediakan pelayanan

sosial dasar dan kesejahteraan rakyat. Kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan

akomodasi dasar bagi mereka yang paling tidak beruntung masih dipertimbangkan

menjadi kawasan tanggung jawab pemerintah di Australia, meskipung kedua partai

politik utama telah mengambil kebijakan untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari

beban finansial ini. Orang Australia masih menganggap pemerintah harus melindungi

mereka dari ekses-ekses paling buruk dari pasar dan menjalankan sebuah gaya hidup

yang menjamin suatu standar minimum kehidupan pada tingkat kenyamanan

sederhana. Pandangan seperti itu dalam sebuah iklim yang lembut dengan penduduk

yang berusia lanjut menghasilkan sebuah kepuasan dengan diri sendiri yang

memasukkan masyarakat ini dalam kelompok yang berpandangan konservatif.

Dalam sebuah lingkungan yang cukup kaya, sejak akhir tahun 1940-an

Australia telah mampu menyerap sejumlah besar kaum imigran dari semua bagian

dunia, dan kini negara ini adalah satu dari komunitas yang paling multikultur

(pluralis) di dunia. Sejak 1945, hampir 5,7 juta orang menetap di Australia dan kini

hampir satu dari empat anggota masyarakatnya lahir di luar negeri. Lebih dari 30

persen penduduk baru tiap tahunnya pada dekade yang lalu datang dari latar belakang

Asia, dan selama tiga tahun terakhir New Zealand, telah menggantikan Inggris

sebagai negara kelahiran sebagian besar kaum migran. Secara sekilas progran migrasi

seperti itu mungkin kelihatan berlawanan dengan sifat konservatif masyarakatnya,

namun pada kenyataannya, keberhasilan kebijakan imigrasi pasca perang sebagian

besar diakibatkan dari gabungan kemewahan dan kepuasan dengan diri sendiri Selama

periode-periode kejatuhan ekonomi, kebencian pada kaum migran muncul semakin

jelas naik, yang menurun lagi dengan beranjak naiknya ekonomi. Kehidupan sehari-

hari semakin diperkaya oleh kontribusi dari berbagai masyarakat migran, dan mereka

semua dilindungi dari tindak diskriminasi di bawah peraturan Undang-Undang Anti

Diskriminasi Pemerintah Federal tahun 1975, yang mengilegalkan tindak

diskriminasi di setiap aspek kehidupan berdasarkan warna kulit, ras, agama, jenis

kelamin (gender), atau negeri asal. Bahasa Inggris menjadi bahasa nasional Australia,

dan terlepas dari jumlah kaum migran yang tinggi, di tahun 1996, 85 persen penduduk

Page 36: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

29

berbicara hanya bahasa Inggris di rumah dan kurang dari 1 persen tidak bisa berbicara

bahasa Inggris sama sekali.37

Namun harmoni rasial, masih belum tercapai dengan keturunan kaum

Aborigin, yang berjumlah sekitar 2% dari seluruh penduduk, dan mereka masih

menderita dalam aspek kesejahteraan dan kesehatan. Keterbelakangan kesehatan ini

bersumber dari posisi mereka sebagai korban invasi awal bangsa Eropa di tahun 1788.

Mereka kehilangan negeri mereka dan tidak mendapat ganti rugi apapun sampai

disahkannya hak-hak lahan tengaran (landmark land rights legislation) di tahun 1993.

Belakangan ini, Komisi Penduduk Aborigin dan Teluk Torres (ATSIC) menerima

lebih dari $1 milyar per tahun untuk mendanai program-program yang dirancang

untuk memperbaiki ketakberuntungan selama dua abad.38

Rekonsiliasi dengan

penduduk asli telah menjadi wacana politik besar di Australia, dengan Partai Buruh

Australia (ALP) yang telah siap menawarkan sebuah pernyataan maaf (apology) resmi

atas semua sejarah ketidak-adilan yang telah diakibatkan dan menyakitkan itu.

Australia hari ini adalah sebuah negara berteknologi maju dan menikmati

standar hidup yang tinggi. Gambaran lama orang Australia sebagai masyarakat

bermata pencaharian pedesaan – peternak wool, petani susu, petani gandum dan

petani buah-buahna – tidak lagi mencerminkan kenyataan sebanarnya. Karena,

meskipun industri-industri utama ini masih menjadi bagian vital dalam ekonomi

negara, metode-metode produksi modern telah memungkinkan cara pengerjaan yang

semakin sediikit memerlukan tenaga manusia. Mayoritas penduduk Australia

sekarang adalah penduduk perkotaan yang terlibat dalam usaha industri sekunder dan

tersier serta kebanyakan mereka terkonsentrasi di kawasan pantai tenggara benua ini

dalam jalur memanjang di selatan mulai dari kota penghasil baja Newcastle, melewati

Sydney dan pusat penghasil baja kedua di Port Kembia di kawasan metropolitan

Wollongong, sampai ke Melbourne. Negara Australia berbentuk sistem pemerintahan

federal yang terdiri dari 6 negara bagian dan dua daerah teritorial, yaitu Brisbane

dengan ibukota Queensland, Australia Selatan beribukota Adelaide, Australia Barat

37 Frank G. Clarke, The History of Australia, h.1-3.

38Lihat juga Stephen J. Rimmer, The Cost of Multiculturalism, Belcomen, Bedford Park, 1991, h.

11.

Page 37: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

30

dengan ibukota Perth,Tasmania beribukota Hobart, New South Wales dengan ibukota

Sydney, dan Victoria dengan ibukota Melbourne serta Canberra adalah sebagai

Ibukota Negara Federasi.

Imigrasi dan Rasisme

Negara Australia pada zaman modern ini adalah produk dari dua proses yang

agak berbeda, namun berkait dalam hal kolonisasi dan imigrasi. Dalam hal yang

terakhir ini ia disebut sebagai negara migran (the Nation of migrant) Setiap orang

yang bukan keturunan suku Aborigin adalah kaum imigran dari asal muasal yang

relatif baru. Persoalan imigrasi sangat berkaitan erat dengan masyarakat Australia

yang multikultural di seluruh dunia, khususnya setelah masa-masa Perang Dunia II,

ketika Australia terlibat dalam sebuah program imigrasi besar,

Di waktu orang Australia Putih akan ‘merayakan dua abad pendudukannya’,

pemukiman bangsa Eropa sejak tahun 1788 telah berkembang tak merata. Pada tahun

1945, Australia baru mempunyai populasi 7,3 juta. Trauma Perang Dunia II, terutama

invasi Jepang ke New Guinea dan pengeboman kota Darwin, menambah ketakutan

banyak orang Australia, yang melihat diri mereka sendiri sebagai pos terdepan

Inggris di tengah lautan Asia yang bersikap bermusuhan. Maka setelah tahun 1945

dimulai pencarian kaum migran yang dapat menggelembungkan jumlah penduduk,

kekuatan, dan pertahanan Australia.

Ada juga alasan-alasan lain, yang mendorong pencarian pemerintah untuk

memperoleh lebih banyak kaum migran. Industrialisasi yang tengah tumbuh

membutuhkan tenaga kerja, yang tak mungkin dapat dipenuhi oleh jumlah populasi

yang kecil. Kapitalisme Australia tumbuh, dipacu modal asing dan tergantung pada

impor pekerja dalam jumlah besar, umpamanya, untuk upaya-upaya konstruksi besar,

seperti skema Hidro listrik Snowy Moontains.

Australia masih dilihat sebagai bangsa berkulit putih dan berkebangsaan

Inggris serta preferensi migran yang pertama adalah mereka yang berasal dari Inggris.

Ketika sumber-sumber kaum migran dari Inggris gagal memenuhi kuota, definisi

tentang siapa yang berhak di assimilasikan, yang bisa datang ke Australia tanpa

menimbulkan ancaman apapun pada Australia, pertama kali diarahkan pada kaum

Page 38: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

31

migran dari Eropa Tengah dan Eropa Timur, kemudian dari Eropa Selatan, akhirnya

dari Timur Tengah dan lainnya.

Kehadiran imigran dengan memperluas kriteria sumber migran yang tanpa

memperhatikan latar belakang budaya mereka atau penampilan mereka, diharapkan

kaum imigran baru akan dapat berassimilasi. Cara assimilasi akan dapat mengubah

kaum migran dengan mengadopsi nilai-nilai Australia sehingga bisa memperkuat

identitas, dan sebaliknya bukan merubah identitas nasional Australia.39

Pemerintah Australia menganggap sangat penting dalam menentukan pola

imigrasi. Di tahun 1945 Menteri Tenaga Kerja untuk imigrasi, Calwell,

mengumumkan sebuah target penambangan populasi 1% tiap tahun melalui imigrasi.

Di bulan Nopember, 1946, ia mengumumkan target-target tahun berikutnya, namun

menambahkan bahwa ia berharap agar ‘bagi setiap migran asing terdapat sepuluh

orang yang berasal dari Inggris’.40

Namun demikian, untuk memenuhi target-target ini

pemerintah Australia setuju menerima sejumlah ‘orang-orang yang salah tempat’,

terutama yang berasal dari Eropa Tengah dan Eropa Timur, yang menderita akibat

Perang Dunia II Mereka yang datang ke Australia jumlahnya naik turun dari

maksimum 150-185.000 untuk tahun 1967-1970 sampai yang rendah 53.000 di tahun

1975-1976 saat resesi mulai di awal ‘70-an. Jumlah ini menurun dari awal tahun

1980-an sebanyak 76.000 orang.

Kaum migran yang datang ke Australia mencerminkan kebijakan pemerintah

tentang jumlah, sumber dan kategori, dan juga peristiwa-peristiwa di Australia dan di

luar negeri. Jadi, ada sebuah kecenderungan mengurangi jumlah kaum migran selama

resesi ekonomi, meskipun masih ada debat penting mengenai apakah kaum migran

mengambil atau menciptakan lapangan pekerjaan.41

Dasar-dasar seleksi kaum migran itu bermacam-macam. Pada periode awal

paska-perang, kriteria rasial dan budaya dipakai, hanya keturunan Eropa yang dicari --

dengan preferensi pada keturunan Eropa Utara. Politik kulit putih Australia secara

39McConnochie, Keith, et al, Race and Racism in Australia, Social Science Press, Katoomba,

Sydney, 1988, h. 170. 40

Charles A. Price, ‘The Ethnic Composition of the Australian Population’, in Ian Burnley (ed.),

Immigration and Ethnicity in the 1980s: Australian Studies, Longman Chesire, Melbourne, 1985, h. 46.

Page 39: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

32

bertahap mempermudah masuknya para imigran antara tahun 1952 dan tahun 1972.

Terjadi modifikasi yang nyata bagi mereka yang berasal dari ‘keturunan campuran’

dan orang non Eropa yang mempunyai keahlian tinggi pada pertengahan tahun ‘60-an.

Setelah tahun 1972, pemerintahan Partai Buruh Whitlam mempunyai sebuah

komitmen pada politik non diskriminasi atas dasar ras sehingga menghapus

pertimbangan berdasarkan ras dan negeri asal dari kriteria seleksi.42

Penghapusan ini tercermin pada nilai-nilai moral yang berubah dan sebuah

komitmen yang berkembang di bagian-bagian penting dalam komunitas Australia

yang melepas rasisme dalam segala bentuknya, Tetapi hal ini juga sesungguhnya

mengakui adanya minat Australia dalam hal perdagangan, politik dan diplomatik di

kawasan Asia yang memerlukan penghapusan politik kulit putih Australia.

Pada saat yang sama Pemerintahan Buruh mengurangi penerimaan

menyeluruh imigrasi. Selama dekade terakhir, kaum migran yang potensial ingin

datang ke Australia jauh melebihi dari kesiapan Australia untuk menerima. Dengan

demikian sementara kriteria rasial tidak lagi dipraktekkan, namun seleksi semakin

keras dan menggunakan dasar-dasar lain untuk mengeluarkan, umpamanya, bagian

yang meminta agar pihak migran yang telah memiliki anggota keluarga dekat di

Australia untuk mensponsori kedatangan mereka dan tambahan syarat kesehatan serta

kepribadian, sebelum mereka bisa segera dipekerjakan.

Sumber kaum migran sebelum Perang Dunia II sebagian besar berasal dari

Inggris dan Irlandia. Perubahan radikal pertama datang di tahun 1947 – 1952, ketika

sebanyak 170.000 orang-orang yang tak mempunyai tempat datang ke Australia. Di

akhir tahun ‘50-an dan awal tahun ‘60-an jumlah yang datang dari Yunani dan Italia

semakin bertambah dan di akhir ‘60-an dari Yugoslavia. Pada tahun 70-an jumlah

yang datang semakin bertambah dari Vietnam dan Selandia Baru serta juga dari

Timur Tengah dan Amerika tengah dan Amerika selatan. Bagaimana pun, Inggris dan

Irlandia tetap menjadi negara asal utama yang terbesar. Kaum peminta suaka

41Jamie Mackie, The Politic of Asian Migration’, James E. Coughlan and Deborah J. McNamara

(ed.), Asian in Australia: Patterns of Migration and Settlement, Macmillan Education Australia,

Melbourne, 1997, h. 10. 42

McConnochie, Keith, et al, Race and Racism in Australia, h. 172.

Page 40: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

33

(refugees) menduduki proporsi nyata dalam penerimaan migran. Total jumlah 400.000

orang peminta suaka telah sampai di Australia sejak perang Dunia II.

Konsekuensi program imigrasi yang paling jelas bagi masyarakat Australia

adalah dalam aspek demografis: perubahan-perubahan dalam komposisi populasi

keseluruhan.

1. Populasi bertambah dengan cepat. Hampir berlipat dua antara tahun 1946 dan

1986, di mana imigrasi menjadi penyebab 40% dari total pertambahan jumlah

penduduk.

2. Pertambahan jumlah dan terutama fakta bahwa banyak kaum imigran masih

berusia muda atau setengah tua serta memasuki bursa kerja yang menuju pada

sebuah pertumbuhan dalam jumlah kekuatan kerja sehingga merangsang

pertumbuhan ekonomi Australia.

3. Imigrasi mempengaruhi profil menyeluruh usia populasi dan memperlambat aspek

penuaan, Hal ini diakibatkan baik oleh karena usia kaum migran yang relatif

muda dibandingkan populasi orang Australia pada umumnya, dan karena banyak

dari kaum migran kemudian mempunyai anak, atau lebih banyak anak di

Australia.

4. Komposisi etnis dalam populasi Australia berubah. Sebelum tahun 1945 hampir

semua kaum migran Australia berkebangsaan Inggris. Di tahun 1947 hanya 10%

dari total populasi lahir di luar negeri dan tiga perempat di antaranya lahir di

Inggris dan irlandia. Di tahun 1981, 20,6% dari populasi lahir di luar negeri,

meskipun sejauh itu kelompok terbesar tetap berasal dari Inggris dan Irlandia.

Sekarang, 40% orang Australia berasal dari kaum migran atau setidaknya

mempunyai satu dari orang tuanya yang adalah migran. Orang Australia terdiri

dari campuran dari 156 kebangsaan dan latar belakang etnik yang berbeda, dengan

jumlah terbesar datang dari Inggris, Italia, Selandia Baru, Yugoslavia, dan Yunani.

Etnisitas merupakan faktor penting dari keragaman budaya Australia. Ia

adalah sebuah konsep yang terbuka pada interpretasi. Secara definitif, ia mengacu

pada tempat lahir dan pada negeri asal atau latar belakang budaya, sosial, dan agama.

Di sini ia menjadi ‘fakta’ kelahiran. Di luar itu ia mengkait unsur-unsur subyektif

yang menunjuk pada bagaimana mengidentifikasi seseorang atau kelompok.

Page 41: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

34

Seorang kelahiran Australia masih tetap diindentifikasikan sebagai orang

Yunani atau Yunani-Australia. Di sini etnisitas menandakan asosiasi dengan suatu

kelompok dan masing-angota kelompok mempunyai arti sosial. Namun orang lain

bisa saja tetap memberi label mereka sebagai orang Cina. Jadi ada komponen-

komponen eksternal dan internal yang dipaksakan dan dipilihkan. Hal-hal ini bisa

berubah dengan berjalannya waktu dan situasi lingkungan yang memberi penghargaan

atau hukuman dalam penciptaan sebuah identifikasi tertentu.

B. Pengelompokan Sosial Budaya, Etnik, dan Agama dalam Masyarakat

Australia

Orang-orang Australia berasal dari seratus lebih negara yang berbeda-beda.

Ada banyak bangsa dan kebudayaan di Australia. Sumber keragaman tersebut sebagai

konsekuensi dari kebijakan negara mengenai imigrasi sehingga komposisi etnik,

budaya, dan agama pun ikut merubah profil Australia. 43

Penduduk pertama yang

hidup di Australia adalah orang-orang Aborigin. Mereka telah hidup di daerah selama

lebih dari 50.000 tahun. Lalu disusul kedatangan orang Inggris di tahun 1788 dalam

pelayaran pertama mereka di Australia. Sebagian besar dari mereka adalah para

narapidana yang akan ditempatkan kerajaan Inggris untuk menetap di Australia.

Selain migran dari dari Inggris, juga ada dari Irlandia.

43 www.dfat.gov.au/aii/publications/bad09/index.html, diakses tanggal 21 Juli 2005.

Page 42: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

35

Department of Immigration and Multicultural Affairs

Gambar 1: Para siswa dari Redfern di Sydney mencerminkan keanekaragaman

budaya Australia

Sesudah Perang Dunia II terjadi arus perpindahan penduduk ke Australia dari

banyak negara. Atbara tahun 1950 dan tahun 1973 kebanyakan migran datang dari

Eropa. Sejak saat itu, terdapat kenaikan arus migrasi dari Timur Tengah dan dari Asia.

Pada tahun 1975, 20% dari jumlah penduduk dilahirkan di luar Australia. Pada

tahun 1995 jumlah ini naik menjadi 23%, yakni satu dari setiap empat orang Australia

dilahirkan di luar negeri. Antara tahun 1984 dan 1994 jumlah orang Australia

kelahiran Asia sangat meningkat. Pada tahun 1994, 5% dari jumlah penduduk

dilahirkan di Asia.44

44 Data sensus statistik Australia yang pada umumnya menggunakan kategori asal etnik Australia,

asal tempat kelahiran, asal etnik, dan kontribusi etnik. Lihat Charles A. Price, ‘The Ethnic Composition

of the Australian Population’, dalam Ian Burnley (ed)., Immigration and Ethnicity in the 1980s:

Australian Studies, h. 51-54.

Page 43: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

36

Pada tahun 1994-95 kelompok migran kelahiran luar negeri yang paling pesat

pertumbuhannya adalah dari Indonesia, Hong Kong dan Makao. Meskipun

kebanyakan orang Australia kelahiran luar negeri berasal dari Eropa, arus migrasi dari

Eropa telah sangat menurun jumlahnya dibandingkan arus migrasi dari Asia.

Meskipun orang Australia berlainan asal-usulnya, mereka hidup damai antara

yang satu dan yang lain. Ada toleransi terhadap kebudayaan dan bangsa yang

berlainan. Hukum Australia melindungi orang dari diskriminasi ras. Kebijakan untuk

bersikap toleran dan untuk melindungi kebudayaan yang berbeda tersebut disebut

multikulturalisme.

Kebudayaan yang dominan di Australia selama empat dasawarsa terakhir

adalah yang berasal dari Inggris. Ini merupakan akibat dari zaman kolonial (Lihat

Gambar 2 dan 3). Para migran ke Australia dulunya cenderung mengikuti kebudayaan

yang dominan. Mereka cenderung makan, berpakaian dan berolah raga seperti orang

Australia yang berasal dari Inggris. Sejak tahun 1960-an aspek kebudayaan seperti ini

di Australia telah berubah. Orang-orang didorong untuk mempertahankan kebudayaan

mereka sendiri.

Marshall Leaver

Gambar.2: Tarian adat dari Negara Inggris

Page 44: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

37

The Scots College, Sydney

Gambar 3: Siswa-siswa dari sekolah Scots, Memakai pakaian adat dari Scotlandia

Sekarang para migran lebih dimungkinkan untuk mempertahankan warisan

budaya mereka. Bahasa yang digunakan oleh kelompok-kelompok migran yang

penting diajarkan di sekolah-sekolah dan di universitas-universitas. Ada program

radio dan televisi yang menggunakan bahasa asing. Hal ini membantu timbulnya

perasaan jati diri bagi semua orang Australia, dan juga menimbulkan kebhinekaan

bagi Australia serta membantu terciptanya masyarakat yang toleran.

Kebijakan di Australia dimaksudkan untuk menjaga kerukunan dan harmoni

melalui multikulturalisme. Menurut kebijakan ini, semua orang Australia bebas untuk

hidup di tempat yang dipilihnya dan bebas untuk mempertahankan kebudayaannya.

Mereka dapat menggunakan dan mempelajari bahasanya. Mereka bebas untuk

menjalankan agamanya. Orang-orang dari semua bangsa, agama, kebudayaan dan

bahasa adalah sama di mata hukum.

Agama-agama di Australia

Ada banyak agama yang terdapat di Australia.45

Kebanyakan orang Australia

beragama Kristen. Ada beberapa aliran kelompok Kristen. Dulu agama Kristen

45Lihat juga Gary D. Bouma, ‘Australia’s Religiuos Profile: Continuity and Change’, dalam Gary

D. Bouma (ed.), Many Religions, All Australian: Religious Settlement, Iden tity and Cultural Diversity,

The Christian Research Association, Melbourne,1996, h. 9-24.

Page 45: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

38

Anglikan merupakan agama yang dominan (Lihat Gambar 4). Sekarang kelompok

yang terbesar adalah kelompok beragama Katholik (Lihat Gambar 5) dengan 4,6 juta

pemeluk. Di antara orang-orang Australia yang berasal dari Yunani dan Eropa timur

dijumpai juga aliran Kristen Ortodoks. Di Australia juga ada sejumlah kecil penduduk

yang memeluk agama Yahudi.

Islam di Australia terutama dipeluk oleh orang-orang yang berasal dari

Libanon, Turki dan Timur Tengah (Lihat Gambar 6). Orang Australia yang beragama

Buddha terutama berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara.

Asian Field Study Centres

Gambar 4: Gereja Katedral Anglikan St Andrew, Sydney.

Page 46: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

39

Marshall Leaver

Gambar 5: Gereja Katedral Katolik Roma St Mary di Sydney.

Asian Field Study Centres

Gambar 6: Mesjid di Sydney. Kebanyakan orang Islam di Australia berasal dari Turki

dan Libanon.

Ada contoh gereja, kuil dan mesjid yang bagus di Australia. Beberapa di

antaranya masih baru dibangun. Di tahun 1976 telah dibangun sebuah mesjid yang

besar di Preston, yakni daerah pinggiran kota Melbourne. Baru-baru ini di daerah

Wollongong telah dibangun sebuah kompleks agama Buddha yang besar (Lihat

Gambar 8) dan sebuah kuil Hindu (Lihat Gambar 7). Juga ada kelompok kecil seperti

pemeluk Bahai dan agama Yahudi.

Page 47: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

40

Asian Field Study Centres

Gambar 7: Kuil Hindu di Helensburgh di sekitar kota Wollongong.

Asian Field Study Centres

Gambar 8: Wihara Buddha terbesar di luar Asia di Wollongong

Orang bermigrasi ke Australia

Orang bermigrasi ke Australia karena alasan-alasan yang berbeda.

Kebanyakan mereka datang ke Australia dengan alasan untuk memperoleh masa

depan yang lebih baik bagi dirinya sendiri maupun bagi anak-anaknya. Australia

adalah sebuah negara yang besar dan negara-negara bagiannya mempunyai kondisi

yang sesuai untuk tempat menetap.

Banyaknya kebudayaan yang berbeda telah menjadikan Australia sebagai

tempat yang menarik. Di bawah ini, secara singkat dibahas beberapa kelompok

Page 48: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

41

tertentu: Kelompok Aborigin, Inggris, Jerman, Yunani, Italia, Libanon, Vietnam,

Indonesia, dan India

Orang Aborigin

Orang Aborigin atau penduduk asli telah hidup di Australia selama lebih dari

50.000 tahun. Kebijakan multikulturalisme mendorong mereka untuk memelihara

kebudayaan mereka. Banyak orang di Australia berminat terhadap kebudayaan

Aborigin. Seni dan musik Aborigin telah menjadi populer.46

Kaitan dengan Eropa

Hubungan awal antara Eropa dengan Australia telah dimulai sejak abad ke-15

yang dilakukan melalui orang Portugis dan Belanda. Benua Australia dapat dilihat

dalam peta-peta Portugis lama. Mereka menamakannya Jawa Besar. Orang Belanda

menyebutnya Holand Baru. Pada tahun 1642 orang Belanda bernama Abel Tasman

berlayar dari Batavia (Jakarta) untuk menjelajahi Australia bagian selatan. Dia sampai

di Pulau Tasmania. Tasman percaya bahwa Australia tidak layak untuk tempat

bermukim. Oleh karena itu, selama abad berikutnya orang Eropa tidak menunjukkan

minat terhadap Australia.

Kaitan dengan Inggris

Pada tahun 1770 seorang penjelajah Inggris bernama Kapten James Cook

sampai di pantai timur Australia. Dia menganggap bahwa daerah tersebut cocok untuk

tempat tinggal. Pada tahun 1788 terbentuklah masyarakat narapidana Inggris di

Sydney.

Penduduk berbangsa Inggris tersebut berkembang, dan tak lama kemudian

juga berdatangan para pemukim yang bukan narapidana. Mereka datang untuk

membuat daerah pertanian. Kelompok-kelompok masyarakat lain juga dibentuk di

daerah-daerah yang berlainan di Australia. Banyak orang dari bangsa Irlandia dan

Inggris bermukim di Australia di awal Abad Ke-19 dan Ke-20. Orang-orang Inggris

tersebut merupakan kelompok yang beraneka ragam.47

46Manning Clark, A Short History of Australia, h. 1.

47Manning Clark, A Short History of Australia, h. 28.

Page 49: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

42

Kelompok ini meliputi orang-orang Inggris, Skotlandia, dan Wales. Saat ini

orang Inggris dan Irlandia merupakan kelompok-kelompok terbesar di Australia.

Telah berkembang suatu kebudayaan yang jelas di Australia. Kebudayaan tersebut

kebanyakan didasarkan atas kebudayaan kelompok terbesar ini.

Banyak ciri kebudayaan Australia yang merupakan pengaruh Inggris. Bahasa

yang digunakan dalam pemerintahan dan pendidikan resmi adalah bahasa Inggris.

Pemilihan anggota parlemen didasarkan atas sistem Inggris. Sistem hukumnya

didasarkan atas sistem hukum Inggris. Banyak jenis olahraga populer di Australia

yang berasal dari Inggris, seperti permainan

cricket, sepakbola rugby, tenis, dan balapan kuda.

Kelompok migran Jerman

Sekelompok orang Jerman bermigrasi ke Australia di tahun 1890-an. Mereka

datang ke Australia agar bebas menjalankan agama Kristen aliran Luther. Mereka

datang ke Australia karena tidak bebas menjalankan aliran kepercayaannya tersebut di

negara mereka sendiri. Aliran Luther adalah sejenis agama Kristen Protestan. Mereka

bermukim di Lembah Barossa. Lembah tersebut terletak 70 km di arah timur laut kota

Adelaide.

Para migran Jerman menggunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk

membuat industri minuman anggur. Mereka melihat bahwa tanah di Lembah Barossa

serupa dengan tanah di Lembah Rhine di Jerman. Iklimnya cocok untuk produksi

minuman anggur. Musim panasnya beriklim hangat dan kering dan musim dinginnya

sejuk dan lembab.

Sekarang Lembah Barossa mempunyai penduduk kira-kira 18.000 orang. Ada

36 gereja di lembah tersebut, dan kebanyakan beraliran Luther. Lembah itu

mempunyai ciri-ciri kebudayaan Jerman (Lihat Gambar 9). Ada bangunan-bangunan

bergaya Jerman. Minuman anggur yang dihasilkan juga bergaya Jerman dan toko-toko

serta restorannya menjual makanan gaya Jerman.

Page 50: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

43

South Australian Tourism Commission

Gambar 9: Orang Australia asal Jerman

Lembah Barossa telah menjadi daya tarik wisatawan. Para pengunjung dapat melihat

festival Jerman. Selama berlangsungnya festival, orang-orang mengenakan pakaian

tradisional dan menyajikan makanan tradisional. Para wisatawan dapat mendengarkan

lagu-lagu dan musik Jerman.

Orang Cina

Orang-orang Cina bermigrasi ke Australia dalam jumlah besar selama Abad

Ke-19. Mereka datang ke daerah-daerah pertambangan emas yang saat itu baru

ditemukan. Jumlah mereka mencapai kira-kira 100.000. Namun, oleh karena adanya

pembatasan imigrasi, jumlah mereka harus dikurangi. Ada kira-kira 29.900 orang

Cina pada tahun 1901 dan hanya kira-kira 6.400 pada tahun 1947.

Page 51: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

44

Kedatangan para pencari emas bangsa Cina membuat khawatir banyak pekerja

Australia. Para pekerja ini, yang kebanyakan keturunan Inggris, menganggap bahwa

orang-orang Cina ini akan mengambil pekerjaan mereka karena mereka mau saja

dibayar rendah. Para pekerja Australia ini juga menolak upaya petani domba ternak

untuk mendatangkan pekerja pertanian dari India. Reaksi yang keras ini menyebabkan

pemerintah kolonial negara bagian untuk menggunakan kebijakan imigrasi yang

membatasi imigrasi Asia. Sesudah timbulnya federasi, Pemerintah Australia juga

memberlakukan suatu kebijakan yang membatasi imigrasi Asia. Kebijakan ini

kemudian dikenal sebagai Kebijakan Australia Putih. Kebijakan ini dihapuskan pada

tahun 1973.

Sejak tahun 1970-an jumlah penduduk Cina Australia telah meningkat.

Mereka berdatangan dari Cina, Hong Kong, Taiwan dan beberapa negara di Asia

Tenggara. Sekarang ada kira-kira 250.000 orang Cina di Australia. Kira-kira dua

setengah persen orang Australia menggunakan bahasa Cina di rumah. Ada daerah

Pecinan di kota Sydney dan Melbourne. Orang Cina mempunyai daerah pasar dan

pertokoan. Juga terdapat orang-orang Cina yang menjalankan usaha dan yang bekerja

sebagai tenaga profesional.48

(Lihat Gambar 10).

48Lihat Ho Chooi Hon and James E. Coughlan, ‘The Chinese in Australia: Immigrants from the

People’s Republic of China, Malaysia, Singapore, Taiwan, Hongkong and Macau’, dalam James E.

Coughlan and Deborah J. McNamara (ed.), Asian in Australia: Patterns of Migration and Settlement, h.

145.

Page 52: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

45

Department of Immigration and Multicultural Affairs

Gambar 10: Mantan Walikota Darwin, Mr Alec Fong Lim.

Migrasi sejak Perang Dunia II

Australia dulu terlibat dalam Perang Dunia II. Selama terjadinya perang

tersebut, industri Australia telah berkembang. Telah pula didirikan industri-industri

baru.

Sesudah perang, industri Australia yang sedang berkembang tersebut

mengalami kekurangan tenaga terampil. Juga disadari waktu itu bahwa dengan adanya

lebih banyak penduduk, berarti pelaku ekonomi akan lebih banyak. Banyak orang

Eropa yang menderita akibat perang dan ingin bermigrasi ke Australia untuk memulai

hidup baru. Pemerintah Australia mendorong terjadinya migrasi pascaperang.

Mula-mula mayoritas migran adalah dari Inggris dan Irlandia. Tak lama

kemudian, banyak migran dari negara Eropa yang mengikuti arus orang-orang yang

Page 53: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

46

datang untuk bermukim di Australia. Kebanyakan dari para migran Eropa ini datang

dari Italia dan Yunani.

The Greek Herald

Gambar 11: Musisi Australia asal Yunani

Orang Yunani

Beberapa orang Yunani telah bermigrasi ke Australia sebelum tahun 1945.

Orang-orang ini mendirikan usaha seperti restoran dan kafe, dan beberapa ada yang

menjadi petani atau membuka bioskop. Beberapa dari pemukim Yunani ini ada yang

tinggal bersama dalam suatu kelompok masyarakat, tetapi ada juga yang bermukim di

desa-desa, menyatu dengan orang Eropa lainnya. Para pemukim Yunani yang awal ini

kemudian menjadi kaya dan anak-anak mereka seringkali memasuki profesi seperti

kedokteran dan hukum.

Menjelang tahun 1945 ada kira-kira 15.000 orang Yunani yang menetap di

Australia. Sesudah Perang Dunia II lebih banyak lagi orang Yunani yang mulai

Page 54: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

47

berdatangan. Antara tahun 1953 dan 1956 ada kira-kira 30.000 orang Yunani yang

berdatangan. Migrasi orang Yunani ini mencapai puncaknya antara tahun 1961 dan

1966 ketika lebih dari 16.000 orang Yunani masuk ke Australia setiap tahun.

Menjelang tahun 1971 ada kira-kira 160.000 orang Australia kelahiran Yunani.

Banyak migran Yunani yang berasal dari daerah pedesaan. Banyak dari

mereka yang merasa bahwa mereka tidak mempunyai ketrampilan untuk bekerja di

Australia. Maka mereka berinisiatif mendirikan usaha sendiri. Usaha ini meliputi

restoran, toko buah-buahan, toko kue dan penjualan ikan.

Orang Yunani mempertahankan kebudayaannya secara kuat di Australia.

Banyak orang Yunani yang memilih untuk hidup saling berdekatan di kota-kota di

Australia. Perkampungan seperti daerah Marrickville, Stanmore, dan Kensington di

Sydney serta daerah Brunswick, Prahran dan Fitzroy di Melbourne mempunyai

penduduk Yunani dalam jumlah besar. Ada gereja-gereja Yunani Ortodoks, ada kafe

dan klub sepakbola Yunani. Anak-anak para migran Yunani didorong untuk

mempelajari bahasa Yunani.

Orang Italia

Ada orang Italia yang sangat lama sekali menetap di Australia, karena tertarik

kepada penemuan emas pada Abad Ke-19. Keturunan orang-orang Italia ini, seperti

halnya keturunan orang Yunani, menjadi kaya dan banyak terwakili dalam segala

bidang kehidupan dan profesi.

Kebanyakan orang Italia datang ke Australia dalam jumlah besar sesudah

Perang Dunia II. Orang-orang Italia sangat menderita dampak peperangan tersebut.

Tingkat pengangguran sangat tinggi di Italia (18%). Beberapa daerah di Italia sangat

miskin, terutama di selatan. Banyak migran yang berasal dari daerah-daerah yang

miskin ini. Menjelang tahun 1954 penduduk Australia kelahiran Italia mencapai

jumlah 120.000. Menjelang tahun 1971 jumlah tersebut mencapai 290.000 orang.

Orang Italia merupakan kelompok migran terbesar di Australia.

Para migran Italia banyak yang masih mempertahankan rasa cinta kedaerahan.

Orang Italia yang berasal dari daerah-daerah seperti Kalabria, Sisilia dan Veneto

Page 55: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

48

tinggal saling berdekatan di Australia. Tiap-tiap daerah ini mempunyai bahasa yang

berlainan. Seringkali mereka menikah dengan orang dari daerah yang sama.

Adakalanya seluruh desa bermigrasi ke Australia. Jadi, banyak ikatan sosial asli dari

Italia yang kemudian dipindahkan ke Australia. Daerah seperti Leichhardt di Sydney

dan Carlton di Melbourne merupakan daerah tempat tinggal para keluarga Italia dan

banyak usaha yang didirikan oleh orang Italia. Ada kafe Italia, toko pakaian, restoran

dan toko makanan Italia (Lihat Gambar 12).

'bel mondo'

Gambar 12: Keluarga Manfredi membuka restoran Italia bel mondo di Sydney

Orang Libanon

Antara tahun 1947 dan 1970 ada kira-kira 5.500 orang Libanon yang menetap

di Australia. Kebanyakan mereka beragama Kristen. Banyak dari mereka yang

bekerja di pabrik seperti pabrik mobil Ford yang baru. Beberapa dari mereka ada yang

berpenghasilan cukup dan mendirikan usaha sendiri seperti toko dan taksi.

Pada tahun 1975 pecahlah perang saudara di Libanon. Terjadi banyak

kerusakan. Hal ini berakibat meningkatnya jumlah migran dari Libanon ke Australia.

Pada tahun 1976-77, tibalah di Australia 10.715 orang Libanon. Di antara migran

Libanon yang baru ini terdapat orang yang beragama Islam. Menjelang tahun 1981

terdapat lebih dari 50.000 orang kelahiran Libanon yang menetap di Australia. Juga

ada orang Australia yang kelahiran negara lain di Timur Tengah, seperti dari Mesir,

Irak, dan Siria.

Page 56: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

49

Orang Indonesia

Para nelayan Makassar yang berasal dari Indonesia telah datang ke Australia

sejak abad ke-18 mendahului kedatangan orang-orang Eropa dan berlangsung sampai

awal abad ke-20. Orang-orang Indonesia yang melanjutkan tradisi pelaut Makassar ke

Australia berasal dari Kupang dan Jawa. Mereka telah bekerja di kawasan industri

mutiara dan perkebunan gula di akhir abad ke- 19, karena upah mereka lebih baik

daripada upah di kampung halaman. Industri mutiara di Australia Barat menyewa para

penyelam dari Indonesia, khususnya yang direkrut di Kupang, dari tahun 1870-an

hingga 1940-an, atas dasar persetujuan dengan penguasa Belanda. Mereka

dipekerjakan di perahu-perahu yang beroperasi di Rebourne, dekat Port Headland,

Cossack, dan kemudian di Broome yang menjadi pusat industri mutiara. Sebagian

lagi, meski lebih sedikit jumlahnya, dipekerjakan di Port Darwin, Northern Territory

dan di Thursday Island, North Queensland.49

Kehidupan ekonomi mereka di Broome sangat sulit. Mereka tinggal di gubuk-

gubuk dekat perkampungan Aborigin sepanjang pantai. Mereka menghadapi sejumlah

kecil majikan kulit putih yang hidupnya lebih baik, dan para pekerja Jepang, Cina,

Filipina, dan Aborigin. Perkelahin antara mereka adalah hal yang lumrah. Di

Thursday Island kondisi mereka lebih parah lagi. Mereka harus menanggung resiko

hidup di tempat-tempat sesak dan tidak sehat. Mereka juga harus mengatasi serangan

hiu, goresan karang, penyakit, tenggelam, dan topan yang membawa maut.

Dengan adanya batasan-batasan keimigrasian tahun 1901, hampir semua

kembali ke Indonesia dan hanya sejumlah kecil saja menetap di Australia. Baru di

tahun 1950-an dan 1960-an ada mahasiswa Indonesia datang ke Australia sebagai

bagian program beasiswa pemerintah Australia untuk mengenyam pendidikan di

universitas-universitas Australia. Selama periode ini, beberapa orang Indonesia datang

ke Australia untuk mengajar bahasa Indonesia. Mereka yang memilih untuk menetap

di Australia pada masa itu membentuk titik inti komunitas Muslim Indonesia.

Berdasarkan kemudahan batasan migrasi non-putih tahun 1966, migrasi orang

Indonesia ke Australia jadi bertambah besar. Sebagai tambahan pada mereka yang

49Abdullah Saeed, Islam in Australia, Allen & Unwin, Sydney, 2003, h. 11.

Page 57: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

50

telah bermigrasi permanen ke Australia pada tahun 1980-an dan 1990-an, sejumlah

besar orang Indonesia yang kaya mengirim anak-anak mereka belajar di Australia.

Kini, kebanyakan orang indonesia tinggal di Sydney, diikuti kota-kota lain:

Melbourne, Perth dan Brisbane. Meskipun Indonesia merupakan negara dengan

mayoritas Muslim terbesar di dunia, hanya 8.087 (17%) orang Australia asal

indonesia (total 47.156) yang mengaku sebagai Muslim. Pada umumnya orang

Indonesia merasa mudah bernitegrasi dengan masyarakat Australia. Mereka

cenderung datang ke mesjid-mesjid yang dibangun kelompok etnik lainnya. Mereka

aktif dalam berbagai kegiatan sosial etnik dan keagamaan. Dalam kegiatan etnik,

mereka mendirikan organisasi etnik

seperti IKAWIRA, PERWIRA, Paguyuban Jawa, dan Minang Saiyo. Begitu pula

dalam kegiatan keagamaan, mereka bekerjasama dengan kelompok mahasiswa

Muslim Australia asal Indonesia yang tergabung dalam Monash Indonesian Islamic

Society (MIIS) dan Himpunan Pengajian Islam al-Taqwa (HPIA). Orang-orang Islam

asal Indonesia juga mendirikan mesjid atas swadaya sendiri di Sydney bernama al-

Hijrah Mosque, lebih dikenal dengan Mesjid Tempe, karena terletak di daerah West

Tempe. Demikian pula di Victoria, masyarakat Islam Indonesia bekerjasama dengan

MIIS mendirikan mesjid (mushalla) bernama al-Taqwa, yang terletak di Clayton,

dekat kampus Monash.50

50Deddy Mulyana, Islam dan Orang Indonesia di Australia, Logos, Jakarta, 2000, h. 63, 150-151.

Page 58: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

51

Asian Field Study Centres

Gambar 13: Masyarakat Indonesia di Australia telah memperkenalkan makanan baru

seperti sate

Orang Vietnam

Selama jangka waktu akhir 1970-an dan 1980-an banyak migran yang

berdatangan dari daratan Indo-Cina. Kebanyakan mereka datang dari Vietnam. Di

Vietnam waktu itu terjadi peperangan selama tigapuluh tahun. Juga terjadi kerusuhan

besar di Kamboja dan Laos. Terjadi peperangan di Kamboja di tahun 1979.51

Banyak

orang dari negara-negara ini yang memutuskan untuk pergi dari negaranya. Banyak

dari mereka yang pergi dengan menggunakan perahu kecil. Mereka harus mengarungi

lautan yang berbahaya. Mulai tahun 1975 sampai pertengahan 1978 ada kira-kira

30.000 'manusia perahu' yang meninggalkan Vietnam. Jumlah ini meningkat di tahun

berikutnya dan mencapai ratusan ribu jumlahnya (Lihat Gambar 14).

51Gary D. Bouma, ‘Budhist Temples and the Settlement of Vietnamese migrants: A Case Studi’,

dalam Gary D. Bouma (ed.), Many Religions, All Australian: Religious Settlement, Iden tity and

Cultural Diversity, The Christian Research Association, Melbourne,1996, h. 53-55.

Page 59: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

52

Asian Field Study Centres

Gambar 14: Orang Australia asal Vietnam

Australia menerima ribuan pengungsi Indo-Cina. Kemudian mereka datang

sebagai migran. Mulai tahun 1975 sampai 1985 ada 79.000 orang Vietnam yang

masuk ke Australia.Sekarang ada 200.000 orang Australia yang lahir di Vietnam.

Seringkali, para pengungsi tidak mempunyai keluarga atau teman yang dapat

membantunya. Yang membantu mereka adalah kelompok kerja sosial yang ada di

Australia. Sekarang ada kelompok-kelompok bantuan Vietnam. Ada daerah-daerah

yang menjadi tempat pemukiman Vietnam, misalnya Cabramatta di Sydney (Lihat

Gambar 14) dan Richmond di Melbourne. Sekarang banyak orang Vietnam yang

mempunyai usaha sendiri. Banyak anak Vietnam yang belajar di universitas.

Orang India

Orang India pertama kali datang ke Australia di Abad ke-19. Di tahun 1890-

an, di antara para pemukim awal tersebut terdapat bangsa Sikh dari Punjab yang

tinggal di New South Wales bagian utara. Mereka membuat perkebunan pisang di

sini.

Orang-orang India mulai berdatangan dalam jumlah yang lebih besar di tahun

1970-an. Di tahun 1991 terdapat lebih dari 61.000 orang Australia kelahiran India.

Kebanyakan mereka adalah orang berpendidikan, 97% menggunakan bahasa Inggris,

dan mereka sudah terbiasa dengan kebudayaan Inggris. Banyak dari mereka yang

Page 60: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

53

menjadi tenaga ahli, termasuk menjadi dokter, insinyur, ahli komputer dan ilmuwan.

Meskipun mereka berusaha mempertahankan kebudayaannya (Lihat gambar 16).

Mereka tinggal di daerah-daerah yang berlainan dan kebanyakan hidup di antara

orang-orang yang berbahasa Inggris. Orang-orang India juga berasal dari Fiji, Afrika

Timur, Malaysia dan Mauritius.

Di Australia juga ada orang-orang Asia Selatan yang berasal dari negara

seperti Sri Lanka, Bangladesh dan Pakistan.

PadmaRaman

Gambar 16: Orang Australia keturunan India menambah banyak aspek dalam

kehidupan sehari-hari. Di sini nampak seorang penari Padma Raman sedang menari

menurut gaya Kuchipudi, yakni salah satu gaya tarian utama di India. Tarian itu

berasal dari drama Sanskrit kuno dan dulunya biasa ditarikan hanya oleh pria.

C. Multikulturalisme sebagai Ideologi Negara

Bentuk multikulturalisme yang berkembang di Australia selama lebih tiga

puluh tahun terakhir ini merupakan sebuah filosofi sosial politik yang penting, bila

ditinjau dari standar internasional. Sebagai sebuah filosofi dan kebijakan,

multikulturalisme Australia telah mencoba menekankan keseimbangan antara hak-hak

semua orang atas identifikasi budaya, agama dan etnis di satu pihak, dan memberi

dorongan pada rasa solidaritas sosial di pihak lain. Keberhasilan terbesar

Page 61: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

54

multikulturalisme ada pada kemampuannya menegakkan dasar kesatuan dalam suatu

masyarakat dengan diversitas budaya yang besar.

1. Pertumbuhan dan Gagasan Multikulturalisme

Salah satu aspek terpenting yang mempengaruhi sikap Pemerintah dalam

mengambil kebijakan multikulturalisme adalah kenyataan komposisi penduduk.

Komposisi ini terdiri dari kelompok-kelompok dengan berbagai latar belakang etnik,

budaya, dan agama yang beragam. Menyikapi kondisi multikultural masyarakatnya,

Pemerintah Australia di tahun 1975 mengangkat ideologi ini sebagai kebijakan resmi

terhadap kaum migran dan seluruh masyarakat Australia. Implikasinya terasa pada

tiap kelompok dalam masyarakat yang mempunyai hak dan kebebasan untuk

meneruskan dan memelihara indentitas budaya mereka. Ini menjadi sebuah ideologi

yang sangat signifikan dalam menghadapi kaum Muslim --dan kelompok menoritas

lainnya-- di Australia yang sebelumnya mempunyai identitas sendiri sesuai dengan

negara asal.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan

Ideologi multikulturalisme dewasa ini telah bergerak dan mendorong upaya

perlindungan identitas budaya kelompok-kelompok etnik. Sejumlah faktor dapat

dilihat berhubungan dengah perubahan ini. Faktor-faktor itu adalah:

1. semakin bertambah besarnya keanekaan akibat perubahan komposisi penduduk

migran,

2. migrasi berlangsung cepat menimbulkan gelombang arus imigran dan

3. perubahan pandangan masyarakat penerima (host society) mengenai

kesetaraan/keadilan bagi kelompok minoritas. Betapapun, kekurang berhasilan

kedua kebijakan Pemerintah sebelumnya tidak boleh dilupakan sebagai faktor

pemberi kontribusi pada perubahan ini.52

52Foster, Lois and David Stockley, Australian Multiculturalism: A Documentary History and

Critique, Multilingual Matters Ltd., Clevedon, England, 1988, h. 8. Lihat juga Payne J. Richard and

Jamal R. Nassau, Politics and Culture in Developing World: The Impact of Globalization, Longman,

New York, 2003, h. 338-340.

Page 62: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

55

Asal-usul Multikulturalisme

Sejarah rakyat Australia telah mengalami suatu transformasi substansial

sejalan dengan perkembangan multikulturalisme. Ideologi tersebut dilihat dari segi

kelahiran dan perkembangannya dapat dibagi dalam dua periode. Periode pertama

dimulai dengan definisi ‘asli’ yang dimulai dari tahun 1972 sampai 1985. Selama

periode ini Australia beralih dari karakter

sebuah negara yang memaksakan identitas monokultural menjadi negara yang justru

mendorong terciptanya keragaman budaya. Tahap kunci perkembangan ini dimulai

dengan diperkenalkannya definisi asli multikulturalisme selama pemerintahan partai

buruh Whitlam dan mengalami perubahan di masa pemerintahan partai liberal Fraser

dan kemudian diadopsi oleh pemerintahan partai buruh Hawke. Selama tahap-tahap

ini muncul beberapa peristiwa yang signifikan yang membentuk filosofi dan

kebijakan multikulturalisme Australia. Namun demikian, terjadi pula penolakan-

penolakan dari kelompok konservatif terhadap konsep multikulturalisme itu. Pada

dasarnya datang dari kelompok yang takut bahwa identitas dan tradisi Australia akan

goyah bahkan mungkin akan hancur akibat kebijakan multikulturalisme. Konflik

dialektis antara kelompok pendukung dan yang oposisi terhadap multiklturalisme

pada fase awal melahirkan pola-pola konflik besar yang terjadi di tahun 1980-an.

Perkembangan ‘defenisi asli’ multikulturalisme dapat dibedakan dalam

beberapa periode,53

yaitu:

a. 1945-1971: Imigrasi massal pasca Perang Dunia II dan munculnya kritik dan

tekanan terhadap cita ‘monokultural’.

b. 1972-1975 : Perkembangan filosofi dan kebijakan ‘multikulturalisme’ selama

tahun-tahun pemerintahan Whitlam.

c. 1976-1983 : Tahun-tahun pemerintahan Fraser dan penyegaran konsp

multikulturalisme, termasuk memperkenalkan kebijakan-kebijakan baru.

d. 1983-1985 : Terpilihnya Hawke sebagai Perdana Menteri dari Partai Buruh

semakin memperkuat multikulturalisme dan meletakkan dasar baru dengan

memperkenalkan atau menambah dimensi keadilan sosial dalam konsep tersebut.

53Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, Elikia Books

Publication, Victoria, 1995, h. 2-3.

Page 63: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

56

Masing-masing tahap di atas mewakili perkembangan yang berarti di dalam

pembahasan dan perkembangan multikultural yang lebih sempurna sehingga menjadi

sebuah ideologi dan sebuah kebijakan politik bangsa Australia dalam memperkuat

kohesi dan harmoni sosial.

Asal-usul Definisi Asli (1945-1971)

Fase pertama tahun 1945-1971 dimulai dengan karakteristik meningkatnya

jumlah imigrasi dan kuatnya tekanan terhadap resistensi ide ‘monokultural’. Besarnya

keinginan untuk memelihara suatu identitas Australia telah mengakibatkan lahirnya

Australia sebagai negara Kulit Putih dan masyarakat yang rasis. Pandangan ini

kemudian diimplementasikan dalam bentuk kebijakan-kebijakan praktis sejak awal

terbentuknya negara federasi Australia dengan ditetapkannya Peraturan Pembatasan

Imigrasi (Immigration Restriction Act) pada tahun 1901 oleh Parlemen yang baru saja

terbentuk ketika itu. Peraturan ini secara luas lebih dikenal dengan Kebijakan Kulit

Putih Australia (the White Australia Policy). Undang-undang yang rasis ini mengatur

kriteria imigrasi yang dapat masuk ke negara Australia, seperti tes kemampuan

berbahasa Inggris, terbatas pada orang-orang kulit putih asal Inggris dan beberapa

negara Eropa Utara, dan orang-orang yang secara kultural dianggap dapat

berassimilasi dengan pandangan hidup kulit putih Australia. Secara khusus, peraturan

ini secara keras menolak kehadiran imigran Asia dan Pulau Pasifik yang berakibat

banyaknya dukungan media cetak dalam mengkampanyekan pembatasan tersebut

dengan cara-cara yang menakutkan.54

The White Australia Policy mendapat sorotan yang tajam sejak

diperkenalkannya program penerimaan imigrasi massal setelah Perang Dunia II.

Program ini dibuka oleh pemerintahan Partai Buruh Chifley dan kemudian dilanjutkan

oleh pemerintahan Liberal Menzies dengan karakteristik pengaruh berjangka panjang

terhadap kehidupan sosial, budaya, dan politik Australia.55

Kebijakan terhadap

54Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h.3-4.

55Lihat juga Lois Foster and David Stockley, Australian Multiculturalism: A Documentary History

and Critique, h. 27-28.

Page 64: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

57

imigrasi itu terus berlangsung pada pemerintahan-pemerintahan berikutnya yang

dibangun atas dasar prinsip assimilasi. Pada saat itu, baik partai politik Buruh maupun

Liberal percaya bahwa perekat sosial (social cohesion) dapat dipelihara bila Australia

tetap berkiblat pada program diskriminasi imigrasi. Karena itu, pada dasarnya

substansi dukungan politik terhadap kebijakan imigrasi ini tidak terlepas dari

kepentingan ekonomi Australia dan hal ini pada gilirannya telah memunculkan

perdebatan hebat terhadap program kebudayaan dan komposisi ras.

Ide pembatasan imigrasi hanya untuk ‘stock anglo-celtic’ telah mendapat

tantangan keras dari program yang meluas ini. Perubahan besar yang pertama berupa

keputusan untuk memperluas komposisi program dengan memasukkan kaum migran

dari Eropa Timur. Perubahan dalam penekanan tampak pada jumlah penetap bangsa

Inggris yang mengecil, yang tidak lagi tiba dalam jumlah yang sama seperti dulunya,

namun mereka tetap menjadi pilihan yang lebih disukai dalam program imigrasi

Australia. Meskipun program itu diperluas pada orang Eropa umumnya, tetapi

pembedaan perlakuan tetap dilakukan di antara mereka dan orang-orang dari ras lain,

khususnya orang Asia, Afrika dan Timur Tengah yang terus dikeluarkan dalam

kerangka Kebijakan Kulit Putih Australia.

Sebagai konsekuensi, Menteri Imigrasi, Arthus Calwell, merasa terdorong

untuk membuka program imigrasi orang Eropa secara massal menjadi lebih sesuai

bagi masyarakat dengan memaksakan kriteria pemilihan yang dirancang untuk

memastikan agar mereka yang berimigrasi tidak dilihat sebagai suatu ancaman

langsung pada pemikiran tentang identitas Australia yang sedang berlaku. Saat itu, isu

tentang permukiman migrasi dikuasai sepenuhnya oleh kebijakan assimilasi. Kaum

migran dengan keras diharapkan untuk mengenyampingkan warisan budaya mereka

sendiri dan mengadopsi bahasa, nilai-nilai serta norma-norma budaya Australia.

Ciri-ciri Assimilasi, seperti disebutkan oleh Mark Lopez dalam bukunya

Origin of Multiculturalism in Australian Politics 1945-1975,56

antara lain:

Sebuah asumsi mendasar yang menyatakan bahwa program imigrasi massal,

pemasukan, dan pertumbuhan populasi menguntungkan bagi kepentingan nasional

56Mark Lopez, The Origins of Multiculturalism in Australian Politics 1945- 1975, h. 46-49.

Page 65: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

58

Australia, terutama dalam hal tersedianya tenaga kerja untuk perkembangan

ekonomi dan pertahanan.

Kebijakan assimilasi ditanggapi sebagai sebuah cara menuju pada pembinaan

sebuah negara kesatuan. Kesatuan nasional merupakan nilai yang utama dan

mengesampingkan keprihatinan. Membantu assimilasi migran digambarkan

sebagai sebuah kewajiban ‘patriotik’ dan ‘di atas politik partai’. Tujuan Ini

mensyaratkan sebuah model konsensus bukannya konflik dalam masyarakat.

Seluruh kaum migran, dari negara asal manapun, begitu diterima lewat kriteria

seleksi, secara resmi ditetapkan dan diperlakukan sebagai individu yang dapai

diassmilasikan. Dalam wacana resmi maupun tidak resmi, kaum migran dianggap

menjadi ‘orang Australia baru’, sebuah isitilah yang dimaksudkan untuk

menunjukkan afeksi dan sikap menerima. Ia juga mengenakan sebuah periode

‘pelatihan’ sebelum penerimaan penuh diperoleh. Hal ini terjadi biasanya ketika

terjadi proses naturalisasi, dan kata depan ‘baru’ kemudian dihapus.

Assimilasianisme membawa berbagai metafora dan gambaran dari pandangan

Amerika tentang ‘melting pot’’ di mana unsur-unsur yang terpisah melebur untuk

membenruk sebuah masyarakat baru. Aspek ‘ras Inggris’ kerap diacu sebagaii

sebuah contoh melting pot yang sukses. Acuan diarahkan pada Inggris sebagai

etnik amalgamasi Eropa Utara: Celtik, Romawi, Angles, Saxon, Jutes, Normandia

dan lainnya’.

Tanggung jawab diserahkan pada kaum migran untuk berakulturasi, dan populasi

tuan rumah wajib bersikap toleran, menerima dan bahkan membantu para

pendatang baru.

Kecurigaan di pihak penduduk tuan rumah dicela sebagai kebodohan dan

irrasional.57

Assimilasi dianggap sebagai pandangan yang mencerahkan, toleran atau

manusiawi karena penerimaannya pada pendatang baru sebagai unsur potensial

57

Lihat juga Peter R. Shergold, ‘Discrimination against Australian Migrants: An Historical

Methodology’, dalam Ian Burnley, (ed.), Immigration and Ethnicity in the 1980s: Australian Studies,

h. 62-63.

Page 66: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

59

yang sama. Pihak oposisi dinyatakan sebagai mereka yang menolak ‘orang asing’

dan kebijakan yang membawa mereka datang.

Ada posisi kaum assimilasionis yang bersifat ‘garis keras’ dan yang ‘garis lunak’.

Variasi ini pada dasarnya ada diantara mereka yang mengharapkan kaum migran

berakulturasi dan menjadi tak dapat dibedakan dari penduduk tuan rumah sesegera

mungkin, dan mereka yang dibiarkan sampai satu generasi untuk akhirnya

mencapai hal itu, dan menerima sisa perbedaan minor dalam budaya.

Tujuan yang diinginkan kaum migran adalah permukiman permanen dan

perolehan kewarganegaraan Australia, yang ditentukan undang-undang

the Nationality and Citizenship Act tahun 1948. Kesempatan untuk menjadi orang

Australia dianggap sebagai sebuah kehormatan yang harus ditanggapi dengan

penuh rasa syukur dan rasa bangga.

Kaum migran diharapkan bisa menerima idealisme dan nilai-nilai demokrasi

parlementer Inggris, kepercayaan Kristiani, dan berakulturasi dengan ‘gaya hidup

orang Australia’; di sini termasuk penerimaan pada nilai-nilai ‘khas’ Australia,

seperti pertemanan (mateship), sikap adil (fair play), kebebasan, percaya diri dan

pemberian kesempatan yang adil bagi semua. Ini dianggap sebagai cara yang

terbaik untuk menjamin kaum migran agar ‘merdeka, hidup bahagia di masa

depan’.

Perlindungan pada ‘homogenitas negara Australia’ dianggap penting secara

mendasar. Ini mencakup: monokulturalisme, bahasa mono-Inggris, dan

perlindungan pada lembaga-lembaga dan praktek-praktek warisan Inggris’. Hal ini

tercermin dalam kriteria seleksi migran di Departemen yang lebih mendahulukan

keturunan Inggris daripada orang yang bukan berlatar belakang berbahasa Inggris

dan memelihara Kebijakan Australia Putih.

Kebudayaan dan bahasa kaum migran secara publik dipuji sebagai unsur yang

memperkaya Australia. Namun bila dibandingkan dengan kebudayaan Australia-

Inggris, lembaga-lembaga, nilai-nilai demokratis, dan bahasa Inggris, apa yang

berasal dari kaum migran itu dianggap mempunyai nilai yang lebih di bawah dan

berpotensi menjadi penghambat

Page 67: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

60

pada kemajuan kaum migran sebagai individu, atau mengetengahkan suatu

ancaman jangka panjang pada pertahanan karakter nasional Australia.

Kebudayaan Australia-Inggris dianggap lebih menarik dan meyakinkan daripada

kebudayaan yang lain. Di tengah perbauran budaya yang menyertai masuknya

kaum migran, ada anggapan bahwa kebudayaan asing lebih besar

kemungkinannya untuk berubah, dan pada tahap yang lebih besar, daripada

kebudayaan Australia yang berubah karena pengaruh asing.

Eksistensi kelompok-kelompok etnik dan munculnya serta tumbuhnya klub-klub

serta organisasi-organisasi etnik sampai tingkat yang beraneka, dianggap sebagai

suatu kecenderungan yang tidak diharapkan. Hal itu dianggap berlawanan dengan

tujuan assimilasi dan harapan nasional, sehingga menjadi bahaya yang harus

dihindari.

Menurunnya penggunaan bahasa asing dianggap sebagai alat pengukur

keberhasilan assimilasi, khususnya pada anak-anak migran.

Ada harapan agar perubahan yang nyata dalam lembaga-lembaga sosial yang

sudah ada bisa dihindarkan. Di luar dari pembentukan Departemen Imigrasi, dan

badan-badan pendukungnya, lembaga-lembaga yang sudah ada dianggap memadai

untuk menangani persoalan masuknya migran.

Hanya ada konsepsi yang terbatas mengenai kebutuhan kesejahteraan kaum

migran. Dinas Lapangan Kerja Persemakmuran (the Commonwealth Employment

Service/CES) dan kelas-kelas Pelajaran Bahasa Inggris diperkirakan sebagai

sebagai kebutuhan utama kaum migran.

Pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan sistem hukum didorong agar hanya

memberikan bantuan khusus minimal pada kaum migran (umpamanya pengadaan

penerjemah dan interpreter) untuk mendorong kaum migran agar beradaptasi.

Lebih lagi, keberadaan konsep ‘kesamaan’ (equality) yang ada menekankan

bahwa kaum migran dan orang Australia harus diperlakukan dengan cara yang

sama. Ada kepercayaan bahwa perhatian secara khusus pada kebutuhan kaum

migran adalah sikap yang tidak egaliter dan berarti memperlakukan kaum migran

secara berlebihan dibanding pada mereka yang terlahir sebagai orang Australia.

Page 68: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

61

Lembaga-lembaga didorong untuk memperlakukan kaum migran dengan baik;

sementara kaum migran diharapkan menerima kesulitan ekonomi awal, bekerja di

pabrik atau pekerjaan konstruksi, atau menjadi tenaga kerja kontrak di

pemerintahan tanpa memperhitungkan kualifikasi dan pengalaman yang mereka

miliki sebelumnya. Kaum migran dipuji bila memiliki keahlian dan bakat

istimewa namun, pada umumnya, kualifikasi luar negeri yang non-Inggris tidak

diakui atau diterima dengan curiga.

Kampanye publikasi pemerintah dan pendidikan masyarakat yang diarahkan pada

penduduk tuan rumah untuk melawan sikap curiga dan mendorong sikap

menerima program imigrasi dan pendatang-pendatang baru, dianggap penting

untuk keberhasilan program tersebut.58

Rasisme yang berlanjut pada periode pertama program imigrasi paska perang

(diperlihatkan dalam seleksi calon-calon imigran) menjadi berlipat dua dengan sikap

negatif orang Australia terhadap kaum migran di saat kedatangan mereka. Keterikatan

dengan suatu kebijakan assimilasi turut memperkuat unsur-unsur rasis dalam

kebijakan dan sikap yang menyertainya,

The White Australia Policy mempunyai dampak sangat penting pada

pertambahan penduduk Australia sebelum Perang Dunia II; namun jarang sekali

mendapat tantangan. Barulah setelah program imigrasi besar-besaran paska perang

basis rasisnya yang melekat mulai tampak, terutama dalam lingkup internasional.

Selama tahun 1960an, Kebijakan Australia Putih menjadi bulan-bulanan kutukan

internasional karena warna rasis kolonialisme yang dinampakkannya dan dukungan

xenofobic (kebencian pada orang asing) yang melekat pada politik ‘exclusive’-nya,

yang didasarkan pada penampilan fisik. Secara bertahap sistem resmi diskriminasi

kehilangan kekerasannya (tes mengeja dihilangkan di tahun 1960’an), namun baru

pada tahun 1973, Permerintahan Whitlam mengambil langkah terakhir yang

diperlukan untuk menghapuskan Kebijakan Australia Putih.

Di dalam Australia sendiri, penekanan awal ada pada pembauran kaum migran

baru pada ide monokultural dalam identitas Australia. Seperti dijelaskan di atas,

58Mark Lopez, The Origins of Multiculturalism in Australian Politics 1945- 1975, h. 50.

Page 69: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

62

manfaat imigrasi dianggap hampir seluruhnya dalam pengertian pertumbuhan

ekonomi, dan hanya kecil perhatian yang diberikan pada aspek potensi imigrasi untuk

memperkaya kehidupan sosial dan budaya Australia. Berlawanan dengan itu,

perdebatan publik selama tahap ini mengemukakan model masyarakat monokultural,

dan terus menerus menekankan pada kebutuhan kaum migran untuk melupakan tradisi

budaya masa lalu mereka dan mengambil-alih apa yang diangggap sebagai budaya

dan identitas Australia yang satu. Tujuannya untuk memastikan bahwa konsekuensi-

konsekuensi sosio-kultural imigrasi telah melebur dalam model tersebut. Jadi, sejak

akhir 1940-an sampai awal 1970-an, citra ideal Anglo-Saxon dan Celtic dalam

kebudayaan Australia dinggap menjadi bentuk panutan bagi semua orang. Tahap ini

dicirikan oleh ketegangan mendasar antara tekanan kepentingan ekonomi dan

ancaman yang dirasakan terhadap idealisme monokultural yang dihadapi imigrasi.

Tujuan assimilasi adalah pada periode paska perang menolak dan dalam

berbagai kasus merusak semua bentuk budaya yang bukan bentuk ideal Anglo-Celtic.

Selama masa ini ada upaya sistematis yang menolak bahwa sebelum Australia di

kolonisasi pun telah ada sejumlah besar budaya Aborigin yang hidup bersama, dan itu

terjadi sejak masyarakat dari budaya-budaya yang berbeda berimigrasi. Di luar

keberadaan masyarakat ini, banyak sejarah awal Australia hanya berisi upaya

mencegah munculnya suatu masyarakat aneka budaya.

Menjelang akhir tahun 1960-an, posisi assimilasi dan monokultural mendapat

tekanan dan kelompok-kelompok etnis mulai menunjukkan perlawanan mereka

terhadap kebijakan-kebijakan ini. Menjelang saat itu, ada tekanan dari kelompok etnis

untuk mengadopsi model permukiman yang lebih fleksibel. Hal ini memberi jalan

tumbuhnya model pemukiman yang terintegrasi di mana diakui bahwa semua bentuk

budaya bisa membaur bersama dalam satu keseluruhan, di mana ciri terbaik dari

masing-masing pihak bisa dipakai untuk membentuk basis sebuah identitas tunggal

Australia; ‘.....kita bergerak ke arah sebuah poisisi yang lebih ‘toleran’ yang

mengharapkan integrasi kaum imigran. Ini berarti adanya ‘memberi dan menerima’

baik dari pihak Australia maupun pihak kelompok imigran’.59

59

Andrew C. Theopanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h. 7.

Page 70: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

63

Juga pada saat inilah pertimbangan-pertimbangan kerugian yang sebenarnya

dihadapi kelompok-kelompok etnis mendapat perhatian dan isu-isu publik, seperti isu

keadilan sosial mulai muncul dalam istilah-istilah yang lebih vokal. Alasan utama

perhatian itu disebabkan oleh pertambahan signifikan dalam jumlah kelompok etnis

yang semakin menampakkan diri mereka. Pada akhir tahun 1960-an banyak kaum

imigran menjadi warga negara (citizens), dan dalam pemilihan umum tahun 1969 dan

1972, jumlah suara imigran tampil signifikan, dan partai-partai politik

menghormatinya. Menjelang pemilihan umum tahun-tahun tersebut, sejumlah

penetap baru menuntut sebuah suara yang kuat dalam masalah-masalah publik.

Namun hanya lewat pemilihan umum Perdana Menteri di tahun 1972, kelompok-

kelompok ini secara resmi memperoleh suara.

Introduksi Istilah ‘Multikulturalisme’: Menuju Multikulturalisme

Pemerintahan Whitlam adalah yang pertama memformulasikan sebuah respons

kebijakan yang positif pada implikasi tingkat tinggi di bidang budaya, politik dan

sosial dalam hal imigrasi pada masyarakat Australia. Dari pertimbangan ini, wacana

yang disebarkan adalah munculnya istilah ‘multikulturalisme’. Dalam konteks inilah

kata ‘multikulturalisme’ diperkenalkan di Australia dalam sebuah pidato utama

berjudul A Multi-Cultural Society for the Future, oleh Menteri Imigrasi dalam

Pemerintahan Whitlam, Al Grassby.60

Dalam pidato itu, secara resmi ia menyatakan bahwa Australia bukanlah

sebuah masyarakat yang homogen secara kultural, dan karena itu suatu kohesi

(kerekatan) sosial sebaiknya dicapai melalui kebijakan-kebijakan yang memberi

penghargaan pada hak untuk berbeda. Hal-hal ini kemudian diperkuat dalam empat

dokumentasi kebijakan Al Grassby, yaitu ‘A Multicultural Society for the Future’,

‘Credo for a Nation’, ‘Education for a Multicultural Australia’, and Commissioner

for Community Relations.61

60Al Grassby adalah arsitek kebijakan Multikulturalisme Australia di era pemerintahan PM

Whitlam yang menjabat sebagai Menteri Imigrasi, sekaligus me ‘launching’ istilah tersebut ke tengah

publik Australia. Lihat Stephen Castles et al, Mistaken Identity: Multiculturalism and the Demise of

Nationalism in Australia, Pluto Press, Sydney, 1988, h. 57. 61

Lois Foster and David Stockley, Australian Multiculturalism: A Documentary History and

Critique, h. 61.

Page 71: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

64

Al Grassby, di tahun 1973, memberi batasan sasaran multikulturalisme dalam

pengertian sebagai berikut; sebagaimana dikutip oleh Andrew C. Theophanous:62

Tugas utama kita pada tahap sejarah ini berupa

keharusan mendorong bentuk-bentuk praktis interaksi sosial dalam

masyarakat kita. Ini berarti penciptaan sebuah masyarakat yang

benar-benar adil di mana semua komponen bisa menikmati

kemerdekaan dalam memberi kontribusinya sendiri secara khas

pada masyarakat kekeluargaan negara [the family of the nation]

Australia tahun 2000, kita perlu memberi penghargaan, menganut

dan memelihara semua unsur-unsur pembeda yang memperoleh

tempat dalam negara modern. Ini menyangkut isu paling mendasar

dari hak-hak kemanusiaan seperti yang di abadikan dalam piagam

PBB tentang perjanjian iinternasional terhadap hak-hak sipil dan

politik [the United Nations International Covenant on Civil and

Political Rights]...

Istilah ‘multikulturalisme’ sebenarnya dipinjam dari Canada, meskipun ada

perbedaan-perbedaaan yang jelas dalam penekanan dan implementasi.

Model multikulturalisme Canada, seperti di Australia, juga merupakan sebuah

reaksi atas pembatasan dan kebijakann imigrasi yang diskriminatif (yang berakhir

sampai tahun 1950an). Pemerintah Canada pertama kali mengumumkan politik

multikulturalismenya di bulan Oktober 1971, ketika dalam sebuah pidato di

Parlemen.

Di Australia, multikulturalisme mempunyai dampak yang lebih mendasar.

Selama memangku jabatannya sebagai Menteri Imigrasi, Al Grassby berhasil

mendorong perubahan sikap orang Australia terhadap kaum migran dan sebagian

bahkan menganggap, ia berperan merubah retorika migrasi. Sir Gamage menunjuk

kontribusi Grassby sebagai ‘vital dan signifikan’. Ia mengetengahkan isu yang

diterlantarkan, namun penting. Ia mencoba mengkonsepkan pendekatan-pendekatan

baru.’63

Lebih penting lagi, Grassby telah mempopulerkan konsep multikulturalisme

dengan menggunakan istilah ‘the Family of the Nation’ (Keluarga satu bangsa). Ia

mendefinisikan ini sbb.:

Dalam sebuah keluarga keterikatan menyeluruh pada kebutuhan

bersama tak berarti memaksakan sebuah kesamaan penampilan luar

62Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h. 7.

63Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h. 10.

Page 72: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

65

dalam kegiatan tiap anggota, juga tidak perlu anggota-anggota itu

menolak individualitas dan perbedaan mereka demi mencari sebuah

kesepakatan yang tipis dan hanya sebatas kulit ari saja. Hal yang

penting adalah bahwa mereka semua mempunyai komitmen yang

sama bagi semua.64

Selanjutnya, Pemerintahan Whitlam di Australia mengakui bahwa kaum

migran awal telah mengalami penderitaan, akibat diskriminasi nyata dalam kaitan

dengan hak-hak budaya, sosial, legal dan politik dalam masyarakat Australia. Sebagai

konsekuensi, multikulturalisme dikembangkan sebagai kerangka di mana pihak

pemerintah dapat menyusun dan memperbaiki semua ketidaksamaan yang dialami

orang dari latar belakang bahasa bukan bahasa Inggris [NESB; Non-English-speaking-

background]. Juga dalam makalahnya di tahun 1973, Grassby menunjuk pada aspek

ketidakadilan sosial dalam multikulturalisme:

Betapapun, di Australia masa kini, situasi telah berubah secara

cukup dramatis, dalam hal proporsi menyeluruh dari orang Australia

yang ‘lama’ dan yang ‘baru’. Demi keadilan sosial, sebuah

masyarakat tidak boleh dalam jangka panjang, merendahkan

kehadiran satu dari empat anggota mereka. Apakah satu dari empat

itu secara permanen menolak kehormatan ekspresi diri dan

pernyataan diri – seandainya diinginkannya [oleh yang satu]–

dianggap nihil oleh tiga yang lainnya?65

Agenda Kebijakan Multikultural Whitlam

Pertumbuhan multikulturalisme sebagai sebuah kebijakan dan filosofi mulai

sungguh-sungguh diterapkan di saat pemilihan Pemerintahan Partai Buruh Whitlam.

Ada sebuah usaha resistensi resmi dari Kebijakan Australia Putih menjelang akhir

kekuasaan Pemerintahan Liberal, tetapi Whitlam lah yang mengambil tindakan

membelokkan Kebijakan Putih Australia, dan sepenuhnya mengurangi sisa-sisa

program imigrasi yang berlandaskan diskriminasi rasial.

64Dikutip dari buku Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian

Identity, h. 10. 65

Kutipan dari Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity,

h. 10.

Page 73: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

66

Secara spesifik, Pemerintahan Whitlam memperkenalkan sejumlah ukuran

berkaitan dengan hukum imigrasi Australia yang membalikkan sikap xenofobia yang

melekat pada kebijakan-kebijakan Australia. Dalam bukunya, The Whitlam

Government 1972-1975, bekas Perdana Menteri ini membeber-kan sejumlah

reformasi di bidang ini dalam pemerintahannya. Antara lain, a. menyediakan, untuk

pertama kalinya, program-program yang didampingi bantuan bagi orang non-Eropa.

Jumlah orang non-Eropa yang menetap di Australia meningkat sampai rata-rata

20.000 tiap tahun selama masa pemerintahan Partai Buruh; b. memperkenalkan, di

bulan Juli 1973, sebuah sistem visa yang mudah bagi para turis dan pengunjung

jangka pendek lainnya dari negeri-negeri non-Eropa , seperti halnya hampir semua

orang Eropa, memperoleh visa tanpa melalui pemeriksaan teliti seperti sebelumnya,

cukup dengan memperlihatkan tiket prabayar, sebuah paspor yang masih berlaku,

sebuah pernyataan bahwa mereka mempunyai dana yang cukup untuk tinggal, dan

sebuah perjanjian tertulis untuk tidak bekerja selama di tinggal di Australia; c.

memberi penekanan lebih besar pada bentuk imigrasi yang mempertemukan kembali

keluarga-keluarga orang yang berkemungkinan besar akan menetap dengan bahagia

dan permanen di Australia (family reunion) yang biasanya adalah mereka yang

mempunyai teman-teman yang menanti mereka di saat kedatangan ke Australia; d.

menyediakan bantuan memasukkan para anak yatim piatu Vietnam, dan kemudian

mengadopsi anak-anak Vietrnam dan anak yatim dari negera manapun; dan e.

melaksanakan amnesti pertama di Australia untuk imigrasi ilegal.66

Agenda Multikultural Whitlam

Sejalan dengan reformasi sistem imigrasi yang digambarkan di atas,

Pemerintahan Whitlam memulai sederet lanjutan reformasi yang dirancang untuk

memunculkan secara aktif ide multikultural. Isinya, yaitu: a. Pengakhiran hak-hak

istimewa khusus dan situasi yang dinikmati warga negara Inggris di Australia melalui

kemudahan memperoleh kewarga negaraan, visa, izin masuk ulang (re-entry permit)

dan kualifikasi hak pilih; b. Pencabutan bagian dari Migration Act yang

mempertahankan sikap diskriminasi lama terhadap bangsa Aborigin Australia dan

meminta mereka untuk mendapat izin khusus bila akan meninggalkan negara; c.

66Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h. 28-29.

Page 74: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

67

Memperbaiki pengaturan perjalanan antara Australia dan Selandia Baru untuk

menghapuskan diskriminasi terhadap penduduk yang non-Anglo-Selandia Baru,

seperti bangsa Maori; d. Memperbaiki Crimes Act untuk mengurangi diskriminasi

yang mengizinkan pendeportasian penduduk Australia yang sudah memperoleh

naturalisasi. Doktrin hukum lama bahwa ‘sekali menjadi imigran selalu jadi imigran’

diganti dengan sebuah doktrin baru ‘sekali menjadi orang Australia selalu menjadi

orang Australia’; e.Memperbaiki Aliens Act untuk menghilangkan kewajiban

menyampaikan pemberitahuan tahunan tentang alamat, pekerjaan dan status

perkawinan bagi kaum asing; f. Memperbaiki kebijakan pencatatan kaum asing untuk

memindahkan batasan tentang penggantian nama oleh kaum asing; g. Penghapusan

tim-tim olah raga yang dipilih secara rasis dari Australia.67

Pemerintahan Whitlam memperkenalkan the Australian Assistance Plan

(AAP) yang memuat pengakuan tentang hak-hak sosial kaum migran. AAP tidak

secara khusus diarahkan pada pemenuhan kebutuhan kaum migran, tetapi lebih berupa

sebuah cetak biru tindakan oleh Pemerintah Whitlam dalam area kesejahteraan sosial.

Kaum migran mendapat manfaat secara tidak langsung dari AAP. Stephen Castles

dalam bukunya tentang Multikulturalisme dan Nasionalisme, menggambarkan tujuan

AAP sebagai ketetapan dari suatu ‘sistem pelayanan kesejahteraan terintegrasi dengan

peran serta akar rumput yang tinggi, namun tetap dalam konteks sebuah kerangka

nasional’.68

Pemerintahan Whitlam mengeluarkan seperangkat Dewan Daerah

Pengembangan Sosial (Regional Councils of Social Development) yang akan

bertanggung jawab dalam pelaksanaan rencana itu. Hampir semua Dewan

memasukkan sebuah komite untuk mengurusi isu-isu khusus yang dihadapi kaum

migran. Komite-komite ini cukup signifikan karena mereka adalah kerangka formal

pertama di dalam mana dimungkinkan untuk memberi identitas dan menyikapi ‘isu-

isu etnik’. Mereka juga menjadi alat formal pertama melalui mana kaum migran

dimungkinkan untuk memobilisir diri secara politis dan mengemukakan pendapat

67Stephen Castles (ed.), Mistaken Identity: Multiculturalism and the Demise of Nationalism in

Australia, h. 117. 68

Stephen Castles (ed.), Mistaken Identity: Multiculturalism and the Demise of Nationalism in

Australia, h. 118.

Page 75: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

68

mereka terhadap para pengambil keputusan melalui saluran-saluran resmi. Jean

Martin, seorang pakar pendorong Multikulturalisme Australia, menggambarkan

rencana Whitlam sebagai yang paling potensial untuk berubah berkenaan dengan

status sosial dan ekonomi kaum migran karena ia adalah ‘katalisator bagi upaya

signifikan pertama dari pihak kelompok etnik untuk bersatu, agar dapat

mengemukakan keinginan-keinginan umum kaum etnik dalam permasalahan publik’.

Komite migran ini menjadi basis pembentukan the Ethnic Communities

Councils di Australia Selatan dan Victoria tahun 1974 dan New South Wales tahun

1975. Pembentukan the Ethnic Communities Councils dimaksudkan menjadi testamen

terakhir dari keberhasilan Pemerintahan Whitlam dalam mendorong dan menciptakan

kesempatan terbentuknya komunitas etnis terorganisir yang berpotensi memberi

dampak dalam proses pengambilan keputusan.

Hasil konkrit lain dari pendekatan Whitlam pada multikulturalisme termasuk

pembentukan seperangkat Migrant Task Forces di tahun 1973 yang dirancang

menggalang peranserta kaum migran dalam proses pengambilan keputusan yang

menyangkut kehidupan mereka. Task Forces ini diperkenalkan untuk

mengidentifikasi kebutuhan mendesak kaum migran dan melaporkannya pada Menteri

Imigrasi sebelum Juni 1973.

Undang-Undang Diskriminasi Rasial (the Racial Discrimination Act)

Sejajar dengan pembebasan perundangan imigrasi Australia, dan

memperkenalkan sejumlah kebijakan multikultural, Pemerintahan Whitlam

mempelopori the Racial Discrimination Bill. Maksud Bill ini untuk mencabut

perlindungan hukum atas semua bentuk diskriminasi atas dasar ras dan etnisitas dan

melicinkan jalan bagi Australia untuk memperbaiki Konvensi Negara Serikat atas

Penghilangan Semua bentuk Diskriminasi Rasial (All Forms of Racial

Discrimination). Grassby memainkan peran pimpinan dalam penulisan draft the

Racial Discrimination Bill, bersama Jaksa Agung, Lionel Murphy. Peraturan itu

ditetapkan di bulan Juni 1975 dan diumumkan sebagai sebuah Undang-Undang (an

Act) tanggal 31 Oktober 1975.

Page 76: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

69

Undang-undang ini bagaikan sebuah upaya besar dalam mengatasi

ketidakadilan sosial dan diskriminasi rasial. Secara khusus, undang-undang ini

menggambarkan diskriminasi rasial sebagai:

….discrimination, excludion, restriction or preference based on

race, colour, descent or national or ethnic origin which has the

purpose or effect of nutlifying or impairing the recognition,

enjoyment or exercise. On an equal footing, of any human right or

fundamental freedom in the political, economic, social, cultural or

any other field of public life.69

Secara khusus, peraturan ini menghapus perlindungan hukum, penolakan atau

penutupan akses pada kendaraan atau fasilitas; pemegangan hak atas bidang tanah,

perumahan atau akomodasi lain; penolakan atau penguasaan barang atau jasa-jasa;

pengeluaran dari hak turut serta dalam persatuan dagang, mencari pekerjaan;

memperoleh akses pada media iklan yang adil atas proses yang diwajibkan atas alasan

ras, warna kulit, atau asal muasal nasional atau etnisitas seseorang, keluarga atau yang

berhubungan dekat, yang diizinkan pada siapapun.70

Perundangan the Racial Discrimination Act Whitlam merupakan upaya awal

oleh sebuah Pemerintah Federal untuk mencapai keseimbangan yang diperlukan

antara pluralisme budaya dan prinsip-prinsip universal tentang hak-hak sosial. Ia

meletakkan preseden penting dalam hal pengenalan tentang diskriminasi dan

mencarikan jalan untuk mendorong terciptanya kesadaran yang lebih luas serta

toleransi terhadap keanekaan budaya dalam masyarakat Australia.

Warisan Whitlam

Betapapun, Pemerintahan Whitlam telah mengupayakan pencapaian

pengenalan kebijakan multikultural, disamping juga memulai sebuah kerangka di

dalam mana kebijakan publik dan program-program dapat dikembangkan hingga

mencapai pengakuan hak-hak orang dari latar belakang etnis. Di sini termasuk hak

untuk hidup bebas dari diskriminasi dan mengambil peran aktif dalam kehidupan

ekonomi, politik dan sosial Australia.

69Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h.12.

Page 77: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

70

Pemerintahan Buruh Whitlam di awal 1970-an akan selalu dikenang, terutama

oleh kaum migran, karena telah menguliti kebijakan Australia Putih dari masa lalu,

juga secara resmi memberi pengakuan pada kepentingan-kepentingan kaum monoritas

etnis dan memulai proses pelaksanaan pemberian jasa serta program-program yang

diarahkan bagi masyarakat ini.

Pemerintahan Whitlam juga yang memprekenalkan istilah ‘multikulturalisme’ ke

dalam kamus politik Australia, dan dengan demikian, menolak outright dalam filosofi

assimilasi.: Peran Pemerintah Whitlam dengan tepat disimpulkan oleh Whitlam

sendiri dalam pernyataanya berikut:

My government did as much as any Government could do –

through its anti-discrimination laws, its initiatives on human rights,

its acceptance of United Nations conventions, its creation of the

office of Commissioner for Community relations – to remove the

handicaps of prejudice and discrimination wherever they existed.71

Pemerintah Fraser dan Laporan Galbally

Perkembangan babak ketiga defisnisi asli multikulturalisme terjadi di tahun

1976 sampai 1983, yaitu pada periode Pemerintahaan Konservatif Fraser. Dengan

terbukanya jalan menuju kekuasaan baginya di tahun 1975, terjadilah sebuah kejutan

bagi banyak pendukungnya dan pencelanya bahwa Perdana menteri dari Partai

Liberal, Malcolm Fraser, bertanggung jawab atas sejumlah reformasi lanjutan yang

telah memperkuat multikulturalisme sebagai sebuah filosofi dan sebuah kebijakan.

Perubahan-perubahan ini diarahkan untuk mendorong keanekaan budaya dalam

masyarakat Australia. Salah satu yang sangat signifikan dari reformasi ini adalah

perluasan Departemen Imigrasi tingkat Commonmwealth (Negara Persemakmuran)

yang memasukkan Ethnic Affairs (Urusan Etnik). Sebagai tambahan, Pemerintahan

Fraser mengawasi penciptaan Dewan Kependudukan dan Imigrasi Australia (the

Australian Population and Immigration Council) atau APIC.

Selama periode ini, titik fokus kebijakan multikultural terutama terletak pada

hak-hak kaum migran untuk melakukan perbedaan kebudayaan, bukannya atas hak-

70Andrew C. Theophanous,, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h.12.

71Andrew C. Theophanous,, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h.14.

Page 78: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

71

hak sosial dan politik mereka dari Pemerintah. Fraser juga mengembangkan konsep

multikulturalisme untuk merujuk pada kemungkinan sebuah kebudayaan Australia

masa depan yang telah memasukkan unsur-unsur dari tradisi budaya yang beraneka.

Perkembangan yang paling signifikan selama periode ini, betatapun, adalah

Laporan Galbally, yang ditugaskan Fraser di tahun 1977, sebagai Menteri Imigrasi.

Laporan ini memuat rekomendasi yang menegaskan komitmen pribadi PM Fraser

dalam memperkuat multikulturalisme di Australia.

Laporan Galbally

Di tahun 1978, Frank Galbally menyampaikan laporannya berjudul The

Review of Post-Arrival Programs and Services to Migrans pada Pemerintah Australia.

Laporan ini merupakan upaya besar pertama untuk menciptakan sebuah kerangka

konkrit penyusunan dan prorgram-program kebijakan multikultural yang mempunyai

fokus berjangka panjang. The Galbally Report, dan reaksi atas rekomendasinya,

mengungkapkan penyusunan filosofi dalam bab kebijakan yang mendukung definisi

asli multikulturalisne. Tak ada keraguan bahwa ini adalah sebuah laporan cikal bakal

berkembangnya kebijakan multikultural dan praktek-prakteknya. Ia juga

mempengaruhi semua laporan-laporan lanjutan sampai dengan revisi di tahun 1995

atas Agenda Nasional untuk Multikultural Australia (National Agenda for a

Multicultural Australia).72

Laporan itu membuat rekomendasi-rekomendasi berkaitan dengan program

permukian awal, penyediaan kursus-kursus bahasa Inggris dan memperbesar akses

kaum migran pada sistem-sistem hukum, kesehatan dan kesejahteraan serta pada

lapangan kerja. Sejumlah rekomendasi diterima oleh Pemerintahan Fraser.

Dalam pengertian keseluruhan, Laporan Galbally telah memberi dampak yang

signifikan sejauh bahwa ia dengan kuat menanamkan filosofi dan praktek

multikulturalisme dalam sistem politik Australia ke dalam masyarakat yang lebih luas.

Sebelumnya, Pemerintahan Whitlam telah membuat kemajuan tambahan ke arah

pengakuan pada kepentingan-kepentingan khusus orang dari latar belakang bahasa

Page 79: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

72

non Inggris, Laporan Galbally menyarankan sebuah strategi ulang lebih konkrit dan

berjangka panjang yang dapat menjamin berlangsngnya kesuksesan

multikulturalisme.

Laporan Galbally telah mengarah pada tiga inisiatif spesifik

Pemerintahan Fraser, yaitu:

a. Lembaga Masalaha Multikultural Australia (the Australian Institute of

Multicultural Affairs)

Sebuah insiatif khusus dalam Laporan Galbally adalah rekomendasinya untuk

mendirikan sebuah Lembaga Masalah Multikultural untuk melakukan peneltian dan

menyebarkan informasi melalui masyarakat yang lebih luas dan memberi nasehat

pada pemerintah tentang masalah etnik. Lembaga ini dimaksudkan menjadi sebuah

organisasi independen yang bisa membuat suatu kontribusi penting dalam penyusunan

dan pelaksanaan kebijakan pemerintah. Pada tahun 1979, Pemerintahan Fraser

membentuk the Australian Institute of Multicultural Affairs Act yang menetapkan

tujuannya sebagai berikut: 1. Mengembangkan di antara anggota masyarakat Australia

dengan cara: 1.1. sebuah kesadaran atas keanekaan budaya dalam masyarakat yang

muncul sebagai hasil migrasi; 1.2. sebuah penghargaan atas kontribusi dari budaya-

budaya iitu pada pengkayaan bagi masyarakat yang lebih besar; 2. Mempromosikan

toleransi, pengertian, hubungan yang harmonis serta saling menghormati antara

kelompok-kelompok budaya yang berbeda serta komunitas etnis di Australia; 3.

Mendorong menjelmanya masyarakat Australia yang kohesif dengan membantu

anggota-anggotanya untuk saling berbagi budaya mereka dan memberlakukan

mereka dalam struktur politik dan hukum masyarakat, serta membantu mendorong

terciptanya sebuah lingkungan yang memungkinkan anggota-anggotanya dari

kelompok dan masyarakat budaya dan etnik yang berbeda memperoleh kesempatan

berperan serta secara lebih penuh dalam masyarakat Australia dan mencapai potensi

mereka sendiri.73

72Buku ini merupakan penjelasan resmi pemerintah tentang kebijakan dan masa depan

multikulturalisme. Lihat Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs,

National Agenda for a Multicultural Australia: Sharing Our Future, h. i-v. 73

Andrew C. Theophanous,, Understanding Multiculturalism and Australian Identity h.17-20.

Page 80: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

73

Di samping itu ada the Australian Institute of Multicultural Affairs (AIMA)

yang bertujuan untuk mencerminkan bagian-bagian dari kebijakan umum

multikulturalisme pada periode itu. Mereka memberi penekanan pada pentingnya

toleransi dan penghormatan pada perbedaan budaya. Selama Pemerintahan Fraser,

AIMA telah menghasilkan laporan-laporan dalam jumlah yang signifikan dalam

kawasan kebijakan multikultural. Namun, masalahnya, masih belum ada mekanisme

yang sudah mapan untuk menerjemahkan rekomendasi-rekomendasi AIMA ke dalam

realitas sosial. Sebagai akibatnya, meskipun AIMA telah mengemukakan kenyataan

ketidaksamaan sosial dan ekonomi signifikan yang masih dialami secara tidak

proporsional oleh mereka dari latar belakang bahasa non Inggris. Namun dalam

konteks ini, lembaga tidak berwenang untuk menyelesaikan permasalahan-

permasalahan tersebut.

b. Perkembangan Pelayanan Siaran Khusus (the Special Broad-

casting Service).

Satu dari rekomendasi yang paling menonjol muncul dari Laporan

Galbally terkait dengan pembentukan apa yang disebut dengan ‘televisi etnik’.

Dalam ringkasan berikut, Laporan Galbally menggambarkan sebuah agenda

memperkenalkan televisi etnik:

The Government has indicated its commitment to ethnic television.

Given the substantial issues involved, we believe development

should be passed over tge next three years during which there will

be widespread consultation with ethnic communities and other

interested parties. We are anxious that it should be of value to the

community as a whole by promoting tolerance and appreciation of

cultural diversity. For this reason, even though ethnic television will

naturally involve the production and broadcasting of programs of

interest to specific groups of migrants, the aim should be to present

such programs so as to attract a multilingual audience, and the

community generally. This approach might have the additional

advantage of placing ethnic television on a more secure footing.74

74Theophanous, Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity

h.18.

Page 81: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

74

‘Televisi Multikultural’, sebagaimana ia kemudian disebut, pertama kali

diperkenalkan di Sydney dan Melbourne bulan Oktober 1980. Tujuannya adalah

untuk mendorong dan mempromosikan pengertian di antara masyarakat non-etnik

Australia tentang komunitas etnis, juga untuk membantu komunitas etnis agar menjadi

lebih terbiasa dengan kehidupan di Australia.

Televisi multikultural pada umumnya dianggap mencapai sukses besar di

tahun-tahun pertama operasinya. Dalam sebuah pernyataan mengumumkan evaluasi

Laporan Galbally di tahun 1982, PM Malcolm Fraser mengatakan tentang televisi

multikultural sbb.:

The evaluation has found results of the first year and a half of

multicultural television to be very encouraging. There is a high

degree of public acceptance that multicultural television provides a

worthwhile alternative service, and it has shown itself capable of

attracting audiences oif all backgrounds. The service is still at a

formative stage and further progress can be made in a number of

areas.75

Perdana Menteri kemudian mengumumkan niatnya meluaskan SBS masuk ke

Canberra, Newcastle, Wollongong, Adelaide, brisbane, Hobart, Perth dan Darwin.

Namun, Pemerintahan Fraser kehilangan kekuasaannya sebelum satupun dari

perluasan ini bisa terrealisasikan. Pada saat ini, Pemerintah juga berketetapan untuk

menjamin bahwa media SBS memasukkan sejumlah yang lebih besar pengumuman-

pengumuman layanan masyarakat multi-bahasa, suatu keseimbangan yang lebih baik

dalam linguistik dan lebih banyak program pembelajaran bahasa Inggris.

c. Peran Professor Zubrzycki dan the Ethnic Affaus Council

Pemeintah Fraser meminta the Australian Ethnic Affairs Council untuk

membuat sebuah piagam multikulturalisme yang memuat tiga prinsip bagi sebuah

masyarakat multikultural yang sukses: 1. Kohesi sosial, 2. Identitas budaya, dan 3.

Kesamaan kesempatan serta akses. Pada intinya, semua ini merupakan prinsip-prinsip

klasik liberal yang menggaris bawahi definisi asli multikulturalisme. Di tahun 1982,

Professor Zubrzycki, yang bertanggung jawab menyusun piagam itu, mengetuai

Page 82: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

75

sebuah komite untuk menghasilkan sebuah laporan, Multiculturalism for All

Australians: Our Developing Nationhood. Dalam laporan itu, ia menambahkan

sebuah prinsip nomor empat, yaitu tanggung jawab yang sama untuk berkomitmen

pada dan peranserta dalam masyarakat.76

Sesuai harapan, laporan itu mempertahankan dengan kuat komponen

keanekaan budaya dalam multikulturalisme:

Multicultural society is interesting and colourful, and offers many

choices of lifestyle, in human relationships it offers great variety,

wide horizons and the chance to discover other points of view.

Australian society has sometimes failed to appreciate the cultural

resources within itself; multiculturalism makes the most of these

resources for the benefit of all.

Multiculturalism is therefore much more than the provision of

special servuces to minority ethnic groups. It is a way of looking at

Australian society, and involves living together with an awareness

of cultural diversity. We accept our differences and appreciate a

variety of lifestyles rather than expect everyone to fit into a

standardised pattern. Most of all, multiculturalism requires us to

recognise that we cab each be ‘a real Australian’, without

necessarily being ‘a typical Australian’.77

Dalam laporan itu, Zubrzycki memajukan argumentasi bahwa Multikul-

turalisme harus meluas lebih dari masalah etnis. Ia mengatakan:

I believe that the days when multiculturalism was discussed

exclusively in the context of ‘ethnic affairs’, defined until recently as

something concerning non-English-speaking minorities in Australia,

are over. There is an urgent need for a reassessment and

clarification of what multiculturalism stands for, implying as it

does, interaction between cultural minority groups and the wqider

Australian community.78

Laporan itu beranggapan bahwa untuk mensukseskan multikulturalisme,

kelompok-kelompok minoritas dari latar belakang bahasa non Inggris, ‘tidak boleh

75Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity h.18.

76Australian Council on Population and Ethnic Affairs, Multiculturalism for all Australians: Our

Developing Nationhood, Commonwealth of Australia, Canberra, 1982, h. 12 . 77

Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs, National Agenda

for a Multicultural Australia: Sharing Our Future, h. 19 78

Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs, National Agenda

for a Multicultural Australia: Sharing Our Future, h. 19

Page 83: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

76

berkembang di pinggiran dan atas biaya keseluruhan masyarakat Australia, tetapi

harus berorientasi kepada kelompok minoritas dan diberikan insentif sesuai

keperluanya untuk masuk ke dalamnya.

Tahun-tahun Awal Pemerintah Hawke: 1983 – 1985

Pemerintah Hawke yang baru terpilih tahun 1983 sangat ingin membangun di

tengah kemajuan yang dicapai selama periode Pemerintahan Fraser, namun juga ingin

meluaskan kebijakan multikulturalisme. PM Hawke, pada pembukaan kantor Federasi

Dewan Komunitas Etnik Australia (the Federation of Etrhnic Communities Council of

Austraiua) atau FECCA, di bulan April 1984 , mengeluarkan pernyataan berikut yang

mendukung sebuah pendekatan yang lebih luas pada multikulturalisme:

‘Multicultural’ is more than a descriptive term to designate a

society made up of different ethnic groups. It is also an approach to

policy formulation and resource allocation which seeks to provide

for equality and access and opportunity. It designates a society

which supports a common group of institutions, legal rights and

obligations, while leaving individuals free to maintain their

religion, language and cultural customs. A multicultural society is a

vital and tolerant and progressive community in which all groups,

be they Aboriginal, Anglo-Celtic, European, Asian, Latin American,

or Middle Eastern, or from any oither of the ethnic groupings we

find in our society today, make an important contribution to the

richness, the depth and traditions of our nation.79

Pada tahap ini dalam perkembangan multikulturalisme, ada kesinambungan

menjadi sebuah tingkat dukungan bipartisan yang signifikan bagi baik bagi kebijakan

imigrasi Pemerintah dan bagi sebuah doktrin multikulturalisme. Ada suatu

konsensus/kesepakatan bahwa kebijakan assimilasi masa lalu secara umum tidak

diterima. Ada juga suau kemajuan yang kuat ke arah kebijakan dan program yang

melindungi dan mengangkat keanekaan budaya.

Kegiatan-kegiatan oleh Pemerintah yang merefleksikan transisi ini, dan upaya-

upaya untuk meluaskan pengertian tradisional tentang multikulturalisme, termasuk

keputusan tahun 1984 untuk mendefinisi ulang istilah AIMA. Termasuk dalam

redefinisi ini kepentingan mendorong kesamaan dan akses bagi kalangan masyarakat

79Andrew C. Theophanous, Understanding Multiculturalism and Australian Identity, h. 28.

Page 84: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

77

yang tidak diuntungkan karena budaya dan etnisitasnya, dan sebuah kebutuhan untuk

melawan diskriminasi atas mereka yang berasal dari enik minoritas. Terms of

reference yang telah diperbaiki untuk AIMA tidak hanya menunjukkan suatu upaya

memperluas definisi multikulturalisme dari sekedar pendorong keanekaan budaya

sehingga pengertian itu juga bisa mengenai kepentingan-kepentingan sosial ekonomi

kaum migran. Ini adalah awal dari tahap utama yang kedua dalam perkembangan

multikulturalisme.

2. Perkembangan Kedua dari Definisi Asli

Arti multikulturalisme meluas lagi ketika kebutuhan pada dimensi keadilan

sosial ditekankan dan dikembangkan dengan diterbitkannya Laporan Jupp tahun

1986.80

Evolusi dari sebuah definisi yang lebih menyeluruh tentang multikulturalisme

mengambil langkah signifikan ketika the House of Representatives menerima penuh

tanpa penolakan sebuah mosi untuk mendukung multikulturalisme. Ada Mosi yang

disampaikan tanggal 17 Maret 1988 yang berisi sebuah pernyataan ringkas tentang

prinsip-prinsip multikulturalisme yang berasal dari pertimbangan mendalam Lembaga

Masalah Multikultural Australia. Parlemen mendeklarasikan keyakinannya bahwa:

a. Orang Australia dari semua latar belakang merdeka dan

dapat ikut ambil bagian di semua tingkat kehidupan negara

yang bersifat politis, administratif, legal, ekonomis, kultural

dan seni; b. Juga diperlukan kebebasan untuk memeliharta

warisan budaya orang seorang dalam konteks hukum dan

sistem politik, dengan bahasa Inggris sebagai bahasa yang

diterima; c. Semua orang Australia hendaknya dibebaskan

dari dikriminasi berdasar ras, etnisitas, agama atau

kebudayaan dan harus mendapat kesempatan dan akses yang

sama pada program-program dan jasa-jasa; d. Program-

program dan jasa-jasa seyogyanya disediakan seluas

mungkin bagi masyarakat secara menyeluruh dan dapat di

akses semua orang Australia yang bisa menyesuaikan diri

dengan baik dan juga memenuhi kebutuhan-kebutuhan

khusus mereka yang lahir di luar negeri dan yang lebih

menyukai memakai bahasa yang bukan bahasa Inggris, sebagaimana mereka yang lahir dari lingkungan berbahasa

80Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs, National Agenda

for a Multicultural Australia: Sharing Our Future, 1989, h. 18.

Page 85: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

78

Inggris, namun bila diperlukan dan sepantasnya demikian,

pelayanan-pelayanan jasa terpisah dan khusus seharusnya

disediakan; e. program-program dan pelayanan-pelayanan

harus dirancang dan dikembangkan dengan berkonsultasi

dengan semua kelompok klien potensial, termasuk mereka

yang lahir di Australia dan di luar negeri, dan harus

mencakup partisipasi aktif mereka, dan; f. Suatu masyarakat

yang adil dan merata seharusnya mempromosikan siapa saja

dari mereka tanpa memperdulikan latar belakang etnis dan

budayanya.81

Prinsip-prinsip ini kemudian diperkuat dengan keluarnya proklamasi yang

disebut the National Agenda for a Multicultural Australia di tahun 1989 oleh

Pemerintah Buruh federal.82

Pada khususnya, untuk pertama kali, multikulturalisme

dispesifikasikan dalam pengertian tiga dimensi sebagai berikut:

a. identitas kultural: hak semua orang Australia, dalam batas-batas

yang ditentukan dengan hati-hati, untuk mengekspresikan dan

memberlakukan warisan budaya pribadi mereka, termasuk bahasa

dan agama mereka.

b. Keadilan sosial: hak semua orang Australia untuk perlakuan dan

kesempatan yang sama, dan pembuangan batas-batas ras, etnisitas,

budaya, agama, bahasa jender atau tempat kelahiran; serta

c. Efisiensi ekonomi: kebutuhan untuk memelihara, mengembangkan

dan menggunakan secara efektif keahlian-keahlian dan bakat-bakat

semua orang Australia, tanpa melihat latar belakangnya.

Arti multikulturalisme selanjutnya diperbaiki dalam laporan di the National

Agenda yang diajukan pada Pemerintah di bulan Juli 1995. Laporan ini disesuaikan

dengan tujuan-tujuan tahun 1989 dan mengadopsi sepuluh prinsip-prinsip yang telah

diperbaiki untu multikultural Australia, namun sasaran-sasaran umumnya tetap sama.

Dengan demikian telah terjadi evolusi dalam definisi multikulturalisme

Australia, dengan penekanan yang semakin kuat pada dimensi keadilan sosial. Evolusi

definisi ini, bagaimanapun, merupakan bagian dari sebuah drama yang lebih luas

dalam pengembangan filosofi, kebijakan, dan praktek multikultural di Australia. Satu

81Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs, National Agenda

for a Multicultural Australia: Sharing Our Future, h. 36. 82

Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs, National Agenda

for a Multicultural Australia: Sharing Our Future, h. vii.

Page 86: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

79

dari aspek-aspek kunci di sini merupakan pengembangan pemikiran tentang

kewarganegaraan.

Kesimpulan dari penjelasan di atas, bisa dilihat bahwa perkembangan

multikulturalisme di Australia dapat dilihat dari dua tahap.

a. Tahap Pertama: Penekanan pada Keanekaan Budaya

Tahap pertama melihat multikulturalisme sebagai penegasan positif keanekaan

budaya; ia menekankan pada pentingnya pemeliharaan budaya, agar memberi

dorongan orang mempertahankan warisan budaya mereka dan menghargai tradisi-

tradisi budaya yang beraneka. Prinsip paling penting yang diperhalus dalam tahap ini

adalah prinsip toleransi, berdasarkan pandangan bahwa masyarakat harus memberi

penghargaan yang sama pada tradisi budaya orang lain, dan suatu penerimaan bahwa

tradisi-tradisi ini seharusnya bergerak maju dalam konteks sebuah masyarakat yang

demokratis yang menghormati hak-hak tiap individu.

Multikulturalisme, dalam pengertian ini, dilihat sebagai kepanjangan hak-hak

sipil dan politik orang yang hidup dalam suasana demokrasi yang mengabsahkan hak-

hak tersebut dan di mana orang berhak untuk melindungi bentuk-bentuk budaya yang

berbeda bagi diri merke sendiri, bentuk-bentuk budaya yang berdasarkan pada latar

belakang pribadi dan sejarah mereka. Basis ikatan sosial dalam sebuah masyarakat

yang berkebudayaan beraneka, selama tahap ini, dianggap sebagai prinsip-prinsip

dasar yang klasik dan liberal. Dalam konteks ini, kebebasan berbicara dan berekspresi

merupakan prinsip yang sangat penting bila diberi penekanan pada hak-hak semua

orang untuk hidup menurut budaya dan/atau bentuk-bentuk agama yang beraneka.

Tahap pertama dalam perkembangan multikulturalisme di Australia

memeriksa definisi asli multikulturalisme sebagaimana mula-mula diajukan dan

bergerak maju selama periode Pemerintahan Whitlam dan Fraser, dan kemudian ke

awal Pemerintahan Hawke. Definisi asli multikulturalisme berkembang untuk

memberi penekanan pada perlindungan dan pemeliharaan keanekaan budaya di

Australia. Tujuan kebijakan ini adalah untuk meyakinkan bahwa kelompok-kelompok

etnik dan budaya berkesempatan untuk berperan serta dalam tradisi budaya dan

praktek-praktek mereka sendiri. Dengan kata lain, definisi awal dikembangkan

Page 87: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

80

sebagai jawaban pada penekanan pasca Perang Dunia II atas assimilasi budaya dan

pengembangan sebuah masyarakat monokultural di Australia sebagai kelanjutannya.

Pengenalan filosofi dan kebijakan multikulturalisme merupakan salah satu

kebijakan yang paling berpandangan ke depan dari Pemerintahan Whitlam.

Pemerintahan itu akan tetap dikenang karena upayanya membalikkan Politik Putih

Australia. Hal itu juga menjadi sebuah hasil kerja besar menumbangkan kebijakan-

kebijakan assimilasi masa lalu melalui perkenalan dengan suatu kerangka

pengembangan kebijakan dan program yang mengakui hak-hak sosial dan budaya

masyarakat migran dan latar belakang etnik, dan yang memungkinkan mereka

berperan serta lebih besar dalam kehidupan komunitas Australia.

Sebagai tambahan pada kebijakan-kebijakan multikulturalismenya,

Pemerintahan Whitlam juga bertanggung jawab pada pemasukan Undang-Undang

Diskriminasi Rasial (the racial Discrimination Act) tahun 1975. Undang-Undang ini

mewakili satu dari berbagai upaya menghadapi ketimpangan sosial dan diskriminasi

rasial melalui hukum.

Menjelang pemilihan Malcolm Fraser di bulan November 1975, istilah

‘multikulturalisme’ telah menembus kehidupan politik dan telah dipakai oleh

komunitas-komunitas etnik paling mayoritas, juga pada bagian-bagian signifikan dari

penduduk non etnik. Menjadi sebuah keterkejutan bagi para pendukungnya,

Pemerintahan Liberal Fraser memutuskan mengakui dan mengembangkan

multikuilturalisme di Australia. Fraser cenderung melepaskan Pemerintahannya dari

kebijakan imigrasi Koalisi pra-1972 yang telah memberi penekanan pada ‘kebutuhan’

adanya suatu komunitas yang homogen secara rasial dan kultural di Australia.

Pemerintahan Fraser dengan cepat menyatakan keanekaan budaya sbagai prinsip inti

multikulturalisme, dsan secara khusus menegaskan program-program yang menjadi

keanekaan budaya.

Pada periode Fraser, Laporan Galbally dilahirkan. Dokumen penting ini

menekankan hak atas identifikasi budaya sebagai hal yang esensial untuk menjamin

keberhasilan kebijakan-kebijakan multikultural dan program-programnya, dan pada

gilirannya, suatu masyarajat yang kohesif. Hal itu memberi pengaruh pada perekatan

konsep multikulturalisme ke dalam sistem politik Australia dan telah menjadi sebuah

Page 88: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

81

peristiwa yang signifikan dalam perkembangannya. Namun di samping Laporan

Galbally yang menunjukkan bentuk positif dari definisi asli multikulturalisme, ia juga

merefleksikan kekurangan-kekurangan definisi itu. Seperti nanti akan penulis

permasalahkan, ia tidak memberi pengakuan yang memadai pada ketidak samaan

struktural yang mencegah orang dari latar belakang bukan berbahasa Inggris agar

dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat. Khususnya, hal itu gagal

memperhitungkan ketidak samaan sosial dan ekonomi masyarakat Australia yang

secara tidak proporsional dirasakan oleh orang yang berlatar belakang bukan

berbahasa Inggris. Hal ini tidak menyuburkan dimensi keadilan sosial.

Setelah pemilihan Pemerintahan Hawke tahun 1983, definisi asli

multikulturalisme muncul di bawah tekanan dan menjelang 1985, Australia mulai

memasuki sebuah tahap di mana konsep multikulturalisme meluas dengan

memasukkan hak-hak sosial dan ekonomi kaum migran, yang kemudian ditambahkan

dalam hak-hak mereka atas indentifikasi budaya.

b. Tahap kedua: Dimensi Keadilan Sosial

Seperti diindikasikan, tahap kedua dalam perkembangan multikulturalisme

dengan memasukkan dimensi keadilan. Menurut pandangan ini, multikulturalisme

bukan hanya mengenai pemberian kemerdekaan pribadi perorangan, tetapi juga

tentang keadilan sosial murni bagi semua orang tanpa memperdulikan latar belakang

ras, budaya, etnis atau agamanya. Prinsip mendasar di sini adalah bahwa orang di

Australia dari latar belakang beraneka, berhak memperoleh persamaan sosial yang

murni, terutama persamaan dalam memperoleh akses memperoleh pelayanan untuk

memenuhi kebutuhan dasar kehidupan. Di bawah definisi yang telah diperbaharui ini,

apa yang diperlukan bukan hanya kebebasan politik, tetapi keadilan sosial bagi semua

orang, tak perduli apa ras atau latar belakang budayanya.

Dimensi keadilan sosial dalam multikulturalisme ( Tinjauan Program-Program

dan Jasa-Jasa Kaum Migran dan Multikultural: Jangan Bertahan Pada Yang Kurang).

Review of Migrant and Multicultural programs and Services: Don’r Settle For Less

ini mendapat dorongan melalui terbitan Laporan Jupp. Laporan ini merupakan sebuah

pembalikan definisi multikulturalisme karena ia menumbuhkan mata rantai antara isu-

Page 89: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

82

isu kaum migran dan etnik serta tujuan-tujuan keadilan sosial. Rekomendasi utama

laporan ini bahwa Pemerintah Federal harus melaksanakan sebuah strategi yang

menjamin , partisipasi yang sama oleh kaum penetap yang lahir di luar negeri dalam

masyarakat Australia. Laporan itu mengusulkan pengubahan sistem-sistem yang

sudah ada dan struktur-struktur yang bisa membikin mereka menjadi lebih bisa

dipercaya untuk memenuhi kebutuhan orang dari latara belakang yang bukan

berbahasa Inggris, juga memberilkan program-program yang lebih bersifat etno

spesifik serta pelayanan-pelayanannya.

Laporan itu mendukung penguatan Akses dan program Kesama rataan dengan

tujuan membuang batas-batas ras, budaya, bahasa dan agama, serta menjamin bahwa

aprogram-program dan pelayanan-pelayanan itu dirancang dengan baik dan

disampaikan pada orang Australia kelahiran luar negeri secara konsisten dengan

memenuhi tujuan keadilan sosial; Dimensi-dimensi keadilan sosial ini juga menjadi

dasar dari Laporan akhir Lembaga Masalah Multikultural Australia (the Final Report

of the Australian Institute for Multicultural Affairs atau AIMA) yang dikeluarkan

tahun 1986. Laporan ini membuah sederet rekomendasi dengan memberi penghargaan

pada pelayanan-pelayanan termasuk permukiman awal, penyediaan sarana informasi,

kesejahteraan sosial dan lapangan kerja.

Apa yang jelas dari semua ini adalah bahwa filosofi multikultural Australia,

dalam evolusinya, telah memasukkan sejumlah tahapan-tahapan. Dengan demikian,

multikulturalisme menjadi dewasa sampai pada kedudukan yang memungkinkan

untuk menjadi optimistik tentang hasil multikulturalisme sebagai sebuah percobaan

sosial. Masih ada, betapapun, beberapa isu menonjol yang masih perlu diputuskan,

seperti masalah arti dan makna multikulturalisme Australia.

Page 90: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

83

BAB III

ISLAM DI AUSTRALIA:

LATAR BELAKANG SEJARAH DAN SOSIO-DEMOGRAFI

A. Latar Belakang Sejarah

Sejarah kedatangan kelompok Muslim di Australia telah berumur panjang,

jauh sebelum datangnya kelompok kulit putih ke daerah tersebut. Namun data tentang

sejarah kedatangan kelompok Muslim Makassar untuk pertama kali ke Australia ini

Page 91: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

84

tidak dapat dibuktikan, karena hanya merupakan catatan-catatan yang bersifat

spekulatif saja. Karena tiadanya catatan sejarah secara tertulis mengenai kedatangan

orang-orang Islam pada awal sejarah Muslim di Australia telah membuat kesulitan

bagi para peneliti untuk menentukan keakuratan atau kebenaran data-data tersebut.

Secara umum, sejarah Muslim di Australia terbagi dalam 4 (empat) periode.

Periode pertama ditandai dengan terjalinnya kontak antara penduduk suku Australia di

bagian Utara dan para nelayan Makassar yang ingin menangkap trepang. Orang-orang

Makassar tidak meninggalkan pengaruh yang signifikan terhadap hubungan sosial

tersebut. Sementara itu pengaruh kaum Kulit Putih Eropa yang datang kemudian

semakin lama semakin menguasai benua Australia dan akibatnya peran orang-orang

Makassar semakin menghilang.

Periode berikutnya, orang-orang Inggris menjadikan Australia sebagai daerah

jajahan, di mana orang-orang Muslim memainkan peranan yang marginal. Tempat

tinggal mereka yang berpencar dan sedikitnya jumlah komunitas menyebabkan

tiadanya informasi tentang identitas mereka. Baru pada periode ketiga berikutnya

ditandainya dengan datangnya kelompok penunggang onta dari Afghanistan memberi

pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di benua tersebut. Peranan mereka

sampai sekarang masih diakui pemerintah Australia sebagai perintis pembukaan

daerah pemukiman orang-orang Eropa. Pengembangan eksplorasi daerah Australia

Tengah tidak akan pernah ada tanpa peran mereka, khususnya dalam pembuatan jalur

telegraf yang menghubungkan komunikasi antar kota. Namun peran mereka sebagai

penunggang onta semakin menyurut saat dibangunnya jalur-jalur kereta api sehingga

mereka semakin terdesak dan terpaksa meninggalkan Australia, terlebih lagi setelah

kolonial Inggris mengeluarkan peraturan imigrasi yang ketat bagi siapa pun yang

ingin masuk ke Australia (Immigration Restriction Act) pada tahun 1911. Dan pada

periode keempat merupakan masa-masa manis masuknya kembali kaum Muslim dari

berbagai manca negara sehingga periode ini disebut sebagai periode dimulainya

sejarah keberadaan komunitas Muslim di Australia. Pada periode ini pulalah

keberadaan mereka semakin diakui, khususnya ditetapkannya kebijakan

Multikulturalisme sebagai ideologi negara oleh Pemerintah Australia.83

83Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h. 3.

Page 92: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

85

Periode Pertama: Kaum Muslim dari Makassar

Lebih dari 200 tahun lalu, perahu-perahu nelayan Makassar telah mengunjungi

pantai Marege, pantai yang terdapat di antara timur laut Darwin dan Teluk

Carpentaria untuk menangkap dan memproses trepang (beche de mer) dan kemudian

dijual di pasar komunitas Cina. Setiap tahun pada bulan Desember mereka

meninggalkan Makassar dan dalam empat bulan berikutnya kembali ke Makassar.

Mereka bermukim di pantai sebagai tempat tinggal sementara, di antaranya daerah

Tamarind. Kunjungan tahunan ke daerah tersebut sudah dimulai paling tidak sebelum

tahun 1650. Dan pada tahun 1907, perdagangan trepang oleh orang-orang Makassar

sama sekali terhenti, karena semakin sulitnya masuk ke pantai Darwin. Suku Aborigin

yang terdapat di daerah Arnhem Land mengenang masa-masa kontak dengan orang-

orang Makassar sebagai zaman keemasan dan hal ini bertolak belakang dengan masa-

masa kekuasaan kolonial kaum kulit Putih.

Perbauran budaya dan perkenalan dengan gagasan-gagasan serta teknologi

baru ini menyebabkan beberapa bentuk budaya Makassar menyusup dalam kehidupan

kaum Aborigin. Benda-benda yang menawarkan bentuk teknologi yang lebih maju

dan yang dapat dengan mudah di adaptasikan oleh komunitas-komunitas Aborigin

adalah yang paling cepat diperkenalkan. Salah satu di antara yang paling cepat di

ambil alih secara inovatif adalah bentuk kano (perahu kayu) yang dicungkil dari

sebatang kayu, yang dikenal orang Makassar dengan nama lipa-lipa. Pertukaran

barang dengan kapak-kapak, pisau, dan potongan-potongan besi datar yang dapat

dipukul menjadi kepala pacul, ujung harpun (panah seruit) atau mata kail, merupakan

barang-barang yang umum.84

Kebutuhan untuk berkomunikasi berakibat pada masuknya istilah-istilah

Makassar ke dalam bahasa Aborigin. Banyak kata-kata yang dipinjam untuk

menjelaskan konsep-konsep atau obyek-obyek fisik yang sebelumnya tak dikenal oleh

kaum aborigin. Contoh yang paling penting ditemui dalam

84

Mary L. Jones, ‘Muslim Impact on Early Australian Life’, dalam Mary L. Jones (ed.), An

Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, Law Printer, Melbourne, 1993, h.

34.

Page 93: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

86

deretan perbendaharaan kata yang berhubungan dengan perahu-perahu orang

Makassar. Ahli bahasa berargumentasi bahwa hal ini memperkuat kecenderungan

alami terhadap dominasi bahasa Makassar dan hal itu menjadi penting bagi

komunikasi antara komunitas-komunitas Aborigin.

Ada juga bukti fisik tentang pengaruh kaum Muslim terhadap kehidupan kaum

aborigin. Gambar-gambar dari batu dan patung-patung di Tanah Arnhem Barat

biasanya berwujud perahu dan api yang mendidih. Karakteristik bentuk perahu juga

banyak terdapat di berbagai lukisan-lukisan di batang pohon dan batu-batu karang.

Namun subyek-subyek rinci yang halus dari karya-karya ini diasosiasikan dengan

legenda, lagu-lagu dan benda-benda tua. Mereka merupakan bagian dari keseluruhan

pengetahuan

tentang keberadaan manusia, dewa-dewa atau roh-roh, serta kejadian-kejadi-

an dan tempat-tempat yang berhubungan dengan mereka.

Ada indikasi yang mengatakan bahwa nelayan-nelayan Makassar dari selatan

pulau Sulawesi berlayar secara teratur ke kawasan Utara Australia sejak awal abad-

16. Beberapa di antaranya telah menempati bagian-bagian kawasan Utara Australia,

menikah dengan anggota komunitas Aborigin lokal dan mungkin sambil

memperkenalkan agama Islam pada mereka. Makam-makam Islam dari periode awal

masih bisa ditemui kini di pulau Arhhem.85

Secara keseluruhan, kehadiran pendatang Muslim awal datang ke pantai-

pantai untuk berinteraksi dengan sejumlah kecil komunitas yang mendiami pantai

utara. Mereka datang berturut-turut sebagai pengunjung (visitors), yang hanya

membuka sebagian dari budaya agama dan dunia sosial mereka. Sementara kontak

keseharian membuat kaum Aborigin sadar tentang waktu sembahyang kaum Muslim

dan praktek-praktek keislaman. Pada dasarnya hubungan yang tercipta adalah antar

kelompok etnis yang hidup saling tak tergantung satu sama lain. Islam sebagai suatu

cara hidup dan filsafat agama masih memberi pengaruh pada Australia. Namun

demikian, pohon-pohon asam yang tumbuh sporadis sepanjang daerah yang

85Bilal Cleland, ‘The Historry of Muslims in Australia’, dalam Abdullah Saeed and Shahram

Akbarzadeh, (ed.), Muslim Communities in Australia, h. 12.

Page 94: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

87

ditinggalkan di kawasan pantai utara merupakan saksi tentang kehadiran orang-orang

Makassar.

Kelangkaan sumber-sumber masa-masa awal keberadaan masyarakat Islam

mempersulit penelitian kelompok Muslim di Australia. Beberapa buku yang pernah

diterbitkan tentang sejarah awal Australia lebih banyak merujuk kepada orang-orang

Afghanistan sebagai penunggang onta.

PERIODE KEDUA: KAUM MUSLIM DARI AFGHANISTAN

Sejarah kedatangan Islam di Australia yang tercatat dalam dokumentasi

Australia adalah diawali dengan orang-orang Afghanistan. Pada bulan Juni 1860,

sebuah kapal kerajaan Chinsurah dari Karachi merapat di pelabuhan Melbourne. Di

dalamnya terdapat 24 onta dan 3 orang penunggangnya. Tidak diketahui secara persis,

apakah mereka memang berasal dari Afghanistan, meski diyakini mereka dari India,

Pakistan, dan beberapa dari Afghanistan, Persia, Mesir, dan Turki. 86

Kedatangan kaum Muslim dari luar Australia berkaitan dengan meluasnya

pertanian di koloni-koloni Australia dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang

memerlukan tambahan tenaga kerja, sedangkan tenaga kerja yang berasal dari para

narapidana yang dibawa secara paksa dari Inggris tidak bisa memenuhi kuota tersebut.

Mulai tahun 1840 sampai tahun 1880, permukiman Eropa meluas dari lahan-lahan di

tenggara menyeberangi benua. Ini adalah periode eksplorasi ke pedalaman negeri

yang berakibat pada pemusnahan sejumlah besar masyarakat asli Aborigin dan

rencana pintu terbuka imigrasi serta era meledaknya industri wool. Permintaan wool

dari pabrik-pabrik di Inggris sangat luar biasa besarnya dan seberat sepuluh juta

pounds wool dihasilkan oleh Australia di tahun 1840 kemudian membengkak menjadi

tiga ratus juta pounds menjelang tahun 1880. Sepanjang periode yang sama jumlah

domba membesar dari 4.000.000 menjadi 8.000.000.87

Perburuan Emas (the Gold Rush) yang terjadi tahun 1850-an semakin

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus melakukan eksplorasi tambang-

tambang mineral. Hal itu berakibat pada pertumbuhan kependudukan di koloni-

86Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 5.

87

Page 95: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

88

koloni. Populasi di Victoria meningkat dari 97,489 di tahun 1851 menjadi 539,764 di

tahun 1861. Hal ini berpengaruh pula pada pembukaan perkebunan dan

perkembangan pertanian.88

Eksplorasi awal di bagian tenggara benua dipimpin oleh Major Mitchell yang

melintasi bagian selatan New South Wales dan distrik barat Victoria di tahun 1836

dengan membuka kawasan-kawasan lahan baru untuk pondok-pondok penetap dan

kambing-kambing mereka. Penggunaan kuda sebagai alat transportasi untuk

melakukan eksplorasi di tengah kering kerontang daerah bagian barat dan tengah

benua sangat terbatas dan tidak layak. Onta sebagai alat transportasi dianggap lebih

cocok di daerah ini, maka atas saran Gubernur Gawler dari Australia Selatan, the

Colonial Commissioner di London membeli 6 onta di Tenerife, namun hanya tersisa 1

onta yang tetap hidup selama dalam perjalanan itu dan mendarat di Adelaide pada

bulan Oktober 1840.89

Daerah Melbourne yang kaya dengan emas di tahun 1850-an memiliki peran

sebagai pemimpin masa depan ekonomi Australia. Di tahun 1858, Komite Eksplorasi

Victoria meminta George Landells, yang secara teratur mengantar kuda-kuda

Australia ke India, membeli onta dan merekrut penunggang-penunggang onta pada

kunjungan mereka berikutnya. Ia membeli duapuluh-empat hewan dan menyewa tiga

penunggang onta, yaitu Samla, penganut agama Hindu dan dua orang Muslim

bernama Esan Khan dan Dost Mahomet. Mereka tiba tahun 1860 kemudian

ditempatkan di gedung Parlemen dan kedua hewan serta pengawal mereka

ditempatkan di kandang-kandang di tempat itu. Kehidupan mereka sangat menderita

karena tidak adanya perhatian dari kelompok ekspedisi. Akibatnya, Dost Mahomet

dan Esan Khan terpaksa menyembelih hewan persediaan ekspedisi agar tidak mati

kelaparan dengan cara halal seperti yang disyaratkan dalam al-Qur’an’.

Meskipun menderita sakit yang hebat akibat disentri, mereka tetap dengan

setia menjalankan lima kali shalat sehari dan bertahan dengan keimanan mereka

selama masa penantian di Menindie. Dost Mahomet digigit seekor onta dalam

perkemahan itu, lengannya hancur. Ia menjadi cacat seumur hidup pada usia

88Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h. 18.

Page 96: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

89

duapuluh-tiga. Lepas dari tuntutannya pada Pemerintahan Victoria, ia dianugerahi

kompensasi sebesar 200 pounds, namun tak pernah melihat rumah atau kampung

halamannya lagi. Ia juga meminta pembayaran seperti yang dijanjikan semula. Ia

diberitahu bahwa ia dapat menerima jumlah bayaran yang sama seperti anggota tim

eksplorasi lainnya, sepuluh pounds tiap bulan. Namun janji ini tak dihormati. Ia dan

Esan Khan hanya dibayar tiga pounds tiap bulannya, kemudian naik jadi empat

pounds lima shillings tiap bulan setelah Landells berhenti dari kumpulan itu. Orangt-

orang Afghanistan bukan orang kulit putih dan bukan orang Kristen. Dost Mahomet

meninggal tak lama setelah penolakannya dan dikuburkan di Menindie.

Berbagai kelompok eksplorasi yang pergi ke pedalaman tergantung pada onta-

onta dan penunggang dari orang-orang Islam, namun saat itu kontribusi mereka tidak

dihargai sebagaimana mestinya. Sebaliknya, para pemimpin ekspedisi yang berkulit

putih menerima penghargaan dan kegagah- beranian mereka dicatat sejarawan kulit

putih. Ada sedikit penghormatan yang diberikan kepada seorang Muslim bernama

Kamran, yang saat itu bersama anggota ekspedisi bernama Gosse di bulan Juli 1873

menemukan batu karang besar di daerah Uluru, yang kemudian dinamakan Ayers

Rock, mengambil nama Gubernur Australis Selatan Sir Hendry Ayers. Atas

penemuannya itu, Goose memberi nama sebuah sumur di tempat itu dengan nama

‘Sumur Kamran’ dan ia merupakan orang non-kulti putih pertama yang dicatat dalam

dokumentasi sejarah Australia. Penghormatan lain diberikan kepada seorang Muslim

bernama Allanah dengan memberi nama ‘Bukit Allanah’ yang terletak 28 mil arah

tenggara Uluru.

Ekspedisi Giles tahun 1875-76 yang juga diikuti salah seorang Muslim

bernama Saleh, menyeberangi dataran Nullabor dan kemudian ke Perth dan kembali

lewat Geraldton ke Australia Selatan.Ia diberi kehormatan penamaan ‘Kolam Ikan

Saleh’ yang memakai namanya di dekat Bukit Gould pada jalur balik timur dari

Geraldton. Ia terkenal sangat taat melaksanakan shalat lima waktu sendirian. Karena

ketaatannya itu, ia sering disindir oleh anngota ekspedisi lainnya. Terkadang ia

89Christine Stevens, ‘Afghan Camel Drivers: Founders of Islam in Australia’, dalam Mary L,

Jones (ed.), An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 52.

Page 97: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

90

bertanya pada Giles, pemimpin ekspedisi, tentang arah timur, maka ia kemudian akan

menunjuk ke arah yang berlainan.

Ekspedisi-ekspedisi ini bukan hanya bersifat cerita kegagah beranian yang

jantan, namun mempunyai motif-motif ekonomi. Giles didukung oleh pengimpor

utama onta-onta bernama Thomas Elder dan di ekspedisi ini ia telah menyetujui untuk

meneliti sebuah negeri dekat Fowlers Bay sebagai calon hunian orang Inggris.

Ekspedisi yang diikuti Saleh beberapa tahun kemudian setelah 1886, meneliti

Perbatasan Territori Utara Queensland, membawa serta kelompoknya dengan harapan

bisa menemui kekayaan tambang yang baru.

Ekspedisi Horn tahun 1894 juga diikuti oleh beberapa orang penunggang onta

yang beragama Islam bernama Moosha Balooch dan Guzzie Balooch yang ingin

mencari bahan-bahan tambang di antara Macdonnell Ranges dan Oodnadatta sambil

mempelajari bahan-bahan biologi, botani, dan etnologi. Dua pengendara onta Muslim

terkenal lainnya, Bejah Dervish dan Said Ameer menemani Ekspedisi Calvert tahun

1896. Selama eksplorasi, dua dari anggota-anggota berkebangsaan Eropa tersesat dan

mati kelaparan. Kesediaan orang-orang Afghanistan untuk mencari mereka selama

berhari-hari dalam kondisi sulit dan tawaran dari pemilik onta Faiz Mahomet untuk

mengirim onta-onta dan orang-orangnya untuk mencari telah memberi kesan yang

baik tentang kepedulian mereka dalam pembentukan opini pada masyarakat Australia.

Larry Wells, pemimpin ekspedisi, menamai sebuah tengaran (landmark) di padang

pasir itu ‘Bukit Bejah’ dan memberinya sebuah kompas. Ia juga diberi julukan nama

‘Sang Setia’ (‘the Faithful’).

Abdul atau ‘Jack’ Dervish, putra Bejah, juga sangat menonjol ketika

mengikuti Ekspedisi Madigan menyeberangi Padang Pasir Simpson di tahun 1939. Ini

adalah eksplorasi besar terakhir ke pedalaman. Orang-orang Muslim Afghanistan

tinggal di aderah itu sejak tahun 1860. Orang Afghanistan kedua dalam ekspedisi ini,

Nurie Nur Mohamed Moosha, adalah putra dari Moosha Balooch yang menemani

Ekspedisi Horn selama lebih dari empat puluh tahun sebelumnya.

Namun sesuai dengan perjalanan waktu, keadaan pun ikut berubah, menjelang

tahun 1930-an kesadaran dan ketaatan keagamaan sudah mulai menyusut. Generasi

kedua pengendara onta telah memakan daging yang sama seperti orang-orang Eropa.

Page 98: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

91

Keimanan Muslim telah mencair dan daging yang dibunuh secara halal tidak lagi jadi

persyaratan bagi orang-orang muda.90

Periode Ketiga: Tahun-Tahun Kemerosotan Muslim Australia 1900-1940

Mary Lucille Jones menyebutkan bahwa fajar abad baru menandai bermulanya

sebuah kemerosotan kaum Muslim di Australia. Hal ini berkaitan dengan

terbentuknya pemerintahan Commonwealth baru dan kemudian mengeluarkan

Kebijakan Kulit Putih Australia di tahun 1901. Pemerintah mengeluarkan undang-

undang naturalisasi (the Naturalisation Act) yang mengatur bahwai orang-orang non-

Eropa dikeluarkan dari hak memperoleh naturalisasi dan tidak diizinkan membawa

keluarga mereka ke negeri itu. Peraturan ini membawa akibat pada komunitas Islam

Australia.91

Karena kebijakan ini sangat rasis dan diskriminatif terhadap kelompok

masyarakat yang bukan kulti putih (berwarna).

Ditolaknya perolehan kewarganegaraan dan semakin mengecilnya kesempatan

kerja, membuat banyak orang-orang Muslim awal memilih untuk pulang ke negeri

asal mereka. Yang lain menetap dan membentuk sebuah kelompok tua dan cahaya

Islam terus berkedip berkat dedikasi individu-individu dan menciptakan sebuah masa

depan dan sebuah harapan untuk Islam di Australia.

Pada tanggal 13 Nopember 1905, sisa-sisa komunitas Muslim di Australia

Barat ingin membangun sebuah mesjid dan ingin membuat fondasi Mesjid di kota

Perth. Kebutuhan akan adanya sebuah tempat peribadatan yang cocok telah disadari

sejak tahun 1895, dengan cara memperoleh lahan di kota, seperti yang diperoleh

penganut agama lain bagi gereja dan sinagog mereka masing-masing. Namun

permintaan sarana ibadah dengan latar agama Islam ternyata ditolak pemerintah.

Pembangunan tempat shalat di Australia Barat disyaratkan harus sepenuhnya

diperoleh kesepakatan dari komunitas yang bertempat tinggal di area tersebut.

Bentuk intoleransi agama dan sikap rasialis di atas membentuk semacam sikap

diskriminatif terhadap kelompok Muslim. Di kota-kota pertambangan khususnya,

90Christine Stevens, ‘Afghan Camel Drivers: Founders of Islam in Australia’, dalam Mary L,

Jones (ed.), An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 54. 91

Mary L. Jones, ‘The Years of Decline Australians Muslim’, dalam Mary L. Jones (ed.), An

Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 63.

Page 99: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

92

diskriminasi sosial dan legal muncul bersamaan dengan kebijakan-kebijakan

keimigrasian yang ketat. Orang-orang India, Afghanistan, dan Turki terdorong datang

ke kota-kota dengan harapan mendapat pekerjaan. Orang-orang Muslim awal tampak

berbeda, hidup dalam gaya yang lain dan tidak dapat dimengerti dengan mudah.

Pengertian yang tidak memadai terhadap sistem peraturan Australia di pihak kaum

Muslim, ditambah lagi kesulitan bahasa, semakin memperkuat dinding pembatas yang

sudah ada.

Sejak awal tahun 1898, muncul opini di Parlemen Australia Barat yang

berargumentasi hendak mengeluarkan orang-orang Afghanistan dari ladang-ladang

emas atas dasar bahwa mereka ‘cenderung berkhianat’ (traitorously disposed).

Diberitakan bahwa orang-orang Muslim di Australia bekerjasama dengan Sultan

Turki untuk ber-jihad atau Perang Suci dan deklarasi pun telah dibuat. Pada waktu

yang sama di New South Wales, Organisasi Pegawai Tukang Potong Daging

Australia (the Australian Federated Butchers Employees’ Union) memperoleh

dukungan polisi untuk menentang orang-orang Muslim yang memotong daging di

lahan pribadi. Ini biasa dilakukan di perkemahan-perkemahan onta untuk meyakinkan

cara pemotongan hewan sesuai peraturan agama.

Pecahnya Perang Dunia I berakibat pada semakin kecilnya kesempatan

lapangan kerja dan bersamaan dengan itu muncul rasa nasionalisme dan jingoisme di

kalangan masyarakat kulti putih sehingga semakin memperburuk ketegangan rasial

dan agama. Pada hari tahun Baru 1915, dua orang laki-laki mengacungkan bendera

Turki menghadang sebuah kereta api piknik di Broken Hill yang menyebabkan empat

orang tewas. Serangan rasial berikutnya menyebabkan terjadinya pembakaran Club

orang-orang Jerman. Tuduhan tidak setia kelompok Muslim terhadap negara Australia

menyebar ke dalam masyarakat. Polisi mencegah perusakan yang dilakukan sebagian

masyarakat terhadap permukiman ‘Ghan’ (Afghanistan), dan didapatkan fakta bahwa

penunggang-penunggang onta ikut mendukung polisi ketika menahan dua penyerang.

92

92

Mary L. Jones, ‘The Years of Decline Australians Muslim’, dalam Mary L. Jones (ed.), An

Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 64.

Page 100: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

93

Menjelang keesokan harinya pertambangan Broken Hill mengusir semua

karyawan atas dasar Undang-Undang Peringatan Perang Persemakmuran, karena

dianggap sebagai ‘musuh asing’ (enemy aliens). Insiden ini semakin bertolak

belakang. Atas anjuran Jaksa Agung Billy Hughes, semua ‘musuh asing’ di Australia

dibuang selama perang berlangsung. Keadaan khas dari insiden Broken Hill

cenderung diabaikan. Karena hanya perbuatan dua orang Muslim, Australia telah

‘menyatakan perang’ dengan cara yang menyakitkan dan putus asa.

Pada masa berakhirnya penutup abad ke-19, kaum Muslim telah tersingkirkan

ke Victoria, jauh dari pusat-pusat tambang dan dimusuhi. Pedagang kelililng adalah

cara lain untuk melanjutkan kehidupan d Australia, dan dengan sedikit uang serta

kemampuan bahasa Inggris merupakan bagian dari sedikit kesempatan kerja yang

terbuka untuk orang-orang Muslim. Sebagian besar dari mereka berasal dari India,

mengayuh barang-barang dagangan mereka di seantero daerah pedesaan, membawa

perlengkapan yang dibutuhkan dan barang-barang baru ke stasiun-stasiun yang

terisolir. Nama-nama seperti Gulap Deen, Amir Ali atau Mitta Bulosh dikenal baik di

daerah-daerah sekitar Dookie, Ballarat, Shepparton, Euroa, dan the Mallee.93

Cara

berjualan keliling ini, membuat kaum Muslim menyebar di seluruh kawasan Victoria

dan mayoritas dari mereka tetap teguh berpegang pada tradisi dan praktek-praktek

keagamaan. Selama bulan Ramadhan orang-orang ini berkumpul di Melbourne

selama satu bulan untuk berpuasa dan melakukan shalat serta merayakan Idul Fitri. Di

sana mereka bisa bertemu dengan keluarga-keluarga dan sebagian kecil dari mereka

telah menikah. Kaum wanitanya kebanyakan lahir di Australia yang beralih agama

mengikuti suami mereka. Mereka beserta keluarga menyewa pondok-pondok berteras

di daerah kota – di Carlton Utara atau Fitzroy – di sekitar toko pemotongan hewan

atau toko karpet India.

Bagi para penunggang onta Afghanistan, Idul Fitri adalah peristiwa istimewa.

Dengan menyewa kereta-kereta dari istal di Burton’s Livery di Jalan La Trobe, orang-

orang Muslim pergi ke taman-taman di belakang pondok kapal di seberang Jembatan

Prince. Setelah shalat, diedarkan buah-buahan dan manisan untuk semua orang,

93Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h. 36.

Page 101: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

94

makanan kecil yang tampak aneh dan eksotik bagi orang yang lewat. Pada

kesempatan-kesempatan yang lebih khidmat anggota komunitas bertemu di rumah-

rumah masing-masing untuk shalat berjemaah. Usaha-usaha komunitas juga

menyangkut perolehan lahan di Kuburan Fawkner sebagai lahan kuburan. Sumbangan

dikumpulkan untuk membangun sebuah bangunan kecil di dekat lapangan untuk

tempat melakukan shalat jenazah.

Pada umumnya kaum laki-laki jarang berada di rumah. Kebanyakan tugas

mengajarkan tentang Islam dan nilai-nilainya untuk generasi selanjutnya diserahkan

pada kaum wanita. Harapan regenerasi melalui imigrasi Asia selanjutnya dihapus oleh

kebijakan migrasi diskriminatif Australia. Menjelang 1921 hanya ada kurang dari tiga

ribu warga penetap (resident) Muslim di Australia. Ketidak seimbangan perbandingan

menyeluruh antara wanita dan pria menyulitkan pemeliharaan identitas keislaman di

Australia. Mereka diasingkan baik secara keagamaan dan rasial dari masyarakat kulit

putih Anglo-Celtic yang dominan sehingga banyak dari generasi kedua ini memilih

tak beragama. Proses degradasi yang lambat ini berlangsung selama tiga puluh tahun

berikutnya.

Namun di tengah komunitas yang hampir mati ini ada kaum Muslim yang

melanjutkan komunitas Muslim dari sebuah gelombang kedua, yaitu kaum imigran

Albania yang bekerja sebagai pekerja kasar di Australia Barat, Queensland, dan

Victoria selama tahun 1920-an dan 1930-an. Mereka datang dengan yang lainnya dari

Eropa Tengah dan Selatan sebagai akibat sedikit terbukanya kebijakan resmi Australia

yang juga berkulit putih, tetapi beragama Islam. Meskipun jumlahnya kecil, kaum

Muslim ini menjadi penentu yang kelak datang setelah Perang Dunia I untuk mencari

kehidupan yang lebih baik di lahan yang baru serta membawa kebangkitan Islam di

Australia.

Semula Australia adalah tempat tujuan yang tak dikenal bagi orang-orang

Albania. Perjalanan dari Eropa memakan waktu empat puluh hari dengan kapal laut,

karena umumnya berupa kapal-kapal kargo yang berhenti di pelabuhan-pelabuhan

untuk mengambil dan menurunkan barang-barang kiriman. Pilihan orang-orang

Albania untuk meninggalkan tanah air mereka sebagian merupakan penolakan atas

kepasrahan pada nasib. Selama beberapa ratus tahun, orang-orang Albania telah

Page 102: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

95

meninggalkan desa-desa mereka untuk bekerja di negeri-negeri tetangga. Mereka

ingin melarikan diri dari stagnasi ekonomi yang telah menghancurkan negeri mereka

sejak abad ke-15, ketika Albania jatuh ke tangan kekuasaan kekaisaran Usmani.94

Pekerjaan seperti itu sering berarti bahwa para lelaki harus meninggalkan

keluarga mereka selama ber-bulan-bulan. Para wanita secara tradisional tetap tinggal

untuk mengurus bagian-bagian kecil lahan yang tak cukup untuk menghidupi

sekalipun penduduknya berjumlah kecil. Imigrasi ke Australia berarti perpanjangan

cara hidup berpindah-pindah, tetapi jarak yang begitu jauh membuat migrasi ini tak

mungkin hanya bersifat sementara. Masa berpisah harus dihitung dalam bilangan

tahun, bahkan sering berarti seumur hidup seseorang.

Orang-orang Muslim Albania yang datang ke Australia pada tahun 1920-an

sebagian besar masih bujangan dan berjenis kelamin pria, kerap masih dalam usia

muda --delapan belas tahun, terkadang juga limabelas tahun. Dipenuhi semangat

berkelana dan harapan yang besar, mereka berupaya mencari uang yang cukup agar

bisa kembali ke Albania untuk membeli sepotong lahan pertanian dan mempersiapkan

masa depan. Karena sedikitnya pengetahuan tentang Australia, surat-surat ke rumah

dari sejumlah kecil pendatang awal menceritakan adanya kesempatan-kesempatan dan

memberi petunjuk sekedarnya. Benang-benang tipis pengetahuan ini membentuk

sebuah jaringan komunikasi yang vital dan kasat mata bagi para pendatang baru.

Imigrasi ke Australia dikuatkan ketika Perang Dunia I melahirkan persepsi

bahwa negara berpenduduk kecil ini membuka kesempatan sebuah invasi. Australia

menginginkan orang untuk datang dan bekerja di daerah-daerah pedesaan yang

kurang tenaga kerja. Betapapun, orang-orang Muslim yang datang belakangan,

bersama dengan kedatangan orang-orang non-Inggris lainnya, mendapatkan status

mereka tidak jelas. Mereka bukanlah jenis migran yang diharapkan.95

Mereka bukan sebagai keturunan Asia, karena itu mereka tidak terkena

kecaman-kecaman seperti yang dialami orang-orang Muslim sebelumnya oleh

94Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h.59.

95

Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h. 59.

Page 103: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

96

‘kebijakan Australia putih’. Selama abad ke-20, betapapun, Pemerintahan

Persemakmuran memperkenalkan prosedur-prosedur yang membatasi masuknya

orang-orang Eropa ke Australia. Menjelang tahun 1928 suatu sistem quota

diberlakukan. Hambatan selanjutnya pada pemasukan orang non-Inggris, atau

‘imigran asing’, yaitu setiap orang diminta pada saat mereka datang memperlihatkan

sebuah surat jaminan tertulis dari seorang sponsor atau sejumlah empat puluh pounds

sebagai semacam jaminan tertulis sementara pekerjaan belum diperoleh.

Kebalikannya, para pemukim-pemukim Inggris yang masuk ke Australia lewat

Program Bantuan Pemasukan Kerajaan Inggris (the United Kingdpm Assisted Passage

Scheme), hanya diminta membayar tiga pounds.

Sistem yang diberlakukan mempunyai pembatasan yang paling keras adalah

‘tes dikte’. Pada tingkat yang lebih taktis bagi mereka, seperti Hekuran Emil, ketika

datang ke Australia merasa lebih baik mengadopsi nama versi Australia untuk

dirinya.96

Yang pertama dari imigran-imigran ini harus membawa pinjaman uang.

Tingkat suku bunga tinggi- dihitung dari satu bulan pada tingkat antara 6 dan 8

persen. Lepas dari kesukaran selama dua bulan perjalanan yang jauh, sangat penting

memiliki uang begitu mereka mendarat. Karena pekerjaan di ladang dan pertanian

membentuk ikatan dengan tanah tumpah darah para migran, mereka umumnya

mendapat pekerjaan di daerah-daerah pedesaan.

Kondisi di Australia, tidak sebaik tanah yang mereka tinggalkan. Sebagian

besar dari mereka mendarat di Fremantle di tahun 1925, di mana beberapa pekerjaan

diperoleh dalam industri gandum dan pembukaan lahan. Hal ini semakin menyulitkan

karena keterbatasan bahasa dalam berkomunikasi dengan penduduk setempat,

meskipun Refik Sulejman, salah seorang dari kelompok pemula berhasil menguasai

bahasa isyarat dan mendapat pekerjaan di perkebunan.

Sebagaimana migran lainnya yang hidup jauh dari tanah air mereka, sedikit

dari orang-orang Albania yang pendiam sedikit demi sedikit mulai membangun

sebuah kehidupan. Penghasilan mereka bisa membiayai migrasi Albania selanjutnya.

96Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h.46.

Page 104: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

97

Pada umumnya kaum imigran ini berasal dari kota-kota dan desa- desa kecil. Mereka

pada umumnya bertalian darah – saudara laki-laki dan sepupu laki-laki. Yang lainnya

berasal dari desa yang sama. Di antara yang pertama kali tiba kelompok migran ini

adalah anggota-anggota dari keluarga Ahmet, Sali dan Sherif, Hekuran Emin, Kamber

Jafer, Selim Shaloli, Estrif Shemshed Sulejman, dan Demir Rustem. Mereka datang

pertama kalinya di Australia Barat dan memilih bekerja di Queensland memotong

tebu, memetik kapas dan bekerja di ladang-ladang tembakau di sekitar Cairns,

Mareeba, dan di pinggir kota Brisbane. Pekerjaan itu banyak menimbulkan

penderitaan di tubuh, seperti cidera tulang belakang. Serikat Organisasi dalam hal ini

tidak begitu memperhatikan penderitaan yang dialami tenaga kerja Muslim hingga

saat pabrik gula merosot selama era Depresi,

Bagi para imigran, penindasan atas keberadaan mereka selama bertahun-tahun

pada umumnya tak terhindarkan. Sebagian dari mereka saat itu meninggalkan cerita

yang panjang. Cerita-cerita tentang udara panas dan debu di perkebunan, kerja tujuh

hari seminggu, ‘sedih dan kesepian dan bercucuran air mata’ adalah bagian dari

penderitaan mereka. Tak ada mesin, sedang penghasilan untuk kerja seharian sangat

minimal. Pekerjaan pun jarang dan orang-orang Albania terpaksa menerima tawaran

bekerja apa saja dari pagi hingga malam hanya untuk memperoleh upah delapan

shilling sehari.

Tanpa uang lebih, kondisi kehidupan hanya sebatas memenuhi kebutuhan

dasar. Gubuk-gubuk didirikan dari bahan apa saja yang ada dan biasanya dari tiang-

tiang kayu dan keranjang-keranjang hessian. Bahkan sebuah gubuk tua telah cukup.

Pengalaman-pengalaman ini menjadi bagian kenangan kolektif bagi kelompok ini.

Betapapun, sejarah sebuah migrasi dan pengalaman hidup telah tertanam selama

berabad-abad menyaksikan survival mereka.97

Hekuran Emin mengingat betapa ia bertahan selama periode depresi yang

membuatnya semakin yakin dari sebelumnya untuk tetap bertahan pada pekerjaannya

dan pergi ke sebuah tanah pertanian kecil miliknya. Ia menabung dengan susah payah

dan mengenang perasaannya yang bak seorang raja ketika ia memasukkan tujuh belas

dollar dan enam pence ke bank. Namun apa yang menjadi pusat kesuksesan bagi

97Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h.59.

Page 105: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

98

orang Albania terletak pada kenyataan bahwa industri tempat mereka bekerja

merupakan hal yang vital bagi ekonomi negeri ini dan insentif untuk mendorong

pekerja masuk ke industri-industri dan hadiah lahan ditawarkan pada mereka yang

siap mengerjakan tanah pertanian dengan cara bagi hasil. Orang Albania juga

bergabung dengan konsentrasi pekerja Italia yang lebih besar jumlahnya di

Queensland untuk mengambil kesempatan yang ditawarkan berupa lahan bebas.

Kesempatan selanjutnya muncul di Victoria. Pekerjaan didapati sebagian di

daerah-daerah perkebunan di sekitar Shepparton. Yang pertama dari orang-orang

Muslim yang datang ke area ini di pertengahan tahun 1920-an. Kemudian ke distrik

Queensland terus masuk ke distrik-distrik lainnya. Sekali lagi cara hidup yang

kooperatif yang menjadi wujud lahan rumah mereka memungkinkan banyak dari

mereka membeli properti dan membangun usaha yang menguntungkan sebagai

pengelola kebun dan ahli taman.

Menjelang pecahnya Perang Dunia II, hanya 10 persen dari mereka yang

menaturalisasikan diri, sedangkan sebagian besar masuk Kristen. Meskipun tenaga

kerja menjadi tulang punggung bagi kesuksesan, kehidupan kekeluargaan dilihat

sebagai bagian kehidupan menetap di Australia. Ymer bersaudara di tahun 1938

pulang ke kampung halamannya untuk menikah, sedang yang lain mengambil alih

tanggung jawab mengurus 300 acre lahan pertanian di Queensland selama

kepergiannya..

Berkumpul kembalinya sebuah keluarga atau mencari isteri ke Albania,

betatapun penuh dengan frustrasi, pejabat-pejabat imigrasi Australia meyakinkan

bahwa keberadaan sponsor yang memadai bisa diperoleh dan juga uang yang diminta

sebagai pas masuk. Adapun mereka yang tetap tinggal, banyak yang memilih untuk

menikahi wanita Australia.

Anak-anak pergi ke sekolah dasar lokal, berbaur denga anak-anak

berkebangsaan lain – Yunani, Italia, Australia dan Jerman sehingga merefleksikan

karakter yang kosmopolitan pada lokalitas di mana mereka tinggal. Banyak di antara

mereka yang pulang lebih cepat, kerap mengecewakan guru-guru mereka, tetapi

tenaga kerja diperlukan bagi kehidupan keluarga. Hal ini berlaku terutama pada para

Page 106: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

99

gadis-gadis dan banyak dari mereka tetap bersekolah hanya selama hukum

memungkinkan.

Kedatangan para isteri dan sanak saudara memberi arti perubahan dalam pola

hidup. Rumah dan keluarga menjadi bagian kehidupan kaum laki-laki dan rutinitas

keseharian. Karena tak ada organisasi sosial atau keagamaan yang resmi, adat dan

tradisi tidak dijaga ketat di dalam keluarga dan terkadang perayaan-perayaan

peristiwa keagamaan – hanya membawa potongan kecil dunia Muslim ke pedesaan

Australia.

Tahun-tahun peperangan menyaksikan imigrasi mengarah ke titik beku.

Orang-orang Albania yang negaranya di aneksasi oleh Italia sebagai anggota kekuatan

Poros, termasuk di antara mereka yang diasingkan sebagai musuh asing (enemy

alien). Dalam retrospeksi ini merupakan pernyataan bahwa prosedur ini telah

melakukan diskriminasi. Di antara orang Albania yang diasingkan di perkemahan

pengintipan di Monte di Queensland, masih anak-anak, berusia sekitar enambelas

tahunan bersama beberapa perorangan yang telah di naturalisasikan. Penerbitan The

Aliens Tribunal di tahun 1940 menjadi semacam pengakuan resmi pada keberadaan

tempat pengasingan itu. Hal ini tetap berlangsung terus sampai periode pasca perang

yang membawa sejumlah besar kaum Muslim penetap ke Australia.98

Periode Keempat: Membangun Basis Sebuah Populasi

Fase berikutnya merupakan masa bulan madu bagi kaum muslim. Hal ini

diawali dengan persoalan internal dan eksternal masyarakat Australia itu sendiri yang

terjadi sebelum dan setelah perang Dunia II. Secara internal, pertumbuhan jumlah

populasi Australia sangatlah lambat (9 juta jiwa), sedangkan pertumbuhan ekonomi

meningkat dengan cukup signifikan sehingga memerlukan tenaga kerja baru yang

harus diimpor dari luar negeri. Secara eksternal, Australia menghadapi sikap

permusuhan dari invasi tentara Jepang ke Asia Tenggara yang telah menduduki Papua

Nugini dan sempat memborbardir pertahanan Australia di Darwin serta munculnya

negara-negara baru kawasan Asia, yang sebagian merupakan tetangganya, seperti

98Mary L. Jones, ‘The Years of Decline Australians Muslim’, dalam Mary L. Jones (ed.), An

Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 86.

Page 107: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

100

Indonesia, Malaysia, Singapura, Pakistan, dan India. Kedua situasi yang tak

menguntungkan ini, pemerintah Australia segera mempercepat pertambahan populasi

dalam kerangka pertahanan nasional jangka panjang dengan cara memperlunak

seleksi kriteria imigrasi kedatangan para migran dan refugee, sekaligus dapat

memperkuat proses industrialisasi yang sedang berlangsung.

Menurut Gary D. Bouma, sampai tahun 1947 kaum immigran Muslim terdiri

dari para pelajar, profesional, pemimpin bisnis dan tokoh pemerintahan yang terbawa

karir mereka ke Australia atas dasar berbagai alasan. Baru pada akhir tahun 1960-an,

dengan diperbaharuinya kebijakan immigrasi Australia diteruskan dengan pecahnya

perang saudara di Libanon, mulai datang immigran Muslim dalam jumlah yang cukup

besar. Kelompok terbesar imigran Muslim datang dari Turki (14.5 persen) atau

Libanon (17..4 persen). Immigrasi Muslim Libanon dapat dibagi dalam dua periode

pra 1975 (tahun pecahnya perang saudara Libanon) dan paska 1975. Yang terdahulu

ditandai dengan rantai imigrasi keluarga-keluarga Sunni-Muslim’. Setelah tahun 1975

muncul gelombang immigrasi Muslim Libanon, terdiri dari keluarga-keluarga Shi’ite

dan Sunni. Keluarga adalah satuan dasar immigrasi. Gelombang terbesar adalah

immigrasi orang-orang Turki yang dimulai akhir tahun 1960an dan berlanjut ke tahun

1980an dan meliputi sejumlah orang dewasa dalam usia kerja dalam proporsi tinggi.

Orang-orang Muslim Turki dari kedua jenis kelamin dipekerjakan terutama dalam

pekerjaan-pekerjaan pemropsesan.99

Fase terakhir ini bisa disebut sebagai pembentukan basis komunitas muslim di

tengah masyarakat Australia, khususnya sejak tahun 1960-an sampai 1970-an. Secara

umum masyarakat Islam Australia adalah masyarakat perkotaan (urban), seperti

terlihat dalam sensus Australia (1996), mayoritas muslim (50%) menetap di Sydney

dan Melbourne (32%) serta sebagian kecil lainnya tersebar di kota-kota utama

lainnya. Basis komunitas muslim dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, kelompok

yang berbasiskan pada etnisitas. Pada umumnya etnis Turki merupakan jumlah

terbanyak yang bertempat tinggal di Sydney, diikuti etnis Libanon, dan Banglades.

Etnis Indonesia juga termasuk yang paling banyak mendiami kota ini. Begitu pula, di

99Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 22.

Page 108: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

101

negara bagian Victoria, banyak didiami etnis Turki dan Albania. Dan pada umumnya

mereka menganut paham Sunni dan Syi’ah, sebagian kecil aliran Ismailiah, dan

Ahmadiah baik Lahore maupun Qadyan. Kedua, berbasiskan pada lokalitas (tempat

tinggal). Banyak masyarakat muslim yang menempati suatu tempat sehingga cukup

untuk membentuk suatu komunitas, seperti daerah Preston di Melbourne dan daerah

Lakemba di Sydney.

Sayangnya kesatuan komunitas muslim yang sudah terbentuk belum berfungsi

menyatukan berbagai komunitas etnis Islam, namun terfragmentasi dalam berbagai

etnis. Faktor kesetiaan etnis masih tetap dipelihara sehingga interaksi sosial di antara

mereka sangat terbatas. Etnis Turki, Libanon, dan Albania sangat menonjol bagaikan

sebuah festival lansekap Islam Australia, yang masih berjalan sendiri-sendiri.

Mungkin dapat dimengerti, fragmentasi etnis muslim ini merupakan sebuah

konsekuensi yang tidak dapat terelakkan bagi psikologi masyarakat yang menempati

‘rumah baru’ yang masih asing.

Pola kedatangan immigran dalam jumlah kecil sebelum Perang Dunia kedua,

beberapa diantara tahun 1947 dan pertengahan tahun 1960-an, dengan penambahan

jumlah mendasar sejak saat itu hingga 1991, menjadi karakteristik hampir semua

kebangsaan orang Muslim di Ausrtralia. Di antara orang Muslim yang dipekerjakan

hanya 18 persen yang telah tiba di Australia sebelum tahun 1971. Tabel 1

memperlihatkan tahun-tahun kedatangan orang Muslim yang dipekerjakan sehingga

terefleksi dalam pola ini.

Tabel 1: Karakteristik Muslim di Australia pada Census tahun 1991 (khusus

yang dipekerjakan saja), berdasarkan tahun kedatangan.

Page 109: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

102

Muslim yg

bekerja

Tahun kedatangan

Prosentase

Sebelum 1971

1971-75

1976-80

1981-86

1988-89

1990-91

Tidak terdapat (not applicable)

Tidak dinyatakan

18.54

19.29

14.35

13.10

11.34

3.74

10.58

2.09

Sumber: matrix table sensus 1991 CSC 6033 (di luar pengunjung luar negeri)

B. Negara-negara Asal Muslim Australia

Menurut sensus 1986, sekitar dua pertiga orang Muslim lahir di luar negeri.

Salah satu realisasi paling penting yang dapat ditarik dari sini adalah bahwa satu

pertiga dari orang Muslim Australia lahir di Australia. Prosentase orang Muslim yang

lahir di luar negeri lebih sedikit dari orang-orang Hindu (72 persen) dan Buddhis (85

persen), tapi lebih besar dari orang Yahudi (51 persen), Katholik (25 persen) dan

Uniting (7 persen). Lebih sedikit dari 10 persen orang Muslim lahir di Australia

berasal dari orang tua yang lahir di Australia atau di Inggris. Kelompok besar orang

Muslim di Australia datang dari Turki, Libanon, Yugoslavia (paling akhir dari tempat-

tempat bekas negara Yugoslaviaseperti Bosnia, Makedonia dan Kosovo) serta

Siprus, lebih dari 50 persen lahir di tempat-tempat ini. Tak ada negeri lain yang

merupakan tempat asal orang Muslim Australia lebih dari 5 persen. Kelompok

Muslim lainnya yang lebih dari 1 persen adalah Malaysia, Indonesia, Mesir dan

Fiji..100

100Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, Australian h. 23. Lihat juga ABS

1991.

Page 110: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

103

Sensus tahun 1991 memberi informasi rinci tentang negeri asal penduduk

Muslim Australia. Orang-orang ditanya tentang negeri asal lahir mereka. Jawaban dari

orang yang lahir di negeri yang bukan menjadi tujuan tempat tinggal mereka memberi

indikasi jelas tentang keragaman etnis Muslim di Australia.

Penetap Muslim di Australia tercatat lebih dari 67 negeri yang berbeda sebagai

negeri tempat lahir. Hal ini menunjukkan mereka sebagai kelompok etnis agama yang

paling tersebar di Australia. Seperti halnya dua kelompok terbesar, terdiri dari hampir

satu pertiga dari keseluruhan, lahir di Libanon (17.4 persen) atau Turki (15.5 persen).

Kelompok terbesar Muslim adalah kelahiran Australia (35%). Persentase ini akan

terus bertambah dengan semakin besarnya jumlah orang Muslim di masa depan lebih

karena kelahiran daripada karena faktor imigrasi. Lapisan selanjutnya negeri asal,

terdiri dari 24.1 persen Muslim Australia, termasuk mereka yang dicatat sebesar 1

persen atau lebih. Yugoslavia (3.5 persen), Indonesia (3.3 persen), Asia selatan

Lainnya (2.8 persen), Siprus (2.5 persen),Iran (2.4 persen), Pakistan (2.3 persen), Fiji

(2.2 persen), Mesir (1.6 persen), Malaysia (1.4 persen), Afrika Utara Lainnya dan

Timur Tengah (1.1 persen), Syria (1.0 persen). Sisanya yang 8 persen terdiri dari lebih

53 negara.

Tabel 2: Karakteristik Muslim di Australia menurut Sensus 1991 berdasar

tempat lahir

Tempat lahir Orang Persentasi

Australia

Oseania

Pulau Chrismas

Kokos/Pulau2 Keeling

Selandia Baru

Papua New Guinea

Fiji

Oseania lain/Antartika

Total..............................................

51.321

464

372

211

33

3.253

33

4.155

35.007

2.834

Page 111: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

104

Eropa

Inggris

Irlandia

Siprus

Yunani

Italia

Malta

Portugal

Spanyol

Yugoslavia

Austria

Perancis

Jerman

Belanda

Cekoslowakia

Hongaria

Polandia

Rumania

Eropa lain

Uni Sovyet lain

Latvia

Ukraina

Jumlah ........................................

Timur Tengah

Jalur Gaza

Iran

Irak

Israel

Jordania

Libanon

759

21

3.669

415

66

15

12

12

5.160

60

27

227

49

12

6

18

33

801

75

3

6

11.446

12

3.514

285

82

449

25.507

0.518

0.014

2.503

0.283

0.045

0.010

0.008

0.008

3.519

0.041

0.018

0.155

0.033

0.008

0.004

0.012

0.023

0.546

0.051

0.002

0.004

7.808

0.008

2.397

0.194

0.056

0.306

17.399

Page 112: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

105

Siria

Turki

West Bank

Mesir

Timur Tengah lain & Afrika Utara

Jumlah ..............................

Asia Tenggara

Kamboja

Indonesia

Laos

Malaysia

Birma

Filipina

Singapur

Vietnam

Asia Tenggara lain

Cina (bukan Taiwan)

Hong Kong

Jepang

Korea

Makau

Taiwan

India

Pakistan

Srilangka

Asia Tenggara lain

Jumlah .....................................

Amerika

1.498

21.306

18

2.329

1.662

56.662

9

4.782

9

2.051

157

72

1.118

120

234

86

36

10

3

3

1.180

3.339

555

4.055

9.501

1.022

14.533

0.012

1.589

1.134

38.651

0.006

3.262

0.006

1.399

0.107

0.049

0.763

0.082

0.159

0.059

0.025

0.007

0.002

0.002

0.805

2.278

0.379

2.766

6.481

Page 113: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

106

Kanada

Amerika Serikat

Argentina

Cili

Amerika & Karibia lain

Jumlah ................................

Afrika (bukan Afrika Utara)

Mauritius

Afrika selatan

Zimbabwe

Afrika lain (bukan Afrika Utara)

Jumlah ........................................

Respons lain

Tidak menyatakan

Jumlah ........................................

69

128

15

9

61

282

107

1.376

87

1.364

2.934

134

1.355

146.600

0.047

0.087

0.010

0.006

0.042

0.192

0.073

0.939

0.059

0.930

2.001

0.091

0.924

Sumber: Matriks Tabel Sensus CSC6015 (di luar pengunjung luar negeri)

Latar belakang imigran Muslim sangat beragam, kedatangan mereka relatif

baru dan jumlah mereka relatif besar di antara kelompok-kelompok immigran yang

baru tiba.

Bahasa

Seperti yang bisa diduga dari begitu bervariasinya etnik-etnik kelompok,

berbagai jenis bahasa dipakai di rumah-rumah orang Muslim Australia. Tabel 3

Page 114: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

107

memperlihatkan urutan bahasa yang dipakai dengan perbandingan jumlah penduduk

Australia.

Tabel 3: Karakteristik Muslim di Australia berdasarkan Sensus 1991 menurut

bahasa yg dipakai di rumah-rumah (%)

Bahasa yg dipakai di rumah Muslim Penduduk

Australia

Hanya bahasa Inggris

Bahasa Aborigin

Bahasa Arab termasuk Libanon

Bahasa Cina

Kroasia

Belanda

Bahasa Filipina

Bahasa Fiji

Bahasa Perancis

Bahasa Jerman

Bahasa Yunani

Bahasa Hindi

Bahasa Indonesia/Melayu

Bahasa Italia

Bahasa Makedonia

Bahasa Malta

Bahasa Polandia

Bahasa Rusia

Bahasa Serbia

Bahasa Spanyol

Bahasa Tamil

Bahasa Turki

Bahasa Urdu

7.72

-

38.42

0.18

0.32

0.03

0.04

0.06

0.21

0.18

0.22

1.76

6.59

0.16

0.26

-

-

0.08

0.57

0.04

0.10

25.34

2.68

0.09

82.6

0,3

0.9

1.6

0.4

0.3

-

-

0.3

0.7

1.8

-

-

2.6

0.4

0.3

0.4

-

0.1

0.6

-

0.2

-

0.7

Page 115: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

108

Bahasa Vietnam

Bahasa Yugoslavia & Serbo-Kroasia

Bahasa lainnya

Tidak menyatakan

1.45

12.52

0.91

0.3

3.1

2.4

Menandakan jumlah yg terlalu sedikit untuk bisa dihitung secara terpisah dan

dimasukkan dalam ‘lainnya’.

Termasuk ‘bahasa lain yg diinikasikan tapi tidak dinyatakan’ dan ‘kurang

bisa di catat’.

Sumber: Matriks tabel sensus tahun 1991 CSC6015 dan profil komunitas dasar,

Katalog ABS No. 2722.0 tabel B11.

Dampak Imigrasi Orang Muslim

Ada dua dampak yang nyata dari imigrasi Muslim ke Australia, yaitu suatu

perubahan dalam mosaik komposisi kagamaan Australia dan berdirinya sebuah

komunitas Muslim yang signifikan lengkap dengan struktur sosial dan budayanya.101

Dampaknya pada komposisi keagamaan di Australia ditelaah berdasarkan hasil

Sensus tahun 1991 dan dijabarkan lebih lanjut dalam sebuah profil komunitas Muslim

secara khusus pada bab berikutnya.

Sebagai hasil imigrasi paska perang, khususnya dalam hal imigrasi Muslim,

mosaik keagamaan di Australia berubah untuk selamanya. Menurut Biro Statistik

Australia, jumlah orang yang dicatat beragama non-Kristen bertambah mendekati

187,000 (150 persen) antara tahun 1976 dan 1986. Tujuh puluh persen dari kenaikan

ini berasal dari imigrasi. Selama waktu ini lebih dari 36,000 orang Muslim datang ke

101Wafia Omar and Kirsty Allen, The Muslims in Australia, h. 10.

Page 116: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

109

Australia. Tabel 4 menunjukkan perubahan proporsi relatif antara kelompok beragama

kristedn dan non-Kristen di Australia. Perubahan-perubahan ini memperlihatkan

dampak imigrasi.

Tabel 4: Kelompok-kelompok Kristen dan Non-Kristen

di Australia, 1911-91 (%)

Kelompok agama 1911 1933 1947 1966 1976 1986 1991

Kristen

Non kristen

Tidak menyatakan

Tidak beragama

98.5

1.0

0.5

-

86.4

0.5

13.1

-

88.0

0.7

10.3

0.8

88.2

0.7

12.2

8.3

73.0

2.0

12.3

12.7

73.0

2.0

12.3

12.7

74.0

2.6

10.2

12.9

Sumber: laporan sensus ABS

Secara demografis Australia adalah negara Kristen. Tujuh-puluh empat persen

penduduknya menganut berbagai aliran agama Kristen. Selalu ada 10-12 persen yang

tidak memberi jawaban (sebelum 1933 dikenakan denda bila tak menjawab

pertanyaan tentang agama). Ketika diberi izin untuk menyatakan bahwa seorang tak

punya agama sejumlah proporsi penduduk muncul. Orang-orang ini umumnya muncul

dari kalangan kategori beragama Kristen dan sebagian besar dari Kristen Anglikan

(Gereja Inggris). Kelompok-kelompok non Kristen menurun dari tahun 1911 sampai

1933, barangkali bersamaan dengan menurunnya populasi orang Cina, kemudian naik

lagi secara signifikan dari tahun 1966 hingga sekarang.

Di tahun 1947 orang yang non Kristen termasuk kurang dari 0.5 persen dari

penduduk Australia. Sensus tahun 1947 melaporkan adanya 411 orang beragama

Buddha, 32,019 Yahudi, dan 4,132 beragama ‘bukan non-Kristen’. Tak ada jumlah

Muslim yang dilaporkan. Perubahan satu-satunya menjelang tahun 1966 adalah

meningkatnya orang beragama Yahudi menjadi 63,275 dan 13,647 untuk ‘bukan non-

Kristen’. Sensus tahun 1971 adalah sensus pertama yang menunjukkan jumlah besar

orang Muslim yang dilaporkan secara terpisah. Banyak yang meragukan akurasitas

sensus ini di kalangan kelompok agama minoritas dan juga di kalangan kelompok

minoritas lain. Tak diragukan bahwa jumlah kaum Muslim diabaikan dalam sensus

itu. Hal Ini sebagian disebabkan oleh kurang memadainya formulir sensus dan

Page 117: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

110

prosedur-prosedur lainnya, sebagian lagi disebabkan oleh kesulitan bahasa bagi orang

yang bukan berbahasa Inggris, dan sebagian lagi pada ketidak tahuan orang tentang

bagaimana cara menjawab pertanyaan tentang agama yang dianut. Bagaimanapun,

sensus itu tetap menjadi alat terbaik untuk membandingkan besaran relatif berbagai

kelompok dalam sebuah masyarakat. Tanpa sensus itu akan sama halnya dengan

negara lain seperti Amerika serikat atau Inggris tak ada perkiraan yang bisa dipercaya

mengenai ukuran relatif kelompok-kelompom agama. Menurut hasil sensus tahun

1971, ada 22311 orang Muslim di Australia yang besarnya 0.2 persen dari seluruh

jumlah penduduk. Tabel 4.5 memperlihatkan rincian pola pertumbuhan di kalangan

kelompok non-Kristen sejak tahun 1971.

Naiknya jumlah pertumbuhan penduduk Muslim sangat meyakinkan. Faktor

pendorong pertambahan ini adalah imigrasi. Faktor lain disebabkan oleh tingkat

perkawinan dan kesuburan yang tinggi orang-orang Muslim di Australia.102

Hampir

semua wanita Muslim telah menikah di awal usia duapuluhan dan banyak yang

mempunyai keluarga besar. Hanya relatif kecil pertumbuhan yang disebabkan

pergantian agama dari kelompok lain.

C. Interaksi Komunitas Muslim dengan Masyarakat Australia

1. Masalah dan Isu Minoritas Muslim Australia

Sejak kehadiran kelompok Muslim di Australia dulu dan sekarang tidak

terlepaskan dari berbagai himpitan masalah dan isi-isu.103

Di antara masalah-masalah

itu, yaitu:

a. Hambatan Sosial, Budaya dan Bahasa

Kaum Muslim yang datang ke Australia membawa beragam kekayaan budaya

dan latar belakang ke dalam masyarakat yang masih baru dan asing bagi mereka.

Banyak di antara mereka merasa tercerabut dan mengalami trauma ketika mendapati

diri mereka sebagai sebuah minoritas agama berada dalam situasi yang tidak dikenal

dan dipaksa untuk mengadopsi berbagai nilai-nilai dan norma-norma yang tidak

pernah mereka kenal. Pada mulanya, tidak ada negara atau komunitas lokal yang mau

102 Pengolahan data berdasarkan ABS 1991.

103Zubaida Begum, Islam and Multiculturalism: With Particular Reference to Muslims in Victoria,

h. 36-45.

Page 118: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

111

memberi dukungan, apalagi menawarkan pengakuan pada keyakinan mereka atau

pada praktek-praktek keagamaan yang mengidentifikasikan mereka sebagai sebuah

komunitas. Namun, sebagai pendatang baru, mereka merasa dihitung kecil dan

menghadapi sikap-sikap yang masih bersifat streotip yang mengandung kebencian.

Keterkejutan budaya (cultural shock), kebingungan, dan disorientasi merupakan

respon yang biasa terjadi pada saat tiba di sebuah daerah di mana cara hidup lokal

kelihatan begitu membosankan, kosong, ikatan kekeluargaaan lemah dan tak

berkembang.

Hambatan tersebut di atas berkaitan erat dengan latar belakang pengalaman

hidup dan pendidikan mereka di negara asal. Pendidikan mereka di masa lalu telah

menanamkan sebuah kesetiaan buta atau fanatisme pada agama mereka (Islam)

sehingga membatasi kemampuan mereka untuk memahami Islam dalam perspektif

yang lebih luas dan visi mereka tentang masa depan serta komunitas Islam yang

kohesif di Australia. Mereka tidak dibekali dengan kemampuan bahasa Inggris yang

memadai atau pengetahuan yang luas tentang kepercayaan mereka untuk mampu

menjelaskannya pada anak keturunan mereka yang tumbuh di tengah lingkungan yang

berbeda dari ayah-ayah mereka.

Namun pada perkembangan terakhiri, hambatan bahasa semikin berkurang,

khususnya di kalangan generasi kedua dan ketiga yang lahir di Australia. karena

interaksi dan pendidikan mereka yang intensif dan formal di tengah masyarakat

Australia. Tidak demikian halnya, bagi pendatang baru yang pada umumnya lahir di

negara asal, tampak masih lemah dalam berbahasa Inggris dan kurang berinterkasi

dengan penduduk setempat.

b. Kurangnya Jumlah Pemeluk

Jumlah yang kian mengecil dari kaum Muslim pada suatu tahap dalam sejarah

Islam di Australia juga menampilkan sebuah masalah pada para orang tua Muslim

ketika akan menetapkan agama bagi anak keturunan mereka. Kasus Jalal Deen

menjadi sebuah kasus ilustratif, ia menjadi sumber informasi penting tentang keadaan

kaum Muslim yang pertama datang. Sebagai seorang Muslim yang taat dan rajin

beribadah, Jalal Deen memberi pilihan pada putera satu-satunya untuk menjalankan

Page 119: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

112

ibadah Kristen. Ia dan isterinya yang kelahiran Inggris mengambil keputusan ini

karena mereka tidak ingin putera mereka tumbuh di tengah agama yang tengah

sekarat di Australia. Mereka melihat Islam sebagai faktor pengisolasi dari komunitas

yang lebih besar bagi putera mereka.104

c. Pembangunan Mesjid

Orang Muslim keturunan Afganistan merupakan perintis dalam pembangunan

mesjid di Australia. Perhatian pertama mereka adalah bagaimana memperoleh sebuah

tempat untuk menjalankan ibadah dan kegiatan keagamaan lainnya seperti halnya

pada kelompok lain di Australia. Dari buku karangan Musa Khan diketahui bahwa

dari tahun 1895 komunitas Muslim di Perth, membutuhkan perlunya sebuah tempat

yang cocok untuk beribadah, mulai mencari lahan di kota Perth dari Pemerintah.

Upaya ini tidak berhasil. Komunitas itu kemudian merubah kegiatan mereka dan

mencari dana dari anggota-anggotanya. Di tahun 1901, sejumlah dana mesjid

terkumpul sehingga memungkinkan mereka untuk membeli sebidang tanah di pinggir

kota Perth. Penyelesaian mesjid di tahun 1905 menimbulkan sebuah masalah yang

lain lagi. Sebuah keretakan serius terjadi antara keturunan Afghanistan dan India

selama masa pengelolaan mesjid Perth. Kedua kelompok mengklaim hak mereka atas

berbagai dasar dengan tidak mengindahkan kenyataan bahwa tujuan keagamaan

bersama mereka sebenarnya sudah tercapai.

d. Diskriminasi

Meskipun multikuturalisme sudah menjadi kebijakan negara untuk seluruh

masyarakat Australia, namun dalam kenyataan sehari-hari masih ditemui praktek-

praktek diskriminatif. Hal ini berkaitan dengan kurang komunikasi dan miskonsepsi

antara warga masyarakat dan para penddatang. Sebagai contoh adalah masalah izin

bagi sebuah proyek mesjid senilai dua juta dollar di Keysborough, Melbourne, yang

diurus oleh masyarakat Islam Turki. Izin itu tidak dipenuhi karena alasan-alasan

menganggu lingkungan masyarakat setempat yang berbeda dengan kelompok Islam.

104Hanifa Deen, Caravanserai, Journey among Australian Muslims, h. 25.

Page 120: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

113

Contoh-contoh prasangka terhadap Islam dan kaum Muslim juga banyak

ditemui dalam berbagai media cetak dan elektronik. Peranan media sangat dominan di

dalam memberikan citra negatif terhadap opini publik baik menyangkut masalah

dalam negeri maupun luar negeri.

e. Kurangnya Jumlah Imam

Keterbatasan finansial juga menjadi faktor penting yang membatasi kegiatan

komunitas Muslim di Australa dalam upaya mencapai tujuan mereka. Peran Imam di

sini tidak hanya sebagai pemimpin shalat. Ia bisa memberikan pendidikan Islam dan

memberi bimbingan, menghubungi antar kelompok dan membantu mereka

memecahkan masalah perbedaan-perbedaan agar bersatu dan menampakkan

kepercayaan dengan baik pada masyarakat tuan rumah. Pemimpin agama pada

komunitas Muslim berasal dari para Imam yang telah merupakan kebiasaan sejak

kedatangan umat Islam ke negara ini. Kekurangan jumlah Imam yang terlatih akan

menyebabkan kemunduran dalam komunitas Muslim Australia.105

Demikian pula

pemimpin-pemimpin agama yang di ‘impor’ dari masing-masing daerah asal etnik,

pada umumnya belum mengenal lingkungan mereka yang baru. Akibatnya terjadi

kesenjangan informasi dan dakwah yang ingin mereka sampaikan.

f. Status Ekonomi

Wacana tentang status ekonomi kaum Muslim di Australia adalah sangat

mendasar. Tidak ada data yang spesifik untuk menggambarkan kegiatan ekonomi

kaum Muslim di negeri ini. Namun demikian, seperti diindikasikan oleh Hussein,

beberapa informasi tak langsung bisa diperoleh dari hasil studi Pemerintah yang baru-

baru ini diterbitkan mengenai penduduk atas dasar asal negeri para pekerja. Ia

mengkonfirmasikan bahwa ‘sebagian besar tenaga kerja Muslim di New South Wales

dan Victoria bekerja menjadi ‘buruh pabrik’ (factory work). Selanjutnya, sebagai

konsekuensi menurunnya manufaktur industri, kaum Muslim ini juga menghadapi

kenyataan besarnya jumlah pengangguran secara relatif.

105

Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 53.

Page 121: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

114

Satu dari faktor-faktor utama di atas adalah masalah kompetensi dalam

berbahasa Inggris. Latar belakang ekonomi kaum Muslim memberi pengaruh besar

pada sikap mereka terhadap pendidikan dan Islam.

g. Etnisitas

Masalah-masalah yang timbul dari aspek etnisitas kaum Muslim muncul di

tengah keberadaan dua kelompok Muslim di Australia seperti digambarkan dalam

kasus mesjid Perth. Perbedaan-perbedaan berasal dari etnisitas di antara kaum Muslim

merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi Muslim di Australia.106

Keanekaan etnik di dalam komunitas Islam di Australia tidak menjadikan mereka

menjadi sebuah komunitas yang homogen dan kuat. Perbedaan-perbedaan bahasa

menambah keanekaan dan membatasi cakupan interaksi sosial di antara kaum

Muslim. Umpamanya, seorang Muslim Turki dan seorang Muslim Arab bisa hidup di

daerah perumahan lingkungan yang sama, shalat berdampingan di mesjid yang sama,

namun tidak mengadakan kontak sosial akibat adanya batasan bahasa. Ini juga terjadi

pada Muslim yang lain. Pengetahuan bahasa Inggris sebagai sebuah bahasa umum

sangat vital dalam hal ini. Namun seperti telah diuraikan sebelumnya, kompetensi

berbahasa Ingggris merupakan kekurangan utama di kalangan kaum migran Muslim.

Keanekaan etnik menciptakan masalah utama bagi Muslim Australia. Hal itu

menimbulkan friksi, ketidak percayaan dan jurang komunikasi antar individu dan

antar berbagai kelompok masyarakat. Sampai sejauh ini telah menimbulkan frustrasi

dalam upaya mengorganisasi dan merencanakan kaum Muslim menjadi satu

komunitas. Kelekatan emosi kaum migran pada kelompok etniknya yang tertentu

lebih mengatasi sentimen Islami mereka. Akibatnya dalam banyak kasus, faktor

etnisitas mendahului faktor agama. Hal ini telah menumbuhkan sebuah perasaan tidak

percaya antara berbagai masyarakat khususnya dalam hubungan mereka dengan

Dewan Negara dan organisasi AFIC. Umpamanya, seorang Turki pertama kali merasa

menjadi seorang Turki baru kemudian menjadi seorang Muslim. Ia akan lebih

106

Wawancara penullis dengan Pengurus AFIC Victoria dan tokoh-tokoh masyarakat Islam

sesudah shalat Jum’at, September 2000 di Melbourne, memperkuat pernyataan bahwa sampai saat ini

orientasi kelompok Muslim Australia lebih kepada etnik daripada Islam itu sendiri.

Page 122: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

115

memilih menjadi anggota masyarakat Muslim Turki daripada masuk dalam

masyarakat Muslim lainnya.

Berlawanan dengan ini adalah sebuah gambaran lain yang muncul dalam

konteks yang lebih luas. Di sini kaum Muslim adalah bersaudara, karena kitab Qur’an

menekankan pada kesatuan umat Islam (al-umma) Keyakinan inilah yang membawa

mereka pada persatuan di depan masyarakat tuan rumah yang asing. Persaudaraan

Islam menumbuh suburkan sentimen mereka dalam berbagi rasa dengan Muslim di

seluruh dunia. Terlepas dari keanekaan internal mereka dalam hal etnisitas, mereka

masih menganggap diri mereka sebagai bagian dari komunitas Muslim Dunia.107

h. Perilaku Religius dan Masalah Organisasi

Salah satu masalah utama lainnya yang dihadapi kaum Muslim di negeri ini

berkaitan dengan latar belakang agama mereka. Masalah yang serupa muncul di

antara kaum Muslim sebagai minoritas di Inggris, Amerika, dan New Zealand. Ini

adalah akibat dari kurangnya organisasi, koordinasi, kepemimpinan, dan perilaku

terhadap Islam. Kekurangan pelatihan dalam hal organisasi dan kepemimpinan bisa

ditelusuri ke belakang pada sejarah Islam yang tidak membedakan antara negara dan

agama. Dalam agama Kristen masalah negara dan gereja diselesaikan melalui

pemisahan dan penerimaan

sekularisme. Gereja telah mengembangkan organisasinya sendiri. Sementara itu,

dalam Islam penyesuaian seperti itu tidak terjadi. Dalam sebuah negara Muslim, tidak

ada organisasi selain mesin negara untuk mengurus kebutuhan keagamaan. Oleh

karena itu, ketika seorang Muslim tiba di sebuah negeri sekuler seperti Australia, ia

menemui hal yang baru. Berdasarkan pengalaman masa lalunya di sebuah negara

Muslim, ia mengharapkan bahwa negara akan memberi perhatian pada kebutuhan

keagamaannya. Ketika hal ini tidak terjadi, seorang akan merasa diabaikan dan

merasa diperlakukan secara diskriminatif.

Kedua, kurangnya kepemimpinan organisasi yang menempatkan kaum

Muslim dalam situasi tak menguntungkan ketika sampai pada masalah bagaimana

107Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 67.

Page 123: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

116

mengorganisir diri mereka sendiri dan menyediakan fasilitas untuk kebutuhan

beragama.108

Pandangan di atas menggambarkan bentuk organisasi yang dibutuhkan kaum

Muslim dalam situasi minoritas. Namun demikian, organisasi Muslim di Australia

semakin berkembang dan berusaha untuk memayungi kebutuhan-kebutuhan dasar

mereka.

Perilaku yang diperlihatkan kaum Muslim terhadap pendidikan juga

menimbulkan masalah penyesuaian. Kondisi ini tidak terlepaskan dengan latar

belakang mereka yang berasal dari daerah pedesaan (rural). Kaum Muslim di

Australia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang berpandangan

moderat dan fleksibel dan yang telah melakukan penyesuaian-penyesuaian di negeri

tuan rumah; dan mereka yang konservatif, tidak fleksibel dan dengan memegang

teguh Islam tanpa berdarakan pada nilai-nilai dasar Islam. Hampir semua dari kaum

Muslim dengan pandangan yang konservatif ini telah bermigrasi dari negeri-negeri di

mana Islam telah dimodernisir atau dikalahkan, seperti Turki, Mesir, Albania,

Yugoslavia, dan Libanon. Pada umumnya mereka tidak mam[pu menyerap

perubahan-perubahan yang terjadi di tengah masyarakat baru dan asing bagi mereka.

Aspek signifikan lain tentang perilaku religius kaum Muslim berkenaan dengan

interpretasi mereka tentang ideologi keislaman. Seperti diungkapkan oleh Doueihi

(1979:11) ‘Muslims in Australia differ in many ways, icluding interpretation of the

Koran’ (“Muslim di Australia berbeda dalam berbagai cara, termasuk interpretasi

kitab Qur’an). Hendaknya dicatat bahwa keanekaan interpretasi ideologi kebanyakan

bersumber dari perbedaan latar belakang etnik mereka. Bagi kaum Muslim di

Australia hal ini telah menjadi sebuah faktor yang amat krusial karena ia menambah

perbedaan lain pada mereka di samping faktor bahasa dan kebangsaan.109

2. Persepsi Komunitas Muslim terhadap Masyarakat Australia

108Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 73.

109

Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 73. Lihat juga

Anthony H. John and Abdullah Saeed,, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad &

Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 207.

Page 124: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

117

Lepas dari fakta bahwa seolah-olah Australia adalah sebuah negara yang

mayoritas memeluk agama Kristen, ia adalah negara sekuler dan pada umumnya

minat pada praktek ibadah keagamaan sangat kecil. Dalam interaksi sosial, kaum

Anglo-Celtic atau Euro-Australia jarang bertemu dengan kaum Muslim kecuali pada

kesempatan-kesempatan khusus. Mereka menemui kelompok Muslim sebagai

individu yang mereka identitaskan sebagai ‘orang Asia’, seperti orang Indonesia,

Pakistan, Filipina, atau Cina. Denominasi agama pada tingkat pergaulan yang

demikian tidak selalu relevan. Etos publik Australia secara menyeluruh bersifat

sekuler. Merujuk kepada Tuhan di depan umum dianggap hal yang memalukan.

Kaitan dengan agama dilepaskan dari semua formulir lamaran kerja dan tidak perlu

diindikasikan dalam formulir sensus nasional --afiliasi keagamaan bisa diindikasikan

untuk tiket masuk ke rumah sakit supaya pelayanan yang tidak melanggar agama bisa

diberikan atau ritus pemakaman yang pantas bisa dilaksanakan. Di Australia praktek

agama adalah masalah pribadi, lepas dari ritus-ritus sewaktu-waktu seperti

pembacaan doa pada Tuhan pada pembukaan sidang Parlemen, dan bahkan bisa

dianggap sebagai bukti ketebelakangan sosial dan keterbelakangan intelektual

tertentu.

Sebagian kecil orang Muslim merasa nyaman dengan arus utama komunitas

Australia yang sekuler. Partisipasi aktif bisa bervariasi mulai dari sekedar identifikasi

sebagai seorang Muslim sampai partisipasi penuh dalam kegiatan sosial dan

keagamaan komunitas. Beberapa di antaranya tidak tertarik, sedangkan yang lain,

menghadapi tantangan kekosongan agama mereka dengan menemukan kembali

sebuah identitas Muslim yang telah mati suri. Bagi banyak orang Muslim,

pengalaman hidup dan bekerja dalam apa yang secara publik disebut sebuah

masyarakat sekuler menghadirkan masalah yang nyata. Islam adalah sebuah agama

dengan sebuah peraturan ritus yang memiliki simbol-simbol sebagai representasi

komunitas. Jadi, isu pelaksanaan ibadah agama muncul tak terelakkan, termasuk

shalat, puasa, berpakaian, dan peraturan yang berkaitan dengan makanan dan

minuman. Islam mempunyai kalendar 12 bulan menurut perhitungan bulan

(Kamariyah) nya sendiri yang ditandai dengan hari-hari tertentu yang sakral dan

Page 125: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

118

upacaranya sendiri. Praktek-praktek seperti ini bagian dari identitas Muslim sebagai

‘sebuah masyarakat yang terpisah’. Bagi sebuah dunia yang sekuler, atau bahkan bagi

tradisi agama yang tidak begitu banyak mempunyai aturan ritual bisa menimbulkan

rasa hormat atau bisa menimbulkan penolakan.110

Lima kali ritus shalat setiap hari, puasa, dan hari-hari besar Islam dalam

kehidupan komunitas Muslim memberi implikasi pada tempat kerja. Melalui

wawancara dengan responden Muslim, Bouma melaporkan bahwa sering para pekerja

dan rekan sekerja memberi respon pada masalah keagamaan ini dengan rasa hormat

yang meningkat pada pekerja Muslim dan pada Islam, walaupun sukar meyakinkan

sejauh apa mereka bisa mewakili kelompoknya.111

Tanpa suatu pengakuan yang

layak di tempat kerja tentang cara hidup kaum Muslim, mereka akan merasa menjadi

anggota kelompok pinggiran di Australia. Festival tradisional Kristen Natal dan

Paskah ditandai sebagai hari libur umum masyarakat Australia tradisional sebagai hal

yang secara agamis diangap netral. Namun ini tidak membantu kaum Muslim yang

mempunyai hari-hari perayaan agamanya sendiri. Menunda waktu kerja harian

sejenak untuk melakukan shalat adalah sebuah masalah baru bagi pihak majikan.

Masalahnya bukan hanya soal waktu, tetapi juga kebutuhan tersedianya sebuah ruang

pribadi khusus untuk melakukan shalat, juga fasilitas lain untuk melaksanakan

penyucian (wudhu) bagi kaum perempuan dan laki-laki, yang memerlukan saluran air

khusus.112

Puasa menimbulkan masalah yang lebih besar. Hal itu mengesankan sebuah

beban yang berat, terutama selama bulan-bulan musim panas ketika siang hari rata-

rata berlangsung selama sampai tujuh belas jam untuk berpuasa, membuatnya

semakin berat dengan suhu udara tang tinggi. Ini menuntut beberapa keringanan atau

setidaknya pengakuan di pihak pengelola managemen perusahaan. Meskipun

110Anthony H. John and Abdullah Saeed,, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck

Haddad & Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 207. 111

Anthony H. John and Abdullah Saeed,, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 208. Lihat juga Gary

D. Bouma, Religiuos Tolerance in Australia, The World Conference on Religion and Peace, 1995, h.

27. 112

Masih banyak para pemilik pabrik yang mempekerjakan penganut Islam yang tidak mau tahu

tentang peranan dan makna hari-hari libur bagi kaum Muslim. Namun sebagian lagi sangat toleran dan

menganggap hal itu secara moral dan integritas akan meningkatkan produktifitas kerja.

Page 126: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

119

peraturan-peraturan Fikih mengenai puasa mempunyai kelenturan yang realistis, bagi

kebanyakan orang Muslim, puasa merupakan hal yang harus diterima, tak peduli

betapapun besarnya kesulitan yang timbul. Akhir puasa merupakan salah satu

perayaan besar dalam kalendar Muslim. Hari itu dan perayaan yang menandai puncak

upacara haji di Mekkah merupakan bagian tak terpisahkan dalam hidup komunitas

Muslim, dan ketidak mampuan berperan dalam upacara uitu, apapun alasannya, akan

merusak kehidupan keluarga dan menyebabkan kehilangan rasa tenteram secara

psikologis. Pekerja-pekerja Muslim membutuhkan berpartisipasi dalam ritus-ritus dan

festival ini tanpa mengalami kehilangan atau kerugian keuangan.

Persyaratan makanan menimbulkan sebuah masalah. Tidak semua kantin di

tempat kerja yang dapat menyediakan daging yang halal dan meskipun ikan, telur,

dan porsi vegetarian tersedia. Bagi mereka, kedekatan dengan piring berisi babi

dengan piring yang bisa mereka makan sudah menimbulkan persoalan. Alkohol

memainkan peran besar dalam kehidupan sosial kebanyakan orang Australia selama

acara rekreasi dan relaksasi setelah kerja. Bentuk gaya hidup ’berteriak’ saat meminta

minuman merupakan bagian penting dalam ikatan sosial. Sementara minuman non

alkohol dan kumpul bersama-sama dalam keadaan setengah ’mabuk’ sebagai bagian

dari effek alkohol merupakan hal yang sukar diterima orang Muslim.113

Kemudian, ada lagi soal pakaian. Secara umum, hal ini lebih menyangkut

perempuan daripada kaum laki-laki. Bagi beberapa perempuan, suatu penutupan total

tubuh selain bagian wajah atau tangan dianggap sebagai tanda komitmen pada Islam

dan merupakan suatu kesadaran. Gaya berpakaian ini bisa tampak terlalu merupakan

dandanan yang tidak bisa ditolerir, secara potensial mengasingkan calon majikan atas

dasar kecurigaan atau melalui perhatian bahwa umum akan melihatnya sebagai hal

yang memalukan.

Situasi ini berulang ketika anak-anak pergi ke sekolah. Para orang tua ingin

melihat anak-anak mereka mendapat kesempatan melakukan shalat dengan fasilitas

113Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, Departement of

Immigration and Multicultural and Indigenous Affairs and Australian Multicultural Foundation in

Assotiation with The University of Melbourne, 2004, h. 52.

Page 127: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

120

untuk wudhu, dan bahwa makanan halal bisa tersedia. Beberapa isi roti sandwich

yang paling populer di kalangan anak-anak Australia termasuk produk daging babi.

Masalah akan muncul dalam keikut sertaan dalam kegiatan sosial seperti kunjungan

ke McDonald’s, ekskursi, atau barbecuqes, atau tidur dengan teman. Bagi para gadis

yang telah mencapai usia pubertas, masalah bisa menjadi runcing: apakah mereka

harus ‘menutup‘ atau berada dalam kelas campuran, pakaian bagaimana yang harus

mereka pakai untuk olah raga, atau bila mereka harus berenang dalam acara

gabungan laki-laki dan perempuan. Anggota komunitas Muslim lebih merisaukan hal-

hal itu bagi anak-anak mereka daripada untuk diri mereka sendiri, karena anak-anak

membutuhkan dukungan dan perlindungan keimanan mereka dan sangat rapuh tidak

seperti halnya orang dewasa. Sejumlah sekolah ada yang menyediakan fasilitas yang

diperlukan. Beberapa guru meminta pedoman bagaimana caranya agar anak-anak

Muslim bisa berintegrasi di sekolah dan membantu mereka agar tahu di mana shalat

bisa dilaksanakan.

Tak ada formula yang instan untuk menyelesaikan isu-isu ini, terutama

disebabkan kaum Muslim merupakan minoritas memiliki cara mereka sendiri dan ada

perbedaan-perbedaan di kalangan Muslim sendiri tentang bagaimana mereka

seharusnya diperlakukan, Ada yang lebih suka berdekatan dengan komunitas

Australia yang lebih besar serta memiliki sikap terbuka dan percaya diri pada dunia

luar. Ada yang merasa membutuhkan suatu ruang Islami khusus dalam komunitas

mereka sendiri, di mana mereka dapat menjadi diri mereka sendiri. Beberapa lebih

suka menginterpretasikan secara luas, yang lainnya lebih cenderung pada norma-

norma yang lebih konservatif, norma-norma sikap yang diatur dalam tradisi Islam

tertentu. Semua, satu sama lain, mencari cara sendiri untuk menjawab situasi yang

baru, namun tetap menjaga apa yang disebut sebagai inti nilai-nilai transendental

Islam. Yang cukup menghebohkan adalah isu tentang nikah antar agama, terutama

pernikahan seorang perempuan Muslim dengan seorang non Muslim, yang

mempunyai risiko perpecahan keluarga yang tak dapat disatukan kembali.114

114Michael Humphrey, ‘Islam, Immigration and the State: Religion and Cultural Politics in

Australia’, dalam Alan Black (ed.), Religion in Australia: Sociological Perspectives, Allen and Unwin,

Sydney 1991, h. 179. Lihat juga Michael Humprey, Islam: A Test in Multiculturalism in Australia,

Asian Migrant, vol. II, no.2, April-June, 1989, h. 49-51.

Page 128: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

121

Pertautan orang Muslim dan non-Muslim Australia merupakan suatu proses

yang terus berlangsung. Banyak dari apa yang telah berlalu sebagai dokumentasi

tentang kemajuan atau tidak adanya kemajuan terkadang berdasarkan hasil

wawancara, yang bisa atau bisa juga tidak mewakilkan yang sebenarnya, atau bersifat

anekdot saja. Namun, dalam beberapa kasus, ada suatu dasar hukum perlindungan

bagi agama minortitas. Dinas Pelayanan Umum Negara Bagian New South Wales

(The New South Wales Public Service), umpamanya, telah menerbitkan sebuah edaran

pada kepala-kepala departemen untuk meyakinkan bahwa tidak ada satu orang pun

yang ditolak menggunakan waktu untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Banyak

majikan swasta juga bersikap yang sama.

3. Persepsi Masyarakat Australia terhadap Komunitas Islam

Penilaian populer tentang agama-agama di Australia bisa mengundang sikap

positif, tetapi sebaliknya bisa juga bersifat negatif dan streotif. Buddhisme diangga

penganut agama yang secara intelektual necis dan

terdidik dan ada apresiasi terhadap tapak-tapak sakral dan roh-roh serta perlakuan

hormat pada lahan dan alam spiritualitas Aborigin. Islam, di pihak

lain, secara luas dipandang melalui kacamata yang stereotip dan pindah agama ke

Islam (berlawanan dengan Buddhisme, umpamanya) dianggap sebagai sebuah

penyimpangan. Ada rasa simpati sampai batas tertentu pada beberapa aspek tertentu

dalam sufisme.

Ada sebab lain yang menimbulkan sikap di atas terhadap Islam. Islam sebagai

sebuah stereotip yang sarat politik berdasar pada citra media yang mendominasi

kesadaran publik. Tidak disadari secara luas bahwa Islam berarti penyerahan diri pada

kehendak Tuhan dalam segala hal, seorang Muslim adalah seorang yang melakukan

sikap penyerahan diri dan bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral serta

kebajikan sosial seperti yang dicontohkan dalam al-Qur’an. Ini bukan untuk

menggambarkan bahwa ada rasa permusuhan pribadi yang meluas terhadap pribadi-

pribadi Muslim di Australia, namun memang cukup ada rasa kebencian terpendam

mengenai hal ini. Ada keberatan-keberatan yang disuarakan terhadap pertumbuhan

pendidikan Islam di Australia, sebagian tentunya, atas dasar semakin membesarnya

pendanaan bagi sekolah-sekolah swasta dan akhirnya akan mengganggu pembiayaan

Page 129: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

122

sistem sekolah pemerintah.115

Mereka yang merasa syak wasangka tentang

multikulturalisme pada umumnya juga tidak senang dengan diberlakukannya

dukungan negara pada sekolah-sekolah agama. Ada yang merasa bahwa kritik

terhadap Muslim dan sekolah Islam bisa menjadi bagian laten dalam diskursus rasis,

menciptakan suatu bentuk masyarakat yang kurang toleran dengan menuduh mereka

yang tampil beda secara kultural.

Hanifa Deen memberi sejumlah contoh rasa permusuhan itu pada tingkat

pribadi.116

Ia menceritakan tentang sepasang manusia yang ditemuinya di sebuah kafe

di Sydney ketika mengetahui bahwa ia sedang menulis buku tentang Muslim di

Australia, mulai mencela sikap arogansi permpuan Muslim yang mengenakan cadar.

‘Memangnya mereka pikir mereka itu apa?’ ‘Mereka kira mereka tinggal di mana?’

Hanifa Deen menceritakan lagi pengalaman seorang perempuan Libanon, yang secara

teratur menggunakan cadar, mendaftar di sebuah kursus pembangunan masyarakat di

sebuah college di daerahnya. Dia menyangka akan bisa bertemu dan berbicara dengan

perempuan non Muslim. Namun tiap kali dia datang ke kelas, dia ditanyai pertanyaan-

pertanyaan seperti, ‘Bagaimana rasanya memakai tas gantungan itu?’ ‘Apakah

suamimu tidak ingin mengambil isteri kedua , kemudian yang ketiga, waktu kamu

mulai menjadi tua?’ atau ‘Apa kamu memakai itu di tempat tidur?’ Dalam sebuah

kelas diskusi mengenai hubungan kaum gay dan masalah adopsi, ia mengatakan

bahwa ia bisa membayangkan sepasang orang lesbian yang mengangkat anak, namun

mendapat kesulitan dengan sepasang laki-laki yang melakukan hal yang sama.

Seorang teman kelas yang lesbian kemudian keluar, melaporkan apa yang telah

dilihatnya pada pimpinan college, dan sang dosen menyuruh dia membaca peraturan-

peraturan tentang bagaimana menghargai kepercayaan orang lain’.

Di pihak lain, orang Muslim kerap dianggap sebagai sekte ’minoritas

pinggiran’ dengan segala konotasi bahwa asosiasi seperti itu menggambarkan,

ketiadaan sejarah atau peradaban; di pihak lain, mereka bisa dilihat sebagai kelompok

115Lihat juga Stephen J. Rimmer, The Cost of Multiculturalism, h. 11.

116Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 226. Lihat juga Hanifa

Deen, Caravanserai, Journey among Australian Muslims, the AustraliaCouncil, Sydney, 1995, 12-13.

Page 130: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

123

yang potensial menjadi anggota komplotan konspirasi internasional yang berbahaya.

Nilai-nilai yang dicontohkan dalam kehidupan Muslim berlalu tanpa diperhatikan. Di

bawah sadar, orang Muslim juga menanggung derita akibat kecurigaan orang

Australia yang cukup meluas mengenai segala sesuatu yang bukan

Anglo/Celtic/Eropa Utara, yang dalam saat-saat tegang, bisa meletus secara tak

diduga. Perang Teluk, peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat, dan Bom

Bali 2002, merupakan beberapa contoh. Hal ini merupakan beberapa kasus khusus,

tetapi telah memprovokasi sikap irasional dalam kantong tertentu masyarakat

Australia, termasuk di beberapa distrik di Sydney, ketika beberapa orang yang

mungkin keturunan Arab muncul kemudian disiksa di tengah jalan.117

Kecurigaan masyarakat Australia terhadap Islam dan kaum Muslim sebagian

dipengaruhi oleh informasi-informasi media Australia baik cetak maupun elektronik

yang memberikan citra negatif dan bernada menghasut. Di

antara pencitraan itu adalah Islam sebagai sebuah kata benda abstrak, digunakan

sebagai sebuah istilah portmanteau (bermakna ganda) untuk menghindari reaksi

kecurigaan dan ketakutan, tanpa merujuk pada Islam sebagai agama yang mempunyai

komitmen dan dedikasi pada nilai-nilai agung dan kemanusiaan. Dan dalam

kenyataan, mereka menganggap bahwa

ada sejumlah kelompok Muslim ’eksklusif’ yang memiliki kebencian ideologis pada

masyarakat Australia (dan Kristen), yang dalam berbagai kesempatan, menyatakan

pandangannya.118

Sikap Positif pada Islam dan Muslim

Sejauh yang terkait dengan gereja-gereja arus besar di Australia, sektarianisme

dari paruh pertama abad ke-20 sebagian besar digantikan oleh kesadaran tentang

117Kasus terakhir adalah peristiwa penganiayaan terhadap sekelompok pemuda keturunan Asia di

pinggir sebuah pantai kota Sydney yang kemudian menimbulkan gelombang protes terhadap sikap

yang rasis. Memang sikap masyarakat Australai sangat mudah terpancing oleh peristiwa-peristiwa yang

berkaitan dengan Islam dalam konteks baik domestik maupun internasional. Di lain pihak, sebagian

dari mereka juga akan membela, bila ada peristiwa yang menyangkut masalah kemanusiaan dan

keadilan, seperti penyerangan Israel terhadap kamp-kamp Palestina dan Libanon.

Page 131: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

124

keberadaan satu sama lain sebagai komunitas yang dihormati, bukannya yang

disaingi, dalam kaitan perjalanan keimanan. Kehangatan dan persahabatan sebagian

besar menggantikan persaingan dan kebencian lama. Perubahan sikap ini meluas ke

tradisi-tradisi agama di luar Kristen. Bagi banyak orang, termasuk Yudaisme dan juga

secara keseluruhan, dengan tumbuh dan pentingnya komunitas imigran dari luar

Eropa, agama-agama seperti Islam, Hindu, Buddha, Sikh, dan semacamnya – menjadi

kepercayaan baru selain dari apa yang sudah menjadi arus besar Australia selama ini.

Gambaran ini juga terjadi di beberapa gereja negara-negara Eropa dengan

meningkatnya kesadaran atas eksistensi kaum imigran sebagai kelompok minoritas.

Hal ini bisa dilihat poster-poster di depan pintu gereja yang mengumumkan

penyelenggaraan kuliah tentang Islam: ‘Kenalilah

tetanggamu’ (Get to know your neighbours).

Banyak komunitas Kristen di Australia dewasa ini berusaha untuk mengerti

dan menghargai teologi, nilai-nilai moral, dan disiplin sosial dalam ajaran Islam.

Mereka merujuk pada orang Muslim sebaga anggota dari suatu komunitas

monoteisme yang lebih besar, mengakui orang Muslim sebagai bagian dari umat

Tuhan dalam apa yang disebut doa penawar (bidding prayers) dalam liturgi Minggu

yang mengangkat suatu komunitas yang memperoleh berkah dari Tuhan. Bilamana

ada tamu Muslim dalam acara-acara yang diikuti komunitas campuran agama seperti

acara pernikahan, pembaptisan, dan pemakaman, ayat-ayat dari Qur’an juga terkadang

dikumandangkan.

Sejumlah organisasi yang bertujuan untuk mencapai pengertian agama secara

timbal balik, memberi kaum Muslim semacam perasaan terikat dengan Australia. Di

antaranya adalah the World Conference on Religion and Peace (WCRP), yang telah

merintis peran mendorong pemberian dukungan kelompok pada kaum imigran baru.

Organisasi ini menyelenggarakan sejumlah konferensi dan mengeluarkan berbagai

booklet yang memberi dasar-dasar pengertian antar agama dan penghormatan satu

sama lain dalam hal-hal yang praktis, umpamanya membantu pemukiman masyarakat

dan memeriksa kelayakan persiapan pemerintah untuk pendatang baru. Judul-judul

publikasi mereka menunjukkan tujuan organisasi: With Other Faiths—A Guide to

118Wawancara pribadi dengan Bilal Cleland dan Pengurus AFIC di Melbourne, 25 Oktober 2000.

Page 132: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

125

Living with other Religions; Religious Pluralism in a Liberal Society; Faith to Faith –

Belief in a Pluralist Society and Guidelines on Dialogue with People of Living

Faiths.119

Booklet yang pertama menggambarkan dua inisiatif daerah, satu di

antaranya berkaitan dengan hubungan masyarakat di kota Springvale, dekat kota

Melbourne. Satu lagi, sekelompok pemimpin agama mengorganisir sejumlah

pertemuan dalam bentuk rapat bulanan secara teratur. Yang lain berupa serangkaian

program diskusi diselenggarakan di mesjid Preston di Melbourne. Salah satunya,

dipimpin seorang Muslim dan seorang Kristen, dengan mengambil tema ‘Kepahaman

Agama sebagai Keanggunan Manusiawi’ (Religious Understandings of Human

Dignity). Pimpinan mesjid dan pendeta lokal serta anggota kongregasi bersama

membuat sebuah komitmen untuk mendukung pertemuan-pertemuan ini.

Di New South Wales dan Victoria, pimpinan-pimpinan komunitas agama

melakukan pertemuan dua kali setahuan untuk menbicarakan isu-isu lokal seperti

rasisme dan pencemaran rasial, dan di Victoria, sekelompok lain menggarap

pendekatan bersama pada euthanasia (pelaksanaan kematian secara lunak pada kasus

penyakit yang tak tersembuhkan). Satuan-satuan antar agama, atas nama UNICEF,

membahas isu yang berkaitan dengan anak-anak di Pasifik dan Asia Tenggara. Sekitar

enam tahun yang lalu, WCRP mengundang seorang profesor Malaysia, Chandra

Muzaffar, ke Australia untuk memberi sambutan pada pertemuan tentang ‘Agama dan

Kehormatan Manusia: Hak-hak dan Tanggung Jawab’ (Religious and Human Dignity:

Rights and Responsibilities). Namun demikian, hingga saat ini tidak banyak

pertemuan yang ditujukan pada dialog teologis, sebagian disebabkan pada kenyataan

bahwa komunitas Muslim di Australia pada saat ini lebih memusatkan perhatian pada

isu-isu survival dan juga kalangan cendekiawan kelas menengah Muslim.

Meskipun jumlahnya masih kecil, namun ada pertumbuhan kesadaran di

Australia tentang nilai-nilai dan kepahaman agama dalam teologi tradisi agama

minoritas, dan tentang nilai-nilai kemanusiaan dan nilai sosial yang tercermin dalam

tradisi budaya mereka. Satu indikasi dari hal ini tampak dengann masuknya tema-

119Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, in Yvonne Yazbeck Haddad &

Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 211 . Lihat juga Abdullah

Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 53.

Page 133: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

126

tema dan motif-motif budaya sastra Islam dalam literatur Australia berbahasa Inggris.

Pengertian terhadap unsur-unsur biasa dalam tradisi beragam ditanamkan melalui

sistem pendidikan, dan para guru agama mempunyai tanggung jawab khusus, bersama

dengan para pengarang buku teks, atas penyelenggaraan kuliah-kuliah di berbagai

tingkatan. Ini dilakukan di luar batas toleransi kawasan keragaman sampai pada suatu

penyadaran bahwa ada unsur-unsur yang bisa diendapkan bersama.

Page 134: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

127

BAB IV:

DINAMIKAPEMBANGUNAN KOMUNITAS ISLAM AUSTRALIA

Penggambaran yang begitu mencolok tentang perayaan Idul Adha di Lakemba

tahun 1994 dilukiskan oleh A.H. John dan Abdullah Saeed, dalam tulisannya tentang

kehidupan minoritas Muslim Australia. Keduanya mengatakan, bahwa betapa

hidupnya dinamika komunitas Muslim di Australia dan peran dari salah satu mesjid

yang paling dikenal di kawasan Australia.120

‘Belum pernah saya ikut dalam perayaan Idul-adha yang

begitu meriah seperti yang diadakan di Lakemba. Saya tertegun

melihat banyaknya pengunjung, suara-suara dan dengungan di

udara. Panorama itu menampung berbagai kenangan tadinya

tekubur dalam ingatan saya. Saya bergegas memanggil kenangan

nostalgia yang kikuk, begitu ingatan tentang masa muda muncul.

Saya menikmati ritus pembacaan doa dan dorongan emosi yang

senantiasa menempel dari perbauran aneh antara kerapuhan,

penyerahan dan solidaritas. Orang-orang telah mulai berkumpul

sejak terbitnya matahari.... Menjelang jam 7 pagi Jalan Wangee

dipenuhi kerumunan orang yang bergembira ria. Kerumunan

manusia meluber sampai ke taman depan rumah-rumah dan ke

balkon-balkon atau menjorok ke luar dari tembok-tembok pembatas.

Semua ingin bersama merayakan Idul Adha. Besoknya,koran-koran

melaporkan bahwa lebih dari 7.000 orang memenuhi mejlis

Lakemba . . . Saya terpesona. Dari titik yang menguntungkan di

seberang mesjid, saya bisa melihat dari atas kepala-kela yang

berseliwerab. Pemandangan itu jauh berbeda dari apapun yang

pernah saya bayangkan. Di dalam mesjid, aspek-aspek keagamaan

dan politik kehidupan Lakemba mulai terkuak. Para pembesar,

pemimpin kelompok dan politisan memberi hormat (dan terlihat

memberikan penghormatan itu), dan ada doa-doa serta khotbah-

khotbah yang khusuk. Namun di luar yang terlihat adalah sebuah

festival (keramaian) – sebuah keramaian kaum muda di luar suasana

kerja ditingkah gelombang demi gelombang berisi tawa dan

120Penulis juga menyaksikan hal yang serupa ketika dipercaya menjadi khatib dan imam pada

shalat ‘Iedul Fitri’ di Monash University, Melbourne, 2000, yang dihadiri oleh warga Muslim

Australia yang datang dari berbagai latar belakang negara.

Page 135: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

128

celotehan orang-orang. Magnit yang begitu mempesona dan nyata

dari peristiwa itu betul-betul tak dapat tak terkirakan’121

Komunitasnya sendiri tidak begitu besar, begitu juga pembentukannya

sebagai salah satu dari agama yang hidup di benua itu, tidaklah berjalan mudah.

Seperti halnya penganut agama monoteistik yang berimigrasi ke

berbagai bagian dunia non-Muslim, peralihan selalu dihadapi dengan penuh kesulitan,

belum lagi masalah kecurigaan dan tidak adanya penerimaan yang baik dari pihak

warga negara asli.

Muslim di Australia di tahun 2000 membentuk sebuah jaringan masyarakat

yang kohesif dan membentuk sebuah kelompok masyarakat yang berbeda di tengah

populasi yang beragam. Di tahun 2004, hampir 300.000 orang Muslim menjadi

residen di Australia, yang merupakan lenih dari sekitar 1,5% dari populasi.

Keakuratan jumlah ini belum pasti, sebagian dikarenakan adanya keengganan kaum

imigran dari bagian dunia tertentu untuk memberikan informasi yang lebih bersifat

pribadi tentang diri mereka sendiri dibanding sebatas yang diperlukan undang-

undang. Angka-angka pengunjung mesjid dan keanggotaan dalam organisasi Islam

menunjukkan bahwa jumlah 400.000 merupakan angka yang lenih realistis. Namun

angka 300,000 pun sudah menunjukkan Islam sebagai agama terbesar di Australia

setelah Kristen, meskipun lebih sedikit dalam jumlah dibanding hampir tiga juta orang

yang menyatakan diri tidak menganut agama, lebih dari 16% penduduk. Angka ini

hanya memberi sedikt informasi tentang atau memberi gambaran pada dimensi

kemanusiaan komunitas Muslim di Australia, tantangan-tantangan yang mereka

hadapi, dan kepedihan serta kegembiraan yang mereka alami. Ini perlu dilihat dalam

konteks latar belakang dan sejarah migrasi Muslim, struktur Australia sebagai sebuah

nation-state, dan penyebaran kaum Muslim di dalamnya.

Australia terdiri dari 6 negara bagian yang luas dan dua teritorial. Populasinya

sebagian besar perkotaan (urban), dan kesetiaan dinyatakan dalam persaingan antara

ibukota-ibukota negara bagian dan derah teritorial: Adelaide, Brisbane. Canberra (Ibu

Kota Negara Federal), Darwin, Hobart, Perth, Melbourne, dan Sydney. Tiap negara

121Anthony H. John, Anthony and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yazbeck

Page 136: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

129

bagian memiliki sejumlah besar kota-kota kecil, desa-desa, dan pemukiman di

pedalaman. Sydney dan Melbourne dianggap hampir meliputi sepertiga pupulasi

Australia dan mendekati menjadi megacities dengan kebanggaan dan karakter

korporasinya. Kota-kota ini juga merupakan gabungan satuan-satuan yang terdiri dari

bagian-bagian kecil identifikasi dan kesetiaan, kerap dibedakan berdasarkan etnisitas,

kelas sosial, profesi, pola pekerjaan, dan status sosial penduduknya. Di dalam celah-

celah struktur inilah jumlah 1.5 persen kaum muslim menempatlkan diri mereka.

Meskipun tidak besar, angka ini jelas bila dibandingkan dengan angka sensus

tahun 1947,122

di mana tidak ada orang Muslim terindikasikan, dan hanya 0,5 persen

dari populasi yang tercatat tidak masuk golongan berdoniminasi Kristen. Baru di

tahun 1971 kaum residen Muslim dicatat, jumlah mereka mencapai jumlah 0,2 persen

dari jumlah populasi. Angka tahun 1996 yang lebih 1,1, persen mencerminkan kurva

pertumbuhan yang

cukup berarti. Sama pula pentingnya, perorangan yang ditampilkan dalam anggka di

atas itu tidak tersebar secara merata, dan dalam hal inilah pembagian Australia ke

dalam negara-negara bagfian dan kota-kota menjadi signifikan. Separuh orang

Muslim Australia ada di Sydney, 32 persen di Melbourne, dan hanya 4,3 persen

tinggal di luar kota-kota besar.

Dibandingkan dengan sisa populasi, kaum Muslim menduduki 2,1 persen dari

jumlah penduduk Sydney dan 1,6 persen dari penduduk Melbourne. Namun di

beberapa distrik Sydney, orang Muslim mencapai 5 persen dari populasi, dan, dalam

jumlah kecil, sampai dengan 10 persen, cukup besar untuk dapat dilihat dan

diidentifikasikan sebagai sebuah komunitas Muslim. Kenyataannya mereka telah

menciptakan sebuah kepentingan massa kritikal, sebuah kenyataan visual, sebuah

demografi, secara sosial dan industrial, dan berkapasitas membuat seorang individu

dan memberi kontribusi nyata dalam pembentukan sebuah Australia. Inipun belum

terhitung sejumlah orang Muslim di Australia yang menduduki posisi strategis

sebagai profesional. Banyak dari orang Muslim hanya mengadakan hubungan utama

dengan rekan sejawat dalam profesinya saja, sedangkan hubungan mereka dengan

Haddad & Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 195.

Page 137: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

130

orang Muslim lainnya mungkin masih dalam tahap marginal atau bahkan sangat

insidental terkait dengan etnisitas atau komitmen keagamaan mereka. 123

Menurut sensus tahun 1996, 72,161 atau 35,9 persen komunitas Muslim

Australia yang lahir di negeri ini merupakan kelompok tungal terbesar.124

Mereka

yang dilahirkan di luar negeri, sebagian besar lahir di Libanon, 27,125 (13,5%),

diikuti Turki pada angka 22,270 (11,1%). Dalam susunan besaran angka menurun,

6,939 dari Indonesia, 6,651 dari Bosnia-Herzegovina, dan 5,221 dari Iran, diikuti

orang Muslim yang lahir di Fiji, Siprus, Malaysia, Mesir, Makedonia, India, dan

Singapura, sampai Amerika Serikat, diwakili jumlah sampai 242. Mereka yang lahir

di Australia sebagian besar tetap menjaga komunitas etnik dengan orang tua mereka.

Tidak semua merupakan anak-anak dari generasi pertama kaum migran, ada sejumlah

kecil keluarga-keluarga Muslim hasil bentukan lama, demikian juga mereka yang

berasal dari peralihan dari orang Australia. Namun karakteristik orang Muslim yang

lahir di Australia relatif muda, stabil dalam kehidupan kekeluargaan, jumlah anak, dan

tingkat perkawinan luar agamanya paling rendah di Australia merupakan indikator

pertumbuhan komunitas Muslim yang kuat dan berlanjut, dan berakar Islam sebagai

agama di Australia.125

Sementara itu, pertumbuhan komunitas Muslim Australia juga

sangat beraneka. Headline surat kabar, stereotip, dan klise-klise populer tentang Islam

menggambarkan bahwa di sana ada sebuah entitas tunggal Muslim, ketika dalam

kenyataannya banyak komunitas-komunitas Muslim yang ‘merajut’ kesatuan Islam

Australia.

A. Inkubasi Lembaga Kepemimpinan

Munculnya kepemimpinan Muslim di Australia tidak bisa dilepaskan dengan

keberadaan pusat-pusat ibadat dan kegiatan sosial di mesjid-mesjid di satu pihak dan

122Philip Huges, ‘Australia’s Religious Profile’, dalam Bouma, Gary D. Bouma (ed.), Many

Religions, All Australian: Religious Settlement, Identity and Cultural Diversity, h. 29-30. 123

Abdullah Saeed and Shahram Akbarzadeh, ‘Searching for Identity; Muslims in Australia’,

dalam Abdullah Saeed and Shahram Akbarzadeh, (ed.), Muslim Communities in Australia, UNSW

Press, Sydney, 2003, h. 3. 124

Angka-angka ini merupakan perkembangan dari data ABS 1991 125

Abdullah Saeed and Shahram Akbarzadeh, ‘Searching for Identity; Muslims in Australia’,

dalam Abdullah Saeed and Shahram Akbarzadeh, (ed.), Muslim Communities in Australia, h. 5.

,

Page 138: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

131

etnisitas di pihak lain. Kedua aspek telah mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin

yang berusaha dan mengatur kebutuhan-kebutuhan umat Islam Australia dengan

pembentukan berbagai lembaga atau organisasi baik dalam skala kecil maupun besar.

Lebih dari 200 mesjid yang terpusat di perkotaan dan tersebar di berbagai kota yang

sangat sedikit jumlah populasi Muslimnya, namun memiliki pemimpin masing-

masing yang memainkan peran penting dalam membentuk kemusliman Australia,

khususnya dalam bidang pendidikan agama.

1. Mesjid sebagai Pusat Agama dan Aktifitas Sosial

Mesjid memiliki peran sentral dalam kehidupan sebuah komunitas Muslim

baik dalam kehidupan sosial maupun ibadat. Mesjid menjadi pusat ibadat dan tempat

ekspresi, interpretasi, penanaman, perayaan upacara-upacara keagamaan, dan praktek

keagamaan. Ia menjadi sebuah rujukan komunitas dan menjadi alat identifikasi diri di

ranah rumah yang baru.126

Sampai akhir tahun 1960-an, tidak cukup banyak kaum Muslim di Australia

bisa mendirikan semacam lembaga-lembaga yang bisa mengatur dasar-dasar

kehidupan Islami bagi komunitas. Muslim di Australia hanya punya sumberdaya di

dalam ruang yang kecil untuk memulai dan memerlukan pembentukan sebuah tempat

untuk diri mereka sendiri di antara komunitas lain dengan cara-cara hidup dan

prioritas spiritual yang berlainan. Upaya membangun diri sendiri dan mendefinisikan

identitas mereka sendiri, kerap harus dilakukan di tengah suasana kebencian terbuka

di pihak orang Australia lainnya.

Ada dua sumber dukungan dalam menghadapi tantangan ini. Pertama,

pergantian (shfit) ideologi yang telah dikemukakan sebelumnya dari ‘assimilasi’ ke

‘multikulturalisme’. Kedua, dukungan yang diberikan komunitas Muslim dari luar

negeri untuk membangun mesjid-mesjid dan fasilitas sembahyang, penyediaan imam,

dan pembinaan faslitas pendidikan bagi anak-anak Muslim. Secara kebetulan, ini

bersamaan dengan waktu ketika terjadi meledaknya harga minyak dan apa yang

126Wawancara pribadi dengan Bilal Cleland dan Pengurus AFIC di Melbourne, 25 Oktober 2000.

Page 139: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

132

disebut ’petro-dollars’ untuk proyek-proyek bantuan yang melimpah; berbagai

komunitas Muslim mengambil manfaat penuh kesempatan-kesempatan ini. 127

Gary Bouma memberi sebuah pandangan yang simpatik tentang mesjid-mesjid

di Australia. Ia mencatat pada saat penulisan buku itu, ada lima puluh tujuh mesjid di

negeri ini. Mesjid pertama yang dibangun mungkin di luar Adelaide tahun 1887 oleh

orang Afgan; yang lainnya muncul di New South Wales sekitar 1891 di broken Hill.

Sejumlah mesjid Australia berusia seratus tahun. Sebuah yang dibangun di ibu kota

nasional Canberra selama tahun 1950-an sebagai tempat bagi staff diplomatik dasar

kedutaan-kedutaan negara Islam dan mahasiswa Muslim dari luar negeri. Mesjid

pertama di Sydney dibangun akhir tahun 1960-an; di Sydney dan New South Wales

terdapat lebih dari dua puluh mesjid, sebagian besar dibangun sejak tahun

1968. Dari itu semua, yang terbesar dan bagi sebagian orang dianggap yang tercantik,

adalah Mesjid Imam Ali di Lakemba, yang lain adalah Mesjid Raja Faisal, dibangun

oleh Masyarakat Islam New South Wales.128

Kota Melbourne memiliki lebih dari dua puluh lima mesjid. Yang terbesar, di

Preston, Victoria, dibuka tahun 1976 oleh Asisten Sekretaris Jenderal the World

Muslim League disaksikan wakil pribadi Perdana Menteri

Malcolm Fraser, yang kemudian menjadi Pemimpin Kelompok Oposisi Gough

Whitlam, dan para pemuka agama, termasuk Archbishop Katolik Roma Melbourne.

Peristiwa itu dianggap hal yang signifikan dalam pembangunan Australia sebagai

sebuah negara dan diterima baik oleh pemerintah dan masyarakat, juga oleh agama

yang lebih tua di Australia. Mesjid-mesjid ini sebagian besar merupakan hasil

dukungan komunitas lokal,

meskipun dalam beberapa kasus, bantuan datang dari pemerintah negara-negara

Islam. (Lihat tabel 5).

Tabel 5: Estimasi Distribusi Terbaru Mesjid-mesjid di Australia129

127Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 210. 128

Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 56-57

Page 140: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

133

Teritori Ibu Kota Australia

New South Wales

Queensland

South Australia

Tasmania

Victoria

Western Australia

TOTAL (2000)

1

28

10

4

1

29

7

80

Menurut data terakhir, seperti yang disebutkan Abdullah Saeed130

, ada lebih

dari 100 mesjid dan sejumlah besar fasilitas shalat lainnya di seantero Australia.

Mesjid tidak hanya ada di Sydney dan Melbourne, tetapi semua ibu kota di Australia

punya mesjid. Pada umumnya mesjid adalah non sektarian (tidak terikat pada satu

sekte/aliran); artinya mereka tidak terikat ada satu kelompok aliran agama tertentu

atau sekolah resmi tertentu. Biasanya, tiap orang Muslim, tak peduli apapun etnis,

budaya, orientasi keagamaannya, atau sekolahnya, bisa datang dan melaksanakan

shalat di mesjid mana saja. Pada suatu mesjid tertentu, memang terlihat terlihat

praktek shalat Sunni berlangsung bersamaan dengan cara Muslim Shi’ah atau seorang

dari Afrika sembahyang bersebelahan dengan seorang yang kelahiran

Australia.

Sebuah mesjid bisa dijalankan oleh sebuah masyarakat yang didominasi oleh

sebuah kelompok etnik tertentu, seperti orang Pakistan, Bosnia atau Afganistan.

Bagaimanapun, kegiataan berjamaah ini bukan dilakukan oleh hanya satu kelompok

etnik. Orang Muslim yang berdiam di kawasan itu, tak peduli apapun latar belakang

etniknya, biasanya datang ke mesjid setempat.

Di Australia ada tiga jenis mesjid yang berbeda. Mesjid terbesar mempunyai

beberapa fasilitas seperti, ruang kelas, sebuah toko buku, dan kantor-kantor. Ada juga

129Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck and

Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 206. 130

Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 53. Lihat juga

Wafia Omar and Kirsty Allen, The Muslims in Australia, h. 49. Micheal Humphrey, ‘Community,

Mosque and Ethnic Politics’, dalam Wade Abe Ata (ed.), Religion and Ethnic Identity: An Australian

Study, Spectrum Publication Pty Ltd., Melbourne, Victoria, 1988, h. 258-259.

Page 141: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

134

mesjid-mesjid kecil yang tidak punya fasilitas ekstra, dan lainnya ada ruang shalat,

seperti pada ruang kerja dan di universitas-universitas.131

Persetujuan pembangunan mesjid tidak selalu mudah diperoleh. Beberapa

orang mengeluh pada penguasa lokal, di antaranya karena masalah kemacetan lalu-

lintas selama waktu shalat atau gangguan ketenangan di pagi hari karena suara azan.

Di tahun 1995 sebuah gereja Prebysterian yang tidak dipakai di didistrik kota Sydney

Bankstown dibeli oleh sebuah organisasi Pusat Islam Bangladesh (the Bangladesh

Islamic Centre). Dewan Daerah Bankstown, yang telah memberikan izin

pembangunan gereja di tahun 1954, menolak pemanfaatannya sebagai mesjid. Di

tahun 1998 masalah ini masuk ke Pengadilan Lahan dan Lingkungan (Land and

Environment Court), yang mendukung penolakan itu, menegaskan bahwa, sebuah

mesjid, meskipun juga sebuah tempat beribadah, bukan sebuah

gereja, yang didefinisikan sebagai tempat memuja dalam tradisi Kristen. Penegasan

ini berhasil ditentang atas dasar pihak hakim tidak mampu menilai definisi kamus

secara lebih luas, di antaranya yang memasukkan sebuah mesjid atau sebuah kuil ke

dalam pemaknaan kata ‘gereja’, dan karena itu, sejauh sebagai ‘gereja’ merujuk pada

sebuah tempat untuk beribadah bukan sebuah struktur fisik, sehingga sebuah mesjid

termasuk dalam deskripsi tersebut. Saat keputusan itu dibatalkan bertepatan dengan

perayaan ‘Id al-Adha.132

2. Organisasi-organisasi Muslim Australia

Etnik atau orang Muslim membentuk sejumlah kelompok masyarakat Islam,

pusat-pusat dan perserikatan di Australia. Beberapa di antaranya berbasiskan etnik

tertentu. Di tiap negara bagian, banyak kelompok masyarakat ini yang masuk dalam

dewan Islam negara bagian, yang menjadi payung organisasi bagi masyarakat di

negara bagian tersebut.

131Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 53.

132Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck and

Jane I. Smith (eds.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 203.

Page 142: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

135

Di tahun 1960-an, upaya-upaya dilakukan untuk mengorganisir ikatan-ikatan

masyarakat Muslim Australia dan sebuah langkah utama dalam proses mendirikan

AFIS (the Australian Federation of Islamic Societies) sebagai sebuah organisasi

nasional. Didirikan tahun 1964 oleh pemuka Islam seperti Fehmi al-Imam, Abdul

Khaliq Kazi dan Ibrahim Dellal. AFIS bekerja sebagai organisasi payung yang

mengkoordinasikan berbagai kegiatan Muslim yang penting. Organisasi ini mewakili

kaum Muslim dari berbagai latar belakang etnik berbeda: orang India, Pakistan,

Mesir, Libanon dan Turki semua berpartisipasi. Pada akhirnya AFIS bergabung ke

dalam AFIC (The Australian Federation of Islamic Councils) pada tahun 1976.

Semua Dewan Islam merupakan anggota dari organisasi payung nasional yang

dinamai AFIC. Tidak semua kelompok di sebuah negara bagian masuk dalam dewan

Islami negara bagian, karena sangat bersifat opsional (pilihan), sehingga sukar untuk

mengatakan bahwa AFIC mewakili semua Muslim atau mayoritas masyarakat Muslim

di Australia.

Orang Muslim membentuk sejumlah kelompok masyarakat Islam, pusat-pusat

dan perserikatan di Australia. Beberapa di antaranya berbasiskan etnik tertentu. Di

tiap negara bagian, banyak kelompok masyarakat ini yang masuk dalam dewan Islam

negara bagian, yang menjadi payung organisasi bagi masyarakat di negara bagian

tersebut.133

Latar belakang pendirian AFIC terjadi di tahun 1973, ketika diselenggarakan

sebuah Konferensi pemimpin-pemimpin Muslim dari negara-negara minoritas di

Mekkah. Dr.M.Ali Kettani, seorang Muslim Marokko, ditunjuk sebagai Ketua Dewan

Minoritas yang merekomendasikan agar Islam tidak dapat hidup di sebuah negara

minoritas, kecuali bila hanya ada satu suara. Isi rekomendasi tersebut:

1. Komunitas Muslim harus mandiri (self-sufficient).

2. Islam harus diteruskan ke generasi kedua dengan menanamkan pendidikan.

133

Wawancara pribadi dengan Bilal Cleland dan Pengurus AFIC di Melbourne, 25 Oktober 2000.

Page 143: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

136

3. Seharusnya ada pertukaran dan komunikasi antara satu negara dengan yang

lain.134

Di tahun 1974, Raja Faisal dari Saudi Arabia mengirim sebuah delegasi terdiri

dari Dr. Kettani, mewakili Liga Dunia Muslim (The World Muslim League) dan

Mr.I.Mosley mewakili Saudi dari Kementerian Luar Negeri ke Australia dalam

sebuah misi khusus. Tujuan utama delegasi ini adalah untuk menyelidiki pertikaian

antara dua kelompok Muslim di Sydney yang masing-masing meminta bantuan dana

bagi proyek masing-masing dan saling mengeluhkan yang lainnya. Setelah tiba di

Sydney, delegasi mengadakan tur ke semua negara bagian kecuali Tasmania dan

Northern territory. Dalam laporannya Dr, Kettani mengedepankan beberapa gagasan

dan rekomendasi mengenai organisasi dan kesejahteraan kaum Muslim di Australia.

Ia merekomendasikan 1,2 juta dollar bantuan untuk berbagai proyek

bagi kaum Muslim di Australia dan mendesak pemerintah Saudi Arabia untuk

mengakui AFIC sebagai satu-satunya organisasi mewakili Muslim di Australia. Ia

juga menyarankan agar semua makanan halal yang di impor ke Saudi Arabia diberi

sertifikasi oleh organisasi tersebut. Semua rekomendasi diterima oleh Liga Dunia

Muslim dan pemerintah Saudi Arabia dan di tahun 1976 AFIC menetapkan anggaran

dasarnya yang baru.135

Struktur dan fungsi Organisasi Muslim di Australia

Dalam sebuah newsletter AFIC (1976) diumumkan reorganisasi dari struktur

lama AFIS dengan dalih berikut ini. Organisasi kelompok-kelompok dan masyarakat

yang ada sekarang kekurangan dalam koordinasi dan ini mempengaruhi kemajuan dan

keberfungsian yang lancar dari organisasi Muslim dan tujuan-tujuannya.

134Zubaida Begum, Islam and Multiculturalism: With Particular Reference to Muslims in Victoria,

h. 51. Lihat juga Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 139. 135

Zubaida Begum, Islam and Multiculturalism: With Particular Reference to Muslims in Victoria,

h. 51.

Page 144: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

137

Di bulan April 1976, di sebuah Konperensi di Brisbane, wakil-wakil kaum

Muslim dari semua bagian Australia bertemu dan memutuskan untuk menerima

bentuk struktur organisasi dan administrasi berlapis tiga. Pada tingkat lokal

masyarakat Islam berdasarkan lokalitas atau kebangsaan akan berfungsi independen

untuk menyediakan sarana pelayanan bagi anggotanya. Pada tingkat tertinggi Dewan

Islam di semua Negara Bagian akan membentuk badan Federal berupa the Federation

of Islamic Councils.

Masyarakat Islam lokal mempunyai sebuah jurisdiksi lokal. Dewan Negara

bagian (the State Councils) yang terdiri dari masyarakat setempat yang

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan masyarakat di negara bagiannya masing-

masing. Mereka memecahkan masalah-masalah di tingkat negara bagian dan bila

perlu mewakili mereka di AFIC. Organisasi AFIC sendiri berjalan di tingkat Federal

atau Nasional, menjadi pemimpin keseluruhan. Ia mewakili Muslim Australia pada

Pemerintah federal dan organisasi Muslim luar negeri serta menerima semua bantuan

dana.

Fungsi utama AFIC adalah pembangunan mesjid-mesjid dan sekolah-sekolah dan

sertifikasi makanan halal. Kegiatan yang terakhir ini memberi sumbangan berarti

secara finansial pada organisasi. Daging dalam jumlah cukup besar di ekspor ke

negara-negara Muslim seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Indonesia. Sebelum di

ekspor, daging itu harus diberi sertifikat halal, dan karena sertifikat itu diberikan atas

dasar biaya tertentu, penghasilan cukup besar menjadi dana dari kegiatan ini.

Demikian pula, AFIC bekerja sebagai kelompok advokasi Muslim kunci dengan

pemerintah federal dan telah aktif berperan sejak tahun 1970-an. Kini, ketegangan-

ketegangan di dalam masyarakat Muslim dan tantangan-tantangan pada otoritas AFIC

telah melemahkan pengaruhnya. Lebih lanjut lagi, desentralisasi sertifikasi daging

halal telah mengambil monopoli samar yang pernah dinikmati AFIC dulunya. Di luar

itu, AFIC masih berfungsi sebagai organisasi payung bagi banyak orang Muslim,

meskipun tidak lagi seberhasil dulu dalam membawa bersama beberapa masyarakat

Muslim bebas untuk menciptakan sebuah gerakan bersatu yang kuat untuk melakukan

lobi demi kepentingan kaum Muslim di Australia.136

136Wawancara pribadi dengan Bilal Cleland di Melbourne, 3 Nopember 2000.

Page 145: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

138

B. Kepemimpinan Kelompok dan Individual dalam Komunitas Islam

Munculnya kepemimpinan dalam komunitas Islam di Australia terkait dengan

lembaga mesjid, keberadaan etnik, profesi, dan AFIC sebagaimana dijelaskan

sebelumnya. Bila ditelusuri lebih lanjut hingga saat ini, tidak ada satu pemimpin

tunggal agama di seluruh Australia, meskipun ada upaya-upaya belakangan ini untuk

mengembangkan hal itu. Di negara bagian Victoria dan New South Wales ada sebuah

Dewan Imam (Board of Imams) yang mewakili semua atau mungkin hampir semua

imam di negara bagian tersebut. Secara resmi, the Board of Imams ini mewakili

pandangan-pandangan keagamaan masyarakatnya. Dalam prakteknya, secara relatif

hanya sedikit imam yang aktif terlibat di Dewan itu. Ini berarti bahwa, meskipun ada

pada tingkat negara bagian, belum ada kepemimpinan agama yang telah menyatu.

Karena itu diperlukan waktu yang lama untuk menciptakan sebuah

kepemimpinan agama yang menyatu di Australia. Salah satu kesulitannya adalah

kenyataan terlalu beranekanya keberadaan umat Muslim secara etnik, agama, teologis,

legal dan spiritual, dan biasanya sulit untuk menyetujui satu orang atau satu badan

sebagai perwakilan resmi pandangan-pandangan agama dari keseluruhan masyarakat

itu.

Saat ini beberapa macam kepemimpinan yang tumbuh di antara kaum Muslim

di Australia yang memainkan peran sebagai para pemimpin Muslim. Karena adanya

perbedaan itu, maka peran kepemimpinan mereka juga berbeda di tengah masyarakat

Islam.137

Secara umum peta asal-usul kepemimpinan kelompok Islam Australia dapat

dibagi dua, yaitu pertama, lahir secara individual karena inisiatif sendiri untuk

memberi kontribusi kemuslimannya kepada umat Islam. Biasanya mereka datang dari

kelompok profesional dan mahasiswa internasional yang sedang menuntut ilmu di

Australia dari berbagai latar belakang keilmuan, tetapi memiliki pengetahuan agama

137Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 132-134. Lihat juga Micheal Humphrey, ‘Community,

Mosque and Ethnic Politics’, dalam Wade Abe Ata (ed.), Religion and Ethnic Identity: An Australian

Study, Spectrum Publication Pty Ltd., Melbourne, Victoria, 1988, h. 261.

Page 146: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

139

yang cukup. Kedua, pemimpin yang muncul dari kelompok etnik, AFIC, dan negara

bagian.

1. Asal-usul Kepemimpinan Individu

Model kepemimpinan individu pada umumnya muncul dari hasil inisiatif

sendiri dalam usahanya untuk memberikan sumbangsihnya pada pengembangan umat

Islam di tengah masyarakat yang sekuler. Kemunculannya mereka biasa dimulai saat

pembangunan sebuah mesjid atas hasil inisiatif individual, seseorangg atau

sekelompok kecil orang, yang kemudian memainkan peran sebagai pemimpin dalam

menjalankan kegiatan mesjid. Orang yang terlibat dalam hal ini belum tentu otomatis

menjadi ‘pemimpin’ agama.. Mereka bisa saja berasal dari orang biasa di kalangan

komunitasnya -- para profesional seperti akontan, pengacara, dokter, guru, dan

sebagainya-- yang berniat mendirikan sebuah mesjid dan menyelenggarakan jasa

peribadatan bagi komunitas Muslim setempat. Dalam kenyataannya, bentuk

kepemimpinan seperti ini banyak terdapat di Australia dan banyak mesjid yang

difungsikan dengan cara ini. Beberapa mesjid dibangun berasal dari dana yang

diberikan sebuah pemerintahan asing, seperti negara Turki atau Arab Saudi, atau

melalui bantuan organisasi luar negeri. Dalam kasus-kasus seperti itu, pihak

perwakilan yang bekerja atas nama pemerintahan asing atau penyandang dana bisa

terus menjadi bagian dari kepemimpinan mesjid. Mesjid-mesjid lainnya dijalankan

oleh masyarakat atau asosiasi dengan sebuah anggaran dasar yang memberi semacam

sistem kepemimpinan bergilir, untuk mencegah dominasi pribadi satu orang atau

sekelompok orang pada mesjid atau masyarakatnya.

Pemimpin individu lainnya yang muncul dengan kehadiran mahasiswa-

mahasiswa internasional yang sedang melakukan studi di berbagai universitas,

sekolah tinggi (college), akademi, dan institut. Mereka berdatangan dari berbagai

belahan dunia, seperti Indonesia, Malaysia, Bosnia, Singapura, Iran, dan negara-

negara Timur Tengah. Menurut sensus Departemen Pendidikan Australia tahun 1999,

terdapat 83.111 mahasiswa yang sedang belajar di 13 perguruan tinggi Australia.138

138Irene Donohue Clyne, ‘A Community on Campus: Muslim Students in Australian Universities’,

dalam Abdullah Saeed and Shahram Akbarzadeh, (eds.), Muslim Communities in Australia, h. 145.

Page 147: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

140

Menurut Sensus 1996, terdapat 10.498 mahasiswa Muslim yang menuntut ilmu di

Australia.

Mereka melakukan aktifitas sosial dan keagamaan di kala waktu senggang dan

di tengah kesibukan kuliah mereka. Ada pula yang melakukannya secara reguler.

Mereka pada umumnya melakukan kegiatan tersebut saat diminta oleh sekelompok

pengajian tertentu yang telah mengenal mereka baik secara etnik maupun latar

belakang negara yang sama. Kegiatan tersebut dilakukan pada hari-hari libur yang

bertempat di rumah-rumah warga Muslim atau dalam gedung pertemuan. Para

pendakwah mahasiswa ini berasal dari perguruan tinggi umum dan agama. Dalam

kasus Indonesia, mahasiswa dari perguruan tinggi umum berasal dari Institut

Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gajahmada, dan lain-lainnya. Nama-nama

seperti Dedi Mulyana, Antonio Syafi’i, Budi Faisal, , dan lain-lainnya merupakan

pemimpin agama dari perguruan tinggui umum ketika mereka sedang menuntut ilmu.

Sedangkan dari perguruan tinggi agama, kebanyakan berasal dari Universitas Islam

Negeri (UIN) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Nama-nama yang dikenal

sebagai pemimpin dari perguruan tinggi agama ini antara lain Bambang Pranowo,

Fachry Ali, Shirazi, Arskal Salim, dan lain-lainnya.139

Mereka pada umumnya diminta untuk memberikan pengajian agama, cara

baca tulis al-Qur’an untuk anak-anak, dan membantu proses pernikahan. Acara

pengajian dihadiri oleh warga Muslim yang mempunyai latar belakang etnik yang

sama dan kadangkala dari etnik lain dengan menggunakan dua bahasa yang berbeda.

Kepemimpinan individu seperti ini tidak bersifat permanen, tetapi bersifat

temporal. Kegiatan yang dilakukan pemimpin individu akan berakhir ketika kuliahnya

selesai. Namun kepemimpinan tersebut akan berlanjut dengan digantikan oleh

mahasiswa internasional lainnya yang selalu datang belajar setiap tahunnya.

2. Asal-usul Kepemimpinan Kelompok

Kepemimpinan kelompok berasal dari mesjid, etnik, organisasi sosial Islam,

organisasi mahasiswa internasional, dan kelompok yang mewakili negara bagian.

139

Wawncara pribadi dengan Dedi Mulyana di Jakarta, 14 Februari 2006.

Page 148: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

141

Salah satu pemimpin itu adalah pemimpin agama. Mereka disebut imam dari sebuah

mesjid yang berfungsi memberi pelayanan sehari-hari di mesjid dalam berbagai

kegiatan keagamaan. Di Australia seorang imam secara garis besar dapat disamakan

dengan seorang ‘menteri agama’. Menurut Standar Penggolongan Pekerjaan Australia

(the Australian Standard Classification of occupations) atau disingkat ASCO, para

‘menteri agama’ melaksanakan fungsi-fungsi spiritual terkait dengan kepercayaan dan

praktek keyakinan agama dan memberi motivasi, pedoman serta pelatihan kehidupan

keagamaan bagi masyarakat kelompoknya, kelompok pengajian atau komunitas.

Persyaratan akademik untuk bisa masuk ke dalam satuan kelompok ini adalah

minimal bergelar akademik tingkat bakaloriat atau yang lebih tinggi. Ada persyaratan

terkait dengan komitmen pribadi yang tinggi dan peminatan, disamping kualifikasi

atau pengalaman formal lainnya.

Tugas seorang imam mencakup: 140

melaksanakan shalat secara teratur;

menyiapkan dan memberi ceramah (umpamanya, di hari Jum’at) dan tugas-

tugas khusus lainnya,

memberi nasehat dan pengarahan spiritual,

ikut serta da;am kegiatan-kegiatan sosial dan kesejahteraan masyarakat,

mendorong orang agar lebih menyadari tanggung jawabnya, dan

mengorganisir proyek-proyek partisipasi masyarakat;

Melaksanakan kelas pelajaran agama, mengawasi shalat; dan kelompok-

kelompok diskusi,

Melaksanakan penasehatan pra perkawinan dan keluarga dan merujuk pada

dinas-dinas profesional terkait yang diperlukan,

Melaksanakan nikah dan upacara kematian sesuai peraturan agama dan

undang-undang sipil serta menyimpan catatannya sesuai persyaratan undang-

undang yang berlaku.

Sheikh Fehmi adalah salah satu contoh pemimpin Muslim Australia yang

paling aktif dalam dialog antar agama dan salah satu dari direktur eksekutif dari the

Page 149: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

142

World Conference on Religion and Peace of Australia. Ia menganut paham moderat

dalam menginterpretasikan Islam dan amat yakin bahwa kaum Muslim harus hidup

harmonis di tengah multikultural Australia. Untuk karyanya dalam bidang ini, ia

menerima satu dari penghargaan tertinggi Australia, the Order of Australia.141

Di Australia, hampir semua imam pada umumnya hasil ‘impor’ dari luar

negeri, di mana mereka memperoleh pelatihan disiplin keagamaan. Banyak para imam

ini merupakan lulusan lembaga pendidikan Islam di India, Pakistan atau Indonesia,

atau dari universitas seperti Universitas Azhar di Mesir, atau Universitas Islam Arab

Saudi.

Bila sebuah mesjid dijalankan oleh sekelompok etnik tertentu – umpamanya,

orang Turki, Pakistan, Afganistan, Mesir atau Iran – maka sang imam pada umumnya

juga diambil dari orang yang berlatar belakang sama dan dibawa ke Australia dari

negeri ‘asal’ nya. Tidak semua mesjid dengan jelas memisahklan garis-garis etnik,

sehingga cara memilih imam juga bervariasi. Dalam hampir semua kasus, suara

terbesar untuk membawa seorang imam dari sebuah komunitas yang paling dekat

kaitannya dengan diri mereka sendiri.

Jenis kepemimpinan agama yang diimpor ini mempunyai masalahnya sendiri,

di mana ada di antara iman tersebut yang ternyata tidak atau kurang memahami

budaya Australia bahkan ada yang tidak menguasai bahasa Inggris. Masalah ini bisa

menjadi berkurang, bila sang imam hanya berurusan dengan sekelompok jamaah

mesjid dari etnik tertentu saja, saat sang imam maupun jamaahnya bisa berbagi

bahasa ‘ibu’ dan menganut cara pandang keagamaan yang sama. Namun demikian,

perbedaan dalam bahasa dan budaya bisa menciptakan masalah pelik, terutama bila

berkenaan dengan para mualaf atau generasi kedua atau ketiga kaum Muslim

Australia yang tidak bisa berbicara dengan bahasa yang dikuasai sang imam – apakah

itu bahasa Persia, Arab, Turki atau lainnya – dan bisa menampilkan perbedaan

perspektif dan cara pandang yang cukup besar. Dalam kasus ini, akan sukar menjada

140Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 134.

141Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 135. Lihat juga Abdullah Saeed, Muslim Australians:

Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 53.

Page 150: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

143

komunikasi terbuka antara pemimpin agama impior dan bagian-bagian penting

komunitasnya.

Oleh karena itu, muncul perasaan di kalangan kaum Muslim akan pentingnya

membangun lembaga-lembaga Australia untuk mendidik para pemimpin agama dari

negeri asal. Ini masih menjadi impian yang berlum terlaksana, karena memakan waktu

bagi sebuah komunitas untuk mengembangkan program pelatihan, terutama sumber

daya besar yang diperlukan untuk hal itu. Ini berati bahwa, di masa depan, para

pemimpin agama di Australia akan terus diimport dari luar negeri. Baru belakangan

ini saja mulai terlihat munculnya beberapa orang Muslim Australia yang berkunjung

ke negeri-negeri Muslim seperti Indonesia dan Malaysia untuk mendapat pelatihan

agama, agar kelak bisa kembali pulang dan memainkan peran penting dalam masalah-

masalah komunitas lokal setempat. Kaum Muslim inilah, yang bisa bicara bahasa

Inggris, yang merasa nyaman dan kenal dengan lingkungan Australia, yang dapat

memainkan peran semakin signifikan dalam kehidupan komunitas Muslim Australia,

namun jumlah pemimpin seperti itu masih kecil.

Muncul sejajar dengan dengan pelatihan luar negeri orang Muslim kelahiran

Australia adalah jenis lain dari otoritas keagamaan, yang dapat dirujuk sebagai jenis

kepemimpinan ‘biasa’. Ini adalah orang yang melalui pelatihan agama Islam

tradisional yang formal, namun telah membaca dengan baik dalam area Islam atau

studi keislaman. Beberapa di antaranya telah mengambil peran sebagai pemimpin

agama atau imam (tidak penuh waktu) di beberapa mesjid atau komunitas Muslim dan

kemasyarakatan.

Efektifitas mesjid sebagai sebuah lembaga tergantung pada kualifikasi dan

kualitas kepemimpinan yang bisa diberikan seorang imam. Tahun 1980-an

menunjukkan, di antara mereja yang masuk ke Australia ada sejumlah signifikan

sarjana dalam disiplin kajian Islam, terutama dari universitas-universitas Islam di

Timur Tengah dan subkontinen India. Secara formal, mereka layak untuk bertindak

sebagai profesional keagamaan, meskipun seringkali mereka tidak terbiasa dengan

kondisi di Australia. Sejumlah mereka disponsori perpindahannya ke Australia oleh

pemerintah negara-negara seperti Turki dan Arab Saudi. Memang sejak awal migrasi

besar-besaran orang Turki di akhir tahun 1960-an, ada minat resmi orang Turki pada

Page 151: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

144

bentuk kehidupan beragama bagi komunitas expatriat di Australia. Pemerintah Turki

menyatakan minat ini dengan mengirikan para imam ke sejumlah mesjid Turki dan

menyediakan dana untuk pembangunan mesjid. Arab Saudi juga luar biasa aktif

mendanai proyek-proyeks serupa. Bahkan saat harga minyak dunia merosot, dana

yang signifikan disediakan bagi masyarakat di akhir tahun 1980-an dan 1990-an untuk

membangun infrastruktur ini.142

Imigrasi yang relatif berskala besar kaum Muslim di tahun 1980-an, juga di

tahun 1990-an, berarti para pemimpin agama berdatangan dari sejumlah komunitas

dan budaya. Kebijakan multikulturalisme mempermudah bagi para pemimpin agama

yang mendapat dukungan dari komunitas mereka masing-masing untuk mendapatkan

visa, dan pemerintah dari negara-negara seperti Mesir dan Turki mendukung para

Imam melayani masyarakat dari komunitas sebangsa dengan mereka.

Kepemimpinan agama yang efektif sangat mendasar bagi terciptanya rasa

identitas keagamaan. Bila hal itu tidak dapat ditumbuhkan di halaman rumah, maka

itu harus diimpor. Walaupun para pimpinan yang ‘diimpor’ ini pada umumnya

menyediakan kepemimpinan yang hebat,143

yang lainnya yang tidak terbiasa dengan

kondisi di Australia, termasuk budaya lokal dan tuntutan yang dimninta komunitas

lokal dala sebuah lingkungan yang sekuler, menjadi hal yang kontroversial.144

Ketidakbiasaan itu terkadang menimbulkan kesulitan-kesulitan dengan komunitas

agama juga dengan beberapa segmen masyarakat yang lebih luas.

Kenyataannya, sebuah masalah yang terus berlanjut bagi komunitas muslim di

Australia adalah yang terkait dengan evolusi kepemimpinan agama

yang profesional yang berpengetahuan cukup tentang budaya Islam dan budaya

Australia. Beberapa imam yang terbina baik telah menghabiskan waktu cukup lama di

Australia dan bisa memahami adanya ketegangan antara pemeliharaan identitas dan

adaptasi pada budaya yang lebih luas. Para pemimpin agama yang sudah ada

menggunakan pengetahuan lokal mereka dan kefasihan berbahasa Inggris untuk

142 Wawncara dengan Bilal Cleland di Melbourne, 5 Nopember 2000.

143Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 53.

144 Dalam wawancara penulis dengan Bilal Cleland, mantan Sekjen AFIC dan aktifis Muslim

berlatar belakang Anglo-Saxon, dan beberapa Pengurus AFIC lainnya, 8 Oktober tahun 2000,

mengatakan sulitnya perkembangan Islam di Australia karena Imam yang lebih berorientasi etnis dan

tidak mengenal lingjkungan baru yang ditempatinya.

Page 152: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

145

bertindak aktif pada tingkat lokal, negara dan federal dalam memperomosikan

kebutuhan kaum Muslim dan dalam memainkan peran signifikan menengarai dan

memfasilitasi antara masyarakat yang lebih luas, pemerintah, dan komunitas Muslim.

Di samping itu muncul pula pemimpin kelompok di kalangan kaum Muslim

Australia yang berasal dari tiga tingkatan atau lapisan. Menurut Abdullah Saeed, hal

Ini dapat dilihat pada:

Masyarakat Islam di tiap negara bagian atau teritori;

Dewan Islam di tiap negara bagian dan teritori; dan

Federasi Dewan-Dewan Islam Australia (AFIC – the Australian Federation of

Islamic Councils).145

Masyarakat dan asosiasi Muslim, setidaknya dalam teori, terjaring melalui dewan

Islam negara bagian terkait. Semua dewan negara bagian kemudian diwakili di tingkat

nasional oleh AFIC.

Ketiga lapis ini diatur oleh undang-undang. Keanggotaan bergilir pada badan

korporasi ini sebagian besar terdiri dari pemimpin-pemimpin kalangan biasa, bukan

kaum imam yang telah mendapat pelatihan khusus tentang disiplin keagamaan islami.

Ini sebagian diakibatkan oleh jarak yang sering muncul antara imam dan budaya lokal

serta bahasa setempat. Karena itu, pihak pemimpin kalangan biasalah yang

memainkan peran cukup substansial dalam mewakili kaum Muslim dalam

berhubungan dengan para politisi, pemerintah, media, dan organisasi-organisasi

komunitas non-Muslim lainnya.146

Sejauh apa suatu hubungan yang produktif bisa muncul dari antara tiga pelapisan

organisasi korporasi masyarakat Muslim ini masih bisa diperdebatkan. Ketegangan-

ketegangan antara masyarakat Muslim dapat dicerminkan pada area kepemimpinan

dan bisa melibatkan pertengkaran-pertengkaran etnis, politis, dan keagamaan dalam

sebuah masyarakat atau dewan negara, antara satu masyarakat dengan yang lainnya,

145Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 138.

146Lihat Gary D. Bouma et al (ed.), ‘Muslims Managing Religuos Diversity’, dalam lAbdullah

Saeed and Shahram Akbarzadeh, (ed.), Muslim Communities in Australia, h. 63.

Page 153: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

146

antara sebuah masyarakat dan sebuah dewan, atau bahkan antara sebuah dewan dan

AFIC.

Meskipun ada beberapa posisi pemimpin yang ada pada masyarakat Muslim di

Australia, tidak banyak upaya signifikan yang dilakukan untuk menyatukan

pencalonan pemimpin-pemimpin agama atau satu pemimpin agama sebagai wakil

seluruh penduduk Muslim Australia, meskipun beberapa komunitas menginginkan

posisi seperti itu. Sebagai akibat banyaknya perbedaan etnis, politis, dan teologis yang

muncul di antara kaum Muslim Australia, maka sangat sulit sekali bagi orang untuk

memilih seseorang yang dapat diterima mewakili keseluruhan komunitas Muslim.147

Bagi sementara orang, tokoh yang mendekati persyaratan itu adalah Taj al-Din

al-Hilali, seorang imam berbasis di Sydney. Ia dianggap oleh sebagian kaum Muslim

dan non-Muslim sebagai ‘Muftinya Australia’. Gelar ‘Mufti’148

dengan jelas diberikan

oleh Kongres AFIC pada Taj al-Din, sementara terjadi kampanye di tahun 1980-an

oleh sekelompok Muslim dan masyarakat Libanon yang minta ia di deportasikan dan

kemudian Menteri Imigrasi, Hurford, mengabulknnya lalu memutuskan untuk

mendeportasikannya. Tidak semua orang Muslim di Australia yang menganggap dia

sebagai sang ‘Mufti dari Australia’, juga mereka tidak mengakui fatwa-fatwa yang

dikeluarkannya. Seperti halnya imam manapun di Australia, dia mempunyai pengikut

yang kuat di bagian-bagian tertentu dalam komunitas Muslim, khususnya di daerah

Lakemba, Sydney.

Di tahun 1990-an, kepemimpinan religius kolektif mulai muncul dengan

berdirinya sebuah Dewan Para Imam (Board of Imams) di berbagai negara bagian

Australia, seperti di New South Wales dan Victoria. Tiap Dewan mengumpulkan para

imam mesjid untuk berdiskusi dan membuat keputusan-keputusan tentang masalah-

masalah yang menjadi perhatian kaum Muslim. Meskipun secara teoritis sebuah

Dewan mewakili para imam dari semua mesjid di negara bagiannya, dalam

prakteknya hanya sejumlah kecil yang benar-benar berperan dalam pertemuan-

pertemuan mingguan atau bulanan dan memberi kontribusi selama proses

147 Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 55.

148Seorang yang berhak mengeluarkan fatwa atau dekrit-dekrit agama.

Page 154: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

147

pengambilan keputusan. Apakah Dewan para Imam ini akan berkembang menjadi

sebuah kepemimpinan religius kolektif pada level nasional atau tidak belum jelas

benar. Ini merupakan sebuah bentuk kemungkinan, yang pada saat ini tidak mungkin

bisa terjadi. Sebuah konferensi nasional para imam diselenggrakann oleh AFIC di

tahun 1998 untuk membentuk ikatan (kohesi) nasional pada kepemimpinan para

imam, namun inisiatif ini belum dilanjutkan dalam konferensi-konferensi selanjutnya.

Kepemimpinan agama juga muncul dari organisasi mahasiswa internasional

yang sedang belajar di Australia. Mereka memainkan peran yang cukup signifikan

bersama masyarakat Islam dalam kegiatan keagamaan dan informasi yang bersifat

umum di Australia. Mereka mendirikan The Muslim Student Association (MSA) dan

Federation of Australian Muslim Students and Youth (FAMSI). Sasaran dakwah

mereka tidak hanya terbatas pada internal kampus, tetapi juga pada masing-masing

etnis Muslim Australia. Karena itu, mereka kerap diangkat sebagai pemimpin agama.

Pertanyaan tentang siapa yang berbicara atas nama siapa? Dalam isu

keagamaan, apakah ada sebuah otoritas yang dapat menjadi acuan kaum Muslim?

Meskipun ada Mufti Australia yang dapat memberikan fatwa, namun belum tentu

semua orang akan mengkutinya. Salah satu yang dapat menjadi sumber

representasi kelompok Islam adalah Dewam-Dewan Para Imam; namun pada

umumnya para imam berbicara atas nama komunitas agamanya sendiri, atau

setidaknya beberapa anggota dari komunitas

tersebut. Sejak peristiwa pemboman tanggal 11 September 2001 dan serangan balik

yang diakibatkannya pada kaum Muslim di Australia, ada permintaan untuk

menyatukan suara kaum Muslim tentang isu-isu keagamaan. Terlepas dari bisa

tidaknya hal ini menjadi kenyataan, adalah tidak mungkin untuk mencegah pihak

komunitas lainnya mengutarakan opini mereka, khususnya para pemimpin kalangan

biasa yang berpengaruh.

Berdasarkan hal ini, bisa dikemukakan bahwa tidak seorangpun atau satu

kelompok masyarakat pun yang bisa berbicara atas nama seluruh komunitas Muslim,

apalagi mengenai masalah-masalah keagamaan. Komunitas dibagi secara teologis,

dalam orientasi religiusnya, dan dalam paham etnisitas dan pendekatan pada Islam di

Australia. Selanjutnya, ada kaum Muslim yang bervariasi bentuk komitmen nya pada

Page 155: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

148

Islam mulai dari yang secara total mengikat diri sampai yang secara total menolak.

Jadi, seorang pemimpin agama secara satu persatu tidak bisa berbicara atas nama

sekian banyak masyarakat yang berbeda. Secara historis, komunitas Muslim telah

menerima dan memanifestasikan keanekaan dalam batasan mereka, dan lebih dasri ini

menjadi kasus di Australia. Satu-satunya kesimpulan yang bisa dicapai adalah bahwa

kepemimpinan agama di kalangan masyarakat Muslim Australia akan tetap terbagi

selama waktu ke depan yang tak terperkirakan.149

C. Latar belakang Sosio-Ekonomi Komunitas Muslim Australia

Sebagai hasil imigrasi, pembentukan keluarga di Australia, tingkat fertilitas yg

tinggi, dan upaya luar biasa untuk mendirikan sekolah-sekolah, kelompok

kemasyarakatan, perserikatan-perserikatan, mesjid dan pusat-pusat kebudayaan ada

komunitas Muslim yang bisa diidentifikasikan. Gambaran sejak sensus tahun 1991

bisa memberi sebuah gambaran yang dinamis tentang sosio-ekonomis komunitas ini.

Asal kebangsaan, tanggal kedatangan dan bahasa seperti telah dibicarakan

sebelumnya, namun ada korelasi lebih lanjut dengan profil kaum Muslim, yaitu

distribusi geografis di Australia, usia-jenis kelamin, dan partisipasi dalam pendidikan

serta tenaga kerja.

Distribusi Geografis

Gary D. Bouma dalam bukunya tentang Mesjid dan Pemukiman Muslim di

Australia,150

menguraikan sebagian besar kelompok Muslim sebagian besar menetap

di Sydney, negara bagian New South Wales (51,02 persen) dan Melbourne, negara

bagian Victoria (33,38 persen). Sebagian kecil (15,60 persen) hidup di luar sebuah

dari kota-kota utama Australia.

Tabel 6 memperlihatkan distribusi geografis populasi Muslim di Australia menurut

negara bagian dan jenis kelamin dibandingkan dengan populasi lainnya (Sensus

1996).

149Wawancara pribadi dengan Bilal Cleland di Melbourne, 4 Nopember 2000.

150Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 28.

Page 156: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

149

Tabel 6: Populasi Orang Muslim Menurut Negara Bagian dan Jenis Kelamin

Dibanding dengan Sisa Populasi lainnya (Sensus 1996)

Page 157: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

150

New South

Wales

Male

Female

Total

Victoria

Male

Female

Total

Western

Australia

Male

Female

Total

Queensland

Male

Female

Total

South

Australia

Male

Muslim

population

of State

/Territory

53 734

48 554

102 288

34 930

32 117

67 047

6 594

5 989

12 583

5 022

4 399

9 421

2 566

2 232

Muslim

population

of State

/Territory

2 983 447

3 055 249

6 038 696

2 150 301

2 223 219

4 373 520

862 645

863 450

1 726 095

1 673 220

1 695 630

3 368 850

702 215

725 721

Muslims as %

of State

population

1,80

1,59

1,69

1,62

1,44

1,53

0,76

0,69

0,73

0,30

0,26

0,28

0,37

0,31

0,34

Proportion of

total Muslim

population for

Australia

residing in

State/Territory

(%)

51,02

50,80

50,92

33,17

33,61

33,38

6,26

6,27

6,26

4,77

4,60

4,69

2,44

2,34

Page 158: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

151

Female

Total

Australia

Capital

Territory

(ACT)

Male

Female

Total

Tasmania

Male

Female

Total

Northern

Territory

Male

Female

Total

Other

territories*

Male

Female

Total

Total

Australia

Male

4 798

1 280

1 186

2 466

442

365

807

390

378

768

355

352

707

105 313

95 572

200 885

1 427 936

147 830

151 413

299 243

226 338

233 321

459 659

101 370

93 731

195 101

1 858

1 465

3 323

8 849 224

9 043 199

17 892 423

0,87

0,78

0,82

0,20

0,16

0,18

0,38

0,40

0,39

19,11

24,03

21,28

1,19

1,06

1,12

2,39

1,22

1,24

1,23

0,42

0,38

0,40

0,37

0,40

0,38

0,34

0,37

0,35

100,00

100,00

100,00

Page 159: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

152

Female

Total

* Cocos Islands, Christmas Island and Jervis Bay Territory.

Source: Australian Bureau of Statistics (ABS) 1996 Census of Population and

Housing.

Table Compiled from ABS data by Lici Inge and Christine Asmar, University of

Sydney, 2000.

Page 160: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

153

1. Profil Usia dan Jenis Kelamin

Sebagaimana hampir semua penduduk imigran di awal tahapan imigrasi dan

permukiman, imigran Muslim cenderung lebih banyak dari kalangan laki-laki muda.

Mayoritas Muslim (54%) di Australia di bawah usia 25 dan perbandingan

jumlah pria melebihi wanita di tiap kelompok. Perbandingan pria/wanita adalah 1:12,

sedangkan dengan penduduk Australia perbandingannya 0.985. Penjelasan umumnya

adalah bahwa pria lebih banyak berinisiatif melakukan imigrasi daripada wanita. Pria

lebih mudah diterima berimigrasi daripada wanita. Pria lebih mungkin pergi lebih

dahulu dan kemudian membawa anggota keluarga yang lain. Mereka yang berimigrasi

dalam usia muda mempunyai tingkat perkawinan kecil. Kecenderungan ini mungkin

tak begitu nyata di kalangan orang Libanon, di mana imigrasi beserta keluarga telah

menjadi norma yang biasa. Terlebih lagi, dengan adanya ideologi pro-keluarga dalam

Islam, komunitas Islam sekarang menjadi semakin terfokus dengan keluarga, berada

di antara yang paling tinggi tingkat perkawinan dan fertilitasnya. Ini nyata pada

kelompok usia yang lebih muda di mana perbandingan pria – wanita lebih mendekati

rata-rata nasional bagi Australia.151

Aktifitas Masyarakat Muslim

Masyarakat Muslim Australia secara umum terbagi dua. Pertama,

kelompok Muslim yang berbasiskan etnisitas. Di Victoria sebagai contoh, ada 10

macam kelompok keturunan Turki, 1 di Geelong, dan satu lainnya di Mildura dan

Moroopana. Begitu juga 2 kelompok Albania dan satu kelompok Croasia. Mayoritas

mayarakat Islam yang bertempat tinggal di Victoria menganut paham Sunni, ada dua

kelompok Syi’ah.

Begitu pula di negara bagian New South Wales, kelompok Turki merupakan

jumlah terbanyak. Ada juga dari kelompok Libanon dan Bangladesh. Kedua

kelompok terakhir ini memiliki organisasi berdasarkan etnis.

Kelompok kedua, adalah berbasiskan pada lokalitas (tempat tinggal). Banyak

ditemukan masyarakat Islam yang menempati suatu tempat sehingga cukup untuk

151Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 29.

Page 161: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

154

membentuk suatu komunitas dan biasanya di suatu tempat yang tersedia tanah yang

cukup untuk membangun atau suatu bangunan yang dijual dan kemudian ditempati

bersama-sama. Hal ini terlihat di area Mesjid Preston di Melbourne dan daerah

Lakemba di Sydney.152

Di Sydney, masyarakat Islam bertempat tinggal daerah pinggiran (suburbs),

seperti Auburn, Smithfield dan Greenacre. Di Lakemba terdapat Pusat Kebudayaan

Islam dan Nerwork Informasi. Lembaga ini menyediakan jasa kepada masyarakat

Muslim, seperti tempat pertemuan dan informasi. Tempat-tempat ini kadang-kadang

bergaya Islam. Mereka juga menyediakan daerah pekuburan Muslim. Di Melbourne,

daerah pekuburan Muslim terdapat di Fawkner dan Springvale.

Organisasi Islam juga terdapat di Australia baik yang berafiliasi kepada etnis

maupun negara bagian. AFIC yang berbasis di Sydney merupakan representasi

perwakilan umat Islam di Australia. Lembaga ini tidak membawahi kelompok-

kelompok Islam lainnya melainkan sebagai wahana pemersatu kepentingan umat

Islam secara menyeluruh dalam bidang politik, media, dan jasa lainnya.153

2. Pemukiman

Secara historis, kaum penunggang onta dari Afganistan dibawa ke Australia

antara tahun 1860 dan 1910 merupakan orang terawal dari kelompok etnik lainnya

yang datang dan menyebabkan kehadiran kaum Muslim in Australia masa kini;

mereka telah menjadi bagian dari sejarah dan cerita rakyat Australia. Ceritanya

dimulai ketika Thomas Elder dan Samuel Stuckey menyadari kelayakan

menggunakan binatang onta sebagai alat transportasi dan eksplorasi ke pedalaman

Australia, dan di tahun 1866 mengimpor 124 onta dan tiga puluh empat penunggang

berkebangsaan Afganistan. Mengomentari pentingnya penunggang onta Afganistan

ini, ditulis oleh Christine Stevens sbb.:

Selama hampir lima pulun tahun kaum lelaki Muslim dan binatang

mereka menyeberangi tiga perempat kawasan benua Australuia

untuk memberi pelayanan dan menyambung hidup serta industri di

pedalaman yang keras. Tanpa keahlian yang istimewa dan pemeliharaan orang-orang Muslim yang berguna ini – di antara

152Wafia Omar and Kirsty Allen, The Muslims in Australia, h. 4.

153 Wafia Omar and Kirsty Allen, The Muslims in Australia, h. 4.

Page 162: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

155

orang-orang pertama Muslim yang menjadi bagian dari campuran

kebudayaan masyarakat kontemporer Australia – akan banyak

kekayaan tradisional Australia yang tetap tidak tergali selama

berbagai dekade.154

Tim yang pertama menetap di stasiun biri-biri Beltana di penggembalaan

Flinders (Flinders Ranges).155

Laporan-laporan menunjukkan bahwa, selama periode

ini (1860 – 1910), antara 2,000 dan 4,000 orang laki-laki dibawa ke Australia untuk

bekerja di industri transportasi onta ini. Orang-orang Afganistan ini bekerja di padang

pasir di pedalaman dari kawasan yang kemudian menjadi koloni terpisah dari

Australia Selatan (termasuk teritorial Utara), Australia Barat, Queensland, new South

wales, dan Victoria, memberi garis kehidupan yang vital antara pembangunan

pemukiman yang bertebaran di sepanjang benua dan pemukiamn-pemukiman utama

di selatan dan timur pantai negeri ini.

Orang-orang Afganistan membentuk komunitas yang kuat, namun terisolasi di

pinggiran kota-kota pedalaman. Mereka dipandang sebagai pendatang sementara saja

(dan memang sebagian besar mereka hanya berniat tinggal beberapa tahun saja untuk

mengumpulkan uang guna dibawa pulang ke negara asalnya) dan mereka tidak

ditemani keluarga mereka. Pada mulanya, berdasarkan kecurigaan terhadap orang

luar, mereka tidak diterima baik di kalangan wanita Aborigin maupun Eropa.

Belakangan, beberapa di antara mereka berhasil mendapat isteri dari kelompok-

kelompok wanita yang termarginalkan: isteri-isteri yang diasingkan atau wanita

Aborigin yang diusir dari kelompok budaya mereka atau mereka yang tidak memiliki

tanah.

Hanifa Deen, seorang keturunan asli dari kaum Muslim Afganistan ini,

menceritakan apa yang ia dengar dari ayahnya tentang kekayaan orang-orang

Afganistan ini dalam bukunya Caravanserai – Journey Among Australian Muslims.

Ketika mereka kembali pulang setelah beberapa tahun tinggal di Australia, beberapa

orang asal Punjab Utara, dari mana mereka dulu di rekrut, mengisahkan kehidupan

mereka di Kawasan selatan yang luas. Mereka menjadi sumber inspirasi bagi yang

154Christine Stevens, ‘Afghan Camel Drivers: Founders of Islam in Australia’, dalam Mary L,

Jones (ed.), An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 62. 155

Christine Stevens, ‘Afghan Camel Drivers: Founders of Islam in Australia’, dalam Mary L,

Jones (ed.), An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 52.

Page 163: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

156

lain yang tengah menderita kesulitan ekonomi untuk pergi mencari keberuntungan ke

sana. Pekerja-pekerja baru ini menuju Australia melalui Singapura dan Hong Kong.

Akhirnya, di tahun 1880-an, mereka mulai mendiami Perth, Syndey, dan Melbourne,

mengumpul di beberapa distrik tertentu, termasuk Redfern di Sydney. Banyak dari

mereka bekerja sebagai penjaja. Banyak dari mereka bekerja sebagai penjaja. Sambil

menjajakan dagangan mereka di jalan, menyediakan barang-barang yang dibutuhkan

di luar pusat-pusat utama penduduk, mereka menumbuhkan suatu sistem perkreditan

timbal balik di kalangan petani di pedalaman. Sementara menurut Steven, mereka

dibenci di beberapa tempat, Hanifa Deen justru mengatakan bahwa mereka disenangi

dan dihormati karena kejujuran dan peran yang mereka mainkan itu. Setelah tiba

sebelum diberlakukannya Kebijakan Australia Putih, mereka juga mampu

menghidupkan diri mereka di kawasan pedesaan, umpamanya di lembah La trobe,

sebagai pekerja pertanian; beberapa di antara mereka mengurus perkebunan pisang di

Queensland.156

Dalam skala kecil bentuk interaksi ini merupakan contoh awal

hubungan sosial yang bermanfaat antara kaum imigran Muslim dan pemukim Kristen

di Australia yang telah lebih dahulu datang.

Pengenalan trasnportasi mekanik di akhir abad ke-16 membawa kehancuran

alat angkut onta. Ketika di tahun 1901, sebuah Federasi didirikan di bekas-bekas

koloni di mana benua Australia pernah menjadi bagiannya, komitmen awalnya pada

Kebijakan Australia Putih telah mengeluarkan hampir semua orang non-Eropa dari

hak-hak untuk mengajukan permohonan naturalisasi dan semakin memarginalkan

orang-orang Afganistan. Penolakan kewarga-negaraan, dan dengan semakin

mengecilnya kesempatan mendapat pekerjaan, menyebabkan banyak dari mereka

yang masih tinggal memilih untuk pulang ke negeri asal mereka.157

Namun, ada juga

yang tetap tinggal di daerah-daerah seperti Wyndham, di pantai barat laut (north-west)

Australia. Penciutan jumlah ini semakin mempersulit mereka yang masih menetap

utnuk mempertahankan identitas keislaman mereka. Menjelang tahun 1921, tinggal

hanya kurang dari tiga ribu penetap Muslim di Australia. Diasingkan dalam

156Hanifa Deen, Caravanserai, Journey among Australian Muslims, h. 23.

157Mary Lucille Jones, ‘Muslim Impact on Early Australian Life’ dalam Mary Lucille Jones (ed.),

An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h. 46.

Page 164: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

157

keagamaan dan ras oleh kelompok dominan masyarakat Anglo-Celtic putih, banyak

keturunan Muslim ini kehilangan keyakinan keIslaman mereka.

Namun, mereka tidaklah lenyap tanpa bekas. Onta-onta yang mereka

tinggalkan di pedalaman Australia berkembang biak dan secara teratur di ekspor ke

Saudi Arabia dan negara-negara Teluk untuk lomba balap. Lebih penting lagi,

beberapa mesjid yang telah mereka bangun tetap hidup. Salah satu yang tertua ,

dibangun tahun 1889 dan masih dipakai, ada di Adelaide; yang lain, dibangun tahun

1891 di Broken Hill, New South Wales, sekarang menjadi sebuah museum dibawah

pengurusan the Broken Hill Historical Society.158

Sisa sejumlah mesjid lainnya masih

bisa dilihat di jalur lama ke arah barat laut (north-west) antara Adelaide dan Brisbane.

Pedagang-pedagang onta meninggalkan jejak mereka dalam lansekap Australia

dengan cara yang lain. Sekarang, di Alice Springs, masih ada jalan bernama

Mahomet, Jalan Khalick, juga ada the Charlie Sadadeen School. Nama populer bagi

Trans Australian Railway adalah Ghan, berasal dari nama pengendara onta Afganistan

yang membantu pendirian sistem transportasi pertama melintasi kawasan tengah

Australia yang gersang tahun 1879.159

Dan memang, seorang Afganistan asli yang

datang tahun 1886, tingggal di sini sampai kematiannya di tahun 1962 pada usia 106

tahun.160

Namun demikian, sebuah penghormatan kecil pada kaum Muslim dari sub-

kontinen India berlanjut selama tahun-tahun berlakunya Kebijakan Kulit Putih

Australia. Di tahun 1920 ada sedikit angin tenang dalam penerapan undang-undang

imigrasi (the Immigration Act), yang memungkinkan terjadinya reuni sejumlah kecil

keluarga. Dengan merdekanya sub-kontinen India dan terciptanya negara Pakistan,

sejumlah orang Muslim ini atau keturunan mereka kembali ke tempat asal mereka,

namun yang lain tetap tinggal di Australia.

Secara umum, federasi di tahun 1901 menandai masa akhir masuknya orang

Muslim ke Australia. Kebanyakam kaum imigran berasal dari Inggris dan Eropa;

secara agama, mereka membawa tradisi Judeo-Kristiani dan memberi kontribusi pada

158Lihat Micheal Humphrey, ‘Community, Mosque and Ethnic Politics’, dalam Wade Abe Ata

(ed.), Religion and Ethnic Identity: An Australian Study, h. 258-259. 159

Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h. 20. 160

Bilal Cleland, The Muslims in Australia: A Brief History, h. 32.

Page 165: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

158

perkembangan sebuah Australia yang homogen. Sebuah pengecualian adalah

sejumlah kecil orang Albania, tadinya berkewarga-negaraan Kekaisaran Usmani

(Ottoman), yang masuk ke Australia selama tahun 1920-an dan 1930-an. Sebagai

orang Eropa, mereka tidak terkena pembatasan-pembatasan yang diberlakukan pada

kaum Muslim sebelumnya akibat Kebijakan White Australia. Mereka ibaratnya

sebuah gemercik air bukan sebuah alur jeram. Antara tahun 1930 dan 1939 hanya

sekitar empat ratusan dari mereka tiba di Australia, kebanyakan laki-laki belum

menikah, bahkan ada yang baru berusia lima belas tahunan. Mereka bekerja sebagai

pekerja kasar (casual laborers) di Australia Barat, dan Queensland, juga di Victoria.

Sejumlah kecil menetap di Melbourne. Mesjid Albania yang paling terkenal ada di

Jalan Drummond di distrik Carlton di tengah kota Melbourne.161

Sebuah arus besar

yang baru mulai menggulir di tahun 1940-an, berupa rombongan imigrasi sekala kecil

terdiri dari orang Turki-Siprus yang Muslim, dibekali kenyataan bahwa mereka

berkewarganegaraan Inggris menurut data paspor mereka.

Namun, tidak ada peningkatan yang signifikan dalam gerak imigrasi

kaum Muslim sampai akhir tahun 1960, meskipun keadaan sudah memungkinkan

segera setelah berakhirnya Perang Dunia II. Kebutuhan untuk membangun kembali

ekonomi Australia mendorong munculnya kebijakan imigrasi yang baru dan kuat

dengan slogan ‘populate or perish’ (‘diami atau

tanggung derita’). Menteri Keimigrasian Arthur Calwell, mengatasi kecurigaan dari

perserikatan dagang dengan memprakarsai sebuah kebijakan yang membawa ribuan

kaum imigran ke Australia. Mereka pertama kali datang dari

Inggris, yangs ecara ekonomi lemah setelah perang. Seorang imigran Inggris dapat

berlayar ke Australia dengan £10. Kaum imigran direkrut secara aktif dari Italia dan

kawasan Eropa lainnya. Penerapan skema ‘Snowy Moontains’ (Gunung Buatan Salju)

telah membawa ribuan kaum imigran ke negeri ini, termasuk menggantikan orang-

orang dari Yugoslavia, Bulgaria, Siprus, Polandia, Hongaria, dan Rusia. Di antara

mereka mungkin termasuk kaum Muslim Eropa, yang tidak bisa dikeluarkan oleh

161Mesjid yang indah ini terletak di tengah kota yang strategis dan di tengah perumahan kelompok

Kulit Putih. Setiap Jum’at, khutbah disampaikan dalam bahasa Albania dan disimpulkan dalam bahasa

Arab. Menurut pengamatan penulis, yang sering shalat Maghrib di mesjid ini tampak lebih berorientasi

pada masyarakat Muslim pada umumnya ketimbang etnik (moderat).

Page 166: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

159

kebijakan Australia Putih, namun urutan latar belakang etnik mereka jauh di luar

campuran Anglo-Celtic

campuran yang telah menjadi tulang punggung utama populasi Australia.

3. Pendidikan

Peningkatan pendidikan Islam di Australia sangat berkaitan AFIC. Organissasi

ini mendirikan lembaga-lembaga pendidikan modern Islam dari tingkat dasar sampai

menengah di tahun 1980-an, yang dibiayai oleh Saudi Arabia. Antara lain, The King

Khalid Islamic College di Melbourne dan The Malik Fahd Islamic School di Sydney,

dan Islamic College di Perth. Kurikulum yang diajarkan tidak hanya bersifat

keagamaan, tetapi juga pelajaran umum. Alumni-alumni sekolah ini diakui bermutu

dengan diterimanya mereka di pendidikan tinggi Australia. Kelanjutan finansial

sekolah-sekolah Islam ini dan sekolah Islam lainnya didukung dan disubsidi oleh

pemerintah Australia dari pungutan pembayar pajak Australia. Bandingkan dengan

negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris yang tidak memiliki sistem

sekolah Islam yang didanai oleh negara.162

Pentingnya lembaga-lembaga pendidikan modern Islam sangat mendukung

kelanjutan proses pendidikan generasi kedua dan ketiga warga muslim yang datang

dan lahir di Australia. Karena latar belakang mereka yang datang dari negara

berkembang dan sedang diamuk perang saudara, maka sebagian besar dari mereka

berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian. Hanya sebagian kecil yang

memiliki kualifikasi pendidikan akademi/tinggi dan keahlian sehingga mau tidak mau

mereka termajinalkan dalam berbagai akses yang dituntut dalam struktur sosial

masyarakat Australia yang sudah mapan.

Bagaimanakah partisipasi orang-orang Muslim lebih lanjut dalam

memanfaatkan kesempatan-kesempatan pendidikan? Sensus tahun 1991 memberi

informasi tentang kualifikasi yang diterapkan dan usia lepas sekolah. Perbandingan

dengan gambaran nasional memang penting, namun sebuah gambaran yang lebih

lengkap bisa diperoleh dengan membandingkan orang-orang Muslim dengan profil

162Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 206.

Page 167: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

160

kelompok immigran dari agama minoritas lainnya yang baru datang, seperti orang-

orang Hindu atau Buddha.

Pola menyeluruh tentang perolehan kualifikasi bagi kaum Muslim cukup sama

dengan pola-pola nasional. Orang-orang Muslim ternyata sangat berlebihan

keterwakilannya dalam kelompok berpendidikan tinggi. Hal ini tidak mengherankan

bila diingat nilai tinggi yang diberikan pada pendidikan dan pengetahuan dalam Islam

dan dari kenyataan bahwa para pelamar imigrasi kebanyakan lebih disukai yang

berkualifikasi tinggi selama proses seleksi. Para pria Muslim khususnya kurang

terwakilkan di kalangan yang berkualifikasi ahli kejuruan. Apakah orang-orang

Muslim terhambat dalam hal keahlian magang? Lepas dari keadaan terwakilkan

secara berlebihan di kalangan penyandang gelar perguruan tinggi dan di kalangan

tanpa kualifikasi keahlian, para pria dan wanita Muslim kurang terwakilkan dalam

tiap jenis kualifikasi lainnya.163

Fasilitas Pendidikan

Awal tahun 1950-an, terjadi gerakan-gerakan di antara generasi Muslim yang

lebih tua, sedikit saja jumlahnya, ke arah terciptanya sebuah kerangka kerja

terorganisir untuk memelihara Islam di Australia. Pendirian ‘Sekolah Minggu’

menandai pengakuan para orang tua akan kebutuhan penyediaan pendidikan Islami

bagi anak-anak mereka. Satu dari sekolah- sekolah awal yang dibuka di Melourne di

tahun 1957 memiliki limabelas anak-anak.164

Baru pada awal tahun 1980-an sekolah-

sekolah reguler Islam yang pertama didirikan.

Tabel 7: Karakteristik Muslim di Australia menurut Sensus tahun 1991 (hanya

orang yang berusia 15 tahun keatas), berdasarkan perolehan kualifikasi (%)

Kualifikasi

Muslim

Pria

Jumlah

pria

Muslim

Wanita

Jumlah

Wanita

163Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 33.

164Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 30.

Page 168: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

161

Gelar lebih tinggi

Ijazah magister

Gelar Bakaloriat

Ijazah sarjana S1

Ijazah associate

Kejuruan ahli

Kejuruan dasar

Catatan tidak tepat

Tidak berkualifikasi

Tidak menyatakan

3.09

0.45

5.85

1.71

0.77

8.79

1.69

1.56

64.21

11.83

1.43

0.73

6.31

2.27

1.53

18.66

2.50

1.06

55.02

10.49

1.02

0.40

3.89

2.02

0.55

1.37

2.69

1.18

75.04

11.83

0.54

1.18

5.07

5.51

2.57

2.19

4.05

0.75

67.01

12.61

Sumber: Tabel matriks sensus 1991 CSC 6037 dan ABS Cat. No. 2722.0, tabel B15.

Pemerintah Australia (persemakmuran dan negara bagian) mendukung sekolah

berbasis masyarakat dan menyediakan insentif yang kuat bagi kaum Muslim untuk

mendirikan sekolah Islam mereka sendiri. Tidak seperti negara-negara Barat lainnya

seperti Amerika Serikat, yang tidak memiliki sistem sekolah Islam yang didanai dari

hasil pembayaran pajak, dan Inggris, Australia memberikan dukungan substansial

pada sekolah-sekolah swasta, selama mereka memenuhi persyaratan tertentu. Sebagai

hasil adanya dukungan ini, yang pertama kali dimenangkan sistem sekolah Katholik

di tahun 1960-an, sekolah-sekolah swasta dari bermacam jenis menjadi berlipat ganda

Page 169: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

162

jumlahnya. Termasuk di dalamnya sekolah-sekolah elit sekuler, sekolah-sekolah

berbasis etnik, dan sejumlah sekolah Kristen fundamentalis. Jumlah anak-anak dalam

sekolah-sekolah ini tumbuh sampai lebih dari 50% antara tahun 1986 dan 1994.

Tingkat pendaftaran baru dapat diharapkan semakin tumbuh sejak pemerintah federal

mengakhiri batas minimum dan maksimum penerimaan di sekolah-sekolah swasta,

menyesuaikan rumus pendanaan pendidikan menurut selera mereka.165

Dalam konteks inilah, sejak awal 1980-an, kaum Muslim mampu memulai

pendirian sekolah-sekolah dasar dan menengah untuk mengajarkan kurikulum inti

negara, di mana mereka berdomisili, sejalan dengan pengajaran bahasa Arab dan

pelajaran agama Islam. Dengan kata lain, mereka menyediakan pendidikan sekuler di

dalam sebuah lingkungan Islami. Dengan infrastruktur awal bagi sekolah-sekolah

yang sebagian besar datang dari sumber-sumber di luar, pendanaan lanjutan dari

pemerintah persemakmuran dan negara bagian digunakan untuk memperluas sistenm

pendidikan islami secara memadai.

Sejumlah sekolah-sekolah ini menjalankan pendidikan akhir dua tahun untuk

tingkat menengah, dan beberapa di anataranya mampu memasukkan pelajaran bahasa

seperti bahasa Turki dalam kurikulumnya. Lepas dari kesulitan-kesulitan awal,

standar kurikulum mulai membaik secara bertahap, dan sekolah yang telah berhasil,

seperti the King Khalid Islamic College di Melbourne, the Malik Fahd Islamic School

di Sydney, dan the Islamic College of Perth, bersaing dengan sekolah-sekolah

bergengsi yang telah mapan lainnya dalam penyediaan pendidikan bermutu.166

Di

King Khalid Islamic College of Victoria, umpamanya, semua pelajar yang lulus di

tahun 1998 mendapat tempat di universitas, sebuah tingkat keberhasilan yang jauh

berada di atas rata-rata di Victoria dan sebuah contoh mencolok yang mendongkrak

mobilitas sosial di kalangan generasi baru imigran Muslim. Kini ada dua puluh tiga

sekolah Islam yang ada, dengan jumlah populasi pelajar sekitar 10,000. Sebagai

tambahan, banyak sekolah Islam akhir minggu dan kelas-kelas Baca Qur’an dilakukan

di hampir semua mesjid dan sekolah-sekolah Islam.

165Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 205.

166

Lihat juga Abdullah Saeed, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions, h. 56.

Page 170: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

163

Sejalan dengan diberlakukannya program pemerintah tentang pendidikan

multikultural di Australia di tahun 1981, maka setiap sekolah Islam memasukkan

kurikulum ini dalam pelajaran-pelajaran mereka. Tujuan program ini sesuai dengan

kebijakan multikulturalisme yang ingin menciptakan suatu identitas nasional dalam

realitas mayarakat Australia yang multi-etnis dan bangsa. Dalam konteks komunitas

Muslim di Australia, program ini juga bertujuan agar mereka meninggalkan

pandangan mereka yang sempit, khususnya kelompok konservatif yang ekslusif,

menjadi inklusif dan menerima pluralisme budaya dan agama di tengah dominasi

budaya Australia. Pertentangan ideologis antara ideologi politik Islam dan

multikulturalisme yang selama ini ’mengganjal’ interaksi sosial di antara kedua belah

pihak bisa diminimalisir sehingga secara perlahan akan terbentuk identitas nasional

yang kuat dalam meciptakan kehidupan yang harmonis.

Di luar dukungan sekolah, banyak organisasi lain, yang membicarakan isu-

isu lain yang berkaitan dengan berbagai kebutuhan masyarakat dalam ideologi

multikulturalisme. Ada komite-komite untuk mendiskusikan dan merumuskan

kebijakan atas isu-isu penting, seperti pendidikan multikultural, pernyataan awal dan

akhir bulan Ramadhan atau menjediakan makanan yang halal. Brunswick167

,

umpamanya, sebuah kawasan tengah kota, distrik kelas pekerja di Melbourne,

menghadirkan kelab-kelab halal Turki, restoran, coffee house, dan toko roti. Juga ada

komite-komite yang dibentuk untuk mendiskusikan isu–isu tentang pakaian dan

apakah wajib bagi perempuan untuk memakai jilbab. Ada organisasi persahabatan,

seperti the El-Sadeaq Society, berpusat di Melbourne. Organisasi ini mempunyai

sebuah pusat komunitas dan mesjid kecil untuk aggotanya yang kebanyakan

berkebangsaan Mesir, dan berfungsi sebagai keluarga perwalian, mencakup orang

Mesir dari segala usia, ditujukan untuk memberi pelayanan keagamaan, pendidikan,

rekreasi, dan kebutuhan sosial yang tidak disediakan oleh negara bagian atau oleh

masyarakat. Kelompok lain, seperti the Arabic Speaking Welare Workers Association,

dan the Arab Women’s Solidarity Foundation, ditujukan untuk fungsi kesejahteraan

167Distrik Brunswick merupakan kawasan tempat tinggal kelompok Muslim dari berbagaii negara,

termasuk para mahasiswa internasional, umumnya dari Indonesia karena akses yang dekat dengan

beberapa kampus, tempat mereka belajar.

Page 171: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

164

sosial, dukungan komunitas, dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah

masyarakat.168

Yang cukup mencolok, oleh karena berpusat di ibu kota nasional, adalah the

Canberra Islamic Centre. Organisasi ini dibentuk di bulan Desember 1993

melambangkan budaya Islam dan gaya hidup Islam, menyediakan fasilitas-fasilitas

sosial dan budaya, dan menjadi penghubung dengan pemerintah Australia dan

kedutaan-kedutaan negara-negara Islam di

Canberra atas nama kaum Muslim. Oleh karena organisasi the Islamic Centre tidak

tergantung pada kedutaan negara Muslim manapun untuk dukungan dana tetapi

bertujuan untuk bisa membiayai diri sendiri, organisasi itu terdaftar sebagai sebuah

sumbangan di mana dari donasinya bisa dipotong pajak. Organisasi ini bukan anggota

dari AFIC, meskipun ada kontak dengan organisasi itu. Anggaran dasarnya menjamin

bahwa tidak ada kelompok etnik tertentu yang mendominasi di sana. Organisasi ini

mendapat lokasi yang bagus dari pemerintah ibukota, the ACT (Australian Capital

Territory), rencana denah disetujui, dan konstruksi pembangunannya sudah dimulai.

Di sini akan tercakup sebuah Perpustakaan Islam Nasional Australia, di mana ribuan

buku telah dikoleksi, juga berbagai fasilitas rekreasi seperti kolam renang bagi

perempuan. Diresmikan dengan sambutan pembukaan dari Gubernur Jenderal di

tahun 1997, Pusat ini melakukan rapat-rapat bulanan, dan mempunyai sekitar dua ribu

anggota.

Organisasi Muslim satu sama lain aktif di semua negara bagian dan kawsan

(teritorial) Australia, termasuk kelompok pendukung peralihan (convert support

groups) dan lembaga pendidikan. Banyak lembaga sosial dan pendidikan Muslim

yang mengambil insiatif bekerja sama dengan agen perjalanan uuntuk mengorganisir

kelompok tur bagi mereka yang berniat menjalankan ibadah Haji atau ‘Umra dengan

biaya yang layak.169

Berbagai komunitas juga telah mendirikan bank-bank Islam

dalam skala kecil,

168Untuk mengetahui jumlah lembaga atau kelompok sosial keagamaan Islam di Australia, lihat

lampiran. 169

Setiap tahun kelompok-kelompok tur ini memberangkatkan ummat Islam yang menunaikan

ibadah haji dan umrah. Dan jumlah perseta yang berangkat setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Page 172: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

165

meskipun hanya ada satu pemberi dana lokal yang Islami. Koperasi Komunitas

Muslim Australia (the Moslem Community Co-operative of Australia), yang dalam

proses menaikkan statusnya menjadi sebuah lembaga perkreditan (a credit union).

Banyak organisasi perempuan telah terbentuk untuk maksud-maksud pengabdian atau

pendidikan, sebagai kelompok pendukung dan membantu kaum perempuan mengurus

kehidupan di Australia. Sebuah Jaringan Nasional Wanita Muslim se-Australia

(Muslim Women’s National Network of Australia) menerbitkan sebuah newsletter

secara reguler.

Sambil berpartisipasi dalam arus besar media, kaum Muslim menjalankan

stasiun-stasiun radio berskala kecil di kawasan-kawasan utama metropolitan

Melbourne dan Sydney. Koran dan majalah Muslim lokal juga ikut serta. Australian

Muslim News adalah sebuah publikasi jangka panjang di bawah panji AFIC.

Penerbitan lain termasuk majalah Salam, Nida’ al-Islam, dan serangkaian newsletter

mahasiswa. Hampir semua berbasis di Sydney atau Melbourne.

Tabel 8: Sekolah-Sekolah Islam170

1982-

1989

1990-1995 1996-2000 %

primer

Kawasan Ibukota

Australia

New South Wales

Queensland

Australia Selatan

Tasmania

Victoria

Australia Barat

TOTAL

0

3

0

0

0

2

1

6

0

1

1

0

0

2

2

6

0

6

0

1

0

3

1

11

4,000

250

100

0

3,000

1,900

9,250

65%

100%

100%

65%

65%

4. Pekerjaan

170Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad

& Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 206.

Page 173: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

166

Secara umum status sosial ekonomi kelompok Islam masih pada tingkat

marginal, karena berbagai hambatan latar belakang sosial, budaya, dan pendidikan.

Sebagian kecil dari mereka ada yang menduduki posisi ‘upper class’, namun sebagian

besar menempati posisi ‘lower class’. mereka Gary D. Bouma171

dalam

penelitiaannya tentang pemukiman dan pekerjaan kaum Muslim Australia,

menguraikan bahwa distribusi kerja kaum Muslim yang dipekerjakan memberi

gambaran lain tentang caranya komunitas Muslim membentuk diri. Banyak dari

kaum imigran yang tiba lebih awal dilaporkan memasuki dunia kerja di bidang

pekerjaan proses dan industri. Tabel 9 menggambarkan dari Sensus 1991, bagaimana

pola itu berkembang pada semua Muslim yang bekerja pada saat itu.

Tabel 9 memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti namun kerap ditemui

antara pola pekerjaan laki-laki dan perempuan, di mana lebih banyak buruh

administrasi perempuan dan tenaga penjual (sales) atau pemberi jasa (service

personnel) dan lebih banyak seniman laki-laki. Karena 13.1 persen dari total tenaga

kerja di Australia terlibat dalam perburuhan atau kerja sejenis, kaum Muslim

ditampilkan secara berkelebihan dalam kategori ini. Suatu bentuk penampilan

berkelebihan juga tampak dalam kategori operator pabrik dan mesin serta supir (12.7

persen) dan penjual (7 persen). Muslim kurang ditampilkan dalam jenis kerja lainnya.

Status tenaga kerja dari suatu komunitas imigran merupakan satu dari

indikator yang paling sensitif tentang bagaimana ia menyatu dengan masyarakat yang

dimasukinya. Tabel 10 menunjukkan data ini bagi kaum Muslim. Angka-angka yang

dibandingkan dengan total penduduk Australia adalah: Yang bekerja – 54,3 persen;

Tidak bekerja – 7,1 persen dan Tidak bekerja – 36,2 persen (ABS Cat. No. 2722.0,

tabel B20). Sebagai perbandingan 48 persen Kaum Laki-Laki Muslim dan 25 persen

Muslim wanita yang telah bekerja, dengan jumlah tingkat menyeluruh 37,5 persen.

Data ini berada di bawah rata-rata nasional.

171Sebagai bahan perbandingan, dalam menganalisis status sosial ekonomi masyarakat Islam

Australia bisa dilihat dalam Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 30-34,

dan Wafia Omar and Kirsty Allen, The Muslims in Australia, h. 36-40.

Page 174: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

167

Tabel 9: Characteristics of Muslims in Australia at the 1991 Census (employed

persons over 15 only) by industry (%)

Industry Muslim

male

Total

male

Muslim

female

Agriculture, forestry, fishing, hunting

Mining

Manufacturing

Electricity, gas and water

Construction

Wholesale or retail trade

Transport and storage

Communication

Finance, property and business

Public administration and defence

Community service

Recreation, personal other services

Not classifies

Not stated

1.09

0.09

28.96

0.79

4.09

16.69

9.18

1.48

7.09

2.74

6.37

5.73

0.56

11.35

5.49

1.88

16.45

1.95

8.90

17.95

6.23

2.02

9.77

6.26

10.43

5.42

0.42

6.83

0.80

0.21

22.25

0.35

0.53

19.82

1.67

1.32

11.86

3.94

16.56

6.97

0.37

13.33

Source: Census matrix table CSC6033 and Basic Community Profile Cat. No.

Page 175: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

168

2722.0. table B21

Industri

Sekali lagi, tabel 11 menunjukkan bahwa kaum Muslim secara tidak

proporsional terlibat dalam industri manufaktur. Dengan 13 persen tenaga kerja

Australia yang masuk dalam dunia manufaktur, kaum Muslim tampak ditampilkan

secara berlebihan di sana. Orang Muslim ditampilkan agak sedikit dalam jasa

pelayanan masyarakat, administrasi umum, konstruksi, dan komunikasi.

Table 10: Charcteristics of Muslims in Australia at the 1991 Census (persons

aged 15 and over only), by labour force status

Labour force Status

Muslim male

Persons %

Muslim female

Persons %

Waged or salaried

Self-employed

Employer

Unpaid helper

Unemployed

Not in labour force

Not stated

Total 15+

20.095

2.733

1.428

172

11. 231

14 236

764

350. 659

36.67

5.39

2.82

0.34

22.17

28.10

1.51

100.00

9. 579

1.075

482

265

6.141

24.504

1.683

43.729

21.91

2.46

1.10

0.61

14.04

56.04

3.85

100.00

Source: 1991 Census matrix table CSC 6034 (excludes overseas visitors)

Page 176: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

169

Table 11: Characteristics of Muslims at the 1991 Census (employed

persons over 15 only), by occupation group (%)

Occupation group Muslim

male

Total

male

Muslim

female

Total

female

Labourers and related workers

Plant and machine operators and drivers

Salespersons and personal service

Clerks

Tradesperson

Para-professionals

Professionals

Managers and administrators

Inadequately described

Not stated

21.08

18.79

8.31

4.39

17.53

2.98

9.58

6.89

1.83

8.61

13.26

10.39

8.86

5.96

20.89

6.39

12.17

15.24

1.52

5.32

20.51

11.78

17.03

18.44

3.98

3.89

7.79

4.47

1.53

10.57

11.19

2.54

20.56

27.30

3.52

7.25

13.02

7.92

0.80

5.89

Source: 1991 Census matrix table CSC 6033 and Basic Community Profile, ABS

Cat. No. 2722.0, table B22

Pendapatan (Income)

Distribusi pendapatan orang Muslim dapat diamati untuk memperoleh profil

komunitas dan lokasinya di tengah masyarakat Australia. Dalam hal ini data yang ada

berasal dari data penghasilan keluarga dan ini ditampilkan dalam tabel 12.

Komunitas Muslim itu muda, energik, dan menumbuhkan dirinya sendiri di

Australia. Dilihat dari Sensus tahun 1991, profil komunitas ini menampakkan

kesamaan secara garis besar dengan pola nasional dengan menampilkan beberapa fitur

Page 177: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

170

berbeda, dengan semua komunitas imigran baru telah dan akan memakan waktu bagi

orang Muslim untuk bisa membentuk profil mereka sendiri. Sebagaimana halnya

beberapa grup etnik nasional di Australia yang telah mempunyai profil komunitinya

yang berbeda. Wajar bila diharapkan bahwa beberapa kelompok agama itu juga akan

memiliki profil yang khusus (berbeda). Profil seperti itu tak mungkin bisa dibuat

pembandingan. Sensus Australia memasukkan pertanyaan tentang ‘agama’ sehingga

memungkinkan pembandingan ini.

Menurut penelitian Bouma, angka yang tidak bekerja 22 persen untuk laki-laki

dan 14 persen untuk wanita keduanya ada di atas angka nasional. Kesulitan yang

dihadapi kaum Muslim ketika mencari kerja. Kesulitan untuk mendapat kerja

khususnya dinyatakan oleh mereka yang datang setelah tahun 1980, dan sebagian

besat terletak pada keterpurukan ekonomi. Ini ada di luar dari kenyataan bahwa

mereka sebenarnya bisa memperoleh sumberdaya dari komunitas Muslim yang lebih

terorganisir untuk membantu mereka mencarikan pekerjaan. Data ini merupakan

indikasi yang semakin membesar.172

Table 12: Family Income of Muslims in Australia at the 1991 Census (%)

Family income Muslim

families

All

families

$0-$3000

$3000-$8000

$80001-$12 000

$12001-$16 000

$16 001-$25 000

$25 001-$30 000

$30 001-$35 000

$35 001-$40 000

$40 001-$50 000

$50 001-$80 000

0.72

1.31

2.57

9.31

15.92

7.71

4.96

5.72

8.31

7.38

0

1.2

2.2

9.3

13.7

7.4

5.7

6.2

11.7

16.0

172Gary D. Bouma, Mosques and Muslim Settlement in Australia, h. 14.

Page 178: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

171

$80 001-$100 0000

$100 001-$150 000

Over $150 000

Partial income stateda

No income statedb

0.99

0.75

0.16

31.01

3.25

2.8

2.6

0.6

17.2

2.7

a. Comprises families where at least one, but not all

member(s) aged 15 years or more did not state an

income and/or at least one spouse or child was

temporarily absent.

b. Comprises families where no members present

stated an income.

Source: 1991 Census matrix table CSC6043 and Basic

Community Profile Cat. No. 2722.0, yable B31.

dari dampak resesi pada kelompok ini. Di pihak lain, 41 persen yang tidak bekerja ada

sedikit di bawah rata-rata nasional, dan mungkin mewakili mereka dari struktur usia

muda dalam populasi kaum Muslim.

Page 179: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

172

BAB V

‘DUNIA SIMBOLIK’:

ISLAM DAN IDE MULTIKULTURALISME

Manusia sebagai makhluk hidup yang berkebudayaan, menandai baik fisik

maupun non fisik berwujud dalam bentuk simbol berupa sekolah-sekolah, mesjid,

aturan-aturan, larangan, dan lain-lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa definisi

kebudayaan tergabung dalam suatu dimensi simbol. Dengan demikian terlihat bahwa

kebudayaan dapat merupakan simbol yang menyatakan makna tertentu dari suatu

representasi.

Menurut Clifford Geertz dalam bukunya The Interpretation of Cultures,

menyebutkan bahwa simbol merupakan segala sesuatu – seperti benda-benda, orang,

peristiwa, tingkah laku, ucapan-ucapan – yang mengandung pengertian tertentu

tentang kebudayaan yang bersangkutan. Simbol juga dapat berupa gambar, tulisan,

atau bentukan tertentu yang masing-masing telah diberi suatu arti tertentu. Dalam

melihat simbol, antara obyek yang diberi arti dan representasinya memiliki hubungan

arbitrer. Simbol juga menandai atau mewakili sesuatu yang lain, atau segala sesuatu

yang telah diberi arti, atau makna tertentu.173

Geertz juga menganggap bahwa simbol merupakan unsur penting dalam kajian

kebudayaan, bahkan kebudayaan itu sendiri dikatakannya sebagai kumpulan simbol.

Lebih lanjut, menurut Geertz, kebudayaan merupakan suatu pola makna-makna yang

diteruskan secara historis yang terwujud dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep-

konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis yang

dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan

173Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, Basic Books, Inc., New York, 1973, h. 91.

Page 180: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

173

mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan. Simbol digunakan

untuk mengacu pada banyak hal, bahkan seringkali dipakai sejumlah hal sekaligus.174

Simbol-simbol yang ada cenderung dibuat atau dimengerti oleh para warga

pemiliknya berdasarkan konsep-konsep yang mempunyai arti tetap dalam suatu

jangka waktu tertentu. Seseorang biasanya menggunakan simbol berdasarkan

pengetahuan mengenai pola-pola yang terdiri atas serangkaian aturan untuk

membentuk serta mengkombinasi bermacam-macam simbol dan menginterpretasikan

simbol-simbol yang dihadapi atau yang merangsangnya Karena sebuah simbol

merupakan suatu hasil arbitration (kesepakatan), maka simbol yang dimaksudkan

oleh suatu kebudayaan akan berbeda dari makna suatu simbol pada kebudayaan yang

lain, tergantung dari kesepakatan antar pendukung kebudayaan tersebut.

Kebudayaan merujuk pada suatu pola pemahaman yang ditransmisikan secara

historis mencakup simbol-simbol, sebuah sistem yang diwariskan dalam konsep yang

diekspresikan berupa bentuk-bentuk simbolik yang digunakan sebagai alat untuk

berkomunikasi, mengabadikan dan mengembangkan pengetahuan mereka dan

bersikap terhadap kehidupan.

Istilah seperti ‘makna’, ‘simbol’, dan ‘konsepsi’ merupakan dunia nilai-nilai

yang ditafsirkan oleh masyarakat Islam Australia berbeda dengan pemeluk agama

Islam di tempat lainnya. Mereka menafsirkan sendiri nilai-nilai Islam di tengah

pergumulannya dengan masyarakat Australia yang pada umumnya bersifat

individualistik dan sekularistik. Dengan demikian, aktualisasi keislaman mereka

merupakan hasil suatu interaksi timbal balik antara pengalaman hidup keberagamaan

mereka dan pandangan masyarakat Australia di dalam memahami simbol-simbol

agama. Simbol-simbol agama tersebut oleh banyak peneliti Australia sebagai

mulainya era kebangkitan umat Islam Australia sejak tahun 1990-an, seperti peran

AFIC yang sangat sentral dalam komunitas Islam, mesjid-mesjid, sekolah-sekolah

Islam, dan klausul agama yang masuk dalam agenda nasional kebijakan

multikulturalisme.

174Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, h. 89-91.

Page 181: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

174

A. Interaksi Islam dan Multikulturalisme Australia

Penduduk Muslim di seluruh dunia berjumlah lebih dari 1.300 juta jiwa, dan

sebagian besar dari mereka (80%) bukan berasal dari keturunan Arab. Tujuh puluh

lima persen atau 2/3 dari jumlah kaum Muslim tersebut berdiam di negara-negara

yang berpenduduk mayoritas beragama Islam; sedangkan selebihnya (25%) menyebar

di sisa bagian dunia yang lain. Jumlah ini menjadikan mereka kelompok yang

signifikan di negara-negara yang sebagian besar non-Muslim, seperti di India, Cina,

Rusia, negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Ada sekitar

20.000.0000 Muslim berdiam di Eropa dan Amerika, dan di Australia jumlahnya

mencapai lebih dari 281.578 orang.175

Kehadiran komunitas Muslim merupakan salah satu faktor utama yang

mengubah komposisi demografis dan politik negara Australia, dan ini berlangsung

sejak akhir Perang Dunia II. Di tahun 1945, ia merupakan sebuah negara satu warna

(monochromatic), satu bahasa (monolingual) dengan penduduk kurang dari sembilan

juta. Secara politis, negara ini sukar melepaskan diri dari ikatan dengan Inggris;

secara rasial, ia sebagian besar terdiri dari orang Anglo-Celtic yang pikmentasi

kulitnya dilindungi oleh Kebijakan Australia Putih. Secara agama, negeri ini

didominasi oleh tiga tradisi yang saling bersaing dalam agama Nasrani: Katholik

Roma, Anglikan, dan Protestan. Di tahun 2000, Australia telah memiliki populasi

lebih dari dua kali lipat hingga lebih dari 19.000.000 orang. The White Australian

policy kini telah dihapus sehingga negeri ini telah menjadi rumah bagi serangkaian

etnik, bahasa, dan tradisi agama yang hak-hak dan tradisinya diakui di bawah payung

kebijakan yang mengatasnamakan multikulturalisme. Kelompok Muslim Australia

turut memberi kontribusi sebagai mitra sejajar, di mana mereka mendapat dorongan

untuk mengembangkan dan memperluas tradisi etnik mereka dengan cara mereka

sendiri.

Gambaran simbolik di atas merupakan salah satu kekuatan luar biasa dari

kelompok Muslim yang juga diterima baik oleh warga negara yang telah lebih lama

menetap. Ada secercah harapan bahwa jumlah pertemuan antara orang-orang dari

latar belakang yang berbeda yang sekarang ikut berbagi sebuah tanah air bersama

175 Disusun berdasarkan ABS 2001.

Page 182: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

175

akan terus menuju sebuah persepsi yang lebih jernih tantang nilai-nilai dasar bersama

di balik bentuk-bentuk budaya yang beraneka. Masing-masing kelompok berupaya

mencapai keserasian lintas tradisi budaya satu sama lain guna lebih menyadari nilai-

nilai dan harapan yang mereka miliki bersama Dengan demikian, seluruh masyarakat

Australia dapat menyadari bahwa keragaman tradisi agama ini justru bisa

menghasilkan sebuah otoritas tertinggi dan transenden (mencerahkan) pada nilai-nilai

kelompok serta memberi peluang pada terciptanya prinsip-prinsip ketertiban dalam

kehidupan sosial.176

Manfaat dari kebijakan multikulturalisme ini telah dirasakan oleh kaum

Muslim Australia dengan dperolehnya sebuah suara dan sebuah identitas. Untuk

menghargai potensi dan kenyataan kontribusi mereka pada Australia, dapat dilihat

dari aspek kekayaan dan keragaman mereka. Keberadaan orang Muslim menyebar di

berbagai aspek profesi dan lapangan kerja dalam beragam tingkat pendidikan,

kesempatan, dan dorongan untuk memajukan mobilitas. Namun demikian, kesetiaan

etnik masih tetap dipelihara, dan ini menjadi karakteristik tradisi ke-Islaman. Oleh

karena itu, selalu ada pembauran (fusi) dalam bentuk-bentuk universal dengan

doktrin-doktrin Islam, kepercayaan, serta gaya hidup lokal, dengan etnisitas yang

tetap menjadi unsur penting dalam komposisi umat Islam di Australia.

Kaum Muslim Australia membawa sederet kekayaan budaya dan keragaman

latar belakang yang dicerminkan dalam aneka respon mereka pada lingkungan yang

baru. Banyak yang merasa tercerabut dan mengalami trauma ketika mendapati diri

mereka sebagai sebuah minoritas agama berada dalam situasi yang tidak dikenal dan

dipaksa untuk mengadopsi berbagai strategi hidup yang berbeda. Pada mulanya, tidak

ada negara atau komunitas lokal yang mau memberi dukungan, apalagi menawarkan

pengakuan pada keyakinan mereka atau pada ritus-ritus yang mengidentifikasikan

mereka sebagai sebuah komunitas. Mereka membawa sebuah keyakinan (keimanan)

yang diekspresikan melalui budaya dengan akar sejarah yang dalam, sebuah ragam

kekerabatan dan jaringan dukungan asosiasi, dan sebuah kesadaran, betapapun samar

formulasinya, sebagai pendukung sebuah tradisi besar dalam pembelajaran, seni dan

176Hambatan utama pembauran ummat Islam Australia dengan kelompok lain, khususnya Kaum

Kulit Putih adalah masalah bahasa. Meski praktek Multikulturalisme memberi akses pada training

Page 183: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

176

budaya. Namun, sebagai pendatang baru, mereka merasa dihitung kecil dan

menghadapi sikap-sikap yang masih bersifat streotip yang mengandung kebencian.

Keterkejutan budaya (cultural shock), kebingungan, dan disorientasi merupakan

respon yang biasa terjadi pada saat tiba di sebuah daerah di mana cara hidup lokal

kelihatan begitu membosankan, kosong, ikatan kekeluargaan lemah dan tak

berkembang.

Masyarakat Muslim di Australia pada umumnya bersifat perkotaan dan sedang

mengalami tahap perkembangan dalam membina hubungan-hubungan yang kompleks

antar berbagai komunitas. Islam di Australia hadir dengan semua tradisi utamanya

(Suni dan Syiah) serta komunitas yang lebih kecil seperti aliran Ismailiah dan

Ahmadiah, baik dari Lahore maupun Qadiani. Keragaman ini terdapat dalam gaya,

intensitas pengamalan ibadah, corak penafsiran teks kitab suci, dan cara interaksi

sosial mereka dengan komunitas non-Muslim. Semua komunitas ini bergerak dalam

berbagai cara dan kecepatan yang berbeda dalam sebuah proses menyesuaikan diri

dengan budaya dominan Australia. Secara umum, ini merupakan sebuah cerita sukses

dari sebuah pencapaian yang nyata. Dalam kurun waktu kurang dari 40 tahun,

komunitas Muslim telah mulai meningkatkan diri mereka dan menciptakan struktur

sosial dan kemasyarakatan untuk mendukung suatu cara hidup Islam. Terpaut masa

sejarah satu abad atau lebih, mesjid-mesjid telah tampil dengan keindahan

arsitekturnya yang khas, dan tidak lagi menjadi sekedar penampilan eksotik di tengah

lanskap Australia. Tempat-tempat ini menjadi sarana untuk melakukan shalat dan

merayakan identitas keislaman.177

Kesuksesan cerita komunitas umat Islam di Australia adalah memerlukan

suatu proses yang panjang dan mendapat perhatian pemerintah federal Australia.

Selama tahun 1970-an dan 1980-an, imigran yang baru, terbagi dalam kelompok

penetap dan menurut negara (by residence and by state). Australia sebagai sebuah

negara federal, mulai melakukan konsolidasi posisi mereka yang terdiri dari berbagai

etnis. Kelompok-kelompok Islam bermekaran, masing-masing berlokasi di sekitar

area mesjid atau fasilitas sembahyang dan diatur agar memenuhi kebutuhan dan

bahasa, namun hal ini tidak sepenuhnya dimanfaatkan oleh kelompok etnik Muslim.

Page 184: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

177

tuntutan masyarakat. Kelompok-kelompok itu secara defininitif telah bersifat suatu

rintisan dan organisasi yang tidak jelas. Namun menjelang tahun 1980-an mereka

menjadi terbina dengan baik dan efektif. Di setiap negara bagian, beraneka kelompok

mendirikan Dewan Islam Negara Bagian untuk mengupayakan kesejahteraan,

pendidikan dan fasilitas keagamaan, serta berkoordinasi dengan tingkat pusat. The

Islamic Council of Victoria, umpamanya, memiliki dewan para imam, mekanisme

perwakilan kaum Muslim di tingkat pemerintahan negara dan sederet kegiatan

termasuk dialog antar agama.

Terbentuknya struktur dewan-dewan Islam dari semua negara bagian dan

organisasi etnis yang diwakili oleh Dewan Federasi Islam Australia (AFIC) pada

tingkat negara federal sejak tahun 1970-an, menurut Mary Lucille Jones sebagai

simbol kebangkitan Islam di Australia.178

Organisasi ini telah berhasil membangun

kesatuan umat Islam di Australia dan sebagai mediator dan fasilitator kebutuhan

masyarakat dan perpanjangan tangan dengan pemerintah federal Australia. Wadah ini

telah mendirikan lebih dari ratusan mesjid dan fasilitas ibadat di berbagai kota negara

bagian dan sekolah-sekolah Islam sejak awal tahun 1980-an.

Organisasi ini dibiayai dengan dukungan dari masyarakat lokal, dari negara-

negara Muslim kaya minyak, dari dana yang diperoleh dari penerbitan sertifikat halal,

dan, dan, dengan meningkatnya sumber modal dari permodalannya sendiri.

Memanfaatkan dana-dana ini, AFIC mampu menyediakan biaya yang memadai untuk

mendukung berbagai kegiatan komunitas Muslim, baik di tingkat lokal maupun

nasional, dan membuat kontribusi ke arah pembangunan lanjutan mesjid-mesjid dan

fasilitas sembahyang, penyediaan uman, dan pendirian fasilitas pendidikan untuk

anak-anak Muslim. Organisasi ini tetap hidup ketika harga minyak dunia merosot di

akhir tahun 1980-an, dan akibat lanjutan berupa pengurangan petro dollar yang

tersedia untuk ‘propagasi Islam’ sedunia dengan bersyukur pada bantuan melimpah

177Anthony H. John and Abdullah Saeed, “Muslims in Australia”, dalam Yvonne Yazbeck

Haddad & Jane I. Smith (ed.), Muslim Minorities in the West: Visible and Invisible, h. 212. 178

Mary Lucille Jones, ‘To Rebuild What was Lost: The Post-War Years and Beyond’, dalam

Mary Lucille Jones (ed.), An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in Seventeenth Century, h.

98.

Page 185: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

178

yang telah diperoleh dalam dekade sebelumnya. Dalam mempertahankan semua

kegiatan organisasi, Kerajaan Saudi memainkan peranan khusus.179

Organisasi AFIC telah memainkan peran penting dalam merubah sikap mental

kelompok Islam yang baru datang dengan membawa alam pemikiran fanatik dan

konservatif tersebut sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kebijakan

multikuralisme yang diterapkan pemerintah. Mesjid-mesjid sebagai pusat kegiatan

ibadat sekaligus tempat identifikasi diri dan inetraksi sosial masing-masing etnis

Muslim telah melahirkan pemahaman-pemahaman baru, seperti nilai demokrasi,

filosofi ideologi multikulturalisme, modernitas, dan sekularisasi.

Selain itu sekolah-sekolah juga berperan dalam mensosialisasikan pendidikan

multikultural dalam menghayati makna toleransi dalam pluralisme agama dan

menerima kehadiran identitas nasional Australia yang hidup berdampingan dengan

pendidikan Islam. Sekolah-sekolah Islam telah mencapai keberhasilan nyata bila

diukur dari standar komunitas yang lebih luas, meskipun masih ada masalah-masalah

dalam pengembangan kurikulum berbahasa Arab yang baik dan bahan-bahan

pengajaran tambahan serta rekrutmen guru-guru yang kompeten dan terbiasa dengan

metode modern dalam mengajar. Sekolah-sekolah ini telah memfasilitasi cara

mempertahankan dan memperkuat agama dan tradisi budaya orang Muslim dalam

konteks Australia sebagai bagian dari misi untuk menumbuh suburkan generasi

Muslim yang hidup selaras dengan masyarakat Australia di samping tradisi islami.180

Di tengah proses integrasi umat Islam dalam masyarakat Australia , Islam

masih belum dimengerti dengan baik oleh sebagian masyarakat Australia. Kaum

Muslim diakui sebagai bagian dari lanskap keagamaan yang telah banyak

memberikan kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi Australia, namun masih

tetap dianggap sebagai orang asing. Meskipun ’kantong-kantong’ intoleransi masih

ada, komunitas Australia pada umumnya tidak saja toleran, tapi juga menerima

orang Muslim sebagai manusia,

179Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 139.

180

Dalam konteks kasus generasi di Amerika Serikat, para pemuka agama mengkhawatirkan

generasi ketiga akan mengalami distorsi keagamaan, khususnya Islam. Hal serupa juga dijumpai oleh

kalangan pemuka Islam di Australia.

Page 186: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

179

seperti halnya individu dari latar belakang etnik atau warna kulit manapun.

Penerimaan ini dudukung sejumlah undang-undang dan lembaga yang melindungi

kelompok minoritas etnik. Dalam Undang-Undang Persemakmuran (the

Commonwealth Act) yang terkait di sini adalah Equal Employment Opportunity

(Commonwealth Authorities) Act 1987, the Human Rights and Equal Opportunity

Commission Act 1986, the Racial Discrimination Act 1975, the Racial Hatred Act

1995.

Pengakuan tentang peran agama dalam masyarakat multikultural Australia

telah menjadi bagian dari simbol betapa pentingnya penting pertimbangan dan

masukan agama pada tingkat politik Australia. Kebijakan-kebijakan multikultural

Australia selalu menyebut agama, seperti tercantum dalam buku putih Agenda

Nasional 1989 tentang multikulturalisme yang mengidentifikasikan tiga dimensi

dasar kebijakan multikultural, yaitu identitas budaya, keadilan sosial, dan efisiensi

ekonomi. Identitas budaya didefinisikan sebagai ‘hak semua orang Australia, dalam

batas-batas yang ditentukan dengan hati-hati untuk menyatakan dan membagi warisan

budaya individual mereka, termasuk bahasa dan agama’. Keadilan sosial

diidentifkasikan sebagai ‘hak semua orang Australia untuk mendapat perlakuan dan

kesempatan yang sama, dan penghapusan hambatan-hambatan dalam bentuk ras,

etnisitas, budaya, agama, bahasa, jender atau tempat lahir’. Bouma berpendapat

bahwa pertimbangan tentang isu-isu agama justru menjadi masukan yang sangat

diperhitungkan di saat kebijakan-kebijakan multikultural Australia dirumuskan.181

Sebuah masyarakat multikultural, menurut Bouma, adalah yang dicirikan oleh

pluralitas agama, yaitu kesediaan untuk hidup bersama antara organisasi-organisasi

agama, sebuah semangat (spirit) saling menghormati antar agama, dan kesediaan

bekerja sama antara pihak pemerintah dan aparatnya di semua lapisan dengan

organisasi agama. Negara Australia dan pemerintah federal berkomitmen pada

kebijakan-kebijakan multikultural untuk mengurangi diskriminasi atas dasar agama.

Ketika tidak ada perundangan yang bisa dikategorikan sebagai ‘Bill of Rights’,

undang-undang melawan pelecehan dan diskriminasi atas berbagai dasar

Page 187: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

180

diberlakukan. Ketika banyak kemajuan telah tercapai ada banyak ruang untuk

melangkah lebih maju. Ada kasus-kasus pelecehan, intimidasi, pemanggilan-nama,

penolakan kerja, penolakan persetujuan membangun mesjid dan kuil, masalah-

masalah perumahan atau akses kepada jasa pelayanan berdasarkan perbedaaan agama

di Australia. Bagaimanapun, tidak ada rasa antipati yang berdasarkan kesepakatan

bersama, atau diakui agama, atau dinyatakan secara terbuka terhadap kelompok

lain.182

Bouma mengidentifikasikan faktor demografi dan faktor struktur sosial

sebagai kontributor kunci pada keberhasilan Australia sebagai sebuah masyarakat

multikultural, yaitu kurangnya (tiadanya) situasi tumpang tindih antara perbedaan

etnik dan agama; kurangnya (tiadanya) ghettonisasi masyarakat agama dan etnik;

depolitisasi perbedaan agama, penyelesaian konflik agama/etnik yang tanpa kekerasan

(non violent) sebagian besar melalui perundangan dan sidang pengadilan, eksistensi

organisasi-organisasi yang secara efektif mempromosikan hubungan antar kelompok

secara positif; dan ukuran kelompok minoritas yang relatif kecil. Bouma menganggap

bahwa realitas sosial kelompok minoritas bukanlah sebuah tantangan nyata pada

kelompok-kelompok agama dominan, karena jumlah mereka dibandingkan dengan

mayoritas kelompok etnik Australia kurang dari empat persen. Di samping itu,

kelompok-kelompok non-Kristen juga mempunyai keanekaan etnik yang

menyebabkan semakin kecilnya kemungkinan terjadi tantangan yang signifikan bagi

terciptanya konflik.

Kenyataan di atas dllihat berbeda dengan pandangan Michael Humphrey,

salah seorang peneliti Islam Australia. Menurutnya, tantangan agama dalam

kehidupan multikulturalisme di Australia masih menghadapi berbagai persoalan. Ia

menganggap formulasi ‘Islam di Barat’ menggambarkan pertemuan dua kebudayaan

yang tidak cocok dan menyamaratakan (homogenising), yang satu agama dan yang

lainnya sekuler. Dari perspektif Barat, kehadiran Islam yang muncul lewat imigrasi,

dimunculkan sebagai sebuah kasus percobaan (as a test) bagi masa depan sebuah

181 Miichel Spuler, ‘The Impact of Multiculturalism on Australian Religious Traditions’, in

Jounal DISKUS, vol. 5, 1999, h. 1. Pendapat ini banyak didukung oleh para akademisi. Diakses dari

www.uni.marburg.de/religionswissenschaft/journal/diskus, tanggal 28 Pebruari 2005.

Page 188: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

181

negara sekuler. Islam di Australia sebagai sebuah masalah bagi ‘multikulturalisme’,

sementara di Perancis, ‘Islam’ dilihat sebagai penghambat sekularisme nasional.

Nilai-nilai agama Islam , kepercayaan, dan prakteknya dipandang sebagai sesuatu

yang berada dalam situasi konflik dengan organisasi dan irama kehidupan masyarakat

di kota-kota Barat. Praktek-praktek keislaman berupa shalat, puasa, dan kerudung

(hijab) menantang kompromi ruang publik sekuler dan nilai-nilainya dalam hal

persamaan gender yang berhubungan dengan sosial dan hak-hak individu. Kehadiran

Islam yang dihasilkan imigrasi tetap dipandang sebagai ‘yang lain’ (other), sesuatu

yang secara esensi budaya tidak sesuai dan menolak untuk menjadi bagian masyarakat

nasional di Barat.183

Kritik terhadap Islam, seperti disebutkan oleh Michael Humphrey, adalah

representasi sebuah ‘resistensi permanen’ kelompok Muslim Australia terhadap

modernitas, sekularisasi dan assimilasi. Dalam wacana multikulturalisme, sebuah

kritik terhadap Islam, sebagian berupa kritik terhadap sikap resistensi budaya. Sebagai

konsekuensinya, perbedaan budaya tidak hanya menjadi sekedar masalah pluralisme;

tapi jugai memberi tanda adanya jarak dari assimilasi atau jarak sebagai

warganegara.184

‘Resistensi’ kaum imigran Muslim yang menjadi wacana masyarakat Australia

tampak berfokus pada modernitas yang mempunyai garis sejajar secara internasional

dengan ketakutan pada politik Islam. Barat melihat politik Islam sebagai sesuatu yang

anti-modern dan reaksioner, terutama dalam bentuk Iran yang revolusioner. Politik

Islam belum siap untuk turut berpartisipasi di dunia yang berbasiskan globalisasi

sebagai sesuatu yang berbasiskan pasar dan ‘konsumerisme’ demokratik.

Resistensi budaya yang dikemukakan oleh Humphrey, tidak sepenuhnya bisa

disalahkan, tapi sedang berproses di tengah keragaman umat Islam itu sendiri yang

mempunyai corak penafsiran sendiri-sendiri terhadap sumber-sumber ajaran Islam.

Hal ini tak terlepaskan oleh latar belakang sosial, budaya, dan agama kaum Muslim

yang pada umumnya datang dari daerah pedesaan (rural) yang memiliki pemahaman

182Miichel Spuler, ‘The Impact of Multiculturalism on Australian Religious Traditions’, dalam

Jounal DISKUS, 2004, h. 2. 183

Michael Humphrey, ‘An Australian Islam? Religion in the Multicultural City’, dalam Abdullah

Saeed and Shahram Akbarzadeh, (ed.), Muslim Communities in Australia, h. 33.

Page 189: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

182

keagamaan yang tradisional, kemudian masuk ke tempat baru yang asing dan bersifat

‘mega cities’.

Beberapa isu kelompok Muslim yang menjadi perhatian dalam kerangka

resistensi budaya, antara lain politik Islam, sistem perundangan sendiri, dan

demokrasi. Persoalan politik Islam yang menyangkut negara Islam adalah

menyangkut penafsiran umat Islam yang berbeda. Pada umumnya masyarakat Islam

Australia yang menganut paham ini sangat sedikit dan ide tentang kekhalifahan atau

pan-Islamisme telah berakhir sejak tahun 1924 pada masa dinasti Usmani runtuh.

Kelompok ini juga tidak memiliki keinginan untuk mempunyai sistem perundang-

perundangan sendiri, karena hampir semua tampak cukup nyaman dengan sistem

perundangan Australia, yang tidak membatasi pelaksanaan ibadah agama sebagai

individu.

Dalam aspek demokrasi, masyarakat Islam cenderung menolak ketika paham

ini diperkenalkan ke dunia Islam oleh Barat, karena paham ini dianggap bertentangan

dengan konsep Islam tentang negara dan pemerintahan. Namun sekarang, mayoritas

umat Islam mendukung demokrasi dan di banyak negara Muslim, paham ini telah

diberlakukan sebagai bagian dari bentuk pemerintahan tanpa mengingkari masih

adanya rezim yang otoriter di beberapa negara.

Pandangan di atas dapat menjelaskan bahwa resistensi permanen umat Islam

Australia yang menganggap Islam sebagai agama yang bertentangan dengan nilai-

nilai dasar orang Australia tidak dapat dijadikan landasan yang kuat. Arus utama

(mainstream) kelompok Muslim Australia beranggapan bahwa mereka juga terikat

dengan nilai-nilai dasar Australia sama dengan orang Australia lainnya. Nilai-nilai itu

mencakup komitmen pada negara Australia, kepentingan dan masa depannya,

penerimaan terhadap struktur dan prinsip-prinsip masyarakat Australia, seperti

Konstitusi (undang-undang), aturan hukum (rule of law), demokrasi parlementer,

kebebasan beragama, kesamaan gender, dan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional.

184Wawancara pribadi dengan Adis Dudireja via internet, 10 Juli 2006.

Page 190: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

183

B. Refleksi Islam terhadap Multikulturalisme

Multikulturalisme merupakan sebuah sejarah baru sebagai jawaban atas

mengalirnya para imigran ke negara-negara Barat setelah pecahnya Perang Dunia II.

Ini memuncak pada tahun 1960-an, yang berakibat pada perubahan komposisi

demografis baik secara etnik, sosial maupun budaya. Pada gilirannya hal ini

memunculkan sejumlah problem migrants tentang adanya perbedaan budaya mereka

dengan prinsip nilai-nilai budaya demokrasi liberal. Hal ini memerlukan pengambilan

kebijakan yang tepat oleh negara-negara Barat untuk menjaga integrasi sosial para

imigran agar dapat menyesuaikan diri dengan budaya dominan dan pandangan hidup

di tempat mereka yang baru. Masalah berikutnya adalah bagaimana memelihara

warisan kultural dan identitas kelompok yang telah dibawa kaum migran dari

kampung halaman masing-masing (cultural baggage).

Permasalahan di atas sebenarnya muncul berdasarkan keraguan Barat pada

kelompok Muslim yang dianggap tidak mampu meyesuaikan diri di tengah nilai-nilai

masyarakat Barat karena latar belakang nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan

mereka yang masih bersifat tradisional. Kelompok Muslim masih menganggap

bahwa demokrasi, hak asasi, persamaan (kesetaraan), dan lain-lain bukanlah

merupakan bagian ajaran Islam, melainkan sesuatu yang di ‘impor’ dan ‘asing’ dalam

tradisi Islam.

Bila menggunakan pendekatan Islam historis baik secara sosio-kultural,

tekstual maupun kontekstual, wacana di atas sebenarnya bukanlah sesuatu yang

‘asing’ dalam ajaran Islam. Demokrasi, kesetaraan, dan lain sebagainya merupakan

bagian dari ajaran Islam itu sendiri. Al-Qur’an sebagai rujukan teks suci yang utama

menyebutkan, bahwa semua manusia yang ada di permukaan bumi adalah ‘al-

khulafa’, kehadirannya merupakan representasi dari Tuhan. Manusia diciptakan dalam

bentuk yang paling sempurna dan dianugerahi pengetahuan (laqad khalaqnā al-

insāna fi ahsāni taqwīm). Mereka diberi amanah untuk memberdayakan seluruh

sumber daya alam sesuai dengan sunnah Allah agar dapat mengambil manfaat untuk

kesejahteraan seluruh umat manusia.

Keragaman etnis dan rasial menurut al-Qur’an, adalah kehendak Allah sebagai

Pencipta alam semesta (wa min ayātihi khalqu al-samāwati wa al-ardhi wa ikhtilāfu

Page 191: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

184

al-sinatikum wa alwanikum –QS al-30:22) dan di mata Tuhan keutamaan manusia

adalah pada nilai ketakwaannya (Inna akramakum ‘indal Illahi atqākum –QS al-

Hujurat 49:13). Al-Qur’an tidak hanya memperhatikan ekpresi pluralisme agama

(Allazhīna Amanū wa al-lazhīna hādū wa al-nashāra wa al-sab’īna...-QS al-Baqarah

2:62)) yang didasarkan pada keimanan kepada Tuhan dan amal baik, Tuhan

berkehendak Allah untuk menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa

agar saling mengenal (Innā ja’alnākum min zhakarin wa unsyā wa ja’alnākum

syu’ubā wa qabbaila li ta’ārafū –QS al-Hujurat 49:13) dengan tujuan agar masing-

masing berlomba-lomba dalam kebajikan dan kebaikan (Fastabiqū al-khairāt –QS

al-Baqarah 2:148) serta kata sepakat (kalimat sawa’ –QS Ali ‘Imran 3:64) di tengah

kemajemukan komunitas agama.185

Esensi ajaran Islam sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an yang

menyangkut hubungan antar manusia berpusat pada dimensi keadilan. Dimensi

keadilan itu terlihat dalam wahyu Tuhan yang pertama pada periode-periode awal

Mekkah tentang perlunya keadilan sosial ekonomi bagi masyarakat. Beberapa

cendekiawan menganggap bahwa komponen keadilan sosial merupakan salah satu

katalisator utama penciptaan kejadian dalam al-Qur’an. Al-Qur’an dalam beberapa

ayatnya menerangkan tentang keseimbangan dalam penciptaan lingkungan alam dan

menggunakan fenomena alam sebagai tanda (ayat) tentang Kekuasaan Tuhan, Maha

Pengasih, Penyayang dan Maha Kuasa. Dengan cara itu secara tidak langsung, al-

Qur’an memberi penekanan, bahwa ras manusia perlu memanfaatkan sumber daya

alam ini dengan cara yang selaras, berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Dari analisis tersebut di atas, jelaslah bahwa Qur’an telah dengan tegas

mendorong perlunya kerjasama antar manusia dan kelompok manusia serta

kepahaman timbal balik atas dasar prinsip-prinsip keadilan dalam definisinya yang

paling luas. Dengan demikian ada dua kandungan tujuan al-Qur’an dalam hubungan

dengan keberagaman budaya, yaitu:

- Penghargaan pada hak-hak dasar kemanusiaan

- Menjunjung tinggi keadilan.

185Wawancara pribadi dengan Adis Dudireja, 10 Juli 20006. Lihat juga tulisanya berjudul Debates

Among Muslims about the Nature of Prophetic Authority –Implications for the Role of Islam in the

Page 192: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

185

Prinsip ajaran Islam di atas tampak sejalan dan sesuai dengan dua tahap

perkembangan dan tujuan dari multikulturalisme Australia, yaitu fase pertama,

penekanan pada keanekaan budaya atas dasar prinsip penghargaan pada hak-hak asasi

manusia. Pada fase ini, perlindungan dan pemeliharaan budaya merupakan salah satu

faktor kunci untuk dapat memberi dorongan orang untuk mempertahankan warisan

budaya mereka dan menghargai tradisi budaya yang beraneka dengan tujuan untuk

memperkuat identitas nasional bangsa dan pengayaan (enrichment) budaya. Prinsip

paling penting dalam hal ini adalah toleransi (tasamuh). Berdasarkan pandangan itu,

masyarakat harus memberi penghargaan yang sama pada tradisi budaya orang lain. Di

samping itu, perlu adanya kesediaan masyarakat untuk mendorong tradisi-tradisi lain

agar bergerak maju dalam konteks sebuah masyarakat demokratis yang menghormati

hak-hak setiap individu. Prinsip kebebasan berbicara dan berekspresi merupakan hak

semua individu tanpa memperdulikan latarbelakang etnik, budaya, dan agama. Di

Australia, ini diperkuat melalui kebijakan pemerintah dengan diberlakukannya

undang-undang anti diskriminasi sosial (The Racial Discrimination Act). Undang-

undang ini merupakan legitimasi dalam kerangka rule of law.

Fase kedua, memasukkan dimensi keadilan sosial sebagai inti dari prinsip

multukulturalisme. Ini berarti ideologi ini tidak hanya menekankan pada kemerdekaan

pribadi perorangan, tetapi juga tentang keadilan sosial bagi semua. Prinsip dasar di

sini adalah setiap orang berhak memperoleh persamaan sosial (social equity),

terutama persamaan untuk mendapatkan akses dan pelayanan dalam memenuhi

kebutuhan dasar hidup, seperti pemukiman awal, penyediaan sarana informasi,

kesejahteraan sosial, dan lapangan kerja.

Demikian pula, kebijakan multikulturalisme tidak hanya berkait dengan

masalah toleransi, tetapi juga penerimaan pada budaya lain sebagai sesuatu yang

mempunyai nilai yang sama untuk dikembangkan masyarakat itu sendiri, seperti

terlihat dalam konsep al-maslahat dan al-masāwah dalam ajaran Islam. Hal ini

terlihat dalam tujuan multikulturalisme,186

yaitu pertama, perekat sosial (social

cohesion), yang bertujuan agar aneka kelompok dapat berinteraksi dengan berbagai

World Today, diakses via internet 7 Nopember 2006. 186

Mark Lopez, The Origins of Multiculturalism in Australian Politics 1945- 1975, h. 34.

Page 193: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

186

cara guna mencapai kebutuhan bersama; kedua, identitas budaya (cultural identity),

yaitu hak masyarakat dijamin dan diperbolehkan untuk mengekspresikan dan

mewarisi budaya masing-masing, termasuk bahasa dan agama; ketiga, persamaan

kesempatan dan akses (equality and access) di mana masyarakat diberi kesempatan

dan akses yang sama dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi dan pekerjaan;

keempat, kesamaan tanggungjawab (equal responsbility), komitmen dan partisipasi

yang sama (commitment and participation) yang mensyaratkan kelompok minoritas

setia kepada negara melalu rasa tanggungjawab dan partisipasi dalam kegiatan

masyarakat dan berpegang teguh kepada ideologi multikultural.

Hubungan agama dan multikulturalisme dalam masyarakat Australia memang

menjadi wacana perdebatan, karena terlihat adanya perbedaan nilai-nilai satu sama

lain. Ideologi multikulturalisme sebagai sebuah kebijakan Pemerintah Australia

dianggap sebagai sebuah idealisme sekuler. Di kepala banyak politisi dan pemimpin-

pemimpin akademik Australia tampaknya ada semacam keyakinan atau katakanlah

sebuah harapan bahwa komponen agama dalam kebudayaan itu bersifat urusan

pribadi. Pada saat kebijakan multikulturalisme harus berhadapan dengan nilai-nilai

publik; bagi kaum politisi Australia umumnya, agama diletakkan di ‘belakang pintu

yang tertutup.’

Namun demikian, agama merupakan bagian dari budaya Australia. Agama

sebagai bagian dari budaya yang tak terpisahkan dari sistem nilai masyarakat

Australia yang sedang mengalami perubahan. Agama mempengaruhi kehidupan orang

– dalam pengertian baik ataupun buruk – sejak pertama kali orang Eropa datang ke

daratan ini. Agama orang Aborigin Australia sekarang mulai mempengaruhi cara

berfikir sebagian orang Australia khususnya dalam lingkup keadilan ekologis

(ecojustice) dan spiritualitas.

Untuk membahas agama dalam konteks multikulturalisme, menurut Robert

Crotty, harus dimulai dari pembahasan mengenai makna kebudayaan. Meminjam

definisi budaya Geertz, Crotty beranggapan bahwa kebudayaan pada dasarnya adalah

sebuah sistem simbol yang diwariskan turun temurun. Kebudayaan bersifat dinamis

dan dapat menyesuaikan diri, bukannya statis atau deterministik. Kebudayaan

Page 194: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

187

memberikan ketertiban di dunia di mana baik kelompok maupun individu bisa

memperoleh maknanya sendiri-sendiri. Multikulturalisme adalah sebuah kebijakan

yang mencari cara memelihara berbagai bentuk budaya dalam sebuah masyarakat

tertentu.187

Tiap agama harus dilihat sebagai sebuah sistem budaya yang menawarkan

ketertiban dan pemaknaan pada titik-titik kritis munculnya ancaman kekacauan

(chaos). Kebenaran yang Mutlak (Ultimacy) adalah representasi simbolik ketertiban

dunia dan maknanya harus tercermin dalam ketertiban yang kita jumpai sehari-hari.

Tiap individu dalam masyarakat dunia sekuler dihadapkan dengan sederet budaya

agama dan budaya dunia sekuler yang bisa saja mempunyai pandangan-pandangan

dunia yang saling bertabrakan. Keragaman ini memungkinkan munculnya pluralisme

agama di mana semua budaya agama diakui sebagai sebuah variabel, namun juga

menjadi simbolisasi Kebenaran yang Mutlak (the Ultimate).

Crotty lebih lanjut memperkenalkan sebuah kerangka nilai besar yang bisa

disandang bersama oleh budaya dominan dan budaya-budaya minoritas dalam sebuah

masyarakat tertentu. Dalam konteks ini, assimilasi berupaya merubah secara bertahap

semua budaya minoritas agar bisa cocok dengan adonan dalam budaya dominan.

Multikulturalisme sebagai sebuah altrernatif, menawarkan sebuah kebijakan interaksi

dan pengayaan timbal balik baik pada budaya dominan maupun budaya minoritas

yang terkait. Pluralisme agama menawarkan sebuah kebijakan yang analog dengan

kebijakan interaksi.

Para pengamat agama berpendapat setidaknya terdapat tiga sikap mental

dalam kehidupan beragama. Pertama, eksklusivisme, yaitu pandangan bahwa budaya

agama tertentu memonopoli kebenaran, karena ia satu-satunya yang mempunyai

kebenaran simbol yang hakiki dan cara-cara yang tepat untuk memelihara hubungan

dengan kebenaran mutlak itu. Kedua, inklusivisme, yaitu pandangan yang mengatakan

bahwa agama yang mereka anut merupakan agama yang benar, namun demikian

budaya agama lain bisa saja memiliki kebenaran meskipun hanya sebagian -

dibanding dengan budaya mereka. Ketiga, pluralisme, yang berpendapat bahwa

187Robert Crotty, ‘Multiculturalism and Religious Pluralism: Interaction and Overlap’, dalam

Norman C. Habel (ed.), Religion and Multiculturalism in Australia, h. 31-32.

Page 195: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

188

semua budaya agama itu benar, semua agama dianggap mempunyai kebenaran sejauh

menyangkut simbol yang Mutlak.

Dalam konteks masyarakat multikultural Australia, sikap mental

keberagamaan kelompok Islam masih dibayangi oleh sikap pencarian jati diri (search

for identity) antara identitas Islam dan identitas nasional Australia. Terlepas dari

wacana perdebatan kedua bentuk ini, pada kenyataannya masyarakat Islam Australia

tengah berproses untuk menegaskan terjadinya pembauran di antara keduanya melalui

pengalaman keseharian dalam interaksi sosial mereka di tengah manstream penduduk

Australia. Memang, kata Azyumardi Azra, kompatibilitas Islam dengan nilai-nilai

demokrasi yang dianut Barat tidaklah mudah untuk dipertemukan. Namun demikian,

diperlukan perumusan konseptual untuk dapat diterapkan dalam tingkat

wacana dan praksis.188

Citra diri dalam suatu masyarakat tidaklah statis. Identitas

adalah relatif dan tergantung situasi, selalu berubah dan menyesuaikan diri pada

lingkungan-lingkungan sosial yang tengah bergerak. Identitas seseorang pada

umumnya merupakan sebuah kombinasi kesetiaan dan rasa tanggung jawab. Identitas

kelompok dapat berubah dalam setting sosial yang beragam, dan hal ini tampak pada

identitas kaum Muslim Australia.

Kelopok minoritas Muslim Australia tidak mungkin dapat berintegrasi dan

‘survive’ di dalam masyarakat Australia tanpa membuat paradigma baru yang

membentuk sebuah identitas baru. Identitas baru tersebut adalah hasil kombinasi dua

nilai yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama. Percampuran ini disebut

dengan cultural hybridity, yaitu masyarakat Islam yang mempunyai sebuah identitas

berdasarkan komitmen pada norma-norma sekuler masyarakat Australia dan tradisi

Islam/etnis. Proses ini pada dasarnya sedang berlangsung dalam kehidupan Muslim

Australia, khususnya dalam generasi kedua dan ketiga. Sebuah generasi yang tidak

lagi mempertentangkan persoalan demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender,

ideologi politik Islam, dan lain sebagainya. Di sisi lain, pihak tuan rumah dengan

sungguh-sungguh dapat menghilangkan sikap yang rasis dan ethnosentris baik dalam

188Azyumardi Azra, Indonesia, Islam, and Democracy: Dinamics in a Global Context,

International Centre for Islam and Pluralism, Jakarta, 2006, h. 148-149. Lihat juga Azyumardi Azra

dalam ‘Kata Pengantar’ buku karangan Tariq Ramadhan, Menjadi Modern Bersama Islam, alihbahasa

Zubair dan Ilham B. Saenong, Teraju, Jakarta, 2003, h. xvi.

Page 196: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

189

bentuk fisik maupun kebudayaan yang menjadi ciri kebijakan assimilasi dan

menggantinya dengan multikulturalisme.

Munculnya multikulturalisme sebagai kebijakan ideologi politik Australia

merupakan sebuah politik kebudayaan baru. Politik ini dibangun atas dasar bahwa

pluralisme budaya tidak cukup hanya dengan penghargaan terhadap perbedaan-

perbedaan kebudayaan, khususnya terhadap kelompok minoritas Islam dan kelompok

lainnya. Ini perlu diikuti dengan suatu pembentukan identitas baru berupa etnisitas

baru dengan segala representasi simbol budaya warga pendatang, yang disebut oleh

McGuigan sebagai ‘kesadaran ganda’ atau ‘identitas campuran’ (hybridity).

Konstruksi kesadaran ganda muncul di tempat mereka yang baru melalui proses

migrasi global. Mereka menciptakan diaspora-diaspora baru di mana mereka harus

belajar untuk menempati paling sedikit dua identitas, berbicara dua bahasa budaya,

dan menterjemahkan serta bernegosiasi di antara keduanya.189

Hasil rekonstruksi percampuran berbagai elemen bertujuan untuk menciptakan

identitas baru sekaligus cara untuk bertahan hidup (survive) dan berjuang dalam

kondisi krisis dan transisi. Sebuah perjuangan untuk representasi yang melibatkan

demistifikasi, yaitu untuk menentang streotip yang negatif dan merendahkan serta

marginalisasi pada orang berkulit berwarna secara sosial budaya, ekonomi, dan

politik. Dengan demikian, hibriditas adalah sebuah konsep yang menekankan ‘posisi-

antara’ dan interkultural serta melibatkan semacam kreolisasi.

Syarat utama keberhasilan identitas baru yang bersifat campuran tersebut

haruslah sejalan dengan prinsip dasar multikultralisme Australia dan ajaran Islam itu

sendiri, yaitu adanya pemahaman yang inklusif dan terbuka terhadap keragaman

sosial, budaya, dan agama.

Ada beberapa model hubungan negara dengan multikuratulisme. Model

pertama adalah Negara sekularisme yang mendukung eksistensi dan kebebasan untuk

melaksanakan kewajiban agama dalam ideologi multikulturalisme. Model agama ini

tumbuh dalam alam multikulturalisme sebagai bentuk yang menekankan multi-religi

dan tetap berada di wilayah sekuler. Agama diyakini sebagai tindakan individu dan

Page 197: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

190

merupakan ritual budaya yang tetap dipelihara, namun tidak esensial. Model ini

seperti terlihat pada bagan di bawah.190

Model 1. Agama non-Esensialistik/Semangat Multikulturalisme

Multikulturalisme

Multi-agama Sekuler

Model kedua berpendapat bahwa pandangan agama yang esensialistik

biasanya didukung oleh sebuah masyarakat yang digerakkan oleh ideologi tunggal

dan tidak mengenal pemisahan antara agama dan negara. Dalam hal ini, agama

menjadi esensial dan mendikte jalannya negara.

Model 2: Esensialistik dan Supremasi Agama

Ideologi Tunggal

Agama Established Anti Sekuler

Model ketiga menempatkan agama dalam pandangan esensialistik, namun

berada dalam wilyah sekuler dengan menggunakan agama sebagai alat negara.

Model 3: Esensialistik dan Supremasi Negara

189Thung Ju Lan, ‘Politik Kebudayaan Baru tentang Perbedaan’, dalam Masyarakat dan Budaya,

Vol. IV No.1 PMB-LIPI, Jakarta, 2002, h. 56-57.

Page 198: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

191

Ideologi Tunggal

Agama Established Sekuler

Ada juga model keempat yang menekankan multi-agama, tetapi tidak dalam wilayah

semangat multikulturalisme.

Model 4: Agama Essensialistik/Semangat Multi-Religi/non-Multikultural

Komunalisme

Agama Established Multi-agama

Pengaruh Serangan 11 September 2001 dan Bom Bali terhadap Komunitas

Muslim di Australia

Bagi masyarakat Australia dan negara-negara Barat yang menganut

paham sekuler pada umumnya, citra ekslusif kerap dialamatkan kepada masyarakat

Muslim, karena mereka dianggap memiliki potensi konflik yang membahayakan

multikulturalisme. Akibatnya, sebagaimana terlihat dalam perkembangan terakhir ini,

multikulturaslisme mengalami degradasi, khususnya setelah peristiwa pemboman 11

September 2001 pusat perdagangan kota New York dan kantor pusat keamanan

Pentagon serta bom Bali di tahun 2003. Degradasi itu ditandai dengan bangkitnya

190Model ini dipinjam dari Maloty Nye, yang dikutip oleh Gadis Arivia dalam, ‘Multikulturalisme:

Re-imagining Agama’, dalam Refleksi, vol. VII, no. 1, Fakultas Uhsuluddin dan Filsafat, UIN Jakarta,

Page 199: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

192

kembali aspirasi ideologi assimilasi (monokulturalisme) di Inggris dan Australia.191

Peristiwa itu merupakan hari-hari yang terburuk bagi masyarakat Muslim di Australia.

Suasana Islamophobia mendadak diacungkan kepada kelompok minoritas Muslim

Australia. Ini menjadi alasan lain mengapa orang Muslim menjadi sasaran ancaman

bernuansa kematian, peledakan bom, ancaman fisik dan surat pos bernuansa

kebencian . Orang-orang yang menampakkan kemuslimannya, khususnya wanita,

diludahi, mendapat perlakuan kekerasan, jilbab mereka dirobek. Di Brisbane sebuah

bis yang membawa anak-anak dari sebuah sekolah Muslim dilempari batu ketika

lewat.192

Akibat buruk setelah peristiwa 11 September 2001 dan bom Bali, termasuk

dengan menambahnya jumlah pencari suaka yang merapat di pantai-pantai Australia

selama beberapa tahun yang lalu menjadi sebuah perdebatan memanas di Australia—

baik di surat-surat kabar, perbincangan radio dan juga di layar televisi – tentang

kehadiran Islam dan kaum Muslim di Australia. Sebagian orang menanggap bahwa

kini tiba saatnya bagi Australia untuk melihat dengan keras pada Islam dan potensi

ancaman yang dibawanya pada Australia, masyarakatnya dan nilai-nilainya. Sebagian

lain beranggapan bahwa cara penyama-rataan (generalisasi) seperti itu tak dapat

dipakai mengingat keragaman yang luar biasa dalam masyarakat Muslim di praktek

Islam – tidak mungkin orang menempatkan seluruh masyarakat Muslim dunia yang

jumlahnya 1200 juta dalam satu keranjang untuk kemudian menamai mereka semua

sebagai teroris. Dasar keimanan, nilai-nilai dan norma-norma serta lembaga

keagamaan mereka tiba-tiba menjadi titik pusat pembicaraan media dan dinas-dinas

keamanan orang Australia. ‘Islam’ dan ‘Muslim’ telah menjadi label yang bermuatan

masalah. Simbol-simbol Islam telah menjadi target kebencian, yang kerap diarahkan

pada orang Islam, oleh sekelompok kecil masyarakat Australia yang vokal. Juga ada

sejumlah dokumentasi kasus-kasus kekerasan terhadap orang Muslim dalam

masyarakat.193

2005, h. 11-12. 191

Tahir Abbas, Religion, Radicalism and Multiculturalism: Indonesia and UK Experience,

International Seminar Paper, Muhammadiyah dan British Council, Jakarta, 30 Januari, 2006, h. 26 192

Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. 191. 193

Abdullah Saeed, Islam in Australia, h. iv-v.

Page 200: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

193

Dengan menguaknya kejadian-kejadian di New York dan Washington serta

keterlibatan orang Muslim pada penyerangan itu menjadi semakin jelas, khususnya

mereka yang sebelumnya belum pernah mengadakan kontak dengan masyarakat

Muslim di Australiai atau di luar negeri, menjadi curiga pada Islam dan Muslim.

Orang Muslim perlu menjelaskan apa arti Islam bagi mereka, khususnya dalam

konteks kehidupan orang Australia. Mereka perlu menguakkan konsep-konsep keliru

seperti soal jihad dan hijab serta meyakinkan masyarajat yang kini semakin skeptis

bahwa Islam itu sendiri tidak bisa disalahkan sebagai kebencian yang dilakukan kaum

ekstrimis dan radikal di antara mereka.

Pembahasan tentang tentang Islam dalam konteks Australia agak sulit untuk

dilakukan. Sebagian kesulitannya adalah karena Islam bukan satu hal, seperti yang

biasanya dipandang. Islam diyakini dan menjadi jalan hidup dalam berbagai cara

berbeda oleh kaum Muslim di dunia. Benar bahwa ada sejumlah pemikiran,

keimanan, praktek-praktek dan nilai-nilai fundamental yang sudah menjadi hal yang

biasa bagi semua orang Muslim, namun di hampir semua kawasan yang

melaksanakannya di banyak negeri yang berbeda, hal-hal seperti itu berjumlah relatif

sedikit. Orang Muslim sering tidak setuju pada sejumlah tafsir/interpretasi dan

rinciannya. Mereka juga, seperti halnya pada tradisi agama lainnya, punya berbagai

bentuk orientasi teologis, aliran-aliran hukum dan bagian-bagian politik-keagamaan.

Mereka juga terbagi-bagi dalam berbagai bentuk aliran yang bersifat konservatif,

liberal, tradisionalis, modernis dan post-modernis.

Orang Muslim hanya satu dari beraneka kelompok etnik beragama di

Australia. Orang Muslim Australia datang dari hampir seluruh penjuru dunia,

membawa gaya bahasa dan perbedaaan budaya dari negeri asal mereka dan juga cara-

cara menerjemahkan Islam yang beerbeda-beda. Menambah kerumitan ini adalah

pada kenyataan bahwa lebih dari 36 persen orang Muslim Australia lahir dan

dibesarkan di negeri ini serta pengalaman keIslaman mereka hanya dalam konteks

Australia – banyak yang beralih menjadi Islam di kalangan orang Eropa dam latar

belakang lainnya, sementara yang lain hanya merupakan generasi kedua, ketiga, dan

bahan keempat dari orang Muslim Australia yang bagi mereka tidak ada ‘rumah’ lain

selain Australia.

Page 201: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

194

Dalam tabel berikut ini, digambarkan adanya tantangan-tantangan besar yang

bernuansa konflik dari kelompok Muslim di Australia bagi kelangsungan kehidupan

masyarakat multikultural yang dihadapi negara-negara demokrasi liberal dan

negara-negara lainnya, khususnya Australia.194

Tabel 13: Perbedaan antara Tiga Model Identitas Muslim Australia

MODEL

IDENTITAS

ORIENTASI

WAKTU

DASAR

LOYALITAS

HUBUNG-

AN

SOSIAL

MENTAL-

ITAS

Skriptualis Dulu, Sekarang,

dan Masa depan

Agama (Islam) Muslim Ekslusif

dan

Formalistik

Essensialis Dulu, Sekarang,

dan Masa Depan

Negara Baru, tapi

masih

berorientasi pada

Budaya, Agama,

dan negara asal

Orang

Australia

dan Negara

Asal

Inklusif dan

Substansiali

s

Kosmopolitan Utamakan Masa

Depan

Universal Antar

Bangsa

Pluralisme

Dalam hal ini, kasus Muslim Australia mungkin bisa menjadi gambaran

konflik antara identitas multikulturalisme sebagai identitas bangsa dan sikap ekslusif

agama. Menurut pengamatan penulis, terdapat polarisasi identitas migran etnis

Muslim Australia. Polarisasi tersebut berdasarkan citra, pengalaman hidup, sikap

mental, dan perilaku mereka dalam hubungan sosial mereka dengan masyarakat dan

pemerintah Australia yang bersifat multikulturalistik. Dalam kaitan ini, terlihat

194Tabel ini dilihat melalui pengamatan dan wawancara penulis dengan mengadopsi tabel

penelitian Dedi Mulyana yang disesuaikan dengan objek kajian penulis. Lihat Dedi Mulyana, Twenty-Five Indonesians in Melbourne: A Study of the Social Construction and Transformation of Ethnic Identity, unpublished dissertatation, Monash University, Melbourne, 1995, h. 263-270.

Page 202: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

195

beberapa model identitas keagamaan Islam, yaitu Skriptualis, Essensialis, dan

Kosmopolitan.

Gambaran di atas menjelaskan bahwa model identitas Skriptualis yang tidak

mengakomodasi sistem sosial politik Australia dalam kerangka kebijakan

multikulturalisme sulit untuk mendapatkan pengakuan politik (poltical recognition),

karena dianggap memiliki mentalitas yang ekslusif, formalistik, dan tekstual. Hal ini

tentu menghambat bangunan integrasi dan mereka tidak bisa ‘survive’ di tempat

mereka yang baru. Bila dibandingkan dengan penelitian Begum Zubaida di tahun

1984, kelompok ini merupakan mayoritas, sedangkan dalam penellitian ini

sebaliknya, yaitu kelompok kecil. Perubahan pandangan ini disebabkan oleh pengaruh

pendidikan multikultural dan meningkatnya pendidikan dan ekonomi mereka di

tengah masyarakat Australia.

Di pihak lain, kelompok essensialis dan kosmopolitan terlihat mampu

menyesuaikan diri dan menyerap sistem politik tempat tinggal mereka yang baru

tanpa harus kehilangan identitas keagamaan. Kedua kelompok terakhir ini

menganggap bahwa multikulturalisme tetap menjamin kebebasan beragama di

Australia, karena itu mereka tetap memiliki loyalitas kepada negara mereka yang baru

dan dengan identitas baru pula, yaitu identitas nasional Australia.

Ada beberapa kendala yang dihadapi masyarakat Muslim Australia di dalam

merespon kebijakan tersebut, antara lain kurangnya kemampuan bahasa Inggris,

kurangnya keahlian (skill), fragmentasi kelompok agama yang terpusat pada latar

belakang etnis, dan dangkalnya interpretasi terhadap ajaran Islam, dikarenakan latar

belakang negara asal yang dilanda peperangan (Libanon dan Irak). Diperlukan

pemahaman baru bagi masyarakat Muslim Australia dalam menafsirkan ajaran-ajaran

pokok Islam yang bersifat universalism transcendental atau universalism

transculturalism sehingga bisa hidup berdampingan dengan multikulturalisme di

negara-negara Barat. Mengutip pendapat Prof.Dr. Taufik Abdullah dalam seminar

Islam and the West,195

11-12 September 2002, menegaskan bahwa multikulturalisme

merupakan alternatif untuk memecahkan masalah “clash of civilization” antara Islam

195Prof.Dr. Taufik Abdullah dalam Pengantar Seminar Internasional Islam and the West,

diselenggarakan oleh Pusat Bahasa-bahasa UIN Jakarta, 11-12 September 2002.

Page 203: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

196

dan Barat. Dengan kata lain, perpaduan universalims transcedental dengan

multikulturalism bisa menghindarkan konflik antara “religious culture dan secular

culture”.

Berangkat dari pengalaman negara-negara yang sudah menjadikan

multikulturalisme sebagai ideologi, seperti Australia dan Canada yang penduduknya

bersifat multi-etnis dan bangsa terlihat mampu meredam ketegangan-ketegangan dan

kekerasan-kekerasan dalam bentuk konflik budaya dan agama, termasuk terorisme

serta radikalisme. Kedua negara ini, khususnya Australia banyak dijadikan model

multikulturalisme di banyak negara dunia dalam membangun suatu kesatuan sosial

(social integration) dan kohesi sosial (social cohesiveness) hingga saat ini.

Page 204: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

197

BAB VI

KESIMPULAN / PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehadiran kelompok Muslim di Australia telah berlangsung lama dan

mendahului invasi kaum kulit putih pada abad ke-18. Periode-periode kedatangan

tersebut mengalami pasang surut sesuai dengan situasi perkembangan politik migrasi

yang terjadi di Australia. Periode pertama ditandai dengan kedatangan kelompok

nelayan Makassar ke pantai utara Australia untuk menangkap trepang, namun tidak

meninggalkan bekas yang berarti bagi perkembangan Islam di daerah tersebut.

Periode kedua dimulai di tahun 1860-an dengan kedatangan kelompok Muslim

Afghanistan dengan membawa kenderaan onta untuk melakukan eksplorasi tambang-

tambang mineral di daerah pedalaman yang sulit dan pembukaan lahan-lahan

pertanian. Kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi Australia di masa-masa

awal diakui secara luas oleh masyarakat Australia. Namun hal ini tidak berlangsung

lama saat diberlakukannya Kebijakan Kulit Putih Australia di tahun 1901 tentang

pembatasan naturalisasi kewargaa-negaraan yang berlaku hanya bagi kulit putih,

sedangkan bagi warga non-kulit putih ditolak kehadirannya. Peraturan yang bersifat

rasis dan diskriminatif ini mengakibatkan merosotnya jumlah penduduk Muslim di

Australia. Meski masa tinggal mereka tidak berlangsung lama, kontribusi mereka

terhadap perkembangan Islam diakui sejarah Australia sebagai fondasi kedatangan

Islam di Australia seperti terlihat adanya pembangunan-pembangunan mesjid.

Perkembangan Islam yang menurun di awal abad XX selama 47 tahun di

Australia, kembali menampakkan keberadaannya setelah meletusnya Perang Dunia II.

Perkembangan politik dalam dan luar negeri Australia secara tidak terduga membuka

pintu imigrasi bagi masuknya para imigran Muslim dari berbagai negara tanpa

peraturan yang sangat ketat. Kecilnya jumlah penduduk Australia di tengah

Page 205: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

198

perkembangan ekonomi Australia yang meningkat tajam dan ancaman invasi tentara

Jepang ke Asia Timur merupakan alasan utama pemberlakuan peraturan imigrasi

tersebut. Gelombang besar imigrasi kaum Muslim dari Turki dan Libanon yang

signifikan ke Australia terjadi di tahun 1960-an dan 1970-an, karena alasan ekonomi

dan politik ke Australia telah membentuk basis populasi komunitas Islam di Australia

yang menyebar di seluruh negara bagian, khususnya di kota-kota besar seperti Sydney

dan Melbourne.

Eksistensi komunitas Islam di Australia ditandai dengan maraknya

pembangunan-pembangunan mesjid di berbagai kota negara federal dan berdirinya

organisasi-organisasi etnik Islam serta payung organisasi komunitas Islam di tingkat

pemerintahan pusat (AFIC). Fungsi mesjid bagi umat Islam di Australia secara

simbolik bukan hanya tempat melakukan kegiatan ibadah, tetapi merupakan tempat

ekspresi, interpretasi, dan perayaan upacara keagamaan. Ia menjadi rujukan

komunitas dan alat identifikasi identitas kultural masyarakat Islam. Demikian pula

organisasi AFIC yang memainkan peran sentral dalam memajukan kehidupan

beragama dan pendidikan dan mewakili suara kelompok Muslim Australia.

Seiring dengan tingginya fluktuasi penduduk imigran di Australia yang

menyebabkan pertumbuhan penduduk Australia meningkat hingga dua kali lipat di

tahun 1987 menimbulkan tekanan dari komunitas etnik dan sebagian penduduk

Australia terhadap kebijakan pemerintah yang masih menerapkan pendekatan

assimilaitif yang bersifat rasis dan diskriminatif. Masing-masing komunitas etnis dan

bangsa yang berasal dari 170 negara menganggap ideologi ini gagal dalam

mengakomodasi warisan kultural mereka, karena itu diperlukan adanya suatu

kebijakan baru yang mengakui eksistensi komunitas etnis (political recognation).

Tekanan ini mendapat respon yang positif dari Pemerintahan Whitlam di tahun 1973

dan didukung oleh masyarakat Australia secara luas dengan diberlakukannya

kebijakan baru Multikulturaslime dan menghapus kebijakan lama. Kebijakan baru ini

tidak hanya diberlakukan kepada masyarakat migran, tetapi mengikat kepada seluruh

masyarakat Australia dalam membangun tatanan nilai ideal bagi identitas nasional

Australia yang plural dan mengurangi ketegangan dan konflik.

Page 206: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

199

Respon kelompok minoritas Muslim terhadap multikulturalisme, khususnya

pendidikan multikultural, menurut Begum Zubaida, terpecah menjadi dua. Kelompok

Konservatif yang mendominasi komunitas Muslim di tahun 1970 dan 1980 melihat

ideologi Islam bertentangan dengan ideologi multikulturaslisme yang sekuler.

Ideologi politik Islam yang masih dipegang kuat oleh kelompok yang baru datang ini

menuntut sistem sistem syariat Islam, termasuk pengadilan Islam, harus diberlakukan

bagi umat Islam di Australia. Sementara ideologi multikulturalisme menuntut

loyalitas semua warganegara, tanpa pengecualian untuk tunduk dalam sistem politik

dan kelembagaan yang terdapat dalam negara Australia. Pandangan kelompok

minoritas Moderat berpendapat sebaliknya. Ideologi multikulturalisme tidak

bertentangan dengan ajaran Islam, karena tujuan dari prinsip-prinsip

multikulturalisme yang ingin menyatukan realitas masyarakat yang plural dalam suatu

identitas nasional sejalan dengan kandungan isi al-Qur’an, yaitu toleransi dan

keadilan.

Sikap resistensi kultural kelompok Konsevatif tersebut di atas seakan

mengokohkan ketakutan masyarakat Australia terhadap politik Islam yang selama ini

mereka anggap tidak cocok dengan nilai-nilai budaya Barat. Islam di Australia dilihat

sebagai salah satu masalah bagi keberhasilan multikulturalisme, seperti halnya Islam

di Perancis yang menghambat sekularisme nasional. Nilai-nilai agama Islam,

kepercayaan, dan praktek keagamaannya dipandang sebagai sesuatu yang berada

dalam konflik dengan organisasi dan irama kehidupan masyarakat di kota-kota Barat.

Praktek keislaman berupa hijab (cadar) dan tidak adanya kesetaraan jender merupakan

tantangan yang nyata terhadap kompromi ruang publik yang sekuler. Karena itu,

kehadiran Islam yang dihasilkan imigrasi selalu dipandang sebagai ’yang lain’ (the

other), yang secara esensial bertententangan dengan budaya Barat dan menolak untuk

menjadi bagian dari masyarakat nasional di Barat, khususnya Australia.

Namun persoalan hambatan ideologis dan isu-isu lain yang dihadapi umat

Islam di Australia di tahun 1980-an bukanlah yang statis melainkan bersifat dinamis.

Mereka melakukan negosiasi kemusliman mereka dengan kehidupan masyarakat

Australia dan lembaga-lembaga yang ada. Latar belakang mereka yang sebelumnya

bersifat pedesaan masuk ke daerah perkotaan telah merubah pandangan-pandangan

Page 207: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

200

mereka tentang lanskap Australia dengan segala pernik budayanya. Secara ekonomis,

kehidupan mereka terangkat dengan meningkatnya penghasilan mereka setiap tahun.

Begitu pula di bidang pendidikan, rata-rata generasi kedua dan ketiga lebih terdidik

dengan berdirinya sekolah-sekolah Islam reguler yang juga disubsidi pemerintah

Australia. Secara kultural, mereka mulai melakukan dialog dengan berbagai antar

agama dalam memahami pluralisme agama yang diselenggarakan berbagai pimpinan

etnis yang juga berbeda agama.

Berbagai negosiasi kemusliman telah berhasil memenuhi tuntutan mereka

seperti pemberian otorisasi dari negara dalam perkawinan menurut ajaran Islam

melalui imam-imam yang ditunjuk negara, mendapatkan visa untuk mendatangkan

pemimpin agama dari mancanegara, area pemakaman sesuai dengan tradisi Islam, izin

pembangunan mesjid, pendirian sekolah-sekolah Islan dengan memasukkan

kurikulum Islam disamping kurikulum nasional Australia. Dengan demikian, hak

asasi seseorang untuk melaksanakan agama dijamin pemerintah.

Setidaknya ada dua hal penting yang mempengaruhi kehidupan beragama etnis

Muslim di Australia. Pertama adalah dukungan ideologi multikulturalisme. Ideologi

ini tidak hanya menciptakan toleransi, tetapi lebih penting lagi mendorong

terwujudnya rasa keadilan sesuai dengan tujuan multikulturalisme itu sendiri. Kedua,

adanya dukungan komunitas Muslim luar negeri dengan pembangunan mesjid-mesjid

dan fasilitas sembahyang, penyediaan imam, dan fasilitas pendidikan bagi anak-anak

Muslim. Kedua faktor ini, khususnya ideologi multikulturalisme, telah merubah

pandangan mereka yang tadinya mayoritas konservatif menjadi inklusif dan moderat.

Reinterpretasi agama terhadap doktrin ajaran agama berlangsung di tengah

pergumulan mereka dengan masyarakat yang heterogen sejalan dengan meningkatnya

tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi kelompok Muslim.

Untuk menghindari terjadinya dikhotomi antara identitas kultural Islam dan

prinsip-prinsip nilai multikulturalisme yang masih menjadi ‘hantu’ sebagian

masyarakat Australia, maka identitas kelompok Islam haruslah melebur ke dalam

identitas nasional Australia yang ditandai dengan adanya loyalitas terhadap negara

dan bangsa. Perpaduan antara dua identitas Islam di satu pihak dan ideologi

multikulturalisme sebagai ideologi sekuler di pihak lain, bisa diselesaikan dengan

Page 208: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

201

pendekatan budaya campuran atau kesadaran ganda (cultural hybridity) sehingga

terhindar dari konflik antara budaya Islam dan sekularisme. Cara pandang ini

diperlukan agar masyarakat Muslim dapat berintegrasi dan ‘survive’ dalam dominasi

masyarakat kulit putih yang menganut paham demokrasi liberal.

Kesadaran ganda di atas memerlukan pemahaman yang bersifat universal dan

transkultural di dalam memahami ajaran Islam agar dapat compatible dengan nilai-

nilai Barat yang bersifat humanisitik, demokratis, dan rasional, di samping tentu saja

menghindari aspek negatif di belakang nilai-nilai tersebut. Bila tidak, masyarakat

Muslim akan terkungkung dalam etnis agama yang sempit dan dapat memberi

pengertian salah sehingga dapat menimbulkan sifat prejudice dan stereotip negatif

terhadap umat Islam. Sikap ini akan menjadikan seorang Muslim sebagai ‘a real

Australian’, dan tidak harus menjadi ‘a typical Australian’. Bagi kelompok Muslim,

ideologi multikulturalisme adalah ‘pintu gerbang’ untuk memperkenalkan

pemahaman dan pengertian Islam yang sesungguhnya kepada khalayak masyarakat

kulit putih yang selama ini ‘ignorance’ dan ‘intolerance’ terhadap Islam.

B. SARAN

Keberhasilan multikulturalisme sering menjadi acuan negara-negara lain di

dunia di dalam menerapkan ideologi tersebut. Belajar dari pengalaman Australia,

mungkin bangsa Indonesia dapat meminjam konsep tersebut untuk diterapkan di

Indonesia sebagai perwujudan dari Bihinneka Tungga Ika. Penerapan Konsep

Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi tetap satu, saat ini telah kehilangan daya gebrak

tentang pentingnya hidup bersama dalam perbedaan. Tunggal Ika lebih ditekankan

ketimbang Bhinneka, sehingga akhrnya melahirkan persatuan semu (pseudo-unity).

Multikulturalisme pada hakekatnya tidak hanya sekedar mencari persatuan, tetapi juga

menumbuhkembangkan budaya perbedaan dan keharmonisan.

Di sini perlunya kebijakan multikulturalisme sebagai kebijakan politik negara

Indonesia dalam kerangka pembentukan masyarakat multikultural yang sehat. Namun

hal ini tidak bisa dilakukan secara taken for granted dan trial error, sebaliknya

diupayakan secara sistematis , programatis, integrated, dan berkesinambungan.

Beberapa langkah yang paling strategis untuk mengelola keragaman, tidak hanya

Page 209: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

202

menyangkut persoalan agama, tetapi sekaligus etnik, antara lain, pertama,

pembentukan institusi, seperti Lembaga Urusan Multikultural (Indonesian Institute of

Multicultural Affairs) dan Kantor Urusan Multikultural (The Office of Multicultural

Affairs). Kedua badan ini bertugas menciptakan kerangka Kebijakan Agenda

Nasional, menerbitkan buku-buku, mengadakan bank of research, dan menyiapkan

tenaga ahli sehingga memudahkan perolehan pengakuan kelembagaan dan terciptanya

komitmen di pihak Pemerintah pada prinsip-prinsip multikulturalisme. Alternatif lain,

pemerintah perlu membentuk Komisi Urusan Etnis dan Agama (Ethnic Affairs

Commission) untuk dijadikan semacam social engineering untuk mereformasi

multikulturalisme Indonesia dengan menyusun sebuah agenda Nasional bagi

terwujudnya multikulturalisme bangsa.

Kedua, langkah strategis lainnya adalah melalui pendidikan multikultural yang

diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan formal dan non-formal dalam

masyarakat luas. Tahap pertama bentuk pendidikan ini bisa dalam bentuk pendidikan

interkultural sebagai wujud cross-cultural untuk mengembangkan nilai-nilai universal

yang dapat diterima berbagai kelompok masyarakat berbeda. Pada tahap ini, seperti

yang diungkapkan Prof. Azyumardi Azra, bahwa pendidikan interkultural ditujukan

untuk mengubah tingkah laku individu agar tidak meremehkan budaya atau kelompok

lain, khususnya kalangan minoritas. Selain itu juga ditujukan untuk timbulnya

toleransi dalam diri individu terhadap berbagai perbedaan rasial, etnis, agama, dan

lain-lain. Tahap berikutnya ditujukan bagaimana mengelola dan memelihara serta

memperkaya warisan kultural yang terdapat dalam masyarakat sehingga masing-

masing kelompok bisa saling berbagi (sharing) dan saling memiliki.

Daftar Bacaan

Abbas, Tahir, Religion, Radicalism and Multiculturalism: Indonesia and UK Experience, International Seminar Paper, Muhammadiyah dan British

Council, 30 Januari, Jakarta, 2006.

Page 210: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

203

Adam, Enid and Philip Hughes, The Buddhists in Australia, Bureau of Immigration,

Multicultural and Population Research, Canberra, 1996

Advisory Council on Multicultural Affairs, Towards a National Agenda for a

multicultural Australia: A Discussion Paper, Commonwealth of Australia,

Canberra, 1988

Ata, Wade Abe (ed.), Religion and Ethnic Identity: An Australian Study, Spectrum

Publication Pty Ltd., Melbourne, Victoria, 1988

Australian Council on Population and Ethnic Affairs, Multiculturalism for all

Australians: Our Developing Nationhood, Commonwealth of Australia,

Canberra, 1982.

Azra, Azyumardi, Indonesia, Islam, and Democracy: Dinamics in a Global Context,

International Centre for Islam and Pluralism, Jakarta, 2006.

------------ ‘Identitas dan Krisis Budaya: Membangun Multikulturalisme Indonesia’

dalam Kongres Budaya Indonesia, yang diadakan oleh Menbudpar RI.

Diakses dari www.kongresbud.budpar.go.id, Desember 2006.

Bainbridge, Sims William, The Sociology of Religious Movements, Routledge,

New York, 1997.

Barth, Frederick, Kelompok Etnik dan Batasannya, alihbahasa Nining I. Soesilo, UI-

Press, Jakarta, 1988.

Basset-Burr, Sarah, Muslims in Australia: A Bibliography, Ecumenical Migration

Centre, Melbourne, 1991.

Baubock, Reiner et all (eds.), The Challenge of Diversity: Integration and Pluralism

in Societies of Immigration, Avebury, Vermont, 1996.

Baz, Ibn Shaykhs and Shaykh Uthaymeen, Muslim Minorities: Fatawa Regarding

Muslim Living as Minorities, Message of Islam, United Kingdom, 1998.

Begum, Zubaida, Islam and Multiculturalism: With Particular Reference to Muslims

in Victoria, unpublished dissertation, Monash University, Melbourne, 1984

Bell, Daniel, The Coming of Post-Industrial Society: A Venture in Social Forecasting,

Basic Book, Inc., New York, 1973.

Bilimoria, Purushottama, The Hindus and Shikhs in Australia, Bureau of Immig- ration, Multicultural and Population Research, Canberra, 1996.

Binder, Leonard, Islamic Liberalism, A Critique of Development Ideologies, The

University of Chicago Press, Chicago, 1988.

Page 211: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

204

Black, Alan (ed.), Religion in Australia: Sociological Perspectives, Allen and Un

win, Sydney, 1991.

Bouma, Gary D., Religion: Meaning, Transcendence and Community in Australia,

Longman Checire, Melbourne, 1992.

--------------, Mosques and Muslim Settlement in Australia, Australian Government

Printing Service, Canberra, 1994.

--------------, Religious Tolerance in Australia, World Conference on Religi on

and Peace, Melbourne, 1995.

--------------, The Religious Factors in Australian Life, Marc Australia (World

Vision), Melbourne, 1986.

--------------- (ed.), Many Religions, All Australian: Religious Settlement, Iden

tity and Cultural Diversity, The Christian Research Association, Melbourne,

1996

Burnley, Ian (ed.), Immigration and Ethnicity in the 1980s: Australian Studies,

Longman Chesire, Melbourne, 1985

Castles, Stephen (ed.), Mistaken Identity: Multiculturalism and the Demise of

Nationalism in Australia, Pluto Press, Sydney, 1988

Chauvel, Richard D., Budaya dan Politik Australia, Yayasan Obor Indonesia, Ja

karta, 1982

Clark, Gordon L. et all (eds.), Multiculturalism, Difference and Postmodernism,

Longman Chesire, Melbourne, 1993

Clark, Manning, A Short History of Australia, A. Mentor Book, New York, 1969

Cleland, Bilal, The Muslims in Australia: A Brief History, Islamic Council of Victoria,

Melbourne, October 2002

Coughlan, James E., and Deborah J. McNamara (eds.), Asian in Australia: Patterns of

Migration and Settlement, Macmillan Education Australia, Melbourne, 1997

Deen, Hanifa, Caravanserai, Journey among Australian Muslims, the Australia

Council, Sydney, 1995

Department of Immigration and Ethnic Affairs, National Consultations on

Multiculturalism and Citizenship, Australian Government Publishing Service,

Canberra, 1982

Page 212: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

205

Department of the Prime Minister and Cabinet Office of Multicultural Affairs,

National Agenda for a Multicultural Australia: Sharing Our Future,

Australian Government Publishing Service, Canberra, 1989

During, Simon (ed.), The Cultural Studies Readers, Routledge, London, 2000

Eliade, Mircea, Australian Religion: An Introduction, Cornell University Press,

Ithaca, 1973

Engel, Frank, Australian Christians in Conflict and Unity, The Joint Board of

Christian Education of Australia and New Zealand, Melbourne, 1984

Esman, J. Milton and Itamar Rabinovich, Ethnicity, Pluralism, and the State in the

Middle East, Cornell University Press, Ithaca, 1988

Esposito, John L. (ed.), Islam in Asia: Religion, Politics, and Society, Oxford, Press,

New York, 1987

Fawcett, Liz, Religion, Ethnicity and Social Change, Macmillan Press, London,

2000

Foster, Lois and David Stockley, Multiculturalism: The Changing Australian

Paradigm, Multilingual Matters Ltd., Clevedon, England, 1984

Foster, Lois and David Stockley, Australian Multiculturalism: A Documentary His

tory and Critique, Multilingual Matters Ltd., Clevedon, England, 1988

Geertz, Clifford, The Religion of Java, The Free Press Glencoe, London, 1960.

-------------, The Interpretation of Cultures, Basic Books, Inc., New York, 1973.

Goodman, David, D.J. O’Hearn and Chris Wallace-Crabbe (eds), Multicultural

Australia: The Challenges of Change, Scribe, Victoria, 1991

Goosen, Gideon, Religion in Australian Culture: An Anthropological View, St.

Pauls, Sydney, 1997

Goot, Murray, Multiculturalists, Monoculturalists and Many in between: Attitudes to

Cultural Diversity and their Correlates, in Australian and New Zealand

Journal of Sociology, vol. 29, no. 2 1993, 226-253

Graetz, Brian and McAllister, Dimensions of Australian Society, Macmillan Company

of Australia, Melbourne, 1988

Gurry, Tim (ed.), An Emerging Identity: Focus on Australian History,Victoria,1987

Page 213: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

206

Habel, Norman C. (ed.), Religion and Multiculturalism in Australia, Australian

Association for the Study of Religious (AARS), Adelaide, 1992

Haddad, Yvonne Yazbeck (Ed.), Muslim in the West, Oxford University Press,

London, 2002

Hage, Hassan and Rowanne Cough (eds.), The Future of Australian Multicultural ism,

The University of Sydney, 1999

Hardjono, Ratih, Suku Putihnya Asia: Perjalanan Australia Mencari Jati Dirinya,

Gramedia, Jakarta, 1992

Hiro, Philip, Islamic Fundamentalism, Paladin, London, 1988

Jaensch, Dean, The Politics of Australia, Macmillan Education Australia,

Melbourne, 1992

Jones, Mary Lucille (ed.), An Australian Pilgrimage: Muslims Australian in

Seventeen Century, Law Printer, Melbourne, 1993

John, H, Anthony and Saeed, Abdullah, “Muslims in Australia”, dalam Muslim

Minorities in the West: Visible and Invisible, Yvonne Yazbeck Haddad & Jane

I. Smith (ed.), Altamira Press, New York, 2002

Jonston, Marjorie, Australian History, Longman Cheshire, Melbourne, 1985

Juan, E. San Jr., Hegemony and Strategies of Transgression: Essays in Culltural

Studies and Comparative Literature, State University of New York Press,

New

York, 1995

Jupp, James (ed.), The Challenge of Diversity: Policy Options for a Multicultural

Australia, Australian Government Publishing Service, Canberra, 1989

--------------, Ethnic Politics in Australia, George Allen and Unwin, Sydney, 1984

Kumar, Ranjit Research Methodology – A Step by-Step Guide for Beginners,

Longman, London, 1996.

Lan, Thung Ju, ‘Politik Kebudayaan Baru tentang Perbedaan’, dalam Masyarakat dan

Budaya, Vol. IV No.1 PMB-LIPI, Jakarta, 2002

Lawson, E. Thomas and Robert N. McCauley, Rethingking Religion: Connecting Cognition and Culture, Cambridge University Press, New York, 1993

Lerda, Valeria Gennaro (ed.), From ‘Melting Pot’ to Multiculturalism: The Evolution

of Ethnic Relations in UN and Canada, Bulzoni Editore, Roma, 1990

Page 214: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

207

Lopez, Mark, The Origins of Multiculturalism in Australian Politics 1945- 1975,

Melbourne University Press, Melbourne, 2000

Macquarrie, John, Principles of Christian Theology, SCM Press, London, 1966

Malik, Iftikhar H., Islam and Modernity: Muslims in Europe and the US, Pluto Press,

London, 2004

McConnochie, Keith, et al, Race and Racism in Australia, Social Science Press,

Katoomba, Sydney, 1988

Martin, Jean I., The Migrant Presence: Australian Responses 1947-1977, George

Allen & Unwin, Sydney, 1978

Mol, H., Religion in Australia, Longman Chesire, Melbourne, 1971

--------------, The Faith of Australians, Allen & Unwin, Sydney, 1985.

Mulyana, Deddy, Islam dan Orang Indonesia di Australia, Logos, Jakarta, 2000.

--------------, Twenty-Five Indonesians in Melbourne: A Study of the Social

Construction and Transformation of Ethnic Identity, unpublished

dissertatation, Monash University, Melbourne, 1995, h. 263-270.

Nile, Richard (ed.), Immigration and politics of Ethnicity and Race in Australia

And Britain, Bureau of immigration Research (Australia) and the University

of London, Melbourne and London, 1991

Nurdin, M. Amin, ‘Managemen Konflik Negara terhadap Masyarakat Multikultural:

Kasus Komunitas Muslim Australia’, in Refleksi, Jurnal Kajian Agama dan

Filsafat, Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta, vol. VII, no.1, 2005

------------, ‘Kajian Multikulturalisme dan Kaitannya dengan Kerukunan di Indonesia’,

makalah yang disampaikan pada seminar Strategi Sosialisasi Multikultural

dalam Rangka Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa,

diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah

bekerjasama dengan Litbang Depag RI, Jakarta, 10 Juli 2006.

Omar, Wafia and Kirsty Allen, The Muslims in Australia, Australian Government

Service, Canberra, 1996

Parekh, Bhikhu, Rethingking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political

Theory, Macmillan Press, London, 2000

Payne J. Richard and Jamal R. Nassau, Politics and Culture in Developing Wprld:

The Impact of Globalization, Longman, New York, 2003

Page 215: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

208

The Parliament of the Commonwealth of Australia, Australian Population ‘Carry ing

Capacity’: One Nation – Two Ecologies, Australian Government Publishing

Service, Canberra, 1994

Ramadan, Tariq, Menjadi Modern Bersama Islam, alihbahasa Zubair dan Ilham B.

Saenong, Teraju, Jakarta, 2003

Research Center for Regional Resources (PSDR), Identity, Multiculturalism and

Formation of Nation States in Southeast Asia, The Indonesian Institute of

Sciences (LIPI) and Japan Foundation, Jakarta, 2004

Ricklefs, M.C., ‘Culture, Ethnicity, and Religion as Process: Inter-culturally as the

Key to the Future’, in KULTUR, vol. 1, no. 1, Center for Languages and

Cultures of the State Institute for Islamic Studies (IAIN), Jakarta, 2000

Rimmer, Stephen J., The Cost of Multiculturalism, Stephen J. Rimmer, Bedford

Park, 1991

Robertson, Roland and William R. Garrett (ed.), Religion and Global Order: Religion

and the Political Order, Paragon, New York, 1991

Rubinstein D. William, Judaism in Australia, Bureau of Immigration, Multicultural

and Population Research, Australia.

Saeed, Abdullah, Muslim Australians: Their Beliefs, Practices and Institutions,

Departement of Immigration and Multicultural and Indigenous Affairs and

Australian Multicultural Foundation in Assotiation with The University of

Melbourne, 2004

--------------, Islam in Australia, Allen & Unwin, Sydney, 2003

-------------- and Shahram Akbarzadeh, (eds.), Muslim Communities in Australia,

UNSW Press, Sydney, 2003

Said, Edward W., Orientalism: Western Conceptions of the Orient, Penguin

Books, New York, 1995

Siddiqui, Ataullah, Christian – Muslim Dialogue in Twentieth Century, Macmillan

Press, London, 1997

Theophanous, Andrew C., Understanding Multiculturalism and Australian Identity

Elikia Books Publication, Victoria, 1995

Vasta, Ellie, Multiculturalism and Ethnic Identity: Relationship between Racism

and Resistance, in Australian and New Zealand Journal of Sociology, no.2,

August 1993, 209-225

Page 216: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

209

Youngman, Drew, Double Standar: An Independent View of Religiuos Dis

crimination in Australia, Self-Published, Australia, 1995

Ward, Rowland and Robert Humphreys, Religious Bodies in Australia: A

Comprehensive Guide, New Melbourne Press, Victoria, 1995

Wu, D.Y.H, et all (ed.), Emerging Pluralism in Asia and the Pacific, The Chinese

University of Hong Kong, Hong Kong, 1997

Yin, Robert K. Case Study Research Design and Methods, Sage Publications, Beverly

Hills, London, 1985

- Sumber-sumber lain dari Jurnal, Majalah, harian, dan internet seperti Australian and

New Zealand Journal of Sociology, Salam, al-Nida’, the Age, dan Sydney Heral

Morning dari tahun 1980 sampai 1997.

- Lampiran-lampiran

Lampiran -1*

Queensland

Darra Mosque

47 Ducie St

Darra 4076

Kotku Eagleby Mosque

262 Fryer Rd

Eagleby 4207

Kuraby Mosque

1408 Beenleigh Rd

Kuraby 4112

Gold Coast Mosque

2 Allied Dr

Arundel 4214

Holland Park Mosque

309 Nursery Rd

Holland Park 4121

Lutwyche Mosque

33 Fuller St

Lutwyche 4030

Mackay Mosque

West End Mosque

12-14 Princhester St

West End 4101

Woodridge Mosque

Cnr Third Ave & Curtisii Crt

Kindston 4114

New South Wales

Al Hijra Mosque

45 Station St

West Tempe 2044

Al Jihad Mosque

12 South Creek rd

Dee Why 2099

Al-Imam Ali Mosque

65-67 Wangee Rod

Lakemba 2195

Auburn Gallipoli Mosque

15-17 North Parade

Redfern Mosque

328 Cleveland St

Surry Hills 2010

of Campbelltown

44 Westmoreland Rd

Lumeah 2560

Rooty Hill Mosque

Cr Woodstock & Duke Sts

Rooty Hill 2766

Rydalmere Mosque

465 Victoria Rd

Rydalmere 2116

Smithfield Mosque

30 Bourke St

Smithfield 2164

Suburban Islamic Asso-

ciation of Campbelltown

44 Westmoreland Rd

Lumeah 2560

Daftar Mesjid Utama di Australia

Page 217: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

210

Victoria

Islamic Council of

Victoria

66-68 Jeffcott St

West Melbourne 3003

Coburg Islamic Centre

31 Nicholson St’Coburg

3058

Turkish Cypriot

Communi-ty of Australia

Lot I Ballarat Rd

Deer Park 3023

Islamic Society of

Footscray

50 Ealeigh St

Footscray 3012

Islamic Society of

Victoria

90 Cramer St

Preston 3072

Broadmeadows Mosque

45-55 King St

Broadmeadows 3047

Brunswick Islamic

Centre

660 Sydney Rd

Brunswick 3056

Campbellfield Mosque

46 Mason St

Campbellfield 3061

Fitzroy Mosque

144 Palmer Dr

Fitzroy 3065

Footscray West Mosque

294 Essex St

Maidstone 3012

Geelong Mosque

Cnr Orr & Bostock Sts

Manifold Heights 3218

Heidelberg Mosque

Cnr Lloyd & Elliot Sts

West heidelberg 3081

Jaame Masjid Afghan

14 Photinia St

Doveton 3177

Lysterfield Mosque

1273 Wellington Rd

Lysterfield 3156

Maidstone Mosque

36 Studley St

Maidstone 3012

Mildura Mosque

49 Tenth St

Mildura 3502

Newport Mosque

1 Walker St

newport 3015

Springvale Mosque

68 Garnsworthy St

Springvale 3171

Sunshine Mosque

618 Ballarat Rd

Sunshine 3020

Thomastown Mosque

157 Station St

Thomastown 3074

South Australia

Adelaide Mosque

20 Little Gilbert St

Adelaide 5000

Park Holme Mosque

658 Marion Rd

Park Holme 5043

Al-Khalil Mosque

Cnr Audley St & Torrens Rd

Woodville North 5012

Gilles Plains Mosque

52-56 Wandana Ave

Gilles Plains 5086

Whyalla Islamic Society

5 Morris Crs

Whyalla Norrie North 5608

Western Australia

Geraldton Mosque

67 George Rd

Geraldton 6530

Katanning Mosque

24 Britannia St

Katanning 6317

Newman Mosque

Lot 1536

Abydos Way

Newman 6753

Perth Mosque

427 William St

Pert 6805

Port Hedland Mosque

34 Trumpet Way

South Hedland 6722

Rivervale Islamic Centre

7 Malvern Rd

Rivervale 6103

Australian

Capital Territory

Canberra Islamic Centre

29 Goldfinch Cres

Theodore 2905

Canberra Mosque

130 Empire Circuit

Yarralumla 2600

Tasmania

Hobart Islamic Centre

166 Warwick St

Hobart 7000

Northern

Territory

Alice Springs Islamic

Centre

Lot 8130 Lyndavale Dr

Alice Springs 0871

Darwin Mosque

53-59 Venderlin Dr

Casuarina 0810

Page 218: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

211

___________________

*http://www.islamaustralia.com.au/Mosues/Aust_List_List/mosques_in_aust.htm.

Daftar Organisasi Muslim di Australia

The Australian Federation of Islamic

Councils

Mail Address

PO Box 1185

Waterloo DC NSW 2017

932 Bourke St

Zetland NSW 2017

Islamic Council of New South Wales Inc.

405 Waterloo Rd

Chullora NSW 2190

Islamic Council of Victoria

66-68 Jeffcott St

West Melbourne VIC 3003

Islamic Council of Queensland

Compton Rd (cnr Acacia Rd)

Karawatha QlD 4117

Islamic Society of South Australia

658 Marion Rd

Park Holme SA 5043

Islamic Council of Western Australia

7 Malvern St

Rivervale WA 6103

Islamic Council of the Northern

Territory

Islamic Society of Victoria

90 Cramer St

Preston VIC 3072

Federation of Australian Muslim Students

and Youth (FAMSY)

PO Box 451

Newport VIC 3015

Suite 2/108 Haldon Street

Lakemba NSW 2193

Muslim Aid Australia

Suite 15-16

168 Haldon St

Lakemba NSW 2195

Muslim Women’s International network of

Australia

PO Box 213

Granville NSW 2142

Islamic Women’s Welfare Council of

Victoria

169 Fitzroy St

Fitzroy VIC 3065

Page 219: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

212

Lampiran -2**

Daftar Sekolah Islam di Australia

New South Wales

Al Noori Muslim Primary

School

75 Greenacre Rd

Greenacre NSW 2190

Arkana College

344 Stoney Creek Rd

Kingsgrove NSW 2208

Malek Fahd Islamic

School

405 Waterloo Rd

Greenacre NSW 2190

Noor Al Houda Islamic

College

2b Third Ave.

Condell Park NSW 2200

Qibla College

44-48 Westmoreland St

Minto NSW 2566

King Abdul Aziz College

420 Woodstock Ave.

Rooty Hill NSW 2766

Victoria

Werribee College

201 Sayers Rd

Hoppers Crossing

VIC 3029

Darul-ulum College of

Victoria

Baird St

Fawkner VIC 3060

King Khalid Islamic

College

Head Office

Merlynston Secondary

Campus

56 Bakers Rd

Coburg North VIC 3058

Coburg Primary Campus

653 Sydney Rd

Coburg VIC 3058

Minaret College

Main Campus

36 Lewis St

Springvale VIC 3171

Queensland

Brisbane Muslim School

6 Agnes St

Buranda QLD 4102

Islamic School of Brisbane

45 Acacia Rd

Karawatha QLD 4117

South Australia

Islamic College of South

Australia

52 Wandana Ave

Cilles Plains SA 5086

Western Australia

Al-Hidayah Islamic

School

Hedley St

Victoria Park WA 6100

Page 220: PERGULATAN KAUM MUSLIM MINORITAS AUSTRALIA Islam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47169/1/Buku Pergulatan Islam di...kepada penduduk non-Eropa untuk mengajukan

213

** http://www.islam-australia.com.au/Schools/schools_in_aust.htm