perilaku lentur pelat sistem satu arah beton bertulang
TRANSCRIPT
1
Perilaku Lentur Pelat Sistem Satu Arah Beton Bertulang Berongga
Dengan Pemanfaatan Botol Bekas Berbahan Plastik
Sebagai Pembentuk Rongga
Novia Tinna Wijayanti1,a, Djoko Sulistyo2,b, dan Muslikh3,c 1Mahasiswa Program Pascasarjana, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, Indonesia, 2Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia,
3Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Pelat beton bertulang berongga sejajar sistem satu arah beton bertulang berongga dengan
pemanfaatan botol bekas berbahan plastik sebagai pembentuk rongga merupakan salah satu
teknologi alternatif untuk mengurangi berat sendiri pelat dan menghemat kebutuhan material beton.
Penempatan rongga pada beton diharapkan tidak akan mengurangi kekuatan lentur pelat tersebut.
Namun demikian, perilaku lentur dalam keadaan layan (lendutan) maupun keadaan batas yaitu
kekuatan, beban maksimum, dan pola keruntuhan beton bertulang berongga dengan pelat solid,
untuk itu perlu penelitian lebih lanjut.
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan dua tahap pengujian. Pada tahap awal
dilakukan dengan pengujian pendahuluan yang meliputi pengujian sifat fisik dan mekanik bahan.
Tahap kedua dilakukan dengan pembuatan benda uji, berupa empat benda uji pelat yang terdiri dari
satu pelat beton bertulang solid (PS) dan tiga pelat beton bertulang dengan botol plastik bekas
kemasan air minum sebagai pembentuk rongga PBBP-1, PBBP-2, dan PBBP-3. Keempat benda uji
pelat ini berukuran skala penuh (2200 mm x 1000 mm) dengan ketebalan semua pelat sama yaitu
120 mm. Pengujian dilakukan secara statik dengan beban garis di sepertiga bentang pada sistem
struktur dengan tumpuan sederhana. Pada penelitian ini juga diamati terhadap beban berulang 20 %
(setara dengan beban hidup ruangan pada perkantoran) dari beban retak awal dilakukan sebanyak
10 kali pembebanan.
Pengurangan volume beton pada pelat berongga 1 (PBBP-1) diperoleh sebesar 18,52 %,
pelat berongga 2 (PBBP-2) sebesar 16,46 %, dan pelat berongga 3(PBBP-3) sebesar 14,41 % dari
pelat solid (PS). Nilai kuat lentur hasil eksperimen yang diperoleh berupa beban maksimum
menunjukkan bahwa pelat berongga 1 (PBBP-1) sebesar 98,0 %, pelat berongga 2 (PBBP-2)
sebesar 98,04 %, dan pelat berongga (PBBP-3) sebesar 90,98 % dari pelat solid. Beban maksimum
hasil eksperimen sedikit lebih kecil dari hitungan analitis, yaitu berturut-turut untuk pelat berongga
PBBP-1, PBBP-2, PBBP-3 sebesar 96,83 %, 96,96 %, 90,09 %, dan pelat solid sebesar 99,93 %.
Hasil pengujian lendutan pada beban layan untuk semua benda uji kurang (dibawah) dari lendutan
ijin maksimum sebesar 4,17 mm, yaitu untuk pelat berongga PBBP-1 sebesar 0,570 mm, PBBP-2
sebesar 0,710 mm, PBBP-3 sebesar 0,650 mm, dan pelat solid (PS) sebesar 0,700 mm. Hasil
pengujian beban berulang (20 % dari Pcr secara analitis) menunjukkan bahwa setiap benda uji pelat
tidak mengalami retak. Pola retak yang terjadi pada semua benda uji pelat menggambarkan pola
retak kerusakan lentur.
Kata kunci: pelat solid, pelat beton bertulang berongga, kuat lentur
Pendahuluan
Latar Belakang
Penggunaan beton sebagai material konstruksi seperti beton bertulang terus mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Namun demikian, panjang bentang pelat beton bertulang solid
terbatas karena pelat tersebut menggunakan material beton yang cukup besar sehingga berpengaruh
pada berat sendiri pelat yang besar pula. Perkembangan teknologi alternatif untuk mengurangi berat
sendiri pelat antara lain adalah pelat-pelat memiliki rongga pada beton daerah tarik yang bertujuan
2
untuk mengurangi berat sendiri pelat, menghemat material beton, dan mengurangi beban-beban
pada balok, kolom, dan pondasi sehingga menguntungkan perilaku struktur jika bangunan tersebut
mengalami gaya gempa. Penghematan material beton berarti pengurangan penggunaan semen dapat
dilakukan pada pelat beton berongga yang dampak yang baik pada penghematan energi.
Pemanfaatan sampah plastik untuk pembentuk rongga dapat diperoleh dengan harga murah, mudah,
dan dapat memanfaatkan sampah plastik lebih maksimal, sehingga berkontribusi dalam penanganan
sampah plastik yang sulit terdegradasi di alam. Botol yang akan digunakan dari botol plastik bekas
kemasan air minum Mizone yang memiliki sifat lebih kuat dan kaku dari jenis botol kemasan
plastik lainnya diharapkan cukup kuat menahan beton segar pada saat pengecoran. Pengecoran pelat
beton dengan mutu beton normal diharapkan dapat dilakukan di lokasi/cor ditempat (non precast)
sehingga dapat dilakukan di berbagai “pelosok” daerah karena tidak memerlukan alat-alat berat dan
mengurangi biaya sewa alat berat yang mahal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan perilaku lentur dalam
keadaan layan, yaitu lendutan pelat lantai dan perilaku lentur dalam keadaan batas/ultimit dengan
tinjauan pada kekuatan, beban maksimum, pola keruntuhan, dan daktilitas pelat lantai beton
bertulang berongga dengan pelat lantai solid dengan tebal yang sama. Selain itu, untuk mengetahui
pengurangan berat sendiri pelat dan kebutuhan material beton pada pelat lantai beton bertulang
berongga, dibandingkan dengan pelat lantai solid, dengan variasi jarak antar lubang rongga.
Batasan Penelitian
1. Benda uji berupa pelat beton bertulang sistem satu arah ukuran skala penuh dengan ukuran
2200x1000x120 mm, dimana rongga dibuat menggunakan botol plastik bekas Mizone dengan
diameter botol bagian bawah 66 mm, diameter bagian atas 39 mm, panjang 215 mm, dan
volume 0,545 liter.
2. Tebal pelat beton berongga sama dengan tebal pelat beton kontrol solid, dengan parameter
variasi jarak antar lubang rongga.
3. Beton yang digunakan adalah beton normal dengan nilai'fc = 20 MPa.
4. Pembuatan benda uji pelat dengan cara cor di tempat (cast in situ).
5. Pola pembebanan berupa dua buah gaya statik terpusat pada 1/3 bentang. Sistem struktur
sederhana dengan tumpuan sendi dan rol pada ujung sisi pendek benda uji pelat.
6. Pengamatan terhadap beban berulang 20% dari beban retak awal dilakukan sebanyak 10 kali
pembebanan.
7. Pengamatan hanya sebatas pada perilaku lentur, lendutan, retak, sampai beban maksimum.
Tinjauan Pustaka
Penelitian sebelumnya mengenai pelat beton berongga pernah dilakukan oleh Pisanty (2008)
yang meneliti tentang Prestressed Precast Hollow Core Slab (PPHCS) merupakan pelat beton
prategang dan pracetak yang memiliki lubang dengan ketebalan pelat yang berbeda-beda dan
memiliki kuat lentur yang bervariasi; oleh Aldejohann dan Schnellenbach (2005) melakukan
penelitian mengenai biaxial hollow slab tentang perilaku lentur, perilaku lendutan, kuat punching,
dan kuat geser; oleh Aji (2009) yang meneliti tentang perilaku lentur dan geser pelat beton
bertulang berongga bola sistem dua arah; oleh Soeharno (2009) melakukan penelitian tentang
perilaku lentur pelat sistem satu arah beton bertulang berongga bola; oleh Intansari (2013) dan
Muizu (2013) melakukan penelitian tentang perilaku lentur pelat sistem satu arah beton bertulang
berongga dengan pemanfaatan botol bekas kemasan air minum mineral; oleh Sanjaya (2015)
melakukan penelitian tentang perilaku lentur pelat sistem satu arah beton bertulang berongga
dengan pemanfaatan kaleng bekas kemasan susu sebagai pembentuk rongga.
Jadi penelitian ini merupakan penelitian lanjutan mengenai pelat beton bertulang berongga.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada pembentuk rongga
dan ketebalan pelat. Pemanfaatan botol plastik bekas kemasan air minum Mizone sebagai
pembentuk rongga dalam pelat beton bertulang berongga dengan cor di tempat yang akan
digunakan dalam penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Jenis plastik yang
3
digunakan memiliki bentuk dan kekuatan yang lebih stabil terhadap tekan beton basah
dibandingkan dengan jenis yang telah digunakan dalam penelitian, sehingga lubang tidak rusak
ketika proses pengecoran beton.
Landasan Teori
Kondisi Layan
Lendutan
Pengendalian terhadap lendutan dalam SNI 03-2847-2013 pasal 9.5 dapat dilakukan dengan
cara menggunakan langsung kriteria tebal minimum pelat atau menghitung lendutan yang terjadi
dan kemudian membandingkan dengan lendutan ijin maksimum.
Lendutan elastik yang terjadi di tengah bentang pelat akibat beban merata (q) dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut ini (Gere dan Thimoshenko, 2000).
……………...…………..………………………………….......................................................................... (1)
Lendutan elastik yang terjadi di tengah bentang pelat akibat dua gaya terpusat dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ini (Gere dan Thimoshenko, 2000).
………………………………..…………........................................................................ (2)
Kekakuan
Menurut Gere dan Timoshenko (2000), kekakuan didefinisikan sebagai gaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan suatu lendutan sebesar satu satuan sehingga kekakuan elastik pada
pelat beton bertulang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ini:
…………………...…………...……………………………………………….................................................................. (3)
Dimana : K = kekakuan pelat (kN/mm), P = beban sebelum retak awal/batas elastik (kN), δ =
lendutan elastik (mm).
Kondisi Batas Kuat lentur
Kuat lentur pada pelat beton bertulang solid
Dengan memperlakukan pelat satu arah sama seperti balok, maka berlaku keadaan
keseimbangan gaya/horisontal pada penampang, sehingga gaya tekan beton (Cc) akan diimbangi
oleh gaya tarik tulangan baja (Ts). Pada kondisi batas kekuatan lentur tulangan baja pada pelat
umumnya telah mencapai tegangan leleh ( = ), sehingga berlaku persamaan berikut ini
(Dipohusodo, 1999):
Cc = Ts ………………………………….………………..……………………………….…..............................................................(4)
Cc= 0,85.'
cf .a.b ……………..……………..……………...……………….………………........................................................ (5)
Ts = As . sf
= As . yf (asumsi baja tulangan leleh)…………………………….…...............................................(6)
Dengan prinsip keseimbangan gaya Cc = Ts dapat diperoleh nilai a. Kekuatan lentur nominal penampang adalah:
Mn = Ts (d-½ . a) = Cc (d-½. a) = 0,85.'
cf .b .a .(d-½ . a) ……………………..…………........................... (7)
)1(384
..5 24
−=EI
Lq
)43)(1(24
..5,0 222 alEI
aP−−=
PK =
sf yf
Gambar 1. Diagram regangan dan gaya pada pelat penampang solid
ds
d h
c
d-½.a
a½.a
cc
0,85 f 'c =0,003
T s
= =f y/E s
sumbu netral
bε
c
εc ≥εy = fy/Es
4
Kuat lentur pada pelat beton bertulang berongga
Lendutan pelat pada keadaan layan, karena rongga di dalam pelat akan mengurangi
kekakuan lentur pelat. Kemampuan menahan geser juga akan berkurang dengan adanya lubang
tersebut.
Cc = Ts .......................................................................................................................................................................................... (8)
Cc= 0,85.'
cf .a.b ..................................................................................................................................................................... (9)
Ts = As . sf
= As . yf (asumsi baja tulangan leleh)………………………….............................................. (10)
Dengan prinsip keseimbangan gaya Cc = Ts dapat diperoleh nilai a. Kekuatan lentur nominal penampang adalah:
Mn = Ts (d-½ . a) = Cc (d-½. a) = 0,85.'
cf .b .a .(d-½ . a) ……………………………………….…..... (11)
Kuat geser
1. Kuat geser pada pelat beton bertulang solid
Pada pelat beton bertulang kemampuan beton menahan geser sebanding dengan luas
penampangnya. Kuat geser beton berdasarkan SNI -2847-2013 dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
..…………………….……………………………...…….……….……………………………….… (12)
Berdasarkan Persamaan (12) adanya rongga akan mengurangi kuat geser dari pelat tersebut,
karena luas rongga akan mengurangi luasan (b.d).
2. Kuat geser pada pelat beton bertulang berongga
Perhitungan kuat geser beton pada pelat beton berongga bola dapat menggunakan
pendekatan lebar “web” penampang terkecil, Kuat geser pelat beton berdasarkan jarak antar bola
pada pelat beton berongga bola dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
(Aldejohann dan Schennellebach, 2003):
…………………...………………………................................................................ (13)
Daktilitas Faktor daktilitas struktur gedung ( ) adalah rasio antara simpangan/ regangan maksimum
struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan
(mm) dan simpangan atau regangan pada saat terjadinya pelelehan pertama ( ).
………………………………...………………………………………………........................................................... (14)
Pola retak
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, pendekatan nilai kuat tarik beton digunakan suatu nilai
yang disebut modulus of rupture (fr) yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
……………………...………………..……………….………….………................................................. (15)
Momen retak berdasarkan SNI 03-2847-2002, dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
.……………………...………………………………………………….…...................................................... (16)
dbfV cc ..17,0;
=
( )ddnbfV bolabolacc ...6
1 ;−=
y
m
=
u y
Iy
fM
t
rcr .=
cr ff '7,0=
ε
c
εc ≥εy = fy/Es
b
ds
d h
c
d-½.a
a½.a cc
T s
sumbu netral
0,85 f 'c =0,003
Gambar 2. Diagram regangan dan gaya pada pelat berongga
5
Metode Penelitian
Pembuatan Benda Uji
Spesifikasi benda uji pelat dapat dilihat pada Tabel 1 dan potongan benda uji pelat dapat
dilihat pada Gambar 3 sampai Gambar 10.
Gambar 3. Penampang memanjang PS
2000100
2200
7Ø10-15013Ø8-175
wiremesh Ø4-100
120
100
Gambar 4. Penampang melintang PS
1000
wiremesh Ø4-100
120
13Ø8-1757Ø10-150
Gambar 7. Penampang memanjang PBBP-2
2000100 100
2200
wiremesh Ø4-100
120
13Ø8-175 7Ø10-150
Gambar 6. Penampang melintang PBBP-1
1000
wiremesh Ø4-100
120
13Ø8-1757Ø10-150
30
Tabel 1. Spesifikasi benda uji pelat
Gambar 5. Penampang memanjang PBBP-1
2000100 100
2200
wiremesh Ø4-100
120
13Ø8-175 7Ø10-150
6
Setting up pengujian dan instrumentasi
Pengujian dilakukan dengan pemberian beban pada benda uji secara bertahap dengan
kenaikan sebesar 0,25 kN. Setiap beban, besarnya lendutan dan regangan tulangan baja dicetak di
data loger sebagai data hasil pengujian, sekaligus diamati pola retak yang terjadi pada benda uji.
Penempatan LVDT, strain gauge, dan pembebanan serta setting pengujian pelat dapat dilihat pada
Gambar 11.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Pengujian Pelat
1. Berat Sendiri Pelat
Rongga menjadikan volume beton pada pelat PBBP-1 berkurang 18,52 % dari volume yang
dibutuhkan oleh pelat PS, untuk PBBP-2 berkurang 16,46 % dari pelat PS, dan PBBP-3 berkurang
14,41 % dari pelat PS. 2. Pengujian Lentur
Pada tabel 2 dan Gambar 12 menunjukkan hasil lendutan maksimum pada pelat PS lebih
rendah dari pelat PBBP-1, PBBP-2, dan PBBP-3 karena terdapat rongga yang mengakibatkan lebih
ringan dibandingkan PS.
2000100
2200
wiremesh Ø4-100
120
100
13Ø8-175 7Ø10-150
Gambar 9. Penampang memanjang PBBP-3
Gambar 10. Penampang melintang PBBP-3
1000
wiremesh Ø4-100
120
13Ø8-1757Ø10-150
70
Gambar 8. Penampang melintang PBBP-2
1000
wiremesh Ø4-100
120
13Ø8-1757Ø10-150
50
Gambar 11. Setting up pengujian
Loading Frame
Data Logger
Load Cell Hydraulick Jack
LVDT
Benda Uji
7
Tabel 2. Hasil eksperimen bahan terhadap lendutan tengah bentang pelat PS PBBP- 1 PBBP-2 PBBP-3
1st Crack Pcr (kN) 24,010 20,580 21,805 19,600
Δcr (mm) 3,390 2,310 2,100 2,070
Yield Py (kN) 50,960 54,145 56,350 49,245
Δy (mm) 12,930 14,310 16,080 15,830
Max Pmax (kN) 62,475 61,250 61,250 56,840
Δmx (mm) 17,190 30,900 28,720 27,930
3. Beban Retak Awal
Perbandingan hasil perhitungan analitis dengan hasil pengujian eksperimen beban retak awal
dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 (a) menunjukkan beban retak awal hasil analitis PS, PBPB-1, PBBP-2, dan
PBBP-3 tidak jauh berbeda nilainya dibandingkan dengan beban retak awal eksperimen. Namun,
untuk kondisi pada pelat PBBP-3 antara hasil analitis dan eksperimen memiliki sedikit perbedaan
terhadap hasil analitis PBBP-3 sebesar 0,32 %, lebih rendah dibandingkan dengan hasil analitis. Hal
ini disebabkan pencampuran adukan beton yang dilakukan beberapa kali untuk semua benda uji,
sehingga terdapat mutu beton dibawah yang direncanakan atau dibawah rata-rata. Gambar 13 (b)
menunjukkan hasil masing-masing benda uji untuk mengetahui prosentase selisih pelat berongga
dengan pelat solid pada pengujian eksperimen dimana beban retak awal hasil analitis untuk benda
uji PS mempunyai selisih 16,34 %, PBBP-1 mempunyai selisih 7 %, PBBP-2 mempunyai selisih
11,94 %, dan PBBP-3 mempunyai selisih 0,32 % dari hasil ekperimen.
Gambar 12. Grafik hasil eksperimen beban terhadap lendutan tengah bentang pelat (LVDT 2)
kurang dari 20% terhadap beban maks.
Leleh PBBP-1 Leleh PBBP-2
Pmax PBBP-2
Retak Awal PBBP-2
Leleh PBBP-3
Leleh PS
Pmax PBBP-3
Pmax PBBP-1 Pmax PS
Retak Awal PBBP-1 Retak Awal PBBP-3
Retak Awal PS
m
mm PBBP-2
PBBP-3
PBBP-1
m PS
Gambar 13. (a) Diagram perbandingan beban retak awal hasil analitis dan
eksperimen dan (b) Diagram perbandingan beban retak awal pelat hasil eksperimen
(%)
(b)
Analitis Eksperimen
20,637
24,010
19,232 20,580
19,456
21,805 19,664 19,600
(a)
8
4. Beban Leleh
Perbandingan hasil perhitungan analitis dengan hasil pengujian eksperimen beban leleh pelat
dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 menunjukkan hasil masing-masing benda uji untuk mengetahui presentase
selisih pelat berongga dengan pelat solid pada pengujian eksperimen dimana beban leleh hasil
analitis untuk benda uji PS mempunyai selisih 13,37 %, PBBP-1 mempunyai selisih 9,09 %, PBBP-
2 mempunyai selisih 5,26 %, dan PBBP-3 mempunyai selisih 17,09 % dari hasil ekperimen. Beban
leleh hasil eksperimen pelat PS, PBBP-1, PBBP-2, dan PBBP-3 sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan hasil analitis.
5. Beban Maksimum
Perbandingan hasil perhitungan analitis dengan hasil pengujian eksperimen beban retak awal
pelat dapat dilihat pada Gambar 15 berikut ini.
Berdasarkan Gambar 15 hasil analitis beban maksimum pada PS lebih besar dari pada semua
pelat berongga. Hasil eksperimen pelat PBBP-1, PBBP-2, dan PBBP-3 nilai beban maksimum lebih
kecil dibanding dengan beban maksimum perhitungan analitis dimungkinkan karena kurang
sempurnanya pencampuran beton yang dilakukan beberapa kali pencampuran dalam pengecoran,
sehingga memungkinkan terjadi perbedaan hasil campuran terutama pada pelat PBBP-3.
6. Kuat Geser
Perbandingan hasil perhitungan analitis dengan hasil pengujian eksperimen kuat geser pelat
solid dan pelat berongga dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambar 15. Diagram perbandingan beban maksimum hasil analitis dan eksperimen
62,518
63,252
61,250
62,475
63,170
61,250
63,089
56,840
Analitis Eksperimen
Gambar 14. Diagram perbandingan beban leleh hasil analitis dan eksperimen
Analitis Eksperimen
58,82
4
59,55
8
59,47
7 56,35
0
59,39
5 49,24
5
50,96
0
54,14
5
9
Pelat solid (PS) dan pelat berongga PBBP-2, dan PBBP-3 tidak terjadi kerusakan geser
karena Vc > Vu, sedangkan hasil perhitungan analitis untuk pelat berongga PBBP-1 menunjukkan Vc
sedikit lebih besar dari Vu namun tidak terjadi kerusakan geser pada pelat PBBP-1, dikarenakan
hasil perhitungan Vc berdasarkan persamaan dengan nilai aman yang cukup besar. 7. Beban Berulang
Pelat beton berongga (PBBP-1) mempunyai kekakuan yang lebih besar dari pelat berongga
PBBP-2 dan PBBP-3 serta sedikit lebih besar dari pelat solid, dimana pelat PBBP-1 mempunyai
kekakuan sebesar 12,419 kN/mm, sedangkan pelat PS sebesar 11,066 kN/mm, PBBP-2 sebesar
8,525 kN/mm, dan PBBP-3 sebesar 8,536 kN/mm.
8. Kemampuan Layan
Lendutan saat beban layan pada masing-masing benda uji pelat, dapat dilihat pada Tabel 4
sebagai berikut ini.
Tabel 4 memperlihatkan bahwa masing-masing benda uji pelat memenuhi persyaratan
lendutan ijin maksimum berdasarkan keadaan batas layan.
9. Lendutan
Lendutan tengah bentang saat beban retak awal hasil perhitungan analitis dan eksperimen
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Lendutan Tengah bentang pelat hasil eksperimen
10. Kekakuan Lentur
Kekakuan pelat hasil eksperimen pada saat sebelum terjadi retak awal dapat dilihat pada
Gambar 16.
Pelat Kuat Geser (KN)
Kapasitas geser beton (Vc) Gaya lintang maksimum (Vu)
PS 76,674 33,96
PBBP-1 30,519 33,84
PBBP-2 35,481 33,86
PBBP-3 40,442 33,87
Pelat
Beban Layan
(Analitis)
(kN)
Lendutan (mm)
Lendutan
Beban Layan
(eksperimen)
Lendutan Saat
Retak Awal
(eksperimen)
Lendutan
Ijin Maksimum
PS
6,765
0,700 3,390
4,17 PBBP-1 0,570 2,310
PBBP-2 0,710 2,100
PBBP-3 0,650 2,070
Pelat Beban Retak Awal (kN) Lendutan (mm)
Analitis Eksperimen Analitis Eksperimen
PS 20,637 24,010 1,007 3,390
PBBP-1 19,232 20,580 1,039 1,870
PBBP-2 19,456 21,805 1,038 2,100
PBBP-3 19,664 19,600 1,037 2,070
Tabel 3. Kuat geser hasil analitis dan eksperimen
Tabel 4. Lendutan saat beban layan
Gambar 16.Diagram kekakuan pelat hasil eksperimen
10
Berdasarkan Gambar 16 hasil eksperimen menunjukan bahwa kekakuan pelat beton berongga
lebih besar dari pelat solid, dimana beton berongga PBBP-2 sebesar 134,98 % dari pelat solid (PS),
beton berongga PBBP-1 sebesar 125,85 % dari pelat solid, dan pelat berongga PBBP-2 sebesar
123,15 % dari pelat solid.
11. Daktilitas
Daktilitas pelat hasil eksperimen dapat dilihat pada Gambar 17 berikut ini.
12. Pola Retak
Pola retak benda uji pelat dapat dilihat pada Gambar 18 sampai dengan 21 berikut ini.
Gambar 18. (a) Pola retak sisi bawah pelat kontrol solid (PS) dan (b) Foto
pola retak sisi bawah pelat control (PS)
P
(a)
(b)
Gambar 17. Grafik perbandingan daktilitas pelat hasil eksperimen
Gambar 19. (a) Pola retak sisi bawah PBBP-1 dan (b) Foto pola retak sisi bawah PBBP-1
(a)
(b)
P
11
Pola retak yang terjadi pada masing-masing benda uji masih menggambarkan pola retak kerusakan
lentur dan terlihat masih utuh secara keseluruhan.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
1. Dengan adanya rongga menjadikan volume beton pada pelat PBBP-1 berkurang 18,52 % dari
volume yang dibutuhkan oleh pelat PS, PBBP-2 volume berkurang 16,46 % dari pelat PS, dan
PBBP-3 volume berkurang 14,41 % dari pelat PS.
2. Beban retak awal hasil eksperimen pelat PS, PBBP-1, dan PBBP-2 lebih besar daripada
analitis. Namun, untuk kondisi pada pelat PBBP-3 antara hasil analitis dan eksperimen
memiliki sedikit perbedaan terhadap hasil analitis PBBP-3 sebesar 0,32 % lebih rendah
dibandingkan dengan hasil analitis. Hal ini disebabkan pencampuran adukan beton yang
dilakukan beberapa kali untuk semua benda uji, sehingga terdapat mutu beton di bawah yang
direncanakan.
3. Hasil pengujian beban leleh pada pelat solid (PS) sebesar 50,960 kN, pelat berongga PBBP-1
sebesar 54,145 kN, pelat berongga PBBP-2 sebesar 56,350 kN, dan pelat berongga PBBP-3
sebesar 49,245 kN. Dari keempat benda uji ini, untuk PBBP-1 satu strain gauge pada sepertiga
bentang (sendi) tulangan baja tidak berfungsi dan untuk PBBP-3 dua strain gauge pada
sepertiga bentang (sendi dan roll) tulangan baja tidak berfungsi dimana strain gauge yang
dipasang pada kedua sisi sepertiga bentang pelat yang terekam oleh data loger diharapkan dapat
berfungsi sehingga dapat menggambarkan keadaan leleh secara bersamaan.
Gambar 20. (a) Pola retak sisi bawah PBBP-2 dan (b) Foto pola retak
sisi bawah PBBP-2
P
(a)
(b)
Gambar 21. (a) Pola retak sisi bawah PBBP-3 dan (b) Foto pola retak
sisi bawah PBBP-3
P
(a)
(b)
12
4. Hasil pengujian beban maksimum pelat solid (PS) sebesar 62,475 kN, pelat berongga PBBP-1
sebesar 61,250 kN, pelat berongga PBBP-2 sebesar 61,250 kN, dan pelat berongga PBBP-3
sebesar 56,840 kN.
5. Hasil pengujian masing–masing benda uji pelat tidak mengalami kerusakan geser. Untuk hasil
pengujian beban berulang masing–masing benda uji pelat tidak mengalami retak dan benda uji
tidak kehilangan kekuatan lentur pada saat pengujian beban berulang.
6. Pola retak untuk semua hasil pengujian masing–masing benda uji pelat menggambarkan pola
retak kerusakan lentur.
Saran
1. Perlu diadakan penelitian selanjutnya tentang pelat berongga menggunakan pembentuk rongga
dari plastik bekas dengan volume rongga yang lebih besar, sehingga pengurangan volume
beton dapat optimal.
2. Perlu diadakan penelitian selanjutnya tentang pelat berongga botol plastik bekas sebagai
pembentuk rongga dengan sistem dua arah.
3. Untuk pembuatan beton normal, perlu diperhatikan proporsi campuran pada saat pengadukan
campuran beton, terutama kebutuhan air.
Daftar Pustaka
Aldejohann, M., Schennellebach, M., 2003, Investigation on the Shear Capacity of Biaxial Hollow
Slabs-Test Result and Evaluation, Darmstadt Concrete 18, German.
Bayu Aji, K., 2009, Perilaku lentur dan geser plat system dua arah beton bertulang berongga bola
dengan beton cor ditempat, Tesis S2 Prodi Teknik Sipil, FT., UGM.
BSN, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung (SNI-03-
2847-2002), Departemen Pekerjaan Umum, Indonesia.
BSN, 2013, Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan gedung (SNI-2847-2013), Indonesia.
Dipohusodo, I., 1999, Struktur Beton Bertulang, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gere dan Timoshenko, 2000, Mekanika Bahan Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Muizu, A. M. 2013, Perilaku Lentur Pelat Sistem Satu Arah Beton Bertulang Berongga dengan
Pemanfaatan Botol Bekas Kemasan Air Minum sebagai Pembentuk Rongga pada Volume
Tetap, Tesis S2 Prodi Teknik Sipil, FT., UGM.
Sanjaya, A., 2015, Perilaku Lentur Pelat Sistem Satu Arah Beton Bertulang Berongga dengan
Pemanfaatan Kaleng Susu Bekas sebagai Pembentuk Rongga, Tesis S2 Prodi Teknik Sipil,
FT., UGM.
Soeharno, A., 2009, Perilaku Lentur dan Geser Pelat Sistem Satu Arah Beton Bertulang Berongga
Bola dengan Beton Cor di Tempat, Tesis S2 Prodi S2 Teknik Sipil, FT, UGM.