perilaku millenial voters di media sosial dalam...

25
PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM MERESPON PEMILIHAN UMUM SERENTAK 2019 Disusun oleh: Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) Dan Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Upload: others

Post on 29-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM MERESPON

PEMILIHAN UMUM SERENTAK 2019

Disusun oleh:

Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP)

Dan

Magister Ilmu Pemerintahan (MIP)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Page 2: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

A. LATAR BELAKANG

Anak muda adalah sebuah kelompok masyarakat yang acap kali ditafsirkan sebagai

sosok yang akan menentukan arah dan tujuan sebuah bangsa dimasa yang akan mendatang.

Generasi yang lebih dikenal dengan istilah “Generasi Milenial” ini memiliki definisinya

tersendiri, jika merujuk pada definisi yang dikeluarkan oleh Oblinger yang secara konsisten

membagi generasi berdasarkan kurun waktu kelahiran didapatkan generasi Y dan generasi Z

yang sudah tentu sangat berbeda. Generasi Y adalah generasi yang lahir pada kurun waktu

tahun 1980-1995, sedangkan generasi Z lahir dalam kurun waktu tahun 1995- sekarang

(Oblinger, D. and Oblinger, 2005). Pembedaan generasi tidak hanya terbatas dari kurun waktu

lahir saja, berdasarkan perilaku dan pengalaman dari masing-masing generasi bisa dijadikan

patokan untuk menentukan kelompok generasi Y ataupun Z. Generasi X adalah generasi yang

mengalami tahun awal perkembangan PC (personal computer), video games, tv kabel, dan

internet. Ciri – ciri dari generasi ini adalah: mampu beradaptasi, mampu menerima perubahan

dengan baik dan disebut sebagai generasi yang tangguh, memiliki karakter mandiri dan loyal,

sangat mengutamakan citra, ketenaran, dan uang, tipe pekerja keras, menghitung kontribusi

yang telah diberikan perusahaan terhadap hasil kerjanya. Sedangkan generasi Y dikenal dengan

sebutan generasi millenial atau milenium. Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial

koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi

komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook

dan twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era internet

booming. Lebih lanjut mengungkapkan ciri – ciri dari generasi Y adalah: karakteristik masing-

masing individu berbeda, tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial

keluarganya, pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya,

pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan

perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi, sehingga

mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya,

memiliki perhatian yang lebih terhadap kekayaan (Putra, 2016).

Jika dihubungkan dengan pemilihan umum (pemilu) sebagai hajat besar masyarakat

indonesia yang rutin dijalankan selama 5 tahun sekali, Generasi Milenial memiliki peran yang

cukup signifikan dalam menyumbangkan suaranya pada periode pemilihan umum di 2019

kelak. Berdasarkan pernyataan dari direktur eksekutif perkumpulan pemilu dan demokrasi

(Perludem) Titi Anggraeni, jumlah Generasi Milenial yang akan memberikan hak pilihnya

pada pemilihan umum yang akan diadakan 17 april 2019 nanti hampir mencapai setengah dari

Page 3: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

jumlah populasi masyarakat di indonesia yaitu sebesar 40 %, Ini sudah tentu menjadi perhatian

khusus bagi para fasilititator pendidikan politik mengenai apa metode yang cocok untuk

memberikan pendidikan-pendidikan mengenai politik khususnya dalam bidang kepemiluan

(Sucianingsih, 2018).

Besarnya jumlah Generasi Milenial dalam menyumbangkan hak pilihnya di pemilihan

umum 2019 kelak juga menjadi PR tersendiri yang perlu diselesaikan oleh seluruh masyarakat

indnesia. Dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan

Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan dari masyarakat luas

untuk menciptakan pemilu yang berintegritas, oleh karena itu masyarakat harus turun tangan

mengawal berjalanya fenomena electoral 5 tahunan ini.

Pemilu yang sehat adalah pemilu yang jujur, terbuka dan tanpa ada tekanan politik

maupun psikologis dari orang lain. Perlu diketahui bahwa terkadang pemilu merupakan ajang

pesta oleh para pemilik modal untuk memperoleh statusnya menjadi seorang politisi dengan

cara mempengaruhi pemilih dalam hal ini masyarakat melalui berbagai macam cara, baik itu

berupa pemberian uang dan imbalan dan sebagainya, namun juga dalam bentuk tekanan politik

dan bahkan tidak jarang menggunakan tekanan fisik. Dengan jumlah 40% menjadi ladang besar

untuk para politisi melakukan kecurangan-kecurangan dalam pemilu, bisa dibayangkan saja

jika generasi milenial hanya dijadikan objek politik untuk memperoleh jabatan dan meraup

keuntungan dari Generasi Milenial yang masih ‘polos’ akan kecurangan yang ada, sehingga

pendidikan politik khususnya menjelang pemilu 2019 nanti merupakan hajat penting untuk

Generasi Milenial agar tau apa yang harus dilakukan untuk menghadapi itu semua serta apa

yang akan dilakukan setelah hajat demokrasi raksasa ini telah selesai dan menghasilkan para

pemegang jabatan ditingkat eksekutif maupun legislatif.

Hal yang paling serius untuk dihadapi adalah bagaimana agar anak muda bisa memiliki

kesadaran yang tinggi dalam menafsirkan fenomena politik, minimal datang ke TPS dan

memilih salah satu pasangan calon sebagai sebuah bentuk penafsiran politik tanah air. Disisi

lain adalah bagaimana Generasi Milenial melihat bahaya kecurangan pemilu khususnya politik

uang sebagai hal yang buruk bagi keberlangsungan roda pemerintahan pasca pemilu

berlangsung, logika sederhananya jika pasangan calon mampu mengeluarkan uang dengan

jumlah yang relative besar, maka pasangan yang sudah terpilih nanti akan berpikir bagaimana

cara mengembalikan modal kampanyenya yang sudah dibagi bagikan sebagai politik uang,

jalan yang sering digunakan adalah korupsi dana milik negara.

Page 4: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Sejatinya Generasi Milenial memang bukanlah kelompok masyarakat yang benar-benar

apatis, justru mereka adalah kelompok masyarakat yang sangat kritis terhadap fenomena politik

di indonesia. Namun alih-alih kata kata ‘kritis’ itulah yang menjadi boomerang bagi Generasi

Milenial dalam menghadapi fenomena politik khususnya dalam pemilu di tanah air. Mereka

terlalu sering melihat hal-hal yang berbau negatif perihal politik di sosial media sehingga

menimbulkan sifat malas untuk berpolitik, karena mereka sudah menilai bahwasanya politik

adalah permainan kotor para elit, maka dari itu diperlukan suatu gerakan yang bisa mengubah

sudut pandang Generasi Milenial untuk melihat politik sebagai sebuah seni yang

menyenangkan.

Jika melihat dari sudut pandang bagaimana cara masyarakat menikmati demokrasi dari

waktu kewaktu, maka Generasi Milenial sekarang ini menikmati sebuah sudut pandang

demokrasi yang sangat unik yaitu Cyberdemocracy. Keterbukaan informasi di dunia digital

kini semakin luas, Generasi Milenial lebih mudah untuk mencari informasi mengenai apapun

yang mereka inginkan termasuk dalam bidang politik. Tidak berhenti disitu saja, dalam

menafsirkan fenomena politik seyogyanya kebebasan Generasi Milenial dalam menyampaikan

pendapat di sosial mediapun semakin hari semakin mewabah. Mereka berbicara tentang apa

yang sebenarnya tidak mereka bicarakan di realitas kehidupan nyata, mereka lebih senang

menuliskan rangkaian-rangkaian kata di sosial media sebagai bentuk kepuasan atau ketidak

puasan terhadap rezim yang sedang mereka alami. Sebenarnya dunia digital yang sedang

mereka nikmati adalah sebuah lahan yang siap untuk ditanami edukasi menganai pentingnya

pendidikan politik oleh fasilitator pendidikan politik, tetapi dalam kasus seperti ini sistem yang

digunakan oleh para fasilitator pendidikan politik masih menggunakan sistem yang sudah using

sehingga ini merupakan tantangan tersendiri mengenai bagaimana para fasilitator pendidikan

politik bisa beradaptasi dengan dunia digital sebagai salah satu usaha memberikan pendidikan

politik kepada Generasi Milenial.

Tidak sampai disitu saja, Generasi Milenial sering menganggap bahwa mengawal

jalanya fenomena electoral hanya sampai terlaksananya pemilu saja. Padahal tantangan

terbesar adalah mengawal jalanya kebijakan kebijakan yang dihasilkan oleh para pemangku

jabatan sebagai kepentingan Bersama, jadi diharapkan Generasi Milenial terus bisa bergerak

dalam memberikan ide-ide kreatifnya untuk mengkritik jalanya roda pemerintahan pasca

pemilu berlangsung. Maka dari itu peneliti mengangkat judul “PERILAKU MILLENIAL

VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM MERESPON PEMILIHAN UMUM SERENTAK

2019”.

Page 5: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

B. RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis merumuskan maslah

dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana prilaku millenial voters di media social dalam merespon

Pemilihan Umum Serentak 2019?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimanakah prilaku milenial voters

di media social dalam merespon Pemilihan Umum Serentak 2019.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat berguna untuk referensi ilmiah dan peningkatan wawasan

bagi masyarakat khususnya bagi pihak yang terkait dengan disiplin ilmu di bidang

pemilihan umum.

Secara spesifik penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam melihat prilaku

millenial voters di media social dalam merespon Pemilihan Umum Serentak 2019.

2. Manfaat Praktik

Hasil penelitian ini dapat berguna untuk bahan masukan dan bahan

pertimbangan bagi seluruh elemen yang terkait baik NGO, Penyelenggara Pemilu,

hingga Millenial Voters.

E. KAJIAN TEORI

1. Perilaku Memilih

a. Pengertian Perilaku Memilih

Dalam konteks politik, prilaku dikategorikan sebagai interaksi antara

pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok

dan individu didalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan

penegakan keputusan politik. (Surbakti, 1992)

Menurut Ramlan Surbakti, Perilaku memilih adalah aktivitas pemberian suara

oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk

memilih atau tidak memilih (to vote or not vote) didalam suatu pemilihan umum

(Pilkada secara langsung). Bila pemilih memutuskan untuk memilih (to vote) maka

pemilih akan memilih atau mendukung kandidat tertentu. (Azmi, 2016)

Sedangkan literatur lain menjelaskan Perilaku memilih adalah keputusan

seorang pemilih dalam memberikan suara kepada kandidat atau partai tertentu baik

dalam pemilihan anggota legislatif maupun eksekutif. (Gafar, 1992)

Page 6: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Jadi dapat disimpulkan bahwa, Perilaku memilih merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh seorang pemilih dalam memberikan suara kepada kandidat tertentu di

dalam Pemilihan umum legislatif ataupun eksekutif.

b. Pendekatan Perilaku Memilih (Azis, Rahmayani, & Suwarno, 2018)

a) Mazhab Columbia

Analisis menggunakan pendekatan sosiologis. Aliran ini melihat pemilih

dari latar belakang perseorangan atau kelompok berdasarkan jenis kelamin,

kelas sosial, ras, etnik, agama ideologi, bahkan daerah asal yang bisa

menentukan keputusan untuk memberikan suara pada saat pemilihan.

b) Mazhab Michigan

Menggunakan pendekatan psikologis. Pada mazhab ini, kualitas personal

sang kandidat, performa pemerintah isu-isu yang dikembangkang sang

kandidat, dan loyalitas terhadap sebuah partai bisa mempengaruhi pilihan

voter.

2. Generasi

a. Pengertian Generasi

Generasi adalah suatu konstruksi sosial dimana didalamnya terdapat

sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan pengalaman historis yang sama.

(Manheim, 1952)

Sedangkan, dalam literatur review terbaru yang dijelaskan oleh

Kupperschmidt’s (2000) menyebutkan bahwa Generasi adalah sekelompok individu

yang mengidentifikasi kelompoknya berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, lokasi,

umur, dan kejadian-kejadian dalam kehidupan kelompok individu tersebut yang

memiliki pengaruh yang signifikan dalam fase pertumbuhan mereka. (Makarti, 2016)

Jadi dapat disimpulkan bahwa generasi merupakan sekelompok individu yang

diperkirakan lahir pada waktu yang bersamaan, dicirikan oleh sifat-sifat tertentu, atau

keadaan-keadaan tertentu.

b. Pengelompokan Generasi

Howe dan Strauss pada tahun 2000 menjelaskan bahwa pengelompokan

generasi dibagi berdasarkan tahun kelahiran sebagai berikut: (Howe & Strauss, 2000)

a) Silent Generation

Kelompok Silent Generation ini lahir pada tahun 1925-1943.

b) Boom Generation

Page 7: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Generasi ini lahir pada tahun 1943-1960.

c) 13th Generation

Generasi ini merupakan sekelompok orang yang lahir pada tahun 1961-

1981

d) Millenial Generation

Generasi Millenial merupakan kelompok orang yang lahir pada tahun

1982-2000.

Sedangkan pada tahun 2005, Oblinger dan Oblinger menjelaskan

pengelompokan generasi yang didasri oleh perbedaan tahun kelahiran. Berikut

pengelompokan generasi yang dikutip dari Oblinger & Oblinger 2005: (Oblinger,

2005)

a) Matures

Metures merupakan salah satu kelompok generasi yang lahir dibawah tahun

1946.

b) Baby Boomers

Sekelompok orang yang lahir sekitar tahun 1947 hingga 1964.

c) Generation Xers

Generasi Xers merupakan sekelompok orang yang lahir pada tahun 1965

hingga 1980.

d) Gen Y/NetGen

Gen Y/ NetGen/ Generasi Millenial merupakan sekelompok orang yang lahir

pada tahun 1981 hingga 1995.

e) Post Millenials

Sedangkan yang terakhir, Post Millenials/ Generasi Z merupakan

sekelompok orang yang lahir pada tahun 1995 hingga saat ini.

c. Ciri-Ciri Generasi Y atau Generasi Millenials

a) Ciri-Ciri Umum (Aditya, 2017)

Generasi Millenial lebih percaya User Generated Content (UGC)

ketimbang informasi satu arah.

Dalam hal ini, Generasi Millenial sudah tidak percaya lagi

kepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. Mereka lebih

percaya kepada konten dan informasi yang dibuat oleh perorangan.

Page 8: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Millennial wajib memiliki akun sosial media sebagai alat komunikasi

dan pusat informasi.

Pada saat ini, komunikasi dua arah sudah tidak lagi harus dengan

cara bertatap muka, namun bisa dilakukan melalu sosial media yang

menjadikan semua orang dapat berkomunikasi terus menerus tanpa

henti. Mayoritas Generasi Millenial saat ini menggunakan media

sosial melalui text messaging dan chatting untuk berkomunikasi.

Selain itu, media sosial juga digunakan untuk mengekspresikan

pandang politik, edukasi politik, hingga pembuntakan gerakan politik

akar rumput.

Minat membaca secara konvensional kini sudah menurun karena

Generasi Y lebih memilih membaca lewat smartphone mereka.

Generasi Millenial juga lebih memilih membaca melalui

smartphone dalam berbentuk E-Book dibandingkan pergi ke toko

buku atau perpustakaan.

Millennial pasti lebih memilih ponsel daripada televisi. Menonton

sebuah acara televisi kini sudah tidak lagi menjadi sebuah hiburan

karena apapun bisa mereka temukan di telepon genggam.

Kebiasaan terjadi ditengah masyarakat millenial yaitu harus menjadi

orang-orang yang ter-up to date, maka untuk mendapatkan sebuah

hiburan mereka lebih memilih melalui smartphone/ telpon genggam.

b) Ciri-Ciri Generasi Millenial dalam Berpolitik (Hidayat, 2018)

Generasi Millenial memiliki keinginan yang besar agar pandangan

mereka lebih bisa didengar.

Akibat kemajuan teknologi, partisipasi politik Generasi Millenial

lebih banyak melalui internet dan media sosial dibandingkan

partisipasi politik dengan cara yang konvensional yang

membutuhkan waktu yang lama.

Generasi Millenial memiliki pandangan yang kritis terhadap politik

atau pemilu yang diimplementasikan dengan cara membangun

gerakan-gerakan akar rumput seperti relawan kepemiluan, gerakan

Page 9: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

anti golput, hingga kampanye hashtag yang positif demi Pemilu yang

berkualitas.

F. DEFINISI KONSEPTUAL

1. Perilaku Memilih

Perilaku memilih merupakan bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh

seseorang pemilih dalam Pemilihan Umum untuk memilih badan legislatif atau

badan eksekutif.

Terdapat 2 pendekatan perilaku memilih yaitu Pertama, Mazhab Columbia

merupakan pendekatan yang menggunakan analisis berdasarkan sosiologis; Kedua,

Mzhab Michigan yaitu pendekatan yang menggunakan analisis berdasarkan

psikologis.

2. Generasi Millenial

Generasi merupakan sekelompok orang yang lahir atas dasar tahun tertentu,

dan keadaan tertentu. Generasi Millenial merupakan salah satu jenis dalam sebuah

generasi yang diperkirakan orang-orang yang masuk didalamnya lahir sekitar

tahun 1981 hingga 1995.

Generasi Millenial lahir pada era internet booming dimana banyak digunakan

teknologi seperti email, sms, instant message, hingga media sosial yang terhubung

dengan internet.

Ciri-ciri umum generasi millenial yaitu Generasi Millenial lebih percaya

User Generated Content (UGC), Millennial wajib memiliki akun sosial media

sebagai alat komunikasi dan pusat informasi, Minat membaca Generasi Y lebih

memilih membaca lewat smartphone daripada konvensional, Millennial pasti lebih

memilih ponsel daripada televisi. Dalam berpolitik generasi millenial memiliki ciri

yaitu Generasi Millenial memiliki keinginan yang besar agar pandangan mereka

lebih bisa didengar, partisipasi politik Generasi Millenial lebih banyak melalui

internet dan media sosial, Generasi Millenial memiliki pandangan yang kritis

terhadap politik atau pemilu.

G. DEFINISI OPERASIONAL

1. Perilaku Memilih Generasi Millenial

a. Bagaimana interaksi generasi millenial dalam Pemilu 2019.

b. Bagaimana aktifitas generasi millenial dalam Pemilu 2019.

c. Bagaimana keputusan generasi millenial sebagai pemilih dalam memberikan

suara kepada kandidat.

Page 10: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

H. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data

yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu

pengetahuan tertentu sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan,

dan mengantisispasi masalah. (Sugiyono, 2013)

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Penelitian Kuantitatif

merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan angka-angka

dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasil.

(Arikunto, 2005)

2. Populasi

Populasi penelitian ini adalah generasi millenial yang ditentukan oleh tahun

kelahiran dan prilaku generasi millenial di Daerah Istimewa Yogyakarta. Populasi

dalam penelitian ini sebanyak 1.019.965 orang berdasarkan tahun kelahiran 1982-

2000 dan sudah memiliki hak pilih.

a. Kriteria Responden

a) Responden memilik umur 17 – 36 tahun.

b) Responden memiliki minimal 3 media sosial.

c) Responden minimal aktif dalam 1 group di media sosial.

d) Responden terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan Umum

Serentak 2019.

e) Keseimbangan prosentase laki-laki dan perempuan.

3. Teknik Sampling

Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability

sampling dengan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono, Purposive

Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu. (Sugiyono, 2016)

Penggunaan teknik Purposive Sampling dengan alasan karena tidak semua

sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena

itu, penulis memilih teknik Purposive Sampling yang menetapkan pertimbangan-

pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-

sampel yang digunakan dalam penelitian ini.

Page 11: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Sampel pada penelitian ini dihitung melalui rumus Slovin, sebagai berikut:

n= N

1+N(d)2

Keterangan:

n = besar sampel

N = besar populasi

d = tingkat signifikansi

n= 1.019.965

1+127(0,05)2

n= 1.019.695

1+1.019.695(0,0025)

n= 1.019.695

1+2.549,23

n= 399.8 (dibulatkan menjadi 400)

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer berasal dari jawaban responden atas beberapa pertanyaan

yang diajukan oleh peneliti melalui hasil jawaban dari angket atau kuisioner

kepada responden. Untuk memperkuat data penelitian maka peneliti

menggunakan teknik dokumenter dan observasi sebagai penguat data.

b. Data Sekunder

Dalam penelitian ini, data sekunder di dapat langsung oleh peneliti dari

literatur, jurnal-jurnal, studi pustaka dan buku yang berhubungan dengan

penelitian terkait.

Page 12: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

I. PEMBAHASAN

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication

Technology /ICT) merupakan sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan ini,

karena kemajuan teknologi sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi

diciptakan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi manusia. Evolusi yang

terjadi di bidang teknologi informasi dan komunikasi bukan hanya memunculkan internet

sebagai media baru, namun berbagai aspek kehidupan manusia seperti interaksi dan

komunikasi juga mengalami perubahan seakan-akan dunia seperti tidak ada batasnya.

Interaksi dan komunikasi yang mudah bisa kita rasakan melalui media sosial.

Menurut Aditya, Generasi Millenial/Millenial Voters memiliki ciri salah satunnya

adalah wajib memiliki akun media sosial sebagai alat komunikasi dan pusat informasi.

Selain untuk berkomunikasi, media sosial juga digunakan generasi millenial/millenial

voters untuk mengekspresikan pandang politik, edukasi politik, hingga pembuntakan

gerakan politik akar rumput. (Aditya, 2017)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Komunitas Independen Sadar Pemilu

(KISP) kepada 400 responden generasi millenial/ millenial voters yang tersebar di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukan bahwa mayortias generasi millenial/ millenial

voters memiliki lebih dari 3 akun media sosial.

Dapat dilihat dari diagram hasil penelitian diatas yang menunjukan bahwa Instagram,

Whatsapp dan Facebook merupakan 3 akun media sosial yang mayoritas generasi

millenial/ millenial voters gunakan. Selain itu, generasi millenial/ millenial voters juga

memfungsikan media sosial sebagai media penghibur diri, alat untuk memberikan kritik

dan saran kepada pemerintah atau kandidat dalam Pemilihan umum, dan alat untuk

mengekspresikan keadaan diri. Alasan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah

dilakukan. Berikut data fungsi media sosial bagi generasi millennial/ millenial voters.

Page 13: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Media sosial merupakan produk dari kemajuan teknologi. Suka atau tidak suka, kita

sudah sampai pada titik di mana candu media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan

sehari-hari dan merambah ke segala kalangan dan usia. Dalam hal intensitas penggunaan

media sosial, generasi millenial/ millenial voters memfungsikan media sosial salah satunya

sebagai alat penghibur diri dengan cara yaitu update status di media sosial. Menurut

berbagai literatur kecenderungan seseorang menceritakan tentang dirinya mempengaruhi

pelepasan senyawa kimia di otak yang memberikan perasaan menyenangkan, dalam

pandangan psikologi sendiri dikenal sebagai Asertif yaitu kita menyampaikan perasaan

kita sehingga dapat menimbulkan perasaan lebih lega atau menyenangkan.

Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 63% dari seluruh responden melakukan update

status dengan intensitas 3-5 kali perminggu di media sosial seperti Instagram, Facebook,

dan Whatsapp.

Menurut Hidayat akibat kemajuan teknologi juga partisipasi politik Generasi Millenial/

Millenial Voters lebih banyak melalui internet dan media sosial dibandingkan partisipasi

politik dengan cara yang konvensional yang membutuhkan waktu yang lama (Hidayat,

2018). Selaras dengan yang dikatakan Hidayat penelitian ini juga menunjukan bahwa

Page 14: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

fungsi lain dari media sosial sebagai alat untuk memberikan kritik dan saran kepada

pemerintah atau kandidat calon dalam Pemilihan Umum.

Selain itu update status di media soial, generasi millenial/ millenial voters juga sering

berkomunikasi di media sosial melalui komentar-komentar yang dilakukan, hal ini terbukti

dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa sebanyak 54% dari jumlah responden

melakukan komentar.

Namun dalam intensitasnya mayoritas dari mereka hanya 3-5 kali perminggu yang

menunjukan bahwa mereka hanya menjadi silent reader. Maka dapat ditarik garis lurus

bahwa dalam penelitian ini menghasilkan tipologi yaitu agresor/agresif dan silent reader.

1. Silent Reader adalah seseorang yang pasif di dalam suatu platform online.

Misalnya, Silent Reader di forum internet, juga Silent Reader di chat group.

Artinya, seseorang tersebut hanya membaca chat saja tanpa ikut merespon secara

aktif.

2. Agresor/Agresif/Responder

Agresor/Agresif/Responder artinya seseorang yang aktif dalam suatu platform

online. Mereka sering atau selalu muncul dan memberikan balasan untuk memulai

obrolan di media sosial.

Menjelang Pemilihan Umum Serentak 2019 Generasi Millenial/ Millenial Voters di

Daerah Istimewa Yogyakarta mulai aktif dalam merespon isu-isu terkait dengan Pemilu

salah satunya adanya Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP). Selain itu, berdasarkan

data yang diperolah dari penelitian yang dilakukan oleh KISP menunjukan bahwa

sebanyak 92,25% dari jumlah responden memposting/repost konten-konten tentang

Pemilu dengan mayoritas intensitas 3-5 kali perminggu.

Page 15: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Momen Pemilu Serentak 2019 ini rupanya jadi ajang meme-meme lucu yang

bermunculan. Agar tidak berdebat dengan perbedaan yang dipilih.

Hasil penelitian juga menunjukan bahwa sebanyak 9 % dari responden memproduksi

konten lucu tentang Pemilu dengan mayoritas intensitas 3-5 kali perminggu. Ini salah atu

tipologi yang dinamakan “ Hactivist”. Menurut Gun Gun Heyryanto tipologi penguna

internet tipologi “Hactivist” merespon isu yang senstifif dan membangun pengaruh

terhadap orang lain serta melakukan gerakan-gerakan dalam sesama aktivist Internet

(Heryanto, 2018) Berikut beberapa contoh akun meme yang memproduksi dan

membagikan konten lucu tentang Pemilu.

Page 16: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Disisi lain, sebanyak 33% dari responden membagikan konten lucu tentang Pemilu

dengan mayoritas intensitas 3-5 kali perminggu. Membagikan konten lucu atau biasa yang

sering bahasa digunakan kalangan Millenial yaitu merepost. Ini salah satu dicirikan

Page 17: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

sebagai tipologi penguna internet “Publicist”. Publicist adalah tipologi penguna Internet

dicirikan sebagai penguna Internet yang melakukan Eksistensi diri atau

mengkonstruksikan Citra. Tujuan dari penyebaran meme adalah untuk mengetahui sejauh

apa tren yang terjadi ketika itu telah menyebar oleh informanya.

TIPOLOGI PENGUNA INTERNET UNTUK KEPENTINGAN POLITIK

Selain itu, sebanyak 44% dari responden dalam memposting konten menggunakan

hashtag dengan tujuan agar membantu menyebarkan informasi mengenai berita apa yang

diposting. Sehingga, memudahkan orang lain untuk mencari informasi tersebut. Selain itu,

hashtag juga bisa memberi informasi seberapa banyak post yang dibuat dengannya. Lalu

berapa banyak jejak yang terjadi secara online. Hastag salah satu komoditas kampanye

baru dalam mempengaruhi Netizen.

Page 18: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Dari 44% responden yang menggunakan hashtag dalam postingan mereka menunjukan

bahwa 3 hashtag tertinggi yaitu 76 responden menggunakan hashtag pemilu, 41 responden

menggunakan hashtag politik dan 37 responden menggunakan hashtag hiburan.

Instagram mencatat jumlah pengguna hashtag hingga awal maret 2019, jumlahnya

yaitu:

1. Hashtag Pemilu sebanyak 140.000 postingan

2. Hashtag Politik sebanyak 610.000 postingan

3. Hashtag Hiburan sebanyak 514.000 postingan

4. Hashtag Kuliner sebanyak 9.200.000 postingan

5. Hashtag Informasi sebanyak 157.000 postingan

6. Hashtag Budaya sebanyak 796.000 postingan

Dari hasil temuan diatas Generasi Millenial di DIY tidak ada yang mengarah kedalam

pembahasan hastag yang ekstrim seperti #GantiPresiden #TetapJokowi. Ini bisa dikatan

afliasi kelompok Millenial mengantung pilihan politik dalam pertarungan pilpres, dan juga

bisa dikatakan Generasi Millenial di DIY tidak memperdulikan kegaduhan Ganti Presiden

dan Jokowi Tetap Presiden. Kejenuhan Generasi Millenial terhadap Politik, Korupsi, dan

narkoba juga menjadi faktor utama mereka tidak menghiraukan permasalah siapa

presidennya.

Hasil dari penelitian juga menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi Generasi Millenial/ Millenial Voters aktif di media sosial merespon isu-isu

Politik/Pemilu/Pilpres.

Page 19: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Berdasarkan diagram diatas bahwa media sosial sebagai sumber informasi kepemiluan

merupakan faktor yang mempengaruhi generasi milenial aktif di media sosial dalam

merespon isu pemilu.

Sekarang penyebaran informasi sudah semakin cepat dirasakan oleh seluruh

masyarakat tanpa memandang batasan ruang dan waktu. Setiap orang dapat menyebarkan

berita dengan sangan cepat dengan bermodalkan sebuah media yaitu internet. Sebagai

contohnya yaitu adanya media sosial dan media berita online yang saat ini dapat digunakan

untuk mendapatkan berita dan menyebarkannya selama 24 jam non-stop. Seolah-olah

setiap detik berita di seluruh dunia diproduksi untuk dibagikan ke khalayak ramai. Selain

memunculkan dampak positif, karena tanpa batasan ruang dan waktu maka informasi

menyebar kemana saja yang memnculkan hal negatif seperti hoax atau berita palsu.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa 39,75% responden menganggap Suku, Agama, Ras

dan Antar Golongan (SARA) merupakan hoax atau berita palsu yang sering ditemui.

Selanjutnya, 32,25% responden menganggap bahwa saat ini hoax yang ditemui yaitu

tentang Pemilu/Kandidat Presiden, 22% responden menganggap hoax yang sering temui

yaitu undian/hadiah, dan 6% responden menganggap konten hoax yang sering ditemui

terkait keuangan.

Page 20: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 57% generasi millenial/ millenial voters

menganggap bahwa hoax atau berita palsu terbanyak yaitu berbentuk tulisan, 31% generasi

millenial/millenial voters menganggap bahwa hoax atau berita palsu berbentuk gambar,

dan 12% generasi millenial/millenial voters menganggap hoax atau berita palsu yang

banyak tersebar dalam bentuk video. Selain itu, generasi millenial/ millenial voters juga

menganggap bahwa media sosial, aplikasi chatting, dan situs web merupakan saluran yang

paling sering memberikan berita hoax atau berita palsu.

Penyebaran hoax atau berita palsu yang marak terjadi di Indonesia saat ini

menyebabkan keresahan bagi seluruh masyarakat Indonesia apalagi menjelang pesta

demokrasi 5 tahunan yang akan diselenggarakan pada bulan April mendatang.

Permasalahan ini merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi penyelenggara pemilu baik

Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Partai

Politik sebagai peserta Pemilu, lembaga-lembaga masyarakat, hingga masyarakat sendiri

dimana masyarakat harus mampu selektif terhadap berita sebelum dibagikan ulang (Saring

sebelum Sharing).

Menurut Gun Gun Heryanto dalam bukunya Media Komunikasi Politik menjelaskan

bahwa selain literasi media dan politik, terdapat beberapa cara untuk mengatasi

penyebaran hoax atau berita palsu, yaitu: (Heryanto, 2018)

1. Pemerintah dan Dewan Pers harus secara konsisten bekerjasama dengan banyak

pihak dalam menggerakan partisipasi semua pihak. Contohnya bekerjasama

dengan Google dan Facebook untuk mengidentifikasi beragam informasi hoax

atau berita palsu.

2. Penggunaan QR code dalam memverifikasi media massa oleh Dewan Pers.

3. Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informatika harus dapat

memblokir situs penyebaran hoax dan fitnah.

4. Masyarakat juga harus menjadi aktor yang dapat mengcounter isu atau counter

narasi.

Page 21: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Menariknya walaupun generasi millenial/ millenial voters kritis dalam menanggapi isu-

isu poltik dan pemilu seperti dalam ciri-ciri yang disampaikan oleh Hidayat, namun

berdasarkna hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas generasi millenial/ millenial

voters masih belum tahu dan mungkin tidak akan mengikuti Pemilu Serentak 2019.

Diagram diatas menunjukan bahwa sebanyak 48% generasi millennial/ millenial voters

memastikan diri mereka akan berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Serentak 2019

dengan 32,4% menganggap bahwa mereka peduli terhadap politik dan pemerintahan

negara, 24,7% menganggap bahwa Pemilu bagian penting dalam berdemokrasi, 19,9%

menganggap Pemilu sebagai media menyampaikan pendapat, 14,1% menganggap Pemilu

sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sayangnya sebanayk 8,9%

hanya ikut-ikut orang lain dalam Pemilu.

Dilain sisi, sebanyak 47% generasi millenial/ millenial voters saat ini masih bingung

apakah akan ikut serta dalam Pemilihan Umum Serentak 2019. Dapat dikatakan bahawa

tipe pemilih seperti ini yaitu tipe Undecided Voters. Menurut Fitri hari peneliti LSI

mengatakan Undecided voters adalah jumlah orang yang belum menentukan pilihan

hingga ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Artinya, pilihan mereka ditentukan saat

menjelang hari H pencoblosan atau pada saat di TPS

Serta sebanyak 5% responden menjawab tidak akan ikut dalam Pemilihan Umum

Serentak 2019 dengan alasan bahwa menganggap pemilu bukan bagian hal yang penting.

Page 22: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

Walaupun demikian, mereka tetap memiliki karakteristik pemimpin yang generasi

millenial inginkan.

Diagram diatas menunjukan bahwa sebanyak 38,25% mengharapkan pemimpin yang

aktif di media sosial, 36,25% mengharapkan pemimpin yang tegas dan pemberani, 22,25%

mengharapkan pemimpin yang santun dan sederhana, serta 3,25% mengharapkan

pemimpin yang demokratis.

Page 23: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

J. PENUTUP

a. KESIMPULAN

Saat ini kemajuan teknologi dan informasi sudah semakin pesat, dimana masyarakat

dapat berkomunikasi hingga mencari informasi tanpa batasan ruang maupun waktu. Salah

satu produk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yaitu media sosial (Medsos).

Generasi millennial/ millenial voters yang hidup di zaman kemajuan teknologi,

kebutuhan dan aktivitas yang serba cepat menuntut untuk tidak lepas dari perkembangan

teknologi. Bukan karena takut dicap kudet (kurang update), tetapi hal ini juga demi

kebaikan diri sendiri. Media sosial merupakan sebuah produk hasil kemajuan teknologi

dan informasi yang banyak digunakan oleh generasi millenial/millenial voters saat ini. Di

media sosial mereka dapat berinteraksi dengan siapapun, dimanapun, dan kapanpun.

Mayoritas generasi millenial/ millenial voters memiliki akun media sosial, paling besar

media sosial yang digunakan yaitu Instagram, Whatsapp, dan Facebook. Selain sebagai

media penghibur diri, media sosial juga mempengaruhi perilaku generasi millenial/

millenial voters dalam hal respon politk atau pemilu. Mayoritas dari generasi millenial/

millenial voters aktif dalam merespon isu-isu politik ataupun pemilu. generasi millenial/

millenial voters juga aktif dalam hal update status di media sosial tentang

politik/pemilu/pilpres, respon komentari di media sosial tentang politik/pemilu/pilpres,

hingga sebagian dari mereka memproduksi dan membagikan konten-konten lucu atau

meme tentang politik/pemilu/pilpres. Selain itu, mayoritas dari generasi millenial/

millenial voters juga menggunakan hashtag-hashtag dengan alasan untuk memviralkan

sesuatu ide atau gagasan dan juga sebagai sarana untuk mempengaruhi.

Salain hal positif yang didapatkan dari kemajuan teknologi dan informasi, hal negatif

juga dirasakan oleh generasi millenial/ millenial voters dalam menggunakan media sosial.

Salah satu hal negatif yang dirasakan adalah perkembangan berita hoax atau berita palsu.

Mayoritas dari generasi millenial/ millenial voters menganggap isu SARA dan isu tentang

Pemilu/kandidat Presiden merupakan berita hoax atau palsu yang paling sering ditemui.

Berita hoax atau berita palsu yang sering diterima yaitu berbentuk tulisan, gambar, dan

video. Serta, media sosia, aplikasi chatting, situs web merupakan saluran yang paling

sering menyebarkan berita hoax atau berita palsu.

Menariknya, walaupun generasi millenial/ millenial voters kritis dalam menangani isu-

isu pemilu namun sebanyak 47% generasi millenial/ millenial voters masih belum tahu

akan mengikuti atau tidak mengikuti Pemilihan Umum serentak 2019. Kurangnya

sosialisasi hingga cara berkampanye yang tidak segar merupakan alasan masih banyaknya

Page 24: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

undecided voters. Media sosial seharusnya digunakan oleh peserta pemilu/ partai politik

untuk memposting konten-konten yang segar, menarik, dan kekinian bukan untuk saling

menghujat dan menjatuhkan. Namun, saat ini oleh peserta pemilu/ partai politik sudah

kehilangan perannya sebagai refernsi bagi pemilih khususnya generasi millenial/ millenial

voters.

b. SARAN

1. Edukasi politik yang berbentuk segar baik dibuat oleh penyelenggara pemilu

maupun oleh peserta pemilu.

Page 25: PERILAKU MILLENIAL VOTERS DI MEDIA SOSIAL DALAM …kisp-id.org/wp-content/uploads/2019/05/PERILAKU-MILLENIAL-VOTERS-DI...Umum (BAWASLU) tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya bantuan

References

Aditya, R. (2017). Inilah 5 Ciri Generasi Millennial yang Sebenarnya, Sulit sih Buat Nggak Mengakui.

Retrieved from Hipwee: https://www.hipwee.com/feature/inilah-5-ciri-generasi-millennial-

yang-sebenarnya-sulit-sih-buat-nggak-mengakui/

Arikunto, S. (2005). Manajemen Politik. Jakarta: Renika Cipta.

Azis, M. F., Rahmayani, E., & Suwarno, F. (2018). Studi Ekslorasi Voting Behavior, Political Branding,

Political Disaffection Pada Generasi Millenial. Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda

Psikologi Indonesia, 45-54.

Azmi, K. (2016). Prilaku Memilih Pemilih Pemula Masyarakat Kendal Pada Pemilihan Umum Presiden

dan Wakil Presiden Tahun 2014. Jurnal of Politic and Government Studies, 3.

Gafar, A. (1992). Javanese Voters: a Case Study of Election under a Hegemonic Party System .

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hidayat, A. N. (2018, September 17). Beda Cara Generasi Millenial dalam Politik. Retrieved from

Kompas: https://nasional.kompas.com/read/2018/09/17/19090001/beda-cara-generasi-

milenial-dalam-politik

Howe, N., & Strauss, W. (2000). Millenials Rising: The Next Great Generation. New York: Vintage

Books.

Makarti, A. (2016). Teori Perbedaan Generasi. Jurnal Ilmiah, 124.

Manheim, K. (1952). The Problem of Generations. Essay on the Sociology of Knowledge, 24.

Oblinger, D. and Oblinger. (2005). Educating The Net Generation. Washington DC: EDUCAUSE.

Putra, Y. S. (2016). Deviding Generation Journal. Teori Perbedaan Generasi.

Sucianingsih, A. A. (2018). Pemilih pemula dominasi pemilu 2019, apa dampaknya? Jakarta:

Kontan.co.id.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Surbakti, R. (1992). Memahami Ilmu Politik . Jakarta: PT. Grasindo.