peritonitis (eltra) dr amri
DESCRIPTION
bahan peritonitisTRANSCRIPT
REFERAT
P E R I T O N I T I S
PRECEPTOR :
Dr. H. Amri AK.,SpB
Program Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
SMF Bedah RSUD Tasikmalaya
2008
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Referat dengan
judul “Peritonitis” ini dapat terselesaikan guna memenuhi tugas yang telah diberikan oleh
para pembimbing SMF Bedah RSUD Tasikmalaya meski dengan banyak sekali
kekurangan dan diharapkan koreksi dari para pembimbing agar referat ini menjadi lebih
baik lagi.
Saya ucapkan banyak terima kasih kepada para pembimbing SMF Bedah RSUD
Tasikmalaya Dr. H. Toto Santoso.,SpB; Dr. H. Sunaryo.,SpBO; Dr. H. Amri AK.,SpB; Dr.
Yarie H. Hudly.,SpB; Dr. Reiza Farsa.,SpB, dan kepada seluruh pihak yang sangat
membantu dalam membimbing saya selama masih di stase bedah ini, sehingga sangat
banyak menambah ilmu dan skill bagi saya, walaupun saya masih merasa sangat kurang
akan ilmu bedah dan skill yang saya miliki karena ilmu bedah mencakup bidang yang
sangat luas, namun apa yang diajarkan oleh para pembimbing sudah cukup membekali
saya ketika saya terjun dimasyarakat nantinya.
Dan diakhir kata ini sekali lagi saya banyak mengharapkan koreksinya sehingga
referat dengan judul “peritonitis” ini menjadi lebih baik lagi, dan mudah-mudahan juga
bermanfaat bagi yang lain, terutama KoAs yang sama-sama sedang belajar.
Tasikmalaya, 25 April 2008
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………. i
Daftar Isi ……………………………………………………………………. ii
Peritonitis …………………………………………………………………… 1
I. Pendahuluan …………………………………………………… 1
II. Definisi dan Struktur ………………………………………….. 2
III. Persarafan Peritoneum ………………………………………... 9
IV. Fungsi dan Fisiologis …………………………………………... 10
V. Dinding Perut …………………………………………………... 11
VI. Etiologi ………………………………………………………….. 13
VII. Patofisiologi Peritonitis ………………………………………… 14
VIII. Klasifikasi Peritonitis ………………………………………….. 17
a. Peritonitis Bacterial Primer ................................................... 17
b. Peritonitis Bacterial Akut Sekunder (Supuratif) ………….. 18
c. Peritonitis Tertier …………………………………………… 19
d. Kategori lain dari Peritonitis ………………………………. 20
1 Aseptik …………………………………………….. 20
2 Peritonitis Granulomatosa ………………………… 20
3 Abses ………………………………………………. 20
IIX. Manifestasi Klinis ……………………………………………… 21
IX. Diagnosis ………………………………………………………... 21
a. Gambaran Klinis …………………………………………… 21
b. Pemeriksaan Laboratorium ………………………………... 22
c. Pemeriksaan X-Ray ………………………………………… 22
X. Terapi …………………………………………………………… 22
XI. Komplikasi ……………………………………………………... 24
XII. Prognosis ………………………………………………………... 24
Daftar Pustaka ……………………………………………………………... 25
PERITONITIS
I. Pendahuluan
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi saluran cerna dapat
menyebabkan perforasi yang dapat mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi
saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya appendicitis, salpingitis,
perforasi ulkus gastroduodenal), rupture saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi
kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan), kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi
yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencernaan aktif. Merupakan faktor-
faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisa pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa
inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian
kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan
perforasi saluran cerna atau perdarahan. 1
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08
II. Definisi & Struktur
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus
viscera dalam rongga perut.
Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang
disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.1
Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesotelial diatas dasar
fibroelastik.2 Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu
coelom. Diantara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus
saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum.1
Lapisan peritoneum terbagi menjadi :
1. lamina visceralis (tunika serosa) berasal dari somatik mesoderm, merupakan
lembaran yang menutupi dinding usus dan mesenterium.2
2. lamina parietalis berasal dari splanchnic mesoderm, merupakan lembaran yang
melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fascia muscular.2
3. lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri
saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura.3
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.2 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.3 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatur.
Duplikatur ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan
dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium.
Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventral dan mesenterium dorsal.
Mesenterium ventral yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian
menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventral yang masih tetap ada, bersatu
pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventral dan
mesogastrium dorsal. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventrikulus dan usus
mengalami pemutaran. Usus dan enteron pada suatu tempat berhubungan dengan
umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa yang disebut
omphaloentericus.
Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus menjadi berbelok-belok dan
terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar kekanan sebesar 270 derajat dengan aksis
ductus omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral
dan dinding dorsal perut. setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh
kebawah dan bersama mesenterium dorsal mendekati peritoneum pariétale. Karena jirat
usus berputar, bagian usus disebelah oral (cranial) jirat berpindah kekanan dan bagian
disebelah anal (caudal) berpindah kekiri dan keduanya mendekati peritoneum parietale.
Pada tempat-tempat peritoneum visceral dan mesenterium dorsal mendekati
peritoneum dorsal, terjadi perlekatan. Tetapi tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat
perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi,
dan terletak sekarang dorsal peritoneum sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian
yang masih mempunyai alat penggantung terletak didalam rongga yang dindingnya
dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut
disebut cavum peritonei, dengan demikian duodenum terletak retroperitoneal.1
Jejunum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium; colon ascendens dan descendens terletak retroperitoneal; colon transversum
terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut dengan mesocolon
transversum. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesosimoideum. Sekum terletak intraperitoneal karena pada permulaan merupakan suatu
tonjolan dinding usus dan tidak mempunyai alat penggantung. Processus vermiformis
terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium, lipatan peritoneum akibat
adanya arteria yang menuju keujung processus vermiformis. Ia sebenarnya lanjutan dari
sekum.1
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
1
Diberbagai tempat perlekatan peritoneum visceral atau mesenterium pada
peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan diantara usus
(yang diliputi oleh peritoneum visceral) dan peritoneum parietale atau diantara
mesenterium dan peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat
juga terjadi karena didalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di flexura
duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang
membatasi resesus duodenalis inferior.2
Pada colon descendens terdapat resesus paracolici. Pada colon sigmoideum
terdapat resesus intersigmoideum diantara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.
Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunares. Peritoneum yang
menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang
disebut appendices epiploicae.1
Ventriculus memutar terhadap sumbu longitudinale, sehingga curvatura major
disebelah kiri dan curvatura minor disebelah kanan. Kemudian ventriculus memutar
1 Dikutip dari www.emedicine.com 22/04/082 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
terhadap sumbu sagital, sehingga cardia berpindah kekiri dan pilorus kekanan. Karena
ventriculus berputar, sebagian mesogastrium dorsale mendekati peritoneum parietale dan
tumbuh melekat. Dengan demikian tempat perlekatan mesogastrium dorsale merupakan
suatu lengkung dari kiri kranial kekanan kaudal. Bagian yang terkaudal mendekati
perlekatan mesocolon transversum yang berjalan transversal. Dibagian caudal juga terjadi
perlekatan mesogastrium dorsal dengan mesocolon transversum dan disebut sebagai
omentum majus. Kantong yang dibentuk olehnya disebut bursa omentalis.1
Mesogastrium ventral melekat pada peritoneum parietal dinding ventral perut dan
pada diaphragma. Didalam mesogastrium ventral hepar terbentuk dan berkembang. Hepar
berkembang kekaudal sampai tepi batas mesogastrium yang disebut omentum minus atau
ligamentum hepatogastricum dengan tepi bebasnya disebelah caudal disebut ligamentum
hepatoduodenale. Ligamentum falciforme melekat pada batas antara lobus dextra dan
lobus sinistra. Omentum minus melekat pada fosa sagitalis sinistra bagian dorsokranial dan
mengelilingi portae hepatis. Ligamentum teres hepatis yaitu sisa dari vena umbilikalis
sinistra, terbentang dari umbilikus kehepar ditepi bebas ligamentum falciforme hepatis,
masuk didalm fosa sagitalis sinistra hepatis dan berakhir pada ramus sinistra venae portae.
Didalam tepi bebas omentum minus atau ligamentum hepatoduodenale terdapat:
vena portae; arteria hepatica propria; ductus choledochus; serabut-serabut saraf otonom;
pembuluh-pembuluh lympha.1
Disebelah kiri berjalan a. hepatica propria disebelah dorsal kedua bangunan ini
ditengah-tengah berjalan vena portae. Ductus choledocus dibentuk oleh ductus cysticus
dan ductus hepaticus communis, berjalan melalui ligamentum tersebut kekaudomedial,
menyilangi disebelah dorsale pars superior duodeni sampai didalam sulcus diantara pars
descendens duodeni dan caput pancreatis bermuara di papillae duodeni major. Didalam
mesenterium dan duodenum (mesoduodenum) dan mesogastrium dorsale terjadi dan
tumbuh páncreas. Karena mesoduodenum dan sebagian mesogastrium dorsale tumbuh
melekat dengan peritoneum parietale, caput dan corpus pancreatis letaknya menjadi
retropeitoneal, tetapi cauda pancreatis masih tetap didalam omentum majus. Didalam
omentum majus disebelah ventral cauda pancreatis lien terbentuk dan berkembang kearah
kiri sehingga ia ditutupi sebagian besar oleh lembaran kiri omentum majus. Omentum
majus dibagi dua oleh lien menjadi ligamentum precholienale, bagian antara lien dan
peritoneum parietale yang menutupi diaphragma, ligamentum gastrolienale bagian antara
lien dan ventriculus. Karena lien tumbuh terutama kekiri, lembaran kanan kedua
ligamentum tidak sampai melekat pada lien dikelilingi hilus. Karena perubahan letal
ventriculus terjadilah bursa omentalis. Lubang masuk kedalam bursa omentalis disebut
foramen epiploicum (winslowi) dibatasi :
1. dibagian craneal oleh processus caudatus
2. dibagian ventral oleh ligamentum hepatoduodenale dibagian caudal oleh pars
superior duodeni
3. dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutup vena cava inferior
Bursa omentalis sendiri dibatasi oleh :
1. dibagian craneal oleh lobus caudatus hepatis
2. dibagian ventral oleh omentum minus dan ventriculus
3. dibagian caudal oleh mesecolontransversum serta colon transversum
4. dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutup caput dan corpus
pancreatic
5. dibagian kiri oleh omentum majus dengan cauda pancreatic dan lien
Omentum majus yang melekat pada colon transversum kecaudal menutupi usus
dari sebelah ventral sebagai suatu tirai untuk kemudian melipat kearah cranial dan melekat
pada curvatura major ventriculi.
Kedua lembaran dari lipatan itu dibagian caudal tumbuh melekat. Bagian yang
tidak tumbuh merupakan lanjutan bursa omentalis yang disebut recessus inferior bursae
omentalis. Bagian bursae omentalis yang terkranial disebut recessus superior bursae
omentalis.
Dataran peritoneum yang dilapisi mesotelium, licin dan bertambah licin karena
peritoneum mengeluarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat disamakan
dengan stratum synovial dipersendian. Peritoneum yang licin ini memudahkan pergerakan
alat-alat intraperitoneal satu terhadap yang lain. Kadang-kadang, pemutaran ventriculus
dan jirat ususberlangsung kearah yang lain. Akibatnya alat-alat yang seharusnya disebelah
kanan terletak disebelah kiri atau sebaliknya. Keadaan demikian disebut situs invernus.1 2
BladderMedian sagittal section of pelvis, showing Horizontal disposition
Sagittal section through posterior
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.2 Dikutip dari www.emedicine.com 22/04/08
arrangement of fasciæ.of the peritoneum in the lower part of the abdomen.
abdominal wall, showing the relations of the capsule of the kidney.
Topography of thoracic and abdominal viscera.
Horizontal disposition of the peritoneum in the upper part of the abdomen
Struktur peritoneum meliputi :
SOURCES STRUCTURE FROM TO CONTAINSOMENTA
dorsal mesentery
greater omentum
Greater curvature of stomach (and spleen)
dorsal mesentery
gastrosplenic ligament stomach spleenshort gastric artery, left gastro-omental artery
dorsal mesentery
gastrophrenic ligament stomach diaphragm -
dorsal mesentery
gastrocolic ligament stomach transverse colon -
dorsal mesentery
splenorenal ligament spleen kidneysplenic artery, tail of pancreas
ventral mesentery
lesser omentumlesser curvature of the stomach (and duodenum)
ventral mesentery
hepatogastric ligament stomach liver
ventral mesentery
hepatoduodenal ligament
duodenum liver
hepatic artery proper, hepatic portal vein, bile duct
MESENTERIES
dorsal mesentery
Mesentery propersmall intestine – jejunum and ileum
Posterior abdominal wall
superior mesenteric artery
dorsal mesentery
transverse mesocolon transverse colonPosterior abdominal wall
middle colic
dorsal sigmoid mesocolon Sigmoid colon pelvic wall sigmoid arteries
mesenterydorsal mesentery
mesoappendixmesentery of ileum
appendix appendicular artery
OTHER LIGAMENTS AND FOLDS
ventral mesentery
falciform ligament liver
thoracic diaphragm, anterior abdominal wall
round ligament of liver, paraumbilical veins
Left umbilical vein
round ligament of liver liver umbilicus
Ventral mesentery
coronary ligament liverthoracic diaphragm
ductus venosus
ligamentum venosum liver liver
phrenicocolic ligament left colic flexurethoracic diaphragm
Ventral mesentery
left triangular ligament, right triangular ligament
liver
umbilical folds urinary bladderileocecal fold ileum cecum
broad ligament of the uterus
uterus pelvic wallmesovarium, mesosalpinx, mesometrium
ovarian ligament uterus inguinal canalsuspensory ligament of the ovary
ovary pelvic wall ovarian artery
III. Persarafan Peritoneum
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh system saraf
otonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau
penjahitan terhadap usus dapat dilakukan tanpa dirasakan sakit oleh pasien. Akan tetapi
bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada
otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti appendicitis,
maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri visceral biasanya tidak dapat
menunjuk letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk
menunjuk daerah yang nyeri.1
Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul
karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukan dengan tepat lokasi nyeri. Total
peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran
semipermeable. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah. Molekul-molekul
yang lebih besar dibersihkan kedalam mesotelium diaphragma dan limfatik melalui
stomata kecil.1
Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica fellea,
lien, ileum, jejunum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix
(intraperitoneum); pancreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter
(retroperitoneum).
1
IV. Fungsi dan Fisiologis
Area permukaan total sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu
membran biologis. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kekedua arah, ini terlihat dari
efikasi dialysis peritoneal. Molekul-molekul yang lebih besar dibersihkan kedalam limfatik
dibawahnya melalui stomata kecil. Cedera langsung menimbulkan regenerasi cepat karena
sel-sel mesotelial bermigrasi kedalam luka, dan monosit bebas dalam cairan peritoneum
1 Dikutip dari www.emedicine.com 22/04/08
dan melekat pada permukaan yang kasar dan berdiferensiasi. Adhesi terbentuk sebagai
respon terhadap hipoksemia local dan deposisi fibrin dari infeksi atau bahan asing.1
Hampir 1 m2 dari total 1.7 m2 area ikut serta dalam pertukaran cairan dengan cairan
extracelluler rata-rata 500 ml atau lebih per jam. Normalnya, kurang dari 50 ml merupakan
cairan peritoneal bebas. Transudat yang lain: spesifik gravity dibawah 1016; konsenterasi
protein < 3 g/dl. Konsenterasi sel darah putih < 3000/µl. komplemen antibacterial activity;
dan kekurangan fibrinogen berhubungan dengan proses pembekuan. Sirkulasi dari cairan
peritoneal secara langsung dilakukan oleh sistem limfatik di bawah permukaan
diaphragma. Juga terdapat beberapa partikel termasuk bakteri dengan ukuran 20 µm
namun dibersihkan via somatik pada mesothelium diaphragmatika dan lymphatic.2
Fisiologis absorbsi:
4. cairan hipotonik: 30-35 ml/jam
cairan hipertonik : 300-500 ml/jam
(intravascular space intraperitoneal)
5. Darah : 70 % penetrasi saluran lymphe di bawah diaphragma
6. udara / gas : absorpsi 4-5 hari post operasi.3
V. Dinding Perut
Dinding perut mengandung struktur músculo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian
belakang struktur ini, melekat pada tulang belakang, disebelah atas pada iga dan dibagian
bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar
kedalam, lapis kulit yang terdiri dari cutis dan subcutis; lemak subcutan dan fascia
superficial (fascia scarpa; kemudian ketiga otot dinding perut, musculus oblicus abdominis
internus, dan musculus transversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneum dan
peritoneum, yaitu fascia transversalis, lemak preperitoneal dan peritoneum. Otot dibagian
depan tengah terdiri atas sepasang otot rectus abdominis dengan fascianya yang digaris
tengah dipisahkan oleh linea alba.4
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas
lapisan musculo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya
hernia bawaan, dapatan maupun iatrogenic. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada
1 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.2 Dikutip dari CURRENT Surgical Diagnosis & Treatment, Lawrence W. Way, edition 8, hal : 4043 Dikutip dari Peritoneum, dr. Yuzar Harun Sp.B FInaCS, RSUD.DR.H.Abdul Moeloek.4 Dikutip dari Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat, edisi 2, hal : 519
pernapasan, juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan
intraabdominal.3
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari craniodorsal diperoleh
pendarahan dari cabang aa. Intercostales VI sampai dengan XII dan a. epigastrica superior.
Dari caudal, a. iliacacircumflexa superficiales, a. pudenda externa, dan a. epigastrica
inferior. Kekayaan vascularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun
vertical tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani
secara segmental oleh nervus thoracalis VI sampai dengan XII dan nervus lumbalis I.1
1 Dikutip dari Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat, edisi 2, hal : 519
V. Etiologi
Etiologi Peritonitis yang umumnya terjadi:1
Gejala Cause Mortality
Mild Apendicitis
Perforated gastroduodenale ulcers
Acute Salpingitis
< 10%
Moderat
e
Diverticulitis (perforasi local)
Nonvascular small bowel Perforation
Gangrenous Colecistitis
Multiple trauma
< 20 %
Severe Large Bowel Perforation
Ischemic small bowel injuries
Acute necrotizing pancreatitis
Postoperative complications
20-80 %
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan didalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi apendicitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena
trauma abdomen.
a. Bacterial : Bacteriodes, E.coli, Streptococus, Pneumococus, Proteus, kelompok
Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa .
b. Kimiawi : getah lambung dan pánkreas, empedu, darah, urine, benda asing (talk,
tepung).2
Microbiology of Primary, Secondary, and Tertiary Peritonitis.3
Peritonitis(Type)
Etiologic Organisms Antibiotic Therapy(Suggested)Class Type of Organism
Primary Gram-negative E coli (40%)K pneumoniae (7%)Pseudomonas species (5%)Proteus species (5%)Streptococcus species (15%)
Third-generation cephalosporin
1 Dikutip dari CURRENT Surgical Diagnosis & Treatment, Lawrence W. Way, edition 8, hal : 4042 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.3 Dikutip dari www.emedicine.com 22/04/08
Staphylococcus species (3%)Anaerobic species ( <5%)
Secondary
Gram-negative
E coli Enterobacter speciesKlebsiella speciesProteus species
Second-generation cephalosporinThird-generation cephalosporinPenicillins with anaerobic activityQuinolones with anaerobic activityQuinolone and metronidazoleAminoglycoside and metronidazole
Gram-positiveStreptococcus speciesEnterococcus species
Anaerobic
Bacteroides fragilis Other Bacteroides speciesEubacterium speciesClostridium speciesAnaerobic Streptococcus species
Tertiary
Gram-negativeEnterobacter speciesPseudomonas speciesEnterococcus species
Second-generation cephalosporinThird-generation cephalosporinPenicillins with anaerobic activityQuinolones with anaerobic activityQuinolone and metronidazoleAminoglycoside and metronidazoleCarbapenemsTriazoles or amphotericin (considered in fungal etiology)(Alter therapy based on culture results.)
Gram-positive Staphylococcus species
Fungal Candida species
VI. Patofisiologi Peritonitis
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika défisit cairan tidak dikoreksi segera cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, misalnya interleukin, dapat
memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa keperkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal ketika terjadi hipovolemia.1
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.
Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intraperitoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.1
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekanan intraabdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan
penurunan perfusi splanik.1
Gejala sisa metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam amino skeleton
untuk síntesis energi dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati dengan cepat
berkurang secara dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi resistensi insulin relatif.
Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan hormonal
dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk mendukung hospes.1
1 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.
Gangguan Peritoneal
EdemaEksudasiDeposisi fibrin
Ileus ↑Cairan usus distensi
Ateletaksis ketidakseimbangan V/QStimulasi adrenal
Volume ECF ↓
Vasokonstriksi perifer
AldosteronADH ↑
Keluaran urine ↓
Curah jantung ↓
Pasokan O2 ↓
Renjatan Hipovolemik
Asidosis Metabolik
Kematian
Respon umum major terhadap peritonitis diperantarai oleh volume cairan extracelluler,
yang jika tidak diperbaiki, menimbulkan asidosis metabolic, renjatan hipovolemik, dan
kematian.1
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbal peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbal ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
kemudian meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara
lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat menggangu pulihnya pergerakan usus
dan mengakibatkan obstruksi usus.2
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus dapat berupa sederhana yaitu obstruksi usus yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
strangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang
akan berakhir dengan nekrosis atau gangren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.2
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman
salmonella typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus
halus dan mencapai jeringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertrofi di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,
perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih
2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut,
nyeri tekan, defans muscular, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.2
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai
diepigastrium dan meluas keseluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam diperut. Nyeri ini timbal
mendadak terutaama dirasakan didaerah epigastrium karena rangsangan peritoneum oleh
asam lambung, empedu, atau enzim páncreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, Belum ada infeksi bacteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri dibahu menunjukan rangsangan
1 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.2 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
peritoneum berupa pengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.1
Pada appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fecalith, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan
makin lama mukus tersebut makin banyak, Namun elastisitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limphe yang mengakibatkam oedem, diapedesis bakteri, ulcerasi
mucosa, dan obstruksi vena sehingga oedem bertambah kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan nekrosis atau gangren dinding
appendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik
local maupun general.1
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat
mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intraperitoneal. Rangsangan peritoneal yang timbal sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis Hebat sedangkan bila bagian bawah seperti
kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum.1
VII. Klasifikasi Peritonitis
a. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebaran bersifat
monomikrobakterial, biasanya E.Coli, kokus gram positif, Streptococus atau
pneumococus.2
Terjadi dalam anak-anak dengan nefrosis dan dewasa dengan sirosis atau lupus sistemik.
Tidak ada perforasi dari viskus yang dapat diidentifikasi. Diagnosis dibuat dengan tap
peritoneal yang hanya memperlihatkan organisme tunggal. Terapi antibiotik dimulai dan
pasien diikuti perkembangannya. Jika tidak ada kemajuan, dilakukan laparatomi. Bentuk 1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.2 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
lainnya yang lebih jarang dari dari peritonitis atipik, mencakup peritonitis yang berkaitan
dengan obat-obatan misalnya isoniazid atau eritromisin, yang menyebabkan gejala akut
abdomen tanpa peritonitis sejati, toksin seperti misalnya timbal, dan Porfiria intermiten
akut.1
Peritonitis bacterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Spesifik : misalnya Tuberculosis
2) Nonspesifik : misalnya pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.1
b. Peritonitis Bacterial Akut Sekunder (Supuratif)
peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktus gastrointestinal atau
traktus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinergisme dari múltipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakteri anaerob, khususnya spesies bakteriodes, dapat memperbesar pengaruh bakteri
aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga
dapat memperberat suatu peritonitis.2
Empat faktor yang menentukan apakah kontaminasi akan menimbulkan Peritonitis :
1 Virulensi dari bakteri; pada umumnya organisme tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergime dan multiple organisme,
bagaimanapun juga membuat menjadi lebih berbahaya. Bakteri anaerob
khususnya spesies Bacteroides, ditemukan dalam peritonitis supuratif dan
memperbesar pengaruh dari bakteri Aerob. Lebih lanjut bukannya jumlah
keseluruhan bakteri yang menyebabkan masalah. Meskipun E.Coli merupakan
kurang dari 0,06 % dari seluruh flora feses, bakteri ini bertanggung jawab untuk
lebih dari separuh dari semua infeksi bakteri intra abdomen.
2 Luas dan lama dari kontaminasi; makin besar dosis bakteri dan makin lama
tidak terapi, makin parah peritonitis. Tinja cair seperti yang ditemukan dalam
ileum dan secum, akan menyebar lebih luas dari pada tinja padat dari
divertikulum sigmoid yang mengalami perforasi.
3 Pengaruh tambahan ; Virulensi meningkat bila ada benda asing, darah, mucus,
talk, atau barium. Materi inorganik ini menghambat pembersihan bakteri
1 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.
melalui diversi fagosit untuk berhadapan dengan partikel-partikel lembam dari
pada organisme. Darah tampaknya memungkinkan meluasnya toksin leukosit
bila ada Escherichia coli. Kombinasi feses dan barium memberikan peritonitis
yang jauh lebih buruk dari pada hanya masing-masing saja. Jadi jika penelitian
pencitraan dari colon bawah harus dilakukan dengan pertanyaan apakah ada
perforasi, harus digunakan médium kontras yang dapat larut air.
4 Terapi yang tidak tepat ; kegagalan untuk segera mengenali dan mengobati
viskus perforasi atau usaha untuk menangani sepsis intraabdomen dengan
antibiotik saja, padahal ada pus, akan memberikan hasil yang buruk.1
Kuman pada Peritonitis Bacterial akut sekunder dapat berasal dari :
1) Luka atau trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal
2) Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahan kimia, perforasi usus sehingga feses keluar dari usus.
3) Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
apendicitis.
c. Peritonitis tertier
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya
empedu,getah lambung, getah pancreas, dan urin.2
d. Kategori lain dari Peritonitis
1. Aseptik (kimia)
Berlawanan dengan peritonitis polimikrobial, penyebab bakteri dalam peritonitis nimia
adalah rendah. Sebaliknya, peradangan pada jenis peritonitis ini disebabkan oleh iritan
langsung, seperti misalnya empedu, urine, cairan pánkreas atau benda asing. Pasien akan
memperlihatkan kehilangan rongga ketigadan iritasi peritoneum yang sama seperti dalam
peritonitis bakterial, tetapi mungkin tidak mengalami demam. Terapi ditujukan untuk
menghentikan kontaminasi yang sedang berlangsung, misalnya kasus ulkus perforata, dan
mencegah infeksi bakterial sekunder.3
2. Peritonitis Granulomatosa
1 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.2 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.3 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.
Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melalui pembentukan granuloma,
sering menimbulkan adhesi padat, pada tuberculosis, asites sering kali ada dalam fase
awal. Meskipun peritonitis tuberculosa saja tidak fatal, hal ini menunjukan penyebarluasan
infeksi bakteri tahan asam dan harus terapi dengan terapi antituberculosis tiga obat.
Pasien juga dapat membentuk granulomatosa dan adhesi sebagai respons terhadap talk dari
sarung tangan yang digunakan selama pembedahan. Menyeka sarung tangan sebelum
incisi, akan mengurangi masalah ini.1
3. abses
Tubuh akan berusaha untuk membentengi supaya infeksi tidak menyebar luas. Ada
beberapa area dimana akan terbentuk abses: subfrenik kanan dan kiri, subhepatik, pelvis,
sakus minor, dan lingkaran usus, yang dapat menutup kumpulan infeksi, sehingga
menimbulkan “abses antar lingkaran” (interloop abcess).1
Berlawanan dengan peritonitis umum, pasien dengan abses mungkin mengalami nyeri
Hebat, malaise, dan ileus. Leukositosis dan demam umum terjadi, dan hiperpireksia
cenderung untuk tinggi. Diagnosis mencakup kecurigaan tingkat tinggi digabung dengan
penegasan dan ultrasonografi atau scan tomografi komputer (CT). Scan radioisotop
mungkin bermanfaat dalam situasi dimana CT scan tidak dapat membedakan cairan atau
flegmon dari abses.1
IIX. Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum akan menimbulkan nyeri tekan dan
defans muscular. Pekak hati akan menghilang akibat udara bebas dibawah diaphragma.
Peristaltik usus menurn samapi hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargi dan syok.
Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak
seperti jalan, bernapas batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri bila digerakan
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, test psoas, atau test lainnya.1
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
IX. Diagnosis
Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan
laboratorium dan X-Ray.
a. gambaran Klinis
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme
yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran
klinisnya yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen,
demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan
gambaran klinis pada peritonitis bacterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang
akut. Nyeri ini tiba-tiba, Hebat, dan pada penderita perforasi (misalnya perforasi ulkus),
nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal
apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, kemudian menyebar
secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukan gejala dan
tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, neurogenik), demam distensi
abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara
klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis
nonbakterial akut sama dengan peritonitis bacterial.
Peritonitis bacterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat
malam. Kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedangkan peritonitis
Granulomatosa menunjukan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat demam dan
Adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah.1
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosit, hematokrit yang meningkat
dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak
abdomen (lebih dari 3 gram/100ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsy peritoneum perkutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil
pembiakan didapat.1
c. Pemeriksaan X-Ray
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar
berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.1
X. Terapi
Prinsip umum terapi adalah panggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (appendiks, dsb) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.1
Ada tiga titik kunci dalam mempersiapkan pasien :
1. Volume: Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi,
dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine dan tekanan pengisian jantung harus
dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
2. Antibiotik: antibiotik berspektrum luas merupakan tambahan bagi drainase bedah.
Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan
berkembang selama operasi
3. Oksigen dan dukungan ventilasi: sepsis yang sedang berlangsung membawa ke
hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada. Penghantaran
oksigen yang cukup adalah penting.1
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparatomi.
Incisi yang dipilih adalah incisi vertical digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk
keseluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, incisi
ditujukan diatas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi bergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran Gastrointestinal. Pada
umunya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Lavase peritoneum dilakukan pada
peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak
terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan
antibiótika (misal sefalosporin) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi.
Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.2
1 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa draine itu
dengan segera akan terisolasi/ terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi
kontaminasi yang terus menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.1
“Jangan biarkan matahari terbit dan membiarkan pus tidak di drainase”. Kavitas abses
harus di drainase. Kumpulan nanah dalam pelvis dapat dibuka perektum dan abses
subfrenik dicapai melalui bantalan dari iga kedua belas.2
Drainase perkutan yang dibimbing oleh CT memberikan angka kesuksesan yang lebih
besar dibandingkan dengan drainase terbuka, dan dapat menghindari anastesi umum;
tetapi, kumpulan nanah intraabdomen múltipel dan kumpulan yang berlokulasi, paling baik
ditangani dengan drainase terbuka transperitoneal.
Terapi operatif bertujuan untuk mendrainase semua materi purulen, memecahkan lokulasi,
dan menterapi semua sumber dasar dari kontaminasi, eksudat dibersihkan dengan cermat,
dan digunakan sejumlah besar salin hangat untuk membilas abdomen. Tidak ada
keuntungan yang jelas dari irigási antibiotik topikal. Drain harus ditinggalkan dalam
kavitas abses dengan dinding yang tertutup baik, tetapi tidak mungkin mendrainase
abdomen sebagai satu lubang saja. Fascia ditutup dengan jahitan menggunakan benang
monofilamen yang tidak dapat diserap, dan kulit dibiarkan terbuka.3
XI. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bacterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a. komplikasi dini septicemia dan syok septik, syok hipovolemik, sepsis intraabdomen
rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem abses residual
intraperitoneal Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. komplikasi lanjut adhesi obstruksi intestinal rekuren.4
XII. Prognosis
1 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.2 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.3 Dikutip dari Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, Seymour I. Schwartz, 1995, hal: 489.4 Dikutip dari www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen 22/04/08.
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum
prognosisnya mematikan akibat organismo virulen.2
Daftar Pustaka
Lawrence W. Way : Current Surgical Diagnosis & Traetment. Edisi 8. Appleton &
Lange. 1988. pp 410-404
Schwartz I. Seymour : Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC. 1995. Hal
489-493
Sjamsuhidajat R. : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. 2003. Hal 519
www.one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/gawat-abdomen
tanggal 22 April 2008
www.emedicine.com/peritonitis/pathophysiology/clinical-manifestation/and-
management tanggal 22 April 2008